Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead Bagian 1
duestinae89.blogspot.com Shadow Kissed by Richelle Mead Translated by Enoey Duestinae (Fanmade) duestinae89.blogspot.com
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Satu Jari-jarinya meluncur disepanjang punggungku, memberikan penekanan"
penekanan tertentu dibeberapa titik, mengirimkan gelombang gairah di seluruh
daging yang menempel ditubuhku. Perlahan-lahan, tangannya bergerak diatas
kulitku, turun ke samping perutku, kemudian berakhir di lekukan pinggulku. Tepat
di bawah telingaku, kurasakan bibirnya menekan leherku, diikuti oleh ciumanciumannya, lalu yang lainnya,
kemudian yang lainnya....
Bibirnya bergerak lagi dari leherku kemudian pipiku dan akhirnya menemukan
bibirku. Kami berciuman, berpelukan hingga kami begitu dekat. Darahku terbakar
bersamaku, dan aku merasa lebih hidup saat ini daripada hidup yang pernah
kurasakan sebelumnya. Aku mencintainya, sangat mencintai Christian yang "
Christian" Oh tidak. Beberapa bagian dari diriku tiba-tiba menyadari apa yang sebenarnya terjadi "dan
ya Tuhan, hal ini membuatku kesal. Sebagiannya lagi, bagaimanapun juga, masih
saja pasrah menikmati kejadian ini, menganggap bahwa akulah yang sedang
disentuh dan dicium. Bagian dari diriku yang tidak mampu terlepas. Aku terlalu
dekat dengan Lissa, dan karena segala kedekatan dan maksud inilah semua ini
terjadi padaku. Tidak, aku berbicara keras dengan diriku sendiri. 'Ini tidak nyata"tidak untukmu.
Pergi dari sana. Tapi bagaimana aku bisa mendengarkan logika ketika setiap inci dari tubuhku
sedang terbakar gairah"
Kau bukan dia. Ini bukan kepalamu. Keluar.
Bibirnya. Tidak ada sesuatu apapun di dunia ini sekarang selain bibirnya.
Ini bukan dia. Keluar. Ciumannya sama, benar-benar sama seperti ciuman yang kuingat kulakukan
dengannya. " Tidak, ini bukan Dimitri. Keluar!
Nama Dimitri seperti air dingin yang menampar wajahku. Aku berhasil keluar.
Aku duduk tegak di atas ranjangku, tiba-tiba merasa seperti habis tercekik. Ku coba
menendang selimutku menjauh, tapi ternyata hanya berakhir dengan terlilit dikakikakiku. Jantungku berdetak cepat dalam dadaku, dan aku mencoba untuk menarik
napas dalam-dalam, berusaha perlahan-lahan mengatur menenangkan diri dan
kembali ke kehidupan nyataku sendiri.
Zaman pastilah sudah berubah. Dulu, mimpi buruk Lissalah yang membangunkanku
dari tidurku. Sekarang kehidupan seksnya lah yang melakukannya. Menganggap
kedua hal tersebut tidak memiliki perbedaan terlalu jauh untuk bisa dimengerti. Aku
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com sebenarnya sudah membatasi diriku sendiri untuk tidak terlibat dengan kehidupan
cinta Lissa " sebenarnya hanya ketika aku bangun. Sekarang, Lissa dan Christian
sedang (tanpa sengaja) mengakaliku. Ketika tidur, benteng pertahananku melemah,
mengizinkan emosi yang kuat untuk melewati hubungan fisik terkoneksi antara aku
dan sahabatku. Ini tidak akan jadi masalah jika kami berdua ada di atas ranjang
dengan kegiatan seperti orang normal pada umumnya " dan "ada di atas ranjang"
yang kumaksud adalah "tidur".
"Tuhan," aku berkomat-kamit sendiri, duduk tegak dan mengayun-ayunkan kakiku
di samping tempat tidur. Suaraku sudah diikuti diriku yang menguap. Tidak bisakah
Lissa dan Christian benar-benar bisa menjaga tangan mereka masing-masing hingga
waktunya bangun" Lebih buruk daripada terbangun, meski, itulah yang aku rasakan sekarang. Tentu,
tidak satupun dari semua hal itu terjadi padaku. Bukan kulitku yang sedang disentuh
atau bibir ku yang sedang berciuman. Meskipun begitu tubuhku lah yang terlihat
seperti sedang melakukannya. Sebenarnya sudah terlalu lama aku tidak lagi terjebak
dalam situasi seperti itu. Aku merasa sakit dan hangat diseluruh tubuh. Ini semua
sungguh idiot, tapi tiba-tiba, dengan sangat menyedihkan, aku menginginkan
seseorang untuk menyentuhku, meski hanya dengan memelukku saja. Tapi tentu
saja aku tidak mengharapkan Christian yang melakukannya. Ingatan tentang bibir
yang menyentuh bibirku seolah tergambar ulang dalam pikiranku, bagaimana
rasanya, dan bagaimana imajinasiku menganggap dengan pasti bahwa Dimitrilah
yang sedang menciumku. Aku berdiri dengan kaki gemetar, merasa putus asa dan...well, sedih. Sedih dan
hampa. Berusaha pergi dari suasana hatiku yang aneh, aku memasang jubah dan
sendalku dan pergi kekamar mandi di bawah. Aku memercikkan sebanyak mungkin
air dingin ke wajahku dan menatap kaca. Bayanganku menatapku dengan rambut
kusut dan mata merah. Aku terlihat kurang tidur, tapi aku tidak ingin kembali ke
ranjangku. Aku tidak ingin mengambil resiko dan jatuh tertidur lagi. Aku butuh
sesuatu untuk membuatku tetap bangun dan menghapus semua yang sudah aku
lihat. Aku meninggalkan kamar mandi dan menuju tangga , setiap langkah kakiku terasa
ringan seperti aku turun tangga tadi. Lantai pertama asramaku masih tenang dan
sunyi. Sebenarnya ini sudah hampir tengah hari " tengah malam waktu vampir,
sejak mereka menyesuaikan jadwal nokturnal mereka. Mengintai dari pinggir pintu,
aku memindai lobi. Ruangan itu kosong, selain seorang laki-laki Moroi yang sedang duduk di meja
depan. Dia membuka-buka majalahnya dengan malas, dihadapkan pada kebenaran,
hanya sebagai selingan saja. Dia sampai pada lembar terakhir majalahnya dan
kemudian menguap lagi. Dia memutar kursinya, melemparkan majalahnya ke meja
di belakangnya, dan menggapai sesuatu untuk dibaca lagi. Ketika punggungnya
berbalik, aku meluncur melewatinya menuju pintu double yang terbuka di luar.
Berdoa pintu itu tidak akan berderit, aku hati-hati membukanya dalam satu tarikan,
asal cukup untukku menyelinap keluar. Setelah diluar, aku kemudian menutup pintu
itu selembut yang aku bisa. Tanpa suara. Biasanya, anak-anak lelaki akan merasa
seperti anak panah. Merasa seperti seorang ninja, aku melangkah ke arah terangnya
hari. Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Angin dingin menampar wajahku, tapi ini lah yang memang aku butuhkan. Dahan
pohon tak berdaun mengayun bersama angin, menggaruk dinding batu asrama
seperti jari-jemari. Matahari mengintip padaku diantara awan yang berwarna,
membuatku ingat seharusnya aku sedang tertidur lelap diranjangku. Memicingkan
mata terhadap cahaya, aku menyentakkan jubahku dan berjalan disisi gedung,
menuju sebuah titik diantara sisi ini dengan tempat latihan yang tidak teralu begitu
terkena efek cuaca ini. Lumpur salju disisi jalan menyembur karena sendalku,
menyemprot pakaianku, tapi aku tak peduli.
Yeah, ini benar-benar tipikal hari-hari musim dingin yang kacau di Montana, tapi
itulah intinya. Udara segar banyak membantu membangunkanku dan
menghentikanku mengejar sisa-sisa adegan cinta virtual. Ditambah lagi, semua ini
menjagaku untuk tetap sadar agar tetap berada dalam tubuhku sendiri. Fokus
terhadap tubuhku yang membeku lebih baik daripada mengingat bagaimana rasanya
ketika tangan Christian menyentuhku. Berdiri disitu, menatap jejeran pohon-pohon
tanpa benar-benar melihatnya, aku cukup syok ternyata terdapat percikan kecil
kemarahan dalam diriku untuk Lissa dan Christian.
Seharusnya hal tersebut bukan masalah, kepahitan yang kurasakan ketika
memikirkannya karena ia bisa melakukan apapun yang ingin ia lakukan. Lissa
selalu berkata kalau ia berharap ia bisa merasakan pikiranku juga dan mengalami
bagaimana aku merasakan dirinya juga. Kebenarannya adalah, dia tidak tau betapa
beruntungnya dia. Dia tidak mengerti bagaimana rasanya ketika pikiran orang lain
mengambil alih pikiranmu sendiri, Pengalaman orang lain mengacaukan milikmu .
Dia tidak tahu bagaimana rasanya hidup dengan pengalaman kesempurnaan cinta
seseorang dalam kepalamu saat kau sendiri tidak memilikinya. Dia tidak mengerti
bagaimana rasanya ketika dirimu dipenuhi oleh cinta yang kuat yang mampu
menyakiti dadamu " sebuah cinta yang hanya bisa kau rasakan dan tidak bisa kau
tunjukkan. Menjaga cinta agar tetap terkubur seperti mengurung kemarahan, aku
belajar. Ini semua memakanmu dari dalam hingga kau ingin berteriak dan
menendang sesuatu. Tidak, Lissa tidak akan mengerti satu pun dari semua itu. Dia tidak mungkin bisa.
Dia bisa menghadapi segala masalah percintaannya, tanpa sedikitpun perduli
dengan apa yang sudah ia lakukan padaku.
Aku sadar kemudian ketika aku menarik nafas dalam-dalam, kali ini dalam
kemarahan. Pancaran perasaan sentimentil tengah malam yang kurasakan dari Lissa
dan Christian sudah hilang. Semua itu sudah digantikan oleh rasa marah dan
cemburu, lahir perasaan dari apa yang tidak bisa kumiliki dan apa yang begitu
mudah ia dapatkan. Aku mencoba semampuku untuk menelan emosi "emosi itu
kembali; aku tidak ingin merasakan hal itu terhadap sahabatku.
"Apa kau tidur sambil berjalan?" sebuah suara bertanya di belakangku.
Aku berputar mencari-cari, kaget. Dimitri berdiri memandangku, terlihat antara
terhibur dan penasaran. Aku membayangkan ketika aku kesal terhadap segala
masalah ketidakadilan kehidupan cintaku, sumber masalah itu ternyata menjadi
satu-satunya yang bisa menemukanku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku tidak menyadari kehadirannya sama sekali. Benar-benar berarti banyak untuk
kemampuan ninjaku. Dan sejujurnya,
apakah kemampuan tersebut akan
membunuhku jika kucoba untuk mengambil sisir sebelum aku keluar tadi" Buruburu, aku menyisirkan jariku ke rambutku yang panjang, tahu kalau itu semua sudah
terlambat. Rambutku pastilah terlihat seperti ada seekor binatang mati yang berada
di atas kepalaku. "Aku hanya menguji keamanan asrama,"kataku. "Payah sekali ternyata."
Sebuah senyuman tersembunyi bermain dibibirnya. Udara dingin kini mulai
merembes masuk ke dalam tubuhku sekarang, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa
selain memikirkan betapa hangatnya jaket panjangnya itu kelihatannya. Aku tidak
keberatan untuk merampasnya.
Seperti bisa membaca pikiranku, dia berkata," kau pasti kedinginan. Kau ingin
jaketku?" Aku menggelengkan kepala, memutuskan untuk tidak mengatakan kalau aku sudah
tidak bisa merasakan kakiku juga. "Aku baik-baik saja. Apa yang kau lakukan di luar
sini" Apa kau juga sedang mencoba menguji keamanan juga?"
"Akulah yang sedang tugas menjaga keamanan. Ini jam kerjaku." Penjaga sekolah
bergantian berpatroli ketika semua orang sudah tidur. Strigoi, vampir yang tidak
mati yang selalu mengintai vampir Moroi seperti Lissa, tidak keluar pada siang hari,
tapi para siswalah yang melanggar peraturan- seperti, curi-curi keluar dari asrama "
adalah masalah malam dan siang.
"Well, kerja yang bagus," kataku. "Aku senang bisa membantu menguji
kemampuanmu yang mengagumkan. Aku harus pergi sekarang."
"Rose?" Dimitri menangkap tanganku, dan melenyapkan semua angin dan udara
dingin dan lumpur salju, demam menyerangku mendadak. Dia melepaskanku
dengan tiba-tiba, seolah dia juga terbakar. "Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan
disini?" Dia menggunakan suara "berhenti membodohi sekitarmu", jadi aku berikan dia
jawaban yang paling meyakinkan yang kupunya. "Aku bermimpi buruk. Aku butuh
udara segar." "Dan kau seenaknya keluar. Kau melanggar peraturan, apakah semua itu tidak
terlintas dipikiranmu "dan sama sekali tidak memakai jaket."
"Ya," kataku."Rangkuman yang bagus."
"Rose, Rose." kali ini dengan suara putusasanya. "Kau tidak pernah berubah. Selalu
melompat dulu sebelum berpikir."
"Itu tidak benar," aku protes. "Aku sudah banyak berubah."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Wajah menghiburnya tiba-tiba memudar, ekspresinya berubah menjadi bermasalah.
Dia mempelajari aku selama beberapa saat. Terkadang aku merasa kalau matanya
itu seperti bisa menembus kedalam jiwaku. "Kau benar. Kau sudah berubah."
Dia tidak terlihat senang dengan semua itu. Dia tadi mungkin sedang memikirkan
apa yang terjadi tiga minggu yang lalu, ketika aku dan beberapa orang teman
ditangkap oleh Strigoi. Hanyalah sebuah keberuntungan kami bisa berhasil
melepaskan diri " dan tidak semua berhasil. Mason, seorang teman baik dan cowok
yang tergila-gila padaku, terbunuh, dan sebagian dari diriku tidak akan pernah
memaafkan diriku sendiri, meskipun aku sudah membunuh pembunuh Mason.
Semua itu memberikan ingatan terburuk dalam hidupku. Sebenarnya, semua itu
memberikan kenangan buruk pada semua orang di Akademi St. Vladimir, tapi aku
pada khususnya. Yang lain mulai menyadari perbedaan dalam diriku. Aku tidak suka
Dimitri mengkhawatirkanku, jadi, aku bermain dengan candaanku.
"Well, jangan khawatir. Ulang tahunku akan segera tiba. Sebentar lagi usiaku 18
tahun, aku akan menjadi orang dewasa, ya kan" Aku yakin aku akan bangun di pagi
hari dan menemukan semua didiriku menjadi lebih dewasa."
Seperti yang kuharap, dia menunjukkan senyuman kecilnya. "Ya, aku yakin itu.
Kapan ulang tahunmu, bulan apa?"
"Tigapuluh-satu hari lagi," aku mengumumkannya.
"Kamu tidak seharusnya menghitung." Aku mengangkat bahu, dan dia tertawa.
"Aku menebak kau sudah mempunyai daftar permohonan juga. Sepuluh halaman"
satu spasi" Diurutkan berdasarkan prioritas?" senyumnya masih ada di wajahnya.
Ini semua membuatku lebih santai, keseriusannya untuk menghiburku seperti ini
dulu jarang terjadi padanya.
Aku hampir mau memulai candaan yang lain, tapi gambaran Lissa dan Christian
berkobar di pikiranku lagi. Rasa sedih dan hampa berlanjut di perutku. Segala yang
aku inginkan " pakaian baru, iPod, apapun " tiba-tiba terlihat sepele. Materi apa
yang bisa dibandingkan dengan satu-satunya hal yang paling ingin kudapatkan"
Tuhan, aku benar-benar sudah berubah.
"Tidak," kataku dalam suara kecil."Tak ada daftar."
Ia memiringkan kepalanya agar bisa benar-benar melihat wajahku, membuat
sebagian rambut sebahunya menyapu wajahnya. Rambutnya cokelat, seperti
rambutku, tapi tidak terlalu gelap. Rambutku terkadang terlihat hitam. Dia menyisir
untaian rambutnya kesamping, hanya membuat rambut itu kembali menyapu
wajahnya lagi. "Aku tak percaya kau tidak menginginkan apapun. Ini akan menjadi
ulang tahun yang sangat membosankan."
Kebebasan, pikirku. Hanya itu hadiah yang aku nantikan. kebebasan untukku
membuat pilihan sendiri. Kebebasan untuk mencintai seseorang yang aku inginkan.
"Bukan masalah," kataku langsung.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Apa yang kau ?" dia berhenti. Dia mengerti. Dia selalu mengerti. Ini adalah bagian
mengapa kami selalu bisa terhubung seperti sebelum-sebelumnya, selain perbedaan
7 tahun usia kami. Kami sudah sama-sama saling menjatuhkan semenjak dia menjadi instruktur
bertarungku. Meski sudah ada yang memanas diantara kami berdua, kami
menemukan banyak hal untuk dikhawatirkan selain perbedaan usia itu. Kami
berdua akan menjadi penjaga Lissa setelah dia lulus, dan kami tidak bisa
membiarkan perasaan yang kami alami ini mengganggu kami ketika Lissa lah yang
seharusnya menjadi prioritas.
Tentu saja, semua itu lebih gampang diucapkan daripada dilakukan sebab aku tidak
jamin perasaan kami ini benar-benar akan hilang. Kami punya saat-saat dimana
kami begitu lemah, saat ketika kami mencuri ciuman atau berbicara mengenai halhal yang tidak seharusnya kami katakan.
Setelah aku dapat melarikan diri dari Strigoi, Dimitri berkata bahwa ia mencintaiku
dan dengan sungguh-sungguh bersumpah kalau dia tidak akan bersama orang lain
karena cinta itu. Namun, semua itu memperjelas keadaan kalau kami memang tidak
bisa bersatu, dan kami harus kembali pada aturan lama yaitu menjaga jarak satu
sama lain dan berpura-pura kalau hubungan kami hanyalah hubungan profesional
yang tidak bisa diganggu gugat.
Dalam usaha mengubah subjek pembicaraan secara halus, ia berkata,"Kau dapat
menyanggah semaumu, tapi aku tahu kau membeku. Ayo masuk ke dalam. Aku akan
mengikutimu dari belakang."
Aku tidak dapat menyembunyikan perasaan terkejutku. Dimitri sangat jarang
menghindari subjek yang tidak menyenangkan. Faktanya, dia lebih terkenal dengan
kegemarannya mendorongku untuk masuk dalam topik pembicaraan yang tidak
ingin kuikuti. Tapi membicarakan tentang ketidakmampuan kami" Hubungan
terlarang" Akan menjadi topik yang tidak ingin ia bicarakan sekarang. Ya. Segalanya
benar-benar berubah. "Menurutku kaulah satu-satunya yang benar-benar dingin," aku menggodanya ketika
kami berjalan di sisi asrama dimana para novis tinggal. "Harusnya kan kau selalu
berpikir dan bertindak dengan dingin karena kau dari Siberia?"
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tidak yakin dengan kondisi Siberia yang kau bayangkan."
"Aku membayangkannya seperti sebuah negara di bagian Kutub Utara," kataku jujur.
"Jadi memang bukan itulah yang kau bayangkan."
"Apa kau merindukannya?" aku bertanya, melirik ke belakangku tepat dimana ia
berada. Itu merupakan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehku. Dalam
pikiranku, semua orang menginginkan tingga di Amerika Serikat, well, mereka tidak
mungkin mau tinggal di Siberia.
"Setiap waktu," katanya, suaranya sedikit sedih. "Terkadang aku berharap ?"
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Belikov!" Sebuah suara dibawa oleh angin yang muncul dari belakang kami. Dimitri
merasakan sesuatu, dan kemudian dia mendorongku lebih jauh ke sudut dimana aku
berdiri. "Tetap di bagian yang terang." Aku merunduk dibalik deretan pohon Holy yang
diapit bangunan. Tidak ada buah, tapi rantingnya tajam, daun yang runcing
menggores kulitku. Menyadari temperatur yang membeku dan kemungkinan
ditemukannya perjalanan tengah malamku, beberapa goresan hanya akan menjadi
masalah terakhirku. "Ini bukan jam kerjamu," aku mendengar Dimitri berbicara beberapa waktu yang
lalu. "Bukan, tapi aku perlu berbicara denganmu." aku mengenali suara itu. Suara milik
Alberta, Kepala penjaga Akademi.
"Hanya beberapa menit. Kita butuh pengaturang ulang jam kerja ketika kau sedang
dalam masa persidangan."
"Aku mengerti," katanya. Sangat lucu, hampir nada-nada tidak nyaman muncul
dalam suaranya. " Ini akan membuat semua orang tegang "waktu yang tidak tepat."
"Ya, sebenarnya, sang ratu berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan." Alberta
terdengar frustasi dan aku mencoba mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Celeste akan menggantikan jam kerjamu, dia dan Emil akan berbagi waktu untuk
jadwal latihanmu." Jadwal latihan" Dimitri tidak akan memegang pelajaran latihan apa pun minggu
depan karena " Ah. Tentu semua itu, aku mengerti. Latihan lapangan. Besok
merupakan pembukaan latihan lanjutan selama enam minggu bagi para novis seperti
kami. Kami tidak perlu belajar di kelas dan akan melindungi Moroi siang dan malam
sementara para orang dewasa akan menguji kami. "Masa persidangan" adalah masa
dimana Dimitri pastilah mengambil bagian. Tapi pengujian seperti apa yang
sebenarnya Alberta maksudkan" Apakah maksudnya seperti ujian akhir yang harus
kami lalui ketika berada di tingkat akhir sekolah"
"Mereka bilang tidak masalah harus memiliki kerja tambahan," Alberta melanjutkan,
"Tapi aku berharap bisakah kalau kau mengecek dan mengambil jadwal kerja
mereka sebelum kau pergi?"
"Tentu saja," katanya, selalu saja singkat dan kaku.
"Terima kasih. Kupikir ini akan membantu." Alberta mendesah. "Aku berharap aku
tahu berapa lama sidang ini akan berlangsung. Aku tidak ingin semua ini terlalu
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com lama. Kau pikir ini sebuah kesepakatan dengan Dashkov, tapi sekarang sang ratu
menjadi ragu mengenai pemenjaraan seorang bangsawan."
Aku membeku. Udara dingin di musim dingin yang menyelimutiku sekarang tidak
perlu melakukan apapun. Dashkov"
"Aku yakin mereka melakukan hal yang benar," kata Dimitri. Aku sadar pada saat itu
mengapa dari tadi dia tidak berkata banyak. Ini semua mengenai hal yang tidak
ingin kudengar. "Aku harap juga begitu. Dan kuharap ini hanya akan berlangsung beberapa hari,
seperti yang mereka katakan. Lihat, semua jadi kacau sekarang. Maukah kau ke
kantor sebentar untuk melihat jadwalnya?"
"Tentu," katanya." Biarkan aku mengecek sesuatu terlebih dahulu."
"Baiklah. Sampai ketemu lagi."
Keheningan menyelimuti, dan aku menyimpulkan kalau Alberta sudah berjalan
menjauh. Sangat yakin, Dimitri mengitari sudut dan berdiri tepat di depan pohon
Holy. Aku muncul dari tempat persembunyianku. Apa yang terlihat diwajahnya
menggambarkan kalau dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Rose ?" "Dashkov?" aku memastikan, mencoba menjaga suaraku tetap kecil supaya Alberta
tidak mendengarnya. Dan diapun tidak menyanggahnya sama sekali. "Ya. Victor Dashkov."
"Dan kalian membicarakan tentang ... maksudmu ..." aku sangat kaget, sangat
merasa dibodohi, bahwa pikiranku bisa kosong bersama-sama. Ini sungguh tidak
bisa dipercaya. "Kupikir dia sudah dipenjara! Apa maksudmu dia belum disidang?"
Ya. Ini sungguh sangat tidak bisa dipercaya. Victor Dashkov. Lelaki yang
membuntuti dan menyiksa pikiran dan tubuh Lissa untuk menggunakan kekuatan
Lissa. Setiap Moroi bisa menggunakan salah satu sihir dari empat elemen: bumi, udara, air,
atau tanah. Lissa, sayangnya, memiliki sihir kelima yang hampir punah bernama
roh. Dia dapat menyembuhkan apapun " termasuk yang sudah mati. Inilah alasan
mengapa aku secara fisik terhubung dengannya ?"dicium bayangan?", begitulah
sebutannya. Dia menghidupkanku kembali dari kecelakaan mobil yang menewaskan
orang tua dan kakaknya, mengikat kami selalu sehingga mengizinkanku untuk
merasakan pikiran dan apa pun yang sedang ia lakukan.
Victor sudah mengetahuinya jauh sebelum kami tahu bahwa Lissa bisa
menyembuhkan, dan dia ingin mengasingkan Lissa dan menggunakannya sebagai
pengembali masa muda pribadinya. Dia bahkan tidak ragu untuk membunuh orangFan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com orang yang menghalangi jalannya " atau dalam hal ini Dimitri dan aku,
menggunakan berbagai cara licik untuk menghentikan lawannya.
Aku punya banyak musuh dalam tujuh belas tahun ini, tapi aku sangat yakin kalau
tidak ada seorang pun yang bisa mengalahkan kebencianku terhadap Victor
Dashkov- sepanjang dia masih hidup.
Wajah Dimitri menunjukkan ekspresi yang aku kenal. Ekspresi ketika dia berpikir
aku mungkin meninju seseorang.
"Dia harusnya dikurung"tapi tidak, belum ada sidang. Proses hukum terkadang
memerlukan waktu yang lama."
"Tapi seharusnya sudah ada sidang sekarang" Dan kau akan pergi?" Aku berbicara
dengan gigi terkatup, mencoba untuk tenang. Aku menduga aku masih punya wajah
yang terlihat aku akan meninju seseorang.
"Minggu depan. Mereka memerlukan aku dan beberapa orang pengawal untuk
bersaksi mengenai apa yang telah terjadi dengan kau dan Lissa malam itu."
Ekspresinya berubah ketika menyebutkan kejadian empat bulan yang lalu itu, dan
lagi, aku mengenali ekspresi itu. Itu adalah ekspresi sengit, saat dia ingin
memberikan perlindungan ketika orang yang ia pedulikan dalam masalah.
"Sebut aku sudah gila karena menanyakan hal ini, um, apakah Lissa dan aku akan
pergi bersamamu?" aku sudah menduga jawabanya, dan aku sungguh tidak suka.
"Tidak." "Tidak?" "Tidak." Aku meletakkan tangan dipinggang. "Dengar, bukankah masuk akal jika kau pergi
untuk mengatakan apa yang terjadi pada kami, kau berarti juga harus membawa
kami kesana?" Dimitri sepenuhnya berubah menjadi instruktur yang keras sekarang, ia
menggelengkan kepala. "Sang ratu dan beberapa pengawal beranggapan kalian tidak
perlu pergi karena ini demi kebaikan kalian. Sudah banyak cukup bukti dari kami,
disamping itu, penjahat atau tidak, dia adalah " atau pernah menjadi " satu dari
keluarga bangsawan yang berkuasa di dunia. Itulah mengapa sidang ini dilakukan
sembunyi-sembunyi." "Jadi apa" Kau pikir jika kami ikut kami akan memberitahukan kepada semua
orang?" aku berseru.
"Ayolah, rekan. Apa kau pikir kami akan benar-benar melakukannya" Satu-satu yang
kami inginkan hanyalah melihat Victor dipenjara. Selamanya. Mungkin dalam waktu
yang sangat lama. Dan jika suatu saat ada kemungkinana dia akan keluar dengan
bebas, kau harus membiarkan kami pergi."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Setelah Victor ditangkap, di dipenjarakan, dan kupikir cerita itu sudah berakhir. Aku
membayangkan ia membusuk di penjara. Ini tidak mungkin terjadi padaku " karena
kupikir memang sudah seharusnya begitu " ia masih memerlukan sebuah sidang
terlebih dahulu. Saat itu, kejahatannya sudah terlihat sangat jelas. Tapi, meskipun
pemerintahan Moroi merupakan pemerintahan rahasia dan tidak tergabung dalam
pemerintahan milik manusia, tetap saja dijalankan dengan cara yang sama. Karena
adanya proses dan semua itu.
"Ini bukan keputusanku," Dimitri berkata.
"Tapi kau punya pengaruh. Kau dapat berbicara untuk kami, khususnya jika ..."
sebagian kecil kemarahanku mereda, digantikan oleh rasa takut yang tiba-tiba dan
mengejutkan. Aku hampir tidak bisa mengucapkan kata-kata berikutnya.
"Khususnya jika dia memiliki kemungkinan untuk bebas. Apa itu benar" Apa ada
kemungkinan sang ratu akan membiarkannya bebas?"
"Aku tidak tahu. Terkadang apa yang dilakukan sang ratu dan keluarga bangsawan
yang lain tidak dapat kita prediksikan." Mendadak dia terlihat sangat lelah. Dia
merogoh sakunya dan menarik satu set kunci.
"Dengar, aku tahu kau marah, tapi kita tidak bisa membicarakan ini sekarang. Aku
harus pergi menemui Alberta, dan kau juga harus kembali ke dalam. Kunci yang
kotak akan membuka pintu samping. Kau tau yang mana."
Aku tahu."Ya. Trims."
Aku merajuk dan membenci semua ini jadi seperti ini "khususnya sejak
menyelamatkanku dari masalah " tapi aku tak mampu menolong diriku sendiri.
Victor Dashkov adalah penjahat keji " bahkan ia adalah seorang bajingan. Dia lapar
kekuasaan dan serakah dan tidak peduli siapapun yang menghalangi jalannya.
Jika dia mendapat kelonggaran lagi ... well, tidak ada yang bisa dikatakan apa yang
mungkin terjadi pada Lissa atau Moroi yang lain. Pikiran bahwa aku bisa saja
membantu mengenyahkan dia tapi tak seorangpun yang membiarkanku
melakukannya membuatku sangat marah.
Aku baru saja mengambil beberapa langkah menjauh ketika Dimitri memanggilku
dari belakang. "Rose?" Aku melirik ke belakang.
"Aku minta maaf," katanya. Dia terdiam, dan ekspresinya penyesalannya berubah
menjadi ekspresi waspada.
"Dan kau sebaiknya mengembalikan kunci-kunci itu besok."
Aku berbalik dan menjutkan melangkah. Ini semua mungkin tidak adil, tapi bagian
kekanak-kanakanku percaya kalau Dimitri dapat melakukan apapun. Jika dia benarbenar menginginkan aku dan Lissa dipersidangan, aku yakin dia bisa melakukannya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Ketika aku hampir berada di pintu samping, aku menangkap bayangan pergerakan
yang tidak kukenali. Suasana hatiku langsung berubah. Bagus. Dimitri memberikan
kunci untukku menyelinap masuk, dan sekarang orang lain akan menangkapku. Ini
merupaka tipikal keberuntungaku. Setengah berharap seorang guru akan menuntut
untuk tahu apa yang sebenarnya sedang kulakukan, aku berbalik dan
mempersiapkan sebuah alasan.
Tapi, itu bukanlah seorang guru.
"Tidak," kataku pelan. Ini pastilah sebuah lelucon. "Tidak."
Selama beberapa saat, aku berharap jika aku benar-benar sudah bangun. Mungkin
aku sebenarnya masih berada di tempat tidur, sedang lelap, dan bermimpi.
Sebab pastinya, pastinya ada sebuah penjelasan untuk apa yang aku lihat sekarang
dihalamaan Akademi di hadapanku, bersembunyi di bawah bayangan sebuah benda
kuno, monggol pohon ek. Adalah Mason. Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Dua ATAU, SEBENARNYA, DIA TERLIHAT SEPERTI MASON.
Dia " atau itu atau apapun " sangat sulit untuk dilihat. Aku harus memicingkan dan
mengedipkan kedua mataku untuk memfokuskannya. Bentuknya seperti sebuah ilusi
" hampir tembus cahaya " dan terus memudar dan hilang dari jarak pandangku.
Tapi ya, dari apa yang aku lihat, dia jelas terlihat seperti Mason. Roman wajahnya
seolah memudar, membuat kulit putihnya semakin terlihat pucat dari yang pernah
kuingat. Rambut kemerah-merahannya sekarang terlihat redup, seperti warna jeruk.
Aku bahkan hampir tidak bisa melihat bintik-bintiknya. Dia mengenakan pakaian
yang jelas sekali sama dengan yang terakhir kulihat: jeans dan jaket kuning dari bulu
domba. Tepi sweater hijau mengintip dari ujung bawah lapisan jaketnya. Warnawarna itu, juga, terlihat sangat kabur. Dia terlihat seperti sebuah foto yang
ditinggalkan seseorang di bawah matahari, membuatnya terlihat semakin memudar.
Sebuah kilau yang sangat-sangat lemah terlihat disebagian besar roman wajahnya.
Bagian yang paling banyak mengenaiku " mengeyampingkan kenyataan bahwa dia
seharusnya sudah mati " adalah bagaimana wajahnya terlihat. Wajahnya terlihat
sedih " sangat, sangat sedih. Tegambar jelas dari matanya, aku merasa hatiku
hancur. Semua ingatan mengenai apa yang telah terjadi beberapa minggu yang lalu
mendadak kembali menyibukkan pikiranku.
Aku seakan melihat semuanya itu lagi: tubuhnya jatuh, wajah Strigoi yang kejam ....
Sebuah gumpalan terbentuk di kerongkonganku. aku berdiri membeku, kaku dan tak
mampu untuk bergerak. Dia menatapku juga, mempelajariku, ekspresinya tidak
berubah. Sedih. Suram. Serius. Dia membuka mulutnya, seperti ingin bicara, dan
kemudian menutup lagi. Beberapa kejadian berat menngantung diantara kami, dan
dia mengangkat tangannya dan melambai padaku. Sesuatu dalam gerakan itu
menghentakku keluar dari kelinglunganku. Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Aku
tidak benar-benar melihat semua ini. Mason sudah meninggal. Aku melihatnya
meninggal. Aku memeluk jasadnya.
Jari-jarinya bergerak sedikit, seolah ia sedang memanggil, dan aku panik.
Mempersiapkan beberapa langkah, aku memberi jarak diantara kami dan menunggu
apa yang terjadi. Dia tidak mengejar. Dia hanya berdiri disana, tangan yang masih
tergantung diudara. Hatiku meluncur dan berbalik, lalu lari. Ketika aku hampir
meraih pintu, aku berhenti dan mengintip ke belakang, membiarkan nafasku yang
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com tidak teratur menjadi tenang. Tempat dia tadinya berdiri sudah kosong. Aku berhasil
mencapai kamarku dan membanting pintu di belakangku. Aku tenggelam di tempat
tidurku dan mengulang apa yang baru saja terjadi.
Bagaimana mungkin" Itu semua tidak nyata. Tidak mungkin. Mason sudah mati, dan
semua orang tahu orang yang mati tidak mungkin kembali. Well, ya, aku memang
hidup lagi ... tapi situasinya berbeda.
Jelas sekali aku hanya berimajinasi. Pasti begitu. Aku pasti begitu. Aku terlalu lelah
dan masih berputar-putar pada masalah Lissa dan Christian, juga ketidakjelasan
kabar Victor Dashkov. Mungkin cuaca dingin sudah membekukan sebagian otakku
juga. Ya, semakin aku memikirkannya, semakin aku bisa memutuskan bahwa ada
seribu penjelasan mengenai apa yang sudah terjadi.
Tidak peduli seberapa sering aku mengatakan pada diriku sendiri, aku tidak bisa
kembali tidur. Aku berbaring di tempat tidur, menutupi diriku sendiri hingga ujung
daguku sebagai usahaku untuk menghilangkan gambaran menyeramkan dari
pikiranku. Aku tak mampu. Segala yang mampu kulihat hanyalah kesedihan, mata
yang sedih, mata itu seakan ingin mengatakan, Rose, kenapa kau biarkan ini terjadi
padaku" Aku memaksa mataku menutup, mencoba untuk tidak memikirkan Mason lagi.
Semenjak pemakaman Mason, aku bekerja sangat keras untuk melanjutkan hidup
dan bersikap seolah-olah aku kuat. Tapi kenyataannya adalah, aku begitu dekat dan
tidak berdaya saat ia meninggal. Aku menyiksa diriku sendiri hari demi hari dengan
pertanyaan bagaimana jika" Bagaimana jika seandainya aku bisa lebih cepat dan
lebih kuat selama penyerangan strigoi itu" Bagaimana jika seandainya aku tidak
mengatakan padanya dimana sarang Strigoi" Dan bagaimana jika seandainya aku
menerima cintanya" Yang manapun dari pengandaian itu akan membuat Mason
tetap hidup, tapi tidak satupun dari semua itu terjadi. Dan semua adalah salahku.
"Aku hanya mengkhayal," aku berbisik nyaring pada kegelapan kamarku. Aku
pastilah sedang berkhayal. Mason sudah menghantui mimpi-mimpiku. Aku tidak
ingin melihatnya ketika aku terbangun juga.
"Itu bukan dia," satu-satunya yang mungkin adalah ...well, itu adalah hal yang tidak
ingin aku pikirkan. Sebab ketika aku mempercayai adanya vampir, sihir, dan
kekuatan fisik, aku harusnya tidak boleh percaya dengan keberadaan hantu.
Tampaknya aku tidak bisa percaya pada "tidur" juga, karena aku tidak cukup bayak
mendapatkannya setiap malam. Aku terhempas dan berputar, tidak mampu untuk
mendiamkan pikiranku sendiri. Aku akhirnya merasa melayang , tapi ini sepertinya
dikarenakan aku mematikan alarmku dengan cepat supaya aku bisa tidur lebih lama
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa menit lagi. Bagi manusia, cahaya siang hari cenderung jauh dari kejaran mimpi buruk dan
ketakutan. Aku tidak punya cahaya siang semacam itu, aku bangun dalam
kegelapan. Tapi hanya terjadi apabila aku menjadi manusia normal untuk bisa
merasakan efek yang sama, dan selama aku sudah sarapan dan melakukan latihan
pagiku, aku menemukan bahwa apa yang aku lihat malam tadi " atau apa yang aku
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com pikir lihat malam tadi " semakin tumbuh menakutkan dan semakin menakutkan
dalam ingatanku. Keanehan dalam pertemuan itu sudah tergantikan oleh sesuatu yang lain:
kehebohan. Inilah saatnya. Hari besar. Latihan lapangan kami dimulai. Selama enam
minggu ke depan, aku tidak perlu belajar di kelas. Aku akan menghabiskan waktuku
bersama Lissa. Dan hal yang harus kulakukan saat itu hanyalah menulis laporan
harian sepanjang setengah halaman saja. Mudah. Dan ya, tentu saja aku akan
bertugas sebagai pengawal, tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Karena hal
tersebut adalah hal kedua yang sudah tumbuh alami dalam diriku. Dia dan aku
sudah pernah hidup diantara manusia selama dua tahun, aku sudah melindunginya
sepanjang waktu. Selain itu, ketika aku masih siswa baru, aku pernah melihat para
pengawal merencanakan jenis tes latihan ini untuk para novis. Cobaannya hanyalah
pura-pura, tentu saja. Seorang novis harus selalu waspada dan tidak boleh lengah "
dan selalu siap untuk bertahan dan menyerang jika diperlukan. Tidak satupun dari
semua itu membuatku khawatir. Lissa dan aku sudah ketinggalan tahun pertama dan
kedua kami di sekolah. Terima kasih untuk latihan tambahanku dengan Dimitri, aku
berhasil dengan cepat mengejar ketinggalanku dan menjadi yang terbaik di kelas
sekarang. "Hey, Rose." Eddie Castile menyapaku ketika aku berjalan ke arah tempat latihan dimana
pembukaan ujian lapangan akan dimulai. Selama beberapa saat, melihat Eddie
seperti membuatku merasakan keberadaan Mason lagi, menatap dengan wajahnya
yang terlihat menderita. Eddie " berjalan bersama pacar Lissa, Christian, dan seorang Moroi bernama Mia "
merupakan bagian grup kami yang ikut tertangkap oleh Strigoi. Eddie tidak mati,
tentu saja, tapi ia hampir mati. Strigoi yang memanfaatkan kami menggunakannya
sebagai makanan, ia merupakan umpan dari Strigoi selama kami ditangkap dengan
maksud untuk menggoda Moroi dan menakuti para dhampir. Ia berhasil, aku sangat
ketakutan. Eddie yang malang sama sekali tidak sadar ketika siksaan itu terjadi, terima kasih
pada darah yang hilang dan hormon endorfin yang datang dari gigitan vampir. Dia
adalah sahabat Mason yang sama-sama lucu dan periang.
Tapi semenjak kami terbebas, Eddie berubah, sama seperti aku. Dia masih suka
tersenyum dan tertawa, tapi ada sebuah aura suram dalam dirinya sekarang, dan
tatapan matanya yang gelap dan serius seolah ia selalu waspada terhadap hal buruk
yang mungkin terjadi setiap saat. Semua itu dapat dimengerti, tentu saja. Dia
memang sudah melihat hal yang buruk pernah terjadi. Sama seperti kematian
Mason, aku merasa bertanggung jawab atas perubahan dalam diri Eddie dan untuk
semua penderitaannya ketika dalam genggaman Strigoi. Ini mungkin tidak adil
bagiku, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku merasa seakan aku berhutang
padanya sekarang, seakan aku harus melindunginya atau entah bagaiamana dekat
dengan nya. Dan lucunya, aku merasa kalau Eddie juga berusaha melindungiku. Dia seperti
membuntutiku atau apapun itu, tapi aku tidak terlalu memperhatikan tindakan
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com pengawasannya. Kurasa setelah apa yang sudah terjadi, dia merasa berhutang
terhadap mason dan membayarnya dengan cara menjaga pacarnya. Aku tidak
terpikir untuk mengatakan kebenaran bahwa aku tidak pernah menjadi pacar Mason
kepada Eddie, tidak dengan kata-kata langsung, sama seperti ketika aku tidak
pernah memarahi Eddie untuk tingkahnya yang berulah seakan dia adalah kakakku.
Aku bisa menjaga diriku sendiri. Tapi setiap kali aku mendengar ia memperingatkan
cowok-cowok untuk tidak berani coba-coba mendekatiku, menunjukkan dengan
sangat jelas kalau aku belum ingin berkencan dengan siapa pun, aku melihat kalau
akau tidak punya alasan untuk menampik hal itu. Karena semuanya benar. Aku
tidak siap untuk berkencan lagi.
Eddie memberikan senyuman miring di wajah panjang kekanak-kanakannya. "Apa
kau bersemangat?" "Tentu saja," kataku. Teman-teman sekelas kami memenuhi satu sisi tempat latihan,
dan kami menemukan area kosong di tengah-tengah ruangan. "Ini seperti
mendapatkan perjalanan liburan. Aku dan Lissa, bersama-sama selama enam
minggu." Meski terkadang aku frustasi dengan ikatan yang ada di antara kami,
namun ikatan itulah yang membuatku menjadi pengawal yang paling ideal bagi
Lissa. Aku selalu tahu dimana ia berada dan apa yang sedang terjadi padanya. Ketika
kami lulus dan melangkah ke dunia luar, aku akan menjadi pengawal resmi Lissa.
Eddie tiba-tiba terlihat berpikir. "Ya, kurasa kau tidak perlu terlalu khawatir. Kau
tahu siapa yang akan menjadi tanggung jawabmu setelah lulus. Kebanyakan dari
kami tidak seberuntung dirimu."
"Kau sudah bisa menduga siapa keluarga kerajaan yang akan kau serang?" aku
mengodanya. "Sebenarnya, itu bukan masalah. Kebanyakan dari para pengawal akan menjadi
pengawal keluarga kerajaan sebenarnya."
Dia benar. Kaum dhampir " setengah vampir seperti aku " jumlahnya sangat sedikit
dan para keluarga kerajaalah yang mendapatkan kesempatan pertama untuk
memilih pengawal. Memang pernah ada suatu masa dimana kaum Morai, baik
keluarga kerajaan atau rakyat biasa, pasti memiliki seorang pengawal, dan para novis
harus bersaing ketat untuk bisa menjadi pengawal resmi orang penting. Sekarang
hampir tidak ada pemilihan karena setiap pengawal akan bekerja pada keluarga
kerajaan. Kami tidak memiliki cukup banyak dhampir untuk keluarga yang kurang
berpengaruh. "Tetap saja," kataku, "Rasanya tadi aku bertanya tentang keluarga kerajaan mana
yang akan kau pilih, benarkan" Maksudku, sebagian dari mereka suka
membanggakan diri, tapi banyak dari mereka yang tenang. Cari seseorang yang
benar-benar kaya dan berkuasa dan kau akan tinggal bersama keluarga kerajaan dan
bisa melakukan perjalanan ke tempat-tempat eksotis di dunia." Bagian terakhir itu
benar-benar menggambarkan tentang diriku. Aku selalu berfantasi kalau aku dan
Lissa pergi keliling dunia.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Yup," Eddie setuju. Dia mengangguk pada beberapa cowok di deretan depan. "Kau
tidak akan percaya kalau mereka bertiga menjilat beberapa keluarga Ivashkovs dan
Szelskys. Padahal itu tidak akan berefek pada tugas kita disini, tentu saja, tapi kau
bisa bilang kalau mereka mencoba mengatur rencana untuk mereka setelah
kelulusan nanti." "Well, latihan lapangan memang dapat mempengaruhi. Nilai kita akan
mempengaruhi catatan kita."
Eddie mengangguk lagi dan mulai berbicara lagi ketika suara nyaring seorang wanita
memutuskan percakapan kami.
Kami berdua menengadah. Ketika kami bicara tadi, instruktur kami sudah
berkumpul di bangku depan dan sekarang berdiri menatap ke arah kami yang sudah
berbaris mengesankan. Dimitri ada diantara mereka; gelap, mengagumkan, dan sangat menarik. Alberta
sedang mencoba mendapatkan perhatian dari kami. Kerumunan kami mendadak
diam. "Baiklah," dia memulai. Alberta sebenarnya sudah terlihat berusia 50 tahunan.
Melihat dia mengingatkanku pada percakapannya dengan Dimitri kemarin malam,
tapi akan kusimpan itu untuk nanti. Victor Dashkov tidak boleh mengganggu momen
ini. "Kalian semua tahu kenapa kalian berada disini." Kami menjadi semakin tenang,
sangat menghayati dan bersemangat dengan suaranya yang bergaum di tempat
berkumpul ini. "Ini merupakan hari terpenting dalam pedidikan kalian sebelum
kalian menghadapai ujian akhir. Hari ini kalian akan mengetahui Moroi mana yang
akan bersama kalian. Minggu lalu, kalian diberikan sebuah buku kecil dengan
penjelasan penuh bagaimana enam minggu nanti berjalan. Aku percaya kalian akan
membacanya dari sekarang." Sebenarnya, aku sudah. Aku mungkin tidak pernah
benar-benar mengahayati buku yang kubaca seperti itu sebelumnya dalam hidupku.
"Hanya mengulang kembali, Pengawal Alto akan menerangkan bagaimana aturan
utama dari latihan ini." Dia menyerahkan sebuah clipboard pada Pengawal Alto. Dia
adalah instruktur favorit terakhir dalam daftarku, tetapi setelah kematian Mason,
beberapa ketegangan diantara kami sudah mulai membaik. Kami saling mengerti
dengan lebih baik sekarang.
"Ini dia," kata Stan dengan suara keras. "Kalian akan bertugas selama enam hari
seminggu. Ini benar-benar sungguhan. Di dunia nyata, kalian biasanya bekerja
setiap hari. Kalian akan menemani Moroi kalian kemanapun " ke kelas, asrama
mereka, ketika mereka makan. Semua hal. Ini semua tergantung kalian untuk bisa
beradaptasi dengan kehidupan mereka. Beberapa Moroi berinteraksi dengan
pengawalnya seperti teman; sebagiannya lagi lebih memilih menganggap kalian
seperti hantu yang tak terlihat yang tidak boleh berbicara dengan mereka." Apakah
dia benar-benar menyebut kata "hantu?"
"Setiap situasi berbeda, dan kalian berdua akan menemukan penyelesaian terbaik
bersama untuk memastikan keselamatan mereka. Serangan dapat datang kapan
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com saja, dimana saja, dan kami akan berpakaian hitam ketika semua itu terjadi. Kalian
harus selalu siap untuk melindungi. Ingat, meskipun kalian tahu benar kalau
kamilah yang melakukan penyerangan, bukan Strigoi asli, tapi kalian harus
merespon seakan hidup kalian dalam bahaya, bahaya yang datang mendadak.
Jangan takut untuk menyakiti kami. Aku tahu sebagian dari kalian tidak ingin
mendapat masalah nantinya karena menyakiti kami." Beberapa siswa di dalam
kerumunan terkikik. "Sebagian dari kalian mungkin akan menahan diri karena rasa takut mendapatkan
masalah. Jangan. Kalian akan semakin mendapat banyak masalah kalau kalian tidak
melawan. Jangan khawatir. Kami bisa mengatasinya."
Dia membalik lembar berikutnya di clipboard. "Kalian akan bertugas 24 jam perhari
selama enam hari kerja, tapi kalian boleh tidur selama siang hari ketika para Moroi
juga tidur. Waspadalah akan hal tersebut, meskipun Strigoi sangat jarang menyerang
pada siang hari, mereka akan sangat mungkin berada di dalam ruangan, dan kalian
tidak akan merasa "aman" selama masa itu."
Stan membaca beberapa masalah teknis lain dan aku menemukan diriku
mengacuhkannya. Aku sudah tahu hal-hal itu. Kami semua tahu. Melirik
kesekelilingku, aku bisa melihat bukan hanya diriku yang tidak sabar. Semangat dan
kekhawatiran berderak di kerumunan. Tangan terkepal. Mata terbuka lebar. Kami
ingin tahu siapa yang menjadi tanggung jawab kami. Kami ingin ini semua dimulai.
Ketika Stan selesai, dia mengembalikan clipboard kepada Alberta. "Baiklah,"
katanya. "Aku akan memanggil nama kalian satu per satu dan akan mengumumkan
dengan siapa kalian akan dipasangkan. Saat itu, silakan maju kesini dan Pengawal
Chase akan memberikan paket berisikan informasi mengenai jadwal kegiatan Moroi
kalian, masa lalu, dan lain-lain."
Kami semua berdiri saat dia membalik kertasnya. Para siswa berbisik. Disampingku,
Eddie menarik nafas berat. "Oh Tuhan. Kuharap aku mendapatkan seseorang yang
baik," dia menggumam. "Aku tidak ingin mendapatkan kisah menyedihkan untuk
enam minggu mendatang."
Aku meremas tangannya untuk menenangkannya. "Kau akan..." aku berbisik.
"mendapatkan seseorang yang baik, maksudku. Tidak akan menjadi menyedihkan."
"Ryan Aylesworth," Alberta mengumumkan dengan jelas. Eddie tersentak dan aku
langsung tahu mengapa. Dulu, Mason Ashford selalu menjadi yang pertama
dipanggil dalam daftar kelas. Semua itu tidak akan terjadi lagi. "Kau berpasangan
dengan Camille Conta."
"Sial," seseorang menggumam di belakang kami, siapa sebenarnya yang begitu
berharap mendapatkan Camille. Ryan adalah orang yang berada di deretan paling
depan dan dia menyeringai lebar ketika berjalan mengambil paketnya. Keluarga
Conta adalah keluarga kerajaan yang sedang naik daun. Ada sebuah rumor
mengatakan kalau ratu Moroi akan menuliskan keluarga Conta sebagai calon ahli
warisnya. Ditambah lagi Camille sangat cantik. Mengikutinya kemana-mana
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com bukanlah hal yang sulit bagi laki-laki manapun. Ryan berjalan dengan angkuh,
terlihat sangat puas dengan dirinya sendiri.
"Dean Barners," panggilnya lagi. "Kau dengan Jesse Zeklos."
"Ugh," Eddie dan aku sama-sama mengeram. Jika aku ditugaskan bersama Jesse, dia
perlu pengawal tambahan untuk melindunginya. Dari aku.
Alberta terus menyebutkan nama, dan aku menduga Eddie berkeringat. "Tolong,
tolong berikan aku orang yang baik," dia menggumam.
"Kau akan mendapatkannya,"kataku. "Kau pasti akan mendapatkannya."
"Edison Castile," Alberta mengumumkan. Dia menelan ludah. "Vasilisa Dragomir."
Eddie dan aku sama-sama membeku di lantai. Ketika ia melangkah melewati
bangku-bangku, ia menatapku cepat, kepanikan terlihat diseluruh bahunya.
Ekspresinya terlihat berkata, Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak tahu apa-apa!
Dunia disekitarku perlahan mengabur. Alberta terus memanggil nama-nama, tapi
aku tidak mendengarkannya. Apa yang tengah terjadi" Jelas, seseorang telah
membuat kesalahan. Lissa adalah tugasku. Dia harusnya menjadi tugasku. Aku akan
menjadi pengawalnya ketika dia lulus nanti. Ini semua tidak masuk akal. Jantungku
berdetak cepat, aku melihat Eddie melintasi Pengawal Chase dan mendapatkan
paket dan tongkatnya. Dia segera melirik kearah kertasnya, dan aku menduga kalau
dia sedang memeriksa ulang nama yang tertera disitu, memastikan kesalahan yang
ada disana. Ekspresi wajahnya ketika ia menengadah seakan mengatakan bahwa nama Lissa lah
yang ia temukan. Aku mengambil nafas dalam. Oke. Jangan panik dulu. Seseorang
melakukan kesalahan tulis disini, dimana masih bisa diperbaiki. Kebenarannya akan
muncul, mereka harus segara memperbaikinya. Ketika mereka membaca namaku
dan nama Lissa lagi, mereka akan sadar kalau mereka sudah mencatat dua kali
nama Moroi yang sama. Mereka akan segera meluruskannya dan memberikan Eddie Moroi lain. Selain itu,
masih ada banyak Moroi yang bisa dipasangakan. Mereka lebih banyak daripada
dhampir. "Rosemarie Hathaway." Aku menegang."Christian Ozera."
Aku menatap Alberta, tidak mampu bergerak atau merespon. Tidak. Dia tidak
mengatakan apa yang sudah aku pikirkan. Beberapa orang yang menyadari
lambatnya pergerakanku, menatapku. Aku kaget. Ini tidak mungkin terjadi.
Khayalan Masonku malam tadi terlihat lebih nyata daripada semua ini. beberapa
saat kemudian, Alberta juga menyadari aku tidak bergerak. Dia mengangkat
wajahnya dari kertasnya dengan kesal, memindai kerumunan.
"Rose Hathaway?"
Seseorang menyikutku, seolah mungkin aku tidak menyadari namaku sendiri. Aku
berdiri dan berjalan di belakang kursi-kursi itu, seperti robot. Ada yang salah. Pasti
ada yang salah. Aku menuju Pengawal Chase, merasa seperti boneka yang dikontrol
oleh seseorang. Dia menyerahkan paketku dan tongkat latihan yang dimaksudkan
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com untuk "membunuh" para guardian dewasa, dan aku menuju orang berikutnya. Tidak
percaya, aku membaca nama yanga ada di paket itu tiga kali. Christian Ozera.
Paket itu terbuka, aku melihat kisah hidup Christian terhampar di depanku. Foto
terbaru. Jadwal kelasnya. Riwayat keluarganya. Biodatanya. Bahkan tertulis detil
sejarah tragis orang tuanya, bagaimana mereka memilih untuk menjadi Strigoi dan
sempat membunuh beberapa orang sebelum akhirnya di buru dan dibunuh.
Jalan cerita kami setelah ini telah terbaca berdasarkan berkas yang kami miliki,
mengemas tas, kemudian bertemu dengan Moroi kami di saat makan siang. Semakin
banyak nama-nama disebutkan, semakin banyak teman sekelsku yang bertahan di
sekitar tempat berkumpul, berbicara dengan temannya dan menyombongkan paket
mereka. Aku melayang-layang di dekat satu grup, diam-diam menunggu kesempatan
untuk berbicara dengan Alberta dan Dimitri. Ini adalah tanda keberhasilan dari
latihan kesabaranku karena aku tidak segera mendatangi mereka dan menuntut
jawaban. Percaya padaku, aku ingin sekali. Malah, aku membiarkan mereka
menyelesaikan daftar itu, tapi ini seperti selamanya, lama sekali. Sejujurnya, berapa
lama sih waktu yang dibutuhkan untuk membaca semua nama itu"
Ketika novis terakhir mendapatkan nama Moroi yang ditugaskan kepadanya, Stan
meneriaki kami yang sedang hiruk pikuk untuk bergerak ke tahap tugas berikutnya
dan mencoba untuk mengeluarkan teman-teman sekelasku. Aku memotong
kerumunan dan berjalan ke arah Dimitri dan Alberta , yang syukurlah sedang berdiri
berdampingan. Mereka sedang berbicara mengenai hal administrasi dan tidak
menyadari kehadiranku pada awalnya.
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika mereka akhirnya melirik padaku, aku menodongkan paketku dan menujuk.
"Apa ini?" Wajah Alberta terlihat kosong dan bingung. Sesuatu dari gerakan Dimitri
mengatakan bahwa ia tahu hal ini akan terjadi.
"Itu adalah tugasmu, Nona Hathaway," Alberta menjawab.
"Bukan," aku berkata sambil mengertakkan gigi. "Bukan ini. Ini adalah tugas orang
lain." "Tugas dalam latihan lapangan bukan pilihan," katanya tegas.
"Sama seperti tugasmu di dunia nyata nanti. Kau tidak bisa memilih siapa yang akan
kau pilih berdasarkan hasrat dan keinginan, tidak disini dan jelas tidak setelah
kelulusan." "Tapi setelah kelulusan, aku akan menjadi pengawal Lissa!" aku berseru. "Semua
orang tahu itu. Aku seharusnya memilikinya dalam hal ini."
"Aku tahu bahwa hal tersebut merupakan ide yang bisa diterima kalau kalian akan
bersama setelah kelulusan, tapi aku tidak bisa mengubah hukum wajib manapun
yang mengatakan bahwa kau "sudah seharusnya" memiliki dia atau siapapun yang
ada disini, di sekolah. Kau harus menerima siapapun yang sudah menjadi tugasmu."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Christian?" aku melempar paketku ke lantai. "Kau sudah gila kalau kau berpikir aku
mau melindunginya." "Rose!" bentak Dimitri, ikut dalam akhir pembicaraan. Suaranya yang sangat keras
dan tajam mengejutkanku dan membuatku lupa dengan apa yang baru saja aku
katakan. "Kau sudah kelewatan. Kau tidak boleh bicara seperti itu kepada
instrukturmu." Aku benci disalahkan oleh orang-orang. Khususnya disalahkan olehnya. Dan aku
sangat benci disalahkan olehnya ketika ia memang benar. Tapi aku tak mampu
menolong diriku sendiri. Aku sangat marah dan korban dari kurang tidur. Sarafku
terasa sakit dan tegang, membuat hal kecil terlihat sangat sulit untuk diterima. Dan
hal besar seperti ini" Tidak mungkin untuk diterima.
"Maaf," aku berkata dengan rasa enggan. "tapi ini sangat bodoh. Sama bodohnya
dengan tidak membawa kami ke persidangan Victor Dashkov."
Alberta mengedipkan mata, terkejut. "Bagaimana kau tahu " sudahlah. Kita akan
membicarakannya nanti. Untuk sekarang, ini adalah tugasmu, dan kau harus
melakukannya." Eddie tiba-tiba berbicara disampingku, suaranya dipenuhi keprihatinan. Aku
sempat melupakannya beberapa saat yang lalu.
"Dengar ... Aku tidak keberatan ... kita bisa bertukar ..."
Alberta menunjukkan tatapan batunya kepadaku dan Eddie. "Tidak, tentu saja kalian
tidak bisa melakukannya. Vasilisa Dragomir adalah tugasmu." Dia memandangku
lagi. "Dan Christian Ozera adalah milikmu. Diskusi berakhir."
"Ini sungguh bodoh!" aku mengulang lagi. "Kenapa aku harus membuang waktuku
dengan Christian" Lissa lah yang akan bersamaku setelah kelulusan. Harusnya jika
kalian ingin aku mampu melakukan tugasku dengan baik, kalian sudah semestinya
memasangkan aku dengan Lissa."
"Kau akan melakukan yang terbaik untuknya," jawab Dimitri. "Sebab kau
mengenalnya. dan kau memiliki ikatan. Tapi disuatu tempat, suatu hari, kau
mungkin akan berakhir dengan Moroi yang berbeda. Kau perlu belajar bagaimana
cara melindungi seseorang yang tidak pernah bersamamu sebelumnya."
"Aku pernah bersama-sama dengan Christian,"
aku menggerutu. "Itulah
masalahnya. Aku membencinya."Ok, sekarang memang sudah sangat berlebihan.
Christian membuatku kesal, sungguh, tapi aku tidak benar-benar membencinya.
Seperti yang sudah kukatakan, bekerja sama melawan Strigoi sudah mengubah
banyak hal. Lagi, aku merasa sepertinya rasa kurang tidur dan rasa marah yang
umum terjadi, membuatku seperi orang sinting yang mencari-carai kesalahan
dimana saja. "Itu lebih baik," kata Alberta. "Tidak semua orang yang akan kau lindungi adalah
temanmu. Kau harus mempelajari semua ini."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Aku perlu belajar bagaimana caranya melawan Strigoi," jawabku. "aku sudah
mempelajarinya di kelas." aku meralat dengan tatapan tajam, siap untuk memainkan
kartu truf ku. "Dan aku sudah melatihnya dengan seseorang."
"Masih ada banyak hal lain yang harus dikerjakan dari pada hanya masalah teknis
seperti ini, Miss Hathaway. Semua ini hanya karena aspek pribadi, jika kau bisa
menyadarinya " yang artinya kami tidak akan menyetuh terlalu banyak di kelas.
Kami mengajari mu bagaimana caranya berhadapan dengan Strigoi. Kau perlu tau
caranya belajar menghadapi Moroi sendirian. Dan dalam kasusmu kau harus belajar
bagaimana caranya menghadapi Moroi yang bukan menjadi teman baikmu selama
bertahun-tahun." "Kau juga harus belajar bagaimana caranya bekerja dengan seseorang yang tidak
bisa secara langsung kau ketahui dalam bahaya," tambah Dimitri.
"Benar," Alberta setuju. "Ini adalah rintangan. Jika kau ingin menjadi pengawal yang
hebat " jika kau ingin menjadi pengawal yang unggul " berarti kau harus melakukan
apa yang kami katakan padamu."
Aku membuka mulutku untuk melawan semua ini, untuk menyatakan pendapat
bahwa dengan berlatih bersama seseorang yang sudah kukenal baik akan
membuatku lebih cepat menjadi pengawal yang hebat bagi Moroi manapun. Dimitri
memotong keinginanku. "Bekerja dengan Moroi yang lain juga akan menolong Lissa untuk tetap bisa
bertahan hidup," katanya. Membuatku menutup mulutku. Hanya itu satu-satunya
alasan yang tidak bisa kusanggah, dan sialnya, Dimitri tahu itu.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Lissa juga memiliki rintangan " kau. Jika dia tidak pernah belajar bagaimana
rasanya dijaga oleh seseorang tanpa hubungan batin, dia mungkin akan mengalami
banyak resiko ketika diserang. Melindungi seseorang adalah hubungan
sesungguhnya antara dua orang. Tugas ini adalah latihan lapangan untuk
kebaikanmu dan juga dirinya."
Aku tetap diam ketika memproses kata-katanya. Kata-kata itu hampir menyentuhku.
"Dan," Alberta menambahkan,"ini adalah satu-satunya tugas yang bisa kau
dapatkan. Jika kau menolak, maka kau keluar dari latihan lapangan ini."
Keluar" Apa dia sudah gila" Ini bukan kelas yang bisa kutinggalkan pergi untuk satu
hari. Jika aku tidak melakukan latihan lapanganku, aku tidak bisa lulus. Aku ingin
meledak karena semua ketidakadilan ini, tapi Dimitri menghentikanku tanpa
menggunakan sepatah kata pun. Ia terus menunjukkan tatapan mata yang tenang di
kedua mata hitamnya yang menahanku untuk bertindak, mendorongku untuk
menerimanya dengan hati lapang " atau semampu yang aku bisa.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Dengan malas aku mengambil paketku. "Baik," kataku dingin. "Aku akan
melakukannya. Tapi aku ingin semua ini dicatat sebagai bentuk perlawananku atas
penolakan kehendak."
"Kurasa kami sudah bisa menduganya, Miss Hathaway," Alberta berkomentar datar.
"Terserahlah. Aku masih berpikir kalau ini adalah ide yang buruk dan kau nantinya
juga akan menyadarinya."
Aku berbalik dan bergegas pergi melintasi ruang tersebut sebelum satu dari mereka
bisa meresponnya. Dengan melakukan ini, aku mengerti benar kalau aku terlihat
seperti pecundang kecil. Tapi jika mereka bisa menahan kehidupan seks sahabatnya,
terlihat seperti hantu, dan selalu mendapatkesulitan ketika tidur, artinya mereka
juga pecundang. ditambah lagi, aku akan menghabiskan enam minggu bersama
Christian Ozera. Dia sinis, sangat menyulitkan, dan membuat lelucon mengenai
semua hal. Sebenarnya, dia sangat mirip denganku.
Ini akan menjadi enam minggu yang panjang.
Tiga "MENGAPA TERLIHAT BEGITU MURAM, DHAMPIR KECIL?"
Aku sedang menyebrangi lapangan seperti biasa ketika aku mendeteksi adanya
aroma rokok cengkeh. Aku mengeluh.
"Adrian, kau adalah orang terakhir yang ingin ketemui hari ini." Adrian Ivashakov
bergegas menyamai langkah disampingku, meniupkan asap rokok ke udara yang
tentu saja berbalik ke arahku. Aku melambaikan tanganku untuk menghilangkan
asap itu dan membuat pertunjukkan yang bagus dengan batuk yang berlebihan.
Adrian adalah salah satu bangsawan Moroi yang kami "peroleh" dari perjalanan
liburan ski kami. Dia beberapa tahun lebih tua dariku dan kembali ke St. Vladimir
untuk mempelajari roh bersama Lissa. Sejauh ini, hanya dia pengendali roh yang
kami tahu. Dia sombong dan manja dan menghabiskan sebagian besar dari
waktunya dengan rokok, alkohol, dan wanita. Dia juga tergila-gila denganku " atau
paling tidak menginginkan aku di ranjang.
"Tampaknya," katanya. "Aku sangat susah bertemu denganmu sejak kita kembali.
Jika aku tidak tahu kebenarannya, aku mungkin berpikir kalau kau sedang
mengacuhkanku." "Aku memang sedang mengacuhkanmu."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Dia menarik nafas keras dan mengarahkan tangannya
kecoklatannya yang selalu terlihat penuh gaya, berantakan.
ke rambut hitam "Dengar, Rose. Kau tidak perlu lagi berurusan dengan hal sulit untuk memperoleh
sesuatu. Kau sudah mendapatkan aku." Adrian tahu dengan baik kalau aku tidak
pernah berusaha keras untuk mendapatkan sesuatu,tapi dia selalu mendapatkan
kesenangan dengan menggodaku.
"Aku benar-benar sedang tidak ingin berurusan dengan daya tarikmu hari ini."
"Apa yang terjadi sebenarnya" Kau menginjak setiap genangan air yang bisa kau
temukan, kau terlihat seperti ingin memukul orang yang pertama kali kau lihat."
"Jadi, kenapa kau masih ada disekitar sini" Apa kau tidak khawatir mendapatkan
salah satu pukulan" "Aw, kau tidak akan menyakitiku. Wajahku terlalu tampan."
"Tidak cukup tampan untuk membersihkan kotoran dari asap penyebab kanker yang
bertiup di wajahku. Bagaimana kau melakukannya" Merokok tidak diizinkan di
kampus. Abby Badica mendapat hukuman selama dua minggu karena tertangkap
basah." "Aku diluar jangkauan peraturan, Rose. Aku bukan murid juga buka staf, hanya
sebuah semangat bebas yang mengembara di sekolahmu."
"Mungkin kau harus pergi melakukan beberapa pengembaraan sekarang."
"Kau ingin bebas dariku, berarti kau harus katakan apa yang sedang terjadi."
Tidak ada yang bisa di acuhkan dalam hal ini. Disamping itu, dia akan segera tahu.
Setiap orang akan tahu. "Aku mendapatkan Christian sebagai tugas lapanganku."Ada jeda, dan kemudian
Adrian meledak tertawa. Pada kenyataannya, kau sebenarnya terlihat sangat
tenang." "Aku harusnya mendapatkan Lissa," aku mengeram. "Aku tidak percaya mereka
melakukan semua ini padaku."
"Apa yang "mereka" lakukan" Apakah ada kemungkinan kau tidak akan bersama
Lissa setelah kau lulus nanti?"
"Tidak. Mereka melihat semua ini sebagai latihan untuk membuatku menjadi lebih
hebat. Dimitri dan aku akan tetap menjadi pengawalnya nanti." Adrian memiringkan
matanya. "Oh, aku yakin semua itu akan membuatmu sangat menderita." Ini menjadi satu
dari keanehan di alam semesta kenapa Lissa tidak pernah menyadari perasaanku
pada Dimitri sedangkan Adrian sudah mengetahuinya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Seperti kataku tadi, komentarmu sangat tidak dibutuhkan hari ini." Dia jelas tidak
setuju. Aku punya perasaan curiga kalau dia habis minum, dan bahkan sekarang
baru saja waktu makan siang. "Apa masalahnya" Bagaimanapun juga, Christian akan
bersama Lissa sepanjang waktu."
Adrian benar. Tidak satupun dari bagian diriku yang bisa menyangkalnya. Lalu,
dalam perhatian jangka pendeknya, dia mengganti subjek pembicaraan ketika kami
sudah mendekati gedung. "Sudahkah aku menyebutkan tentang auramu?" dia bertanya tiba-tiba. Ada nada
yang asing dalam suaranya. Keragu-raguan. Keingintahuan. Sangat tidak
berkarakter. Apapun yang ia katakan selalu merupakan ejekan.
"Aku tidak tahu. Ya, sekali. Kau bilang auraku gelap atau apalah itu. Kenapa?" Aura
adalah medan cahaya yang mengelilingi setiap orang. Warna dan keterangannya
kata orang tergantung kepribadian dan energi seseorang. Hanya pengendali roh yang
bisa melihatnya. Adrian sudah melakukannya selama yang pernah ia ingat
sedangkan Lissa masih mempelajarinya.
"Sulit untuk dijelaskan. Mungkin tidak berarti apa-apa" Dia berhenti di dekat pintu
dan menghisap dalam-dalam rokoknya. Dia mencoba menjauhkan asapnya dariku
tapi angin membawanya kembali.
"Aura itu aneh. Warna dan keterangan mereka berkurang, mengalir dan berubah.
sebagian warnanya hidup, sebagiannya lagi berwarna pucat. Sekali-sekali seseorang
akan selesai dan terbakar dengan warna yang murni yang bisa kau ..." Dia
merebahkan kepalanya ke belakang, menatap langit. Aku mengenali tanda
"kegusaran" aneh yang mampu menariknya jatuh.
"Kau bisa langsung memahaminya kan. Hanya seperti melihat ke dalam jiwamu."
Aku tersenyum. "Tapi kau tidak bisa mengartikan milikku, huh" Atau apa arti dari warna-warna ini?"
Dia mengangkat bahu. "Aku mencoba mengartikannya. Kau berbicara dengan cukup
banyak orang, meraba-raba untuk apa yang mereka suka dan kemudian mulai
melihat orang-orang yang memiliki kesamaan dengan warna yang sama..... Setelah
semua itu, warna-warna itu akan mulai terlihat berarti sesuatu."
"Bagaimana auraku terlihat sekarang?" dia melirik ke arahku.
"Eh, aku tidak bisa benar-benar memahaminya hari ini."
"Aku sudah tahu. Kau habis minum." Zat-zat seperti alkohol atau obat-obat yang
tepat, dapat menumpulkan kemampuan roh.
"Cukup tentang membicarakan hal-hal pengalih perhatian itu. Toh aku bisa menebak
bagaimana auramu sekarang terlihat. Auranya seperti biasa sama saja dengan yang
lainnya, jenis semacam warna-warna yang berputar-putar " hanyalah jenis dari sisi
di dalam kegelapan. Seperti, kau selalu memiliki bayangan yang mengikutimu."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Sesuatu dalam suaranya membuatku menggigil. Meskipun aku mendengar dia dan
Lissa banyak membicarakan tentang aura,
aku tidak pernah benar-benar
memikirkan kalau aku perlu mengkhawatirkan semua hal mengenai itu. Mereka
hanya seperti bagian dari salah satu permainan saja " sebuah hal keren dengan
tingkat kepentingan yang kecil.
"Semua itu sangat membantu," kataku. "Apa kau pernah berpikir untuk memberikan
pidato motivasi?" Wajah membingungkannya memudar dan wajah gembiranya
normal kembali. "Jangan takut, Dhampir kecil. Kau mungkin saja dikelilingi oleh awan, tapi kau
selalu tampak seperti matahari yang bersinar terang untukku." Aku memutar
mataku. Dia melemparkan rokoknya ke samping jalan dan mematikannya dengan
kakinya. "Harus pergi. Sampai jumpa nanti." Dia memberikan bungkukan menghormat
padaku lalu mulai berjalan menjauh menuju rumah tamu.
"Kau melanggar aturan!" aku berteriak.
"Di luar aturan, Rose," dia memanggil kembali. "Di luar aturan."
Sambil menggelengkan kepala, aku mengambil puntung rokok yang dingin itu
sekarang dan membuangnya ke bak sampah yang berada di luar gedung. Ketika aku
masuk, hawa hangat dari dalam ruangan memberikan sambutan menyenangkan
sembari aku menghentak-hentakkan kaki untuk membuang lumpur salju dari kedua
sepatu bot ku. Jauh di dalam kantin, aku menemukan makan siang sudah
terbungkus. Disini, dhampir duduk berdampingan dengan Moroi, memberikan
pembelajaran dalam perbedaan. Dhampirs, dengan setengah darah manusia kami,
terlihat lebih besar " tidak terlalu tinggi " dan lebih terbentuk kuat. Tubuh para
novis wanita lebih berlekuk daripada gadis-gadis Moroi yang sangat kurus, novis
laki-laki jauh lebih berotot dari pada rekan vampir mereka. Warna kulit Moroi pucat
dan lembut, seperti keramik, sementara kulit kami lebih gelap karena mendapatkan
lebih banyak sinar matahari di luar.
Lissa duduk sendirian di kursinya, terlihat tenang dan sangat anggun dalam balutan
sweater putihnya. Rambut pirang pucatnya menjuntai indah hingga bahunya. Dia
melirik kedatanganku dan rasa kegembiraan mengalir ke dalam diriku melalui ikatan
batin kami. Dia meringis. "Oh, lihat wajahmu. Apakah semua itu benar, benarkah" Kau sungguh
ditugaskan dengan Christian." Aku membelalakan mata.
"Apakah semua ini akan membunuhmu dan menjadikanmu sengsara?" Dia
memberikan sebuah celaan padaku sebelum ia menunjukkan tampang gelinya
sambil menjilat habis yogurt strawbery terakhir dari sendoknya.
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maksudku, dia adalah pacarku sebenarnya. Aku bersamannya sepanjang waktu. Ini
bukanlah hal yang buruk."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Kau punya kesabaran seorang biksu," aku menggerutu, membungkuk di kursi. "Dan
disamping itu, kau tidak jalan terus bersamanya selama 24/7."
"Kau juga tidak. Kau hanya melakukannya selama 24/6."
"Tidak ada bedanya. Ini sangat mungkin seperti 24/10." Dia mengerutkan dahi.
"Semua itu tidak mempengaruhi apa pun." Aku mengabaikan ucapan idiotku dan
menatap kosong keseputar ruang makan siang. Ruangan dipenuhi oleh dengungan
berita ujian lapangan yang akan segera tiba, dimana akan segera dimulai secepat
makan siang berakhir. Sahabat Camille dipasangkan dengan sahabat Ryan, dan mereka berempat
bergerombol riang gembira bersama, seolah mereka berpikiran untuk mulai
berencana melakukan kencan ganda di enam minggu mendatang. Akhirnya
seseorang menikmati semua ini. Aku menarik nafas panjang. Christian, seseorang
yang akan segera menjadi tanggung jawabku, sedang berurusan dengan para donor "
para manusia yang dengan senang hati mendonorkan darahnya untuk kaum Moroi.
Melalui ikatan kami, aku merasa Lissa ingin mengatakan sesuatu padaku. Dia
menahannya sebab dia khawatir dengan suasana hatiku yang buruk dan ingin
memastikan aku cukup banyak mendapatkan dukungan dulu. Aku tersenyum.
"Berhentilah mengkhawatirkan aku. Ada apa?" Dia tersenyum balik, bibir berlipgloss pinknya menyembunyikan taringnya.
"Aku mendapatkan izin."
"Izin untuk -- ?" Jawaban melayang lebih cepat dari pikirannya dari pada ketika ia
dapat mengatakannya. "Apa?" Aku berseru. "Kau akan menghentikan konsumsi obatmu?" Roh adalah
kekuatan yang luar biasa, satu dari kemampuan keren yang bisa kita mulai
bayangkan. Kekuatan ini memiliki sisi buruk, seperti: dapat menjadikanya depresi
dan gila. Bagian dari alasan Adrian kenapa ia minum begitu banyak
(mengesampingkan kegemaran naturalnya untuk berpesta) yakni untuk
menumpulkan kekuatannya dan melawan efek ini. Lissa lebih memilih jalan sehat
dari pada melakukan apa yang dilakukan Adrian.
Dia meminum obat anti-depresi yang mampu menghilangkan kekuatannya
sekaligus. Dia benci karena tidak mampu bekerja dengan roh lagi, tapi semua itu
adalah pertukaran yang pantas untuk tidak menjadi gila. Sebenarnya, begitulah
sebelumnya kurasa. Dia sebenarnya
terlihat tidak setuju jika dia
mempertimbangkan uji coba gila ini. Aku tahu dia ingin mencoba sihir lagi, tapi aku
tidak pernah terpikir kalau ia akan memilih cara ini " atau bahwa seseorang
mengizinkannya untuk melakukannya.
"Aku harus periksa dengan nona Carmack setiap hari dan secara teratus berbicara
dengan pembimbing konseling." Lissa membuat wajah yakin di bagian terakhir ini,
namun perasaanya secara keseluruhan masih tidak menentu. "Aku tidak bisa
menunggu untuk mengetahui apa yang bisa aku lakukan dengan Adrian."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Adrian adalah pengaruh buruk."
"Dia tidak menyuruhku untuk melakukan ini, Rose. Aku yang memilih semua ini."
Ketika aku tidak menjawab, dia perlahan-lahan menyentuh tanganku. " Hey, dengar.
jangan khawatir. Aku akan sangat baik-baik saja dan ada banyak orang-orang yang
menunggu diriku kembali seperti dulu."
"Semua orang kecuali aku," aku berkata prihatin. Di seberang ruangan, Christian
masuk melalui pintu kembar dan mendatangi kami. Jam menunjukkan waktu makan
siang akan berakhir lima menit lagi.
"Oh Tuhan. Waktu akan segera berakhir." Christian menarik sebuah kursi di meja
kami dan memutarnya ke belakang, membiarkan dagunya beristirahat di kedudukan
kursinya. Dia menjauhkan rambut hitamnya dari mata birunya dan memberikan
kami sebuah senyum angkuh. Aku merasakan hati Lissa menjadi ringan karena
kedatangannya. "Aku tidak bisa menunggu sampai pertunjukkan segera berlangsung," katanya. "Kau
dan aku akan mengalami hal-hal yang menyenangkan, Rose. Menyibak tirai, saling
menatakan rambut bersama, membicarakan cerita hantu." Rujukan mengenai
"cerita hantu" lebih membuatku merasa lebih nyaman dan familiar. Bukan karena
tidak memilih menyibak tirai dan saling menyisir terlihat lebih menyenangkan. Aku
menggelengkan kepala dengan jengkel dan berdiri.
"Aku akan meninggalkan kalian berduaan saja untuk beberapa menit terakhir
momen pribadi kalian ini." Mereka tertawa.
Aku berjalan di antrian makan siang, berharap menemukan beberapa donat yang
terlewatkan dari sarapan. Sejauh ini, aku melihat croissants, quiche, dan rebusan
buah pir. Ini pastilah hari mengangkat alis untuk kantin. Apakah adonan goreng
kering terlalu berlebihan untuk menu disini" Eddie berdiri di depanku. Wajahnya
langsung berubah menunjukkan permintaan maaf ketika ia melihatku.
"Rose, aku sungguh minta maaf ?"
Aku mengangkat tangan untuk menghentikannya. "Jangan khawatir. Ini bukan
kesalahanmu. Hanya saja berjanjilah padaku kalau kau akan melakukan sebaik yang
kau bisa untuk menjaganya."
Ini merupakan perasaan konyol karena Lissa tidak benar-benar dalam bahaya, tapi
aku tidak pernah benar-benar bisa berhenti mengkhawatirkannya " khususnya
mengenai kejelasan perkembangan Lissa mengenai pengobatannya.
Eddie tetap serius, rupanya ia tidak berpikir kalau permintaanku itu konyol. Dia
adalah satu dari beberapa orang yang tahu tentang kemampuan Lissa " dan sisi
lainnya, yang kemungkinan karena itu lah ia dipilih untuk menjaga Lissa.
"Aku tidak akan membiarkan satu halpun terjadinya padanya. Aku bersungguhsungguh."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku tidak dapat menolak untuk tersenyum, meski suasana hatiku sedang suram.
Pengalamannya dengan Strigoi membuatnya melihat semua ini lebih serius
dibandingkan dengan semua novis lain yang ada disini. Selain aku, dia mungkin
adalah pilih an terbaik untuk mengawal Lissa.
"Rose, apa benar kau memukul Pengawal Petrov?" Aku berbalik dan melihat wajah
dua Moroi, Jesse Zeklos dan Ralf Sarcozy. Mereka memasuki antrian diantara aku
dan Eddie dan terlihat sangat sombong dan mengesalkan daripada biasanya. Jesse
adalah cowok tampan dan pemikir cepat. Ralf adalah sisi kebalikannya: tidak
menarik dan tidak pintar. Mereka mungkin adalah dua orang yang paling kubenci di
sekolah ini, terutama karena beberapa gosip kotor yang mereka sebarkan tentang
diriku yang melakukan beberapa hal bohong dengan mereka. Karena tangan kuat
Masonlah yang mampu memaksa mereka untuk mengatakan yang sebenarnya
kepada seluruh orang di sekolah, dan aku tidak terpikir kalau mereka bisa
memaafkan aku karena semua itu.
"Memukul Alberta" Hampir." Aku hendak berbalik, tapi Ralf terus berbicara.
"Kami dengar kau melempar sebuah serangan celaan di tempat berkumpul ketika
kau mengetahui dengan siapa kau dipasangkan."
"Serangan celaan" Berapa umur kalian, enam tahun" Apa yang kulakkan adalah " "
Aku berhenti dan berhati-hati untuk memilih kata-kataku. "- menyatakan
pendapatku." "Baiklah," kata Jesse. "Aku menduga siapapun yang seharusnya waspada terhadap
Strigoi palsu, sangat mungkin adalah dirimu orangnya. Kau orang teragresif
disekitar sini." Nada balas dendam di dalam suaranya seolah ia sedang memujiku. Aku sama sekali
tidak bisa melihat dalam cara pandang itu. Sebelum dia mengucapkan kata yang lain,
aku berdiri tepat di depannya, dengan jarak yang sangat dekat. Dari apa yang
kusebut sebagai kesadaranku terhadap pertanda dari kedisiplinan, aku tidak
meletakkan tanganku di lehernya. Matanya melebar terkejut.
"Christian tidak punya urusan apa-apa dengan Strigoi manapun," kataku dalam
suara rendah. "Orang tuanya " "
"Itu orang tuanya. Dan dia adalah Christian. Jangan menghubung-hubungkan
mereka." Jesse salah mengartikan sisi kemarahanku sebelumnya. Dia mengingat
dengan jelas semua itu, dan ketakutannya berperang melawan hasratnya sendiri
untuk membicarakan keburukan Christian di depanku. Mengejutkan sekali hal
terakhir tersebut tidak keluar.
"Baru saja kau bertingkah seolah dunia akan berakhir ketika kau dipasangkan
dengannya, dan sekarang kau membelanya" Kau tahu bagaimana dia " dia
melanggar aturan setiap saat. Apa kau serius mau bilang kalau kau tidak percaya
bahwa ada kemungkinan dia berubah menjadi Strigoi seperti orang tuanya nanti?"
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Tidak ada kemungkinan," kataku. "Sama sekali tidak mungkin. Christian lebih
mungkin mengambil posisi untuk menyerang Strigoi dibandingkan semua Moroi lain
disini." Mata Jesse mengerjap penasaran ke arah Ralf sebelum kembali menatapku.
"Dia bahkan menolongku melawan Strigoi di Spokane. Tidak pernah ada
kemungkinan dari dalam dirinya untuk menjadi Strigoi." Aku menyiksa otakku,
mencoba mengingat siapa yang bertugas menjaga Jesse di latihan lapangan nanti.
"Dan jika aku mendengar kau menyebarkan bualan tentang semua itu, Dean tidak
akan mampu menyelamatkanmu dariku."
"Atau aku," tambah eddie, yang datang dan berdiri di samping kanan ku. Jesse
menelan ludah dan mengambil langkah mundur.
"Kalian pembohong. Kalian tidak bisa menyentuhku. Jika kalian mendapat hukuman
sekarang, kalian tidak akan pernah bisa lulus." Dia benar, tentu saja, tapi aku
tersenyum. "Mungkin itu sebanding dengan apa yang aku lakukan. Kita akan lihat nanti, huh?"
Itu merupakan tanda kalau Jesse dan Ralf memutuskan kalau mereka tidak
menginginkan apa-apa dari antrian makan siang. Mereka berjalan menjauh dan aku
mendengar sesuatu yang mencurigkan seperti "perempuan jalang gila."
"Orang-orang tolol," aku memberengut. Kemudian hatiku kembali cerah. "Oh, lihat.
Donat." Aku mendapatkan segelas cokelat dan kemudian Eddie dan aku segera kembali
kepada Moroi kami dan kembali ke kelas. Dia menyeringai kearahku.
"Jika aku tidak tahu apapun, aku bisa mengira kalau kau sedang membela
kehormatan Christian. Apakah dia membuatmu merasa sakit?"
"Ya," kataku sambil menjilati es di jari-jariku. "Dia memang menyakitiku. Tapi untuk
enam minggu mendatang, dia yang akan menjadi rasa sakitku."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Empat INI DIMULAI. Pada awalnya, semuanya tidak terlalu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Dhampir
dan Moroi menghadiri kelas-kelas terpisah di setengah hari pertama sekolah, lalu
bergabung setelah makan siang.
Christian memiliki sebagian besar kelas siang yang sama yang pernah aku ambil
semester lalu, jadi ini hampir seperti mengulang jadwalku sekali lagi. Perbedaannya
adalah aku bukan lagi siswa di kelas ini. Aku tidak duduk di sebuah kursi atau
melakukan sesuatu untuk dikerjakan. Aku juga merasa sangat tidak nyaman sejak
aku harus berdiri di belakang kelas sepanjang waktu, bersama novis yang lain yang
juga sedang menjaga Moroi. Diluar sekolah, hanya seperti apa yang biasa dilakukan.
Moroi datang pertama. Pengawal adalah bayangan.
Ada godaan besar untuk berbicara dengan teman novis kami, terutama ketika
sepanjang waktu kaum Moroi melakukan apa yang harus mereka lakukan dan
berbicara diantara kaum mereka sendiri. Meskipun begitu, tidak ada satu pun dari
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com kami yang memulai. Tekanan dan adrenalin di hari pertama membuat kami bersikap
baik. Setelah kelas Biologi, Eddie dan aku mulai menggunakan teknik pengawal yang
disebut "mengawal pasangan". Aku mengawal dalam jarak dekat dan berjalan
bersama Lissa dan Christian sebagai pertahanan jarak dekat. Eddie, menjadi
pengawal jauh, berjalan jauh dan memindai area yang lebih besar untuk melihat
ancaman yang mungkin ada.
Kami melakukan pola ini selama sisa hari ini sampai kelas terakhir tiba. Lissa
memberikan Christian ciuman cepat di leher, dan aku baru menyadari kalau mereka
mengambil kelas terpisah.
"Kalian tidak mengambil jadwal yang sama kali ini?" aku bertanya kaget, mundur ke
samping ruang depan untuk menghindari lalu lintas siswa. Eddie sudah
menyimpulkan kalau kami akan berpisah dan berhenti melakukan penjagaan jarak
jauh untuk datang dan bergabung berbicara dengan kami. Aku tidak tahu
bagaimana jadwal Lissa dan Christian berjalan di semester ini.
Lissa menyadari kekecewaanku dan memberikan senyuman simpati. "Maaf. Kami
tetap akan belajar bersama setelah sekolah, tapi sekarang, aku harus pergi ke kelas
menulis kreatif." "Dan aku," Christian mengumumkan dengan angkuh, "harus pergi ke kelas ilmu
kuliner." "Ilmu kuliner?" aku berteriak merana. "Kau memilih ilmu kuliner" Itu merupakan
kelas yang tidak pernah memakai otak."
"Tidak seperti itu," ia membalas." Dan jika memang seperti itu....sebenarnya, hey, ini
kan semester terakhirku?" Aku mengerang.
"Ayolah, Rose," Lissa tertawa. "Hanya satu kelas saja. Tidak akan menjadi " " dia
memotong pembicaraan ketika sebuah keributan datang dari dalam gedung aula.
Kami dan setiap orang yang berada di dekat kami berhenti dan melihat. Satu dari
instruktur pengawalku, Emil, praktis sedang keluar tidak dari manapun dan "
berakting sebagai Strigoi " menangkap seorang gadis Moroi.
Dia memutar gadis itu menjauh, menekan dadanya dan memaparkan lehernya
seolah dia akan menggigitnya. Aku tidak bisa melihat siapa gadis itu, hanya rambut
cokelat kusut, tapi pengawalnya adalah Shane Reyes. Penyerangan itu membuatnya
terkejut " ini merupakan yang pertama dalam hari ini " tapi dia hanya meleset
sedikit ketika menendang Emil ke samping dan merebut gadis itu. Dua pria
berhadapan, dan semua orang melihat dengan antusias. Beberapa bahkan bersiut
dan berteriak, menyemangati Shane. Satu diantaranya adalah Ryan Aylesworth. Dia
begitu terpaku pada pertarungan itu " dimana Shane sedang menggunakan pasak
latihannya, yang menyiratkan kemenangan " sehingga dia tidak menyadari dengan
dua pengawal dewasa lain yang menyelinap diam-diam kearahnya dan Camille.
Eddie dan aku menyadarinya pada saat yang bersamaan dan membeku, insting
waspada kami berkembang menjadi ingin maju.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Tetap bersama mereka," Eddie berbicara padaku. Dia berhati-hati ke arah Ryan dan
Camille yang baru saja mengetahui kalau mereka telah menjadi sasaran. Ryan tidak
bereaksi sehebat Shane, terutama ketika dia harus mengahadapi dua penyerang
sekaligus. Satu dari pengawal itu membuat Ryan lengah ketika yang satunya "
Dimitri, sekarang aku melihatnya " menangkap Camille. Dia berteriak, tidak
memalsukan ketakutannya. Dia jelas tidak menemukan perasaan menggetarkan hati
ketika berada dalam rengkuhan tangan Dimitri seperti yang terjadi padaku. Eddie
berhati-hati ke arah mereka, mendekati dari belakang, dan mendaratkan sebuah
pukulan di sisi kepala Dimitri. Hal itu tidak mengganggu Dimitri, tapi tetap saja
mengagumkan. Aku bahkan hampir tidak pernah bisa mendaratkan satu pukulan
pun untuk Dimitri di semua latihan kami. Eddie seolah menyerang Dimitri untuk
membebaskan Camille, dan Dimitri menghadapi ancaman baru ini. Dia berputar,
anggun seperti seorang penari, dan maju ke arah Eddie.
Sementara itu, Shane sudah "menusukkan pasak" nya ke Strigoinya dan melompat
untuk menolong Eddie, bergerak disekeliling sisi Dimitri yang lain. Aku menonton,
Mengepalkan tangan terpengaruh, minatku bangkit dengan pertarungan pada
umumnya dan dengan menonton Dimitri pada khususnya. Membuatku terpesona
ketika melihat seseorang yang sangat mematikan bisa terlihat begitu indah. Aku
berharap kalau aku merupakan bagian dari kehebohan ini tapi aku tahu aku harus
waspada pada keadaan sekitarku kalau-kalau ada "Strigoi" lain yang menyerang
kesini. Tapi mereka tidak muncul. Shane dan Eddie dengan sukses "menyelesaikan" Dimitri.
Sebagian dari diriku sedih karenanya. Aku ingin Dimitri selalu hebat dalam segala
hal. Akan tetapi, Ryan yang mencoba menolong, gagal. Dimitri secara teknis sudah
"membunuh"nya, jadi aku masih merasakan rasa senang memikirkan kalau Dimitri
masih pembasmi Strigoi yang hebat.
Dia dan Emil memuji Shane karena kecepatan kakinya dan Eddie yang cepat tanggap
dan berusaha keras dalam menghadapi ancaman dalam kelompok daripada ketika ia
dalam latihan satu-satu. Aku mendapatkan sebuah anggukan karena waspada di
belakang Eddie, dan Ryan mendapat hukuman karena tidak memperhatikan
Moroinya. Eddie dan aku saling menyeringai, senang karena mendapat penghargaan tinggi
pada tes pertama ini. Aku tidak pernah menganggap tugas ini mudah, tapi tadi
bukanlah permulaan latihan lapangan yang buruk. Kami bertos ria dan aku melihat
Dimitri mengganggukkan kepala ketika ia pergi.
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan berakhirnya drama ini, kelompok berempat kami berpisah. Lissa
memberikan satu senyuman dari balik bahunya dan berbicara padaku melalui ikatan
kami, Selamat bersenang-senang di kelas kuliner! Aku memutar mataku tapi dia
dan Eddie sudah melewati sudut gedung. "Ilmu Kuliner" terdengar sangat menarik,
tapi sungguh, ini hanyalah kelas mengkhayal indah mengenai betapa pentingnya
kelas memasak. Meskipun aku mengatakan pada Christian kalau ini kelas yang tidak
memerlukan otak, tapi aku harus menghormatinya. Aku bisa merebus air paling
tidak. Tetap saja, ini sangat berbeda dengan kelas pilihan yang lain misalnya menulis
kreatif atau kelas debat, dan aku tidak meragukan kalau Christian mengambil kelas
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com ini hanya untuk membolos dari kelas lain dan bukan karena dia ingin menjadi koki
suatu hari nanti. Paling tidak aku mendapatkan kesenangan melihatnya memasak kue atau
sebagainya. Mungkin dia bahkan akan memakai celemek. Ada tiga novis lain di kelas
itu yang sedang menjaga Moroi. Karena ruangan ilmu kuliner besar dan terbuka,
dengan banyak jendela, kami berempat bekerja sama untuk menggabungkan
penjagaan kami dan mengamankan seluruh ruangan. Ketika aku melihat para novis
melakukan latihan lapangan mereka tahun lalu, aku bahkan tidak tertarik melihat
pertarungannya. Aku tidak pernah terpikir kalau kerja tim dan strategi harus selalu
dijalankan. Secara teori, kami berempat berada disini hanya untuk menjaga Moroi kami, tapi
kami terjebak dalam tugas dimana kami melindungi seluruh kelas. Posku di dekat
pintu darurat yang pasti menuju ke luar sekolah. Tidak sengaja, posku tepat di dekat
dimana Christian melakukan tugasnya. Normalnya mereka memasak secara
bekelompok di kelas, tapi tiga dari kelompok tersebut memiliki anggota yang lebih
dari seharusnya. Dari pada memilih bekerja bertiga dalam kelompok, Christian
dengan suka rela bekerja sendirian. Tidak satupun dari mereka yang
mempertanyakannya. Banyak dari mereka yang masih memandang Christian dengan
ketidakadilan yang sama seperti yang dilakukan Jesse. Dan yang membuatku paling
kecewa adalah, Christian tidak membuat kue.
"Apa itu?" aku bertanya, melihatnya mengambil semangkuk sesuatu yang terlihat
mentah, daging giling dari kulkas.
"Daging," katanya, melemparkannya ke atas papan pemotong.
"Aku tahu itu, idiot. Daging apa?"
"Daging sapi cincang." dia menarik wadah yang lain kemudian yang lain. " Dan ini
daging anak lembu. Dan ini daging babi."
"Apa kau punya seperti T-Rex contohnya, yang bisa kau makan?"
"Hanya jika kau menginginkannya. Ini untuk daging cincang gulung."
Aku menatapnya. "Dengan tiga jenis daging?"
"Kenapa memakan sesuatu yang disebut daging cincang gulung jika kau sebenarnya
tidak mendapatkan beberapa jenis daging dari semua itu?"
Aku menggoyangkan kepalaku. "Aku tidak percaya ini hari pertamaku bersamamu."
Dia melirik ke bawah, serius memotong tiga daging kreasinya bersama-sama. "Kau
yakin sudah membuat keputusan yang benar mengenai semua ini" Apa kau sungguh
sangat membenciku" Aku dengar kau berteriak sekencang-kencangnya setelah
keluar dari tempat berkumpul."
"Tidak, aku tidak melakukannya. Dan ... aku tidak membencimu," aku mengaku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Kau melemparkannya ke arahku karena kau tidak berpasangan dengan Lissa." Aku
tidak menjawab. Tebakannya tidak terlalu jauh.
"Kau tahu," ia melanjutkan " ini mungkin sebenarnya sebuah ide yang bagus
untukmu berlatih dengan orang yang berbeda."
"Aku tahu. Itu yang dikatakan Dimitri juga." Christian meletakkan daging ke
mangkuk dan mulai menambahkan beberapa bumbu.
"Lalu kenapa mempertanyakannya" Belikov tahu apa yang dia lakukan. Aku
mempercayai apapun yang ia katakan. Sangat menyedihkan karena kita akan
kehilangannya setelah kita lulus, tapi aku lebih suka melihatnya bersama Lissa."
"Aku juga." Dia berhenti dan menengadah, menatap kedua mataku. Kami berdua
tersenyum, menggelikan bagaimana secara mengejutkan kami menyetujui hal yang
sama. Sesaat kemudian, dia kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Kau juga hebat," katanya, tidak terlalu pendendam. "Cara kau menangani sendiri ..."
Dia tidak melanjutkan ucapan itu, tapi aku tahu tentang apa yang ia bicarakan.
Spokane. Christian tidak bersamaku ketika aku membunuh Strigoi, tapi dia
merupakan bagian alat untuk membantu kami bebas. Dia dan aku bekerja sama,
menggunakan sihir apinya agar aku bisa melawan penawan kami. Kami bekerja
sama bersama dengan baik, semua rasa permusuhan kami terkesampingkan.
"Kurasa kau dan aku punya hal lain yang lebih baik untuk dilakukan daripada
berkelahi seanjang waktu," aku merenung. Seperti mengkhawatirkan sidang Victor
Dashkov, aku baru tersadar. Beberapa waktu, aku memutuskan untuk mengatakan
pada Christian apa yang aku pelajari. Dia ada pada malam saat Victor jatuh, tapi aku
memutuskan untuk menunda kabar itu. Lissa harus mengetahuinya terlebih dahulu.
"Yup," Christian berkata tanpa mempedulikan pikiranku. "Tahan dirimu sendiri, tapi
kita tidak terlalu berbeda. Maksudku, aku lebih pintar dan sangat lebih lucu, tapi di
hari akhir nanti, kita sama-sama ingin dia selamat." Dia ragu-ragu. "Kau tahu... Aku
tidak akan mengambilnya darimu. Aku tidak bisa. Tidak ada satupun yang bisa, tidak
selama kalian berdua memiliki ikatan itu."
Aku terkejut dia membicarakan hal ini. Sejujurnya aku menduga ada dua alasan
mengapa dia dan aku selalu saja berselisih. Pertama kami sama-sama memiliki sifat
yang sama, yaitu suka berdebat. Alasan yang lain " yang terbesar " adalah kami
sama-sama cemburu dengan hubungan kami dengan Lissa masing-masing. Tapi,
seperti yang ia katakan, kami memiliki motif yang sama. Kami peduli pada Lissa.
"Dan jangan berpikir kalau ikatan itu bisa memisahkan kalian," kataku. Aku tahu
ikatan itu mengganggunya. Bagaiman bisa kau merasakan suasana romantis dengan
kekasihmu ketika pasanganmu memiliki koneksi dengan orang lain, meski orang itu
hanyalah seorang teman"
"Dia peduli padamu ..." Aku tidak bisa memaksa diriku untuk mengatakan "Cinta".
"Dia memiliki sebuah tempat khusus untukmu dihatinya."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Christian meletakkan adonanya di oven. "Kau tidak perlu mengatakannya. Aku
punya perasaan kalau kita berada di batas saat kita mungkin akan berpelukan dan
masing-masing mulai menyebutkan nama panggilan yang lucu." Dia mencoba
terlihat jijik dengan rasa sentimentalku, tapi aku bisa bilang kalau dia ingin
mengatakan Lissa memang peduli padanya.
"Aku sudah punya nama panggilan untukmu, tapi aku akan mendapat masalah kalau
mengatakannya di kelas."
"Ah," dia berkata bahagia. "Itulah Rose yang kukenal." Dia kemudian berbicara
dengan teman yang lain ketika daging cincang gulungnya masak, dimana sebenarnya
mungkin lebih baik. Pintuku dalam keadaan mudah diserang, dan aku tidak
seharusnya mengobrol, meski saisi kelas melakukannya. Diseberang ruangan, aku
melihat Jesse dan Ralf berkerja bersama. Seperti Christian, mereka juga memilih
kelas yang santai. Tidak ada penyerangan yang terjadi, tapi seorang pengawal bernama Dustin datang
dan membuat catatan untuk kami para novis yang siaga di posisi kami. Dia tepat
berdiri disampingku ketika Jesse memilih pergi berjalan-jalan. Awalnya, kupikir
semua itu hanya kebetulan " hingga Jesse berbicara.
"Aku menarik kembali apa yang sudah aku katakan, Rose. Aku sudah
memikirkannya. Kau tidak marah karena Lissa atau Christian. Kau marah karena
peraturan yang mengatakan kalau kau harus bersama seorang siswa, dan Adrian
Ivashkov terlalu tua untuk jadi seorang siswa. Sepanjang yang aku dengar, kalian
berdua sudah melakukan banyak praktek untuk mempelajari tubuh masing-masing."
Candaan itu bisa jadi sangat lucu, tapi aku sudah belajar banyak untuk tidak
berharap terlalu banyak dari Jesse. Aku tahu kenyataannya kalau dia tidak peduli
padaku dan Adrian. Aku juga menduga kalau ia bahkan tidak mempercayai semua
itu benar-benar terjadi. Tapi Jesse masih merasa kemarahan terhadapku yang sudah
mengancamnya sebelumnya, dan ini adalah kesempatannya untuk kembali
melanjutkannya. Dustin berdiri dibawah jangkauan jarak untuk mendengar, tidak tertarik dengan
tingkah idiot Jesse. Dustin mungkin akan tertarik, jika aku meninju wajah Jesse
hingga ke dinding. Tapi tidak berati aku harus diam . Pengawal berbibara dengan
Moroi sepanjang waktu; Mereka hanya cenderung bersikap sopan dan tetap waspada
pada keadaan sekitar. Jadi, aki memberikan Jesse sebuah senyuman kecil dan
ucapan sederhana, " Candaanmu selalu terasa menyenagkan, Mr. Zeklos. Aku
hampir tidak bisa memperkirakannya." Aku lalu berbalik dan mensurvey sisa
ruangan. Ketika Jesse menyadari kalau aku tidak melakukan hal lain, dia tertawa dan berjalan
menjauh, tampaknya berpikir kalau dia sudah memenangkan kemenangan yang
bagus. Dustin pergi sesaat setelah itu.
"Bajingan," Christian mengumam, kembali pada tempat kerjanya. Kelas berakhir
liman menit lagi. Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Mataku mengikuti Jesse ke seberang ruangan. "Kau tahu sesuatu, Christian" Aku
sangat senang mengawalmu."
"Jika kau membandingkan aku dengan Zeklos, aku tidak akan benar-benar
menganggapnya sebagai pujian. Tapi kesini, cobalah ini. Lalu kau akan benar-benar
senag karena bersamaku." Karya terbesarnya sudah selesai dan dia memberikan aku
sepotong. Aku tidak bisa membayangkannya, tapi sesaat sebelum meatloaf itu habis,
dia membungkusnya dengan bacon.
"Hebat," kataku. "Ini adalah makanan sampingan vampir terbaik yang pernah ada."
"Hanya jika mentah. Bagaimana menurutmu?"
"Ini enak," Aku berkata dengan malas. Siapa yang tahu kalau bacon bisa membuat
perbedaan" "Kupikir kau bisa menjadi suami rumah tangga yang menjanjikan di
masa depan ketika Lissa bekerja dan menghasilkan uang jutaan dolar."
"Lucu, memang itulah mimpiku."
Kami meninggalkan kelas dengan suasana hati yang ringan. Sesuatu telah tumbuh
menjadi persahabatan diantara kami berdua, dan aku memutuskan kalau aku bisa
mengatasi enam minggu ke depan untuk menjaganya.
Dia dan Lissa akan bertemu di perpustakaan untuk belajar " atau berpura-pura
untuk belajar " tapi pertama-tama dia harus berhenti ke asramanya dulu. Jadi aku
mengikutinya melintasi lapangan, kembali ke udara musim dingin yang semakin
dingin sejak matahari terbenam tujuh jam yang lalu.
Salju di atas jalan kecil, yang mencair di bawah matahari, kembali membeku dan
membuat perjalanan berbahaya. Sepanjang jalan, kami bergabung dengan Brandon
Lazar, seorang Moroi yang tinggal satu ruangan dengan Christian. Brandon tidak
sedikitpin bisa menahan dirinya, mengulang serita petarungan yang ia saksikan di
kelas matematikanya. Kami mendengarkan cara bicaranya, kami semua tertawa
ketika memikirkan Alberta menyelinap melalui jendela.
"Hey, dia mungkin sudah tua, tapi dia bisa menangani hampir dari kita semua,"
kataku pada mereka. Aku memberikan Brandon wajah teka teki. Dia mendapatkan
memar dan banyak noda merah di wajahnya. He had bruises and red splotches on
his face. Dia juga mendapatkan beberapa bekas aneh di dekat telinganya.
"Apa yang terjadi padamu" Pernahkah kau bertarung dengan para pengawal juga?"
Senyumnya mendadak menghilang dan terlihat menjauh dariku.
"Ah, hanya terjatuh."
"Ayolah," kataku. Moroi mungkin tidak dilatih untuk bertarung layaknya kaum
dhampir tapi mereka juga ikut masuk dalam pertarungan dengan sesamanya sama
seperti yang terjadi pada yang lain. Sebagian besar, Brandon memang lebih
menyenangkan. Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Itu adalah jawaban yang tidak memuaskan yang merupakan alasan paling palsu di
dunia " "Itu benar," katanya, masih menghindari kedua mataku.
"Jika seseorang bercinta dengan mu, Aku bisa memberikan beberapa petunjuk." Dia
kembali menatapku, matanya terkunci.
"Biarkan saja." Dia menghindari perseteruan atau apapun, tapi ada nada keras di
dalam suaranya. Hampir seperti sia percaya jika mengatakan kalimat itu bisa
membuatku menurut padanya.
Aku terkikik. "Apa yang sebernya kau ingin lakukan" Memaksa ku " "
Tiba-tiba aku melihat pergerakan di sisi kiriku. Sebuah bayangan bercampur dengan
gelap di jejeran pohon pinus " tapi gerakannya cukup untuk menarik perhatianku.
Wajah Stan muncul dari kegelapan melompat ke arah kami. Akhirnya, tes
pertamaku. Adrenalin memuncak dalam diriku sama kuatnya jika Strigoi asli memang muncul.
Aku spontan bereaksi, mejangkau Brandon dan Christian. Gerakan pertama yang
harus dilakukan adalah mengorbankan hidupku sendiri untuk mereka. Aku
menyentak mereka berdua untuk menghentikan dan membalikan mereka dari
penyerangku, meraih pasakku untuk melindungi Moroi - dan saat itulah ia muncul.
Mason. Dia berdiri beberapa kaki di depanku, tepat di kanan Stan, terlihat seperti malam itu.
Tembus pandang. Berkilauan. Sedih.
Rambut di tengkukku berdiri. Aku membeku, tidak bisa bergerak atau
menyelesaikan serangan pasakku. Aku lupa dengan apa yang sedang aku lakukan
dan sama sekali kehilangan perhatian terhadap orang-orang dan keributan yang ada
disekitarku. Dunia bergerak lamban, segalanya memudar disekitarku.
Janya ada Mason " hantu, kilauan Mason bercahay dalam gelap dan terlihat dia
sangat ingin mengatakan sesuatu. Perasaan keputusasaan yang sama yang aku alami
di Spokane kembali padaku. Aku tidak bisa menolongnya saat itu. Aku tidak bisa
menolongnya sekarang. Perutku terasa dingin dan kosong. Aku tidak bisa melakukan
apapun selain berdiri disana, menduga-duga apa yang sebenarnya ingin ia katakan.
Dia mengangkat satu tangan transparannya dan menunjuk ke arah sisi kampus, tapi
aku tidak tahu apa maksudnya. Ada banyak hal disana dan sangat tidak jelas dia
menunjuk ke arah mana. Aku menggelengkan kepalaku, tidak mengerti tapi matimatian berharap aku bisa mengerti.
Penderitaan dalam wajahnya terlihat semakin dalam. Tiba-tiba, sesuatu membanting
bahuku dan aku tersandung ke depan. Dunia kembali pada kenyataan lagi,
menggertakku keluar dari keadaan alam mimpi dimana aku berada. Aku hanya bisa
sempat melemparkan tanganku untuk membuat diriku tidak terhempas ke tanah.
Aku menengadah dan melihat Stan berdiri di atasku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Hathaway!" ia menyalak. "Apa yang kau lakukan?" Aku mengerjap, masih mencoba
melepaskan keanehan ketika melihat Mason lagi. Aku merasa lemas dan pusing. Aku
melihat wajah marah Stan dan kemudian melirik ke arah dimana Mason tadi berada.
Dia sudah menghilang. Aku mengembalikan perhatianku lagi pada Stan dan
menyadari apa yang sudah terjadi.
Dalam kebingunganku, aku sepenuhnya berjarak dari Stan ketika dia melancarkan
serangannya. Dia sekarang sudah melingkarkan satu tangan ke leher Christian dan
satunya lagi di leher Brandon. Dia tidak menyakiti mereka. Tapi hasil akhirnya
sudah diputuskan. "Jika aku adalah Strigoi," dia mengeram," ada dua yang akan mati."
Lima SEBAGIAN BESAR MASALAH KEDISIPLINAN
di Akademi diserahkan pada Kepala Sekolah Kirova. Dia mengawasi Moroi dan
dhampir dengan cara yang sama dan sangat dikenal dengan kreativitasnya yang
sering menggunakan sederat panjang hukuman. Dia tidak kejam, pastinya, tapi dia
juga tidak lembut. Dia hanya memandang serius masalah sikap siswa dan
menanganinya sesuai dengan apa yang ia lihat cocok dengan hukumannya.
Ada beberapa masalah yang berada di luar jangkauan kekuasaannya. Pengawal
sekolah berkumpul bersama-sama membentuk komite displin yang jarang sekali
terdengar, sangat jarang sekali. Kau harus melakukan sesuatu yang sangat serius
untuk memancing respon mereka. Seperti, katakanlah, sengaja membahayakan
seorang Moroi. Atau terhipnotis sengaja membahayakan seorang Moroi.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Untuk terakhir kalinya," aku mengeram, "aku tidak melakukannya dengan sengaja."
Aku duduk di salah satu ruang pertemuan pengawal, berhadapan dengan komiteku:
Alberta, Emil, dan satu dari pengawal perempuan yang jarang ada di kampus,
Celeste. Mereka duduk si sepanjang meja, terlihat penting, sedangkan aku duduk di
kursi sendiri dan merasa sangat mudah diserang. Sebagian para pengawal lain
duduk dan melihat, tapi untunglah, tidak satupun dari teman sekelasku ada disini
melihatku dipermalukan. Dimitri duduk diantara para penonton itu. Dia bukan bagian komite dan aku
berangan-angan jika mereka menjauhkan Dimitri karena dia berpotensi untuk
memihakku karena ia mentorku.
"Nona Hathaway," kata Alberta, berada dalam mode seorang kapten, "kau harus
tahu mengapa kami sangat sulit untuk mempercayai semua itu."
Celeste mengangguk. "Pengawal Alto melihatmu. Kau menolak untuk melindungi
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua Moroi " termasuk orang yang secara spesifik adalah orang yang ditugaskan
untuk kau lindungi."
"Aku tidak menolak!" aku berteriak. "Aku...meleset."
"Itu bukan meleset," kata Stan dari kerumunan penonton. Dia melirik Alberta untuk
meminta izin berbicara. "Bolehkah?" Dia mengangguk dan berbalik ke arahku.
"Jika kau menghalangiku atau menyerangku dan kemudian gagal, itu baru bisa
dikatakan meleset. Tapi kau tidak menghalangi. Kau tidak menyerang. Kau bahkan
tidak mencoba. Kau hanya berdiri disana seperti patung dan tidak melakukan
apapun." Dapat dimengerti, aku merasa terhina. pemikiran mengenai aku yang dengan
sengaja meninggalkan Christian dan Brandon untuk "dibunuh" oleh seorang Strigoi
adalah sangat tidak masuk akal. Tapi apa yang bisa aku lakukan" Aku mengaku kalau
aku mengacaukan keseluruhannya atau telah melihat hantu. Tidak dari kedua
pilihan itu yang menarik, tapi aku harus menghilangkan kerugianku: yang satu
membuatku terlihat tidak mampu. Yang satunya membuatku terlihat gila. Aku tidak
ingin dihubungkan dengan keduanya. Aku lebih memilih dikaitkan dengan
gambaran diriku yang biasa seperti "gegabah" dan "pengacau".
"Mengapa aku mendapatkan masalah untuk kekacauan ini?" aku bertanya hati-hati.
"Maksudku, aku melihat Ryan lebih dulu mengacau. Dia tidak mendapatkan
masalah. Apakah ini yang merupakan tujuan utama dari latihan ini" Praktek" Jika
kami sudah sempurna, kalian pastilah sudah melepaskan kami ke dunia luar!"
"Tidakkah kau mendengarkan?" tanya Stan. Aku bersumpah melihat urat berdenyut
di dahinya. Kupikir hanya dia yang memiliki kemarahan yang sama denganku. Di
saat-saat paling akhir, dialah satu-satunya (selain aku) yang menujukkan emosinya.
Yang lain menggunakan wajah bertaruh, tapi kemudian, tidak satupun dari mereka
yang menyaksikan apa yang sedang terjadi. Jika aku berada di posisi Stan, aku
mungkin memiliki pikiran yang lebih buruk terhadap diriku juga.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Kau tidak mengacau, sebab "mengacau" itu berarti kau telah melakukan sesuatu."
"Baiklah kalau begitu. Aku membeku." Aku menatapnya menantang. "Tidakkah itu
dihitung sebagai tidak mengacau juga" Aku kalah di bawah tekanan dan kosong. Itu
berarti aku tidak siap. Saat itu datang dan aku panik. Ini terjadi pada semua novis
sepanjang waktu." "Untuk seorang novis yang sudah pernah membunuh strigoi?" tanya Emil. Dia dari
Romania, aksennya sedikit tebal dari aksen Rusia Dimitri. Tidak terdengar bagus
sebenarnya. "Itu sungguh tidak dapat dipercaya."
Aku memberikan tatapan tajam padanya dan semua orang yang ada di ruangan itu.
"Oh, aku mengerti. Setelah satu kali insiden, sekarang aku diharapkan sebagai ahli
pembunuh Strigoi" Aku tidak boleh panik atau menjadi takut atau apapun" Masuk
akal. Trims, teman-teman. Adil. Benar-benar adil." Aku merosot kembali di tempat
dudukku, tangan menyilang di dadaku. Tidak ada gunanya menentang mereka. Aku
sudah cukup mengeluarkan isi hatiku. Alberta mengelus dan membungkuk ke depan.
"Kita sedang memperdebatkan arti dari ucapanmu. Masalah teknik bukan inti
masalah disini. Apa yang terpenting adalah apa yang terjadi tadi pagi, kau
memperjelas kalau kau tidak ingin menjaga Christian Ozera. Faktanya ... kurasa kau
bahkan berkata kalau kau ingin kami yakin kalau kami memahami bahwa apa yang
akan kau lakukan bila melawan kehendakmu sendiri dengan menjaga Ozera dan
dengan cepat kami tahu betapa mengerikannya ide itu." Ugh. Aku sudah mengatakan
itu. Sejujurnya, apa yang sedang aku pikirkan"
"Dan kemudian, ketika tes pertamamu datang, kami menemukan kau sama sekali
diam dan benar-benar tidak merespon."
Aku hampir terbang dari kursiku. "Jadi itulah inti dari semua ini" Kau pikir aku
tidak melindungi dia karena beberapa jenis dendam aneh?" Mereka bertiga
menatapku. "Kau tidak dikenal sebagai orang yang bisa menerima sesuatu yang tidak kau suka
dengan tenang dan anggun," dia menjawab kecut.
Kali ini, aku berdiri, mengacungkan jariku ke arahnya. "Tidak benar. aku sudah
mengikuti setiap aturan yang Kirova perintahkan untukku sejak aku datang kembali
kesini. Aku sudah pergi ke semua latihan dan mematuhi setiap jam malam." Well,
aku berbohong dengan beberapa jam malamku tapi itu semua tidak disengaja. semua
itu kulakukan untuk mendapatkan yang lebih baik.
"Tidak ada alasan untukku melakukan hal-hal tersebut hanya karena dendam! Hal
baik apa yang bisa kudapatkan" Stan " Pengawal Alto tidak benar-benar menyakiti
Christian, jadi ini tidak seperti aku melihatnya dipukul atau sesuatu. Satu-satunya
hal yang bisa membuatku menyelesaikan dengan hal seperti itu adalah dibawa ke
tengah situasi seperti ini dan kemungkinan akan berhadapan dengan pemberhentian
dari ujian lapangan."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Kau memang sedang menghadapi pemberhentian dari ujian lapangan," jawab
Celeste datar. "Oh." aku terduduk, tiba-tiba tidak merasa seberani tadi. Sunyi menggantung di
dalam ruangan untuk beberapa lama, dan kemudian aku mendengar suara Dimitri
berbicara dari belakangku.
"Dia benar," katanya. Jantungku berdebar nyaring dalam dadaku. Dimitri tahu
sekali kalau aku tidak akan mungkin mengambil resiko seperti ini. Dia tidak
berpendapat kalau aku adalah orang yang berpikiran picik.
"Jika dia ingin protes atau balas dendam, dia akan melakukannya dengan cara lain."
Well, tidak terlalu picik paling tidak.
Celeste mengerutkan dahi, " Ya, tapi setelah apa yang ia lakukan tadi pagi ..."
Dimitri mengambil beberapa langkah ke depan dan berdiri di samping kursiku.
Memiliki kehadirannya yang mendukung di dekatku, membuatku terhibur. Aku
mendapatkan kilatan Dimitri d?j? vu, kembali ke saat dimana Lissa dan aku kembali
ke Akademi musim gugur yang lalu. Kepala sekolah kirova hampir mengusirku dan
saat itu Dimitri berdiri untukku juga.
"Semua hal terperinci ini," katanya. "Terlepas dari bagaimana mecurigakannya
sesuatu yang kau lihat, tidak ada bukti. Mengeluarkannya dari ujian lapangan " dan
khususnya menunda kelulusannya " sedikit keterlaluan tanpa adanya sedikitpun
kepastian mengenai hal ini." Komite terlihat memikirkan, dan aku memfokuskan
perhatianku pada Alberta. Dia yang paling memiliki kuasa disini. Aku selalu
menyukainya, dan dalam waktu kebersamaan kami, dia menjadi keras tapi selalu
adil hingga ke hal-hal kecil. Kuharap hal itu benar ada dalam dirinya. Ia memberi
isyarat Celeste dan Emil untuk mendekatinya, dan dua pengawal lain
mencondongkan diri mendekatinya. Mereka melakukan pembicaraan berbisik.
Aberta memberikan sebuah anggukan menyudahi dan yang lain mundur.
"Miss Hathaway, apa kau memiliki sesuatu yang ingin kau katakan sebelum kami
menyatakan keputusan kami?" Yang ingin kukatakan" Ya. Ada berton-ton hal yang
ingin ku katakan. Aku ingin mengatakan kalau aku bukannya tidak mampu. Aku
ingin mengatakan pada mereka kalau akan adalah salah satu novis terbaik disini.
Aku ingin mengatakan kalau aku melihat Stan datang dan hampir bereaksi. aku
khususnya ingin mengatakan pada mereka kalau aku tidak ingin mendapatkan tanda
ini dalam catatanku. Meski jika aku tetap melaksanakan ujian lapangan, aku pasti
mendapatkan nilai F untuk tes pertamanku. Itu mempengaruhi keseluruhan nilaiku,
dan setelah itu mempengaruhi masa depanku.
Tapi kemudian, pilihan apa yang aku punya" mengatakan pada mereka kalau aku
baru saja melihat sesosok hantu" hantu dari seorang cowok yang pernah tergila-gila
padaku dan mati karena kegilaan itu" aku masih tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi dengan penghlihatan ini. Pertama kali aku bisa melupakannya dengan
keletihan ... tapi aku masih melihatnya " atau itu " dua kali sekarang. apakah dia
nyata" Akal tertinggiku mengatakan tidak, tapi sejujurnya, itu tidak masalah saat itu.
Jika dia nyata dan aku mengatakan pada mereka, mereka akan berpikir kalau aku
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com sudah gila. Jika dia tidak nyata dan aku mengatakan pada mereka, mereka akan
menganggap aku sudah gila " dan mereka benar. aku tidak bisa menang disini.
"Tidak ada, Pengawal Petrov," kataku, berharap suaraku terdengar menurut. "Tidak
ada yang ingin ditambahkan."
"Baiklah," katanya dengan lelah. "Inilah yang sudah kami putuskan. Kau beruntung
memiliki pengawal Belikov yang membelamu, atau keputusan ini mungkin akan
menjadi berbeda. Kami memberikan kau keuntungan dari keragu-raguan ini. Kau
akan melanjutkan ujian lapangan dan tetap melanjutkan menjaga Tuan Ozera. Kau
dalam semacam masa percobaan."
"Baiklah," kataku. Aku sudah banyak mendapatkan masa percobaan
kehidupan akademikku. "Terima aksih."
dalam "Dan," dia menambahkan. Ooh. "Sebab kecurigaan belum sepenuhnya hilang, kau
akan menghabiskan hari liburmu minggu ini untuk melakukan pelayanan
komunitas." aku meloncat lagi dari kursiku.
"Apa?" tangan Dimitri menahan lenganku, jari-jarinya hangat dan mengontrol.
"Duduk," dia mengumam di telingaku, menarik ku kembali ke kursi. "ambil apa yang
bisa kau dapatkan." "Jika ini menjadi masalah, kami bisa menjadikannya dua minggu," Celeste
memperingatkan. "dan lima minggu berikutnya." Aku terduduk dan menggelengkan
kepala. "Maafkan aku. Terima kasih."
Sidang bubar, dan aku pergi dengan perasaan lelah dan seperti habis dipukuli.
kehilangan satu-satunya hari yang kupunya" Jelas sekali semangat yang kurasakan
sebelum ujian lapangan beberapa minggu lalu tidak terjadi pagi ini. Alberta
menyuruhku untuk menemukan Christian, tapi Dimitri berkata kalau dia punya
waktu berdua denganku. Alberta setuju, tidak diragukan lagi kalau dia berharap
Dimitri mengaturku untuk tetap lurus dan terkendali.
Ruangan kosong, dan kupikir dia akan duduk dan berbicara denganku seketika itu
juga, tapi ia malah berjalan menjauh ke meja kecil dimana dispenser air berada,
kopi, dan beberapa minuman.
"Kau ingin cokelat panas?" tanyanya.
Aku tidak menduganya sebelumnya. "Tentu."
Dia memasukkan empat bungkus cokelat panas instan ke dalam dua gelas Styrofoam
dan kemudian menambahkan air panas.
"Menggandakannya adalah rahasianya," katanya ketika gelasnya penuh.
Dia menyerahkan miliku beserta pengaduk kayu dan kamudian berjalan ke arah sisi
pintu. Memberanikan diri bahwa seharusnya aku mengikutinya, aku bergegas
mengejarnya tanpa menumpahkan cokelat panasku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Kemana kita akan " oh."
aku melangkah menuju pintu dan menemukan diriku sendiri berada di teras kaca
tertutup kecil yang dipenuhi oleh meja teras kecil. Aku tidak tahu teras ini
berdekatan dengan ruang pertemuan, tapi meskipun begitu, ini adalah gedung
tempat dimana pengawal mengerjakan segala kepentingan kampus. Novis sangat
jarang dizinkan masuk. Aku juga tidak menyadari gedung ini dibangun mengelilingi
halaman kecil, tempat yang diperlihatkan teras ini. Pada musim panas, aku
membayangkan dapat membuka jendelanya dan dikelilingi oleh nuansa hijau dan
udara yang hangat. Sekarang, terbungkus dalam kaca dan beku, aku merasakan
seperti aku sedang berada di semacam istana es.
Dimitri menyapukan tangannya ke kursi, menghilangkan debu. aku melakukan hal
yang sama dan duduk di hadapannya. Sebenarnya ruangan ini tidak berguna banyak
untuk digunakan dalam musim dingin. Sebab ruangan ini mengurung, udara dalam
ruangan biasanya lebih hangat daripada di luar, tapi tidak terlalu panas sebenarnya.
Udara terasa sejuk, dan aku menghangatkan kedua tanganku pada gelasku.
kesunyian terasa diantara Dimitri dan aku. Satu-satunya suara datang dariku yang
sedang meniup-niup cokelat panasku. Dia langsung meminum miliknya. Dia sudah
membunuh Strigoi bertahun-tahun. Apakah panas airnya menjadi tidak terasa
seketika juga" Saat kami duduk dan diam tumbuh, aku mempelajarinya dari tepi gelasku. Dia tidak
menatapku, tapi aku tahu dia tahu aku sedang menatapnya. Seperti waktu-waktu
yang lain ketika aku menatapnya, aku selalu terhenti saat manatapnya. rambut yang
berwarna hitam lembut yang selalu ia sampirkan ke belakang telinganya tanpa ia
sadari, rambut yang tidak pernah diam ingin selalu menjadi dasi yang melingkari
lehernya. Matanya juga cokelat, yang entah bagaimana terlihat lembut dan ganas di
saat yang sama. Bibirnya memiliki kualitas yang berlawanan, kurasa. Ketika ia
bertempur atau berurusan dengan sesuatu yang kejam, bibir itu akan licin dan keras.
Tapi diwaktu yang lain ... ketika ia tertawa atau mencium ... well, bibir itu akan
menjadi lembut dan mengagumkan.
Hari ini, lebih dari tampilan luarnya menyentuhku. Aku merasa hangat dan aman
hanya karena bersamanya. dia membawa rasa nyaman setelah hari burukku. Sangat
sering bersama orang lain, aku merasa butuh menjadi pusat perhatian, lucu, dan
selalu punya hal pintar yang bisa kukatakan pada orang-orang. Itu adalah kebiasaan
yang aku butuhkan untuk menjadi seorang pengawal, melihat pekerjaan itu
membutuhkan lebih banyak diam.
Tapi dengan dimitri, aku tidak pernah merasakan kalau aku harus menjadi sesuatu
atau lebih dari apa yang aku punya. Aku tidak perlu menghiburnya atau memikirkan
guraan atau bahkan menggoda. Sudah cukup kebersamaan dengannya, menjadi
nyaman dengan keberadaan masing-masing " selain ketegangan seksual yang
membara " yang menghilangkan pengedalian diri " kesadaran.
Api Di Bukit Menoreh 25 Boulevard Revenge Karya Crimson Azzalea Triping 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama