Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia Bagian 2
dalam bathtub. Cairan yang entah apa menggumpal-gumpal dan terapung di atas air. Aria memeluk
Clara. Gadis itu menangis di bahu Aria.
Ketika mayat Ty diangkat, Clara berteriak. Aria refleks menghalangi penglihatan Clara dengan
tangan kanannya. Sementara dia melihat tubuh Ty yang membeku. Bagian bawah tubuh jenazah Ty
berwarna merah keunguan. Darahnya mengendap searah dengan arah gravitasi bumi, tanda bahwa
jantung Ty sudah tidak lagi berdetak, sudah tidak lagi memompa darah.
"Itu mayat, Ar?" Clara bertanya terbata.
"Itu mayat." Aria menarik Clara semakin erat ke dalam pelukannya, "Itu Ty."
---- Clara, Kamu tahu betapa lelahnya aku menjalani hidupku. Tanpa siapa-siapa menemaniku di sisiku. Aku
tahu kamu mungkin tidak akan pernah menyadari kelelahanku menyimpan jiwa seorang anak-anak
di dalam diriku. Ketakutanku melewati jalan-jalan baru. Dan aku terlalu takut untuk terus hidup.
Sendiri dan tanpa arah tujuan. Bisakah kamu bayangkan rasanya hidup seperti itu, Clar"
Air matanya terjatuh di atas kertas itu. Aria membelai rambut Clara dan lalu mengecup
ubun-ubunnya, "Semuanya akan baik-baik saja."
*** Pagi itu musik mengalun di telinganya.
I'm so tired of being here ...
Saat lagu dimulai, dalam bayangannya, ada hari di mana Ty menangis di hadapan nisan ibunya dan
Clara menemaninya. Mereka terpaku bahkan hingga hujan turun dan menggenangi tempat Clara
berdiri, sementara Ty tetap bersimpuh di sisi nisan. Setia menangis di sana.
Suppressed by all my childish fears
Hari di mana Ty lulus sarjana dengan cum laude tetapi tak ada ibunya menemaninya. Tentang
10 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
cerita Ty bahwa dia terlalu takut untuk mewujudkan mimpinya sendiri. Namun hari itu dia
mengalaminya. Untuk harus merasa bahagia meski baru pada hari sebelumnya dia kehilangan
ibunya. And if you have to leave, I wish that you would just leave
Cause your presence still lingers here
And it won't leave me alone
Saat-saat ketika mereka bersama. Melempar bantal dan meramal dengan kartu tarot. Berjalan-jalan
di pantai, tiduran di atas bukit di dekat pantai lalu bergantian memandangi awan yang berarakan
dan ombak yang berkejaran. Menunjuk-nunjuk sesuatu yang entah apa di langit dan di lingkar laut.
Membayangkan persahabatan mereka selama bertahun-tahun. Sesuatu yang hilang dan
membuatnya merasa sendiri.
These wounds won't seem to heal
This pain is just too real
There's just too much that time cannot erase
Luka yang tak akan tersembuhkan. Cakra di dalam kepalanya berputar-putar ketika jenazah Ty
yang dibungkus kain kafan diangkat lalu disemayamkan di dalam liang kuburan. Diam-diam dia
berharap jenazah itu akan bangkit. Akan bernapas dan meneriakkan namanya.
When you cried I'd wipe away all of your tears
When you'd scream I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have all of me
Dulu ada Ty yang selalu menghapus tangisnya dan mengatakan, bahwa hidup adalah untuk
dihadapi dengan berani. Bahwa ada tangan Ty yang akan selalu menggenggam tangannya. Bahwa
ada seseorang yang akan terus dia miliki sampai kapan pun.
You used to captivate me by your resonating light
Now I'm bound by the life you left behind
Your face it haunts my once pleasant dreams
Your voice it chased away all the sanity in me
Dia teringat karakter Ty. Keceriaannya, semangat itu, semangat yang tak pernah hilang dari
matanya. Aura yang berbeda dan bersinar. Suaranya yang berapi-api. Berdemo dan berorasi di
hadapan umum. Menyuarakan semangat, menyatukan pendapat-pendapat. Seseorang yang takkan
dengan mudahnya tergantikan.
11 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
These wounds won't seem to heal
This pain is just too real
There's just too much that time cannot erase
Dia mengingat segalanya, juga tentang lagu yang sedang didengarnya. Lagu yang mendekatkan
dia dan Ty. Bahkan pada hari ketika mereka terpisah. Hari ketika Ty dikuburkan dan dia harus
menyaksikannya dengan mata kepalanya.
When you cried I'd wipe away all of your tears
When you'd scream I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have all of me
Aria di sisinya memeluknya, tapi seolah dia tak pernah ditemani siapa pun lagi setelah hari
kepergian Ty ke alam berbeda, kehampaan menamai ruang di dalam hatinya.
I tried so hard to tell myself that your gone,
But though you're still with me, I've been all alone all along
Setengah mati dia mencoba menyadari. Bahwa Ty telah mati.
---- Kartu-kartu. Ditebarnya empat-empat. Selalu tentang kematian. Bahwa tak hanya Ty yang mati.
Bahwa akan ada lima orang lagi yang mati. Bahkan lebih. Disobeknya semua kartunya.
Cangkir itu. Biji kopi di dalamnya, juga tentang kematian. Dilemparnya cangkir-cangkirnya ke
tembok. Dia benci dunianya mulai bercerita tentang kematian.
Clara menangis di pojok ruang kamarnya. Kepalanya menempel di lutut. Sudah dimatikannya
semua lampu di rumahnya, termasuk di dalam kamarnya. Gelap tanpa cahaya.
Sudah dimatikannya ponselnya dan dibantingnya, kemudian dilemparnya laptopnya - yang lalu
pecah tercerai-berai. Dia benci kenangan-kenangan itu.
"Clara ..." Seseorang berteriak-teriak memanggilnya dari arah luar rumah, "Clara."
"Clara ..." "Clara ..." 12 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Entah mengapa dia jadi membenci namanya sendiri.
---- Aria mendobrak pintu kamar Clara. Didapatinya busa keluar dari mulut kekasihnya itu. Di
sebelahnya berdiri sebotol obat nyamuk. Ia berjalan menuju tubuh Clara yang bersandar di tembok.
Bagian-bagian laptop Clara yang tercerai berai dan ponsel dengan layar yang pecah. Sepatu Aria
menginjak pecahan cangkir. Kartu-kartu yang sobek. Aria yakin, Clara baru saja meramal sesuatu
yang selama ini mereka takutkan.
"Clara.." Ia mencoba memanggil seseorang yang pasti telah mati. Ia memanggil nama jenazah kekasihnya,
berulang-ulang. (II) Waktu berlalu. Ia semakin rapuh. Jatuh dalam keterpurukan.
Siapa yang akan membelamu dan mengatakanmu waras" Mempercayaimu, bahwa kamu tak
pernah menjadi seseorang yang gila. Bahwa kamu baik-baik saja, kamu normal, dan kamu tidak
pantas menghuni sel rumah sakit jiwa"
Apa itu yang ia tanyakan setiap melihatku berdiri di hadapannya" Ar sudah mati setelah Clara mati.
Aku tak pernah ada lagi dalam hidupnya. Ia tak pernah melihatku lagi. Tak pernah melihatku ada.
Seolah setelah ia menjalani shock treatment, aku tak sungguh-sungguh lagi berwujud sebagai
seorang manusia. Seolah, bagi dunia, aku ada. Namun, baginya, aku tak pernah ada.
Ada hari-hari saat ia merasa tenang dan duduk di ayunan. Seperti yang kini kulakukan. Ada
saat-saat di mana aku ingin sekali memeluknya, mengecup dahinya seperti biasa. Seperti
detik-detik ketika kami masih bersama. Meski aku selamanya hanya bisa menjadi sekadar sahabat.
Tapi apa dayaku, aku bukanlah seseorang baginya. Aku hanya ada. Menatapinya duduk di ayunan
itu, berayun tanpa kesetimbangan. Tanpa kesadaran. Begitu lemah.
Kakinya memijak tanah dan kemudian mengayun di udara. Seperti langkahnya yang kadang
terhenti, tertatih, tetapi terus mencoba bangkit. Berjalan sebagai seseorang yang tegar. Yang walau
kini tidak lagi. Ia tidak akan pernah mengerti bagaimana caranya rasa kehilangan di dalam diriku mewujudkan
dirinya. Untuk tiap hari melihat ia di hadapanku tanpa pernah menyadari aku selalu ada bersamanya.
Menantinya merasakan keberadaanku. Sesuatu yang hanya ada. Tak berwujud apa pun baginya.
Apakah aku boleh bertanya kepada-Mu, Tuhan. Akukah yang sesungguhnya Kau utus untuk jadi
malaikatnya - malaikat Aria"
13 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
---- Tuhan menciptakan langit-langit tempat kita bisa menyimpan hal-hal yang berarti bagi kita. Hingga
pada saatnya, kau akan dengan mudah menemukan masa lalu kita di bintang-bintang. Tak ada
yang akan hilang dari hidup kita, Yara.
Ia pernah berkata begitu. Sewaktu aku dengan konyol menangis di bahunya - tentang
kehilangan-kehilangan yang bergantian hadir di dalam hari-hariku. Ia serius berkata begitu - dengan
sorot mata yang sama cemerlangnya seperti kilat pada waktu hujan.
Dulu, sewaktu kami bergenggaman tangan ketika tersesat dalam perjalanan.
Dan dini hari ini, langit-langit membiaskan kata-katanya. Memantulkannya lewat bintang-bintang ke
dalam bola mataku. Aku duduk di atas ayunan di bawah pohon beringin besar. Puluhan kompleks-kompleks berjajaran
mengitariku. Rumput basah bekas hujan tadi malam. Sunyi dan gelap, tapi sungguh aku tak tahu
harus berada di tempat mana lagi selain di situ. Pada ayunan tempat kulihat ia biasa duduk terpaku.
Pada siang pada suatu hari, dia berayun tanpa kesetimbangan di ayunan yang kini kududuki.
Bagian bawah matanya kehitaman. Rambutnya dipelintir tak rata, sebagiannya lagi botak entah oleh
sebab apa. Ia tidak berkata-kata sewaktu aku berdiri di hadapannya. Ia hanya
memandangiku - lekat sampai saraf mata.
Apa yang ia bisa harapkan dariku"
---- Ar, Aku mencintaimu sewaktu kamu menjadi dirimu yang sederhana. Yang tak perlu kulukiskan dengan
kosa kata mewah dan hanya bisa kumengerti jika aku memiliki sebuah kamus. Aku mencintaimu
saat kamu tak menyadarinya. Saat kamu tertidur di sisiku, menemaniku sampai pagi di lantai
kamarmu. Saat kamu berdiri di belakangku, tanpa menatapku menangis kehilanganmu yang
mengaku telah mencintai orang lain dan melihat matahari terbenam. Saat kamu berjalan tanpa
payung di hadapanku di bawah hujan, bersiul dan menyanyikan laguku. Aku mencintai
persahabatan kita.Aku mencintaimu saat kamu menyanyikan lagu dan bukan memainkan gitar.Aku
mencintaimu saat kamu bercerita tentang dirimu dan bukan tentang Newton atau Einstein. Atau
Clara atau Ty.Aku mencintaimu saat kamu menemaniku berjalan kaki dan bukan berjalan dengan
mobil.Aku mencintaimu saat kamu menontonku mendongeng diam-diam. Aku sudah puas dengan
hanya mencintaimu yang hanya akan tersenyum. Yang hanya akan bilang, bahwa kita akan
berjalan bersisian bersama.Di saat bumi berotasi dan berevolusi semakin cepat, kita tetap
berpegangan. Di saat tak seorang pun kita kenal, di saat tak satu tempat pun kita ketahui, aku akan
menyasarkan diriku bersamamu. Sejauh apapun kamu membawaku, aku akan tetap
mencintaimu.Aku hanya ingin mendengar darimu, seberapa buruknya aku serta masa laluku dan
14 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
seberapa buruknya kamu serta masa depanmu, tidak perlu kita melihat orang lain untuk bisa
mengerti satu sama lain. Aku hanya ingin aman di dalam selimut kata-katamu.Tidak perlu kita takut
atas apa kata orang tentang diri kita. Di saat aku benar-benar sendiri, aku hanya membutuhkan
seseorang berkata begitu padaku. Bisakah kamu melakukannya seperti saat-saat sebelumnya"
Karena aku hanya mencintaimu. Aku hanya ingin mencintaimu. Dan aku memang hanya bisa
mencintaimu. Ar, Bisakah kamu kembali seperti dulu lagi" Bisakah aku tak menggenggam tangan orang lain supaya
aku merasa aman" Meski aku harus melihat tanganmu tak kunjung melepas genggamanmu di
tangan Clara. Bahkan hingga kematiannya.
(III) Sudah lama dia tak pernah punya doa lagi pada Tuhan. Dan ketika gadis yang baru semalam
dikenalnya - dan membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama - mengajaknya pergi ke Pura
tempat umat mereka biasa bersembahyang, dia sungguh lupa bagaimana cara untuk menyapa
Tuhannya. Hampir lima belas tahun dia tak pernah lagi duduk bersila seperti saat itu. Tak pernah mendampingi
seorang gadis duduk bersimpuh di sebelahnya. Melupakan cara memanggil dan tata krama
berbicara dengan seorang pria berjanggut putih yang berpakaian serba putih dan menggunakan
aksesoris persembahyangan suci seorang Brahmana di sekujur tubuhnya. Pria itu membawa
lonceng berwarna keemasan di tangannya dan membunyikannya. Beberapa wanita berkebaya
menyanyikan tembang-tembang asing di sekelilingnya.
Dia lupa nama-nama bunga yang digunakan sebagai banten, dia lupa nama tarian yang ditarikan
gadis-gadis remaja sebelum acara persembahyangan dilangsungkan. Namun ketika gadis di sisinya
tersenyum padanya dan meremas tangannya, dia melupakan semua kealpaannya selama ini.
"Bagaimana caranya berdoa" Mantram apa yang harus kusebut?" Dia sungguh ingin bertanya
begitu pada gadisnya ketika mata mereka bertemu pandang di satu kesempatan, tapi
diurungkannya. Malu. Maka dia hanya bisa mengamati gamelan dimainkan oleh para pemuda, mengamati liak-liuk
pinggang para penari, juga menikmati gerak mata gadis-gadis itu. Maka baginya bertandang ke
Pura pagi itu, adalah semata-mata untuk memeroleh hiburan.
Lima belas tahun dia pergi dari kampung halaman dan kini kembali lagi berkat dipengaruhi bujuk
rayu kekasih barunya. Betapa sudah hampir lima belas tahun juga dia hanya mengenal gadis-gadis
bermulut manis yang tidak religius.
Dan kini, semuanya berubah. Pertanyaan-pertanyaan baru melingkupi ruang pikirnya.
Mengenai orang-orang sepertinya - yang kehilangan doa untuk dipanjatkan, yang kehilangan
permintaan untuk dikabulkan, apakah lebih cukup bernilai untuk bertandang menemuiNya dibanding
orang-orang yang senantiasa datang namun selalu berdoa untuk kekayaan dan untuk kehancuran
hidup orang lain - atau untuk cinta yang semu, atau untuk jabatan dan nama baik yang tak pernah
abadi" Apa yang sebenarnya mereka minta" Yang mereka harapkan dari hal-hal yang mereka
15 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
minta" Sadarkah mereka untuk menjadi diri sendiri akan lebih nyaman ketimbang menjadi orang
lain. Sadarkah mereka, bahwa meski alam semesta terlihat tak beraturan, Tuhan dengan kasat
mata memiliki aturan-aturan" Masih perlukah mereka meminta"
Apakah sebenarnya arti dari doa" Apakah sebenarnya arti dari takdir - nasib, hari baik, dan hari
kelahiran" Rantai-rantai yang berpisahan namun sesungguhnya bersatuan, sambung-sambungan
membentuk hidupnya yang seperti saat ini. Apakah hal-hal itu saling melingkupi atau sesungguhnya
berlepasan namun berkaitan oleh banyak sebab"
Apakah sebenarnya arti dari doa" Pertemuan yang khusyuk antara dia dan Tuhannya" Jika Tuhan
maha tahu - maha segala, maka tidakkah dengan mudahnya Tuhan menyadari ketulusan dari
umatNya ini tanpa perlu dia bertandang datang mengucap mantra"
Di mana Tuhan selama empat puluh tahun perjalanan hidupnya" Selama dia kehilangan Clara, juga
Yara, juga masa lalu, juga kebersamaan. Selama dia kehilangan kekasihnya dan menjadi gila.
Apa yang dimaksud dengan Tuhan tidak bermain dadu" Bahwa Ia tidak pernah bermain peluang di
Matematika" Bermain apakah Dia" Apakah monopoli atau catur" Ataukah bermain-main dengan
jalan hidup ciptaan-Nya"
Benarkah Tuhan mengetahui segalanya namun Dia hanya menunggu - di satu titik entah di mana.
Ataukah" [*] Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Hujan Setiap Malam pada Bulan Mei
Kucoba memperhatikan segalanya dengan lebih teliti lagi. Nyatanya segala kejadian di hidup kita
selama ini tidak ada yang terurai menjadi untaian kosong. Awalnya semuanya memang mengendap
tanpa kita pahami dan kemudian pada satu waktu mereka tiba-tiba meledak. Memecah belah pada
suatu ketidakseimbangan. Namun bukankah lantas mereka kembali membentuk harmoni"
Yang adalah kita. Pertemuan sepasang manusia. Seperti pertemuan pasangan manusia lainnya,
keberbedaan yang menyeragam. Berpencaran ke sana kemari saling mencari dan kemudian saling
menemukan satu sama lain. Dua kutub yang pada akhirnya menyadari bahwa kita tercipta untuk
saling melengkapi. Ahli cinta mana pun di dunia ini bisa bilang bahwa kita tidak akan jatuh cinta kepada orang yang kita
temui di jalan raya sekilas saja. Namun kita akan selalu bisa tertawa terguling-guling di lantai saat
menyadari bahwa pertemuan kita dulu terjadi di jalan raya. Sekilas lalu saja.
Saat itu pada siang yang panasnya tidak menentu, kita bertemu di tikungan itu. Kau si jurnalis yang
tidak pernah tahu tempat untuk meliput berita dan aku si aktivis yang selalu tidak peduli tempat tiap
kali menggiring massa untuk berdemo. Kita sama-sama salah tempat saat kemudian kau duduk
merokok di sana dan aku tiba-tiba berlari ke arahmu sambil membawa massa yang berlarian
16 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mengejarku dan melempariku kaleng. Salahku sehingga kau ikut juga dilempari kaleng oleh mereka.
Akan tetapi kita hanya bertemu sekilas lalu karena aku kemudian berlari melewatimu. Sementara
kau masih merokok di sana tanpa menyadari bahwa seseorang yang baru saja melewatimu
barangkali adalah calon istrimu pada masa depan.
Kita menikah bertahun-tahun kemudian. Setelah aku pergi ke sana kemari, setelah kau berkencan
dengan seribu gadis lain. Aku bahkan tak pernah menyangka kita digariskan untuk bertemu lagi.
Tinggal di bawah satu atap, tidur di atas ranjang yang sama.
Tanganmu malam ini dingin sekali saat kugenggam.
Di luar hujan. Kau masih terlelap dalam mimpimu. Matamu yang terpejam seperti itu membuatku
ingin tahu hal apa yang sedang kau mimpikan. Aku bisa cemburu kepada siapa saja yang ada di
Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mimpimu malam ini karena hanya di alam mimpi saja aku tidak bisa memilikimu, tapi sudahlah, aku
bisa menunggunya nanti ketika kau sudah terbangun dan kita duduk di meja makan. Aku akan
selalu bisa mendengar segalanya langsung darimu. Mimpimu, masalahmu, rahasiamu.
Aku bangkit dari ranjang dan memilih untuk duduk di meja baca di pinggir jendela. Termenung di
pinggir jendela sudah menjadi kebiasaanku belakangan ini, tanpa kau ketahui. Malam-malam
belakangan ini tidurku tak pernah tuntas. Aku tak ingat bunga-bunga tidur seperti apa saja yang
kulihat di alam mimpi. Barangkali mimpi buruklah yang selalu membuatku terjaga. Namun
sepertinya aku bahkan tidak bermimpi sama sekali.
Waktu cepat sekali berlalu. Tiba-tiba saja aku sudah merasa begitu tua. Malam-malam dengan
hujannya yang lebat seperti ini, aku justru memikirkan siapa yang kelak akan mendahului mati,
ataukah kau ataukah aku. Namun kemudian aku tiba-tiba ingat bahwa kita masih begitu muda. Kita
sama-sama belum genap berkepala empat. Jadi aku tidak boleh memikirkan mengenai kematian.
Namun bukankah kita sama-sama tahu bahwa tujuan hidup kita adalah untuk orang lain. Jadi
sebenarnya tidak masalah kapan saatnya kita mengembuskan napas terakhir kita di dunia ini. Kita
selalu membicarakan banyak hal-hal penting sebelum menikah. Kalau boleh jujur mungkin
diskusi-diskusi itu yang membuatku mencintaimu. Aku tahu apa yang bisa kuobrolkan denganmu
dan apa yang tidak. Selama ini pembicaraan mengenai kematian bukan hal yang tabu.
Meski awalnya aku selalu memikirkan tentang hidup dan mati, malam ini seperti malam-malam
sebelumnya, ujungnya pikiranku selalu mengembara ke gudang pertanyaan yang sama. Apakah
sebenarnya kau masih mencintaiku"
Seandainya malam ini kau tidak pulang terlalu larut. Kau mungkin akan merayakan hari ulang
tahunku bersamaku. Mungkin kita akan makan kue tart bersama. Karena aku sudah membeli kue
tart-ku sendiri. Aku membelinya sendiri karena aku tahu kau pasti tidak akan membelikanku tart
seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya. Tahun lalu aku kecewa karena aku hanya merayakan
ulang tahunku bersama dengan teman-temanku di jalan raya, bersama buruh-buruh. Aku bahkan
tak menyadari keberadaanmu seutuhnya. Saat itu kau pulang sama larutnya seperti malam ini dan
mengecupku sekilas saja sambil bilang Selamat Ulang Tahun. Setelah itu kau ijin tidur dan itu
sangat mengecewakan andai saja kau menyadarinya
Meski tahun lalu sangat mengecewakan, ternyata tahun ini jauh lebih mengecewakan, karena
ternyata kau bahkan melupakan hari ulang tahunku. Tart yang kubeli pagi tadi kini berada di dalam
17 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
freezer. Besok ketika kau membuka kulkas untuk mengambil air minum barangkali kau baru akan
ingat hari ulang tahunku.
Aku hanya memilikimu di meja makan, dengan segala ceritamu yang tidak akan kau ceritakan di lain
kesempatan. Cerita-cerita itu selalu saja hanya bisa kudengar tiap sarapan. Aku selalu bosan
mengingatkan diriku sendiri bahwa kita selalu punya kehidupan kita masing-masing. Kau sang
jurnalis brilian dengan segala urusan kantor dan aku aktivis yang di usia senja begini masih bisa
wara-wiri sesuka hati ke sana kemari. Baru kusadari kini kita hidup di jalan berbeda. Kita tidak salah
tempat lagi. Paling tidak kita tidak akan tiba-tiba bertemu di jalan raya dan saling menyapa, hai
suamiku, hai istriku. Karena hal-hal itu isi pikiranku menjadi semakin rumit.
Bagaimana kalau aku tidak menikah denganmu aku selalu bisa menikah dengan pria lain yang tidak
kutemui di jalan raya secara kebetulan seharusnya bukan kamu yang kutemui waktu itu bagaimana
kalau kita tidak saling jatuh cinta kau seharusnya menikah dengan salah satu gadis yang kau hamili
beberapa tahun sebelum bertemu denganku gadis itu seharusnya tidak keguguran bayimu dia
seharusnya tidak putus asa menagih tanggung jawabmu untuk menikahinya kau seharusnya
bahkan tidak cerita tentang hal ini kepadaku karena seharusnya kita tidak bertemu sama sekali
seharusnya kau tidak berkencan denganku malam itu seharusnya aku tidak menyanggupi
permintaanmu untuk menonton ke bioskop seandainya waktu itu aku tidak mabuk aku tidak harus
jatuh cinta kepadamu yang lebih memilih mengantarku pulang ke rumah daripada meniduriku di
hotel pria yang kelihatan alim di depanmu belum tentu seseorang yang tidak pernah meniduri gadis
lain bagaimana kalau bahkan aku tidak pernah bertemu denganmu barangkali itu lebih baik
seandainya saja hari itu aku tidak ikut berdemo bodoh sekali aku karena memancing gara-gara
sehingga dikejar massa dan membuatku berlari ke arahmu seandainya saja hari itu kita tidak
bertemu mungkin hari-hari berikutnya tidak akan ada pertemuan lainnya mungkin hari itu adalah
pemicu takdir-takdir kita berikutnya seharusnya aku tidur seharian di kamar dan tidak ikut berdemo
bagaimana kalau aku tidak dibesarkan oleh keluargaku mungkinkah aku tidak akan menjadi aktivis
seandainya aku terlahir di keluarga pemusik barangkali aku menjadi pemusik aku mungkin tidak
terlalu kritis terhadap korupsi para pejabat tindak kriminal dan pemanasan global kalau aku tidak
menjadi aktivis aku tidak akan ada di jalan itu siang itu aku tidak akan bertemu denganmu
bagaimana kalau aku tidak lahir dari rahim ibuku aku tidak akan tumbuh besar di keluargaku
sekarang aku tidak akan mewarisi sifat idealis ibuku dan perfeksionis ayahku aku tidak akan
menyalahkan segala sesuatunya aku tidak akan menjadi aktivis dan aku tidak akan bertemu
denganmu mungkin seharusnya aku tidak perlu lahir supaya aku tidak akan pernah bertemu
denganmu. Aku lelah mencintaimu. Hari demi hari, aku makin tidak mengerti apa hubungan kita. Tiap malam
aku selalu bertanya-tanya siapa kamu yang tidur di sisiku. Mungkin ini sebabnya aku selalu terjaga
belakangan ini. Barangkali aku khawatir kau tidak akan mengingat hari ulang tahunku. Dan
nyatanya kau memang tidak mengingatnya. Karena itu aku merasa payah mencintaimu.
Seandainya saja hujan bisa turun setiap malam. Dengan begitu, rasa lelahku bukan benar-benar
milikku lagi. Kupikir mungkin saja rasa lelahku berpindah ke titik-titik hujan di jendela.
Andai saja kau bisa dengar telepatiku malam ini. Kusarankan agar dalam mimpimu kau meminta
kepada Dewa Hujan agar menurunkan hujannya setiap malam pada bulan Mei ini supaya aku dapat
melupakan kealfaanmu atas hari ulang tahunku.
18 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hujan mereda. Sepertinya segala masalahku telah sirna dan aku kembali ke ranjangku. Dengan
bodohnya aku kembali tidur di sebelahmu. Besok pagi kita akan terbangun dan aku akan
mendengarkan ceritamu pada saat sarapan. Mungkin sebenarnya bukan hujan. Mungkin cintakulah
yang membuatku selalu amnesia.[*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Siklus Bumi Sesuatu bergerak dari dasar reruntuhan.
Tuhan, rasanya sepi sekali.
Orang-orang yang ia kenal tiba-tiba tidak ada di sekelilingnya. Bahkan dirinya sendiri tiba-tiba tidak
ia kenali, entah siapa sebenarnya. Ia tengkurap lemas di bawah bebatuan, darah mengucur dari
segala penjuru tubuhnya. Dengan napas terengah ia mencoba bergerak tetapi anggota tubuhnya
tak dapat ia gerakkan. Ia merasa telah mati.
Dipejamkannya matanya, rasa perih datang dari tiap jengkal anggota tubuhnya dan menolak
perintahnya untuk memejamkan mata. Maka kemudian ia terjaga dan tidak melakukan sesuatu hal
pun selain mencoba menjangkau pemandangan jauh di depan matanya. Sejauh apa yang ia lihat,
tidak ada tanda-tanda kehidupan didapatinya di sekitarnya.
Mayat-mayat bergelimpangan, ia bahkan tidak tahu ia berada di mana.
Mayat-mayat yang tidak dikenalnya dan tempat yang begitu amat asing.
Langit kelabu, asap tertebar, tubuhnya masih menindih bebatuan dan bebatuan masih menindih
tubuhnya. Adalah tiada harapan lagi untuk bertahan hidup. Namun demikianlah ia tetap hidup
bahkan setelah rasanya telah berminggu-minggu lamanya ia terjerembab tak berdaya di sana.
Logikanya, seharusnya ia telah mati. Namun hujan ternyata turun setiap hari. Sehingga ia bisa
mengandalkan air hujan agar lidahnya tetap basah, sehingga ia bisa memakan mentah-mentah
daging mayat-mayat sesamanya yang mengapung ke arahnya dibawa oleh limbah air hujan.
Pada suatu hari, tiba-tiba reruntuhan yang ditindihnya bergerak, mengguncang-guncang tak karuan.
Lalat-lalat yang awalnya bermukim pada mayat-mayat yang membusuk di sekitarnya kemudian
beterbangan ke langit, berputar-putar dari atas sana sejauh apa yang ia tangkap dengan matanya
yang sudah tak awas lagi. Sisanya adalah belatung-belatung yang masih membungkusi
tulang-tulang separuh daging tersebut. Ia sendiri terkena pengaruh juga. Ia terpelanting, merosot ke
berbagai arah. Kalau ada sesuatu yang ia syukuri dari guncangan yang mengejutkan itu adalah bahwa ia tiba-tiba
sudah tidak tertimbun lagi oleh bebatuan. Adalah ketika ia ternyata kembali bisa mengerakkan
anggota tubuhnya setelah untuk beberapa saat seharusnya sangat mungkin mereka mengalami
disfungsi. Yang ternyata tidak.
19 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bahkan ketika ia tidak menemukan manusia lainnya berada di sekitarnya, dengan bisa kembali
bangkit dan berdiri tegak sudah membuat dadanya penuh. Perasaan yang diduganya barangkali
juga dialami oleh setiap bayi yang baru terlahir ke muka bumi.
Sesendiri inikah rasanya menjadi manusia pertama di muka bumi"
Luka-lukanya akibat kejadian ini sudah pasti akan meninggalkan bekas. Barangkali hal yang sama
juga dialami manusia pertama di muka bumi. Dengan bekas-bekas luka yang tersisa di sekujur
tubuh akibat dari pemendekan ekor, pemotongan sayap, patahnya tanduk... ia, sang manusia
pertama, masih tetap berjalan tegap di atas bumi, tapi tunggu, tiba-tiba terlintas di kepalanya, jadi
apakah manusia adalah hewan yang tiba-tiba berubah menjadi manusia, menjadi dirinya yang
sekarang" Hewan yang tiba-tiba terkucil dari seluruh keluarga hewannya dan tidak dikenali lagi
bahkan oleh orangtua-hewannya sendiri" Hewan yang kemudian karena nalurinya untuk bertahan
hidup, masih akan berjalan tanpa kesadaran atau sekadar dengan kesadaran palsu. Berketurunan,
yang lantas bermigrasi dari Afrika kemudian ke seluruh benua.
Apa yang telah terjadi yang menyebabkan dunia runtuh dan setiap orang binasa kecuali dirinya" Ia
mencoba mengingat-ingat. Ia tidak lupa segalanya. Ia yakin ia pernah dan masih memiliki identitas.
Dan hal terakhir yang ditemukannya masih tersimpan di kepalanya adalah dirinya yang berganti
piyama dan mengambil tempat untuk tidur bersisian dengan istrinya yang telah lebih dulu terlelap.
Hal terakhir yang dilakukannya adalah memadamkan lampu meja di sisi ranjang. Hal terakhir yang
dirasakannya adalah tangan dingin istrinya yang beberapa saat kemudian menggenggam erat
tangannya di ruang ber-AC itu.
Maka seharusnya ketika ia terbangun di reruntuhan itu, reruntuhan yang telah ditinggalkannya di
belakang adalah reruntuhan kamarnya. Maka seharusnya salah satu mayat yang ada di sana
adalah mayat istrinya. Namun mengapa mayat-mayat itu tercampur aduk satu sama lain" Bukankah
di rumahnya hanya ada mereka berdua, ia dan istrinya.
Rasanya percuma berjalan terus-menerus. Yang ia temukan hanya mayat-mayat yang membusuk
terbenam lumpur, dan sisanya adalah amis yang menyengat. Juga reruntuhan. Juga langit yang di
mana-mana masih sama saja hitam kelabu. Dan yang ia lakukan dengan terus berjalan hanyalah
untuk berulang-ulang kembali menginjak hal-hal itu. Mayat-mayat, reruntuhan bumi, dan langit yang
hitam membayang pada lumpur yang kental.
Ia tidak percaya dunia yang sebelumnya selalu dipenuhi merdunya alunan musik dan alam yang
begitu indah dan sastra yang bercerita tentang kehidupan semesta dengan rendah hati tidak dapat
menyelamatkan dunia dan umat manusia. Ia tidak percaya kejahatan dan ketamakan manusia yang
tercela mampu mengalahkan kebaikan dan kemuliaan para manusia penjaga semesta.
Kalau dunia memang harus berakhir, seharusnya saatnya bersamaan dengan semesta yang
berakhir. Bersamaan dengan tiadanya Sang Pencipta. Namun semesta tidak mesti berakhir dan
Sang Pencipta tidak mesti tiada. Bukan"
Bahkan samudera yang membentang seluas cakrawala langit pun tidak lagi sebiru pada masa lalu.
Bangkai ikan-ikan besar terdampar di pasiran pantai. Menemukan banyak hewan-hewan yang juga
mati, seolah benar-benar menunjukkan bahwa saat itu sudah tidak ada lagi kehidupan yang tersisa
selain dirinya. Tidak ada burung beterbangan di langit, tidak ada semut yang mengintai gula-gula.
20 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Namun bukankah belatung juga lalat masih dapat dihitung sebagai bentuk kehidupan" Seandainya
saja ia bisa berbicara dengan bahasa Lalat dan Belatung.
Kalau saja ia hanya bermimpi, ia tidak mengerti mengapa mimpinya tidak kunjung berakhir.
Bagaimana perasaan para dinosaurus yang tersisa ketika kaum mereka sudah hampir punah"
Apakah seperti ini rasanya" Apakah para dioesius itu sama tidak putus asanya seperti dirinya untuk
menemukan dioesius lainnya, yang dapat mereka ajak menciptakan keturunan baru, meski itu
artinya mereka akan mengkhianati pasangan awal mereka"
Tapi kalau hal-hal di dunia ini tidak diciptakan berpasangan, berarti tidak akan ada yang
berlangsung di muka bumi. Maka berarti akan ada seseorang yang menjadi pasangannya bahkan di
sisa-sisa reruntuhan bumi yang baginya masih seperti mimpi, maka dengan ia dapat menemukan
pasangannya itulah kehidupan akan berlanjut.
Maka setelah bertahun-tahun pencarian yang tanpa akhir, dan ketika bumi berubah gersang, pada
saat seluruh perairan mengering seolah tersedot ke inti bumi, dan masih tak ada tanda-tanda
kehidupan, seharusnya ia menyerah dan berhenti melakukan perjalanan. Membiarkan dirinya turut
mati bersama mereka yang telah mati sebelumnya.
Seiring waktu berlalu, ia melupakan bagaimana caranya berbicara dan terutama bagaimana
caranya berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Dan ketika ia telah akan melupakan segalanya,
sesosok makhluk yang tidak ia kenali menghampirinya dan menyatu dengan tubuhnya.
Beberapa saat kemudian, lantas mereka membelah, menjadi bentuk-bentuk baru.[*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Sketsa untuk Kakek di Surga
Di kamarnya berserakan warna-warna. Warna-warni itu telah melekat dengan citra kamarnya sejak
lama. Jelasnya, kalau kerabatnya melihat sepintas kamarnya dari arah luar, karena mereka tidak
pernah sekali pun diperkenankan masuk, mereka pasti akan berdecak kagum dengan cara
warna-warna itu menjangkau dan melengkapi kehidupan gadis itu. Seni lainnya, adalah tentang
bagaimana kemudian gadis itu mempertahankan warna-warni itu di kamarnya.
Lukisan, poster, foto-foto pajangan, sketsa yang ditempel-tempel di dinding, dan dinding-dinding
yang penuh oleh grafitinya. Tidak hanya itu, beberapa barang kesayangannya pun turut
digambarinya. Motif di sepatunya digambarinya sendiri, meja bacanya pun dicoretinya sampai dekil.
Seprai, meja, kursi, dan segala benda di kamarnya berwarna senada: hijau pastel.
Dan tatkala hari-hari terkesan kosong seperti saat itu, dia pasti akan duduk di pinggir jendela dan
memegang buku sketsanya... untuk menambah warna baru. Kalau bagus, mungkin akan
dipajangnya lagi di dinding, menutupi sketsa-sketsanya sebelumnya. Rasanya bebas sekali ketika
dia mulai berimajinasi untuk menggambar. Baginya barangkali tidak dibutuhkannya lagi hidup yang
lebih indah daripada hidupnya saat ini.
21 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Langit seolah setiap hari berwarna biru cerah. Dan matahari selalu ada di sana. Seperti
dongeng-dongeng manis pada masa kecilnya, hari Minggu adalah hari di mana burung-burung akan
bertengger di pohon dan berkicau dengan merdunya dari sana. Dia beruntung karena hari
Minggunya selalu mirip dengan hari Minggu dalam dongeng yang manis. Dia hanya tinggal
menunggu episode pertemuannya dengan pangeran berkuda putih dan tujuh kurcaci.
Hari Minggu adalah hari di mana siapa pun akan bebas sepanjang waktu memandangi rumput hijau
yang segar di taman. Kakeknya membangun kebun yang begitu indah, hijau yang natural dan
bunga-bunga kecil dengan warna-warnanya yang cantik melingkupi sekitaran pagar putih pendek
rumahnya. Kebun tersebut biasa dirawat bersama oleh seluruh anggota keluarga. Pada
momen-momen khusus, salah satu dari mereka akan membeli satu jenis pohon atau bunga dan
menaruhnya di dalam pot lantas memajangnya di kebun kakeknya. Tidak ada yang keberatan saat
kebun itu kemudian dijuluki sebagai 'Kebun Kakek' oleh seluruh anggota keluarga kendati mereka
pun selalu turut menjaganya bersama. Setiap hari tanpa diperintah, yang kemudian seolah sudah
menjadi takdir harian, selalu ada saja yang secara sukarela menyirami kebun. Kecuali kakeknya,
yang telah meninggal setahun lalu.
Bicara mengenai kebiasaan menyirami kebun yang kemudian diwarisi oleh seluruh anggota
keluarga bahkan setelah sang pencipta berpulang ke langit, apabila Rere berkesempatan
menyirami kebun, dia biasa melakukannya sambil bersiul. Seperti saat dia duduk di pinggir jendela
dan menggambar sketsa. Dia biasa melakukan hal-hal yang disukainya sambil bersiul atau
bernyanyi kecil. Hari itu dia hanya memutar musik pop sepanjang hari, dari arah pemutar musiknya
lagu-lagu itu kemudian mengalir lembut.
"Rere betul tidak akan ikut?" Terdengar suara dari arah luar pintu kamarnya setelah tiga kali ketukan
lembut. "Aha, Mama! Aku masih bergelantungan di jendela. Belum mandi dan bau. Dan aku malas sekali ke
luar ke mana pun." "Kamu tega untuk kesekian kalinya tak ikut Mama dan keluarga ke makam kakek?"
Sesaat dia terdiam. Di posisinya, dia menggigit permukaan bibirnya. "Ya, aku tak akan ikut, tapi
tunggu sebentar." "Ayolah, Rere. Jangan keras kepala. Mama tak menyalahkanmu karena tak mau pergi
kemarin-kemarin, tapi masak selama setahun kakek meninggal, kamu tidak pernah satu kali pun
mengunjungi makamnya. Sana mandi, mama dan ayah masih akan tunggu di luar."
Secepat kilat dia menggambar sesuatu di buku sketsanya. Setengah jam berlalu dan dia mengambil
kotak yang sudah sejak pagi tadi diletakannya di atas selimut di ranjangnya. Di kotak itu sudah ada
sketsa-sketsa lain yang telah dibakarnya dan dijadikannya abu.
Sketsanya yang terakhir kemudian dibakarnya juga. Menjadi abu, menjadi serbuk lembut berwarna
abu-abu, yang menumpuk di atas abu sebelumnya.
Sesudah itu, Rere lalu membuka pintu kamarnya dan menuju ke arah ruang keluarga. "Nah, ini,
Ma," ujarnya sembari menyerahkan kotak tadi kepada ibunya.
22 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa ini?" Gerak tangan ibunya sudah akan membuka kotak tersebut.
"Jangan buka di sini. Dibuka di makam kakek saja. Di dalam kotak ini ada abu, biar ditabur di
makam. Bilang ke kakek, itu surat-surat dan sketsa dari Asti. Bilang ke kakek kalau Asti minta kakek
baca surat-surat itu dan jangan sampai terlewat satu kalimat pun. Bilang ke kakek kalau Asti masih
kesal ditinggal secara tiba-tiba seperti itu."
"Rere! Kamu..." Kalimat dari ibunya tidak berlanjut lagi karena kemudian kakaknya memegang bahu
ibunya dan menenangkan ibunya. Rere tertegun sejenak melihat dampak dari kata-katanya.
Ayahnya tiba-tiba langsung keluar rumah dan menyalakan mobil. Sementara ibunya duduk di sofa
sambil misuh-misuh. Di sebelah ibunya duduk Kak Nisa yang selalu bisa menarik ibu atau ayah dari
emosinya kalau mereka sudah akan marah.
"Dasar unyil." Tiba-tiba salah satu kakaknya yang lain menjontos ubun-ubun Rere.
"Sakit, tahu!" "Sudah mau lulus kuliah tingkahnya masih saja kekanak-kanakan," sahut kakaknya. "Kapan
besarnya kamu, Dek."
Rere mendelik dan lalu menginjak kaki kakaknya. "Kak Sena cerewet!" Pekiknya sambil berlari ke
kamar. Berdiri di ruang tamu, Sena menggeleng-gelengkan kepala. Menyayangkan kelakuan adiknya yang
masih jauh dari kata dewasa. Dan demikianlah beberapa saat kemudian seisi rumah pergi ke
Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemakaman kakek. Di beberapa bagian di rumah itu, kemudian tidak ada tanda-tanda kehidupan
selama sekian jam. Sampai Rere memutuskan keluar dari kamar setelah seharian penuh menggambar
sketsa-sketsanya. Menyebarkan aura kehidupannya. Di salah satu kursi di ruang makan itu
kemudian dia duduk sambil memegang gelas berisi air dingin di tangan. Sesekali dia menyeruput isi
gelas, selama itu air mata masih mengalir di pipinya.
Di dongeng-dongeng sepertinya tiap putri di kerajaan tidak perlu merisaukan siapa keluarganya. Di
salah satu cerita masa kanak-kanaknya bahkan sepertinya setiap orang akan hidup bahagia hanya
dengan tinggal di sebuah kastil besar yang terbuat dari cokelat dan gula-gula, menetap di sana
tanpa ditemani siapa pun, dan akhir kisahnya selalu akan bertuliskan: hidup bahagia selamanya.
Dunia seolah baik-baik saja meski kakeknya pulang ke langit. Kebun yang setiap hari dilihatnya dari
balik jendela kamar masih berseri gembira tiap pagi tiba. Koleksi buku kakeknya di ruang baca juga
tidak tiba-tiba lenyap terbakar. Pagi itu pada saat kakeknya berpulang untuk selamanya, dia
mewanti-wanti apakah langit akan turut menangis. Nyatanya pada hari itu hujan tidak turun.
Matahari bersinar dengan cerahnya dari pagi hingga petang. Hujan tidak turun selama sebulan.
Barangkali memang benar bahwa dongeng-dongeng tidak diperuntukkan bagi sebagian orang.
Mungkin itu sebabnya orang dewasa berhenti membaca dongeng begitu mereka telah melalui
jalan-jalan kehidupan selama sekian waktu. Mungkin saja mereka memang telah lebih dulu paham
bahwa kisah-kisah berat nan mengerikan yang dibawakan oleh literatur-literatur melankolislah yang
tepat untuk memberi gambaran umum tentang kehidupan manusia.
23 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mungkin itu sebabnya ayah, ibu, kak Sena, dan kak Nisa tidak menangis saat kakek berpulang.
Mungkin itu sebabnya dia dipersalahkan saat dia masih menangis saat itu terjadi. Dia dianggap
sudah dewasa. Bukankah sudah tiba saat baginya untuk melupakan dongeng-dongeng manis masa
kecilnya" Diperhatikannya seisi ruang makan sampai kemudian dia melintasi setiap ruangan di rumahnya,
ketika kemudian akhirnya dia duduk di sofa di depan televisi, dia merenung lagi dan menyadari
bahwa hanya kamarnyalah yang berwarna cerah jika dibandingkan dengan seluruh ruangan yang
ada di rumahnya. Hanya kamarnyalah yang masih hidup bahkan ketika tidak seorang pun berada di
dalamnya. Sepertinya janggal. Sepertinya orang-orang sengaja membuat hidupnya untuk tidak berwarna lagi
begitu mereka tumbuh dewasa. Zaman pun telah berubah. Saat dulu ketika kecil dia masih bermain
layang-layang dengan kakeknya di lapangan di belakang rumah, kini anak-anak kecil di perkotaan
hanya bisa bermain layang-layang di program permainan di dunia maya yang menawarkan dunia
fantasi dengan keluarga fantasinya dan kakek fantasinya.
Dia mungkin bisa saja memiliki seorang kakek fantasi. Namun kemudian apalah esensinya
kehidupan itu sebenarnya" Dia tiba-tiba saja merindukan kakeknya yang mengajarinya menulis
huruf latin bersama dan menontoninya membaca buku cerita bergambar setelahnya, kakeknya yang
menggendongnya di sawah dan memegangi sepatu kecilnya sambil menyanyikan lagu tentang
katak, dia rindu sekali dengan kakeknya yang mengajarinya mencintai anjing dan hamster.
Hanya kakeknya yang memanggilnya Asti. Tidak ada orang lain lagi boleh memanggilnya dengan
panggilan itu. Kakeknyalah yang membaca surat pertama yang dia tulis pada masa kecilnya,
menilai sketsa pertamanya, dan apakah ketika dia tidak bersedia mengunjungi makam kakeknya
kedekatan-kedekatan itu tiba-tiba musnah"
Dia bingung dengan ayah-ibunya. Mereka tidak pernah dekat dengan kakek. Mereka selalu
bertengkar dengan kakek mempermasalahkan harta warisan. Kakak-kakaknya pun tidak sedekat itu
dengan kakek. Namun mengapa baru ketika kakek meninggal seolah dialah yang jauh dari
kakeknya dan orang-orang itu tiba-tiba dekat dan punya arti di kehidupan kakek setelah
kematiannya" Sambil mengganti-ganti tayangan televisi di depannya, dia tetap terus melebarkan pikirannya.
Sepertinya semua pertanyaan di kepalanya sudah ditulisnya dalam surat untuk kakeknya. Mungkin
sketsa-sketsanya sudah mewakili perasaan rindunya kepada kakeknya. Kakek pasti tidak akan lupa
sketsa-sketsa yang menyimpan kenangan mereka.
Ketika tayangan televisi sudah tidak lagi begitu diperhatikan olehnya, matanya menutup perlahan
dan dia mulai tertidur, dia ingat bahwa di suratnya dia telah meminta sesuatu jika saja kakeknya
telah membaca surat darinya.
Dia ingin kakeknya hadir di mimpinya sekali lagi saja. Ada sesuatu yang harus mereka bicarakan
bersama. Di sketsa terakhirnya dia sudah menggambarkan dengan jelas keinginannya.
Sebuah taman yang indah, lebih banyak rumput hijau, bunga berwarna-warni. Kastil yang besar.
Jalan setapak dan sawah. Kakeknya sedang memegang payung sambil berjalan bersisian di
sebelahnya. 24 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di ujung sebelah kanan bawah sketsa ditulisnya: Tunjukkanlah kepadaku kalau kakek masih bisa
menemuiku. Ajaklah aku berjalan-jalan di taman yang kakek bangun di surga kalau surga memang
benar ada. Setidaknya, berikanlah aku pertanda. Kalau benar ada kehidupan setelah kematian,
ajaklah aku mati juga. [*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Ia yang Selalu Suka Kubawakan Oleh-oleh
Pagi itu kubawakan ia sebungkus besar roti yang kubawa jauh-jauh dari Denpasar, wajahnya
berseri seperti biasa. Ia selalu suka kubawakan oleh-oleh.
"Apa bapak itu sudah minum obat?" Aku bertanya kepada salah seorang perawat jaga pagi itu, dia
mengangguk mantap dengan senyumnya yang mengembang, "Sudah, dokter." Dan aku akan
tersenyum menimpali. Kemudian aku akan meninggalkan ruangan itu, mengitari ruangan-ruangan lain yang membentuk
suatu kompleks. Beberapa pria dengan janggutnya yang panjang kudengar berteriak di sebelah
kananku, pria-pria itu memegang terali besi bercat abu dan mengguncang-guncangnya. Rata-rata
derita jiwa yang mereka alami hampir sama.
Sudah sebulan aku diangkat menjadi dokter di rumah sakit itu, aku jadi mengenal banyak kelainan
jiwa yang sebelumnya tak kupelajari dari diktat-diktat kuliahku yang bertebal minimal ratusan
halaman dan seluruhnya hampir meniadakan bahasa ibu.
Ponselku berdering, dari nomor yang tak kukenal. "Selamat siang." Orang di seberang mendahului.
"Selamat siang. Maaf, Anda siapa, ya?" tanyaku hangat.
"Apa saya sedang bicara dengan ibu dokter Cempaka?"
Aku menggumamkan kata 'iya' dengan pelan.
"Maaf kalau saya mengganggu, saya mendapatkan nomor Ibu dari bibi saya, beliau bilang Ibu
adalah dokter yang merawat bapak saya. Saya anak dari pasien Ruang Abimanyu, Pak Jayadi,"
jawab suara serak basah yang kuperkirakan adalah seorang bocah.
"Oh, Pak Jayadi. Iya, saya yang merawatnya. Ada yang bisa saya bantu?" Aku merespon cepat.
"Tolong kabari Bapak, ibu meninggal tadi sore. Rencananya ibu akan dikremasi lusa, mungkin
besok saya akan datang untuk menenangkan Bapak," jawab bocah itu.
"Maaf, saya turut berdukacita," ucapku sendu, "saya pasti menemui Bapak Jayadi untuk
mengabarinya." 25 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Aku terpaku, pasti sulit untuk mengabarkan berita duka kepada Pak Jayadi, karena selama ini aku
tak berani melukai hati pasienku yang satu itu. Entah mengapa.
---- Aku menyempatkan diri membeli beberapa bungkus rokok kretek di kantin yang terletak tak
seberapa jauh dengan ruang huni Pak Jayadi. Aku selalu suka memberinya oleh-oleh, entah itu
berupa makanan, pakaian, bahkan handuk juga perlengkapan mandi sekalipun. Badannya cukup
besar, sehingga lumayan sulit untuk mencarikannya ukuran baju yang tepat, kecuali aku memesan
dari penjahit pribadi ibuku.
"Pak, ini dua bungkus rokok untuk Bapak. Saya tadi bicara dengan putra Bapak," ujarku hari itu.
Seperti biasa, ia tidak akan pernah memperhatikan lawan bicaranya.
Setiap sekian menit, ia akan menyalakan puluhan dupa, belasan ia letakkan di atas meja di
hadapannya, sisanya ia edarkan di seluruh ruangan, terutama di bagian-bagian sudut. Ia
meletakkan dupa-dupa itu pada sebuah wadah gelas yang dijejali remah-remah roti dan direndam
dengan cairan kental berwarna-warni yang berasal dari minuman ringan yang dibawakan oleh
keluarganya atau dipesannya dari kantin, ia selalu mendapatkan kelimpahan tanggungan dari
keluarganya, walau mereka memang tak bisa setiap minggu mengunjungi Pak Jayadi.
Aroma tak sedap mulai menyeruak, campuran asap dupa, bau kamar mandi yang mampet.
"Istri Bapak meninggal," ucapku pelan, pada saat ia menuju ke ranjangnya yang sedikit kotor dan
berbaring di atasnya. Ia duduk di ranjang, wajahnya pucat, aku yakin ia pasti sangat kaget mendengar berita yang baru
saja kusampaikan. "Kematian memang hukum alam," ucapnya kemudian.
Aku memelototinya, ia sedang menoleh ke arahku.
Alih-alih menanyakan apa yang ia rasakan, aku menanyakan apa yang selama ini sebatas
tersimpan saja dalam diriku. "Apa yang menyebabkan Bapak jadi begini" Maksud saya,
dibandingkan pasien yang lain, watak Bapak amat sangat jelas, pikiran Bapak waras."
Ia memejamkan mata, "Saya tidak tahu, dok. Saya terlalu takut untuk mengakui," jawabnya pelan.
Ia lantas tersenyum, "Saya memang gila," rajuknya kepadaku.
Ia masih muda, baru saja menginjak kepala empat. Aku mempelajari latar belakangnya, ia adalah
dosen di sebuah lembaga tinggi pengajaran. Aku banyak berbincang dengan orang-orang yang
menjenguknya. Kata mereka, dulu Pak Jayadi adalah seorang cendekia, tercerdas di sekolahnya. Ia selalu ditawari
berbagai program beasiswa yang terdengar asing di zaman pemerintahan orde baru. Ia menikah
dengan seorang wanita intelek, memiliki tiga putra, yang masing-masingnya juga kudengar amat
berprestasi di sekolahnya.
"Tahu apa gunanya aroma ini" Ini ester terbaru, tidak pernah ada orang yang bisa menciptakan
26 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
ester. Saya membuat proposal yang saya akan ajukan ke pusat penelitian internasional," ia
mewaham, kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Ia menggerak-gerakkan tangannya liar. "Satu
triliyun, dua triliyun - nilainya."
"Gampang, ya, dok, membuat orang melihat kita gila?" namun kemudian itulah yang terbit dari
bibirnya. Aku tersenyum sambil lalu, apa ia sedang mengecohku"
"Alasan saya di sini, saya ingin lari dari kenyataan. Biarlah semua orang melihat saya sebagai orang
tidak waras, tapi saya memang butuh berlari dari semua masalah," ucapnya kemudian, "saya tidak
punya banyak waktu untuk bermain-main dengan dunia."
"Keberatan untuk bercerita?" Aku menatapnya berat, tak kuduga, ia menggeleng.
"Sekarang, saya adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga saya. Adik saya, yang juga laki-laki,
meninggal beberapa tahun lalu. Saya punya banyak saudari, mereka sangat disayangi oleh ayah
dan ibu saya, sementara saya, seorang purusa, selalu dikatakan serakah. Saya divonis ingin
menguasai warisan keluarga. Saya diperlakukan bukan sebagai purusa yang pantas. Sejak kecil,
saya selalu menerima makian, pukulan, hinaan. Saya coba berprestasi supaya mereka bangga,
walau saya tidak suka dengan semua itu. Saya tidak suka dengan ilmu-ilmu itu, saya menyukai seni
kehidupan. Mereka tidak pernah menghargai upaya saya untuk mengalahkan ego saya sendiri.
Waktu kecil, saya pernah menjatuhkan diri saya ke sumur, dua kali." Ia lalu menunjukkan bekas
jahitan di kepala, sebelah kiri dan kanan. "Saya ingin mati, dok."
"Saya akhirnya kuliah di Jawa, dengan biaya paman saya yang setelahnya membeli tanah leluhur
saya dengan harga murah. Saya kecewa dengan diri saya sendiri. Saya lebih baik tidak
melanjutkan pendidikan saya ketimbang saya menjual tanah milik leluhur," ia terdiam lagi,
kugenggam tangannya semakin erat, tangan yang kotor dan kasar.
"Saya frustasi. Saya mengikuti aliran agnostik. Sangat berat, karena saya sangat percaya Tuhan,
tapi saya rasa Tuhan tidak adil kepada saya. Saya..." kali ini bulir-bulir air mata membasuh pipinya.
"Saya kemudian mencari Tuhan, mencari keadilannya. Saya mengikuti ajaran-ajaran yang tak
banyak dikenal, saya mempelajari beragam aliran, saya memuja berhala."
Ketika itu aku shock, inikah sebabnya tingkahnya benar-benar berbeda dari pasien-pasien
kebanyakan. "Nihil. Tuhan memang tidak ada!!!" Ia berteriak. Aku bertambah kaget. "Saya tidak pernah
menemukannya," lanjutnya lirih.
"Tuhan selalu ada, Pak. Di mana pun itu, Ia selalu menjaga umat-Nya. Ia juga bersemayam di hati
kita. Kita adalah percikan terkecil dari Tuhan. Kita adalah simbolis kehidupan."
Ia menggeleng. Aku bersikeras, "Jangan mengandalkan penglihatan kita terhadap materi. Jangan mencari alasan di
luar Ketuhanan, terlalu luas, kita tidak hanya sedang membahas bumi. Kita membahas alam
semesta, galaksi-galaksi, kita terlalu kecil, Pak. Apa yang ingin kita ketahui, sifatnya tak tertuliskan
kata-kata. Keberadaan kita, adalah karena-Nya. Jiwa kita, adalah milik-Nya," kataku.
27 Geger Ratu Racun m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Saya dipengaruhi, dok. Terus dipengaruhi dengan apa yang pernah saya pelajari. Apa yang dulu
menguatkan saya, kini melemahkan saya. Kadang kala, Dokter harus menyadari, dokter tidak
sedang berhadapan dengan saya," ucapnya, mataku awas, ia seketika mencair, wajahnya
mencerminkan rasa takut. "Saya gila ..." teriaknya.
Ia kemudian tertawa terbahak, melempar bantalnya ke arahku, mengambil barang-barang yang ada
di dekatnya. Aku berlari menjauh, menutup pintu, terdengar jelas bunyi gelas-gelas yang pecah
setelah menabrak pintu. "Dokter baik-baik saja?" tanya seorang perawat, aku menarik napasku dalam-dalam. Aku tidak
pernah bisa menjadi sepintar dugaanku, aku tidak akan pernah bisa mengusik jiwa orang lain.
"Tidak apa-apa. Tolong kabari saya kalau terjadi sesuatu."
Aku bergegas pergi, aku ingin cepat-cepat pulang, aku ingin cepat-cepat mandi, aku ingin lari.
Benar kata ibuku, menjadi dokter ahli jiwa adalah hal yang sulit, karena jiwa tak pernah tak kasat
mata. Aku ingin menyembuhkan, tapi tak akan bisa, jiwa Pak Jayadi sudah pergi terlalu jauh,
mengembara dan tersesat, pun tak terlihat.
---- Ia selalu suka kubawakan oleh-oleh, tapi mungkin tidak pada hari itu. Ia tidak tersenyum, ia hanya
diam dalam kebisuan. Sopirku meletakkan oleh-olehku di pelataran rumahnya, bunga
berwarna-warni, ungu, putih, juga biru kelam, warna yang m
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
28Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
endominasi belasungkawa. Ia selalu suka kubawakan oleh-oleh, dan menyambutnya dengan raut wajah yang sedemikian
cerah, walau kadang setelahnya dia akan mengabaikanku. Namun tidak pada pagi itu. Wajahnya
pucat, memutih dalam kesedihan. Bibirnya kaku dan tak bisa digerakkan, matanya beku dan tak
bisa dibuka, ia tampak aneh dengan kapas yang memenuhi kedua lubang hidungnya.
Aku mendapati sergapan kepedihan, merayap di seluruh tubuhku. Aku tak bisa membedakan.
Rambut itu memanjang, hitam kelam, tubuhnya begitu kurus dan kulitnya kuning langsat kebiruan.
Dia seorang wanita. Aku salah duga.
Wajahnya mirip Pak Jayadi. Namanya Jayani, dia adalah istri Pak Jayadi. Aku dengar dari sebagian
orang, hari kelahiran mereka bersamaan, Selasa Pahing. Sungguh sebuah keajaiban, inikah jodoh,
inikah takdir, inikah, Tuhan"
Aku terpaku, ketiga putranya nampak begitu tegar. Ayahnya selalu suka kubawakan oleh-oleh, aku
juga membawakan oleh-oleh untuk ketiga putranya, masing-masing sebuah amplop putih. Aku
mendekati mereka dan memeluk mereka satu per satu.
Beberapa saat sebelum aku menjauh dari mereka, salah seorangnya berkata, Arya rupanya,
"Terima kasih, Dok. Wajah Ibu berseri, beliau tersenyum. Terima kasih telah hadir."
Aku akan menjaga ayah mereka, akan menyembuhkannya demi mereka. Demi anak-anak itu, yang
tak pantas terluka lebih dalam. Aku pasti bisa, aku bertekad.
Aku duduk di antara beberapa keluarga yang hadir dengan didominasi kebaya berwarna hitam. Aku
merenung, ia selalu suka kubawakan oleh-oleh, ketiga putranya juga suka kubawakan oleh-oleh,
istrinya juga. Oh, jadi bukan hanya ia. Mereka suka kubawakan oleh-oleh.
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Catatan kaki : Purusa: Ahli waris di Bali, biasanya adalah seorang laki-laki, karena di Bali berlaku sistem patrilinial.
Seorang wanita juga bisa menjadi ahli waris, setelah menjalani serangkaian upacara perubahan
kedudukan menjadi purusa.
Dewa Waktu dan Gadis Kecil
Suatu hari Dewa Waktu turun dari kayangan. Ia mendengar banyak laporan dari penghuni neraka
tentang keadaanIndonesia. Karenanya, ia memutuskan pergi ke negara itu. Mula-mula ia menyetel
waktu pada tahun sebelum masehi, tetapi karena tidak sesuai dengan laporan yang ia terima, ia
memutuskan untuk mengunjungi Indonesia pada waktu yang lain.
1 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pasir waktu yang ia bawa berhenti pada tanggal 31 Desember 2009.Namun, ketika sampai, ia
berpikir lagi. Indonesia yang mana"
Ia menghubungi temannya yang mengurusi tempat dan kejadian demi menanyakan tempat yang
paling baik untuk dikunjungi. Saat itu, Dewa Tempat dan Kejadian menyarankan agar ia pergi ke
ibukota Indonesia.Maka pada malam yang gelap itu, di sanalah sang dewa berada. Kedinginan
tertusuk-tusuk angin malam karena ia masih bertelanjang dada, masih menggunakan pakaian
dewa-nya yang dihiasi emas dan berlian. Karena selalu saja ada indera penglihatan yang peka
mengenai hal-hal semacam itu, maka kali pertama ia hadir di bumi, ia dikeroyok oleh para
berandalan yang berkumpul di gang-gang kumuh. Mereka mengambil semua emas dan berlian
yang melapisi pakaian sang dewa. Spontan, sang dewa memutar waktu.
Maka kemudian ia berada pada tanggal 31 Desember 2008.
Karena pakaian sang dewa telah disobek-sobek dan diambil emas serta berliannya, kini
dandanannya telah benar-benar kumal seperti gelandangan. Orang-orang di sekitarnya menatap ke
arahnya dengan jijik. Namun ia terus berjalan, setidaknya dengan penampilan seperti itu ia merasa
lebih aman. Ia melintasi jembatan dan sungai, menaiki anak tangga, melalui gang-gang kecil yang
kumuh. Hingga ia menemukan seorang gadis kecil yang sama kumalnya dengannya. Gadis itu
menegurnya. "Kakek orang baru di sini?"
Dengan telepatinya, ia menghubungi Dewa Bahasa untuk mengatur agar ia dapat mengerti dan
berbicara dalam bahasa Indonesia. Dan ... "Tolong ulangi lagi?"
"Kakek sebelumnya tinggal di mana?"
"Kayangan."
Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si gadis kecil tertawa, "Itu nanti, setelah kakek mati."
"Kamu percaya kayangan itu ada?"
"Kalau kakek tidak percaya kayangan itu ada, kenapa tadi kakek bilang kakek sebelumnya tinggal di
sana?" "Kamu percaya pada neraka?"
Gadis kecil itu menggeleng dan mulai menyanyi. Suaranya demikian merdu. "Asalkan semua orang
memenuhi perannya di dunia, neraka itu tidak ada."
Dewa Waktu mengikuti langkah si gadis kecil. "Namun ada banyak orang kutemui di neraka."
"Aneh," cetus si gadis, "bukankah peran jahat dan peran baik memang sudah tertulis?" ujar si gadis
sambil menyunggingkan senyumnya ke arah Dewa Waktu.
"Itu yang kamu maksud dengan memenuhi peran?"
2 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Gadis itu mengangguk. "Dunia tak akan seru bila hanya diisi oleh orang-orang baik. Karenanya,
harus ada juga orang-orang jahat. Nah, kalau orang-orang jahat itu nanti ditempatkan di neraka,
apakah adil" Kan, itu memang peran mereka, dan mereka sudah memenuhi peran mereka sebagai
orang jahat..." Dewa Waktu terbengong-bengong menatapi gadis kecil di hadapannya. Ia memutuskan untuk
menggunakan penglihatannya demi mengetahui waktu lahir si gadis. Rupanya gadis kecil itu lahir
sembilan tahun lalu, dan dulu gadis itu sempat membantunya membuat catatan waktu di kayangan,
sebelum akhirnya dia diusir turun ke bumi. Kalau sang dewa waktu tak salah ingat, si gadis kecil
dihukum untuk menebus dosa ke bumi karena dulu dia sengaja mengatur waktu-waktu pertemuan
untuk kekasih-kekasih yang seharusnya terpisahkan selamanya.
Gadis kecil itu telah sempat membuat segala kejadian di muka bumi menjadi berantakan. Berarti
takdir si gadis turun ke bumi saat ini adalah untuk...
"Kau nanti akan banyak belajar tentang pertemuan dan perpisahan. Baik dan buruk, hitam dan
putih..." ujar Dewa Waktu pada akhirnya.
"Bukankah itu tidak adil?"
Dewa Waktu terkesiap. Yang ia tahu, semuanya telah diatur dengan sangat baik di kayangan. Para
dewa tidak hanya memperhitungkan hal-hal di satu dunia, bahkan ia sendiri bertugas mengatur
waktu di dunia paralel. Semuanya telah dirancang dengan begitu adil. "Bagaimana bisa kau bilang
begitu?" "Di antara pertemuan dan perpisahan, selalu ada perjalanan yang panjang. Antara baik dan buruk,
selalu ada kebijaksanaan. Di antara hitam dan putih, terdapat banyak warna yang jauh lebih indah.
Kurasa itulah yang perlu kupelajari."
"Ya, ya, kau juga akan belajar tentang itu."
"Apa kakek sudah merasa cukup bijaksana dan telah menempuh perjalanan yang panjang?"
Iya, tentu saja, aku sang dewa waktu, batin sang dewa. Namun ia menggelengkan kepala.
"Aku sering bermimpi dan aku merasa semuanya tidak cukup adil," kata si gadis.
"Keadilan yang bagaimana yang kau mau?"
"Yang tidak diatur dan tidak tertulis. Aku tidak pernah menyukai sistem. Di mana semuanya telah
menjadi suatu keteraturan dan jika satu bagiannya dirusak maka bagian lain ikut rusak."
"Apa kau sudah berpikiran serumit ini sejak lahir?"
Gadis kecil itu menggeleng. "Aku diusir dari panti karena pikiranku."
"Kau dulu tinggal di panti?"
"Aku tak mengenal siapa orangtuaku. Kata pengasuhku di panti, aku dibuang di depan pintu. Aku
dibesarkan oleh mereka sejak bayi."
3 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kenapa kau diusir?"
"Karena pikiranku," ujar si gadis sambil berhenti di sebuah toko es krim yang temboknya bercat
warna-warni. "Dua es krim, Mbak."
Satu es krim diserahkannya kepada sang dewa waktu.
"Terima kasih. Aku sering mendengar dari temanku kalau sesuatu yang manis adalah tanda
persahabatan," ujar sang dewa. "Di mana kau bisa mendapat uang untuk membeli ini?"
"Aku bersyukur karena aku dibekali suara yang bisa kujual di jalanan. Aku bernyanyi keliling kota."
Dewa Waktu tertawa. Sayangnya dulu aku tak terlalu sempat mengenalimu sewaktu di kayangan,
batin sang dewa. "Jadi bagaimana rasanya tinggal di kayangan?" tanya si gadis kecil sambil menopangkan dagu di
atas meja dan menjilati es krimnya.
"Kau percaya aku berasal dari sana?"
"Kurasa aku juga dulu berasal dari sana. Dan aku akan kembali ke sana, setelah mati nanti."
"Di sana juga ada es krim..." ujar Dewa Waktu.
Si gadis kecil tertawa. "Tentu saja. Aku sudah membayangkannya. Lalu, apa di sana semuanya
hidup dengan bahagia?"
Dewa Waktu mengangguk. Namun si gadis kecil merengutkan wajahnya, "Apa itu menyenangkan?"
Dewa Waktu melamun sejenak. Kendatipun ia adalah dewa waktu, ia sendiri tidak punya banyak
waktu untuk mengunjungi teman-teman dewa-nya yang lain. "Aku tidak tahu. Akan Tetapi, rasanya
tidak." "Kalau aku ada di kayangan, mungkin aku bertugas untuk mengacaukan segalanya."
Dewa Waktu tersenyum, "Aku rasa itulah sebabnya kau diusir dari sana."
"Oh, begitukah" Bagaimana bisa kakek tahu" Kakek bertugas menjadi apa di sana?"
"Pengatur waktu. Mengatur takdir dan pertemuan."
"Apa pertemuan kita sudah kakek atur sebelumnya?"
Sang dewa menggeleng, "Aku hanya bertugas sebentar saja untuk mengunjungi bumi. Nanti
setelah aku kembali ke kayangan, semua yang kita bicarakan dan lakukan sekarang akan terulang
kembali untukmu. Mungkin nanti kamu akan bertemu orang lain, bukan aku."
4 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sayang sekali, tapi apa yang kakek lakukan di sini dengan penampilan berantakan seperti itu?"
"Orang-orang yang kutemui di neraka mengaku bahwa ada yang salah di bumi."
"Jadi neraka memang benar ada?" tanya si gadis kecil dengan air muka sedih.
"Kalau tidak ada, bagaimana kau meyakinkan bahwa semua orang menemukan keadilan" Ada
orang yang seumur hidupnya tidak dapat melihat, pincang, dan lainnya ... apa kau pikir keadilan
setelah di dunia tidak diperlukan?"
"Tapi bukankah itu adil, kakek" Bukankah Tuhan memang menggariskan seperti itu" Kami semua
hanya memenuhi peran kami di bumi, tapi, memangnya apa yang salah di bumi?"
"Jumlah kematian. Yang lebih tinggi daripada biasanya. Orang-orang yang tidak seharusnya mati,
semuanya memenuhi neraka."
"Dan itukah tugas kakek" Kakek ingin tahu siapa dalang di balik hal itu?"
"Ada sesuatu yang tidak beres terjadi. Namun itu tidak tertulis di mana pun di dokumenku di
kayangan." "Apa itu buruk?"
"Itu mengacaukan segalanya. Semua dewa dituduh saling mengkhianati. Belakangan ini seisi
kayangan sibuk menyalahkan."
"Jadi kayangan sudah tidak terlalu membahagiakan" Bukankah itu menyenangkan?"
"Entahlah." Si gadis kecil tersenyum. "Kalau bukan kakek yang menuliskan takdir pertemuan kita, apa kakek
percaya kalau aku yang menuliskannya?"
Dewa Waktu terkesiap. "Apa kakek pernah memerhatikanku sewaktu di kayangan"
Aku selalu memerhatikan kakek. Namun dewa tak boleh mencintai seperti manusia. Kalau
dewa-dewa hidup bersama pun, kalaupun mereka menikah dan memiliki keturunan, itu atas suatu
sebab. Agar anaknya kelak dapat menjadi dewa yang mengatur hal-hal lainnya di dunia, misalnya."
"Kau membawa sesuatu bersamamu ketika turun ke dunia?"
Si gadis kecil menggeleng. "Aku menuliskan takdir yang berbeda untuk diriku dan sang dewa
waktu." "Di mana kau simpan?"
"Aku kubur di pekarangan tempat tinggalku di kayangan."
5 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa yang kau tulis?"
"Agar hukuman kayangan yang harus kuterima tidak membuatku lupa akan siapa sebenarnya aku.
Agar manusia berkonspirasi untuk memusnahkan satu sama lain. Agar kelak kau turun ke sini. Dan
agar kita dapat bertemu."
"Apa yang kau mau?"
"Keadilan. Aku ingin kau mengetahui perasaanku. Setelah perjalanan yang begitu panjang harus
kulalui. Mengapa kau harus menjadi dewa?"
"Karena begitulah aturannya."
"Mengapa kau tidak dihukum dan turun ke bumi dan kita menikah di bumi" Siapa yang patut
disalahkan atas segala hal yang telah tertulis?"
"Mengapa kau mengacaukan segalanya?" tanya Dewa Waktu.
"Bukankah sudah tertulis bahwa beginilah seharusnya aku" Aku hanya menjalankan peranku."
"Bagaimana bisa kau begitu yakin itu adalah takdirmu?"
"Kalau kau tidak yakin siapa sebenarnya dirimu, bagaimana bisa kau memiliki keyakinan kalau kau
pantas ada?" "Jadi kau menyimpan buku itu di kayangan?"
Si gadis kecil tersenyum. "Kau akan kembali ke kayangan dan menghapus semuanya?"
"Begitulah. Itulah yang sudah tertulis. Dan itu tugasku."
"Apa kita akan bertemu lagi?"
Dewa Waktu menggeleng. "Tidak. Setelah ini, kupastikan kita tidak akan bertemu lagi."
"Kau tidak menginginkanku?"
"Itu bukan tugasku."
Hari itu, Dewa Waktu kembali ke kayangan. Ia akhirnya menemukan buku takdir yang
disembunyikan si gadis kecil di sana.
Di sana tertulis dengan baik mengenai kejadian pertemuan mereka. Bahkan percakapan yang
mereka lakukan kala itu. Di sana tertulis dengan baik, sesuatu yang menyiratkan bahwa penolakan
Dewa Waktu-lah yang dinginkan oleh si gadis kecil.
Dia tidak benar-benar hendak mengacaukan segalanya. Dia bahkan melepaskan cintanya agar
Dewa Waktu bahagia. [*] Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
6 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Berpisah Jalan Walau kita tahu kita saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain, pada akhirnya kita tetap
berpisah jalan. Bukankah lucu"
Malam itu Apo mengalami kecelakaan. Lomi, kekasihnya, yang telah lama menunggu Apo di kafe,
tempat mereka bertemu pertama kali, akhirnya memutuskan untuk pulang.
Lampu warna-warni berkelap-kelip di sekelilingnya. Hujan membasahi kota sejak sore, jalanan
basah, macet kendaraan. Sambil memasukkan kedua tangan ke dalam kantong jaketnya, Lomi
memberanikan diri berjalan melintasi gang-gang kecil gelap untuk menuju rumah Apo. Lomi pikir,
barangkali Apo lupa hari itu mereka memiliki janji. Hari itu tepat lima tahun mereka menjalin
hubungan istimewa. Namun dilihatnya lampu kamar Apo padam. Dia memberanikan diri untuk menekan bel di pintu
rumah Apo. Seorang gadis kecil keluar diikuti lima kucing mungil.
Dia tidak bisa menyampaikan apapun. Maka dia hanya membelai rambut gadis kecil itu dan
kemudian pergi pulang. Hujan lebat di tengah perjalanan pulang. Namun dia tidak peduli. Tidak dipercepatnya langkahnya.
Sepulangnya dia, rumah masih kosong. Orang-orang rumah sedang berekreasi ke luar kota. Malam
itu, tanpa mandi atau mengganti pakaiannya yang basah, dia segera membenamkan tubuhnya
dalam selimut. Apo berjuang hidup. Berkali-kali detak jantungnya melemah dan napasnya terhenti, tetapi dengan
ritme yang tak pasti, kemudian perlahan-lahan muncul kembali. Darah mengalir dari seluruh penjuru
tubuhnya. Yang ada di benaknya saat itu hanya tentang Lomi yang sedang menunggunya.
Paramedis masih berusaha menyelamatkan pria yang ketika itu selama jalannya operasi berkali-kali
menyebutkan sebuah kata yang tidak cukup jelas apa artinya, meski kemudian akhirnya pria itu
tidak tertolong. Apo meninggal di meja operasi.
---- Sudah bertahun-tahun berlalu. Lomi masih mengingat bagaimana keluarga Apo menghubunginya
untuk datang ke acara pemakaman kekasihnya itu.
Setiap kali dia menjenguk Apo di pekuburan, setiap kali dia menebar bunga di sekitar nisan sang
kekasih, masih terbayang olehnya kenangan-kenangan mereka di masa lalu.
Percakapan-percakapan tanpa penanda yang tak kunjung usai sepanjang malam, lelucon dari Apo
yang menggelikan, sampai bagaimana cara Apo tersenyum, tertawa, membelai rambutnya,
memeluknya, atau mencium dahinya. Dia ingat bagaimana cara pria itu melindunginya sepanjang
7 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
waktu. "Melupakan dan dilupakan itu memang urusan waktu, ya?" ujarnya pada nisan sang kekasih.
"Kenapa dulu kau tidak mengajakku?"
"Kau tahu, dunia ini sangat menyebalkan kalau dilalui sendiri?"
Hujan turun, langsung begitu lebat. Frekuensi sambaran petir cukup menakjubkan sore itu.
Seorang pria dari kejauhan turun dari mobil membawa payung menuju ke arah Lomi. Pria itu
memayungi Lomi dan memegang bahunya agar dia mau bangkit berdiri.
"Aku tahu kau tidak pernah mati."
Lomi akhirnya bangkit berdiri, mengikuti tuntunan pria tadi.
Dari dalam mobil, sebelum mobilnya berlalu meninggalkan kompleks pemakaman, Lomi masih
menatap ke arah nisan Apo. "Setidaknya cinta kita tidak akan pernah mati." batinnya.
Dan gadis kecil yang duduk di kursi belakang mobil menarik tangan Lomi, "Mama ..." lalu naik ke
pelukannya. Dikecupnya dahi putri kecilnya itu sebelum akhirnya mobil yang dikemudikan suaminya
berbelok meninggalkan tempat pemakaman.
---- Malam itu terdengar ketukan dari pintu depan rumah Lomi. Suaminya masih bermain-main dengan
kedua anaknya di ruang televisi. Lomi pergi ke depan dan membukakan pintu.
Seorang bocah kecil berdiri di sana, menyerahkan sekotak kue dan kartu ucapan, tersenyum ke
arahnya. Hujan lebat di luar sana, "Ah, halo. Siapa namamu" Mau masuk dulu?" tanya Lomi.
Namun sang bocah menggeleng, "Selamat hari jadi yang kelimabelas," ujar bocah itu.
Lomi terpaku. Air matanya terjatuh di pipi.
"Maaf karena sepuluh tahun lalu aku tidak datang."
"Apo?" "Kau sudah menikah, ya?"
Lomi menganggukkan kepala, sesenggukan oleh tangis.
Dua putri kecilnya berlari ke arah Lomi, dibarengi oleh suaminya.
Lekas-lekas diusapnya tangisnya.
"Ya sudah, aku pulang dulu."
8 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tunggu ..." Bocah kecil itu membalikkan badannya. "Aku tinggal di dekat sini. Kebetulan kami baru pindah.
Ibuku pasti senang sekali kalau kalian bisa menikmati kue buatannya. Kata Ibu, ini sebagai tanda
perkenalan darinya. Senang berkenalan dengan Anda."
"Sampai jumpa?"
Sang bocah tertawa sembari melambaikan tangan dan berlari menerobos hujan tanpa payung
ataupun jas hujan. "Anak yang baik, ya. Hujan-hujan begini mau mengantarkan kue titipan ibunya," ujar suaminya di
ruang makan sembari memotong kue brownies menjadi kotak kecil-kecil dan diberikannya kepada
dua putrinya. "Sepertinya dia memang suka menerobos hujan," sahut Lomi sambil mengingat-ingat masa lalunya.
Tentang seorang pria yang rela berhujan-hujanan demi menemuinya. Pria yang kemudian
meninggal dalam sebuah kecelakaan motor, karenanya.
---- Pagi itu Lomi menuju keluar rumah untuk mengambil surat kabar yang dilemparkan oleh loper Koran
di pintu depan, tetapi yang dia temui di sana bukan hanya koran pagi, tetapi juga sepucuk surat.
Sambil mengantar koran kepada suaminya di ruang makan, Lomi membuka surat itu.
"Apa kau masih mau menungguku tumbuh besar" -Apo."
Jantungnya berdegup tak keruan. Ketika kedua putrinya mendekat, langsung dipeluknya erat-erat
keduanya. Sebelum akhirnya kedua putrinya diantar ke sekolah oleh ayahnya.
"Wajahmu pucat. Kau sepertinya demam. Jaga dirimu baik-baik. Nanti sore kita ke dokter," ujar
suaminya sebelum pergi dan mengecup dahinya.
Beberapa saat setelahnya, tangis Lomi menghambur.
---- Bel berbunyi. Lomi takut membukakan pintu karena entah mengapa dia memiliki intuisi tentang
siapa yang akan dia temui di sana. Dari kejauhan, dilihatnya bocah kecil itu masih berjinjit-jinjit untuk
kembali menekan bel rumahnya.
"Kau marah padaku, ya?" teriak si bocah kecil dari luar. "Lomi?"
Lomi menangis sesenggukan di kejauhan.
"Kukira kau masih ingin bertemu denganku lagi. Karena saat itu kau bilang 'sampai jumpa'," ujar si
bocah. "Ya sudah, kalau aku memang harus melupakanmu ..." lanjutnya sambil berlalu pergi.
9 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Lomi berlari dan membukakan pintu depan. Dia bersujud dan dipeluknya bocah kecil di
hadapannya. "Apa salahku?" tanyanya.
Bocah kecil tertawa di hadapannya dan membelai rambut Lomi, "Aku yang pantas bertanya begitu.
Apa salahku sampai harus mati dan lahir dalam wujud bocah kecil seperti ini. Dan kehilanganmu."
"Apo ..." bisik Lomi sambil menempelkan dahinya di dahi si bocah.
Bocah kecil itu tertawa lagi, "Jadi aku benar-benar sudah kehilanganmu, ya" Walaupun aku
sekarang sudah kembali ..."
"Maafkan aku ..."
Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Waktu sepuluh tahun ternyata lumayan lama, ya. Sejak aku lahir kembali, aku tidak pernah
melupakan satu detail pun tentang cerita kita, tapi aku lahir di orangtua yang tempat tinggalnya jauh
sekali dari kota ini. Aku tidak tahu bagaimana caranya ke sini, kembali menemuimu. Seandainya
aku lebih cepat ..." ujar bocah kecil dengan penuh penyesalan.
"Maafkan aku." "Aku mungkin tak akan kehilanganmu."
"Apo, maafkan aku."
"Jadi kau benar-benar tak akan menungguku tumbuh besar?"
"Apo ... itu tak mungkin kulakukan. Anak sulungku bahkan seusia denganmu."
Bocah kecil itu kembali tertawa, tetapi air mata terjatuh di pipinya. "Aku seharusnya tidak terlahir
dengan ingatan ini. Aku seharusnya melupakan segalanya."
"Apo, maafkan aku."
"Aku yang salah, Lomi. Aku yang tak datang hari itu. Aku yang terburu-buru sampai aku kecelakaan.
Aku yang meninggalkanmu selama bertahun-tahun," ujar bocah kecil, "tapi ternyata kau tak
menungguku," lanjutnya dibarengi tawa.
"Kelak suatu saat, kau mungkin bisa menikah dengan putriku?"
"Padahal yang kucintai adalah ibunya?"
"Maaf." "Mungkin inilah takdirku. Aku mungkin harus menjadi bocah normal. Dan nanti jatuh cinta dengan
gadis seusiaku. Lupakanlah saja aku."
"Kau akan pergi lagi?"
Bocah kecil itu menggeleng. "Tidak, tapi mungkin aku akan mulai belajar melupakan semuanya.
10 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Namun percayalah, membawa banyak kenangan dari masa lalu itu lumayan menyebalkan."
"Kau pasti kuat, seperti biasanya."
"Aku tahu, tapi kalau besok kita bertemu lagi, kurasa aku akan menjadi bocah normal pada
umumnya. Dan kau menjadi tante-tante cerewet kebanyakan," kata bocah kecil diiringi tawa, "Oh ya,
dan namaku bukan Apo. Aku Darwis."
"Maafkan aku." "Sudahlah," ujar bocah kecil sambil menghapus air mata di pipi Lomi. "Aku yang seharusnya bilang
begitu." Beberapa saat kemudian, ibu bocah kecil itu datang dari kejauhan.
"Kata gurumu, kamu bolos di hari pertama, ya" Ini, kan, hari pertamamu ke sekolah, Darwis," maki
ibunya di sebelah bocah kecil.
"Yah, sampai jumpa, Tante Lomi," ujarnya.
Di perjalanan, terdengar ibu-dan-anak itu sedang bertengkar mulut tetapi sambil dibarengi tawa dan
saling berkejaran. Lomi yang melihat dari kejauhan tersenyum menyaksikannya.
Dan setelah hari itu, bocah kecil itu benar-benar bukan Apo-nya lagi. Ia bermain sepeda melintasi
kompleks perumahan, menerbangkan layang-layang di taman, dan bermain seperti anak-anak
kebanyakan. Namun entah kenapa, setiap kali menyaksikan hal itu, seperti selalu ada yang hilang di hati Lomi.
Namun dia tahu, cintanya tidak akan pernah kembali lagi. [*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Pertanda Dia mengelilingi kota. Lagi.
Sering kali di jalanan, dia menengadahkan kepala. Di langit di awan-awan, dia mencari pertanda.
Tiap kali tak ada pertanda ditemukannya, dia akan melanjutkan menempuh perjalanan setapak dan
menapasi setiap jejaknya.
Kadang kala mungkin dia akan berakhir dengan menyasarkan diri di toko buku bekas. Mematung.
Memutarkan tubuh. Mematung. Menengadah. Di sekelilingnya, buku-buku berdebu dijajarkan
dengan semena-mena dari langit-langit sampai ke hadapan pijakan kakinya. Buku-buku yang ketika
dia bolak-balikkan lembar-lembarnya yang kuning lapuk akan memperlihatkan coretan-coretan
11 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tangan yang berantakan. Tanda yang bisa dengan mudah diduga telah sengaja ditinggalkan oleh
pemilik-pemilik sebelumnya. Yang mungkin tanpa diketahui oleh para pemilik coretan itu,
tanda-tanda jemari itu kelak akan setia menempel hingga buku itu pada suatu saat mati dan
dikremasi. Wajah memelasnya ketika menatapi buku-buku itu mungkin adalah alasan yang kemudian
menyisakan percakapan tanpa bunyi dari para pemilik kios. Mata bertemu mata dan senyum
membalas senyum. Dia akan selalu seperti itu. Terpaku di banyak kios pada waktu yang cukup lama berselang dan
menemukan dirinya sendirian di sana mencari-cari pertanda dari sesuatu yang entah apa. Saat-saat
seperti itu, keberulangan terjadi sering kali. Seperti hari-hari sebelumnya. Dia betah berdiri
berlama-lama karena dia ingin menemukan satu buku yang menjelaskan kehidupan seperti apa
yang sedang berlangsung di sekitarnya. Keberulangan terjadi sering kali dan pencariannya selalu
berakhir nihil. Selama ini dahulu dalam rentang usia mudanya, ada begitu banyak pertanda dia temukan. Melalui
mimpi, melalui kejadian-kejadian dalam mimpinya yang terjadi lagi di alam nyatanya, melalui
orang-orang di sekitarnya.
Belakangan ini dia sudah tidak lagi peka untuk menerima pertanda dari hal-hal itu. Mimpinya
berubah seperti mimpi-mimpi biasa orang kebanyakan. Mimpi-mimpi para dewasa menjelang tua.
Tidak ada simbol-simbol aneh dilihatnya bergelantungan di langit di mimpinya yang membuatnya
silau dan sering kali membangunkannya dari tidurnya. Dia tidak pernah lagi bermimpi menjadi belut
yang berjalan pelan di lahan persawahan dan dikejar-kejar anak-anak kecil untuk ditangkap dan
dimangsa. Juga tidak lagi menjelma menjadi tetes hujan. Semuanya menjadi normal. Bias. Biasa.
Tidak spesial. Tidak. Pernah. Lagi. Spesial.
Dan akhirnya pertanda tidak ada di mana pun. Lagi.
Sore itu hujan. Jalanan pavingdi depannya sudah basah. Rintik masih gerimis. Becak-becak
meminggirkan diri seolah takut roda-rodanya akan berkarat. Penduduk sekitar berlalu-lalang dengan
memegangi kepala, melindungi diri dari karunia dingin musim hujan yang jatuh dari langit. Suasana
senyap. Dan angkasa yang muram mengerutkan dahi dan tak hentinya meneteskan air mata.
Sekumpulan pedagang yang siang tadi menjual nasi gudeg dan es dawet di pinggir jalan sudah
menutup dagangan mereka dengan plastik transparan. Sementara itu, mereka masih duduk di sana
dan mengobrol. Rokok di tangan dan kopi di sebelah tiap orang. Seorang ibu berdaster duduk
menemani di sebelah salah satu pria perokok. Papan catur dengan bidak-bidak bisu tidak banyak
mengubah topik pembicaraan. Tidak seketika membuat mereka akan membahas bagaimana
perasaan sang menteri putih yang diskakmat oleh kuda hitam.
Wajah orang-orang yang dilihatnya sore itu nampak begitu bahagia. Mereka tersenyum, tertawa
terpingkal, terbahak. Ketika mereka berpapasan, orang-orang itu dengan ramah menganggukkan
kepala menyapanya. Adanya luka di hati barangkali memang sengaja tidak dipancarkan dari mata
orang-orang itu. Semua orang memang punya masalah, tapi orang-orang itu tidak dibasahi luka
mereka sendiri. Mereka mengeringkannya cepat-cepat.
12 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di sekelilingnya, orang-orang menikmati bersantai-santai seperti itu. Tidur di becak, mengopi di
hadapan papan catur, atau sekadar menikmati acara santai-santai yang tak memiliki kosakata
penjelas. Dia termenung menatapi orang-orang itu.
Mengapa ada orang-orang yang sepertinya selalu kehabisan waktu mereka. Namun orang-orang
yang ditemuinya kali ini pasti merasa bahwa waktu dua puluh empat jam sehari terlalu banyak bagi
mereka. Lantas mengapa orang-orang itu tidak saling bertukar waktu" Mengapa durasi kehidupan
tidak memiliki nilai dalam mata uang"
Hal-hal yang ditemuinya sore itu membuatnya lagi-lagi ingin menabrakkan dirinya pada truk yang
melintas di jalanan hingga berakhir dengan tubuhnya tergeletak hancur remuk. Atau menenggak
racun, keracunan. Atau mengiris nadi dan kehabisan darah.
Tidakkah hidup itu aneh. Ada manusia yang berhak mengetahui hal-hal yang manusia lain tak tahu.
Ada manusia yang seumur hidupnya bahagia; seumur hidupnya sengsara. Ada manusia yang dari
lahir hingga mati seolah tidak punya kesadaran untuk mencari tahu mengapa dia mesti tumbuh
besar di muka bumi. Dalam hidupnya di keseharian, dia selalu menjadi orang ketiga seperti orang-orang ketiga lainnya.
Orang-orang yang mengamati jalan hidup orang lain. Sering kali karena itu dia terpaksa menyadari
bahwa ada orang-orang yang seharusnya merasa kecewa dan putus asa atas hidupnya tetapi
mereka justru terlihat bahagia. Tidak seperti dirinya. Seseorang yang tidak punya hal-hal untuk
membuatnya kecewa dan merasa putus asa, seseorang yang seharusnya bahagia, tetapi terlihat
lemah dan selalu berusaha menyendiri untuk menutupi kelemahan-kelemahannya itu.
Maka, tidakkah hidup itu aneh"
---- Tiba-tiba, seorang pria berdiri di sebelahnya. Celana abu-abu dan kemeja beremblem OSIS, yang
lantas diperkirakannya berusia tujuh belas tahun lebih muda daripadanya. Bocah itu mengamit
sebuah novel di tangannya.
Judulnya seolah tidak asing. Membuat dahinya berkerut seketika. Bekas sobekan dan lipatan yang
seolah familiar. Buku itu pernah menjadi miliknya.
"Maaf." Dia mencoba menyapa.
Bocah itu menatapnya sungkan. Tersenyum dan membungkuk sejenak.
"Boleh saya lihat bukunya?"
Sedikit curiga, tetapi diserahkannya bukunya pada akhirnya.
Buku yang kini ada di tangannya adalah buku yang dua puluh tahun lalu menjadi hadiah spesial dari
seseorang yang spesial di hari ulang tahun ketujuhbelasnya. Tulisan tangan dan tanda tangan
orang spesial itu masih tertera di halaman pertama buku.
Tulisan tangan yang sudah menjadi asing selama belasan tahun. Masih tertulis jelas. Di sana.
13 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mengapa tidak membeli buku edisi terbarunya saja?" tanyanya kemudian, dikembalikannya buku
itu kepada si bocah. Bocah itu tersenyum dan menggeleng. "Ini buku langka, tapi saya memang selalu berusaha untuk
mendapatkan buku bekas saja."
"Kenapa begitu?"
"Soalnya kadang buku-buku bekas yang saya dapatkan sudah digarisi dan ditandai. Jadi saya
enggak usah repot mencari poin penting dari buku itu. Karena itu untungnya dobel. Murah dan
praktis." Hmmmm. Bocah itu berpikir sejenak. "Tapi mungkin lebih sering karena saya memang
suka segala sesuatu yang kuno."
"Arkais." "Maaf?" "Oh, tidak. Hmm, buku ini buku bagus. Antik." Dia merasa dia baru saja melakukan percakapan
yang konyol. Seolah dia berbicara dengan dirinya sendiri di cermin.
"Kenapa Mbak tertarik sama buku ini?"
Dia tersenyum, "Saya pemilik pertama buku itu. Buku itu diberikan untuk hadiah ulang tahun saya
yang ketujuh belas."
Bocah itu memberi respon dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dan yang membuatnya sangat spesial, buku ini adalah hadiah dari pacar pertama saya."
Bocah SMA itu lantas tertawa. Kaget. "Kebetulan yang aneh, tapi kenapa Mbak dulu menjualnya?"
"Patah hati dari cinta monyet. Waktu itu saya putus hubungan dengan pacar saya, semua
barang-barang darinya saya pindahkan ke gudang. Bodoh sekali." Diakhirinya kalimatnya itu
dengan tawa. "Payah juga." Bocah itu menimpali. Gelak tawanya begitu akrab.
"Saya lupa saya pernah punya buku seperti ini. Dan saya justru baru ingat ada buku dengan judul
seperti ini." Tawa bocah itu tiba-tiba terhenti. Seolah keakraban tidak semestinya terbina pada jumpa pertama.
"Jadi, apa saya mesti mengembalikan buku ini kepada Mbak saja, ya?"
"Oh, tidak usah, tidak usah."
"Ehem?" Bocah itu mengerutkan dahinya, "Mbak yakin?"
"Berikan saja buku ini kepada pacarmu kalau kamu sudah selesai baca."
Tawa pecah kembali. 14 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mungkin kalau saya sudah selesai baca buku ini, saya akan memberikannya kepada paman saya."
Bocah itu menjawab seolah dia ingin menceritakan sesuatu.
"Mengapa begitu?"
Bocah itu lantas duduk di lantai, "Mbak tidak ikut duduk?"
Ah, lantainya kotor. "Saya berdiri saja."
"Kakinya tidak pegal dari tadi berdiri?"
Dia akhirnya duduk di sebelah bocah itu. Keakraban yang ganjil.
"Buku ini sering sekali diceritakan oleh paman saya. Bertahun-tahun. Sudah seperti sebuah legenda
saking tidak pernahnya saya temukan di mana pun."
"Dan hari ini kamu menemukannya," lanjutnya.
Bocah itu tertawa. "Dan bahkan saya juga menemukan pemiliknya."
"Lalu apa itu sebabnya kamu ingin memberikan buku ini kepada pamanmu" Beliau ingin
membacanya lagi?" "Sebenarnya tidak juga. Paman meninggal minggu lalu."
Tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang aneh. Apakah paman yang diceritakan bocah itu adalah cinta
pertamanya" Apakah ini pertanda yang dicari-carinya selama ini"
"Paman dikremasi dan abunya dibuang ke laut. Saya memutuskan akan melakukan hal yang sama
untuk buku ini saat pertama kali melihat buku ini."
"Wah, kasihan sekali."
Bocah itu tertawa. "Makanya saya tanya, apa Mbak akan sedih kalau buku ini buat saya saja?"
"Cerita dalam buku ini bagus. Kamu mesti sempatkan baca. Kata per kata. Tenang saja, saya
sudah garisi kata-kata yang saya favoritkan."
"Oh ya, Mbak sendiri lagi cari buku apa?"
Gerimis berhenti. Suara-suara kendaraan yang ribut kembali lagi. Kehidupan yang
sebenar-benarnya seolah kembali muncul ke permukaan.
Satu buku yang menjelaskan kehidupan seperti apa yang sedang berlangsung di sekitarnya.
"Saya hanya lihat-lihat. Cuci mata, bosan lihat tumpukan cucian di rumah."
"Ah, hujan sudah berhenti."
15 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ehem, ingat baca buku itu dengan hati dan hati-hati. Kata per kata."
Bocah itu tergelak. "Ah, sampai ketemu lain waktu, Mbak. Makasih bukunya, lho."
Setelah memakai helm, motor bocah itu keluar dari pelataran parkir dan menghilang dari jangkauan
mata. Sementara dia masih terduduk di lantai mengingat-ingat sesuatu yang datang dari masa lalu.
Tangannya menyangga dagunya dan dia merenungkan percakapan yang terjadi belasan tahun lalu.
"Kalau aku dewa, aku akan mengutukmu, agar tak bisa mati sebelum melakukan hal luar biasa."
Dan dia tidak melakukan hal luar biasa.
"Sudah kuputuskan. Aku tidak akan mati sebelum melihat kau mati. Melakukan hal luar biasa salah
satunya adalah dengan melihatmu mati."
"Itu artinya kau tak akan mati. Selamanya. Aku immortal."
"Kau bercanda, tapi kalau kau benar mati, tenang saja, aku akan menyusul arwahmu seminggu
kemudian. Jadi kau tidak akan kesepian di sana."
Menyusul seminggu kemudian. Dia masih ingat kata-kata itu. Mungkinkah hari ini dia dijemput oleh
kata-katanya di masa lalu"
Orang-orang di sekitarnya berteriak memanggil-manggilnya dan meneriakkan kata "atas" berulang
kali. Karena itu dia lantas menengadahkan kepalanya ke langit-langit. Sebuah plat besi jatuh
membentur kepalanya. [*] Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Penari Kraton Hari itu hari ulang tahunnya. Namun dia harus menari seharian di Kraton.
Bukan masalah besar ketika malam itu dia harus menggunakan honor menari untuk mentraktir
dirinya sendiri makan enak di lesehan pinggir jalan. Memang tidak dia niatkan untuk merayakan
ulang tahun, susu jahe hangat dan kwetiau yang dia pesan hanya dia tujukan untuk sedikit
mengalihkan pikiran dari orang-orang yang sama sekali melupakan keberadaannya.
Dia telah memberikan jarak pada lingkungannya. Tidak dia biarkan seorang pun bertingkah peduli
atas hidup yang telah dia pilih sendiri. Tetapi malam itu segala kenangan berputar kembali di
memorinya. Hingga pada titik tertentu dia merasa teramat lelah untuk berpikir lagi.
Baginya, juga bukan masalah besar sekalipun dia mesti berjalan kaki sendirian dari alun-alun
Kraton menuju rumah kontrakannya. Gelap sepanjang jalan, langit yang sejak siang telah mendung
memberi alasan mengapa malam itu lagi-lagi kota Yogyakarta tak bertahtakan bintang. Orang-orang
16 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bermain panahan kunang-kunang di sekitar alun-alun selatan. Dengan beralihnya pemandangan
yang dilihatnya di depan, dia baru sadar dia telah berjalan agak jauh. Baru pukul sembilan malam,
riuh kota masih penuh akan sorak-sorai warga yang melempar keceriaan. Kakinya masih belum
lelah menempuh perjalanan.
Hingga sampailah dia ke sebuah rumah kecil dengan pagar pendek, berjarak lima kilometer dari
tempat dia menari setiap minggunya. Lampu masih padam, sunyi-senyap. Namun bulu kuduknya
tiba-tiba berdiri ketika dia lihat ada seseorang duduk di depan sana.
Dia mengecek pagar rumahnya sekali lagi sebelum dia masuk, masih tergembok rapat. Pikirannya
menyalahkan mengapa dia tidak memasang pagar yang jauh lebih tinggi.
Pria itu bangkit dari kursi ketika dia membuka gembok, berjalan menuju ke arahnya, hingga mereka
bertatapan mata dengan mata, "Halo, apa kabar, Alina?"
Dia sedikit terkesiap, merasa aneh karena ada orang asing yang mengetahui nama kecilnya. Nama
aslinya bukan Alina, hanya ibunya yang memanggilnya dengan nama seperti itu, bahkan ayahnya
pun tidak. Dan ibunya telah meninggal cukup lama, sekitaran lima tahun lalu ketika dia masih
menjadi mahasiswi tingkat satu. Dan panggilan itu hanya sesekali saja dibisikkan ibunya di
telinganya sebelum dia tidur. Setiap kali dia ingin ibunya melanjutkan mendongeng.
Air mata mengalir di pipinya. Hangat dan menusuk ulu hati.
Dan ketika pria itu entah kenapa mengelus rambutnya yang berantakan dan basah bekas terkena
gerimis hujan, dia seketika menghamburkan pelukannya ke arah pria itu. Dadanya berdegup
kencang, dagu pria itu menyentuh ubun-ubunnya. Hingga beberapa saat, pria itu roboh.
Dia menidurkan pria itu pada sof? hijau toska di ruang tamu. Tubuh yang lumayan berat itu, setelah
Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedikit diseret olehnya, akhirnya pulas juga terlelap di sana. Dahinya panas, baru dia sadari pakaian
pria itu basah kuyup. Kendati dia samasekali tak mengenali siapa yang kini sedang tertidur di
depannya, dia sedikit terkejut ketika beberapa saat kemudian menyadari bahwa dirinya yang apatis
telah berubah drastis malam itu. Dengan kompres dan sedikit pijatan yang dilakukannya pada
tangan si pria, dengan dia melepaskan kemeja si pria lalu menaruh selimut untuk melingkupi tubuh
si pria, dia merasa dia telah bertindak berlebihan.
Jelas-jelas dia tidak tahu-menahu mengenai siapa pria itu sebenarnya.
Dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Berdoa sebentar memanjatkan syukur karena
bertambah umur, dan tidur.
---- Sudah lama sekali berlalu semenjak kejadian itu. Hari-harinya setelah malam itu berganti
menyerupai ilusi. Pagi hari ketika dia bangun, pria itu sudah tidak ada di sof?. Tidak ada pertanda
apapun mengenai apakah pria itu memang benar pernah datang ke rumahnya atau tidak.
Dan setelah saat itu, dia tidak tahu mengapa dia dapat melihat segala yang tak terlihat bagi
manusia kebanyakan. Dimulai dari ketika dia membuka pintu rumahnya untuk mengambil koran pagi, seseorang dengan
17 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
leher tercekat tergantung berayun-ayun pada pohon mangga di pekarangan rumah. Dia hampir
jatuh tersandung ketika terburu-buru kembali ke kamar, dan ketika dia melihat pada jendela
rumahnya, bercak darah memenuhi permukaan jendela. Di saat dia sedikit mengintip ke arah kamar
mandi yang menyatu dengan kamarnya, serta-merta dilihatnya seorang pria tua yang mati
tergeletak di lantai kamar mandi.
Seharian itu dia tidak berhenti-berhentinya histeris. Dia yang tak punya siapa-siapa di kota itu tentu
tidak dapat menghubungi siapa-siapa. Dan berminggu-minggu pulalah kemudian dia mengalami
tekanan batin yang lumayan hebat.
Karena setiap hari, segala yang dia lihat berganti-ganti.
Ketika dia terbangun pada tanggal 25 Desember 2009, misalnya. Dalam kenyataannya, separuh
dari apa yang dilihatnya berlangsung pada tanggal 31 Oktober 1998. Dan yang dia lihat bukanlah
manusia-manusia hidup. Yang dia lihat terkadang adalah korban-korban pembantaian. Termutilasi di sepanjang jalan.Atau
manusia-manusia yang mati terpanah. Dengan segala perlengkapan perangnya.
Bahkan lebih daripada itu, kadang yang dia lihat bukanlah dunianya yang sebenarnya, melainkan
kehidupan pada masa silam. Di mana jalanan tiba-tiba berubah menjadi hutan, atau menjadi medan
yang begitu luas pada satu waktu.Bermalam-malam, berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga
berganti tahun. Dan hal itu telah menyerupai rutinitas baginya.
Hingga suatu malam setelah dia pulang dari kegiatan rutinnya menari di Kraton, seorang pria yang
tak dikenalnya menghadang langkahnya. Dia tahu pria itu bukan manusia. Tetapi selama ini tak
pernah ada hantu yang mengetahui dia memiliki kemampuan itu.Selama ini dia telah berjalan tanpa
hati. [/*] Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Kemunculan Tasya Sudah sering kulihat para gadis berlomba-lomba menarik perhatian pria idaman mereka. Mereka,
entah karena sebab apa, begitu suka dijadikan kekasih sementara, yang bisa saja asal dijadikan
teman berbagi selama beberapa waktu, yang lantas dapat dilupakan begitu saja saat si pria sudah
menemukan tambatan hatinya.
Bagi sebagian besar orang, tidak berjodoh dengan kekasih mereka bukanlah masalah besar. Dapat
diartikan, masa-masa pacaran bagi mereka hanyalah saat untuk bersenang-senang, adalah
pelampiasan hasrat jiwa muda semata.
Memang benar aku telah memacari banyak gadis semacam itu. Namun pada gadis yang
berlonjak-lonjak kegirangan di atas panggung malam itu, yang menyanyi dengan riangnya tanpa
kesalahan notasi, dan kemudian berlari turun panggung ke arahku dan berteriak "Gitar! Pinjam
18 Suami Pilihan Suamiku - Mira W. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
gitar!" dengan teramat lincah, aku menemukan nuansa yang berbeda.
Dia adalah tipikal gadis yang tak begitu mengacuhkan perhatian orang-orang terhadapnya.
Dadanya rata seperti laki-laki, tubuhnya juga jangkung dan langsing, kuperkirakan tingginya sekitar
165, jemarinya cukup panjang. Dan model rambutnya, ya, model cepak dengan potongan a la aktor
Korea. Tidak ada yang istimewa.
Tetapi kulitnya kuning langsat dan lumayan halus, dan suaranya... suaranya barusan di
panggung... mematikan. "Suaramu bagus!" ujarku ketika dia memegang tas gitarku.
Tak diacuhkannya. "Gitar?"
Bagiku itu lucu, suaranya ketika berbicara entah kenapa seperti memiliki aura, "Bukan, ini bass."
"Oh iya! Gitarnya lebih panjang!" ujarnya spontan. Dan teman-teman satu band-ku tertawa.
Dia mampu membuat suasana di sekitarnya menjadi lebih hidup. Beberapa temanku mengulurkan
tangan berkenalan dengannya hingga tiba giliranku, "Nando."
"Tasya." "Sudah sering menang lomba menyanyi?" tanyaku.
Namun dia menggeleng. "Tadi itu pentas pertama saya," jawabnya sambil duduk di sebelahku. Dia
tidak memainkan bass-ku yang kini berada di pelukannya. Beberapa pertunjukan masih ditampilkan
di atas panggung. Suasana lumayan ramai. Aneh juga karena tadi dia bisa begitu ribut di
tengah-tengah kerumunan semacam ini.
"Masih kuliah?"
Dia mengangguk sekenanya. Aku tidak berniat bertanya lebih jauh. Dan tiba-tiba, ketika aku akan
berkomentar tentang aksi orang-orang di atas panggung kepadanya, kulihat dia tertidur di kursi.
Manis seperti kucing. Cukup lama dia tertidur seperti itu. Sampai acara berakhir, dan sampai aku
Sembilan Bintang Biru 4 Joko Sableng 23 Istana Sekar Jagat Patung Emas Kaki Tunggal 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama