Chapter 1 NAMAKU Marco. Dan namanya T'Shondra. Bukankah itu nama yang manis" Sebuah nama yang manis
untuk seorang gadis yang manis. Dan kalimat itu jugalah yang
kuucapkan padanya ketika aku mendekatinya di depan locker-nya.
"Hm... T'Shondra," sapaku.
"Marco," balasnya.
"Itu nama yang manis untuk seorang gadis yang manis," ujarku.
"Nama apa" Marco?"
"Bukan, T'Shondra."
"Apa?" "T'Shondra. Aku cuma mau bilang bahwa menurutku itu nama
yang manis untuk gadis yang manis."
"Oh, ya?" bentaknya sambil mendelikkan matanya padaku.
"Menurutmu begitu" Untuk gadis yang manis. Tapi bukan untukku,
ya, kan" Begitu maksudmu" Kau datang ke sini, dengan gaya sok
keren, cuma mau bilang aku seharusnya memberikan namaku pada
seorang gadis manis lain karena badanku terlalu berat untuk
memilikinya?" Detik itu juga aku seharusnya bisa menjelaskan duduk
perkaranya. Tapi aku punya firasat momennya sudah terlambat. Tahu,
kan, maksudnya" Bahwa apa pun yang akan kuucapkan takkan
mampu memperbaiki situasinya.
"Gimana kalau kita anggap saja percakapan ini tidak pernah
terjadi, oke?" balasku sengit. "Gimana kalau aku langsung pergi saja?"
"Ide yang bagus."
Oh ya, sampai di mana tadi" Betul juga, baru di bagian
"namaku Marco". Dan aku tak bisa memberitahumu nama keluargaku
atau tempat aku tinggal. Kenapa" Karena aku berharap bisa hidup
cukup lama untuk mampu memahami kaum wanita. Maksudku, apa
ini cuma perasaanku saja, atau memang mereka itu yang terlalu
sensitif" Pernah aku ngobrol dengan cewek yang namanya Danielle. Dan
kebetulan dia memang sering fitness, jadi badannya kuat sekali. Tapi
dalam arti positif. Kuulangi, dalam arti positif. Jadi kusapa dia dengan
kata-kata, "Wow, Danielle, bodimu mantap sekali. Pundakmu itu, lho.
Kau pasti bisa mengalahkan cowok-cowok."
Coba tebak reaksinya. Apa dia bilang, "Thanks, Marco atas
pujiannya?" Salah besar. Dia malah memanggil cowoknya yang
bernama Justin Mullins, dan mengadu, "Si Marco baru saja bilang
bodiku mirip cowok!"
Yah, akhirnya Justin mengejar-ngejar diriku. Aku lari keliling
sekolah sambil teriak-teriak, "Aku tidak bermaksud mengejek! Sudah
dong, jangan mengejar-ngejarku lagi. Tadi itu maksudnya pujian!"
Tapi bukan itu intinya. Aku pernah dikejar-kejar sesuatu yang
lebih parah dibandingkan Justin Mullins. Aku sudah pernah dikejarkejar para
serdadu Hork-Bajir. Para Taxxon. Dan Visser Three sendiri.
Inilah yang perlu kauketahui: Hidup ini bukanlah seperti apa
yang terlihat dari luar. Ada hal-hal yang sedang terjadi yang tidak
kausadari. Bumi kita sedang diserbu. Oleh makhluk asing jahat yang
disebut Yeerk. Mereka adalah spesies parasit seperti cacing pita.
Cuma mereka bercokol bukan di dalam ususmu, tapi di dalam otakmu.
Mereka mengendalikanmu. Tanpa ampun. Tanpa batas. Kaulah
boneka Muppet dan merekalah pawangnya. Kami menyebut orangorang seperti itu
Pengendali. Dirimu adalah Pengendali kalau kau
bukan lagi manusia utuh, melainkan cuma boneka yang dikendalikan
Yeerk di dalam kepalamu. Mereka ada di mana-mana. Mereka bisa menjadi siapa saja.
Kau takkan pernah tahu. Ayahmu, ibumu, kakak atau adikmu, tukang
yang membetulkan pipa ledeng, pembaca berita di TV yang selalu
tersenyum munafik, politikus, gurumu, anak kecil yang manis dan
lucu.... Mustahil kau bisa tahu. Mustahil untuk memastikan siapa yang
Pengendali dan siapa yang bukan.
Dan siapa yang melawan serbuan makhluk asing ini" Siapa
yang melindungi Bumi dari pengambilalihan yang sifatnya sembunyisembunyi ini"
Yah, siap-siap pingsan saja. Sebab satu-satunya kelompok
minoritas yang memerangi Yeerk terdiri atas diriku, keempat
temanku, dan makhluk Andalite yang setengah kuda, setengah
kalajengking, dan setengah manusia yang kami sapa dengan sebutan
Ax. Iya, iya, aku tahu. Pemakaian kata setengahnya itu kebanyakan.
Pokoknya, cuma aku dan segelintir temanku yang mencoba
menyelamatkan umat manusia.
Nah, benar, kan" Kau pasti kalang kabut.
Untungnya, kami punya kekuatan khusus. Kami memiliki
kemampuan untuk menjadi hewan apa pun yang DNA-nya dapat kami
sadap. Betul. Aku tidak bohong. Itu bukanlah kemampuan yang kami miliki sejak lahir. Bukan
penyimpangan genetika. Kami bukan manusia aneh yang biasa kalian
jumpai di sirkus-sirkus. Kami bukan anggota kelompok X-Men.
Kemampuan metamorfosis kami berasal dari teknologi Andalite.
Kuringkaskan kisahnya buat kalian: Pangeran Andalite yang sedang
sekarat yang bernama Elfangor menggunakan kotak kubus kecil
berwarna biru untuk mengubah sel-sel tubuh kami sehingga kami bisa
menyerap DNA binatang melalui sentuhan. Lalu, dengan hanya
memusatkan pikiran saja, kami bisa menjadi binatang tersebut.
Jelas teknologi ini lebih canggih daripada teknologi manusia.
Para Andalite itu benar-benar sudah maju. Kudengar mereka bahkan
punya web browser yang benar-benar berfungsi. Belum lagi
perjalanan ruang angkasa yang melebihi kecepatan cahaya.
Yang menyedihkan - aku bahkan tak sanggup menemukan sisi
lucunya - adalah kejadian yang menimpa Elfangor tepat setelah ia
memberi kami kemampuan ini. Yaitu ketika Visser Three, pemimpin
pasukan Yeerk di Bumi, tiba dengan pasukan Hork-Bajir dan
Pengendali-Manusia, lalu membunuh Elfangor.
Visser Three juga memiliki kemampuan metamorfosis. Ada
berjuta-juta Hork-Bajir yang telah dijadikan Pengendali. Ditambah
jutaan Taxxon. Dan setidaknya sudah ada ribuan Pengendali-Manusia.
Tapi hanya ada satu Pengendali-Andalite. Cuma satu Yeerk
yang memiliki tubuh Andalite. Hanya dialah satu-satunya yang
memiliki kemampuan metamorfosis.
Visser Three. Visser Three-lah yang berubah wujud menjadi semacam
monster mengerikan yang DNA-nya ia peroleh dari sebuah planet
yang jauh. Lalu ia memakan Elfangor - betul-betul memakannya.
Kemudian mereka memusnahkan semua bekas-bekas pesawat
Elfangor. Semuanya. Atau setidaknya begitulah sejauh pengetahuan kami.
Aku sedang berjalan menjauh dari T'Shondra sambil gelenggeleng kepala dan
menggerutu, "Huh, dasar cewek", ketika melihat
benda itu. Pada awalnya aku bahkan tidak melihat anak cowok yang
memegangnya. Aku cuma melihat kotak itu. Kotak biru.
Kubus pemberi kemampuan morf.
Chapter 2 "YO!" seruku pada anak cowok yang memegang kotak biru itu.
Tidak tahu deh kenapa aku tiba-tiba bilang "Yo!" Aku bukan
anak yang biasa memanggil-manggil orang dengan kata "Yo".
Tapi cuma kata itu yang muncul di otakku. Aku sedang sibuk
kena serangan jantung sampai tidak bisa berpikir apa-apa lagi.
Soalnya kotak biru itu seharusnya sudah hancur.
Kotak biru itu punya kekuatan yang lebih besar daripada
separuh senjata di dunia ini digabung jadi satu. Kotak biru itu bisa
memberikan kemampuan morf kepada siapa saja.
Para Yeerk akan berbuat apa saja untuk memperolehnya. Dan
yang dimaksud dengan "apa saja" berarti hal-hal yang tidak bakal bisa
kaubayangkan. Sebab itulah aku berteriak, "Yo!"
Anak itu berhenti berjalan. Dia memandangku sambil berpikirpikir apakah dia
mengenalku atau tidak. Dia sedikit lebih tinggi dari aku. Kebanyakan orang memang
begitu. Dia berambut pirang dan bermata cokelat, dan ekspresi
wajahnya menunjukkan dia agak sombong atau sok jagoan.
"Ada apa sih?" tanyanya.
"Mmm... aku belum mengenalmu, ya, kan?" ujarku.
"Aku anak baru."
"Oh," komentarku. Biasanya kata-kata mudah saja keluar dari
bibirku. Tapi saat ini otakku lagi beku. Aku terus mencari-cari di
antara kerumunan anak di koridor, berharap bisa menemukan Jake.
Atau Cassie. Pokoknya seseorang yang punya akal sehat. Yang pasti
bukan Rachel. Cara Rachel menangani masalah ini pastilah menyeret
anak itu ke toilet terdekat, berubah jadi beruang, dan merebut kotak
biru itu dengan cepat dan kasar.
Tapi aku tidak melihat Jake. Atau Cassie. Atau bahkan Rachel.
"Mmm... namaku Marco."
"Namaku David."
"David! Oke. Nama yang keren."
David menatapku seolah-olah aku ini anak idiot. Dan
sejujurnya, saat itu aku juga tidak berbuat banyak untuk mengubah
pendapatnya. "Aku harus pergi," kata David dan mulai berjalan menjauh.
"Hei, David!" panggilku. "Kotak apa itu?"
Dia berpaling menatapku. "Entahlah. Aku menemukannya. Di
lokasi pembangunan gedung di seberang mall. Dalam lubang di
tembok, di balik tumpukan batu bata. Seolah ada yang menaruhnya di
sana." "Oh ya?" "Yeah. Memang aneh. Maksudku, tampaknya ini sesuatu yang
luar biasa. Kau mengerti, kan" Bukan kotak biasa. Ada tulisan di
atasnya. Seolah-olah ini dari luar negeri."
KRRRRIIIIIIIINNNNGGGGG! Suara bel yang lembut itu membuatku terlompat sekitar
setengah meter dari lantai.
"Hei, boleh untukku" Maksudku, kelihatannya keren. Aku akan
membayarmu..." Aku mulai mengeluarkan isi saku celanaku. Seutas
benang sisa jahitan... permen Polo yang sudah kedaluwarsa...
"Aku akan membayarmu satu dolar tiga puluh dua sen," pintaku
dengan putus asa, mengulurkan uang kertas, uang logam, dan permen
itu. "Namamu Marco, kan?" tanya anak itu.
"Yeah. Marco. Senang bertemu denganmu."
"Aku juga. Tapi lebih senang lagi kalau berpisah denganmu,"
jawabnya kasar. Dia pergi. Lalu, setelah semuanya terjadi, muncullah Jake. Aku
langsung menghampirinya, mencengkeram kerah jaketnya, dan
menyeretnya ke toilet cowok.
"Ada anak yang punya kotak biru!" desisku.
"Kotak biru apa?" desaknya sambil mendorong tubuhku.
"Kotak biru itu." Aku membungkuk untuk mengintip ke bawah
pintu-pintu toilet dan memastikan bahwa kami cuma sendirian. "Kotak
biru Elfangor." Wajah Jake terlihat pucat. "Ohhh."
KRRRRIIIIIIIINNNNGGGGG! Chapter 3 KAMI ada di gudang jerami milik keluarga Cassie, alias Klinik
Perawatan Satwa Liar. Kedua orangtua Cassie dokter hewan. Dan dia
sendiri juga benar-benar mendalami kehidupan binatang.
Kenyataannya, sementara kami semua sedang panik, dia
tenang-tenang saja mendorong masuk sebutir pil ke dalam
kerongkongan seekor angsa putih yang besar.
"Bagaimana caranya kotak biru itu bisa selamat?" tanya Rachel
kesal. "Para Yeerk menembak pesawat tempur Elfangor dengan sinar
Dracon sampai jadi abu. Kita ada di sana. Kita menyaksikannya."
Kami semua menatap Ax. Kadang-kadang Ax tidak ikut rapat.
Tapi kali ini kami membutuhkan dia. Ax berada dalam wujud
Andalite-nya: bulu berwarna biru dan cokelat, lengan yang lemah,
jemari yang terlalu banyak, empat kaki kuda, ekor berupa cambuk
berduri, wajah tanpa mulut, dan dua mata ekstra yang menempel di
ujung tanduk yang bisa berputar ke sana kemari.
Ax ahli di bidang keanehan alien. Sebab dia sendiri juga alien
yang aneh. "Menurutmu apa yang sebenarnya terjadi, Ax?" tanya Jake.
"Apa maksudmu, 'aku tidak tahu'?" tanya Rachel. "Apa ada
yang istimewa pada kotak biru itu, misalnya tidak bisa dimusnahkan
dengan sinar Dracon?"
peluang acak.> "Apakah itu istilah Andalite untuk mengatakan 'kebetulan yang
aneh'?" tanyaku.
itulah yang melontarkan Mesin Escafil jauh-jauh dalam kecepatan
yang luar biasa.>
Tobias berada di tempatnya yang biasa: di palang langit-langit,
di tempat dia bisa memandang ke luar melalui jendela atap. Tobias itu
salah satu dari kami, tapi tidak sepenuhnya. Oleh kaum Andalite dia
disebut nothlit, yaitu orang yang terperangkap dalam wujud morf
karena bermetamorfosis selama lebih dari dua jam. Bagaimana
kejadiannya" Yah, kisahnya cukup panjang.
Pokoknya, Tobias berwujud elang ekor merah. Dan dalam
pertemuan seperti ini dia menggunakan mata elang yang setajam sinar
laser plus pendengaran elang yang sensitif untuk memastikan tak ada
yang mendekati kami tanpa ketahuan.
teknologi metamorfosis. Kalian tahu, ilmu fisika yang mendasari
pembuatan kotak itu cukup menakjubkan. Alat itu menyebabkan
regenerasi aliran sel yang terikat pada substansi Zero-space...>
"Masa bodoh!" potongku. "Dia bisa mengalir sepanjang Zerospace kalau dia mau.
Yang penting, benda ini, kotak ini, mesin ini,
kubus morf ini, sekarang ada di tangan seorang anak bernama David,
anak yang berpendapat aku ini seorang idiot!"
Rachel mengangguk dalam-dalam. "Yah, kalau dia pikir Marco
idiot, pasti dia tidak jelek-jelek amat buat dijadikan teman." Dia
memainkan matanya untuk menunjukkan dia cuma bercanda.
Aku suka sekali kalau matanya berkedip-kedip seperti itu.
"Kita harus merampasnya," kataku.
"Yap," kata Jake setuju. "Memang harus."
"Sebelum anak itu tahu benda apa itu," ujar Cassie, baru bicara
setelah sejak tadi berdiam diri. "Dan yang lebih penting lagi, sebelum
para Yeerk tahu benda itu ada di tangannya."
Aku memperhatikan Cassie diam-diam. Dia punya kisah
Animorphs - 20 Anggota Baru Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tersendiri. Dia pernah mengundurkan diri dari kelompok Animorphs
sebab tampaknya dia tidak setuju dengan beberapa aksi yang harus
kami lakukan sebagai anggota Animorphs.
Tapi dia kembali lagi, tentu saja. Dan sejak saat itu aku merasa
agak segan menghadapinya. Cassie memiliki moral dan etika yang
berlebihan. Selalu menimbang-nimbang apakah sesuatu itu benar atau
salah. Kalau aku sih, cuma bertanya-tanya apakah sebuah strategi itu
bisa berhasil atau tidak.
Aku sedang memikirkan komentar pedas untuk kuucapkan
kepadanya, tapi lalu kuputuskan diam saja. Cassie telah
menyelamatkan nyawaku lebih dari satu kali. Kau pasti menutup mata
terhadap kekurangan-kekurangan seseorang kalau orang itu telah
menyelamatkan nyawamu. "Oke, jadi kita butuh informasi," kata Jake. "Kita harus tahu di
mana dia tinggal, itu yang paling penting. Lalu kita menyusup masuk
dan mengambil kotak biru itu."
Jake. "Dia cuma pihak ketiga yang tidak tahu apa-apa."
"Itu tidak masalah," kata Rachel. "Dia toh bukan Hork-Bajir,
bukan Taxxon, dan bukan Visser Three. Kita, lawan anak dari sekolah
kita" Tolong! Itu sama berbahayanya dengan jalan-jalan di taman."
Biasanya aku percaya takhayul tentang jangan bilang gampang
dulu kalau suatu pekerjaan belum dilaksanakan. Tapi kali ini, bahkan
aku pun tidak merasa khawatir.
Nah, sekarang aku punya kepercayaan baru: Setiap kali aku
tidak merasa khawatir, aku jadi khawatir bakal terjadi apa-apa.
Chapter 4 KAMI menunggu di tempat makan terbuka Restoran Burger
King di pinggir jalan raya. Cuma kami berempat. Ax agak menarik
perhatian kalau ia ikut, dan juga tidak bisa dipercaya bila sedang
dalam wujud manusia dan berada di dekat lemak dan garam.
Sedangkan Tobias berjaga-jaga di rumah David.
Saat itu sudah malam, tapi ada cukup cahaya: lampu mobil yang
lewat, lampu neon suram dari tempat penampungan mobil bekas di
seberang jalan, dan lampu reklame berbentuk burger itu sendiri.
Udara dingin sekali, jadi kami memakai baju tebal. Memang
bisa jadi masalah, soalnya kalau kami berubah wujud, kami pasti akan
kehilangan pakaian luar kami. Jadi kami menyusun rencana. Dua
orang di antara kami tidak boleh ikut dalam misi ini, satu cowok, dan
satu cewek. Dua orang lagi akan bermetamorfosis di toilet, lalu dua
orang yang tidak ikut itu akan menjaga pakaian kami.
Betul-betul menyebalkan tidak bisa me-morf pakaian luar.
"Yang dapat french fries pendek tinggal di sini," kataku.
Kupatahkan dua batang kentang goreng jadi dua. Kugenggam satu
yang pendek dan satu yang lebih panjang dalam satu tangan, hanya
ujungnya yang kelihatan. "Silakan, Jake. Ambil satu."
Ia menarik keluar kentang yang pendek.
"Rupanya aku yang pergi dan kau yang bertugas di toilet,"
kataku girang. Cassie dan Rachel diundi juga. Rachel menang. Atau kalah,
tergantung dari sudut mana kau memandangnya. "Kau dan aku,
Xena," ujarku. Rachel menaikkan sebelah alisnya. "Jadi, kalau aku Xena, kau
siapa?" "Pasti Hercules dong."
"Aku cenderung menganggapmu Joxer. Itu kan nama cowok
cengeng menyebalkan yang selalu membuntuti Xena?"
"Oke, cukup sudah kesabaranku." Kuletakkan siku kananku di
atas meja dan kuangkat lengan bagian bawahnya dalam posisi adu
panco. "Ayo, cepat kita selesaikan masalah ini di sini, biar tuntas."
Jake menguap. "Kenapa tidak pakai kalajengking hidup biar
lebih seru?" Rachel menyeringai dan meletakkan lengannya di hadapanku.
Telapak tangan kami saling menggenggam. Aku mendorong. Ia
menahan. Lalu... "Ow!" Rasa sakit yang begitu mendadak menerpa lututku.
Sedetik kemudian tanganku berdebam keras menghantam, meja.
"Kau menendang, ya" Dia menendangku di kolong meja! Jake,
sepupumu menendangku!"
Rachel tertawa. "Siapa peduli bagaimana caranya, yang penting
menang ya, kan?" Cassie menaikkan bola matanya. "Kau tidak sungguh-sungguh
berprinsip begitu kan, Rachel" Eh, tunggu dulu, kau memang
berprinsip begitu." "Ya ampun, kalian berdua yang melaksanakan misi ini?" gerutu
Jake. "Bukannya Dumb and Dumber, ini sih Crazy and Crazier."
Rachel dan aku berpandangan dan kami sama-sama tertawa.
"Si Sinting dan Yang Lebih Sinting," sembur Rachel sambil
terbahak. "Yeah, tapi siapa yang sinting dan siapa yang lebih sinting di
antara kita berdua?"
Aku mengangkat pandanganku dan melihat seorang anak
menghampiri kami. Ia menenteng kantong kertas berisi burger.
Aku langsung pasang tampang serius. "Itu Erek," kataku
memberitahu Jake. Erek King adalah anak yang pernah belajar di
sekolah kami. Setidaknya itulah yang terlihat dari luar. Tapi semua
yang kaulihat pada diri Erek hanyalah proyeksi hologram. Erek yang
asli ada di balik hologram itu. Erek yang asli adalah robot yang bisa
berpikir sendiri. Istilah kerennya, android.
Erek termasuk "bangsa" Chee, suatu "ras" android yang
diciptakan oleh bangsa Pemalite yang sudah punah. Para Chee tidak
mampu melakukan tindakan kekerasan, walau mereka sebenarnya
sangat kuat. Tapi mereka membenci kaum Yeerk dan mencintai umat
manusia. Atau sebenarnya, mereka mencintai anjing, dan mereka
peduli pada manusia karena kita juga menyayangi anjing.
Tentang mereka, ada riwayatnya juga.
Pokoknya, para Chee adalah sekutu kami yang sangat hebat
dalam menyusupi organisasi-organisasi Yeerk.
"Hei, Erek," sapa Jake kalem.
Rachel menganggukkan kepala. Cassie tersenyum.
"Hai, teman-teman. Ada berita apa?" kata Erek, benar-benar
terdengar seperti anak ABG biasa, bukan robot yang saking tuanya
pernah membangun piramid di Mesir.
"Tidak ada, tuh," kataku, memotong Cassie sebelum ia sempat
bicara. Kami percaya pada para Chee, tapi tak ada gunanya menyebarnyebar
informasi yang tak perlu ia ketahui.
Aku memang selalu gampang curiga.
"Dari kamu sendiri, ada berita apa?" tanya Jake.
Erek mengeluarkan Burger King Whopper dan membuka
bungkusnya. Ia menggigit dan mengunyahnya. Aku tahu bahwa pada
kenyataannya makanan itu akan dibakar habis oleh sinar laser di
dalam tubuh kalengnya. "Tidak pakai keju?" tanyaku.
Ia menggelengkan kepala dan menyeringai. "Aku mencoba
mengurangi konsumsi lemak."
"Yeah, yeah. Percaya deh. Kau mau tetap hidup sampai...
milenium keseribu?" Erek ketawa. Lalu ia menaruh burgernya dan mulai bicara.
"Ada peristiwa besar yang akan diselenggarakan. Tidak ada penduduk
kota ini yang tahu. Ini tak akan disiarkan secara luas sebelum acaranya
selesai. Demi alasan keamanan."
"Memangnya acara apa sih?" tanya Rachel penasaran, sambil
mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Oh, tidak begitu serius kok," katanya, pura-pura santai. "Cuma
konferensi tingkat tinggi yang akan diselenggarakan di kota kita ini.
Para presiden dan perdana menteri dari Inggris, Prancis, Rusia,
Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat akan berkumpul di sini untuk
merundingkan penyelesaian masalah Timur Tengah."
"Oh, begitu," sahut Rachel, tidak tertarik. "Terus kenapa?"
"Itu akan jadi target utama," Cassie yang menjawab. "Para
pemimpin enam negara adidaya" Semuanya berkumpul di satu tempat
sekaligus" Dan satu tempat itu adalah di sini, di mana penyerbuan
mereka paling kuat?"
Jake berbisik pada Erek. "Kau punya alasan untuk percaya
bahwa para Yeerk sedang merencanakan untuk memperbudak orangorang paling
berkuasa tersebut?" Erek mengangguk. "Rencananya sedang disusun. Para presiden
dan perdana menteri mulai berdatangan dua hari lagi. Mereka akan
menginap di rumah peristirahatan, di Marriot Resort di tepi pantai."
"Ini bisa jadi kesempatan buat kita," kata Cassie sambil
berpikir-pikir. "Jika kita bisa mengadakan kontak langsung dengan
para pemimpin negara ini, menunjukkan pada mereka, membuktikan
pada mereka apa yang sedang terjadi... Maksudku, para Yeerk akan
benar-benar terbongkar kedoknya."
"Dan dari sudut pandang lain, jika para Yeerk berhasil
menjadikan mereka Pengendali, itulah akhir perjuangan kita, kita
kalah." "Ada satu masalah besar," kata Erek.
"Cuma satu?" tanyaku.
"Oke, banyak masalah besar, dan satu masalah raksasa," sahut
Erek, senyum hologramnya memudar. "Salah satu kepala negara ini
sudah menjadi Pengendali. Kalau kalian buat langkah yang keliru,
mendatangi kepala negara yang salah, maka..."
Ia tidak meneruskan kalimatnya.
"Apa kau tidak tahu pemimpin negara mana yang telah menjadi
tawanan dalam tubuhnya sendiri?" tanya Jake.
Erek menggeleng. "Jika kami tahu, maka itu cuma jadi masalah
besar, bukan masalah raksasa."
Chapter 5 EREK pergi dan kami berempat cuma termangu-mangu sambil
saling menatap satu sama lain. Tak satu pun dari kami rela
membayangkan sebuah dunia di mana presiden negara kami dan para
kepala negara adidaya lainnya telah menjadi budak Yeerk.
Pokoknya kami harus menghentikan mereka.
"Oke, satu-satu dulu kita selesaikan," kata Jake. "Kita urus dulu
masalah kotak biru itu."
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang lewat di atas kepalaku.
Tobias meluncur dan mendarat di atas huruf "R" terakhir dari kata
BURGER KING.
tinggal melesat masuk lalu langsung kabur. Aku bisa saja
melakukannya sendiri, tapi tadi kausuruh supaya melapor saja.>
Jake mengangguk seolah-olah dia sedang ngobrol denganku.
Bahasa-pikiran hanya berfungsi kalau kau sedang berubah wujud.
Tobias bisa melakukannya. Sedang kami berempat tidak.
Tobias memajukan kepalanya dan menatap lebih tajam lagi.
ceritanya nanti saja.>
Dengan tenang Jake berkata, "Oke, ayo kita selesaikan saja.
Rachel" Marco" Kalian sudah siap?"
Kami masuk restoran, terlihat seperti sekelompok ABG biasa
yang mau cuci tangan. Aku dan Jake masuk WC cowok. Tempat itu
kecil, cuma punya satu toilet. Di situ tidak ada orang. Kami mengunci
pintu WC. Aku membuka sweter bertudungku. "Jangan sampai hilang lho.
Sweter ini pernah ditandatangani Steve Young," ujarku.
"Marco, dia kan menandatanganinya sekitar dua tahun yang lalu
dan kau pasti sudah pernah mencucinya minimal satu kali sejak saat
itu. Tulisannya saja sudah tidak kelihatan sama sekali."
"Aku tidak bilang masih ada tanda tangannya, ya, kan" Aku tadi
bilang sweter ini pernah ditandatangani. Baju ini punya nilai
sentimental." Jake melihat berkeliling suasana yang remang-remang ini. "Ini
cuma sebagian kecil dari gaya hidup superhero yang glamor itu."
"Yeah. Mana boks telepon umum yang biasa dipakai Superman
zaman dulu buat ganti baju?"
"Kau tabu, aku masih belum terbiasa dengan Superman
produksi sekarang," kata Jake.
Aku mulai memusatkan pikiran pada proses morfku. Ini misi
udara. Saatnya berubah. Kekuatan morf burung. Masuk dari jendela,
mencengkeram kotak itu, lalu kabur.
Tidak masalah, seperti kata Rachel. Tak ada yang perlu
dikhawatirkan, khususnya kalau dibandingkan dengan berita yang
baru saja diberitahu oleh Erek. Aku sudah terbiasa dengan morf ini,
yaitu burung Osprey. Osprey adalah sejenis elang. Elang laut.
Biasanya mereka tinggal dekat perairan dan memangsa ikan. Jarang
sekali nyasar sampai toilet pria di Burger King.
Kupusatkan konsentrasi dan mulai menyusut. Bagian atas
wastafel mendadak setinggi kepalaku dan Jake terlihat lebih besar dari
biasanya. Duk! Duk! Duk! Pintu WC digedor orang.
"Tunggu sebentar!" teriak Jake.
Aku terus berubah. Kulitku menjadi abu-abu. Seperti warna
papan tulis yang kotor oleh kapur. Seperti mayat berusia beberapa
minggu. Bikin mual deh. Tapi itu belum separah waktu pola-pola bulu muncul seperti
sketsa, lalu mengelupas, menjadi tiga dimensi.
Jemariku meregang, lalu memanjang, jauh lebih panjang
daripada keseluruhan tangan dan lenganku. Sementara itu, tulang
jemariku menembus daging dan kulit jariku, sehingga terlihatlah
tulang sayap yang putih dan kering.
"Iiiiiiiiiiiiihhh!" kata Jake sambil tertawa jijik. "Ada
pemandangan baru lho!"
"Ya ampun, aku tidak perlu melihat yang seperti itu lagi!"
kataku. Proses berubah wujud benar-benar tak terduga. Bukan sesuatu
yang perlahan-lahan terjadi. Proses itu melalui berbagai tahap. Tahaptahap yang
terjadi begitu saja, aneh, dan benar-benar menjijikkan.
Tulang yang terlihat itu baru pertama kalinya terjadi. Dan betulbetul memualkan.
Duk! Duk! Duk! Duk! Duk! "Ada orang di dalam?" terdengar suara memaksa.
"Ya, ada!" teriak Jake. "Brengsek!"
"Ayo keluar! Sekarang juga!"
"Apa?" tanya Jake.
"Appfa?" tanyaku, tepat pada saat bibirku berubah menjadi
paruh. "Kalian sedang pakai obat terlarang, ya?" tanya suara itu.
"Tidak!" Jake menatapku tak sabar. "Ayo cepat."
"KELUAR SEKARANG JUGA!"
Terdengar suara baru. Suara yang sangat berwibawa. Menyusul
bunyi kunci diputar. "Berhenti morf!" desis Jake. "Berdiri setegak mungkin dan
jangan bersuara!" Aku berdiri di sana, sudah sembilan puluh persen berwujud
osprey. Tinggiku mungkin cuma sekitar tujuh puluh senti, berdiri di
atas cakarku.
Animorphs - 20 Anggota Baru Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jake menghamparkan sweter bertudung itu di atas tubuhku. Dia
menutupi kepalaku dengan tudungnya dan menarik tali pengikatnya.
Pintu menghambur terbuka. Dua orang berdiri di sana, menatap
kami. Seorang remaja yang memakai seragam Burger King. Dan
manajernya. "Aku cuma menolong adikku pergi ke WC," kata Jake sambil
menepuk-nepuk bahuku. Kedua orang itu menatapku. Aku berdiri di balik jubah aneh
yang begitu besar sehingga tepinya teronggok di sekeliling kakiku.
Bagusnya tepi jubah itu jadi menutupi jari kakiku yang sudah
berbentuk cakar. Sayapku tergantung lemas di sisi tubuhku.
"Adikmu?" tanya si manajer. "Kenapa bajunya kedodoran
begitu?" "Hei, baju itu ditandatangani oleh Steve Young, tahu!" kata
Jake. Seolah-olah ucapannya itu bisa membantu kami.
"Ada yang aneh dengan mukanya!" ujar si cowok remaja.
Jake melingkarkan lengannya, melingkupi bahuku. "Tak usah
didengarkan, Tommy, katanya, suaranya jadi serak. "Mukamu tidak
apa-apa! Baik-baik saja kok! Dokter bilang nanti kau bisa sehat lagi."
"Hei, aku tidak bermaksud...," cowok itu bicara, tapi tidak
sanggup meneruskan kalimatnya.
"Apa sih itu?" tanya si manajer dengan nada prihatin.
"Maksudku... penyakitnya."
Jake ternganga. "Mmmm..."
"Beakanoma," kata Jake.
"Sejenis, uh, tumor yang tumbuh, bentuknya seperti paruh,"
kata Jake.
"Oh, diamlah," gumam Jake.
Jake menggiringku keluar. Secepat aku mampu berjalan di atas
kaki bercakar dengan memakai jubah raksasa yang berat.
Chapter 6 RUMAH David biasa-biasa saja: bertingkat dua, dengan
halaman depan yang rapi, dan halaman belakang di mana terdapat
panggangan barbeque dan ayunan yang sudah berkarat. Juga kolam
renang. Aku langsung merasa iri. Aku kan tidak punya kolam renang.
Kamar David ada di lantai dua.
Tobias, Rachel, dan aku melayang di atas rumahnya pada
ketinggian lima belas meter. Aku maklum mengapa Tobias tidak suka
terbang di malam hari. Di tempat gelap mata elang tidak lebih tajam
daripada mata manusia, dan setelah matahari terbenam tak ada angin
termal, yaitu pilar udara hangat yang mengangkatmu naik.
Jadi kami harus bersusah payah mengepakkan sayap untuk
melintasi beberapa blok yang memisahkan rumah David dengan
Burger King. Dan berbingung-ria. Pernah tidak kau coba membedakan
satu rumah dari rumah lainnya pada malam hari" Dari ketinggian lima
belas meter pula" Tapi ternyata kolam itu terang benderang, dan
David ada di dalamnya, sedang berenang bolak-balik.
Kamarnya juga terang, yang membantu kami menemukannya.
Aku bisa melihat kubus biru itu di atas meja.
baik aku dan Marco yang masuk.>
Tobias benar.
Lalu dia mengembangkan bulu-bulu sayapnya sehingga udara terlepas
dari sela-selanya, menyeimbangkan dirinya untuk meluncur lurus,
tepat menuju celah antara daun jendela yang terbuka ke atas dan
ambang jendela. Tapi aku berhasil menyusulnya.
mengerem mendadak, kalau tidak kau pasti menabrak tembok
seberang.>
Rachel tanpa diminta. Aku meluncur turun menuju jendela tersebut. Asyik sekali.
Seperti mendaratkan pesawat jet pada kapal induk di malam hari.
Yang terlihat cuma sasaran kecil yang menyala dalam kegelapan.
cuma satu setengah meter di belakangku.
itu sudah berada tepat di depanku! Tipuan cahaya! Padahal tadi
sepertinya masih jauh. Aku mencoba memperlambat lajuku, bersiap-siap untuk
mengembangkan bulu sayap ke depan begitu sudah masuk. Lalu aku
melihat tongkat itu. Tongkat yang menahan daun jendela agar terbuka
ke atas. Tookkkk! Sayap kiriku menghantamnya.
BRUKKK! Daun jendela itu jatuh tertutup dengan bantingan
keras. Duk! Tobias menabrak kaca jendela.
DUGG! Aku menabrak tembok di sisi seberang, lupa
mengembangkan sayapku ke depan.
Aku kesakitan, jatuh, lalu mendarat di balik meja pendek
berlaci. Aku terjepit di tempat yang lebarnya cuma delapan senti, tidak
bisa bergerak. Yang bisa kulakukan cuma merosot pelan-pelan ke atas
karpet.
Tobias masih hidup. Tapi pasti kepalanya terbentur cukup
keras. Sepertinya dia sedang membayangkan adegan salah satu level
dalam video game Clue. Keadaanku juga sama parahnya. Aku bergeser-geser ke
samping, sesenti demi sesenti.
"Mrrraaowwwrr!"
Oh-oh. Aku berusaha merangkak lebih cepat. Makin cepat, setengah
mati aku berusaha keluar dari belakang meja kecil itu.
Aku merasakan sesuatu memukul cakarku. Aku tahu siapa itu.
Sebelah sayap telah bebas! Lalu tubuhku. Lalu...
"Hhhiiiiisssssssss!" desis kucing itu.
Kucing yang sangat besar. Kucing betina abu-abu yang
berbadan besar, dengan bibir tertarik ke belakang, menunjukkan
taring-taring tajam.
Kucing itu tidak suka ada burung besar di kamarnya. Apalagi
burung besar yang bisa ngomong.
"Mmmrrr000WWWWWRRRR!" geram kucing itu,
menjelaskan perasaannya padaku.
Kami semua pernah melihat kucing rumah. Aku sudah terlalu
sering melihat kucing piaraan. Tapi kelihatannya sangat berbeda kalau
kau sedang berwujud burung. Bahkan burung pemangsa yang besar.
Wuss! Si kucing menyambar sayapku, cakarnya bermunculan.
melompat. Dari jarak setengah meter, hanya dalam sepersejuta detik
dia sudah tiba tepat di depanku.
"Mrrr0000WWW - hiissssss!" si kucing mendesis lagi.
Tiba-tiba saja kami berubah menjadi gumpalan cakar dan kuku
dan paruh dan taring, dan berani sumpah, kami pasti kelihatan seperti
adegan film kartun di mana Bugs Bunny dan si koboi Yosemite Sam
sedang berkelahi, dan yang terlihat cuma gumpalan debu dan bintangbintang.
Kami tersentak menjauh, saling mendelik dan terengah-engah.
Aku telah melukainya cukup parah. Tapi Mr. Kitty ternyata sama
gesitnya. Dia telah mencabik perutku sampai kulitnya terkelupas,
menggigit leherku, kedua sayapku, dan kaki kiriku. Semuanya cuma
dalam waktu enam detik. Aku tidak siap untuk ronde kedua. Aku tidak mau kolom berita
dukacitaku di koran tertulis, "Telah meninggal dunia dengan tenang,
akibat luka parah yang diderita karena bertempur melawan kucing."
Hal itu pasti akan sangat memalukan.
Aku bisa demorph. Atau kabur.
Kabur melalui jendela yang tertutup" Tidak mungkin.
Melalui pintu yang juga tertutup" Sama mustahilnya. Jadi
tinggal demorph pilihannya.
Hanya saja tepat pada saat itu Rachel memutuskan untuk
menolongku. PRANG! Kaca jendela itu meledak ke dalam. Sebongkah batu meluncur
masuk, diikuti rajawali botak yang sayapnya terlipat ke belakang.
Dia merentangkan sayapnya ke samping. Kedua ujung sayapnya
benar-benar menyentuh kedua dinding di kanan-kiri. Dia mendarat di
atas tempat tidur. "Roowwwrr!" Mr. Kitty mengomel dengan suara
heran.
Dan tepat pada saat itulah pintu kamar menghambur terbuka.
Dan David muncul. Si kucing mendesis dan melompat ke tirai yang
tergantung di sisi jendela.
Rachel. Dia mulai mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang
berkeliling sambil mencakar-cakar David.
"Ow!" teriak David.
Rachel mulai mencabik-cabik bantal. Bulu-bulu angsa
berhamburan memenuhi ruangan. Si kucing memanjat tirai menuju
langit-langit. Aku lepas landas dan terbang ke atas meja belajar.
Kotaknya! Itu dia! David melompat ke meja belajarnya, seolah-olah dia mau
menyerangku. Tapi ternyata dia menarik laci dan mengeluarkan...
Dari kejauhan terdengar suara,
Chapter 7
Sesuatu menyengat perutku.
pada kotak itu. Terlalu besar! Harus pakai dua cakar. Aku bisa
memegang kubus itu, tapi tak bisa lepas landas. Kukepakkan sayapku
bagai orang gila dan berhasil jatuh dari meja itu dengan tetap
menggenggam kotak itu. Pop! Pop!
Pop! Pop! Pop! Aku mengepak-ngepak liar dan menyeret kotak itu melintasi
karpet menuju ke pintu. Rachel bisa terbang lebih tinggi lagi, tapi
begitu sampai di koridor, sayapnya membentur-bentur tembok setiap
kali dia mengepak. "Hei, enak saja!" teriak David. "Kembalikan kotak itu!"
Kami kabur dari situ: dua ekor burung yang terkena peluru
plastik, salah satunya menyeret kotak berwarna biru. Dikejar oleh
anak laki-laki yang sedang marah sambil berteriak-teriak dan
menembakkan pistol yang mirip sekali pistol sungguhan.
Sampai di ujung koridor!
Pop! Pop! Pop! Melayang turun ke lantai satu!
"Kembalikan!" Pop! Pop! Pop! Melewati ruang duduk yang TV-nya dibiarkan menyala,
menampilkan film seri Buffy the Vampire Slayer.
Pop! Pop! Pop!
Rachel mencengkeram pegangan pintu dorong tersebut dengan
paruhnya, dan menarik-nariknya. David berlari tepat ke arahku. Tepat
ke arah kotak itu. Aku bisa melompat dan mencakar matanya, atau bisa juga
melepaskan kotak itu begitu saja. Tapi David bukan Pengendali. Dia
bukan musuh. Dan bahkan aku pun tidak setuju kami bertindak
seenaknya, merobek-robek wajah pihak ketiga yang tidak tahu apaapa.
Aku melepaskan kotak itu. Pintu terbuka. Dan kami terbang
melintasi halaman belakang, kolam renang, pagar, dan akhirnya pergi
dari situ. "Bagus! Dan jangan balik lagi kemari!" teriak David sambil
melepaskan tembakan terakhir.
Seekor elang mengudara dan bergabung bersama kami.
apa yang terjadi">
Chapter 8 TADI itu bukan saat yang menyenangkan buat kami. Kami
berkumpul kembali, dan memutuskan untuk mencoba lagi besok
malam kalau David sudah tenang. Kami masih harus mendapatkan
Animorphs - 20 Anggota Baru Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kotak itu sebelum menangani masalah bagaimana menyelamatkan
para pemimpin dunia. Ditambah aku harus mengerjakan tugas perbaikan nilai untuk
mengganti tugas yang lupa kukumpulkan minggu lalu.
Besoknya masih hari sekolah. Kau tahu urutannya: bangun
pagi-pagi sekali, mandi, pakai baju, berdiri menunggu bus sekolah
bersama anak-anak tolol, mencoba menelan semua materi pelajaran
untuk ulangan pada jam pertama sementara bus yang melompatlompat ini membuat
tulang ekorku sakit. Lalu bayangan gedung sekolah yang makin lama makin jelas,
diikuti - setidaknya hal itu berlaku bagiku - oleh perasaan mual. Lalu
kulihat ada cewek cakep yang belum pernah mengejekku dan aku
mulai berpikir, Oke, sepertinya aku masih sanggup menghadapi satu
hari lagi. Berkumpul di kelas masing-masing. Mata pelajaran pertama.
Pelajaran kedua. Istirahat makan siang.
Antrean panjang sementara bau sesuatu yang busuk melayang
ke hidungku. Brokoli" Terong" Bukan, kembang kol.
"Kaubilang namamu Marco, ya, kan?"
Aku berputar tapi masih terus mendorong baki makananku
sepanjang rel besi itu. David. Aku tersentak seperti seorang mata-mata
yang tertangkap basah. "Yeah, Marco," kataku. "David. Benar, kan?"
Dia mengangguk. Lalu dia mengintip ke dalam panci makanan
yang masih mengepul-ngepul dan mengeluarkan aroma tak sedap itu.
"Makanan di sekolahku yang dulu lebih enak daripada di sini."
"Pasti. Tidak mungkin ada makanan yang lebih parah lagi
daripada yang itu. Kecuali sekolahmu yang dulu itu penjara."
Dia tidak ketawa. Dia cuma memandangku tajam. "Aku belum
kenal siapa-siapa di sini. Ada yang aneh di rumahku semalam. Benarbenar aneh.
Mau makan bareng?" "Oke. Jadi, apa..."
"Kembang kol atau casserole kacang hijau?" tanya si wanita
pemberi jatah kepadaku. "Ayo, Marco Pendek, cepat pilih."
"Casserole, tentu saja," kataku. "Kedengarannya seperti
masakan Prancis." Aku menoleh ke arah David dan berkata, "Kau tahu
bahasa Inggrisnya casserole" Slop."
Lagi-lagi dia tidak ketawa.
Kami selesai menerima jatah dan menyelinap melalui "kebun
binatang" yang ramai ini. Ada dua meja kosong di sisi seberang ruang
makan ini. Aku duduk di salah satunya. David duduk di mejaku,
berhadapan denganku. Aku harus bersikap biasa-biasa saja, pura-pura tidak begitu
tertarik akan ceritanya. Itu gampang saja. Aku kan sudah tahu seluruh
kejadiannya. "Masih ingat kotak biru yang kubawa kemarin?"
Aku pura-pura berpikir. "Yeah. Sekarang ingat lagi."
Dia mencondongkan badannya ke arahku. "Semalam ada orang
yang mencoba" mencurinya. Dan kau takkan bisa menduga bagaimana
caranya. Mereka pakai burung yang sudah dilatih."
"Apa?" "Dua ekor burung terbang masuk melalui jendela kamarku dan
mencoba kabur sambil membawa kotak itu. Untung saja kucingku,
Megadeth, mengejar salah satu dari mereka."
"Kau menamakan kucingmu Megadeth?"
"Coba ularku juga ada di luar kotaknya. Kelenjar bisanya sudah
dibuang, tapi aku yakin dia pasti bisa menakut-nakuti burung-burung
tersebut." "Ular?" "Yeah, dia benar-benar keren deh. Ular kobra. Aku sebenarnya
tidak punya izin untuk memeliharanya, tapi ayahku yang
memberikannya kepadaku. Dia sering bepergian ke luar negeri. Dia
itu agen rahasia. Tapi awas, jangan bilang siapa-siapa lho."
Informasi ini menjadi terlalu banyak untuk bisa kucerna. Seekor
kucing bernama Megadeth, seekor ular kobra, dan ayah yang
kemungkinan berprofesi sebagai mata-mata"
"Oooke," ujarku.
"Dengar, aku tahu ini kedengarannya aneh, tapi kurasa burungburung tersebut
bukan burung biasa. Salah satunya bisa membuka
pintu dorong. Kelihatannya burung rajawali."
"Kenapa seseorang tertarik mencuri kotak itu?"
Dia menggelengkan kepala. "Entahlah. Tapi yang pasti benda
itu begitu berharga, ya, kan" Kalau tidak, buat apa repot-repot melatih
burung untuk mencurinya?"
Aku mengangguk. "Masuk akal." Yeah, betul juga. Benar-benar
masuk akal. Burung pencoleng. Apalagi dengan profesi seperti ayah
David yang sudah biasa menghadapi hal-hal semacam itu. Ada saatsaat di mana
hidupku sudah benar-benar tidak masuk akal, sehingga
aku sudah lupa hal-hal mana yang masuk akal dalam kehidupan
normal. "Pokoknya, aku yakin nilainya tinggi sekali, jadi aku mau
mencoba menjualnya."
Kalimat itu mengirim rasa dingin yang merambat naik pada
tulang punggungku. "Menjualnya?"
"Yeah. Aku sudah buat pengumuman 'Dijual dengan harga
tertinggi' pada beberapa Web page semalam, setelah semua keributan
itu berlalu. Aku menggambarkan ciri-cirinya. Dan aku menjelaskan
bentuk-bentuk simbolnya, yang terlihat seperti tulisan asing, ingat"
Tadi pagi sebelum berangkat sekolah sempat kuperiksa
sebentar, dan sudah ada satu jawaban. Seseorang berkata bahwa ia
ingin melihatnya. Dia bilang dia berani bayar cukup mahal. Rela pergi
ke mana saja dan kapan saja untuk bertemu denganku."
Penjelasan itu memberiku lebih dari sekadar rasa dingin. Yaitu
gagal jantung sekitar sepuluh detik.
"Apa yang akan kaulakukan?"
"Kupikir aku harus punya pendukung. Seseorang untuk berjagajaga dari jauh kalau
ada yang tidak beres. Kau satu-satunya anak yang
kukenal di sini." "Kau tidak kasih tahu alamat rumahmu, kan?"
"Memangnya aku tolol" Orang itu bisa saja merampok rumahku
selagi aku di sekolah." Dia menggelengkan kepala dan mengedipkan
sebelah matanya padaku. "Aku menyalakan E-mail balasannya yang
berisi alamatku dengan timer - pengatur waktu - agar E-mail itu
terkirim tepat sebelum aku tiba di rumah."
"Apa bisa otomatis begitu?" tanyaku.
Dia mengangguk. "Kukirim E-mail-nya, orang itu datang ke
rumahku, lalu kuberi kau sepuluh persen karena ikut berjaga-jaga di
rumahku." "Rencana bagus," komentarku setenang mungkin. Tapi dalam
hati aku membentaknya, DASAR GOBLOK! Kau tahu tidak, SIAPA
yang bakal muncul untuk merampas kotak itu"'
Tentu saja aku tidak mengucapkannya.
Aku melihat Jake menuju ke arahku. Kugelengkan kepalaku
perlahan, lalu dia duduk di meja lain.
David terus berceloteh, menceritakan tentang serbuan para
burung itu. Lalu tentang rencananya mau beli apa saja dengan uang
yang bakal diperolehnya. Tapi aku tidak menyimak pembicaraannya.
Beberapa jam lagi E-mail itu akan dikirim. Dan setelah itu,
tanpa harus menunggu terlalu lama, David akan mendapat tamu yang
takkan ingin ditemuinya. Aku duduk di sana, menatapnya dan berpikir, Bagaimana
caranya aku bisa menyelamatkan nyawamu"
Chapter 9 AKU memberitahu Jake di kelas. Dia seperti tersengat, dan
mengucapkan sepatah kata yang seharusnya tidak boleh diucapkan di
dalam kelas. Lalu ia disuruh menghadap kepala sekolah karena
ucapannya itu. Aku menghabiskan sebagian waktuku sepanjang siang itu untuk
mencari-cari kesempatan bicara dengan Rachel dan Cassie. Aku harus
menunggu sampai mereka sedang berduaan. Cassie punya pengaruh
positif terhadap Rachel untuk menenangkannya.
Satu hal sudah jelas: Kami tidak ingin E-mail itu terkirim. Yang
artinya aku harus bolos selama dua jam pelajaran terakhir. Yaitu jam
ketujuh dan kedelapan. Jake mengambil keputusan antara jam
pelajaran kelima dan keenam, di depan locker-ku.
"Kerjakan saja," katanya. "Pergi ke rumahnya. Dan otak-atik
komputernya. Hapus E-mail tersebut."
"Mungkin dia punya sistem pengaman tersendiri, semacam
password - kata sandi," kataku. "Mungkin aku akan melayang ke
hutan sebentar dan mengajak Ax."
Jake mengangguk. "Kalau begitu kau tidak punya waktu lagi.
Sebaiknya pergi sekarang juga. Kau bisa pinjam catatanku nanti."
"Thanks," kataku. "Tapi lebih baik aku pinjam catatan Cassie.
Bukumu pasti penuh coretan dan gambar-gambar pesawat dan tank."
Aku tahu cara naik ke atap sekolah, dan untungnya, tidak ada
orang di sana. Kujejalkan baju luarku ke dalam ransel. Aku harus
mengambilnya lagi nanti. Lima menit kemudian aku sudah
mengudara. Aku sadar bahwa aku sedang dalam misi darurat, tanpa
persiapan apa pun. Tapi hal itu tidak dapat menghapus sepenuhnya
sensasi yang kurasakan waktu lepas landas dari atap sekolah dan
merasakan desiran udara di bawah sayapku.
Maksudku, sori aja deh, tapi pernah tidak kau sedang duduk di
dalam kelas, berharap bisa meninggalkan guru itu dan mengangkasa
ke hamparan biru luas membentang" Benar-benar keren. Sampai aku
memikirkan kemungkinan bahwa ayahku akan dipanggil kepala
sekolah. Pikiran itu sedikit mengurangi rasa gembira yang kurasakan.
Ditambah kemungkinan bahwa sebelum malam tiba aku akan
berhadapan dengan Visser Three.
Namun tetap saja siang hari ini begitu cerah, dengan awan
kumulus besar yang berlapis-lapis sampai berkilo-kilo tingginya di
angkasa. Dan udara hangat yang naik dari permukaan bumi
mengangkatku makin lama makin tinggi.
Makin lama makin tinggi, sampai rumah-rumah terlihat sebesar
kotak sepatu dan mobil-mobil di jalan terlihat seperti mobil-mobilan
Matchbox. Aku berbelok menuju hutan di kejauhan. Bakalan sulit
menemukan si Ax-man di siang hari. Dia selalu bersembunyi selama
masih ada matahari. Sebab kami takut ada pemburu kijang yang
melihatnya, lalu menembaknya. Atau lebih parah lagi, seorang
Pengendali yang melihatnya dan tahu makhluk apa itu.
Kini aku baru sadar kalau arah angin melawan arah terbangku.
Yang berarti menghambat perjalananku.
Tapi Tobias telah mengajar kami bahwa kadang-kadang
ketinggian dapat setara dengan kecepatan mendatar. Begini, jika kau
bisa mengepakkan sayap sampai ketinggian yang cukup, kau bisa
menggunakan gaya tarik bumi untuk meluncur jauh, bahkan sambil
melawan arah angin. Seperti memanjat ke puncak luncuran yang
benar-benar tinggi. Bahkan bila ada angin dari depan, kau bisa terus
meluncur sampai ke bawah. Aku mengendarai angin termal makin
lama makin tinggi, setinggi mungkin. Aku tak tahu sampai seberapa
tinggi aku berada. Tapi cukup tinggi sehingga aku bisa melihat sebuah
pesawat jet pribadi pada ketinggian yang sama denganku.
Aku mengarah ke hutan dan melayang santai sampai akhirnya
aku tiba di tempat yang kutuju.
Ax berkeliaran dalam area lima belas kilometer persegi.
Tahukah kau seberapa luasnya itu" Luas sekali. Dan dipenuhi banyak
pohon. Mata elang lautku melihat segalanya, dari kumbang di kulit
pohon sampai cacing di atas daun-daun rontok.
Tapi bahkan mata yang canggih ini tak mampu menemukan Ax.
Untuk waktu yang sangat lama. Terlalu lama.
Kini aku mulai waswas. Benar-benar gelisah. Aku sudah
berubah wujud selama lebih dari satu jam, dan bahkan kalau aku
menemukan Ax aku masih harus terbang ke...
Sekelebat bayangan di bawahku!
Seekor rusa. Bukan! Bukan rusa. Kecuali rusa ada yang
berwarna biru. Kulepas udara di bawah sayapku dan menukik.
Dia berhenti berlari. Aku sudah berada cukup dekat hingga bisa
melihat satu mata tanduknya berputar ke atas dan menatapku.
yang mungkin dimiliki seseorang pada komputernya">
Ax tertawa. Lalu terdiam.
manusia dan memberikan respons yang sesuai.>
tumbang, menancapkan cakarku ke dalam kayu yang mulai lapuk dan
membuat sekelompok rayap kalang kabut.
menanyakan hal itu saja sudah merupakan penghinaan bagi Andalite.>
Aku mendesah.
sudah melebur, meleleh, dan berubah wujud.
untuk memilikinya.> Chapter 10 TIK-TOK. Tik-tok. Waktu bergerak cepat.
Angin membantu kami dalam perjalanan menuju ke rumah
David. Cuma ada satu masalah kecil: Pernahkah kau mencoba
menemukan satu rumah tertentu dalam satu kompleks perumahan
yang penuh rumah yang sama bentuknya" Dari atas" Sedangkan
sekali-sekalinya kau pernah ke sana waktu itu adalah malam hari"
berbelok ke sana. Kelihatannya tak salah lagi. Pasti ini tempatnya.
Hanya saja di seberang jalan ada rumah bertipe sama dengan
kolam berbentuk sama. Aku bisa menjerit putus asa kalau begini terus.
Lalu, dari atas kami, terdengar suara bahasa-pikiran.
northern harrier dan osprey terbang berputar-putar sambil mengintipngintip
jendela orang. Ya, ampun. Pernah dengar istilah 'sembunyisembunyi'">
Animorphs - 20 Anggota Baru Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengikutinya.
menghentikan E-mail yang sudah disetel dengan timer. Tapi aku takut
dia melindunginya dengan password. Makanya kuajak si Ax-man.>
Aku hampir saja hilang keseimbangan karena berpikir: Oh, iya,
ya, betul juga.
seperti orang paling tolol sedunia. Tentu saja: matikan saja
komputernya. Atau setidaknya cabut saja sambungan kabel
teleponnya. Aku benci kalau aku jadi tolol begini.
berpikir tidak ada orang yang tertarik.>
Kami sedang berputar-putar di atas rumahnya, tiga ekor burung
pemangsa, dari bawah pasti terlihat seperti burung bangkai. Tobias
betul. Semua jendelanya tertutup. Sudah ada papan tebal pada jendela
yang dipecahkan Rachel semalam.
Aku merasa sedikit lebih tenang sekarang. Kami punya waktu
satu jam lebih sebelum E-mail itu terkirim. Masih banyak waktu.
Tobias, kau harus menjaga agar jangan ada yang memangsa kami.>
Ax dan aku mendarat di halaman belakang. Ada pagar yang
tinggi, sehingga tak ada yang bakal melihat kami dari luar. Dan kami
telah mengintip melalui semua jendela dan merasa yakin bahwa
rumah ini kosong. Aku demorph di dekat ayunan yang sudah karatan. Dalam
beberapa menit saja Ax dan aku sudah menjadi diri kami sendiri.
Kami berjalan ke pintu belakang. Aku berlutut untuk melihat celah di
bawah pintu. Cukup besar untuk kecoak.
"Oke, ayo kita mulai saja," kataku. Tanganku memegang
pegangan pintu berbentuk bulat, bersiap-siap untuk berubah wujud
lagi. Tapi lalu aku merasakan tombol pintu itu berputar.
"Hei, mereka membiarkan pintunya tak terkunci," ujarku.
"Ayo."
terbuka. "Memangnya ada masalah apa sih?" tanyaku. "Pintunya kan
terbuka, jadi..." WuuuAAAAAH! WuuuuAAAAAH!
"Ya, ampun!" keluhku. "Ayo, Ax! Tobias, beritahu kalau ada
polisi!" Aku bergegas masuk, dengan Ax berderap di belakangku.
Melewati dapur, kaki kudanya terpeleset-peleset di lantai
linoleum yang licin. WuuuAAAAAH! WuuuuAAAAAH! Melewati ruang duduk yang lantainya berlapis karpet. Prang!
Ekor Ax menyenggol lampu yang berdiri.
Lampu keramik. Yang kini sudah berubah menjadi pecahanpecahan lampu keramik.
WuuuAAAAAH! WuuuuAAAAAH! Menaiki tangga.
Brak! Brak! Brak! Tiga lukisan kecil yang dipajang sepanjang
tembok di samping tangga disapu bersih oleh ekor Ax.
WuuuAAAAAH! WuuuuAAAAAH! "Benar-benar hebat!" jeritku putus asa.
Masuk ke kamar David. Layar monitor menampilkan screen
saver yang keren sekali. Aku menyentak mouse-nya. Screen saver-nya
hilang. Aku meng-klik dua kali icon AOL - American On-Line.
Rrrrrt! Rrrrrt! Rrrrrt! Telepon berdering dan aku terlonjak
setinggi setengah meter. WuuuAAAAAH! WuuuuAAAAAH! Rrrrrt! Rrrrrt! Rrr... Ada yang mengangkat gagang telepon! Kulirik Ax. Bukan dia.
WuuuAAAAAH! Wu u Ada yang mematikan alarm!
Dan dari lantai satu kudengar suara pria yang berat berkata,
"Ya, saya sudah masuk dan alarmnya sudah dimatikan... Saya yakin
bisa mengatasinya... Bukan, tapi saya seorang penegak hukum. Tidak
perlu Anda kirimkan salah satu petugas keamanan kompleks. Saya
akan mengeceknya sekarang."
Klik. Itu ayah David. Baru pulang dari pekerjaannya. Dari
pekerjaannya sebagai "penegak hukum". Dengan membawa senjata
api. Aku menatap layar. Software AOL mulai di-download.
Pelaaaaan sekali. Tak ada waktu untuk menunggunya. Kami harus sembunyi.
Kami harus menyembunyikan satu anak manusia dan satu centaurus
berwarna biru dari luar angkasa. Dan kami harus menyembunyikan
kedua makhluk itu dari orang yang tahu cara mencari penjahat yang
bersembunyi. Bagus. "Ax! Masuk ke lemari baju dan berubah menjadi sesuatu yang
kecil!" desisku. Dia melompat. Aku juga melompat, langsung menyusup ke
bawah meja belajar David. Aku ingin mencabut sambungan
teleponnya, cuma untuk berjaga?jaga.
Tapi meja belajarnya memiliki tripleks penutup bagian
belakang yang mencapai lantai. Aku tak bisa meraih kabel unit yang
keluar dari pesawat telepon.
"Oke, kalau ada orang di atas sini, lebih baik keluar saja supaya
tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan," kata ayah David. "Aku tak
ingin terpaksa melepaskan tembakan."
Aku tak bisa mencapai kabel telepon.
"Aaargghh!" teriakku saking frustrasinya.
Aku menyentak naik, melihat ke layar, jatuh berlutut, dan
berguling ke kolong ranjang.
Dari bawah tempat tidur itu aku bisa melihat sepasang sepatu
perlahan-lahan melangkah masuk melewati ambang pintu.
Kutahan napasku. Dan saat itu barulah kusadari dua hal yang mengerikan.
Satu: Dengan melihat sekilas ke layar monitor, aku baru
memperhatikan ada yang aneh: jam di sisi kanan bawah layar
menunjukkan waktu yang salah. Lebih cepat satu jam.
E-mail-nya David tidak akan diluncurkan dalam satu jam tiga
menit, tapi tiga menit lagi.
Dua: Ular kobra peliharaannya sedang tidur di kolong tempat
tidur. Chapter 11 ULAR itu merayap keluar dari pinggiran kotak kardus. Dan
izinkan aku memberitahumu sesuatu: Dimensi waktu adalah sesuatu
yang relatif, sebab saat itu aku bertambah tua sekitar lima tahun hanya
dalam waktu lima detik saja.
Monster itu menggulung tubuhnya.
Lalu tiba-tiba dia menyentak ke atas! Lehernya mengembang
lebar, lidahnya keluar-masuk, dia menegakkan tubuh dan...
Jedukkk! Kepala si kobra terbentur papan melintang penyangga kasur.
Agaknya hal itu menyebabkan dia jadi pusing, sebab si ular lalu
hanya menggantung begitu saja, separo tegak separo berbaring, dan
terus menatapku seolah-olah itu salahku.
Aku teringat kata-kata David bahwa ularnya sudah
didetoksinasi. Atau apalah istilahnya. Tapi bagaimana kita bisa
percaya pada anak yang memelihara ular sebagai hewan kesayangan"
Ular itu menatapku dengan mata keji yang berkilau-kilau.
Sepasang sepatu itu semakin dekat.
Apa yang harus kulakukan" Aku bisa berubah menjadi sesuatu
yang kecil. Seperti serangga. Misalnya kecoak atau semut atau kutu.
Tapi ada sedikit masalah: aku sedang dipelototi oleh ular kobra dari
jarak kurang dari setengah meter! Dan siapa yang tahu hewan apa
yang jadi makanan kobra"
Lalu aku baru sadar. Solusi yang sudah jelas, walau sedikit gila.
Aku menjamah ular itu. Fwapp! Dia menyerang! Taringnya menembus tanganku, tepat di bagian
yang empuk antara jempol dan telunjuk. "Ahh!" aku mengerang.
Malaikat Tanpa Wajah 2 Pendekar Rajawali Sakti 188 Warisan Terkutuk Pendekar Lembah Naga 32