Ceritasilat Novel Online

Pembunuhan Roger Ackroyd 5

Pembunuhan Atas Roger Ackroyd The Murder Of Roger Ackroyd Karya Agatha Christie Bagian 5


menyedihkan bagi keluarganya. Mereka mengurungnya di rumah sampai saat ini, dan
keadaannya telah berubah sedemikian rupa sehingga mereka harus mengirimnya ke
rumah sakit jiwa." "Kurasa, kau sudah mengetahui segala sesuatu tentang keluarga Poirot sekarang,"
keluhku dengan putus asa.
"Aku mengetahui cukup banyak," jawab Caroline dengan tenang. "Dan seseorang akan
merasa lega bila dapat menceritakan segala kesusahannya kepada orang lain."
"Mungkin juga," ujarku, "seandainya mereka mendapat kesempatan untuk
melakukannya secara spontan. Tetapi apakah mereka senang bila rahasia mereka
ditarik ke luar dengan paksa; kalau begitu, maka keadaannya menjadi lain."
Caroline memandangku dengan sikap seperti seorang martir Kristen yang menikmati
siksaannya. "Kau begitu tertutup, James," keluhnya. "Kau tidak mau mengeluarkan isi hatimu
atau memberi keterangan tentang orang lain. Dan kau ingin agar setiap orang
bersikap sepertimu. Aku harap keterangan-keterangan yang kuperoleh tidak
diberikan karena terpaksa. Misalnya, apabila Tuan Poirot datang sore nanti, aku
akan tidak begitu goblok untuk menanyakan siapa yang datang tadi pagi ke
rumahnya." "Tadi pagi?" tanyaku.
"Pagi sekali," jawab Caroline. "Sebelum tukang susu. Aku kebetulan sedang
melihat ke luar jendela - pintunya terbuka. Seorang laki-laki datang dengan
mobil yang tertutup. Dan ia berkerudung rapat sekali, sehingga aku tidak dapat
melihat mukanya. Tetapi akan kuberitakan pendapatku, dan kau akan tahu sendiri
nanti bahwa dugaanku itu benar."
"Dan apa pendapatmu itu?"
Caroline merendahkan suaranya dengan aneh.
"Seorang ahli dari kantor pusat," bisiknya.
"Ahli dari kantor pusat," ulangku dengan heran. "Caroline yang manis!"
"Camkanlah kata-kataku, James, dan kau akan lihat sendiri bahwa ucapanku itu
benar. Nona Russell itu datang ke sini pagi yang lalu mencari keterangan tentang
racun-racunmu. Dan Roger Ackroyd dapat diracuni dengan mudah malam itu."
Aku tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya.
"Omong kosong," seruku. "Ia ditikam lehernya. Kau, seperti juga aku, mengetahui
hal ini." "Sesudah ia mati, James," jawab Caroline, "dengan maksud untuk menimbulkan
petunjuk yang salah."
"Caroline," ujarku, "aku yang. memeriksa tubuh si korban, dan aku tahu apa yang
kukatakan. Tikaman itu tidak terjadi sesudah si korban meninggal - tetapi,
tikaman itulah yang menyebabkan kematiannya. Dan kau tak perlu lagi menyangka
yang bukan-bukan." Caroline terus memandangku dengan sikap yang sok tahu, sehingga dengan jengkel
aku berkata, "Mungkin kau dapat mengatakan padaku Caroline, apakah aku mempunyai gelar dokter
atau tidak." "Memang kau mempunyai gelar dokter, James - sekurang-kurangnya aku tahu kau
mempunyainya, maksudku. Tetapi kau sama sekali tak mempunyai fantasi."
"Karena, daya mengkhayal itu sudah diwariskan padamu tiga kali lipat, sehingga
tidak ada lagi yang tersisa untukku," jawabku dengan nada kering.
Geli aku mengawasi taktik Caroline, tatkala Poirot datang sore itu. Dengan
segala macam cara, secara tidak langsung ia mencoba mengorek keterangan tentang
tamu yang misterius itu. Melihat mata Poirot yang bersinar, aku menyadari bahwa
ia telah mengetahui tujuan Caroline. Dengan tetap ramah ia bertahan dan
membendung semua pertanyaan dengan demikian baiknya, sehingga kakakku tak tahu
lagi apa yang harus dilakukannya.
Setelah ia puas mempermainkan kakakku, Poirot berdiri dan mengajakku berjalanjalan. "Aku perlu menurunkan berat badanku sedikit," ia menerangkan. "Maukah engkau
menemani aku, Dokter" Dan setelah itu mungkin Nona Caroline mau menyediakan teh
bagi kita." "Dengan segala senang hati," sahut Caroline, "apakah tamu Anda akan datang
juga?" "Anda terlalu baik hati," ujar Poirot. "Tetapi, tidak, teman saya sedang
beristirahat. Anda harus berkenalan dengannya dalam waktu dekat."
"Ia kawan lama Anda, saya dengar orang-orang berkata," pancing Caroline dengan
berani untuk terakhir kalinya.
"Begitukah kata mereka?" gumam Poirot. "Nah, kami harus berangkat."
Perjalanan membawa kami ke jurusan Fernly seperti yang telah kuduga sebelumnya.
Aku mulai mengerti cara-cara kerja Poirot. Setiap hal yang paling kecil pun
mempunyai arti. "Aku mempunyai tugas untukmu, Kawan," ujarnya pada akhirnya. "Malam ini, di
rumahku. Aku ingin mengadakan suatu rapat kecil. Kau akan hadir, bukan?"
"Sudah tentu," sahutku.
"Bagus, aku juga memerlukan kehadiran yang lainnya yang tinggal di rumah itu yaitu: Nyonya Ackroyd, Mademoiselle Flora, Mayor Blunt, Tuan Raymond. Dan aku
ingin kau menjadi wakilku. Reuni kecil ini akan diadakan pukul sembilan malam.
Kau yang akan mengundang mereka - tidak berkeberatan bukan?"
"Dengan senang hati; tetapi mengapa bukan kau sendiri yang mengundangnya?"
"Karena mereka akan langsung bertanya: Mengapa" Untuk apa" Mereka akan
menanyakan apa maksudku. Dan sebagaimana kau tahu, Kawan, aku tidak senang
memberitahukan ide-ide kecilku sebelum tiba waktunya."
Aku tersenyum kecil. "Temanku Hastings yang telah kuceritakan padamu, selalu berkata bahwa aku ini
adalah seekor kerang dalam bentuk manusia. Tetapi ia keliru. Fakta-fakta tidak
pernah kusembunyikan. Tetapi setiap orang mempunyai pendapat sendiri-sendiri."
"Kapan harus kulakukan tugas ini?"
"Sekarang, kalau kau mau. Kita sudah hampir sampai di sana."
"Kau tidak ikut masuk?"
"Tidak, aku akan berjalan-jalan di kebun. Akan kutunggu kau di pintu pagar rumah
jaga dalam waktu seperempat jam."
Aku mengangguk, dan berangkat melaksanakan tugasku. Satu-satunya anggota
keluarga yang ada di ramah adalah Nyonya Ackroyd yang sedang minum secangkir
teh. Ia menerimaku dengan ramah sekali.
"Saya sangat berterima kasih pada Anda, Dokter," gumamnya, "atas bantuan Anda
menyelesaikan persoalan kecil itu dengan Tuan Poirot. Tetapi begitulah hidup
ini. Kesusahan demi kesusahan saling menyusul. Tentu Anda telah mendengar
mengenai Flora?" "Tepatnya mengenai apa?" tanyaku dengan hati-hati.
"Pertunangannya yang baru. Flora dan Hector Blunt. Memang, bukan pilihan yang
sebaik Ralph. Meskipun demikian, kebahagiaan harus didahulukan. Flora memerlukan
seorang pria yang lebih tua - yang berkepribadian kuat dan dapat diandalkan. Dan
sebenarnya, Hector adalah seorang yang benar-benar terhormat. Apakah Anda
membaca kabar tentang penangkapan atas diri Ralph Paton di dalam koran pagi
ini?" "Ya," jawabku. "Saya telah membacanya."
"Mengerikan." Nyonya Ackroyd memejamkan matanya sambil bergidik. "Geoffrey
Raymond sangat bingung. Ia menelepon Liverpool, tetapi yang berada di kantor
polisi tidak mau mengatakan apa pun. Bahkan mereka mengatakan bahwa mereka tidak
menahan Ralph sama sekali. Tuan Raymond bersitegang bahwa semua ini merupakan
suatu kesalahan - bagaimana mereka menamakannya" - Canard, dari pihak koran.
Saya telah melarang hal ini dibicarakan di hadapan para pembantu. Suatu kejadian
yang memalukan. Bayangkan, seandainya Flora menikah dengan laki-laki semacam
itu." Dengan sedih Nyonya Ackroyd memejamkan matanya. Aku mulai berpikir-pikir, kapan
aku dapat meneruskan undangan Poirot.
Sebelum aku mendapat kesempatan untuk berbicara, Nyonya Ackroyd sudah berbicara
lagi. "Anda kemarin ada di sini, bukan, dengan Inspektur Raglan yang brengsek itu"
Laki-laki yang kasar - ia menakut-nakuti Flora, sehingga gadis itu mengakui
bahwa ia yang mengambil uang dari kamar Roger. Persoalannya sebenarnya sederhana
sekali. Anak itu ingin meminjam uang beberapa pound. Ia tidak mau mengganggu
pamannya, karena beliau sudah melarangnya. Tetapi karena Flora tahu di mana
pamannya menyimpan uangnya, ia lalu pergi ke sana dan mengambil sebanyak yang
dibutuhkannya." "Begitukah yang dikatakan Flora?" tanyaku.
"Dokter yang baik, Anda tahu sendiri sikap gadis-gadis jaman sekarang. Mereka
begitu mudah bertindak berdasarkan suatu anjuran. Anda pasti tahu segala sesuatu
tentang hipnotisme dan lain sebagainya. Inspektur itu membentaknya, mengucapkan
kata 'curi' berkali-kali, sampai gadis malang itu terpengaruh - atau apakah ini
yang disebut rasa rendah diri" - Saya selalu mencampurbaurkan kedua kata itu.
Akhirnya gadis itu merasa bahwa ia sendirilah yang telah mencuri uang itu. Saya
langsung mengerti duduknya perkara. Tetapi di lain pihak, saya gembira juga
dengan kesalahpahaman ini - rupanya kejadian ini telah mempertemukan kedua orang
itu - maksud saya Hector dan Flora. Dan percayalah, akhir-akhir ini saya amat
khawatir tentang diri Flora. Bahkan pada suatu saat, saya mengira ada hubungan
yang intim antara gadis itu dan Raymond. Coba bayangkan!" suara Nyonya Ackroyd
meninggi karena ngeri. "Seorang sekretaris pribadi - yang tidak mempunyai apaapa." "Memang hal itu akan merupakan suatu pukulan bagi Anda," aku mengakui. "Tetapi
sekarang Nyonya Ackroyd, saya membawa pesan bagi Anda dari Tuan Hercule Poirot."
"Untuk saya?" Nyonya Ackroyd kelihatan sangat ketakutan.
Dengan cepat aku menenangkannya dan menjelaskan maksud Poirot.
"Baik sekali," jawab Nyonya Ackroyd bimbang. "Saya kira, bila Tuan Poirot
menghendakinya, kita harus datang. Tetapi apa yang mau dibicarakan" Saya ingin
mengetahui sebelumnya."
Aku meyakinkannya bahwa sendiri tidak tahu apa yang akan dibicarakan.
"Baiklah," gerutu Nyonya Ackroyd akhirnya. "Akan kuberitahukan yang lain-lain
dan kami akan hadir di sana pada pukul sembilan malam."
Aku segera mohon diri dan menemui Poirot di tempat yang telah dijanjikan.
"Aku rasa, aku telah pergi lebih lama dari seperempat jam," ujarku. "Tetapi
sekali wanita itu mulai bicara, orang lain tidak mendapat kesempatan untuk
mengucapkan sepatah kata pun."
"Tidak mengapa," sahut Poirot. "Aku tidak merasa kesepian. Kebun ini indah
sekali." Kami berangkat pulang. Tiba di rumah dengan heran kami mendapatkan bahwa
Caroline-lah yang membukakan pintu untuk kami. Tampaknya sejak tadi ia sudah
menantikan kedatangan kami.
Caroline meletakkan jarinya pada bibirnya. Wajahnya yang penuh gairah,
menunjukkan bahwa telah terjadi sesuatu yang penting.
"Ursula Bourne," bisiknya, "pembantu dari Fernly, yang bertugas di ruang tamu.
Ia ada di sini! Aku menyuruhnya menunggu di ruang makan. Gadis itu sedang
gelisah sekali, anak yang malang. Ia ingin ketemu dengan Tuan Poirot secepat
mungkin. Aku telah melakukan segalanya dalam batas-batas kemampuanku. Kuberikan
padanya secangkir teh hangat. Sungguh tak sampai hati rasanya, melihat seseorang
dalam keadaan demikian sedihnya."
"Di ruang makan?" tanya Poirot.
"Lewat sini," ajakku sambil membuka pintu.
Ursula Bourne sedang duduk menghadapi meja. Lengannya diulurkan ke depannya.
Rupanya ia baru saja mengangkat kepalanya sehabis membenamkan mukanya di antara
kedua lengannya. Matanya sembab dan merah karena habis menangis.
"Ursula Bourne," gumamku.
Tetapi Poirot melewatiku dengan kedua tangan diulurkan.
"Bukan," sahutnya, "ucapanmu keliru, aku kira. Gadis ini bukan Ursula Bourne,
bukankah begitu, Anakku - tetapi Ursula Paton" Nyonya Ralph Paton."
Bab 22 CERITA URSULA SELAMA satu dua saat, gadis itu memandang Poirot tanpa berkata-kata. Kemudian ia
tidak dapat menguasai emosinya lagi, dan sambil mengangguk menangis lagi
terisak-isak. Caroline mendorongku ke samping lalu merangkul gadis itu dan menepuk-nepuk
bahunya. "Sudah, sudahlah, Sayang," bujuknya, "segala sesuatu akan beres. Kau lihat saja
- segalanya beres nanti."
Di balik sikap Caroline yang selalu ingin tahu dan suka bergunjing itu, terdapat
hati yang lembut dan penuh kasih sayang. Untuk sesaat ucapan Poirot yang membuka
tabir rahasia yang menyelubungi gadis itu, sama sekali tak menarik perhatiannya.
Perhatiannya hanya tertumpah pada kesedihan gadis itu.
Tidak lama kemudian, Ursula menghapus air matanya dan duduk kembali dengan
tegak. "Tingkah laku saya sungguh memalukan," ujarnya.
"Sama sekali tidak, Anakku," bantah Poirot dengan ramah. "Kita semua bisa
membayangkan tekanan batin yang Anda alami dalam minggu terakhir ini."
"Tekanan batin yang sungguh berat sekali," sahutku.
"Dan ternyata Anda mengetahui rahasia saya," Ursula melanjutkan. "Bagaimana Anda
bisa mengetahuinya" Ralph-kah yang menceritakannya pada Anda?"
Poirot menggelengkan kepalanya.
"Tahukah Anda mengapa saya menemui Anda malam ini?" Gadis itu meneruskan. "Ini - "
Diulurkannya secarik koran yang kusut. Aku segera mengenali berita yang dimuat
Poirot. "Tulisan ini mengatakan bahwa Ralph telah ditangkap. Jadi semua usaha saya tidak
ada gunanya sama sekali. Saya tidak perlu berpura-pura lagi."
"Berita-berita di koran tidak selalu benar, mademoiselle," gumam Poirot, dengan
sikap kemalu-maluan. "Tetapi sebaiknya Anda menceritakan semua yang Anda
ketahui. Kebenaranlah yang kita butuhkan sekarang."
Gadis itu memandang Poirot dengan bimbang.
"Anda tidak, mempercayai saya," tegur Poirot lembut. "Tetapi toh Anda datang ke
sini menemui saya, bukan" Mengapa?"
"Karena saya tidak percaya kalau Ralph yang melakukannya," sahut gadis itu
dengan suara yang hampir tidak terdengar: "Dan menurut saya, Anda cukup pintar
untuk memecahkan perkara ini. Dan juga - "
"Ya?" "Saya rasa, Anda seorang yang baik hati."
Poirot mengangguk beberapa kali.
"Keterangan Anda baik sekali - ya sungguh baik sekali. Dengarkan, saya
sebenarnya percaya bahwa suami Anda tidak bersalah - tetapi perkembangannya
kurang baik. Kalau saya harus menolongnya, saya harus mengetahui semua yang
perlu diketahui - meskipun tampaknya perkara itu semakin memperburuk keadaan
baginya." "Betapa baiknya Anda menyelami hal ini," ujar Ursula.
"Jadi Anda akan menceritakan seluruhnya pada saya, bukan" Dari permulaan
sekali." "Saya harap, Anda tidak akan mengusir saya," pinta Caroline sambil duduk dengan
enak di kursi berlengan. "Apa yang ingin saya ketahui adalah," ia meneruskan,
"mengapa anak ini menyamar menjadi pembantu?"
"Menyamar?" tanyaku.
"Itulah yang kukatakan. Mengapa kau melakukannya, Anakku" Untuk bertaruhkah?"
"Untuk sesuap nasi," sahut Ursula dengan nada kering.
Merasa mendapat sokongan, gadis itu mulai menceritakan hal ikhwalnya, seperti
yang kutuliskan di sini dengan kata-kataku sendiri.
Ursula Bourne adalah salah satu dari tujuh anggota keluarga - keluarga baik-baik
dari Irlandia yang telah jatuh miskin. Setelah ayahnya meninggal, kebanyakan
dari anak-anak gadis keluarga ini terjun ke dalam masyarakat untuk menyambung
hidup masing-masing. Kakak perempuan Ursula yang tertua menikah dengan Kapten
Folliott. Dialah wanita yang kujumpai pada hari Minggu itu. Dan sekarang
jelaslah mengapa ia begitu gelisah. Ursula bertekad untuk mengongkosi hidupnya
sendiri. Ia tidak tertarik akan pekerjaan sebagai pengasuh anak - yang
sebenarnya merupakan satu-satunya pekerjaan yang masih terbuka untuk gadis yang
belum berpengalaman seperti dirinya. Ia memilih bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Ia tidak mau menyebut dirinya sebagai 'pembantu rumah tangga yang
terpelajar'. Ia akan menjadi pembantu rumah tangga dalam arti yang sebenarnya.
Keterangan majikan akan disediakan oleh kakaknya. Di Fernly sikapnya yang
menyendiri menimbulkan komentar dari para pembantu lainnya. Tetapi ia berhasil
dalam pekerjaannya - sigap, cakap dan teliti.
"Saya menyukai pekerjaan saya," ia menerangkan. "Dan saya mempunyai banyak waktu
untuk diri sendiri."
Lalu datanglah saatnya ia bertemu dengan Ralph Paton. Dan dari pertemuan ini
berkembanglah kisah cinta mereka yang berakhir dengan perkawinan secara rahasia.
Ursula sebenarnya berkeberatan atas pernikahan tersebut, tetapi Ralph
membujuknya. Ralph mengatakan bahwa ayah tirinya tidak akan memberikannya ijin


Pembunuhan Atas Roger Ackroyd The Murder Of Roger Ackroyd Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menikah dengan seorang gadis miskin. Lebih baik bila mereka kawin secara
sembunyi, dan baru belakangan memberitahukan hal ini pada ayah tirinya pada
waktu dan kesempatan yang tepat.
Maka perkawinan pun dilaksanakan, dan Ursula Bourne menjadi Ursula Paton. Ralph
bertekad untuk membayar lunas semua hutangnya. Kemudian ia akan mencari
pekerjaan. Dan bilamana keadaannya sudah cukup kuat untuk mengongkosi seorang
isteri, dan ia sudah tidak tergantung lagi dari ayah tirinya, maka mereka lalu
akan memberitahukan beliau tentang perkawinan mereka.
Tetapi bagi orang seperti Ralph, memulai halaman baru lebih mudah dalam teori
daripada dalam prakteknya. Ia mengharapkan agar ayah tirinya yang tidak tahumenahu tentang perkawinannya dapat dibujuk untuk membayar hutang-hutangnya, dan
dengan demikian mengangkatnya bangun lagi. Tetapi sebaliknya pemberitahuan
jumlah hutang Ralph hanya menimbulkan kegusaran Roger Ackroyd. Dan Ackroyd
menolak untuk menolongnya. Beberapa bulan sudah berlalu, dan Ralph sekali lagi
dipanggil ke Fernly. Roger Ackroyd berbicara terus terang. Ia ingin agar Ralph
mengawini Flora. Dijelaskannya hal ini kepada Ralph tanpa tedeng aling-aling.
Dan di sinilah tampak kelemahan Ralph Paton. Seperti biasa ia langsung
menjangkau pemecahan kesulitannya yang ditawarkan padanya pada saat itu. Sejauh
penglihatanku, Flora maupun Ralph sama sekali tidak berpura-pura saling
mengasihi. Bagi kedua belah pihak, ikatan ini hanya merupakan penyelesaian
persoalan keuangan mereka. Roger Ackroyd mendikte keinginan-keinginannya mereka menyetujuinya. Flora menerima kesempatan untuk memperoleh kemerdekaan,
uang dan masa depan yang lebih cerah. Sedangkan Ralph, tentu saja, memainkan
peranan yang lain sama sekali. Tetapi ia sedang dalam kesulitan keuangan. Ia
meraih kesempatan ini. Hutang-hutangnya akan dibayarkan. Ia dapat mulai lagi
dengan lembaran yang bersih. Ia tidak mempunyai kebiasaan untuk melihat ke masa
depan. Tetapi saya rasa, Ralph menyangka kalau ia dapat memutuskan
pertunangannya dengan Flora setelah lewat beberapa waktu. Flora maupun Ralph
sendiri telah menetapkan bahwa pertunangan mereka dirahasiakan untuk sementara
waktu. Ralph tidak ingin Ursula mengetahuinya. Perasaannya mengatakan bahwa
tabiat Ursula yang keras dan tegas, yang sangat membenci kepalsuan, tidak akan
dapat menerima kejadian ini.
Lalu tiba saat yang kritis. Roger Ackroyd yang selalu ingin memaksakan
kehendaknya atas orang lain, memutuskan untuk mengumumkan pertunangan ini. Ia
tidak mengatakan sepatah kata pun tentang maksudnya ini kepada Ralph - hanya
kepada Flora. Dan Flora yang bersikap masa bodoh, tidak mengajukan keberatan.
Bagi Ursula, berita ini seakan-akan ledakan sebuah bom. Atas panggilannya, Ralph
segera datang dari kota. Mereka bertemu di hutan, di mana sebagian percakapan
mereka telah didengarkan oleh Caroline. Ralph membujuknya untuk berdiam diri
untuk beberapa lama lagi. Tetapi Ursula sebaliknya sudah bertekad untuk tidak
menutup-nutupi lagi keadaan yang sebenarnya. Ia akan memberitahukan keadaan yang
sebenarnya kepada Tuan Ackroyd, tanpa menunda-nunda lagi. Suami dan isteri
berpisah dalam keadaan marah.
Ursula yang sudah teguh pendiriannya, mencari kesempatan untuk berbicara dengan
Roger Ackroyd pada sore itu juga. Ia menceritakan keadaan yang sebenarnya.
Pembicaraan yang berlangsung di antara mereka cukup tegang - bahkan andaikata
pikiran Roger Ackroyd tidak dipenuhi oleh kesulitan-kesulitannya sendiri, maka
mungkin sekali pembicaraan itu akan jauh lebih tegang lagi. Tetapi meskipun
demikian keadaannya sudah cukup buruk. Ackroyd bukanlah orang yang mudah
mengampuni penipuan yang dilakukan orang terhadap dirinya. Kemarahannya terutama
ditirukan kepada Ralph. Tetapi Ursula menerima juga bagiannya karena Ackroyd
menganggapnya sebagai seorang gadis yang dengan sengaja mencoba menjerat anak
angkat dari seorang laki-laki yang kaya raya. Kedua belah pihak mengucapkan
kata-kata yang tak dapat dimaafkan.
Malam itu juga, Ursula menepati janjinya untuk bertemu dengan Ralph di pondok
kecil. Dengan sembunyi-sembunyi ia keluar dari pintu samping. Pembicaraan di
antara mereka penuh dengan penyesalan-penyesalan dari kedua belah pihak. Ralph
menuduh Ursula menghancurkan masa depannya, dengan membuka rahasia pada waktu
yang kurang tepat. Sedangkan Ursula menuduh Ralph telah berlaku tidak setia.
Akhirnya mereka berpisah. Lebih dari setengah jam kemudian, tubuh Roger Ackroyd
ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa. Sejak malam itu, Ursula tidak bertemu
maupun melihat Ralph lagi.
Menilai perkembangan kejadiannya, semakin lama aku semakin menyadari, betapa
buruknya keadaan saat ini. Dalam keadaan hidup, Ackroyd pasti akan mengubah
surat wasiatnya - aku sudah mengenalnya cukup baik untuk mengetahui bahwa itulah
tindakan pertama yang akan diambilnya. Kematiannya terjadi pada saat yang tepat
sekali bagi Ralph dan Ursula Paton. Tidak heranlah bilamana Ursula selama ini
menyimpan rahasia dan memainkan peranannya sedemikian baiknya.
Lamunanku terputus. Poirot berbicara. Dan dari nada suaranya yang serius, aku
mengetahui bahwa ia pun menyadari keadaan yang sulit ini.
"Mademoiselle, saya ingin mengajukan satu pertanyaan. Dan saya harap Anda
menjawab dengan sebenarnya. Karena mungkin semuanya tergantung pada jawaban
Anda. Pukul berapakah Anda berpisah dari Kapten Paton di pondok kecil itu"
Pikirkanlah terlebih dahulu baik-baik, agar jawaban Anda tepat benar."
Gadis itu tertawa getir. "Apakah Anda kira, saya tidak berulang kali memikirkannya" Waktu menunjukkan
pukul setengah sepuluh ketika saya pergi menemuinya. Mayor Blunt sedang berjalan
mondar-mandir di teras, sehingga saya harus berjalan memutar melalui semaksemak, agar tidak terlihat olehnya. Saya kira, pada saat saya tiba di pondok
kecil, waktu sudah menunjukkan kira-kira pukul sepuluh kurang dua puluh tujuh
menit. Ralph sudah menantikan saya di sana. Saya tinggal bersamanya selama
sepuluh menit. Tidak lebih. Karena ketika saya tiba kembali di rumah, waktu
menunjukkan pukul sepuluh kurang seperempat."
Sekarang aku mengerti mengapa gadis itu mengajukan pertanyaan itu kepadaku
kemarin. Seandainya dapat dibuktikan bahwa Ackroyd dibunuh sebelum pukul sepuluh
kurang seperempat, dan tidak sesudahnya.
Dari pertanyaan Poirot berikutnya aku melihat bahwa pikiran yang sama juga
timbul dalam dirinya. "Siapa yang meninggalkan pondok kecil itu lebih dahulu?"
"Saya." "Dan Anda meninggalkan Ralph Paton sendiri di pondok kecil itu?"
"Benar - tetapi Anda toh tidak menyangka - "
"Mademoiselle, apa yang saya sangka, tidaklah penting. Apa yang Anda lakukan
setibanya di rumah?"
"Saya naik ke atas, ke kamar saya."
"Dan Anda tinggal di sana sampai pukul berapa?"
"Sampai sekitar pukul sepuluh."
"Adakah orang yang dapat membuktikan hal ini?"
"Membuktikan" Maksud Anda, membuktikan bahwa saya ada di kamar saya" Oh! Tidak
ada. Tetapi, tentu - oh! Saya mengerti, mereka mungkin akan mengira - mereka
akan mengira - " Aku melihat sinar ketakutan di dalam matanya.
Poirot meneruskan kalimatnya.
"Bahwa Andalah yang masuk melalui jendela dan menikam Tuan Ackroyd, ketika ia
sedang duduk di kursinya" Benar, mereka mungkin akan mengira begitu."
"Hanya seorang tolol akan menyangka demikian," ujar Caroline dengan jengkel.
Ditepuk-tepuknya bahu Ursula.
Gadis itu menyembunyikan mukanya di balik kedua belah tangannya.
"Betapa mengerikan," bisiknya. "Mengerikan."
Dengan ramah Caroline mengguncang bahunya.
"Jangan khawatir, Sayang," hiburnya. "Tuan Poirot tidak sungguh-sungguh
menyangka demikian. Dan mengenai suamimu itu, terus terang saja, aku tidak dapat
menghargainya. Melarikan diri meninggalkanmu seorang diri menghadapi semua ini."
Tetapi Ursula menggelengkan kepalanya dengan keras.
"Oh, tidak," teriaknya. "Sama sekali tidak seperti apa yang Anda bayangkan. Saya
menyadarinya. Ralph tidak akan melarikan diri hanya untuk kepentingan diri
sendiri saja. Kalau ia mendengar tentang pembunuhan atas diri ayah tirinya, maka
mungkin sekali ia sendiri pun akan mengira bahwa saya yang melakukannya."
"Ralph tidak akan berpikiran demikian," bantah Caroline.
"Saya berlaku kejam terhadapnya malam itu - saya telah bersikap keras dan getir.
Saya tidak mau mendengar apa yang hendak dikatakannya - saya tidak mau percaya,
bahwa ia benar-benar mencintai saya. Tanpa tedeng aling-aling saya kemukakan
pandangan saya atas dirinya. Saya mencaci makinya dengan kata-kata yang paling
kejam, yang timbul dalam pikiran saya - saya berusaha sedapat-dapatnya untuk
menyakiti hatinya." "Dan ini sama sekali tidak merugikannya," sahut Caroline. "Jangan sekali-sekali
menyesal atas makian yang pernah kautujukan kepada seorang laki-laki. Mereka
begitu congkak. Mereka tidak akan mau percaya kalau ucapan-ucapanmu yang kurang
menyenangkan itu, sungguh-sungguh keluar dari lubuk hatimu."
Ursula tidak henti-hentinya meremas-remas tangannya dengan gelisah.
"Ketika pembunuhan itu diketahui, dan Ralph tidak muncul, saya menjadi sangat
bingung. Untuk sesaat saya bertanya-tanya dalam hati - tetapi saya tahu bahwa ia
tidak dapat - ia tidak sanggup.... Tetapi saya berharap agar ia datang dan
menjelaskan dengan terbuka bahwa ia tidak ada sangkut pautnya dengan pembunuhan
itu. Saya tahu, ia menyukai Dokter Sheppard. Jadi saya pikir, mungkin Dokter
Sheppard tahu di mana ia bersembunyi."
Gadis itu berpaling kepadaku.
"Itulah sebabnya saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu kepada Anda, beberapa
hari yang lalu. Saya pikir, jika Anda mengetahui di mana ia berada, maka Anda
dapat meneruskan pesan ini kepadanya."
"Aku?" seruku. "Mengapa menurut perkiraanmu, James tahu di mana Ralph sekarang berada?" tanya
Caroline dengan tajam. "Memang saya menyadari bahwa pendapat saya itu tidak masuk akal," Ursula
mengakui, "tetapi Ralph sering kali berbicara tentang Dokter Sheppard. Dan saya
tahu, kemungkinan besar Ralph akan menganggapnya sebagai kawan yang paling dekat
di King's Abbot." "Anak manis," ujarku, "aku sama sekali tidak tahu di mana Ralph Paton berada
pada saat ini." "Perkataan Dokter Sheppard memang benar," sela Poirot.
"Tetapi - " Ursula mengulurkan guntingan surat kabar itu dengan bingung.
"Ah! Itu," keluh Poirot dengan malu, "suatu bagatelle, mademoiselle. Suatu rien
du tout. Sesaat pun saya tidak percaya bahwa Ralph Paton telah ditangkap."
"Tetapi mengapa - " ujar gadis itu lambat.
Poirot segera melanjutkan,
"Ada satu hal yang ingin saya ketahui - sepatu apakah yang dipakai Kapten Paton
malam itu; sepatu biasa atau sepatu lars?"
Ursula menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak ingat lagi."
"Sayang sekali! Tetapi, bagaimana mungkin Anda bisa tahu" Sekarang, madame,"
senyumnya kepada Ursula dengan kepala dimiringkan dan telunjuk diacungkan,
"jangan bertanya-tanya lagi. Jangan menyiksa diri sendiri. Tabahkanlah hati
Anda, dan percayalah kepada Hercule Poirot."
Bab 23 POIROT MENGADAKAN REUNI KECIL
"SEKARANG," perintah Caroline sambil bangkit berdiri, "anak ini harus ikut aku
ke atas untuk beristirahat. Jangan khawatir. Sayang. Tuan Poirot akan menolongmu
sebisa-bisanya - yakinlah akan hal ini."
"Seharusnya saya kembali lagi ke Fernly," sahut Ursula dengan bimbang.
Tetapi Caroline menghentikan protesnya dengan tegas.
"Omong kosong. Kau di bawah asuhanku sementara ini. Setidak-tidaknya kau harus
tinggal di sini sekarang - eh, bukankah begitu, Tuan Poirot?"
"Memang sebaiknya begitu," laki-laki Belgia itu menyetujui. "Malam ini, saya
ingin mademoiselle - maaf, madame - menghadiri reuni kecil saya. Reuni ini akan
diadakan pada pukul sembilan malam, di rumah saya. Sedapat mungkin, Anda harus
menghadirinya." Caroline mengangguk dan keluar meninggalkan ruangan bersama Ursula. Pintu
ditutup di belakang mereka. Poirot menjatuhkan dirinya di kursi lagi.
"Sejauh ini, semua beres," ujarnya. "Perkara ini berkembang dengan sendirinya ke
arah yang baik." "Perkembangan baru ini bahkan memperburuk keadaan bagi Ralph Paton," keluhku
dengan sedih. Poirot mengangguk. "Ya, memang benar. Tetapi ini sudah dapat diduga sebelumnya, bukan?"
Aku memandangnya dengan agak bingung. Poirot sedang bersandar ke belakang di
kursinya. Matanya setengah dipejamkan, dan ujung-ujung jarinya saling menyentuh.
Tiba-tiba ia menarik napas panjang, lalu menggelengkan kepalanya.
"Ada apa?" tanyaku.
"Ada kalanya, aku sangat merindukan temanku Hastings. Yaitu teman yang pernah
kuceritakan padamu dahulu - yaitu yang sekarang tinggal di Argentina. Pada
setiap perkara besar, ia selalu ada di sisiku. Dan ia telah membantuku - benar,
ia telah sering kali menolongku. Karena orang itu mempunyai kemampuan untuk
menemukan kebenaran di luar pengetahuannya - tanpa menyadarinya, bien entendu.
Ada kalanya ia mengutarakan sesuatu yang tolol sekali, tetapi ucapannya yang
tolol itu bahkan telah membuka tabir rahasia kepadaku. Lagipula, sudah menjadi
kebiasaannya untuk membuat catatan dari semua perkara yang menarik hati."
Dengan agak malu, aku batuk-batuk kecil.
"Kalau mengenai itu," mulaiku, lalu terhenti.
Poirot duduk dengan tegak di kursinya. Matanya bersinar.
"Ya" Apa yang hendak kaukatakan?"
"Ya, sebenarnya aku pernah membaca beberapa karangan Kapten Hastings. Lalu aku
berpikir, mengapa aku tidak mencoba melakukannya juga" Sayang sekali rasanya
jika tidak melakukannya kesempatan yang begitu baiknya - mungkin ini satu-satunya kesempatan aku ?"mengalami kejadian seperti ini."
Kurasakan wajahku bertambah panas, dan ucapanku menjadi kurang jelas, tatkala
aku mengucapkan kata-kata tersebut.
Poirot melompat berdiri dari kursinya. Sejenak aku takut kalau-kalau ia akan
menciumku seperti caranya orang Perancis. Tetapi syukur, ia tidak melakukannya.
"Tetapi, apa yang kaulakukan itu baik sekali - kau telah mencatat kesan-kesanmu
mengenai perkara ini?"
Aku mengangguk. "Epatant!" seru Poirot. "Biarkan aku melihatnya - sekarang juga."
Aku belum siap menghadapi permintaan tiba-tiba semacam ini. Kuputar otakku,
mengingat-ingat hal-hal kecil tertentu.
"Mudah-mudahan kau tidak akan merasa tersinggung," aku berkata dengan gagap.
"Mungkin aku agak - menyinggung pribadi orang lain, kadang-kadang."
"Oh! Aku mengerti sepenuhnya; kau menganggapku bertingkah laku seperti seorang
badut - seperti, barangkali kadang-kadang agak gila-gilaan" Aku tidak peduli.
Hastings juga tidak selalu bersikap sopan. Aku, aku tidak menghiraukan hal-hal
kecil seperti itu." Tetapi dengan perasaan yang masih agak bimbang, aku membongkar laci meja tulisku
dan mengeluarkan setumpuk berkas yang agak berantakan. Kuserahkan berkas itu
padanya. Mengingat kemungkinan diterbitkannya tulisan itu di kemudian hari, maka
aku telah membaginya dalam beberapa bab. Dan malam sebelumnya, aku telah
mencantumkan juga catatan tentang kunjungan Nona Russell. Jadi sekarang Poirot
menerima dua puluh bab. Kutinggalkan Poirot dengan berkas itu.
Aku terpaksa harus pergi ke seorang pasien yang agak jauh tempat tinggalnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih tatkala aku tiba kembali di rumah.
Aku disambut dengan sepiring makan malam yang masih hangat yang disajikan di
atas nampan, dan pemberitahuan bahwa Poirot dan Caroline telah makan bersama
pada pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Kemudian Poirot pergi ke bengkelku
untuk menyelesaikan membaca catatanku.
"Aku harap, James," ujar kakakku, "kau telah berhati-hati mengutarakan sesuatu
tentang diriku dalam catatanmu itu?"
Aku ternganga. Aku sama sekali tidak berhati-hati.
"Tetapi hal ini tidak begitu penting," Caroline berkata, setelah melihat
ekspresi mukaku. "Tuan Poirot akan mengerti. Ia mengerti diriku jauh lebih baik
daripadamu." Aku masuk ke bengkelku. Poirot sedang duduk di dekat jendela. Catatanku
ditumpuknya dengan rapi di atas sebuah kursi di sisinya. Ditaruhnya tangannya di
atas tumpukan kertas itu lalu berkata,
"Eh bien," pujinya, "aku mengucapkan selamat padamu - karena kerendahan hatimu!"
"Oh!" seruku, agak terkejut.
"Dan karena sikapmu yang tidak banyak mulut," tambahnya.
"Oh!" teriakku lagi.
"Hastings tidak menulisnya seperti ini," temanku meneruskan. "Pada tiap halaman
banyak sekali digunakan kata 'aku'. Apa yang dipikirkannya, dan apa yang
dilakukannya. Tetapi kau - kautempatkan dirimu di balik layar. Hanya satu dua
kali saja pribadimu menonjol - katakan saja, dalam suasana rumah tangga."
Wajahku memerah melihat Poirot mengedipkan matanya.


Pembunuhan Atas Roger Ackroyd The Murder Of Roger Ackroyd Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana pendapatmu sesungguhnya tentang catatanku itu?" tanyaku dengan
gelisah. "Kau ingin mendengarkan pendapatku yang sebenarnya?"
"Ya." Poirot menghentikan kelakarnya.
"Catatanmu teliti dan cermat sekali," pujinya dengan ramah. "Kau telah mencatat
semua fakta-fakta dengan teliti dan tepat sekali - meskipun kau tidak banyak
menonjolkan dirimu dalam perkara ini."
"Dapatkah catatan itu menolongmu?"
"Ya. Boleh dikatakan, catatan itu telah menolongku banyak sekali. Mari, kita
harus pergi ke rumahku dan membuat persiapan untuk pertunjukan kecilku nanti."
Caroline sedang berada di gang. Rupanya ia sangat mengharapkan agar kami
mengundangnya untuk menemani kami. Poirot bertindak bijaksana sekali.
"Saya sebenarnya, ingin sekali mengundang Anda, mademoiselle," katanya dengan
menyesal, "tetapi saya rasa kehadiran Anda pada pertemuan ini kurang tepat.
Karena semua yang hadir dalam pertemuan malam ini, adalah mereka yang dicurigai.
Di antara mereka saya akan menemukan pembunuh Tuan Ackroyd."
"Kau sungguh-sungguh berpendapat begitu?" tanyaku dengan kurang percaya.
"Kulihat, kau tidak mempercayai omonganku," sahut Poirot dengan kering. "Kau
belum bisa menghargai Hercule Poirot sepenuhnya."
Ketika itu Ursula menuruni tangga.
"Kau sudah siap Anakku?" tanya Poirot. "Bagus. Kita akan berangkat ke rumahku
bersama-sama. Mademoiselle Caroline, percayalah pada saya, saya akan berusaha
sedapat-dapatnya untuk menolong Anda. Selamat sore."
Kami berangkat, meninggalkan Caroline seorang diri mengawasi kami di depan
pintu, bagaikan seekor anjing yang tidak boleh ikut berjalan-jalan.
Ruang duduk di The Larches sudah disiapkan. Di atas meja disediakan berbagai
macam siropes dan gelas-gelas. Dan juga sepiring biskuit. Beberapa buah kursi
dari ruangan lain, ditambahkan di ruang duduk.
Poirot mondar-mandir, mengatur ini dan itu. Ditariknya ke luar sebuah kursi di
sini, lalu mengubah posisi lampu di sana. Kadang-kadang ia membungkuk meluruskan
salah satu permadani yang menutupi lantai. Dan yang terutama sekali
diperhatikannya adalah penerangan ruangan itu. Lampu-lampu diatur sedemikian
rupa, sehingga menyinari bagian ruangan di mana kursi-kursi telah diatur untuk
para tamu, sedangkan bagian lain dari ruangan itu remang-remang. Di sanalah,
kukira Poirot akan duduk.
Ursula dan aku mengawasinya. Tak lama kemudian, bel berbunyi.
"Mereka sudah datang," ujar Poirot. "Bagus, semuanya sudah siap."
Pintu dibuka, dan rombongan dari Fernly masuk satu per satu, Poirot maju ke
depan untuk menyambut Nyonya Ackroyd dan Flora.
"Sungguh Anda baik hati sekali mau datang ke mari," sapanya. "Dan juga Mayor
Blunt dan Tuan Raymond."
Sekretaris itu tetap riang gembira seperti biasa.
"Apa maksudnya semua ini?" tegurnya sambil tertawa. "Sejenis mesin ilmiah"
Apakah kami akan mengenakan ban di pergelangan tangan, yang dapat mencatat detak
jantung orang yang bersalah" Memang ada penemuan seperti itu, bukan?"
"Memang pernah saya membacanya," Poirot mengakui. "Tetapi saya seorang yang
masih kolot. Saya menggunakan cara-cara yang kuno. Saya hanya menggunakan selsel kecil berwarna kelabu. Sekarang marilah kita mulai saja - tetapi sebelumnya
saya ingin mengumumkan sesuatu kepada Anda sekalian."
Poirot memegang tangan Ursula dan menarik gadis itu ke muka.
"Gadis ini adalah Nyonya Ralph Paton. Ia menikah dengan Ralph Paton bulan Maret
yang lalu." Nyonya Ackroyd berteriak tertahan.
"Ralph! Menikah! Bulan Maret yang lalu! Oh! tidak mungkin. Bagaimana mungkin ia
melakukannya?" Ia menatap Ursula seakan-akan belum pernah melihatnya sebelumnya.
"Menikah dengan Bourne?" tanyanya. "Sungguh, Tuan Poirot, saya tidak dapat
mempercayai ucapan Anda."
Wajah Ursula menjadi merah. Ia mulai berbicara, tetapi Flora mendahuluinya.
Dengan cepat ia berdiri di sisi Ursula, lalu menggandengnya.
"Janganlah kau merasa tersinggung, kalau kami terheran-heran," bujuknya.
"Karena, kau tahu, kami sama sekali tidak menduganya. Kau dan Ralph pintar
sekali menyimpan rahasia. Aku - girang sekali dengan pernikahanmu ini."
"Anda baik sekali, Nona Ackroyd," sahut Ursula dengan suara pelan, "dan Anda
berhak untuk merasa marah sekali. Ralph telah bertindak buruk sekali - terutama
terhadap Anda." "Tidak perlu kaupikirkan itu," jawab Flora, sambil menepuk lengan Ursula. "Ralph
merasa dirinya terpojok, lalu mengambil jalan satu-satunya yang masih terbuka.
Aku pun akan bertindak seperti itu, jika aku menjadi dia. Hanya kurasa,
sebenarnya ia dapat mempercayakan rahasianya ini kepadaku. Aku tidak akan
mengkhianatinya." Dengan perlahan Poirot mengetuk meja, lalu mendehem penuh arti.
"Rapat akan segera dimulai," sela Flora. "Tuan Poirot sudah memberi tanda bahwa
kita tidak boleh berbicara lagi. Tetapi katakanlah satu hal saja. Di mana Ralph
sekarang" Seharusnya kau mengetahuinya."
"Tetapi saya tidak tahu," ratap gadis itu. "Justru itu, saya tidak tahu, di mana
dia sekarang." "Bukankah ia ditahan di Liverpool?" tanya Raymond. "Berita di dalam surat kabar
mengatakan demikian."
"Ralph tidak di Liverpool," sela Poirot dengan pendek.
"Sebenarnya," selaku, "tak seorang pun tahu, di mana dia sekarang."
"Kecuali Hercule Poirot, bukan?" sindir Raymond.
Poirot menjawab kelakar Raymond dengan serius.
"Saya, saya mengetahui segala-galanya. Camkanlah."
Geoffrey Raymond mengangkat alisnya.
"Segala-galanya?" Ia bersiul. "Whew! Itu suatu pernyataan yang hebat sekali."
"Apakah kau mau mengatakan, bahwa kau sungguh-sungguh dapat menebak di mana
Ralph bersembunyi?" tanyaku dengan kurang percaya.
"Kau menggunakan kata menebak. Tetapi aku mengatakan, mengetahui, Kawan."
"Di Cranchester?" tebakku.
"Tidak," sahut Poirot serius, "bukan di Cranchester."
Poirot tidak berkata-kata lagi, tetapi satu gerakan daripadanya membuat yang
hadir segera duduk di tempatnya masing-masing. Tatkala mereka baru saja duduk,
pintu sekali lagi dibuka, dan dua orang masuk lalu duduk dekat pintu. Mereka
adalah Parker dan si pengatur rumah tangga.
"Sekarang lengkap sudah," ujar Poirot. "Semua sudah hadir sekarang."
Rasa puas terbayang dalam suaranya, tetapi sebaliknya kepuasan itu menimbulkan
rasa gelisah pada wajah mereka yang berkumpul di bagian lain dari ruangan itu.
Keadaan ini menimbulkan kesan, bagaikan suatu jebakan yang sudah menutup dengan
rapat. Dengan sikap yang penting Poirot membaca dari sebuah daftar.
"Nyonya Ackroyd, Nona Flora Ackroyd, Mayor Blunt, Tuan Geoffrey Raymond, Nyonya
Ralph Paton, John Parker, Elizabeth Russell."
Ditaruhnya kertas itu di atas meja.
"Apa maksudnya semua ini?" tanya Raymond,
"Daftar yang baru saja saya bacakan tadi," sahut Poirot, "adalah daftar dari
orang-orang yang dicurigai. Setiap orang yang hadir di sini mempunyai kesempatan
untuk membunuh Tuan Ackroyd - "
Sambil menjerit Nyonya Ackroyd melompat bangun.
"Saya tidak menyukai semua ini," tangisnya. "Saya tidak senang. Saya mau
pulang." "Anda tidak boleh pulang, madame," tegur Poirot dengan keras, "sebelum Anda
mendengar apa yang hendak saya katakan."
Poirot berhenti sebentar, lalu berdehem membersihkan tenggorokannya.
"Saya akan mulai dari permulaan. Tatkala Nona Ackroyd minta kepada saya untuk
menyelidiki perkara ini, saya lalu pergi bersama Dokter Sheppard yang baik ini
ke Fernly Park. Saya berjalan-jalan bersamanya sepanjang teras, di mana pada
saya diperlihatkan tapak-tapak kaki pada pinggiran jendela. Dari sana Inspektur
Raglan mengajak saya berjalan sepanjang jalan kecil yang menuju jalan mobil.
Mata saya tertarik pada sebuah pondok kecil. Saya lalu memeriksanya dengan
teliti. Di sana saya temukan dua benda - secarik kain yang dikanji, dan sebuah
pena bulu angsa yang kosong. Sobekan kain itu segera mengingatkan saya akan
celemek seorang pembantu. Tatkala Inspektur Raglan memperlihatkan pada saya
daftar penghuni rumah Ackroyd, saya langsung melihat bahwa salah satu dari
antara pembantu - Ursula Bourne - tidak mempunyai alibi yang kuat. Menurut
ceritanya sendiri, ia berada di kamar tidurnya dari pukul setengah sepuluh
sampai pukul sepuluh. Tetapi bagaimana, andaikata ketika itu ia sedang berada di
pondok kecil" Kalau memang begitu, maka ia pergi ke sana untuk menemui
seseorang. Dan dari Dokter Sheppard kami dengar, bahwa memang ada seorang luar
datang ke rumah Tuan Ackroyd pada malam itu - yaitu, orang asing yang
dijumpainya di luar pagar. Sepintas lalu, tampaknya perkara ini sudah ditemukan
pemecahannya. Orang asing itu pergi ke pondok kecil untuk menemui Ursula Bourne.
Dan juga dapat dipastikan, orang itu pergi ke pondok kecil karena persoalan pena
bulu angsa itu. Pikiran saya langsung tertuju kepada seorang morfinis - seorang
yang menjadi pecandu narkotik ketika ia berada di seberang Lautan Atlantik. Di
sana menyedot 'salju' lebih lazim daripada di kota ini. Dan orang yang Dokter
Sheppard jumpai itu mempunyai aksen Amerika. Jadi hal ini cocok sekali dengan
teori tentang cara pemakaian narkotik itu.
"Tetapi satu soal masih tetap menyusahkan saya. Waktunya tidak cocok. Ursula
Bourne tidak mungkin pergi ke pondok kecil, sebelum pukul setengah sepuluh,
sedangkan orang itu mestinya sudah tiba di sana pada pukul sembilan lewat
beberapa menit. Tentu saja kemungkinan ada bahwa orang itu menantikannya selama
setengah jam. Dugaan lain adalah, telah terjadi dua pertemuan yang berlainan di
pondok kecil pada malam itu. Eh bien, tatkala saya mencoba mencari keterangan
mengenai dugaan ini, saya menemukan beberapa fakta yang berarti. Saya memperoleh
keterangan bahwa Nona Russell, si pengatur rumah tangga, telah mengunjungi
Dokter Sheppard pagi itu. Dan Nona Russell telah menunjukkan perhatian yang
besar akan pengobatan bagi para korban narkotika. Mengingat hal ini serta
menghubungkannya dengan pena bulu angsa itu, saya menarik kesimpulan bahwa,
orang asing itu datang ke Fernly untuk menemui si pengatur rumah tangga dan
bukan Ursula Bourne. Lalu, siapa yang dijumpai Ursula Bourne di pondok kecil
itu" Saya tidak usah ragu-ragu terlalu lama. Mula-mula saya temukan sebentuk
cincin - sebentuk cincin kawin - dengan tulisan 'Dari R' serta tanggalnya di
sebelah dalam. Kemudian saya dengar bahwa Ralph telah kelihatan berjalan menuju
ke pondok kecil, pada pukul sembilan lewat dua puluh lima menit. Dan saya juga
telah mendengar tentang percakapan di hutan dekat desa ini, pada sore itu juga antara Ralph Paton dengan seorang gadis yang tidak dikenal. Maka saya memperoleh
fakta-fakta lagi yang datang secara beruntun, rapi dan teratur. Suatu perkawinan
rahasia, pertunangan yang diumumkan pada hari tragedi itu, percakapan yang
tegang di dalam hutan dan pertemuan di pondok kecil malam itu.
"Secara kebetulan kejadian ini membuktikan pada saya, bahwa baik Ralph maupun
Ursula Bourne (atau Paton) mempunyai alasan yang terkuat untuk menginginkan
kematian Ackroyd. Dan karena hal ini di luar dugaan saya, maka satu hal lagi
menjadi jelas pula. Yaitu, orang yang berada bersama Ackroyd di kamar kerja pada
pukul sembilan lewat tiga puluh menit, tidaklah mungkin Ralph Paton.
"Lalu sampailah kita pada aspek lain yang paling menarik dalam perkara ini.
Siapakah yang bersama Tuan Ackroyd pada pukul setengah sepuluh" Bukan Ralph
Paton. Sebab pada saat itu Ralph sedang bersama istrinya di pondok kecil. Juga
bukan Charles Kent, yang sudah meninggalkan tempat itu. Lalu siapa orang itu"
Saya ajukan pertanyaan yang paling cerdik - dan paling berani: Adakah seseorang
bersamanya?" Poirot membungkuk ke depan dan menambahkan ucapannya yang terakhir ini kepada
kami dengan penuh rasa kemenangan. Kemudian ia bersandar ke belakang dengan
sikap seperti orang yang baru saja telah melakukan suatu tembakan yang jitu.
Tetapi Raymond tampaknya tidak terpengaruh, dan mengajukan suatu protes yang
lemah. "Saya tidak tahu apakah Anda menganggap saya seorang pembohong. Tuan Poirot.
Tetapi hal ini tidak tergantung pada kesaksian saya saja - kecuali mungkin
tentang keterangan yang saya berikan, mengenai kata-kata yang digunakan Tuan
Ackroyd tepatnya. Ingat, Mayor Blunt juga mendengar suara Ackroyd yang sedang
berbicara dengan seseorang. Ia sedang merokok di teras luar dan tidak dapat
mendengar dengan jelas. Tetapi ia telah mendengar suara-suara itu dengan nyata."
Poirot mengangguk. "Saya tidak lupa," jawabnya dengan tenang. "Tetapi Mayor Blunt menyangka bahwa
kaulah yang sedang berbicara dengan Tuan Ackroyd."
Raymond tampak terkejut sesaat. Tetapi ia dapat menguasai dirinya kembali.
"Sekarang Blunt menyadari bahwa ia salah sangka," jawabnya.
"Tepat," jawab Blunt.
"Tetapi mustinya ia mempunyai alasan untuk menyangka begitu," katanya sambil
merenung. "Oh! bukan," protesnya sambil mengangkat tangannya. "Saya tahu alasan
yang akan Anda kemukakan itu - tetapi itu tidak cukup. Kita harus mencari lagi
di tempat lain. Saya akan menerangkannya dengan cara lain. Sejak permulaan
perkara ini, saya selalu memikirkan satu hal - yaitu jenis kata-kata yang
didengar oleh Tuan Raymond. Saya heran karena tidak seorang pun mengemukakan
pendapatnya atas pemilihan kata-kata itu - karena tidak seorang pun
menganggapnya janggal."
Poirot berhenti sebentar, kemudian mengutip dengan pelan:
".... tuntutan-tuntutan terhadap dompetku demikian seringnya akhir-akhir ini,
sehingga tidak mungkin rasanya bagiku untuk menuruti permintaanmu. Apakah kalian
tidak menyadari kalau kalimat itu janggal?"
"Saya kira tidak," jawab Raymond. "Ia sering mendikte surat-surat kepada saya,
dan hampir selalu memakai kata-kata tersebut."
"Tepat sekali," teriak Poirot. "Itulah keterangan yang saya cari. Tetapi apakah
seseorang akan menggunakan ucapan itu bila bercakap-cakap dengan orang lain"
Tidak masuk akal kalau ucapan itu merupakan sebagian dari suatu percakapan yang
sesungguhnya. Tetapi seandainya ia mendikte surat - "
"Maksud Anda, ia membaca sebuah surat dengan suara keras," sahut Raymond dengan
lambat. "Kalau begitu, ia membacakan surat itu kepada orang lain."
"Tetapi untuk apa" Kita tidak mempunyai bukti bahwa ada orang lain bersama
Ackroyd di dalam ruangan itu. Ingat, tidak ada suatu orang lain yang terdengar,
kecuali suara Tuan Ackroyd."
"Tetapi orang pasti tidak akan membaca surat dengan suara keras pada dirinya
sendiri - kecuali ia - yah - mulai sinting."
"Kalian melupakan satu hal," tegur Poirot dengan pelan. "Yaitu kalian melupakan
orang asing yang datang berkunjung pada hari Rabu sebelumnya."
Mereka semua memandang kepadanya.
"Betul," ujar Poirot sambil mengangguk meyakinkan, "pada hari Rabu. Orang muda
itu sendiri, tidaklah penting. Tetapi perusahaan yang diwakilinya menarik
perhatian saya." "Perusahaan dictaphone itu," seru Raymond sambil menahan napas. "Saya mengerti
sekarang. Sebuah dictaphone. Itukah yang Anda pikirkan?"
Poirot mengangguk. "Ingat, Tuan Ackroyd berjanji untuk membeli sebuah dictaphone. Dan saya karena
rasa ingin tahu, menanyakannya pada perusahaan tersebut. Jawabannya adalah, Tuan
Ackroyd memang membeli sebuah dictaphone dari wakil mereka. Tetapi mengapa ia
menyembunyikan kenyataan itu terhadap Anda. Saya sungguh-sungguh tidak
mengerti." "Mungkin ia bermaksud membuat suatu surprise untuk saya," gumam Raymond. "Beliau
seperti anak kecil. Ia senang sekali membuat surprise untuk orang lain.
Maksudnya mungkin, untuk menyembunyikan pembelian ini selama satu dua hari.
Mungkin juga ia bermain dengan barang itu seakan-akan barang itu adalah sebuah
mainan baru. Benar, cocok sekali. Anda benar - tidak seorang pun akan
menggunakan ucapan itu dalam percakapan biasa."
"Hal ini menerangkan juga," sahut Poirot, "mengapa Mayor Blunt menduga, bahwa
Andalah yang berada di kamar kerja. Apa yang didengarnya merupakan cukilancukilan dari sebuah pendiktean. Jadi tanpa disadari ia langsung menarik
kesimpulan bahwa Andalah yang berada bersama Ackroyd. Sedangkan pikirannya yang
sadar sedang memikirkan sesuatu yang lain sama sekali - yaitu bayangan putih
yang dilihatnya, yang disangkanya adalah bayangan Nona Ackroyd. Tetapi
sebenarnya, yang dilihatnya adalah celemek putih Ursula Bourne, ketika gadis itu
pergi ke pondok kecil dengan sembunyi-sembunyi."
Raymond telah mengatasi keheranannya yang mula-mula.
"Meskipun begitu," ujarnya, "penemuan Anda ini, betapapun hebatnya (saya yakin,
saya tidak akan bisa menduganya), tidak mengubah keadaan yang sebenarnya. Tuan
Ackroyd masih hidup pukul setengah sepuluh, karena pada waktu itu ia masih
berbicara ke dalam dictaphone-nya. Dan sudah jelas kalau pemuda Charles Kent itu
sudah meninggalkan Fernly pada saat itu. Dan tentang Ralph Paton - ?"
Raymond bimbang lalu melirik pada Ursula.
Wajah gadis itu memerah. Lalu ia menjawab dengan mantap.


Pembunuhan Atas Roger Ackroyd The Murder Of Roger Ackroyd Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ralph dan saya berpisah beberapa menit sebelum pukul sepuluh kurang seperempat.
Ia sama sekali tidak pergi ke rumah induk. Saya yakin sekali akan hal ini. Ia
sama sekali tidak berniat untuk berbuat begitu. Ia sama sekali tidak ingin
bertemu dengan ayah tirinya. Karena pertemuan dengan ayah tirinya hanya akan
memperburuk sama sekali situasi yang sudah sedemikian gawatnya."
"Sesaat pun saya sama sekali tidak meragukan cerita Anda," Raymond menerangkan.
"Selama ini saya selalu yakin kalau Kapten Paton sama sekali tidak bersalah.
Tetapi kita harus memikirkan pengadilan yang akan diadakan - dan pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan. Ralph berada dalam posisi yang sungguh tidak
menguntungkan. Andaikata saja ia mau keluar dari persembunyiannya - "
Poirot memotong ucapannya.
"Itu nasihat Anda, bukan" Bahwa Kapten Paton harus keluar dari
persembunyiannya?" "Tentu saja. Kalau Anda tahu, di mana ia sekarang - "
"Saya rasa Anda masih belum percaya, bahwa saya mengetahuinya. Meskipun saya
telah mengatakan pada Anda, bahwa saya mengetahui segala sesuatu. Yaitu
misalnya, cerita yang sebenarnya tentang panggilan telepon itu, atau jejak-jejak
sepatu di pinggir jendela, dan tentang tempat persembunyian Ralph Paton - "
"Di mana dia?" tanya Blunt tajam.
"Tidak begitu jauh dari sini," sahut Poirot tersenyum.
"Di Cranchester?" tanyaku.
Poirot berpaling kepadaku.
"Kau selalu menanyakan itu. Pikiran tentang Cranchester sudah menjadi suatu id?e
fix? bagimu. Bukan, ia tidak di Cranchester. Ia ada di - sana!"
Dengan dramatis telunjuknya menunjuk ke satu arah. Semua yang hadir menoleh.
Ralph Paton sedang berdiri di ambang pintu.
Bab 24 CERITA RALPH PATON SAAT itu sangatlah tidak menyenangkan bagiku. Hampir-hampir aku tidak
memperhatikan apa yang terjadi kemudian. Terdengar seruan dan teriakan
keheranan! Ketika aku sudah dapat menguasai diri lagi dan menyadari apa yang
telah terjadi, kulihat Ralph Paton berdiri dekat isterinya. Tangannya
menggenggam tangan isterinya, dan ia sedang tersenyum kepadaku dari seberang
ruangan. Poirot juga tersenyum, dan pada saat yang sama menggoyangkan jari telunjuknya
padaku. "Bukankah aku sudah mengatakan, paling sedikit tiga puluh enam kali, bahwa tidak
ada gunanya menyembunyikan sesuatu terhadap Hercule Poirot?" tuntutnya. "Bahwa
aku akan mengetahuinya juga dalam perkara serupa ini?"
Poirot berpaling kepada yang lain.
"Pada suatu hari, masih ingatkah kalian, kita mengadakan suatu pertemuan. Kita
duduk mengelilingi meja - hanya kita berenam. Saya menuduh lima hadirin yang
lain, menyembunyikan rahasianya. Tetapi Dokter Sheppard tidak mau menceritakan
rahasianya. Dan selama ini saya memang sudah menaruh curiga. Dokter Sheppard
pergi ke Three Boars malam itu dengan harapan dapat menemukan Ralph. Ia tidak
menjumpainya di sana, tetapi saya berkata pada diri sendiri, bagaimana andaikata
Dokter Sheppard bertemu dengannya di tengah jalan, dalam perjalanan pulang"
Dokter Sheppard adalah teman Kapten Paton. Dan Dokter Sheppard datang langsung
dari tempat pembunuhan itu dilakukan. Ia pasti tahu, kalau keadaan bagi Ralph
tampaknya buruk sekali. Bahkan mungkin Dokter Sheppard mengetahui lebih banyak
dari orang lain - " "Memang betul," kuakui dengan menyesal. "Aku rasa, sebaiknya aku menceritakan
segala-galanya sekarang. Sore itu aku mengunjungi Ralph. Mula-mula ia menolak
menceritakan rahasianya padaku. Tetapi kemudian ia menceritakan padaku tentang
perkawinannya dan kesulitannya. Segera setelah pembunuhan itu diketahui,
kecurigaan orang pasti akan tertuju kepada Ralph - atau, kalau tidak, kepada
gadis yang dicintainya. Malam itu kubeberkan fakta-fakta ini di hadapannya. Dan
kemungkinan ia diharuskan memberikan kesaksian yang merugikan isterinya,
membuatnya bertekad bulat untuk - untuk - - "
Aku ragu-ragu sebentar, lalu Ralph segera menyelesaikan kalimatku.
"Untuk menghilang," sambungnya dengan jujur. "Karena, Ursula meninggalkan saya
dan kembali lagi ke rumah induk. Dan saya pikir, mungkin ia mencoba mengadakan
pembicaraan lagi dengan ayah tiri saya. Dan sore itu, beliau sudah bersikap
kasar sekali terhadap isteri saya. Kemudian timbul pikiran dalam diri saya,
bahwa mungkin sekali ayah tiri saya telah menghinanya lagi dengan cara yang
begitu rupa - dengan cara yang tidak dapat diampuninya - sehingga tanpa
disadarinya - " Ralph tidak meneruskan kalimatnya. Ursula melepaskan tangannya dari genggaman
Ralph dan mundur beberapa langkah.
"Kau menyangka demikian, Ralph! Kau sungguh mengira bahwa aku yang
melakukannya?" "Marilah kita kembali lagi kepada tingkah Dokter Sheppard yang tercela itu,"
sela Poirot dengan nada kering. "Dokter Sheppard menyetujui untuk menolongnya.
Ia berhasil menyembunyikan Kapten Paton dari incaran polisi."
"Di mana?" tanya Raymond. "Di rumahnya sendiri?"
"Ah, tentu saja tidak," sahut Poirot. "Anda harus mengajukan pertanyaan itu pada
diri sendiri, seperti yang juga telah kulakukan. Kalau Dokter yang baik itu
menyembunyikan laki-laki muda itu, lalu tempat manakah yang akan dipilihnya" Dan
tempat itu pasti tidak jauh dari sini. Saya menduga Cranchester. Di sebuah
hotelkah" Tidak. Penginapan" Bahkan lebih tidak mungkin lagi. Lalu di mana" Ah!
Saya tahu. Suatu panti asuhan. Suatu panti asuhan bagi mereka yang pikirannya
terganggu. Saya lalu mencoba kebenaran teori ini. Saya ciptakan seorang
keponakan yang terganggu jiwanya. Saya menanyakan Nona Sheppard tentang pantipanti asuhan yang baik. Ia memberikan saya alamat dari dua panti asuhan yang
baik dekat Cranchester, di mana saudara laki-lakinya pernah mengirim beberapa
pasiennya. Saya lalu mencari keterangan. Benar, pada salah satu panti asuhan,
seorang pasien diantarkan oleh Dokter sendiri pada hari Sabtu, pagi-pagi sekali.
Pasien itu dengan mudah saya kenali sebagai Kapten Ralph Paton, meskipun ia
menggunakan nama lain. Setelah memenuhi beberapa formalitas yang diperlukan,
saya diijinkan untuk membawanya pergi. Ia tiba di rumah saya, kemarin pagi-pagi
sekali." Aku memandang Poirot dengan menyesal.
"Itu dia, ahli dari kantor pusat, dugaan Caroline," gumamku. "Dan aku tidak
pernah menduganya!" "Kau mengerti sekarang, mengapa aku menekankan perhatianmu pada sifatmu yang
suka menarik diri dalam catatanmu itu," gumam Poirot. "Sampai sekarang,
catatanmu itu benar semua - tetapi kejujuranmu itu tidak berlangsung lama,
bukankah begitu, Kawan?"
Aku tidak dapat membantahnya.
"Dokter Sheppard telah bersikap setia sekali," ujar Ralph. "Ia mendampingi saya
terus-menerus. Ia bertindak untuk kebaikan saya. Sekarang setelah mendengarkan
penjelasan Tuan Poirot, saya baru menyadari, kalau tindakannya itu sebenarnya
kurang tepat. Seharusnya saya keluar dan menghadapi semua ini. Karena, tahukah
Anda, dalam panti asuhan itu kami tidak pernah melihat satu helai surat kabar
pun. Saya tidak tahu apa yang terjadi di luar."
"Dokter Sheppard sungguh dapat menyimpan rahasia dengan baik," sindir Poirot
dengan nada kering. "Tetapi saya, saya menemukan semua rahasia kecil itu. Dan
memang ini sudah menjadi tugas saya."
"Sekarang kita bisa mendengarkan ceritamu tentang kejadian pada malam itu," sela
Raymond dengan sikap tidak sabar.
"Kau sudah mengetahuinya," sahut Ralph. "Hanya sedikit sekali yang perlu
kutambahkan. Aku meninggalkan pondok kecil pada sekitar pukul sepuluh kurang
seperempat. Aku berjalan mondar-mandir memikirkan tindakan apa yang harus
kuambil berikutnya - dan bagaimana aku harus bersikap. Aku harus mengakui, bahwa
aku sama sekali tidak mempunyai alibi. Tetapi aku bersumpah, bahwa aku sama
sekali tidak pergi ke kamar kerja malam itu. Dan aku sama sekali tidak melihat
ayah tiriku, dalam keadaan hidup - maupun mati. Apa pun anggapan dunia luar,
tetapi aku harap kalian percaya ucapanku ini."
"Tidak ada alibi," bisik Raymond. "Kurang begitu baik, tampaknya. Sudah tentu
aku percaya padamu. Tetapi keadaannya - tetap buruk."
"Tetapi keterangan Kapten Paton membuat perkara ini sederhana sekali," ujar
Poirot dengan gembira. "Sungguh sangat sederhana."
Kami semua mengawasinya. "Anda sekalian mengerti apa yang kumaksudkan" Tidak" Hanya ini saja - untuk
menyelamatkan Kapten Paton, pembunuh yang sebenarnya harus mengaku."
Poirot tersenyum kepada kami semua.
"Benar - saya bersungguh-sungguh. Sekarang, lihat saja, saya tidak mengundang
Inspektur Raglan untuk menghadiri rapat ini. Karena saya mempunyai alasan saya
sendiri. Saya tidak mau menceritakan kepadanya, apa yang saya ketahui - setidaktidaknya, saya tidak mau menceritakannya malam ini."
Poirot membungkuk ke depan. Dan sekonyong-konyong suara dan seluruh
kepribadiannya berubah. Sikapnya menjadi sangat berbahaya, dan penuh ancaman.
"Aku yang sedang berbicara kepadamu - Aku tahu pembunuh Tuan Ackroyd ada di
dalam ruangan ini sekarang. Kepadanyalah aku berbicara. Besok kejadian yang
sebenarnya akan diberitahukan kepada Inspektur Raglan. Kau mengerti?"
Keadaan dalam ruangan itu sepi dan tegang sekali. Lalu di dalam kesepian itu
masuklah wanita tua dari Breton itu, dengan sehelai telegram di atas baki.
Poirot menyobek amplopnya.
Tiba-tiba suara Blunt yang keras memecah keheningan.
"Anda katakan, bahwa pembunuhnya ada di antara kita" Tahukah Anda - yang mana?"
Poirot selesai membaca telegramnya, lalu meremasnya.
"Saya tahu - sekarang."
Ditepuknya gumpalan kertas itu.
"Apa itu?" tanya Raymond dengan tajam.
"Suatu radio telegram - dari sebuah kapal laut yang sekarang dalam perjalanan ke
Amerika." Ruangan sunyi senyap. Poirot bangkit berdiri dan membungkuk kepada hadirin.
"Messieurs et mesdames, reuni kecil saya ini sudah selesai. Ingat - kejadian
yang sebenarnya akan diberitahukan kepada Inspektur Raglan, besok pagi."
Bab 25 SELURUH KEBENARAN SEBUAH gerakan kecil dari Poirot menahanku, agar tidak ikut pulang dengan yang
lain. Aku menuruti kemauannya. Aku melangkah ke tempat perapian, dan sambil
merenung mengorek kayu bakar yang besar-besar di dalamnya dengan ujung sepatuku.
Aku agak bingung. Untuk pertama kalinya, aku sungguh-sungguh tidak dapat
menyelami maksud Poirot. Untuk sesaat aku berpikir, bahwa kejadian yang baru
saja kusaksikan itu adalah suatu adegan membual yang luar biasa. Poirot telah
menjalankan apa yang dinamakannya sendiri, 'bermain sandiwara', dengan maksud
membuat dirinya menarik dan penting. Tetapi entah bagaimana, aku terpaksa
menduga, bahwa ada sesuatu kebenaran di balik semua ini. Kata-katanya penuh
ancaman - suatu tekad yang tidak dapat ditawar lagi. Tetapi aku tetap berpikir
bahwa ia ada di jalan yang salah.
Setelah pintu tertutup di belakang tamu yang terakhir, Poirot datang ke tempat
perapian. "Bagaimana, Kawan," tanyanya dengan tenang, "dan bagaimana pendapatmu tentang
semua ini?" "Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan," jawabku dengan jujur. "Apa maksudnya
semua ini" Mengapa kau tidak pergi langsung ke Inspektur Raglan dan
memberitahukan kepadanya kejadian yang sebenarnya, daripada memberikan
peringatan panjang lebar kepada si pembunuh?"
Poirot duduk, lalu mengeluarkan tempat rokok dari Rusia, yang berisikan rokokrokok kecil. Selama satu dua menit ia merokok dengan berdiam diri. Lalu ia
berkata, "Pakailah sel-sel kecilmu yang berwarna kelabu itu," ia menganjurkan. "Setiap
tindakanku selalu ada alasannya."
Aku bimbang sejenak, lalu berkata dengan lambat,
"Yang pertama sekali timbul dalam pikiranku adalah, kau sendiri tidak tahu siapa
orang yang bersalah itu. Tetapi kau yakin akan menemukannya di antara mereka
yang hadir malam ini. Maka kata-katamu itu dimaksudkan untuk memaksa si pembunuh
yang belum diketahui identitasnya itu, supaya mengaku."
Poirot mengangguk dengan senang.
"Gagasan yang cerdik, tetapi tidak benar."
"Aku pikir, barangkali kau memaksanya untuk mempercayai, bahwa kau mengetahui
siapa pembunuhnya. Dengan demikian kau mengharapkan supaya ia memperlihatkan
diri - meskipun tidak melalui pengakuan. Ia barangkali akan mencoba untuk
menutup mulutmu, sebagaimana ia sebelumnya juga telah menutup mulut Tuan Ackroyd
- sebelum kau dapat bertindak besok pagi."
"Sebuah jebakan dengan diriku sendiri sebagai umpannya! Merci, mon ami, tetapi
aku kurang mempunyai keberanian untuk itu."
"Kalau begitu, aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Apakah kau tidak mengambil
risiko membiarkan pembunuhnya lolos, dengan caramu memperingatkan terlebih
dahulu?" Poirot menggelengkan kepalanya.
"Ia tidak mungkin lolos," ujarnya dengan pasti. "Hanya ada satu jalan keluar dan jalan itu tidak menuju ke kemerdekaan."
"Sungguhkah kau mengira, bahwa salah satu yang hadir malam ini ialah pelaku
pembunuhan itu?" tanyaku dengan tidak percaya.
"Benar, Kawan."
"Yang mana?" Selama beberapa menit kami berdiam diri. Lalu Poirot melemparkan puntung
rokoknya ke dalam perapian. Kemudian ia mulai berbicara dengan suara yang
tenang, sambil merenung. "Kau akan kuajak melewati jalan yang telah kulalui. Kau akan menemaniku langkah
demi langkah. Dan kau akan melihat sendiri, bahwa tidak dapat disangkal lagi,
semua fakta-fakta menunjuk kepada satu orang.
"Sekarang kita mulai saja dengan dua buah kenyataan, dan sedikit perbedaan dalam
waktu, yang terutama sekali menarik perhatianku. Fakta yang pertama adalah
panggilan telepon itu. Jika memang Ralph Paton pembunuhnya, maka panggilan
telepon itu akan sama sekali tidak berarti dan tidak masuk akal. Karena itu, aku
berkata pada diri sendiri, Ralph Paton bukanlah pembunuhnya.
"Aku telah mencari keterangan dan mendapat kepastian, bahwa panggilan telepon
itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang penghuni rumah itu. Tetapi aku tetap
berpendirian bahwa aku harus mencari pembunuhnya di antara mereka yang hadir
pada malam yang naas itu. Maka aku menarik kesimpulan. Panggilan telepon itu
telah dilakukan oleh seorang kaki tangan pembunuh. Aku merasa kurang puas dengan
kesimpulan ini. Tetapi untuk sementara kubiarkan saja.
"Selanjutnya aku mulai memikirkan alasan untuk panggilan telepon itu. Dan ini
yang sukar. Aku hanya dapat menilainya setelah melihat akibatnya. Yaitu pembunuhan itu diketahui pada malam itu juga. dan tidak - melihat kemungkinan
yang lebih besar - baru keesokan harinya. Kau menyetujui penjelasanku ini?"
"Y - ya," aku mengiakan. "Ya. Seperti telah kaukatakan, setelah Tuan Ackroyd
memberikan perintah agar ia tidak diganggu lagi, maka rasanya tidak ada orang
yang akan pergi ke kamar kerja malam itu."
"Tres bien. Perkara ini berjalan dengan baik, bukan" Tetapi ada beberapa soal
yang masih kurang jelas. Apa keuntungannya jika pembunuhan itu diketahui pada
malam itu juga, daripada keesokan harinya" Hanya satu jawaban yang dapat
kupikirkan. Si pembunuh yang tahu terlebih dahulu bilamana kejahatan itu akan
diketahui, dapat memastikan dirinya untuk hadir pada saat pintu itu dibuka
dengan paksa - atau sedikit-dikitnya segera sesudahnya. Dan sekarang kita tiba
pada fakta yang kedua - kursi yang ditarik ke luar menjauhi dinding. Inspektur
Raglan mengesampingkannya sebagai sesuatu yang tidak penting. Sebaliknya aku
selalu menganggapnya sebagai sesuatu yang paling penting.
"Dalam catatanmu, kau telah menggambarkan sebuah denah kecil yang teliti sekali
dari kamar kerja Ackroyd. Kalau kau ada membawanya serta pada saat ini, kau akan
melihat - seandainya kursi yang ditarik ke luar tadi sesuai dengan posisi yang
diterangkan oleh Parker - maka letak kursi itu akan tepat sekali di antara pintu
dan jendela." "Jendela!" teriakku dengan cepat.
"Kau juga berpikir seperti aku, pada permulaannya. Aku membayangkan bahwa kursi
itu sengaja ditarik ke luar, agar sesuatu yang berhubungan dengan jendela, tidak
akan terlihat oleh orang yang masuk melalui pintu. Tetapi aku segera membuang
pikiran ini. Karena, meskipun kursi itu besar dengan sandaran yang tinggi,
tetapi kursi itu hanya menutupi sebagian kecil saja dari jendela - hanya bagian
antara tali gorden dan lantai. Tidak, mon ami - tetapi ingat, tepat di depan
jendela ada meja kecil, dengan buku-buku dan majalah-majalah di atasnya. Nah,
meja itu sama sekali tersembunyi di belakang kursi yang ditarik ke luar itu dan bayangan tentang duduknya perkara yang sebenarnya, meskipun masih agak
samar, mulai timbul dalam diriku.
"Seandainya ada sesuatu di atas meja itu yang tidak boleh dilihat oleh orang
lain" Sesuatu yang ditaruh di sana oleh si pembunuh" Tetapi aku masih belum


Pembunuhan Atas Roger Ackroyd The Murder Of Roger Ackroyd Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat meraba benda apa 'sesuatu' itu. Misalnya, benda itu tidak dapat dibawa
serta oleh si pembunuh, setelah ia melakukan kejahatan itu. Tetapi sebaliknya,
benda itu harus dipindahkan secepat mungkin, segera setelah pembunuhan itu
diketahui. Maka datanglah panggilan telepon itu, dan juga kesempatan bagi si
pembunuh untuk hadir ketika tubuh korban ditemukan.
"Nah, empat orang berada di tempat pembunuhan, sebelum polisi datang. Kau
sendiri, Parker, Mayor Blunt dan Tuan Raymond. Parker segera kukesampingkan,
karena pada pukul berapa pun pembunuhan itu diketahui, ia satu-satunya orang
yang pasti akan berada di tempat tersebut. Selain itu, dia pulalah yang
memberitahukanku tentang kursi yang ditarik ke luar itu. Maka Parker, bebas
(yaitu dari pembunuhan. Tetapi aku masih tetap berpendapat adanya kemungkinan,
bahwa dialah yang memeras Nyonya Ferrars.) Tetapi Raymond dan Blunt tetap
dicurigai. Karena andaikata kejahatan ini baru diketahui keesokan harinya, maka
kemungkinan ada mereka sengaja datang terlambat di tempat kejadian, untuk
menghindarkan barang di atas meja bundar itu ditemukan orang.
"Nah, benda apakah itu" Kaudengar apa yang kukatakan malam ini tentang sebagian
pembicaraan yang terdengar oleh Raymond" Begitu aku mendengar tentang kunjungan
seorang wakil perusahaan dictaphone, maka pikiran tentang dictaphone mulai
berakar dalam otakku. Kau dengar ucapanku di dalam ruangan ini, belum ada
setengah jam yang lalu" Mereka semua setuju dengan teoriku - tetapi satu fakta
yang paling penting lolos dari perhatian mereka. Anggap saja, Tuan Ackroyd
memang menggunakan dictaphone pada malam itu - lalu, mengapa kita tidak bisa
menemukan dictaphone itu di sana?"
"Aku tidak pernah memikirkannya," kuakui.
"Kita tahu bahwa sebuah dictaphone telah dikirimkan kepada Tuan Ackroyd. Tetapi
di antara barang-barangnya tidak ditemukan sebuah dictaphone. Maka, seandainya
ada sesuatu yang diambil dari meja di muka jendela itu - kemungkinan besar, yang
diambil adalah dictaphone itu. Lalu timbul beberapa kesulitan. Perhatian semua
orang, tentu saja tertumpah pada korban pembunuhan itu. Jadi kurasa, setiap
orang dapat pergi ke meja itu tanpa diketahui yang lain. Tetapi, sebuah
dictaphone mempunyai ukuran tertentu - benda itu tidak dapat diselipkan begitu
saja ke dalam saku. Mesti ada sebuah tas atau sesuatu tempat yang dapat memuat
barang itu. "Kaulihat ke mana tujuanku" Gambaran dari pembunuh itu sudah mulai berbentuk.
Yaitu, ia seorang yang berada di tempat kejadian, segera setelah pembunuhan itu
diketahui. Tetapi orang itu tidak akan berada di tempat kejadian, jika
pembunuhan itu baru diketahui keesokan harinya. Ia seorang yang membawa tas, ke
dalam mana dictaphone itu dapat dimasukkan - "
Aku memotong uraiannya. "Tapi mengapa ia harus menyingkirkan dictaphone itu" Apa alasannya?"
"Kau seperti Tuan Raymond. Kau menerima begitu saja, bahwa suara yang didengar
pada pukul setengah sepuluh adalah suara Tuan Ackroyd yang sedang berbicara ke
dalam dictaphone-nya. Tetapi marilah kita teliti sebentar kegunaan mesin kecil
ini. Seorang mendikte ke dalamnya, bukan" Dan kemudian seorang sekretaris atau
tukang ketik, memutarnya dan suara itu berbicara lagi."
"Maksudmu - ?" tanyaku dengan menahan napas.
Poirot mengangguk. "Benar. Itu yang kumaksudkan. Pada pukul setengah sepuluh Tuan Ackroyd sudah
meninggal. Dictaphone itu yang berbicara - bukan si korban."
"Dan si pembunuh menjalankan dictaphone itu. Jadi ia masih berada di dalam
ruangan pada saat itu?"
"Mungkin. Tetapi kita tidak boleh menyingkirkan kemungkinan dipasangnya suatu
alat mekanis - sesuatu yang menyerupai jam waktu atau bahkan sebuah weker yang
sederhana. Tetapi dalam hal ini kita harus menambahkan dua macam kecakapan pada
bayangan si pembunuh itu. Ia mestinya adalah seorang yang mengetahui tentang
pembelian dictaphone itu oleh Tuan Ackroyd, dan ia juga harus mempunyai
pengetahuan mekanis yang diperlukan.
"Pikiranku sampai pada titik ini, tatkala kita sampai pada jejak-jejak kaki di
pinggir jendela. Di sini aku melihat tiga kemungkinan. (1) Jejak-jejak kaki itu
memang betul kepunyaan Ralph Paton. Ia berada di Fernly pada malam itu. Dan
mungkin sekali ia telah memanjat masuk ke dalam ruang kerja, melalui jendela,
dan menemukan pamannya dalam keadaan terbunuh, ini satu kesimpulan. (2) Ada
kemungkinan jejak-jejak kaki itu dibuat oleh orang lain yang kebetulan mempunyai
sepatu dengan sol semacam itu. Tetapi penghuni rumah memakai sepatu dengan sol
karet cr?pe. Dan aku tidak bisa mempercayai, bahwa ada orang lain yang secara
kebetulan memakai sepatu seperti kepunyaan Ralph Paton. Dan seperti telah kita
dengar dari pelayan bar di Dog and Whistle. Charles Kent mengenakan sepatu lars
yang sudah rombeng. (3) Jejak-jejak sepatu itu dibuat oleh orang yang dengan
sengaja mencoba melemparkan kecurigaan pada Ralph Paton. Dan untuk mengetahui
apakah kesimpulan terakhir ini benar, perlu sekali dicari beberapa keterangan
yang pasti tentang beberapa fakta. Satu pasang sepatu kepunyaan Ralph Paton
diambil oleh polisi dari Three Boars. Dan Ralph maupun orang lain tidak dapat
memakainya malam itu, karena ketika polisi mengambilnya di tingkat bawah, sepatu
itu sedang dibersihkan. Menurut teori polisi Ralph memakai sepatu lain yang
serupa. Dan aku mendapat keterangan, bahwa ia memang mempunyai dua pasang. Nah,
bilamana teoriku benar, maka si pembunuh menggunakan sepatu Ralph pada malam itu
- dalam hal mana, Ralph tentu telah memakai sepasang sepatu yang ketiga, dari
jenis yang lain. Aku tidak bisa percaya bahwa ia membawa tiga pasang sepatu dari
jenis yang sama - sepatu yang ketiga, kemungkinan besar adalah sepatu lars. Aku
minta kakakmu mencari keterangan mengenai hal ini - aku memberi tekanan pada
warnanya, agar kuakui dengan terus terang - menutupi alasanku yang sebenarnya
untuk menanyakan hal ini.
"Kau tahu, hasil, penyelidikan kakakmu. Ralph Paton memang membawa sepasang
sepatu lars. Dan pertanyaan pertama yang kuajukan padanya, ketika ia datang ke
rumahku kemarin pagi, adalah, sepatu apakah yang dikenakannya pada malam yang
naas itu. Ia segera menjawab, bahwa ia mengenakan sepatu lars - bahkan
sebenarnya ia masih tetap memakainya - karena tidak ada sepatu lain yang dapat
dipakainya. "Maka kita sudah maju satu langkah lagi dalam gambaran kita tentang si pembunuh
- yaitu, si pembunuh adalah orang yang mempunyai kesempatan untuk mengambil
sepatu Ralph Paton dari Three Boars pada hari itu."
Poirot berhenti sebentar, lalu berkata dengan suara yang lebih keras,
"Ada satu soal lagi. Si pembunuh haruslah seorang yang mempunyai kesempatan
mencuri pisau belati itu dari meja perak. Kau dapat mengemukakan, bahwa setiap
orang dalam rumah itu dapat berbuat begitu. Tetapi aku mengingatkanmu, Flora
Ackroyd amat yakin, pisau belati itu sudah tidak ada di tempatnya, ketika ia
memperhatikan isi meja perak itu."
Poirot berhenti lagi. "Marilah kita membuat suatu ulasan - sekarang, setelah semuanya sudah jelas.
Seorang telah datang ke Three Boars pagi itu. Seorang yang mengenal Ackroyd
cukup baik, untuk mengetahui bahwa beliau telah membeli sebuah dictaphone.
Seorang yang berbakat dalam bidang mesin, yang mempunyai kesempatan mengambil
pisau belati itu dari meja perak, sebelum Nona Flora masuk. Seorang yang membawa
tas yang cocok, untuk menyembunyikan sebuah dictaphone - misalnya sebuah tas
hitam. Dan orang itu selama beberapa menit berada seorang diri di dalam kamar
kerja, segera setelah pembunuhan itu diketahui, sementara Parker menelepon
polisi. Dan orang itu adalah - Dokter Sheppard!"
Bab 26 DAN HANYA KEBENARAN SAJA SELAMA satu setengah menit, ruangan itu sunyi senyap.
Kemudian aku tertawa. "Kau gila," tegurku.
"Tidak," sahut Poirot dengan tenang. "Aku tidak gila. Yang membuatku
mencurigaimu pertama-tama adalah perbedaan kecil dalam waktu - sejak permulaan
sekali." "Perbedaan waktu?" tanyaku dengan tidak mengerti.
"Benar, kau tentu masih ingat, ketika semua orang menyetujui - termasuk dirimu
sendiri - bahwa waktu yang diperlukan untuk berjalan dari rumah jaga ke rumah
induk adalah lima menit - dan kurang dari lima menit, bila orang mengambil jalan
memotong ke teras. Tetapi kau meninggalkan rumah Ackroyd pada pukul sembilan
kurang sepuluh menit - ini menurut pernyataanmu sendiri, maupun keterangan dari
Parker. Tetapi kau baru tiba dan keluar dari pintu pagar pada pukul sembilan
tepat. Sedangkan udara pada malam itu dingin sekali - tidak mungkin orang akan
berlambat-lambat pada malam seperti itu. Mengapa kau membutuhkan waktu sepuluh
menit untuk jarak yang hanya makan waktu lima menit" Selama ini aku menyadari
bahwa kami hanya mempunyai pernyataanmu saja, bahwa jendela itu sudah dikunci.
Ackroyd menanyakan apakah kau telah menguncinya - ia tidak memeriksanya sendiri.
Bagaimana, andaikata jendela itu tidak dikunci" Adakah cukup waktu bagimu untuk
berlari mengitari rumah, menukar sepatumu, lalu masuk melalui jendela, menikam
Ackroyd, kemudian pergi ke pintu pagar pada pukul sembilan" Aku menyingkirkan
teori ini. Karena seorang yang sedemikian gelisahnya seperti Ackroyd pada malam
itu, akan mendengarmu memasuki ruangan. Lalu akan terjadi pergumulan. Tetapi,
andaikata kau membunuh Ackroyd sebelum kau berangkat pulang - ketika kau sedang
berdiri di sebelah kursinya" Lalu kau keluar dari pintu rumah, dan berlari ke
pondok kecil. Kaukeluarkan sepatu Ralph Paton dari tas yang kaubawa malam itu,
mengenakannya, berjalan dengan sepatu itu melalui lumpur dan meninggalkan jejakjejak kaki di kosen jendela. Kemudian kau memanjat masuk, mengunci pintu kamar
kerja dari dalam, dan berlari lagi ke pondok kecil. Kau memakai lagi sepatumu
sendiri dan berlari dengan kencang ke pintu pagar. (Aku juga telah melakukan
semua ini pada hari itu, ketika kau sedang berbicara dengan Nyonya Ackroyd - aku
memerlukan waktu tepat sepuluh menit). Kemudian kau pulang - dengan sebuah alibi
- karena kau telah memasang dictaphone itu untuk pukul setengah sepuluh."
"Poirot yang baik," aku memotong dengan suara yang kedengarannya aneh dan
dibuat-buat, "kau telah memutar otak memikirkan perkara ini terlalu lama. Apa
keuntungan yang akan kuperoleh dengan membunuh Ackroyd?"
"Keselamatan. Kaulah yang memeras Nyonya Ferrars. Siapa yang lebih mengetahui
dengan cara apa Tuan Ferrars meninggal, kalau bukan dokter yang selama ini
menolongnya" Ketika pertama kali kau berbicara kepadaku di halaman, kau
menyebutkan tentang warisan yang kauterima sekitar satu tahun yang lalu. Aku
tidak dapat menemukan satu keterangan pun tentang adanya suatu warisan. Kau
hanya mengarang cerita untuk dapat mempertanggungjawabkan uang Nyonya Ferrars
yang sebanyak dua puluh ribu pound itu. Uang itu tidak membawa kebahagiaan
bagimu. Sebagian besar dari jumlah itu habis dalam berspekulasi - kemudian kau
menekan Nyonya Ferrars terlalu keras. Dan Nyonya itu mengambil jalan keluar yang
tidak kauduga sama sekali. Kalau Ackroyd mendengar kejadian yang sebenarnya
tentang dirimu, ia tidak akan mengenal kasihan dengan dirimu - hidupmu
selanjutnya akan mengalami kehancuran."
"Dan bagaimana dengan panggilan telepon itu?" tanyaku mencoba membela diri.
"Kurasa kau juga mempunyai keterangan yang masuk akal untuk itu?"
"Ketika aku mendapatkan keterangan bahwa panggilan telepon itu dilakukan dari
stasiun kereta api King's Abbot, aku harus mengakui, soal telepon itu merupakan
hambatan yang paling besar bagiku. Mula-mula aku mengira kalau kau mengada-ada
saja. Tindakanmu itu cerdik sekali. Kau harus mempunyai alasan untuk datang lagi
ke Fernly, menemukan tubuh korban, dan dengan demikian mendapatkan kesempatan
untuk menyembunyikan dictaphone. Karena alibimu yang sebenarnya tergantung pada
dictaphone itu. Dengan samar-samar aku sudah mulai menduga cara kerjamu. Yaitu
ketika aku pertama kali mengunjungi kakak perempuanmu, untuk menanyakan pasienpasien mana saja yang datang padamu pada hari Jum'at pagi itu. Saat itu aku sama
sekali tidak memikirkan, Nona Russell. Kunjungannya hanya merupakan suatu
kebetulan yang menguntungkan sekali. Karena hal itu mengalihkan perhatianmu dari
maksud pertanyaan-pertanyaanku yang sebenarnya. Aku menemukan apa yang kucari.
Di antara pasienmu pagi itu, terdapat seorang kelasi dari sebuah kapal laut
Amerika. Siapakah yang akan lebih cocok daripada orang itu" Karena pada malam
itu ia akan berangkat dengan kereta api ke Liverpool. Dan sesudah itu ia akan
berada di atas kapal, di tengah-tengah lautan. Terlalu Jauh untuk dimintai
keterangan. Aku mendapat keterangan bahwa kapal Orion berlayar pada hari Sabtu.
Dan setelah mengetahui nama kelasi itu, aku mengirim suatu pesan melalui radio,
untuk menanyakan satu pertanyaan yang tertentu. Dan kau telah melihatku menerima
jawabannya tadi." Poirot memberikan jawaban itu padaku. Bunyinya:
"Benar sekali. Dokter Sheppard minta supaya saya meninggalkan pesan di rumah
seorang pasien. Saya harus meneleponnya dari stasiun dan memberitahukan
balasannya. Balasannya adalah 'Tidak ada jawaban'."
"Akalmu sungguh cerdik sekali," ujar Poirot. "Panggilan telepon itu sungguhsungguh ada. Kakakmu melihatmu menerimanya. Tetapi apa yang sebenarnya
dikatakan, hanya kami ketahui menurut penuturanmu saja - yaitu kata-katamu
sendiri!" Aku menguap. "Ceritamu sungguh menarik," aku memuji - "cuma rasanya, caranya kurang praktis."
"Kauanggap begitu" Ingat apa yang kukatakan tadi - keterangan tentang kejadian
yang sebenarnya akan diteruskan kepada Inspektur Raglan besok pagi. Tetapi demi
kakakmu yang baik itu, aku bersedia memberikan kepadamu satu jalan keluar lain.
Misalnya, terlalu banyak minum obat tidur. Kau mengerti maksudku" Tetapi nama
Kapten Ralph Paton harus dibersihkan - ?a va sans dire. Aku anjurkan agar kau
menyelesaikan catatanmu yang sungguh menarik itu - tetapi hilangkanlah sikapmu
semula yang tidak suka menonjolkan diri itu."
"Rupanya kau kaya sekali akan anjuran-anjuran," sindirku. "Kau yakin, kau sudah
selesai sama sekali?"
"Karena kau mengingatkanku akan kenyataan ini, maka aku akan mengatakan satu hal
lagi. Percobaan dari pihakmu untuk membungkam diriku, seperti yang telah
kaulakukan terhadap Tuan Ackroyd, akan merupakan suatu tindakan yang paling
goblok. Tindakan semacam itu tidak akan berhasil terhadap Hercule Poirot, kau
mengerti?" "Poirot yang baik," sahutku dengan tersenyum sedikit, "Bagaimanapun jeleknya
pribadiku, aku bukan seorang yang goblok."
Aku bangkit berdiri. "Nah," keluhku sambil menguap, "aku harus pulang. Terima kasih atas ceritamu
yang menarik hati, dan atas petunjukmu yang berharga itu."
Poirot juga bangkit berdiri dan membungkuk dengan sopan seperti biasa, tatkala
aku keluar dari ruangan itu.
Bab 27 APOLOGIA PUKUL lima pagi. Aku letih sekali - tetapi aku telah menyelesaikan tugasku.
Lenganku pegal karena terlalu lama menulis.
Suatu penutup yang agak ganjil bagi naskahku. Maksudku adalah untuk
menerbitkannya pada suatu waktu, sebagai salah satu kisah kegagalan Poirot!
Sungguh ganjil betapa jalan hidup seseorang bisa berubah sama sekali.
Sejak semula aku sudah mendapatkan firasat akan bahaya yang mengancam, sejak aku
melihat Ralph Paton dan Nyonya Ferrars berbicara serius dengan kepala didekatkan
satu sama lain. Pada waktu itu aku menyangka, kalau Nyonya Ferrars telah
menceritakan rahasianya kepada Ralph. Tetapi ternyata dugaanku keliru. Tetapi
pikiran ini tidak mau meninggalkanku. Juga pada waktu aku masuk ke dalam kamar
kerja bersama Ackroyd malam itu, sampai ia menceritakan kejadian yang sebenarnya
tentang kematian Tuan Ferrars kepadaku.
Ackroyd yang malang. Sementara ini aku selalu merasa gembira, karena aku telah
memberikannya kesempatan. Aku menganjurkannya untuk membaca surat itu sebelum
terlambat. Atau, biarlah aku bersikap jujur saja - bukankah secara tidak sadar
aku sudah mengetahui, bahwa menganjurkan Ackroyd yang demikian keras kepala,
untuk membaca sesuatu sama saja seperti menyuruhnya agar tidak membacanya"
Kegelisahannya pada malam itu, secara psikologis, menarik sekali. Ackroyd tahu
ada bahaya mengancamnya. Tetapi ia tidak pernah menduga kalau bahaya itu datang
dari diriku. Pisau belati itu, baru kupikirkan belakangan. Aku telah membawa senjata kecil
yang cocok sekali. Tetapi tatkala aku melihat pisau belati di dalam meja perak
itu, dengan segera aku menyadari, bahwa sebaiknya aku menggunakan senjata yang
bukan milikku. Aku rasa, memang aku bermaksud membunuhnya. Segera setelah kuterima kabar
tentang kematian Nyonya Ferrars, aku merasa yakin sekali bahwa Nyonya itu telah
menceritakan segala sesuatu kepada Ackroyd sebelum ia meninggal. Ketika aku
berjumpa dengan Ackroyd pagi itu, dan ia tampaknya begitu gelisah, aku menyangka
bahwa ia sudah mengetahui segala sesuatu tentang diriku. Tetapi ia tidak sampai
hati untuk mempercayainya, sehingga mau memberikanku kesempatan untuk
membantahnya. Maka aku segera pulang dan mengambil tindakan pencegahan seperlunya. Kalau
kesulitan Ackroyd itu hanya sesuatu yang berhubungan dengan Ralph - yah, tidak
akan terjadi sesuatu. Dictaphone itu diberikannya padaku dua hari sebelumnya
untuk dibetulkan. Ada suatu kerusakan kecil pada barang itu. Aku membujuknya
agar tidak mengirim barang itu kembali, tetapi membiarkan aku membetulkannya.
Aku membetulkannya sesuai dengan maksudku. Dan kubawa barang itu serta di dalam
tasku, pada malam itu.

Pembunuhan Atas Roger Ackroyd The Murder Of Roger Ackroyd Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku merasa agak bangga juga dengan diriku sendiri sebagai seorang pengarang. Apa
yang lebih bagus kedengarannya, misalnya, daripada kalimat yang berikut:
"Surat-surat itu dibawa masuk pada pukul sembilan kurang dua puluh menit. Ketika
aku meninggalkannya, waktu baru saja menunjukkan pukul sembilan kurang sepuluh
menit. Dan surat itu masih tetap belum terbaca. Sambil memegang pegangan pintu,
dengan bimbang aku melihat ke belakang dan bertanya-tanya, adakah sesuatu yang
belum kulakukan." Semuanya benar, kau tahu. Tetapi seandainya aku menggambarkan sederetan bintang
di belakang kalimatku yang pertama! Adakah orang yang akan bertanya-tanya, apa
yang terjadi dalam waktu sepuluh menit yang luang itu"
Sambil berdiri di dekat pintu, aku melihat ke sekeliling ruangan. Aku merasa
puas sekali. Tak ada yang terlupakan. Dictaphone sudah diletakkan di atas meja
di dekat jendela, dan akan bekerja pada pukul setengah sepuluh (mekanisme mesin
kecil itu sungguh hebat sekali - dengan sistem sebuah weker). Dan kursi
berlengan juga sudah ditarik ke luar, sehingga meja itu tidak terlihat dari
pintu. Harus kuakui, bahwa aku terkejut juga menemukan Parker tepat di muka pintu. Aku
telah mencatat kejadian itu sebelumnya.
Kemudian, ketika tubuh korban ditemukan, aku menyuruh Parker menelepon polisi.
Betapa bijaksananya kata-kata yang telah kugunakan: "Telah kukerjakan apa yang
masih dapat kulakukan!" Memang apa yang kulakukan itu suatu hal yang kecil yaitu memasukkan dictaphone tersebut ke dalam tas, dan mendorong kursi ke
tempatnya semula di pinggir tembok. Aku tidak pernah bermimpi kalau Parker akan
memperhatikan kursi itu. Secara logis, seharusnya ia sangat bingung melihat
tubuh si korban, sehingga buta bagi soal-soal lain di sekitarnya. Tetapi aku
tidak memperhitungkan kecakapannya sebagai seorang pembantu yang sudah
berpengalaman. Andaikata kuketahui sebelumnya, kalau Flora akan mengatakan bahwa ia telah
melihat pamannya dalam keadaan hidup pada pukul sepuluh kurang seperempat. Hal
ini sungguh membuatku bingung, lebih daripada yang dapat kukatakan. Bahkan
sebenarnya dalam perkara ini terdapat banyak sekali hal-hal yang sangat
membingungkanku. Setiap orang seakan-akan ada sangkut pautnya dengan perkara
ini. Tetapi kekhawatiranku terutama sekali adalah terhadap Caroline. Aku kira, ia
akan menduganya. Ganjil sekali caranya berbicara hari itu, tentang
"kelemahanku". Tetapi ia tak akan pernah mengetahui kejadian yang sebenarnya. Seperti telah
dikatakan Poirot tadi, ada satu jalan keluar....
Aku dapat mempercayainya. Ia dan Inspektur Raglan akan mengurus hal ini. Aku
tidak ingin Caroline mengetahui perbuatanku. Ia menyayangi aku. Dan selain itu
ia juga... sombong. Kematianku akan membuatnya sedih, tetapi kesedihan akan
hilang dengan sendirinya....
Kalau aku sudah selesai menulis, akan kumasukkan semua catatan ini ke dalam
amplop besar, dan mengirimkannya kepada Poirot.
Lalu, kemudian - apa yang akan kulakukan" Veronal" Tindakan ini rasanya ada
mengandung keadilan yang puitis sekali. Bukan karena aku merasa bertanggung
jawab atas kematian Nyonya Ferrars. Kematiannya merupakan suatu akibat langsung
dari perbuatannya sendiri. Aku tidak menaruh kasihan kepadanya.
Tetapi aku juga tidak menaruh kasihan kepada diriku sendiri.
Karena itu, biarlah kuminum Veronal.
Tetapi aku sungguh berkeinginan, bahwa Hercule Poirot tidak pernah mengundurkan
diri dari pekerjaannya dan datang ke tempat ini untuk bertanam buah labu.
TAMAT Scan & DJVU: BBSC Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://facebook.com/epub.lover
http://epublover.blogspot.com
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Perjodohan Busur Kumala 18 Joko Sableng 36 Tabir Peta Shaolin Panji Wulung 8

Cari Blog Ini