Ceritasilat Novel Online

Tiada Yang Abadi 2

Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon Bagian 2


Pengalaman itu menyebabkan Paige semakin dekat lagi dengan Alfred Turner. Mereka bermain bersama-sama, melakukan ekspedisi bersama-sama, dan berbagi impian.
"Aku juga akan jadi dokter setelah dewasa nanti," Alfred bercerita. "Kita akan menikah, dan kita akan bekerja bersama-sama."
"Dan kita bakal punya banyak anak."
"Tentu. Kalau kau mau."
Pada malam ulang tahun Paige keenam belas, keakraban mereka yang telah terjalin sejak masa kanak-kanak memasuki dimensi baru. Ketika itu mereka berkemah di sebuah desa kecil di Afrika Timur. Para dokter sedang memenuhi panggilan darurat untuk menangani wabah penyakit, dan yang tinggal di perkemahan hanya Paige, Alfred, dan juru masak.
Setelah makan malam, mereka beranjak tidur. Tapi tengah malam Paige terbangun di tendanya, karena gemuruh langkah binatang yang berlari tunggang-langgang. Ia berbaring di tempat tidur sementara gemuruh itu semakin keras, dan ia mulai ngeri. Tak dapat dipastikan kapan ayahnya dan yang lain kembali.
Ia turun dari ranjang. Tenda Alfred hanya berjarak beberapa meter. Tanpa pikir panjang, Paige berlari ke tenda Alfred.
Pemuda itu sedang tidur. "Alfred!" Alfred langsung duduk. "Paige" Ada apa?"
"Aku takut. Boleh aku masuk ke tempat tidurmu sebentar?"
"Tentu." Mereka berbaring berdampingan, mendengarkan binatang-binatang menerobos semak-semak.
Dalam beberapa menit saja gemuruh itu mulai menjauh.
Alfred mulai menyadari kehangatan tubuh Paige di sebelahnya.
"Paige, sebaiknya kau kembali saja ke tendamu."
Paige merasakan gairah Alfred yang mulai bangkit
Semua kebutuhan biologis yang selama itu terpendam dalam diri masing-masing mendadak meledak. "Alfred."
"Ya?" Suara pemuda itu terdengar parau. "Kita bakal jadi suami-istri, kan?" "Ya."
"Kalau begitu, boleh."
Dan suara-suara rimba di sekeliling mereka lenyap. Mereka mulai menjelajahi dunia baru yang belum pernah dimiliki orang lain selain mereka. Mereka menikmati keajaiban yang mereka temui. Menjelang fajar, Paige kembali ke tendanya, .dan dalam hati ia berkata dengan bahagia, Aku sudah jadi wanita sekarang.
Dari waktu ke waktu, Curt Taylor mengusulkan agar Paige kembali ke Amerika Serikat untuk tinggal di rumah pamannya yang indah di Deerfield, sebelah utara Chicago.
"Kenapa?" Paige selalu bertanya. "Supaya kau bisa menjadi wanita muda yang beradab.
"Aku memang wanita muda yang beradab."
"Wanita muda yang beradab tidak menggoda monyet liar dan mencoba menunggangi bayi zebra."
Jawaban Paige selalu sama, "Aku takkan meninggalkan Ayah."
Ketika Paige bemsia tujuh belas, tim WHO berangkat ke sebuah desa di hutan Afrika Selatan untuk menanggulangi wabah tifus. Situasi bertambah runyam karena tak lama setelah para dokter tiba, terjadi perang antara dua suku setempat. Curt Taylor disarankan pergi.
"Demi Tuhan, saya tak bisa pergi. Saya punya pasien-pasien yang akan mati kalau saya meninggalkan mereka."
Empat hari kemudian, desa itu diserang. Paige dan ayahnya meringkuk di dalam pondok kecil mereka, mendengarkan teriakan-teriakan dan letusan-letusan senapan di luar.
Paige takut sekali. "Kita akan dibunuh!"
Ayahnya memeluknya.. "Mereka takkan menyakiti kita, Sayang. Kita di sini untuk menolong mereka. Mereka tahu kita teman."
Dan ia benar. Salah satu kepala suku memasuki pondok mereka bersama beberapa prajuritnya. "Jangan takut. Kami lindungi kalian." Dan itulah yang mereka lakukan.
97 Pertempuran dan tembak-menembak akhirnya berhenti, tapi pada pagi hari Curt Taylor mengambil Keputusan.
Ia mengirim pesan kepada saudaranya. Paige kupulangkan naik pesawat berikut. Detail menyusul Tolong jemput di bandara,
Paige marah sekali ketika diberitahu. Ia terisak-isak ketika dibawa ke lapangan terbang kecil dan berdebu, tempat sebuah Piper Cub sudah menunggu untuk menerbangkannya ke kota. Di sana ia akan berganti pesawat untuk menuju Johannesburg.
"Ayah menyurahku pergi karena sudah bosan melihatku!" jeritnya.
Ayahnya memeluknya dengan erat. "Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini, Sayang. Setiap menit aku akan merindukanmu. Tapi tak lama lagi aku akan kembali ke Amerika Serikat, dan kite bisa bersama-sama lagi." "Janji?" "Janp."
Alfred ikut mengantar Paige.
"Jangan khawatir/ ia berkata pada Paige. "Aku akan menjemputmu secepat mungkin. Maukah kau menungguku?"
Pertanyaan konyol, "Tentu saja aku akan menunggu."
Tiga hari kemudian, ketika pesawat Paige tiba di Bandara O"Hare di Chicago, Paman Richard sudah i menunggunya. Paige belum pernah bertemu pamannya. Ia hanya tahu pamannya pengusaha kaya raya yang sudah beberapa tahun menduda karena ditinggal mati istrinya. "Dialah anggota keluarga kita yang berhasil jadi orang," ayah Paige selalu berkata.
Ucapan pertama pamannya membuat Paige tercengang. "Maaf, Paige, tapi aku punya berita buruk untukmu. Aku baru terima kabar ayahmu terbunuh dalam pemberontakan pribumi."
Dunia Paige hancur seketika. Paige begitu terpukul, sehingga tidak tahu apakah ia sanggup bertahan. Paman takkan melihatku menangis, ia bertekad. Aku takkan menangis. Seharusnya aku jangan pergi. Aku akan kembali ke sana.
Ketika meninggalkan bandara, Paige memandang ke luar jendela mobil pamannya, memperhatikan lalu lintas yang padat.
"Aku benci Chicago."
"Kenapa?" "Chicago adalah hutan belantara."
Richard tidak mengizinkan Paige kembali ke Afrika untuk menghadiri pemakaman ayahnya. Paige jadi berang.
Pamannya berusaha membujuknya. "Paige, ayahmu sudah dikubur. Tak ada gunanya kau kembali ke sana."
Tapi bagi Paige ada gunanya: Alfred ada di sana.
Beberapa hari setelah Paige tiba, pamannya mengajaknya bicara mengenai masa depan.
"Tak ada yang perlu dibicarakan," ujar Paige. "Aku akan jadi dokter."
Pada usia 21, setelah lulus dari college, Paige mendaftarkan diri di sepuluh sekolah kedokteran dan diterima oleh semuanya. Ia memilih sekolah di Boston.
Paige memerlukan dua hari untuk menghubungi Alfred melalui telepon di Zaire, tempat Alfred bekerja paro waktu pada sebuah unit WHO.
Ketika Paige menyampaikan kabar itu, Alfred berkata, "Bagus sekali, Sayang. Kuliah kedokteranku sudah hampir selesai. Untuk sementara aku akan bergabung dengan WHO, tapi dalam beberapa tahun kita akan buka praktek bersama-sama."
Bersama-sama. Kata-kata yang penuh pesona.
"Paige, aku sudah tak kuat menahan rindu. Kalau aku bisa minta cuti beberapa hari, maukah kau menemuiku di Hawaii?"
Paige tak perlu berpikir dua kali. "Ya."
Tak lama setelah itu, mereka bertemu di Hawaii. Belakangan, Paige hanya bisa mengira-ngira betapa sulitnya bagi Alfred menempuh perjalanan panjang itu, tapi Alfred tak pernah menyinggungnya.
Mereka menghabiskan tiga hari yang luar biasa di hotel kecil bernama Sunny Cove di Hawaii, dan mereka seakan-akan tak pernah berpisah. Paige ingin sekali mengajak Alfred kembali ke Boston dengannya, tapi ia sadar permintaan itu terlalu egoistis. Tugas yang dijalankan Alfred jauh lebih penting.
Pada hari terakhir, ketika mereka sedang berpakaian, Paige bertanya, "Alfred, setelah ini kau akan dikirim ke mana?"
"Gambia, atau Bangladesh,-mungkin."
Untuk menyelamatkan nyawa, untuk menolong mereka yang benar-benar membutuhkannya. Ia memeluk Alfred dengan erat dan memejamkan mata. Ia tak ingin melepaskannya lagi.
Seolah-olah bisa membaca pikiran Paige, Alfred berkata, "Aku takkan pernah, membiarkanmu pergi."
Paige mulai kuliah kedokteran, ia dan Alfred saling menyurati secara teratur. Tak peduli di bagian dunia mana Alfred berada, ia selalu menelepon Paige pada hari ulang tahunnya dan pada hari Natal. Beberapa waktu sebelum Malam Tahun Baru, ketika Paige sedang menempuh kuliah tahun kedua, Alfred menelepon. "Paige?"
"Alfred! Kau ada di mana?" "Di Senegal. Setelah kuhitung-hitung, ternyata jaraknya cuma 8.800 mil dari Hotel Sunny Cove." Paige sempat terbengong-bengong. "Maksudmu?"" .
"Kau bisa menemuiku di Hawaii untuk bermalam Tahun Bara?" "Oh, ya! Ya!"
Alfred menempuh perjalanan hampir setengah keliling dunia untuk menjumpai Paige, dan kali ini perasaan mereka bahkan lebih kuat lagi. Waktu seakan-akan berhenti bagi mereka berdua.
"Tahun depan aku akan diangkat sebagai pemimpin tim di WHO," Alfred bercerita. "Setelah kau lulus nanti, kita akan menikah"."
Setelah itu, mereka sempat bertemu sekali lagi, dan bila keadaan tidak memungkinkan untuk bertemu, surat-surat mereka menjembatani waktu dan jarak.
Selama bertahun-tahun Alfred bekerja sebagai dokter di negara-negara Dunia Ketiga, seperti ayahnya dan ayah Paige, meneruskan tugas mulia yang sebelumnya telah mereka emban. Dan sekarang, akhirnya, ia akan pulang.
Paige membaca telegram Alfred untuk kelima kalinya, dan dalam hati berkata, Dia akan datang ke San Francisco!
Kat dan Honey sedang tidur di kamar masing-masing. Paige membangunkan mereka. "Alfred datang! Dia datang! Hari Minggu dia sudah tiba di simT
"Bagus,?"Kat bergumam. "Bagaimana kalau hari Minggu saja kaubangunkan aku" Aku baru saja mulai tidur."
Tanggapan Honey lebih bersahabat. Ia duduk di tempat tidur dan berkata, "Oh, asyik! Aku sudah tak sabar berkenalan dengannya. Kapan kau terakhir bertemu dia?"
"Dua tahun lalu," jawab Paige, "tapi kami terus berhubungan."
"Kau beruntung sekali," ujar Kat sambil mendesah. "Hmm, berhubung kita semua sudah bangun, kubuatkan kopi dulu deh."
Mereka pindah ke meja dapur.
"Bagaimana kalau kita bikin pesta untuk Alfred?" Honey mengusulkan. "Semacam pesta "Selamat Datang Pengantin Pria"."
"Ide bagus," Kat menyetujui.
"Kita bikin pesta yang meriah?kue tar, balon-balon?pokoknya lengkap deh!"
"Kita masak hidangan makan malam untuk dia," kata Honey.
Kat menggelengkan kepala. "Masakanmu sudah kucicipi. Lebih baik kita beli di luar saja."
Masih ada empat hari sampai hari Minggu, dan mereka menghabiskan selumh waktu luang untuk membahas kedatangan Alfred. Dan berkat suatu keajaiban, ketiga-tiganya bebas tugas pada hari Minggu.
Hari Sabtu, Paige menyempatkan diri pergi ke salon. Kemudian ia berbelanja dan membeli gaun bara.
"Bagaimana" Menurutmu dia akan suka?"
"Kau kelihatan cantik sekali!" Honey menenangkannya. "Kuharap dia pantas mendapatkanmu."
Paige tersenyum. "Kuharap aku pantas mendapatkan dia. Kau pasti akan menyukainya. Dia benar-benar luar biasa."
Pada hari Minggu yang ditunggu-tunggu, makan siang mewah yang mereka pesan telah tertata apik di meja makan, berikut sebotol sampanye dalam
bejana berisi es. Mereka mondar-mandir dengan gelisah, menunggu kedatangan Alfred.
Pukul dua siang, bel pintu berdering. Paige segera berlari membuka pintu. Alfred berdiri di depan pintu. Ia tampak agak letih dan lebih kuras. Namun tetap Alfred. Di sampingnya ada wanita berambut cokelat yang kelihatannya berusia tiga puluhan.
"Paige!" seru Alfred.
Paige langsung memeluknya. Kemudian ia berpaling kepada Honey dan Kat, dan berkata dengan bangga, "Perkenalkan, Alfred Turner. Alfred, ini teman-temanku yang tinggal bersamaku. Honey Taft dan Kat Hunter."
"Apa kabar?" ujar Alfred. Ia menoleh kepada wanita di sebelahnya. "Dan ini Karen Turner. Istriku."
Ketiga wanita itu berdiri terpaku. Paige berkata pelan-pelan, "Istrimu?" "Ya." Alfred mengerutkan kening. "Kau" kau belum terima suratku?" "Surat?"
"Ya. Kukirim beberapa minggu lalu."
"Belum"." "Oh. Aku" aku minta maaf. Semuanya kujelaskan dalam" tapi kalau kau belum terima?" Ia terdiam. "Aku benar-benar menyesal, Paige. Kau dan aku berpisah begitu lama, sehingga aku" lalu aku bertemu Karen" kau pasti mengerti,,.?"
"Aku mengerti," balas Paige dengan kaku. Ia
berpaling pada Karen dan memaksakan senyum. "Aku" kuharap kau dan Alfred akan bahagia."
"Terima kasih."
Hening. Karen berkata, "Kurasa lebih baik kita berpamitan dulu, Sayang."
"Ya. Rasanya lebih baik begitu," ujar Kat.
Alfred mengusap rambutnya. "Aku benar-benar menyesal, Paige. Aku" ehm" sampai jumpa."
"Sampai jumpa, Alfred."
Ketiga wanita itu terbengong-bengong menyaksikan Kepergian pasangan pengantin baru itu.
"Dasar bajingan!" kata Kat. "Tega-teganya dia berbuat begitu."
Kedua mata Paige berkaca-kaca. "Aku" dia tidak bermaksud" maksudku" dia pasti sudah menjelaskan segala sesuara dalam suratnya."
Honey merangkul Paige. "Mestinya ada undang-undang yang mengharuskan semua laki-laki dikebiri."
"Setuju!" ujar Kat.
"Permisi sebentar," kata Paige. Ia bergegas ke kamarnya dan menutup pintu. Sepanjang hari ia tidak keluar lagi.
5 Selama beberapa bulan berikut, Paige jarang bertemu Kat dan Honey. Kadang-kadang mereka terburu-buru makan pagi bersama di kafetaria, dan sesekali berpapasan di lorong-lorong ramah sakit. Hubungan mereka bisa dikatakan terbatas pada pesan-pesan yang mereka tinggalkan di apartemen. "Makan malam ada di lemari es." "Microwave sedang rusak." "Sori, aku tidak sempat beres-beres." "Bagaimana kalau malam Minggu besok kita makan malam bersama-sama di luar?"
Mereka terus-menerus dibebani jam kerja yang panjang, dan beban itu menguji batas ketahanan semua resident.
Paige justru mensyukuri keadaan itu, sebab ia jadi tak punya waktu untuk memikirkan Alfred serta masa depan indah yang telah mereka rencanakan bersama-sama. Namun ia tetap tidak berhasil menyingkirkan Alfred dari pikirannya. Alfred telah menimbulkan kepedihan mendalam yang tak
mau hilang. Paige menyiksa diri dengan permainan "Coba kalau?" yang sia-sia.
Coba kalau aku tetap tinggal di Afrika bersama Alfred"
Coba kalau dia ikut aku ke Chicago" Coba kalau dia tidak bertemu Karen" Coba kalau?"Suatu hari Jumat, ketika Paige masuk ke kamar ganti untuk mengenakan baju operasi, ia menemukan kata "sundal" tertulis dengan spidol tebal berwarna hitam.
Keesokan harinya, ketika Paige mencari buku catatannya, buku itu ternyata hilang. Semua catatannya lenyap. Mungkin aku salah taruh, pikir Paige. Tapi ia sendiri tak percaya.
Dunia di luar rumah sakit seakan-akan tidak ada. Paige tahu Irak menyerbu Kuwait, tapi kejadian itu terasa hambar dibandingkan nasib anak umur lima belas tahun yang sedang menanti ajal karena penyakit leukemia yang dideritanya. Pada hari Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu kembali, Paige sibuk menyelamatkan nyawa pasien yang mengidap diabetes. Margaret Thatcher mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri Inggris, tapi bagi Paige lebih penting pasien di Kamar 214 sudah mampu berjalan lagi. Paige sanggup bertahan karena dokter-dokter
yang bekerja sama dengannya. Dengan beberapi perkecualian, mereka mengabdikan diri untuk menyembuhkan orang lain, menghilangkan rasa sakit, dan menyelamatkan nyawa. Setiap hari Paige menyaksikan keajaiban yang berhasil mereka capai, dan itu memberikan perasaan bangga pada dirinya.
Tugas paling berat adalah tugas ER. Ruang gawat darurat selalu penuh sesak dengan orang-orang yang menderita segala macam cedera.
Beban kerja di rumah sakit serta tekanan yang tak pernah berakhir menyebabkan para dokter dan jura rawat yang bekerja di sana mengalami stres. Tingkat perceraian di kalangan dokter luar biasa tinggi, dan hubungan asmara di luar nikah bukan sesuatu yang aneh.
Tom Chang termasuk orang yang mengalami masalah. Ia bercerita pada Paige sambil minum kopi.
"Jam kerja kita tak jadi soal bagiku," Chang membuka isi hatinya, "tapi bagi istriku ini masalah besar. Dia mengeluh aku tak pernah punya waktu untuknya, dan aku jadi orang asing bagi putri kami yang masih kecil. Dia benar. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan."
"Istrimu sudah pernah ke sini?"
"Belum." "Bagaimana kalau kauajak dia makan siang di sini, Tom" Supaya dia bisa lihat sendiri, apa saja yang kaukerjakan dan betapa penting pekerjaanmu."
Wajah Chang menjadi cerah. "Itu ide bagus.
Thanks, Paige. Nanti kuajak dia ke sini. Sekalian aku akan memperkenalkannya padamu. Kau mau ikut makan siang bersama kami?" "Dengan senang hati."
Istri Chang, Sye, ternyata wanita muda yang ramah, dengan kecantikan klasik yang tak mengenal batas waktu. Chang membawanya keliling ramah sakit; setelah itu, mereka makan siang bersama Paige di kafetaria. ? Cl^s
Chang telah memberitahu Paige bahwa Sye lahir dan dibesarkan di Hong Kong.
"Anda kerasan di San Francisco?" tanya Paige.
Hening sejenak. "Kotanya menarik," Sye berkata dengan sopan, "tapi" saya merasa terasing di sini. Kotanya terlalu besar, terlalu bising."
"Tapi setahu saya, Hong Kong juga besar dan bising."
"Saya berasal dari desa kecil, kira-kira satu jam dari Hong Kong. Di sana tak ada kebisingan dan tak ada mobil, dan semua tetangga saling mengenal." Ia menatap suaminya. "Tom, saya, dan putri kami bahagia sekali di sana. Pulau Llama sangat indah. Ada pantai berpasir putih dan ladang-ladang, dan tidak jauh dari sana ada desa nelayan kecil, Sak Kwu Wan. Semuanya begitu tenteram."
Suaranya sarat dengan nostalgia. "Suami saya dan saya sering menghabiskan waktu bersama-sama, seperti layaknya sebuah keluarga. Di sini, saya tak pernah melihatnya."
i no Paige berkata, "Mrs. Chang, saya tahu semuanya terasa serba susah sekarang, tapi dalam beberapa tahun Tom sudah bisa membuka praktek sendiri, dan dia tak perlu lagi membanting miang seperti di sini."
Tom Chang meraih tangan istrinya. "Betul, kan" Semuanya akan baik-baik saja, Sye. Kau hams bersabar."
"Aku tahu," katanya. Namun tak ada nada yakin dalam suaranya.
Ketika mereka tengah mengobrol, seorang pria memasuki kafetaria. Ia berdiri di pintu, dan Paige hanya bisa melihat bagian belakang kepalanya. Jantungnya mulai berdebar-debar. Orang itu menoleh. Ternyata Paige belum pernah melihatnya. Chang memperhatikan Paige. "Ada apa?" "Tidak ada apa-apa," Paige berbohong. Aku harus melupakan dia. Semuanya sudah berakhir. Tapi meski demikian, kenangan indah selama bertahun-tahun, kegembiraan, kegairahan, cinta kasih yang terjalin di antara mereka" Bagaimana mungkin aku melupakan itu semua" Barangkali aku bisa membujuk salah satu dokter di sini untuk melakukan lobotomi padaku.
Paige berpapasan dengan Honey di lorong. Honey sedang tersengal-sengal. Ia tampak cemas. "Ada apa?" tanya Paige.
Honey tersenyum gelisah. "Tidak ada apa-apa." Ia kembali bergegas menyusuri koridor. Honey termasuk kelompok resident yang dibimbing dokter bernama Charles Isler, yang dikenal sangat mementingkan disiplin.
Pada hari pertama Honey mengikuti kunjungan pasien, Dr. Isler berkata, "Saya senang sekali bisa bekerja sama dengan Anda, Dr. Taft. Dr. Wallace telah menceritakan prestasi menonjol yang Anda raih di bangku kuliah. Kalau tidak salah, Anda akan mendalami ilmu penyakit dalam?"
"Ya." "Bagus. Nah, berarti Anda masih tiga tahun di sini."
Kunjungan pun dimulai. Pasien pertama adalah bocah Meksiko. Tanpa menggubris para resident yang lain, Dr. Isler berpaling pada Honey. "Saya kira ini kasus menarik bagi Anda, Dr. Taft. Pasien ini menunjukkan semua tanda dan gejala klasik: tak ada nafsu makan, berat badan berkurang, gangguan pada indra pengecap, kelelahan, anemia, hiperiritabilitas, dan gangguan koordinasi. Bagaimana diagnosis Anda?" Ia tersenyum penuh harap.
Honey menatapnya sejenak. "Ehm, penyebabnya bisa bermacam-macam, bukan?"
Dr. Isler memandangnya sambil terheran-heran. "Ini jelas-jelas kasus?" . ?
Salah satu resident lain memotong, "Keracunan timah hitam."
"Tepat sekali," ujar Dr. Isler.
Ia kembali berpaling pada Honey. "Bagaimana Anda menangani kasus seperti ini?"
Honey berusaha mengelak, "Ehm, ada beberapa cara yang bisa ditempuh, bukan?"
Resident kedua angkat bicara, "Jika pasien terpengaruh untuk jangka waktu panjang, dia harus ditangani sebagai kasus ensefalopati potensial."
Dr. Isler mengangguk. "Tepat. Itulah yang sedang kami lakukan. Kami mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dan melakukan terapi khelasi."
Ia menatap Honey. Honey mengangguk-angguk tanda setuju.
Pasien berikut adalah pria berusia delapan puluhan. Matanya merah dan kelopak matanya saling melekat.
"Mata Anda akan segera ditangani," Dr. Isler menenangkannya "Bagaimana perasaan Anda?"
"Tidak terlalu burak untuk orang tua."
Dr. Isler menyingkapkan selimut pasien itu untuk memperlihatkan lutut dan mata kakinya yang membengkak. Telapak kakinya penuh luka.
Dr. Isler berpaling kepada para resident. "Pembengkakan disebabkan radang sendi." Ia menatap Honey. "Dengan memperhatikan luka-luka dan radang selaput mata, Anda tentu bisa memberikan diagnosis yang tepat,"
Honey berkata pelan-pelan, "Ehm" ada kemungkinan" ehm?" *
"Sindroma Reiter," salah satu resident menduluinya. "Penyebabnya belum diketahui. Biasanya disertai demam ringan,"
Dr. Isler mengangguk. "Betul." Ia menatap Honey. "Dan bagaimana prognosisnya?"
"Prognosis?" Resident tadi menjawab, "Prognosisnya tidak tentu. Sindroma Reiter bisa ditangani dengan obat antiperadangan."
"Bagus," ujar Dr. Isler.
Mereka mengunjungi selusin pasien lagi, dan setelah selesai, Honey berkata kepada Dr. Isler, "Bisakah saya bicara sebentar dengan Anda, Dr. Isler" Di tempat lain?"
"Ya. Mari ikut ke ruang kerja saya."
Setelah mereka duduk di kantornya, Honey berkata, "Anda tentu kecewa sekali pada saya."
"Saya memang agak terkejut karena Anda?"
Honey menyela, "Saya tahu, Dr. Isler. Saya tidak memejamkan mata barang sekejap pun semalam. Terus terang, saya begitu gembira karena bisa bekerja sama dengan Anda, sehingga saya" saya tidak bisa tidur."
Dr. Isler menatapnya dengan heran. "Oh. Begitu rupanya. Saya sudah menduga ada alasan" Maksud saya, prestasi Anda di bangku kuliah begitu mengesankan. Apa yang mendorong Anda menjadi dokter?"
Honey menundukkan kepala sejenak, lalu berkata dengan pelan-pelan, "Saya punya adik laki-laki yang cedera dalam, suatu kecelakaan. Para dokter berusaha sekuat tenaga menyelamatkannya. Saya berada di sampingnya ketika dia meninggal. Saya merasa begitu tak berdaya. Waktu itulah saya memutuskan akan menghabiskan hidup saya dengan membantu orang lain menuju kesembuhan. * Matanya tampak serabap.
Dia begitu peka, pikir Isler. "Syukurlah kita sempat berbincang-bincang seperti ini."
Honey menatapnya dan berkata dalam hati, Dia percaya.
Di seberang kota, di bagian lain San Francisco, wartawan-wartawan dan kru-kru TV sedang berkerumun di jalan di muka gedung pengadilan. Mereka menunggu Lou Dinetto yang baru meninggalkan ruang sidang sambil tersenyum dan melambaikan tangan; seorang raja di hadapan hamba-hambanya. Ia didampingi dua pengawal pribadi, pria kurus tinggi yang dikenal sebagai Shadow serta pria pendek kekar bernama Rhino. Lou Dinetto, seperti biasa, berpakaian elegan: setelan jas sutra berwarna kelabu dengan kemeja putih, dasi biru, dan sepatu kulit buaya. Pakaiannya sengaja dijahit untuk membuatnya kelihatan langsing, sebab ia pendek dan gempal, serta berkaki bengkok. Ia selalu siap dengan senyum dan olok-olok untuk pers, dan mereka gemar mengutipnya. Dinetto sudah tiga kali menjadi terdakwa dan di-at?"" masing-masing dengan tuduhan pembakaran, fflfcnjalankan usaha tidak sah, serta pembunuhan, dan setiap kali lolos dari hukuman. Ketika ia meninggalkan ruang sidang, salah satu
wartawan berseni, "Mr. Dinetto, apakah sejak semula Anda sudah tahu akan dibebaskan dari tuduhan itu?"
Dinetto tertawa. "Tentu saja saya sudah tahu. Saya pengusaha yang tak bersalah. Pemerintah tidak punya kesibukan yang lebih bermanfaat daripada menuntut saya. Itu salah satu sebab pajak kita begitu tinggi."
Sebuah kamera TV membidiknya. Lou Dinetto berhenti dan tersenyum ke arah lensa.
"Mr. Dinetto, apakah Anda dapat menjelaskan mengapa dua orang yang telah dijadwalkan sebagai saksi pihak kejaksaan dalam sidang perkara pembunuhan Anda akhirnya batal tampil?"
"Tentu saja saya bisa menjelaskannya," ujar Dinetto. "Mereka warga-warga jujur yang memutuskan untuk tidak memberi kesaksian palsu."
"Pihak Pemerintah menuduh Anda sebagai pimpinan mafia Pantai Barat, dan Anda yang mengatur agar?"
"Satu-satunya hal yang satu atur adalah tempat duduk para tamu restoran saya. Saya ingin semuanya duduk dengan nyaman." Ia tersenyum ke arah kerumunan wartawan yang berdesak-desakan. "Oh, ya, kalian semua diundang ke restoran saya nanti malam untuk makan dan minum gratis."
Ia menuju ke tepi jalan, tempat sebuah limousine panjang berwarna hitam telah menunggunya.
"Mr. Dinetto?" "Mr. Dinetto?" "Mr. Dinetto?" "Sampai ketemu di restoran nanti malam, anak-anak. Kalian sudah tahu tempatnya."
Dan kemudian Lou Dinetto sudah duduk di dalam mobil, tetap tersenyum dan melambaikan tangan. Rhino menutup pintu mobil dan duduk di bangku depan. Shadow menyelinap ke balik kemudi.
"Hebat, Bos!" kata Rhino. "Anda benar-benar tahu bagaimana cara menghadapi nyamuk pers."
"Ke mana sekarang?" tanya Shadow.
"Pulang. Pertama-tama aku mau berendam air panas dulu, habis itu aku mau makan steak yang enak."
Mobil itu mulai melaju. "Aku tidak suka pertanyaan tentang kedua saksi tadi," ujar Dinetto. "Kau yakin mereka takkan?"
"Kecuali kalau mereka bisa bicara di dalam air, Bos."
Dinetto mengangguk. Mobil meluncur di Fillmore Street Dinetto berkata, "Kalian lihat tampang Jaksa waktu Hakim membatalkan?"
Seekor anjing kecil muncul tiba-tiba, tepat di depan limousine. Shadow membanting setir untuk menghindar dan menginjak rem. Mobilnya naik ke trotoar dan menabrak tiang lampu. Rhino terlempar ke depan, kepalanya membentur kaca.
"Persetan, apa-apaan kau ini?" bentak Dinetto. "Kau mau membunuhku?"
Shadow gemetaran. "Sori, Bos. Ada anjing kecil di tengah jalan"."
117 "Dan kau memutuskan nyawanya lebih berharga dari nyawaku" Dasar tolol!"
Rhino mengerang-erang. Ia membalik dan Dinetto melihat darah mengalir dari luka di keningnya.
"Demi Tuhan!" teriak Dinetto. "Lihat! Lihat apa yang kaulakukan!"
"Aku tidak apa-apa," gumam Rhino.
"Tidak apa-apa bagaimana?" Dinetto berpaling kepada Shadow. "Antar dia ke rumah sakit"
Shadow memundurkan mobil dari trotoar.
"Embarcadero cuma beberapa blok dari sini. Kita bawa dia ke bagian gawat darurat"
"Oke, Bos." Dinetto bersandar kembali. "Gara-gara anjing," katanya dengan kesal. "Minta ampun!"
Kat sedang bertugas di ruang gawat darurat ketika Dinetto, Shadow, dan Rhino melangkah masuk. Wajah Rhino berlumuran darah.
Dinetto berseru kepada Kat, "Hei, sini!"
Kat menoleh. "Anda bicara dengan saya?"
"Dengan siapa lagi kalau bukan dengan kau" Orang ini berdarah-darah. Cepat, urus dia."
"Ada setengah lusin orang yang datang lebih dulu," balas Kat dengan tenang. "Dia harus tunggu giliran."
"Dia tidak perlu tunggu apa-apa," Dinetto berkata padanya. "Urus dia sekarang juga."
Kat menghampiri Rhino dan memeriksanya. Ia mengambil segumpal kapas dan menempelkannya
ke luka di kening Rhino. "Pegang. Saya akan kembali nanti."
"Aku bilang urus dia! Sekarang!" hardik Dinetto.
Kat berpaling kepada Dinetto. "Ini mang gawat darurat. Saya dokter yang bertanggung jawab. Anda punya dua pilihan: Jangan ribut atau keluar dari sini."
Shadow berkata, "Lady, Anda tidak tahu dengan siapa Anda bicara. Lebih baik Anda turuti permintaan man ini. Ini Mr. Lou Dinetto."
"Oke, sekarang kita sudah berkenalan," ujar Dinetto dengan tak sabar. "Jadi, urus anak buahku."
"Rupanya Anda punya masalah pendengaran," balas Kat. "Saya ulangi sekali lagi. Jangan ribut atau keluar dari sini. Pekerjaan saya masih banyak."
Rhino mulai naik darah. "Tak ada yang boleh?"
Dinetto menatapnya. "Diam!" Ia kembali berpaling ke arah Kat, dan sikapnya berubah. "Saya akan berterima kasih sekali jika Anda bisa mengurasnya secepat mungkin."
"Saya usahakan." Kat menyuruh Rhino duduk di salah satu tempat tidur. Ia menoleh kepada Dinetto. "Di sudut sana ada kursi."
Dinetto dan Shadow memperhatikannya berjalan ke ujung ruangan, untuk menangani pasien-pasien lain yang sudah menunggu.
"Astaga," Shadow berkata. "Dia sama sekali tidak tahu dengan siapa dia berhadapan."
"Kurasa takkan ada bedanya. Dia punya keberanian."
Lima belas menit kemudian, Kat kembali pada Rhino dan memeriksanya. "Tak ada gegar otak," ia memberitahunya- "Anda beruntung. Luka Anda cukup parah."
Dinetto mengamati Kat menjahit luka di kening Rhino. "Anda punya tangan yang terampil."
"Terima kasih," ujar Kat "Kalau tak ada lagi yang perlu dirawat saya akan?"
"Tunggu sebentar!" Dinetto berseru. Ia berpaling kepada Shadow. "Beri dia tip. Yang besar."
Shadow mengeluarkan selembar seratus dolar dari kantong. "Ini."
Tempat kasir ada di luar."
"Ini bukan untuk ramah sakit. Ini untuk Anda."
"Tidak, terima kasih."
Dinetto memperhatikan Kat pergi untuk menangani pasien lain.
Shadow berkata, "Barangkali kurang, Bos."
Dinetto menggelengkan kepala. "Dia cewek mandiri. Aku suka itu." Ia terdiam sejenak. "Doc Evans sudah mau pensiun, heh?"
"Yeah." "Oke. Cari informasi selengkap mungkin tentang dokter ini." "Untuk apa?"


Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Untuk menekan dia. Kurasa dia bisa berguna bagi kita."
7 Semua ramah sakit dijalankan para juru rawat. Margaret Spencer, si juru rawat kepala, sudah dua puluh tahun bekerja di Embarcadero County Hospital dan tahu semua rahasia. Suster Spencer memimpin rumah sakit itu, dan celakalah para dokter yang tidak mengakui kepemimpinannya. Ia tahu siapa yang kecanduan obat bius, siapa yang tidak kompeten, dan siapa yang patut memperoleh bantuannya. Ia membawahi semua siswi perawat perawat senior, dan perawat kamar operasi. Suster Spencer-lah yang memutuskan siapa yang akan ditugaskan untuk operasi tertentu, dan berhubung klasifikasi para juru rawat bervariasi antara tak tergantikan dan tidak kompeten, para dokter selalu berusaha menjaga hubungan baik dengannya. Ia memiliki wewenang menugaskan perawat instrumentalis yang tidak berpengalaman sebagai pembantu dalam operasi pengangkatan ginjal yang rumit, atau?jika ia menyukai dokter tertentu?mengirim juru rawat yang paling kompeten untuk membantu dokter tersebut dalam operasi amandel
yang sederhana. Margaret Spencer mempunyai banyak prasangka buruk. Antara lain, ia tidak suka dokter wanita dan orang kulit hitam. Kat Hunter dokter wanita kulit hitam.
Kat mengalami banyak kesulitan. Tak ada ucapan
atau perbuatan secara terang-terangan, namun ia menjadi korban prasangka buruk yang terwujud melalui cara-cara yang terlalu halus untuk ditunjuk. Para jura rawat yang dimintanya selalu sibuk dengan tugas-tugas lain, sedangkan mereka yang diberikan padanya bisa dibilang tidak kompeten. Berulang kali Kat diminta menangani pasien pria yang mengidap penyakit kelamin. Pertama-tama ia menganggapnya sebagai kasus-kasus rutin, tetapi ketika ia harus menangani enam kasus dalam satu hari, ia mulai curiga.
Pada waktu makan siang, ia berkata kepada Paige, "Kau sering memeriksa pria dengan penyakit kelamin?"
Paige berpikir sejenak. "Satu orang minggu lalu. Seorang mantri."
Aku harus berbuat sesuatu untuk ini, Kat berkata dalam hati.
Semula Suster Spencer berniat memaksa Dr. Hunter keluar dengan membuat hidupnya begitu tidak menyenangkan sehingga ia minta berhenti sendiri, tapi ia tidak memperhitungkan dedikasi dan kemampuan Kat. Sedikit demi sedikit, Kat mulai bisa mengambil hati orang-orang yang bekerja
sama dengannya. Ia memiliki kemampuan alami yang membuat rekan-rekan kerja dan para pasiennya terkesan. Tapi ia benar-benar berhasil karena peristiwa yang kemudian dikenal sebagai siasat darah babi.
Suatu pagi, ketika sedang melakukan kunjungan pasien, Kat ikut dalam rombongan resident yang dipimpin resident senior bernama Dundas. Mereka berada di samping tempat tidur seorang pasien yang tak sadarkan diri.
"Mr. Levy mengalami kecelakaan mobil," Dundas memberitahu para resident yang lebih muda. "Dia kehilangan banyak darah, dan membutuhkan transfusi dengan segera. Persediaan darah ramah sakit sedang menipis sekarang. Orang ini punya keluarga, tapi mereka menolak menyumbangkan darah untuknya. Menjengkelkan sekali."
Kat bertanya, "Mana keluarganya?"
"Di mang tunggu pengunjung," jawab Dr. Dundas.
"Anda keberatan kalau saya bicara dengan mereka?" Kat kembali bertanya.
"Percuma saja. Saya sudah bicara dengan mereka. Mereka takkan berubah pikiran."
Seusai kunjungan pasien, Kat pergi ke ruang tunggu pengunjung. Semua anggota keluarga Mr. Levy hadir?istrinya, putra-putrinya yang sudah dewasa. Para putranya mengenakan yarmulkes dan tallis ritual.
"Mrs. Levy?" Kat menyapa wanita itu.
123 Ia bangkit. "Bagaimana keadaan suami saya" Apakah dokternya akan melakukan operasi?" "Ya," jawab Kat.
"Pokoknya, jangan minta sumbangan darah dari kami. Itu terlalu berbahaya sekarang ini, dengan adanya AIDS dan sebagainya."
"Mrs. Levy," ujar Kat "Anda takkan terjangkit AIDS karena menyumbangkan darah. Tidak mung.^"
"Jangan menggurui saya! Saya baca koran. Saya bukan orang bodoh."
Kat mengamatinya sejenak. "Saya tahu. Tapi, tidak apa-apa, Mrs. Levy. Persediaan darah di sini sedang menipis, tapi masalahnya sudah teratasi."
"Bagus." "Kami akan menggunakan darah babi." Sang ibu dan putranya menatap Kat sambil membelalakkan mata. "ApaF
"Darah babi," Kat mengulangi dengan tenang. "Mr. Levy takkan tahu bedanya." Ia membalik dan hendak pergi
Tunggu dulu!" Mrs. Levy berseru.
Kat berhenti. "Ya?"
"Saya" ehm, tolong tunggu sebentar, ya?" Tentu."
Lima belas menit kemudian, Kat menghampiri Dr. Dundas. "Anda tak perlu khawatir lagi mengenai keluarga Mr. Levy. Mereka bersedia memberikan sumbangan darah."
Cerita itu langsung menjadi legenda di rumah
sakit. Dokter-dokter dan perawat-perawat yang semula tidak menggubris Kat mendadak menyapa dan berbincang-bincang dengannya.
Beberapa hari kemudian, Kat masuk ke kamar pribadi Tom Leonard, pasien tukak lambung. Leonard sedang melahap makanan yang dipesannya dari sebuah restoran yang berdekatan dengan rumah sakit.
Kat menghampiri tempat tidurnya. "Sedang apa Anda?"
Leonard menoleh dan tersenyum. "Sekali-sekali saya ingin makan siang enak. Anda sudah makan" Persediaan saya masih banyak."
Kat menekan bel untuk memanggil juru rawat
"Ya, Dokter?" "Bawa makanan ini keluar dari sini. Mr. Leonard hams menjalani diet ketat. Anda tidak memperhatikan catatannya?"
"Ya, tapi dia berkeras?"
"Tolong bawa keluar."
"Hei! Tunggu dulu!" Leonard memprotes. "Saya tidak sudi makan bubur yang Anda hidangkan untuk saya."
"Anda hams memakannya, kalau Anda ingin sembuh dari tukak lambung." Kat menatap si juru rawat. "Bawa keluar."
Tiga puluh menit setelah itu, Kat dipanggil ke kantor pimpinan rumah sakit.
"Anda ingin bertemu saya, Dr. Wallace?"
125 "Ya. Silakan duduk. Tom Leonard salah satu pasien Anda, bukan?"
"Benar. Tadi siang saya memergokinya makan sandwich pastrami pedas dengan acar dan salad kentang, penuh bumbu dan?"
"Dan Anda menyingkirkannya."
"Tentu saja." Wallace agak membungkuk ke depan di kursinya "Dokter, Anda mungkin tidak tahu Tom Leonard anggota dewan pengawas rumah sakit. Kami ingin dia tetap senang. Anda mengerti maksud saya?"
Kat menatapnya dan berkata, "Tidak, Sir."
Wallace mengedip-ngedipkan mata. "Apa?"
"Menurut saya, cara terbaik agar Tom Leonard tetap senang adalah dengan membuatnya sehat. Dan makanan seperti tadi sama sekali tidak membantu."
Benjamin Wallace memaksakan senyum. "Kenapa kita tidak membiarkan dia saja yang memutuskannya?"
Kat berdiri. "Karena saya dokternya. Ada lagi yang ingin Anda bicarakan?"
"Saya" ehm" tidak. Itu saja."
Kat meninggalkan kantor itu.
Benjamin Wallace terbengong-bengong. Dasar dokter wanita.
Kat sedang berdinas malam ketika ia menerima telepon. "Dr. Hunter, saya rasa Anda perlu ke 320."
"Segera." Pasien di Kamar 320 adalah Mrs. Molloy, pasien kanker berusia delapan puluhan, dengan prognosis yang tidak menggembirakan. Ketika mendekati pintu, Kat mendengar suara orang bertengkar di dalam. Kat memasuki mangan.
Mrs. Molloy berbaring di tempat tidur. Ia di bawah pengaruh obat penenang, namun dalam keadaan sadar. Putranya dan kedua putrinya berada bersamanya.
Putranya sedang berkata, "Menurut aku, warisannya dibagi tiga saja."
"Tidak!" ujar salah satu putrinya. "Laurie dan aku yang mengums Mama selama ini. Siapa yang memasak dan mencuci piring dan pakaian" Kami berdua! Jadi, kami yang paling berhak."
"Aku juga anaknya!" si pria berseru.
Mrs. Molloy terbaring di tempat tidur, tak berdaya, mendengarkan pertengkaran antara anak-anaknya.
Kat marah sekali. "Maaf," katanya.
Salah satu wanita menoleh ke arahnya. "Nanti saja, Suster. Kami sedang sibuk."
Kat berkata dengan kesal, "Ini pasien saya. Saya beri Anda sepuluh detik untuk meninggalkan mangan ini. Anda bisa menunggu di ruang tunggu pengunjung. Silakan keluar, sebelum saya memanggil petugas keamanan untuk mengusir Anda."
Si pria hendak mengatakan sesuatu, tapi berubah pikiran karena melihat Kat melotot. Sambil
angkat bahu, ia menoleh kepada kedua saudara perempuannya. "Kita teruskan di luar saja."
Kat memperhatikan mereka "meninggalkan ruangan. Ia berpaling kepada Mrs. Molloy dan membelai-belai kepalanya. "Mereka tidak bermaksud apa-apa," ujar Kat dengan lembut. Ia duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan Mrs. Molloy, dan menunggu sampai wanita tua itu tertidur.
Kita semua akan mati, pikir Kat. Masa bodoh dengan ucapan Dylan Thomas. Yang penting adalah bagaimana kita bisa pergi dengan tenang di malam yang baik itu.
Kat sedang menangani salah satu pasiennya ketika seorang mantri masuk ke bangsal. "Ada telepon penting untuk Anda di meja depan, Dokter."
Kat mengerutkan kening. "Terima kasih." Ia berpaling kepada pasien yang seluruh tubuhnya dibalut gips. "Saya akan segera kembali."
Kat menuju meja depan dan mengangkat gagang. "Halo?"
"Hai, Kak." "Mike!" Kat senang sekali mendengar suara adiknya, namun kegembiraannya segera meredup. "Mike, aku kan sudah bilang, jangan telepon ke sini. Kau bisa telepon ke apartemen kalau?"
"Hei, sori. Tapi ini mendesak. Aku ada masalah kecil."
Kat sudah tahu apa yang akan dikatakan Mike,
"Aku pinjam uang dari kenalanku, sebagai modal usaha?"
Kat tidak merasa perlu menanyakan usaha apa yang dimaksud adiknya. "Dan ternyata gagal." "Yeah. Dan sekarang dia menagih uangnya." "Berapa jumlahnya, Mike?" "Ehm, barangkali kau bisa kirim lima ribu?" "Apa?"
Juru rawat di balik meja menatap Kat dengan heran.
Lima ribu dolar. Kat merendahkan suara. "Aku tidak punya uang sebanyak itu. Aku" begini, setengahnya bisa kukirim sekarang, dan sisanya dalam beberapa minggu. Bagaimana, bisa?"
"Bolehlah. Sebenarnya aku enggan mengganggumu, tapi kautahu sendiri, kan?"
Kat memang tahu persis. Mike berumur 22 tahun dan selalu terlibat dalam usaha-usaha misterius. Ia anggota geng, dan hanya Tuhan yang tahu apa saja yang mereka kerjakan, tapi Kat merasa bertanggung jawab atas adiknya. Semuanya salahku, pikir Kat. Kalau saja aku tidak lari dari rumah dan meninggalkan dia" "Jangan cari masalah, Mike. Aku sayang padamu."
"Aku juga, Kat."
Aku harus mendapatkan uang itu untuk dia, Kat berkata dalam hati. Mike satu-satunya milikku di dunia.
Dr. Isler menanti-nanti kesempatan bekerja sama lagi dengan Dr. Taft. Ia sudah memaafkan penampilannya yang buruk, dan bahkan merasa tersanjung karena Honey begini segan padanya. Tapi sekarang, ketika mereka kembali mengunjungi pasien demi pasien, Honey selalu berdiri di belakang para resident lain, dan tak pernah menjawab pertanyaannya.
Tiga puluh menit setelah kunjungan pasien selesai, Dr. Isler sudah duduk di kantor Benjamin Wallace.
"Ada masalah apa?" Wallace bertanya. "Dr. Taft."
Wallace menatapnya dengan heran. "Dr. Taft" Dia punya rekomendasi terbaik yang pernah saya lihat."
"Justru itu yang membuat saya bingung," kata Dr. Isler. "Sudah berkali-kali saya menerima laporan dari beberapa resident lain. Rupanya Dr. Taft sering salah diagnosis dan melakukan kesalahan-kesalahan serius. Saya ingin tahu kenapa bisa begitu,"
"Saya tidak mengerti. Dia lulusan sekolah kedokteran yang bermutu."
"Mungkin ada baiknya Anda menelepon dekan sekolah tersebut," Dr. Isler mengusulkan.
"Jim Pearson. Dia teman saya. Baiklah, saya akan meneleponnya."
Beberapa menit kemudian, Wallace sudah berbicara dengan Pearson melalui telepon. Setelah berbasa-basi, Wallace berkata, "Begini, Jim, aku telepon mengenai Betty Lou Taft."
Hening sejenak. "Ya?"
"Kelihatannya ada sedikit masalah dengan dia. Dr. Taft diterima di sini dengan rekomendasi yang kauberikan."
"Ya." "Laporanmu ada di depanku sekarang. Di sini ditulis dia salah satu mahasiswa paling cemerlang yang pernah kalian didik di sana."
"Betul." "Dan dia akan menjadi kebanggaan profesi dokter." "Ya."
"Apakah ada hal-hal meragukan?""
"Tidak ada," Dr. Pearson berkata dengan tegas. "Tidak ada sedikit pun. Mungkin dia agak gugup. Dia memang cepat tegang, tapi berikanlah kesempatan padanya. Aku jamin semuanya akan berjalan lancar."
"Hmm, baiklah kalau begitu. Tentu saja kami akan terus memberikan kesempatan padanya. Terima kasih."
"Sama-sama." Mereka meletakkan gagang.
Jim Pearson termenung-menung. Ia menyesali perbuatannya.
Tapi anak-istriku lebih penting.
8 Honey taft berasal dari keluarga sukses, dan itu seakan-akan merupakan kutukan baginya. Ayahnya yang tampan pendiri sekaligus pimpinan perusahaan besar yang bergerak dalam bidang komputer dan berkedudukan di Memphis, Tennessee. Ibunya yang cantik ilmuwan genetika. Honey juga mempunyai sepasang kakak perempuan kembar, dan mereka semenarik, secerdas, dan seambisius orangtua mereka. Keluarga Taft termasuk keluarga terpandang di Memphis.
Honey lahir di luar rencana, ketika kedua kakaknya berumur enam tahun.
"Kecelakaan kecil," ibunya selalu berkata kepada teman-teman mereka. "Sebenarnya aku ingin menjalani aborsi, tapi Fred tidak setuju. Sekarang dia menyesal."
Kedua kakak perempuan Honey cantik
sekali, sedangkan Honey biasa-biasa saja. Mereka cemerlang, Honey hanya rata-rata. Kedua kakaknya mulai bisa bicara pada usia sembilan bulan. Honey
belum mengucapkan sepatah kata pun sampai usianya hampir dua tahun.
"Kita panggil dia "si bodoh" saja," ayahnya sering berkelakar. "Honey bisa dibilang tambalnya keluarga Taft."
Tampang Honey sebenarnya tidak jelek, tapi juga tidak bisa disebut cantik. Penampilannya biasa saja, dengan wajah kurus, rambut pirang kecokelatan, dan potongan tubuh yang jauh dari sempurna. Ia memiliki watak yang manis dan riang, tapi itu tidak terlalu dihargai di keluarga yang terdiri atas orang-orang sukses yang gemar bersaing.
Sepanjang ingatan Honey, hasratnya yang terbesar adalah menyenangkan orangtua dan kedua kakaknya serta membuat mereka menyayanginya. Namun usahanya sia-sia. Orangtuanya sibuk dengan karier masing-masing, sementara kakak-kakaknya sibuk memenangkan kontes kecantikan dan beasiswa. Hidup Honey semakin sengsara, karena ia juga luar biasa pemalu. Sadar atau tidak, keluarganya telah menanamkan rasa rendah diri yang sangat dalam.
Di SMA, Honey cenderung menyendiri. Ia menghadiri pesta dansa sekolah dan pesta-pesta lain seorang diri; ia tersenyum dan berusaha menyembunyikan kesedihannya, karena ia tak mau merusak kesenangan orang lain. Ia sering melihat kakak-kakaknya dijemput di rumah oleh pemuda-pemuda paling populer di sekolah, sementara ia sendiri masuk ke kamarnya untuk menyelesaikan PR.
Dan ia berusaha menahan air mata.
Pada akhir pekan dan selama liburan musim panas, Honey menambah uang saku dengan bekerja sebagai baby-sitter. Ia senang mengurus anak-anak, dan mereka memujanya.
Kalau sedang tidak bekerja, Honey menjelajahi Memphis seorang diri. Ia mengunjungi Graceland, tempat tinggal Elvis Presley, dan menyusuri Beale Street, tempat asal musik blues. Ia pergi ke Pink Palace Museum, yang menampilkan dinosaurus-dinosaurus raksasa, dan ke Planetarium. Ia pergi ke Aquarium. Dan Honey selalu sendirian. Ia tak sadar hidupnya akan berubah drastis.
Honey tahu banyak teman sekelasnya menjalin hubungan asmara. Mereka tak henti-hentinya membicarakan hal itu.
"Kau pernah tkhir dengan Ricky" Dia luar biasa!"
"Joe benar-benar gila orgasme?"
"Aku keluar dengan Tony semalam. Gila, capeknya. Dia buas sekali! Nanti malam kami mau pergi lagi."
Honey hanya bisa mendengarkan percakapan mereka. Ia agak iri, dan sadar takkan pernah merasakan seks. Mana ada yang menginginkan aku" Honey bertanya-tanya.
Suatu malam Sabtu, ada perayaan sekolah. Honey tidak berniat menghadirinya, tapi ayahnya berkata, "Teras terang, aku agak cemas. Kakak-kakakmu
bilang kau selalu menyendiri. Mereka bilang kau tidak mau datang ke pesta sekolah karena tidak bisa mendapatkan pasangan."
Honey tersipu-sipu. "Itu tidak benar," katanya. "Aku punya pasangan, dan aku pasti pergi." Moga-moga dia tidak tanya siapa pasanganku.
Ayahnya tidak bertanya. Akhirnya Honey menghadiri pesta itu, dan seperti biasa duduk di pojok sambil memperhatikan yang lain berdansa dan bergembira ria.
Lalu terjadi keajaiban. Roger Merton, kapten regu football dan pemuda paling populer di sekolah, berada di lantai dansa. Ia sedang bertengkar dengan pacarnya. Rupanya ia habis minum.
"Dasar brengsek! Kau selalu mau menang sendiri!" pacarnya berseru.
"Dan kau cewek paling tolol yang pernah kutemui!"
"Aku tak sudi melihatmu lagi!"
"Ya sudah! Kaupikir kau satu-satunya cewek di sini, heh, Sally" Masih banyak yang mau menggantikan tempatmu. Aku tinggal pilih, tahu"!"
"Coba saja!" Sally langsung membalik dan pergi.
Honey mau tak mau mendengar pertengkaran mereka.
Merton menyadari Honey sedang menatapnya. "Ada apa lihat-lihat, heh?" Kata-katanya kurang jelas.
"Tidak ada apa-apa," jawab Honey.
135 "Cewek itu harus dikasih pelajaran! Kaupikir aku bakal diam saja?" "Aku" tidak."
"Memang. Ayo, kita cari minum." Honey ragu-ragu. Ia tahu Merton sedang mabuk. "Ehm, aku tidak?" "Bagus. Aku punya botol di mobil." "Rasanya aku tidak?"
Tapi Merton sudah menggenggam lengan Honey dan menggiringnya keluar. Honey menurut saja, sebab ia tidak mau ribut-ribut dan mempermalukan pemuda itu.
Setelah sampai di luar, Honey berusaha melepaskan diri. "Roger, sebaiknya kita jangan?" "Penakut amat sih?" "Bukan, aku bukan?"
"Kalau begitu, jangan macam-macam. Ayo, ikut." Ja mengajak Honey ke mobilnya dan membuka pintu. Honey tampak enggan. "Ayo, masuk."
"Aku tidak bisa lama-lama," ujar Honey.
Ia naik ke mobil karena tak mau membuat Roger kesal. Pemuda itu duduk di sebelahnya.
"Hah! Biar tahu rasa dia!" Roger menyodorkan sebotol brendi. "Nih."
Sebelumnya Honey bam sekali minum alkohol, dan tidak menyukainya. Tapi ia tak mau menyinggung perasaan Roger. Ia menatapnya dan minum setegak.
"Boleh juga," ujar Roger. "Kau anak baru, ya?"
Dalam tiga mata pelajaran, Honey sekelas dengannya. "Bukan," jawab Honey. "Aku?"
Roger membungkuk dan mulai membelai-belai buah dadanya.
Honey kaget sekali, dan langsung menjauh.
"Hei! Ada apa sih" Kau tidak mau membuatku senang?" tanya Roger.
Membuat senang?kata-kata kunci dalam hidup Honey. Ia ingin menyenangkan semua orang, dan kalau memang begitu caranya"
Di bangku belakang mobil Merton yang tidak nyaman, Honey mendapatkan pengalaman seks pertama, dan sebuah dunia baru yang luar biasa terbentang di hadapannya. Ia tidak terlalu menikmati hubungan itu, tapi itu tidak penting. Yang penting, Merton menikmatinya. Honey heran sekali Merton begitu menikmatinya. Pemuda itu seakan-akan berada di awang-awang. Rupanya beginilah cara menyenangkan laki-laki, pikir Honey.
Honey tak sanggup menyingkirkan keajaiban itu dari pikirannya. Saat berbaring di tempat tidur, ia teringat bagaimana Merton menindihnya, bergerak maju-mundur, semakin lama semakin cepat, lalu
erangannya, "Oh, ya, ya" oh, kau memang hebat, Sally"."
Itu pun tidak mengurangi kegembiraan Honey. Ia telah menyenangkan kapten regu football] Pemuda paling populer di sekolah! Padahal aku tidak tahu apa-apa soal itu, Honey berkata dalam
hati. Kalau saja aku benar-benar tahu bagaimana cara membuat laki-laki senang".
Keesokan paginya, Honey pergi ke Pleasure Chest, toko buku porno di Poplar Street, dan membeli setengah lusin buku mengenai erotika. Buku-buku itu diselundupkannya ke dalam rumah dan dibaca di kamarnya. Isinya membuatnya tercengang.
Ia melahap The Perfumed Garden dan Kama Sutra, Tibetan Ars of Love, Alchemy of Ecstasy, lalu kembali ke toko itu untuk membeli buku baru. Ia membaca tulisan Gedun Chopel dan penuturan Kanchinata yang hanya diketahui segelintir orang.
Ia mengamati foto-foto menggairahkan yang memperlihatkan ke-37 posisi bercinta, dan ia mempelajari arti Bulan Separo dan Lingkaran, Kembang Teratai, Gumpalan Awan, dan Jalan Berputar.
Honey menjadi ahli dalam kedelapan jenis seks oral. Ia menguasai jalan enam belas kesenangan, serta keampuhan tali kelereng. Ia tahu cara membujuk kaum pria melakukan karuna untuk menambah kenikmatan mereka. Paling tidak, secara teori.
Honey merasa sudah siap mempraktekkan pengetahuannya.
Kama Sutra mencantumkan beberapa bab mengenai obat perangsang, tapi berhubung Honey tidak tahu di mana ia bisa memperoleh Hedysarum gangeticum, tumbuhan kshirika, atau Xanthochy-mus pictorius, ia mencari pengganti sendiri. Ketika melihat Roger Merton di sekolah minggu
berikutaya, ia menghampirinya dan berkata, "Aku senang sekali waktu itu. Kapan kita ulangi lagi?"
Merton sempat bingung sebelum ingat siapa Honey. "Oh. Boleh saja. Kenapa tidak" Orangtuaku ada undangan nanti malam. Bagaimana kalau kau ke ramahku sekitar jam delapan?"
Ketika Honey tiba di ramah Merton malam itu, ia membawa botol kecil berisi sirop maple.
"Untuk apa itu?" tanya Merton.
"Nanti kau tahu sendiri," jawab Honey.
Dan ia membuat Merton mengerti.
Keesokan harinya, Merton menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya di sekolah.
"Dia luar biasa," katanya. "Kalian takkan percaya apa yang bisa dia lakukan dengan beberapa tetes sirop hangat!"
Seusai sekolah, ada enam pemuda yang mengajak Honey berkencan. Sejak saat itu, ia mulai berkencan setiap malam. Pemuda-pemuda yang mengencaninya senang sekali. Honey juga sangat senang.
Orangtua Honey pun gembira melihat perkembangan putri mereka.
"Dia memang perlu waktu lebih lama untuk mekar," ayahnya berkata dengan bangga, "tapi sekarang dia sudah menjadi Taft sejati!"
Dari dulu, Honey selalu memperoleh nilai jelek dalam mata pelajaran matematika, dan ia tahu bahwa ia gagal dalam ujian akhirnya. Guru matematikanya, Mr. Janson, masih bujangan dan ting139 gal di dekat sekolah. Suatu malam, Honey mengunjunginya. Mr. Jan son membuka pintu dan menatapnya dengan heran. "Honey! Ada perlu apa kau datang ke sini?" "Saya buruh bantuan Anda," ujar Honey. "Ayah saya pasti marah sekali kalau saya tidak lulus dalam mata pelajaran Anda. Saya membawa beberapa soal matematika, dan barangkali kita bisa membahas soal-soal itu bersama-sama."
Mr. Janson ragu-ragu sejenak. "Ini tidak lazim, tapi" baiklah."
Mr. Janson menyukai Honey. Gadis itu berbeda dengan murid-murid wanita yang lain. Mereka ribut dan tak pedulian, sedangkan Honey peka dan penuh perhatian, selalu ingin menyenangkan orang lain. Sayang sekali ia kurang berbakat dalam bidang matematika.
Mr. Janson duduk bersebelahan dengan Honey di sofa, dan mulai menjelaskan seluk-beluk algoritma.
Honey tidak tertarik pada algoritma. Perlahan-lahan ia bergeser mendekati Mr. Janson. Embusan napasnya mulai mengenai tengkuk dan telinga gurunya, sebelum pria itu sadar apa yang terjadi, celananya sudah terbuka.
Ia menatap Honey dengan bingung. "Apa-apaan kau ini?"
"Aku menginginkanmu sejak pertama kali melihatmu," ujar Honey. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan sekaleng krim kocok.
"Apa itu?" "Nanti kutunjukkan."
Honey mendapat nilai A dalam matematika.
Kepopuleran Honey bukan akibat perlengkapannya semata-mata. Yang lebih berperan adalah pengetahuan yang diperolehnya dengan membaca buku-buku kuno mengenai erotika. Ia membuai pasangan-pasangannya dengan teknik-teknik yang tak pernah terbayangkan oleh mereka, teknik-teknik yang berusia ribuan tahun, dan sudah lama terlupakan. Ia membawa arti baru untuk kata "gairah".
Nilai-nilai Honey membaik secara mencolok, dan tiba-tiba saja ia lebih populer dibandingkan kedua kakaknya saat mereka duduk di bangku SMA. Honey ditraktir makan di Private Eye dan Bombay Bicycle Club, dan diajak ke Ice Capades di Memphis Mall. Para pemuda mengajaknya bermain ski di Cedar Cliff dan terjun payung di Bandara Landis.
Semasa kuliah, Honey juga sukses dari segi pergaulan. Suatu ketika, pada waktu makan malam, ayahnya berkata, ."Sebentar lagi kau akan lulus. Sudah waktunya kau memikirkan masa depanmu. Kau sudah punya bayangan tertentu?"
Honey langsung menjawab, "Aku mau jadi juru rawat."
Wajah ayahnya mendadak merah. "Maksudmu dokter." "Bukan, Ayah. Aku?"
"Kau anggota keluarga Taft. Kalau ingin menguras pasien, kau harus jadi dokter. Mengerti?" "Ya, Ayah."
Honey bersungguh-sungguh ketika memberitahu ayahnya bahwa ia ingin menjadi juru rawat. Ia senang mengurus orang, membantu, dan merawat mereka. Menjadi dokter dan bertanggung jawab atas nyawa orang lain tak pernah terlintas dalam benaknya, tapi ia sadar tak boleh mengecewakan ayahnya Kau anggota keluarga Taft.
Nilai-nilai Honey di college tidak memadai untuk mendaftarkan diri di sekolah kedokteran, namun ayahnya mempunyai pengaruh besar. Ia termasuk penyandang dana utama untuk sebuah sekolah kedokteran di KnoxviBe, Tennessee, dan ia pergi menemui Dr. Jim Pearson, dekan sekolah tersebut.
"Anda menempatkan saya dalam posisi sulit," kata Pearson, "tapi begini saja. Honey akan diterima dengan status mahasiswa percobaan. Jika setelah enam bulan kami merasa dia tak sanggup melanjutkan kuliah, kami terpaksa mengeluarkannya."
"Terima kasih. Tunggu saja, Anda akan terkejut" Ia benar.
Ayah Honey telah mengatur agar Honey tinggal di Krfoxvifle, di ramah sepupu ayahnya, Pendeta Douglas Lipton.
Douglas Lipton pendeta Gereja Baptis. Ia berusia enam puluhan, dan menikah dengan wanita yang sepuluh tahun lebih tua.
Pendeta Lipton senang sekati Honey akan tinggal di rumahnya.
"Dia seperti embusan angin segar," katanya ke" pada istrinya.
Belum pernah ia melihat orang yang begitu menggebu-gebu untuk menyenangkan orang lain.
Prestasi Honey di sekolah kedokteran lumayan, namun ia tidak mempunyai dedikasi. Ia ada di sana semata-mata untuk menyenangkan ayahnya.
Dosen-dosen Honey menyukainya. Ia memiliki kebaikan hati yang menyebabkan para profesor ingin melihatnya berhasil.
Ironisnya, justru di bidang anatomi ia termasuk lemah. Pada minggu kedelapan, ia dipanggil dosen anatominya. "Saya sangat menyesal, tapi kelihatannya saya tak bisa meluluskanmu," dosen itu berkata dengan prihatin.
Aku tidak boleh gagal, pikir Honey. Aku tidak boleh mengecewakan ayahku. Bagaimana saran Boccaccio untuk keadaan seperti ini"
Honey mendekati profesornya. "Saya datang ke sekolah ini karena Anda. Saya sudah begitu sering mendengar nama Anda disebut-sebut." Ia semakin mendekat. "Saya ingin seperti Anda." Dan semakin dekat. "Menjadi dokter adalah segala-galanya bagi saya." Dan semakin dekat. "Tolonglah saya?"
Sam jam kemudian, ketika Honey meninggalkan ruang kerja profesornya, jawaban-jawaban untuk ujian berikut sudah ada di tangannya.
Sebelum tamat sekolah kedokteran, Honey telah memikat beberapa profesor. Ia memancarkan kesan
tak berdaya yang tak sanggup mereka lawan. Semuanya merasa merekalah yang menyesatkan Ho-I ney, dan mereka merasa bersalah karena telah memanfaatkan kepolosannya.
Dr. Jim Pearson adalah orang terakhir yang I menyerah kepada Honey. Ia penasaran karena cerita-cerita mengenai Honey yang ia dengar. Ada desas-desus mengenai keterampilan seksnya yang luar biasa. Suatu hari, ia memanggil Honey untuk membahas nilai-nilainya. Honey membawa kotak I kecil berisi gula halus, dan dalam sekejap saja Dr. I Pearson pun terperangkap. Honey membuatnya i merasa muda dan tak terpuaskan. Ia membuatnya j merasa seperti raja yang telah menaklukkannya, dan menjadikannya sebagai budak.
Jim Pearson berusaha tidak mengingat anak-I istrinya
Honey benar-benar menyukai Pendeta Douglas Lipton, dan ia kesal karena istri sang pendeta dingin dan selalu mengeluh. Honey iba padanya m Tak seharusnya dia diperlakukan seperti itu, pikir Honey. Dia harus dihibur.
Tengah malam, ketika Mrs. Lipton sedang ke t luar kota mengunjungi adiknya, Honey menyusup f ke kamar tidur si pendeta. Ia telanjang bulat. i "Douglas?"
Si pendeta membuka mata. "Honey" Kau baik-K baik saja?"
"Tidak," jawab Honey. "Ada yang perlu kukatakan." m
"Tentu." Ia hendak menyalakan lampu kecil. "Jangan hidupkan lampu." Honey naik ke tempat tidur.
"Ada apa" Kau tidak enak badan?" "Aku cemas." "Tentang apa?"
"Kau. Kau patut dicintai. Aku ingin bercinta denganmu."
Pendeta Lipton langsung duduk. "Ya Tuhan!" katanya. "Kau masih anak-anak. Kau pasti main-main."
"Aku serius. Istrimu tidak memberikan cinta"."
"Honey, jangan kauteruskan! Sebaiknya kau kembali ke kamarmu, dan?"
Ia merasakan tubuh Honey yang telanjang menempel ke tubuhnya. "Honey, ini tidak benar. Aku?"
Honey menciumnya, mendudukinya, dan membuatnya tak sanggup menolak. Sisa malam itu ia habiskan di tempat tidur sang pendeta.
Pukul enam pagi, pintu kamar tidur membuka dan Mrs. Lipton melangkah masuk. Ia hanya berdiri di ambang pintu, menatap mereka berdua, lalu keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dua jam kemudian, Pendeta Douglas Lipton bunuh diri di garasinya.
Ketika Honey mendengar berita itu, hatinya remuk. Ia tak bisa percaya apa yang telah terjadi.
Sheriff tiba di rumah itu dan berbicara dengan Mrs. Lipton. .
Setelah selesai, ia mencari Honey. Demi menghormati keluarganya, kematian Pendeta D Lipton akan dicatat sebagai "bunuh diri n ?g,as aiasan tak (hketahm\ tapi kusarankan kau gan angkat kaki dari sini, dan jangan kembali laJ^
P^T mk?mend*Si Pe?U"1 K*- dari Dr. *
146 9 Waktu serasa tak lagi berarti bagi Paige. Tak ada awal maupun akhir, siang-malam silih berganti dengan irama yang tak terputus. Seluruh hidup Paige berlangsung di dalam rumah sakit. Dunia luar merupakan planet asing yang jauh sekali.
Natal tiba dan berlalu, dan tahun baru dimulai. Di dunia luar, pasukan AS membebaskan Kuwait dari cengkeraman Irak.
Tak ada kabar dari Alfred. Dia akan sadar bahwa dia membuat kesalahan, pikir Paige. Dia akan kembali padaku.
Telepon-telepon iseng di pagi buta telah berhenti. Paige lega tak ada kejadian rmsterius atau mengancam lagi. Semuanya bagaikan mimpi buruk" kecuali bahwa semuanya nyata.
Jadwal kerja Paige tetap padat. Ia tak sempat mengenali pasien-pasiennya satu per satu. Mereka hanya dipandang sebagai kasus kantong empedu dan hati pecah, retak tulang paha dan patah miang Punggung. .
Rumah sakit menyempal hutan yang penuti se147 tan mekanik?alat bantu pernapasan, monitor denyut jantung, perlengkapan CAT scan, mesin si-nar-X. Dan masing-masing memiliki bunyi sendiri. Ada yang berdesing, ada yang berdengung, lalu ada panggilan-panggilan yang berkumandang dari pengeras suara, semuanya bercampur baur menjadi kebisingan yang memekakkan telinga.
Tahun kedua para resident merupakan masa peralihan. Mereka diberi tugas-tugas yang lebih berat, dan mereka menyambut rombongan resident bam dengan sikap kesal bercampur congkak.
"Kasihan mereka," Kat berkata kepada Paige. "Mereka tak tahu siksaan apa yang menanti mereka."


Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka akan segera merasakannya."
Paige dan Honey mulai khawatir mengenai Kat. Berat badannya menyusut terus, dan ia tampak tertekan. Kadang-kadang, kalau mereka sedang mengobrol, pandangan Kat mendadak kosong, seolah-olah pikirannya berada di tempat lain. Sesekali ia menerima telepon misterius, dan kemudian sikapnya semakin murung.
Paige dan Honey memutuskan mengajaknya bicara.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Paige. "Kau tahu kami menyayangimu, dan kalau kau ada masalah, kami ingin membantu."
"Thanks. Aku menghargai tawaran kalian, tapi tak ada yang bisa kalian lakukan. Ini masalah uang."
Honey menatapnya dengan heran. "Untuk apa kau butuh uang" Kita tak pernah pergi-pergi. Kita tidak punya waktu untuk belanja. Kita?"
"Bukan untukku. Untuk Mike, adikku." Kat belum pernah menyinggung adiknya. "Aku baru tahu kau punya adik." "Dia tinggal di San Francisco juga?" tanya Honey. Kat diam sejenak. "Tidak. Dia tinggal di Timur. Di Detroit. Kapan-kapan kuperkenalkan dia pada kalian."
"Ya, kami ingin tahu seperti apa adikmu itu. Apa pekerjaannya?"
"Semacam wiraswasta," Kat mengelak. "Sekarang ini usahanya agak macet, tapi Mike pasti bangkit lagi. Dia selalu bangkit lagi." Moga-moga aku benar, pikir Kat.
Harry Bowman resident pindahan dari ramah sakit lain. Ia selalu riang gembira, dan berusaha keras menyenangkan semua orang.
Suatu hari, ia berkata kepada Paige, "Saya akan membuat pesta kecil besok malam. Kalau Anda, Dr. Hunter, dan Dr. Taft belum punya acara, kenapa Anda tidak datang saja" Saya yakin Anda akan menikmatinya."
"Baiklah," ujar Paige. "Ada yang bisa kami bawa?"
Bowman tertawa. "Anda tidak perlu membawa apa-apa."
"Betul?" tanya Paige. "Sebotol anggur, mungkin" Atau?"
"Tidak peria/ Ini cuma pesta fceciJ di apartemen saya"
Apartemen Bowman ternyata sebuah penthouse dengan sepuluh kamar yang penuh perabot antik.
Ketiga wanita ita melangkah masuk dan terbengong-bengong.
"Ya Tuhan.?" kata Kat. "Dari mana semuanya ini berasal?"
"Saya cukup cerdik untuk mempunyai ayah yang pintar," jawab Bowman. "Dia mewariskan seluruh uangnya kepada saya." "Dan Anda tetap bekerja?" Kat terheran-heran. Bowman tersenyum. "Saya suka pekerjaan dokter." Hidangan prasmanan berapa kaviar Beluga Ma-lossol, pdte de campagne, salmon asap dari Skotlan-dia, tiram dalam cangkang, daging kepiting, crudites dengan saus vinaigrette, dan sampanye Cristal.
Bowman benar. Ketiga-tiganya menikmati pesta itu.
Terima kasih banyak," kata Paige kepada Bowman, ketika mereka berpamitan.
"Anda sudah ada acara hari Sabtu?" tanya Bowman.
"Belum" te-. "Saya punya perahu kecil. Mungkin kita bisa pergi berlayar." "Boleh juga."
Pukul empat dini hari, Kat dibangunkan di ruang istirahat dokter jaga. "Dr. Hunter, ER Tiga" Dr. Hunter, ER Tiga."
Kat turun dari tempat tidur, berjuang melawan f letih. Sambil menggosok-gosok mata untuk { mengusir kantuk, ia masuk ke lift, turun ke ER. Seorang mantri menyambutnya di pintu. "Dia ada di tempat tidur beroda di pojok sana."
Kat menghampirinya. "Saya Dr. Hunter," ia berkata sambil terkantuk-kantuk.
Pasien itu mengerang. "Oh, Dok. Anda harus melakukan sesuatu. Punggung saya sakit sekali."
Kat memaksakan diri tidak menguap. "Sudah berapa lama?" "Sekitar dua minggu."
Kat menatapnya dengan heran. "Dua minggu" Kenapa bara sekarang Anda datang ke sini?"
Pasien itu mencoba bergerak, dan meringis. "Terus terang, saya benci ramah sakit."
"Kalau begitu, kenapa Anda ada di sini sekarang?"
Si pasien tersenyum. "Besok ada turnamen golf besar, dan kalau Anda tidak menangani punggung saya, saya tidak bisa menikmatinya."
Kat menarik napas panjang. "Turnamen golf."
"Yeah." Kat berusaha mengendalikan diri. "Begini saja. Sekarang Anda pulang dulu. Minum dua tablet aspirin, dan kalau besok pagi masih ada keluhan, telepon saya." Ia membalik dan bergegas pergi, meninggalkan pasien itu dalam keadaan melongo.
Perahu kecil yang dimaksud Harry Bowman ter-151
nyata kapal pesiar mewah berukuran lima beli meter.
"Selamat datang!" katanya ketika menyambi Paige, Kat, dan Honey di dermaga. Honey mengagumi kapal itu. "Cantik sekah" ujar Paige. Selama tiga jam mereka berlayar di teluk, menikmati hari yang hangat dan cerah. Itu pertama kali sejak benninggu-minggu mereka mendapat kesempatan bersantai.
Ketika mereka berlabuh di lepas pantai Angel Island, sambil menyantap makan siang yang lezat, Kat berkomentar, "Ini baru hidup nyaman. Jangan ke darat lagi deh." "Setuju," ujar Honey.
Pendek kata, mereka semua menikmati acara itu.
Waktu mereka kembali ke dermaga, Paige berkata, "Terima kasih banyak atas acara yang mengasyikkan ini."
"Sama-sama." Bowman menepuk-nepuk lengan Paige. "Kalau Anda ada waktu, kita berlayar lagi. Kapan saja boleh. Anda bertiga pasti disambut dengan tangan terbuka." Betapa ramahnya dia, pikir Paige.
Honey senang bekerja di bagian obstetri. Bagian itu selalu penuh kehidupan baru dan harapan baru, serta diliputi suasana bahagia.
Para calon ibu yang akan melahirkan untuk pertama kali tampak gembira bercampur waswas.
Mereka yang sudah punya anak hanya ingin cepat-cepat selesai.
Salah satu wanita yang sudah mulai mengalami kontraksi berkata kepada Honey, "Syukurlah! Sebentar lagi saya bisa melihat jari kaki saya lagi."
Seandainya memiliki buku harian, Paige akan menandai tanggal lima belas Agustus dengan tinta merah. Pada hari itulah Jimmy Ford memasuki hidupnya.
Jimmy bekerja sebagai mantri di Embarcadero County Hospital. Ia memiliki senyum paling cerah dan watak paling riang yang pernah ditemui Paige. Tubuhnya kurus kecil,x dan tampangnya seperti anak tujuh belas tahun. Jimmy berusia 25, ia menyusuri lorong-lorong rumah sakit bagaikan angin puyuh. Tak ada tugas yang terlalu berat untuknya.
Ia selalu sibuk membantu semua orang. Ia tak pernah membeda-bedakan orang dan selalu bersikap sama kepada para dokter, juru rawat, maupun petugas kebersihan. Jimmy Ford gemar menceritakan lelucon. "Sudah dengar cerita tentang pasien yang seluruh tubuhnya dibalut gips" Pasien di tempat tidur sebelah bertanya, apa pekerjaannya.
"Dia bilang, "Aku tukang lap jendela di Empire State Building." "Pasien yang satu lagi bertanya, Kapan kau
be^Kira"-kira separo jalan sebelum terempas ke trotoar.?"
Lalu Jimmy menyeringai dan bergegas pergi membantu orang berikutnya.
Ia mengagumi Paige. "Suatu hari, aku bakal jadi dokter. Aku ingin sepati kau."
Ia sering membawakan hadiah-hadiah kecil untuk Paige?-permen dan boneka-boneka binatang. Setiap hadiah disertai lelucon.
"Di Houston, seorang pria mencegat orang yang berpapasan dengannya dan bertanya, "Bagaimana caranya untuk sampai di rumah sakit secepat mungkin?"
?"Katakan sesuatu yang buruk tentang Texas.?" Leluconnya selalu konyol sekali, tapi Jimmy bisa membuatnya terdengar lucu.
Ia biasa tiba bersamaan dengan Paige di rumah I sakit, dan menghampirinya naik sepeda motornya. I "Seorang pasien bertanya, "Apakah operasi saya J berbahaya, Dok?"
"Dan dokternya menjawab, ?"Tidak. Anda tidak bisa memperoleh operasi berbahaya dengan dua ratus dolar.?" Dan kemudian ia sudah pergi lagi.
Setiap kali Paige, Kat, dan Honey bebas tugas pada hari yang sama, mereka menjelajahi San Francisco. Mereka mengunjungi Dutch Mill dan Japanese Tea Garden. Mereka pergi ke Fisherman"s Wharf dan naik cable car. Mereka menonton pertunjukan di Curran Theater, dan makan malam di Maharani di Post Street. Semua pelayan berasal dari India, dan di luar dugaan Kat dan
Honey, Paige menyapa mereka dalam bahasa Hindi.
"Hum Hindustani baht bahut ocho bolta hi." Dan mulai saat itu, restoran tersebut seolah-olah milik mereka.
"Ya ampun, di mana kau belajar bahasa India?" tanya Honey.
"Hindi," ujar Paige. Ia diam sejenak. "Kami" Aku sempat tinggal di India." Semuanya masih begitu hidup. Ia dan Alfred berada di Agra, memandang Taj Mahal. Shah Jahan membangunnya untuk istrinya. Dia perlu dua puluh tahun, Alfred.
Aku akan membangun Taj Mahal untukmu. Aku tak peduli berapa lama aku harus mengerjakannya!
Ini Karen Turner. Istriku. Paige mendengar namanya dipanggil, dan menoleh.
"Paige?" Kat tampak cemas. "Kenapa kau?" "Aku" ehm" aku tidak apa-apa."
Jam kerja yang gila-gilaan terus berlanjut. Sekali lagi Malam Tahun Baru datang dan berlalu. Tahun kedua beralih ke tahun ketiga, tapi belum ada pembahan. Rumah sakit itu seakan-akan tak berhubungan dengan dunia luar. Perang, bencana kelaparan, dan musibah di negeri-negeri yang jauh terasa tak penting dibandingkan krisis-krisis yang mereka hadapi selama 24 jam sehari. Setiap kali Kat dan Paige bertemu di Jorong-155
lorong rumah sakit, Kat menyeringai dan berkata "Masih asyik bekerja?" "Kapan terakhir kali kau tidur?" tanya Paige. Kat mendesah. "Mana kuingat." Mereka melewati hari-hari dan malam-malam panjang, mencoba bertahan di bawah tekanan yang tak ada habisnya. Kalau sempat, mereka membeli sandwich dan minum kopi dingin dalam cangkir kertas.
Pelecehan seksual seolah-olah telah menjadi bagian tetap dari hidup Kat. Bukan para dokter saja yang terus berusaha merayunya, para pasien pun mencoba mengajaknya ke tempat tidur. Mereka memperoleh sambutan yang sama seperti para dokter. Aku tidak mau disentuh oleh laki-laki mana pun. Dan Kat benar-benar meyakininya.
Suatu pagi, di sela-sela kesibukannya, ia sekali lagi ditelepon Mike. "Hai, Kak."
Kat sudah tahu kelanjutannya. Ia telah mengirimkan seluruh uang yang bisa disisihkannya, tapi dalam hati ia sadar, berapa pun yang ia kirim takkan pernah cukup.
"Aku sebenarnya tidak mau terus merongrongmu, Kat. Sungguh. Tapf aku sedang agak terjepit." Suaranya terdengar tegang.
"Mike, kau dalam kesulitan?"
"Ehm, bukan soal penting. Aku punya utang
dan orang itu butuh uangnya sekarang juga, dan kupikir?"
"Kuusahakan, Mike," ujar Kat dengan letih. "Thanks. Kau memang selalu bisa kuandalkan, hmm" Aku sayang padamu." "Aku juga sayang padamu, Mike."
Suatu hari, Kat berkata kepada Paige dan Honey, "Kalian tahu apa yang kita butuhkan?" "Tidur sebulan penuh?"
"Liburan. Seharusnya kita berjalan-jalan di Champs-Elyse"es, sambil melihat-lihat barang-barang yang dipajang di jendela toko-toko mahal."
"Yeah. Semuanya serba kelas satu!" Paige menimpali sambil cekikikan. "Tidur sepanjang siang dan berpesta pora sepanjang malam." Honey tertawa. "Boleh juga." "Eh, kita kan punya jatah cuti dalam beberapa bulan," Paige teringat. "Bagaimana kalau kita susun rencana berlibur bersama-sama?"
"Setuju sekali," ujar Kat penuh semangat. "Sabtu depan, kita ke biro perjalanan, yuk?"
Selama tiga hari berikutnya mereka asyik menyusun rencana.
"Aku ingin sekali berkunjung ke London. Barangkali kita bisa ketemu Sri Ratu."
"Aku ke Paris saja. Menurutku, Paris kota paling romantis di dunia." "Aku mau naik gondola di Venezia, di bawah
sinar bulan." li.^ . , , .
Barangkali kita bisa ke Venezia untuk berbulan
i "7 madu, Paige, Alfred pernah berkata. Kau ber. minat" Oh, ya!
Paige bertanya-tanya, apakah Alfred mengajak Karen ke Venezia untuk bulan madu mereka.
Sabtu pagi, mereka bertiga mampir di Corniche Travel Agency di Powell Street.
Wanita di balik counter menyambut mereka dengan ramah. "Anda sudah punya rencana tertentu?"
"Kami ingin berlibur ke Eropa-?London, Paris, Venezia."
"Oh, menyenangkan sekali. Kami menawarkan beberapa paket tur ekonomis?"
"Jangan, jangan." Paige menatap Honey dan tersenyum lebar. "Kelas satu."
"Ya. Penerbangan kelas satu," Kat menimpali.
"Hotel kelas satu," Honey menambahkan.
"Hmm, kalau begitu saya sarankan Hotel Ritz di London, Hotel Crillon di Paris, Hotel Cipriani di Venezia, dan?" fe"
Paige berkata, "Anda punya brosur-brosur yang bisa kami bawa untuk dipelajari di rumah" Supaya kami bisa mengambil Keputusan."
"Oh, tentu. Silakan," ujar wanita yang melayani mereka.
Paige membaca salah satu brosur. "Anda juga melayani penyewaan kapal pesiar?"
Ya." pai^sS1"lan" mungkin *** me*yewa ka"
"Baik." Wanita itu mengambil sejumlah brosur
158 warni dan menyerahkan semuanya ke-berwama-war,iiKalau Anda sudah mengambil kepada Pal":elakan hubungi saya, dan saya akan me"
PUtUT;n segala sesuatu."
nyiapkan seg ^ Honey ^ SSilSSa di luar, Kat tertawa dan berkata, akan mengunjungi semua tempat im.
159 10 Seymour wilson, kepala bagian medis di Embarcadero County Hospital, adalah pria frastrasi dengan pekerjaan yang menguras tenaga maupun pikiran. Masalah yang dihadapinya memang rumit; terlalu banyak pasien, terlalu sedikit dokter dan jura rawat, serta terlalu sedikit waktu. Ia merasa seperti kapten sebuah kapal yang sedang tenggelam, berlari-lari dengan sia-sia untuk menyumbat semua kebocoran. i
Saat itu, masalah paling mendesak yang dihadapi Dr. Wilson adalah Honey Taft. Walapun beberapa dokter sangat menyukainya, tidak sedikit resident dan juru rawat yang dapat dipercaya melaporkan bahwa Dr. Taft tak mampu menjalankan tugasnya.
Wilson akhirnya menemui Benjamin Wallace. "Aku mau memberhentikan salah satu dokter kita," ia berkata. "Para resident yang bekerja sama dengannya melaporkan dia tidak kompeten/"
Wallace masih ingat Honey, dokter muda dengan nilai-nilai gemilang dan rekomendasi penuh pujian. "Aku tidak mengerti/ ia berkata, "Pasti ada kekeliruan." Ia berpikir sejenak. "Begini saja, Seymour. Siapa anggota stafmu yang paling kejam?" "Ted Allison."
"Oke. Besok pagi, suruh Honey Taft ikut kunjungan pasien bersama Dr. Allison. Minta agar Dr. Allison membuat laporan tentang dia. Kalau dia memang tidak kompeten, aku akan memberhenti-? kannya."
"Cukup adil," ujar Dr. Wilson. "Thanks, Ben."
Waktu makan siang, Honey memberitahu Paige bahwa ia ditugaskan menyertai Dr. Allison dalam kunjungan pasien besok pagi.
"Aku tahu dia," ujar Paige. "Dia terkenal brengsek."
"Aku juga dengar begitu," balas Honey dengan risau.
Saat itu, di bagian lain ramah sakit, Seymour Wilson sedang berbicara dengan Ted Allison. Allison memiliki pengalaman 25 tahun sebagal dokter. Ia pernah mengabdi sebagai petugas kesehatan Angkatan Laut, dan masih suka membentak-bentak orang.
Seymour sedang berkata, "Awasi Dr. Taft dengan ketat. Kalau dia tidak mampu, dia harus keluar dari sini. Mengerti?"
"Mengerti." Allison menyukai tugas seperti itu. Sama seperti Seymour Wilson, ia membenci dokter-dokter yang tidak kompeten. Selain itu, ia berpendapat wanita yang ingin terjun ke profesi medis sebaiknya jadi
juru rawat saja. Kalau Florence Nightingale saja puas sebagai juru rawat, yang lain seharusnya juga begitu.
Pukul enam keesokan paginya, para resident berkumpul di lorong untuk memulai kunjungan pasien. Kelompok itu terdiri atas Dr. Allison, Tom Benson asisten utamanya, dan lima resident, termasuk Honey Taft.
Allison menatap Honey dan berkata dalam hati, Oke, Sayang, coba kita lihat seberapa kemampuanmu. Ia terpaling kepada rombongannya. "Mari."
Pasien pertama di Bangsal Sam adalah gadis remaja yang terbaring di tempat tidur dan ter-I bungkus selimut-selimut tebal. Ia sedang tidur ketika dihampiri rombongan dokter.
"Oke," ujar Dr. Allison. "Silakan baca catatannya" Rp
Para resident mulai mempelajari catatan pasien itu. Dr.*Allison menoleh ke arah Honey. "Pasien ini mengalami panas-dingin, merasa tidak sehat, dan kehilangan nafsu makan. Ia demam, batuk, dan mengidap radang paru-paru. Bagaimana diagnosis Anda, Dr. Taft?" Honey mengeratkan kening, membisu. mBagaimunaT
"Earn," ujar Honey sambil berpikir, "saya rasa dia terkena psittacosis?demam kakaktua."
Dr. Allison menatapnya dengan heran. "Apa" apa yang menyebabkan Anda menarik kesimpulan itu?"
"Dia memperlihatkan gejala-gejala khas psittacosis, dan di catatannya tercantum bahwa dia bekerja paro waktu di toko binatang piaraan. Psittacosis ditularkan oleh kakaktua yang terinfeksi."
Allison mengangguk pelan-pelan. "Bagus" bagus sekali. Anda tahu cara penanganannya?"
"Ya. Tetrasiklin selama sepuluh hari, istirahat total, dan banyak minum."
Dr. Allison berpaling kepada rombongannya. "Perhatikan itu. Dr. Taft betul sekali." Mereka beralih ke pasien berikut. Dr. Allison berkata, "Catatan pasien ini menunjukkan bahwa dia mengidap tumor-tumor meso-telial, efusi yang berdarah, dan kelelahan. Bagaimana diagnosisnya?"
Salah satu resident setengah menebak, "Kedengarannya seperti sejenis radang paru-paru." Resident lain angkat bicara, "Mungkin kanker." Dr. Allison berpaling kepada Honey. "Bagaimana diagnosis Anda, Dokter?"
Honey merenung sejenak. "Sepintas lalu, kelihatannya seperti pneumokoniosis fibrosa, sejenis keracunan asbes. Catatannya menunjukkan bahwa dia bekerja di pabrik karpet."
Ted Allison tak sanggup menyembunyikan kekagumannya. "Hebat! Hebat! Mungkin Anda juga tahu terapinya?"
"Sayangnya, sampai saat ini belum ada terapi khusus."
Setelah itu, penampilan Honey semakin mengesankan. Dalam dua jam berikut, Honey mendiag"
aosis kasus Sindroma Reiter yang langka, osteitis deformans poiisitemia, dan malaria.
Seusai kunjungan pasien, Dr. Allison menyalami Honey. "Saya tidak mudah terkesan, Dokter, tapi saya ingin memberitahu Anda bahwa Anda memiliki masa depan gemilang." Honey tersipu-sipu. "Terima kasih, Dr. Allison." "Dan hal ini juga akan saya sampaikan kepada Ben Wallace," Dr. Allison menambahkan sambil pergi.
Tom Benson, asisten senior Allison, tersenyum dan menatap Honey. "Kutunggu kau setengah jam lagi, Sayang."
Paige berusaha menghindari Dr. Arthur Kane? 007. Namun setiap kali ada kesempatan, Kane meminta Paige sebagai asistennya ketika melakukan operasi. Dari setiap kali ia bertambah kurang ajar.
"Apa maksudmu, kau tidak mau berkencan denganku" Rupanya kau terlalu sibuk melayani orang lain, ya?"
Dan, "Aku memang pendek, Sayang, tapi tidak di semua tempat." Kau tahu maksudku, kan?"
Semakin lama, Paige semakin enggan bekerja sama dengannya. Berkali-kali Paige menyaksikan j Kane melakukan operasi yang tidak perlu dan mengangkat organ-organ tubuh yang sehat.
Suatu hari, ketika Paige dan Kane sedang me-nuju mang operasi, Paige bertanya, "Apa yang akan kita operasi, Dokter?" i
"Dompetnya!" Kane melihat roman muka Paige. "Cuma bercanda, Sayang."
"Dia seharusnya bekerja di rumah jagal," be-1I
lakangan Paige mengeluh kepada Kat. "Dia tidak pantas mengoperasi orang."
Setelah mengikuti operasi hati yang luar biasa ceroboh, Dr. Kane berpaling kepada Paige dan berkata, "Sayang sekali. Aku tidak yakin apakah dia akan selamat."
Paige tak sanggup lagi menahan kemarahannya. Ia memutuskan untuk berbicara dengan Tom Chang.
"Dr. Kane seharusnya dilaporkan," ujar Paige. "Dia membunuh pasien-pasiennya!" "Tenang saja."
"Bagaimana aku bisa tenang" Orang seperti dia mestinya dilarang melakukan operasi. Ini sudah kriminal. Dia seharusnya diajukan ke Komisi Mal-praktek."
"Apa gunanya" Kau hams membujuk para dokter lain untuk memberi kesaksian yang memberatkan dia, dan kujamin takkan ada yang mau. Kalangan dokter sangat tertutup, dan itu hams kita terima, Paige. Jangan berharap ada dokter yang mau memberi kesaksian melawan dokter lain. Kita semua sasaran empuk, dan kita saling membutuhkan. Tenanglah. Nanti kutraktir makan siang."
Paige menghela napas. "Baiklah, tapi aku tidak setuju dengan sistem ini."
Waktu makan siang, Paige bertanya, "Bagaimana keadaanmu dan Sye?"
Chang membisu agak lama. "Aku" kami punya masalah. Pekerjaanku menghancurkan perkawinan kami. Aku tidak tahu apa yang hams kulakukan."
"Aku yakin kau sanggup mengatasinya." Chang berkata dengan ketus, "Mudah-mudahan saja." Paige menatapnya.
"Aku akan bunuh diri kalau dia sampai meninggalkanku."
Keesokan paginya, Arthur Kane dijadwalkan melakukan operasi ginjal. Kepala Bagian Bedah berkata kepada Paige, "Dr. Kane minta Anda sebagai asistennya di OR."
Mulut Paige tiba-tiba kering kerontang. Ia tak sudi berdekatan dengan orang itu. Paige berkata, "Barangkali ada orang lain?" "Anda sudah ditunggu, Dokter." Paige menghela napas. "Baik." Ketika Paige selesai mempersiapkan diri, operasi itu sudah berjalan.
"Coba tolong sebentar, Sayang," kata Kane kepada Paige.
Perut pasien telah diolesi larutan yodium, dan sebuah irisan telah dibuat di kuadran kanan atas, tepat di bawah tulang rusuk. Kelihatannya semuanya beres, pikir Paige.
"Pisau bedah!" Perawat instrumentalis menyerahkan pisau bedah kepada Dr. Kane.
Kane menoleh. "Putar musik,"
Sesaat kemudian, sebuah CD sudah mulai berputar.
Dr. Kane terus mengiris. "Kita perlu sesuatu
yang lebih mantap." Ia menatap Paige. "Hidupkan bovie, Manis."
Manis. Paige mengenakkan gigi dan meraih bovie?sebuah alat bakar listrik. Ia mulai membakar urat-urat darah untuk membatasi perdarahan di rongga perut. Operasi berjalan dengan lancar.
Untung saja, ujar Paige dalam hati.
"Spons." Perawat instrumentalis menyerahkan spons kepada Kane.
"Oke. Sekarang suction." Ia mengiris-iris di sekitar ginjal sampai organ itu terbuka. "Ini dia, si setan cilik," Dr. Kane berkata. "Suction lagi." Ia mengangkat ginjal itu dengan tang penjepit "Oke. Sekarang tinggal ditambal."
Kali ini semuanya berjalan dengan lancar, namun tetap ada yang mengusik Paige. Ia pemper-hatikan ginjal yang bara dikeluarkan. Organ itu tampak sehat. Paige mengeratkan kening, bertanya-tanya apakah"
Ketika Dr. Kane mulai menjahit perut pasiennya, Paige menghampiri foto sinar-X yang terpasang di dinding. Ia mengamatinya sejenak, lalu berkata pelan-pelan, "Ya Tuhan!"
Foto sinar-X itu dipasang terbalik. Dr. Kane telah mengangkat ginjal yang salah.
Tiga puluh menit kemudian, Paige sudah berada di kantor Benjamin Wallace.
"Dia mengangkat ginjal yang sehat dan membiarkan ginjal yang sakit!" Suara Paige bergetar. "Orang itu seharusnya dimasukkan ke penjara."
Benjamin Wallace berusaha menenangkannya, "Paige, aku sependapat denganmu bahwa kejadian ini patut disesalkan. Tapi aku yakin tidak ada unsur kesengajaan. Ini suatu kekeliruan, dan?"
"Kekeliruan" Pasien itu hams menjalani dialisis selama sisa hidupnya. Siapa yang akan menanggungnya?"
"Percayalah, kita akan mengadakan sidang evaluasi kasus."
Paige tahu apa artinya: kejadian itu akan ditinjau kembali oleh sekelompok dokter, tapi semuanya akan dilakukan secara diam-diam. Informasi yang diperoleh akan dirahasiakan dari umum dan pasien bersangkutan.
"Dr. Wallace"* "Kau bagian dari tim kita, Paige. Kau hams bersikap sebagai anggota tim."
"Dia tidak pantas bekerja di rumah sakit ini. Atau di rumah sakit mana pun."
"Kau harus melihatnya secara keseluruhan. Kalau dia dikeluarkan, pers akan membuat kehebohan, dan nama baik rumah sakit ini akan tercemar. Kita pasti akan menghadapi gugatan-gugatan mal-praktek."
"Bagaimana dengan para pasien?" "Dr. Kane akan diawasi dengan ketat." Wallace membungkuk sedikit di kursinya. "Aku punya nasihat untukmu. Pada waktu hendak membuka praktek pribadi, kau akan memerlukan bantuan dokter-dokter lain untuk memperoleh referensi. Tanpa itu, kau tak bisa berbuat apa-apa, dan kalau kau dikenal sebagai pembangkang yang suka menuding sesama dokter, kau takkan memperoleh referensi. Kujamin itu."
Paige bangkit "Jadi, Anda takkan mengambil tindakan apa pun?"
"Aku sudah bilang tadi, kita akan mengadakan sidang evaluasi kasus."
"Itu saja?" "Itu saja." "Ini tidak adil," ujar Paige. Ia sedang duduk di kafetaria, makan siang bersama Kat dan Honey.
Kat menggelengkan kepala. "Siapa bilang hidup ini adil?"
Paige memandang berkeliling.di mangan steril bertegel putih itu. "Tempat ini membuatku tertekan. Semuanya sakit."
"Kalau tidak, mereka takkan ada di sini," balas Kat.
"Bagaimana kalau kita bikin pesta?" Honey mengusulkan.
"Pesta" Apa maksudmu?"
Suara Honey tiba-tiba penuh semangat "Kita bisa pesan makanan dan minuman yang lumayan, dan mengadakan perayaan! Kelihatannya kita semua butuh sedikit hiburan."
Paige memikirkannya sejenak. "Hmm," ia bergumam, "idemu boleh juga. Ayo, mari berpesta."
169 "Oke. Aku akan mengatur semuanya," kata Honey pada mereka. "Besok, sehabis kunjungan pasien."
Arthur Kane menghampiri Paige di lorong. Suaranya sedingin es. "Kau memang gadis nakal. Kau perlu diberi pelajaran supaya jangan suka mengadu.* Ia langsung pergi.
Paige memandangnya sambil terbengong-bengong. Wallace memberitaku dia. Seharusnya jangan begitu. "Kalau kau dikenal sebagai pembangkang yang suka menuding sesama dokter?" Apakah aku akan tertindak sama kalau kejadian seperti ini terulang lagi" Paige bertanya dalam hati. Tentu saja
Berita mengenai pesta itu menyebar dengan cepat Semua resident ikut menyumbang. Mereka memesan segunung makanan dari Ernie"s, serta minuman dari sebuah toko di dekat rumah sakit. Pesta akan dimulai pukul lima sore, di mang santai dokter. Makanan dan minuman tiba pukul setengah lima. Hidangannya lezat sekali: udang berpiring-piring, aneka jenis pdte, bola daging Swedia, pasta panas, buah-buahan, dan makanan pencuci mulut. Pukul lima seperempat, ketika Paige, Kat, dan Honey memasuki mang santai, mang itu sudah penuh resident, interns, dan juru rawat. Semuanya , sedang makan dan bergembira ria.
Paige berpaling kepada Honey, "Idemu memang j hebat." J
Honey tersenyum. "Terima kasih," .1
Sebuah panggilan berkumandang dari pengeras suara, "Dr. Finley dan Dr. Ketler ke ER. Slflf." Kedua dokter yang sedang melahap udang itu berpandangan, menghela napas panjang, dan bergegas meninggalkan tempat pesta.
Tom Chang menghampiri Paige. "Mestinya setiap minggu ada acara seperti ini." "Ya. Ini?"
Panggilan berikut menyusul. "Dr. Chang" Kamar 7" Dr. Chang" Kamar 7,"
Dan semenit kemudian, "Dr. Smythe" ER Dua" Dr. Smythe" ER Dua."
Pengeras suara itu tak kunjung berhenti. Dalam tiga puluh menit, hampir semua dokter dan juru rawat telah dipanggil untuk menangani keadaan darurat. Nama Honey dipanggil, lalu nama Paige, dan nama Kat.
"Aku betul-betul heran," ujar Kat. "Ada orang yang punya malaikat pelindung. Tapi sepertinya kita bertiga terkena kutukan setan perusak." Kata-katanya akan terbukti benar.
Senin pagi berikutnya, ketika Paige selesai bertugas dan hendak masuk ke mobilnya, dua bannya ternyata* kempis karena tersayat. Paige menatap ban-ban itu, seakan-akan tak percaya. Kau perlu diberi pelajaran supaya jangan suka mengadu!
Ketika sampai di apartemen, ia berkata kepada Kat dan Honey, "Hati-hati dengan Arthur Kane. Dia gila."
11 Kat dibangunkan pesawat telepon yang berdering dering. Tanpa membuka mata, ia meraih gagang telepon dan menempelkannya ke telinga.
"H"lo?" i"v,
"Kat" Ini Mike."
Kat langsung duduk, jantungnya berdebar-debar. "Mike, kau tidak apa-apa?" Ia mendengarnya tertawa.
"Aku belum pernah lebih baik dari sekarang, Kak. Berkat kau dan temanmu." Temanku?" "Mr. Dinetto."
"Siapa?" Kat mencoba berkonsentrasi. Ia masih setengah tidur.
"Mr. Dinetto. Juru selamatku."
Kat sama sekali tidak memahami maksud adiknya "Mike?"
"Kau masih ingat aku berutang pada beberapa orang" Berkat Mr. Dinetto, aku bebas dari kejaran mereka. Dia benar-benar baik. Dan dia terkagum-kagum padamu, Kat."
Kat sudah melupakan kejadian dengan Dinetto, tapi sekarang semuanya melintas kembali dalam benaknya. Lady, Anda tidak tahu dengan siapa Anda bicara. Lebih baik Anda turuti permintaan tuan ini. Ini Mr. Lou Dinetto.
Mike masih bercerita, "Aku. akan mengirim uang untukmu, Kat. Temanmu mau mencarikan pekerjaan untukku. Bayarannya tinggi."
Temanmu. Kat gelisah. "Mike, dengarkan aku. Kau hams berhati-hati." Ia mendengar Mike tertawa lagi. "Jangan khawatirkan aku. Aku kan sudah bilang, semuanya bakal beres. Nah, ternyata aku benar."
"Hati-hati, Mike. Jangan?"
Sambungannya terputus. Kat tak bisa tidur kembali. Dinetto! Bagaimana dia bisa tahu tentang Mike, dan kenapa dia menolongnya"
Malam berikutnya, ketika Kat meninggalkan rumah sakit, sebuah limousine hitam telah menunggunya di tepi jalan. Shadow dan Rhino berdiri di samping mobil itu.
Ketika Kat hendak melewati mereka, Rhino berkata, "Ayo masuk, Dokter. Mr. Dinetto mau ketemu Anda."
Sejenak Kat menatap pria itu. Rhino bertampang menakutkan, tapi Shadow-lah yang benar-benar membuatnya ngeri. Sikapnya yang dingin mengandung ancaman bisu. Dalam keadaan biasa,
173 Kat takkan mau naik ke mobil itu, tapi ia masih bingung karena telepon dari Mike.
Ia dibawa ke sebuah apartemen kecil di pinggir kota, dan ketika ia sampai, Dinetto sudah menunggunya. ,
"Terima kasih atas kedatangan Anda, Dr. Hunter," Dinetto berkata. "Teman saya mengalami kecelakaan kecil. Saya minta Anda memeriksanya."
"Apa hubungan Anda dengan Mike?" Kat bertanya dengan ketus.
"Tidak ada apa-apa," pria itu berlagak tak bersalah. "Dia mengalami sedikit masalah, dan anak buah saya membereskan masalah itu."
"Bagaimana" bagaimana Anda bisa tahu tentang dia" Maksud saya, bahwa dia adik saya dan?"
Dinetto tersenyum. "Dalam bisnis saya, semuanya berteman. Kami saling membantu. Mike punya urusan dengan beberapa orang jahat, jadi saya membantunya. Anda seharusnya berterima kasih."
"Saya memang berterima kasih," ujar Kat. "Sungguh."
"Bagus! Anda tahu pepatah "Ada ubi ada talas, ada budi ada balas?""
Kat menggelengkan kepala. "Saya tidak mau terlibat dalam urusan ilegal."
"Ilegal?" Dinetto mengulangi. Ia tampak ter-lanSTh wa mungkin memit** Anda me-kecilAm* u;Tfmm saya mengalami kecelakaan
lantnl^?* "*it. tolong periksa dia." SliP" dalam hati. "Baiklah." ia ada dl kamar tidur."
Teman yang dimaksud Dinetto ternyata babak Iur ia terbaring di ranjang, tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi?" tanya Kat. pinetto menatapnya dan berkata, "Dia jatuh dari


Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang mi seharusnya masuk rumah sakit.
"Saya sudah bilang, dia tidak suka rumah sakit. Saya bisa mengusahakan peralatan medis apa pun yang Anda butuhkan. Sebelum ini, saya punya dokter lain yang biasa merawat teman-teman, tapi dia kecelakaan."
Kata-kata itu membuat Kat merinding. Ia ingin kabur dari tempat itu dan pulang, tanpa perlu mendengar nama Dinetto lagi, tapi tak ada yang gratis dalam hidup. Quid pro quo. Kat membuka mantel dan mulai bekerja.
175 12 Pada awal tahun keempat masa residency-nyu Paige telah mengikuti ratusan operasi sebagai asisten. Operasi telah menjadi bagian hidupnya, h hafal prosedur bedah untuk kantong empedu, limpa kecil, hati, usus buntu, dan yang paling menegangkan, untuk jantung. Tapi Paige frustrasi karena belum diizinkan melakukan pembedahan. Apakah "Norton satu kali, kerjakan satu kali, ajarkan satu kali" sudah tidak berlaku" ia bertanya dalam hati.
Jawabannya diperoleh ketika George Englund, kepala bagian bedah, memanggilnya.
Taige, ada operasi hernia yang dijadwalkan untuk besok di OR Tiga, pukul setengah delapan pagi."
Paige mencatatnya "Oke. Siapa yang akan mengerjakannya?" "Kau."
"Oke. Saya?" Tiba-tiba ia sadar. "Saya?" "Ya. Kau keberatan?"
Senyum Paige membuat seluruh mangan terasa cerah. "Tidak, Sir. Saya" terima kasih."
"Kau sudah siap. Pasien itu beruntung mendapatkanmu. Namanya Walter Herzog. Dia di Kamar 314."
"Herzog. Kamar 314. Oke."
Dan kemudian Paige sudah berada di luar.
Belum pernah Paige begitu bergairah. Aku akan melalaikan operasiku yang pertama! Aku akan memegang nyawa orang lain di tanganku. Bagaimana kalau aku belum siap" Bagaimana kalau aku membuat kesalahan" Siapa tahu aku gagal" Ingat Murphy"s Law. Pada waktu Paige selesai berdebat dengan dirinya sendiri, ia sudah dicekam panik.
Ia pergi ke kafetaria dan duduk sambil menghirup secangkir kopi pahit. Jangan khawatir, ia berkata dalam hati. Sudah puluhan kali aku ikut operasi hernia sebagai asisten. Tak ada masalah, Dia beruntung mendapatkanku. Ketika selesai minum kopi, ia cukup tenang untuk menghadapi pasiennya yang pertama.
Walter Herzog berusia enam puluhan, kurus, botak, dan gelisah sekali. Ia terbaring di tempat tidur, memegangi selangkangannya, sewaktu Paige masuk dengan membawa seikat bunga. Herzog menoleh ke pintu.
"Suster" saya mau ketemu dokter."
Paige menghampiri tempat tidur dan menyerahkan bunga-bunga yang dibawanya. "Saya dokte Anda. Saya yang akan membedah Anda."
Herzog menatap bunga-bunga itu, lalu menata*. Paige. "Anda apa?"
"Jangan khawatir," Paige berusaha menenangkannya "Anda akan ditangani dengan sebaik-baiknya." Ia meraih catatan di ujung tempat tidur dan membacanya
"Apa yang tertulis di situ?" pasiennya bertanya dengan gelisah. Kenapa dia membawakan bunga untukku"
"Di sini tertulis bahwa Anda akan kembali seperti sediakala."
Herzog menelan ludah. "Betul Anda yang akan mengoperasi saya?"
"Ya" "Anda kelihatan sangat" sangat muda." Paige menepuk-nepuk lengan Herzog. "Saya belum pernah kehilangan pasien." Ia memandang beikeliling. "Anda cukup nyaman di sini" Barangkali saya bisa mengambilkan bahan bacaan" Buku, atau majalah" Permen?"
Herzog mendengarkannya dengan gelisah. "Tidak perlu, terima kasih." Kenapa dokter itu begitu ramah padanya" Jangan-jangan ada yang dirahasiakannya"
"Baiklah, kalau begitu, sampai ketemu besok pagi," Paige berkata dengan riang. Ia menuliskan sesuatu pada secarik kertas, yang lalu diberikannya I kepada Herzog. "Ini nomor telepon rumah saya.
Silakan telepon kalau Anda memerlukan saya nanti malam. Saya takkan beranjak dari samping telepon."
Ketika Paige pergi, Herzog lebih gelisah dari sebelumnya.
Beberapa menit kemudian, Jimmy melihat Paige di mang santai. Ia menghampirinya sambil tersenyum lebar. "Selamat! Kudengar kau akan melakukan operasi."
Beritanya menyebar dengan cepat, pikir Paige. "Ya."
"Siapa pun dia, dia beruntung," kata Jimmy. "Kalau sampai terjadi sesuatu denganku, kaulah satu-satunya orang yang akan kubiarkan mengoperasiku."
"Thanks, Jimmy."
Percakapan dengan Jimmy tentu saja belum lengkap tanpa lelucon.
"Sudah dengar cerita tentang orang yang merasa nyeri di mata kaki" Dia terlalu kikir untuk mengunjungi dokter, jadi waktu temannya punya keluhan yang persis sama, dia bilang, "Sebaiknya kau segera periksa ke dokter. Habis itu, beritahu aku apa yang dikatakannya."
"Besoknya, dia dengar temannya itu meninggal. Dia langsung ke rumah sakit dan menghabiskan lima ribu dolar untuk bermacam-macam tes. Tapi dia malah dinyatakan sehat. Karena penasaran, dia telepon janda temannya, dan bertanya, "Apakah Chester kesakitan sekali sebelum meninggal?"
179 ?"Tidak, jawab si janda. "Dia bahkan sempat melihat truk yang menabraknya." Dan Jimmy langsung pergi.
Paige terlalu senewen untuk makan malam. Sepan, jang malam ia beriatih membuat simpul belah pada kaki meja dan lampu-lampu. Aku harus cukup istirahat, pikir Paige, supaya aku segar bugar besok pagi.
h terjaga sepanjang malam, sambil membayangkan operasi itu, berulang-ulang.
Hernia dibagi menjadi tiga jenis: hernia reponibilis, di mana buah zakar dapat didorong kembali ke rongga perut; hernia ireponibilis, di mana tindakan tersebut tak dapat dilakukan akibat adhesi, dan yang paling berbahaya, hernia strangulata, di mana aliran darah melalui hernia terpotong, sehingga menimbulkan kerusakan pada usus. Walter Herzog termasuk kasus hernia reponibilis.
Pukul enam keesokan paginya, Paige membelokkan mobilnya ke pelataran parkir rumah sakit. Di samping tempat parkirnya ada sebuah Ferrari merah yang masih bam. Paige memperhatikannya sepintas lalu, dan bertanya-tanya siapa pemiliknya. Yang jelas, orang itu pasti kaya raya.
Pukul tujuh, Paige membantu Walter Herzog mengganti baju Hour dengan baju ramah sakit berwarna biro. Seorang juru rawat telah memberikan obat penenang untuk Herzog agar tidak gelisah sementara menunggu tempat tidur beroda yang akan membawanya ke ruang operasi.
"Ini operasi saya > ing pertama," ujar Walter Herzog.
Sama, pikir Paige. Tempat tidur beroda tiba, dan Walter Herzog didorong ke OR Tiga. Paige menyusuri lorong di sampingnya. Jantungnya berdebar-debar begitu keras, sehingga ia khawatir Herzog bisa mendengarnya.
OR Tiga termasuk ruang operasi yang lebih besar, sanggup menampung monitor jantung, mesin pacu jantung, dan berbagai macam peralatan lainnya. Ketika Paige memasuki ruangan itu, stafnya sudah mulai menyiapkan perlengkapan. Ada dokter pendamping, ahli anestesi, dua resident, perawat instrumentalis, serta dua circulating nurse.
Para anggota staf menatap Paige penuh rasa ingin tahu. Semua ingin melihat, bagaimana Paige menangani operasinya yang pertama.
Paige menghampiri meja operasi. Daerah di sekitar alat vital Walter Herzog dicukur dan dibersihkan dengan larutan antiseptik. Kain penutup steril telah diletakkan di sekeliling daerah pembedahan.
Herzog menatap Paige dan berkata dengan mengantuk, "Anda takkan membiarkan saya mati, bukan?"
Paige tersenyum. "Apa" Dan mencoreng catatan saya yang bersih?"
Ia menatap ahli anestesi yang akan memberikan anestesi epidural kepada pasien, sebuah blokade pelana. Paige menarik napas dalam-dalam dan
rmengangguk. Operasi dimulai. "Pisau bedah." Paige bam hendak melakukan sayatan pertama melalui tailrt, ketika circulating nurse mengatakan sesuatu. "Apa?"
"Anda mau mendengarkan musik, Dokter?" Bara sekali itu pertanyaan tersebut diajukan kepada Paige. Ja tersenyum. "Oh, ya. Tolong putar Jimmy Buffet"
Begitu Paige melakukan sayatan pertama, kegelisahannya langsung lenyap. Sepertinya ia sedang mengerjakan sesuara yang sudah seumur hidup dikerjakannya. Dengan terampil ia menyayat lapisan-lapisan lemak dan otot, sampai mencapai lokasi hernia. Dan sambil bekerja, ia mendengar kata-kata yang sudah begitu akrab di telinganya menggema di ruang operasi. "Spons?" Tolong bovie.." "Itu dia,,."
"Rupanya kita tepat pada waktunya?"
Tenjepit?" Tolong suction?" Pikiran Paige sepenuhnya terfokus pada pekerjaannya Cari kantong hernia,., bebaskan" kembalikan isinya ke rongga perut.., ikat bagian bawah
kantong" potong sisanya" cincin inguinalis" jahit lukanya"
Satu jam dua puluh menit setelah sayatan pertama, operasi itu selesai.
Paige seharusnya lelah, tapi malah merasa bersemangat sekali.
Setelah Walter Herzog selesai dijahit perawat instrumentalis berpaling kepada Paige. "Dr. Taylor?" Paige menoleh. "Ya?"
Jura rawat itu tersenyum lebar. "Anda hebat sekali, Dokter."
Hari Minggu, ketiga wanita itu bebas tugas.
"Apa acara kita hari ini?" tanya Kat.
"Mumpung cuacanya lagi bagus, bagaimana kalau kita pergi ke Tree Park?" Paige mengusulkan. "Kita bawa makanan dari ramah, lalu berpiknflc di sana."
"Kedengarannya menarik juga," ujar Honey.
"Ayo, tunggu apa lagi?" Kat mendukung.
Pesawat telepon berdering. Ketiga-tiganya langsung menatapnya.
"Ya ampun!" Kat mengeluh. "Kupikir Lincoln sudah mencoret nama kita dari jadwal tugas. Jangan dijawab. Ini hari libur kita."
"Kita tidak punya hari libur," Paige mengingatkannya.
Kat menghampiri telepon dan mengangkat gagangnya. "Dr. Hunter." Sejenak ia mendengarkan lawan bicaranya, lalu menyerahkan gagang telepon kepada Paige. "Untukmu, Dr. Taylor."
Paige menghela napas. "Oke." Ia meraih gaganj telepon. "Dr. Taylor. Halo, Tom" Apa" Tidak sebenarnya aku baru mau pergi. Begitu" Baiklah, Lima belas menit lagi aku tiba di sana." Ia meletakkan gagang telepon. Selamat tinggal, piknik, pikirnya. "Kabar buruk?" tanya Honey. "Ya, kita mungkin akan kehilangan pasien. Kuusahakan makan malam di rumah."
Ketika Paige tiba di rumah sakit, ia membelok ke pelataran parkir dokter dan berhenti di samping Ferrari bara yang mengilap. Entah berapa kali pemiliknya harus melakukan operasi supaya sanggup membeli mobil seperti ini"
Bila Pedang Berbunga Dendam 14 Pendekar Slebor 40 Tasbih Emas Bidadari Pendekar Bloon 2

Cari Blog Ini