Asmara Si Pedang Tumpul 1
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Bagian 1 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya : Kho Ping Hoo Diupload ANDU di Indozone Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http:// http://dewikz.byethost22.com/ 1. Sepasang Iblis Penggali Mayat Garis puncak-puncak gunung di barat itu nampak jelas, seolah ada Tangan Ajaib yang membuat goresan tebal. Bahkan rimbun daun pohon-pohonan di sekitar puncak nampak, juga lembah dan ngarai, tonjolan bukit dan lekuk jurang. Makin ke bawah, hutan-hutan itu nampak semakin nyata dan semakin hijau, berbeda dengan yang di dekat puncak, yang berwarna kebiruan dan terkadang disembunyikan di balik tirai awan tipis. Matahari senja yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mendatangkan kecerahan pada puncak-puncak gunung itu, seolah sang matahari sebelum menghilang di balik sana untuk menunaikan tugas di belahan bumi yang sana, ingin meninggalkan kesan yang indah. Permainan sinar matahari yahg dipantulkan awan basah di udara melukiskan lengkung pelangi di sebelah utara. Lengkung setengah lingkaran, mengingatkan kita pada dongeng kuno bahwa lengkung pelangi itu merupakan tangga para bidadari yang hendak turun ke bumi! Kadang-kadang nampak serombongan burung melintasi langit, bergerak-gerak membentuk garis yang aneh, ada kalanya nampak seperti bentuk seekor naga yang sedang melayang-layang. Dari barat nampak mahluk terbang yang bukan burung, namun yang terbangnya demikian laju, menuju ke timur, menyongsong kegelapan di timur. Kalau segala macam burung beterbangan pulang ke sarang mereka setelah sehari penuh bekerja mencari makan, binatang kelelawar itu sebaliknya meninggalkan sarang untuk mulai bekerja! Mereka bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. Pria muda yang berdiri di lereng itu menghadap ke barat, seperti terpesona, seolah merasa dirinya tenggelam ke dalam suasana yang hening dan indah itu, suasana yang agung dan dalam. Seluruhnya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan bahkan dirinya menjadi sebagian dari pada kebesaran alam itu. Tidak ada satupun yang kurang, tidak ada pula yang lebih. Sudah pas, sebuah keadaan sempurna tanpa kemarin tanpa esok. Semua menuju ke mulut kegelapan yang sudah siap untuk menelan segala yang nampak, kegelapan sang malam. Pemuda ltu menghela napas panjang dan terdengar suaranya seperti rintihan lirih, bersama helaan napasnya. "Tuhan Maha Besar ........!" dan dipejamkan kedua matanya sejenak dengan hati penuh haru dan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa atas segala kurniah yang telah dirasakannya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sampai saat itu. Kemudian dia teringat bahwa dia harus melanjutkan perjalanan, menuju ke puncak di depan itu, yaitu di Pek-in-kok (Lembah Awan Putih) di pegunungan Ho-lan-san ini. Sebelum melanjutkan langkahnya, dia menoleh ke timur dan nampaklah sungai Kuning (Huang-ho) yang panjang seperti seekor ular naga. Nampak pula genteng rumah-rumah pedesaan sepanjang lereng dan kaki bukit, juga samar-samar nampak pula kota Yin-coan di tepi sungai itu. Kembali, dia menghela napas panjang. Baru dua tahun lebih dia meninggalkan tempat ini, dan waktu yang hampir seribu hari lamanya itu kini terasa seperti baru kemarin dulu saja. Betapa cepatnya sang waktu terbang lalu kalau tidak diperhatikan. Teringat dia akan nasihat mendiang ibunya tentang waktu. "Waktu lewat dengan cepatnya, hidup adalah waktu yang cepat berlalu, oleh karena itu, isilah waktu yang singkat itu dengan perbuatan yang bermanfaat bagi manusia dan dunia, anakku." Kembali dia menghela napas, lalu melanjutkan mendaki lereng menuju Lembah Awan Putih di depan. Kalau ada orang melihatnya pada waktu itu, dia tentu akan terkejut dan heran melihat ada orang dapat mendaki lereng sedemikian cepatnya. Nampaknya dia melangkah biasa saja, namun tubuhnya meluncur cepat ke depan seperti terbang! Sekali melangkah, tubuhnya meluncur sampai dua tiga meter. Karena pemuda itu mahir ilmu berlari cepat seperti terbang, sebelum malam tiba dia sudah sampai di tempat yang dituju. Lembah Awan Putih! Tempat yang amat dikenalnya, pernah menjadi kampung halamannya selama bertahun-tahun. Dan kini dia berdiri di depan sebuah pondok yang reyot karena tidak terpelihara. Pondok itu dikepung tumbuhah-tumbuhan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang lebat, bahkan tumbuh-tumbuhan merayap sampai memenuhi gentengnya. "Suhu (guru) ......," pemuda itu mengeluh, hatinya kecewa karena keadaan pondok itu jelas menunjukkan bahwa gurunya tidak kembali ke pondok itu, bahwa dia tidak akan bertemu gurunya di tempat itu seperti yang diharapkannya semula. Kini semakin yakin hatinya bahwa kekecewaan menjadi ekor dari keinginan dan harapan. Hanya dia yang tidak mempunyai keinginan dan harapan apapun, akan bebas dari pada kekecewaan. Akan tetapi, mungkinkah manusia hidup tanpa keinginan dan harapan" Dia meninggalkan pondok tanpa mencoba untuk membuka daun pintu yang reyot itu. Dengan langkah cepat diapun menuju ke utara di mana dahulu jenazah dua orang gurunya yang lain dimakamkan. Dia ingin melihat kuburan itu sebelum gelap, dan untuk menghormati makam kedua orang gurunya, diperjalanan mendaki bukit tadi dia telah mengumpulkan banyak bunga, terutama mawar. Dia tidak dapat meniru kebiasaan orang Han yang menghormati makam leluhur dengan upacara sembahyang dan penyuguhan korban berupa masakan-masakan dan makanan. Ibunya mengajarkan kepadanya bahwa yang wajib dipuja dan disembah hanya Tuhan Yang Maha Esa. Berkunjung ke makam hanya untuk membuktikan bahwa dia selalu masih teringat akan kebaikan guru-gurunya, masih menghormati mereka yang sudah tiada, dan perasaan sayang itu dinyatakan dengan penaburan bunga dan membersihkan makam, dan doa-doa yang disampaikan adalah doa permohonan kepada Tuhan agar roh dua orang gurunya mendapat pengampunan dari Tuhan Yang Maha Pengampun. Diapun maklum bahwa sembahyangan di depan makam dengan mengorbankan masakan-masakan itupun mungkin Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memiliki tujuan yang sama, untuk menyatakan rasa kasih sayang mereka kepada yang mati. Akan tetapi hal itu dianggapnya berlebihan, karena pada akhirnya mereka yang menyuguhkan makanan itu yang akan menghabiskan makan itu sendiri. Sungguh merupakan bentuk prihatin yang amat aneh baginya, bertentangan dengan perasaannya, oleh karena itu, dia tidak sanggup menirunya. Kini dia berdiri di depan dua buah makam itu dan dia terbelalak, wajahnya berubah pucat. Jelas nampak betapa dua buah makam itu telah dibongkar orang! Agaknya perbuatan itu belum lama dilakukan orang. Tanah yang digali itu masih baru. Dan kedua buah peti mati itupun sudah terbuka! Dia menghampiri dan menjenguk isi peti. Tulang-tulang berserakan, akan tetapi yang amat mengejutkan hatinya, kedua peti mati itu hanya berisi tu langtulang saja, tidak ada tengkoraknya! Tengkorak kedua orang gurunya telah lenyap! "Ya Allah, siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini" Kejam benar ........," Dia berlutut dan menutupkan kembali kedua buah peti itu, akan tetapi tidak menimbunkan tanah kembali karena dia akan mencari dulu dua tengkorak suhunya untuk dikembalikan ke tempat semula, di dalam peti mereka. Akan tetapi ke mana dia harus mencari" Malam mulai datang menyelimuti bumi. Dia teringat bahwa nanti bulan akan muncul dan melihat iangit demikian terang, malam nanti amat cerah. Dia akan melakukan penyelidikan kalau bulan telah bersinar nanti. Dengan langkah gontai pemuda itu kembali ke pondok. Di dalam keremangan cuaca senja, tubuhnya nampak tinggi tegap dan gagah. Langkahnya gontai, lentur seperti langkah seekor harimau. Tubuhnya yang tegak dengan bahu yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bidang. Di punggungnya terikat sebuah buntalan pakaian yang bentuknya agak panjang, memudahkan orang menduga bahwa dalam buntalan itu terdapat pula sebatang pedang dengan sarungnya. Pakaiannya sederhana sekali, dari kain tebal yang awet berwama biru, sepatu hitam, dan kepalanya tertutup sebuah caping lebar seperti yang biasa dipakai para petani di daerah Sin-kiang. Kini dia tiba di depan pondok. Dibukanya pintu itu. agak sukar karena macet. Dia mengerahkan sedikit tenaga dan daun pintu itu terbuka. Cuaca belum gelap benar sehingga di masih dapat melihat keadaan dalam pondok. Wajahnya cerah. Ternyata, keadaan dalam pondok itu cukup bersih dan perabot rumah yang dahulu masih lengkap. Ada bangku, ada meja, bahkan dipan kayu di situ, lima buah banyaknya, masih ada. Seolah baru ditinggal kemarin saja, dia menghampiri sudut di mana terdapat sebuah meja besar dan ternyata di situ masih terdapat banyak lilin. Juga alat pembuat api masih ada. Segera dinyalakannya tiga batang lilin dan ditaruh di atas meja di tengah ruangan. Kini, cahaya tiga batang lilin besar itu cukup terang, menyinari Wajahnya ketika dia duduk termenung di atas bangku, menghadap lilin di atas meja setelah membersihkan debu dari bangku dan meja dengan sebuah sapu bulu ayam. Dia seorang laki-laki yang masih muda. Duapuluh dua atau dua puluh tiga tahun usianya. Kulit muka, leher dan tangannya gelap, akan tetapi tidak hitam sekali , seperti kulit petani yang setiap hari ditimpa sinar matahari. Wajahnya tampan dan .gagah. Dahinya lebar, alisnya hitam tebal berbentuk golok, matanya tidak sipit, lebar bersinar aneh. Hidungnya tinggi, agak besar, bersama mulutnya yang berbibir tebal membayangkan keteguhan hati. Dagunya juga berlekuk dan keras. Muka itu bersih, tidak ditumbuhi jenggot dan kumis Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ karena selalu dicukurnya. Wajah seorang pemu da yang jantan. Namanya Sin Wan. Sin Wan begitu saja, tanpa nama keturunan karena mendiang ayahnya adalah seorang Uighur Kasak bemama Abdullah, dan ibu kandungnya seorang wanita cantik berbangsa Uighur pula, beragama lslam, bernama Jubaedah. Ayah kandungnya terbunuh oleh seorang datuk sesat bernama Se Jit Kong yang berjuluk Si Tangan Api, seorang Kasak yang sakti dan jahat. Ketika ayah kandungnya terbunuh, dia masih dalam kandungan ibunya dan untuk menyelamatkan kandungannya itulah ibunya yang cantik jelita, rela diperisteri Si Tangan Api. Setelah menjadi isteri datuk itu. Jubaedah disebut Ju Bi Ta. Agaknya Se Jit Kong ' yang berdarah campuran itu ingin mengangkat namanya dl dunia kang-ouw, maka dia menggunakan nama bangsa Han. Se Jit Kong yang ingin menonjolkan kesaktiannya, telah melakukan perbuatan yang berlebihan. Tidak saja dia menantang dan mengalahkan banyak tokoh pendekar di dunia persilatan, juga dia bahkan mencuri banyak pusaka istana kaisar. Hal ini menggegerkan dunia kangouw dan para tokoh kangouw, juga kaisar sendiri, minta pertolongan Sam-sian, tiga orang datuk besar dunia persilatan, untuk mencari Se Jit Kong dan merampas kembali pusaka-pusaka istana itu. Sam-sian (Tiga Dewa) berhasil merampas kembali pusakapusaka itu dan Se Jit Kong yang dikalahkan Sam-sian, membunuh diri. Setelah Se Jit Kong tewas, barulah Jubaedah membuka rahasia kepada Sin Wan. Anak laki-laki yang sampai usia sepuluh tahun menganggap Se Jit Kong sebagai ayah kandungnya itu baru tahu bahwa Se Jit Kong sama sekali bukan ayahnya, bahkan pembunuh ayah kandungnya! Dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ setelah membuka rahasia ini, Jubaedah juga membunuh diri di depan mayat suaminya. Sem?a kenangan ini terbayang dalam benak Sin Wan ketika dia duduk termenung memandangi api lilin. Setelah Se Jit Kong dan ibu kandungnya tewas, dia menjadi yatim piatu dan menjadi murid Sam-sian yang terdiri dari tiga orang, yaitu Ciu Sian (Dewa Arak) Tong Kui, Kiam-sian (Dewa Pedang) Low Sun, dan Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih) Thio Ki. Dia diajak Sam-sian menyerahkan pusaka-pusaka kepada kaisar. Ketika diberi hadiah, Kiam-sian memilih pedang tumpul yang kemudian diberikan kepada Sin Wan. Dan di kota raja inilah, Sam-sian mendapatkan murid baru, seorang anak perempuan bernama Lim Kui Siang, yatim piatu karena orang, tuanya yang bangsawan pengurus gudang pusaka dibunuh Se Jit Kong ketika datuk ini mencuri pusaka. Sam-sian merasa kasihan dan menerima Kui Siang menjadi murid mereka. Sin Wan menghela napas panjang ketika dia teringat akan semua itu. Ketika bertanding melawan Bi-coa Sianli (Dewi Ular Cantik) Cu Sui In, seorang tokoh sesat wanita yang amat lihai, Kiam-sian dan Pek-mau-sian tewas, dan wanita cantik itu terluka parah. Ciu Sian tidak membunuhnya dan membiarkannya pergi. Semenjak itu, Ciu Sian menggembleng Sin Wan dan Kui Siang dengan ilmu simpanan, yang dirangkai oleh Sam-sian, dan dinamakan Sam-sian Sin-ciang (Tangan Sakti Tiga Dewa). Kemudian, Ciu Sian menyuruh kedua orang muridnya turun gunung setelah menyatakan keinginannya agar kedua orang murid berjodoh. "Sumoi (adik seperguruan) ........," Sin Wan mengeluh ketika dia teringat kepada Kui Siang. Mereka saling mencinta, akan tetapi kemudian tanpa disengaja, gadis itu mengetahui bahwa dia adalah anak tiri dan juga murid mendiang Se Jit Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kong, musuh besar gadis itu yang telah menghancurkan keluarganya. Kui Siang marah dan meninggalkannya, memutuskan perhubungan di antara mereka. Gadis itu tentu kini telah Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menjadi pengawal pribadi Pangeran Yung Lo di Peking, seperti yang ditawarkan oleh pangeran itu kepadanya. Dia telah kehilangan sumoinya, gadis dan wanita pertama yang dicintanya. Dan dia kehilangan pula gurunya yang terakhir, biarpun guru tak resmi. Juga seorang yang amat dihormati dan dikasihinya, yaitu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki. Dia ditinggalkan kakek itu yang merasa tidak senang pula mendengar bahwa dia adalah putera tiri mendiang Se Jit Kong yang amat jahat. Dia telah kehilangan segalanya dan dalam keadaan patah hati itu dia berkunjung ke lembah ini, Lembah Awan Putih, untuk mencari gurunya yang tinggal seorang, seorang di antara Sam-sian, yaitu Dewa Arak. Semua pengalaman itu terbayang dalam ingatan Sin Wan, membuat dia termenung. Akan tetapi ketika bayangan itu tiba pada waktu dia berkunjung ke depan makam mendiang Kiamsian dan Pek-mau-sian, dia segera sadar dari lamunannya. Kuburan kedua orang gurunya tercinta itu dibongkar orang, dan tengkorak mereka dicuri orang! Dia sadar sepenuhnya kini, telah meninggalkan dunia lamunannya. Seketika lenyap pula semua kedukaan yang tadi menggerogoti hati dan pikirannya. Dan bagaikan sinar terang yang mengusir kegelapan yang tadi menyelubungi batinnya, kini nampaklah jelas olehnya bahwa semua kesedihan, semua rasa duka hanya merupakan permainan dari pikirannya sendiri belaka. Pikiran yang mengenang masa lalu, menghubungkan dengan bayangan masa depan, menimbulkan kemuraman dari iba diri, dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ muncullah rasa duka nestapa. Seolah-olah di dunia ini hanya dia seorang yang hidup menderita kedukaan. Duka timbul akibat kecewa, akibat iba diri, dan semua ini hanyalah ulah pikiran yang mengenang masa lalu. Masa lalu telah lewat, telah mati! Demikian dia berbisik sambil mengepal tinju. Masa depan hanya bayangan! Yang penting sekarang, saat ini! Hidup adalah saat demi saat yang harus dihadapi dengan tabah, yang harus dihadapi dengan waspada, menempuh segala macam tantangan dan tantangan, berusaha sedapat mungkin untuk mengatasinya! Itulah hidup. Bukan membiarkan diri tenggelam ke dalam kenangan pahit masa lalu dan bayangan menggelisahkan masa depan. Hidup merupakan perjuangan menghadapi setiap tantangan. Tidak lari dari kenyataan, melainkan menghadapi tantangan dan berusaha menanggulanginya, mengatasinya, itulah seni kehidupan! Didasari penyerahan kepada Yang Maha Kuasa, maka segala sesuatu dapat dihadapinya dengan tabah. Segala hal hanya dapat terjadi atas kehendak Tuhan! Sesal dan duka tiada gunanya. Berusaha sedapat mungkin, akan tetapi menyerahkan keputusan terakhir kepada Allah Maha Kasih. Sin Wan bangkit dari bangkunya, melangkah ke pintu depan. Dia membuka daun pintu dan angin berembus masuk, memadamkan tiga batang lilin yang menyala di atas meja. Kegelapan karena padamnya lilin justeru mempertajam cahaya bulan yang sudah muncul. Sin Wan memasuki kembali pondok yang kini remang-remang, mengeluarkan sebatang pedang dari dalam buntalan pakaian yang tadi dia letakkan di atas meja dan mengikatkan sarung pedang di punggungnya. Pedang itu merupakan pedang yang sarung dan gagangnya nampak butut dan jelek, walaupun bersih dan terpelihara. Sebatang pedang yang butut, dan kalau dihunus, orang akan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mentertawakannya. Bukan hanya sarung. dan gagangnya yang butut, akan tetapi pedang itu sendiripun jelek dan sama sekali tidak meyakinkan. Selain buatannya kasar seperti pedang yang belum jadi, belum matang ditempa, juga pedang itu tidak tajam dan tdak runcing, melainkan tumpul. Pedang tumpul! Namun pemiliknya merawatnya degan hati-hati, menganggapnya sebagai sebuah pusaka yang ampuh, dan memang kenyataannya, pedang yang tumpul dan buruk rupanya itu adalah sebatang pusaka kuno yang ampuh. Sin Wan mendapatkannya dari mendiang Kiam-sian, sebagai hadiah dari Kaisar Thai Cu karena Sam-sian telah berhasil merampas kembali pusaka-pusaka istana yang dicuri mendiang Se Jit Kong. Sin Wan keluar dari pondok, menutupkan kembali daun pintu dan mulailah dia melakukan penyelidikan di bawah sinar bulan yang cukup terang. Sinar bulan sepotong di langit bersih mendatangkan cahaya yang kehijauan, redup akan tetapi cukup terang, nyaman dan sejuk. Ujung daun-daun pohon nampak berseri bermandikan cahaya bulan. Dia segera menuju ke makam kedua orang gurunya. Begitu dia tiba di situ, tiba-tiba dia mendengar suara berciutan sambung menyambung. Suara apakah itu" Dia menoleh ke kiri karena dari sanalah datangnya suara itu. Seperti suara burung mencuit-cuit nyaring. Akan tetapi, malam-malam begini mana ada burung berkicau" Dia sudah mengenal suara burung malam, burung hantu, dan tidak ada burung malam yang suaranya seperti itu. "Culiiiiiit .......! Cuiiiiittt .........!!" Suara itu berulang terus dan Sin Wan cepat menghampiri ke arah suara. Suara itu semakin nyaring dan kini dia dapat menangkap suara desir angin pukulan yang dahsyat! Tentu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ saja dia terkejut dan heran. Dia kini menyelinap dan menyusup di antara pohon dan semak belukar, menghampiri tempat itu dan mengintai. Apa yang dilihatnya membuat Sin Wan terbelalak. Banyak pohon roboh seperti ditebang di tempat itu, dan pohon-pohon itu berserakan. Tempat itu kini terbuka seluas tidak kurang dari limabelas tombak kali duapuluh tombak, dan tempat itu cukup terang karena tidak terhalang sinar bulan. Di sudut kanan dan kiri, terpisah antara sepuluh tombak, nampak tumpukan tengkorak! Ada puluhan buah tengkorak manusia besar kecil tertumpuk di situ, menjadi dua tumpukan bukit kecil dan di atas masing-masing bukit tengkorak itu duduk bersila seorang kakek dan seorang nenek! Sungguh amat menyeramkan keadaan di situ walaupun kakek dan nenek itu wajahnya tidak menyeramkan. Bahkan kakek itu masih memiliki wajah yang tampan, dan nenek itupun masih cantik walaupun usia mereka sudah sekitar enampuluh tahun. Tubuh kakek itu masih tinggi tegap dengan pakaian serba putih, juga nenek itu masih ramping dalam pakaian yang serba putih pula. Pakaian mereka terbuat dari sutera halus yang mengkilat tertimpa sinar bulan yang redup. Yang aneh dan menyeramkan hanya wama muka mereka. Kakek itu mukanya merah seperti dicat atau dilumuri darah, sedangkan muka wanita itu putih pucat seperti muka mayat. Sin Wan memandang dengan jantung berdebar. Bukan keadaan kakek dan nenek itu yang membuat hatinya tegang, akan tetapi cara mereka berlatih. Kedua orang itu duduk di atas tumpukan tengkorak, seperti patung. Akan tetapi, kedua tangan kedua mereka bergerak saling dorong dari jarak jauh dan dari kedua telapak tangan mereka itulah keluar suara bercuitan tadi! Dan angin pukulan menyambar dari tangan mereka. Kiranya mereka itu sedang latihan ilmu pukulan jarak jauh yang amat kuat dan ampuh. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Teringatlah Sin Wan akan keterangan Pek-sim Lo-kai (Pengemis Tua Hati Putih) Bu Lee Ki bahwa di dunia kang-ouw terdapat banyak tokoh yang amat lihai. Banyak terdapat para datuk yang memiliki ilmu kepandalan tinggi. Dan di antara mereka memang terdapat dua aliran, yaitu aliran putih dan aliran hitam, atau mereka yang menjadi pendekar dan mereka yang menjadi penjahat. Bahkan sifat-sifat ilmu merekapun dapat dijadikan tanda apakah tokoh itu termasuk golongan sesat ataukan golongan pendekar. Dia pernah mendengar pula tentang ilmu pukulan yang mengandung hawa beracun, dan melihat cara kedua orang ini berlatih, dia dapat menduga bahwa mereka tentulah termasuk golongan sesat yang lihai sekali! Agaknya kedua orang itu telah menghentikan latihan saling pukul dari jarak jauh. Sin Wan melihat ke arah tengkoraktengkorak itu dan teringatlah dia akan dua buah tengkorak mendiang Kiam-sian dan Pek-mau-sian. Kedua buah tengkorak itu lenyap. Siapalagi kalau bukan dua manusia iblis ini yang telah mengambilnya" Tentu dua buah tengkorak guru-gurunya berada di antara tumpukan tengkorak itu. Hatinya terasa panas. Kurang ajar, pikimya. Dua orang itu sungguh tidak memiliki prikemanusiaan. Mempelajari ilmu dengan cara merusak kuburan orang, bahkan mengambil tengkorak orang untuk dijadikan tempat latihan. Keji sekali! Terdengar suara tawa yang sungguh menyeramkan. Tawa yang tinggi merdu, melengking nyaring seperti bukan suara manusia. Ketika Sin Wan memandang, dia bergidik. Wanita itulah yang bersuara karena ia menggerak-gerakkan kepala dan pundaknya, akan tetapi anehnya, mulut dan muka yang pucat itu sama sekali tidak bergerak, seolah muka itu tersembunyi di balik topeng. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hi..hi..hi..hik, Ang-ko (kakak Merah), ternyata engkau tidak dapat melebihi aku dalam penggunaan ilmu Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)! Jangan katakan bahwa engkau lebih unggul, Ang-ko!" Kakek itu tidak tertawa, juga wajahnya yang merah darah itu sama sekali tidak bergerak, seperti topeng. Mulutnya juga tidak bergerak ketika terdengar suaranya, "Huh, Pek-moi (adik Putih), kita sedang memperdalam ilmu untuk menghadapi musuh-musuh dan merebut kedudukan tertinggi di dunia persilatan, tidak perlu kita saling mengungguli. Kita maju bersama, hidup berdua dan mati bersama. Agaknya Toat-beng Tok-ciang yang kita latih sudah cukup dapat diandalkan, hanya ilmu kita Touw-kut-ci (Jari penembus tulang) yang belum memuaskan hatiku. Kita harus latih lagi dengan tekun." Keduanya tidak nampak bergerak, akan tetapi tahu-tahu tubuh mereka melayang turun dari atas tumpukan tengkorak dan dalam keadaan masih bersila mereka kini pindah ke atas tanah. Diam-diam Sin Wan terkejut. Kedua orang itu agaknya tidak hanya lihai dalam ilmu pukulan jarak jauh, akan tetapi juga telah memiliki ginkang tingkat tinggi sehingga dalam keadaan duduk bersila, tubuh mereka mampu melayang dan berpindah tempat! Kini keduanya mengambil tengkorak satu demi satu, dan melempar setiap tengkorak ke atas Ketika tengkorak itu melayang turun, mereka menyambut dengan tusukan jari tangan mereka. Jari mana saja yang mereka pergunakan untuk menyambut, tentu dapat menembus tengkorak sehingga seluruh lima jari tangan dipergunakan semua. Setelah tangan kanan, lalu latihan itu diganti dengan tangan kiri. Kedua orang itu seperti berlumba dan ternyata keduanya sama tangkas dan sama kuat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kini mengertilah Sin Wan mengapa tengkorak-tengkorak itu berlubang-lubang. Kiranya dipergunakan untuk latihan ilmu menotok dengan jari yang amat lihai. Dia mengerutkan alisnya, membayangkan betapa tengkorak kedua orang gurunya juga dijadikan bulan-bulan latihan jari tangan itu. Sungguh kasihan sekali, sudah mati masih diganggu oleh golongan sesat! Tiba-tiba terdengar wanita itu mengeluarkan pekik aneh dan sebuah tengkorak yang tadi disambut tusukan jari tangannya, tidak tertembus dan menggelinding di dekat kakinya. "Huh, engkau gagal, Pek-moi" Sungguh memalukan sekali!" kakek itu menegur ketika dia melihat rekannya itu gagal menembus tengkorak itu dengan jari tangannya. Wanita itu memungut tengkorak tadi dengan tangan kirinya, lalu diperiksanya dengan teliti. "Heei, Ang-ko. Tengkorak ini belum ada lubangnya, berarti masih baru. Dan keadaannya sungguh berbeda dengan tengkorak biasa. Keras bukan main sehingga tidak tertembus jari tanganku!" "Masih baru" Hemm, dari mana kita memperoleh tengkorak paling akhir?" tanya Ang Bin Moko (Iblis Muka Merah) sambil menyambut tengkorak yang dilemparkan kepadanya oleh Pek Bin Moli (Iblis Betina Muka Putih). "Bukankah dari dua buah makam di Lembah Awan Putih sebelah itu" Baru tiga hari kita membongkar makam dan mengambil tengkorak dari sana. "Huh, benar! Aku ingat sekarang. Ada dua buah tengkorak kita ambil. Coba cari yang sebuah lagi, Pek-moi!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pek Bin Moli segera mencari tengkorak kedua di antara tumpukan tengkorak itu. Tidak sukar menemukannya karena tengkorak baru ini belum berlubang seperti tengkoraktengkorak lainnya. "Ini dia! Wah, yang ini juga keras sekali, dan tentunya agak aneh, menonjol ke belakang!" teriak wanita itu tanpa menggerakkan bibir. Sin Wan yang mengintai, mendengarkan dengan jantung berdebar. Tak salah lagi. Dua tengkorak Yang mereka anggap aneh dan keras itu pastilah tengkorak kedua orang gurunya, dan tengkorak yang bagian belakangnya menonjol pastilah tengkorak mendiang Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih). Dia melihat betapa kakek dan nenek itu berulang-ulang mengerahkan tenaga dan mencoba untuk melubangi tengkorak itu dengan jari tangan mereka, akan tetapi agaknya usaha mereka sia-sia belaka. "Aih, Ang-ko, kenapa kita tidak berhasil melubangi tengkorak-tengkorak ini" Apakah latihan kita selama ini kurang berhasil?" nenek itu berseru, suaranya mengandung kekecewaan. "Tidak, Pek-moi. Buktinya, tengkorak yang lain dengan mudah.dapat kita tembusi dengan jari tangan kita. Dua buah tengkorak ini memang istimewa. Aku dapat menduga bahwa dua buah tengkorak ini tentu milik dua orang yang sakti, dan latihan tenaga sakti telah meresap ke dalam tengkorak ini sehingga menjadi keras. Ini menguntungkan sekali, Pek-moi. Kita masak dua buah tengkorak ini sampai hancur menjadi Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bubur dan ini merupakan obat kuat yang luar biasa, dapat menguatkan tulang-tulang kita!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mendengar ini, Sin Wan tidak dapat menahan hatinya lagi. Tengkorak kedua orang gurunya sudah dicuri, kini malah akan dimasak dan dijadikan obat kuat! Dia keluar dari tempat persembunyiannya. "Harap ji-wi (anda berdua) tidak mengganggu tengkorak orang-orang yang sudah meninggal dunia." Dua orang kakek dan nenek itu terkejut dan menoleh, memandang kepada Sin Wan dengan sinar mata mengandung keheranan. Bagaimana mungkin ada seorang pemuda bersembunyi di dekat situ dan mereka sampai tidak mengetahuinya" Dari kenyataan ini saja mereka berdua yang sudah berpengalaman dapat mengetahui bahwa pemuda itu bukan orang lemah. Bagaimanapun juga, mereka berdua menjadi marah. "Hei, orang muda! Siapakah engkau berani lancang menganggu kami?" "Ang-ko, darahnya dapat kita pergunakan untuk menyempunakan Toat-beng Tok-ciang kita, dan. tengkoraknya yang masih basah dapat kita pergunakan pula untuk memperkuat Touw-kut-ci kita!" terdengar nenek itu melengking, Sin Wah menjura kepada dua orang yang masih bersila di dekat tumpukan tengkorak dan terpisah cukup jauh itu. "Harap ji-wi locianpwe (dua orang tua gagah) suka memaafkan. Saya bukan datang mengganggu, melainkan hendak mohon agar jiwi mengembalikan dua buah tengkorak mendiang guru-guru saya itu. Kalau mengembalikannya agar saya dapat mengubumya kembali, saya akan melupakan bahwa ji-wi pernah membongkar makam mereka dan mengambil tengkorak mereka." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ,Kakek dan nenek itu saling pandang, kemudian si nenek mengeluarkan suara tawanya yang menyeramkan. "Hi..hi..hi..hi..hik, Ang-ko, dia minta dua buah tengkorak ini. Kenapa tidak kita berikan kepadanya?" "Huh, engkau menghendaki tengkorak-tengkorak ini, orang muda" Nah, terimalah dan mampuslah!" Kakek itu melontarkan tengkorak di tangannya. Dua buah tengkorak itu menyambar bagaikan peluru meriam saja ke arah Sin Wan dari kanan kiri! Terdengar suara bersiut nyaring ketika dua buah tengkorak itu melayang. Dari luncuran dua buah tengkorak itu, Sin Wan dapat menilai bahwa tenaga luncuran itu dahsyat bukan main. Kalau dia mengelak atau menangkis, mungkin tengkorak-tengkorak itu akan hilang atau rusak, dan kalau dia menyambut dengan tangan, mungkin dia tidak akan mampu menahan tenaga luncuran dari kanan kiri yang amat dahsyat itu. Dia dapat berpikir cepat dan tubuhnya sudah mencelat ke atas, berjungkir balik dan dengan tubuh di atas, kedua tangannya menyambut dua buah tengkorak yang meluncur ke arahnya tadi. Seperti telah diduganya, tenaga luncuran itu kuat bukan main sehingga biarpun kedua tangannya mampu menangkap tengkorak-tengkorak itu, tenaga luncuran membuat tubuhnya terpental ke atas! Sin Wan memang sudah memperhitungkan hal ini. Dia membiarkan tubuhnya terpental ke atas, lalu membuat gerakan jungkir balik untuk mematahkan tenaga luncuran itu, kemudian dengan tenang dia melayang turun di tempat semula. Dengan sikap tenang seolah tidak pernah terjadi sesuatu, dia lalu mengeluarkan saputangan, mengikat kedua tengkorak itu dan menalikannya tergantung di lehernya. Dua buah tengkorak itu tergantung di depan dada. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ang Bin Moko dan Pek Bin Moli terbelalak. Mereka memang sudah menduga bahwa pemuda itu memiliki kepandaian pula, akan tetapi sama sekali tidak mengira bahwa dia selihai itu. Mereka tadi sudah yakin bahwa sambitan tengkorak itu akan membuat pemuda itu tewas! Melihat pemuda itu sama sekali tidak tewas bahkan berhasil menerima dua buah tengkorak itu, Ang Bin Moko menjadi penasaran dan marah sekali. Dia menggerakkan kedua tangannya dan terdengar bunyi bercuitan. Itulah ilmu pukulan jarak jauh Toat-beng Tok-ciang yang tadi dilatih bersama Pek Bin Moli. Melihat ini, Pek Bin Moli seperti diingatkan saja dan nenek inipun dari tempat ia duduk bersila, menggerakkan kedua tangan memukul dengan ilmu itu. Ada baiknya bahwa tadi Sin Wan telah melihat kedua orang itu berlatih ilmu Toat-beng Tok-ciang, maka diapun tidak berani memendang rendah. Dia segera mengelak dengan geseran kaki yang membuat dia melangkah ke sana sini berputar-putar, kadang meloncat dan gerakannya cepat seperti burung saja. Dia telah menggunakan langkah ajaib yang terkandung dalam ilmunya Sam-sian (Tangan Sakti Tiga Dewa), yang bersumber dari ilmu Hui-niauw-soan (Langkah Berputar Burung Terbang). Dengan gerakannya yang aneh dan gesit ini, semua sambaran hawa pukulan Toat-beng Tok-ciang luput dari sasaran, apalagi kedua tangan pemuda itu mengebut ke sana sini dengan pukulan yang bersumber dari Ciu-san Pekciang (Tangan Putih Dewa Arak) dari kedua tangannya itu menyambar tenaga sakti yang beruap putih dan yang dapat menangkis hawa pukulan yang menyambar terlalu dekat. 2. Sirnanya Kedukaan Hati Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kakek dan nenek iblis itu terkejut. Sungguh sukar dipercaya betapa seorang pemuda mampu menghindarkan diri dari serangan mereka yang menggunakan ilmu baru mereka itu! Saking kaget, heran dan penasaran, kini keduanya tidak lagi memandang rendah dan seperti tadi, tanpa nampak menggerakkan tubuh, keduanya telah melayang dan tahutahu. mereka berdua sudah berdiri berhadapan dengan Sin Wan, hanya dalam jarak tiga meter! Sin Wan memberi hormat, dengan mengangkat ke dua tangan depan dada, "Banyak terima kasih atas petunjuk ji-wi locianpwe. Sekarang perkenankan saya untuk pergi mengubur kembali peti mati kedua orang guru saya." "Tidak begitu mudah, orang muda. Katakan, siapa gurugurumu itu!" kata kakek iblis muka merah. "Mereka adalah mendiang suhu Kiam-sian dan mendiang suhu Pek-mau-sian," jawab Sin Wan sejujurnya. Nenek iblis itu mengeluarkan teriakan melengking. "Iihhhhhh ........!" Ia memandang Sin Wan penuh perhatian. "Dua di antara Sam-sian?" "Benar, locianpwe." "Huh-huh, kalau begitu, pantas saja tengkorak mereka demikian keras. Bukan hanya tengkorak mereka yang amat berguna, juga semua tulang mereka. Orang muda, kami membutuhkan tengkorak dan tulang-tulang mereka. Berikan kepada kami dan kami akan mengampuni dan membiarkanmu pergi." Sin Wan mengerutkan alisnya. "Ji-wi locianpwe sungguh keterlaluan. Apakah kesalahan kedua orang guruku sehingga sampai mereka telah wafat dan menjadi tulang, jiwi masih Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ingin mengganggu mereka" Saya adalah murid mereka, sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga dan melindungi makam dan kehormatan mereka. Saya tidak akan menyerahkan dua buah tengkorak ini kepada ji-wi, juga tidak membolehkan mengambil tulang kerangka kedua orang suhu saya." "Bocah sombong, agaknya engkau sudah bosan hidup!" teriak nenek itu dan ia sudah menerjang Sin Wan dengan kedua tangan terbuka. Tangan kirinya mencengkeram ke arah dua buah tengkorak yang tergantung di dada Sin Wan, sedangkan,tangan kanannya mencengkeram ke arah kepala. Sin Wan maklum betapa setiap batang jari tangan dari nenek itu mengandung kekuatan dahsyat, bukan saja kerasnya seperti baja dan dapat menembus tengkorak kepalanya, akan tetapi juga mengandung hawa beracun yang amat berbahaya. Dengan kelincahan gerakannya, dia mengelak dan tubuhnya bergeser ke kiri sehingga terkaman lawan ke arah dadanya untuk merampas tengkorak itu luput: Akan tetapi, tangan yang mencengkeram ke arah kepalanya mengikuti gerakan kepalanya dan melanjutkan serangannya. Melihat ini, Sin Wan mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang (Tenaga Sakti Langit Bumi) dan menangkis dari samping. Pergelangan tangannya bertemu dengan pergelangan tangan wanita itu. "Dukkkk!" Keduanya tergetar dan nenek itu mengeluarkan seruan kaget. Tak disangkanya bahwa pemuda itu memiliki tenaga yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri, bahkan hawa beracun dari tangannya tidak mempengaruhinya. Kini ia menyerang lagi bertubi-tubi dengan totokan-totokan maut dari jari-jari tangannya yang mengandung ilmu Touw-kut-ci. Namun, Sin Wan sudah siap siaga. Dia mengelak, menangkis dan membalas serangan nenek itu sambil memainkan ilmu andalannya, yaitu Sam-sian Sin-ciang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dengan permainan ilmu hebat ini, dia dapat mengimbangi si nenek sakti, bahkan mampu mendesaknya. "Huh-huh, bocah ini akan berbahaya kelak kalau tidak dibunuh sekarang!" tiba-tiba kakek, muka merah berkata dan ketika dia bergerak, ada angin menyambar dahsyat. Sin Wan cepat melompat, ke belakang dan tangan kakek itu meluncur lewat dalam serangan totokan yang ganas sekali. Kini Sin Wan terpaksa harus menghadapi pengeroyokan dua orang itu. Dia masih bertahan dengan Sam-sian Sin-ciang, akan tetapi tidak mendapat kesempatan untuk membalas, dan perlahan-lahan dia terdesak. Dia teringat akan ilmu yang baru saja dia pelajari dari kakek Bu Lee Ki, maka dia mengeluarkan suara melengking dan tiba-tiba saja tubuhnya berubah menjadi gasing yang berputar cepat seperti angin puyuh! Inilah ilmu Langkah Angin Puyuh yang dia pelajari dari Peksim Lo-kai Bu Lee Ki. Menghadapi gerakan aneh yang membuat tubuh pemuda itu berpusing seperti itu, kakek dan nenek iblis itu menjadi tercengang dan kehilangan sasaran. Mereka sedang memainkan Touw-kut-ci, yaitu semacam ilmu menotok dengan jari tangan, membutuhkan sasaran yang tepat. Kini tubuh itu berpusing seperti gasing, membuat mereka tidak tahu ke arah mana mereka harus menujukan serangan mereka. Dua orang itu lalu melolos senjata mereka dari pinggang. Ternyata kakek muka merah itu memiliki sebuah senjata golok yang punggungnya seperti gergaji, tipis dan berkilauan saking tajamnya. Begitu dia menggerakkan goloknya, terdengar bunyi nyaring berdesing dan nampak kilat menyambar. Juga nenek Pek Bin Moli mengeluarkan senjatanya yang berbentuk seekor ular! Ular yang sudah mati, panjangnya ada dua meter dan besarnya seperti lengan tangannya. Ular itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ agaknya telah direndam semacam racun yang membuat ular itu tetap lemas seperti hidup, ulet dan kuat dapat menahan bacokan senjata tajam, dan dari pangkal sampai ke ujung mengandung racun berbahaya. Ketika ia memutar senjatanya ini, nampak gulungan sinar hitam dan tercium bau amis yang memuakkan. Melihat dua orang lawannya telah, menggunakan senjata yang amat berbahaya, Sin Wan juga cepat menghunus pedangnya sambil meloncat jauh ke belakang. Dua orang itu memandang kepadanya, dan melihat pedang di tangan Sin Wan, mereka tak dapat menahan tawa ejekan mereka. "Hi..hi..hi..hik, Ang-ko. Lihat, anak itu sudah gila rupanya, menghadapi kita dengan sebatang pedang rombengan!" "Huh-huh, bocah ini lumayan juga, Pek-moi. Tentu darahnya amat baik untuk kita, dan ingat, jangan pandang rendah pedang itu. Dia murid Sam-sian, tentu tidak akan menggunakan pedang sembarangan." Keduanya lalu menyerang dengan ganas. Sin Wan menggerakkan pedangnya untuk melindungi tubuhnya, memainkan Jit-kong Kiam-sut (Ilmu Pedang Sinar Matahari) yang pernah dipelajarinya dari mendiang Kiam-sian. Ilmu pedang ini pernah mengangkat nama Si Dewa Pedang Louw Sun dan merupakan ilmu pedang pilihan. Apalagi Sin Wan mempergunakan pedang tumpul yang ampuh, maka dirinya seperti dilindungi benteng baja yang amat kuat. Golok di tangan Ang Bin Moko dan sabuk ular di tangan Pek 8in Moli tak mampu menembus lingkaran sinar bergulung di sekeliling tubuh Sin Wan. Kedua senjata ampuh itu selalu membalik seperti tertolak perisai yang selain amat kuat, juga mengandung tenaga atau daya tolak yang luar biasa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Akan tetapi, tentu saja Sin Wan berada dalam keadaan yang terdesak dan terancam. Dalam sebuah pertandingan, tidak mungkin seseorang hanya mengandalkan pertahanan belaka, tanpa mampu balas menyerang. Apalagi dia dikeroyok oleh dua orang yang amat lihai. Dia sama sekali tidak mampu membalas karena serangan kedua orang lawannya itu datang bertubi-tubi dan sambung menyambung, yang berikut lebih dahsyat dari pada yang lalu. Kalau hanya mengelak dan menangkis terus, tanpa mampu membalas sedikitpun, akhimya setelah kekurangan tenaga dia akan terkena juga oleh senjata lawan. Dua orang manusia iblis itu diam-diam kagum bukan main. Tak pernah mereka bermimpi bahwa hari ini mereka akan bertemu dengan seorang pemuda sehebat itu. Masih begitu muda, akan tetapi mampu menandingi pengeroyokan mereka berdua. Padahal, tadinya mereka hampir yakin bahwa mereka berdua akan mampu mengalahkan tokoh-tokoh persilatan lain dan akah berhasil merebut kedudukan sebagai jagoan nomor satu di dunia persilatan! Yang amat mengherankan mereka adalah bahwa Sam-sian sendiri dahulu belum tentu akan mampu mengalahkan mereka. Kenapa sekarang muridnya yang masih begini muda mampu bertahan sampai seratus jurus lebih terhadap pengeroyokan mereka" Mereka tidak tahu bahwa seperti juga mereka, Sam-sian telah bersama-sama merangkai iimu silat baru, yaitu Sam-sian Sin-ciang yang telah dikuasai Sin Wan sehingga dibandingkan dengan kepandaian guru-gurunya Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dahulu, pemuda itu kini lebih tangguh dari pada mereka. Dengan penasaran, Ang Bin Moli dan Pek Bin Moli sekarang menambahi serangan mereka dengan selingan pukulan jarak jauh mereka yang baru dilatih, yaitu Toat-beng Tok-ciang. Setiap kali mereka meloncat ke belakang, mereka melontarkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pukulan jarak jauh dan disusul oleh serangan senjata mereka dari jarak yang dekat. Kombinasi serangan ini ternyata merepotkan Sin Wan. Suara bercuitan yang menyambar-nyambar itu bahkan lebih berbahaya dibandingkan sambaran kedua senjata itu. Dia memutar pedang tumpul dan juga mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang pada tangan kiri untuk menangkis hawa pukulan beracun yang menyambar-nyambar itu. Biarpun demikian, beberapa kali dia sempat terhuyung dan keadaan gawat. Agaknya takkan lama lagi pemuda perkasa ini akan roboh juga, tidak kuat menahan gelombang serangan Iblis Muka Merah dan Iblis Betina Muka Putih. "Siiing ........!" untuk kesekian kalinya, sinar golok menyambar dahsyat ke arah leher Sin Wan. Pemuda ini yang tadinya terhuyung ketika menangkis serangan pukulan jarak jauh Pek Bin Moli, tidak sempat menangkis dan cepat merendahkan tubuh sehlngga golok itu menyambar ke atas kepalanya, nyaris membabat rambutnya. Dan pada saat itu, terdengar bunyi bersiut keras dan senjata ular panjang di tangan Pek 8in Moli menyambar ke arah pinggang pemuda itu. Sin Wan nampaknya tak mampu menghindar dan ular itu bagaikan hidup, telah melilit pinggang Sin Wan. "Hi..hi..hik ......!" Pek Bin Moli tertawa dan menarik senjatanya yang telah membelit pinggang yang sudah nampak tidak berdaya itu. Tubuh Sin Wan tertarik, akan tetapi alangkah kaget rasa hati wanita itu ketika tiba-tiba Sin Wan yang nampak tak berdaya dan tubuhnya terbetot tadi menggerakkan pedang ke arah pergelangan tangannya yang memegang ujung sabuk ular! "Ihh .......!" Ia menarik tangannya. "Brett!" Pedang tumpul menyambar ke arah sabuk itu dan ular itu terpotong menjadi dua! Gerakan pemuda itu sungguh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tak pernah disangka lawan. Dia telah menggunakan ilmu yang baru saja dia pelajari dari Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki, yaitu mempergunakan tenaga "mengalah untuk menang". Nenek itu meloncat ke belakang dan wajahnya yang putih pucat itu menjadi agak kemerahan. Kemudian ia mengeluarkan suara melengking tinggi dan menggunakan sabuk yang tinggal satu meter lebih itu untuk menyerang lagi. Kembali Sin Wan terdesak. Pada saat itu, terdengar suara orang tertawa dan disusul ucapan yang gembira. "Heh..heh..ho..ho..ho! Kiranya sepasang iblis tanpa malu-malu mengeroyok seorang muda. Kulihat kemajuan kalian hanya dalam kecurangan saja, dan dengan modal ini kalian ingin merajai dunia persilatan" Ha..ha..ha!" Sin Wan meloncat ke belakang dan wajahnya berseri. Belum melihat orangnya saja dia sudah mengenal suara itu. Dan kini, pemilik suara itu berada di situ. Seorang kakek berusia kurang lebih enampuluh lima tahun, mukanya merah segar seperti orang mabok, perutnya gendut seperti anakanak berpenyakit cacingan, pakaiannya tambal-tambalan dan sikapnya ugal-ugalan, mulutnya tersenyum nakal. "Suhu .....!!" Sin Wan berseru gembira sekali. Kakek itu memang gurunya, orang yang sedang dicari-carinya, Ciu-sian (Dewa Arak) Tong Kui, seorang di antara Sam-sian! Ciu Sian tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha, lihat mereka lari terbirit-birit. Dasar licik, biar mereka sudah memiliki ilmu kepandaian setinggi langit, kalau melihat keadaan tidak menguntungkan, mereka akan lari." "Suhu, terima kasih, suhu. Tadi hampir saja teecu sudah tidak kuat bertahan lagi. Kalau suhu tidak cepat datang ....." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ha..ha..ha, mereka memang berbahaya sekali, Sin Wan. Akan tetapi kulihat tadi, pertandingan itu berat sebelah. Pertama, engkau dikeroyok dua. Ke dua, kalau mereka menyerang dengan ganas untuk membunuh engkau hanya bertahan saja, sama sekali tidak mempunyai niat merobohkan mereka. Sin Wan, aku khawatir, kelak sikapmu yarg suka mengalah itu akan mencelakai dirimu sendiri. Akan tetapi, mengapa engkau berkelahi dengan sepasang iblis itu?" Sin Wan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek itu. "Suhu, apakah selama ini suhu baik-baik saja" Teecu datang ke sini mencari suhu, karena teecu merindukan suhu. Dan di sini teecu bertemu dengan mereka dan ........." "Ehh" Tengkorak siapa itu yang tergantung di dadamu?" "Ini adalah tengkorak mendiang suhu Kiam-Sian dan suhu Pek-mau-sian." "Eh" Kenapa begitu" Apa yang terjadi" Aku baru saja tiba dan melihat bekas lilin di atas meja di pondok, maka aku mencarimu ke sini." "Suhu, ketika teecu datang ke sini untuk mencari suhu, teecu langsung menuju ke makam kedua suhu. Ternyata kedua makam itu telah dibongkar orang dan bahkan peti matinya dibuka, dan tengkorak di dalamnya lenyap. Teecu menanti sampai malam tiba dan bulan muncul, dan teecu melakukan penyelidikan. Ketika teecu mendengar suara, teecu menghampiri tempat ini dan melihat kedua orang itu sedang melatih ilmu pukulan jarak jauh sambil duduk di atas tumpukan tengkorak itu. Dan di antara tengkorak-tengkorak itu, terdapat dua tengkorak ini yang menurut mereka.adalah tengkorak dari suhu Kiam-sian dan suhu Pek-mau-sian. Teecu segera minta dikembalikannya tengkorak-tengkorak ini. Mereka menyerang teecu dan terjadi perkelahian tadi." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Siancai ......! Sungguh, untuk mencapai tujuan, orang sesat tidak pantang mempergunakan cara apapun juga. Tengkorak yang berserakan di sisi berlubang-lubang, tentu mereka melatih diri dengan ilmu sesat." "Menurut pendengaran teecu, mereka tadi melatih ilmu Toat-beng Tok-ciang dan Touw-kut-ci." "Ahhh! Kalau kedua ilmu itu sudah mereka latih sempurna. akan sukar menandingi mereka. Marl, kita urus dulu kerangka dan tengkorak kedua orang gurumu. Kasihan sekali kalian, Kiam-sian dan Pek-mau-sian, sampai sudah matipun tubuh kalian masih diganggu orang jahat!" Mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu dan pergi ke makam dua orang anggauta Sam-sian. Dengan hati-hati Sin Wan mengembalikan dua buah tengkorak itu ke peti masing-masing. Hanya kepala yang menonjol ke belakang dari satu di antara dua tengkorak itu yang menjadi pegangannya bahwa itu adalah tengkorak Pekmau-sian. Di bawah sinar bulan yang sudah berada di atas kepala, Ciu Sian melihat dua buah peti mati yang terbuka itu dan sejenak dia tertegun. Lalu dia menarik napas panjang. "Kiam-sian dan Pek-mau-sian, kalau kalian sudah menjadi seperti ini, siapalagi yang mengenali kalian" Tidak perduli kerangka kalian ini kerangka dua orang datuk persilatan yang ternama, atau kerangka raja, atau kerangka seorang jembel miskin yang papa; siapa yang akan mengetahuinya" Semua kalau sudah mati akan sama saja, tidak ada gunanya kecuali untuk menakut-nakuti anak kecil. Bersama daging kulit yang membentuk rupa berbeda-beda, lenyap pula segaia macam martabat, kedudukan, kehormatan, kekayaan dan kepandaian. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiam-sian dan Pek-mau-sian, tidakkah lebih baik kalau sisasisamu ini dilenyapkan saja sama sekali agar tidak meninggalkan pemandangan yang tidak sedap ini?" Sin Wan membiarkan gurunya bicara sendiri kepada kerangka dalam dua buah peti mati itu. Setelah suhunya berhenti bicara, baru dia bertanya, "Suhu, apa yang akan suhu lakukan dengan kerangka kedua suhu ini" Menguburkan mereka kembali?" "Untuk kemudian kalau tidak terjaga dibongkar orang pula" Atau digerogoti tikus, cacing atau semut sehingga akan habis sedikit demi sedikit" Tidak, Sin Wan. Kita perabukan saja mereka dan aku yakin mereka tidak akan keberatan kalau mereka masih dapat melihat betapa sisa-sisa mereka diperabukan." "Akan tetapl , suhu, teecu pernah mendengar dari mendiang ibu bahwa orang matl harus dikubur, dikembalikan kepada bumi dari mana jasad ini berasal. Berasal dari tanah dan dikembalikan kepada tanah, bukankah itu sudah tepat sekali?" "Bukan hanya unsur tanah yang membentuk tubuh manusia, Sin Wan. Ada empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Nah, kalau kita bakar menjadi abu, itupun berarti kembali ke asalnya. Dikembalikan ke tanah menjadi debu, dikembalikan ke api menjadi abu, apa bedanya" Setelah mati, jasmani tidak ada artinya lagi, tidak perlu diributkan. Kalau jiwa masih berada di dalam badan, nah, barulah jasmani perlu diperhatikan dan dirawat baik-baik, dijaga baik-baik dalam keadaan bersih karena badan merupakan anugerah bagi jiwa, memungkinkan jiwa hidup di dunia ini. Akan tetapi aneh. Selagi hidup, badan tidak diperhatikan, dirusak malah karena hendak menuruti segala perintah nafsu daya rendah, kalau Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sudah mati, badan tidak dihuni jiwa lagi, diributkan. Sungguh lucu!" Sin Wan tidak dapat membantah pendapat Ciu Sian. Dia menurut saja dan membantu suhunya membakar dua kerangka dan tengkorak itu sampai menjadi abu. "Sewaktu kami tinggal di sini, Kiam-sian dan Pek-mau-sian amat menyenangi tempat ini. Karena itu, kita biarkan sisa mereka, yaitu abu ini agar menikmati tempat ini sebebasnya." Setelah berkata demikian, Ciu Sian mengajak muridnya ke puncak Pek-in-kok dan mereka berdua menaburkan kedua abu kerangka yang tidak banyak itu ke udara. Angin malam menyambar abu itu dan membawanya bertebaran di seluruh lembah. Hampir pagi hari keduanya kembali ke pondok, karena bulanpun sudan surut ke barat. Sin Wan menyalakan lilin dan merekapun duduk berhadapan di atas bangku, terhalang meja. "Nah, sekarang ceritakanlah semua pengalamanmu, Sin Wan. Di mana sumoimu sekarang dan mengapa ia tidak ikut denganmu ke sini?" Ciu Sian bertanya setelah meneguk arak dari guci araknya. Guci araknya itu indah dan antik karena benda itu hadiah dari Kaisar Thai-cu kepadanya. Dia mendapatkan hadiah guci arak berikut arak tua yang sudah lama habis, mendiang Kiamsian mendapatkan hadiah Pedang Tumpul yang kini menjadi millk Sin Wan, sedangkan mendiang Pek-mau-sian menerima hadiah sebuah kitab kamus dan suling perak. Kitab kamus itu kini disimpan Sin Wan dan suling peraknya disimpan Kui Siang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dengan singkat Sin Wan menceritakan pengalamannya selama dia dan sumoinya, Lim Kui Siang, berpisah meninggalkan gurunya ini setahun lebih yang lalu setelah Ciu Sian menggembleng mereka selama setahun dalam sebuah hutan di puncak bukit yang terpencil. Dia dan Kui Siang bertemu dengan kakek sakti Pek-Sim Lo-kai Bu Lee Ki, bahkan menjadi tamu undangan Pangeran Yung Lo di Peking bersama kakek itu. Kemudian mereka berdua menerima petunjuk dalam ilmu silat dari kakek Bu Lee Ki, membantu kakek itu menertibkan kembali para pimpinan kai-pang (perkumpulan pengemis), juga membantu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki untuk memenangkan perebutan kedudukan pemimpin besar sekalian kai-pangcu (ketua perkumpulan pengemis). Juga dia menceritakan betapa dia dan sumoinya telah diberi anugerah kedudukan oleh Pangeran Yung Lo. Dia akan dijadikan seorang panglima muda sedangkan Kui Siang diangkat menjadi pengawal pribadi sang pangeran. "Ha..ha, bagus sekali kalau begitu!" Ciu-sian tertawa bangga mendengar muridmuridnya mendapatkan pengharagaan dari Pangeran Yung Lo yang menjadi raja muda di Peking. "Pangeran Yung Lo adalah seorang pangeran yang gagah perkasa, menjadi raja muda yang berkuasa di daerah utara. Beliau yang berjasa besar membendung para pengacau dari utara, dan beliau yang bekerja keras membersihkan orang-orang Mongol yang masih ingin merebut kembali kekuasaan di negeri ini." "Memang beliau seorang pangeran yang gagah dan bijaksana, suhu." "Kalau begitu, kenapa engkau berada di sini mencariku" Dan di mana Kui Siang sekarang" Kenapa kalian berpisah?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sin Wan menghela napas panjang. Kalau pertanyaan suhunya ini diajukan beberapa pekan yang lalu, mungkin saja dia akan menangis saking sedihnya. Akan tetapi, luka itu sudah hampir mengering, kedukaan itu sudah kehilangan sengatnya. Dia hanya merasa nelangsa, tidak terbenam duka yang menekan. "Suhu, locianpwe Bu Lee Ki dan sumoi, dua orang yang selama ini akrab dengan teecu, telah menjauhkan diri dari teecu. Tanpa disengaja, mereka berdua mendengar bahwa teecu adalah anak tiri mendiang Se Jit Kong. Mendengar itu, Bu-locianpwe yang kini menjadi thai-pangcu merasa tidak semestinya bergaul dengan teecu, kecuali kalau kelak teecu dapat membuktikan bahwa teecu tidaklah jahat seperti mendiang ayah tiri teecu itu. Adapun sumoi ........." Dewa Arak mengerutkan alisnya. "Bagaimana dengan Kui Siang?" Sin Wan termenung. "Suhu, teecu sama sekali tidak dapat menyalahkan sumoi. Suhu tahu bahwa keluarga sumoi hancur oleh Se Jit Kong. Kalau ia mendengar teecu anak tiri Se Jit Kong kemudian ia memisahkan diri, hal itu sudah sepantasnya. Mereka telah meninggalkan teecu agar jangan tercemar oleh nama busuk teecu yang berlepotan dosa Se.Jit Kong. Bahkan mungkin saja Pangeran Yung Lo akan bersikap lain kalau mendengar teecu anak tiri Se Jit Kong. Teecu sudah Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kehilangan segalanya, maka teecu teringat kepada suhu dan mencari ke sini ......" Mendengar ucapan yang menyedihkan itu, Dewa Arak tertawa bergelak! Kalau orang lain yang berhadapan dengan Cui-sian, dia pasti akan tersinggung, setidaknya akan penasaran dan heran. Mendengar kesengsaraan muridnya malah tertawa bergelak seperti orang kegirangan! Akan tetapi Sin Wan sudah mengenal watak suhunya ini dengan baik, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ maka diapun tidak merasa heran. Dia tahu bahwa suhunya ini amat sayang kepadanya, akan tetapi kakek ini tidak pernah mau memperlihatkan apa yang dirasakannya. "Ha..ha..ha..ha, sepatutnya engkau bersyukur karena telah merasakan banyak kekecewaan dan kepahitan. Itulah pengalaman terbaik dalam kehidupan ini. Bagaikan orang berlayar di samudera, betapa akan menjemukan kalau lautan itu selalu tenang saja, tak pernah bergelombang. Justeru menempuh gelombang itulah yang membuat kita sadar bahwa kita ini hidup! Engkau harus berani menghadapinya dan mengatasinya. Jangan sembunyi dalam kecengengan. Manusia hidup matang dalam tempaan pengalaman hidup yang serba pahit. Orang akan menjadi besar oleh gemblengan kepahitan hidup, sebaliknya orang akan menjadi dungu dan malas oleh maboknya kemanisan hidup. Kesusahan dan keprihatinan membuat orang bijaksana, sebaliknya kesenangan dan kemakmuran membuat orang menjadi tumpul dan lengah." Sin Wan menghela napas panjang. "Teecu mengerti apa yang suhu maksudkan. Akan tetapi, suhu, bagaimana teecu tidak akan bersedih" Antara teecu dan sumoi telah terjalin hubungan batin yang amat akrab, kami saling mencinta dan sekarang hubungan itu putus begitu saja. Teecu merasa seperti sehelai daun kering yang rontok, terjatuh ke dalam air, terbawa arus air tanpa daya ......." Kembali kakek itu tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha, ucapanmu itu membikin malu guru-gurumu yang telah menggemblengmu, Sin Wan. Menjadi daun kering membusuk terbawa arus air sungai. Phuah! Pendekar macam apa ini" Berkeluh kesah, menangis .dan cengeng! Duka itu hanya permainan pikiran saja, Sin Wan. Pikiran yang sudah dicengkeram nafsu hanya memikirkan kesenangan bagi diri sendiri. Nafsu selalu mengejar kesenangan, selalu menjauhi ketidak senangan. Kesenangan itu tersembunyi di manaTiraikasih Website http://kangzusi.com/ mana, kadang mengenakan jubah bersih, seperti musang berbulu ayam. Nafsu mendorong kita untuk menonjolkan diri dan penonjolan diri inipun bukan lain hanyalah kesenangan. Kita menginginkan kekayaan, kedudukan, kepandaian, ke mashuran melalui perbuatan baik atau melalui karya-karya mengagumkan, semua itupun menjadi tempat persembunyian kesenangan. Dan kalau pengejaran kesenangan itu gagal, maka datanglah kecewa, nelangsa dan iba diri yang membawa duka. Engkau merasakan kesenangan dalam hubungan kasihmu dengan sumoimu, merasakan kesenangan dalam hubungan baikmu dengan Bu Lee Ki si jembel tua itu. Ketika mereka memisahkan diri menjauhimu,engkau kehilangan kesenangan itu dan menjadi kecewa, iba diri dan berduka. Engkau menyiksa diri dan menjadi cengeng dan itu suatu perbuatan yang sama sekali keliru." "Teecu mengerti, suhu. Akan tetapi, teecu tidak dapat membohongi diri sendiri. Hati teecu memang terasa nyeri dan perih, bagaimana teecu dapat melenyapkannya" Apakah teecu narus memaksa diri untuk menghilangkan duka ini yang amat menyiksa" Harus menekan perasaan dan melupakan semua kenangan lama?" "Sin Wan, tidak ada hubungannya sama sekali antara peristiwa yang terjadi di luar diri dengan keadaan batin yang berduka. Peristiwa itu suatu kenyataan, suatu kejadian yang wajar saja sebagai akibat dari suatu sebab tertentu. Adapun duka di hati itu adalah karena ulah nafsu dalam pikiran sendiri. Suatu peristiwa terjadi. Titik. Apakah hal itu menimbulkan duka atau tidak, tergantung dari cara engkau menerima dan menghadapinya! Kalau engkau kini hendak berusaha melenyapkan duka itu, coba renungkan, siapakah engkau yang kini hendak menghilangkan duka" Bukankah itu juga engkau yang berduka sekarang ini" Keinginan untuk tidak berduka sama saja dengan si duka itu sendiri. Setelah melihat bahwa duka mendatangKan kesengsaraan, maka pikiran kini Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mencari jalan untuk melepaskan diri dari ketidak senangan itu, tentu saja agar menjadi senang! Engkau terseret dalam lingkaran setan kalau begitu, Sin Wan." Pemuda itu tertegun. Bingung. "Lalu, apa yang harus teecu lakukan untuk menghilangkan duka ini, suhu?" "Kalau engkau masih ingin mengubah keadaan, berarti engKau masih terseret dalam lingkungan itu. Yang ingin mengubah itu adalah si keadaan itu sendiri, masih dalam satu ruangan yang dikuasai nafsu. Kalau aku menjawab bahwa engkau jangan melakukan apa-apa, maka jangan melakukan apa-apa inipun masih sama saja, masih satu usaha untuk mengubah keadaan." "Wah, teecu menjadi bingung, Suhu." Kakek itu tertawa lagi, dan meneguk arak dari guci araknya. Setelah tiga kali tegukan, barulah dia bicara. "Sin Wan, dahulu ketika ibumu meninggal dunia, engkau mengucapkan sebaris kalimat dari agama ibumu yang sampai sekarang masih teringat olehku. Kalimat itu berbunyi: Dari Allah kembali kepada Allah. Nah, kenapa engkau lupakan itu" Kenapa engkau tidak mengembalikan dan menyerahkan saja kepada Tuhan" Serahkan segalanya dengan penuh kepasrahan, penuh keikhlasan, penuh kesabaran. Dengan bekal penyerahan total dan mutlak ini, amatilah dirimu sendiri, amatilah duka dalam dirimu itu tanpa ingin mengubah, tanpa ingin menghilangkannya. Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan menertibkan semua bentuk nafsu yang menguasai dirimu." Wajah Sin Wan berseri. "Terima kasih, suhu! Ya Allah. ya Tuhan, dengan adanya Tangan Tuhan yang membimbing, kenapa hamba melupakan ini dan menjadi lemah, cengeng dan putus asa" Terima kasih, suhu!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Melihat betapa muridnya seketika dapat terbebas dari cengkeraman duka, Dewa Arak tertawa lagi dengan senangnya. "Ha..ha..ha, itu baru benar! Sin Wan, tadi aku melihat ketika engkau menghadapi sepasang iblis. Kepandaianmu sudah maju pesat dan engkau pasti akan mampu mengalahkan mereka kalau saja Sam-sian Sin-ciang sudah kau kuasai dengan sempurna. Sayang engkau belum matang. Biarlah kita menggunakan waktu beberapa bulan di sini untuk mematangkan ilmu yang kau kuasai itu, karena ada tugas penting yang akan kuserahkan kepadamu!" "Tugas apakah, suhu?" tanya Sin Wan penuh semangat. Dan pada saat itu, tidak ada sedikitpun bekas kedukaannya yang tadi. Memang, duka hanyalah sebuah kenangan belaka. Kalau tidak dikenang, tidak diingat, dukapun tidak ada! "Sin Wan, baru-baru ini aku berkunjung ke kota raja dan sempat bertemu dengan Sribaginda Kaisar. Beliau merasa khawatir melihat keadaan di dalam negeri. Kerajaan Beng yang baru ini masih menghadapi banyak ancaman, terutama sekali dari bangsa Mongol yang selalu berusaha keras untuk merebut kembali kekuasaan di selatan, dan para bajak laut Jepang yang merupakan gangguan di sepanjang pantai timur. Beliau khawatir sekali kalau-kalau pengaruh Mongol yang mungkin akan mengirim orang pandai, akan membuat beberapa orang pejabat berkhianat. Pasukan keamanan tidak dapat berbuat banyak menghadapi penyusupan mata-mata Mongol yang pandai. Selain itu, juga berita tentang akan diadakannya pemilihan bengcu (pemimpin) bagi dunia persilatan, cukup menimbulkan kekhawatiran kaisar karena pertandingan antara datuk-datuk besar di dunia persilatan dapat saja mendatangkan pertempuran besar dan kekacauan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Lalu apa yang dapat teecu lakukan, suhu?" tanya Sin Wan, merasa dirinya kecil menghadapi permasalahan negara yang demikian gawat dan besar. "Kaisar minta bantuanku untuk melakukan penyelidikan terhadap semua itu, terutama sekali terhadap gerakan matamata Mongol, juga aku diminta untuk mengadakan pendekatan kepada semua calon bengcu dan membujuk agar mereka melakukan pemilihan bengcu dengan cara yang damai, tidak sampai menimbulkan pertempuran. Aku tidak berani dan tidak tega menolak permintaan Sribaginda, akan tetapi akupun menyadari bahwa aku sudah tua dan tidak ada kegairahan lagi dalam hatiku untuk bertualang. Oleh karena itu, aku teringat kepadamu dan aku datang ke sini dengan harapan akan menantimu tahu engkau sewaktu-waktu akan datang. Eh, tidak tahunya kedatangan kita di sini bersamaan waktunya. Ini namanya jodoh. Sin Wan. Agaknya Tuhan menghendaki bahwa engkaulah yang akan menunaikan tugas itu, mewakili aku." 2.3. Pangeran Kerajaan Bhutan Sin Wan mengerutkan alisnya, diam-diam merasa gentar. "Akan tetapi, bagaimana mungkin teecu dapat melakukan tugas itu, suhu" Teecu hanya seorang berkebangsaan Uighur yang yatim piatu dan miskin, mana mungkin teecu memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas yang demikian besar dan penting" Bahkan teecu hanya anak tiri seorang penjahat besar ........." "Ha..ha..ha, memang baik sekali untuk berendah hati Sin Wan, akan tetapi jangan sekali-kali berendah diri! Engkau memiliki kemampuan itu, aku percaya, asal engkau sudah mematangkan semua ilmumu. Nah, aku akan membantumu mematangkan ilmumu. Dan tentang nama yang berlepotan dosa Se Jit Kong, justeru inilah kesempatan baik bagimu untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mencuci bersih noda yang mencemarkan namamu. Nah, sanggupkah engkau?" Tergugah semangat Sin Wan. "Teecu mentaati semua perintah dan petunjuk suhu!" Kakek itu tertawa girang dan mulailah dia membuka rahasia ilmu-ilmu yang telah dipelajari Sin Wan, memberi petunjuk sehingga dalam waktu singkat, pemuda yang tingkat kepandaiannya memang sudah menyamai guru-gurunya itu, memperoleh kemajuan pesat sekali. Setelah dia menguasai benar Sam-sian Sin-ciang dengan sempurna, baru dia menyadari bahwa dengan ilmu itu, apalagi ditambah bantuan Pedang Tumpul, dia akan sanggup menghadapi dan mengatasi lawan-lawan seperti sepasang iblis tempo hari. 0oo0 Rombongan berkuda itu terdiri dari duabelas orang berpakaian seragam yang mengawal seorang pemuda dan seorang setengah tua yang dari pakaiannya dapat diduga bahwa mereka berdua adalah bangsawan-bangsawan kerajaan Bhutan. Juga selosin perajurit itu adalah perajurit Bhutan dengan baju perang yang berkilauan. Pemuda itu sendiri bertubuh jangkung, wajahnya tampan seperti wanita, juga gerak-geriknya lembut, tidak jantan. Dia adalah seorang pangeran Bhutan dari selir, bernama Pangeran Ramamurti, berusia duapuluh lima tahun. Sedangkan laki-laki setengah tua itu adalah pamannya dari ibu, bernama Balkan. Rombongan kuda itu nampak lelah, tanda bahwa mereka telah melakukan perjalanan jauh. Mereka memang datang dari Kerajaan Bhutan dan kini mereka mendaki Bukit Ular, sebuah di antara bukit-bukit di pegunungan Himalaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Matahari sudah naik tinggi dan hari itu cerah. Namun, tidak ada orang nampak di lereng bukit itu, bahkan dusun hanya terdapat di kaki bukit. Bukit Ular ini memang merupakan bukit yang terkenal di daerah itu, tidak ada orang berani mendaki bukit itu tanpa ijin dari penghuni. Siapakah penghuni bukit itu yang amat ditakuti orang" Di puncak Bukit Ular terdapat sebuah bangunan besar seperti istana. Di situ tinggal See-thian Coa-ong (Raja Dunia Barat) Cu Kiat, seorang di antara para datuk besar dunia persilatan di waktu itu. Raja Ular itu berusia sekitar enampuluh delapan tahun, tubuhnya tinggi kurus, matanya tajam seperti mata harimau, alisnya tebal dan matanya sipit seperti mata orang Mongol aseli, sipit dengan kedua ujungnya menurun. Kumis dan jenggotnya tebal dan mulutnya selalu dihias senyum mengejek. Biarpun See-thian Coa-ong Cu Kiat mempunyai banyak isteri, namun dia hanya mempunyai seorang anak saja, seorang wanita bernama Cu Sui In yarig kini telah berusia empatpuluh tiga tahun dan tidak menikah. Seperti juga ayahnya, Cu Sui In yang merupakan anak tunggal ini memiiiki ilmu kepandaian yang hebat, bahkan ia telah membuat nama besar di dunia kangouw dan mendapat julukan Bi-Coa Sianli (Dewi Ular Cantik). Biarpun usianya sudah empatpuluh tiga tahun, akan tetapi ia cantik dan kelihatan jauh lebih muda, seperti baru tigapuluh tahun saja. Pakaiannya selalu mewah dan pesolek, alisnya melengkung hitam dan matanya tajam seperti mata ayahnya. Wajahnya cantik, hidung mancung dan mulutnya menggairahkan. Tubuhnya padat ramping penuh daya tarik. Selain ayah dan anak yang ditakuti orang di dunia kangouw itu, masih ada seorang gadis lagi yang menjadi penghuni gedung itu. Ia seorang gadis berusia duapuluh dua tahun, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ wajahnya manis, dengan lesung pipit menghias mulutnya yang selalu dihias senyum. Mukanya bulat dan kulitnya putih kemerahan, hidungnya lucu dapat kembang kempis. Gadis ini bernama Tang Bwe Li dan biasa dipanggil Lili di rumah itu, tentu saja dengan sebutan nona kalau yang memanggil para pelayan. Ia tadinya merupakan murid dari BiCoa Sianli Cu Sui In, akan tetapi akhirnya karena ia diambil murid pula oleh See-thian Coa-ong, ia lalu memanggll Suci (kakak seperguruan) kepada Cu Sui In, hal yang menyenangkan hati Dewi Ular itu. Selain mereka bertiga ditambah belasan orang selir Seethian Coa-ong, di puncak itu tinggal pula tigapuluh orang laki Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo laki yang menjadi anak buah dan pelayan See-thian Coa-ong. Puncak itu ditakuti orang bukan hanya karena penghuninya akan tetapi juga karena di daerah puncak itu terdapat banyak ular-ular berbisa. Ular-ular ini memang sengaja dikumpulkan dan dibiarkan hidup di situ oleh See-thian Coa-ong yang merupakan pawang ular yang lihai sehingga tepatlah kalau puncak itu disebut Puncak Bukit Ular, sesuai pula dengan penghuninya yang berjuluk Raja Ular dan puterinya, Dewi Ular. Rombongan berkuda itu berhenti di lereng dekat puncak, di depan sebuah pintu gerbang yang merupakan batas tempat tinggal dan wilayah kekuasaan See-thian Coa-ong. "Kenapa berhenti di sini, paman?" tanya Pangeran Ramamurti kepada pamannya. "Penghuni puncak adalah seorang datuk besar, dan nama bukit ini Bukit Ular, kita harus berhati-hati. Pula, sebagai tamu kita harus sopan karena di gapura ini tidak nampak penjaga." Balkan yang berpengalaman itu lalu memerintahkan pasukan untuk menyembunyikan terompet yang terbuat dari pada Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tanduk. Segera terdengar bunyi sasangkala memecah kesunyian tempat itu. Pada saat itu, See-thian Coa-ong sedang menghadapi meja makan, sedang makan siang ditemani puterinya, Bi-coa Sianli, dan dilayani para selirnya yang masih muda-muda dan cantikcantik. Tang Bwe Li atau Lili tidak nampak karena gadis itu memang selalu ingin makan sendiri, tidak beramai-ramai bersama sucinya dan gurunya. Bi-coa Sianli Cu Sui In yang telah selesai makan, ketika mendengar bunyi sasangkala ltu, segera bangkit berdiri. "Kurasa mereka sudah datang, ayah. Aku akan menyambut mereka dulu di ruang tamu. Nanti setelah segalanya beres, akan kuhadapkan mereka kepada ayah." See-thian Coa-ong hanya mengangguk saja tanpa menjawab, agaknya hatinya tidak tertarik dan dia lebih mencurahkan perhatian kepada masakan di atas meja. Cu Sui In lalu meninggalkan ruangan makan dan menyuruh anak buah di situ pergi menyambut para tamu dan membawa mereka ke ruangan tamu, sedangkan ia sendiri mencari Lili. Gadis itu berada di kamarnya, sedang membaca kitab sejarah. "Lili, cepat engkau berdandan," kata Cu Sui In. Lili melepaskan bukunya dan memandang kepada wanita cantik itu dengan mata dilebarkan. Wanita ini dahulu gurunya sejak ia masih kecil, kemudian menjadi sucinya. Hubungan antara mereka akrab sekali dan Lili merasa amat sayang kepada gurunya atau sucinya itu. "Suci, kenapa aku harus berdandan?" tanyanya heran. "Kita akan menyambut tamu agung dan aku ingin engkau kelihatan cantik." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aih, siapa sih tamu agung itu, suci" Aku jadi ingin sekali tahu." "Dia seorang pangeran. Hayo cepatlah, akupun mau bertukar pakaian baru," kata Sui In yang meninggalkan sumoinya, memasuki kamarnya sendiri untuk berganti pakaian. Lili bersungut-sungut setelah Sui In pergi. Ia seorang gadis yang wataknya jujur dan galak, wajar dan tidak pesolek seperti sucinya. Ia paling tidak suka untuk mencari muka, dan sekarang pun, mendengar bahwa ia harus bersolek karena akan menyambut tamu agung, seorang pangeran, hatinya memberontak. Akan tetapi, iapun segan dan tidak berani membangkang terhadap perintah sucinya yang juga gurunya itu, maka dengan uring-uringan iapun berganti pakaian. Akan tetapi ia membiarkan wajahnya tanpa bedak dan gincu, hal yang sebetuInya juga tidak ada gunanya karena kulit mukanya sudah putih kemerahan tanpa bedak, dan bibirnya sudah terlalu merah basah tanpa gincu. Rambutnya yang sedikit kusut itu bahkan menambah kemanisan wajahnya. Rombongan Pangeran Ramamurti sudah disambut oleh anak buah See-thian Coa-ong dan diajak naik ke puncak. Kemudian, pangeran itu bersama pamannya dipersilakan menunggu di ruangan tamu, sedangkan duabelas orang pengawal mereka dijamu oleh anak buah Bukit Ular dengan ramah dan hormat seperti diperintahkan Dewi Ular. Ramamurti dan Balkan menanti di ruangan tamu yang luas itu dengan hati berdebar. Kedatangan mereka memang telah dijanjikan dua bulan yang lalu mereka bertemu dengan Bi-coa Sianli Cu Sui In yang sedang berkunjung ke daerah Bhutan. Bahkan wanita cantik yang lihai ini menyelamatkan Pangeran Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ramamurti dan Balkan yang sedang berburu binatang dan dikepung oleh belasan orang pemberontak yang menjadi pelarian. Cu Sui In yang menjadi penolong, itu diundang ke istana dan dijamu dengan hormat. Kemudian, ketika mendengar bahwa Cu Sui In mempunyai seorang sumoi yang masih gadis. Balkan mengusulkan agar sumoinya itu dijodohkan dengan Pangeran Ramamurti yang juga belum menikah. Tentu saja usul ini sudah dipertimbangkan masak-masak oleh Balkan dan disetujui oleh sang pangeran. Dan usul inipun mengandung pamrih tertentu, yaitu mereka mengharapkan bahwa dengan adanya dukungan seorang isteri yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka kedudukan Pangeran Ramamurti akan menjadi semakin kuat. Pada waktu itu memang terjadi semacam persaingan di antara para pangeran Bhutan yang hendak hendak memperebutkan kekuasaan. Dan Sui In juga menyatakan persetujuannya! Tentu saja Sui In menerima usul itupun tidak sembarangan saja, melainkan sudah dipertimbangkannya baik-baik. Dia melihat kedudukan pemuda itu cukup kuat, sebagai seorang pangeran Kerajaan Bhutan dan siapa tahu, kelak dapat dengan bantuan Lili menjadi raja di Bhutan! Itulah sebabnya ia menyatakan persetujuannya, dan minta agar mereka datang mengajukan pinangan secara sah pada hari itu. Ketika Sui In memberitahukan ayahnya tentang usul perjodohan dengan pangeran Bhutan, See-thian Coa-ong menanggapinya dengan acuh saja. Sui In juga belum memberitahu kepada Lili. Biasanya, gadis itu selalu taat kepadanya, maka sekali inipun ia merasa yakin bahwa Lili akan mentaatinya. Apalagi, Pangeran Ramamurti bukan seorang pemuda yang buruk rupa. Dia cuKup tampan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terpelajar, kaya raya, berkedudukan tinggi masih muda. Mau apalagi" Ketika dari pintu sebelah dalam muncul dua orang wanita cantik, Balkan dan Ramamurti cepat bangkit berdiri dan membungkuk dengan hormat sambil merangkap kedua tangan di depan dada sebagai salam. "Cu-lihiap (pendekar wanita Cu)!" kata mereka sambil memberi hormat dan pandang mata Ramamurti melekat kepada gadis yang berdiri di sebelah kiri Cu Sui In. Betapa cantik jelita dan manisnya gadis itu, pikirnya dengan hati berdebar girang. Gadis secantik bidadari ini yang diusulkan menjadi isterinya" Seribu kali dia setuju! "Saudara Balkan, dan Pangeran Ramamurti, selamat datang dan silakan duduk. Perkenalkan, ini adalah sumoiku bernama Tang Bwe Li atau yang biasa kami panggil Lili." "Tang-siocia (nona Tang)!" kata Balkan memberi hormat yang segera dibalas sambil lalu oleh Lili. "Nona Lili" Ah, kiranya nona adalah seorang puteri yang cantik jelita seperti bidadari ......" kata Pangeran Ramamurti. Lili tersenyum geli karena merasa lucu. Sikap pangeran itu mengingatkan ia akan pertunjukan sandiwara di panggung yang pernah ditontonnya ketika ia bersama Sui In merantau ke daerah timur yang ramai. "Apakah engkau ini seorang pangeran sungguhan" Seorang pangeran aseli?" ia bertanya. "Lili!" bentak sucinya. "Jangan main-main di depan pangeran!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aih, suci, aku tidak main-main. Aku hanya bertanya karena dia mengingatkan aku akan pangeran yang kita lihat bermain di panggung sandiwara itu. Betul tidak, suci?" Mau tidak mau Sui In tersenyum geli. Lili memang gadis lincah jenaka yang jujur dan tak pernah mengenal takut. "Hushh, jangan sembarangan saja. Dia ini adalah seorang pangeran sejati, Pangeran Ramamurti dari Kerajaan Bhutan." "Ah, kiranya begitu" Maaf, karena yang membedakan antara orang biasa dan pangeran hanya pakaiannya, dan yang dipanggung itupun memakai pakaian seperti itu. Selamat datang pangeran dan silakan duduk," kata Lili dengan sikap wajar sehingga Pangeran Ramamurti tidak tersinggung, bahkan merasa gembira sekali. Saking girangnya, dia menoleh kepada pamannya dan berkata dalam bahasanya sendiri, bahasa Bhutan, "Paman, aku mau, Paman, mau sekali ..... aku setuju ......!" Tiba-tiba Lili bertanya, "Engkau mau apa, pangeran" Mau sekali apa" Dan apa yang kau setujui tadi?" Pangeran Ramamurti menjadi kaget setengah mati. Mukanya berubah kemerahan. Tak disangkanya bahwa Lili mengerti bahasa Bhutan! Gadis ini memang seorang kutu buku, suka mempelajari bahasa-bahasa. Bukan saja bahasa Bhutan, Nepal, juga bahasa Tibet dan bahasa daerah lainnya ia pelajari. "Eh ..... ah .... mau anu ...... mau duduk, aku ...... aku setuju untuk duduk dan bicara ......." jawab pangeran itu gagap. Lili mengerutkan alis dan tertawa geli karena ia sendiri sama sekali tidak tahu apa maksud kunjungan ini, sama sekali tidak mengira bahwa yang dimaksudkan pangeran itu adalah mau dan setuju sekali menikah dengannya! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Akan tetapi di dalam kagetnya, pangeran itu menjadi semakin kagum dan suka mendengar gadis itu pandai pula berbahasa Bhutan. Sungguh sukar dicari keduanya gadis seperti ini. Cantik jelita, pandai ilmu silat dan tentu boleh diandalkan sebagai sumoi dari Cu Sui In yang telah dia lihat sendlri kelihaiannya, ditambah pandai berbahasa Bhutan pula. "Pangeran Ramamurti, dan saudara Balkan, sebelum kita membicarakan urusan mari kupersilakan menghadap ayahku dulu, kemudian menerima sambutan kami dengan jamuan makan. Setelah itu; baru kita bicara." Tentu saja pihak tamu, pangeran dan pamannya itu hanya dapat menerima, apalagi perjalanan jauh membuat mereka lelah, haus dan lapar. Sambutan dengan jamuan makan, tentu saja akan menyenangkan sekali. Mereka lalu diantar memasuki ruangan dalam di mana See-thian Coa-ong telah menanti dengan sikap acuh. Lili yang belum mengetahui bahwa kunjungan itu bermaksud melamar dirinya, mengikuti dari belakang sambil tersenyum-senyum. Ia masih merasa lucu melihat betapa sucinya demikian menghormati seorang pangeran yang dianggapnya terlalu banyak lagak itu. Apakah Sucinya yang sejak kecil diketahuinya sebagai seorang wanita yang memandang rendah kaum pria itu kini tiba-tiba tertarik dan jatuh cinta kepada pangeran ini" Hampir ia terkekeh dan menahan tawa sambil menutupi mulutnya dengan tangan. Betapa lucunya kalau sucinya jatuh cinta kepada pangeran yang dianggapnya masih kekanak-kanakan ini! Dewi Ular yang mengajak dua orang tamunya masuk, segera memperkenalkan mereka kepada ayahnya. See-thian Coa-ong duduk di kursinya dengan sikap angkuh berwibawa. Jelas bahwa datuk ini tidak mau memperlihatkan kerendahan diri terhadap pangeran itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ayah, inilah Pangeran Ramamurti dan pamannya, saudara Balkan seperti yang pernah kuceritakan itu," kata Bi-coa Sianli dengan nada suara bangga. "Locianpwe, terimalah hormat kami," kata Balkan dan pangeran itupun memberi hormat dengan merangkap kedua tangan di depan dada, agak membungkuk akan tetapi tidak berkata apapun. "Hemm, duduklah!" kata See-thian Coa-ong, mempersilakan dua orang itu duduk seperti mempersilakan dua orang tamu biasa saja. Jelas terbayang pada wajah dua orang tamu itu betapa mereka menjadi salah tingkah, bingung oleh sikap acuh kakek itu. Lili tidak mampu menahan tawanya. "Suhu, dia itu adalah seorang pangeran tulen, pangeran dari negara Bhutan. Hebat, bukan?" katanya. "Apanya yang hebat?" See-thian Coa-ong bertanya sambil menoleh kepada muridnya itu, alisnya berkerut. "Haiii, tidak banggakah suhu menerima tamu seorang pangeran" Ingat, suhu tidak setiap hari ada pangeran datang berkunjung. Pangeran itu putera raja, suhu, masih panaspanas keluar dari istana kerajaan!" Lili yang semakin geli melihat sikap suhunya, menambahkan. "Hem, apa anehnya raja dan pangeran" Sudah sering aku dijamu raja-raja di istana mereka. Raja-raja juga manusia biasa seperti kita, apa bedanya" "Bagaimana bisa sama, suhu" Dalam sebuah negara, raja hanya ada seorang saja, dan pangeran juga hanya beberapa orang. Tentu berbeda dengan orang-orang biasa seperti kita." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pangeran Ramamurti tidak begitu pandai berbahasa Han, akan tetapi dia paham apa yang dibicarakan. Dia merasa gembira bukan main mendengar gadis yang dicalonkan menjadi jodohnya dan yang sekaligus telah membuatnya jatuh bangun dalam cinta itu, membuatnya tergila-gila, memujimujinya dan berkeras mengatakan bahwa pangeran adalah manusia luar biasa, lain dari pada yang lain. Ini saja sudah merupakan lampu hijau baginya. Diapun kurang enak mendengar kakek itu agaknya memandang rendah pangeran, akan tetapi untuk memperlihatkan bahwa dia cukup rendah hati, diapun berkata sambil tersenyum ramah. "Aih, nona Lili. Apa yang diucapkan locianpwe ini benar sekali. Biarpun aku seorang pangeran yang mungkin kelak menjadi raja, akan tetapi aku adalah manusia biasa yang tidak ada bedanya dengan orang lain. Lihat, hidungku satu, mata dan telingaku dua, mulutku satu, jari tanganku masing-masing lima. Sama, bukan?" Pangeran itu menunjuk hidung, telinga, mata dan mulut, lalu membuka sepuluh jari tangannya, Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memperlihatkannya kepada Lili. Gadis ini tidak dapat menahan tawanya sampai terpingkal-pingkal. "Lili, bersikaplah yang pantas di depan tamu!" Cu Sui In menegur sumoinya. Lili adalah seorang gadis yang sejak kecil digembleng oleh tokoh-tokoh seperti Dewi Ular kemudian Raja Ular yang merupakan orang-orang aneh di dunia kangouw. Ia sendiripun ketularan watak aneh mereka yang tidak sudi dikekang oleh peraturan apapun juga. Oleh karena itu, ketika tertawa tadi, Lili juga tidak menahan diri dan tertawa lepas-lepas dengan mulut ternganga, hal yang bagi wanita Han pada umumnya dianggap tidak bersusila! "Ehh, mengapa, suci" Apakah aku bersikap tidak pantas" Apanya yang tidak pantas?" Lili membantah. Jangankan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sekarang wanita itu telah menjadi kakak seperguruannya, ketika masih disebut subo (ibu guru) sekalipun, ia suka membantah kalau memang dianggap ia yang benar. Ia memang taat dan segan, akan tetapi tidak membuta. "Engkau tertawa tanpa terkendali!" tegur sucinya. "Ahh" Aku merasa senang dan geli, ingin tertawa lalu aku tertawa, kenapa tidak pantas" Kalau aku ingin tertawa lalu kutahan dan kusembunyikan, barulah tidak pantas. Bukankah begitu, pangeran" Tolong katakan, apakah aku tadi bersikap tidak pantas di depan pangeran?" Lili mendekatkan mukanya, dicondongkan ke depan, ke arah pangeran itu. Pangeran Ramamurti menggosok-gosok hidungnya, nampak senang sekali. "Aih, tidak, sama sekali ......." "Maksudmu tidak pantas?" "Pantas ....... pantas .......!!" jawab pangeran itu berulang-ulang sehingga Lili menjadi semakin geli dan.tertawa lagi. Cu Sui In sudah tahu akan watak nakal dan lincah suka menggoda orang dari sumoinya, dan pada saat itu, kebetulan pelayan datang melapor bahwa hidangan untuk menjamu tamu sudah tersedia di meja ruangan makan. "Silakan, Pangeran Ramamurti dan Saudara Balkan. Mari silakan makan minum dulu, baru kita nanti bicara." Cu Sui In mempersilakan. "Mari kita temani tamu-tamu kita, Lili." "Akan tetapi aku sudah makan, suci." "Biarlah, kita minum-minum saja sekedar menemani mereka. Akupun sudah makan tadi." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ See-thian Coa-ong yang bersikap acuh, hanya mengangguk ketika dua orang tamu itu permisi. Mereka pergi ke ruangan makan dan untuk mencegah agar sumoinya yang nakal itu tidak menggoda lagi tarrunya, Cu Sui In sendiri yang melayani mereka dengan suguhan arak, anggur dan masakan-masakan yang lezat, dibantu oleh para pelayan wanita. "Sambil makan minum, kami hendak memperlihatkan tarian yang khas dari tempat tinggal Pangeran," kata Cu Sui In dan sang pangeran mengangguk-angguk girang. Sui In memberi isyarat kepada para pelayan dan terdengarlah suara dua buah yang-kim (kecapi) ditabuh dengan suara melengking merdu, lalu disusul suara suling. Sehelai tirai sutera diangkat perlahan-lahan dan nampaklah tiga orang wanita cantik yang bermain suling dan dua yang-kim itu. Kemudian, dari kamar bagian dalam, muncul lima orang gadis. Mereka berlari-lari kecil di atas jari-jari kaki mereka seolah meluncur saja, dan kelima orang gadis itu muda-muda dan cantik-cantik, mengenakan pakaian serba tipis yang menggairahkan. Kemudian, setelah mereka memberi hormat ke arah tamu, mulailah mereka menari mengikuti suara yangkim dan suling. Dan Pangeran Ramamurti terpesona. Di negerinya juga banyak terdapat penari yang pandai menari perut, akan tetapi gerakan lima orang penari ini lain sekali. Tubuh mereka yang ramping berlenggang-lenggok seperti tubuh ular! Lengking suling itu makin meninggi dan tiba-tiba saja Lili bangkit, dari tempat duduknya dan diapun menari dengan gerakan yang berlenggang lenggok seperti ular pula. Lima orang penari itu tersenyum dan mereka menari-nari mengelilingi Lili, merupakan paduan yang serasi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pangeran Ramamurti semakin terpesona dan tiada hentinya mulutnya mengeluarkan suara pujian. Lili memang suka sekali menari. Setiap kali melihat tarian, apalagi mendengar suara yang-kim dan suling memainkan lagu yang amat dikenalnya itu, lagu ular, ia tidak dapat menahan dirinya untuk tidak ikut menari! Para pemain musik dan penari itu sudah tahu akan kesukaan Lili, maka mereka tersenyum dan tiba-tiba peniup suling itu memainkan lagu lain. Sulingnya melengking-lengking dan mengandung getaran aneh. Lili juga mengubah gerakan tarinya dan lima orang penari itu kini duduk mengellingi dan bersimpuh, bertepuk tangan mengiringi musik dan tarian. "Ular ...... ular ......!!" seru Ramamurti dan Balkan sambil mengangkat kaki tinggi-tinggi ke atas kursi ketika mereka melihat puluhan ular memasuki ruangan itu dari segala penjuru. "Harap kalian tenang, tidak apa-apa," Cu Sui In sambil tersenyum. Dua orang tamu itu lupa makan. Kini mereka terbelalak dengan heran, kagum bercampur khawatir melihat betapa lima orang penari itu sudah bangkit lagi menari di sekeliling Lili dan seperti juga Lili yang memainkan dua ekor ular putih yang nampak ganas, lima orang penari itu menari dengan ular-ular bergantungan di tubuh. Ini baru benar-benar tari ular, pikir pangeran itu dengan kagum. Di negerinya juga ada tari ular, ada pula pawang ular. Akan tetapi biasanya, dalam tarian, ular itu, si penari menggunakan ular-ular yang sudah dijinakkan dan tidak dapat menyerang atau menggigit lagi. Akan tetapi enam orang penari ini mempermainkan ular-ular liar yang agaknya tadi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tertarik dan berdatangan setelah mendengar tiupan suling istimewa itu. Setelah suara suling mengusir pergi ular-ular itu dan tarian dihentikan, Pangeran Ramamurti dan Balkan bertepuk tangan memuji. Kemudian, setelah dua orang tamu itu selesai makan, mereka diajak menghadap lagi ke ruangan dalam di mana See-thian Coa-ong masih duduk. "Nah, sekarang harap ji-wi (kalian berdua) beritahukan maksud kunjungan ji-wi kepada kami," kata Cu Sui In kepada dua orang tamunya, Para pelayan sudah disuruh keluar dari ruangan itu dan disitu hanya ada dua orang tamu itu dan di pihak tuan rumah tiga orang. Sikap See-thian Coa-Ong masih acuh saja. Kalau Sui In merasa setuju dan bangga sekali menyambut usul perjodohan antara Lili dan Pangeran Bhutan, ayahnya tidak demikian. See-thian Coa-ong tidak menolak, akan tetapi jaga tidak gembira dan acun saja, menyerahkan urusan itu kepada puterinya dan kepada Lili sendiri. "Locianpwe dan Cu-lihiap, kunjungan kami ini bermaksud untuk menyambung persesuaian pendapat di antara kami dan Cu-lihiap ketika lihiap berkunjung ke negeri kami dua bulan yang lalu, yaitu kami datang untuk meminang nona Tang Bwe Li agar menjadi jodoh Pangeran Ramamurti ....." "Gila......! Lancang .....!!" Tiba-tiba Lili meloncat bangun dari kursinya, mukanya merah, matanya mencorong memandang ke arah dua orang tamu itu membuat mereka terkejut. Lili, hentikan itu!" Cu Sui In membentak, juga marah. "Sikapnya tidak patut dan memalukan!" "Tapi ....... tapi, suci ..... mereka ini kurang ajar kepadaku!" bantah Lili. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Engkau yang kurang ajar! Sudah jamaknya gadis dewasa seperti engkau dilamar orang, dan tidak seperti itu sikap seorang gadis yang menerima lamaran. Kau diamlah, ini urusan orang-orang tua!" "Tidak suci. Aku tidak mau! Aku tidak sudi berjodoh dengan dia!" "Lili, ini sudah keterlaluan!" Cu Sui In juga bangkit dan mukanya berubah merah karena marah dan malu. "Suci katakan aku keterlaluan" Suci sendiri sampai sekarang tidak mau menikah dan malah hendak memaksaku menikah, itu baru namanya keterlaluan! Kenapa tidak suci saja yang berjodoh dengan pangeran ini?" Setelah berkata demikian, Lili mengepal tinju hendak menyerang kedua orang tamu itu, membuat Pangeran Ramamurti menjadi pucat ketakutan. "Lili, mundur kau!" bentak See-thian Coa-ong dan mendengar bentakan gurunya ini, Lili mengendur, matanya menjadi merah dan basah. Ia membanting kakinya dan lari keluar dari ruangan itu, ke kamarnya. Setelah gadis itu pergi, sejenak dalam ruangan itu sunyi. Sunyi yang menegangkan hati. Kemudian terdengar Pangeran Ramamurti berkata dalam bahasanya sendiri kepada Balkan. "Paman, mari kita, pulang saja. Kalau lamaran kita ditolak, untuk apa kita lama di sini?" Mendengar ini, Sui In cepat berkata. "Harap ji-wi memaafkan sumoiku. Ia memang keras hati dan tentu saja ia merasa malu. Kami harap ji-wi suka bersabar. Aku yang akan membujuknya. Sekarang ini kami belum dapat mengambil keputusan mengenai pinangan ji-wi. Baiklah, nanti bulan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ depan saja kami akan mengirim berita keputusan kami. Sekali lagi, harap maafkan." Ucapan itu merupakan permintaan maaf dan juga pengusiran secara halus. Memang Sui In yang merasa tidak enak sekali oleh sikap Lili tadi, merasa bahwa lebih baik kalau dua orang tamunya itu, pergi saja dulu. Balkan dan pangeran itu lalu berpamit. Lebih dulu mereka berpamit kepada See-thian Coa-ong dan kakek ini yang sejak tadi diam saja dan acuh, tiba-tiba bertanya kepada Pangeran Ramamurti, "Engkau ini seorang pangeran, kenapa tidak mencari jodoh seorang puteri bangsawan" Orang seperti engkau ini bagaimana mungkin kelak dapat mengendalikan seorang isteri seperti Lili?" Dia tertawa bergelak dan seperti biasa, senyum dan tawa kakek ini selalu mengandung ejekan dan memandang rendah orang lain. Pangeran Ramamurti tidak menjawab. Dia dan pamannya lalu berpamit kepada Sui In dan meninggalkan puncak Bukit Ular, diikuti pasukan kecil pengawal mereka. "Berhenti ......" Lili yang berdiri di tengah jalan itu mengangkat tangan kanan ke atas, memberi isyarat kepada pasukan berkuda itu untuk berhenti. Pangeran Ramamurti dan Balkan menahan kendali kuda mereka, demikian pula duabelas orang pengawal mereka. Melihat bahwa yang menghentikan mereka adalah Lili yang nampak demikian gagah dan cantik, berdiri tegak di tengah jalan, kedua kaki terpentang, tangan kiri di pinggang dan tangan kanan diangkat ke atas, wajah Pangeran Ramamurti yang tadinya murung itu menjadi gembira sekali. Dia meloncat turun dari atas kudanya, wajahnya yang tampan tersenyum. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aih, kiranya nona Lili! Nona, apakah engkau menghadang di sini untuk mengucapkan selamat jalan kepadaku?" Dalam suaranya terkandung penuh harapan. "Pangeran Ramamurti, engkau telah menghinaku dan sekarang masih mengharapkan aku untuk mengucapkan selamat jalan kepadamu" Aku menghadang untuk memberi hajaran kepada kalian yang telah menghinaku!" Melihat sikap gadis itu dan mendengar ucapannya, wajah pangeran itu menjadi pucat dan dia melangkah mundur. Pamannya, Balkan, sudah melompat turun pula dari atas kudanya dan dia menghadapi gadis itu dengan sikap tenang. 2.4. Pengawal Keluarga Raja Muda "Maaf, nona Tang Bwe Li, kami sungguh tidak mengerti kenapa nona marah kepada kami" Kami datang dengan baikbaik dan dengan sikap hormat untuk meminang diri nona. Bagaimana nona dapat mengatakan bahwa kami telah menghinamu?" "Tidak menghinaku, ya" Bagus! Kalian datang melamarku begitu saja, tanpa lebih dulu memberi tahu aku, tidak menyelidiki dulu apakah aku suka atau tidak. Memangnya aku ini sebuah boneka yang tidak mempunyai pikiran sendiri" Atau aku ini seekor kuda saja yang boleh kalian tawar dan hendak membeliku dengan kedudukan dan hartamu" Kalian telah membikin aku malu!" Balkan adalah seorang dari golongan rakyat biasa, akan tetapi karena kakaknya perempuan menjadi isteri raja Bhutan, maka dia merasa dirinya besar dan telah menjadi seorang bangsawan tinggi paman dari Pangeran Ramamurti. Kini, melihat sikap Lili yang sama sekali tidak memandang sebelah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mata kepada keponakannya dan kepadanya, timbullah kemarahannya. Gadis ini terlalu menghina, pikirnya. "Nona Tang Bwe Li, ingatlah bahwa yang meminangmu adalah seorang pangeran kerajaan Bhutan! Biasanya, di Bhutan, kalau pangeran menghendaki seorang wanita, cukup dengan melambaikan tangan saja dan setiap orang wanita akan datang menyerahkan diri dengan bangga, karena mengingat bahwa nona adalah bangsa lain, maka kami mempergunakan cara yang sopan dan lajim, melakukan pinangan dengan resmi. Bahkan sebelum kami datang meminang, kami telah membicarakannya dengan lihiap Cu Sui In dan ia telah menyetujuinya. Sepatutnya nona merasa terhormat dan bangga, bukan merasa terhina. Ini sungguh tidak adil sekali!" Mendapat jawaban seperti ini, kemarahan Lili bagaikan api disiram minyak, makin berkobar. "Bagus! Kalian sudah menghinaku, masih menyalahkan aku. Kalian harus dihajar agar tidak berani muncul lagi ke sini, tidak lagi menyinggung urusan perjodohan!" Balkan juga marah. Gadis ini terlalu menghina, sepantasnya kalau ditawan dan dibawa ke Bhutan, dipaksa menikah dengan Pangeran Ramamurti! Dia memberi isyarat kepada pasukan pengawal. "Tangkap nona yang lancang mulut ini!" Duabelas orang pengawal itu sudah berloncatan turun dari atas kuda dan seperti segerombolan anjing pemburu mengeroyok seekor kelinci, mereka sudah menerjang ke arah Lili dengan tangan terjulur panjang. Melihat kecantikan gadis itu, mereka bergairah dan seolah berlumba untuk memperebutkan gadis itu, agar mereka dapat lebih dulu Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menerkam, memeluk dan menangkapnya. Mereka berlumba untuk dapat meraba tubuh yang padat itu, atau setidaknya bersentuhan lengan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Akan tetapi, mereka itu bukan seperti segerombolan anjing pemburu memperebutkan seekor kelinci, melainkan segerombolan anjing pemburu bertemu dengan seekor harimau betina yang galak dan kuat! Lili menyambut mereka dengan terjangan kaki tangannya. Gerakannya demikian tangkas, cepat dan Kuat sekali sehingga duabelas orang pengawal yang merupakan pengawal pilihan itu terpelanting ke kanan kiri! Mereka terbanting dan mengaduh-aduh, mengalami patah tulang, babak belur dan benjol-benjol. Dan bagaikan seekor burung walet, tubuh Lili sudah menyambar ke arah Balkan dan Pangeran Ramamurti. Dua orang bangsawan ini terkejut dan hendak melarikan diri, akan tetapi sebuah tendangan membuat Balkan tersungkur dan sekali Lili menjulurkan tangan, ia telah mencengkeram pundak pangeran itu. "Nona, apa kesalahanku, lepaskan!" kata pangeran itu meronta-ronta. "Engkau lancang berani meminangku, ya?" Lili membentak dan tangannya menampar beberapa kali. Kedua pipi pangeran itu menjadi merah membengkak. Lili mendorongnya dan diapun terjengkang. "Engkau harus dihajar agar jangan berani lagi, datang ke sini!" kakinya menendang dan pangeran yang sedang merangkak bangun itu terlempar lagi. "Lili, tahan!" terdengar bentakan nyaring dan Lili yang sudah hendak menggerakkan kakinya, menahan tendangannya. Ia menoleh dan ternyata Sui In telah berdiri di situ dengan sikap marah. Sementara itu, Balkan yang sudah bangkit, menolorg Pangeran Ramamurti, memapahnya dan bersama anak buah mereka yang sudah bangkit pula, mereka mencari kuda mereka, menunggang kuda dan rombongan itu pergi meninggalkan tempat itu tanpa pamit. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Lili, engkau sungguh keterlaluan sekali! Apakah engkau sudah mulai berani menentang aku" Katakan, apakah engkau hendak menantang aku?" Cu Sui In marah sekali, matanya mencorong dan kedua tangannya bertolak pinggang. Melihat ini, Lili menjatuhkan diri berlutut menghadap wanita yang pernah menjadi gurunya dan kini menjadi sucinya ini. Ia berlutut dan kedua matanya basah, akan tetapi ia mengeraskan hatinya sehingga tidak sampai menangis. Ia bukan takut walaupun ia tahu bahwa ia tidak akan mampu menandingi sucinya, akan tetapi ia berduka sekali melihat sucinya demikian marah kepadanya dan sorot matanya seperti membencinya. "Suci, sejak aku dapat mengingat, sejak kecil sekali suci memeliharaku, merawat dan mendidik aku. Suci sayang kepadaku dan akupun amat sayang kepadamu. Bagaimana mungkin aku tidak akan mentaatimu" Suci, apapun yang suci perintahkan, akan kutaati, dan aku akan membela suci dengan taruhan nyawa sekalipun. Akan tetapi, ........ mengenai perjodohanku ...... bagaimana aku dapat melempar diriku ke dalam nasib yang akan menentukan selama hidupku" Suci, kalau aku menikah, berarti aku berpisah dari suci, dan hidup selamanya di samping seorang laki-laki yang tidak kucinta. Bagaimana mungkin ini" Suci, kalau aku bersalah dan suci hendak menghukumku, silakan. Biar dihukum matipun aku rela, dan aku tetap tidak akan mau dijodohkan dengan lakilaki yang tidak kucinta." Sui In tersenyum mengejek. "Huh, cinta" Mana ada cinta dalam hati kaum pria" Kalau sudah melampiaskan nafsu mereka, mereka akan bosan dan tidak memperdulikan kita lagi. Cinta" Cinta laki laki adalah palsu, rayuan kosong hanya untuK memikat. Laki-laki seperti laba-laba yang memikat kupu-kupu terperangkap di sarangnya, kalau sudah dihisap Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sampai kering, bangkai kupu-kupu akan di campakkan begitu saja. Aku menjodohkan engkau dengan seorang pangeran, itu berarti hidupmu akan terjamin, mulia, terhormat, kecukupan sampai semua keturunanmu kelak. Namamu terjunjung tinggi, namaku dan nama ayahku ikut terangkat. Seorang pangeran, apalagi kalau kelak menjadi raja, tidak akan mencampakkan isterinya begitu saja. Paling banyak dia menambah selir, akan tetapi isterinya akan tetap dimuliakan orang. Aku menyetujui perjodohan itu demi kebaikanmu, kenapa engkau menolak?" "Maaf, suci. Bagaimanapun juga, hati ini tidak merelakan kalau badan ini kuserahkan kepada orang yang tidak kucintai. Aku siap menerima hukuman asal suci jangan marah lagi kepadaku." Sui In tersenyum, lalu menarik napas panjang. "Kalau aku marah, sejak tadi sudah kubunuh engkau! boleh saja engkau menolak lamaran, akan tetapi tidak perlu bersikap kasar, apalagi menyakiti rombongan pangeran itu. Sudahlah, apa engkau sudah mempunyai pilihan hati, seorang pria yang kaucinta dan kauharapkan menjadi jodohmu?" Karena besar dalam lingkungan orang aneh, Lili juga menjadi seorang gadis yang berwatak aneh. Yang oleh wanita pada umumnya dianggap sebagai hal yang memalukan, mungkin baginya sama sekali tidak memalukan, dan sebaliknya. Ia menjunjung kegagahan, wajar dan jujur, walaupun seringkali mengandalkan kekuatan dan kekerasan. "Sudah, suci," jawabnya tegas. Sui In mengerutkan alisnya, merasa penasaran dan heran mengapa ia tidak tahu bahwa Lili mempunyai seorang pacar! "Siapa dia" Pemuda dekat sini?" "Dia orang jauh dan suci juga sudah mengenalnya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau amat cinta padanya?" "Aku cinta padanya, kagum, dan juga penasaran dan benci." "Ehh" Siapa pria aneh itu?" "Dia Sin Wan, suci." "Sin Wan ......" Seperti pernah kudengar nama itu." "Tentu saja. Dia murid dan putera mendiang Tangan Api Se Jit Kong." "Aih, benar. Dia murid pula dari Sam-sian, bukan" Aihh, dia yang pernah memukuli pantatmu ketika engkau kecil itu?" "Benar, akan tetapi aku sudah membalas memukuli pantatnya berikut bunganya. Aku .... aku hanya mau berjodoh dengan dia, suci." "Sudahlah. Engkau bilang selalu taat kepadaku. Sekarang aku akan memberimu sebuah tugas, maukah engkau melakukannya untuk aku?" "Katakan apa tugas itu, suci. Akan kulakukan walau dengan pengorbanan nyawa sekalipun." "Mungkin saja engkau akan berkorban nyawa, karena orang yang kuingin agar kau bunuh ini memiliki ilmu kepandaian yang lihai sekali." "Suci ingin aku membunuh orang" Boleh saja, akan tetapi aku harus tahu lebih dulu apa kesalahannya dan mengapa pula suci hendak membunuhnya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dia seorang pendekar yang perkasa, seorang tokoh Butong-pai yang sukar dicari tandingannya, terutama sekali ilmu pedangnya amat ditakuti orang. Akan tetapi, aku yakin engkau akan mampu menandinginya dan mengalahkannya. Namanya Bhok Cun Ki berjuluk Sin-kiam-eng (Pendekar Pedang Sakti), usianya sekitar empatpuluh lima tahun. Dia seorang pendekar perantau, tidak tentu tempat tinggalnya. Akan tetapi kalau engkau pergi ke Butong-pai dan mencari keterangan di markas Butong-pai, tentu engkau akan dapat memperoleh keterangan di mana adanya Sin-kiam-eng Bhok Cun Ki." "Hal itu mudah dilakukan, suci. Akan tetapi suci belum mengatakan mengapa suci hendak membunuhnya dan apa pula kesalahannya." "Hemm, engkau bilang selalu taat kepadaku, kenapa sekarang kuberi tugas engkau ribut-ribut mendesak aku agar menceritakan sebab-sebabnya." "Suci, aku tidak melupakan nasihat suhu. Kita tidak perlu berpihak kepada golongan manapun, akan tetapi kita harus bertanggung-jawab atas semua perbuatan kita. Itu namanya baru gagah. Setiap perbuatan kita harus dilandasi alasan kuat sehingga kita tidak ragu-ragu melaksanakannya. Nah, karena itu, aku ingin agar aku mengetahui apa alasannya maka aku harus membunuh Sin-kiam-eng Bhok Cun Ki itu." Bi-coa Sianli (Dewi Ular Cantik) Cu Sui In biasanya berwatak keras, galak dan tidak sabar terhadap orang lain. Akan tetapi terhadap Lili ia tak pernah memperlihatkan sikap kerasnya itu. Ia terlalu sayang kepada muridnya yang kini menjadi sumoinya itu dan kini mendengar ucapannya Lili, ia bahkan tersenyum. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lili sendiri terpesona kalau melihat sucinya tersenyum. Senyum sucinya itu belum tentu ia lihat seminggu sekali! Kalau sucinya, yang biasanya berwajah dingin itu tersenyum, ia benar-benar pantas disebut dewi karena nampak cantik jelita dan anggun. Betapa senyum seseorang dapat membuat wajahnya menjadi hidup dan cerah, bagaikan matahari muncul dari balik awan hitam. "Lili, engkau ingin tahu sebabnya" Sebabnya adalah karena Bhok Cun Ki itu adalah kekasihku ......." Lili memandang sucinya dengan mata dibelalakkan lebarlebar, dan kini Cu Sui In yang terpesona penuh kagum. Sumoinya ini memang cantik jelita, akan tetapi kalau matanya dibelalakkan seperti itu, sepasang mata itu menjadi besar dan bercahaya seperti bintang, sehingga wajah itu manis bukan main. "Aihhn, suci. Ini namanya puncak keanehan! Kalau dia itu kekasih suci, kenapa harus dibunuh?" "Duapuluh tiga tahun yang lalu, ketika aku berusia duapuluh tahun dan dia berusia duapuluh dua tahun, kami saling mencinta dan kami saling bersumpah untuk sehidup semati. Aku bahkan telah menyerahkan segala-galanya yang ada padaku kepadanya, menyerahkan jiwa ragaku kepadanya, akan tetapi ..... setelah dia mengetahui bahwa aku adalah puteri See-thian Coa-ong, dia yang menganggap dirinya seorang pendekar Butong-pai lalu mundur dan meninggalkan aku, memutuskan hubungan. Padahal, aku telah menyerahkan segalanya. Dia telah mengkhianatiku dan kemudian menikah dengan seorang puteri bangsawan." Wajah Lili berubah merah karena marah. "Suci! Kenapa sekian lamanya suci diam saja" Laki-laki pengkhianat seperti Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu sudah selayaKnya dibunuh. Kenapa dahulu suci tidak mencarinya dan membunuhnya" Dia tidak pantas hidup!" Cu Sui In menggeleng kepala dengan wajah sedih dan beberapa kali ia mengnela napas, panjang. "Sudah kucoba untuk mengeraskan hati, namun sia-sia, Lili. Aku, ..... aku tidak tega membununnya, aku tetap mencintanya, sampai sekarang. Karena itu aku minta bantuanmu ......." "Suci, engkau membikin aku bingung. Kalau suci sampai sekarang tetap mencintanya, kenapa suci melepaskannya begitu saja" Kenapa suci tidak bunuh saja perempuan yang merampasnya dan paksa dia menjadi suami suci?" Sepasang mata Dewi ular Cantik itu mencorong marah. "Tidak! Aku tidak sudi mengemis cintanya! Tidak usah banyak komentar. Mau atau tidak engkau melaksanakan tugas yang kuberikan padamu?" "Tentu saja, suci. Aku siap melaksanakannya aku siap membelamu biar harus mempertaruhkan nyawaku." "Lili ....... Sui In merangkul dan mencium kedua pipi gadis itu. "Engkau memang anak baik, engkau sumoi yang baik. Pergilah, Lili, cari dia sampai dapat, kemudian bunuh dia, bunuh isterinya, bunuh anak mereka kalau ada. Lakukan itu untuk aku yang menderita selama duapuluh tiga tahun ini." "Baik, suci. Jangan khawatir. Aku akan mencarinya, aku akan membunuhnya berikut anak isterinya. Pengorbanan suci yang selama duapuluh tiga tahun ini harus ditebus dengan nyawa mereka. Suci selama puluhan tahun menderita, tidak mau berdekatan dengan pria, semua itu demi cinta suci kepadanya. Akan tetapi dia malah meninggalkan suci dan menikah dengan perempuan lain!" Lili mengepal tinju. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nah, berangkatlah, Lili. Dengan ilmu pedangmu Pek-coa Kiam-sut, aku yakin engkau akan mampu mengalahkan ilmu pedangnya dari Butong-pai." Ketika Lili berpamit kepada gurunya, dan menceritakan tugas yang diberikan Cu Sui In kepadanya, See-thian Coa-ong menggeleng-gelengkan kepala. "Manusia bisa gila karena cinta. Sui In mengubur dendam selama duapuluh tahun lebih dalam hatinya dan sekarang menghendaki engkau yang mewakilinya. Bahkan ketika aku hendak turun tangan, ia selalu melarang. Sekarang aku tahu, kiranya ia menanti sampai engkau dewasa dan memiliki kemampuan untuk mewakilinya. Kiranya selama ini ia menanam dendamnya karena ia sendiri tidak tega meiakukannya, ha..ha..ha!" Setelah Lili hendak berangkat, Cu Sui In mengantarnya sampai ke bawah puncak. Lili, kalau sudah selesai tugasmu, jangan pulang ke sini. Tahun depan aku dan ayah akan pergi ke Thai-san, di mana akan diadakan pemilihan bengcu sebagai pemimpin seluruh dunia persilatan dan merupakan jago nomor satu. Nah, di sanalah kita bertemu, tahun depan sebulan sesudah Perayaan Musim Semi atau Sin-cia. Kalau engkau kembali ke sini, aku khawatir kita tidak akan dapat saling bertemu. Kalau kita bertemu di sana, engkau dapat memperkuat rombongan ayah." "Baik, suci." Mereka berangkulan dan saling berciuman, lalu Lili menggunakan ilmu berlari cepat menuruni Puncak Bukit Ular, diikuti pandang mata Cu Sui In yang kini nampak tersenyum, akan tetapi kedua matanya basah air mata! 0oo0 Malam itu gelap sekali. Di langit tidak ada bulan, tidak ada bintang karena semua bintang tertutup oleh awan hitam. Gelap gulita dan hawa udara amat dinginnya. Musim salju Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mendekati akhir, namun justeru hawa udara dingin sampai Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menusuk tulang. Semua air membeku dan gerimis salju hampir tidak pernah berhenti. Karena malam demikian gelap dan dingin, maka kota Peking, walaupun merupakan ibu kota ke dua setelah Nanking, malam itu sunyi sekali. Orang-orang lebih suka berada di dalam rumah yang dihangatkan perapian. Kalaupun terpaksa keluar rumah karena keperluan penting, mereka mengenakan pakaian kapas atau bulu yang tebal, menutupi kepala dan muka. Namun, tetap saja hawa dingin menyusup ke dalam badan, bibir pecah-pecah dan pernapasan terasa sesak. Di dalam istana Raja Muda Yung-Lo sendiri nampak sunyi. Para penjaga mengaman dan menyamankan diri di dalam gardu-gardu penjagaan yang dihangatkan dengan perapian. Yang terpaksa melakukan perondaan, berpakaian tebal dan Kitab Mudjidjad 12 Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Rahasia Dewa Asmara 1