Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi Bagian 2
sukses. Muka Maduranya yang gelap, tampak lebih terang dari biasa karena berhasil mengisi dua
kartunya. Aku sendiri belum beruntung. Sampai esok harinya jam makan siang, kartu jasusku masih kosong.
Aku mulai cemas! Semua orang tampaknya hari ini berkonspirasi untuk berkelakuan baik sehingga tidak ada
pelanggaran yang berhasil aku t emukan. Semakin mendekat w aktu Maghrib, aku semakin resah
dan tertekan. Tapi aku juga tidak sudi untuk menyerah kepada nasib, dan datang sebagai orang
kalah ke depan T yson, dan diganjar dengan 2 kartu tambahan. Betapa hinanya.
Tadi pagi aku masih merasa cukup tenang, karena di antara kami berenam masih ada 2 orang yang
belum berhasil menunaikan tugas jasusnya. Yaitu Dulmajid dan Raja. Tapi ketika kami keluar kelas,
keduanya tersenyum-senyum senang karena berhasil memergoki anak-anak kelas sebelah yang
telat masuk. Apa boleh buat. Tinggallah aku sendiri ditemani dua kartuku. Bukannya aku tidak usaha. Tadi pagi
aku sampai tidak mandi, hanya untuk berkeliling dari saru kamar mandi ke kamar mandi lain, untuk
melihat kalau ada yang memotong antrian atau sekadar buru-buru sehingga lupa memasang papan
nama. Nihil. Aku juga bergerak ke dapur umum untuk melihat orang yang tidak sengaja makan dan
minum berdiri. 15 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
Heran, semuanya patuh. Aku semakin panik, azan Ashar berkumandang tapi kartuku masih kosong. Aku hanya punya waktu
3 jam sebelum tenggat waktu penyerahan ke Tyson. Kawan-kawanku ikut prihatin.
Said dan Raja bahkan dengan gagah berani menyatakan siap membantu untuk menjadi asisten
jasus. Tapi aku berpikir, tidak adil kalau mereka menjalankan bag ian dari hukuman yang aku
terima. Kesalahan pribadi harus dibayar sendiri-sendiri, Nafsi-nafsi. Nasihat Kiai Rais bertalu-talu
terdengar di kepalaku, "Mandirilah maka kamu akan jadi orang merdeka dan maju. I'timad ala nafsi,
bergantung pada diri sendiri, jangan dengan orang lain. Cukuplah bant uan Tuhan yang menjadi
anut anmu". Ya aku tidak boleh tergantung kepada belas kasihan orang lain. Aku menolak bantuan
mereka dengan halus. Maka selesai shalat Ashar berjamaah, aku tepekur lebih lama dan memanjatkan doa sebagai
seorang jasus yang "teraniaya" karena belum dapat menemukan pelanggar aturan. Aku dengan khusyuk memohon
Allah memudahkan misi ini sehingga kehidupanku kembali t enang dan damai.
"Man jadda wajada," teriakku pada diri sendiri. Sepotong syair Arab yang diajarkan di hari pertama
masuk kelas membakar tekadku. Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Dan sore ini,
dalam 3 jam ini, aku bertekad akan bersungguh sungguh menjadi jasus. Aku percaya Tuhan dan
alam-Nya akan membantuku, karena imbalan kesungguhan hanyalah kesuksesan. Bismillah.
Sebagai bentuk dari kesungguhan ini, aku gambar sebuah rute pencarian yang detail di buku tulis
dan aku hitung w aktu yang dihabiskan, sehingga jadw alnya cocok dengan 3 jam yang tersisa.
Putaran pertamaku adalah lapangan olahraga, lalu perpustakaan, dan yang terakhir adalah antri
mandi sore di 3 asrama berbeda. Aku mencoba menghitung kemungkinan terbesar karena di tiga
tempat inilah terjadi akumulasi massa di sore hari. Apalagi yang aku butuhkan hanya 2 kesalahan
saja. Sebenarnya aku cemas dengan prospek 3 jam ke depan.
Tapi, belajar dari Said, aku memilih optimis saja.
Rumus man jadda wajada terbuktimujarab.
Kesungguhanku segera dibalas kontan. Dalam tempo hanya satu jam saja, ajaib kedua kartuku
terisi. Aku memergoki seorang anak W ?3 memotong antri diam-diam di kamar mandi umum.
Sementara dilapangan basket, seorang kawan makan dan minum sambil berdiri. Aturan di PM,
makan dan minum harus sambil duduk
Yes, terima kasih Allah, kataku sambil mengepalkan tangan ke udara. Dan dengan dada
membusung aku berjalan ke kantor keamanan pusat untuk menyerahkan hasil misiku dan merebut
kemerdekaanku kembali. Sarung dan Kurban 16 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
"Akhi, lima menit lagi kamar harus kosong, waktunya ke Masjid." seru Kak Is.
Pintu kayu kamar kami bergetar getar digedornya. Kami semua tergopoh-gopoh, tidak ada yang
berani berleha-leha. Tyson dan pasukan "The magnificent Seven" -nya pasti telah berjaga-jaga, Aku segera menarik
sarung dari lemari. Seperti yang telah diajarkan Kak ls, dengan cepat aku langkahkan kaki ke
tengah bulatan sarung, dan aku angkat ujung sarung petinggi dada. Bagian yang bergaris-garis
lebih gelap aku atur supaya berada di bagian belakang badan. Bagian atas dilipat sedikit ke dalam
untuk menyesuaikan dengan tinggi badan.
.Wt... wrt.. hap . Sambil melent ingkan badan sedikit ke belakang aku ayunkan kedua tangan
bergantian dengan cepat untuk melipat ujung sarung, pas di depan dada. Beberapa saat aku
gunakan untuk memadatkan lipatannya dan memastikan ujung bawah rapi rata kiri kanan dan ujung
baju masuk ke dalam sarung.
Begitu semua terasa pas, mulai aku gulung ujung sarung dari atas sampai set inggi pusar. Sejenak,
aku cek lagi kalau semuanya telah rapi dan licin, tidak ada gombak dan kusut.
Prosesi ini aku rutup dengan melingkarkan ikat pinggang di atas gulungan tadi. Rapi jali. Ujungnya
simetris, kuat, tidak ada riak dan lembang yang berarti. Benar-benar sarung yang gagah.
Semua kulakukan dalam hitungi detik. Dengan teknik ini, sarung menempel dibadan seperti dilem.
Diajak lari dan ditarik-tarikpun, sarung akan tetap utuh dan kokoh.
Seandainya ada lomba memakai sarung, aku yakin pasti menjadi juara dunia.
W aktu berangkat ke PM, Amak memuat empat sarung ke tasku. Beliau percaya anak pondok
identik dengan sarung. Tapi ternyata empat sarung yang Amak masukan ke tas itu tidak terpakai sesering yang aku dan
Amak bayangkan Pada kenyataannya sarung dipakai selama beberapa jam saja, ketika shalat
berjamaah. Sisanya harus bercelana panjang atau bercelana olahraga. Bahkan ada jam larang
pakai sarung, yaitu selama jam tidur. T idur harus bercelana panjang.
Belakangan aku menyadari bahwa sarung sangat multi fungsi. Di waktu malam, menjadi penambah
selimut di atas celana panjang, bisa menjadi karung pakaian kotor dengan mengikat satu ujungnya,
dan bahkan bisa menjadi spanduk darurat. Tinggal menempelkan huruf huruf dari karton w
arna-warni; Jadilah spanduk bercorak kotak-kotak.
Setelah sarung, giliran kopiah yang aku songkokkan ke ke pala. Di PM, kopiah harus berlapis bahan
bludru h itam, tidak boleh warna lain. Sedangkan model bisa saja betmacam-macam. Ada yang
lurus sederhana, hergombak di atasnya, ada yang bisa dilipat dan yang keras seperti helm.
Umumnya kopiah keras dan bergombak ini karya pengrajin kopiah terkenal di Sumatera Barat, H.
Sjarbaini. Sedangkan buatan Jawa umumnya bisa dilipat dan lebih ringkas.
Ada juga desain yang sudah lebih maju, kopiah hitam ini punya lubang angin di ujung depan dan
belakang, sehingga kepala lebih berangin dan kulit kepala tidak bau. Yang membedakan mahal dan
17 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
murah adalah ketebalan dan kehalusan beludru seberapa t ahan terhadap percikan air.
Kopiah ini juga sangar berguna sebagai kipas tangan kalau kepanasan. Aku juga biasa
menyelipkan uang ribuan terakhirku di lipitan kopiah. Di masa menyambut ujian, aku menaruh
catatan kecil untuk hapalan juga di lipitan kopiah ini.
Tentu tidak bisa untuk contekan, karena kopiah dilarang di ruang ujian. Kopiah lipat ternyata juga
cukup empuk untuk dijadikan bantal darurat
Aku sampirkan sajadah yang sudah dilipat di bahu kanan.
Sebagai pengganti sajadah, ada kawan lain yang memakai sorban. Kelengkapan lain yang harus
dibawa ke masjid tentunya Al Quran. Kami punya kebebasan luas untuk menggunakan Ai-Quran,
mulai dari yang sebesar dompet sampai sebesar map. Dari terjemahan sampai terbitan Arab, yang
sebagian hurufnya pasti gundul. Asal kitab ini kami pegang dengan tangan kanan dan dibawa
dengan mendekapkan ke dada.
Dan barang ke cil yang t idak boleh lupa, adalah papan namz yang disematkan dengan peniti di
dada sebelah kiri atas. Baso - di tengah kecerdasannya - paling sering lupa memakainja sehingga
dia menjadi langganan mahkamah. W arna papan nama berbeda untuk setiap kelas dan harus
dipakai kapan saja dan dimana saja.
Mungkin di balik begitu pentingnya kedudukan papan nama ini unt uk memastikan ribuan orang
yang ada di PM saling t ahu masing-masing. Sedangkan keuntungan buat jasus, MPP t idak perlu
bertanya nama korbannya. Tinggal lirik sekejap dan cacat di karcis jasus. Tidak heran, baju kami di
dada kiri pasti berlubang-lubang kehitaman.
Dengan aksesoris lengkap ini, barulah aku melangkah ke masjid. Memakai semua ini cukup lima
menit saja. Sret ... irrt...
sarungku berdesau-desau seiring langkah cepat supaya tidak ditangkap Tyson.
Suatu ketika Baso bercerita kepada kami, dia pernah lupa di mana menjemur sarungnya yang
hanya ada satu, sementara sebentar lagi bel ke masjid. Mau meminjam, sudah tidak ada lagi orang
di kamar. Dia mencoba mencari-cari sarung yang tidak terpakai di sudut-sudut kamar, tapi yang ada
cuma selimut tipis batang padi yang bergaris-garis. Merasa tertekan dengan lonceng yang sudah
bertalu-talu menandakan waktu ke masjid, Baso langsung merenggut selimut dan dan melilitkan ke
pinggangnya, seperti memakai sarung. Di detik-detik t erakhir dia akhirnya berangkat ke masjid. T
ergesa-gesa lewat di depan Tyson yang keheranan melihat ada orang memakai sarung yang mirip
selimut . Bicara tentang sarung, ingatanku melayang ke pengalaman pertama mengenal manfaat sehelai
sarung. Ketika ku aku duduk di bangku SD dan sedang libur catur wulan pertama. Ayah mengayakku pergi
ke pasar di Matur, sebuah daerah di puncak bukit nun di atas kampung kami. Aku dan teman-teman
SD selalu senang melihat dari kejauhan sebuah menara pemancar TVRI tinggi menjulang di sebuah
titik di gugusan bukit yang melingkungi Danau Manmjau. Kata Ayah, Matur ada di belakang menara
18 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
itu. Ah alangjkah menyenangkan bisa jalan-jalan ke Matur.
Selain ke pasar, Ayah berjanji membawa aku melihat menara yang gagah itu dari dekat. Selama
seminggu aku tidak sabar menunggu hari betrukar jadi Kamis satu-satunya hari pasar di Matur. Di
malam Kamis aku bergolek-golek resah, menunggu subuh datang. Akhirnya hari yang dijanjikan
datang jua. Aku cepat-cepat memakai baju lebaran tahun lalu, yang telah "ku lipat di sebelah dipan
sejak kemarin. Baju ini menyerupai setelan tentara berwarna hijau. Saku di dada dan perut serta
cantolan di kedua bahu. Ayah sendiri tampil dengan kemeja biru pupus polos, menyampirkan sarung bugis merah yang
terlipat di bahu kanannya dan sebuah kopiah hitam menyongkok kepalanya.
Inilah standar gaya ninikik mamak pemuka adat. Ayahku bergelar Katik Parpatiah Nan Mudo dan
suku Chaniago. Setelah menyantap sarapan goreng pisang raja dan katan Jo karambia" sajian Amak, kami menuju
jalan aspal satu-satunya yang melint as di daerah Meninjau. "Ayo bergegas, pagi ini hanya ada satu
bus ke ateh, ateh adalah sebutan untuk semua daerah di atas bukit dan di sekitar Gunung Merapi
dan Gunung Singgalang. Hari masih terang terang tanah, ketika kami menumpang bus PO Harmonis yang bermesin diesel,
berukuran sedang, berkerangka kayu dan punya jendela yang berumbai-rumbai merah kuning
oranye, mirip hiasan pelaminan m inang.
Tidak lama kemudian, bus sampai di kaki Kelok Ampek Puluh Ampek, sebuah jalan mendaki tajam
dan mengular dengan 44 belokan patah-patah. Terkenal sebagai pengocok perut yang ganas bagi
penumpang yang berbakat mabuk darat.
Bus yang berkapasitas penuh ini menggerung-gerung ketika dipakaa mendaki t anpa henti selama
setengah jam lebih. Asap hitam mesin diesel bus berukuran sedang ini meletup-letup dan
knalpotnya. W aktu itu, belum banyak bus yang punya tape untuk memutar kaset Elly Kasim. Pengganti hiburan
di perjalanan adalah klakson yang bisa bernyanyi. Di sebelah supir ada tut-tut yang terhubung
dengan slang ke badan mesin. Setiap tut membunyikan nada berbeda mirip campuran suara
klakson dan akordeon. Sepanjang jalan, mataku tak lepas memperhatikan tingkah supir kami, seorang laki-laki muda
berkaos merah ketat dengan celana cut bray dan berambut sebahu bergombak-gombak. Sambil
meneleng-nelengkan kepalanya berirama, supir kami menghibur penumpang dengan memainkan
instrumental lagu-lagu pop minang memakai klakson ini. St oJuzr, atau kenek, meliuk-liuk mengikuti
alunan lagu samb il menggantungkan badannya di luar badan bus yang berlari kencang. Bus kami
penuh sesak, kenek harus di luar. Lagu klakson inilah yang membantuku melupakan mual yang
mendesak-desak. Kami melewati Ambun Pagi, sebuah nagari di puncak kelok 44. Melihat ke bawah, tampak Danau
Maninjau bagai cerukan kawah purba, mirip kuali raksasa, dengan dinding sekelilingnya bukit hijau
berbaris-baris. Air biru telaga yang hening memantulkan awan pagi yang menggantung di
19 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
ujung-ujung bukit. Betul- betul kombinasi yang permai. Air menghampar luas dan bukit menjulang.
Biru da ijau perawan. Kami sampai d i Matur ketika matahari masih belum sepeng-galahan. Matur yang berada di pucuk
bukit, masih dikepung kabut pagi yang t ebal dan angin yang datang dan pergi. Pori-poriku
bintil-bintil menahan dingin.
Pasar yang kami tuju terletak di tanah lapang yang berujung karena kabut yang hilang timbul disapu
angin. Hanya tampak bayangan sapi, kerbang, kuda dan kambing serta bayang bayang manusia
tanpa rupa keluar masuk berlapis-lapis kabut Tidak ada los pasar. Kadang-kadang terdengar
bisik-bisik manusia, selebihnya embekan dan lenguhan hewan ternak.
Ayah membimbingku mendekat kepada salah satu bayang-bayang tanpa wajah. Semakin dekat
semakin jelas orang itu laki-laki berkelumun sarung sampai leher dan memakai tutup
muka, penahan dingin dari jalinan wol yang menutupi seluruh kepala kecuali mata. Tangan kirinya
memegang tali yang ujungnya dicucukkan ke hidung seekor sapi yang melenguh malas, jan telunjuk
dan jempolnya menjepit sebatang rokok yang berpijar-p ijar di tengah kabut. Setelah aku perhatikan
lebih saksama, lebih dan setengah orang yang datang ke pasar ini bersarung dan ber-sebo.
Sejenak ayah berbicara dengan lelaki ini dengan suara rendah. Si Tanpa Wajah menjawab dengan
suara parau dan sesekali terbatuk. Tidak lama kemudian Ayah menyodorkan tanpa bersalaman.
Laki-laki misterius ini menangkap telapak tangan Ayah dan cepat-cepat menariknya ke dalam
sarung. Lama sekak mereka bersalaman, t angan keduanya bergoyang-goyang di baik sarung. Muka saling
menatap, tapi tidak ada kata yang tetuang Hanya angguk dan gelengan ringan. Aku mencengkram
lengan kiri Ayah, terheran-heran dengan apa yang mereka lakukan.
Aku terus mengekor Ayah berjalan ke arah lain dan melakukan hal yang sama dengan tiga laki-laki
lagi. Bersalaman lama di bawah sarung, saling menatap. Pada orang terakhir ayah menyodorkan
sebungkus uang, dan seekor sapi gemuk ke luar lapangan. Sapi lalu dinaikkan ke oto prah. Mobil
truk. Dikirim langsung ke nagari kami di Maninjau.
Amanat dari jamaah surau kami untuk membeli seekor sapi untuk kurban Idul Adha minggu depan t
elah ditunaikan Ayah. Dari balik kabut yang telah menipis. Ayah tersenyum melihat aku bagai si bisu bermimpi. Bingung.
"Budaya marosok. Meraba di bawah sarung. Tawar menawar harga dengan memakai isyarat
tangan." "Kenapa harus pakai isyarat, Yah?"
20 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
"Peninggalan turun temurun nenek moyang kita kalau berjualan ternak. Harga dan tawaran hanya
untuk diketahui pembeli dan penjual."
"Y ah, boleh ambo minta diajar marosok?"
Ayah tersenyum. Sepanjang perjalanan naik bendi ke menara pemancar TVRI di Puncak Lawang,
aku sibuk menghapalkan isyarat jari-jemari yang diajarkan Ayah. Di bawah sarung.
Itulah pertama kali aku insyaf dengan manfaat sarung dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk
membeli sapi kurban! Sahibul Menara Seperti kata orang bijak, penderitaan bersamalah yang menjadi semen dari pertemanan yang lekat.
Sejak menjadi jasus keamanan pusat, aku, Raja, Said, Dulmajid, Atang, dan Baso lebih sering
berkumpul dan belajar bersama. Kalau le lah belajar, kami membahas kemungkinan untuk bebas
dari jerat pengawasan keamanan.
W aktu berkumpul yang paling enak itu adalah menjelang shalat Maghrib dan malam sebelum tidur.
Aw alnya kami suka berkumpul di lorong di depan kamar, yang sebetulnya disediakan sebagai
tempat belajar. Tapi ini koridor milik bersama. Setiap orang bisa lewat dan berkumpul sesukanya.
Kami merasa perlu mencari t empat sendiri.
Baso adalah anak paling paling rajin di antara kami dan paling bersegera kalau disuruh ke masjid.
Sejak mendeklarasikan niat untuk menghapal lebih dari enam ribu ayat Al-Quran di luar kepala, dia
begitu disiplin menyediakan waktu untuk membaca buku favoritnya: Al-Quran butut yang dibawa
dari kampung sendiri. Dia memberi usul. "Supaya aman dan tenang, bagaimana kalau kita berkumpul di masjid saja."
Kami berpandang-pandangan. Memang enak di masjid, Tapii pasti sudah penuh dan berisik. Kami
pelan-pelan menggeleng. Baso tidak menyerah. "Kalau di tangganya saja?"
Kami menggeleng lagi. Sama saja, walau tangganya luas, tapi terlalu banyak orang.
Setelah termenung beberapa lama, Said berteriak.
"Aku tahu di mana kita bisa berkumpul tanpa diganggu dan tempatnya di dekat masjid. Yuk!" kata
dia langsung jalan cepat dan memaksa kami ikut .
21 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
Demi menghormati sang ketua kelas dan ketua kamar yang paling berumur, kami terpaksa
mengekor langkahnya. Menuju masjid lurus, tapi kemudian berbelok ke sebelah kanan menyamping
dari masjid. Kami sampai di menara masjid yang tinggi menjulang. Kami tidak tahu, jika di dasar
menara ada taman kecil berupa gerumbulan tanaman perdu dan rumput.
Di baliknya tampak pelataran menara dengan tangga semen berundak-undak melingkari dasar
menara. "Kemarin waktu dihukum membersihkan masjid, aku kebagian membersihkan menara. Ternyata
dasar menara ini tempat yang enak untuk istirahat," kata Said memperlihatkan temuannya.
Tepat di samping kanan Masjid Jami, menjulang menara yang diilhami arsitektur gaya turki yang
kokoh, efisien, tanpa melupakan keindahan. Menara dipucuki oleh sebuah kubah metal yang
mengkilat dan lancip ujungnya. Di leher kubah ini menyembul empat corong pengeras suara yang
Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
se lalu setia mengabarkan panggilan shalat sampai berkilo-kilo meter jauhnya.
Kami sepakat, kaki menara ini tempat yang sangat cocok-untuk berkumpul. Pertama, dekat dengan
masjid, kapan lonceng shalat berbunyi, kami tinggal berjalan sedikit langsung sampai d i masjid.
Kedua, relatif tidak terpantau para petugas keamanan yang terlalu sibuk menyatroni asrama demi
asrama. Semen berundak ini cukup tersembunyi karena ditutupi t aman, sementara kami bisa memantau
keadaan PM melalui sela-sela dedaunan. Ketiga, tempat ini teduh, dan memungkinkan kami
berlama-lama, untuk belajar, ngobrol, bahkan tidur-tiduran sambil lurus menatap langit ditemani
ujung menara yang lancip mengkilat.
Di bawah bayangan menara ini kami lewatkan w aktu untuk bercerita tentang impian-imp ian kami,
membahas pelajaran tadi siang, ditemani kacang sukro. Bagaikan menara, cita-cita kami tinggi
menjulang. Kami ingin sampai di puncak-puncak mimpi kelak.
Di bawah menara, kami merencanakan amal kebaikan, mempertengkarkan karya Rumi, menyetujui
"makar", mempersalahkan para kakak keamanan, mendiskusikan bagaimana bentuk Trafalgar
Square, mencoba memahami petuah Plato sampai mengagumi kisah Tariq bin Ziyad. Tidak
ketinggalan, ini tempat yang pas mendengarkan kalam Ilahi yang dibaca sangat indah oleh para
qari, pembaca Al-Quran, pilihan PM. Ayat-ayat ilahiah ini terbang jauh ke seluruh penjuru PM
melalui corong besar di puncak menara. Bulu tangan dan kudukku berdiri setiap mendengarnya.
Hatiku lintuh. Saking seringnya kami berkumpul di kaki menara, kawan-kawan lain menggelari kami dengan
Sahibul Menara, orang yang punya menara. Dalam bahasa Arab, kata saKibul kerap diguna?kan
untuk menyatakan kepunyaan, misalnya sahibu l bait, tuan rumah, atau seperti diriku sering
dipanggil sahibu l minzdhar, karena memakai kacamata.
Kami senang saja menerima julukan itu. Bahkan Said kemudian punya ide untuk membuat kata
sandi untuk setiap orang. Said kami sebut Menara 1, Raja Menara 2, aku Menara 3. Atang Menara
4. Dulmajid Menara 5 dan Baso Menara 6.
Aku sendiri sejak kecil sudah takjub dengan menara dan soka menaikinya karena terobsesi
merasakan bagaimana rasanya mdnfl jadi orang yang tinggi. Menara pertama kukenal adalah
menara semen milik masjid di kampungku. Puncaknya yang tiang untuk menumpangkan corong
22 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
TOA, bagian bawahnya untuk rumah beduk kulit kerbau. W alau sudah dilarang dan dikejar-kejar
gharin - -penjaga masjid - kami para anak-anak kampung selalu berhasil mengelabuinya untuk
diam-diam naik tangga melingkar ke puncak menara. Begitu di puncak yang berangin-angin, kami
merasa telah menaklukkan dunia. Kami berteriak-teriak ke semua orang yang kebetulan lewat di
bawah sana. Lalu terpingkal-pingkal melihat orang terlongo-longong bingung mendengar teriakan,
tapi tidak tahu dari mana arahnya. Kami juga suka meludah ke kolam ikan mujair di bawah sana dan
tertawa-tawa melihat mujair-mujair berserabutan menyambar ludah yang dikira makanan kiriman
dari langit. Sering pula kami mengikatkan sarung di leher dan merentangkan tangan ke depan
lurus-lurus. Sarung yang berkepak-kepak ditiup angin. membuat kami merasa menjadi Superman.
Menara kedua yang aku kagumi adalah jam Gadang yang berdiri di jant ung kota Bukittinggi.
Sebuah menara jam besar dengan puncak berbentuk atap bagonjong-atap tradisional Minang yang
berbentuk tanduk kerbau. Waktu libur akhir tahun kelas dua SD, Ayah mengajakku ke ibukota
kabupaten Agam ini unt uk membeli buku pelajaran di Pasat Ateh. Karena nilai rapor SD-ku bagus,
Ayah memberi aku bonus istimewa, naik ke puncak Jam Gadang yang t ingginya hampir 30 meter.
Dari puncaknya aku bisa melihat jauh-jauh sampai ke pinggir Kot a Bukittinggi dan merasakan
kemegahan Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Aku juga bisa melihat mesin jam yang
sebesar lemari baju, terdiri dari roda-roda kuning tembaga, rantai dan panel besi. Menurut
penjaganya, mesinini dibuat di Jerman dan hadiah dari Ratu Belanda kepada pemerint ah kolonial
pada tahun 1926. Sepulang dari Jam Gadang, aku tidak henti-henti bercerita ke teman-temanku tentang kehebatan
menara jam yang menurutku waktu itu sungguh raksasa, termasuk "salah tulis"
angka penunjuk jamnya. Angka empat romawinya tertulis IIII, padahal biasanya IV.
Berkumpul di menara PM adalah lanjutan ketakjubanku kepada menara. Sayang, menara PM sama
sekali tidak bisa kami naiki. Sebuah gembok berkarat sebesar telapak tangan memalang pintunya.
Konon, kuncinya hanya dipegang oleh seorang guru bernama Ustad Torik.
Surat dari Seberang Pulau
Kupanggil dia Randai, padahal namanya Raymond Jeffry.
Nama yang keren. Orang Minang selalu sangat percaya diri dan punya semangat global memberi
nama anaknya. Mulai dari yang kearab-araban seperti Hamid, Zaki, Ahmad, ala eropa timur seperti
Weldinov, Martinov, sampai yang terdengar kebarat-baratan seperti Goodwil , Charlie, W ildemer
dan Kerman. Beberapa nama yang sepertinya serapan luar negeri ternyata sangat lokal sekali.
Bahkan banyak yang sebetulnya itu merupakan kata sandi. Seringkah, sandi ini hanya orang tua
dan anak itu saja yang tahu.
Contohnya, seorang pemuka agama di kampungku tidak memberi nama anak perempuannya
Fatimah atau Zainab, Tapii malah Suhasti. Ini bukan hanya sekadar nama. Di baliknya tersimpan
makna yang dalam dan refleksi nasionalisme yang amat t inggi, sehingga dipatrikan pada nama
anaknya. Suhasti kependekan dari Sukarno Hatta Simbol Rakyat Indonesia. Ada juga yang
mengawetkan nama orangtua pada anak mereka.
23 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
Charlie misalnya. Kependekan dari Chakra dan Nelie, bapak dan emaknya anak ini.
Selain kependekan, ada juga yang terang-terangan mengambil nama-nama yang sudah paten.
Misalnya kawan SD-ku bernama John Fitzgerald Kennedy - kami panggil dia si Ned. Guruku selalu
patah lidah set iap mengabsen namanya di kelas. Sayang setamat SD dia tidak terus sekolah dan
ikut bapaknya berjualan pisang raja di Pasar Kamis. Seorang kerabat jauhku bernama Harley
Davidson - akrab disebut si Son, karena Bapaknya begitu tergugah dengan potongan majalah yang
memuat iklan motor besar itu.
Keunikan nama ini menghadirkan spekulasi bahw a bangsa Minang datang dari sejarah yang
sangat tua. Qila waqala, orang minang masih anak cucu dari Alexander Agung. Jadi nama agak
keeropa-eropaan mungkin bawaan turun temurun dari zaman moyang Alexander itu. Benar
tidaknya, hanya Tuhan yang tahu. W allahua'lam.
Menurutku, nama unik orang Minang akan bertambah gagah kalau dilekatkan dengan nama suku
masing-masing. Berbeda dengan orang Batak, suku orang Minang t idak selalu dituliskan d i belakang nama. Nama
suku utama adalah Koto, Piliang, Bodi dan Chaniago. Lalu keempat suku ini beranak-pinak menjadi
puluhan nama suku lain yang sangat variatif.
Sebut saja misalnya Banuampu, Payobada atau Sungai Napa.
Ada yang terinspirasi nama barang seperti Guci dan Salayan ada yang diambil dari nama tumbuhan
seperti Pisang, Dalimo dan Jambak. Aku sendiri kalau memasang nama suku akan berbunyi Alif
Fikri Chaniago. Bayangkan bagaimana kerennya John Fitzgerald Kennedy Chaniago terdengar.
Di Minangkabau juga dikenal istilah ketek banamo, gadang bagala. Kecil diberi nama, dewasa diberi
gelar. Begitu seorang laki-laki menikah, maka d ia mendapat gelar adat. Dan di kampung, gelar
inilah yang dipakai untuk memanggil laki-laki yang menikah. Gelar t ertinggi adalah datuk, atau
kepala suku. Siapa saja yang berani memanggil seorang datuk dengan nama aslinya bisa kena sangsi adat.
Ayahku sendiri bernama Fikri Syafnir yang kemudian mendapat gelar Katik Parpatiah Nan Mudo;
Sejak itulah kemudian lebih populer dipanggil Katik Parpatiah tidak pernah lagi ada yang
memanggilnya Fikri. Randai sebetulnya sebuah budaya Minang berupa seni bercerita yang dicampur dengan dendangan
lagu, Minangkabau. Dan Raymond adalah sedikit dari generasi muda yang masih tergila-gila
menonton budaya randai yang semakin sepi penggemar. Raymond malah bangga aku panggil dia
dengan, julukan Randai, seperti hobinya.
Kawanku yang beralis tebal dan berbadan ramping tinggi ini adalah anak saudagar kaya yang
tinggal di kampungku. W alau berlatar pedagang, orang tuanya ingin anaknya bisa mendalami ilmu
agama dulu sebelum dipercaya jadi penerus usaha, mulai dari toko sampai perusahaan konveksi
dan bordir yang produknya sampai ke Tanah Abang.
Randai pun dikirim masuk sekolah agama di Madrasah Tsanawiyah Negeri dan menjadi teman
24 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
sekelasku. Kami selalu bersaing ketat dalam merebut ranking satu di kelas. Kalau semester ini dia
juara satu, semester depan biasanya aku yang juara. Aku selalu menyimpan iri dalam hal
kepandaian matematika dan ilmu alam. Aku rasa, dia iri dengan Bahasa Inggris dan kemampuan
menulis dan verbalku. Tapi kami tetap bersahabat dekat di tengah persaingan ini.
Hobi berkirim surat atau sahabat pena berada di puncak pularitas. Kami berdua termasuk di ant ara
penggemar berkirim kirim surat ini. Bahkan kami saling berkompetisi mendapat sahabat pena yang
lebih banyak dan lebih jauh asalnya. Suatu hari, Randai menggebrak persaingan dengan membawa
sebuah surat yang datang dari Hongkong. Dia bangga sekali mengibas-ngibass kan amplop
berstempel karakter Cina itu di depan mukaku. Hebat nian, pikirku panas. Demi mencoba menyamai
Randai, aku memut ar otak bermalam-malam.
Dengan bantuan Pak Etek Gindo yang tinggal di Arab Saudi, sebulan kemudian aku dengan bangga
meletakkan sebuah amplop dari Jeddah di meja Randai. Sepanjang minggu itu kami bertengkar
mempersoalkan siapa yang lebih hebat.
Dalam persahabatan yang kompetitif ini, kami kerap saling bercerita tentang cita-cita kalau nant i
sudah besar. Dia bercita-cita ingin jadi insinyur listrik yg bisa membikin pembangkit listrik t enaga air
seperti di Danau Maninjau. Tidak mau kalah, aku pun menyatakan ingin menjadi insinyur yang bisa
membangun W aduk Jatiluhur. Dia lalu menimpali akan menjadi insinyur yang membangun Jakarta.
Aku membalas ingin menjadi insinyur yang bisa membikin pesawat terbang seperti Habibie. Saat itu
aku bahkan lupa kalau aku kesulitan pelajaran matematika. Begitulah terus berjalan. Kami ingin
terus saling membalas supaya terdengar lebih hebat. Tapi kami tetap dua sahabat yang tampaknya
saling tahu bahwa kami membutuhkan satu sama lain .
Kami juga sepakat, setamat MTsN, kami akan meneruskan ke SMA yang sama. Karena menurut
kami ilmu dasar agama dari MTsN sudah cukup sebagai dasar unt uk memasuki kancah ilmu
pengetahuan umum. Beruntungnya Randai, orang t uanya sama sekali tidak keberatan. Dia telah
punya pakta baru dengan orang tuanya untuk boleh keluar jalur set elah madrasah. Sayangnya, aku
dan Amak tidak punya pakta ini.
Kami kemudian dipisahkan oleh nasib. Dia kini terdaftar sebagai siswa SMA terbaik di Bukittinggi,
tepat sesuai rencananya - yang juga dulu rencanaku. Sementara aku memutar arah secara radikal,
merant au ke pelosok Jawa Timur untuk menjadi murid di sebuah pondok yang didirikan untuk
mendalami agama. *** Hari ini sepucuk surat diantarkan seorang kakak bersepeda putih dari bagian administrasi. Aku balik
surat itu, dan di belakangnya rertulis, dari Randai. Konco palangkinku. Teman akrabku. Di bawah
namanya dia menuliskan "siswa SMA Terbaik di Buk ittinggi". Aku tersenyum kesal, anak ini tetap
menyebalkan. Di bawah sebatang kelapa yang tumbuh di depan asrama, tulisannya yang 30 derajat miring ke
kanan aku baca dengan tidak sabar.
Kepada kawan "sparring partner"-ku Alif Di sebuah desa di Jawa Timur
Ass Wr Wb 25 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
Apa kabar kawan" Bagaimana rasanya jadi pasukan bersarung dan berkopiah" Apakah pekerjaan
kamu setiap hari adalah shalat dan mengaji" Ceritakanlah padaku di sini. Alhamdulillah, sesuai
cita-cita, aku diterima di SMA Bukittinggi.
Sekarang aku sedang mapras - masa perkenalan siswa. Kau tahu Lif, ternyata "keindahan" SMA
yang kita bayangkan dulu tidak ada apa-apanya dengan yang sebenarnya. SMA benar-benar
tempat yang menyenangkan untuk belajar dan bergaul. Guru-gurunya juga yang paling terkenal di
Sumatera Barat. Kamu ingat kan, buku pegangan fisika kita dulu itu ditulis olek DTS. H.M Lutfhi, Msc" Nah Drs.
Luthfi ini akan jadi salah satu guruku di kelas satu nant i. Luar biasa kan" Aku akan minta tanda
tangan dia di buku teks kita MTsN dulu.
Di acara mapras ini kita diperkenalkan dengan berbagai macam ekskul yang hebat-hebat. Kamu
belum pernah lihat komputer kan" Nah disini semua murid ikut belajar komputer karena sekolahku
baru membuat lab komputer yang paling modem di kota kita. Senangnya. Ternyata komputer tidak
hanya di film saja, ternyata di sekolahku pun ada.
Kawan-kawan pun datang dari berbagai tempat. Ada yang dari Agam, Padang Panjang, 50 Kota,
Payakumbuh dan lainnya. Pokoknya, banyak kawan baru Lif. Dan yang paling asyik, di akhir mapras nant i kita akan
berdarmawisata ke pantai Muaro di Padang dan kampus universitas tertua di Sumatera, Universitas
Andalas. Kata guru kami, supaya kami mulai bisa melihaTapia prospek kami kuliah nanti.
Luar biasa kawan. Semoga keputusan kau ke Jawa itu benar. Kalau tidak, cepatlah kembali,
mungkin kamu masih bisa dipertimbangkan diterima di SMA ini.
Aku tunggu jawaban surat ini
Kawanmu selalu Randai Aku baca suratnya sekali lagi. Senang mendapat surat dari kawan lama dan melihat kebahagiannya
masuk sekolah baru. Tapi juga iri dan bercampur sedih. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Ketika Randai
senang dengan maprasnya, aku malah kalut dijewer dan menjadi jasus. Dia bebas di jam sekolah,
aku di sini didikte oleh bunyi lonceng.
Dia akan mengejar mimpinya menjadi insinyur yang membangun pesawat atau proyek seperti PLTA
Maninjau. Sementara aku di sini, mungkin menjadi ustad dan guru mengaji.
Aku menghela napas dan menatap kosong ke puncak pohon kelapa. Awan hitam
bergumpal-gumpal siap mencurahkan hujan. Lonceng besar bertalu-talu mengabarkan waktu ke
masjid telah tiba. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula.
Tyson pasti telah siap menyergap lagi.
26 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
Sepuluh Pentung Sudah beberapa hari ini aku merasa seperti ada batu yang menekan dadaku. Awalnya aku tidak
tahu apa penyebabnya. Tapi tekanan di dada ini semakin terasa set iap aku melihat sampul surat Randai d i atas lemariku.
Surat ini mempengaruhi perasaanku lebih besar dari yang aku kira. Badanku terasa lesu dan aku
jadi malas bicara. Melihat aku lebih banyak diam, Said dan Raja mencoba melucu memakai bahasa Arab mereka
yang patah-patah. Sementara Dulmajid mengeluarkan simpanan cerita "mati ketawa cara Madura". Baso yang
biasanya se lalu sok seriu s kali ini mencoba melantunkan beberapa syair Arab yang katanya bisa
mengobati kalbu yang resah. Sayang, bagiku mereka semua seperti sedang mengigau atau sakit
pikiran. Pikiranku tidak fokus kepada apa yang aku hadapi di PM, dan tetap terbang ke kilasan-kilasan film
berisi Randai sedang mapras, jalan -jalan dan tertawa-tawa dalam seragam putih abu-abunya.
Padahal minggu ini aku punya banyak tugas: menulis teks pidato bahasa Arab, menghapal
beberapa judul mahfiizhot sampai p iket menyapu kelas dan kehabisan baju bersih sehingga perlu
mencuci. Yang agak menghibur adalah kelas tambahan malam yang selalu didampingi w ali kelas dalam
suasana yang sant ai. Kelas ma-lam biasanya d igunakan untuk mengulang pelajaran tadi pagi dan
mempersiapkan untuk besok. Kami membahas pelajar bersama, saling berdiskusi dan kalau bosan,
kami berbagi cerita ngalor ngidul. Ustad Salman biasanya duduk di meja guru dan asyik dengan
buku bacaannya-bahkan kadang-kadang novel, Inggris dan Arab. Kalau kami punya pertanyaan,
kami tinggal maju ke depan dan Ustad Salman akan meletakkan bacaannya dan dengan senang
hati menjawab pertanyaan kami.
Biasanya menggunakan seperempat jam terakhir sebagai ajang memberi tasyji' atau mot ivasi yang
membakar semangat kami. Ustad Salman masuk kelas suatu malam dengan membawa setumpuk buku tebal. "Malam ini kita
akan habiskan w aktu liar tuk keliling dunia," katanya dengan senyum lebar 10 sentinya.
"Malam ini tidak ada yang baca buku pelajaran. Tapi saya akan bacakan kepada kalian potongan
mutiara kehidupan tokoh-tokoh ini," katanya sambil memamerkan buku "Mandela: The Biography",
"BJ Habibie, Mutiara dari Timur", "Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan"Marthin Luther King, Jr:
St ride Toward Freedom", dan "Mohammed, the Man of Allah".
Kami bersorak gembira. Hanya Baso yang aku lihat tidak begitu antusias karena sedang asyik
dengan buku Durusul Lughoh nya. Sedangkan bagi kebanyakan kami, set iap tawaran untuk tidak
membaca buku pelajaran selalu menyenangkan.
Selama sejam d ia membuka buku-buku ini di halaman yang sudah dilipat, membacakan potongan
27 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Marah Rusli online di cerita-silat.mywapblog
berbagai kisah penulis inspirasi dari para tokoh, dan mengulasnya untuk mencocokkan dengan
konteks kami. Hasilnya, malam ini kami kehilangan kantuk dan hanyut dengan semangat yang
meletup-letup. Itulah 'Pelajaran bahasa Arab gaya unik Ustad Salman, selalu mencari jalan kreatif
untuk terus memantik api potensi dan semangat kami.
Di saat kami merasa dihantui kakak keamanan, tegang karena belum mengisi karcis jasus, pusing
dengan banyak hapalan, dan berbagai urusan lainnya~dia membebaskan kami. Dia membawa kami
ke ranah berpikir masa depan.
Menuntun kami untuk berani mengeksplorasi cita-cita set inggi langit. Sehingga kami sejenak bisa
melupakan tekanan hari itu.
"Man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung, jangan risaukan penderitaan hari ini,
jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi
ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam
hidup," pidatonya dengan semangat berapi-api.
Kalau sudah begini, Said yang juara ngantuk di kelas kami menjelma menjadi seperti seekor singa
yang siaga dan siap menerkam. Kepalanya digeleng-gelengkan berkali-kali.
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
28Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
Jari-jari yang kekar mencengkeram kopiahnya sampai remuk. Dia telah terbawa arus.
"Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas sangat
tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. Bila kalian merasakan sangat baik melakukan
suatu hal dengan usaha yang minimum, mungkinitu adalah misi h idup yang diberikan Tuhan.
Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah belajar Al-Quran, mungkin menjadi
orator, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja. Temukan dan semoga kalian
Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi orang yang berbahagia," katanya berfilsafat.
|A khi, tahukah kalian apa yang membuat orang sukses berbeda dengan orang yang biasa?" tanya
Ustad Salman bertanya retoris.
"Menurut buku yang sedang saya baca, ada dua hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri
untuk .sukses, yaitu going the extra miles. Tidak menyerah dengan rata-rata.
Kalau-orang belajar 1 jam, dia akan belajar 5 jam, kalau orang 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo. Kalau
orang 10, dia tidak akan menyerah sampai detik 20. Selalu berusaha meningkatkan diri lebih dari
orang biasa. Karena itu mari kita budayakan going the extra miles, lebihkan usaha, upaya, tekad
dan sebagainya dari orang lain. Maka kalian akan sukses" katanya sambil menjentikkan jari.
"Resep lainnya adalah tidak pernah mengizinkan diri kalian dipengaruhi oleh unsur di luar diri kalian.
Oleh siapa pun, apa pun, dan suasana bagaimana pun. Artinya, jangan mau sedih, marah, kecewa
dan takut karena ada faktor luar. Kalianlah yang berkuasa terhadap diri kalian sendiri, jangan
serahkan ke-kuasaan kepada orang lain. Orang boleh menodong senapan, tapi kalian punya
pilihan, untuk takut atau tetap tegar. Kalian punya pilihan di lapisan diri kalian paling dalam, dan itu
ada hubungannya dengan pengaruh luar," katanya lebih bersemangat lagi.
"Pernah masuk mahkamah dan dapat hukuman?" tanya Ustad Salman. Banyak yang angkat
tangan, termasuk aku. "Nah, apakah kalian marah, takut, kesal, benci atau malah semakin kuat?"
Banyak yang menjawab takut dan kesal. Ustad Salman mengangguk-angguk sebelum meneruskan.
"Jangan biarkan bagian keamanan menghancurkan m terdalam kalian, jangan biarkan diri kalian
kesal dan marah, hanya merugi dan menghabiskan energi. Hadapi dengan lapang dada, dan
belajar darinya. Bahkan kalian bisa tertawa, karena ini hanya gangguan sementara."
"jadi p ilihlah suasana hati kalian, dalam situasi paling kacau sekalipun. Karena kalianlah master
dan penguasa hati kalian.
Dan hati yang selalu bisa dikuasai pemiliknya, adalah hati orang sukses," tandasnya dengan mata
berkilat-kilat. Kami sekelas dibakar oleh semangat hidup yang menggelegak. Raja yang paling ekspresif, t ampak
mengayun-ayunkan tinjunya di udara sambil berteriak "Allahu Akbar!".
1 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Mukanya seperti kepiting rebus dan keringat memercik di keningnya yang lebar. Dulmajid
mengerjap-ngerjapkan matanya, giginya gemeletuk, mungkin dia ingin mengubah nasib
keluarganya dan terbang mengejar mimpinya. Atang berkali-kali bongkar pasang kacamata dari
hidungnya, tanda dia sedang excited. Said yang tadi heboh, sekarang duduk tegak lurus di
bangkunya, matanya terpejam, tampaknya sedang memasukkan int i pembicaraan ke dalam kepala.
Baso malah berkali-kali menggeleng-gelengkan kepala. Bukan tidak setuju dengan Ustad Salman,
tapi dia sedang berusaha menyamai kecepatan bicara Ustad Salman dengan keligatannya
mencatat kata-kata itu. Malam ini adalah salah satu dari malam-malam insp iratif yang digubah oleh
Ustad Salman. Menjelang tidur, aku menulis sebuah tekad di dalam diariku.
Apa pun yang terjadi, jangankan sebuah surat dari Randai, serbuan dari T yson, bahkan langit yang
runtuh, tidak akan aku izinkan menggoyahkan tekad dan cita-citaku. Aku ingin menemukan misi
hidupku yang telah disediakan Tuhan.
Aku tulis tanda pentung sepuluh kali untuk menegaskan tekad ini, dan aku tulis Amin sebagai doa
untuk memulai ini. Pelan-pelan beban berat di hatiku hilang, dadaku lapang dan bibirku tersenyum menang. Sebuah
purnama menggantung di langit. Bilah-bilah sinar peraknya menyelinap di sela-sela jendela dan
jatuh berbaris-baris di samping kasur tipisku.
Maa Haaza Pelajaran wajib yang selalu ada set iap hari, enam kali seminggu adalah Lughah Arabiah. Bahasa
Arab. Pelajaran ini bagai obat ajaib yang bila kami telan set iap hari selama tiga bulan. Khasiat yang
dijanjikan: lidah kami fasih berbicara Arab.
Aku masih ingat pelajaran pertama dimulai dengan kalimat sangat sederhana.
"Maa haaza?" t anpa ba-bi-bu, di hari pertama Ustad Salman langsung berteriak nyaring di depan
kelas. Intonasinya bertanya, tangan kirinya memegang buku, jari kanannya menunjuk ke t angan
kiri. Sedangkan kami cuma terbengong-bengong kaget.
"Haaza kitaabun". Telunjuk kanannya menunjuk buku yang dipegang tangan kiri. Kami celingukan
dan diam. Ustad Salman terus mengulang monolog singkatnya beberapa kali dengan terus
memamerkan senyum sepuluh sentinya.
Lalu dengan gerakan tangan, dia mengisyarakatkan untuk bersama-sama mengulang apa yang
disebutkannya tadi dengan keras. "Quuluu jamaaatan.... Maa haaza" Haaza kitaabun."
2 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Kami koor mengikut kalimat ini. Berulang-ulang. W alau belum yakin benar artinya.
Setelah yakin semua orang terlibat, Ustad Salman menuliskan kalimat ini di papan tulis. Lalu secara
acak dia mengulangi pertanyaan kepada beberapa murid, dan siapa yang ditanya menjawab
dengan jawaban nyaring, terang dan jelas.
Begitulah selanjut nya. Bahasa Arab diajarkan dengan sederhana, menggunakan metode "dengar,
ikut i, teriakk ulangi lagi". Tidak ada terjemahan bahasa Indonesia sama sekalii Belakangan aku t
ahu bahwa pengulangan dan teriakan tadi adalah metode ampuh untuk menginternalisasi bahasa
baru ke dalam sel ot ak dan membangun refleks bahasa yang bertahan lama. Inilah sistem bahasa
yang membuat PM terkenal dengan kemampuan muridnya berbicara aktif. Mereka menyebut "direct
method". Bagiku dan banyak teman lain, pelajaran yang paling ditunggu adalah Taarikh, sejarah dunia,
khususnya yang berhubungan dengan kebangkitan dan kebangkrutan dunia Islam. Guru kami
adalah Ustad Surur, laki-laki bertubuh tambun, bermuka bundar dan dagunya ditumbuhi jenggot
lebat Dia selalu mengenakan dasi krem dengan baju putih dan celana khaki.
Dilengkapi int onasi suara dramatis, dia menyampaikan lembar-lembar sejarah dengan gambar dan
cerita yang membuat kami tidak berkedip. Dengan piawainya dia membawa kami ke masa tahun
gajah untuk memahami bagaimana seorang laki-laki sederhana, dengan izin Tuhan, membuat
perubahan besar didunia dari sebuah tempat di tengah padang pasir Arab.
Dia bercerita tentang negeri-negeri yang jauh. Mendaras berbagai t opik mulai T ashkent, Bani
Safavid, T urki Ustmaniah, Cordoba, Thariq bin Ziyad, Aljabar, Al Khuraizimi, sampai Palestina.
Ustad Surur suka dengan alat peraga. Ketika tentang Mesir dan piramida, dia membawa beberapa
potong kerikil yang dipungutnya sendiri di dekat piramida besar di Kairo. Kerikil kesat berwarna
kuning ini d iedarkan ke set iap tangan kami untuk merasakan kedekatan dengan kisah Mesir yang
sedang kami diskusikan. "Sejarah bukan seni bernostalgia, tapi sejarah adalah ibrah, pelajaran, yang bisa kita tarik ke masa
sekarang, untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik," jelasnya.
Dia juga bercerita tentang daerah yang dekat, mulai dari Sa-mudera Pasai, Kut ai, Demak, dan
Mataram. Bola dunia dan peta tua versi VOC dikembangkan di meja ketika dia menerangkan
eksistensi Mataram Islam. Kami dibawa bertualang kelililing dunia dari sebuah kelas kecil di sebuah
kampung di udik Jawa Timur. Tak jarang tokoh dan tempat bersejarah yang digambarkannya di
kelas menghiasi mimpi dan obrolan kami selama berhari-hari.
Sungguh mengasyikkan. Mata pelajaran Al-Quran dan Hadist juga dibawakan dengan amat menarik oleh Ustad Faris yang
berasal dari Kalimantan. Sekilas, ustad berusia 40 tahun ini mirip dengan tauke barang elektronik di Pasar Atas Bukittinggi.
Kulitnya putih bersih, rambut hitam pendek dan berdiri, sementara matanya sipit.
3 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Yang berbeda, ustad ini tidak pernah lepas dari kopiah dan sehelai sur-ban kecil. Di usia muda dia
telah merant au ke Madinah untuk menuntut ilmu hadis dan Al-Quran, di Madinah University. Dan
kembali ke PM dengan gelar ad-Dukt ur.
Kami belajar dari Ustad Faris bagaimana menyerap saripati ilmu, pengetahuan, kearifan dan makna
dari kalam Ilahi dan sabda Nabi. Bagaimana melihatnya secara luas, saling berkaitan, tidak terpaku
hanya pada satu kalimat saja.
"juragan" Doktor (Arab) Sementara khusus untuk hadist, kami d iajari mendeteksi hadist yang
otentik. Hadits adalah rekaman perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad yang dilaporkan oleh
umat islam generasi pertama yang hidup dekat dan sezaman dengan nabi. Mereka disebut sahabat
rasul. Tantangan mempelajari hadits adalah bagaimana memastikan bahw a laporan lisan tentang
kehidupan Nabi itu otentik, sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Untuk itu sebuah hadist
dilengkapi dengan sanadt jalur para pelapor cerita tentang nabi ini. Begitu ada keraguan atas
kejujuran dan biografi seorang yang ada dalam sariad, maka hadist itu juga diragukan.
"Bacalah Al-Quran dan hadist dengan mata hati kalian.
Resapi dan lihatlah mereka secara menyeluruh, saling berkait menjadi pelita bagi kehidupan kita,"
katanya dengan suara bariton yang sangat terjaga vibranya. Kalau dia sudah berbicara begini, seisi
kelas senyap, diam dan tafakur.
Dan jangan tanya kalau dia kemudian membaca Al-Quran.
Lantunan suaranya mendinginkan udara kelas kami yang panasi*-di musim kemarau. Ketika tiba
giliran kami membaca Al-quran sambil disimaknya, aku merasa tidak ada apa-apanya. A ku yang
bersuara cempreng dan bernapas pendek.
Suatu hari, Ustad Faris, membaca buku absen kami yang berbentuk buku kecil panjang untuk
mencari siapa yang behim pernah dapat giliran baca Al-Quran.
"Coba sekarang ananda Teuku yang baca surat Annisa," kata- ' nya dari balik meja guru.
Beberapa ketawa kecil pecah dari sudut kelas, mengingat gaya bicara Teuku yang keras dan selalu
seperti marah-marah. Teuku dengan sikap sempurna memulai membaca ayat per? tama Annisa dengan lagu bayyati,
sebuah qiraah - irama mem-baca Al-Quran klasik menggunakan suara rendah, lembut, tenang, dan
hanya dihiasi dua-tiga cengkok suara di bagian paruh pertama dan terakhir.
Lalu Teuku mendemonstrasikan kemampuannya memakai beraneka tfiraah yang sulit dengan
napas panjang seperti kuda pacu.
Berturut-turut dia bacakan kalam ilah i dengan gaya jiharkah, shaba, dan banyak lagi. Gu
4 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
lung-meng-gulung seperti gelombang samudera Atlantik. Kami terpesona dan tidak menyangka
Teuku bersuara emas. Suaranya melantun-lantun di udara menyentuh oktaf terendah, sebentar kemudian membumbung
memanjat ke oktaf tertinggi. Kombinasi indah antara suara mengharukan dan mengobarkan. Kami
merinding khusyuk. Kami tahu kami akan punya calon kuat juara dunia kompetisi mengaji Al-Quran
dalam beberapa tahun lagi. Sejauh ini Mushabaqah Tilawatil Quran t ingkat dunia cukup dikuasai
Indonesia. Aku kira Teuku bisa jadi penerus dominasi H. Muammar ZA dan H. Nanang Qosim, Qari
asli Indonesia, yang menjadi juara dunia mengaji dengan mengalahkan orangorang Arab ketika
perlombaan ini diadakan di T imur Tengah.
Aku sendiri sangat suka pelajaran khatul arabi atau kaligrafi Arab. Anggapanku selama ini salah,
ternyata kaligrafi tidak hanya bagaimana menuliskan abjad Arab dengan benar, tapi juga
bagaimana menorehkannya dengan sabar, indah dan konsisten. Dengan semangat tinggi aku
selalu mengikuti Ustad Jamil yang dengan ringan mengelok-ngelokkan kalam-nya membuat
lekukan-lekukan indah kalimat Arab. Aku juga sangat senang mendengar suara kapurnya
berdecit-decit ketika dia mempraktekkan cara penulisan di papan tulis.
Dan lebih menarik lagi, ternyata tidak hanya ada satu cara untuk menuliskan kalimat Arab. Paling
tidak ada tujuh gaya kaligrafi yang cara penulisannya sangat berbeda satu dengan yang lain.
Misalnya, huruf alif dalam gaya righ'i condong ke kiri dan sangat bersahaja, minimalis, bahkan
sebagai ditempatkan tidak paralel dengan huruf lain. Sementara huruf alif dalam gaya diiwani jali
bergaya lekukan gemulai yang dimulai dari perut alif sebelah kiri, naik ke atas dengan sentuhan
lembut dan turun melengkung melewati perut alif sebelah kanan.
Jadinya kira-kira hasilnya seperti setengah lingkaran lonjong dengan variasi halus kasar yang
terjaga. "Ingat, kepala alif seperti ini harus ditarik lurus dengan tangan yang rileks, untuk mendapatkan
ujung lancip yang indah," kata Ustad Jamil sambil memperagakan di papan t ulis.
Dalam sekejap, tercipt alah alif jenis tsulut si yang halus tapi gagah, membungkuk sekilas ke kiri
dengan kepala lancip ke atah kanan. Hanya huruf alif, Tapii dibuat dengan penghayatan yang
dalam dan penuh cinta. "Nah, sekarang giliran kalian. Ingat, perlakukan kalam kalian seperti kuas, ayunkan dengan
perasaan, dan kelokkan dengan hati," ujarnya ketika ia selesai membuat contoh di papan tulis.
Untuk beberapa saat yang t erdengar hanya gesekan kalam bertemu dengan kertas putih buku
latihan kaligrafi kami. Bau tinta hitam Quint meruap ke udara. Kasihan Dulmajid.
Kebiasaan tangan berkeringatnya membuat buku latihannya kotor. Di kemudian hari, persoalan ini
bisa teratasi set elah mengikuti saran Ustad Jamil untuk melapisi sarung tangan dari tas kresek. Aku
sendiri kuat belajar menulis kaligrafi
"Bismillahirrahinan irrahim" dalam berbagai gaya tadi. Ustad Jamil mengganjar kerja kerasku ini
dengan nilai tinggi. 5 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Pelajaran yang aku suka tapi selalu berkeringat dingin meng-hadapinya adalah mahfudzhat yang
diajar seorang ustad kurus tinggi bernama Ustad Badil. Bagiku,pelajaran ini mengasyikkan karena
berisi kut ipan kata mutiara yang bergizi tinggi dari berbagai buku dan khazanah Islam dan
peradaban Arab. Entah chip apa yang kurang di kepalaku, begitu berhadapan dengan hapalan, otakku langsung
hang. Bagiku, menghapal letterleks adalah cobaan pedih. Yang membuatku berkeringat adalah
keharusan menghafal di luar kepala set iap bait kata mut iara ini secepatnya. Secepatnya artinya ya
dihapal saat itu juga ketika diajarkan.
Metode pengajarannya: Ustad Badil membacakan sebait kata mut iara dalam bahasa Arab lalu dia
menerangkan maknanya dalam bahasa Arab dan Indonesia. Setelah kami cukup paham, dia akan
menuliskan bait ini di papan tulis untuk kami salin. Setelah disalin, dia akan menghapus beberapa
bagian tulisan. Sambil terus menyuruh kami membacanya dengan keras. Semakin sering kami
membaca, semakin banyak yang dihapusnya, sehingga, lama-lama papan tulis bersih, dan bait ini
telah pindah ke ingatan kami masing-masing.
Di pertemuan selanjut nya, secara acak kami dipilih untuk membacakan hapalan minggu lalu. Kalau
ternyata belum ha-pai, apa boleh buat kami harus berdiri d i depan kelas samb il memegang buku
untuk menghapal. Sungguh memalukan, aku cukup sering tampil berdiri di depan kelas gara-gara
hapalanku yang melantur. Nasibku sangat berbeda dengan Baso. Di mataku, dia penghapal paling sakti yang pernah ada. Beri
dia satu syair Arab, dalam hitungan helaan napas, langsung diserap memorinya. Beri dia satu
halaman penuh bertuliskan Arab, dalam hitungan menit-dia hapal di luar kepala. Kalau penasaran
menguji hapalannya silakan bait dibolak-balik, dipotong sana-sini, sama saja, dia pasti bisa
meneruskan. Semua tercetak paten di ot aknya. Mungkinini yang disebut photographic memory, Dia bagai
mutiara kampung di Gowa. Tapi dari semua pelajaran, Bahasa Inggris adalah favorite Guru kami, Ustad Karim, yang tinggi
semampai selalu tampil kelimis dan simpatik. Rambutnya yang sebagian memutih berombak-ombak
di bagian depan. Dia suka mengenakan jas wol dipadu dengan dasi sew arna. Kelas pertama
dimulai dengan monolog nonstop selama 5 menit dalam bahasa Inggris yang cepat dan aksen yang
susah aku pahami. Kami sangat t akjub dengan cara bicaranya yang sudah seperti bule.
"Ini adalah aksefie yang biasa terdengar di London," katanya.
Ustad Karim sendiri pernah menuntut ilmu di Cambridge, kota pelajar t ua di dekat London.
Buku pelajaran kami adalah sebuah buku bacaan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di
Inggris. Ceritanya antara lain tentang seorang yang berjalan-jalan ke jant ung Kot a London yang
klasik, mengagumi Big Ben, melint asi lapangan Trafalgar Square, bolak balik masuk
museum-museum terbaik dan kemudian menyeberang ke Perancis melalu i laut. Selain pelajaran
ini, kepala kami disesaki gambar Eropa yang sangat antik, tapi juga modern. Apalagi, sebagai
seorang yang pernah t inggal di Inggris, Ustad Karim bercerita dengan tatif, seperti menceritakan
kampung halamannya sendiri ternganga-nganga dengan cerita ini. Raja begitu terinspirasi pelajaran
6 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
ini sampai dia menghapal luar kepala halaman demi halaman buku bacaan ini.
Baso terus memperlihatkan kehebatannya di semua pelajaran, kecuali mata pelajaran Reading. Dia
mati kut u dan harus sesak napas sampai bermandikan keringat untuk mengulang ejaan dengan
benar. "W ai ari guingg backd tho Tirafalghaar Siquarri tudayyy,"
bacanya tegang, sementara butir-butir peluh mengucur deras dari jidatnya yang lebar. Tulisan yang
dibacanya: "w e are going back to Trafalgar Square today".
"W aath thaimi izzz ith naung". Maksudnya "what time is it now". Time dibaca dengan t haim dengan
menggunakan huruf tha tebal yang sempurna sekali. Now , dibaca dengan berdengung panjang,
persis seperti dia membaca mad panjang tiga harakat dalam ilmu t ajwid.
Tersingkap sudah cacat utama Baso: bahasa Inggris. Dia membaca bahasa Inggris seperti
membaca A l Quran, lengkap dengan tajwid, dengung dan qalqalah. Mungkinini berawal dari betapa
cintanya dia dengan Al-Quran.
Sadar dengan kelemahan masing-masing, aku dan Baso membuat pakta untuk melakukan simb
iosis mut ualisme. Dia memastikan hapalanku benar, sementara aku memastikan bahasa Inggrisnya
bebas dari tajwid. Setiap malam Senin dan malam Kamis, kami memastikan kasur lipat kami saling
berdekatan. Aku mulai mengeja hapalan mahfudzhat untuk besok. Dalam gelap-gelap itu dia
berbisik berkali-kali mengoreksi hapalanku. Kalau besok ada Bahasa Inggris, giliranku yang
menyimak reading-nya. Begitu berulang-ulang sampai salah satu dari kami mu lai mendengkur.
Ajaib, cara ini cukup ampuh membantuku menghapal, walau dalam beberapa hari kemudian luntur
lagi. Selain kelas dari pag i sampai siang 6 hari sem inggu, kami juga mengikuti tambahan kelas sore
untuk untuk mendalami mata pelajaran pokok, khususnya untuk bahasa Arab dan Inggris.. Belum
lagi sesi belajar malam yang diadakan d i kelas oleh Ustad Salman. Sementara Kamis sore tidak
ada pelajaran, tapi diisi dengan latihan Pramuka. Tapi dari semua hari, hari yang paling mulia bagi
kami adalah Jumat. Thank God It's Friday Bagi kami, kemuliaan hari Jumat lebih dari hari favorit Nab i Muhammad. Bagi kami, kalimat thanks
God it's Friday bukan basa-basi. Karena hari yang mulia ini adalah hari libur mingguan kami di PM.
Minggu dan Sabtu kami masuk kelas seperti biasa.
Jumat artinya bebas memakai kaos sepanjang hari, punya waktu untuk antri berebut kran untuk
mencuci baju yang sudah seminggu menggunung, bisa tidur siang membalas jam tidur yang selalu
tekor, dan dapat menu makan dengan lauk daging ditambah segelas susu atau Milo, bahkan
kacang hijau.
Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayo Lif, mari kita segera serbu dapur umum. Hari ini menunya rendang...," proklamir Said samb il
7 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
mengangkat piring dan gelas plastiknya tinggi-tinggi. Baju kaosnya lengket dan masih basah set
elah lari pagi. Bersamanya telah lengkap para Sahibul Menara.
Di PM, dapur tidak menyediakan alat makan, kami harus membawa piring dan gelas sendiri-sendiri.
Untuk mendapatkan lauk kami harus membawa potongan kupon makan. Setiap bulan kami
mendapat selembar kertas besar seperti kalender yang memuat angka dari satu sampai tiga puluh
satu. Setiap kali makan kami membawa sobekan angka yang sesuai dengan tanggal hari itu.
"Intadzir. Tunggu. Saya lupa di mana menaruh kupon makan," balasku sambil mengaduk-aduk
lemari. "Cepat, kita akan kalah dengan asrama sebelah!"
"Iya, tapi saya tidak punya kupon."
"Ma fisy. Tidak ada. Ya nasib hari ini kurang baik,"
gumamku berlalu tanpa kupon penting ini. Aku pasrah, tidak ada kupon tidak ada rendang. Sambil
menenteng piring dan gelas masing masing, kami berlari-lari kecil ke dapur umum.
Kalau kami terlambat sedikit saja, antrian bisa mengular sampai ke halaman dapur.
Kami antri di depan loket makan yang mirip dengan loket tiket kereta api. Di balik loket yang dibatasi
kawat ini menunggu tiga orang petugas, dua orang mbok berkebaya dan bersarung Jawa dan satu
lagi Kak Saif, pengurus dapur umum. Tugasnya berat: memastikan semua orang di PM
mendapatkan makanan cukup setiap hari.
Mbok dapur pertama menuang nasi, mbok kedua menuang sayur dan susu cokelat dan Kak Saif
seharusnya memberikan yang aku tunggu-tunggu: rendang. Dengan muka memelas aku
menyorongkan piring berisi nasi. Dia tidak bereaksi sama sekali melihat aku tidak memperlihatkan
kupon. "Maaf Kak, kupon saya hilang."
"Akhi, sudah tahu aturannya, kan" Tidak ada kupon tidak ada rendang."
"Baru sekali ini hilang, Kak."
Dia menggeleng dengan muka datar seperti tembok.
"Ayolah Kak, tolong dibantu... sudah seminggu saya terbayang bayang rendang...," aku mencoba
melancarkan bujuk rayu. Dengan muka kesal, akhirnya tangannya bergerak ke panci rendang. Mungkin dia iba melihat
mukaku yang memelas. Aku bersorak dalam hati.
"Kuahnya saja cukup ya!"
8 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Memang nasibku tidak baik hari ini. Melihat aku tidak bisa menikmati menu istimewa ini,
kawan-kawanku yang baik hati menyumbang serpihan-serpihan rendang mereka.
Sebetulnya ada menu yang hebat lagi selain menu Jumat.
Hanya ada di hari biasa, di jam istirahat pertama, bagi kami yang tidak sempat makan pagi. Kami di
PM menyebutnya salathah rohah, atau sambal istirahat. Apa yang membuatnya sangat fenomenal"
Penampilan sambalnya bersahaja saja.
Campuran cabe merah dan hijau yang digiling kasar, bersatu di dalam cairan minyak yang
berlinang-linang kehijau-hijauan.
Tapi begitu disendokkan mbok dapur ke piring kami, wangi cabe yang meruap-ruap langsung
menawan saraf-saraf lidah.
Air liu r rasanya mencair di dalam mulut .
Begitu duduk di meja, tangan kami berlomba cepat menyuap nasi. Nyusss....pedasnya terasa
menyerang sampai ubun-ubunku, tapi enaknya membuat kami melayang. Keringat mengalir dari
muka kami yang merah. Dengan modal sesendok sambal ini, kami bisa makan bagai kesurupan
dan gampang saja Menandaskan 2-3 piring nasi. Rasanya dahsyat sampai jilatan terakhir. Tapi
setelah itu kami akan berlari terbirit-birit ke keran air minum, menyiram mulut dan muka yang
kebakaran salathah. Tapi yang lebih ditunggu-tunggu, di hari Jumat kami boleh mint a izin keluar dari kompleks untuk
pelesir ke Ponorogo, Madiun dan tempat lain, asal bisa kembali lagi hari itu juga. Ini waktu bebas,
seperti pelaut yang telah terapung berbulan-bulan dan dapat kesempatan merapat dan mendarat.
Hari Jumat ini, Said mengajak kami Sahibul Menara ke Ponorogo. Untuk refreshing, katanya. Aku
dan Raja menyambut ajakan ini. Tapi Baso, Dulmajid dan Atang ragu-ragu karena meski tidak
merasa punya keperluan untuk pergi ke luar. Apalagi mereka malas unt uk mint a izin dari ustad
piket di Kantor Pengasuhan atau KP. Kalau ustad piketnya ketat, dia akan banyak bertanya ini-itu
sebelum menandatangani izin.
Kalau alasan tidak kuat, bisa tidak dapat izin atau ghairu mufbul.
"Ayolah kawan-kawan. Kapan lagi kita bersepeda bersama ke kota. Aku akan traktir kalian semua di
warung sate paling enak di sana," bujuk Said.
Keimanan mereka goyah dengan janji traktiran ini. Masing-masing sepakat untuk mempersiapkan
alasan yang masuk akal. Alasan ini kami hapalkan dan latih sebentar supaya t idak kelihatan
bikin-bikinan. Dengan harap-harap cemas, aku bersama kawan-kawan menuju KP untuk memint a izin keluar.
Tiba-tiba Atang yang berjalan paling depan berhenti dan surut beberapa langkah.
Dengan takut-takut dia melirik ke meja perizinan di depan kantor pengasuhan.
9 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
"Y a ampun, lihat siapa yang piket hari ini..." wajah Atang seperti orang kurang darah. Duduk di
depan meja putih itu seorang memakai surban A rafiat. Dialah yang mengamati kami dijewer oleh T
yson beberapa bulan lalu. Pemilik mata set ajam sembilu ini kurus kering dan tinggi semampai.
Jenggot ringkasnya tumbuh jarang-jarang. Mukanya dingin seperti besi, mulutnya lebih sering
terkatup, membentuk garis tipis yang tegas.
Gerakannya tenang menggelisahkan.
Mengingatkan aku kepada belalang sembah yang dalam diam bisa tiba-tiba melesatkan kaki
gergajinya menangkap lalat yang sedang terbang siang.
"Ustad Torik...," bisik Baso dengan nada khawatir. Menurut Kak Is, Ustad Torik inilah yang
memegang kasta tertinggi dalam hierarki ketertiban dan keamanan di Madani. Di tangannyalah
semua kebijakan yang berhubungan dengan penghukuman, pengusiran sampai perizinan. Dialah
orang yang paling tidak kami harapkan duduk di meja perizinan hari ini.
Menurut rumor di kalangan murid lama, dia merekam semua yang dilihatnya seperti memot ret.
Tidak ada yang terlewat. Dan kalau memberi izin, d ia yang paling alot .
Padahal seharusnya dia tahu bahwa kami para anak muda perlu jalan-jalan, keluar dari rutinitas
pondok yang sangat melelahkan. Kenapa sih dia tidak mempermudah kita saja, batinku.
"Apa kita batalkan saja hari ini. Kita coba lagi minggu depan?" tanya Atang.
"Jangan. Kita coba dulu. A ku saja yang maju duluan," usul Raja memberanikan diri. Supaya tidak
mencurigakan, kami sepakat untuk maju dua-dua dan sisanya menunggu di bawah menara.
Dengan terantuk-antuk aku dan Raja meneruskan langkah..
"Hmmm... Anak-anak baru. Saya ingat kalian dulu dihukum di depan masjid," kata Ustad Torik
pendek. Matanya memandang kami penuh selidik.
"Sudah siap mengikuti disiplin PM?" hajarnya lagi.
Kami berdiri t idak berdaya, cuma bisa menunduk. Padahal aku tadinya bertekad kuat untuk tidak
kalah o leh tatapan elang nya.
Raja yang paling pede maju selangkah ke depan dan membuka pembicaraan.
"Siap disiplin Tad... Ehmm... tapi hari ini kami ingin minta izin untuk ke Ponorogo untuk..." katanya
berusaha menegaskan dialek Bataknya yang agak layu karena takut-takut.
"Kami" Dalam perizinan tidak ada yang mewakili. Kamu mint a izin untuk dirimu sendiri."
Dalam hati aku menghapal ulang alasanku.
"Iya... iya... Ustad, maksudnya saya sendiri. Saya perlu beli buku tambahan yang tidak ada di
10 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
koperasi." "Buku apa yang tidak ada di sini?"
Aku ulang lagi hapalan dalam hati.
"Judulnya Oxford Dictionary of Current Idiomatic Engiish.
Itu buku yang sangat baik buat yang ingin mempelajari bagaimana mefetfj takkan idiom dalam kont
eks yang tepat. Buku ini diterbitkan hanya oleh Oxford," kata Raja dengan panjang lebar. Dia senang mendapat
kesempatan menjelaskan buku-buku bahasa Inggris koleksinya.
"Baik, saya kasih izin sampai jam 5 sore. Dan jangan ulang i melanggar aturan," katanya sambil
membubuhkan tanda tangan pada sebuah karcis tashrik yang sangat berharga.
Raja dengan mata sukacita menerima karcisnya. "Semoga berhasil," bisiknya sambil menepuk
punggungku sebelum berlalu. Sekarang giliranku tiba. Apa alasanku"
"Lembar kecil surat keterangan yang mengesahkan izin Ehm... ehm... saya mendalami kaligrafi
Tad... ehm dan perlu ke Ponorogo untuk tambah alat...." Kalimat yang sudah aku bayangkan tadi
berantakan di bawah sorot mata Ustad Torik yang membikin ngilu.
"Kamu ngomong apa" Bicara yang jelas, lihat mata saya!"
potongnya. Matanya yang dalam mencorong tajam.
Aku mengangkat muka, walau jeri, aku coba pandang mukanya, hanya sampai bag ian jenggot.
Matanya terlalu tajam. Dengan susah payah aku coba kembali susun kalimat di kepala.
"Ustad, saya mau beli kalam kaligrafi di kota karena di sini tidak ada...."
"T idak mungkin. Saya juga kaligrafer, semua alat tersedia di sini," katanya memotong cepat.
"Tapii... tapi... kalam yang ada hanya untuk kaligrafi biasa.
Saya ingin mencoba kaligrafi khoufi yang penuh garis-garis dan hiasan daun, Tad. Lebih dibutuhkan
spidol tebal tipis dan penggaris dibandingkan kalam biasa," belaku.
"Saya t ahu. Dan seharusnya di sini juga ada. Tapii sudahlah, bagus, kau punya minat kaligrafi.
Sama ya, jam 5 sudah di sini," katanya dengan raut muka yang lebih bersahabat. Karcis bertanda
tangan mahal ini pindah ke tanganku.
Di ujung koridor aku lihat Said, Baso, Atang dan Dul berkomat-kamit. Mereka pasti sedang
menghapal skenario masing-masing.
Syukurnya setelah wawancara yang mendebarkan itu, mereka berempat pun mendapat izin dengan
11 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
alasan masing-masing. Dengan penuh kemenangan kami keluar dari gerbang PM.
Rasanya udara pagi lebih segar daripada biasa. Unt uk menuju Ponorogo yang berjarak sekitar 20
kilometer, kami menyewa sepeda ontel dari rumah penduduk. Kami memilih sepeda ketimbang naik
angkot, karena lebih bebas dan waktu tidak mengikat. Sekali bayar, kami bisa memakai sampai
sehari penuh. Maka pagi itu beriring-iringanlah rombongan demi rombongan siswa keluar dari
gerbang PM, persis seperti kawanan kelelawar buah t erbang berkelompok untuk mencari makan.
Tentu saja tujuan kami bukan hanya membeli buku dan kalam. Di bawah menara kami sudah
sepakat untuk menyamakan rute hari ini. Pertama, kami ingin perbaikan gizi dan makan sate di
warung Cak Tohir dan terus membeli berbagai kebutuhan sekolah di pasar Ponorogo. Kedua kami
ingin melewati Ar-Rasyidah, pesant ren khusus putri yang terkenal dan mendengar siswi-siswinya
senang kalau bisa berkenalan dengan anak PM. Tentunya kami tidak beran i berhenti dan
berkenalan, karena itu melanggar qanun. Kami cuma penasaran saja dan ingin mengayuh sepeda
pelan-pelan di depan pesantren itu. Dan yang ketiga, yang agak berisiko, melewati 2 bioskop yang
ada di kota. Hanya melewati.
Masalah b ioskop ini sebetulnya permint aan khusus dari Said. W aktu di SMA dulu, dia sangat
tergila-g ila dengan segala film act ion yang melibatkan aktor berotot.
"Minggu lalu, saudaraku menulis surat dan bilang betapa bagusnya film Terminator."
"Di film ini, pemeran utamanya Arnold Schwarzenegger yang punya badan bukan main kuat. Dia
mantan Mr. Universe. Tahu gak kalian apa yang aku ceritakan. Mr. Universe adalah manusia terhebat sedunia, karena
tidak ada yang bisa mengalahkan kegagahan otot dan tubuhnya. Aku bahkan punya posternya
sebelum dia main film. Jadi aku ingin paling tidak melihat poster filmnya di depan bioskop nanti,"
katanya. Aku, Dul dan Raja set uju, apalagi sew aktu di bus dulu aku menonton Rambo II. Atang, dan Baso
ragu-ragu. Tapi setelah kami yakinkan bahw a hanya lewat saja, mereka menurut.
Setelah kenyang makan sate dan belanja, kami menuju pesantren putri. Begitu sampai di depan
bangunan asrama bercat putih, kami mengayuh sepeda sepelan mungkin dengan pasang mata ke
arah asrama di sebelah kiri. Tampak dari jendela asrama, kepala-kepala berkerudung putih sedang
sibuk belajar. Mereka tidak libur hari Jumat. Kami menegakkan badan setegap mungkin berharap
ada yang melirik kami. Hanya Baso dan Atang yang tidak terlalu peduli dengan misi ini. Bagi mereka, ini tidak ada
gunanya. "Melihat yang bukan muhrim bisa menghilangkan hapalan Al-Quranku," kata Baso dengan suara
rendah. Mukanya ditunduk ke stang sepeda.
Kring... kring... kami membunyikan bel sepeda, mencoba menarik perhatian. Berhasil. Beberapa
12 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
kepala berkerudung putih menjenguk ke arah jendela. Melirik dan kemudian ketawa bersama teman
lainnya samb il menutup mulut Kami membalas dengan senyuman dan anggukan. Itu saja rasanya
sudah menyenangkan. Dan memang hanya sampai di sana batas keberanian kami.
Kami meneruskan kayuhan ke bioskop. Tiga poster raksasa dari kain berkibar-kibar tertiup angin di
depan gedung bioskop ini. Masing-masing Terminator, Naga Bonar, dan Dongkrak Antik.
"Wah luar biasa. Ck...ck..." Said terpana sampai sepeda nya hampir menyelonong masuk selokan.
Dengan mukanya tidak lepas dari poster Terminator, dia merebahkan sepedanya di pinggir jalan.
Wajah Arnold Schwarzenegger yang dilukis d i kain maha besar ini bergerak-gerak ditiup angin.
Said terpana melihat idolanya berkacamata hitam memegang senapan dan.
otot bertonjolan hampir sebesar sapi bunting.
Karena Said berhenti, kami t erpaksa ikut t urun dari sepeda,
' Ini di luar rencana awal yang hanya sambil lewat Ini mengundang mara bahaya. Bisa saja ada
jasus yang melint as dan menganggap kami ingin menonton bioskop. Mata kami nanar melihat kiri
kanan jalan. "O, ini yang kau cari-cari. Kalau menurutku, Sisimangaraja tidak kalah kekarnya dengan dia. Pakai
jenggot dan cambang lagi bah," kata Raja menggoda. Said hanya melempar pandangan sebal
sekilas. Mukanya kembali mengagumi Arnold.
Dulmajid tidak mau kalah. "Di kampungku kalau lagi carok, orang juga telanjang dada dan tidak
kalah sama Arnold ini."
Said tidak mau peduli. "Said, ingat, jangan kita jadi kasus dua kali dalam dua bulan!" teriak Atang kesal. Atang yang paling
patuh aturan terpaksa menarik-narik tubuh raksasa Said dan memapahnya ke sepedanya.
"Tenang kawan. Aku hanya butuh beberapa menit untuk merasakan aura idolaku ini. Pokoknya
liburan nanti aku akan tonton kau Arnold!" teriak Said menunjuk hidung Arnold, seolah-olah
membuat janji dengan sobat dekatnya.
Tidak terasa kebebasan itu cepat berlalu. Sudah jam 4 sore dan kami punya waktu 1 jam untuk
kembali ke meja Ustad Torik.
"Waduh, kayaknya mau hujan," tunjuk Baso ke awan hitam yang berarak-arak. Tidak lama
kemudian gerimis turun dan makin lama makin rapat. Petir saling tembak-menembak.
Semua belanjaan kami ikat erat di dalam tas plastik. Kami berenam, takut terlambat, memacu
sepeda di tengah hujan yang kuyup. Genangan-genangan air kami terabas tidak peduli. Kami
ngos-ngosan dan basah kuyup sampai ke celana dalam. Sementara waktu semakin dekat dengan
jam lima sore, tenggang waktu kami.
13 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Ustad Torik berdiri menunggu kami di pelataran kantornya.
Mukanya masam. Jam dinding besar di atas pintu kantornya menunjukkan jam 5:05. Terlambat 5
menit. Badai besar segera datang, batinku.
Kami berdiri kaku, kedinginan, dan cemas di depan Ustad Torik. Air menetes dari baju yang kuyup,
membasahi lantai. Dia menggeram-geram seperti singa lapar.
Berjalan mengelilingi kami yang pasrah.
"Tahu kesalahan kalian?" desisnya.
"Na'am Ustad, kami terlambat kembali. Hujan sangat deras," jawab Said takut-takut. Dia merasa
bertanggung jawab membawa kami ke jurang masalah ini.
"Hujan tidak bisa jadi alasan. Kalian yang harus atur waktu."
Hujan lebat dan guruh masih bersahut-sahutan di luar sana.
"Iya" Lamat-lamat, lonceng berdentang di luar. Waktunya tiba. Dia pasti segera mengambil keputusan.
Ustad Torik menarik napas panjang.
"Kali ini saya maafkan karena hujan, lain kali, tidak ada toleransi!"
Mungkin hujan dan guruh yang terus ribut t elah membela kami. Mungkin mood-nya sedang baik.
Mungkin dia keberatan lantai kant ornya basah oleh kami. Mungkin dia kasihan melihat kami
kedinginan dan datang tergopoh-gopoh. Yang jelas dia memaafkan keterlambatan kami kali ini.
Alhamdulillah. Seandainya... seandainya dia tahu kami terlambat karena lewat pesant ren putri dan berhenti pula
di depan bioskop, kami mungkin sudah menjelma menjadi murid berkepala botak seperti Cuplis
dalam film Si Unyil. Dibotak adalah hukuman untuk pelanggaran serius. Hanya set ingkat di bawah
hukuman tertinggi: diusir.
Keajaiban Itu Datang Pagi-Pagi
"Kaifa arabiyatuka ya akhi. Khalas lancar?" "Aadi faqad.
Sedikit-sedikit, astathi."
14 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Itulah broken Arabic yang sering muncul di antara anak tahun pertama. Kami saling bertanya
bagaimana kemampuan bahasa Arab. Dengan seadanya, kami jawab, ya sudah sedikit-sedikit. W
alau belum menguasai grammar dengan tepat, kami berusaha menggunakan kosakata Arab.
Tantangan terbesar buat para murid PM tahun pertama adalah bagaimana caranya mengubah diri
agar bisa menguasai bahasa resmi d i PM, Arab dan Inggris, secepatnya.
Mampu memakainya sebagai bahasa pergaulan 24 jam, tanpa ada bahasa Indonesia sepotong
pun. Untuk membantu menumbuhkan refleks bahasa itu, kami dibombardir dengan kosakata baru. Setiap
selesai shalat Subuh, seorang kakak penggerak bahasa masuk ke setiap kamar dan berdiri d i
depan, tepat di sebelah imam shalat kami tadi. Di tangannya ada papan tulis kecil. Tapi kami tidak
tahu apa yang tertulis di sana, karena dihadapkan ke arah dia. Lalu dia akan meneriakkan sebuah
Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kata baru beberapa kali dengan lantang dan jelas. Kami dimint a mengulangi bersama-sama, dan
sepersatu, juga dengan lantang. Setelah semua orang merasakan bagaimana melafalkan kata baru
ini dengan baik dia memberikan contoh kata ini di dalam kalimat sempurna.
Tanpa pertolongan bahasa Indonesia, dia menerangkan apa arti kata ini. Lalu giliran kami untuk
mencoba membuat kalimat dengan menggunakan kosakata ini.
Sebelum ditutup, kami kembali disuruh meneriakkan kata ini bersama dengan kuat. Setelah di-drill
meneriakkan, meletakkan dalam kalimat, kakak ini untuk pertama kali membalik papan tulis kecilnya
dan memperlihatkan kepada kami bagaimana tulisan dan salah satu contohnya dalam kalimat.
Papan tulis kecil itu akan ditinggalkan di kamar sampai pagi berikut nya. Tugas kami selanjut nya
adalah menyalin kosa kata baru ini dan membuat 3 contoh penggunaannya kalimat.
Bayangkan, ini benar-benar proses belajar yang menggunakan semua indera. Meneriakkan kosa
kata baru di subuh buta, memaksakan diri untuk memahami dan memasukkan ke kalimat, lalu
melihat tulisannya dan terakhir mengikat ilmu baru ini ke dalam memori terdalam kami dengan
menuliskannya. lakukan set iap hari, 7 kali seminggu.
Sebuah metode sederhana yang sangat kuat dan mampu melekatkan bahasa baru ke dalam alam
bawah sadar untuk tidak lepas lagi selamanya.
Sementara 2 kali seminggu, set iap selesai Subuh dalam suasana temaram, terang-terang tanah,
kami membuat dua barisan panjang di lapangan, dan diharuskan melakukan percakapan ngan
teman di depan kami menggunakan suara sekeras-kerasnya sampai serak.
Kembali para kakak penggerak bahasa in action. Mereka akan mondar-mandir, mendengarkan,
mengoreksi, memberi kalimat yang baik.
Bagi yang menolak ikut ke dalam suasana belajar yang spartan ini, mereka akan melawan arus
deras. Bag i yang t idak berusaha dan seenaknya masih berbahasa Indonesia setelah beberapa
bulan, maka artinya mereka telah melamar jadi jasus bahasa. Konsep jasus yang bergentayangan
di mana-mana sangat efektif untuk menjaga kesadaran set iap orang untuk selalu ber-bahasa
resmi. Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak, metode totol immenion bahasa ini cocok
dengan lingkungan yang sangat mendukung. Apa yang kami dengar, kami lihat, kami tulis dan kami
15 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
rasakan, semua dalam bahasa resmi, Arab dan Inggris. Mulai dari public announcement di masjid,
berita radio yang selalu memut ar BBC, VOA dan radio Timur Tengah, papan peng-umuman,
bahkan sampai komunikasi dengan mbok-mbok yang mengurusi nasi di dapur. Para mbok yang
sudah separo baya ini telah dikursuskan sehingga kalau memberi sepiring nasi kepada kami
bukannya bilang "monggo"
tapi akan bilang "tafadhal ya bunayya", walau dengan aksen jawa timuran yang medok.
Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang menyuruh, banyak di ant ara kami ke mana-mana
membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa buku mufradhat, buku tulis
biasa yang dipotong kecil sehingga lebih tipis dan gampang dibawa ke mana-mana karena tinggal
diselipkan di kantong celana atau baju. Murid dengan buku mufradhat di tangan gampang
ditemukan sedang antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.
Kami sedang giia meru perkaya kosa kata.
Lambat laun, dengan cara ini, kami mu lai bisa berbicara Arab dan Inggris sepotong-sepotong. Tapi
di saat yang sama kami juga agak frustrasi. Sudah habis-habisan belajar, rap i rasanya hasilnya
masih belum maksimal. Kami masih terbata-bata atmt gado-gado, separuh Arab separuh Indonesia.
Bahkan khusus buat Atang, dia mencampurnya dengan potongan bahasa Sunda. Tidak gampang
menyambungkan apa yang dibaca dan diucapkan.
Rasanya mudah frustrasi kalau kami tidak selalu mendapatkan encouragement dari guru, teman,
dan kakak kelas. Mereka pendukung fanatik setiap orang yang ingin belajar dan mempraktikan
kemampuan bahasa. Kami diajarkan untuk berani mencoba dan tidak takut salah. Kalau salah, kami
tidak ditertawakan sama sekali. Tapi malah ditunjuki dan dibenarkan. Semua dibuat berkonspirasi
untuk membuat kami mempraktekkan bahasa Arab dan Inggris dengan nyaman.
*** Sampai pada suatu Jumat, jam 4 subuh. Seperti biasa, bagi yang sulit bangun, Kak Is akan
menggelitikkan ujung bulu-bulu sajadahnya ke hidung kami. Geli membuat kami bangun atau
bersin. Biasanya, aku dalam proses mengumpulkan kesadaran dan nyawa, akan mengulet dan
menguap lagi., Tapi pagi ini lain. Memang aku masih mengulet dan menepis-nepis bulu-bulu
sajadah di depan hidungku, tapi yang keluar secara otomatis ucapan: "Maathtu an'as kak, ayyatu
saa'atin haaza?" Ini k alimat Arab yang sempurna yang berarti,
"masih ngantuk banget, jam berapa sih?"
Ajaib! Dalam posisi setengah sadar, aku bisa menggunakan kalimat lengkap berbahasa Arab.
Bahkan samar-samar aku ingat, mimpi semalam pun campuran bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Inikah tanda-tanda sebagian kepalaku sudah berpikir dalam bahasa Arab" Aku benar-benar takjub.
Pagi itu, aku tidak henti-henti berbicara kepada kawan-kawanku - tidak peduli mereka menanggapi
atau tidak, kepada lemariku, kepada kopiah hitam Sjarbaini, kepada piring, kepada pohon, kepada
sandal, kepada apa yang ada di depanku, dalam bahasa Arab. Kalau aku ada di komik, maka
semua bubble kataku pasti bertuliskan Arab.
16 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Sejak hari itu, aku merasa semakin fasih mengungkapkan diri dengan Arab, tidak lagi
bercampur-campur bahasa Indonesia. Tidak sia-sia aku memaksakan diri dan berpura-pura bisa
berbahasa Arab. Rasanya luar biasa dan kepalaku berdendang-den-dang. Mungkinini salah satu
keajaiban yang paling penting dalam hidupku di PM selama ini. Alhamdulillah yArabbi.
Ternyata kawan-kawanku anak baru lainnya juga lambat laun merasakan perubahan yang sama.
Aku perhatikan hampir semua anggota asrama Al-Barq telah berceloteh dengan bahasa Arab. Dulu
aku pernah menyangsikan Kiai Rais yang mengatakan dalam beberapa bulan saja kami bisa
bercakap dengan bahasa asing. Aku tidak sangsi lagi.
Suara Kiai Rais yang penuh semangat terngiang-ngiang di telingaku: "Pasang niat kuat, berusaha
keras dan berdoa khusyuk, lambat laun, apa yang kalian perjuangkan akan berhasil. Ini
sunnattullah-hukum Tuhan."
Abu Nawas dan Amak Amak adalah perempuan berbadan mungil tapi punya idealisme raksasa. Dia tidak hanya tepat
waktu tapi awal waktu. Di SD-nya, Amak satu-satunya guru yang selalu datang' paling
pagi.Kadang-kadang lebih cepat dari Ajo Pian, penjaga sekolah, sehingga dia membuka sendiri
pintu pagar dan kelas-kelas. Sambil menunggu guru lain dan para murid datang, dia sibuk
mematangkan buku persiapan mengajar.
Sementara di rumah, beliau adalah ibu dan istri yang perhatian. Suatu kali aku pulang bermain bola
di sawah yang baru saja dipanen. Mukaku centang perenang, rambut awut-awutan dan badan kotor
seperti kerbau dari kubangan. Mataku bengkak dan bibir luka karena bacakak - berkelahi set elah
main bola. Amak tidak marah-marah.
"Apakah kawan-kawan yang main dan berkelahi tadi orang Islam?" tanya Amak lembut.
Aku mengangguk sambil memajukan bibirku, merengut
"Apa perintah Nabi kita kepada sesama muslim?"
"Memberi salam."
"Yang lain?" "Tersenyum." "Yang lain?" "Bersaudara." 17 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
"Nah, bersaudara itu berteman, t idak berkelahi, saling menyayangi. Itu perintah Nabi kita. Mau ikut
Nabi?" "Mau." "Jadi harus bagaimana ke kawan-kawan?" Kali ini Amak bertanya sambil tersenyum damai.
"Bersaudara dan tidak berkelahi," kataku
"Itu baru anak Amak dan umat Nabi Muhammad," katanya sambil merengkuh kepalaku dan
menyuruh mandi. Begitulah Amak. Di saat hatiku rusuh dan nyeri, dia selalu datang dengan sepotong senyum yang
sanggup merawat hatiku yang buncah. Senyumnya adalah obat yang sejuk.
*** Ketika aku duduk di kelas satu SD, kebetulan wali kelasku Amak sendiri. Ujian catur wulan pertama
tiba dan Amak mengadakan ujian kesenian. Seperti teman sekelas lainnya aku harus maju ke
depan untuk menyanyikan sebuah lagu sebagai persyaratan mendapatkan nilai. Sayang sekali aku
tidak hapal satu lagu pun karena tidak pernah masuk TK.
Selainitu aku memang pemalu dan merasa suaraku sumbang.
Jadi aku menolak maju ke depan kelas.
Tiga kali Amak memanggilku dari meja guru. "Berikut nya Alif Fikri unt uk maju ke depan". Tiga kali
pula aku menggeleng dan tidak beringsut. Amak akhirnya menyerah dengan muka kecewa. Dua
minggu kemudian, di hari penerimaan rapor, aku baru tahu efeknya. Ayah yang datang untuk
mengambil rapor sampai terbelalak. Sebuah angka merah bertengger di raporku, pelajaran
kesenianku dapat angka 5. Dan nilai itu dari Amak sendiri!
"Bang, ambo ingin berlaku adil, dan keadilan harus d i dari diri sendiri, bahkan dari anak sendiri.
Aturannya adalah siapa yang tidak mau praktek menyanyi dapat angka merah," kata Amak ketika
Ayah bertanya, kok tega memberi angka bond|i buat anak sendiri.
"T api ini kan hanya masalah kecil, cuma pelajaran kesenian," bela Ayah.
"Justru karena ini hal kecil. Jangan sampai d ia meremehkan suatu hal, sekecil apa pun. Semuanya
pilihan hidupnya ada konsekuensi, walau hanya sekadar pelajaran kesenian. Itu juga supaya dia
belajar bahw a tidak ada yang diistimewakan.
Semuanya harus berdasarkan usaha sendiri," t impal Amak.
"T api kan dia baru 6 tahun."
18 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
"Justru malah dari usia ini kita didik dia."
Ayah diam saja. Dia cukup mafhum cara berpikir Amak yang keras hati. Aku menguping
pembicaraan mereka dari balik pintu. Amak tidak memandang bulu.
Di lain kesempatan, aku dengar Amak bercerita kepada Ayah tentang rapat majelis guru
menyambut Ebtanas. Beberapa guru sepakat untuk melonggarkan pengawasan ujian dan bahkan memberikan bant uan
jawaban buat pertanyaan sulit, supaya ranking sekolah kami naik di tingkat kecamatan. Semua
yang hadir setuju, atau terpaksa setuju karena t akut kepada kepala sekolah.
Hanya Amak sendiri yang berani angkat tangan dan berkata, "Kita di sini adalah pendidik dan ini t
idak mendidik. Ke mana muka kita disembunyikan dari Allah yang Maha Melihat.
Amak tidak mau ikut bersekongkol dalam ketidakjujuran frontal dan pas di ulu hati. Sejenak ruang
rapat hening. Sebelum kepala sekolah bisa mengatupkan mulutnya yang ternganga, Amak keluar ruang rapat.
W alau resah harus berbeda dengan kawan-kawannya, dia puas karena berhasil menegakkan
kebenaran. Amak pun mengulang sebuah hadist yang cukup masyhur, "Bila kamu melihat
kemungkaran, ubahlah dengan t anganmu, kalau tidak mampu, ubahlah dengan kata-kata, kalau
tidak mampu juga, dengan hatimu". W alhasil, berbulan-bulan Amak tidak disapa, dilihat dengan
sudut mata, dan dibicarakan di belakang punggung.
Amak adalah orang idealis dan keras hati. Mungkin aku mewarisi semua ini dari beliau.
Seperti layaknya anak SD d i kampungku dulu, sepulang sekolah pagi, sorenya aku masuk
madrasah. Guru madrasahku, Ang-ku Datuak Rajo Basa, punya sebuah hadist favorit yang selalu d
iulang-ulangnya, seminggu tiga kali kepada kami anak-anak kampung; "Surga itu ada di bawah
telapak kaki ibu". "Janganlah ananda lihat dibawah selop ibu kalian ada surga, yang ada hanya tanah. Yang harus
kalian cari adalah ridho ibu, karena dengan ridhonyalah pintu-pint u surga terbuka buat kalian.
Surga yang air sungainya adalah madu dan susu, dan buah-buah aneka warna dan rasa
bergelantungan setinggi tangan saja," jelas angku berjenggot panjang meranggas ini. Sebuah
sorban tua bertotol-totol merah dibelitkan di lehernya. Kopiah hitamnya sebuah Sjarbaini usang,
terlihat dari bagian hitam di u jung kopiah yang semakin pirang.
"Apa yang ada di bawah telapak kaki ayah, Angku?" tanyaku polos.
Dia terdiam sejenak. Mungkin agak kaget dengan pertanyaan asal-asalanku. "Kita disuruh berbakti
kepada kedua orangtua, tapi surga memang hanya dekat dengan kaum ibu".
Perihal apa yang ada di bawah telapak kaki ayah tidak dijawab.
Begitulah, aku diajarkan untuk selalu berbakti kepada orang tua, dan yang lebih ut ama adalah ibu.
Amak bagiku adalah junjungan dan bos besar. Beliau juga penguasa pintu masuk surga bagiku.
19 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
*** Aku adalah anak kesayangan yang selalu patuh sepenuh hati pada Amak. Patuh ini berubah jadi
kesal ketika aku diharuskan masuk sekolah agama. Memang aku akhirnya t etap bersedia mengikuti
perintah Amak, tapi di saat yang sama hatiku jengkel. Kontakku terakhir dengan Amak terjadi
berbulan-bulan lalu, ketika mengabarkan lulus ujian masuk PM melalui telegram Setelah itu, aku
diam, tidak berkabar berberita. Hatiku selalu berat untuk mulai b icara dan menulis buat beliau.
Di suatu Kamis sore, di acara wejangan rutin Kiai Rais d i depan seluruh penduduk PM, beliau
dengan lemah lembut berbicara kepada kami.
"Tahukah kalian birru l walidain" Artinya berbakti kepada orang t ua. Mereka berdua adalah tempat
pengabdian penting kalian di dunia. Jangan pernah menyebutkan kata kasar dan menyebabkan
mereka berduka. Selama mereka tidak membawa kepada kekafiran, wajib bagi kalian untuk patuh."
Seorang pernah bertanya urutan orang yang harus dihormati dan dihargai. Rasulullah menjawab,
"ibumu". Dia bertanya "kemudian siapa?". Beliau menjawab, "ibumu". Dia bertanya lagi, "Kemudian
siapa?". Beliau menjawab, "ibumu", dia bertanya lagi, "kemudian siapa?". Beliau menjawab,
"ayahmu". Jadi, ibu punya posisi lebih tinggi lagi dari pada ayah.
Karena itu, beruntunglah kalian yang masih punya orangtua, karena pintu pengabdian itu terbuka
lebar. Bayangkan bagaimana susahnya dulu kalian dikandung dan dibesarkan sampai seperti
sekarang. Bagi yang punya orangtua, pergunakan kesempatan sekarang ini untuk membalas budi,
gembirakan mereka, beri kabar mereka, surati mereka," anjur Kiai Rais kepada kami.
Aku tercenung. Kiai Rais seakan-akan bukan berbicara kepada ribuan orang, tapi hanya kepadaku
seorang. Sudah berapa bulan aku sengaja tidak menghubungi Amak sebagai protes tidak boleh
masuk SMA" Cerita Kiai Rais terus berputar di kepalaku. Tentang susahnya seorang ibu mengandung selama
sembilan bulan, melahirkan, menyusui, menyuapi, dan menepuki setiap langkah pertamaku bagai
sebuah kemenangan besar sebuah tim nasional. Kini set elah tegak gagah, tiba-tiba aku menjauh
darinya. Apa perasaan beliau" Punya hak apa aku mendiamkan perempuan yang membesarkan
dan menyayangiku dengan seluruh helaan napas dan hidupnya"
Apakah pantas sebuah perint ah untuk sekolah agama membuat aku merasa berhak untuk
melupakannya" Apalagi sekarang aku mulai merasa perint ah Amak itu mungkin yang terbaik
buatku" Kenapa hatiku begitu keras" Aku tidak mau menjadi Malin Kundang yang menjadi batu
karena melawan ibunya. Aku tiba-tiba merasa menjadi seorang egois yang hitam dan sangat berdosa pada Amak.
Lebih-lebih lagi aku juga merasa bersalah kepada Allah karena tidak menurut i perint ah birrul
walidainini. Untuk pertama kalinya aku hanyut ketika melagukan syair nakal Abu Nawas bersama sebelum
shalat Maghrib. Syair ini kami lantunkan dengan syahdu, memint a segala ampun hadap segala
20 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
dosa kami yang bertabur seperti butir pasir ribuan orang bersipongang bagai guruh ke segala arah.
naik dengan nada meratap. Efeknya menjalar dalam ke urat hatiku. Aku jiwai dengan sepenuh hati
setiap bait-baitnya... Ilahi lastu lilfirdausi ahla, W alaa aejwa 'ala naaril jah iim i Fahabli taubatan uaghfir dzunubi, Fainaka
ghafirudz-dzanbil 'adzimi....
Dzunubi mitslu a'daadir-rimali, Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali, W a 'umri naqishu fi kulli yaumi, W
a dzanbi zaaidun kaifa -htimali
Ilahi 'abdukal 'aashi ataak, Mwjirran bi dzunubi W a qad di'aaka Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun, W
ain tadrud aman narju siwaaka
wahai Tuhanku... aku sebetulnya tak layak masuk surgaMu, tapi... aku juga t ak sanggup menahan
amuk nerakaMu, karena itu mohon terima taubatku ampunkan dosaku, sesungguhnya Engkaulah
maha pengampun dosa-dosa besar Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir maka berilah
ampunkan oh Tuhanku yang Maha Agung. Setiap hari umurku terus berkurang sedangkan dosaku
terus menggunung, bagaimana aku menanggungkannya
wahai Tuhan, hambamu yang pendosa ini datang bersimpuh kehadapanMu mengakui segala
dosaku mengadu dan memohon kepadaMu
kalau engkau ampuni itu karena Engkau sajalah yang bisa mengampun tapi kalau tolak, kepada
siapa lagi kami mohon ampun selain kepada Mu"
Setiap bait aku lantunkan dengan sepenuh hati, mohon ampun kepada Tuhan dan mohon ampun
kepada Amak. Dadaku terasa lu ruh dan plong. Rasanya pengaduanku didengar olehNya. Pengaduan pendosa
yang tidak ada t empat lain untuk mengadu selain kepadaNya.
Malam itu, dengan mata berkaca-kaca, aku menulis surat kepada Amak:
Amak, maafkan ananda ini karena sudah lama tidak memberi kabar berita. Ambo telah banyak
membuat Amak sedih akhir-akhir ini. Ambo memang sempat kesal karena tidak boleh masuk SMA.
Tapi kini ambo sadar kalau Amak benar. PM adalah sebuah sekolah yang baik dan banyak yang
ambo bisa dipelajari di sini.
Tadi sore, Kiai Rais memberi nasehat yang membuat ambo sadar kalau selama beberapa bulan ini
ambo tidak bersikap baik kepada Amak. Semoga Amak bersedia memaafkan kesalahan-kesalahan
ambo supaya hati ambo tenang.
Sekolah ambo berjalan lancar walau terasa berat. Selain masuk kelas, sangat banyak kegiatan
yang harus kami jalan i seperti pramuka, latihan pidato, lari pagi dan lainnya. Kata Kiai Rais, apa
yang kami lihat, kami dengar, kami rasakan, kami baca, adalah pendidikan.
Kawan-kawan di kelas dan di kamar datang dari berbagai daerah di Indonesia. Sudah diatur supaya
tidak ada orang satu daerah tinggal di satu kamar. Juga anggota kamar akan diacak set iap 6 bulan
sehingga kami makin banyak teman.
21 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Jadwal harian kami luar biasa ketat dan penuh disiplin.
Hukuman langsung ditegakkan bagi yang melanggar aturan.
Ambo pernah kena, dijewer berantai di depan orang ramai karena terlambat 5 menit. Kalau Amak
jadi anak laki-laki, pasti cocok sekolah di PM ini.
Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Supaya Amak tidak penasaran, ini adalah jadw al harian kami:
04.00- 5.30 Kegiatan kami set iap hari d imulai jam 4. Agak susah bangun sepagi ini. W aktu ini diisi untuk
shalat Subuh berjamaah di dalam kamar masing-masing. Kami bergantian menjadi imam untuk
teman-teman sekamar. Setelah itu ada praktek bahasa dan penambahan kosa kata (Arab dan
Inggris), serta membaca Quran.
05.30-07.00 Aktifitas bebas. Digunakan untuk pengembangan minat dan bakat baik di bidang olahraga,
kesenian, bahasa. Selainitu, ini juga waktu kami untuk mandi, cuci, dan makan pagi. Kalau sudah
mencuci baju, biasanya tidak sempat sarapan.
07.00-12.30 Masuk kelas pag i. Tidak bisa terlambat sedikit pun. Ada jadw al istirahat setengah jam yang bisa
dipakai kalau belum sempat makan pagi.
12.30-14.00 Shalat Zuhur berjamaah di kamar masing-masing dan makan siang di dapur umum. Oya, untuk
makan kami bawa piring dan gelas sendiri dan sebuah kupon makan untuk mendapatkan sepotong
lauk. Lauknya sering sepotong tempe atau tahu.
14.00-14.45 Masuk kelas sore untuk pelajaran tambahan pagi hari.
14.45-15.30 Shalat Ashar berjamaah dan membaca A l Quran di kamar.
15.30-17.15 W aktu bebas. Biasanya d ipakai unt uk olahraga, mandi, cuci, dan kegiatan lainnya. Yang paling
enak adalah bersantai sejenak di bawah menara di dekat masjid bersama beberapa teman dekat.
22 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
17.15-18.30 Kami sebanyak 3000 orang murid sudah harus berkumpul di masjid Jami untuk membaca Quran,
shalat berjamaah dan kemudian dilanjutkan membaca Quran di kamar.
18.30-19.30 Makan malam. A ntrian makan biasanya agak panjang.
19.30-20.00 Shalat berjamaah Isya di kamar lagi.
20.00-22.000 Belajar malam dibimbing wali kelas di kelas. Kami bebas membaca buku pelajaran apa saja.
22.00-04.00 Istirahat dan tidur
Selain jadw al harian, ada juga jadwal mingguan. Misalny a set iap hari Minggu dan Kamis adalah
waktu khusus latihan pidato. Selasa dan Jumat ada latihan percakapan bahasa asing dan lari pagi.
Sementara Kamis sore adalah latihan pramuka.
Begitulah Amak, kehidupan ambo dan kawan-kawan di sini.
Padat, penuh, capek, tapi banyak yang bisa dipelajari.
Sekali lagi mohon maaf atas kesalahan ambo selama ini.
Tolong didoakan ambo sehat w alafiat dan bisa belajar dengan baik disini.
Sembah sujud ananda Alif Berbekal dua kepala Pak Harto sebagai prangko di amplopnya, aku kirim surat pertamaku kepada A
mak. Semoga dengan surat ini, Amak terhibur dan aku termasuk bagian orang yang ber-untung
mendapat ridha dan doa dari ibu.
Seperti kata Angku Datuak Rajo Basa dulu, surga itu dekat, sangat dekat, dia di bawah kaki ibu.
Sejak itulah aku teratur menulis surat ke Amak. Satu sampai dua kali sebulan.
Bung Karno Seandainya ada yang berdiri di pucuk menara masjid kami yang sangat tinggi pada set iap malam
Jumat, dia pasti mengira telah terjadi demonstrasi, pemberontakan, penyerangan, bahkan kudeta
politik besar di PM. Bagaimana pun malam itu seisi pondok riuh rendah dengan teriakan-teriakan
23 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
penuh semangat, pukulan-pukulan di meja, teriakan massa, dan tepuk tangan memekakkan telinga.
T iga kali dalam seminggu, semua murid terlibat dalam sebuah ritual gegap gempita: belajar pidato.
Menurutku, bila ingin mendapatkan pelatihan hebat untuk menjadi orator tangguh dan singa
podium, maka PM adalah tempat yang tepat. Bagaimana tidak, tiga kali seminggu, selama 2 jam
kami diwajibkan mengikut i muhadharah, atau latihfljy. berpidato di depan umum. Setiap orang
mempunyai kelompolc pidato berisi sekitar 40 anak-anak dari kelas lain.
Setiap orang dapat giliran untuk berbicara 5 menit di depan umum. Tidak hanya harus berpidato
tanpa teks, bahkan tingkat kesulitannya ditingkatkan dengan kewajiban harus berpidato dalam 3
bahasa, Indonesia, Inggris dan Arab.
Kalau dipukul rata, setiap orang akan dapat giliran menjadi pembicara ut ama set iap bulan. Minggu
ini tiba giliranku, dan kebagian pidato bahasa Inggris. Bulan lalu aku sudah kebagian pidato dalam
Bahasa Indonesia. Sebuah pengalaman menb&rkan karena pada dasarnya aku kurang nyaman di
depan publik, menjadi pusat perhatian, apalagi sekarang menyampaikan pidato, dalam bahasa
asing pula. Lima menit bukan waktu yang singkat, apalagi begitu berdiri d i depan pendengar yang
mendambakan pidato membakar. Tapi, kali ini aku berniat untuk meningkatkan kualitas pidatoku
dengan berlatih lebih banyak dan memint a Raja yang ahli pidato menjadi mentor.
Untuk menjadi speaker ada prosedurnya. Pertama aku harus menulis skrip pidato dengan lengkap
di sebuah buku khusus. Empat puluh delapan jam sebelum pidato, naskah sudah harus diset or ke
kakak pembimbing dari kelas 5 atau 6.
Hanya setelah naskahku diperiksa dan ditandatangani maka aku bisa naik mimbar. Inilah repotnya,
jadwal dan kewajibanku padat sekali. Ada hapalan mahfudzhat, lalu t ugas membuat kalimat
lengkap, tugas pramuka, belum lagi baju bersihku telah habis dan harus segera dicuci. Kapan aku
punya waktu untuk menulis naskah pidato yang harus melalui riset pustaka" Dalam bahasa Inggris
lagi. Telat menyetor naskah atau nekad tidak punya naskah sama sekali, you are in a big trouble. Di
malam muhadharah itu, ada banyak petugas pemeriksa naskah yang berkeliling dari satu kelompok
ke kelompok yang lain. Tugasnya memastikan kalau para orator hari ini telah melengkapi kewajiban
mereka, skrip yang telah ditandatangani pembimbing. Hukuman berat menunggu para pelanggar.
Takut dengan potensi hukuman ini, dengan susah payah aku berhasil menyelesaikan naskahku, set
elah berkorban harus pakai baju yang sama dua hari berturut-turut karena tidak sempat mencuci
dan sekali melewatkan mandi pagi.
Masalahnya, tenggatwaktu penyerahan tinggal 10 menit lagi, dan kamar Kak Jamal, pembimbingku
terletak jauh di ujung barat PM. Tidak ada jalan lain, aku singsingkan sarung dan berlari
sekencangnya. Kak Jalai hanya geleng-geleng kepala melihatku tersuruk-suruk berlari datang ke
kamarnya untuk menyerahkan naskah ini. Bel berdentang, tepat jam 4 sore: deadline pengumpulan
naskah. f mode it. Tapi itu baru langkah pertama. Aturan mainnya, speaker tidak boleh membaca naskah selama
berpidato, tapi harus menghapalkannya dengan fasih. Artinya, aku harus membaca teks
berulang-ulang supaya lengket di kepala. Supaya paten, aku harus melakukan latihan pidato di
24 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
depan beberapa orang, agar nanti t idak kagok ketika berada di hadapan 40 orang.
Maka aku kumpulkan Sah ibul Menara, 5 kawanku di pelataran jemuran baju yang luas, di atas
gedung asrama Kordoba, untuk menjadi penonton latihanku. Sebetulnya ada beberapa tempat
latihan populer bagi calon speaker, yaitu dapur kosong, kelas kosong, dan tempat jemuran baju.
Para calon speaker biasanya akan praktek dengan berteriak-teriak kepada pendengar bisu seperti
bangku, meja, tiang, papan tulis sampai gant ungan baju. Aku memilih tempat jemuran karena
ruangan outdoor yang luas, t idak t erganggu orang lain karena jauh dari keramaian, dan tidak t akut
malu karena bisa terlalu ekspresif. Maklum wajahku pasti tertutup oleh baju-baju jemuran yang
berkibar-kibar ditiup angin.
Di. kelilingi jemuran berbagai rupa dan warna, kawan-kawanku duduk melingkar di lantai dan aku
berdiri d i tengah dengan gaya seorang orator. Pidatoku yang berjudul "The Decandence of the W
orld, How Islam Solves It" aku peragakan. Tapi t iga kali aku coba, tiga kali pula aku mandeg di
tengah jalan, tidak jauh dari kalimat pembuka. Kalau bukan karena hapalanku hilang, tiba-tiba
suaraku bergetar dan mengecil seperti lilin habis sumbu.
Kawan-kawan memandangku dengan wajah prihatin. Baso membenarkan hapalan ayat dan
hadistku. Atang yang pemain teater mengajarkanku agar menggunakan napas perut supaya suara
menjadi bulat dan lantang.
"Lif, coba tahan napas di perut, dan keluarkan seakan-akan suara dari perut. Dijamin suara lebih
lantang," katanya sambil memperagakan.
Rajalah yang paling banyak memberi masukan baik dari pro-nounciation bahasa Inggrisku yang
sangat kepadang-padangan, maupun dari segi teknik penyampaian. Rupanya dia punya jurus lebih
hebat. Daripada latihan di antara jemuran baju, menurutnya lebih baik di pinggir Sungai Bambu
yang mengalir deras di pinggir PM. Menurut Raja, air sungai yang berbunyi konstan dan gesekan
daun bambu cenderung membuat suara kita hilang, tapi di saat yang sama melatih suara menjadi
lebih lantang. Karena itu, akan lebih gampang nant i menggoncang podium.
"Untuk menarik perhatian pendengar, selain menggunakan suara yang lantang, ikat mereka dengan
matakau. Pandang mata mereka dengan lekat," saran Raja sambil mengarahkan dua jari ke
mataku. Dia mendekat mempraktekkan. Matanya yang besar seperti gundu berkilat-kilat pas di
depan mukaku, hidungnya mendengus-dengus.
Dia memang sangat menyenangi pidato dan selalu merasa bisa membius pendengarnya. Latihan
pinggir sungaiku selesai seiring dengan bunyi lonceng ke masjid. Suaraku serak.
Malam muhadharah ini aku ingin tampil gagah. Kopiah beludru hitam merek Sjarbaini Iungsuran
Ayah kuseka dengan sikat halus. Karena aku belum sempat mencuci, baju lengan panjang agak
kebesaran aku pinjam dari Dulmajid. Seutas dasi belang hitam biru abu-abu, aku ikatkan di leher.
Aku patut-patut diri di depan kaca umum yang Cuma sebelah tu di sebuah kamar. Kopiah aku
pasangkan dan aku telengkan sedikit supaya mirip Bung Karno atau Bung Tomo.
Ada yang kurang, aku belum punya jas. Bergerilyalah aku dari kamar ke kamar mencari jas
pinjaman. Unt unglah Zulham kawanku, punya jas pemberian pamannya dari Padang Panjang. W
arnanya cokelat muda, yang bikin gaya adalah di bagian kedua sikunya dilapisi kain berwarna lebih
terang, persis seperti jas-jas d i f ilm koboi yang dulu pernah kutonton.
25 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Bawahannya aku gm| dan dengan celana hitam semi baggy dan sepatu fantofelku. Mengenakan
kopiah, dasi dan jas adalafct kewajiban bagi setiap speaker yang bertugas.
Jreng... Jreng... aku duduk bersama tujuh orang pembicara di depan massa yang heboh bertepuk
tangan dan berdiri bagai menyambut kedatangan dai kondang. Jantungku berdebur-debur tidak
karuan. Temanku di sebelah kanan melinting dasinya, gugup, sementara yang sebelah kiri
mengibas-ngibaskan fora piahnya kepanasan. Kami bertujuh tidak ada yang damai dan : tentram
mendengar antusiasme massa.
Untunglah, Taufik, yang bertugas menjadi chairman atau MC
mengetok meja menenangi kan massa dan mulai membuka acara.
"...and my brothers, our next speaker is a young orator from W est Sumatera, Mr. Alif Fikri. Time is
yours Mr. Fikri!" teriak Taufik dengan bahasa Inggris berlogat Tegal. Diiring i tepuk tangan meriah aku maju ke
depan, menunduk ragu kepada hadirin dan akhirnya melangkah ke pedium tripleks bercat kuning di
tengah ruangan. Masih menunduk, aku coba t arik napas yang dalam dan aku ingat-ingat nasehat Raja: pandanglah
mata hadirin. Pelan-pelan aku angkat wajahku menghadap ke massa dan untuk beberapa detik aku
diam mematung. Lalu pelan-pelan pandangan aku edarkan kepara hadirin. Kata Raja, ini namanya
commanding by eyes, tips yang dibacanya di buku Tuntutan Menjadi Orator Ulung. Lalu pelan-pelan
aku hembuskan napas dari dada lewat hidung. Ini saatnya angkat bicara, dengan suara yang aku
bulat-bulatkan dari perut, seperti petuah Atang.
"My beloved Madanian, Assalaaaamualaikum W arahma-tullaaaah i W abarakaaatuh!" Suaraku
terdengar menggeram berat dari dalam perut. Sengaja aku ayun-ayunkan suara, dengan tekanan
dan nada tertinggi di akhir kalimat salam.
Serta merta koor balasan salam mengaum, bersemangat.
Aku merangsek dengan jurus berikutnya. Lemparkan pertanyaan provokatif, tapi sederhana.
"Do you know why you are stupid?"
Tidak ada jawaban. Hening. Tapi lamat-lamat terdengar komentar bisik-bisik tidak yakin. Jadi aku u
lang lagi dengan suara lebih lant ang.
"Do you know?" aku ulang lagi, "Do you know?"
Keheningan retak dan pecah menjadi gaduh. Para pendengar mulai menggeleng-gelangkan kepala
sampai menjawab tidak jelas. Sebelum mereka bereaksi lebih jauh, aku bom mereka dengan
kata-kata: "Because you forget t he alhadits and Koran. Because you forget what Allah and his
prophets taught ust"
26 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Nada suaraku semakin meninggi set iap aku tambahkan jawaban atas pertanyaan hipotetik tadi. Ini
adalah gaya Bung Karno, orator terbaik Indonesia, ketika membakar semangat revolusi.
Pendengar yang tadi diam mulai bergumam, jadi berdiri dan meletus. Tempik sorak membahana
memekakkan telinga. Beberapa orang pendengar bahkan sampai tersengal sengal dengan muka merah karena
kebanyakan bertepuk tangan dan berteriak. Hadirinku t elah tersihir. I just won my audience.
Selanjutnya, bagai mitraliur, aku paparkan berbagai dalil dari kitab suci dan hadist tentang
dekadensi umat manusia ketika meninggalkan agama. Masih menurut buku Raja, kalau emosi
pendengar sudah berkobar, isi pembicaraan bisa jad i nomor dua, karena apa pun yang disebut
pasti akan ditepuki. Pidatoku berapi-api aku lengkapi dengan gesture yang sesuai.
Aku kepalkan tinju, aku acungkan ke udara, aku pukul mimbar. Aku goyang ruangan ini.
Dalam sekejap 10 menit lewat. Aku menutup pidato dengan salam yang bersemangat, dan aku
turun dari podium diselimut i tepuk tangan dan sorak sorai gempita. Badanku bersmbah keringat,
dasiku morat-marit, kopiahku juga telah miring kiri kanan. Tapi aku puas.
Kakak pembimbing pun tersenyum-senyum. Mereka senang karena tugas mereka memastikan kami
menulis teks pidato dani membawakan dengan semangat, serta memastikan suasana pidato kami
gegap gempita, tidak mau kalah dengan grup di ruang sebelah.
Waktu terasa bagai beliung yang menyedot hari-hariku dengan kencang. Telah hampir setengah
tahun aku di PM. Dan selama ini PM benar-benar tidak memberiku waktu berleha-leha. Semua
terjadi cepat, padat, ketat. Mulai dari yang remeh temeh seperti mencuci sarung dan baju pramuka,
belajar habis-habisan sampai menuliskan naskah pidato tentang perjuangan Palestina di acara
muhadharah. Sebuah pengalaman hidup dengan akselerasi luar biasa. Raja sering bercanda, "Kita seperti
sedang belajar silat di kuil Shaolin yang ketat." Aku agak setuju dengan dia.
Seiring waktu, pertemanan kami berenam sebagai Sahibul Menara semakin kuat. Pelan-pelan aku
merasa Said tumbuh menjadi pemimpininformal kami. Perawakan yang seperti orangtua dan cara
berpikirnya yang dewasa membuat kami menerimanya sebagai yang terdepan. Dia kerap jadi
tempat kami bertanya kata akhir kalau ada masalah. Aku sendiri mengagumi caranya melihat
segala sesuatu dengan positif.
Dalam hati aku menganggap dia abang laki-laki yang aku tidak pernah punya.
W alaupun kami punya kepribadian dan kegiatan yang berbeda-beda, sehingga sering pula
bertengkar, tapi ent ah kenapa kami merasa cocok. Satu hal yang kami selalu sepakat
menikmatinya adalah melewatkan waktu menjelang Maghrib di bawah menara masjid, sambil
menatap awan senja yang memerah terbakar mentari sore. Di awan jingga itu kami saling bercerita
tentang mimpi-mimp i. Aku akhirnya mulai berdamai dengan rupa-rupa aturan disip lin dan beban pelajaran Yang berjibun.
27 Vladd Spaceboy cari di cerita-silat.mywapblog
Semua aku terima dan aku anggap bagian dari konsekuensi keputusan setengah hatiku untuk
datang ke PM. Bagaimanapun aku semakin menikmati pengalaman baru di PM, t etap saja ada
yang masih sering hilang timbul dan kerap mengganggu pikiranku: kandasnya cita-cita masuk SMA.
Surat-surat Randai yang terus datang dan bercerita tentang SMA-nya bagai meniup api dalam
sekam. Aku tahu benar betapa senangnya Randai menuntut ilmu d i SMA. Bahkan mungkin, 3 tahun lagi
dia akan terbang ke Bandung untuk masuk ITB. Di bawah naungan menara, aku masih sering
berkeluh-kesah kepada kawan-kawanku tentang masa depan setelah PM.
Sialnya, Said, Atang dan Dulmajid yang sudah merasakan bangku SMA tidak memungkiri
keindahan masa lalu mereka.
"Lif, cobalah kau dengar baik-baik. Memang SMA itu masa yang indah. Dunia setiap hari adalah
dunia yang indah, senang dan gembira. Kita cuma agak stres kalau mau ujian saja.
Selebihnya adalah bermain. Kalau di PM, setiap hari kita seperti ujian," kata Atang menerawang
sambil tersenyum. Dia tampaknya menikmati kenangan SMA-nya.
Dulmajid mengangguk-angguk mengiyakan seperti burung betet sedang girang.
"Betul, masa yang tidak terlupakan. T api yang indah bukan berarti masa yang paling berguna untuk
mempersiapkan mental dan kepribadian kita. PM adalah tempatnya," pidato Said dengan gayanya
yang selalu sok dewasa. "Karena tidak merasa mendapatkan sesuatu buat mental dan kalbu, aku memutuskan ke sini,"
tambah Atang. Kali ini dia tidak menerawang lagi. Matanya tertuju ke tangannya yang memegang
buku tugas hapalan Mahfudzhat dan AlQuran untuk besok. Dulu aku anak yang sangat pemalu
untuk tampil di depan umum, apalagi harus berpidato panjang lebar.
Kini, tiga kali latihan pidato dalam seminggu, latihan menjadi imam sha-lat, belum lagi berbagai
kegiatan seperti pramuka, pelan-pelan menambah kepercayaan diriku di muka umum.
Kalau dulu tanganku dingin dan suaraku bergetar-getar seperti mau menangis, sekarang tanganku
terkepal dan suaraku mulai bisa normal. Perubahan ini tidak t erjadi semalam dua malam.
Awalnya semua kebiasaan baru ini aku paksakan terjadi. Aku buat-buat saja seakan-akan aku
orator ulung, mengikuti contoh kawan-kawan dan kakak-kakak yang lebih hebat.
Memekik sana memekik sini, mengepalkan tangan di udara, tunjuk sana dan sini sampai meng
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
28Perempuan Paris Motinggo Busye baca di cerita-silat.mywapblog
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
gedor-gedor podium.Ternyata lama-lama, kepura-puraan positif ini menjadi kebiasaan dan
kenyataan yang sebenarnya. Ajaib!
Wejangan Kiai Rais terasa dekat, "Jangan berharap dunia yang berubah, tapi diri kita lah yang
Jentera Bianglala 3 Raja Naga 01 Tapak Dewa Naga Malaikat Dan Iblis 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama