Lima Sekawan Patung Dewa Aneh Bagian 3
di atas sebuah bukit. Dengan napas tersengal-sengal mereka memandang ke arah
desa kecil yang terletak dalam Iembah di bawah kaki mereka.
Sebelum memasuki desa, keempat remaja itu berembuk sebentar. Mereka memutuskan
lebih baik berpencar saja, agar jangan kelihatan menyolok. Mereka kemudian
berangkat menuju ke lapangan pasar, dengan mengambil jalan yang berbeda-beda.
Dengan segera mereka melihat toko barang antik yang ada di situ. Toko itu kecil
dan nampak tak terurus. Sampah dari berbagai barang rosokan bertumpuk-tumpuk di
depan pintu. Sama sekali tidak nampak orang masuk ke tempat itu. Rupanya tidak
ada yang merasa tertarik, melihat keadaannya yang begitu kumal.
George memperhatikan tempat itu dengan teropongnya. Tidak lama kemudian
dilihatnya seorang laki-laki muncul di ambang pintu. Orang itu mengacak-acak
barang rosokan yang tertumpuk di situ. Rupanya dialah pemilik toko itu.
"Uhh, tampangnya tidak ramah!" bisik George pada Timmy. "Raut parasnya kasar,
sedang matanya menatap tajam dan bengis. Melihat potongannya, orang itu pasti
berbahaya." Saat itu terdengar suara orang yang sedang diamat-amati itu berseru.
"He, Ben! Coba bantu aku sebentar!"
"Baik, Pak Mendez," terdengar jawaban dari dalam toko. Sesaat kemudian muncul
laki-laki kekar yang potongannya seperti jagoan film bandit Amerika. Sekarang
sudah tidak ada keragu-raguan lagi. Toko di Firrin itulah sarang para penjahat!
Ketika George baru saja hendak menyimpan teropongnya, seorang laki-laki nampak
melintasi lapangan pasar menuju ke toko. Orang itu Carlos. Ia masih tetap nampak
rapi dan anggun, seperti biasanya.
Tidak banyak yang perlu diberitakan, ketika anak-anak berkumpul kembali. Semua
melihat hal yang sama. Hanya Anne yang berhasil lebih banyak mengumpulkan
keterangan, dibandingkan dengan ketiga saudaranya. Dengan dalih mencari benang
berwarna tertentu, Ia masuk ke toko yang menjual perlengkapan jahit-menjahit,
lalu mengajak wanita yang berjualan di situ mengobrol sebentar. Dalam kesempatan
itu ia berhasil mengetahui nama lengkap kedua 'pegawai' Pak Mendez. Mereka
bernama Ben Bird dan Carlos Santos.
"Rupanya lebih banyak barang yang masuk ke toko itu daripada yang keluar karena
dibeli orang" kata Anne melaporkan. "Desa Firrin ini jarang sekali didatangi
wisatawan. Orang di sini merasa heran, bagaimana mungkin toko antik yang aneh
itu bisa berjalan terus tanpa pembeli!"
"Tapi kita tahu bagaimana caranya," kata George bersemangat. "Dengan jalan
menyelundupkan barang-barang curian dari Amerika Selatan. Dan kini
akan kita bongkar komplotan mereka!"
Bab X MENGATUR RENCANA Semangat keempat remaja itu bangkit karena memperoleh keterangan yang begitu
berharga. Mereka bersepeda kembali ke Kirrin. Rasa capek sudah lenyap. Kaki
mereka bergerak dengan cepat, mengayuh sepeda.
"Nah - bagaimana?" kata James ketika anak-anak sampai di tokonya.
"Berhasil seratus persen!" sorak Dick dengan bangga.
George menceritakan hasil pengamatan mereka di Firrin, dan begitu pula tentang
keterangan yang berhasil dikorek oleh Anne dari wanita penjual yang diajaknya
mengobrol. "Jadi perkiraan kalian ternyata tepat!" kata James menyimpulkan pendapat.
"Setelah kalian berhasil melacak di mana sarang para penjahat itu, kini kini
tinggal melaporkan mereka ke polisi."
"Tapi bukti mana yang ada pada kita, sehingga polisi mempunyai alasan untuk
menangkap mereka." bantah George. "Tidak! Sebelum kita mengadukan mereka, masih
lebih banyak lagi keterangan yang perlu kita kumpulkan. Kalau dapat, mereka
harus tertangkap tangan!" Ia memandang berkeliling "Nanti kalau sudah gelap,
kita kembali lagi ke Firrin. Di sana kita berusaha menyelidiki mereka lebih
lanjut." "Kalian tidak bisa kubiarkan pergi ke sana sendiri!" seru James. "Bagaimanapun,
aku juga bertanggung jawab atas keselamatan kalian. Apalagi hendak ke sana naik
sepeda malam-malam! Tidak, itu tidak bisa kubiarkan. Kita ke sana beramai-ramai,
naik mobilku. Dan kalau nanti ternyata bahwa kita perlu bertindak biar aku saja
yang melakukannya. Mengerti?"
George dan juga Dick nampaknya tidak begitu setuju. Mereka kurang suka ada orang
lain ikut dalam petualangan mereka. Tapi Julian malah senang mendengar James
hendak mengiringi mereka. Kalau ia sendiri, sering agak kewalahan mencegah Dick
dan George agar jangan terlalu nekat.
"Belum pernahkah Anda bertanya pada diri sendiri, apa sebabnya penjahat-penjahat
itu selama ini tidak langsung saja mendatangi Anda dan meminta barang mereka
yang nyasar kemari?" tanya Dick pada James.
Tanpa menunggu jawaban orang itu, ia sendiri yang memberikan jawaban, "Kurasa
sebabnya karena mereka tidak mau menyebutkan alamat mereka! Jadi lebih baik
mereka mencoba mengambilnya dengan jalan mencuri."
"Kau benar, Dick. Kesimpulanku juga begitu," kata Julian sambil mengangguk.
"Buktinya barang-barang itu dikirimkan ke alamat toko antik, tanpa menyebutkan
nama Mendez." "Dan menurut perkiraanku, mereka pasti malam ini akan berusaha mengambil patungpatung kecil ini dari sini. Oleh karena itu Anda tidak boleh meninggalkan toko,
James!" Pemilik toko itu tertawa.
"Ya, ya - aku tahu siasat kalian," katanya geli. "Rupanya kalian ingin pergi
sendiri ke Firrin nanti malam. Tidak bisa! Aku tidak ingin kalian nanti
terjerumus ke dalam bahaya. Mengenai patung-patung, takkan terjadi apa-apa
dengan barang-barang ini sampai mereka tahu bahwa kiriman yang seharusnya untuk
mereka diantarkan lagi ke tempatku. Tapi jika mereka nekat juga masuk kemari
sementara aku tidak ada, yang akan mereka temukan cuma patung-patung kosong
saja. Batu-batu indah ini akan kusimpan dalam bank, bersama Matahari Inka yang
sudah lebih dulu kutitipkan di sana!"
Karena James tetap berkeras hendak ikut, akhirnya George mengalah.
Anak-anak tidak perlu repot-repot mencari siasat untuk bisa meninggalkan rumah
setelah gelap, karena ayah dan ibu George masih belum kembali dari bepergian.
Coba mereka ada, pasti mereka takkan mengijinkan keempat remaja itu keluyuran
sampai larut malam. Tapi menghadapi Joanna merupakan soal gampang. Juru masak
bertubuh gemuk itu sudah cepat-cepat masuk ke tempat tidur. Ia tidak tahan hawa
panas! *** Begitu hari sudah gelap, George beserta ketiga sepupunya naik sepeda menuju ke
desa Kirrin. James sudah menunggu di tokonya. Mereka bergegas masuk ke mobil
yang langsung berangkat. Setiba di Firrin, James memarkir mobilnya di ujung
desa. "Kalian tunggu aku di sini," katanya tegas. "Aku hendak melihat situasi dulu.
Nanti kalau aku sudah kembali, kita masih bisa bersama-sama melakukan perburuan
penjahat." Anne sudah menggerakkan bibir untuk mengatakan setuju. Tapi Ia dicubit oleh
George, yang langsung menempelkan jarinya ke bibir. James tidak melihat kejadian
itu, karena sudah menghilang ke dalam gelap...
"Aduh - untung ia tidak menyuruh kita berjanji" kata Dick sambil mendesah lega.
"Memang itulah yang kuharapkan" sambut George dengan tertawa nyengir. "Aku
paling tidak suka, kalau tidak bisa berbuat apa-apa - padahal inilah saat yang
paling mengasyikkan!"
"Tapi kalian kan tidak bermaksud meninggalkan mobil?" kata Anne gugup.
"Belum tahu - itu tergantung keadaan" jawab George.
"Pokoknya kita baru ikut campur apabila keadaan benar-benar memaksa," kata
Julian menandaskan. Menurut pendapat George keadaan sudah benar-benar memaksa, ketika James belum
kembali juga setelah satu jam berlalu.
"Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya! Kita harus menolongnya," kata
anak itu. Sambil mengendap-endap memilih tempat-tempat yang gelap, anak-anak menyelinap
menyusur desa. Dekat lapangan pasar, tahu-tahu nampak bayangan gelap muncul dari
ambang pintu sebuah rumah.
Anak-anak berdiri seperti terpaku. Bayangan gelap itu bergerak semakin dekat ke
arah mereka. Ketika sudah dekat sekali, barulah anak-anak mengenali siapa yang
datang itu. Ternyata James!
"Eh - kalian ada di sini." desisnya. "Kenapa kalian tidak mematuhi kata-kataku
tadi?" "Kami tidak berjanji apa-apa," balas George sambil berbisik pula. "Ada apa sih"
Anda sedang mengamat-amati toko itu?"
"Ya - dan tidak sia-sia saja," jawab James dengan suara pelan. "Orang-orang yang
kita curigai itu baru saja pergi, naik mobil barang. Entah rencana jahat apa
lagi yang hendak mereka lakukan sekarang."
Dasar George, dengan segera ia mengambil putusan.
"Kesempatan baik ini harus kita manfaatkan!"ujarnya. "Kita harus berusaha
memasuki toko itu. Siapa tahu, mungkin patung Toktok ada di situ!"
James dan Julian menatapnya dengan kaget.
"Kau kan tidak bersungguh-sungguh?" tukas James. "Kau hendak mendobrak masuk ke
toko Mendez?" "Tidak, aku sama sekali tidak berniat masuk ke situ secara paksa," kata George.
Anak bandel itu nyengir. "Tapi benteng yang paling kokoh pertahanannya sekali
pun, selalu ada titik lemahnya. Aku berani bertaruh, biar toko itu sudah
terkunci rapat pintu depannya, tapi para penjahat tadi pasti lupa menutup salah
satu jendela atau pintu di sebelah belakang. Pokoknya, tidak ada salahnya kita
mencoba. Ya kan?" Ajakan itu sangat merangsang minat James, yang sebenarnya juga berjiwa
petualang. Memang - siapa tahu, mungkin saja mereka sedang mujur! Ia kemudian
memutuskan untuk paling tidak memeriksa sekeliling toko itu sekali. Para
penjahat tidak ada, jadi itu takkan berbahaya.
"Kecuali ruangan yang merupakan toko, masih ada ruangan-ruangan lain dalam
bangunan itu. Sebuah gudang, lalu garasi serta tempat penyimpanan barang," kata
Julian. "Sebaiknya kita membentuk dua kelompok, lalu bergerak memeriksa dari dua
arah. Dengan begitu tidak banyak waktu terbuang. Kita berkumpul lagi nanti di
sebelah belakang." George mengangguk. "James dengan Julian dan Anne ke kanan," katanya, "sedang aku
bersama Timmy dan Dick ke kiri!"
Kedua kelompok itu memencar. Satu bergerak ke arah kiri, sedang yang satu lagi
ke kanan. "Cepatlah sedikit" desak George pada sepupunya. "Kita tidak bisa berlambatlambat!" Mereka menggoncang-goncang pintu sebuah bangunan gudang yang letaknya tepat
berbatasan dengan ruangan toko. Tapi pintu itu ternyata dikunci. Kemudian mereka
menuju ke balik bangunan, diikuti oleh Timmy. Di situ mereka menjumpai sebuah
pintu lagi, yang juga terkunci. Pintu itu terdapat di tengah tembok tebal.
Menurut dugaan kedua remaja itu, di baliknya pasti terdapat pekarangan yang
dijadikan tempat penimbunan barang-barang rosokan.
Dick dan George berpandang-pandangan, diterangi cahaya bulan.
"Yuk" bisik George. "Aku yang naik dulu!"
Dick mengangguk, lalu berdiri menyandarkan punggung ke tembok. Tangannya
dijalinkan di depan perut. George bertumpu ke situ sejenak, lalu dengan gerakan
menyelinap seperti kucing anak itu memanjat tembok. Sekejap kemudian ia sudah
berada di seberang. Dengan cepat ditariknya gerendel yang mengunci pintu dari
dalam. Pintu dibuka, dan Dick cepat-cepat masuk bersama Timmy.
"Kita berhasil masuk... hampir tanpa paksaan" kata George sambil tertawa lebar.
"Yuk, kita periksa pekarangan di sini cepat-cepat. Jika kita berhasil menemukan
patung dewa Inka...."
"Kita boleh mengucap syukur bahwa James ikut dengan mobilnya," sambung Dick.
"Bayangkan - kita harus mengangkut Toktok yang tidak enteng itu dengan sepeda
kembali ke Kirrin! Mungkin terpaksa kita potong-potong dengan gergaji, atau
dengan kapak..." Ia tertegun, karena melihat George mengangkat tangan seperti memberi tahu. Anak
itu menuding ke suatu tempat di tanah.
"Coba lihat ini," kata George. "Kalau ini bukan Toktok yang diiris-iris seperti
susis, mungkin mataku yang juling.."
Dick berseru dengan suara tertahan, sambil membungkuk memperhatikan potonganpotongan kayu yang terserak di tanah. Nampak jelas bahwa itu semula merupakan
patung dewa Inka yang bisa berbicara. Di depannya tergeletak potongan bekas
kaki. Ia melihat bagian muka yang terbelah dari ubun-ubun sampai ke dagu, begitu
pula bagian perut yang bundar serta tameng dada yang terbuat dari kayu berbentuk
bundar. Para penjahat itu dengan seenaknya saja menggergaji patung dewa
matahari. Rupanya mereka hendak menyingkirkan segala jejak kejahatan mereka.
Tapi patung yang terbuat dari kayu keras itu tidak bisa dimakan api!
"Sekarang kita tahu bahwa Toktok memang dibawa kemari" bisik George. "Penjahatpenjahat itu berusaha melenyapkannya ketika melihat bahwa Matahari Inka sudah
tidak ada lagi di dalamnya. Tapi usaha mereka sia-sia!"
Potongan-potongan patung yang nampak hangus di sana-sini itu mereka biarkan
tergeletak di tanah. Mereka bergegas ke luar, untuk menyampaikan berita tentang
penemuan itu pada kelompok yang satu lagi.
James kini kelihatannya sudah berubah pikiran. Ia tidak lagi ingin cepat-cepat
melapor pada polisi. Rupanya ia senang juga menjadi penyelidik.
"Keterlaluan sekali mereka!" desisnya marah.. "Sekarang mereka berurusan dengan
aku. Patung itu memang bukan milikku - tapi merusak benda seni yang demikian
berharga, kuanggap benar-benar keterlaluan!"
"Aku takkan heran apabila saat ini mereka sedang berusaha mendobrak masuk ke
toko Anda di Kirrin," kata Julian memotong teman yang sedang marah-marah itu.
"Pasti mereka mencoba menguasai patung-patung kecil yang baru Anda terima."
Tapi untungnya kekhawatiran Julian sama sekali tidak beralasan. Ketika mereka
tiba kembali di depan toko James, keadaan nampak tenang-tenang saja. Sekeliling
lapangan pasar sunyi-sepi. Para penjahat sama sekali tidak nampak di situ. Hanya di depan pintu toko tergeletak sepucuk
sampul surat. "Cepat buka, James!" desak Anne. "Itu pasti dari Mendez dengan komplotannyal"
James tertawa. "Rupanya penakut-penakut itu tidak berani menyerangku secara angsung. Karenanya
mereka lantas menulis surat...." Dibukanya sampul surat itu. Di dalamnya ada
secarik kertas. Pada kertas itu ditempelkan jalur-jalur huruf yang nampaknya
merupakan guntingan surat kabar. James membacakan apa yang tertera di situ
dengan suara lantang. "Forrester!" bacanya. "Jika kau tidak mau mengembalikan kelima patung kecil
serta Matahari Inka, nasibmu beserta anak-anak sialan itu pasti akan tidak enak
nanti! Bawa barang-barang itu pukul dua besok malam ke Pantai Camar! Awas kalau
kau lapor pada polisi. Datanglah seorang diri!"
Surat itu tidak ditandatangani.
"Pantai Camar," gurnam George. "Aku kenal tempat itu. Letaknya berseberangan
dengan Pulau Kirrin."
"Dan kita semua tahu, Pulau Kirrin milikmu," potong Dick cepat-cepat "Tapi itu
tak ada gunanya bagi kita. Waktu sudah mendesak. Tahu-tahu sudah besok malam.
Bagaimana cara sebaiknya untuk menipu penjahat-penjahat itu?"
"Satu hal sudah jelas," kata James menggerutu, "mereka takkan memperoleh baik
Matahari Inka, mau pun batu-batu permata yang diselundupkan dalam patung-patung
kecil. Benda-benda berharga itu tetap berada di tempatnya yang sekarang. Jadi
dalam lemari besiku di bank!"
"Aku punya akal," ujar George.
"Kalau kau mengatakan tidak punya akal, baru aku heran" kata Dick sambil
nyengir. "Ayo, ceritakan akalmu itu!"
"Soalnya gampang sekali. James pergi ke tempat yang ditentukan penjahat. Kalau
mereka ada di sana, ia mengatakan tidak tahu apa-apa tentang Matahari Inka. Ia
hanya tahu bahwa patung dewa Inka tahu-tahu lenyap dicuri orang. Hanya itu saja
- habis perkara! Sedang kelima patung kecil diserahkan. Tapi batu permata yang
semula ada di dalam, ditukar dengan permata tiruan dari kaca biasa, yang
jumlahnya sama. Dengan cara begitu kita berusaha memperdayai penjahat-penjahat
itu." "Lalu menurutmu, siasat itu bisa berhasil?" tanya Julian sangsi.
"Tunggu dulu dong - aku belum selesai! Sementara James berbicara dengan para
penjahat, kita mengawasi tempat itu dari jauh. Sementara itu polisi sudah kita
beri tahu, sehingga kalau saatnya yang tepat sudah tiba nanti mereka turun
tangan dan menangkapi para penjahat"
"Apa?" Dick kaget. "Kau hendak memberi tahu polisi" Kau?"
"Ya, karena itu satu-satunya jalan yang tepat. Dengan demikian para penjahat
akan tertangkap tangan saat mereka mengancam James. Tepat sesuai dengan
rencana!" Rencana George sangat disetujui James, begitu pula Julian beserta kedua adiknya.
Anne menarik napas lega. Besok urusan yang dihadapi akan sudah selesai!
Bab XI
Lima Sekawan Patung Dewa Aneh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
SIASAT GEORGE Keesokan harinya. sementara Lima Sekawan menyiapkan petualangan yang akan
dihadapi malam itu, James sibuk sekali di tokonya. Banyak sekali wisatawan yang
datang. Oleh karena itu ketika hari sudah sore barulah ia sempat menghubungi
polisi untuk memberitahu bahwa malam itu ada kesempatan bagus untuk membekuk
tiga orang anggota komplotan pencuri benda-benda museum. Ia menuturkan hal itu
dengan singkat saja, karena Ia masih harus menyiapkan patung-patung kecil yang
akan dijadikan pancingan.
Petugas polisi yang dihubungi langsung menyangka bahwa ada orang hendak
mempermainkannya. Gaya bicara James yang kocak dan bersemangat, caranya
menceritakan kejadian yang disertai berbagai bumbu - semuanya mengarah pada
orang yang hendak berbuat iseng.
Ini sebenarnya dapat dimengerti, karena sebelum itu ada orang iseng yang mencoba
mempermainkannya. Polisi itu cerdas. Karena itu ia lantas pura-pura bersikap
tanggap. Ia menjawab dengan nada yang tetap ramah.
"Baiklah, kami sudah mengerti. Pukul dua dini hari nanti kami akan sudah bersiap
di Pantai Camar! Dengan bantuan Anda, kami pasti akan berhasil membekuk ketiga
penjahat itu. Pokoknya beres - serahkan saja semua pada kami. Sampai nanti
malam!" Sambil tertawa polisi itu mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. James juga
melakukan hal yang sama. Ia merasa puas, karena polisi sudah dihubungi. Kini Ia
mengarahkan perhatian pada patung-patung kecil yang terbuat dan kayu. Ke dalam
rongga yang ada pada patung-patung itu dimasukkannya permata tiruan yang terbuat
dan kaca berwarna, yang kelihatannya mirip dengan permata yang asli. Setelah itu
ia menunggu saat perjumpaan tengah malam dengan tenang.
*** Pukul dua kurang seperempat, James dan anak-anak sudah ada di pantai. Tentu saja
di tempat yang berlainan. George beserta ketiga sepupunya tiba seperempat jam
lebih cepat dari waktu yang disepakatkan. Dari tempat persembunyian mereka di
balik semak, dengan jelas mereka dapat memperhatikan seluruh teluk.
Mereka melihat James yang berjalan ke arah pantai sambil menjinjing koper. Koper
itu pasti berisi patung-patung kecil dengan permata tiruan, pikir anak-anak.
James berjalan di pantai. Dari arah laut bertiup angin dingin. James sama sekali
tidak merasa takut. Ia mengandalkan diri pada para petugas kepolisian, yang
pasti saat itu sudah bersembunyi di salah satu tempat di dekat situ untuk
melindunginya. Ketika sudah pukul dua dini hari, Dick menyenggol George. "Lihatlah! Ada perahu
motor datang." George berpaling. Saat itu gilirannya menjaga.
Ia melihat sebuah perahu motor bergerak menuju pantai. Bunyi mesinnya terdengar
berdentam samar. James berhenti melangkah. Perahu yang datang menepi. Dua orang
laki-laki meloncat turun ke darat. Karena ada sinar bulan, anak-anak dapat
mengenali siapa mereka. Ben dan Carlos!
"Itu mereka!" bisik Anne. "Mudah-mudahan polisi sudah siap di tempat!"
"Ssst!" desis Julian.
Angin yang bertiup dari arah laut menyebabkan suara ketiga orang dewasa yang
sudah berhadap-hadapan terdengar sampai ke tempat keempat remaja itu.
"Mana barangnya?" tanya Ben singkat.
"Ini," jawab James sambil menyodorkan koper.
Carlos meletakkan koper itu ke pasir, lalu membukanya. Dengan senter ditelitinya
barang-barang yang ada di dalam.
"Kalau patung-patung memang ada," katanya. "Tapi Matahari Inka tidak kulihat di
sini!" James berlagak tidak tahu apa-apa.
"Apa maksud Anda?" katanya polos.
"Jangan pura-pura tidak tahu!" sergah Carlos. "Patung dewanya memang sudah kami
ambil, tapi Matahari tidak ada di tempatnya!"
"Matahari apa" Tempat yang mana?"
Carlos mengayunkan kepalan tinjunya, menghantam rusuk James. "Jangan pura-pura
tolol!" bentaknya. "Ayo - ikut sekarang ke pemimpin kami!"
"Apa sih mau kalian sebenarnya?" James masih berusaha memprotes. "Aku benarbenar tak mengerti!"
"Nanti kau harus mengerti, kalau sudah ada di kapal!" sergah Carlos. "Ayo, naik
ke perahu. Kita ke kapal!"
Kedua penjahat itu mendorong-dorong James, menyuruhnya berjalan menuju perahu
motor. Kini pedagang barang antik itu mulai timbul rasa takutnya. Rupa-rupanya ada
sesuatu yang meleset dalam rencana. Kenapa polisi belum juga turun tangan" Ia
berteriak sekuat tenaga. "Tolong! Tolooong! Aku diculik!"
Tapi teriakannya itu sia-sia belaka. Tidak ada yang muncul untuk menolongnya.
Dengan lesu diikutinya perintah kedua penjahat.
"Kau boleh berteriak sampai parau - takkan ada yang bisa mendengarmu!" kata
salah seorang penjahat sambil tertawa mengejek.
Anak-anak hanya bisa melihat saja betapa teman mereka digiring ke perahu. Mereka
merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Apa sebabnya polisi belum juga bertindak"
"Aku benar-benar tidak mengerti" ujar Julian bingung. "Jangan-jangan James lupa
menyampaikan pesan pada polisi! Ia memang berani - tapi masak dengan cara
begini!" Akhirnya mereka harus menerima kenyataan. James diculik penjahat - tapi tak ada
yang datang untuk menolong!
"Ini tidak boleh didiamkan saja!" dengus Dick.
"Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa," desah Anne dengan cemas. "Kasihan
James!" "Dengan berkeluh-kesah saja, kita juga tidak bisa mengubah keadaan! Kita harus
bertindak!" kata George tegas. 'Aku punya ide!"
Dick tersenyum, tapi tanpa bermaksud mengejek. "Lagi-lagi George," katanya.
"Ceritakanlah, kami kepingin tahu!"
Rencana George ternyata sama nekatnya seperti anak itu sendiri. Ia menuding
bayangan gelap yang nampak mengambang di tengah teluk.
"Itu pasti kapal di mana Mendez saat ini berada. Teluk Kirrin tidak jauh dari
sini letaknya. Yuk, kita ke sana, untuk mengambil sampanku. Kurasa dalam gelap
kita bisa mendatangi kapal itu tanpa ketahuan."
"Lalu, sesudah sampai di sana?" tanya Dick tegang.
"Selanjutnya kita putuskan nanti, jika sudah ada di kapal. Sekarang kita tidak
boleh membuang-buang waktu lagi!"
Tidak lama kemudian perahu George sudah meluncur tanpa menimbulkan bunyi, menuju
ke kapal pesiar tempat para penjahat. Julian dan George yang mendayung. Di depan
mereka nampak kapal yang dituju. Jendela kabin terang benderang.
George naik ke geladak sambil memasang telinga. Ia tidak mendengar apa-apa yang
mencurigakan. "Kau ikut naik, Dick!" bisiknya.
Dengan cekatan kedua remaja itu menyelinap ke arah buritan. Di geladak tidak
nampak siapa-siapa. Untung saja!
Dick dan George mendekati sebuah jendela yang nampak terang, karena dan situ
terdengar suara orang berbicara.
"Ia tetap berkeras mengatakan tidak pernah melihat Matahari Inka itu, Pak
Mendez," kata Carlos. Orang itu menambahkan, "Sedang permata yang ada dalam
patung-patung kayu, ternyata tiruan murahan belaka!"
"Dengan perkataan lain," kata seseorang lagi yang mungkin Mendez "Isi patungpatung itu cuma gelas berwarna yang sama sekali tak berharga. Sedang Matahari
lnka tidak ada. Kenapa bisa begitu, Forrester?"
"Kenapa begitu?" seru James dengan nada bingung. "Mana aku bisa mengatakannya karena apa sebetulnya yang menjadi persoalan, merupakan teka-teki bagiku" Aku
cuma tahu bahwa sejak aku menerima kiriman patung dari Bolivia, aku terus
menerus dirongrong pencuri, diancam, dan kini bahkan diculik. Itu kan gilagilaan namanya!" Suara Mendez kini terdengar mengandung ancaman.
"Akan kubantu agar ingatanmu segar kembali. Sobat! Nah - sekarang katakan di
mana kau menyembunyikan Matahari itu, atau kau kubuat tidak bisa bernapas lagi.
Begini...." Rupanya kepala penjahat itu tidak hanya bermaksud menggertak saja. Dick dan
George mendengar suara seperti orang tercekik.
"Kita harus berusaha membebaskan James," bisik Dick, yang tidak tahan mendengar
teman mereka itu disiksa.
"Yang benar dong! Kita kan cuma dua orang anak menghadapi penjahat yang tidak
kenal rasa kasihan..."
Suara tercekik tadi tidak terdengar lagi. Sekali lagi Mendez berbicara.
"Nah - kau percaya sekarang bahwa aku tidak main-main" Kau mau berterus-terang
sekarang, atau mungkin aku masih perlu meyakinkan dirimu sekali lagi" Lebih kuat
lagi?" "Aduh - sungguh... aku tidak tahu apa-apa" keluh James. Ia tetap tidak mau
membuka rahasia. "He, Dick!" bisik George dengan tiba-tiba. "Aku tahu apa yang bisa kita lakukan.
Tapi kau harus melakukannya dengan setepat-tepatnya. Kau mau berjanji?"
"Tapi...." "Tidak ada tapi - kita tidak punya waktu untuk itu!" kata George. "Sekarang
cepat turun ke perahu, lalu kauajak Julian berenang ke pulauku."
"Apa" Ke Pulau Kirrin?"
"Ya, ya, aku tahu - kalian harus melintasi jarak sekitar satu kilometer. Tapi
kalian tidak bisa memakai perahu, karena aku memerlukannya nanti. Suruh Anne
menungguku di situ. Begitu pula Timmy!"
"Apa sebenarnya rencanamu, George?"
"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, karena tidak ada waktu lagi! Nah nanti
kalau kalian sudah sampai di pulauku, bersembunyilah dekat jalan masuk ke ruang
sel yang terdapat di utara puri!"
"Maksudmu sel yang bisa ditutup dengan pelat batu yang bisa diputar itu?" tanya
Dick. "Ya, yang itu maksudku! Aku nanti akan berusaha memancing para penjahat masuk ke
situ" "Dengan cara bagaimana?" tanya Dick sangsi.
"Soal itu, serahkan saja padaku. Pokoknya, kalian nanti sudah siap di tempat.
Apabila para penjahat sudah masuk, pelat batu kita dorong sehingga mereka tidak
bisa keluar lagi. Kita harus berhasil! Ini satu-satunya kemungkinan
menyelamatkan James. Ayo, cepat berangkat!"
Saat itu dari dalam kabin yang terang, sekali lagi terdengar suara rintihan.
George mendorong Dick. "Sekarang!"desisnya.
Dick menghilang ke dalam kegelapan. Geraknya lincah sekali. George mendesah. Ia
harus memainkan peranannya sebaik mungkin...
Ia bergegas menuju pintu kabin lalu membukanya. Tanpa ragu sedikit pun, Ia
melangkah masuk. Ia tertegun sekejap, ketika melihat apa yang sedang terjadi di depan matanya.
Orang yang bernama Mendez mencengkeram leher James dengan tangannya yang kekar,
sementara pedagang barang antik yang malang itu terhenyak tanpa bisa menarik
napas. Ia terikat ke kursi.
"Kau mau membuka mulut sekarang?" bentak Mendez.
"Jangan!" seru George dari pintu.
Ketiga penjahat yang ada di situ kaget, lalu cepat-cepat berpaling. Mereka sama
sekali tidak mendengar George masuk tadi. Mendez melonggarkan cekikannya. George
cepat-cepat berlutut di lantai. Ia mengangkat kedua tangannya dengan sikap
meminta belas kasihan. Air matanya bercucuran.
"Kasihanilah James," pintanya dengan suara memelas. "Saya tadi mendengar Anda
berbicara tentang Matahari Inka. Pak Forrester tidak berbohong. Ia memang tidak
tahu apa-apa. Tapi saya tahu! Aduh - nyaris saja James mati Anda cekik tadi!"
Ia cepat-cepat berdiri lagi, lalu menghampiri James. Sambil membungkukkan diri
ia berbisik dekat telinga pedagang barang antik itu,
"Jangan heran!" Lalu George berkeluh-kesah lagi dengan suara seperti orang
histeris, "Aduh tidak tahan saya melihatnya! Bebaskanlah James, Pak! Saya minta
dengan sangat!" Sementara itu Mendez sudah pulih dari rasa kaget.
"Siapa kacung ini?" sergahnya.
"Saya anak perempuan, Pak," kata George dengan suara gemetar. "Janganlah teman
saya ini disiksa!" Carlos dan Ben berpandang-pandangan. Ah - rupanya yang mereka sangka laki-laki
itu ternyata anak perempuan! Pantas begitu cengeng, merengek-rengek pada Mendez!
Kening pemimpin mereka berkerut.
"Bagaimana kau sampai bisa ada di sini?" tanya Mendez dengan nada curiga.
George tersedu-sedu. Ia menutupi mukanya dengan kedua belah tangan. Ia berbuat
seolah-olah tidak bisa berbicara, karena terlalu takut. Sementara itu James
sudah bisa bernapas lagi dengan leluasa. Ia sadar bahwa George hanya berpurapura saja, dengan maksud mengulur waktu. Tapi apa yang dipertunjukkan anak
bandel itu kelihatannya seperti benar-benar. George menangis dan berkeluh-kesah
dengan begitu meyakinkan, sehingga setiap orang yang tidak mengenal watak
aslinya pasti akan percaya. Padahal saat itu ia sedang menghitung-hitung waktu
yang diperlukan Dick dan Julian untuk mencapai Pulau Kirrin lalu mengatur
jebakan. "Aduh, Pak - bebaskanlah James. Ia kan sama sekali tidak bersalah! Sungguh!"
"Aku tadi bertanya padamu." bentak Mendez. "Awas, jika kau juga keras kepala
seperti dia ini!" George menjerit, seperti benar-benar ketakutan. Ia pura-pura hendak lari ke
pintu. "Ayo jawab - bagaimana kau sampai bisa ada di sini?"
"Aku tadi sedang bermain-main dengan sepupuku yang perempuan, main bajak laut.
Kami ingin membuktikan pada anak-anak yang lelaki bahwa kami bukan penakut.
Dengan diam-diam kami meminjam perahu dayung Ayah...." Muka George
digerenyotkan. Ia menangis lagi dengan suara pelan. "Tapi perahu itu kemudian
dihanyutkan arus. Aku sudah tidak kuat lagi mendayung. Kami hanyut terus, sampai
ke dekat kapal pesiar Anda ini. Aku cepat-cepat berpegangan ke rantai jangkar,
lalu memanjat ke atas. Saat itu kudengar suara James, lalu...."
"Lalu mendengarkan dengan sembunyi-sembunyi.. Begitu, kan?"
"Yah - mau tidak mau memang terdengar, Pak."
"Anak ini satu dari mereka yang tinggal di Pondok Kirrin, di mana Forrester
menyembunyikan patung dewa waktu itu," kata Carlos.
"Ah, begitu ya," kata Mendez. Ia mengangguk. "Kalau begitu bagus sekali"
Ditatapnya mata George. "Karena temanmu ini mengaku tidak tahu apa-apa, tentunya kau bisa bercerita
lebih banyak" sambung kepala penjahat itu dengan pandangan menyelidik. "Aku
ingin tahu, apakah kau beserta kawan-kawanmu tidak kebetulan menemukan harta
dalam patung Indian dan kayu itu?"
George berbuat seolah-olah gugup. Ia menunduk menatap lantai kabin. Lagaknya
seolah-olah sedang gelisah karena menyembunyikan sesuatu. Padahal dalam hati ia
bersorak. Sampai sekarang semua berjalan sesuai dengan rencana, katanya dalam
hati. "Nah, kenapa kau tidak menjawab" Apakah kau ingin aku menangani temanmu ini
sekali lagi?" kata Mendez mengancam.
George berbuat seolah-olah tercekam rasa ngeri.
"Jangan!" jeritnya. "Aku akan berterus-terang sekarang. Kami - maksudku, aku dan
saudara-saudara sepupuku - secara tidak sengaja menjatuhkan patung itu, sampai
retak sedikit bagian dadanya.. Saat kami hendak mengangkatnya kembali, kami
menemukan benda yang indah sekali. Kemilau - seperti - seperti matahari!"
Mendez bertukar pandangan penuh arti dengan anak buahnya.
"Nah - itu dia!" katanya. "Jadi kau ternyata tidak segan-segan melakukan
pencurian terhadap kawanmu, James Forrester ini. Tapi sayangnya, bukan Ia
pemilik barang itu. Matahari Inka itu milik kami. Dan kau harus dengan segera
mengembalikannya." Mendez berbicara dengan lemah lembut, tapi dengan nada
mengancam. George bersikap seolah-olah menyerah, karena sangat ketakutan.
"Ya, ya - tentu saja!" katanya buru-buru. "Aku menyembunyikan Matahari itu di
pulauku! Di Pulau Kirrin! Letaknya tidak begitu jauh dari sini!"
"Lalu butir-butir kaca murahan yang kutemukan dalam patung-patung kecil?" kata
Mendez dengan suara menggelegar. "Kau juga tahu kenapa benda-benda itu sampai
bisa masuk ke situ?"
James gemetar ketakutan. Padahal semula harapannya sudah mulai bersemi kembali.
Ia mengkhawatirkan keselamatan dirinya, dan juga gadis tabah itu. Apakah yang
akan dikatakan George sekarang. Bisakah ia membebaskan diri dari jeratan itu"
Ternyata George panjang sekali akalnya.
"Patung-patung yang dari kayu, maksud Anda!" serunya pura-pura baru teringat.
"Kami kebetulan sedang berada di toko James, ketika kiriman itu datang. Kami
bahkan ikut membantu memajang patung-patung itu di jendela etalase. Jadi patungpatung itu juga menyembunyikan sesuatu" Aku sama sekali tidak mengetahuinya!"
Lima Sekawan Patung Dewa Aneh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku juga tidak." sela James. "Karena itu aku tidak mengerti apa sebenarnya yang
kalian ributkan." "Hm!" Mendez nampaknya sangsi. Rupanya saat itu ia sedang menimbang-nimbang
kemungkinan bahwa batu-batu permata yang lenyap itu sudah ditukar di Bolivia,
saat dikirimkan dari sana. "Hm! Baiklah, untuk sementara tidak kita bicarakan
dulu soal patung-patung itu," katanya setelah terdiam selama beberapa saat. Ia
berpaling pada George lagi. "Katamu tadi, Matahari Inka kausembunyikan di Pulau
Kirrin" Ben! Coba periksa sebentar, apakah anak ini tidak mengarang-ngarang saja
dengan ceritanya naik perahu lalu hanyut sampai di sini! Kalau perahu itu benarbenar ada, tambatkan ke kapal kita dan suruh anak yang ada di situ naik ke
atas." "Tapi hati-hati, anjingku ada di situ," kata George memperingatkan. "Sebaiknya
aku ikut saja, karena anjingku galak sekali."
Tidak lama kemudian Anne dan Timmy sudah berada di atas kapal pesiar. Anne
sebenarnya sangat ketakutan. Tapi Ia meneguhkan hati. Dipandangnya George sambil
tersenyum. Sepupunya itu langsung memahami arti senyuman itu. Dick dan Julian
sudah melakukan rencana George, sedang Anne kini mengandalkan diri pada gagasan
itu. Mendez memandang George dengan sikap puas, ketika ia digiring masuk lagi ke
kabin bersama Anne dan Timmy.
"Mudah-mudahan kau juga tidak bohong dengan ceritamu tentang Matahari Inka,"
katanya dengan suara keras. "Ben! Kita berangkat ke Pulau Kirrin sekarang, untuk
mengambil harta kita!"
George menyembunyikan senyumnya. Ia berhasil memperdayai para penjahat! Mudahmudahan perkembangan selanjutnya juga berjalan dengan begitu lancar. Tapi ia
masih ingin mengulur waktu sedikit lagi, karena tambahan setiap menit penting
sekali artinya bagi Julian dan Dick untuk bersiap-siap.
"Tapi hati-hati - perairan sekitar pulauku itu banyak karangnya!" kata George
pura-pura cemas. "Kita tidak bisa dengan seenaknya saja menghampiri pantai.
Harus lewat jalur tertentu. Aku kenal baik perairan di daerah sini. Sudah banyak
kapal yang terbalik di situ."
"Baiklah kalau begitu - kauantarkan kami ke sana! Tapi jangan lupa - jika kau
mencoba-coba menipu kami, sepupumu ini yang akan menanggung akibatnya, bersama
James. Mengerti?" Bab XII DI PULAU KIRRIN Dengan kapal pesiar yang laju, cepat sekali mereka sudah tiba di depan Pulau
Kirrin. George memang tidak berbohong, jalan masuk ke pantai terhalang karang di
mana-mana. Mendez memerintahkan untuk melabuhkan jangkar.
"Sekarang kaiian dengan perahu ke darat untuk mengambil harta kita," katanya
pada Ben dan Carlos. "Anak perempuan ini ikut, untuk menunjukkan jalan. Aku
menjaga para tawanan kita di sini!"
George menggigit bibir. Rencananya agak meleset. Ia tidak memperkirakan bahwa
Mendez akan tetap berada di kapal.
Ia sebenarnya merasa tidak enak, meninggalkan Anne dan Timmy. Tapi Ia harus ikut
ke darat! George turun ke perahu, menyertai Ben dan Carlos yang sudah lebih dulu ada di
situ. Kedua penjahat itu mulai mendayung.
"Sebentar - aku masih harus mengingat-ingat dulu, lewat mana kita bisa masuk,
lalu mendarat di pantai," kata George mengulur waktu. "Sekarang gelap, jadi
tidak mudah bagiku mengenali jalan yang benar."
Disuruhnya kedua penjahat berdayung pelan-pelan, mengitari pulau. Akhirnya
George berseru dengan suara lantang, "Ini dia tempatnya! Kita harus ke sana, ke
teluk kecil berpantai pasir putih itu!"
Ben mengarahkan haluan perahu ke teluk kecil yang ditunjuk oleh George. Tidak
lama kemudian terdengar bunyi lunas menggeleser di pasir pantai. Ben dan Carlos
turun, diikuti oleh George.
"Dan sekarang?" tanya Carlos.
"Sekarang kita ke puri tua yang sudah menjadi puing. Kami menyembunyikan
Matahari Inka di sana, di tempat penyembunyian yang baik sekali!"
George kini sama sekali tidak merasa sangsi lagi. Ia sudah benar-benar George
yang asli, yang gemar melakukan perbuatan berbahaya.
Carlos dan Ben melayangkan pandangan ke arah yang disebutkan. Samar-samar nampak
bayangan bekas-bekas sebuah puri kuno yang sudah runtuh. Mereka sama sekali
tidak tahu bahwa puri itu milik George, dan anak itu mengenal setiap lekuk-liku
tempat itu. "Tempat menyembunyikan barang yang baik sekali," kata Carlos kagum. "Kau
berjalan di depan, untuk menunjukkan jalan!"
Mereka berjalan beriring-iring. menyusur jalan setapak yang mengarah ke dataran
cadas. Puri tua itu dibangun di atasnya.
Sinar bulan menyebabkan pepohonan, semak dan reruntuhan pun nampak menyeramkan.
George berjalan memasuki gerbang besar yang terbuat dari batu, melintasi
pekarangan dalam yang beralaskan batu-batu datar lalu masuk ke sebuah bangunan
yang agak menjorok ke depan. Bangunan itu sudah runtuh di sana-sini.
"Kita sudah hampir sampai," katanya sambil menoleh ke belakang. "Dalam bangsal
sebelah belakang..."
Ia tidak menyelesaikannya. Diajaknya kedua penjahat berjalan di sela-sela batu
dan puing yang terserak dan bertumpuk di mana-mana, sampai akhirnya mereka tiba
di sebuah ruangan yang luas sekali. Di salah satu sudut antara dua tembok yang
tebal-tebal nampak samar-samar sebuah lubang gelap di tanah.
"Sewaktu aku bermain-main dengan teman-teman di sini, kami menemukan sebuah sel
dalam lubang itu," kata George. "Di bawah situlah kami menyembunyikan Matahari
Inka!" Ben mendorongnya maju. "Kau yang turun dulu!" perintahnya. "Kautunjukkan tempat itu pada kami"
Suatu tangga curam dari batu menuju ke bawah. Tanpa ragu sedikit pun George
menginjakkan kakinya ke anak-anak tangga yang licin berlumut. Ia membawa senter
yang diberikan para penjahat padanya. Ia menggigil sedikit. Hawa di tempat itu
dingin dan lembab. Mudah-mudahan saja siasat ini berhasil, pikirnya sambil
menuruni tangga. Ben dan Carlos nampaknya sama sekali tidak curiga, karena
keduanya masih terus mengikutinya dari belakang.
Dick dan Julian pasti mendengar kami datang, pikirnya lagi membesarkan hati
sendini. Kasihan, mereka pasti akan sakit pilek, karena lama berada di tempat
selembab ini dengan pakaian basah. Asal nanti tidak ada yang bersin saja karena kalau itu sampai terjadi, tamatlah riwayat kita!
Saat itu Dick dan Julian sedang merunduk dengan diam-diam di suatu lekukan pada
dinding, di depan sel bawah tanah itu. Mereka baru saja masuk ke situ, ketika
dari atas nampak cahaya samar. Di balik cahaya itu nampak samar sosok tubuh
George, diikuti oleh Ben dan Carlos.
"Sebetulnya lebih baik jika Pak Mendez tadi ikut dengan kita, dan tidak tinggal
di kapal!" kata George dengan suara nyaring. Ia hanya asal berbicara saja,
karena maksud sebenarnya ialah memberi tahu pada Dick dan Julian bahwa penjahat
yang ketiga tidak ikut. "Ayo sudah, jangan terlalu banyak bicara!"
"Kini sudah sampai ini - sel yang tanpa pintu ini! Matahari Inka kami taruh di
sudut belakang sebelah kiri, di bawah batu."
Sambil memberi penjelasan palsu itu George agak menepi, seolah-olah hendak
memberi jalan pada Ben dan Carlos. Itulah saat yang menentukan. Bisakah kedua
penjahat itu dijebak"
Ternyata bisa! Tanpa menunggu lagi, kedua penjahat itu bergegas masuk, melewati
George. Mereka langsung menuju ke sudut yang ditunjukkan. George yang tetap
berdiri di ambang sel, cepat-cepat berpaling. Di belakangnya, Dick dan Julian
muncul dari kegelapan. "Cepat!" desis George sambil mundur. Tanpa mengatakan apa-apa, ketiga remaja itu
mendorong pelat batu yang tegak di samping ambang. Pelat itu bergerak memutar
pada sumbu yang tidak kelihatan, persis sekali menutup lubang yang merupakan
ambang sel. Lubang itu lenyap, seperti hanya tembok batu saja yang ada di situ.
"Berhasil!" seru Dick, sementara dari arah sel terdengar samar suara kedua
penjahat tadi berteriak-teriak dengan marah dan bingung. "Mereka terjebak."
"Mereka boleh berteriak-teriak sekuat tenaga di tempat ini," kata Julian dengan
puas. "Takkan ada yang bisa mendengar mereka!"
"Dan mereka tidak berhasil menemukan Matahari Inka, yang bisa dipakai untuk
menerangi ruangan," kata George iseng. "Yuk, sekarang kita lekas-lekas ke atas!
Kalian tidak kedinginan di sini" Tadi aku sudah khawatir saja, jangan-jangan
salah seorang dari kalian tahu-tahu bersin."
"Pakaian kami hampir-hampir tidak basah tadi," kata Dick sambil berjalan
tersaruk-saruk menaiki tangga yang licin. "Sebelum berenang kemari, kami
mendapat akal bagus. Pakaian kami buka semua, lalu kami junjung di atas kepala.
Mau tidak mau kami tertawa geli tadi karena tampang kami kocak sekali saat itu.
Tapi ngomong-ngomong, mana Mendez?"
"Dan Anne" James" Timmy?" sambung Julian beruntun-runtun.
"Mereka ditahan Mendez di kapal, sebagai sandera," kata George.
Keterangan itu menimbulkan rasa ngeri dalam hati Dick dan Julian. Anne, adik
mereka, berada dalam kekuasaan Mendez!
Ketika mereka sudah sampai di luar, George melihat dari air muka kedua sepupunya
yang diterangi cahaya bulan bahwa mereka ketakutan.
"Kalian ini bersikap seolah-olah Anne sudah celaka. Padahal Ia tidak apa-apa!"
tukasnya. "Sampai sekarang rencana kita kan berjalan lancar. Kenapa tidak terus
begitu sampai selesai" Coba pikirkan - kita sekarang kan berenam, menghadapi
penjahat yang tinggal satu orang! Masak tidak mampu! Kita beramai-ramai melawan
Mendez!" "Kau lupa bahwa Ia mempunyai sandera!" bantah Julian.
"Tidak, itu tidak kulupakan. Tapi jika kita bertindak cepat, ia nanti akan
terpaksa membebaskan mereka!"
"Apa sebetulnya rencanamu sekarang?" tanya Julian ingin tahu.
"Gampang saja" jawab George. "Kita kembali dengan perahu ke kapat pesiar. Tentu
saja kita usahakan supaya jangan sampai ketahuan. Sesampai di sana kita
menyelinap naik ke kapal, lalu berusaha menaklukkan Mendez. Setanjutnya, soal
sepele. James kita bebaskan, lalu kita berlayar kembali ke Kirrin. Polisi nanti
tinggal menjemput Ben dan Carlos saja yang terkurung dalam sel tadi."
"Tapi ada juga kemungkinan bahwa Mendez saat ini berdiri di anjungan sambil
memandang ke arah sini, menunggu kedua kaki tangannya kembali. Jika ia sampai
sadar bahwa Ben dan Carlos tak ada, digantikan olehku serta Julian..."
"Yah, itu memang risiko yang harus kita jalani!" jawab George. "Soalnya, pilihan
lain tidak ada!" Sambil berjalan mereka meninggalkan reruntuhan pun, menuruni jalan setapak yang
curam, menuju kembali ke pantai di teluk kecil. Dengan cepat mereka naik ke
perahu. Julian dan Dick yang kini mendayung.
Begitu sudah ke luar dari teluk kecil, ketiga remaja itu menajamkan mata,
mencari-cari kapal pesiar. Tapi sia-sia - kapal itu tidak kelihatan lagi! Hanya
permukaan laut berkilauan kena sinar bulan saja yang nampak, ke mana pun mereka
memandang. Kapal pesiar itu pergi! Ketiga remaja itu merasa kecut. Mereka sama sekali tidak
menduga kemungkinan itu! "Mustahil!" ketakutan yang semula mencengkam perasaan George, berubah menjadi
kemarahan. "Tidak mungkin Mendez pergi sebelum berhasil menguasai Matahari Inka!
Pasti ada yang menyebabkan Ia berbuat begitu!"
"Kecut hatiku jika membayangkan bahwa Anne, James, dan Timmy ada di atas kapal,"
kata Julian dengan suara bergetar.
"Apa sebetulnya yang terjadi?" kata Dick. Ia masih saja memandang berkeliling.
"Kau kan belum begitu lama meninggalkan kapal pesiar itu, George! Mestinya kan
masih nampak, walau di kejauhan!"
*** Mereka memang tidak bisa menebak apa yang sebenarnya telah terjadi di atas
kapal. Ketika Ben dan Carlos sudah berangkat dengan George naik perahu menuju ke
Pulau Kirrin, Anne yang agak ketakutan tinggal sendiri bersama Mendez. James
tidak bisa diharapkan akan melindunginya, karena ia masih terikat di kursi.
Hanya Timmy saja yang bisa agak menenangkan perasaan Anne.
"Sekarang kita tinggal menunggu!" kata Mendez pada para tawanannya. "Mudahmudahan saja kedua temanku tadi nanti kembali dengan membawa Matahari Inka. Ini
demi keselamatan kalian juga." Nada suaranya beralih, terdengar tajam mengiris.
"Tapi setelah itu aku akan mengusut kembali soal lenyapnya batu-batu permata dan
kelima patung kecil! Tidak semudah itu aku dikelabui!" Ditatapnya kedua
tawanannya dengan sikap mengancam.
James hanya mengangkat bahu saja, seakan-akan itu bukan urusannya. Anne yang
tahu bahwa Matahari Inka sebenarnya tidak ada di Pulau Kirrin, bergidik sedikit.
Dalam hati Ia berdoa dengan sangat, mudah-mudahan George beserta kedua abangnya
berhasil menjebak kedua penjahat itu masuk ke dalam perangkap, sehingga tinggal
Mendez seorang diri saja yang masih harus dihadapi. Coba James tidak berada
dalam keadaan terikat sekarang!
Mendez melangkah ke pintu.
"Aku ada urusan sebentar di geladak" katanya sambil berpaling. "Awas jangan ke
mana-mana, mengerti! Dan anjing kalian itu juga harus dijaga, jangan sampai ke
luar. Awas, kalau itu sampai terjadi !"
Timmy tadi sudah diperintahkan agar patuh oleh George. Nalurinya mengatakan
bahwa Mendez itu musuh. Apabila Anne memberi isyarat sedikit saja, anjing yang
setia itu pasti akan langsung menyerang orang itu. Tapi Anne malah menahannya.
Timmy dilarang meninggalkan tempatnya.
Anne bergegas menghampiri James, begitu Mendez sudah meninggalkan ruangan. Anak
yang baik budi itu berusaha melepaskan tali yang mengikat tangan James.
"Akan kulepaskan Anda dari ikatan ini, James!" bisik Anne. "Aduh, kencangnya!
Mudah-mudahan saja aku bisa"
"Untuk itu kau memerlukan pisau, Anne." kata James sambil berbisik pula. "Dan
kita tidak punya pisau. Kalau aku bebas pun, kurasa aku takkan bisa menghadapi
Mendez, karena Ia memegang senjata!"
Anne terpaksa mengakui bahwa usahanya sebetulnya sia-sia saja. Kini Ia mencoba
menenangkan James. "Anda tidak perlu terlalu cemas" katanya membujuk. "George mempunyai rencana
yang hebat...." "Dari tadi sudah kusangka begitu, ketika Ia tahu-tahu bersimpuh di depan kaki
Mendez sambil menangis tersedu-sedu," kata James. "Anak bandel itu pandai sekali
bersandiwara. Lalu bagaimana rencananya itu?"
"Ia mengatakan pada kawanan penjahat bahwa Matahari Inka disembunyikan di Pulau
Kirrin!" kata Anne cepat-cepat.
"Padahal barang itu saat ini aman dalam lemari besiku di bank, bersama batu-batu
permata," sambung James sambil nyengir puas.
"Tapi Ben dan Carlos tidak mungkin bisa mengetahuinya. Ju dan Dick sudah lebih
dulu berenang ke pulau itu, untuk menyiapkan jebakan bagi mereka. Kini tinggal
Mendez saja lagi yang masih harus kita hadapi!"
Bab XIII PENYELESAIAN "Itu tidak segampang yang kalian sangka!" Kata-kata itu diucapkan dengan suara
menggelegar marah. Anne dan James kaget setengah mati, lalu berpaling ke pintu. Mereka melihat
Mendez berdiri di situ. Air muka penjahat itu pucat pasi; Matanya merah,
memancarkan sinar kemarahan yang luar biasa! Ia maju dengan langkah-langkah
berat, lalu mengacungkan kepalan tinjunya ke depan hidung James.
"Aku mendengar seluruh perembukan kalian!" teriaknya. "Kau berlagak tidak tahu
apa-apa, padahal selama ini semua permata itu ada dalam lemari besimu di bank!
Dan kau" sambungnya sambil memalingkan muka ke arah Anne yang ketakutan, "kau
mencoba menipu aku!"
Tangannya yang sudah terangkat diayunkan, menampar pipi Anne. Melihat perbuatan
itu, Timmy mulai menggeram. Mendez cepat-cepat mundur. Penjahat itu memang bukan
pemberani. "Percuma saja kalian menunggu!" serapahnya dari jarak yang dirasakannya aman.
"Kalian mengira akan bisa menaklukkan diriku. Tapi aku bukan lawan yang bisa
dianggap enteng! Kasihan Ben dan Carlos - aku akan merasa kehilangan mereka.
Tapi aku tidak berniat menunggu kedatangan ketiga kawanan kalian kemari.
Sekarang juga kita berangkat, menuju ke pantai." Ia menuding Anne. "Kau akan
kutahan sebagai sandera. Dan kau, James Forrester, begitu bank dibuka nanti
pagi, kau harus mengeluarkan Matahari dan batu-batu permata itu dari lemari
besimu dan membawa semuanya kemari!"
Mendez menyeringai, karena meiihat mata James berkilat sekilas.
"Dan jangan coba-coba memperdayai aku!" ancam penjahat itu. "Sebelum kita berdua
bersama-sama pergi ke bank, anak kecil ini akan kubawa dulu ke suatu tempat yang
hanya aku sendiri yang tahu letaknya. Jika aku tidak kembali pada waktunya untuk
membebaskannya kemudian, Ia akan mati kelaparan di situ. Jadi kaulihat sendiri,
takkan ada gunanya berbuat sesuatu yang menjebakku apabila kita mendatangi bank
nanti. Aku lebih licin dari yang kausangka, James Forrester!" Sambil tertawa
mengejek, penjahat itu melangkah pergi. Pintu kabin dikuncinya dari luar, tanpa
Lima Sekawan Patung Dewa Aneh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempedulikan kedua tawanannya sedikit pun.
James dan Anne sama-sama membisu. Keadaan mereka kini lebih gawat dari
sebelumnya. Akhirnya Anne tidak tahan lagi. Ia menangis tersedu-sedu.
"Kenapa kita tadi begitu keras berbicara," sesalnya sambil terisak-isak.
"Sudahlah, Anne, jangan sedih," kata James melipur. "Tak ada gunanya menyesali
diri. Keadaan kita tidak segawat sangkaanmu. Tentu saja aku kini terpaksa
menyerahkan Matahari Inka serta batu-batu permata itu pada Mendez. Tapi pokoknya
kita bisa mengakhiri petualangan ini dengan selamat. Itu yang paling penting."
"Ini semua karena kesalahanku!" kata Anne sambil menangis terus. "Karena
ketololanku, segala hal ini terjadi. Coba aku tadi tidak mengoceh. George pasti
marah-marah nanti! Karena aku, para penjahat berhasil mencapai tujuan mereka!
Komplotan pencuri barang seni takkan pernah bisa ditangkap. Aduh - kenapa aku
tolol sekali!" "Kau tadi menceritakan rencana George, karena ingin membesarkan hatiku, Anne,"
kata James menenangkan anak itu. "Kau tidak mungkin bisa mengetahui bahwa
Mendez, penjahat itu, ikut mendengarkan dari balik pintu!"
Anne berhenti menangis. Dikeringkannya air mata yang membasahi pipi. Ditatapnya
James dengan sikap tabah. Ia bertekad hendak memperbaiki kesalahannya tadi,
walau belum ada gambaran jelas mengenai apa yang hendak dilakukan. Tapi Ia harus
berbuat sesuatu - itu sudah jelas. Ia sudah membulatkan tekad. Sekarang tinggal
menunggu kesempatan yang baik untuk itu.
Tahu-tahu pintu kabin terbuka lagi. Mendez muncul dengan pistol ditangan.
Senjata api itu diacungkannya dengan sikap mengancam.
"Kita sekarang berlayar menuju pantai," katanya. "Tapi sebelum kita turun ke
darat, anjing galak yang berbahaya ini harus kusingkirkan dulu!"
Moncong pistol kini mengarah ke Timmy. Anne merasa bahwa Ia harus cepat-cepat
bertindak. "Serang, Tim!" serunya.
Dan Timmy langsung menyerang. Anjing berani untuk menerjang ke arah Mendez, lalu
menggigit lengan orang itu. Bunyi tembakan menggema dalam ruangan sempit itu.
Pelurunya menembus panel kayu mahal pelapis dinding. Mendez menjerit kesakitan.
Pistol terlepas dari tangannya yang sibuk menangkis serangan Timmy. Tapi dengan
sia-sia. Anne tidak ayal sekejap pun. Dengan sigap disambarnya pistol yang
tergeletak di lantai, lalu diarahkan moncongnya ke Mendez.
"Lepaskan, Tim!" seru Anne.
Timmy menurut, walau dengan segan. Ia masih ingin melanjutkan pertarungannya
dengan penjahat penakut itu. Mendez memegang lengannya yang digigit Timmy.
Mukanya mengernyit kesakitan.
"Lepaskan tali yang mengikat James. Ayo cepat!" perintah Anne pada orang itu.
"Awas kalau macam-macam. Aku tidak segan-segan menembak!"
Anne memegang senjata api dengan kedua tangannya. Sikapnya tenang sekali. Mendez
ketakutan melihat sikap anak perempuan itu. Anne pasti tidak tahu-menahu tentang
senjata api, katanya dalam hati. Bagaimana kalau jarinya secara tidak sengaja
menarik pelatuk.... "Awas, hati-hati!" seru penjahat itu ketakutan.
"Lepaskan temanku!" ulang Anne dengan tenang. Mendez cepat-cepat menuruti
perintah itu. Dengan pisau sakunya ia memotong tali yang mengikat tangan James.
Pedagang barang antik itu menggosok-gosok pergelangannya yang terasa nyeri,
sambil bangkit pelan-pelan. Kemudian diambilnya pistol dan tangan Anne.
"Terima kasih," katanya terharu. "Tolong ambilkan tali itu, lalu kauikat tangan
Mendez ke belakang. Ikat seerat mungkin!"
"Sedang kau, Mendez," sambungnya pada Mendez, "demi keselamatanmu sendiri
kuperingatkan agar jangan berbuat yang aneh-aneh! Ya, bagus, Anne. Ikat seerat
mungkin!" James mengantungi pistol, setelah dilihatnya bahwa Mendez tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Diikatnya penjahat itu ke kursi yang sebelumnya diduduki olehnya.
Setelah selesai, James mundur selangkah. Dengan sikap puas ditatapnya penjahat
yang kini meringkuk di kursi. Setelah itu diajaknya Anne dan Timmy ke geladak.
"Bagus, Anne! Hebat, Tim," pujinya. "Sekarang kita tinggal memutar haluan, lalu
berlayar menuju Pulau Kirrin. Untung aku biasa berlayar!"
*** Sementara itu George dan kedua sepupu laki-lakinya masih terombang-ambing dalam
perahu, dekat Pulau Kirrin. Mereka menatap laut yang nampak kosong, tanpa tahu
apa .yang harus diperbuat. Di manakah Anne, James, dan Timmy" Ke mana mereka
dibawa oleh Mendez! Tahu-tahu terdengar suara Julian bersorak girang. Ia melihat kapal pesiar yang
berlayar kembali ke arah mereka.
"Cepat!" kata George gelisah. "Kita pertaruhkan segala-galanya sekarang. Kita
songsong mereka!" Perahu didayung menghampiri kapal pesiar yang berlayar menuju ke pulau. Ketika
sudah dekat sekali, tiba-tiba terdengar suara yang mereka kenal baik berseruseru. "George! Ju! Dick! Ke sini! Cepat naik! Semua sudah beres!"
Sambil berteriak-teriak menyatakan kegembiraan mereka, George beserta kedua
sepupunya bergegas menghampiri kapal. Beberapa saat kemudian mereka sudah berada
di atas geladak. Gembira sekali suasana pertemuan itu.
Tahu-tahu Timmy menggonggong, seperti memperingatkan bahwa ada bahaya, lalu
meloncat ke arah buritan. Ternyata Mendez berhasil melepaskan tali yang mengikat
dirinya. Saat itu ia hendak memanjat pagar kapal secara diam-diam, dengan maksud
untuk kemudian melarikan diri dengan jalan berenang.
Tapi Timmy menghalang-halangi maksud itu. Dengan giginya yang tajam digigitnya
bagian belakang celana penjahat itu lalu ditariknya mundur. Dengan cepat James
serta yang lain-lainnya memburu untuk meringkusnya kembali.
"Dan sekarang," kata George dengan gembira, "kita cepat-cepat kembali ke
Kirrin." Kapal pesiar mereka sandarkan ke dermaga pelabuhan dan ditambatkan di situ. Lalu
mereka menggiring Mendez ke kantor polisi.
Ketika petugas polisi yang berdinas mendengar cerita petualangan yang tegang
itu, Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja.
"Jadi pemberitahuan lewat telepon kemarin sore itu, yang meminta agar kami
datang ke Teluk Camar, itu bukan perbuatan iseng, ya?" katanya bingung. "Aduh,
keterlaluan kalau begitu. Maaf, ya!"
"Itu bukan soal penting lagi sekarang," kata James dengan sikap memaafkan,
"karena segala-galanya ternyata beres juga akhirnya. Ini, kami antarkan pemimpin
komplotan penjahat itu! Jika Anda ingin agar ia punya teman dalam penjara, Anda
tinggal menugaskan jemputan untuk mengambil anak buahnya di Pulau Kirrin. Di
bawah tanah, dalam sebuah sel gelap akan dapat Anda temukan mereka."
Fajar mulai menyingsing. Langit di timur sudab mulai terang sedikit. Pak
Komisaris yang diberi tahu, dengan segera melakukan persiapan. Ia menghubungi
Dinas Penjaga Pantai untuk meminjam perahu motor yang laju, lalu berangkat
dengan anak buahnya. Anak-anak diajak untuk menunjukkan jalan.
George bersorak gembira. Akhirnya mereka berhasil. Tidak lama lagi, para
penjahat akan dimasukkan ke dalam penjara. Mereka akan diperiksa untuk
memperoleh keterangan mengenai kawanan di Bolivia dan Peru, yang sudah terlalu
lama memusingkan kepala kalangan museum karena aksi-aksi pencurian mereka.
Perahu motor polisi dengan cepat sudah sampai di Pulau Kirrin lalu masuk ke
teluk kecil yang aman. Timmy paling dulu meloncat ke darat, diikuti oleh George. Keduanya langsung lari
menuju puri kuno. Julian, Dick, Anne, James, Pak Komisaris serta anak buahnya menyusul dari
belakang. Ketika masih menuruni tangga yang licin, sudah terdengar suara Ben dan Carlos
berteriak samar-samar. "Bukakan! Bukakan!"
George melirik sepupu-sepupunya dengan pandangan bandel.
"Baiklah, tuan-tuan!" balasnya sambil berteriak pula.
Dengan cekatan anak-anak menggerakkan pelat batu yang berat ke samping. George
masuk ke dalam sel dengan senter di tangan. Kedua penjahat yang mengenali sosok
tubuh anak itu, cepat-cepat bergerak menghampirinya.
"Jadi akhirnya kau memutuskan untuk mengeluarkan kami, ya?" bentak Ben.
"Keisenganmu ini harus kaubayar mahal!"
Dengan sigap George bergerak ke samping, sehingga kedua penjahat yang hendak
menyergapnya langsung menubruk polisi yang ada di belakang. Detik itu juga
terdengar bunyi belenggu dipasang.
"Sekarang kawanan penjahat sudah lengkap," seru Dick.
"Mereka takkan bisa lari lagi," kata Pak Komisaris puas. Sudah agak lama ia
tidak pernah lagi melakukan penangkapan yang begitu memuaskan.
Ben dan Carlos marah sekali. Dengan langkah berat mereka menurut, ketika diseret
menaiki tangga. Sementara itu di luar sudah mulai terang. Timmy berlari-lari di tengah
rerumputan yang tumbuh tinggi, sambil mengejar-ngejar kelinci liar. Matahari
bersinar cerah, menyebabkan alam sekeliling seperti bermandikan sinar keemasan.
Semua bergegas naik lagi ke perahu motor yang langsung berangkat kembali ke
pantai. James menggosok-gosokkan kedua belah tangannya dengan gembira, sementara
Julian dan Dick memandangnya sambil tertawa. Anne senang sekali, karena
petualangan itu ternyata berakhir dengan menggembirakan.
Hanya George saja yang menatap laut dengan tampang suram. Berulangkali ia
mendesah. Anne memandangnya dengan sikap heran.
"Ada apa, George?" tanyanya. "Kau kelihatannya suram sekali!"
"Memang," jawab George berterus-terarig. "Saat ini ayahku pasti sudah tahu bahwa
kita menghilang dengan diam-diam. Kau kan tahu, ayahku bisa keras sekali
wataknya. Pasti aku yang dipersalahkannya atas segala kejadian ini. Pasti aku
akan dihukum lagi olehnya!"
Kata-kata itu terdengar oleh Pak Komisaris. Ia tertawa.
"Kau tidak perlu merasa khawatir," katanya. "Aku baru saja menghubungi kantor
polisi dengan radio, untuk memberitakan keberhasilan operasi ini. Sekaligus juga
kuminta agar orang tuamu dihubungi, agar mereka agak tenang. Aku pasti heran,
apabila kalian nanti masih kena marah juga!"
George sama sekali tidak heran apabila memang itu yang terjadi. Karenanya Ia
kaget sekali ketika melihat ayah dan ibunya menunggu di dermaga. Apalagi ketika
Profesor Kirrin merangkulnya sambil memuji-muji.
"Hebat, George! Aku tidak bisa marah pada kalian, walau sebenarnya cukup alasan
untuk itu. Yuk, kita pulang! Joanna sudah menyiapkan sarapan yang enak untuk
kalian. Sesudah itu kalian tidur dulu."
*** Keesokan harinya surat kabar penuh dengan berita tentang kehebatan Lima Sekawan.
Mereka diwawancarai di radio dan televisi. James yang ikut menjadi terkenal
kebanjiran wisatawan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap kawanan penjahat, membawa hasil dengan
cepat. Berdasarkan pengakuan Mendez beserta anak buahnya, seluruh kawanan
pencuri barang-barang museum di Bolivia dan Peru terbongkar dan dibekuk polisi
setempat. Sebagian besar dari benda-benda seni yang mereka curi berhasil
diselamatkan, lalu dikembalikan pada pemilik sebenarnya.
Sebagai tanda terima kasih, direktur museum La Paz mengirimkan patung tiruan
Toktok pada Lima Sekawan, dengan dialamatkan ke Pondok Kirrin. George memajang
patung itu di kebun. Hanya Timmy saja yang tidak begitu puas, karena George marah sekali ketika ia
pernah mengangkat kaki belakangnya, hendak....
Bagi Timmy, pohon atau patung sama saja - kedua-duanya kayu!
Scan by tagdgn www.tag-dgn.blogspot.com Convert & Edit by: Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 14 Hancurnya Sian Thian San Seri Pengelana Tangan Sakti Seri Ke Iv Karya Lovelydear Warisan Iblis 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama