Pusaka Jala Kawalerang 10
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 10 Alasannya, dirinya seorang pemuda dusun, sedangkan Galuhwati puteri seorang raja. Galuhwati sendiri, memang sering bertemu dan berbicara dengan Demung Panular. Akan tetapi hanya mengenai urusan dinas. Belum pernah sekali juga berbicara terlalu akrab. Terhadap Demung Panular yang menaruh cinta terhadapnya, ia tidak merasakan sebagai sesuatu yang membangunkan perhatiannya. Barangkali, karena ia mempunyai ruang lingkup pergaulan yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ luas. Kecuali semenjak kanak-kanak hidup di Istana, diapun hidup manja. Dengan siapapun ia tidak pernah mau mengalah, kecuali terhadap Pangeran Jayakusuma. Hanya terhadap Pangeran Jayakusuma seorang saja, ia bisa bersikap lembut dan penuh perhatian. Sekarang hatinya kena digelitik Diah Mustika Perwita. Dasar selamanya tidak mau kalah, ia malahan menjawab diluar dugaan : "Kalau memang dia jodohku, aku bisa apa" " Diah Mustika Perwita terkmaong. Memang, di antara mereka semua, hanya dia seorang yang mengetahui betapa besar cinta Harya Demung Panular terhadap Galuhwati. Dia pulalah yang menganjurkan Harya Demung Panular agar menjadi Laskar Bhayangkara. Menilik sikap Harya Demung Panular dan Galuhwati, agaknya mereka berdua belum pernah bergaul akrab. Harya Demung Panular menyembunyikan rahasia hatinya. Sebaliknya, Galuhwati kini seperti sudah membuka kartu. Tetapi sebenarnya tidak demikian. Galuhwati berbicara hanya menuruti kata hatinya saja kafena ingin menang sendiri. Siapapun tidak akan mengira, bahwa justru oleh ucapannya itu, Harya Demung Panular kelak dapat mencapai idaman hatinya. "Perwita." tiba-tiba Diah Carangsari memotong pembicaraan. "Sebenarnya semenjak bertemu denganmu, ingin aku mendengar kabar adikku Panular. Apakah dia masih berada di tangan guru?" "Mestinya begitu." sahut Diah Mustika Perwita. "Sebab semenjak perpisahan kita dulu, akupun tidak pernah bertemu dan mendengar kabarnya. Tetapi tenangkan hatimu, Ulupi sebenarnya adalah puteri guru kita." "Apa" Ulupi?" Diah Carangsari tercekat. Terhadap Diah Mustika Perwita, Diah Carangsari percaya benar berbareng menaruh hormat. Sebab Diah Mustika Perwita puteri Raja Pejajaran. "Ya, Ulupi." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ulupi yang hendak kau kabarkan kepadaku?" "Ya," sahut Diah Mustika Perwita pendek. Diah Carangsari tercenung sesaat. Sekarang samar-samar ia merasa seperti mau mengerti apa sebab Diah Mustika Perwita menyatakan diri sebagai laskar Ulupi. Karena Ulupi puteri Ki Ageng Cakrabuwana, kalau dipikir iapun mempunyai sangkutpautnya. Bertambah jelas kini, apa makna kedudukan Swandaka. Pemuda. Pemuda itu tidak hanya mempunyai saham terhadap Laskar Majapahit saja, tetap: diapun komandan pengawal Ulupi puteri gurunya. Maka benarlah kata Diah Mustika Perwita, bahwa diri-nyapun tidak akan dapat membiarkan Swandaka menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagipula urusan kantung Ratu Wngker, bukankah menyangkut kepentingan Laskar Majapahit" Swandaka sendiri waktu itu hanya berjalan di belakang mereka bertiga membungkam mulut. Meskipun demikian, otaknya penuh dengan teka-teki. Terhadap watak dan sifat Galuhwati, ia kini sudah faham. Puteri itu nakal dan mau menang sendiri. Tetapi membaca keadaan hati Diah Mustika Perwita, tidak mudah. Dengan diam-diam ia mengaku menaruh hati. Sebaliknya sikap Diah Mustika Perwita terhadapnya seperti seorang Ibu yang sedang membela dirinya. Puteri itu hanya sebagai penengah dan berbicara dengan suara datar saja. Sama sekali tidak terdapat butir-butir kehangatan yang diperlukan sebagai rabuk seminya sebuah cinta timbal-balik. -o0~DewiKZ~0o- SETIBANYA di rumah, Paramita Maliyo tidak segera memeriksa kantung rampasan. Baru pada hari kesepuluh, ia mencoba mengangkatnya. Berkata : "Ratna, berat sekali kantung ini. Tentunya berisikan harta atau sisa harta kekayaan Ratu Wengker.... " sampai di sini tiba-tiba Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Paramita duduk menghempaskan diri di atas kursi. Pandang matanya kosong dan wajahnya berubah-rubah. "Ibu, kau kenapa?" Ratna Paramita cemas melihat perubahan wajah ibunya. "Apakah Ibu terluka?" "Tidak, Tidak apa-apa." Paramita Maliyo meyakinkan anaknya. "Coba aku minta minuman hangat." Ratna Paramita segera memanggil pelayan dan diperintahkan membuat minuman hangat untuk ibunya. Paramita Maliyo memang tidak terluka apapun. Hanya saja setelah mengucapkan kata-kata Ratu Wengker, hatinya terpukul. Hal itu disebabkan oleh latar belakang hubungan dirinya dengan Ratu Wengker alias Wijayarajasa yang pada jaman mudanya bernama Kuda Amerta. Wijayarajasa tidak hanya berkedudukan sebagai guru saja, tetapi pernah mencoba memperkosanya. Ia menaruh hormat terhadap Wijayarajasa berbareng membencinya. Sekarang, diluar kehendaknya pendiri ia seolah-olah menjadi pewaris harta bendanya. Sedetik dua detik itu timbul suatu perkelahian hebat di dalam dirinya. Ia menyimpan atau membuang harta itu demi menghapuskan aib masa lalu" Justru tepat pada saat itu, ia mendengar suara Ratna Paramita menegas padanya: "Ibu, apakah kita perlu merampas kantung ini?" Karena dipaksa untuk dapat memutuskan dengan cepat demi menghapus kesan yang membuat anaknya risau, segera ia berkata dengan suara tegas : "Ratna, sudah lama ibu hendak membangun perkampungan ini menjadi suatu perkampungan yang bisa berdiri sendiri tanpa menggantungkan belanja dan beaya hidup kepada nasib baik. Dan hal itu tentu saja ibu memerlukan beaya tinggi. Rupanya Dewata mendengarkan keinginan ibu. Siapa mengira, tak terduga kita dapat membawa kantung yang berisi peninggalan harta Ratu Wengker ke rumah. Ini semua berkat doa restu leluhurmu pula. Kita akan membangun sebuah perkampungan besar mengantikan Wengker. Lalu kita akan menampung orang-orang miskin Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang butuh pertolongan. Dengan begitu, kita tidak menyia-nyiakan harapan leluhur kita." "Leluhur kita?" Ratna Paramita berkomat-kamit mencoba mengerti. Lalu menegas dengan hati-hati: "Ibu maksudkan guru ibu?" "Bukankah harta ini peninggalan Ratu Wengker?" "Ya. tetapi ibu .... aku khawatir justru kita akan mendapat kesukaran. Sebab meskipun harta ini peninggalan Ratu Wijayarajasa, akan tetapi pada saat ini sudah menjadi barang rampasan Laskar Majapahit. Dengan kata lain harta ini sudah pindah majikan. Lainlah halnya, apabila ibu secara langsung menerima pesan-pesan Ratu Wengker." Paramita Maliyo menghela nafas. Mengakui : "Ya, kau benar juga." Watak dan sifat Paramita Maliyo memang aneh. Dia terkenal sebagai seorang ahli racun yang berbahaya, tetapi kadangkala hatinya mulia dan jujur. Tiba-tiba suatu ingatan, membuat makna ucapannya tiba-tiba berubah. Katanya melanjutkan : "Kuda yang kita robohkan, milik keluarga Hajar Awu-Awu. Tentang Swandaka dan teman-temannya, tidak usah kita khawatirkan. Sebaliknya tidak demikianlah masalah keluarga Hajar Awu-Awu. Kau masih ingat, Sapu Regol pernah datang kemari. Ternyata ia datang sebagai seseorang yang ditugaskan keluarga Hajar Awu-Awu untuk menyampaikan lamaran. Masalah ini bisa jadi ruwet. . . ." Ratna Paramita sebenarnya bermaksud hendak membujuk ibunya agar menyerahkan kantung itu kepada Swandaka. Mengingat sikap ibunya yang agak membenci Swandaka, ia berbimbang-bimbang. Salah-salah, malahan justru bisa membakar hati ibunya. Tetapi begitu mendengar ibunya menyinggung-nyinggung masalah keluarga Hajar Awu-Awu, ia melupakan maksudnya untuk membujuk ibunya demi Swandaka. Lantas saja ia berkata : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah ibu sudah mengambil sikap" " Paramita Maliyo tidak segera menjawab. Ia mengamat-amati wajah anaknya seolaholah ingin membaca keadaan hatinya. Lalu berkata dengan pelahan-lahan : "Ratna ! Terimalah lamarannya ! Ayah dan anaknya berkepandaian tinggi. Sedang perjodohan itu sendiri tiada celanya. Ingat, kau sekarang sudah berumur delapanbelas tahun. Menjadi menantu Hajar Awu-Awu masa depanmu cerah cemerlang." Ucapan Pramita Maliyo diluar dugaan Ratna Paramita, sehingga wajah gadis itu menjadi merah. Dengan suara agak bergetar ia menyar tikan kata hatinya yang tidak senang : "Ibu, rupanya ibu takut menghadapi keluarga Hajar Awu-Awru sehingga sampai hati menjual anakmu perempuan. Ibu berkata, perjodohan itu tiada celanya" Anak Hajar Awu-Awu itu justru seorang pemuda yang gemar rambut licin dan bedak tebal. Padahal di rumahnya sudah tersimpan dua orang gundiknya. Pantaskah laki-laki semacam dia menjadi menantu Ibu" " "Ah, soal gundik itu mudah diatasi. Suruh saja mereka pergi! " Mendengar ucapan ibunya yang berkesan menggampangkan, Ratna Paramita tidak dapat lagi menyembunyikan rasa mendongkol dan marahnya. Katanya sengit : "Bila sekali sudah biasa mengambil gundik, andaikata kedua gundiknya itu ibu usir, apakah dia tidak dapat mengambil gundik baru lagi" Baiklah, katakan saja masalah gundik itu masalah kecil yang tidak dipermasalahkan. Tetapi apakah Ibu sudah mengenal isi perut Hajar Awu-Awu dan anaknya" Seringkah mereka bertindak sewenang-wenang terhadap orang lemah. Pendek kata, mereka berdua bukan manusia baik. Karena itu, tak dapat aku menerima lamarannya. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Berbuat sewenang-wenang?" damprat Paramita Maliyo. "Taruhkata benar ucapanmu, tetapi apa sangkut-pautnya dengan keluarga kita" Memang mereka bukan termasuk golongan satria-brahmana. Bukankah kitapun termasuk golongan mereka" " "O jadi menurut ibu, kita dan mereka sembabat dan setimpal?" Ratna Paramita tertawa untuk melepaskan rasa mendongkol dan penasarannya dengan dibarengi katakata ejekan. "Setidak-tidaknya ilmu kepandaiannya tiada yang dapat menandingi di kolong langit ini." Paramita Maliyo tidak mau mengalah. "Dengan berbekal ilmu kepandaian setinggi langit, apakah sudah berarti memiliki makna hidup?" bantah Ratna Paramita. "Bukankah Ratu Wengker berkepandaian tinggi, sehingga ibu bersedia menjadi muridnya" Apa sebab ibu sekarang sering mengutuk guru sendiri" " Diingatkan hubungannya dengan Wijayarajasa, Paramita Maliyo terperanjat. Wijayarajasa memang berkepandaian tinggi. Bukan mustahil masih berada di atas Hajar Awu-Awu atau paling tidak setanding. Sayang, pekertinya tidak senonoh sehingga hampir saja memperkosanya. Peristiwa itu sangat berkesan di dalam lubuk hatinya dan sukar terhapus dari ingatannya. Karena hendak diperkosa, terpaksa ia melarikan diri dengan menggondol sebagian Kitab Pusaka gurunya. Itulah Kitab Wisakarma. Dengan melarikan diri, akibatnya dia hanya mewarisi ilmu kepandaian setengah matang. Terpaksalah ia bergaul dengan kaum Girah. Dan terpaksa pula ia menyerahkan diri kepada seorang laki-laki yang sama sekali tidak dicintainya, karena wajah dan perawakan tubuhnya rusak akibat mempelajari racun warisan Calon Arang. Bisa dimengerti apa sebab dia sering mengutuk gurunya yang dianggap sebagai sumber malapetaka. Di luar dugaannya, ternyata diam-diam anaknya sering memperhatikan dirinya. Tentunya anaknya pernah mendengar bunyi kutukannya yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dilampiaskan tidak hanya untuk sekali dua kali. Dan diluar dugaannya pula, anaknya menyebutkan hal itu dengan terus terang di hadapannya. Hatinya merasa tertikam langsung. Akibatnya wajahnya menjadi pucat lesi. "Baik, baik....." serunya nyaring setengah menyeringai. "Mulai saat ini dan untuk selanjutnya, tidak mau lagi aku membicarakan masa depanmu. Tidak mau lagi aku mengurusi pernikahanmu. Kau boleh berbuat sesuka hatimu. Apakah kau memilih iblis atau setan, aku tidak mau tahu....." Kata-kata Paramita Maliyo ini, di luar dugaan Ratna Paramita pula. Ia terkejut dan takut. Seketika itu juga, ia menangis dan menubruk pangkuan ibunya. Dengan menangis ia berkata tersekat-sekat : "Ibu . . . maafkan . . . Agaknya kita berdua sudah ditakdirkan menjadi manusia yang serba salah. Ibu di-sakitkan hati oleh laki-laki dan aku sendiri bakal dihina orang." Mendengar bunyi kata-kata Ratna Paramita, luluhlah rasa mendongkol Paramita Maliyo. Dengan penuh pengertian, ia mengusap-usap rambut anaknya sambil berkata : "Aku tahu, di dalam lubuk hatimu terisi seorang pemuda yang menjadi idaman hatimu. Akupun tahu, keluarga Hajar Awu-Awu tidak hanya mendesak tetapi memaksa pula. Sayang .... sungguh sayang ! Pemuda yang menambat hatimu itu tergolong kaum satria yang sama sekali berbeda dengan kaum kita. Ah, andaikata kita diperkenankan mengulangi hidup, tentunya aku sendiri tidak akan membiarkan diriku bergelut dengan ilmu racun yang merusak dan menyesatkan . . . . " Apapun kata-kata Paramita Muliyo, Ratna Paramita tahu bahwa ibunya meminta padanya agar menghapus peranan Swandaka di dalam lubuk hatinya. Ia jadi malu sendiri dan timbul rasa ibu terhadap ibunya. Tetapi tidak juga memperoleh jalan keluar, sehingga tangisnya kian ber-sedu-sedan cepat. Air matanya mengalir deras membasahi kedua belah pipinya bahkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ada yang runtuh di atas bajunya. Pelahan-lahan ia merenggutkan diri dari buaian ibunya. Lalu berkata dengan suara getir : "Ibu jangan khawatir " Aku tidakkan kawin selama hidupku." "Ratna. janganlah berkata begitu !" Paramita Muliyo berseru setengah meratap. "Dalam keadaan merasa terpojok, janganlah mengucapkan sesuatu yang merugikan diri sendiri. Nanti jadi kutuk Pasupata. Sebaliknya, jangan lah engkau salah terima terhadapku. Di dunia ini, tiada seorang ibupun yang akan menjeremuskan anak kandungnya ke dalam jurang. Betapapun juga, seorang ibu akan memikirkan nasib dan hari depan anak-kandungnya. Hanya saja, dalam perkara ini ibumu berada dalam suatu kedudukan yang sulit. Apakah engkau tidak dapat memahami keadaan ibumu" Baiklah, mari kita tunda dulu pembicaraan mengenai perjodohan. Sekarang bantulah ibu memikirkan tentang tindakan apa yang harus ibu lakukan untuk menentang keinginan keluarga Hajar Awu-Awu." Inilah jawaban ibunya di luar dugaan Ratna Paramita. Pikirannya sedang kusut. Betapa mungkin sanggup mencari jalan keluar secepat itu" Karena bingung dan merasa salah, kembali lagi ia menjatuhkan diri ke pangkuan ibunya. -0o~DewiKZ~0o- BERSAMBUNG JILID 8 Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Document Outline Jilid 7 MEMPEREBUTKAN NASKAH WARISANHerman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jilid 8 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/ Dengan Truno Penyak & Ismoyo Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/ Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ibu." hanya itu saja yang mampu ia ucapkan. Selagi demikian, masuklah seorang pelayan dengan membawa warta, bahwa seorang laki-laki yang bernama Sapu Regol ingin bertemu dengan nyonya rumah. Paramita Maliyo tercengang. Setengah gugup ia berkata memerintah kepada anak gadisnya : "Ratna, masuklah ke kamar ! Beristirahatlah ! Kau bawa pula kantung ini. Masalah ini biar ibu yang menghadapi." Hati Ratna Pramita terharu. Terasa di dalam hatinya, betapapun juga, seorang ibu tetap menjadi pelindung anaknya. Segera ia menyambar kantung harta peninggalan Ratu Wengker dan dibawanya masuk ke dalam kamarnya. Paramita Maliyo bangkit dari tempat duduknya dan menyambut kedatangan Sapu Regol yang segera tertawa lebar begitu melihat kehadirannya. Seru raksasa itu dengan nada menggelegar : "Nyonya, selamat ! Selamat ! Ada kabar gembira untuk nyonya. Maka dari jauh aku datang untuk menyampaikan kabar gembira ini. " Paramita Maliyo memaksa diri untuk bersenyum. Minta keterangan : "Kabar gembira apa" " tetapi hatinya tidak tenang. "Aku datang untuk mengantarkan panjar emas kawin. " sahut Sapu Regol dengan suara tetap nyaring. "Oh tentang itu" Baiklah kita bicarakan pelahan-lahan .... " ujar Paramita Maliyo kurang bersemangat. Ia benar-benar merasa bingung dan kusut pikirannya. "Tentunya nyonya perlu penjelasan apa arti panjar emas kawin, bukan" " ujar Sapu Regol tidak menghiraukan keadaan nyonya rumah. " Barang panjar itu luar biasa nilainya. Di kolong Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ langit ini tiada tandingannya. Dan barang panjar itu dipersembahkan sebagai pesalin. Hm, seorang calon permaisuri raja tidak bakal memperoleh barang bernilai setinggi itu. " "Ah, kami tidak mengharapkan barang yang terlalu istimewa. " kata Paramita Maliyo menahan diri. " Lagipula tentang barang pesalin itu, kita bicarakan kembali setelah selesai pembicaraan masalah pinangan . . .. " Sapu Regol yang menjadi comblang istimewa tertawa riuh memotong kata-kata Paramita Maliyo. Serunya dengan suara tetap nyaring : "Pesalin itu, bukankah sudah nyonya terima" Kita ini termasuk golongan warga yang tulus. Pastilah nyonya tidak akan mengingkari barang panjang yang sudah nyonya terima. Masakan nyonya bermaksud membatalkan perjodohan majikan mudaku" " Mendengar ucapan Sapu Regol, hati Paramita Maliyo berdenyut. Sedetik itu pula sadarlah ia apa makna barang panjaran itu. Sewaktu hendak membuka mulut, Sapu Regol mendahului. Seru raksasa itu : "Kurang lebih sepuluh hari yang lalu, majikan mudaku kehilangan seekor kuda jempolan. Tentang hilangnya kuda jempolan itu, majikan sudah memperoleh keterangan yang jelas. Ternyata nyonyalah yang mendapatkan kuda itu. " "Maaf, kuda itu mati terbunuh. " ujar Paramita Maliyo. " Terus terang saja, aku tidak mengetahui kuda milik siapa sehingga----" "Ah, bukan apa-apa. " potong Sapu Regol dengan tertawa lebar. " Apa sih artinya seekor kuda. Hanya kantung yang berada di bawah pelananya itulah yang penting. Kantung itu penuh berisikan benda-benda pilihan yang sangat tinggi nilainya. " "Oh mengenai ini, biarlah aku jelaskan. " ujar Paramita Maliyo. " Hadirnya aku di lapangan pertempuran itu, memang dengan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ niat membantu keluarga Hajar Awu-Awu. Secara kebetulan aku memperoleh barang itu. Karena ternyata milik keluarga Hajar Awu-Awu, tentu saja tidak berani aku mengangkangi. Baiklah, lain waktu aku akan datang mengantarkan sendiri. " Sebenarnya, di dalam hati Paramita Mabyo berat untuk menyerahkan kantung berharga itu. Tetapi berhadapan dengan keluarga Hajar Awu-Awu, tidak berani ia bersitegang, lapun berharap dengan menyerahkan kantung itu akan terlepas dari suatu masalah yang bakal ruwet. Setidak-tidaknya, ia tidak akan dipaksa untuk mengawinkan anak-gadisnya dengan Tunjung Anom. Dan hal itu akan dapat membuat anak gadisnya berlega hati. Tetapi Sapu Regol menggoyang-goyangkan tangan kanannya seraya berkata ditekantekan : "Tak usah nyonya bersusah payah. Majikanku tiba-tiba merubah pikirannya. Setelah dipertimbangkan, daripada bolak-balik akan memakan wakti, lebih baik sekaligus dipersembahkan kepada besannya sebagai panjar emas kawin. Nah, apakah tidak seharusnya nyonya berterima kasih atas kebyaksanaan majikanku" Sebab begitu nyonya terima panjar emas kawin ini, besok pagi nyonya mendadak sontak menjadi orang terkaya di seluruh dunia. Coba, nyonya mau mencari besan mana lagi yang melebihi kebaikan majikanku" Hanya saja karena aku bertugas sebagai suruhannya, harap nyonya segera membalas setelah panjar emas kawin nyonya terima. Begitulah tata atur yang lazim berlaku di mana-mana. " Hebat cara Sapu Regol bertugas sebagai comblang. Menurut anggapannya, dirinya sudah berbicara jelas, gampang diterima dan matang. Tetapi sebenarnya tidak memberi kesempatan Paramita Maliyo untuk berfikir sejenak. Keruan saja Paramita Maliyo mendongkol bukan main. Namun harus diakui, hatinya meringkas berhadapan dengan Sapu Regol yang datang atas nama keluarga Ki Hajar Awu-Awu. Sejenak itu, berbagai pikiran Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan pertimbangan berkelebatan dalam benaknya. Ia merasa sulit untuk segera mengambil keputusan. Katanya di dalam hati: "Sebenarnya kalau aku menerima lamarannya, kecuali aku akan menjadi kaya raya, selanjutnya aku termasuk keluarga besar Hajar Awu-Awu. Tetapi, apakah bukan berarti pula menjual darah dagingku sendiri" Ratna Paramita sudah jelas menolak dikawinkan dengan Tunjung Anom." Tetapi karena harus memberi jawaban secepat-cepatnya, mau tak mau ia harus pandai mengambil keputusan. Setelah menyenak nafas, berkatalah ia mencoba mengalihkan pembicaraan : "Kadang-kadang hatiku merasa geli. Coba pikir ! Tunjung Anom sebenarnya termasuk adik-seperguruan-ku. Sekarang dia akan menjadi menantuku. Lucu, bukan" Meskipun demikian, sampaikan rasa terima kasihku kepada majikanmu. Lamaran dan pembicaraan ini membuktikan Ki Hajar Awu-Awu menghargai keluargaku. Melihat besarnya nilai pesalin ini, aku merasa berkecil hati. Sama sekali aku tidak dapat mengimbangi. Menurut pendapatmu, aku harus bertindak bagaimana" " Sapu Regol tertawa. Sahutnya : "Dengan iklas dan rendah hati, majikanku sudah menyerahkan panjar emas kawin begitu besar Mustahil majikanku masih mengharapkan harta kekayaan nyonya sebagai balas pesalin. Menurut pendapatku bisa diatur begini saja. Silaukan nyonya menyalin Kitab Wisakarma dan Kitab Calon Arang dan segera kirimkan kepada majikanku. Kalau perlu aku bersedia datang menjemputnya. Semuanya lantas saja menjadi beres". Hati Paramita Maliyo tercekat. Sama sekali tak diduganya, bahwa Sapu Regol menyarankan demikian. Kitab Wisakarma milik Wijayarajasa yang dicurinya. Sedang Kitab Calon Arang diperolehnya dari perkawinannya dengan marga Girah. Sekarang dua-duanya diminta Hajar Awu-Awu sebagai pesalin balasan yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dinilainya seimbang dengan nilai panjar emas kawin. Tentu saja hal itu memaksa dirinya berpikir keras. "Ah, kiranya siluman Hajar Awu-Awu mengincar kitab pusakaku. Kukira dia bermaksud setulus-tulus hendak mengambil Ratna Paramita sebagai menantunya....." Dalam pada itu, Sapu Regol terus mengawaskan perubahan wajahnya. Merasa tak sabar, lalu mendesak : "Nyonya ! Majikanku benar-benar mengharapkan balasan. Bagaimana keputusan nyonya?" "Sapu Regol, berilah aku waktu untuk membicarakan hal ini dengan Ratna. Dapatkah tuan menunggu?" "Menunggu" Sebentar lagi majikanku akan berkunjung kemari. Maka tak dapat aku seenaknya membatalkan kunjungannya itu. Ataukah nyonya hendak berbicara langsung dengan beliau?" jawab Sapu Regol dengan suara tegas. "Nyonya ! Kita harus berbicara dengan terbuka dan terus terang. Sebab ini bukanlah masalah kampungan." Betapapun juga, Paramita Maliyo terperanjat mendengar kabar akan datangnya Hajar Awu-Awu. Benar-benar ia merasa terdesak. Tak mengherankan, ia jadi gelisah. Sahutnya bingung: "Tunggu !.....Tunggu dulu......!" Menyaksikan Paramita Maliyo, Sapu Regol justru memperkeras suaranya. Katanya : "Ah ... . nyonya dan majikanku bakal berbesanan. Lambat-laun akan jadi semakin akrab. Aku bisa mengerti, nyonya merasa belum bersiaga untuk menjamin kunjungan majikanku, sehingga nyonya mengharapkan agar kunjungan majikanku diundurkan. Untuk apa" Karena sebentar lagi nyonya bakal menjadi besan majikan, pada suatu kali toh akan bertemu. Tegasnya, mundur atau tidak, akhirnya bertemu juga. Nah, untuk apa mengundur-Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ undur waktu" Pada saat itu nyonya bisa berbicara langsung dengan majikan." "Bukan begitu." tungkas Paramita Maliyo. "Biar bagaimanapun, aku wajib mendengar jawaban anakku Ratna Paramita. Sebab dalam hal ini, dialah yang bakal menjadi temantennya. Inilah urusan yang menentukan. Masalah yang menentukan seumur hidup. Masalah seumur hidup baginya. Bukan untuk kepentinganku semata." Sapu Regol tidak puas mendengar jawaban Paramita Maliyo. Ia tertawa panjang melalui dada dan hidungnya. Menyaksikan hal itu, Paramita Maliyo berkata lagi untuk menyabarkan : "Ratna Paramita adalah anak tunggalku. Semenjak dulu, tak pernah aku memutuskan sesuatu hal tanpa membicarakan persoalannya dengannya. Pendek kata aku tidak menghendaki terjadinya pertentangan pendapat antara ibu dan anak. Lagipula, aku biasa memanjakan anakku. Aku justru khawatir, lagak-lagunya tidak berkenan di hati Ki Hajar Awu-Awu." Mendengar alasan Paramita Maliyo, tak sampai hati lagi Sapu Regol untuk memojokkan. Meskipun demikian, masih saja ia berkata agak beringas : "Baiklah, aku tidak melarang nyonya hendak berbicara dengan anakmu. Hanya saja, karena nyonya bakal berbesanan dengan majikan, harap pembicaraan itu dilakukan dengan terang-terangan di depan mataku. Silahkan, bawalah calon pengantin ke luar. Kita sekaum dan bakal satu marga, maka tidak perlu dia malu-malu berbicara setulus hatinya di depanku. " Betapapun juga, karena merasa didesak terus-menerus, akhirnya Paramita Maliyo berani mengambil keputusan. Katanya di dalam hati : "Orang ini keterlaluan. Sama sekali dia tidak menghargaiku. Kalau memang dia mengakui diriku sebagai besan majikannya, tentu dia tidak berani bersikap kasar begini. Baiklah, aku akan mendengar apa jawaban Ratna. Jika Ratna menolak, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ apa boleh buat. Apapun yang bakal terjadi, harus kulawan sebisa-bisaku." Setelah memperoleh ketetapan demikian, ia memanggol seorang pelayan dan diperintahkan memanggil Ratna Paramita datang menghadap. Pada waktu itu, Ratna Paramita sudah berada dalam kamarnya atas perintah ibunya. Segera ia menyimpan kantung yang berharga itu. Lalu duduk di atas kursi merenungkan nasibnya. Suatu awan kelabu memenuhi rongga dadanya. Ia merasa pedih dan sedih bukan main. Karena ingin menangis seru, ia mengunci kamarnya. "Tidak dapat aku membuat ibu sedih terus-menerus karena memikirkan diriku. Biarlah aku minggat saja". pikirnya kemudian. Tetapi teringat betapa ibunya sangat menyayangi dirinya, ia ragu-ragu sendiri. Ia merasa berat juga untuk berpisah dari ibunya. lapun meragukan tekatnya sendiri. Benarkah ia sanggup hidup merantau seorang diri" Semenjak kanak-kanak ia dimanjakan dan dilayani beberapa pelayan. Dapatkah ia mengatasi kepentingannya sendiri" Selain itu, ibunya banyak mempunyai musuh. Bagaimana kalau mereka mengganggunya" Pikiran Ratna Paramita kacau tak menentu. Selagi dalam keadaan demikian, tibatiba ia mendengar daun jendela terketuk tiga kali dengan pelahan-lahan. "Siapa?" ia minta keterangan. "Aku....." seseorang menjawab dengan suara halus. Ratna Paramita tercengang. Ia berbimbang-bimbang. Ia merasa kenal pemilik suara itu, tetapi lupa di mana dan kapan dirinya berjumpa. Tetapi detik kemudian, ia membuka jendela. Seseorang berkelebat masuk ke dalam kamar dengan gesitnya. Daun jendela ditutupnya dan orang itu menyapa : "Ratna ! Kau masih mengenal diriku" " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ratna Paramita terperanjat begitu melihat siapa tamu tak diundang itu. Dialah Diah Mustika Perwita yang dulu mencuri ikat pinggang. Terus saja dia melompat menyambar pedangnya. Tetapi Diah Mustika Perwita tidak menghiraukan. Dengan wajah tenang, ia duduk di kursinya. "Kau mau apa?" bentak Ratna Paramita. "Kebetulan sekali engkau seorang diri dalam kamarmu." jawab Diah Mustika Perwita dengan wajah damai."Aku datang khusus untukmu. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu." Karena Diah Mustika Perwita tidak menunjukkan sikap bermusuhan, Ratna Paramita menurunkan pedangnya. Walaupun demikian, masih perlu ia bersiaga. Menegas dengan suara tawar : "Apa yang ingin kau bicarakan?" Diah Mustika Perwlta tidak segera menjawab. Ia malahan balik bertanya : "Apakah engkau mengetahui Sapu Regol berada di depan?" Wajah Ratna Paramita berubah. Ia mendongkol, merasa malu dan sedih. Erat-erat ia memegang hulu pedangnya. Serunya sengit: "Meskipun kepandaianku berada jauh di bawahmu, akan tetapi tak mau aku kau hina. Apakah kedatanganmu kemari hanya untuk mengejek diriku?" "Ratna Paramita, jangan salah faham ! Aku datang kemari, justru hendak membantumu. Maukah engkau menerima bantuanku?" "Kau hendak membantu apa?" Ratna Paramita tertawa getir sambil mengusap air matanya dengan lengan kirinya. "Akulah yang mengganggu fihakmu. Dulu aku merampas ikat pinggang fihakmu. Lalu mengganggu kuda buruan kalian. Sekarang engkau datang hendak membantu diriku. Aku tahu, kau datang hendak Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membantu diriku cepat mati. Bukankah begitu" Nah, silahkan. Sebab melawanpun toh tak ada gunanya. Silahkan.....!" Diah Mustika Perwita yang halus budi-pekertinya dapat memaklumi keadaan hati Ratna Paramita. Karena itu, meskipun kata-kata Ratna Paramita sengit, hatinya sama sekali tidak tersinggung. Seperti layak seorang ibu, ia berkata : "Apa yang kau katakan itu, sudah berlalu. Tiada guna kau bicarakan lagi. Akupun sudah tahu dengan jelas, apa sebab peristiwa itu terjadi. Bukankah gara-gara tingkah Tunjung Anom anak Hajar Awu Awu" Dia hendak memperalat ibumu untuk mencapai tujuannya. Maka apa gunanya aku bermusuhan atau membencimu" Itulah sebabnya, aku datang kemari dengan maksud hendak membantumu. Membantu dirimu agar tidak jadi korban. Tetapi bila kau tidak percaya, terserah. Aku tidak berbicara lagi." Ratna Paramita menatap wajah Diah Mustika Perwita. Ia mencoba membaca raut wajah. Pandang mata Diah Mustika Perwita ternyata meresapkan hatinya. Tenang berwibawa penuh cinta-kasih. Karena memperoleh kesan demikian, pelahan-lahan ia duduk di atas kursinya. Tidak lagi ia bersikap bengis dan kaku. Meskipun demikian, belum sanggup ia merubah nada suaranya. "Baiklah." ia memutuskan. "Kuanggap kau bukan musuhku lagi. Biarlah aku percaya, kau tidak membenciku. Meskipun begitu, kita toh bermusuhan juga. Lalu kau hendak membantu diriku perkara apa?" Diah Mustika Perwita tersenyum manis. Menyahut dengan suaranya yang merdu : "Aku tidak menganggap dirimu sebagai musuhku. Sebaliknya, ingin aku bersahabat denganmu." "Hm." Ratna Paramita mendengus lalu tertawa dengan mencibirkan bibir. "Kau Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo keturunan orang kerajaan. Teman-temanmu pendekar-pendekar pecinta, bangsa dan negara. Apa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sih harga diriku ini" Mungkin tidak lebih daripada penjelmaan siluman. Karena itu, janganlah berdusta padaku. Engkau datang untuk kantung Ratu Wengker, bukan?" "Yang betul, aku datang untukmu dan baru untuk kantung itu." Diah Mustika Perwita membetulkan ucapan Ratna Paramita. Ratna Paramita mendengus. Hatinya membenarkan dugaannya. Karena itu berkata sengit : "Meskipun kau selimuti seribu helai kain, toh tercium maksudmu, bukan?" Diah Mustika Perwita tidak sakit hati. Dengan sikap tak mengacuhkan ejekan Ratna Paramita, ia menyahut : "Ratna ! Kau tadi berbicara masalah pendekar-pendekar sejati dan penjelmaan iblis atau siluman. Kalau begitu, sebenarnya engkau dapat mem bedakan antara perbuatan yang baik dan tidak. Coba tolong jelaskan apa perbedaan maknanya." "Aku tadi tidak menggunakan istilah sejati dan iblis. Tetapi aku berkata, kau keturunan orang kerajaan. Teman-temanmu pendekar-pendekar pecinta bangsa dan negara." Ratna Paramita membetulkan kata-kata Diah Mustika Perwita. "Baik ... sebaliknya engkau tahu maknanya?" Sebenarnya, Ratna Paramita berkata asal jadi saja, maksudnya hanya ingin mengejek seseorang yang menganggap dirinya bernilai lebih daripada lainnya. Tidak mengherankan, ia tidak mengerti maknanya. Karena itu, tidak dapat ia menjawab pertanyaan Diah Mustika Perwita dengan segera. "Sebenarnya tidak tepat kata-katamu." ujar Diah Mustika Perwita. "Nilai seseorang itu bukan terletak pada garis keturunannya atau pergaulannya. Tetapi pada peribadi-nya. Dalam hal ini tanggung jawab kepada dirinya sendiri yang terutama. Kau boleh mengaku sebagai pecinta bangsa dan negara. Tetapi hal itu tiada gunanya, apabila peribadimu kotor Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ alias cita-cita itu sebenarnya tidak lebih daripada sebuah topeng. Orang-orang begini inilah boleh kau sebut penjelmaan iblis atau siluman. Seseorang yang melupakan kepentingan diri sendiri dan mengabdikan kebiasaannya kepada masyarakat, dialah pantas kau sebut manusia sejati. Demikian pulalah pendekar-pendekar yang melakukan sesuatu yang berfaedah untuk masyarakat, dialah golongan yang benar. Sebaliknya barangsiapa yang merusak atau membuat susah orang, dia tak ubah iblis. Karena itu, sekali lagi kukatakan, bukan darah keturunan yang menentukan. Tetapi sepak terjangnya yang nyata." Diah Mustika Perwita mengesankan. Meneruskan : "Umpamanya saja perkara kantung itu. Ratu Wengker berontak melawan kekuasaan pusat dengan menyengsarakan rakyat. Maka turunlah Laskar Majapahit untuk mengadili. Dia kalah dan semua barang miliknya dirampas. Barang ini akan dipersembahkan kepada Pusat Pemerintahan. Kelak akan dikembalikan l%gi ke tanah Wengker untuk memperbaiki bekas-bekas perang dan memajukan pertanian dan pembangunan. Sebaliknya tidak demikianlah halnya sepak terjang keluarga Hajar Awu-Awu. Dia ikut berkepentingan untuk merebutnya. Setelah itu akan digunakan untuk apa" Apakah Ratna bisa menjawab?" Seumurnya belum pernah seseorang berbicara begitu panjang lebar dan jelas mengenai sepak-terjang kaum pendekar. Tak mengherankan, ia duduk terpaku tak ubah sebuah arca. Tetapi pikirannya mendadak jadi kacau. Ia mendengar pertanyaan Diah Mustika Perwita, namun tidak kuasa membuka mulutnya. "Pendek kata adikku ..." sambung Diah Mustika Perwita. "Amatilah sepak terjang dan perbuatannya. Sekarang, engkau akan menyerahkan kantung itu ke pihakku atau kepada keluarga Hajar Awu-Awu" Atau hendak kau simpan sendiri?" "Hm, aku tidak begitu loba sampai ingin mengangkangi harta milik Ratu Wengker yang menyengsarakan rakyatnya akibat ulahnya sendiri. Tetapi legakan hatimu, akupun tidak akan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyerahkan kantung itu kepada keluarga Hajar Awu-awu." ujar Ratna Paramita dengan mata menyala. "Hm." Diah Mustika Perwita menyenak nafas. "Sebenarnya orang yang mempermainkan dirimu ialah Hajar Awu-awu. Bukan kami. Kau mengerti?" Ratna Paramita nampak susah sekali. Betapapun keras hatinya, namun ia tetap seorang wanita. Tak dikehendaki sendiri, air matanya menitik di pelupuk matanya. Diah Mustika Perwita yang berperasaan halus, bangkit dari kursinya dan menghampirinya. Dengan mengusap rambut Ratna Paramita, ia berkata lembut : "Ratna, marilah engkau ikut padaku. Bergabunglah dengan Laskar Majapahit. Dengan begitu, kau tidak usah takut menghadapi ancaman keluarga Hajar Awu-awu." Ratna Paramita menegakkan kepalanya. Sebenarnya, hatinya senang mendengar katakata Diah Mustika Perwita. Menuruti kata hatinya pula, segera ia ingin mengangguk. Tiba-tiba wajah Swandaka terbayang di depan matanya. Teringat betapa Swandaka bersikap dingin terhadapnya, ia jadi berbimbang-bimbang. Lalu berkata : "Tidak ! Tak dapat aku mengikut: engkau." "Mengapa" " "Kantung itu akan kuserahkan kepadamu. Akan tetapi aku tidak dapat mengikuti engkau." "Mengapa?" sekali lagi Diah Mustika Perwita minta keterangan. "Tak usah engkau mempedulikan diriku. Aku sudah memutuskan hendak merantau mengadu nasib." jawab Ratna Paramita dengan suara agak ditekankan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Mustika Perwita tercengang. Tetapi sedetik berikutnya, ia sadar dan menyadari apa sebab Ratna Paramita berkata demikian. Dengan penuh pengertian ia berkata : "Baiklah .... memang itulah satu-satunya keputusan yang terbaik. Untuk sementara engkau berpisah dari ibumu." ia berhenti mengesankan. Lalu mengulurkan sebuah lencana terbuat dari perunggu. "Kenakan di dadamu ! Inilah lencana Kerajaan Majapahit. Dengan mengenakan lencana ini, kau tidak akan diganggu orang. Taruhkata kau diganggu, di sembarang tempat engkau akan memperoleh pertolongan dan bantuan." Ratna Paramita mengamat-amati lencana yang diberikan padanya. Lencana itu bergambarkan Seekor burung Garuda mengembangkan sayapnya. Di atas kepalanya terukir mahkota kerajaan yang berbintang segi lima. Ia percaya, lencana itu tidak dikenakan sembarang orang. Paling tidak khusus lencana untuk keluarga raja, menteri-menteri atau para panglima. Karena itu, tanpa ragu-ragu lagi segera ia menyematkan di dadanya. Teringat betapa ia pernah melukai teman seperjalanan Swandaka, ia merasa malu sendiri. Tatkala itu, Sapu Regol yang berada di pendapa sudah tidak sabar lagi. Dia bukan orang bodoh. Sekian lamanya, ia menunggu munculnya Ratna Paramita. Ternyata calon temanten tidak juga menampakkan hidungnya. Karena itu ia merasa dipermainkan. Terus saja ia menggertak Paramita Maliyo dengan suara menggeram : "Memang aku tidak cukup berharga untuk bisa bertatap muka dengan calon penganten. Baiklah, kalau begitu biarlah majikan sendiri yang datang menjenguk. Biarlah mereka berbicara berdua-duaan." Sapu Regol tidak hanya menggertak, tetapi dengan tiba-tiba ia bersiul melengking tinggi panjang sekali. Paramita Maliyo terperanjat. Ia tahu, itulah salah satu siulan sandi keluarga Hajar Awu-Awu. Benar-benarkah Hajar Awu-Awu datang berkunjung Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sendiri" Ia mendongkol, karena dirinya merasa dipojokkan. Bila Hajar Awu-Awu dan Tunjung Anom datang sendiri, tak tahu ia bagaimana harus melayani mereka. Sama sekali tak diduganya, Sapu Regol mempunyai kedudukan penting di dalam keluarga Hajar Awu-Awu sampai bisa memanggil majikannya dengan cara begitu. Panjang dan melengking bunyi siul Sapu Regol. Memang tenaganya kuat luar biasa. Dan lengking siul itu baru berhenti, setelah terdengar suara nyaring yang datangnya dari sudut pertamanan. Paramita Maliyo benar-benar tersinggung kehormatan dirinya. Rumahnya bisa didatangi orang dengan seenaknya sendiri. Betapapun juga, dirinya Ketua Kelompok marganya. Tidak biasanya, kedudukannya dilanggar orang luar dan direndahkan demikian rupa. Sebaliknya, Sapu Regol berdiri terheran-heran. Berkata kepada dirinya sendiri : "Hai ! Kenapa majikan datang begini cepat?" Seumpama majikannya bersembunyi di balik bukit itu, betapapun juga tidak dapat tiba di halaman Paramita Maliyo begitu cepat. Ia heran, lalu timbul rasa curiganya. Belum lagi rasa curiganya membuat benaknya sempat berpikir, muncullah rombongan orang yang mengagetkan dirinya. Itulah rombongan Wirawardhana, Diah Carangsari, Galuhwati dan Swandaka. Sedang yang bersuara nyaring tadi, ternyata Swandaka. Paramita Maliyo heran bukan main. Tetapi hatinya lega juga. Sedetik itu sadarlah ia, urusan akan jadi gawat. Sebab yang datang justru musuh keluarga Hajar Awu-Awu. Pastilah kedua belah tidak mau sudah, sebelum saling mengadu kekuatan. Ia sendiri, merasa tidak akan sanggup menjadi penengah. Setelah itu, suatu pikiran menusuk benaknya. Keluarga Hajar Awu-Awu memiliki anak-buah yang besar jumlahnya. Tentunya mereka mengawal kedua majikannya. Apa sebab Wirawardhana berempat dapat menembus penjagaannya" Apakah mereka dibantu Dewa Perang yang tidak menampakkan diri" Hampir saja Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Paramita Maliyo dapat menebak tepat. Yang meratakan jalan ada. Tetapi bukan Dewa Perang atau makhluk yang tidak nampak. Melainkan Pangeran Jayakusuma yang sebenarnya ikut datang setelah mendengarkan pembicaraan Hajar Awu-Awu dan Tunjung Anom. Melihat datangnya rombongan Wirawardhana, hati Sapu Regol terkejut kemudian gelisah. Ia heran bukan main, kenapa Wirawardhana berempat tiba-tiba muncul seperti siluman. Mula-mula mau ia menduga, mereka sudah bersembunyi lama di dalam pertamanan rumah Paramita Maliyo. Tetapi melihat Paramita Maliyo bersikap heran pula, mau tak mau terpaksa ia berpikir keras. Ia tahu kepandaian Wirawardhana dan Diah Carangsari berada diatasnya. Sekarang, andaikata mau melarikan diripun, tidak sempat lagi. Pendek kata ia harus menahan mereka berempat selama mungkin sambil menunggu datangnya majikannya. "Hm, kau boleh memanggil semua teman-temanmu. Asal majikanku datang, kau bisa apa?" ia berkata di dalam hati. Swandaka paling mendongkol bila melipat tampangnya Sapu Regol. Empat kali ini, dia bentrok. Yang pertama di perkampungan Ulupi. Lalu di rumah Paramita Maliyo. Ketiga, di tengah pertempuran. Sekarang, kembali lagi di rumah Paramita Maliyo. Maka begitu bertemu pandang, terus saja menghampiri dengan langkah lebar. Berkata sambil tertawa lebar untuk menciutkan hati lawan : "Hai sahabat lama ! Kaupun berada di sini" Bukankah kau datang demi kantung Rawu Wengker?" Menghadapi lawan tangguh, Sapu Regol tidak boleh semberono. Bukan takut terhadap pemuda itu, tetapi harus memperhitungkan tampilnya suami isteri Wirawardhana. Maka mau tak mau ia mencoba menguasai diri. Segera ia membungkuk hormat seraya menyahut : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Di dalam waktu singkat saja, kita sudah dipertemukan sampai empat kali. Benarbenar kita berjodoh. Kau membicarakan masalah kantung Ratu Wengker. Sebenarnya apa maksudmu" Kalau kami sih.....bukankah Ratu Wengker guru majikan mudaku?" Sapu Regol sengaja menimbulkan satu masalah untuk mengulur waktu. Swandaka yang berpengalaman, tentu saja dapat membaca maksud Sapu Regol. Serunya nyaring : "Bagus ! Kau berbicara soal jodoh. Karena kita memang berjodoh untuk selalu bertemu, mari kita bertempur pula." "Ah ! Kau baru saja datang. Tentunya perlu beristirahat barang sebentar." ujar Sapu Regol dengan tertawa terbahak-bahak. Sikapnya tenang luar biasa. Diah Carangsari yang beradat panas, tidak sabar lagi mendengar basa basi mereka berdua. Langsung saja ia memotong : "Apakah kalian tidak dapat membungkam mulut" Biar aku menyelesaikan urusanku dulu." lalu ia berpaling kepada Paramita Maliyo sambil memperlihatkan sebuah kotak. Katanya : "Nyonya, inilah tanda kehormatan dari Kerajaan. Apakah nyonya tidak sudi mengembalikan kantung Ratu Wengker yang sudah menjadi milik Kerajaan?" Hati Paramita Maliyo berdenyut. Ia menyapukan pandang matanya. Mula-mula kepada Diah Carangsari. Lalu kepada Panglima Wirawardhana yang gagah perkasa, Sapu Regol, Swandaka dan terakhir Galuhwati. Selagi hendak membuka mulutnya, ia melihat Swandaka membungkur hormat kepadanya, sambil berkata : "Nyonya, aku mohon maaf. Sepuluh hari yang lalu, aku berbuat salah tanpa kusengaja. Sekali lagi mohon maaf." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Huh!" Paramita Maliyo mendengus di dalam hati. Kemudian ia memandang kotak bergambar Lambang Kerajaan Majapahit yang berada di tangan Diah Carangsari. Tidak berani ia segera menerima. Tetapi di dalam hati, ia bingung sekali. Kotak Kerajaan yang disodorkan kepadanya, membawa arti sangat dalam baginya. Yang pertama, Laskar Kerajaan bermaksud ingin bersahabat dengan melupakan masalah lalu. Kedua, selanjutnya antara dirinya dan fihak kerajaan akan terjalin suatu kerjasama. Ketiga, dengan demikian ia harus menyerahkan kantung Ratu Wengker sebagai bukti persahabatan. Sebaliknya bila diterima, dirinya akan dianggap musuh negara. Maka sewaktu-waktu Laskar Majapahit akan datang merusak perkampungannya. Sapu Regol tahu apa akibatnya, bila Paramita Maliyo menerima kotak tanda persahabatan itu. Segera ia mencemooh Diah Carangsari. Ujarnya dengan mencibirkan bibirnya : "Hm, orang Majapahit pandai juga memojokkan orang. Sikap orang Majapahit seolaholah tidak memandang mata kepada kaum bebas. Nyonya Paramita Maliyo, janganlah kau sudi kena ditekan atau digertak. Disini masih ada aku dengan seluruh keluarga Ki Hajar Awu-Awu. Jangan khawatir, kami tidak akan membiarkan nyonya dihina orang." Sapu Regol sengaja menimbulkan pertikaian mulut. Sambil mengejek Carangsari. ia bermaksud membakar kehormatan diri Paramita Maliyo. Kedua orang itu diharapkan akan berselisih mulut untuk mengulur waktu. Akan tetapi Diah Carangsari meskipun beradat panas, pandai mengendalikan diri. Berkat pengalamannya menjadi isteri seorang panglima, dapat ia membedakan antara kepentingannya sendiri dan kepentingan negara, lapun menyadari betapa tinggi kepandaian keluarga Hajar AwuAwu. Untuk mengalahkannya paling tidak akan memakan waktu panjang. Sebaliknya, tidak demikianlah halnya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka. Selain masih muda, ia masih bersemangat. Terus saja ia membentak : "Kau siluman pandai membakar hati orang. Marilah kita lanjutkan perhitungan kita." Swandaka tidak menunggu jawaban Sapu Regol. Ia mendahului menahaskan goloknya. Galuhwati yang semenjak tadi sudah menghunus pedangnya, segera ikut bergerak. Dengan demikian, Sapu Regol diserang dua jurusan. Kali ini, Sapu Regol tidak dapat mengumbar mulutnya. Terpaksa ia melayani serangan dua muda-mudi itu. Untung sekali, mereka berdua belum dapat bekerjasama. Karena itu, ia masih mempunyai waktu untuk mengeluarkan senjata arca nya. Lalu dengan mengerahkan tenaga, ia menangkis kedua senjata yang menyerang dirinya. Hebat akibatnya. Ketiga senjata itu meletikkan api. Swandaka dan Galuhwati terpental mundur, akan tetapi mereka bukan kalah. Swandaka tahu, musuhnya bertenaga raksasa. Akan tetapi diapun murid dua orang sakti yang bertenaga dahsyat pula. Meskipun belum mewarisi seluruh kepandaian gurunya, setidak-tidaknya dia bertenaga pula. Karena itu, dia maju mendesak lagi dengan mengandalkan ketajaman goloknya. Galuhwati yang selamanya tidak kenal takut, melompat menerjang dengan pedang pusaka Kerajaan bernama : Iswara artinya dipertuan, Artinya pemiliknya puteri seorang raja. Pedang Iswara tidak hanya terpilih bahannya, tetapi terkenal tajam luar biasa. Dan kena diserang dua macam senjata yang tajam dan kuat, Sapu Regol mulai terdesak di bawah angin. Swandaka memang tidak takut mengadu tenaga. Sebaliknya, Sapu Regol bertenaga alam. Artinya tenaganya adalah bawaan semenjak lahir. Tidak mengherankan, ia tidak pernah merasa lelah. Dengan senjata arcanya ia membalas menyerang dan pandai pula mundur untuk bertahan. Suatu kali arcanya bentrok Dendam Empu Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan pedang Galuhwati. Karena Galuhwati kalah tenaga, gadis itu terdesak mundur sampai tiga langkah. "Bocah! Kenapa kau ikut-ikutan?" gertak Sapu Regol. "Apakah kau mau main keroyok. Baiklah, mari kita main keroyok." Ucapan Sapu Regol itu sebenarnya dialamatkan kepada Paramita Maliyo. Sengaja ia memancing kemarahan Paramita Maliyo yang biasanya cepat tersinggung kehormatannya. Ia percaya, bila Paramita Maliyo sudi turun tangan, sedikitnya pertempuran akan jadi berimbang. Dengan demikian, dapatlah ia mengulur waktu sampai majikannya tiba. Dan bila Hajar Awu-Awu dan Tunjung Anom tiba, mereka berdualah yang akan menandingi Wirawardhana dan Diah Carangsari. Diluar dugaan, Paramita Maliyo masih saja berdiri di tempatnya. Sama sekali ia tidak sudi turun tangan. Bahkan memerintahkan bawahannya untuk majupun, tidak. Kenapa" Kenapa perempuan tua itu hanya menjadi penonton saja" Sapu Regol mendongkol bukan main. "Nyonya." terdengar suara Diah Carangsari menusuk pendengaran Sapu Regol. "Kau terimalah kotak kerajaan ini. Kemudian baru kita mengadakan pembicaraan." "Sabar dulu." sahut Paramita Maliyo. Belum hilang gaung suara Paramita Maliyo, tiba-tiba terdengar suara benda menyambar. Itulah peluru besi yang menyambar kotak kerajaan dengan tepat sekali. Karena kotak itu terbuat dari perunggu, suaranya mendengung nyaring mememakkan telinga. Diah Carangsari terkesiap. Dengan serta merta ia membiarkan kotak di tangannya jatuh di atas lantai. Ia sendiri kemudian melesat mundur sambil menghunus pedangnya. Pada saat itu terdengar suara Hajar Awu-Awu nyaring luar biasa : "Nyonya Paramita ! Terimalah salamku. Kau tunggulah sebentar, biar aku mengusir bocah-bocah ingusan Setelah itu, baru kita berbicara dengan leluasa." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sampai disini orangnya sudah tiba di pendapa. Dengan tertawa terbahak-bahak ia meneruskan kata-katanya : "Hai Tunjung Anom ! Cepatlah bersujud di hadapan mertuamu ! Dan kau hai Wirawardhana ! Kau seorang panglima. Kenapa tidak cepat-cepat pulang ke Markas Besarmu di Ibukota" Masakan seorang panglima berkeluyuran disini sampai sepuluh hari lebih" Apa kerjamu di sini?" Wirawardhana tergempur keberaniannya. Munculnya Hajar Awu-Awu yang dapat bergerak dengan lincah, gesit dan perkasa itu benar benar menggetarkan hatinya. Tetapi takut kena semprot isterinya, ia menenangkan diri. Menyahut : "Terima kasih. Kau pulanglah dulu ke perkampunganmu. Pada suatu hari aku akan datang mengunjungi. Dan aku berjanji tidakkan menginjak pendapa pemilik rumah ini." Hajar Awu-Awu tertawa melalui dadanya. Ujarnya dengan suara dingin : "Wirawardhana, kau seorang panglima perang yang tidak tahu diri. Aku sudah berkata, jangan sampai kita bertemu pandang lagi. Maka hari ini, aku tidak segan-segan lagi terhadapmu. Silahkan bergabung dengan isterimu. Ingin sekali lagi aku mencoba kepandaian kalian." Hajar Awu-Awu maju tiga langkah. Sekarang terlihat, bahwa kaki kirinya masih pincang dan diseret bila kaki tangannya melangkah. Gerakan kakinya dibantu oleh tongkat besi sebagai penyangga. Dan begitu ia menghampiri Wirawardhana, langsung saja tongkatnya berputar menyerang dengan dahsyat. Hebat perbawanya. Tongkat itu tidak hanya dibuat penyangga kaki kirinya saja, tetapi berbareng digunakan sebagai senjatanya yang ampuh. Wirawardhana tidak berani alpa sedikitpun. Sebat luar biasa ia melesat mundur dan membalas menyerang dengan pedangnya. Diah Carangsari yang semenjak tadi sudah menghunus Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pedangnya, segera mendampingi. Sebenarnya ilmu pedang Wirawardhana dan Diah Carangsari sumbernya jauh berbeda. Tetapi semenjak bertemu dan dibimbing oleh Ki Ageng Cakrabuana, kedua pedang mereka bisa bersatu padu. Dan berkat latihan terus menerus dan ditempa oleh tugas-tugasnya sebagai Panglima Perang, Wirawardhana dapat menyesuaikan diri dengan ilmu pedang Diah Carangsari yang ganas dan tak mengenal ampun. Gerakan pedang mereka yang bersatu padu, berubah menjadi suatu serangan yang bertenaga dan suatu pertahanan yang kuat tangguh. Tidak mengherankan, begitu pedang mereka mengadakan serangan balasan, Hajar Awu-Awu kena didesak mundur. Beberapa kali, siluman tua itu terpaksa mengadu tenaga keras melawan keras. Akibatnya suara bentrokan senjata itu terdengar nyaring memekakkan telinga. Hajar Awu-Awu tersinggung keangkuhannya. Tak sudi ia kena desak. Maka dengan sebat ia mengadakan serangan balasan. Ia berhasil mengundurkan suami-isteri itu sampai lima langkah. Tetapi gebrakan berikutnya, ia terpaksa mundur lagi untuk bertahan. Di dalam hati Hajar Awu-Awu memuji ilmu pedang mereka berdua. "Ih ! Ilmu pedang gabungan suami-isteri ini hebat juga. Barangkali tidak kalah dibandingkan dengan ilmu pedang warisan Wijayarajasa atau Nayaka Madu." Tunjung Anom yang sudah tiba pula di pendapa, berdiri di luar gelanggang sebagai penonton. Menyaksikan pertempuran itu, sebenarnya tangannya sudah gatal. Bila saja ia ikut terjun, suami-isteri Wirawardhana bakal dapat terkalahkan. Akan tetapi ia taat kepada perintah ayahnya. Ayahnya menghendaki dirinya bersujud kepada mertuanya. Maka dengan memaksa diri, ia menyapa Paramita Maliyo dengan membungkukkan badannya. Katanya : "Ibu, maafkan daku karena baru pada hari ini aku datang berkunjung kemari. Sapu Regol sudah datang mewakili ayah, bukan" Tentunya diapun sudah menyampaikan maksud ayah. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bagaimana jawaban Ibu" Bolehkah aku mendengar jawaban Ibu?" Meremang tengkuk Paramita Maliyo mendengar Tunjung Anom menyebut dirinya dengan kata-kata Ibu. Artinya anak muda itu berhati baik. Ia mempunyai kesan manis terhadap Tunjung Anom, yang kabarnya adik-seperguruannya pula. Roman wajahnya tampan. Perawakan tubuhnya tiada celanya. Diapun pesolek, sehingga nampak rapih dan cakap. Ah, benar-benar tidak me ngecewakan bila menjadi menantunya. Pada saat itu dia berpikir di dalam hati : "Tetapi apa sebab Ratna jatuh hati terhadap Swandaka" Pemuda itu tidak keruan asal-usulnya. Usianya sebaya dengan Ratna. Hanya itu saja yang kuketahui. Atau paling-paling dia termasuk kaki-tangan Laskar Majapahit. Apa lagi" Hm, seumpama binatang dia tidak mempunyai tulang-tulang yang berarti. Lagipula dia angkuh dan bersikap dingin dengan Ratna. Sebaliknya, hm .... kalau lamaran Tunjung Anom ini kuterima, rasanya jadi lebih beres. Kecuali peribadinya tidak tercela, asal-usulnya jelas. Dia tahu menghormat mertuanya. Tentunya, diapun akan merawat Ratna dengan baik." Tetapi sampai disini ia berbimbang-bimbang lagi, karena teringat sepak-terjang Hajar Awu-Awu yang terkenal ganas, kejam dan mau menang sendiri. Oleh pertimbangan itu, hatinya mundur lagi. Pada detik itu. diapun teringat sumpah Ratna Paramita yang tidak sudi menjadi isteri Tunjung Anom. Bila dipaksa, dia akan minggat mengadu untung. "Tunjung Anom, janganlah engkau keterlaluan bersikap merendahkan diri." akhirnya ia berkata menyahut tegur-sapa Tunjung Anom. "Memang, Sapu Regol sudah dua kali datang kemari. Aku menyesal dan merasa malu, karena belum berkesempatan membalas kunjungannya. Silahkan, duduk dulu !" Tunjung Anom tidak puas, mendengar bunyi kata-kata Paramita Maliyo. Berkata setengah memaksa : "Apakah adik Ratna di rumah" Bolehkah aku menemui dia?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sudah semenjak tadi, ramita Maliyo memerintahkan pelayannya memanggil Ratna Paramita Mendengar ucapan Tunjung Anom, ia seperti diingatkan. Apa sebab Ratna Paramita tidak muncul" Pikirnya : "Aneh ! Mengapa Ratna belum juga keluar dari kamarnya" Hajar Awu-Awu kabarnya memang ganas dan kejam. Tetapi anaknya, sikapnya jauh berlainan. Kecuali cakap, dia sopan-santun. Ah, mungkin sekali karena Ratna belum pernah melihat Tunjung Anom. Kenapa tidak kupertemukan sekarang juga" Mungkin sekali penilaiannya akan berubah. Sebaliknya, apa sih yang akan diharapkan bila menjadi isteri Swandaka" Kelihatannya, kedudukannya tidak lebih dari seorang budak." Karena memperoleh pikiran demikian, segera ia menjawab ucapan Tunjung Anom : "Kau tunggulah barang sebentar, biar kusuruhnya keluar kamar menemui dirimu." setelah berkata demikian ia memanggil salah seorang pelayan dan diperintahkan memanggil Ratna Paramita. "Suruh dia membawa kantungnya pula. Dia tahu, apa yang kumaksudkan dengan kantung itu." Mendengar perintah Paramita Maliyo kepada pelayannya Tunjung Anom lega bukan main. Terus saja dia duduk di atas kursi. Tetapi sekian lamanya ia menunggu, Ratna Paramita tidak datang-datang juga. Sementara itu pertempuran seru antara ayahnya melawan suami-isteri Wirawardhana dan Sapu Regol melawan Swandaka dan Galuhwati, sudah beralih tempat. Tidak lagi berada di pendapa, tetapi sudah me ngacakacak pertamanan. Pertempuran seru itu terpecak menjadi dua kelompok. Kelompok ayahnya dan kelompok Sapu Regol. Sedang anak-murid Paramita Maliyo menonton di luar gelanggang bagaikan pagar hidup. Pedang Wirawardhana dan Diah Carangsari bergerak makin lincah dan hebat. Berkali-kali mereka menutupi kedudukan Hajar Awu-Awu bagaikan embun pagihari menutupi penglihatan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebaliknya, gerakan tongkat besi Hajar Awu-Awu tidak kurang-kurang hebatnya. Hajar Awu-Awu bergerak dengan sangat lincah dan bertenaga. Tongkatnya meraungraung bercampur dengan gerakan pedang Wirawardhana dan Diah Carangsari. Beberapa kali mereka bentrok, lalu mundur untuk melesat maju lagi. Di tempat lain, Sapu Regol sedang keripuhan menghadapi perlawanan Swandaka dan Galuhwati. Kedua muda-mudi itu baru untuk yang pertama kali bertempur bersama menghadapi musuh. Swandaka bersenjata golok, sedang Galuhwati sebilah pedang. Tentu saja kurang senyawa dan sehati. Berkali-kali mereka mempunyai kesempatan untuk melukai Sapu Regol. Tetapi kesempatan itu tidak dapat mereka lakukan dengan tepat. Selalu saja gagal di tengah jalan. Kecuali senjata arca Sapu Regol memang istimewa, pedang dan golok belum serasi sehaluan. Sebaliknya, Sapu Regol pun tidak dapat mengalahkan mereka. Setiap kali ia mendesak, Galuhwati atau Swandaka selalu dapat memperoleh jalan keluar untuk menangkis atau membalas menyerang. Swandaka berani mengadu tenaga, sedangkan Galuhwati mengandalkan kelincahannya. Didukung oleh keberaniannya, pedangnya justru sering mengancam lawan. Memang, selain Galuhwati murid Lukita Wardhani dan puteri Jiwani, diapun pemah bertemu dengan Ki Ageng Cakrabuana di Singasari. Sedikit banyak, pernah ia menerima petunjuk-petunjuknya. Oleh pengalamannya dalam medan perang, ilmu pedangnya maju dengan pesat. Pada saat itu, kepandaiannya sudah berada di atas Reno Marlangen pada jaman mendampingi Pangeran Jayakusuma melawan Narasinga. Tunjung Anom memperhatikan perkelahian mereka sejenak, lalu beralih kepada gelanggang pertempuran ayahnya. Pikirnya : "Di depan Paramita Maliyo aku harus bisa mengambil hatinya. Kalau aku dapat memperlihatkan kebiasaanku, masakan dia tidak memilih diriku." Dengan pikiran itu, ia mulai menyiasati. Apabila dirinya terjun membantu ayahnya, ada risikonya. Yang pertama, dia pernah dilukai Carangsari. Melihat ilmu pedang Wirawardhana Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lebih unggul daripada Carangsari, ia jadi berbimbang-bimbang. Memasuki gelanggang mereka untuk membantu ayahnya, sama saja dengan ular mencari gebuk. Selain itu, ayahnya pun yang tinggi hati, pasti tidak senang bila dibantunya. Karena pertimbangan itu, ia beralih kepada Sapu Regol yang dikerubut Swandaka dan Galuhwati. Kedua muda-mudi itu bertempur dengan semangat, akan tetapi mereka belum serasi dan kerjasama mereka belum sempurna. Inilah kesempatan yang bagus untuk memperontontonkan kebiasaannya terhadap bakal mertuanya. Memutuskan demikian, terus saja ia menghunus pedang Sada Lanang yang termashur. Lalu melesat menyerang Swandaka dari belakang. Serangan itu datangnya sangat mendadak. Swandaka terperanjat, mendengar suara angin. Dalam keadaan terpaksa, ia memutar sambil menangkis. Tentu saja, tidak dapat ia memusatkan seluruh tenaganya. Dan begitu goloknya bentrok, ia terpental mundur. Celakanya, Tunjung Anom masih melanjutkan dengan suatu tikaman cepat luar biasa. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan Swandaka, hanya menggulingkan diri ke tanah. Syukur, waktu itu Galuhwati mengulurkan tangannya. Adik Pangeran Jayakusuma ini, lincah dan gesit gerakannya. Ia melihat datangnya serangan Tunjung Anom yang dilakukan dari belakang. Langsung saja ia meletik menghantamkan pedangnya memegat tikaman Tunjung Anom. sehingga anak Hajar Awu-Awu itu terpaksa menarik tikamannya. Sambil mengadakan serangan balasan, ia menggertak : "Kamu muda-muda sama sekali tidak tahu sopan-santun ! Masakan sampai berani merusak petamanan mertuaku Paramita Maliyo" Bangsat, enyah !" Mendengar suara Tanjung Anom yang berwibawa, Paramita Maliyo memanggut-manggut puas. Pikirnya . "Tunjung Anom ternyata sudah mewarisi kepandaian guru. Gerakan pedangnya gesit, tangkas dan kuat." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dengan masuknya Tunjung Anom membantu Sapu Regol, Swandaka dan Galuhwati terancam bahaya. Kedudukannya lemah dan serangan balasan mereka tumpul. Tujuh kali mereka terancam bahaya maut. Syukur dalam keadaan demikian, masih saja mereka mempunyai kesempatan lolos dari lubang maut. Menyaksikan pertempuran itu, Paramita Maliyo tidak hanya memuji kepandaian Tunjung Anom saja, tetapi kini ia merasa kagum. Jelas sekali, kepandaian Tunjung Anom berada di atas Sapu Regol yang memiliki tenaga raksasa. Kalau saja Ratna melihat sendiri. Justru berpikir demikian, ia teringat kepada Ratna Paramita. Hai, kenapa tidak juga ke luar dari kamarnya" Sekian lama ia menunggu, tetap saja anak gadisnya tidak menampakkan batang hidungnya. Juga pelayan yang diperintahkan untuk menjemputnya. Dari heran, terbitlah rasa curiganya. Janganjangan .... ia tidak melanjutkan dugaannya. Terus saja ia menggerakkan kakinya hendak melihat sendiri apa sebab Ratna Paramita tidak datang dengan segera. Hampir saja ia meninggalkan pendapa, sekonyong-konyong pelayan yang diperintahkan menjemput anaknya, muncul di ambang pintu. "Mana Ratna?" ia langsung minta keterangan. "Nyonya, akan kulaporkan dulu tindakan ayunda Karmila. Begitu nyonya perintahkan menjemput nona Ratna, segera ia menjenguk kamarnya. Ternyata nona tiada lagi dalam kamarnya. Takut kena salah, Karmila melarikan diri." "Memangnya kenapa" Kenapa Ratna?" wajah Paramita Maliyo berubah hebat. "Menurut Karmila, nona Ratna meninggalkan kamarnya demi menjaga nyonya agar tidak kena salah fihak Hajar Awu-Awu dan fihak Laskar Majapahit. Dengan begitu, semuanya akan terlepas dari kesulitan." "Hm..." Paramita Maliyo menggerembeng. Ia mendongkol, tetapi berbareng membenarkan tindakan anaknya. Memang, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang paling tepat bila dirinyapun meninggalkan pertempuran, demi menghindari kesulitan. Tetapi ia tidak mempunyai alasan untuk berbuat demikian. Tidak mengherankan, hati danpikirannya kusut. Ia menyaksikan, di fihak Hajar Awu-Awu sudah memperoleh kemenangan. Semenjak Tunjung Anom turun ke gelanggang, Swandaka dan Galuhwati tidak dapat berbuat banyak selain bertahan sebisa-bisanya. Inipun dilakukan tanpa tujuan tertentu. Mereka bertahan semata-mata untuk menyelamatkan diri dari ancaman maut. Tunjung Anom yang cerdik segera mengetahui kesukaran Swandaka dan Galuhwati. Dengan pedangnya ia merangsak sambil melontarkan ejekan-ejekan. Lalu tertawa panjang. Serunya : "Hayooo . . . jangan bermimpi bisa lolos !" Tepat pada saat Tunjung Anom hendak melepaskan serangan yang menentukan, tiba Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tiba ia mendengar teriakan terkejut Paramita Maliyo. Ia menoleh dan melihat sesuatu yang menarik perhatian. Seorang gadis yang cantik lembut, keluar dari samping rumah sambil memanggul seseorang di atas pundaknya. Siapa" Paramita Maliyo sudah pernah bentrok dengan Diah Mustika Perwita. Maka segera ia mengenalnya. Dan yang mengejutkan hatinya ialah gadis yang berada di atas pundak Diah Mustika Perwita. Dialah Ratna Paramita, mutiara hatinya. Diapakan anakku" Nyaris bergemetaran seluruh tubuh Paramita Maliyo. Ia kenal watak anaknya. Meskipun agak manja, namun tidak mudah menyerah. Jangan-jangan Ratna kena dilumpuhkan Diah Mustika Perwita dengan pukulan yang mematikan. Diah Mustika Perwita sendiri, tentu saja tidak mengetahui apa yang mengusik pikiran Paramita Maliyo. Dengan memanggul Ratna Paramita di atas pundaknya, tangan kanannya menggenggam peluru segi tiga andalannya. Begitu hendak melintasi petamanan, ia menghamburkannya. Tujuh buah peluru Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melesat menghantam Hajar Awu-Awu. Luar biasa cepatnya, mirip kejapan kilat. Serangan peluru Diah Mustika Perwita memang istimewa. Begitu hampir mengenai sasaran, tiba-tiba saja saling bentrok dan terpencar melalui arahnya masing-masing. Seseorang sasaran bidikan Diah Mustika Perwita susah ditebak. Apalagi kecepatannya tidak berkurang. Tetapi Hajar Awu-Awu seorang jago yang berkepandaian tinggi. Sama sekali ia tidak gentar terancam sambaran peluru berbentuk segi tiga yang tajam bagaikan pisau. Seumpama dalam keadaan biasa, masih dapat ia menangkis dan meruntuhkan tujuh peluru itu. Sayang, sekarang ia lagi menghadapi suami-isteri Wirawardhana. Meskipun ilmu pedang Wirawardhana dan Diah Carangsari belum mencapai puncaknya, namun ia sendiri belum menyempurnakan kesaktiannya. Aji Narantaka baru dikuasai empat tataran. Itulah sebabnya, ia tidak berani lengah sedikitpun. Apalagi ia kena cecar terus-menerus. Kalau ia menangkis sambaran peluru Diah Mustika Perwita, berarti ia kehilangan waktu. Wirawardhana atau Diah Carangsari tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Maka satu-satunya yang dapat dilakukan hanyalah mengandal kepada Umu Sakti Kebo Iwa yang kebal dari sekalian senjata. Tak tak tak ! Tujuh peluru Diah Mustika Perwita tepat mengenai sasaran, akan tetapi membal dan jatuh di atas tanah. Kulit Hajar Awu-Awu mendadak saja jadi kebal dan tebal mirip kulit gajah atau kulit badak. Sama sekali ia tidak terluka. Diah Mustika Perwita terperanjat menyaksikan peristiwa itu. Inilah yang pertama kalinya ia melihat seseorang yang memiliki ilmu kebal luar biasa. Menyadari hal itu, cepat ia melesat melarikan diri ke luar petamanan. Ratna Paramita yang berada di atas pundaknya, dibawanya kabur. Paramita Maliyo tertegun oleh rasa terkejut. Lalu memekik nyaring sambil melompat untuk mengejar. Tujuannya hanya untuk menolong Ratna Paramita yang dikiranya dilumpuhkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lawan. Waktu itu, Tunjung Anom yang hendak melontarkan serangan yang menentukan, justru sedang kena libatan pedang Galuhwati yang menggunakan kesempatan yang bagus. Ia mendongkol bukan main. Ia melihat Diah Mustika Perwita dan Ratna Paramita yang tengah melarikan diri. Dilihatnya pula, Diah Mustika Perwita menyerang ayahnya dengan tujuh peluru berbentuk segi tiga. Tetapi tidak membuat ayahnya bergeming walaupun ketujuh-tujuhnya tepat mengenai sasaran. Ia hanya terkejut dan seperti diingatkan begitu mendengar pekikan Paramita Maliyo. Melihat Paramita Maliyo melompat mengejar Diah Mustika Perwita, ia jadi disadarkan apa makna Ratna Paramita dan kantung Ratu Wengker. Kedua-duanya sangat penting dan menentukan. Ia tidak mau kehilangan baik Ratna Paramita maupun kantung Ratu Wengker. Memikir demikian, terus saja ia mendesak Swandaka dan Galuhwati. Meskipun pikirannya kpcau, namun fihaknya unggul dalam pertempuran itu. Begitu ia melontarkan serangan, Swandaka terpaksa mundur. Kesempatan itu dipergunakan untuk melompat mengejar arah larinya Diah Mustika Perwita. Dalam hal mengadu kegesitan dan kecepatan, Diah Mustika Perwita berada di atas Tunjung Anom maupun Hajar Awu-Awu. Dengan cepat ia sudah melintasi petamanan dan tiba di sebuah lapangan rata. Syukur, anak buah Paramita Maliyo tidak diperintahkan untuk menghalang halangi. Dengan begitu, dapatlah ia lari bebas dan gesit walaupun memanggul Ratna Paramita di atas pundaknya. "Hei, berhenti !" teriak Tunjung Anom menyusul di belakang Paramita Maliyo yang berusaha merebut puterinya. Diah Mustika Perwita tidak menghiraukan. Bahkan dengan tiba-tiba ia melepaskan senjata pelurunya dua biji. Terpaksalah Tunjung Anom melompat tinggi untuk mengelak. Tetapi sebuah peluru tiba-tiba berputar balik bagaikan bomerang. Nyaris lutut Tunjung Anom terkena sasaran. Untung, masih dapat ia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengelak ke samping. Dengan begitu, ia kehilangan waktu alias terhambat larinya. Sewaktu ia menatap ke arah larinya Diah Mustika Perwita kembali, jaraknya makin jauh. Mau tak mau ia memaki-maki kalang kabut. "Biar kau lari ke ujung dunia, akan kukejar terus", serunya penuh dengki. Dengan memanggul Ratna Paramita Diah Mustika Perwita menghampiri kudanya. Cekatan sekali ia melompat ke atas punggung kudanya. Lalu menoleh kepada Paramita Maliyo. Berkata : "Nyonya, seribu maaf. Kulakukan ini karena terpaksa. Biarlah puterimu untuk sementara menemani diriku." Paramita Maliyo putus asa. Serunya meminta : "Tinggalkan anakku ! Kantung itu boleh kau bawa pergi." Paramita Maliyo rela kehilangan kantung Ratu Wengker asai saja anaknya jangan dibawa pergi. Sebaliknya Tunjung Anom yang mengerti apa makna kantung Ratu Wengker itu segera berteriak : "Jangan ! Jangan ! Kantung itupun harus kau tinggal!" Setelah berteriak demikian, ia lari mencari seekor kuda. Begitu memperolehnya, segera ia melompat ke atas pung gungnya dan melarikannya sejadi-jadinya. Tekatnya sudah bulat, hendak mengejar Diah Mustika Perwita kemana saja larinya. Melihat Tunjung Anom mengejar Diah Mustika Perwita dengan kudanya, Paramita Maliyo tentu saja tidak mau ketinggalan. Diapun melompat ke atas punggung kudanya dan melarikannya bagaikan kilat. Mereka bertiga jadi kejar-kejaran. Kuda Diah Mustika Perwita tidak hanya dibebani dua orang saja, tetapi ditambah pula dengan kantung Ratu Wengker yang berat. Meskipun kecil, namun timbangan beratnya hampir satu kwintal. Tak mengherankan, kecepatan larinya terseot-seot. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hampir mencapai sepuluh kilometer, mereka saling kejar mengejar. Lambat laun jarak antara Tunjung Anom dan Diah Mustika Perwita makin dekat. Tunjung Anom menunggu saatnya yang tepat. Kemudian ia mengeluarkan senjata bidiknya berupa anak panah sependek ibu jari. Anak panahnya beracun dan bisa membunuh sasarannya dengan sekali jadi. Begitu berada sepuluh meter di belakang Diah Mustika Perwita, tanpa berpikir panjang lagi ia melepaskan anak-panahnya yang meraung tajam. Paramita Maliyo yang berada di sampingnya berteriak terkejut: "Jangan melepaskan senjata! Bisa mengenai anakku!" Tetapi Tunjung Anom tidak menghiraukan. Baginya yang penting ialah kantung Ratu Wengker itu. Sebab dengan kantung Ratu Wengker itu, ia dapat berbuat banyak karena memperoleh modal. Itulah sebabnya, ia melepaskan anak-panahnya lagi. Paramita Maliyo mendongkol berbareng cemas. Bila sampai mengenai anaknya, dia memutuskan hendak membalas. Sebagai seorang ahli racun, ia tidak takut ancaman anak-panah Tunjung Anom. Yang dikhawatirkan, bila Ratna sampai jatuh terbanting di atas tanah, kena panah. Rasa khawatirnya beralasan, karena Ratna Paramita sama sekali tidak berkutik. Mungkin sekali dia sudah dilumpuhkan. Diah Mustika Perwita tahu, dirinya diancam sambaran anak panah. Sebagai murid Ki Ageng Cakrabuana, dia tidak hanya ahli melepaskan senjata peluru saja, tapipun pandai menyambut senjata bidik lawan. Maka begitu melihat menyambarnya anak panah, diapun menyentilkan pelurunya. Seketika itu juga terdengar suara logam berbenturan. Hebat akibatnya. Seperti memperoleh tambahan tenaga, peluru Diah Mustika Perwita terpental melesat justru menyongsong anak-panah Tunjung Anom yang kedua. Keruan saja Tunjung Anom terperanjat, karena kedua-duanya meletik mengarah dirinya. Dengan tergesa-gesa ia menabaskan pedangnya dan kedua senjata bidik itu runtuh di atas tanah. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selagi demikian, Diah Mustika Perwita menoleh sambil berseru : "Hai! Apakah ini yang kau kehendaki?" Itulah kantung Ratu Wengker. Diah Mustika Perwita tahu, kudanya lambat-laun akan kehabisan tenaga karena terlalu berat bebannya. Agar dapat lari kencang lagi, terpaksa ia melemparkan kantung itu ke udara. Tunjung Anom girang bukan main. Memang itulah tujuannya yang utama. Begitu melihat kantung itu terlempar di udara, tangan kirinya hendak menyambut. Sekonyong-konyong ia melihat sebuah benda berkeredep. Dua malah. Hai, bukankah peluru Diah Mustika Perwita" Sedetik itu sadarlah ia, bahwa dirinya kena perangkap. Gugup ia melompat tinggi. Dan tepat pada saat itu sebuah peluru menembus perut kuda. Kudanya meloncat berjingkrakan sambil meringkik. Lalu roboh berkelojotan di atas tanah. Hanya sebentar saja. binatang itu mati tak berkutik. "Berbahaya." Tunjung Anom turun ke tanah sambil mengeluh. Tetapi sekali lagi ia terpaksa mengibaskan pedangnya, karena peluru kedua Diah Mustika Perwita menyambar balik. Itulah gaya bomerang yang dikagumi sebentar tadi. lapun tidak mau menyia-nyiakan waktu yang baik. Begitu meruntuhkan peluru Diah Mustika Perwita ke tanah, ia melesat dengan maksud hendak menyambar kantung Ratu Wengker yang jatuh di atas tanah. Diah Mustika Perwita tertawa geli melihat sepak-terjang Tunjung Anom. Diapun melompat tinggi dan membiarkan kudanya terus berlari makin kencang, dan mengarah ke kantung itu pula. Tentu saja Tunjung Anom tahu gerakan Diah Mustika Perwita. Supaya tidak beralih pengamatan, tanpa menoleh ia menyabetkan pedangnya. Sementara itu, kuda yang membawa Ratna Paramita kehilangan beban yang menindihnya. Binatang itu begitu gembira. Sekarang ia ingin menunjukkan dirinya jauh lebih kuat dibandingkan dua ekor kuda lainnya yang mengejarnya, aka Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hampir berbareng keempat kakinya menggenjot ke depan. Dan seperti anak panah terlepas dari busurnya, kuda itu melesat secepat kilat. Paramita Maliyo yang berada tidak jauh di belakangnya, cemas bukan main. Kenapa anaknya sama sekali tidak berkutik" Dia bisa jatuh terguling. Benar-benar ia tidak mengerti, mengapa anaknya tidak berusaha untuk menolong diri. Sewaktu mengerlingkan mata ke samping, Paramita I aliyo melihat Tunjung Anom sedang berkutat melawan Diah Mustika Perwita. Terhadap pemuda itu, kesannya kini berubah. Katanya di dalam hati : "Huh ! Kau tadi tidak menghiraukan keselamatan anakku. Akupun tidak memper-dulikan dirimu." Baginya, Ratna Paramita jauh lebih berharga daripada kantung Ratu Wengker yang sedang diperebutkan antara Tunjung Anom dan Diah Mustika Perwita. Maka segera ia mengeprak kudanya, menyusul anaknya. Paramita Maliyo benar-benar tidak menduga, bahwa dirinya sebenarnya sedang dipermainkan Diah Mustika Perwita dan puterinya sendiri. Mereka berdua sudah bersepakat hendak bermain sandiwara. Ratna Paramita pura-pura kena dilumpuhkan Diah Mustika Perwita. Karena itu, ia membiarkan dirinya dibawa lari Diah Mustika Perwita. Kepada pelayan-pelayan dan anak-muridnya ia memerintahkan agar tidak merintangi. Yang diinginkannya, agar ibunya tidak sempar berpikir. Memang, sewaktu melihat keadaan dirinya, Paramita Maliyo tergempur hatinya. Ia cemas luar biasa. Karena memikirkan keselamatan anaknya, terus saja ia mengejar tanpa berpikir panjang lagi. Itulah yang dikehendaki Diah Mustika Perwita. Dengan begitu, lawannya tinggal seorang. Seumpama Paramita Maliyo membantu Tunjung Anom, ia bisa kuwalahan. Sekarang, dapatlah ia memusatkan pikirannya. Beberapa kali ia sempat memperhatikan ilmu pedang Tunjung Anom. Itulah ilmu pedang Pancamarga warisan Ki Agastya. Pancamarga ajaran Ki Ageng Cakrabuana setali tiga uang dengan ilmu pedang Tunjung Anom. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bedanya, Tunjung Anom menang tenaga sedang dirinya menang gesit. Karena selain memiliki Ilmu Pedang Pancamarga, ia masih mempunyai simpanan beberapa macam ilmu pedang, ia percaya akan dapat mengungguli Tunjung Anom. Perang tanding itu berjalan dengan serunya, karena ilmu pedangnya sama. Hanya sekali-kali Diah Mustika Perwita menyerang dengan ilmu pedang ajaran Diah Lukita Wardha-ni yang ganas. Didukung oleh gerakannya yang gesit dan lincah, tubuhnya berkelebatan bagaikan bayangan. Sebaliknya, perhatian Tunjung Anom terbelah dua. Selain harus melawan Diah Mustika Perwita dengan mati-matian, pikirannya mengarah kepada kantung Ratu Wengker yang tergeletak di atas tanah tidak begitu jauh daripadanya. Setiap kali ia mencoba menggunakan kesempatan untuk menyambarnya. Tetapi setiap kali itu pula, Diah Mustika Perwita merecoki dan menghalangi. Ia tidak berani mengadu senjata senjata pelurunya. Bisa dimengerti, hatinya mendongkol bukan main. Dan setelah tigapuluh gebrakan, ia jadi gelisah sendiri. Ia merasa berada dibawah angin. Itulah salahnya sendiri, karena tidak memusatkan pikirannya. Kalau alpa sedikit saja, bisa-bisa perutnya tertembus pedang Diah Mustika Perwita. Untung, gadis ini tidaklah seganas Diah Lukita Wardhani. Coba lawannya Diah Lukita Wardhani, barangkali sudah terjungkal semenjak gebrakan pertama kali. Demikianlah, karena merasa dirinya tidak dapat merebut kemenangan, ia bersiul nyaring minta bantuan ayahnya. . Diah Mustika Perwita tertawa. Mengejek : "Kukira tiada gunanya, meskipun engkau minta pertolongan siluman atau iblis." Diah Mustika Perwita sengaja menggoda hati Tunjung Anom dengan ejekan dan bunyi tertawa. Di dalam hati ia mengakui, sebenarnya ilmu pedang Tunjung Anom tidak buruk. Bahkan kepandaiannya berada diatas Sapu Regol. Sayang, perhatiannya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terbagi. Karena itu, ia berusaha agar Tunjung Anom tidak sempat memusatkan pikirannya. Memang hati Tunjung Anom makin gelisah. Menurut laporan Sapu Regol, gadis itu perlu memperoleh bantuan Swandaka sebelum mengalahkannya. Tetapi kenapa ilmu pedangnya begini hebat" la merasa kenal dengan gerakan pedangnya. Tetapi belum sempat diperhatikan sudah beralih dengan jurus-jurus lain yang cepat dan ganas. Karena itu, ia sempat kelabakan. Justru dalam keadaan demikian, ia mengharapkan datangnya bantuan ayahnya. Kenapa ayah tidak segera muncul" Kenapa pula tidak memberi jawaban" Kenapa" Tunjung anom sebenarnya bukan seorang pendekar lemah. Kecuali putera Hajar Awu-Awu, diapun murid Ratu Wengker Wijayarajasa seorang ahli pedang kenamaan murid Ki Agastya di jaman mudanya. Tenaga saktinya berada di atas Sapu Regol. Karena itu, meskipun terdesak masih sanggup ia bersiul Akasawakya. Akasawakya artinya suara gaib. Sebab siulan itu harus disertai dengan tenaga sakti. Tidak tiap orang bisa berbuat begitu. Bahkan di kalangan kaum sakti sendiri. Tetapi karena pemusatannya dikacaukan Diah Mustika Perwita, akasawakya tidak dapat berjalan semestinya. Sepertiga bagian kena tertahan. Itulah sebabnya, ayahnya mungkin sekali tidak dapat mendengar siulannya karena jaraknya memang lebih dari sepuluh kilometer. Sebagai gantinya, muncullah rombongan orang yang dipimpin Galiyung, musuh keluarga Paramita Maliyo. Dari lereng gunung, mereka turun berbondong-bondong. Gerakannya cepat dan teratur. Galiyung yang berada di depan, berseru nyaring : "Haaaa .... tuanku puteri, tidak usah takut. Calon menantu Paramita Maliyo itu memang perlu dihajar dulu." Dengan dua orang temannya, Galiyung menghampiri medan pertarungan. Tunjung Anom mendongkol bukan main. Jelas sekali, mereka rombongan yang akan memusuhi dirinya. Selagi ia bersiap-siap menghadapi kemungkinan, tiba-tiba Galiyung dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dua temannya berhenti di depan kantung Ratu Wengker. Mereka memungut kantung itu dan dibawanya pergi. Enak saja caranya mengambil, seperti mengambil harta peninggalan kakeknya. Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Keruan saja, Tunjung Anom menggeram karena men-dongkal, marah dan kesal. Dengan sekuat tenaga ia mencoba memukul Diah Mustika Perwita dulu. Namun niat itu tidak dapat dilaksanakan. Selain Diah Mustika Perwita nampak makin tangguh, hatinya sendiri makin kacau-balau. Baru bergebrak beberapa jurus, ujung pedang Diah Mustika Perwita sudah menggores lengannya. Syukur luka itu tidak sampai menembus tulangnya. Meskipun demikian, peristiwa itu menyadarkan dirinya. Dengan membawa rasa penasaran dan putus asa, ia kabur mengarah ke barat. Diah Mustika Perwita tidak mengejar. Ia memutar tubuhnya menyusul kepergian Galiyung. Dengan Galiyung ia sudah pernah bertemu dua tiga kali. Orang itu pulalah yang mengisiki dirinya, sewaktu Swandaka kehilangan pinggang berisikan naskah Ulupi. Diah Mustika Perwita berbeda jauh wataknya, bila dibandingkan dengan Diah Lukita Wardhani. Andaikata dia Diah Lukita Wardhani, tidak akan membiarkan Tunjung Anom kabur dengan selamat. Sebaliknya Diah Mustika Perwita belum pernah membunuh orang. Tujuannya sudah tercapai. Yang pertama membawa Ratna Paramita pergi dari rumahnya dan merampas kantung Ratu Wengker kembali. Untuk apa me ngejar Tunjung Anom. Maka dengan perasaan puas, sebentar saja ia sudah menyusul Galiyung dan dua temannya. "Rencana kita berjalan lancar." ujar Galiyung dengan tertawa puas. Sesungguhnya, atas saran Swandaka. Wirawardhana berkenan minta bantuan Galiyung. Sebab panglima itu tidak dapat membawa pasukannya. Demikianlah setelah perundingan mencapai kesepakatan, mulailah mereka bekerja. Diah Mustika Perwita akan memasuki kediaman Paramita Maliyo. Galiyung Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bertugas menghadang dan membantu Diah Mustika Perwita bila terlibat dalam suatu pertempuran. Sedang Dandung Gumilar membawa beberapa orang untuk membantu Wirawardhana dan Diah Carangsari pada waktunya yang tepat. Wirawardhana dan Diah Carangsari waktu itu sedang mencecar Hajar Awu-Awu terus menerus. Hajar Awu-Awu sudah terkena tujuh buah peluru Diah Mustika Perwita. Sedang begitu, ia mendengar suara siulan Tunjung Anom minta bantuan. Tetapi ia tidak berani membagi perhatian. Serangan Wirawardhana dan Diah Carangsari bukan main dahsyatnya. Alpa sedikit saja berarti maut. Sapu Regol yang tadinya mendapat angin, kini kehilangan keseimbangan karena Tunjung Anom mengejar Diah Mustika Perwita. Ia mulai kena didesak Swandaka dan Galuhwati. Dalam keadaan demikian, sebenarnya ia mengharapkan bantuan fihak Paramita Maliyo. Tetapi anak-murid Paramita Maliyo yang tadi bersiaga penuh, membubarkan diri setelah melihat majikannya mengejar Diah Mustika Perwita. Mereka kini berdiri menjauh sebagai penonton belaka. Dengan kenyataan ini, Sapu Regol harus dapat mengatasi kesulitannya sendiri. Ia melihat majikannya sedang kena disibukkan kedua lawannya yang tangguh. Makin lama, Galuhwati dan Swandaka saling bisa menyesuaikan diri. Karena sadar menghadapi lawan berat, mereka dipaksa untuk dapat bekerjasama serapih-rapihnya. Maka itu, tidak peduli senjata arca Sapu Regol hebat luar biasa, toh tidak dapat menembus pertahanannya. Hanya sewaktu Tunjung Anom ikut turun ke gelanggang, mereka merasa keteter. Hampir-hampir saja mereka menyerah kalah, kalau saja Diah Mustika Perwita tidak muncul pada saatnya yang tepat. Dan begitu Tunjung Anom meninggalkan gelanggang, mereka dapat bekerjasama dengan erat kembali dan mulai mendesak Sapu Begoi sedikit demi sedikit. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tiba-tiba muncullah seorang tua bertubuh pendek kecil tetapi berberewok panjang. Orang itu bersenjata sebatang tongkat. Dialah Dandung Gumilar. Setelah tongkatnya patah, ia memperoleh gantinya dari Galiyung. Maka ibarat seekor harimau tumbuh sayap, ia kini tidak gentar menghadapi musuh betapa kuatpun. Gesit luar biasa ia memasuki gelanggang dan mengempur senjata arsa Sapu Regol. Trang! Api meletik bagaikan bunga api dan suara nyaring akibat bentrokan tadi, benar-benar memekakkan telinga. Keduaduanya bertenaga alamiah yang kuat luar biasa. Badanya, Sapu Regol memiliki tubuh raksasa, sedang perawakan Dandung Gumilar cebol. Dandung Gumilar dulu pernah kalah tenaga melawan Sapu Regol. Tetapi waktu itu, ia masih dalam keadaan sakit. Setelah memperoleh kesembuhan dari Pangeran Jayakusuma, tenaganya pulih kembali. Karena itu, sedikit banyak ia ingin menuntut dendam terhadap Sapu Regol. Dandung Gumilar memang terkenal beradat panas, cepat berang, berangasan dan mudah mendendam orang. Maka begitu habis bentrok, ia mengayunkan tongkatnya kembali hendak meremukkan kepala Sapu Regol. Suara bentrokan itu, mengejutkan hati Hajar Awu-Awu. Meskipun tidak melihat, ia tahu Sapu Regol memperoleh lawan baru yang sepadan kekuatannya. Sebagai orang yang berpengalaman tahulah ia, suasana dan keadaannya tidak menguntungkan baginya. Terus saja ia berteriak nyaring sambil melesat mundur. Lalu ia memukulkan tangannya ke udara. Itulah Aji Narantaka yang ditakuti lawan. Setelah itu ia melarikan diri sambil memanggil Sapu Regol. Serunya : "Mundur ! Tiga tahun lagi belum kasep membuat perhitungan !" Diah Carangsari tidak menghiraukan arti pukulan Hajar Awu-Awu. Ia melompat dengan maksud hendak menerjang. Syukur, Wirawardhana yang mengakui kehebatan lawannya, menaruh Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ curiga. Sebat ia menarik lengan isterinya dan diseretnya ke samping. "Awas !" Belum habis dengung suara peringatannya, empat pohon yang tumbuh di atas pekarangan Paramita Maliyo meledak seperti kena dinamit. Empat batang pohon itu hancur berkeping-keping dalam keadaan terbakar. Dan menyaksikan hal itu, hati Diah Carangsari tercekat. Tatkala menoleh mencari beradanya lawannya, ternyata sudah tidak nampak lagi. Sapu Regolpun segera melarikan diri pula, begitu mendengar seruan majikannya. "Bahaya . . . . ! Sungguh berbahaya!" Wirawardhana menyusut keringatnya. "Kenapa dia tidak melontarkan tenaga demikian semenjak tadi?" Diah Carangsari minta keterangan. "Ilmu itu semacam ilmu sakti yang menguras tenaga. Hanya dalam keadaan terpaksa, ia menggunakannya. Tetapi akibatnya, dia bakal luka dalam." "Ya, akupun berhasil melukainya. Belum lagi ditambah peluru Mustika Perwita." "He-e." Wirawardhana melepaskan nafas lega. "Untuk sementara kita dapt menghirup nafas panjang. Entahlah sebulan dua bulan lagi." lalu berpaling kepada Galuhwati, Swandaka dan Dandung Gumilar. Bertanya : "Bagaimana" Apakah ...." "Hm, siluman tua itu masih sempat menolong Sapu Regol dengan pukulan pendek. Hampir-hampir saja, tubuh kita hancur lebur. Untung di samping kita ada paman tua ini. Sekiranya paman tua ini tidak mempunyai tongkat panjang, hm....." sahut Galuhwati sambil menyarungkan pedangnya. "Tuanku puteri !" sahut Dandung Gumilar dengan wajah sungguh-sungguh. "Kalau mau berebut jasa, tuanku Wirawardhana berdua yang pantas mendapat pujian. Aku datang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sewaktu siluman tua itu sudah kehabisan tenaga. Ibarat lampu kehabisan minyak, aku tinggal memadamkan saja." "Hei, hei ... . sudahlah !" potong Wirawardhana. "Kedua lawan kita itu memang tangguh luar biasa. Kepandaiannya berada di atas kita. Untuk sementara, kita aman sen-sausa. Tentang berebut jasa ini, biarlah kita bicarakan di markas. Mari kita mc ncari Diah Mustika Perwita. Bla dia aman sentausa, berarti tujuan kita sudah berhasil." Diingatkan perihal Diah Mustika Perwita, mereka semua tercekat hatinya. Ya, kemana larinya Diah Mustika Perwita" Sesuai dengan tugasnya, mereka semua tahu Diah Mustika Perwita membawa Ratna Paramita dan kantung Ratu Wengker. Tadi, dia tidak hanya dikejar Paramita Maliyo saja tetapi juga Tunjung Anom. Paramita Maliyo termashur sebagai ahli racun, sedangkan ilmu kepandaian Tunjung Anom berada diatas Sapu Regol yang perkasa. Kalau mereka berempat ditambah Dandung Gumilar mengeroyok Hajar Awu-Awu dan Sapu Regol. Diah Mustika Perwita justru bakal dikerubut Paramita Maliyo dan Tunjung Anom. Bila ditimbang dengan adil, keadaan Mustika Perwitalah yang terberat. Selain harus menghadapi f aramita Maliyo dan Tunjung Anom, harus dapat mempertahankan kantung Ratu Wengker. -o0~DewiKZ~0o- BOJANG GOPAK SEBENARNYA SEMUA akan berjalan dengan lancar, kalau saja Diah Mustika Perwita tidak bertemu dengan suatu peristiwa yang menarik perhatiannya. Selagi berjalan didampingi Galiyung dengan dua orang temannya, tiba-tiba ia melihat sebatang pohon rimbun tetapi semua daunnya layu. Semut merah dan ngrang-rang yang berada pada dahan dan rantingnya berhenti di Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tempatnya masing-masing dalam keadaan utuh. Kenapa demikian" "Paman, lihat!" serunya heran. Galiyung dan kedua temannya menghentikan langkahnya dan berpaling kepada pohon itu. Diam-diam mereka bertiga ikut memperhatikan. Pohon itu berada di antara pohon-pohon lainnya yang segar bugar. Kenapa pohon itu mati melayu" Hebatnya, ribuan jenis semut itu mati di tempat dalam keadaan utuh. "Sebentar, tuanku puteri." ujar Galiyung. Lalu menghampiri pohon itu dengan hati-hati. Tetapi sedetik kemudian, ia melompat mundur. Wajahnya berubah hebat dan kedua lengannya nampak menggigil. "Tuanku puteri . . . . ! Lari sebelum terlambat!" seru Galiyung dengan suara tertahan. "Kenapa?" Diah Mustika Perwita heran. "Inilah Bojang Gopak." "Bojang Gopak" Apa itu?" "Mari mundur dulu !" ajak Galiyung dan ia mendahului berjalan mundur seperti melihat hantu. Lalu memanggil kedua temannya : "Brancah, apakah kau tahu arti ini semua" Growak, bagaimana pendapatmu" " "Tuanku," sahut Growak. "Menurut kabar, seseorang tidak boleh mendekati racun Bojang Gopak lebih dekat daripada satu langkah. Dia akan terkena akibatnya. Tetapi kabar itu, mungkin dibesar-besarkan." "Ah, peduli apa dengan Bojang Gopak. Taruhkata racunnya hebat, dia bisa mengapakan kita?" Brancah yang beradat panas menimpali. Diah Mustika Perwita tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Kelihatannya, Bojang Gopak nama orang. Sewaktu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hendak minta keterangan, Galiyung berkata dengan suara masih bergemetaran : "Tuanku puteri, sedikit banyak kaum kami mengenal cara mengobati racun. Belasan kali kami pernah menolong orang yang terkena racun Paramita Maliyo. Tetapi sifat racun Paramita Maliyo tidak begitu ganas, manakala kita bandingkan dengan racun Bojang Gopak. Orang ini berasal dari marga Girah. Jadi anak keturunan warga Calon Arang. Racunnya jahat sekali. Barangsiapa kena racunnya akan mati dengan tidak setahunya sendiri. Seperti semut-semut merah dan rang-rang itu. Binatang-binatang itu mati di tempatnya, ia berhenti menelan ludah." Yang kuherani .... apa sebab dia muncul kembali" Belasan tahun, kami tidak pernah mendengar namanya lagi. Kecuali suatu kabarberita betapa dahsyat macam racunnya. Sekarang, kita sudah membuktikan macam ragunnya. Artinya ibarat ular dia keluar dari liangnya. Berarti pula, dunia bakal terancam hebat. Mari kita jauhi....!" Galiyung benar-benar merasa takut. Padahal dia termasuk manusia yang tidak kenal takut, meskipun diancam langit runtuh. Tanpa menunggu persetujuan Diah Mustika Perwita, ia mendahului melangkahkan kakinya. Diah Mustika Perwita merasa tidak puas. Menegas : "Paman kelihatan sangat takut kepadanya. Apakah ilmu kepandaiannya sangat tinggi" Bagaimana kalau ditandingkang dengan kakang Pangeran Jayakusuma?" "Tidak cocok ... tidak cocok____" sahut Galiyung sambil menggoyang-goyangkan tangan kanannya. "Pangeran Jayakusuma seorang satria sejati yang tiada bandingnya di jaman ini. Sebaliknya, Bojang Gopak manusia kotor. Kalau dibandingkan dengan Nayaka Madu, nah boleh juga." "Ya, apa bedanya?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Brancah, kau tahu banyak tentang Bojang Gopak. Coba jelaskan, bagaimana dia !" Galiyung berseru kepada Brancah. Brancah tidak segera menjawab. Setelah berdiam sedetik dua detik, ia berpaling kepada Diah Mustika Perwita yang berjalan menjajari galiyung. Katanya : "Tuanku puteri ! Apabila tuanku puteri berbicara tentang kepandaian, Bojang Gopak tidak berarti apa-apa. Barangkali dia tidak dapat mengungguli diriku. Sebaliknya bila tuanku puteri ingin tahu kehebatannya, itulah perkara ilmu racun yang dikuasainya. Tingkah-lakunya barangkali sama pula dengan pekerti Calon Arang di jaman dahulu. Kalau ia mau membunuh seluruh penduduk kota, dia akan menyebar racun mautnya tanpa perasaan apapun. Tidak peduli, apakah yang mati seorang nenek-nenek, kakek-kakek jompo atau anak-anak yang baru belajar menetek ibunya. Racunnya hebat tak terkatakan. Sampai sekarang kabarnya tiada seorangpun yang dapat menandingi. Barangsiapa kena racunnya, jangan harap dapat sembuh kembali. Tetapi kita tidak perlu takut kepadanya. Pendek kata dia tidak dapat berbuat banyak terhadap kita. asalkan kita cukup waspada." "Apakah dia bisa muncul sewaktu-waktu di hadapan kita?" Diah Mustika Perwita menegas. "Sepak terjang orang itu memang susah diduga. Suatu kali muncul disana, pada suatu hari bisa datang di sini dengan tiba-tiba. Seperti sekarang ini. Kabarnya, dia sudah menghilang belasan tahun dari pergaulan masyarakat. Nyatanya dia kini berada di sekitar tempat ini." Brancah memberi keterangan. "Diapun mempunyai lagaknya sendiri untuk mengangkat diri. Dimana dia berada, selalu meninggalkan bekas-bekasnya yang mudah dilihat orang. Maksudnya jelas. Dia ingin menyatakan diri, bahwa dalam dunia ini dialah yang berkuasa. Huh !" Diah Mustika Perwita mengerinyitkan dahinya. Merasa tertarik, sekali lagi ia minta pendapat Brancah. Katanya : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Paman! Dia berada di sekitar tempat ini. Apakah dia tertarik kepada masalah kantung Ratu Wengker?" Pertanyaan itu seperti mengingatkan Brancah bertiga. Sambil menoleh kepada Galiyung, dia menyahut: "Rasanya tidak terlalu jauh dugaan tuanku puteri. Sudah kukatakan tadi, gerakgerik orang itu susah diduga. Tetapi kalau dia sampai mencampuri urusan kantung Ratu Wengker, woah .... dunia ini bakal ramai. Meskipun begitu, kita tidak perlu takut. Dia tidak akan dapat berbuat banyak terhadap kita. Memangnya, kita golongan manusia yang mudah diingusi?" Maksud Brancah untuk menghibur diri berbareng menguatkan iman mereka yang mendengarkan. Justru demikian, Diah Mustika Perwita jadi teringat kepada Ratna Paramita. Ujarnya : "Paman, apakah Bojang Gopak mempunyai hubungan dengan Paramita Maliyo ?" Brancah berpikir keras. Sesaat kemudian menjawab : "Ada hubungannya atau tidak, seumurku belum pernah aku mendengar kabarnya. Yang kudengar, Paramita Maliyo pada jaman mudanya salah seorang murid Ratu Wengker Wijayarajasa. Entah apa sebabnya, dia melarikan diri. Takut akan tertangkap gurunya kembali, ia minta perlindungan marga Girah. Selanjutnya, namanya tidak pernah disebut-sebut orang lagi." ia berhenti mengingat-ingat. Setelah menimbang-nimbang, melanjutkan . "Bojang Gopak orang Girah juga. Kelihatannya, kita boleh berpikir demikian. Tetapi, sungguh! Rasanya kita gegabah, bila berpikir demikian pula." "Alasanmu?" Growak menungkas. "Paramita Maliyo pada jaman mudanya, terkenal cantik jelita sesuai dengan bunyi namanya. Sebaliknya, Bojang Gopak seperti siluman. Meskipun Paramita Maliyo berada dalam perlindungan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kaum Girah, belum tentu dia sudi bergaul dengan orang-orang semacam iblis." Growak memanggut-manggutkan kepalanya. Dia tidak berbicara lagi. Sebaliknya Diah Mustika Perwita makin dipaksa untuk berfikir. Dari berfikir, ia jadi gelisah. Lalu berkata kepada Galiyung : Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Paman ! Silahkan paman pulang dulu ke markas menunggu kedatangan kakang Wirawardhana dan ayunda Carangsari. Biarlah aku mencari Ratna Paramita dulu." Wajah Galiyung berubah, ia seperti mempunyai firasat hebat. Berpaling kepada Brancah : "Brancah! Markas kita tidak terlalu jauh lagi. Kau boleh menemani tuanku puteri". Terhadap pemimpinnya, Brancah tidak banyak bertingkah. Dengan segera ia mengangguk mengiakan. Diah Mustika Perwita kemudian memutar arah. Ia mengarah ke tenggara diikuti Brancah. Sepanjang jalan, Brancah memeriksa seberang-menyeberang jalan. Sampai petangharl tiba, suasananya sunyi senyap. Sekarang ia merasa lapar. Berkata kepada Diah Mustika Perwita : "Tuanku puteri, perkenankan aku mencari kedai makan yang layak. Kita perlu menambah tenaga." Diah Mustika Perwita tersenyum mengerti. Dan berangkatlah Brancah mendahului. Karena merasa bebas, dapatlah ia bergerak dengan leluasa. Terus saja ia mempercepat langkahnya. Makin lama makin cepat, dan akhirnya berlari-larian kecil. Di kejauhan muncul sebuah dusun. Pada dewasa itu, penduduk sudah dapat menyalakan api penerangan rumah. Sebuah pelita dengan minyak kelapa atau minyak buah Jarak Cina atau Jarak Benggala. Tetapi dusun itu kelihatan muram suram. Apakah sebuah dusun yang dilanda malapetaka" Atau sebuah dusun yang ditinggalkan penghuninya karena takun diancam perang besar" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nayaka Madu memang baru saja dikalahkan Laskar Majapahit. Akan tetapi letak wilayah Nayaka Madu sangat jauh. Mustahil pengaruhnya sampai di dusun itu. Jadi alasan itu tidak tepat. Yang lebih masuk akal, dusun itu dilanda malapetaka. Soalnya, malapetaka apa" Inilah yang belum jelas. Brancah, salah seorang pembantu andalan Galiyung. 3a seorang yang berpengalaman. Maka dengan hati-hati ia mendekati dusun itu. Tatkala tiba di tepi dusun itu, malam hari sudah datang. Suasananya jadi bertambah seram dan muram. Didukung oleh ke enyapannya, bulu kuduk Brai-cah meremang dengan tak dikehendaki sendiri. Ia berhenti sejenak untuk menimbang-nimbang. Laiu memutuskan untuk memeriksanya. Dengan langkah waspadn, ia mulai memasuki dusun itu. Ternyata dusun itu masih utuh. Tiada yang rusak atau berubah. Hanya saja, tiada penghuninya. "Aneh." pikir Brancah. Ia berbimbang-bimbang sejenak. Lalu nekat memasuki dusun itu. Sekarang ia tidak hanya merasa aneh, tetapi ngeri pula. Menilik bangunan rumah sama sekal; tidak rusak dan perabot rumah-tangga utuh, ia yakin penghuninya belum lama meninggalkan tempat. Lalu ia mulai memeriksa sebuah rumah yang nampak mentereng. Penghuninya tiada, tetapi binatang-binatang ternaknya mati bersebaran Mulai dari kerbau, sapi, kambing, babi, ayam dan itik. "Bojang Gopak?" tak terasa terlepaslah ucapannya. Terus saja ia melompat tinggi dan hinggap di atas atap. Ia menebarkan penglihatannya. Karena tiada sesuatu yang mencurigakan, ia turun ke tanah kembali dan lari kencang meninggalkan dusun itu. Tujuannya untuk melaporkan semua penglihatannya kepada Diah Mustika Perwita. Brancah tidak mendapat kesukaran dalam mencari di-mana Diah Mustika Perwita berada. Terus saja ia melaporkan peristiwa Dendam Empu Bharada http://dewi -kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aneh itu dengan nafas terengah-engah. Kali ini, terpaksa ia menyebut-nyebut nama Bojang Gopak. "Lalu apa kesimpulan paman?" Diah Mustika Perwita minta pendapatnya. "Tentang Bojang Gopak, hanyalah dugaanku semata. Aku belum mendapatkan buktibukti yang nyata." "Maksud paman, harus kita selidiki dulu?" "Ya." "Apakah paman mempunyai rencana penyelidikan?" "Untuk sementara belum." Tidak menyia-nyiakan waktu, Diah Mustika Perwita mendahului melangkah menghampiri dusun itu. Tiba di depan dusun, Brancah kini melihat sesuatu yang ganjil. Samar-samar ia melihat cahaya penerangan yang memantul dari dalam sebuah rumah pemujaan. Kalau ada cahaya penerangan, tentunya ada yang menyalakan. Siapa" "Hati-hati." ia memperingatkan Diah Mustika Perwita. "Rupanya kedatanganku sudah diketahui. Dan ia sedang memasang perangkap. Kalau begitu, mari kita balas dengan perangkap pula. Karena yang diketahui hanya diriku seorang, aku mengulangi tapak jalanku. Tuanku puteri langsung saja memasuki rumah pemujaan itu. Aku akan mengambil jalan berputar untuk menikamnya dari belakang. Ingin kutahu, dia bisa apa" " Menurut pendapat Diah Mustika Perwita, akal itu masih sederhana. Akan tetapi sebagai seorang gadis yang berperasaan halus, tak mau ia me ngecewakannya. Setelah melihat Brancah mengambil jalan berputar, langsung saja ia memasuki dusun itu dengan mengambil jalan utama. Di dalam hati ia berharap, semoga jejak Ratna Paramita dapat diketemukan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tiba di halaman rumah pemujaan, ia menj jahkan pandang matanya. Tiada sesuatu yang menarik perhatian nya, kecuali kesenyapannya. Halaman tetap bersih seperti bekas disapu. Arca-arca suci tetap berdiri di tempatnya. Setelah mengamati sekitarnya, ia mulai mengarahkan pandang matanya kepada pelita yang menyala terang di ruang dalam. Siapakah yang menyalakan pelita itu" Ia mencoba memanggil beberapa kali. Karena tiada yang menyahut, ia memasuki ruang dalam dengan hati-hati. Lalu duduk di atas pembaringan yang berada di sebelah kanan. Mau ia mengira, bahwa itulah pembaringan pendeta atau Juru Kunci yang menunggu rumah pemujaan. Menduga, bahwa yang menyalakan pelita itu tentunya yang ingin menjebak dirinya dan Brancah, ia jadi tersenyum geli. Teringatlah dia kepada masa kanak-kanaknya, sewaktu main sembunyi-sembunyian. Cara yang tepat untuk bisa menangkap yang sedang bersembunyi, ialah menirukan bersembunyi pula. "Biarlah aku menunggu yang menyalakan pelita itu, di sini." pikirnya di dalam hati. "Ingin kutahu, sebenarnya siapa yang main gila ini." Memang mengherankan! Seluruh penduduk dusun meninggalkan rumahnya masing-masing. Tiba-tiba di malam hari ada seseorang yang menyalakan pelita. Apalagi maksudnya, kalau bukan ingin menjebak orang yang memasuki dusun itu. Setidak-tidaknya, nyala pelita itu dimaksudkan untuk menarik perhatian orang. "Dia membunuh sekalian binatang ternak penduduk, dan membiarkan pemiliknya meninggalkan kediamannya. Sebenarnya apa maksudnya?" ia berteka-teki. Selagi demikian, ia mendengar suara derap kuda menghampiri rumah pemujaan. Cepat ia menyelinap ke dalam dan bersembunyi di balik arca Syiwa yang berdiri berjajar dengan arca Wisynu dan Brahma. Ketiga arca itu berdiri memipit dinding, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sehingga Diah Mustika Perwita tidak khawatir dirinya kena sergap dari belakang punggungnya. Sementara itu. ia mendengar kuda-kuda itu berhenti di depan rumah pemujaan. Kedengarannya hanya dua ekor kuda. Pengendaranya turun hampir berbareng di atas tanah. Kemudian ia mendengar suara seorang yang dikenalnya. "Ibu, mengapa ibu justru membawa daku kemari?" itulah suara Ratna Paramita yang dipikirkan semenjak siang hari tadi. Karena itu, hati Diah Mustika Perwita gembira bukan main. Pikirnya, tentunya yang dipanggilnya sebagai Ibu, Paramita Maliyo. "Ibu berkata, bahwa yang membunuh seluruh binatang piaraan penduduk itu, orang jahat. Dan orang jahat itu, masih berada dalam dusun ini. Sekarang Ibu melihat cahaya pelita dan membawaku kemari. Bukankah berarti bunuh diri?" Ratna Paramita melanjutkan kata-katanya sambil mengikuti langkah ibunya yang sudah memasuki pendapa rumah pemujaan. "Anakku, kau makanlah obat ini!" Paramita Maliyo menyahut. Diah Mustika Perwita melihat Paramita Maliyo mengulurkan tangannya. Ratna Paramita menyambut uluran tangan ibunya dan mengambil sebutir obat dari genggamannya. Lalu ditelannya dengan tak ragu-ragu sama sekali. "Sekarang aku akan menyakiti ujung jari telunjukmu. Mana ujung jari telunjukmu !" perintah Paramita Maliyo. Ratna Paramita mengulurkan tangannya seraya minta keterangan : "Kenapa Ibu melakukan semua ini" Bukankah aku tidak terkena racun apapun?" Paramita Maliyo mencocok ujung jari telunjuk puteri-nya. Lalu diborehi dengan obat bedak berwarna merah jambon. Setelah itu, barulah ia berkata : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ratna ! Ibumu banyak dimusuhi orang. Kau tahu, bukan?" "Aku tahu. Tetapi aku tidak takut. Kenapa Ibu menghalang-halangi diriku" Aku bukan anak kecil lagi, bu. Biarkan aku belajar hidup diatas kakiku sendiri." Ratna Paramita setengah mengeluh. Paramita Maliyo menatap wajah puterinya. Berkata dengan suara manis : "Duduklah ! Sekarang dengarkan kata-kata ibu. Aku tahu, kau sudah dewasa. Meskipun engkau sudah mengenal dan belajar berbagai racun dan bisa, namun apa yang kau ketahui itu terlalu sedikit. Padahal musuh Ibu yang paling hebat, justru orang-orang yang ahli racun. Karena itu, bagaimana aku dapat melepaskan dirimu dengan hati aman?" Ratna Paramita percaya pada setiap patah ibunya. Ia duduk di atas pembaringan menundukkan kepalanya. Paramita Maliyo berkata lagi: "Kali ini, kita bakal bertemu dengan seorang musuh yang paling kutakuti. Celakanya, belum-belum kita berdua sudah terkena racunnya." "Apa?" Ratna Paramita terkejut sampai tersentak dari tempat duduknya. "Aku dan Ibu kena racun ?" "Ya, tetapi sekarang sudah tertolong. Racun itu tidak akan mengganggu kita lagi." "Kapan kita kena racun ?" Ratna Paramita penasaran. Paramita Maliyo menghela nafas dalam. Lalu menjawab dengan suara haru : "Sewaktu aku menyusulmu, engkau berusaha membangkang dengan menangis, bukan?" "O, maafkan aku, bu." Ratna Paramita memeluk ibunya. "Waktu itu. hatiku terlalu sedih. Aku merasa, semua orang menghina diriku Maka satu-satunya yang kupikir, hanyalah ingin Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melarikan diri dari semuanya termasuk ibu yang kucintai. Maafkan diriku, bu. " Paramita Maliyo tersenyum pahit. Menyahut. "Justru engkau menangis, racun merasuk dalam dirimu." "Justru aku menangis" Apa hubungannya menangis dan racun?" Ratna Paramita heran bukan kepalang sampai melepaskan pelukannya. "Racun itu memang terlalu hebat." Paramita Maliyo menerangkan sambil menengadah ke atap rumah. "Racun itu dinamakan Suksmapamali. Artinya, racun itu tidak senang melihat orang menangis. Padahal suka dan duka orang itu mencapai puncaknya dengan air mata. Orang meneteskan air mata, bila terlalu sedih. Sebaliknya orang menangis, karena terlalu gembira. Dan racun istimewa itu ... . racun yang berwujud hawa sangat peka terhadap air mata. Sama sekali engkau tidak mengira, bukan?" Tidak hanya Ratna Paramita seorang yang terlongong, tetapi Diah Mustika Perwita Sang Petaka 2 Joko Sableng 29 Tumbal Pusar Merah Balada Padang Pasir 13