Ceritasilat Novel Online

Unforgiven Hero 1

Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha Bagian 1


02Santhy Agatha Penerbit Saira Publisher ii Santhy Agatha UNFORGIVEN HERO Oleh: (Santhy Agatha) Copyright " December 2012 by (Santhy Agatha)
Penerbit Saira Publisher www.anakcantikspot.blogspot.com
demondevile@gmail.com Editor Meyrizal & Mendy Jane
Desain Sampul: (Picture by Google design Saira Production)
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com Unforgiven Hero iii Dari Penulis Semoga kalian semua menyukai kisah ini. Kisah tentang rasa
bersalah yang berpadu dengan tanggung jawab, kisah tentang
seorang lelaki yang menasbihkan dirinya menjadi "Yang Tak
Termaafkan". Kisah tentang seorang penjahat yang ingin menjadi
pahlawan bagi perempuan yang dicintainya
Semoga kalian bisa menemukan, bahwa dalam sebuah
hubungan dengan orang yang kau cintai, kemauan memaafkan
dan kemampuan untuk memberi maaf adalah salah satu pilar
yang bisa menjaga utuhnya sebuah percintaan.
Semula aku menuliskan kisah ini sebagai kisah sedih yang penuh
perenungan, tetapi entah kenapa kisah ini kemudian berubah
menjadi kisah cinta yang menggugah hati.
Semoga kisah ini bisa seperti kisah-kisah sebelumnya, yang bisa
membuat kalian semua tersenyum, marah, menangis dan larut
dalam emosi tokoh-tokohnya.
Semoga juga kalian bisa mencintai Rafael Alexander, sang
pahlawan yang tak termaafkan.
Salam Hangat dan Peluk Erat
Santhy Agatha iv Santhy Agatha Unforgiven Hero v "Biarpun semuanya hanya kebohongan. Tetapi cintaku padamu itu nyata.
Tidak berartikah itu semua kepadamu" Aku membohongimu karena aku
mencintaimu, karena aku sangat mencintaimu!"
-Rafael Alexander- vi Santhy Agatha 1 "Kamu sangat menyedihkan",Victoria menoleh ke lakilaki di sebelahnya, yang kebetulan kakaknya.
"Bukan urusanmu."
Victoria mendengus lalu menyesap minuman kalengnya
dan meletakkannya di dashbor mobil.
"Sampai kapan kamu mau begini terus" sampai dia
menjadi nenek-nenek dan tetap tidak menyadari
keberadaanmu ?" "Sttt." Rafael bahkan tidak menoleh ke wajah adiknya
yang duduk di sebelahnya, tatapannya lurus ke depan, ke pintu
keluar sebuah gerbang kampus.
Tak lama sosok yang dicarinya itu keluar, dengan
senyum manis yang sudah dihafalnya, sedang bercanda
bersama teman-temannya. "Dia tersenyum." gumam Rafael lega.
"Tentu saja dia tersenyum, dia berhasil lulus dengan
predikat cum laude", tukas Victoria dengan gusar, "Dan itu
karena siapa coba?" "Aku tidak mau membahasnya...."
"Karena kamu! Semua karena perjuanganmu." Victoria
tidak mempedulikan peringatan kakaknya dan terus
melanjutkan. "Dan sekarang kamu bahkan tidak bisa memberi selamat
kepadanya, malah mengintip dari jauh seperti ini. Benar-benar
menyedihkan!" Rafael terus menatap sosok itu sampai menjauh,
menghilang di dalam angkutan umum yang dikendarainya.
2 Santhy Agatha "Dia bahkan masih naik angkutan umum, Aku harus
mengusahakan kendaraan untuknya. Supaya dia tidak perlu
capek berpanas-panasan naik angkutan umum lagi."
Perkataan itu semakin membuat Victoria gusar karena
kakaknya itu tidak memperhatikan kata-katanya.
"Kamu menyedihkan, sampai kapan kamu menghukum
diri sendiri seperti ini ?"
Sepi. Tampaknya Rafael mengganggap pertanyaan
Victoria itu tidak perlu dijawab. Dua kakak beradik itu terdiam
di dalam mobil mewah yang sengaja di parkir agak jauh dari
kampus, agar tidak mencolok. Rafael sibuk dengan pikirannya
sendiri, pikirannya melayang ke masa sepuluh tahun lalu, saat
usianya masih 18 tahun. Kaya, tampan, punya kuasa, dan tidak
tahu tentang rasa tanggung jawab........
======================== 10 tahun yang lalu "Ini mobil hadiah ulang tahunku, baru ada dua di negara
ini." gumam Rafael bangga pada teman-temannya waktu itu.
Semua temannya mengagumi mobil sport warna merah
yang diparkir Rafael di lapangan itu.
"Gila Raf, mobil ini enak sekali dibawa ngebut!" seru
salah satu temannya. "Tentu saja, namanya juga mobil sport."
"C'mon Let's try." seru salah seorang temannya yang lain.
Rafael tertawa bangga dengan kesombongan masa
mudanya waktu itu. Malam itu mereka mabuk-mabukan dan
berpesta pora. Dan malam itu pula Rafael belajar bahwa kesenangan
sesaat kadangkala bisa merenggut nyawa orang yang tidak
bersalah. Mobil yang dia kendarai dalam keadaan mabuk,
menabrak sebuah taksi yang berjalan pelan di jalur berlawanan.
Unforgiven Hero 3 Pengemudi taksi itu, lelaki tua yang tidak tahu apa-apa,
tewas seketika. Tentu saja semua permasalahan dapat dibereskan
dengan cepat. Ayah Rafael adalah pengusaha yang sangat
berpengaruh karena harta dan kekuasaannya yang melimpah.
Tidak ada yang mempermasalahkan kenapa Rafael
mengendarai kendaraannya dalam kondisi mabuk berat, uang
jaminan sudah disiapkan. Rafael sendiri waktu itu lebih
mencemaskan keadaannya daripada memikirkan supir taksi
tua yang tewas itu. Toh supir taksi itu lebih beruntung langsung
tewas, tidak merasakan sakit seperti dirinya.
Limpanya terbentur keras, bengkak, sehingga
memerlukan perawatan dan pengobatan khusus, dan rasa
sakitnya sungguh tidak terkira. Bahkan Rafael sempat
menyalahkan supir taksi yang menurutnya kurang ajar. Kenapa
bisa ada di jalan yang berlawanan dengan dirinya sehingga
membuatnya tertabrak. Semua permasalahan dibereskan dengan cepat oleh
ayahnya. Rafael langsung di kirim ke Singapura untuk
menjalani pengobatan. Sampai 6 bulan kemudian setelah
kecelakaan itu, dia pulang ke Indonesia.
Mamanya, seorang perempuan Spanyol yang sudah
tinggal di negara ini sejak menikah dengan Ayah Rafael,
mengingatkannya, "Kau tidak pernah ingin tahu tentang mereka?" tanya
mamanya waktu itu. Rafael yang saat itu merasa bosan karena masih harus
beristirahat di rumah dan tidak bisa keluar rumah menatap
mamanya dengan marah, "Buat apa Ma" Bukankah papa sudah memberikan
tunjangan yang sepadan untuk mereka" Mungkin malahan lebih
banyak dari yang bisa dihasilkan supir taksi itu ketika dia
hidup." 4 Santhy Agatha Kesombongan membuat suaranya terdengar keras.
Sang mama menggelengkan kepalanya, "Supir taksi itu
memiliki isteri yang berduka dan seorang anak yang masih
membutuhkan biaya sekolah. Apakah kamu tidak menyesal atas
kehilangan yang dialami anak kecil itu, Rafael?"
Rafael merasa terganggu mendengar ucapan mamanya,
"Sebenarnya apa yang mama inginkan dari Rafael ?"
"Mama hanya ingin merasa sedikit lega, mama ingin
kamu kesana dan meminta maaf langsung. Bahkan selama ini
hanya pegawai papa yang datang kesana dan mengurus
semuanya." Rafael mencibir, "Mereka itu keluarga miskin, kalau
Rafael datang kesana dan menunjukkan penyesalan, mungkin
mereka akan meminta tambahan tunjangan lagi."
"Kalau begitu beri saja. Kau sudah mengambil nyawa
seorang ayah Rafael. Berapapun harta yang kau berikan, itu tak
akan tergantikan." Dan datanglah Rafael keesokan harinya, dengan
diantarkan sopir dalam mobil mewah. Tentu saja tak lupa
membawa buket bunga di tangannya.
Ternyata mobil tidak bisa masuk ke kompleks itu, Rafael
masih harus berjalan melewati gang sempit dan rumah-rumah
tak terurus dengan bau yang mengganggu indra penciumannya.
Dengan jijik dipandanginya lumpur di sepatu mahalnya, dia
akan membuang sepatu ini, putusnya jengkel.
Rumah itu sederhana, terletak di ujung gang, tetapi
tampak paling bersih di antara semua rumah yang berdesakdesakan di sana. Kelihatannya seseorang berusaha meletakkan
pot-pot mungil berisi bunga mawar untuk menutupi pagar jelek
yang menyedihkan di depan rumah itu. Ketika Rafael
mengucapkan permisi di depan pintu, seorang gadis remaja,
mungkin usianya beberapa tahun di bawahnya muncul di ruang
tamu dan menatapnya curiga.
Unforgiven Hero 5 Gadis itu cantik, itu yang Rafael pikirkan pertama kali
melihatnya. Cantik, dengan tatapan mata yang cerdas, dan
meskipun hanya berpakaian sederhana, tetap saja tidak bisa
menahan keterpesonaan Rafael.
"Siapa?" tanya gadis itu hati-hati.
Rafael memasang senyumnya yang paling mempesona,
selama ini banyak perempuan yang mengejarnya. Dia tidak
pernah meragukan pesonanya.
"Saya....saya datang kemari untuk minta maaf atas
kecelakaan itu, maaf saya baru bisa kemari. Saya baru pulang
dari Singapura setelah menjalani perawatan medis karena luka
setelah kecelakaan itu."
Hanya kalimat itu yang bisa ia keluarkan. Karena setelah
kalimat itu, Rafael bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas
apa yang terjadi. Yang bisa diingatnya adalah jeritan histeris penuh
kemarahan sang gadis, tetangga-tetangga yang berdatangan
untuk memisahkan mereka karena sang gadis tiba-tiba
menyerangnya dengan tamparan bertubi-tubi. Bunga-bunga
berserakan dihancurkan, dan ancaman penuh kebencian keluar
dari gadis kecil itu. "Jangan pernah kau menampakkan wajahmu di muka
kami!, Kau manusia hina yang bersembunyi di balik kekuasaan
ayahmu, manusia pengecut, tidak bertanggung jawab!! Kau
pikir nyawa manusia bisa diganti semudah itu dengan uang"
Kami memang miskin, tapi kami punya harga diri!! Jadi sebelum
kau bisa menunjukkan kalau kau punya harga diri, jangan
berani-berani menunjukkan mukamu di depan kami!!! "
Hari itu, Rafael diberitahu oleh seorang tetangga, ibu
gadis itu yang jatuh sakit karena tak kuat menahan kepedihan,
meninggal semalam dalam kondisi sakit parah, menyusul
ayahnya. Hari itu, Rafael menyadari, bahwa perbuatannya telah
menghancurkan hidup sebuah keluarga.
6 Santhy Agatha "Mereka sama sekali tidak mau menerima uang
tunjangan dari keluarga ini, itulah yang mengganjal di hati
mama." sang mama menatap Rafael sedih.
"Gadis itu membenciku Ma, baru kali ini aku menerima
tatapan kebencian seperti itu."
Rafael masih terpekur shock dengan kejadian yang baru
di alaminya. Sang mama hanya menatapnya sedih,
"Gadis itu kehilangan ayahnya dengan tragis, dan ibunya
pula, apalagi yang bisa dilakukannya selain menumpahkan
kebencian kepadamu, penyebab semua ini ?"
"Dia sebatang kara, dan dia tidak mau menerima
bantuan dari kita, lalu Rafael harus berbuat apa,Ma " "
Mamanya menatap Rafael dengan kebijaksanaan yang
diperolehnya dari pengalaman hidupnya bertahun-tahun,
"Mungkin kau harus memulainya dari dirimu sendiri
dulu Rafael..." ======================== "Mau sampai kapan kita parkir di sini" Gadis itu sudah
pergi sejak tadi," suara Victoria memecahkan keheningan,
hampir membuat Rafael berjingkat karena kaget.
"Melamun lagi ya" Akhir-akhir ini kebiasaanmu
melamun semakin parah. "
Rafael menarik napas lalu memundurkan mobilnya
keluar dari parkiran, "Thank's sudah menemaniku menunggu
dia," Victoria menatap kakaknya seksama, lalu tatapannya
berubah penuh sayang. Kejadian kecelakaan itu sudah lama,
tetapi kakaknya menanggung beban rasa berdosa itu di
pundaknya tanpa henti. Hingga seolah-olah Rafael sudah lupa
bagaimana caranya tersenyum.
Unforgiven Hero 7 "Aku sayang padamu kak, aku tidak tahan kalau kau
terus-terusan dalam kondisi seperti ini."
Rafael terdiam, tidak menanggapi. " Dia sudah lulus
kuliah, nilainya bagus, dia pasti akan diterima di perusahaan
yang juga telah susah payah kamu siapkan untuknya." Victoria
menatap Rafael penuh arti, lalu mendesah ketika Rafael tidak
mengatakan apa-apa, "Bukankah ini waktunya kamu berhenti?"
"Berhenti apa?"
"Berhenti memikul tanggung jawab ini seolah-olah kamu
tidak akan pernah termaafkan. "


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cengkeraman Rafael di roda kemudi semakin erat, "Aku
memang tidak akan pernah termaafkan."
"Kejadian itu sudah lama berlalu, gadis itu bahkan
mungkin sudah kehilangan kesedihannya dan menjalani hidup
dengan bahagia...." Rafael mengernyit menggelengkan kepala, membantah
apapun yang berusaha diucapkan oleh adiknya.
"Tidak. Aku yang merenggut semua kebahagiaannya.
Sebelum semua bisa aku kembalikan kepadanya dalam kondisi
utuh, aku tidak akan berhenti."
"Kau sungguh menyedihkan." Victoria menatap
kakaknya dengan pandangan jengkel, merasa seperti kaset yang
rusak karena mengulang-ulang kalimatnya terus-menerus, "Aku
berdoa semoga suatu saat nanti gadis itu tahu, siapa yang
berada di balik hidupnya yang berjalan dengan begitu mudah
selama ini." " "Surat panggilan untukmu." ibu asrama menyerahkan
surat yang terbungkus rapi dalam amplop berbahan kertas
mahal itu. Elena mengernyitkan kening, dibacanya kop di amplop
surat itu yang ditulis dengan tinta emas elegan dengan emblem
8 Santhy Agatha lambang perusahaan yang sangat bonafit. Perusahaan ini
bergerak di bidang jasa konstruksi dan sangat terkenal, Elena
tahu emblem perusahaan ini, dan dia mengenal perusahaan ini,
yang sering disebut-sebut oleh dosennya, dan juga sering
muncul di berbagai media massa terutama yang menyangkut
literatur bisnis dan keuangan.
Perusahaan ini benar-benar didirikan dari bawah,
ownernya yang menurut gosip masih muda, memulai usaha ini
setelah pulang dari sekolahnya di Amerika. Dia mendirikan
perusahaan dengan sistem yang serupa dengan joint ventura
dengan penanaman modal dari perusahaan asing yang bergerak
di bidang sejenis. Dan kemudian dalam waktu lima tahun sudah
merajai jajaran perusahaan konstruksi yang patut
diperhitungkan. Sebuah surat panggilan" Itu benar-benar membuat Elena
bingung, dia tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke
perusahaan ini. Perusahaan ini terlalu bonafit untuk seorang
fresh graduate seperti dirinya. Tapi bagaimana mungkin ada
surat panggilan kalau dia tidak pernah mengajukan surat
lamaran" Ibu asrama tersenyum melihat keragu-raguan Elena,
"Sudah buka saja, mungkin isinya benar-benar panggilan kerja
untukmu." "Tapi saya tidak pernah merasa mengirimkan lamaran
ke perusahaan ini, Ibu." Elena terbiasa memanggil ibu
asramanya dengan sebutan ibu.
Ibu asrama ini sudah seperti ibu kedua baginya, ketika
dia sebatang kara dan kedua orang tuanya meninggal dulu,
Elena memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari
pekerjaan. Kebetulan waktu itu seorang tetangganya
mengenalkannya dengan ibu Rahma, seorang pegawai yang
bertanggung jawab terhadap sebuah asrama putri yang saat itu
sedang membutuhkan pembantu dan teman untuk menunggui
asrama milik sebuah yayasan swasta tersebut.
Unforgiven Hero 9 Ibu Rahma adalah seorang janda tanpa anak yang hidup
sendirian, dan kehadiran Elena sangat membantunya. Bahkan
kemudian ibu Rahma mengusahakan beasiswa untuk Elena
agar dia bisa melanjutkan sekolahnya. Dan kemudian semua
terasa mudah bagi Elena, beasiswanya terus berlanjut hingga
Elena bisa lulus kuliah, tentu saja sebagian biaya hidupnya
harus Elena tanggung sendiri. Dia sekolah sekaligus bekerja
sebagai pegawai asrama putri tersebut, mengurus
administrasinya, bahkan kadang menjadi pegawai kebersihan
kalau sedang tidak ada tenaga kebersihan.
"Mungkin itu rekomendasi dari Universitasmu, kau kan
lulusan terbaik." Ibu Rahma tersenyum lembut, "Ayo, bukalah."
Dengan enggan dan sedikit takut-takut, Elena merobek
amplop itu, sebelumnya dia memastikan kalau amplop itu
benar-benar ditujukan padanya. Setelah yakin dia
mengeluarkan kertas surat yang tak kalah elegan dengan
amplopnya itu dan mulai membaca isinya
Dengan Hormat, ..........maka kami memanggil anda untuk menjalani
rangkaian interview.............
Elena mengerutkan keningnya, membacanya berulangulang "Bagaimana?" Ibu Rahma tampak begitu optimis dan
penasaran, Elena tersenyum, "Memang surat panggilan pekerjaan..."
"Kau harus datang."
"Tapi, Bu... saya masih bingung..."
Ibu Rahma menggelengkan kepalanya, menelan semua
bantahan Elena, "Tidak semua orang berkesempatan sepertimu
Elena, kau harus datang memenuhi panggilan kerja itu."
Elena terdiam, mengerutkan kening, tapi pikirannya
melayang, hidupnya terasa begitu mudah, seolah-olah Tuhan
10 Santhy Agatha mengulurkan tanganNya langsung dan membantunya. Dia
mendapatkan semuanya dengan begitu mudah, rumah asrama
yang menampungnya gratis, beasiswa demi beasiswa untuk
melanjutkan sekolahnya, ibu asrama sebagai pengganti
orangtuanya. Pekerjaan yang sangat fleksibel yang
memungkinkannya bekerja sambil sekolah, sekaligus
menyediakan uang untuk kebutuhan pribadinya. Dan sekarang,
begitu luluspun, tawaran pekerjaan langsung datang
kepadanya, dan tidak tanggung-tanggung, langsung di sebuah
perusahaan bonafit berkelas tingggi.
Elena tersenyum dan otomatis memandang ke atas, ke
titik khayalan yang dibayangkannya,
"Hei malaikat pelindungku," bisiknya pelan kepada
langit, "Kau pasti sudah bekerja sangat keras, bernegosiasi
dengan Tuhan untuk membuat hidupku begitu mudah, terima
kasih ya" " Elena merapikan rok setelan kerjanya yang sedikit kusut
dengan gugup. Angkutan yang dinaikinya sangat penuh dan
sesak sehingga penampilan Elena jadi tidak serapi ketika dia
berangkat tadi. Dan sekarang disinilah dia berdiri, di lobi
mewah perusahaan ini dengan keragu-raguan dan kecemasan
yang tampak jelas. Aku telah berbuat kesalahan dengan datang ke sini, ini
bukanlah tempatku..... Elena mengusap keringat di dahinya ketika petugas
resepsionis yang ramah tersenyum kepadanya,
mengundangnya mendekat, "Ada yang bisa saya bantu?" Resepsionis itu mungkin
kasihan melihat Elena yang gugup dan kebingungan seperti
salah tempat, "Eh... ini...." Elena mengeluarkan surat panggilan
interview yang diterimanya kemarin. Dia mengeluarkannya
dengan hati-hati seolah itu harta karun berharga dan
Unforgiven Hero 11 menunjukkannya kepada sang resepsionis, "Saya mendapatkan
panggilan interview di perusahaan ini hari ini."
Resepsionis itu menerimanya dan mengerutkan kening,
dia adalah pegawai berpengalaman dan tahu, bahwa surat
panggilan ini tidak main-main, dikirimkan langsung oleh
sekretaris sang owner. Bahkan ditandatangi langsung oleh
owner mereka.... Ini bukan surat main-main, ini surat penting....
"Sebentar, saya akan menelepon." sikap resepsionis yang
ramah dan mengasihani itu langsung berubah serius dan dia
meninggalkan Elena untuk mengangkat telepon.
Jantung Elena langsung berdegup kencang, pikiranpikiran buruk langsung menerpanya, apakah dia salah" Apakah
surat itu surat palsu, mungkin sekedar lelucon untuk mengerjai
Elena" Astaga!! Kenapa tak pernah terpikirkan di benaknya
tentang kemungkinan itu"
Elena memandang sekeliling dengan gelisah, apakah dia
akan diusir" Apakah dia akan dipermalukan"
Rasanya lama sekali ketika resepsionis itu akhirnya
kembali dari belakang. Dia sudah berhasil menguasai diri
rupanya, senyum ramahnya sudah kembali,
"Interview akan dilakukan di lantai lima, saya akan
meminta petugas kami untuk menemani anda ke atas."
Seorang petugas entah muncul dari mana dengan ramah
menemani Elena melangkah masuk ke lift menuju ke lantai
lima. "Mari nona, silahkan duduk dulu di situ, saya akan
memberitahukan kedatangan anda."
Elena duduk di sofa sambil tetap mengerutkan kening,
memberitahukan kedatangannya" Kenapa seolah-olah dia
adalah tamu yang sudah ditunggu dan bukannya salah satu
calon pegawai yang akan menghadapi test " Dan dimana yang
lainnya" Elena memandang ke sekeliling yang sepi, dia
12 Santhy Agatha menyangka akan di interview bersama calon-calon pegawai
lainnya, tetapi ternyata dia cuma sendirian,
"Silahkan nona. Beliau berkenan menemui anda."
Masih dengan bertanya-tanya Elena melangkah
memasuki ruangan itu, sebuah ruangan rapat kecil yang
mungkin difungsikan untuk mewawancarai calon pegawai.
Seorang perempuan yang sangat elegan dan cantik
menunggunya di sana, cantik sekali seperti model. Wajahnya
sangat eksotis seperti perempuan Latin, dengan setelan
kantornya yang terlihat mahal dan menarik.
"Selamat siang, silahkan duduk," gumamnya datar
mempersilahkan. Dengan canggung Elena duduk di hadapan perempuan
itu, "Saya Victoria, HR Manager di perusahaan ini, mungkin
anda bertanya-tanya kenapa anda bisa mendapat panggilan di
perusahaan ini. Kami memperoleh rekomendasi dari
universitas anda, bahwa anda adalah lulusan terbaik di sana."
Rupanya kata-kata Ibu Rahma ada benarnya, dia
dipanggil karena rekomendasi dari kampusnya...
"Baik, pekerjaan yang akan ditawarkan kepada anda
adalah staff inti dari direksi. Maksud saya, anda akan bekerja
sebagai bawahan langsung dari Owner kami...."
Otak Elena serasa dicubit, Staff Direksi" kenapa untuk
jabatan sepenting staff direksi, perusahaan ini mengambil
seorang lulusan baru sepertinya" Bukankah untuk jabatan
seperti itu biasanya sebuah perusahaan akan mengambil dan
mempromosikan pegawainya yang sudah lama mengabdi untuk
naik jabatan" Tapi pertanyaan-pertanyaan di otak Elena
langsung terabaikan ketika dia berusaha berkonsentrasi penuh
atas wawancara resmi yang mulai dilakukan oleh HR Manager
yang cantik itu. Wawancara itu berlangsung lama, dan begitu resmi,
Elena menjawab semua sesuai kemampuannya, dan setelah
Unforgiven Hero 13 pertanyaan terakhir dijawab, Ibu Victoria (menyebutnya "ibu"
mengingat jabatan perempuan itu sebagai HR Manager. Kalau
dilihat dari usianya, Ibu Victoria ini masih sangat muda, muda
dan cantik) terdiam agak lama dan menatap catatan di mejanya.
Perempuan itu lalu menatap Elena lama seolah-olah
ingin membaca isi hati Elena, "Kalau anda diterima, seberapa
cepat anda bisa mulai bekerja di perusahaan kami?"
Elena tergagap, tidak menduga akan ditanya selugas itu,
biasanya mereka akan menyalamimu, kemudian mengatakan
akan melakukan evaluasi dan akan menghubungi beberapa
waktu nanti bukan" "Saya bisa kapan saja", jawab Elena cepat
Ibu Victoria menganggukkan kepalanya,
"Anda diterima, saya ingin anda siap dan mulai bekerja
Senin depan. Cukupkah waktu untuk mempersiapkan
semuanya" Dalam tiga hari?"
Elena menganggukkan kepalanya meski masih merasa
seperti mimpi, "Baik. Saya akan bersiap."
Ibu Victoria berdiri dan mau tak mau Elena ikut berdiri
juga, perempuan itu lalu menyalami Elena dengan senyum
aneh. "Semoga sukses di perusahaan ini." Dia lalu melepaskan
tangannya dan melangkah keluar, "Sampai bertemu lagi, anda
bisa keluar sendiri kan." dan dengan langkah cepat dan tegas,
setegas pembawaannya, wanita itu meninggalkan Elena
sendirian. Meninggalkan Elena yang masih terpaku di tengah
ruangan itu, menahan keinginan kuat untuk mencubit dirinya
sendiri, secepat ini prosesnya" Mimpikah ia...."
" 14 Santhy Agatha "Sudah beres," Victoria meletakkan berkas-berkas itu di
meja Rafael. "Trim's," Rafael tersenyum menatap adiknya,
"Bagaimana?" "Dia kebingungan," Victoria mencibir, "Semua ini terlalu
mudah, Kalau aku jadi dia, pasti juga akan sebingung dia, dan
kamu sudah membuat aku melanggar aturan perusahaan dalam
merekrut pegawai." Rafael tersenyum miris, "Perusahaan ini punyaku, dan aku juga yang berhak
menentukan penerapan aturan itu."
Victoria mengangkat bahunya, "Yah... lagipula siapalah
aku, bisa dibilang kau merintis perusahaan ini demi gadis itu...
sekarang keinginanmu sudah tercapai Rafael."
"Panggil aku Alex kalau berada disini."
Victoria meringis. "Dia pasti akan tahu suatu saat nanti, Rafael," dengan
keras kepala Victoria tetap memanggil kakaknya dengan
panggilan 'Rafael". Papa kita bisa dibilang pengusaha dengan
nama besar. Suatu saat nanti dia pasti akan bisa
menghubungkan namamu dengan papa, dan identitasmu pasti
akan terbongkar." Rafael diam tidak membantah kebenaran yang terasa
jelas di ucapan Victoria, matanya menerawang.
"Dia akan tahu, nanti, setelah aku bereskan semuanya


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuknya." "Dan kamu pikir dia akan berterimakasih padamu
nantinya?" Rafael menggeleng dan tersenyum.
"Ini bukan tentang pemberian dan rasa terima kasih... ini
tentang hutang yang dibayar, Victoria. Dan tidak pernah ada
Unforgiven Hero 15 orang yang wajib berterimakasih atas hutangnya yang
dibayarkan. Yang ada, yang berhutang itulah yang wajib
mengucapkan terima kasih."
Victoria mendesah, menatap kakaknya dengan sedih.
"Aku cuma bisa mendoakanmu, semoga semua baik-baik
saja." dan menyerahkan semuanya pada Tuhan, sambung
Victoria dalam hati. Meskipun dia mulai merasa tidak yakin,
sebab kalau seperti kata orang-orang bahwa Tuhan itu Maha
Pemaaf, kenapa Dia membiarkan kakaknya menanggung dosa
dan rasa bersalahnya selama bertahun-tahun"
" "Ini ruanganmu," Seorang perempuan yang lebih tua
darinya menunjukkan sebuah ruangan kecil di sudut yang
terletak di lantai paling atas gedung megah itu.
"Seluruh staff direksi berjumlah delapan orang -termasuk dirimu, kami bertugas untuk memfasilitasi kegiatan
owner perusahaan ini, yaitu Mr. Alex. Tugasmu adalah
membantu Donita, sekretaris direksi terutama karena dia akan
cuti hamil beberapa bulan lagi. Kamu harus bisa memback up
semua pekerjaannya selama dia cuti nanti. Jadi sekarang dia
yang akan menjadi mentormu," kata perempuan itu, yang
ternyata bernama Ibu Grace. Ia mengedikkan bahu ke arah
seorang perempuan muda yang tadi tidak sempat dilihatnya,
Donita, perempuan muda cantik yang kelihatan montok
karena sedang hamil besar itu tersenyum padanya, dan Elena
merasa lega karena mentornya itu kelihatannya sangat baik.
"Ibu Grace memang kelihatan ketus, tapi dia sangat baik,
dia bisa dibilang wakil direktur utama disini. Dia yang
menghandle semuanya kalau Mr. Alex sedang tidak ada di
tempat," Donita menjelaskan sambil tersenyum ketika mereka
duduk bersama dan Donita menerangkan tugas-tugasnya.
"Pemilik perusahaan ini namanya Mr. Alex?" Elena sudah
tahu sebenarnya, karena penasaran kemarin dia membeli dan
membaca berbagai majalah bisnis yang menyangkut
16 Santhy Agatha perusahaan ini. Dan sesuai dengan keterangan dosennya
sewaktu mencontohkan perusahaan ini sebagai materi
kuliahnya, pemilik perusahaan ini masih muda. Muda dan
cemerlang karena bisa membangun bisnis sesukses ini dalam
waktu yang begitu singkat.
"Ya, kau akan sering bertemu dengannya nanti, apalagi
saat aku cuti melahirkan nanti. Bisa dibilang pekerjaanmu
adalah mengatur seluruh jadwal dan keperluannya," Donita
tersenyum dan matanya menerawang, "Jangan kuatir, Mr. Alex
tidak seketus ibu Grace, dia sangat baik dan tenang, tidak
pernah meledak marahnya..... dan sangat tampan karena ibunya
berdarah Spanyol, bayangkan pria-pria Spanyol yang sexy itu."
Donita mengedip nakal, "Biarpun beliau sedikit murung, seperti
ada sesuatu yang selalu tersimpan di benaknya, membuatnya
susah tersenyum, tapi walaupun begitu..." Donita mengedipkan
matanya lagi, "Dia adalah bujangan paling diincar disini, kesan
misteriusnya malah membuatnya semakin memiliki banyak
penggemar. Sayang dia begitu penuh rahasia, tidak pernah
terlihat dia dekat dengan siapapun."
Elena mengernyit, muda, kaya, sukses, dan cemerlang,
tetapi tidak pernah dekat dengan satu perempuanpun"
Donita tertawa, bisa membaca apa yang ada di pikiran
Elena, "Dia bukan gay," bisiknya pelan, "Sebenarnya ini rahasia,
tapi aku pernah mengatur beberapa pertemuan beliau dengan
perempuan-perempuan cantik dari kalangan atas. Tapi
hubungan mereka sambil lalu saja, Mr. Alex tidak pernah
menjalin hubungan lama dengan satu wanita," Donita
mengehela napas dengan dramatis, "Lelaki setampan itu.... dan
kau tidak boleh jatuh cinta kepadanya Elena, daripada kau nanti
patah hati seperti yang dialami beberapa karyawan di sini yang
berani memendam perasaan kepada Mr. Alex. Mereka semua
berujung patah hati, karena Mr. Alex sedikitpun tidak akan
melirik mereka." Aku tidak akan jatuh cinta kepada 'Mr. Alex' itu. Elena
tersenyum dikulum, berpikir dalam hati, dari ceritanya, lelaki
Unforgiven Hero 17 itu terdengar terlalu sempurna. Sempurna dan pemurung,
ralatnya, sama sekali bukan tipe lelaki idaman Elena, karena
kekasih yang diimpikannya adalah lelaki biasa, yang ceria dan
bisa membuatnya tertawa setiap saat.
Dan lelaki itu bukan Mr. Alex, aku tidak akan pernah
jatuh cinta kepadanya. Elena merasa yakin.
Meskipun keyakinan manusia kadangkala bisa
bertentangan dengan kehendak Tuhan".
" Dia ada disini. Rafael menelan ludahnya, merasa konyol karena
kegugupannya. Astaga! dia yang selama ini menghadapi begitu
banyak orang dengan percaya diri sekarang merasa gugup
hanya karena seorang perempuan biasa yang bahkan tidak
akan mengenalinya. Rafael berdehem menenangkan diri.
Tetapi perempuan ini bukan perempuan biasa,
perempuan inilah yang entah sadar atau tidak, telah mengubah
seluruh kehidupannya, telah mengubah seluruh cara
pandangnya terhadap kehidupan. Perempuan inilah yang
sekarang telah menjadi tujuan hidup Rafael. Kebahagiaannya
adalah tujuan hidup Rafael.
Setelah menarik napas panjang, Rafael melangkah
masuk ke ruangan kantor staff direksi. Ibu Grace sedang berdiri
di dekat pintu dan langsung mengangguk kepadanya.
"Selamat pagi, Mr. Alex." sapanya hormat.
Rafael mengangguk tak kentara, matanya berputar ke
sekeliling ruangan, di mana Elena" Seharusnya dia mulai
bekerja hari ini kan"
Ibu Grace sepertinya menyadari apa yang dicari oleh
Rafael, dia termasuk orang kepercayaan Rafael yang tahu
rencana bosnya itu ketika memasukkan Elena keperusahaan ini.
18 Santhy Agatha "Dia sedang di kamar mandi, Mr. Alex."
Rafael mengangguk, merasa sedikit malu karena wakil
direksinya ini menyadari apa yang dicarinya.
"Suruh dia menghadap ke ruanganku nanti," gumamnya
setelah berdehem dan melangkah masuk ke dalam ruangannya.
Di dalam ruangannya, Rafael merasa begitu susah
berkonsentrasi, berkali-kali dia melemparkan pandangan ke
pintu dengan gelisah. Kenapa Elena lama sekali"
Rafael merasa bahwa detik pertemuan inilah nanti yang
akan menentukan langkah ke depannya. Dia harus memastikan
bahwa Elena tidak akan mengenalinya. Tentu saja dia tetap
harus menghadapi resiko bahwa Elena tetap akan
mengenalinya. Siapa yang bisa mengukur kekuatan ingatan
seseorang" Apalagi ingatan tentang kejadian buruk biasanya
akan lebih kuat melekat. Dan jika Elena mengenalinya, maka
selesailah sudah semuanya.
Rafael merasakan jantungnya berdenyut, dia tidak akan
siap. Dia tidak akan siap jika Elena mengenalinya dan kemudian
membencinya dengan kebencian yang sama seperti yang
ditunjukkan di pertemuan pertama mereka di masa lalu.
Semoga Elena tidak mengenalinya. Rafael masih
merapalkan doa singkat itu berulang-ulang bagai mantra, ketika
sebuah ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatiannya.
"Masuk," gumamnya penuh antisipasi
Unforgiven Hero 19 2 Dia memang tampan. Sangat tampan. Sayang terlalu
tampan, bukan tipeku. Elena langsung memutuskan pada
tatapan pertama mereka. Pria berdarah Spanyol dengan kulit
emas tembaga dan rambut ikal yang hitam legam serta mata
yang dalam itu tampak terlalu berbahaya untuk dijadikan
tipenya. Sementara itu bos barunya itu hanya menatapnya
dengan tatapan menilai-nilai, menimbang-nimbang. Sehingga
hening cukup lama dan Elena tak juga dipersilahkan duduk.
"Duduklah." Mr. Alex tampak tersenyum kecil, seperti
puas karena telah memutuskan sesuatu, "Kau tahu siapa aku?"
Pertanyaan apa itu" Batin Elena tanpa sadar mengernyit.
Tentu saja dia tahu. Mr. Alex tersenyum lagi, seperti menyadari retorika
dalam pertanyaannya, "Ah, maaf aku sedikit gugup."
Sekali lagi Elena mengernyit, gugup" karena bertemu
dengannya" Tidak mungkin. Pasti bosnya ini sedang gugup
karena sesuatu yang lain.
"Kita belum berkenalan." Lelaki itu lalu mengulurkan
jemarinya yang ramping ke arah Elena dan mau tak mau Elena
menyambut uluran tangan itu.
"Kita langsung bersikap informal saja ya, mengingat aku
dan kau akan sering sekali berhubungan. Apalagi saat Donita
memulai periode cuti hamilnya, kau bisa memanggilku dengan
sebutan Mr. Alex saja." gumam lelaki itu setelah melepaskan
genggaman tangannya yang kuat.
20 Santhy Agatha 'Saja'. Elena kadang-kadang merasa geli dengan
ketajamannya menganalisa kata perkata, tetapi itu memang
tidak bisa ditahannya. Kenapa Mr. Alex menggunakan kata 'saja'
di akhir kalimatnya" Seolah-olah dia memiliki nama lain,
bukankah namanya memang Alex"
Lelaki itu berdehem. "Mungkin kau bertanya-tanya
kenapa kau dipanggil masuk ke perusahaan ini. Aku
mempunyai referensi dari universitasmu bahwa kau adalah
lulusan terbaik disana, dan aku sangat senang memberikan
pengalaman dan ruang untuk lulusan-lulusan baru sepertimu
agar bisa mengeksploitasi kecerdasan dan kemampuan kalian.
Aku senang mempekerjakan lulusan-lulusan baru", Mr. Alex
tampak tersenyum dan Elena sedikit bergetar ketika
menyadari, bahwa jika tersenyum lelaki itu tampak luar biasa
tampan, "Karena lulusan baru biasanya lebih mudah diajari
cara-cara modern, mereka mudah menyerap ilmu dan yang
pasti mereka sangat bersemangat."
Mr. Alex berhenti sejenak untuk melihat apakah Elena
mendengarkan kata-katanya, lalu melanjutkan, "Itu juga yang
kuharapkan darimu, kemampuan untuk menyerap ilmu baru
dengan cepat dan semangat yang luar biasa tinggi, bisa?"
"Bisa," Elena menjawab dengan cepat dan mantap. Dia
yakin bisa, dia sangat bersemangat untuk mempelajari hal-hal
baru di sini. Dunia kerja adalah hal baru baginya dan dia yakin
dia memiliki kemampuan untuk belajar secara cepat.
"Bagus," Mr. Alex mengangguk puas, "Melihat dari
bagusnya angka akademismu, aku yakin kau juga akan bagus
pada prakteknya. Kalau begitu, selamat datang di perusahaan
ini Nona Elena, semoga kerjasama kita baik sampai
kedepannya", lelaki itu mengulurkan tangannya lagi, dan
tersenyum sangat manis, "Aku sangat mengharapkanmu Elena"
Elena menerima uluran tangan itu dengan formal.
"Baik, saya akan berusaha sebaik mungkin," kemudian
dia berdiri dan berpamitan kembali ke ruangannya.
"Oh. Elena?" Unforgiven Hero 21 Elena yang sudah di depan pintu dan bersiap
membukanya menoleh ke arah Mr. Alex yang masih duduk
tegak di kursinya, "Aku dengar kau menggunakan transportasi umum
kemari?" Elena mengangguk. "Benar, saya menggunakan angkutan
umum," jawabnya mengernyit dan bertanya-tanya, bukankah
informasi seperti ini sepertinya kurang penting untuk diketahui
oleh seorang big boss"
"Dan aku tahu lokasi rumahmu cukup jauh", Mr. Alex
tampak merenung, berpikir, lalu menatap Elena dengan tegas,
"Aku akan mengusahakan kendaraan operasional untukmu.
Kami memiliki fasilitas antar jemput karyawan khusus untuk
karyawan yang lokasi tempat tinggalnya jauh. Mungkin kau bisa
bertanya kepada Donita untuk mendaftar."
"Itu bagus sekali," mata Elena berbinar tanpa dapat
ditahan, fasilitas antar jemput karyawan ini akan sangat
membantunya. Elena bisa mengirit biaya pulang pergi ke kantor
yang memerlukan berganti angkot tiga kali dalam satu periode
perjalanan, dia akan bisa menabung. "Terima kasih Mr. Alex,
saya akan bertanya kepada Ibu Donita."
Mr. Alex mengangguk, dan Elena melangkah keluar dari
ruangan itu. " Dia tidak mengenaliku. Tanpa sadar Rafael menarik
napas panjang, merasa lega. Dengan pelan diusapnya wajahnya.
Bersyukur bahwa Elena tidak menyadari betapa gugupnya dia
tadi. Betapa dia berjuang menampilkan sosok tegas yang
berwibawa. Karena sosok seperti itulah yang bisa menutupinya
dari kecurigaan Elena. Aku bukan lagi manusia yang tidak punya harga diri
seperti dulu, Elena. Kau pernah mengatakan kepadaku untuk
datang padamu ketika aku sudah punya harga diri lagi.
Sekarang aku punya, harga diri beserta semua atributnya,
22 Santhy Agatha kedewasaan, kebijaksanaan, kebaikan hati. Tetapi entah
kenapa, aku masih merasa tak pantas menemuimu. Aku ini,
manusia yang tak termaafkan.
Rafael mendesah pelan dan menyandarkan kepalanya di
kursinya. Sampai kapan dia harus begini" Tidak bisa mengakui
dirinya yang sebenarnya di depan satu-satunya perempuan
yang menjadi tujuan hidupnya" Sampai kapan dia harus begini"
Bersembunyi" Malu mengakui diri" Rafael tidak punya jawaban,
dia hanya merasa saat ini lebih baik dia memilih jalan pengecut,
bersembunyi di balik bayang-bayang sosok Alex.
Bukankah dengan begini kau bisa lebih bebas


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjaganya", suara hatinya berbisik dan Rafael
menganggukkan kepalanya tanpa sadar.
Ya. Keputusannya tepat. Akan lebih baik jika Elena tidak
pernah mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya. Luka
hati perempuan itu sudah sembuh, sangatlah tidak tepat kalau
dia merusaknya dengan pertemuan dari masa lalu yang pasti
akan membuka luka lama itu.
" "Mr. Alex," panggilan itu membuat Rafael yang sedang
menekuri perjanjian kontrak terbaru mereka dengan sebuah
perusahaan properti mengangkat kepalanya. Rafael sebenarnya
tidak begitu suka dengan panggilan itu, tetapi di perusahaan ini
dia harus dipanggil dengan nama 'Alex", karena dia
menginginkan Elena bekerja disini. Kalau dia tetap memakai
nama Rafael, kemungkinan besar hal itu akan membuat Elena
curiga dan kalau Elena sampai tahu semuanya hal itu akan
menggagalkan rencananya. Sekretaris Rafael, muncul di pintu, tampak gugup,
"Itu"Tuan Damian ingin bertemu."
Rafael mengernyitkan kening, Damian adalah CEO Untuk perwakilan Indonesia dari perusahaan asing yang
menjalin kerjasama dan menanamkan modal di perusahaan ini.
Unforgiven Hero 23 Mengingat betapa dingin dan sinisnya penampilan Damian,
pantaslah kalau sekretarisnya menjadi begitu gugup.
"Persilahkan beliau masuk."
"Aku sudah masuk tanpa kau persilahkan." Damian
melangkah masuk tanpa peduli, dan menggangguk kepada
sekretaris Rafael untuk membuatnya pergi dan langsung duduk
di sofa ruang tamu Rafael.
"Kau membuatnya takut." gumam Rafael sambil melirik
pintu yang ditutup sekretarisnya dengan pelan. Dia melangkah
ke arah bar pribadi di pojok ruangannya dan menuangkan
brendi untuk Damian, dan kopi untuk dirinya sendiri.
Damian melirik pintu dan mengangkat bahu, sambil
menerima gelas brendi dari tangan Rafael,
"Kau harus sedikit lebih keras kepada bawahanmu kalau
ingin dihormati," Damian menatap Rafael tajam, berubah
serius, "Aku ada dua undangan pesta makan malam di rumah
Mikail Raveno dan aku mengira kau mungkin bisa datang ke
sana juga dan berkenalan dengannya."
Kopi yang ditelan Rafael tersedak di tenggorokannya.
"Apa?" Rafael butuh mendengar ulang lagi, merasa tak percaya
dengan indera pendengarannya, "Mikail Raveno?"
"Ya, berkenalan dengan Mikail Raveno," Damian
tersenyum tipis melihat ketidakpercayaan di mata Rafael,
"Kenapa kau tampak begitu terkejut" Kau tahu kan aku
menjalin hubungan bisnis dengannya?"
"Aku tahu kau menjalin hubungan bisnis dengannya, tapi
aku tidak menyangka kau berteman dengannya sampai-sampai
menghadiri persta di luar urusan bisnismu." Rafael bersungutsungut, dan duduk di sofa, di hadapan Damian.
Damian menggeleng, masih tersenyum. Dan menurut
Rafael, lelaki itu sudah lebih banyak tersenyum dari yang biasa
ditampilkannya. Sepertinya pernikahannya dengan Serena
telah membuatnya menjadi orang yang murah senyum.
24 Santhy Agatha 'Aku tahu kau tidak menyukai Mikail Raveno." itu
pernyataan bukan pertanyaan.
"Ya. Aku tidak suka. Aku memang tidak berhak
menghakimi seseorang dari gosip yang kudengar, tetapi
reputasi akan watak Mikail Raveno memang sangat
menakutkan. Aku bahkan mendengar bahwa dia dijuluki "Sang
Iblis" dan aku tidak suka tipikal pengusaha kejam semacam itu."
"Mereka berlebihan, dia tidak sejahat itu.", Damian
terkekeh, "Lagipula isteriku bersahabat dengan istri Mikail."
"Istri Mikail?", Rafael membelalakkan matanya, "Ah ya,
perempuan yang menimbulkan gosip heboh beberapa waktu
lalu karena Mikail menculiknya ya" Mungkin perempuan itu
memang bisa menaklukkan Mikail, aku dengar Mikail Raveno
menjadi "jinak" setelah isterinya itu melahirkan seorang putra
untuknya." Damian terkekeh. "Mikail sudah menemukan
keberuntungannya, dia jatuh cinta kepada istrinya."
"Dan dari senyummu yang aneh itu, pasti kau hendak
mengatakan kalau Mikail bernasib sama denganmu, sama-sama
takluk karena cinta kepada istri kalian."
"Memang," tak ada bantahan dari Damian, lelaki itu
tampak bangga mengakuinya. Dia lalu meletakkan amplop
undangan berwarna keemasan itu di meja kopi, "Ini
undangannya, dan datanglah dengan membawa pasanganmu,"
mata Damian berkilat geli, "Entah kau pandai merahasiakan
pasanganmu atau memang kau tidak tertarik. Kau tidak pernah
terlihat menjalin hubungan dengan siapapun dan itu membuat
kami bertanya-tanya tentang orientasi seksualmu"
Rafael langsung terbahak, "Aku menunggu yang terbaik."
Damian mengganggukkan kepalanya. "Well menurut
pengalamanku, kita memang akan menyerah kepada yang
terbaik, semoga yang terbaikmu itu segera datang."
Unforgiven Hero 25 Rafael merenung, lalu membayangkan Elena. 'yang
terbaiknya" memang sudah datang.
" Rafael memarkir mobilnya di tempat biasa, di sebuah
sudut, tertutup bayang-bayang sebuah pohon besar yang teduh.
Matanya menatap ke arah bangunan asrama tua itu. Tempat
yang sangat dihafalnya dan mungkin merupakan satu-satunya
tempat yang paling sering dikunjunginya secara berkala.
Lalu Elena melangkah keluar dari sana, Rafael melihat
jamnya, selalu tepat jam Sembilan di hari Minggu. Elena akan
pergi berbelanja kebutuhan asrama ke pasar. Gadis itu tampak
ceria dan sehat. Syukurlah, Rafael mendesah dalam hati.
Matanya mengikuti Elena dengan waspada ketika
perempuan itu berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan
umum untuk mengantarkannya ke pasar, dan Rafael
mengernyit ketika sebuah angkutan yang penuh sesak berhenti
di depan Elena dan perempuan itu masuk ke dalamnya.
Dia tidak boleh naik angkutan umum lagi. Putusnya
dalam hati, Rafael harus mengusahakan sesuatu. Setelah yakin
bahwa Elena sudah benar-benar pergi, Rafael mengangkat
ponselnya. "Saya sudah menunggu disini," gumamnya tenang.
Tak lama kemudian, sosok ibu Rahma keluar dengan
hati-hati dari asrama, dan melangkah ke tempat parkir Rafael
yang biasa. Dengan sopan Rafael membukakan pintu dan ibu asrama
itu melangkah masuk. "Dia sangat senang karena diterima di perusahaan itu,"
Ibu Rahma memulai percakapan sambil tersenyum.
Mau tak mau Rafael tersenyum, membayangkan Elena
bahagia membuatnya tak bisa menahan senyum lebarnya.
26 Santhy Agatha "Saya senang, apakah dia merasa curiga" Apakah dia
membicarakannya?" Rafael menatap Ibu Rahma dengan sopan.
Wanita di depannya ini adalah mantan asisten mamanya yang
sudah pensiun dan kemudian karena tidak mempunyai sanak
keluarga, mengajukan diri untuk menunggui asrama putri
tersebut. Asrama ini sebenarnya adalah salah satu dari asrama
milik yayasan sosial yang dikelola oleh Mama Rafael. Dan ketika
Mama Rafael menceritakan semua rencana Rafael, Ibu Rahma
menawarkan diri dengan senang hati untuk membantu. Dan
Rafael sangat menghormati wanita ini, hampir seperti dia
menghormati mamanya sendiri.
"Dia sempat curiga." Ibu Rahma tersenyum melihat
kecemasan di mata Rafael, "Tapi saya sudah berusaha
menghilangkan kecurigaannya itu, lagipula nilai-nilai ijazahnya
memang sangat bagus jadi tidak menutup kemungkinan
perusahaan-perusahaan besar bersaing memperebutkannya."
Rafael menjalankan mobilnya keluar dari tempat
parkirnya semula di bawah pohon besar itu dengan tenang,
mengarahkan mobilnya menuju rumahnya. Karena setiap
minggu, Ibu Rahma akan berkunjung ke rumahnya untuk
bertemu dengan mamanya. Setiap minggu itulah Rafael akan
memanfaatkan waktu itu untuk mengevaluasi dan memperoleh
informasi sebanyak-banyaknya dari Ibu Rahma tentang Elena.
"Mungkin memang saya terlalu berlebihan, seharusnya
saya menempatkannya sebagai staff biasa dulu, tapi saya tidak
tahan, saya lelah melihatnya secara sembunyi-sembunyi seperti
ini. Saya ingin bisa berinteraksi langsung dengannya."
"Saya mengerti," Ibu Rahma tersenyum penuh
kelembutan, "Tetapi tidak adakah ketakutan di hati anda kalau
nanti lama-kelamaan Elena akan menyadari siapa anda
sebenarnya?" Pandangan Rafael menerawang ke depan. "Saya tidak
tahu... saya menganggap ini semua seperti pertaruhan yang
melibatkan hidup dan mati saya... Anda tahu kan betapa saya
Unforgiven Hero 27 sangat menginginkan pertemuan ini, bisa bertatapan langsung
dengan Elena, bisa berbicara langsung. Saya sangat
menginginkan pertemuan ini.... sekaligus takut... sebab jika
Elena sampai mengenali saya... maka selesailah sudah
semuanya." Dengan penuh rasa keibuan, Ibu Rahma mengamati
sosok disampingnya itu. Rafael sedang berkonsentrasi
menyetir, pandangannya lurus ke depan dan tidak menyadari
kalau wajahnya diamati. Ibu Rahma sudah mengenal Rafael
sejak lama, karena dia sudah menjadi asisten mama Rafael
sejak Rafael masih kecil.
Dia sendiri yang menjadi saksi betapa nakal dan
pemberontaknya Rafael di masa mudanya, dia juga yang
menjadi saksi ketika kecelakaan itu telah mengubah Rafael 180
derajat. Dari seorang pemuda ugal-ugalan yang sombong dan
hanya mengandalkan nama ayahnya, menjadi pengusaha yang
berjuang dengan kekuatannya sendiri seperti sekarang.
Tidak. Ibu Rahma memutuskan, Elena tidak akan
mengenali Rafael yang sekarang. Rafael yang sekarang jauh
berbeda dengan Rafael yang dulu. Kebandelan masa remajanya
sudah berubah menjadi sikap dewasa yang penuh wibawa.
Fisiknya sudah berubah menjadi lebih dewasa pula, dan aura
kesombongan dan keangkuhannya telah berubah menjadi
kebijaksanaan yang tenang. Ibu Rahma yakin, Elena tidak akan
bisa mengenali Rafael yang sekarang sebagai pemuda kaya yang
dulu telah merenggut nyawa ayahnya.
"Saya sangat tahu perasaan anda, dan saya akan
mendoakan yang terbaik, untuk anda dan untuk Elena juga. Dia
anak yang baik, anak yang baik luar dan dalam. Hatinya sangat
lembut, dan saya yakin, suatu saat nanti akan datang waktu di
mana Elena akhirnya akan memaafkan anda."
Rafael tersenyum sedih mendengar kata-kata Ibu
Rahma, dimaafkan" Itu terdengar terlalu mewah baginya. Dia
tidak pernah sedikitpun berani memohon agar dimaafkan,
karena dia tahu permohonan itu akan terlalu muluk untuknya.
Dia bersalah, dan dia tak termaafkan, sesederhana itu. Yang dia
28 Santhy Agatha butuhkan sekarang hanyalah agar Elena bahagia. Kebahagiaan
Elena entah sejak kapan, telah menjadi obsesi kehidupannya.
" Elena memasuki lift dengan tergesa-gesa sambil
membawa map berisi berkas-berkas yang kemarin diserahkan
Donita kepadanya. Malangnya, karena kurang berhati-hati, map
itu terlepas dari tangan Elena dan berhamburan di lantai lift.
Membuat Elena dengan gugup langsung berjongkok dan
memunguti kertas-kertas itu di lantai. Sampai kemudian dia
sadar ada sepasang kaki dengan sepatu mahal dan terbungkus
celana panjang hitam dari bahan khasmir yang mahal pula
sedang berdiri di hadapannya.
Elena mendongakkan kepalanya dan bertatapan
langsung dengan Mr. Alex, bos barunya. Lelaki itu berdiri
dengan elegan dan menatap Elena yang berjongkok di
bawahnya dengan sinar geli di matanya,
"Butuh bantuan?"
Elena langsung merenggut seluruh kertas-kertas yang
berhamburan di lantai itu secepatnya,
"Eh tidak Mr. Alex" maaf, saya ceroboh?"
Tiba-tiba Mr. Alex sudah berjongkok di depannya,
tangannya yang kuat tetapi berjemari ramping itu membantu
Elena memungut kertas-kertas yang berserakan, lalu tanpa kata
menyerahkannya kepada Elena.
"Eh" te"terima kasih." gumam Elena gugup sambil
memasukkan kertas-kertas itu kembali ke dalam map.
"Lain kali tidak perlu terburu-buru, tidak akan ada yang
memarahimu.", Mr. Alex meluncur berdiri dengan anggun
bertepatan dengan pintu lift yang terbuka. Lelaki itu lalu
melangkah pergi, meninggalkan Elena yang masih berjongkok
di dalam lift. Unforgiven Hero 29 3 "Selamat pagi."
Suara itu menyapa ramah dan Elena menoleh, menatap
seorang laki-laki yang lumayan tampan sedang berdiri di
sebelah mejanya. Lelaki itu tersenyum ramah.
"Selamat pagi juga," Elena tersenyum juga, berusaha
mengingat-ingat, sepagian ini Donita telah membawanya ke
berbagai ruangan di perusahaan ini, memperkenalkannya
sebagai anak baru, tetapi sepertinya dia tidak ingat pernah
diperkenalkan dengan lelaki ini.
Lelaki di depannya, meskipun berpakaian rapi dan
berdasi tampak urakan dan santai, senyumnya juga seperti
anak nakal di dalam tubuh dewasa.
Lelaki itu mengangkat alis, tampak sadar dengan
pengamatan Elena, lalu tertawa dan mengulurkan tangannya.
"Hai, kenalkan, tadi aku sedang keluar kantor jadi tidak
sempat berkenalan, aku Edo, IT Manager di sini, aku tadi
mendengar ada anak baru yang cantik jadi buru-buru ke sini
untuk mengajak berkenalan," katanya dalam canda.
Pipi Elena memerah mendengar candaan lelaki itu,
tetapi dia menyambut uluran tangan Edo dengan senyum juga.
"Aku Elena." Edo meremas tangan Elena sambil tersenyum lucu


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelum melepaskannya, lalu mengedipkan sebelah matanya.
"Aku tahu tempat makan siang yang enak, mungkin kita
bisa?" "Edo." Suara dalam yang dingin itu menyela percakapan
mereka. Edo langsung menoleh ke arah suara dan tersenyum.
30 Santhy Agatha "Oh Mr. Alex, selamat pagi."
Rafael sedang berdiri di pintu ruangannya, ekspresinya
datar dan tidak terbaca. "Kebetulan kau ada di sini, tolong ke ruanganku
sebentar, ada beberapa hal tentang usulan program baru untuk
data intregrated kemarin yang harus kutanyakan kepadamu."
Edo memutar bola matanya lucu ketika menatap Elena,
lalu menganggukkan kepalanya dan mengikuti Rafael masuk ke
ruangannya. Sementara itu Elena tersenyum geli sambil menatap
punggung Edo. Meskipun tampak urakan dan tidak serius, lelaki
itu tampaknya lelaki yang baik dan menyenangkan.
" Elena merapikan berkas-berkasnya sambil melirik jam
dinding, sudah jam delapan malam. Besok hari yang sibuk
untuk Mr. Alex dan syukurlah akhirnya Elena sudah selesai
menyiapkan semuanya, meskipun akhirnya dia harus
ketinggalan bis karyawan.
Suara di pintu membuat Elena mendongakkan wajahnya
dengan waspada. Mr. Alex berdiri di sana, sepertinya baru
pulang dari pertemuan bisnisnya di luar.
Lelaki itu mengerutkan mata melihatnya, "Kenapa kau
masih ada di sini?" Mata itu sungguh tajam, Elena membatin, "Eh, saya
menyelesaikan berkas-berkas ini dulu, untuk besok."
Rafael menatap tidak suka, "Lain kali tinggalkan saja
pekerjaan itu dan lanjutkan besok," dia melirik jam tangannya,
"Ini sudah terlalu malam untuk bekerja, seharusnya kau sudah
di rumah dan beristirahat. Aku akan menyuruh supir
mengantarmu pulang."
Elena menggelengkan kepalanya panik, "Tidak perlu,
saya bisa naik angkot.."
Unforgiven Hero 31 "Ikuti perintah atasanmu," Rafael menatap tajam
membuat Elena menelan ludahnya, "Sebelum itu, aku ingin
bicara di ruanganku. Kau tidak keberatan membuatkan kopi
untuk kita berdua?" " Kopi itu mengepul panas dan menguarkan aroma nikmat
ke seluruh penjuru ruangan. Elena meletakkan di meja di depan
sofa tempat Mr. Alex duduk dan menunggunya, lalu dengan
gugup dia duduk di depan Rafael, menunggu.
Lelaki itu tercenung, seolah bingung mau bicara apa.
Tetapi itu tidak mungkin bukan" Orang sekelas Mr. Alex tidak
mungkin bingung harus bicara apa.
"Kau sudah tiga bulan di sini," Rafael memulai,
"Bagaimana perasaanmu?"
Elena tersenyum, "Saya senang. Banyak hal yang bisa
saya pelajari." "Apakah rekan-rekan kerja menciptakan suasana yang
kondusif untukmu?" Elena mengangguk, "Mereka sangat baik dan
membantu." Kali ini kening Rafael berkerut, "Kudengar kau dekat
dengan IT Managerku?"
Pipi Elena memerah. Astaga. Darimana Mr. Alex bisa
mendapat informasi macam itu" Dan kenapa pula bos sekaliber
Mr. Alex harus peduli dengan gosip percintaan karyawannya"
Edo. Nama itu menguar di benak Elena. Ya. Mereka
dekat. Itu karena Edo sangat gigih mendekatinya. Dia mengajak
makan siang bersama, kadangkala dia menghampiri Elena dan
mengajak mengobrol tentang berbagai hal. Ya. Elena nyaman
bersama Edo, cukup nyaman sampai membiarkan Edo
mengantarnya pulang ke asrama beberapa hari lalu. Lelaki itu
berkenalan juga dengan ibu asrama. Tetapi, entah kenapa ibu
32 Santhy Agatha asrama tampak tidak suka dengannya, padahal Edo begitu
baik... "Elena?" Rafael bertanya lagi, mengembalikan Elena ke
dunia nyata. Elena mengerjapkan matanya, menatap Mr. Alex dan
sadar bahwa dia belum menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Ya.. Kami cukup dekat, hubungan kami cukup baik."
"Begitu," Mr. Alex tercenung, "Aku cenderung tidak
menyetujui hubungan dekat dengan rekan sekerja. Karena
berdasarkan pengalaman, ketika hubungan itu memburuk,
performa di tempat kerja ikut memburuk."
Elena menghela napas, "Hubungan kami belum sejauh
itu untuk..." "Ya. Aku mengerti. Kalian dekat, tetapi belum
menyentuh konteks asmara. Tetapi tidak menutup
kemungkinan itu akan terjadi bukan?" Rafael menatap Elena
tajam, seolah menembus hatinya.
Elena menganggukkan kepalanya, "Saya tidak bisa
membantah kemungkinan itu, meskipun saya tidak bisa
memastikan. Tetapi kalaupun itu terjadi, saya berjanji akan
berusaha untuk tidak mencampurkannya dengan
profesionalisme pekerjaan saya."
Rafael terdiam dan Elena menanti. Hening lagi, kali ini
lama, dan entah mengapa terasa menegangkan bagi Elena, lalu
Rafael tersenyum samar. "Oke. Kita lihat saja nanti," tatapan mata lelaki itu begitu
misterius, "Pulanglah. Aku sudah menyuruh supirku
menunggumu di depan. Dia akan mengantarmu pulang."
" Ketika Elena pergi, Rafael masih tercenung di ruangan
kerjanya. Edo dan Elena hampir menjadi sepasang kekasih, itu
yang dilaporkan oleh Ibu Grace kepadanya. Rafael memang
Unforgiven Hero 33 memintanya mengawasi Elena di tempat kerjanya. Seminggu
yang lalu ibu Rahma juga meneleponnya dari asrama,
memberitahunya bahwa Elena membiarkan Edo
mengantarkannya pulang ke asrama. Dan beberapa hari
kemudian Edo mulai rutin datang, bahkan di hari minggu.
Rafael tidak pernah memikirkan kemungkinan ini
sebelumnya. Tidak pernah menyangka bahwa mungkin Elena
akan bertemu lelaki yang dia sukai di tempat kerjanya.
Seharusnya dia tahu, Rafael mendesah, Elena terlalu cantik.
Seharusnya dia memperkirakan bahwa akan ada beberapa
orang yang tertarik untuk mendekatinya.
Dan itu mengganggu Rafael, dia harus menghentikan ini
semua sebelum terlalu jauh.
Mata Rafael terpaku pada cangkir kopi Elena. Ada sisa
lipstick di sana. Lipstick Elena, bekas bibir Elena. Lalu, karena
didorong oleh luapan gairah dan perasaannya, Rafael
mengambil cangkir itu, lalu mengecup lembut bekas bibir Elena
di sana. "Kau akan menjadi milikku Elena, seperti yang
seharusnya terjadi, karena hanya aku-lah yang berhak
menjagamu," gumamnya penuh tekad.
" Seperti seorang pengintai yang mengawasi dari jauh..
Rafael membatin, setengah benci kepada dirinya sendiri
yang berlaku seperti pengintai, mengawasi Elena dan Edo.
Mereka berdua sedang berkencan, tentu saja. Dan Rafael di sini,
mengawasi mereka. Jalanan ini memang dikondisikan bagi
pejalan kaki yang ingin menikmati berjalan-jalan sambil
berbelanja. Caf"-caf" yang cozy bertebaran dengan nuansa ala
barat, berpayung eksotis di pinggir-pinggir jalan, menawarkan
suasana makan yang berbeda. Ada juga penjual bunga di sana,
dan beberapa penjual cinderamata lainnya. Rafael terus
mengawasi ketika Edo mengajak Elena berhenti di depan
penjual bunga, lalu memberikannya setangkai mawar putih.
34 Santhy Agatha Perbuatan sederhana yang membuat pipi gadis itu merona
merah. Dada Rafael terasa panas. Kurang ajar Edo. Lelaki itu
merusak semua rencananya dengan mendekati Elena. Rafael
semakin mantap untuk menyingkirkan lelaki itu, dengan
langkah yang cukup elegan tentu saja.
Suara tawa pelan membuat Rafael mengalihkan
perhatian dari pasangan yang berbahagia itu. Rafael menoleh
ke arah Alice yang duduk di dalam mobil disebelahnya.
"Kenapa kau tertawa?"
Bibir Alice yang berwarna merah mencebik, "Karena
tatapanmu itu, kau seolah-olah ingin membunuh laki-laki itu."
"Memang." Alice mengkerutkan alisnya, "Jadi dia yang harus
kuincar" Dia tampak jatuh cinta kepada gadismu itu, kau yakin
dia bisa tergoda olehku?"
"Semua laki-laki normal akan tergoda olehmu kalau kau
memutuskan merayu, Alice. Karena itu aku meminta tolong
kepadamu," gumam Rafael tenang.
Alice tertawa lagi, "Kau tidak tergoda olehku, apakah ada
sebab khusus atau memang kau bukan lelaki normal?"
"Ada sebab khusus," Rafael langsung menutup diri, "Kau
sudah setuju untuk membantuku dan tidak bertanya-tanya."
"Oke, aku tidak akan mengganggumu dengan
pertanyaan-pertanyaanku," Alice tersenyum menggoda,
"Apakah sebab khususmu itu itu adalah gadis itu?"
"Alice," nada suara Rafael penuh peringatan. Membuat
Alice mengangkat bahunya dan menyerah, tidak bertanya lagi.
Lelaki ini memang tidak bisa diajak bercanda, batinnya dalam
hati. "Jadi kapan aku harus melaksanakan rencanamu itu?"
Unforgiven Hero 35 "Akhir pekan ini, aku akan mengadakan pesta akhir
tahun, mengundang beberapa kenalan dan karyawanku di
rumahku. Kau dekati Edo saat itu."
"Oke, Rafael. As You Wish."
" "Pesta tahunan yang diadakan oleh Mr. Alex selalu
meriah," Donita tersenyum sambil duduk di depan meja Elena.
Dia sudah tampak kepayahan membawa perutnya yang
semakin membesar, cuti hamilnya tinggal beberapa hari lagi,
tetapi dia tampak bersemangat, "Makanannya benar-benar
kelas tinggi, Mr. Alex benar-benar tidak pelit kepada kami, para
karyawannya. Kau tidak boleh melewatkannya."
Elena tertawa dan memainkan pena di tangannya,
"Apakah semua karyawan diundang?"
"Tentu saja. Dan sebagian besar tidak akan
melewatkannya. Pesta akhir tahun di rumah Mr. Alex
merupakan salah satu hal yang ditunggu-tunggu, kau akan
datang kan Elena?" Edo sudah mengajaknya untuk datang bersama. Elena
membatin dalam hati, tiba-tiba merasa hatinya hangat. Dia
belum lama kenal dengan Edo, tetapi entah kenapa semua
terasa pas. Mereka bisa mengobrol berjam-jam tanpa merasa
bosan. Bahkan Elena sadar bahwa hubungan mereka bisa
berjalan lebih jauh. "Pipimu memerah," Donita tertawa, "Kau akan datang
dengan Pak Edo ya?" Pipi Elena makin memerah, dia menatap Donita hatihati, "Apakah sejelas itu?", tanyanya berbisik.
"Apanya?" "Tentang hubungan kami," Elena mendekatkan bibirnya
ke telinga Donita dan berbisik pelan, "Bahkan Mr.Alex sempat
menanyakannya kepadaku."
36 Santhy Agatha Donita mengernyitkan keningnya, "Mr.Alex menanyakan
kepadamu" Wah itu tidak pernah terjadi sebelumnya, setahuku
beliau tidak pernah mempedulikan gosip percintaan
karyawannya, kalau sampai Mr. Alex bertanya, mungkin
gosipnya sudah meledak sedemikian rupa," Donita terkekeh,
"Tapi tidak ada ruginya, kalian pasangan yang cocok, dan Pak
Edo akhirnya berlabuh juga."
Elena gantian mengernyitkan keningnya, "Akhirnya
berlabuh juga" Apa maksudmu?"
"Ups," Donita seolah merasa bersalah telah kelepasan
bicara, "Aku tidak bermaksud membuka keburukan Pak Edo.
Tetapi sepertinya sejak bertemu denganmu beliau sudah
berubah. Dulu Pak Edo terkenal playboy, suka gonta ganti pacar
dengan status yang tidak jelas. Tapi manusia kan bisa berubah
dan kuharap kehadiranmu bisa merubah Pak Edo menjadi lebih
baik." Elena merenung. Benarkah Edo dulunya playboy" Tetapi
lelaki itu sangat sopan, sangat menghormatinya, sangat baik.
Mungkin benar kata Donita, Edo sudah berubah lebih baik.
Elena sangat berharap begitu.
" Malam pesta itu, Edo menjemputnya meskipun agak
terlambat. Lelaki itu tampak rapi dan elegan dengan kemeja
dan jas santai warna biru tuanya, "Maafkan aku terlambat," Edo
menatap Elena menyesal setelah dia menjalankan mobilnya,
"Tadi ban mobilku kempes di jalan."
Elena menganggukkan kepalanya dan tersenyum,
"Tidak apa-apa, Edo."
Edo menatap Elena lama dengan pandangan penuh
arti, membuat Elena bingung. "Kenapa kau menatapku seperti
itu?" "Tidak kenapa-kenapa," lelaki itu mengalihkan
pandangannya dengan senyum dikulum, "Hanya saja kau sangat
berbeda dengan perempuan-perempuan lain yang pernah dekat
Unforgiven Hero 37 denganku. Mereka pasti akan merajuk dan marah-marah jika
aku telat menjemput, meski dengan alasan apapun. Tetapi kau
berbeda, kau menerima alasanku dengan penuh pengertian."
Elena hanya tersenyum menanggapi pernyataan Edo,
tetapi kemudian Edo menggenggam sebelah tangannya dengan
lembut. "Perasaanku kepadamu juga berbeda Elena. Kuharap
kau merasakan hal yang sama."
Apakah itu pernyataan cinta" Elena bertanya-tanya
dalam hati, menatap Edo, mencari jawaban.


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maukah kau menjadi kekasihku Elena" Aku
mencintaimu, dan aku berjanji akan menjadi kekasih yang
baik." Elena menatap Edo dalam senyum, lalu terkekeh,
"Jawabannya nanti saja yah setelah pesta."
Edo membalas senyum Elena, lalu terkekeh geli,
"Dasar, kau sengaja ya, mau menyiksaku sepanjang pesta,
harap-harap cemas akan jawabanmu?"
Mereka lalu tertawa bersama.
" Benar kata Donita kemarin, Mr. Alex benar-benar tidak
pelit kepada para karyawannya. Pesta yang diadakannya di
rumahnya sangat elegan dengan menu makanan yang mewah
dan luar biasa. Para pelayan berdiri hilir mudik menawarkan
makanan kecil dan minuman di nampan. Sementara di meja
prasmanan, makanan tampak tidak ada habis-habisnya.
"Ramai sekali di sini," Edo menggenggam lengan Elena
dengan lembut, "Mungkin kita harus minggir supaya tidak
tertabrak." Mereka terlambat datang ke pesta itu. Karena Edo
terlambat menjemputnya tadi, jadi mereka ketinggalan acara
pembuka, sambutan oleh Mr. Alex sebelum acara makan-makan
dimulai. Sekarang semua tamu sudah membaur saling
bercakap-cakap satu sama lain, menikmati hidangan.
38 Santhy Agatha Pesta ini diadakan di kebun di halaman belakang
rumah Mr. Alex yang sangat indah. Rumah itu bergaya western
dengan cat putih mendominasi keseluruhan bangunannya. Dan
warna lain yang dominan adalah hijau. Warna itu memenuhi
hamparan rumput luas yang tertata rapi, dengan lampu-lampu
kuning yang temaram, menambah keeksotisan suasana pesta.
Sementara itu, meja prasmanan dihidangkan di gazebo luas, di
tepi kolam renang. Pemilik pesta itu, Mr. Alex tampaknya tidak ada. Elena
membatin, matanya sudah mencari kemana-mana, tetapi dia
tidak bisa menemukan sosok itu.
"Aku akan mengambilkanmu minum," Edo bergumam
lembut, "Tunggu di sini ya."
Elena menganggukkan kepalanya dan tersenyum, lalu
membiarkan Edo menembus kerumunan orang yang lalu lalang,
mencari minuman. Dia berusaha mencari-cari orang yang
dikenalnya, tetapi tidak menemukannya, Donita bilang dia tidak
mungkin datang dengan kandungannya yang sudah sebesar itu,
meskipun sebenarnya dia sangat ingin.
Elena berdiri di tempat itu beberapa saat, melayani
beberapa teman yang menyapanya. Tetapi lama kemudian dia
mengernyit karena Edo tak kunjung datang.
"Kau datang sendirian di sini?" suara itu sangat
familiar, membuat Elena menoleh dengan tegang. Dan benar
juga. Mr. Alex yang berdiri di sana, dengan segelas minuman di
tangannya, menatapnya dengan pandangan yang tidak terbaca.
"Eh tidak," Elena menoleh ke belakang, mencari sosok
Edo yang tak kunjung datang, "Saya datang bersama Edo."
"Lalu di mana dia?" Mr. Alex mengernyitkan
keningnya, tampak tidak suka.
"Dia". Katanya dia sedang mengambilkan minuman."
"Oh," Rafael menatap ke arah pandangan Elena, "Dia
bodoh membiarkan pasangannya sendirian di sini, bisa-bisa
Unforgiven Hero 39 pasangannya dicuri orang," Matanya yang tajam melembut dan
Elena bisa melihatnya, ternyata Mr. Alex menyimpan
kelembutan di dalam dirinya, dibalik sikap dingin yang selalu
ditampilkannya. "Kau mau kutemani masuk dan mencari kekasihmu"
Mungkin dia tersesat di dalam sana," Rafael mengedikkan
bahunya ke arah bagian dalam rumah.
"Eh, tidak" mungkin saya akan menunggu di sini."
"Kita akan mencarinya, lagipula aku butuh Edo, ada
beberapa hal tentang pekerjaan yang ingin kubicarakan
dengannya," dengan lembut Rafael menghela Elena supaya
melangkah bersamanya, memasuki pintu kaca besar yang
menjadi pembatas antara taman kolam renang dengan bagian
dalam rumah. Beberapa orang tampak duduk di bagian dalam rumah,
asyik bercakap-cakap di semua sudut. Elena memandang ke
sekeliling, juga ke bar yang menyediakan minuman, tetapi Edo
tidak ada di sana. "Mungkin dia ada di atas," Rafael mengedikkan
bahunya ke arah tangga menuju lantai dua yang tampak
temaram. "Apakah lantai atas juga dibuka untuk pesta?" Elena
menatap Mr. Alex dengan ingin tahu. Lelaki itu tersenyum
miring menanggapi. "Tidak. Tapi di sana ada kamar mandi. Mungkin Edo
memutuskan memakai kamar mandi di lantai atas. Ayo," Sekali
lagi Rafael menghela Elena mengajaknya menaiki tangga.
" Sepertinya tidak ada tamu yang naik ke lantai dua,
mungkin sudah menjadi peraturan umum bahwa lantai dua
adalah area pribadi pemilik rumah dan bukan area pesta. Mr.
Alex mungkin salah, Elena melirik ragu kepada laki-laki yang
40 Santhy Agatha sedang berjalan di sebelahnya, Edo tidak mungkin berani naik
ke lantai dua rumah Mr. Alex tanpa izin.
"Kamar mandi di lantai dua ada di ujung lorong,"
Rafael menunjuk, "Biasanya ada beberapa tamu yang ingin tahu
yang tersesat di sini," mereka terus berjalan menuju ke area
kamar mandi di ujung lorong, sampai sebuah suara
mengalihkan perhatian mereka.
Suara itu sudah pasti adalah desahan seorang
perempuan, sebuah desahan yang menyiratkan arti yang tak
terbantahkan. Pipi Elena memerah, itu suara perempuan yang
sedang bercinta. Meskipun tidak berpengalaman setidaknya
Elena bisa membedakan suara desahan seperti itu. Diliriknya
Mr. Alex yang berdiri di sebelahnya, apa yang akan dilakukan
Mr. Alex mengetahui ada orang yang bercinta di salah satu
kamar di rumahnya" Apakah yang sedang bercinta itu tamu
rumah ini" Rafael hanya melirik ke arah Elena dan mengangkat
bahu sambil tersenyum miris.
"Rupanya ada yang sedikit lupa diri di pestaku ini.
Tunggu sebentar, aku akan mengingatkan mereka agar mencari
kamar di motel terdekat dan tidak mencemari salah satu kamar
tamuku." Masih sambil tersenyum, Rafael membuka pintu kamar
itu lebar-lebar. Elena menatap dan langsung mundur selangkah
dengan kaget. Pemandangan di depannya membuat jantungnya
serasa mau lepas. " Yang ada di depan mata Elena sungguh tak terduga.
Sama sekali tidak terduga. Tangannya gemetar, menutup
mulutnya yang mengeluarkan suara terkesiap karena kaget.
Di depannya, tampak Edo, setengah duduk dengan
kepala bersandar di kepala ranjang, rambut Edo acak-acakan,
jasnya sudah terlepas entah dimana, kemejanya terbuka
kancingnya, menampakkan kulit dadanya yang kecoklatan.
Unforgiven Hero 41 Dan" seorang perempuan cantik sedang duduk mengangkangi
pinggangnya, perempuan itu setengah telanjang, dengan gaun
yang sudah melorot sampai ke pinggang. Dua insan itu sedang
berciuman dengan begitu panas, pinggul si wanita menggesekgesek selangkangan Edo dengan begitu bergairah. Mereka
tampak lupa diri. Rafael melirik sekilas ke arah Elena yang pucat pasi,
lalu dia bergumam sedikit keras.
"Aku rasa kalian harus mencari hotel, dan
meninggalkan rumahku."
Suara Rafael tenang, namun tak terduga bagi pasangan
yang sebelumnya terlalu larut dalam nafsu. Edo yang tersadar
pertama kali. Dia menoleh ke arah Rafael, lalu berseru kaget
ketika melihat Elena. Dan dengan gerakan reflek langsung
mendorong perempuan yang mengangkanginya itu menjauh
dari tubuhnya. Ekspresi keduanya tampak berseberangan. Edo
tampak pucat pasi dan penuh rasa bersalah, sedangkan
perempuan itu, meskipun tadi terdorong oleh Edo sampai
hampir jatuh, tampak begitu tenang, berdiri dengan elegan
sambil merapikan gaunnya, lalu tersenyum manis.
"Well, tak kusangka kita tertangkap basah di sini
sayang," bisiknya sambil melirik mesra kepada Edo, "Mungkin
benar kata sang tuan rumah, kita harus pindah ke hotel."
"Diam Alice!" Edo menyusul berdiri sambil berusaha
merapikan pakaiannya, dia lalu menatap Elena dengan cemas,
"Elena, aku bisa menjelaskan, semua ini hanyalah salah paham."
Salah paham" Elena mengigit bibirnya untuk menahan
perasaan. Bagaimana mungkin ini salah paham, di depan
matanya sendiri dia melihat Edo sedang bercumbu dengan
begitu panasnya. Padahal beberapa jam sebelumnya lelaki ini
menyatakan cinta dan memintanya sebagai kekasihnya.
Bagaimana mungkin ini bisa dikatakan salah paham"
Pemandangan di depannya jelas-jelas merupakan bukti bahwa
Edo ternyata masih lelaki yang sama, pemain perempuan
42 Santhy Agatha seperti yang dikatakan oleh Donita. Mungkin dia memang
sedang mengincar Elena sebagai korbannya. Tidak ada yang
lebih menyenangkan bagi seorang pemain perempuan selain
mendapatkan seorang gadis yang masih lugu dan mudah ditipu.
Dan bodohnya.. Elena mempercayai Edo, dia bahkan
memiliki perasaan indah yang ditumbuhkannya dengan begitu
bodoh kepada lelaki itu. Hatinya terasa sakit, sakit dan sesak
yang membuatnya tak mampu berkata-kata. Dikepalkannya
kedua tangannya, dia bahkan tak mampu menatap Edo,
dipalingkannya kepalanya dengan mata yang terasa panas
membasah. "Elena?" Edo mengerang melihat mata Elena yang
mulai berkaca-kaca, "Sungguh aku tidak melakukannya dengan
sengaja, aku terlalu banyak minum dan Alice menggodaku dan
aku"." "Aku menggodamu?" Alice melipat lengannya dengan
senyum simpul, "Kau yang menyeretku ke kamar terdekat
karena tidak bisa menahan gairah."
"Diam Alice!" sekali lagi Edo membentak perempuan
bernama Alice itu. Dia lalu berusaha mendekat ke arah Elena,
"Elena, aku"."
"Menjauhlah dari Elena," Rafael melangkah ke depan
Elena, menghalangi Edo, "Aku harap kalian segera
meninggalkan tempat ini."
Edo terpaku, menatap ke arah Elena, menyadari
bahwa perempuan itu bahkan tidak mau menatap ke arahnya.
Dia menghembuskan nafas dan menatap Elena penuh harap,
"Aku harap kita bisa berbicara nanti," lelaki itu menyerah dan
melangkah pergi meninggalkan kamar.
"Well aku rasa aku harus pergi juga," Perempuan
bernama Alice tampak ceria, sama sekali tidak terpengaruh dan
merasa malu karena terpergok bercumbu dengan seseorang di
kamar orang lain pula. Alice merapikan gaun dan rambutnya
dengan genit, lalu melangkah melewati Rafael dan Elena. Dalam
Unforgiven Hero 43 kilatan satu detik, yang tentu saja tidak dilihat oleh Elena, Alice
mengedipkan matanya kepada Rafael.
" "Kau mau minum?"
Pesta sudah usai. Para tamu sudah pulang. Hanya Elena
yang masih duduk di dapur modern milik Rafael. Setelah
kejadian tadi Rafael mengantarnya ke sana dan menyuruhnya
duduk menenangkan diri, menyuruh pelayan menyediakan
cokelat hangat untuknya, lalu meninggalkannya untuk
menemui para tamunya, dan berjanji akan mengantarkannya
pulang nanti. Selama ditinggalkan sendirian Elena terus merenung,
kejadian tadi berulang-ulang di matanya. Dan sangat tidak
disangkanya. Begitu bebaskah kehidupan Edo sehingga dia bisa
bercumbu begitu saja dengan sembarang wanita yang
ditemuinya di pesta" Rasa sakit menusuk dadanya,
membuatnya menghela nafas berkali-kali.
Setidaknya dia belum jatuh cinta terlalu dalam kepada
Edo, setidaknya dia belum menumbuhkan perasaannya terlalu
jauh" Rupanya lama sekali Elena berkutat dengan
pikirannya, karena pesta pada akhirnya usai. Mr. Alex datang
menemuinya, dan duduk bersamanya di dapur, melihat cangkir
cokelat hangatnya yang hampir kosong dan menawarkan
minuman lagi. Elena menggeleng menjawab pertanyaan Rafael. Tidak.
Dia tidak ingin minum apapun. Dia hanya ingin pulang dan
mungkin menangis sendirian di kamarnya.
"Saya hanya ingin pulang?" gumam Elena akhirnya,
melirik jam di dinding dapur yang sudah semakin malam.
Rafael mengikuti arah lirikan Elena dan tersenyum
lembut, "Aku akan mengantarkanmu pulang, jangan cemas".
Apakah kau baik-baik saja Elena?"
44 Santhy Agatha Pipi Elena memerah. Tidak. Dia tidak baik-baik saja. Dia
patah hati dan merasa dikhianati, dan juga malu. Malu kepada
Mr. Alex yang menatapnya dengan penuh perhatian kepadanya
saat ini. Malu mengingat percakapan mereka beberapa malam
yang lalu tentang hubungannya dengan Edo. Mr. Alex pasti
menertawakan kebodohan dan kepolosannya dalam hati
karena dia begitu mudah ditipu.
"Tidak semua laki-laki seperti Edo," Rafael membalikkan
badan, melangkah menuju bar yang ada di samping dapur. Dan
menuang minuman, lalu meletakkan salah satu gelasnya di
depan Elena, "Ini minumlah."
"Ini apa?" Elena mengernyit, menatap ke arah gelas
minuman di depannya. Cairan itu berwarna bening dan
keemasan. "Itu champagne. Rasanya manis dan tidak begitu keras.
Mungkin bisa sedikit menenangkanmu."
Elena menatap gelas itu dengan ragu. Menimbangnimbang. Seumur hidupnya dia tidak pernah meminum


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minuman beralkohol dan tidak yakin akan reaksinya setelah
meminum itu. Apakah dia akan mabuk dan menari-nari seperti
orang gila nantinya"
Rafael mengamati Elena yang tercenung sambil menatap
gelasnya dan tersenyum. "Satu gelas tidak akan membuatmu mabuk. Kau bisa
menyesapnya pelan-pelan. Kalau kau merasa tidak mampu, kau
bisa berhenti tanpa menghabiskannya."
Elena menghela napas panjang. Oke. Dia merasa layak
meminum segelas champagne mahal setelah apa yang
dialaminya tadi. Dengan cepat dia meneguknya. Rasa manis
langsung menyebar di rongga mulutnya diikuti rasa hangat
yang pekat. Dan kemudian terbatuk-batuk.
Rafael mengernyitkan alis melihat cara Elena minum
champagne-nya lalu tertawa.
Unforgiven Hero 45 "Aku bilang disesap, sayang, jangan diteguk sampai
habis, kau akan kehilangan aromanya kalau begitu," lelaki itu
mendekati Elena yang terbatuk-batuk lalu mengusap
punggungnya dengan lembut, "Kau tidak apa-apa?"
Elena menganggukkan kepalanya, tiba-tiba menyadari
kedekatan Rafael yang terasa panas di belakangnya.
"Saya rasa, saya harus pulang sekarang," Elena
meletakkan gelasnya dan mencoba berdiri, dia agak terhuyung,
sehingga Rafael harus memegang lengannya.
"Baiklah, aku akan mengantarkanmu pulang. Ini sudah
terlalu malam," dengan lembut Rafael menggandeng lengan
Elena dan membawanya keluar. Ketika melangkah, tiba-tiba
Elena terjatuh, membuat Rafael harus menangkapnya lagi. Kali
ini setengah memeluknya begitu dekat.
Rafael menatap wajah yang sangat menggoda, yang
begitu dekat dengannya, bibir itu". Astaga, bibir itu begitu
ranum dan lembut, pasti terasa manis ketika disesap,
mengalahkan rasa champagne yang paling mahal sekalipun.
Rafael lupa diri, dan kemudian, tanpa peringatan, ditariknya
Elena ke dalam pelukannya dan dikecupnya bibirnya lembut.
Elena terkejut, luar biasa terkejut ketika lelaki ini,
atasannya tiba-tiba memeluknya dengan begitu erat dan
mengecup bibirnya. Tetapi kecupan itu tidak dimaksudkan
sebagai paksaan. Mr. Alex menciumnya dengan lembut, tetapi
tidak kasar, lelaki itu seolah memberi kesempatan Elena
menolak kalau dia tidak mau. Dan Elena tidak punya tenaga
untuk menolak. Aroma jantan itu, parfum bercampur harumnya
anggur memenuhi seluruh inderanya, membuatnya tertarik
tanpa daya. Dia tidak pernah sedekat ini dengan lelaki
sebelumnya, sehingga rasa ingin tahu memenuhi dirinya.
Mungkin ketika dia mendapatkan akal sehatnya nanti dia akan
menyalahkan anggur yang diminumnya. Tetapi sekarang Elena
hanya ingin merasakan ciuman itu, merasakan lebih jauh lagi.
Rafael memperdalam kecupannya menjadi lumatanlumatan bergairah, bibirnya membuka dan melumat bibir
46 Santhy Agatha manis Elena, menjilatnya lembut lalu menyesapnya dengan
penuh gairah, darah Rafael menggelegak, gairahnya yang begitu
lama tidak tersalurkan tiba-tiba semakin naik, membuatnya
mempererat pelukannya, dan memperdalam lumatannya.
Ciuman itu yang semula hanya dilakukan untuk mencicipi,
berubah menjadi kebutuhan untuk memiliki, merasakan
keseluruhannya. "Elena," Rafael mengerang penuh gairah, suaranya
dalam dan tersiksa, "Oh ya ampun, setiap saat aku selalu
membayangkanmu. Membayangkan bisa menyentuhmu seperti
ini, menyiksa diriku hingga seluruh tubuhku terasa sakit karena
merindukanmu. Aku pikir aku pantas menerima itu, sebuah
hukuman untukku" Tetapi sekarang, sekarang kau ada dalam
pelukanku, dan aku tidak tahu harus bagaimana," lelaki itu
berucap pendek-pendek dengan nafasnya yang tersengal,
dengan bibir yang begitu dekat dengan bibir Elena sehingga
membagi panas nafasnya. Elena mendengarkan ucapan Rafael itu, tetapi
pikirannya terlalu berkabut untuk mencernanya. Dia hanya
menangkap bahwa Rafael membayangkannya.
Membayangkannya" Benarkah"
Tetapi kemudian seluruh pertanyaan di benaknya
lenyap ketika lelaki itu melumat bibirnya lagi. Kali ini tanpa
batasan apapun, bibir lelaki itu panas, dan terbuka dan
melumat keseluruhan bibirnya seolah ingin melahapnya.
Elena tidak pernah menduga sama sekali, Mr. Alex yang
begitu dingin dan seolah tidak berperasaan bisa menjadi lelaki
yang begitu penuh gairah dalam berciuman. Ciuman itu
membuatnya lemas, sehingga harus bergantung pada tubuh Mr.
Alex. Kedua lengannya melingkari tubuh Mr. Alex dan
atasannya itu seolah tidak keberatan. Lelaki itu
membungkukkan tubuhnya lalu setengah mengangkat tubuh
Elena, seolah ingin menghapus batasan tinggi badan di antara
mereka, dan melumat Elena dengan menggila, sepenuh
gairahnya. Unforgiven Hero 47 "Kau sangat menikmati ciumanku rupanya, sayang,"
bibirnya menggoda, menjilat lembut, lidahnya menelusup pelan
sebelum kemudian menciumnya lagi dengan bergairah, "Aku
juga." Rafael menatap Elena, perempuan itu sepertinya sudah
takluk ke dalam cumbuannya. Apakah karena pengaruh
anggur" Rafael tidak mau Elena takluk kepadanya karena
anggur, dengan lembut digodanya Elena lagi hingga perempuan
itu mengerang, kebingungan dengan gairah aneh yang baru
pertama dirasakannya. "Elena yang begitu polos dan suci"kau tidak tahu betapa
inginnya aku menjadi orang pertama yang merusakmu?"
Bibir mereka masih bertautan dalam kecupan dan
pagutan-pagutan yang panas. Kemudian jemari Rafael mulai
menelusuri lengan Elena, naik turun di sepanjang lengannya
dengan panas dan penuh gairah.
Elena merasakan sekujur tubuhnya panas. Entah karena
pengaruh anggur yang diteguknya tadi, entah karena elusan Mr.
Alex. Mungkin satu gelas anggur yang diteguknya langsung di
saat perdananya mencicipi champagne terlalu berlebihan
baginya. Kepalanya mulai berkunang-kunang, tetapi walaupun
begitu seluruh inderanya masih hidup. Dipenuhi oleh jutaan
sensasi aneh yang menyelimutinya.
Rafael sendiri masih sibuk melumat bibir Elena, bibir
yang dirindukannya sejak lama, bibir yang hanya bisa
dibayangkannya di malam-malam kesepiannya. Lelaki itu mulai
lupa diri, diangkatnya tubuh Elena yang setengah mabuk dan di
bawanya ke kamarnya. 48 Santhy Agatha 4 Dengan lembut tetapi bergairah dibaringkannya tubuh
Elena. Gadis itu sudah pasrah dalam pelukannya, dan Rafael
amat sangat tergoda untuk memilikinya, seketika itu juga.
Tubuhnya menindih tubuh Elena, jemarinya
menyibakkan gaunnya, menelusuri paha Elena dengan lembut,
semakin ke atas, sampai kemudian menyentuh kewanitaannya.
Jemari Rafael memainkannya dengan lembut, tahu bahwa
tempat itu tidak pernah tersentuh sebelumnya dan sangat
sensitif. Elena mengejang merasakan sensasi aneh yang
menyengat di pusat kewanitaannya ketika jemari Rafael
bermain di sana. Tempat yang tidak pernah tersentuh
sebelumnya. Rafael begitu ahli, mengetahui titiknya yang paling
sensitif, lalu menggerakkan jemarinya memutar di sana
membuat Elena merasakan kenikmatan aneh yang tidak pernah
berani dia bayangkan sebelumnya.
Sementara itu Rafael merespon gerakan Elena dengan
bergairah, kejantanannya telah begitu mengeras, mendesak
celananya. Ingin segera merasakan tubuh Elena dan
menenggelamkan diri di kewanitaannya tanpa pembatas
apapun. "Kau menginginkannya sayang" Jawab aku." Suara Rafael
begitu parau penuh gairah. "Aku tidak ingin memaksamu, aku
ingin kau menyerah karena kau mau." Kejantanannya yang
mengeras menggantikan jemarinya, mendesak di sana, di pusat
kewanitaan Elena yang paling sensitif.
Rafael menunggu, menunggu Elena menjawab, dia
membutuhkan persetujuan Elena, entah dalam bentuk katakata, entah dalam geliatan respon tubuhnya yang menunjukkan
Unforgiven Hero 49 bahwa perempuan itu setuju. Tetapi suasana berubah menjadi
hening, Elena bahkan tidak bergerak di bawah tindihannya.
"Elena?" Rafael menundukkan kepalanya, wajahnya
sangat dekat dengan wajah Elena, napasnya masih memburu,
menunjukkan gairahnya. Tetapi kemudian dia menyadari napas
Elena yang teratur. Gadis itu ... tertidur"..
Rafael menahan dirinya untuk tidak mengumpat.
Tubuhnya yang sakit karena gairah tak tersalurkan
mendorongnya untuk menumpahkannya dalam kata-kata.
Tetapi Rafael berhasil menahan diri. Dia menghela napas
dalam-dalam, sambil menggertakkan gigi karena kejantanannya
menggesek tubuh Elena. Rafael memundurkan tubuhnya
dengan hati-hati hingga duduk di atas ranjang. Menatap Elena
yang sepertinya sudah tenggelam dalam tidur pulasnya.
Oh Ya Ampun, akhirnya dia bisa membawa Elena dengan
penuh gairah ke atas ranjangnya. Hal yang tidak pernah
dilakukannya kepada perempuan lain, dan Elena bisa-bisanya
tertidur! Dengan pulas pula. Mungkin tadi tidak seharusnya dia
membiarkan Elena meminum anggurnya. Satu gelas anggur
rupanya terlalu berlebihan untuk gadis yang tidak
berpengalaman seperti Elena.
Rafael tersenyum ironis memikirkan semua kejadian
tadi. Disentuhnya pipi Elena dengan lembut. Tidak bisa
menahan dirinya. Lelaki itu lalu mengecup bibir Elena dengan
hati-hati, kemudian dengan gerakan cekatan dan tak kalah hatihatinya, dilepaskannya gaun Elena. Pelan-pelan, hingga gadis
itu setengah telanjang hanya mengenakan pakaian dalam.
Tubuh Elena terasa begitu menggoda. Sama seperti
mimpi-mimpi Rafael di malam sepinya ketika merindukan
Elena, bahkan pemandangan di depannya ini jauh lebih baik.
Tubuh ini nyata, hangat dan mengundang, seakan mengajaknya
untuk membenamkan dirinya dalam kelembutannya.
50 Santhy Agatha "Maafkan aku sayang." Rafael lalu melepaskan baju
dalam Elena hingga perempuan itu telanjang sepenuhnya.
Ditatapnya sejenak tubuh Elena, lalu memalingkan muka.
Nuraninya seakan menghantamnya karena dia akan membuat
gadis ini benar-benar mengalami kejutan buruk di pagi hari
ketika dia terbangun nanti.
Sejenak Rafael ragu, lalu dia menghela napas panjang.
Dia tidak boleh mundur. Ini adalah satu-satunya cara untuk
membuat Elena terikat dengannya. Dengan tenang dia lalu
melepas kemejanya, kemudian celananya, dan yang terakhir,
semuanya. Hingga dia berdiri telanjang bulat di tepi ranjang,
tubuhnya begitu kokoh, berwarna perunggu keemasan.
Warisan darah Spanyolnya membuat warna kulitnya begitu
indah dipandang. Lalu Rafael naik ke atas ranjang, memeluk
Elena. Gesekan tubuh telanjang Elena yang lembut, membuat
kejantanannya mengeras lagi, keras dan siap.
Rafael menggertakkan gigi untuk menahan dirinya.
Tidak. Belum. Dia tidak akan merenggut Elena begitu saja, tidak
di saat gadis itu tidak siap dan tidak rela menyerahkan dirinya.
Saat ini yang dia perlukan hanyalah tidur dan memeluk Elena
dalam kondisi telanjang bulat. Memastikan apa yang terjadi
esok hari sesuai dengan rencananya.
" Yang dirasakan Elena ketika pagi hari membuka
matanya adalah pening yang luar biasa. Kepalanya serasa berat
dan seakan ada suara berdentam-dentam di telinganya. Cahaya
redup Matahari yang menyelinap di balik gorden terasa begitu
menyilaukan, menyakitkan mata dan membuatnya semakin
pusing. Elena mengerang, lalu mencoba duduk sambil
memegangi kepalanya yang pening, untuk kemudian
merasakan hawa dingin menyergapnya...karena selimutnya
melorot sampai ke pinggang. Elena menunduk, hendak
menaikkan selimutnya, hanya untuk menyadari bahwa dia
telanjang bulat di balik selimutnya.
Unforgiven Hero 51 Tunggu dulu". Telanjang bulat?"
Mata Elena tiba-tiba tertuju kepada lengan kekar yang
melingkarinya dengan posesif. Lengan itu melingkarinya tepat
di bawah buah dadanya yang telanjang. Dengan panik dia
menoleh ke arah pemilik tangan itu dan menyadari bahwa
seorang lelaki yang sekarang sedang tidur satu selimut
dengannya. Dan menilik kulit kecoklatannya yang terpampang
jelas di depan matanya, lelaki itu telanjang sama sepertinya!
Astaga, apa yang terjadi semalam" Elena memutar
ingatannya dengan cepat, tetapi apa yang dia ingat hanyalah
percakapan samar sebelum minum anggur, dan ciuman itu"
lalu dia tidak ingat apa-apa lagi. Apakah dia telah berbuat
terlalu jauh dengan atasannya ini" Oh Ya Ampun!
Gerakan Elena membuat Rafael terjaga dari tidurnya,
bahkan cara bangunnya pun begitu elegan. Elena memandang
terpana untuk kemudian mengutuk dirinya karena bukannya
panik, malah sempat-sempatnya mengagumi cara Mr. Alex
terbangun. Bulu mata gelap Mr. Alex yang tebal bergerak-gerak,
untuk kemudian mata tajamnya terbuka, dan langsung menatap
Elena. Mr. Alex rupanya jenis orang yang langsung terjaga
ketika bangun tidur. Mereka bertatapan dalam keheningan.
Lama. Sampai kemudian ada kesadaran di mata Mr. Alex, yang
membuat lelaki itu tersenyum simpul.
"Selamat pagi." Gumamnya parau, "Kuharap tidurmu
menyenangkan semalam." Nada sensual tersemat jelas di sana.
Membuat Elena semakin panik. Sapaan itu. Jelas-jelas ditujukan
untuk kekasih yang habis bercinta semalaman. Jadi benarkah
mereka berdua telah berbuat sesuatu yang lebih semalam"
Rafael bergerak duduk mengikuti Elena. Selimut ikut
turun sampai ke pinggangnya, sampai ke batas dimana


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kejantanannya yang telanjang hampir mengintip di sana.
Kejantanan lelaki itu mengalami ereksi. Elena mengerang dalam
hati. Astaga, kenapa dia langsung melirik ke sana" Tetapi
52 Santhy Agatha bagaimanapun juga dia sangat ingin tahu. Elena tahu bahwa
kejantanan lelaki akan menjadi keras ketika dia bergairah, dari
buku-buku yang dibacanya. Tetapi dia tidak pernah melihatnya
langsung. Dan melihat sesuatu yang menonjol dengan tegak dan
tampak keras di balik selimut yang menutupi pinggang dan
selangkangan Mr. Alex, Elena langsung menyimpulkan bahwa
lelaki itu sedang ereksi.
Rafael mengikuti arah pandangan Elena, dan menyadari
bahwa ketegangan di selangkangannya yang membuat Elena
tampak segan dan waspada. Dia lalu mengangkat bahu dan
tersenyum meminta maaf. "Maaf, begitulah yang sering terjadi
kepadaku ketika bangun di pagi hari, dia keras dengan
sendirinya." Dengan gerakan menggoda Rafael menarik
selimutnya menuruni pinggangnya seolah-olah akan
menunjukkan kejantanannya yang tersembunyi di sana.
"Jangan!" Elena memekik, menutup kedua matanya
dengan jemarinya. Dan ketika mendengar Rafael terkekeh dia
langsung membuka jemarinya dan menatap lelaki itu dengan
malu. "Kau begitu berbeda di pagi hari. Begitu pemalu." Rafael
dengan lembut mendekatkan bibirnya ke dahi Elena dan
mengecupnya, "Kau pasti pusing. Mandilah, akan kubuatkan
kopi untukmu." Lelaki itu lalu turun dari ranjang, telanjang bulat, dan
seolah-olah tidak malu memamerkan tubuh telanjangnya di
depan Elena. Kemudian melangkah pergi keluar kamar,
meninggalkan Elena sendirian.
" Elena membiarkan seluruh tubuhnya terguyur oleh
shower air panas di kamar mandi. Merasa bingung. Kepalanya
masih berdenyut-denyut , tetapi setidaknya pikirannya sudah
mulai fokus. Dia telanjang bulat bersama Mr. Alex, di atas
ranjang di kamar pribadi lelaki itu. Apakah mereka sudah
bercinta" Unforgiven Hero 53 Kalau begitu, kenapa Elena tidak merasakan perbedaan"
Elena tidak pernah bercinta dengan lelaki lain sebelumnya, jadi
dia tidak tahu. Tetapi dari yang dia dengar, saat pertama adalah
saat yang menyakitkan. Dan sakit itu akan terasa hingga
beberapa saat. Tetapi saat ini dia tidak merasakan apa-apa.
Tidak ada perbedaan di tubuhnya, tidak ada rasa nyeri yang
katanya akan terasa di kewanitaannya beberapa lama setelah
malam pertama. Elena ragu. Apakah semalam dia benar-benar
tidur dengan Mr. Alex"
Batinnya berharap bahwa kejadian itu tidak benar-benar
terjadi, mungkin saja mereka hanya tertidur bersama dan tidak
berbuat terlalu jauh bukan" Tetapi" sikap Mr. Alex tadi begitu
mesra dan sensual, menyiratkan kalau mereka sudah menjadi
sepasang kekasih" Air mata menetes di mata Elena, air mata bingung dan
frustrasi. Apa yang harus dia lakukan kalau dia benar-benar
telah menyerahkan kegadisannya kepada Mr. Alex" Apa yang
harus dia lakukan" Elena mengusap air matanya dengan tangan gemetar.
Dia akan menanyakannya langsung kepada Mr. Alex, mungkin
saja " tidak seperti dirinya " lelaki itu ingat apa yang terjadi
semalam. " "Aku baru tahu ada orang yang bisa mabuk hanya
dengan meminum segelas anggur." Lelaki itu sudah tampil
elegan dan tampan, dengan rambut basahnya yang disisir ke
belakang. Mungkin dia mandi di kamar mandi lain. Dia
menyodorkan secangkir kopi yang mengepul panas ke depan
Elena, "Minumlah mungkin ini akan menghilangkan rasa
pusingmu." Elena, yang memakai kembali gaunnya semalam meraih
cangkir kopi itu dan menggenggamnya dengan kedua
tangannya. Suasana sangat canggung baginya meskipun Mr.
54 Santhy Agatha Alex tampak bersikap santai kepadanya. Dia merasa sangat
murahan saat ini, memakai kembali gaun yang dipakainya
semalam. Seperti wanita dengan gaya hidup bebas yang tidak
keberatan bercinta tanpa ikatan hanya untuk kesenangan
semalam. "Apakah" semalam kita melakukan itu?" Suara Elena
lirih dan ragu, Membuat Rafael yang sedang menuangkan kopi
untuk dirinya sendiri menghentikan gerakannya dan menoleh,
menatap ke arah Elena. "Mungkin. Aku tidak ingat." Rafael sejenak merasa
kasihan kepada Elena, gadis itu begitu pucat dan seperti Rafael
duga merasa tidak suka dengan kejutan di pagi hari ini. "Tapi
kemungkinan besar kita melakukannya." Bagaimanapun juga
Rafael tidak bisa mundur, dia sudah melangkah sejauh ini untuk
memiliki Elena. "Tetapi saya tidak berdarah, dan tidak ada rasa sakit" "
Elena menelan ludahnya ketika suaranya hilang di tenggorokan,
"Mungkin saja kita tidak melakukannya."
"Tolong jangan gunakan "saya" dan "anda" ketika kita
bercakap-cakap. Mengingat apa yang mungkin terjadi semalam,
penggunaan kata itu sudah terlalu formal untuk kita berdua."
Rafael membawa cangkir kopinya dan meletakkannya di meja
di depan Elena. Dia lalu menyusul duduk di hadapan Elena,
menatap perempuan itu dengan mata elangnya yang tajam,
"Aku tidak pernah bercinta dengan perawan sebelumnya Elena,
jadi aku tidak bisa memberikan penjelasan kepadamu." Rafael
tidak bohong mengenai tidak pernah bercinta dengan perawan
sebelumnya, dia selalu memilih kekasih yang sudah
berpengalaman, yang bisa memuaskan hasratnya tanpa
perasaan dan tanpa ikatan. "Tetapi dari yang aku tahu, tidak
semua perempuan merasakan rasa sakit dan berdarah di
malam pertamanya." "Kalau begitu" Apakah kita sudah bercinta?" wajah Elena
tampak pucat pasi. Unforgiven Hero 55 Rafael mengangkat bahunya, "Aku tidak bisa
memastikannya untukmu sayang, sepertinya aku terlalu mabuk
semalam dan tidak ingat semuanya, sama sepertimu." Itu
bohong, Rafael ingat semuanya, setiap detiknya. "Kurasa kita
harus membicarakan hubungan kita ke depannya."
"Hubungan kita ke depannya?"
"Ya. Mengingat kemungkinan aku sudah menodaimu,
yang pasti akan menjadi permasalahan yang sangat besar bagi
gadis baik-baik sepertimu. Aku akan bertanggungjawab. Kita
bisa membicarakan tentang pernikahan."
"Pernikahan"!!" Elena merasakan dirinya bagai burung
beo, hanya bisa menirukan kalimat-kalimat Mr. Alex. Apakah
atasannya ini sedang bercanda" Membicarakan pernikahan
dengan begitu mudahnya" Pernikahan adalah hal yang penting
dan sakral bagi Elena. Dan itu membuatnya langsung menolak
mentah-mentah tawaran Mr, Alex, "Aku tidak bisa menikah
denganmu begitu saja".."
"Kau mungkin saja sudah mengandung anakku." Gumam
Rafael tenang, "Tidak terpikirkan olehmu kan Elena?"
Elena tertegun. Mengandung anak Mr. Alex" Tetapi
bukankah itu terjadi kalau mereka benar-benar berhubungan
intim semalam" Sedangkan sekarang mereka sama-sama tidak
bisa memastikan apakah hal itu benar-benar terjadi atau tidak.
"Aku akan menemui dokter."
"Dan mengatakan apa?" Rafael tersenyum sinis, "Bahwa
kau tidak ingat sudah bercinta atau belum lalu ingin mengecek
keperawananmu?" Elena menelan ludahnya, tentu saja dia tidak bisa
melakukan itu, dia akan mati karena malu sebelum
melakukannya. Denyutan di kepalanya semakin terasa, antara
bingung dan frustrasi, membuatnya meringis kesakitan. Rafael
melihatnya dan mendorong cangkir kopi Elena mendekat.
56 Santhy Agatha "Minum kopimu. Percayalah itu akan membuatmu
sedikit lebih baik." gumamnya lembut sembari menyesap
kopinya sendiri. Elena menurutinya. Menyesap kopi itu dan merasakan
rasa pahit yang kental memenuhi rongga mulutnya,
mengembalikan kesadarannya. Mereka duduk dalam
keheningan, saling berhadapan di meja makan kecil di dapur
itu, sampai kemudian Rafael menghela napas dan memulai
pembicaraan. "Aku tidak akan memaksamu Elena, yang perlu kau
tahu aku bersedia bertanggung jawab. Kau perlu tahu aku tidak
pernah merusak perempuan yang lugu sebelumnya, dan
kemungkinan kau sudah mengandung anakku".." Lelaki itu
menatap Elena, mencoba berkompromi karena kasihan melihat
wajah Elena yang semakin pucat, "Mungkin kita bisa
bertunangan dulu sampai ada kepastian apa tindakan kita
selanjutnya." Elena hanya terdiam, masih bingung dengan apa yang
harus dilakukannya. "Pertunangan tidak akan merugikanmu. Kita tidak akan
mengumumkannya. Hanya antara aku dan kau dan mungkin
beberapa orang terdekat kita. Kita bisa membatalkannya kapan
saja kalau ternyata tidak ada kesepakatan di antara kita." Rafael
mengutuk dirinya sendiri karena menawarkan pertunangan
yang longgar. Seharusnya dia langsung menikahi Elena,
memastikan bahwa gadis itu tidak bisa lari darinya. Tetapi
Rafael tidak bisa tergesa-gesa. Karena ketergesa-gesaan hanya
akan membuat Elena semakin menjaga jarak kepadanya. Dia
harus membuat Elena merasa nyaman dengannya, sebelum
kemudian, perempuan itu akan menyerahkan diri kepadanya
secara sukarela. Elena terdiam meresapi kata-kata Mr. Alex. Lelaki ini
pasti sangat jago bernegosiasi, karena dia bisa merangkai katakatanya dengan begitu membujuk. Elena merasa dirinya
terbujuk. Perempuan mana yang bisa menemukan seorang
lelaki yang begitu bertanggungjawab kepadanya, mengingat
Unforgiven Hero 57 kalau mereka memang melakukan hubungan intim itu, tidak
ada cinta di dalamnya. "Aku akan memikirkannya."
"Kau harus menerimanya Elena." Rafael setengah
memaksa, tidak mau memberi kesempatan Elena berpaling lalu
lepas darinya, "Kau akan bertunangan denganku dan kita akan
membicarakan pernikahan." Dengan tegas lelaki itu berdiri dan
menatap Elena dengan tatapan tak terbantahkan, "Tunggu
sebentar. Aku akan kembali." Gumamnya tegas, lalu
meninggalkan Elena. Tak lama kemudian, dia kembali. Membawa sebuah
kotak yang jika Elena tak salah duga berisi sebuah cincin.
Wajah Elena langsung memucat begitu memahami keseriusan
dari pihak Rafael. "Tunggu sebentar Mr. Alex ?"
"Jangan menolak Elena." Mr. Alex tersenyum, "Dan
panggil aku dengan namaku, panggil aku Alex?" Meskipun aku
akan sangat bahagia kalau kau bisa memanggil namaku yang
sebenarnya dengan bibir lembutmu, namaku yang
sebenarnya" Rafael", Rafael meringis ketika suara hatinya
seakan menohoknya. Nanti akan tiba saatnya Elena akan
memanggil namanya yang seungguhnya, sekarang dia harus
cukup puas dipanggil dengan nama Alex, tanpa embel-embel
"Mr" di dalamnya. "Aku ingin memakaikan cincin ini di jarimu,
tanda kesepakatan pertunangan pribadi kita."
"Tapi" aku tidak bisa melakukannya begitu saja. Oh
Astaga, kau juga tidak bisa melakukannya begitu saja."
"Aku dan kau bisa." Suara Rafael begitu tenang meskipun
jantungnya berdegup kencang ketika meraih jemari Elena, dan
memakaikan cincin berlian mungil yang indah itu di jari Elena, "
Ini adalah cincin warisan dari keluarga ayahku, yang harusnya
diberikan kepada tunanganku. Lihat, pas sekali di jemarimu.
Nah, sekarang kita sudah bertunangan."
58 Santhy Agatha Elena menatap jemarinya yang sudah dilingkari cincin
itu dan merasakan serangan panik melandanya, membuatnya
kebingungan. " Ketika Rafael mengantarkannya pulang, Elena meminta
lelaki itu menurunkannya di ujung jalan. Dia tidak siap
menghadapi pertanyaan Ibu Rahma nanti ketika melihat dia
diantarkan lelaki, atasannya, dalam keadaan dia tidak pulang
semalaman. Elena tidak pernah menginap di rumah siapapun
sebelumnya, apalagi menginap tanpa pamit. Ibu Rahma pasti
menunggunya dengan panik dan mencemaskannya semalaman.
Pemikiran itu membuatnya merasa bersalah. Bagaimana dia
akan menjelaskan kejadian ini kepada Ibu Rahma" Apakah dia
harus memberikan kebohongan demi kebohongan lagi"
Mobil Rafael berhenti di ujung jalan, dia menatap Elena
lembut, "Kau benar-benar tidak ingin diantar sampai ke
rumah?" Elena langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak,
terima kasih. Aku akan mencoba menjelaskan sendiri kepada
ibu asramaku." "Kau tinggal di asrama?" Rafael tentu saja bersandiwara,
dia hanya harus menanyakan itu, kalau tidak akan terlihat aneh
bagi Elena, "Di mana keluargamu?"
Sejenak suasana hening. Keheningan yang pahit bagi
Elena, tetapi meresap ke dalam benak Rafael, membuatnya
dipenuhi rasa bersalah. "Tidak ada. Aku sebatang kara di dunia ini." Elena
menjawab pelan, lalu membuka pintu keluar, "Terima kasih
sudah mengantarkanku pulang." gumamnya sebelum menutup
pintu dan melangkah pergi.
Rafael masih menatap Elena melangkah menjauh sampai
menghilang di tikungan, sebelum kemudian tersadar dan
menekan sebuah nomor di ponselnya.
Unforgiven Hero 59 Suara Ibu Rahma yang cemas langsung terdengar di
seberang sana, "Rafael, syukurlah. Elena tidak pulang
semalaman, aku tidak bisa menghubungi ponselnya, dan
ponselmu juga tidak diangkat" "


Unforgiven Hero Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ibu ... Elena bersama saya semalam."
Hening. Lalu suara di seberang sana menyahut hati-hati.
"Apakah kau melakukan sesuatu di luar yang seharusnya?"
Rafael menghela napas, "Tidak Ibu Rahma, percayalah.
Saya tidak merusak Elena kalau itu yang ibu maksud. Saya
hanya membuat Elena percaya bahwa saya sudah
melakukannya." "Oh?" Ibu Rahma meghela napas panjang di seberang
sana, "Ibu mengerti."
" Syukurlah Ibu Rahma bisa mengerti penjelasan Elena,
meskipun dengan terbata-bata dia berbohong bahwa dia
menginap di rumah teman kantornya semalam. Elena tidak
terbiasa berbohong sebelumnya sehingga kebohongannya pasti
terlihat jelas di matanya yang panik. Tetapi rupanya Ibu Rahma
tidak menyadarinya, perempuan itu rupanya sudah cukup
senang karena Elena sudah pulang dengan selamat.
Elena melangkah masuk ke kamarnya dan melirik ke
arah jam tangannya. Hari ini hari minggu dan sudah pukul tiga
siang. Perjalanan dari rumah Mr. Alex ke asramanya cukup jauh
dan harus menembus kemacetan. Biasanya di hari minggu
Elena akan menemani Ibu Rahma berbelanja untuk keperluan
makan malam anak-anak asrama. Tetapi dengan berat hati dia
tidak ikut hari ini dan membiarkan Ibu Rahma ditemani oleh
anak asrama yang lainnya.
Elena membaringkan tubuhnya di ranjang dengan mata
nyalang menatap langit-langit. Dia telah berganti pakaian
60 Santhy Agatha dengan pakaian rumahan, gaun pestanya tersampir di
punggung kursi seolah-olah menuduhnya.
Bagaimana mungkin semua bisa berubah secepat ini"
Semalam bahkan dia masih yakin bahwa dia dan Edo akan
menjadi sepasang kekasih. Elena berencana menjawab "ya"
kepada Edo seusai pesta. Tetapi kenyataan kemudian berkata
lain. Edo ternyata lelaki yang tidak bisa menahan nafsu dengan
pergaulan yang begitu bebas, yang tidak bisa diterima Elena.
Tetapi dia sendiri juga melakukannya bersama Mr. Alex meskipun dia belum yakin, dan mereka dalam kondisi mabuktetap saja itu tidak bisa dibenarkan. Elena merasa mengkhianati
semua norma yang selama ini selalu dipegangnya dengan teguh.
Tanpa sadar air matanya menetes lagi, air mata kebingungan,
dan tak tahu harus mengungkapkannya kepada siapa.
" Ponselnya berdering terus menerus, membuatnya
terbangun. Elena rupanya sudah tertidur pulas tanpa sadar
ketika menangis di kamarnya tadi. Dengan mata perih dia
melihat ke arah ponselnya yang masih berkedip dengan nada
dering yang berbunyi makin nyaring, seolah tidak mau
menyerah sebelum Elena mengangkatnya.
Elena menggapai dan meraih ponsel itu. Nama "Edo"
tertera di sana. Seketika membuat jantungnya berdenyut, sakit.
Dipegangnya ponsel itu tanpa niat mengangkatnya. Lama HP itu
berdering seolah Edo tidak mau menyerah di seberang sana.
Sampai kemudian deringannya mati, membuat Elena menghela
napasnya lega. Tetapi kemudian ponselnya berbunyi pelan, sebagai
tanda sebuah pesan masuk. Elena mengintipnya. Dari Edo.
Dibacanya pesannya. " Aku akan tiba di Asrama sebentar lagi. Kita harus
bicara langsung " Edo
Unforgiven Hero 61 Elena mendesah, dia sungguh-sungguh tidak siap
bertemu Edo sekarang ini. Tetapi lelaki itu sungguh memaksa,
dan Elena tahu Edo sangat gigih, lelaki itu tidak akan menyerah
sebelum Elena menemuinya.
" Edo benar-benar datang sore itu, tampak sangat tampan
dengan sweater hijau tuanya dan celana hitam yang
membungkus ketat kaki panjangnya. Tetapi Elena tidak bisa
merasa tertarik lagi. Bayangan Edo bercumbu dengan penuh
gairah dengan perempuan itu membuatnya merasa mual.
Karena itulah dia berdiri agak jauh dari Edo di teras asrama itu
dan menatap Edo dengan dingin,
"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi." gumamnya
pelan, berusaha tenang. Edo di sisi lain menatap Elena dengan pandangan penuh
penyesalan. "Aku minta maaf Elena. Aku tahu mungkin kau
merasa jijik dan muak kepadaku. Di awal malam aku
memintamu menjadi kekasihku dan mengatakan mencintaimu,
tetapi kemudian kau menemukanku sedang berbuat mesum
dengan perempuan lain." Lelaki itu mengacak rambutnya
dengan frustasi, "Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi
dengan diriku, aku juga jijik dan muak kepada diriku sendiri."
Elena hanya diam. Tidak bergeming, bahkan melihat Edo
tampak begitu menyesal dan frustasi tidak membuat rasa
ibanya muncul, entah kenapa. Dia seperti sudah mati rasa
kepada lelaki itu. "Aku ingin kau mempertimbangkanku kembali, kemarin
aku khilaf dan aku tidak tahu kenapa aku melakukannya. Alice,
perempuan itu memang perempuan gampangan yang suka
merayu laki-laki manapun yang dia mau. Entah kenapa malam
itu aku menjadi targetnya, aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa
menolak, mungkin karena aku sedikit mabuk. Mungkin juga
karena hal lainnya, entahlah Elena, yang pasti aku tidak pernah
62 Santhy Agatha sengaja berniat mengkhianatimu. Aku mencintaimu Elena.
Kuharap kau mengerti bahwa itu hanya kekhilafan dan aku
tidak akan melakukannya lagi."
Bagaimana dia bisa yakin bahwa Edo tidak akan
melakukannya lagi" Beberapa saat kemudian lelaki itu
mengatakan mencintainya, tetapi beberapa saat yang lain dia
mencumbu perempuan lain. Elena tidak bisa menerima Edo
lagi, dengan alasan apapun. Perasaan apapun yang pernah ada
di dalam hatinya kepada Edo sekarang sudah mati.
"Maafkan aku Edo." Elena menatap Edo dengan sedih,
"Aku sungguh tidak bisa."
"Bahkan kalau aku berlutut di kakimu dan memohon
satu kesempatan lagi?" Edo menatap Elena penuh harap.
"Jangan lakukan, itu tidak akan berhasil?" Elena
menghela napas panjang, "Perasaanku sudah mati."
Edo menatap Elena dengan tajam, "Apakah karena Mr.
Alex?" Elena terperanjat, tak menduga akan menerima
pertanyaan seperti itu dari Edo, "Apa maksudmu?"
"Mr. Alex." Suara Edo menjadi tajam. "Aku kemari
semalam, dan menungguimu sampai pagi di mobil, di depan
asrama, tetapi kau tidak pulang. Apakah kau bermalam
dengannya Elena" Apakah dia berhasil merayumu dan
membuatmu tidak bisa menerimaku lagi?"
"Kau bicara apa Edo?"
"Aku tahu ada yang aneh dari ini semua. Alice, sahabat
Mr. Alex yang sebelumnya tidak pernah melirikku, meski dia
terkenal dengan reputasinya mempermainkan laki-laki, tetapi
tiba-tiba dia merayuku dengan panasnya di pesta Mr. Alex. Dan
kebetulan juga kau dan Mr. Alex yang menemukan kami. Lalu
kau tiba-tiba bermalam dengan Mr.Alex." Edo tiba-tiba
mendekat, lalu mencengkeram tangan Elena dan membawanya
Unforgiven Hero 63 ke depan wajahnya, "Dan kau mengenakan cincin ini! Apakah
ini dari Mr. Alex, Elena?" Benarkah Elena?""
"Lepaskan Edo! Sakit!" Elena meringis, berusaha
melepaskan cengkeraman Edo di tangannya, Cengkeraman itu
begitu kuat sehingga membuatnya nyeri. Tetapi Edo rupanya
terlalu terbawa emosinya".
"Lepaskan dia."
Suara yang tegas dan berwibawa itu membuat Edo
tersadar dan melepaskan tangan Elena. Mereka menoleh
bersamaan dan mendapati Ibu Rahma berdiri di sana,
perempuan itu rupanya sudah pulang dari berbelanja.
"Saya harap anda bersikap sopan ketika bertamu di
asrama ini. Kalau tidak anda tidak diterima di sini." Ibu Rahma
melewati Edo yang masih tertegun, lalu menghela tubuh Elena
ke pintu, "Ayo masuk Elena." Ibu Rahma membawa Elena
masuk dan menutup pintunya dari dalam, meninggalkan Edo
sendirian di luar. Lelaki itu masih berdiri di sana beberapa saat,
lalu menyerah dan melangkah pergi. Sejenak kemudian
terdengar suara mobilnya pergi meninggalkan halaman asrama,
membuat Elena menghela napasnya.
"Kau tidak apa-apa Elena?" suara Ibu Rahma terdengar
di belakangnya. Elena bahkan hampir lupa kalau sang ibu
asrama masih berdiri di belakangnya.
"Eh" saya tidak apa-apa ibu."
"Syukurlah ibu datang pada saat yang tepat, ibu tidak
menyangka Edo yang tampaknya baik bisa berlaku kasar
kepadamu." Ibu Rahma menatapnya ragu, "Kalau ada yang
perlu kau ceritakan agar hatimu lebih lega, ibu siap nak.
Elena menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa ibu,
saya hanya ingin menenangkan diri."
Ibu Rahma menganggukkan kepalanya dan tersenyum
penuh pengertian, lalu melangkah meninggalkan Elena sendiri.
64 Santhy Agatha Elena berdiri diam dan memegang tangannya yang sakit,
pegangan kasar Edo tadi telah membuat kulitnya sedikit
memar. Elena menggosoknya untuk menghilangkan rasa
nyerinya. Pandangannya tersapu kepada cincin berlian indah di
jari manisnya, yang tadi dipasangkan Mr. Alex dengan mantap
di sana. Edo mungkin terlalu terbawa emosi sehingga
menghubungkan semuanya dalam pikiran negatifnya dan
bahkan mengkambinghitamkan Mr. Alex sebagai dalang atas
semuanya. Sungguh pemikiran yang bodoh. Bagaimana
mungkin Mr. Alex yang menyuruh Alice merayu Edo" Tidak ada
untungnya sama sekali untuk Mr. Alex.
Elena menatap ke halaman dengan cemas".Apa yang
harus dia lakukan sekarang"
" Mr. Alex menatap Elena yang berdiri di depannya
dengan mantap. Baru beberapa menit yang lalu Elena
melangkah masuk ke ruangannya, melepas cincin itu dari
jemarinya, dan meletakkannya di meja, di depannya.
"Aku tidak bisa melanjutkan pertunangan ini, Mr. Alex."
Rafael menatap Elena dalam-dalam. Ada ketegasan yang
dalam di balik sikap rapuh Elena. Ketegasan yang sama yang
dirasakan Rafael bertahun lalu ketika perempuan itu
mengusirnya dengan kasar dari rumahnya, mengetuk
nuraninya sampai terasa sakit. Dia tidak boleh gegabah
menghadapi Elena, kalau dia gegabah, perempuan itu akan lari.
"Panggil aku Alex." Rafael menaatap Elena dalam, "Aku
pikir kita kemarin sudah mencapai kesepakatan, Elena.."
gumam Rafael tenang. Menolak untuk menatap cincin yang
diletakkan Elena di depannya, dan memundurkan tubuhnya,
bersandar di kursinya. "Kemarin aku masih bingung." Elena memeluk dirinya
sendiri, seakan berusaha melindungi dirinya. "Aku sudah
memikirkannya semalaman dan kupikir semua ini adalah
Unforgiven Hero 65 kesalahan. Aku tidak bisa menerima pertunangan ini karena
sebuah kecelakaan semalam. Tidak. Tidak bisa."
Pendekar Penyebar Maut 18 Pendekar Mabuk 065 Ratu Cendana Sutera Pedang Pelangi 22

Cari Blog Ini