Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien Bagian 9
Dulu aku mengira untuk hal-hal seperti itulah orang-orang mengagumkan dalam
kisah-kisah itu pergi dan mencarinya, karena mereka menginginkannya, karena
petualangan itu menggairahkan dan karena kehidupan agak menjemukan, jadi
seperti semacam olahraga, bisa dikatakan begitu. Tapi ternyata bukan begitu
kenyataannya dengan kisah-kisah yang benar-benar penting, atau kisah-kisah
yang tetap diingat sepanjang masa. Tampaknya orang-orang begitu saja terdampar
di dalamnya, biasanya jalan mereka memang diarahkan lewat sana, seperti
kaukatakan. Sebenamya mereka punya banyak kesempatan untuk kembali, seperti
kita, tapi mereka tidak melakukannya. Dan kalau mereka kembali, kita tidak akan
tahu, sebab mereka jadi terlupakan. Kita mendengar tentang mereka yang tetap
maju terus dan tidak semuanya menemukan akhir yang baik, ingat itu; setidaknya
bukan akhir yang dianggap baik oleh orang-orang di dalam kisah itu sendiri,
bukan Dua Menara Halaman | 359 oleh orang-orang di luar cerita itu. Maksudku, mereka pulang dan menemukan
segalanya baik-baik saja, meski tidak sepenuhnya sama-seperti Mr. Bilbo tua.
Tapi kisah-kisah semacam itu belum tentu kisah yang paling bagus untuk didengar,
meski mungkin bagus untuk terdampar di dalamnya! Aku ingin tahu, cerita macam
apa tempat kita terdampar ini?"
"Aku juga bertanya-tanya," kata Frodo. "Tapi aku tidak tahu. Begitulah
biasanya sebuah cerita. Ambillah satu yang kausukai. Kau mungkin tahu atau
menduga, kisah macam apa itu, berakhir bahagia atau sedih, tapi orang-orang di
dalamnya saat itu belum tahu. Dan kau tak ingin mereka tahu sebelumnya."
"Tidak, Sir, tentu saja tidak. Misalnya Beren, dia tak pernah menduga dia akan
pergi mengambil Silmaril dari Mahkota Besi di Thangorodrim, tapi dia toh
melakukannya, dan tempat itu jauh lebih buruk dan lebih berbahaya daripada yang
kita hadapi sekarang. Tapi kisah itu panjang sekali, berlalu melampaui
kebahagiaan, memasuki kesedihan, dan masih banyak lagi Silmaril berlalu dan
sampai ke Earendil. Dan, Sir, wah, aku belum pernah memikirkannya! Kitakan
mempunyai sedikit cahaya Silmaril itu dalam bejana kaca bintang yang diberikan
Lady Galadriel kepadamu! Wah, kalau dipikirpikir, kita masih berada dalam kisah
yang sama! Kisah itu masih terus berlanjut. Bukankah kisah-kisah besar tak
pernah berakhir?" "Tidak, mereka tak pernah berakhir sebagai kisah," kata Frodo. "Tapi orangorang
di. Dalamnya datang dan pergi ketika peran mereka berakhir. Peran kita
akan berakhir kemudian atau segera."
"Lalu kita bisa istirahat dan tidur," kata Sam. Ia tertawa muram. "Dan
maksudku memang begitu, Mr. Frodo. Maksudku kita benarbenar beristirahat, tidur,
dan bangun menghadapi pekerjaan pagi hari di kebun. Hanya itu yang kuharapkan
selama mi. Semua rencana besar yang penting bukanlah untuk orang semacam
aku ini. Bagaimanapun, aku ingin tahu apakah kita akan dimasukkan ke dalam lagu
atau cerita. Sekarang kita memang sudah berada dalam satu cerita; tapi
maksudku: dituangkan ke dalam kata-kata, diceritakan dekat perapian, atau dibaca
dalam buku besar dengan huruf-huruf merah dan hitam, bertahun-tahun kemudian.
Dan orang-orang akan berkata, 'Ayo kita dengarkan kisah Frodo dan Cincin!' Dan
anak-anak akan berkata, 'Ya, itu salah satu dongeng favoritku. Frodo gagah
berani, bukan begitu, Dad"' 'Ya, anakku, dia hobbit paling termasyhur, dan itu artinya
besar sekali. "' "Itu terlalu berlebihan," kata Frodo, dan ia tertawa, tawa jernih panjang dari
dalam hatinya. Halaman | 360 The Lord of The Rings Suara semacam itu belum pernah terdengar di tempat itu sejak Sauron datang
ke Dunia Tengah. Sam merasa sekonyong-konyong semua batu mendengarkan,
dan batu karang tinggi itu condong ke arah mereka. Tapi Frodo tidak
menghiraukan; ia tertawa lagi.
"Wah, Sam," katanya, "mendengar omonganmu entah kenapa membuatku
gembira sekali, seolah cerita itu sudah ditulis. Tapi kau melupakan salah satu
tokoh utama: Samwise yang berhati teguh."
"Aku ingin dengar lebih banyak tentang Sam, Dad. Mengapa mereka tidak
memuat lebih banyak tentang omongannya, Dad" Itu justru yang kusukai,
membuatku tertawa. Dan Frodo tak mungkin berhasil tanpa Sam, ya kan, Dad?"'
"Nah, Mr. Frodo," kata Sam, "seharusnya kau tidak berkelakar. Aku serius."
"Begitu juga aku," kata Frodo, "dan memang begitu. Kita bergerak terlalu
cepat. Kau dan aku, Sam, masih terjebak di salah satu tempat terburuk dalam
cerita ini, dan sangat mungkin seseorang akan berkata pada titik ini, 'Tutup
bukunya, Dad; kami tak ingin membacanya lagi.'"
"Mungkin," kata Sam, "tapi bukan aku yang akan bicara begitu. Peristiwa yang
sudah berlalu dan dijadikan bagian dari cerita-cerita besar memang berbeda. Wah,
bahkan Gollum bisa kedengaran bagus dalam dongeng, setidaknya lebih baik
daripada kenyataannya. Dan dulu dia juga suka sekali mendengarkan cerita. Aku
ingin tahu, apakah menurut pendapatnya sendiri dirinya adalah pahlawan atau
penjahat?" "Gollum!" teriaknya. "Kau ingin jadi pahlawan ke mana pula dia?" Tak ada
tanda-tanda Gollum berada di mulut perlindungan mereka, juga tidak di dalam
bayangan di dekat situ. Ia menolak makanan mereka, tapi mau menerima seteguk
air, seperti biasanya. Kemudian tampaknya ia meringkuk untuk tidur. Saat itu
mereka menyangka salah satu alasan kepergiannya kemarin adalah untuk berburu
makanan yang disukainya; kini rupanya ia menyelinap pergi lagi, sementara
mereka bercakap-cakap. Tapi untuk apa kali ini" "Aku tak suka dia menyelinap
pergi tanpa memberitahu," kata Sam. "Apalagi sekarang. Dia tak mungkin mencari
makanan di atas sini, kecuali ada batu yang disukainya. Di sini lumut pun tak
ada!" "Tak ada gunanya mencemaskan dia sekarang," kata Frodo. "Tanpa dia, kita
tak mungkin pergi sejauh ini, tidak dalam jarak pandang celah ini sekalipun.
Karena itu, kita terpaksa menerima saja ulahnya. Kalau dia licik, ya sudah, dia memang
licik" Dua Menara Halaman | 361 "Bagaimanapun, aku lebih suka kalau bisa mengawasinya," kata Sam.
"Apalagi kalau dia memang licik. Kau ingat dia tak pernah mau menceritakan
apakah jalan ini dijaga atau tidak" Dan sekarang kita melihat menara di sini
mungkin menara itu kosong, mungkin juga tidak. Apa menurutmu dia pergi
menjemput mereka, Orc atau apa saja?"
"Tidak, kurasa tidak," jawab Frodo. "Memang bukan tak mungkin dia punya
rencana busuk, tapi kurasa dia tidak pergi menjemput Orc atau pelayan Musuh.
Kenapa harus menunggu sampai sekarang, setelah mendaki dengan susah payah,
dan pergi begitu dekat ke negeri yang ditakutinya" Dia bisa saja mengkhianati
kita berkali-kali dan mengumpankan kita kepada para Orc sejak kita bertemu
dengannya. Tidak, kalau dia memang punya rencana jahat, itu pasti rancangannya
sendiri, yang dikiranya masih sangat rahasia."
"Well, kurasa kau benar, Mr. Frodo," kata Sam. "Tapi aku tetap cemas. Aku
tidak salah: aku tidak ragu dia akan menyerahkanku pada kaum Orc dengan
senang hati. Tapi aku lupa Kesayangan-nya itu. Ya, kurasa selama ini niatnya
adalah mendapatkan Kesayangannya itu. Itu satu-satunya inti dalam semua
rencananya, kalau dia punya rencana. Tapi bagaimana dia bisa mewujudkan
rencananya itu dengan membawa kita naik kemari, aku tak tahu."
"Mungkin sekali dia sendiri belum bisa memikirkannya," kata Frodo. "Dan
menurutku dia bukan hanya punya satu rencana dalam kepalanya yang kacaubalau
itu. Kurasa sebenarnya dia ingin mencoba menyelamatkan Kesayangan-nya
itu dari tangan Musuh, sedapat mungkin. Sebab bisa menjadi malapetaka terakhir
bagi dirinya sendiri, kalau Musuh memperoleh Kesayangan-nya. Di luar itu,
mungkin dia hanya menunggu waktu dan kesempatan."
"Ya, Slinker dan Stinker, seperti pernah kukatakan," kata Sam. "Tapi semakin
dekat ke negeri Musuh, Slinker akan semakin mirip Stinker. Camkan kata-kataku:
kalau kita sampai ke celah itu, dia tidak akan membiarkan kita membawa benda
berharga itu melewati perbatasan tanpa mencoba mencegahnya."
"Kita belum sampai ke sana," kata Frodo. "Tidak, tapi sebaiknya kita
memasang mata sampai kita tiba di sana. Kalau kita tertangkap sedang tidur,
Gollum akan cepat sekali menerkam. Tapi bukan berarti sekarang tidak aman
bagimu untuk tidur sebentar, Master. Aman kalau kau berbaring dekat denganku.
Aku akan senang sekali melihatmu tidur. Aku akan menjagamu; kalau kau
berbaring dekat aku, dengan tanganku memelukrnu, takkan ada yang bisa
menyentuhmu tanpa diketahui Sam."
Halaman | 362 The Lord of The Rings "Tidur!" kata Frodo, dan ia mengeluh, seolah di tengah-tengah padang pasir ia
melihat fatamorgana hijau sejuk. "Ya, aku bisa tidur, walau di tempat ini
sekalipun." "Kalau begitu, tidurlah, Master! Baringkan kepalamu di pangkuanku."
Dan begitulah Gollum menemukan mereka beberapa jam kemudian, ketika ia
kembali, merangkak dan merayap melewati jalari gelap di depan. Sam duduk
bersandar pada batu, kepalanya jatuh ke samping, napasnya berat. Di
pangkuannya berbaring Frodo, tenggelam dalam tidur lelap; di dahinya yang putih
Sam meletakkan salah satu tangannya yang cokelat, tangan satunya menggeletak
lembut pada dada majikannya. Kedamaian terpancar pada wajah mereka. Gollum
memandang mereka. Ekspresi aneh menyapu wajahnya yang kurus dan lapar.
Sinar di matanya lenyap, matanya menjadi redup dan kelabu, tua dan letih.
Kedut kesakitan seolah memelintirnya, dan ia memalingkan muka, memandang
kembali ke jalan di atas, lalu menggelengkan kepala, seolah terlibat perdebatan
dalam hati. Lalu ia kembali, perlahan mengulurkan tangannya yang gemetar, dan
dengan hati-hati sekali ia menyentuh lutut Frodo tapi sentuhan itu hampir
seperti belaian. Untuk sekilas, seandainya salah satu di antara yang sedang tidur itu
bisa melihatnya, mereka pasti menyangka melihat seorang hobbit tua yang lelah,
menyusut karena usia yang sudah membawanya jauh melebihi waktunya,
melampaui keluarga dan teman-temannya, dan padang-padang serta sungaisungai masa
remajanya, sebuah sosok tua kelaparan yang mengibakan.
Tapi karena sentuhan itu Frodo bergerak dan berseru pelan dalam tidurnya,
dan Sam langsung terbangun. Hal pertama yang dilihatnya adalah Gollum sedang
"mencakar-cakar Majikan," pikimya.
"Hei kau!" katanya kasar. "Apa yang kaulakukan?"
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa," kata Gollum lembut. "Majikan baik!" "Masa?"
kata Sam. "Tapi tadi kau ke mana menyelinap pergi dan menyelinap kembali, kau
bajingan tua?" Gollum mundur, cahaya kehijauan bersinar di bawah kelopak
matanya yang berat. Sekarang ia tampak hampir seperti labah-labah, meringkuk
bersandar pada kakinya yang ditekuk, matanya melotot. Saat sekejap itu sudah
berlalu, tak bisa kembali lagi.
"Menyelinap, menyelinap!" desisnya. "Hobbit selalu sangat sopan, ya. Oh,
hobbit baik! Smeagol membawa mereka lewat jalan rahasia yang tak seorang pun
tahu. Dia lelah, dia haus, ya ... haus; dia menuntun mereka dan mencari jalan, dan
mereka bilang dia menyelinap, menyelinap. Kawan-kawan baik sekali. Oh ya,
sayangku, baik sekali." Sam agak menyesal, meski tetap tak percaya.
Dua Menara Halaman | 363 "Maaf," katanya. "Aku menyesal, tapi kau mengagetkanku. Dan seharusnya
aku tidak tidur, itu sebabnya aku agak ketus. Tapi Mr. Frodo lelah, dan kuminta
dia tidur sebentar; yah, begitulah ceritanya. Maaf. Tapi sebenarnya kau ke mana?"
"Menyelinap," kata Gollum, dan sinar hijau itu tidak hilang dari matanya.
"Oh, ya sudah," kata Sam, "terserah kau! Kurasa itu tidak terlalu jauh dari
kebenarannya. Dan sekarang lebih baik kita semua menyelinap bersama-sama.
Jam berapa sekarang" Apakah masih hari ini atau sudah besok?"
"Sudah besok," kata Gollum, "atau hari ini adalah besok saat hobbit tidur.
Bodoh sekali, sangat berbahaya kalau Smeagol malang tidak menyelinap ke
sekitar untuk berjaga."
"Kurasa kita akan segera jemu dengan kata itu," kata Sam. "Tapi tak apa. Aku
akan membangunkan Majikan." Dengan lembut ia menyingkapkan rambut Frodo
yang jatuh ke alisnya, dan sambil membungkuk ia berbicara dengan lembut.
"Bangun, Mr. Frodo! Bangun!" Frodo bergerak dan membuka mata, lalu
tersenyum melihat wajah Sam dekat wajahnya. "Membangunkan aku pagi-pagi,
bukan, Sam?" katanya. "Masih gelap!"
"Ya, di sini selalu gelap," kata Sam. "Tapi Gollum sudah kembali, Mr. Frodo,
dan dia bilang sekarang sudah besok. Jadi, kita harus berjalan lagi. Putaran
terakhir." Frodo menarik napas dalam sekali dan bangkit duduk. "Putaran
terakhir!" katanya. "Halo, Smeagol! Sudah menemukan makanan" Sudah istirahat?"
"Tidak ada makanan, tidak ada istirahat, tidak ada apa-apa untuk Smeagol,"
kata Gollum. "Dia penyelinap." Sam mendecakkan lidah, tapi menahan diri.
"Jangan mengata-ngatai dirimu sendiri, Smeagol," kata Frodo. "Itu tidak bijak,
biarpun benar atau salah."
"Smeagol harus menerima apa yang diberikan kepadanya," jawab Gollum.
"Dia diberi nama itu oleh Master Samwise, hobbit yang tahu banyak." Frodo
menatap Sam. "Ya, Sir," katanya. "Aku memang menggunakan kata itu, ketika
bangun dengan kaget dari tidurku dan menemukan dia sudah dekat sekali. Aku
sudah bilang aku menyesal, tapi sebentar lagi aku tidak akan menyesal lagi."
"Ayo, yang sudah ya sudah," kata Frodo. "Tapi sekarang kita mesti bicara, kau
dan aku, Smeagol Katakan, bisakah kami sekarang menemukan sendiri sisa jalan
ini" Kita sudah melihat celah itu, jalan masuknya, dan kalau kita bisa
menemukannya sekarang, maka kupikir persetujuan kita berakhir. Kau sudah
memenuhi janjimu, dan kau bebas: bebas untuk kembali mencari makanan dan
Halaman | 364 The Lord of The Rings istirahat, ke mana pun kau mau pergi, kecuali ke anak buah Musuh. Dan suatu saat
nanti aku akan memberimu imbalan, aku atau mereka yang ingat aku."
"Jangan, jangan dulu!" rengek Gollum. "Oh tidak! Mereka tak bisa mencari
jalan sendiri, kan" Oh tidak. Masih ada terowongan. Smeagol harus tetap
mendampingi. Tidak ada istirahat. Tidak ada makanan. Tidak sekarang."
Dua Menara Halaman | 365 Sarang Shelob Mungkin saja sekarang sudah pagi, seperti kata Gollum, tapi kedua hobbit tak
bisa melihat perbedaannya, kecuali, mungkin, langit berat di atas tidak begitu
hitam lagi, lebih seperti atap asap besar; sementara itu, bukan kegelapan malam pekat
yang tampak kecuali di celah-celah dan lubang-lubang melainkan bayangan kelabu
kabur yang menyelubungi dunia bebatuan di sekitar mereka. Mereka berjalan terus,
Gollum di depan dan kedua hobbit sekarang berdampingan, mendaki jurang
panjang di tengah tonjolan dan tiang-tiang batu yang koyak-koyak dimakan cuaca,
yang berdiri seperti patung-patung besar tak berbentuk di kedua sisi.
Tak ada bunyi. Tidak seberapa jauh di depan, sekitar satu mil, ada tembok
besar berwarna kelabu, wujud besar terakhir dari batu pegunungan yang
menjulang. Semakin gelap ia menjulang, dan lambat laun semakin tinggi ketika
mereka mendekat, sampai menjulang tinggi di atas mereka, menutupi semua
pemandangan di belakangnya. Bayangan kelam tergelar di kakinya.
Sam mengendus-endus udara. "Ahhh! Baunya!" katanya. "Semakin keras
baunya." Akhirnya mereka berada di bawah bayang-bayang itu, dan di tengahnya
mereka melihat lubang gua.
"Ini jalan masuknya," kata Gollum perlahan. "Ini jalan masuk ke terowongan."
Ia tidak menyebutkan namanya: Torech Ungol, Sarang Shelob. Bau busuk keluar
dari lubang itu, bukan bau memuakkan dari pembusukan di padang-padang
Morgul, melainkan bau busuk tak terkira dari kotoran yang bertumpuk dan ditimbun
di dalam gua gelap itu. "Apakah ini satu-satunya jalan, Smeagol?" tanya Frodo.
"Ya, ya," jawabnya. "Ya, kita harus lewat jalan ini sekarang."
"Maksudmu kau sudah pernah lewat gua ini?" kata Sam.
"Bah! Tapi mungkin kau tidak peduli bau busuk." Mata Gollum bersinar. "Dia
tidak tahu apa yang terbaik bagi kita, ya kan, sayangku" Tidak, dia tidak tahu.
Tapi Smeagol bisa tahan banyak hal. Ya. Dia pernah lewat sini. Oh ya, lewat sini. Ini
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu-satunya jalan."
Halaman | 366 The Lord of The Rings "Dan apa yang menimbulkan bau ini, aku ingin tahu," kata Sam. "Seperti ...
yah, aku tak ingin mengucapkannya. Aku yakin lubang menjijikkan milik kaum Orc,
dengan ratusan tahun kotoran mereka tertimbun di dalamnya."
"Well," kata Frodo, "Orc atau tidak, kalau ini satu-satunya jalan, kita harus
melewatinya." Dengan menarik papas dalam, mereka masuk. Setelah beberapa langkah,
mereka sudah berada dalam kegelapan pekat dan tidak tembus pandang. Sejak
selasar-selasar Moria yang gelap, Frodo dan Sam belum pernah mengalami
kegelapan seperti ini; bahkan di sini lebih gelap dan pekat.
Di Moria, udara masih mengalir, masih ada gema, dan terasa ada ruang. Di
sini udaranya diam, tak bergerak, berat, dan setiap bunyi tidak bergema. Mereka
seolah berjalan dalam uap hitam yang dijalin dari kegelapan itu sendiri, yang
kalau dihirup mengakibatkan kebutaan bukan hanya pada mata, tapi juga pada pikiran,
sehingga ingatan akan warna, bentuk, dan cahaya sama sekali lenyap dari pikiran.
Seakan-akan malam sudah sejak dulu ada, akan selalu ada, dan hanya malam
yang berkuasa. Tapi untuk beberapa saat mereka masih bisa merasakan, dan
mula-mula indra peraba pada jari-jari kaki dan tangan mereka jadi lebih tajam,
sampai hampir menyakitkan.
Mereka heran karena dinding-dinding terasa mulus, lantai pun datar dan rata,
kecuali sesekali di beberapa tempat, mendaki terus dengan kemiringan yang sama.
Terowongan itu tinggi dan lebar, begitu lebar sehingga, meski kedua hobbit
berjalan berdampingan, hanya menyentuh sisisisi tembok dengan tangan
terentang, mereka toh terpisah, terputus hubungan dalam kegelapan. Gollum
sudah masuk lebih dulu, dan tampaknya hanya beberapa langkah di depan.
Mereka masih bisa mendengar napasnya mendesis dan mendesah tepat di depan
mereka. Tapi, setelah beberapa saat, indra-indra mereka semakin tumpul, daya
sentuh dan daya dengar seolah kian mati rasa, namun mereka terus maju,
merabaraba, berjalan, maju terus, terutama karena tekad besar mereka sejak
memasuki gua ini, kemauan untuk melewati jalan ini, dan hasrat untuk keluar sampai ke
gerbang tinggi di sana. Sebelum mereka berjalan jauh-mungkin belum jauh, tapi
Sam sudah tak bisa mengukur waktu dan jarak sekarang Sam yang berjalan di
sebelah kanan meraba-raba tembok dan menyadari ada bukaan di sisi itu: sekejap
ia menangkap angin lemah dari udara yang tidak begitu berat, kemudian mereka
pun lewat. "Ada lebih dari satu selasar di sini," ia berbisik dengan susah payah: rasanya
sulit untuk mengeluarkan suara. "Tempat ini pasti penuh Orc!" Setelah itu,
mereka Dua Menara Halaman | 367 melewati tiga atau empat bukaan seperti itu Sam di sebelah kanan, Frodo di
sebelah kin. Beberapa bukaan itu lebih lebar, beberapa lebih sempit; tapi sampai sekarang
jalan utama tak perlu diragukan, karena ia menjulur lurus, tidak berbelok, dan
masih terus menanjak. Tapi seberapa panjang jalan itu" Berapa banyak lagi yang
bisa mereka tahankan atau harus mereka derita" Kepengapan udara semakin
terasa ketika mereka mendaki; dan sekarang, dalam kegelapan, mereka sering
merasakan suatu perlawanan yang lebih berat daripada udara busuk di situ.
Ketika mereka maju terus, terasa ada benda-benda menyapu kepala atau
menyentuh tangan mereka. Mungkin sulur-sulur panjang atau tanaman gantung:
mereka tidak tahu benda apa itu. Bau busuk juga semakin tajam. Begitu tajam,
sampai rasanya hanya bau itu satu-satunya indra yang masih tersisa, itu pun
hanya demi menyiksa mereka. Satu jam, dua jam, tiga jam: berapa jam sudah berlalu
dalam terowongan tanpa cahaya ini" Berjam-jam berhari-hari, malah
bermingguminggu rasanya. Sam meninggalkan sisi terowongan dan mendekati tubuh
Frodo, tangan mereka bertemu dan berpegangan, dan begitulah mereka berdua terus
berjalan. Akhirnya Frodo, yang meraba-raba tembok sebelah kiri, sekonyong-konyong
sampai ke sebuah lubang. Hampir saja ia jatuh ke samping, ke dalam kekosongan.
Di sini ada bukaan dalam batu karang yang jauh lebih lebar dari yang pernah
mereka lewati; dan dari sana muncul bau yang sangat busuk, serta perasaan tajam
bahwa ada ancaman tersembunyi di sana, sampai Frodo terhuyung-huyung. Saat
itu Sam juga terhuyung-huyung dan jatuh ke depan. Sambil melawan rasa mual
dan ketakutan, Frodo mencengkeram tangan Sam.
"Bangkit!" katanya dengan suara serak tanpa bunyi. "Semuanya berasal dan
sini, bau busuk dan bahayanya. Ayo! Cepat!"
Dengan mengumpulkan sisa kekuatan dan tekadnya, ia menyeret Sam berdiri
dan memaksakan anggota tubuhnya sendiri bergerak. Sam tersandung di
sebelahnya. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah-setidaknya enam langkah.
Mungkin mereka sudah melewati lubang mengerikan yang tidak tampak, tapi entah
benar atau tidak, tiba-tiba rasanya lebih mudah bergerak, seolah untuk sementara
mereka lepas dan suatu kehendak jahat yang menguasai mereka. Mereka berjuang
terus untuk maju, masih bergandengan tangan. Tapi hampir seketika mereka
menjumpai kesulitan baru. Terowongan itu bercabang, atau tampaknya begitu, dan
dalam gelap mereka tidak tahu jalan mana yang lebih lebar, atau yang lebih
mendekati jalan lurus. Yang mana yang harus mereka ambil, kini atau kanan" Tak
Halaman | 368 The Lord of The Rings ada petunjuk untuk menuntun mereka, tapi pilihan keliru hampir pasti berakibat
fatal. "Jalan mana yang dilalui Gollum?" Sam terengah-engah. "Dan mengapa dia
tidak menunggu?" "Smeagol!" kata Frodo, berusaha memanggil. "Smeagol!" Tapi suaranya
parau, dan nama itu sudah tak berbunyi ketika meninggalkan bibirnya. Tak ada
jawaban, tak ada gema, bahkan tak ada getaran di udara.
"Kurasa dia benar-benar pergi kali ini," gerutu Sam. "Barangkali dia memang
berniat membawa kita ke tempat ini. Gollum! Kalau suatu saat nanti aku berhasil
menangkapmu, kau akan menyesal."
Akhirnya, dengan meraba-raba dan mencari-cari dalam gelap, mereka
menemukan bahwa lubang ke sebelah kini tertutup: mungkin buntu, atau ada batu
besar jatuh ke dalam selasar.
"Tak mungkin ini jalannya," bisik Frodo. "Benar atau salah, kita harus lewat
jalan satunya." "Dan cepatlah!" Sam terengah-engah. "Ada sesuatu yang lebih buruk daripada
Gollum di sekitar sini. Bisa kurasakan sesuatu mengamati kita." Mereka baru
berjalan beberapa meter ketika dari belakang datang suatu bunyi, mengejutkan dan
mengerikan dalam kesunyian pekat itu: suatu bunyi berdeguk, menggelegak, dan
desis panjang menyeramkan. Mereka berputar menoleh, tapi tak ada yang tampak.
Mereka berdiri diam seperti batu, memandang, menunggu entah makhluk apa yang
datang. "Ini perangkap!" kata Sam, dan ia memegang pangkal pedangnya; pada saat
bersamaan, ia teringat kegelapan Barrow-downs. "Kalau saja Tom ada bersama
kita sekarang!" pikirnya.
Lalu, ketika ia berdiri dikurung kegelapan serta rasa putus asa dan amarah
yang menghitam di hatinya, ia merasa melihat seberkas cahaya: seberkas cahaya
dalam pikirannya, mula-mula hampir tak tertahankan terangnya, seperti sinar
matahari bagi mata orang yang sudah lama bersembunyi di sumur tanpa jendela.
Lalu cahaya itu berubah menjadi warna-warna: hijau, emas, perak, dan putih. Jauh
sekali, seolah dalam lukisan kecil goresan jeman Peri, ia melihat Lady Galadriel
berdiri di bentangan rumput di Lorien, dengan berbagai hadiah di tangannya. Dan
kau, Penyandang Cincin, ia mendengar Galadriel berkata, jauh tapi jelas, untukmu
aku sudah menyiapkan ini. Desis menggelegak itu semakin dekat, dan ada bunyi
Dua Menara Halaman | 369 berderak, seolah suatu benda bersendi-sendi sedang bergerak perlahan-lahan
dalam gelap. Bau busuk mendahuluinya.
"Master, Master!" seru Sam, suaranya menyiratkan gairah hidup dan
semangat. "Hadiah dari sang Lady! Kaca bintang! Cahaya bagimu di tempat-tempat
gelap, begitu katanya. Kaca bintang!"
"Kaca bintang?" gumam Frodo, seperti orang yang menjawab sambil tidur,
hampir tidak memahami. "Oh ya! Kenapa aku sampai lupa! Cahaya ketika semua
cahaya lain padam! Dan sekarang memang hanya cahaya yang bisa menolong
kita." Perlahan-lahan tangannya bergerak ke dada, dan pelan-pelan ia mengangkat
Bejana Galadriel. Sesaat bejana itu bersinar, redup seperti bintang yang sedang
naik, berjuang keras dalam kabut berat yang menuju bumi. Kemudian, ketika
kekuatannya makin besar, dan dalam pikiran Frodo timbul harapan, bejana itu
mulai menyala dan berkobar menjadi api perak, setitik inti cahaya terang
menyilaukan, seolah Earendil sendiri sudah datang dalam galur-galur matahari
terbenam, dengan Silmaril terakhir di dahinya. Kegelapan mundur dari api perak
itu, dan akhirnya api itu seolah bersinar di pusat sebuah bola kristal besar,
tangan yang memegangnya berkelip-kelip dengan api putih.
Frodo menatap kagum hadiah indah yang sudah lama dibawanya itu, tanpa
menduga nilai dan kekuatannya yang hebat. Jarang ia ingat benda itu dalam
perjalanannya, sampai mereka tiba di Lembah Morgul, dan ia belum pernah
menggunakannya, takut cahayanya akan, menyingkap kehadirah mereka. Aiya
Earendil Elenion Ancalima! teriaknya. Ia tidak tahu apa yang diteriakkannya,
sebab rasanya suatu suara lain berbicara melalui suaranya, jernih, tidak terganggu
oleh udara busuk gua itu. Tapi ada kekuatan lain di Dunia Tengah, kekuatan hebat yang
sudah tua dan sangat kuat. Dan Dia yang berjalan dalam Kegelapan telah
mendengar kaum Peri menyerukan teriakan itu, jauh di relung-relung waktu, namun
dia tidak mengindahkannya; sekarang pun itu tidak membuatnya kecil hati. Saat
berbicara, Frodo merasa sebuah kekejian besar mendesaknya, dan sebuah mata
jahat yang ditujukan terhadapnya. Tidak jauh di dalam terowongan, antara mereka
dengan lubang tempat mereka terhuyung-huyung dan tersandung, ia melihat
sepasang mata muncul, dua bercak besar mata berjendela banyak-bahaya yang
akan datang itu akhirnya tersingkap.
Kecemerlangan kaca bintang itu menyebar kini, berpendar dalam ribuan
fasetnya, namun di balik kilauan itu sebuah api mematikan mulai tumbuh dari
dalam, nyala api yang dikobarkan dalam semacam sumur pikiran jahat yang sangat
Halaman | 370 The Lord of The Rings dalam. Mata yang mengerikan dan menyeramkan, seperti binatang, namun penuh
tekad dan memancarkan. Kegembiraan menjijikkan, menatap tamak mangsanya
yang terjebak, tanpa harapan untuk lolos.
Frodo dan Sam hampir lumpuh ketakutan; mereka mulai mundur perlahanlahan,
terpaku menatap sorot mengerikan dari mata yang keji itu; tapi semakin
mereka mundur, semakin mata itu mendekat. Tangan Frodo gemetar, dan pelanpelan
bejana kaca itu terkulai. Sekonyong-konyong, saat terbebas sementara dari
sihir mata itu, mereka membalikkan badan dan lari bersama-sama dengan panik.
Tapi ketika mereka berlari, Frodo menoleh dan melihat dengan ngeri bahwa
sepasang mata itu melompat mengejar. Bau busuk kematian mengepungnya
seperti awan. "Berhenti! Berhenti!" teriaknya putus asa. "Berlari tak ada gunanya." Pelanpelan
mata itu merangkak menghampiri.
"Galadriel!" teriak Frodo, dan sambil mengumpulkan keberaniannya ia
mengangkat sekali lagi bejana kaca itu. Mata itu berhenti. Sejenak pandangannya
mengendur, seolah ragu. Hati Frodo berkobar, dan tanpa memikirkan apa yang
dilakukannya, entah itu kebodohan, atau putus asa, atau keberanian, ia memegang
Bejana tersebut dengan tangan kirinya, dan menghunus pedangnya dengan tangan
kanan. Sting keluar dengan bersinar, mata pedang Peri yang tajam itu berkilauan
dalam cahaya perak, tapi di kedua tepiannya berkelip cahaya biru. Kemudian,
sambil memegang Bejana itu tinggi-tinggi, dan menghunus pedangnya yang
bersinar, Frodo, hobbit dari Shire itu, berjalan maju dengan tabah untuk
menghadapi sang mata. Mata itu guncang.
Timbul keraguan, di dalamnya ketika cahaya di tangan Frodo
menghampirinya. Satu demi satu mata itu meredup, dan perlahan mundur. Belum
pernah ada cahaya terang yang begitu mematikan menimpanya. Selama ini, mata
itu aman dari cahaya matahari, bulan, dan bintang, di bawah tanah, tapi kini
sebuah bintang sudah turun ke dalam bumi. Cahaya itu kian dekat, dan mata itu
mulai gemetar. Lalu satu demi satu mata itu menggelap; mereka berbalik, dan
suatu sosok besar, di luar jangkauan cahaya, menghela bayangannya yang besar
di antaranya. Dan ia pergi.
"Master, Master!" teriak Sam. Ia dekat di belakang Frodo, pedangnya juga
terhunus siap. "Bintang-bintang dan kemenangan! Kaum Peri pasti akan membuat
lagu kalau mereka mendengar tentang kejadian ini! Mudah-mudahan aku masih
hidup untuk menceritakannya pada mereka, dan mendengar mereka
menyanyikannya. Tapi jangan jalan terus, Master. Jangan masuk ke sarang itu!
Dua Menara Halaman | 371 Sekarang kesempatan kita satu-satunya. Mari kita keluar dari lubang busuk ini.
Maka mereka berputar sekali lagi, mula-mula berjalan, kemudian berlari, karena
jalan dalam terowongan itu mendaki terjal, dan setiap langkah membawa mereka
semakin jauh di atas bau busuk dan sarang yang tidak tampak itu. Tubuh dan hati
mereka kembali diliputi kekuatan. Tapi kebencian sang Pengintai masih
bersembunyi di belakang mereka, untuk sementara mungkin buta, tapi belum
terkalahkan, masih ingin membunuh. Kini aliran udara datang menyambut mereka,
dingin dan tipis. Lubang akhir terowongan ada di depan. Sambil terengah-engah,
merindukan tempat tanpa atap, mereka melemparkan diri ke depan, lalu dengan
tercengang mereka terhuyung-huyung, terpental kembali.
Lubang itu ditutup semacam penghalang, tapi bukan dari batu: lembut dan
agak lentur rupanya, namun sangat kuat dan tidak mempan didorong; udara
merembes masuk, tapi berkas cahaya tidak. Sekali lagi mereka menyerbu, dan
terpental kembali. Sambil mengangkat Bejana itu, Frodo mengamati. Di depannya
ia melihat bidang kelabu yang tak bisa ditembus kecemerlangan kaca bintang, juga
tak bisa disirtari, seolah bayangan itu terjadi bukan karena kena cahaya,
sehingga tak ada cahaya yang bisa menghilangkannya. Melintasi lebar dan tinggi
terowongan itu, sebuah jaring sudah dijalin, teratur seperti sarang labah-labah
raksasa, tapi tenunannya lebih rapat dan jauh lebih besar, dan setiap benangnya
setebal tambang. Sam tertawa muram.
"Sarang labah-labah!" katanya. "Hanya itu" Sarang labah-labah! Tapi labahlabah
macam apa itu! Serbu, hancurkan!" Dengan marah ia memukulkan
pedangnya, tapi benang yang dipukulnya tidak putus.
Benang itu hanya melentur sedikit, kemudian melenting kembali seperti tali
busur yang dipetik, memutar mata pedang dan melemparkan ke atas baik pedang
maupun tangan. Tiga kali Sam memukul sekuat tenaga, dan akhirnya satu benang
tunggal di antara semua benang yang tak terhitung jumlahnya itu putus dan
terpelintir, menggulung dan memecut di udara. Satu ujungnya mencambuk tangan
Sam, dan ia berteriak kesakitan, melompat mundur dan menarik tangannya ke atas
bibir. "Bisa makan waktu berhari-hari, membuka jalan seperti ini," katanya. "Kita
harus berbuat apa" Apa mata itu sudah kembali?"
"Tidak, tidak terlihat," kata Frodo. "Tapi aku masih merasa mereka
memandangiku, atau memikirkan aku: mungkin membuat rencana lain. Kalau
cahaya ini diturunkan, atau padam, mata itu akan segera datang lagi."
Halaman | 372 The Lord of The Rings "Kita terjebak!" kata Sam pahit, kemarahannya melebihi keletihan dan
keputusasaannya. "Seperti serangga dalam jala. Semoga kutukan Faramir
menggigit Gollum dan menggigitnya cepat!"
"Itu tidak akan membantu kita sekarang," kata Frodo. "Ayo! Coba kita lihat,
apa yang bisa dilakukan Sting. Ini pedang Peri. Ada jaring-jaring mengerikan di
jurang-jurang gelap di Beleriand, di mana dia ditempa. Tapi kau harus menjaga
dan menahan mata itu. Nih, ambil kaca bintang ini. Jangan takut. Angkat tinggitinggi dan waspada!" Kemudian Frodo maju ke dekat jala besar kelabu itu, dan menyapunya
dengan satu pukulan, menyabetkan sisi tajam pedangnya dengan cepat ke
susunan tali yang terjalin rapat, sambil langsung melompat mundur. Pedang yang
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersinar biru itu menebas jala jala tersebut seperti sabit besar membabat
rumput, hingga mereka meloncat menggeliat, kemudian tergantung bebas. Sebuah
koyakan besar menganga. Pukulan demi pukulan ia lancarkan, sampai akhirnya
seluruh jala dalam jangkauannya hancurlah, bagian atasnya bergerak dan
bergoyang seperti selubung kendur dalam angin yang berembus masuk.
Perangkap itu sudah hancur.
"Ayo!" teriak Frodo. "Maju, maju!" Kegembiraan menggebu-gebu atas lolosnya
mereka dari mulut maut mendadak mengisi seluruh benaknya. Kepalanya
berputarputar, seolah habis minum anggur keras. Ia melompat keluar, sambil
berteriak. Daratan remang-remang itu tampak terang di matanya yang sudah melewati gua
malam. Asap-asap besar sudah naik dan menipis, dan jam-jam terakhir suatu hari
muram sedang berlalu; nyala merah dari Mordor sudah padam dalam keremangan
suram. Namun Frodo merasa ia tengah menatap pagi yang tiba-tiba kembali
dipenuhi harapan. Ia sudah hampir sampai di puncak tembok. Tinggal sedikit lebih
tinggi sekarang. Celah itu, Cirith Ungol, ada di depannya, sebuah noktah redup
di punggung bukit hitam, dengan tanduktanduk batu karang gelap di langit di kedua
sisinya. Hanya sejarak lari cepat, jalan lurus untuk pelari cepat, dan ia sudah
sampai! "Celah, Sam!" teriaknya, tanpa menghiraukan lengkingan suaranya, yang
setelah terbebas dari udara menyesakkan di terowongan sekarang berbunyi
nyaring dan liar. "Celah! Lari, lari, dan kita akan melewatinya lewat sebelum
ada yang bisa menghentikan kita!" Sam menyusul secepat kakinya bisa dipaksakan;
tapi, meski gembira sudah bebas, ia tetap merasa cemas, dan sambil berlari, ia
terus menoleh kembali ke lengkungan gelap terowongan itu, takut melihat
sepasang mata, atau suatu wujud yang melampaui khayalannya, meloncat keluar
Dua Menara Halaman | 373 mengejar mereka. Ia maupun majikannya belum tahu seberapa lihainya Shelob.
Makhluk itu punya banyak sekali jalan keluar dari sarangnya.
Sudah berabad-abad ia bermukim di situ, suatu bentuk jahat dalam wujud
labah-labah, seperti jenis yang pernah hidup di zaman dulu, di Negeri Peri di
Barat, yang sekarang sudah terbenam di Samudra; seperti yang dilawan Beren di
Pegunungan Teror di Doriath, hingga ia , berjumpa Luthien di padang rumput, di
tengah pohon-pohon cemara di bawah sinar bulan, lama berselang. Bagaimana
caranya Shelob bisa sampai ke sana, meloloskan diri dari kehancuran, tak ada
ceritanya, sebab dari Tahun-Tahun Gelap hanya sedikit dongeng yang ada.
Bagaimanapun, ia ada di sana, lebih dulu daripada Sauron, dan lebih dulu
daripada batu pertama Barad-dur; ia hanya melayani dirinya sendiri, minum darah Peri dan
Manusia, membengkak gemuk menikmati pesta poranya, menjalin jaring-jaring
kegelapan; semua makhluk hidup menjadi makanannya, dan muntahannya adalah
kegelapan. Keturunannya yang lebih kecil, anak dan pasangan-pasangannya yang
malang, anak-anaknya sendiri yang dibunuhnya, menyebar dan lembah ke lembah,
dari Ephel Duath ke bukit-bukit timur, sampai ke Dol Guldur dan Mirkwood yang
luas. Tapi tak ada yang bisa menandinginya, Shelob Agung, anak terakhir dari
Ungoliant yang mengganggu dunia yang sengsara.
Sudah bertahun-tahun yang lalu Gollum melihatnya; Smeagol yang mengorekngorek
semua lubang gelap. Di masa lampau ia membungkuk memuja Shelob.
Kegelapan dari hasrat jahat makhluk itu mendampinginya dalam keletihannya,
memisahkannya dari cahaya dan penyesalan. Dan ia sudah berjanji akan
membawakan makanan. Tapi gairah Shelob bukan gairah Gollum. Shelob tak
peduli tentang menaramenara, atau cincin, atau apa pun yang merupakan hasil
karya pikiran ataupun tangan. Shelob hanya mengharapkan kematian makhlukmakhluk
lain, tubuh maupun pikiran, dan ia menghendaki kelimpahan untuk dirinya
sendiri, hingga tubuhnya membengkak dan pegunungan tak lagi sanggup
menopangnya, dan kegelapan tak bisa lagi menyembunyikannya. Tapi hasrat itu
masih jauh sekali, dan sekarang ini ia sudah lama kelaparan, bersembunyi di
sarangnya, sementara kekuatan Sauron semakin besar, dan cahaya serta
makhluk-makhluk hidup meninggalkan perbatasanperbatasannya; kota di lembah
itu sudah mati, tak ada Peri maupun Manusia yang mendekatinya, selain Orc-Orc
yang sengsara. Makanan yang tidak lezat dan selalu waspada.
Tapi ia harus makan, dan meski Orc-Orc itu sibuk menggali jalan-jalan baru
yang berliku-liku dari celah dan menara mereka, Shelob selalu menemukan cara
Halaman | 374 The Lord of The Rings untuk menjerat mereka. Tapi ia ingin daging yang lebih manis. Dan Gollum sudah
membawakannya untuknya. "Lihat saja, lihat saja," Gollum sering berkata pada dirinya sendiri, ketika
suasana hatinya sedang jahat, saat ia melewati jalan berbahaya dan Emyn Muil ke
Lembah Morgul. "Kita lihat saja. Mungkin sekali, oh ya, mungkin sekali; kalau
Dia sudah membuang tulang-tulang dan pakaian mereka, mungkin kita akan
menemukannya, kita akan memperolehnya, sayangku, hadiah untuk Smeagol
malang yang membawa makanan enak. Dan kita akan menyelamatkan sayangku,
seperti sudah kita janjikan. Oh ya. Dan kalau benda itu sudah aman, Shelob akan
tahu, oh ya, dan kita akan membalas budi Shelob, sayangku. Nanti semuanya kita
beri imbalan!" Begitu pikirnya dengan cerdik.
Namun rencana ini masih disembunyikannya dari Shelob, meski ia sudah
menghadap dan membungkuk di depan labahlabah itu ketika kedua hobbit sedang
tidur. Sementara itu, Sauron tahu di mana Shelob bersembunyi. Ia senang Shelob
tinggal di sana dalam keadaan lapar, dengan kekejiannya yang tidak berkurang.
Makhluk itu malah menjadi penjaga jalan masuk ke negerinya yang sangat ampuh,
lebih ampuh daripada yang mungkin diciptakan Sauron sendiri dengan
keahliannya. Orc juga pelayan yang berguna, tapi ia punya banyak sekali. Kalau
sesekali Shelob menangkap mereka untuk memenuhi selera makannya, bolehboleh
saja: toh sisanya masih cukup banyak. Dan kadang-kadang, seperti orang
melemparkan makanan lezat pada kucingnya (Sauron menyebut Shelob
kucingnya, tapi Shelob tidak mengakui Sauron sebagai majikannya) Sauron suka
mengirimkan tawanan-tawanan yang tak bisa dimanfaatkannya untuk hal lain: ia
menyuruh mereka didesak sampai ke lubang persembunyian Shelob, dan
menunggu laporan tentang aksi Shelob. Begitulah mereka berdua hidup, senang
dengan cara masing-masing tidak mencemaskan serangan, kemarahan, maupun
akhir kekejian mereka. Belum pernah ada yang lolos dari jaring jaring Shelob,
dan sekarang kemarahan dan kelaparannya makin menjadi-jadi.
Tapi Sam sama sekali tidak tahu tentang bahaya ini, bahaya yang mereka
kobarkan terhadap diri sendiri. Ia hanya merasa ada ketakutan yang timbul dalam
dirinya, suatu ancaman yang tak bisa dilihatnya; dan perasaan ini menjadi beban
berat baginya, sampai-sampai menghambat pelariannya, dan kakinya serasa
terbuat dari timah. Kengerian mengepungnya, musuh-musuhnya ada di celah di
depannya, sementara majikannya sedang sinting dan justru berlari menyongsong
musuh tanpa menghiraukan bahaya. Sam mengalihkan pandang dari bayangan di
belakang, juga dari keremangan pekat di bawah batu karang di sisi kirinya. Ia
Dua Menara Halaman | 375 menatap ke depan, dan melihat dua hal yang memperparah kekagetannya. Ia
melihat pedang yang masih dipegang Frodo dalam keadaan terhunus, bersinar
dengan cahaya biru; dan ia melihat bahwa meski langit di belakangnya sekarang
gelap, jendela di menara itu menyala merah.
"Orc!" gerutunya. "Kita tak bisa gegabah begini. Banyak Orc di sekitar sini, dan
makhluk-makhluk lain yang lebih jahat daripada Orc." Lalu diam-diam ia
menangkupkan tangan pada Bejana yang masih dibawanya.
Sejenak tangannya bersinar merah oleh darahnya sendiri, kemudian ia
memasukkan cahaya terang itu ke saku bajunya dan menutup rapat jubah Perinya.
Sekarang ia mencoba mempercepat langkah. Majikannya sudah sekitar dua
puluh langkah di depan, melompat-lompat seperti bayangan; tak lama lagi Frodo
akan segera lenyap tertelan dunia kelabu itu.
Baru saja Sam menyembunyikan cahaya kaca bintang itu, Shelob datang.
Agak di depan, dan di sebelah kirinya, sekonyong-konyong Sam melihat wujud
paling menjijikkan yang pernah dilihatnya, muncul dari sebuah lubang hitam di
bawah batu karang, mengerikan melebihi mimpi seram. Makhluk itu sangat mirip
labah-labah, tapi jauh lebih besar daripada hewan pemburu besar, dan lebih
mengerikan daripada mereka, karena niat keji yang terpancar dari matanya yang
kejam. Mata yang dikira Sam sudah kecil hati dan kalah itu ternyata kembali
bersinar dengan cahaya busuk, menggumpal di kepalanya yang dijulurkan.
Ia mempunyai tanduk besar, dan di belakang lehernya yang seperti batangan
pendek terdapat tubuhnya yang membengkak besar, seperti kantong besar yang
gembung, bergoyang dan melengkung di antara kakinya; bagian terbesar berwarna
hitam, bebercak tandatanda pucat, tapi perut di bawahnya pucat bercahaya dan
mengeluarkan bau busuk. Kakinya tertekuk, dengan sendi-sendi besar dan benjol
tinggi di atas punggungnya, serta rambut-rambut yang menjulur seperti duri-duri
baja, dan pada setiap ujung kakinya ada cakar. Setelah mendesak badannya yang
lembek dan anggota tubuhnya yang terlipat keluar dari lubang bagian atas
sarangnya, ia bergerak maju dengan kecepatan mengerikan, kadang-kadang
berlari dengan kakinya yang berderak, kadang-kadang melompat mendadak. Ia
berada di antara Sam dan Frodo. Mungkin ia tidak melihat Sam, atau
menghindarinya untuk sementara, karena Sam membawa cahaya. Ia memusatkan
seluruh perhatiannya pada satu mangsa, yaitu Frodo yang tidak memegang
Bejana-nya, berlari tanpa mengacuhkan sekitarnya, belum menyadari bahaya yang
mengancam. Frodo berlari cepat, tapi Shelob lebih cepat; dalam beberapa
Halaman | 376 The Lord of The Rings lompatan ia pasti bisa menangkap Frodo. Sam
mengumpulkan seluruh sisa napasnya untuk berteriak.
terengah-engah dan "Awas di belakang!" teriaknya. "Awas, Master! Aku ..." tapi sekonyongkonyong
teriakannya terhenti. Sebuah tangan panjang basah menutup mulutnya,
dan satu tangan lain mencengkeram lehernya, sementara sesuatu mendekap
kakinya. Karena terkejut, ia jatuh ke belakang, ke dalam cengkeraman
penyerangnya. "Dapat!" desis Gollum di telinganya. "Akhirnya, sayangku, kita menangkapnya,
ya, hobbit yang jahat. Kita ambil yang ini. Dia dapat yang lainnya. Oh ya,
Shelob akan dapat dia, bukan Smeagol; Smeagol sudah berjanji tidak akan melukai
Majikan sama sekali. Tapi Smeagol dapat kau, kau penyelinap kecil jahat dan
busuk!" ia meludahi leher Sam.
Murka karena dikhianati, dan merasa putus asa karena hambatan ini,
sementara majikannya sedang menghadapi bahaya mematikan, mendadak Sam
memperlihatkan kekuatan dan keganasan luar biasa, yang jauh di luar perkiraan
Gollum. Apalagi selama ini ia menganggap Sam hobbit yang lamban dan bodoh.
Bahkan Gollum sendiri tak mampu menggeliat lebih cepat atau lebih ganas.
Pegangannya di mulut Sam terlepas, Sam menunduk dan melompat maju,
mencoba melepaskan diri dari cengkeraman pada lehernya. Pedangnya masih di
tangan kanan, dan di tangan kirinya, menggantung pada tali, ada tongkat yang
diberikan Faramir. Dengan tekad besar Sam berusaha memutar tubuh dan
menikam musuhnya. Tapi Gollum terlalu gesit. Tangannya yang panjang menjulur
cepat, memegang pergelangan tangan Sam: jarinya seperti penjepit; perlahanlahan
dan tanpa kenal ampun ia menekuk tangan Sam ke bawah dan ke depan,
sampai Sam melepaskan pedangnya sambil berteriak kesakitan. Pedang itu
terjatuh ke tanah; sementara itu, tangan Gollum yang lainnya mencekik leher Sam
makin keras. Kemudian Sam memainkan tipuannya yang terakhir. Dengan seluruh
kekuatannya, ia mundur dan menapakkan kakinya dengan kokoh; lalu mendadak ia
mendorong kakinya dari tanah, dan melemparkan diri ke belakang dengan seluruh
kekuatannya. Karena tak menduga Sam akan melakukan tipuan sederhana ini,
Gollum jatuh terjungkal dengan Sam di atasnya, dan hobbit kekar itu mendarat di
perutnya. Gollum mengeluarkan desis tajam, dan sejenak cengkeraman tangannya
di leher Sam mengendur; tapi jarinya masih memegang pangkal pedang. Sam
melepaskan diri dan menjauh, lalu bangkit berdiri, dengan cepat memutar tubuhnya
ke kanan, berputar pada sumbu pergelangan yang dipegang Gollum.
Dua Menara Halaman | 377 Sambil memegang tongkat dengan tangan kirinya, Sam mengayunkannya ke
atas, lalu dengan bunyi derak berdesing ia menghantam tangan Gollum yang
terulur, persis di bawah sikunya. Dengan menjerit Gollum melepaskannya. Lalu
Sam maju: tanpa menunggu untuk memindahkan tongkat dari kiri ke kanan, ia
melancarkan pukulan lain yang juga keras. Cepat seperti ular Gollum meluncur ke
pinggir, dan cambukan yang ditujukan ke kepalanya jatuh ke punggungnya.
Tongkat itu berderak dan patah. Cukup sudah. Menangkap dari belakang
memang taktik lamanya, dan ia jarang gagal. Tapi kali ini, tertipu oleh
kedengkiannya, ia membuat kesalahan dengan berbicara dan berbangga sebelum
kedua tangannya mencekik leher korbannya. Seluruh rencananya hancur
berantakan, sejak cahaya mengerikan itu mendadak muncul dalam kegelapan. Dan
sekarang ia berhadapan langsung dengan musuh yang galak, yang ukuran
tubuhnya tidak jauh berbeda. Perkelahian ini bukan untuknya.
Sam memungut pedangnya dari tanah dan mengangkatnya. Gollum mendecit,
sambil melompat ke pinggir dan mendarat dalam posisi merangkak, ia melompat
pergi dengan satu loncatan seperti katak. Sebelum Sam bisa mengejarnya, ia
sudah hilang, berlari dengan kecepatan mengagumkan, kembali ke terowongan.
Dengan pedang di tangan, Sam mengejarnya. Untuk sementara ia lupa segala
sesuatunya, kecuali kemarahan besar dalam pikirannya, dan hasrat untuk
membunuh Gollum. Tapi sebelum ia bisa menyusul, Gollum sudah lenyap.
Kemudian, ketika lubang hitam itu sudah ada di depannya dan bau busuk keluar
menyongsongnya, seperti gelegar guruh pikiran tentang Frodo dan monster timbul
dalam benak Sam. Ia membalikkan badan dan berlari liar melewati jalan,
memanggil dan memanggil nama majikannya. Sudah terlambat. Sejauh itu rencana
Gollum berhasil. Halaman | 378 The Lord of The Rings Pilihan Master Samwise Frodo berbaring tengkurap di tanah, dan monster itu merunduk di atasnya,
begitu asyik mengamati korbannya, hingga tidak memedulikan Sam dan
teriakannya, sampai ia sudah dekat sekali. Ketika Sam berlari menghampiri, Frodo
sudah terikat jalinan tall, dari pergelangan kaki sampai pundak, dan dengan
kedua kaki depannya monster itu sudah mulai setengah mengangkat setengah menyeret
tubuhnya pergi. Di dekat Frodo menggeletak pedangnya yang bersinar, jatuh tak berdaya dari
genggaman tangannya. Sam tidak menunggu untuk bertanya-tanya apa yang
harus dilakukan, atau apakah ia berani, atau setia, atau penuh amarah. Ia
meloncat maju sambil berteriak, dan mengambil pedang majikannya dengan tangan kirinya.
Lalu ia menyerbu. Belum pernah terlihat serangan gencar yang lebih ganas di
dunia hewan liar, di mana suatu makhluk kecil nekat yang hanya dipersenjatai
gigi kecil, menyerang menara dari tanduk dan kulit yang berdiri di atas pasangannya
yang terjatuh. Terganggu oleh teriakan Sam yang kecil, seolah terbangun dari suatu mimpi
tamak, Shelob perlahan-lahan mengalihkan tatapannya yang keji dan mengerikan
ke arah Sam. Tapi, hampir sebelum ia menyadari bahwa kemarahan yang
menyerangnya jauh lebih besar daripada yang pernah dialaminya selama
bertahun-tahun yang tak terhitung, pedang bersinar itu menggigit kakinya dan
memangkas cakarnya. Sam melompat masuk ke dalam lengkungan kakinya, dan
dengan tusukan cepat ke atas, tangannya yang lain menusuk kerumunan mata di
dahinya yang sedang menunduk. Satu mata besar padam. Sekarang Sam berada
tepat di bawah Shelob, dan untuk sementara di luar jangkauan sengat dan
cakarnya. Perutnya yang besar berada di atas Sam dengan cahayanya yang busuk, dan
baunya yang tengik hampir membuat Sam pingsan. Tapi kemarahannya masih
bertahan untuk satu pukulan lagi, dan sebelum Shelob bisa menjatuhkan diri ke
atas Sam, mencekik Sam yang telah berani melawannya, Sam membanting bilah
pedang Peri yang bersinar itu ke arahnya dengan nekat. Tapi Shelob bukan naga.
Ia tidak mempunyai titik lembek, kecuali matanya.
Kulitnya yang sudah sangat tua memang tampak benjolbenjol dan berbintikbintik,
tapi semakin menebal dan dalam, lapis demi lapis. Pedang itu
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggOrcsnya dengan luka mengerikan, tapi lipatan-lipatan menjijikkan itu tak
Dua Menara Halaman | 379 dapat ditembus kekuatan manusia mana pun, meski baja pisau tersebut ditempa
oleh Peri atau Kurcaci, dan diayunkan oleh tangan Beren atau Turin. Shelob
mengalah pada pukulan itu, kemudian mengangkat perutnya yang seperti kantong
besar itu tinggi-tinggi di atas kepala Sam.
Racun berbusa dan menggelembung keluar dari lukanya. Sambil
meregangkan kaki, ia menjatuhkan sosoknya yang besar ke atas Sam. Terlalu
cepat. Karena Sam masih berdiri tegak; setelah menjatuhkan pedangnya sendiri,
dengan kedua tangannya ia memegang pedang Peri itu dengan ujung menghadap
ke atas, menahan atap perut yang memuakkan itu; dengan begitu Shelob, yang
terdorong oleh hasrat kejamnya sendiri, menusukkan dirinya ke atas pedang Peri
itu, dengan kekuatan lebih besar daripada tangan prajurit mana pun. Sangat,
sangat dalam pedang itu menusuknya, sementara Sam terjepit ke tanah
perlahanlahan. Shelob belum pernah mengalami penderitaan seperti itu, dan tak
pernah bermimpi mengalaminya, sepanjang masa hidupnya yang penuh kekejian.
Bahkan serdadu paling berani dari Gondor lama, atau Orc paling ganas yang
terjebak, belum pernah sanggup melawannya, atau menusuk dagingnya yang
teramat ia cintai. Tubuhnya gemetar. Sambil mengangkat badannya lagi,
merenggutkan diri dari rasa sakit, ia menekuk anggota tubuhnya yang menggeliat
di bawahnya, dan melompat mundur dengan loncatan menggelepar. Sam sudah
jatuh berlutut dekat kepala Frodo, pusing karena bau tengik itu, kedua tangannya
masih memegang erat pangkal pedang. Melalui kabut di depan matanya, ia melihat
wajah Frodo; dengan keras hati ia berjuang untuk mengendalikan dirinya sendiri,
dan bangun dari pingsannya. Pelan-pelan ia mengangkat kepala dan melihat
Shelob, hanya beberapa langkah darinya, menatapnya, paruhnya meneteskan air
liur beracun, dan lendir hijau mengalir keluar dari bawah matanya yang terluka.
Di sana ia meringkuk, perutnya yang gemetaran teregang di tanah, kakinya
yang melengkung bergetar ketika ia menyiapkan diri untuk satu lompatan lagi kali
ini untuk menginjak dan menusuk sampai mati: bukan gigitan kecil beracun untuk
menghentikan korbannya yang meronta-ronta; kali ini untuk membunuh, kemudian
mengoyak-ngoyak. Ketika Sam meringkuk sambil memandang Shelob, melihat
kematiannya sendin membayang di mata makhluk itu, sekonyong-konyong suatu
pikiran hinggap dalam benaknya, seolah ada suara berbicara dan jauh.
Ia meraba-raba di dadanya, dan menemukan apa yang dicarinya: dingin dan
keras, dan padat rasanya ketika ia memegangnya di dunia hantu penuh kengerian
itu; Bejana Galadriel. Halaman | 380 The Lord of The Rings "Galadriel!" katanya lemah, kemudian ia mendengar suara-suara dari jauh,
tapi jelas sekali: teriakan para Peri ketika mereka berjalan di bawah
bintangbintang, dalam bayang-bayang Shire tercinta, diiringi musik para Peri, seperti yang ia
dengar dalam mimpinya ketika tidur di Aula Api di rumah Elrond.
Gilthoniel A Elbereth! Lalu lidahnya mengeluarkan serangkaian kata, berteriak dalam bahasa yang
tidak dikenalnya: A Elbereth Gilthoniel o menel palan-diriel, le nallon si di 'nguruthos! A tiro nin, Fanuilos!
Dengan itu ia terhuyung-huyung berdiri dan kembali menjadi Samwise sang
hobbit, putra Hamfast. "Nah, sekarang majulah, bedebah busuk!" teriaknya. "Kau melukai majikanku,
bajingan, dan kau akan mendapat balasannya. Kami akan tents berjalan; tapi kami
akan membereskanmu dulu. Ayo, rasakan lagi pedang ini!"
Seolah digerakkan oleh semangatnya yang gigih, kaca bejana itu tiba-tiba
menyala seperti obor putih di tangannya. Bersinar seperti bintang yang melompat
dan cakrawala dan membakar udara gelap dengan cahaya menyilaukan. Belum
pernah ada teror dari langit yang membakar wajah Shelob. Berkas-berkas sinar itu
masuk ke dalam kepalanya yang terluka, menghantamnya dengan kepedihan luar
biasa, dan menyebar dari mata kemata.
Ia jatuh sambil menggelepar dan memukul udara dengan kaki depannya,
penglihatannya diserbu halilintar dan dalam, benaknya tersiksa. Kemudian, sambil
memalingkan kepalanya yang cedera, ia berguling ke samping dan mulai
merangkak, cakar demi cakar, menuju lubang di batu karang gelap di belakangnya.
Sam maju terus. Ia sempoyongan seperti orang mabuk, tapi ia terus maju. Dan
Shelob akhirnya ketakutan, menyusut dalam kekalahan, tersentak dan gemetar
sambil menjauh lekas-lekas. Ia sampai ke lubang itu, dan sambil mendorong turun
badannya, ia menyelinap masuk dengan meninggalkan jejak lumpur hijau
kekuningan, tepat saat Sam mengayunkan pukulan terakhir ke kakinya yang
terseret. Kemudian Sam terjatuh.
Shelob sudah pergi; entah ia bersembunyi lama di sarangnya, memulihkan
luka dan kejahatannya, menyembuhkan diri dan dalam selama tahun-tahun gelap
yang lamban, membentuk kembali matanya, lalu sekali lagi menjalin tali jaring
yang mengerikan di lembah-lembah Pegunungan Bayang-Bayang, karena digerakkan
Dua Menara Halaman | 381 oleh rasa lapar mematikan itu tidak diceritakan dalam kisah ini. Sam kini
sendirian. Dengan letih ia merangkak kembali ke arah majikannya, sementara senja di Negeri
Tak Bernama itu menyongsong tempat pertempuran.
"Master, Master yang baik," katanya, tapi Frodo tidak menjawab.
Tadi, ketika ia berlari maju dengan penuh semangat, gembira karena bebas,
Shelob menghampirinya dan belakang dengan kecepatan mengenkan, lalu dengan
satu sapuan cepat menyengatnya di leher. Sekarang Frodo terbaring pucat, tidak
mendengar suara, dan tidak bergerak.
"Master, Master yang baik!" kata Sam, dan ia menunggu lama sekali dalam
keheningan, mendengarkan dengan sia-sia.
Kemudian secepat mungkin ia memotong tali-tali pengikatnya dan meletakkan
kepalanya ke atas dada Frodo, lalu ke mulut majikannya itu, tapi ia tidak
menemukan gerakan kehidupan, juga tidak merasakan getaran jantung sekecil apa
pun. Berulang kali ia menggosok tangan dan kaki majikannya, dan menyentuh
dahinya, tapi semuanya dingin.
"Frodo, Mr. Frodo!" teriaknya. "Jangan tinggalkan aku sendirian di sini! Ini Sam
memanggilmu. Jangan pergi ke mana aku tak bisa menyusulmu! Bangun, Mr.
Frodo! Oh bangunlah, Frodo, sayangku, sayangku. Bangunlah!"
Kemudian kemarahan menyentaknya, dan ia berlari mengitari tubuh
majikannya sambil marah-marah, menusuk-nusuk udara, memukul batu-batu, dan
meneriakkan tantangan. Akhirnya ia kembali, dan sambil menunduk ia mengamati
wajah Frodo di bawahnya, pucat dalam cahaya senja. Mendadak ia menyadari,
bahwa ia berada dalam situasi yang disingkapkan kepadanya dalam cermin
Galadriel di Lorien: Frodo dengan wajah pucat, tidur lelap di bawah batu karang
besar yang gelap. Atau saat itu ia menyangka Frodo tidur lelap.
"Dia mati!" katanya. "Bukan tidur, tapi mati!" Dan ketika ia mengatakannya,
kata-kata itu seolah membuat racun Shelob bekerja lagi, membuat wajah Frodo
menjadi hijau pucat di matanya.
Kemudian keputusasaan berat menimpanya, dan Sam membungkuk sampai
ke tanah, menarik kerudung kelabunya ke atas kepala; hatinya serasa diliputi
malam, dan ia pun tak sadarkan diri lagi.
Ketika akhirnya kegelapan itu berlalu, Sam menengadah. Sudah banyak
bayang-bayang di sekitarnya; tapi berapa menit atau jam dunia sudah berjalan, ia
Halaman | 382 The Lord of The Rings tidak tahu. Ia masih di tempat yang sama, dan majikannya masih berbaring mati di
sebelahnya. Pegunungan tidak runtuh dan bumi tidak hancur.
"Apa yang akan kulakukan" Apa yang akan kulakukan?" katanya. "Apakah
aku datang sejauh ini dengan sia-sia?"
Kemudian ia ingat ucapannya sendiri yang waktu itu belum ia pahami, pada
awal perjalanan mereka: Ada sesuatu yang harus kulakukan sebelum akhir
perjalanan. Aku harus menyelesaikannya, Sir, kalau kau paham.
"Tapi apa yang bisa kulakukan" Jangan tinggalkan Mr. Frodo mati tanpa
dikubur di puncak gunung, dan pulang" Atau maju terus" Maju terus?" ulangnya,
dan untuk beberapa saat keraguan dan ketakutan mengguncangnya.
"Maju terus" Itukah yang harus kulakukan" Dan meninggalkannya?"
Akhirnya ia mulai menangis; didekatinya tubuh Frodo, dan dilipatnya kedua
tangan maj ikannya yang dingin di dada, lalu dibungkusnya tubuh Frodo dengan
jubahnya; pedang Frodo ia letakkan di satu sisi, dan tongkat yang diberikan
Faramir di sisi lainnya. "Kalau aku harus maju terus," katanya, "maka aku harus mengambil
pedangmu, dengan seizinmu, Mr. Frodo, tapi yang satu ini kuletakkan untuk
mendampingimu, seperti dulu dia tergeletak di kuburan sang raja tua; dan kau
masih memakai rompi mithril indah pemberian Mr. Bilbo tua. Dan kaca bintangmu,
Mr. Frodo, kau meminjamkannya padaku dan aku akan membutuhkannya, sebab
sekarang aku akan selalu berada dalam kegelapan. Benda ini terlalu bagus
untukku, dan sang Lady memberikannya padamu, tapi mungkin dia akan mengerti.
Kau paham, Mr. Frodo" Aku harus maju terus." ulangnya, dan untuk beberapa saat
keraguan dan ketakutan mengguncangnya.
"Maju terus" Itukah yang harus kulakukan" Dan meninggalkannya?" Tapi ia
belum bisa pergi, belum bisa. Ia berlutut dan memegang tangan Frodo, tak
sanggup melepaskannya. Waktu berlalu dan ia masih berlutut, memegang tangan
majikannya, dalam hati masih terus berdebat. Sekarang ia berupaya menemukan
kekuatan untuk melepaskan diri dan pergi dalam perjalanan sepi untuk balas
dendam. Kalau suatu saat nanti ia bisa pergi, kemarahannya akan membawanya
melalui semua jalan di dunia, mengejar sampai dapat: Gollum. Dan Gollum akan
mati di pojokan. Tapi bukan untuk itu ia berangkat. Takkan bermanfaat kalau ia
meninggalkan majikannya hanya untuk tujuan itu. Majikannya takkan bisa hidup
kembali. Tak ada yang bisa mengembalikkannya. Lebih baik mereka berdua mati
bersama. Dan itu pun akan menjadi perjalanan yang sangat sepi. Ia mengamati
Dua Menara Halaman | 383 ujung pedang yang bersinar. Ia memikirkan tempat-tempat di belakang sana, di
mana ada pinggiran hitam dan jurang kekosongan. Tapi ia tak bisa melepaskan diri
dengan cara itu. Itu sama saja dengan tidak berbuat apa-apa, bahkan bersedih
hati pun tidak. Bukan untuk itu ia berangkat dalam perjalanan ini.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan?" ia berteriak lagi, dan sekarang
rasanya ia tahu jawabannya dengan jelas: menyelesaikannya. Lagi-lagi suatu
perjalanan sepi, dan paling berat. "Apa" Aku sendirian, pergi ke Celah Ajal dan
seterusnya?" ia gemetar, tapi tekadnya semakin kuat. "Apa" Aku mengambil Cincin
dari dia" Dewan memberikan Cincin itu padanya." Tapi jawabannya segera datang:
"Dan Dewan memberinya pendamping, agar tugasnya tidak gagal. Kaulah yang
terakhir dari Rombongan ini. Tugas ini takboleh gagal."
"Kalau saja aku bukan yang terakhir," erangnya. "Kalau saja Gandalf tua ada
di sini, atau orang lain. Kenapa aku ditinggal sendirian untuk mengambil
keputusan" Aku yakin aku akan keliru. Lagi pula, bukan hakku untuk mengambil
Cincin itu, mengajukan diriku sendiri."
"Tapi kau tidak mengajukan dirimu sendiri; kau diajukan oleh keadaan. Bahwa
kau merasa dirimu bukan orang yang tepat dan pantas untuk mengemban tugas
itu, nah, Mr. Frodo juga tak bisa dikatakan tepat, begitu pula Mr. Bilbo tua.
Mereka juga tidak memilih diri mereka sendiri."
"Ah, well, aku harus memutuskan sendiri. Akan kuputuskan. Tapi aku pasti
bakal keliru" itu sudah ciri khas Sam Gamgee.
"Coba kupikirkan: kalau kami ditemukan di sini, atau Mr. Frodo ditemukan, dan
Benda itu ada pada dirinya, well, Musuh akan mengambilnya. Itu berarti tamatlah
riwayat kami semua, mulai dari Lorien, Rivendell, Shire, dan semuanya. Aku tak
boleh buangbuang waktu, kalau tidak semuanya akan berakhir. Peperangan sudah
dimulai, dan sangat mungkin semuanya berjalan sesuai rencana Musuh. Tak ada
kemungkinan untuk kembali dengan Benda itu, dan meminta saran atau izin. Tidak,
pilihannya adalah duduk di sini sampai mereka datang dan membunuhku di atas
tubuh majikanku, dan mengambil Benda Itu; atau aku mengambil Benda Itu dan
pergi." Ia menarik napas panjang. "Kalau begitu, baiklah. Akan kuambil Benda
Itu!" Ia membungkuk. Dengan sangat lembut ia membuka rantai di leher Frodo, dan
menyelipkan tangannya ke dalam kemeja Frodo; lalu dengan tangan satunya ia
mengangkat kepala Frodo, mengecup dahinya yang dingin, dan perlahan menarik
kalung itu melalui kepalanya. Kemudian ia membaringkan kembali kepala
majikannya. Tak ada perubahan pada wajah yang diam itu, karena itulah Sam
akhirnya yakin bahwa Frodo sudah mati dan meninggalkan Tugas-nya.
Halaman | 384 The Lord of The Rings "Selamat tinggal, Master yang kucintai!" gumamnya. "Maafkan Sam-mu. Dia
akan kembali ke tempat ini bila tugas sudah selesai kalau dia berhasil. Setelah
itu, dia takkan meninggalkanmu lagi. Istirahatlah dengan tenang, sampai aku datang;
dan semoga tak ada makhluk busuk mendekatimu! Kalau sang Lady bisa
mendengarku dan mengabulkan satu permohonanku, aku berharap bisa kembali
dan menemukanmu lagi. Selamat tinggal!"
Kemudian ia mengalungkan rantai itu, dan kepalanya langsung tertunduk
sampai ke tanah, karena beratnya Cincin itu, seolah sebuah batu besar telah
diikatkan kepadanya. Namun perlahan-lahan, seolah bobot Cincin itu telah
berkurang, atau entah ada kekuatan baru tumbuh dalam dirinya, ia mengangkat
kepalanya, dengan susah payah ia bangkit berdiri dan menyadari ia bisa berjalan
dan menanggung beban berat itu. Setelah beberapa saat, ia mengangkat Bejana
Galadriel dan memandang majikannya melalui Bejana tersebut; cahayanya kini
bersinar lembut, dengan kelembutan cahaya bintang senja musim panas, dan
dalam cahaya itu wajah Frodo kembali tampak elok, pucat namun indah, seperti
keindahan Peri, seperti orang yang sudah lama melewati bayang-bayang
kegelapan. Pemandangan itu memberinya penghiburan pahit, dan dengan
membawa perasaan tersebut, Sam membalikkan badan, menyembunyikan cahaya
Bejana itu, dan terseokseok masuk ke kegelapan.
Ia tak perlu pergi jauh. Terowongan itu berada agak di belakang; Celah berada
beberapa ratus meter di depan, atau kurang. Jalan itu tampak jelas dalam cahaya
senja, alur dalam yang sudah usang karena ditapaki berabadabad lamanya,
menjulur naik dengan lembut di dalam suatu palung panjang dengan batu karang di
kedua sisi. Palung itu dengan cepat menyempit. Segera Sam sampai di sebuah
tangga panjang dengan anak tangga lebar dan dangkal. Sekarang menara Orc
berada tepat di atasnya, hitam muram, dan di dalamnya menyala mata merah.
Sekarang ia tersembunyi dalam bayangan gelap di bawahnya. Ia sudah sampai di
puncak tangga, dan akhirnya berada di Celah itu.
"Aku sudah mengambil keputusan," katanya pada diri sendiri. Tapi sebenarnya
belum. Meski ia sudah berupaya sebisa mungkin untuk memikirkannya, apa yang
dilakukannya ini sama sekali bertentangan dengan wataknya yang sesungguhnya.
"Apakah aku salah?" gerutunya. "Sebenarnya apa yang harus kulakukan?" Ketika
sisi-sisi Celah itu mengurungnya, sebelum ia mencapai puncaknya, sebelum ia
akhirnya memandang jalan yang mendaki masuk ke Negeri Tak Bernama, ia
menoleh. Sejenak ia berdiri diam dalam kebimbangan luar biasa, memandang ke
belakang. Ia masih bisa melihat mulut terowongan itu, seperti sebuah bercak
dalam Dua Menara Halaman | 385 keremangan yang semakin pekat; dan ia merasa bisa melihat atau menduga di
mana Frodo terbaring. Ia seolah melihat sinar di tanah di bawah sana, atau
mungkin itu hanya tipuan air matanya, ketika ia menerawang ke tempat tinggi
berbatu itu, di mana seluruh hidupnya jadi hancur berantakan.
"Seandainya satu-satunya harapanku dikabulkan, satu harapan saja!"
keluhnya, "untuk kembali dan menemukannya lagi!" Akhirnya ia menoleh lagi ke
jalan di depannya, dan mengambil beberapa langkah: yang terberat dan yang
paling enggan diambilnya.
Hanya beberapa langkah; tinggal beberapa langkah lagi, dan ia akan turun,
takkan pernah melihat tempat tinggi itu lagi. Tapi tiba-tiba ia mendengar
teriakan dan suara-suara. Ia berdiri diam membatu. Suarasuara Orc. Di belakang dan di
depannya. Bunyi kaki-kaki yang menginjak dan teriakan parau: Orc-Orc sedang naik ke
Celah, dari ujung terjauh, dari suatu jalan masuk ke menara, mungkin. Kaki-kaki
menginjak dan teriakan di belakang. Ia berputar. Ia melihat cahayacahaya kecil
merah, obor-obor, berkelip-kelip di bawah, saat keluar dari terowongan. Akhirnya
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengejaran dimulai. Mata merah menara tidak buta rupanya. Ia sudah tertangkap.
Kini kelipan obor yang mendekat dan denting baja di depan sudah sangat dekat.
Dalam sekejap mereka akan sampai di puncak dan menjumpainya. Ia sudah
terlalu lama membuang waktu untuk mengambil keputusan, dan sekarang keadaan
sangat buruk. Bagaimana ia bisa lolos, atau menyelamatkan dirinya dan Cincin
itu" Cincin. Tak ada pikiran atau keputusan apa pun dalam benaknya. Ia hanya
menyadari dirinya mengeluarkan rantai itu dan memegang Cincin di tangannya.
Pimpinan rombongan Orc muncul di Celah, tepat di depannya. Maka ia pun
memakai Cincin itu. Dunia berubah, waktu sekilas terisi dengan satu jam pemikiran. Ia langsung
menyadari bahwa pendengarannya menjadi lebih tajam, sementara penglihatannya
agak kabur, tapi berbeda dengan sewaktu di sarang Shelob. Semua benda di
sekitarnya bukan gelap, tapi samarsamar; sementara ia sendiri berada dalam
sebuah dunia kelabu yang kabur, sendirian, seperti batu karang kecil padat dan
hitam, dan Cincin itu, yang membebani tangan kirinya dengan berat, terasa
seperti bola emas panas. Ia sama sekali tidak merasa tidak tampak; ia justru merasa amat sangat
kelihatan; dan ia tahu, di suatu tempat sebuah Mata sedang mencarinya. Ia
mendengar derakan batu, dan gumaman air jauh di Lembah Morgul; di bawah, di
Halaman | 386 The Lord of The Rings dalam batu karang, terdengar bunyi bergelembung dari Shelob yang tersiksa,
meraba-raba, mungkin tersesat dalam selasar buntu; dan suara-suara di ruang
bawah tanah di menara; teriakan para Orc saat mereka keluar dari terowongan;
dan benturan kaki yang memekakkan, menderum dalam telinganya, serta bunyi
hiruk-pikuk tajam dari Orc-Orc di depannya. Ia menyurut ke sisi batu karang.
Tapi mereka datang berbaris seperti rombongan hantu, sosok-sosok kelabu dengan
bentuk kacau, hanya mimpi ketakutan dengan nyala api pucat di tangan.
Dan mereka melewatinya. Ia gemetaran, mencoba merangkak ke suatu celah
untuk bersembunyi. Ia mendengarkan. Orc-Orc dari terowongan dan yang berbaris
turun sudah saling melihat, kedua pihak sekarang bergegas dan berteriak-teriak.
Ia mendengar mereka dengan jelas, dan memahami apa yang mereka katakan.
Mungkin Cincin itu memberi pengertian atas semua bahasa, atau sekadar
pernahaman, terutama tentang pelayan-pelayan Sauron si pembuat Cincin,
sehingga kalau ia memperhatikan, ia bisa mengerti dan menerjemahkan pikiran itu
untuk dirinya sendiri. Kekuatan Cincin itu memang tumbuh pesat ketika mendekati
tempatnya dulu ditempa; tapi satu hal tak bisa diberikannya, yaitu keberanian.
Sekarang Sam hanya ingin bersembunyi, diam sampai semuanya kembali tenang;
ia mendengarkan dengan cemas. Ia tidak tahu seberapa dekat suarasuara itu,
kata-kata itu seperti ada di dalam telinganya.
"Hai! Gorbag! Sedang apa kau di sini" Sudah bosan perang?"
"Perintah, tolol. Dan kau sedang apa, Shagrat" Sudah jemu bersembunyi di
atas sana" Sedang pikir-pikir turun untuk bertempur?"
"Perintah untukmu. Aku yang menguasai jalan ini. Jadi bicaralah sopan. Apa
laporanmu?" "Tidak ada." "Hai! Hai! Hooi!" Sebuah teriakan memotong percakapan kedua pemimpin.
Para Orc di bawah rupanya melihat sesuatu. Mereka mulai berlari. Begitu juga
yang lain. "Hai! Huah! Ada sesuatu di sini! Berbaring di jalan. Mata-mata, mata-mata!"
Bunyi teriakan yang menggeram dan suara-suara kacau balau.
Sam tersentak dari perasaan takutnya. Mereka sudah melihat majikannya.
Apa yang akan mereka lakukan" Ia pernah mendengar cerita-cerita yang
meremangkan bulu roma tentang Orc. Ini tak tertahankan. Ia melompat berdiri. Ta
melupakan urusan Cincin ini, berikut ketakutan dan keraguannya. Sekarang ia tahu
Dua Menara Halaman | 387 di mana seharusnya ia berada: di sisi majikannya, meski apa yang bisa
dilakukannya di sana tidak jelas. Ia kembali lari menuruni tangga, menuju Frodo.
"Berapa banyak Orc yang ada?" pikirnya. Setidaknya tiga puluh atau empat
puluh dari menara, dan masih banyak lagi dari bawah, kukira. Berapa banyak yang
bisa kubunuh sebelum mereka menangkapku" Mereka akan melihat nyala pedang
ini begitu aku menghunusnya, dan cepat atau lambat mereka akan menangkapku.
Akankah ada lagu untuk mengenangnya: bagaimana Samwise jatuh di High Pass
dan melindungi majikannya dengan tubuhnya. Tidak, takkan ada lagu. Tentu saja
tidak, sebab Cincin itu akan ditemukan, dan takkan ada lagu-lagu lagi. Bukan
salahku. Tempatku bersama Mr. Frodo. Mereka harus mengerti itu Elrond dan
Dewan, juga para Lord dan Lady dengan kebijakan mereka yang besar. Rencana
mereka sudah gagal. Aku tak bisa menjadi Penyandang Cincin. Tidak tanpa Mr.
Frodo." Tetapi para Orc sudah berada di luar jangkauan pandangannya sekarang. Ia
belum sempat memikirkan dirinya sendiri, tapi sekarang ia menyadari ia letih
sekali, sampai hampir pingsan: kakinya tak mau mengangkatnya seperti yang ia inginkan.
Ia terlalu lamban. Jalan itu serasa masih bermil-mil panjangnya. Ke mana mereka
pergi dalam kabut ini" Nah, itu mereka lagi! Masih cukup jauh di depan. Orc-Orc
itu mengelilingi sesuatu yang berbaring di tanah; beberapa kelihatannya
melompatlompat ke sana kemari, membungkuk seperti anjing mencari jejak. Ia
mencoba berlari. "Ayo, Sam!" katanya, "kalau tidak, kau akan terlambat lagi." Ia mengendurkan
pedang dalam sarungnya. Sebentar lagi ia akan menghunusnya, lalu ...
Ada bunyi hiruk-pikuk ribut sekali, teriakan dan tawa, ketika sesuatu diangkat
dari tanah. "Ya hoi! Ya harri hoi! Angkat! Angkat!" Lalu sebuah suara berteriak, "Sekarang
berangkat! Jalan pintas. Kembali ke Gerbang Bawah! Kalau melihat gelagatnya, dia
tidak akan mengganggu kita."
Seluruh barisan Orc mulai bergerak. Empat di tengah menggotong sesosok
tubuh di pundak mereka. "Ya hoi!" Mereka sudah mengambil tubuh Frodo. Mereka sudah pergi. Ia tak
bisa menyusul mereka. Ia masih terus berjalan susah payah. Para Orc sampai ke
terowongan dan masuk. Mereka yang menggotong beban masuk lebih dulu, di
belakang mereka terj adi saling serobot dan saling desak. Sam maju terus. Ia
menghunus pedang, tampak kilatan biru di tangannya yang gemetar, tapi mereka
Halaman | 388 The Lord of The Rings tidak melihatnya. Ketika ia datang dengan terengah-engah, Orc terakhir sudah
menghilang dalam lubang hitam. Untuk beberapa saat Sam berdiri terengah-engah,
memegang dadanya. Lalu ia menarik lengan bajunya ke wajah, menyeka kotoran
dan keringat, dan air mata.
"Terkutuklah bajingan-bajingan busuk itu!" katanya, lalu ia melompat menyusul
mereka dalam gelap. Di dalam terowongan sudah tidak tampak gelap bagi Sam, malah seolah-olah
ia sudah keluar dari kabut tipis, masuk ke kabut yang lebih tebal. Kelelahannya
makin terasa, tapi tekadnya semakin kuat. Ia merasa bisa melihat cahaya oborobor
sedikit di depan, tapi bagaimanapun ia berusaha, ia tak bisa menyusul
mereka. Orc-Orc berjalan cepat sekali dalam terowongan, dan terowongan ini
mereka kenal betul; meski ada Shelob, mereka terpaksa sering menggunakannya
sebagai jalan tercepat dari Kota Mati melewati pegunungan. Kapan terowongan
utama dan lubang bundar besar itu dulu dibuat, mereka tidak tahu; tapi banyak
jalan menyimpang yang mereka gali sendiri di kedua sisi, agar bisa menghindari
sarang itu dalam lalu lintas mereka ke dan dari sang majikan.
Malam ini mereka tidak berniat pergi jauh; mereka sedang bergegas mencari
jalan simpang untuk kembali ke menara jaga di atas batu karang. Kebanyakan dari
mereka riang gembira, senang dengan apa yang mereka temukan dan lihat, dan
sambil berlari mereka berceloteh cepat dan berbicara ribut dengan gaya mereka.
Sam mendengar keberisikan suara parau mereka, datar dan keras di udara mati,
dan ia bisa mengenali dua suara di antaranya; suara itu lebih keras dan lebih
dekat kepadanya. Rupanya kapten-kapten kedua pihak berjalan di barisan belakang,
sambil berdebat. "Tak bisakah kau menghentikan keberisikan pengacau-pengacaumu itu,
Shagrat?" gerutu yang satu. "Kita tak ingin Shelob menyerang kita."
"Yang benar saja, Gorbag! Pengacau-pengacaumu malah lebih berisik," kata
yang satunya. "Tapi biarkan saja mereka bermain! Tak perlu khawatir tentang
Shelob untuk sementara. Rupanya dia tertikam paku, tak perlu kita tangisi. Kau
tidak lihat" Dia mengeluarkan lendir menjijikkan sepanjang jalan kembali ke
sarangnya yang terkutuk. Sudah ratusan kali kita menyumbatnya. Jadi, biarkan
mereka tertawa. Dan kita cukup beruntung: memperoleh sesuatu yang diinginkan
Lugburz." "Lugburz menginginkannya, ha" Apa itu, menurutmu" Kelihatannya dia seperti
bangsa Peri, tapi agak lebih kecil ukurannya. Apa sih bahayanya?"
Dua Menara Halaman | 389 "Belum tahu sebelum kita melihatnya." "Aha! Jadi mereka belum menceritakan
padamu apa yang mereka harapkan" Mereka tidak menceritakan semua yang
mereka ketahui, bukan" Setengahnya pun tidak. Tapi mereka bisa membuat
kesalahan, bahkan Pimpinan-Pimpinan Puncak juga bisa salah."
"Ssst, Gorbag!" Shagrat merendahkan suaranya, sehingga Sam nyaris tidak
menangkap apa yang dikatakannya, meski sekarang pendengarannya lebih tajam.
"Mungkin saja, tapi mereka punya mata dan telinga di mana-mana; beberapa di
antaranya mungkin anak buahku. Tapi tak diragukan lagi, mereka cemas tentang
sesuatu. Para Nazgul di bawah memang khawatir, menurutmu; Lugburz juga.
Sesuatu hampir saja luput."
"Hampir, katamu!" kata Gorbag. "Baiklah," kata Shagrat, "tapi itu kita bicarakan
nanti saja. Tunggu sampai kita tiba di Terowongan. Ada tempat untuk kita
berbicara sebentar, sementara anak buah berjalan terus."
Tak lama kemudian, Sam melihat obor-obor menghilang. Lalu ada bunyi
menderum, dan bunyi benturan, tepat ketika ia bergegas maju. Ia menduga para
Orc sudah berbelok ke lubang yang telah ia jelajahi bersama Frodo, lubang yang
ternyata buntu. Dan sekarang masih juga buntu. Rupanya ada batu besar
menghalangi, tapi para Orc entah bagaimana bisa melewatinya, sebab ia bisa
mendengar suara-suara mereka di belakangnya. Mereka masih terus berlari,
semakin jauh masuk ke dalam gunung, kembali ke menara. Sam merasa putus
asa. Mereka membawa tubuh majikannya untuk suatu tujuan keji, dan ia tak bisa
menyusul mereka. Ia mendorong-dorong dan membenturkan diri ke batu itu, tapi batu itu tidak
bergeser sedikit pun. Lalu tidak begitu jauh di dalam, atau setidaknya begitulah
perkiraannya, ia mendengar suara kedua kapten Orc berbicara. Ia berdiri
mendengarkan sebentar, berharap akan mendengar sesuatu yang berguna. Siapa
tahu Gorbag, yang rupanya berasal dari Minas Morgul, akan keluar, lalu ia bisa
menyelinap masuk. "Tidak, aku tidak tahu," kata suara Gorbag. "Pesan-pesan lewat lebih cepat
daripada apa pun yang terbang, semestinya. Tapi aku tidak menanyakan
bagaimana itu bisa terjadi. Paling aman tidak menanyakan itu. Grrr! NazgulNazgul itu menyeramkan sekali. Dan mereka dengan mudah menyiksamu, dan
membiarkanmu kedinginan di pihak lawan. Tapi Dia menyukai mereka: mereka
menjadi favorit-Nya belakangan ini, jadi percuma saja menggerutu. Kukatakan
padamu, tidak enak bekerja di kota."
Halaman | 390 The Lord of The Rings "Kau harus mencoba berada di atas sini, didampingi Shelob," kata Shagrat.
"Aku ingin mencoba tempat di mana tidak ada mereka semua. Tapi perang sedang
berlangsung, dan kalau perang sudah selesai, mungkin keadaan akan lebih
mudah." "Kabarnya perang berlangsung cukup lancar."
"Kata mereka," gerutu Gorbag. "Kita lihat saja. Kalau memang berlangsung
lancar, seharusnya lebih banyak kesempatan. Bagaimana menurutmu" Kalau
dapat kesempatan, kau dan aku pergi diam-diam dan bermukim di suatu tempat,
dengan beberapa anak buah tepercaya, tempat di mana cukup banyak rampasan
bagus, dan tidak ada majikan.
"Ah!" kata Shagrat. "Seperti zaman dulu."
"Ya," kata Gorbag. "Tapi jangan terlalu berharap. Aku merasa tak enak hati.
Seperti kukatakan, Majikan-Majikan Besar, yah," suaranya hampir berbisik, "ya,
bahkan yang paling Hebat pun bisa keliru. Sesuatu nyaris luput, katamu.
Menurutku, sesuatu itu sudah luput. Dan kita harus waspada. Selalu kaum Uruk
malang yang harus membetulkan kesalahan, dan hanya menerima sedikit terima
kasih. "Tapi jangan lupa: musuh-musuh tidak suka pada kita, seperti juga pada Dia,
dan kalau mereka menang melawan Dia, riwayat kita juga habis. Tapi
omongomong, kapan kau diperintahkan keluar?"
"Satu jam yang lalu, tepat sebelum kau melihat kami. Ada pesan datang:
Nazgul khawatir. Mata-mata mungkin sudah berada di Tangga. Gandakan
kewaspadaan. Patroli agar ke ujung Tangga. Aku segera datang."
"Urusan buruk," kata Gorbag. "Coba lihat-para Penjaga Tersembunyi kita
sudah dua hari yang lalu merasa cemas, itu aku tahu. Tapi patroliku tidak
diperintahkan bergerak sampai sehari lagi, juga tidak ada pesan yang dikirimkan
ke Lugburz: sebab Isyarat Agung sudah dikeluarkan, Nazgul Tinggi pergi berperang,
dan sebagainya. Kabarnya selama beberapa waktu mereka tak bisa memaksakan
perhatian Lugburz." "Mungkin Mata sedang sibuk di tempat lain," kata Shagrat. "Peristiwaperistiwa
besar sedang terjadi di barat, katanya." "Pasti," geram Gorbag. "Tapi sementara
itu musuh berhasil mendaki Tangga. Dan kau sedang apa" Kau seharusnya
mengawasi, ada atau tidak ada perintah khusus, bukan begitu" Buat apa ada kau?"
Dua Menara Halaman | 391 "Cukup! Jangan mencoba mengajariku. Kami menjaga terus. Kami sudah tahu
ada hal-hal aneh terjadi."
"Aneh sekali!" "Ya, aneh sekali: cahaya, teriakan, dan sebagainya. Tapi Shelob sedang
berkeliaran. Anak buahku melihatnya bersama Sneak."
"Sneak" Apa itu?" "Pasti kau sudah melihatnya: makhluk kecil kurus; mirip
labah-labah juga, atau mungkin lebih seperti katak kelaparan. Dia sudah pernah
ke sini. Keluar dari Lugburz pertama kali, bertahun-tahun lalu, dan kami mendapat
pesan dari Pimpinan Tertinggi agar membiarkannya lewat. Sejak itu dia sudah
satudua kali lewat, tapi kami membiarkannya: rupanya dia bersekutu dengan Yang
Mulia Lady Shelob. Kupikir dia bukan santapan lezat: Shelob tidak akan peduli
perintah dari Atas. Tapi penjagaan kalian di lembah memang payah: dia sudah
berada di sini sehari sebelum keonaran ini. Tadi malam agak awal kami
melihatnya. Anak buahku melaporkan bahwa Yang Mulia Lady sedang bersuka ria,
dan bagiku itu sudah cukup, sampai datangnya pesan. Kupikir Sneak
membawakannya mainan, atau kau mungkin mengiriminya hadiah, tawanan
perang atau semacamnya. Aku tidak mall mengganggu kalau dia sedang bermain.
Tak ada yang bisa lolos dari Shelob kalau dia sedang berburu."
"Tidak ada, katamu! Apa kau tidak pakai matamu tadi" Sudah kubilang hatiku
tidak enak. Apa pun yang datang mendaki Tangga, sudah berhasil lewat. Sudah
memotong jaringnya dan keluar sama sekali dari lubangnya. Itu perlu dipikirkan!"
"Ah, ya sudah, tapi akhirnya dia berhasil menangkapnya, bukan?"
"Menangkapnya" Menangkap siapa" Orang kecil ini" Tapi kalau dia satusatunya,
Shelob pasti sudah lama membawa dia ke sarangnya, dan di sanalah dia
bakal berada. Dan kalau Lugburz menginginkannya, kau harus pergi
mengambilnya. Enak, bukan" Tapi ada lebih dari satu."
Saat itu Sam mulai mendengarkan lebih saksama dan menempelkan
telinganya ke batu. "Siapa yang memotong tali-tali yang diikatkan padanya, Shagrat" Sama
dengan yang memotong jaring. Dan siapa yang menusukkan paku ke Yang Mulia
Lady" Sama juga, pasti. Dan di mana dia" Di mana dia, Shagrat?" Shagrat tidak
menjawab. "Sebaiknya kau berpikir keras sekali, kalau kau punya otak. Ini bukan masalah
enteng. Tidak ada, belum pernah ada satu orang pun yang menusuk Shelob, kau
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Halaman | 392 The Lord of The Rings tahu betul. Memang tak perlu disedihkan; tapi pikirlah-ada seseorang masih
berkeliaran, lebih berbahaya daripada pemberontak terkutuk mana pun yang
pernah ada sejak masa lalu yang buruk, sejak Serangan Besar. Ada sesuatu yang
sudah luput." "Apa itu?" geram Shagrat. "Kalau melihat tanda-tandanya, Kapten Shagrat,
menurutku ada pejuang besar berkeliaran, sangat mungkin Peri, dengan pedang
Peri, dan mungkin juga kapak; dia berkeliaran bebas dalam wilayahmu, dan kau tak
pernah melihatnya. Sangat aneh memang!"
Gorbag meludah. Sam tersenyum muram mendengar penjelasan tentang
dirinya sendini. "Ah, ya, kau selalu melihat dan sisi muram," kata Shagrat. "Kau
boleh saja menafsirkan tanda-tandanya sesukamu, tapi masih ada cara lain untuk
menjelaskannya. Bagaimanapun, aku punya penjaga di setiap titik, dan aku akan
menangani ini satu demi satu. Kalau sudah melihat orang yang kita tangkap, baru
aku akan memikirkan hal-hal lain."
"Menurutku tidak banyak yang bisa kautemukan pada makhluk kecil itu," kata
Gorbag. "Mungkin saja dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan kekacauan
yang sebenamya. Makhluk besar dengan pedang tajam itu rupanya tidak
menganggap dia cukup berharga dia ditinggalkan berbaring di sana: tipuan asli
kaum Peri." "Kita lihat saja. Ayo! Kita sudah cukup berbincang. Mari kita pergi dan melihat
tawanan!" "Apa yang akan kaulakukan dengannya" Jangan lupa, aku yang pertama
melihatnya. Kalau akan ada permainan, aku dan anak buahku harus dilibatkan."
"Wah, wah," gerutu Shagrat. "Aku sudah dapat perintah. Dan ini lebih penting
daripada diriku, atau dirimu. Setiap pelanggar yang ditemukan para penjaga harus
ditawan di menara. Tawanan harus dilucuti. Uraian lengkap tentang setiap benda,
pakaian, senjata, surat, cincin, atau perhiasan harus segera dikirimkan ke
Lugburz, hanya ke Lugburz. Dan tawanan harus diamankan agar tetap utuh, dengan
ancaman kematian bagi setiap penjaga, sampai Dia mengirimkan utusan atau Dia
sendiri datang. Itu sudah cukup jelas, dan itu yang akan kulakukan."
"Dilucuti, hei?" kata Gorbag. "Apa, gigi, kuku, rambut, dan semuanya?"
"Tidak, bukan seperti itu. Kan sudah kubilang, dia ini untuk Lugburz. Mereka
menginginkannya utuh dan selamat."
Dua Menara Halaman | 393 "Itu akan sulit sekali," tawa Gorbag. "Dia hanya daging bangkai sekarang. Apa
yang akan dilakukan Lugburz dengan benda semacam itu, aku tak habis pikir. Dia
pantasnya dipanggang saja."
"Tolol kau," geram Shagrat. "Kau sok pintar, tapi banyak hal yang tidak
kauketahui, meski kebanyakan orang lain tahu. Kau yang bakal diumpankan pada
Shelob, kalau kau tidak hati-hati. Daging bangkai! Hanya itu yang kauketahui
tentang Yang Mulia Lady" Kalau dia mengikat korbannya dengan tali-talinya,
berarti dia mengincar daging. Dia tidak makan daging mati, juga tidak mengisap
darah dingin. Orang ini belum mati!"
Sam terhuyung-huyung mencengkeram batu itu. Ia merasa seolah seluruh
dunia yang gelap ini jungkir balik. Begitu besar kejutannya, sampai ia hampir
pingsan, tapi saat ia berjuang untuk mengendalikan diri, jauh di dalam dirinya
ia menyadari hal itu: "Kau bodoh, dia belum mati, dan hatimu sebenarnya tahu itu. Jangan percaya
otakmu, Samwise, itu bukan bagian terbaik dirimu. Masalahnya, kau selalu
pesimis. Sekarang apa yang harus dilakukan?" Untuk sementara tidak ada, kecuali
menekankan dirinya ke batu yang tak bergerak itu dan mendengarkan,
mendengarkan suara-suara Orc yang keji itu.
"Aduh!" kata Shagrat. "Dia punya lebih dari satu macam racun. Kalau sedang
berburu, dia hanya menyuntikkan sedikit ke leher korbannya dan mereka langsung
lemas seperti ikan, lalu dia bisa leluasa dengan mereka. Kau ingat Ufthak tua"
Kami kehilangan dia berhari-hari. Lalu kami menemukannya di suatu sudut;
tergantung-gantung, tapi dia sadar penuh dan melotot. Kami menertawakannya!
Mungkin Shelob lupa padanya, tapi kami tidak menyentuhnya tidak baik
mengganggu Dia. Jadi, keparat kecil ini akan bangun beberapa jam lagi; selain
merasa agak mual, dia akan baik-baik saja. Atau akan baik-baik, kalau Lugburz
tidak mengacuhkannya. Paling-paling dia bertanya-tanya, di mana dia berada dan
apa yang sudah terjadi padanya."
"Dan apa yang bakal terjadi padanya," tawa Gorbag. "Paling tidak, kita bisa
menceritakan beberapa hal padanya, kalau kita tak bisa melakukan hal lain. Dia
pasti belum pernah ke Lugburz yang indah, jadi mungkin dia ingin tahu apa yang
menantinya. Ini akan lebih lucu daripada yang kukira. Ayo kita pergi!"
"Tidak akan lucu, kuperingatkan kau," kata Shagrat. "Dan dia harus disimpan
dengan aman, atau kita semua mati."
Halaman | 394 The Lord of The Rings "Baiklah! Tapi seandainya aku jadi kau, aku akan menangkap yang besar,
yang masih berkeliaran, sebelum mengirim laporan apa pun ke Lugburz. Tidak
bagus kedengarannya kalau kau melaporkan sudah menangkap anak kucing tapi
membiarkan induk kucing lolos."
Suara-suara itu mulai bergerak menjauh. Sam mendengar bunyi langkah
surut. Ia sedang pulih dari kekagetannya, dan kini amukan kemarahan menggelora
dalam dirinya. "Aku keliru sama sekali!" teriaknya. "Aku sudah tahu, pasti bakal
begini. Sekarang mereka membawanya, setan-setan! Keparat-keparat! Jangan
pernah tinggalkan majikanmu, jangan pernah, jangan pernah: patokanku sudah
benar. Dan dalam hati aku sudah tahu itu. Semoga aku diampuni! Sekarang aku
harus kembali kepadanya. Entah bagaimana, entah bagaimana!" Ia menghunus
pedangnya lagi, dan memukul batu dengan pangkalnya, tapi batu itu hanya
mengeluarkan bunyi teredam.
Namun pedangnya bersinar begitu terang, sampai Sam bisa melihat
sekitarnya dengan samar-samar dalam cahayanya. Dengan terkejut ia melihat
bahwa bongkah batu besar itu berbentuk seperti pintu berat, dan kurang dari dua
kali tinggi badannya. Di atasnya ada ruang kosong gelap antara bagian tertinggi
dan terendah lengkungan ambang pintu. Mungkin pintu itu hanya dimaksudkan
untuk menangkis gangguan Shelob, dikunci dari dalam dengan kunci gerendel atau
palang pintu yang tak bakal bisa dibukanya. Dengan sisa kekuatannya, Sam
melompat dan menggapai puncaknya, memanjat naik, lalu menjatuhkan diri;
kemudian ia berlari kencang sekali, dengan pedang menyala di tangannya,
membelok di suatu tikungan dan melewati suatu terowongan berliku-liku. Kabar
bahwa majikannya masih hidup membangkitkan semangatnya untuk melakukan
upaya terakhir, tanpa menghiraukan keletihannya. Ia tak bisa melihat apa pun di
depan, karena selasar baru ini berkelokkelok dan berlikuliku terus; tapi ia
menduga ia sudah mulai menyusul kedua Orc tadi: suarasuara mereka sudah mulai dekat
lagi. Sekarang rupanya mereka sudah cukup dekat.
"Itu yang akan kulakukan," kata Shagrat dengan suara bernada marah.
"Menempatkannya di ruang paling atas."
"Untuk apa?" geram Gorbag. "Apa kau tidak punya penjara bawah tanah?"
"Sudah kubilang dia tidak boleh sampai cedera," jawab Shagrat. "Tahu" Dia
berharga. Aku tidak percaya semua anak buahku, juga anak buahmu; aku juga
tidak percaya kau, kalau kau lagi gila permainan begitu. Dia akan ditaruh di
tempat yang kuinginkan, dan kau tidak boleh ke sana, kalau kau tidak sopan. Di puncak,
kataku. Dia akan aman di sana." "
Dua Menara Halaman | 395 Apa benar?" kata Sam. "Kau lupa pejuang Peri yang besar itu, yang masih
berkeliaran bebas!" Dan dengan kata-kata itu ia bergegas melewati tikungan
terakhir, hanya untuk menemukan bahwa karena tipuan terowongan, atau
pendengaran yang diberikan Cincin kepadanya, ia sudah salah menduga jaraknya.
Kedua Orc masih cukup jauh di depan. Ia bisa melihat mereka sekarang,
hitam dan pendek gemuk di depan nyala merah. Selasar itu akhirnya membentang
lurus, mendaki tanjakan pendek; di ujungnya, terbuka lebar, ada pintu ganda
besar, mungkin menuju ruangan-ruangan luas jauh di bawah tanduk tinggi menara.
Pasukan Orc dengan bebannya sudah masuk ke dalam. Gorbag dan Shagrat
sudah menghampiri gerbang. Sam mendengar ledakan nyanyian serak, tiupan
terompet dan pukulan gong, bunyi berisik ingar-bingar. Gorbag dan Shagrat sudah
berada di ambang pintu. Sam berteriak dan mengacungkan Sting, tapi suaranya
yang kecil tenggelam dalam kebingaran. Tak ada yang memedulikannya. Pintu
gerbang besar itu tertutup. Bum. Palang-palang besi terpasang di tempatnya.
Dung. Gerbang terkunci. Sam membenturkan diri ke kepingkeping kuningan yang
terkunci dan jatuh pingsan ke tanah. Ia di luar, dalam gelap. Frodo masih hidup,
tapi ditangkap Musuh. Halaman | 396 The Lord of The Rings Peta-Peta CATATAN TENTANG PETA-PETA
Dalam edisi orisinalnya, yang diterbitkan pada tahun 1954-5, peta-peta dalam
buku The Lord of the Rings digambar oleh Christopher Tolkien, terdiri atas
sebuah Peta Umum daerah-daerah sebelah barat Dunia Tengah, serta satu peta Rohan,
Gondor, dan Mordor yang lebih mendetail, dalam warna hitam dan merah, di
kertas-kertas besar yang dilipat serta ditempelkan di halaman akhir ketiga buku
tersebut. Dalam buku The Fellowship of the Ring dan The Two Towers disisipkan Peta
Umum, sedangkan dalam The Return of the King disisipkan peta Rohan, Gondor,
dan Mordor. Sebagai tambahan, ada juga peta Shire dalam warna merah dan
hitam, yang ada di halaman depan Buku Pertama: The Fellowship of the Ring.
Christopher Tolkien menggambar ulang Peta Umum tersebut secara kilat, untuk
disisipkan dalam buku Unfinished Tales (1980), tapi kemudian peta ini
menggantikan bentuk orisinalnya dalam edisi-edisi The Lord of the Rings.
Dalam edisi-edisi paperback, Peta Umum dibagi menjadi empat bagian, dibuat
hanya dalam warna hitam, dengan ukuran sesuai halaman buku, sementara peta
keseluruhannya juga dibuat dalam ukuran sangat diperkecil, sebagai panduan atas
keempat bagian Peta Umum tersebut. Peta Rohan, Gondor, dan Mordor
ditampilkan dalam dua halaman yang saling berhadapan. Namun peta-peta orisinal
tersebut tidak dapat ditampilkan secara memuaskan kalau formatnya diperkecil.
Karenanya, Mr. Stephen Raw menggambar ulang semua peta tersebut, dengan
mengikuti contohcontoh aslinya dengan sangat saksama, dengan hasil yang jauh
lebih jelas. Sebagai panduan terhadap keempat bagian Peta Umum, Mr. Stephen
Raw telah menggambar satu peta keseluruhan yang baru, yang menampilkan
petunjuk-petunjuk yang perlu, dalam bentuk yang telah disederhanakan.
--o0o- Dua Menara Halaman | 397 Kebakaran The Burning 3 Pendekar Romantis 03 Pedang Siluman Bara Naga 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama