Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 14
sepasang lengannya terasa lemas tak bertenaga...
Jangankan tusukannya tak ada yang mengena di sasaran, sekalipun mengenai sasaran
yang tepatpun belum tentu akan tembus ke perut lawan...
Hong liu kua hu Sin Cing ciu membalikkan pergelangan tangannya, kemudian dengan
suatu gerakan yang sangat gampang tahu tahu ia sudah berhasil mencengkeram urat
nadi pada pergelangan tangan Bwe Yau.
Sambil tertawa terkekeh kekeh karena bangga, segera ejeknya lagi.
"Nona sekarang tentunya kau sudah tahu bukan bahwa aku bukan cuma pandai
mengibul belaka?" Setelah urat nadi pada pergelangan tangannya tercengkeram, otomatis pedangnya
juga jatuh ke tanah. Meski demikian, ia tak mau menyerah dengan begitu saja, sambil tertawa dingin
serunya. "Kalau kau memang punya kepandaian mengapa tidak sekalian kau bunuh diriku?"
Hong liu kua hu Sin Ciu segera tertawa misterius, sahutnya.
"Kau toh tahu kalau hu kaucu kami amat menyukai dirimu, bila kau mati ditangan
kami, dengan apa pula kami harus memberikan pertanggung jawaban nanti?"
"Kau... kau seorang perempuan sundal yang tak tahu malu... kau perempuan lacur"
Saking gusarnya dengan tanpa sungkan sungkan lagi, gadis itu segera mencaci
makinya dengan ucapan yang kotor.
Seandainya orang lain yang dimaki seperti itu sudah pasti mereka tak akan kuat
menahan diri, tapi berbeda dengan Hong liu kua hu, dia sama sekali tak acuh,
malahan bisanya tertawa terkekeh kekeh.
"Hei... rupanya kau sedang mencaci maki diriku" Perempuan macam aku tentu saja
jauh berbeda dengan perempuan perawan seperti kau" Hei nona... apalah gunanya
menolak arak kehormatan dengan memilih arak hukuman bagi dirimu sendiri?"
"Perempuan siluman yang tak tahu malu!" bentak Bwe Yau sangat marah,
"perbuatanmu itu sungguh membuat perempuan didunia ini kehilangan mukanya!"
Berbicara sampai disitu mendadak ia menundukkan kepala dan menggigit bahu Hong
liu kua hu keras keras. Karena kesakitan hebat, Hong liu kua hu Sin Cing ciu segera melemparkan tubuh
Bwe Yau sejauh beberapa kaki dari tempat semula.
"Lonte busuk" makinya dengan gusar, "kau anggap aku benar benar tak berani
menghabisi nyawamu?"
Berbicara sampai disitu dia lantas maju kedepan dan melancarkan sebuah tendangan
dahsyat ke tubuh Bwe Yau yang sedang tergeletak diatas tanah itu.
Agaknya hawa napsu membunuh telah menyelimuti seluruh wajahnya.
Seandainya tendangan tersebut sampai kena sasaran, sudah bisa dipastikan Bwe Yau
akan kehilangan nyawanya.
Pada detik terakhir itulah, mendadak suatu peristiwa aneh telah terjadi.
Tiba tiba muncul segulung angin yang berhembus lewat, tahu tahu tubuh Bwe Yau
yang tergeletak di tanah itu sudah lenyap tak berbekas.
Ketika tendangannya mengenai sasaran yang kosong, Hoa liu kua hu Sin Cing ciu
merasa amat terperanjat. dengan cepat ia mendongakkan kepalanya ke depan, tapi
dengan cepat dia berdiri bodoh.
Ternyata Bwe Yau sudah berdiri beberapa kaki didepan sana, disampingnya berdiri
seorang manusia aneh berkepala besar dan berambut merah...
"Kwik huhoat!" Hong liu kua hu Sin Cing ciu segera membentak, "kau juga datang
untuk membantu lonte kecil itu menganiaya diriku?"
Dia mengira orang itu adalah Say siu jin mo Kwik Cing.
Siapa tahu manusia aneh berambut merah itu segera tertawa terkekeh kekeh.
"Sin tongcu, kau anggap aku ini siapa?" serunya.
Hong liu kua hu segera mengerling sekejap ke arahnya, kemudian serunya dengan
manja: "Aku toh belum buta, masa tidak kenal dirimu sebagai Say siu jin mo Kwik toa hu
hoat?" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau tidak salah melihat?"
"Aaah! Masa didunia ini masih terdapat Say siu jin mo yang kedua..."
"Kalau memang Sin tongcu berkata begitu, nona Bwe akan kubawa pergi...!"
Hong liu kua hu seperti hendak mencegah, tapi Lau Hui yang ada disampingnya
segera membujuk: "Sin toa nio, sudah lama kita berpisah, sepantasnya kalau kita mencari kamar
untuk bermesrahan, apalah artinya cekcok" Biar saja dia yang membawa sumoay
untuk diserahkan kepada hu kaucu!"
"Huuh, kau ini memang pandai mencari hati!" omel Hong liu kua hu sambil menowel
pipi Lau Hui. Sebenarnya dia masih belum mau menyudahi persoalan tersebut disitu saja, akan
tetapi setelah diperingatkan kekasihnya, apalagi membayangkan adegan panas
diranjang, kontan saja dia melemparkan sebuah kerlingan maut kearah pemuda itu.
Menyaksikan kerlingan itu, Lau Hui merasakan tulangnya seolah olah menjadi lemas
semua. Sementara mereka masih kasak kusuk, menggunakan kesempatan itu si orang aneh
berambut merah itu sudah membawa Bwe Yau berlalu dari sana, dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata...
Belum lama manusia aneh itu pergi, mendadak dari jalan gunung sana berkumandang
suara teriakan nyaring: "Hu kaucu tiba!"
Hong liu kua hu segera memimpin semua anak buahnya untuk menanti ditepi jalan.
Menyusul kemudian, dari balik bukit situ muncul dua orang manusia, yang didepan
adalah hu kaucu Sangkoan Bu cing, sedangkan dibelakangnya ternyata adalah si
manusia aneh berambut merah Say siu jin mo.
Sementara Hong liu kua hu sedang tercengang mengapa Say siu jin mo secepat itu
sudah kembali kemari, bahkan bersama Hu kaucu lagi...
Tiba tiba terdengar Sangkoan Bu cing bertanya:
"Sin tongcu konon nona Bwe sudah sampai di kota Si ciu, dimanakah orangnya?"
Hong liu kua hu menjadi tertegun.
"Bukankah sudah dibawa pergi oleh Kwik huhoat?" serunya.
Si manusia aneh berambut merah Say siu jin mo segera berteriak keras keras:
"Sin tongcu, apa kau bilang?"
"Aku bilang belum lama berselang aku telah menyerahkan nona Bwe Yau kepadamu
untuk diserahkan kepada Hu Kaucu, mengapa kau musti berlagak pilon?"
"Sin Cing ciu!" teriak Say siu jin mo keras keras, "sebenarnya permainan busuk
apa yang sedang kau lakukan" Selama ini lohu berada bersama sama Hu kaucu,
setengah jengkalpun tak pernah berpisah, kalau kau bilang nona Bwe Yau sudah
diserahkan kepadaku, bukankah ucapanmu itu merupakan suatu ucapan yang bohong
besar?" "Aaah... masa aku sudah ketemu setan?"
"Kalau kau masih kurang percaya, tanyakan sendiri kepada Hu kaucu..."
"Kau kira aku tidak berani bertanya..." Tolong tanya Hu kaucu benarkah ucapan
dari Kwik Hu hoat barusan?"
"Yaa, benar! Ia memang tak pernah meninggalkan tempat ini barang setengah
langkahpun" Hong liu kua hu semakin keheranan.
"Kalau begitu aneh sekali sesaat sebelum Kwik huhoat datang kemari, ia memang
sudah membawa pergi nona Bwe Yau, jika Hu kaucu tidak percaya dengan perkataan
hamba, silahkan bertanya kepada semua orang yang berada di sini!"
Ketika Sangkoan Bu cing menanyakan hal ini, ternyata jawaban semua orang adalah
sama seperti apa yang dikatakan oleh Hong liu kua hu tadi.
Dengan demikian suasana menjadi gempar dan semua orang merasa keheranan setengah
mati. Kebetulan Tee leng kun juga datang setelah menanyakan persoalannya, sambil
mendepak depakkan kakinya ke atas tanah dia berseru:
"Yaa, benar dia, memang tak salah lagi!"
"Im huhoat!" Sangkoan Bu cing segera berseru, "bagaimana kalau kau bicara
sedikit agak jelas..." Sebenarnya siapakah orang itu?"
"Orang yang menculik nona Bwe Yau adalah Say siu jin mo!"
"Omong kosong" seru Sangkoan Bu cing tak senang hati, "selama ini Kwik huhoat
tak pernah pergi meninggalkan diriku, mana mungkin dia yang melakukan?"
"Hamba bukan maksudkan Kwik huhoat yang ini!"
"Kalau memang begitu, bukankah ucapanmu itu sama artinya cuma ngaco belo" Siapa
yang tidak tahu kalau Kwik huhoat itu adalah Say siu jin mo...?"
Tee leng kun mengangkat bahunya berulang kali, kemudian katanya:
"Apa salahnya. Karena didunia ini memang terdapat dua orang Say siu jin mo,
sedang orang yang melarikan nona Bwe Yau sekarang barulah Say siu jin mo yang
asli" Begitu ucapan tersebut diutarakan, paras muka semua orang berubah hebat sekali.
Terutama Say siu jin mo sendiri, ia merasa malu sekali.
Sangkoan Bu cing segera berpaling kearah Kwik Cing sambil bertanya.
"Benarkah apa yang dikatakan oleh Im huhoat itu?"
Mau tak mau Say siu jin mo gadungan itu musti mengaku.
"Benar!" sahutnya, "dia adalah Kwik Sui. Ketika sepuluh tahun berselang dia
dikerubuti oleh perguruan perguruan besar hingga terjatuh kedalam jurang yang
beratus ratus kaki dalamnya sehingga mati hidupnya tidak diketahui, aku bertekad
hendak membalaskan dendam bagi kematian kakakku itulah sebabnya akupun berlatih
Kiu thian to suo sing kang disamping menerima empat orang murid dengan nama
Ciong lay su siong pula. Siapa tahu ketika aku hendak membalas dendam baginya
dia telah muncul kembali dalam keadaan selamat"
"Tidak baikkah kau?"
"Tapi semenjak muncul dalam dunia persilatan wataknya sama sekali telah berubah,
semua sifat jahatnya dulu kini sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya dia
malah banyak melakukan perbuatan kebajikan selayaknya seorang pendekar!"
"Kau pernah berjumpa dengannya?"
Say siu jin mo manggut manggut.
"Lantas kepandaian silat siapa diantara kalian berdua yang lebih hebat...?"
tanya Sangkoan Bu cing lagi.
"Kami belum pernah mencoba untuk mengukur ilmu"
Hong liu kua hu yang berada disampingnya, segera menyela.
"Hu kaucu, jangan bertanya melulu, yang penting sekarang adalah menyusul kembali
orang itu." "Benar!" teriak Sangkoan Bu cing sambil melompat kedepan, "mari kita kejar
dirinya!" Tiga sosok bayangan manusia dengan kecepatan yang maha dahsyat segera berlalu
dari situ. Hong liu kua hu sendiri, setelah memberi beberapa pesan kepada anak buahnya
segera menarik tangan Lau Hui dan berangkat menuju ke kota Si ciu.
Menanti semua gembong iblis itu sudah berlalu semua, Bwe Leng soat yang
bersembunyi dibalik kegelapan baru berkata:
"Ong toako, perlu tidak kita susul mereka untuk melihat keadaan yang
sebenarnya?" "Tentu saja!" Sehabis berkata pemuda itu segera mengejar ke arah mana Sangkoan Bu cing
melenyapkan diri tadi. Akan tetapi sekalipun sudah disusul sampai ditanah perbukitan, bayangan tubuh
mereka belum juga ditemukan.
Mereka berdua berusaha untuk mencari di luar kota, ternyata disanapun tidak
ditemukan jejak mereka. "Mungkin mereka sudah berangkat menuju kedalam kota Si ciu?" tiba tiba Bwe Leng
soat berseru. Ucapan tersebut dengan cepat menyadarkan kembali mereka berdua dari impian.
"Mari kita segera berangkat!" buru buru Ong It sin berseru.
Dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat mereka berdua berangkat menuju ke arah
kota Si ciu, tak selang berapa saat kemudian sampailah mereka didepan pintu
utara. Tapi waktu itu sudah mendekati kentongan keempat.
Ketika mereka berdua sedang menelusuri sebuah lorong kecil, tiba tiba terdengar
suara rintihan lirih berkumandang datang.
Ong It sin segera menghentikan gerakan tubuhnya dan mulai melakukan pencarian
disekeliling tempat itu. Akhirnya disuatu sudut dinding rumah mereka saksikan ada sesosok tubuh terkapar
disana. Ketika Ong It sin mencoba untuk memeriksa orang itu, dengan cepat dia berseru
tertahan. "Oooh, rupanya berada disini!"
Bwe Leng soat segera menyusul kedepan benar juga, mereka saksikan simanusia aneh
berkepala besar berambut merah itu terkapar disana tanpa berkutik.
Dengan cepat dia mengulurkan sebutir pil dan dijejalkan kemulut manusia aneh
tersebut kemudian serunya.
"Ong toako, bagaimana kalau kita bawa dia masuk kedalam kota untuk memperoleh
pengobatan?" Ong It sin segera menghela napas panjang.
"Aaai... tampaknya kita datang terlambat, terpaksa memang begitulah yang bisa
kita lakukan!" Maka Ong It sin segera membopong tubuh manusia aneh berambut merah itu.
"Ong toako, tunggu sebentar!" tiba tiba Bwe Leng soat berseru tertahan.
"Ada apa?" "Kita toh sudah tahu kalau manusia aneh Say siu jin mo terdapat dua orang, ilmu
silat mereka sama sama hebatnya, apakah kau tahu dia adalah yang asli?"
Pada mulanya Ong It sin agak sangsi, kemudian sahutnya:
"Tentu saja!" Kali ini giliran Bwe Leng soat yang tertegun, dengan cepat tanyanya lebih jauh.
"Ong toako, kau begitu yakin dengan pendapatmu apakah ada alasannya"
"Ada!" "Apa alasanny?"
"Gampang sekali, seandainya dia adalah Say siu jin mo gadungan, orang orang Ki
thian kau sudah pasti telah menolongnya pergi."
Setelah mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat menjadi berlega hati dan segera
melanjutkan perjalanannya kedepan.
Waktu itu pintu kota Si ciu sudah tertutup rapat.
Dengan gaya burung walet terbang diangkasa, Bwe Leng soat segera melayang naik
keatas dinding kota, kemudian serunya sambil menengok kebawah:
"Ong toako, perlu dibantu dengan tali?"
Rupanya dia melihat Ong It sin yang harus membopong seseorang, dia kuatir pemuda
itu tak sanggup naik keatas.
Tapi dengan cepat Ong It sin menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak usah!" tampiknya.
Ujung kakinya segera menutul permukaan tanah, dengan jurus Cian liong seng thian
(naga air naik ke langit) tubuhnya melayang tiga kaki ke udara kemudian sambil
merentangkan tangannya, seperti sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya
meluncur naik keatas dinding kota.
"Suatu ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna!" puji Bwe Leng soat dengan
perasaan kagum. "Terima kasih atas pujian nona..."
Tidak menunggu selesainya ucapan tersebut, dia sudah melewati atap rumah
penduduk dan menuju ke rumah penginapan yang telah mereka pesan.
Dengan kencang Bwe Leng soat mengikuti di belakangnya.
Setelah berada dalam ruangan mereka membaringkan tubuh manusia aneh berkepala
besar berambut merah itu diatas pembaringan.
Kebetulan sekali Say siu jin mo baru saja sadar dari pingsannya, ketika dia
membuka matanya dan menyaksikan ada sepasang suami istri tua dari dusun berdiri
dihadapannya, dengan terkejut serunya:
"Kalian suami istri berduakah yang telah meyelamatkan lohu?"
"Diluar kota sebelah utara ini kami jumpai kau tergeletak dengan menderita luka,
maka sengaja kami membawamu pulang ke rumah penginapan ini...!"
Buru buru manusia aneh berkepala besar berambut merah itu melompat bangun dari
atas ranjang, kemudian sambil menjura katanya:
"Terima kasih banyak atas budi pertolongan kalian berdua!"
Buru buru Ong It sin balas memberi hormat, sahutnya:
"Lotiang berbudi luhur dan berjiwa pendekar, kenapa harus berterima kasih" Tak
usah sungkan sungkan!"
Manusia aneh berkepala besar berambut merah itu agak tertegun, kemudian serunya:
"Kau bilang apa?"
"Aku bilang belakangan ini Kwik tayhiap seringkali berbuat amal dan suka
menolong orang dalam dunia persilatan, selama menolong orang lain apakah kau
sendiri juga membutuhkan ucapan terima kasih dari orang lain...?"
Mendengar ucapan tersebut, kakek aneh berkepala besar berambut merah itu segera
tertawa terbahak bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh... kakek tua rupanya kaupun seorang jago persilatan,
kalau tidak, kenapa bisa begitu jelas mengetahui tentang diriku?"
"Terus terang kukatakan, kami hanya bisa beberapa jurus silat kasaran saja.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagipula juga tahu kalau kau adalah Say siu jin mo Kwik Siu yang asli, bukan
begitu?" Kejut dan heran si manusia aneh berkepala besar berambut merah itu sehabis
mendengar ucapan tersebut.
"Betul!" sahutnya, "lohu memang Kwik Siu, dulu orang menyebutku sebagai Say siu
jin mo, tapi dalam sepuluh tahun belakangan ini aku sudah menyadari akan
kesalahanku di masa lalu, maka aku bertobat dan berusaha untuk menebusnya,
karena itu nama julukanku yang lamapun sudah tidak kugunakan lagi"
"Kau emmang seorang manusia yang pintar dan berjiwa besar, betul julukan Say siu
jin mo (manusia iblis berkepala singa) sudah tidak cocok lagi bagimu, tapi
julukan itu toh bisa dirubah menjadi Say siu hud sim (berkepala singa behati
Buddha)?" "Betul, aku rasa julukan tersebut memang cocok sekali untuk Kwik Tay hiap!" seru
Bwe Leng soat pula. Dengan cepat manusia aneh berkepala singa berambut merah itu goyangkan tangannya
berulang kali "Jangan, jangan begitu, dimasa lalu sepasang tangan lohu sudah penuh berlepotan
darah, tidak pantas kuterima julukan tersebut"
"Justru karena itu, julukan itu baru pantas untukmu!" kata Ong It sin lagi
dengan serius. "Atas dasar apa kau bisa berkata demikian?"
"Apakah Kwik tayhiap belum pernah mendengar orang bilang, Melepaskan golok
pembunuh, berpaling adalah daratan?"
Menyaksikan kedua orang itu sangat pandai berbicara dan dia tak mungkin bisa
menangkan kedua orang itu, maka manusia berkepala besar berambut merah itu
segera mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain ujarnya:
"Kalian suami istri berdua tentunya juga termasuk orang persilatan, dapatkah
diketahui siapa nama kalian?"
Sebenarnya Ong It sin hendak mengaku terus terang, tapi dengan cepat Bwe Leng
soat menyikutnya, kemudian berkata lebih dulu.
"Sebenarnya tiada suatu kepentingan buat kita untuk merahasiakan nama kami, akan
tetapi berhubung disekitar tempat ini adalah daerah kekuasaan musuh, lagi pula
demi lancarnya gerak gerik kami, maaf kalau nama kami belum bisa diberitahukan
pada saat ini!" Dengan perasaan kecewa Kwik Sui segera manggut manggut, katanya kemudian.
"Kalau begitu akupun tidak akan memaksa lagi!"
Mendadak Ong It sin seperti teringat akan suatu masalah, segera tanyanya.
"Kwik tayhiap, tahukah kau dimanakah letak markas besar dari perkumpulan Ki
thian kau?" Dengan cepat manusia aneh berkepala besar berambut merah itu menggelengkan
kepalanya berulang kali. Sementara itu Bwe Leng soat juga teringat akan suatu masalah yang amat penting,
dia segera berseru: "Antara Kwik tayhiap dengan Say siu jin mo ibaratnya pinang dibelah dua, kalian
berdua terlalu mirip sekali, apakah diantara kalian memiliki suatu ciri
perbedaan?" Manusia aneh berkepala besar berambut merah Kwik Sui berpikir sebentar, lalu
sahutnya: "Ada, yakni dibawah telinga kiriku terdapat sebuah lubang kecil seperti lubang
anting, sedangkan adikku tidak ada"
Dengan cepat kedua orang itu mengingat ingat ciri tersebut didalam hati
kecilnya. Kemudian Ong It sin pun mengalihkan kembali pokok pembicaraannya ke soal semula,
katanya: "Kwik tayhiap, kemana perginya nona Bwe Yau yang berhasil kau tolOng Itu?"
"Aaai... ia sudah dirampas kembali oleh gembong gembong iblis dari Ki thian kau,
bahkan aku malah terkena pula sebuah pukulan Thi pi pia jiu yang maha dahsyat
dari Hu kaucu mereka!"
"Apakah Kwik tayhiap mempunyai hubungan yang erat dengan nona Bwe Yau..." tanya
Bwe Leng soat pula. "Suhunya Seng hong tianglo adalah sobat karibku!"
"Sekarang dia sudah ditawan kembali oleh gembong gembong iblis tersebut, apa
rencanamu untuk menyelamatkan dirinya?"
Manusia aneh berambut merah itu menundukkan kepalanya dan menghela napas
panjang: "Aaai... sekarang aku masih belum punya rencana apa apa, tapi aku pasti akan
berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk menyelamatkan dirinya"
Berbicara sampai disitu, diapun lantas berpamitan.
Sepeninggal Kwik Sui, Bwe Leng soat juga kembali ke dalam kamarnya sendiri untuk
beristirahat. Keesokan harinya, dalam kota Si ciu mendadak kebanjiran lelaki berbaju merah
darah Bahkan setiap orang yang berbaju aneh atau mencurigakan diawasi dengan ketat,
malahan ada pula yang diperiksa.
Konon entah perbuatan siapa, disetiap sudut kota telah ditempeli surat
pengumuman yang membeberkan kejahatan yang dilakukan Ki thian kau, malah
menantang kaucu dari perkumpulan itu untuk bertarung besok pagi di tanah lapang
dengan pagoda Cui ang teng.
Sehabis membaca pengumuman tersebut, Ong It sin menjadi sangat kuatir, katanya:
"Tak kusangka cianpwe tersebut bisa mengambil keputusan untuk berbuat demikian
karena ingin cepat cepat menolong orang aku sangat kuatirkan keselamatan
jiwanya!" "Maksud Ong toako, kau hendak membalas budi kepada Say siu Hud sim...?" tanya
Bwe Leng soat dengan suara dalam.
"Benar, sudah berulang kali dia menolong jiwaku, sekarang aku tahu dia terancam
bahaya, mana boleh aku cuma berpeluk tangan belaka?"
"Kalau begitu, kita perlu mengadakan kontak lebih dulu dengan Coa toako kemudian
baru menentukan tindakan selanjutnya, bagaimana?"
"Baiklah!" sahut Ong It sin setelah berpikir sebentar.
Kemudian bersama Bwe Leng soat berangkatlah kedua orang itu meninggalkan rumah
penginapan. Setelah melewati sebuah jalan raya, mereka belok ke dalam sebuah lorong yang
sepi dan akhirnya berhenti didepan sebuah gedung yang berpintu gerbang warna
merah. "Apakah tempat ini adalah gedung keluarga Kang?" pemuda itu lantas menegur.
"Benar!" jawab penjaga pintu, siapa yang hendak kalian cari?"
"Tolong sampaikan kepada tuan rumah, bilang saja Ong It sin datang berkunjung"
Penjaga pintu itu segera masuk ke dalam pintu, kemudian katanya kepada seorang
lelaki yang lian: "Mana mungkin majikan kita bisa kenal dengan orang dusun seperti itu, cuma aku
harus melaporkan ke dalam, sebelum aku kembali ke sini, jangan biarkan mereka
masuk kedalam. Jelas si penjaga pintu ini mengira ada famili majikannya yang miskin datang
untuk berhutang duwit. Lelaki yang lain segera mengiakan, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berdiri
disamping pintu gerbang sambil berjaga jaga. Tampaknya sebelum ada ijin dari
majikannya, tak nanti dia biarkan tamunya untuk masuk kedalam.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang lalu
muncullah dua orang. Yang paling depan adalah seorang kakek, dia adalah Kang wangwe majikan gedung
itu. Begitu sampai didepan pintu Kang wangwe segera menjura dalam dalam sambil
berkata. "Oooh... rupanya Ong tayhiap dan Bwe lihiap telah datang, bila Kang Tangliu
terlambat menyambut kedatangan kalian berdua, harap suka dimaafkan!"
Ketika Ong It sin mendongakkan kepalanya maka tampaklah Kang wangwe ini bertubuh
kekar bermata tajam beralis mata panjang dan berjenggot sedada, kalau dulu
disebut Yu liong (naga sakti yang suka keliatan) Kang Tang liu maka tak salah
lagi. Buru buru Ong It sin dan Bwe Leng soat balas memberi hormat.
"Kang tayhiap tak usah sungkan sungkan!"
Sembar berkata mereka lantas melangkah masuk kedalam ruangan.
Kejadian yang berlangsung didepan mata ini, kontan saja membuat kedua orang
penjaga pintu itu menjadi tertegun dan berdiri termangu mangu...
Tanpa terasa mereka berpikir:
"Untung saja aku tidak berbuat dosa atau kesalahan apa apa terhadap dua orang
desa itu, kalau tidak, bisa jadi majikan bisa marah marah besar...!"
Sementara itu Ong It sin berdua sudah tiba dalam ruang tamu dan masing masing
mengambil tempat duduk. Malah kemudian nyonya rumah serta putra putri merekapun ikut bermunculan untuk
berjumpa dengan sepasang pendekar muda mudi yang amat dikagumi itu.
Siapa tahu setelah dilihatnya kedua orang itu cuma kakek dan nenek desa, si nona
baju merah itu segera mencibirkan bibir, kepada kakaknya yang berada disisinya
dia lantas berbisik: "Pasti paman Coa menipu kita berdua!"
"Huuss, jangan sembarangan bicara" tegur pemuda itu lirih, "mana mungkin paman
Coa membohongi orang, siapa tahu kalau mereka sedang menyaru dan sengaja menutup
wajah aslinya sendiri?"
Tampaknya gadis itu, putri Kang Tang liu yang bernama Kang Pek po ini belum mau
juga percaya, dia lantas berpaling ke arah Sin heng tay poo sambil bisiknya:
"Paman Tay, engkoh Tiang hong bilang Ong tayhiap dan nona Bwe sedang menyamar
benarkah itu?" "Tentu saja benar!" jawab Sin heng tay poo Tay Lip dengan cepat, "mereka adalah
sepasang sejoli yang paling cantik dan tampan didunia dewasa ini"
"Kenapa mereka tidak memperlihatkan wajah aslinya?"
"Sebab mereka harus menghindari mata-mata dari perkumpulan Ki thian kau!"
Dalam pada itu Coa tayhiap sedang bertanya:
"Ong lote, sedari kapan kalian tiba dikota Si ciu ini?"
"Kemarin malam!"
"Mengapa kalian tidak langsung mengadakan kontak kemari?"
"Sebab kita sudah menjumpai suatu kejadian yang sama sekali diluar dugaan"
"Kejadian apa?"
"Murid Seng hong tianglo yang bernama Bwe Yau telah ditangkap orang orang Ki
thian kau!" Mendengar ucapan tersebut, semua orang menjadi amat terperanjat.
"Kenapa kalian tidak turun tangan untuk menolongnya?" tanya Coa Thian tam cepat.
"Sebab waktu itu sudah ada orang lain yang menolongnya"
"Siapa?" "Say siu jin mo!"
"Hei, bukankah bajingan itu sudah berkomplot dengan pihak perkumpulan Ki thian
kau...?" seru To Hu hiong yang selama ini membungkam secara tiba tiba.
"Bukan, Say siu jin mo yang berkomplot dengan pihak Ki thian kau itu adalah Say
siu jin mo gadungan" seru Bwe Leng soat.
Mendengar ucapan tersebut, dengan rasa tercengang Kang Tang liu lantas berseru:
"Kalau menurut pembicaraan nona, bukankah dalam dunia persilatan terdapat dua
orang Say siu jin mo?"
"Betul, dan semalam kami telah bertemu dengan mereka berdua!"
Secara ringkas Bwe Leng soat lantas menceritakan semua yang dialaminya semalam.
Seusai mendengar laporan tersebut, Kang Tang liu lantas berseru.
"Tak heran kalau hari ini ditemukan surat selembaran yang menantang Ki thian
untuk bertarung, rupanya beginilah jalan ceritanya..."
"Seandainya benar benar terjdi pertarungan" kata Sin heng tay poo Tay Lip, "bisa
jadi Say siu hud sim yang bakal menderita kerugian besar bisa jadi selembar
nyawanya juga akan turut berkorban"
"Kalau memang begitu kita musti memberi bantuan" seru Kang Tang liu dengan
cepat. Tapi Coa Thian tam tidak setuju, katanya.
"Saudara Kang sudah lama mengundurkan diri dari dunia persilatan, disinipun ada
anak istri, lebih baik kau jangan turut didalam perguruan ini"
"Demi menyelamatkan seorang enghiong besar yang berani bertobat dan kembali
kejalan yang benar, sekalipun harus mengorbankan seluruh keluarga juga tak
mengapa" Kegagahan ini segera memancing perasaan kagum dari setiap orang yang hadir
disana. Ong It sin lantas berkata.
"Orangnya memang pantas ditolong, tapi kita bisa menolongnya secara diam diam"
Begitu keputusan diambil, semua orang lantas berunding untuk menyusun rencana.
"Bagaimanapun juga tempat berlangsungnya pertempuran itu toh tanah lapang
dibawah pagoda Cui ang lo" kata Sin heng tay poo, setiap orang boleh kesitu
dengan bebas, asal sebelumnya kita menyaru dulu sebagai penjaja makanan,
kemudian bila berhasil segera mengundurkan diri, aku rasa mereka juga tak bisa
berbuat apa apa kepada kita"
Usul ini dengan cepat mendapat sambutan dari semua orang.
ooodxwooo Pagoda Cui ang teng terletak disebelah barat daya kota Si Ciu.
Hari ini, sedari pagi hari sudah banyak penjaja makanan kecil yang berkumpul di
sekitar tempat itu. Ketika penduduk kota mendengar kalau disitu ada keramaian, laki perempuan tua
muda berbondong bondong datang kesana untuk melihat keramaian.
Mendekati tengah hari, dari empat arah delapan penjuru bermunculan beratus ratus
orang lelaki berbaju merah yang segera menyebarkan diri dan mengawasi tanah
lapang dibawah pagoda Cui ang teng tersebut.
Rumah makan disekita tempat itu boleh dibilang semuanya telah penuh berisi tamu
hanya tanah lapang dibagian tengah saja yang kosong melompong.
Sepanjang lapangan tersebut para penjaja makanan kecil berjalan hilir mudik
menjajakan barang ditangannya.
Dekat sebelah timur, tampak sepasang suami istri tua dari dusun yang sedang
menjajakan sekeranjang jeruk manis.
Disebelah selatan berdiri seorang lelaki kekar yang menjual arak.
Disebelah barat tampak seorang kakek yang bersama sama dengan banyak penjaja
lainnya menjual kwaci dan kacang.
Sedangkan disebelah utara terlihat seorang kakek penjual wedang ronde.
Lambat laun orang yang berkunjng ditempat itu makin lama semakin banyak, di
tengah tanah lapang pun sudah mulai muncul jagoan jagoan berpakaian ringkas.
Tiba tiba terdengar suara derap kaki kuda yang ramai sekali berkumandang dari
atas sebuah jalan bukit, kemudian muncullah belasan ekor kuda dan sebuah kereta
kuda. Penunggang penunggang kuda itu semuanya memakai baju berwarna merah darah,
dipunggungnya menyoren aneka macam senjata tajam sementara pada bahu mereka
masing masing tampak tiga kuntum sulaman bunga Tho sebagai lambang.
Dalam waktu singkat mereka sudah tiba ditengah tanah lapang.
Dari balik sebuah kereta kuda yang antik muncullah seorang pemuda tampan yang
bermata elang dan beralis tebal.
Rupanya lelaki itu adalah pemimpin dari semua rombongan tersebut.
Usia baru dua puluh dua tiga tahunan, tapi dengan usia semuda itu justru menjadi
wakil pemimpin dari sebuah perkumpulan besar, tak heran semua orang memandang ke
arahnya dengan perasaan kaget dan tercengang.
Ooo)O(ooO Suasana bertambah gempar lagi setelah mereka menjumpai Tee leng kun, Say siu jin
mo dan Tee lwe siang mo juga berada dalam rombongan tersebut, padahal keempat
orang itu merupakan pentolan golongan hek to yang paling disegani banyak orang.
Dari sini semakin terbukti sudah kalau pemuda tersebut tentu memiliki ilmu silat
yang maha dashyat, kalau tidak bagaimana mungkin kawanan iblis tersebut bersedia
menjadi anak buahnya"
Kang Tang liu yang waktu itu sedang duduk didekat jendela sebuah rumah makan
diam diam lantas berpikir:
"Aaai... siapa yang menyangka kalau dia adalah putranya Bwe hoa kiam kek?"
Dalam pada itu Sangkoan Bu cing dibawah perlindungan kawanan iblis lainnya pelan
pelan menuju ke tengah lapangan, sesudah mendeham, katanya dengan lantang:
"Say siu jin mo, kalau kau memang bernyali untuk menantang perkumpulan kami!
mengapa masih main sembunyi semacam cucu kura kura" Hayo segera tunjukkan
wajahmu!" Baru selesai dia berseru, dari atas pagoda Cui ang teng segera kedengaran
seseorang berseru: "Sudah semenjak tadi lohu menunggu di sini... siapa suruh kau punya mata tak
berbiji" Menyusul kemudian, tampak sesosok bayangan merah meluncur masuk ke tengah arena.
Menyaksikan gerakan tubuh musuhnya yang enteng dan tak bersuara itu, sadarlah
Sangkoan Bu cing kalau luka yang dideritanya sudah sembuh, diam diam ia
menggerutu
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sialan kenapa begitu cepat bajingan ini sudah pulih kembali kesehatan badannya"
Apakah tenaga dalamnya sudah mencapai puncak kesempurnaan...?"
Baru saja dia berpikir sampai disitu kakek berambut merah berkepala besar itu
sudah melihat kelima kuntum bunga tho diatas bahunya itu dengan suara dingin dia
lantas berseru. "Agaknya kau adalah Hu kaucu dari perkumpulan Ki thian kau, mengapa tidak kau
sebutkan siapa namamu?"
"Aku she Sangkoan bernama Bu cing. Setelah kejadian semalam, seharusnya kau
sudah tahu sampai dimanakah kelihayanku, mengapa kau musti lakukan hal hal
semacam ini" Kau toh mengerti juga kalau pertarungan ini tak akan menguntungkan
pihakmu" Apakah kau sudah bosan hidup di dunia ini...?"
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi.
"Ketahuilah, semalam aku sengaja mengampuni selembar jiwamu, bukan dikarenakan
aku berbelas kasihan kepadamu"
"Lantas karena apa?"
"Karena memandang diatas wajah adikmu!"
Kakek berkepala besar berambut merah itu menjadi gusar sekali segera bentaknya.
"Aku tidak punya saudara macam dia itu andai kata dia benar benar adalah
saudaraku, tak nanti dia akan membantu kaum laknat untuk menculik anak gadis
itu!" Ketika mendengar rahasianya terbongkar setebal tebalnya wajah Sangkoan Bu cing
tak urung berubah juga menjadi merah padam, bentaknya keras keras.
"Omong kosong, nona Bwe Yau adalah calon istriku apakah kini termasuk menculik
anak gadis orang?" "Kalau kau memang berbicara jujur, kenapa tidak suruh dia keluar dan mengakui
sendiri didepan orang banyak?"
Sangkoan Bu cing tertawa dingin tiada hentinya
"Heeehhh..., heeehh... heeehhh aku punya bukti punya saksi buat apa kau musti
mencampurinya?" ^^dw^^ Jilid 24 "SIAPA yang menjadi saksimu" Suruh dia tampil kedepan!"
Sangkoan Bu cing segera memberi tanda kepada Hong liu kua hu dan Lau Hui.
Dengan cepat kedua orang itu menampilkan diri dari barisan.
Dengan suara lantang Hong liu kua hu segera berseru...
"Perkawinan ini akulah yang mengikatkan pada tiga tahun berselang..."
"Aku adalah suheng dari gadis itu, dan membuktikan kalau ucapan itu tidak
bohong" sambung Lau Hui.
Kakek berkepala besar berambut merah itu tidak menyangka kalau musuhnya selicik
itu dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau anggap aku tidak tahu kalau kalian sedang
bermain sandiwara" Lihat serangan!"
Begitu bentakan keras bergema, sepasang telapak tangannya segera diayunkan
kedepan menghajar tubuh Sangkoan Bu cing.
Didalam melancarkan serangannya kali ini, Kakek berambut merah itu telah
sertakan tenaga dalamnya yang paling hebat, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya
ancaman tersebut. Sangkoan Bucing tak berani menyambut serangan itu dengan keras lawan keras,
dengan cepat dia berkelit kesamping untuk menghindarkan diri...
Angin pukulan yang dahsyat tersebut dengan cepat meluncur kedepan dan menghantam
deretan pohon waru yang tumbuh disisi arena, dalam waktu singkat berapa batang
diantaranya segera roboh keatas tanah dengan menimbulkan suara keras.
Akan tetapi Sangkoan Bucing sama sekali tidak tampak takut atau jeri, malah
katanya dengan dingin: "Kwik Sui, aku tahu kalau kau tak lebih cuma sahabatnya Seng hong tianglo,
apalah gunanya musti menjual nyawamu baginya?"
"Sekalipun lohu tidak kenal dengan Seng hong tianglo, aku juga tak akan
membiarkan kalian berbuat semena mena ditempat ini!"
Sangkoan Bu cing segera tertawa sinis.
"Hmmm! Jangan kau anggap ilmu pukulan Kiu thian to suo sinkangmu itu bisa
menakutkan diriku" ejeknya sinis.
Kakek berambut merah itu menjadi geram sekali, bentaknya dengan penuh kegusaran.
"Kalau kau memang merasa punya keberanian, jangan cuma bicara melulu, hayo
sambut seranganku ini!"
"Hmm, kau masih belum pantas untuk bertarung melawan diriku, tapi kalau kau
bersikeras ingin bertarung juga denganku, sambutlah dulu serangan dari keempat
orang huhoatku ini" Pelan pelan kakek berkepala besar berambut merah itu mengalihkan sinar matanya
memperhatikan sekejap wajah Tee leng kun, Say siu jin mo dan Tee lwe siang mo,
kemudian katanya. "Kau hendak menyuruh mereka bertarung secara bergilir, ataukah hendak maju
bersama?" "Jangan sombong dulu, bila kau betul betul punya kepandaian, semalam kau tak
bakal terluka!" Tee leng kun yang pertama kali merasa tidak puas, tiba tiba teriaknya dengan
lantang: "Lohu yang akan bertarung denganmu paling dulu!"
Selesai berkata dia lantas melompat masuk ketengah arena.
Kakek berkepala besar berambut merah itu tertawa seram.
"Silahkan!" serunya.
Sekalipun mulutnya berkata demikian, tubuhnya tetap berdiri tak berkutik
ditempat semula, sementara sepasang matanya memandang keangkasa dengan sikap
yang sangat angkuh. Tee leng kun segera berkelebat kedepan dan bergerak mengitari disekeliling tubuh
kakek berkepala besar berambut merah itu, tampaknya dia sedang mencari
kesempatan untuk melancarkan sebuah serangan yang mematikan.
Kakek berambut merah itu masih tetap berdiri tegak sekokoh batu karang sementara
sepasang matanya kini mulai dialihkan ke tubuh lawan dan mengawasi semua gerak
geriknya. Mendadak Tee leng kun membentak keras.
Dengan tenaga Kiu yu hian sat kang andalannya dia lepaskan serangan dahsyat ke
depan. Dalam sekejap mata dia telah melepaskan sembilan buah tendangan dan tiga belas
buah pukulan berantai. Semua serangan dan tendangannya dilancarkan dengan jurus serangan yang ganas dan
dahsyat, pada hakekatnya seluruh angkasa bagaikan diliputi oleh lapisan hawa
pukulan yang mengerikan. Si kakek berambut merah itu sama sekali tidak gentar menghadapi serangan semacam
itu, dengan enteng dan mudahnya dia berhasil memunahkan semua ancaman tersebut.
Tee leng kun berulang kali melancarkan kembali serangan serangan mautnya, akan
tetapi usaha tersebut selalu gagal dan tidak menghasilkan apa apa, sadarlah dia
bahwa musuhnya ini memang luar biasa lihaynya...
Mendadak Tee leng kun menyaksikan kakek berambut merah itu tertawa dingin, hawa
napsu membunuh memancar keluar dari wajahnya, sadarlah dia kalau keadaan bakal
runyam. Tidak menanti musuh melancarkan serangan yang mematikan dia sudah menjatuhkan
diri terguling diatas tanah.
Kendatipun cukup cepat dia menghindarkan diri, toh tubuhnya tersapu juga oleh
pukulan dahsyat itu sehingga mendengus tertahan dan muntah darah segar.
Agaknya luka dalam yang diderita Tee leng kun tidak ringan, buktinya untuk
beberapa saat lamanya dia tak sanggup untuk merangkak bangun dari atas tanah.
Ketika Tee lwe siang mo menyaksikan rekannya sudah terluka, mereka segera
membentak keras, tubuhnya menerjang bersama kedepan, sementara keempat buah
telapak tangannya diayunkan berbareng.
"Lihat serangan kami berdua!" bentaknya.
"Bagus sekali!" seru kakek berambut merah itu nyaring.
Dengan jurus Lau yan hun hui (burung walet terbang berpisah) secara bersama dia
sambut datangnya ancaman dari kedua orang itu.
Dalam waktu singkat suatu pertarungan sengit yang mengerikan segera berkobar.
Walaupun Tee lwee siang mo harus dua lawan satu, ternyata mereka tidak berhasil
mendapatkan keuntungan apa apa, lama kelamaan mereka segera merasa malu dan
kehilangan muka. Dengan suara keras Tau Chin berseru.
"Loji, kita jangan beri kesempatan kepada tua bangka ini untuk memainkan siasat
liciknya" "Jangan kuatir toako aku akan mengimbangi setiap serangan yang kau lepaskan!"
Dalam tanya jawab tersebut, Tau Chin dan Tau Chu telah bersiap siap untuk
melakukan pengerubutan yang lebih seksama.
Masing masing lantas menghimpun tenaga dalam yang dimilikinya, kemudian didorong
kekiri dan kekanan angin pukulan yang maha dahsyat segera menyambar kemuka
dengan kehebatan luar biasa.
Kemanapun kakek berkepala besar berambut merah itu berusaha untuk menghindarkan
diri, sulit juga buatnya untuk menghindar dari ancaman tersebut.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia tak sempat untuk berpikir lebih panjang
lagi, dengan jurus Lip ki lam pak (membendung utara selatan) tangan kirinya
menahan serangan dari Tau Chin sementara tangan kanannya pada saat yang
bersamaan menyambut pula datangnya ancaman dari Tau Chin...
Empat buah telapak tangan segera saling melekat satu sama lainnya dengan
kencang... Dalam sekejap mata saja, kakek berkepala besar berambut merah itu sudah terdesak
hebat dan berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.
Berbicara soal ilmu silat, ia masih jauh lebih hebat daripada empat iblis yang
manapun, tapi jika ingin meraih kemenangan lewat tenaga dalam, dia yakin kalau
dirinya masih mampu untuk mengatasi keadaan tersebut.
Akan tetapi saat itu dia sudah berada dalam keadaan terdesak, ibaratnya
menunggang punggung harimau, mau turun tak bisa, tetap ditempatpun sungkan,
terpaksa ia harus melakukan perlawanan sekuat tenaga.
Kakek berkepala besar berambut merah itu merasakan aliran hawa murni dari
musuhnya yang menyerang kedalam badannya begitu kuat, dahsyat dan mampu
menghancurkan segala macam benda, dia tahu sedikit kurang waspada niscaya isi
perutnya akan hancur berantakan.
Mula mula dia masih mampu untuk mempertahankan diri, tapi selewatnya setengah
jam kemudian, kakek berkepala besar berambut merah itu semakin terdesak hebat.
Mukanya telah berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus, peluh sebesar
kacang bercucuran dengan derasya membasahi seluruh badan, mula pertama telapak
tangan kirinya yang kena terdesak mundur, menyusul telapak tangan kanannya turut
terdesak hebat. Dua bersaudara Tau sendiri meski pucat pias wajahnya tapi sekulum senyuman
menghiasi bibirnya, itulah senyuman kemenangan.
Tiba tiba terdengar Sangkoan Bu cing berseru dengan lantang.
"Kwik tayhiap, kita sama sama berasal dari golongan hitam, sepantasnya jika kita
berdiri di satu aliran yang sama apalah gunanya saling bunuh membunuh sesama
rekan" Orang lain yang bakal tertawa melihat perbuatan kita ini"
Kakek berkepala besar berambut merah itu tetap membungkam dalam seribu bahasa,
ia sama sekali tidak menggubris seruan itu.
Sangkoan Bu cing termenung dan berpikir sebentar, kemudian serunya lagi:
"Aku merasa kagum sekali dengan kepandaian silat yang kau miliki itu, seandainya
kau bersedia takluk kepada perkumpulan kami, akan kumohonkan kepada kaucu untuk
mengangkat dirimu menjadi Hu kaucu kedua"
Oleh karena wakil ketuanya sedang melakukan pembicaraan, dua bersaudara Tau
segera menarik kembali tenaga masing masing dengan dua bagian...
Merasakan tekanannya berkurang banyak, kakek berkepala besar berambut merah itu
segera mendengus: "Kentut busuk!" serunya, "setelah aku bertobat dan kembali ke jalan yang benar,
tak nanti aku sudi menolong kaum laknat untuk melakukan kejahatan lagi"
"Sekarang, nyawamu sudah berada ditanganku mengingat adikmu juga telah berbakti
kepada perkumpulan kami lagi pula sudah banyak berjasa, aku bersedia untuk
mengampuni selembar jiwamu"
Manusia aneh berkepala besar berambut merah itu segera tertawa dingin dengan
seramnya. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tahun ini lohu telah berusia sembilan puluh
tahun, soal mati bagiku sudah bukan merupakan suatu ancaman lagi"
Sikap maupun cara berbicaranya makin lama semakin keras.
Sangkoan Bu cing berpikir sebentar, lalu ujarnya:
"Apakah kau bersikeras hendak membawa pula nona Bwe Yau?"
"Tentu saja!" jawab kakek berambut merah itu tegas, "kalau tidak, aku tak ada
muka untuk berjumpa dengan Seng hong tianglo!"
Dengan kening berkerut Sangkoan Bu cing termenung sebentar, lalu satu ingatan
cerdik melintas dalam benaknya, dia lantas berpikir
"Kenapa aku tidak berniat untuk membohonginya?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata dengan suara yang lebih lembut:
"Aku tahu kalau kau berjiwa seorang ksatria, kesetia kawananmu sungguh membuat
aku merasa amat terharu, andaikata aku bersikeras terus, sudah pasti keadaan
akan semakin bertambah runyam"
Sesudah berhenti sebentar, lanjutnya:
"Begini saja! Sekarang nona Bwe Yau sedang menerima pelayanan yang baik sekali
dalam perkumpulan kami, dia akan mengikat tali perkawinan denganku, lebih baik
kau secara langsung tanyakan sendiri kepadanya apa hal ini benar atau tidak.
"Andaikata ia enggan kawin denganku, silahkan kau membawanya pergi sebaliknya
jika dia tidak mempunyai usul lain, aku harap Kwik tayhiap juga jangan merusak
tali perkawinan kami ini"
Mendengar perkataan itu, sikakek berambut merah itu segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... bocah iblis ingusan kau anggap bujuk rayumu itu sanggup
untuk membohongi diriku" Jangan dibilang kau memang tiada ikatan perkawinan
dengan Bwe Yau, akupun tahu kalau kau tidak berniat sungguh hati, kau anggap
lohu gampang kau tipu" Haahh... haaahhh... haaahhh..."
Gelak tertawanya keras dan memekikkan telinga.
Ketika dilihatnya kakek berambut merah itu enggan masuk perangkap, dari balik
matanya segera memancar keluar cahaya tajam yang menggidikkan hati kepada Tee
lwe siang mo serunya: "Kalian tak usah ragu ragu lagi!"
Setelah menerima perintah dua bersaudara Tau juga tak ragu lagi, serentak mereka
kerahkan tenaganya semakin besar.
oodooxOxowooo Selama pembicaraan berlangsung tadi, sebenarnya si kakek berkepala besar
berambut merah itu sudah berusaha untuk mengatur pernapasan, tapi sayang tenaga
yang bisa dipulihkan kembali terbatas sekali, bagaimana mungkin ia sanggup
mempertahankan diri"
Tampaknya sebentar lagi dia bakal tewas di ujung telapak tangan Tee lwe siang
mo... Mendadak seorang kakek dusun yang berdiri di sebelah timur lapangan menuding
ketengah arena sambil berseru:
"Siapa yang mau membeli jeruk" Kau?"
Dengan jari tangannya ia menuding kedepan, tapi tak seorangpun yang menjawab.
Akan tetapi pada saat itulah, sepasang iblis dari keluarga Tau yang sedang
menghimpun tenaga di arena, mendadak merasakan jalan darah Ki bun hiat dibawah
iganya menjadi kesemutan, tenaga dalamnya kontan saja menggulung balik.
Tak kuasa lagi ia menjerit keras, tubuhnya terpental sejauh tujuh jengkal lebih
dan roboh terduduk diatas tanah.
Atas terjadinya peristiwa ini, bukan saja kawanan iblis itu menjadi terperanjat,
bahkan sikakek berkepala besar berambut merah pun turut dibuat tertegun dan
tidak habis mengerti. Tapi dia tidak menyia nyiakan kesempatan itu dengan begitu saja, sambil
meloloskan senjatanya dan menuding ke arah Sangkoan Bu cing, serunya:
"Anakan iblis, sekarang apakah kau masih ingin menyembunyikan dirimu terus macam
anak kura kura?" Sangkoan Bu cing menjadi naik darah setelah mendengar makian tersebut, diapun
tertawa seram. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh kau ingin mampus" Itu mah tidak sukar!"
Pelan pelan, selangkah demi selangkah dia berjalan mendekati kakek berkepala
besar berambut merah itu.
Setiap langkah dia maju kedepan, sebuah bekas telapak kaki yang dalamnya
mencapai setengah depa tertera diatas tanah.
Menyaksikan kesemuanya itu, paras muka semua orang berubah hebat, agaknya mereka
dibuat terperanjat sekali oleh kehebatan lawannya itu.
Sementara itu si perempuan tua yang berada di lapangan sebelah timur telah maju
ke tengah arena dengan langkah cepat.
Ketika dilihatnya Sangkoan Bu cing telah meloloskan pedangnya siap turun tangan,
perempuan tua itu segera berseru dengan lantang.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hu kaucu, tunggu sebentar!"
Sangkoan Bu cing segera mengerutkan dahinya ketika dilihatnya perempuan tua itu
meski berbaju compang camping tapi suara pembicaraannya sangat nyaring.
"Hei nenek tua, kau yang sedang memanggilku?" tegurnya.
"Betul, memang aku!"
Sangkoan Bu cing tahu perempuan itu jelas bukan sembarangan tapi dia yang selalu
berwatak angkuh dan tinggi hati tak pernah memandang sebelah matapun terhadap
orang lain. Maka sambil tertawa seram ejeknya.
"Manusia semacam kau masih belum pantas untuk menghadapi pertemuan seperti ini"
"Berbicara soal ilmu silat, mungkin saja kemampuan dari aku sinenek belum dapat
mengimbangimu, tapi berbicara soal peraturan dunia persilatan sekalipun seorang
bocah cilik berusia tiga tahun juga berani berbicara secara terang terangan,
kenapa aku musti takut kepadamu?"
Sesungguhnya Sangkoan Bu cing sudah siap mendamprat perempuan tua itu ketika
didengarnya ucapan dari sinenek sangat tajam, tapi ketika dilihatnya kakek
berkepala besar berambut merah itu segera menunjukkan sikap menaruh hormat
setelah melihat kemunculan siperempuan tua itu satu ingatan segera melintas
didalam benaknya. "Hai, nenek! Aku pikir, kau tentulah seorang jago persilatan juga mengapa tidak
kau sebutkan siapa namamu?"
"Tidak perlu!" jawab nenek itu sinis.
Agak keder juga Sangkoan Bu cing oleh sikap lawannya yang berwibawa itu, diapun
lantas bertanya. "Apa yang hendak kau katakan kepadaku?"
"Jika kau seorang enghiong, sepantasnya kalau memberi waktu istirahat buat Kwik
tayhiap sebelum melanjutkan kembali dengan suatu pertempuran..."
"Aku mah tidak mempunyai kebebasan jiwa seperti itu!" kata Sangkoan Bu cing
dingin. "Kau musti tahu secara beruntun Kwik tayhiap sudah bertempur melawan tiga orang
baginya jelas hal ini bukan suatu yang adil"
"Huuhh, kau mah bukan suaminya, kenapa musti mengunjukkan diri untuk membelai
dirinya?" sindir Sangkoan Bu cing.
"Manusia kurang ajar, kau berani mengejek aku siorang tua?"
Sangkoan Bu cing tertawa dingin tiada hentinya, kepada lelaki lelaki berbaju
merah yang berada disekelilingnya dia berkata:
"Aku hendak bertarung melawan Kwik Sui si tua bangka itu, nenek gila ini
kuserahkan untuk kalian semua!"
Begitu perintah tersebut diturunkan serentak kawanan jago dari Ki thian kau yang
berada disekeliling lapangan mengiakan dengan suara keras.
Sangkoan Bu cing segera menggetarkan pedangnya dan menciptakan bunga bunga
pedang yang segera menyelimuti seluruh angkasa, kemudian dengan kecepatan yang
luar biasa membacok ke tubuh kakek berkepala besar berambut merah itu.
Kwik Sui segera menangkis dengan golok tipisnya, dengan cepat dia merasakan
lengannya menjadi kaku, linu dan kesemutan.
Sekarang dia baru tahu, apa sebabnya Bwe Leng soat yang menyaru sebagai nenek
tua amat menguatirkan keselamatan dirinya
Sementara itu tubuhnya sudah kena digetarkan sehingga mundur kebelakang berulang
kali. Tapi kakek berkepala besar berambut merah itu sama sekali tidak gentar sambil
membentak keras dia maju sambil membacok dengan sekuat tenaga.
Jurus serangan yang digunakan benar benar lihay sekali.
Melihat kejadian itu, Sangkoan Bu cing segera berpikir:
"Untuk membunuh tua bangka celaka ini terpaksa aku harus menggunakan ilmu pedang
Hu si kiam hoat!" Tanpa terasa dia melancarkan serangan dengan jurus An im hu hiang (bunga harum
di balik kegelapan) Liok ah jut hong (putih hijau baru mekar) dan Lok ing peng
hun (jagoan perguruan) tiga buah jurus berantai.
Dengan cepat si kakek berambut merah itu melompat kesamping sambil menegur.
"Apa hubunganmu dengan Bwe hoa kiam kek Sangkoan Bu cing"
Ternyata ia berhasil menebak asal usul lawannya dari permainan itu
Dengan acuh tak acuh sahut Sangkoan Bu cing:
"Dia adalah bapakku, aku sendiri bernama Sangkoan Bu cing, memangnya kau kenal
dengan dia?" "Tidak kusangka kegagahan dan kebajikan Sangkoan tayhiap rusak dan musnah
ditangan seorang anak durhaka macam kau..." seru kakek itu lagi dengan gusar.
"Huuuh, apanya yang hebat dengan tua bangka yang tidak mampus mampus itu" Dia
cuma bernama kosong belaka. Pokoknya suatu hari aku pasti akan membalas atas
keserakahannya mengangkangi sendiri buah Lo han ko tersebut..."
Mendengar ucapan tersebut si kakek berambut merah itu menjadi sangat geram,
serunya. "Sangkoan Bu cing, kau memang seorang manusia durhaka yang tak bisa dibiarkan
hidup, lohu tak akan mengampuni jiwamu!"
"Haaahh... haaahh... haaahh... untuk menjaga diri saja tak mampu, apakah kau
tidak takut ada geledek yang akan menyambar putus lidahmu?"
Kakek berambut merah itu tidak banyak berbicara lagi, goloknya segera digetarkan
menciptakan serentetan cahaya perak yang berkilauan, kemudian dengan garangnya
membacok, menebas dan menusuk dengan penuh bertenaga.
Sangkoan Bu cing mendengus dingin dengan seramnya ia tertawa dingin, kemudian
berkata: "Tua bangka sialan, aku hendak menghabisi nyawamu dalam tiga gebrakan mendatang"
Serentetan cahaya pedang yang berwarna hijau segera memancar keempat penjuru,
kemudian secepat kilat mengurung seluruh badan kakek berambut merah itu.
Bukan saja jurus serangannya aneh dan ganas, lagipula kekuatannya luar biasa
sekali. Belum lagi ia sempat melihat jelas datangnya tusukan pedang lawan, tahu tahu
ancaman tersebut sudah berada didepan mata.
Terkesiap sekali kakek berambut merah itu menghadapi kelihayan lawannya ini.
Tidak sedikit ilmu pedang yang pernah ia jumpai dalam dunia persilatan dewasa
ini tapi belum pernah dia jumpai gerak serangan yang begini aneh dari Sangkoan
Bu cing. Sementara ia masih terkesiap bercampur kaget, tahu tahu badannya sudah kena
tersambar pedang lawan sehingga muncul sebuah mulut luka sepanjang beberapa
depa, darah segera segera bercucuran membasahi seluruh badannya.
Begitu berhasil dengan serangannya, rasa percaya pada diri sendiri makin tebal
dihati Sangkoan Bu cing, sindirnya kemudian dengan sinis.
"Tua bangka, ucapanku tidak salah bukan?"
Kakek berambut merah itu sama sekali tidak ambil peduli terhadap mulut luka yang
dideritanya itu sambil meraung keras serunya.
"Tak usah banyak berbicara, kita lihat dulu siapa yang bakal menangkan
pertarungan ini nanti"
"Asal kau masih bisa bertahan dua gebrakan lagi, aku segera akan melepaskan
sebuah jalan hidup untukmu..."
Kakek berambut merah itu menggerakkan pedangnya menciptakan selapis cahaya tajam
yang menyilaukan mata, menyusul kemudian terdengar suara senjata tajam yang
bergema tiada hentinya. Dalam anggapan semua orang, dengan jurus serangan yang dipergunakan kakek
berambut merah itu, dia pasti dapat berhasil meraih kemenangan.
Siapa tahu Sangkoan Bu cing melangkah ke samping untuk menghindarkan diri,
kemudian sambil membalikkan badannya melancarkan sebuah tebasan kilat.
Serentetan cahaya merah yang menyilaukan mata langsung menembusi lapisan cahaya
tajam dan menembusi tengah kepungan.
Diam diam kakek berambut merah itu merasakan gelagat yang tidak baik sebelum
pedang tersebut menempel diatas badan, dia buru buru menarik perutnya kedalam,
kemudian tanpa menggeserkan badannya dia menarik badannya beberapa jengkal
kebelakang. Sesungguhnya gerakan tersebut dilakukan sangat cepat dan hebat, sayang keadaan
toh tetap terlambat sedikit, sebuah robekan sepanjang satu inci muncul diatas
dadanya dan merobek tubuhnya, percikan darah segera berhamburan kemana mana.
Melihat kakek berambut merah itu berhasil meloloskan diri dari sambaran
pedangnya, kontan alis mata Sangkoan Bu cing berkerut kencang, tiba tiba ia
memutar badannya kencang kencang, lalu membentak keras:
"Hua hun im yang (memisahkan panas dan dingin)!"
Pedangnya dengan membawa cahaya kematian menyambar keudara dan menyusul tiba
dengan kecepatan luar biasa.
Sungguh kejam orang ini, tampaknya dia sudah berhasrat untuk membereskan nyawa
Kwik Sui. Kakek berambut merah itu tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, untuk
menangkis juga tak sanggup, sementara ujung pedang itu sudah berada beberapa
jengkal diatas tenggorokannya, sadarlah dia bahwa nyawanya bakal melayang
tinggalkan raganya, maka dia memejamkan matanya rapat rapat.
Sangkoan Bu cing memang luar biasa sekali, apa yang dia katakan segera
dilaksanakan dengan cepat, diantara serangannya yang ketiga ini, pedangnya itu
membawa cahaya hijau yang amat menyilaukan mata langsung menyambar ketenggorokan
kakek berambut merah itu, sedemikian tepat dan dahsyatnya serangan itu sehingga
semua orang beranggapan bahwa jagoan tersebut tentu tewas.
Mendadak ia merasakan tubuhnya bergetar sehingga tubuhnya mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan, menyusul kemudian terdengar orang orang yang berada
disekeliling tempat itu tertawa tergelak gelak.
Pada mulanya dia masih belum mengerti apa sebabnya semua orang tertawa, tapi
setelah memperhatikan sekeliling tempat itu dia baru tahu kalau diujung
pedangnya telah menancap sebiji jeruk.
Ia mencoba untuk memeriksa sekeliling arena, tapi banyak orang sedang makan
jeruk disitu, sudah jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk mencari siapa
gerangan orang yang melemparkan jeruk itu.
Seandainya berganti dengan orang lain, mungkin saja mereka akan membatalkan
niatnya itu, tapi berbeda dengan Sangkoan Bu cing dia enggan dipecundangi orang
dengan begitu saja. Selain itu diapun beranggapan bahwa orang yang turun tangan secara diam diam itu
sudah pasti adalah seorang jagoan kenamaan.
Sebagai manusia yang berpandangan picik dan berjiwa sempit, dia tak rela untuk
berdiam diri saja, ia merasa sakit hati ini perlu segera dibalas.
Maka semua kemarahannya segera dilampiaskan kepada sinenek dari dusun itu.
Sambil tertawa seram selangkah demi selangkah dia maju mendekatinya, kemudian
berseru: "Nenek dusun yang tak tahu diri, kau berani mengacau secara diam diam?"
Nenek dari dusun itu tak lain adalah hasil penyaruan dari Bwe Leng soat murid
dari Koan tiau kek tersebut.
Kontan saja ia tertawa dingin sehabis mendengar perkataan itu, serunya dengan
lantang: "Hu kaucu, apakah maksudmu dengan ucapan tersebut?"
Sangkoan Bu cing segera mendengus dingin.
"Hmmm, apa maksudnya" Memangnya tidak dapat kau lihat sendiri?"
Pedangnya segera digetarkan keras, setitik cahaya merah langsung menyambar
kearah nenek tersebut. Bwe Leng soat segera mengayunkan tangannya dan menyambar bayangan merah itu.
Meski benda tersebut berhasil ditangkap toh pergelangan tangannya terasa agak
kaku ini menunjukkan kalau tenaga dalam yang dimiliki Hu kaucu itu memang
sungguh luar biasa sekali.
Dengan wajah tak senang hati dia lantas berseru:
"Kau maksudkan akulah yang melemparkan jeruk ini?"
Sangkoan Bu cing memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya
tiada seorangpun yang memberi komentar, dengan pasti dia berkata:
"Kalau bukan kau, masa aku sendiri?"
"Memangnya kau menyaksikan dengan mata kepala sendiri?" kata Bwe Leng soat
sambil tertawa geli. "Tidak!" "Kalau memang begitu, apakah kau mempunyai saksi?"
"Juga tidak!" Sambil berkerut kening dan matanya memancarkan sinar tajam Bwe Leng soat segera
berseru: "Lalu atas dasar apa kau berani menuduh diriku?"
Dengan sikap yang angkuh dan tinggi hati Sangkoan Bu cing berkata lantang.
"Selama berada disini, selain kau sinenek cerewet yang suka mencampuri urusan
orang, siapa lagi yang berani makan nyali macan dengan mencari gara gara
denganku?" Tak tahan lagi Bwe Leng soat mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
Suara tertawanya amat nyaring dan lengking bagaikan pekikan burung hong...
diantaranya terkandung nada ejekan, sindiran dan memandang hina.
Paras muka Sangkoan Bu cing yang putih bersih itu kontan saja berubah menjadi
pucat pias seperti mayat.
Selama hidup, belum pernah ada orang berani menghina atau mencemooh
dihadapannya, sehingga dengan perasaan tak senang dia lantas menegur keras.
"Hei, apa yang perlu kau tertawakan?"
"Aku sedang mentertawakan dirimu yang persis seperti katak dalam sumur itu!"
"Kurang ajar kau berani memaki orang?" teriak Sangkoan Bu cing dengan wajah
berubah. "Tidak! Aku sedang memberi nasihat kepadamu" jawab Bwe Leng soat dengan wajah
bersungguh sungguh. "Kalau begitu, kedatanganmu adalah bermaksud baik" kata Sangkoan Bu cing lagi
sambil berusaha menahan kobaran api amarah di dalam dadanya.
"Betul, aku datang ke kota Si ciu ini sebetulnya ingin menggabungkan diri dengan
perkumpulan kalian serta bersama sama merajai kolong langit..."
Sangkoan Bu cing menjerit kaget, rasa permusuhannya segera hilang, dengan penuh
rasa menyesal katanya: "Kalau begitu, aku telah salah menyangka dirimu!"
"Yaa, memang begitulah"
Menggunakan kesempatan itu, Sangkoan Bu cing berkata lagi:
"Kini persoalannya sudah bikin jelas, bila kau memang berhasrat untuk
menggabungkan diri dengan kami, silahkan menangkap Kwik Sui lebih dulu sebagai
pernyataan akan ketulusan hatimu itu"
Tampaknya dia bermaksud hendak mencari keuntungan sambil berpeluk tangan belaka.
Bwe Leng soat segera menarik kembali senyumannya, dengan suara dingin ia
berkata: "Tapi sekarang, aku telah berubah pikiran"
"Oooh... jadi kau batal untuk menggabungkan diri dengan perkumpulan kami?"
sekali lagi Sangkoan Bu cing merasa terkejut.
"Aku lihat selain Hu kaucu berpandangan pendek, juga bukan termasuk orang yang
pintar" "Kenapa?" "Sebab kau berpikiran sempit dan berjiwa kerdil, pandangan matanya pendek dan
tak becus menjadi pimpinan, atau tegasnya kau tak lebih cuma seorang manusia
hidung bangor yang suka main perempuan dan bersifat ganas buas dan kejam,
manusia macam kau bukan saja tak akan mampu melakukan pekerjaan besar, lagi pula
mengikuti dibawah perintahmu sama artinya dengan mengikuti dirimu menuju
kegagalan serta kemusnahan!"
Ucapan tersebut sengaja diucapkan dengan pancaran tenaga dalam, sehingga segenap
anggota Ki thian kau yang berada disekeliling tempat itu dapat mendengarkan
ucapan itu dengan cepat. Tak terlukiskan rasa gusar Sangkoan Bu cing sehabis mendengar perkataan itu
segera bentaknya. "Nenek sialan, kau benar benar sangat licik, berani betul memaki orang
seenaknya. Hmm! Jika tidak kupotong lidahmu itu, sia sia saja aku menjadi
seorang wakil ketua"
Pedangnya dengan menciptakan serentetan cahaya hijau langsung menyambar tubuh si
nenek. Bwe Leng soat meski berilmu silat sangat tinggi, ia tak berani menyongsong
datangnya ancaman dengan begitu saja.
Dengan cepat dia melejit kesamping dan secara manis sekali menghindarkan diri
dari ancaman tersebut. Sangkoan Bu cing merasa terkejut sekali setelah menyaksikan kehebatan dari
musuhnya itu, padahal serangan tadi dilakukan secara gencar dan lihay, didalam
anggapannya pihak lawan pasti tak mampu meloloskan diri, tapi nyatanya musuh
dapat kabur secara gampang.
Bagi jagoan yang sudah berpengalaman, sekali bertempur bisa diketahui apakah
musuhnya berisi atau tidak.
Kali ini Sangkoan Bu cing tak berani bertindak gegabah lagi, diapun tak ingin
kehilangan posisinya yang menguntungkan, " Sreeet Sreeet... sreeet...!" secara
beruntun dia lepaskan tiga buah serangan berantai, adapun jurus serangan yang
dipakai rata rata adalah jurus ampuh dari Bwe hoa kiam hoat.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nyatanya nenek itupun bukan manusia sembarangan, betul permainan toyanya kaku
dan bebal seolah olah orang yang baru belajar bermain toya, tapi kenyataannya
semua serangan dahsyat dan mematikan yang dilontarkan Sangkoan Bu cing tak
sebuah pun yang dapat melukainya.
Tiba tiba Tee lwe siang mo yang berada disisi arena merasa seperti mengenali
gerakan tubuh sinenek yang lihay itu, cuma untuk sesaat tidak diketahui oleh
mereka dimanakah mereka pernah bersua.
Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat.
Kini dari rangkaian ilmu pedang Bwe hoa kiam hoat, tinggal enam jurus saja yang
belum dipergunakan, Sangkoan Bu cing mulai berpikir didalam hatinya:
"Nenek ini bisa mempergunakan toyanya sebagai pengganti pedang, mengangkat benda
berat bagaikan membawa batang ringan, sedikitpun tidak menemukan titik
kelemahan, coba kalau dia membawa senjata tajam, bukankah sedari tadi aku sudah
keok?" Berpikir demikian, hawa napsu membunuhnya segera berkobar didalam dadanya.
Sementara itu permainan pedangnya sudah tinggal tiga jurus belaka.
Tiba tiba satu ingatan jahat melintas dalam benak Sangkoan Bu cing, andaikata
toya yang diandalkan musuh kena ditebas kutung, bukankah nenek itu bakal
kehilangan senjata dan otomatis akan bertarung dengan tangan kosong belaka?"
Berpikir sampai disini pedangnya segera digetarkan keras lalu pedangnya
menyambar ke samping dan bukannya membabat tubuh lawan sebaliknya malahan
menyambar toya musuh. Tindakan tersebut sudah barang tentu jauh diluar dugaan Bwe Leng soat lantas
berlagak seakan akan merasa terperanjat sekali oleh gerakan musuh itu.
Sangkoan BU cing tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... nenek busuk, kali ini kau akan kehilangan
senjata permainanmu!"
Rasa bangga segera menghiasi wajahnya, berbareng itu juga pedangnya lantas
digetarkan keras keras. Didalam perkiraan semula, asal pedangnya membacok keras keras maka senjata toya
lawan niscaya akan kutung.
Siapa tahu... "Kraaak!" tiba tiba terpancar keluar serentetan cahaya merah yang
amat menyilaukan mata. Sekalipun toya kayu itu hancur berkeping keping dan berguguran diatas tanah,
tapi justru muncullah sebilah pedang yang memancarkan cahaya berkilauan.
"Hu kaucu" seru nenek itu, "terima kasih banyak atas pertolonganmu..."
Betapa menyesalnya Sangkoan Bu cing setelah mengetahui bahwa pedang sinenek
disembunyikan dalam toyanya.
Tapi Sangkoan Bu cing sama sekali tidak merasa takut, dia tidak melanjutkan
serangannya, tapi berseru kepada kawanan iblis dari Ki thian kau yang berada
disekitar situ: "Kepung seluruh tanah lapang ini, jangan lepaskan si kakek berambut merah maupun
segenap orang yang berada disini"
Tampaknya untuk mewujudkan maksudnya untuk membalas dendam terhadap si pelempar
jeruk itu, dia lebih suka membunuh tiga ribu orang daripada melepaskan seorang
musuhnya, dari sini dapat diketahui betapa keji dan buasnya pemuda itu.
Begitu perintah diturunkan, serentak kawanan iblis dari Ki thian kau menyerbu ke
dalam arena sambil mengayunkan senjata pembantaian secara besar besaran pun
segera berkobar. Jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memecahkan keheningan...
Sangkoan Bu cing tidak ambil diam, dia segera mempergunakan ilmu pedang Hu si
kiam hoat yang baru dipelajarinya itu untuk menyerang musuhnya habis habisan.
Menghadapi serangan yang begini dahsyat dari lawannya, Bwe Leng soat terdesak
dan mau tak mau terpaksa harus mengeluarkan ilmu To an Ciong yong kiam hoat nya
untuk memberi perlawanan.
Ong It sin yang menyaksikan kekejaman musuhnya menjadi naik pitam, untuk
menolong rakyat yang tak salah, jelas dia tak mampu, maka disambarnya jeruk
didalam pikulan dan segera ditimpukkan ketubuh orang orang berbaju merah itu.
Dalam waktu singkat belasan orang lelaki berbaju merah itu kena terhajar sampai
roboh. Sementara itu, sikakek berambut merah Kwik Sui bersama Coa Thian tam pek lek to
To hu Hiong, Cian li siu heng hiap serta Yu liong kiam kek masing masing telah
meloloskan senjata untuk membendung serbuan dari kawanan lelaki berbaju merah
itu. Ong It sin sendiri, meski tidak membawa senjata apa apa, tapi setiap timpukan
jeruknya pasti mengakibatkan seorang musuhnya roboh.
Malahan mereka yang berada dua puluh kaki jauhnya pun turut roboh terhajar oleh
timpukan jeruk itu, ketepatan dan kelihayannya ini dengan cepat menggetarkan
perasaan setiap orang. Lambat laun, keempat huhoat dari Ki thian kau mulai menyadari akan kelihayan
kakek dusun yang berparas jelek itu, serentak Tee leng kun dan Say siu jin mo
terjun ke arena untuk menghadapinya.
Tee lwe siang mo juga telah bekerja sama untuk mengerubuti kakek berambut merah
itu. Dalam waktu singkat Ong It sin telah berhasil merobohkan banyak sekali musuh
musuhnya, tapi rakyat tak bersalah yang berada disekitar situpun banyak yang
menjadi korban. Menyaksikan gelagat tidak menguntungkan, Coa Thian tam segera berteriak lantang:
"Kita harus lindungi rakyat untuk mengundurkan diri dari sini"
Dengan suara lantang Ong It sin segera berseru:
"Saudara saudara sekalian, harap mengikuti aku untuk melarikan diri dari sini,
cepat!" Dalam waktu singkat kawanan manusia berbondong bondong mengikuti dibelakangnya.
Ong It sin segera menggetarkan toyanya sehingga muncullah sebilah pedang emas
yang berkilauan, dengan ayunan senjata tajamnya dia hajar kawanan iblis yang
sedang membantai rakyat itu.
"Tua bangka" seru Tee leng kun dengan suara menyeramkan, "besar amat nyalimu,
berani betul bermusuhan dengan kami"
Ruyung tengkorak putihnya diiringi desingan angin tajam segera menyambar kedepan
dengan dahsyatnya. Ong It sin segera memutar pedangnya sambil bergerak maju, tahu tahu sekilas
cahaya emas menyambar didepan matanya.
Tee leng kun terkesiap, segera bentaknya.
"Saudara Kwik, kenapa kau tidak menyerang untuk membendung jalan mundurnya?"
Say siu jin mo serentak menggerakkan pedangnya sambil melancarkan bacokan kilat.
Ong It sin yang mendengar datangnya sambaran angin tajam dari belakang tubuhnya
segera membalikkan badan sambil menangkis.
"Traaang...!" bentrokan nyaring menggema di angkasa dan menimbulkan percikan
bunga api. Say siu jin mo segera merasakan getaran yang keras sekali sehingga tangannya
hampir saja tak sanggup diangkat kembali.
Walaupun ia gagal melancarkan serangan, toh berhasil juga menolong Tee leng kun
untuk meloloskan diri dari kepungan.
Menyaksikan kelihayan musuhnya itu, kontan saja kedua orang iblis itu menjadi
waspada dan sikapnya lebih berhati hati.
"Heran!" demikian Tee leng kun berpikir, "kenapa belakangan ini terdapat begitu
banyak jago yang sangat lihay?"
Mula mula muncul Bwe Leng soat murid Koan tiau khek dan Ong It sin murid Sian
gwan si, sekarang muncul sepasang suami istri dari dusun yang telah tua,
sebetulnya berapa banyak lagi jago lihay yang berada didunia ini...
Padahal asal mereka mau memperhatikan sepasang pedang yang dipergunakan kedua
orang dusun itu, tidak sulit bagi mereka untuk mengenalinya sebagai pedang
mestika milik Ong It sin dan Bwe Leng soat.
Sayang mereka terlalu terkesima oleh kelihayan musuhnya sehingga tidak sampai
menaruh perhatian khusus kesoal itu.
Dengan banyaknya kawanan iblis yang kena ditumpas, maka keganasan dari pihak Ki
thian kau menjadi punah. Kawanan rakyat dan penjaja makanan yang lolos dari musibah segera melarikan diri
terbirit birit pulang kekota Si ciu...
Ong It sin Bwe Leng soat, Say siu hud sim Kwik Sui Coa Thian tam, To hu Hiong
serta Cian ih sin heng lek sekalian memberi perlindungan yang ketat sekali
sepanjang jalan hingga tiba ditempat tujuan.
Tau Chin mengusulkan untuk melakukan pengejaran tapi Sangkoan Bu cing tidak
setuju katanya "Kita tak boleh bertindak demikian bisa jadi tindakan yang gegabah malah akan
memancing perhatian pihak pemerintah kalau sampai pasukan pemerintah mengeroyok
kita, bisa hancur kekuatan yang kita miliki"
"Aku lihat pengacau pengacau itu bukan berasal dari sepuluh partai besar dunia
persilatan" ujar Tee leng kun dengan suara menyeramkan, wajah mereka rata rata
teramat asing tapi kungfunya lihay sekali, aku pikir lebih baik kita utus orang
masuk kekota untuk menyelidiki asal usul dari beberapa orang itu"
Sangkoan Bu cing setuju dengan usul itu, maka diapun mengutus orang pilihannya
untuk melakukan penyelidikan.
Tapi anehnya ternyata kawanan jago itu lenyap tak berbekas, seakan akan semuanya
sudah pergi meninggalkan tempat itu.
Karena tidak berhasil menemukan kabar apa apa, maka Sangkoan Bu cing pun
memimpin anak buahnya kembali ke bukit Long sia san.
Kekalahan yang berulang kali membuat Sangkoan Bu cing selalu bermuram durja.
Si mawar beracun Hong Hiang kim segera menariknya masuk kedalam kamar tidur,
lalu berkata: "Paduka, kau tak usah bermuram durja, bukan hamba sengaja berbicara besar, asal
kau dapat mengundang kedatangan guruku niscaya segala urusan akan menjadi
beres!" "Suhumu bercokol dibenteng Tok coa sia, aku kuatir sukar untuk mengundang
kedatangannya" "Suhuku bukannya sukar diundang, persoalannya apakah kau punya nona yang bisa
menarik perhatiannya, andaikata kau bersedia untuk menghadiahkan Bwe yau
kepadanya suhuku akan melakukan segala sesuatunya dengan senang hati pula."
Mendengar perkataan itu, Sangkoan Bu cing menjadi agak sangsi belum lagi nona
tersebut dicicipi, sekarang harus dipersembahkan kepada orang lain, bagaimana
juga ia merasa agak keberatan.
"Apakah kau tidak suka dengan guruku?" tanya si mawar beracun tanpa terasa.
"Siapa yang bilang begitu?"
"Kau toh sudah tahu kalau guruku suka main perempuan, andaikata tidak
menghadiahkan Bwe Yau kepadanya, ia tak akan mau datang kemari, tapi kau..."
"Aku kenapa?" Si Mawar beracun segera tertawa.
"Kau ini... lebih mementingkan perempuan cantik daripada pekerjaan"
"Kau keliru besar bila sampai berpendapat demikian, dari dulu sampai sekarang
tiada seorang lelakipun yang bisa mengatasi soal perempuan, tapi aku lebih
mengutamakan ambisiku untuk menguasahi seluruh dunia persilatan..."
"Kalau begitu, yang mulia sudah bersedia?"
"Demi keberhasilan kita untuk melenyapkan musuh tangguh, kenapa tidak kulakukan
hal ini?" "Keputusan yang paduka ambil, selamanya selalu mengagumkan hamba"
Sesudah berhenti sejenak, kembali ujarnya.
"Bila dikemudian hari kaucu sudah berhasil dengan pekerjaan ini, bagaimana
caramu untuk berterima kasih kepadaku?"
"Mungkin akan kuajak dirimu untuk bersama sama menikmati kesuksesan itu" jawab
Sangkoan Bu cing sambil tertawa.
Menggunakan kesempatan tersebut, si Mawar beracun segera menjatuhkan diri
kedalam pelukannya. "Kau jahat, kau jahat, sukanya menggoda orang aja...!" omelnya lirih.
"Benteng Tok coa sia letaknya ada diwilayah Tin see, jaraknya mencapai seribu li
dari sini siapa yang akan bertugas untuk menghantarnya sampai disitu?"
"Menurut pendapatmu?" si mawar beracun balik bertanya.
"Orang yang paling tepat adalah kau!"
Setelah berhenti sejenak, godanya.
"Siapa tahu menggunakan kesempatan tersebut gurumu akan mengajarkan kepandaian
yang lebih hebat lagi dalam hal ilmu diatas ranjang"
"Aaah... memangnya kepandaian diatas ranjang yang hamba miliki sekarang masih
belum dapat memuaskan hatimu?"
"Haaahh... haaahh... haaahh... memuaskan sekali!" jawab Sangkoan Bu cing sambil
tertawa tergelak. Maka mereka berdua segera melepaskan pakaiannya dan membuktikan ucapan tersebut
dengan kenyataan. Simawar beracun selain amat beracun, juga amat jalang.
Kenyataannya boleh dibilang jauh melebihi Ang hun lo sat Hong liu kua hu maupun
Leng hiat siancu. Tapi Sangkoan Bu cing justru sangat menggemari kecabulan dan kejalangannya itu.
Selesai mengerjakan adegan ranjang, secara rahasia mereka lantas mengutus Gi hay
ji yau (manusia siluman selatan birahi) Toan cing hun untuk membawa pergi nona
Bwe yau dari situ. Sebelum pergi, Sangkoan Bu cing menitipkan sepucuk surat yang isinya mengundang
Toa tok tay ong (raja racun) untuk datang bergabung serta menjadi seorang Cong
hu hoat dalam perkumpulannya.
Tugas ini boleh dibilang teramat rahasia sekali, selain simawar beracun serta
seorang dayangnya yang bernama Cun ji, boleh dibilang tiada orang lain yang
mengetahuinya. Hari ketiga setelah si mawar beracun dan Gi hay jin yau dengan membawa Bwe yau
berangkat ke kota Tok coa sia, tiba tiba dari depan lembah Ban hoa kek dibukit
Long sia san datang tanda bahaya.
Kemudian muncul penjaga lembah yang melaporkan:
"Didepan lembah telah datang seorang pendeta dan seorang tosu yang mohon
berjumpa dengan kaucu"
"Apakah mereka membawa kartu pengenal?" tanya Ang hun lo sat Hoa Long jin.
"Tidak!" "Juga tidak melaporkan namanya?"
"Tidak!" "Apakah merekapun tidak menerangkan ada urusan apa datang mencari kaucu?"
Untuk kesekian kalinya pelapor itu menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sebelum Ang hun lo sat mengambil keputusan apakah hendak menjumpainya atau tidak
tiba tiba dari luar lembah Ban hoa kok bergema lagi tanda rahasia.
Lalu seorang hiangcu dengan wajah setengah membengkak lari masuk sambil
melaporkan. "Pendeta dan toosu itu tak mau menuruti nasehat kami dan menyerbu masuk kedalam
lembah banyak penjaga yang telah terluka, bahkan hamba pun ikut dipecundangi!"
Mendengar laporan itu, Ang hun lo sat menjadi terperanjat sekali, kebetulan
keempat orang pelindung hukum juga sampai disitu.
Mendengar laporan tersebut, dengan gusar Say siu jin mo berseru.
"Kurang ajar benar kedua orang keparat ini, kalau tidak diberi pelajaran tentu
dianggapnya perkumpulan kita bisa dipermainkan dengan sekehendak hatinya"
Tee lwe siang mo segera menyatakan persetujuannya.
Mendengar itu, Ang hun lo sat lantas berkata
"Persoalan ini tak bisa ditunda tunda lagi, mari kita menengok bersama kesana!"
Tiba didepan ruang istana, tampaklah dari jalanan yang membentang didepan sana
muncul dua orang yang pelan pelan berjalan mendekat.
Dibelakang mereka berdua mengikuti empat orang hiangcu yang sedang berteriak
teriak. "Hei, kenapa kalian tidak menuruti peraturan disini?"
Hwesio yang gemuk dan wajahnya penuh daging lebih itu segera tertawa terbahak
bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh konon perkumpulan kalian berambisi untuk
menaklukkan seluruh kolong langit, kenapa anak buahnya hanya gentong gentong
nasi belaka" Haaahhh... haaahhh... haaahhh..."
Say siu jin mo Kwik Ceng berebut maju ke muka, bentaknya kepada hwesio itu:
"Keledai gundul, jangan sombong dan omong besar, silahkan kau mencicipi dulu
sebab pukulanku ini Dengan menghimpun tenaga Kiu thian to suo sin kang yang dimilikinya, dengan
jurus Lip pit hoa san (membacok runtuh bukit Hoa san) dia hantam hwesio gemuk
itu. Dengan cepat hwesio itu mengebaskan ujung bajunya melepaskan sebuah pukulan
angin puyuh ke depan, lalu serunya:
"Hhmm... memang punya simpanan juga, cuma berbicara soal tenaga dalam, kau masih
perlu melatih diri selama sepuluh tahun lagi"
Say siu jin mo adalah seorang jagoan yang tinggi hati, sudah barang tentu ia tak
tahan menghadapi ejekan tersebut, sambil tertawa dingin sepasang matanya
diayunkan kemudian melancarkan serangan dahsyat kedepan...
Dengan cekatan, hwesio itu berkelit ke samping, lalu serunya.
"Aduuh mak, tulang ayam macam diriku ini mana tahan menghadapi pukulan saktimu
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu" Meski dibibir dia berteriak tiada hentinya tapi dalam sekali ayunan tangan, Say
siu jin mo tahu tahu sudah terkena terhantam oleh tenaga pukulan yang maha sakti
itu sehingga mundur kebelakang dengan sempoyongan...
Dalam waktu singkat sepuluh jurus sudah lewat, jangankan Say siu jin mo ingin
melukai musuhnya, untuk menjawil ujung bajunya pun tidak mampu...
Kenyataan tersebut sangat memalukan Say siu jin mo, tanpa sadar paras mukanya
berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
Ang hun lo sat sendiripun merasa terkesiap sekali sehingga untuk sesaat lamanya
tak mampu berbuat apa apa.
Dengan suara lantang Tee lwe siang mo segera berteriak:
"Saudara Kwik, harap beristirahat sebentar, biar kami bersaudara yang menjumpai
taysu ini" Say siu jin mo segera melompat mundur kebelakang, tapi dengan cepat hwesio itu
menggoyahkan tangannya berulang kali sambil berseru keras:
"Eeeh... eehh... tunggu sebentar, aku si hwesio paling takut kalau digilir
orang, bisa jadi nyawapun akan turut melayang"
"Hwesio, kalau memang takut bertarung cepat berlutut dan minta ampun kepada kami
berdua" "Boleh" sahut hwesio itu sama sekali tidak gusar, "asal kalian sanggup meringkus
tosu tua hidung kerbau ini aku si hwesio pun akan menyerah kalah"
Tosu tua itu berbadan kurus kering seperti bambu, setelah mengucapkan Bu liang
siu hud, katanya: Hei hwesio tua, kenapa musti menyeret pula diriku" Apalagi pinto belum tentu
bisa menangkan Tee lwe siang mo yang sudah ternama dalam dunia persilatan, kalau
sampai kalah, kau jangan salahkan diriku nanti...!"
Hwesio gemuk itu segera tertawa cekikikan.
"Aaah... kecuali kalau kau sengaja berbuat begitu, aku si hwesio mah merasa
lega!" Dari tanya jawab tersebut, seakan akan dia merasa yakin jika Ih lwe siang mo
pasti kalah. Tau Chin menjadi naik pitam segera bentaknya:
"Saudaraku, hayo maju!"
Sepasang tinjunya langsung diayunkan ke depan melancarkan pukulan dahsyat.
Deruan angin pukulan memekikkan telinga, jurus serangan yang digunakan amat
kalut dan banyak sekali perubahannya.
Kalau Tau Chin lebih mengutamakan tenaga pukulan yang kang yang berhawa panas
dan keras maka Tau Chu lebih mengutamakan pukulan im kang yang berhawa dingin.
Dengan mengkombinasikan tenaga im dan yang tersebut maka terciptalah suatu
tenaga kekuatan yang maha dahsyat sekali.
Tapi anehnya, si tosu tua yang kurus kering seperti bambu itu sama sekali tidak
terpengaruh oleh tenaga yang maha dahsyat itu, malahan kebasan senjata hud
timnya selalu menciptakan hawa dingin yang menyelimuti hampir setengah kaki
luasnya. Dua puluh gebrakan kemudian, dua bersaudara Tau sudah semakin terdesak hebat
hingga musti berputar kian kemari untuk berusaha menghindarkan diri.
Suatu ketika, mendadak tosu tua itu berpekik panjang, mendadak dengan
menggunakan sistim "melekat" dia menarik tenaga pukulan Tau Chu dan menempelnya
hingga tak berkutik. Kemudian dengan menggunakan taktik "membelenggu" dia membelenggu pergelangan
tangan Tau Chu dengan senjata hud timnya lalu melemparkan kedepan, tak ampun Tau
Chu segera terlempar ke depan dan jatuh terjerembab.
"Maaf" seru tosu tua itu kemudian.
Merah padam wajah kedua orang bersaudara Tau, untuk beberapa saat lamanya mereka
sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kembali terdengar hwesio gemuk itu tertawa terkekeh kekeh.
"Heehh... heehh... heehh.... apakah jago lihay perkumpulan kalian hanya begini
begini saja?" "Totiang, kau keliru besar" kata Ang hun lo sat, Hoa Long jin, dalam perkumpulan
kami masih terdapat manusia yang berilmu silat semacam dirimu, harap kau tunggu
sebentar!" Selesai berkata, dia lantas memerintahkan kepada seorang hiangcu yang berada
disampingnya. "Ngo siong, undang Hu kaucu!"
Belum lagi Ngo Siong membalikkan badannya, mendadak terdengar seseorang berkata
dengan lantang. "Tak usah diundang lagi, aku sudah tiba disini sedari tadi!"
Ketika tosu dan pendeta itu mendongakkan kepalanya, tampak seorang pemuda tampan
bermata elang berbaju merah dengan sulaman sekuntum bunga tho diatas tubuhnya
pelan pelan berjalan mendekat.
Ang hun lo sat Hoa Long jin beserta keempat hu hoat segera menyambut
kedatangannya dengan hormat.
"Omintohud, apakah kau adalah Sangkoan hu kaucu?" tanya hwesio gemuk itu sambil
merangkap tangannya didepan dada.
"Benar!" odoooOoowo Sementara masing masing pihak memberi hormat, secara diam diam tenaga dalamnya
telah dikerahkan untuk saling beradu tenaga dalam.
Tapi hasilnya, kedua belah pihak sama sama merasakan tubuhnya bergetar keras,
siapapun tidak berhasil merebut keuntungan apa apa, alias setali tiga uang.
Baik si hwesio gemuk maupun Sangkoan Bu cing diam diam merasa terperanjat
sekali. Dengan kening berkerut Sangkoan Bu cing lantas berkata:
"Kalian berdua berilmu silat sangat tinggi, bahkan tak segan segan untuk
meruntuhkan derajat dan berkunjung kelembah Ban hoa kok, bolehkah kuketahui
julukan kalian" Dengan senyuman masih menghiasi ujung bibirnya si hwesio gemuk berkata.
"Boleh saja, aku bernama Siau hin mi lek (Mi lek berwajah tertawa)...!"
"Dan siapa pula tootiang?" tanya Sangkoan Bu cing kepada si tosu tua itu.
"Pinto bernama Seng Me cu!"
"Kalian berdua tinggal dimana?"
"Tay huang!" jawab pendeta dan tosu itu hampir bersamaan waktunya.
Mendengar itu para iblis menjadi amat terperanjat.
Konon di bukit Tay huang san bercokol seorang gembong iblis yang bernama Hiat
jiu thian mo (iblis langit bertangan darah) kelihayannya sudah meliputi seluruh
jagad. Akhirnya karena perbuatan iblis ini semena mena dan menyebar kekejaman dimana
mana, seng sim lo hwesio dari Sian gwan si dan Bu cu sinni dari Koan tiau kek
segera bertindak untuk memusnahkan ilmu silat yang dimilikinya dan mengurungnya
dibukit Tay huang san. Siapa tahu sekarang muncul dua orang pendeta dan tosu yang mengaku sebagai ahli
warisnya, tak heran kalau semua orang jadi terkesiap dibuatnya.
Dengan cepat Sangkoan Bu cing berpikir.
"Siau Mi lek dan Sin Meh cu adalah manusia manusia dari golongan sesat,
semestinya kalau mereka berkomplot dengan kami"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia lantas bertanya.
"Apakah kedatangan kalian kemari adalah untuk mencari balas?"
"Kami tiada dendam!"
"Ada sakit hati?"
"Tidak ada sakit hati!"
Sangkoan Bu cing menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, setelah itu baru
bertanya. "Kalau begitu kalian datang kemari untuk berpesiar?"
Hwesio gundul itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... itu mah kekuasaan orang yang menganggur, kami tak
punya kesenangan seperti itu"
Setelah berhenti sejenak, kembali katanya.
"Apalagi tak sedikit tempat pesiar yang indah didunia ini, bukit Leng sia sau
toh bukit gerbang buat apa kami berpesiar ketempat semacam ini?"
"Waaah... kalau begitu, aku menjadi tidak habis mengerti" seru Sangkoan Bu cing
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sin Me cu masih tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sebaliknya Siau mi lek segera berkata.
"Sangkoan sicu, kau benar benar tidak mengerti atau berpura pura tidak
mengerti?" "Tentu saja benar benar tidak mengerti"
"Kalau memang benar benar tidak mengerti terpaksa akan kuberitahukan kepadamu"
"Katakan!" Sambil tertawa terkekeh kekeh kata Siau mi lek.
"Ada orang bilang sepanjang tahun cuaca dalam lembah Ban hoa kok bagaikan
dimusim semi karena itu kami berdua berniat tinggal ditempat ini"
Sangkoan Bu cing merasa terkesiap sekali tapi diluaran ia sama sekali tidak
menunjukkan rasa kaget ataupun gugup ujarnya.
"Oooh... rupanya kalian berdua ingin mengangkangi markas kami ini...?"
"Bagaimana menurut pendapatmu" Apakah setuju?"
Berkilat sepasang mata Sangkoan Bu cing sesudah mendengar perkataan itu tiba
tiba ia berkata "Aaah... mana mungkin disatu rumah terdapat dua orang tuan rumahnya..."!"
"Lembah Ban hoa kok toh sangat luas, kalian berdiam disini, kami berdiam disana,
bukankah urusannya akan beres?"
"Enak benar kalian berbicara, mana mungkin satu pembaringan ditiduri dua orang
sekaligus?" "Oooh... jadi kalau begitu sicu tak mau meluluskan permintaan kami...?"
"Tentu saja!" jawab Sangkoan Bu cing ketus meski hatinya merasa sangat bergetar
keras. "Kau tahu bukan sekarang tinggal kau seorang yang mampu mengambil keputusan
didalam lembah ini, asal sicu berhasil kami robohkan, bukankah lembah Ban hoa
kok ini otomatis akan terjatuh juga ketangan kami" Nah, apalah gunanya kau musti
bersikeras untuk mempertahankan diri?"
Paras muka Sangkoan Bu cing kembali berubah menjadi hebat, sinar pembunuhan
segera memancar keluar dari balik matanya.
"Akupun hendak memberitahukan kepadamu, kalian berdua bakal mampus ditanganku."
Seraya berkata, dia meloloskan pedangnya yang tersoren dipinggang.
Menyaksikan musuhnya sudah berdiri dengan pedang terhunus dan mata memancarkan
sinar tajam, Siau Mi lek segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak
bahak. "Apanya yang menggelikan?" bentak Sangkoan Bu cing dengan gusar.
"Aku mentertawakan kau lantaran dirimu terlalu tegang, apalagi Hu si pet si
(delapan jurus ilmu pedang Hu si kiam hoat) bukannya suatu kepandaian yang tiada
tandingannya" Sangkoan Bu cing merasakan hatinya sangat bergetar keras, dengan cepat dia
masukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, kemudian tanyanya ragu ragu.
"Taysu, darimana kau bisa tahu kalau aku dapat mempergunakan Hu si pat si?"
"Tentu saja ada orang yang memberitahukan hal ini kepadaku" jawab Siau Mi lek
sambil tertawa licik. "Apakah dia adalah seorang pemuda?" Sangkoan Bu cing berlagak sok pintar.
Yang dimaksudkan adalah Ong It sin.
Tapi Siau mi lek segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
ododdeododoo Jilid 25 "DUGAANMU tidak benar!" katanya
"Kalau begitu dia adalah seorang gadis?"
Siau mi lek tertawa terbahak bahak.
"Haahh... haahh... haahhh... anak saja sudah dilahirkan, masa masih pantas
disebut gadis?" "Omong kosong" seru Sangkoan Bu cing tidak percaya, "aku tidak percaya kalau
muridnya Koan tiau kek itu sudah tidak perawan lagi"
"Hei, siapa yang kau maksudkan?" tanya Siau mi lek tercengang.
"Tentu saja Bwe Leng soat si dayang itu"
Mendengar perkataan tersebut, Siau mi lek segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa tergelak lagi. Sangkoan Bu cing yang ditertawakan menjadi kebingungan setengah mati, katanya
kemudian: "Hei, sebenarnya siapa yang memberitahukan asal usul ilmu silatku itu kepadamu?"
Sebelum Siau mi lek menggoda lebih jauh Sin Me cu telah berkata lebih dulu:
"Tidak sulit untuk mengetahui siapa orang itu, coba lihat benda ini!"
Dari sakunya dia lantas mengeluarkan sebuah lencana terbuat dari emas murni.
Setelah menerima lencana tersebut dan memeriksanya sebentar, Sangkoan Bu cing
segera mengetahui apa yang terjadi, kiranya lencana itu adalah lencana Wi hong
leng hu milik kaucunya. Buru buru dia memberi hormat seraya berkata.
"Jadi kalian berdua adalah utusan dari kaucu" Maaf, maaf..."
"Tak usah sungkan sungkan, kita toh orang sendiri semua"
Sangkoan Bu cing buru buru menjura lagi.
"Tempat ini bukan tempat untuk berbicara. Silahkan masuk ke dalam ruangan"
Siau Mi lek dan Sin Me cu tidak sungkan sungkan lagi, ditemani oleh Ang hun lo
sat mereka segera berangkat ke ruang Seng thian tian.
Setelah mengambil tempat duduk, Sangkoan Bu cing baru bertanya:
"Taysu, apakah kaucu baik baik saja?"
"Ia telah berhasil melatih ilmu Ang tiau hui ceng sin kang, selesai membereskan
satu persoalan, segera akan kembali kemari"
Mendengar berita itu, semua anggota Ki thian kau segera bersorak sorai dengan
gembiranya. "Kaucu telah mengundang kalian masuk menjadi anggota perkumpulan, apakah ada
sesuatu pesan yang hendak disampaikan kepadaku?" tanya Sangkoan Bu cing
kemudian. "Pesan lain tidak kuketahui, tapi sebelum berangkat dia memang menitipkan
sepucuk surat kepadaku"
Sambil berkata dia mengeluarkan sepucuk surat dan diberikan kepadanya...
Sangkoan Bu cing segera menerima surat itu dan dibaca isinya:
"Dengan surat ini kuterangkan bahwa Sin Me cu tootiang telah kuangkat menjadi ji
hu kaucu (wakil ketua kedua) dari perkumpulan kita, dan Siau Mi lek menjadi sam
hu kaucu (wakil ketua ketiga).
tertanda: Be Siau soh"
Mengetahui akan hal itu, maka dengan cepat Sangkoan Bu cing menyiapkan perjamuan
dan mengadakan pesta besar untuk menyambut kedatangan dua orang itu.
Sementara itu, Ong It sin sekalian juga telah selesai mengadakan perundingan
untuk mengambil tindakan selanjutnya untuk menyelamatkan jiwa Bwe Yau.
Dalam keputusan itu ditetapkan, Ong It sin, Bwe Leng soat dan Say siu hud sim
Kwik Sui ditugaskan untuk berangkat kebukit Long sia san guna memberi
pertolongan. Senja itu, dengan kecepatan yang luar biasa berangkatlah ketiga orang itu menuju
kearah barat daya. Tanpa menimbulkan sedikit suarapun mereka bertiga berhasil menghindari penjagaan
penjagaan yang ada disepanjang jalan.
"Kwik cianpwe!" ujar Bwe Leng soat suatu ketika, "bagaimana kalau kau tetap
tinggal dimulut lembah saja sambil melindungi kami berdua bila telah berhasil
nanti?" "Baik!" jawab Say siu hud sim.
Maka dia pun lantas menyembunyikan diri dibalik pepohonan yang lebat disekitar
sana. Setelah masuk hampir sepuluh kaki ke dalam lembah, Ong It sin menyaksikan ada
empat orang lelaki berbaju merah sedang berdiri berjaga jaga di kiri kanan mulut
lembah, penjaga dilakukan sangat ketat.
Baru saja dia akan bertanya kepada Bwe Leng soat bagaimana caranya melintasi
lembah itu, gadis tersebut telah berkata lebih dulu:
"Lebih baik kita pergunakan cara lama saja!"
Dia lantas memungut sebutir batu dan segera ditimpukkan ke arah sebelah kanan.
Sreeet...! diiringi bunyi tajam, batu itu segera menyambar lewat dan meluncur ke
depan. Ketika mendengar suara aneh, lelaki berbaju merah itu segera berpaling dan
segera mengejar kedepan untuk melakukan pemeriksaan.
Menggunakan kesempatan itu, Ong It sin dan Bwe Leng soat segera meluncur lewat
dengan kecepatan luar biasa.
Sepanjang jalan mereka tidak menjumpai banyak rintangan, dengan ilmu meringankan
tubuh yang sempurna mereka berhasil menyusup kedalam lembah Ban hoa kok.
Tak lama kemudian, mereka mendengar suara ramai berkumandang dari depan sana.
Ong It sin segera berpikir:
"Jangan jangan Sangkoan Bu cing hendak manfaatkan kesempatan pada malam ini
untuk memperkosa Bwe yau?"
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berpikir demikian dengan perasaan gelisah dia lantas menyampaikan kecemasannya
itu kepada rekannya: Bwe Leng soat segera berkata:
Lebih baik kita masuk lewat samping saja daripada menimbulkan rasa kaget mereka
Untung saja penjagaan dalam markas besar Ki thian kau pada malam itu kendor
sekali, tanpa mengalami kesulitan apa apa mereka telah berhasil menyusup ke
dalam sebuah bangunan loteng.
Sungguh kebetulan sekali, bangunan loteng itu ternyata adalah tempat tinggal si
Mawar beracun Hong Hiang kim.
Karena si mawar beracun sudah berangkat ke Tok coa sia pada tiga hari berselang,
maka disitu hanya tinggal dayangnya Cun ji dan Ciu ji dua orang.
Waktu itu, kebetulan dua orang dayang tersebut tak punya acara apa apa, maka
mereka duduk sambil mengobrol.
Terdengar Ciu ji berkata:
"Enci Cun, tahukah kau kenapa pada malam ini ruang Seng thian tian begitu
ramainya?" "Aku sudah tiga hari tak pernah keluar dari pagoda Li hiang kek ini, aku malah
sedang bersiap siap untuk bertanya kepadamu"
"Konon hari ini hu kaucu pertama sedang menyelenggarakan pesta perjamuan untuk
menyambut kedatangan wakil ketua kedua dan wakil ketua ketiga.
"Aaah, wakil ketua yaa wakil ketua" seru Cun ji sambil berdiri tertegun, masa
ada urutannya nomor satu nomor dua dan nomor tiga?"
"Hu kaucu pertama adalah Sangkoan hu kaucu kami yang lalu, sedangkan hu kaucu
kedua dan hu kaucu ketiga konon diangkat kaucu baru baru ini...
Ong It sin dan Bwe Leng soat yang kebetulan bersembunyi ditempat kegelapan
segera saling berpandangan sekejap, kemudian memperhatikan dengan lebih seksama.
"Manusia macam apakah mereka itu?" tanya Cun ji kemudian.
"Mereka adalah seorang toosu tua dan seorang hwesio bukan cuma umurnya sudah
mencapai tujuh puluh tahunan keatas, lagipula tampangnya jelek sekali" kata Ciu
ji. "Mirip siapa?" "Pokoknya susah untuk menemukan orang yang bertampang sejelek itu dalam
perkumpulan kita, bayangkan saja si toosu tua itu mana ceking, tinggi, persis
seperti batang bambu sedang si hwesio itu gemuk, pendek, perutnya gede lagi!"
"Sudah kau selidiki siapa namanya?" tanya Cun ji.
"Tentu saja sudah, si toosu bernama Sin Meh cu, dia adalah hu kaucu nomor dua,
sedang si hwesio bernama Siau mi lek, dia adalah Hu kaucu nomor tiga"
"Dari mana sih kedatangan mereka?"
"Konon mereka adalah ahli waris dari Hiat jiau thian mo (iblis langit tangan
berdarah) yang bercokol di bukit Tay hong san"
Begitu mendengar nama "Hiat jiau thian mo" disinggung, bukan cuma Cun ji saja
yang kaget bahkan Ong It sin serta Bwe Leng soat yang bersembunyi ditempat
kegelapan pun turut merasakan badannya gemetar keras.
Kedengaran Cun ji berkata lagi:
"Konon kedua orang Hu kaucu yang baru datang itu membawa berita bagus, katanya
kaucu kita berhasil menguasahi ilmu maha sakti Ang kim hui ceng sin kang, bila
dia sudah keluar gunung nanti maka suatu usaha besar besaran akan dilaksanakan
untuk menguasahi seluruh jagad"
Bwe Leng soat yang mendengar ucapan itu, diam diam lantas berbisik lirih:
"Ong toako, tampaknya kekuatan yang dimiliki Ki thian kau sekarang sudah tak
dapat dihadapi lagi oleh kekuatan kita berdua!"
Diam diam Ong It sin mendepakkan kakinya ke tanah sambil menghela napas panjang,
keluhnya: "Kesemuanya ini harus disalahkan karena kebodohanku dimasa lalu, coba kalau
pedang Hu si ku kiam serta sarung pedang Cian nian liong siau tersebut tidak
kuserahkan kepada Be Siau soh, tak nanti dunia persilatan akan berubah sekacau
ini" "Kau tak perlu menyesali diri sendiri apalagi dalam gerakan kita malam ini harus
bertindak sangat hati hati, kalau tidak, bisa jadi akan muncul banyak kesulitan
untuk kita berdua." "Tapi bagaimanapun juga, kita harus segera menyelamatkan jiwa Bwe Yau!"
"Tapi, dimanakah orangnya?"
Pada saat itulah, tiba tiba Ciu ji mengajukan suatu pertanyaan yang cukup
mengejutkan: "Enci Cun ke mana perginya Tongcu?"
"Dia bersama Gi hay jin yau telah pergi ke kota Tok coa sia!"
"Pergi menjumpai suhunya?"
Cun ji mengalihkan sorot matanya untuk memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, kemudian dengan merendahkan suaranya dia berbisik amat lirih:
"Tidak, dia membawa serta nona she Bwe itu untuk dipersembahkan kepada Thian tok
tay ong, agar dia bersedia pula menduduki jabatan Cong huhoat didalam
perkumpulan kita ini. Cuma kau musti memegang rapat rahasia ini, kalau sampai
rahasia ini bocor jangan harap kita bisa hidup dengan selamat"
Ciu ji segera menjulurkan lidahnya seraya berbisik:
"Coba tahu begitu, lebih baik aku tidak tahu saja!"
Ong It sin serta Bwe Leng soat yang secara kebetulan berhasil mendapatkan kabar
tersebut merasa tercengang sekali, dalam hati mereka lantas berpikir:
"Waaah, sudah berapa lama mereka berangkat?"
Sementara itu terdengar suara Ciu ji sedang bertanya lagi:
"Enci Cun, kapan sih tongcu kita berangkat melakukan perjalanan?"
Cun ji segera menunjukkan ketiga jari tangannya sambil menyahut:
"Tiga hari berselang!"
Kabar ini sangat diluar dugaan Ong It sin buru buru dia menarik tangan Bwe Leng
soat sambil serunya: "Hayo kita berangkat, kita harus cepat cepat menyusul mereka!"
Begitu selesai berkata, kedua orang itu segera bersama sama melompat turun dari
atas loteng. Mungkin lantaran tergesa gesa, ujung baju mereka tersambar angin segera
mengejutkan kedua orang dayang tersebut.
Dengan suara nyaring mereka segera membentak:
"Siapa disitu?"
Sambil membentak, kedua orang itu segera menerjang keluar dari dalam ruangan.
Cun ji menyaksikan ada dua sosok bayangan manusia berkelebat lewat dan segera
lenyap dibalik kegelapan sana, melihat itu, dengan kaget dia menjerit:
"Ada mata mata"
Teriakannya itu segera mengejutkan para penjaga yang tersebar disekeliling
tempat itu. Sekejap mata kemudian, suara tanda bahaya dibunyikan dimana mana, suasana
menjadi gempar ramai. Waktu itu Ong It sin dan Bwe Leng soat baru saja menyeberangi sebuah wuwungan
rumah dan melayang turun dibalik dinding pekarangan yang tinggi.
Tiba tiba terdengar seseorang membentak dengan suara yang parau dan kasar.
"Mata matanya ada disini"
Sambil berkata, ketiga batang piau segera disambitkan kedepan dengan kecepatan
luar biasa. Ong It sin sama sekali tidak menggubris akan datangnya ancaman tersebut sepasang
kakinya segera menjejak tanah sementara tangannya membalik melancarkan sebuah
pukulan untuk mementalkan senjata rahasia itu, lalu dengan kecepatan bagaikan
anak panah yang terlepas dari busurnya, dia langsung meluncur kedepan sejauh
tujuh kaki lebih. Bwe Leng soat yang berada dibelakangnya dengan cepat menyusul pula dibelakang
pemuda itu. Ketika lelaki yang melepaskan serangan senjata rahasia itu menyaksikan
serangannya berhasil dipukul rontok secara gampang ia menjadi tertegun dan untuk
sesaat lamanya tak tahu apa yang musti dilakukan.
Dalam pada itu, para gembong iblis yang berkumpul di istana Seng thian tian
telah bermunculan semua. Dengan suara lantang Sangkoan Bu cing segera berseru:
"Mana mata matanya?"
"Kedua orang mata mata itu sudah kabur melalui tempat itu!" sahut lelaki yang
menyambit senjata rahasia itu sambil menuding ke arah depan.
Sangkoan Bu cing segera tertawa dingin, kepada Tee leng kun, Say siu jin mo dan
Tee Hwe siang mo perintahnya:
"Cepat sambut kedatangan mereka dimulut lembah sana!"
Keempat orang gembong iblis itu segera mengiakan dan berangkat menuju ke depan
sana. Kemudian, Sangkoan Bu cing juga berseru kepada Sin Meh cu serta Siau bin Mi lek:
"Kalian berdua ikut aku mengambil jalan kecil!"
Sungguh cepat gerakan tubuh ketiga orang itu, apalagi memotong jalan, dalam
sekejap mata mereka telah berhasil mendahului Ong It sin serta Bwe Leng soat.
Ketika dua orang muda mudi itu sampai disana, Sangkoan Bu cing telah menghadang
jalan pergi sambil tertawa dingin tiada hentinya...
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... aku mengira siapa yang telah datang, ternyata
saudara Ong dan Nona Bwe!"
"Betul, memang kami berdua!" jawab Ong It sin sambil menghentikan napasnya.
"Setelah kalian berdua datang berkunjung ke lembah kami ditengah malam buta
begini, kenapa tidak bersedia menjumpai si tuan rumahnya?"
"Kami datang dikala senang, pergi dikala tak suka, peduli amat dengan tuan rumah
atau tidak!" Jawab dari Ong It sin itu diberikan secara ketus dan angkuh.
Mendengar itu, Sangkoan Bu cing segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... rupanya kalian datang untuk mencari nona Bwe
yau" Wah... kalau begitu, kau betul betul kebangetan, toh disampingmu sudah ada
nona cantik yang akan memberi hiburan kepadamu, kenapa kau malah mencari yang
jauh..." "Bedebah, kurangi kata kata busukmu itu," hardik Bwe Leng soat dengan gusar.
Sangkoan Bu cing segera angkat bahunya dan tertawa tengik.
"Masa kau tidak mengakui kalau diantara kalian sudah terlibat dalam cinta segi
tiga?" "Kau tak usah ngaco belo!"
Saking jengkelnya sekujur badan gadis itu sampai gemetar keras, kemudian sambil
melepaskan sebuah tusukan kilat ke depan bentaknya:
"Enyah kau dari sini!"
Jika dia sedang marah, maka terpancarlah suatu kewibawaan yang besar sekali.
Menyaksikan serangan yang muncul secara keji itu, buru buru Sangkoan Bu cing
menggerakkan pedangnya untuk menangkis kemudian godanya lagi dengan sinis.
"Jadi kau menyangkal?"
Tanpa terasa Bwe Leng soat menjadi ragu, tapi segera bentaknya lagi:
"Aku mencintai Ong toako atau tidak, itu adalah urusanku sendiri, orang lain tak
usah mencampurinya, mumpung belum terlambat hayo cepat menyingkir kau dari
situ!" "Hmm, jangan sombong dulu nona, jangan kau anggap ilmu pedang dari kuil Koan
tiau kek sudah nomor wahid dikolong langit."
"Jika kau tidak puas, boleh saja kau tetapkan waktu agar bisa berduel dikemudian
hari," tantang Bwe Leng soat sambil menggigit bibirnya kencang kencang.
"Kenapa musti memilih hari lain, hari ini toh sama saja?"
"Aku sudah pernah merasakan beberapa jurus ilmu pedang hasil curianmu itu."
"Kalau memang begitu, kenapa kau tidak bergerak dulu dengan Ji suhu kaucu dan
Sam suhu kaucu kami?"
"Ooh, kau maksudkan Sin Meh cu dan Siau bin Mi lek?"
Begitu nama dari kedua orang gembong iblis itu disinggung, mau tak mau diam diam
Sangkoan Bu cing merasa terperanjat juga.
Siau bin Mi lek segera tertawa lebar serunya.
"Li sicu, kau benar benar hebat dan pendengaranmu sungguh amat tajam, begitu
bertemu lantas bisa kenali pinceng. Hmm, ini menunjukkan kalau pengetahuanmu
sangat luas. Jika pinceng tidak mempergunakan kesempatan ini untuk meminta
beberapa petunjuk ilmu silat aliran Lam hay, kejadian ini pantas untuk
disesalkan" Begitu selesai berkata, ujung jubahnya segera dikebaskan ke muka, melancarkan
sebuah pukulan dahsyat. Angin pukulan yang sangat kencang dengan cepatnya meluncur kedepan.
Angin pukulan itu memang dahsyat, malah tanah pun ikut terbang sampai tiga cun
dalamnya. Itulah ilmu pukulan Kang hong ciang dari Thian tok tay ong.
Rupanya Bwe Leng soat mengetahui serangan lawannya, dia lantas berpikir:
"Tak heran dia bisa ditarik oleh Be Siau soh, rupanya orang ini telah memperoleh
segenap kepandaian sakti dari si gembong iblis tua itu."
Walaupun dihati dia berpikir demikian, tubuhnya sendiri berkelit ke samping
untuk menghindarkan diri.
Siau bin Mi lek segera tertawa terkekeh kekeh ujarnya:
"Bwe sicu sungguh terlalu memuji, apa yang berhasil pinceng dapatkan sekarang
tidak lebih cuma seperdua dari kepandaian yang dimiliki guruku..."
Bwe Leng soat makin terkesiap setelah mendengar perkataan itu, dia tak mengira
kalau gembong iblis itu demikian lihaynya.
Manusia Srigala 3 Suro Bodong 17 Menembus Kabut Berdarah Persekutuan Iblis 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama