Ching Ching 14
Ching Ching Karya ??? Bagian 14 Fei membuat si nona tersadar dari lamunan. "Apa iya ?" katanya. Hatinya tergetar mengingat sang guru. "Why would I lie" We all wore white in mourning. Teacher didn't, of course, but he fasted instead. He also came to the funeral ritual." "Buat apa bohong" Waktu itu kami semua selalu pakai baju putih tanda berkabung. Suhu terntu tidak, tapi ia berpantang sebagai gantinya. Lalu waktu upacara sembayangan, guru juga datang." Diam-diam si nona terharu mendengar bahwa bekas saudara-saudaranya seperguruan begitu menghargai dia. Namun di depan Wu Fei mana mau ia perlihatkan perasaan hati. Maka sambil tertawa tawa ia malah berkata, "coba bagaimana upacara menyembahyangi aku ?" "Tahukah kau kelenteng yang di kaki gunung ini" Disanalah kami adakan...." "Kelenteng bobrok itu" Teganya !" "Tentu sajaa kami perbaiki dulu. Kalau tidak mana pantas terima tamu pendekar-pendekar besar." "Banyak pendekar menyembahyangi aku" Wah, mati pun tidak menyesal." Ching-ching tertawa lagi. "Jangan jumawa. Mereka datang karena menghormati suhu, ayahmu dan kakekmu." kata Miaw Chun Kian. "Oh, ya. Waktu sembayangan ada sekelompok gembel yang mengaku kerabatmu. Ching Ching 429 Pemimpinnya berjuluk Ban Jiu Touw Ong kalau tidak salah. Dia yang paling ngotot mengaku sebagai ayahmu, dia yang menangis paling keras, bahkan memaki-maki suhu di depan banyak orang. Dikatainya beliau tak becus menjaga murid. Yuk-kong-kong juga dikatai tak becus." Wu Fei semangat bercerita. Ching-ching tak tahu harus tertawa atau menangis mendengarnya. "Kami semua bersedih sedih. Toa-suheng dan Sam-suheng tak bisa makan-tidur, paling kasihan melihat Hai-ko. Badannya kurus seperti lidi." "Kau sendiri menangis tiga malaman sampai matamu bengkak tak bisa melek kenapa tak disebut-sebut?" omel Yuk Lau. Wu Fei berlagak tidak dengar. "Ching-ching, kepulanganmu apakah Li-Hai sudah tahu ?" tanya Wu Fei membuat si nona yang setengah melamun kembali tersadar. "Tidak. Aku belum lagi bertemu dengan dia. Barangkali sekarang dia sedang jalan jalan dengan suci, ya. Pantas sedari tadi aku tak melihat Sioe Ing-cici." Seketika semua terdiam. Mereka saling pandang dengan sikap yang mengherankan si nona. "Kenapa" Atau mereka malah sudah kawin sekalian?" Ching-ching bergurau. "Kau sudah tahu ?" tanya Yuk Lau. "Dia malah sama sekali belum tahu!" bantah Wu Fei. "Apa" Ching-ching bingung."Tahu apa ?" "Sioe Ing tidak lagi ada disini. Ia sudah pergi." Miaw Chun Kian yang memberi tahu. "Ada kejadian apa sampai Sioe Ing-cici diusir?" "Sebenarnya itu adalah kesalahan Su-moy sendiri, tapi juga bukan sepenuhnya kesalahan dia." "Aku tidak mengerti..?" "Setelah kau dikabarkan mati, Wang Li Hai sedemikian sedihnya sehingga jatuh sakit. Selama itu selain Kong-kong yang merawatnya adalah Su-ci dan Thio Lan Fung. Semua tahu keduanya sama menaruh hati pada pemuda itu. Malahan ayah nona Thio sudah pula datang melamar untuk puterinya, dasar tidak tahu malu!" Wu Fei menghentikan ceritanya sekedar buat memaki. "Sioe Ing-sumoy mendengarnya lalu menanyakan kepada Thio Lan Fung." Yuk Lau menyambung cerita adik seperguruannya. "Entah bagaimana tahu-tahu Su-moy dan si nona she Thio sudah bergebrak dengan seru. Dalam pertempuran itu Thio Lan Fung terluka berat sampai perlu dibawa kepada kong-kong supaya dirawat. Ayahnya, Thio Tay-hiap tidak terima, lantas datang melabrak ke perguruan. Suhu mencoba membereskan perkara secara damai, tahu-tahu su-moy datang dan mabuk pula kemudian memaki-maki Thio Tay-hiap didepan anak-murid yang lain." "Suhu murka melihat kelakuan su-moy yang memalukan. Seketika itu juga su- moy diusir dari perguruan." kedengaran berduka suara Miaw Chun Kian. "Sebenarnya suhu tak perlu sampai mengusir." kata Wu Fei menyesali. "Waktu itu su-ci sedemikian mabuknya sehingga tak sadar apa yang dikatakan. Malah kalau mau dibilang justeru suhu yang salah, tahu su-ci tidak tenang bukannya diberi nasihat malah dilepaskan keluyuran." "Su-moy sudah dewasa. Lagipula suhu tak dapat mengawasi murid satu persatu." bantah Miaw Chun Kian. "Aku pikir hal itu dilakukan demi menjaga wibawa." menyahut Ching-ching. "Apabila Kang-ouw tahu beliau melindungi murid yang tidak tahu adat, apa jadinya Pek-San-Bu-Koan?" "Nah, ternyata Ching-moy lebih mengerti." "Justeru aku tidak mengerti sama sekali. Apa suhu kalian lebih perhatikan Ching Ching 430 wibawanya sendiri daripada anak-muridnya?" menggumam si nona. Baik Chun Kian maupun Yuk Lau tak dapat menjawab. Sekarang iniipun mereka tidak mengerti tindakan suhunya. Betulkah hanya demi kewibawaannya seorang" Ataukah demi seluruh murid Pek-San-Bu-Koan" Atau demi kepentingan Sioe-Ing atau bagaimana" "Bagaimanapun, aku yakin tindakan Suhu didasari alasan yang kuat." kata Miaw Chun Kian. "Memang demikian seharusnya tindakan murid berbakti!" Ching-ching mengacungkan jempol. "Soal itu bolehlah tidak usah dibicarakan lagi. Sekarang aku mau tanya kabarnya Khu Yin Hung?" "Dia sedang berada di kampungnya, berusaha membangunn kembali reruntuhan rumahnya dengan bantuan orang-orang disana. Oh ya, pelayanmu si A-Ying itu juga menemaninya disana." "Sayang Sam-suheng sedang banyak urusan disini, kalau tidak tentu ia akan turun diam di Ban-Tok-Lim juga." kata Wu Fei seraya melirik Yuk Lau yang tersipu. "Kau apakah tidak menanyakan keadaan Wang Li Hai?" membalas Yuk Lau kepada si Nona. "Ya, betul. Apa kau tidak kasihan kepadanya" Semenjak kau hilang itu dia banyak lebih kurus dan sering sakitan. Mukanya sekarang pucat pula. Semestinya kau jenguk dia !" menyambung Wu Fei. "Dia sendiri anggap aku sudah mati, guna apa kujenguk dia" Lagipula disampingnya kini ada Thio Lan Fung yang malah sudah berani melamar." ketus Ching-ching. Kentara gadis itu minum cuka alias cemburu. "Sudah, kalian jangan sebut dia lagi, kalau tidak aku mendingan tidur saja !" Ketiga pemuda yang lain tertawa saja mendengar ancamannya, tetapi kemudian tak ada pula yang menyebut nama Wang Li Hai. Yang dibicarakan kini hanya seputar berita di kalangan Bu-lim saja berhubung si nona banyak ketinggalan kabar setahun ini. --oOo - The news of Lie Mei Ching coming home was spread among the warriors. Many went to look for her to ask her about Kgscp. In the end, the White Mountain School had its hand full. Everyone knew that although Lie Mei Ching was kicked out of the school, but the relationship between the students were very close. So they came to White Mountain with the excuse to congratulate Lie Wein Ming on his birthday. Murid-murid Pek San Bu Koan tentu saja terkejut berbareng heran lantaran ulang tahun Li Wei Ming ke-82 itu memang tidak dirayakan dan tidak mengundang orang. Memang bukan kebiasaan untuk merayakan ulang tahun dibawah kelipatan sepuluh. Bahkan Li Wei Ming sendiri semenjak pagi sudah pergi entah kemana. Ia yang lebih dapat menyelami tindak-tanduk anggauta Bu-Lim sudah menduga adanya kejadian, maka lekas menyingkir dengan sedikit mendongkol. Miaw Chun Kian sebagai murid tertua bertugas menerima tamu. Ia tak dapat lain daripada mengucap terimakasih dan mohon maaf atas tidak adanya persiapan. "Sesungguhnya she-jiet Suhu kami tahun ini tidak dirayakan, akan tetapi cu-wi (anda sekalian) berkenan mengingatnya, kami sungguh merasa tersanjung. Sayang kami tiada persiapan sama sekali, maka untuk menjamu hanya tersedia teh saja." "Ah, kami datang toh bukannya minta dijamu." kata seorang tetamu. "By the way, where is your teacher?" kata yang lain. "As a matter of fact, Teacher is not here for the moment," Miaw Chun Kian replied. "He left very early in the morning, maybe just to take a walk to the Ching Ching 431 back of the mountain." "Ah, why does he leave on his birthday?" "His birthday celebration is still eight years away. The guests are early!" gerutu Chia Wu Fei, murid kelima Pek San Bu KOan itu. Para tamu meski merasa tersindir, berlagak tidak mendengar saja. Mereka tidak datang untuk mencari ribut, bahkan justeru mereka yang punya kepentingan. Maka dari itu sindiran Wu Fei ditelan saja dengan mendongkol. Chun Kian melirik adik seperguruannya. Chia Wu Fei berlagak tidak tahu, terus saja masuk ke dalam. Tunggu punya tunggu, Li Wei Ming tak juga pulang, padahal hari telah menjadi gelap, tidak sopan untuk terus diam disitu tanpa diundang. Para tamu menjadi gelisah sementara Chun Kian dan Yuk Lau sepakat takkan menawarkan tempat tanpa persetujuan guru mereka. Akhirnya ada juga yang tidak betah berdiam saja. Mewakili semuanya ia menghampiri Miaw Chun Kian. "Actually, we do have other business to discuss with your teacher. But since he's not here, you can act as his pr considering you're the first student of this school." "I'm flattered. But if it's really important, I think you'd better talk directly to Teacher," kata Chun Kian merendah. "Gurumu sengaja menghindari kami, biarpun kami menunggu juga toh tak bisa terlalu lama. Memangnya kami tiada kerjaan lain?" Seorang wanita setengah baya menyahut dengan ketus. Miaw Chun Kian mengenali orang sebagai Hu Yong Giok Tiap (Kupu kupu kemala tamanmelati). Wanita ini adalah pemimpin perguruan Hu Yong Pay di selatan. Perguruan yang hanya menerima anak perempuan sebagai murid. Dan X1 ini memangnya terkenal bermulut pedas. "Boanpwee rasa suhu tidak sengaja menghindar." bantah Chun Kian halus,"hanya saja beliau tidak menduga akan kedatangan cu-wi sekalian." "Sudahlah, tiada guna mempersalahkan orang lain." melerai seorang tetamu. Miaw Chun Kian belum pernah bertemu dengannnya. Akan tetapi melihat betapa orang ini belum sampai seumur gurunya, akan tetapi jenggotnya sudah melebihi dada, pula melihat senjata orang yang serupa pit dari besi, lantas ia segera tahu orang berjuluk Tian Sie Su Sing (Pelajar berjenggot panjang) bernama Sie Kong. Orang itu berkata lagi, "Urusan kami tidak melulu hanya dapat diselesaikan gurumu, malan kukira kau lebih dapat membantu mengenai persoalan ini." "Ah, Sie Tay-hiap terlalu menyanjung. Kalau boleh kutahu, urusan apakah kiranya itu" Andaikata tidak melanggar aturan perguruan, dan tidak melanggar kupunya prinsip, senang hati boanpwee (aku yang muda) membantu." "Urusan ini adalah mengenai Lie Siaw Li Hiap....." Tian Sie Su Sing sengaja menggantung ucapannya untuk melihat reaksi Chun Kian dan Yuk Lau. Si pemuda she Yuk nampak agak terkejut, sebenarnya Miaw Chun Kian juga tak kalah kaget, akan tetapi ia lebih dapat menahan perasaannya. "Lie Mei Ching memang pernah menjadi murid di Pek San Bu Koan, akan tetapi kedudukannya tersebut sudah dicopot oleh Suhu sendiri, bahkan untuk selanjutnya ia tak boleh menginjakkan kaki di tempat ini lagi. Maka boleh dibilang urusannya tidak ada sangkut paut dengan kami." "Memang benar. Akan tetapi Lie Siaw Lie Hiap adalah adik angkatnya Yuk-heng disini bukan?" Tian Sie Su Sing berpaling pada Yuk Lau. Si pemuda she Yuk menjadi pucat. Ia tak dapat bersuara untuk beberapa lama. Ching Ching 432 Pandangan setiap orang menuju kepadanya. Mau tak mau gentar juga Yuk Lau. "Memang benar. Lie Mei Ching adalah adik angkatku. Akan tetapi hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan perguruan kami. Dan kalau adikku ada berbuat salah kepada cu-wi sekalian, biarlah aku mewakilinya memohon maaf." Yuk Lau sudah akan berlutut, akan tetapi Tian Sie Su Sing lekas memapahnya berdiri. "Oh, bukan...bukan. Ah, Yuk-heng rupanya salah mengerti. We only want to enquire the whereabouts of Lie Siaw Li Hiap, bukan mau menuntut balas!" "Ah, andaikata Ching-moy tiada berbuat salah, kenapa cianpwee sekalian mencarinya?" "Ini... Apakah kau tahu dimana dia adanya?" Yuk Lau berkerut kening. Tien Sie Su Sing mengerti. Pemuda itu tentu mengharap pertanyaannya dijawab lebih dahulu. "Hehhhh, baiklah, kiranya kami memang harus berterus terang. Semenjak kami mendengar bahwa Lie Mei Ching belum mati, bahkan dapat pulang dengan selamat dari Kim Gian Siang Coa Ko (sarang siluman ular) maka kami sepakat untuk menemui Lie Kouwnio guna menanya kediamannya siluman tersebut untuk kemudian beramairamai menyerbu dan membasmi kawanan siluman disana. Kami sudah mencari kemanamana, akan tetapi seperti kau tahu Pek Eng Pay sudah hancur, sedangkan di tempatnya si tukang copet Ban Jiu Touw Ong juga tak ada, satu satunya kerabat hanya engkau dan Yuk Toa-hu. Maka kami mencari kemari." "Nah, setelah kau tahu maksud kami, apa kau tidak segera memberi tahu dimana adanya nona Lie?" bertanya pula Hu Yong Giok Tiap. " I'm very sorry, but I'm afraid I can't help you in this matter." "Kenapa pula" Kau tidak mau memberi tahu dimana tempatnya Lie Mei Ching?" "Pada sesungguhnya aku tiada mengetahui di mana adikku berada. Memang ia pernah datang sekedar menjenguk Kong-kong, tapi kemudian pergi tanpa berpesan." "Bohong!" menuduh Hu Yong Giok Tiap. "Memangnya kau tidak mau memberi tahu kenapa pakai segala macam alasan?" "Aku tiada berdusta. Akan tetapi andaikatapun kutahu, tak mungkin kuberitahukan pada Cianpwee sekalian?" "Huh, aku jadi curiga, Lie Mei Ching sengaja sembunyi, kalian menutup- nutupi. Jangan jangan sama-sama sudah bersekutu dengan Kim Gin Siang Coa Pang?" "Cianpwee harap jangan menuduh sembarangan." "Tuduhanku beralasan. Kau sengaja tidak memberitahu, gurumu juga hilang dengan tiba-tiba. Apa bukan sekongkol namanya" Kini kutahu kebusukan kalian. Kelak bila kutemukan Lie Mei Ching, kubunuh sendiri dia!" "Siapa hendak bunuh siapa ?" mendadak terdengar suara dari luar. Bersamaan dengan itu seseorang memasuki ruangan dengan gagahnya. "Suhu!" berseru Yuk Lau dan Miaw Chun Kian berbareng. "Cu-wi, kedatangan cu-wi sekalian terlambat kuketahui. Harap diimaafkan kalau aku telat menyambut." "Ha, Lie Wei Ming, kalau boleh kutahu, darimana saja kau?" "Kalau Hu Yong Giok Tiap yang terhormat ingin tahu, sepanjang pagi ini aku menikmati hawa sejuk pegunungan, mengaggumi pemandangan alam yang indah, tenang dan damai tanpa segala keributan. Untuk kemudian menyadari bahwa diriku bukan orang muda lagi." Li Wei Ming tersenyum. Tian Sie Su Sing tertawa, kemudian maju kehadapan Sang guru besar. "Kebetulan Li tay-hiap pulang cepat, jadinya kesampaian maksudku untuk mengucapkan selamat ulangtahun kepadamu." "Aha, terimakasih, terimakasih. Rupanya saudaraku Tian Sie Su Sing belum Ching Ching 433 melupakan hari jadiku, sungguh aku merasa tersanjung." Kemudian buat beberapa lamanya Li Wei Ming sibuk menerima ucapan selamat dari kanan kiri. "Ah, kalian sudah berbaik hati mau mengunjungi aku, sambutanku malahan kurang meriah. Bagaimana kalau sekarang kita bersantap dulu sekedarnya" Aku bermaksud menyulang secawan arak untuk sahabat semua. Ah-Kian, Ah-Lau, cepat keluarkan suguhan!" Yuk Lau dan Chun Kian segera saja pergi ke belakang. Tak berapa lama kemudian telah disiapkan makan-minum buat semua orang. Urusan mengenai Ching- ching jadi tertunda buat beberapa lamanya. Akan tetapi setelah perjamuan selesai, kembali Hu Yong Giok Tiap membawa persoalan ke permukaan. Sedari tadi memang dia yang paling tidak sabar menanti jawaban. Yang lainnya meski sama penasaran, tetapi sungkan untuk membuka pembicaraan lebih dahulu. Maka mereka diam diam berterimakasih pada si Kukupu kupu kemala. Sebelum menjawab pertanyaan orang, Li Wei Ming menghela napas. "Mengenai nona Lie, aku juga tidak mendengar banyak. Yang kutahu hanyalah bahwa ia belum mati, melainkan ditawan oleh Kim Gin Siang Coa Pang. Cara bagaimana ia dapat lolos, atau bagaimana keadaannya sekarang aku sendiri tidak tahu." Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tetapi bukankah engkau adalah.....eh, pernah menjadi gurunya?" "But you are ... ehm, were her teacher?" "That's true. Unfortunately, Miss Lie did a "Benar. Sayangnya Lie Kouwnio pernah melakukan kesalahan besar sehingga aku sendiri terpaksa memutuskan hubungan guru-murid. Selanjutnya kami tiada bertukar kabar lagi." "Kami telah menanya hal yang sama pada Yuk-Lau Siaw-hiap, akan tetapi nnampaknya ia enggan membantu. Padahal urusan kami dengan Lie Kouwnio hanya sekedar mohon petunjuk demi untuk membasmi partai jahat. Bagaimana menurut pandangan Li Tayhiap?" "Aku mengerti maksud baik saudara semuanya, akan tetapi urusan keluarga murid sendiri tak dapat aku mencampurinya......" "Akan tetapi muridmu itu sebenarnya adalah cucu adik seperguruanmu. Jadi kau sendiri tak dapat dibilang orang luar dalam hal ini." Li Wei Ming tak dapat berkata kata. Memang benar, Yuk Long, Yuk-Toahu yang terkenal adalah juga adik seperguruannya. "Li Tay-hiap, dalam hal ini bolehkah kami menanyai muridmu sekali lagi?" "Tentu. Akan tetapi aku juga tidak dapat nanti terlalu memaksa." "Asal Tay-hiap mau bantu menanyakan, rasanya sudah cukup." kata seorang. Yang lain setuju. Masing-masing sama berpikir, apabila gurunya sendiri yang menanya, mana mungkin Yuk Lau berani berdusta selagi menjawab" Yuk Lau segera dipanggil datang. Pemuda itu ditanyai sekali lagi. Akan tetpi dengan sikap menyesal sekaligus lega, ia menjawab sama. "Teecu (murid) benar-benar tidak tahu dimana adanya Gie-moy (adik angkat). Tempo hari dia pergi tanpa berpamit lagi." "Baiklah. Kau boleh pergi." kata gurunya. "Tunggu. Kami dengar perhubungan Lie Mei Ching tidak melulu hanya dengan Yuk Siaw-hiap seorang. Kabarnya ia juga cukup akrab dengan murid yang lain." Li Wei Ming memang sudah mendongkol, tambah kesal sedari tadi terus dipaksa. Ia memanggil juga Miaw Chun Kian dan Chia Wu Fei. Keduanya ditanyai hal serupa. Miaw Chun Kian tegas tegas menjawab tidak tahu, sedangkan Wu Fei cuma menggeleng Ching Ching 434 saja. Sekilas matanya melirik Yuk Lau bersamaan pemuda itu juga menatapnya. "Nah, kalian lihat sendiri. Kiranya persoalan ini boleh dicukupkan sampai disini ?" "Sebentar." kata Tian Sie Su Sing. Ia menghampiri Wu Fei. "Wu Siaw-hiap, kapan terakhir kau bertemu Lie Kouwnio?" dia bertanya. Wu Fei gelagapan. "Eh,.....entah, rasanya sudah lama." "Berapa lama" Setahun" Sebulan" Atau baru kemarin?" Chia Wu Fei nampak terkejut, tapi ia tiada berkata-kata. Kepalanya tunduk menekuri lantai. "Hmm, kau tidak menyangkal bahwa baru kemarin menemui Lie Kouwnio?" "Lie Tay-hiap, it seemed that your student has the guts to lie in front of you," menjengek Hu Yong Giok Tiap. Muka Li Wei Ming merah padam. Ia merasa dipermalukan didepan semua orang. "Chia Wu Fei, you dare lie in front of your teacher?" membentak dia. Wu Fei menggeleng. Serta merta lututnya ditekuk. "Teacher, Sute didn't lie!" membela Chun Kian. "He didn't say anything, did he" He didn't say that he didin't know, or that he did" Li Wei Ming menyadari kebenaran kata muridnya tertua. Maka ketika menghardik Wu Fei suaranya tidak terlalu keras lagi. "Kuberi kesempatanmu untuk berterus terang. Andaikata masih juga berbohong aku sendiri yang akan turun tangan menghukum!" "Teacher, I ... I ..." "Tell me, do you know where Miss Lie is?" Wu Fei nodded. "I do. But I also promised not to tell anyone." Hu Yong Giok Tiap mendelik, "Meskipun ini menyangkut kepentingan semua orang, untuk membasmi yang jahat, apa kau masih tidak mau omong?" "Janji seorang jantan, biar mesti mati juga tidak boleh dilanggar!" berseru Wu Fei dengan gagahnya. Diam diam Li Wei Ming merasa bangga akan keteguhan muridnya. Namun ia juga enggan kehilangan muka. Dalam hatinya ia sendiri tidak tahu harus bagaimana. "Bocah, biar bagaimana kau harus bawa aku pada Lie Mei Ching itu. Aku punya dendam sedalam lautan terhadap Kim Gin Siang Coa. Sedapatnya kubalas selekas mungkin. Maka kau bawalah aku padanya!" tahu tahu Hu Yong Giok Tiap sudah berada di hadapan Wu Fei sembari menodongkan pedang terhadap pemuda itu. "Tapi ini......" Li Wei Ming hendak bicara namun keburu dipotong oleh si kupu-kupu kemala. "Li Tay-hiap, ini urusanku dengan muridmu seorang. Baik kau maupun perguruanmu tidak tersangkut paut. Demikian juga kupunya partai tak ikut campur. Tapi andaikan kau turun tangan berarti hubungan baik kita disudahi saja. Aku tak berniat sakiti muridmu, hanya kalau terpaksa......" Li Wei Ming tahu, Hu Yong Giok Tiap juga takkan sembarang membunuh orang. Maka ia tidak lekas turun tangan. Wu Fei sendiri tidak perdulikan orang. Seperti tidak dengar perkataan Hu Yong Giok Tiap ia tunduk saja di depan gurunya. "Eh, tak perlu kita pakai cara kasar. Kalau benar ia baru menemui Lie Kouwnio kemarin hari, berarti nona itu bersembunyi disekitar sini saja, sebab kalau tidak pasti ia bertemu salah satu dari kita diperjalanan bukan?" kata Tian Sie Su Sing. "Benar. Kita begini banyak orang, masa tidak dapat mencarinya disatu gunung begini saja?" sambut yang lain. Ching Ching 435 "Kalau begitu segera saja kita bergerak!" berseru beberapa orang. Sedang keadaan ribut-ribut begitu mendadak tercium bau wangi menyengak disusul satu kabut kuning menyelimuti keseluruh orang. "Uap beracun, tahan napas!" seru Lie Wei Ming. Ia lantas bergerak menotok jalan darah ketiga muridnya supaya tidak keracunan. Ia sendiri telah tutup pernapasan sembari mengebut ngebut mengusir uap beracun yang datang. Peringatan Li Wei Ming tergolong lekas, tapi toh masih ada beberapa orang terguling sementara mereka yang kungfunya tinggi telah menutup pernapasan dan juga berusaha mengusir hawa beracun itu. Uap Kuning yang menghalangi pandang mata itu tidak lama bertahan. Sebentar kemudian semua hilang lenyap dari penglihatan. Pandangan menjadi terang jelas seperti biasa. Hampir serempak semua melihat satu pisau menancapkan surat di belandar rumah. "Yang berniat membikin susah Lie Kouwnio berarti cari mati!" Hu Yong Giok Tiap membaca keras keras. Padahal sebenarnya tak perlu karena semua telah dapat membaca isi surat itu. "Who sent this letter?" "Siapa lagi kalau bukannya si bocah sombong she Lie. Mentang mentang telah dapat keluar dari Kim Gin Siang Koay Ko ia lantas besar kepala. Hah, dasar bocah rendah !" memaki Hu Yong Giok Tiap. "It's not Miss Lie!" Lie Wei Ming said. He looked outside and yelled, "Saudara yang ada diluar sana, sudah datang kenapa tidak menampakkan diri ?" Dari luar terdengar angin menderu. Tahu tahu sesosok manusia dengan baju hitam menutupi kepala sampai kaki sudah berada ditengah tengah ruangan. Bandannya yang tergolong tinggi berdiri gagah, mukanya tertutup kain hitam memberikan kesan seram. Li Wei Ming maju menyoja. "May I know your name and where you are from?" Sosok hitam itu tidak menjawab. Ia mengacungkan pedang ke arah kertas. Matanya menyapu semua orang, seperti juga menegaskan isi surat. "We mean no ill will toward Miss Lie, we just want to inquire something. If you know where she is, I hope you would tell us. I promise, I will not even bother her hair." Sosok hitam itu hanya mendengus tak percaya. Ia membalikkan badan hendak pergi, namun Yuk Lau keburu menghadang. "Tay-hiap," ia menghormat. "Before you go, can you leave your great name. If I see my sister later, I can tell her, so she can thank you." Namun orang itu tak ambil peduli. Tanpa menoleh pada Yuk Lau ia melanjutkan tindakannya. Ini sebenarnya merupakan suatu penghinaan meskipun tidak tergolong berat, namun nyata nyata merendahkan si pemuda she Yuk. Untung Yuk Lau termasuk sabar, lagipula orang ini membela adik angkatnya, maka kedongkolan ditelan saja tanpa memperpanjang masalah. Sebaliknya dengan Hu Yong Giok Tiap yang lekas naik darah. Wanita itu ikut menghadang jalan orang. "Tanpa memberitahu nama atau menunjukkan tempatnya Lie Mei Ching, aku tak ijinkan kau pergi!" katanya. Orang itu tetap tidak gubris. Bukan main marahnya Hu Yong Giok Tiap. Kali ini ia tidak saja mencegat, tapi sekalian ayun senjata. "Berani kau anggap main-main ucapanku?" geramnya gusar. Sosok berbaju malam itu tidak kelihatan berkelit. Ia malah seperti tidak bergerak sama sekali. Yang bikin heran adalah mendadak saja Hu Yong Giok Tiap Ching Ching 436 tersungkur jatuh. Dipipinya tampak segaris luka yang tak berapa lama kemudian terus saja mencucurkan darah. Mendadak terdengar suara berkeplok dari luar. Disertai tawa orang memuji, "Lihai, sungguh lihai. Tak nyana setelah lama tak memegang pedang ternyata toako masih mahir menggunakannya." Pemilik suara muncul dipintu, Semua orang melihat kearahnya. Segera saja roman muka mereka berubah pucat semua. Lantaran geram, benci, dendam, tapi juga ketakutan. "Siaw-tee, what are you doing here?" Chang Lun tertawa. "Carrying out Mother's orders, of course. What do you think" I should be asking you. Didn't you say that you were going to Kokan?" Tahulah semua orang. Sosok hitam itu tak lain adalah Chang Houw adanya. "So it is true. Lie Mei Ching ternyata adalah anteknya Kim Gin Siang Coa Pay. Tak heran ia boleh keluar hidup hidup dari sana!" "Jangan sembarangan omong!" Chia Wu Fei berseru, melompat kehadapan Hu Yong Giok Tiap yang barusan berbicara. "Buktinya ada di depan mata, masih tuduh aku sembarang omong?" bantah Hu Yong Giok Tiap. "Nanti dulu," Chang Houw buka penutup mukanya seraya menyela. "Miss Lie ..." "Memang Lie Kouwnio sudah kami anggap orang sendiri. Malah tak lama lagi ia bakal menjadi enso-ku," potong Chang Lun. "Siaw-te.....!" Chang Lun membentak. Tapi suaranya hilang oleh keributan di luar. Sejumlah murid Pek San Bu Koan yang berlarian masuk ruang pertemuan. "Fire!" seru mereka gugup. "There's a fire!" Lie Wei Ming melompat menghampiri. "Where's the fire?" "Teacher ... everywhere ... everywhere's on fire!" Pada saat bersamaan di dalam ruangan mulai terasa panas. Kiranya bangunan dibelakang ruangan situ juga sudah mulai terbakar. Chang Lun tertawa. "Tak usah repot-repot berusaha memadamkan. Semua bangunan sudah kena api yang dilemparkan anakbuahku. Tinggal gedung ini masih selamat karena kakakku ada disini. Sebentar kami juga akan pergi. Tapi........" Belum lagi beres Chang Lun bicara. Banyak orang segera berlari keluar. Namun segera terdengar jeritan seram, suara senjata beradu dan banyak yang mundur kembali dalam keadaan terluka. "You all should've listened to me. Outside, my men are waiting. Whoever comes out before I leave, will be killed. Whoever comes out after I leave, will be torn by arrows. For your information, our poison-arrow squad is better than the palace's. Also, we don't use ordinary poison." Chang Lun told them like telling a story. Chang Lun memberitahu dengan cara seperti bercerita saja. Tapi sikapnya itu tidak berani dipandang enteng yang lain. Mereka juga tak punya nyali pergi keluar. Memang mereka tak takutt panah. Kena satu-dua saja kalau bukannya tepat dijantung atau leher, tak lantas menyebabkan kematian. Yang lebih ditakuti adalah racun di mata panah. Semua tahu kelihaian racun Kim Gin Siang Coa Pang melebihi jahatnya racun Ban Tok Pang. Mereka lebih takut mati merana sebab racun-racun itu. "We needn't be afraid. As long as he doesn't leave, this place won't be burnt. Why don't we kill them both. That way, they won't come out ever!" mengusul seseorang. Beberapa pendekar lantas setuju. Tak peduli rasa malu dan sikap kesatria, beramai-ramai mereka mengurung Chang Houw dan Chang Lun. Ching Ching 437 "Bagus. Rupanya kepingin lekas mati, ya" Toako, mereka ini cukup aku saja yang hadapi." Sambil tertawa tawa Chang Lun melayani. Para pendekar silih berganti melawan dua pemuda itu. Begitu satu terpukul, yang lain segera ambil posisinya. Akan tetapi Chang Lun tak berniat main lama-lama. Setelah pamer beberapa jurusnya, ia mulai menurunkan tangan jahat. Satu persatu pengepungnya roboh tanpa nyawa. Jeritan dan darah menakuti seisi ruangan. Belum lagi api dan asap yang masuk ke dalam. Li Wei Ming tak sanggup lagi melihat para pendekar dibantai di kediamannya. Ia melompat kehadapan Chang Lun, menangkis kipasnya yang hendak bunuh orang. "Tell me, cara bagaimana supaya kau lepaskan kami semua?" "Kau mau mereka bebas" Suruh mereka tunduk dibawah panji-panji Kim Gin Siang Coa Pang!" "That's not possible!" "Alright, paling tidak kau harus tunduk pada kami." "If I agree, will you let them all go?" "What do you think?" Chang Lun balik menanya. "Teacher!" sisa murid Pek San Bu Koan serentak berseru. "Don't buy into his words!" "Ah, your students agree to die together," Chang Lun mendengus. "I will decide!" kata Li Wei Ming berseru. Entah ditujukan pada murid-muridnya ataukah pada Chang Lun. "Sungguh ksatria. Li Tay-Hiap, apapun keputusanmu, kami tak akan menyalahkan engkau. Sebab kami tahu kau selalu memikirkan kepentingan orang banyak." kata Thian Sing Su Sing. Kata kata yang licik menjebak. Sebab dengan begitu secara halus ia menyuruh Liee Wei Ming menyetujui usulan Chang Lun demi kebebasan yang lain. Tapi Li Wei ming bukan orang yang gampang terhasut orang lain. Semua keputusan adalah pemikirannya sendiri. Ia tahu tindakan mana yang baik. "Baiklah!" katanya. Aku setuju. Harap kau ijinkan semuanya keluar." "Biasanya seorang yang mengaku tunduk padaku akan segera berlutut" Li Wei Ming merasa dadanya panas. Matanya juga pedas. Ia merasa amat terhina. Tapi demi semua kawannya......... Chang Lun tertawa. "Kau seorang kesatria, aku juga laki laki. Baiklah, semua orang boleh keluar dari sini." Pemuda itu bersuit dua kali guna memberi tanda kepada anak buahnya. Bergegas semua menerobos keluar. Tinggal anak-murid Pek San Bu Koan masih termenung ditempat, tidak percaya bahwa kini mereka menjadi murid anteknya partai paling jahat. "Semua yang keluar dari Pek San Bu Koan akan mati!" terdengar suara nyaring membelah angkasa, disusul satu selendang putih membentang, membelit tiang-tiang penyangga ruangan. Satu sosok putih meluncur enteng diatasnya. Dia berhenti tepat dihadapan Chang Lun. "Diluar sana berlapis pasukan pembunuh. Siapa berani menapakkan kaki diluar batas perguruan tak mungkin selamat!" "Lie Mei Ching! Pada akhirnya kau muncul juga!" berseru Hu Yong Giok Tiap dari luar gedung. "Hendak membantu calon suamimu?" Ching-ching sebenarnya sedang bersembunyi. Ia mendirikan pondok di dalam hutan di gunung itu. Kedatangan para pendekar diketahui, tapi sengaja ia tak mau tampakkan diri. Akan tetapi pada tengah malam ia terbangun lantaran terang dan hawa panas diluar. Terlihat kobaran api yang besar, arahnya dari Pek San Bu Koan. Tahulah si nona ada yang tidak beres. Dengan mengerahkan ginkang ia datang secepatnya ke perguruan tersebut. Diperjalanan ia melihat bayaangann anakbuah Ching Ching 438 Kim Gin Siang Coa bersiaga. Maka ia bergerak makin cepat memberitahukan bahaya. Mana tahu begitu datang malah dituding pula. Gadis berbaju putih itu menoleh ke pintu. "Calon suami yang mana?" tanyanya. "Jangan berlagak pilon. Adik iparmu telah mengatakan semuanya!" Ching-ching lantas mengerti. "Liar!" serunya. "Chang Lun, berani kau cemarkan nama baikku" Aku bersumpah merobek mulutmu yang lancang itu!" "Toaso...."Chang Lun menggoda. Belum lagi ia selesai bicara, mulutnya hampir kena tampar selendang orang. Chang Lun segera menangkis, akan tetapi selendang malahan melibat lengannya dan menariknya pula. Sejenak adu tenaga antara Chang Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lun dan Ching-ching. Selendang terentang makin tegang, makin tipis. Mendadak selendang itu putus! Keduanya terpaksa undur. Chang Lun terhuyung tiga langkah, sedangkan Ching-ching hampir jatuh ketanah. Namun lekas gadis itu melemparkan selendangnya ke belandar rumah dan berayun kembali berdiri di atas kain terentang. Belum lagi tegak berdirinya, si nona sudah menyerang sekali lagi. Chang Lun mengeluarkan kipasnya melawan selendang lemas yang menyambar. Ia bersiap menarik jatuh si nona bilamana sabuk kain itu melilit lagi. Mana tahu mendadak selendang lemas itu menegang. Ketika berbentur dengan kipas, mengeluarkan suara seperti dua benda keras bertumbuk. Namun begitu ketangkis, selendang segera menjadi lemas kembali, terulur membelit leher orang, mencekik dengan kuat. Chang Lun hendak menebas dengan kipasnya, tapi selendang yang membelit leher dilepas dengan bertenaga seperti juga memutar gasing. Karena tak siap, Chang Lun terpelanting terputar beberapa langkah. Mulailah pemuda itu merasa marah. "Kau sendiri minta, hari ini juga kubuat kau minta ampun padaku!" Chang Lun melompat sampai hampir menyentuh atap. Kipasnya terkatup, sedia menyerang. Pemuda itu mengembangkan tangan seperti elang, hendak menendang dari atas. Sebelum terkena tendangan, Ching-ching lebih dulu ulurkan selendang membelit kaki orang. Mana tahu Chang Lun mendadak buka kipas. Sejumlah senjata rahasia meluncur. Ia sendiri menukik, mengitar lewat samping, hendak menebas pinggang si nona. "Awas senjata rahasia!" berbareng tiga murid tertua Pek San Bu Koan melompat menangkisi jarum-jarum halus yang ditebar. Akan tetapi seorang lain bertindak lebih dulu dari mereka. Chang Houw memutar pedang, menangkis senjata rahasia, sementara kakinya menendang pinggang Chang Lun. Sebelum adiknya terpental, lebih dulu disambar dan ia sendiri bersuit sembari melompat keluar. "Cuwi, aku berkata yang sesungguhnya Lie Kouwnio tak ada hubungan apa-apa denganku. Semua perkataan adikku dusta belaka. Dan lantaran Li Tay-hiap telah setujui syarat kami, maka kami juga takkan mengalangi kalian keluar dari Pek San Bu Koan. Lie Kouwnio, mengenai kelancangan adikku, kelak kami akan datang meminta maaf padamu!" Suara Chang Houw makin lama makin jauh. Belum lagi habis bicaranya, bayangan orangnya sudah lebih dulu lenyap. Kepergiannya diiringi suara berderap langkah sepasukan yang tak kelihatan dimana. Namun begitu suasana senyap, semua tahu bahwa Chang bersaudara dengan seantero anakbuahnya telah pergi. Namun para pendekar itu belum berani pergi. Di dalam ruangan juga sunyi senyap. Ching-ching berdiri lemas diatas selendang. Ketiga murid tertua Pek San Bu Koan juga tidak bersuara, sementara Li Wei Ming masih berlutut. Keadaan itu berlangsung beberapa lamanya. "Chun Kian!" mendadak Wei Ming memanggil muridnya tertua. Ching Ching 439 Kesemua murid menghampirinya. "Aku hendak bicara dengan toa-komu dulu." maka yang lain lain segera menyingkir. "Teecu disini suhu!" Miaw Chun Kian turut berlutut. "I have something to say to you. While I am speaking, I hope you will not cut in or protest. After I am finished, I want you to take all your brothers and sisters out. Then burn this room, let all of the building burn to the ground. Then ..." "Ada pesan yang mau kusampaikan. Selama aku berkata, harap kau jangan menyela atau membantah. Setelah selesai aku berbicara padamu, bawalah semua adikmu keluar. Bakar juga ruangan ini, biarkan hangus runtuh semua gedung. Selanjutnya..." Li Wei Ming mengeluarkan sebuah kitab dari balik bajunya. "This is a book of a new style I've created. I wish I had time to give you guidance. Study it with your brothers and sisters. The five of you have to aid the destruction of the Snake School. When my wish is done, you will dismiss all your brothers and sisters. The White Mountain School is no more. They can search for a new Teacher. Forget all the Skills you have learn here. Seed for a good teacher and a good school. Are you capable?" "Buku ini mengenai ilmu yang kucipta. Sayang tiada waktu memberi petunjuk. Pelajarilah bersama adik-adikmu. Kelak berlima kalian harus bantu menghancurkan partai ular. Apabila tercapai pesan gurumu ini, bubarkan kesemua adikmu. Pek San bu Koan sudah runtuh. Mereka boleh cari masing masing guru baru. Lupakan semua ajaran Pek San Bu Koan. Carilah masing-masing guru dan partai yang baik. Apakah kau sanggup?" "But why do I have to do this" Is it not ..." "Tapi kenapa teecu harus berbuat begitu. Bukankah....." "A-kian, I have taught you to think. Think so that you can then act without having to ask. Have you not still learned that yet?" Chun Kian terdiam. "Now, ask Miss Lie to see me. Not order, but ask her as one of the Warriors. salah satu pendekar." Pemuda itu menurut. Ia menghampiri Lie Mei Ching. "Lie Lie-hiap, my Teacher wishes that you would kindly see him." "Lie Lie-hiap, suhuku bermohon supaya engkau sudi datang kepadanya." suara Chun Kian bergetar. Ia mulai mengerti maksud suhunya. "Kenapa begitu sungkan?" Ching-ching heran. Tapi demi melihat roman muka Chun Kian ia pun tak banyak tanya lagi. Diulurnya selendang supaya terentang rendah dihadapan Li Wei Ming. Tak sampai menyentuh tanah, ada jarak sekitar satu dim. Ching-ching berlutut diatasnya sembari mengentengkan badang sehingga selendang itu terentang seperti tidak diberati bobot si nona. Li Wei Ming diam diam memuji tingginya ginkang Ching-ching. "Miss Lie, you have chase away mengusir the Chang brothers, I am most grateful." "Don't mention it. Cianpwee harap jangan sungkan They left of their own free will, not because of me." "Bagaimanapun you have a part in it. engkau ambil bagian didalamnya. And now you Dan Kouwnio telah sudi datang padaku, bukankah perlu kuberterimakasih?" "Cianpwee adalah orang yang boanpwee hormati dan kagumi. Selama ini Boanpwee yang tak berani menemui. Sekarang malahan diundang, bukankah suatu kehormatan?" "Aku ini orang yang tak pandai berbasa-basi. Sekarang inipun undanganku adalah untuk minta pertolonganmu." "Cianpwee tinggal menyebutkan, pasti segera boanpwee laksanakan." Ching Ching 440 "I dare not ask you to be my student, but mau tak mau I have to ask you to help my students to destroy the enemy with the ilmu yang kuwariskan. With it, the reputation of Pek-san-bu-koan can be restored, if only a little. If you would not ..." Dengan demikian mengembalikan sedikit kedudukan Pek San Bu Koan. Tapi apabila kouwnio tidak berkenan ..." "It is an honor, sir." Ching-ching membungkuk sampai kepalanya menyentuh pinggiran selendang. "I dare not ask to be your student, but I hope you will grant me one wish. If you approve, I wish to consider your students as my brothers and sisters." Li Wei Ming tahu, Ching-ching senang hati meluluskan permintaannya. Gadis itu juga masih menganggap saudara kepada murid-muridnya berarti juga menganggap dia sebagai guru, tapi tak berani menyebut lantaran takut dianggap lancang. "Ching-ching," panggilnya, "your teacher has one more favor to ask." Ching-ching merasakan hatinya gembira dipanggil murid. Matanya basah karena haru. Disampingnya Miaw Chun Kian malah sudah sibuk mengusap air mata. "Teacher, teecu siap laksanakan semua perintah suhu." "When the time comes, do not let anyone hinder my wish. niatanku." "What do you mean?" "Chun Kian, mulai sekarang, murid Pek San Bu Koan boleh menggunakan ilmu apapun untuk melawan Kim Gian Sian Coa Pang. Selama tidak digunakan untuk berbuat keji." "Yes, I understand." "Now, bring all your brothers and sisters out. Don't forget to light the fire." "Teecu permisi." Miaw Chun Kian mengajak Ching-ching pergi. Gadis itu mengikut dengan heran. Pun ketika semua tiba diluar, setelah membawa sekalian jasad para pendekar yang terbunuh, gadis itu masih belum mengerti. "Toako, ini....." "Kita keluar!" Lantaran masih teralang sumpahnya, Ching-ching keluar dengan melompat, menjejak sekali ke wuwungan atap dan kemudian duduk di dahan pohon diluar. Miaw Chun Kian menutup pintu. Adik adiknya yang lain bertanya tanya. "Toako, what about Teacher?" "Is he not coming out with us" Chun Kian tidak menjawab. Ia mengumpulkan ranting, menumpuknya di depan pintu. "Toako, what are you doing?" Miaw Chun kian Mengambil suluh, menyundut ranting-ranting kering. "Toako, kau mau membakar suhu" Have you gone crazy?" Ching-ching juga tidak mengerti. Dengan mengulur selendangnya ia hendak merebut obor di tangan Chun Kian. Pemuda itu berkelit. "When the time comes ..." pemuda itu berteriak dengan gemetar. Teriakan yang ditujukan pada si nona. Ching-ching understood. She had promised to help her teacher kill himself. Hatinya tergetar. But a promise is a promise. Maka si nona menarik mundur selendangnya dan malah digunakan menyusut air mata. "Toako, what is this?" Yuk Lau dan Wu Fei juga mengalangi. Tahu tahu selandang putih menyambar lagi, mengenai jalan darah kedua pemuda itu. "Siapapun tidak boleh mengalangi!" seru si nona. "Apa kau sudah dipengaruhi gadis iblis itu?" Hu Yong Giok Tiap bertanya. Ching Ching 441 "This is my teacher's wish. Teacher would rather die than ruled by evil." Chun Kian melanjutkan pekerjaannya. Rupanya Chang Lun juga telah menebar bubuk api di sekitar tempat itu, maka api pun segera berkobar melahap gedung dengan suara berkeretak. Chun Kian tidak banyak buang waktu. "Suhu berpesan supaya kami meninggalkan tempat ini. Sebelum itu sebaiknya mengantar tamu. Silakan!" Ia mengusir secara halus. "Tunggu, tujuan kami kemari adalah mencari nona Lie!" seru seseorang. Yang lain seperti diingatkan, lantas berhenti bertindak, menoleh pada Chingching. "Sebelum berkabung seratus hari,tak nanti kuberikan apa yang kalian mau." seru Ching-ching. "Kalau ada seorang saja yang datang menemuiku sebelum waktunya, maka aku akan bungkam selamanya!" "Kalau kita tak usah memaksa lagi." kata Thian Sing Su Sing."Tapi seratus hari lagi boleh kita kembali guna menyembahyangi Lie Tay Hiap." pendekar itu mendului pergi. Yang lain juga tak mau lama-lama disitu dan segera perrgi. Tinggal anak murid Pek San Bu Koan masih memandang api yang berkobar buat beberapa lama. Satu persatu mulai berlutut didepan gedung yang terbakar. Terakhir adalah Miaw Chun Kian. Ching-ching membentang selendang diantara dua batang pohon dan turut berlutut. Penghormatan terakhir pada guru mereka. Tiga hari lamanya murid-murid Pek San Bu Koan masih tinggal di gunung putih. Setelah itu Miaw Chun Kian mengumpulkan mereka semua menyampaikan amanat gurunya. "Before he died, Teacher asked me to mengumpulkan lima muridnya untuk mempelajari ilmu yang diciptakan untuk menghadapi Kim Gin Siang Coa Pang. Ching-ching sekarang ada disini bersama kita, tapi In Sioe Ing entah berada dimana." Adik adik seperguruannya segera mengerti. "Suhu tentu ingin supaya kita bangun kembali kejayaan Pek San Bu Koan. Ilmu yang beliau ciptakan bisa membantu." "Kalau begitu Suheng dan Ching-ching tidak usah pusing. Biar kami saja yang mencari Su-ci. Kelak kalau Pek San Bu Koan sudah tegak kembali bolehlah kami belajar dari suheng sekalian." "Ternyata adik-adikku begini bijaksana. Kalau suhu tahu, tentu beliau merasa bangga." Begitu nama suhunya disebut, kesedihan kembali masuk ke hati masing masing. Chun Kian tidak membiarkan lama-lama. "Baiklah. Kalau begitu sekarang saja kita pencaran. Nanti kira-kira sebulan lagi kita kembali berkumpul. Tapi apabila ada yang menemui Su-moy sebelum itu boleh memberitahukan pada kami. Kami akan menanti dibalik gunung. Semua mengannguk mengerti. Tanpa buang tempo lantas berpencar. Chun Kian dan yang lain pergi ke balik gunung diantar Yuk toahu yang selama ini ikut bersembunyi dengan Ching-ching. "Su-siok, kami akan tidur di gedung uji saja. Sehari hari akan berlatih dipelataran, sampai disini saja susiok mengantar." "Aku akan diam di pondoknya Ching-ching saja dekat dari sini." "Tapi..." "Nanti tiap hari akan kutinggalkan makanan, jadi kalian bisa sepenuhnya berlatih." "Begitu juga baik." kata Ching-ching. "Nanti sekali-kali aku membantu Kong-Ching Ching 442 kong." "Tak usah. Kau berlatih saja. Jangan kecewakan gurumu. Nah, aku tinggalkan sampai disini saja. Jaga diri kalian." "Kong-kong juga." mereka saling berpamit. Miaw Chun Kian, Yuk Lau, Chia Wu Fei dan Ching-ching memasuki gedung ujian. "Senjatanya Ching-ching ada di ruang senjata. Kita ambil bersama." Mereka melewati lorong-lorong batu. Ching-ching jadi ingat pengalamannya dulu. Tapi ia merasa heran. Selama mereka lewat, tak terdapat satupun jebakan.Mereka tiba di ruang senjata. Chun Kian segera menuju satu pojokan, mengambil satu kotak segi empat. "Ching-ching, kau ambillah pedangmu." "Pedangku" " sambut Ching-ching keheranan melihat wujud pedang itu yang ternyata sama persis dengan miliknya dulu. Sebuah pedang lemas yang bisa dibawa melingkar pinggang."Bukankah pedangku sudah dilipat patah?" "Pedang yang dipatahkan suhu dulu sebenarnya adalah pasangan pedang yang ini. Kabarnya dulu pedang ini dipakai dua kakak beradik atau apa. Yang jelas setelah kau pergi, Sian-suhu(mendiang guru) menyimpan potongan pedang itu dan menyimpan keduanya diruangan ini. Mengapit pedang milik Sian-Ji-suci" kata Wu Fei. Setelah mengambil senjata, Chun Kian mengeluarkan kitab pemberian gurunya dan bersama dengan adik-adiknya meneliti keseluruhan buku tersebut. Ternyata kitab itu terdiri dari lima bagian yang terpisah. Isinya banyak berupa gambar yang ditambahi keterangan. "Buku ini bisa dibagi-bagi sesuai jurus dasar dari ilmu pedang teratai yang sudah kita kuasai. Begini saja. Kita masing masing mempelajari satu, memilih satu ruangan untuk berlatih sendiri-sendiri, dan setiap tiga hari kita bertemu untuk berlatih bersama, bagaimana" " "Sendiri sendiri. Bagaimana kalau ada bagian yang tidak dimengerti?" tanya Wu Fei. "Kalau begitu boleh tanya yang lain, asal jangann terlalu sering." "Aku akan pakai ruangan dibelakang situ, yang tadi kita lewati." kata Chun Kian. "Aku sebelahnya." "Aku belakangnya" "Aduh, aku dipaling ujung!" keluh Wu Fei. "Mulai sekarang, jangan pikirkan hal lain selain berlatih. Mengerti?" Yang lain mengangguk. Siang itu juga mereka mempelajari bagian masing- masing. Entah sudah berapa lamanya mereka berlatih. Suatu kali ketika mereka berlatih, Yuk Toahu datang membawa berita. "Mereka sudah menemukan Sioe Ing. Ia ada di The Po Tiong (kelenteng pusaka bumi)" "Mau apa dia disitu?" "Katanya dia mau jadi Nikouw(biarawati)" "Lantas?" "Dia bilang dia takkan kembali." "Ai, dia sudah pilih jalan hidupnya. Apalagi yang bisa kita lakukan?" "Aku akan menyusulnya!" "Jangan. Sebagai Nikouw ia tak boleh membunuh, harus meninggalkan masa lalu. Jangan ganggu lagi." Cegah Chun Kian. "Tapi kalau begitu ilmu yang kita pelajari akan banyak sekali kelemahannya." "Kalau begitu, biar aku yang pelajari dua bagian." kata Chun Kian. "Su-heng, bagian Su-ci harus menggunakan tenaga Im. Biar aku yang melaksanakan." Ching Ching Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo 443 kata Ching-ching. "Sudahlah. Nanti kalau berlatih bersama, kita saling menambal kekurangan masingmasing. Begitu saja. Tak perlu satu orang menanggung semua." "Berarti kita harus berlatih duakali lebih giat." "Apa boleh buat." "Jangan pikir duakali beratnya. Pikirkan betapa senang kalau dapat mencincang habis partai siluman ular itu." Ching-ching memberi semangat. "Kau benar!" Wu Fei tersenyum dan semenjak itu ia tak banyak mengeluh lagi. -oOo- Tak terasa tiga bulan telah lewat. Tiba saatnya sembahyang 100 hari kepergian guru mereka. Sisa murid Pek San Bu Koan berlutut sembari memegang hio didepan bekas reruntuhan perguruan mereka yang hangus, mendoakan arwah guru mereka. Tapi belum lama kemudian mulai berdatangan wakil dari partai-partai lain. Masing-masing membawa hio dan menancapkannya ditanah, didekat papan nama Pek San Bu Koan yang tidak jelas lagi tulisannya. Kemudian mereka menunggu sampai upacara selesai. Tanpa berkata semua sudah tahu tujuan kedatangan tiap orang. Semua menunggu Ching-ching. Tapi gadis itu sendiri tengah sujud begitu khusyuk, berlutut menunduk diatas selendang putih yang terbentang satu dim diatas tanah. Tiada yang berani mengganggu si nona, kuatir ia melaksanakan sumpahnya tidak akan membuka rahasia markas Kim Gin Siang Coa Pang. Maka meski dengan penasaran, semua menunggu, memaksa diri untuk bersabar. Susul menyusul tiap orang datang. Ada yang mewakili kelompoknya, ada yang datang atas nama sendiri. Dari mereka diantaranya datang juga Wang Li Hai. Pemuda itu merasakan sikap bermusuhan dari para murid Pek San Bu Koan. Tapi ia tak perduli, sama tidak perduli pada para pendekar yang lain. Maka dari itu ia sengaja memisahkan diri. Kedatangannya cuma untuk menemui Ching-ching, lain tidak. Mentari sudah tinggi diatas kepala. Hampir semua orang sudah ada di situ. Tapi kemudian datang menyusul seorang wanita muda mengenakan pakaian berwarna kelabu. Rambutnya digelung sederhana dipuncak kepala tanpa hiasan. Kedatangannya tidak menarik perhatian. Baru ketika setelah menancapkan hio, ia ikut berlutut diantara anak-murid Pek San Bu Koan, barulah semua menengok kepadanya. Memang ia tak lain In Sioe Ing adanya. Bukan main kegirangan semua murid perguruan. Mereka ingin menyapaa, ingin bertanya. Namun kesemua sama tak mau merusak suasana hening yang khusyuk, maka merekapun bungkam. Setelah kedatangan In Sioe Ing menyusul pula datang serombongan orang. Dari pakaian seragam berwarna hijau, kiranya adalah orang Cheng Kok Pai. Diantara mereka terdapat pula Thio Lan Fung dengan ayahnya. Diam diam semua saling pandang. Semua sudah dengar kabar burung mengenai bentrokan antara In Sioe Ing dengan nona she Thio itu. Dengan tegang masingmasing menunggu reaksi nona she In terhadap seterunya. Akan tetapi betapa mereka kecewa melihat In Sioe Ing hanya tunduk saja membaca doa dengan roman tidak berobah. Menjelang sore, Miaw Chun Kian mendului berdiri meninggalkan reruntuhan Pek San Bu Koan. Semua murid berdiri dan para tamupun hendak pergi juga. Tapi tidak demikian halnya dengan Ching-ching. Ia masih tak bergeming diatas selendangnya dengan sikap yang sama sedari pagi. Agaknya Ching-ching belum berniat untuk menyelesaikan sembahyang. Tetamu yang sesungguhnya lebih berkepentingan dengan si nona mulai kehilangan kesabaran. Terutama sekali Yao Soat Bwe yang bergelar Hu Yong Giok Tiap itu. "Bocah itu kiranya sengaja mempermainkan kita." cetusnya kesal. "Tak cukup kita Ching Ching 444 menunggu dari pagi apa mesti juga menunggu semalaman. Dikiranya kita tidak capek ?" "Biarlah kita menunggu barang sebentar lagi. Kulihat Lie Siaw Lihiap juga sudah lelah menahan berat tubuhnya mengentengkan badan. Lihat, bukankah selendang tak lagi terentang tegang, tapi agak turun mendekati tanah?" Thian Sie Su Sing menyabarkan. Memang demikian halnya. Ilmu mengentengkan badan milik Ching-ching boleh dibilang sudah mendakati tingkat kesempurnaan. Akan tetapi setiap kepandaian ada batasnya. Begitupun si Nona. Setelah seharian mengentengkan badan, bagaimana mungkin ia tidak habis tenaga" Mengetahui keadaannya diketahui orang lain, Ching-ching pun merasa tiada gunanya berlama-lama lagi. Ia lantas mengebaskan selendang melilit satu dahan. Badannya berayun diudara sebelum ia melompat, hilang dari pandangan. "Dia kabur!" kemarahan Hu Yong Giok Tiap kini sudah sampai ke ubun-ubun. "Hayo kita kejar!" katanya sembari menghunus pedang. Tanpa berpikir panjang yang lain ikut-ikutan mengeluarkan senjata masingmasing, terus mengejar si nona she Lie layaknya mengejar penjahat buron. Wang Li Hai melihat gelagat tidak baik, segera hatinya menjadi gelisah. Lekas ia melesat maju paling dulu. Dalam pikirnya ia akan mengejar Ching-ching guna melindungi bila terjadi sesuatu. Namun mereka tak usah mengejar terlalu jauh. Ching-ching tengah berdiri jarak lima tombak di depan. Kiranya ia hanya pergi keluar dari tanah Pek San Bu Koan agar dapat berpijak dengan leluasa. "Kenapa kalian semua menguhus senjata" Apa mau membunuhku secara beramai-ramai?" si nona menjengek. Baru saat itu kesemuanya sadar, mereka menghunus senjata tanpa guna. Dengan malu-malu mereka turunkan pedang-tombak. Malah ada yang langsung menyarungkan kembali senjatanya. "Lie Kouwnio, tempo hari kau berjanji handak memberitahukan kepada kami letaknya sarang sepasang siluman ular begitu selesai sembahyang seratu hari kematian gurumu. Nah, sekarang kami datang menagih janji!" seru Hu Yong Giok Tiap yang paling gusar, menutupi rasa malu lantaran paling duluan megambil tindakan bodoh. "Ai, kupikir kalian memang tahu terimakasih lantas datang menyembahyangi Suhu, tak tahunya ada maksud tertentu." Ching-ching mencibir. "Kouwnio, tujuan kedatangan kami yang utama memanglah hendak sembahyangi arwahnya Li Tay-hiap. Akan tetapi tempo hari kebetulan kau berjanji pula. Apabila kami menagih janji hari ini, maksudnya bukan lain daripada menyingkat waktu saja." "Aku tidak pernah mengumbar janji dihadapan kalian!" "Tempo hari kau bilang akan....." "Aku ingat betul. Tempo hari kataku, 'sebelum seratus hari, tak nanti kuberikan apa yang kalian mau. Kalau ada seorang saja yang datang menemuiku sebelum waktunya, maka aku akan bungkam selamanya.' Tapi aku tak pernah berjanji akan mengatakan hari itu juga. Terserah kepadaku akan mengatakannya duaratus hari kemudian atau malah seribu hari kemudian." "Kau......" Thian Sie Su Sing tak bisa berkata-kata lagi, menyadari apa yang dibilang si Nona tiada salahnya sama sekali. "Memang sejak semula kusudah menduga!" Seru Hu Yong Giok Tiap. Pedangnya kembali diacungkan kemuka. "Kiranya benar kau adalah anteknya Kim Gin Siang Coa Pang. Barangkali betul kata bocah she Chang bahwa kau sudah terhitung iparnya!" Ching Ching 445 "Hu Yong Giok Tiap, kali ini kau benar-benar kelewat batas!" Ching-ching menjadi gusar. Sindiran akan hubungannya dengan Chang Houw memang selalu membuatnya marah. "Bukankah kata-kataku itu benar" Kau memang punya hubungan gelap dengan orang she Chang!" "Tidak!" Seseorang berseru. "Itu bohong! Tidak mungkin!" "Wang Kongcu!" Wang Li Hai berdiri didepan Ching-ching, seolah hendaak melindungi si nona. "Dia tunanganku. Kami belum putus hubungan, mana bisa ia dengan orang lain?" "Hmmh," Hu Yong Giok Tiap mendengus. "Setahuku Wang Kong-cu malahan sudah menjalin hubungan dengan Thio Lan Fung lebih dulu. Mana bisa sekarang mengaku tunangannya lain orang?" Merah padam muka Wang Li Hai. Di belakang sana Thio Lan Fung juga menggigit bibirnya lantaran malu dan marah. Sedangkan ayah si nona she Thio menggeram gusar. Ching-ching melihat, sekarang bukan dia saja dipermalukan, Wang Li Hai juga terseret. Dalam hati gadis itu puas, akhirnya ada juga yang mengungkapkan isi hatinya terhadap pemuda she Wang itu. Akan tetapi demi melihat Wang Li Hai tidak beranjak, pun hatinya masih merasa sayang, mana dia tega berdiam diri" "Ai, Hu Yong Giok Tiap, rupanya lantaran kau sendiri tiada berhubungan dengan laki-laki, makanya kau malah sibuk dengan perhubungan orang lain?" Kini giliran Hu Yong Giok Tiap panas telinganya. "Aku seorang nikouw, mana berhubungan dengan orang laki?" "Aku tidak mau bawa-bawa orang lain. Tapi kabar mengenaimu delapan tahun lalu bukannya aku tidak tahu." Thian Sie Su Sing ikut merah mukanya. Memang delapan tahun lalu Hu Yong Giok Tiap hampir saja membubuarkan perkumpulannya lantaran akan menikah dengan Thian Sie Su Sing. Mana tahu suatu ketika datang pula seorang dari Ko Le Kok(korea sekarang), mengabarkan kematian istri si jenggot panjang. Sebenarnya Soat Bwee yang umurnya hampir empat puluh tiada alangan lagi, hanya saja ia pernah bersumpah takkan menikah dengan orang yang pernah punya istri maka hubungannya dengan Tian Sie Su Sing dijadikan hubungan persahabatan saja. Mengenai hal ini juga hanya segelintir orang saja yang tahu. Entah darimana si Bocah sehe Lie mengetahui yang jelas Hu Yong Giok Tiap semakin kesal, belum lagi ia kuatir kabar tersebut menyebar, maka ingin ia lekas membungkam mulut si nona. "Bocah she Lie, jaga mulutmu. Rupanya hari ini terpaksa kumemberi pelajaran padamu!" "Ai, kebetulan sudah lama aku ingin mengajar mulut lancang, kalau begitu hari ini ada yang dapat pelajaran baik." si nona menyambuti sembari menyindir pula. Tanpa buang waktu Hu Yong Giok Tiap segera maju memapaki si nona. "Nanti du...." Wang Li Hai yang hendak mengalangi terpaksa bungkam oleh tepukan seseorang dipundaknya. "Wang kongcu, urusan orang berdua tak baik ikut campur." kata Tian Sie Su Sing sembari menariknya kepinggir. Wang Li Hai tak dapat berbuat apa-apa. Ketika pundaknya ditepuk, buat sejenak jalan darahnya terhenti, tapi kemudian ia digiring ke pinggir dan ototnya boleh leluasa lagi, akan tetapi Tian Sie Su Sing memegangi tangannya dengan erat sehingga ia juga sulit bertindak. Para pendekar itu tiada yang melerai pertempuran. Diam diam mereka malah bersyukur sempat menyaksikan pertempuran dua ahli pedang. Memang saat itu ChingChing Ching 446 ching telah melolos sabuk pedangnya guna menghadapi Hu Yong Giok Tiap. Kali ini ia menggunakan semua ilmu ajaran Li Wei Ming yang digabung dengan kemampuannya sendiri buat melawan. Tengah seru-serunya pertarungan kedua wanita itu, mendadak satu pusaran angin menderu dan mendarat tepat ditengah keduanya, menghalangi jalannya pertempuran. Yang menonton berseru kaget. Betapa tidak, yang datang itu ialah Chang Houw adanya! Begitu melihat siapa yang datang, justeru semakin bertambah kegusaran dua wanita yang tengah berlaga. "Mau apa kau ikut campur?" demikian Ching-ching berseru. Pada saat bersamaan Hu Yong Giok Tiap turut berteriak pula, "Kebetulan kau datang, sekalian ku dapat membunuh anak siluman!" Serempak, tanpa sepakat, tanpa komando, bersamaan baik Ching-ching dan Yao Soat Bwee sama menyerang si pemuda she Chang. Tanpa membantah, tanpa berkomentar, Chang Lun meladeni saja kedua harimau betina yang ngamuk bersamaan. Kedua pendekar wanita itu melupakan permusuhan masing-masing. Kini keduanya menghadapi Chang Houw dengan sungguh sungguh. Jurus yang tadi dipakai saling berlawanan, kini malah dikombinasikan dengan serasi. Satu menyerang, yang lain melindungi. Demikianlah sifatnya jiwa pendekar. Begitu menghadapi musuh bersama, pertentangan sendiri boleh dilupakan sementara. Namun Chang Houw juga seperti yang tak hendak berlama-lama. Kalau mau, ia dapat memukul mundur kedua penyerangnya sekali gebrak. Waktu yang diberikan juga hanya agar keduanya tidak kehilangan muka. Pada saat yang tepat, ketika Ching- ching dan Yao Soat Bwee sama-sama mengubah jurus, sebenarnya adalah peluang buat memukul sekalijadi. Tapi Chang Houw malah mundur sampai dua tombak dan lekas menjura. "Maafkan kedatanganku mengganggu, akan tetapi kedatanganku adalah untuk menyelesaikan urusan dengan Lie Kouwnio. Hari ini sebenarnya aku khusus datang untuk meminta maaf atas kelancangan mulut adikku tempo hari." Selagi orang bicara tanpa siaga, tentunya tidak boleh diserang begitu saja. Jadinya baik Ching-ching maupun Yao Soat Bwee hanya berdiam diri dengan sikap kuda-kuda untuk menyerang. "Urusan itu tak dapat dihapuskan begitu saja!" seru Ching-ching. "Lagipula apa hakmu mewakili adikmu?" Chang Lun tidak menyahut. Ia berbalik menghadapi orang banyak yang sudah bersiaga lagi dengan senjatanya. "Apabila kalian ingin mencari markas Kim Gin Siang Coa, silahkan datang ke Tok Ti (telaga beracun). Sebab didaerah itulah kediaman kami." Mendengar perkataan si pemuda, kontan semua orang terbengong bengong. "Jangan percayai ular kecil ini. Bocah, lihat senjata!" dari belakang Chang Houw, Yao Swat Bwee menyerang pula. Meskipun tindakannya dari belakang, akan tetapi ia sudah memberi peringatan dan dapat dibilang menyerang terang-terangan dan tidak terhitung tindakan memaluukan kalangan pendekar. Meskipun tidak siap, ternyata Chang Houw dapat bertindak lekas menangkis, meski tak urung dadanya tergores senjata, tapi tak sampai tembus. Sembari menangkis, tangannya bergerak hendak memukul. Seperti terarah pada Hu Yong Giok Tiap, akan tetapi matanya mengarah si nona she Lie. Dalam keadaan bahaya buat Yao Soat Bwee, tiada mungkin Ching-ching berdiam diri. Sinona maju dengan lekas, menangkis pukulan Chang Houw dengan pedangnya. Pedang Ching Ching 447 itu membuat pukulan melenceng, bersamaan lengan baju si pemuda she Chang semburat merah. Tak sampai sepuluh hitungan ia sudah kena dilukai dua kali! Mendadak si pemuda melancarkan serangan kilat ke dua arah. Ching-ching dan Hu Yong Giok Tiap sama menarik senjata melindungi diri. Mana tahu serangan tresebut hanya tipuan, ketikanya digunakan Chang Houw mengundurkan diri. "Urusanku telah selesai. Semoga apa yang kuberitahukan boleh menebus kesalahan. Selamat tinggal." Dalam sekejapan saja orangnya sudah tak kelihatan. Kejadian yang sebentar itu telah memukau orang banyak. Bahkan kedua wanita yang bertempur itu masih juga terpaku ditempatnya. Sampai kemudian tian Sie Su Sing maju menjura. "Keperkasaan dua pendekar wanita patut dipuji. Siapapun tahu pemuda she Chang itu berilmu tinggi, tapi kiranya masih dapat dilukai pedangmu." Pujian Tian Sie Su Sing disambut sanjungan dariyang lain. Dengan bergaya Hu Yong Giok Tiap Yao Soat Bwee menghapus titik darah dipedangnya menggunakan saputangan sutera. "Hari ini hanya beberapa tetes saja, kali lain akan kumandikan pedangku dengan darah bocah siluman itu!" Cring! Ching-ching menyarungkan pedangnya dengan berbunyi. Pujian kesemua orang itu sama sekali tidak membuatnya bangga. Ia tahu, Chang Houw sengaja mengalah. Dan ia tidak suka mendapat kemenangan hasil diberi. Yao Soat Bwee mendekati si nona. "Lie Kouwnio, aku telah salah menuduhmu bersekongkol dengan musuh. Harap engkau mau memaafkan." "Ah, seandainya aku ditempatmu, aku juga akan berbuat sama." kata Ching- ching singkat. Kemudian pandangannya menyapu semua orang. "Kalian sudah tahu tempatnya Kim Gin Siang Coa Pang sekarang. Lantas apa yang akan kalian lakukan?" "Aku akan segera pulang, melatih tiap orang kemudian menyerbu kesana." "Aku juga demikian." "Demikian juga denganku." Masing-masing menjawab tak mau kalah. "Kapan?" tanya Ching-ching."Berapa lama untuk siap?" Semua terdiam. Ya, berapa lama untuk siap menghadapi Kim Gin Siang Coa sendirian" "Sekarang aku mengerti." seru Hu Yong Giok Tiap. Ia menepuk pundak Ching- ching. Setelah bertempur besama-sama tadi pandangannya terhadap si nona she Lie berubah sama sekali. "Aku mengerti mengapa Lie Siaw Lihiap menunda dulu seratus hari cuma untuk memberitahukan tempatnya Kim-gin siang coa. Rupanya ia berniat mengumpulkan kita, untuk kemudian bersama-sama menentukan waktu untuk menyerbu berbarengan. Dengan demikian kita menjadi lebih kuat. Betul bukan?" "Li-Hiap memang pandai benar meraba maksud orang." Ching-ching menanjung. Sekedar untuk basa-basi. Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ah, aku yang bodoh. Sekian lama baru mengerti. Malah perlu sampai berkelahi segala." "Justeru diriku yang tidak becus. Kalau saja mengemukakan maksud secara berterang, kiranya takkan terjadi salah paham." balas Ching-ching merendah. "Diriku memang tidak pandai mengemukakan maksud. Harap Cianpwee suka menerangkannya pada yang lain." Hu Yong Giok Tiap menjadi semakin suka pada si nona. Apalagi setelah disanjung sedemikian rupa. Ia mengajak yang lain berembuk mencari waktu yang tepat ia mendekat lagi pada Ching-ching. Ching Ching 448 Perembukan itu tentu saja tak dapat dilakukan di tempat terbuka, kuatir ada yang mengintip atau mencuri dengar. Karenanya Ching-ching mengajak kesemua ke gedung ujian, dimana dibagian luarnya terdapat ruangan cukup untuk mengumpulkan tiap wakil perkumpulan. Saat membicarakan itu Pek San Bu Koan diwakili Miaw Chun kian. Ching-ching sendiri memilih menunggu diluar. "Ching-ching!" satu suara memanggil dengan gemetar. Ching-ching menoleh. Tertampaklah Wang Li Hai memandangnya penuh arti. Ada rindu, ada senang, haru, entah apa lagi. Hati Ching-ching juga bergetar. Kini dihadapannya berdiri orang yang pernah amat ia rindukan. "Wang tay-hiap, apa kabar?" kata Ching-ching menahan perasaan. "Ching-ching. Apa-apaan?" Wang Li Hai maju mendekati. Ching-ching undur setindak. "Ai, aku lupa memberikan selamat. Kionghi!" "Untuk apa?" Li Hai kebingungan. "Bukannya kau sudah jadi suami orang sekarang?" Merah mukanya Wang Li Hai. "Aku.... aku memang bertunangan dengannya. Tapi itu lantaran tempohari kau dikabarkan telah....telah....." "Mati!" kata Ching-ching dingin. "Tapi aku ....aku belum menikah. Sumpah. Jadi ikatan itu masih.....Tapi kalau kau marag padaku, aku juga tak bisa menyalahkanmu." "Kenapa pula aku mesti marah padamu?" "Karena....karena perhubunganku dengan Lan Fung." "Aku tiada berurusan dengan hal itu." "Tapi....tapi kita adalah......." Ching-ching menunggu ucapan Li Hai selanjutnya. Tapi kalimat itu tak kunjung selesai. Gadis itu menghela napas dan kembali diam. "Waktu itu kusangka kau sudah meninggal. Maka aku... aku berani bertunanggan dangan....." "Ooooo," Ching-ching mencibir sinis." Jadi kalau aku belum mati kau takkan berani berhubungan dengan Lan Fung, begitu" Apa kau pikir aku akan membunuhmu atau membunuhnya kalau masih hidup" Kau anggap aku apa" Ibumukah, sampai kau tunggu aku mati baru berani melamar orang ?" "Ching-ching, maksudku bukannya... Kalau kau inginkan, selamanya aku takkan berhubungan dengan Lan Fung atau siapapun asalkan kau tidak benci lagi padaku." Plak! mendadak Li Hai merasakan pipinya pedas. Si Ching-ching menatapnya dengan pandangan menyala. "Wang Li Hai, kau ini terhitung laki-laki macam apa" Kalau kau bertunangan dengan Lan Fung atau siapapun adalah keputusanmu sendiri, kau mau putuskan hubungan juga bagaimana keinginanmu saja. Siapapun tak boleh memaksamu. Itu baru tindakan lali-laki sejati!" dengan gusar Ching-ching meninggalkan pemuda itu. Wang Li Hai diam menunduk. Dalam hatinya memikirkan kata-kata Ching-ching. Apakah sebenarnya yang dia inginkan" Benarkah perhubungannya dengan Thio Lan Fung adalah keinginannya sendiri" Lalu perhubungannya dnegan Ching-ching" Si Nona setelah meninggalkan Li Hai malahan mendekati Chia Wu Fei, abang seperguruannya. Tanpa berkata apa-apa Ching-ching duduk saja disebelahnya. "Tampangmu jelek sekali kalau sedang cemberut begitu." Ching-ching diam saja, malahan menyembunyikan muka diantara kedua lututnya. "Aku lihat kelakuanmu pada Li Hai. Sungguh tidak pantas." Ching-ching meradang lagi. "Bukan urusanmu!" Ching Ching 449 "Kalau saja kau melihat betapa ia merana setelah kematianmu. Bahkan sampai hari ini juga ia masih memikirkanmu." "Sok tahu!" "Kamu yang sok tahu. Kamu tidak lihat betapa dia gembira mendengar kepulanganmu" Semenjak tiga bulan yang lalu itupun ia sudah menunggu di kaki gunung, menunggu bertemu denganmu." "Darimana kau tahu?" "Su-siokku, kong-kongmu itu yang memberitahukan." "Tapi kalau dia memang sudah menunggu lama, kenapa tiidak lekas menemui aku?" "Ada hubungannya dengan Suci. Setelah peristiwa itu boleh dibilang hubungan murid Pek San Bu Koan dengannya menjadi renggang. Tentu saja ia sungkan naik ke gunung mencarimu." "Dia sudah tunangan dengan Lan Fung, memang sepantasnya sungkan mencari gadis lain." "Sekarang aku tega menyebutmu gadis tolol!" Wu Fei menuding hidung Ching- ching. "Apa tidak kau perhatikan dengan siapa Thio Lan Fung datang kemari?" "Dengan ayahnya. Apa yang patut diherankan?" "Dan dia tidak menyapa Li Hai sama sekali" Apa itu kelakuan orang yang sudah bertunangan?" Ching-ching baru menyadari hal itu. "Aku....aku tidak memperhatikan." "Itu lantaran kau sibuk dengaan marahmu. Sibuk menuding Li Hai tidak setia. Sekarang kau sudah tampar dia melampiaskan kekesalanmu. Apa kau sudah puas?" Wu Fei menjengek. "Tapi ada apa antara Lan Fung dan dia?" "Begitu mendengar kau belum mati, saat itu juga dia putuskan pertunangan dengan Lan Fung." Ching-ching terperanjat. Buat sejenak ia hanya mendelong saja mengawasi Wu Fei. Pemuda itu tertawa. "Mukamu lucu kalau sedang begitu, ha,ha,ha!" "Su-heng, darimana kau tahu segalanya itu?" "Aku punya kuping, punya mata, punya kaki, dan kau masih tanya bagaimana kutahu?" "Tapi.....oh, rupanya Wang Li Hai itu yang menceritakan padamu, ya?" Wu Fei tertawa saja sambil gelengkan kepala. "Ching-ching, Toa Su-heng memanggilmu kedalam!" Dari jauh terdengar seruan Yuk Lau. Si Nona sempatkan diri menjitak kepala abang seperguruannya sebelum pergi. Wu Fei masih tertawa saja. Tapi begitu si nona jauh, tawanya lenyap. "Siaw Su Moy, sebabnya aku tahu segala sesuatu adalah karena aku merasakan apa yang dia rasakan padamu!" ia bergumam. Begitu masuk ruangan dimana para pendekar berkumpul, Ching-ching segera dapat merasakan semangat berkobar dari tiap orang. Gadis itu sampai merinding sendiri sewaktu berjalan mendekati kakak seperguruannya. "Toa-Suheng, ada urusan apa memanggil?" "Sumoy, dari antara semua yang ada disini hanya kau sendiri yang pernah masuk ke sarangnya Kim Gin Siang Coa. Demikian untuk mengatur strategi kiranya perlu mendengar pendapatmu." "Dalam hal ini boleh kita lupakan dulu kedudukan masing-masing," Tian Sie Su Sing menyambung. "Semua berkedudukan sama, maka Kouwnio tidak usah sungkan berpendapat." "Kalau boleh lebih dulu boanpwee tahu, kapan kiranya penyerangan akan Ching Ching 450 dilakukan?" "Kalau bisa secepatnya. Barangkali tiga bulan dari sekarang. Lantaran kita bersama-sama kiranya tidak butuh waktu terlalu lama untuk melatih diri." "Memangnya tepat. Lalu dimana kita berkumpul lebih dulu?" "Barangkali langsung di Tok-Ti?" "Tempat itu tidak baik dipakai berkumpul. Kita tahu Tok Ti bukan benar- benar telaga tapi danau yang mengering sehingga kini tanahnya lebih menyerupai mangkok terhadap sekelilingnya. Menurut strategi perang tanah yang demikian tidak menguntungkan." "Lalu bagaimana menurut pendapat Kouwnio sendiri?" "Mengenai daerah pertempuran ini adalah wilayahnya musuh, tentu mereka lebih mengetahui daripada kita. Ada baiknya kirim orang lebih dulu untuk menyelidiki." "Orangnya yang tepat adalah aku." Seorang berumur awal empatpuluh maju kedepan. "Bukannya berniat sombong, tapi mata si Tiaw Gan Kwie (Setan mata elang) Sim Ceng Ho boleh diandalkan. Kalau tidak percaya boleh ditanyakan kepada Ban Nan Siaw Mo Li." Ching-ching terkejut. Ban Nan Siaw Mo Li (iblis cilik selaksa tahun) adalah nama yang pernah dipakainya beberapa tahun lalu. Dan nama Tiaw Gan Kwie juga tidak asing buatnya (baca buku __) "Aku tidak punya kelompok, setiap saat selalu sendirian, maka kedatanganku kesana nanti boleh juga tidak diketahui siapapun. Bukankah begitu nona Lie?" tanyanya meminta persetujuan Ching-ching. "Memang orangnya semacam Tiaw Gan Kwie dapat diandalkan. Kebetulan mengajukan diri maka sungguh keberuntungan." puji Ching-ching. "Selanjutnya kita harus menyusun kekuatan tanpa ketahuan musuh. Tiga malam perjalanan dari Tok Ti adalah Pat Kwa Lim yang ditengahnya terdapat Pat Kwa Kiong (istana delapan segi) tempat ini amat baik buat pertahanan dan menimbun bekal. Untuk strategi lebih lanjut tempat itu dapat dipergunakan. Karenanya barang siapa merasa sudah siap boleh segera bergabung disana." "Namun untuk masuk kedalam kita harus melewati Pat Kwa Lim yang banyak jebakannya, apa tidak berbahaya?" "Aku sudah tahu jalan masuk kesana. Nanti dapatlah kuberi petunjuk jalan masuknya." "Jadi soal itu beres. Apa ada yang lain?" Tiada seorang yang menambahkan pendapat. Pertemuan para Enghiong(orang gagah) diakhiri sampai disitu. Fajar telah menyingsing. Kebanyakan dari para pendekar tiada yang ingin membuang waktu. Semuanya bersemangat melatih diri menghadapi Kim Gin Siang Coa Pang. Kesemuanya ingin segera pulang. Oleh karenanya sebelum mentari tinggi Gunung Putih telah sepi. Kecuali anak murid Pek San Bu Koan sendiri, tinggal beberapa orang saja yang masih. Diantaranya adalah Wang Li Hai, Thio ayah- beranak, Tiaw Gan Kwie, Tian Sie Su Sing dan Hu Yong Giok Tiap. Tian Sie Su Sing berpamit setelah sempat berbincang dengan Yuk Toahu, tak berapa lama kemudian Hu Yong Giok Tiap turut minta diri. "Maafkan kami tak dapat melayani dengan baik." Kata Miaw Chun Kian sewaktu mengantar. "Tidak apa. Kedatangan kami toh bukan untuk berpesta pora. Lagian pertemuan kemarin malam itu cukup memuaskan hatiku melebihi segala pelayanan yang terbaik. Nah, aku takkan berdiam diri lebih lama lagi." "Mari kuantar turun gunung." Miaw Chun Kian menawarkan diri. "Te-hiap (adik pendekar) tentunya masih banyak urusan lain. Tak usah terlalu sungkan. Kalau tidak keberatan biarlah Lie siaw-lihiap saja yang mengantar." Ching Ching 451 wanita itu menoleh kearah Ching-ching yang sedang mengobrol dengan Yuk Lau. "Siaw Su-moy, antar tamu pulang!" perintah Chun Kian. Ching-ching tidak membantah. Tampaknya girang saja disuruh mengantar Hu Yong Giok Tiap. Beberapa waktu mereka tiada bercakap cakap. Tapi kemudian Yao Soat Bwee lebih dulu membuka suara. "Lie Lihiap, persoalan kemarin itu apakah masih mengganjal dihatimu?" tanyanya. "Persoalan apa?" "Bahwa aku lancang berkata yang tidak-tidak mengenaimu." "Oh, hal itu tidak kupikirkan lagi. Sebaliknya apakah perkataanku ada yang merisaukan Cianpwee?" Ching-ching sudah meraba maksud tujuan orang. "Sebenarnya aku tiada mendendam, pertengkaran mulut biasa terjadi. Akan tetapi perkataanmu mengenai delapan tahun lalu itu maksudnya apa?" "Ah, itu sebenarnya bukan urusanku. Harap jangan merisaukan." "Akan tetapi...." "Angaplah memang kumengetahui sesuatu, tapi itu tidak penting dibicarakan dengan orang lain. Jadi anggap saja aku tidak tahu apa-apa. Dan kalau aku tidak tahu, orang lain juga takkan mendapat tahu dariku." kata Ching-ching. Hu Yong Giok Tiap mengerti maksud orang. Dengan berkata begitu berarti Ching-ching tak nanti menyebarkan berita tersebut kepada orang lain. "Aku tak tahu harus bilang apa menyatakan terimakasih. Kuharap saja satu saat nanti dapaat juga kubalas budimu." "Ai, budi apa pula. Asal Hu Yong Giok Tiap mau anggap Pek San Bu Koan sebagai sahabat itu saja aku sudah senang. Maafkan Boanpwee tak dapat mengantar lebih jauh lagi. Silahkan." "Kalau begitu selamat tinggal." "Selamat jalan." Hu Yong Giok Tiap Yao Soat Bwee berjalan bergegas menuruni gunung. Sebentaran saja kelihatan sudah jauh. Setelah itu Ching-ching baru berseru, "Kawan yang diatass pohon, silahkan turun menampakkan diri!" "Pendengaranmu sngguh baik, nana Lie." Orang diatas pohon itu melayang turun."Kuharap ingatanmu juga masih bagus." "Ah, Sim Tay-hiap rupanya. Sengaja menemuiku, ada urusan apakah ?" "Sekedar menemui kawan lama." "Sebelum hari kemarin itu rasanya kita belum pernah berjumpa meskipun aku sudah lama mendengar namamu yang besar." Ching-ching mengelak. "Aku tidak percaya!" kata orang itu."Mulutmu boleh bilang tidak kenal, tapi matammu mengatakan lain. Bukan begitu Ban Nan Siaw Mo Li (Iblis cantik selaksa tahun)?" "Namaku Lie Mei Ching, tanpa gelaran. Kenapa dipanggil Ban Nan Siaw Mo Li" "Kau tidak usah pura-pura lagi. Aku tahu Ban Nan Siaw Mo Li dengan Lie Mei Ching adalah satu orang adanya. Nah, sekarang apa kau ingat namaku tidak?" "Tiaw Gan Kwie (Setan mata elang) Sim Ceng Ho, sampai sekarang sudah adakah orang yang dapat menipumu?" Ching-ching memamerkan senyum, tidak berlagak bodoh lagi. "Siaw Mo Li (iblis cantik), sekarang kau nampak lebih dewasa. Sayang tidak segembira dahulu." "Siapa bilang" Aku masih suka bersenang senang." bantah Ching-ching. "Ah, kau mau coba menipuku lagi. Percuma, aku sudah dengar semua kabar mengenaimu. Dan pemuda she Wang itu adalah salah satu penyebabnya." Ching Ching 452 "Tiaw Gan Kwie, kau terlalu sok tahu." "Aku memang tahu. Dan aku juga tahu Si Dia mu itu juga membuntuti sejak tadi. Kiranya ada yang ingin ia bicarakan padamu. Yah, kalau begitu aku tidak mau mengalangi. Sampai ketemu saja di Pat Kwa Lim nanti Ban Nan Siaw Mo Li!" Si setan bermata Elang itu terkekeh dan pergi. Dari kejauhan ia berseru lagi," Aku ingin berbincang banyak denganmu. Kuharap saat bertemu nanti kau berkenan mengundangku makan enak, nona she Lie!" Ching-ching melambaikan tangan tanpa menyaahut. Ia membalik badan akan segera kembali kepada saudara-saudaranya. Tapi demi melihat Wang Li Hai mendekat dari kejauhan, sengaja ia menghentikan langkah, menunggu. Ingin tahu apa yang mau dikatakan si pemuda. Melihat Ching-ching menanti, Wang Li Hai semakin bergegas. Tetapi ketika sampai dihadapan si Nona, mendadak lidahnya kelu. "If you want to say something, then say it. I don't have much time," Ching-ching said. Tapi nada bicaranya tidak sedingin semalam. "Ching-ching, actually Lan Fung and I already?" "I know," potong Ching-ching. "I've thought things over last night. You're right. I've been indecisive. I've also talked about this with Lan Fung. So I think it'd be best if the three of us stay as friends for now. No more, no less. I'll use the time to improve myself." Ching-ching tersenyum. "Now that's the Siauw Kui I know. Okay, we're still friends. Where are you heading to now?" "I'm going to Pat-kwa-lim." "I'm heading there, too. We can go together. I'll say goodbye to my brothers first." "Well, there's still a grudge between us. I think I'll wait at the foot of the mountain." "I'll meet you there tomorrow at noon." "I'll be waiting." Siaw Kui alias Wang Li Haipun segera melesat pergi. Ching-ching melanjutkan perjalanannya. Tak jauh dari gedung ujian bertemu pula ia dengan orang she Thio serombongan. Tak sengaja matanya bentrok dengan Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pandangan Thio Lan Fung. Ah, wajah si Nona she Thio tidak semendung kemarin. Agaknya ia memang sempat berbincang dengan Wang Li Hai, dan harapannya berkobar lagi. Bagus! "Thio-tayhiap, Thio-kouwnio, I see that you're ready to go home. Let me see you off," Ching-ching sengaja menyapa duluan. "No need," sahut Thio Chin Wu sedikit ketus. "We can find our own way." Ching-ching tidak ambil pusing dengan perlakuan orang tua itu. Ia mengerti, Thio Chin Wu tentu kesal karena pertunangan anaknya batal lantaran dia, Lie Mei Ching. "Then can I talk with Miss Thio for a moment?" "Thia, you go ahead, I'll catch up." Thio Lan Fung meninggalkan ayahnya sebelum dapat berbicara apa-apa. Ia dan Ching-ching kemudian berjalan menjauh. "What is it?" tanya si nona she Thio. "I know about you and Hai-ko. Honestly, I'm happy to see your engagement got cancelled. But I don't want to be called homebreaker. Hai-ko's going to Pat-kwa-lim. If you like, meet him at the foot of the mountain, and ask if you could go with him." "I'd like that. Okay, Lie Mei Ching. I guess we'll rivals once again." Ching-ching ikut tersenyum. Haya saat itu. Saat yang hanya sekejapan. Saat Ching Ching 453 mereka masing-masing bertekad untuk bersaing, justeru tiada rasa permusuhan. Namun begitu keduanya sama membalik badan menuju jalan masing-masing, ketika itu juga mereka sama mengatur rencana menjatuhkan yang lain. Menemui saudara-saudaranya seperguruan, ternyata mereka sedang berbincang bincang dengan In Sioe Ing. Begitu Ching-ching datang, ia pun segera meninggalkan yang lain. "Siaw Su-moy," panggilnya seraya menghambur. Sebentar mereka berpelukan. "Soe-moay, I haven't heard your story. How did you escape from the two devils?" "I haven't heard yours myself." "You tell yours first." Maka Ching-ching menceritakan pengalamannya secara singkat. Tentu saja menjadi lebih singkat lantaran ia membuang bagian dimana sempat berkawan dengan Chang Houw. Soal itu biarlah ia simpan sendiri. "Now, Suci, your turn." "Well, you know what led me to leave the school. After that, I wandered on the road, drinking whenever I could get my hands on a bottle of liquor. That went on for three months. Only liquor and liquor that went into my stomach. There was some food, but not enough to support my health. One time, I was dead drunk not far from a convent. Someone from there found me and brought me there and took care of me. I was there for almost a month. "While I was there, I felt a sense of peacefulness. Suddenly my heart was at peace, and my mind was clear. So I decided to cut my hair?" "Suci! How can you?Have you become a nun?" "Not yet," Sioe Ing said. "After accomplishing the assignment Teacher gave me, I'll cut my hair immediately." "Soe-tjie, you don't have to cut your hair. Whatever problem you have with Thio and Wang, does it have to draw so big a sacrifice?" "No, this has nothing to do with that issue. This is what I want for myself." "But there must be something that causes it?" "I just want some peace in my life. If I can get that by purifying myself, then that I will do." "But?but you came?" "Destroying evil is every man's duty." Sioe Ing smiled. "Soe-tjie, tell me honestly. Do you really want to enter a convent" Have you really cut off any feelings in your heart" I mean toward Hai-ko?" "Participating in destroying the Snake Clan is the last time I'll involve myself with the outside world," Sioe Ing said. "Brother said, we'll go to Pat-kwa-lim together tomorrow. Have you packed yet" Let me help." "Soe-tjie, you know, I feel like I'm talking to someone else" Not my sister, In Sioe Ing." "Everybody changes. And I will be a different person. My name will be Han-sim (Cold Heart). I will colden my heart toward the outside world. I hope Soe-moay can remember this name later on." "I won't forget," Ching-ching replied curtly. *** Hari yang dinanti telah tiba. Ketegangan semenjak beberapa hari lalu telah mencapai puncaknya. Hari ini akan terjadi pertarungan besar besaran antara dua golongan utama. Dua golongan yang saling bermusuhan semenjak lama. Antara yang jahat dengan yang baik. Siapa kiranya yang akan menang " Yang paling tegang dari semua adalah Ching-ching sendiri. Ia berdiri di pihak Ching Ching 454 golongan putih, namun ia juga memberi peringatan sebelumnya kepada musuh mereka. Apakah tindakannya itu benar " Apa yang nanti bakal terjadi " Dan kemana sebenarnya hatinya memihak " Siapa yang ia harapkan memenangkan pertempuran ini" Ching-ching tak bisa menjawab semua pertanyaan itu. Ia siap mengorbankan jiwanya hari ini untuk membasmi Kim Gin Siang Coa Pang, namun ia masih mengharapkan kemenangan pihak lawan. Kenapa " Entah. Barangkali lantaran ia mengharap sesuatu dahsyat, yang lain dari kejadian biasa. Inilah waktunya. Begitu fajar tiba, terdengar gemuruh derap kaki manusia menyerbu ke arah selatan, ke arah markas Sepasang siluman ular. Tiap golongan membawa panji masing masing, namun semua sama memakai baju berwarna putih. Yang ditunjuk untuk memimpin, termasuk juga Miaw Chun Kian bergerak di depan, seolah panglima di medan perang. Namun baru beberapa li mereka bergerak, dari depan terdengar teriakan balasan, disusul debu beterbangan dan dalam selang waktu sebentar, tahu tahu semuanya telah terlibat pertempuran. Anak buah Kim Gin Siang Coa memakai seragam mereka yang berwarna hitam, melawan barisan berpakaian putih. Golongan hitam, dan golongan putih. Dalam sekejap tercium bau amis darah memenuhi udara. Korban mulai berjatuhan. Yang paling menyedihkan adalah bahwa kali itu anak buah Kim Gin Siang Coa tidak seorangpun memakai kedok. Akibatnya mereka dari golongan putih banyak terkejut, tak jarang justru anggota keluarga, kenalan, atau malah sahabat sendiri ternyata dipihak musuh. Mereka benar benar tidak menyangka, lain dengan anak buah Kim Gin Siang Coa sendiri yang sudah tahu siapa kawan dan siapa lawan. Ini jelas kerugian di pihak Miaw Chun Kian dan kawan kawan. Malahan disana sini bukan terjadi perkelahian malah saling berbantahan buat menarik lawan masuk golongan sendiri. Di sebelah sana Miaw Chun Kian melawan beberapa orang anak buah sekaligus. Meski ilmunya maju pesat, namun lawan-lawannya juga bukan kaum keroco sehingga ia meski berada diatas angin, tak dapat buru buru menyingkirkan kesemua lawan. Hanya satu persatu roboh ke tanah. Di lain tempat Chang Lun yang menghadapi keroyokan. Ia berkelebat kesana kemari dengan kipas bertulang emas yang menjadi andalannya. Pemuda itu tak sedikitpun ragu menurunkan tangan jahat. Empat-lima orang yang tersabet kipasnya segera roboh tak berkutik lagi. Namun begitu roboh satu, datang lagi beberapa seolah tak habisnya. Ching-ching begitu tahu musuh memapaki sedemikian cepat malah menjadi heran. Memang ia yang datang memberitahukan kepada Chang Houw, namun itu baru baru dua malam lewat. Bagaimana mungkin mereka bisa begitu siap, bahkan lebih jauh dari perkiraannya. Dan bagaimana pula Chang Houw dapat mengumpulkan semua golongan dipihaknya begitu cepat semacam Sin Liong Pay (partai naga sakti), Bwee-bun-teecu (anak murid keluarga Ban) dan Thian Lian Kauw (partai agama teratai langit). Namun Ching-ching tak punya banyak waktu memusingkan hal itu. Begitu maju ke medan tempur, segera matanya melihat sosok berbaju biru dan kuning diantara lawan yang hitam seragam. Segera berkobar dendamnya. Itulah si Pandita Agung dari sekte Thian Lian. Pendeta yaang menyebabkan dia terkurung berbulan bulan di sarang siluman ular. Hari ini urusan antara mereka harus dibayar lunas. Begitu tahu sasarannya, Ching-ching segera bergerak mendekati si pendeta. Lain orang tak digubris sama sekali. Disenggol saja tidak. Mereka hanya merasakan kesiuran angin waktu si nona lewat. Tahu tahu saja Ching-ching sudah berada di Ching Ching 455 dekat pendeta asing yang sedang bertempur dengan salah satu pendekar. "Chiu Tay-hiap, there's some unfinished business between me and Baldie here. I hope you'll trust me to get rid of this stinking priest," kata Ching- ching minta permisi. Chiu Hong, yang dipanggil Chiu Tay-hiap itu sudah tahu kemampuan si nona. Meskipun kemampuan sendiri ditaksir tidak berada di sebelah bawahan si pendeta, ia senang juga mengalah. "Since Miss Lie has personal problem with him, I'll hand him over to you!" serunya seraya menjauh. Kini Ching-ching berhadapan dengan sang Pandita agung. Ia mesem sinis. "Orang jelek, hari ini urusan kita mesti dibikin beres. Sayang aku tak tahu namamu, nanti tak bisa kubikin kuburan buatmu !" "Ay, putrinya Sat-Kauw-Sian-Li ternyata cupat pengetahuan. Tapi kasihanku pada anak kecil, biarlah kuberitahu namaku Congorpa gelaranku yang agung adalah ....... ah percuma. Kau takkan dapat menyebutkannya. Asal kau panggil Pandita Agung cukuplah." "Cih, siapa sudi mengangungkanmu segala. Cukup kupanggil si gundul, dikuburmu juga kutulis Si Gundul saja." berkata si nona. "Dari tadi kau sebut gundul, gundul, lihat sebentar kugunduli kepalamu." sahut Congorpa yang kesal diperolok. Rupanya ia yang terbiasa disanjung, begitu mendengar sedikit olokan terus lantas merah kupingnya. Bersamaan dengan perkataannya bergegas pula ia memukul ke depan. Ching-ching merasakan hawa panas pukulan, lekas ia miringkan badan sehingga hawa pukulan itu lewat tanpa kenai sasaran. Namun demikian Ching-ching masih dapat rasai getarannya yang luar biasa. Apabila ia tidak berkelit rambutnya pastilah juga banyak yang rontok lantaran tenaga panas yang dikeluarkan Congorpa. Nona ini tidak berayal lagi. Ia pun segera lancarkan serangan dahsyat ke arah si pendeta Tibet. Akan tetapi Congorpa bukan anak kemarin sore, sekali mengebas dengan lengan bajunya ia sudah dapatlah membuyarkan serangan Ching- ching. "Bagus!" memuji si Nona, "Coba yang ini!" Serempak ia menyerang lagi. Congorpa mengegos dengan gesit. Begitu terhindar dari bahaya, balas ia menghantam. Seperti juga Ching-ching, begitu datang Yuk Lau lantas mencari satu orang. Ia ada mempunyai dendam sedalam lautan yang harus dibalaskannya hari ini juga. Orang yang ditujunya tengah menghajar satu pendekar dengan sebelah tangannya yang berwarna kehitaman. Yuk Lau segera mempercepat larinya, namun beberapa keroco tingkat rendah pihak lawan mengadang jalannya. Dengan terburu-buru murid ketiga Pek San Bu Koan itu menyingkirkan mereka. Sayangnya, ketika tiba ditempat yang dituju ia datang terlambat. Pendekar tersebut telah mati dengan badannya matang biru keracunan. "Toat Beng Kim Ciang, hari ini aku datang menuntut balas kematian toa-ko!" seru Yuk Lau seraya menyerang dengan pedang. Orang yang disebut Toat Beng Kim Ciang itu mengegosi serangan orang dengan gesit. Sebentaran saja mereka sudah bertempur seru, sama sama tiada kesempatan membuka mulut. Tapi satu ketika Toat Beng Kim Ciang sempat mencuri napas dan mengejek. "Orang yang kubunuh sudah ratusan jumlahnya. Toako-mu yang mana sama sekali aku tak ingat. Tapi tentunya adalah salah satu korban tangan beracunku. Kamu beruntung, hari ini juga kamu bakal menyusul toako-mu itu di neraka!" "Awas pedang!" Yuk Lau tidak meladeni poyokan lawan. Seluruh semangat dan pikirannya dicurahkan guna mengalahkan Toat Beng Kim Ciang. Ching Ching 456 Yuk Lau tidak berilmu rendah. Bahkan dikalangan persilatan ia sudah mendapat nama dan gelaran. Akan tetapi menghadapi lawan berjuluk si tangan emas pencabut nyawa ini ia tidak bisa banyak berkutik. Alih alih mau membalas, malah dirinya sendiri hampir jatuh dibawah angin. Namun bukannya patah semangat, Yuk Lau malah semakin bernapsu membunuh orang. "Andaikata hari ini tak sanggup membalas sakit hati, bagaimana kelak bertemu Toa-ko dialam baka?" demikian dia membatin. Tapi tentu untuk melawan, tak boleh lupa keselamatan sendiri supaya tidak konyol nanti. Demikian ia juga putar otak guna menghindari tangan beracun Toat Beng Kim Ciang. Sementara itu di tempat lain pertempuran berlangsung tak kalah seru. Miaw Wang Li Hai sendiri melawan Chang Houw. Dua duanya bertarung dengan dua alasan. Satu untuk membela golongan, lainnya adalah masalah pribadi. Mereka ingin unggul dihadapan Ching-ching. Baik Li Hai maupun Chang Houw sama sama menguasai ilmu pukulan tangan kosong. Keduanya sama tiada bersenjata, tapi ini tidak membuat pertempuran tidak berbahaya. Mereka sama kepingin unggul. Untuk itu saling melukai adalah soal biasa. Li Hai menyerang dengan sengit, tiap gerakannya mengandung perubahan yang cepat dan tidak terduga mengimbangi jurus jurus yang dikeluarkan Chang Houw. Saat itu baru terasa betul bahwa latihannya bersama Ching-ching membuatnya maju pesat, terutama lantaran gadis itu mengenal jurus milik Chang Houw sama seperti mengenal jurus yang ia pelajari dari gurunya. Chang Houw sendiri melayani dengan ketenangan luar biasa. Ia pernah sekali bertanding dengan pemuda she Wang ini, dan ia tahu sampai dimana kemampuannya. Namun sepertinya ia terlalu memandang enteng orang. Nyatanya kini semua serangan yang dilancarkan dapatlah dipatahkan. Bahkan tak jarang Wang Li Hai mencuri kesempatan balas menghantam. Akan tetapi ia sendiri bukan orang bodoh. Belasan jurus kemudian ia dapat melihat bahwa gerak tipu dan serangan semuanya merupakan gabungan beberapa jurus yang dimainkan berbareng, khusus untuk melayani jurus .... yang ia lancarkan. Tahulah Chang Houw, kiranya Wang Li Hai ini mendapat petunjuk dari si nona she Lie. Diam-diam pemuda itu memuji sekaligus merasa kecewa. Lie Mei Ching memberitahukan segalanya kepada Li Hai, kalau dihitung hitung saingannya itu sudah menang selangkah dalam memperoleh tempat dihati si Nona. Tapi tidak dalam ilmu silat. Ia, Chang Houw ada sepuluh kali lebih baik dan sepuluh kali lebih cerdik. Mengetahui Li Hai sudah mempelajari cara mematahkan ke 32 jurus... nya, Chang Houw tidak mengganti ilmu meski ia menguasai banyak jurus ajaran orang tuanya. Ia hanya mengganti tenaga. Kalau tadi ia melawan dengan lambat bertenaga, kini menjadi lebih cepat dan lincah. Kepingin tahu, masih dapatkah si pemuda she Wang ini meladeni. Mulanya Li Hai memang terkejut. Namun ia lantas teringat kata-kata Ching- ching. "Apabila orang she Chang itu mengganti gerak serangan, jangan kau bingung. Jurus yang dipergunakan sama saja, hanya diperbanyak gerak tipu. Perlambat gerakanmu, tipuan terlanjur lewat, yang berbahaya boleh ditangkis." Pemuda she Wang itu bukannya tidak mengetahui bahwa Chang Houw ada menguasai beragam ilmu. Kini setelah menjalankan petunjuk Ching-ching, ternyata tidak salah sama sekali. Chang Houw tidak mengganti ilmu serangan, hanya menambah disana-sini. Wang Li Hai memuji dalam hati. Betapa si Nona she Lie luas pemandangan dan Ching Ching 457 pandai membaca perangai orang, makanya dapat memperkirakan apa yang akan dilakukan Chang Houw jauh hari sebelumnya. Ai, gadis yang sedemikian cerdik, cantik dan berilmu tinggi pula, apa lagi yang kurang" Apa yang dipikir Li Hai justeru tidak beda dengan perasaan Chang Houw. Nyaris ia hentikan pertempuran saking girang dan kaget. Paham betul Si nona she Lie akan segala tindak perbuatannya, bahkan dapat menyelami kedalam hatinya. Demikian bukankah berartu si nona ada menaruh sedikit perhatian" Batin si pemuda serasa dibasuh embun dingin. Sejenak perasaannya melambung. Akan tetapi pada saat bersamaan Li Hai menyerang satu titik kelemahan pada waktu yang tepat. Dimana Chang Houw tengah melancarkan gerak menyerang. Kalau saja ia tidak menarik mundur serangan guna menangkis, niscaya saat itu juga akan celaka. Kalau Li Hai dan Chang Houw belum ketahuan siapa unggul- mana asor, dilain pihak Ching-ching justeru dapat menghajar habis Congorpa. Sebentaran saja paderi gundul itu sudah kewalahan betul. Jangankan membalas, menangkis saja sudah payah. Diam diam pendeta asing itu mencari jalan buat kabur. Pada saat yang tepat ia melihat satu titik kelemahan dan berlagak hendak menyerang telak. Mana tahu ketika Ching-ching mengegos ia pakai ketika guna ambil langkah seribu. Ching-ching mesem saja. Sebentaran ia biarkan musuhnya lari beberapa langkah. Baru saja Congorpa merasa terbebas, si nona sudah menghadang lagi dihadapannya. "Mau lari kemana?" Ching-ching membentak seraya menyerang dengan pedang. Congorpa menangkis serangan dengan gugup dan terburu buru. Hasilnya bukan saja Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lengan baju yang dipakai mengebas jadi kutung, tangannya juga tak luput dari sabetan pedang lawan. Mana lagi Ching-ching tidak setengah setengah melancarkan serangan. Untuk bagi Congorpa bahwa pedang melukai tangan secara memanjang, apabila tidak niscaya sudah terbabat kutung tangannya, namun tetap saja beberapa urat ditangannya putus dan ia mencucurkan darah tidak sedikit. Pendeta itu menjerit kesakitan sampai jatuh duduk ditanah. Didepannya Ching-ching menyorongkan pedang di depan batang leher orang. "Kalau bukannya saat ini aku sedang menyandang nama perguruan Pek San Bu Koan, jiwamu tentu sudah melayang. Kau harus berterimakasih pada guruku, kali ini boleh kubiarkan kau pergi. Panggil semua pengikutmu dan minggatlah dari sini, kalau masih kulihat mukamu lagi jangan menyesal kalau kuturunkan tangan jahat!" Pendeta agung dari negeri asing itu tertunduk. Buat beberapa jenak ia membisu. Tapi kemudian ia berbangkit, berdiri sejajar dengan si nona she Lie. "Baiklah, kali ini aku mengaku kalah. Aku dan semua orangku akan segera pergi meninggalkan negeri ini. Tapi bukan tak mungkin suatu saat aku atau muridku kembali sekedar untuk menuntut balas kepadamu !" "Hah, belajar sepuluh tahun lagi juga belum tentu dapat kau tandingi diriku. Pergilah. Soal dendam kelak lain waktu booleh kau cari diriku." Congorpa beringsut mundur. Ching-ching mengawasi. Setelah berjalan beberapa tombak. Congorpa mengeluarkan sesuatu dari balik baju yang terus dibawanya ke mulut. Segera terdengar bunyi panjang seperti suara puputan. Mendengar itu hampir serentak kesemua pendeta gundul yang berpici dikepala itu mundur dari pertempuran tanpa banyak menanya. Rupanya semua sudah terbiasa menurut perintah. Dengan terheran-heran mereka dari golongan putih juga tidak mengalangi kepergian para pendeta asing itu. Dalam hati malahan bersyukur karena kekuatan musuh berkurang banyak. Tapi mereka juga segera sibuk lagi dengan anakbuah Kim Gin Siang Coa Pang yang lain. Ching-ching yang kehilangan lawan segera menyapu medan pertempuran guna memberi bantuan pada siapa yang butuh. Dalam perkelahian kali ini boleh tidak usah Ching Ching 458 perdulikan main keroyok atau tidak. Tujuan utama adalah membasmi Kim Gin Siang Coa Pang, cara apapun boleh digunakan. Main keroyok juga tidak menjatuhkan pamor. Kebetulan saat itu matanya tertuju pada Li Hai dan Chang Houw. Tapi si nona lekas buang muka pandang lain tempat. Justeru arah pandangannya terbentur pemandangan Yuk Lau yang tengah berkelahi dengan seorang tinggi-gagah. Sekilas saja Ching-ching dapat melihat betapa Yuk Lau menyerang terlalu emosi, tidak tenang seperti yang biasa ia lihat. Tindakannya juga banyak terburu buru sehingga serangan kurang tepat. Penasaran si nona mendekat guna melihat siapa lawan abang angkatnya yang bisa membikin pemuda she Yuk itu blingsatan sedemikian. Ketika mendekat ternyata ia mengenali lawan. Ia pernah sekali berjumpa dan mempermalukan orang itu. (.........). Bersamaan juga mengetahui kemampuan orang yang ada setingkat diatasan Yuk Lau. Selagi si nona menunggu, bersiap memberi bantuan, justeru pada saat itu pedang Yuk Lau terlempar tinggi. Yuk Lau sendiri poksai di udara. Pedangnya dilepas guna menyelamatkan tangan sendiri dari cengkeraman Toat Beng Kim Ciang yang beracun. Toat Beng Kim Ciang sendiri tidak melepas kesempatan dan menyerang dengan gencar kearah Yuk Lau. "Ji-ko, kukembalikan pedangmu." Ching-ching melompat menyambar, dan melontarkan kembali pedang Yuk Lau kepada pemiliknya. Ia sendiri menggetarkan pedang ke arah lawan. "Orang she Pak, kita berjumpa lagi." Toat Beng Sin Ciang alias Pak San Chung itu menoleh dan lekas menghindarkan diri dari pedang lemasnya Ching-ching. Ia juga segera mengenali si nona. "Nona she Lie, kebetulan sudah lama ingin ku membalas perlakuanmu tempo dulu kebetulan sekarang kau datang sendiri." "Ching-ching, dialah pembunuh Toa-ko!" seru Yuk Lau menyambung serangan yang dilancarkan si nona. Beberapa jurus dimuka Toat Beng Sin Ciang anggap sepi kedua bocah dihadapannya, meskipun ia menyadari keduanya bukan anak baru jadi. Bagaimanapun, toh ia lebih banyak pengalaman, lebih unggul kemampuan, dan punya senjata ampuh- tangan beracun. Jangankan kena dihantam tangannya, tersentuh saja berarti jiwa sudah ditangannya Giam Lo Ong(malaikat neraka). Sayang ia kelewat menganggap enteng. Ternyata kombinasi pedang kedua orang muda ini sungguh sangat serasi. Baru belasan jurus saja Pak San Chung agak repot mengahadapi dua serangan bersamaan. Tapi ia bukan anak kemarin sore yang belum pengalaman. Menghadapi keadaan ini ia lekas melompat mengegosi serangan Chingching bersamaan untuk kedua kali mengancam pergelangan tangan Yuk Lau. Namun muda-mudi itu juga lekas bertindak. Apabila tadinya Ching-ching menebas pinggang dan Yuk Lau mengancam leher, begitu Pak San Chung menghindar, gerak serangan dua orang ini juga lantas berobah. Ching-ching berputar dan mlah mengayun pedang dari bawah keatas, sedangkan Yuk Lau berjumpalitan menusuk ke arah dada. Semua itu terjadi dalam sekejapan mata. Pak San Chung cuma kkalah cepat dalam perubahan gerak. Namun akibatnya justeru sangat menyedihkan. Tangan Pak San Chung yang ditakuti itu terbabat putus, sedangkan jantungnya ditembusi pedang! Ditengah serunya pertempuran dua golongan mendadak terdengar suara desau angin dari kejauhan. Semakin lama semakin dekat dan lebih merupakan suatu desis. Bersamaan muncul Kim Gin Siang Koay Coa. Sedari tadi tak kelihatan rupanya baru muncul sekarang. Ching Ching 459 Sepasang suami-istri berjuluk siluman ular emas-perak itu maju tanpa alangan. Entah cara bagaimana tahu-tahu semua yang menghadang di jalan terlempar ke kanan-kiri, tak perduli kawan atau lawan. Keduanya berhenti setelah tiba tepat ditengah. Ketika kedatangan dua tokoh yang ditakuti ini, hampir semua orang mengentikan pertempuran. Ada satu-dua yang curi kesempatan menyerang sewaktu orang lengah, tapi diri sendiri juga kesima. Serangan batal ditengah jalan. Sepasang ular ini memang punya wibawa. Ketika mereka berhenti ditengah tengah, semua orang masih terdiam. Kemudian Chang Houw dan Chang Lun memberi hormat, disusul semua pengikut Kim Gin Siang Coa Pang berlutut pula menyalami. Tiada tandingan dikolong langit, Nomor satu dimuka bumi, Seribu tahun Kim Gin Siang Coa Seluruh golongan putih semuanya diam-diam mencibir. Tapi tiada yang berani buka mulut. Rata-rata tidak berani, yang lain masih kesima. Tapi seorang berbisik, "Lagaknya..." bisikan yang pelan saja, entah siapa yang bicara. Tapi lantaran pengikut Kim Gin Siang Coa Pang berhenti serentak, mendadak suaranya menggema. Belum lagi habis omongan orang yang ditelan ditengah jalan, mendadak ada deru hawa saat Gin Koay Coa mengebut lengan baju. Kejadian mirip seperti pada waktu kedatangan. Kumpulan hawa yang dilontarkan membuka jalan. Membabat tak pandang orang. Seketika yang terkena jumpalitan semua, jatuh semaput tak saanggup bangun. Hanya satu orang, diujung gempuran. Tanpa sempat berteriak mendadak kepalanya pecah berantakan. Meskipun yang datang disitu rata-rata orang persilatan yang banyak makan asam-garam, pengalaman pula menghadapi pembunuhan secara keji, tapi kali ini tak sedikit yang muntah-muntah bahkan kelengar melihat kejadian tersebut. Bahkan mereka yang masih berdiri tegak juga seketika pucat mukanya. Kim Koay Coa tertawa. "Bagus sekali. Hari ini semua ada berkumpul disini, baik yang hitam atau yang dari golongan putih, aku tak usah sebar undangan lagi. Sekalian saja kuumumkan, hari ini Kim Gin Siang Coa Pang menyatakan sebagai ketua kaum persilatan!" Ketika menyebut kalimat terakhir Kim Koay Coa membuat suaranya menggema sampai jauh. Wibawanya jadi bertambah. Tapi kemudian ia elanjutkan dengan suara lembut mengancam. "Apa ada yang masih keberatan?" Semua terdiam, entah takut entah terkejut. Beberapa jenak semua hanya berdiri bengong. Tapi mendadak seorang berseru, "Tak Sudi!! Kami tak sudi tunduk dibawah siapapun, tak sudi akui siapapun terutama kamu sebagai ketua!" "Siapa tak mau tunduk ?" mendadak saja ditangan Kim Koay Coa sudah terpegang sebuah cemeti. Senjata kebanggaannya itu dilecutkan membelah udara dengan suara menggeletar menakutkan. Puluhan orang maju serentak, disusul puluhan orang lagi, belasan lagi, sampai ratusan banyaknya. Semua berdiri gagah, menentang. "Siapa sudi tunduk dihadapan dua orang tolol macam kalian." sebuah suara jernih terdengar. Tidak lantang, tetapi amat jelas. " Yang perempuan sok jagoan, yang lelaki takut bini. Sama-sama pengecut lagi." Kim Koay Coa mencari arah datangnya suara. Matanya kebentrok sepasang mata hitam yang mencorong tajam. "Apa katamu?" desis wanita itu. "Pengecut!" seru Ching-ching penuh dendam. Ching Ching 460 "Sembarangan bicara! Begitu sifatnya orang takut, terus omong kosong tiada guna." jengek Kim Koay Coa. "Kau itu yang sembarang bicara. Mau menyangkal bagaimana, jelas buktinya selama ini kau sembunyi dibalik muka orang mati, dan kau punya laki sembunyi dibalik topeng. Masih kau punya muka minta jadi nomor satu ?" Gin Koay Coa yang sedari tadi belum bertindak barang sedikit, kini maju kedepan. "Topengku bukan buat sembunyi, tapi lebih banyak buat cari tahu kepintaran kamu orang. Tahunya orang yang mengaku punya nama dalam Kangouw tak lebih gentong nasi belaka!" Gin Koay Coa melepas topengnya." Setelah lebih sepuluh tahun kalian dapat kutipu begitu gampang." Semua orang berseru kaget. Dibalik topeng Gian Koay Coa, ternyata terdapat raut muka seorang yang sangat mereka kenal. ".... ! Kau!" "Ya aku inilah Gin Koay Coa yang bolak-balik kalian takuti." "Kau biadab!" seru --- "Anakmu XXX rupanya terbunuh oleh orangmu sendiri." "Memang. Anak tak berguna, buat apa dipelihara" Bunuh saja." Ching-ching tak bisa bicara. Ia masih terpaku ditempatnya. Seumur hidup ia tak pernah menyangka --- lah orangnya. Pendekar yang disangka telah gila oleh kesedihan lantaran ditinggal mati anak kesayangan dan dimusnahkan seluruh miliknya. Ternyata dia sendirilah Gin Koay Coa. Penipu ulung yang dapat mengelabui setiap orang. "Kalian dua iblis benar-benar tidak boleh dibiarkan hidup! Ayo kawan-kawan serbuuuu.....!!!" Begitu mendengar aba-aba, serentak setiap orang maju menyerang lagi. Pertempuran yang terhenti kini berlanjut. Sampai menjelang petang, kekuatan nampak berimbang. Banyak yang mati, banyak yang terluka, tapii semangat belum kendur, berarti belum usai. Ching-ching mearsa heran. Menurut perhitungannya, orang-orang golongan hitam itu mestinya sudah kocar-kacir digempur dari mana-mana. Tapi nyatanya malahan semangat mereka melebihi yang lain. Ini rupanya yang kurang diperhitungkan. Diam-diam Ching-ching menghitung korban yang jatuh. Sudah terlalu banyak, dan masih terus bertambah. Apakah ini kesalahannya" Baru saja berpikir demikian, mendadak ujung matanya melihat Khu Yin Hung tengah menantang Kim Gin Siang Coa Pang. Ia tak mendengar apa yang dikatakan gadis itu, lagipula jarak antara mereka terlalu jauh, belum ditambah hiruk-pikuk suara orang. Akan tetapi Ching-ching dapat menduga apa yang akan dilakukan nona she Khu itu. "Goblok!" maki Ching-ching. Lekas ia berusaha untuk menerobos mendekat. Sabet kiri, tusuk kanan. Setelah berapa lama, berhasil juga ia buka jalan. Tapi Yin Hung terlanjur mengkelahi. Pada saat Ching-ching tiba di dekatnya, cemeti beracun milik si nyonya Kim Koay Coa sudah menggeletar. Yin HUng tak bakal keburu menghindar. Sebentar badannya akan terpotong dua bagian oleh cambuk ular Pasangan Naga Dan Burung Hong 2 Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas Kisah Dua Naga Di Pasundan 1