Omerta Karya Mario Puzo Bagian 3
134 OMERTA - Mario Puzo tampak riang. Keriangannya memesona mereka semua.
Suaranya benar-benar bergaya khas Inggris, dan ia
mengenakan pakaian dengan gayang yang disebutnya "en pantoufle", piama sutra
hijau dan mantel mandi hijau hutan yang lebih gelap. Ia mengenakan sandal
cokelat lembut dengan tepi-tepi dari wol putih berbulu.
Bagaimanapun, ini gedungnya dan ia bisa tampil santai.
Tulippa mencondongkan tubuh untuk memulai
diskusi, berbicara langsung kepada Portella dengan
kesopanan mematikan. "Timmona, temanku," katanya,
"aku sudah mengeluarkan uang cukup banyak untuk menyingkirkan sang Don, tapi
kita belum juga berhasil memiliki banknya. Ini sesudah menunggu selama hampir
setahun." Sang Konsul Jenderal berbicara dengan nada
tenang. "Inzio-ku yang baik," katanya. "Sudah kucoba untuk membeli bank-bank
itu. Portella juga sudah mencobanya. Tapi ada hambatan yang tidak kita pikirkan.
Astorre Viola ini, keponakan sang Don. Dia ditunjuk
sebagai pengendali, dan dia menolak untuk menjual."
"Jadi?" kata Inzio. "Kenapa dia masih hidup?"
Portella tertawa, yang terdengar bagai lolongan
melengking. "Karena tidak mudah membunuhnya,
katanya. "Pernah kuatur regu empat orang pengintai untuk mengawasi rumahnya, dan
mereka menghilang. Sekarang aku tidak tahu di mana dia berada, dan dia
selalu dikerumuni pengawal, kemana pun dia pergi."
"Tidak ada yang begitu sulit untuk dibunuh." Kata Tulippa, nadanya yang memesona
menyebabkan kata-katanya terdengar bagai lirik sebuah lagu populer.
Grazziella berbicara untuk pertama kalinya. "Kami
mengenal Astorre sejak masih di Sisilia, bertahun-tahun yang lalu. Dia sangat
beruntung, tapi waktu itu dia juga 135
OMERTA - Mario Puzo sangat tangguh. Kami menembaknya di Sisilia dan
mengira dia sudah tewas. Kalau menyerang lagi, kita
harus benar-benar yakin. Dia orang yang berbahaya."
Tulippa berkata kepada Portella, "Katamu kau punya orang FBI yang bisa kau suap"
Gunakan saja, demi Tuhan." "Dia tidak sebengkok itu," kata Portella. "FBI lebih berkelas daripada NYPD.
Mereka tidak akan pernah mau melakukan pembunuhan secara langsung."
"OK." kata Tulippa. "Jadi, kita culik saja salah seorang anak sang Don dan kita
gunakan untuk bernegosiasi dengan Astorre. Marriano, kau mengenal
putrinya." Ia mengedipkan mata, "Kau bisa
menjebaknya." Rubio tidak menyukai tawaran tersebut. Ia
mengembuskan asap cerutu tipisnya, lalu berkata dengan kasar, tanpa kesopanan,
"Tidak." Ia diam sejenak. "Aku menyukai gadis itu. Aku tidak mau melibatkannya
seperti itu. Aku menentang kalau ada di antara kalian yang mau berbuat begitu."
Mendengar hal ini, yang lainnya mengangkat alis.
Konsul jenderal tersebut memiliki kekuasaan lebih rendah daripada mereka dalam
hal kekuatan sebenarnya. Rubio melihat reaksi mereka dan tersenyum, sekali lagi
menampilkan kepribadiannya yang ceria.
"Aku tahu aku memiliki kelemahan ini. Aku jatuh cinta. Silakan mengejek kalau
mau. Aku punya dasar politik yang kuat dan benar. Inzio, aku tahu penculikan adalah m?tier-mu tapi di
Amerika ini rencanamu itu tidak berhasil. Terutama kalau korbannya wanita. Nah,
kalau kau menculik salah seorang kakaknya dan mengadakan
transaksi dengan Astorre secepatnya, kau punya
kesempatan." 136 OMERTA - Mario Puzo "Jangan Valerius," kata Portella. "Dia anggota
intelijen Angkatan Darat dan punya teman-teman CIA.
Kita tidak ingin menimbulkan setumpuk masalah baru."
"Kalau begitu, harus Marcantonio," kata si konsul
jenderal. "Aku bisa bernegosiasi dengan Astorre."
"Ajukan tawaran yang lebih besar untuk banknya,"
kata Grazziella lembut. "Hindari kekerasan. Percayalah, aku sudah pernah
mengalami peristiwa seperti ini. Selama ini aku menggunakan pistol bukan uang,
dan aku selalu harus mengeluarkan biaya lebih besar."
Mereka menatapnya dengan heran. Grazziella
memiliki reputasi yang menakutkan untuk kekerasan.
"Michael," kata si konsul jenderal, "kau
membicarakan uang miliaran dolar. Dan Astorre tetap
tidak akan menjual."
Grazziella angkat bahu. "Kalau kita harus mengambil
tindakan, baiklah. Tapi berhati-hatilah. Kalau kau bisa mengajaknya ke tempat
terbuka selama negosiasi, kita bisa menyingkirkannya."
Tulippa melontarkan senyuman lebar kepada
mereka semua. "Itu yang ingin kudengar. Dan Marriano,"
katanya, "jangan jatuh cinta terus menerus. Itu sangat berbahaya."
Marriano Rubio akhirnya berhasil membujuk Nicole
dan saudara-saudaranya untuk bertemu dengan
sindikatnya dan mendiskusikan penjualan bank-bank
tersebut. Tentu saja Astorre Viola juga harus hadir, sekalipun Nicole tidak bisa
menjamin kepastiannya. Sebelum pertemuan, Astorre memberitahu Nicole
dan kakak-kakaknya akan apa yang harus dikatakan dan bagaimana seharusnya
bersikap. Mereka memahami
strateginya : agar sindikat berpikiran bahwa hanya ia 137
OMERTA - Mario Puzo seorang yang menentang mereka.
Pertemuan ini diselenggarakan di ruang konferensi
konsulat Peru. Tidak ada layanan tata boga, tapi semeja hidangan telah disiapkan
dan Rubio sendiri yang menuangkan anggur bagi mereka. Karena perbedaan
jadwal, pertemuan tersebut baru bisa dilangsungkan pukul sepuluh malam.
Rubio memperkenalkan mereka yang hadir dan
memimpin pertemuan. Ia menyerahkan sebuah map
kepada Nicole. "Ini penawarannya secara terinci. Tapi, untuk singkatnya, kami menawarkan lima puluh persen
lebih tinggi dari harga pasar. Sekalipun kami akan
memegang kendali sepenuhnya, keluarga Aprile akan
mendapat sepuluh persen dari keuntungan kami selama
dua puluh tahun ke depan. Kalian semua bisa kaya dan menikmati waktu senggang
tanpa harus bersusah payah
memikirkan bisnis." Mereka menunggu sementara Nicole membalik-balik
surat-surat dalam map. Akhirnya ia mengangkat wajah
dan berkata, "Ini mengesankan, tapi tolong katakan
kenapa kalian mengajukan penawaran yang begitu
dermawan." Rubio tersenyum sayang padanya. "Sinergi,"
katanya. "Semua bisnis sekarang merupakan sinergi;
sama seperti komputer dan penerbangan, buku dan
penerbitan, musik dan obat bius, olahraga dan TV.
Semuanya sinergi. Mengenai bank-bank Aprile, kami akan memiliki sinergi dalam
hal keuangan internasional, kami akan mengendalikan pembangunan kota-kota,
pemilihan pemerintah-pemerintah. Sindikat ini global dan kami
memerlukan bank-bank kalian, jadi kami mengajukan
penawaran yang dermawan."
Nicole berbicara kepada para anggota sindikat yang
lainnva. "Dan kalian semua ini merupakan partner yang 138
OMERTA - Mario Puzo sejajar?" Tulippa agak terpukau melihat kecantikan Nicole
yang agak tidak biasa dan cara bicaranya yang tegas, jadi ia menjawab dengan
sikap paling memesona yang bisa
ditampilkannya. "Kami secara legal merupakan partner yang sejajar dalam
pembelian ini, tapi kujamin bahwa aku akan merasa terhormat bisa diasosiasikan
dengan nama Aprile. Tidak ada yang lebih mengagumi ayahmu selain diriku."
Valerius, yang ekspresinya kaku, berbicara dengan
nada dingin, langsung kepada Tulippa. "Jangan salah paham, aku ingin menjual.
Tapi aku lebih suka penjualan langsung tanpa persentase. Secara pribadi, aku
ingin segera keluar dari masalah ini sepenuhnya."
"Tapi kau bersedia menjual?" tanya Tulippa.
"Sudah pasti," kata Valerius. "Aku tidak ingin ikut
campur lagi." Portella hendak bicara, tapi Rubio memotongnya.
"Marcantonio," katanya, "bagaimana pendapatmu
tentang penawaran kami" Apa cukup menarik?"
Marcantonio berbicara dengan nada tertahan, "Aku setuju dengan Val. Kita jual
saja tanpa persentase. Lalu semua bisa saling mengucapkan selamat berpisah dan
semoga beruntung." "Baik, bisa kita atur begitu," kata Rubio.
Nicole berkata dengan nada dingin, "Tapi tentu saja
kau harus menaikkan bayarannya. Bisa kau atasi?"
Tulippa berkata, "Bukan masalah," dan melontarkan
senyuman memesona ke arah Nicole.
Grazziella bertanya sopan dengan ekspresi khawatir,
"Dan bagaimana dengan teman kita yang baik ini, Astorre Viola" Apa dia setuju?"
139 OMERTA - Mario Puzo Astorre tertawa kikuk. "Kalian tahu aku mulai suka
bisnis perbankan. Dan Don Aprile sudah memaksaku
berjanji untuk tidak akan pernah menjualnya. Aku tidak suka bertentangan dengan
seluruh keluargaku, tapi aku terpaksa menolak. Dan aku yang menguasai saham
mayoritas." "Tapi anak-anak sang Don juga memiliki saham,"
kata si Konsul Jenderal. "Mereka bisa menuntutmu ke
pengadilan." Astorre tertawa terbahak-bahak.
Nicole berkata dengan nada tegang, "Kami tidak
akan berbuat begitu."
Valerius hanya tersenyum masam, dan Marcantonio
tampaknya menganggap gagasan tersebut sangat konyol.
Portella bergumam, "Persetan," dan beranjak
bangkit untuk pergi. Astorre berkata dengan nada menenangkan,
"Sabarlah. Aku mungkin akan bosan menjadi bankir.
Dalam beberapa bulan kita bisa bertemu lagi."
"Tentu saja," kata Rubio. "Tapi kami mungkin tidak
bisa mempertahankan paket penawaran sebesar itu
terlalu lama. Kalian mungkin akan mendapat harga lebih rendah."
Tidak ada yang berjabat tangan sewaktu mereka
berpisah. *** Setelah keluarga Aprile meninggalkan ruangan bersama Astorre, Michael Grazziella
berkata kepada para koleganya, "Dia cuma mengulur waktu. Dia tidak akan
pernah menjual." 140 OMERTA - Mario Puzo Tulippa mendesah, "Benar-benar pria yang
simpatico. Kami bisa menjadi teman baik. Mungkin sebaiknya kuundang dia ke
perkebunanku di Costa Rica.
Aku bisa memberinya masa-masa paling indah seumur
hidup." Yang lainnya tertawa. Portella berkata dengan serak.
"Dia tidak akan berbulan madu denganmu Inzio. Aku harus membereskannya di sini."
"Lebih sukses dari yang sebelumnya, kuharap," kata Tulippa.
"Dulu aku meremehkannya," kata Portella. "Dari
mana aku tahu" Setahuku dia cuma suka menyanyi dalam acara-acara pernikahan. Aku
berhasil menghabisi sang Don dengan baik. Tidak ada yang mengeluh tentang itu."
Sang Konsul Jenderal berkata dengan wajah
tampannya memancarkan penghargaan, "Pekerjaan
hebat, Timmona. Kami semua percaya padamu. Tapi
pekerjaan baru ini harus segera diselesaikan."
Setelah meninggalkan pertemuan, keluarga Aprile
makan malam di Restoran Partinico yang mempunyai
ruang makan pribadi dan merupakan milik teman lama
sang Don. "Kupikir kalian semua sudah melakukannya dengan
baik," kata Astorre kepada mereka. "Kalian berhasil
meyakinkan mereka bahwa kalau kalian bertentangan
pendapat denganku." "Kami memang bertentangan denganmu," kata Val.
"Kenapa kita harus bermain-main seperti ini?" tanya
Nicole. "Aku benar-benar tidak suka."
"Orang-orang ini mungkin saja terlibat dalam
kematian ayah kalian," kata Astorre. "Aku tidak ingin mereka beranggapan bisa
berhasil mencapai sesuatu
141 OMERTA - Mario Puzo dengan menyakiti salah satu dari kalian."
"Dan kau yakin bisa mengatasi apa pun yang
mereka timpakan padamu," kata Marcantonio.
"Tidak, tidak," protes Astorre. "Tapi aku bisa
bersembunyi tanpa merusak hidupku. Hell, aku bisa ke Dakotas dan mereka tidak
akan pernah bisa menemukan
diriku." Senyumnya begitu lebar dan meyakinkan, hingga ia bisa menipu siapa
saja, kecuali anak-anak Don Aprile.
"Sekarang," katanya, "tolong beritahu aku kalau mereka menghubungi salah satu
dari kalian secara langsung."
"Aku mendapat banyak telepon dari Detektif Di
Benedetto," kata Valerius.
Astorre terkejut. "Untuk apa dia menghubungimu?"
Valerius tersenyum kepadanya. "Sewaktu aku masih
bekerja di bidang intelijen, ada yang kami istilahkan telepon 'Apa yang
kautahu.' Ada yang ingin memberimu informasi atau membantumu dalam suatu urusan.
Yang mereka inginkan sebenarnya adalah mengetahui
kemajuan penyelidikanmu. Jadi, Di Benedetto
menghubungiku sekadar untuk basa-basi dengan
memberitahukan kemajuan kasusnya. Lalu dia berusaha
mendapatkan semua informasi tentang dirimu, Astorre.
Dia sangat berminat denganmu."
"Aku benar-benar merasa tersanjung," kata Astorre
sambil meringis. "Dia pasti sudah mendengarku menyanyi entah di mana."
"Tidak mungkin," kata Marcantonio datar. "Di
Benedetto juga meneleponku. Katanya dia punya gagasan untuk serial tentang
polisi. Selalu ada tempat untuk pertunjukan tentang polis lain lagi di TV, jadi
dia kuberi semangat. Tapi naskah yang dikirimkannya padaku hanya omong kosong.
Dia tidak serius. Dia hanya ingin melacak kemajuan kita."
142 OMERTA - Mario Puzo "Bagus," kata Astorre.
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Astorre, kau ingin agar mereka mengincarmu dan
bukan kami?" Grazziella itu membuatku merinding."
"Oh, aku tahu tentang dirinya," kata Astorre. "Dia
orang yang sangat logis. Dan konsul jenderalmu itu
benar-benar seorang diplomat sejati; dia bisa
mengendalikan Tulippa. Satu-satunya yang harus
kukhawatirkan sekarang ii hanyalah Portella. Orang itu cukup bodoh untuk
menimbulkan masalah." Ia
mengatakan semua ini dengan nada seakan-akan masalah yang tengah mereka hadapi
hanyalah sebuah perselisihan bisnis sehari-hari.
"Tapi berapa lama ini akan berlangsung?" tanya
Nicole. "Beri aku waktu beberapa bulan lagi," kata Astorre
padanya. "Aku berjanji kita semua akan mencapai
persetujuan sesudah itu."
Valerius memandangnya jijik. "Astorre, kau selalu
bersikap optimis. Kalau kau seorang opsir intelijen di bawah komandoku, akan ku
kirim kau ke infantri sekadar untuk membangunkanmu."
Acara makan malam itu tidak menyenangkan. Nicole
terus-menerus mempelajari Astorre, seakan-akan
berusaha mengetahui suatu rahasia. Valerius jelas tidak mempercayai Astorre, dan
Marcantonio tidak mengungkapkan pendapatnya. Akhirnya Astorre
mengangkat gelas anggurnya dan berkata dengan riang,
"Kalian muram sekali, tapi aku tidak peduli. Ini akan sangat menyenangkan. Untuk
ayah kalian." "Don Aprile yang agung," kata Nicole masam.
Astorre tersenyum kepadanya dan berkata, "Ya
untuk sang Don yang agung."
143 OMERTA - Mario Puzo Astorre selalu berkuda menjelang malam hari. Kegiatan ini membuatnya merasa
santai, memberinya selera makan yang baik sebelum makan malam. Kalau ia sedang
mendekati seorang wanita, ia selalu memaksa wanita itu untuk berkuda bersamanya.
Kalau wanita tersebut tidak bisa menunggang kuda, Astorre akan memberinya kursus
kilat. Dan kalau wanita tidak menyukai kuda, Astorre akan berhenti mengejarnya.
Ia telah membangun jalur berkuda khusus di
tanahnya yang menembus ke dalam hutan. Ia menikmati
kicauan burung, gemerisik hewan-hewan kecil,
penampilan rusa yang sesekali muncul. Tapi di atas
semua itu, ia senang mengenakan pakaian berkuda. Jaket merah cerah, sepatu bot
berkuda berwarna cokelat,
cambuk di tangan yang tidak pernah digunakannya, topi beludru hitam untuk
berburu. Ia tersenyum sendiri
melihat bayangannya di cermin, membayangkan dirinya
menjadi seorang bangsawan kerajaan Inggris.
Ia menuju istalnya, tempat ia menyimpan enam
ekor kuda, dan senang melihat pelatihnya, Aldo Monza, telah menyiapkan salah
satu kuda jantannya. Ia menaikinya dan perlahan-lahan melangkah ke jalur hutan.
Sambil menambah kecepatan, ia berderap menerobos
kanopi dedaunan merah dan keemasan yang bagaikan
tirai renda menutupi cahaya matahari terbenam. Hanya berkas-berkas keemasan
tipis yang menerangi jalan
setapak. Ladam-ladam kuda menendang dedaunan busuk
yang bau. Ia melihat tumpukan kotoran dan menjejak
kudanya agar melompatinya, lalu berderap memasuki
persimpangan jalan yang menuju rute pulang yang
berbeda. Warna keemasan di jalan setapak pun
menghilang. 144 OMERTA - Mario Puzo Ia menarik kekang kuda. Pada saat itu dua pria
muncul dari depannya. Mereka mengenakan pakaian
buruh tani yang longgar, tapi mereka memakai topeng, dan benda di tangan mereka
memantulkan kilau keperakan. Astorre menjejak kudanya dan merundukkan kepala
hingga sejajar dengan tubuh kudanya. Hutan pun
dipenuhi cahaya dan suara peluru yang berhamburan dari moncong pistol. Orangorang tersebut sangat dekat, dan Astorre merasakan peluru-peluru mengenai sisi
tubuh dan punggungnya. Kudanya panik dan berderap liar,
sementara Astorre berjuang untuk tetap berada di pelana.
Ia berderap menyusuri jalan setapak, lalu dua pria
lain muncul. Mereka tidak bertopeng maupun bersenjata.
Kesadaran Astorre memudar, dan ia jatuh dari kuda ke dalam pelukan mereka.
Satu jam kemudian, Kurt Cilke menerima laporan dari regu pengintai yang telah
menyelamatkan Astorre Viola.
Yang mengejutkan, Astorre, di balik pakaiannya yang
mencolok mata, ternyata mengenakan rompi anti peluru yang menutupi sepanjang
dada jas berkuda merahnya.
Dan bukan sekadar Kevlar biasa, tapi sebuah rompi
khusus buatan tangan. Nah, untuk apa orang seperti
Astorre mengenakan rompi anti peluru" Ia cuma seorang importir makaroni,
penyanyi kelab, dan penunggang kuda yang serampangan. Memang, pengaruh pelurupeluru tersebut telah mengejutkannya, tapi tidak melukainya.
Astorre telah meninggalkan rumah sakit pada saat itu.
Cilke mulai menulis memo agar kehidupan Astorre
diselidiki mulai dari masa kanak-kanak. Orang mungkin kunci dari segala
sesuatunya. Tapi ia yakin akan satu hal : Ia tahu siap yang telah mencoba
membunuh Astorre 145 OMERTA - Mario Puzo Viola. Astorre bertemu dengan para sepupunya di rumah
Valerius. Ia memberitahu mereka tentang serangan yang dialaminya, dan bagaimana
ia telah ditembaki. "Aku
pernah meminta bantuan kalian," katanya. "Kalian
menolak, dan aku paham. Tapi sekarang kurasa kalian
harus mempertimbangkannya kembali. Ada semacam
ancaman terhadap kalian semua. Kurasa masalah ini bisa dipecahkan dengan menjual
bank-bank tersebut. Dengan begitu, situasinya sama-sama menang. Semua orang
mendapatkan apa yang diinginkannya. Atau kita bisa
mencoba situasi menang-kalah. Kita mempertahankan
banknya dan bertempur serta menghancurkan musuhmush kita, siapa pun mereka. Lalu ada situasi kalahkalah, yang mana kita harus berhati-hati agar tidak
terjatuh ke sana. Yaitu kita melawan musuh-musuh kita dan menang, tapi
pemerintah berhasil menguasai kita."
"Itu pilihan yang mudah," kata Valerius. "Jual saja
bank-bank itu. Situasi sama-sama menang."
"Menjual bank-bank itu sama dengan membuang
masa depan kita," kata Nicole tenang. "Marc, suatu hari nanti kau pasti ingin
memiliki jaringan TV sendiri. Val, dengan sumbangan politik yang besar, kau bisa
menjadi duta besar atau menteri pertahanan. Astorre, kau bisa menyanyi dengan
Rolling Stones." Ia tersenyum kepada Astorre. "OK, itu agak berlebihan."
Katanya, mengubah nadanya. "Lupakan leluconnya. Apa pembunuhan Ayah
tidak berarti apa-apa untuk kita" Apa kita akan
menghadiahi mereka karena sudah membunuh" Kupikir
kita harus membantu Astorre sedapat mungkin."
"Kau sadar akan ucapanmu itu?" tanya Valerius.
"Ya," kata Nicole tenang.
146 OMERTA - Mario Puzo Astorre berkata kepada mereka dengan lembut,
"Ayah kalian mengajariku bahwa kita tidak bisa
membiarkan orang lain memaksakan kehendaknya pada
kita, atau hidup ini sudah tidak ada harganya lagi. Val, itulah perang, bukan?"
"Perang itu keputusan kalah-kalah," kata Nicole
tajam. Valerius menunjukkan kejengkelannya. "Tidak peduli
apa kata orang liberal, perang itu situasi menang-kalah.
Kau lebih punya kesempatan untuk memenangkan
perang. Kalah itu merupakan kengerian yang tidak
terbayangkan." "Ayah kalian memiliki masa lalu," kata Astorre.
"Masa lalu yang sekarang harus kita hadapi bersama. Jadi, sekarang kuulangi
permintaanku untuk bantuan kalian.
Ingat, aku melakukan ini atas perintah ayah kalian, dan tugasku adalah
melindungi keluarga, yang berarti
mempertahankan bank-bank itu."
Valerius berkata, "Akan kuberi informasi sebulan
lagi." Astorre berkata, "Marc?"
Marcantonio menyahut, "Akan segera kukerjakan
program itu. Katakanlah dua atau tiga bulan lagi."
Astorre memandang Nicole. "Nicole, apa kau sudah
menyelesaikan analisis atas arsip FBI tentang ayahmu?"
"Tidak, belum." Nicole tampak gelisah. "Apa tidak
sebaiknya kita minta bantuan Cilke dalam hal ini?"
Astorre tersenyum. "Cilke merupakan salah satu
tersangka bagiku," katanya. "Sesudah aku mendapatkan semua informasi, kita bisa
memutuskan tindakan selanjutnya." 147 OMERTA - Mario Puzo Dalam sebulan Valerius berhasil mendapatkan sejumlah informasi - tidak terduga,
sulit dipercaya. Melalui para kontaknya di CIA, ia berhasil mengetahui fakta
sebenarnya tentang Inzio Tulippa.
Tulippa memiliki kontak di Turki, India, Pakistan,
Kolombia, dan negara-negara Amerika Latin lainnya. la bahkan berhubungan dengan
Corleonesi di Sisilia dan
dipandang lebih dari sekadar sejajar dengan mereka.
Menurut Valerius, Tulippa-lah yang membiayai
laboratorium-laboratorium penelitian nuklir tertentu di Amerika Selatan.
Tulippa-lah yang mati-matian berusaha membuka rekening raksasa di Amerika untuk
membeli perlengkapan dan material. Tulippa yang, dalam
mimpinya tentang kebesaran, ingin memiliki senjata
pertahanan yang mengerikan terhadap pihak berwenang
kalau yang buruk berubah menjadi yang terburuk. Oleh karena itu sudah selayaknya
Timmona Portella merupakan kamuflase bagi Tulippa. Ini berita menggembirakan
bagi Astorre. Berarti Portella merupakan pemain lain dalam permainan, garis
depan lain yang harus diperanginya.
"Apa rencana Tulippa itu bisa dilaksanakan?" tanya
Astorre. "Dia yakin bisa," kata Valerius. "Dan dia mendapat
perlindungan dari para pejabat pemerintah tempat dia mendirikan laboratoriumlaboratorium." "Trims, Val," kata Astorre, menepuk-nepuk bahu
sepupunya tersebut dengan sayang.
"Sama-sama," kata Valerius. "Tapi cuma itu bantuan
yang akan kau dapat dariku."
Marcantonio memerlukan waktu enam minggu bagi jaringannya untuk meriset profil
Kurt Cilke. Ia 148 OMERTA - Mario Puzo memberikan setumpuk besar arsip kepada Astorre.
Astorre membawanya selama dua puluh empat jam, lalu
mengembalikannya. Hanya Nicole yang menyebabkan ia merasa
khawatir. Nicole meminjamkan duplikat arsip FBI tentang Don Aprile, tapi ada
satu bagian yang dihitamkan
seluruhnya. Sewaktu Astorre menanyakan soal ini
padanya, Nicole berkata, "Aku menerimanya sudah dalam keadaan begitu."
Astorre mempelajari dokumen tersebut dengan hatihati. Bagian yang dihitamkan tampaknya menyangkut
periode sewaktu ia masih berusia dua tahun. "Tidak apa,"
katanya pada Nicole, "sudah terlalu lama, jadi mungkin tidak penting."
Sekarang Astorre tidak bisa menunda-nunda lagi. Ia
telah memiliki cukup informasi untuk memulai perangnya.
Nicole telah terpesona oleh Marriano Rubio dan pendekatannya. Ia belum pulih
sepenuhnya dari pengkhianatan Astorre terhadapnya sewaktu ia masih
seorang gadis muda, sewaktu Astorre memilih untuk
mematuhi ayahnya. Sekalipun telah menjalin beberapa
hubungan singkat dengan orang-orang berkuasa, Nicole tahu bahwa orang-orang
seperti itu selalu bersekongkol melawan wanita.
Tapi Rubio tampaknya merupakan perkecualian. Ia
tidak pernah marah, sekalipun jadwal Nicole terkadang merusak rencana mereka
untuk bersama-sama. Rubio
memahami bahwa Nicole lebih mengutamakan karier. Dan Rubio tidak pernah bersikap
emosional yang konyol dan menghina, sebagaimana layaknya pria-pria yang
menganggap kecemburuan mereka sebagai bukti cinta
149 OMERTA - Mario Puzo sejati. Bahwa Rubio begitu dermawan dalam memberi
hadiah juga membantu, yang lebih penting lagi adalah bahwa Nicole tertarik dan
menikmati pembicaraan dengan Rubio tentang literatur dan teater. Tapi kelebihan
terbesar Rubio adalah bahwa ia teman bercinta yang antusias, ahli di ranjang,
dan selain itu tidak menyita waktu Nicole terlalu banyak.
*** Suatu malam Rubio mengajak Nicole makan malam di Le Cirque bersama sejumlah
temannya : seorang novelis
Amerika Selatan yang terkenal di dunia dan memesona
Nicole dengan keberaniannya serta kisah-kisah hantunya yang luar biasa; seorang
penyanyi opera terkenal yang setiap kali hidangan disajikan selalu menggumam
gembira dan menyantapnya seakan-akan ia akan dipanggang di
kursi listrik; dan seorang kolumnis yang konservatif, peramal masalah dunia dari
The New York Times yang tengah menanjak dan merasa bangga dibenci oleh kaum
liberal serta konservatif sendiri.
Setelah makan malam, Rubio mengajak Nicole
pulang ke apartemennya yang mewah di konsulat Peru. Di sana ia bercinta dengan
Nicole dengan penuh semangat, baik secara fisik maupun dengan bisikan kata-kata.
Setelah itu ia mengangkat tubuh Nicole yang telanjang dan menari bersamanya
sambil menyitir puisi dalam
bahasa Spanyol. Nicole benar-benar menikmatinya. Terutama
sewaktu mereka membisu dan Rubio menuangkan
sampanye serta berkata dengan tulus. "Aku benar-benar mencintaimu." Hidung dan
alisnya menonjol memancarkan kejujuran. Pria-pria memang benar-benar
150 OMERTA - Mario Puzo berani. Nicole merasakan kepuasan karena telah
mengkhianati Rubio. Ayahnya pasti akan bangga terhadap dirinya. Ia telah
bertindak dengan gaya seorang Mafioso sejati.
Sebagai kepala kantor FBI New York, Kurt Cilke juga menangani kasus-kasus yang
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jauh lebih penting daripada pembunuhan atas Don Raymonde Aprile. Salah satunya
adalah penyelidikan besar-besaran terhadap enam
perusahaan raksasa yang bersekongkol untuk
menyelundupkan mesin-mesin terlarang, termasuk
teknologi komputer, ke Cina. Kasus lainnya adalah
persekongkolan perusahaan-perusahaan rokok besar yang melakukan pelanggaran di
hadapan komite penyelidik
Kongres. Kasus ketiga adalah imigrasi para ilmuwan
tingkat menengah ke negara-negara Amerika Selatan
seperti Brasilia, Peru, dan Kolombia. Direktur ingin mendapat laporan kemajuan
penyelidikannya. Dalam penerbangan menuju Washington, Boxton
berkata, "Kita berhasil memojokkan orang-orang rokok itu; kita berhasil
memojokkan pengapalan ke Cina dokumen-dokumen internal, informan yang ingin
menyelamatkan diri. Satu-satunya kegagalan kita
hanyalah tentang para ilmuwan itu. Tapi kurasa kau akan menjadi deputi Direktur
setelah ini. Mereka tidak bisa mengingkari catatan prestasimu."
"Itu terserah Direktur," kata Cilke. Ia tahu kenapa
para ilmuwan tersebut berada di Amerika Selatan, tapi tidak membenarkan pendapat
Boxton. Di Hoover Building, Boxton dilarang mengikuti rapat.
151 OMERTA - Mario Puzo Saat itu sebelas bulan telah berlalu setelah pembunuhan atas Don Aprile. Cilke
telah menyiapkan seluruh catatannya. Kasus Aprile elah mati, tapi ia memiliki berita-berita yang lebih
baik tentang kasus-kasus yang lebih penting. Dan kali ini ada kemungkinan nyata
ia akan ditawari salah satu posisi deputi Direktur yang penting di Biro. Ia telah
mencatat prestasi yang bagus, dan telah mengabdikan diri cukup lama.
Sang Direktur seorang pria jangkung, anggun, dan
keturunan langsung penumpang Mayflower yang tiba di
Amerika. Ia sangat kaya berkat usahanya sendiri dan
menerjunkan diri ke politik sebagai kewajiban publik. Dan ia telah menyusun
peraturan ketat sejak awal kiprahnya.
"Tidak ada kecerobohan," katanya dengan nada humor
dan aksen Yankee-nya. "Semuanya sesuai buku. Tidak
ada celah dalam Undang-undang Hak Asasi. Seorang agen FBI harus selalu ramah,
selalu adil. Dia harus selalu lurus dalam kehidupan pribadinya."
Skandal apa pun - pemukulan terhadap istri, mabuk,
hubungan dengan petugas polisi setempat yang terlalu dekat, mengumpulkan barangbarang antik dari penadah - dan kau akan digantung, tidak peduli pamanmu seorang senator atau bukan.
Inilah peraturan-peraturan Biro sejak sepuluh tahun terakhir. Juga, kalau kau
terlalu banyak mendapat liputan pers, sekalipun bagus, kau akan dikirim ke
Alaska untuk mengintai igloo.
Direktur mengundang Cilke untuk duduk di kursi
yang sangat tidak nyaman di seberang meja kayu ek-nya yang besar.
"Agen Cilke," katanya, "kau kupanggil untuk
beberapa alasan. Nomor satu: Aku sudah memasukkan
rekomendasi khusus tentang pekerjaanmu melawan Mafia di New York ke dalam arsip
pribadimu. Berkat dirimu, kita 152
OMERTA - Mario Puzo bisa mematahkan kekuatan mereka. Ku ucapkan
selamat." Ia mencondongkan tubuh untuk menjabat
tangan Cilke. "Kita tidak mempublikasikannya sekarang karena Biro yang mendapat
nama untuk setiap keberhasilan individual. Dan juga, kau mungkin akan
terancam bahaya kalau begitu."
"Hanya dari orang-orang sinting," kata Cilke.
"Organisasi-organisasi kriminal mengerti bahwa mereka tidak bisa mengusik
seorang agen." "Maksudmu Biro menerapkan sistem balas dendam
pribadi?" kata Direktur.
"Oh, tidak," kata Cilke. "Hanya saja kita akan
menaruh perhatian lebih."
Direktur membiarkan topik tersebut berlalu. Ada
batasan-batasan yang masih bisa ditoleransinya. Kebaikan selalu berjalan di atas
sehelai benang yang sangat tipis.
"Tidak adil untuk terus menerus membebankan tugastugas berat padamu," kata Direktur. "Ku putuskan untuk tidak menunjuk dirimu
sebagai salah satu deputiku di Washington ini. Tapi belum bisa sekarang. Untuk
alasan-alasan ini. Kau sangat cerdas untuk kehidupan jalanan, dan masih ada
pekerjaan lapangan yang harus
diselesaikan. Mafia, karena tidak ada kata lain yang lebih baik, masih
beroperasi. Nomor dua: Secara resmi kau
memiliki seorang informan yang tidak kau ungkap
namanya, bahkan kepada personel penyelia Biro. Secara tidak resmi, kau sudah
memberitahu kami. Itu AFLAX
rahasia. Jadi, kau OK, secara tidak resmi. Ketiga:
Hubunganmu dengan kepala-kepala detektif tertentu di New York terlalu dekat."
Direktur dan Cilke masih membicarakan beberapa
hal lainnya selam rapat tersebut. "Dan bagaimana operasi
'Omerta'?"' tanya Direktur. "Kita harus berhati-hati agar 153
OMERTA - Mario Puzo mendapat ijin yang sah untuk semua operasi kita."
"Tentu saja," kata Cilke, ekspresi wajahnya tidak
berubah. Direktur tahu betul bahwa dalam hal-hal seperti ini, seseorang
terkadang harus potong kompas. "Ada
beberapa hambatan. Raymonde Aprile menolak bekerja
sama dengan kita. Tapi tentu saja hambatan itu sudah tidak ada lagi."
"Mr. Aprile sudah dibunuh," kata Direktur dengan
sinis. "Aku tidak akan menghinamu dengan menanyakan
apakah kau sudah mengetahui sebelumnya atau tidak.
Temanmu Portella, mungkin."
"Kita tidak tahu," kata Cilke. "Orang Italia tidak
pernah mendatangi pihak berwenang. Kita hanya bisa
menunggu sampai mayat-mayat bermunculan. Sekarang,
aku sudah mendekati Astorre Viola sebagaimana yang
sudah kita diskusikan. Dia menandatangani surat-surat rahasianya, tapi menolak
untuk bekerja sama. Dia tidak bersedia mengadakan bisnis dengan Portella, dan
tidak bersedia menjual bank-banknya."
"Jadi, sekarang apa tindakan kita?" tanya Direktur.
"Kau tahu betapa pentingnya ini. Kalau kita bisa menuntut bankirnya berdasarkan
RICO, kita bisa menyita bank-banknya untuk pemerintah. Dan itu berarti tambahan
dana sepuluh miliar dolar untuk memerangi kejahatan.
Keberhasilan yang luar biasa untuk Biro. Lalu kita bisa mengakhiri hubunganmu
dengan Portella. Dia sudah tidak berguna lagi. Kurt, kita dalam situasi yang
sangat rumit. Hanya para deputiku dan aku sendiri yang tahu kerja
samamu dengan Portella. Bahwa kau menerima uang
darinya, bahwa dia menganggap kau sekutunya. Kau bisa terancam bahaya."
"Dia tidak akan berani mengusik agen federal," kata
Cilke. "Dia sinting, tapi tidak sesinting itu."
154 OMERTA - Mario Puzo "Well, Portella harus ditangkap dalam operasi ini,"
kata Direktur. "Apa rencanamu?"
"Astorre Viola ini tidaklah sepolos yang dikatakan
orang-orang," kata Cilke. "Aku sedang memeriksa latar belakangnya. Sementara
itu, aku bermaksud meminta
anak-anak Aprile untuk melompatinya. Tapi aku khawatir, apa kita bisa
menggunakan RICO untuk mengikutsertakan sepuluh tahun sebelum apa yang mereka
lakukan sekarang?" "Itu tugas jaksa agung kita," kata Direktur. "Kita
cuma perlu berusaha masuk, lalu seribu pengacara bisa memeriksa mundur ke
belakang sejauh-jauhnya. Kita
harus mendapatkan sesuatu yang diakui sah di
pengadilan." "Tentang rekening rahasiaku di Cayman, ke mana
Portella mengirim uang," kata Cilke, "kupikir sebaiknya kau ambil sebagian agar
dia mengira aku menghambur-hamburkannya."
"Akan kuatur," kata Direktur. "Harus kukatakan,
Timmona Portella-mu itu bukan orang yang hemat."
"Dia benar-benar percaya bahwa dia sudah berhasil
membeliku," kata Cilke sambil tersenyum.
"Hati-hati," kata Direktur. "Jangan sampai mereka
mendapat alasan untuk menjadikan dirimu sekutu sejati, pembantu dalam
kejahatan." "Aku mengerti, " kata Cilke. Dan ia berpikir, lebih mudah mengatakannya daripada
melakukannya. "Dan jangan ambil risiko yang tidak perlu," kata
Direktur. "Ingat, orang-orang obat bius di Amerika
Selatan dan Sisilia berhubungan dengan Portella, dan mereka orang-orang yang
serampangan." "Apa aku perlu melaporkannya setiap hari secara
155 OMERTA - Mario Puzo tertulis atau langsung?" tanya Cilke.
"Tidak perlu," kata Direktur. "Aku percaya
sepenuhnya dengan integritasmu. Lagi pula, aku tidak ingin berbohong kepada
komite Kongres. Untuk menjadi salah satu deputiku, kau harus membereskan semua
ini lebih dulu." Ia menunggu dengan penuh harap.
Cilke bahkan tidak berani membiarkan pikirannya
bergerak bebas di hadapan Direktur, seakan-akan orang itu mampu membaca
pikirannya. Sekalipun begitu, sekilas matanya menyiratkan pemberontakan. Sombong
sekali Direktur ini. Memangnya dia Serikat Kebebasan Sipil Amerika" Dengan memomemonya yang menekankan bahwa Mafia bukanlah orang Italia, bahwa orang kulit
hitam bukanlah golongan penjahat. Menurut Direktur,
siapa yang melakukan kejahatan di jalanan"
Tapi Cilke berkata dengan tenang, "Sir, kalau Anda
menginginkan pengunduran diriku, aku sudah bekerja
cukup lama untuk mendapat pensiun lebih awal."
"Tidak," kata Direktur. "Jawab pertanyaanku. Apa
kau bisa membereskan hubunganmu?"
"Aku sudah memberikan nama-nama seluruh
informanku kepada Biro," kata Cilke. "Sedangkan untuk potong kompas, itu masalah
penafsiran. Mengenai berteman dengan kepolisian setempat, itu kehumasan
untuk Biro." "Hasilmu sudah berbicara mengenai pekerjaanmu,"
kata Direktur. "Kita coba saja setahun lagi. Kita
lanjutkan." Lalu diam untuk waktu lama, dan mendesah.
Lalu ia bertanya, "Menurut pendapatmu, apa kita sudah punya cukup bukti untuk
menyeret para eksekutif perusahaan rokok tersebut dengan tuduhan penipuan?"
"Dengan mudah," kata Cilke, dan penasaran
mengapa Direktur menanyakannya. Ia sudah memiliki
156 OMERTA - Mario Puzo semua arsipnya. "Tapi bisa saja itu kepercayaan pribadi mereka,"
kata Direktur. "Ada jajak pendapat yang menunjukkan
bahwa separuh penduduk Amerika setuju dengan
pandangan mereka." "Itu tidak relevan dengan kasusnya," kata Cilke.
"orang-orang yang ikut jajak pendapat tidak melakukan penipuan dalam kesaksian
mereka kepada Kongres. Kita memiliki rekaman dan dokumen-dokumen internal yang
membuktikan bahwa para eksekutif rokok sudah
berbohong dengan sengaja. Mereka bersekongkol."
"Kau benar," kata Direktur sambil mendesah. "Tapi
Jaksa Agung sudah mengadakan perjanjian. Tidak ada
tuntutan kriminal, tidak ada penjara. Mereka akan
membayar denda ratusan miliar dolar. Jadi, tutup saja penyelidikan itu. Sudah di
luar kemampuan kita."
"Baik, Sir," kata Cilke. "Aku bisa menggunakan
tambahan orang untuk tugas lainnya."
"Bagus untukmu," kata Direktur. "Kau akan lebih
gembira lagi. Mengenai pengiriman teknologi ilegal ke Cina, itu bisnis yang
sangat serius." "Tidak ada pilihan," kata Cilke. "Perusahaanperusahaan itu sengaja melanggar undang-undang federal untuk mendapat keuntungan
finansial dan membocorkan
keamanan Amerika Serikat. Para pimpinan perusahaanperusahaan itu sudah bersekongkol."
"Kita memang punya bukti-bukti tentang mereka,"
kata Direktur, "tapi kau tahu bahwa persekongkolan itu terlalu umum. Semua orang
bersekongkol. Tapi itu kasus lain yang bisa kau tutup dan menghemat sumber daya
manusia." Cilke berkata dengan nada bodoh, "Sir, maksud
157 OMERTA - Mario Puzo Anda sudah ada perjanjian untuk kasus itu?"
Direktur menyandar kembali ke kursinya dan
mengerutkan kening karena kesombongan Cilke, tapi ia membiarkannya begitu saja.
"Cilke, kau orang lapangan terbaik di Biro. Tapi kau kurang peka terhadap
politik. Sekarang dengarkan aku, dan jangan pernah
melupakannya: Kau tidak bisa mengirimkan enam
miliarder ke penjara. Tidak dalam negara yang
demokratis." "Dan itu saja?" tanya Cilke.
"Sanksi finansialnya akan sangat berat," kata
Direktur. "Sekarang, lanjutkan ke masalah lain yang
sangat rahasia. Kita akan menukar seorang tahanan
federal dengan salah satu informan kita yang disandera di Kolombia, aset yang
sangat berharga dalam perang kita terhadap perdagangan obat bius. Kasus yang
sangat kau kenali." Yang dimaksudkan adalah kasus empat tahun
berselang, di mana seorang pengedar obat bius
menyandera lima orang, seorang wanita dan empat anakanak. Ia membunuh mereka dan
juga membunuh seorang agen Biro. Ia dijatuhi hukuman mati tanpa
pembebasan bersyarat. "Aku ingat kau bersikeras agar dia dijatuhi hukuman
mati," kata Direktur. "Sekarang kita akan
membebaskannya, dan aku tahu kau tidak akan senang
karenanya. Ingat, ini semua rahasia, tapi media mungkin akan menciumnya dan
mengungkapnya habis-habisan.
Kau dan kantormu tidak boleh berkomentar. Mengerti?"
Cilke berkata, "Kita tidak boleh membiarkan
seseorang membunuh salah seorang agen kita lolos begitu saja."
"Sikap seperti itu tidak bisa diterima dalam diri opsir 158
OMERTA - Mario Puzo federal," kata Direktur.
Cilke berusaha untuk tidak menunjukkan
kemarahannya. "Kalau begitu, seluruh agen kita terancam bahaya," kata Cilke.
"Begitulah caranya di jalan. Agen yang terbunuh itu berusaha menyelamatkan para
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sandera. Itu eksekusi berdarah dingin, membebaskan
pembunuhnya sama dengan menghina nyawa agen itu."
"Tidak boleh ada mentalitas balas dendam di Biro,"
kata Direktur. "Kalau tidak, kita tidak lebih baik daripada mereka. Nah, apa
yang kau peroleh tentang para ilmuwan yang beremigrasi itu?"
Pada saat itu Cilke menyadari bahwa ia tidak lagi
bisa mempercayai Direktur. "Tidak ada yang baru,"
katanya berbohong. Ia memutuskan mulai sekarang tidak akan mengambil bagian
dalam kompromi politik Biro. Ia akan bermain sendirian.
"Well, sekarang kau sudah memiliki banyak sumber daya manusia, jadi
kerjakanlah," kata Direktur. "Dan sesudah kau menangkap Timmona Portella, aku
ingin mengajakmu kemari dan menunjukmu sebagai salah satu
deputiku." "Terima kasih," kata Cilke. "Tapi aku sudah
memutuskan bahwa sesudah menangkap Portella, aku
akan mengajukan pensiun."
Direktur mendesah panjang. "Pertimbangkan
kembali. Aku tahu semua perjanjian ini pasti
menyebabkan kau stres. Tapi ingat ini: Biro bukan hanya bertanggung jawab untuk
melindungi masyarakat dari
para pelanggar hukum, tapi kita juga harus mengambil tindakan yang, dalam jangka
panjang menguntungkan masyarakat kita secara keseluruhan."
"Aku ingat itu dari sekolah," kata Cilke. "Hasil
membenarkan cara." 159 OMERTA - Mario Puzo Direktur mengangkat bahu. "Terkadang. Pokoknya,
pertimbangkan kembali pensiunmu. Aku akan
memasukkan surat rekomendasi ke dalam arsipmu. Entah kau tetap tinggal atau
pergi, kau akan mendapat medali dari Presiden Amerika Serikat."
"Terima kasih, Sir," kata Cilke. Direktur menjabat tangannya dan menemaninya ke
pintu. Tapi ia masih memiliki satu pertanyaan terakhir. "Bagaimana dengan kasus Aprile" Sudah
berbulan-bulan dan tampaknya tidak ada tindakan apa-apa."
"Itu urusan NYPD, bukan kita," kata Cilke. "Tentu
saja aku sempat memeriksanya. Sejauh ini tidak ada
motif. Tidak ada petunjuk. Kurasa tidak mungkin kasus itu bisa dipecahkan."
Malam itu Cilke makan malam bersama Bill Boxton.
"Berita bagus," kata Cilke padanya. "Kasus rokok
dan mesin Cina ditutup. Jaksa Agung mengincar sanksi finansial, bukan kriminal.
Dengan begitu, mendapat tambahan banyak sumber daya manusia."
"Edan," kata Boxton. "Selama ini kuanggap Direktur orang yang lurus. Kaku. Apa
dia akan mengundurkan diri?" "Ada orang yang kaku dan ada orang yang kaku tapi
agak lembut sedikit," kata Cilke.
"Ada lagi?" tanya Boxton.
"Sesudah menangkap Portella, aku bisa menjadi
deputi Direktur. Terjamin. Tapi pada waktu itu aku sudah pensiun."
"Yeah," kata Boxton. "Tolong usahakan agar aku
saja yang mengisinya."
160 OMERTA - Mario Puzo "Tidak mungkin. Direktur tahu kebiasaanmu
menggunakan kata empat huruf itu." Cilke tertawa.
"Shit," kata Boxton, pura-pura kecewa. "Atau fuck?"
Malam berikutnya Cilke berjalan kaki dari stasiun kereta.
Georgette dan Vanessa ada di Florida, mengunjungi ibu Georgette selama seminggu,
dan Cilke tidak suka naik taksi. la terkejut karena tidak mendengar anjinganjing menyalak sewaktu ia menyusuri jalan masuk. la
memanggil mereka, tapi tidak terjadi apa-apa. Mereka pasti berkeliaran ke
tetangga, atau ke dalam hutan dekat rumah.
la rindu pada keluarganya, terutama saat-saat
makan. la sudah makan seorang diri atau bersama agen lain di terlalu banyak kota
di seluruh Amerika, selalu waspada akan kemungkinan bahaya. la menyiapkan
hidangan sederhana sebagaimana yang telah diajarkan
istrinya - sayur, salad hijau, dan steak kecil. Tidak ada kopi, tapi semangkuk
kecil brendi. Lalu ia naik ke atas untuk mandi dan menelepon istrinya sebelum
membaca hingga tertidur. la menyukai buku-buku, dan ia selalu tidak bahagia bila membaca
agen FBI yang digambarkan sebagai penjahat dalam novel-novel detektif. Mereka
tahu apa" Sewaktu membuka pintu kamar tidur, seketika ia
bisa mencium bau darah dan seluruh benaknya kacaubalau; seluruh ketakutan tersembunyi dalam hidupnya membanjiri dirinya.
Di ranjang, ia melihat kedua anjing gembala
Jerman-nya tergeletak. Bulu-bulu mereka yang cokelat-putih dihiasi noda-noda
merah, kaki-kaki mereka terikat 161
OMERTA - Mario Puzo menjadi satu, dan moncong mereka diikat selotip. Di
samping masing-masing hewan, di tengah-tengah
genangan darah yang meresap ke seprai, terletak jantung mereka.
Dengan susah payah Cilke menenangkan diri.
Secara naluriah ia menghubungi istrinya untuk
memastikan istrinya baik-baik saja. Ia tidak untuk
memberitahukan apa pun kepada istrinya. Lalu ia
menghubungi agen FBI yang tengah bertugas dan
meminta kehadiran regu forensik khusus dan pasukan
pembersih. Mereka harus menyingkirkan seluruh seprai, kasur, dan karpetnya. Ia
tidak memberitahu pihak berwenang setempat. Enam jam kemudian regu-regu FBI telah
meninggalkan rumah dan ia menulis laporan kepada
Direktur. Ia menuang segelas brendi untuk dirinya dan mencoba menganalisis
situasinya. Sejenak ia mempertimbangkan untuk berbohong
kepada Georgette, mengarang cerita bahwa anjing-anjing mereka telah melarikan
diri. Tapi ia harus menjelaskan tentang hilangnya karpet dan seprai. Lagi pula,
itu tidak adil untuk Georgette. istrinya harus memilih. Lebih dari yang lain,
istrinya tidak akan pernah memaafkan dirinya kalau ia berbohong. Ia harus
memberitahukan yang sebenarnya. *** Keesokan harinya, yang pertama-tama dilakukan Cilke adalah terbang ke Washington
untuk bercakap-cakap dengan Direktur, lalu melanjutkan perjalanan ke Florida, di mana istri dan
putrinya tengah berlibur bersama
mertuanya. 162 OMERTA - Mario Puzo Di sana, setelah makan siang bersama mereka, ia
mengajak Georgette berjalan-jalan menyusuri pantai.
Sambil mengamati air biru yang kemilau ia menceritakan tentang pembantaian
terhadap anjing-anjing mereka,
bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk peringatan kuno yang digunakan Mafia
Sisilia untuk mengintimidasi.
"Menurut media massa, kau berhasil menyapu
bersih Mafia di negara ini," kata Georgette sambil
merenung. "Kurang-lebih," kata Cilke. "Ada beberapa organisasi obat bius yang tersisa, dan
aku cukup yakin bahwa aku tahu siapa pelakunya."
"Anjing-anjing kita yang malang," kata Georgette.
"Bagaimana orang bisa sekejam itu" Kau sudah bicara
dengan Direktur?" Cilke merasakan lonjakan kejengkelan bahwa
istrinya begitu prihatin karena anjing-anjing mereka.
"Direktur memberiku tiga pilihan," katanya. "Aku bisa mengundurkan diri dari
Biro dan direlokasi. Aku menolak pilihan itu. Pilihan kedua, aku merelokasi
keluargaku di bawah perlindungan Biro sampai kasus ini selesai. Yang ketiga, kau
tetap tinggal di rumah, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Akan ada pengawalan
selama dua puluh empat jam. Seorang agen wanita akan tinggal bersamamu di dalam
rumah, dan kau serta Vanessa akan ditemani
dua orang pengawal, ke mana pun kalian pergi. Pos-pos keamanan akan didirikan di
sekitar rumah, dengan dilengkapi peralatan alarm terbaru. Apa pendapatmu"
Enam bulan lagi semua ini akan selesai."
"Menurutmu itu cuma gertak sambal," kata
Georgette. "Ya. Mereka tidak akan berani mengusik agen
federal atau keluarganya. Sama saja bunuh diri kalau 163
OMERTA - Mario Puzo begitu." Georgette menatap air biru teluk yang tenang.
Tangannya tertangkup semakin rapat.
"Aku tetap tinggal," katanya. "Aku terlalu
merindukan dirimu, dan aku tahu kau tidak akan
meninggalkan kasus ini. Bagaimana kau bisa yakin bahwa ini akan selesai dalam
enam bulan?" "Aku yakin," kata Cilke.
Georgette menggeleng. "Aku tidak suka kau begitu
yakin. Tolong jangan melakukan tindakan yang
mengerikan. Dan aku minta kau berjanji. Sesudah kasus ini selesai, kau pensiun
dari Biro. Membuka praktek
hukum sendiri atau mengajar. Aku tidak bisa hidup seperti ini sepanjang sisa
hidupku." Georgette benar-benar tulus.
Kata-kata tersebut terpatri dalam benak Cilke,
bahwa istrinya akan merindukan dirinya. Dan
sebagaimana yang sering dilakukannya, ia penasaran
bagaimana seorang wanita seperti istrinya bisa jatuh cinta kepada seorang pria
seperti dirinya. Tapi ia selalu tahu bahwa suatu hari kelak istrinya akan
mengajukan tuntutan itu. Ia mendesah dan berkata, "Aku berjanji."
Mereka melanjutkan berjalan-jalan sepanjang
pantai, lalu duduk di sebuah taman hijau kecil yang
melindungi mereka dari matahari. Angin dingin berembus dari teluk, mengacaukan
rambut istrinya, menyebabkan Georgette tampak begitu muda dan bahagia. Cilke
tahu ia tidak akan pernah bisa melanggar janjinya kepada
istrinya. Dan ia bahkan bangga akan kepandaian istrinya untuk membuat ia
berjanji pada saat yang tepat, sewaktu istrinya mempertaruhkan nyawa dengan
tetap mendampinginya. Bagaimanapun, siapa yang ingin
dicintai oleh wanita yang tidak cerdas" Pada saat yang sama, Cilke tahu istrinya
akan merasa ngeri dan terhina 164
OMERTA - Mario Puzo oleh pemikirannya. Cara Georgette tadi memang cerdas, tapi mungkin polos. Cilke
merasa tidak berhak untuk
menghakimi istrinya. Istrinya tidak pernah menghakimi dirinya, tidak pernah
mencurigai kecerdikan Cilke sendiri yang tidak begitu polos.
165 OMERTA - Mario Puzo BAB 6 FRANKY dan Stace Sturzo memiliki sebuah toko olahraga yang besar di L.A., dan
sebuah rumah di Santa Monica yang jaraknya hanya lima menit dari pantai Malibu.
Mereka berdua masing-masing pernah menikah sekali,
tapi pernikahan mereka tidak bertahan lama. Jadi,
sekarang mereka tinggal bersama.
Mereka tidak pernah memberitahu siapa pun bahwa
mereka sebenarnya saudara kembar, dan mereka bahkan
tidak terlihat bersaudara, kecuali bahwa mereka samasama memancarkan rasa
percaya diri yang santai dan
kelincahan atletik yang luar biasa.
Franky lebih memesona dan emosional. Stace lebih
tenang, lebih pendiam, tapi mereka berdua terkenal
karena keramahan mereka. Mereka anggota salah satu gimnasium mewah besar
yang banyak menghiasi L.A., sebuah gimnasium yang
dipenuhi mesin-mesin pembentuk tubuh digital dan TV
dinding layar lebar, sehingga para pengunjung bisa
menonton TV sambil berlatih. Gimnasium tersebut
memiliki lapangan basket, kolam renang, dan bahkan
sebuah arena tinju. Para staf pelatih mereka adalah pria-pria tampan berotot dan
wanita-wanita cantik dengan
tubuh kencang. Benar-benar arena berburu yang hebat
bagi pria-pria seperti mereka, dikelilingi aktris-aktris 166
OMERTA - Mario Puzo potensial yang berusaha mempertahankan keindahan
tubuh mereka dan istri-istri orang berkuasa yang merasa bosan dan tidak
diacuhkan. Tap Franky dan Stace menghabiskan sebagian besar
waktu mereka di sana dengan bermain basket. Para
pemain basket yang bagus datang ke gimnasium terkadang bahkan seorang pemain cadangan L.A. Lakers.
Franky dan Stace pernah bermain dengannya dan me rasa berhasil mengimbanginya.
Hal itu mengingatkan mereka kembali akan masa-masa ketika mereka masih bintang
SMA. Tapi mereka tidak berilusi bahwa dalam permainan yang sebenarnya mereka
akan bisa seberuntung itu.
Mereka bermain habis-habisan, sedangkan pemain
cadangan Lakers tersebut cuma bersenang-senang.
Di restoran makanan sehat gimnasium, mereka
berteman dengan para pelatih wanita dan anggota
gimnasium, dan bahkan terkadang dengan seorang
selebriti. Mereka selalu bergembira di sana, tapi ini hanya sebagian kecil dari
kehidupan mereka. Franky melatih regu basket sekolah dasar setempat,
pekerjaan yang dilakukannya dengan serius. la selalu berharap bisa menemukan
seorang bintang berbakat dalam prosesnya, dan ia memancarkan keramahan tegas
yang menyebabkan anak-anak menyukainya. Ia memiliki
taktik melatih yang disukai mereka.
"OK," katanya bila melatih, "Kalian kalah dua puluh
poin, sekarang perempat terakhir. Kalian keluar ke
lapangan dan masukkan sepuluh poin pertama. Sekarang kalian berhasil menempatkan
musuh di posisi yang kalian inginkan - kalian bisa menang. Ini hanya masalah
keberanian dan rasa percaya diri. Kalian selalu bisa menang. Kalian kalah
sepuluh poin, lalu lima poin, lalu kalian seri. Dan kalian bisa mengalahkan
mereka!" 167 OMERTA - Mario Puzo Tentu saja taktiknya tidak pernah berhasil. Anakanak tersebut tidak cukup berkembang secara fisik atau cukup tangguh secara
mental. Mereka cuma anak-anak.
Tapi Franky tahu bahwa yang benar-benar berbakat tidak akan pernah melupakan
pelajarannya dan bahwa ajarannya kelak akan membantu mereka.
Stace memusatkan perhatian untuk mengelola toko,
dan ia yang mengambil keputusan terakhir tentang
kontrak membunuh mana yang mereka terima. Risikonya
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus minimum dan harganya harus maksimum. Stace
percaya akan persentase dalam segala hal, dan ia juga bertemperamen pemuram. Di
antara mereka, mereka jarang sekali bertentangan tentang sesuatu. Mereka
memiliki selera yang sama dan hampir selalu saling
menyamai dalam keahlian fisik. Terkadang mereka
bertanding menghadapi satu sama lain di arena tinju, atau bermain satu-lawansatu di arena basket. Mereka sekarang berusia empat puluh tiga tahun
dan merasa puas dengan kehidupan mereka, tapi sering kali mereka membicarakan
kemungkinan untuk menikah
lagi dan berkeluarga. Franky memiliki seorang gundik di San Francisco, dan Stace
memiliki seorang kekasih di Las Vegas, seorang penari panggung. Kedua wanita
tersebut tidak menunjukkan keinginan untuk menikah, dan kedua bersaudara
tersebut merasa mereka hanya sedang
menunggu, berharap seseorang akan muncul.
Karena mereka begitu ramah, mereka mudah
berteman dan memiliki kehidupan sosial yang sibuk.
Sekalipun begitu, mereka agak gelisah sementara
menghabiskan sepanjang tahun setelah membunuh sang
Don. Orang seperti sang Don tidak bisa dibunuh tanpa menimbulkan bahaya.
Sekitar bulan November, Stace menghubungi
Heskow untuk membicarakan pengambilan sisa
168 OMERTA - Mario Puzo pembayaran sebanyak lima ratus ribu dolar. Telepon
tersebut singkat dan dibuat tidak jelas.
"Hai," kata Stace. "Kami akan datang sebulan dari
sekarang. Segalanya OK?"
Heskow terdengar gembira mendapat kabar darinya.
"Segalanya sempurna," katanya. "Semua sudah siap. Kau bisa lebih spesifik,
kapan" Aku tidak ingin kau datang sementara aku masih di luar kota."
Stace tertawa dan berkata dengan nada biasa,
"Kami akan menemukanmu. OK" Kira-kira sebulan." Lalu ia menutup telepon.
Pengambilan uang dalam transaksi seperti ini
biasanya mengandung bahaya. Terkadang orang tidak
suka membayar untuk tugas yang telah dilakukan. Hal ini terjadi di setiap
bisnis. Lalu terkadang orang keliru menganggap diri hebat. Mereka menganggap
diri mereka sama baiknya seperti para profesional. Dengan Heskow bahayanya
minimal - selama ini ia seorang perantara yang bisa dipercaya. Tapi kasus sang Don
ini istimewa, sebagaimana juga uangnya. Jadi, mereka tidak ingin
Heskow tahu persis rencana mereka.
Kedua bersaudara tersebut mulai bermain tenis
sejak setahun yang lalu, tapi olahraga ini hanya memberi kekalahan kepada
mereka. Mereka begitu berbakat secara atletik, hingga tidak bisa menerima
kekalahan ini, sekalipun telah mendapat penjelasan bahwa tenis
merupakan olahraga yang teknik pukulannya harus
dikuasai pada usia semuda mungkin, melalui latihan, dan bahwa olahraga ini
tergantung sepenuhnya mekanika
tertentu, sama seperti belajar bahasa. Jadi, mereka
mengadakan perjanjian untuk menginap selama tiga
minggu di sebuah kompleks tenis di Scottsdale, Arizona, untuk mengikuti kursus
dasar. Dari sana mereka akan
169 OMERTA - Mario Puzo melanjutkan perjalanan untuk menemui Heskow.
Arena tenis tersebut benar-benar super mewah. Franky dan Stace mendapat bungalo
dari batu bata, berkamar tidur dua dan dilengkapi dengan AC, ruang makan
bermotif Indian, ruang duduk berbalkon, dan sebuah
dapur kecil. Mereka bisa menikmati pemandangan
pegunungan yang indah dari sana. Ada bar yang menyatu, sebuah lemari pendingin
besar, dan sebuah TV yang tidak kalah besarnya.
Tapi tiga minggu tersebut dimulai dengan
kemasamam. Salah satu instruktur menyulitkan Franky.
Franky dengan mudah menjadi murid terbaik dalam
kelompok pemula, dan ia sangat membanggakan pukulan
service-nya yang sama sekali tidak ortodoks dan liar. Tapi instruktur tersebut,
seorang pria bernama Leslie,
tampaknya merasa jengkel karenanya.
Suatu pagi Franky memukul bola ke lawannya, yang
bahkan untuk mendekati bola pun tidak bisa, dan berkata dengan bangga pada
Leslie, "Pukulanku hebat, bukan?"
"Tidak," kata Leslie dingin. "Itu foot fault - kesalahan karena kaki. Ibu jari
kakimu melewati garis serve. Coba lagi, dengan serve yang benar. Serve yang kau
lakukan tadi lebih mungkin keluar daripada masuk."
Franky melakukan serve lagi, cepat dan akurat.
"Hebat, bukan?" katanya.
"Itu foot fault, " kata Leslie perlahan-lahan. "Dan serve itu cuma omong kosong.
Masukkan bolanya. Tapi kau lumayan untuk seorang amatiran. Mainkan sesuai
aturan." Franky merasa jengkel, tapi mengendalikan diri.
"Tandingkan aku dengan seseorang yang bukan
170 OMERTA - Mario Puzo amatiran," katanya. "Kita lihat bagaimana permainanku."
Ia diam sejenak. "Bagaimana kalau melawanmu?"
Leslie memandangnya dengan sebal. '"Aku tidak
bertanding melawan amatiran," katanya. la menunjuk
seorang wanita muda berusia akhir dua puluhan atau awal tiga puluhan. "Rosie?"
katanya. "Mainlah dengan Mr.
Sturzo satu kali." Gadis itu diam saja tiba di lapangan. la memiliki
kaki-kaki kecokelatan yang indah, yang menjulur keluar dari bawah celana pendek
putih, dan ia mengenakan kaus merah muda berlogo arena tenis. Wajahnya cantik,
dan rambutnya diikat ekor kuda.
"Kau harus mengalah terhadapku," kata Franky
merendah. "Kau kelihatannya terlalu bagus. Apa kau instruktur?"
"Bukan," kata Rosie, "Aku kemari cuma mendapat pelajaran melakukan serve. Leslie
pelatih juara untuk pukulan itu"
"Mengalah sajalah," kata Leslie. "Dia jauh di bawah
peringkatmu." Franky bergegas berkata, "Bagaimana kalau dua kali
tanding dalam empat set?"
Rosie tersenyum sekilas padanya. "Tidak," katanya,
"itu tidak ada gunanya bagimu. Kau seharusnya meminta dua poin untuk setiap
pertandingan. Dengan begitu, kau punya kesempatan. Dan kalau kita seri, aku
harus mendapat empat angka untuk menang, bukannya dua."
Franky menjabat tangannya. "Ayo main," katanya .
Mereka berdiri cukup dekat, dan ia bisa mencium
keharuman tubuh Rosie. Rosie berbisik, "Kau mau kita bermain seri?"
Franky merasa bergairah. "Tidak," katanya. "Kau
171 OMERTA - Mario Puzo tidak akan bisa menang kalau mengalah terhadapku."
Mereka bermain dengan diawasi Leslie, dan Leslie
tidak menyinggung foot fault lagi. Franky memenangkan dua pertandingan pertama,
tapi setelah itu Rosie menggulungnya. Pukulan rendahnya sempurna, dan ia
tidak menemui kesulitan sama sekali untuk menerima
serve Franky. Rosie selalu berdiri di mana Franky harus memukul bola, dan
walaupun beberapa kali ia berhasil menyamakan kedudukan, Rosie akhirnya
mengalahkannya dengan 6-2. "Hei, permainanmu sangat baik untuk seorang
amatiran," kata Rosie. "Tapi kau baru bermain sesudah lewat umur dua puluh,
benar?" "Benar." Franky mulai membenci kata "amatiran".
"Kau seharusnya belajar memukul bola dan menserve sewaktu masih anak-anak," kata Rosie.
"Benar begitu?" goda Franky. "Tapi akan ku
kalahkan kau sebelum pergi dari sini."
Rosie tersenyum. Mulutnya terlalu lebar untuk
wajahnya yang kecil. "Tentu," katanya. "Kalau kau
mendapat hari terbaik seumur hidupmu dan aku
mendapat hari terburuk." Franky tertawa.
Stace muncul dan memperkenalkan diri. Lalu ia
berkata, "Bagaimana kalau kau makan malam bersama
kami malam ini" Franky tidak akan mengundangmu,
karena kau sudah mengalahkannya, tapi dia akan
datang." "Ah, itu tidak benar." kata Rosie. "Dia baru saja mau mengundangku. Apa jam
delapan tidak apa-apa?"
"Hebat," kata Stace. Ia memukul Franky dengan
raketnya. "Aku pasti datang," kata Franky.
172 OMERTA - Mario Puzo Mereka makan malam di restoran kompleks, sebuah
ruangan besar dengan dinding-dinding kaca yang
menghadap ke padang pasir dan pegunungan. Rosie
ternyata mengesankan sekali, seperti kata Franky pada Stace kemudian. Rosie
merayu mereka berdua, membicarakan segala macam olahraga, dan menunjukkan
pengetahuannya mengenai topik tersebut, berkaitan
dengan masa lalu dan sekarang - pertandinganpertandingan hebat, pemain-pemain hebat, saat-saat
hebat bagi masing-masing individu. Dan ia seorang
pendengar yang baik; ia berhasil memancing mereka
berbicara. Franky bahkan memberitahunya tentang
kegiatannya melatih anak-anak dan bagaimana toko
mereka memasok perlengkapan terbaik bagi anak-anak
tersebut, dan Rosie berkata dengan hangat, "Hei, itu hebat, hebat sekali." Lalu
mereka memberitahu Rosie bahwa mereka dulu adalah bintang basket SMA.
Rosie juga memiliki selera makan yang baik, yang
mereka sukai dari seorang wanita. Ia menyantap
perlahan-lahan, dan ia punya kebiasaan agak
memiringkan kepala, seakan-akan malu, saat
membicarakan dirinya sendiri. Ia tengah belajar untuk mendapatkan Ph.D. di
bidang Psikologi di Universitas New York. Ia berasal dari keluarga menengah yang
cukup kaya, dan ia sudah pernah tur keliling Eropa. Di sekolah ia adalah bintang
tenis. Tapi ia mengatakan semua ini
dengan gaya merendahkan diri yang memesona mereka,
dan ia terus-menerus menyentuh tangan mereka untuk
mempertahankan kontak selama berbicara.
"Aku masih tidak tahu apa yang akan kulakukan
sesudah lulus," katanya. "Dengan semua pengetahuan
bukuku, aku tidak pernah bisa membaca kepribadian
seseorang yang sebenarnya. Seperti kalian berdua. Kalian 173
OMERTA - Mario Puzo sudah menceritakan sejarah kalian, kalian dua orang yang memesona, tapi aku
tidak tahu sama sekali apa yang
menyebabkan kalian menarik."
"Jangan khawatir," kata Stace. "Apa yang kau lihat,
itu yang kau dapatkan."
"Jangan bertanya padaku," kata Franky padanya.
"Sekarang ini seluruh hidupku terpusat pada bagaimana caranya mengalahkanmu main
tenis." Setelah makan malam, kedua bersaudara tersebut
menemani Rosie menyusuri jalan setapak dari lumpur
merah ke bungalonya. Ia mengecup mereka masingmasing di pipi, dan sesudah itu meninggalkan mereka
berdua dalam udara padang pasir. Bayangan terakhir
yang mereka ingat adalah wajah Rosie yang kemilau
tertimpa cahaya bulan. "Menurutku dia luar biasa," kata Stace.
"Lebih dari itu," kata Franky.
Sepanjang dua minggu sisa waktu Rosie di arena tenis, ia menjadi teman mereka.
Di sore hari, setelah bermain
tenis, mereka bermain golf bersama-sama. Permainan
Rosie bagus, tapi tidak sebagus kedua bersaudara itu.
Mereka benar-benar bisa memukul bola hingga melayang jauh, punya saraf baja
untuk memukul bola di areal hijau.
Seorang pria setengah tua di arena tenis mendekati
mereka di lapangan golf untuk bermain berempat, dan
bersikeras untuk berpartner dengan Rosie dan bertaruh sepuluh dolar satu lubang.
Tapi, sekalipun permainannya bagus, ia kalah. Lalu ia berusaha bergabung dengan
mereka saat makan malam di arena tenis.
Rosie menolaknya, yang menyebabkan si kembar
merasa gembira. "Aku sedang berusaha agar salah satu 174
OMERTA - Mario Puzo dari mereka ini melamarku," kata Rosie.
Stace-lah yang berhasil membawa Rosie ke tempat
tidur pada akhir minggu pertama. Franky pergi ke Las Vegas, menghabiskan malam
itu dengan berjudi dan memberi kesempatan pada Stace. Sewaktu ia kembali
tengah malam, Stace tidak ada di kamarnya.
Sewaktu Stace muncul keesokan paginya Franky
bertanya, "Bagaimana?"
"Luar biasa," kata Stace.
"Kau tidak keberatan kalau aku juga mencobanya?"
tanya Franky. Ini tidak biasa. Mereka belum pernah berbagi
seorang wanita; ini satu wilayah di mana selera mereka berbeda. Stace
mempertimbangkannya. Rosie sangat
sesuai bagi mereka berdua. Tapi ketiganya tidak akan bisa tetap bersama bila
Stace mendapatkan Rosie sedangkan Franky tidak. Kecuali Franky membawa gadis
lain bergabung - dan itu akan merusak suasana.
"Tidak apa," kata Stace.
Jadi, keesokan paginya Stace pergi ke Vegas dan
Franky mendapat giliran dengan Rosie. Rosie sama sekali tidak
mempermasalahkannya, dan ia sangat gembira di
ranjang - tidak ada tipuan aneh-aneh, hanya kesenangan dan permainan dengan hati
gembira. Ia sama sekali tidak tampak merasa tidak nyaman.
Tapi, keesokan harinya, sewaktu mereka bertiga
sarapan, Franky dan Stace kebingungan bagaimana harus bersikap. Mereka menjadi
agak formal dan sopan. Tak
acuh. Keharmonisan mereka yang sempurna telah lenyap.
Rosie menyantap telur dan daging asap serta
rotinya, lalu menyandar ke belakang dan berkata dengan nada keheranan bercampur
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gembira, "Apa aku akan
175 OMERTA - Mario Puzo mendapat masalah dengan kalian berdua" Kukira kita
berteman." Stace berkata dengan tulus, "Kami berdua tergilagila padamu, dan kami tidak tahu bagaimana mesti
mengatasi hal ini." Rosie berkata sambil tertawa, "Biar aku yang
menangani. Aku sangat menyukai kalian berdua. Kita
sudah bersenang-senang. Kita tidak akan menikah, dan setelah meninggalkan tempat
ini, kita mungkin tidak akan bertemu lagi. Aku akan kembali ke New York, dan
kalian akan kembali ke L.A. Jadi, sebaiknya kita tidak merusak suasana, kecuali
salah satu dari kalian pencemburu. Kalau begitu, kita bisa melupakan saja
seksnya." Si kembar tiba-tiba merasa santai kembali. "Bagus
sekali," kata Stace.
Franky berkata, "Kami bukan pencemburu, dan aku
akan mengalahkanmu dalam pertandingan tenis satu kali sebelum pergi dari sini."
"Pukulanmu belum sempurna," kata Rosie dengan
tegas, tapi ia mengulurkan tangan dan merangkum
tangan mereka berdua. "Kita selesaikan hari ini," kata Franky.
Rosie memiringkan kepala dengan sikap malu-malu.
"Kau boleh mendapat tiga angka untuk setiap bola,"
katanya. "Dan kalau kau kalah, kau harus berhenti
bersikap sok jagoan."
Stace berkata, "Aku bertaruh seratus dolar untuk
Rosie." Franky tersenyum licik pada mereka berdua. Tidak
mungkin ia akan membiarkan dirinya kalah kalau Rosie mengalah tiga angka setiap
bola. la berkata pada Stace,
"Naikkan jadi lima ratus."
176 OMERTA - Mario Puzo Rosie melontarkan senyum misteriusnya. "Dan kalau
aku menang, malam ini Stace yang menemaniku."
Kedua bersaudara itu tertawa keras. Mereka
gembira karena Rosie tidak sempurna, bahwa ia juga agak nakal.
Di lapangan tenis, tidak ada yang bisa
menyelamatkan Franky - serve putarannya,
pengembalian bola akrobatiknya, atau bahkan tambahan tiga angka untuk setiap
bola. Rosie berhasil melakukan pukulan putar yang belum pernah digunakannya,
yang menyebabkan Franky kebingungan total. Rosie
mengalahkannya dengan 6-0. Sewaktu pertandingan
berakhir, Rosie mengecup pipi Franky dan berbisik, "Akan ku ganti besok malam."
Sesuai janji, ia tidur dengan Stace setelah mereka bertiga makan malam. Ini
terus berlangsung bergantian selama sepanjang sisa minggu.
Si kembar mengantar Rosie ke bandara dengan
mobil mereka pada hari ia berangkat. "Ingat, kalau kalian mampir di New York,
hubungi aku," katanya. Mereka telah mengundangnya terang-terangan untuk menginap
di tempat mereka kalau ia datang ke L.A. Lalu ia
mengejutkan mereka. Ia mengulurkan dua buah kotak
kecil terbungkus kertas kado. "Hadiah," katanya, dan tersenyum bahagia. Si
kembar membuka kotak-kotak
tersebut, dan di dalamnya terdapat cincin Navajo berbatu biru. "Untuk
mengenangku." Kemudian, sewaktu kedua bersaudara tersebut
berbelanja di kota, mereka melihat cincin tersebut dijual dengan harga tiga
ratus dolar. "Dia bisa saja membelikan kita masing-masing dasi
atau sabuk koboi yang lucu itu, yang harganya cuma lima puluh dolar," kata
Franky. Mereka senang sekali.
177 OMERTA - Mario Puzo Mereka masih harus menghabiskan seminggu lagi di
kompleks tenis, tapi mereka hanya bermain tenis sesekali.
Mereka bermain golf dan terbang ke Vegas di malam hari.
Tapi mereka sudah menentukan untuk tidak melewatkan
malam di sana. Itulah penyebab orang kalah besarbesaran - bertaruh pada dini hari, sementara energi sudah merosot dan kemampuan
penilaian sudah berkurang.
Saat makan malam, mereka membicarakan Rosie.
Tidak satu pun yang melontarkan kata-kata yang tidak setia tentang Rosie,
sekalipun dalam hati mereka agak memandang rendah wanita tersebut karena telah
tidur dengan mereka berdua. "Dia benar-benar menikmatinya," kata Franky. "Dia
tidak pernah bersikap jahat atau muram sesudahnya."
"Yeah," kata Stace. "Dia memang luar biasa. Ku rasa
kita sudah menemukan wanita yang sempurna."
"Tapi mereka selalu berubah," kata Franky.
"Apa kita akan meneleponnya setibanya di New York
nanti'?" tanya Stace.
"Jelas," kata Franky.
Seminggu setelah meninggalkan Scottsdale, mereka mendaftar di Sherry-Netherland
di Manhattan. Keesokan paginya mereka menyewa mobil dan menuju rumah John
Heskow di Long Island. Sewaktu mereka menghentikan
mobil di jalur masuk, mereka melihat Heskow tengah
menyapu lapangan basketnya, membersihkannya dari
salju tipis. la mengangkat tangan sebagai sambutan, lalu ia
memberi isyarat agar mereka memasukkan mobil ke
dalam garasi yang menempel ke samping rumah.
Mobilnya sendiri diparkir di luar.
178 OMERTA - Mario Puzo Franky melompat turun dari mobil sebelum Stace
memasukkannya, untuk menjabat tangan Heskow, tapi
sebenarnya untuk mendekatkan jarak mereka kalau
terjadi apa-apa. Heskow membuka kunci pintu dan mengajak mereka
masuk. "Semuanya siap," katanya.
Ia mengajak mereka naik ke atas, ke peti besar di
kamar tidur, dan membuka kuncinya. Di dalamnya
terdapat setumpuk uang terikat karet gelang setebal
enam inci, bersama sebuah tas kulit yang terlipat, hampir sebesar koper.
Stace melemparkan tumpukan uang tersebut ke
ranjang. Lalu kedua bersaudara itu memeriksa setiap ikat, untuk memastikan
seluruhnya merupakan lembaran
seratus dolaran dan tidak ada yang palsu. Mereka hanya menghitung jumlah satu
ikat dan mengalikannya seratus.
Lalu mereka memasukkan uang tersebut ke dalam tas
kulit. Setelah selesai, mereka menengadah memandang
Heskow. Ia tengah tersenyum, "Minum kopi dulu sebelum
pergi," katanya. "Buang air kecil atau apa."
"Trims," kata Stace. "Apa ada yang harus kami
ketahui" Ada keributan?"
"Sama sekali tidak," kata Heskow. "Segalanya
sempurna. Tapi jangan terlalu mengobral uangnya."
"Ini tabungan hari tua kami," kata Franky, dan
kedua bersaudara tersebut tertawa.
"Bagaimana dengan teman-temannya?" tanya Stace.
"Orang mati tidak punya Teman," kata Heskow.
"Bagaimana dengan anak-anaknya?" tanya Franky.
"Mereka tidak ribut?"
179 OMERTA - Mario Puzo "Mereka dibesarkan menjadi orang baik-baik," kata
Heskow. "Mereka bukan orang Sisilia. Mereka para
profesional yang sangat berhasil. Mereka percaya dengan hukum. Dan mereka
beruntung karena tidak termasuk
daftar tersangka." Si kembar tertawa dan Heskow tersenyum.
Leluconnya bagus. "Well, sekarang sudah setahun berlalu dan tidak ada gejolak apa pun," kata
Heskow. Kedua bersaudara tersebut menghabiskan kopi
mereka dan berjabat tangan dengan Heskow. "Jaga diri kalian," kata Heskow. "Aku
mungkin akan menghubungi kalian lagi." "Silakan," kata Franky.
Di kota, kedua bersaudara tersebut menyimpan uang mereka di sebuah perusahaan
persewaan lemari besi. Mereka menyewa dua buah kotak. Mereka bahkan tidak
mengambil selembar uang pun untuk bersenang-senang.
Mereka kembali ke hotel dan menelepon Rosie.
Rosie terkejut dan gembira mendengar kabar dari
mereka secepat itu. Suaranya terdengar bersemangat
saat ia mengajak mereka untuk segera ke apartemennya.
la akan menunjukkan New York kepada mereka, dan ia
yang bayar. Jadi, malam itu mereka tiba di apartemennya dan
Rosie menyajikan minimum sebelum mereka semua
keluar untuk makan malam dan ke teater.
Rosie mengajak mereka ke Le Cirque, yang
menurutnya merupakan restoran terbaik di New York.
Hidangannya lezat, dan sekalipun tidak ada dalam menu, sesuai permintaan Franky
mereka menyajikan sepiring
180 OMERTA - Mario Puzo spageti paling lezat yang pernah disantapnya.
Si kembar merasa takjub bahwa restoran semewah
itu bisa menyajikan hidangan yang begitu mereka sukai.
Mereka juga melihat si kepala pelayan memperlakukan
Rosie dengan sangat istimewa, dan itu membuat mereka terkesan. Mereka bersenangsenang seperti biasa, Rosie mendesak mereka untuk menceritakan pengalaman
mereka. Ia tampak lebih cantik daripada biasanya. Untuk pertama kalinya mereka
melihat Rosie mengenakan pakaian resmi. Sambil minum kopi, kedua bersaudara itu
memberikan hadiah mereka kepada Rosie. Mereka
membelinya di Tiffany siang tadi dan membungkusnya
dengan kotak beludru merah tua. Harganya lima ribu
dolar, seuntai kalung emas sederhana dengan medali dari platinum putih yang
dipenuhi berlian. "Dari aku dan Stace," kata Franky, "Kami
menanggung bersama."
Rosie tertegun. Bola matanya mulai berair dan
kemilau. Ia mengenakan kalung tersebut, sehingga
medalinya menjuntai tepat di sela payudaranya. Lalu ia mencondongkan tubuh ke
depan dan mencium mereka berdua. Ciuman sederhana yang manis di bibir dan terasa seperti madu.
Kedua bersaudara tersebut pernah mengatakan pada
Rosie bahwa mereka belum pernah menyaksikan
pertunjukan musik Broadway, jadi keesokan malamnya
Rosie mengajak mereka menyaksikan Les Mis?rables. Ia berjanji mereka akan
menyukainya. Dan memang benar,
sekalipun tidak menyeluruh.
Kemudian, di apartemen Rosie, Franky berkata,
"Sulit dipercaya dia tidak membunuh polisi Javert itu 181
OMERTA - Mario Puzo sewaktu ada kesempatan."
"Ini pertunjukan musik," kata Stace. "Pertunjukan
musik suka tidak masuk akal, sekalipun difilmkan. Itu bukan tugas mereka."
Tapi Rosie tidak setuju dengan pendapat ini. "Itu
menunjukkan bahwa Jean Valjean telah benar-benar
berubah menjadi orang baik," katanya. "Ceritanya tentang pengampunan. Seseorang
yang berdosa dan mencuri, lalu berbaik kembali dengan masyarakat."
Stace semakin jengkel mendengar ini. "Tunggu
sebentar," katanya. "'Orang itu mulai sebagai pencuri.
Sekali pencuri tetap pencuri. Benar, Franky?"
Sekarang Rosie yang emosional. "Kalian berdua tahu
apa tentang orang seperti Valjean?" Kedua bersaudara tersebut jadi terdiam.
Rosie melontarkan senyum riangnya. "Siapa yang akan menginap di sini malam ini?"
tanyanya. Ia menunggu jawaban, dan akhirnya berkata, "Aku
tidak mau main bertiga. Kalian harus bergiliran."
"Kau memilih siapa?" tanya Franks.
"Jangan memulai," kata Rosie memperingatkan.
"Atau hubungan kita akan seindah dalam film. Tidak ada seks. Dan aku tidak suka
begitu," katanya sambil
tersenyum untuk mengendurkan suasana. "Aku mencintai kalian berdua."
"Aku pulang malam ini," kata Franky. Ia ingin Rosie
tahu bahwa Rosie tidak memiliki kekuasaan atas dirinya.
Rosie mengecup Franky sebagai ucapan selamat
malam dan menemaninya ke pintu. Ia berbisik, "Besok
akan menjadi hari yang istimewa."
182 OMERTA - Mario Puzo Mereka memiliki waktu enam hari untuk bersama-sama.
Rosie harus menyelesaikan disertasinya di siang hari, tapi bisa menemani mereka
di malam hari. Suatu malam si kembar mengajaknya menyaksikan
pertandingan Knicks d Garden, sewaktu Lakers bermain di kota, dan mereka gembira
karena Rosie menghargai kelebihan-kelebihan permainan tersebut. Setelah itu
mereka pergi ke sebuah rumah makan mewah dan Rosie
memberitahu mereka bahwa keesokan harinya, sehari
sebelum Malam Natal, ia harus keluar kota selama
seminggu. Kedua bersaudara tersebut menganggap ia harus
melewati Natal bersama keluarganya. Tapi sekarang
mereka melihat bahwa untuk pertama kali sejak mereka mengenalnya, ia tampak agak
depresi. "Tidak, aku akan melewati Natal sendirian, di rumah
milik keluargaku di pedalaman. Aku ingin menghindari semua kepalsuan Natal,
sekadar belajar dan menata
hidupku." "Kalau begitu batalkan saja dan kita lewati Natal
bersama," kata Franky. "Kami bisa mengubah jadwal
penerbangan kembali ke L.A."
"Tidak bisa," kata Rosie. "Aku harus belajar, dan itu tempat yang terbaik."
"Sendirian?" tanya Stace.
Rosie menunduk. "Aku memang bodoh,"
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana kalau kami menemanimu selama
beberapa hari?" tanya Franky. "Kami akan pergi sesudah Natal."
"Yeah," kata Stace, "kami juga bisa memanfaatkan
ketenggangan." 183 OMERTA - Mario Puzo Wajah Rosie berubah cerah. "Sungguh?" katanya
bahagia. "Hebat sekali. Kita bisa bermain ski di Hari Natal.
Tempatnya cuma tiga puluh menit dari rumah. Dan aku
akan memasak makan Malam Natal." la diam sejenak, lalu berkata dengan nada tidak
yakin, "Tapi berjanjilah kalian akan pergi sesudah Hari Natal; aku benar-benar
harus menyelesaikan disertasiku."
"Kami harus kembali ke L.A.," kata Stace. "Ada
bisnis yang harus kami kelola."
"Ya Tuhan, aku benar-benar mencintai kalian," kata
Rosie. Stace berkata dengan nada biasa, "Franky dan aku
sudah membicarakannya. Kau tahu kami belum pernah ke Eropa dan, kalau kau mau,
sesudah selesai sekolah musim panas ini, kita bisa ke Eropa bersama-sama. Kau bisa menjadi pemandu kami.
Pilih yang terbaik untuk semuanya. Hanya dua minggu. Kita bisa bersenangsenang kalau kau ikut."
"Yeah," kata Franky. "Kami tidak bisa pergi
sendirian." Mereka semua tertawa. "Itu gagasan bagus," kata Rosie. "Akan kutunjukkan
London, Paris, dan Roma kepada kalian. Dan kalian akan menyukai Venezia
sepenuhnya. Kalian mungkin tidak akan pergi dari sana. Tapi persetan, musim
panas masih jauh. Aku kenal kalian, dan kalian pasti sudah mengejar wanita lain pada saat itu."
"Kami menginginkan dirimu," kata Franky, hampirhampir dengan marah. "Aku akan siap pada waktu kalian menelepon," kata
Rosie. 184 OMERTA - Mario Puzo Pada pagi hari tanggal 23 Desember Rosie berhenti di depan hotel untuk menjemput
si kembar. Ia mengemudikan sebuah Cadillac besar dengan bagasi
berisi koper-koper besar dan beberapa hadiah terbungkus kertas berwarna-warni,
dan masih ada ruangan untuk
barang-barang si kembar yang lebih sedikit.
Stace duduk di kursi belakang dan membiarkan
Franky duduk di depan, di samping Rosie. Radio tengah melantunkan lagu, dan
tidak ada yang berbicara hampir satu jam. Itulah kehebatan Rosie.
Sementara menunggu Rosie menjemput, kedua
bersaudara tersebut telah bercakap-cakap sambil sarapan.
Stace bisa melihat bahwa Franky merasa tidak enak
dengannya. Ini merupakan kejadian yang jarang terjadi di antara si kembar.
"Katakan saja," kata Stace.
"Jangan salah sangka," kata Franky. "Aku bukan
cemburu atau apa. Tapi apa kau bisa menjauhi Rosie saat kita di sana?"
"Tentu saja," kata Stace. "Nanti akan kuberitahu
kalau aku ada masalah di Vegas."
Franky meringis dan berkata, "Tidak perlu sejauh
itu. Aku cuma ingin mencoba bagaimana rasanya kalau
hanya berdua saja dengannya. Kalau tidak, aku akan
mundur dan biar kau yang menemaninya."
"Kau keparat," kata Stace. "Kau akan merusak
segalanya. Look, kita tidak memaksanya, kita tidak menipunya. Ini sesuai dengan
keinginannya. Dan kurasa ini menyenangkan bagi kita."
"Aku cuma ingin mencoba bagaimana rasanya kalau
hanya kami berdua," kata Franky lagi. "Hanya untuk
beberapa waktu." 185 OMERTA - Mario Puzo "Tentu saja," kata Stace. "Aku kakakmu, dan aku
harus menjagamu." Itu lelucon kesukaan mereka,
memang sekalipun Stace tampak beberapa tahun lebih
tua, sebenarnya ia hanya lebih tua sepuluh menit
dibanding Franky. "Tapi kau tahu dia akan langsung mengerti
tujuanmu dalam dua detik," kata Stace. "Rosie itu pandai.
Dia akan tahu bahwa kau jatuh cinta padanya."
Franky terbelalak menatap saudaranya. "Aku jatuh
cinta padanya?" katanya. "Apa itu" Yang benar saja." Dan mereka berdua tertawa.
Sekarang mobil mereka telah meninggalkan kota dan bergulir menyusuri areal
pertanian Westchester County.
Franky memecahkan kesunyian. "Aku belum pernah
melihat salju sebanyak ini seumur hidupku," katanya.
"Bagaimana orang-orang bisa hidup di sini?"
"Karena di sini murah," kata Rosie.
Stace bertanya, "Berapa lama lagi?"
"Sekitar satu setengah jam lagi," kata Rosie. "Kalian perlu berhenti?"
"Tidak," kata Franky. "sebaiknya kita langsung
saja." "Kecuali kau yang perlu berhenti," kata Stace
kepada Rosie. Rosie menggeleng. Ia tampak telah bulat tekadnya,
kedua tangan mencengkeram kemudi erat-erat, menatap
tajam ke arah butir-butir salju yang tengah turun.
Sekitar satu jam kemudian mereka melewati sebuah
kota kecil, dan Rosie berkata,?"Kurang lima belas menit lagi."
186 OMERTA - Mario Puzo Mobil melaju mendaki tanjakan curam, dan di
puncak sebuah bukit kecil terdapat sebuah rumah,
sekelabu gajah, dikelilingi lapangan yang tertutup salju.
Saljunya benar-benar putih dan tidak ada jejak kaki, tidak ada jejak roda mobil.
Rosie berhenti di depan serambi pintu masuk, dan
mereka turun. Ia membebani mereka dengan koper-koper dan hadiah-hadiah Natal.
"Masuk sajalah," katanya.
"Pintunya terbuka. Kami tidak pernah mengunci pintu di sini."
Franky dan Stace menaiki tangga serambi dan
membuka pintu. Mereka memasuki sebuah ruang duduk
luas. Berbagai kepala hewan menghiasi dindingdindingnya, dan api berkobar-kobar di perapian yang
sebesar gua. Tiba-tiba dari luar mereka mendengar raungan
mesin Cadillac, dan pada saat itu enam orang pria muncul dari kedua jalan masuk
ke dalam rumah. Mereka menyandang senapan. Pemimpinnya, seorang pria besar berkumis lebat,
berkata dengan suara agak beraksen. "Jangan bergerak.
Jangan jatuhkan barang-barangnya."
Lalu senapan-senapan tersebut ditekan ke tubuh
mereka. Stace seketika paham, tapi Franky masih
mengkhawatirkan Rosie. Ia memerlukan waktu sekitar
tiga puluh detik untuk memahami seluruhnya - raungan
mesin dan tidak adanya Rosie di dalam rumah. Lalu
dengan perasaan terburuk yang pernah dirasakannya
seumur hidup, ia menyadari kebenarannya. Rosie
hanyalah umpan. 187 OMERTA - Mario Puzo BAB 7 MENJELANG Malam Natal, Astorre menghadiri pesta yang diselenggarakan Nicole di
apartemennya. Nicole mengundang para kolega profesional dan anggota
kelompok-kelompok pro Bono-nya - termasuk kelompok
kesukaannya, Kelompok Kampanye Anti Hukuman Mati.
Astorre menyukai pesta. Ia senang bercakap-cakap
dengan orang-orang yang tidak akan pernah ditemuinya lagi dan yang begitu
berbeda dengan dirinya. Terkadang ia bertemu dengan wanita menarik yang kemudian
menjalin hubungan singkat dengannya. Dan ia selalu
berharap untuk jatuh cinta; ia merindukannya. Malam ini Nicole mengingatkannya
pada roman masa remaja mereka, tidak dengan nada menggoda atau merayu, tapi dengan kesan bergurau.
"Kau membuatku patah hati sewaktu kau mematuhi
ayahku dan pergi ke Eropa," kata Nicole.
"Tentu saja," kata Astorre. "Tapi tetap saja kau
berhubungan dengan pria-pria lain."
Untuk alasan tertentu, Nicole sangat menyukainya
malam ini. Ia memegangi tangan Astorre dengan
keintiman anak sekolah, mencium bibir Astorre, dan
menempel padanya, seakan-akan tahu bahwa Astorre
akan kembali menghilang darinya.
188 OMERTA - Mario Puzo Hal ini membingungkan Astorre, karena seluruh
kelembutan masa lalunya jadi terbangkitkan, tapi ia
memahami bahwa memulai hubungan lagi dengan Nicole
akan menjadi kesalahan besar pada persimpangan jalan hidupnya sekarang ini.
Kesalahan karena keputusan-keputusan yang akan diambilnya. Akhirnya Nicole
mengajaknya menemui sekelompok orang dan
memperkenalkan dirinya. Malam ini ada pertunjukan band langsung, dan Nicole meminta Astorre menyanyi
dengan suaranya yang serak tapi masih memancarkan kehangatan, kegiatan
yang paling disukai Astorre. Mereka menyanyikan sebuah balada Italia kuno
bersama-sama. Sewaktu Astorre menyanyi serenade bersama
Nicole, Nicole menggayut pada dirinya dan memandang ke matanya untuk mencari
sesuatu dalam jiwanya. Lalu,
setelah menciumnya dengan sedih, Nicole melepaskan
dirinya. Setelah itu Nicole memiliki kejutan untuk Astorre. Ia mengajak Astorre menemui
seorang tamu, seorang wanita cantik pendiam yang memiliki mata kelabu yang
memancarkan kecerdasan. "Astorre," katanya, "ini
Georgette Cilke, yang mengetuai Kampanye Anti
Hukuman Mati. Kami sering bekerja bersama."
Georgette menjabat tangan Astorre dan memuji
nyanyiannya, "Kau mengingatkanku pada Sinatra muda,"
katanya. Astorre merasa gembira. "Terima kasih." katanya.
"Dia pahlawanku. Aku hafal katalog lagunya di luar
kepala." Suamiku juga penggemar beratnya," kata
Georgette. "Aku menyukai musiknya, tapi aku tidak suka caranya memperlakukan
orang lain." 189 OMERTA - Mario Puzo Astorre mendesah, tahu bahwa ia akan kalah dalam
argumentasi ini, tapi sebagai seorang penggemar berat, ia harus tetap berdebat.
"Ya, tapi kita harus memisahkan artis dari orangnya."
Georgette heran bercampur senang mendengar
kegagahan pembelaan Astorre. "Haruskah?" tanyanya,
matanya memancarkan kilau menggoda. "Kurasa tidak
seharusnya kita mempertahankan ketidakpekaan dan
sikap sok seperti itu, belum lagi kekejamannya."
Astorre bisa mengerti bahwa Georgette tidak akan
mengalah dalam hal ini, jadi ia pun mulai melantunkan beberapa baris lagu cinta
Sinatra yang paling terkenal. la menatap tajam ke mata hijau Georgette,
bergoyang-goyang mengikuti irama musik, dan melihat Georgette
mulai tersenyum. "OK, OK," kata Georgette. "Ku akui lagu-lagu itu
memang bagus. Tapi aku masih belum siap untuk
melupakan kesalahan penyanyinya."
la menyentuh bahu Astorre dengan lembut sebelum
berlalu. Astorre menghabiskan sepanjang sisa pesta dengan
mengamatinya. Georgette jenis wanita yang tidak
melakukan apa pun untuk meningkatkan kecantikannya,
tapi memiliki keanggunan alami dan keramahan lembut
yang mengusir ancaman apa pun yang ditimbulkan
kecantikan. Dan Astorre, seperti orang-orang lainnya dalam ruangan itu, merasa
agak jatuh cinta kepadanya.
Sekalipun begitu, Georgette tampak benar-benar tidak menyadari pengaruh yang
ditimbulkannya pada orang-orang. Tidak sedikit pun ia bersikap merayu.
Pada saat itu Astorre telah membaca catatan
dokumenter Marcantonio tentang Cilke, seorang
pemberontak keras kepala yang melacak kesalahan190 OMERTA - Mario Puzo kesalahan manusia, sangat efisien dalam pekerjaannya.
Dan ia juga membaca bahwa Cilke benar-benar dicintai oleh istrinya. Itulah
misterinya. Saat pesta telah berjalan kurang-lebih separuhnya,
Nicole mendekati Astorre dan berbisik bahwa Aldo Monza ada di ruang resepsi.
"Maafkan aku, Nicole," kata Astorre. "Aku harus
pergi." "OK," kata Nicole. "Tadinya aku berharap kau bisa
mengenal Georgette dengan lebih baik. Dia wanita paling cerdas dan terbaik yang
pernah ku temui." "Well, dia cantik," kata Astorre, dan ia berpikir
sendiri betapa masih bodohnya sikapnya terhadap
wanita - ia sudah membayangkan yang bukan-bukan
hanya dengan satu kali bertemu.
Sewaktu Astorre tiba di ruang resepsi, ia mendapati
Aldo Monza tengah duduk dengan tidak nyaman di salah satu kursi antik Nicole
yang rapuh tapi indah. Monza bangkit berdiri dan berbisik kepadanya, "Kita
berhasil menangkap si kembar. Mereka menunggumu."
Astorre merasa jantungnya bagai tenggelam.
Sekaranglah saatnya. Sekarang ia akan diuji lagi. "Berapa lama untuk kesana
dengan mobil?" tanyanya.
"Paling tidak tiga jam. Ada badai salju."
Astorre melirik arlojinya. Saat itu pukul setengah
sebelas malam. "Ayo kita mulai," katanya.
Sewaktu mereka meninggalkan gedung, suasana
sekitar mereka putih karena salju, dan mobil-mobil yang diparkir tampak setengah
terkubur. Monza telah menyiapkan sebuah mobil Buick besar berwarna hitam.
Monza yang mengemudi, Astorre duduk di
sebelahnya. Cuaca sangat dingin, dan Monza
191 OMERTA - Mario Puzo menghidupkan pemanas. Perlahan-lahan mobil berubah
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi oven berbau rokok dan anggur.
"Tidurlah," kata Monza kepada Astorre. "Perjalanan
kita masih lama, dan malam ini kita harus bekerja."
Astorre membiarkan tubuhnya santai dan benaknya
menyelinap ke alam mimpi. Salju mengaburkan jalan. la teringat akan sengatan
panas Sisilia dan masa sebelas tahun ketika sang Don menyiapkan dirinya untuk
tugas terakhirnya. Dan ia tahu betapa tidak terelakkan
nasibnya. Astorre Viola berusia enam belas tahun sewaktu Don Aprile memerintahkan ia
belajar di London. Astorre tidak terkejut. Sang Don telah mengirim semua anakanaknya ke sekolah-sekolah swasta dan menjadikan mereka
tumbuh besar di akademi; bukan saja karena ia percaya akan pendidikan, tapi juga
untuk mengisolasi mereka dari bisnis dan jalan hidupnya sendiri.
Di London, Astorre tinggal bersama sepasang suamiistri kaya yang tampaknya telah pindah ke sana bertahun-tahun sebelumnya dari
Sisilia, dan tampaknya menjalani kehidupan yang sangat nyaman di Inggris. Mereka
sudah setengah baya dan tidak memiliki anak, dan mereka telah mengubah nama
mereka dari Priola menjadi Pryor.
Mereka tampak sangat Inggris, kulit mereka memutih
akibat cuaca Inggris, pakaian dan gerakan mereka sama sekali tidak berbau
Sisilia. Mr.Pryor berangkat bekerja dengan menggunakan topi bulat dan membawa
payung terlipat; Mrs.Pryor mengenakan gaun berbunga-bunga
dan topi khas ibu-ibu Inggris.
Tapi bila di dalam rumah, mereka kembali ke
asalnya. Mr.Pryor mengenakan celana panjang
bertambalan dan kemeja hitam tanpa kerah, sementara
192 OMERTA - Mario Puzo Mrs. Pryor mengenakan gaun hitam yang sangat longgar dan memasak dengan gaya
Italia kuno. Mr.Pryor memanggil istrinya Marizza dan istrinya memanggilnya Zu.
Mr.Pryor bekerja sebagai eksekutif kepala di sebuah
bank swasta yang merupakan anak perusahaan sebuah
perusahaan besar Palermo. Ia memperlakukan Astorre
bagai seorang keponakan kesayangan, tapi tetap menjaga jarak. Mrs.Pryor
memanjakannya dengan makanan dan
kasih sayang, seakan-akan Astorre adalah cucunya.
Mr.Pryor memberi Astorre sebuah mobil dan uang
saku melimpah. Sekolah telah diatur di sebuah universitas yang tidak terkenal,
tepat di luar kota London, yang mengkhususkan diri pada bisnis dan perbankan,
tapi juga memiliki reputasi di bidang seni.
Astorre mendaftar sesuai kurikulum yang
diwajibkan, tapi minatnya yang sebenarnya adalah
terhadap kelas akting dan menyanyi. Ia memenuhi
jadwalnya dengan kelas pilihan musik dan sejarah.
Sewaktu tinggal di London inilah ia jatuh cinta
dengan perburuan rubah - bukan terhadap pembunuhan
dan pengejarannya, tapi terhadap kemegahannya - jas
merah, anjing-anjing cokelat, kuda-kuda hitam.
Di salah satu kelas aktingnya, Astorre berkenalan
dengan seorang gadis sebayanya, Rosie Conner. Rosie
sangat cantik, memancarkan kepolosan yang bisa
menghancurkan pria-pria muda dan provokatif terhadap yang lebih tua. Gadis itu
juga berbakat dan memainkan beberapa peran utama dalam drama-drama yang
ditampilkan kelas. Astorre di sisi lain, harus puas dengan peran-peran yang
lebih kecil. Ia cukup tampan, tapi
sesuatu dalam kepribadiannya menyebabkan ia sulit
berbagi dengan para pemirsa. Rosie tidak memiliki
193 OMERTA - Mario Puzo masalah seperti itu. Seakan-akan ia sengaja mengundang setiap penonton untuk
merayunya. Mereka juga berada dalam kelas vokal yang sama,
dan Rosie mengagumi nyanyian Astorre. Jelas sekali
bahwa guru mereka tidak sependapat; malahan ia
menyarankan Astorre untuk melupakan pelajaran
musiknya. Astorre tidak memiliki apa-apa selain suara yang menyenangkan, tapi
lebih buruk lagi, ia bahkan tidak memahami musik.
Hanya dua minggu setelah berkenalan, Astorre dan
Rosie telah berpacaran. Hubungan mereka lebih banyak atas inisiatif Rosie,
sekalipun pada saat itu Astorre telah jatuh cinta setengah mati padanya - segila
seorang bocah enam belas tahun kalau jatuh cinta. Ia hampir melupakan Nicole
sepenuhnya. Rosie tampaknya lebih keheranan bercampuran
gembira daripada bersemangat. Tapi ia begitu hidup, dan ia memuja Astorre bila
tengah bersamanya; ia sangat
bergairah di ranjang dan selalu dermawan dalam segala hal. Seminggu setelah
mereka menjadi kekasih, Rosie
membelikan Astorre sebuah hadiah yang mahal: jas
berburu merah dengan topi berburu beludru hitam dan
cambuk kulit yang bagus. Ia memberikan itu semua
sebagai semacam lelucon. Sebagaimana yang dilakukan sepasang kekasih
muda, mereka saling menceritakan kisah hidup masingmasing. Rosie menceritakan bahwa orangtuanya memiliki peternakan yang sangat
besar di Dakota Selatan dan
bahwa ia menghabiskan masa kanak-kanak di kota Plains yang kering. Ia akhirnya
melarikan diri dengan bersikeras untuk mempelajari drama di Inggris. Tapi masa
kanak-kanaknya tidak bisa dikatakan rugi sepenuhnya. Ia belajar menunggang kuda,
berburu, dan main ski, dan di SMA ia adalah bintang klub drama dan juga tenis.
194 OMERTA - Mario Puzo Astorre mencurahkan segenap isi hatinya kepada
Rosie. Ia menceritakan betapa ia telah lama ingin menjadi penyanyi, bagaimana ia
menyukai gaya hidup Inggris
dengan bangunan-bangunan abad pertengahan, arakarakan kerajaan, pertandingan polo, dan berburu rubah.
Tapi ia tidak pernah bercerita tentang pamannya, Don Raymonde Aprile, dan
kunjungan-kunjungan masa kanak-kanaknya ke Sisilia.
Rosie memaksanya mengenakan seragam berburu
tersebut, dan kemudian menelanjanginya. "Kau begitu
tampan," katanya. "Mungkin kau seorang bangsawan
Inggris dalam kehidupanmu yang lalu."
Ini hanya sebagian dari diri Rosie yang
menyebabkan Astorre merasa tidak nyaman. Rosie benar-benar mempercayai
reinkarnasi. Tapi lalu mereka bercinta dan Astorre melupakan segala sesuatu
lainnya. Tampaknya ia belum pernah sebahagia ini, kecuali di
Sisilia. Tapi di akhir tahun pertama, Mr. Pryor mengajak
Astorre ke ruang pribadinya dan memberitahukan kabar buruk. Mr. Pryor mengenakan
pantalon dan jas rajutan petani, kepalanya tertutup topi lunak bermotif kotakkotak yang bayangannya menutupi mata.
Ia berkata kepada Astorre, "Kami senang kau
tinggal disini. Istriku menyukai nyanyianmu. Tapi
sekarang dengan menyesal kita harus berpisah. Don
Raymonde memerintahkan kau pergi ke Sisilia dan tinggal bersama teman baiknya,
Bianco. Ada bisnis yang harus kau pelajari di sana. Dia ingin kau tumbuh menjadi
orang Sisilia. Kau tahu apa artinya itu."
Astorre shock mendengar kabar tersebut, tapi tidak pernah meragukan bahwa ia
harus patuh. Dan sekalipun sangat ingin ke Sisilia lagi, ia tidak tahan
memikirkan 195 OMERTA - Mario Puzo kemungkinan untuk tidak pernah bertemu dengan Rosie
lagi. Ia berkata kepada Mr.Pryor, "Kalau aku
mengunjungi London sebulan sekali, apa aku boleh
menginap di tempatmu?"
"Aku akan terhina kalau kau tidak menginap di sini,"
kata Mr. Pryor. "Tapi untuk apa?"
Astorre menjelaskan tentang Rosie, mengakui rasa
cintanya pada gadis tersebut.
"Ah," kata Mr. Pryor, mendesah gembira.
"Beruntung sekali kau bisa berpisah dengan wanita yang kau cintai. Benar-benar
kesenangan sejati. Dan gadis malang itu, dia akan sangat menderita. Tapi
pergilah, jangan khawatir. Berikan nama dan alamatnya padaku,
agar aku bisa menjaganya."
Astorre dan Rosie mengucapkan selamat berpisah
dengan derai air mata. Astorre bersumpah akan
mengunjungi London setiap bulan untuk menemani Rosie, Rosie bersumpah tidak akan
pernah mencari pria lain.
Perpisahan yang nikmat. Astorre merasa khawatir tentang Rosie.
Penampilannya, sikapnya yang ceria, senyumnya yang
mengundang. Cintanya terhadap Rosie selalu menghadapi bahaya. Ia telah
melihatnya berulang kali, sebagaimana para kekasih umumnya, percaya bahwa semua
pria di dunia menginginkan gadis yang dicintainya, bahwa
mereka pasti juga tertarik pada kecantikannya,
keberaniannya, dan semangatnya yang tinggi.
Astorre telah berada dalam penerbangan ke Palermo
keesokan harinya. Ia ditemui Bianco, tapi bukan Bianco yang dulu. Pria tersebut
telah berubah drastis. Pria tinggi besar tersebut sekarang mengenakan setelan
sutra buatan penjahit terkenal dan topi putih bertepi lebar.
196 OMERTA - Mario Puzo Pakaiannya sesuai dengan statusnya, karena cosca Bianco sekarang memerintah
sebagian besar bisnis konstruksi di Palermo yang telah tercabik-cabik perang.
Kehidupan yang kaya, tapi jauh lebih rumit daripada di masa lalu.
Sekarang Bianco harus menyuap semua pejabat
kota dan kementerian dari Roma dan melindungi
teritorialnya dari cosca-cosca pesaing seperti Corleonesi yang kuat.
Octavius Bianco memeluk Astorre dan mengingatkan
kembali akan penculikan yang terjadi bertahun-tahun lalu.
Kemudian ia memberitahukan instruksi Don Raymonde.
Astorre harus dilatih sebagai pengawal Bianco dan
murid dalam transaksi bisnis. Ini memerlukan waktu
paling tidak lima tahun, tapi pada akhir masa itu, Astorre akan menjadi seorang
Sisilia sejati dan layak mendapat kepercayaan pamannya. Astorre memiliki
keuntungan: Karena kunjungan-kunjungan di masa kanak-kanaknya, ia mampu berbicara dengan
dialek Sisilia seperti seorang penduduk asli.
Bianco tinggal di sebuah vila besar di luar kota
Palermo, dipenuhi oleh pelayan dan sepeleton pengawal yang berjaga dua puluh
empat jam setiap hari. Karena kekayaan dan kekuasaannya, ia sekarang berhubungan
dekat dengan para petinggi di Palermo.
Di siang hari Astorre dilatih menembak,
menggunakan bahan peledak, serta cara-cara
menggunakan tali. Di malam hari Bianco mengajaknya
menemui teman-teman di rumah mereka dan di kedaikedai kopi. Terkadang mereka menghadiri acara-acara
dansa, di mana Bianco merupakan kesayangan jandajanda kaya yang konservatif, dan Astorre melantunkan lagu-lagu cinta yang lembut
kepada putri-putri mereka.
Yang mengagumkan bagi Astorre adalah penyuapan
197 OMERTA - Mario Puzo yang dilakukan terang-terangan kepada para pejabat dari Roma.
Pada suatu hari Minggu, Menteri Negara Konstruksi
datang berkunjung, dan dengan riang, tanpa terlihat malu sedikit pun, mengambil
sekoper penuh uang tunai, sambil mengucapkan terima kasih secara berlebihan
kepada Bianco. la menjelaskan dengan nada hampir meminta
maaf bahwa separuh dari isi koper tersebut harus
diserahkan kepada Perdana Menteri Italia sendiri.
Kemudian, sewaktu Astorre dan Bianco telah tiba di
rumah kembali, Astorre menanyakan kemungkinan itu.
Bianco mengangkat bahu. "Bukan separuh, tapi
kuharap paling tidak ada yang diberikan. Bagiku
merupakan kehormatan untuk memberi uang saku kepada
yang Mulia." Selama tahun berikutnya Astorre mengunjungi Rosie
di London, terbang hanya untuk satu hari dan satu malam setiap kalinya. Malammalam tersebut benar-benar tidak terlupakan baginya.
Selain itu, tahun itu pula ia menjalani pembaptisan
api. Perdamaian telah diatur antara cosca Bianco dan Corleonesi. Salah seorang
pemimpin Corleonesi bernama Tosci Limona. Seorang pria kecil dengan penyakit
batuk yang parah, Limona bertampang mirip rajawali, dengan sepasang mata cekung.
Bahkan Bianco mengaku takut
terhadapnya. Pertemuan di antara kedua pemimpin tersebut
terjadi di tanah netral, dengan dihadiri seorang hakim tinggi di Sisilia.
Hakim ini, yang dijuluki "Singa Palermo" sangat
membanggakan korupsinya. Ia mengurangi hukuman
anggota-anggota Mafia yang divonis membunuh, dan ia
menolak melanjutkan penuntutan. Ia tidak merahasiakan 198
OMERTA - Mario Puzo persahabatannya dengan cosca Corleone, maupun Bianco.
la memiliki tanah luas, sepuluh mil dari Palermo dan di sinilah rapat
diselenggarakan untuk memastikan tidak ada yang melakukan kekerasan.
Kedua pemimpin diizinkan untuk masing-masing
membawa empat orang pengawal. Mereka juga
menanggung bersama upah si Singa untuk mengatur
pertemuan dan mengawasinya, dan tentu saja untuk
menyewa rumahnya. Dengan rambut putihnya yang lebat hingga
menutupi wajah, si Singa merupakan perlambang
yurisprudensi yang terhormat.
Astorre memimpin kelompok pengawal Bianco, dan
ia terkesan melihat keramahan yang ditunjukkan kedua orang tersebut. Limona
Bianco saling berpelukan, saling mencium pipi, serta saling menggenggam tanah.
Mereka tertawa dan berbisik-bisik dengan akrab sepanjang makan malam yang
disajikan si Singa kepada mereka
Jadi, Astorre terkejut sewaktu Bianco berkata
padanya setelah pesta selesai dan mereka hanya berdua saja. "Kita harus sangat
hati-hati. Limona keparat itu bermaksud membunuh kita semua."
Dan Bianco terbukti benar.
Seminggu kemudian, seorang inspektur polisi yang
disuap Bianco dibunuh saat meninggalkan rumah
gundiknya. Dua minggu setelah itu seorang partner bisnis konstruksi Bianco
dibunuh oleh serombongan orang
bertopeng yang menyerbu rumahnya dan membanjiri
tubuhnya dengan peluru. Bianco membalas dengan meningkatkan jumlah
pengawalnya dan bersusah payah mengamankan
kendaraan yang dipergunakannya. Corleonesi dikenal
Omerta Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena keahlian mereka dalam menggunakan bahan
199 OMERTA - Mario Puzo peledak. Bianco juga tidak mau jauh-jauh dari vilanya.
Tapi suatu hari ia harus ke Palermo untuk
membayar dua orang pejabat tinggi kota, dan ia
memutuskan untuk makan malam di restoran
kesukaannya di sana. Ia memilih sebuah Mercedes dan
seorang pengemudi sekaligus pengawal terbaik. Astorre duduk di kursi belakang
bersamanya. Sebuah mobil mendahului mereka dan sebuah mobil lain mengikuti,
keduanya berisi dua pria bersenjata sebagai tambahan dari pengemudinya.
Mereka tengah melaju sepanjang jalan kembar yang
lebar sewaktu tiba-tiba sebuah sepeda motor dengan dua penunggangnya melesat
keluar dari sebuah jalan samping. Orang yang membonceng menyandang sepucuk
senapan Kalashnikov dan menghujani mobil dengan
tembakan. Tapi Astorre telah mendorong Bianco ke lantai dan
balas menembak saat sepeda motor tersebut melaju
pergi. Sepeda motor tersebut berbelok memasuki sebuah jalan samping lain dan
menghilang. Tiga minggu kemudian, dengan dilindungi malam,
lima orang ditangkap dan dibawa ke vila Bianco, di mana mereka diikat dan
disembunyikan di ruang bawah tanah.
"Mereka orang-orang Corleonesi," kata Bianco
kepada Astorre. "Ayo ke bawah bersamaku."
Orang-orang tersebut diikat dengan gaya petani
Bianco, kedua tangan dan kaki mereka diikat menyilang.
Pengawal bersenjata menjaga mereka. Bianco mengambil salah satu senapan
pengawal, dan tanpa mengatakan apa pun menembak kelima-limanya pada bagian
belakang kepada. "Buang mereka di jalan-jalan Palermo," perintahnya.
Lalu ia berpaling kepada Astorre. "Kalau kau sudah
200 OMERTA - Mario Puzo memutuskan untuk membunuh seseorang, jangan pernah
berbicara padanya. Kalau tidak, kau akan
mempermalukan dirimu dan orang itu."
"Apa mereka pengendara sepeda motor itu?" tanya
Astorre "Bukan," kata Bianco. "Tapi mereka sudah cukup."
Dan memang. Sejak saat itu tercipta kedamaian
antara cosca Palermo dan Corleonesi.
Astorre tidak mengunjungi London untuk menemui Rosie selama hampir dua bulan.
Suatu pagi ia menerima telepon dari gadis itu. Ia telah memberikan nomor
teleponnya pada Rosie, hanya untuk digunakan dalam keadaan
darurat. "Astorre," kata Rosie dengan suara sangat tenang.
"'Bisa kau kemari secepatnya" Aku mendapat masalah
pelik." "Katakan apa masalahnya," kata Astorre.
"Aku tidak bisa bicara melalui telepon," kata Rosie.
"Tapi kalau kau benar-benar mencintaiku, kau pasti
datang." Sewaktu Astorre meminta izin Bianco untuk pergi,
Bianco berkata, "Bawa uang." Dan ia memberi Astorre
setumpuk besar poundsterling Inggris.
Sewaktu Astorre tiba di apartemen Rosie, Rosie bergegas mengajaknya masuk, lalu
mengunci pintu dengan hati-hati. Wajahnya sangat pucat, dan ia terbungkus mantel
mandi yang kebesaran, yang belum pernah dilihat Astorre sebelumnya. Rosie
mengecupnya pelan sebagai ucapan
201 OMERTA - Mario Puzo terima kasih. "Kau pasti akan marah padaku," katanya dengan
sedih. Pada saat itu Astorre mengira Rosie telah hamil, dan ia berkata dengan cepat,
"Sayang, aku tidak akan pernah bisa marah padamu."
Rosie memeluknya erat-erat. "Kau sudah pergi lebih
dari setahun, kau tahu. Aku sudah berusaha keras untuk tetap setia. Tapi sudah
lama sekali." Tiba-tiba benak Astorre terasa jernih, dingin. Ia
menemukan pengkhianatan lain lagi di sini. Tapi ada yang lebih dari itu. Untuk
apa Rosie ingin ia datang secepatnya"
"OK," katanya, "untuk apa aku kemari?"
"Kau harus membantuku," kata Rosie, dan
mengajak Astorre ke kamar tidur.
Ada sesuatu di ranjang. Astorre menarik seprainya
dan mendapati seorang pria setengah baya telentang di sana, telanjang bulat,
tapi memancarkan ekspresi anggun.
Ini sebagian karena janggutnya yang keperakan, atau
mungkin lebih karena wajahnya yang bagaikan ukiran
halus. Tubuhnya kurus kering dengan bulu lebat
menghiasi dadanya: yang paling aneh, ia mengenakan
kacamata berbingkai emas di atas matanya yang masih
terbuka. Sekalipun kepalanya terlalu besar untuk
tubuhnya, ia seorang pria yang tampan. Ia sudah mati, itu jelas, sekalipun tidak
terlihat ada luka di tubuhnya.
Kacamatanya agak miring, dan Astorre mengulurkan
tangan untuk meluruskannya.
Rosie berbisik, "Kami sedang bercinta sewaktu tibatiba dia mengejang hebat. Dia pasti mendapat serangan jantung."
"Kapan?" tanya Astorre. Ia agak shock.
"Semalam," kata Rosie.
202 OMERTA - Mario Puzo "Kenapa kau tidak menghubungi petugas medis
saja?" tanya Astorre. "Ini bukan salahmu."
"Dia sudah menikah, dan mungkin ini salahku. Kami
menggunakan amyl nitrate. Dia menemui kesulitan untuk mencapai klimaks." Rosie
mengatakannya tanpa merasa
malu. Astorre benar-benar terpesona oleh keteguhan
Rosie. Saat memandang mayat tersebut, Astorre
mendapat perasaan bahwa ia seharusnya memakaikan
kembali pakaian mayat tersebut dan mengambil
kacamatanya. Pria tersebut terlalu tua untuk telanjang, paling tidak tampaknya
berusia lima puluh tahun - rasanya tidak pantas. Ia berkata kepada Rosie, tanpa
niat jahat, tapi dengan ketertegunan seseorang yang masih muda,
"Apa yang menarik dari orang ini?"
"Dia profesor sejarahku," kata Rosie. "Sangat baik,
sangat ramah. Ini boleh dikatakan terjadi begitu saja. Ini baru kedua kalinya.
Aku begitu kesepian." Rosie diam sejenak, lalu sambil menatap lurus ke mata
Astorre, ia berkata, "Kau harus membantuku."
"Ada yang tahu kalau dia menemuimu?" tanya
Astorre. "Tidak." "Aku masih merasa sebaiknya kita memanggil
polisi." "Tidak," kata Rosie. "Kalau kau takut, akan ku atasi sendiri."
"Berpakaianlah," kata Astorre dengan tatapan keras.
Ia kembali menyelimuti mayat tersebut.
Satu jam kemudian mereka telah berada di rumah
Mr. Pryor; Mr. Pryor sendiri yang membuka pintunya.
Tanpa mengatakan apa-apa, ia mengajak mereka ke
203 OMERTA - Mario Puzo ruang kerjanya dan mendengarkan kisah mereka. Ia
sangat simpati terhadap Rosie dan menepuk-nepuk
tangan gadis itu untuk menghiburnya, dan pada saat itu Rosie menyemburkan air .
Mr. Pryor menanggalkan topinya dan benar-benar berdecak simpati.
"Berikan kunci apartemenmu," katanya pada Rosie.
"Menginaplah di sini. Besok kau sudah bisa kembali ke rumahmu, dan segalanya
pasti sudah beres. Temanmu
pasti sudah menghilang. Lalu kau bisa menginap di sini selama seminggu sebelum
kembali ke Amerika."
Mr. Pryor menunjukkan kamar tidur mereka, seakan
ia menganggap tidak terjadi apa-apa yang merusak
hubungan cinta mereka. Lalu ia meninggalkan mereka
berdua untuk menyelesaikan urusan mereka.
Astorre selalu ingat akan malam itu. Ia berbaring di ranjang bersama Rosie,
menghibur gadis itu, menghapus air matanya. "Baru kedua kalinya," bisik Rosie
padanya. "Tidak berarti apa-apa, kami cuma teman yang sangat
dekat. Aku rindu padamu. Aku kagum pada
kecerdasannya, dan lalu suatu malam hal itu terjadi
begitu saja. Dia tidak bisa mencapai klimaks, dan aku benci mengatakan hal ini
tentang dirinya, tapi dia bahkan tidak bisa mempertahankan ereksinya. Jadi, dia
meminta menggunakan nitrat."
Rosie tampak begitu rapuh, begitu terluka, begitu
patah semangat oleh tragedi tersebut, sehingga Astorre hanya bisa menghiburnya.
Dendam Perempuan Sepi 1 Empat Serangkai - Rahasia Kastil Bulan The Secret Of Moon Castle Putera Sang Naga Langit 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama