Ceritasilat Novel Online

Macan Tutul Di Salju 4

Macan Tutul Di Salju Leopard In The Snow Karya Anne Mather Bagian 4


pengetahuan yang terbatas tentang proses pemilihan yang rumit. Karena itulah
satu orang kardinal diseleksi untuk mengawasi pemilihan itu dari dalam Kapel
Sistina. Para kardinal sering bergurau, terpilih menjadi The Great Elector adalah
kehormatan yang kejam di dalam dunia Kristen Katolik. Penunjukan itu membuat
orang tersebut tidak dapat dipilih menjadi calon paus selama pemilihan itu
berlangsung. Jabatan itu juga membuat orang tersebut harus menghabiskan waktu
berhari-hari sebelum acara itu diadakan untuk membaca berlembar-lembar Universi
Dominici Gregis agar memahami seluk beluk misteri ritual yang diadakan dalam
rapat pemilihan paus sehingga dapat memastikan acara itu terlaksana dengan
semestinya. Walau demikian, Mortati tidak mengeluh. Dia tahu dia terpilih karena alasan yang
masuk akal. Bukan hanya karena dia adalah kardinal senior, tetapi dia juga orang
kepercayaan mendiang Paus. Itu merupakan satu fakta yang mengangkat harga
dirinya. Walau secara teknis usia Mortati memungkinkannya untuk dipilih, dia
agak terlalu tua untuk menjadi calon serius. Pada usianya yang ke-79 tahun, dia
sudah bekerja begitu keras sehingga Dewan Kardinal meragukan kesehatannya untuk
mampu menjalankan tuntutan kepausan yang berat. Seorang paus biasanya bekerja
empat belas jam sehari, tujuh hari seminggu, dan meninggal karena lalu letih
setelah rata-rata bertugas selama 6,3 tahun. Lelucon kalangan dalam mengatakan,
menjadi paus adalah "jalan tercepat menuju surga bagi seorang kardinal."
Banyak orang percaya, Mortati dapat saja menjadi paus ketika dia masih muda
kalau saja dia tidak terlalu berpandangan terbuka. Kalau seseorang berniat ingin
menjadi paus, ada sebuah Trinitas Suci yang harus dimiliki calon tersebut, yaitu
Konservatif, Konservatif, dan Konservatif.
Anehnya Mortati merasa senang ketika melihat mendiang Paus ternyata membuka
dirinya sendiri sebagai orang yang liberal ketika menjabat. Mungkin mendiang
Paus merasa dunia modern berjalan menjauhi gereja sehingga dirinya memperlunak
posisi gereja pada ilmu pengetahuan, bahkan mendermakan uang untuk tujuan ilmu
pengetahuan tertentu. Celakanya, gagasan itu adalah bunuh diri politik. Kalangan
Katolik konservatif menganggap Paus sudah 'pikun', sementara kalangan ilmuwan
puritan menuduhnya mencoba menyebarkan pengaruh gereja di tempat yang tidak
semestinya. "Jadi, di mana mereka?" Mortati berpaling. Salah seorang kardinal
menepuk bahunya dengan gugup.
"Kamu tahu di mana mereka, bukan?" Mortati mencoba untuk tidak terlalu
memperlihatkan kekhawatirannya. "Mungkin masih bersama sang camerlegno.'' "Pada jam seperti
ini" Aneh sekali!" Kardinal itu mengerutkan keningnya tidak percaya. "Mungkin
sang camerlegno lupa waktu?"
Mortati sungguh meragukan hal itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia
sangat tahu kalau para Kardinal tidak terlalu perhatian pada sang camerlegno.
Hal itu disebabkan karena usia sang camerlegno terlalu muda untuk melayani Paus
dengan begitu dekatnya. Mortati menduga kebencian kebanyakan kardinal itu
hanyalah wujud kecemburuan mereka. Sesungguhnya Mortati mengagumi anak muda itu
dan diamdiam mendukung pilihan mendiang Paus yang menjadikannya sebagai Kepala
Rumah Tangga Kepausan. Mortati hanya melihat kepastian ketika dia melihat mata
sang camerlegno. Tidak seperti sebagian besar para kardinal sang camerlegno
mendahulukan gereja dan keyakinan di atas politik sepele seperti itu. Sang
camerlegno betul-betul seorang hamba Tuhan yang baik.
Dari keseluruhan masa jabatannya, pengabdian sang camerlegno yang setia itu
sudah legendaris. Banyak orang menghubungkan hal itu dengan kejadian-kejadian
ajaib ketika dia masih kecil kejadian yang telah meninggalkan kesan abadi di
hati setiap orang. Kemukjizatan dan keajaiban, kata Mortati dalam hati. Dia
sering berharap masa kanak-kanaknya memiliki perisitiwa yang dapat membantu
mengembangkan keyakinannya yang teguh.
Sayangnya, sang camerlegno tidak akan pernah mau menjadi paus di hari tuanya.
Mortati tahu itu. Mencapai posisi kepausan memerlukan sejumlah ambisi politik
tertentu, sesuatu yang tampaknya tidak dimiliki oleh sang camerlegno muda itu.
Dia bahkan beberapa kali menolak tawaran Paus yang ingin mengangkatnya sebagai
pegawai yang lebih tinggi. Dia selalu berkata dirinya lebih suka melayani gereja
sebagai orang biasa. "Lalu bagaimana ini?" Kardinal yang tadi menepuk bahu Mortati menunggu jawaban.
Mortati mendongak, "Maaf?" "Mereka terlambat! Apa yang harus kita lakukan?" "Apa
yang dapat kita lakukan?" jawab Mortati dengan
pertanyaan lagi. "Kita tunggu saja. Dan percayalah." Karena tidak puas dengan
jawaban Mortati, kardinal itu
kembali lagi ke bagian ruangan yang gelap. Mortati berdiri sesaat, mengusap
pelipisnya dan mencoba untuk menjernihkan pikirannya. Memangnya, apa yang dapat
kita lakukan" Dia kemudian menatap altar, lalu memandang ke atas, ke arah
lukisan dinding Michelangelo berjudul "Pengadilan Terakhir" yang terkenal itu.
Lukisan itu sama sekali tidak menenangkan kecemasannya. Lukisan setinggi lima
puluh kaki itu terlihat menakutkan; gambaran Yesus Kristus yang sedang
memisahkan orang-orang yang baik dan yang berdosa, lalu memasukkan para pendosa
itu ke dalam neraka. Ada daging yang dikuliti dan tubuh yang terbakar. Bahkan
salah seorang saingan Michelangelo dilukis duduk di neraka dengan telinga
keledai. Guy de Maupassant pernah menulis kalau lukisan tersebut terlihat
seperti gambar yang bisa ditemukan di stan gulat yang terdapat di karnaval dan
dibuat oleh seorang pengangkut arang yang bodoh.
Entah kenapa Kardinal Mortati merasa harus menyetujui
pendapat Maupassant tersebut.
43 LANGDON BERDIRI MEMATUNG di depan jendela antipeluru dan melihat ke bawah, ke
arah truk-truk pers di Lapangan Santo Petrus. Percakapan telepon yang menakutkan
itu telah membuatnya merasa tidak nyaman. Ternyata dia tidak sendirian.
Kelompok Illuminati, seperti hantu dari kedalaman sejarah yang terlupakan, kini
telah muncul dan menampakkan dirinya di hadapan musuh bebuyutan mereka. Tidak
ada tuntutan. Tidak ada negosiasi. Hanya balas dendam. Sangat sederhana. Sebuah
aksi balas dendam yang sudah ditunggu-tunggu selama 400 tahun. Tampaknya setelah
berabad-abad teraniaya, akhirnya kelompok itu ingin unjuk gigi.
Sang camerlegno berdiri di samping mejanya, memandang telepon itu dengan tatapan
kosong. Olivetti-lah yang pertama kali memecah keheningan. "Carlo," panggilnya
dengan menggunakan nama kecil sang camerlegno sehingga terdengar lebih seperti
kawan lama daripada seorang petugas. "Selama 26 tahun, aku bersumpah untuk
melindungi lembaga ini. Tapi sepertinya malam ini aku sudah dipermalukan."
Sang camerlegno menggelengkan kepalanya. "Kamu dan aku melayani Tuhan dengan
kapasitas yang berbeda. Pelayanan selalu membawa kehormatan."
"Peristiwa ini ... aku tidak dapat membayangkan bagaimana ... situasi ini ..."
Olivetti tampak sudah kehilangan kata-kata.
"Kamu tahu kalau kita hanya memiliki satu jalan keluar. Aku mempunyai tanggung
jawab atas keamanan Dewan Kardinal." "Sepertinya, tanggung jawab itu ada padaku,
signore." "Kalau begitu, anak buahmu harus mengawasi jalannya
evakuasi." "Signore?" "Pilihan lainnya bisa dipikirkan nanti - pencarian benda
itu, pencarian kardinal-kardinal yang hilang dan penculiknya. Tetapi pertamatama para kardinal di Kapel Sistina harus dibawa ke tempat yang aman.
Keselamatan manusia berada di atas segalanya. Orang-orang ini adaiah dasar
kekuatan gereja ini." "Maksud Anda kita harus menunda rapat pemilihan paus?"
"Apa aku punya pilihan lain?" "Bagaimana dengan kewajibanmu untuk mengangkat
paus yang baru?" Kepala Urusan Rumah Tangga Kepausan yang berusia muda itu mendesah
dan berpaling ke jendela. Matanya memandang ke arah kota Roma yang membentang di
bawahnya. "Yang Mulia Mendiang Paus pernah mengatakan kepadaku kalau paus adalah
manusia yang terbagi di antara dua dunia ... dunia nyata dan ketuhanan. Dia
memperingatkan, gereja yang mengabaikan dunia nyata tidak akan bisa menikmati
dunia ketuhanan." Tiba-tiba suaranya terdengar bijaksana walau dia masih muda.
"Dunia nyata berada di hadapan kita malam ini. Kita akan kalah kalau
mengabaikannya. Kebanggaan dan teladan tidak boleh menghalangi nalar dan
logika." Olivetti mengangguk, wajahnya tampak terkesan. "Maaf kalau aku pernah memandang
remeh dirimu, signore."
Sang camerlegno tampaknya tidak mendengar. Tatapannya jauh ke depan jendela.
"Aku akan berbicara secara terbuka, signore. Dunia nyata adalah duniaku. Aku
membenamkan diriku ke dalam keburukan setiap hari agar orang lain bisa mencari
sesuatu yang lebih murni. Biarkan aku menasihatimu dalam situasi sekarang ini.
Aku terlatih untuk mengatasi ini. Instingmu yang sangat berharga itu ... malah
dapat mendatangkan petaka." Sang camerlegno menoleh. Olivetti mendesah.
"Evakuasi Dewan Kardinal dari Kapel Sistina adalah kemungkinan terburuk yang
dapat kamu lakukan sekarang."
Sang camerlegno tidak tampak marah, dia hanya bingung. "Apa usulmu?"
"Jangan katakan apa-apa kepada para kardinal. Kunci ruang pertemuan. Hal itu
akan memberi kita waktu untuk mencoba pilihan lainnya."
Sang camerlegno tampak bingung. "Kamu mengusulkan agar aku mengurung seluruh
anggota Dewan Kardinal di atas sebuah bom waktu?"
"Ya, signore. Mulai sekarang. Nanti, kalau diperlukan, kita dapat mengatur
evakuasi itu." Sang camerlegno menggelengkan kepalanya. "Menunda upacara itu sebelum dimulai
akan menimbulkan banyak pertanyaan, tetapi setelah pintu dikunci tidak ada yang
boleh mengganggu. Prosedur rapat mengharuskan - "
"Dunia nyata, signore. Kamu berada di dalam dunia nyata malam ini. Dengarkan
baik-baik." Olivetti sekarang berbicara dengan kecepatan khas seorang petugas
lapangan. "Menggiring kardinal dalam keadaan tidak siap dan tidak terlindung ke
Roma adalah tindakan yang gegabah. Akan menimbulkan kebingungan dan kepanikan
bagi beberapa orang tua itu. Dan terus terang saja, satu serangan stroke fatal
sudah cukup untuk bulan ini. Satu serangan stroke fatal. Kata-kata komandan itu
mengingatkan Langdon pada berita utama yang dibacanya ketika makan malam dengan
beberapa mahasiswanya di Harvard Commons: PAUS MENGALAMI STROKE. MENINGGAL DALAM
TIDURNYA. "Terlebih lagi," kata Olivetti, "Kapel Sistina adalah sebuah benteng. Walau kita
tidak mengungkapkan kenyataan tersebut struktur bangunan itu sangat kuat dan
dapat menangkal segala serangan seperti serangan bom. Sebagai persiapan, kami
sudah memeriksa setiap inci kapel itu siang ini, mencari alat penyadap dan
perlengkapan pengintaian lainnya. Kapel itu bersih, seperti surga yang aman, dan
aku percaya antimateri itu tidak berada di dalam. Tidak ada tempat yang lebih
aman dari tempat itu bagi para kardinal. Kita selalu dapat membicarkan evakuasi
darurat nanti, kalau sudah waktunya."
Langdon terkesan. Logika Olivetti yang dingin dan pandai mengingatkannya pada
Kohler. "Komandan," kata Vittoria, suaranya terdengar tegang, "ada yang harus
diperhatikan lagi. Tidak seorang pun pernah menciptakan antimateri sebesar ini.
Tentang radius ledakannya, aku hanya dapat memperkirakannya. Beberapa tempat di
sekitar Roma mungkin juga berada dalam bahaya. Jika tabung itu berada di salah
satu gedung utama atau di bawah tanah, efek ledakan di luar dinding Vatican City
mungkin saja minimal, tetapi kalau tabung itu berada di dekat pagar
perbatasan ... di dalam gedung ini misalnya ...." Vittoria mengerling waspada ke
luar jendela ke arah kerumunan di Lapangan Santo Petrus.
"Aku sangat tahu akan kewajibanku pada dunia luar," sahut Olivetti, "dan hal itu
membuat situasi ini menjadi tidak terlalu parah. Keamanan tempat suci ini adalah
satu-satunya tujuan saya selama lebih dari dua dekade. Aku tidak berniat
membiarkan bom itu meledak."
Camerlegno Ventresca menatapnya. "Kamu pikir, kamu dapat menemukannya?"
"Biarkan aku membicarakannya beberapa pilihan yang kita miliki dengan beberapa
ahli pengintaian. Ada satu kemungkinan, kalau kita mematikan listrik di Vatican
City, kita dapat mengurangi latar belakang frekuensi radio sehingga menciptakan
lingkungan cukup bersih agar kita dapat melacak medan magnet tabung tersebut."
Vittoria tampak terkejut, lalu wajahnya terlihat terkesan. "Kamu akan memadamkan
listrik di Vatican City?" "Mungkin saja. Aku belum tahu apakah itu mungkin,
tetapi itu adalah satu pilihan yang ingin aku jelajahi." "Para kardinal tentu akan
bertanya-tanya apa yang terjadi,"
kata Vittoria. Olivetti menggelengkan kepalanya. "Rapat pemilihan paus
dilaksanakan dalam penerangan lilin. Para kardinal tidak akan tahu. Setelah
ruang rapat di kunci, aku dapat menarik semua anak buahku, kecuali beberapa
orang yang tetap tinggal di sana dan kita bisa mulai mencari. Seratus orang
dapat menyisir tempat yang cukup luas dalam lima jam."
" Empat jam," Vittoria meralat. "Aku harus menerbangkan tabung itu kembali ke
CERN. Ledakan tidak dapat dihindari kecuali kalau kita mengisi kembali
baterenya." "Tidak bisa diisi ulang di sini?" Vittoria menggelengkan kepalanya.
"Bagian dalamnya rumit. Aku harus membawanya kembali kalau bisa." "Empat jam, kalau begitu," kata
Olivetti, sambil mengerutkan keningnya. "Masih ada waktu. Panik tidak ada
gunanya. Signore, kamu punya waktu sepuluh menit. Pergilah ke kapel dan kunci
ruang rapatnya. Berikan waktu kepada anak buahku untuk melakukan pekerjaannya.
Begitu kita mendekati jam kritis, kita akan membuat keputusan yang kritis juga."
Langdon bertanya-tanya, seberapa dekat mereka dengan "jam kriis" yang dimaksud
oleh Olivetti. Sang camerlegno tampak risau. "Tetapi para kardinal akan menanyakan keberadaan
para preferiti ... terutama Baggia ... di mana mereka."
"Kalau begitu kamu harus memikirkan alasan, signore. Katakan saja kepada mereka
kalau tadi kamu menyuguhkan sesuatu saat minum teh, sesuatu yang tidak cocok
dengan perut mereka."
Sang camerlegno tampak gusar. "Berdiri di altar Kapel Sistina dan berbohong di
hadapan Dewan Kardinal?"
"Demi keamanan mereka sendiri. Una bugia veniale. Kebohongan dengan maksud baik.
Tugasmu hanyalah menjaga kedamaian." Lalu Olivetti beranjak ke pintu. "Sekarang,
izinkan aku pergi. Aku akan mulai bekerja."
"Komandan," sang camerlegno mendesak. "Kita tidak boleh mengabaikan para
kardinal yang hilang."
Olivetti berhenti di depan pintu. "Baggia dan yang lainnya sekarang berada di
luar jangkauan kita. Kita harus merelakan mereka pergi ... demi kebaikan
semuanya. Militer menyebut keadaan ini sebagai prioritas." "Maksudmu
pengabaian?" Suara Olivetti mengeras. "Kalau saja ada jalan lain, signore ...
cara lain untuk menemukan keempat kardinal itu, aku akan serahkan hidupku untuk
melakukannya. Tapi ...." Dia menunjuk ke luar jendela, ke arah matahari sore
yang mulai condong sehingga memberikan warna tersendiri di atap gedung-gedung di
Roma. "Mencari seseorang di sebuah kota yang berpenduduk lima juta jiwa sudah di
luar kemampuanku. Aku tidak ingin memboroskan waktu dengan melakukan pekerjaan
yang sia-sia. Maafkan aku."
Tiba-tiba Vittoria berkata. "Tetapi kalau kita menangkap si pembunuh, dapatkah
kamu membuatnya bicara?"
Olivetti mengerutkan keningnya sambil menatap Vittoria. "Serdadu tidak akan
mampu menjadi seorang santo, Nona Vetra. Percayalah padaku. Aku bersimpati
dengan keinginanmu untuk menangkap orang itu."
"Itu bukan saja masalah pribadi," sahut Vittoria. "Pembunuh itu tahu di mana
antimateri itu berada ... dan juga para kardinal yang hilang. Kalau kita dapat
menemukannya ...." "Dan bermain dengan aturan mereka?" tanya Olivetti. "Percayalah padaku,
memindahkan semua pengamanan dari Vatican City untuk mengintai ratusan gereja
adalah hal yang memang diharapkan oleh Illuminati ... membuang waktu berharga
dan tenaga ketika seharusnya kita mencari hal yang lebih penting ... atau lebih
buruk lagi, meninggalkan Bank Vatican tidak terjaga sama sekali. Belum lagi
kardinal yang masih berada di sini." Alasan itu sangat tepat. "Bagaimana dengan
polisi Roma?" tanya sang camerlegno. "Kita dapat memperingatkan keadaan krisis
ini pada kekuatan polisi di seluruh kota. Dan mendapatkan bantuan mereka untuk
mencari penculik kardinal-kardinal itu."
"Kesalahan lagi," kata Olivetti. "Kamu tahu bagaimana pendapat Carbonieri Roma
tentang kami. Kita hanya akan mendapatkan pertolongan setengah hati dari
beberapa orang polisi dan mereka akan menyebarkan berita ini kepada media. Tepat
seperti yang dikehendaki musuh kita itu. Kita harus berhubungan dengan media
pada waktu yang tepat." Aku akan membuat para kardinalmu menjadi pencerah media,
Langdon ingat apa yang dikatakan oleh si penelepon tadi.. Mayat kardinal pertama
akan terlihat pada pukul delapan tepat. Kemudian satu orang dalam setiap jamnya.
Media akan menyukainya. Sang camerlegno berbicara lagi, ada nada kemarahan dalam suaranya. "Komandan,
kita tidak bisa dengan sengaja membiarkan keempat kardinal itu dalam bahaya."
Olivetti menatap sangat tajam ke arah mata sang camerlegno. "Doa Santo
Franciscus, signore. Kamu ingat?"
Pastor muda itu mengucapkan satu baris doa dengan perasaan luka yang terdengar
jelas dari suaranya. "Tuhan, beri aku kekuatan untuk menerima hal-hal yang tidak
dapat aku ubah." "Percayalah padaku," kata Olivetti. " Ini adalah salah satu dari hal-hal


Macan Tutul Di Salju Leopard In The Snow Karya Anne Mather di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut." Lalu dia pergi.
44 KANTOR PUSAT DARI BRITISH Broadcast Corporation (BBC) di London terletak tepat
di sebelah barat Piccadilly Circus. Papan panel sambungan telepon berdering dan
seorang redaktur junior mengangkatnya.
"BBC," perempuan itu berkata sambil mematikan rokok Dunhillnya.
Suara orang yang meneleponnya itu terdengar serak dan beraksen Timur Tengah.
"Aku punya cerita hebat yang mungkin akan menarik bagi jaringanmu."
Sang redaktur mengeluarkan sebuah pena dan kertas. "Tentang" "Pemilihan paus."
Perempuan itu mengerutkan keningnya. BBC sudah menayangkan berita pendahuluan
kemarin dan mendapatkan respon yang tidak terlalu besar. Masyarakat tampaknya
sudah tidak terlalu berminat pada Vatican City. "Sudut pandangnya apa?"
"Kamu memiliki reporter TV di Roma untuk meliput pemilihan itu?" " "Saya kira
demikian." "Aku harus berbicara dengannya langsung." "Maaf, tetapi aku tidak
dapat memberikan nomor teleponnya kecuali kamu memberikan beberapa informasi - " "Ada ancaman bagi rapat
pemilihan paus. Hanya itu yang
dapat kukatakan padamu." Sang redaktur mengambil catatan. "Namamu?" "Namaku
tidak penting." Sang redaktur tidak heran. "Dan kamu punya bukti untuk
pernyataanmu ini?" "Ya." "Biar aku catat informasi tersebut. Tetapi kamu harus
tahu, kami memiliki kebijakan untuk tidak memberikankan nomor telepon wartawan
kami, kecuali - " "Aku mengerti. Aku akan menelepon jaringan lainnya. Terima kasih atas waktumu.
Selamat - " "Sebentar," kata sang redaktur. "Bisa tunggu sebentar?" Sang redaktur
menekan tombol tunggu dan menjulurkan lehernya. Seni memilah panggilan telepon
yang tidak jelas adalah keahliannya. Tetapi penelepon ini telah berhasil
melewati dua tes diam-diam yang dilakukan BBC untuk mengetahui keaslian sumber
informasi tersebut. Penelepon itu menolak untuk memberikan namanya dan dia
sangat ingin menutup teleponnya. Para penipu biasanya merengek dan memohon untuk
didengarkan. Untung bagi sang redaktur, para wartawan hidup dalam ketakutan abadi akan
kehilangan berita besar sehingga mereka jarang menghukumnya karena sudah
mendengarkan kata-kata orang gila. Membuang waktu seorang wartawan selama lima
menit masih dapat dimaafkan. Kehilangan sebuah berita utama, itu baru dosa
besar. Sambil menguap, sang redaktur menatap layar komputernya dan mengetik kata kunci
"Vatican City". Ketika dia melihat nama wartawan lapangan yang meliput pemilihan
paus, dia tertawa sendiri. Wartawan itu adalah seseorang yang baru saja direkrut
dari sebuah tabloid murahan di London untuk meliput berita biasa untuk BBC.
Dewan redaksi jelas menempatkan lelaki itu di posisi pemula.
Mungkin lelaki itu sudah bosan menunggu sepanjang malam untuk melaporkan berita
yang hanya berdurasi sepuluh menit. Ia sepertinya akan senang kalau boleh
beristirahat dari keadaan yang membosankan itu.
Redaktur BBC tersebut mencatat nomor telepon wartawan yang bertugas di Vatican
City. Kemudian, sambil menyalakan sebatang rokok lagi, dia memberikan nomor
wartawan itu kepada si penepon gelap.
45 "INI TIDAK AKAN BERHASIL," kata Vittoria sambil berjalan hilir mudik di dalam
Kantor Paus. Dia menatap sang camerlegno. "Walaupun satu regu Garda Swiss dapat
menyaring gangguan elektronik yang ada, mereka harus betul-betul berada di atas
tabung itu agar mereka dapat menangkap sinyal apa pun. Dan itu juga kalau tabung
itu berada di tempat terbuka ... tidak ditutupi oleh penghalang apa pun.
Bagaimana kalau tabung tersebut ditanam di dalam sebuah kotak metal di suatu
tempat di bawah tanah" Atau di atas saluran ventilasi yang terbuat dari logam"
Mereka tidak akan menemukannya. Dan bagaimana kalau Garda Swiss juga sudah
disusupi" Siapa yang dapat memastikan kalau pencarian ini akan bersih?"
Sang camerlegno tampak letih. "Apa yang kamu usulkan, Nona Vetra?"
Vittoria merasa putus asa. Masih belum jelas juga" "Saya mengusulkan agar Anda
melakukan pencegahan lainnya dengan segera. Kita memang berharap pencarian yang
dilakukan oleh Komandan Olivetti dan anak buahnya akan berhasil. Tapi selain
itu, lihatlah ke luar jendela. Kamu lihat orang-orang itu" Gedung-gedung di
seberang piazza" Mobil-mobil media itu" Turis-tuns. Mereka bisa saja terkena
ledakan. Anda harus bertindak sekarang. Sang camerlegno mengangguk tanpa
ekspresi. Vittoria merasa putus asa. Olivetti meyakinkan semua orang kalau
mereka masih punya banyak waktu. Tetapi Vittoria tahu kalau keadaan genting yang
sedang dihadapi Vatican bocor ke masyarakat, seluruh kawasan itu dapat dipenuhi
oleh orangorang ingin menonton dalam waktu beberapa menit saja. Dia pernah
melihat hal seperti itu di luar gedung Parlemen Swiss. Ketika ada penyanderaan
dan melibatkan bom, ribuan orang berkumpul di luar gedung untuk menyaksikan
akhir dari peristiwa itu Walaupun polisi sudah memperingatkan mereka kalau itu
berbahaya, kerumunan orang itu malah semakin mendekat. Tidak ada yang dapat
menghalangi minat manusia terhadap tragedi manusia yang lainnya.
"Signore," desak Vittoria, "lelaki yang membunuh ayahku berada di luar sana, di
suatu tempat. Saya ingin berlari keluar dari sini dan memburunya. Tetapi aku
sekarang berdiri di dalam kantormu ... karena aku bertanggung jawab padamu.
Padamu dan yang lainnya. Jiwa banyak orang dalam bahaya, signore. Kamu dengar
aku?" Sang camerlegno tidak menjawab. Vittoria dapat mendengar suara jantungnya
berdetak keras. Mengapa Garda Swiss tidak melacak penelepon sialan itu" Pembunuh
Illuminati itu adalah kuncinya. Dia tahu di mana antimateri itu berada ...
keparat, dia juga tahu di mana para kardinal itu berada. Tangkap pembunuh itu
dan segalanya akan teratasi.
Vittoria merasa dirinya mulai menjadi tak terkendali. Sebuah perasaan tertekan
yang aneh, yang samar-samar diingatnya ketika dia masih kecil, masa ketika
berada di rumah yatim-piatu, mulai muncul; rasa frustrasi yang sulit diatasinya.
Kamu punya cara untuk mengatasinya, kata Vittoria kepada dirinya sendiri, kamu
selalu punya cara. Tetapi itu tidak ada gunanya. Pikirannya mulai mencekiknya.
Dia adalah peneliti dan pemecah masalah. Tetapi itu adalah masalah tanpa
pemecahan. Data apa yang kamu perlukan" Apa maumu" Dia menyuruh dirinya dirinya
sambil menarik napas dalam. Tetapi untuk pertama kali dalam hidupnya, dia tidak
dapat melakukannya. Dia seperti merasa tercekik.
Kepala Langdon sakit, dia merasa seperti sedang menyusuri tepian rasionalitas.
Dia melihat Vittoria dan sang camerlegno, tetapi pandangannya kabur karena
gambaran mengerikan: ledakan, kerumunan pers, kamera berputar, empat orang
dicap. Shaitan ... Lucifer ... Pembawa cahaya ... Setan ... Dia mengusir
bayangan-bayangan kejam itu dari benaknya Terorisme yang penuh perhitungan, dia
mengingatkan dirinya sambil mengingat sebuah realitas. Kerusuhan terencana. Dia
ingat seminar Radcliffe yang pernah dihadirinya ketika meneliti simbolisme
praetor, tukang pukul pada zaman Romawi Kuno. Sejak saat itu, dia tidak lagi
memandang teroris dengan cara yang sama.
"Terorisme," kata dosen yang memberikan ceramah, "memiliki satu tujuan. Apa
itu?" "Membunuh orang yang tidak berdosa?" seorang mahasiswa mencoba menjawab.
"Tidak benar. Kematian hanyalah hasil sampingan dari terorisme." "Pameran
kekuatan?" "Bukan." "Menghasilkan teror?" "Tepat sekali. Tujuan terorisme sangat
sederhana; menciptakan teror dan ketakutan. Ketakutan merusak keyakinan diri
seseorang. Teroris memperlemah musuh dari dalam ... menyebabkan
ketidaktenteraman dalam masyarakat. Catat ini. Terorisme bukanlah ungkapan
kemarahan. Terorisme adalah senjata politik. Tunjukkan ketidakmampuan
pemerintah, dan keyakinan masyarakat pun sirna. Hilangnya keyakinan. Apakah itu
yang terjadi sekarang ini" Langdon bertanyatanya bagaimana umat Kristen di
seluruh dunia akan bereaksi kalau kardinal-kardinal mereka dibunuh dengan kejam.
Kalau keyakinan seorang pastor tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari
pengaruh setan, apa lagi yang bisa diharapkan" Kepala Langdon terasa semakin
pusing ... seperti mendengar suarasuara genderang perang.
Keyakinan tidak melindungimu. Obat-obatan dan kantung udara itulah yang
melindungimu. Tuhan tidak melindungimu. Kepandaian yang melindungimu.
Pencerahan. Letakkan keyakinanmu pada sesuatu yang memberikan hasil yang nyata.
Berita tentang seseorang dapat berjalan di atas air itu sudah kuno. Mukjizat
modern berada pada ilmu pengetahuan ... komputer, vaksin, stasiun angkasa
luar ... bahkan mukjizat Tuhan mengenai penciptaan pun dapat ditiru. Zat yang
berasal dari ketiadaan ... dapat dibuat di laboratorium. Siapa yang membutuhkan
Tuhan" Tidak! Ilmu pengetahuan itu Tuhan.
Suara pembunuh itu bergaung di dalam pikiran Langdon. Tengah malam ini ... deret
matematika tentang kematian ... sacrifici vergini nell'altare di scienza.
Kemudian tiba-tiba, seperti kerumunan yang dibubarkan oleh satu letusan senjata
saja, suara-suara itu menghilang.
Robert Langdon mengepalkan tinjunya. Kursinya jatuh ke belakang dan menghantam
lantai pualam. Vittoria dan sang camerlegno terloncat karena kaget. "Aku
melewatkan sesuatu," bisik Langdon seperti
kehilangan kata-kata. "Hal itu tepat di depan mataku ...." "Melewatkan apa?"
tanya Vittoria. Langdon berpaling pada pastor itu. "Bapa, selama tiga tahun saya
telah mengajukan permohonan untuk memasuki Ruang Arsip Vatican. Dan saya telah
ditolak sebanyak tujuh kali."
"Pak Langdon, maafkan aku, tetapi sekarang ini sepertinya bukanlah waktu yang
tepat untuk mengajukan keberatan itu."
"Saya memerlukan izin untuk masuk sekarang. Tentang keempat kardinal yang hilang
itu, mungkin saya dapat memperkirakan di mana mereka akan dibunuh."
Vittoria menatapnya, seolah berpikir kalau Langdon sudah gila.
Sang camerlegno tampak bingung seperti baru saja menengarkan sebuah lelucon yang
tidak lucu. "Menurutmu informasi tersebut berada di dalam arsip kami?"
"Saya tidak janji bisa menemukannya tepat pada waktunya, tapi kalau Anda
membiarkan saya masuk ...."
"Pak Langdon, aku harus pergi ke Kapel Sistina dalam waktu empat menit lagi.
Gedung arsip itu berada di seberang Vatican City."
"Ini bukan leluconmu saja, 'kan?" sela Vittoria sambil menatap mata Langdon
dengan tajam, seolah ingin mencari kebenaran pada diri Langdon. "Ini bukan
waktunya untuk bergurau," kata Langdon. "Bapa," kata Vittoria sambil berpaling
pada sang camerlegno. "Kalau ada kesempatan ... kesempatan apa saja untuk
menemukan di mana keempat kardinal itu akan dibunuh, kami dapat mengintai lokasi
tersebut dan - " "Tetapi arsip itu?" desak sang camerlegno. "Bagaimana arsip dapat berisi
petunjuk?" "Menjelaskan tentang hal itu," kata Langdon, "hanya akan memakan waktu yang Anda
punya. Tetapi kalau saya benar, kita dapat menggunakan informasi tersebut untuk
menangkap si pembunuh."
Sang camerlegno tampak seperti ingin memercayai mereka tetapi terasa sulit
sekali. "Naskah-naskah dunia Kristen yang paling kuno ada di dalam gedung itu.
Harta yang aku sendiri tidak cukup pantas untuk melihatnya." "Saya tahu itu."
"Izin masuk hanya diberikan secara tertulis dari kurator dan
Majelis Perpustakaan Vatican." "Atau," ujar Langdon, "dengan mandat kepausan.
Hal itu tertulis di dalam surat-surat penolakan yang dikirimkan kurator Anda
kepada saya." Sang camerlegno mengangguk. "Saya tidak bermaksud tidak sopan,"
desak Langdon, "tetapi kalau saya tidak salah, surat mandat kepausan dikeluarkan
oleh Kantor Paus. Sejauh yang saya tahu, malam ini Anda memegang kewenangan
lembaga ini. Dengan mempertimbangkan keadaan..."
Sang camerlegno mengeluarkan jam sakunya dari jubahnya dan melihatnya. "Pak
Langdon, aku bersiap untuk memberikan hidupku malam ini, untuk menyelamatkan
gereja ini. Kalau perlu dalam makna yang sesungguhnya."
Langdon tidak merasakan apa-apa selain kejujuran di dalam mata lelaki itu.
"Dokumen itu," sang camerlegno berkata, "apakah kamu benar-benar yakin kalau
dokumen itu ada di sini" Dan apakah dokumen tersebut dapat membantu kita
menemukan keempat gereja yang akan dijadikan tempat untuk membunuh para kardinal
itu?" "Saya tidak akan membuat permohonan yang tak terhitung banyaknya kalau saya
tidak yakin. Italia terlalu jauh untuk dikunjungi kalau Anda hanya memiliki gaji
seorang dosen. Dokumen yang Anda miliki itu merupakan dokumen kuno - "
"Kumohon, Pak Langdon" sela sang camerlegno. "Maafkan aku. Otakku tidak dapat
memproses rincian apa pun lagi saat ini. Kamu tahu di mana dokumen rahasia
terletak?" Langdon merasakan semangatnya berkembang. "Tepat di belakang Gerbang Santa Ana."
"Mengesankan. Sebagian besar akademisi percaya tempat itu berada di balik pintu
rahasia di belakang Singgasana Santo Petrus."
"Bukan. Yang di situ adalah Archivio della Reverenda di Fabbrica di S. Pietro.
Kesalahpahaman yang sering terjadi."
"Seharusnya seorang pemandu perpustakaan menemani setiap orang yang masuk ke
sana. Tetapi malam ini semua pemandu sudah pergi. Apa yang Anda minta adalah
akses tanpa batas. Bahkan para kardinal pun tidak boleh masuk ke sana
sendirian." "Saya akan memperlakukan naskah-naskah berharga Anda dengan rasa hormat dan
kehati-hatian yang tinggi. Pustakawan Anda tidak akan pernah tahu kalau saya
pernah ke situ." Lonceng di Santo Petrus mulai berdentang. Sang camerlegno melihat ke arah jam
sakunya lagi. "Aku harus pergi." Dia berhenti sebentar dengan kaku, lalu menatap
Langdon. "Aku akan menyuruh seorang Garda Swiss untuk menemuimu di ruang arsip.
Aku memercayaimu, Pak Langdon. Pergilah sekarang." Langdon tidak dapat
mengatakan sepatah kata pun. Pastor muda itu sekarang tampak bersikap sangat
tenang. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Langdon dan
menggenggamnya dengan kekuatan yang mengejutkan. "Aku ingin kamu menemukan apa
yang kamu cari. Dan temukanlah dengan cepat."
46 RUANG ARSIP RAHASIA Vatican terletak jauh di ujung Borgia Courtyard, tepat di
atas bukit dari Gerbang Santa Ana. Ruang arsip itu berisi lebih dari 20.000
jilid buku dan dikabarkan menyimpan berbagai tulisan yang tak ternilai, seperti
buku harian Leonardo da Vinci yang hilang dan bahkan bukubuku Alkitab yang tidak
diterbitkan. Ketika Langdon berjalan dengan penuh semangat menuju Via della Fondamenta yang
lengang ke arah ruang arsip, dia masih tidak percaya kalau mendapatkan izin
untuk masuk ke gedung itu. Vittoria berjalan di sampingnya dan mengikuti
langkahnya dengan mudah. Rambutnya yang beraroma almond berkibar-kibar ditiup
angin sehingga Langdon dapat menghirup wanginya. Langdon merasa pikirannya
berkelana sebentar, tapi dia kemudian berusaha untuk menjaga kesadarannya.
Vittoria berkata, " Kamu mau memberitahuku apa yang kita cari?"
"Sebuah buku kecil yang ditulis oleh seorang lelaki bernama Galileo."
Vittoria terkejut. "Kamu tidak main-main, bukan" Apa isinya?" "Seharusnya buku
itu berisi sesuatu yang disebut il segno." "Tanda-tanda?" "Tanda, petunjuk,
sinyal ... tergantung bagaimana kamu
menerjemahkannya." "Tanda apa?" Langdon mengikuti kecepatan langkah Vittoria.
"Sebuah tempat rahasia. Illuminati yang dibentuk Galileo harus melindungi diri
mereka dari Vatican sehingga mereka membangun sebuah tempat berkumpul rahasia di
sini, di Roma. Mereka menyebutnya Gereja Illuminati." "Lebih jelas kalau disebut
sebagai gereja sarang setan." Langdon menggelengkan kepalanya. Illuminati
Galileo sama sekali tidak seperti itu. Mereka adalah sekelompok ilmuwan yang
menghormati pencerahan. Tempat pertemuan mereka adalah tempat di mana mereka
dapat berkumpul dengan aman dan membicarakan topik-topik yang dilarang oleh
Vatican. Walaupun kita tahu memang ada tempat pertemuan rahasia para anggota
Illuminati, tapi hingga kini tidak ada yang dapat menemukannya." "Tampaknya
Illuminati itu pandai menyimpan rahasia." "Benar sekali. Kenyataannya, mereka
tidak pernah mengatakan tempat mereka bersembunyi kepada siapa pun di luar
persaudaraan mereka. Kerahasiaan itu melindungi mereka, tetapi juga menimbulkan
masalah ketika mereka ingin menerima anggota baru."
"Mereka tidak dapat berkembang kalau mereka tidak membuka diri," kata Vittoria,
kaki dan pikiran perempuan itu bergerak sama cepatnya.
Tepat. Berita tentang persaudaraan Galileo mulai tersebar pada tahun 1630, dan
ilmuwan dari seluruh dunia diam-diam datang ke Roma dengan harapan dapat
bergabung dengan Illuminati ... mereka sangat ingin mendapatkan kesempatan untuk
menggunakan teleskop Galileo dan mendengar gagasangagasan ilmuwan besar itu.
Celakanya, karena kerahasiaan Illuminati, para ilmuwan yang berdatangan ke Roma
itu tidak tahu harus pergi ke mana untuk menghadiri rapat-rapat yang diadakan
oleh Illuminati atau kepada siapa mereka dapat berbicara dengan aman. Kelompok
Illuminati membutuhkan anggota baru, tetapi mereka tidak mau membahayakan
kerahasiaan mereka dengan memberitahukan keberadaan mereka."
Vittoria mengerutkan keningnya. "Sepertinya mirip dengan sebuah situazione senza
soluzione." "Tepat. Sebuah dilema." "Jadi, apa yang mereka lakukan?" "Mereka
ilmuwan. Mereka membicarakan masalah itu dan menemukan pemecahannya. Sebuah
pemecahan yang sangat baik, sebenarnya. Kelompok Illuminati menciptakan semacam
peta sederhana untuk mengarahkan para ilmuwan ke tempat persembunyian mereka."
Tiba-tiba Vittoria merasa ragu dan memperlambat langkahnya. "Sebuah peta"
Bukankah itu agak ceroboh. Jika salinannya jatuh ke tangan yang salah ...."
"Tidak akan begitu," kata Langdon. "Karena mereka tidak memiliki salinannya.
Peta itu tidak seperti peta biasa yang tertulis di atas kertas. Peta itu luar


Macan Tutul Di Salju Leopard In The Snow Karya Anne Mather di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa. Semacam jejak-jejak yang dibuat melintasi kota."
Vittoria semakin memperlambat langkahnya. "Seperti, tanda anak panah yang dicat
di jalanan?" "Semacam itulah, tetapi ini jauh lebih samar. Peta itu terdiri atas tanda-tanda
simbolis tersamar yang ditempatkan di tempattempat umum di sekitar kota. Satu
tanda membawa ke tanda yang berikutnya ... dan berikutnya lagi ... sebuah
jejak ... dan akhirnya membawa ke markas Illuminati."
Vittoria menatap Langdon dengan tatapan ragu. "Seperti mencari harta karun
saja." Langdon tertawa. "Bisa juga dianggap begitu. Illuminati menyebut rangkaian tanda
yang mereka buat itu sebagai "Jalan Pencerahan," dan setiap orang yang ingin
bergabung dengan persaudaraan itu harus mengikuti jalan tersebut hingga akhir.
Semacam ujian juga."
"Tetapi kalau Vatican ingin menemukan kelompok Illuminati, mereka juga dapat
dengan mudah mengikuti tandatanda itu juga, bukan?"
"Tidak. Jalan setapak itu tersembunyi. Seperti sebuah teka teki yang dibuat
dengan cara tertentu sehingga hanya orangorang tertentu saja yang dapat
mengikuti jejaknya dan dapat menemukan di mana gereja Illuminati tersebut
tersembunyi. Kelompok Illuminati bertujuan membuat peta itu sebagai semacam
inisiasi yang berguna tidak hanya sebagai ukuran keamanan tapi juga sebagai
proses penyaringan sehingga hanya ilmuwan terpandailah yang dapat berhasil tiba
di depan pintu mereka."
"Aku tidak percaya. Pada tahun 1600-an, para pendeta adalah orang-orang yang
paling terdidik. Jadi, kalau petunjuk itu diletakkan di tempat-tempat umum,
pasti ada pendeta Vatican yang dapat menemukannya."
"Tentu saja," kata Langdon. "Kalau mereka tahu tentang keberadaan tanda rahasia
itu. Tetapi mereka tidak tahu. Dan mereka tidak pernah melihatnya karena kaum
Illuminati merancangnya sedemikian rupa sehingga para pastor tidak akan mengira
kalau apa yang dilihatnya itu adalah sebuah tanda. Mereka menggunakan sebuah
metode yang dikenal dalam simbologi sebagai dissimulation." "Penyamaran."
Langdon terkesan. "Kamu tahu istilah itu." "Itu sama dengan dissimulazione,"
kata Vittoria menjelaskan. Pertahanan diri yang terbaik. Seperti ikan terompet
yang mengambang secara vertikal di atas rumput laut."
"OK," kata Langdon. "Kelompok Illuminati juga menggunakan konsep yang sama.
Mereka menciptakan tandatanda tersamar yang dipasang di kota Roma kuno. Mereka
tidak dapat menggunakan ambigram atau simbologi yang bersifat ilmiah karena akan
terlalu mencurigakan. Jadi mereka meminta seorang seniman Illuminati - seniman
yang juga menciptakan simbol ambigram untuk nama kelompok mereka - untuk membuat
empat patung." "Patung-patung Illuminati?" "Ya, patung-patung yang dibuat dengan
ketentuan yang ketat. Pertama, patung-patung itu harus tampak seperti
patungpatung seni lainnya yang ada di Roma ... karya seni yang Vatican tidak
akan duga kalau patung-patung itu milik kelompok Illuminati." "Seni yang
religius." Langdon mengangguk. Dia merasa bersemangat sehingga mulai berbicara
lebih cepat sekarang. "Dan ketentuan kedua adalah keempat patung itu harus
mempunyai tema tertentu. Setiap patungnya harus merupakan penghormatan yang
tersamar terhadan keempat elemen ilmu pengetahuan."
" Empat elemen?" tanya Vittoria. "Seharusnya ada ratusan, bukan?"
"Pada tahun 1600-an tidak begitu," jawab Langdon mengingatkan. "Para ahli kimia
kuno percaya kalau keseluruhan alam semesta ini dibuat hanya dari empat unsur,
yaitu tanah, udara, api, dan air."
Langdon tahu kalau tanda salib kuno merupakan simbol umum dari keempat zat
tersebut - empat lengan yang mewakili Tanah, Udara, Api, dan Air. Tapi, selain
keempat elemen itu, sebenarnya ada belasan simbol lainnya yang menggambarkan
keempat unsur tersebut, seperti daur hidup Pitagoras, Hong-Fan dari Cina, dasar
maskulin dan feminin menurut pemikiran Jung, kuadran Zodiak, bahkan kaum Muslim
menghormati keempat zat tersebut ... walau di dalam Islam keempat zat tersebut
dikenal sebagai "segi empat, awan, cahaya, dan ombak." Tapi bagi Langdon,
kelompok terakhir yang menggunakan keempat unsur tersebut yang membuatnya
tertarik - empat tingkat mistis yang digunakan dalam penerimaan anggota baru
kelompok Mason: tanah, udara, api, dan air.
Vittoria tampak takjub. "Jadi, seniman Illuminati tersebut menciptakan empat
karya seni yang tampak bersifat religius, tetapi sesungguhnya merupakan
penghormatan bagi Tanah, Udara, Api dan Air?"
"Tepat," jawab Langdon sambil membelok dengan cepat ke arah Via Sentinel yang
membawa mereka ke arah Gedung Arsip. "Patung yang berisi petunjuk itu berbaur
dengan berbagai benda seni keagamaan lainnya di seluruh Roma. Dengan
menyumbangkan karya seni tersebut tanpa menyebutkan nama penciptanya kepada
gereja-gereja tertentu dan kemudian menggunakan pengaruh politik yang
dimilikinya, persaudaraan itu berhasil menempatkan keempat karya seni tersebut
di gerejagereja di Roma yang mereka pilih dengan teliti. Setiap benda tersebut
merupakan petunjuk ... yang dengan samar-samar mengarah ke gereja berikutnya ...
tempat di mana petunjuk berikutnya menanti. Petunjuk-petunjuk tersebut berfungsi
sebagai tanda jalan yang tersamar sebagai benda seni. Kalau seorang calon
anggota Illuminati dapat menemukan gereja pertama dan tanda tanah, dia dapat
melanjutkan mencari tanda udara ... kemudian tanda api ... dan setelah itu tanda
air .... Akhirnya dia akan menemukan Gereja Illuminati."
Vittoria tampak semakin bingung. "Apakah ini ada hubungannya dengan usaha kita
untuk menangkap si pembunuh?"
Langdon tersenyum. "Oh, tentu saja. Kaum Illuminati menamakan keempat gereja itu
dengan nama khusus: Altar Ilmu Pengetahuan."
Vittoria mengerutkan keningnya. "Maaf, tetapi itu tidak berarti apa-apa - " tibatiba dia berhenti. "L'altare di scienza?" serunya. "Pembunuh itu. Dia berkata
keempat kardinal itu akan menjadi korban perjaka di altar ilmu pengetahuan!"
Langdon tersenyum padanya. "Empat kardinal. Empat gereja. Empat altar ilmu
pengetahuan." Vittoria tampak terpaku. "Jadi, maksudmu kardinal-kardinal itu akan dibunuh di
empat gereja yang sama dengan empat gereja yang mereka beri pertanda kuno Jalan
Pencerahan?" "Aku yakin begitu." Tetapi kenapa pembunuh itu memberi petunjuk
kepada kita?" "Kenapa tidak?" sahut Langdon. "Sedikit sekali ahli sejarah yang tahu
tentang patung-patung tersebut. Bahkan hanya beberapa orang saja yang percaya
kalau patung-patung itu ada. Dan letak gereja itu tetap menjadi rahasia selama
empat ratus tahun. Tidak diragukan lagi, si pembunuh percaya kalau rahasia itu
belum terungkap dalam lima jam ke depan. Selain itu, kelompok Illuminati tidak
membutuhkan Jalan Pencerahan lagi. Tempat persembunyian mereka mungkin saja
sudah lama hilang. Mereka sekarang hidup di dunia modern. Mereka bertemu di
ruang dewan direksi di berbagai bank, di restoran, di lapangan golf pribadi.
Malam ini mereka akan membuka rahasia mereka. Inilah saat itu. Saat penyingkapan
rahasia besar mereka."
Langdon khawatir kalau penyingkapan rahasia Illuminati sekaligus akan
menunjukkan sesuatu yang simetris yang belum diceritakannya kepada Vittoria.
Keempat cap itu. Pembunuh itu bersumpah setiap kardinal akan dicap dengan simbol
yang berbeda. Untuk membuktikan bahwa legenda kuno itu benarbenar ada, begitu
kata pembunuh itu. Legenda empat cap ambigram itu sama tuanya dengan usia
Illuminati itu sendiri: tanah, udara, api dan air - empat kata yang diukir dalam
kesimetrisan sempurna. Sama seperti kata Illuminati. Setiap kardinal akan dicap
dengan satu cap elemen kuno. Kabar bahwa keempat cap tersebut terukir dalam
bahasa Inggris dan bukan bahasa Italia, tetap menjadi topik perdebatan yang seru
di antara para ahli sejarah. Bahasa Inggris tampak seperti penyimpangan acak
dari bahasa asli mereka ... padahal Illuminati tidak pernah melakukan apa pun
secara acak. Langdon muncul di depan jalan kecil yang terbuat dari batu bata yang berada di
hadapan gedung arsip itu. Bayangan menakutkan melintasi benaknya. Illuminati
mulai menampakkan kesabaran luar biasa yang sudah menjadi ciri khas mereka.
Persaudaraan itu telah bersumpah untuk tetap diam selama mungkin, menumpuk
pengaruh dan kekuatan yang cukup sehingga mereka muncul tanpa rasa takut,
memperlihatkan sikap dan memperjuangkan tujuan mereka di tempat terbuka.
Kelompok Illuminati kini tidak lagi bersembunyi. Mereka akan memamerkan kekuatan
mereka, mempertegas mitos dengan tindakan nyata.
Malam ini adalah aksi mereka untuk menarik perhatian global.
Vittoria berkata, "Nah, itu dia pengawal kita datang." Langdon mendongak dan
melihat seorang Garda Swiss menyeberangi halaman rumput yang terletak di bagian
depan gedung. Ketika penjaga itu melihat mereka, dia berhenti melangkah. Dia menatap mereka
seolah sedang berhalusinasi. Tanpa berkata-kata, penjaga itu berpaling dan
mengeluarkan walkietalkienya... Dia tampak ragu dengan tugasnya. Penjaga itu
berbicara dengan suara mendesak dengan seseorang di ujung sana. Walau Langdon
tidak bisa mendengar teriakan marah yang ditujukan kepada Garda Swiss yang
berdiri di hadapannya ini, tapi dampaknya terlihat jelas. Penjaga itu langsung
terlihat loyo. Dia kemudian menyimpan walkie-talkienya lagi, lalu berpaling pada mereka dengan
tatapan tidak senang. Penjaga itu mengantarkan mereka memasuki gedung tanpa berkata apa-apa. Mereka
melewati empat pintu baja dan dua pintu dengan kunci utama. Kemudian mereka
melalui tangga yang panjang, menuju sebuah ruang depan yang dilindungi oleh
kunci elektronik. Setelah melewati serangkaian pintu yang dijaga secara
elektronik, mereka sampai di ujung sebuah koridor panjang dan menuju ke pintu
ganda yang terbuat dari kayu ek. Penjaga itu berhenti, menatap mereka lagi dan,
sambil menggumam perlahan, berjalan mendekati sebuah kotak dari logam yang
menempel di dinding. Dia membuka kuncinya, dan menekan sebuah kode. Pintu di
depan mereka berdengung, dan kunci pun terbuka.
Penjaga itu berpaling, lalu untuk pertama kalinya dia berbicara kepada mereka.
"Arsip-arsip itu berada di balik pintu ini. Aku dipenntahkan untuk mengawal
kalian hingga sampai sini saja, setelah itu aku harus kembali untuk mendapatkan
pengarahan tentang hal lainnya." "Kamu akan meninggalkan kami" tanya Vittoria.
"Garda Swiss tidak diizinkan memasuki daerah Arsip Rahasia. Kalian boleh ke sini
karena komandanku menerima perintah langsung dari sang camerlegno." "Tetapi
bagaimana kita dapat keluar setelah ini?" "Keamanan satu arah. Kalian tidak akan
mendapat kesulitan apa pun." Itulah keseluruhan dari percakapan mereka. Setelah
itu pengawal tersebut berputar dan berjalan meninggalkan ruangan itu.
Vittoria berkomentar, tetapi Langdon tidak mendengarnya. Pikirannya terpusat
pada pintu ganda di depannya, sambil bertanya-tanya misteri apa yang tersimpan
di dalamnya. 47 WALAU DIA TAHU waktunya sangat singkat, Camerlegno Carlo Ventresca berjalan
dengan lambat. Dia membutuhkan waktu sendirian untuk mengumpulkan pikirannya
sebelum menghadapi pelaksanaan doa pembukaan. Begitu banyak peristiwa telah
terjadi. Ketika berjalan di dalam keheningan yang remang-remang menuju Sayap
Utara, sang camerlegno merasa bahwa tantangan selama lima belas hari terakhir
ini semakin memberati tulang-tulangnya.
Dia sudah menjalankan tugas-tugas sucinya dengan patuh sekali.
Sesuai dengan tradisi, setelah kematian Paus, sang camerlegno melaksanakan
kebiasaan Vatican untuk meyakinkan kematian Paus secara pribadi, yaitu dengan
cara menempelkan jarinya pada urat nadi di leher Paus, mendengarkan napasnya,
dan memanggil nama Paus sebanyak tiga kali. Menurut hukum Vatican, tidak ada
otopsi untuk memastikan kematian Paus. Kemudian dia mengunci kamar tidur Paus,
menghancurkan cincin kepausan, menghancurkan stempel yang pernah digunakan oleh
mendiang Paus, dan mengatur upacara pemakaman. Setelah semua dilaksanakan, dia
mulai mempersiapkan rapat pemilihan paus.
Rapat pemilihan paus, pikirnya. Tugas terakhir yang paling sulit. Upacara itu
merupakan tradisi kuno di dalam dunia Kristen. Karena hasil dari rapat pemilihan
paus biasanya sudah diketahui sebelum upacara tersebut dimulai, akhir-akhir ini
proses tersebut dikritik sebagai cara pemilihan yang usang atau lebih seperti
sandiwara daripada sebuah pemilihan. Walau begitu, sang camerlegno maklum,
mereka hanya tidak memahami ritual ini. Rapat pemilihan paus bukanlah sebuah
pemilihan umum. Ini adalah pemindahan kekuasaan yang mistis dan kuno. Tradisi
itu abadi ... kerahasiaan, kertas-kertas terlipat, pembakaran surat suara,
ramuan kimia kuno, tanda-tanda asap.
Ketika sang camerlegno mendekati ruangan tempat para kardinal berkumpul melalui
Loggias of Gregory XIII, dia bertanya-tanya apakah Kardinal Mortati sudah mulai
panik. Mortati pasti sudah menyadari kalau empat perferiti menghilang dari Kapel
Sistina. Tanpa mereka, pengambilan suara akan berlangsung hingga sepanjang
malam. Penunjukan Mortati sebagai The Great Elector adalah pilihan yang tepat
dan itu diyakini sendiri oleh sang camerlegno. Mortati adalah seorang kardinal
yang berpikiran terbuka dan mampu mengungkapkan pikirannya dengan baik. Rapat
pemilihan paus malam ini sangat membutuhkan seorang pemimpin.
Ketika sang camerlegno tiba di anak tangga paling atas dari Royal Staircase, dia
merasa seolah sedang berdiri di atas tebing kehidupannya. Walau dari ketinggian,
dia masih dapat mendengarkan suara riuh rendah dari 165 kardinal di dalam Kapel
Sistina yang berada di bawahnya.
Seratus enam puluh satu kardinal, dia mengoreksi dirinya sendiri.
Sesaat sang camerlegno seperti jatuh terjerembab ke neraka, tempat di mana
orang-orang menjerit. Lalu api menelannya, dan bebatuan serta darah tercurah
dari langit. Kemudian senyap. Ketika anak kecil itu terbangun, dia berada di
surga. Semua yang ada di sekitarnya begitu putih. Sinar berwarna putih itu
sangat menyilaukan. Walau beberapa orang mengatakan tidak mungkin anak berumur
sepuluh tahun dapat mengerti surga, tapi Carlo Ventresca cilik memahami surga
dengan baik. Dia berada di surga saat ini. Di mana lagi kalau tidak di surga"
Walau hidupnya baru berlangsung selama sepuluh tahun, Carlo pernah merasakan
keagungan Tuhan - pipa-pipa organ yang berbunyi menggelegar, kubah-kubah yang
menjulang tinggi, suara nyanyian, kaca-kaca berwarna, serta perunggu dan emas
yang cemerlang. Ibu Carlo, Maria, membawanya pergi untuk menghadiri misa setiap
hari. Gereja adalah rumah bagi Carlo.
"Mengapa kita menghadiri misa setiap hari?" tanya Carlo tanpa benar-benar ingin
tahu. "Karena aku berjanji pada Tuhan, aku akan menghadiri misa setiap hari," jawab
ibunya. "Dan janji kepada Tuhan adalah janji yang paling penting. Jangan pernah
mengingkari janjimu kepada Tuhan."'
Carlo berjanji kepada ibunya untuk tidak pernah mengingkari janjinya kepada
Tuhan. Dia mencintai ibunya lebih dari segalanya di dunia ini. Ibunya adalah
malaikat suci baginya. Kadang dia memanggil ibunya Maria benedetta - Maria yang
diberkati - meski ibunya sama sekali tidak suka dipanggil seperti itu. Carlo
berlutut bersama ibunya ketika ibunya berdoa, mencium wangi tubuh ibunya dan
mendengarkan bisikan suara ibunya saat dia berdoa dengan rosario. Maria, Bunda
Tuhan ... ampunilah kami para pendosa ... sekarang dan pada saat kematian kami.
"Di mana ayahku?" tanya Carlo, walau dia tahu ayahnya sudah meninggal sebelum
dia dilahirkan. "Tuhan adalah ayahmu, sekarang," begitulah selalu ibunya
menjawab. "Kamu adalah anak gereja." Carlo menyukai pernyataan itu. "Kapan pun
kamu merasa takut," kata ibunya, "ingat bahwa Tuhan adalah ayahmu sekarang. Dia
akan menjagamu dan melindungimu selamanya. Tuhan mempunyai rencana besar untukmu
Carlo." Anak itu tahu, ibunya benar. Dia dapat merasakan Tuhan di dalam
darahnya. Darah .... Darah turun seperti hujan dari langit! Hening. Lalu surga.
Surganya, akhirnya Carlo tahu ketika cahaya menyilaukan itu adam. Ternyata itu
hanyalah lampu di ruang Unit Rawat Intensif di Rumah Sakit Santa Clara di luar
Palermo. Carlo menjadi satu-satunya orang yang selamat dari pengeboman yang
dilakukan oleh kelompok teroris yang telah meruntuhkan sebuah kapel tempat dia
dan ibunya menghadiri misa ketika mereka sedang berlibur. Sebanyak 37 orang
tewas, termasuk ibu Carlo. Koran-koran menyebut Carlo sebagai orang yang selamat
karena mukjizat Santo Franciscus. Beberapa saat sebelum terjadi ledakan, Carlo,
tanpa alasan yang jelas, meninggalkan ibunya yang sedang berdoa, dan pergi ke
sebuah ruangan kecil di dalam gereja untuk mengamati sebuah permadani dinding
yang menggambarkan kisah Santo Franciscus.
Tuhan memanggilku untuk pergi ke sana, pikirnya. Tuhan ingin menyelamatkan aku.
Carlo mengigau karena luka-lukanya. Ketika itu dia masih dapat melihat ibunya
berlutut di bangku gereja, menciumnya dari jauh, dan kemudian bersama dengan
bunyi gelegar yang sangat keras, tubuh ibunya yang wangi itu tercabik-cabik. Dia
masih dapat merasakan kejahatan manusia. Darah turun seperti hujan. Darah
ibunya! Maria yang diberkati!
Tuhan akan menjagamu dan melindungimu selamanya, kata ibunya kepada Carlo.
Tetapi di mana Tuhan sekarang! Kemudian, seperti perwujudan dari kebenaran yang
dikatakan ibunya, seorang pastor datang ke rumah sakit. Dia bukan pastor biasa.
Dia seorang uskup. Dia berdoa untuk Carlo yang mengalami mukjizat Santo
Franciscus. Ketika Carlo sembuh, uskup itu mengaturnya agar dapat tinggal di
sebuah biara kecil yang dekat dengan katedral yang dipimpin olehnya. Carlo hidup
dan belajar bersama para biarawan lainnya. Dia bahkan menjadi seorang petugas
altar bagi pelindung barunya itu. Uskup itu mengusulkan supaya Carlo memasuki
sekolah umum, tetapi Carlo menolak. Dia sudah sangat bahagia dengan rumah
barunya itu. Sekarang dia benar-benar tinggal di rumah Tuhan. Setiap malam Carlo
berdoa bagi ibunya. Tuhan sudah menyelamatkan aku karena alasan tertentu
pikirnya. Apa alasan itu" Ketika Carlo berumur enam belas tahun, sesuai dengan


Macan Tutul Di Salju Leopard In The Snow Karya Anne Mather di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hukum Italia, dia mengikuti wajib militer selama dua tahun. Uskup itu mengatakan
kepada Carlo kalau dia masuk seminari, maka dia akan dibebaskan dari kewajiban
itu. Carlo mengatakan kepada sang uskup bahwa dia memang berencana untuk
memasuki seminari, tetapi setelah dia mempelajari kejahatan. Uskup itu tidak
mengerti. Carlo mengatakan kepadanya bahwa kalau dia ingin menghabiskan hidupnya
di dalam gereja untuk memerangi kejahatan, dia harus mengerti kejahatan itu
sendiri. Dia tidak dapat memikirkan tempat lain yang lebih untuk mengerti arti
kejahatan selain di dalam ketentaraan. Tentara menggunakan senjata dan bom. Bom
yang membunuh ibuku yang terberkati!
Sang uskup mencoba membujuknya untuk tidak melakukan itu, tetapi tekad Carlo
sudah bulat. "Berhati-hatilah, Anakku," kata sang uskup. "Dan ingatlah, gereja menunggumu
saat kamu kembali." Pengabdian Carlo selama dua tahun dalam kemiliteran ternyata sangat mengerikan.
Masa kecil Carlo sebelumnya selalu dipenuni dengan keheningan dan refleksi diri.
Tetapi di dalam ketentaraan tidak ada keheningan untuk merenung. Keributan tidak
pernah berakhir. Mesin-mesin besar berada di mana-mana. Tidak ada waktu tenang
sedetik pun. Walau para serdadu mengikuti misa sekali seminggu di barak, Carlo
tidak dapat merasakan kehadiran Tuhan di dalam hati semua temantemannya. Pikiran
mereka terlalu dipenuhi oleh keriuhan daripada niat untuk dapat merasakan Tuhan.
Carlo membenci kehidupan barunya dan ingin pulang. Tetapi dia berkeras untuk
tetap berada di sana. Dia masih harus mengerti apa itu kejahatan. Dia menolak
untuk menembakkan senjatanya, sehingga ketentaraan mengajarinya untuk
menerbangkan helikopter medis. Carlo membenci suara bisingnya dan baunya, tetapi
setidaknya pesawat itu membawanya terbang dan mendekati ibunya di surga. Ketika
dia diberi tahu kalau pelatihannya itu termasuk latihan terjun payung, Carlo
sangat ketakutan. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Tuhan akan melindungi aku,
katanya pada dirinya sendiri. Terjun payung Carlo yang pertama ternyata menjadi
pengalaman fisik yang paling menggembirakan sepanjang hidupnya. Itu seperti
terbang bersama Tuhan. Carlo tidak pernah puas ... keheningan itu ... saat
melayang ... melihat wajah ibunya di antara awan putih saat dia melayang turun
ke bumi. Tuhan mempunyai rencana untukmu, Carlo. Ketika dia kembali dari tugas
kemiliterannya, Carlo memasuki seminari. Itu terjadi 23 tahun yang lalu.
Sekarang, ketika camerlegno Carlo Ventresca menuruni tangga, dia berusaha
memahami rangkaian kejadian yang telah membawanya ke persimpangan jalan yang
luar biasa ini. Tinggalkan segala ketakutan, katanya pada diri sendiri, dan serahkan malam ini
kepada Tuhan. Sekarang dia dapat melihat pintu besar Kapel Sistina yang terbuat dari perunggu
yang dijaga dengan setia oleh empat orang Garda Swiss. Pengawal itu membuka
pintu dan mendorongnya hingga terbuka. Di dalam, semua kepala menoleh padanya.
Sang camerlegno menatap orang-orang berjubah hitam dan bersetagen merah di
hadapannya itu. Dia tahu apa rencana Tuhan untuknya. Nasib gereja ini diletakkan
di tangannya. Sang camerlegno membuat tanda salib dan melangkah melewati ambang pintu.
48 GUNTHER GLICK, SEORANG wartawan BBC, duduk berkeringat di mobil van jaringan BBC
yang diparkir di sisi sebelah timur Lapangan Santo Petrus sambil mengutuki
redaktur yang memberinya tugas. Walau penilaian bulanan pertama Glick berisi
berbagai komentar terbaik - banyak akal, cerdas, dapat diandalkan - tapi dia tetap
ditempatkan di Vatican City untuk "mengamati Paus". Dia mengingatkan dirinya
bahwa meliput untuk BBC memiliki kredibilitas yang jauh lebih tinggi daripada
menulis berita kacangan untuk British Tattler. Tapi meliput seperti ini
menurutnya bukanlah liputan yang sesungguhnya.
Tugas Glick seharusnya mudah saja. Dia hanya harus duduk di situ sambil menunggu
sekumpulan kakek-kakek memilih pemimpin tua mereka yang baru. Kemudian dia
keluar dan merekam gambar 'langsung' selama lima belas detik dengan Vatican
sebagai latar belakang. Cemerlang. Glick tidak percaya kalau BBC masih saja
mengirim wartawan ke lapangan hanya untuk meliput sesuatu yang tidak ada gunanya
ini. Kamu tidak melihat wartawan dari jaringan Amerika di sini malam ini. Tentu
saja tidak! Itu karena wartawan mereka bekerja dengan benar. Mereka menonton
CNN, merangkumnya dan kemudian menayangkan 'liputan langsung' mereka di depan
sebuah layar biru dan meletakkan rekaman video sebagai latar belakang sehingga
terlihat nyata. MSNBC bahkan menggunakan mesin pembuat angin dan hujan di studio
mereka supaya berita mereka terlihat asli. Penonton tidak lagi menghendaki
kebenaran, mereka hanya ingin hiburan.
Glick menatap ke luar melalui kaca mobil dan merasa semakin sedih seiring dengan
berjalannya menit demi menit. Pegunungan yang megah di Vatican City menjulang di
depannya, seolah mengingatkan kesedihan akan apa yang seharusnya dapat
diselesaikan oleh manusia ketika mereka memusatkan perhatian pada hal itu.
"Apa yang sudah aku capai dalam hidupku?" dia bertanya tanya. "Tidak ada."
"Karena itu, menyerahlah," kata seorang perempuan dari belakang.
Glick terloncat. Dia hampir lupa kalau dia tidak sendirian. Dia berpaling ke
kursi belakang, ke tempat juru kameranya, Chinita Macri yang duduk diam sambil
mengelap kaca matanya. Dia selalu mengelap kaca matanya seperti itu. Chinita
adalah perempuan berkulit hitam, walau dia lebih suka disebut orang Afrika
Amerika, agak gemuk, dan sangat pandai. Dia juga tidak akan membiarkan orang
lain lupa akan hal itu. Menurut Glick, dia adalah orang yang aneh. Walaupun
demikian, dia menyukai juru kameranya itu. Dan Glick senang ditemani Macri malam
ini. "Ada masalah apa, Gunth?" tanya Chinita. "Apa yang kita lakukan di sini?"
Chinita terus mengelap. "Menyaksikan kejadian
menegangkan." "Orang-orang tua dikunci di kamar gelap, itu menurutmu
menegangkan?" "Kamu sudah tahu, kamu akan masuk neraka, bukan?" "Aku sudah
berada di sana." "Katakan padaku, apa masalahmu." Suara Chinita terdengar
seperti ibunya. "Aku hanya merasa ingin menghasilkan sebuah karya yang
dikenang banyak orang." "Kamu dulu menulis untuk British Tattler" "Ya, tetapi
tidak ada gemanya." "Oh, ayolah. Kudengar kamu menulis artikel hebat tentang
rahasia kehidupan seks ratu dengan orang asing." "Terima kasih." "Hey, segalanya
akan berubah. Malam ini kamu membuat
liputan lima belas detikmu yang pertama dalam sejarah TV." Glick menggeram dalam
hati. Dia seolah sudah dapat mendengar suara pembaca berita. "Terima kasih
Gunther, liputan hebat," sindir si pembaca berita, lalu dia beralih ke berita
cuaca "Seharusnya aku mencoba menjadi pembaca berita saja."
Macri tertawa. "Tanpa pengalaman" Dan janggutmu itu" Lupakan saja."
Glick mengusap sejumput rambut kemerahan di dagunya "Kupikir janggutku ini
membuatku tampak pandai."
Ponsel di dalam van itu berdering seperti ingin menyela cerita kegagalan Glick
yang lainnya. "Mungkin itu dari redaksi," katanya penuh harap. "Kamu pikir
mereka ingin kita melaporkan perkembangan terkini?" "Untuk berita ini?" Macri
tertawa. "Teruslah bermimpi." Glick mengangkat telepon itu dengan suara pembaca
berita terbaiknya. "Gunther Glick, BBC, liputan langsung dari Vatican City."
Logat suara lelaki di ujung sana terdengar kental dan beraksen Arab. "Dengarkan
baik-baik," katanya. "Aku akan mengubah hidupmu."
49 KINI, LANGDON DAN VITTORIA berdiri berdua saja di luar pintu ganda yang
membatasi mereka dengan tempat penyimpanan Arsip Rahasia. Dekorasi di antara
pilar-pilarnya adalah kombinasi yang tidak lazim; antara permadani di atas
lantai pualam dan kamera keamanan nirkabel yang mengarah ke bawah yang terpasang
dari samping patung-patung malaikat kecil bersayap di langit-langit. Langdon
ingin menjulukinya Renaisans Steril. Di samping jalan masuknya yang melengkung
itu, tergantung sebuah plakat kecil dari perunggu bertuliskan:
ARCHIVIO VATICANO Curatore, Padre Jaqui Tomaso
Bapa Jaqui Tomaso. Langdon mengenal nama kurator itu dari surat-surat penolakan
yang diterimanya. Yth. Pak Langdon. Dengan sangat menyesal saya menulis surat
untuk menolak permintaan Anda untuk...
Sangat menyesal. Omong kosong. Sejak Jaqui Tomaso mulai menjabat sebagai kurator
di sini, Langdon belum pernah melihat ada akademisi Amerika non-Katolik yang
diizinkan masuk ke ruang Arsip Rahasia Vatican. Il guardiano, demikian para
sejarawan menyebut kurator tersebut. Jaqui Tomaso adalah pustakawan yang paling
keras kepala di dunia. Ketika Langdon mendorong pintu hingga terbuka dan melangkah ke dalam portal besi
di bagian dalam, dia berharap akan bertemu dengan Bapa Jaqui Tomaso yang
mengenakan seragam militer lengkap beserta helm dan sepucuk basoka. Tapi,
ruangan itu ternyata sepi. Hening. Remang-remang. Ketika mata Langdon melihat
ruangan rahasia itu, reaksi pertamanya adalah malu. Dia sadar betapa bodoh
dirinya selama ini. Gambaran-gambaran yang selama ini ada di kepalanya selama
bertahun-tahun tentang ruangan ini ternyata sama sekali tidak tepat. Dia
membayangkan ruangan arsip itu hanya berisi rak-rak buku berdebu dengan
setumpukan tinggi buku-buku yang compang-camping, lalu pastor-pastor membuat
katalog di bawah sinar lilin dan kaca berwarna, serta para biarawan membaca
gulungan-gulungan kertas dengan rajin .... Mirip pun tidak. Pada pandangan
pertama, ruangan ini tampak seperti hanggar Pesawat terbang yang gelap dan
seseorang telah membangun selusin lapangan squash tanpa tempat duduk di sana.
Tentu saja Langdon tahu apa fungsi dinding yang terbuat dari kaca berwarna itu.
Dia tidak heran melihatnya. Kelembaban dan udara panas dapat merusak berbagai
naskah yang ditulis di atas kulit binatang dan perkamen. Selain itu,
pemeliharaan yang baik memang membutuhkan ruang tertutup yang kedap udara
seperti ini ruang yang dapat mencegah timbulnya kelembaban dan asam alami yang
terdapat di udara. Langdon pernah berada di dalam ruangan kedap udara beberapa
kali, dan itu selalu menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan baginya ... dan
sekarang dia akan memasuki sebuah tempat kedap udara yang pada situasi yang
normal, asupan oksigennya diatur oleh seorang pustakawan terpilih.
Ruangan tertutup itu gelap, seperti berhantu, dan samara samar diterangi oleh
lampu-lampu berkubah kecil di ujung setiap rak buku. Dalam kegelapan yang
terlihat dari setiap sel, Langdon dapat merasakan bayangan raksasa yang berasal
dari rak-rak buku berisi sejarah yang menjulang tinggi. Ini adalah koleksi yang
luar biasa. Vittoria juga tampak pusing. Dia berdiri di samping Langdon sambil memandang
ruangan raksasa yang tembus pandang itu.
Waktu mereka singkat, dan Langdon tidak ingin membuang-buangnya dengan melihatlihat ruangan remangremang itu sehingga dia segera mencari sebuah buku katalog satu jilid ensiklopedia yang memuat katalog koleksi perpustakaan itu. Tetapi
yang dilihatnya adalah terminal komputer yang tampak mencolok di ruangan itu.
"Wah, hebat! Indeks buku-buku mereka sudah tersimpan di komputer."
Vittoria tampak mempunyai harapan. "Itu akan mempercepat pekerjaan kita."
Langdon berharap dapat merasa antusias juga seperti Vittoria, tetapi dia merasa
sistem komputerisasi seperti ini adalah kabar buruk. Dia lalu berjalan mendekati
sebuah komputer dan mulai mengetik. Ketakutannya segera menjadi nyata. "Cara
pencatatan kuno akan lebih baik." "Kenapa?" Dia melangkah mundur dari layar
komputer itu. "Karena buku katalog konvensional tidak dilindungi kata kunci. Aku
tidak berharap seorang ahli fisika berbakat sepertimu bisa menjadi seorang
hacker." Vittoria menggelengkan kepalanya. "Aku hanya dapat membuka kerang, itu saja."
Langdon menarik napas panjang dan berpaling untuk melihat sekumpulan sekat-sekat
yang mengerikan itu. Dia berjalan ke satu ruangan bersekat kaca terdekat dan
dengan menyipitkan matanya, dia menatap ke bagian dalam yang remang-remang di
dalam sana. Di dalam ruang kaca itu terdapat beberapa benda yang dikenali
Langdon sebagai rak buku biasa, tempat penyimpanan perkamen, dan meja
pemeriksaan. Dia melihat puncak label yang bersinar di ujung setiap rak buku.
Seperti juga di setiap perpustakaan, label-label itu menunjukkan isi dari setiap
baris. Dia membaca judulnya lalu bergerak ke arah sekat-sekat transparan itu.
PlETRO IL ERIMITO ... LE CROCIATE ... URBANO II ...
LEVANT "Mereka diberi label," kata Langdon, sambil terus berjalan. Tetapi tidak
berdasarkan sistem berdasarkan nama pengarang dari A sampai Z." Dia tidak heran.
Arsip-arsip kuno hampir selalu disusun tidak menurut urutan abjad karena begitu
banyak penulisnya yang tidak dikenal. Disusun berdasarkan judul juga tidak
berguna karena banyak dokumen sejarah yang tidak memiliki judul atau merupakan
bagian dari perkamen. Pada umumnya, katalog disusun secara kronologis. Walau
cara kronologis sudah cukup membingungkan, sistem pengaturan yang digunakan di
sini sepertinya tidak kronologis juga.
Langdon merasa mulai membuang-buang waktu lagi dengan mencari-cari seperti ini.
"Sepertinya Vatican mempunyai sistemnya sendiri." "Mengejutkan sekali," kata
Vittoria seperti menyindir. Langdon memeriksa beberapa label lagi.
Dokumendokumen itu sudah berumur ratusan tahun, tetapi kemudian Langdon
menyadari semua kata kuncinya saling berhubungan. "Kupikir mereka menyusunnya
berdasarkan tema." "Tematis?" tanya Vittoria, nadanya terdengar tidak setuju
"Sepertinya tidak efisien." Sebenarnya ... kata Langdon sambil memikirkannya
dengan lebih seksama. Ini mungkin adalah kategorisasi yang paling cerdas yang
pernah kulihat. Dia selalu menyuruh mahasiswanya untuk mengerti warna dan motif
dari sebuah periode daripada membuang-buang waktu dengan menghapalkan data-data
remeh seperti tanggal-tanggal dan karya-karya tertentu. Arsip Vatican ini
tampaknya disusun menurut filsofi yang sama.
"Segala yang ada di ruangan ini," kata Langdon sambil merasa lebih yakin
sekarang, "adalah materi yang berusia berabad-abad dan berhubungan dengan Perang
Salib. Itulah tema ruangan ini." Semuanya ada di sini. Catatan-catatan
bersejarah, surat-surat, benda seni, data-data sosial politik, analisis moderen.
Semua dalam satu tempat ... menarik sekali. Cemerlang.
Vittoria mengerutkan keningnya. "Tetapi data dapat berhubungan dengan banyak
tema secara berkesinambungan."
"Itulah sebabnya mereka melakukan pengecekan silang dengan penanda yang
mewakili." Langdon menunjuk ke luar kaca ke arah label penunjuk dari plastik yang berwarna-warni di antara dokumen-dokumen itu. "Itu semua
menunjukkan dokumen kelas dua yang ditempatkan di tempat yang berbeda dengan
tema utamanya." "Tentu saja," sahut Vittoria, tampaknya tidak mau berdebat lagi. Dia hanya
berkacak pinggang dan meneliti ruang besar itu. Dia kemudian melihat Langdon.
"Jadi Profesor, apa nama catatan Galileo yang kita cari?"
Langdon tidak dapat menahan senyumannya. Dia masih belum percaya dirinya sedang
berdiri di dalam ruangan ini.
Catatan itu ada di sini, pikirnya. Di suatu tempat yang gelap, menunggu untuk
ditemukan. "Ikuti aku," kata Langdon. Dengan cepat dia melewati gang pertama dan memeriksa
label penunjuk yang terdapat pada setiap sekat "Ingat apa yang aku ceritakan
tentang Jalan Pencerahan"
"Bagaimana cara kelompok Illuminati memilih anggota baru dengan menggunakan
ujian tertentu?" "Ya. Cara yang menurutku seperti mencari harta karun," kata Vittoria sambil
mengikuti Langdon dari dekat.
"Tantangan yang diajukan oleh Illuminati adalah, setelah mereka meletakkan
penanda tersebut, mereka harus mengatakan kepada komunitas ilmiah bahwa jalan
itu ada." "Masuk akal," kata Vittoria. "Kalau tidak, tidak ada yang tahu dan mencarinya."
"Ya, dan walau mereka sudah tahu kalau jalan itu ada, para ilmuwan tidak akan
tahu dari mana jalan itu berawal. Roma adalah kota yang besar sekali." "Baik,
aku mengerti." Langdon melanjutkan ke gang berikutnya sambil meneliti berbagai
label penunjuk dan berkata, "Sekitar lima belas tahun yang lalu, beberapa
sejarawan di Sorbonne bersama-sama denganku menemukan serangkaian surat-surat
Illuminati yang berisi petunjuk tentang segno!'
"Tanda. Pemberitahuan tentang jalan dan dari mana jalan tersebut dimulai."
"Ya. Dan sejak itu, banyak akademisi Illuminati, termasuk aku, menemukan
petunjuk-petunjuk lainnya menuju segno itu. Hal ini sudah diterima bahwa
petunjuk jalan itu memang benarbenar ada dan Galileo telah menyebarluaskannya
kepada komunitas ilmuwan tanpa diketahui Vatican." "Bagaimana caranya?" Kami
tidak yakin, tetapi yang paling mungkin adalah berupa Pubhkasi cetakan. Galileo
mencetak banyak buku dan buletin selama bertahun-tahun." "Yang bisa terlihat
oleh Vatican. Berbahaya sekali." "Betul. Walau begitu segno itu tetap
disebarkan." "Tetapi tidak seorang pun yang betul-betul
menemukannya?" "Tidak. Anehnya, di mana pun segno itu muncul, baik pada produk
susu kelompok Mason, jurnal ilmu pengetahuan kuno surat-surat Illuminati, dia
selalu mengacu pada nomor." "666?" Langdon tersenyum. "Sebenarnya 503."
"Artinya?" "Tidak seorang sejarawan pun yang dapat menduganya. Aku terpesona
dengan nomor 503 itu, dan sudah mencoba berbagai cara untuk menemukan arti nomor
tersebut; dari numerolgi, peta acuan, garis lintang." Langdon tiba di ujung
gang, lalu membelok di sudut dan dengan cepat memeriksa barisan label penunjuk
berikutnya sambil terus berbicara. "Selama bertahun-tahun, satu-satunya petunjuk
yang pasti adalah 503 diawali oleh angka 5 yang merupakan angka suci bagi
Illuminati." Langdon berhenti.
"Saya merasa kamu sudah mengetahuinya dan karena itulah kita ada di sini."
"Betul," kata Langdon dan membiarkan dirinya merasa bangga sejenak akan


Macan Tutul Di Salju Leopard In The Snow Karya Anne Mather di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pekerjaannya. "Kamu akrab dengan sebuah buku karya Galileo yang berjudul
Dialogo?" "Tentu saja. Buku terkenal di antara para ilmuwan sebagai buku ilmiah yang
laris." Laris bukanlah kata yang tepat bagi Langdon, tetapi dia mengerti apa yang
dimaksud Vittoria. Pada awal tahun 1630-an, Galileo ingin menerbitkan sebuah
buku yang mendukung konsep heliosentris Copernicus tentang tata surya, tetapi
Vatican tidak akan mengizinkan buku itu terbit kecuali Galileo memasukkan juga
bukti mengenai konsep geosentris milik gereja. Sementara itu, Galileo tahu
dengan pasti kalau konsep tersebut sama sekali salah. Galileo tidak mempunyai
pilihan selain menyetujui perrrrintaan gereja dan menerbitkan sebuah buku dengan
memuat dua konsep yang akurat dan yang tidak akurat.
"Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui," kata Langdon, walau Galileo mau
berkompromi, buku Dialogo masih dianggap sebagai penyimpangan. Dan Vatican
kemudian menahan Galileo di rumahnya." "Tidak ada perbuatan baik yang tidak
dihukum." Langdon tersenyum. "Benar sekali. Walau begitu, Galileo amat keras
kepala. Saat ditahan di rumah, diam-diam dia menulis naskah yang tidak terlalu
terkenal yang membuat para ilmuwan bingung membedakannya dengan Dialogo. Buku
itu bernama Discorsi."
Vittoria mengangguk, "Aku pernah mendengar tentang dokumen itu. Discourses on
the Tides, Dikursus Tentang Gelombang Pasang-Surut."
Langdon tiba-tiba berhenti, dia merasa kagum karena ternyata Vittoria pernah
mendengar buku yang tidak terkenal yang menulis tentang pergerakan planet-planet
dan pengaruhnya pada gelombang pasang di laut.
"Hey," seru Vittoria. "Kamu sedang berbicara dengan seorang ahli fisika kelautan
yang memiliki ayah yang begitu ngefans dengan Galileo." Langdon tertawa. Tapi
Discorsi bukanlah buku yang mereka cari saat itu. Langdon kemudian menjelaskan
kalau Discorsi bukanlah satu-satunya buku yang ditulis Galileo ketika berada
dalam tahanan rumah. Para sejarawan percaya bahwa Galileo juga menulis sebuah
buklet yang tidak dikenal bernama Diagramma.
"Diagramma della Verita," kata Langdon. "Diagram kebenaran." "Aku tidak pernah
dengar tentang itu." Aku tidak heran. Diagramma adalah karya Galileo yang paling
rahasia - mungkin semacam risalah mengenai berbagai fakta ilmu Pengetahuan yang
dipercayanya sebagai kebenaran tetapi tidak diizinkan untuk dibagi kepada orang
lain. Seperti juga pada naskah Galileo terdahulu, Diagramma diselundupkan ke
Roma oleh seorang teman dan diam-diam diterbitkan di Belanda. Buklet itu menjadi
sangat populer di kalangan ilmu pengetahuan bawah tanah di Eropa. Lalu Vatican
mendengar tentang hal itu dan segera merazia dan membakar buku tersebut"
Sekarang Vittoria tampak tertarik. "Dan kamu pikir Diagramma berisi petunjuk
yang kita perlukan" Segno. Buku yang berisi tentang informasi mengenai Jalan
Pencerahan?" "Diagramma adalah cara Galileo untuk mengungkapkan tentang Jalan Pencerahan. Aku
yakin itu." Langdon memasuki baris ketiga dari ruangan-ruangan itu dan terus
meneliti label penunjuk. "Para ahli arsip sudah mencari salinan Diagramma selama
bertahun-tahun. Buklet itu menghilang dari muka bumi pada saat Vatican membakar
buku-buku atau karena tingkat keawetan yang rendah dari buku tersebut." "Tingkat
keawetan?" "Daya keawetan buku. Ahli arsip membagi peringkat dokumen dari
tingkat satu ke tingkat sepuluh untuk mengukur tingkat keawetan sebuah dokumen.
Diagramma dicetak di atas kertas papirus. Kertas itu seperti kertas tisu. Dia
hanya mampu bertahan tidak lebih dari satu abad." "Mengapa tidak dicetak di atas
bahan yang lebih kuat?" "Sesuai dengan petunjuk Galileo. Dibuat dengan tujuan
untuk melindungi pengikutnya. Dengan cara ini setiap ilmuwan yang tertangkap
ketika sedang membaca buku itu dapat segera menjatuhkannya ke dalam air dan
buklet itu akan hancur begitu saja. Cara seperti itu memang bagus untuk
menghilangkan bukti. Tetapi malah menyusahkan para ahli arsip. Konon hanya ada
satu salinan Diagramma yang bertahan melampaui abad ke-18."
"Satu?" sesaat Vittoria tampak ketakutan ketika dia melihat ke sekeliling
ruangan itu. "Dan sekarang ada di sini?"
"Disita dari Belanda oleh Vatican, tidak lama setelah Galileo meninggal dunia.
Aku sudah mengajukan permintaan untuk melihatnya sejak beberapa tahun yang lalu.
Sejak aku tahu apa isinya."
Seolah dia dapat membaca pikiran Langdon, Vittoria bergerak ke salah satu gang
dan mulai meneliti bagian yang menonjol dari ruangan tambahan yang terdapat di
sana. Vittoria mulai mempercepat langkahnya.
"Terima kasih," kata Langdon. "Carilah label penunjuk yang berhubungan dengan
Galileo, ilmu pengetahuan, ilmuwan. Kamu akan tahu saat kamu melihatnya."
"Baik, tetapi kamu masih belum mengatakan kepadaku bagaimana kamu bisa tahu
kalau Diagramma berisi petunjuk yang kita cari sekarang. Apakah itu ada
hubungannya dengan nomor yang selalu kamu lihat pada surat-surat Illuminati"
503?" Langdon tersenyum. "Ya. Memerlukan waktu juga, tetapi akhirnya aku mengetahui
kalau 503 hanya sebuah kode. Jelas mengacu pada Diagramma."
Untuk sesaat Langdon ingat sebuah peristiwa yang tidak terduga yang terjadi pada
tanggal 16 Agustus, dua tahun yang lalu. Dia sedang berdiri di tepi danau pada
sebuah pesta pernikahan putra salah satu rekan di universitasnya. Peniup
bagpipes itu mengapung di atas permukaan danau. Bersama dengan kedua mempelai,
mereka memasuki tempat pesta dengan cara yang unik ... mereka menyeberangi danau
dengan sebuah perahu. Kendaraan itu dihiasi dengan bunga-bungaan berwamawarni.
Bunga-bunga itu membentuk sebuah deretan nomor dari huruf Romawi yang terpasang
di lambung perahu - DCII.
Karena merasa bingung pada tanda itu, Langdon bertanya kepada ayah pengantin
perempuan itu. "Apa arti nomor 602?" "602?" Langdon menunjuk lambung perahu itu.
"DCII adalah huruf Romawi untuk 602." Lelaki itu tertawa, "Itu bukan nomor Romawi. Itu nama
Perahu tersebut." "DCII?" Ayah yang bahagia itu mengangguk. "Dick and Connie II"
Langdon merasa malu. Dick dan Connie adalah nama pasangan yang berbahagia hari
itu. Perahu tersebut tentu saja dinamai begitu untuk menghormati mereka. "Apa
yang terjadi dengan DCI?"
Lelaki itu tertawa kecil. "Perahu itu tenggelam kemarin pada saat latihan."
Langdon tertawa. "Aku sedih mendengarnya." Dia melihat perahu itu lagi. DCII,
pikirnya. Seperti sebuah minatur QEII. Sedetik kemudian dia mengerti.
Sekarang Langdon berpaling pada Vittoria, "503, seperti yang tadi kukatakan,
adalah sebuah kode. Itu tipuan Illuminati untuk menyembunyikan apa yang
sesungguhnya mereka maksudkan dan menyamarkannya dengan angka Romawi. Nomor 503
dalam angka Romawi adalah - " "DIII." Langdon menatap Vittoria. "Kamu cepat
sekali. Jangan bilang kalau kamu juga anggota Illuminati." Vittoria tertawa. "Aku menggunakan
angka Romawi untuk menyusun tingkatan organisme laut." Tentu saja, pikir Langdon. Kita semua juga
menggunakannya, bukan" Vittoria melihat ke depan. "Jadi apa arti dari DIII?" "DI
dan DII dan DIII adalah singkatan yang sangat kuno. Mereka digunakan oleh
ilmuwan kuno untuk mengacu pada tiga dokumen Galileo yang biasanya
membingungkan." Vittoria menghembuskan napas dengan cepat. "Dialogo ... Discorsi ... Diagramma."
D-satu. D-dua. D-tiga. Semuanya tulisan ilmiah. Semuanya kontroversial. 503
adalah DIII. Diagramma. Buku ketiga Galileo."
Vittoria terlihat bingung. "Tetapi ada satu hal yang masih tidak masuk akal.
Jika segno ini, petunjuk ini, memberitahukan kalau Jalan Pencerahan itu benarbenar ada di dalam Diagramma Galileo, kenapa Vatican tidak melihatnya ketika
mereka menyita semua salinannya?"
"Mungkin mereka melihatnya, tetapi tidak mengetahuinya. Ingat penanda
Illuminati" Penanda tersembunyi yang diletakkan di tempat terbuka" Penyamaran"
Segno itu agaknya juga disembunyikan dengan cara yang sama - di tempat terbuka.
Tidak terlihat oleh orang yang tidak mencarinya. Dan juga tidak terlihat oleh
mereka yang tidak memahaminya." "Artinya?" "Artinya, Galileo berhasil
menyembunyikannya dengan baik. Menurut catatan sejarah, segno itu terungkap
dengan cara yang disebut oleh kaum Illuminati sebagai lingua pura" "Bahasa
murni?" "Ya." "Matematika?" "Itu terkaanku saja. Kelihatannya cukup jelas.
Galileo memang seorang ilmuwan, dan dia menulis untuk ilmuwan. Matematika bisa
menjadi bahasa yang digunakan untuk meletakkan petunjuk itu. Buklet itu disebut
Diagramma, jadi diagram matematika bisa menjadi bagian dari kode tersebut."
Vittoria terdengar ragu, tidak lagi penuh harap. "Sepertinya Galileo berhasil
menciptakan kode matematika yang luput dari perhatian para pendeta."
"Kamu seperti tidak yakin," kata Langdon sambil terus berjalan di sepanjang
gang. "Aku memang tidak yakin. Itu karena kamu juga tidak yakin. Kalau kamu begitu
yakin tentang DIII, kenapa kamu tidak mempublikasikannya" Kalau kamu menulisnya
dalam sebuah jurnal ilmiah, seseorang yang mempunyai akses ke Arsip Vatican
pasti sudah datang ke sini dan memeriksa Diagramma sejak dahulu kala."
"Aku tidak mau mengumumkannya," kata Langdon. "Aku sudah bekerja dengan susah
payah untuk menemukan informasi itu dan - " Dia berhenti dan merasa malu. "Kamu
menginginkan kejayaan." Langdon tersipu. "Dengan kata lain. Itu hanya - " "Jangan
malu-malu begitu. Kamu sedang berbicara kepada seorang ilmuwan."
"Bukannya aku ingin jadi yang pertama. Aku juga mempertimbangkan kalau informasi
tentang Diagramma itu jatuh ke tangan orang yang salah, informasi itu akan
hilang." "Orang yang salah itu mungkin orang Vatican?" "Bukan hanya itu, tetapi
gereja selalu menganggap remeh ancaman Illuminati. Pada awal 1900-an Vatican
berkata kalau Illuminati hanyalah sebuah isapan jempol dari imajinasi yang
berlebihan. Pada saat itu, para pastor berkata hal yang paling tidak perlu
diketahui orang Kristen adalah ada kelompok antiKristen yang sangat kuat dan
mampu menyusup ke dalam bank, politik dan berbagai universitas." Gunakan kala
waktu kini, Robert, dia mengingatkan dirinya sendiri. Sampai saat ini masih ada
kelompok anti-Kristen yang sangat kuat dan mampu menyusup ke dalam bank, politik
dan berbagai universitas.
"Jadi kamu pikir Vatican akan mengubur setiap bukti yang membenarkan ancaman
Illuminati?" "Sangat mungkin. Setiap ancaman, yang nyata ataupun yang khayalan dapat
melemahkan keyakinan akan kekuatan gereja."
"Satu pertanyaan lagi," tiba-tiba Vittoria berhenti dan menatap Langdon seolah
dia adalah makhluk asing. "Apakah kamu bersungguh-sungguh?" Langdon berhenti.
"Apa maksudmu?" "Maksudku, apakah ini rencanamu untuk menyelamatkan
dunia?" Langdon tidak yakin apa maksud pertanyaan Vittoria itu.
"Maksudmu menemukan Diagramma?" "Bukan hanya itu. Maksudku, menemukan Diagramma,
menemukan segno berumur empat ratus tahun, memecahkan beberapa kode matematika
dan mengikuti jejak kuno dari bendabenda seni yang hanya dapat diikuti oleh
ilmuwan yang paling pandai dalam sejarah ... dalam waktu empat jam."
Langdon mengangkat bahunya. "Aku dapat menerima usulan lainnya."
50 ROBERT LANGDON BERDIRI di luar Ruang Arsip nomor 9 dan membaca label yang
tertera di sana. BRAHE ... CLAVIUS ... COPERNICUS ... KEPLER ...
NEWTON ... Ketika dia membaca nama-nama itu sekali lagi, tiba-tiba dia merasa
tidak tenang. Di sini tertulis nama-nama ilmuwan, tetapi di mana nama Galileo"
Dia berpaling pada Vittoria yang sedang memeriksa isi ruangan di sebelahnya.
"Aku sudah menemukan tema yang kita cari, tetapi nama Galileo tidak ada."
"Tidak mungkin," sahut Vittoria sambil mengerutkan keningnya ketika dia bergerak
ke ruangan berikutnya. "Dia ada di sini. Tetapi aku harap kamu membawa kacamata
bacamu karena seluruh ruangan ini berisi naskah Galileo."
Langdon berlari ke sana. Vittoria benar. Setiap tabel penunjuk di ruang 10
bertuliskan kata kunci yang sama.
IL PROCESSO GALILEANO Langdon bersiul perlahan. Sekarang dia sadar kenapa Galileo mendapatkan satu
ruangan tersendiri. "Semuanya tentang Galileo," katanya dengan kagum sambil
memandang beberapa baris rak yang gelap di hadapannya. "Kasus hukum paling
panjang dan paling mahal dalam sejarah Vatican. Empat belas tahun dan
menghabiskan biaya sebesar 600 juta lira. Semuanya ada di sini."
"Tapi dokumen hukum yang ada hanya sedikit." Sepertinya pengacara belum memiliki
peran yang terlalu besar pada abad itu." "Tidak seperti sekarang." Langdon
berjalan ke sebuah tombol kuning besar yang terdapat di sisi ruangan kedap udara
itu. Setelah dia menekannya, sekumpulan lampu di atas mereka menyinari ruangan
tersebut. Sinarnya berwarna merah tua sehingga membuat ruangan itu menjadi sel
berwarna merah tua dan memperlihatkan rak-rak menjulang tinggi yang mengagumkan.
"Ya ampun," seru Vittoria dengan nada takut. "Orang seperti apa yang tahan
berlama-lama di sini?"
"Perkamen dan kulit hewan dapat memudar warnanya, jadi penerangan di ruangan ini
harus dengan lampu seperti ini." "Kita bisa jadi gila di sini." Atau lebih buruk
lagi, pikir Langdon sambil bergerak ke arah satu-satunya jalan masuk ke ruangan
itu. "Satu peringatan singkat. Karena oksigen adalah zat oksidan, maka oksigen
di dalam ruang kedap udara ini sangat sedikit. Bisa dikatakan tidak ada udara di
dalamnya. Kamu akan merasa sulit bernapas di sana."
"Hey, kardinal-kardinal tua itu saja mampu bertahan ...," Vittoria protes.
Benar, pikir Langdon. Mudah-mudahan saja kita seberuntung mereka.
Pintu masuk ke ruangan kedap udara itu adalah sebuah pintu putar elektronik yang
dilengkapi dengan tombol pembuka pintu. Ketika tombol ditekan, pintu elektronik
akan berputar membuka setengah putaran - sebuah prosedur standar untuk memelihara
kemurnian atmosfer di dalam ruangan tersebut.
"Setelah aku berada di dalam," kata Langdon, "tekan saja tombol itu dan masuk
juga. Kelembaban dalam ruangan itu hanya delapan persen, jadi jangan kaget kalau
mulutmu terasa kering."
Langdon melangkah masuk ke dalam pintu putar itu dan menekan tombol. Pintu itu
berdengung keras dan mulai berputar. Ketika dia mengikuti gerakan pintu itu,
Langdon menyiapkan tubuhnya untuk menghadapi kejutan fisik yang selalu terjadi
pada beberapa detik awal di dalam ruangan kedap udara. Memasuki ruang
penyimpanan arsip yang tertutup seperti menyelam ke laut sedalam 20.000 kaki
dengan tiba-tiba. Perasaan mual dan pusing adalah hal biasa timbul. Langdon
merasakan tekanan udara di telinganya. Dia bisa mendengarkan suara mendesis, dan
pintu putar itu pun lalu berhenti. Langdon sudah berada di dalam ruangan itu
sekarang. Kesan pertama Langdon adalah udara di dalam ruangan itu ternyata lebih
tipis daripada yang dibayangkannya. Sepertinya Vatican memperlakukan arsip
mereka dengan sangat serius daripada yang seharusnya. Langdon berusaha meredakan
perasaan tercekik yang dirasakannya dan mengendurkan pernapasannya ketika
pembuluh kapiler di paru-parunya berusaha untuk mendapatkan udara tambahan.
Perasaan seperti itu ternyata berlalu dengan cepat. Inilah si lumba-lumba,
pikirnya riang dan merasa bersyukur karena kebiasaan latihan berenang sebanyak
lima puluh putaran setiap hari ternyata ada gunanya juga. Sekarang setelah
bernapas dengan lebih normal, dia lalu melihat ke sekeliling ruangan itu. Walau
dinding itu tembus pandang, Langdon merasakan kecemasan yang biasa dirasakannya.
Aku berada di dalam sebuah kotak, pikirnya. Sebuah kotak berwarna merah tua.
Pintu itu berdesing di belakangnya. Langdon berpaling dan melihat Vittoria
masuk. Ketika Vittoria tiba di dalam, matanya segera berair, dan dia mulai
bernapas dengan berat. "Pelan-pelan," kata Langdon. "Kalau kamu merasa pusing, membungkuklah."
"Aku ... merasa ...," kata Vittoria seperti tercekik, "seperti ... menyelam ...
dengan komposisi udara yang salah di dalam tabung oksigenku ...."
Langdon menunggu hingga Vittoria dapat beradaptasi. Langdon tahu Vittoria akan
baik-baik saja. Vittoria Vetra jelas dalam keadaan yang sangat sehat, sama
sekali tidak seperti seorang alumnus Radcliffe yang gemetar ketika memasuki
ruang arsip yang kedap udara di Perpustakaan Widener. Tur tersebut berakhir
ketika Langdon harus memberikan bantuan pernapasan dari mulut ke mulut untuk
menolong rekannya itu; seorang perempuan tua yang hampir tercekik oleh gigi
palsunya garagara masuk ke ruang Penyimpanan arsip kuno yang kedap udara.
"Merasa lebih baik?" tanya Langdon. Vittoria mengangguk. "Aku harus naik pesawat
sialanmu itu, jadi kupikir aku
boleh membalasmu dengan ini." Vittoria tersenyum. "Touched. Aku menyerah
sekarang." Langdon meraih kotak di samping pintu dan menarik keluar
beberapa sarung tangan dari katun berwarna putih. "Prosedur formal, eh?" tanya
Vittoria. "Ini untuk melindungi dokumen dari asam yang terdapat di jari kita.
Kita tidak boleh memegang dokumen tanpa mengenakan ini. Kamu harus memakainya."
Vittoria mengenakan sepasang sarung tangan. "Berapa lama
lagi waktu kita?" Langdon melihat jam tangan Mickey Mouse-nya. "Baru
berlalu tujuh menit." "Kita harus menemukannya dalam satu jam." "Sebenarnya,"
kata Langdon, "kita tidak memiliki waktu sebanyak itu." Dia menunjuk ke langitlangit dengan saringan udara di atas mereka. "Biasanya kurator akan menyalakan
sistem reoksigenasi ketika seseorang berada di dalam ruangan ini. Tetapi tidak
hari ini. Kita hanya punya waktu dua puluh menit, setelah itu kita tidak akan
menghirup apa-apa." Wajah Vittoria menjadi sangat pucat dalam sinar lampu kemerahan.
Langdon tersenyum dan merapikan sarung tangannya. "Cepat ketemu atau tercekik,
Nona Vetra. Si Mickey berdetik."
51 WARTAWAN BBC GUNTHER Glick memandang ponsel di tangannya selama sepuluh detik


Macan Tutul Di Salju Leopard In The Snow Karya Anne Mather di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelum akhirnya meletakkannya.
Chinita Macri mengamatinya dari belakang van. "Ada apa" Siapa itu tadi?"
Glick berpaling, dan merasa seperti seorang anak kecil yang baru saja menerima
hadiah Natal yang dikhawatirkan salah alamat. "Aku baru saja mendapat sebuah
petunjuk. Ada yang terjadi di dalam Vatican."
"Dan kejadian itu namanya rapat pemilihan paus," kata Chinita. "Petunjuk hebat."
"Bukan itu. Ada yang lainnya." Sesuatu yang besar. Dia bertanya-tanya apakah
yang dikatakan si penelepon tadi itu benar. Glick merasa malu ketika diam-diam
berdoa mudahmudahan cerita itu adalah kenyataan. "Bagaimana kalau aku bilang ada
empat orang kardinal diculik dan akan dibunuh di empat gereja yang berbeda malam
ini." "Aku akan mengatakan bahwa kamu baru saja ditipu oleh seseorang dari kantor
dengan lelucon yang tidak lucu."
"Bagaimana kalau aku bilang kita akan diberi tahu tempat pembunuhan pertamanya?"
"Aku ingin tahu siapa orang yang baru meneleponmu itu." "Lelaki itu tidak
mengatakannya." "Karena mungkin saja dia berbohong?" Glick sudah menduga Macri
akan bersikap sinis seperti ini, tetapi temannya itu lupa kalau penipu dan orang
gila sudah menjadi urusan Glick selama hampir satu dasawarsa ketika bekerja di
British Tattler. Tapi penelepon itu bukanlah penipu ataupun orang gila. Dia
berbicara dengan logis dan perkataannya masuk akal. Aku akan meneleponmu lagi
sebelum pukul delapan, kata lelaki itu, dan mengatakan kepadamu tempat
terjadinya pembunuhan pertama. Gambar-gambar yang kamu rekam akan membuatmu
terkenal. Ketika Glick bertanya kenapa si penelepon mau memberinya informasi
itu, jawabannya terdengar sedingin aksen Timur Tengah-nya. Media adalah senjata
yang tepat untuk sebuah anarki. "Dia juga mengatakan satu hal lagi," kata Glick.
"Apa" Elvis Presley baru saja terpilih menjadi paus?" "Teleponlah database BBC.
Tolong." Adrenalin Glick seperti terpompa sekarang. "Aku ingin tahu cerita apa
lagi yang dapat kita tulis tentang mereka." "Mereka apa?" "Turuti saja apa
kataku." Macri mendesah dan mulai menghubungi database BBC.
"Ini tidak akan lama." Glick seperti merenung. "Orang yang meneleponku tadi
sangat ingin tahu apakah ada juru kamera yang bekerja bersama denganku."
"Videografer," kata Macri meralat. "Dan dia juga ingin tahu apakah kita dapat
menayangkan langsung." "Satu koma lima tiga tujuh megahertz. Apa maksud dari semua ini?"
Database itu berbunyi "bip". "Baik, kita sudah masuk. Siapa yang kamu cari?"
Glick memberinya kata kunci. Macri berpaling dan menatapnya. "Aku harap kamu
sedang bercanda sekarang."
52 PENGATURAN BAGIAN DALAM Ruang Arsip nomor 10 tidak seperti yang Langdon duga
sebelumnya, dan naskah Diagramma ternyata tidak berada bersama karya terbitan
Galileo lainnya. Tanpa akses ke indeks yang terdapat di komputer dan petunjuk
pencarian, Langdon dan Vittoria menghadapi jalan buntu. "Kamu yakin Diagramma
ada di sini?" tanya Vittoria. "Ya. Ada daftar yang meyakinkan di Ufficio della
Propaganda delle Fede - " "Baiklah. Selama kamu yakin." Vittoria kemudian
bergerak ke kiri sementara Langdon ke kanan. Langdon mulai pencarian secara manual.
Berkali-kali dia berusaha mengendalikan dirinya supaya tidak berhenti dan
membaca setiap naskah penting di situ. Koleksi itu mengejutkannya. The
Assayer ... The Starry Messenger ... The Sunspot Letters Letter to the Grand
Duchess Christina ... Apologia pro Galileo ... dan seterusnya.
Ternyata Vittorialah yang pertama kali menemukan naskah itu di bagian belakang
ruangan 10. Suara seraknya berseru, "Diagramma della Verita."
Langdon bergegas menembus sinar berwarna merah tua itu untuk menemuinya. "Di
mana?" Vittoria menunjuk, dan Langdon segera sadar mengapa mereka tidak melihatnya
tadi. Naskah itu berada di dalam kotak penyimpanan folio, bukan di rak. Kotak
penyimpanan folio biasanya digunakan untuk menyimpan lembaran-lembaran yang
tidak dijilid. Label yang tercetak di depan kotak itu menghapus keraguan tentang
isinya. DIAGRAMMA DELLA VERITA Galileo Galilei, 1639 Tubuh Langdon langsung lemas, jantungnya berdebar keras. "Diagramma." Dia
tersenyum pada Vittoria untuk berterima kasih. "Bagus sekali, Vittoria. Tolong
aku untuk menariknya keluar dari kotak penyimpannya."
Vittoria berlutut di sampingnya, lalu mereka berdua menarik naskah itu. Langdon
menarik nampan yang berisi kotak penyimpanan yang terbuat dari logam ke arah
mereka sehingga minyak kastroli yang ada di dalamnya tumpah dan memperlihatkan
tutup kotak tersebut. "Tidak terkunci?" tanya Vittoria dengan heran karena penyimpanan yang sederhana
itu. "Tidak pernah. Dokumen-dokumen ini kadang harus dipindahkan dengan cepat. Jika
ada banjir atau kebakaran, misalnya." "Jadi, bukalah," Vittoria mendesak.
Langdon tidak membutuhkan desakan lagi. Dengan impian akademis yang sudah ada di
depan mata dan udara yang mulai menipis di dalam ruangan ini, dia tidak mau
bermain-main lagi. Dia membuka kancing dan mengangkat tutupnya. Di dalamnya
tergeletak sebuah kantung hitam dari kain linen. Kain itu tidak rapat tenunannya
sehingga tidak terlalu melindungi isinya. Langdon mengambilnya dengan kedua
tangannya agar kantung itu tetap dalam posisi horisontal. Kemudian dia
mengangkatnya keluar dari tempat penyimpanannya.
"Aku tadi menduga dokumen ini disimpan di dalam sebuah kotak harta karun," kata
Vittoria. "Ini tampak seperti sarung bantal saja."
"Ikuti aku," kata Langdon. Dia membawa kantung itu di depan tubuhnya seperti
membawa persembahan. Langdon berjalan ke tengah-tengah ruangan, tempat meja
dengan dasar kaca yang biasa digunakan untuk memeriksa arsip berada. Meskipun
penempatan meja di tengah-tengah itu dimaksudkan untuk mengurangi perjalanan
arsip, tapi selain itu para peneliti juga menginginkan privasi yang didapat dari
rak-rak buku yang mengelilinginya. Penemuan yang akan mengubah karir mereka
terjadi di sebuah ruang arsip paling top di muka bumi ini, jadi sebagian besar
peneliti tidak ingin saingannya mengintip ketika mereka sedang bekerja.
Langdon meletakkan kantung itu di atas meja dan membuka kancingnya. Sementara
itu, Vittoria berdiri di dekatnya. Langdon mencari-cari sesuatu di atas nampan
peralatan, lalu menemukan penjepit arsip yang disebut finger cymbals - penjepit
besar dengan cakram kecil pada ujung kedua penjepitnya. Ketika kegembiraannya
memuncak, Langdon takut kalau sewaktu-waktu dia terbangun dan berada di
Cambridge dengan setumpuk kertas ujian kenaikan kelas yang harus diperiksanya.
Sambil menarik napas dalam, Langdon membuka kantung itu. Jemarinya gemetar di
balik sarung tangan katunnya. Dia merogoh ke dalam dengan penjepitnya.
"Tenang," kata Vittoria. "Itu hanya kertas, bukan plutonium."
Langdon menyelipkan penjepit itu di sekeliling tumpukan dokumen di dalam
kantung. Dia sangat berhati-hati ketika menekan dokumen itu dengan penjepitnya.
Langdon tidak menariknya keluar, tapi tetap menjepitnya di dalam. Dia kemudian
menarik kantungnya - sebuah prosedur yang dilakukan para ahli arsip untuk
meminimalisir gerakan artifak. Ketika kantungnya terlepas dari dokumen itu, dan
Langdon sudah meletakkan dokumen tersebut di atas meja pemeriksaan yang bersinar
gelap di bawahnya, barulah Langdon dapat bernapas dengan lega.
Vittoria tampak seperti hantu karena wajahnya terkena sinar dari bawah meja.
"Lembaran-lembaran kecil," katanya, suaranya terdengar takzim.
Langdon mengangguk. Tumpukan folio di depan mereka tampak seperti lembaranlembaran lepas dari sebuah novel edisi kertas koran. Langdon dapat melihat
lembaran teratasnya ditulisi judul, tanggal dan nama Galileo dengan menggunakan
pena dan tinta oranamen oleh Galileo sendiri.
Saat itu juga, Langdon lupa akan ruangan sempit dan keletihannya sendiri. Dia
juga sudah melupakan keadaan yang menegangkan yang membawanya ke sini. Dia hanya
menatap dengan kekaguman. Berdekatan dengan sejarah selalu membuat Langdon
terpaku oleh rasa hormat ... seperti melihat sapuan kuas pada lukisan Mona Lisa.
Papirus kuning yang bisu itu membuat Langdon yakin akan usia dan keasliannya.
Kecuali tulisannya yang sudah mulai memudar, kondisi dokumen itu masih sangat
baik. Warnanya agak memudar. Ada sedikit pemisahan dan kohesi dari papirus itu.
Tetapi secara keseluruhan ... kondisinya sangat baik. Dia mengamati hiasan yang
dibuat dengan tangan di sampul muka dokumen tersebut. Langdon mulai merasakan
tatapannya mengabur karena tingkat kelembaban yang rendah. Vittoria tidak
berkata sepatah katapun. "Tolong berikan spatula itu padaku," Langdon menunjuk
ke sisi Vittoria, ke arah sebuah nampan berisi peralatan arsip yang terbuat dari
stainless-steel. Vittoria memberikannya kepada Langdon. Langdon mengambilnya.
Alat itu bagus. Dia mengusap permukaannya dengan jarinya untuk menyingkirkan
daya statis yang dikandungnya, kemudian, dengan sangat berhati-hati, Langdon
menyelipkan alat itu ke bawah lembaran sampul.
Halaman pertama ditulis dengan huruf sambung, kaligrafi kecil yang hampir tidak
dapat dibaca. Langdon segera melihat di situ tidak terdapat diagram atau angkaangka. Dokumen itu hanyalah sebuah esai.
"Heliosentrisitas," kata Vittoria, menerjemahkan judul di atas folio pertama.
Dia mengamati teks itu. "Tampaknya Galileo meruntuhkan model geosentris dengan
sangat pasti. Dokumen ini ditulis dalam bahasa Italia kuno. Aku tidak janji
untuk menerjemahkan ini untukmu."
"Lupakan," sahut Langdon. "Kita sedang mencari matematika. Bahasa murni."
Langdon menggunakan spatula itu untuk menjepit halaman berikutnya. Esai lagi.
Tidak ada matematika atau diagram. Tangan Langdon mulai berkeringat di balik
sarung tangannya. "Pergerakan Planet-Planet," kata Vittoria, menerjemahkan judul itu.
Langdon mengerutkan keningnya. Pada lain hari, dia pasti akan sangat senang
membacanya; model modern buatan NASA untuk menggambarkan orbit planet-planet
yang didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teleskop super canggih,
mungkin saja hampir sama dengan perkiraan awal yang dibuat oleh Galileo.
"Tidak ada matematika," kata Vittoria. "Dia berbicara tentang pergerakan mundur
dan orbit berbentuk elips atau sejenisnya." Orbit berbentuk elips. Langdon ingat
sebagian besar dari masalah hukum yang menimpa Galileo dimulai ketika dia
berkata bahwa pergerakan planet-planet berputar dalam orbit yang berbentuk
elips. Sementara itu, Vatican mengagungkan kesempurnaan gerakan melingkar dan
bersikeras bahwa pergerakan yang dibuat Tuhan hanya berbentuk lingkaran.
Bagaimanapun, Illuminati Galileo melihat kesempurnaan itu ada dalam pergerakan
elips, mengacu pada dualitas matematika seperti yang terlihat dari dua titik
fokus yang dimilikinya. Elips Illuminati tampak jelas bahkan pada masa kini
dalam bentuk meja dan tatakan pijakan kelompok Mason modern. "Berikutnya," kata
Vittoria. Langdon membuka halaman berikutnya. "Fase-fase bulan dan pergerakan
pasang laut," katanya.
"Tidak ada nomor-nomor. Tidak ada diagram." Langdon membalik halaman lagi. Tidak
ada apa-apa. Dia terus membalik-balik halaman sampai belasan halaman atau lebih.
Tidak ada apa-apa. Sama sekali tidak ada perhitungan matematika.
"Kukira lelaki ini adalah seorang ahli matematika," kata Vittoria. "Tetapi,
semuanya hanya berupa tulisan saja."
Langdon merasa udara di dalam paru-parunya mulai menipis.
Demikian juga harapannya. Tumpukan kertas di hadapannya mulai menyusut.
"Tidak ada apa pun di sini," kata Vittoria. "Tidak ada matematika. Hanya
beberapa tanggal dan bentuk standar, tetapi tidak ada yang tampak seperti
petunjuk." Langdon membalik folio terakhir dan mendesah. Halaman itu juga hanya berisi
sebuah esai. "Buku pendek," kata Vittoria sambil mengerutkan
keningnya. Langdon mengangguk. "Merda, begitu orang Roma menyumpah," kata
Vittoria. Sialan, juga boleh, pikir Langdon. Bayangannya di dinding kaca tampak
mengejeknya, sama seperti bayangan yang balas menatapnya dari kaca jendela
rumahnya tadi pagi. Sesosok hantu tua. "Pasti ada sesuatu," katanya dengan suara
serak karena merasa putus asa. "Segno itu di sini, di suatu bagian. Aku tahu
itu!" "Mungkin kamu salah tentang DIII?" Langdon berpaling dan menatap Vittoria.
"Baiklah," Vittoria berkata, "DIII masuk akal sekali. Tetapi
mungkin petunjuknya tidak berupa perhitungan matematika." "Lingua pura. Apa lagi
kalau bukan matematika?" "Seni?" "Bahkan di dalam buku ini tidak terdapat
diagram atau gambar." "Yang kutahu, lingua pura itu mengacu pada sesuatu selain
bahasa Italia. Matematika tampak terlalu logis." "Aku setuju." Langdon menolak
untuk menerima kekalahan terlalu cepat. "Angka itu pasti ditulis dengan huruf
sambung. Perhitungan matematika pasti ditulis dengan kata-kata, bukan dengan
persamaan." "Akan makan waktu untuk membaca semua halaman itu." "Kita tidak
punya waktu. Kita harus membagi tugas." Langdon membalik tumpukan kertas itu
dari halaman awal. "Aku cukup mengerti bahasa Italia untuk mengenali
angkaangka." Kemudian, dengan menggunakan spatulanya, dia membagi tumpukan
kertas itu seperti tumpukan kartu dan meletakkan tumpukan pertama di depan
Vittoria. "Aku yakin kita dapat menemukannya di sini."
Vittoria mengulurkan tangannya dan membalik halaman pertama dengan tangannya.
"Spatula!" kata Langdon sambil mengambil alat itu lagi dari nampan. "Gunakan
spatula." "Aku mengenakan sarung tangan," gerutunya. "Aku tidak akan merusak apa-apa,
bukan?" "Gunakan sajalah." Vittoria memungut spatula itu. "Kamu merasakan apa
yang kurasakan?" "Ketegangan?" "Bukan. Napas terasa lebih pendek." Langdon memang
mulai merasakannya juga. Udara mulai menipis lebih cepat dari yang
dibayangkannya semula. Dia tahu mereka harus bergegas. Permainan kata yang biasa
terdapat di dalam sebuah arsip sudah tidak asing lagi baginya, tetapi biasanya
dia mempunyai waktu lebih dari beberapa menit untuk menyelesaikannya. Tanpa
berkata-kata lagi, Langdon menundukkan kepalanya dan mulai menerjemahkan halaman
pertama dari tumpukannya. Tunjukkan dirimu, sialan! Tunjukkan dirimu!
53 PADA SUATU TEMPAT di bawah tanah di kota Roma, sesosok gelap menuruni anak
tangga batu menuju ke terowongan bawah tanah. Gang tua itu hanya diterangi oleh
obor sehingga udara terasa panas dan pengap. Di atasnya terdengar suara-suara
ketakutan dari beberapa orang lelaki dewasa yang berteriak memanggil-manggil
dengan sia-sia karena suara mereka hanya memantul pada ruangan kosong di sekitar
mereka. Ketika lelaki itu membelok ke sudut, dia melihat orang orang itu masih dalam
keadaan yang sama ketika dia meninggalkan mereka beberapa saat yang lalu - empat
orang lelaki tua, ketakutan, terkurung di balik jeruji besi berkarat dalam
ruangan berdinding batu. "Qui etes vous?" tanya salah satu dari keempat lelaki itu dalam bahasa Perancis.
"Siapa kamu" Apa yang kamu inginkan dari kami?"
"Hilfel" seorang lainnya berkata dalam bahasa Jerman. "Biarkan kami pergi!"
"Kamu tahu siapa kami?" tanya seorang lagi dalam bahasa Inggris yang beraksen
Spanyol. "Diam," suara serak itu memerintah. Ada ketegasan dalam nada suaranya.
Satu-satunya orang dari keempat tawanan itu, seorang Italia yang tenang dan
penuh kehati-hatian, menatap mata penculiknya yang sehitam tinta. Kardinal
Italia itu yakin, dia sedang melihat neraka di sana. Tuhan, tolong kami, dia
memohon dalam hati. Pembunuh itu melihat jam tangannya dan kemudian berpaling pada para tawanannya.
"Nah," katanya. "Siapa yang mau jadi nomor satu?"
54 DI DALAM RUANG ARSIP nomor 10, Robert Langdon mengucapkan nomor dalam bahasa
Italia sambil memeriksa kaligrafi di depannya. Mille ... centi ... uno ... duo,
tre ... cinquanta. Aku membutuhkan petunjuk nomor! Apa saja, sialan!
Ketika tiba sampai ke lembaran folio terakhirnya, Langdon mengangkat spatulanya
untuk menjepit lembaran itu. Ketika dia mendekatkan paruh spatulanya ke halaman
folio tersebut, dia gemetar karena sulit untuk memegang alat itu dengan tetap.
Beberapa menit setelah itu, dia melihat ke bawah dan sadar kalau dia sudah tidak
lagi menggunakan spatulanya dan membalik-balik halaman di depannya dengan
tangannya. Aduh, pikirnya, sedikit merasa seperti penjahat. Kekurangan oksigen
telah memengaruhi kemampuannya untuk menahan diri. Tampaknya aku akan dibakar di
neraka arsip. "Akhirnya kamu pakai juga tanganmu," kata Vittoria kaget ketika melihat Langdon
membalik-balik halaman dengan tangannya. Dia kemudian menjatuhkan spatulanya dan
meniru Langdon. "Menemukan sesuatu yang menarik?" Vittoria menggelengkan
kepalanya. "Tidak ada yang benarbenar tampak seperti matematika. Aku membacanya
dengan cepat, tetapi tidak ada yang tampak seperti sebuah petunjuk."
Kisah Pedang Bersatu Padu 11 Pendekar Naga Geni 4 Hilangnya Empu Baskara Kitab Pusaka 2

Cari Blog Ini