Gadis Misterius Karya Sherls Astrella Bagian 1
GADIS MISTERIUS BAB 1 "Di mana saya?"
"Anda sudah sadar" Anda jangan cemas, Anda berada di kamar saya di
Obbeyville." "Obbeyville" Mengapa saya berada di sini?"
"Saya yang membawa Anda kemari."
"Mengapa" Apa yang telah terjadi pada diri saya sehingga saya berada di sini?"
"Anda tidak ingat apa yang terjadi pada Anda?"
"Tidak, saya tidak mampu mengingat apa pun."
"Siapakah nama Anda?" tanyanya penuh perhatian, "Saya akan menghubungi
keluarga Anda." "Nama saya...," gadis itu termenung.
Wanita itu semakin cemas dibuatnya.
"Saya tidak ingat. Saya tidak dapat mengingat apa pun. Bahkan nama maupun
masa lalu saya," jawab gadis itu dengan sedih setelah terdiam untuk beberapa
saat. Wanita tua itu memandang sedih pada gadis itu. Gadis itu tampak pucat sekali
ketika ia menemukannya tergeletak pingsan di tepi Sungai Alleghei yang
mengalir di tepi timur Obbeyville.
Saat itu ia sedang berjalan-jalan di pagi hari di tepi sungai yang berada di
dekat rumahnya itu, seperti biasanya. Belum jauh ia berjalan dari pondoknya, ia
melihat seseorang tergeletak pingsan di tepi sungai itu. Di sekeliling orang itu
tampak sesuatu yang bersinar keemasan.
Segera ia mendekat dan ia menemukan seorang gadis pingsan di tepi sungai itu.
Rambut panjang gadis itulah yang bersinar keemasan tertimpa sinar matahari
pagi di awal musim panas.
Sekujur tubuh gadis itu basah oleh air sungai yang jernih itu. Wajahnya tampak
pucat sekali dan suhu tubuhnya panas sekali.
Ia segera memanggil seseorang untuk membantunya membawa gadis itu ke
pondoknya. Ia merawat gadis yang pingsan itu dengan penuh perhatian.
Gadis itu tak sadarkan diri selama beberapa hari. Selama itu sering suhu
tubuhnya tiba-tiba menjadi tinggi sekali sehingga membuatnya panik.
Penduduk Obbeyville menjadi gempar tatkala mendengar berita diketemukannya
gadis itu di sungai yang mereka anggap suci. Penduduk Obbeyville merupakan
sebagian penduduk Kerajaan Zirva yang masih mempercayai mitos.
Bagi penduduk Obbeyville, Sungai Alleghei yang bermata air di Holly Mountain
merupakan sungai suci tempat para dewa mereka mengirimkan anugerahnya
kepada manusia. Mereka juga percaya sungai itu dibuat oleh para dewa dari
Holly Mountain menuju tempat tinggal manusia.
Sedangkan Holly Mountain itu sendiri dipercayai penduduk Obbeyville sebagai
tempat tinggal pada dewa. Karena itu mereka mengkeramatkan sungai itu.
Konon Holly Mountain dijaga oleh makhluk halus agar tidak seorangpun yang
dapat mencapai puncaknya yang berkabut. Di balik kabut yang diciptakan para
dewa untuk melindungi tempat itu; terdapat tempat yang sangat indah yang
dipercaya sebagai tempat tinggal para dewa tersebut.
Mereka juga percaya bila awan di puncak Holly Mountain hitam pertanda para
dewa sedang marah. Tetapi bila awan di puncak Holly Mountain cerah artinya
para dewa tidak sedang marah.
Penduduk Obbeyville sering mengadakan upacara persembahan di Sungai
Alleghei. Korban yang diberikan kepada para dewa biasanya berupa hasil panen
selama setahun. Korban itu dibakar hingga berupa abu kemudian abu itu
disebarkan di sungai. Upacara itu diadakan beberapa kali dalam setahun. Namun yang selalu
dilakukan tiap tahun adalah saat tahun baru, awal musim semi dan akhir musim
semi. Pada saat tahun baru, mereka berdoa untuk keselamatan dan kebahagiaan
mereka sepanjang tahun yang akan datang juga bersyukur atas perlindungan
dewa kepada mereka selama tahun yang baru berlalu.
Selain mengadakan upacara persembahan, mereka juga mengadakan pesta di
sepanjang sungai itu untuk memeriahkan tahun baru. Tidak jarang pula mereka
mengadakan perlombaan yang tidak hanya diikuti oleh penduduk Obbeyville
juga penduduk Blueberry. Di awal musim semi mereka mengharapkan berkat para dewa agar hasil panen
mereka sepanjang musim itu berlimpah. Kemudian di penghujung musim,
mereka mengadakan upacara untuk bersyukur atas berkat yang diberikan para
dewa sehingga panen mereka berlimpah.
Di Sungai Alleghei banyak sekali ikan, namun tak seorangpun yang berani
mengusik ikan itu apalagi memancing ikan itu. Mereka percaya ikan-ikan itu
adalah suruhan para dewa. Ikan-ikan itu mengantarkan anugerah dewa kepada
manusia sekaligus menjaga Sungai Alleghei agar tidak dikotori manusia.
Penduduk Obbeyville mulai menduga-duga asal usul gadis itu. Sebagian dari
mereka menduga gadis itu adalah utusan dewa. Sebagian orang yang tidak
mempercayai mitos percaya gadis itu hanyut di sungai itu.
Ia memandang gadis itu dan mengagumi kecantikan serta keanggunan yang
terpancar dari wajahnya yang cantik walaupun wajah itu tampak pucat.
Rambutnya yang selalu bersinar tampak seperti emas yang indah di atas bantal.
Matanya yang berwarna keunguan itu memandang sedih sekeliling ruangan itu.
Sewaktu ia menemukannya, ia mengenakan gaun yang indah sekali, seuntai
kalung emas yang indah melingkari lehernya yang putih itu. Ia menduga umur
gadis itu sekitar dua puluh tahunan.
"Saya turut menyesal. Anda jangan bersedih karenanya, saya yakin suatu saat
nanti ingatan Anda akan pulih kembali," kata wanita tua itu.
"Kalau boleh saya tahu, siapakah Anda?"
"Semua orang memanggil saya Mrs. Vye, saya pengurus rumah tangga di
keluarga Sidewinder," jawab Mrs. Vye.
"Terima kasih telah merawat saya selama saya tak sadarkan diri, Mrs. Vye,"
kata gadis itu, "Maaf saya telah merepotkan Anda, keluarga tempat Anda
bekerja tentunya marah kepada Anda karena Anda telah menolong saya, gadis
yang tak dikenal ini."
"Anda tidak perlu khawatir mengenai hal ini, bagi saya ini memang sudah
menjadi kewajiban saya untuk menolong sesama saya. Keluarga Sidewinder
juga tidak mencela tindakan saya," kata wanita itu.
"Anda beristirahatlah dulu. Saya akan mengambilkan sesuatu untuk Anda
makan. Anda baru sadar setelah beberapa hari tak sadarkan diri tentunya Anda
merasa lapar," saran wanita itu.
"Anda belum menceritakan kepada saya apa yang terjadi pada saya sehingga
saya berada di pondok Anda," kata gadis itu mengingatkan.
"Jangan cemas, saya pasti akan menceritakannya pada Anda. Sekarang Anda
beristirahatlah dulu, Anda baru saja sadar," kata Mrs. Vye. Kemudian tanpa
menunggu jawaban gadis itu, ia lekas meninggalkan gadis itu sendirian.
Ia merasa bersalah kepada gadis itu karena telah membohonginya. Sebenarnya
Baroness Lora, majikannya mencelanya karena telah menolong gadis itu. Ia
telah mengetahui sebelumnya, bahwa Baroness Lora akan marah bila
mengetahui ia membawa seorang gadis tak dikenal ke pondoknya.
Tetapi ia juga tidak dapat menyembunyikan hal ini dari majikannya tersebut.
Pondok tempat tinggalnya berada di atas tanah keluarga Sidewinder.
Pondok yang terletak tak jauh dari rumah utama keluarga Sidewinder itu,
diberikan padanya sebagai tempat tinggalnya saat ia mulai menjabat sebagai
pengurus rumah tangga di keluarga itu.
Lady Debora, putri keluarga Sidewinder sering mendatangi pondok mungilnya
yang terbuat dari kayu itu. Itu sebabnya ia tak dapat menyembunyikannya dari
Baroness Lora. Selain itu seluruh penduduk Obbeyville membicarakan gadis itu
sejak ia menemukannya pingsan di tepi Sungai Alleghei.
Ketika Mrs. Vye baru tiba di Sidewinder House, seorang wanita cantik dengan
wajahnya yang menampakkan permusuhan, tiba-tiba menghadang jalan.
Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dadanya kemudian ia menatap
Mrs. Vye dengan tatapan yang tajam dan penuh permusuhan.
Mrs. Vye diam saja. Ia tahu apa yang akan ditanyakan majikannya yang cantik
itu. "Bagaimana gadis itu" Apa ia sudah sadar?" tanya Baroness Lora tanpa
terdengar sedikitpun nada prihatin.
"Sudah, Yang Mulia," jawab Mrs. Vye.
"Kalau begitu ia dapat segera dipulangkan ke keluarganya," kata Baroness Lora.
"Maaf, Yang Mulia. Saya rasa Anda tidak dapat melakukan hal itu, gadis itu
hilang ingatan," kata Mrs. Vye.
"Apa! Apa katamu tadi?" seru terkejut Baroness Lora.
"Gadis itu tidak dapat mengingat masa lalunya. Ia hilang ingatan," jelas Mrs.
Vye. Baroness terdiam. Kedua tangannya tampak bergerak gelisah - tanda ia sedang
memikirkan sesuatu yang sangat serius.
Mrs. Vye memperhatikan wanita yang dipandang semua orang sebagai bidadari
namun dalam pandangannya bidadari berhati iblis itu sibuk berpikir. Ia menanti
kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut wanita itu.
"Tidak bisa! Aku tidak mengijinkan gadis itu ada di sini. Aku tidak peduli
apakah ia hilang ingatan atau tidak. Yang pasti ia harus segera meninggalkan tempat
ini," tegas Baroness Lora.
"Anda tidak bisa melakukan hal sekeji itu padanya," Mrs. Vye terkejut
mendengar keputusan Baroness Lora. "Mungkin saja gadis itu utusan dewa."
"Omong kosong! Aku tidak percaya kepada hal-hal semacam itu."
"Anda tetap tidak boleh melakukannya."
"Mengapa tidak" Akulah yang berkuasa di sini sejak suamiku meninggal dan
kata-kataku harus dituruti, termasuk kau!" kata Baroness Lora.
"Anda tidak dapat melakukan hal sekeji itu padanya. Kita harus membantu gadis
itu," kata Mrs. Vye mencoba membela gadis yang ditolongnya itu.
"Lakukan apa yang kukatakan! Aku tidak peduli apa yang terjadi pada gadis
miskin itu." "Anda jangan berkata seperti itu. Memang kita tidak tahu siapa dia, tetapi
mungkin saja ia seorang putri bangsawan."
"Putri bangsawan katamu?" kata Baroness Lora mengejek.
"Saya yakin ia seorang putri bangsawan. Gaun yang dikenakannya sewaktu saya
menemukannya itu sudah cukup membuktikan bahwa saya benar."
"Mengapa aku harus percaya terhadapmu" Bisa saja ia mencuri gaun itu
kemudian mengenakannya," kata Baroness Lora terus mengejek gadis yang
ditemukan Mrs. Vye tergeletak pingsan di tepi Sungai Alleghei.
"Kalau Anda yakin itu gaun curian, mengapa Anda merampas gaun itu dari gadis
itu?" tantang Mrs. Vye.
"Aku tidak merampasnya, gaun itu tidak cocok dipakai olehnya. Lagipula gaun
itu hanya cocok dipakai putri bangsawan sejati seperti anakku."
"Anda merampasnya dari gadis itu! Apa yang akan Anda lakukan seandainya
gadis itu ingat akan gaunnya?"
"Dia tidak akan mengingatnya," kata Baroness Lora, "Kalaupun kelak ia ingat,
aku tidak peduli. Ia pasti akan sadar bahwa gaun itu tidak cocok dikenakannya.
Gaun itu hanya cocok bagi putriku. Sekarang lakukan apa yang kukatakan.
Bawa gadis itu pergi dari tempat ini!"
"Saya tidak akan melakukannya," kata Mrs. Vye keras kepala.
"Lakukan apa yang kukatakan! Atau kupecat kau," ancam Baroness Lora.
"Anda tidak dapat memecat saya," kata Mrs. Vye mengingatkan.
"Mengapa tidak" Akulah yang berkuasa di sini?"
"Anda ingin kehilangan harta keluarga Sidewinder?" Mrs. Vye terus menentang
Baroness Lora. Baroness Lora terkejut mendengar kata-kata Mrs. Vye yang mengingatkannya
pada wasiat suaminya yang menyatakan ia harus tetap mempertahankan Mrs.
Vye di keluarga ini bila ingin memperoleh warisannya.
Baron Marx Sidewinder menyayangi Mrs. Vye seperti menyayangi ibunya sendiri.
Karena itu ia tidak ingin Baroness Lora melakukan hal yang buruk terhadapnya.
Sewaktu ia masih hidup, Baroness Lora tidak berani mencelanya. Tetapi Baron
Marx Sidewinder tahu istrinya tidak menyukai Mrs. Vye.
Demikian pula Mrs. Vye tidak menyukai Baroness Lora. Walaupun begitu Mrs.
Vye tetap bersikap sopan kepada Baroness Lora karena Mrs. Vye masih
memandang wanita itu sebagai istri Baron Marx Sidewinder. Andaikata Baroness
Lora bukan istri anak asuh yang disayanginya, ia takkan mau bersikap hormat
sekali pun dipaksa. Sejak kematian Baron Marx Sidewinder, permusuhan yang selama ini mereka
pendam mulai tampak dan akhir-akhir ini menjadi semakin panas sejak Mrs. Vye
menemukan gadis itu. Perang dingin telah berubah menjadi perang panas yang
siap meledak setiap saat.
Ia mengumpat marah dan berkata, "Aku memang tidak dapat memecatmu. Tapi
aku bisa melakukan tindakan yang lainnya untuk mengeluarkan gadis itu dari
tanahku." Sekarang giliran Mrs. Vye yang terkejut mendengar ancaman Baroness Lora. Ia
tidak mengira Baroness Lora akan nekat mengeluarkan gadis malang itu dari
tempat ini. Sejak Baroness Lora tahu ia menemukan seorang gadis di Sungai Alleghei dan
merawatnya, Baroness Lora terus-menerus menyuruhnya mengeluarkan gadis
itu. Baroness Lora mengatakan gadis itu hanya akan membebani keluarga
Sidewinder yang hartanya semakin menipis setiap harinya.
Namun karena Mrs. Vye mengatakan bahwa semua orang akan memandang
rendah pada Baroness Lora bila ia tidak mau membantu gadis malang itu, maka
Baroness Lora mengijinkan gadis itu tinggal. Tetapi hanya hingga gadis itu
sadar. Setiap hari Baroness Lora menanyakan keadaan gadis itu kepada Mrs. Vye
hanya karena ia ingin segera mengeluarkan gadis itu dari rumahnya.
Mrs. Vye memandang Baroness Lora sebagai seorang wanita berwajah bidadari
tetapi berhati iblis. Baroness Lora sangat cantik, rambutnya yang merah
bersinar cerah mengimbangi sinar matanya yang hijau.
Mrs. Vye percaya Baroness Lora memanfaatkan kecantikkannya untuk
mendapatkan harta berlimpah dengan memikat Baron Marx Sidewinder. Ia juga
mencurigai Baroness Lora berada di balik peristiwa pembunuhan Baron Marx
Sidewinder. Sejak Baroness Lora memasuki rumah ini, pengeluaran keluarga ini terus
membengkak. Baroness Lora sangat menyenangi pesta, hampir tiap hari ia
mengadakan pesta besar di rumah ini. Ia juga senang menghamburkan uang
untuk membeli gaun baru. Hampir setiap hari pula, Baroness Lora pergi membeli
gaun baru. Sewaktu Baron Marx Sidewinder masih hidup, mereka masih dapat mengatasi
jumlah pengeluaran yang terus membengkak itu. Namun sejak kematian Baron
Marx Sidewinder, keuangan keluarga Sidewinder mulai kacau. Baroness Lora
dengan terpaksa mengurangi kebiasaannya membeli gaun baru dan
mengadakan pesta. Ternyata sifat Baroness Lora menurun pada putrinya. Lady Debora juga senang
pergi ke pesta dan membeli gaun baru. Itulah sebabnya mengapa gaun gadis itu
diambil oleh Baroness Lora. Lady Debora langsung menyukai gaun itu sewaktu ia
melihat Mrs. Vye menjemur gaun itu.
Lady Debora mengatakan kepada ibunya bahwa ia menyukai gaun yang dijemur
Mrs. Vye. Baroness Lora segera pergi melihat gaun yang dijemur Mrs. Vye
karena ia tidak mempercayai kata-kata putrinya.
"Gaun yang dijemur Mrs. Vye itu sangat indah. Benar-benar indah, gaun itu
gaun paling indah yang pernah kulihat. Kainnya pun sangat halus. Aku ingin
mempunyai gaun sebagus itu," kata Lady Debora kepada ibunya.
Dari sinilah Baroness Lora mengetahui bahwa Mrs. Vye telah menolong seorang
gadis yang tak dikenal. Ia mencela tindakan Mrs. Vye. Setelah itu ia mengatakan
akan membawa gaun itu dan memberikannya kepada putrinya. Mrs. Vye sudah
mencoba mempertahankan gaun itu, namun malang ia tidak dapat berbuat jauh.
Lady Debora sangat senang ketika mendapat gaun itu dan segera
memamerkannya kepada teman-temannya. Lady Debora menjadi semakin
senang ketika teman-temannya memuji gaun barunya itu.
Mrs. Vye merasa bersalah pada gadis itu karena telah membiarkan mereka
mengambil gaunnya sewaktu ia tak sadarkan diri. Tetapi Mrs. Vye juga merasa
lega karena ia tidak menunjukkan kalung emas yang melingkari leher gadis itu
pada mereka. Bila ia menunjukkannya pada mereka, tentunya mereka juga akan
mengambilnya dari gadis itu.
Sekarang hanya kalung itulah satu-satunya benda yang dapat membantu gadis
itu untuk mengingat masa lalunya.
"Kau dengar tidak apa yang kukatakan" Lekas cepat keluarkan gadis itu dari
Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rumahku," perintah Baroness Lora tak sabar.
Mrs. Vye baru akan mencoba memberikan pembelaan terhadap gadis itu ketika
Lady Debora muncul. "Bagaimana Mrs. Vye, apakah gadis itu sudah sadar?" tanya Lady Debora.
"Sudah, Tuan Puteri. Hanya saja gadis itu tidak dapat mengingat masa lalunya,"
jawab Mrs. Vye. "Ia hilang ingatan?" tanya Lady Debora terkejut. "Bagaimana ia bisa hilang
ingatan kalau hanya hanyut di sungai" Seseorang akan hilang ingatannya bila
kepalanya membentur benda dengan keras."
"Saya tidak tahu, Tuan Puteri. Tapi mungkin kepalanya membentur sesuatu
sewaktu hanyut di sungai."
"Mungkin saja kepalanya membentur sesuatu sewaktu hanyut di sungai dan
menyebabkannya tak sadarkan diri," ulang Lady Debora.
"Aku tidak peduli apa yang kalian bicarakan. Sekarang cepat keluarkan gadis itu
dari sini," kata Baroness Lora semakin tidak sabar melihat Mrs. Vye tidak segera
melakukan perintahnya. "Jangan, Mama. Biarkan saja gadis itu di sini," kata Lady Debora.
"Untuk apa kita membiarkan gadis itu di sini" Ia hanya membuat pengeluaran
kita semakin membengkak saja. Semakin cepat ia keluar dari rumah ini semakin
baik. Dengan demikian kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang tidak perlu
hanya untuk memelihara gadis miskin itu."
Mrs. Vye sangat marah mendengar kata-kata Baroness Lora yang jelas sekali
menunjukkan kebenciannya pada gadis yang sama sekali tidak mereka kenal itu.
Entah apa yang membuat mereka membenci gadis tak dikenal itu. Mrs. Vye
menduga kedua wanita di hadapannya ini tidak menyukai gadis itu karena gadis
itu cantik. Bagi Mrs. Vye gadis malang itu jauh lebih cantik dari kedua
majikannya dan ia yakin semua orang akan mengatakan hal yang sama.
Walaupun hatinya telah dipenuhi kemarahan namun Mrs. Vye menahan
amarahnya mengingat kedudukannya di situ hanya sebagai seorang pengurus
rumah tangga. Baroness Lora dengan mudahnya mengatakan membiarkan gadis itu berada di
keluarga Sidewinder berarti menghambur-hamburkan uang. Ia tidak melihat
kenyataan bahwa sesungguhnya ia sendirilah yang menghambur-hamburkan
uang dengan berfoya-foya setiap harinya.
"Aku bisa memanfaatkan gadis itu, Mama."
"Memanfaatkan untuk apa?" tanya Baroness Lora tak mengerti.
"Untuk menarik perhatian Alexander. Bila kita membiarkan gadis itu di sini,
keluarga Blueberry akan menganggap kita ini baik dan nilai kita di hadapan
mereka akan naik. Dengan demikian usahaku untuk mendapatkan Alexander
menjadi semakin mudah," jelas Lady Debora.
"Ide bagus! Tapi apa yang harus kita lakukan pada gadis itu, apakah kita akan
membiarkannya tinggal di sini tanpa melakukan apa pun?" tanya Baroness Lora.
"Tentu tidak, Mama. Aku akan menjadikannya sebagai pelayanku. Dengan
demikian aku tidak hanya mendapatkan kemudahan untuk menarik perhatian
Alexander, tetapi juga akan membuatku semakin terlihat berkuasa," kata Lady
Debora bangga. "Engkau memang pintar. Mama setuju denganmu," kata Baroness Lora.
Mereka merencanakan suatu rencana jahat tanpa mempedulikan Mrs. Vye yang
mendengar semuanya dengan sangat jelas dari tempatnya berdiri. Ia merasa
marah mendengarnya. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Ia merasa tidak ada jalan lain yang dapat dilakukannya selain itu, walaupun itu
jalan yang paling buruk. Tetapi ia tidak tahu apakah gadis itu akan mengerti
bila ia mengatakan hal ini kepada gadis itu.
"Kau dengar, Mrs. Vye" Gadis itu boleh tinggal di sini asalkan ia mau menjadi
pelayan Debora," kata Baroness Lora. "Berikan baju pelayan kepadanya."
"Katakan kepada kami apabila ia sudah cukup sehat untuk menjadi pelayanku,"
kata Lady Debora. "Aku mengharapkan agar ia cepat sehat. Semakin cepat,
semakin baik." "Saya akan melaksanakan perintah Anda," kata Mrs. Vye.
"Bagus. Sekarang cepat urus dia," kata Baroness Lora kasar.
Mrs. Vye meninggalkan Ruang Besar. Dengan bergegas, ia menuju dapur, dan
menyiapkan apa yang dipikirkannya ketika ia berjalan menuju Sidewinder
House. Mrs. Vye segera kembali ke pondok mungilnya dengan membawa sebuah
nampan dengan berbagai macam hidangan di atasnya. Ia tidak peduli Baroness
Lora akan marah bila melihatnya membawa hidangan mewah untuk gadis itu.
Ia berada di antar perasaan senang dan marah. Ia senang gadis itu masih dapat
tinggal bersamanya, tetapi ia juga marah karena Baroness Lora serta Lady
Debora memperlakukan gadis itu dengan tidak sewajarnya.
Menurut pendapatnya, sebaiknya gadis itu diperlakukan secara layak seperti
halnya seorang putri bangsawan. Ia sangat yakin bahwa gadis itu putri
bangsawan. Kesopanan dalam tutur katanya yang lemah lembut, yang
ditunjukkan gadis itu padanya - membuatnya semakin meyakini pendapatnya.
Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu melindungi gadis itu tanpa
mempedulikan apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh Baroness Lora.
Mrs. Vye ingin melindungi gadis malang itu bukan hanya karena gadis itu
kehilangan ingatan tetapi juga karena rasa sayang yang telah tumbuh di hatinya
sejak ia merawat gadis itu.
Sebuah senyuman menghiasi wajah Mrs. Vye ketika ia berpikir betapa
mudahnya ia menyayangi gadis yang tak dikenalnya itu. Mrs. Vye mengakui
kalau gadis itu mampu membuat siapa saja menyayangi dirinya.
Beberapa orang yang melihatnya membawa nampan, menghampirinya dan
bertanya pertanyaan yang sama, "Apakah gadis itu sudah siuman?"
Ia juga selalu memberikan jawaban yang sama kepada mereka, "Ya. Tetapi ia
hilang ingatan." Kemudian mereka menyatakan simpatinya kepada Mrs. Vye atas keadaan gadis
tak dikenal itu. Segera, berita mengenai keadaan gadis itu yang kehilangan ingatannya tersebar
luas ke seluruh penjuru Obbeyville. Secepat menyebarnya berita
diketemukannya gadis itu di Sungai Alleghei oleh Mrs. Vye.
Tanpa mempedulikan penduduk yang berbisik-bisik, ia terus berjalan ke pondok
mungilnya. Tatkala membuka pintu, ia mendengar suara dari dalam kamar.
Bergegas ia menuju kamar tempat gadis itu terbaring.
Mrs. Vye terkejut tatkala melihat gadis itu berusaha berdiri ketika mendengar
langkah kakinya. Ia segera meletakkan nampan di sebuah meja kecil di samping
tempat tidur kemudian ia memaksa gadis itu berbaring kembali.
"Mengapa Anda meninggalkan tempat tidur?" tanya Mrs. Vye.
"Saya ingin melihat tempat ini," jawab gadis itu.
"Anda akan dapat melakukannya bila Anda telah sembuh benar. Sekarang Anda
harus banyak beristirahat agar segera sembuh. Saya akan mengantar Anda
berjalan-jalan di sekeliling tempat ini bila Anda telah sehat."
"Terima kasih atas kebaikan hati Anda."
"Anda tidak perlu berterima kasih, sudah kewajiban saya menolong sesama
yang membutuhkan pertolongan."
"Anda baik sekali seperti...," gadis itu tiba-tiba berhenti.
Ia berusaha memikirkan kelanjutan kata-katanya tetapi seakan-akan masa
lalunya berada di balik kabut yang sangat tebal, di dalam kegelapan yang pekat.
"Jangan bersedih! Perlahan-lahan ingatan Anda akan kembali," kata Mrs. Vye
menghibur gadis itu. Gadis itu tersenyum untuk meyakinkan Mrs. Vye. Sebenarnya, ia merasa sedih
tidak dapat mengingat masa lalunya. Ia tidak ingin membuat Mrs. Vye ikut
menjadi sedih karena itu ia menyembunyikannya dari Mrs. Vye.
"Tampaknya kita akan menemui kesulitan bila Anda tidak mempunyai nama.
Mulai sekarang saya akan memanggil Maria pada Anda. Apakah Anda
menyukainya?" "Saya senang sekali dengan nama itu. Siapa yang tidak senang memiliki nama
yang sama dengan Bunda Maria, Perawan Suci?" kata gadis itu - tersenyum.
"Putri saya juga menyenangi nama itu," kata Mrs. Vye. "Ia selalu merasa bangga
dengan namanya itu."
"Saya ingin berkenalan dengan putri Anda."
"Putri saya meninggal beberapa tahun lalu karena sakit," kata Mrs. Vye sedih.
"Maafkan saya, saya tidak berniat mengungkit kesedihan Anda. Saya turut
berduka cita," kata gadis itu.
"Tidak apa-apa. Saya sudah dapat menerima kenyataan bahwa putri saya telah
meninggalkan saya untuk selama-lamanya," kata Mrs. Vye. "Sekarang Anda
harus makan kemudian meminum obat yang diberikan dokter. Dan beristirahat
yang banyak agar lekas sehat."
Mrs. Vye merawat Maria dengan penuh kasih sayang. Ia berusaha menjaga
gadis itu siang malam. Mrs. Vye menyelesaikan tugas rutinnya dengan cepat
kemudian ia kembali ke sisi Maria. Ia melarang gadis itu meninggalkan tempat
tidurnya sebelum sembuh benar.
Ia selalu mengajak gadis itu bercakap-cakap untuk menghilangkan kebosanan
gadis itu dan ia senang bercakap-cakap dengan gadis itu. Banyak yang
diceritakan Mrs. Vye kepada Maria dan ia terkejut tatkala mengetahui
pengetahuan gadis itu yang luas.
"Pengetahuanmu luas sekali. Lebih luas dari Tuan Puteri," kata Mrs. Vye ketika
ia bercerita kepada gadis itu mengenai mitos yang ada di Obbeyville.
"Terima kasih. Saya merasa pernah mendengar mitos itu karena itu saya
mengetahuinya," kata Maria merendahkan diri.
Mrs. Vye tersenyum melihat kerendahan hati Maria. Baginya, sifat yang dimiliki
gadis itu sama seperti pemilik namanya yaitu Bunda Maria. Ia semakin
menyayangi gadis itu dalam waktu yang singkat. Ia telah menganggap gadis itu
sebagai putrinya sendiri.
Beberapa kali Lady Debora menjenguk gadis itu, ia tampak sangat senang ketika
melihat keadaan gadis itu yang mulai membaik.
Ketika gadis itu telah benar-benar sembuh, Mrs. Vye merasa kebingungan. Ia
tidak tahu bagaimana menyampaikan pembicaraannya dengan Baroness Lora
dan Lady Debora kepada gadis itu. Tetapi ia tetap memutuskan untuk memberi
tahu segalanya pada gadis itu.
"Maria, aku ingin engkau mengetahui sesuatu. Tetapi sebelumnya aku minta
maaf kepadamu karena telah menyembunyikan hal ini darimu. Engkau boleh
marah kepadaku, aku merasa itu yang seharusnya aku terima," kata Mrs. Vye.
Maria tersenyum pada Mrs. Vye. Ia sangat menyayangi Mrs. Vye yang dirasanya
mirip seseorang dari masa lalunya, seseorang yang sangat dekat dengannya.
Walaupun belum lama Maria berada di dekat Mrs. Vye tetapi ia merasa seperti
telah lama mengenal wanita itu. Maria menduga itu karena ia merasa Mrs. Vye
mirip dengan seseorang dari masa lalunya yang gelap.
"Anda sangat baik kepada saya. Tidak pantas bila saya marah kepada Anda.
Anda tidak perlu meminta maaf atas apa pun, walaupun Anda telah
menyembunyikan sesuatu dari saya. Saya percaya Anda melakukannya untuk
kebaikan saya." "Engkau tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas tetapi juga sangat
bijaksana. Aku senang mendengar kata-katamu," kata Mrs. Vye, "Aku akan
mulai dari waktu aku menemukanmu."
Maria merasa senang karena akhirnya ia dapat mengetahui di mana dan kapan
Mrs. Vye menemukannya. Namun ia menyembunyikan kesenangan hatinya itu
sebab ia mengetahui Mrs. Vye sedang membicarakan sesuatu yang penting.
"Engkau telah mengetahui bahwa aku mempunyai kebiasaan berjalan-jalan di
tepi Sungai Alleghei di pagi hari, bukan?"
Maria memandang wajah Mrs. Vye yang tampak suram. Ia menduga ada
sesuatu yang sangat menyedihkan yang disembunyikan Mrs. Vye darinya.
Dengan tenang, ia terus menanti cerita Mrs. Vye.
"Pada suatu pagi, aku melihatmu tergeletak pingsan di tepi sungai itu. Saat itu
aku masih belum jauh dari pondokku, aku segera menghampirimu dan melihat
wajahmu yang sangat pucat. Aku segera meminta bantuan untuk membawamu
ke pondokku ini. Kemudian aku segera memanggil dokter."
Mrs. Vye melihat wajah Maria. Wajah gadis itu tampak tenang mendengar
ceritanya kemudian ia melanjutkan ceritanya,
"Saat aku menemukanmu, engkau mengenakan seuntai kalung emas yang
indah. Gaunmu juga tidak kalah indahnya dari kalungmu. Kain gaun itu sangat
halus seperti sutra, jahitannya sangat lembut. Benangnya yang berwarna kuning
cerah seperti rambutmu tampak seperti emas di kain yang putih itu. Namun
karena itulah engkau kehilangan gaun itu," katanya dengan sedih.
"Sewaktu aku menjemur gaun itu, Tuan Puteri datang. Ia melihat gaun itu dan
menyukainya. Ia kembali ke rumahnya dan tak lama kemudian Tuan Puteri
menemuiku bersama Yang Mulia. Mereka marah terutama Yang Mulia marah
sekali ketika mengetahui aku telah menolongmu."
Mrs. Vye memperhatikan wajah Maria yang masih tetap tenang sebelum ia
melanjutkan dengan sedih, "Kemudian mereka mengambil gaun itu, mereka
mengatakan gaun itu tidak pantas untukmu. Aku minta maaf kepadamu karena
tidak dapat mempertahankan gaun itu."
Entah mengapa Maria tidak terkejut mendengar cerita itu. Apa yang diceritakan
Mrs. Vye juga tidak membuat Maria merasa marah kepada Baroness serta
putrinya yang telah mengambil gaunnya saat ia tak sadarkan diri.
"Tidak apa-apa, Mrs. Vye. Saya tidak marah kepada Anda, Anda jangan
meminta maaf lagi. Saya telah menduga Anda berbohong kepada saya ketika
Anda mengatakan bahwa keluarga Sidewinder tidak memarahi Anda," kata Maria
- tersenyum pengertian. "Saya mengerti Anda sengaja berbohong kepada saya karena Anda tidak ingin
saya merasa sedih. Saya semakin percaya hal itu ketika saya melihat Lady
Debora, ia tampak sangat angkuh."
Maria teringat pada penampilan Lady Debora sewaktu wanita itu menjenguknya.
Lady Debora mengenakan gaun yang indah seperti hendak ke pesta, rambut
merahnya yang digelung tinggi-tinggi dihiasi rangkaian muntiara yang
menambah kesan mewah pada dirinya. Mata hijaunya menatap rendah padanya.
"Bolehkan saya melihat kalung itu?" tanya Maria.
"Tentu. Kalung itu milikmu. Tunggulah sebentar," kata Mrs. Vye.
Mrs. Vye menuju kamarnya yang terletak di samping kamar Maria. Ia membuka
sebuah laci yang terdapat di dalam lemari pakaiannya. Diraihnya sebuah kalung
emas yang terletak di sudut paling dalam dari laci itu. Kemudian ia bergegas
kembali ke kamar Maria. "Inilah kalung yang melingkari lehermu sewaktu aku menemukanmu," kata Mrs.
Vye. Maria terdiam memandangi kalung yang berada di tangannya. Rantai kalung itu
sangat halus, sebuah leontin emas berbentuk hati yang sangat indah menghiasi
kalung itu. Permata yang berada di tengah-tengah leontin itu, tampak
berkilaukilau tertimpa matahari sore. Ia berusaha mengingat sesuatu yang
berkaitan dengan kalung itu. "Saya merasa kalung ini sangat penting bagi saya. Tetapi saya tidak tahu
mengapa," kata Maria perlahan.
"Jangan bersedih, Maria! Waktu akan memulihkan ingatanmu," kata Mrs. Vye,
"Engkau tidak boleh menunjukkan kalung itu kepada siapa pun. Saya khawatir
mereka akan menduga engkau mencurinya. Bila Tuan Puteri mengetahui engkau
mempunyai kalung emas yang indah, ia akan menggunakan segala cara untuk
memperoleh kalung itu."
"Saya merasa kalung ini sangat penting karena itu saya tidak ingin siapa pun
mengambil kalung ini," kata Maria sambil mengenakan kalung itu.
"Kalung itu merupakan kalung terindah yang pernah kulihat seumur hidupku.
Tetapi aku merasa kalung itu menjadi lebih indah di lehermu."
"Terima kasih atas pujian Anda. Saya merasa kalung ini tampak lebih indah bila
berkilau di bawah sinar matahari."
"Sayang, gaun itu diambil oleh Tuan Puteri. Bila engkau mengenakan gaun itu
juga, engkau tentu tampak semakin cantik," kata Mrs. Vye sedih.
Maria tersenyum lembut, "Janganlah Anda merasa bersalah hanya karena gaun
itu. Nyawa saya yang telah Anda selamatkan jauh lebih penting daripada gaun
yang hilang itu. Anggaplah saya tidak mengenakan gaun itu ketika Anda
menemukan saya." "Aku selalu merasa sedang berbicara dengan orang bijak bila berbicara
denganmu." "Anda jangan berkata seperti itu. Saya masih hijau dibandingkan Anda yang
telah puluhan tahun menghuni dunia ini," kata Maria merendahkan diri.
Mrs. Vye tersenyum. Tiba-tiba raut wajahnya menjadi serius lagi dan ia berkata:
"Aku masih harus menyampaikan sesuatu kepadamu. Engkau telah mengetahui
keluarga Sidewinder marah ketika mengetahui aku merawatmu. Mereka ingin
segera mengusirmu, tetapi aku bersikeras mempertahankanmu. Mereka
akhirnya memperbolehkan aku merawatmu sampai engkau sadar."
Mrs. Vye menghela napasnya seperti berusaha mengendalikan perasaannya. Ia
melanjutkan ceritanya,
Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kami kembali bertengkar ketika aku mengatakan bahwa engkau hilang ingatan.
Aku tidak pernah menyukai Yang Mulia, karena itu aku dengan gigih
menentangnya. Ia marah sekali, tetapi ia tidak dapat memecatku. Sebab bila ia
melakukannya, ia akan kehilangan harta keluarga Sidewinder. Kemudian Tuan
Puteri muncul, ia mengusulkan engkau boleh tinggal asalkan engkau mau
menjadi pelayannya."
"Saya mengerti, Mrs. Vye. Saya tidak marah kepada Anda, Anda tidak perlu
meminta maaf. Saya telah merepotkan Anda dan membawa Anda ke dalam
kesulitan karena itu saya tidak ingin Anda merasa bersalah," kata Maria ketika
melihat Mrs. Vye merasa bersalah.
"Saya berterima kasih kepada Anda yang telah merawat saya walaupun dilarang
oleh keluarga Sidewinder. Saya dengan senang hati akan menerima persyaratan
mereka." Mrs. Vye tampak terharu mendengar kata-kata Maria, "Engkau sangat bijaksana
walau engkau masih muda. Engkau pasti seorang putri bangsawan."
"Saya tidak mengetahui siapa diri saya di masa lalu. Yang saya ketahui sekarang
adalah saya, seorang gadis tak dikenal yang beruntung dapat bertemu wanita
sebaik Anda." Maria tersenyum lembut pada Mrs. Vye.
"Masih ada yang harus kauketahui. Tuan Puteri memintamu menjadi pelayannya
karena didorong dua hal yang sangat menguntungkannya. Atau dengan kata
lain, ia memanfaatkanmu."
Sekali lagi Mrs. Vye berhenti bercerita untuk memperhatikan Maria. Gadis itu
tampak sangat tenang, seolah-olah apa yang dikatakan Mrs. Vye tidak berarti
sama sekali baginya. "Pertama, ia berpikir dengan membiarkanmu tinggal di tempat ini, ia akan lebih
mudah mendapatkan perhatian Tuan Muda Alexander. Kedua, dengan
membawamu sebagai seorang pelayan ke mana pun ia pergi, ia merasa semakin
berkuasa." "Siapakah Alexander?" tanya Maria.
"Ia putra Duke of Blueberry. Ia sangat tampan dan baik hati, engkau akan
segera menyukainya seperti gadis-gadis lainnya bila telah bertemu dengannya,"
Mrs. Vye tersenyum menggoda pada Maria.
"Namun aku yakin Tuan Puteri berusaha mendapatkan perhatian Tuan Muda
Alexander bukan karena ia mencintainya. Tetapi karena ia mengejar harta
keluarga Blueberry, seperti ibunya yang dulu menikah untuk mendapatkan harta
keluarga Sidewinder."
"Mendengar cara Anda berbicara mengenai keluarga Sidewinder, tampaknya
Anda sangat membenci mereka," kata Maria.
"Aku memang tidak menyukai mereka baik Yang Mulia maupun Tuan Puteri.
Mereka memiliki sifat yang sama, mereka senang berfoya-foya. Itulah sebabnya
mereka mengincar orang kaya. Saya percaya Yang Mulia juga berperan dalam
peristiwa pembunuhan suaminya," kata Mrs. Vye geram.
"Apa yang terjadi pada Baron Marx Sidewinder?"
"Sepuluh tahun yang lalu, ketika ia berburu ia ditemukan meninggal. Pelakunya
telah tertangkap, tetapi aku tetap merasa Yang Mulia juga terlibat dalam
peristiwa itu. Aku sangat menyayanginya, akulah yang mengasuhnya sejak
kecil. Ia juga menyayangiku," kata Mrs. Vye dengan sedih.
"Ia mengetahui di antara aku dan istrinya terdapat permusuhan, karena itu ia
menulis wasiat yang bunyinya Yang Mulia tidak boleh memecatku ataupun
bertindak kasar kepadaku bila ia masih menginginkan harta keluarga
Sidewinder." Mrs. Vye berhenti sebentar untuk meredakan kemarahannya kemudian
melanjutkan, "Semula, harta keluarga Sidewinder berlimpah. Namun karena
mereka berdua berfoya-foya setiap hari, harta keluarga itu mulai menipis. Yang
Mulia mulai merasa risau, namun ia mempunyai akal yang licik. Ia merusak
kehormatan keluarga Sidewinder, ia mulai berkencan dengan pria-pria yang
kaya." "Maafkan saya, tentunya kedatangan saya makin memperburuk hubungan Anda
berdua," kata Maria menyesal.
"Aku benar-benar tidak menyukainya sejak dulu. Karena itu engkau tidak perlu
merasa bersalah. Bila engkau melihat kami bertengkar, jangan cemas. Itu sudah
menjadi bagian dari kehidupan kami. Tetapi aku masih menghormatinya sebagai
nyonya keluarga Sidewinder."
"Kapankah saya memulai pekerjaan itu" tanya Maria.
"Tuan Puteri ingin engkau memulainya setelah engkau sembuh," jawab Mrs.
Vye. "Baiklah, saya mengerti. Besok saya akan memulainya."
"Apakah engkau benar-benar menerimanya?" tanya Mrs. Vye ragu-ragu.
"Saya menerimanya dengan senang hati," kata Maria meyakinkan.
"Tetapi engkau...," Mrs. Vye tampak semakin ragu-ragu.
"Mrs. Vye, saya tidak tahui siapa saya di masa lalu. Saat ini hanya satu yang
saya ketahui. Saya seorang gadis yang beruntung dapat bertemu wanita sebaik
Anda. Saya tidak ingin membuat Anda mengalami kesulitan lagi. Saya dengan
senang hati menerima syarat yang diajukan mereka," kata Maria meyakinkan
Mrs. Vye. Mrs. Vye tampak ragu-ragu terhadap keputusan Maria. Ia tampak berusaha
menemukan jalan keluar yang terbaik dari masalah ini tanpa perlu menjadikan
gadis itu sebagai pelayan Lady Debora.
"Saya akan merasa bosan bila tidak ada yang dapat saya kerjakan. Menjadi
seorang pelayan bukanlah hal yang memalukan. Saya akan menyukainya."
Mendengar keputusan Maria yang telah mantap, Mrs. Vye akhirnya mengangguk
mengerti. Ia menghargai segala keputusan yang dibuat gadis itu.
"Apakah Anda dapat menunjukkan kepada saya sungai tempat Anda
menemukan saya?" tanya Maria mengganti topik pembicaraan yang dirasanya
membuat Mrs. Vye semakin banyak berpikir.
"Tentu saja." "Apakah sungai itu berada tak jauh dari sini" Setiap hari saya mendengar suara
air mengalir," kata Maria.
"Ya. Sungai itu sangat dekat dari sini."
BAB 2 Keesokan paginya Mrs. Vye terkejut tatkala melihat Maria tengah sibuk di dapur.
Ia tak menduga gadis itu akan bangun pagi-pagi.
"Selamat pagi, Mrs. Vye," kata Maria sambil tersenyum.
"Apa yang kaulakukan" Mengapa engkau berada di dapur?" tanya Mrs. Vye.
"Saya sedang membuat teh untuk kita berdua. Apakah Anda menyukai teh"
Saya tidak menemukan cokelat atau yang lain di sini selain teh."
"Ya, aku sangat menyukainya. Aku tidak pernah meminum kopi atau cokelat
karena itu aku tidak memilikinya. Apakah engkau menyukai cokelat hangat" Bila
engkau menyukainya, aku dapat mengambilkannya untukmu dari Sidewinder
House." "Anda tidak perlu susah payah melakukan itu. Saya juga menyukai teh," kata
Maria, "Apakah kita akan pergi sekarang?"
Mrs. Vye tersenyum kemudian berkata, "Aku menyukai semangatmu yang tinggi
itu. Tetapi saat ini masih terlalu dini untuk berjalan-jalan di tepi Sungai
Alleghei. Tunggulah hingga matahari mulai menampakkan dirinya."
"Saya senang melihat matahari terbit. Setiap hari saya bangun pagi-pagi
kemudian menuju...," kata-kata Maria terhenti.
"Menuju... menuju...," katanya sambil berusaha menyingkapkan tabir kegelapan
yang pekat di ingatannya.
Mrs. Vye mendekati gadis itu dan memegang lengannya. "Jangan sedih," kata
Mrs. Vye, "Perlahan-lahan ingatanmu akan pulih kembali."
Maria menganggukkan kepalanya kemudian ia tersenyum pada Mrs. Vye.
"Apakah Anda mau secangkir teh?" tanya Maria.
Mrs. Vye dan Maria duduk berhadap-hadapan di meja kayu yang terdapat di
ruang itu. Mereka bercakap-cakap sembari menanti matahari meninggalkan
peraduannya. "Hari mulai terang," kata Maria, "Saya akan mengganti gaun ini dengan baju
yang Anda berikan kemarin malam."
"Untuk apa engkau mengenakan baju pelayan itu sekarang" Bila matahari telah
tinggi, engkau baru memulai pekerjaan itu," kata Mrs. Vye terkejut.
"Saya berencana berjalan-jalan di tepi Sungai Alleghei hingga tiba waktunya
bagi saya untuk melayani Tuan Puteri."
"Tetapi mengapa engkau memilih mengenakan baju itu" Kenakanlah gaun yang
aku berikan padamu. Nanti bila engkau akan ke Sidewinder House, barulah
engkau mengenakan baju itu," saran Mrs. Vye.
"Terima kasih, Mrs. Vye. Saya akan menuruti saran Anda."
"Mari kubantu," kata Mrs. Vye mengikuti Maria.
"Terima kasih, Mrs. Vye. Tetapi maafkan saya, saya bisa melakukannya sendiri,"
Maria menolak halus. "Sudahlah. Biarkan aku membantumu," kata Mrs. Vye.
Maria tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk mencegah Mrs. Vye. Wanita tua itu
telah menutup pintu kamarnya dan mulai membantunya mengenakan gaun yang
diberikannya kepada gadis itu.
Gaun putih yang sederhana itu menambah kesan keanggunannya. Leher gaun
itu cukup tinggi sehingga dapat menutupi kalung yang dikenakannya.
Mrs. Vye tampak senang melihatnya dalam gaun itu.
"Engkau cantik sekali," kata Mrs. Vye.
"Terima kasih."
Maria melihat Mrs. Vye akan merapikan rambutnya. Ia segera berkata. "Tidak
perlu, Mrs. Vye. Saya akan membiarkan rambut saya terurai."
"Tetapi rambutmu yang panjang ini akan membuat engkau terganggu," kata
Mrs. Vye sambil menyentuh rambut panjang Maria.
Maria tersenyum. "Saya senang membiarkan rambut saya terurai. Saya tidak
akan terganggu karenanya."
"Baiklah," kata Mrs. Vye mengalah, "Sekarang aku akan bersiap-siap. Tunggulah
aku. Aku tidak akan lama."
Mrs. Vye segera menghilang dari hadapan Maria.
Sesaat kemudian mereka berdua meninggalkan pondok mungil Mrs. Vye. Berdua
mereka berjalan menuju Sungai Alleghei kemudian menyusuri tepi sungai itu.
Sinar matahari yang menyilaukan perlahan-lahan muncul di antara kerimbunan
pohon yang berada di seberang Sungai Alleghei.
Embun pagi berkilau-kilau seperti permata. Tetes demi tetes embun itu mengalir
jatuh dari dedaunan. Pohon-pohon tinggi di seberang sungai tampak seperti menghalangi matahari
memancarkan sinar paginya yang lembut ke seluruh permukaan dunia. Udara
pagi yang sejuk membuat perasaan menjadi damai.
Air Sungai Alleghei mengalir tenang. Beberapa ekor ikan tampak berenangrenang
riang menyambut datangnya hari baru di sungai yang jernih itu. Air
sungai yang cukup dalam itu tampak mulai berkilau-kilau tertimpa cahaya
matahari ketika mereka tiba di tepi sungai itu.
"Sungai ini indah sekali. Benar-benar sungai anugerah," kata Maria.
"Engkau pun bagai anugerah bagiku. Selama ini aku tinggal sendiri di sini tetapi
setelah engkau datang, aku tidak kesepian lagi."
"Terima kasih, Mrs. Vye. Saya juga senang tinggal bersama Anda."
"Penduduk Obbeyville menjadi gempar ketika aku menemukanmu tergeletak
pingsan di sungai ini. Mereka menduga engkau utusan pada dewa, tetapi ada
beberapa orang yang menolak anggapan itu," kata Mrs. Vye.
"Tampaknya kedatangan saya yang tak terduga ini membuat banyak masalah,"
kata Maria dengan menyembunyikan kesedihannya di balik senyumannya yang
menawan. Ia merasa sedih telah menimbulkan banyak masalah bagi Mrs. Vye juga bagi
penduduk Obbeyville. "Aku merasa akan timbul masalah yang lebih besar lagi bila mereka telah
melihatmu. Kecantikkanmu sama seperti keindahan sungai tempat kau
ditemukan ini," kata Mrs. Vye, "Bahkan mungkin engkau lebih cantik dari sungai
ini." "Anda jangan membesar-besarkan," kata Maria merendahkan diri, "Saya
hanyalah seorang gadis biasa bukan utusan para dewa. Saya terlalu hina untuk
menjadi utusan para dewa yang agung."
Mrs. Vye tersenyum mendengar kerendahan hati Maria, "Mereka akan semakin
percaya bahwa engkau adalah bidadari utusan pada dewa bila melihatmu
mengenakan gaun itu. Engkau semakin mirip bidadari dengan gaun putih itu.
Aku merasa senang dapat berjalan di samping gadis secantik engkau."
"Anda jangan memuji saya terlalu tinggi. Saya bukan seorang bidadari yang
cantik jelita. Saya hanyalah manusia biasa yang berdosa. Bagi saya, cantik
tidaknya seseorang bukan dilihat dari wajahnya. Tetapi dari hatinya," kata
Maria. "Engkau memang cantik baik wajah maupun hatimu seperti Bunda Maria."
"Saya makhluk berdosa ini tidaklah berarti apa-apa di hadapan Bunda Maria
yang suci. Karena itu Anda jangan menyamakan saya dengan Bunda Maria."
"Baiklah. Aku tidak akan melakukannya lagi bila engkau tidak
menginginkannya," kata Mrs. Vye.
Tak lama kemudian kata-kata Mrs. Vye menjadi kenyataan. Mereka terus
menyusuri tepi sungai itu.
Beberapa orang yang berjumpa dengan mereka tampak terkejut sewaktu
melihatnya. Mereka semakin percaya bahwa Maria adalah bidadari utusan dewa
ketika melihat wajah gadis itu yang cantik dan keanggunannya.
"Ia benar-benar bidadari utusan dewa," bisik beberapa orang.
Penduduk Obbeyville menjadi gempar lagi tatkala gadis itu keluar rumah untuk
pertama kalinya itu. Sebelumnya ia hanya berada di pondok Mrs. Vye. Setiap
hari ia hanya berbaring untuk memulihkan kesehatannya.
Sebelumnya hanya mereka yang telah menolongnyalah yang melihat wajahnya.
Saat itu mereka tidak sempat memperhatikan wajahnya. Mereka sibuk
menolongnya. Hingga pagi ini hanya Mrs. Vye dan Lady Debora yang telah
melihatnya. Mrs. Vye selalu memuji kecantikkan Maria, sedangkan Lady Debora tidak pernah
mempedulikan kata-kata Mrs. Vye yang memuji kecantikkan Maria karena ia
menganggap dirinya paling cantik di kerajaan ini.
Tetapi sebenarnya Lady Debora juga merasa iri melihat rambut Maria yang
selalu bersinar cemerlang. Namun keangkuhan Lady Debora tidak
mengijinkannya untuk menunjukkan perasaan irinya itu dengan jelas.
Sebagai pelampiasan atas kekesalannya melihat rambut Maria yang indah, ia
memperlakukan gadis itu sebagai orang yang lebih rendah kedudukannya dari
dirinya. Ia membenci Maria.
Kebenciannya kepada Maria memang tidak pernah diutarakannya secara
langsung tetapi sikapnya membuat Maria mengetahui perasaan benci dan iri pda
wanita itu. Walaupun telah mengetahui hal itu Maria tetap diam. Ia hanya tersenyum bila
melihat wajah Lady Debora yang berusaha menutupi kebenciaannya bila mereka
bertemu. Maria menduga kebencian Lady Debora itu karena ia telah membuat keadaan
keluarga Sidewinder semakin sulit.
Mereka terus berjalan sambil menikmati udara pagi musim panas yang hangat
hingga Mrs. Vye berhenti. Saat itu mereka tak jauh dari pondok.
"Di sinilah aku melihatmu tergeletak pingsan," kata Mrs. Vye.
Maria memandangi tepi sungai yang ditunjuk Mrs. Vye. Tepi sungai itu tampak
lebih dangkal daripada tepi sungai yang lainnya. Beberapa ikan berenang di
antara bebatuan di dasar sungai. Airnya yang jernih berkilau-kilau memantulkan
cahaya matahari. Mrs. Vye melihat Maria tampak berusaha mengingat sesuatu, "Jangan sedih.
Lambat laun ingatanmu akan pulih kembali. Mari kita melanjutkan perjalanan
panjang kita." Mereka berdua berjalan menyusuri tepi sungai sambil bercerita mengenai
keindahan Sungai Alleghei. Mereka tidak mempedulikan orang-orang yang
berbisik di belakang mereka. Mereka tampak menikmati keindahan sungai itu.
Matahari telah menyingkapkan langit gelap di barat. Langit biru tampak cerah
berhiaskan awan putih. Mrs. Vye terkejut melihat langit telah terang.
"Aku harus segera pergi ke Sidewinder House. Aku telah terlambat. Bila engkau
ingin terus menyusuri tepi sungai ini, berhati-hatilah jangan terlalu dekat ke
tepi sungai," kata Mrs. Vye.
Maria menganggukkan kepala mendengar pesan itu. Ia memandangi punggung
Mrs. Vye yang semakin menjauh. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya lagi.
Sesekali ia memandang permukaan sungai yang memantulkan bayangan langit
biru dan pepohonan di seberang sungai. Angin pagi musim panas yang hangat
bertiup perlahan menerpa tubuhnya.
Ia menghentikan langkah kakinya ketika melihat ikan-ikan berenang dengan
lincahnya di sungai itu. Ikan-ikan itu tampak tidak terganggu dengan
kedatangannya. Mereka terus berenang ke sana ke mari, berkejar-kejaran di
Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
antara bebatuan di dasar sungai.
Maria merasa senang melihat ikan-ikan itu berenang ke sana ke mari di dasar
sungai, sesekali mereka melompat ke permukaan air.
Ia berdiri mematung di tepi sungai memandangi gerakan lincah ikan-ikan itu. Ia
tenggelam dalam dunianya sendiri hingga tidak menyadari seseorang tengah
terpesona di belakangnya.
Pria itu terpesona pada seorang wanita yang berdiri di tepi Sungai Alleghei.
Wanita itu berdiri mematung seperti sedang memandangi sesuatu.
Rambut wanita itu sangat panjang, panjangnya mencapai lutut. Baru sekali ini ia
melihat rambut sepanjang rambut wanita itu. Rambut itu tampak bersinar
seperti sinar matahari pagi. Ia senang melihat rambut panjang wanita itu
melambai-lambai tertiup angin.
Wanita itu berdiri dengan anggun di tepi sungai itu seperti ingin menyatu
dengan alam. Ia ingin melihat wajah wanita itu, namun wanita itu terus berdiri
memunggunginya walau kuda yang ditungganginya meringkik.
Ia terus melihat wanita itu dari atas kudanya, ia tidak ingin mendekati wanita
itu karena takut mengganggunya.
"Hati-hati! Tepi sungai itu licin," serunya ketika melihat wanita itu berjalan
perlahan-lahan ke tengah sungai.
Maria terkejut mendengar seruan itu, ia memandang ke arah asal seruan itu. Ia
lebih terkejut ketika melihat seorang pria duduk di atas kudanya sembari
memandangi wajahnya. Dengan cepat, Maria menghilangkan keterkejutannya.
Kemudian dengan tenang ia memandangi wajah pria itu. Wajah pria itu tampan,
mata kelabunya memandang ramah kepadanya. Usia pria itu sekitar dua puluh
lima tahunan. Ia melihat rambut hitam pria itu melambai tatkala ia turun dari atas kudanya.
Pria itu semakin terpesona padanya ketika wanita itu memalingkan wajahnya.
Wanita itu lebih muda dari yang diduganya. Wajah gadis itu tampak tenang,
namun sesaat yang lalu ia melihat gadis itu terkejut.
Mata yang keunguan jernih itu memandang tenang kepadanya seolah tidak
pernah terjadi apa-apa. Mata itu tampak serasi dengan wajah klasiknya yang
cantik maupun rambut panjangnya yang bersinar seperti sinar matahari pagi.
Ia segera turun dari kudanya dan mendekati gadis itu.
Ketika ia semakin mendekat dengan gadis itu, ia menyadari mata gadis itu tidak
lagi tampak keungunan melainkan benar-benar berwarna ungu. Wajah gadis itu
tidak hanya memancarkan kecantikannya tetapi juga keanggunan.
"Tepi sungai ini licin. Anda bisa terjatuh ke dalam sungai yang cukup dalam ini
bila Anda terlalu dekat," kata pria itu.
"Terima kasih atas peringatan Anda," kata Maria sembari tersenyum, "Rupanya
saya tidak sadar telah semakin mendekati sungai itu ketika memandang ikanikan
itu." "Suara Anda sangat merdu," katanya.
Pipi Maria memerah mendengar pujian pria itu. Ia merasa aneh ketika pria itu
memujinya. "Terima kasih," katanya tersipu.
"Apakah saya boleh mengetahui nama Anda?"
"Maafkan saya. Saya tidak dapat memberi tahu Anda, saya tidak dapat
mengingat nama saya di masa lalu."
Pria itu terkejut. Ia telah mendengar berita diketemukannya seorang gadis oleh
Mrs. Vye, ia juga telah mendengar gadis itu kehilangan ingatan. Sepanjang
jalan, ia mendengar orang-orang berbicara mengenai gadis itu.
"Saya senang sekali dapat bertemu Anda. Sepanjang jalan tadi, saya mendengar
orang-orang membicarakan Anda," katanya, "Mereka mengatakan Anda cantik
sekali seperti seorang bidadari, beberapa di antara mereka percaya Anda adalah
bidadari. Semula saya tidak mempercayai mereka. Namun setelah bertemu
dengan Anda sendiri, saya percaya kepada mereka. Anda jauh lebih cantik dari
yang mereka katakan."
"Terima kasih. Saya merasa tersanjung mendengar pujian Anda," kata Maria.
"Namun saya bukan seorang bidadari, saya hanyalah seorang manusia biasa
seperti Anda." "Anda jangan merendahkan diri. Anda memang pantas mendapatkannya. Semua
penduduk Obbeyville pasti setuju dengan pendapat saya."
"Saya, seorang gadis tak dikenal tidak pantas mendapatkannya," kata Maria
merendahkan diri. "Anda jangan berkata seperti itu. Penduduk Obbeyville telah mengenal Anda
sebagai bidadari utusan dewa. Mereka membicarakan Anda sejak Mrs. Vye
menemukan Anda tergeletak pingsan di sungai ini."
"Rupanya kedatangan saya yang tidak terduga ini membuat banyak masalah,"
kata Maria dengan menyembunyikan kesedihannya di balik senyumnya yang
menawan. Pria itu menggelengkan kepala, "Anda tidak membuat masalah apa pun.
Penduduk daerah ini tidak mempermasalahkan kedatangan Anda yang tidak
terduga ini. Mereka hanya membicarakan Anda sebab ini pertama kalinya
ditemukan seorang gadis tergeletak pingsan di Sungai Alleghei yang dianggap
suci oleh penduduk."
"Saya berharap setelah saya tidak ada lagi yang mengalami hal ini."
Pria itu tersenyum padanya. "Saya juga berharap seperti itu," katanya.
Maria memandangi ikan-ikan yang berenang di dasar sungai. Ia terkejut ketika
melihat bayangan matahari mulai tampak di permukaan sungai itu. Ia
menengadahkan kepala ke langit biru dan melihat matahari bersinar
menyilaukan di pucuk pohon.
"Maafkan saya, saya tidak dapat berbicara lebih lama lagi dengan Anda. Saya
harus terburu-buru agar tidak terlambat," kata Maria.
"Saya akan mengantar Anda pulang," kata pria itu menawarkan bantuan.
"Anda baik sekali, tetapi maafkan saya. Saya lebih menyukai berjalan menyusuri
tepi sungai," Maria menolak halus.
"Saya dapat mengantar Anda dengan menyusuri sungai ini," pria itu
menawarkan bantuannya lagi.
Sekali lagi, Maria menolak bantuan pria itu, "Terima kasih, tetapi saya lebih
menyukai berjalan kaki menyusuri sungai yang indah ini."
Ia mengucapkan selamat tinggal kepada pria itu kemudian membalikkan badan
dan berlari menuju pondok Mrs. Vye.
Ia tidak ingin terlambat pada hari pertamanya. Dengan tergesa-gesa ia
mengganti gaunnya dengan baju pelayan yang diberi Mrs. Vye malam
sebelumnya. Baju pelayan itu sama seperti yang dikenakan Mrs. Vye. Baju itu berwarna hitam
berhiaskan warna putih pada ujung lengannya yang panjang dan lehernya yang
tinggi. Rambutnya yang panjang dikepangnya kemudian digelung rapi olehnya. Ia
merasa aneh tatkala melakukan pekerjaan itu, seperti telah biasa
melakukannya. Setelah merasa dirinya cukup rapi, Maria berjalan menuju Sidewinder House
yang tak jauh dari pondok Mrs. Vye.
Sehari sebelumnya, Mrs. Vye telah bercerita kepadanya mengenai rumah itu, ia
juga berpesan agar Maria masuk melalui pintu belakang.
Rumah yang cukup besar itu tampak tak terawat. Tumbuh-tumbuhan liar
tumbuh di sekitar rumah itu. Sekilas rumah itu tampak seperti rumah tak
berpenghuni. Warna putih pada dindingnya tampak mulai memucat. Daun ivy yang tumbuh di
dindingnya, masih menghijaukan dinding itu di beberapa tempat. Di beberapa
tempat lainnya, daun ivy telah menguning.
Atapnya tampak coklat kekuningan oleh lumut yang kering di musim panas.
Maria mencoba membayangkan rumah itu di musim semi. Rumah itu akan
tampak hijau oleh ivy yang menutupi dindingnya serta lumut. Tumbuhantumbuhan
liar menambah kesan suramnya rumah itu.
Sidewinder House akan tampak rimbun di musim semi tetapi tampak gersang
dan tak terawat di musim panas. Tidak dapat dibayangkan oleh Maria seperti
apakah rumah itu di musim dingin.
Rumah itu akan tampak putih dan sepi tanpa tumbuhan yang bertahan hidup.
Seluruh halaman Sidewinder House yang luas akan tampak putih rata tanpa
ranting semak-semak yang belum menghilang.
Suasana Sidewinder yang tampak dari luar seperti menggambarkan musim yang
sedang berjalan. Di musim semi rumah itu tampak rimbun oleh tumbuhan liar.
Di musim panas tumbuhan mulai berkurang dan puncaknya adalah di musim
gugur, di mana hampir semua tanaman mati. Di musim dingin rumah itu akan
tampak putih oleh salju. Dari keseluruhan yang tampak dari luar, hanya pintu depan yang terlihat masih
baik. Pintu kayu itu berdiri dengan kokoh di tempatnya. Di sekujur tubuhnya
terdapat ukiran yang indah. Pegangan pintu yang terbuat dari besi berwarna
keemasan itu tampak indah.
Maria ingin memperhatikan lebih teliti Sidewinder House dari luar tetapi ia
tidak melakukannya. Ia tidak ingin terlambat tiba di kamar Lady Debora. Ia segera
memutar ke belakang rumah itu dan dengan mudah ia dapat menemukan pintu
belakang rumah itu. Ia terkejut ketika membuka pintu itu dan mendapati dirinya berada di sebuah
dapur yang gelap. Maria melihat sekeliling dapur yang tampak kotor di bawah
siraman sinar matahari. Sebuah meja beserta kursi-kursi tua yang mengelilinginya. Meja itu tampak
seperti akan hancur bila sebuah benda diletakkan di meja jati itu. Peralatannya
yang juga kuno tampak tak terawat.
Suara langkah kaki yang akhir-akhir ini dikenalnya sebagai langkah kaki Mrs.
Vye, terdengar semakin mendekati dapur. Mrs. Vye terkejut sewaktu
melihatnya. "Selamat pagi, Mrs. Vye."
"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Mrs. Vye.
"Saya tidak ingin terlambat tiba di kamar Tuan Puteri," jawab Maria.
Mrs. Vye tertawa mendengar jawaban Maria seolah-olah jawaban yang diberikan
Maria itu lucu. Maria kebingungan melihat Mrs. Vye tertawa, namun ia menyembunyikan
kebingungannya di balik wajahnya yang tenang.
"Apakah Anda mau memberi tahu mengapa Anda tertawa?" tanya Maria sopan.
"Jangan khawatir, saya tidak menertawakanmu. Pergilah berjalan-jalan lagi."
"Mengapa Anda menyuruh saya berjalan-jalan lagi" Bukankah saya harus
melayani Tuan Puteri bila ia bangun?"
"Pergilah berjalan-jalan lagi. Hari masih pagi, Tuan Puteri masih tidur."
"Matahari telah tinggi di langit yang cerah. Sinarnya juga telah merata di
seluruh permukaan bumi ini pertanda hari telah siang."
"Rupanya aku lupa memberi tahumu," kata Mrs. Vye, "Bagi mereka, saat ini
masih terlalu pagi untuk bangun. Mereka biasa bangun sekitar pukul sebelas.
Engkau harus mengerti bahwa kedua majikan kita itu pemalas."
Mrs. Vye duduk di sebuah kursi kayu yang tampak tua sekali. Ia melihat Maria
sedang memandangi sekeliling dapur.
"Keadaan rumah ini telah banyak berubah. Dulu rumah ini sangat indah,
terindah di Obbeyville. Namun sekarang keadaannya tampak menyedihkan."
Mrs. Vye mendesah sedih kemudian melanjutkan:
"Dulu di sini banyak pelayan. Ada yang bertugas merawat halaman, ada yang
khusus membersihkan Ruang Besar, dan masih banyak pelayan dengan
tugasnya masing-masing. Namun sejak kematian Baron Marx Sidewinder,
segalanya berubah. Perlahan-lahan jumlah pelayan menurun karena dipecat
Yang Mulia. Ia mengatakan mereka tidak berguna dan masih banyak alasan lagi
yang diberikan pada saya."
Mrs. Vye berhenti untuk meredakan amarahnya kemudian melanjutkan
ceritanya, "Kini pelayan di rumah ini hanya beberapa orang. Aku yang bertugas
sebagai pengurus rumah tangga merangkap sebagai koki. Seorang pelayan
pribadi Yang Mulia dan dua pelayan lain yang bertugas menjaga kebersihan
rumah ini, mereka juga merangkap sebagai tukang kebun."
"Saat ini pelayan di rumah ini bertambah lagi satu," kata Maria tersenyum.
Mrs. Vye mengangguk sedih membenarkan kata-kata Maria. Sebenarnya, ia
tidak rela Maria menjadi pelayan Lady Debora tetapi karena tidak ada lagi jalan
untuk membuat Baroness Lora membiarkan gadis itu tetap tinggal di pondoknya.
Maka ia terpaksa menyetujuinya.
"Saat ini engkaulah yang paling muda di antara kami. Kami semua sudah tua,"
kata Mrs. Vye. "Apakah engkau mau sarapan" Aku akan menyiapkannya
untukmu." Maria belum mengatakan apa-apa tatkala Mrs. Vye sudah berdiri dan mulai
menyiapkan sarapan baginya. Maria duduk di kursi yang mengelilingi sebuah
meja kayu. "Apakah saya boleh mengelilingi rumah ini" Saya ingin melihat-lihat keadaan
rumah ini," tanya Maria setelah menghabiskan sarapan paginya.
"Tentu saja. Saya akan mengantarmu mengelilingi rumah ini," kata Mrs. Vye.
Mereka meninggalkan dapur melalui pintu tempat Mrs. Vye keluar tadi. Di balik
pintu itu terdapat sebuah lorong. Sinar matahari yang menerobos masuk melalui
gorden-gorden yang belum dibuka, menyebabkan suasana di dalam lorong itu
menjadi remang-remang. Gorden itu tampak indah, kainnya yang berwarna
jingga tampak sejiwa dengan sinar matahari yang menimpanya.
"Matahari telah tinggi, tetapi mengapa gordennya belum dibuka?" tanya Maria.
"Yang Mulia tidak menyukai sinar matahari masuk bila ia belum bangun. Ia
mengatakan sinar matahari itu mengganggu tidurnya. Walaupun kamar Yang
Mulia berada di tingkat dua, tetapi ia tetap melarang kami membuka gorden bila
ia belum bangun," kata Mrs. Vye menjelaskan.
Maria memandang tembok yang membatasi lorong itu di sisi lainnya. Ia melihat
warna tembok itu lebih muda dari yang lainnya di beberapa tempat. Warna
tembok yang lebih muda itu berbentuk sebuah kotak.
"Ke mana perginya lukisan-lukisan yang menggantung di tembok ini?" tanya
Maria. Mrs. Vye terkejut mendengar pertanyaannya. "Bagaimana engkau tahu dulu di
tembok ini tergantung banyak lukisan?" tanya Mrs. Vye.
"Beberapa bagian yang berwarna lebih muda dari tembok ini membentuk sebuah
kotak," jawab Maria. "Saya menduga dulu tergantung lukisan di sini."
"Ya, engkau benar dulu di sini tergantung banyak lukisan. Satu per satu lukisan
itu diambil oleh Yang Mulia," kata Mrs. Vye dengan sedih. "Ia tidak pernah
mengatakan apa-apa kepadaku, namun aku tahu ia menjual lukisan itu untuk
dapat berfoya-foya."
Mereka melanjutkan perjalanannya. Tiap ruang yang mereka masuki tampak
lenggang. Mrs. Vye mengatakan barang-barang di rumah ini juga telah habis
dijual Baroness Lora. Ia tampak sangat sedih ketika menceritakan keadaan tiap
ruang itu sewaktu Baron Marx Sidewinder masih hidup.
Hanya Ruang Perpustakaan yang tidak tampak lenggang. Beberapa rak masih
dipenuhi buku. Satu-satunya yang janggal di ruang itu adalah tidak adanya meja
ataupun kursi. Yang ada hanyalah rak-rak yang mengelilingi ruang itu.
Mrs. Vye mengatakan dari dulu keluarga Sidewinder suka membaca buku karena
itu mereka membuat Ruang Perpustakaan menjadi ruang terbesar di rumah ini.
Baroness Lora tidak pernah memasuki ruangan ini. Ia hanya pernah sekali
masuk ke ruang ini yaitu ketika ia memerintahkan beberapa pelayan untuk
mengeluarkan meja dan kursi yang terdapat di ruang itu.
Maria melihat buku-buku yang terdapat di ruang itu. Ia berharap dapat
membaca buku-buku itu suatu saat. Ia merasa senang membayangkan
membaca buku-buku yang jumlahnya tak seberapa banyak itu tetapi ia juga
merasa sedih ketika melihat buku-buku itu tampak tak terawat.
Kemudian mereka menuju ruang yang lain. Kata Mrs. Vye ruang itu adalah
Ruang Duduk. Walaupun di ruangan itu terdapat beberapa kursi dan sebuah
meja yang tampak antik, namun ruang itu tetap tampak lenggang.
Di ruangan itu tidak tampak benda yang lain selain kursi-kursi antik dan sebuah
meja yang terletak di tengah ruangan. Kaki kursi-kursi itu terbuat dari kayu
yang dipahat sangat halus dan indah.
Demikian pula meja antik itu. Meja itu tampak sangat indah. Ukiran kaki meja
itu berbentuk seekor ular. Lidah ular itu tampak menjulur sedikit di lantai.
Ekornya menyangga permukaan meja yang pada tepinya terukir daun-daun ivy
yang indah. "Yang Mulia menerima selalu tamunya di sini, karena itu ia tidak menjual meja
itu," kata Mrs. Vye.
Pada salah satu sisi ruang itu terdapat sebuah pintu, Mrs. Vye membuka pintu
itu. Pintu itu berderit tatkala Mrs. Vye membukanya.
"Ini adalah Ruang Besar," katanya kemudian ia mengajak Maria memasuki
ruang itu. Seorang wanita yang sedang membersihkan tangga yang menuju tingkat dua,
menoleh sewaktu mendengar pintu terbuka. Wanita tua itu tampak berkeringat
Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah bersusah payah membersihkan tangga itu.
Wanita itu lebih muda beberapa tahun dari Mrs. Vye. Rambutnya telah memutih
seperti Mrs. Vye. Wajahnya tampak terkejut ketika melihat Maria.
Wanita itu mendekat. "Selamat pagi, Mrs. Vye. Apakah ia gadis yang sering
kauceritakan itu?" tanya wanita itu sambil memandang Maria.
"Ya. Bagaimana" Aku tidak berbohong, bukan?" kata Mrs. Vye.
"Ya, engkau benar. Ia cantik sekali seperti bidadari. Pantas saja penduduk
Obbeyville menjadi gempar tadi pagi. Mereka semakin percaya gadis ini utusan
para dewa. Aku juga semakin percaya," kata wanita itu.
"Terima kasih. Tetapi saya bukan bidadari, saya manusia biasa seperti Anda."
"Engkau benar lagi, Mrs. Vye. Ia benar-benar rendah hati," wanita itu kemudian
bertanya kepada Maria, "Siapa namamu?"
"Mrs. Vye memberi nama Maria pada saya," kata Maria.
"Maria" Nama yang sama dengan nama putrimu?" kata wanita itu terkejut.
Mrs. Vye menganggukkan kepala. "Maria, ini Mrs. Fat. Sebenarnya namanya
bukan Mrs. Fat, kami memanggilnya begitu karena tubuhnya yang gemuk ini. Ia
dan Mr. Liesting bertugas menjaga kebersihan rumah ini," kata Mrs. Vye
memperkenalkan Mrs. Fat kepada Maria.
Maria mengulurkan tangannya kepada Mrs. Fat. Mula-mula Mrs. Fat tampak ragu
melihatnya, tetapi kemudian ia menjabat tangan Maria.
"Senang berkenalan dengan Anda, Mrs. Fat," kata Maria sembari tersenyum.
"Senang berkenalan denganmu juga," kata Mrs. Fat, "Jangan terlalu sopan pada
saya. Saya tidak biasa menghadapi orang yang bersikap sopan kepada saya."
Mrs. Vye tersenyum pada Maria kemudian berkata, "Engkau tidak akan dapat
menghentikannya, Mrs. Fat. Aku juga telah memintanya agar tidak terlalu sopan
terhadapku. Tetapi ia selalu bersikap sopan."
"Sudah sewajarnya saya bersikap sopan kepada orang yang lebih tua dari saya,"
kata Maria merendahkan diri.
"Aku akan memanggil Mr. Liesting. Ia pasti senang dapat bertemu denganmu,
Maria. Setiap hari ia selalu mengharapkan dapat bertemu denganmu. Tetapi
Mrs. Vye melarangnya menjengukmu," kata Mrs. Fat.
"Saat itu Maria belum sembuh. Aku ingin kalian bertemu dengannya bila ia
sudah sembuh," kata Mrs. Vye.
"Itulah yang sering kaukatakan kepada kami," katanya, "Tunggulah di sini. Aku
rasa ia ada di halaman."
Mrs. Fat membuka pintu berat yang dilihat Maria dari luar Sidewinder House.
Wanita itu tampak senang sekali dapat memanggil temannya untuk menemui
Maria. Maria melihat sekelilingnya setelah Mrs. Fat meninggalkan ruangan itu.
Ia memandang teras yang terdapat di balik pintu itu. Beberapa pilar menyangga
langit-langit teras depan. Pada batang tubuh pilar itu merambat dedaunan,
menyebabkan pilar itu tampak berwarna hijau di bagian bawah.
Halaman yang terdapat di depan rumah tampak lebih tak terawat dibandingkan
yang terlihat Maria tadi. Tumbuhan-tumbuhan liar tumbuh dengan suburnya
mengelilingi pohon yang sengaja ditanam di halaman.
Berbagai bunga liar musim panas tampak bermunculan di antara sela-sela warna
hijau dedaunan. Bunga itu menambah warna halaman depan Sidewinder House.
Dari kejauhan, Maria merasa bunga itu akan tampak cantik bila dirangkai dalam
sebuah jambangan. Kemudian Maria melihat sekeliling Ruang Besar. Ruang Besar ini tampak lebih
bersih dari ruangan yang lain. Maria menduga karena Mrs. Fat baru
membersihkan ruang ini. Ia tertarik pada salah satu sudut ruangan itu. Pada sudut itu seperti pernah
diletakkan sebuah benda yang sangat besar. Tembok sudut itu tampak lebih
muda dari tembok yang lain. Lantai sudut itu tampak seperti tergores sebuah
benda. "Dulu di situ ada sebuah piano," kata Mrs. Vye dengan sedih ketika mengetahui
Maria melihat sudut kiri ruangan itu.
Mrs. Vye tidak mengatakan apa yang terjadi pada piano itu. Tetapi Maria telah
mengetahuinya. Kemudian ia memandang tangga yang sedang dibersihkan Mrs.
Fat sewaktu mereka tiba di ruang ini.
Tangga kayu itu berdiri dengan kokoh di tempatnya. Pada tepi kanan-kiri tangga
itu terdapat pagar yang indah. Sepanjang pagar itu terukir badan seekor ular, di
ujung ukiran berbentuk kepala ular. Motif yang sama seperti meja antik yang
terdapat di Ruang Duduk. Sekali lagi Maria melihat pintu depan. Sekali lagi pula ia melihat ukiran ular.
Pada daun pintu terukir seekor ular cobra sedang mengintai mangsanya di balik
kerimbunan rumput. Lidah ular itu terjulur seolah-olah menikmati mangsanya. Taringnya yang tajam
tersembul di antara lidahnya yang panjang, siap menerkan mangsanya.
Mata ular itu menatap tajam kepada mangsanya. Membuat Maria teringat pada
tatapan tajam namun ramah pria yang ditemuinya di tepi Sungai Alleghei pagi
tadi. Maria teringat wajah pria itu dan senyumannya. Maria merasakan suatu
perasaan aneh tumbuh dalam hatinya tatkala ia bertemu pria itu.
Maria merasa malu dan segera menghilangkannya dari pikirannya. Kemudian
melanjutkan penelitiannya terhadap ukiran daun pintu itu.
Kini diperhatikannya tubuh sang ular. Sisik ular itu tampak seperti sisik asli.
Sisik itu diukir dengan teliti sehingga menyerupai ular yang sesungguhnya. Sang
pengukir sepertinya bermata tajam sehingga tidak ada suatu bagian pun dari
tubuh sang ular yang terlewat.
Sebelumnya Maria telah menyadari kemiripan nama keluarga ini dengan nama
seekor ular. Namun kali ini ia baru memahaminya dengan baik. Ia menduga
keluarga ini memiliki lambang berbentuk ular. Hampir semua ukiran kayu yang
ditemukannya di rumah ini berbentuk ular.
Maria menyadari kemiripan sifat Baroness Lora dan Lady Debora dengan seekor
ular. Tajam, berbisa, tidak pernah puas, selalu tampil dengan segala
kemegahannya. Mata ular di daun pintu depan yang menatap tajam pada mangsanya,
membuatnya semakin merasakan kemiripan kedua orang itu dengan seekor
ular. Mata kedua wanita itu juga selalu menatap lekat-lekat mangsanya.
Perbedaannya adalah seekor ular mengincar tubuh sang mangsa, sedangkan
Baroness Lora dan Lady Debora mengincar harta sang mangsa.
Sisik ular yang selalu berganti bila telah tua bagaikan Baroness Lora yang
berganti orang setelah harta orang itu habis. Sisik di sekujur tubuh ular yang
berkilauan bagaikan mereka berdua yang selalu tampil dengan segala
kemewahan. Seseorang tampak berjalan mendekat ketika Maria memandang halaman depan
rumah. Di samping orang itu adalah Mrs. Fat. Wajah orang yang berjalan di sisi
Mrs. Fat tampak berseri-seri.
Pria itu juga tampak tua. Rambutnya yang tipis telah memutih semuanya.
Janggutnya yang lebat dan memutih.
BAB 3 "Selamat pagi," sapa pria tua itu ketika memasuki Ruang Besar.
"Selamat pagi, Tuan," balas Maria sembari menganggukkan kepalanya dengan
hormat. "Ia benar-benar mengagumkan," kata pria itu.
"Terima kasih, Tuan. Saya merasa tersanjung mendengar pujian Anda," kata
Maria. "Sayang Mrs. Dahrien tidak ada di sini," kata Mrs. Fat, "Ia tidak dapat bertemu
Maria sebelum Tuan Puteri bangun."
Mrs. Vye membesarkan hati Mrs. Fat, "Jangan khawatir! Esok ia akan dapat
bertemu dengan Maria sebelum Tuan Puteri bangun. Nanti ia juga dapat
bertemu dengannya." "Apakah engkau yakin, Mrs. Vye?" kata Mrs. Fat ragu-ragu.
"Aku tidak tahu persis. Tetapi kurasa mereka akan dapat bertemu," kata Mrs.
Vye meyakinkan Mrs. Fat. Dari percakapan kedua wanita itu, Maria menduga Mrs. Dahrien sedang
melayani Baroness Lora. Ia juga menduga Lady Debora jarang berada di rumah
dan ia sebagai pelayan Lady Debora, harus mengikuti ke mana pun perginya
sang majikan. Pria tua yang sedari tadi mengamati Maria itu tampak terkejut sewaktu
menyadari Maria sedang mengenakan pakaian pelayan yang sama seperti yang
dikenakan Mrs. Vye dan Mrs. Fat.
"Mengapa engkau mengenakan pakaian pelayan padanya?" tanyanya pada Mrs.
Vye. "Ia mulai hari ini bekerja sebagai pelayan Tuan Puteri," kata Mrs. Fat.
"Apa!" seru pria tua itu terkejut.
"Rupanya aku lupa menceritakan hal ini kepadamu. Aku memang pelupa," keluh
Mrs. Vye, "Tuan Puteri meminta ia menjadi pelayannya bila ingin tetap tinggal di
sini. Semula aku tidak setuju tetapi apa yang dapat kulakukan. Maria tidak
dapat mengingat masa lalunya dan aku tidak dapat membiarkannya tanpa
arah." "Mereka benar-benar kejam," kata pria tua itu geram.
"Tetapi ia tetap tampak cantik," kata Mrs. Fat, "Baju pelayan yang berwarna
hitam ini membuat kulitnya menjadi tampak lebih putih. Ia tetap tampak anggun
dalam baju itu." "Ya, ia tetap tampak lebih cantik dari Tuan Puteri walau ia mengenakan baju
pelayan." "Aku terlalu membesar-besarkan seperti yang kalian katakan, bukan" Ia
memang lebih cantik dari Tuan Puteri. Aku berani mengatakan ia gadis tercantik
di kerajaan ini," kata Mrs. Vye.
"Kalian jangan terlalu memuji saya. Saya tidak secantik yang Anda katakan.
Masih banyak gadis yang lebih cantik dari saya," kata Maria merendahkan diri.
"Jangan terlalu merendahkan diri, Maria," kata Mrs. Fat, "Engkau memang
cantik. Tidak seorangpun yang meragukannya."
"Bila ada yang tidak mengatakan engkau cantik, ia pasti buta," tambah Mr.
Liesting. "Sayang aku tidak dapat melihat rambutmu yang panjang itu. Kata Mrs. Vye
rambutmu sangat panjang dan indah. Aku percaya rambutmu sangat indah.
Walaupun engkau menyanggulnya, tetapi rambutmu masih tampak berkilauan
seperti sinar matahari yang terang."
"Mengapa engkau menyanggulnya?" tanya Mrs. Vye.
"Saya lebih senang menyanggulnya bila hendak bekerja."
"Apakah engkau menyanggulnya sendiri?" tanya Mrs. Vye lagi, "Mengapa engkau
tidak memberi tahu aku" Aku bisa menyanggulkan rambutmu."
"Terima kasih, lain kali saya akan mengingatnya. Tetapi saya tidak ingin
merepotkan Anda, saya sudah biasa menyanggul sendiri rambut saya."
"Aku sependapat dengannya. Engkau sudah cukup repot mengurus rumah ini
dan Tuan Puteri. Lagipula ia pandai menyanggul. Aku yakin engkau tidak dapat
menyanggul seperti itu."
"Apakah Anda juga melayani Tuan Puteri selain kedua tugas Anda?"
"Tuan Puteri takkan mau bila ia diminta mengurus dirinya sendiri. Ia meminta
Mrs. Dahrien melayaninya juga. Tetapi karena Mrs. Dahrien sudah sangat tua, ia
tidak dapat melayani dua orang dalam satu waktu."
"Karena itu aku mengambil alih tugasnya. Mrs. Fat dan Mr. Liesting sudah
kesulitan membersihkan rumah yang besar ini. Satu-satunya orang yang dapat
melakukannya hanya aku."
"Apakah Mrs. Dahrien pengasuh Baroness Lora sejak kecil?"
Mrs. Fat tersenyum pada Maria. "Rupanya Mrs. Vye memang sudah sangat tua.
Ia lupa memberi tahumu bahwa Mrs. Dahrien adalah pelayan yang paling lama
tinggal di sini dari kami semua. Ia juga lebih tua dari Mrs. Vye."
"Yang Mulia bukan berasal dari keluarga kaya. Ia putri seorang petani kecil di
Obbeyville. Dan ia sangat beruntung dapat mewujudkan keinginannya sejak
kecil, menjadi kaya dan berkuasa."
"Lebih baik kita berbicara di dapur saja. Di sini kurang leluasa," usul Mr.
Liesting melihat Mrs. Vye dan Mrs. Fat tidak akan berhenti bercerita pada Mrs. Vye.
Mr. Liesting mengajak Maria kembali ke dapur. Kali ini mereka tidak melalui
Ruang Duduk melainkan melalui sebuah lorong di dekat tangga yang
berhubungan dengan dapur. Lorong itu terus memanjang di bagian belakang
rumah hingga dapur. Mereka mengatakan kepada Maria bahwa lorong ini dibuat untuk memudahkan
para pelayan bila dipanggil. Para pelayan biasanya berkumpul di dapur bila tidak
ada yang dapat dilakukan.
Mereka berbicara banyak kepada Maria dan seperti halnya Mrs. Vye, mereka
juga senang berbicara kepada gadis itu. Mereka juga terkejut tatkala
mengetahui pengetahuan Maria yang sangat luas.
Ketiga orang itu telah dibuat kagum oleh Maria dengan pembicaraannya
mengenai mitos yang ada di Obbeyville.
Maria seperti berasal dari mitos itu sendiri. Ia lebih banyak mengetahui
mengenai mitos itu daripada ketiga orang itu yang telah tinggal di Obbeyville
selama puluhan tahun. "Aku ragu-ragu engkau seorang manusia. Aku rasa engkau benar-benar seorang
bidadari yang berasal dari Holly Mountain," kata Mr. Liesting.
"Engkau lebih banyak mengetahui mengenai mitos itu daripada kami bertiga
yang telah tinggal puluhan tahun di sini," kata Mrs. Vye.
"Apakah engkau berasal dari Holly Mountain?" tanya Mrs. Fat.
"Apakah engkau benar-benar utusan para dewa?" tanya Mr. Liesting.
Maria tersenyum mendengar ketiga orang itu terus menerus mengajukan
pertanyaan dan pendapatnya tanpa memberi kesempatan padanya untuk
mengajukan pendapatnya sendiri.
Gadis itu ingin mereka menghentikan pujiannya, namun mereka sepertinya tidak
ingin berhenti memujinya.
Maria diam saja. Ia bukan menyukai pujian mereka tetapi karena ia tahu tidak
sopan bila ia menyela pembicaraan mereka.
Ia tidak mendengarkan perkataan mereka. Ia sibuk melamunkan orang yang
bertemu dengannya di tepi Sungai Alleghei tadi pagi. Maria ingin bertemu
dengan pria itu dan berbincang-bincang lagi. Ia merasa pembicaraan mereka
belum selesai. Suara bel mengejutkan mereka. Maria lebih terkejut daripada tiga orang yang
sibuk bercakap-cakap. Ia tersentak ketika bel itu berulang-ulang berbunyi
dengan nyaring. "Tuan Puteri sudah bangun. Lebih baik engkau segera menemuinya," kata Mrs.
Fat. Maria beranjak dari kursinya dan hendak menuju kamar Lady Debora ketika Mrs.
Vye berkata, "Bawalah serta sarapan untuk Tuan Puteri. Ia senang sarapan di
atas tempat tidurnya."
"Duduklah dulu sembari menanti Mrs. Vye selesai menyiapkan sarapan untuk
Tuan Puteri." "Terima kasih, Mrs. Fat. Tetapi saya lebih menyukai membantu Mrs. Vye
daripada menanti." Maria mendekati Mrs. Vye dan mulai membantunya.
Mrs. Vye terperangah ketika tangan gadis itu dengan trampil mengiris roti yang
ada di dekatnya. Sekali lagi ia membuat ketiga orang itu kagum padanya. Ia sangat terampil di
dapur seakan-akan ia sering menghabiskan waktunya dengan berada di dapur.
Mereka juga melihat Maria menata segalanya di nampan dengan manis.
"Sebenarnya siapakah engkau?" tanya Mr. Liesting.
Maria tersenyum pada Mr. Liesting. "Saya tidak tahu siapakah saya. Saya hanya
mengetahui bahwa saya seorang gadis yang bernama Maria."
Sekali lagi bel berbunyi nyaring. Mrs. Vye segera mengajak Maria ke kamar Lady
Debora yang berada di tingkat dua. Mereka melalui lorong yang menuju dekat
tangga. Mrs. Vye membawa nampan yang baru mereka siapkan. Sepanjang jalan wanita
tua itu memperingati dan berpesan kepada Maria yang memperhatikan segala
yang dikatakannya. Tidak ada suatu pesanpun yang luput dari pendengaran
Maria. Maria menjinjing sedikit ujung bajunya tatkala ia menaiki tangga. Baju yang
kebesaran sedikit itu membuatnya agak kesulitan sewaktu menaiki tangga kayu
itu. Di ujung tangga atas itu ada sebuah pintu berukiran ular yang sedang
mengerami anak-anaknya. Ular betina itu melingkari telur-telurnya erat-erat
dengan tubuhnya. Matanya mengawasi sekitarnya untuk melindungi anaknya
yang belum menetas dari bahaya.
Berdasarkan ukiran pada pintu itu, Maria menduga kamar itu adalah kamar
Baroness Lora. Ukiran pada pintu itu bagaikan Baroness Lora yang selalu
menjaga putrinya dengan baik. Maria dapat merasakan Baroness Lora
menyayangi Lady Debora dengan cara yang salah.
Di sebelah kamar itu ada sebuah pintu yang berukiran ular juga. Beberapa ular
Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecil mengelilingi seekor ular betina yang menjaga mereka dengan matanya
yang tajam. Beberapa ular kecil itu tampak bercanda dengan induk mereka.
Seluruh pintu di rumah ini berukiran berbagai tingkah laku ular dan mereka
yang menempati ruang itu memiliki sifat yang sesuai dengan ukiran ular di pintu
kamar mereka. Ular yang diukir pada pintu kamar Baroness Lora maupun Lady
Debora benar-benar membuat kedua orang itu makin jelas kemiripannya dengan
ular. Maria merasa geli menyadari semua itu. Seolah-olah pendiri Sidewinder House
telah meramalkan masa depan. Kelak di keturunan keluarga Sidewinder akan
ada yang benar-benar memiliki sifat seperti seekor ular yang buas. Dan kedua
orang itu entah sadar atau tidak telah menempati kamar yang 'khusus' untuk
mereka. Sebelumnya ia telah mendengar dari Mrs. Vye bahwa seluruh keturunan
Sidewinder memang memiliki karakter seperti ular. Namun Maria merasa kedua
wanita itu lebih mirip ular daripada keturunan Sidewinder yang lain.
Mrs. Vye mengetuk perlahan pintu kamar yang berukiran ular-ular kecil dan
seekor induk ular. Tak lama kemudian terdengar jawaban enggan dari dalam
kamar. Maria mengikuti Mrs. Vye masuk ke kamar Lady Debora.
Di balik wajah Maria yang tenang tersembunyi keterkejutannya melihat keadaan
kamar Lady Debora. Kamar itu tampak suram. Sebuah permadani yang lembut menutupi seluruh
permukaan lantai kamar Lady Debora. Tirai jendela yang terletak tepat di
samping tempat tidur Lady Debora belum dibuka. Sinar matahari tampak
bersusah payah menembus tirai tebal itu.
Sebuah meja rias yang antik terletak tak jauh dari tempat Lady Debora
berbaring. Di tepi kaca yang terletak di meja terukir dua ekor ular yang saling
mengelilingi tepi kaca bulat itu. Seekor ular dari tepi kiri dan yang lain dari
tepi kanan. Kepala mereka saling melilit di ujung atas.
Sebuah kursi tanpa sandaran berada di bawah meja itu. Kursi bulat itu memiliki
ukiran yang sama dengan kaca rias. Sedangkan di atas meja rias terdapat
beberapa hiasan rambut emas yang berbentuk bunga daisy.
Sebuah meja lain terletak di tengah kamar. Permukaan meja itu tampak halus
dan mengkilat. Sisik-sisik ular mengelilingi tepi meja itu. Ukiran kaki meja itu
sama seperti ukiran pada meja di Ruang Duduk.
Di atas meja itu berserakan beberapa barang. Sebuah perhiasan emas
berkilauan tertimpa sinar matahari yang memaksa menerobos masuk. Liontin
kalung itu berbentuk bunga besar dengan sebuah batu ruby merah di
tengahnya. Kalung itu membuat Maria merasa heran bagaimana Lady Debora bisa
mengenakannya. Bila Lady Debora mengenakannya, tentu lehernya tampak
tertelan oleh liontin yang sebesar bunga mawar kecil itu.
Di sampingnya, sebuah topi berwarna jingga tampak menyala tertimpa sinar
matahari. Topi itu tampak indah sekali dengan sebuah bulu berwarna biru yang
menghiasinya. Sebuah gaun yang indah juga terletak di meja itu. Gaun yang berwarna biru
terang itu diletakkan sembarangan di meja. Seakan-akan sudah tidak berguna
lagi. Selain itu masih ada sebuah pakaian berkuda yang terletak di atas meja itu
dan sebuah cambuk berwarna hitam.
Empat buah kursi mengelilingi meja persegi itu. Keempat kursi yang saling
berhadap-hadapan itu berukiran ular piton pada kakinya dan kepala ular cobra
pada sandarannya. Kepala ular itu tampak hidup. Mulutnya menengadah ke langit-langit kamar
seakan-akan siap melahap apa pun yang jatuh dari langit-langit. Lidahnya yang
panjang terjulur keluar untuk meneliti keadaan sekitarnya. Matanya yang tajam
menatap langit-langit tanpa henti.
Kemudian Maria memandang Lady Debora. Wanita itu memandang malas
padanya dan Mrs. Vye, tanpa berusaha bangkit dari berbaringnya. Tubuhnya
masih terbungkus selimut rapat-rapat. Rambutnya yang merah tergerai di atas
bantalnya yang putih. Ia terlihat masih enggan membuka matanya untuk
memulai hari baru. Dengan malas ia bertanya, "Jam berapa sekarang?"
"Hampir tengah hari," jawab Mrs. Vye sambil meletakkan nampan di meja rias.
"Apa!?" seru Lady Debora terkejut.
"Sekarang hampir tengah hari," ulang Mrs. Vye.
"Mengapa engkau tidak membangunkan aku?" tanya Lady Debora panik.
"Anda tidak berpesan apa-apa kepada saya."
Lady Debora sangat panik sehingga tidak melihat keberadaan Maria di kamarnya
yang dengan tenang memperhatikan kejadian di depannya.
Ia menduga hal ini biasa terjadi sebab Mrs. Vye tidak tampak gelisah melihat
kepanikan Lady Debora. Ia juga menduga Lady Debora berjanji berkuda
bersama seorang pria pagi ini tetapi ia lupa memberi tahu Mrs. Vye untuk
membangunkannya pagi-pagi.
Lady Debora menggerutu kesal. "Jangan banyak bicara lagi! Sekarang lekas
bantu aku mempersiapkan diriku," katanya sambil bangkit dari tempat tidurnya.
Maria dengan cepat meraih pakaian berkuda yang ada di atas meja. Ia hendak
membantu Lady Debora mengenakan pakaian itu, tetapi Mrs. Vye mengambil
pakaian itu dari tangannya dan membantu Lady Debora.
Mrs. Vye melakukannya dengan cepat sehingga Maria tidak dapat berbuat apaapa untuk menghentikan wanita tua itu. Kemudian Mrs. Vye menyanggul rambut
Lady Debora dan memberinya hiasan berbentuk daisy yang terletak di meja rias.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Lady Debora segera beranjak ke pintu setelah
Mrs. Vye melakukan tugas-tugasnya.
Maria memperhatikan Lady Debora yang tampak mencolok dengan topi bulu
serta kalung yang semula terletak di atas meja di tengah kamar yang telah
menjadi terang setelah tirai jendela dibuka oleh Mrs. Vye.
Di pintu, ia berhenti dan menoleh pada Mrs. Vye.
"Buang gaun yang ada di meja itu," katanya.
Mrs. Vye mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia tidak menghentikan Lady
Debora meninggalkan kamarnya untuk sarapan. Ia meraih gaun yang terletak di
meja tengah ruangan. "Sayang bila gaun ini dibuang. Ambillah dan kenakanlah," kata Mrs. Vye kepada
Maria. Maria menggeleng. "Tuan Puteri mengatakan kepada kita untuk membuang
gaun itu. Ia pasti marah bila kita tidak membuangnya," katanya.
"Ia tidak akan peduli bila gaun ini engkau kenakan. Ia tahu aku mengumpulkan
gaun-gaun yang dibuangnya, tetapi ia tidak pernah mengatakan apa-apa
kepadaku. Baginya gaun yang telah dibuang olehnya berarti sudah tidak
berguna lagi," kata Mrs. Vye.
Maria menerima gaun yang disodorkan Mrs. Vye kepadanya. Ia belum
mengatakan apa-apa ketika Mrs. Vye telah meninggalkan kamar Lady Debora.
Ia mengikuti Mrs. Vye dengan membawa gaun itu.
Mrs. Vye mengajak Maria ke sebuah ruangan di dekat dapur tempat ia
menyimpan semua gaun yang telah dibuang Lady Debora dan Baroness Lora.
Kata Mrs. Vye, sebelum Baroness Lora memasuki Sidewinder House, kamar itu
adalah kamar pelayan. Namun karena jumlah pelayan yang semakin menurun,
kamar itu tak terpakai. Kemudian ia menggunakan kamar itu untuk menyimpan semua gaun yang
Baroness Lora dan Lady Debora buang.
Sebuah lemari besar terletak di sudut ruangan yang kecil itu. Lemari yang
berukiran ular itu tampak mencolok di kamar yang sempit itu. Almari itu seperti
memenuhi kamar. Maria terkesima melihat gaun yang berjajar dalam almari itu. Walaupun almari
itu besar, namun masih tidak dapat menampung seluruh gaun yang ada.
Sebagian gaun itu dipindahkan Mrs. Vye ke almari yang lebih kecil yang terletak
tepat di samping almari itu.
Semula ia tidak dapat memahami mengapa kedua wanita itu memilih
membuang gaun-gaun yang indah itu walaupun gaun itu masih dapat mereka
kenakan. Namun setelah ia teringat pada ucapan Mrs. Vye mengenai kegemaran
kedua wanita itu, ia mulai memahaminya.
Tak satu gaunpun yang berwarna lembut, semuanya berwarna mencolok.
Beberapa gaun berwarna putih tampak menonjol di antara gaun-gaun yang
berwarna cerah. Mrs. Vye mengambil salah satu gaun putih itu kemudian memberikannya kepada
Maria. "Sudah sejak lama aku ingin memberikan gaun ini kepadamu. Aku tidak tahu
apakah engkau akan menyukainya, tetapi aku berharap engkau mau
mengenakannya." Gaun yang ditunjukkan Mrs. Vye kepada Maria tidak benar-benar putih. Gaun itu
tampak berwarna putih dari kejauhan, namun sebenarnya gaun itu berwarna
nila yang lembut. Gaun itu dicobakan Mrs. Vye padanya. "Gaun ini sesuai dengan tubuhmu yang
langsing," kata Mrs. Vye, "Sayang lengannya terlalu panjang dan pinggangnya
terlalu besar. Aku akan menjahitnya sesuai dengan ukuranmu."
"Tidak apa-apa, Mrs. Vye. Biarkan gaun ini apa adanya. Saya lebih menyukai
gaun ini apa adanya."
"Aku harus menjahitnya kembali, Maria. Ukuran pinggang gaun ini terlalu besar
untukmu. Aku tidak menyangka Tuan Puteri lebih gemuk darimu," kata Mrs. Vye
memberi pengertian pada Maria.
Maria tersenyum. "Rupanya gaun saya yang besar ini membuat saya tampak
lebih gemuk." "Tidak, bukan itu maksudku," bantah Mrs. Vye, "Semula aku menyangka ukuran
gaunmu sama seperti Tuan Puteri."
Maria terus memandang Mrs. Vye tanpa menghilangkan senyuman yang
menghias wajahnya yang cantik.
"Aku menduga usia kalian tidak terpaut terlalu jauh. Aku tidak tahu berapa
usiamu dan aku tidak dapat menduganya lagi. Wajahmu seperti gadis yang
berusia dua puluh tahunan, tetapi engkau bijaksana seperti orang yang telah
berusia puluhan tahun."
Mrs. Vye menghela napasnya sebelum melanjutkan kata-katanya. "Sewaktu aku
menemukanmu, aku menduga engkau berusia sekitar dua puluh tahun. Tetapi
setelah beberapa hari tinggal bersamamu, aku menjadi tidak yakin engkau
berusia sekitar dua puluhan, seperti dugaanku yang pertama."
"Mungkin saya benar-benar berasal dari Holly Mountain," kata Maria bercanda.
"Ya, itulah satu-satunya yang ada di dalam pikiranku mengenai asal usulmu.
Aku tidak dapat menebak yang lain," kata Mrs. Vye berterus terang, "Engkau
tampak sangat misterius dan sering membuatku terkejut sekaligus kagum."
"Saya tidak merasa telah membuat Anda kagum pada saya. Apa yang saya
lakukan terasa biasa bagi saya," kata Maria merendahkan diri.
"Mungkin engkau tidak merasakannya, tetapi engkau telah benar-benar
membuatku terkejut dan kagum." Mrs. Vye tersenyum pada Maria, "Aku tidak
pernah menduga engkau sangat ahli di dapur. Entah apa lagi kemampuanmu,
tetapi yang pasti aku tidak dapat menebaknya."
"Saya tidak memiliki keahlian apa-apa di dapur, tadi saya hanya membantu
Anda. Tanpa petunjuk dari Anda, saya tidak akan dapat melakukannya dengan
baik," kata Maria. "Jangan merendahkan diri lagi. Tadi engkau melakukannya tanpa petunjuk
dariku. Engkau sendiri yang melakukannya dengan sangat baik," kata Mrs. Vye
- tersenyum. "Terima kasih. Tetapi saya merasa saya masih kalah dari Anda."
"Percayalah kepadaku, Maria. Tidak hanya aku yang menganggap apa yang
kaulakukan di dapur tadi lebih baik dariku. Engkau menata hidangan sedemikian
rupa hingga dapat membuat tiap orang berselera melihatnya."
"Terima kasih."
"Sekarang engkau tidak memiliki pekerjaan apapun. Kembalilah ke pondok dan
bersenang-senanglah," kata Mrs. Vye sembari menyerahkan gaun nila itu.
"Mrs. Vye, biarkan gaun ini apa adanya. Lagipula pinggangnya tidak terlalu
besar untuk saya," kata Maria mengingatkan.
"Kita akan membicarakan masalah itu nanti. Sekarang bersenang-senanglah,
Tuan Puteri tidak akan kembali sebelum senja."
Maria meninggalkan Sidewinder House. Sepanjang jalan ia bertemu banyak
orang. Ia mengangguk hormat pada mereka. Sebuah senyum yang menawan
hati tiap orang terukir di wajahnya.
Orang-orang itu tampak malu dan bingung melihatnya. Mereka dengan malumalu
menganggukkan kepala kepada Maria, seperti yang Maria lakukan kepada
mereka. Kemudian mereka berkumpul dan berbisik-bisik.
Sekelompok anak mendekatinya. Mereka tampak senang berjumpa dengannya.
Pandangan mata mereka menunjukan kekaguman mereka pada Maria.
"Apakah Anda benar-benar berasal dari Holly Mountain?" tanya seorang anak
kecil. "Saya tidak tahu," kata Maria.
Beberapa anak berbisik-bisik.
"Mengapa?" tanya anak yang lain.
"Karena saya tidak dapat mengingatnya. Saya lupa." Maria menjawab sederhana
agar mudah dimengerti oleh anak-anak itu.
"Bila saya melupakan sesuatu, ibu saya akan memarahi saya. Apakah Anda
tidak dimarahi orang tua Anda?" tanya anak itu lagi.
Maria tersenyum manis pada mereka. Ia berlutut agar mereka tidak
menengadahkan kepala untuk dapat melihatnya. Gaun-gaun yang dibawanya
diletakkan sedemikian rupa di lengannya hingga tak menyentuh tanah.
"Tidak. Sebab saya lupa siapa orang tua saya."
Anak-anak itu memandang sedih padanya.
"Anda pasti sedih tidak dapat mengingat orang tua Anda," kata seorang anak
perempuan. "Saya juga merasa sedih bila jauh dari orang tua saya."
"Apakah Anda mau bermain bersama kami" Kami ingin berkenalan dengan
Anda," kata seorang anak anak yang sejak tadi berbisik-bisik dengan temannya.
"Saya akan senang sekali. Tetapi maafkan saya, saya harus melakukan sesuatu.
Bila saya telah selesai, saya akan mencari kalian. Saya akan menerima ajakan
itu," kata Maria. Anak-anak itu tampak kecewa mendengar jawaban Maria. Wajah mereka yang
semula ceria, kini tampak murung.
Maria merasa sedih melihat mereka kecewa. "Jangan bersedih. Saya akan
bermain dengan kalian bila saya telah menyelesaikan tugas saya."
"Kapan tugas Anda selesai?" tanya anak-anak itu serempak.
"Saya tidak tahu. Tetapi saya berjanji akan segera menyelesaikannya agar dapat
bermain bersama kalian. Di mana saya dapat menemukan kalian?"
"Kami biasanya bermain di sekitar rumah ini terutama di pondok Mrs. Vye yang
terbuat dari kayu oak itu," jawab mereka serempak.
Maria tersenyum melihat kekompakkan anak-anak itu. Mereka seperti telah
sepakat untuk menjawab pertanyaan Maria bersama-sama.
"Baik. Saya akan mencari kalian di sekitar Sidewinder House bila saya telah
menyelesaikan tugas saya," kata Maria.
Anak-anak itu berseru kegirangan mendengar pernyataan Maria.
Maria bangkit kembali. "Sekarang saya akan pergi memulai tugas itu. Kalian
pergilah bermain, saya akan segera menyusul kalian."
"Kami ikut Anda. Kami akan menemani Anda ke Sidewinder House," kata
mereka serempak. "Aku akan pergi ke rumah itu bila aku telah meletakkan gaun ini di pondok Mrs.
Vye. Mrs. Vye menyuruhku meletakkan gaun-gaun ini di pondoknya," kata Maria
menunjukkan gaun yang dibawanya kepada anak-anak itu.
"Kami ikut," kata mereka.
"Baiklah. Tetapi kalian jangan nakal," kata Maria.
Maria berjalan beriringan dengan anak-anak itu ke pondok Mrs. Vye.
Sepanjang perjalanan mereka bercakap-cakap. Mereka membuat orang-orang
terperangah melihat keakraban mereka.
Setelah meletakkan gaun yang dibawanya di almari pakaian di kamarnya, Maria
bersama anak-anak itu kembali ke Sidewinder House.
"Mengapa engkau kembali" Bukankah aku telah mengijinkanmu untuk
bersenang-senang. Pergilah berkeliling Obbeyville. Bukankah sejak semula
engkau ingin berkeliling Obbeyville?" kata Mrs. Vye terkejut melihatnya muncul
di dapur. Maria berjalan mendekati Mrs. Vye yang sibuk memasak. "Saya ingin membantu
Anda terlebih dulu."
Maria mulai membantu Mrs. Vye tanpa mempedulikan larangannya.
Mrs. Vye terkejut melihat keahlian memasak Maria. Gadis itu dengan cepat
membuat bumbu untuk ayam panggang yang akan disajikannya untuk makan
siang Baroness Lora. Ia tidak memberi tahu apa pun kepada gadis itu apa yang harus dilakukannya.
Tetapi gadis itu dengan cekatan telah menyelesaikan tugas memasak yang
seharusnya dilakukannya.
Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebuah nampan berisi ayam panggang yang harum dan gurih tersaji di atas
meja di Ruang Makan dalam waktu yang singkat, bersama nampan-nampan lain
yang diatur sedemikian rupa oleh Maria. Hidangan di dalam nampan itu juga
diatur Maria dengan ahli.
"Hidangan itu terlalu indah untuk dimakan," kata Mrs. Vye melihat Maria menata
hidangan itu. Maria tersenyum pada Mrs. Vye dan meneruskan pekerjaannya. Ia kini membuat
minuman yang tampak segar. Minuman itu dibuatnya dari sari apel dan tomat
yang segar. "Baru kali ini aku melihat minuman seperti itu," kata Mrs. Vye.
"Minuman ini enak sekali. Jauh lebih segar dari sari jeruk. Bila Anda mau,
silakan mencobanya," kata Maria.
Mrs. Vye menerima segelas minuman yang diberikan Maria kepadanya. "Enak
sekali. Dari mana engkau mempelajarinya?"
"Saya tidak ingat. Saya membuatnya sesuai dengan apa yang saya pikirkan."
"Apakah engkau juga tidak dapat mengingat asal bumbu ayam panggang itu"
Ayam itu tampak gurih dan harum," kata Mrs. Vye.
"Maafkan saya telah mengecewakan Anda. Tetapi saya benar-benar tidak dapat
mengingatnya. Saya seperti telah mengetahui apa yang harus saya lakukan
pada ayam itu ketika saya membuatnya. Bila Anda ingin, saya akan memberi
tahu bumbunya kepada Anda," kata Maria.
"Engkau tidak perlu melakukannya. Aku ingin engkau terus lebih pandai
memasak daripada aku," kata Mrs. Vye.
"Anda jangan berkata seperti itu. Saya tidak mengetahui banyak mengenai
masak-memasak seperti Anda. Anda jauh lebih pandai dari saya, saya harus
belajar banyak dari Anda," kata Maria.
"Baiklah, daripada kita bertengkar seperti ini lebih baik kita membuat
perjanjian. Aku akan mengajarimu hal-hal yang tidak engkau ketahui. Tetapi aku ragu
engkau tidak mengetahui apa yang kuketahui. Engkau tampak seperti koki yang
ahli di dapur." "Terima kasih. Saya akan memberi tahu Anda apa yang saya ketahui."
"Tidak. Itu tidak perlu. Aku merasa puas melihat engkau lebih pandai memasak
daripada aku." Mrs. Vye meyakinkan Maria, "Aku akan lebih bangga mengatakan kepada semua
orang bahwa engkau lebih pandai memasak dari aku daripada mengatakan
kepada mereka bahwa aku lebih pandai dari engkau."
Maria tersenyum pengertian kepada Mrs. Vye. Akhirnya ia mengalah pada
keinginan wanita tua yang disayanginya itu.
Mrs. Vye meminta Maria untuk memanggil Baroness Lora, tetapi Maria
menolaknya. Ia lebih memilih membersihkan dapur daripada memanggil
Baroness Lora bukan karena ia tidak menyukai Baroness Lora. Tetapi karena ia
tidak ingin membuat Mrs. Vye semakin repot, ia ingin membantunya
membersihkan dapur. Dengan beberapa bujukan, akhirnya Mrs. Vye setuju dengan keinginan Maria. Ia
mengingatkan Maria untuk tidak membersihkan dapur seorang diri.
Setelah kepergian Mrs. Vye, Maria memulai pekerjaannya membersihkan dapur
dengan cepat. Ia membersihkan seluruh ruangan itu hingga ruangan itu tampak
lebih bersih. Peralatan memasaknya juga dicuci bersih olehnya. Ia telah selesai
membersihkan dapur sebelum Mrs. Vye tiba di dapur.
Maria tidak tahu apa yang sedang dilakukan Mrs. Vye sehingga wanita itu tidak
segera kembali ke dapur. Maria menduga Mrs. Vye sedang melayani Baroness
Lora bersama Mrs. Dahrien hingga tak segera muncul.
Tetapi ia bersyukur karena Mrs. Vye tidak melihatnya membersihkan seluruh
ruangan itu. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakan Mrs. Vye bila melihat ia
melanggar larangannya. Sebenarnya, Maria tidak ingin melanggar larangan Mrs. Vye. Tetapi karena ia
tahu Mrs. Vye akan mengalami kesulitan dalam membersihkan dapur itu, maka
ia memutuskan untuk melanggar larangan Mrs. Vye. Di samping itu, Maria tidak
tahan melihat keadaan ruangan yang kotor ini.
Ia meninggalkan dapur dan menuju Ruang Besar. Ruang Besar telah
dibersihkan, Maria tidak melihat Mrs. Fat di sana. Ia menduga Mrs. Fat sedang
membersihkan Ruang Duduk.
Mrs. Fat membersihkan Ruang Duduk sambil bersenandung kecil. Tangannya
seperti menari-nari di permukaan meja. Wanita itu tidak menyadari suara pintu
yang berderit di belakangnya.
Maria mengetuk perlahan pintu yang menghubungkan Ruang Besar dengan
Ruang Duduk. "Ada apa, Maria?" tanya Mrs. Fat. "Engkau membuatku terkejut."
"Bila Anda tidak keberatan, saya ingin membantu Anda."
"Tentu saja aku tidak keberatan," kata wanita itu senang mendengar bantuan
yang ditawarkan Maria. Maria mendekati Mrs. Fat. Tatkala ia hendak mulai membersihkan Ruang Duduk,
Mrs. Fat berseru terkejut.
"Tidak! Tidak! Engkau tidak boleh melakukannya. Aku lupa engkau harus
melayani Tuan Puteri."
"Tuan Puteri sedang berkuda bersama seseorang."
"Aku tahu. Aku melihatnya meninggalkan rumah dengan terburu-buru," kata
wanita itu, "Aku yakin Mrs. Vye tidak akan setuju bila melihatmu melakukan
pekerjaan ini. Pergilah berjalan-jalan!"
Maria ragu-ragu melihat wanita tua itu.
Ia tahu Mrs. Fat lebih muda dari Mrs. Vye dan ia mampu membersihkan rumah
ini sendirian. Sebelum kedatangan Maria, mereka telah mengurus rumah ini
sendirian dalam usia mereka yang tidak muda lagi.
Maria percaya mereka dapat melakukannya sendiri tanpa bantuannya, tetapi ia
tidak tega melihat mereka yang seharusnya menikmati hari tuanya, bekerja
keras membersihkan rumah yang besar ini.
"Aku dapat melakukannya sendiri," kata Mrs. Fat, "Aku peringatkan kepadamu,
aku tidak suka bila seseorang tidak menuruti apa yang kukatakan. Pergilah!"
Dengan enggan, Maria meninggalkan Ruang Duduk. Kemudian ia menemui Mr.
Liesting di halaman Sidewinder House.
Pria yang sedang merawat bunga liar musim panas itu, memalingkan kepalanya
tatkala mendengar langkah kaki Maria.
"Ada apa, Maria?" tanya Mr. Liesting.
"Tidak ada yang dapat saya kerjakan. Saya ingin membantu Anda merawat
halaman ini." "Engkau bisa bermain bersama anak-anak itu. Sejak tadi mereka
menunggumu," kata Mr. Liesting, "Mereka menyukaimu."
"Saya juga menyukai mereka."
Maria memandang anak-anak yang bermain di dekat Sidewinder House sambil
mengawasi kemunculannya. "Pergilah bermain bersama mereka sebelum senja datang."
Anak-anak itu berlari mendekat ketika melihat Maria berjalan ke arah mereka.
Mereka berseru senang sewaktu Maria mengajak mereka bermain.
Maria mengajak anak-anak itu menuju tepi Sungai Alleghei.
Walaupun tidak mengerti mengapa ia membawa mereka ke tepi Sungai Alleghei,
tetapi mereka tetap mengikuti gadis itu.
Mereka telah mengetahui mitos Sungai Alleghei dari orang tua mereka. Orang
tua mereka melarang anak-anak itu bermain tepi Sungai Alleghei.
Kata mereka, para dewa akan marah bila anak-anak itu bermain di Sungai
Alleghei. Para dewa tidak ingin ketenangan mereka terganggu oleh suara anakanak. Itulah yang sering dikatakan penduduk Obbeyville pada anak-anak
mereka. Maria telah mengetahui hal itu dari Mrs. Vye, tetapi ia tetap membawa anakanak
itu ke Sungai Alleghei. Anak-anak itu juga tidak terlihat takut ketika mereka menuju Sungai Alleghei.
Rupanya mereka telah sangat percaya bahwa Maria adalah bidadari yang diutus
para dewa. Mereka percaya para dewa tidak akan marah bila mereka bermain di
sungai itu bersama Maria.
Ketika mereka tiba, Maria segera mencari tempat yang teduh. Ia duduk pada
sebatang pohon yang tumbang.
Anak-anak memandang heran padanya.
"Kalian telah mengetahui cerita mengenai Sungai Alleghei?" tanya Maria
walaupun ia telah mengetahui jawaban anak-anak itu.
"Ya, kami mengetahuinya dari orang tua kami," kata anak-anak.
"Kalian tahu mengapa saya membawa kalian ke mari?"
"Tidak, tetapi kami percaya para dewa tidak akan marah walaupun kami
bermain di Sungai Alleghei karena kami bersama Anda," kata seorang anak.
"Para dewa tidak akan marah bila kalian tidak mengganggu ikan-ikan yang ada
di Sungai Alleghei," kata Maria sembari tersenyum, "Hari ini kita kemari bukan
karena kita akan bermain di Sungai Alleghei tetapi karena saya akan
menceritakan suatu dongeng yang berkaitan dengan sungai ini."
"Apakah bedanya dongeng dengan mitos?" tanya anak itu lagi.
"Banyak sekali perbedaannya. Bila mitos dipercayai setiap orang, maka dongeng
merupakan khayalan saja," kata Maria menjelaskan.
"Maksud Anda dongeng adalah cerita yang sering Ibu ceritakan pada saat saya
hendak tidur?" "Ya, seperti itu. Tetapi tidak semua dongeng merupakan cerita khayalan, ada
beberapa dari mereka yang dipercayai benar-benar terjadi seperti yang akan
saya ceritakan pada kalian," kata Maria.
"Apakah dongeng itu benar-benar terjadi?" tanya anak-anak.
"Saya tidak dapat menjawabnya. Kalian sendiri yang akan menjawab pertanyaan
itu setelah kalian mendengar dongeng itu. Kalian yang akan menilai apakah
dongeng itu benar-benar terjadi atau tidak."
"Dapatkah Anda memulai menceritakan dongeng itu pada kami?" tanya mereka
serempak. "Duduklah dengan tenang dulu, baru saya akan memulai dongeng saya."
Anak-anak duduk di sekitar Maria. Mereka duduk sambil memandangi Maria.
Beberapa dari mereka ada yang duduk di samping Maria. Ada pula yang duduk
sambil bertopang dagu. "Dongeng yang saya ceritakan ini ada hubungannya dengan mitos Sungai
Alleghei dan Blueberry."
"Blueberry" Setahu saya di Blueberry tidak ada dongeng yang berhubungan
dengan mitos Sungai Alleghei," kata anak yang bertanya perbedaan mitos dan
dongeng. Maria merasa anak itu menyukai mitos.
Karena Maria tidak ingin mitos-mitos yang terkenal di Kerajaan Zirva punah, ia
menceritakan mitos itu pada anak-anak itu. Tetapi ia tidak menduga ada
seorang anak yang mengetahui cukup banyak mengenai mitos Sungai Alleghei.
"Apakah engkau menyukai mitos?" tanya Maria pada anak itu.
"Saya sangat menyukainya. Saya ingin mengetahui segala sesuatu mengenai
mitos itu, tetapi orang tua saya tidak tahu banyak. Karena itu saya sering
membaca buku-buku mengenai mitos, tetapi tidak ada di antar buku-buku itu
yang bercerita bahwa di Blueberry ada dongeng yang berhubungan dengan
mitos yang ada di Obbeyville," kata anak itu.
Maria tersenyum pada anak itu. "Kemarilah," katanya lembut.
Anak itu berjalan mendekat kemudin duduk tepat di depan Maria.
"Siapakah namamu?"
"Nama saya Ityu. Orang tua saya adalah pendeta yang sering menjadi pemimpin
dalam tiap upacara di Sungai Alleghei."
"Ityu, saya senang engkau menyukai mitos. Tetapi apa yang kauketahui tidak
cukup banyak. Bila saya mempunyai waktu, saya akan menceritakannya
padamu." "Sungguh?" tanya Ityu tak percaya.
"Benar, saya akan menceritakan padamu mitos yang tidak engkau ketahui.
Berapakah mitos yang terkenal di Kerajaan Zirva?"
"Satu yaitu mitos Sungai Alleghei," jawab Ityu dengan yakin.
Maria telah menduga Ityu seperti orang-orang umumnya yang hanya
mengetahui satu mitos yang paling terkenal di Kerajaan Zirva.
"Sesungguhnya, Ityu, di Kerajaan Zirva ada banyak mitos tetapi yang paling
terkenal ada tiga. Salah satunya adalah mitos Sungai Alleghei," kata Maria.
"Saya tidak pernah mendengar kedua mitos yang lain," kata Ityu mengakui.
"Karena salah satu mitos itu hampir punah dan yang lainnya sengaja
disembunyikan," kata Maria menerangkan.
"Mengapa mitos itu disembunyikan?" tanya anak-anak yang sejak tadi
mendengarkan pembicaraan Maria dengan Ityu.
"Saya tidak dapat menjawabnya karena jawaban saya akan berhubungan
dengan mitos yang disembunyikan itu," kata Maria tanpa memberikan alasan
yang sesungguhnya. "Saya tidak mengerti mengapa mereka menyembunyikan mitos itu," kata Ityu.
"Kelak bila memungkinkan, aku akan mengatakannya padamu. Tetapi untuk
saat ini engkau cukup mengetahui bahwa ada tiga mitos yang terkenal di
Kerajaan Zirva." "Kedua mitos yang lain mengenai apa?" tanya Ityu.
"Mitos yang kedua mengenai nama asli Blueberry," jawab Maria.
"Apakah Blueberry bukan nama asli tempat itu?"
"Bukan, Ityu. Blueberry mempunyai nama asli. Saya akan menceritakannya
padamu suatu saat nanti. Sekarang saya akan memulai dongeng saya sebelum
saya kembali ke Sidewinder House."
Anak-anak gembira mendengar kata-kata Maria kecuali Ityu. Maria tahu anak itu
sibuk memikirkan kedua mitos yang lain.
"Datanglah ke pondok Mrs. Vye setiap sore dan saya akan menceritakannya
padamu di sana. Bila orang tuamu tidak menyetujuinya, saya yang akan
Lembah Kutukan 3 Raja Petir 13 Rahasia Tonggak Sangga Buana Pecut Sakti Bajrakirana 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama