dengar, soalnya cuma orang tolol yang mau dekat dekat dengan binatang bau itu.>
Aku tidak perlu memberi penjelasan lebih lanjut. Agaknya mereka semua sudah bisa
menebak dari mana aku tahu bahwa sigung masuk ke gua itu cuma untuk berlindung.
itu.>
ESPN.> Aku membawa tas nilon kecil yang dibuatkan Rachel untukku. Warnanya cokelat,
senada dengan warna buluku, sehingga tidak ketara. Jadi orang yang kebetulan
melihatku takkan bingung setengah mati melihat elang ekor merah membawa tas.
Di dalamnya terdapat jam mungil yang sangat ringan. Selain itu ada beberapa mata
kail, tali pancing, dan pemantik api kecil. Berat seluruh benda itu hanya
sekitar dua ons. Tapi tetap membuatku tidak bisa terbang sekencang biasanya.
Kami tiba di gua jauh sebelum batas waktu dua jam berakhir.
yang tumbuh di sekitar mulut gua.
Aku mendarat di depan mulut gua. Lubangnya kecil. Lebarnya cuma setengah meter,
sedangkan tingginya sekitar satu meter. Sebagai serigala, Jake dan Rachel bisa
masuk dengan mudah. Dan apa pun yang ada di dalam gua pasti langsung menghambur
keluar begitu melihat mereka. Kecuali kalau benar-benar ada beruang di dalamnya.
Aku mencoba berkelakar.
Hanya Marco yang tertawa. Temanku yang lain bersikap seakan-akan ucapanku tidak
pantas. Dan mungkin memang begitu.
sebagai serigala.>
berubah wujud. Beberapa menit kemudian mereka keluar satu per satu. Seperti biasa Marco
langsung mengomel. "Kita harus cari cara untuk memecahkan masalah sepatu," ia
bergumam. "Duri dan kaki telanjang. Sungguh bukan kombinasi yang baik."
Mereka berempat memang bertelanjang kaki. Mereka mengenakan baju untuk proses
morph atau metamorfosis. Rachel dan Cassie mengenakan baju senam, sementara Jake
dan Marco memakai celana balap sepeda dan T-shirt ketat.
"Kita harus cari kayu bakar," kata Jake sambil tolak pinggang. "Tak ada salahnya
gua ini kita bikin hangat dulu sebelum kaum Yeerk datang."
"Wah, Tuan Besar beraksi lagi," komentar Rachel sambil tersenyum.
"Aku cuma mau membuat kita lebih nyaman," Jake membela diri.
"Lebih baik kita mulai memancing saja," ujar Cassie. "Kalau kita gagal menangkap
ikan, berarti kita cuma buang-buang waktu di sini."
Kami berencana menjelma sebagai ikan, agar bisa memasuki pesawat Yeerk melalui
pipa pengisap air. Tapi sebelum kami bisa meniru seekor binatang, pola DNA-nya
harus kami "sadap" dulu. Dan untuk itu kami perlu menyentuhnya.
"Mestinya tidak terlalu sulit," kata Jake yakin.
"Oh, memangnya sudah berapa kali kau pergi mancing?" tanya Cassie dengan nada
menantang. "Termasuk sekarang" Satu kali." Jake tertawa.
Cassie geleng-geleng kepala. "Dasar anak kota," ia bergumam. "Memancing tidak
semudah yang kau bayangkan."
Aku melayang-layang sambil menonton mereka memancing. Berulang kali mereka gagal
membujuk ikan untuk menyambar umpan pada mata kail.
Kedengarannya memang konyol, tapi seluruh rencana kami tergantung apakah kami
berhasil menangkap ikan atau tidak.
Sementara itu waktu kami semakin sempit. Hari semakin sore. Dan kami belum
mendapatkan seekor ikan pun.
Jake tampak gelisah. Rachel bahkan mulai mengomel. Dan Marco" Jangan tanya.
"Apa-apaan sih ini"!" ia mencak-mencak. "Di sini ada empat - maksudku, lima - anak
yang lumayan cerdas. Tapi kita tetap saja tidak bisa mengakali seekor ikan pun
yang IQ-nya paling-paling cuma empat?"
Cassie satu-satunya yang tetap tenang. "Kegiatan memancing membutuhkan
keterampilan dan keberuntungan," katanya. "Pemancing yang paling jago adalah
yang bisa mengendalikan emosinya."
Jake menatap jam kecil yang kami bawa. "Dari pengalaman yang sudah-sudah, satu
jam lagi kaum Yeerk mestinya sudah mulai berdatangan untuk mengamankan daerah
ini." Rachel mengangguk. "Kalaupun kita berhasil menangkap ikan, kita takkan sempat
melakukan uji coba."
belum pernah kalian tiru.>
Jake menggelengkan kepala dengan tegas. "Aku tidak sependapat, Tobias. Kalau
ditunda, kita harus menunggu sampai ada hari libur lagi. Besok aku tidak bisa,
karena aku ada acara dengan orangtuaku. Marco juga. Berarti kita terpaksa
menunggu sampai minggu depan."
"Soalnya kaum Yeerk tidak bisa terus-menerus mendatangi danau ini. Cepat atau
lambat permukaan danau akan turun karena airnya disedot terus. Mereka pasti
berpindah-pindah dari danau yang satu ke danau yang lain. Dan kita belum tentu
bisa segera tahu ke mana mereka pindah."
Alasan Jake masuk akal. Tapi aku tetap merasa waswas.
"Aku tahu," sahut Jake ketus. "Rencana ini memang tidak sempurna, Tobias."
"Hah!" Cassie tiba-tiba berseru. Ia menyentak tali pancing yang dipegangnya
sejak tadi. "Rasanya kita dapat ikan."
Ia cuma butuh beberapa detik untuk menarik ikan itu ke tepi.
"Ikan trout," katanya sambil mengamati ikan yang meronta-ronta di air dangkal.
Ujung kail menembus bibir ikan yang panjangnya sekitar dua puluh lima
sentimeter. Tidak terlalu besar.
"Kita harus menjelma jadi itu?" tanya Marco.
"Namanya ikan," balas Cassie. "Memangnya apa yang kauharapkan?"
Marco angkat bahu. "Entahlah. Aku membayangkan sesuatu seperti yang ada dalam
film Jaws. Sejenis ikan hiu. Ini sih cuma ikan biasa. Tinggal dibersihkan,
tetesi air jeruk nipis, lalu kita lahap. Mungkin ditambah kentang goreng."
Yang lain segera menoleh dan melotot padanya.
Cassie mencelupkan tangan ke dalam air dan memegang makhluk kelabu bertubuh
licin itu. Ia memusatkan pikiran. Matanya setengah terpejam. Ia menyerap DNA
ikan tersebut ke dalam tubuhnya sendiri.
Anugerah si Andalite, yaitu kemampuan untuk berubah wujud, mulai bekerja.
Chapter 19
Jake menatapku sambil mengerutkan kening. "Lho, bagaimana sih, Tobias" Kau kan
juga ikut waktu kita bikin rencana."
"Aku sadar kok," sahut Marco. "Sadar sekali, malah. Tapi selama ini kupikir kau
pemburu Yeerk yang berani mati. Eh, sekarang kau mendadak takut setengah mati?"
pesawat itu.> Cassie mengangguk. "Memang sulit kalau kita cuma jadi penonton sementara orang
lain mempertaruhkan nyawa," ujarnya.
"Aku tahu bagaimana perasaanmu. Tapi sebelum ini kau sudah beberapa kali
mengambil risiko." "Kita tidak punya waktu untuk berdebat," sela Jake. "Rencana ini sudah kita
setujui bersama. Ayo, kita sudah harus siap sebelum kaum Yeerk datang." Jake
cenderung uring-uringan kalau ada yang ragu-ragu. Dan biasanya orang itu adalah
Marco. "Takkan terjadi apa-apa," Rachel berkata dengan yakin, lalu menerima ikan trout
yang diserahkan Cassie padanya. Ikan itu langsung terkulai lemas, seperti biasa
bila penyadapan DNA sedang berlangsung.
Tiba-tiba aku tidak tahan lagi. Aku baru saja ingat betapa beratnya perjuangan
mereka untuk keluar dari tubuh serigala. Apa jadinya kalau mereka sampai
terperangkap dalam wujud ikan"
Rupanya mereka belum sepenuhnya sadar apa artinya terperangkap. Padahal mereka
tahu aku mengalami nasib seperti itu.
Tapi manusia memang aneh - meski tahu ada bahaya, mereka yakin mereka sendiri
takkan pernah tertimpa musibah. Aku tahu itu tidak benar.
Dan terperangkap sebagai ikan" Ih, membayangkannya saja sudah membuatku mual.
Seumur hidup terjebak dalam tubuh ikan"
Wah, dibandingkan itu, terperangkap sebagai elang bisa dibilang asyik.
berembus pelan, sehingga aku terpaksa mengepakkan sayap dengan keras agar bisa
melewati puncak pepohonan.
Aku harus bekerja keras sebelum mencapai ketinggian yang memadai untuk memantau
keadaan sekeliling. Tapi aku senang ada kesempatan untuk melatih otot-ototku. Paling tidak, latihan
itu membantu mengalihkan pikiranku. Aku terlalu sibuk membayangkan apa yang akan
terjadi kalau semua temanku terperangkap menjadi ikan di sebuah danau
pegunungan. Kalau saja masalahnya tidak begitu serius, aku pasti tak dapat menahan tawa.
Coba pikir, mana ada anak yang kuatir semua temannya berubah jadi ikan" Hidupku
benar-benar berubah sejak kami melihat si Andalite mendarat di tempat
pembangunan terbengkalai.
Aku terus berputar, semakin lama semakin tinggi, sampai aku bisa melihat seluruh
danau serta daerah sekitarnya. Tak ada Polisi Hutan. Atau belum. Dalam hati aku
bertanya-tanya apakah dugaan Jake tentang kaum Yeerk benar. Jangan-jangan mereka
sudah pindah ke danau lain.
Tiba-tiba, jauh di bawah, di dahan pohon... tampak si elang.
Elang betina yang kubebaskan beberapa hari lalu.
Ia memperhatikanku. Aku melihat matanya mengikuti gerakanku ketika aku melintas
di langit. Salah satu sebab ia mengawasiku adalah karena aku berada di wilayah
kekuasaannya. Elang sangat ketat dalam menjaga wilayahnya. Mereka tidak ingin mangsa mereka
direbut elang lain. Tapi aku mendapat kesan bahwa, kecuali itu, masih ada sebab lain. Tampaknya
elang betina itu ingin agar aku bergabung dengannya. Aku tidak mengerti
bagaimana aku bisa tahu, tapi begitulah kenyataannya. Ia ingin agar aku turun
dan menghampirinya. Ada orang yang beranggapan bahwa pasangan elang bertahan selama satu musim saja.
Ada yang berpendapat pasangan itu berlangsung seumur hidup. Tapi aku tidak tahu
mana yang benar. Namun satu hal sudah jelas: aku belum siap menjadi pasangan siapa pun. Apalagi
dengan seekor elang. Tapi perasaan yang bangkit dalam diriku sukar dipadamkan. Aku merasa... seakanakan tempatku memang bersamanya.
Aku mengalihkan pandangan. Aku akan senang sekali kalau misi ini segera usai,
sehingga aku tak perlu lagi terbang kemari. Elang betina itu membuatku bingung.
Tiba-tiba aku melihat gerakan.
Agaknya aku terlalu lama melamun.
Truk! Jeep! Iring-iringan mobil itu menyusuri jalan dengan cepat. Hanya berjarak
satu setengah kilometer dari danau.
Aku kalang kabut. Terburu-buru aku mencari teman-temanku.
Ah, itu mereka! Aku menekuk sayap dan meluncur ke arah mereka.
Mereka berlari ke gua. Tapi dalam wujud manusia, mereka sulit menerobos semaksemak dan merangkak masuk. Sedangkan sebagai serigala tadi, mereka punya bulu
tebal untuk melindungi diri dari duri-duri tajam.
Thwak thwak thwak thwak thwak thwak!
Dua helikopter terbang rendah di alas pepohonan.
Teman-temanku masih merangkak-rangkak di depan gua. Salah satu helikopter tepat
menuju ke arah mereka.
aku mengepakkan sayap keras-keras untuk mencapai kecepatan maksimum. Aku melesat
tepat ke arah helikopter itu.
Aku melihat pilotnya. Seorang Pengendali-manusia. Di sampingnya duduk prajurit
Hork-Bajir. Aku melesat ke arah mereka.
Helikopter itu terbang dengan kecepatan seratus lima puluh kilometer per jam.
Aku cuma sedikit lebih pelan. Jarak antara diriku dan kaca depan helikopter itu
semakin dekat. Dan kelihatannya tabrakan tak dapat dihindari!
Chapter 20 THWAK THWAK THWAK THWAK THWAK THWAK!
Baling-baling helikopter menderu-deru.
Mereka tidak mau membelok! Mereka akan menabrakku.
Tapi kemudian mata si pilot berkedip. Disentakkannya tongkat kemudi.
Aku membelok ke kanan. Helikopter itu membelok ke kiri.
Aku seakan-akan dihantam angin tornado, dan berjumpalitan di udara.
Aku jatuh, dalam posisi terbalik. Aku menekuk sayap, melebarkan ekor, dan
membalikkan tubuhku. Kemudian aku merentangkan sayap dan meluncur mulus di
antara dua batang pohon. Aku membelok ke kiri dan terbang melewati gua. Rachel yang terakhir masuk.
Tubuhnya masih kelihatan. Pilot helikopter tadi pasti akan melihatnya.
Aku mengawasi sampai ia berhasil masuk dengan selamat.
mereka bisa mendengar pikiranku, tapi tidak mampu menjawab dengan cara yang
sama. Kaum Yeerk melanjutkan tugas rutin mereka. Para Polisi Hutan palsu menyebar di
sekeliling danau sambil membawa senapan mesin.
Kedua helikopter terus berputar-putar, sampai mereka yakin situasi aman. Lalu
keduanya mendarat. Para prajurit Hork-Bajir melompatturun. Mereka tampak lebih
waspada daripada sebelumnya.
Kemungkinan besar mereka dihukum Visser Three karena gagal menangkap laki-laki
yang kutolong kemarin. Visser Three betul-betul menyeramkan kalau sedang marah.
Tiba-tiba aku merasakannya. Kekosongan yang melintas di langit. Rasanya seperti
ada benda sangat besar yang melayang perlahan-lahan di atasku.
Berangsur-angsur benda tersebut mulai tampak, seolah-olah disulap oleh tukang
sulap. Dan lagi-lagi aku dibuat terperangah oleh ukurannya. Serasa ada pesawat
antariksa mengambang di atas kepalaku.
Aku terbang mendekati gua.
Seperti saat itu, kali ini pun pesawat perbekalan tersebut dikawal pesawat
tempur Bug Fighter. Tapi sekarang bukan cuma dua, melainkan empat. Rupanya kaum
Yeerk agak cemas. Dua dari pesawat-pesawat Bug itu terus berpatroli. Dua lagi
mendarat di lapangan, di samping kedua helikopter.
Ada apa ini" Kenapa pengamanannya diperketat"
Masa cuma gara-gara orang yang kubantu lari kemarin"
Lalu aku merasakan kehadiran sesuatu di atas pesawat perbekalan. Rupanya ada
pesawat lain yang juga terselubung!
Pesawat kedua sepertinya lebih kecil. Tapi aku merasakan pancaran yang dahsyat,
pancaran yang membuat bulu kuduk berdiri.
Selubung pesawat dimatikan, dan perlahan-lahan wujudnya muncul.
Lebih hitam dari hitam, dengan tombak menjorok ke depan dan tepi setajam pisau
Animorphs - 3 Pertempuran Bawah Air di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cukur - aku pernah melihat pesawat ini. Pesawat Blade! Aku pertama kali melihatnya
di tempat pembangunan yang terbengkalai, ketika si Andalite dibunuh dengan keji
sementara kami bersembunyi ketakutan.
Pantas saja kaum Yeerk begitu tegang.
Pesawat Blade mendekati daerah pendaratan. Para prajurit Hork-Bajir dan Polisi
Hutan gadungan tampak kalang kabut. Mereka menyisir hutan seakan-akan nyawa
mereka yang menjadi taruhan.
Tsssewww! Ada yang menembakkan sinar Dracon. Aku menoleh dan melihat seekor rusa sedang
melompat-lompat. Tiba-tiba saja rusa itu berasap dan lenyap tanpa bekas. Kaum
Yeerk menembak apa saja yang bergerak.
Pintu pesawat Blade membuka. Sekelompok prajurit Hork-Bajir menghambur keluar.
Semuanya membawa senjata sinar Dracon yang siap ditembakkan. Setelah itu
menyusul dua Taxxon yang merangkak dengan ratusan kaki mereka yang kurus kering.
Dan akhirnya ia muncul: kaki Andalite yang langsing. Ekor Andalite yang
mematikan, seperti ekor kalajengking. Wajah Andalite yang tak bermulut. Sepasang
lengan Andalite dengan jari yang terlalu banyak. Sepasang mata tambahan pada
ujung tanduk yang selalu waspada memantau sekeliling, sehingga kedua mata utama
yang besar bisa menatap benda lain.
Tubuh Andalite. Namun tanpa jiwa Andalite. Sebab tubuh Andalite itu dikuasai makhluk Yeerk.
Inilah satu-satunya Pengendali-Andalite, atau Pengendali bertubuh Andalite.
Satu-satunya Yeerk yang berhasil memperbudak Andalite. Dan dengan demikian juga
satu-satunya Yeerk yang memiliki kemampuan metamorfosis.
Aku hinggap di dahan pohon. Aku menunggu sampai para Hork-Bajir yang berpatroli
melewati gua tempat teman-temanku berlindung.
Setelah yakin keadaan aman, aku kembali terbang dan masuk ke tempat
persembunyian mereka. Ujung sayapku menyerempet semak-semak di kiri-kanan mulut
gua. "Tobias?" bisik Jake.
Aku tak perlu menjelaskan lebih lanjut. Semua langsung tahu siapa yang kumaksud.
Dia ada di sini. Visser Three. Chapter 21 "KENAPA dia ada di sini?" tanya Cassie. Suaranya gemetaran karena ngeri.
"Dia kemari karena anak buahnya terlalu tolol," ujar Marco sambil mencibir.
"Mereka telah membuat kesalahan, dan sekarang dia mau memastikan kesalahan itu
tidak terulang."
tegang sekali. Salah satu Hork-Bajir baru saja memusnahkan seekor rusa yang
kebetulan lewat.> "Apa?" seru Cassie. "Keterlaluan. Masa mereka membunuh rusa yang tak berdosa"!"
dilaksanakan. Coba pikir, kalian berempat jalan kaki ke tepi air, lalu berubah
wujud" Mustahil. Penjagaannya terlalu ketat.>
"Apalagi Visser Three juga di sini," Marco menimpali.
"Nanti dulu," ujar Rachel. "Kita tetap harus mencobanya. Kalau kita berhasil
masuk ke pesawat itu dan mematikan selubungnya sewaktu mereka terbang di atas
kota... seluruh perkara ini akan beres."
Jake langsung mendukungnya. "Sejak dulu kita berharap seluruh dunia tahu apa
yang sedang terjadi - yakni kaum Yeerk tengah berusaha menguasai Bumi... nah,
inilah kesempatan yang kita tunggu-tunggu. Para Pengendali takkan bisa menutupnutupi kejadian seperti itu. Aku tidak peduli siapa mereka. Bahkan seandainya
walikota, gubernur, dan semua petugas polisi sudah jadi Pengendali, mereka tak
bisa mengelak lagi."
Semua terdiam. Akhirnya Cassie bicara. "Mungkin ada satu cara," katanya. "Kalian
tahu, kan, bahwa ikan bisa bertahan di luar air selama beberapa menit. Dan ikan
yang akan kita tiru juga berukuran kecil." Ia menoleh ke arahku. "Cukup kecil
untuk dibawa elang ekor merah."
Wah, semua langsung tersentak kaget.
"Hah?" Marco memekik. "Maksudmu, kita bukan cuma harus berubah jadi ikan, tapi
berubah di luar air, lalu dibawa ke danau oleh seekor burung?"
Cassie menggigit bibir. "Aku kan cuma usul."
Jake termenung-menung. "Hmm, mungkin bisa," ia bergumam, lalu menatap Rachel
dengan pandangan yang berarti, "Oke, kita coba saja!"
"Aku tahu," Jake mengakui. "Tapi kesempatan emas seperti ini mungkin takkan
terulang lagi." Marco mengomel. Aku berdebat. Tapi akhirnya kami kalah suara, dua lawan tiga.
Lagi pula, Jake memang benar. Ini kesempatan emas untuk memberikan pukulan telak
kepada kaum Yeerk. Aku pernah menyaksikan Marco berubah jadi gorila; Rachel jadi gajah, cecurut,
dan kucing; Cassie jadi kuda; dan Jake jadi harimau dan kutu (wah, yang itu
benar-benar ajaib!). Tapi ini pertama kali kami mencoba meniru binatang yang
hidup di air. Cassie berkeras bahwa ia harus mendapat giliran pertama. "Aku yang punya ide,"
katanya. Kenyataan bahwa ia yang paling menguasai proses metamorfosis sama
sekali tak disinggungnya.
"Tapi kau harus segera berhenti kalau merasa seperti tercekik," Jake mewantiwanti sambil meraih tangan Cassie. "Kau dengar, tidak" Jangan nekat kalau merasa
ada yang tidak beres. Jangan sampai kau pingsan di tengah jalan."
Cassie tersenyum. "Beres. Jangan kuatir."
Aku sudah pernah cerita, kan, bahwa Cassie yang paling pintar mengendalikan
proses metamorfosis" Ia seperti memiliki bakat alam. Ia selalu bisa mengatur
proses perubahan, sehingga enak dilihat dan tidak menyeramkan.
Tapi kali ini tidak. Di depan mataku seluruh rambutnya lenyap. Kulitnya mulai mengeras, seolah-olah
dilapisi vernis atau sejenisnya. Tubuhnya seolah-olah dibungkus lapisan plastik
bening. Matanya bergeser ke sisi kepala. Wajahnya menjorok ke depan. Mulutnya
megap-megap. Sementara itu, tubuhnya berangsur-angsur mengerut.
Setiap perubahan bentuk kelihatan jelas karena berlangsung lambat. Kakinya
bertambah pendek, sampai akhirnya hilang sama sekali. Lalu ia pun terjatuh ke
tanah. Kemudian tubuhnya mulai memanjang, dari pinggang ke bawah.
"Ya ampun!" Rachel memekik.
Aku tercengang melihat potongan ekor muncul pelan-pelan dari bagian belakang
tubuh Cassie. Ekor ikan. Kini kulitnya yang keras mulai retak dan terbelah
menjadi jutaan sisik. Telinganya sudah lenyap. Lengannya semakin pendek. Panjang
badannya tinggal sekitar setengah meter. Ia tergeletak tak berdaya di lantai
gua.
gemetaran.
Tapi tiba-tiba sepasang celah muncul di lehernya. Insang.
"Berhenti, Cassie!" Jake berseru tertahan.
Panjang tubuh Cassie kini kurang dari tiga puluh sentimeter.
Yang tersisa dari tubuh manusianya cuma sepasang tangan mungil. Dan tangan itu
pun kemudian berubah menjadi sirip.
Cassie menggeliat-geliut. Mulutnya megap-megap tanpa suara.
"Cepat!" ujar Jake.
Dengan hati-hati aku mencengkeram tubuh Cassie yang licin dan menggelepargelepar. Lalu aku mengepakkan sayap dan segera terbang keluar gua.
Aku terbang sekitar tiga meter di atas permukaan tanah, dan melesat ke arah
danau. Sekonyong-konyong aku melihat Hork-Bajir di bawahku. Makhluk itu menoleh
dan melihatku. Ia menatap burung elang yang mencengkeram seekor ikan.
Aku bertanya-tanya, apakah Hork-Bajir tahu bahwa elang ekor merah bukan pemakan
ikan. Kuharap ia tidak tahu.
Dalam sekejap aku sudah sampai di tempat tujuan. Pesawat perbekalan Yeerk sedang
menurunkan pipa penyedot air. Serta-merta aku meluncur ke balik pepohonan yang
tumbuh di tepi danau.
Aku melepaskannya bagaikan pesawat tempur Perang Dunia II yang sedang
meluncurkan torpedonya. Air bercipratan ke segala arah ketika Cassie tercebur ke danau.
Tak ada jawaban.
Sekali lagi tak ada jawaban. Lalu terdengar ia berseru,
Aku menarik napas lega.
Digoreng. Lengkap dengan irisan jeruk nipis dan saus tomat.>
Chapter 22 JAKE mendapat giliran berikut. Ia menjelma jadi ikan trout, dan aku membawanya
melewati dua Polisi Hutan yang tidak memperhatikanku.
Setelah itu giliran Marco. Aku nyaris bertabrakan dengan Hork-Bajir ketika aku
terbang keluar, tapi makhluk raksasa itu pun tidak peduli padaku.
Tampaknya rencana Cassie akan berhasil. Walaupun semua Pengendali di sekitar
danau sedang siaga penuh, mereka tak menyangka bahwa lawan mereka ternyata
seekor burung yang sedang menggotong-gotong ikan.
Akhirnya tinggal Rachel yang masih di dalam gua.
"Yeah. Moga-moga seterusnya juga begitu."
Ia mulai berubah. Aku telah menyaksikan perubahan yang terjadi pada ketiga
temanku, jadi aku tidak kaget lagi. Tapi morph, atau proses metamorfosis tetap
saja bukan tontonan yang menyenangkan. Aku tidak tega melihat teman-temanku
menggeliat-geliut dan perlahan-lahan berubah wujud di depan mataku.
Kurasa kami takkan pernah terbiasa. Mungkin lain halnya dengan kaum Andalite.
Bisa jadi mereka menganggap proses itu biasa-biasa saja. Tapi aku yakin mereka
pun enggan berubah kalau tidak perlu.
Aku membuang muka ketika sosok Rachel mulai tampak mengerikan. Ia sudah hampir
menjelma sebagai ikan ketika terjadi peristiwa tak terduga.
Krak! Krak! Ada sesuatu yang menerobos semak-semak di mulut gua.
"Heffrach neeth di sana." Itu suara prajurit Hork-Bajir.
"Ya, aku tidak buta," sebuah suara manusia menyahut ketus. "Tubuh manusia ini
juga punya mata, tahu"! Jangan sok jago. Mentang-mentang Hork-Bajir. Lebih baik
kaupakai tandukmu untuk membuka jalan."
Aku mendengar suara mirip bunyi golok menebas semak-semak di mulut gua.
"Kalau ada apa-apa di sini," kata si Pengendali-manusia, "Kau akan mengalami
nasib sama seperti si tolol yang membiarkan orang itu lolos kemarin. Visser
Three tidak butuh anak buah yang sembrono."
Aku menatap Rachel. Sudah terlambat baginya untuk kembali ke wujud manusia.
"Seharusnya kau yang memeriksa sektor ini. Tapi kau malah tidak lihat bahwa ada
gua. Percuma punya badan besar. Kalau kau masih banyak omong, akan kulaporkan
kau pada dia!" "Kau bakal gulferch dan lulcathmu dimakan. Ha ha."
Tiba-tiba kepala seseorang menyembul di mulut gua, diikuti sebagian tubuhnya.
Orang itu mengenakan seragam Polisi Hutan.
"Yeah, memang ada gua. Ada burung yang..."
Saat itu aku mencengkeram Rachel yang sudah menjelma menjadi ikan. Tapi si
Pengendali-manusia menghalangi mulut gua yang sempit.
Hmm, aku punya taktik. Dan taktik ini sudah terbukti ampuh melawan
helikopter.... Tanpa pikir panjang aku mengepakkan sayap dan melesat maju.
"Hei, apa-apaan ini...." Petugas gadungan itu cepat-cepat mundur sambil
mengayun-ayunkan tangan. Aku terbang melewatinya.
Si Hork-Bajir berusaha menjatuhkanku dengan tanduknya yang tajam. Bulu ekorku
terpangkas sekitar dua sentimeter.
Aku mengudara. Tapi aku sulit menambah kecepatan karena harus menggotong Rachel.
Ikan trout lumayan berat untuk ukuran elang ekor merah. Dan aku sudah tiga kali
terbang bolak-balik dari gua ke danau. Aku capek.
Untung saja aku juga ketakutan setengah mati. Dan rasa takut kadang-kadang bisa
membuat tenaga kita jadi berlipat ganda.
Ssssseeewww! Seberkas sinar Dracon membakar udara di atasku. Malang bagi Hork-Bajir yang
mencoba menembakku. Berkas sinar itu tidak berhenti setelah gagal menemui
sasaran. Sinar itu malah menghantam bagian bawah pesawat perbekalan, dan
menimbulkan lubang kecil di perut pesawat raksasa itu. Namun kerusakan itu sama
sekali tidak berarti. Si Hork-Bajir langsung panik.
"Tolol!" bentak rekannya, si polisi palsu. "Kau bakal kehilangan kepala karena
ulahmu ini!" Sementara mereka kebingungan, aku melepaskan Rachel ke dalam air.
Samar-samar aku melihat sekawanan ikan di pinggir danau. Kemudian mereka
berenang menjauhi tepi dan menghilang di air yang dalam.
Seperti sudah pernah kubilang, jarak yang bisa ditempuh gelombang pikiran ada
batasnya. Hanya saja kami belum tahu seberapa jauh batas itu. Karena itu aku
berusaha berada sedekat mungkin dengan teman-temanku. Siapa tahu mereka
membutuhkan bantuan. Tapi sebenarnya sih, aku takkan bisa berbuat banyak di
bawah air. Aku tidak mau terbang di atas mereka. Orang yang melihatku dari tepi danau pasti
curiga. Terus terang, aku agak bingung harus berbuat apa. Pesawat raksasa itu
melayang rendah di atas danau. Jarak antara perut pesawat dan permukaan air tak
sampai dua meter. Rasanya tidak ada pilihan. Aku terpaksa terbang di bawah pesawat. Susahnya minta
ampun. Aku harus berkonsentrasi penuh.
Aku tidak boleh naik atau turun lebih dari beberapa jengkal.
Sebenarnya aku bisa saja bilang terus terang bahwa aku cuma beberapa meter di
atas mereka. Tapi kalau Jake tahu, ia malah akan uring-uringan karena menurutnya
aku mengambil risiko yang tidak perlu.
Kira-kira tiga puluh menit telah berlalu sejak mereka menjelma menjadi ikan,
lalu dibawa ke danau satu per satu dan berenang menuju pipa penyedot air. Cassie
punya sisa waktu sekitar satu setengah jam.
Jake sepuluh menit lebih lama, lalu Marco, dan Rachel.
Animorphs - 3 Pertempuran Bawah Air di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertambah tinggi. Huh, dengan mata ikan ini aku tidak bisa melihat ke atas
permukaan air. Tapi sepertinya ada lubang di langit-langit. Seolah ada kisikisi.>
Marco.
lalu berubah lagi jadi binatang yang lebih menyeramkan.>
jadi harimau, gorila, atau apa saja, untuk menghajar gerombolan makhluk asing.
Masa cuma begitu saja sudah kausebut gila" >
Chapter 23 TAK ada yang bisa dikerjakan selain menunggu. Menunggu sampai permukaan air
bertambah tinggi sehingga dapat membawa teman-temanku ke lubang di bagian atas
tangki. Aku tidak sanggup terbang lebih lama lagi di bawah pesawat perbekalan. Aku
berpamitan pada teman-temanku, lalu terbang menjauh.
Ah, nikmatnya terbang di udara terbuka. Aku naik ke angkasa dengan bantuan angin
termal yang ditimbulkan oleh badan pesawat itu. Tinggi, semakin tinggi.
Para Polisi Hutan masih berkeliaran di tepi danau dan sekitarnya. Kedua
helikopter dan kedua pesawat Bug Fighter masih diparkir di tengah lapangan
terbuka. Pesawat Blade yang ditumpangi Visser Three juga ada di situ.
Kedua pesawat Bug Fighter yang lain masih terus berpatroli di atas hutan.
Aku melihat satu prajurit Hork-Bajir diseret beberapa rekannya. Rupanya itu
Hork-Bajir yang menembakkan senjata sinar Dracon secara sembrono tadi. Ia akan
dibawa ke hadapan Visser Three.
Selama ini kami menganggap Hork-Bajir sebagai monster mengerikan yang tak kenal
takut. Tapi Hork-Bajir yang satu ini tampaknya tidak terlalu berani. Ia roboh di
depan Visser Three. Aku hampir merasa kasihan padanya.
Inilah salah satu faktor yang menyulitkan pertempuran kami melawan kaum Yeerk.
Musuh kami yang sebenarnya adalah makhluk-makhluk Yeerk yang bercokol dalam
kepala para Pengendali. Hork-Bajir malang itu mungkin dipaksa menjadi
Pengendali. Kebebasannya telah dirampas oleh Yeerk yang ada di dalam kepalanya.
Dan sekarang nyawanya akan melayang karena perbuatan yang sesungguhnya bukan
kesalahannya. Aku tidak bisa mendengar apa yang terjadi di bawah. Tapi berkat mata elangku,
aku bisa melihat segala sesuatu dengan jelas sekali.
Aku membuang muka. Aku tak sanggup menggambarkan bagaimana nasib Hork-Bajir itu.
Biarlah aku sendiri yang dihantui mimpi buruk.
Ketika aku menoleh lagi, Hork-Bajir itu sudah tidak ada. Tapi semua Hork-Bajir,
Taxxon, dan manusia yang mengelilingi Visser Three mendadak sangat sibuk. Visser
Three tampak gusar. Ia menunjuk-nunjuk ke langit.
Dalam beberapa detik saja kedua helikopter telah lepas landas. Kedua pesawat Bug
Fighter menyalakan mesin, lalu segera ikut mengangkasa.
Aku langsung mendapat firasat buruk. Hork-Bajir malang tadi pasti sempat
bercerita tentang burung yang hendak ditembaknya. Dan rekannya, si Pengendalimanusia, mungkin menimpali, "Oh, yeah, aku juga melihat burung yang
mencurigakan." Lalu pasti ada yang menambahkan, "Hei, bukankah manusia kemarin
bisa lolos karena dibantu seekor burung?"
Dan Visser Three tentu langsung bisa menarik kesimpulan. Binatang yang
bertingkah bukan seperti binatang, pasti Andalite yang sedang menyamar.
Mestinya aku merasa bangga karena Visser Three menganggap para anggota Animorphs
sebenarnya adalah prajurit Andalite. Tapi nyatanya tak ada bedanya apakah ia
menganggapku sebagai Andalite atau manusia. Ia langsung menyuruh anak buahnya
mencari burung yang bukan burung.
Yaitu aku. Salah satu pesawat Bug Fighter terbang rendah di atas pohon-pohon. Sebentarsebentar pesawat itu menembakkan sinar Dracon yang menyilaukan.
Jantungku berdegup kencang. Mereka membunuh setiap burung yang terlihat oleh
mereka! Si elang betina! Aku berada di daerah perburuannya.
Tiba-tiba saja sudah ada helikopter yang membuntutiku.
Thwak thwak thwak thwak! Ssshhheeeewww! Sinar Dracon. Aku nyaris tertembak. Aku berusaha meloloskan diri, tapi sia-sia.
Jumlah lawanku terlalu banyak, dan gerakan mereka terlalu cepat.
Tapi ada satu tempat di mana mereka takkan berani menembakkan sinar Dracon.
Apalagi setelah mereka melihat apa yang dilakukan Visser Three terhadap si HorkBajir yang sembrono. Aku menekuk sayap dan terbang menukik. Aku meluncur turun dengan cepat. Menuju
pesawat perbekalan sebesar lapangan bola yang membentang di bawahku.
Dalam sekejap aku sudah terkepung. Tapi musuh-musuhku salah mengambil posisi.
Aku terlalu dekat ke pesawat perbekalan.
Mereka tidak bisa menembak!
Aku hinggap di pesawat raksasa itu. Aku menapakkan cakarku pada permukaan logam
yang dingin dan keras. Permukaan logam itu membentang ke segala arah, lalu
melengkung ke bawah sehingga tepinya tidak kelihatan. Aku serasa berada di bulan
yang terbuat dari baja. Dua helikopter dan empat pesawat Bug Fighter melayanglayang di atasku. Semua Pengendali yang tampak di dalam pesawat-pesawat itu - baik
manusia, Hork-Bajir, maupun Taxxon - menatapku dengan tajam.
Sorot mata mereka terasa akrab bagiku. Sorot mata pemangsa.
Dan akulah mangsa mereka.
Chapter 24 AKU dalam posisi terjepit. Seandainya aku mencoba terbang menjauh dari pesawat
perbekalan, aku pasti langsung hangus dihantam sinar Dracon sebelum aku sempat
mengepakkan sayap sepuluh kali.
Situasinya benar-benar gawat. Aku hinggap di tengah permukaan logam yang luas,
sementara sekawanan pemangsa melayang-layang di atasku.
Tapi kemudian keadaannya bertambah parah. Jauh lebih parah.
Tiba-tiba saja pesawat Blade yang membawa Visser Three muncul di hadapanku
bagaikan bulan berwarna hitam pekat.
Pesawat itu seperti tergantung di udara, hanya beberapa puluh meter di atasku.
Sisa-sisa keberanianku langsung menguap.
Wah, Tobias, aku berkata pada diriku sendiri, agaknya kali ini kau takkan
selamat. Tapi semua pesawat itu terus melayang-layang, tanpa mengambil tindakan apa pun.
Perlahan-lahan aku mulai sadar - mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mereka tidak
bisa menembak karena takut mengenai pesawat perbekalan.
kepalaku. Ia belum pernah bicara langsung padaku. Suaranya penuh keyakinan. Penuh percaya
diri. Gemanya saja sudah mampu membuat kita merunduk. Dan gemetar ketakutan.
nekat menjawab, bisa jadi ia akan tahu bahwa aku manusia. Dan itu tidak boleh
terjadi. Ia takkan bisa memaksaku bicara.
Aku mengosongkan pikiran. Tapi aku tidak mampu menghalau suara yang mengerikan
itu.
Aku telah melihat apa yang dilakukan Visser Three terhadap Hork-Bajir bodoh yang
membuatnya marah. Gambaran itu masih segar dalam ingatanku.
tembakan sinar Dracon. Atau, kalau kami bisa menangkapmu, kau bisa mati
perlahan-lahan di dalam pesawatku. >
Sekonyong-konyong ada suara lain yang menembus ke dalam kepalaku. Suara yang
sangat berbeda. Kedengarannya sayup-sayup.
Seakan-akan berasal dari tempat yang jauh sekali.
Rachel!
bisa membukanya. Kami terperangkap di sini!>
menemukan kami begitu airnya dipindahkan ke pesawat induk. Tobias" Kami... kami
tidak mau ditangkap hidup-hidup.>
Darahku seakan-akan berhenti mengalir. Kepalaku serasa berputar-putar.
tahu" Seandainya ada cara untuk...>
bertempur sampai mati.>
Ia terdiam. Aku membayangkan dirinya menjelma kembali sebagai manusia. Ia
mengayun-ayunkan kaki di dalam air bersama teman-temanku yang lain, tak berdaya,
tak mampu meloloskan diri.
Bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk. Mereka hanya bisa berdoa agar aku
mendapatkan cara untuk mengakhiri penderitaan mereka dengan cepat. Seperti yang
ditawarkan Visser Three padaku tadi.
Kami kalah. Kaum Yeerk terlalu kuat untuk dilawan. Dan setelah kami tiada,
lenyap pula harapan terakhir umat manusia.
Pesawat Blade di atasku terus menunggu bagaikan elang yang mengawasi kelinci.
Siap menukik dan menghabisiku.
Hanya saja aku bukan kelinci.
Visser Three pemburu dan pemangsa" Hah, aku juga!
Lagi pula tak ada lagi yang perlu kutakuti. Kalau teman-temanku gugur di dalam
pesawat induk, maka aku akan sendirian hidup di dunia ini. Aku tak mau hidup
sendirian. Tanpa teman. Tanpa orangtua. Tak ada yang bisa diajak ngobrol. Tak
ada yang bisa menghiburku
Jadi tak ada lagi yang perlu kutakuti. Kalau mereka mati, aku juga harus mati.
Tiba-tiba saja aku melihat sesuatu yang seharusnya membuatku menggigil
ketakutan. Mereka menggeliat-geliut ke arahku. Cacing-cacing raksasa. Puluhan
kaki seribu yang mengincar daging segar.
Gerombolan Taxxon. Visser Three telah menyuruh mereka keluar dari pesawat.
Kalau aku diam di tempat, aku akan tertangkap. Kalau aku nekat terbang, pesawatpesawat Yeerk akan menembakku.
Makhluk-makhluk Taxxon mulai mengepungku.
di dalam kepalaku. Ia tertawa. Tawanya tidak bisa dibilang enak didengar.
Ah, Visser Three, kau memang pemangsa yang tidak kenal belas kasihan, pikirku.
Kau berhasil membuatku terperangkap.
Terperangkap bagaikan kelinci.
Kelinci yang terperangkap memang tak berdaya. Lain halnya dengan elang yang
terperangkap, apalagi elang yang memiliki akal sehat manusia.
Salah satu Taxxon membidikku dengan senapan sinar Dracon.
Ia menatapku dengan matanya yang mirip gumpalan agar-agar berwarna merah.
Kedua kakiku bertolak dari permukaan logam. Aku mengepakkan sayap.
Sasaranku adalah mata agar-agar itu.
Ia mengangkat salah satu kaki depan untuk melindungi matanya. Hah, dasar bodoh!
Aku bergeser ke kanan sedikit, menggerakkan cakarku ke depan, lalu menyambarnya
seperti menyambar tikus di tengah padang rumput.
Cakarku mencengkeram senapan sinar Dracon-nya. Genggaman tangan si Taxxon tak
mampu mengimbangi kecepatanku. Dengan mudah aku berhasil merampas senapan itu.
oleh kemarahannya. Tapi aku tidak terbang ke udara bebas. Aku terbang mengikuti lengkungan badan
pesawat perbekalan. Dengan demikian mereka tidak bisa menembakku tanpa mengenai
pesawat itu. Aku tahu persis ke mana aku terbang. Tanpa ragu-ragu aku melesat menuju
anjungan. Mendekati jendela kecil di mana aku melihat para awak Taxxon tadi.
Mungkin aku memang tidak bisa menyelamatkan teman-temanku. Tapi aku harus
berusaha memenuhi permintaan Rachel yang terakhir. Aku harus berusaha
menghancurkan pesawat perbekalan.
Biarpun itu berarti kematian bagi teman-temanku.
Chapter 25
perbekalan. Hampir seketika benda raksasa itu mulai bergerak maju. Mula-mula pelan. Tapi
terpaan angin dari depan sudah mulai terasa.
Anjungan itu semakin jauh dariku. Ketinggian pesawat terus bertambah. Lima puluh
meter. Seratus meter!
Hampir saja aku tidak tahan terus berdiam diri. Hampir saja aku memberikan
kejutan pada monster keji itu dengan berkata,
Tapi aku sadar belum waktunya berkoar-koar. Pesawat raksasa itu mulai menambah
kecepatan. Aku mengepakkan sayap lebih cepat lagi. Dan perlahan-lahan aku kembali mendekati
anjungan. Tapi tenagaku sudah nyaris terkuras habis. Senapan sinar Dracon yang
kubawa semakin berat. Terpaan angin dari depan pun semakin keras.
Anjungan pesawat tampak menggembung. Jaraknya tinggal beberapa meter saja.
Aku maju semeter. Semeter lagi. Dan semeter lagi. Kemudian aku mendarat dan
melipat sayap. Aku tak sanggup terbang lagi. Tapi aku masih bisa bergerak maju
dengan mencengkeram tonjolan-tonjolan di atas anjungan.
Ah, berhasil. Aku berdiri di atas lapisan plastik bening. Awak pesawat kelihatan
jelas di bawahku. Makhluk-makhluk Taxxon itu menatapku dengan panik.
Aku melontarkan tubuhku ke udara. Aku harus mengerahkan seluruh tenagaku untuk
mengimbangi pesawat perbekalan yang terbang semakin cepat.
Lalu, dengan menggunakan cakarku yang tajam, aku menarik picu senapan sinar
Dracon.
Tidak seperti senapan biasa, senapan itu tidak tersentak ketika kutembakkan.
Tapi seketika berkas cahaya merah memancar ke anjungan. Berkas cahaya itu
langsung menembus jendela, membelah salah satu Taxxon, lalu menghanguskan panelpanel instrumen. Sementara itu aku terus menarik picunya sampai aku tidak
sanggup menarik lebih lama lagi.
Senapan sinar Dracon terlepas dari cengkeramanku dan jatuh ke hutan.
Tapi tugasku sudah selesai.
Percayalah, adegan yang terjadi selanjutnya benar-benar seru, namun sekaligus
mengerikan. Pesawat perbekalan yang sebesar gedung pencakar langit itu tiba-tiba
Animorphs - 3 Pertempuran Bawah Air di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terguncang keras, seperti kapal laut menabrak bukit karang.
Meski demikian, pesawat itu tetap melesat ke atas, menuju angkasa luar. Tapi
kelihatan jelas awaknya telah kehilangan kendali.
Sekonyong-konyong pesawat itu mulai oleng.
BOOM! Terdengar ledakan membahana. Disusul bola api berwarna jingga!
Pesawat yang telah lepas kendali itu bertabrakan dengan helikopter. Helikopter
itu langsung hancur berantakan.
Kedua pesawat Bug Fighter serta pesawat Blade yang ditumpangi Visser Three
berusaha menyingkir. Tapi terlambat.
DU-OOOR! BA-BOOM! Salah satu pesawat tempur menghantam sisi pesawat perbekalan. Tak ada yang
tersisa dari pesawat tempur itu. Pesawat Visser Three dan pesawat Bug Fighter
yang satu lagi langsung mundur.
Dan kemudian aku melihat sebuah lubang menganga di sisi pesawat perbekalan.
Panjang lubang itu sekitar tiga puluh meter. Air danau menghambur keluar dari
dalam lubang. Kelihatannya seperti air terjun dari langit. Jutaan liter mengalir
deras.
Pesawat perbekalan itu terbang sekitar dua ratus meter di atas hutan ketika aku
melihat teman-temanku. Cassie. Lalu Rachel dan Marco. Dan Jake. Mereka telah kembali berwujud manusia,
dan mereka terlempar dari lubang di sisi pesawat.
Mereka jatuh, meluncur kencang, tanpa dapat berbuat apa-apa.
dan mengejar mereka. Aku melihat teman-temanku berjumpalitan di udara sambil
mengayun-ayunkan lengan dan menjerit-jerit ketakutan.
Chapter 26 MEREKA jatuh. Tapi sementara itu mereka mulai berubah.
Cassie yang pertama. Bulu-bulu bermunculan di sekujur tubuhnya. Ia memang bisa
menjelma sebagai burung osprey, yang masih bersaudara jauh dengan elang ekor
merah. Ia terus meluncur menuju permukaan tanah, tapi secara bersamaan ia berubah
menjadi burung. Marco dan Rachel sama-sama pernah menjelma sebagai elang kepala botak. Elang
jenis ini berukuran besar, jauh lebih besar daripada elang ekor merah.
Di depan mataku, lengan mereka berubah jadi sepasang sayap panjang.
Jake menjelma sebagai peregrine falcon yang mampu melesat cepat sekali.
Dibandingkan mereka, elang ekor merah seakan-akan berhenti di udara.
Aku melihat paruh peregrine menggantikan mulut Jake.
Tapi... waktunya tidak cukup! Waktunya tidak cukup! Mereka akan terempas di
tanah sebelum... Wusss! Cassie merentangkan sayap dan meluncur di atas pohon-pohon.
Tapi nasib Marco lebih buruk. Ia jatuh ke hutan dan menghilang dari pandangan.
Aku kuatir ia tidak bisa menyelamatkan diri.
Tapi kemudian aku melihat seekor burung muncul dari balik pepohonan, seekor
burung dengan rentang sayap hampir dua meter dan kepala seluruhnya berwarna
putih.
Pesawat perbekalan kaum Yeerk kini tak bisa naik lagi. Pesawat raksasa itu
berguling pelan-pelan, lalu menukik ke Bumi.
semua ini!>
Setelah tak lagi terhalang pesawat perbekalan, pesawat Blade dan pesawat-pesawat
tempur Bug langsung mengejar kami.
Bagaikan skuadron pesawat tempur yang terlatih baik, kami menyelinap di antara
pohon-pohon. Kami melintas di bawah atap dedaunan, sehingga kaum Yeerk tak bisa
melihat kami. BOOOOM! Sebuah ledakan mengguncangkan hutan. Pesawat perbekalan itu telah menghunjam
permukaan tanah. Getarannya menghantam kami bagaikan gelombang pasang laut.
Aku terpental ke sebuah pohon, untung saja tidak sampai cedera.
Satu persatu mereka menjawab ya.
Tapi ledakan itu telah mengusik binatang-binatang di hutan.
Semua burung segera kabur atau bersembunyi ketika pertempuran berlangsung. Dan
burung-burung yang masih tersisa kini langsung terbang.
Aku melihat si elang betina melesat ke udara. Ia ketakutan dan hendak
menyelamatkan diri ke langit.
Tapi kali ini langit bukan tempat yang aman.
Aku tidak tahu pesawat mana yang melepaskan tembakan sinar Dracon. Mungkin salah
satu pesawat Bug Fighter, atau mungkin pesawat Blade.
Mereka telah melihatku dengan jelas tadi. Dan tampang si elang betina mirip
sekali denganku. Sinar Dracon mendesis dan membakar sebelah sayap si elang betina.
Ia jatuh ke Bumi. Dan aku tahu ia takkan pernah bisa terbang lagi.
Chapter 27 PESAWAT perbekalan raksasa itu terbakar habis. Kaum Yeerk segera memusnahkan
reruntuhannya. Tak sedikit pun yang tersisa.
Tak ada bukti yang dapat kami perlihatkan kepada dunia.
Tapi kami berhasil menghancurkannya. Kami juga berhasil menghancurkan satu
pesawat Bug Fighter. Tanpa korban di pihak kami.
Hampir tanpa korban. Keesokan hari aku kembali mengunjungi Rachel. Rupanya ia sudah menunggu
kedatanganku. "Hai, Tobias," katanya. "Masuklah. Situasi aman, kok."
Aku masuk melalui jendela, lalu hinggap di meja riasnya.
"Bagaimana keadaanmu?" ia bertanya.
Ia tampak bingung harus berkata apa lagi. "Ehm, Tobias... aku tahu kedengarannya
gila. Tapi Cassie dan aku... ehm... kami ingin kembali ke danau. Untuk
mencari... si elang betina. Maksud kami, supaya dia bisa dikubur."
Ia menatapku tanpa berkedip. "Ya, kita memang manusia. Kita semua."
bingung dan kehilangan. Tapi sedih" Itu perasaan manusia. Kedengarannya mungkin
aneh, tapi kurasa cuma manusia yang bisa merasa sedih karena kematian seekor
burung.> "Kalau kau membantu mencari, barangkali kita masih bisa menemukannya."
"Hukum itu berlaku untuk binatang liar, Tobias. Bukan untuk manusia."
Dan aku juga manusia yang... yang sedih karena kematian.>
Ia tampak sedih sekali. Rachel memang mudah terharu.
Aku terbang keluar melalui jendela. Cuaca sedang bagus.
Matahari bersinar cerah. Awan-awan cumulus menandakan kehadiran angin termal
yang akan mendorongku terbang ke langit luas.
Aku terbang. Aku Tobias. Anak laki-laki. Tapi sekaligus elang. Suatu kombinasi yang aneh.
Sekarang kau sudah tahu kenapa aku tidak bisa menyebutkan nama lengkapku. Atau
tempat aku tinggal. Tapi suatu hari kau mungkin akan memandang ke langit dan
melihat siluet seekor burung pemangsa. Burung besar dengan paruh melengkung dan
cakar yang tajam. Burung bersayap lebar yang melayang-layang dengan bantuan
angin termal. Bergembiralah untukku, dan untuk semua yang terbang bebas di angkasa.
END Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Manusia Kelelawar 2 Pendekar Hina Kelana 18 Geger Di Bukit Seribu Sepak Terjang Hui Sing 3