Aku bimbang. Tobias menungguku mengatakan ya atau tidak.
Bagaimana kalau aku keliru lagi" Tapi, boleh juga bila Tobias bisa
mengalihkan perhatian binatang ini.
Tobias mengepakkan sayapnya sementara aku melayang turun,
turun, seperti menuruni anak tangga berbentuk spiral. Kuarahkan
diriku ke punggung badak terbesar. Kukembangkan sayapku, cakarku
kuulurkan jauh ke muka, lalu aku mendarat sepelan mungkin.
Binatang bertubuh besar itu nyaris tidak bergerak.
Aku berdiri diam di punggungnya, cakar-cakarku
mencengkeram kulit kelabu tua yang tebal itu. Sejauh ini baik-baik
saja. Tapi kau tak bisa menyerap DNA yang baru pada saat kau
sedang bermetamorfosis. Aku harus berubah menjadi manusia dulu
supaya bisa melakukannya. Dan ini bakal rumit.
Kupalingkan mataku ke arah pagar tinggi tempat orang-orang
berdiri menonton badak-badak itu. Dengan penglihatan elangku,
mereka tampak dekat sekali. Aku bisa melihat warna mata mereka.
Aku bisa melihat satu kancing lepas pada kemeja seorang pria. Tentu
saja, mereka cuma punya mata manusia. Penglihatan mereka tak
setajam aku. Tidak masalah, aku mencoba meyakinkan diriku. Tak ada
waktu untuk cemas. Ayo, lakukan saja.
Aku mulai kembali ke wujud asliku. Di atas punggung badak.
Bulu-bulu elangku mulai melebur, merusak pola geometrisnya yang
semula amat teratur. Cakar-cakarku mulai berubah, tidak setajam
semula, lebih tebal, lebih kaku. Ada beberapa jari kaki ekstra yang
mulai tumbuh. Aku mendengar suara keretak di dalam tubuhku saat
tulang-tulang manusiaku mulai meregang keluar dari tulang-tulang
burungku yang rawan. Sekarang beratku sudah dua kali lipat. Apakah binatang itu akan
melemparku dan menginjak-injak tubuhku" Tak ada waktu buat
khawatir. Apakah orang-orang itu akan memperhatikan apa yang
sedang terjadi" Tak ada waktu untuk cemas. Aku harus percaya pada
Tobias. Dan saat itulah kulihat ia menukik dari angkasa dan menyambar
gulali seorang anak perempuan kecil. Begitu mudahnya, semudah bila
ia menyambar tikus dari atas rumput.
Srrrrt! Lalu ia kabur dengan gulali merah jambu itu. Anak kecil
itu berteriak, dan semua orang di sekitarnya menatap Tobias dengan
mulut menganga, lalu tertawa dan menunjuk-nunjuk. Setelah itu
Tobias mulai melakukan pertunjukan udara yang patut memenangkan
penghargaan Blue Angel di suatu air show.
Tak seorang pun memperhatikan saat sosok manusiaku yang
masih kasar menyeruak keluar dari tubuh elangku yang indah. Tapi
aku masih berada di punggung badak itu. Di punggung binatang
raksasa berbobot seratus kilo dan bercula semeter panjangnya.
Badak itu bergerak! Tapi ia cuma berjalan santai ke rerumputan
yang lebih hijau. Aku terus berubah wujud. Lalu, tiba-tiba saja, badak itu
memperhatikan sadar. "Hhhhhhhh!" ia mendengus. Sekarang ia tidak lagi berjalan,
melainkan berlari. Aku belum punya tangan. Cakarku pun sudah
lenyap. Aku berguling dan mendarat dengan wajah menghadap ke
tanah. Ayo, Jake, morf! Badak itu menjulang tinggi di atasku. Rasanya seperti berbaring
di tanah di sebelah truk. Ia mengedipkan satu matanya padaku. Lalu ia
menurunkan culanya yang besar itu.
Hhhh. Hhhh. Wajah itu, cula itu, hanya tinggal beberapa senti dariku, saat
binatang itu mengendus menciumiku. Dalam hati aku berdoa ia tidak
akan menyerangku dengan culanya. Ia mulai gelisah. Ia tak suka
melihat pemandangan di depannya. Tidak heran. Aku sendiri juga
bakal tidak suka melihat seorang anak cowok menggeliat dan berubah
bentuk sambil keluar dari tubuh seekor burung.
Lalu sebelah tanganku muncul. Kuulurkan tangan itu, mataku
masih setengah buta, dan kusentuh cula si badak. Kugenggamkan
jemariku yang masih dalam proses pembentukannya di sekeliling cula
badak itu, dan berkonsentrasi dengan sekuat tenaga.
Pada saat kau sedang menyerap DNA binatang, hewan-hewan
itu biasanya tidak sadarkan diri. Tapi kadang-kadang hal itu tidak
berlaku pada binatang tertentu. Dan jika badak ini salah satunya, maka
ia akan menyerang dan menggunakan aku sebagai target latihan bagi
culanya. Aku terus berkonsentrasi pada makhluk itu. Terus, sampai
kurasakan ia menjadi bagian dariku.
Chapter 19 KAMI meninggalkan The Gardens secepat kilat. Aku capek
setengah mati. Tobias pun sama saja. Kami tidak punya pilihan lain.
Waktu semakin sempit. Arah angin telah berubah. Tidak lagi menerpa wajah kami, tapi
bertiup kencang dari selatan. Padahal kami tengah terbang ke arah
barat. Jadi kami masih harus terus berjuang sepanjang perjalanan
pulang. Marco dan Cassie menunggu di bawah pepohonan, di seberang
jalan yang membentang di depan gerbang utama mansion Fenestre.
Waktu morf mereka juga tinggal sedikit. Sama sedikitnya dengan
waktu morf Rachel dan Ax.
mencoba dan menyelinap masuk dalam morf serangga apa pun. Ada
pita racun mengelilingi setiap pintu. Dan sejenis zapper serangga di
setiap jendela. Pasti itulah yang membuat Rachel pingsan. Kurasa Mr.
Fenestre punya sedikit masalah psikologis.>
Aku mendarat di kaki pohon itu.
tinggi dan koridor yang lebar.>
Aku kembali ke wujud manusiaku secepat mungkin. Dua detik
setelahnya, aku sudah memfokuskan pikiranku pada badak tadi.
Rasanya benar-benar melelahkan berubah wujud secepat itu.
Rasanya seolah tubuhmu bekerja dengan baterai usang. Tapi aku bisa
kelelahan nanti saja, bukan sekarang.
Perubahan pertama terjadi pada kulitku, yang berubah dari kulit
manusia yang halus dan kemerahjambuan, menjadi kulit setebal satu
inci yang sepertinya sudah terjemur matahari selama sepuluh tahun.
Kulit itu menebal dan bergelambir di mana-mana. Aku masih
berwujud manusia, tapi kelabu dan besar sekali. Aku seperti
mengenakan baju berlapis baja yang hidup.
Kakiku terasa semakin tebal dan pendek. Jemariku semakin
mengerut dan lenyap. Hanya kuku-kukunya yang tinggal dan berubah
semakin keras dan besar seperti besi. Tubuhku jatuh ke muka dan
mendarat di atas empat kakiku, dan aku telah menjelma menjadi
makhluk kelabu yang semakin besar dan besar, seperti baja yang
dicairkan, bergelembung dan berubah bentuk.
Kurasakan telingaku merangkak keluar di setiap sisi kepalaku.
Memanjang, lalu melengkung hingga membentuk pipa-pipa yang
terbuka. Dan lalu,yang terakhir, wajahku. Seluruh wajahku mulai ditarik.
Terus dan terus seperti itu. Tulang-tulang wajah dan tengkorakku terus
bertumbuh, semakin banyak, semakin tebal. Sepertinya segerombolan
tukang supersibuk yang sedang mengubah wajahku tak henti-hentinya
berkata, "Kami butuh lebih banyak di sini, lebih banyak penyangga di
sana, lebih banyak lapisan, lebih banyak kekuatan."
Kepalaku besar sekali!
Kemudian, dari ujung kepala raksasaku, cula-cula itu mulai
bermunculan. Cula yang lebih kecil tumbuh, lalu berhenti. Kemudian cula
yang lebih besar tumbuh dan tumbuh terus. Penglihatanku kabur dan
tidak fokus sama sekali, tapi aku bisa melihat cula itu mencuat keluar.
Naik dan naik. Semakin tebal, semakin lebar, semakin panjang.
Kurasakan pikiran badak itu muncul dari balik kesadaran
manusiaku sendiri. Dan kusadari pikiran itu sama sekali berbeda
dengan yang kukira sebelumnya. Pikiran ini tidak berbahaya.
Malahan, naluri yang paling dominan sepertinya adalah naluri lapar.
Badak itu ingin makan rumput.
Namun di balik naluri herbivora yang tenang itu ada sesuatu
yang lain. Bukan naluri agresi, tapi defensif.
Bukan takut, tapi waspada. Binatang ini harus bersikap hatihati, sebab, kalau
tidak, ia bakal terancam oleh badak yang lain.
Sepasang matanya yang nyaris buta dan tidak berguna itu
mencari-cari sosok yang mirip dirinya sendiri. Kedua telinganya
memilin dan bergerak, mengarah ke setiap suara yang baru, mencaricari suara
badak lainnya. Hidungnya yang sempurna mengendusendus udara.
Tak ada penantang. Tak ada musuh. Hanya beberapa ekor
burung. Badak itu pun tenang.
Wah, aku terpaksa harus menyuplai dorongan agresi itu. Yang
tentu saja mudah, soalnya aku punya banyak saat ini. Aku harus
menyelamatkan Rachel dan Ax. Dan sekarang aku harus
melakukannya dengan benar.
Sekarang, mari kita lihat apa yang bisa dilakukan cula-cula ini.>
Chapter 20 ANEHNYA, tubuh baruku bergerak oke banget! Rasanya aku
nyaris cuma menyentuhkan ujung jemari kakiku, alias berjingkat.
Tapi, kalau begitu, aku ini raksasa yang berjingkat.
Aku melangkah keluar dari bawah bayangan pepohonan. Aku
tahu pintu gerbang kerajaan Fenestre itu berada tepat di seberang
jalan. Tapi aku tak bisa melihatnya. Aku tak bisa melihat apa pun
yang jaraknya lebih dari tiga puluh meter, kecuali benda itu bergerak.
Untuk bisa melihat, aku harus menggunakan sebelah mataku, dan
kemudian yang sebelah lagi, sebab kedua mataku letaknya terlalu
berjauhan, dipisahkan oleh rahang yang terlalu besar dan hidung dan
cula. Rasanya seolah-olah kedua matamu ada di dua ruangan yang
berbeda.
permukaan trotoar yang keras di bawah kakiku yang anehnya sangat
sensitif.
Kurendahkan culaku. Kutambahkan kecepatanku. Gerbang itu
terbuat dari jeruji besi. Kulihat jeruji-jeruji itu dengan jelas hanya
sekitar dua detik sebelum menerjangnya.
Badak berbobot lebih dari seratus kilogram menerjang besi
yang keras. BAM! Aku merasakan terjangan itu di wajahku yang besar dan keras,
dan kemudian di kedua bahuku. Rasanya seperti wajah kita kena
pukul godam! Namun rasanya kayak kena pukul tapi cuek saja. Aku
merasakan terjangan itu. Tapi tubuh badakku memang biasa
menabrak-nabrak. Tubuh badakku memang dibentuk untuk menabrak.
pasti apa yang terjadi.
Aku maju dengan keempat kakiku yang bentuknya seperti pilar
Yunani. Kurasakan sisa pintu gerbang yang penyok-penyok itu saat
meluncur melewatinya. NgggiIIIIG! NgggIIIIG!
Tobias.
melaju. Kali ini cuma pagar rantai. Kurasakan entakan di culaku.
"Rowrrowrrowr!" Aku mendengar geraman anjing-anjing itu
lebih jelas sekarang.
Aku menangkap bayangan samar dua sosok gelap yang
meluncur cepat ke arahku. Kurasa mereka mungkin mencoba
menggigitku. Aku tidak yakin. Kayaknya sih aku merasa ada yang
menggaruk salah satu sisi tubuhku.
"Kaing! Kaing! Kaing! Kaingkaingkaing!"
tertawa.
"Astaga!" Aku mendengar salah satu berteriak. "Apa itu?"
"Tembak saja!" Kulihat mereka bergerak. Rasanya seperti menonton film hitamputih yang sangat
kuno dan buram di TV jelek. Mereka seperti
bayangan, hantu-hantu yang bergerak cepat di depan latar belakang
yang samar-samar. Tapi cukup bagiku untuk bisa melihatnya.
Aku berpaling ke arah mereka, sekarang sama sekali
mengandalkan naluri badakku. Jelas mereka berbahaya. Mereka
menantangku. Dan mereka keliru melakukannya.
Badak-badak kena tembak setiap waktu. Soalnya, sayangnya,
ada orang-orang cukup tolol yang menganggap cula badak sebagai
obat, dan ada orang-orang cukup menyebalkan yang nekat membantai
badak-badak yang tengah mengamuk untuk mendapatkannya.
Tapi mereka itu tidak memburu badak dengan menggunakan
senapan berburu. Kalau kau ingin menembak badak, kau
membutuhkan senapan berkekuatan dan berkaliber tinggi. Bukannya
senapan berburu yang menembakkan beberapa peluru kecil.
DOR! DOR! Aku merasakan sesuatu menyengat wajah dan bahuku. Dan aku
mengamuk karenanya. Aku menerjang. Bukan cuma sekadar berlari,
Animorphs - 16 Memburu Yeerk Kembar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tapi menyerbu cepat dengan kepala direndahkan dan cula siap
ditandukkan. "Lari!" Mereka kabur tunggang-langgang. Aku lari mengejar mereka.
Butuh waktu sekitar tiga detik untuk menangkap yang satu.
Kuseruduk orang itu, kurasakan tubuhnya yang lembut dan lembek,
kusentakkan kepalaku, dan...
Yah, katakan saja orang itu takkan bisa duduk untuk waktu
yang lama sekali. Orang yang satu lagi tidak tahu kabur ke mana. Tapi biar saja.
Bukan itu tujuanku kemari.
BRRRRAAAK! Rasanya seperli menabrak truk. Aku mundur lalu menerjang
maju lagi. BRRRAAAKK!
Aku mundur dan mengambil ancang-ancang lalu bergerak maju.
Terasa garukan di sepanjang punggungku. Lalu aku pun berada di
tengah udara yang lebih sejuk.
melihatnya. Yang bisa kulihat dengan mata badakku yang rabun cuma
dinding-dinding dan pintu-pintu. Tapi setidaknya tebakan kami benar,
koridor di sini lebar-lebar. Cukup lebar bagiku untuk meluncur
seperti... eh, yah, seperti badak.
Dan langit-langitnya cukup tinggi bagi Tobias, Cassie, dan
Marco untuk bisa terbang di bawahnya, keluar-masuk ruangan demi
ruangan. Mencari-cari dengan penglihatan yang lebih bagus daripada
penglihatan manusia, dan dengan pendengaran yang bisa menangkap
suara tikus tanah sedang bersendawa dari jarak selapangan bola.
Mereka menggunakan aku untuk membuka pintu-pintu.
arah yang ditunjukkannya, menyurukkan wajah raksasaku ke depan,
dan daun pintu itu pun akan meledak dan hancur berkeping-keping.
Krr-AAAK-Bruk!
Cassie berkata.
timpal Marco.
ini.>
Kita harus memikirkan caranya dulu. Bagaimana kita menemukan Ax
dan Rachel" Di mana kira-kira mereka berada">
dijaga.>
Ia meluncur pergi dan terbang menaiki tangga yang lebar. Aku
berjalan dengan susah payah dan memasuki ruang duduk yang luas
dan terbuka. Aku menerjang masuk. Aku berusaha tidak menabrak
terlalu banyak perabot, tapi tubuhku besar dan setengah buta, jadi aku
terus-terusan mendengar keretak kayu dan suara gelas serta tembikar
pecah di belakangku.
Lalu, tak sekeras sebelumnya, tapi masih cukup keras... DOR!
DOR!
Tempatnya di atas.> Aku mencoba berbalik dan menuju ke tangga, tapi Marco
berteriak.
ini" Jake, kita harus menembus orang-orang ini supaya bisa kembali
ke tangga!>
Aku berbalik dan langsung membinasakan sebuah sofa saat
melakukannya.
Aku bergerak dan menghancurkan sebuah meja kopi. Lalu aku
menyerbu. Aku tak bisa membedakan orang-orang itu dari lampulampu duduk dan rakrak buku, kecuali saat mereka bergerak.
Bayangan samar itu menarik mataku, dan aku mencium bau manusia.
Kurendahkan kepalaku dan menyerbu maju.
DOR! DOR! Peluru-peluru senapan berburu terasa menyengat tapi tidak
berhasil menembus ke bawah lapisan terluar kulitku.
DOR! DOR! DOR! DOR! Aku kena tembak. Aku terkejut. Kurasakan sengatan peluru
merobek bahu kananku. Peluru kedua menyangkut di tulang wajahku.
Kuterjang pria yang memegang senjata itu. Aku marah sekali.
Kurendahkan culaku dan kusentakkan kepalaku ke belakang. Orang
itu melayang melewati bahuku.
"Ya-ah-AHHHHH!"
Pria kedua melompat menepi. Kurasa ia sedang mengisi
senapannya. Kuterjang ia hingga tubuhnya menabrak tembok. Lalu
aku keluar ruangan, kembali ke lorong, dan menuju anak tangga.
Aku terluka. Dan bahu kananku semakin lemah. Kaki depan
kananku bergerak semakin lambat. Peluru yang mengenai wajahku
cuma menyerempet. Aku merasa sakit di situ, tapi tidak sesakit
bahuku. Aku tiba di tangga dan mencoba menyerbu naik. Tapi badak tak
pernah belajar naik tangga. Kaki-kakiku tak mau terangkat cukup
tinggi. Bobot dan daya gerakku keterlaluan. Anak-anak tangga itu
berpecahan. DOR! DOR!
mencoba menembakku.>
bingung.> Seekor burung terperangkap di dalam rumah, dikejar-kejar dua
pria bersenjata. Bukankah itu sama saja dengan mengirim Tobias ke
kematiannya sendiri"
Aku berusaha berubah wujud secepat mungkin. Namun
sementara bahasa-pikiranku masih berfungsi, sesuatu berkelebat di
benakku.
<... uhhh... apa">
Ia kedengaran linglung. Aku sih tidak kaget.
Aku harus bikin keputusan lagi.
begitu wujud manusiaku semakin jelas.
Tubuhku menyusut. Kulitku yang keras berubah menjadi kulit
manusia yang lembut. Wajahku datar dan licin. Tapi kedua kakiku
bisa dipakai naik tangga. Aku masih terus mendengar suara letusan
senapan dari lantai atas. Dan sedihnya, aku malah senang
mendengarnya. Sebab selama orang-orang itu masih terus menembak,
itu artinya Tobias belum mati.
Marco dan Cassie baru saja akan kembali ke wujud manusia
mereka. Mereka terdiri atas bongkahan bulu setinggi satu meter dan
paruh yang menyusut serta kulit yang menyeruak keluar.
Salah langkah sedikit saja, maka Tobias akan tewas. Ax
mungkin sedang kembali ke wujudnya di depan orang-orang yang
kemungkinan adalah Pengendali. Rachel... tak ada yang tahu apakah
Rachel masih sadar dan sanggup berubah bentuk. Atau apakah ia
masih hidup. Dan sementara itu kami bertiga benar-benar lemah, tak
berdaya, dan menyedihkan sekali.
Aku terus berpikir. Ini seharusnya sama sekali bukan misi yang
berbahaya. Tapi sekarang kami malah nyaris tewas semua.
"Hayoh!" kataku, dengan mulut yang masih kacau bentuknya.
"Kak adya gwaktu laghye!"
Aku menaiki tangga dengan susah payah, menggunakan kedua
kakiku yang masih terus berubah bentuk. Sendi-sendinya belum pas.
Jemarinya tidak bisa dibilang jemari, dan lututku sepertinya tak lentur
sama sekali. Tapi tak ada waktu lagi. Jadi kuseret diriku naik, dalam
hati sungguh berharap aku tak membunuh kami semua.
Chapter 22 BEGITU sampai di puncak tangga, wujud manusiaku sudah
sempurna. Tapi manusia bukanlah wujud yang tepat bila kau ingin
menghadapi orang-orang bersenjata.
Sambil berlari, dengan ngeri kulihat sesuatu muncul dari kulit
bahuku. Ukurannya seujung jari, hancur, warnanya seperti lumpur.
Rupanya itu peluru yang tertanam di bahuku. Untung saja peluru itu
berakhir di luar tubuhku setelah aku berubah wujud ke ukuran yang
lebih kecil. Peluru itu jatuh ke karpet.
Seekor elang melintas cepat di atas kepalaku, menggaruk-garuk
dinding dengan sayap-sayapnya. Salah satu bulunya terlepas dan
melayang jatuh.
"Mereka masih..memburumu?"
Kalian akan melihat sebuah pintu, Terakhir aku lewat di situ, masih
ada dua petugas yang mengawalnya.>
"Apa yang akan kita lakukan?" Marco bertanya.
Sumpah, aku nyaris menonjoknya. Kalau ada lagi yang bertanya
begitu... "Morf lagi. Yang cocok untuk dipakai bertempur. Tobias"
Usahakan menghubungi Rachel dan Ax dengan bahasa-pikiran. Jika
kau bisa bicara dengan Rachel, suruh dia berubah wujud sekarang
juga. Itu perintah. Kalau kau berhasil bicara dengan Ax, suruh dia
untuk..."
bunyi langkah-langkah kaki yang berat melintas lewat.
"Mana burung sialan itu?"
"Yang tak kumengerti, kenapa kita mengejarnya tapi malah
menembaki dinding dan langit-langit."
"Kita tak ingin dipecat, itu sebabnya," pria pertama itu
menggerutu. Ketika mereka beranjak dari situ, aku sudah bermetamorfosis
menjadi harimau. Badak memang oke dipakai menerjang apa pun.
Tapi aku ingin mata dan mulut serta refleks yang menyertai kekuatan
tubuhku. Dan tak ada satu wujud morf pun yang pernah kugunakan
dapat melakukannya sebaik harimau.
Cassie telah berubah menjadi serigala, Marco jadi gorila. Dalam
menghadapi pertempuran, inilah morf standar kami.
lagi.
Marco membuka pintu bilik itu dengan jemarinya yang mirip
jemari manusia. Lalu kami menghambur dan lari menyusuri koridor,
melewati sebuah kamar tidur yang sumpah mati, tanpa bermaksud
membesar-besarkan, luasnya selapangan basket, lalu menuju ambang
pintu tempat dua pria bertampang sangar berdiri memeluk senjata.
Yang satu membawa senapan berburu. Yang lain senapan mesin
ringan. Mereka berdiri sekitar sembilan meter dari kami. Selama
sedetik, tak satu pun bergerak.
Aku bisa mencapai tempat mereka hanya dalam dua detik.
Dan dalam waktu dua detik itu, pria bersenapan mesin itu
sanggup menembakkan sepuluh berondongan peluru. Ia bisa
membunuhku dengan mudah sekali. Tapi bila ia gagal, kekuatan
lompatanku, naluriku untuk melindungi diri, akan memastikan
kematiannya. Waktunya berspekulasi.
Mereka menatapku seperti orang yang nyaris hilang akal.
Mereka bisa menebak suarakulah yang mereka dengar dalam kepala
mereka. Tapi mereka tak pernah membayangkan akan pernah bicara
dengan harimau sebelumnya.
Tapi di lain pihak, mereka tak pernah menyangka akan
berhadap-hadapan dengan sekelompok kecil binatang yang sedang
mengamuk.
melewati kalian. Kalian bisa saja menembakiku, tapi kalian takkan
bisa membunuhku cukup cepat, sehingga aku bisa saja membunuh
kalian. Lihat kakiku">
Kuangkat salah satu kakiku. Kaki-kaki harimauku besarnya
kurang-lebih sebesar penggorengan. Kukeluarkan cakar-cakarku yang
kuning dan mengerikan itu.
tahu seberapa besar kalian digaji. . .>
"Tidak cukup besar," tukas pria yang memegang senapan
mesin. "Aku tak percaya aku bicara dengan binatang. Tapi omongan
harimau itu masuk akal juga."
"Upah kami cukup pun tidak," partnernya setuju. "Kami
letakkan senjata kami dan menyingkir dari sini. Setuju, Mr. Tiger?"
Cassie memusatkan naluri serigalanya yang tajam pada kedua
Animorphs - 16 Memburu Yeerk Kembar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pria itu. Bila mereka mencoba sesuatu yang licik, Cassie pasti
langsung tahu sebelum mereka sempat beraksi.
Marco mengangkat tangan gorilanya yang besar di atas kepala,
bersiap-siap mengayunkannya dengan kekuatan penuh.
Chapter 23 AKU meloncat ke dalam. Ruangan itu gelap, tapi mata
harimauku dapat melihat dengan jelas sekali, seolah-olah tempat itu
diterangi lampu-lampu stadion.
Seolah ada langit di atasku. Hampir seluruhnya berwarna hijau,
dengan sambaran kilat merah manyala. Tanaman-tanaman yang
berantakan bertumbuhan pada sesuatu yang sepertinya merupakan
tanah di bawah kakiku. Dan di tengah-tengah ruangan, mungkin
sekitar empat setengah meter dari tempatku berdiri, ada kolam
dangkal berisi cairan yang warna dan kekentalannya sama dengan
timah hitam yang meleleh.
Ada dua kandang di samping kolam itu. Ax ada di dalam salah
satunya. Tubuhnya masih setengah northern harrier dan setengah
Andalite. Tubuhnya kaku. Sama sekali tak bergerak. Juga tak
bernapas. Ia seperti patung menyeramkan yang merupakan perpaduan
antara bulu-bulu kelabu, ekor kalajengking, cakar, dan wajah tanpa
mulut. Di kandang yang lain ada Rachel. Masih dalam wujud rajawali
bondol. Mata harimauku benar-benar sempurna. Telinga harimauku
sama saja. Aku tak mendengar detak jantung Rachel sama sekali. Aku
tak melihat dadanya naik-turun bernapas.
Kurasakan jantungku berhenti berdebar selama beberapa detik
yang panjang. Mati. Dua-duanya mati. Aku terlambat.
Di sana juga ada seorang pria. Aku mengenali wajahnya. Joe
Bob Fenestre, orang nomor dua paling kaya di seluruh dunia. Kepala
Web Access America. Aku mengenali benda yang ada dalam genggamannya: senjata
sinar Dracon. Ia tidak mengarahkan benda itu padaku. Melainkan pada
Ax. Kau salah lagi, Jake. Orang ini Pengendali. Pasti begitu.
Marco dan Cassie mengikuti di belakangku. Beberapa saat
kemudian Tobias bergabung dengan kami. Tapi Fenestre tetap
menatap ke arahku. Akhirnya ia membuka mulut, "Jadi, bukan Yeerk rupanya. Aku
akan dihancurkan oleh Andalite. Yah, setidaknya aku merasa sedikit
terhormat kalau begitu."
Ia mengangkat bahu. "Kau boleh bawa mereka. Aku tak peduli.
Membunuh Andalite bukan hobiku lagi."
Ia memandangku heran. "Omong kosong. Tidakkah kau
mengenali keadaan bio-stasis saat melihatnya" Mereka membeku
dalam waktu. Kupikir kalian, Andalite, seharusnya sangat maju kalau
soal teknologi." Jantungku berdebur semakin cepat. Bio-stasis" Apa
maksudnya"
"Atau apa?" ejeknya. "Kau akan membunuhku" Biar
bagaimanapun kau akan membunuhku kok."
Aku semakin bingung. Otakku berputar amat cepat. Permainan
apa yang dimainkan pria ini" Bagaimana aku bisa memenangkannya"
"Aku ini Yeerk," ia berkata. "Pengendali. Walaupun si pemilik
tubuh dan aku sendiri saling menguntungkan satu sama lain. Aku
membuatnya kaya raya. Aku menuliskan browser Web terkenalnya.
Kami telah menjadi partner selama bertahun-tahun ini."
Ia tertawa. "Memang," ujarnya mengejek, "kami tak punya
partner." Ditatapnya aku dengan ekspresi tajam dan licik. "Siapa yang
mengirim kalian mengejarku" Apa kalian membuat semacam
kesepakatan dengan saudaraku?"
yang memiliki teknologi morf secanggih kalian. Tapi aku jadi
bertanya pada diriku sendiri, kenapa para Andalite mau repot-repot
membunuhku" Kenapa mesti aku, dari semua Yeerk itu?"
Aku benar-benar bingung. Bimbang.
yang khusus ditujukan padaku.
banyak.> Aku mondar-mandir sebentar. Harimau jadi gelisah kalau cuma
berdiri saja. Haruskah aku mengambil kesempatan ini" Haruskah
kuberitahu dia, setidaknya sedikit saja kebenarannya"
bersinar. "Tentu saja! Kalian mencari sekutu! Kalian tak yakin, ya
kan" Kalian pikir mungkin saja semua itu benar, bahwa manusia
membentuk perlawanan terhadap invasi Yeerk! Kalian ke sini untuk
meyakinkan apa aku ini teman atau lawan!"
Lalu ia mulai tertawa. Ia tertawa dengan cara memuakkan,
seperti yang dilakukan orang yang tertawa padahal tak ada yang lucu.
"Bolehkah aku memberitahu kalian siapa aku ini, Andalite"
Boleh?" Aku tak mengatakan apa-apa. Aku cuma menunggu.
"Pangkat Yeerk-ku adalah Esplin-Nine-Four-Double-Six. Garis
bawahi 'double-six'-nya. Kalian tahu apa artinya?"
Yeerk yang tumbuh dari larva yang sama. Pada Yeerk kembar, yang
satu akan dianggap benih unggulan, sedang yang lain cuma buangan.
Nah, akulah si buangan. Saudaraku, kembaranku, adalah sang
unggulan. Ia mendapatkan tugas-tugas terbaik, induk-induk semang
jempolan, pangkat, kekuasaan, dan kemegahan. Sedang aku, cuma
kedapatan sisanya - hanya sebatas yang sanggup kutanggung."
Ia mengepalkan tinjunya saat mengatakan hal itu. "Pada
beberapa kasus, saudara kembar bisa saling berbagi. Pada kasus-kasus
lain, mereka bahkan bisa saling membantu. Tapi tidak dengan
kembaranku. Dia gila kekuasaan. Atau bisa jadi dia memang gila total,
gila sungguhan. , Dia tak menyisakan apa pun bagiku. Dia
mengirimku ke induk semang manusia yang miskin dan tak berarti.
Bob Fenestre, seorang programmer rendahan yang bekerja di jaringan
perusahaan telepon. "Yah, aku tidak puas. Aku ingin lebih. Dan jika aku tidak bisa
mendapatkannya sebagai Yeerk, aku akan mendapatkannya sebagai
manusia. Akhirnya aku membuat kesepakatan dengan induk
semangku. Kami berdua bisa dibilang sama. Dua pecundang di balik
bayang-bayang kembaran kami yang hebat. Kugunakan pengetahuan
teknis Yeerk untuk menjadikan Fenestre kaya raya. Dan dalam proses
itu aku menciptakan Web Access America, yang merupakan sumber
informasi terbesar mengenai manusia, yang pernah ada. Aku tahu
berbagai rahasia, yang cuma dapat direka-reka oleh kembaranku."
"Kau tahu terminologi komputer manusia, rupanya," ia berkata.
Aku menelan dengan susah payah. Aku tidak hati-hati. Aku
kedengaran "manusia". Ya sudah, gertak saja sekalian.
pengetahuan sangat penting bagi kami.>
Kayaknya ia puas. "Aku menjadi aset yang tak terhingga nilainya bagi invasi kami.
Sendirian, aku telah menjadi manusia yang penuh kekuasaan, dengan
informasi yang sangat luas. Tapi tentu saja, kembaranku tak bisa
mentolerirnya. Ia mengumumkan bahwa aku ini pengkhianat. Ia
mengucilkan aku dari Kandrona. Ia bahkan bisa membunuhku. Karena
telah menjadi sebesar dan sepenting dirinya, dia pasti akan
membunuhku." Mata Joe Bob Fenestre menatapku. Dan aku seperti mendapat
firasat jelek yang membuatku merinding. Soalnya, rasanya aku
langsung tahu siapa saudara kembarnya itu.
"Ya, cuma satu kembaran yang bisa jadi orang hebat," Fenestre
berkata pahit. "Cuma satu dari kami yang bisa menjadi Visser Three
yang mahahebat." Chapter 24 KAMI pertama kali berjumpa Visser Three beberapa menit
sebelum menemukan pangeran Andalite, Elfangor.
Visser Three muncul dan membunuh Elfangor yang tak berdaya
itu. Sejak saat itu kami telah sering sekali berhadapan dengannya. Ia
satu-satunya Yeerk di alam semesta ini yang berhasil menguasai tubuh
Andalite, pada suatu peperangan lama sebelumnya di planet lain. Saat
ia menguasai tubuh Andalite itu, ia memperoleh kemampuan Andalite
untuk bermetamorfosis. Ia satu-satunya Yeerk yang bisa berubah
bentuk. Dan sekarang aku mengerti mengapa kembarannya, Yeerk yang
tinggal di dalam kepala Joe Bob Fenestre, menginstruksikan orangorangnya untuk
menembaki burung dan hewan apa pun yang mereka
lihat. Sebab salah satu binatang itu bisa saja Visser Three yang sedang
bermetamorfosis. "Dari sikap diam kalian, aku menyimpulkan kalian tahu siapa
kembaranku," Fenestre berkata.
"Tapi kalian toh masih hidup. Tak banyak yang bisa berkata
begitu. Anggap saja itu pujian dariku."
jelas kau belum berhasil membuat Kandrona-mu sendiri untuk
mensuplai cahaya vital Kandrona itu.>
Fenestre mengangguk. "Wah, wah. Jadi kau tahu soal kolam
Yeerk. Dan kau tahu soal Kandrona." Ia mengangkat bahu. "Aku telah
menemukan cara untuk tetap bertahan hidup tanpa Kandrona. Tapi itu
tidak penting. Yang penting... mau apa sekarang?"
tentang hal itu.> Aku menganggukkan kepala harimauku. Mungkin kelihatannya
lucu, gerakan manusia pada sosok kucing raksasa.
mau. Dia bisa menyerangmu dari orbit dan menghancurleburkan
tempat ini.> "Tidak, tidak, itu akan terlalu heboh. Seorang manusia idiot
dengan sebuah camcorder bisa saja kebetulan merekamnya."
dia bisa datang sendiri. Kalau dia memang ingin membunuhmu, dia
pasti akan melakukannya. Dia mampu kok. Tapi itu tidak
dilakukannya. Jadi, kenapa">
Fenestre tersenyum dingin. "Andalite yang pandai. Begitu
pintar dengan komputer dan pesawat-pesawat Dome kalian yang hebat
itu. Kalian masih menganggap diri kalian raja-raja galaksi, ya kan"
Kami menyebar dari planet ke planet, tapi kalian tetap kembali ke
tempat asal kalian. Namun tetap saja kearoganan - kesombongan kalian begitu tinggi hingga kalian tak pernah berhenti sejenak saja
untuk berpikir bahwa kalian sebenarnya tidaklah sepintar itu."
berkata,
berbohong...> Kubiarkan ancamanku menggantung di udara.
Fenestre menatapku lama dan tajam. "Kurasa aku harus
bergantung pada kehormatan Andalite," katanya dengan nada
mengejek. "Baiklah. Saudaraku tidak membunuhku karena aku
memiliki informasi yang diinginkan dan dibutuhkannya. Dia tak mau
aku mati, dia mau aku diseret ke dalam ruangan penyiksaannya di
pesawat Blade-nya. Begini ceritanya. Aku telah menemukan suatu
cara untuk bertahan hidup tanpa Kandrona. Dan Visser Three akan
menyerahkan apa pun untuk mengetahuinya."
Fenestre menurunkan senjata sinar Dracon yang tadi
diarahkannya pada Ax. "Ada suatu cara untuk memproses dan
menyuling sinar Kandrona dari sumber lain, yang kemudian bisa
dibuat menjadi sesuatu yang dapat dimakan. Bisa dibilang itu
semacam makanan, yang dapat dikonsumsi oleh mulut manusiaku,
dan kemudian dicerna."
Aku merinding. Kalau perkataannya benar, berarti tak mungkin
lagi menghentikan para Yeerk itu. Ketergantungan mereka pada
kolam-kolam Yeerk dan sinar Kandrona adalah salah satu titik lemah
mereka yang paling penting.
informasi itu akan membuatmu tak terkalahkan, bahkan oleh
kembaranmu sekalipun.>
Kali ini senyumnya semakin dingin. "Oh, bisa saja tidak begitu.
Salah satu alasannya, ada proses panjang yang dibutuhkan di sini.
Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah, bahan mentahnya.
Bahan mentahnya adalah saudara-saudaraku sesama Yeerk. Aku harus
menghancurkan dan memproses serta mengkonsumsi satu makhluk
Yeerk setiap tiga hari untuk bisa bertahan hidup. Aku telah menjadi
kanibal."
Tapi, seperti yang bisa kaubayangkan, itu pasti bukan rencana yang
disukai di seputar Kerajaan Yeerk."
merasa muak. Lalu jadi tambah muak lagi.
Ia mengangkat bahu. "Memangnya menurutmu apa kegunaan
forum Yeerk konyol itu, campuran fakta dan fiksi itu" Aku
mengontrol Web Access America. Aku tahu identitas semua nama
screen itu. Chat room itu penuh dengan berbagai tipe: orang-orang
yang benar-benar Pengendali, berusaha menyingkirkan manusiamanusia yang
mencurigakan, yaitu para manusia yang telah
mengetahui invasi kecil kami dan mencoba menentang kami. Dan
kemudian, aku sendiri. Aku menemukan para Pengendali. Aku juga
menemukan dan mengawasi para pejuang anti-Yeerk yang berhasil
mengidentifikasi para Pengendali yang potensial. Aku menelusuri
nama-nama screen-nya. Aku menemukan para Yeerk itu. Satu setiap
tiga hari. Sepuluh dalam sebulan."
Animorphs - 16 Memburu Yeerk Kembar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perasaanku sama. Fenestre memang makhluk yang memuakkan,
namun sebusuk apa pun dirinya, ia telah menyikat seratus atau lebih
Yeerk setiap tahunnya. Dan itu bisa dibilang cukup bagus.
Namun kemudian Cassie menyemburkan pertanyaannya.
tampak terkesan. Aku melihat kilatan rasa curiga di matanya.
Pertanyaan Cassie bukan merupakan bisikan, melainkan semburan
kemarahan. Kenapa, Fenestre bertanya pada dirinya sendiri, Andalite
sampai peduli segala pada hal itu"
"Bagaimana aku mengeluarkan Yeerk itu dari tubuh manusia
yang dihuninya?" Wajahnya merah padam. Matanya hampa.
"Menurutmu sendiri, bagaimana?"
Chapter 25 CASSIE melepaskan geraman panjang dan berlari menerjang
Fenestre sebelum aku sempat mengatakan sesuatu. Fenestre
mengangkat Dracon-nya. Aku melompat ke udara.
Aku mendarat, kaki-kakiku terjulur jauh ke muka namun
cakarku tetap terbenam, ke arah Cassie. Kujatuhkan tubuh serigalanya
hingga tergeletak di lantai.
Cassie.
janji. Lagi pula...>
Rasanya ia telah memukulku telak-telak. Tepat di mukaku. Apa
sebenarnya yang akan kukatakan" Benarkah aku akan mengatakan
bahwa sah-sah saja bagi makhluk ini untuk terus melakukan apa yang
selama ini dilakukannya, selama ia terus memangsa Yeerk lain"
Betulkah itu yang akan kukatakan" Aku"
Cassie tak menyahut. Ia pandai mencium kebohongan. Terlalu
pandai.
abstrak tanpa wajah dan nama. Dia akan terus menunggu sampai
Gump melakukan sesuatu yang tolol. Sampai ia mengakui ketakutanketakutannya pada
ayah-Pengendali-nya. Kemudian ayahnya akan
menjadikannya Pengendali juga. Dan setelah itu Fenestre akan
mengejar mereka.>
melakukannya sendiri, Cassie">
sanggah Cassie.
Fenestre cuma berdiri di situ, menunggu, sementara di
depannya seekor serigala dan harimau berhadap-hadapan, siap saling
menyerang. Ia sedang mencoba memahami situasi itu. Tapi aku bisa
melihat dari matanya bahwa ia belum mengetahui kebenarannya.
Aku memalingkan wajah dari Cassie. Lalu aku menatap
Fenestre.
Ia mengangguk, tidak terkesan sama sekali. "Kita semua
kehilangan teman-teman dalam situasi yang tidak menyenangkan ini."
takkan menyakitimu. Tapi aku akan memberitahumu, supaya kau
tahu: jika kami sampai menangkapmu di luar tempat ini, kami takkan
pernah melepaskanmu.> Itu gertakan sambal belaka. Aku cuma mengatakannya supaya
merasa lebih enak. Ax dan Rachel dilepaskan. Begitu Fenestre mematikan medan
bio-stasisnya, Ax langsung meneruskan proses perubahannya kembali
ke bentuk Andalite aslinya.
Aku menatap Rachel lekat-lekat. Bernapaskah dia" Yes!
Apakah ia masih punya waktu untuk berubah ke wujud manusianya"
Fenestre dengan mata elangnya.
Bawa dia dari sini.>
Tapi ia terlalu lemah untuk berbuat banyak, jadi Marco
menghampiri dan mengangkatnya pelan-pelan dengan sepasang
tangan gorilanya yang besar sekali.
"Mungkin kita akan bertemu lagi," Fenestre berkata dengan
sombong saat kami meninggalkan ruangan itu.
Aku tidak mengatakan apa pun. Apa lagi yang bisa kukatakan"
Aku telah membiarkan seorang monster lepas. Aku membiarkan
seorang pembunuh bebas. Ketika kami menuruni anak-anak tangga, Rachel sedang
berubah kembali. Ax hampir kembali menjadi Andalite. Masih ada
dua peluru tertanam di tubuhnya, tapi itu tak cukup untuk
menyakitinya. Tobias terbang, sebaik ia dapat, di atas kami. Dengan
tersandung-sandung kami menuruni anak-anak tangga, melintasi
rumah yang porak-poranda, dan keluar, ke halaman yang dibatasi
pagar serta dijaga petugas.
Pada saat kami mencapai pepohonan, Rachel telah menjadi
dirinya kembali. Kami semua kembali ke wujud asli kami, dan tak
lama kemudian telah menjelma menjadi lima anak kelelahan dan satu
Andalite yang bersembunyi di balik bayang-bayang pepohonan yang
gelap. Kami masih dapat melihat rumah itu. Mansion Fenestre yang
mewah. "Apa yang terjadi di dalam sana?" desak Rachel. "Seseorang
telah menghancurkan tempat itu. Apakah telah terjadi pertarungan
seru dan aku tak ikut ambil bagian" Ya, ampun! Aku tidak percaya
telah melewatkan pertarungan seru. Jadi, apa yang terjadi?"
"Nanti juga ada yang akan memberitahumu," ujarku buru-buru.
"Pria itu !Pengendali atau bukan?" desak Rachel. "Dia orang
baik atau tidak?" Aku tertawa sedikit. Mataku bertatapan dengan Cassie, lalu
kami sama-sama membuang pandangan, tak ingin saling menatap.
"Rachel, aku sendiri bahkan tak tahu lagi apakah aku ini orang baik
atau tidak." Chapter 26 KURASA seseorang akhirnya menceritakan pada Rachel dan
Ax apa yang telah terjadi. Tapi bukan aku yang melakukannya.
Sampai di rumah aku naik ke kamarku dan melamun lama
sekali. Ibuku memanggilku makan malam dan sambil menggerutu aku
turun ke ruang makan. Selesai makan aku keluar ke halaman belakang dan duduk di
ayunan tuaku yang sudah berkarat, yang telah kumiliki sejak umurku
masih empat tahun. Lalu kulayangkan pandanganku dan menatap
langit yang mulai temaram. Bintang-bintang bermunculan, dan ya
Tuhan, betapa aku membencinya. Siapa bilang mereka indah, mereka
itu mematikan. Semua masalahku berasal dari bintang-bintang itu.
Ibuku keluar tak lama kemudian. Ia berpura-pura memeriksa
apakah rerumputan di halaman perlu disiram. Tapi tentu saja ia ingin
memeriksa keadaanku. "Apa yang kaulakukan di luar sini" Memikirkan sesuatu?"
"Ah, tidak kok. Cuma duduk-duduk saja."
Ia bersidekap dan memandang langit, seperti yang kulakukan.
"Malam yang bagus. Lihat bintang-bintang itu."
"Yeah." "Ada yang menyusahkanmu, Jake?"
"Ah, tidak." "Yah, jika ada yang mengganggu pikiranmu, mungkin kau bisa
mengatakannya padaku tanpa aku terlalu mempermalukanmu."
"Aku tahu, Mom. Tapi tak ada apa-apa kok."
Ia menarik napas. "Kalau begitu, kurasa cepat atau lambat itu
akan terjadi juga. Kau telah berubah menjadi ABG sejati. Aku sudah
terlalu kuno untuk diajak bicara."
Ia tidak mengatakannya dengan ketus. Tapi lebih seperti
bergurau. Aku tersenyum padanya. "Kurasa Mom benar," aku berkata.
"Ini pasti ada hubungannya dengan soal ABG yang konyol itu."
Ia mengangkat bahu. "Kau tahu, waktu aku seumurmu dan
perasaanku sedang kacau, ibuku, nenekmu, selalu berkata begini, 'Kau
tak tahu apa artinya sedih, kau cuma anak-anak.' Seolah-olah apa pun
yang dirasakan seorang anak tidak akan sesulit dan sepahit yang
dirasakan manusia dewasa."
"Mungkin itu benar," sahutku, tidak terlalu menyimak.
"Tentu saja tidak," ibuku berkata tegas. "Dalam banyak sisi
menjadi seorang anak jauh lebih sulit daripada menjadi orang dewasa.
Kau harus menghadapi hal-hal yang dihadapi orang dewasa: teman,
godaan, cinta dan benci, dan semua itu. Bedanya, kau tidak memiliki
dua senjata penting yang dimiliki orang dewasa untuk membantu
mereka." Kulirik ibuku. "Dua senjata penting apa?"
"Yah, yang pertama pengalaman. Pengalaman mungkin saja
tidak membuatmu tambah pintar, tapi dengan pengalaman kau bisa
berpikir, 'Hei, aku pernah mengalami hal ini, dan aku bisa
mengatasinya.'" "Oke, jadi apa senjata penting yang kedua?"
Ia menatapku lurus-lurus. "Dirimu, Jake. Sebab sebagai ibumu,
aku bisa memandangmu dan berpikir, 'Oh, Tuhan, seburuk apa pun
perasaanku sekarang, seburuk apa pun keadaannya, setidaknya, ini
tidak seberat menjadi ABG.'"
Aku tertawa. Tawa yang lelah dan lemah, tapi penuh arti.
"Kau tahu, X-Files lagi main di TV. Biasanya kau menyukai
film itu." Keesokan harinya di sekolah, perasaanku masih kacau.
Menyenangkan memang, bahwa orangtuaku menyayangiku.
Menyenangkan bahwa mereka simpati terhadapku. Tapi mereka tidak
mengerti, dan mereka tidak dapat mengerti sebab bagi mereka semua
masalahku pasti gara-gara usia ABG-ku.
Bagaimana mereka bisa membantuku membuat keputusankeputusan yang menyangkut
hidup dan mati" Bagaimana mereka bisa
membantuku agar terus membuat keputusan-keputusan sementara aku
telah membuat kesalahan demi kesalahan"
Bagaimana mereka bisa membantuku membuat keputusankeputusan yang tak bisa dibuat
oleh satu manusia pun - seperti
keputusan tentang apa yang harus dilakukan terhadap Fenestre"
Aku mencari-cari Cassie. Terakhir berpisah kami sedang samasama emosi. Tapi tak
lama kemudian aku menyadari ia tak ada.
Setidaknya tidak di sekolah.
Tiba-tiba saja aku menyadari di mana ia berada.
Aku pergi ke atap gedung sekolah, dalam hati mengumpat
menyadari aku akan dihukum karena kabur pada jam pelajaran kedua.
Lalu aku bermetamorfosis menjadi elang dan terbang.
Aku membuang waktuku dengan pergi ke rumah Gump, yang
tentu saja merupakan tindakan tolol. Cassie pasti akan menunggu
sampai anak itu keluar dari rumahnya. Jadi aku mencari-cari di sekitar
situ, dan menemukan sebuah gedung sekolah dasar. Aku pun
meluncur ke sana. Anak-anak sekolah itu sedang istirahat. Seorang anak lelaki
kecil menyendiri di ujung halaman tempat bermain. Seekor anjing
bersamanya. Setidaknya, orang-orang yang lewat di situ akan mengira
itu anjing. Tapi aku tahu itu serigala.
Aku memperhatikan anak kecil itu menepuk kepala serigala itu
sebelum berjalan kembali menghampiri teman-teman sekelasnya.
Serigala itu memperhatikan kepergiannya, kemudian melompati
pagar dan lenyap ke pepohonan di dekat situ.
Ia menengadah ke atas, terkejut. Aku mendarat di tanah dan
berubah wujud. Cassie juga.
"Kurasa yang tadi itu si Gump."
"Yeah." "Apa yang kaukatakan padanya?"
"Kukatakan aku ini serigala ajaib yang bisa ngomong. Ia tak
benar-benar percaya. Kurasa anak-anak seusianya sudah tak lagi
percaya hal seperti itu."
"Yeah, kurasa juga begitu."
"Kukatakan supaya dia tidak ikutan dalam chat room itu lagi.
Kubilang..." Sekonyong-konyong bibirnya bergetar. "Kubilang
padanya supaya tidak bicara mengenai Yeerk kepada ayahnya.
Kukatakan jangan..." Suaranya kini tercekik. Ia mengertakkan giginya
dan mengeluarkan sisa ucapannya. "Kukatakan padanya supaya tidak
mempercayai ayahnya."
Wajah Cassie penuh air mata. Kurasa wajahku juga. Salah satu
hal yang aku dan Cassie sama-sama rasakan adalah, kami
mempercayai orangtua kami, berbeda dengan sebagian orang, kurasa.
"Perbuatanku itu benar-benar jahat," ujar Cassie. "Kotor dan
menjijikkan." "Itu hal terbaik yang bisa kaulakukan," timpalku. "Cuma itu
yang bisa kaulakukan. Kurasa sulit sekali melawan kejahatan tanpa
melakukan kejahatan itu sedikit pun." Mungkin ada sedikit nada "Kan
sudah kubilang" di dalam suaraku.
Cassie meninggalkanku. Kubiarkan saja. Ada beberapa hal yang
tak bisa benar-benar diselesaikan. Tak semua hal punya jalan keluar.
Beberapa hari kemudian ada berita kebakaran di siaran berita
TV. Berita itu cukup besar karena yang terlahap api adalah mansion
yang besar sekali. Mansion itu milik miliuner Joe Bob Fenestre. Pria itu selamat.
Tak ada korban tewas. Aku ingat telah mengingatkannya bahwa ia aman selama berada
di dalam rumahnya. Kini tak mungkin baginya untuk tinggal di situ.
Apakah mansion itu terbakar begitu saja" Atau apakah
seseorang telah sengaja membakar tempat itu hingga persembunyian
iblis itu lenyap sama sekali"
Jika memang ada yang sengaja membakar tempat itu, daftar
tersangkanya bakal panjang sekali. Visser Three. Cassie. Atau siapa
saja.
Animorphs - 16 Memburu Yeerk Kembar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku, mungkin. Kurasa, kalian takkan pernah tahu.
Aku melakukan kesalahan-kesalahan. Terkadang aku gagal.
Terkadang aku tolol. Terkadang tak ada jawaban tepat terhadap
masalah-masalah yang kami hadapi, tapi apa yang dapat kaulakukan
selain terus mencoba mencari jawabannya" Apa lagi yang bisa
kaulakukan" ******************************
Sekitar seminggu setelah berita kebakaran itu, aku pergi ke
rumah Cassie. Ia ada di gudang, merawat binatang-binatang yang
sakit. Aku tidak menanyainya apa-apa, dan ia juga tak bertanya apa
pun padaku. Kubantu dia membelat kaki seekor rusa yang patah.
Rasanya nyaman sekali, karena itu sesuatu yang menyenangkan untuk
dilakukan, tanpa perlu berpikir dua kali, tanpa perlu ragu.
Tak lama setelahnya aku dan Cassie mulai ngobrol, dan bahkan
tertawa. Teman-teman kami yang lain kemudian datang dan kami
bicara tentang terbang. Tapi bukannya terbang, kami malah terus
berkeliaran di sana dan menyekop kotoran-kotoran hewan keluar dari
gudang. Kami berenam mengangkuti jerami-jerami kotor, dan Marco
melontarkan gurauan-gurauan konyol, sementara Ax mencoba
memakan kue pai daging sapi, sedang Rachel mengeluh tentang selera
berpakaian Cassie yang norak, dan kami pun kembali menjadi diri
kami lagi. Untuk sementara.
END Sajak Nosferatu Pada mimpi-mimpi yg mewujud
O, kengerian yang nyata. Pada darah yang mengalir begitu manis, adakah yang mampu menandingi"
pada malam yang menenangkan,
adalah perburuan demi hasrat yang tak terpuaskan.
rasa haus begitu menyiksa: O, darah
pada keabadian terkutuk kita mendamba
pada keabadian terkutuk kita memuja
pada keabadian terkutuk kita meratap. Matahari Esok Pagi 17 Pendekar Hina Kelana 7 Majikan Gagak Hitam Dendam Iblis Seribu Wajah 4