Ceritasilat Novel Online

Menuju Titik Nol 1

Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie Bagian 1


Agatha Christie MENUJU TITIK NOL Scan by BBSC Convert to WORD, LIT, PRC, PDF by ben99
Mereka yang Terlibat Tn. Treves"Seorang pengacara dengan segudang pengalaman. Usianya delapan puluh
tahun. Kenangannya akan suatu pembunuhan di masa lalu menyebabkan kematiannya.
Andrew MacWhirter"-Berniat bunuh dir. tapi gagal karcna tersangkut pohon dan
diselamatkan penjaga pantai. Beberapa bulan kemudian, di tempat yang sama, dia
menyelamatkan nyawa seorang wanita yang putus asa.
Inspektur Battle"Detektif Scotland Yard yang wajalinya seperti kayu, tanpa
ekspresi. Ke-biasaannya untuk selalu bersikap metodis membualikan hasil yang nyata,
walaupun liburannya kali ini terpaksa diisi dengan tugas mengungkap pembunuhan.
Bu Amphrey"Kepala sekolah yang sukses dan contoh nyata dari orang yang sok tahu
teori teori psikologi dan menerapkannya secara sal ah kaprah.
Sylvia Battle"putri Inspektur Battle. Pengalamannya di sekolah membantu ayahnya
menyelamatkan nyawaseorang wanita yang tak bersalah.
Ntvile Strange"Tampan bagai Dewa Apollo dan olaluagawan serba-bisa. Layak
disebut pria paling beruntung, kaya-raya, reputasinya tanpa ccla, dan punya dua
Istri yang cantik* cantik"tapi, dia tidak bahagia.
Kay Strange"Muda belia, cantik jelita, dengan temperamen yang gampang
meledakledak "lebih-lebili bila berhadapan dengan istri pertama Nevile.
Lady Camilla Tressilian"Wanita tua yang invalid. Suka sekali menjamu tamu-tamu
di ru mahnya. Tapi hobinya itu menjadi petaka ketika suatu kali di rumalinya
berkumpul apa yang disebutnyasegitiga abadi.
Mary Aldin"Sabar, penuh perhatian, efisien, dan
seorang nyonya rumah yang baik. Setia
menemani Lady Camilla dan melayani kebutuhannya.
Kali ini, kesabarannya benarbenar
diuji. Audrey Strange"Kecantikannya yang klasik tapi tak menonjol mengusik ketenangan
Gull's Point, dan membuat istri muda Nevde tak bisa meijguasai diri.
Tliomas Royde"Dijuluki "Thomas vang Lurus" oleh saudara angkatnya, Audrey. Di
balik penampilannya yang serba kikuk dan pendiam, dia menyimpan gelora asmara
yang membara. Ted Latimer"Pria muda yang tampan. Teman lama Kay Strange, yang setiap kali
selalu muncul mengusik kehidupannya.
Inspektur James Leach"Kemenakan Inspektur Battle. Belum lama bertugas dan diberi
wewenang mengungkap pembunuhan di Gull's Point. Kerjasamanya dengan pamannya
membuatnya mempelajari banyak hai yang tak pernah dipelajarinya di Akademi
Kepolisian Pendahuluan 19 Nopember Kf.lompokyang duduk di sekeliling peApian itu hampir seluruhnya terdiri dari
alili hukum atau orang-orang yang tertarik pada hukum. Ada Martindale, si
pengacara, Rufus Lord,KC*,Daniels, si ahLi hukum muda yang telah membuat dirinya
termasyhur karena kasus Carstairs, dan beberapa pengacara lain seperti Tn.
Justice Cleaver, Lewis dari kantor pengacara Lewis and Trench, dan Tn. Treves
yang sudah tua. Tn. Treves hampir menginjak usia delapan puluh, dan memiliki
kematangan serta pengalaman yang sesuai dengan usianya. Ia seorang ahli hukum
dari sebuah kantor pengacara ternama, bahkan ahli hukum yang paling terkenal
dari kantor pengacara itu. Kasus-kasus rumit yang telah ditanganinya di
pengadilan tak terhitung banyaknya. Kata orang, ia mengetahui lebih banyak
rahasia-rahasia dibalik sejarah daripada siapa pun di mggris, aan juga seorang
spesialis kriminologi. Orang yang berpikiran pendek sering mengatakan bahwa semestinya Tn. Treves
menulis me-moarnya. Akan tetapi Tn. Treves cukup arif. Ia tahu bahwa
iatabuterlalu banyak. Walaupun ia sudah lama tak berprakwk lagi secara aktif, tak seorang pun di
Inggris yang pendapatnya begitu dihargai oleh orang-orang dan ahli-ahli hukum.
Manakala ia mengangkat suaranya yang kecil dan tegas itu, semuanya langsung diam
penuh hormat. Yang menjadi pokok pembicaraan mereka sekarang adalah sebuah kasus yang masili
ramai dibicarakan orang, yang perkaranya selesai disi-dangkan pada hari itu di
Old-Bailey. Kasus itu adalah sebuah kasus pembunuhan dan tertuduh-nya telah
dibebaskan. Kelompok ahli hukum itu kini sibuk membolak-balik persoalannya dan membuat
kritikkritik teknis. Pihak penuntut telah membuat kesalahan de-ngan mengandalkan pada satu dari
saksisaksi-nya "Pak Peplegrhniaitu seharusnya menyadari baliwa ia telah
memberikan peluang besar kepada pihak pembela. .Si-AMuiirmuda telah berhasil
mempergunakan kesaksian gadis pelayan itu de-ngan sebaik-baiknya.Bentmore. dalam
ringkasan pledoinya, dengan sangat baik telah meletakkas fakta-fakta itu pada
perspektifnya yang benar, tetapi sudah terlambat"dewan juri telah mempercayai
gadis itu. Anggota juri memang aneh" apa yang masuk dalam benak mereka dan apa
yang tidak, tak dapat diiebak"tetapi sekali sesuatu sudah menyangkut di kepala
mereka, tak mungkin bisa dikeluarkan lagi. Mereka percaya bahwa gadis itu telah
mengatakan yang sebenarnya tentang tinggis itu dan hal itu tak bisa diubah lagi.
Fakta-fakta medis agak terlalu rumit untuk otak mereka. Semua istilah ilmiah
yang panjang-panjang"saksisaksi yang menyebalkan, orang-orang yang berlagak
ilmiah"setalu memberikan jawaban yang berliku-liku dan tak bisa hanya menjawab
'ya>atau'tidak' untuk pertanyaanpertanyaan yang sederhana"selalu memulai de-ngan
'berdasarkan kondisi tertentu yang immgkm bertaku pada waktu itu'"dan
seterusnya! Para ahli hukum itu mengcluarkan pendapat mereka dengan tuntas, dan akhirnya,
pada waktu kalimat-kalimat mereka menjadi kacau dan tak sa-iing berhubungan
lagi, makin terasalah bahwa ada sesuatu yang kurang. Satu demi satu kepala-kepa(a itu dipalingkan kepada Tn. Treves, Sebab sela-ma ini Tn. Treves belum
menyumbangkan pikirannya dalam diskusi itu. Makin lama makin jelas bahwa
semuanya sedang menantikan pendapat akhir dari scjawat mereka yang paling
dihormati. Tn. Treves, sambil bersandar di kursinya, sedang membersihkan kaca matanya
sambil melamun. Sesuatu dalam keheningan itu membuatnya tersentak dari
lamunannya. "Hah?" katanya. "Apa itu tadi" Kalian menanyakan sesuatu kepada saya?"
Si Lewis muda berkata, "Kami sedang membicarakan kasus Lamorne, Pak."
Ia berhenti, menanti. "Ya, ya," kata Tn. Treves. "Saya sedang memikirkan itu,"
Semuanya diam, menanti dengan penub rasa hormat.
"Saya kuatir," kata Tn. Treves sambil terns menggosok kaca matanya, "saya
terlalu berkliayal. Ya... terlalu berkhayal. Karena usia lanjut, saya kira. Orang seusia saya memang
boleh saja berkhayal kalau mau."
"Tentu saja, Pak," kata si Lewis muda, walaupun mukanya menunjukkan bahwa ia tak
mengerti. "Saya sedang mcmikirkan," kata Tn. Treves, "bukan tentang segt-segi hukum yang
dikemuka-kan tadi"walaupun itu menarik sangat menarik... kalau saja keputusannya
adalah sebaliknya, saya rasa akan ada dasar-dasar untuk naik banding... tetapi
saya tak akan membicarakan itu sekarang. Seperti saya katakan tadi, saya sedang
memikirkan, bukan tentang segi-segi hukumnya, tetapi tentang... yah, tentangorangorangyang terlibat dalam kasus itu."
Semuanya kelihatan sedikit takjub. Selama ini mereka semuanya melihat orangorang dalam kasus itu hanya sehubungan dengan sampai di mana orang-orang itu
dapat dipercayai atau dalam peranannya sebagai saksisaksi. Tak seorang pun dari
mereka pernah merenung, apakah tertuduh sebenarnya bersalah ataukah ia
benarbenar tak bersalah sepeiti yang diputuskan oleh pengadilan.
"Yah, manusia...," kata Tn. Treves dengan penub pikiran. "Manusia, Sungguh banvak
ragam, beiituk, dan jenisnya. Sebagian ada yang berotak, tetapi sebagian besar
lagi tak berotak. Mereka juga datang dari mana-mana, Lancashire,
Skotlandia"pemilik restoian dari Icali itu misalnya, dan wanita guru sekolah
dari suatu tempat di Middle West itu.
Semuanya tersangkut dan terlibat di situ dan akhirnya semuanya bertemu di sebuah
sidang pengadilan di London pada suatu hari yang kelabu di bulan November.
Masingmasing menyumbangkan peranannya yang kecij. Keseluruhannya memuncak dalam
sebuah sidang pengadilan pembunuhan."
Ia berhenti sebentar dan mengetuk-ngetuk lututnya pelan-pelan.
"Saya suka cerita detektif yang bagus," kata-.nya. "Tetapi, mereka setalu mutai
di tempat yang sa'ah! Mereka mulai dengan pembunuhannya. Padahal pembunuhan itu
adalahakhirnyz. Ceritanya dimulai jauh sebelumnya"kadangkadang bettahun-tahun sebelumnya"
dengan segala ma-cam sebab dan peristiwa yang membawa orang-6rang tertentu ke
suatu tempat tertentu pada suatu waktu tertentu di suatu hari tertentu. Ambillah kesaksian pelayan wanita itu, misalnya " kalau pelayan dapur tidak
menggaet pacarnya, ia tak akau uaik pitam dan mendatangi Lamorne
dan menjadi saksi utama pihak pembeta. I.alu si ?"iu5"ppe AntojieJJi"datang
untuk menggantikan abangnya selama satu bulan. Abangnya itu hampir sama butanya
dengan keleiawar. Ia tak akan dapat melihat apa yang telah dilihat oleh mata
Giuseppe yang tajam. Kalau polisi itu tidak mcrayu koki di rumah No. 48,iatak
akan tertambat meronda..." Ia menganggukkan kepalanya.
"Semuanya bergerak menuju ke sebuah titik tertentu. Lalu, waktu saatnya tiba"
terjadilah itu!Titik Nol.Ya, semuanya bergerak menuju titik nol...."
Ia mengulangi, "Menuju titik nol...." Lalu badannya bergidik sedikit. "Bapak
kedinginan, mari mendekat ke perapian."
"Tidak, tidak," kata Tn. Treves. "Hanya seperti ada orang yang berjalan di atas
kuburku, kata pepatah. Ah, saya harus pulang."
Ia mengangguk sedikit dengan ramah, lalu berjalan dengan langkah perlahan tapi
tegas, keluar dari ruangan.
Untuk sesaat lamanya semuanya diam, lalu Rufus Lord, KC, berkata bahwa Tn.
Treves sudah mulai pikun.
Sir William Cleaver berkata,
"Otak yang tajam"otak yang sangat tajam "tetapi akhirnya usia juga yang menang."
"Jantungnya juga lemah," kata Lord. "Bisa jatuh dan meninggal sewaktu-waktu,
saya kira." "Ia bisa menjaga diri dengan baik," kata si Lewis muda.
Pada saat itu Tn. Treves dengan hati-hati sedang masuk ke dalam mobit Daimlernya yang selalu berjalan dengan mulus. Mobil itu membawanya ke sebuah rumah di
sebuah kompleks perumahan yang tenang. Seorang pelayan pria dengan penuh
perhatian membantu membukakan jasnya. Tn. Treves berjalan menuju perpustakaannya, di mana sebuah pe apian dengan api arang sedang menyala. Kamar tidurnya
terletak di belakangnya, karena, mengingat keadaan jantungnya, ia tak pernah
naik ke lantai atas. Ia duduk di depan perapian dan mengambil surat-suratnya.
Pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan-bayangan pemikiran seperti yang
diutarakannya di Klub tadi.
"Bahkan sekarang pun," pikir Tn. Treves, "sebuah drama"sebuah pembunuhan"
sedang dalam proses persiapan. Kalau aku sedang menulis satu cerita yang menarik
tentang darah dan kejahatan, aku akan memulainya sekarang dengan seorang pria
tua yang sedang duduk di depan perapian dan membuka surat-suratnya"dan sedang
menuju, tanpa diketahuinya"ke titik nol...."
Ia menyobek sebuah sampul surat dan dengan melamun memandangi ke ra surat yang
dikeluar-kannya dari sampul itu.
Tibatiba ekspresi mukanya berubah. Ia kem bali dari lamunannya ke kenyataan.
"Astaga," kata Tn. Treves. "Sungguh menyebalkan! Benarbenar menjengkelkan.
Setelah bertahun-tahun! Ini akan mengubali semua rencanaku."
"Buka Pintu dan Inilah Orang-orangnya."
11 Januari Priayang terbaringdi tempat tidur di rumah sakit itu menggerakkan tubuhnya
sedikit dan menahan erangannya.
Juru rawat yang bertugas meninggalkan meja-nya dan mendatanginya. Ia membetulkan
letak bantal dan menggeser tubuh pasiennya ke posisi yang lebih enak.
jn^1"M-jrW1iirrfr bany" menggeram untuk menunjukkan rasa terima kasihnya.
Ia sedang dipenuhi kepahkan dan perasaan marah yang mendidih.
Pada saat ini semestinya semua telah berlalu. Semestinya ia sudali lolos dari
semua itu! Terkutuk pohon sial yang tumbuh di atas tebing itu! Terkutuk orang-orang itu,
yang asyik bercinta, yang tidak mempedulikan angin malam musim diogin yang
mencekam, dan yang suka mencam -putiurusan orang lain!
Kalau tidak karena mereka (dan pohon itu!) semuanya pasti sudali berlalu"sebuah
loncatan ke dalam air sedingin es, dan sedikit pergulatan melawan maut mungkin,
ialu tak ada rasa apaapa"
akhir dari sebuah hidup yang tak berguna, yang sia-sia, dan tak menguntungkan.
Dan sekarang, di mana dia berada" Terbaring tak berdaya di sebuah tempat tidur
di rumah sakit dengan bahu patah scbelah dan dengan kemungkinan diseret ke
pengadiian karcna kejahatan mencoba bunuh diri.
Terkutuk benar! Padahal ini adalah nyawanyasendiri.,bukan"
Dan seandainya ia berliasil, pasti mereka akan menguburkannya scbagai oiang yang
tidak waras! Huh! Tidak waras! Ia tak pernah mcrasa se-waras itu! Dan tak ada yang lebih
logis-dan masuk akai daripada bunuh diri untuk orang yang berada dalam posisi
seperti dirinya. Hidupnya benarbenar celaka, kesehatannya terus memburuk karena keadaan,
sementara istrinya telah melarikan diri dengan prla lain. Tanpa pekerjaan, tanpa
kasih sayang, tanpa uang, kesehatan, atau harapan" tentu saja satu-satunya jalan
keluar adalah mengakhiri segalanya, bukan"
Dan di sini ia berada sekarang, dalam keadaan yang menyedihkan. Sebentar lagi ia
akan ditegur oleh seorang hakim yang sok tahu karena telah melakukan hal yang
paling masuk akal atas sesuatu yang merupakan miliknya" benar-becar miliknya
sendiri"yaitu nyawanya.
Ia menggeram marah. Suhu badannya naik.
Juru rawat itu sudah berada di sampingnya lagi.
Iamasih muda, berambut merah, dengan waja ramah yang hampir tanpa ekspresi.
"Anda kesakitan?" "Tidak."
"Biar saya beri obat supaya bisa tidur." "Jangan coba lakukan itu." "Tetapi..."
"Anda kira saya tak bisa menahan sedikit rasa sakit dan susah tidur?"
Juru rawat itu tersenyum dengan lemah lembut, agak kcibuan.
"Dokter bilang Anda boleh diberi obat."
"Saya tak peduli dengan apa yang dibilang dokter."
Si juru rawat membetulkan selimutnya dan mendekatkan gelas minuman jeruknya
kepadanya. Andrew berkata, dengan sedikit malu atas kelakuannya, "Maaf, saya
berbicara kasar." "Oh, tak apa." Ia merasa jengkel karena juru rawat itu sarna sekali uk terganggu oleh
kekasarannya. Hal seperti itu rupanya tak menembus tameng kesabaran seorang juru
rawat. Ia cuma seorang pasien " bukan seorang pribadi.
Ia berkata, "Campur tangan terkutuk"terkutuk semua campur tangan ini...."
Juru rawat itu menegur, "Ah, ayolah, tak baik begitu."
"Baik?" katanya menuntut."Baik}Ya, Tu-han."
Juru rawat itu berkata dengan tenang, "Anda akan merasa lebih enakan besok
pagi." Ia mcnelan ludahnya.
"Juru rawat.Juru rawat! Anda semua tak manusiawi "benarbenar tak mamisiawi."
"Kami tahu apa yang terbaik untuk Anda, lho."
"Itulaii yang paling menjengkelkan! Tentang Anda semua. Tentang rumah sakit.
Tentang du-nia. Campur tangan yang terus-menerus! Merasa tahu apa yang paling
baik untuk orang lain. Saya mencoba bunuh diri. Anda tahu itu, bukan?"
Juru rawat itu mengangguk.
"Sama sekali bukan urusan orang lain, kalau saya mau melemparkan diri saya
sendiri dari tebing atau tidak. Saya sudah bosan hidup. Sudah habis-habisan!"
Juru rawat itu membuat suara "cek... cek..." dengan lidahnya, menunjukkan rasa
simpati yang abstrak. Ia menghadapi seorang pasien. Ia harus membuatnya tenang
dengan membiarkan pasiennya mengeluarkan amarahnya yang terpendam.
"Mengapa saya tak boleh mcmbunuh diri saya sendiri kalau saya mau?" ia bertanya
dengan nada menuntut. Si juru rawat menjawab pertanyaan itu dengan serius.
"Karena itu salah." "Mengapa salah?"
Si juru rawat memandangnya dengan raguragu. Pendapatnya tidak terguncang, tetapi
sukar baginya untuk mengutarakan reaksinya.


Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Em"maksud saya"bunuh diri itu perbuatan jahat. Kita harus berani hidup, tak
peduli suka atau tidak."
"Mengapa harus?"
"Yah, kan ada orang lain yang harus kita pikirkan, bukan?"
"Dalam kasus saya tidak ada. Tidak ada satu ]iwa pun di dunia ini yang akan
menderita kalau saya mati."
"Anda tak punya saudara"Tak adaibu atau kakak atau apa?"
"Tidak. Saya pernah punya istri tetapi ia meninggalkan saya"tak salah juga! Ia
tahu bahwa saya tak berguna."
'Tetapi tentu Anda punya kawan, bukan?"
'Tidak, saya tak punya kawan. Saya bukan tipe orang yang bisa berkawan. Nih,
Suster, biarsayaceritakan pada Anda. Dulu saya seorang periang. Saya punya
pekerjaan yang baik dan istri yang can-tik. Laluada kecelakaan.Atasansaya yang
mengemudikan mobil dan saya ada di dalamnya. Ia mau saya mengatakan bahwa ia
mengemudikan mobil dengan kecepatan di bawah lima puluh waktu kecelakaan itu
terjadi. Itu tidak betul.
Kecepatannya hampir delapan puluh. Sebetuinya tak seorang pun terbunuh; tak ada
sangkut-pautnya denganitu;ia cuma memikirkan soal asuransinya. Nah, saya tak mau
mengatakan apa yang diinginkannya. Sebab itu bohong. Saya tak pernah bohong."
Juru rawat itu berkata, "Yah, saya kira Anda benar. Benar sekali."
"Bcgitu pikir Anda, ya" Kekeras-kepalaan saya itu membuat saya kehilangan
pekerjaan. Atasan sava marah. Dia juga mengatur supaya saya tidak bisa mendapat pekerjaan
lain. Istri saya akhimya muak dengan kegagalan-kegagalan saya mendapatkan pekerjaan.
Ia pergi dengan pria lain yang tadinya adalab teman saya. Teman saya itu memang
sedang berhasil dan menanjak terus. Sebaiiknya saya terus meluncur turun. Lalu
saya mulai minum sedikit. Hal itu membuat saya cepat kehilangan pekerjaan
lagi"yang susalipayah sa-ya dapat. Akhirnya badan saya rusak"dokter bilang saya
tak akan bisa kuat kembali. Yah, pad a waktu itu tak ada lagi afasan untuk terus
hidup. Jalan yang paling gampang, dan yang paling bersih, adalah meninggalkan
semuanya. Hidup saya tak berguna untuk diri saya sendiri atau untuk orang lain."
Juru rawat itu menggumam, "Anda tak bisa menentukan begitu saja."
Ia tertawa. Kemarahannya sudah reda. Kete-guhan juru rawat yang naif itu
menggelitik hatinya. "Nona manis, apa gunanya diriku untuk orang lain?"
Juru rawat itu berkata dengan sedikit bingung, "Anda tak tahu. Mungkin saja"pada
suatu hari nanti?" "Suatu hari nanti" Tak akan ada lagi haii esok. Lain kali saya akan memastikan
bahwa saya pasti berhasil."
Si juru rawat menggelengkan kepalanya dengan yakin.
"Ah, tidak," katanya. "Anda tak akan bunuh diri sekarang." "Mengapa tidak?"
"Mereka tak pernah mengulanginya."
Ia memandang juru rawat itu."Mereka tak pernah mengulanginya."Ia cuma salah satu
dari orang-orang yang digolongkan mencoba bunuh diri. Mulutnya sudah terbuka
untuk memprotes dengan keras, tetapi kejujuran dalam sanubarinya membuatnya
membatalkan niatnya itu. Benarkah iaakanmengulanginya" Betulkah ia bermaksud demikian"
Tibatiba ia tahu bahwa ia tak akan melakukannya lagi. Alasannya tidak ada.
Mungkin alasan yang diberikan juru rawat itu memang betul. Orang-orang yang
pernah mencoba bunuh diri tidak akan mengulanginya lagi.
Ia makin bernafsu mendesak juru rawat itu untuk mengakui satu hal dari sudut
etik. "Bagaimanapun saya punya hak untuk melakukan apa pun juga yang saya suka
terhadap hidup saya sendiri."
"Tidak"tidak, Anda tak punya hak itu."
"Tetapi mengapa, Nona manis, mengapa?"
Muka juru rawat itu memerah. Ia berkata, sementara jari-jarinya memainkan salib
emas kecil yang bergantung di lehernya.
"Anda tak mengerti. Tuhan mungkin memerlukan Anda."
Ia memandang juru rawat itu lurus-lurus"tercengang. Ia tidak bermaksud
mengguncangkan kepercayaannya yang naif seperti anak kecil. Ia berkata dengan
nada mengejek, "Mungkin pada suatu hari nanti saya akan menjinakkan kuda liar dan menyelamatkan
nyawa seorang anak berambut emas, ya" Begitu?"
Si juru rawat menggelengkan kepalanya. Ia berkata dengan berapi-api dan berusaha
meng-ckspresikan apa yang dilihatnya dengan begitu jelas dalam pikirannya dan
yang begitu seret diutarakan oleh bdahnya.
"Mungkin dengan hanyaberadadi suatu tem-pat"tanpa melakukan sesuatu"hanya dengan
berada di suatu tcmpat pada suatu waktu tertentu"oh, susah mengatakan apa yang
saya maksudkan, tetapi mungkin Anda cuma"cuma berjalan saja di sepanjang sebuah
jalan pada suatu hari dan hanya dengan berbuat begitu Anda melakukan sesuatu
yang sangat penting"bahkan mungkin tanpa menyadarinya."
Juru rawat berambut merah itu berasal dari pantai barat Skotlandia dan beberapa
orang dalam keluarganya telah mendapat 'anugerah penampak-an kliusus .
Mungkin saja, samar-samar, ia melihat gambaran seorang pria yang sedang
menyusuri sebuah jalan di suatu malam di bulan September dan dengan begitu
menyelamatkan seorang insan dari kematian yang mengerikan....
14 Februari Hanyaada satu orang di ruang itu dan satu-satunya suara yang terdengar adalah
goresangoresan pena orang itu, sementara pena itu membuat tulisan, baris demi
baris di atas kertas. Tak seorang pun akan membaca katakata yang sedang dituliskan. Kalau ada, mereka
tak akan bisa mempercayai matanya. Karena yang sedang ditulis adalah sebuah
rencana yang sangat jelas dan terperinci mengenai suatu pembunuhan.
Ada saatsaat di mana tubuh merasa sadar akan peranan otak yang
mengontrolnya"pada waktu tubuh itu dengan patuh menuruti kehendak 'sesuatu' yang
mengontrol perbuatanperbuatan-nya itu. Ada saatsaat lain di mana otak merasa
sadar bahwa ia memiliki dan mengontrol tubuh dan ia mencapai niatnya dengan
mempergunakan tubuh itu. Sosok tubuh yang sedang duduk dan menulis itu kini berada dalam keadaan yang
disebutkan belakangan. Sesosok tubuh yang dikuasai oleh otak; oleh sebuah
intelegensia yang terkontrol sepenuhnya. Otak itu hanya memiliki satu pikiran
dan satu tujuan" menghancurkan seseorang. Su-paya tujuannya tercapai, rencana itu dirancang
dengan sangat cermat di atas kertas. Semua kemungkinan diperhitungkan. Semuanya
harus benarbenar aman dan sempuma. Rencana itu, seperti halnya dengan semua
rencana yang bagus, sama sekali tidak kaku. Ada beberapa tindakan alternatif
tertentu dalam beberapa hal tertentu. Lagi pula, oleh karena otak yang
merancangnya adalah otak yang pandai, otak itu menyadan bahwa perlu diadakan
persiapan-persiapan yang cerdik untuk hal-hal yang tak dapat diramalkan
sebehimnya. Akan tetapi garis-garis pokoknya jelas dan sudah diuji dengan cermat. Waktunya,
tempatnya, metodenya, korbannya!
Sosok tubuh itu mengangkat kepalanya. De-ngan tangannya diambilnya
lembaranlembaran kertas itu dan dibacanya dengan teliti sampai selesai. Ya,
semuanya sangat jelas. Sebuah senyum terkulum di wajah yang serius itu. Sebuah senyum yang sedikit
kurang waras. Sosok tubuh. itu menghela napas panjang.
Seperti halnya manusia diciptakan serupa de-ngan penciptanya, kini terlihat
sebuah parodi yang mengerikan dari kegembiraan seorang pencipta.
Ya, semuanya telah direncanakan "reaksi dari setiap orang sudah diramalkan dan
dijaga semua kemungkinannya; kebaikan dan kejahatan dalam diri setiap orang
dipertimbangkan dan diatur secara harmonis dan terarah pada sebuah rancang-an
yang jahat. Masih ada satu hal yang kurang.
Dengan sebuah senyum penulisnya menggores-kan sebuah tanggal "sebuah tanggal di
bulan September. Lalu, dengan tertawa, kertas-kertas itu disobek-sobek menjadi potongan-potongan
kecil kemudian potongan-potongan itu dibawa dan dilempar ke dalam perapian yang
sedang mcnyala. Tidak ada kecerobohan. Setiap potong kertas dimakan api dan
musnah. Kini, rencana itu hanya berada di dalam otak penciptanya.
8Maret InspekturBattlesedang duduk di mejsrhakan-nya pagi itu. Wajahnya kelihatan geram
dan ia sedang membaca"dengan perlahan dan cermat "sepucuk sural yang diberikan
oleh istrinya dengan air mata bercucuran. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa
pun, dan memang wajahnya selalu tanpa ekspresi. Nampak seperti seraut wajah yang
dikerat dari kayu. Kokoh dan meyakinkan. Inspektur Battle tak pernah menunjukkan
kecerdasan yang berlebihan; ia, jelas sekali, me-mang bukan orang yang brilian,
tetapi ia memiliki kelebihan lain, yang tak mudah dijelaskan, tetapi yang
menonjol. "Aku tak bisa mempercayainya," kata Nyonya Battle dengan tersedu. "Sylvia!"
Sylvia adalah putri yang bungsu dari kelima anak Inspektur dan Nyonya Battle. Ia
berusia cnam belas tahun dan~oersekolah di dekat Maid-stone.
Surat tersebut datang dari Bu Amphrey, kepala sekolah itu. Isinya sangat jelas,
dan ditulis dengan cara yang halus dan berhati-hati. Pada pokoknya surat itu
mengatakan bahwa para pejabat sekolah untuk beberapa waktu lamanya telab dibuat
pu-sing oleh adanya pencurian-pencurian kecil di sekolah itu; bahwa akhirnya
persoalan itu telah menjadi jelas dengan pengakuan Sylvia Battle, dan bahwa Bu
Amphrey secepatnya ingin bertemu dengan Tn. dan Ny. Battle untuk 'membicarakan
hal itu.' Inspektur Batde melipat surat itu, memasuk-kannya ke dalam kantungnya, dan
berkata, "Serahkan hal ini kepadaku, Mary."
la berdiri, berjalan mengelilingi meja, mene-puk-nepuk pipi istrinya dan
berkata, "Jangan kuatir, Sayang, semuanya akan beres."
Ia keluar dari ruangan itu, meninggalkan rasa lega dan keyakinan pada istrinya.
Siang itu, di ruang duduk Bu Amphrey yang modern dan individualistik, Inspektur
Battle du-duk dengan sangat rapi di kursi; tanganta-ngannya yang besar berada di
atas kedua lututnya, menghadapi Bu Amphrey dan lebih dari pada biasanya"ia
kelihatan betul-betul seperti seorang polisi.
Bu Amphrey adalah seorang kepala sekolah yang berhasil. Ia berkepribadian,
berpengetahuan luas, dan selalu mengikuti perkembangan, dan ia menggabungkan
disiplin dengan gagasan-gagasan modern tentang kemandinan.
Ruangannya ditata sesuai dengan semangat Mead way. Semuanya berwarna gandum yang
lembut"ada botol-botol besar berisi bunga-bu-nga daffodil dan jambanganjambangan
dengan bunga-bunga tulip dan hyacinth. Satuatau Quacopy yang cukup bagus dari
barang tembikar antik gaya Yunani, dua buah ukiran modern, dua hiasan primitif
dari Itali tergantung di dinding. Di tengah-tengah semuanya ini, Bu Amphrey
sendiri, beigaun biru tua, dengan wajah yang menunjukkan perhatian penuh serta
mata biru yang bening, memandang dengan serius melalui kaca matanya yang tebal.
"Yang penting," katanya dengan suaranya yang jernih dan bagus, "adalah bahwa
kita harus menanganinya dengan benar. Gadis itu sendirilah yang harus kita
pikirkan, Mr. Battle..Sylvia sendiri! Yang lebih penting, bahkansangatpen-ting, adalah bahwa
hidupnya tidak menjadi tim-pang. Jangan sampai ia dibebanirasa bersalah" jangan
sampai kita menyalahkannya. Kita harus menemukan alasan dibatikpencurianpencurian yang tak berarti ini. Perasaan rendah diri, mungkin" Ia memang tak
terlalu baik dalam olahraga"
Anda tahu itu"iadi mungkin ada kpiqgin-.an_untuk menonjol dalam suatu hal
lain"sebuah keinginan untuk menonjolkan egonva" Kita haius bertindak dengan amat
sangat bijaksana. Sebab itulah saya ingin bertemu dengan Anda dulu"un-tuk
menekankan kepada Anda, betapa pentingnya untuk sangat berhati-hati dengan
Sylvia. Saya ulaagi lagi, betul-betul penting untuk mengetahui apa sebetulnya yang ada
dibalikini." "Untuk maksud itulah, Bu Amphrey," kata Inspektur Battle, "saya datang kemari."
Suaranya perlahan. Wajahnya tak beremosi, matanya mempelajari dan menilai kepala
sekolah itu. "Saya memperlakukannya dengan sangat lem-but,"kataBu^Ajrvphrey.
Battle berkata singkat, "Anda baik sekali."
"Saya memang mencintai dan bisa mengerti anak-anak ini."
Battle tidak menjawabnya secara langsung. Ia berkata, "Saya ingin menemui putri
saya sekarang, kalau Anda tak berkeberatan, Bu Amphrey."
Sekali lagi Bu Amphrey menasihatinya untuk berhati-hati"untuk tidak mendcsak"
untuk ti-dak menyerang anak yang sedang tumbuh menjadi seorang wanita itu.
Inspektur Battle tidak menunjukkan tanda-tanda kehilangan kesabaran. Wajahnya
tctap tan-pa ekspresi. Akhirnya kepala sekolah itu membawanya ke ruang kerjanya. Mereka melewati satu
atau dua orang gadis di gang. Gadis-gadis itu berdiri dengan diam dan sopan,
tetapi mata-mata mereka menunjukkan rasa ingin tahu. Setelah membawa Battle ke
sebuah ruang kecil yang lebih sederhana daripada ruang yang ada di bawah tadi,
Bu Amphrey berkata bahwa ia akan memanggil Sylvia.
Waktu ia hendak melangkah pergi, Battle bei-kata,
"Sebentar, Bu, bagaimana Anda sampai pada kesimpulan bahwa Sylvia-lah yang
bertanggung jawab untuk"hmm"pencurian-pencurian itu?"
"Metode saya, Tuan Battle, adalah psikologis."
Bu Amphrey berbicara dengan penuh wibawa.
"Psikologis" Hm. Bagaimana dengan bukti, Bu Amphrey?"
"Ya, ya, saya mengerti sekali, Tuan Bat-tle"Anda akan berpikir demikian. Karena
" hmm"profesi Anda. Tetapi psikologi mulai diakui pentingnya di bidang
kriminologi. Saya jamin kami tidak melakukan kesalahan"Sylvia sendiri secara sukarela
mengakui semuanya." Battle mengangguk. "Ya, ya"saya tahu itu. Saya hanya menanyakan bagaimana sampai Anda bisa
menentukan bahwa dialah orangnya."
"Yah, Tuan Battle, pencurian barang-barang darilockeranak-anak perempuan itu
makin bertambah saja. Saya kumpulkan semuanya dan saya berikan fakta-faktanya
kepada mereka. Pada saat yang sama saya mempelajari wajah-wajah mereka secara
tidak mencolok. Ekspresi wajah Sylvia langsung nampak oleh saya. Rasa
bersalah"dan bingung. Pada saat itu saya tahu siapa pelakunya. Yang saya
inginkan adalah, tidakmengkonfrontasikannyadengan perasaan bersalah, tetapi
membuatnya mengakui hal itu ataskemauannyasendiri. Saya membuat sebuah tes
untuknya"sebuah tes asosiasi kata."
Battle mengangguk untuk menunjukkan bahwa ia mengerti.
"Achirnya anak itu mengakui semuanva!"
"Begitu," kata ayahnya.
Bu Amphrey ragu sebentar, lalu berjalan ke luat.
Battle sedang berdiri melihat ke luar jendela pada waktu pintu terbuka kembali.
Ia memutar badannya dengan perlahan dan memandang putrinya. Svlvia berdiri di
depan pintu yang baru saja ditutupnya. Ia tmggi, berkulit gelap, dan tulangtulangnya agak menon-jot. Mukanya cemberut dan berbekas air mata. Ia berkata
dengan sedikit takuttakut, "Nah, initah saya."
Battle melihat padanya dengan berpikir. Ia menghela napas.
"Mestinya abu tidak mengirimmu ke tempat ini," katanya. "Wanita itu sungguh
tolol." Sylvia lupa akan masalahnya sendiri karena keheranan.
"Bu Amphrey" Tetapi iabaik sekali'.Kami semua menyukainya."
"Hm," kata Battle. "Mungkin tak setolol dugaanku kalau ia bisa membuat dirinya
disukai seperti itu. Bagaimanapun juga,tmbukan tempat untukmu"meskipun aku tak
yakin"ini bisa terjadi di tempat lain juga."
Sylvia meremas-remas jari-jemarinya. Ia melihat ke bawah. Ia berkata, "Saya"saya
menyesal, Ayah. Benarbenar menyesal."
"Seharusnyalah kau menyesal," kata Battle singkat. "Kemarilah."
Sylvia berjalan perlahan dan dengan enggan menyeberangi ruangan itu, mendapatkan
ayahnya. Battle rnemegang dagunya dengan tangannya yang lebar dan menatap
mukanya lekat-lekat. "Kau telah mengalamt banyak kesukaran, ya?" katanya dengan lembut.
Air mata mulai mengambang di mata gadis itu.
Battle berkata perlahan, "Kau. tahu, Sylvia, sebenarnya sudah beberapa waktu lamanya aku tahu bahwa
adasesuatuyang tak beres denganmu. Hampir semua orang punya suatu kelemahan. ~
Biasanya itu cukup jelas. Kau bisa melihatnya kalau seorang anak berwatak tamak,
atau pemarah, atau suka mempermainkan anak yang lebih kecil dan lemah. Kau
adalah anak yang baik, pendiam"manis"tak pernah menyebabkan kesulitan"dan
kadangkadang aku kua-tir. Sebab cacat yang tak kelihatan pada suatu barang
biasanya mengacaukan semuanya pada waktu barang itu dicoba."
"Seperti saya!" kata Sylvia.
"Ya, seperti kau. Kau seperti retak karena tekanan jiwa"dengan cara yang aneh


Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula. Cara yang, anehnya, belum pernah kutemui sebelumnya."
Tibatiba gadis itu berkata dengan nada mcnce-mooh, "Saya pikir tentunya Ayah
sudah sering bertemu dengan pencuri!"
"Oh, ya"aku paham benar tentang mereka. Karena itulah, Sayang" bukan karena aku
adalah ayahmu (para ayah tak banyak taliu tentang anaknya) tetapi karena aku
seorangpolisiaku tahu betul bahwa kau bukan seorang pencuri! Kau tak pernah
mengambil satu benda pun dari tempat ini. Ada dua jenis pencuri; jenis yang
menuruti godaan yang timbul dengan tibatiba dan sangat kuat (dan ini jarang
sekali terjadi"menakjubkan betapa besarnya godaan yang bisa ditalian oleh
manusia biasa yang jujur), dan ada jenis yang mengambil barang-barang yang bukan
miliknya seakanakan itu hal yang wajar saja. Kau tidak termasuk dalam kedua
jenis itu. Kau memang bukan pencuri. Kau adalah tipe pembohong yang lain
daripada yang lain."
Sylvia berkata, "Tetapi..."
Battle terus berbicara. "Kau sudah mengakui semuanya" Oh, aku tahuitu.Dulu ada seoiang wanita saleh~ia
keluar membawa roti untuk orang-orang miskin. Suaminya tak suka itu. la pergi
menemui istrinya dan menanyakan apa yang ada di dalam keranjangnya. Si istri
ketakutan dan mengatakan bahwa isinya ada-lah bunga mawar. Si suami merebut
keranjang itu dan membukanya, dan melihat bahwa isinya betul-betul bunga-mawar"
mukjizat! Nah, seandainya kau adalah Santa Elizabeth dan kau keluar membawa
sekeranjang bunga mawar, dan suamimu keluar dan menanyakan apa yang ada di
keranjangmu, kau juga akan ketakutan dan berkata 'Ron."
Ia berhenti sebentar dan berkata dengan lem-but, "Itulah yang terjadi, bukan?"
Gadis itu tak menjawab untuk beberapa lamanya, lalu tibatiba menundukkan
kepalanya. Battle berkata, "Katakan padaku, Anakku. Apa yang sebetulnya terjadi?"
"Ia mengumpulkan kami semua. Berbicara kepada kami. Dan saya lihat matanya
memandang saya dan saya tahu ia berpikjr bahwa sayalah pelakunya! Saya merasa
wajah saya menjadi merah"dan saya melihat beberapa anak perempuan melihat kepada
saya. Sungguh memalukan. Lalu yang lain juga mulai melihat kepada saya dan berbisikbisik. Semuanya berpikir bahwa sayalah yang melakukannya. Lalu kepala sekolah mcmanggil
saya dan beberapa anak Iain pada suatu malam ke sini dan kami memainkan seinacam
permainan"ia menyebutkan katakata dan kami mcmberikan jawabannya."
Battle menggeram dengan rasa muak.
"Dan saya tahu apa yang dimaksudkanny" " dan"dan saya ketakutan. Saya coba untuk
tidak memberikan jawaban yang salah"saya coba memikirkan katakata yang tak ada
hubungannya "seperti tupai atau bunga"tetapi Kepala Sekolah memandangi saya
dengan pandangan mata yang tajam seperti bor"seperti menusuk ke dalam.
Sesudahitu"oh, makin lama makin payah dan pada suatu hari Kepala Sekolah
berbicara kepada ^aya dengan sangat baik dan dengan begitu "begi-tupentth
pengertum"dan "
dan saya tak kuat menahan tangis dan saya katakan kepadanya bahwasaya yang
melakukannya"danoh! Saya merasa begitu lega, Ayah!"
Battle mengelus-elus dagunya sendiri.
"Oh, begitu." "Ayah bisa mengerti?"
"Tidak,Silyia, aku.tidak mengerti, karena aku lajn. Kalau seseorang_menj;oba
membuatku mengakui sesuatu yang tidak pernahkulakukanakuakan lebih terdorong
untuk mernberinya^ sebuah tinju dirahangnya.Tetapi sekarang aku tahu apa yang
sebenarnya terjadi dalam kasusmu. Kepala Sekolahmu yang berpandangan mata
seperti bor itu benaknya sudali dipenuhi oleh pengertian yangsalah-kaprah dari
segala macam teori. Sekarang yang harus dilakukan adalah membereskan kekacauan
ini. Di mana Bu Amphrey?"
Bu Amphrey memang berada tak jauh dari mereka. Senyumnya yang lernbut segera
lenyap dari wajahnya pada waktu Inspektur Battle berkata dengan langsung dan
gamblang, "Demi keadilan terhadap anak saya, saya minta Anda memanggil polisi setempat
untuk menangani halmi."
'Tetapi, Tuan Battle, Sylvia sendiri..."
"Sylvia tak pernah mengambil sesuatu yang bukan miliknya dari tempat ini."
"Saya mengerti sekali bahwa, sebagai seorang ayah..."
"Saya berbicara bukan sebagai ayah, tetapi sebagai polisi. Mintalah bantuan
polisi untuk menangani ini. Mereka akan berhati-hati. Anda akan mendapatkan
barang-barang itu disembunyikan di sebuah tempat dan saya rasa Anda akan
menemukan sidik jari pelakunya. Pencuri barang kecil-kecilan biasanya tak
berpikir untuk memakai sarung tangan. Saya akan membawa anak saya sekarang.
Kalau polisi menemukan bukti"bukti yangbetul"bahwa ia memang tersangkut dalam
pencurian-pencurian itu, saya tak berkeberatan ia dibawa ke pengadilan dan
menanggung akibatnya, tetapi saya tak kuatir."
Waktu ia dan Sylvia berada di dalam mobil dalam perjalanan keluar dari sekolah
itu, Battle berkata, "Siapa gadis yang rambutnya pirang tergerai, yang pipinya
sangat merah, yang ada noda di dagunya, dan yang kedua mata birunva sangat
berjauhan letaknya" Aku mclihatnya tadi di gang."
"Kedengarannya sepertiOliveParsons-"
"Hm. Aku tak akan heran kalau ternyata ialah orangnya."
"Apakah ia kelihatan takut?"
"Tidak, ia kelihatan angkuh! Seperti muka-muka angkuh dan tenang yang kulihat di
pengadilan polisi beratus kali! Aku berani bertaruh dialah malingnya"tapi jangan
mengharap bahwaiaakan mengaku"tak akan!"
Sylvia berkata dengan helaan napas, "Rasanya seperti bangun dari mimpi yang
buruk. Oh, Ayah, saya menyesal! Oh, sayasungguhmenye-sal! Oh, bagaimana saya bisa
segoblok itu, luar biasa goblok" Sungguh keterlaluan."
"Ah, sudahlah," kata Inspektur Battle, tangannya yang tak memegang setir
ditepuktepukkan-nya pada lengan Sylvia, lalu ia mengatakan katakata hiburan yang
disukainya, "jangan dipikirkan lagi. Hal-hal ini memang dimaksudkan untuk
mencoba kita. Ya, halhal seperti ini memang dimaksudkan untuk mencoba kita saja.
Setidak-^tidaknya, kukira begitu. Kalau bukan untuk itu, untuk apa lagi."
19 April Mataharisedang menyinari rumah _Nevile-Strangedi Hindhead"
Hari itu memang hari yang panas, yang biasanya terjadi paling sedikit satu kali
di bulan April; hari yang lebih panas daripada hari-hari di bulan Juni yang
sebentar lagi akan datang.
Nevile Strange sedang menuruni tangga. Ia berpakaian putih dari bahan fianel dan
tangannya mengepit empat raket tenis.
Seandainya seorang pria dapat dipilih di antara pria-pria Inggris sebagai contoh
dari seorang pria yang paling beruntung, Panitia Pemilihan mungkin akan memilih
Nevile Strange. Ia adalah seorang pria yang dikenal baik oleh masyarakat
Inggris, pctcnis kelas wahid dan olahragawan vangall-round.Walaupun belum pernah
mencapai pertan-dinganpertandingan final di Wimbledon, ia telah berhasil
memenangkan beberapa pertandingan pembukaan dan telah dua kali mencapai semi
final dalam r^anda campuran. Mungkin karena ia seorang olahragawan yang sangat
all-round, maka ia tidak menjadi petenis juara. Ia tangkas beimain golf,
perenang yang baik, dan telah melakukan berbagai pendakian di Pegunungan Alpen.
Usianya tiga puluh tiga, sangat sehat, tampan, punya banyak uang, serta seorang
istri yang Iuar biasa cantik yang baru saja dinikahinya"dan, kelihatannya tak
punya kesulitan atau kesusahan.
Namun demikian, kctika Nevile Strange berjalan menuruni tangga rumahnya pagi
itu, ba-yang-bayang gelap mengikutinya. Sebuah bayangan yang, barangkali, hanya
kelihatan olehnya sendiri. Tetapi ia sadar akan itu, bahkan pemikiran tentang
itu membuatnya mengernyitkan dahi dan membuat mukanya kelihatan muram dan ragu.
Ia berjalan menyeberangi gang, menegapkan bahunya, seakan dengan berbuat
demikian ia menyingkirkan beban pikirannya, melewati ruang duduk dan ke Iuar
menuju beranda berdinding kaca di mana istrinya, Kay, sedang meringkuk di antara
bantal-bantal kursi sambil meneguk sari jeruk.
K"ytrrjncrffberusia dua puluh tiga tahun dan sangat cantik. Ia memiliki tubuh
yang ramping, Suwes menggairahkan, rambut merah gelap, kulit yang begitu
sempurna hingga ia hanya memerfu-kan sangat sedikitmake-upuntuk lebih
menampakkan kecantikannya, serta mata dan alis berwarna
gelap yang biasanya takserasidengan rambut merah, tetapi yang tampak menggiurkan
apabila serasi. Suaminya berkata dengan riang, "Halo, Cantik, sarapan apa kita
pagi ini?" Kay menjawab,
"Kacang merah yang mengerikan"dan ja-mur"dan daging babi asap."
"Kedengarannya lumayan," kata Nevile.
Ia menaruh makanan-makanan yang disebutkan tadi dalain piringnya dan menuang
secangkir kopi. Keduanya diam untuk beberapa menu lamanya tanpa terasa kaku.
"Oo," kata Kay sambil menggoyang-goyang-kan ujung kakinya yang telanjang dengan
kuku-kukunya yang dicat merali tua secara menggairahkan. "Cahaya matahari ini
sangat nikmat, bukan" Bagaimanapun juga Inggris tak terlalu jelek."
Mereka baru saja kembali dari Prancis Selatan.
Nevile sepintas lalu melihat judul-judul berita utama surat kabarnya, lalu
membaliknya ke halaman olaliraga.Iahanya bergumam, "Em..."
Lalu, sambil meneruskan makan roti bakar de-ngan selai jeruk, ia menyisihkan
surat kabarnya dan membuka surat-suratnya.
Surat-suratnya banyak, tetapi kebanyakan ha-nya dibacanya sepintas, lalu
dilemparkannva ke samping. Surat-surat edaran, iklan, cetakan.
Kay berkata, "Aku tak suka warna yang kupilih untuk ruang duduk. Bolehkah aku menggantinya
lagi, Ne-vile?" "Apa saja yang kausuka, Cantik."
"Biru merak," kata Kay melamun. "Dengan bantal-bantal satin berwarna gading."
"Jangan lupa keranya," kata Nevile.
"Kau boleh menjadi keranya," kata Kay.
Nevile membuka sebuah surat lagi.
"Oh, ya," kata Kay. "Shirty mengundang kita untuk pergi ke Norwegia dengan kapal
pesiarnya akhir bulan Juni. Sial betul kita tak bisa pergi."
Dengan hatiTiati ia melirik Nevile dan berkata dengan nada penuh harap, "Aku
kepingin sekali pergi."
Wajah Nevile seolah-olah diliputi kabut keti-dakpastian.
Kay berkata dengan kesal,
"Haruskahkita pergi ke tempat Camilla yang membosankan itu?"
Nevile menjadi jengkel. "Tentu saja harus. Kay, kita sudah bicarakan hal ini sebelumnya. Sir Matthew
adalah waliku dulu. Ia dan Camilla-lah yang mengurusiku. Gull's Point bagiku
seperti rumahku sendiri."
"Ah, baiklah, baiklah," kata Kay. "Kalau kita memang harus, ya hams. Toh memang
kita yang akan mendapat uangnya kalau ia meninggal, jadi kita perlu menjilat
pantatnya sedikit." Nevile berkata dengan marah,
"Ini bukan soal menjilat pantat! Ia tak punya kuasa atas uang itu. Sir Matthew
meninggalkan uang itu dalam'trust'*untuknya selama masa hidupnya dan sesudah itu untukku dan
istriku. Ini menyangkut rasasaycrng.Mengapa kau tak bisa mengerti itu?"
Kay berkata, setelali mereka berdua diam sebentar, "Sebetulnya aku mengerti. Aku
cuma ngadat sa-ja karena" yah, karena aku tahu bahwa sebenarnya mereka cuma
terpaksa saja menerima kehadiranku di sana. Mereka membenciku! BetuI itu!Lady
Xressiliaii memandang rendah padaku melalui hidungnya yang panjang itu danMaT
Alflmtak mau menatap mukaku kalau ia berbicara padaku.
Memang semuanya menyenangkan untukm". Kau tak melihat apa yang sebenarnya
terjadi." "Bagiku mereka semua selalu kelihatan sangat sopan terhadapmu. Kau tahu benar
aku tak akan membiarkannya apabila mereka berlaku tak baik kepadamu."
Kay memandangnya dengan matanya yang berbulu lentik.
"Mereka memang cukup sopan. Tetapi mereka tahu bagaimana membuatku merasa tidak
enak. Aku cuma pengganggu saja, tak berhak berada di situ, itulah yang mereka
pikir." "Yah," kata Nevile, "betapapun juga, kukira... itu wajar saja, bukan?"
Suaranya berubah sedikit. Ia berdiri, melihat ke Iuar membelakangi Kay.
=dana perwalian "Oh, ya, tentu saja itu wajar. Mereka memang sangat menyayangt Audrey, bukan?"
Suara Kay bergetar sedikit. "Audreyyang bersopan santun tinggi, dingin, dan
pucat! Camilla beium memaafkanku karena menggantikan tempatnya."
Nevile tidak menoleh. Suaranya tak bergairah. Ia berkata, "Ah, Camilla kan sudah
tua " sudah lebih tujuh puluh. Kau tahu, generasi dia tak suka perceraian. Pada
umumnya kukira ia telah menerima keadaan ini dengan baik, apalagi mengingat
bagaimana sayangnya dia pada"pada Audrey."
Suaranya berubah sedikit waktu ia menyebutkan nama itu.
"Mereka semua beranggapan bahwa kau telah memperlakukannya dengan tidak baik."
"Memang betul," kata Nevile berbisik, tetapi istrinya mendengarnya.
"Oh. Nevile"jangan bodoh begitu. Hanya karena dia membuat keributan itu."
"Dia sama sekali - tak membuat keributan. Audrey tak pernah membuat keributan."
"Ah, kau tahu apa yang kumaksudkan. Karena ia pergi ke tempat jauh dan menjadi
sakit, selalu kelihatan seperti orang yang patah hati. Itulah yang kumaksudkan
dengan keributan. Audrey bukan orang yang bisa menerima kekalahannya dengan
baik. Menurut pendapatku kalau seorang istri tak bisa mempertahankan suaminya,
sebaiknya ia melepaskannya dengan baik! Kau berdua sama sekali tak mempunyai
persamaan. Ia tak pernah berolahraga, selalu pucat dan ioyo seperti
seperti lap piring. Tak ada kehidupan dan semangat dalam dirinya! Kalau ia
memang me-nyayangimu, seharusnya ia memikirkan kebatia-giaanmu dulu dan
bergembira karena kau akan mendapatkan kebahagiaan bersama seseorang yang lebih
cocok untukmu." Nevile membalikkan badannya. Sebuah se-nyum kecil yang mengejek terlihat di
bibirnya. "Alangkah bijaknya kau! Kau tahu bagaimana bermain dalam cinta dan perkawinan!"
Kay teitawa dan mukanya menjadi merah.
"Yah, mungkin aku sedikit ke Iuar batas. Tetapi pada pokoknya hal itu telah
terjadi. Dan begitulah"kau harus menerima kenyataan."
Nevile berkata perlahan, "Audrey telah menerimanya. Ia menceraikanku supaya kau
dan aku bisa menikah."
"Ya, aku tahu..." kata Kay dengan ragu.
Nevile berkata, "Kau tak pernah mengerti Audrey."
"Kau betul. Audrey sedikit membuatku takut. Aku tak tahu apa sebabnya. Orang tak
pernah bisa tahu apa yang sedang dipikirkannya. Ia"ia memang agak menakutkan."
"Ah! Omong kosong, Kay."
"Betul, ia membuat^Ktakut. Mungkin karena ia punya otak."
"Si dungu-ku yang cantik!"
Kay tertawa. "Kau selalu memanggilku begitu!" "Sebab kau memang begitu!" datang mcn-Mereka
sating tersenyum. Nevile datang dekati istrinya dan, sambil membungkuk mencium
tengkuknya. "Kay yang cantik molek," gumamnya.
"Kay yang sangat baik," kata Kay. "Merelakan sebuah perjalanan yang indah dengan
kapal pesiar untuk pergi dan dicemooh oleh keluarga suaminya yang bergaya zaman
Victoria." Nevile berjalan kembali dan duduk di depan meja.
"Kau tahu," katanya. "Sebetulnya kita bisa saja pergi dengan Shirty kalau kau
memang begitu kepingin."
Kay terduduk tegak karena tertegun.
"Dan bagaimana dengan Saltcreek dan Gull's Point?"
Nevile berkata dengan suara yang agak sumbang,
"Kita bisa saja pergi ke sana lebih awal di bulan September.'I "Oh, Nevile,
tetapi..." Ia berhenti berbicara.
"Kita tak bisa pergi di bulan Juli dan Agustus ka rcna pertandingan-pertandingan
itu," kata Ne-vile. "Tetapi kita sudah selesai di St. Loo pada akhir bulan Agustus dan
kalau kita terus pergi ke Saltcreek dari sana, wakrunya tepat sekali."
"Oh, va, pas sekali"betul-betul tepat. Tetapi kukira... em,diaselalu pergi ke sana
di bulan September, bukan begitu?"
'"Audrey, maksudmu?"
"Ya, kurasa mereka bisa mengundurkan keda-tangannya, tetapi..."
"Mengapa mereka harus mengundurkan keda tanganuya?"


Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kay menatapnya dengan ragu. "Maksudmu, kira semuanya akan berada di sana pada
saat yang sama" Aiangkah anehnya." Nevile berkata dengan jengkel, "Aku sama
sekali tak menganggap itu aneh. Banyak orang melakukannya pada masa ini. Mengapa
kita semua tak bisa berteman" Itu membuat semuanya lebihgampang.Eh, malah kau
sendiri yang bilang begitu tempo hari.?"Akubilang begitu?"
"Ya, tak ingatkah kau" Kita sedang merhbicara-kan pasangan Howes, dan kaubilang
itulah cara berpikir yang bijaksana dan berbudaya, dan bahwa istri barn Leonard
bersahabat dengan bekas istrinya."
"Oh,akutak keberatan. Itumemangpikiran yang bijaksana. Tetapi"yah"kukira Audrey
akan berpendapat lain." "Omong kosong."
"Bukan omong kosong. Kau tahu, Nevile, Audrey memang sangat mencintaimu. Kukira
ia tak akan tahan semenit pun melihat kita bersama."
"Kau salah sekali, Kay. Audrey berpendapat \ bahwa itu baik sekali."
"Audrey"apa maksudmu, Audrey berpendapat" Bagaimana kau tahu apa yang diptkirkan
Audrey?" Nevile kelihatan agak malu. Ia berdehem ka-rena sedikit salah tingkah.
"Sebenarnya, kebetulan kemann aku bertemu dengannya waktu aku di London."
"Kau tak pernah mengatakannya padaku."
Nevile berkata dengan nada jengkel,
"Aku mengatakannya padamu sekarang. Sungguh cuma kebetulan saja. Aku sedang
berjalan menyeberangi Park ketika kulihat ia berjalan ke arahku. Kau toh tak mau
aku melarikau diri darinya, bukan?"
"Tidak, tentu saja tidak," kata Kay dengan terus menatap wajah Nevile.
"Teruskan." "Saya"kami"yah, kami berhenti, tentu saja, lalu aku berbalik dan berjalan
dengannya. Aku "kupikir itulah yang sedikitnya bisa kulakukan."
"Teruskan," kata Kay.
"Lalu kami duduk di dua buah kursi dan mengobrol. Ia bersikap sangat baik"betul,
betul baik." "Pasti menyenangkan bagimu," kata Kay.
"Dan kami terus mengobrol, yah, tentang satu dan lain hal. Ia sangat wajar dan
normal" dan " yah, begitulah."
"Luar biasa!" kata Kay.
"Dan ia menanyakan kau."
"Aiangkah manisnya!"
"Dan kami berbincangbincang sedikit tentang kau. Sungguh, Kay, ia teramat baik."
"Audrey tersayang!"
"Lalu timbul di pikiranku"kau tahu"aiangkah baiknya kalau"kalau kalian berdua
bisa menjadi teman"kalau kita semua bisa berkumpul bersama. Lalu terpikir olchku
baWa mungkin itu bisa kita lakukan di Gull's Point di musim panas ini. Tempat
yang amat wajar untuk pertemuan ini."
"Kauvang memikirkan itu?"
"Aku"em "ya, tentu saja. Itu semua adalah gagasanku."
"Kau tak pernah mengatakan apa-apa padaku tentang gagasanmu itu."
"Gagasan itu timbul waktu itu juga."
"O, begitu. Jadi kauusulkan itu dan Audrey berpendapat bahwa itu adalah buah
pikiran otak yang cemerlang?"
Untuk pertama kalinya, sesuatu dalam nada suara Kay agaknya menembus kesadaran
Nevile. Ia berkata, "Ada sesuatu yang tak beres, Manis?"
"Oh, tidak, sama sekali tidak! Tak pernah terpikir olehmu atau Audrev apakah aku
iuga akan menyukai gagasan itu, bukan?"
Nevile menatapnya. "Tetapi, Kay, bagaimana mungkinkauakan berkeberatan?" Kay menggigit bibirnya.
Nevile meneruskan, "Kau bilang sendiri"malahan baru beberapa hari yang lalu...."
"Oh, jangan ulangi itu lagi! Aku berbicara tentang orang lain waktu itu "bukan
tentangkita." "Tetapi itulah salah satu sebab mengapa aku sampai punya gagasan itu."
"Aku lagi yang bodoh. Semua menganggapku tolol."
Nevile memandangnya dengan salah tingkah.
"Tetapi, Kay, mengapa kau keberatan" Maksudku, tak ada sesuatu yang bisa
membuatmu keberatan!"
"Betulkah itu?"
"Yah, maksudku"kalau ada perasaan cemburu dan sebagainya "itu mestinya ada di
pihak lain." Ia berhenti berbicara sebentar, lalu suaranya berubah. "Kau tahu,
Kay, kau dan aku telah memperlakukan Audrey dengan sangat buruk. Tidak, bukan
begitu maksudku. Tak ada sangkut-pautnya dengan kau.Akutelah memperlakukannya
dengan sangat buruk. Memang tak ada yang bisa kuperbuat untuk mencegahnya, tapi
itu tak mengurangi rasa bersalahku. Kalau aku bisa menghilangkan perasaan ini,
aku akan merasa lebih senang. Aku betul-betul akan merasa bahagia."
Kay berkata perlahan, , "Jadi selama ini kau tak bahagia?"
"Sayangku yang tolol, apa maksudmu" Tentu saja aku bahagia, sangat bahagia.
Tapi..." Kay memotong. "Tapi"itulah! Selalu adatapidi rumah ini. Selalu ada bayangan di mana-mana.
Bayangan Audrey." Nevile memandanginya. "Maksudmu, kau cemburu pada Audrey?" katanya.
"Aku tak cemburu padanya. Aku takut padanya. Nevile, kau tak tahu bagaimana
Audrey itu." "Tak tahu bagaimana dia itu meskipun aku mengawininya lebih dari delapan tahun?"
"Kau tak tahu," ulang Kay, "bagaimana Au-drey itu."
30 April "Gila!" kata Lady Tressilian. Ia menegakkan duduknya dan membelalakkan matanya.
"Keterlaluan gilanya! Nevile pasti sudah gila."
"Memang aneh," kata Mary Aldin.
Lady Tressilian mempunyai profil muka yang menyolok dengan hidung mancung dan
ramping yang bisa kelihatan sangat mengesankan. Walaupun usianya kini sudah
lebih dari tujuh puluh dan kondisi kesehatannya lemah, ketajaman pikiran- . nya
sama sekali tak berkurang. Memang kadangkad.ing lama ia terbaring dengan mata
setengah tertutup, seakan mundur dari hidup ini dan ' emosi-emosinya; tetapi ia
bangun dari keadaan semi koma ini dengan semua indria, juga lidah, yang
dipertajam. Disangga oleh bantal-bantal di sebuah ranjang yang besar, yang
terletak di salah satu sudut kamarnya, ia nampak seperti seorang ratu Piancis
yang duduk di singgasananya. Mary Aldin, seorang saudara misan yang ikatannya
agak iauh, tinggal bersamanya dan mengurusinya. Kedua wanita ini sangat akrab.
Mary berusJa tiga puluh enam tahun, tetapi memiliki romap tuuka yang halus, tak
menunjukkan usia dan tak berubah dengan usia. Orang bisa saja menduga bahwa ia
berusia tiga puluh atau empat puluh lima, la berperawakan bagus, peri lakunya
halus, dan warna rambutnya gelap dengan secercah warna putih melintang di bagian
depan yang membuatnya kelihatan menarik. Keadaan lambut ini pernah menjadi mode,
tetapi cercah putih rambut Mary benarbenar alami dan ia memi-likinya sejak
kecil. Kini ia merenungi surat Nevile Strange yang diserahkan Lady Tressilian
kepadanya. "Ya," katanya. "Memang aneh."
"Aku tak percaya," kata Lady Tressilian, "bahwa ini adalah gagasan Nevile
sendiri! Ada orang yang menyarankan ini. Barangkali istrinya yang baru itu."
"Kay. Kaupikir itu gagasan Kay?"
"Kehhatannya memang gagasan orang seperti dia. Modern dan kasar! Kalau suami dan
istriharusmengumumkan kesulitan-kesulitan mereka kepada khalayak ramai dan
mengambil perceraian sebagai jalan keluar, sebaiknya mereka berpisah dengan cara
yang patut. Istri baru dan istri lama bersahabat, bagiku sungguh menjijikkan.
Orang-orang sekarang memang tak ada yang punya norma!"
"Kurasa itu cuma pikiran orang modern," kata Mary Aldin.
"Itu tak akan terjadi "di rumahku," kata Lady Tressilian. "Aku merasa aku sudah
cukup berbuat banyak dengan menerima kehadiran perempuan berkuku merah menyala itu di sini."
"Dia kan istri Nevile."
"Betul. Sebab itu kupikir Matthew menghendakinya begitu. la sayang sekali kepada
anak itu dan selalu menginginkan anak itu menganggap tempat ini sebagai
rumahnya. Kalau aku menolak istrinya, itu seperti menyalahi janji, sebab itu aku mengalah
dan mengundangnya datang kemari. Akutidakmenyukainya"ia bukan istri yang cocok
untuk Nevile"tak punya latar belakang, tak punya ikatan keturunan yang kuat!"
"Ia dari keluarga baikbaik," kata Mary lagi.
"Kcluarga brengsek!" kata Lady Tressilian. "Ayahnya, seperti yang sudah
kukatakan padamu, terpaksa mengundurkan diri dari semua kkibnya setelah urusan
kartu itu. Untung saja ia meninggal tak lama sesudah itu. Dan ibunya punya nama
jclek di Riviera. Gadis itu benarbenar tak keruan didikannya. Keluar-masuk hotel... dan ibunya.... Lalu ia bertemu dengan Nevile di lapangan tenis, bertekad
untuk mendapatkannya dan tak berhenti mengejarnya sampai ia meninggalkan
istrinya"yang sebelum itu sangat disayanginya! Aku menyalahkan gadis itu seratus
persen untuk semua yang telah terjadi!"
Mary tersenyum sedikit. Lady Tressilian me-mang kuno"selalu menyalahkan pihak
wamta dan membela pihak pria.
"Aku bilang, Nevile juga samasama salah," katanya.
"Nevile memang sangat bersalah," kata Lady Tressilian menyetujui. "Ia punya
istri yang cantik yang selalu menyayanginya"mungkin, terlalu menyayanginya.
Tetapi, kalau bukan karena ngo-totnya gadis itu, aku yakin ia tak akan sampai
meninggalkan istrinya. Gadis itu begitu ngotot ingin menikahinya! Ya, rasa simpatiku sepenuhnya ada
pada Audrey. Aku sayang sekali pada Audrey."
Mary menarik napas panjang.
"Memang rumit," katanya.
"Betul. Aku tak tahu harus berbuat apa dalam situasi yang sulit ini. Matthew
sayang pada Audrey pada masa hidupnya, begitu pun aku; tak ada yang bisa
membantah bahwa ia adalah istri yang baik bagi Nevile walau agak sayang bahwa ia
tak memiliki hobi yang sama dengannya. Ia bukan gadis yang atletis. Menyedihkan.
Waktu aku masih gadis, hal seperti ini tak terjadi. Para pria juga main-main,
tentu saja, tetapi mereka tak dibenarkan memporak-porandakan kehidupan
perkawinan mereka." "Yah, sekarang memang lain," kata Mary dengan gamblang.
"Betul. Kau memang sangat bijaksana, Sayang. Tak ada gunanya mengingat-ingat
yang sudah berlalu. Sekarang lain zamannya, dan gadis-gadis seperti Kay Mortimer
mencuri suami-suami wa-nita lain dan tak seorang pun menganggapnya keterlaluan!"
"Kecuali orang-orang seperti kau, Camilla!"
"Aku tak masuk hitungan. Si Kay itu tak peduli apakah aku menyukainya atau
tidak. Ia terlalu sibuk menikmati hidupnya. Nevile boleh membawanya kemari, dan
aku bahkan bersedia menerima teman-temannya"waiaupun aku tak begitu suka pada
pria muda yang seperti aktor itu, yang terus membuntutinya"siapa namanya?"
"Ted Latimer?" "Ya, beiul. Temannya waktu di Riviera"aku ingin tahu dengan apa dia membiayai
cara hidupnya yang mewah itu."
"Dengan kecerdikannya."
"Aku tak yakin itu. Nampaknya dia lebih memakai ketampanannya untuk membiayai
hidupnya. Tak menyenangkan! Aku tak suka dengan caranya musim panas yang lalu"
datang dan tinggal di Hotel Easterhead Bay pada waktu Nevile dan istrinya ada di
sink" Mary melihat ke Iuar jendela yang terbuka. Ru-mah Lady Tressilian terletak di
atas sebuah tebing yang curam yang menggantung di atas Sungai Tern. Di seberang
sungai itu terletak perumahan musim panas Easterhead Bay yang baru dibangun,
yang terdiri dari sebuah pantai berpasir yang luas untuk mandi-mandi, beberapa
bungalow modern dan sebuah hotel besar yang menghadap ke laut di tanjungnya.
Saltcreek sendiri adalah sebuah desa nelayan yang terjurai manis di sisi sebuah
bukit. Sebuah desa yang kuno dan konservatif, yang memandang Easterhead Bay dan
pengunjung-pc-ngunjung musim panasnya dengan perasaan jijik.
Hotel Easterhead Bay terletak hampir tepat berhadapan dengan rumah Lady
Tressilian dan kini Mary memandang ke seberang di mana bangunan itu berdiri
dengan kecemerlangan war-na putihnya yang masih baru.
"Syukur," kata Lady Tressilian sambil memejamkan matanya, "Matthew tak sampai
melihat bangunan yang memuakkan itu. Pada masa lii-dupnya sepanjang pesisir itu'
sama sekali tak tercemar."
Sir Matthew dan Lady Tressilian datang ke Gull's Point tiga puluh tahun yang
lalu. Sepuluh tahun yang lalu perahu Sir Matthew, yang hobinya berlayar, terbalik dan
ia tenggelam hampir di depan mata istrinya.
Semua orang berpikir, pasri Lady Tressilian akan menjual Gull's Point dan
meninggalkan Saltcreek, tetapi Lady Tressilian tidak berbuat demikian. Ia tetap
tinggal dalam rumah itu, dan satu-satunya reaksinya yang nyata adalah membuang
semua kapalkapal suaminya dan membiarkan rumah kapalnya terbengkalai. Tak ada
kapal untuk tamu-tamu di Gull's Point. Mereka harus berjalan menuju keferrydan
menyewa kapal di sana. Mary berkata dengan sedikit ragu, "Kalau begitu, sebaiknya kutulis surat pada
Nevile dan memberitahu dia bahwa apa yang disarankannya tak sesuai dengan
rencanamu?" "Aku tak akan mengganggu rencana kunjungan Audrey. Ia selalu mengunjungi kita di
bulan September, dan aku tak akan memintanva untuk mengubah rcncananya."
Mary berkata, sambil memandangi surat itu,
"Kau paham bahwa Nevile berkata bahwa Audrey"em"menyetujui gagasan itu"
bahwa ia sangat bersedia bertemu dengan Kay?"
"Aku sama sekali tak percaya itu," kata Lady Tressilian. "Nevile, seperti semua
pria, percaya pada apa yang ingin dipercayainya!"
Mary terus mendesak, "la bilang, ia sudah berbicara sendiri dengannya tentang hal itu."
"Aiangkah ganjilnya! Tidak... mungkin, toh tidak ganjii,"
Mary memandangnya dengan pandangan bertanya.
"Seperti Henry kedelapan," kata Lady Tressilian.
Mary kelihatan tak mengerti.
Lady Tressilian menjctaskan,
"Kata hati nurani, kau tahu! Henry selalu berusaha membuat Catherine menyetujui
bahwa perceraian adalah jalan yang paling baik untuk ditempuh. Nevile tahu bahwa
ia telah berbuat tidak benar"ia ingin menghapuskan rasa tak enaknya tentang itu.
Jadi ia berusaha membujuk Audrey untuk mengatakan bahwa semuanya sudah beres dan
bahwa ia bersedia untuk datang dan bertemu dengan Kay dan bahwa itu sama sekali
tak mengganggu pikirannya."
"Aku ragu," kata Mary perlahan.
Lady Tressilian memandangnya tajam.
"Apa yang ada di pikiranmu, Sayang?"
"Aku meragukan...," ia berhenti, lalu meneruskan, "Surat ini...
nampaknyabukanseperti Ne-vile. Kaupikir, mungkin, karena sesuatu hal,
Audreymenginginkan...em... pertemuan ini?"
"Mana mungkin dia yang menginginkannya?" kata Lady Tressilian tajam. "Setelah
Nevile meninggalkannya, ia pergi ke bibinyajjylrs. Rpyde, dan tinggal di rumah
pendeta, dan mengalami gangguan saraf karena sangat sedih. Ia benarbenar tinggal
tulang dan kulit saja. Jelas sekali ia sangat terpukul. Ia memang pendiam dan
suka menyimpan perasaannya sendiri, dan ia juga sangat peka."
Mary berkata dengan sedikit gelisah,
"Ya, ia memang sangat peka. Gadis yang aneh dalam banyak hal."
"Ia banyak menderita. Lalu datang keputusan perceraian itu dan Nevile menikahi
gadis itu dan sedikit demi sedikit Audrey mulai membaik. Sekarang ia hampir
pulih seperti semula. Kau toh udak benarbenar percaya bahwa ia ingin meng-gali
kenangan-kenangan lama lagi?"
Mary berkata dengan keras kepala, tapi nada-nya tetap halus, "Nevile bilang
begitu." Wanita tua itu memandangnya dengan agak heran.
"Kau bandel sekali tentang ini, Mary. Mengapa" Apakah kauinginmereka berdua ada
di sini bersama?" Wajah Mary memerah. "Tidak, tentu saja tidak."
Lady Tressikan berkata dengan tajam,
"Jangan-jangankau-lahyang menyarankan se-mua ini pada Nevile?"
"Bagaimana kau bisa punya pikiran gila begi-tu?"


Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, tak semenit pun bisa kupercaya bahwa ini memang gagasannya.
TaksepertiNevile." Ia berhenti sebentar, lalu wajahnya menjadi terang. "Besok
tanggal satu Mei, bukan" Nah, tanggal tiga Audrey akan datang mengunjungi
keluarga Darlington di Esbank. Cuma dua puluh mil dari sini. Tulislah surat dan
minta dia datang untuk makan siang dengan kita di sini."
5Mei "AdaNyonya Strange, Nyonya"
Audrey Strange masuk ke dalam kamar tidur yang besar itu, berjalan ke tempat
tidur besar, membungkuk, dan mencium Lady Tressilian, lalu duduk di kursi yang
sudah disediakan untuknya.
"Senang sekali melihatmu lagi, Sayang," kata wanita tua itu.
"Dan senang sekali melihatmu," kata Audrey.
Ada suatu kesan tak teraba pada Audicy Strange. Tingginya sedang, tangan dan
kakinya sangat kecil. Rambutnya pirang keabu-abuan dan wajahnya sangat pucat.
Kedua matanya terletak sangat berjauhan dan berwarna abu-abu muda, sangat
jeinih. Wajahnya bulat panjang dan kecil dengan hidung kecil yang lurus. Dengan
warna muka yang pucat, dan dengan muka yang manis tetapi tidak cantik. toh ada
sesuatu padanya yang membuat orang tak bisa melewatkan pandangan begitu saja dan
membuat mata tertarik untuk memandangnya dan memandangnya lagi. Ia agak mi-rip
peri, akan tetapi pada saat yang sama memberikan kesan lebih riil daripada
seorang makhluk hidup. Ia mempunyai suara yang indah, lembut, dan bening seperti suara lonceng perak
kecil. Selama beberapa waktu ia dan wanita tua itu berbicara tentang teman-teman yang
samasama mereka kenal dan tentang kejadian-kejadian baru. Lalu Lady Tressilian
berkata, "Selain ingin melihatmu lagi, Sayang, kuminta kau datang karena aku
menerima surat yang agak aneh dari Nevile."
Audrey menengadahkan wajahnya. Matanya lebar, dalam, dan tenang. Ia berkata, VO,
ya?" "Ia menyarankan "sebuah saran yang gila, aku bilang!"bahwa ia dan"dan Kay akan
datang ke sini di bulan September. Ia bilang ia ingin kau dan Kay berteman dan
bahwa kau sendiri berpendapat bahwa itu sebuah gagasan yang bagus."
Ia berhenti dan menanti. Akhirnya Audrey berkata dengan suaranya yang lembut dan
tenang, "Apakah itu"begitu gila?" "Anakku"kau benarbenar menginginkan itu?"
Audrey diam lagi sejenak, lalu ia berkata dengan lembut, "Kukira, itu mungkin
baik." "Kau betul ingin bertemu dengan perem... kau ingin bertemu dengan Kay?"
"Aku berpendapat, Camilla, mungkin itu bisa membantu"memperbaiki keadaan."
"Memperbaiki keadaan!" Lady Tressilian mengulangi katakata itu dengan putus asa.
Audrey berkata dengan sangat lembut.
"Camilla sayang. Kau telah begitu baik. Kalau Nevile menginginkan ini."
"Persetan dengan apa yang diinginkan Nevile!" kata Lady Tressilian dengan geram.
"Apakah kau sendiri menghendakinya, itu yang penting."
Sedikit warna merah membayang di pipi-pipi Audrey. Rona merah selembut warna
dadu ke-rang laut. "Ya," katanya. "Aku menghendakinya." "Yah," kata Lady Tressilian, "yah..." Ia
berhenti. "Tetapi, tentu saja," kata Audrey. "Semuanya tergantung pada keputusanmu. Im
adalah ru-mahmu dan..."
Lady Tressilian menutup matanya.
"Aku seorang wanita tua," katanya. "Tak ada yang masuk akal lagi."
"Tetapi, tentu saja... Aku bisa datang pada waktu lain... kapan pun juga aku bisa."
"Kau datang di bulan September seperti yang selalu kaulakukan," kata Lady
Tressilian dengan tak sabar. "Dan Nevile dan Kay akan datang juga. Aku memang
sudah tua, mungkin, tapi aku bisa menyesuaikan diri, kukira, sama baiknya dengan
orang lain, dengan fase-lase kehidupan modern. Nah, tak ada pembicaraan lebih
lanjut tentang ini. Itu keputusanku." Ia memejamkan matanya lagi. Sejenak kemudian, ia berkata lagi, matanya yang
setengah terbuka memandang wanita muda yang duduk di sisinya.
"Nah, kaudapat apa yang kauinginkan?"
Audrey tergagap. "Oh, ya, ya. Terima kasih."
"Anakku," kata Lady Tressilian, suaranya da-lam dan prihatin, "kau merasa past!
ini tak akan menyakitimu" Kau sangat menyayangi Nevile. Ini bisa mengorek luka
lama." Audrey sedang memandang ke bawah ke ta-ngan-tangannya yang kecil dan bersarung.
Satu dari tangantangan itu, terkhat oleh Lady Tressilian, menggenggam kuat sisi
tempat tidur. Audrey mengangkat kepalanya. Matanya te-nang, tak menunjukkan kekusutan pikiran.
Ia berkata, "Semua itu sudah. berlalu.Sungguh...telah berlalu."
Lady Tressilian bersandar lebih dalam ke bantal-bantalnya.
"Yah"kau sendiri yang lebih tahu. Aku lelah "kau harus pergi sekarang, Sayang.
Mary menunggumu di bawah. Beri tahu mereka untuk mengirim Barrett padaku." Barrett adalah pembantu wanita Lady Tressilian yang paling tua dan setia.
Ia masuk dan mendapatkan majikannya berbaring dengan mata terpejam.
"Makin cepat aku meninggalkan dunia ini ma-kin baik, Barrett," kata Lady
Tressilian. "Aku tak mengerti tentang apa pun atau siapa pun di sini."
"Ah! Jangan berkata begitu, Nyonya, Anda capek saja."
"Ya, aku capek. Tariklah selimut itu dari "kakiku dan beri aku segeias tonik."
"Kunjungan Nyonya Strange telah membuat Anda risau. Nyonya yang baik,
tetapidiayang periu minum tonik, menurut saya. Nyonya Strange tidak sehat.
Kelihatan seperti selalu melihat hal-hal yang tidak dilihat orang lain. Tetapi
ia sangat mengesankan. Selalu membuat orang sadar akan kehadirannya, bisa
dibilang." "Itu betul sekali, Barrett," kata Lady Tressilian. "Ya, betul sekali."
"Ia juga bukan orang yang gampang dilupakan begitu saja. Kadangkadang saya
bertanya-tanya dalam hati apakah Tuan Nevile berpikir tentang dia kadangkala.
Nyonya Strange yang baru me-mang cantik "betul-betul cantik"tetapiNyonya.Audrey
Strange adalah tipe wanita yang diingat orang kalau ia tak ada."
Lady TressiliaTrnba-tiba berkata dengan galak,
"Nevile sungguh bodoh ingin mempertemukan kedua wanita itu.Iayang akan menyesali
itu,." 29 Mei Thomas Royde, dengan plpa di mulut, sedang mengawasi pengepakan barang-barangnya
oleh anak laki-laki Melayu yang cekatan itu. Kadangkadang pandangan matanya
beralih ke pemandangan di sekitar perkebunan. Selama enam bulan ia tak akan
melihat pemandangan yang telah begitu dikenalnya selama tujuh tahun.
Akan aneh rasanya berada di Inggris lagi.
Allen Drake, patnernya, melongok ke dalam.
"Halo, Thomas, bagaimana nih?"
"Beres." "Mari minum bersamaku, kau setan beruntung. Aku betul-betul iri."
Thomas Royde berjalan perlahan keluar dari kamar tidumya dan bergabung dengan
temannya. Ia tak berbicara. Thomas Royde memang pendiam. Teman-temannya telah
belajar menaksir reaksi-reaksinya dengan benar berdasarkanart-cmdiamnya.
Badannya agak gemuk, wajahnya serius, matanya awas dan prihatin. Jatannya agak
miring, seperti kepiting. Itu gara-gara terjepit pintu pada waktu gempa bumi.
Akibatnya, teman-temannya menjulukinya Si Kepiting Peitapa. Kejadian itu juga
telah membuat tangan kanan dan sebagian bahunya tak bisa digerakkan, dan
ditambah de-ngan kekakuan geraknya, orang sering berpikir bahwa ia merasa malu
dan canggung, walau pada kenyataannya ia jarang merasa demikian.
Allen Drake menuang minuman mereka, "baik, katanya. "Selamat berburu!" Royde
bergumam, "He hem." Drake memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu.
"Dingin-dingin saja seperti biasa," katanya. "Bagaimana kau bisa begitu, sih"
Sudah berapa lama kau tak pulang?"
"Tujuh tahun"hampir delapan."
"Lama sekali. Heran kau belum seluruhnya berubah menjadi asli."
*Mungkin sudah." "Kau memang merencanakan cutimu?" "Hm"ya"sebagian."
Wajah yang tenang tanpa ekspresi itu tibatiba memerah.
Allen Drake berkata dengan penuh gairah, "Pasti ada seorang gadis! Gila, wajahmu
jadi merah!" * Thomas Royde berkata dengan sedikit serak, "Jangan tolol!"
Dan ia mengisap pipa kunonya itu kuat-kuat.
Tidak seperti biasanya, ia meneruskan pembicaraan itu tanpa didesak.
"Taruhan," katanya, "pasti semuanya telah berubah."
Allen Drake bertanya dengan sangat ingin tahu, "Aku masih tak mengerti mengapa
kau membatalkan kepulanganmu yang lalu. Persis saat sebelum berangkat."
Royde mengangkat bahu. "Kupikir perjalanan berburu itu lebih menarik, Ada kabar buruk dari rumah waktu
itu." "Oh, ya, tentu saja. Aku lupa. Saudaramu terbunuh"dalam kecelakaan motor."
Thomas Royde menganggukkan kepalanya.
Drake berpikir, walaupun begitu, masih aneh membatalkan rencana pulang. Masih
ada ibu-nya"dan kalau tak salah, saudara perempuannya. Mestinya pada saat sepeni
itu" Lalu ia ingat. Thomas membatalkan kepergiannyasebelumme-nerima kabar tentang
kematian saudara laki-lakinya itu.
Allen memandang temannya dengan penuh rasa ingin tahu. Ada apa, Thomas"
Kejadian itu sudah tiga tahun berlalu, ia bisa bertanya, "Kau dan saudaramu itu
dekat?" "Adrian dan aku" Tidak juga. Kesukaan-kesukaan kami berbeda. Ia seorang ahli
hukum." Betul juga, pikir Drake, kehidupan yang sangat berbeda. Mahkamah-mahkamah Agung
di Lon-don, pesta-pesta"kehidupan yang dibiayai oleh kepandaian bersilat lidah.
Adrian Royde pasti sangat berbeda dari Thomas, si Pendiam, pikirnya.
"lbumu masih ada, bukan?" "Ibu" Ya."
"Dan kau punya saudara perempuan juga." Thomas menggelengkan kepalanya, "Oh,
kukira kau punya. Di foto itu...." Royde bergumam. "Bukan saudara perempuan.
Semacam misan jauh. Dibesarkan bersama kami karena ia yatim-piatu."Sekali lagi,
rona merah terbentuk perlahan di wajahnya.Drake berpikir, Wah"
Ia bertanya, "Sudah menikah?"
"Pernah. Menikah dengan si Nevile Strange,"
"Jagoan tenis dan olahragawan serba bisa itu?"
"Ya. Ia menceraikannya."
Dan kau pulang untuk mengadu untung, pikir Drake.
Dengan bijaksana ia mengalihkan pokok pembicaraan mereka.
"Kau juga akan sempat mengail atau menembak?"
"Pulang dulu. Lalu mungkin aku akan berlayar di Saltcreek."
"Aku tahu tempat itu. Menyenangkan. Ada sebuah hotel tua yang baik di sana."
"Ya. Balmoral Court. Mungkin aku tinggal di sana, mungkin juga tinggal dengan
tcmanteman yang punya rumah di sana."
"Enak juga kedengarannya."
"He-eh. Saltcreek memang tempat yang tenang dan menyenangkan. Tak ada orang yang
akan menggerecokimu."
"Ya," kata Drake. "Jenis tempat di mana tak sesuatu pun pernah terjadi."
16 Juni "Sungguhmenyebalkan," kataTn. Treves. "Se-lama dua puluh tahun aku selalu
tinggal di Hotel Marine di Leahead. Sekarang, percaya atau tidak, seluruh tempat
itu dibongkar. Pelebaran tempat atau apa lagi, aku tak tahu. Mengapa mereka tak bisa membiarkan
saja tempat-tempat peristirahat-an pantai itu. Leahead selalu punya day a
tariknya sendiri " gaya kabupaten tradisional betul-betul."
Sir Rufus Lord berkata dengan nada menghi-bur,
"Toh, masih ada tempat-tempat Iain di sana?"
"Aku sama sekali tak bisa ke Leahead. Di Hotel Marine Nyonya Mackay mengerti
sekali semua kebutuhanku. Setiap tahun aku mendapat kamai yang sama"dan tak
pernah ada perubahan dalam servisnya. Dan masakannya istimewa " betul-be-tul
enak." "Kenapa tak mencoba Saltcreek" Ada sebuah hotel kuno yang agak baik di sana.
Balmoral Court. Yang mengurusi sepasang suami-istri ber-nama Rogers. Istrinya
tadinya bekerja sebagai koki Lord Mounthead"ia selalu menyuguhkan makananmakanan yang paling enak di pesta-pestanya. Ia menikah dengan kepala pelayan di
situ dan keduanya mengurusi hotel itu sekarang. Menurutku tempat itu cocok
untukmu. Tenang "tak ada musik-musik jazz"dan... masakan serta servisnya kelas
satu." "Boleh juga"kedengarannya enak juga. Apa-kah hotel itu punya teras yang
beratap?" "Ya"beranda yang tertutup dan teras di bawahnya. Kau bisa duduk di bawah
matahari atau di bawah atap. Aku bisa memperkenalkanmu de-ngan beberapa orang yang tinggal di
sekitar itu ka-lau kau mau. Ada Lady Tressilian, ia tinggal ham-pir di sebelah
hotel itu. Rurnahnya menyenangkan dan ia sendiri seorang wanita yang menyenangkan walaupun
keadaan kesehatannya buruk."
"Janda hakim itu, maksudmu?"
"Betul." "Aku kenai dengan Matthew Tressilian, dan ku-rasa aku sudah pernah bertemu
dengannya dulu. Wanita yang menarik"tapi tentu saja itu sudah lama. Saltcreek
dekat dengan St. Loo, bukan" Aku punya beberapa teman di sana. Kau tahu, kurasa
Saltcreek betul-betul usul yang bagus. Aku akan menulis surat dan minta
keterangan. Aku ingin ke sana pertengahan Agustus"pertengalian Agustus sampai
pertengahan September. Ada garasi untuk mobil juga tentunya, ya" Dan sopir?"
"Oh, ya. Semuanya lengkap."
"Sebab, kautahu, aku tak bisa sembarangan jalan-jalan naik gunung. Aku juga
pilih kamar di lantai dasar, walaupun di sana pasti ada lift."
"Oh, ya, tentu saja."
"Sepertinya," kata Tn. Treves, "itu adalah pemecahan yang bagus unruk
problemaku. Aku juga akan bisa memperbarui persahabatanku de-ngan Lady Tressilian."
28 Juli Kay Strangk, mengenakan celana pendek dan kaus wool berwarna kuning burung
kenari, sedang memperhatikan pemain-pemain tenis. Pertandingan semi final
turnamensinglepria sedang berlangsung, dan Nevile sedang bertanding melawan si
Merrick, pemuda yang dianggap sebagai bintang baru dalam arena tenis.
Kecemerlangannya tak perlu dipertanyakan lagi"beberapa servisnya tak mungkin
bisa dikembalikan" akan tetapi kematangan dan kecermatan pemain yang lebih tua akhirnya memenangkan
pertandingan. Skor pada saat itu adalah tiga sama di set final.
Datang dan mengambil tempat di sebelah Kay, Ted Latimer berkata dengan suara
yang malas dan ironis, "Istri yang setia menunggui suami berlaga menuju ke kemenangan!"
Kay_lerkejut. "Kau mengagetkanku. Aku tak tahu kau di sini."
"Aku selalu di sini. Kau mestinya tahu itu sekarang."
Ted Latimer berusia dua puluh lima tahun dan sangat tampan"walaupun para kolonel
tua memandangnya dengan perasaan tak suka dan me-rendahkan.
Kulitnya gelap kecoklatan terbakar sinar matahari, ia juga seorang jagoan dansa.
Kedua matanya yang berwarna hitam terkadang bisa memandang penuh arti sementara
ia berbicara dengan gaya meyakinkan seperti seorang aktor.
Kay mengenalnya sejak ia berumur lima betas ta-hun. Mereka telah menghabiskan
waktu bersama di bawah sinar matahari di Juan-les-Pins, berdansa bersama dan
bermain tenis bersama. Mereka tidak hanya berteman, tetapi juga berkompiot.
Si Merrick muda sedang melakukan servis dari lapangan sebelah kiri. Pengembalian
Nevile sangat jitu; sebuah pukulan ke sudut paling pinggir yang tidak bisa
dijangkau lawan. "BackhandNevile bagus," kata Ted. "Lebih bagus dariforehand-nya.Merrick lemah
pada backhand-nya dan Nevile tahu itu. Ia akan terus melabraknya di situ."
Game itu selesai."Empat-tiga"untuk Strange."
Game berikutnya dimenangkannya dengan servisnya. Si Merrick muda memberikan
pukulan-pukulan yang kacau.
" Lima-tiga." "Bagus, Nevile," kata Latimer.
Lalu pemain muda itu mulai sadar. Permainan-nya mulai dilakukan dengan hatihati.

Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kecepatan pukulannya lebih bervariasi.
"Dia punya otak," kata Ted. "Danfootwork - nya kelas satu. Bakal seru, nih."
Perlahan-lahan pemuda itu mengejar kedudukan menjadi lima sama. Lalu menjadi
tujuh sama dan Merrick akhirnya memenangkan pertandingan itu dengan angka
sembilantujuh. Nevile berjalan ke net, tersenyum dan menggelengkan kepalanya dengan penuh
sesal, untuk berjabatan tangan.
"Usia berbicara," kata Ted Latimer. "Sembilan belas melawan tiga puluh tiga.
Tetapi, dengar kataku, Kay, aku tahu mengapa Nevile tak pemah -betul-betul masuk
kelas juara. Ia terlalu baik menerima kekalahan." "Omong kosong."
"Sama sekali bukan. Nevile sangat sportif. Aku tak pernah melihatnya naik pitam
karena kalali." "Tentu saja tidak," kata Kay. "Orang tak naik pitam hanya karena kalah."
"O, ya, banyak yang begitu! Kita semua pemah melihatnya. Bintang-bintang tents
yang tak bisa mengendalikan diri"yang siap menyikat setiap kesempatan. Tapi si
Nevile" selalu menerima kekalahan sambil tersenyum. Biarkan yang terbaik menang. Benci
benar aku pada semangat macam itu."
Kay memalingkan kepalanya.
"Sedang dilanda dengki, kamu, ya?"
"Betul-betul anggun gayanya!"
"Mestinya kamu jangan terang-terangan membenci Nevile begitu."
"Kenapa aku harus menyukainya" Ia mencuii gadisku."
Matanya terus menatap Kay.
"Aku bukan gadismu. Keadaan tak mengizinkan."
"Ya, memang. Tapi, kau lupa tahun-tahun yang kita lewatkan bersama."
"Tutup mulutmu. Aku jaruh cinta pada Nevile dan menikah dengannya."
"Dan ia orang baik"begitu kata semua orang!"
"Kau sedang mencoba membuatku marah, ya?"
Sambil bertanya Kay memalingkan mukanya. Ted Latimer tersenyum "dan Kay membalas
se-, nyumnya. "Bagaimana liburan musim panasmu, Kay?"
"Begitu-begitu saja, Berpesiar naik kapal sangat menyenangkan. Aku agak bosan
dengan urusan-urusan tenis ini."
"Berapa lama lagi" Sebulan?"
"Ya. Lalu, bulan September kami pergi ke Gull's Point selama dua minggu."
"Aku akan berada di Hotel Easterhead Bay," kata Ted. "Aku sudah pesan kamar."
"Grup yang mengasyikkan!" kata Kay. "Ne-vile dan aku, dan bekas istri Nevile,
dan orang dari perkebunan Melayu yang pulang cuti."
"Meriah betul!"
"Dan si misan yang kuno itu, tentu saja. Melayani wanita tua yang tak
menyenangkan itu seperti pembantu saja"padahal ia tak akan mendapat apa-apa,
karena yang berhak menerima warisan adalah aku dan Nevile."
"Mungkin," kata Ted, "ia tak tahu." . "
"Lucu, kalau memang begitu," kata Kay.
Tetapi ia berbicara dengan setengah melamun.
Ia memandangi raket yang sedang dimain-mainkannya di tangannya. Tibatiba ia
tergagap. "Oh, Ted!" "Ada apa, Manis?"
"Aku tak tahu. Kadangkadang aku"bulu ku-dukku berdiri! Aku merasa takut dan
aneh." "Itu tak sepeiti kamu, Kay." " "Tidak, ya" Yah," Kay tersenyum dengan agak
canggung, "kau toh akan berada di Hotel Easterhead Bay."
"Semuanya sesuai dengan rencana."
Waktu Kay menemui Nevile di Iuar kamar ganti pakaian, suaminya berkata, "Kulihat
si pacar sudah datang."
"Ted?" "Ya, si anjing yang setia"atau cecak yang setia, mungkin lebih cocok."
"Kau tak menyukainya, ya?"
"Oh, aku sih tak punya perasaan apa-apa terhadapnya. Kalau kau suka membawanya
ke mana-mana dengan tali...." Ia mengangkat bahu
Kay berkata, "Kurasa kau cemburu."
"Pada Latimer?" Suara Nevile betul-betul menampakkan rasa herannya.
Kay berkata, "Ted sangat tampan, lho."
"Memang dia tampan. Ia punya pesona Amerika Selatan yang luwes itu."
"Wah, kaubetul-betulcemburu."
Nevile memijit tangannya dengan manis.
"Tidak, Cantik, aku tak cemburu. Kau boleh saja punya pengagum-pengagum"
sebanyak-ba-nyaknya kalau kau mau. Aku adalah pemilik dan memiliki sama artinya
dengan sembilanpoint."
"Kau begitu yakin pada dirimu sendiri," kata Kay dengan sedikit cemberut.
"Tentu saja. Kau dan aku adalah Takdir. Takdir mempertemukan kita. Ingatkah kau
waktu kita bertemu di Cannes; dan aku akan terus ke Estoril dan tibatiba, waktu
aku tiba di sana, orang pertama yang kujumpai adalah si cantik Kay! Waktu itu
aku tahu bahwa itu adalah Takdir"dan aku tak dapat tari dari padanya."
"Sebetulnya itu bukan Takdir," kata Kay. "Itu aku!"
"Apa maksudmu 'itu aku'?"
"Karena memang begitu! Aku mendengarmu di
hotel berkata bahwa kau akan pergi ke Estoril,
jadi aku mulai menyusun rencanaku"itulah se~
babnya orang pertama yang kaujiimpai waktu tiba
di sana adalah Kay." "
Nevile meriatapnya dengan pandangan sedikit aneh. Ia berkata perlahan, "Kau tak
pernah memberitahuku tentang itu sebelumnya."
"Tidak, karena itu tak baik untukmu. Bisa membuatmu jadi sombong! Tetapi aku
selalubisamembuat rencana dengan bagus. Semua hal yang kauinginkan tak akan
terjadi kalau kau tak membuatnya terjadi! Kau memanggilku si kosong ke-pala
kadangkadang... tetapi dengan cara-caraku sendiri, sebetulnya aku cukup pintar. Aku bisa membuat
hal-hal yang kuinginkan terjadi. Kadangkadang aku merencanakannya jauh
sebelumnya." "Wah, otakmu pasti keras sekali kerjanya."
"Kau boleh saja menertawakannya."
Tibatiba Nevile berkata dengan nada pahit, "Apakah aku baru saja mulai mengerti
wanita yang kukawini" 'Nasib* sama dengan 'Kay'!"
Kay berkata, "Kau sedang marah, Nevile?" Ia berkata dengan setengah melamun, "Tidak"tidak,
tentu saja tidak. Aku cuma berpikir."
I0 Agustus "Dan... melayanglah liburanku," kata Inspektur Battle dengan muak.
Nyonya Battle kecewa, tetapi pcngataman bertahun-tahun sebagai istri seorang
inspektur raera-buatnya bisa menerima kekecewaan itu dengan baik.
"Yah, bagaimana lagi," katanya. "Tapiinikasus yang menarik, bukan?"
"Tidak isrimewa," kata Inspektur Battle. "Membuat sedikit sas-sus di Departemen
Luar Negeri. Aku bisa membereskannya dengan gampang"supaya tak ada yang
kehilangan muka. Tapi ini bukan jenis kasus yang aku rasa cukup bagus untuk
dimasukkan dalam memoar-ku, kalau aku nanti cukup tolol untuk menulisnya."
"Kita bisa saja membatalkan liburan kita, kurasa..." kau Nyonya Battle dengan
raguragu, tetapi suaminya memutus kalimatnya dengan tegas.
77 "Tidak. Kau dan anak-anak pergi saja ke Britlington... kamar-kamarnya sudali
dipesan se-jak bulan Maret"sayang kalau tak dipakai. Nanti, kalau ini sudah
selesai, aku bisa pergi dengan Jim selama seminggu."
Jim adalah keponakan Inspektur Battle"leng-kapnya Inspektur James Leach.
"Saltington sangat dekat dengan Easterhead Bay dan Saltcreek," sambungnya. "Aku
bisa menikmati udara laut sedikit dan bercnang di sana."
Nyonya Battle berkata, "Kalau ia tidak menggaetmu dan memaksamu membantunya menangani sebuah kasus!"
"Tak ada kasus apa-apa pada waktu-waktu begini "kecuali seorang wanita yang
mencopet barang seharga beberapa sen di Toko Woolworth, mungkin. Lagi pula Jim
cukup pintai"ia tak perlu dibantu."
"Yah," kata Nyonya Battle. "Kukira begitu baik juga, tapi mengecewakan."
"Hal-hal seperti ini memang dikirim dari sana untuk menguji iman kita," kata
Inspektur Battle meyakinkan istrinya.
3.Bawang Merah dan Bawang Putih
Thomas Roydemenemukan Mary Aldin sedang menantinya di stasiun waktu ia turun
dari kereta api. Tadinya ia hanya ingat samar-samar, dan kini mereka bertemu lagi, ia merasa
sedikit takjub dan senang melihat kecakapan Mary menangani hal-hal tertentu.
Mary memanggiinya dengan nama kecilnya.
"Senang sekali melihatmu lagi, Thomas. Sudah lama sekali."
"Kau baik sekali menerimaku. Kuharap aku tak menyusahkanmu."
"Sama sekali tidak. Sebaliknya. Kedatanganmu sangat dinantikan. Apakab itu kuli
yang membawakan barangmu" Katakan padanya untuk membawanya keluar dari sini.
Mobilnya ada di pinggir situ."
Tas-tas itu dimasukkan ke dalam mobil Ford. Mary memegang kemudi, Royde duduk di
sebelahnya. Mobil itu bergerak dan Thomas melihat bahwa Mary adatah seorang
pengemudi yang baik, awas, dan berhati-hati. Dia bisa mengira-ngira jarak dengan
sangat baik. SaJtington terletak tujuh mil dari Saltcreek. Setelah mereka keluar dari kota
kecil yang sibuk itu, Mary Aldin membuka lagi pembicaraan tentang kunjungan
Royde. "Sungguh, Thomas, kunjunganmu kali ini seperti diutus Tuhan. Suasana agak sulit"
dan kami memerlukan seorang asing, atau lebih tepat orang iuar."
"Ada kesulitan apa?"
Nada suaranya, seperti biasanya, datar saja -tak ada rasa ingin tahu, sedikit
malas. Sepertinya ia menanyakan pertanyaan itu hanya demi sopan-santun, bukan untuk
mendapat jawahan. Untuk Mary Aldin, sikapnya itu terasa menyejuk-kau. Ia memang
sangat ingin berbicara dengan seseorang"tetapi ia lebih suka kalau orang itu
agak tak pedulian dan tak ingin tahu terlalu banyak. Ia berkata, "Yah...
situasinya sedikit sulit. Audrey ada di sini, seperti yang mungkin sudah
kauketahui?" Ia berhenti sebentar mertanti jawaban, dan Thomas Royde mengangguk.
"Juga Nevile dan istrinya."
Thomas Royde mengangkat kedua alisnya ke atas. Beberapa saat kemudian ia
berkata, "Canggung juga-apa?"
"Ya. Semuanya itu gagasan Nevile."
Ia berhenti berbicara. Royde tak berkata apa-apa, tetapi seperti metasakan
adanya arus ketidak-percayaan darinya, Mary mengulangi dengan pe-nuh tekanan,
"Sungguh, itumemang gagasanNevile."
"Mengapa?" Mary mengangkat tangannya sebentar dari kemudi.
"Oh, reaksi orang modern! Semuanya sebaiknya berhati mulia dan berteman. Itu
gagasannya. Tapi kukira takkan berhasil."
"Kelihatannya memang sulit." Royde menambahkan, "Seperti apa istrinya yang
baru?" "Kay" Cantik, tentu saja. Benarbenar cantik sekali. Dan masih sangat muda."
"Dan Nevile sangat menyukainya?"
"Oh, ya. Tentu saja"mereka menikah satu setengah tahun yang lalu."
Thomas Royde memalingkan kepalanya perlahan untuk memandangnya. Mulumya
tersenyum kecil. Mary berkata dengan tergesa-gesa, "Bukan itu yang kumaksud."
"Ah, ayolah, Mary, kukira itu vang kaumaksud."
"Baik, orang tak bisa pura-pura tak melihat bahwa keduanya sangat berbeda.
Temanteman mereka, misalnya..." Ia berhenti berbicara.
Royde bertanya, "Mereka beitemu di Riviera, bukan" Aku tak tahu banyak tentang itu. Hanya faktafakta gamblang yang ditulis oleh Ibu saja."
"Ya. Mereka bertemu pertama kali di Cannes. Nevile tertarik, tetapi kukira ia
sudah pernah tertarik pada wanita lain sebelumnya"maksudku 'tertarik' biasa,
tanpa ada apaapanya. Aku masih berpendapat kalau saja waktu itu ia dibiai kan sendiri, pertemuan itu
takkan berbuntut panjang. Tadinya iasungguh-sungguhmencintai Audrey, tahu?"
Thomas menganggukkan kepalanya. Mary meneruskan,
"Kurasa sebetulnya ia tak punya niat untuk memutuskan tali perkawinannya. Aku
yakin. Tetapi gadis itu gila-gilaan mengejarnya. Ia tak berhenti mengejar sampai Nevile
meninggalkan istrinya"dan apa yang biasanya diperbuat oleh pria dalam situasi
seperti itu" Itu membuatnya besar kepala, tentu saja."
"Gadis itu sangat tergila-gila pada Nevile, ya?"
"Kukira begitulah."
Nada suara Mary terdengar agak ragu. Pandangan matanya bertemu dengan pandangan
mata Royde dan pipinya memerah.
"Sink amat aku ini! Ada seorang pria muda yang selalu mengikutinya"tampan,
sedikit seperti gigolo gayanya"teman lama Kay. Kadangkadang aku berpikir,
jangan-jangan itu ada hubungannya dengan fakta bahwa Nevile orang kaya dan
temama. Aku dengar gadis itu tak punya uang sesen pun."
Ia berhenti berbicara, dan kelihatan sedikit malu. Thomas Royde hanya bergumam,
"Hm," dengan nada suara yang penuh spekulasi.
"Namun demikian," kata Mary, "semua itu barangkali karena aku inisirik.Gadis itu
memang sangat cantik dan menarik... dan itu mungkin saja menimbulkan rasa dengki
pada perawan-perawan tua seperti aku ini."
Royde memandangnya dengan penuh perhatian, tetapi wajahnya tak menunjukkan
perasaan apa-apa. Beberapa saat kemudian, ia berkata, "Sebetulnya, apa
persoalannya sekarang mi?" "Wah, sebetulnya aku juga tidak tahu! Itulah anehnya.
Tentunya kami tanya Audrey dulu" dan nampaknya ia tak berkeberatan bertemu
dengan Kay " sikapnya sangat baik tentang itu. Memang iabaik sekalidalam hal ini"tak ada yang
bisa lebih baik dari dia. Audrey, tentu saja selalu bisa bersikap tepat dalam
hal apa saja, juga terhadap kedua orang itu. Memang ia teitutup, dan tak seorang
pun tahu apa yang ada dalam pikirannya"tetapi terus-terang, kurasa ia memangsama sekalitak berkeberatan."
"Tak ada alasan untuknya," kata Thomas Royde. Lalu ia menambahkan, "Toh itu
sudah tiga tahun yang lalu."
"Apakah orang seperti Audrey bisa melupakan hal seperti itu" Waktu itu ia
benarbenar mencintai Nevile." Thomas Royde menggeser badarinya. "Ia baru tiga
puluh dua tahun. Masa depan terbentang luas di hadapannya."
"Oh, aku tahu. Tapi, hal itu telah mengguncangkan jiwanya, lho.
Membuatnyaterluka" "Aku tahu. Ibu menulis padaku."
"Di satu pihak," kata Mary, "kukira baik sekali untuk ibumu karena ada Audrey
yang harus diurusnya. Itu membantunya untuk trdak terlalu tenggelam dalam
kesedihannya " karena kematian saudaramu. Kami ikut merasa sedih karena itu."
"Ya. Adrian yang making. Selalu menyetir terlalu cepat."
Mereka berhenti berbicara sebentar. Mary memberikan aba-aba dengan tangannya
yang menandakan bahwa ia akan membelok turun menuju Saltcreek.
Sementara mereka menuruni jalanan yang sem-pit dan berkelok-kelok itu, ia
berkata, "Thomas... kau mengenal Audrey dengan baik?"
"Begitu-begitu saja. Sudah sepuluh tahun aku tak beijumpa dengannya."
"Ya, tapi kau mengenalnya waktu ia masih anak-anak. Bagimu dan Adrian ia seperti
adik kandung saja, kan?"
Royde mengangguk. "Pada waktu itu, apakah ia... seperti mengalami gangguan jiwa" Oh, aku tidak
bermaksud mengatakan bahwa ia sakit jiwa. Tetapi aku mempunyai perasaan bahwa
ada sesuatu yang tidak beres dengannya sekarang ini. Ia begitu tak peduli dengan
sekelilingnya... ketenangannya agak tidak normal"kadangkadang aku bertanya-tanya
apa kiranya yang ada di balik penampilannya yang begitu tenang itu. Kadangkadang
aku merasak.m adanya arus emosi yang kuat. Dan aku tak tahu apa itu! Tetapi aku
benarbenar merasa bahwa ia tidaknormal.AdasesttatulItu membuatku kuatir. Kutahu
bahwa ada sesuatu dalam suasana di rumah itu yang mempengaruhi setiap orang.
Kami semua tidak tenang dan merasa waswas. Tetapi aku tak mengerti apa sebabnya.
Dan kadangkadang, Thomas, hal itu membuatku takut."
"Membuatmu takut?" Nada suaranya terheran-heran membuatnya sadar akan dirinya
dan ia tertawa gugup.

Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kedengarannya tak masuk akal.... Tetapi itu-lah yang kumaksudkan tadi"
kedatanganmu baik sekali untuk kami semua"bisa mengalihkan perhatian. Ah, kita
sudah sampai." Mereka telah mengitari belokan yang terakhir. Gull's Point dibangun di atas
sebuah dataran karang yang tinggi dan menghadap ke laut. Di kedua sisinya
terdapat karang yang cerjal yang menurun dan langsung mencecah ke laut. Di
sebelah kiri rumah terdapat taman dan lapangan tenis. Garasinya"yang dibangun
belakangan ka-rena kebutuhan kehidupan modern"terletak agak jauh di pinggir
jalan, di sisi yang lain. Mary berkata, "Aku akan memarkir mobil dulu dan
kembali ke sini. Hurstall akan mengurusimu."
Hurstall, kepala pelayan yang sudah tua itu, menyalami Thomas dengan keramahan
seorang kawan lama. "Senang sekali melihat Anda lagi, Tuan Royde.
Sudah lama sekali. Nyonya pasti senang sekali. Anda akan tidur di ruang timur,
Tuan. S.ivakira semua ada di kebun, kecuali kalau Anda ingin beristirahat di kamar
Anda dulu." Thomas menggelengkan kepalanya. Ia berjalan melalui ruang duduk menuju jendela
yang membuka ke teras rumah.Iaberdiri sebentar di sana, memperhatikan.
Hanya ada dua wanita di teras itu. Yang satu sedang duduk di ujung birai,
memandangi air laut. Wanita yang satunya sedang mengawasinya.
Wanita yang pertama tadi adalah Audrey "yang lain, ia tahu, pasti Kay Strange.
Kay tak tahu bahwa ada orang yang sedang mengamatinya dan ia tak berusaha
menyembunyikan ekspresi wajahnya. Thomas Royde, barangkali bukan seorang pria
yang dengan mudah bisa menangkap ekspresi-ekspresi seorang wanita, tetapi kali
itu dengan mudah ia melihat bahwa Kay Strange sangat membenci Audrey Strange.
Akan halnya Audrey, ia sedang memandang jauh ke seberang sungai dan nampaknya
tak sadar, atau tak peduli dengan kehadiran wanita yang satunya.
Sudah tujuh tahun Thomas tak bertemu dengan Audrey Strange. Kini ia mengamatinya
dengan saksama. Sudah berubahkah ia, dan kalau berubah, dalam hal apa"
Ya, ada perubahan, pikirnya dalam hati. Ia lebih kurus, lebih pucat, dan secara
keseluruhan lebih lembut"tetapi masih ada sesuatu yang lain, sesuatu yang tak
dapat disebutkannya dengan pas-ti. Wanita itu seakanakan sedang berpegang kuatkuat pada tali kekang, waspada dari waktu ke wak-tu"dan toh penuh kesadaran akan
apa pun yang sedang berlaku di sekelilingnya. Ia, pikirnya lagi, seperti
seseorang yang mempunyai sebuah rahasia yang harus disembunyikan. Tetapi rahasia
apa" Ia mengetahui sedikit tentang hal-hal yang telah me-nimpanya selama
beberapa tahun terakhir. Ia tak . akan heran apabila melihat garis-garis
kesedihan dan penderitaan di wajahnya"namun ini lain. Ia seperti seorang anak
kecil yang mengatupkan kedua tangannya erat-erat untuk menyembunyikan sesuatu
yang sangat disayanginya, tetapi dengan demikian mengundang perhatian orang
terhadap barang yang ingin dilindunginya itu.
Lalu matanya tertuju ke wanita yang satunya"
gadis yang kini menjadi istri Nevile Strange.
Memang cantik. Mary Aldin betul. Agak berbahaya,
pikirnya lagi. Aku tak akan bisa mempercayakan
Audrey untuk berada di dekatnya kalau
iamcmegangsebil.il , pisau di tangannya
Tetapi mengapa Kay harus membenci istri pertama Nevile" Semua itu sudah berlalu.
Audrey tak punya tempat atau bagian lagi dalam hidup mereka sekarang.
Langkah-langkah kaki terdengar, waktu Nevile masuk ke dalam rumah. Ia kelihatan
hangat, dan membawa surat kabar bergambar.
"IniIllustrated Review-nyz,"katanya. "Yang lainnya tidak dapat."
Lalu dua hal terjadi pada waktu yang bersa-maan.
Kay berkata, "O, bagus, berikan padaku," dan Audrey, tanpa menggerakkan
kepalanya, mengulurkan tangannya dengan setengali melamun.
Nevile menghentikan gerakannya setengali ja-lan di antara kedua wanita itu. Rasa
malu tampak di wajahnya. Sebelum ia bisa berbicara, Kay berkata, suaranya
meninggi dengan nada yang menunjukkan ketegangan saraf,
"Aku mau itu. Berikan padaku! Berikan pa-daku, Nevile!"
Audrey Strange terkejut, memalingkan kepalanya, menarik kembali tangannya dan
Dendam Sepasang Gembel 1 Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Cula Naga Pendekar Sakti 3

Cari Blog Ini