Ceritasilat Novel Online

Manusia Setengah Dewa 4

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat
Hong.Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal
yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.
Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat
Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di
lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi. Kalau dia menggunakan
senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar.
Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya meringankan tubuh.
"Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak
lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga saking
cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat
keatas, tinggi sekali kemudian bagaikan seekor burung walet, tubuhnya
sudah membalik di udara, menukik kebawah dan dia sudah melancarkan serangan
dengan jurus Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang
paling ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir
sekali mainkan jurus ini.
Hebat bukan main daya serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur turun dengan
menukik kebawah, kedua tangannya sudah bergerak mencengkram kearah ubun-ubun
kepala lawan yang botak itu! "Hayaaa...!" kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa dingin menyentuh
ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman maut
bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri kebelakang sehingga
dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkangnya untuk berguling di atas lantai.
Dengan gerakan ini, biarpun
pakainnya kotor terkena debu, namun dia selamat dan dapat menghindarkan diri
dari serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi, betapa terkejutnya melihat
dara itu sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong
sudah menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan.
"Hai i i ittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Sumoi, jangan....!" Sin Hong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya
itu menggunakan tenaga Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang
merupakan sinkang paling ampuh dari Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa
menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di atas
salju, tanpa pakaian, dan melewati malam-malam yang
dinginya menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han Ti Ong, tentu saja Swat
Hong telah menguasai sinkang itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagi
lawan terdesak. "Ciaaaattt...!!" Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolak hawa
serangan itu dengan dorongan
kedua tangannya. Dua tenaga sinkang bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan
itu bersentuhan dan akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan dari ujung bibirnya mengucur darah!
Sambil menggereng keras, Lo Thong yang merasa penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan
tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya dengan sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai
pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke arah tempat duduk Ouw Kong Ek! Ketua
Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan tahu-tahu tubuh Lo Thong
sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut tadi, Ouw Kong Ek
yang lihai telah menotok dua jalan darah di pungung pembantunya yang seketika merasa dadanya lega
kembali, begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang dengan kedua
lengan dikembangkan, kedua tangan hendak mencengkram tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali,
tidak nyangka bahwa tubuh
lawan akan secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan
maklum akan bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat mengelak lagi!.Akan tetapi tiba-tiba ada
bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong telah berada di dekat
sumoinya. dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya dan dengan tangan kanan
dia menyapok ke atas dan kedua tangan Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak
ini terdorong miring dan cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak
heran dan kagum akan kehebatan tenaga pemuda itu. Maklum bahwa dia tak mampu
menang, dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku
sendiri!" Ouw Kong Ek turun dari kursinya dan melangkah ke tengah lapangan.
"Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong menantang.
"Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu." Sin Liong mencegah sumoinya.
"Tidak, aku akan menghadapi sendiri!"
Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw-tocu, benarkah
Tocu menantang sumoiku ini" Harap Tocu suka melihat baik-baik. Sumoiku adalah
seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya
sama artinya dengan Tocu menantang seorang cucu!
Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan yang sepatutnya
menjadi cucumu, silahkan. Kalau Tocu, cukup gagah biarlah aku menerima
tantanganmu tadi. mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah,
terserah kepada Tocu. kalau aku menang, setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan,
Tocu akan membiarkan kami berdua pergi dari
pulau ini dengan aman. Bagaimana?" "Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan
dia, aku tidak takut!" Swat Hong berteriak-teriak. Ouw Kong Ek memandang kepada
dara muda dan mukanya berubah merah. Memang tidak keliru omongan Sin Liong tadi.
Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang anak-anak
dan perempuan lagi! Tentu
saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak
perempuan kecil! "Baiklah, mari kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong," katanya.
Sin Liong menoleh kepada sumoinya. "Nah, kau dengar. Yang ditantang adalah aku,
buka kau, Sumoi. Mundurlah."
Swat Hong membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi lebih dulu
dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu masih siap untuk melayani jago Pulau
Neraka yang manapun juga." Ouw Kong Ek dan Sin Liong sidah saling berhadapan dan
keduanya saling pandang tanpa bergerak, seolah-olah hendak mengukur dan menilai
keadaan lawan dengan pandangan matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang
itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan bebas dari rasa takut maupun
kebencian dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi
makin suka. Melihat sikap pemuda ini, sukar untuk dipercaya bahwa pemuda ini
adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya hanya seperti
seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang sastrawan yang biasanya hanya
membaca sajak dan menulis huruf indah
atau meniup suling. "Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk menggunakan
kepandaiannya menyerang orang yang kelihatannya lemah ini.
"Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian ini, maka biarlah aku hanya
menjaga diri saja." Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu
setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah-olah pemuda
itu memandang rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya, hal itu
sama saja memandang rendah!
"Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!" bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke
depan, gerakannya perlahan saja namun didahului sambaran angin pukulan dari kedua telapak
tangannya.."Wuuuuuttt... wuuuuttt!!" hawa pukulan yang dahsyat dua kali
menyambar ke arah leher dan pusar Sin
Liong ketika kakek itu menggerakan kedua tangannya memukul.
Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil mengelah sampai
berturut-turut enam kali karena ternyata bahwa pukulan kakek itu begitu luput
dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan berikutnya tanpa berhenti sedikit
pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari segala jurusan! barulah
Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu ketika dia
meloncat jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan berikutnya. "Bagus!" Ouw Kong Ek
berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja sudah berasil
menghindarkan diri dari serangan pukulan yang dinamakan Jurus Pukulan Badai
Mengamuk. Kemudian dia menerjang
lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki
tangannya bergerak dengan cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap gerakan
mengandung daya serang yang
amat berbahaya. Kembali Sin Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan
tenang dan hati-hati, mengelak ke sanan-sini dan hanya kalau terpaksa dia menggunakan
kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan saja pemuda itu menangkis,
namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil menghalau
tangan lawan! Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu
kalipun membalas serangan lawan! Tentu saja hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum
sekali. Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya,
namun tetap tidak mau membalas. "Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa
phai-seng-gi (sungkan) kepada orang yang hendak memunggut mantu kepadamu?" Swat
Hong berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suhengnya bertempur seperti
orang mengalah saja. Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum
pernah memukul orang! Dia memang mempelajari silat yang tinggi sekali tingkatannya,
bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah dibaca orang di dalam
perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mujijat, di antaranya ilmu
mengenal inti gerakan semua ilmu silat.
Akan tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi
kepada kakek yang sama sekali tidak ada permusuhan apa-apa dengannya itu. Kini
mendengar ejekan Swar Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya terguncang.
Guncangan ini memperlambat
gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan, tangkisannya
meleset dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat
dan dia terhuyung ke belakang.
Ouw Kong Ek yang merasa penasaran sekali kini maklum bahwa kalau pemuda itu
membalas serangannya, mungkin dia akan kalah! maka melihat hasil pukulannya yang membuat
Sin Liong terhuyung dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena
dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau Neraka, dan kalau mungkin menjadi
suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya. Maka dia cepat
mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu. "Wuuut-plak-plak!
Wuuu-plak-plak!!" Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang
masih terhuyung itu mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkraman yang amat lihai
namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyapoknya! Bahkan pemuda itu berseru
keras, tubuhnya melayang keatas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun lagi ke atas
lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw Kong Ek makin penasaran.
Cepat dia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat dengan tendangan berantai
yang cepat dan kuat sekali.
Kedua kaki itu seperti kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki
lebih dari dua yang bergerak susul menyusul melakukan tendangan ke arah bagianbagian berbahaya dari tubuh Sin Liong.
"Siuut-siutt...dess!!"
Setelah berhasil mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan
terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerahkan tenaga inti salju.
Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin yang menjalar melalui kaki
yang tertangkis. Dia.menggoyang tubuhnya beberapa kali dan ras dingin sudah terusir.
Dia memandang lawannya dengan mata
terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring dan
tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian menukik kearah Sin Liong.
Sin Liong terkejut sekali, dia maklum bahwa serangan terakhir ini bukan main
hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat ke atas
menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya digerakkan di depan tubuhnya.
"Plak-plak... bruukkk!!" tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya
setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun dengan agak pening.
Bukan main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang
akan sukar disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda itu menyambutnya
di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua telapak tangan mereka
bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras! "Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong
bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur , hal
yang sama sekali tidak disukainya.
"Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek itu menyerang lagi
dengan ilmu silat yang gerakannya cepat sekali, akan tetapi juga aneh. Swat Hong
yang menonton di pinggir, memandang penuh perhatian dengan alis berkerut. Dia
merasa heran sekali. Ilmu silat yang dimainkan oleh kakek itu seperti pernah
dilihatnya, seperti bukan gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama
sekali tidak dikenalnya" Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat
Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu memang bersumber pada ilmu silat
Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi ilmu silat ciptaan nenek
moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak tangan kakek itu mengepul
uap hitam, dari mulutnya juga menyembur uap hitam yang kadang-kadang menyambar
ke arah muka Sin Liong. Sebagai seorang hali pengobatan Sin Liong segera mengenal hawa beracun
keluar dari uap hitam itu, maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap
hitam menyambar. Sementara itu, sambil mengelak dan menangkis dia mencurahkan
seluruh perhatiannya dan dengan ilmu mujijat yang didapatnya dari kitab, yaitu
mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal
akan jurus-jurus yang dimainkan oleh lawannya.
"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?" Swat Hong berteriak lagi. Ouw Kong Ek
yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang
rendah dan dipermainkan, membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang
mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh
kakek itu dan dianggap takut oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu
diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan tidak akan
mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada
pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati karena
menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan
hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan
kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian,
setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya
terguling. "Hei i ... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini ?" Kakek yang sudah terguling
karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi
sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus
tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada
jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya
tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda
itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan
serangan maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur. "Aku hanya meniru-niru dari Tocu
sendiri...." Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju
dan memegang kedua tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku
mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan
dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian
seperti dewa!".Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada
Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil
berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan..."
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka
mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang
banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilahkan
Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan
aman." "Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau
ini dan berusaha mencarikan obat penawanya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali!
Aku sungguh kagum kepadamu ." Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua
tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang
sengaja mengalah kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah. Dia
maklum bahwa Soan Cu seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di
depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja.
Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah melihat
betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan
akhirnya dara itu lalu membalikan tubuh dan berlari pergi!
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti
dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang
terdapat di pulau itu, kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta
melukiskan nama dan bentuk
daun, akar, bunga, atau buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu.
Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya mencarikan bahan-bahan obat
itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
JILID 7 Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali kepada
Sin Liong, apalagi setelah terbukti banyak penghuni yang sembuh dari penderitaan
penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat seperti yang ditunjuk oleh pemuda
itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong mereka dan diperlakukan dengan
sikap penuh hormat. Setelah "terpaksa" tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong
mendapatkan kenyataan bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar
tulus, jujur dan wajar sehingga mudah saja di antara mereka terjalin
persahabatan yang akrab. bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan terangterangan tanpa dibuat-buat dan tanpa usaha
menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada Sin Liong, Swat Hong
menyambut pernyataan itu dengan hati terharu. Diam-diam menaruh hati kasihan
kepada dara Pulau Neraka ini karena dia tahu bahwa hati suhengnya itu jauh daripada
cinta! Suhengnya belum pernah mengacuhkan tentang hubungan di antara mereka, juga
suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu. Dianggapnya suhengnya
itu terlalu "dingin" dan sudah seringkali dia sendiri merasa kecewa melihat suhengnya
sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat! Padahal dia sendiri belum yakin
apakah dia mencintai suhengnya, sungguhpun dia merasa suka sekali kepada pemuda itu namun sebagai
seorang dara remaja, tentu saja dia merasa tidak puas menyaksikan sikap pemuda yang
"dingin" saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan normal,
tentu saja Swat Hong juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria,
memandangnya dengan kagum dan suka,
bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini agaknya, akan merasa bangga
kalau semua orang laki-laki jatuh cinta kepadanya!
Hari keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan
Swat Hong diantar oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, dimana
telah tersedia sebuah perahu yang lengkap dengan layar, dayung,dan bekal
makanan. Soan Cu mengantar dengan
mata berlinang air mata. Semenjak tadi dara ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut pergi
bersama Sin Liong dan Swat Hong.."Hushhh, apakah kau gila?" demikian kakeknya menjawab. "Kau hendak
ikut ke Pulau Es" tidak tahukah
kau bahwa semua penghuni Pulau Neraka dilarang menginjakan kaki ke Pulau Es"
Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar
hukum!" Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri
sedang menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha mencari
ibunya. Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari
Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau kosong di sekitar Pulau
Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka
yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es. Setelah perahu yang
ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong
pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya menangis. "Kong-kong, akupun mau pergi
dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka
berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang
pergi mencari ibunya!"
Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya
yang tercinta itu kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena
dia tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga
merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka. Dia maklum bahwa
agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan pulau dan
kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau
itu" Puteranya telah lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat
hidupnya berarti hanyalah Soan Cu. Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es,
Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka
sudah menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong,
namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau
Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es.
"Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana" Bukankah berarti bahwa aku telah
melanggar janjiku untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?" Swat Hong
bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati Pulau Es.
"Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku
percaya bahwa suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu,
dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...."
"Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam
daripada racun yang paling jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan
mulut wanita jahat itu..." "Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan
menyangka yang bukan-bukan. Sudalah,
kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal yang belum
terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan.
Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku tidak akan membiarkan engkau terancam
bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa kita berdua." "Suheng...
betulkah" Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?"
"Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?"
"Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan
apa pun." "Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat."
Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa
orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi menuju ke tengah pulau,
bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka..Makin tidak enak mereka, namun dengan
tenang Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana
Pulau Es di tengah pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu
Bwee. Tak lama kemudian, keduanya berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu
sendiri berlari-laridatang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang
terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa
girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya
dengan girang melihat di pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba
di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya ke arah mereka
sambil membentak, "Manusia-manusia rendah! kalian masih berani menginjakan kaki di
Pulau Es" Membikin kotor pulau ini" keparat!"
"Ayah...!!" "Suhu...!!" "Plak! Plak!!" Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu
dengan kecepatan kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti
Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda yang menjadi
kaget setengah mati dan merangkak bangun itu. "Jangan sebut aku Ayah dan Suhu!
Kalian berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan
mengotorkan nama keluarga Han!
Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku" Huh!!"
"Ayahhhh....apa...apa yang terjadi...." Mana Ibuku...?"
"Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!"
"Ayah...!" "Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!"
"Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat Hong yang
berlutut itu menangis sesungguhnya.
"Bagus! Kau minta mati?"
"Suhu...!" Suara Sin Liong ini mengandung wibawa sedemikian hebatnya sehingga
Han Ti Ong sendiri sampai terkejut menghentikan langkahnya yang hendak
menghampiri puterinya. Sepasang mata Sin Liong mengeluarkan sinar yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong
ragu-ragu. Teringatlah dia akan keadaan dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya menolong
The Kwat lin, menyuruhnya berhenti untuk menguburkan mayat-mayat. Seperti itu
pula kekuatan mujijat yang keluar dari sepasang mata itu. Sepasang mata yang sedikitpun tidak
membayangkan takut, atau marah, atau kekerasan, hanya membayangkan kelembutan
yang mengharukan. "Suhu, harap suhu bersabar dulu. Menjatuhkan hukuman tanpa memberitahu kesalahan
orang, sungguh tidak adil sekali, sungguhpun Sumoi adalah puteri Suhu sendiri."
Bangkit kembali marah Han Ti Ong. "Sin Liong, bagus perbuatanmu, ya" Kau masih
berpura-pura lagi" Dia pergi tanpa pamit, hal itu masih belum apa-apa, akan tetapi dia pergi lalu
kau susul, bersamamu pergi sampai berbulan-bulan, pantaskah itu" Kalian tidak
tahu malu, dan menodakan nama baik keluarga KerajaanHan!" Diam-diam Sin Liong terheran. mengapa
suhunya berubah seperti ini" Tentu saja dia tidak tahu betapa para keluarga yang
membenci Liu Bwee telah menggunakan kesempatan selagi terjadi peristiwa
penghukuman atas diri Liu Bwee itu untuk membakar hati raja ini, terutama sekali
melalui mulut permaisuri!
"Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan. Aku memang pergi dan bertemu dengan
suheng, akan tetapi apakah salahnya dengan itu?"
"Hemm, apa, salahnya, ya" Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan seorang dara
berdua saja sampai hampir setengah tahun lamanya" Mingkinkah tidak akan terjadi apa-apa antara
kalian, di tempat sunyi,.hanya berdua saja! Hem...hemmm... siapa percaya tidak
akan terjadi apa-apa yang kotor?" ucapan ini
keluar dari mulut permaisuri, The Kwat Lin yang tersenyum mengejek.
"Ibu, kalau Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan saja mereka,
mengapa ribut-ribut?" Tiba-tiba Bu Ong, putera raja yang baru berusia kurang
lebih delapan tahun itu, berkata dengan suara nyaring.
"Hussshhh! Tutup mulutmu!" Kwat Lin membentak puteranya yang segera cemberut,
tapi memandang kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan pandang mata mengejek.
Hampit saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa yang didengarnya. Ayah dan ibu
tirinya menuduh dia berjinah dengan Sin Liong! Dengan dada sesak dan kemarahan
yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri dan meloncat bangun, menjerit dengan katakata yang seperti dilontarkan kepada ayahnya, "Ayah! Mengapa ada fitnah sekeji ini" Ayah,
insyaflah, Ayah telah dikelabui, Ayah telah mabuk oleh rayuan..." "Plak!
Desss!!" Tubuh Swat Hong terlempar dan terguling-guling ketika terkena tamparan
dan pukulan tangan ayahnya sendiri.
"Suhu, ini tidak adil sama sekali!" "Plak! Desss!!!" Tubuh Sin Liong juga
terjungkal, Akan teapi pemuda ini sudah meloncat bangun kembali. Sedikit pun
tidak merasa takut, bahkan kini dia memandang tajam kepada Han Ti Ong.
"Suhu, andaikata Suhu memukul tee-cu sampai mati sekalipun, suah sepatutnya
karena karena tee-cu hanyalah seorang murid yang telah menerima banyak kebaikan
dari Suhu dan tee-cu rela membalasnya dengan nyawa. Akan tetap, Sumoi adalah
puteri Suhu sendiri, darah daging suhu sendiri! Mengapa Suhu begitu tega" Di


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manakah rasa kasih di hati Suhu?"
"Keparat!" Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar saking marahnya. Melihat
betapa Sin Liong berani menantangnya untuk membela Swat Hong makin besar
kepercayaannya akan desas-desus bahwa puterinya main gila dengan muridnya ini. "Kau mau memberi
kuliah kepadaku" Kalau dia orang lain, aku tidak akan perduli apa yang
dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada anakku, maka aku
perlu mengajarnya!" "Hemmm, begitulah cinta di hati Suhu" Cinta suhu siap untuk berubah menjadi
kemarahan, kebencian yang meluap karena Suhu merasa bahwa puteri Suhu tidak
menyenangkan hati suhu" itu bukan cinta, Suhu! Suhu hanya mementingkan diri sendiri, kalau
disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekalipun akan Suhu perlakukan dengan
baik, akan tetapi kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak sendiri akan dibunuh!"
"Plak-plak! Dess...!" Kembali tubuh Sin Liong terjungkal dan kini darah mengucur
dari mulut dan hidungnya.
"Suheng...! Ahhh, Ayah... Jangan...!" Swat Hong sudah meloncat ke depan dan
menubruk suhengnya. "Anak durhaka, murid murtad! Dess!" kini Swat Hong yang
mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang sedang marah itu. Masih
untung bagi mereka berdua bahwa Han Ti Ong hanya berniat mengajar dan menghukum, kalau berniat
membunuh, tentu mereka sudah tak benyawa lagi. Saking marahnya, biarpun melihat
murid dan puterinya sudah beberapa kali dihantam dan ditendangnya sampai mulut dan
hidung mengeluarkan darah dan muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti Ong masih saja
menghajar mereka. "Ongya, harap ampunkan mereka...." Tiba-tiba beberapa orang pembantu utama
berlutut di depan Raja yang marah ini dan menyabarkan hatinya.
Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah, mata terbelalak dan muka merah
sekali. dia menjadi hampir putus napasnya saking marahnya.
"Hemmm, mereka ini bocah-bocah kurang ajar yang layak dibunuh!" katanya.
"Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman dilaksanakan tanpa diadili lebih
dulu, harap Ongya ingat akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang sudah terkenal semenjak ratusan tahun,"
kata seorang pembantu.yang sudah berusia lanjut. Han Ti Ong menghela napas
panjang dan dia teringat.
Sebetulnya, dia sedang berada dalam keadaan duka dan kecewa. duka mengingat akan istrinya, Liu Bwee,
yang kini menimbulkan penyesalan di dalam hatinya karena dia pun mulai meragukan
kesalahan istrinya itu. Kecewa karena serangkaian peristiwa yang tidak menyenangkan
hatinya, mengganggu ketentraman hidupnya di Pulau Es. "Anak durhaka, untung engkau belum
kubunuh! Kau boleh membela diri, kalau memang masih ada yang akan kau katakan!"
Dengan tubuh sakit-sakit dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu
Sumoinya, bangkit duduk, bahkan tidak memperdulikan keadaan dirinya sendiri, dia menyusuti
peluh, air mata dan darah dari muka sumoinya, kemudian menarik sumoinya untuk
berlutut di depan raja yang sedang marah itu. "Sumoi, laporkanlah semuanya kepada Suhu..."
bisiknya. "Apa gunanya" Biarlah aku dibunuh! Biarlah, Ibu lenyap tak berbekas dan akan
dibunuhnya... tentu akan puas hatinya...hu-hi-huuuuukkk...." Swat Hong menangis terisak-isak.
Melihat keadaan puterinya ini, tersentuh juga rasa hati Raja Han Ti Ong.
"Sin Liong, hayo ceritakan apa yang terjadi! kami semua menuduh kalian berdua
selama berbulan-bulan dan tentu kalain telah melakukan perbuatan yang tidak
senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau membohonng, akan kubunuh kau sekarang juga!"
"Suhu boleh membunuh teecu kalau teecu berbohong. Bahkan kalau teecu tidak
membohong sekalipun, teecu menyerahkan nyawa teecu kepada suhu.
Sebetulnya, ketika melihat sumoi pergi membuang diri ke Pulau Neraka dan melihat
Subo juga pergi, teecu merasa kasihan dan berkhawatir sekali. Maka teecu diamdiam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka." kemudian dengan panjang lebar
dan jelas Sin Liong menceritakan semua pengalaman mereka di Pulau Neraka dan
mengapa mereka sampai berbulan-bulan
berada di pulau itu. Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya, dia percaya
kepada muridnya ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat membohong
dengan sikap seperti yang diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu muridnya tidak
berbohong. Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin marah ketika mendengar
betapa Pulau Neraka telah berani menahan
puterinya sebagai sandera!
"Swat Hong! Benarkah cerita Sin Liong?" bentaknya kepada dara yang masih
menangis sesenggukan itu. "Apa gunanya Ayah bertanya kepadaku" Lebih baik Ayah
menyelidiki sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku dan suheng berbohong, boleh bunuh
seribu kali juga tidak apa."
Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah bundanya, pula dia
memiliki watak keras, tidak takut mati, maka dalam keadaan seperti itu pun dia bersikap
berani dan menantang! "Siapkan pasukan, tiga puluh orang untuk ikut bersamaku ke Pulau Neraka!" Raja
itu memerintah kepada pembantunya dengan suara marah dan pada hari itu juga dia
berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke Pulau Neraka!
Dapat dibayangkan betapa gagetnya para penghuni Pulau Neraka ketika diserbu oleh
pasukan Pulau Es yang dipimpin Oleh Raja Han Ti Ong sendiri! Ouw Kong Ek sendiri
yang maju dan berusaha melawan, dalam belasan jurus saja telah dirobohkan dan
dipaksa menceritakan apa yang terjadi ketika puteri Raja Pulau Es itu berada di
Pulau Neraka. Dengan kebencian dan dendam yang makin mendalam, Ouw Kong Ek menceritakaan
keadaan sebenarnya, tepat seperti yang telah didengar oleh Han Ti Ong dari mulut Sin
Liong. Maka mulailah raja ini merasa menyesal mengapa dia telah terburu nafsu
menghajar, bahkan hampir saja membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya tidak berdosa.
Mulailah dia teringat bahwa kemarahanya itu timbul karena bujukan dan kata-kata
yang membakar dari permaisurinya. Dia menjadi marah sekali dan kemarahannya itu dilampiaskannya di
Pulau Neraka. Pulau itu diobrak-abrik, sebagai hukuman telah berani menahan puterinya.
Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan pengobatanya, dihancurkan dan
dibakarnya! Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Han Ti Ong memimpin pasukannya
meninggalkan Pulau.Neraka, meninggalkan para penghuni yang banyak menderita luka lahir batin
itu dan Raja ini telah menanamkan dendam yang makin menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka.
Sepekan kemudian, barulah rombongan Han Ti Ong tiba kembali di Pulau Es dan
wajah Raja ini seketika pucat setelah dia mendengar berita yang lebih hebat dan
mengejutkan lagi, yaitu bahwa sehari setelah dia dan pasukanya berangkat,
permaisuri dan pangeran telah pergi
meninggalkan Pulau Es! Dan belum pulang .
Makin terpukul lagi bathin Raja Han Ti Ong ketika dia mendapat kenyataan bahwa
kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta benda berupa mas
dan permata yang disimpan didalam kamarnya! Hampir saja dia roboh pingsan mendapat kenyataan
bahwa permaisurinya, The Kwat Lin, gadis yang ditolongnya itu, ternyata telah
berkhianat! "Mengapa tidak kalian larang mereka pergi" Mengapa" Sin Liong, engkau muridku,
mengapa engkau mendiamkan saja pergi membawa pusaka-pusaka kita?" dalam bingung
dan marahnya dia menegur Sin Liong.
"Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu bahwa Subo bersama Sute hendak menyusul ke
Pulau Neraka. Siapa yang berani menghalangi Subo" Kami semua tidak ada yang
mengira bahwa Subo tak kan kembali, dan tidak ada yang tahu bahwa Subo membawa sesuatu, harap
maafkan teecu." Han Ti Ong membanting-banting kakinya, lalu berlari memasuki
kembali istana setelah tadi dia memeriksa dan melihat kehilangan pusaka Pulau
Es. Ketika dia memanggil dua orang muda menghadap, Sin Liong dan Swat Hong melihat perubahan
hebat terjadi pada diri raja sakti ini. wajahnya menjadi suram dan gelap, sepasang
mata yang biasanya bersinar dan berpengaruh itu, menjadi redup seperti lampu
kekurangan minyak. Dan rambut yang tadinya hanya sedikit putihnya, mendadak
berubah hampir seluruhnya, dan
suaranya tidak bersemangat ketika berkata, "Sin Long..., Swat Hong..., kalian
ampunkan aku..." "Suhu...!" Sin Liong berlutut dan menundukan muka.
"Ayah... jangan berkata begitu Ayah...!" Swat Hong meloncat menubruknya. Ayah
dan anak itu saling rangkulan dan Sin Liong makin menundukan mukanya ketika
mendengar suhunya menangis mengguguk seperti anak kecil ! Setelah Han Ti Ong dapat menguasai
kembali hatinya dia mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong
menyusuti air matanya dan berlutut di dekat Sin Liong.
"Aku telah bedosa. Sekarang baru aku tahu...aku telah berdosa. Mungkin sekali...
tidak, aku yakin sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa, hanya
terkena fitnah... aih, apa yang telah kulakukan" Dan aku hampir saja membunuhmu,
Sin Liong, dan kau Swat Hong
anaku. Orang macam apa aku ini" Dan aku mengaku cinta kepada anakku" Huh, huh,
engkau benar, Sin Liong. Tidak ada cinta di dalam hatiku yang kotor, yang ada hanya
nafsu berahi sehingga mudah saja aku dipermainkan oleh wanita itu.
Aihhhh....kalian maafkan aku. Swat Hong, hanya satu pesanku kepadamu, anakku.
Kau... kau menjadilah jodoh Sin Liong. Jadilah kalian suami istri, baru akan
terobati hatiku..." "Suhu...!"
"Ayah...!" "Muridku....anakku....,maukah kalian melegakan hatiku" Aku ingin menebus
kesalahanku... aku ingin melihat kalian menjadi suami istri, kalian anak-anak malang..."
"Suhu, teecu mohon ampun. Teecu...tidak ada dalam hati teecu untuk memikirkan
soal jodoh..." "Ayah, mengenai jodoh tidak dapat ditentukan begitu saja. Biarkan kami
menentukannya sendiri..."
Han Ti Ong menarik napas panjang, memejamkan mata sebentar, kemudian bangkit
berdiri, membalikan tubuh dan berjalan memasuki kamarnya meninggalkan dua orang muda yang masih
berlutut itu. Semenjak saat itu, sampai berhari-hari lamanya, Raja itu tidak pernah keluar dari
kamarnya sehingga membuat.gelisah semua pembantunya. Keadaan di Pulau Es tidak
seperti biasa, semua penghuni dapat merasakan ini.Semenjak terjadinya peristiwa yang memalukan dan
menyedihkan menimpa keluarga Raja Han Ti Ong, keadaan Pulau Es sunyi dan semua
wajah para penghuni kelihatan muram. bahkan cuaca juga seolah-olah berubah suram,
seringkali malah menjadi gelap oleh mendung tebal. Hati semua orang merasa
gelisah tanpa mereka ketahui sebabnya, seolah-olah merupakan tanda rahasia bahwa akan terjadi hal-hal
lebih hebat lagi. Peristiwa yang menyedihkan yang menimpa Han Ti Ong bisa menimpa diri setiap
orang, dan memang kita sebagai manusia hidup selalu terlupa bahwa mengejar
kesenangan sama artinya dengan memanggil kesengsaraan! Kita hidup dibuai khayal
akan keadaan yang lebih baik,
lebih menyenangkan dari pada keadaan seperti apa adanya. Kita tidak pernah
membuka mata, tidak pernah menghayati keadaan saat ini, tidak dapat melihat bahwa saat
ini mencakup segala keindahan. Dengan membandingkan keadaan kita dengan keadaan
lain, kita selalu menganggap bahwa keadaan buruk tidak menyenangkan, dan kita
selalu memandang jauh kedepan, mencari-cari dan menghayalkan yang tidak ada, keadaan yang kita
anggap lebih menyenangkan. Karena kebodohan kita inilah maka kita hidup dikejarkejar oleh kebutuhan setiap saat, detik demi detik kita mengejar kebutuhan.
Kebutuhan adalah keinginan akan sesuatu yang belum tercapai, yang kita kejarkeja. Lupa bahwa kalau yang satu itu dapat tercapai, didepan masih menanti serbu
yang lain yang akan mejadi keinginan dan kebutuhan kita selanjutnya. Maka,
berbahagialah dia yang tidak membutuhkan apa-apa! Bukan berarti menolak segala
kesenangan, melainkan tidak mengejar apa-apa sehingga kalau ada sesuatu yang
datang menimpa diri, bukan lagi merupakan kesenangan atau kesusahan, melainkan
dihadapi sebagai suatu yang sudah wajar dan semestinya sehingga tampaklah
keindahan yang murni! Demikian pula keadaan Raja Han Ti Ong. Dia seorang yang sakti dan bijaksana
namun tiba saatnya dia lengah dan menganggap bahwa dia menemukan kebahagiaan
dalan diri The Kwat Lin. Padahal yang dia temukan hanyalah kesenangan yang timbul dari kenikmatan
badani, dari terpuaskannya nafsu. Dia seolah-olah hidup dialam khayal, di alam
mimpi. Setelah dia sadar dari mimpi, terasa bahwa yang manis menjati pahit bukan
main, baru sadar bahwa perubahan dari senang ke susah sama mudahnya dengan
membalikan telapak tangan! Dan mengalah,
suka dan duka hanyalah dwi muka (kedua muka) dari sebuah tangan yang sama!
Perahu kecil itu terayun-ayun kekanan kiri seperti menari-narikarena tidak
dikuasai oleh layar maupun
dayung, melainkan sepenuhnya dikuasai oleh air laut yang tenang. Dua orang yang
duduk diperahu itu seperti dua buah arca, diam dan pandang mata mereka melayang jauh ke kaki
langit, melayang-layang di permukaan laut seperti mencari-cari sesuatu yang hilang. Dan memang fikiran Sin
Liong dan Swat Hong, dua orang di perahu itu, sedang mencari-cari jawaban pertanyaan hati mereka
sendiri. pulau Es hanya kelihatan sebagai sebuah garis mendatar putih dekat kaki langit. mereka
berangkat pagi-pagi meninggalkan
Pulau Es, setelah tiba di tempat jauh yang sunyi ini, mereka menggulung layar
dan membiarkan perahu mereka dibuai gelombang kecil. Mereka sudah lama berdiam diri seperti itu,
dibuai oleh lamunan masing-masing,
lamunan yang timbul karena keadaan di Pulau Es yang menyedihkan. "Suheng..."
Suara panggilan Swat Hong ini lirih saja, namun karena sejak tadi mereka tidak
mendengar suara apa-apa, maka suara panggilan ini seolah-olah mengandung getaran
hebat yang memenuhi seluruh ruang kesunyian. Sin Liong menoleh dan dia pun seolah-olah baru sadar dari alam mimpi.
"Hemmmm...?" jawabannya masih ragu-ragu.
"Suheng mengajakku meninggalkan pulau dan setelah tiba disini, mengapa suheng
tidak lekas bicara melainkan melamun saja?"
"Aku terpesona akan keindahan alam yang sunyi ini, Sumoi...."
"Aku pun tadi terseret, Suheng. Akan tetapi melihat batu karang menonjol di
depan itu, aku tersadar. Apakah aku akan menjadi setua batu karang itu yang kerjanya hanya termenung di
tempat sunyi! Suheng,

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau tadi bilang bahwa untuk membicarakan urusan kita, engkau mengajakku ketengah
laut. Mengapa"."Engkau sudah mengerti sendiri. Fitnah yang dilontarkan kepada kita,
bahwa ada terjadi sesuatu yang
rendah di antara kita, membuat aku merasa tidak enak kalau mengajak kau bicara
berdua saja di tempat sunyi di atas pulau itu. Dapat menimbulkan prasangka yang
bukan-bukan. Karena itulah maka kuajak kesini, agar kita dapat bicara dengan
tenang dari hati ke hati tanpa ada yang mendengar dan melihat. Pula, kuharap
ditempat yang sunyi ini, yang membuat kita
seolah-olah berada di dalam alam lain, kita akan menemukan ilham..."
Swat Hong tertawa. Timbul kembali kegembiraan dara ini setelah dia tidak berada
di Pulau Es yang membuat dia selama ini ikut muram dan berduka. "Wah, Suheng!
Kadang-kadang kau bicara seperti seorang pendeta saja! Apa sih yang akan
dibicarakan sampai-sampai kau
membutuhkan ilham segala?" "Mari kita bicara tentang cinta, Sumoi."
Wajah dara muda jelita itu terheran, matanya memandang terbelalak dan perlahanlahan kedua pipinya menjadi agak kemerahan. "Aihh... apa maksudmu, Suheng?"
Sin Liong menarik napas panjang, dan menyentuh tangan sumoinya. "Perlukah aku
menjelaskan lagi" Suhu, Ayahmu sedang dilanda duka dan kedukaannya yang terakhir
sekali ini adalah menyangkut hubungan antara kita. Suhu menghendaki agar kita
berjodoh, dan kita secara jujur telah menyatakan tidak setuju akan kehendaknya
itu. Dan memang kita benar, Sumoi. Perjodohan tidak bisa ditentukan begitu saja,
karena perjodohan merupakan hal gawat bagi seseorang, akan melekat selama
hidupnya. Akan tetapi bagaimana kita tahu kalau hal ini tidak kita bicarakan
secara terus terang" Maka, agar kita dapat mengambil keputusan yang tepat
tentang kehendak Suhuini, marilah kita bicara tentang cinta!" "Hemm, bicaralah. Aku tidak tahu apa-apa," Kata Swat Hong yang tentu saja merasa malu
untuk bicara tentang hal yang asing baginya itu.
"Swat Hong, apakah kau cinta kepadaku?" Dara itu makin merah mukanya. Tak
disangkanya bahwa suhengnya akan bertanya secara langsung seperti itu sehingga
dia merasa seperti diserang dengan tusukan pedang yang amat dhasyat! Dia mengangkat muka memandang
suhengnya dengan bingung. "Aku...aku...ah, aku tidak tahu..." dan dia menundukan
mukanya. "Sumoi, sudah sering aku melihat sikapmu yang aneh. Engkau marah-marah ketika
kita berada di Pulau Neraka. Engkau cemburu melihat Soan Cu berbuat baik
kepadaku, dan kau tidak senang melihat Kong-kongnya hendak menjodohkan Soan Cu dengan aku. Sumoi, aku
tidak tahu apa cemburu itu tandanya cinta" Akan tetapi, jawablah demi pemecahan
persoalan yang kita hadapi ini. Cintakah kau kepadaku?" Disinggung-singgung
tentang sikapnya di Pulau Neraka yang jelas menadakan rasa cemburunya, Swat Hong
menjadi makin malu. Dicobanya
untuk menjawab, akan tetapi begitu dia bertemu pandang dengan suhengnya, dia
menjadi makin malu dan ditutupinya mukanya dengan kedua tangan, kepalanya digelenggelengkan dan dia berkata, "Aku tidak tahu...aku tidak tahu... kau saja yang bicara,
Suheng. Kau saja yang menjawab apakah kau cinta padaku atau tidak!" Dan kini dia
menurunkan kedua tangannya, sepasang matanya yang bening itu kini dengan penuh
selidik menatap wajah Sin Liong! Sin Liong menarik napas panjang. "Itulah yang
membingungkan hatiku selama ini,Sumoi. Mau bilang tidak mencintaimu, buktinya
aku suka kepadamu. Akan tetapi untuk menyatakan
bahwa aku cinta padamu, sulit pula karena aku sendiri tidak tahu bagaimana
sesungguhnya cinta itu. Apakah seperti cintanya suhu terhadap ibumu yang
berakhir dengan peristiwa
menyedihkan itu" ataukah seperti cintanya Ibumu kepada Suhu" Ataukah seperti
cintanya The Kwat Lin dan suhu" Hemm, mengapa semua cinta itu demikian palsu dan
mengakibatkan hal yang amat menyedihkan" Aku menjadi ngeri melihat cinta macam itu, Sumoi." Swat
Hong memandang heran. "Ahhh, aku tidak pernah memikirkan cinta seperti yang kau
kemukakan ini, suheng."
"Mudah saja. Lihat saja apa yang terjadi antara Suhu, Ibumu, dan The Kwat Lin.
Seperti itukah cinta" Hanya mendatangkan cemburu, kemarahan, kebencian, dan
permusuhan hebat. Apakah itu cinta" Kalau seperti itu, aku ngeri dan aku tidak berani berlancang
mulut menyatakan cinta kepada siapapun, Sumoi.
Karena, kalau hanya seperti itu akibatnya, maka cinta yang kunyatakan hanyalah
merupakan kembang bibir.elaka, hanya cinta palsu belaka. Bayangkan saja, Sumoi.
Di antara kita berdua, sejak kecil sampai sekarang
menjelang dewasa, tidak pernah ada pertentangan dan tidak pernah ada urusan apaapa. Akan tetapi, setelah kita berdua mengaku cinta, lalu timbul soal-soal ceburu,
kecewa dan lain-lain. Apalagi setelah menjadi suami istri...hemm, betapa
mengerikan kalau melihat contoh yang kita saksikan di Pulau Es ini." Swat Hong
menunduk dan tak mampu menjawab.
Persoalan yang diajukan oleh Sin Liong itu terlampau berat baginya, sulit untuk
dimengerti. Baginya, sebagai seorang wanita, dia haus akan cinta kasih, akan perhatian, akan
pemanjaan dari seorang pria yang menyenangkan hatinya, seperti suhengnya ini.
Akan tetapi, setelah mendengar uraian Sin Liong tentang cinta yang diambilnya
peristiwa di Pulau Es sebagai contoh, dia pun ngeri dan tidak berani menyatakan
perasaanya itu. "Aku tidak tahu, Suheng.., aku tidak mengerti. Terserah kepadamu
sajalah..." Sin Liong kembali menarik napas panjang.
Dia memang sudah mengambil keputusan di dalam hatinya bahwa dia harus membalas
budi kebaikan suhunya yang sudah berlimpah-limpah diberikan kepadanya. Satu-satunya
jalan untuk membalas budi hanya dengan menyenangkan hati suhunya yang sedang berduka
itu. Dia harus menerima keputusan suhunya, yaitu menerima menjadi jodoh Swat Hong!
Akan tetapi dia tidak boleh membuat dara itu menderita dengan keputusannya ini, maka
dia harus tahu terlebih dahulu bagaimana pendirian Swat Hong. Dan sekarang, dara
itu sama sekali tidak berani mengaku tentang cinta. "Sumoi, sekarang begini
saja. Andai kata aku memenuhi permintaan suhu, yaitu mau menerima ikatan jodoh
denganmu, menjadi calon suamimu,
bagaimana dengan pendapatmu?" Swat Hong menunduk dan menggigit bibirnya.
Akhirnya dia dapat berbisik. "Aku tidak tahu, terserah kepadamu dan kepada
ayah..." "Maksudku, apakah engkau merasa terpaksa" Apakah hal ini menyenangkan
hatimu" Sumoi, harap kau suka
berterus terang. Kalau kau, seperti aku, tidak bisa mengaku cinta begitu saja,
setidaknya kukatakan apakah ikatan jodoh ini tidak menimbulkan penyesalan
bagimu?" Swat Hong tidak menjawab, hanya menggeleng kepala.
"Kalau begitu, andaikata aku menerima, engkau pun akan menerimanya dengan senang
hati?" Swat Hong mengangguk! "Kalau begitu, mari kita pergi menghadap Ayahmu. Aku akan menerima
permintaannya, karena betapapun juga, kita harus menghiburnya, menyenangkan
hatinya. Aku telah berhutang banyak budi dari suhu, maka kalau dengan penerimaan ini aku dapat
sekedar membalas budinya, aku akan merasa senang." Sin Liong mengambil dayung perahu itu
dan menggerakan dayung. "Suheng, kau menerima karena kasihan kepada Ayah" jadi
kau...kau tidak cinta kepadaku?"
"Sumoi aku tidak berani berlancang mulut mengaku cinta. Aku telah banyak
menyaksikan cinta kasih yang kuragukan kemurniannya. Aku khawatir bahwa sekali
cinta diucapkan dengan mulut, maka itu bukanlah cinta lagi. Aku tidak tahu,
apakah cinta itu sesungguhnya, maka aku tidak berani lancang mengaku, Sumoi..."
"Ahhh...!!" Jeritan Swat Hong ini adalah campuran dari rasa kecewa dan juga
kekangetan hebat, matanya terbelalak memandang kedepan. Melihat wajah Sumoinya,
Sin Liong cepat menengok dan pada saat itu terdengar ledakan dahsyat dibarengi dibarengi dengan
cahaya kilat yang seolah-olah membakar dunia. Tampak oleh Sin Liong yang
terbelalak memandang itu air muncrat tinggi sekali disusul asap dan api, muncul
dari permukaan laut antara
perahunya dan Pulau Es. Kedua orang muda yang terbelalak dengan muka pucat itu
tidak berkesempatan untuk terheran lebih lama lagi karena tiba-tiba karena perahu
mereka dilontarkan keatas, dalam saat lain perahu itu telah dipermainkan oleh gelombang
yang mendahsyat dan menggunung. Suara mengguruh memenuhi telinga mereka dan
keheningan yang baru saja mencekam lautan itu kini terisi dengan kebisingan yang sukar
dilukiskan. Sin Liong berteriak, "Sumoi, bantu aku! Jangan sampai perahu terguling!"
keduanya mengerahkan tenaga,
menggunakan dayungnya untuk mengatur keseimbangan perahu. Namun, kekuatan
gelombang air laut yang amat dahsyat itu mana dapat ditahan oleh tenaga manusia, biarpun kedua
orang pemuda itu adalah tokoh-tokoh Pulau Es sekalipun" Perahu mereka menjadi permainan gelombang,
dilontarkan tinggi ke atas,
disambut dan diseret kebawah, seolah-olah tangan malaikat maut atau ekor naga
laut yang menyeret perahu.ke dasar laut, akan tetapi tiba-tiba dihayun lagi
keatas, ditarik ke kanan, didorong kekiri sehingga kedua
orang murid Raja Han Ti Ong itu menjadi pening dan setengah pingsan! Mereka
tidak ingat akan waktu lagi, tidak tahu berapa lama mereka diombang-ambingkan
air laut, tidak tahu lagi berapa jauh mereka terbawa ombak, dan mereka tidak
sempat menggunakan pikiran lagi.
Yang ada hanya naluri untuk menyelamatkan diri, menjaga sekuat tenaga agar
perahu mereka tidak sampai terguling dan tangan mereka tidak sampai terlepas
memegangi pinggiran perahu. Dengan tangan kanan memegang pinggiran perahu, tangan kiri Sin Liong
memegang lengan kanan sumoinya. Betapapun juga, dia tidak akan melepaskan sumoinya! Swat
Hong yang biasanya tabah dan tidak mengenal takut itu, sekali ini menangis dengan
muka pucat dan mata terbelalak. Terlampau hebat keganasan air laut baginya,
terlampau mengerikan melihat gelombang setinggi gunung yang seolah-olah setiap
saat hendak mencengkram dan
menelannya itu! Tiba-tiba Swat Hong menjerit. Segulung ombak besar datang dan menelan perahu
itu. Mereka gelagapan karena ditelan air, kemudian mereka merasa betapa perahu
mereka dilambungkan ke atas. "Brukkk...!" Keduanya terpental keluar, akan tetapi
masih saling bergandeng tangan.
Cepat Sin Liong menyapu mukanya agar kedua matanya dapat memandang. Ternyata
perahu mereka telah dilontarkan ke sebuah pulau kecil yang penuh batu karang, sebuah
pulau yang menjulang tinggi akan tetapi hanya kecil-kecil sekali, merupakan
sebuah batu karang besar yang menonjol tinggi.
"Sumoi, lekas..., kita naik ke sana...!!" Sin Liong tidak mempedulikan tubuhnya
yang terasa sakit semua, membantu sumoinya merangkak bangun. Pipi kanan dan
lengan kiri Swat Hong berdarah, akan tetapi gadis itu pun agaknya tidak merasakan semua ini, tersaruksaruk dia dibantu suhengnya merangkak dan menyeret perahu ke atas, kemudian
mereka melanjutkan pendakian ke atas puncak batu karang itu dengan susah payah.
Akhirnya mereka tiba di puncak batu karang dan apa yang tampak oleh mereka dari
tempat tinggi ini benar-benar menggetarkan jantung. Air di sekeliling mereka.
Air yang menggila, bergerak berputaran, gelombang yang dahsyat menggunung, suara
yang gemuruh seolah-olah semua iblis dari neraka bangkit. Batu karang besar ,
atau lebih tepat disebut pulau kecil dari batu itu tergetar-getar, seolah-olah
menggigil ketakutan menghadapi kedahsyatan badai yang mengamuk. Tidak tampak
apa-apa pula selain air, air dan kegelapan, kadang-kadang diseling cahaya
menyambar dari atas, seperti lidah api seekor naga yang bernyala-nyala,
"Ouhhhh..!" Swat Hong menangis dan cepat dipeluk oleh suhengnya. Tubuh dara itu menggigil,
pakaiannya robek-robek. "Tenanglah... tenanglah, Sumoi...." Sin Liong berbisik dan pemuda ini mengerti
bahwa bukan hanya sumoinya yang disuruhnya tenang, melainkan hatinya sendiri
juga! Pengalaman ini sungguh dahsyat dan tidak mungkin dapat terlupa selama hidupnya. Kebesaran dan
kekuasan alam nampak nyata. membuat dia merasa kecil tak berarti, kosong dan
remeh sekali! Sin Liong dan Swat Hong yang dipeluknya tidak tahu lagi berapa lamanya mereka
berada di tempat itu. Siang malam tiada bedanya, yang tampak hanya kegelapan,
air, dan kadang-kadang kilatan cahaya halilintar. Yang terdengar hanyalah
gemuruh air, angin menderu, dan kadang-kadang ledakan halilintar. Tidak
memikirkan dan merasakan apa-apa, yang ada hanya takjub dan ngeri! Di luar
tahunya dua orang itu, mereka telah berada di pulau batu karang selama sehari
semalam! Akhirnya badai mereda, badai yang ditimbulkan oleh ledakan gunung
berapi di bawah laut! Kegelapan mulai menipis, akhirnya tampak kabut putih
bergerak perlahan meninggalkan tempat itu, air mulai tenang dan menurun, akhirnya
tampaklah sinar matahari disusul oleh bola api itu sendiri setelah kabut terusir
pergi. Tampaklah lautan luas terbentang di bawah dan baru sekarang ternyata oleh
dua orang muda itu bahwa mereka
duduk dipuncak batu karang yang amat tinggi!
Swat Hong mengeluh, baru terasa betapa penat tubuhnya, betapa luka-luka kecil
dari kulitnya yang lecet-lecet, dan betapa haus dan lapar leher dan perut!
"Sumoi, badai sudah mereda. Mari kita turun. Aihh, itu perahu kita. Untung tidak
pecah," kata Sin Liong
dan dia menggandeng tangan sumoinya, menuruni batu karang..Perahu mereka tidak
pecah, akan tetapi layar dan dayungnya lenyap. Sin Liong mengangkat perahu itu,
membawanya turun kebawah. "Mari kita lekas pulang, Sumoi. Biar kudayung dengan
kedua tangan." Swat Hong duduk didalam perahu, mengeluh lagi dan berkata penuk
kegelisahan, "Bagaimana dengan Pulau Es" Badai mengamuk demikian hebatnya, Suheng."
Aku tidak tahu, mudah-mudahan mereka selamat. Maka, kita harus cepat pulang."
dia lalu menggunakan kedua tangannya yang kuat sebagai dayung. Perahu bergerak,
meluncur di atas air yang tenang dan licin seperti kaca, sama sekali tidak ada
tanda-tanda di permukaan air bahwa air itu telah mengamuk sedemikian hebatnya
baru-baru ini. Tak lama kemudian Sin
Liong medapatkan dayung yang dipatahkan dari batang pohon yang hanyut di air.
Agaknya pulau-pulau kecil disekita tempat itu telah diamuk badai sedemikian hebatnya
sehingga pohon-pohon tumbang dan terbawa air. Setelah keadaan cuaca terang kembali, Sin
Liong dapat menentukan arah perahu dan tak lama kemudian tampaklah Pulau Es dari jauh.
Kelihatannya masih seperti biasa, sebuah pualu keputihan memanjang di kaki
langit, berkilaun tertimpa sinar matahari. Hati mereka lega. Dari jauh
kelihatannya tidak terjadi perubahan di pulau itu. Setelah agak dekat, mereka
melihat pula puncak atap istana di Pulau Es, maka legalah hati mereka. Hati Sin
Liong mulai berdebar tegang ketika perahunya sudah menepel di Pulau Es.
Keadaannya begitu sunyi. Sunyi dan mati! Tidak kelihatan seorang pun di pantai,
bahkan tidak tampak sebuah perahu pun. Dan bukit-bukit es tidak seperti
biasanya, kacau balau tidak karuan dan berubah bentuknya! Dengan hati tidak enak
kedua orang muda itu belari-lari ketengah pulau. Makin ke tengah, makin pucat wajah mereka. Tidak ada
seorang pun kelihatan, dan juga pondok-pondok yang biasanya terdapat di sanasini, sekarang habis sama sekali. Tidak ada sebuah pun pondok yang tampak!
Seolah-olah semua telah disapu
bersih, tersapu bersih dari pulau itu.


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Auhhhh...!" Swat Hong berdiri dengan muka pucat, kedua kakinya menggigil. "Mari
kita ke istana, Sumoi!" Sin Liong yang berkata dengan suara bergetar lalu
menyambar lengan sumoinya dan diajaknya dara itu lari ke dalam istana. Beberapa
kali terdengar Swat Hong mengeluarkan seruan tertahan, dan Sin Liong juga kaget
bukan main. Mereka seperti
memasuki sebuah kuburan! Sunyi, kosong, dan tidak ada bekas-bekasnya tempat itu
didiami manusia! Habis sama sekali, baik prabot-prabotan istana maupun manusiamanusianya! Tidak tertinggal sepotong pun benda atau seorang pun manusia. Habis
semua! Ke mana pun mereka lari dan berteriak-teriak memanggil, yang terdengar
hanya gema suara mereka sendiri!
"Oughhh...!!" Swat Hong tidak menahan himpitan perasaan yang ngeri dan berduka,
tubuhnya tergelimpang dan tentu akan terbanting kalau tidak cepat disambar oleh
Sin Liong. "Sumoi...!" Akan tetapi suara ini kandas dikerongkongannya dan tanpa disadari
pula, kedua pipi Sin Liong basah oleh air matanya yang mengalir deras menuruni
kanan kiri hidungnya ketika dia memondong tubuh sumoinya yang pingsan itu ke
dalam kamar. Akan tetapi dia termangu-mangu ketika tiba di ambang pintu kamar yang terbuka,
karena kamar itu pun kosong dan bersih, tidak ada sebuah atau sepotong pun prabotannya.
terpaksa dia merebahkan tubuh sumoinya di atas lantai, dan dia sendiri
merebahkan kepala diatas kedua lututnya sambil menangis. terlampau hebat
peristiwa yang dihadapinya. Pulau Es telah disapu bersih oleh badai! Bersih sama
sekali sehingga agaknya tidak ada seorang pun manusia yang tertolong, tidak ada
sepotong pun barangnya yang tinggal, kecuali bangunan istana yang memang amat
kuat itu. Setelah siuman, Swat Hong menangis, "Aih, mengapa.." Mengapa..." ayah, kasihan
sekali Ayah...!" Akhirnya Sin Liong dapat menghibur dan membujuknya. Mereka berdua lalu
mengadakan pemeriksaan dan mendapat kenyataan bahwa benar-benar Pulau Es telah diamuk badai. Agaknya
air laut telah naik sedemikian tinggi sehingga pulau itu teredam air. Mereka menemukan beberapa
potong pakaian yang tersangkut di batu-batu dan dengan hati terharu penuh kedukaan mereka
mengumpulkan pakaian itu, entah punya siapa, sebagai barang peninggalan yang amat berharga. Kemudian mereka
memeriksa istana..Memang ada beberapa benda yang masih tertinggal di dalam kamar di bawah
tanah, akan tetapi yang berada di atas, semua habis dan lenyap.
"Suheng, lihat ini...!" tiba-tiba Swat Hong berkata sambil menunjuk ke dinding.
Sin Liong cepat menghampiri dan keduanya mengenal goresan tangan Han Ti Ong yang
agaknya menggunakan jari tangan yang penuh tenaga sinkang untuk menulis di dinding batu
itu! "Sin Liong dan Swat Hong, maafkan aku. Thian telah menghukum aku dan membasmi
Pulau Es. Pergilah kalian mencari wanita jahat itu, rampas kembali semua pusaka.
Dan Bu Ong bukanlah puteraku, dia keturunan Ki-ong."
Pendek saja "surat dinding" itu, namun cukup jelas isinya. Sin Liong menarik
napas panjang. Kasihan dia kepada suhunya yang mati meninggalkan dendam itu!
"Suheng lihat ini..."
Tak jauh dari tulisan itu terdapat bekas jari-jari tangan mencengkram dinding.
Mudah saja mereka menggambarkan keadaan Han Ti Ong dan keduanya tak dapat
menahan tangis mereka. Agaknya, dalam menghadapi amukan badai, Han Ti Ong berhasil menggunakan
tenaganya untuk mempertahankan diri beberapa lamanya dengan mencengkram dinding
dan sempat pula membuat tulisan itu sebelum kekuatan yang jauh lebih besar dari pada
kekuatanya menyeret keluar dari istana dan bahkan dari pulau itu! "Kasihan
sekali suhu..." Sin Liong menghapus air matanya.
Swat Hong mengepal tinjunya. "Aku akan mencari perempuan iblis itu, selain
merampas kembali pusaka Pulau Es,juga menghukumnya! Dialah yang mencelakakan
ibuku, yang mencelakakan Ayahku!" Sin Liong menarik napas panjang. Sudah diduganya ini.
Tentu akan terjadi balas-membalas. Dendam tak kunjung habis! "Sumoi, Suhu hanya
meninggalkan pesan agar kita mencari kembali pusaka-pusaka itu...." "Kau yang
mencari pusaka, aku yang membunuh iblis betina itu!" Swat Hong berseru penuh
semangat. "Dan Bu Ong... hemm,apa pula artinya ini" Bukan putera ayah?"
"Sumoi, tenanglah dan dengarlah penuturanku. Mungkin hanya aku dan ayahmu saja
yang tahu akan nasib wanita itu, nasib yang amat buruk dan mengerikan. Tahukah
kau apa yang telah dialami oleh The Kwat Lin sebelum ditolong ayahmu?" Sin Liong
lalu menceritakan keadaan The Kwat Lin yang menjadi gila karena dua belas orang
suhengnya dibunuh orang dan agaknya, melihat keadaannya, gadis yang tadinya seorang pendekar wanita
perkasa itu telah diperkosa di antara mayat para suhengnya. "Kurasa demikianlah
kejadiannya. Setelah suhu menyatakan bahwa Bu Ong adalah keturunan Kai-ong,
teringatlah aku. Jelas bahwa The Kwat Lin diperkosa oleh pembunuh dua belas
orang anak murid Bu-tong-pai itu, sehingga
anak yang dilahirkannya itu, Han Bu Ong, adalah keturunan Kai-ong yang
memperkosanya dan membunuh para suhengnya."
Mendengar penuturan tentang nasib mengerikan yang dialami ibu tirinya, Swat Hong
bergidik. Akan tetapi dia mengomel. "Yang berbuat jahat kepadanya adalah Raja Pengemis
itu, mengapa dia membalasnya kepada ibu" Dan dia telah menghancurkan penghidupan
Ayah. Betapapun juga, aku harus mencarinya dan membalaskan sakit hati ibu dan Ayah."
Sin Liong maklum bahwa membantah kehendak sumoinya ini percuma, hanya akan
menimbulkan pertentangan saja. Maka diam-diam dia mengambil keputusan untuk
selalu mendamping sumoinya, selain menjaga keselamatan dara ini, juga kalau perlu
mencegah sepak terjangnya yang terdorong oleh nafsu dan dendam. Betapapun juga, setelah
Pulau Es dibasmi oleh badai, dara ini kehilangan ayah bunda, tiada sanak kadang,
tiada handai taulan dan dialah satu-satunya orang yang patut melindunginya,
sebagai suhengnya. Ataukah sebagai calon suami" Sin Liong tidak mengerti dan tidak berani
memutuskan. Biarlah hal perjodohan itu diserahkan kepada keadaan kelak. Dia tidak membantah ketika
sumoinya mengajaknya meninggalkan Pulau Es yang telah kosong itu, untuk mencari ibunya, dan kalalu
masih juga tidak berhasil,
untuk pergi ke daratan besar mencari The Kwat Lin..Beberapa hari kemudian,
setelah yakin benar bahwa tidak ada seorang pun di antara penghuni Pulau Es
yang selamat dan kembali ke pulau itu, Sin Liong dan Swat Hong berangkat
meninggalkan Pulau Es. Ketika perahu kecil yang mereka dayung itu meluncur meninggalkan
pulau, Swat Hong memandang kearah pulau dengan air mata bercucuran. Juga Sin
Liong merasa terharu dan berduka mengingat akan nasib para penghuni Pulau Es yang mengerikan itu.
Mereka berdua mendayung perahu menuju ke selatan dan di sepanjang perjalanan ini mereka
menemukan bukti-bukti kedahsyatan badai dan keanehan alam yang diakibatkan oleh
letusan gunung berapi di bawah laut itu. Ada pulau yang lenyap sama sekali , dan
ada pula pulau yang baru muncul begitu saja, pulau yang amat aneh, pulau batu
karang yang masih jelas kelihatan bahwa pulau ini tadinya merupakan dasar laut
dengan segala keindahannya, dengan mahluk hidup dan tetumbuhannya yang kini
semua mengeras menjadi batu karang dengan bermacam
bentuk. Banyak pulau yang mengalami nasib serupa dengan pulau Es, yaitu menjadi
gundul, habis sama sekali tetumbuhan atasnya. diam-diam terbayang dalam pikiran
Sin Liong betapa dahsyat kekuasan alam. Andaikata semua lautan yang mengamuk
seperti beberapa hari yang lalu itu, agaknya dunia akan menjadi kiamat! Melihat
keadaan pulau-pulau itu, timbul rasa khawatir dalam hati Sin Liong tentang
keadaan Pulau Neraka. Tentu pulau itu pun tidak
terluput dari amukan badai, pikirnya. Padahal baru saja pulau itu mengalami
penyerbuan Han Ti Ong dan pasukannya! Sin Liong merasa kasihan sekali terhadap
nasib para penghuni Pulau Neraka. Apakah pulau itu seperti juga Pulau Es, disapu
bersih dan seluruh penghuninya
terbasmi habis" "Agaknya ibumu tidak berada diantara pulau-pulau ini," Beberapa hari kemudian
setelah merasa mencari dengan sia-sia, Sin Liong mengemukakan pendapat.
"Bagaimana kalau kita mencari ke utara lagi. Siapa tahu kali ini kita berhasil,
dan kita dapat juga bertanya ke Pulau Neraka kalau-kalau ibumu ke sana." "Hemm,
agaknya engkau sudah rindu kepada Soan Cu, suheng."
Sian Liong mengerutkan alisnya. "sumoi, kau...cemburu lagi?"
Wajah dara itu menjadi merah. "Aku hanya berkata sewajarnya."
"Sudahlah. Kalau kau cemburu, kita tidak usah singgah di Pulau Neraka," kata Sin
Liong menarik napas panjang.
Hening sejenak dan mereka telah menghentikan gerakan dayung karena mereka masih
belum mendapat keputusan akan mencari ke mana.
"Kita ke Pulau Neraka!" tiba-tiba Swat Hong berkata.
"Ehhh...?""
"Aku harus ke sana. Aku akan menegur kakek berkepala besar itu! Pulau Neraka
yang menjadi biangkeladi sehingga Ayah marah-marah kepada kita, hampir saja kita
dibunuhnya. Karena Pulau Neraka telah berani menawanku."
"Hemm, Sumoi. Mengapa kejadian yang telah lewat dipersoalkan lagi" Bukankah
Ayamu telah menyerbu ke sana kurasa Ayahmu telah menghukum mereka menurut cerita
anak buah pasukan" Kalau begitu, kita tidak perlu pergi ke sana, sumoi."
"Aku harus pergi ke sana!" dara itu berkeras.
Sin Liong menggeleng-geleng kepala. Sukar benar melayani sumoinya ini yang
memiliki watak aneh dan hati yang keras sepeti baja.
"Aku hanya mau pergi ke Pulau Neraka kalau untuk mencari ibu, akan tetapi kalau
kita pergi ke sana hanya untuk mencari perkara, aku tidak mau. Kau harus
berjanji tidak akan membuat kekacauan di sana, sumoi." "Hemmm, agaknya kau
berkeinginan keras untuk menjadi sahabat baik Pulau Neraka, ya" Karena ada...."
"Sumoi, harap jangan bicara yang tidak-tidak. Memang kita sahabat baik mereka!
Lupakah kau ketika mereka mengantar kita ketika meninggalkan pulau itu" Karena itu, aku hanya mau
pergi ke sana kalau.untuk mencari ibumu dan menjenguk mereka sebagai sahabat,
melihat keadaan mereka setelah ada badai mengamuk." Swat Hong cemberut, akan tetapi menjawab juga. "Baiklah, kita lihat saja nanti."
Dan mereka lalu mendayung perahu dengan cepat menuju ke Pulau Neraka. Akan
tetapi, setelah mereka tiba di daerah Pulau Neraka, mereka menjadi bingung dan
pangling karena didaerah itu telah terjadi perubahan hebat sekali. Mungkin
karena akibat badai yang mengamuk, yang ternyata mengambil daerah yang amat luas
itu, di sekitar situ telah muncul gunung-gunung es yang anat besar sehingga
Pulau Neraka yang biasanya tampak dari jauh sebagai raksasa yang tidur itu kini
tidak kelihatan lagi karena semua jurusan terhalang pandangannya oleh gununggunung es. Mereka mendayung perahu berputar namun tidak dapat keluar dari kurungan gununggunung es itu. "Ahhh, dahulu tidak ada gunung-gunung es besar seperti ini," kata Swat Hong.
"Ini tentu diakibatkan oleh badai itu, Sumoi. Biarlah kita mengaso dulu dan aku
akan mencoba melihat keadaan dari puncak sebuah gunung. Kau tunggu saja di
sini."Perahu itu menempel pada sebuah bukit es yang tinggi dan Sin Liong
meloncat ke daratan es. Kemudian dia menggunakan ilmunya berlari cepat, mendaki
gunung es itu untuk melihat dan mengenali daerah itu dari atas puncaknya yang
tinggi. Tiba-tiba terdengar suara gerengan keras sekali yang
mengguncangkan seluruh gunung es itu. Sin Liong terkejut dan dengan cepat dia
menoleh untuk melihat apa yang mengeluarkan suara seperti itu. Dari jauh tampak olehnya
seekor beruang besar sedang menggerakkan kedua kaki depanya ke arah burungburung yang menyambar-nyambar di atasnya. Burung-burung nazar (burung botak pemakan bangkai)
yang besar-besar beterbangan di atas biruang itu dan menyerangnya dari atas sambil
mengeluarkan suara pekik mengerikan. Melihat ini, Sin Liong cepat berlari
mendekati. Ternyata beruang itu terluka parah juga di beberapa bagian anggauta badannya,
sedangkan di bawah kakinya tampak bangkai seekor ular laut yang besar. Jelaslah
bahwa biruang itu tadi berkelahi dengan ular laut itu dan dia menang, akan
tetapi dia menderita luka-luka dan burung-burung nazar yang kelaparan itu kini
hedak mengeroyoknya dan tentu saja ingin
makan bangkai ular besar.
Sin Liong segera menggunakan salju yang digenggam untuk menyambiti burung-burung
itu. Terdengar suara plak-plok-plak-plok disusul suara burung-burung nazar berkaokkaok kesakitan dan mereka terbang ketakutan menjauhi tempat itu karena setiap kali
terkena sambitan salju, terasa nyeri sekali. Dengan beberapa loncatan saja Sin Liong
sudah tiba di depan biruang itu. Beruang yang berkulit hitam dan amat besar itu
menyeringai dan mengerang, memperlihatkan gigi bertaring yang amat runcing kuat dan lidah yang
merah. Matanya terbelalak penuh kecurigaan dan kemarahan kepada Sin Liong. "Tenanglah,
aku datang untuk menolongmu," kata Sin Liong sambil maju lebih dekat.
"Auuughh..!" Beruang itu menggerang dan kaki depan yang kiri menyambar kearah
dada Sin Liong. Melihat betapa telapak kaki itu berdarah, Sin Liong mengelak dan
cepat menangkap pergelangan kaki depan itu. Kiranya telapak kaki itu tertusuk
tulang dan masuk amat dalam.
Agaknya dalam perkelahian melawan ular laut, beruang itu mencengkram tubuh ular
dan sedemikian kuatnya dia mencengkeram sampai tulang punggung ular patah dan
menusuk ke dalam daging di telapak kaki depan itu, Sin Liong segera mencabut tulang itu.
Darah mengucur deras dan dia segera membalut dengan saputangannya. Beruang itu
kini tidak marah lagi. Agaknya dia cerdik dan dapat mengerti bahwa orang yang datang ini bukan musuh,
bahkan menolongnya. Kaki depan yang terluka itu kini tidak nyeri lagi dan tentu saja ,
karena yang membuat dia tersiksa rasa nyeri tadi adalah karena tulang yang
menancap itu. "Coba kuperiksa, apa lagi yang perlu kuobati," Sin Liong berkata
dan dia memeriksa luka-luka di tubuh beruang itu. Ada sebuah luka di tengkuk
yang membengkak. Tahulah Sin Liong bahwa luka ini cukup berbahaya, kalau tidak
lekas diberi obat yang cocok akan dapat membahayakan nyawa beruang itu. "Hemmm,
aku harus mencarikan daun obat untuk luka-lukamu,"katanya, lupa bahwa beruang
itu tentu saja tidak mengerti apa yang dia katakan.
"Hai, Suheng, ada apakah?" Tiba-tiba terdengar teriakan dari atas..Sin Liong
menoleh dan melihat Sumoinya turun berlari-lari cepat sekali.Setelah dekat,
beruang itu menggerang dan memandang Swat Hong dengan marah.
"Huh, binatang buruk!" Swat Hong memaki.
"Dia terluka cukup berat, akan tetapi dia menang berkelahi melawan ular laut
itu. Lihat, betapa besarnya ular itu, Sumoi. Beruang itu kuat sekali. Aku harus
mengobatinya sampai sembuh." Swat Hong mengerutkan alisnya, "Perlu apa menolong
binatang buas seperti itu, Suheng" Membuang-buang waktu saja."
"Dia tidak buas lagi, sumoi. lihat betapa jinaknya. Dia pun mahluk hidup yang


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlu kita tolong. Aku merasa kasihan kepadanya,sumoi."
"Wah, kau lebih mementingkan dia..."
"Hei..., ada apa engkau...?" Tiba-tiba Sin Liong berteriak melihat beruang itu
menggereng-gereng dan menarik-narik tangannya, seolah-olah hendak mengajak Sin
Liong pergi dari situ! Beruang itu makin keras menggereng dan makin kuat menariknya. Diam-diam Sin
Liong kagum bukan main. Tenaga beruang ini luar biasa besarnya, dan kiranya dia hanya
akan dapat menandingi tenaga raksasa ini kalau dia menggerakan sinkang
sekuatnya! Akan tetapi tiba-tiba dia mendapat firasat tidak baik melihat sikap
beruang itu, maka disambarnya tangan sumoinya dan dia berteriak. "Awas, sumoi.
Mari pergi, dia menghendaki demikian, entah mengapa?"
JILID 8 Sin Liong memegang erat-erat lengan sumoinya dan membiarkan dirinya diseret oleh
biruang itu. Binatang itu mengajaknya setengah paksa berlompatan dan berlarian
ke gunung es yang lain yang berdekatan. Baru saja mereka melompat ke atas gunung
es lain itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan gunung es dimana mereka berada tadi telah pecah
berantakan menjadi keping-keping kecil. Kiranya gunung es itu ditabrak oleh gunung es yang
lain dan hal ini agaknya telah diketahui oleh si Beruang tanpa melihat datangnya
gunung es yang tak tampak dari situ. Ternyata binatang itu hanya diperingatkan
oleh nalurinya yang tidak ada pada manusia!
Sin Liong berdiri dengan muka pucat, kemudian dia merangkul beruang itu. "Terima
kasih, kakak beruang. Kiranya engkau malah menyelamatkan kami berdua."
Akan tetapi Swat Hong merasa tidak senang. "Suheng, mari kita segera pergi dari
sini. Tempat ini amat berbahaya. Lihat, gunung es tadi hancur dan itu kelihatan
dari sini perahu kita. Untung tidak hilang. Marilah, suheng."
"Nanti dulu, sumoi. Aku harus mencarikan daun obat untuk mengobati luka-luka di
tubuh beruang ini." "Ah, perlu apa" Kita bisa celaka di sini..."
"Sumoi, dia telah menyelamatkan nyawa kita!"
"Hemm, begitukah" Engkau pun tadi telah menyelamatkan nyawanya ketika kau
mengusir burung-burung nazar itu, bukan" Aku melihat dari jauh. Berarti sudah
terbalas semua budi, bukan Marilah, Suheng." "Tidak, sumoi. Kita tinggal di sini
dulu sampai aku selesai mengobatinya." Swat Hong menjadi marah.
"Agaknya kau lebih sayang biruang betina ini dari pada aku!"
"Sumoi...!" Akan tetapi Swat Hong sudah berlari pergi, berloncatan di atas pecahan es dan
menuju ke perahu mereka, meloncat ke dalam perahu dan mendayung perahu itu pergi
dari situ! Sin Liong menjadi bingung dan hampir membuka mulut menegur, akan tetapi karena
maklum bahwa hal itu percuma saja, dia membatalkan niatnya.."Ngukkk... nguuuuukkk...."
Beruang itu mendengus-dengus dan menciumi kepalanya. "Ahhh, Enci (Kakak
Perempuan) beruang, betapa sukarnya menyelami watak wanita. Aku telah membuat hatinya kecewa dan
marah, akan tetapi bagaimana hatiku dapat tega meninggalkan engkau yang terancam bahaya
maut oleh lukamu?" Sin Liong lalu mengajak beruang itu mencari daun. Karena perahu sudah dibawa
pergi Swat Hong, Maka terpaksa dia mencari pulau yang masih ada tetumbuhannya
dengan jalan berloncatan dari batu es lainnya, dan kalau jaraknya terlalu jauh, beruang itu
menggendongnya dan membawanya berenang ke batu es lainya atau kadang-kadang Sin
Liong menggunakan sebongkah es yang mengambang sebagai perahu, didayung dengan
tangannya yang kuat. Akhirnya, setelah melalui perjalanan yang amat sukar, dapat
juga dia menemukan pulau yang masih ada tetumbuhannya dan di pulau kecil itu,
mulailah dia mengobati luka-luka beruang itu sampai sembuh.
Pada suatu hari dia melihat sebuah perahu kosong terbalik mengambang tidak jauh
dari pulau. Dia merasa girang sekali. Cepat menyuruh beruang mengambilnya dan hatinya
terharu ketika mengenal perahu itu sebagai sebuah di antara perahu pulau es.
Tentu penumpangnya telah lenyap ditelan badai, pikirnya. Dia lalu membuat dayung
dari cabang pohon dan setelah biruang hitam itu sembuh benar, dia lalu melompat
ke perahu dan mendayungnya
meninggalkan pulau. Akan tetapi tiba-tiba beruang itu terjun ke air dan berenang
mengejar perahunya. "Hei , kakak beruang, kembalilah. Engkau sudah sembuh, dan aku harus pergi
mencari sumoi!" "Nguuuk...nguukk...!" Beruang hitam itu mengeluarkan suara mengeluh dan mukanya
seperti orang menangis! Sin Liong tersenyum. "Hmm, kau hendak ikut, ya" Nah, loncatlah ke atas!" Seolaholah mengerti arti kata-kata Sin Liong, biruang itu lalu meloncat ke dalam
perahu kini mukanya kelihatan berseri, matanya bersinar-sinar dan lidahnya
terjulur keluar seperti sikap seekor anjing yang kegirangan.
"Kau boleh ikut sampai aku dapat menemukan kembali sumoi!" kata Sin Liong.
"Kalau sumoi tidak menghendaki kau ikut, kau harus kutinggalkan karena kau telah
sembuh." Demikianlah, Sin Liong kini melanjutkan perjalanan mencari Pulau
Neraka. Dari puncak sebuah gunung es, dia dapat melihat dari jauh dan kini dia
tahu di mana letaknya Pulau Neraka. Beruang yang kini menggantikan tempat Swat
Hong, menjadi temannya berlayar itu kelihatan girang sekali ketika perahu
meluncur dan binatang ini telah jinak benar-benar. Setelah kini dia mengenal
kembali keadaan dan tahu di mana letaknya Pulau Neraka, perjalanan dapat
dilakukan dengan cepat. Setelah dekat dengan Pulau Neraka, dia menyaksikan suatu
yang membuatnya terheran dan merasa tegang. Sebuah perahu besar kelihatan mendarat di Pulau
Neraka. Jelas bukan perahu Pulau Neraka yang kecil-kecil. Perahu itu besar
sekali, perahu layar yang hanya dipergunakan untuk pelayaran jauh. Dan perahu
itu pun dalam keadaan payah, jelas kelihatan bekas diamuk badai. Tiang layarnya
patah, layarnya cabik-cabik dan perahu itu tidak ada orangnya sama sekali,
berdiri miring di pantai Pulau Neraka.
Apakah yang telah terjadi di Pulau Neraka" Ternyata bahwa seperti juga pulau
lain. Pulau Neraka tidak luput dari amukan badai. Hanya karena letaknya agak
jauh dari pusat amukan badai, maka penderitaannya tidak sehebat pulau lain,
terutama Pulau Es. Air juga naik tinggi dan menenggelamkan setengah bagian pulau
ini, banyak pula penghuninya yang tidak keburu lari ke tempat tinggi, diseret
dan ditelan badai. Perahu-perahu lenyap, pohon-pohon yang berada di tepi pantai bobol semua. Dan
setelah badai mereda, sebuah perahu besar terdampar di tepi pantai.Perahu itu adalah perahu bajak
laut! Setelah air menyurut,
para bajak laut yang terdiri-dari dua puluh lima orang itu segera mendarat.
Mereka itu kelelahan dan kelaparan, bahkan ada lima orang di antara mereka tewas ketika badai mengamuk
sehingga jumlah mereka hanya tinggal dua puluh lima orang itulah. Mereka mendarat di kepalai oleh raja
bajak yang memimpin mereka, raja yang amat terkenal di sepanjang pantai muara-muara sungai Huangho
dan Yangce. Kepala.bajak ini adalah seorang laki-laki tinggi besar yang buta sebelah
matanya. Mata kiri yang buta karena
tusukan pedang lawan dalam pertandingan, kini ditutupi oleh sebuah kain hitam
sehingga ia kelihatan lebih menyeramkan lagi. Tubuhnya tinggi besar dan di
antara para nelayan dan pedagang yang suka berperahu, dia dikenal sebagai Tokgan-hai-liong (Naga Laut Mata Satu) dan namanya adalah Koan Sek. Mereka sama
sekali tidak tahu bahwa perahu mereka yang
diamuk oleh badai dahsyat itu telah mendarat di Pulau Neraka! Andaikata mereka
tahu juga, mereka tentu tidak merasa takut karena pada waktu itu, nama Pulau
Neraka hanya dikenal oleh Orang-orang Pulau Es. Untuk dunia ramai, yang dikenal
hanyalah Pulau Es, yang dikenal sebagai tempat yang hanya terdapat dalam sebuah
dongeng. Betapapun juga, Pulau Es
merupakan nama yang ditakuti oleh semua orang termasuk para bajak. Akat tetapi
karena pulau dimana perahu mereka mendarat bukanlah Pulau Es, melainkan pulau yang
hitam penuh tetumbuhan, mereka menjadi berani dan setelah badai mereda dan air
menyurut, mereka lalu menyerbu ke tengah pulau. Untung bagi mereka bahwa badai yang amat
dahsyat itu membuat air laut naik dan mengamuk di daratan pulau sehingga
binatang-binatang berbisa pun menjadi panik dan ketakutan, lari bersembuyi dan belum berani
keluar. Andaikata mereka itu berani menyerbu pulau dalam keadaan biasa tentu
mereka akan menjadi korban
binatang-binatang itu dan sukarlah dibayangkan apa akan jadinya. Mungkin sekali
tidak ada diantara mereka yang akan dapat lolos betapapun liar, ganas dan lihai
mereka itu. Dapat dibayangkan betapa heran dan girangnya hati para bajak itu
ketika mendapat kenyataan
bahwa di tengah pulau itu terdapat pondok-pondok yang dibuat oleh manusia! Akan
tetapi keheranan mereka segera berubah menjadi kekagetan hebat ketika para
penghuni pulau itu menyambut mereka dengan serangan dahsyat tanpa peringatan
apa-apa. Karena mereka adalah bajak-bajak yang sudah biasa berkelahi dan mengadu nyawa, maka serbuan
para penghuni Pulau Neraka itu mereka sambut dengan gembira. mereka mengira bahwa
penghuni pulau itu adalah orang-orang biasa saja.
Maka besar sekali kekagetan mereka ketika mendapat kenyataan betapa kurang lebih
dua puluh orang, yaitu sisa penghuni Pulau Neraka yang tidak dibasmi oleh badai,
yang berani menyambut mereka dengan serangan itu rata-rata memiliki kepandaian
hebat! Terjadilah perang tanding yang seru dan mati-matian. Bajak laut pimpinan Tok-gan-hai-liong
itu pun bukan orang-orang biasa melainkan penjahat-penjahat pilihan yang selain
kuat dan ganas, juga rata-rata pandai ilmu silat. Apalagi Tok-gan-hai-liong
sendiri bersama seorang pembantu yang sebetulnya adalah sutenya (adik
seperguruan) sendiri yang bernama Coa Liok Gu,
seorang ahli pedang yang lihai sekali. Sedangkan Tok-gan-hai-liong Koan Sek
sendiri adalah seorang ahli bermain senjata ruyung yang ujungnya merupakan
sebuah bola baja yang berat dan keras.
Para penghuni Pulau Neraka masih terguncang oleh amukan badai, bahkan ketua
mereka, Ouw Kong Ek, sedang menderita sakit hebat. Semenjak penyerbuan pasukan Pulau Es
yang dipimpin oleh Han Ti Ong, Ouw Kong Ek jatuh sakit. Mungkin karena dia merasa
terlalu marah, dan mungkin juga karena usianya yang sudah tua. Pernyerbuan dari
Pulau Es itu merupakan hal yang amat menyakitkan hatinya, dan juga hati para
penghuni Pulau Neraka, mendatangkan rasa dendam yang lebih mendalam. Apalagi melihat betapa catatan
pengobatan dari Kwa Sin Liong telah dihancurkan oleh Han Ti Ong, hati Ouw Kong
Ek merasa sakit sekali. Untung masih ada beberapa macam obat yang hafal olehnya, akan tetapi sebagian
besar telah dibasmi oleh Raja Pulau Es yang marah itu.
Pada saat bajak laut menyerbu, Ouw Kong Ek tidak dapat bangun dari tempat
tidurnya. Dia dijaga dan dirawat oleh cucunya, Ouw Soan Cu. Maka dapat
dibayangkan betapa kaget hati kakek ini ketika ada anak buahnya yang datang
melapor bahwa pulau yang baru saja diamuk badai itu kini disebu oleh sepasukan
bajak laut yang ganas dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi!
"Keparat...!" Kakek itu meloncat bangun akan tetapi terguling kembali dan Soan
Cu segera memegang lengan kakeknya, membantunya untuk rebah kembali.
"Tenanglah, Kong-kong! Biarlah aku yang keluar untuk membantu teman-teman
membasmi bajak laut yang tidak tahu diri itu."
Ouw Kong Ek terpaksa hanya mengangguk karena dia sendiri masih tidak kuat untuk
bangun, apalagi bertempur. "Hati-hatilah, Soan Cu..." Dia percaya akan kepandaian cucunya yang
tentu akan dapat mengusir bajak-bajak laut yang biasanya hanya terdiri orang-orang kasar
itu..Dengan pedang di tangan Soan Cu lalu berlari keluar. Melihat anak buahnya
sudah bertanding mati-matian melawan bajak-bajak yang ganas, apalagi melihat
seorang wanita Pulau Neraka digeluti oleh dua orang laki-laki kasar sampai
wanita itu menjerit-jerit namun dua orang laki-laki itu malah tertawa-tawa dan
merobek-robek pakaian wanita itu, Soan Cu menjadi marah sekali. Dia
mengeluarkan teriakan marah, tubuhnya yang ramping mencelat ke depan, pedangnya
menyambar dan dua orang bajak yang sedang memperkosa wanita itu roboh dengan
leher terkuak lebar dan hampir putus! Wanita itu cepat membereskan pakaiannya,
menyambar goloknya dan seperti seekor harimau kelaparan dia membacoki tubuh dua orang
bajak tadi. Melihat sepak terjang Soan Cu yang kembali sudah merobohkan dua orang bajak,
Tok-gan-hai-liong Koan Sek dan Coa Liok Gu, dibantu oleh beberapa orang bajak
lain cepat mengepung dan mengeroyoknya. Namun Soan Cu mengamuk hebat dan
pedangnya berubah segulung sinar
terang yang menyambar Dahsyat, membuat dua orang pimpinan bajak itu terkejut dan
harus memainkan senjata dengan hati-hati sekali agar jangan sampai mereka
menjadi korban kedahsyatan sinar pedang yang dimainkan oleh dara itu.
"Lepas tulang ikan!!" Tiba-tiba kepala bajak itu memberi aba-aba kepada sutenya
dan mereka berdua telah meloncat mundur, membiarkan anak buah mereka yang empat
orang banyaknya melanjutkan pengeroyokan, sedangkan mereka berdua lalu mengayun tangan berkalikali ke arah Soan Cu. Sinar lembut bertubi-tubi menyambar ke arah Soan Cu dari
depan dan belakang. Dara ini memandang rendah senjata rahasia mereka. Dia adalah Seorang
dara Pulau Neraka sudah terlalu banyak racun dikenalnya bahkan dia telah
menggunakan obat anti racun maka dia tidak terlalu khawatir ketika sebuah di
antara senjata rahasia lawan yang lembut itu mengenai pahanya.
Akan tetapi, betapa kagetnya ketika dia merasa kakinya itu setengah lumpuh dan
begitu dia menggerakan pedang, tubuhnya terhuyung, kepalanya pening.
"Aihhh...!" Dia berseru nyaring, lebih merasa heran daripada khawatir. Dara ini
tidak tahu bahwa lawannya menggunakan am-gi (senjata gelap) berupa tulang
berbentuk duri dari sirip semacam ikan laut yang berbisa. Bisa dari ikan laut
ini tentu saja tidak dapat disamakan dengan bisa dari binatang darat, maka bisa
yang asing ini tidak dapat ditolak oleh obat anti racun yang dipakainya. "Sute,
tangkap nona manis ini...!"
Teriak Koan Sek dengan girang. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara gerengan
yang dahsyat dan yang membuat mereka kaget bukan main. Dua orang bajak yang
mendengar suara itu dekat sekali dibelakang mereka menengok dan... mereka itu terjengkang dan
merangkak untuk melarikan diri dengan ketakutan. Kiranya yang menggerang itu adalah seekor
binatang raksasa hitam yang menakutkan. Seekor beruang yang lebar moncongnya
cukup untuk mencaplok kepala mereka sekaligus! Sin Liong yang datang bersama biruang itu
cepat meloncat mendekati Soan Cu merampas pedang dari tangan dara itu dan memondongnya
dengan tangan kiri, kemudian sekali meloncat dia telah berada di punggung
biruang, lengan kiri memeluk dan menjaga tubuh Soan Cu yang dipangkunya karena
dara itu telah menjadi pingsan sedangkan tangan kanan menggerakan pedang dara itu sambil beseru "Kakak
biruang, lawan mereka yang berani mendekat!"
Biruang itu menggereng-gereng dan ketika melihat dari kiri ada sinar menyambar,
yaitu sinar pedang yang digerakan oleh Coa Liok Gu sute dari kepala bajak, tibatiba kaki depan kiri yang kini dipergunakan seperti tangan itu bergerak


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkis, bukan menangkis pedang
melainkan mencengkram kepala Coa Liok Gu.
Tentu saja orang ini kaget dan sekali merendahkan tubuh, membalikan pedang dan
siap untuk menyerang lagi. Begitu lengan biruang itu menyambar lawan, dia
meloncat ke atas dan menusukan pedangnya mengarah bagian antara kedua mata biruang itu.
"Cringgg...!!" Pedangnya terpental dan dia harus cepat melempar tubuh ke
belakang kalau tidak ingin
dadanya robek oleh cakar biruang setelah pedangnya ditangkis oleh Sin Liong
tadi. "Siuuuut...!!" Senjata
ruyung berujung baja di tangan Koan Sek sudah bergerak menyambar dengan ganas,
menghantam punggung biruang hitam dengan kecepatan kilat dan dengan tenaga
dahsyat.."Cringgg...!
Tranggg...!!" Dua kali senjata berat itu ditangkis oleh Sin Liong dan dua kali
pula kepala bajak itu berseru kaget karena telapak tangannya hampir terkupas
kulitnya dan terasa panas dan perih. Pada saat dia terbelalak dan terheran,
biruang itu sudah membalikan tubuh dan sekali kaki depannya yang kanan menampar,
kepala bajak itu mencoba menangkis, namun
senjatanya terlepas dari pegangannya dan biruang itu sudah menubruknya dan
mencengkram ke arah lehernya.
"Kakak biruang, jangan ...!" Sin Liong membentak. Biruang itu terkejut dan raguragu sehingga kesempatan itu dapat dipergunakan oleh Koan Sek untuk meloncat
jauh kebelakang. Dia dan pembantu utamanya, Coa Liok Gu berdiri dengan muka
pucat memandang pemuda yang
menunggang biruang itu membawa pergi tubuh dara jelita yang pingsan. Biarpun
pedang masih berada di tangannya, Coa Liok Gu tidak lagi berani menyerang karena dia
maklum bahwa selain biruang raksasa itu amat kuat, juga pemuda itu memiliki kepandaian
yang luar biasa sekali. Sin Liong merasa bingung dan gelisah menyaksikan pertempuran hebat itu.
"Hentikan pertempuran...!" Dia berseru berkali-kali namun percuma saja, para
bajak laut dan penghuni Pulau Neraka adalah orang-orang kasar yang pada saat itu
sedang marah, maka sukar untuk dibujuk.
Tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi dan panjang dan suara itu segera
disusul suara berdengung-dengung dan berdesis-desis. Dapat dibayangkan betapa
kagetnya hati Sin Liong ketika dia melihat datangnya binatang-binatang kecil
yang berbisa. Ular, kelabang,
kalajengking dan sebangsanya berdatangan dari semua penjuru, merayap cepat
seolah-olah digerakan oleh suara melengking iru, dan yang lebih mengerikan lagi,
lebah-lebah putih datang pula beterbangan! Saking kagetnya Sin Liong melompat
turun dari punggung biruang dan kini biruang itu pun terkejut dan ketakutan,
seolah-olah binatang raksasa ini sudah mengerti bahwa bahaya maut datang
mengancamnya. "Uhhh... apa yang terjadi...?" Soan Cu mengeluh dan siuman dari pingsannya.
Melihat dara itu sudah siuman. Sin Liong agak lega. "Bagaimana lukamu?" "Nyeri
sekali, panas... eh, siapa yang memimpin binatang-binatang berbisa itu?" Soan Cu
turun dari pondongan Sin Liong. "Cepat pergunakan obat penolak ini..." Dia
mengeluarkan sebungkus obat penolak dari ikat pinggangnya. Setelah menaburkan
obat bubuk di sekeliling mereka bertiga, yaitu Soan Cu, Sin Liong dan biruang
betina, Soan Cu berkata lagi, "Sin Liong tolong... kau tangkap Si Mata Satu
itu...aku membutuhkan obat penawar racun am-gi-nya (senjata gelapnya)...."
Melihat betapa wajah dara itu pucat sekali tanda menderita kenyerian hebat, Sin
Liong maklum bahwa tentu dara itu terkena senjata rahasia yang mengandung racun luar
biasa sekali. Maka tanpa menjawab tubuhnya mencelat kearah Koan Sek yang masih bengong
memandang ke depan, matanya terbelalak ketika melihat betapa anak buahnya mulai
menjadi korban pengeroyokan binatang-binatang berbisa. Maka ketika tubuh Sin
Liong menyambar, dia terkejut sekali, mengira bahwa pemuda itu akan menyerangnya. Dia tadi sudah
mengambil kembali senjatanya, maka tanpa banyak cakap lagi dia sudah mengayun
senjatanya menghantam ke arah Sin Liong. Pemuda ini tadi melepaskan pedangnya, melihat
betapa dia disambut serangan dahsyat, cepat dia miringkan tubuhnya, membiarkan
senjata berat itu lewat dan secepat kilat kedua tangannya menyambar dan sebelumnya Koan Sek tahu
apa yang terjadi, senjatanya telah terampas dan dibuang oleh pemuda itu sedangkan
tubuhnya sudah diangkat dan dipanggul seperti seorang anak kecil saja. Percuma
dia meronta, karena pemuda itu sudah meloncat seperti terbang, kembali ke dalam
lingkaran obat penolak yang ditaburkan Soan Cu. Koan Sek menggigil. Selain dia
maklum betapa lihainya pemuda ini, juga dia merasa ngeri sekali menyaksikan apa
yang terjadi di luar lingkaran obat bubuk itu.
Terdengar jerit dan pekik mengerikan. Orang-orang Pulau Neraka telah mundur dan
menonton sambil sambil tertawa-tawa. Akan tetapi anak buah bajak laut itu
menghadapi penyerangan binatang-binatang berbisa dan sama sekali mereka tak berdaya.
Apalagi penyerangan lebah-lebah putih membuat mereka panik. Mengerikan sekali melihat
mereka berkelojotan merintih-rintih dan menangis mengerung-ngerung karena tidak tahan
menderita rasa nyeri yang menyengati sekujur tubuh.
"Cepat bertindak, halau mereka, Soan Cu!" Sin Liong berkata dengan alis
berkerut. Biarpun yang dikeroyok binatang-binatang itu adalah kaum bajak, namun
dia tidak dapat menyaksikan peristiwa mengerikan itu.
Soan Cu menggeleng kepala. "Tak mungkin. Mereka digerakan oleh suara melengking
itu..."."Suara apa itu" Siapa yang membunyikan?"Soan Cu tersenyum dan menggigit
bibirnya menahan rasa nyeri. Pahanya seperti dibakar dan rasa nyeri menusuknusuk jantung. "Siapa lagi" Satu-satunya orang yang dapat melakukannya hanyalah
Kong-kong... augghh ..." Dara itu roboh pingsan lagi dalam rangkulan Sin Liong.
"Aduh celaka..., binatang-binatang itu...." Tok-gan-hai-liong Koan Sek menggigil
dan dia hendak lari dari tempat itu ketika melihat bagaimana pembantunya, Coa
Liok Gu, sudah sibuk memutar pedang untuk berusaha mengusir lebah-lebah putih
yang mengeroyoknya. "Kalau kau keluar dari sini, engkau pun akan mengalami nasib yang sama," Kata
Sin Liong, menunjuk ke arah lingkaran putih dari obat penolak. "Binatangbinatang itu tidak berani memasuki lingkaran ini." Koan Sek memandang dan
matanya terbelalak ngeri melihat betapa ular-ular beracun yang bermacam-macam
warnanya itu benar saja membalik lagi ketika
mendekati garis lingkaran. Bahkan lebah-lebah putih yang terbang dekat, agaknya
mencium bau penolak itu dan mereka itu pun terbang membalik, mengamuk dan
menyerang para bajak yang berada di luar lingkaran.
Saking ngerinya melihat betapa Coa Liok Gu menjerit dan roboh karena kakinya
tergigit seekor ular, kemudian betapa pembantunya yang juga merupakan sutenya
melolong-lolong dan bergulingan, dikeroyok banyak sekali binatang yang mengerikan, kepala bajak ini
tak dapat lagi menahan dirinya dan dia menjatuhkan diri berlutut!
Sin Liong sendiri merasa ngeri menyaksikan peristiwa yang terjadi
disekelilingnya. Kalau saja dia dapat melihat Ouw Kong Ek, tentu dia akan
meloncat dan memaksa kakek itu
menghentikan pekerjaanya yang kejam, membunuh para bajak seperti itu. Akat
tetapi celakanya, suara itu melengking tinggi dan sukar diketahui dari mana datangnya,
bahkan kakek itu pun tidak tampak. pula, mana mungkin dia berani meninggalkan
Soan Cu yang pingsan itu bersama kepala bajak" Maka pemuda ini merasa seperti disayat-sayat
jantungnya menyaksikan pembunuhan yang amat kejam itu, melihat betapa dua puluh
empat orang bajak menemui kematian secara mengerikan, berkelojotan dan melolonglolong, akhirnya suara jeritan mereka makin lemah dan berubah seperti suara binatang disembelih,
kemudian tubuhnya tidak berkelojotan lagi dan binatang-binatang kecil berbisa yang
kelaparan itu masih menggerogoti kulit dan daging mereka! Kemudian tampaklah Ouw
Kong Ek, Tocu Pulau Neraka. Kakek ini datang ke tempat itu sambil merangkak dengan susah payah,
tubuhnya kelihatan lemah dan kurus, mukanya pucat dan sambil merangkak itu dia meniup
sebatang alat tiup terbuat daripada batang alang-alang, menyerupai suling kecil. Pantas
saja suaranya melengking tinggi dan aneh. Beberapa orang anggauta Pulau Neraka
segera maju dan mengangkat ketua mereka, memapahnya datang dan kini binatang-binatang itu
berangsur- angsur merayap pergi setelah Ouw Kong Ek merobah merobah suara tiupan sulingnya.
Akhirya yang tinggal hanya mayat-mayat dua puluh empat orang bajak dalam keadaan
mengerikan, dan mayat tujuh orang penghuni Pulau Neraka yang tewas dalam pertempuran.
"Ahhh, engkau pula yang menolong cucuku, Taihiap?" Ouw Kong Ek dituntun anak
buahnya datang mendekat. Sin Liong mengerutkan alisnya. "To-cu, engkau sungguh kejam, membunuh mereka
seperti itu." Kakek itu terbelalak. "Aku" kejam" Dan mereka ini...?" Dia
menuding ke arah mayat-mayat para bajak laut. "Dan...hei, siapa dia ini" Ah,
bukankah dia ini pemimpin mereka?" Ouw Kong Ek sudah melangkah maju menghampiri
Koan Sek yang berdiri dengan muka pucat.
"Tahan dulu, Tocu! Memang dia pemimpin bajak, akan tetapi nyawa cucumu berada
didalam tangannya!" "Soan Cu...!" Ouw Kong Ek memandang tubuh dara yang
dipondong oleh Sin Liong dan berada dalam keadaan pingsan itu. "Mengapa dia?"
"Terkena senjata beracun." Kemudian dia memandang Koan Sek dan membentak, "hayo
kauberikan obat penawar senjata gelapmu!"
Tok-gan-hai-liong Koan Sek adalah seorang yang sudah berpengalaman, seorang yang
menjelajah di dunia kang-ouw, maka dia tentu saja cerdik sekali. Tadi ketika menyaksikan betapa
semua anak buahnya, juga.sutenya, tewas secara mengerikan, dia ketakutan
setengah mati dan kehilangan akalnya. Akan tetapi
sekarang setelah dia melihat kesempatan untuk menolong diri, timbul kembali
keberaniannya dan dia tersenyum.
"Agaknya kita telah salah masuk. Tidak tahu pulau apakah ini dan siapa kalian
ini?" tanyanya kepada Sin Liong karena dia merasa jerih sekali menghadapi pemuda
yang dia tahu amat lihai dan sama sekali bukan tandingannya itu.
"Kau belum tahu" Ini adalah Pulau Neraka dan dia itu adalah ketuanya." Dia
menuding kepada Ouw Kong Ek. "Sedangkan Nona ini adalah cucunya. Maka kau harus
cepat memberikan obat penawarnya." "Ha-ha, mudah saja! Mudah saja memberi obat
penawarnya. Aihh, kiranya kami telah memasuki sebuah pulau iblis dengan
penghuni-penghuninya seperti iblis pula!
Benar-benar kami telah membuat kesalahan besar! Orang muda, mudah saja mengobati
luka Nona ini, akan tetapi bagaimana dengan aku sendiri" Anak buahku telah tewas
semua dan aku dalam cengkraman kalian!"
"Engkau... engkau akan kusiksa, kucincang sampai hancur!" Ouw Kong Ek membentak.
"Ha-ha-ha, boleh! Lakukan sekarang, karena aku tidak takut mati setelah aku
melihat bahwa aku mempunyai banyak teman terutama sekali cucumu. Kalau orang
tidak lagi menyayangkan kematian seorang dara jelita muda remaja seperti dia ini, apalagi kematian
seorang tua bangka seperti aku. Ha-ha-ha! biarlah aku mati ditemani oleh dara
remaja ini!" Ouw Kong Ek sudah marah sekali, kedua tangannya dikepal sehingga suling batang
alang-alang itu hancur di tangannya. Melihat kemarahan ketua Pulau Neraka itu,
Sin Liong Berkata, "Ouw-tocu apa yang dikatakan benar. Sudah kuperiksa luka
cucumu dan ternyata dia terkena racun yang aneh sekali yang belum pernah aku
melihatnya. Maka, biarlah kita menukar
keselamatannya dengan keselamatan Soan Cu. Betapapun juga , nyawa Soan Cu jauh
lebih berharga dari pada kehidupan seorang sesat seperti dia." "Ha-ha-ha , itu baru
omongan yang tepat!" Tok-gan-hai-liong Koan Sek yang merasa "mendapat angin"
berkata dengan dada dibusungkan. Dia tidak takut lagi sekarang. Nyawa cucu ketua
Pulau Es berada di tangannya.
Apalagi yang ditakutinya"
"Iblis keparat! Hayo kauberikan obat untuk cucuku dan kau boleh minggat dari
sini!"Ouw Kong Ek membentak.
"Ha-ha-ha, aku Tok-gan-hai-liong Koan Sek bukan seorang tolol." Dia lalu menoleh
kepada Sin Liong. "Orang muda apakah kedudukanmu di Pulau Neraka ini?"
Dia memang tidak dapat menduga karena tadi dia mendengar ketua Pulau Neraka
menyebut taihiap (pendekar besar) kepada pemuda ini. Dan kalau ada yang dipercaya di
situ. Maka satu-satunya orang adalah pemuda ini.
"Aku bukan penghuni Pulau Neraka aku adalah seorang dari Pulau Es...."
"heeeehhh...?""
Mata Tok-gan-hai-liong yang tinggal satu itu terbelalak dan mukanya pucat. Dia
merasa seolah-olah dalam mimpi. Setelah bertemu dengan Pulau Neraka yang aneh dan
mengerikan di mana semua anak buahnya tewas, dia bertemu pula dengan seorang pemuda sakti
yang mengaku datang dari Pulau Es, sebuah sebutan yang tadinya dikiranya hanya
terdapat dalam dongeng tahyul belaka. Mimpikah dia" Ataukah dia sudah mati
ditelan badai dan sekarang ini adalah pengalaman dari rohnya"
"Pulau... Pulau... Es...?" Dia berkata lirih. Sin Liong mengangguk tak sabar.
Dia tadi mengaku sebenarnya, siapa mengira malah membuat kepala bajak ini
menjadi termangu-mangu seperti orang sinting. "Kalau begitu, aku hanya mau
memberikan obat penawar jika engkau yang mengantarku sampai ke sebuah perahu di
pantai Pulau Neraka ini."
"Jahanam, kau tidak percaya kepadaku?" Ouw Kong Ek membentak dan para
pembantunya sudah mengangkat senjata mengancam.
"Terserah, bunuhlah. Aku toh akan mati bersama dia ini." Sin Liong menyerahkan
tubuh Soan Cu yang masih pingsan kepada kakeknya, kemudian berkata, "ouw-tocu,
biarlah kita memenuhi permintaannya. Harap sediakan perahu untuknya.".Terpaksa Ouw Kong Ek menggerakan kapalanya
memberi isyarat kepada anak buahnya, kemudian
memandang kepada kepala bajak itu dengan mata mendelik. Koan Sek lalu berjalan
bersama Sin Liong dan dua anak buah Pulau Neraka menuju ke tepi laut. Setelah
sebuah perahu dipersiapkan, kepala bajak itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam sakunya.
Benda itu ternyata adalah seekor kuda laut sebesar ibu jari tangan yang sudah
kering. "Nona itu terkena racun yang terkandung dalam duri ikan yang tidak dapat
diobati kecuali dengan ini. Bubuklah dan masak, lalu minumkan airnya. Tentu dia
akan sembuh." Sin Liong mengerutkan alisnya.
Sudah banyak pengetahuannya tentang pengobatan akan tetapi tentu saja belum
pernah dia mengenal rahasia racun yang keluar dari dalam lautan. Dia menyerahkan
bangkai kuda laut kering itu kepada dua orang penghuni Pulau Neraka sambil
berkata, "Berikan ini kepada Ouw-tocu, suruh menumbuk halus dan masak dengan
air, kemudian minumkan kepada Nona.
Bagaimana hasilnya supaya cepat melapor ke sini. Aku menunggu di sini."
Dua orang itu menerima kuda laut mati dan berlari memasuki pulau, sedangkan Sin
Liong lalu duduk di tepi pantai dengan sikap tenang.
"Kau tidak mau membiarkan aku pergi?" Koan Sek bertanya penuh khawatir. "Jangan
tergesa-gesa," jawab Sin Liong. "Aku harus yakin dulu bahwa obatmu benar-benar
manjur, baru aku akan membolehkan engkau pergi. Bukankah itu adil namanya?" Koan
Sek menghela napas dan menjatuhkan diri duduk di dalam perahu. Dia maklum bahwa
kalau melawan, dia tidak akan menang. "Dia pasti akan sembuh. Dalam keadaan
seperti ini, mana aku berani main-main?"
Sin Liong diam saja. Kepala bajak itu menggunakan mata tunggalnya untuk
memandangi pemuda itu penuh selidik, kemudian bertanya, "Orang muda, benarkah engkau dari
Pulau Es?"

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sin Liong mengangguk. "Dan siapa namamu?"
"Kwa Sin Liong. Mengapa engkau bertanya-tanya?"
"Tadinya aku mengira bahwa Pulau Es hanyalah sebuah dongeng..." "Hemm.., memang
sekarang hanya tinggal dongeng..." Sin Liong berkata sambil merenung jauh
membayangkan keadaan Pualu Es yang telah terbasmi oleh badai dan kini tinggal
menjadi sebuah pulau kosong yang menyedihkan. "Nguuk... nguuukkk..."
Sin Liong menoleh dan tersenyum "Eh, Enci biruang. Kau menyusulku?" Biruang itu
menghampiri, dan memperlihatkan taringnya ketika dia melihat Koan Sek di atas
perahu di depan pemuda itu.
"Binatang yang hebat!" Koan Sek berkata dan bulu tengkuknya berdiri. Pemuda ini
seperti bukan manusia biasa ! dan mempunyai binatang peliharaan seperti itu!
"Kau bilang tadi... tinggal dongeng apa maksudmu?"
"Tidak apa-apa, lupakanlah," kata Sin Liong sambil mengelus biruang yang sudah
bertiarap di depannya. "Orang muda she kwa... eh, Tai-hiap... kenapa kau mau membebaskan aku?" Sin
Liong mengangkat mukanya memandang dan kepala bajak itu menjadi lebih heran lagi
melihat betapa pandang mata pemuda itu sama sekali tidak membayangkan kebencian atau
permusuhan dengannya" "Mengapa tidak" engkau pun membebaskan Soan Cu."
Sin Liong menengok dan tampaklah dua orang tadi datang berlari-lari. "Kwataihiap, Nona sudah sembuh!".Sin Liong mengangguk kepada Koan Sek. "Pergilah,
cepat! Lebih cepat lebih baik dan harap kau jangan
sekali-kali mendekati pulau ini."
Koan Sek menjawab, "Terima kasih. Satu kalipun sudah cukuplah!" Dia mengkirik.
"Pulau Iblis seperti ini siapa yang ingin melihatnya lagi?" Dia lalu menggerakan
dayungnya dan perahu meluncur cepat meninggalkan Pulau Neraka.
Ketika Sin Liong bersama biruangnya tiba kembali ke tengah pulau benar saja
bahwa Soan Cu telah sembuh sama sekali dari pengaruh racun. Hanya luka di
pahanya yang tinggal dan luka itu sudah diobati oleh Kong-kongnya. Para penghuni
Pulau Neraka sedang sibuk
menyingkirkan mayat-mayat yang bergelimpangan mengerikan itu dan Sin Liong lalu
diajak masuk ke pondoknya oleh Ouw Kong Ek dan Soan Cu.
"Taihiap, lagi-lagi engkau yang datang menolong kami, "kata Ouw Kong Ek. "Kalau
engkau tidak segera datang entah bagaimana dengan aku. Mungkin sudah mati, Sin
Liong," kata Soan Cu dengan mata bersinar-sinar penuh kagum dan terima kasih.
Sepasang Mambang Lembah Maut 1 Pendekar Mata Keranjang 26 Lembaran Kulit Naga Pertala Kehidupan Para Pendekar 6

Cari Blog Ini