Budha Pedang Penyamun Terbang 20
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira Bagian 20 kukeluarkan Jurus Naga Kembar Tujuh waktu itu. Seseorang yang berjalan di dalam angin itu tiba tanpa terlihat sosoknya, karena telah meleburkan tubuhnya ke dalam angin itu sendiri. Terdengar suatu suara di balik angin. Y an Zi dan Elang Merah serentak mencabut pedangnya karena meski belum terlihat kepekaan mereka merasakan datangnya bahaya! Seolah datang dari balik angin berhamburanlah ratusan kupu-kupu, ribuan kupu-kupu, ratusanribu kupu-kupu beracun yang menyerang dengan cepat dan tajam ke arah kami, mirip seperti pemberitahuan datangnya Pendekar Kupu-Kupu dahulu, tetapi jelas digerakkan daya batin yang jauh lebih besar dan lebih matang. Kupu-kupu berwarna-warni yang sebetulnya indah itu sebenarnyalah merupakan bahaya yang besar, karena dalam tingkat ilmu yang digunakan untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menyerang sekarang, cukup setitik dari serbuk racun yang dihamburkan sayap ratusanribu kupu-kupu yang kini telah jadi selaksa itu sudah cukup untuk menerbangkan nyawa! Selaksa kupu-kupu aneka warna berhamburan menyergap kami, tetapi bersama itu pula Yan Zi telah me lenting dengan Ilmu Pedang Mata Cahaya yang tidak kalah ajaibnya itu. Ia berguling-guling di udara dengan lingkaran cahaya pantulan pedang yang melindunginya, karena cahaya yang kemudian memadat terarah untuk membelah segala kupu-kupu itu tepat menjadi dua. Rupanya Yan Zi juga telah membaca Kitab Perbendaharaan Ilmu-ilmu Silat Ajaib dari Negeri Atap Langit yang tidak setiap perguruan memilikinya. Sementara itu dalam waktu yang sama Elang Merah pun telah berkelebat lebih cepat dari kilat, dan berada di atas semua kupu-kupu yang berhamburan itu, bahkan tanpa harus turun kembali dengan Ilmu Pedang Cakar Elang yang mengubah pedangnya menjadi selaksa dibasminya kupu-kupu itu dalam waktu s ingkat. Namun tanpa ampun dari dalam angin kupu-kupu itu berhamburan, berhamburan, dan berhamburan lagi. Bahkan kemudian warna kupu-kupu itu tidak lagi berwarna-warni melainkan hanya hitam! Segalanya menjadi hitam mengerikan dengan bunyi desis sayap-sayap tipisnya yang kini hanya terasa sebagai desis ular senduk yang amat sangat berbisa! Yan Zi dan Elang Merah belum melepaskan jurus-jurusnya ilmu pedangnya. Sungai yang mengalir menghanyutkan ratusan ribu kupu-kupu warna-warni yang sudah terbelah dua. Jurus Kupu-Kupu Hitam ini tidak terdapat dalam Kitab Perbendaharaan Ilmu-ilmu Silat Ajaib dari Negeri Atap Langit, tetapi pernah kudengar diperbincangkan di sebuah kedai, bahwa kupu-kupu hitam itu, meskipun merupakan bayangan yang menipu, tetap saja beracun dan keberacunannya sungguh berlipat ganda dibanding kupu-kupu warna-warni. Meskipun perbincangan kedai tiada bisa dijadikan pegangan, aku tidak mungkin berjudi dengan nyawa kami. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Bagiku, jika kupu-kupu hitam hanya merupakan bayangan, berarti terdapat sesuatu yang lain, yang tentunya jauh lebih mengancam! Secepat pikiran aku masuk ke dalam angin dengan membuat tubuhku berputar seperti pusaran dalam kedudukan mendatar, begitu cepatnya sehingga dari tubuhku muncul udara panas yang segera berubah menjadi api, yang dengan begitu sembari menembus masuk ke dalam angin membakar segenap kupu-kupu hitam itu menjadi abu. Bahkan kemudian angin itu sendiri menyala dan nyaris membakar hutan cemara. Inilah Jurus Naga Mandi Api yang meskipun sudah pernah kucoba dalam latihan, baru kali ini kuterapkan menghadapi lawan dalam pertarungan. Dengan Jurus Naga Mandi Api siapa pun yang berada di dalam lorong angin ini akan tewas tertambus menjadi arang. Namun lawan yang kuhadapi kali ini ternyata memang tingkat ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari lawan manapun yang pernah kuhadapi. Segala kupu-kupu sudah habis kuperabukan, tetapi bersama daya dorong angin yang sangat amat dahsyat melesatlah suatu serangan tangan kosong yang juga kupapak dengan tangan kosong, artinya yang menjadi merah karena kusalurkan ch'i yang menjadikannya sebagai Telapak Darah. Sepintas kulihat wajah seorang tua gagah berambut putih dengan berewok yang juga serba putih, tetapi hanya itu yang sempat kuingat, karena setelah itu suatu ledakan dahsyat mementalkan kami masing-masing begitu jauhnya sampai saling takbisa melihat lagi. Aku terpental begitu jauh, sampai ke jurang yang bahkan takterlihat dari sungai itu. Tubuhku melayang jatuh ke bawah bagai takbisa dihentikan lagi, tetapi aku membentangkan tangan, dan menegakkan tubuh dengan kaki ke bawah, maka laju jatuhku pun berkurang kecepatannya, sebelum akhirnya berhenti sama sekali. Untuk naik lagi kugerakkan kakiku dengan gerakan mendaki, tetapi dengan gerakan seperti ini sekali sebelah kaki melangkah aku melesat sepuluhribu kaki ke atas. Hanya dengan tiga kali TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ gerakan kaki maka aku pun sudah muncul melampaui permukaan jurang. KURANG dari sekejap, aku telah kembali ke sungai yang kelihatan dasarnya itu dengan kecepatan serangan, tetapi tidak kulihat lagi Y an Zi dan Elang Merah! Apakah yang telah terjadi" Sungai itu telah menghanyutkan seluruh kupu-kupu yang terbelah dua dan jatuh di atasnya, sementara di lapangan rumput yang tidak lagi hijau warnanya masih berserakan s isasisa sayap yang hitam maupun warna-warni, setelah hampir semuanya diterbangkan angin yang kencang. Ke mana mereka" "Dikau mencari kedua temanmu, wahai pendekar yang disebut tidak memiliki nama, tetapi menguasai jurus-jurus naga yang tiada duanya?" Aku menoleh ke belakang. Kulihat lelaki tua gagah yang berewok dan kumisnya serba putih memenuhi wajah itu, yang rambutnya juga putih, tebal dan panjang, tetapi jubahnya hitam legam, sedang muncul ke atas hutan dari bawah sambil bersila. Ia berhenti di atas pucuk-pucuk cemara. Aku tidak segera menjawab. Ia mengetahui perihal jurusjurus naga. Padahal tidak setiap pendekar dalam dunia persilatan dapat mengenali, apalagi mempelajari dan menguasainya. Aku pun mendapatkannya tentu hanya karena ilmu silatku bersumber dari Sepasang Naga dari Celah Kledung, yang karena tingkat ilmu silatnya telah diminta bergabung dengan Pahoman Sembilan Naga di Javadvipa sebagai naga kesepuluh, tetapi mereka menolaknya. Meskipun ilmu silat dari pasangan pendekar yang mengasuhku itu telah melebur ke dalam berbagai jurus yang kukembangkan sendiri, rupanya masih terbaca juga, terutama oleh mereka yang mengetahui keberadaannya, atau penguasaan ilmu silatnya memang berada pada tingkat naga itu sendiri! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Di mana mereka?" Tentu saja dengan ilmu silat setinggi yang dimiliki Yan Zi Si Walet dan Elang Merah, aku tidak berharap sesuatu yang buruk telah terjadi dengan keduanya. Namun terbukti betapa dugaanku keliru. "Mereka berada di belakangmu," kata orang tua gagah yang bersila sembari mengambang di udara itu. Aku melihat ke belakang. Kedua perempuan pendekar itu tergeletak di atas tanah tanpa sadarkan diri dengan tangan, kaki, dan mulut terikat! Kedua pedang mereka tergeletak di sisunya masing-masing. Berarti orang tua gagah ini telah menyerang ketika mereka masih memegang pedangnya, dan itu berarti dalam suatu pertarungan terbuka yang adil, kecuali betapapun orang tua berambut putih sekali tetapi berjubah hitam legam itu telah menggunakan jurus yang mendekati sihir... Apakah akan kuserang orang tua itu untuk membebaskan mereka berdua" Barangkali dikau bisa membunuhku sekarang juga,i ujarnya seperti bisa membaca pikiranku, itetapi jika aku mati dikau tidak akan pernah bisa menyelamatkan kedua kekasihmu itu. Mantra yang mengikat mereka telah kukunci, dan hanya diriku seorang yang bisa membukanya.i Kuperhatikan lagi kedua perempuan pendekar yang tergeletak tanpa daya itu. Mereka memang tidak terikat oleh tali, me lainkan oleh ular hitam legam yang tentunya sangat amat berbisa. Ular-ular yang membelit kaki, tangan, dan mulut kedua perempuan itu hidup, tetapi daya cengkeram maupun nalurinya berada di bawah pengaruh orang tua tersebut. Namun mengapa ia menyebutkan keduanya sebagai dua kekasih" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Hahahahahahaha! Daku telah mengamati kalian se lama ini tanpa kalian ketahui! Perempuan berbaju putih itu memang mendua hatinya, jiwanya menantikan cintamu, tetapi tubuhnya menghendaki perempuan yang berbaju merah; sedangkan perempuan yang berbaju merah itu jiwanya sungguh ingin menerkam dirimu, tetapi tubuhnya bisa juga melayani perempuan berbaju putih; keduanya mencintaimu wahai pendekar yang mengaku takbernama dari Ka-ling, tetapi rupanya dikau menahan diri untuk tidak mengucapkan apapun yang berhubungan dengan cinta, bukan sekadar karena dikau tidak mengetahui siapa di antara kedua perempuan ini yang lebih dikau cintai, tetapi karena ada sesuatu dalam dirimu yang menghalangimu, dan itulah yang tidak dan memang tidak perlu kuketahui!" Apa yang dikatakannya seperti mengungkapkan apa yang kupikirkan selama ini. "Bapak yang Terhormat, siapakah kiranya dikau yang begitu perkasa, dan mengapa pula masih merasa perlu memperlakukan dua perempuan dengan cara seperti itu?" "Hahahahahahaha! Tidak segala kupu-kupu itu mengingatkan dikau kepada sesuatu, wahai Pendekar Tanpa Nama dari Javadvipa?" ITULAH yang kupikirkan juga sejak tadi. Aku telah membunuh Pendekar Kupu-kupu, dan aku juga telah membunuh seribu murid Perguruan Kupu-kupu yang menyerbuku dengan kecepatan cahaya itu. "Diriku memang tidak berada di tempat saat itu, jika dikau sudah ingat kembali," katanya dengan yakin betapa aku memang sudah ingat kembali. Aku tidak menjawab, memikirkan cara membebaskan Elang Merah dan Yan Zi, tetapi belum juga bisa memecahkannya. Aku tidak menyesal telah melepaskan segenap daya sihir yang diwariskan kepadaku oleh Raja Pembantai dari Selatan, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebagai ganti pemahaman filsafat Nagarjuna, karena pengetahuan tentang sihir itu sendiri tidak akan hilang sampai aku mati. Makanya aku pun tahu, betapa mantra yang telah membuat ular-ular hitam legam itu dapat mengikat Yan Zi dan Elang Merah hanya dapat ditawar oleh mantra kunci pembuka, sehingga jika kupaksakan mengambil atau membunuh ularular itu, bukannya mereka akan lepas melainkan mencengkeram semakin erat, begitu rupa eratnya seperti lintah, bahkan masuk menembus kulit sambil merembeskan segenap bisa. "Daku berada jauh dari sini, ketika angin yang berembus menyampaikan jeritan kematian murid-muridku yang dikau bantai sampai habis tuntas tanpa sisa. Daku memang berada di tempat yang jauh, dan meskipun segera kutinggalkan apa yang seharusnya kulakukan, segalanya sudah terlambat. Rumah perguruanku tinggal bangunan dan tanah yang kosong tempat angin lewat tanpa seorangpun menghayatinya lagi, menimbulkan kekosongan luar biasa yang tidak akan pernah bisa dikau bayangkan. Melihat umur dikau, kiranya dikau belum memiliki murid, jadi tidaklah dikau dapat rasakan bagaimana keadaanku saat itu, setelah membangunnya dengan susah payah selama berpuluh-puluh tahun..." Kiranya inilah mahaguru Perguruan Kupu-kupu yang pernah juga kupikirkan itu. Namun apalah yang bisa kulakukan jika Pendekar Kupu-kupu yang merupakan murid utamanya memperkenalkan diri kepadaku, dengan cara membantai tujuh penyoren pedang yang sedang menyembahku agar diriku sudi menjadi guru" Cara kematiannya pun kukira setimpal dengan penghinaan yang dilakukannya untuk memancing pertarungan. Sedangkan seribu murid Perguruan Kupu-Kupu yang menyerangku dengan kecepatan cahaya dan bermacammacam senjata itu, apalagikah yang bisa diharapkan dalam dunia persilatan jika seseorang sudah menyerang dengan jurus-jurus mematikan" Betapapun kepada mereka semua telah kuberikan kematian pada puncak kesempurnaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Apalagikah yang sekarang diharapkan sang mahaguru Perguruan Kupu-Kupu, yang tentunya lebih dari mengerti tatacara dunia persilatan ini" Adapun Yan Zi dan Elang Merah telah dijadikan sandera! Kedua perempuan pendekar itu kini telah sadar kembali dan tidak bisa berkutik. Hanya mata mereka menatapku, sementara ular-ular hitam legam itu, begitu merasakan terdapatnya gerakan, langsung mempererat belitannya pada kaki, tangan, maupun mulut itu. Meskipun ketabahan kedua perempuan pendekar itu kupercaya, betapapun melihat keadaan mereka yang seperti itu, diriku tidaklah tega! Apalagi mereka berdua setiap saat bisa dibunuh oleh sang mahaguru tua itu! Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Mahaguru Kupu-kupu, begitulah dunia persilatan di Negeri Atap Langit menyebutku karena Jurus Impian Kupu-Kupu yang sulit ditandingi itu," katanya lagi, "kini bahwa dirimu telah mengatasi jurus itu, tidak ada gunanya juga menantangmu bertarung hari ini, karena bahkan diriku yang sebetulnya telah mengundurkan diri dari dunia persilatan kiranya memang masih harus belajar lagi." Ia masih mengambang di udara sambil bersila, menandakan tingkat ilmu silat yang sangat tinggi, tetapi dikatakannya betapa dirinya masih mau belajar kembali! "Apakah yang Bapak inginkan dari sahaya agar kedua teman sahaya itu dapat Bapak bebaskan kembali?" Mahaguru Kupu-kupu itu terkekeh-kekeh mendengar jawabanku. "Daku tahu dikau akan mengatakan itu Pendekar Tanpa Nama! Meskipun dikau tampaknya telah membunuh ratusanribu orang tanpa perasaan, dikau tampak terlalu menyayangi kedua perempuan pendekar teman seperjalananmu ini. Bagaimana rasanya melakukan perjalanan ditemani dua perempuan cantik jelita seperti ini?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku tidak menjawab. Mahaguru Kupu-kupu tertawa terbahak-bahak. "Dikau tidak berselibat bukan" Huahahahahahaha!" Kiranya aku harus bersabar, mengingat Yan Zi dan Elang Merah yang kini dapat dibunuhnya setiap saat. Kuingat bagaimana Elang Merah yang telah menyerahkan hidupnya untuk mengikuti perjalananku, dan belum kulupakan pula betapa Angin Mendesau Berwajah Hijau telah menyerahkan Yan Zi Si Walet dalam pengawalanku. Tidaklah mungkin bagiku meninggalkan mereka berdua begitu saja dalam cengkeraman maut. SEANDAINYA pun Mahaguru Kupu-kupu ini mampu kutempur sampai mati, mantra yang telah dirapalnya untuk mengunci ular-ular hitam legam yang menjerat kedua perempuan itu akan tetap hidup, tetapi kali ini tanpa mantra kunci pembukanya lagi, sehingga pasti akan tewaslah Yan Zi dan Elang Merah. Dalam hati aku menghela napas panjang, apakah yang diinginkannya" Meskipun sekarang aku sangat ingin membunuhnya, betapapun kelanjutan hidup Yan Zi dan Elang Merah sekarang jauh lebih penting. Setelah tawanya usai, wajah Mahaguru Kupu-kupu itu sekarang lebih bersungguh-sungguh. ''Pendekar Tanpa Nama, dengarkanlah baik-baik apa yang akan daku katakan ini, karena jiwa kedua perempuan pendekar ini sekarang tergangtung di tanganmu. Saat dikau membantai murid-muridku sebetulnya sedang berada di suatu tempat yang jauh dari sini dan disebut Shangri-La. Tujuanku pergi ke sana adalah merebut kembali Kitab Ilmu Silat Kupukupu Hitam yang diwariskan guruku Mahaguru Kupu-kupu Hitam kepadaku, tetapi kemudian dicuri oleh adik seperguruanku, yang kemudian menghilang taktentu rimbanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Sebetulnya ketika mewariskan kitab itu, guruku juga menyertakan Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum mempelajari K itab I lmu Silat Kupu-kupu Hitam itu sendiri. Jika tidak, kitab itu tidak akan bisa dimengerti, dan jika dipaksakan juga, maka orang yang tetap mempelajarinya akan tersesat dalam berbagai jebakan dalam kitab tersebut, yang rupanya memang dibuat untuk menghadapi pencurian kitab-kitab ilmu silat yang semakin merajalela. Adik seperguruanku, yang sebetulnya juga adik kandungku sendiri, tidak mengetahui terdapatnya Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tersebut, karena keberadaannya memang dirahasiakan. ''Daku baru sempat mempelajari bagian awal saja dari kitab tersebut, ketika adikku yang memang ingin segera menguasai dunia persilatan, tidak bisa menahan kehendak untuk segera mempelajarinya. Guruku pernah berkata bahwa adikku sebenarnya jauh lebih berbakat daripada diriku untuk menerima dan mengembangkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, tetapi katanya pula terdapat masalah kematangan dalam diri adikku, yang membuat guruku merasa sebaiknya adikku itu mendapatkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam dariku saja, tentu setelah daku mempelajari dan menguasainya dari kedua kitab itu secara tuntas. ''Namun begitulah kejadiannya. Setelah menghilang sampai 30 tahun lamanya, terdengar lagi nama Mahaguru Kupu-kupu Hitam dari Shangri-la, padahal guruku itu sudah lama meninggal dunia. Setelah kupelajari dari berbagai cerita yang sampai ke telingaku, tidak salah lagi pastilah adikku itu, yang menggunakan nama guruku setelah mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tanpa kitab pengantar dan cara membacanya, yang membuatnya tersesat dalam pembelajaran, dan akhirnya merusak jiwanya. Disebutkan betapa dengan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam ia membunuh orang semaunya, dengan cara sekejam-kejamnya, tidak peduli TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berasal dari golongan putih, golongan hitam, atau golongan merdeka. Kadang-kadang bahkan pasukan kerajaan pun tanpa sebab diserangnya begitu rupa sehingga menimbulkan kekacauan luar biasa. ''Untuk membersihkan nama guruku Mahaguru Kupu-kupu Hitam aku menuju Shangri-La, dan aku sudah hampir berhasil mendapatkan kitab itu tanpa harus menempurnya, ketika angin membawa kabar kematian murid-muridku, dan ketertegunan sejenak itu lebih dari cukup untuk membuat pintu rahasia tempat penyimpanan Kitab I lmu Silat Kupu-kupu Hitam itu tertutup kembali. Kini tempat itu tentu dijaga dengan ketat, dan kuragukan diriku akan dapat mencurinya kembali, kecuali jika dapat menempurnya dan menang. Persoalannya, aku ingin mendapatkan kembali kitab itu secara utuh. Sedangkan ketika ia sempat melihatku berkelebat menghilang, ia berteriak dan menyampaikan lewat angin, bahwa jika dilihatnya diriku kembali ke tempat itu lagi, kitab itu akan dihancurkannya menjadi abu agar bisa dikuasainya sendiri. ''Jadi dikaulah, Pendekar Tanpa Nama, yang harus mencurinya ke Shangri-La, sanggupkah" Jika tidak, kedua teman perempuanmu ini kubunuh di sini sekarang juga!'' (Oo-dwkz-oO) Episode 194: [Menuju Shangri-La] AKU tidak mempunyai pilihan lain selain memenuhi tuntutan Mahaguru Kupu-kupu untuk mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam nun jauh di Shangri-La sana, karena Yan Zi Si Walet maupun Elang Merah telah dijadikannya sandera. "TEMPAT itu memang sangat jauh dari sini, itulah yang membuat diriku tetap saja terlambat menghambat pembantaian yang dikau lakukan terhadap murid-muridku, dan kini dikaulah yang harus menanggungnya, supaya setidakTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tidaknya dikau alami perasaan semacam itu, yakni perasaan membiarkan seseorang yang telah memberikan hidupnya kepadamu tewas teraniaya begitu saja tanpa bisa menolongnya. Saat aku berkelebat secepat kilat air mataku tumpah membayangkan nasib murid-muridku sampai air mata itu membeku di pipiku ketika me lewati gunung-gunung salju, hanya untuk pecah berhamburan kemudian sebab panas yang timbul dari gesekan. Kini rasakanlah betapa kedua perempuan ini hidup dan matinya tergantung dari dirimu saja, wahai Pendekar Tanpa Nama, yang jika tidak berhasil dikau penuhi tuntutanku, maka bolehlah dikau menganggap bahwa dikaulah yang membunuh mereka berdua!" Tentu saja ini siasat yang cukup licik, yang mungkin saja timbul dari dendam, tetapi kurasakan padanya terdapat sesuatu yang disembunyikan. "Daku tidak bisa memberi dikau waktu lebih lama dari tiga puluh hari," kata Mahaguru Kupu-kupu itu, "jika pada hari ketiga puluh dikau belum datang membawa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, mungkin dikau tidak perlu datang seterusnya. Pada hari ketig apuluh itu kutunggu dikau sampai senja tiba. Begitu matahari tenggelam di balik gunung, saat itulah ular-ular yang mengikatnya sekarang akan melibat dengan begitu eratnya, sambil merembeskan racun ke dalam pori-pori kulitnya, dan jika sudah begitu maka tiada satu kekuasaan akan bisa menolongnya lagi. Mantraku telah menguncinya seperti itu, dan hanya jika dirimu muncul akan kurapal mantra pembuka kuncinya. "Jadi pergilah Pendekar Tanpa Nama, dan segeralah kembali!" Aku melesat tanpa menunggangi kudaku, karena setelah kuminta agar belitan ular pada mulut Elang Merah dibuka sebentar untuk menanyakan jalan, dikatakan bahwa jika mengandalkan kuda belum tentu aku akan dapat kembali lagi dalam empat bulan. Shangri-La memang jauh sekali. Seperti TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dijelaskan Elang Merah, aku tidak perlu turun melewati Y uxi ke utara lagi, melainkan berbelok saja melewati puncak-puncak Pegunungan Hengduan, jadi ke barat menuju Baoshan, lantas menyusuri Sungai Nu ke utara melewati Lluku, Lushui, Chenggah, Fugong, dan Gongshan, untuk berakhir di Gunung Gaoligong. Dari sini terdapat semacam batu loncatan untuk mencapai Shangri-La, yakni melalui setidak-tidaknya tiga puncak gunung batu, yang sebetulnya telah secara berdampingan dan memanjang dibentuk oleh tiga sungai, yakni Sungai Nu, Sungai Lancang, dan Sungai Jinsha, menjadi tiga puncak yang tinggi masing-masingnya mencapai 10.000 kaki. Di sini, aku harus melenting-lenting dari satu puncak ke puncak lain dari barat ke timur melalui daerah bersalju di Gunung Salju Ba imaMelli, dan barulah turun ke selatan menuju Kuil Kupu-kupu Hitam di Shangri-La yang terletak di bawah di antara Gunung Merah, Danau Bita, Gunung Salju Haba, dan Gunung Qianhu. Bukan hanya jarak saja yang diperhitungkan Elang Merah, melainkan juga segala halangan di jalan, berangkat maupun kembalinya, terutama bahwa mengambil Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam dari tangan yang menguasainya, yakni Mahaguru Kupu-kupu tentu tidaklah menjadi mudah. Adapun jika berhasil, aku tidak perlu kembali ke tempat yang kutinggalkan ini, karena Mahaguru Kupu-kupu mengatakan bahwa dirinya akan mengirimkan pesan, ke manakah kiranya kitab itu harus kuantar. "Karena daku tidak mungkin menunggu dikau selama tiga puluh bersama kedua perempuan ini," katanya lagi. "Jadi di mana?" tanyaku waktu itu. Mahaguru Kupu-kupu hanya tersenyum. "Berangkatlah segera Pendekar Tanpa Nama," katanya pula, "tiga puluh hari tersebut dimulai hari ini!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku melirik kedua perempuan kawan seperjalananku itu sebentar, dan tahu betapa aku akan tersiksa oleh rasa bersalah selamanya jika tidak bisa membebaskan mereka. Keduanya jelas terdidik sebagai seorang pendekar, dan karena itu ketika belitan ular di mulutnya direnggangkan sementara agar bisa berbicara kepadaku, Elang Merah bahkan berkata, "Jangan pedulikan diriku! Bunuh saja jahanam licik ini! Daku tidak takut mati!" Sementara Yan Zi tampak menganggukangguk menyetujuinya pula. Namun bertemu tatapan kedua pasang mata cerlang cemerlang seperti itu, yang betapapun mengingatkan kepada suara tawa ceria yang telah mengisi kesunyian gunung-gunung batu selama ini, kutahu betapa diriku memang tidak punya pilihan lain. Mahaguru Kupu-kupu sebetulnya juga menuntut satu hal lagi. "Jika dikau berhasil membawa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, wahai Pendekar Tanpa Nama, daku baru akan membebaskan kedua perempuan dengan satu syarat lagi." ITU dikatakan sebelum mempersilakan diriku berangkat. "Syarat apakah itu Yang Mulia Mahaguru Kupu-kupu?" Dengan cara menyebut namanya yang seperti itu, dengan tekanan nada yang tentunya tidak dapat diperdengarkan di sini, sebenarnya itu berarti aku sudah tidak menghargainya lagi. "Bahwa dikau harus bertarung denganku dahulu, seminggu sejak dikau serahkan kitab itu kepadaku," katanya, "kalah maupun menang, mati maupun hidup, keduanya pasti daku bebaskan." "Dan sebelum kita bertarung, keduanya masih berada di tangan Yang Mulia Mahaguru?" Kuingat lagi saat itu pun ia hanya tersenyum. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ia memang tak perlu mengatakan itu. Dalam hati aku sudah berjanji akan membunuhnya meskipun ia tidak menantangku bertarung dan membebaskan keduanya. Apalagi jika terjadi sesuatu pada diri mereka. Janganlah khawatir Mahaguru Kupu-kupu, aku menjawab dalam hati, meskipun dikau menggunakan waktu seminggu Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo untuk menamatkan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, aku akan tetap membunuhmu! (Oo-dwkz-oO) NAMUN kini bukanlah Mahaguru Kupu-kupu yang akan kuhadapi, melainkan Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Namun jangankan berhadapan dengan kitab atau Mahaguru Kupukupu Hitam, karena menemukan Shangri-La itu sendiri, bagi orang asing seperti diriku, adalah juga suatu persoalan. Memang benar, Elang Merah telah memberikan urutan nama-nama tempat yang tidak bisa lebih tepat lagi, karena semua wilayah itu telah dikenalnya, sebagai pendekar asal Tibet yang selalu mengembara ke mana-mana. Betapapun, Elang Merah juga mengetahui betapa perjalanan melalui darat amatlah sulit dan beratnya, sehingga tampaklah mustahil untuk berangkat berkuda ke Shangri-La melalui puncakpuncak gunung bersalju dan kembali ke tempat yang belum ditentukan sekarang itu dalam tiga puluh hari. Maka Elang Merah pun menyebutkan terdapatnya suatu keadaan alam yang mungkin saja dapat kupertimbangkan sebagai semacam jalan pintas. Itulah kenyataan bahwa terbentuknya Tiga Sungai Sejajar tadi oleh gerusan angin musim menjadikan terdapatnya puncak-puncak tebing menjulang ke langit antara 10.000 sampai 16.000 kaki. Begitu tingginya sehingga perbedaan cuaca dari bawah ke atas bisa sangat jauh, dari sekadar dingin seperti di gunung sampai membekukan tulang seperti di puncak bersalju. Barulah aku sadar, Elang Merah dapat menceritakannya dengan jelas karena wilayah itu berada di TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tepi wilayah Kerajaan Tibet, dekat dengan tempat para bhiksu melaksanakan upacara mengitari kaki Gunung Kawagebo sebagai bagian dari kaki Hima laya. Begitulah para bhiksu Tibet dengan jubahnya yang merah menganggap Shangri-La sebagai perwujudan Shambala, sebuah surga di dunia tempat tidak terdapat perang, tidak ada penderitaan, tempat orang-orang hidup dengan damai dan serasi, dalam dhyana dan latihan diri yang keras. Dalam kitabkitab Buddha disebutkan betapa Shambala itu berada di balik Hima laya di bawah suatu gunung kristal yang penghuninya tak terpengaruh godaan apa pun dari dunia di luarnya. Mengapakah pula kini terdapat orang seperti Mahaguru Kupukupu Hitam yang telah membunuh begitu banyak orang itu di sana" Aku melesat dan melesat, berkelebat semakin cepat. Kukira Elang Merah, dengan segala petunjuknya untuk menemukan Shangri-La, memang tidak bermaksud menganjurkan diriku menuju ke tempat yang terpencil itu melalui segala jalan sempit dengan mengikuti sungai, maupun berkelak-kelok melalui gunung-gunung batu yang serba tinggi dan curam. Melainkan justru melalui angin, angin musim itu, yang telah membuat celah-celah di atas Tiga Sungai Sejajar sebagai dinding-dinding batu tinggi menjulang. Aku akan bisa tiba dengan segera ke puncak-puncak gunung batu yang memisahkan T iga Sungai Sejajar itu melalui jalan angin! Barulah kusadari betapa Elang Merah memang tak mungkin tidak mengenal wilayah itu, sebagai perempuan pendekar Elang Merah yang dari puncak di ketinggian tinggal melenting dan membentangkan tangannya, seperti elang membentangkan sayapnya melayang dalam diam, dengan keterarahan tujuan yang dihela pemusatan batin dan pikiran. KEMAMPUAN melayang dari puncak ke puncak di ketinggian dalam berbagai perjalanan, membuat Elang Merah pun sempat memperingatkan diriku akan terdapatnya pula para TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ penyamun terbang, yang berasal dari berbagai suku kecil di wilayah yang bagaikan tak bertuan, yang membuat setiap suku ingin berkuasa di wilayahnya masing-masing, bahkan pada gilirannya tidak jarang jika kemudian saling menyerang. ''Berhati-hatilah dalam perjalanan di udara, duhai Pendekar Tanpa Nama,'' ujar Elang Merah penuh rasa khawatir, ''sering terjadi pertempuran di udara antara pasukan terbang berbagai suku di s itu, dan pertarungannya berlangsung amat kejam.'' Di luar orang-orang Tibet, juga tinggal di sana suku-suku Yi, Han, Naxi, dan Lisu. Disebutkan karena alam Tiga Sungai Sejajar memang sangat berat, maka suku-suku yang hidup di sekitarnya memang telah mengembangkan keterampilan yang luar biasa dalam perjalanan melalui udara. Bukan sekadar betapa untuk menyeberang dari puncak gunung batu yang satu ke puncak gunung batu yang lain digunakan hanya sepotong tali, tetapi dengan semacam roda pada tali itu yang dibebani tali-temali juga untuk membawa orang, keledai, bayi, maupun barang-barang yang diseberangkan, sementara nun jauh di bawahnya dari puncak ke puncak terdengar tiga sungai mengaum; melainkan juga bahwa mereka ciptakan sejumlah alat terbang, yang sedikit banyak bisa membawa setiap orang yang mampu mengendalikannya untuk meluncur, melayang, bahkan berselancar, semuanya seperti terbang, dari tempat satu ke tempat lain di wilayah Tiga Sungai Sejajar. Wilayah yang harus kulalui jika ingin sampai ke Shangri-La secepatnya. Penduduk wilayah itu, bahkan juga kanak-kanak, sudah biasa terlihat berdiri di tepi jurang, lantas meloncat seperti mau bunuh diri, padahal tidak, karena mereka sebetulnya meloncat untuk me lakukan perjalanan di udara. Setelah meloncat, kaki yang semula di bawah itu akan naik ke belakang sementara tubuh bagian atas merendah sampai seluruh tubuhnya mendatar, lantas melayang maju ke depan, karena ternyata tubuh manusia yang melayang itu sebetulnya tengkurap pada suatu pentangan kulit yang dapat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dikendalikan ke arah mana pun, selama daya dorong angin kencang yang selalu bertiup di Tiga Sungai Sejajar itu digunakan dengan baik. Namun di antara penduduk yang melayang dari kampung ke kampung, yang di berbagai celah puncak-puncak menjulang itu bertebaran seperti sarang burung walet, terdapat juga yang mengenakan perangkat seperti sayap, yang bukannya mengepak, melainkan bagaikan membentang, sementara kedua tangan yang bebas dapat mengerjakan sesuatu yang lain, seperti memanah atau melemparkan tombak. Diriwayatkan suatu ketika sepasukan penyerbu mengitari sebuah kampung yang rumah-rumahnya menempel dan bertebaran seperti sarang burung walet di sekeliling puncak tiang menjulang itu. Sembari terbang berputar-putar mengitari puncak gunung batu, para penyerbu melepaskan anak-anak panah berapi yang segera membuat rumah-rumah itu menyala. Para penyerbu bersayap itu lantas melemparkan pula tombaknya kepada mereka yang berlarian di jalan-jalan sempit atau bergelantungan dari ke tali, sampai penduduknya nyaris musnah. Pada saat itulah pasukan penjaga keamanan kampung yang gagah berani berloncatan dari tempat-tempat tersembunyi, langsung mendarat pada punggung para penyerbu itu, untuk langsung menggorok dan menikamnya, sehingga ketika para manusia terbang itu menjadi oleng dan meluncur jatuh ke bawah, yang berada di punggungnya pun tentu ikut me layang jatuh, bahkan seperti sengaja melekat erat untuk memastikan betapa para penyerbu itu betul-betul telah perlaya. Diceritakan bagaimana darah dari para penyerbu yang digorok dan ditikam itu menggerojok jatuh ke bawah seperti air keluar dari mulut makara. Dengan latar belakang seperti itu, tentulah hanya soal waktu untuk sampai kepada cerita munculnya para penyamun terbang, yang dari atas bisa menyambar seperti elang. Para penyamun terbang ini bahkan cukup kejam untuk menyambar jiwa maupun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ barang orang-orang awam yang sedang susah payah menyeberang di atas sungai dengan bergantung hanya pada tali. Aku melesat dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit, dan meski belum sampai ke wilayah Tiga Sungai Sejajar, segala cerita yang telanjur kudengar, ada atau tidak dalam kenyataan, muncul dalam bayanganku dengan sangat amat terlalu jelas. Orang-orang yang berselancar di udara dengan pentangan kulit binatang itu misalnya, ternyata sudah tidak lagi tengkurap di atasnya, melainkan justru berdiri di atas pentangan kulit, yang telah menjadi semakin sempit dengan tonjolan pengendali di bawahnya. Para peselancar udara pergi dari kampung satu ke kampung lain antarpuncak gunung batu sambil menggunakan pentangan kulit itu, padahal mereka sungguh-sungguh awam! SAYAP-SAYAPNYA pun telah semakin sempurna, sehingga tidak lagi tampak sebagai alat atau perlengkapan terbang, melainkan nyaris seperti bagian tubuh manusia, yakni seperti manusia terbang itu sendiri. Tentu saja aku lantas teringat kepada Pangeran Kelelawar dalam pertempuran di bawah Puncak Tiga Rembulan di Tanah Khmer. Barangkali dialah manusia terbang pertama yang kusaksikan melenting-lenting di udara tanpa pernah menyentuh tanah sama sekali, karena dari pergelangan tangan sampai pinggangnya tumbuh selaput kulit yang membuatnya mampu bergerak di udara seperti kelelewar. Namun jika Pangeran Kelelawar adalah seorang pendekar, yang mendapatkan kemampuannya dari pendalaman ilmu s ilat dan samadhi bergantung dengan kepala di bawah seperti kelelawar, maka suku-suku yang bermukim di sekitar Tiga Sungai Sejajar ini adalah orang-orang awam sahaja, tetapi yang menggunakan otaknya untuk mengatasi lingkungan alam yang sangat keras. Apakah jadinya jika kemudian orang-orang awam ini juga belajar ilmu s ilat" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku melaju dalam angin, mula-mula memang seperti berlari di atas langit, tetapi kemudian meluncur seperti ikan lumbalumba, karena hanya angin yang dapat kuandalkan bagaikan suatu aliran sungai bagi pergerakan ikan. Puncak-puncak gunung, dinding-dinding tebing, hutan, lembah, serta jurang yang dalam berkelebat ke belakang seperti bayangan dan hanya bayangan karena tiada lain yang lebih bayangan daripada bayangan, yang sesungguhnyalah, setidaknya, merupakan bayangan dari kenyataan! Tentu aku telah bergerak amat sangat cepat, bahkan lebih cepat dari cepat, tetapi justru karena mengira akan terlalu cepat sampai ke Sungai T iga Sejajar, aku pun turun ke bawah, ke arah Sungai Nu, dan kembali berlari di atas sungai yang kini meruapkan kabut yang amat tipis di permukaannya, sekadar menghindari pertemuan dengan para manusia terbang, dan kekhawatiranku itu pun ternyata terbukti. Begitu aku turun di atasku kulihat melesat dua sosok bersayap. Mengepak seperti burung raksasa, lantas menghilang, tetapi sempat kudengar mereka bercakap-cakap. Aku tidak mengerti sepatah kata pun kata-kata mereka! Mungkinkah mereka ini para penyamun terbang" Namun tidakkah jika penyamun tentunya mencegat dan menyambarku, dan bukannya aku mengintai mereka dari dalam kabut tanpa terlihat seperti ini" Kabut di atas sungai ini selalu bergerak seperti gumpalan asap, sementara di tepi sungai segala ranting dan dahan diselaputi air membeku yang disebut es. Segala pemandangan memutih, tetapi gema suara sungai bagaikan mengaum dipantulkan dinding-dinding batu. Mendadak kurasakan desiran! Satu, dua, tiga, berpuluh-puluh desiran anak panah melesat ke arahku! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku pun melenting ke atas dan panah-panah itu tidak mengenai apa pun. Aku melenting sampai berada di atas kabut, dan tidak turun kembali sebelum memastikan betapa aku tidak melihat apa pun kecuali segala tanaman di tepi sungai yang diselimuti air membeku yang disebut es itu. Jadi mereka tentunya berada di dalam kabut, maka ketika turun aku hinggap dan berdiam di atas batu. Kabut di atas sungai itu masih dan terus menerus mengalir seperti sungai, membuat diriku serasa melayang. Kucelupkan tanganku ke dalam air di bawahku dan segera kutarik kembali karena sangat amat dingin! Aku diam dan menanti. Mereka tadi mungkin saja memanahku hanya karena melihat sesuatu yang bergerak. Jika aku diam saja, tentunya mereka tidak akan melihat apa pun, bahkan dirikulah yang kuharap akan bisa melihat mereka. Pepatah tua Negeri Atap Langit menyatakan: bencana datang dari mulut bukan ke dalamnya Barangkali itu bisa berlaku sekarang, bahwa jika aku diam saja, tidak bergerak dan tidak mengeluarkan suara, maka diriku akan selamat Aku masih terus menanti di dalam kabut yang masih terus mengalir itu, dan tiba-tiba saja merasakan betapa sendiri diriku di sini. Di tengah suatu wilayah asing dalam ancaman bahaya, tanpa seorang pun yang mengenal tetapi mengancam jiwaku Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dengan puluhan anak panah yang dimaksudkan merajamku, membuat diriku semakin merasa terasing. Hanya gema pantulan sungai menemani keterasinganku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sampai di depanku mendadak berkelebat seseorang yang mengendap dan melompat dari batu ke batu. Aku terkesiap. Ia tidak melihatku yang berada di atas batu! (Oo-dwkz-oO) Episode 195: [Para Manusia Terbang] Lelaki itu memegang dua buah golok, fu tou yang dikenakan terbuat dari kain yang buruk dan warnanya tidak terlalu jelas lagi, sedangkan sepatunya di sana-sini sudah bertambal, apakah itu tambalan dari kain dan apakah itu tambalan dari kulit. Segala tanda kemiskinan ini menandakannya sebagai orang yang kehidupannya berada di tempat terpencil, seperti kampung yang rumah-rumahnya menempel bagaikan sarang burung walet di selingkar puncakpuncak gunung batu. Begitu rupa terpencilnya, sehingga untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain, orang harus berselancar di atas angin, mengepak dengan perlengkapan sayap seadanya, sementara yang tidak mampu melakukan keduanya tentulah masih harus menempuh bahaya menyeberang melalui tali. Namun sempat kudengar desiran itu! Dua puluh anak panah menancap seketika di tubuhnya! Orang itu langsung jatuh terkapar, kedua goloknya terlepas, matanya tampak bertanya-tanya melihatku yang baru terlihat olehnya berdiri di atas batu. Ia sempat menggulingkan diri dari atas batu sebelum nyawanya pergi. Tubuhnya yang tertembusi duapuluh anak panah jatuh ke Sungai Nu dan diseret arusnya, yang meskipun sepertinya diam di permukaan tetapi di bawahnya sangatlah deras, sehingga tubuh penuh panah itu dengan segera setelah hanya timbul satu kali lantas hilang lenyap untuk selama-lamanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku segera bertiarap dan dengan ilmu bunglon menyatulah sudah diriku dengan batu. Tidak lama kemudian berdatangan sejumlah orang yang mengejutkan aku karena busur dan panah mereka yang sederhana, dan jelas semuanya adalah buatan sendiri. Busurnya seperti dahan yang begitu saja dipotong dan anak panahnya adalah bambu yang diserut dan ujungnya dicelup ke dalam racun. Mereka berkumpul di atas batu besar tempat lelaki tadi ambruk dan segera mengeluarkan bermacam-macam suara. Ah! Aku baru sadar mereka adalah suku-suku terasing! Jika bahasa yang tidak kukuasai biasanya tampil sebagai bahasa burung, sungguh inilah suara bermacam-macam makhluk yang hampir semuanya tidak kukenal. Tiada jalan apapun bagiku untuk dapat mengetahui segala kata-katanya dengan tepat, kecuali menebaknya dari nada suara mereka dengan agak sedikit nekad. Betapapun, kukira aku tidak akan terlalu keliru jika menganggap betapa sepuluh orang di atas batu besar itu sedang bertengkar. Apakah yang telah terjadi" Setidak-tidaknya ini berarti masih ada sepuluh orang lagi, yang belum kuketahui berada di mana di tempat ini. Mereka semua tadi memanahku, lantas juga memanah lelaki itu. Uap yang membentuk kabut di atas sungai itu kadang menebal dan kadang menipis, karena angin selalu berusaha membawanya pergi, meski uap yang terbentuk karena cahaya matahari terus menerus memberikan ganti, sehingga siapapun yang berjalan di dalam kabut akan sebentar kelihatan dan sebentar hilang kembali. Aku tadi menghindar dan menghilang, lantas mereka panah lelaki itu, tidakkah mereka telah membunuh orang yang keliru" Mereka bertengkar luar biasa keras, bahkan terlihat sudah saling dorong mendorong. Lelaki yang tewas itu sempat berguling dan menghanyutkan diri ke dalam arus sungai. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tentu aku pun tidak dapat memastikan, apakah dia memang sengaja menghanyutkan diri, ataukah sebetulnya tidak sengaja tetapi tampaknya seperti sengaja" Jika sengaja, berarti memang dialah sasaran yang diburu, dan dia tidak ingin dirinya, meski hanya mayatnya, jatuh ke tangan musuh-musuhnya; jika tidak sengaja, barangkali bukan dialah yang sebetulnya menjadi sasaran duapuluh anak panah itu, melainkan diriku! Aku sendiri berpikir, barangkali diriku telah disangka seseorang yang lain, dan ketika lelaki itu disangka diriku dan terbunuh, sebetulnya masih juga merupakan sasaran yang keliru! Sayang sekali bagiku mereka semua hanya bicara dengan bahasa makhluk lain, sampai akhirnya mereka semua pergi dengan masih seperti menyisakan sisa-sisa kemarahan dan pertengkaran, dan hanya tinggal dua orang yang masih berada di atas batu besar itu. Mereka diam sejenak, seperti mendengarkan dan memastikan bahwa semua orang, termasuk sepuluh pemanah lagi yang tidak terlihat sudah pergi. Aku menahan napas, tapi kemudian mereka berbicara, ternyata dalam bahasa Negeri Atap Langit! "Apakah mereka sudah pergi, Adik, jangan sampai satu orang pun mendengarkan perbincangan kita ini." "Daku rasa mereka sudah pergi semua, Kakak, berbicaralah, tidak ada yang akan mendengarkan kita kecuali manusia mampu membaca angin yang membawa kata-kata kita." "Baiklah, dengarkan, sebetulnya daku mengetahui bayangan yang berkelebat dan luput dari sasaran, bukanlah orang yang sedang kita cari-cari; sedangkan ketika anak kepala Suku Lisu itu tiba-tiba datang aku pun tahu dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membiarkannya saja orang-orang Suku Naxi ini membantainya, karena ini akan mempercepat tujuan kita." "Kalau begitu siapakah orang yang kita cari-cari sejak dari kampung orang Naxi ini, Kakak?" Orang yang dipanggil Kakak itu tidak langsung menjawab, barangkali ia tersenyum. Bahkan yang dipanggil Adik itulah yang menjawab sendiri. "Ah, jadi Kakak yang melakukannya?" Kakak itu masih belum menjawab, mungkin saja ia masih tersenyum. Aku tidak merasa bisa menebak, tetapi yang disebut Adik itu seperti berusaha menjelaskan. "Kakak tadi mengejar para penyusup bukan" Hanya Kakak yang berada di belakang kepala suku Naxi itu ketika mengejar para penyusup. Rupa-rupanya Kakak yang telah membacoknya, dan Kakak katakan anak kepala suku Lisu itulah yang membunuhnya. Sekarang Suku Lisu itu pasti akan berperang melawan Suku Nax i! Kakak telah berhasil mengadu domba para manusia terbang ini!" Namun agaknya yang dipanggil Kakak itu tidak ingin terlalu menerima pujian. "Sebetulnya jauh lebih baik jika anak suku Lisu itu cukup dilukai saja dan dibiarkan hidup sampai ke kampungnya," katanya, "karena itu berarti ia akan mengatakan dirinya tidak bersalah, yang akan membuat orang-orang Lisu semakin mengamuk." "Padahal orang-orang Naxi mengira anak kepala suku Lisu itulah yang membunuh kepala sukunya, tidakkah itu yang menjadi sumber pertengkaran tadi?" "Ya, kepala keamanan kampung tidak yakin anak kepala suku itulah yang membunuhnya dan ingin menanyainya lebih dulu, tetapi yang kupikir justru jangan-jangan anak kepala suku Lisu itu tahu akulah yang membunuh kepala suku Naxi." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ini kebetulan yang sudah menguntungkan kita," sahut yang disebut Adik, "Kakak tidak usah mengharap yang paling sempurna, karena jika ia masih hidup sesampai di kampungnya, bisa jadi ia membongkar perbuatan Kakak itu. Betapapun bagus sekali Kakak sudah menghabisi kepala suku itu. T ugas kita bisa selesai lebih cepat." "Ya, daku juga sudah ingin pergi dari tempat terpencil ini, para kekasihku di Changian tentu sudah lama merindukan daku." "Ah, Kakak selalu memikirkan kekasih," tukas Adik itu, "jangan lupa Golongan Murni selalu mengawasi kehidupan pribadi kita." "Hmmmhh! Golongan Murni!" Kakak itu mendengus sembari beranjak menghilang disusul Adik, "mereka pikir kalau sudah membayar kita lantas boleh memiliki hidup kita!" Hanya uap yang mengepul dari permukaan sungai itu kini, ketika aku tinggal sendiri, dan berpikir tentang permainan kekuasaan Golongan Murni, yang sungguh jitu, tetapi jahat itu, dalam caranya mengadu domba suku-suku terasing yang selalu menolak ditundukkan. Seberapa besar pun kekuasaan para maharaja Negeri Atap Langit, bagi suku-suku di perbatasan baik maharaja maupun para panglima dan balatentaranya hanyalah sesuatu yang tidak mereka kenal. Suku-suku ini tidak pernah dan memang tidak merasa perlu menjadi bagian dari Negeri Atap Langit, apalagi sebagai daerah terbawahkan atau jajahan yang merendahkan kehormatan itu. Mereka lebih bangga menghadapi Negeri Atap Langit sebagai musuh dan bertempur melawannya, daripada hidup berdampingan sebagai negeri terjajah yang wajib memberikan upeti. Tidak keliru jika antara lain disebabkan karena wilayah ini berkali-kali menjadi bagian Kerajaan Tibet, yang terlibat maupun sengaja melibatkan diri dalam sengketa perbatasan dengan Negeri Atap Langit. Betapapun ajaran Buddha yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dipahami mereka yang bermukim di Tiga Sungai Sejajar adalah aliran Tibet yang bhiksu-bhiksunya berjubah merah tanah. Artinya bahwa suara-suara perlawanan terhadap Negeri Atap Langit tentulah terlalu sering mereka dengar. Dengan keadaan alam seperti itu, bahwa penduduk merasa lebih baik melatih dirinya terbang daripada merayapi jalan sempit serba curam yang melingkar-lingkar di puncak menjulang, tiadalah cara bagi balatentara Negeri Atap Langit, seberapa banyak pun, untuk dapat menaklukkannya. MESKIPUN suku-suku ini sedikit banyak tidak terlalu akrab, tetapi menghadapi kepungan balatentara yang menyemut di kaki gunung, mereka bisa bersatu dan mampu menggalang kekuatan dengan berbagai siasat yang tidak bisa lebih tepat lagi. Selain keadaan alam yang tanpa pertempuran pun bisa membunuh, apalagi jika dalam dingin malam yang membekukan itu pasukan yang sudah kelelahan dalam perjalanan panjang terus-menerus diserang oleh manusiamanusia terbang ini dari balik kegelapan dan dari udara. Mereka memang harus mundur teratur jika tidak ingin dihabiskan tanpa sisa. Mengirimkan para penyusup jauh lebih berguna, tetapi semenjak para cendekiawan maupun pengawal rahasia merasa sebaiknya suku-suku terasing ini dibiarkan hidup bebas, para tokoh Golongan Murni yang tersembunyi merasa sudah waktunya bertindak sendiri. Namun orang-orang yang menyebut dirinya Golongan Murni ini, yang merasa hanya satu bangsa saja boleh hidup dan bermukim di Negeri Atap Langit, kecuali jika bangsabangsa lain menjadi budak, karena merasa dirinya bangsa terunggul di muka bumi, ternyata tidak selalu bisa bekerja sendiri. Terutama untuk tujuan yang mutlak menuntut ilmu silat tingkat tinggi, mereka mengandalkan orang-orang bayaran yang dengan uang bersedia menerima tugas rahasia apa pun, termasuk menyusup, membunuh, dan mengadu domba. Sebetulnya Golongan Murni sendiri tidak menghendaki keadaan seperti itu, karena menurut mereka kesetiaan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terhadap gagasan dan tujuan berada di atas segalanya, termasuk uang, tetapi kebutuhan mendesak membuatnya terpaksa mengandalkan orang-orang bayaran tersebut. Bahkan juga jika orang-orang bayaran ini bukan warga dan tidak termasuk bangsa Negeri Atap Langit. ''Jadi apakah yang harus kita lakukan sekarang, Kakak"'' ''Tentu kita harus segera bergabung dengan mereka kembali, Adik, jika tidak mereka akan curiga, tetapi pikiranku masih terganggu oleh bayangan yang berkelebat itu.'' ''Mengapa begitu, Kakak, mungkinkah dia sebenarnya memang anak kepala suku Lisu yang mati itu. Semula dia masih beruntung, tapi kemudian panah-panah kita tidak bisa dihindarinya lagi.'' ''Bukan begitu Adik, jika mampu menghindari serangan yang pertama, tentu mampu menghindari yang kedua, dan terus terang daku belum pernah melihat seseorang bisa berkekebat secepat itu kecuali Mahaguru Kupu-kupu Hitam di Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Shangri-La itu.'' ''Maksud Kakak"'' ''Dia pasti tahu dirinya bukan orang yang kita buru, bahkan mungkin saja dia berjumpa dengan kedua orang Suku Yi dan Suku Han yang kini bersekutu itu.'' ''Jadi mungkin dia tahu penyusupan yang berhasil dipergoki itu tidak dilakukan anak kepala suku Lisu itu"'' ''Daku kira tidak, Adik, kedua orang Yi dan Han yang menggunakan perlengkapan sayap itu sudah jauh jika ia bertemu mereka, dan anak kepala suku Lisu itu hanya kebetulan saja berada pada ruang dan waktu yang salah.'' Namun tentu saja sekarang diriku mengetahuinya. Untung mereka bicara dengan bahasa Negeri Atap Langit, karena jika tidak aku akan masih berada dalam kegelapan. Kedua orang yang lewat mengepak, dan bercakap-cakap dengan bahasa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang asing bagiku itu, mungkin sedang asyik membicarakan penyusupan itu! Betapapun tersusun dalam kepalaku suatu gambaran atas kedudukan suku-suku yang saling bermusuhan dan bermukim di sekitar Tiga Sungai Sejajar itu. Agaknya Suku Yi dan Suku Han telah memutuskan untuk bersekutu, karena meskipun Suku Lisu dan Suku Naxi saling bermusuhan, masingmasingnya juga memusuhi baik Suku Y i dan Suku Han. Kedua suku yang terakhir ini kukira telah mengubah kedudukan dengan cerdik, mungkin karena pemukiman keduanya selain berdekatan juga terletak di tengah antara pemukiman Suku Lisu dan Suku Naxi. Maka mereka sadari betapa daripada saling berbunuhan dan menghadapi musuh dari kiri dan kanan, lebih baik bersekutu dan menghadapi musuh masingmasing hanya dari satu arah saja. Dalam ilmu siasat tempur ini bagian dari Siasat-Siasat untuk Keadaan Meragukan. Ketika menyerang dan bertahan terus berlangsung ibarat maju selangkah tapi segera mundur lagi selangkah, dan gelombang pertempuran tidak dapat diramalkan, harus diterapkan siasat baru untuk mencapai kemenangan. Dalam keadaan itu, s iasat menyambut serangan keras dengan lembut adalah cara terbaik untuk menjungkir balikkan lawan. Siasat itu disebut Siasat Jengkerik Emas Membuka Sarangnya: Jika dikau mempertahankan bentuk dan sikap, sekutu dikau tiada akan ragu, dan musuh dikau tidak akan bergerak. Ini mengikuti arti "menghentikan", yakni, "Dari yang berhenti datang yang baru". TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Adapun maksud siasat itu adalah mempertahankan kedudukan kubu, dan jangan diubah sampai saat terakhir. Dengan cara ini, sekutu akan tetap setia dan musuh tidak akan maju menyerang. Sementara bertahan seperti itu, secara rahasia pasukan utama digerakkan. Di tempat terpencil pun akan selalu bisa didapatkan seorang empu, seorang kawi, seseorang yang diandalkan untuk memberikan segala jawaban. T idak terkecuali di tempat terpencil seperti kampung suku terasing, yang rumahrumahnya menempel seperti sarang burung walet, dan tersebar pada puncak-puncak tebing yang menjulang di wilayah Tiga Sungai Sejajar ini. Maka meskipun cara bertempur mereka disebut-sebut buas, itu bukan berarti tanpa siasat sama sekali. Kedua orang bayaran Golongan Murni itu sudah berkelebat menghilang. Aku belum tahu apa yang harus kulakukan ketika melepaskan ilmu bunglonku dan berdiri di atas batu lagi. Aku sedang memikirkan keadaanku sendiri yang terlempar begitu jauh ke tempat terpencil ini. Tujuan mengikuti Harimau Perang demi pembongkaran rahasia kematian Amrita belum lagi jelas, sekarang aku harus melakukan sesuatu yang nyaris mustahil, yakni mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sebagai ganti pembebasan Y an Zi dan Elang Merah, itu pun dengan syarat tambahan bertarung melawan Mahaguru Kupu-kupu setelah ia menamatkan kitab ilmu silat tersebut. Aku masih memikirkan bagaimana caranya sekadar mencari keterangan tentang keberadaan kitab itu, jika memang diriku harus mencurinya, ketika kutangkap sebuah gerakan di bawah batu tempatku berdiri, yang jelas berada di bawah permukaan air. Seseorang ternyata sejak tadi bersembunyi di bawah permukaan Sungai Nu ini. Mengingat derasnya arus di bawah permukaan, kemampuannya berada di bawah sana dengan dingin air yang membuat tubuh mati rasa, menunjukkan kemampuan penyusupan yang luar biasa. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Apakah yang harus kulakukan" Jika aku berkelebat dan melepaskan diri dari urusan sengketa antarsuku ini, pastilah pengintai di bawah air ini akan berkelebat juga mengikutiku ke mana pun aku pergi dan aku belum tahu manakah yang lebih baik antara membiarkannya membuntutiku ataukah membunuhnya. Aku masih berdiri di atas batu. Bersikap tidak tahu menahu betapa seseorang sejak tadi mengintaiku. Kabut yang terbentuk dari uap yang kadang datang dan kadang pergi membuat diriku juga kadang-kadang bisa menatap lebih jelas lingkungan ini. Berbeda dari lautan kelabu gunung batu yang tenggelam dalam dunia abu-abu, maka matahari bersinar lebih terang di sini, padahal cuacanya bagaikan seratus kali lebih dingin. Di sebuah lereng sempat kulihat yak yang bertanduk seperti sapi tetapi seluruh tubuhnya tertutup bulu tebal sekali. Sekarang ini sudah musim panas, tetapi suhu sedingin ini tampaknya sudah menjadi yang terpanas, pun tanpa kehangatan sama sekali. Kuingat orang-orang yang melewati tempat ini tadi, betapapun ringkas busana mereka sebagai orang-orang yang siap tempur, masihlah merupakan busana daerah dingin yang terbuat dari kulit tebal. Maka tidak dapat kubayangkan, bagaimana seseorang dapat menahan dingin begitu lama di dalam air, jika tidak mengalirkan ch'i ke seluruh tubuhnya, yang tentu hanya bisa dilakukan mereka yang tingkat tenaga dalamnya sudah sangat tinggi sekali. Aku masih bertahan dan orang itu juga masih bertahan. Betapapun aku harus menunjukkan sikap tidak sadar sedang diikuti, tetapi pada saat yang sama aku ingin melepaskan diri dari pengintaian orang ini. Jadi aku pun tetap tinggal bertahan di tempat, duduk di atas batu itu, menjuntai-juntaikan kaki, dan setelah bersenandung sebentar, berlagak mengantuk, menguap beberapa kali, lantas merebahkan diri di atas batu, dan pura-pura tertidur... TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ SAMPAI beberapa saat tidak terdengar suara apa pun. Hanya kericik air yang menimpa batu, desis uap yang setiap kali terbawa angin selalu muncul kembali, dan gaung arus sungai yang dipantulkan dinding-dinding menjulang. Dengan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang aku berusaha keras memisahkan suara-suara itu dan menembus permukaan sungai untuk melacak jejak. Dia masih di sana untuk beberapa lama. Tepatnya di bawah kakiku yang tetap menjuntai ke bawah meskipun telah kurebahkan tubuhku. Namun terdengar suara air tersibak. Rupanya ia telah memutuskan untuk muncul dari dalam air, dan naik ke atas dengan diam-diam, tidaklah dapat kuduga untuk sekadar melihat, ataukah untuk membunuhku! (Oo-dwkz-oO) Episode 196: [Mencoba Berpikir seperti Pencuri] NYARIS tidak terdengar, kepalanya muncul perlahan-lahan dari balik permukaan sungai. Betapapun ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang mampu membedakan suara air tersibak kepala itu dari suara-suara lain. Namun pengintai ini memang cukup hati-hati, dengan bergerak amat sangat perlahan sekali. Ia mengitari dahulu batu ini, dan baru mulai merayap naik setelah berada di arah belakangku. Setelah seluruh tubuh keluar dari air, ia berhenti dahulu dengan menempel di batu dengan ilmu cicak, kukira untuk menghabiskan tetesan air dari tubuh lebih dahulu. Namun masih kudengar napasnya, karena ia tidak bernapas melalui pori-porinya, meskipun jika ia melakukannya, masih akan kudengar pula detak jantungnya. Mungkin ia mengira segala suara di tempat ini, termasuk angin yang bernyanyi, akan menutupinya. Tentu tiada yang mengira betapa ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Liang bukan hanya mampu membedakan suara satu dari suara lain, tetapi bila perlu memisahkan suara-suara itu, sehingga suara yang menjadi perhatian akan terdengar lebih jelas daripada suara-suara lain. Aku tetap berpura-pura tidur nyenyak, tidak bergerak sama sekali, tetapi kewaspadaanku sungguh amat sangat tinggi. Dengan tubuh terlentang, kaki terjuntai ke bawah, dan kedua tangan terbuka lebar di samping kiri dan kanan kepala, sebenarnyalah pertahananku tampak sangat amat terbuka, tetapi itu adalah jebakan kelemahan dalam Jurus Penjerat Naga. Jika ia bermaksud membunuhku, aku tidak siap mati sekarang dan kehilangan peluang membebaskan Yan Zi dan Elang Merah. Mereka akan mati dibunuh Mahaguru Kupu-kupu jika aku tidak muncul dengan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam pada hari ketiga puluh. Dengan Jurus Penjerat Naga, seperti yang selalu dilakukan Pendekar Satu Jurus, siapa pun lawanku akan mati justru tepat pada saat menyerang. Begitu tubuhnya kering ia melenting ke atas dataran batu dan hinggap tanpa suara sama sekali. Ia mendekam agak lama, dan baru setelah ditungguinya aku tidak bangun juga, maka ia pun berdiri tegak di belakang diriku yang sedang terlentang. Mungkinkah ia berpikir betapa mudahnya kini membunuhku" Pastilah ia sedang menatapku. Lantas melangkah lebih dekat untuk melihat wajahku dengan lebih jelas. Ia diam agak lama. Pernahkah ia melihat orang berkulit sawo matang" Jika ia belum pernah ke Chang'an, atau ke kota-kota pelabuhan, mungkin sekali inilah untuk pertama kalinya ia me lihat orang berkulit sawo matang. Siapakah kiranya orang ini, yang ketika semua orang di wilayah ini mengejutkan diriku dengan kemampuannya terbang, tetapi dirinya justru tahan berlamalama di dalam air yang begitu, yang kukira bahkan siapa pun di s ini belum tentu mampu menjalaninya" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Apakah ia juga seorang pengembara seperti diriku, yang mengikutiku dengan penuh rasa ingin tahu, ataukah seorang petugas rahasia bayaran yang disewa salah satu suku di sini, yang mungkin saja saling memata-matai" Meski mataku terpejam, aku dapat merasakan sesuatu yang lain, tetapi sulit kujelaskan seperti apakah kiranya sesuatu yang lain itu. Kemudian kudengar tanpa sadar ia terkejut dan mulutnya mengeluarkan suara. "Hhhh!" Lantas dengan cepat, ia berjalan mundur. Dapat kurasakan bagaimana ia melayangkan tubuhnya ke belakang dan lenyap ditelan permukaan sungai nyaris tanpa suara. Aku membuka mata, segera bangkit dan siap membuntutinya, tetapi begitu kutatap permukaan air, tahulah aku betapa sudah tidak mungkin menyusulnya lagi. Apakah aku ternyata dikenali" Dalam arti apakah ia tahu aku bukan hanya berpura-pura tidur, tetapi juga sebetulnya akan dapat membunuhnya setiap saat dia menyerangku" AKU tidak menganggap diriku mungkin dikenali, karena dengan alasan apakah kiranya seseorang dapat mengenaliku di Negeri Atap Langit, apalagi di daerah terpencilnya seperti sekarang. Di wilayah lautan kelabu gunung batu yang berbatasan dengan Daerah Perlindungan An Nam, aku masih bisa mengerti jika sepak terjang Amrita sebagai panglima gabungan para pemberontak menjadi perbincangan, dan aku yang selalu berada di dekatnya ikut tersebut-sebut pula. Namun tentunya tidak di daerah amat sangat terpencil seperti ini, mendekati tempat di balik dunia yang dipercaya para bhiksu Tibet sebagai tempat suci yang dalam sutra tertulis sebagai Shambala. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tidak ada sesuatu pun dariku, pikirku, yang membuat seseorang berilmu tinggi seperti itu harus menghilang begitu rupa sampai tidak dapat disusul lagi. (Oo-dwkz-oO) Setelah melewati kaki Gunung Laowo, dalam waktu sepuluh hari tibalah aku di kaki Gunung Gaoligong. Menuruti saran Elang Merah, aku telah menggunakan Jurus Naga Berlari di Atas Langit dengan menyusuri jalan angin, dalam hal ini yang berhembus di atas Sungai Nu, agar cepat sampai ke Tiga Sungai Sejajar. Namun aku memilih jalan angin terbawah, tempat bisa kusamarkan diriku dalam kabut, yang makin ke utara dan makin ke atas bukan lagi kabut yang berasal dari uap di permukaan sungai, tetapi karena suhu yang begitu dingin memadatkan udara kembali menjadi kelabu yang rata. Jalan itu kupilih, untuk menghindari pertemuan yang tidak perlu dengan para manusia terbang, yang terbukti berkeliaran terlalu jauh sampai di luar wilayahnya seperti yang kusaksikan sendiri. Sengketa antarsuku yang tampaknya sedang berkecamuk, telah membuat mereka berusaha saling mematamatai melalui berbagai jalan memutar yang jauh, tetapi yang ternyata masih saling bersimpang jalan, sehingga melahirkan persoalan-persoalan baru. Jika tidak ingin menambah persoalan kepada masalahku yang juga sudah bertumpang Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tindih, kukira aku harus menghindar dari kemungkinan untuk terlihat dan mengendap ke bawah permukaan, dan itulah yang memang telah kulakukan sampai tiba di kaki Gunung Laowo. Aku mengikuti jalan angin di dalam kabut di atas sungai dengan tenang, karena dengan menjulangnya lereng-lereng di samping kiri dan kanan sungai maka nyaris tiada manusia, apalagi pemukiman, yang kutemui sepanjang perjalanan. Alam yang beku, dingin, dan sunyi. Hanya terdengar suara angin bertiup dan desis kabut berjalan-jalan. Permukaan sungai semakin banyak yang membeku dan ada kalanya kulihat juga manusia, dengan tongkat dan buntalan pengembara di TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bahunya. Ini bukanlah alam tempat tinggal manusia, tetapi para pengembara tidak selalu puas dengan jalan yang belum pernah dilaluinya saja, karena jiwa petualangan akan membawanya keluar dari jalan peradaban dan menjelajahi alam yang belum pernah diinjak manusia. Sembari mengalir bersama angin, kulewati mereka yang melakukan perjalanan sendirian, melangkahkan kaki satu persatu dari batu ke batu di tepi sungai, melangkah, melangkah, dan melangkah lagi, di tengah alam raya luas bagaikan tiada bertepi. Jarak mereka saling berjauhan begitu rupa bagaikan tiada kemungkinan akan saling berpapasan, sehingga memandang masing-masing mereka dari kejauhan sebagai titik-titik berjalan memberikan perasaan yang sedikit rawan. Siapakah kiranya masing-masing mereka" Dari manakah datangnya dan sedang menuju ke mana" Apakah mereka memiliki suatu tujuan ketika berangkat, ataukah hanya berjalan dan berjalan dalam suatu pengembaraan yang akan menjadi amat sangat panjang tanpa habisnya sampai datang kematian" Ada yang sedang melangkah, ada yang sedang membuat api, ada yang sedang duduk diam di tepi jurang menatap pemandangan, ada juga yang sedang tidur melingkar seperti udang di atas batu. Aku jadi teringat puisi Du Fu yang berjudul "Mengembara Lagi": aku teringat kuil dan jembatan yang telah kulalui, bukit dan jeram segalanya tampak terhampar seperti menantiku; bunga-bunga dan pohon siong begitu hangat terbuka, keindahan sambutan; menyeruak di dataran, asap terlihat samar; cahaya terakhir matahari tertahan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ di pasir hangat; lantas kekhawatiran pejalan terhenti, ketika di mana pun tempat istirah yang lebih baik tak bisa ditemukan NAMUN sesampainya di kaki Gunung Laowo, aku melepaskan diri dari embusan angin, melenting dari pucuk pohon yang satu ke pucuk pohon yang lain, turun lagi dengan melenting dari batu ke batu, lantas setelah kulihat suasana masih sepi tanpa manusia, maka hinggaplah aku di sebuah jalan setapak, dengan hanya disaksikan sekeluarga kambing gunung. Mulai dari sini kuputuskan berjalan kaki sampai ke kaki Gunung Gaoligong. Mengingat tujuanku kali ini adalah mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam yang tentu telah dipindahkan, disimpan, disembunyikan, bahkan mungkin dijaga dengan ketat setelah Mahaguru Kupu-kupu hampir saja berhasil mengambilnya kembali, aku harus mulai berpikir seperti pencuri. Namun aku sama sekali belum pernah melakukan pencurian, tidak pernah ingin mencuri, dan karena itu kini agak menyesal tidak pernah memperhatikan ilmu pencurian, terutama untuk mencuri kitab ilmu silat, dengan baik. Kini aku harus membayar mahal keteledoranku itu, karena memang sebetulnya pencurian kitab ilmu silat merupakan gejala yang sangat umum dalam dunia persilatan. Meskipun selalu dikutuk dan siapa pun pencurinya jika tertangkap dianggap layak dibunuh, pencurian kitab ilmu silat masih terus dilakukan. Bukankah pernah kuceritakan betapa di Javadvipa pun ilmu pencurian kitab ilmu silat berkembang pesat dengan segala macam siasat, sehingga kemudian dikenal adanya pekerjaan seperti pencuri kitab ilmu silat yang menerima pesanan untuk mencuri dengan bayaran yang sangat mahal" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Bukankah pernah kuceritakan betapa di Javadvipa pun ilmu pencurian kitab ilmu silat berkembang pesat dengan segala macam siasat, sehingga kemudian dikenal adanya pekerjaan seperti pencuri kitab ilmu silat yang menerima pesanan untuk mencuri dengan bayaran yang sangat mahal" Mencuri kitab ilmu silat tidaklah sama dengan pencurian biasa, karena kitab ilmu silat bukan saja tersimpan di tempat yang paling aman dalam suatu perguruan, tetapi juga berada di tengah orangorang berilmu silat yang tinggi. Mencuri kitab ilmu silat sebenarnya merupakan tindakan nekad, ibarat kata bisa masuk belum tentu bisa keluar lagi. Sering terjadi para pencuri kitab ilmu silat ini nasibnya sungguh buruk. Hukuman gantung atau penggal kepala masih dianggap terlalu ringan. Banyak yang jika tertangkap hiduphidup akan dikutungi anggota badannya, lantas tubuhnya yang sudah tidak berkaki dan tidak bertangan, tetapi masih berkepala, dan diusahakan masih hidup, dibuang ke dalam hutan agar dimangsa binatang buas. Namun dengan ancaman hukuman kejam seperti itu, para pencuri kitab ilmu s ilat masih berkeliaran di dunia persilatan, dan masih menerima pesanan untuk mencuri kitab ilmu silat, baik dari perguruan maupun dari ruang pustaka penyimpanan kitab kuil-kuil tua. Semakin langka kitab yang dicuri dan semakin tinggi ilmu silat yang dikandungnya, semakin tinggi bayaran yang akan diminta. Dalam perkembangannya, seperti pernah kuceritakan pula, justru para pencuri ini yang bertindak melakukan pencurian kitab lebih dahulu, lantas menawarkannya ke dunia persilatan dengan harga tertentu, atau seperti melelangnya dan hanya akan menjualnya kepada penawar dengan harga tertinggi. Ini semua menunjukkan betapa dalam dunia persilatan terdapat kehausan atas ilmu-ilmu silat, yang bagi setiap perguruan justru merupakan ilmu rahasia yang terlarang untuk dibagikan setelah menerimanya berdasarkan sumpah setia. Seperti juga yang berlaku di Perguruan Shaolin, tidaklah mudah untuk bisa diterima di perguruan manapun, terutama perguruanTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perguruan ternama dengan ilmu silat yang tinggi, karena setiap perguruan seperti berlomba menerapkan syarat yang berat. Keadaan ini menimbulkan gagasan kepada para pencuri yang berjiwa pedagang, untuk menggandakan kitab-kitab yang dicurinya itu, dan menjualnya dengan harga lebih murah, sehingga peminat kitab-kitab ilmu silat hasil penggandaan ini pun menjadi banyak. Bahkan hasil penjualan dari penggandaan ini menjadi lebih menguntungkan daripada menjual satu saja kitab asli, meskipun harganya lebih tinggi. Bagi mereka yang ingin belajar ilmu silat tanpa harus menggosok lantai rumah perguruan, membeli kitab-kitab hasil penggandaan yang murah ini sungguh merupakan jalan pintas. Begitulah kitab-kitab ilmu silat terkadang terlihat diperjualbelikan, terkadang bahkan sebagai kitab bekas oleh seseorang yang merasa sudah menguasai ilmu silat yang berada di dalamnya. Maka bagi permintaan untuk mencuri kitab-kitab ilmu silat langka yang hanya terdapat satu saja di dunia ini, para pencuri kitab ini akan meminta bayaran yang amat sangat tinggi. Ternyata, permintaan untuk mencuri kitab ilmu silat ini juga tetap ada dan tetap ada pula yang bersedia melayaninya, karena dalam dunia pencurian kitab ilmu silat, bukan hanya bayaran tinggi yang membuatnya berani menempuh bahaya, melainkan karena mencuri kitab ilmu silat itu sendiri telah dihayati sebagai suatu seni. SEMAKIN sulit dan semakin besar ancaman bahaya yang dihadapi, semakin merasa tertantang seorang pencuri untuk mengambil suatu kitab ilmu silat, bukan terutama demi bayaran yang tinggi, melainkan kebanggaan seorang pencuri. Dengan begitu perguruan silat mana pun akan menjaga kitab ilmu s ilat yang merupakan rahasia perguruan itu dengan penuh kerahasiaan pula, apalagi dalam hal Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam yang hampir berhasil dicuri pula. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku bukan seorang pencuri, apalagi pencuri kitab ilmu s ilat, tetapi tanpa pengalaman apapun kini aku harus berpikir sebagai seorang pencuri. Salah satu caranya, menurut perkiraanku, adalah mendapatkan pengetahuan sebanyakbanyaknya mengenai Mahaguru Kupu-Kupu Hitam. Hanya dengan keterangan secukupnya aku bisa mempertimbangkan sesuatu tentang cara mendapatkan kitab itu. Jika ia memang terkenal di daerah ini, kurasa aku sudah bisa mulai mengumpulkan keterangan sejak mendarat di kaki Gunung Laowo sampai ke kaki Gunung Gaoligong. Maka aku pun mulai melangkah sebagaimana layak seorang pengembara yang berjalan kaki. Telah kupatahkan dahan pohon siong yang agak lurus, dan menjadikannya sebagai tongkat pengembara dengan beban buntalan di ujungnya, yang kubuat dari lapisan bajuku yang berada di bagian dalam. Kukira aku tidak akan merasa terlalu kedinginan selama masih mengenakan baju luarku yang tebal itu. Aku masih mengenakan capingku, sekadar untuk melindungi mataku agar perbedaan dengan mata orang-orang di sini, yang kadangkadang begitu sipit sehingga hanya merupakan suatu garis saja, tidak terlalu mengundang perhatian. Sebagai beban, kuletakkan sebuah batu pada ikatan kain buntalanku. Setelah berjalan cukup lama dan hanya berpapasan dengan beberapa orang saja, sampailah aku ke sebuah kedai di luar sebuah kampung. Segera kupesan daging rusa bakar dan secawan arak. Hari menjelang sore. Sudah ada beberapa orang di situ. Bersama pemilik kedai, mereka semua memandangiku dengan wajah kosong. Ah! Aku lupa! Mungkin saja tidak ada yang mengetahui bahasa Negeri Atap Langit! Namun seseorang segera mengucapkan sesuatu kepada pemilik kedai, dan pemilik kedai itu pun mengangguk. Setelah menuangnya ia segera membawa secawan arak untukku. Aku belum membuka capingku. Kudengar desis daging rusa yang sedang dipanggang dalam kayu bakar itu. Orang yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menerjemahkan kata-kataku, yang tadi duduk agak jauh mendatangiku. Ia pindah duduk di dekatku sambil juga menggenggam secawan arak. Tubuhnya tinggi besar, tetapi wajahnya ramah sekali. ''Tidak semua orang mengerti bahasa Negeri Atap Langit di sini,'' katanya dalam bahasa Negeri Atap Langit, ''kalau bahasa Tibet sebagian besar mengerti.'' ''Bahasa mereka sendiri apa namanya"'' ''Daku juga tidak mengerti, apakah bahasa orang Lisu, Naxi, Han, atau Yi, tetapi kampung mereka masih jauh dari sini. Kurasa bahkan orang-orang Pagan, para penyembah berhala itu, wilayah mereka berbatasan juga dengan Tibet. Tapi mungkin aku salah. Daku juga orang asing di sini. Perkenalkan, daku Si Golok Karat dari Chang'an.'' Aku pernah mengetahui keberadaan orang-orang Pagan di antara pasukan pemberontak gabungan di Daerah Perlindungan An Nam, tetapi kurasa saat itu pun diriku tidak mempunyai kesempatan untuk mengenalnya. Namun jika memang benar mereka berasal dari Pagan, atau keturunan orang-orang Pagan, kurasa perpindahan mereka ke daerah dingin ini sangat jauh. Meskipun begitu, Changian yang resminya satu negeri dengan wilayah ini sebetulnya lebih jauh lagi. Kulihat ia tidak menyorenkan pedangnya di pinggang atau di punggung. ''Chang'an" Bukankah itu jauh sekali"'' Ia memandangku dengan penuh perhatian. ''Apalah artinya jarak yang jauh demi sebuah tujuan bukan" Daku telah berjalan jauh dengan tujuan mempelajari ilmu s ilat di bawah bimbingan Mahaguru Kupu-kupu Hitam...'' Belum selesa i kalimatnya, aku sudah tersentak di dalam hati. Mendadak saja aku seperti mendapatkan cara TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ penyamaran dan jalan masuk terbaik ke dalam lingkungan Mahaguru Kupu-kupu. ''....dan siapakah dikau, kiranya dari mana hendak menuju ke mana"'' ''Daku hanyalah seorang pengembara tanpa nama, Tuan Golok Karat, datang jauh-jauh dari Ho-ling juga untuk mendapatkan setetes ilmu dari pengetahuan silat Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang ternama.'' Kukira lelaki tinggi besar yang menyebut dirinya Golok Karat ini agak kurang mengerti di mana letak Ho-ling, bahkan tampak seperti belum pernah mendengarnya. Bahkan ia tidak terlalu peduli. Ho-ling baginya sama saja dengan Lisu atau Naxi yang kurang dipahaminya itu. ''AH! Jadi tujuan kita sama! Kita bisa jadi teman seperjalanan!'' Golok Karat berseru sambil menepuk-nepuk bahuku. ''Mari kita bersulang!'' Ia berkata lagi sambil mengadukan cawan arak ke cawan arak yang kupegang, lantas aku pun mengikutinya menenggak arak itu sampai habis. ''Tambah lagi!'' Golok Karat mengangkat cawannya, dan karena pemilik Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kedai masih memanggang daging rusa untukku, anak perempuannya yang datang dengan kendi arak itu ke tempat kami. ''Sudahlah,'' kata Golok Karat, ''tinggalkan semua di sini!'' (Oo-dwkz-oO) Episode 197: [Sandhyabhasa atau Bahasa Senja] TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Akhirnya Golok Karat yang tinggi besar menjadi teman seperjalananku. Kami tidur di kedai itu karena Golok Karat minum arak begitu banyak sampai tidak bisa bangun lagi. Pemilik kedai membolehkan kami bermalam di kedai itu dengan bayaran. Aku membayarnya dengan matauang Negeri Atap Langit dari bekal yang diberikan oleh para bhiksu Kuil Pengabdian Sejati. Jadi meskipun tidak mengerti bahasa Negeri Atap Langit, pemilik kedai bersedia menerima mata uang Negeri Atap Langit. Kudengar sebentar pemilik kedai itu bicara dengan Golok Karat sebelum kami berangkat. Mereka berbicara dengan bahasa Tibet. Kutangkap pandangan mata pemilik kedai itu yang mengamati wajahku, yang tentu terlihat jelas karena sejak semalam telah kubuka capingku. ''Dikau memang tidak mempunyai nama, bukan"'' Golok Karat bertanya setelah kami berada di jalan. ''Betul.'' ''Pemilik kedai itu bertanya siapakah dikau, kukatakan kepadanya dirimu tidak bernama, lantas ketika dia bertanya dari mana asalmu dan kujawab seperti dikau katakan kepadaku bahwa dikau berasal dari Ho-ling. Ketika dia bertanya tentang tujuan perjalananmu, kujawab kita berdua ternyata searah, ingin berguru ilmu silat kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam.'' Dalam dunia persilatan, pengakuan ingin berguru atau mencari guru bukanlah sesuatu yang mengherankan, dan mengucapkannya di depan orang lain tidak dianggap sebagai kesombongan melainkan kerendahan hati. Bahkan juga bagi orang awam, pengakuan semacam itu dihargai tinggi, apalagi jika diketahui seseorang telah me lakukan perjalanan yang sangat jauh untuk menambah pengetahuan. Termasuk untuk belajar ilmu silat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun perasaanku tentang pemilik kedai ini tidak seperti itu. Aku ingat kembali, bagaimana pemilik kedai itu segera berbicara kepada anak perempuannya setelah berbicara dengan Golok Karat, dengan cara berbisik cepat, sebelum akhirnya anak perempuannya itu menghilang. Aku memang mengerahkan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang sehingga meski berbisik suara keduanya dapat kutangkap dengan jelas, yang tentu saja tiada berguna karena aku tidak mahir herbahasa Tibet. Mungkinkah aku terlalu dipengaruhi pengalaman, bahwa kedai merupakan tempat terbaik bagi seorang mata-mata untuk menjaring keterangan, terutama dengan menyamar sebagai pemiliknya" Jika aku sendiri juga mengandalkan kedai sebagai salah satu tempat menjaring keterangan, mengapakah aku tidak harus berpikir bahwa pemilik kedai ini sama seperti pemilik kedai Si Cerpelai di lautan kelabu gunung batu, yang ternyata memang bukan sembarang pemilik kedai" Pikiran ini hanya menggangguku selintas sepuluh hari yang lalu, karena setelah itu perhatianku tersita oleh cerita Golok Karat yang rupanya dengan atau tanpa arak, sangat suka berbicara. Ini menguntungkan untuk mengurangi kebosanan dalam perjalanan, tetapi sangat melelahkan dalam perjalanan naik turun gunung yang terjal. Betapapun aku merasa beruntung, karena sedikit demi sedikit aku diajarinya bahasa Tibet. ''Orang Tibet selalu menganggap Negeri Atap Langit sebagai musuhnya. Di daerah perbatasan, meski berada di wilayah Negeri Atap Langit, orang Tibet tidak mengakui kekuasaan Negeri Atap Langit, antara lain dengan tidak sudi menggunakan bahasanya,'' kata Golok Karat, ''jadi akan sulitlah bagi dikau jika hanya mengandalkan bahasa Negeri Atap Langit.'' Golok Karat juga tidak lupa menjelaskan perihal bagaimana ajaran Buddha telah ditafsirkan oleh aliran T ibet. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''SEKITAR 747,'' katanya, ''jadi 52 tahun lalu masuklah Guru Padma-Sambhava dari Jambhudvipa, tepatnya dari Benggala, dan mengajarkan Tantrayana kepada khalayak menghendaki bimbingan kesukmaan, dan menurut ajaran ini jiwa dan dunia tidak terpisahkan, sehingga seseorang hanya perlu melihat ke dalam diri jika ingin menemukan kebenaran. ''Di antara semua aliran, Tantrayana termasuk yang paling sulit dimengerti dan paling sering salah ditanggapi, terutama bukan hanya karena penerapan yang salah, dalam dugaan maupun kenyataan, yang berasal dari bentuk tanpa budi adat Hindu akhir, tetapi juga karena kitab-kitabnya, seperti Hevajra Tantra, tidak bisa dipahami kecuali dari sudut pandang pengalaman yoga. ''Apalagi kitab-kitabnya juga tertulis dengan istilah tersendiri, bahasa dengan makna ganda, dan kesepakatan rahasia, bersama dengan gambar-gambar dan lambang seperti mandala, atau lingkaran kemenangan, yang menampilkan kembali, antara lain, keseimbangan daya lelaki dan perempuan.'' Saat itu, sedikit banyak aku sudah mendengar tentang Hevajra Tantra disebut-sebut para bhiksu di Mataram, tetapi belum pernah sempat mempelajarinya. Golok Karat menjelaskan semua itu sambil mendaki gunung dengan cepat, membuatku tergeleng-geleng dengan tenaga kasarnya yang luar biasa. ''Dengan tergolong sebagai Mahayana, Tantrayana terbagi menjadi dua aliran, yakni Tangan Kanan dan Tangan Kiri,'' katanya lagi, ''jika yang pertama mengandalkan filsafat pengembangan Iddhis atau daya jiwa adiwajar, maka yang kedua disebut menekankan penerapan sanggama sebagai sesuatu yang penting. ''Namun hati-hati menafsirkan Tantrayana, karena bahasanya adalah Bahasa Senja atau Sandhyabhasa, yang maksudnya selain melindungi ajaran dari pengintaian TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kelompok-kelompok tertutup lain maupun penyalahgunaan yoga, juga justru diciptakan karena bahasa biasa diandaikan tak mampu menyatakan pengalaman kesukmaan. Sanggama dalam Tantrayana menggantikan keberlangsungan pencerahan, penyatuan lelaki dan perempuan, yang merupakan unsur upaya, yakni kebertindakan lelaki dan prajna, yakni penerimaan perempuan, menyarankan keberlangsungan yang mengetahui atau Buddha yang menyatu dengan pengetahuannya. ''Jadi sosok lelaki dan perempuan di sini jangan dilihat sebagai sosok manusia, melainkan perlambangan yang mewujudkan pengalaman dan pandangan dalam dhyana.'' Namun seperti yang terjadi di Yavabhumipala, banyak orang berlindung di balik kesalahan menafsirkan Tantrayana, untuk memuaskan kehendak berahinya sendiri. Antara salah mengerti, tidak ingin mengerti, dan sengaja tidak mengerti, dikaburkan oleh tujuan dan kehendak serbaduniawi. Di berbagai tempat sejumlah kelompok berhasil mengumpulkan banyak orang yang menjadikan sanggama sebagai tujuan hidupnya, yang merasa mendapat pembenaran oleh ajaran tentang peleburan daya upaya dan prajna, yang sebetulnya menjadikan sanggama hanya sebagai perlambangan sahaja. Kesalahan yang dinikmati dan tersebar sebagai kabar angin, yang sungguh memberi gambaran keliru tentang Tantrayana. Menurut Golok Karat, Padma-Sambhava mendirikan aliran Nyingma dalam Buddha, yang sebetulnya merujuk kepada aliran Yogacara di Jambhudvipa. Hmm. Yogacara lagi, aliran yang pernah kuduga, karena tidak memiliki bukti apapun, sama-sama dipelajari Penjaga Langit dari Perguruan Shaolin dan Pemangku Langit dari Kuil Pengabdian Sejati, ketika keduanya berguru di Nalanda. Tentu aku belum lupa betapa pendekatan para bhiksu yang bersilat, dengan acuan kepada pengalaman langsung dalam mencapai pencerahan, yang disebut Chan, sangatlah berbeda dengan pendekatan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Yogacara yang mengandalkan ketenangan dan penglihatan dalam dhyana. Penyebutan kembali Yogacara membuatku merasa wajib menuntaskan tanda tanya di kepalaku, sehububungan dengan bisikan Pemangku Langit waktu itu kepadaku sebelum berpura-pura mati. Ya, aku pernah membaca perihal Y ogacara dari salah kitab salinan berbahasa Jawa dari peti kayu yang kutinggalkan di Desa Balingawan itu. Disebutkan bahwa Asanga dan Vasubandhu semula termasuk dalam suatu keluarga Brahmana dari Purusapura di Gandhara sekitar empat ratus tahun lalu, yang berasal dari aliran Sarvastivada. Asanga, yang merupakan murid Maitreyanatha, pendiri aliran Yogacara atau Vijnanavada, menjadi pemikir utama aliran itu dan mengajak adiknya bergabung. YOGACARA, meski berhaluan Mahayana, dalam beberapa hal berbeda dari pendekatan Jalan Tengah atau Madhyamika, yang membedakan bukan adanya dua kebenaran atau pengetahuan seperti Nagarjuna, melainkan tiga, dan yang ketiga itu disebut Kesalahan yang Baik. Dapat dikatakan jika Madhyamika itu tidak merasa ada yang kurang jika tidak ada kebenaran, maka bagi Yogacara kebenaran itu harus dimutlakkan dalam pikiran, karena mengandalkan yang disebut pikiran langit atau alaya-vijnana, yang berisi segenap gejala semesta dalam pengungkapan berlangsungnya perubahan terus menerus yang abadi. Dunia teramati dipikirkan sebagai diisi seluruhnya oleh berkas pikiran, dan khayalannya, yang disebabkan oleh pengabaian, yang menggambarkan semesta luar. Dengan penjelasan semacam ini, Tantrayana yang bahasa penjelasannya serba rahasia, memang tampak membedakan diri dengan berbagai aliran Buddha lain yang justru menggunakan bahasa penalaran untuk memperkenalkan pemikiran masing-masing sejelas-jelasnya. Maka bagaimana caranya aliran Tibet yang disebut terujukkan kepada Y ogacara TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ itu kemudian menjadi Tantrayana yang diselimuti bahasa rahasia" (Oo-dwkz-oO) KAMI mendaki dan kami menurun, dan setelah menurun kami mendaki lagi. Masih lama lagi mencapai sumber air panas di kaki Gunung Gaoligong, karena Gongshan saja belum kami lewati. Perjalanan kami sungguh mengharukan sebagai orang yang mencari ilmu, karena memanglah dari sudut pandang awam pastilah berat sekali. Sedemikian pentingnyakah ilmu itu, sehingga segala derita dan marabahaya harus ditempuh untuk mendapatkannya" Benarkah ilmu itu berada di atas segalanya" Mahaguru Kupu-kupu Hitam telah mendapatkan ilmunya dengan jalan mencuri, dan karena itu meski belum terkalahkan sampai sekarang, sebetulnya telah mempelajari K itab I lmu Silat KupuKupu Hitam dengan semangat keliru, yakni hanya ingin menguasai tanpa menghayati, sehingga tidak diperhatikannya betapa kitab itu tidak mungkin dipelajari dengan sempurna tanpa dilengkapi Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam. Bahkan, meski tanda-tandanya belum kelihatan, berdasarkan peringatan yang terdapat pada Kitab Ilmu Silat Kupu-Kupu Hitam maka tanpa pengantar ilmu itu akan berbalik menghantam yang belajar itu sendiri. Setidaktidaknya menjadi gila, dan karena itu akan membingungkan murid-muridnya. Bukan tidak mungkin murid-murid itu akan menjadi gila pula seperti gurunya. Setidak-tidaknya itulah cerita Mahaguru Kupu-kupu yang kuingat kembali. Tahukah Golok Karat soal ini" Tentu tidak. Namun bagaimana cara memberitahukan" Di satu pihak diriku berperan sebagai seorang pencari ilmu yang datang dari jauh untuk berguru, di pihak lain aku adalah seorang penyusup yang datang dengan tujuan mencuri kitab dengan segala cara, dan bilamana perlu membunuhnya, karena aku datang atas dasar penyanderaan. Seandainya hanya soal Mahaguru KupuTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kupu Hitam yang menjadi masalah, menantangnya bertarung Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo adalah cara terbaik bagiku, tetapi yang dibutuhkan adalah mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, dan dalam hal itu pertarungan bukanlah jalan keluar. Dalam dunia persilatan, kitab ilmu silat dianggap lebih penting daripada nyawa manusia. Nyawa boleh hilang, tetapi kitab ilmu silat tidak boleh jatuh ke pihak lawan. Akan sangat sulit kedudukanku jika Mahaguru Kupu-kupu Hitam terbunuh olehku, tetapi K itab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tidak bisa ditemukan. Golok Karat masih melangkah dengan gagah. Tanpa ilmu meringankan tubuh, harus kuakui tenaga kasarnya besar sekali. Dalam hal itu Golok Karat tergolong orang awam, tetapi yang di antara orang awam pastilah luar biasa. Kami melangkah di puncak-puncak Pegunungan Hengduan dan tidak pernah turun kembali semenjak naik ke puncak Gunung Laowo sampai nanti ke puncak Gunung Gaoligong. Artinya kami turun hanya karena puncaknya merendah, dan naik lagi karena puncak berikutnya memang lebih tinggi. Di atas kami hanya langit, dan selalu berada di tempat tertinggi, seolah mega-mega bisa disentuh jika kami angkat tangan kami. "Lihat, kita berada di tempat tertinggi di dunia," kata Golok Karat sambil mengangkat kedua tangannya. Lantas ia menangkupkan tangan di depan mulut dan berteriak. "Hoooooooiiiiiiiiiiiiiiii!" Cuaca terang, matahari bersinar terang, dipantulkan oleh lapisan-lapisan salju tipis. Suara itu pasti sampai ke manamana dan siapapun yang mencari arah suaranya pasti akan melihat kami. Berteriak seperti itu, dalam dunia persilatan, sebetulnya merupakan tindakan yang gegabah. Namun tidak kuingkari betapa suasananya memang membuat siapa pun ingin berteriak bebas. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Golok Karat melihat kepadaku sambil tersenyum lebar. Di balik bulu-bulu wajahnya yang lebat dan tubuhnya yang tinggi besar, tampak betapa sebetulnya ia masih cukup kekanakkanakan. Ia tidak lagi membawa buntalan goloknya dalam buntalan, melainkan menyorenkannya seperti seorang anak bermain pendekar. Golok itu besar, mungkin golok paling besar yang pernah kulihat, dan golok itu pun tanpa sarung dan memang berkarat, hanya dikunci ujung dan gagangnya oleh sebuah cincin bertali kulit, sehingga tampak seperti besi tua diselempangkan. Agaknya dari sanalah ia mendapatkan namanya, atau ia namakan dirinya sendiri seperti itu. Betapapun, usahanya mencari guru sampai bersusah payah seperti ini, mengingat di Changian pun sudah banyak perguruan gong fu terkenal, telah menimbulkan kekagumanku. Orang awam menikmati dunia persilatan sebagai dongeng, tetapi kenyataan yang sungguh-sungguh berat dijalani Golok Karat dengan hati riang. Bila siang kami melangkah tanpa henti, bila malam kami mencari gua untuk beristirahat. Dengan cara awam, aku tidak bisa melenting dengan ilmu meringankan tubuh dan berkelebat mendahului angin, sehingga ini menjadi tantanganku yang lain dalam penyamaran. Seperti ketika berlangsung kejadian berikut, ketika setelah sepuluh hari kami sampai juga ke puncak Gunung Gaoligong. Saat itulah menukik berbagai sosok dari angkasa menyambar kami berdua. "Awas! Penyamun terbang!" Golok Karat berteriak sambil menghunus senjatanya. Aku menengok ke atas dan tanpa kami ketahui darimana datangnya ternyata langit sudah penuh dengan para penyamun terbang. Aku teringat bagaimana Golok Karat telah berteriak mengungkapkan keriangannya mencapai puncak dan kini kami harus menerima akibatnya. Seperti di puncak tiang kapal selalu ada pengawas cakrawala, maka kemudian akan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kuketahui betapa di kalangan gerombolan penyamun terbang selalu terdapat seorang pembaca angin, yang dapat mengetahui apakah dari segala tempat yang dilewati angin itu, dalam jarak tertentu, terdapat sesuatu yang dapat mereka mangsa. Rombongan pengangkut beban barang-barang adalah sasaran empuk yang mereka nanti-nantikan. Namun para penyamun terbang melakukan pembacaan angin, sebetulnya juga untuk menghadapi ancaman yang mungkin saja datang membasmi mereka, yang bisa datang dari para pemukim dari suku Lisu, Naxi, Han, dan Y i, maupun pasukan Negeri Atap Langit yang bertugas membersihkan perbatasan dari para pengacau liar seperti para penyamun terbang ini. Adapun karena dengan pasukan yang besar pun tugas mereka tidak pernah berhasil di daerah pegunungan salju ini, maka pemerintah Negeri Atap Langit kemudian lebih sering mengutus kelompok kecil pengawal rahasia yang hanya terdiri dari lima sampai tujuh orang, atau bahkan menyewa orang-orang bayaran, untuk memusnahkan atau setidaknya membakar pemukiman para penyamun itu. Memang pernah terjadi betapa para penyusup dalam kelompok kecil ini berhasil mengacaubalau, mengobrakabrik, dan membakar pemukiman para penyamun terbang ini, bahkan terutama membakar dan menghancurkan segenap peralatan serta perlengkapan terbangnya, meskipun para penyusup itu sendiri pada akhirnya juga ditewaskan. Pengalaman ini membuat para penyamun mengatur penjagaan dan pengawasan wilayahnya setiap saat, juga pada saat matahari terang benderang seperti ini, dalam lingkup wilayah yang sangat luas, yang hanya bisa dilakukan me lalui pembacaan angin. Kukira kami berdua, dan terutama karena Golok Karat menyoren pedang telanjang seperti itu, dicurigai sebagai penyusup yang jika dugaannya keliru pun tidak masalah untuk tetap dimusnahkan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Maka mereka pun datang beterbangan dalam jumlah besar, tentu karena pengalaman mengajarkan, betapa kelompok kecil yang dikirimkan jauh lebih berbahaya dari kepungan pasukan berjumlah besar. Pengawal rahasia istana ataupun orangorang bayaran dari perkumpulan rahasia dengan ilmu s ilat dan kemampuan tempur yang tinggi jelas lebih lincah daripada pasukan besar di wilayah yang alamnya berat seperti ini. "Awas!" Aku berteriak sambil menangkiskan timpukan gada yang datang dari atas dan hampir saja meremukkan kepala Golok Karat dengan tongkat kayu siong itu. Dalam waktu singkat para penyamun itu berlesatan dari atas menyambar-nyambar. KEPAK perlengkapan terbang mereka terdengar mengerikan, tetapi bahaya yang sebenarnya justru akan datang dari mereka yang berselancar di atas angin tanpa suara dan melesat dengan kecepatan luar biasa. Kami menangkis sebisa-bisanya, tetapi kemudian hanya bisa berguling dan bertiarap, sementara para penyamun terbang menyambar dari angkasa silih berganti dengan senjata-senjata terhunus mereka. Dalam keadaan biasa aku bisa melenting-lenting di atas tubuh mereka, bahkan bergerak lebih cepat dari cepat untuk mendahului mereka, tetapi kuingatkan diriku terus menerus bahwa aku sedang berada dalam kedudukan menyamar. Jika aku menunjukkan tanda-tanda yang hanya terdapat dalam dunia persilatan, seperti menggunakan ilmu meringankan tubuh, menghantam dengan tenaga dalam, atau berkelebat lebih cepat dari kilat, maka jelas penyamaranku akan terbuka. Kepada Golok Karat aku terlanjur mengaku sebagai pengembara awam, yang datang jauh-jauh dari suatu tempat bernama Ho-ling hanya untuk belajar ilmu silat kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Artinya aku harus bersikap seperti itu pula menghadapi serangan para penyamun terbang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jika aku berkelebat ke atas punggung-punggung mereka misalnya, dan mendorongkan pukulan Telapak Darah, bukan saja Golok Karat akan menjadi bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya diriku, yang sudah cukup menimbulkan pertanyaan dengan tidak memiliki nama, tetapi juga beritanya akan segera tersebar ke mana-mana, sebagaimana setiap persilatan yang menjadi dongeng di dunia awam. Apabila beritanya sampai pula kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam, maka akan gagal pula diriku masuk ke dalam perguruannya sebagai murid, dan pupus pula harapanku untuk mencuri K itab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sebagai syarat pembebasan Yan Zi dan Elang Merah. Maka dengan membatasi diri pura-pura berilmu silat tak lebih dari Golok Karat, menghadapi para penyamun terbang yang sangat mahir melakukan sambar menyambar dari angkasa itu, kami menjadi sangat terdesak. Mereka berkelebat dengan penuh perhitungan, bahwa jika kami menghindari atau menangkis suatu serangan, akan terdapat serangan lain pada saat yang sama dari arah berbeda. Jika mengikuti aturan, yakni bahwa hanya bisa mengandalkan ilmu silat Golok Karat, kurasa kami tidak akan dapat bertahan. Sepintas lalu sempat kupikirkan, bahwa aku bisa saja bergerak secepat kilat tanpa terlihat, tetapi lantas bersikap seperti tidak tahu menahu betapa lawan sudah bergelimpangan, tetapi segera kusadari betapapun itu berarti membuka samaran sendiri. Bukan berarti dengan ilmu silat tanpa tenaga dalam kami tidak bisa melakukan perlawanan. Golok Karat yang tinggi besar dan golok berkaratnya sungguh besar itu sangat pandai membuat gerak tipu. Sepertinya ia menyerang dan ditangkis, tetapi saat lawan menangkis sambil me layang di udara ternyata tiada apapun yang ditangkisnya, karena golok berkarat itu telah membelah tubuhnya. Darah berhamburan di mana-mana di atas hamparan salju. Tenaga kasar Golok Karat sangatlah besar. Bagaikan jagal ia membabat ke sana kemari membuat hamparan salju putih menjadi merah. Begitu besar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tenaga kasarnya, sehingga bahkan ketika tertangkis pun maka penyamun terbang itu bisa terpental ke angkasa lagi, dan jatuh terjerembab dengan peralatan terbang yang rusak. Akulah yang akan menyambut mereka yang jatuh dengan ayunan dahan siong yang kupegang dua tangan, agar ketika mengenai kepala mereka yang berada di bawah dalam kejatuhannya dan mengakibatkan kematian, tiada akan menimbulkan keheranan. Para penyamun ini rupanya sudah sangat menguasai peralatan terbang mereka, sama seperti seekor burung yang memiliki sayapnya. Papan luncur mereka bagaikan menyatu sebagai bagian telapak kakinya, dan mereka mampu berselancar di udara bagaikan hatinya mampu mengendalikan segala arah gerak mereka. Setiap kali serangannya gagal, para peselancar angin ini bisa berbalik lagi seperti papan luncurnya itu berada di atas puncak ombak, untuk kembali meluncur dan menyerang. Demikianlah kami membabat dan membabat, darah terus menciprat, dan sesekali sempat pula diriku tersambar dan terbawa ke udara, dengan maksud dilemparkan dari udara, tetapi segera kulicinkan kulit tanganku dengan ilmu belut, supaya pegangannya seperti terlepas tanpa sengaja dan aku melayang jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi. Namun para penyamun terbang ini tidaklah terus menerus menghantarkan nyawa. Setelah saling memberi tanda, sekitar tiga puluh orang yang masih hidup dari limapuluh penyamun hanya terbang berputar-putar tanpa menyerang, sebelum turun mengepung kami. Aku dan Golok Karat berdiri dengan beradu punggung ketika mereka semua akhirnya mendarat, melingkari kami, dan maju perlahan-lahan. GOLOK berkarat yang dipegang Golok Karat itu tampak menghitam karena bersimbah darah, aku memegang tongkat pengembara dahan siong itu sewajar-wajarnya, agar tidak tampak seperti memiliki tenaga dalam. Maklumlah, biasanya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ch'i itu mengalir sendiri sesuai dengan kebutuhannya, tetapi kali ini aku justru harus menahan-nahannya, termasuk pada saat bahaya mengancam dan sangat membutuhkannya. Mereka tidak juga maju menyerang, padahal kami telah terkepung. Namun kedudukan kami yang berada di puncak, dalam terang matahari seperti ini, sebetulnya cukup bagus. Mengingatkan diriku kepada Sun Tzu: di medan yang curam jika kita lebih dulu mendudukinya dudukilah tempat yang tinggi letaknya banyak sinar mataharinya dan nantikanlah kedatangan musuh; jika musuh lebih dahulu mendudukinya, janganlah kita kejar, melainkan tinggalkan dan jauhilah dia Jadi meskipun kedudukan kami terkepung, memang benar kami sulit diserang, bahkan setiap penyerang seperti mengantarkan nyawa. Meskipun begitu kedudukan kami hanya bagus jika diserang. Begitulah kami tidak diserang dan kami juga tidak menyerang. (Oo-dwkz-oO) Episode 198: [Sesosok Bayangan dari Angkasa] Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Para penyamun terbang ini mungkin tidak berbicara dalam bahasa Negeri Atap Langit, tetapi ilmu perang Sun Tzu tentu merupakan satu-satunya ilmu perang yang barangkali saja dalam bentuk kitab terjemahan bahasa Tibet beredar di wilayah ini. Sun Tzu menulis kitab Seni Perang pada Masa Musim Semi dan Musim Gugur, setidaknya 1200 tahun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebelum masa Wangsa Tang sekarang ini. Tidak aneh jika para panglima pasukan tentara Kerajaan Tibet sebagai musuh bebuyutan Negeri Atap Langit merasa wajib menguasainya pula dari kitab terjemahan berbahasa Tibet, dan dari sini hanya soal waktu untuk mencapai pedalaman, untuk dibaca atau dibacakan kepada setiap orang yang merasa berkepentingan menguasai siasat atau seni perang. Demikianlah para penyamunterbang ini tidak maju menyerang meski telah melakukan kepungan. Golok Karat mengambil kesempatan ini untuk berbicara dalam bahasa Tibet. Aku yang telah diajarinya berbahasa Tibet sepanjang perjalanan tentu susah payah berusaha menangkap perbincangannya, tetapi dapat juga kuperkirakan maksudnya. ''Kami bukan pedagang yang membawa banyak barang berharga,'' katanya, ''tidak ada gunanya merampok kami yang miskin ini.'' Kepala penyamun yang hampir seluruh tubuh dan kepalanya tertutup bulu tebal itu mendengus, matanya menatap dengan tajam. ''Oh, kami tentu saja bisa membedakan antara pedagang kaya dan pengembara miskin gelandangan seperti kalian,'' katanya. ''Jadi apalagi yang mesti membuat kalian mesti menahan kami di sini,'' tukas Golok Karat, ''teman-teman kalian mati dengan adil, mereka menyerang kami dan kami harus membela diri.'' Kepala penyamun itu meludah. ''Hmhh! Bahasa pendekar! Kami penyamun, tidak peduli dengan keadilan mana pun...'' ''Jadi kenapa kalian menyerang kami yang tidak berurusan dengan kalian"'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Tidak berurusan dengan kami" Apa yang kalian kerjakan di wilayah ini"'' Golok Karat menghela napas. ''Apa yang kalian curigai dari kami" Kami bermaksud mencari Mahaguru Kupu-Kupu Hitam.'' HAMPIR serentak para penyamun ini mengangkat senjatanya, seperti siap untuk bertarung kembali. ''Mencari Mahaguru Kupu-kupu Hitam" Untuk apa"'' Golok Karat cepat sekali menjawab dengan mantap. ''Kami datang dari jauh untuk belajar ilmu s ilat.'' Mendadak kepala penyamun untuk menunjuk kami dengan goloknya. ''Penyusup! Tangkap mereka!'' Aku belum tahu apa yang akan mereka lakukan ketika suatu jala yang liat tiba-tiba saja sudah menangkupi kami. Mereka sudah biasa melakukan penangkapan dengan jala seperti ini rupanya. Dengan tarikan serentak, kami seperti sudah terkurung dalam karung. ''Belajar silat kalian bilang" Mahaguru Kupu-kupu Hitam tidak pernah menerima murid. Siapa pun yang mengaku ingin menjadi murid selama ini, pada akhirnya selalu mencuri kitab dan mati digantung.'' Golok Karat mengayunkan goloknya berusaha membedah jala liat ini, tetapi jangankan terbedah, tergores pun tidak sama sekali. Tidak ada lagi yang dapat kulakukan dengan masih berpura-pura menjadi seorang awam seperti sekarang. ''Kami benar-benar ingin berguru!'' Golok Karat berteriak dengan marah dari dalam jala, ''Siapa kalian yang ikut mencampuri urusan kami"'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Mencampuri" Semua hal yang berhubungan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam adalah urusan kami! Kalian akan kami tawan dan hadapkan kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam! Janganlah menyesal bahwa pikiran mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu pernah berada di kepala kalian!'' Siapakah orang-orang ini" Jika mereka memang para penyamun terbang seperti mereka akui sendiri, dan Mahaguru Kupu-kupu Hitam memang tidak pernah menerima murid, apakah hubungan di antara mereka" Aku hanya teringat cerita Mahaguru Kupu-kupu tentang adik seperguruan yang juga adik kandungnya itu, bahwa tanpa Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam maka ilmu silat yang dipelajarinya langsung dari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam akan memberikan pengaruh buruk. Dalam hal Mahaguru Kupu-kupu Hitam, menurut kakaknya itu, ia menjadi kejam sekali, yang menjadikan pembunuhan sebagai kesenangan, dan bukan kesepakatan terhormat dalam pertarungan antara para pendekar. Mungkinkah pengaruh buruk itu adalah menjadi semacam pelindung dari para penyamun" Bukanlah cerita baru jika seseorang yang semula menjadikan penguasaan ilmu silat sebagai tujuan hidupnya, kemudian juga tergoda untuk menikmati kesenangan memiliki harta benda, kekuasaan, dan wanita... Mereka sedang berusaha meringkus dan mengangkut diri kami seperti babi hutan tangkapan, ketika dalam keadaan terkapar, di antara lubang-lubang tali temali jala, kulihat dari angkasa sesosok bayangan meluncur di atas bentangan kulit selancar ke arah kami. Bayangan ini berkelebat sebagaimana layaknya pendekar silat. Sepuluh orang terpental seketika, ke udara maupun menggelinding ke bawah terguling-guling di atas salju menuruni tebing untuk akhirnya melayang ke jurang, dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ luka sayatan pedang di dada maupun pukulan ke dada yang membuat korbannya memuntahkan darah. Pertarungan berlangsung cepat diiringi teriakan-teriakan, mungkin makian, berbahasa Tibet yang tidak kumengerti. Pedangnya berkelebat cepat berkilat-kilat dalam cahaya matahari membuat lawan-lawannya kebingungan apakah yang berkilat menyambar itu pantulan cahaya dari pedang ataukah pedang itu sendiri, dan tentu saja kesadaran akan terlambat dalam pertarungan dengan gerak berkelebat serba cepat, amat sangat cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat, sehingga barangkali baru akan tiba hanya ketika nyawanya lepas dan melihat tubuhnya ambruk ke atas salju sambil menyemburkan darah. Sepuluh orang lagi tewas dan kini tinggal sepuluh orang lagi mengepungnya. Sekarang terlihat jelas sosok yang tiba dari angkasa dengan alat selancar angin yang terbuat dari bentangan kulit itu. Tentu saja aku dan Golok Karat terkejut. ''Lihat! Anak pemilik kedai!'' Memang, dialah anak perempuan pemilik kedai itu! Baru kuperhatikan betapa busananya memang ringkas seperti pesilat. Rambutnya seperti dipotong dengan tutup batok di atas kepalanya, bagaikan tirai melambai-lambai menutupi dahi. Mereka saling bertukar kata dengan cepat, sehingga dengan pengetahuan bahasa Tibet yang masih amat sedikit aku tidak bisa mengikutinya sama sekali. "IA mengusir mereka," kata Golok Karat, "bahkan mengancam akan membunuhnya jika melihat mereka masih berkeliaran lagi." Perempuan pendekar itu masih sangat remaja, tapi kulihat nyalinya besar sekali. Ia tampak memainkan pedangnya dalam suatu jurus yang indah, untuk berhenti dalam suatu kudakuda yang menunjukkan betapa dirinya siap untuk bertarung kembali. Namun para penyamun yang sudah penuh dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ luka pada tubuhnya itu, tampaknya justru menghindari pertarungan sampai mati. Seperti juga telah diakui sendiri, tentang kehormatan para pendekar mereka tidak peduli. Mereka lantas melangkah pergi tanpa bisa terbang lagi. Alat dan perlengkapan mereka sebagian telah rusak dalam pertarungan, dan karena mereka tidak menguasai ilmu meringankan tubuh maka perlengkapan terbang mereka tidak dapat digunakan berboncengan. Ia mengarahkan pedangnya ke arah jala yang meringkus kami dan seketika terpotong-potonglah jala itu terkulai ke samping. Kami berdua bangkit dan menjura. Golok Karat yang berbicara dengan bahasa Tibet bukan sebagai bahasa ibu, masih bisa kuikuti kata-katanya. "Kami berdua pengembara lata mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Puan Pendekar yang mulia atas terselamatkannya nyawa," ujar Golok Karat, "sudilah kiranya memberikan kepada kami sekadar kehormatan untuk mengenal nama. Kami yang bodoh juga mohon maaf karena telah menjadi buta dan tidak mampu mengenali pelayan kedai Petualang Asmara 15 Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Tujuh Pedang Tiga Ruyung 13