Ceritasilat Novel Online

Expected One 5

The Expected One Karya Kathleen Mcgowan Bagian 5


peninggalan Pembaptis" Percaya padaku, kami tahu bahwa yang kami pegang adalah relik yang
asli. Relik itu diwariskan secara turun temurun sejak lama. Ada sebuah kisah
menakjubkan di balik hal tersebut, tapi sebaiknya kau membacanya sendiri dalam
The True Book of the Holy Grail.
Lihat, ada lagi. Jari telunjuk itu muncul di setiap lukisan."
Bahkan saat membicarakan topik sepenting ini, Tammy bisa menangkap bahwa rentang
perhatian Derek terbatas. Belum selesai membahas satu topik, ia sudah melompat
ke topik lainnya. Apakah ini disengaja" Apakah ia memiliki tujuan tertentu"
Sebelum ini Tammy tidak menganggap Derek
memiliki kecerdasan yang tinggi. Tapi sekarang, ada perasaan menakutkan bahwa ia
telah meremehkan lelaki itu. Pikirannya berpacu saat ia berusaha tetap tenang. Apakah
ia lelaki yang fanatik Mengapa selama ini ia tidak menyadari bahwa lelaki ini
sangat teguh" Tammy berusaha tidak hanyut dalam pikiran menakutkan yang hampir
saja merasuki kepala gagaknya yang cantik.
Derek memimpinnya melewati beberapa lukisan, menunjukkan isyarat 'Ingat Yohanes'
pada tiap lukisan itu. Pada lukisan diri Yohanes, Sang Pembaptis itu sendiri
yang memeragakan gerak isyarat tersebut. Sedangkan
pada lukisan Perjamuan Terakhir, yang melakukannya adalah salah seorang rasul,
yakni Tomas, yang tampak jelas sedang kesal.
"Beberapa orang rasul adalah pengikut Yohanes, jauh sebelum Yesus datang," Derek
memberitahu. "Bagian penting dari versi Perjamuan Terakhir ini adalah Yesus mengumumkan bahwa
salah seorang di antara mereka akan mengkhianatinya.
Tomas di sini menegaskan hal tersebut, dan memberitahukan sebabnya pada Yesus
dengan menunjukkan isyarat 'Ingat Yohanes' sebagai peringatan untuk mengingat Yohanes.
Bahwa nasib yang menimpa Yohanes akan menjadi nasibmu juga. Itulah yang ia
sampaikan lewat gerakan telunjuknya di hadapan wajah rasul palsu. Kau akan menjadi martir seperti
Yohanes, dan itulah balasannya."
Tammy terkejut mendengar penafsiran baru dan menghebohkan terhadap salah satu
lukisan paling masyhur di dunia. Ia tak dapat lagi menahan pertanyaan
berikutnya. "Jadi barangkali kau tidak percaya bahwa Maria Magdalenalah yang duduk
bersebelahan dengan Kristus dalam Perjamuan Terakhir."
Derek meludah ke lantai sebagai jawabannya. "Itulah pendapatku tentang teori
itu, juga tentang orangorang yang meyakininya."
Derek meninggalkan lukisan Perjamuan Terakhir, tapi kuliah sejarah seninya
kepada Tammy masih jauh dari selesai.
Ia memimpin Tammy menuju dinding panjang yang memuat dua versi lukisan Madonna
dafam Gua ( Madonna of the Rocks) yang masyhur karya Leonardo dan
menunjuk ke lukisan di sebelah kanan.
"Leo ditugaskan membuat sebuah lukisan tentang sang perawan dan putranya untuk
Hari Raya Kehamilan Sucii.
Tampaknya, lukisan itu tidak sesuai dengan keinginan Persaudaraan Kehamilan
Suci. Mereka menolaknya. Namun lukisan ini menjadi karya klasik bagi
Persekutuan, dan kami semua menyimpan satu duplikatnya di rumah."
Lukisan itu menitikberatkan seorang perempuan suci sedang memangku seorang bayi
dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya mengusap kepala bayi lain yang
duduk di bawahnya. Adegan tersebut diperhatikan oleh malaikat. "Tiap orang
mengira bahwa perempuan itu adalah Maria, tapi mereka salah. Judul asli lukisan
ini adalah Madonna of the Rocks, bukan Virgin of the Rocks, seperti yang kadang
disebut sekarang ini. Perhatikanlah dari dekat. Perempuan itu adalah Elisabeth, ibunda Yohanes
Pembaptis." Tammy belum yakin. "Apa yang membuatmu berpikir begitu?"
"Pertamatama, karena tradisi Persekutuan. Kami tahu itulah yang benar." Jawaban
itu terdengar angkuh dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. "Tapi ada sejarah seni
yang mendukung keyakinan kami.
Leonardo bertikai hebat soal pembayaran lukisan dengan Persaudaraan. Jadi ia
membalas dengan membuat mereka mengira bahwa lukisannya mengabadikan adegan
tradisional seperti yang mereka pesan. Tapi sebenarnya ia membuat lukisan yang
sesuai dengan falsafah kami untuk menampar mereka. Ia memang nakal. Banyak karya
Leonardo yang sebenarnya 1 Tanggal 8 Desember, hari raya untuk memperingati terkandungnya bunda Maria
secara tak bernoda. adalah caranya mengejek Gereja. Dan ia berkali-kali melakukannya dengan selamat
karena ia jauh lebih cerdas dibandingkan para pengikut Paus Roma."
Tammy berusaha tidak terlihat kaget mendengar kefanatikan Derek yang ditunjukkan
secara terang-terangan. Ia belum pernah menyaksikan sisi kepribadian Derek yang
seperti ini. Tammy semakin merasa tidak nyaman. Ia meraba sakunya dan merasa
aman karena telepon genggamnya masih berada di sana. Terpikir olehnya untuk
mengirim pesan SOS jika keadaan semakin menakutkan. Tapi ia bimbang. Sebagai
seorang penulis sekaligus pembuat film, ia sedang dihadapkan pada kesempatan
besar apakah ia berani mengambilnya"
Derek maju terus dengan kisah idolanya, Leonardo. "Apakah kautahu bahwa Mona
Lisa sesungguhnya adalah lukisan diri sendiri" Leonardo membuat sketsa dirinya
lalu mengubahnya menjadi lukisan seperti yang kita kenal sekarang ini. Semua itu
hanya lelucon baginya. Dan sekarang kita menjadi korban leluconnya, lihat saja
orang yang rela mengantri berjamjam untuk melihat lukisan tersebut.
Kautahu, Leonardo membenci perempuan karena ibunya. Ia bahkan menambah sejumlah
batasan bagi perempuan dalam Persekutuan sebagai cara menghukum mereka atas
penderitaannya semasa kecil.
Batasan itu menjadi sebuah amandemen dalam The True Book of the Holy Grail. Baca
saja nanti." Derek menguraikan sejarah singkat Leonardo. Bahwa sang seniman diabaikan oleh
ibu kandungnya dan mengalami masa kanakkanak yang suram bersama ibu tiri yang
keras. Bahkan hubungan Leonardo dengan wanita yang terdokumentasikan seluruhnya
bersifat negatif jika tidak
traumatis. Kebenciannya terhadap perempuan telah diteliti dengan sangat baik
oleh para ahli sejarah yang juga melaporkan bahwa sang seniman pernah dipenjara
karena melakukan sodomi. Namun
kutukan yang paling menodai reputasinya terjadi saat Leonardo mengadopsi seorang
bocah lelaki berusia sepuluh tahun sebagai siswa magangnya dan mengasuhnya
sebagai seorang sahabat selama bertahuntahun.
Meski kehidupan pribadinya sarat dengan skandal, Leonardo berusaha tidak
terlibat masalah dengan pihak berwenang. Caranya dengan melukis untuk Gereja dan
bersandar pada sejumlah hartawan yang kerap membantunya.
"Setiap dipaksa melukiskan seorang perempuan, seperti Mona Lisa, ia mengubahnya
menjadi lelucon, kebanyakan untuk menghibur dirinya sendiri. Begitulah caranya
menghadapi tekanan melukis sesuatu yang tidak ia sukai."
Derek kembali ke Madonna of the Rocks. "Setahu kami, satusatunya perempuan yang
ia hormati adalah Elisabeth, seorang perempuan dan ibu yang sempurna. Perempuan
terhormat sejati. Lihat, di sini ia sedang menggendong bayi, anaknya. Jelas bayi
itu adalah Yohanes."
Tammy mengangguk. Bayi yang meringkuk dalam dekapan perempuan itu tak diragukan
lagi memang Yohanes Pembaptis.
"Sekarang lihatlah tangan kiri Elisabeth. Ia mendorong bayi Kristus menjauh,
artinya bayi itu lebih rendah dibandingkan putranya sendiri. Leonardo bahkan
secara fisik menempatkan Yesus di bawah Yohanes untuk menunjukkan kerendahannya.
Dan akhirnya, lihatlah mata malaikat Uriel. Siapa yang ditatapnya dengan penuh
kasih" Kaulihat pada lukisan pertama"
Ia menunjuk ke Yohanes, selain menunjukkan simbol 'Ingat Yohanes'.
"Komunitas Kehamilan Suci tidak menyukai lukisan yang asli karena jelas
menyuarakan pesan kaum Yohanit. Mereka memaksa Leo membuat lukisan kedua dan
mendesaknya untuk membuat lingkaran suci di atas kepala Maria dan Yesus, dan
malaikat tidak menunjuk ke Yohanes. Perhatikanlah lukisan ini.
Kau bisa melihat bahwa mereka mendapatkan yang mereka minta, kurang lebih. Ada
lingkaran suci di atas kepala Maria dan Yesus, tapi begitu pula Yohanes. Selain
itu, ia juga menambahkan tanda pembaptisan pada Yohanes untuk memperjelas siapa
dia sesungguhnya, selain untuk memberinya otoritas yang lebih besar. Dalam kedua
lukisan ini, Yesus melimpahkan berkahnya kepada Yohanes.
Jadi, setelah melihat kedua lukisan ini, menurutmu siapa yang dianggap sebagai
mesias sejati sekaligus nabi oleh Leonardo?"
Tammy menjawab dengan jujur. "Yohanes Pembaptis. Jelas sekali."
"Tentu saja. Malaikat Uriel yang agung menegaskan keunggulan sang Pembaptis,
begitu juga ibunda Yohanes. Dalam tradisi kami, Elisabeth dipuja seperti para
pengikut Kristen sesat memuja ibunda Yesus. Para putri kami dibesarkan mengikuti
citra Elisabeth, untuk menjadi Putri Keadilan."
Tammy mengangkat alis. "Apa maksudnya?" Derek tersenyum lebar dan bergerak
mendekati Tammy. "Maksudnya, agar kaum perempuan tahu posisinya, yaitu untuk patuh dan berbakti
kepada lelaki. Tapi kautahu, peraturan ini tidak seburuk kedengarannya. Jika
mereka memiliki putra, mereka berhak menyandang predikat 'Seorang Elisabeth' dan
diperlakukan layaknya ratu. Seharusnya kau melihat berlian yang diberikan kepada
ibu kami. Percayalah, jika kau menyaksikan sendiri keistimewaan yang diperoleh
ibuku selama hidupnya, kau tak akan merasa iba sama sekali."
"Dan kau mendukung ide perempuan sebagai kaum rendahan?" Tammy berusaha tegar,
tidak menunjukkan kegugupannya yang menjadijadi.
"Seperti yang sudah kukatakan, aku dibesarkan dengan ide semacam itu. Dan tak
ada masalah bagiku."
Ia mengangkat bahu. Tammy menggelenggelengkan kepala, lalu tertawa, sebagian karena ironi sebagian
lagi karena kecemasan yang meningkat.
"Kenapa?" tanya Derek.
"Aku sedang berpikir tentang ruangan ini, dengan seluruh pemahaman keagamaan da
Vinci yang menyimpang, sebagai tandingan dari ruangan Sinclair, dengan segala
penyimpangan pemahaman agama Botticelli. Ini seperti 'Pertarungan Maut
Renaisans. Leonardo melawan Sandro'."
Derek tidak tertawa. "Memang lucu jika kenyataannya tidak sangat serius.
Persaingan antara keturunan Yohandes dengan keturunan Yesus telah mengakibatkan
pertumpahan darah. Bahkan masih banyak akibat lain yang masih terjadi hingga
kini, lebih dahyat dibandingkan yang bisa kau bayangkan."
Tammy menatap Derek, pura-pura bingung. Dia tahu
persis ke mana arah pembicaraan tentang Yohanes. Tapi ia tak ingin Derek tahu.
Dengan polos Tammy bertanya, "Keturunan Yohanes?"
Derek terlihat kaget. "Tentu saja. Jangan bilang kau tidak tahu."
Tammy mempertahankan sikap, ia menggelengkan kepala.
"Tidak, aku belum pernah mendengar." Ekspresinya membuatnya Derek melanjutkan
penjelasan. "Ayolah, masa kamu tak tahu bahwa Yohanes memiliki seorang putra" Karena itulah
Persekutuan ini dibentuk, oleh keturunan Yohanes. Baiklah, kisahnya memang
panjang karena sebagian di antaranya akhirnya dikhianati oleh para Paus dan
pengikut Kristus, seperti Medicis." Dia menunjukkan ekspresi jijik ketika
menyebutkan mata rantai pertama keluarga Itali.
"Bahkan Leonardo sendiri mengabdi pada musuh di akhir hayatnya, meskipun menjadi
tawanan di Prancis bukan keinginannya. Tapi yang lainnya, garis keras, membentuk
Persekutuan. Dan sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu, yang di hadapanmu ini
adalah buyut Yohanes Pembaptis."
f Tammy dihadapkan pada kenyataan menyeramkan yang tak bisa ia hindari. Bahwa pada
akhirnya ia harus menyerah di kamar hotel Derek bahkan lebih buruk lagi. Tapi
tak ada jalan lain. Dia harus mendapatkan buku True Book of the Holy Grail dan mengetahui seperti
apa sebenarnya para putra Yohanes. Tammy mendapat kesempatan menjadi orang
pertama di luar Persekutuan yang akan memperoleh informasi langka ini. Ia tidak
mau menyia-nyiakannya. Tekadnya jauh lebih kuat dibandingkan yang mereka bayang
kan, dan mustahil ia menyerah sebelum mendapatkan buku itu. Demi filmnya yang
akan datang dan demi sahabat-sahabatnya di Apel Biru. Dan di atas semuanya, demi
Roland. Tentu saja, Roland tak boleh tahu sejauh mana dia berusaha mendapatkan
dokumen tersebut. Dia harus mereka-reka kisah agar Roland percaya.
Tammy bersyukur karena sopir dari Chateau des Pommes Bleues telat menjemputnya
sore itu. Dengan begitu ia memiliki waktu untuk mengarang cerita dalam
perjalanan pulang ke Arques.
Tammy mendesak untuk makan siang sebelum mereka kembali ke hotel Derek,
dilanjutkan dengan memesan banyak sekali anggur Pays d'Orc berwarna rubi. Ia
menyaksikan Derek menenggak
segenggam penuh obat untuk melawan mabuk, dan ia merasa memiliki secercah
harapan bahwa campuran beberapa pil dengan anggur itu barangkali akan membuat seorang Derek
menjadi lebih jinak, atau malah tidak sadar sekalian.
Usai makan, Derek mengaku bahwa ia menceritakan berbagai rahasia Persekutuan
kepada Tammy supaya gadis itu mengangkatnya dalam tulisan maupun film. Jadi,
meski namanya tidak disebutkan ia memang memiliki tujuan tertentu, tapi ia tidak
gila ia ingin ada seseorang yang mengungkapkan fakta-fakta di balik
Persekutuannya. "Tapi mengapa?" Tammy bertanya. Menurutnya, ini tidak masuk akal. Derek begitu
menyatu dalama Persekutuan dan sangat jelas ia begitu dipengaruhi ajaranajarannya. Bahkan sebagian kemakmuran yang diperoleh keluarganya berasal dari
Persekutuan. Lalu mengapa
Derek ingin mengkhianati mereka"
"Dengar, Tammy," Derek menyorongkan tubuhnya ke meja dan berbisik kepadanya,
"aku bersedia bercerita banyak padamu segala sesuatu yang menyangkut kejahatan
berat. Bahkan pembunuhan. Tapi jangan sampai orang lain tahu akulah yang
mengungkapkannya, atau aku akan mati."
"Aku masih belum mengerti," jawab Tammy. "Mengapa sekarang kau berbalik arah
dari organisasi yang begitu pentingnya bagimu dan keluargamu?"
"Ini karena Guru Keadilan yang baru," sambar Derek.
"Cromwell. Dia bajingan gila dan dia akan membawa kami semua hancur bersamasama.
Sebenarnya aku setia, aku tidak sedang berkhianat. Satusatunya harapan kami
untuk menyelamatkan Persekutuan adalah dengan menendangnya keluar sebelum dia
menimbulkan kerusakan permanen. Aku ingin kau mengulas tentang dia, bukan
tentang Persekutuan. Buat agar dia terlihat seperti meriam yang tidak terkendali, seperti seorang
fanatik yang gila." "Mengapa kau memercayai aku untuk melakukan semua ini?" Tammy semakin tidak
tenang. Situasi menjadi jauh lebih mencekam dibandingkan yang ia duga, dan juga
jauh lebih gelap dibandingkan yang ia inginkan.
Derek terlihat optimis saat mengelus tangan Tammy dengan jemarinya. "Karena kau
ambisius dan kau tentu senang mendapatkan informasi eksklusif semacam ini untuk
buku atau filmmu. Dan karena aku memiliki kekayaan yang jumlahnya sebanding
dengan GNP beberapa negara merdeka. Dan kautahu aku bersedia menulis cek untuk
mendanai proyek ini, berapa pun
besarnya. Benar, 'kan?"
Tammy tersenyum dan menggenggam tangan Derek, sambil berusaha tidak terlihat
muak. Dia harus memainkan peran ini, sesederhana itu. "Tentu saja."
Yang tidak Derek ungkapkan dalam pembicaraan tersebut adalah bahwa delegasi
Amerika telah berencana melakukan kudeta dalam Persekutuan. Pertamatama, mereka
harus merapikan beberapa simpul yang longgar di Eropa dengan jalan menghabisi
beberapa pemain kuat di sana. Ayah Derek, Eli Wainwright, dipertimbangkan untuk
menjadi Guru Keadilan yang berikutnya berarti Derek adalah calon pemimpin
berikutnya jika mereka berhasil menetralisir struktur kekuatan Eropa.
Derek Wainwright kemudian tersenyum, dengan ekspresi licik seorang pemangsa. Selama ini dia telah mempermainkan
Tammy. Jika Tammy berpikir bahwa ia telah membodohi dirinya sendiri dengan
membocorkan rahasia Persekutuan lantara termakan siasat keperempuanan Tammy,
maka gadis itu keliru. Justru dialah jalang bodoh yang pantas dimanfaatkan,
persis seperti yang diinginkan Derek.
Betapapun, ini adalah cara yang cukup menyenangkan untuk mengakhiri senja. Dan
bukankah jalang mungil ini telah sekian lama menyenangkan dirinya"
f Tammy berusaha tidak membangunkan Derek saat ia mengumpulkan barangbarang
miliknya. Dia harus segera pergi dari sini, tak sabar rasanya untuk kembali ke chateau yang


The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

damai kemudian mandi sepuas hati. Tammy bertanya-tanya dalam hati, berapa lama
ia harus menggosok tubuhnya agar aroma tubuh lelaki anggota fanatik Persekutuan itu
hilang. Tammy bersyukur karena terhindar dari kemungkinan terburuk. Ia sudah
memperhitungkan dengan seksama jumlah obat yang ditelan Derek, ditambah pengaruh
anggur dan keletihan, menyebabkan Derek tidak sadarkan diri ketika mereka
kembali ke kamar hotel. Pada awalnya memang terasa licik. Derek tampak seperti kerbau dicocok hidungnya
saat mereka sampai di kamar. Tapi dengan cekatan Tammy mengalihkan perhatiannya
ke sesuatu yang menjadi obsesinya: menjatuhkan sang musuh, John Simon Cromwell.
Tammy menekankan bahwa dia butuh informasi sebanyak mungkin jika dia dijadikan
mitra permainan yang sangat berbahaya itu. Derek menepati janjinya, bahkan
lebih. Berbagai dokumen, rahasia, dan gambaran mendetail yang mengejutkan tentang
pembunuhan brutal di Marseille beberapa tahun silam, ia ungkapkan.
Tammy berusaha sekuat tenaga agar tidak tampak mual saat Derek menceritakan
proses eksekusi seorang lelaki Languedoc. Kepala lelaki itu dipenggal dan
tubuhnya dimutilasi, telunjuk kanannya dipotong sebagai tanda balas dendam
Persekutuan. Informasi tentang tindakan semacam itu sangat dibenci Tammy dalam
kondisi apa pun. Apalagi lelaki yang dibunuh itu ia kenal. Dia adalah mantan
Pemimpin Utama Perkumpulan Apel Biru. Tammy tak boleh terlihat mengetahui
kejahatan yang diceritakan Derek. Ia sudah ekstra hatihati menjaga wajahnya
tetap tanpa ekspresi. Tammy merangkak mencari barang-barangnya sambil berusaha menyelinap keluar dari
kamar Derek. Tapi ia manbrak lampu meja sehingga menimbulkan bunyi keras.
Derek membalikkan tubuhnya mendengar bunyi ini dan Tammy menyumpah-nyumpah
dirinya sendiri. "Hei," gumam Derek, masih mengantuk, "kau mau pergi ke mana?"
"Mobil Sinclair sudah menjemputku untuk kembali ke Arques. Aku harus kembali ke
sana malam ini untuk makan malam bersama Maureen."
Derek berusaha duduk, memegang kepalanya, lalu mengerang. Dia terjatuh dengan
punggung terlebih dahulu dan berkata, "Oh, Maureen. Sial, aku hampir lupa
memberitahu." Tammy menjadi kelu. "Apa?"
"Mungkin dia dalam kesulitan hari ini."
"Kenapa?" "Ia pergi hari ini bersama Jean-Claude de la Motte, bukan?"
Tammy mengangguk, berpikir secepat mungkin, berusaha membayangkan maksud
pertanyaan itu. Derek berguling dan meregangkan badannya dengan lemas.
"Buka matamu. Jean-Claude adalah anggota kelompok kami. Atau seharusnya aku
katakan salah seorang di antara mereka. Dia tangan kanan Guru Keadilan yang
keras kepala itu sekaligus kepala divisi Perancis. Ia menduduki posisi tersebut
sejak kecil. Bahkan nama sebenarnya bukan Jean-Claude, tapi Jean-Baptiste."
Derek berhenti sesaat untuk tertawa atas lelucon kecil ini lalu melanjutkan.
"Tapi mungkin ia tidak akan melukainya. Belum. Mereka terlalu bernafsu untuk
mengetahui apakah Maureen bisa menemukan harta karun saat dia berada di sini.
Dan kita berdua tahu, kemungkinan semacam itu ada batas waktunya."
Kepala Tammy serasa berputar. Dia tidak bisa berpikir
bahwa Jean-Claude seorang pengkhianat, tidak secepat ini.
Lelaki itu sahabat Sinclair dan Roland sejak lama dan sepertinya mereka
memercayainya. Sudah berapa lama penyusupan ini berlangsung" Tapi ada hal lain
yang mengganggunya, dan dia harus tahu.
Tammy berdoa agar tidak terlihat gemetaran seperti yang sebenarnya ia rasakan.
Ia melontarkan pertanyaan sambil berpura-pura tenang.
"Berdasarkan sejarah, Dia Yang Dinantikan dihabisi sebelum harta karun itu
terungkap. Mengapa kali ini berbeda"
Seandainya Jean ... Baptiste dan pemimpinmu percaya bahwa Maureen adalah orang
dalam nubuat, mengapa mereka tidak segera menyingkirkanya sebelum ia bisa
menuntaskan perannya"
Seperti yang mereka lakukan terhadap Joan dan Germaine?"
Derek menguap. "Sebab mereka ingin gadis itu menunjukkan jalan untuk mendapatkan
kitab Magdalena dulu, baru kemudian ia disingkirkan, untuk selamanya. Setelah itu,
temanmu akan menjadi sejarah juga sebelum ia sempat menuliskan kejadian
tersebut." "Mengapa kau menceritakan rahasia ini kepadaku?" Tammy hatihati bertanya.
"Sebab aku ingin Jean-Baptiste juga hancur bersama pemimpinnya. Dan bisa
kubayangkan, jika Pemimpin Agungmu, Sinclair, sadar bahwa ia telah dikelabui,
maka dialah yang akan menyingkirkan katak menyusahkan itu bagiku."
Ingin rasanya Tammy berteriak kepada Derek saat itu juga.
Berteriak bahwa Sinclair dan anggota perkumpulan lainnya tidak sama dengan Derek
dan temanteman Persekutuannya yang penuh kebencian. Tapi Tammy tidak berani
mengucapkan sepatah kata pun yang bisa mem bahayakan jiwanya sebelum ia keluar
dari pintu dengan selamat.
Derek belum selesai. "Omong-omong, jika aku adalah kamu, aku pasti akan
mengeluarkan si rambut merah itu dari Languedooc sesegera mungkin."
Tammy berbalik ke arah pintu tapi kemudian berhenti. Ada pertanyaan terakhir
yang harus ia ajukan. Ia harus tahu, seberapa jauh Derek mengelabuinya selama beberapa tahun ini.
"Bagaimana perasaanmu tentang semua ini?" tanyanya pelan.
"Sama sekali tidak peduli," jawab Derek, merasa luar biasa bosan dan ingin
segera kembali tidur akibat anggurnya.
"Walaupun temanmu itu kelihatannya cukup baik, tetap saja dia keturunan Yesus.
Jadi dia musuh biologisku. Begitulah.
Mungkin kau tidak paham, tapi latar belakang keyakinan kami sangat panjang.
Mengenai penemuan gulungan naskah oleh si jalang itu, tampaknya semua orang
yakin kali ini bakal terjadi.
Sebab temanmu itu cocok dengan seluruh kriteria dalam nubuat.
Bukan cuma sebagian saja. Tapi aku sendiri tidak khawatir. Lagi pula, apa
masalahnya?" Derek tertawa sejenak lalu berbaring ke samping, bertumpu pada sikunya agar bisa
memandang Tammy. "Kautahu, lucunya tidak seorang pun menginginkan isi
gulungan kertas itu. Vatikan tidak menginginkan naskah itu karena isinya, tidak
juga para pemeluk Kristen pada umumnya. Para sejarawan pun tidak sebab pusaka
itu membuat seluruh peneliti ilmiah dan para sarjana Alkitab terlihat seperti
sekumpulan idiot. Jadi kemungkinannya musuh kami sendiri yang akan menguburkan
naskah itu sebelum masyarakat luas mengetahui isinya. Dengan begitu kami tidak
perlu repot-repot mengurusinya begitulah aku melihat persoalan ini."
Derek menguap lagi. Seolah topik itu terlalu menjemukan untuk dibicarakan lebih
lanjut, ia kembali membalik punggungnya sambil menambahkan, "Tentu saja, kami
benci karena naskah itu memuat berbagai kebohongan tentang Yohanes Pembaptis.
Dan karena naskah itu ditulis oleh seorang pelacur."
f Tammy ingin kabur dari hotel, menjauh dari Derek beserta filosofi penuh
kebenciannya secepat mungkin. Dia mencengkeram erat telepon selulernya lalu
menariknya keluar dari sakunya begitu sudah berada di luar. Tak ada waktu lagi
untuk berpikir, tak ada waktu untuk melakukan apa pun selain mencari tahu di
mana Maureen sekarang ini.
Tammy menekan tombol speed dial ke Roland dan merasa ingin menangis saat
mendengar suara pria itu yang menenangkan dengan aksen Occitannya. Hubungan
telepon sangat buruk sehingga ia mesti berteriak beberapa kali agar bisa
terdengar. "Maureen! Di mana Maureen sekarang, apakah kau tahu?" Sial! Jawaban Roland tak
terdengar. Tammy kembaliberteriak. "Apa" Aku tak bisa mendengarmu. Berteriaklah, Roland.
Berteriaklah supaya aku bisa mendengarmu."
Roland berteriak. "Maureen. Ada. Di sini." "Kau yakin?"
"Ya. Dia mencarimu tadi, dia...."
Hubungan terputus. Itu sudah cukup, pikir Tammy. Aku tak ingin menjelaskan apa
pun pada Roland sebelum aku memikirkan semuanya. Selama Maureen aman di Chateau
des Pommes Bleues, berarti ada waktu untuk kembali bersama. Ia akan menemui
Sinclair sebelum makan malam untuk menyusun strategi.
Tammy mengecek waktu pada telepon selulernya. Dia dijadwalkan bertemu dengan
sopirnya kurang dari setengah jam lagi di dekat gerbang kota. Jaraknya
sebenarnya tidak begitu jauh dari tempat dia berada saat ini. Tapi Tammy merasa
lemas dan tidak yakin apakah ia bisa sampai di tempat itu dengan cepat karena
kakinya gemetar. Ia mulai berjalan, mencoba bernapas dengan tenang sambil
menimbang-nimbang seluruh informasi mengejutkan dari dan tentang Derek. Saat
merasa segalanya mulai terang, Tammy merasa perutnya bergejolak.
Dilihatnya taman sebuah kotel kecil di depannya. Tammy berlari dan sampai di
rerumputan tepat pada saat ia tak sanggup lagi
menahan muntah. Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005
Maureen merasa sangat bersalah telah mengabaikan
Peter. Tapi saat ia kembali setelah bepergian bersama Jean-Claude, Peter entah
berada di mana. "Aku tidak melihat Abbe sejak pagi," Roland memberitahu.
"Dia terlambat sarapan, tak lama kemudian ia pergi dengan mobil sewaanmu. Tapi
sekarang hari Minggu. Barangkali ia ke gereja" Di daerah ini banyak gereja."
Maureen mengangguk, tidak memikirkan hal itu lebih
jauh. Peter lancar berbahasa Prancis, jadi masuk akal jika dia berencana pergi ke
keramaian lalu melihat pemandangan kawasan ini yang menakjubkan.
Rencananya, ia akan makan malam di chateau bersama Tammy. Sesuatu yang ia
tunggutunggu, tapi tanpa melukai perasaan Peter. Maureen bertanya kepada Roland,
"Apakah kautahu bagaimana
menghubungi Tamara Wisdom" Aku lupa apakah ia mempunyai telepon seluler."
"Oui, dia punya. Aku bisa mengontaknya untukmu sebab aku juga ingin meminta
sesuatu kepadanya untuk Lord Berenger.
Apakah ada masalah?"
"Tidak, aku hanya ingin tahu apakah dia tidak keberatan jika Peter bergabung
bersama kami saat makan malam."
"Aku yakin tidak masalah, Mademoiselle Paschal. Dan sejujurnya, aku yakin dia
berharap Abbe hadir. Ia memintaku menata makan malam untuk kalian berempat pada jam delapan."
Maureen mengucapkan terima kasih pada Roland dan kembali ke kamarnya. Dia
berhenti dulu di depan pintu kamar Peter dan mengetuk tak ada jawaban.
Diputarnya pegangan pintu yang mengilat dan didorongnya pintu
perlahan hingga terbuka. Maureen menelengkan kepalanya untuk mengintip.
Perlengkapan Peter Alkitab bersampul kulit dan rosari kristalnya tergeletak rapi
di samping tempat tidur. Tapi Peter tidak ada.
Maureen kembali ke kamarnya yang bagaikan istana lalu mengeluarkan buku
catatannya yang bersampul tebal. Ia ingin menuangkan pengalamannya mengunjungi Montsegur saat
ingatannya masih segar. Tapi setelah membuka kait elastis buku catatannya dan
mulai membuka-buka halaman buku, ia merasa terkejut dengan gambaran lain
kemartiran yang melintas di benaknya.
f Dalam kunjungannya ke Tanah Suci, Maureen mendaki lereng gunung yang berbatu di
kawasan Laut Mati. Ia memanjat bersama beberapa orang pencari spiritual. Ia
sendiri tidak tahu pasti, apa yang mendorongnya untuk melakukan pendakian
sesulit ini. Bahkan belum lagi siang, panasnya terasa menyengat. Pendaki lain
yang menempuh jalur yang sama dengannya pagi itu seluruhnya orang Yahudi. Bagi
mereka, perjalanan ini adalah suatu ziarah yang nyata dan menggugah perasaan.
Maureen tidak bisa mengklaim bahwa perjalanannya dilandasi alasan warisan atau
agama seperti itu. Beberapa kali ia berhenti di jalan yang menanjak untuk mengagumi kilauan cahaya
dan warna yang luar biasa indah yang seolah menari-nari di bentang alam yang
terang bak bulan dan mencuatkan cahaya kristal garam perairan yang tenang.
Pemandangan ini menggugah hatinya, memberinya kekuatan untuk memaksa ototototnya yang sudah loyo untuk menanjak lebih jauh ke atas bukit.
Maureen mendengarkan penggalan pembicaraan para peziarah lain saat mereka
mendaki. Ia tidak mengerti bahasa Ibrani, tapi semangat mereka menempuh
perjalanan ini sungguh nyata. Ia bertanya-tanya, apakah mereka sedang
membicarakan para martir Masada yang lebih memilih maut
dibandingkan hidup dalam perbudakan atau menyerahkan perempuan dan anakanak
mereka dalam perbudakan dan penindasan bangsa Romawi.
Sesampainya di puncak, ia mengamati reruntuhan yang dulunya benteng besar.
Maureen menelusuri ruangan-ruangan dan dinding-dinding yang telah hancur. Karena
wilayah reruntuhan itu sangat luas, segera saja ia mendapati dirinya sendirian,
terpisah dari para peziarah lain yang menjelajahi bagian lain situs suci itu
dengan alasan masingmasing. Ada kesunyian mencekam di tempat ini. Ada kesenyapan
yang tenang bagaikan puing di dalam reruntuhan itu sendiri, yang senyata
bebatuan. Ketika menatap lekat reruntuhan mosaik Romawi tersebut, ia merasa larut dalam
sensasi. Lalu, ia melihat dirinya.
Peristiwa itu terjadi dengan cepat dan tanpa diundang, sebagaimana berbagai visi
sebelumnya. Ia tak lagi bisa mengingat kembali bagaimana ia tahu ada seorang
bocah perempuan di sana. Ia hanya tahu, ada keberadaan lain di ruangan tersebut.
Sekitar sepuluh kaki darinya, seorang anak yang tak lebih dari empat atau lima
tahun sedang menatapnya dengan matanya yang bulat dan hitam. Pakaiannya
compangcamping dan kotor. Air mata bercampur lumpur melumuri wajahnya. Bocah itu
tidak berbicara, tapi dalam momen itu Maureen tahu bahwa namanya Hannah. Dan bahwa ia
telah menyaksikan berbagai kejadian yang tidak selayaknya disaksikan seorang anak.
Maureen juga tahu bahwa entah dengan cara bagaimana anak itu selamat dari
tragedi Masada yang tak terperikan.
Anak itu telah pergi dan membawa kisahkisah itu bersamanya. Itulah amanatnya,
untuk menyebarkan peristiwa sesungguhnya yang terjadi di sana kepada kaumnya.
Maureen tidak tahu, sudah berapa lama bocah itu berada di hadapannya. Ada kesan,
waktu tidak mengada dalam visivisinya.
Apakah beberapa menit" Detik" Ataukah abadi"
Belakangan Maureen berbincang-bincang dengan salah seorang pemandu wisata dari
Israel di Masada. Lelaki tersebut masih muda dan bersikap terbuka. Maureen merasa terkejut sendiri
karena menceritakan pengalaman itu kepada lelaki yang belum dikenal. Lelaki itu
mengangkat bahu. Menurutnya, menyaksikan hal-hal semacam itu di tempat yang menggugah perasaan
bukanlah sesuatu yang tidak wajar atau tidak lumrah. Ia menjelaskan bahwa ada
beberapa legenda tentang orangorang yang selamat dari tragedi Masada. Mereka
adalah seorang perempuan dan beberapa anak kecil yang kemudian bersembunyi di
sebuah gua dan akhirnya melarikan diri, membawa kisah nyata bersama mereka dan
mengungkapkannya dengan cara mereka sendiri.
Maureen yakin bahwa si kecil Hannah adalah salah seorang di antara anakanak
kecil itu. Sejak hari itu, Maureen sering bertanya sendiri, mengapa ia mengalami visi,
mengapa kejadian itu menimpanya. Ia merasa tidak layak, tidak pantas mengalami
perjumpaan dengan sejarah yang begitu suci bagi masyarakat Yahudi. Tapi setelah
pengalamannya di Montsegur, semuanya mulai menyatu membentuk pola yang indah
sehingga Maureen akhirnya mulai mengerti. Si kecil Hannah dan gadis Cathar yang
dikenal sebagai La Paschalina berkerabat. Setidaknya dalam jiwa, jika bukan
hubungan darah. Mereka adalah anakanak yang tertinggal untuk melanjutkan dan
menyimpan kisah tersebut bersama mereka, sehingga kebenaran tak akan pernah
hilang. Adalah takdir mereka untuk menjadi guru-guru kemanusian paling suci.
Gadis-gadis kecil ini, dan siapa pun mereka setelah dewasa, membentuk sejarah
dan pertahanan umat manusia.
Pengalaman mereka tidak berbatas. Kisah mereka menjadi milik semua orang, tanpa
memandang identitas etnis maupun keyakinan keagamaan.
Dengan mencamkan hubungan itu, tidak bisakah kita samasama menyadari bahwa pada
hakikatnya kita semua berasal dari satu suku"
Maureen membisikkan terima kasih kepada Hannah dan La Paschalina setelah ia
mengisi buku catatannya. f Tammy berlari menuju chSteat/, berharap tidak bertemu siapa pun sebelum ia


The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membersihkan diri. Ia sangat lelah dan merasa tiap jengkal tubuhnya kotor. Tapi
kesendirian tidak bisa diperoleh dengan mudah. Langkahnya terhenti oleh
kehadiran Roland sebelum ia sampai di pintu kamar, Roland membukakan pintu
baginya lalu ikut masuk. "Apakah kau baikbaik saja?" tanyanya penuh perhatian.
"Aku baikbaik saja." Tammy telah berlatih mengucapkan skenario dalam kepalanya
sepanjang perjalanan. Tapi tatapan lelaki Occitan bertubuh besar itu membuat
hatinya luluh. Dia merasa begitu lega karena sudah berada di tempat ini. Aman
berada di rumah dan aman bersamanya, sehingga ia menjatuhkan dirinya ke tubuh
kukuh Roland dan menangis.
Roland terpana. Belum pernah ia menyaksikan kerapuhan perempuan ini. "Tamara,
apa yang telah terjadi" Apakah dia menyakitimu" Kau harus menceritakannya
padaku." Tammy berusaha menenangkan diri. Ia berhenti menangis dan menatap Roland.
"Tidak, ia tidak menyakitiku. Tapi..."
"Tapi apa, apa yang terjadi?"
Tammy menjulurkan tangan menyentuh wajah Roland, wajah persegi dan maskulin yang
mulai ia cintai. "Roland," bisiknya. "Roland ... kau benar tentang siapa yang telah membunuh
ayahmu. Dan sekarang aku pikir kita bisa membuktikannya."
... Easa adalah putra yang disebutkan dalam nubuat, semua orang sudah
mengetahuinya. Dan nubuat itu melahirkan pula sebuah takdir yang mesti dilakoni
dengan cara yang tepat. Easa telah melakoninya. Bukan demi kejayaan pribadi,
namun untuk membuat peranannya sebagai mesias lebih mudah dipahami dan diterima
o/eh baniIsrael. Semakin tepat Easa menjalaniperannnya dalam nubuat, semakin
kuat umat sepeninggalnya.
Namun bahkan dengan itu semua, kami tak pernah menduga kejadiannya akan seperti
ini Easa memasuki Yerusalem berkendara keledai seraya hendak memenuhi perkataan nabi
Zakaria tentang kedatangan seseorang yang terpilih. Kami mengikutinya dengan
membawa dedaunan palma dan menyanyikan hosamia. Kerumunan orang bergabung
bersama kami saat memasuki Yerusalem, dan perasaan gembira serta harapan terasa
di udara. Banyak yang mengikuti kami berasal dari Bethany, dan kami bertemu
dengan para sekutu Simon, kaum
Zebt. Bahkan beberapa wakil dari kaum pergerakan Esmiyang
mmymdmtekhimnmggalkkmiadangpasa tempat mereka menyepi untuk menemani kami dalam
hari kegemilangan ini Kanakkanak Israel bergembira karena manusia pilihan telah datang untuk
membebaskan mereka dari Roma dan belenggu penindasan, kemiskinan, serta
penderitaan. Anak yang telah dinuhuatkan ini kini tumbuh menjadi seorang lehki
dan mesias. Ada kekuatan dalam dada kami. juga dalam jumlah kami.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB MASA KEGELAPAN
Tiga Belas Chateau des Pommes Bleues 25 Juni 2005
Makan malam di chateau selalu bukan perkara sederhana jika ada tamu, seperti
malam ini. Berenger Sinclair telah mempersiapkan staf dapur dan staf gudang
bawah tanah tempat penyimpanan anggurnya untuk menyajikan sebuah pesta jamuan
bergaya abad pertengahan dan era kemerosotan ala Languedoc.
Percakapan yang terjadi pun sama liarnya. Tammy mengerahkan daya tariknya dengan
kepercayaan diri yang layak diberi penghargaan Oscar. Ia tampak natural dengan
sikap blak-blakan yang memang ciri khasnya.
Dengan tenang, Maureen menikmati perdebatan antara Sinclair dan Tammy di satu
pihak dengan Peter di pihak lain, karena tahu sepupunya memiliki pengetahuan
yang sangat luas dalam topik teologi.
Maureen yakin akan hal ini berdasarkan pengalamannya sendiri.
Sinclair memulai dengan sebuah umpan. "Berdasarkan sejarah, kita tahu bahwa
Perjanjian Baru seperti yang ada saat ini dibentuk di Konsili Nicea. Kaisar
Constantine dan penasihatnya memiliki banyak injil yang bisa dipilih, tapi
mereka hanya memilih empat. Keempat injil itulah yang diubah secara dramatis.
Tindakan penyensoran ini telah mengubah sejarah."
"Mau tak mau kita berpikir, bagian mana dari injil itu yang ia sembunyikan,"
celetuk Tammy. Peter sama sekali tidak merasa terganggu dengan argumen yang telah didengarnya
ratusan kali. Ia membuat terkejut kedua lawan bicaranya yang menyangka ia akan
melontarkan bantahan. "Jangan berhenti di situ. Ingat, kita bahkan belum tahu
pasti, siapa yang menulis keempat Injil tersebut.
Bahkan sebenarnya satusatunya hal yang kita yakini adalah bahwa keempatnya tidak
ditulis oleh Matius, Markus, Lukas dan Vohannes. Akan tetapi kemungkinan para
pewarta Injil sekitar abad kedua, meski sebagian orang mengatakan kemungkinan
ini kecil. Dan meskipun dokumentasi yang tersedia di Vatikan sangat mengagumkan,
kita tidak bisa menyatakan dengan pasti dalam bahasa apa I n j i Ii n j i I yang
asli dituliskan." Tammy tampak kaget. "Aku pikir ditulis dalam bahasa Yunani."
Peter menggelengkan kepala. "Versi paling awal memang berbahasa Yunani, tapi
mungkin itu hasil terjemahan.
Singkatnya, kita tidak bisa memastikan." "Mengapa kita mempermasalahkan bahasa
asli?" tanya Maureen. "Maksudku, selain masalah salah penerjemahan."
"Sebab bahasa yang asli adalah indikasi pertama identitas penulis dan
tempatnya," jelas Peter.
"Sebagai contoh, jika I nj i II n j i I asli ditulis dalam bahasa Yunani,
berarti penulisnya memiliki unsur Hellenik pengaruh Yunani yang terjaga di
kalangan elit, berpengetahuan luas, dan terpelajar.
Berdasarkan tradisi, kita tidak menganggap para rasul termasuk golongan ini.
Karena itulah dugaan kita bergeser ke bahasa daerah yang umum semacam
Aramaik atau Ibrani. Kalaupun kita yakin bahwa Injil yang asli ditulis dalam
bahasa Yunani, maka kita harus meneliti dengan cermat pernyataan kitab ini
tentang para pengikut awal Yesus."
"Injil Gnostik yang ditemukan di Mesir ditulis dalam bahasa Kupti," tambah
Tammy. Dengan lembut Peter mengoreksi. "Memang ada beberapa teks berbahasa Kupti, tapi
kebanyakan adalah terjemahan dari versi aslinya yang ditulis dalam bahasa
Yunani." "Jadi apa maknanya?" tanya Maureen.
"Yah, kita tidak mengenal satu pun pengikut sejati Yesus yang berasal dari
Mesir. Artinya, ada sebagian orang yang menjalankan misi awal kependetaannya ke
Mesir dan agama Kristen awal berkembang di sana. Itulah yang disebut Kristen
Kupti." "Lalu adakah sesuatu yang kita ketahui dengan pasti menyangkut keempat Injil
itu?" Maureen penasaran. Selama melakukan riset, ia tidak memiliki banyak waktu
untuk menggali berbagai isu seputar Perjanjian Baru secara mendalam. Risetnya
hanya terfokus pada sejumlah uraian yang berkaitan dengan Maria Magdalena.
Peter menjawab. "Kita tahu Markus muncul paling awal, diikuti Matius yang nyaris
merupakan duplikatnya karena hampir enam ratus ayat yang ia tulis sama persis
dengan yang ditulis Markus.
Lukas juga sangat mirip, meski ada beberapa pandangan baru yang tidak terdapat
dalam Markus maupun Matius. Sedangkan Injil Yohannes adalah yang paling penuh
teka teki dibandingkan keempat Injil karena perbedaan yang sangat mencolok baik
secara politis maupun sosial."
"Aku tahu ada golongan yang bahkan percaya bahwa
Maria Magdalena adalah penulis Injil keempat, yakni Injil yang dinisbahkan
kepada Yohannes," Maureen menambahkan. "Aku mengetahuinya dari seorang sarjana cerdas yang aku
wawancarai saat melakukan riset. Bukan berarti aku setuju dengannya, tapi
kupikir ide tersebut menakjubkan."
Sinclair menggelengkan kepala dan menjawab dengan tegas.
"Tidak, menurutku itu tidak benar. Injil Maria masih berada di luar sana,
menunggu untuk ditemukan."
"Injil keempat adalah misteri besar dalam Perjanjian Baru," kata Peter. "Ada
banyak teori tentang hal ini, termasuk teori komite: bahwa Injil ditulis oleh
beberapa orang selama kurun waktu tertentu dalam suatu usaha menyampaikan
berbagai kejadian selama hidup Yesus dengan cara yang spesifik."
Tammy menyimak ucapan Peter dengan penuh minat. "Tapi rasanya banyak umat
Kristen tradisional yang menulikan telinga dan mengabaikan fakta-fakta ini,"
tanggapnya. Ia memang sangat bergairah dengan topik ini dan telah bertahuntahun
terlibat dalam argumentasi dalam ranah yang sama. "Mereka tak mau tahu tentang
sejarah. Mereka cuma memercayai segala yang dikatakan Gereja secara membabi
buta. Atau yang dikatakan pendeta."
Peter menanggapi dengan sabar. "Tidak, tidak. Kau tidak menangkap kenyataannya.
Itu bukan sikap membabi buta, tetapi keimanan. Bagi orangorang yang beriman,
fakta tidak penting. Tapi jangan membuat kesalahan yang umum dilakukan dengan mengacaukan antara iman
dengan kebodohan." Sinclair tertawa sinis. "Aku sangat serius," Peter melanjutkan. "Orang yang beriman yakin bahwa
Perjanjian Baru terilhami secara ilahiah.
Karena itu tidak penting siapa yang sesungguhnya menulis atau dalam bahasa apa.
Para penulisnya pun mendapat ilham dari Tuhan untuk menuliskannya. Dan siapa pun
yang mengambil keputusan untuk menyunting I n j i Ii n j i I tadi di Konsili
Konstantinopel maupun Nicea, mereka pun telah mendapat ilham untuk melakukannya.
Dan seterusnya, dan seterusnya.
Ini adalah persoalan iman, jadi tak ada ruang untuk sejarah.
Kita juga tidak bisa mendebatnya. Iman tidak bisa diperdebatkan."
Tak seorang pun menjawab. Mereka menunggu ucapan Peter selanjutnya. "Apakah
kalian pikir aku tidak tahu sejarah Gerejaku sendiri" Aku tahu, itulah sebabnya
riset yang dilakukan Maureen dan segala pendapatmu tidak membuatku terganggu
sama sekali. Dan omong-omong, apakah kalian sadar bahwa sebagian ilmuwan bahkan
yakin bahwa Injil Lukas ditulis oleh seorang perempuan?"
Sekarang giliran Sinclair yang terlihat kaget. "Benarkah" Aku belum pernah
mendengarnya. Dan ide itu tidak membuatmu tersinggung?"
"Tidak sama sekali," jawab Peter. "Peran penting perempuan di masa awal gereja,
begitu juga dalam kesinambungan iman Kristiani, adalah sesuatu yang tidak dapat
kita sangkal. Bagaimana kita mau menyangkal, jika kita mengingat perempuan agung
seperti Clare dari Assisi, yang terus menjaga kesatuan gerakan Fransiskan
setelah Fransis meninggal di usia muda." Peter menatap wajah Sinclair dan Tammy
yang terpana. "Maaf karena aku telah merusak argumentasi yang sangat baik.
Tapi aku setuju dengan gagasan bahwa Maria Magdalena layak mendapat gelar Rasul
dari segala Rasul." "Kau setuju?" Tammy tercengang.
"Tentu saja. Dalam kitab Acts, Lukas menjelaskan beberapa syarat untuk menjadi
seorang rasul: orang yang bersangkutan harus menjadi bagian kependetaan Yesus
semasa hidupNya, harus menjadi saksi saat penyali-banNya, dan menjadi saksi saat
kebangkitanNya. Sekarang, jika kita ingin benarbenar tekstual, maka hanya ada
satu orang yang memenuhi semua persyaratan tadi dan dia adalah Maria Magdalena.
Tak seorang pun rasul pria yang menyaksikan penyaliban, meskipun ini memalukan.
Dan Maria Magdalena juga orang pertama yang kepadanya Yesus menampakkan diri
saat Dia bangkit." Maureen berusaha keras tidak tertawa saat melihat ekspresi wajah Sinclair dan
Tammy. Mereka terperangah dengan demo intelek dan kepribadian Peter.
Peter melanjutkan. "Maka secara teknis, selain Magdalena, orang yang memenuhi
gambaran rasul seperti yang disebutkan di atas adalah Maria-Maria yang lain
-Maria Perawan, juga Maria Salome dan Maria Yakub, karena keduanya hadir saat
peristiwa penyaliban dan berada di makam pada hari kebangkitan."
Ketika Peter menatap Maureen, gadis itu tak tahan lagi. Tawanya meledak ke seisi
ruangan. "Kenapa?" tanya Peter tersinggung. "Maaf," kata Maureen, sambil berkelit dengan
meneguk anggurnya. "Hanya saja Peter memang cenderung membuat orang terkejut, dan aku
selalu terhibur menyaksikannya."
Sinclair mengangguk. "Kuakui kau memang tidak seperti yang kami duga, Bapa
Healy." "Dan apa dugaanmu, Lord Sinclair?" tanya Peter.
"Mmm, maaf saja karena aku mengira akan menemui seorang anjing penjaga Roma.
Seseorang yang tenggelam dalam dogma dan doktrin."
Peter tertawa. "Ah, tapi Lord Sinclair, kau melupakan satu hal yang sangat
penting. Aku bukan hanya seorang pendeta, tetapi juga seorang Yesuit. Ditambah
lagi seorang Irlandia."
"Salut, Bapa Healy." Sinclair mengangkat gelas untuk Peter.
Gereja Peter, Society of Jesus, yang lebih dikenal sebagai kaum Yesuit,
memfokuskan diri pada pendidikan dan tujuan kecendekiawanan. Meski merupakan
unit gereja terbesar dalam Katolisisme, kelompok konservatif dalam Gereja
Katolik Roma biasanya memandang mereka memiliki hukum
sendiri dan ini telah berlangsung selama ratusan tahun. Mereka dijuluki "serdadu
Paus," meski beredar pula isu bahwa kaum Yesuit memilih pemimpin dari ordo
mereka sendiri dan patuh pada Roma hanya sebatas formalitas dan seremonial.
Sekarang Tammy merasa penasaran. "Apakah pendeta-pendeta di gerejamu juga
berpendapat begitu" Maksudku, tentang peran wanita."
"Tidak bijak jika kita memukul rata," jawab Peter. "Seperti yang dikatakan
Maureen, masyarakat cenderung menyamaratakan pendeta seolah kami semua berpikir
dengan otak yang sama. Ini tentu saja tidak benar. Pendeta juga manusia, dan
banyak di antara kami yang sangat cerdas, berpendidikan tinggi, juga berkomitmen
dalam hal keimanan. Tiap orang menarik kesimpulannya sendiri.
"Tapi ada sesuatu yang perlu kita bicarakan secara panjang lebar menyangkut
Maria Magdalena dan keakuratan keempat Injil. Para rasul pria tentunya malu
karena Yesus ternyata memercayakan keseluruhan misiNya kepada perempuan, apa pun
kedudukannya dalam kehidupan dan gerejaNya. Dia tetap seorang perempuan yang
hidup pada masa ketika kaumnya dianggap tidak setara dengan lelaki.
Jadi para pewarta Injil terpaksa menulis uraian tentang dia karena itulah
kebenaran, betapapun memalukannya. Karena sekalipun mereka bermainmain dengan
fakta lainnya, mereka tidak akan mengubah bagian paling penting dalam
kebangkitan Yesus bahwa Dia muncul pertama kali kepada Maria Magdalena. Dia
tidak menampakkan diri kepada rasul pria, tetapi kepada wanita ini. Jadi aku
yakin para penulis Injil tidak memiliki pilihan selain menuliskan kejadian itu.
Sederhana saja, karena memang itulah kebenarannya."
Kekaguman Tammy terhadap Peter bertambah. Perasaan ini tampak di wajahnya yang
ekspresif. "Jadi apakah kau bersedia menggali kemungkinan bahwa Maria Magdalena
adalah murid yang paling penting" Atau bahkan lebih dari itu?"
Peter memandang lurus ke Tammy, kali ini teramat serius.
"Aku bersedia menggali apa pun yang dapat membawa kita kepada pemahaman yang
jujur tentang kebenaran Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kita."
f Itulah petang yang mengesankan bagi Maureen. Peter adalah penasihat
terpercayanya, tapi ia juga mulai mengagumi Sinclair dan menganggapnya memesona.
Melihat sepupunya memiliki
kesepahaman dengan lelaki Skotlandia yang eksentrik itu, ia merasa sangat lega.
Barangkali sekarang mereka bisa bersamasama mencari jawaban atas berbagai visi
yang dialaminya. Di akhir acara makan malam itu, Peter menyatakan lelah dan mengundurkan diri
karena telah seharian menelusuri kawasan itu sendirian. Tammy mengatakan ingin
melanjutkan pekerjaan dokumentasinya dan juga pamit. Tinggallah Maureen dan
Sinclair. Dipengaruhi anggur yang baru diminumnya dan percakapan tadi, ia
memojokkan Sinclair. "Kupikir sekaranglah saatnya kau menepati janji, " katanya.
"Janji apa?" "Aku ingin melihat surat ayahku."
Sinclair mempertimbangkan permintaan itu. Meski sekilas terlihat enggan, ia
memutuskan. "Baiklah.
Ikuti aku." f Sinclair berjalan di depan Maureen melewati koridor yang berbelok-belok menuju
sebuah ruangan terkunci. Setelah mengeluarkan kunci dari saku, ia membuka pintu
dan mempersilakan Maureen memasuki ruang kerja pribadinya.
Sinclair menekan sebuah tombol di sebelah kanan di dalam ruangan itu untuk
menerangi sebuah lukisan besar pada dinding di ujung ruangan.
Maureen terkesima, lalu menjerit gembira. "Cowper!
Itu lukisanku!"

The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sinclair tertawa. "Lucretia Borgia Reigns in the Vatican in the Absence of Pope
Alexander VI (Kepemimpinan Lucretia Borgia di Vatikan Saat Absennya Paus
Alexander VI). Aku akui, lukisan ini aku miliki setelah membaca bukumu. Memang
perlu tawar-menawar untuk mendapatkannya dari Tate, tapi aku bukan orang yang
pantang menyerah jika menginginkan sesuatu."
Maureen mendekati lukisan tersebut dengan khidmat dan kagum akan keindahan dan
warna yang digunakan seniman Inggris awal abad ke-20, Frank Cardogan Cowper.
Lukisan itu menggambarkan penobatan Lucrezia Borgia di Vatikan, dikelilingi
kemewahan kerumunan kardinal berjubah merah.
Maureen pertama kali melihatnya di bekas rumah lukisan itu, Museum Tate, London.
Lukisan itu menyentaknya bagaikan petir. Bagi Maureen, lukisan tunggal ini sudah
cukup menjelaskan pembunuhan karakter yang dialami putri Paus ini ratusan tahun lalu. Perempuan
yang mendapat berbagai julukan paling menjijikkan, di antaranya pembunuh dan
pelacur yang melakukan inses.
Lucrezia Borgia dikutuk para lelaki ahli sejarah abad pertengahan karena
dianggap lancang menduduki singgasana Santo Petrus dan mengeluarkan instruksi
kepausan selama ketidakhadiran sang ayah.
"Lucrezia adalah kekuatan yang mendorongku menulis buku. Jalan hidupnya
mengisahkan perempuan yang kekuatan sejatinya dilecehkan dan dicabut dari
sejarah," Maureen menjelaskan pada Sinclair.
Riset Maureen mengungkapkan bahwa tuduhan inses itu dilancarkan oleh suami
pertama Lucrezia, seorang lelaki kasar yang hidupnya hancur setelah pernikahan
mereka bubar. Dialah yang menyebarkan gosip bahwa Lucrezia ingin bercerai karena
memiliki hubungan seksual dengan ayah dan saudara lelakinya sendiri. Dusta busuk
ini bertahan berabadabad, dilestarikan oleh para musuh yang dengki terhadap
keluarga Borgia. "Kautahu, mereka dari garis darah itu?"
"Keluarga Borgia?" Maureen tak percaya. "Dari mana?"
"Dari jalur Sarah-Tamar. Leluhur mereka adalah keluarga Cathar yang melarikan
diri ke Spanyol. Mereka mencari perlindungan di biara Montserrat dan akhirnya berbaur dengan
Aragon. Di sana mereka menggunakan nama Borgia, sebelum berimigrasi ke Italia.
Tapi mereka memilih negara itu bukannya tanpa sebab, begitu juga dengan ambisi
mereka yang melegenda. Rodrigo Borgia berkeras memegang tampuk kepemimpinan, untuk merestorasi Roma
kepada mereka yang dipercayainya sebagai pemimpin yang sah."
Maureen menggelenggelengkan kepala saking terkejut, Sinclair melanjutkan
penjelasannya. "Penempatan sang putri di tampuk kepemimpinan menjadi pertanda bahwa beliau
keturunan Cathar. Tentu saja, dalam JalanNya, wanita sejajar dengan pria, dalam segala hal,
termasuk kepemimpinan spiritual. Cesare kemudian mengeluarkan pernyataan yang
mengakibatkan jatuhnya sang putri.
Sedihnya, sejarah kini hanya mengingat keluarga Borgia sebagai orangorang jahat
dan licik." Maureen sependapat. "Beberapa penulis bahkan melangkah terlalu jauh dengan
menyebut mereka sebagai keluarga pertama yang melakukan kejahatan terorganisasi.
Ini jelas sangat tidak adil."
"Tentu saja, belum lagi pendapat itu keliru seratus
persen." "Informasi tentang garis darah ini ..." Maureen masih menyerap semua informasi
itu. "Tentu menambah lapisan baru dalam sejarah."
"Punya bayangan untuk kisah berikutnya?" canda Sinclair.
"Aku merasa riset dua dasawarsaku setidaknya membawa hasil. Aku terpesona. Tak
sabar rasanya untuk melihat ujung dari semua ini."
"Ya, tapi sebelum itu kupikir sekaranglah saatnya menengok ke babak kehidupanmu
sendiri." Maureen merasa tegang. Sekian lama ia memohon kepada Sinclair untuk mendapat
kesempatan ini, bahkan memaksanya.
Inilah alasan utamanya datang ke Prancis. Tapi sekarang, ia tak lagi yakin
apakah ia benarbenar ingin mengetahuinya.
"Apakah kau baikbaik saja?" kecemasan Sinclair terdengar tulus.
Maureen mengangguk. "Aku baikbaik saja. Hanya saja, sekarang, setelah aku sampai
pada momen ini ... aku merasa gugup, itu saja."
Sinclair memberi isyarat ke arah kursi dan Maureen duduk, dengan rasa bersyukur.
Ia membuka lemari arsip dengan kunci yang lain lalu mengeluarkan sebuah map,
sambil berjalan ia menerangkan.
"Aku menemukan surat ini dalam arsip kakekku beberapa tahun lalu. Saat aku
mempelajari hasil kerjamu dan melihat foto dan cincin yang kau kenakan, seolah
ada alarm berbunyi di kepalaku. Aku sudah mengenal keturunan-keturunan Paschal
di Prancis ini, tapi aku juga ingat bahwa dulu ada seseorang Amerika bernama
Paschal yang adalah orang penting. Aku tidak ingat mengapa, sampai aku menemukan
surat ini." Sinclair menempatkan map itu dengan lembut di depan Maureen lalu membukanya dan
mengeluarkan selembar kertas kekuningan dengan tinta yang sudah buram. "Apakah
kau ingin membacanya sendirian?" Maureen memandang lelaki itu tapi yang ia lihat di wajah itu hanya pengertian
dan ketenangan. "Tidak. Temanilah aku."
Sinclair mengangguk, menepuk lembut tangannya, lalu duduk di kursi berseberangan
dengannya. Maureen mengambil kertas itu dan mulai membaca.
"Monsieur Gelis yang terhormat," demikian awal surat itu.
"Gelis?" tanya Maureen. "Kupikir surat ini ditujukan kepada kakekmu."
Sinclair menggelengkan kepala. "Tidak, surat itu berada di kumpulan arsip
kakekku, tapi ditujukan kepada seorang penduduk di sini yang berasal dari sebuah
keluarga tua Cathar yang bernama Gelis."
Maureen berpikir sesaat, sepertinya ia pernah mendengar nama itu tapi tidak
membuang waktu lebih banyak untuk mengingatnya. Perhatiannya tercurah pada isi
surat itu. Monsieur Gelis yang terhormat,
Maafkan saya, tapi tak ada iagi yang bisa saya jadikan tempat mengadu. Saya
mendengar kabar bahwa Anda memiliki pengetahuan luas tentang persoalan rohani.
Bahwa Anda seorang Kristen sejati. Saya harap berita ini benar. Selama beberapa
bulan, saya merasa tersiksa karena berbagai mimpi buruk dan visi Tuhan Kita yang
disalib. Ia mengunjungi saya dan membagi deritanya kepada saya.
Tapi saya tidak menulis demi diri sendiri. Saya menulis demi putri kecil saya,
Maureen. Ia menjeritjerit di malam hari dan menceritakan mimpi buruk yang sama
seperti yang saya alami. Ia masih balita. Bagaimana pengalaman semacam ini
menimpanya "Adakah sesuatu yang bisa saya lakukan untuk menghentikan kejadian
ini sebelum ia merasakan kepedihan seperti yang saya rasakan"
Saya tak tahan melihatnya seperti ini. Ibunya menyalahkan saya. Ia mengancam
akan membawa jantung hati saya bersamanya. Tolonglah saya. Katakanlah apa yang
bisa saya lakukan untuk menyelamatkan gadis kecil saya.
Terima kasih banyak, Edouard Paschal
Maureen tak lagi bisa melihat karena air mata yang menggenang saat meletakkan
surat itu, ia membiarkan dirinya terisak-isak.
f Sinclair menawarkan diri untuk tetap menemani Maureen, tapi gadis itu menolak.
Maureen terguncang hingga ke lubuk hati, ia ingin sendirian. Terlintas dalam pikirannya
untuk membangunkan Peter, tapi niat ini diurungkan. Dia perlu memikirkannya
dulu. Dan tanpa sengaja Peter telah mengatakan bahwa ia "berjanji kepada ibunya
untuk tak membiarkan hal yang sama terjadi". Ucapan ini membuat Maureen curiga
dan tidak nyaman. Selama ini Peter selalu menjadi tempatnya bersandar.
Ia adalah lelaki yang memberikan rasa aman.
Maureen terang-terangan menunjukkan keyakinannya bahwa Peter tak akan pernah
melakukan sesuatu yang ia
pikir bukanlah hal terbaik bagi keamanan Maureen. Tapi bagaimana jika Peter
bekerja berdasarkan informasi yang salah" Pemahaman Peter tentang masa kecil
Maureen, yang tak pernah mau ia ungkapkan dalam kondisi apa pun, berasal dari
satu sumber, ibu Maureen.
Ibunya. Maureen duduk di ranjang berpegas, sedikit bersandar pada bantal
berbordir. Bernadette Healy adalah seorang perempuan keras dan tak kenal
kompromi, atau begitulah seingat Maureen.
Satusatunya petunjuk bahwa mungkin dulu ia memiliki kepribadian berbeda berasal
dari beberapa lembar foto. Maureen memiliki beberapa foto ibunya di Louisiana,
sedang menggendong dirinya saat masih bayi.
Bernadette terlihat bercahaya di hadapan kamera, tampak bangga sebagai seorang
ibu baru. Tidak jarang Maureen bertanya-tanya peristiwa apakah yang telah mengubah
Bernadette, yang membuatnya berpaling dari sosok seorang ibu belia dan penuh
harap dalam foto-foto itu menjadi seseorang yang sangat tegas seperti yang ia
ingat" Ketika mereka pindah ke Irlandia, Maureen dibesarkan terutama oleh bibi dan
pamannya orangtua Peter. Ibunya menitipkan Maureen di tempat aman dan terpencil
di komunitas peternakan Irlandia Barat, sementara Bernadette sendiri kembali
menjadi perawat di kota Galway.
Maureen jarang melihat ibunya, hanya saat Bernadette kembali ke desa itu karena
tugas atau kewajiban. Hubungan mereka semakin kaku karena sang ibu semakin lama
semakin asing di mata putrinya. Maureen merasa keluarga Peter seperti
keluarganya sendiri dan menyatu dalam kehangatan keluarga besar dan ramai itu.
Bibi Ailish, ibu Peter, mengisi peran seorang ibu bagi Maureen.
Gadis ini memperoleh sikap hangat dan selera humor berkat pengaruh keluarga
Peter. Sedangkan kecenderungan menutup diri, teratur, dan berhati-hati ia warisi
dari ibunya. Pada beberapa kejadian, biasanya setelah kunjungan Bernadette yang kurang
menyenangkan, Ailish mendekati keponakannya.
"Jangan menghakimi ibumu, Maureen," katanya penuh kesabaran. "Bernadette
mencintaimu. Mungkin kehancurannya disebabkan rasa cintanya yang sangat besar
kepadamu. Tapi hidupnya sangat keras, itulah yang membuatnya berubah. Saat kau
dewasa nanti, kau akan mengerti."
Waktu dan takdir melenyapkan segala kesempatan Maureen untuk lebih mengetahui
atau memahami ibunya. Bernadette terserang lymphomai saat Maureen beranjak
remaja, tak lama kemudian ia meninggal. Peter dipanggil ke tepi ranjang kematian
Bernadette dan menjadi pendeta yang melakukan ritus terakhir.
Dialah yang mendengar pengakuan terakhir Bernadette, dan mesti memikul beban
berat setiap hari sepanjang hidupnya akibat pengakuan mengejutkan sang bibi.
Tapi Peter tak mau memberitahukan kejadian itu kepada Maureen, selain sebagian
kecilnya saja. Dan sekarang ada kepingan puzzle baru. Maureen harus mencoba menafsirkan makna
surat ayahnya, yang bisa jadi merupakan setitik cahaya untuk menguak warisan
rumit yang ia tinggalkan. Maureen merasa akan tidur bersama surat itu malam ini,
lalu mendiskusikannya dengan Peter esok pagi dengan kepala yang lebih jernih.
1 Pembengkakan kelenjar getah bening.
Carcassonne 25 Juni 2005 Derek Wainwright tidur nyenyak. Campuran obat-obatan dan anggur merah ditambah
kelelahan dan stres membuatnya tak bisa berpikir.
Jika ia sedikit saja lebih sadar, barangkali ia akan lebih waspada terhadap
langkah-langkah kaki, suara pintu kamarnya yang dibuka, atau bisikan berulang
yang dikumandangkan para penyerangnya.
"Neca eos omnes. Neca eos omnes. Deus suos agnoset."
Bunuh mereka semua. Bunuh mereka semua. Tuhan tahu siapa hambaNya.
Namun saat kabel merah dililitkan ke lehernya, sudah terlalu terlambat bagi
Derek Wainwright. Tidak seperti Roger Bernard Gelis, ia kurang beruntung karena
belum mati saat ritual dimulai.
Chateau des Pommes Bleues
Maureen cemas mendengar ketukan di pintu. Ia belum siap didatangi Sinclair atau
Peter saat ini. Tapi kecemasannya hilang setelah mendengar suara perempuan dari
balik pintu. "Reenie" Ini aku."
Maureen membuka pintu, Tammy menatapnya sesaat lalu menggerutu. "Kau terlihat
kacau." "Terima kasih. Aku baikbaik saja." "Kau mau membicarakannya?"
"Tidak sekarang. Aku masih memikirkan persoalan
pribadi." Tammy ragu-ragu. Mendadak Maureen sadar, ia sedang menatap sesuatu yang sama
sekali baru: Tamara Wisdom merasa gugup. "Ada apa, Tammy?"
Tammy menghela napas dan menyibak rambutnya yang panjang. "Sebenarnya aku tak
suka melakukan ini padamu padahal kau sendiri sedang resah. Tapi aku benarbenar
perlu berbicara denganmu."
Maureen memberi isyarat ke arah tempat duduk. "Masuklah dan silakan duduk."
Tammy menggelengkan kepala. "Tidak, aku ingin kau ikut bersamaku. Ada sesuatu
yang ingin aku tunjukkan padamu."
"Oke," jawab Maureen singkat, lalu mengikuti Tammy melewati koridor yang
berbelok-belok di Chateau des Pommes Bleues. Setelah berbagai kejadian, Maureen
merasa tak ada lagi yang bisa membuatnya terkejut. Ia salah.
f Mereka memasuki ruang media modern, tempat Sinclair menunjukkan peta wilayah
yang ditumpangtindihkan dengan peta gugusan bintang kepada Maureen dan Peter. Tammy
memberi isyarat agar Maureen duduk di sebuah kursi kulit yang letaknya
berhadapan dengan satu set televisi layar lebar. Ia mengambil remote control
lalu duduk di sebelah Maureen.
Setelah menarik napas panjang, ia menjelaskan.
"Aku akan menunjukkan rangkaian gambar untuk karya dokumenterku berikutnya.
Topiknya adalah garis darah
itu. Sekarang, dengarlah baikbaik karena ini sangat penting, dan pada akhirnya
berujung padamu dan perananmu dalam keseluruhan situasi ini.
"Seperti yang kau ketahui, misteri tentang Yesus dan Maria Magdalena telah
mengilhami berbagai perkumpulan rahasia dan berbagai kelompok matamata. Yang
menjadi bahan pembicaraan mereka adalah garis darah itu, dan mereka melakukan
berbagai ritual yang sangat rahasia."
Tammy menekan tombol remote untuk menghidupkan layar televisi. Gambar demi
gambar perlahan tampil di layar.
Rangkaian gambar pertama menunjukkan lukisan Maria Magdalena karya sejumlah
maestro seni Renaisans dan Barok.
"Beberapa kelompok yang kubicarakan tadi dibentuk oleh orangorang fanatik, tapi
ada juga yang dibentuk oleh mereka yang benarbenar baik dan saleh. Contohnya
Sinclair, jadi kau aman di sini. Akan kujelaskan." Tammy diam sesaat, berusaha
menyatukan pikirannya. "Aku ingin membuat film yang menunjukkan konsep itu secara utuh seberapa jauh
gagasan garis darah itu menjangkau dunia Barat dan sejarah kita. Tujuannya untuk
menunjukkan siapakah keturunan-keturunan Yesus dan Maria Magdalena dulu dan sekarang. Mulai dari
keturunan yang terkenal, yang dibenci, hingga yang sama sekali tidak dikenal."
Beberapa foto berbagai tokoh sejarah maupun agama tampil di layar saat Tammy
melanjutkan keterangannya.
"Beberapa di antara mereka mungkin membuatmu terkejut.
Charlemagne. Raja Arthur. Robert the Bruce. Santo
Fransiskus dari Assisi."
"Tunggu sebentar. Santo Fransiskus dari Assisi?" Tammy mengangguk. "Ya. Ibunya,
Lady Pica, dilahirkan di Tarascon. Seorang Cathar sejati dari jalur Sarah-Tamar,
dari keluarga bangsawan Bourlemont. Kautahu, dari situlah ia mendapatkan
namanya. Ia dilahirkan dengan nama Giovanni, tapi kedua orangtuanya memanggilnya
Fransesco karena ia sangat mengingatkan mereka pada ibu
Prancisnya dari sisi keluarga Cathar. Kau pernah ke Assisi?"
Maureen menggeleng. Tiap pengungkapan membuatnya terkejut. Dengan perasaan
takjub, ia mengamati gambar vila Italia di Assisi, rumah bagi gerakan kaum Fransiskan, yang
terpampang di layar. "Kau harus ke sana. Assisi salah satu tempat paling ajaib di bumi. Lagi pula
semangat Santo Fransiskus dan rekannya, Santo Clare, masih sangat kental di
sana. Aku yakin mereka menghidupkan kembali peran Yesus dan Maria Magdalena.
Tapi lihatlah karya seni Basilika St. Francis dari dekat.
Seorang maestro Italia bernama Giotto mendedikasikan keseluruhan seni di kapel
itu untuk Maria Magdalena. Di dalamnya ada lukisan Maria Magdalena yang tiba di
pantai Prancis saat mengikuti penyaliban. Tentu saja ia sedang membuat suatu


The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernyataan. Dan masih banyak lagi sentimen Cathar dalam berbagai hal yang kita kira buah
pikiran Fransiskan."
Tammy berhenti pada lukisan Giotto yang menggambarkan Santo Fransiskus menerima
stigmata dari surga. "Berdasarkan catatan, Fransiskus adalah satusatunya santo yang tubuhnya
menampakkan lima titik stigmata secara lengkap.
Mengapa" Karena garis darah itu. Ia keturunan Yesus Kristus.
Aku pikir ada argumen bahwa tiap penerima stigmata yang dinyatakan absah
kemungkinan berasal dari garis darah itu.
Namun yang penting menyangkut Fransiskus ini adalah bahwa ia menerima kelimalimanya. Tak ada orang lain yang pernah menerima stigmata secara lengkap."
Maureen menghitung, sambil mencoba tetap mengikuti informasi dari Tammy. "Kedua
telapak tangan, kedua kaki itu baru empat dan ...?"
"Sisi kanan. Tempat senturion Romawi menancapkan lembing ke tubuh Yesus. Tapi
aku harus mengoreksi. Stigmata yang otentik tidak terdapat di telapak tangan, tapi
pergelangan tangan. Berlawanan dengan kepercayaan umum, Kristus tidak dipaku di telapak tangan,
melainkan menembus tulang pergelangan tangan. Telapak tangan tidak cukup kuat
menopang berat tubuh. "Meski stigmata dinyatakan otentik di telapak tangan, seperti yang terjadi
dengan Santo Padre Pio, tapi stigmata di pergelangan tanganlah yang membuat
Gereja terkejut. Itulah sebabnya, Fransis menjadi sangat penting. Meskipun
sebagian seniman, misalnya Giotto, memperlihatkan stigmata di telapak tangan
untuk menciptakan kesan dramatis, para sejarawan tidak sependapat. Fransis
memiliki kelima stigmata, termasuk di pergelangan tangan."
Tammy melepaskan tombol pause untuk membuka gambar berikutnya, patung keemasan
Joan dari Arc di Paris. Tampilan layar terbagi dua untuk menampilkan gambar Joan
yang lain, yakni patung di taman Sauniere yang mereka lihat dua hari lalu.
"Ingat saat Peter bertanya kepadaku tentang patung
Joan" Ia mengatakan bahwa dunia mengira Joan adalah simbol Katolisisme konvensional.
Nah, inilah gambar yang memperjelas bahwa dia bukan seperti yang dikira."
Tammy mengklik tombol yang membuka potret Joan dari Arc sedang memegang bendera
"Jhesus- Maria" yang adalah trademarknya.
"Umat Kristen telah lama yakin bahwa semboyan Joan itu mengacu pada Kristus dan
ibundanya karena bendera itu bertuliskan "Jhesus-Maria." Padahal itu salah. Yang
dimaksud adalah Yesus dan Maria Magdalena, itulah sebabnya ia memberi tanda
hubung pada nama tersebut, untuk menunjukkan bahwa mereka bersatu. Yesus dan
istrinya, yang adalah nenek moyang Joan."
"Tapi kupikir dia seorang buruh tani. Seorang ... gembala."
Maureen mengucapkan, "Ooh" dengan keras, ia baru sadar setelah menyebut kata
itu. "Tepat. Seorang perempuan gembala. Dan bagaimana dengan namanya" 'Dari Arc'
menunjukkan bahwa dia memiliki hubungan dengan kawasan ini, Arques, meski ia dilahirkan di
Domremy. Joan dari Arc menunjukkan bahwa ia berasal dari garis darah itu, selain
menunjukkan pusakanya yang menghebohkan. Berry telah menceritakan nubuat itu,
bukan" Dia Yang Dinantikan?"
Maureen mengangguk pelan. "Kupikir dunia tak siap menghadapi semua ini. Kupikir
aku pun tak siap." Tammy menekan tombol pause dan menatap Maureen dengan penuh perhatian. "Aku
ingin kau memerhatikan baikbaik akhir kisah Joan, karena ini penting. Seberapa jauh kau
mengenalnya?" "Barangkali sama seperti yang diketahui kebanyakan orang. Ia berjuang untuk
mengembalikan kekuasaan tuan tanah ke singgasana Perancis, ia memimpin
pertempuran melawan Inggris. Ia dibakar di tiang dengan tuduhan tukang sihir
meski semua orang tahu ia bukan ..."
"Ia dibakar karena ia mengalami visi." Maureen merenung, berusaha mereka-reka
arah pembicaraan Tammy. Ia belum paham sepenuhnya sehingga Tammy memperjelas
keterangannya. "Joan memperoleh visi, penglihatan ilahiah. Dan ia berasal dari garis darah itu.
Menurutmu, apa arti semua ini?"
Tammy tidak menunggu jawaban. "Joan adalah Dia Yang Dinantikan, semua orang tahu
itu. Dialah yang akan membuktikan nubuat. Ia mengalami berbagai visi yang akan
menuntunnya ke Injil Magdalena. Karena itulah mereka harus membungkamnya untuk selamanya."
Maureen terkesima. "Tapi ... bukankah hari kelahiran Joan sama denganku?"
"Ya, tapi sejarah tak akan menuliskannya seperti ini. Kadang disebutkan bahwa ia
lahir pada suatu hari di bulan Januari. Ini sama saja dengan usaha menyamarkan
demi menyembunyikan identitas Joan yang sesungguhnya, baik sebagai anak jadah
bangsawan maupun sebagai putri Grail yang dinantikan."
"Bagaimana kautahu semua ini" Apakah ada data pendukungnya?"
"Ya. Tapi kau harus berhenti berpikir seperti seorang akademis. Kau harus
menangkap makna yang tersirat. Dan jangan meremehkan legenda lokal. Kau orang
Irlandia, jadi tentu tahu betapa kuatnya tradisi lisan dan bagaimana kisahkisah
itu disampaikan secara turun
temurun. Bangsa Cathar tidak berbeda dengan Irlandia. Bahkan ada banyak bukti
yang menunjukkan kedua budaya itu membaur di berbagai wilayah Prancis dan
Spanyol. Mereka tidak melindungi tradisi dengan menuliskannya, tidak juga dengan
meninggalkan bukti yang bisa dimanfaatkan musuh. Akan tetapi legenda Joan dari
Arc sebagai Dia Yang Dinantikan sangat dominan di sini, kau akan tahu dengan
hanya menggali permukaannya saja."
"Aku pikir tentara Inggrislah yang mengeksekusi Joan."
"Salah. Tentara Inggris menangkap Joan, tapi pendeta Prancislah yang mendakwanya
lalu memaksakan kasusnya yang berlanjut dengan hukuman mati. Penuntut Joan adalah
seorang pendeta bernama Cauchon. Lucunya, dalam bahasa Prancis 'cochon' berarti
'babi1. Nah, binatang itulah yang menarik pengakuan Joan lalu memutarbalikkan
bukti sehingga Joan menjadi martir. Cauchon harus membunuh Joan sebelum ia mampu
memenuhi perannya sebagai Dia Yang Dinantikan."
Maureen diam, menyimak penuh sementara Tammy melanjutkan. "Dan Joanie bukan
perempuan gembala terakhir yang dibunuh. Apakah kau ingat patung orang suci di Rennesle
Chateau" Seorang gadis yang menggendong domba?"
"Saint Germaine." Maureen mengangguk. "Aku memimpikan dia malam itu."
"Itu karena dia dilahirkan bertepatan dengan ekuinoks dan tanggal kebangkitan.
Ada alasan kuat mengapa ia dilukiskan bersama dengan domba paschalz, juga dengan
seekor domba jantan muda, yang melambangkan kelahir 2 Domba yang disembelih pada kesempatan Paskah.
annya di awal Aries."
Maureen ingat patung itu dengan baik. Ia merasa sangat tersentuh menatap wajah
serius perempuan gembala yang masih muda itu.
"Ibunya termasuk peringkat atas dalam garis darah, seorang Marie de Negre di
masanya. Saat Germaine kecil, ibunya wafat secara misterius. Germaine dibesarkan
oleh keluarga penyiksa yang mengadopsinya dan kemudian membunuhnya saat ia
tidur, menjelang usia sebelas tahun."
Tammy menarik tangan Maureen, mendadak sangat serius.
"Dengarkan aku, Maureen, selama ribuan tahun selalu ada orangorang yang mau
membunuh demi menjegal penemuan Injil Maria. Apakah kaupaham yang baru saja aku
ungkapkan?" Suasana mencekam muncul dengan sendirinya, mene kan perasaan Maureen. Ia merasa
sangat kedinginan ketika Tammy menyadarkannya dari lamunan.
"Masih ada orang yang bersedia membunuh demi menggagalkan nubuat itu. Jika
mereka yakin kaulah Dia Yang Dinantikan, kau berada dalam bahaya besar."
f Tammy sudah menduga bahwa ia perlu membawa sebotol anggur lokal yang lezat
sebelum masuk ke ruangan itu bersama Maureen. Ia mengisi kembali gelas Maureen
saat mereka duduk sambil membisu.
Akhirnya Maureen berbicara. Ia menatap Tammy, nada suaranya menuduh. "Kau
sebenarnya sudah tahu lebih banyak dibandingkan yang kau ceritakan saat kita
masih di L.A., bukan?"
Tammy menghela napas dan menjatuhkan bahunya ke sandaran kursi. "Aku benarbenar
menyesal, Maureen. Aku tak dapat menceritakan semua yang aku ketahui saat itu
kepadamu." Sekarang pun aku belum bisa, pikirnya sedih sebelum melanjutkan. "Aku tak ingin
membuatmu takut. Kau tak akan memutuskan pergi dan kami tak akan mengambil risiko itu."
"Kami" Maksudmu kau dan Sinclair" Apakah kau anggota perkumpulan Apel Biru?"
"Tidak sesederhana itu. Begini, Sinclair akan melakukan apa pun untuk
melindungimu." "Karena ia pikir aku gadis emasnya?"
"Ya, tapi juga karena ia benarbenar peduli terhadapmu. Aku bisa melihatnya. Dan
Berry juga merasa bertanggung jawab.
Ia mengantarmu ke medan pembantaian ketika ia memilih gaun itu untukmu, tambahan
namamu sudah menunjukkan leluhurmu. Saking senangnya, ia tidak memikirkan akibatnya."
Maureen meneguk anggur merahnya lagi. "Jadi apa saranmu" Tempat ini asing
bagiku, Tammy. Apakah aku harus pergi" Melupakan saja segala yang telah terjadi dan kembali ke
kehidupanku?" Maureen tertawa kecut. "Oke, tidak masalah."
Tammy terlihat iba. "Barangkali memang begitu seharusnya, demi keamananmu. Berry
bisa membawamu dan Peter keluar dari sini secara diamdiam besok. Meski nyawanya akan
terancam, tapi ia akan melakukannya jika kau minta."
"Lalu apa" Aku kembali ke L.A. tempat aku dihantui
berbagai mimpi buruk dan visi seumur hidupku" Pekerjaanku berantakan karena aku
tidak bisa lagi memandang sejarah dengan cara yang sama, belum lagi risiko
berlanjutnya penyelidikan karena kelompok pendukung rahasia yang bisa melukaiku"
Dan siapa orangorang berbahaya ini" Mengapa mereka sebegitu ingin meng hentikan
nubuat sehingga bersedia membunuh?"
Tammy berdiri dan melangkah. "Ada sejumlah pihak yang berkepentingan menjaga
pandangan- pandangan Maria Magdalena tetap tidak diketahui. Tentu saja Gereja tradisional
termasuk di dalamnya. Tapi mereka tidak berbahaya."
"Lalu siapa" Berengsek, Tammy, aku lelah dengan teka teki dan muak dengan
permainan. Aku harus men dengar penjelasan lengkap, dan aku ingin secepatnya."
Tammy mengangguk sedih. "Kau akan mendengarnya besok pagi. Tapi bukan tempatku
untuk menjelaskannya." "Lalu di mana Sinclair" Aku ingin berbicara dengannya. Sekarang."
Tammy mengangkat bahu. "Aku khawatir itu tidak mungkin. Ia pergi tak lama
setelah kau keluar dari ruang kerjanya. Aku tak tahu pasti ke mana, tapi ia
mengatakan akan kembali larut malam. Ia akan menjelaskan segalanya besok pagi,
percayalah." Namun, saat Berenger Sinclair kembali ke Chateau ...Kedatangan Easa mendapat
perhatian seluruh pejabat di Yerusalem, mulai dari para imam di Rumah Tuhan1
hingga pengawal Pilatus. Penguasa Romam mengkhawatirkan peringatan Paskah.
Mereka takut akan terjadi kericuhan dan pemberontan yangmungkin saja dipicu
sentimen atau nasvnalisnr Yahudi. Dan karena ada orangorang Zrlot di antara
kami. Pilatus tidak punya 3 Bait Allah di Yerusalem.
des Pommes Bleues, dunia telah berubah
pilihan selain waspadaAda sebagian anggota kami'yangbersaudara dengan kasta
imam. Mereka memberitahu bahwa imam besar. Caiaphas. menantu Jonathan Annas yang
membenci kami. nrngatlakan pertemuan unmk membahas 'orang Nazaret yang berubah menpdi mesias ".
Aku sudah mengungkapkan tentang lelaki bernama Annas ini dalam tulisanku yang
lalu. sekarang aku akan bercerita lebih banyak lagi. Ini ku/akukan untuk memberi
peringatan: jangan nvnghidium banyak orang akibat perbuatan satu orang. Karena
kasta imam tidak berbeda dengan yang lainsebagian memiliki hati yang baik dan
lulus, sebagian tidak Ada sebagian orang yang
mengikutiperintahJonathan Annas pada masa kelambaik intim maupun bukan. Sebagian
melakukannya karena patuh kepada Rumah Tuhan, seperti kakakku sendiri ketika ia
mengambilpilihan yang buruk.
Kaum kami disesatkan o/eh pemimpin yang jahat, mereka dibutakan o/eh mereka yang
menuliki tugas untuk memberikan sesuatu yang lebih besar kepada mtrrka. Sebagian
menentang kami karena takut terjadi pertumpahan darah yang lebih besar lagi di
kalangan Yahudi, mereka hanya menginginkan kedamaian selama peringatan Paskah.
Aku tidak bisa menyalahkan siapa pun yang mengambil pilihan ini.
Haruskah kami mengutuk orangorang yang tidak melihat cahaya" Tidak. Easa telah
mengajarkan kami untuk tidak mengucilkan mereka. Kami harus memaalkan menka.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB MASA KEGELAPAN
Empat Belas ChBteau des Pommes Blues 25 Juni 2005
Maureen kembali ke kamarnya dengan perasaan takut dan gelisah. Banyak hal
memenuhi pikirannya dan ia tidak tahu harus bagaimana. Dengan lesu, ia berganti
pakaian, berusaha berpikir dengan kepala yang penuh muatan dan agak dipengaruhi
anggur merah. Sia-sia saja, pikirnya. Aku tak akan bisa tidur malam ini.
Tapi begitu ia memasrahkan diri pada kenyamanan ranjang besar yang mewah, tidur
menguasai dirinya hanya dalam hitungan menit. Begitu pula mimpinya.
f Perempuan mungil berselubung merah itu mengikuti dalam kegelapan tanpa bersuara.
Napasnya tersengal sementara ia berusaha mengimbangi langkah-langkah panjang
kedua lelaki itu. Sekarang atau tidak sama sekalitindakan ini sangat berisiko
bagi mereka, tapi tugas terpenting dalam kehidupannya.
Mereka berlari cepat menuruni tangga yang terletak
di luar. Inilah bagian paling berbahaya dalam perjalanan mereka.
Mereka akan bertemu dengan malam Yerusalem dan hanya bisa berdoa, mudah-mudahan
para penjaga sudah pergi, seperti yang disampaikan.
Mereka saling memandang dengan perasaan lega begitu sampai di dekat lorong bawah
tanah. Tak ada penjaga. Salah seorang lelaki menjaga di luar. Lelaki lainnya,
yang mengetahui jalan masuk koridor penjara, terus memimpin perempuan itu.
Ia berhenti di muka sebuat pintu tebal lalu mengeluarkan kunci yang
disembunyikan di balik lipatan baju panjangnya.
Ia menatap perempuan itu dan mengatakan sesuatu untuk menguatkan hatinya. Mereka
semua tahu, waktu begitu sempit.
Mereka tidak ingin usaha ini gagal, perempuan itu terutama.
Lelaki itu memasukkan kunci ke lubangnya lalu pintu terbuka. Ia memberi jalan
agar perempuan itu masuk dan cepatcepat menutup pintu sehingga tahanan dan
perempuan itu bisa berbicara empat mata.
Perempuan itu tidak tahu apa yang ia harapkan, tapi bukan begini. Kekasih
hatinya telah diperlakukan dengan sangat kejam, itu terlihat jelas. Pakaiannya
robek dan wajahnya memar. Meski penderitaannya berat, ia tersenyum penuh
kehangatan dan cinta untuk perempuan itu yang kemudian menjatuhkan dirinya ke
dalam pelukannya. Ia memeluknya sebentar saja karena waktu bukanlah sahabat mereka. Selanjutnya ia
merengkuh pundak perempuan itu dan memberinya instruksi-instruksi petunjuk-petunjuk yang penting
dan mendesak. Perempuan itu mengangguk berkali-kali, memastikan bahwa ia paham dan bahwa
segala keinginan lelaki itu akan dilaksanakan. Terakhir, lelaki itu meletakkan
tangannya dengan lembut di perut perempuan itu yang membuncit, dan menyampaikan
satu instruksi pamungkas. Setelah ia selesai, perempuan itu menjatuhkan tubuhnya
ke pelukan lelaki itu untuk kali terakhir, berusaha keras menahan isakan tangis
yang meluluhlantakkan tubuhnya.
f Isakan serupa mengguncang Maureen. Ia menangis tanpa bisa dikendalikan,
membenamkan wajahnya di bantal agar tidak terdengar oleh penghuni chateau. Kamar
Peter paling dekat dengan kamarnya, dan Maureen jelas tidak ingin menarik
perhatiannya. Mimpi itu adalah yang terburuk. Mimpi itu begitu jelas, begitu gamblang. Ia
merasakan tiap detik kepedihan dan kesengsaraan, merasakan betapa mendesaknya


The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

petunjuk yang disampaikan. Dan ia tahu apa sebabnya. Itulah perintah terakhir
Yesus Kristus kepada Maria Magdalena di malam menjelang Jumat Agung.
Dan ada petunjuk lain yang juga diucapkan dengan nada mendesak dalam mimpinya.
Petunjuk itu ditujukan kepada Maureen. Ia mendengar suara lelaki itu di
telinganya benarkah di telinganya"
Ataukah telinga Maria" Ia melihat Maria dari luar, namun di dalam dirinya, ia
juga merasakan segala yang dialami Maria. Dan ia mendengar perintah terakhir
itu. "Karena waktunya sudah tiba. Pergilah, pastikan pesan kami sampai."
Maureen duduk di ranjang, berusaha berpikir. Sekarang, nalurinyalah yang
bekerja, untuk sesuatu yang lain. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, sesuatu
yang di luar logika dan di luar akal. Sesuatu yang mesti ia percaya dengan
hatinya, tanpa terlalu menganalisisnya di kepala.
Kala itu malam sempurna di Languedoc, hitam pekat dan lembut bak sutra. Seberkas
cahaya bulan menerangi kamar Maureen. Cahaya itu menerpa wajah cantik Maria
Magdalena di Gurun sehingga lukisan Ribera yang membingkai madonna itu bak
sedang mengharapkan petunjuk surgawi. Maureen memutuskan untuk mengikuti
petunjuk Maria. Untuk pertama kalinya semenjak berusia delapan tahun, ia berdoa
agar diberi bimbingan. f Selang beberapa saat, Maureen tak mampu mengingat berapa lama ia mendengar suara
itu. Beberapa detik" Beberapa menit" Tidak penting. Ia tahu bahwa ia
mendengarnya. Seperti ketika di Louvre, bisikan perempuan dengan nada sama
mendesak memanggilnya, menyuruhnya mendekat. Kali ini, suara itu menyebut
namanya. "Maureen. Maureen..." bisiknya dengan desakan yang bertambah-tambah.
Dilemparkannya pakaian dan sepatunya, takut terpisah terlalu lama dan kehilangan
hubungan dengan bimbingan gaib yang menuntunnya. Perlahan, dibukanya pintu kamar
sambil berdoa semoga tidak menimbulkan bunyi dan membangunkan orang lain.
Seperti Maria Magdalena dalam mimpi itu,
kehatianhatian sangat penting pada saat seperti ini. Tidak ada orang yang melihatnya, sejauh ini
belum. Ini adalah sesuatu yang mesti ia lakukan sendiri.
Maureen bisa mendengar degup jantungnya kala ia berjingkat-jingkat menuju pintu
chateau. Sinclair pergi, yang lainnya tertidur. Ia berhasil sampai di pintu
depan, namun suatu pikiran membuatnya kelu.
Alarm. Pintu itu diamankan dengan alarm berkode. Ia pernah melihat Roland
membukanya di suatu pagi, setelah sarapan. Tapi ia tidak tahu nomornya. Roland
menekan papan angka tiga kali dengan cepat tek, tek, tek. Tiga angka. Kode alarm
itu tiga angka. Berdiri di depan panel, Maureen berusaha berpikir seolah ia adalah Sinclair.
Angka mana yang ia pilih" Tibatiba sebuah ide muncul. Dua puluh dua Juli adalah
hari perayaan Maria Magdalena. Ia menekan tuts di panel seperti ketika Roland
melakukannya. 7-2-2. Tidak terjadi apa-apa. Sebuah kilatan cahaya merah memancar
diikuti bunyi keras sehingga Maureen melompat saking kagetnya.
Sialan! Aduh, jangan sampai ada yang bangun.
Maureen berusaha mengendalikan diri dan berpikir keras. Ia tahu, ia tidak boleh
melakukan kesalahan lagi. Jika ia menekan kode yang salah, alarm itu akan
berbunyi lagi. "Tolonglah aku." Ia tidak tahu kepada siapa ia memohon akankah
suara itu memberi jawaban" Akankah suara itu menunjukkan nomor berapa yang mesti
ia tekan" Akankah pintu itu terbuka begitu saja sehingga ia bisa keluar"
Maureen menunggu sesaat, tapi harapan-harapan itu tidak terwujud.
Jangan goblok. Ayolah, Maureen, pikirkan. Kemudian ia mendengar sesuatu. Bukan
suara perempuan gaib itu, tapi suara dalam kepalanya sendiri, dari ingatannya.
Suara itu milik Sinclair, pada malam pertama mereka di chateau. "Sayangku, kau
adalah domba paschal."
Maureen berbalik ke panel dan menekan tinga angka. 3-2- 2. 322. Ulang tahunnya,
sekaligus hari kebangkitan.
Cahaya hijau berkedip dua kali diikuti suara mekanis yang mengucapkan sesuatu
dalam bahasa Prancis. Maureen tidak menunggu untuk melihat apakah suara itu
membuat orang terbangun. Dibukanya pintu tebal itu kemudian ia cepatcepat keluar menuju cahaya rembulan
yang menyinari jalan berkerikil di luar chateau.
f Maureen tahu persis, ke mana ia harus pergi. Ia tidak tahu mengapa, tidak tahu
pula bagaimana. Pokoknya ia tahu tujuannya. Suara itu tidak lagi hadir, tapi memang tidak perlu.
Sesuatu yang lain telah mengambil alih, sesuatu pengetahuan di dalam dirinya
yang ia turuti tanpa bertanya-tanya.
Maureen berjalan cepatcepat mengitari samping rumah. Rute yang sama seperti yang
ditempuh Sinclair ketika mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi area itu. Ada
sebuah jalan setapak di sini, dipenuhi semak belukar, dan sulit dilalui, bahkan
mustahil dilalui pada malam tanpa bulan. Tapi malam ini bulan bersinar terang,
menyinari jalan itu untuknya. Separuh berlari, Maureen menuruti jalan setapak
hingga sampai di tujuannya. Menara Folly milik Sinclair. Menara yang dibangun
Alistair Sinclair di tengah-tengah tanah miliknya, dengan alasan yang tidak
diketahui. Tapi alasan itu ada dan Maureen tahu sekarang.
Bangunan itu adalah menara pengawas. Begitu pula Tur Magdala milik Berenger
Sinclair di Rennesle-Chateau, sebuah menara pengawas. Kedua lelaki itu samasama
mengawasi wilayah di sekitarnya, kalau-kalau Maria memutuskan untuk membuka
rahasianya. Dari kedua menara itu kita bisa
memandang wilayah yang didefinisikan sebagai lokasi disembunyikannya harta
karun. Maureen melangkah maju ke menara, berharap terjadi sesuatu.
Tapi hatinya ciut ketika ia semakin dekat dengan tujuannya. Ia ingat, Sinclair
selalu mengunci bangunan itu. Ia menggunakan kunci untuk membukanya ketika
mereka ke sini. Tapi tunggu dulu, bagaimana setelah mereka pergi" Maureen berusaha keras
membangkitkan ingatannya sementara ia bergerak kian dekat ke menara. Mereka terlibat
pembicaraan hangat, dan Maureen tidak melihat Sinclair mengunci pintu menara
ketika mereka pergi. Mungkinkah ia begitu antusias bercerita hingga lupa" Apakah
ia kembali ke sini untuk menguncinya" Atau, apakah pintu itu otomatis terkunci"
Ia tidak menunggu lama. Begitu berbelok menuju jalan masuk, ia melihat pintu itu
tidak terkait rapat pada engselnya.
Maureen menarik napas, lega dan bersyukur. "Terima kasih," ucapnya sambil
menengadah ke langit. Ia tidak tahu apakah ini perbuatan Sinclair ataukah bantuan Tuhan. Apa pun itu,
ia merasa sangat berterima kasih.
Maureen menapaki anak tangga dengan hatihati. Di dalam bangunan berdinding batu
itu hanya gelap gulita, ia tidak bisa melihat apa pun. Ditekannya kecenderungan
fobianya terhadap tempat sempit dan didorongnya rasa
takut jauh-jauh. Suara Tammy di kepalanya mengingatkan bahwa Sinclair dan
Sauniere samasama membangun menara mengikuti numerologi spiritual.
Sambil menghitung dengan cermat, ia tahu bahwa ia harus mendorong tingkap di
atasnya pada anak tangga kedua puluh dua. Pintu itu terbuka, dan cahaya bulan
menyoroti tangga menara sementara Maureen berjalan menuju lantai atas.
Sejenak ia berdiri saja di sana, menghirup keindahan malam hangat yang terasa
ganjil. Tak tahu apa yang harus dicari, Maureen hanya menunggu. Ia sudah
melangkah sebegini jauh. Ia harus tetap yakin bahwa perjalanannya tidak berhenti di sini.
Sinar bulan menerangi sesuatu yang tidak ia lihat ketika berada di sini bersama
Sinclair. Terpahat di dinding batu di balik pintu, sebuah gambar jam matahari
yang serupa dengan yang mereka lihat di Rennesle-Chateau. Diulurkannya tangannya
untuk meraba pahatan itu. Tapi ia belum cukup mengenal simbolsimbol untuk
memastikan bahwa gambar itu sama persis atau sekadar mirip saja dengan gambar
jam matahari yang satunya.
Sambil berjalan menuju tempat yang lebih strategis untuk memandang keluar, ia
memikirkan hal ini. Maureen merasa sejenak melihat sesuatu di cakrawala. Ia menunggu, memandang
langit Languedoc yang gelap.
Lalu ia melihatnya. Pertamatama berupa sekilas visi di sekelilingnya. Ia
mengulangi, seperti yang ia lakukan ketika pertama kali berdiri di sini bersama
Sinclair. Sesuatu yang tidak terjangkau, setitik cahaya atau gerakan yang
mengarahkan tatapannya ke suatu lokasi di cakrawala. Ia mengalihkan matanya ke
arah itu dan menyaksikan cahaya bulan yang seolah bertambah terang. Difokuskannya tatapan
matanya ke cahaya terang yang menyinari sebuah tempat tepat di depannya, nun
jauh di sana. Cahaya itu menerpa sesuatusebuah batu" Sebuah bangunan"
Kemudian ia tahu. Cahaya itu bertambah terang di lokasi kuburan Poussin.
Tentu saja. Tersembunyi di tempat terbuka, sama seperti hal-hal lain sejauh ini.
Cahaya itu terus bergerak dan bergeser, semakin lama semakin memadat, seolah
mengikuti bentuk manusia tapi lebih panjang. Sekarang cahaya itu berwarna-warni,
hidup dan menari-nari, bergerak dari kejauhan mendekati Maureen kemudian
menjauhinya. Seolah hendak mengajaknya untuk mengikuti, ia akan menunjukkan
jalan. Maureen memerhatikan dengan keterpesonaan penuh hingga ia
mengambil satusatunya keputusan yang mungkin mengikuti cahaya itu.
Maureen mengungkit tingkap agar cahaya bulan bisa menyinari tangga ke bawah. Ia
berlari menuruni anak tangga kemudian keluar dari menara. Tapi ketika sampai di
luar, lagilagi ia berhenti. Pergi ke kuburan bukan persoalan gampang di tengah
malam seperti ini. Tidak ada jalur sebagaimana burung gagak terbang, tidak ada
jalan pintas dari sini ke sana. Hanya wilayah bergelombang yang dipenuhi
batubatu besar dan semak belukar yang rapat.
Satusatunya jalur yang terpikir oleh Maureen adalah jalur lintasan mobil
kemudian menyusuri jalan raya di sekitar chateau hingga ke kuburan. Artinya, ia
harus melewati gerbang utama rumah dan jalan umum yang terbuka. Bergerak secepat
mungkin menyusuri jalur yang
berlikuliku, akhirnya Maureen melihat rumah besar itu di hadapannya. Bangunan
itu tampak gelap dan hening. Sejauh ini berjalan mulus. Maureen berbelok di
jalur lintasan mobil yang panjang. Ia berlari melintasi jalan berkerikil itu
hingga sampai di gerbang depan.
Maureen merasa lega karena gerbang itu dioperasikan dengan detektor yang membuka
dengan bisikan suara. Cepatcepat ia melewati gerbang itu lalu berbelok ke kiri
menuju jalan utama. Kala itu tengah malam sehingga kemungkinan besar tak ada
mobil yang lalu-lalang di wilayah terpencil itu.
Keheningan mencekam Maureen kesunyian itu terasa menakutkan, keheningan yang
membuat gundah. Wilayah chateau sangat luas, tak ada rumah lain di dekat situ. Satusatunya bunyi
berasal dari jantung Maureen yang berdegup keras di dalam dadanya.
Ia berusaha tetap berjalan di pinggir dan tetap waspada. Jantung Maureen seakan
melompat ke tenggorokan dan ia berusaha tidak panik ketika mendengar bunyi
deruman di tengah-tengah kesunyian. Bunyi mesin. Dari mana bunyi itu berasal" Maureen tidak menanti
jawaban. Ia melemparkan diri ke tanah dan berdoa semoga semak dan rumput panjang
melindunginya dari sorotan lampu. Maureen diam tidak bergerak sementara sebuah
mobil melesat dan sorot lampunya menyinari wilayah di sekitarnya. Tapi sang
pengemudi mestinya sedang memikirkan sesuatu karena ia tidak memperlambat
kendaraannya ketika melewati perempuan berambut merah yang tertelungkup di
semaksemak pinggiran jalan.
Setelah yakin mobil itu sudah jauh, Maureen berdiri dan membersihkan kotoran
yang menempel di pakaiannya.
Ia melirik ke chateau sudah berada di kejauhan sekarang apakah lampu di kamar
atas menyala" Ia menyipitkan mata, berusaha menentukan dari jendela mana lampu
itu terlihat. Tapi bangunan itu terlalu besar, Maureen tak punya waktu untuk
berhenti dan memikirkan. Ia kembali melangkah cepatcepat. Jantungnya berdetak keras dengan ketegangan
yang memuncak saat ia mengikuti belokan yang ia kenal. Tepat di depannya, di
atas sana, kuburan Poussin berkilau tertimpa cahaya bulan. "Et in Arcadia ego",
bisiknya dalam hati. "Di sinilah kita."
Ia mencari jalur yang ditemuinya bersama Peter beberapa hari lalu. Jalan setapak
yang jelas-jelas disembunyikan. Maureen menemukannya berkat campuran
keberuntungan dan ingatan, dan barangkali sesuatu yang lebih besar. Ia menanjak
ke atas, lokasi kuburan sejak berabadabad lalu itu kokoh dan menjadi saksi bisu
warisan kuno yang belum mengungkapkan rahasia rahasianya.
Sekarang apa" Maureen melihat ke sekelilingnya, lalu berjalan dan berdiri di
samping kuburan, berpikir dan menunggu.
Sejenak ia merasa ragu, suara Tammy terngiang-ngiang di telinga. "Alistair telah
menggali tiap inci tanah ini. Dan Sinclair telah menggunakan segala jenis
teknologi yang terpikirkan."
Tidak hanya itu. Bahkan ribuan pemburu harta karun telah menyebar ke wilayah
ini, berkali-kali pula. Mereka tidak menemukan apa pun. Mengapa kali ini berbeda" Apa yang membuatnya
berpikir bahwa ia punya hak untuk berharap lebih"
Gemerisik keras di semaksemak membuatnya terlom pat kaget, kakinya lemas, dan ia terjatuh. Tangan kanannya membentur batu tajam.
Bisa ia rasakan, batu itu merobek telapak tangannya. Tapi tidak mempunyai
kesempatan untuk memikirkan rasa sakit.
Ia terlalu takut mendengarnya. Bunyi apakah itu" Maureen menunggu, berusaha
tidak bergerak sedikit pun. Ia tidak bisa bernapas. Bunyi gemerisik itu
terdengar lagi sementara dua merpati putih bersih terbang dari semaksemak,
meninggi ke langit Languedoc yang pekat.
Maureen menarik napas. Ia berusaha berdiri kemudian berjalan ke arah semaksemak
rapat yang menutupi sebuah tumpukan batu besar yang menghalangi pemandangan
pegunungan. Didorongnya batu itu untuk melihat apakah ada sesuatu di
belakangnya. Tapi batu itu tetap bergeming.
Didorongnya lebih kuat lagi, tetap tidak bergeser sedikit pun.
Ia berhenti untuk beristirahat, berusaha berpikir. Tangannya robek tergores
batu. Darah mengucur di sekujur telapak tangannya. Ketika Maureen mengangkat
tangan kanannya untuk mengukur luka yang ia alami, cahaya bulan memantulkan
kilau cincinnya, tepat di gambar lingkaran yang terukir pada tembaga kuno itu.
Cincin. Ia selalu melepas perhiasannya sebelum tidur. Tapi malam ini ia terlalu
lelah untuk menjalani rutinitas dan tertidur dengan cincin melingkari jarinya.
Gambar bintang membentuk lingkaran.
Sebagaimana di atas, demikian pula di bawah. Ada satu duplikat gambar itu di
belakang monumen. Maureen berlari ke sisi lain kuburan itu. Disingkirkannya dedaunan untuk mencari
gambar yang ia tahu ada di situ.
Tangannya mengusap gambar, tetesan darah dari telapak tangannya mengenai bagian
dalam lingkaran. Maureen menahan napas dan diam tak bergerak, menunggu.
Tidak terjadi apa-apa. Kesunyian merambah dari menit ke menit hingga Maureen
merasa terperangkap dalam ruangan hampa seluruh udara malam telah diisap sampai
habis. Dari suatu kejauhan, barangkali puncak bukit aneh yang terdapat di
Rennesle-Chateau, terdengar bunyi lonceng gereja. Bunyi yang dalam dan menggema
itu menggetarkan tubuh Maureen.
Barangkali itulah bunyi paling kudus, atau yang paling tidak kudus, yang pernah
ia dengar. Tapi dentang lonceng gereja yang aneh di tengah malam buta itu terasa
monumental. Kegelapan di sekeliling Maureen terkoyak oleh lonceng itu. Namun tak lama
kemudian menyusul bunyi letusan tajam yang menyeramkan. Bunyi yang keras dan
tegas itu berasal dari batu yang terletak tepat di belakang Maureen. Tempat
munculnya merpati. Cahaya bulan yang tidak biasa menerangi tempat itu, namun
kini telah berubah. Di tempat tumbuhnya rimbunan semak dan berdirinya batu
besar, kini ada sebuah jalan masuk, sebuah celah di lereng gunung, mengundang
Maureen untuk masuk. Dengan beringsut-ingsut, Maureen mendekati liang yang kini terbuka. Tubuhnya
gemetar, nyaris tidak terkendali. Tapi ia terus maju. Begitu sampai di dekat
celah, yang cukup besar untuk ia masuki, ia melihat sinar redup di dalam. Sambil
menelan rasa takut, ia masuk ke dalam liang, menunduk, dan berjalan ke perut
gunung. Begitu di dalam, Maureen merasa sesak napas saking
terpesonanya. Ada sebuah peti kuno yang sudah terkelupas di sana-sini. Maureen
telah melihat peti itu dalam mimpinya ketika di Paris. Perempuan tua menunjukkan
peti itu padanya, mengajaknya
mendekat. Maureen yakin, peti yang ada di hadapannya sama dengan peti dalam
mimpinya. Cahaya yang aneh dan terkesan gaib menyelimuti peti itu. Maureen
membungkuk dan mengusap peti itu penuh minat. Tidak ada kunci. Jemari Maureen
menelusuri bagian bawah penutup peti untuk


The Expected One Karya Kathleen Mcgowan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membukanya. Ia begitu khusyuk hingga tidak mendengar bunyi langkah di
belakangnya. Tak lama kemudian ia tidak merasakan apa-apa kecuali rasa sakit
yang sangat di bagian belakang kepala, lalu semua menjadi gelap.
Roma 26 Juni 2005 Jika Uskup Magnus O'Connor mengharapkan sambutan hangat dari Dewan Vatikan, ia
akan gigit jari. Wajahwajah alim yang mengelilingi meja antik mengilap itu terlihat prihatin dan
kaku. Kardinal DeCaro menoleh ke ketua penyelidikan. "Tolong jelaskan kepada Dewan,
mengapa orang pertama semenjak Santo Fransiskus dari Assisi yang menunjukkan
lima titik stigmata tidak mendapat perhatian serius?"
Keringat Uskup O'Connor mengucur deras. Ia meremas saputangan di pangkuannya,
yang ia gunakan untuk menghapus butiran keringat di wajahnya. O'Connor berdehem,
dan jawabannya terdengar lebih bergetar di bandingkan yang ia harapkan.
"Yang Mulia, Edouard Paschal beberapa kali mengalami kerasukan yang mengganggu.
Ia menjeritjerit, menangis, dan mengklaim bahwa ia mengalami visi. Sudah dipastikan
bahwa itu tidak lebih dari sekadar celotehan gila seorang yang tidak waras."
"Dan siapa yang mengambil kesimpulan resmi itu?"
"Saya, Yang Mulia. Tapi mohon dipahami, lelaki ini hanya orang biasa. Seorang
Cajun dari wilayah rawa..."
DeCaro tidak berhasil mengendalikan rasa jengkel. Ia tidak lagi peduli dengan
penjelasan sang Uskup. Taruhannya sangat besar, dan mereka mesti bergerak sangat cepat.
Pertanyaanpertanyaannya semakin tajam, nada bicaranya pedas.
"Gambarkan visivisi yang ia alami kepada mereka yang tidak sempat membaca
arsip." "Ia mengalami visi Tuhan Yesus bersama Maria Magdalena.
Visi yang mengganggu. Ia berceloteh tentang... penyatuan mereka dan tentang
anakanak. Celotehan itu semakin menjadijadi setelah...peristiwa stigmata."
Anggota Dewan semain gelisah. Mereka tidak bisa duduk dengan tenang. Sambil
berbisik, mereka bertanya satu sama lain.
DeCaro melanjutkan interogasi yang tidak bersahabat.
"Lalu apa yang terjadi pada lelaki bernama Edouard Paschal ini?"
O'Connor menarik napas panjang sebelum menjawab. "Ia menjadi semakin tersiksa
dengan khayalan khayalannya hingga...ia bunuh diri dengan menembak kepalanya."
"Dan setelah ia mati?"
"Sebagaimana kasus bunuh diri yang lain, kami tidak
mengizinkan jenazahnya dikubur di tanah yang telah disucikan.
Kami mengunci rapat-rapat peristiwa ini, dan melupakannya.
Sampai...sampai putrinya menarik perhatian kami."
Kardinal DeCaro mengangguk, lalu mengangkat satu map merah lagi dari meja.
Ucapannya ditujukan ke peserta pertemuan. "Ah, ya, sekarang topik beralih ke
putrinya." Banyak orang yang akan terkejut (jika tahu) bahwa aku menusukkan seorang
perempuan Romawi. Claudia Procula. cucu Augustus Caesar dan anak angkat Kaisar Tiberius, ke dalam
deretan pengikut kami. Namun, bukanlah statusnya sebagai seorang Romawi yang
mencuatnya tidak dUiarapkan untuk berada di antara kita. Akan tetapi dia ada/ah
istri Pontius Pi/atus. pemgas yang menghukum Easa ke tiang salib.
I)i antara banyak orang yang membantu kami di hari-hari kegelapan. Claudia
Procula mempertaruhkan sama atau balikan lebih besar dibandingkan mereka, demi Easa.
Jelas yang ia korbankan jauh lebih besar dibandingkan kebanyakan orang.
Namun malam hari itu di Yerusakm. ketika nyawa kami berada di ujung tanduk dia
dan aku menyatu dalam hati dan jiwa kami. Semenjak hari itu kami menjalin
hubungan erat. sebagai istri sehagaiibu, sebagai perempuan. Dari matanya aku
tahu kalau dia akan nnyadi seorang putri JalanNya ketika waktunya tiba. Aku bisa
melihatnya, pancaran sinar yang muncul seiring perubahan, ketika seorang lelaki
atau perempuan melihat Tuhan dengan jelas untuk kak'pertama.
Dan hati Claudia dipenuhi cinta dan pengampunan Bahwa ia tetap bersama Pontius
'i a tins dengan segala peristiwa itu adalah sebuah petanda kesetiaannya. lingga
k aki itu meninggal, ia berkorban baginya dengan pengorbanan yang lianya bisa
dilakukan okh seorang perempuan yang benarbenar mencintai. Indah yang aku
ketahui. Kisah Claudia belum diungkapkan. Aku berharap bisa melakukannya dengan adil.
INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA.
KITAB MASA KEGELAPAN Lima Belas Chateau des Pommes Blues 27 Juni 2005
Maureen merasa mulutnya kering dan kepalanya seolah dibebani benda seberat tiga
ton. Di manakah ia" Maureen berusaha menoleh. Aduuh. Rasa sakit muncul dari
kepala. Tapi selain itu ia merasa nyaman. Sangat nyaman. Ia berada di ranjang,
di chateau. Bagaimana bisa"
Membingungkan, tak ada yang jelas. Selintas terpikir olehnya bahwa ia diracuni
dan dipukul. Oleh siapa" Di mana Peter"
Ada suarasuara di luar pintu. Semakin keras. Kesal dan cemas. Marah" Pria.
Berusaha mengenali aksen. Occitan, pasti Roland. Suara yang tinggi itu...Skotlan"
Irlandia. Itu Peter. Maureen berusaha memanggil Peter, yang keluar hanya teriakan parau. Tapi
lumayan, cukup untuk menarik perhatian, mereka bergegas masuk ke kamar.
f Sepanjang hidupnya, belum pernah Peter merasa selega
seperti ketika ia mendengar suara dari kamar Maureen.
Didorongnya tubuh raksasa Roland ke samping dan ia mendahului Sinclair untuk
menjadi yang pertama yang masuk ke kamar Maureen. Kedua lelaki itu bergegas di
belakangnya. Mata Maureen terbuka dan ia terlihat kebingungan. Tapi ia sadar. Kepalanya
dibalut perban, persis di bagian luka yang telah dijahit oleh dokter, sehingga
ia tampak seperti korban perang.
"Maureen, syukurlah. Kau bisa mendengarku?" Peter meremas tangannya.
Maureen berusaha mengangguk. Ide buruk. Kepalanya berputar-putar dan ia tidak
bisa melihat selama satu menit penuh.
Sinclair maju dari belakang Peter, meninggalkan Roland yang membisu di belakang.
"Jangan memaksa untuk bergerak.
Dokter menyarankan agar sebisa mungkin kau tidak bergerak dulu."
Ia berjongkok di samping Peter agar lebih dekat dengan Maureen. Wajahnya
terlihat sedih dan prihatin.
Maureen mengedipkan mata untuk mengatakan bahwa ia mengerti. Ia ingin bicara,
tapi ternyata tidak bisa. Akhirnya ia berbisik, "Air?"
Sinclair mengambil mangkuk kristal dan sendok di meja, di samping tempat tidur.
Ia berusaha keras agar nada suaranya terdengar ceria. "Jangan air dulu, perintah
dokter. Tapi kau bisa menelan es batu.
Jika kau berhasil melewati ini, kita lulus."
Sinclair dan Peter berusaha merawat Maureen bersamasama.
Dengan lembut, Peter membantu mengangkat Maureen sementara Sinclair menyuapi
potongan es batu ke mulutnya.
Merasa tubuhnya telah memperoleh cairan, Maureen berusaha berbicara lagi.
"Apa...?" "Apa yang terjadi?" Peter membantu meneruskan. Ia memandang Sinclair kemudian ke
Roland, sebelum memberi jawaban. "Kami akan memberitahu saat kau sudah cukup
beristirahat. Roland... dialah pahlawanmu. Dan pahlawanku."
Mata Maureen beralih ke Roland, yang mengangguk hormat. Maureen memang menyukai
si Occitan bertubuh besar ini. Ia merasa berterima kasih, apa pun yang telah
lelaki itu lakukan untuk memboyongnya ke sini. Tapi kepedulian utama Maureen
bukanlah terhadap keadaan dirinya sendiri.
Jawaban yang ia butuhkan belum muncul. Sinclair menyuapi satu sendok butiran es
batu lagi dan Maureen berusaha bicara kembali.
"Peti...?" Untuk pertama kalinya selama berhari-hari, Sinclair tersenyum. "Aman. Sudah
dibawa ke sini bersamamu. Sekarang terkunci rapat di ruang kerjaku." "Apa...?"
"Apa isinya" Kami belum tahu. Kami tidak akan membukanya tanpamu, Sayang.
Rasanya tidak benar. Peti itu diserahkan kepadamu. Dan kau harus hadir ketika peti itu dibuka."
Maureen memejamkan mata dengan lega. Obat penenang membuatnya tertidur lagi.
Kali ini dengan perasaan aman karena tahu, ia tidak gagal.
f Ketika Maureen bangun dari tidurnya, Tammy sudah duduk di samping ranjang, di
salah satu kursi berkulit merah.
"Selamat pagi, Cantik," katanya sembari meletakkan buku yang sedang ia baca.
"Suster Tammy siap membantu. Apa yang bisa kuambilkan" Margarita" Pina colada?"
Maureen ingin tersenyum, tapi belum bisa.
"Apakah kau ingin es batu" Ah, aku lihat jempol diangkat, isyarat internasional.
Oke, aku ambilkan." Tammy mengambil mangkuk kristal lalu duduk di samping Maureen. Ia menyuapi es
batu ke mulut Maureen. "Enak" Masih segar, aku membuatnya tadi pagi."
Kali ini Maureen bisa sedikit tersenyum. Tapi masih terasa sakit. Setelah
beberapa sendok, ia merasa bisa berbicara. Sudah lebih baik, pikirnya. Kepalanya
masih berdenyut-denyut, tapi kebingungannya sudah berkurang, dan ingatannya
mulai kembali. "Apa yang terjadi?"
Tammy tak lagi bisa berkelakar. Ia kembali duduk di sebelah Maureen, mimiknya
sangat serius. "Kami berharap kau bisa menceritakan separuh kejadian. Baru kemudian kami
melengkapi yang separuh lagi. Tidak sekarang, tentu saja. Saat kau sudah siap
untuk bicara. Tapi polisi..." "Polisi?"
suara Maureen parau. "Shh. Jangan tegang. Seharusnya tidak aku katakan. Tapi sekarang sudah beres.
Itulah yang perlu kau ketahui."
"Tidak." Suara Maureen sudah kembali, beserta kekuatannya. "Aku perlu tahu apa
yang terjadi." Pedang Dan Kitab Suci 18 Prabarini Karya Putu Praba Darana Pendekar Wanita Penyebar Bunga 12

Cari Blog Ini