The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo Bagian 1
THE GOD FATHER (SANG GODFATHER) GodFatheR adalah pemimpin Mafia bernama DonVito CorLeone, pria pemurah yang tak
kenal ampun dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Godfather adalah pria yang "logis" dan adil. ia memimpin kerajaan bawah tanah
raksasa yang menguasai berbagai kegiatan bisnis ilegal perjudian, taruhan pacuan kuda, dan
serikat buruh. Tiran, pemeras, pembunuhia memberikan persahabatannya tanpa ada yang berani
menolak, serta menentukan mana yang benar dan salah. Menurutnya,
pembunuhan halal dilakukan demi keadilan,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tenung Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan nya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana: Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan" mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai
dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paing lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MARIO PUZO SANG GODFATHER Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2007
THE GODFATHER by Mario Puzo Copyright " 1969 by Mario Puzo AD rights reserved
SANG GODFATHER Alih bahasa: B. Sendra Tanuwidjaja Desain sampul: Marcel A.W GM 402 07. 007 Hak
cipta terjemahan Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama JL Palmerah Barat 35-37, Jakarta
10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI,
Jakarta, Februari 2007 Cetakan kedua: Juli 2007 680 blim 23 cm ISBN-10: 979 - 22 - 2638 - 9 ISBN-13: 978 - 979 - 22 - 2638 - 6
Dicetak oleh Percetakan Ikrar Mandiriabadi, Jakarta Isi di luar tanggung jawab
percetakan UNTUK ANTHONY CLERI Buku Satu Di balik setiap harta melimpah terdapat kejahatan.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Bab 1 merigo Bonasera duduk di Pengadilan Pidana Nomor 3 New York dan menunggu
keadilan; pembalasan terhadap orang-orang yang dengan begitu kejam menyakiti putrinya,
yang mencoba menodai kehormatan anaknya.
Sang hakim, pria yang sangat gemuk, menggulung lengan jubah hitamnya seakan
secara fisik menantang kedua pemuda yang berdiri di hadapan mejanya. Wajahnya dingin dengan
sikap menghina yang angkuh. Tapi Amerigo Bonasera merasakan adanya kepalsuan dalam semua ini,
kepalsuan yang belum dipahaminya. "Kalian berbuat seperti berandal dari jenis yang paling buruk," kata Hakim
keras. Ya, ya, pikir Amerigo Bonasera. Binatang. Binatang. Kedua pemuda itu, dengan rambut mengilap
yang dipotong pendek, wajah mereka yang bersih memancarkan penyesalan dan kepasrahan,
menundukkan kepala dengan patuh. Hakim meneruskan. "Kalian bertindak seperti binatang buas di hutan dan untung
saja kalian tidak menganiaya secara seksual gadis yang malang itu, karena kalau ya, akan
kupenjarakan kalian selama
dua puluh tahun." Hakim terdiam
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
sejenak, di bawah alis tebal yang mengesankan, matanya melirik licik Amerigo
Bonasera yang berwajah tirus, kemudian menunduk untuk melihat setumpuk laporan hukuman
percobaan di hadapannya. Ia mengerutkan kening dan mengangkat bahu, seolah akhirnya merasa
yakin meskipun bertentangan dengan keinginan hatinya. Ia kembali bicara.
"Tapi karena kalian masih muda, catatan kalian bersih, karena kalian dari
keluarga baik-baik, dan karena hukum dalam kebesarannya tidak menginginkan pembalasan dendam, dengan ini
aku memvonis kalian hukuman penjara tiga tahun. Pelaksanaan hukuman ditunda."
Karena terbiasa bersedih secara profesional selama empat puluh tahun sajalah
maka frustrasi dan kebencian yang luar biasa tidak tampak di wajah Amerigo Bonasera. Putrinya yang
muda dan cantik masih dirawat di rumah sakit karena tulang rahangnya yang patah diikat dengan
kawat; dan sekarang kedua animate ini bebas" Semua ini lelucon. Ia memandangi para orangtua yang
berbahagia mengerumuni anak-anak mereka yang tercinta. Oh, mereka semua berbahagia
sekarang, mereka tersenyum sekarang. Perasaan yang sangat pahit naik ke kerongkongan Bonasera, bagai mengalir melalui
giginya yang dikertakkannya kuat-kuat. Ia mengambil saputangan linen putih dan mene-kankannya
ke bibir. Kemudian ia berdiri ketika kedua pemuda itu berjalan leluasa menyusuri lorong,
penuh keyakinan dan dengan tatapan tenang, tersenyum, melirik padanya pun tidak. Ia membiarkan
mereka lewat tanpa mengucapkan sepatah kata, menekankan saputangan linen ke mulut.
Orangtua kedua animate itu sekarang mendekat, dua pria dan dua wanita yang
sebaya dengan dirinya tapi lebih Amerika dalam penampilan. Mereka melirik padanya, wajah mereka
menunjukkan ekspresi malu, tapi mata mereka memancarkan tantangan yang aneh, penuh kemenangan.
Lepas kendali, Bonasera mencondongkan tubuh ke arah lorong dan berseru dengan
suara parau, "Kalian akan menangis seperti aku menangisakan kubuat kalian menangis
sebagaimana anak-anak kalian membuatku menangis." Sekarang saputangan linen itu ditekankannya ke mata.
Para pembela yang berjalan di belakang mendorong para klien maju dalam kelompok kecil yang
rapat, melindungi kedua pemuda itu, yang berjalan kembali di lorong seakan untuk melindungi
orangtua mereka.Bailliff bertubuh besar bergerak cepat untuk membatasi deretan tempat Bonasera berdiri.
Tapi tindakan itu tidak diperlukan. Selama bertahun-tahun di Amerika, Amerigo Bonasera memercayai hukum dan
pelaksanaannya. Dan dengan kepercayaannya itu ia mencapai kemakmuran. Sekarang, walaupun otaknya
dipenuhi kebencian, walaupun bayangan-bayangan gila untuk membeli pistol dan membunuh
kedua pemuda itu mengusik benaknya, Bonasera berpaling pada istrinya yang masih belum mengerti
dan menjelaskan padanya, "Mereka membodohi kita." Ia berhenti sebentar dan mengambil keputusan,
tidak lagi khawatir akan akibatnya. "Untuk mendapatkan keadilan kita harus menghadap Don
Oorleone." Dalam suite hotel di Los Angeles yang berdekorasi meriah, Johnny Fontane mabuk
karena cemburu seperti suami biasa lain. Terkapar di sofa merah, ia menenggak scotch langsung
dari botol yang dipegangnya, kemudian menghilangkan rasanya dengan memasukkan mulut ke mangkok
kristal berisi es batu dan air. Saat itu pukul empat pagi dan ia mengembangkan khayalan mabuk
di mana ia membunuh istrinya yang jalang waktu wanita itu pulang. Kalau istrinya pulang.
Sudah terlambat untuk menelepon istri pertamanya dan menanyakan kabar anak-anak, dan ia merasa aneh
kalau Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
menelepon teman-temannya sekarang setelah kariernya merosot. Ada saat ketika
mereka merasa senang, tersanjung, kalau ia menelepon mereka pada pukul empat pagitapi sekarang
ia akan membuat mereka bosan. Ia bahkan bisa tersenyum sedikit sewaktu berpikir bahwa saat
kariernya menanjak, kesulitan yang dihadapi Johnny Fontane malah memesona beberapa aktris terbesar
di Amerika. Sewaktu meneguk minuman dari botol, ia akhirnya mendengar suara istrinya memutar
kunci pintu, tetapi ia terus minum hingga istrinya berjalan masuk ke kamar dan berdiri di
hadapannya. Bagi Johnny, istrinya sangat cantik, dengan wajah bidadari, mata ungu yang sendu,
tubuh mungil tapi dengan bentuk yang sempurna. Di layar putih kecantikannya makin jadi, bagai
diberi sentuhan spiritual. Ratusan juta pria di seluruh dunia jatuh cinta pada wajah Margot
Ashton. Dan mereka bersedia membayar untuk melihatnya di layar putih.
"Sialan, dari mana saja kau?" tanya Johnny Fontane. "Main seks," jawabnya.
Ia keliru menilai kemabukan suaminya. Johnny melompati meja minuman dan
mencengkeram leher istrinya. Tetapi sangat dekat dengan wajah yang begitu magis, mata ungu yang
indah, Johnny kehilangan amarah dan menjadi tidak berdaya lagi. Margot melakukan kesalahan
dengan tersenyum mengejek, melihat suaminya mengayunkan tinju. Ia menjerit, "Johnny, jangan di
wajah, aku sedang membuat film!" Margot tertawa. Johnny memukul perutnya dan Margot roboh ke lantai. Johnny
menindihnya. Ia bisa mencium napas yang harum saat istrinya tersengal-sengal kehabisan napas. Johnny
memukuli lengan dan otot paha di kaki yang mulus kecokelatan itu. Johnny memukulinya seperti ia
dahulu memukuli anak-anak lebih kecil waktu ia remaja jagoan di
Hell's Kitchen New York. Hukuman menyakitkan tanpa meninggalkan bekas yang lama
seperti gigi copot atau hidung patah. Tapi ia tidak cukup keras memukuli istrinya. Ia tidak mampu. Dan istrinya
menertawakan dirinya. Telentang di lantai, gaun brokatnya tersingkap hingga ke atas paha, Margot
menggoda sambil tertawatawa. "Ayo, masukkan. Masukkanlah, Johnny. Itu yang
sebenarnya kauinginkan."
Johnny Fontane berdiri. Ia membenci wanita di lantai itu, tapi kecantikan wanita
tersebut merupakan perisai ajaib. Margot berguling menyingkir, dan dengan loncatan selincah penari,
ia berdiri menghadapinya. Seperti anak kecil, Margot menari-nari mengejek dan bernyanyi,
"Johnny tidak bisa menyakitiku, Johnny tidak bisa menyakitiku." Kemudian, dengan ekspresi hampir
sedih dan kecantikan yang sendu ia berkata, "Kau bangsat tolol sialan, membuatku pegalpegal seperti anak kecil. Ah, Johnny, kau akan selalu menjadi kelinci tolol yang romantis, kau
bahkan bercinta seperti anak-anak. Kau masih beranggapan seks sama seperti lagu-lagu cengeng yang
kaunyanyikan." Margot menggeleng-geleng dan berkata, "Johnny yang malang. Selamat tinggal,
Johnny." Ia berjalan
masuk ke kamar tidur dan mengunci pintu.
Johnny duduk di lantai, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Keputusasaan yang
menyakitkan dan penuh penghinaan menguasai dirinya. Kemudian, ketangguhan sebagai anak
jalanan yang membantunya bertahan hidup di rimba Hollywood mendorongnya mengangkat telepon
dan memanggil mobil untuk mengantarkan dirinya ke bandara. Ada satu orang yang bisa
menyelamatkan dirinya. Ia
akan kembali ke New York. Ia harus kembali menemui satu-satunya orang yang
memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
yang diperlukannya, dan cinta kasih yang masih dipercayainya. Godfather
Corleone, ayah baptisnya.
Si tukang roti, Nazorine, gemuk dan berlemak seperti roti Italia lezat
buatannya, dengan tubuh masih
berlumuran tepung, mengerutkan wajah ke arah istrinya, ke arah putrinya yang
telah pantas dinikahkan, Katherine, dan pembantunya sebagai tukang roti, Enzo. Enzo sudah
berganti pakaian dengan seragam tawanan perang dengan pita lengan bertulisan hijau, dan ngeri
keributan ini akan menyebabkan ia terlambat melapor ke Governors Island. Sebagai salah satu dari
beribu-ribu tentara Angkatan Bersenjata Italia yang ditawan, yang mendapat pembebasan bersyarat
setiap hari untuk bekerja dalam perekonomian Amerika, ia terus dicekam ketakutan pembebasan
bersyaratnya dicabut.
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jadi komedi kecil yang tengah berlangsung ini baginya merupakan urusan yang
serius. Nazorine bertanya bengis, "Apakah kau sudah menodai kehormatan keluargaku"
Apakah kau memberi putriku paket kecil untuk mengingatkannya pada dirimu sesudah perang berakhir
sekarang dan kau tahu Amerika akan mendepakmu kembali ke desamu yang kotor di Sisilia?"
Enzo, pemuda yang bertubuh sangat pendek dan tegap, meletakkan tangan di atas
jantungnya dan menjawab sambil nyaris menangis, namun dengan cerdik, "Padrone, aku bersumpah
demi Perawan Kudus bahwa aku tidak pernah menyalahgunakan kebaikan hatimu. Aku mencintai
putrimu dengan segenap rasa hormat. Aku meminangnya dengan penuh hormat. Aku tahu aku tidak
berhak, tapi kalau mereka mengirimku kembali ke Italia, aku tidak akan bisa kembali ke Amerika
lagi. Aku tidak akan bisa menikah dengan Katherine."
Istri Nazorine, Filomena, berbicara tanpa tedeng aling-aling. "Hentikan semua
ketololan ini," katanya
pada suaminya yang gemuk. "Kau tahu apa yang harus kaulakukan. Pertahankan Enzo
di sini, sembunyikan ia di rumah sepupu kita di Long Island."
Katherine menangis. Tubuhnya mulai gemuk, tampangnya seperti ibu-ibu, dan kumis
tipisnya mulai tumbuh. Ia tidak akan pernah mendapatkan suami setampan Enzo, tidak akan pernah
menemukan pria lain yang mau menyentuh tubuhnya di tempat-tempat rahasia dengan rasa cinta yang
begitu penuh penghormatan. "Aku akan petgi dan tinggal di Italia," teriaknya kepada ayahnya.
"Aku akan lari kalau
kau tidak mau menahan Enzo di sini."
Nazorine melirik putrinya dengan ekspresi paham. Putrinya ini sedang "panaspanasnya". Ia pernah
melihat Katherine menggeserkan bokongnya yang montok ke bagian depan Enzo ketika
pembantunya itu melewati tempat sempit di belakang Katherine untuk mengisi keranjangkeranjang di konter dengan roti panas dari oven. Roti panas bajingan muda itu akan dimasukkannya ke
oven anakku., pikir Nazorine kesal, kalau tidak diambil tindakan yang semestinya. Enzo harus
dipertahankan di Amerika dan dijadikan warga negara Amerika. Dan hanya satu orang yang bisa membereskan
urusan seperti itu. Godfather. Don Corleone. Semua orang ini dan banyak yang lainnya menerima undangan berhuruf ukir untuk
menghadiri pernikahan Miss Constanzia Corleone, yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu
terakhir bulan Agustus 1945. Ayah pengantin wanita, Don Vito Corleone, tidak pernah melupakan
para teman dan tetangga lama sekalipun ia sekarang tinggal di rumah yang megah di Long Island.
Resepsi akan diselenggarakan di 14 rumah itu dan pestanya berlangsung sepanjang hari. Tidak diragukan lagi
pernikahan tersebut akan menjadi peristiwa yang penuh kenangan. Perang dengan Jepang baru saja berakhir
sehingga tidak akan ada ketakutan yang mengganggu karena putra mereka tengah bertempur di Angkatan
Bersenjata. Pesta pernikahan merupakan acara yang tepat untuk memperlihatkan kegembiraan mereka.
Dan begitulah, pada pagi hari Sabtu itu teman-teman Don Corleone berduyun-duyun
keluar dari New York City untuk menyampaikan penghormatan padanya. Mereka masing-masing membawa
amplop krem penuh uang tunai sebagai hadiah bagi pengantin, tidak ada yang memberi cek.
Di dalam setiap amplop ada kartu nama untuk menunjukkan identitas pemberi hadiah dan tanda rasa
hormat pada Godfather. Rasa hormat yang sudah selayaknya.
Don Vito Corleone adalah orang yang didatangi siapa saja untuk dimintai bantuan,
dan mereka tidak pernah kecewa. Ia tidak pernah memberikan janji kosong, atau berdalih tangannya
terikat kekuatan yang lebih besar daripada kekuatannya sendiri di dunia. Orang tidak perlu
menjadi temannya, bahkan tidak penting apakah orang itu memiliki cara untuk membalas budinya atau tidak.
Hanya satu hal yang diperlukan. Yaitu orang itu, orang itu sendiri, menyatakan persahabatannya.
Kemudian, tidak peduli semiskin atau selemah apa pun orang yang meminta bantuan, Don Corleone akan
memasukkan kesulitan orang itu ke hatinya. Dan ia akan menerjang apa saja yang
menghalanginya mengatasi kesulitan tersebut. Imbalannya" Persahabatan, gelar "Don" yang terhormat, dan
terkadang panggilan yang lebih penuh kasih, "Godfather". Dan mungkin, hanya untuk menunjukkan rasa
hormat, tidak pernah demi keuntungan, ada hadiah sederhanasegalon anggur buatan sendiri atau
sekeranjang taralle berlada yang dipanggang khusus untuk menyemarakkan hidangan Natal. Maka
orang pun memahami, hanya untuk menunjukkan ia tahu etiket, bahwa ia sebaiknya menyatakan
berutang budi pada Don dan bahwa Don Corleone berhak memanggilnya kapan saja untuk membayar
utangnya dengan suatu jasa kecil. Kini pada hari besar itu, hari pernikahan putrinya, Don Vito Corleone berdiri di
ambang pintu rumahnya di Long Beach untuk menyambut para tamu, yang seluruhnya dikenalnya,
seluruhnya dipercayanya. Banyak di antara mereka yang mendapat harta kekayaan dalam
hidupnya berkat jasa Don, dan pada kesempatan yang akrab ini merasa boleh memanggil "Godfather"
langsung di depannya. Bahkan orang-orang yang melayani dalam pesta itu juga para sahabatnya.
Bartender-nya. teman lama yang memberi hadiah berupa semua anggur yang disajikan dalam pesta
pernikahan tersebut dan keahliannya sendiri. Para pelayan adalah teman-teman ketiga putra
Don Corleone. Hidangan di meja piknik di taman dimasak istri Don dan teman-temannya, dan
hiasan di taman yang seluas satu ekar itu ditangani gadis-gadis teman pengantin wanita.
Don Corleone menerima setiap orangkaya dan miskin,
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com berkuasa dan sederhanadengan menunjukkan
kasih sayang yang setara. Ia tidak meremehkan siapa pun. Itulah siratnya. Dan tamu-tamu
menyatakan betapa bagus penampilannya dengan setelan jas, sehingga para kenalan baru mungkin saja akan
keliru menduga Don Corleone-lah si pengantin pria yang beruntung.
Ia berdiri di pintu bersama dua dari tiga putranya. Yang tertua, dengan nama
baptis Santino tapi dipanggil Sonny oleh setiap orang kecuali ayahnya, dipandang agak aneh oleh
orang-orang Italia yang lebih tua, tapi dikagumi yang
lebih muda. Sonny Corleone jangkung untuk ukuran generasi pertama orang Amerika
keturunan Italia, hampir enam kaki tingginya, dan rambutnya yang ikal lebat menyebabkan ia tampak
lebih jangkung lagi. Wajahnya mirip wajah Cupido yang gemuk, rautnya biasa saja tapi bibirnya
berbentuk busur tebal dan sensual, dengan dagu belah. Perawakannya kekar seperti banteng, dan
merupakan rahasia umum bahwa alam menganugerahinya kekuatan berlimpah hingga istrinya yang malang
takut menghadapi malam pengantinnya, seperti orang kafir dulu takut terhadap cambuk.
Banyak orang berbisik-bisik bahwa ketika ia mengunjungi rumah bordil waktu masih muda, putain
yang paling berpengalaman dan tidak kenal takut sekalipun meminta bayaran dua kali lipat
setelah melihat "alat"nya.
Di pesta pernikahan ini, beberapa ibu muda, dengan pinggul besar, bibir lebar,
memandang Sonny Corleone dengan tatapan penuh keyakinan diri. Tapi khusus hari ini mereka hanya,
membuang waktu. Sonny Corleone, walaupun telah memiliki istri dan tiga anak yang masih kecil,
memiliki rencana terhadap gadis pengiring adiknya, Lucy Mancini. Gadis muda ini, yang sepenuhnya
menyadari minat Sonny, duduk menghadapi meja taman dengan mengenakan gaun resmi berwarna merah
jambu, karangan bunga memahkotai rambutnya yang hitam mengilap. Ia main mata dengan
Sonny minggu lalu sewaktu gladi resik dan meremas tangannya tadi pagi di altar. Gadis yang
masih perawan tidak bisa berbuat lebih daripada itu.
Lucy tak peduli Sonny tidak akan menjadi orang besar sebagaimana ayahnya. Sonny
Corleone memiliki kekuatan, juga keberanian. Ia dermawan dan hatinya diakui sebesar
*alat"-nya. Tapi ia tidak
memiliki kerendahan hati sang ayah, temperamennya panas dan pemarah, yang
menyebabkan ia sering salah menilai. Walaupun ia sangat membantu bisnis ayahnya, banyak
orang meragukan ia akan mewarisi usaha sang ayah.
Putra kedua, Frederico, dipanggil Fred atau Fredo, adalah anak yang diminta
setiap orangtua dalam doanya kepada orang kudus. Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, setia,
selalu siap melayani ayahnya, masih tinggal bersama orangtuanya di usia tiga puluh tahun.
Tubuhnya gemuk pendek, tidak tampan tapi memiliki kepala Cupido yang menjadi ciri khas
keluarga, dengan rambut ikal di kepala yang bulat dan bibir berbentuk busur yang sensual. Hanya saja,
pada Fred, bibirnya tidak
tampak sensual, tapi keras seperti batu granit. Anak yang cenderung berwajah
muram ini masih menjadi sandaran ayahnya, tidak pernah menentang, tidak pernah mempermalukan
sang ayah dengan skandal wanita. Meski memiliki semua sifat itu, ia tidak memiliki magnet
pribadi, kekuatan hewani,
yang sangat diperlukan untuk menjadi r^rnimpin, dan ia juga tidak diharapkan
mewarisi bisnis keluarga. Putra ketiga, Michael Corleone, tidak berdiri bersama ayah dan kedua kakaknya,
melainkan duduk di meja sudut taman yang paling terpencil. Tapi bahkan di sana pun ia tidak luput
dari perhatian sahabatsahabat keluarga.
Michael Corleone putra bungsu Don dan satu-satunya anak yang menolak arahan
ayahnya. Wajahnya tidak gemuk seperti Cupido, sebagaimana kakak-kakaknya, dan rambutnya yang hitam
legam lurus, bukan keriting. Kulitnya yang cokelat muda zaitun akan disebut rupawan kalau
dimiliki anak perempuan. Ia tampan dengan gaya yang halus. Don memang pernah mengkhawatirkan
maskulinitas putra bungsunya ini. Tetapi kekhawatiran itu lenyap setelah Michael Corleone
berusia tujuh belas tahun. Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Sekarang putra bungsunya tersebut duduk di meja sudut taman yang paling jauh
untuk menyatakan keterasingan yang memang diinginkannya dari ayah dan keluarganya. Di sisinya
duduk gadis Amerika yang keberadaannya telah didengar setiap orang tapi baru hari ini mereka lihat.
Tentu saja Michael memperlihatkan rasa hormat yang semestinya dan memperkenalkan gadis itu kepada
setiap tamu pesta pernikahan, termasuk keluarganya. Mereka tak terkesan dengan gadis tersebut. Ia
terlalu kurus, rambutnya terlalu pirang, wajahnya terlalu tajam dan cerdik untuk ukuran wanita,
kelakuannya terlalu bebas untuk ukuran anak gadis. Namanya juga asing di telinga mereka; ia menyebut
dirinya Kay Adams. Seandainya ia mengatakan kepada mereka bahwa keluarganya sudah menetap di
Amerika sejak dua ratus tahun yang lalu dan namanya adalah nama yang umum, mereka pasti
cuma akan mengangkat bahu. Setiap tamu menyadari Don tidak memberikan perhatian khusus pada putra
ketiganya. Michael merupakan putra kesayangan sebelum perang dan jelas sekali merupakan ahli waris
terpilih untuk mengelola bisnis keluarga bila saat yang tepat tiba. Ia memiliki kekuatan dan
kecerdasan ayahnya yang hebat, naluri alamiah untuk bertindak sedemikian rupa sehingga mau tidak
mau orang menghormati dirinya. Tapi sewaktu Perang Dunia II pecah, Michael Corleone secara
sukarela mendaftarkan diri ke Korps Marinir. Ia menentang ayahnya dengan berbuat begitu.
Don Corleone tidak ingin, tidak berniat, membiarkan putranya tewas membela
kekuatan yang asing baginya. Dokter-dokter disuap, tindakan rahasia diatur. Banyak sekali uang yang
dikeluarkan untuk melakukan pencegahan yang diperlukan. Tapi Michael berusia dua puluh satu tahun
dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk menentang keinginannya
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
sendiri. Ia mendaftar dan bertempur di Samudra Pasifik. Ia menjadi kapten dan
dianugerahi beberapa medali. Pada tahun 1944, fotonya dimuat di majalah Life dengan berbagai gambar
mengenai tindakannya dalam pertempuran. Seorang teman memperlihatkan majalah itu pada Don
Corleone (karena keluarganya sendiri tidak berani), dan Don menggerutu kesal serta
berkata, "Ia melakukan
semua keajaiban itu untuk orang asing."
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika Michael Corleone dibebastugaskan pada awal tahun 1945 untuk memulihkan
kesehatan akibat luka yang cukup parah, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa ayahnyalah yang
mengatur pembebastugasannya. Ia tinggal di rumah beberapa minggu, kemudian, tanpa
berunding dengan siapa pun, mendaftar di Darthmouth College di Hanover, New Hampshire, dan dengan
begitu meninggalkan rumah sang ayah. Dan ia baru pulang pada hari pernikahan adik perempuannya untuk
memperkenalkan sang calon istri pada mereka, gadis Amerika yang tak menarik.
Michael Corleone menghibur Kay Adams dengan cerita-cerita singkat mengenai
beberapa tamu yang lebih seru di pesta pernikahan ini. Michael geli karena Kay menganggap orangorang itu eksotis, dan seperti biasa terpesona karena perhatian Kay yang besar terhadap apa saja yang
baru dan asing menurut pengalamannya. Akhirnya perhatian Kay tertarik pada sekelompok kecil
pria yang mengerumuni tong kayu berisi anggur buatan sendiri. Mereka adalah Amerigo
Bonasera, Nazorine si Tukang Roti, Anthony Coppola, dan Luca Brasi.
Dengan kecerdasannya yang tajam seperti biasa, Kay mengomentari kenyataan bahwa
keempat pria tersebut tidak tampak gembira. Michael tersenyum. "Ya, memang tidak," katanya.
"Mereka menunggu kesempatan bertemu dengan
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
ayahku secara pribadi. Mereka mau meminta bantuan." Dan memang mudah terlihat
bahwa keempat orang itu terus mengikuti Don dengan pandangan mereka.
Sementara Don Corleone berdiri menyambut para tamu, mobil sedan Chevrolet hitam
berhenti di seberang lapangan berlapis beton. Dua pria di kursi depan mencabut buku catatan
dari saku jas, dan tanpa berusaha bersikap sembunyi-sembunyi, mencatat nomor pelat mobil-mobil di
lapangan parkir. Sonny berpaling pada ayahnya dan berkata, "Orang-orang ku pasti polisi."
Don Corleone mengangkat bahu. "Aku bukan pemilik jalan. Mereka boleh bertindak
sesuka hati." Wajah Cupido Sonny yang gemuk memerah marah. "Keparat-keparat busuk itu tidak
menghormati apa pun." Ia meninggalkan tangga rumah dan menyeberangi lapangan ke tempat sedan
hitam itu diparkir. Ia mendekatkan wajahnya yang marah ke wajah pengemudi, yang tidak
takut dan membuka dompet untuk memperlihatkan kartu identitas berwarna hijau. Sonny mundur tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. Ia meludah hingga air liurnya mengenai pintu belakang mobil
dan berlalu. Ia berharap pengemudi itu turun dari mobil dan mengejarnya, di lapangan, tapi tidak
ada kejadian apa pun. Setelah tiba di tangga kembali, ia berkata pada ayahnya, "Mereka dari FBI.
Mereka mencatat semua nomor pelat mobil. Keparat sialan."
Don Corleone mengetahui siapa mereka. Semua sahabatnya yang paling dekat dan
akrab telah disarankan menghadiri pernikahan dengan mobil yang bukan milik sendiri. Dan,
sekalipun tidak menyetujui pameran kemarahan putranya yang dianggapnya sebagai ketololan,
tindakan ku ada gunanya Tindakan tersebut meyakinkan para pelanggar batas itu bahwa kedatangan
mereka tidak terduga dan tak ada per Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
siapan untuk menghadapinya. Jadi Don Corleone sendiri tidak marah. Sejak lama ia
mengetahui masyarakat melontarkan penghinaan-penghinaan yang harus diterimanya saja, dan
terhibur karena mengetahui bahwa di dunia ini akan ada saat ketika orang yang paling rendah,
kalau mau membuka mata terus, bisa membalas dendam pada orang yang paling berkuasa. Pengetahuan
inilah yang mencegah Don kehilangan sikap rendah hati yang dikagumi semua temannya.
Tapi kini di taman di belakang rumah, band yang tetditi atas empat alat musik
mulai melantunkan lagu. Semua tamu sudah datang. Don Corleone menyingkirkan para pelanggar batas
itu dari pikiran dan mengajak kedua putranya bergabung dalam keramaian pesta pernikahan.
Sekarang sudah ratusan tamu yang memenuhi taman luas itu. Beberapa orang
berdansa di panggung kayu yang dihiasi bunga; yang lain duduk menghadapi meja panjang yang penuh
hidangan hingga menumpuk tinggi dan guci-guci berisi anggur hitam buatan sendiri. Pengantin
wanita, Connie Corleone, duduk anggun di pelaminan bersama pengantin pria, pendamping
pengantin, para pengiring
pengantin, dan among tamu. Pengaturannya menurut gaya Italia kuno. Ini tidak
sesuai dengan selera si pengantin, tapi Connie menyetujui pernikahan adat untuk menghibur ayahnya karena
suami pilihannya tidak menyenangkan Don. Pengantin pria, Carlo Rizzi, orang peranakan, lahir dari ayah Sisilia dan ibu
Italia Utara yang mewariskan rambut pirang dan mata biru padanya. Orangtuanya tinggal di Nevada
dan Carlo meninggalkan negara bagian itu karena punya sedikit masalah dengan hukum. Di New
York, ia bertemu Sonny Corleone dan dengan begitu mengenal juga adik perempuannya. Don
Corleone, tentu saja, mengirim Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
teman-teman kepercayaannya ke Nevada dan mereka melaporkan bahwa masalah yang
dihadapi Carlo dengan polisi adalah kecerobohan khas anak muda berupa kepemilikan senjata,
tidak serius, yang dengan mudah bisa dihapus dari buku sehingga catatan anak itu tetap bersih.
Mereka juga kembali dengan informasi terinci mengenai judi ilegal di Nevada yang sangat menarik
perhatian Don dan sejak itu menjadi bahan pikirannya. Salah satu yang menyebabkan Don jadi besar adalah
ia bisa menarik keuntungan dari segala hal.
Connie Corleone gadis yang tidak begitu cantik, kurus, dan resah, serta bisa
dipastikan akan menjadi wanita yang cerewet setelah tua nanti. Tapi, hari ini, berubah karena gaun
pengantin putih dan keperawanannya yang penuh gairah, ia tampak begitu berseri-seri hingga nyaris
cantik. Di bawah meja kayu, tangannya ditumpangkan pada paha pengantin pria yang kekar berotot.
Bibirnya yang berbentuk busur Cupido dikerutkan untuk memberi Carlo ciuman jauh.
Connie menganggap suaminya sangat tampan. Carlo Rizzi bekerja di udara gurun
yang terbuka sewaktu masih sangat mudapekerjaan sebagai buruh yang berat. Sekarang ia
memiliki lengan yang sangat besar dan bahu yang menggembung di balik setelan jas pengantin. Ia sangat
bangga karena pandangan istrinya yang sangat memujanya dan mengisi gelas Connie dengan anggur.
Ia sangat sopan pada cnnie, seakan mereka berdua pemain sandiwara. Tapi mata Carlo selalu
melirik tas sutra besar yang disandang pngantin wanita di bahu kanan, yang sekarang penuh amplop uang.
Berapa isinya" Sepuluh ribu" Dua puluh "ini" Carlo Rizzi tersenyum. Ini baru awal.
Bagaimanapun, ia menikahi putri
keluarga ningrat. Mereka harus menjaga kejahteraannya.Kunjungi
http://vodozom.wordpress.com
Di antara para tamu yang berjejalan terdapat pemuda pendek tegap, dengan rambut
licin seperti musang, yang juga memethatikan tas sutta itu. Hanya karena kebiasaan, Paulie
Gatto bertanya-tanya dalam hati bagaimana ia bisa merampok tas berisi uang yang begitu menggembung
tersebut. Tapi ia mengetahui itu hanyalah mimpi kosong, seperti anak kecil yang betmimpi bisa
menghancurkan tank dengan senapan mainan. Ia mengawasi bosnya, Peter Clemenza, berusia paro baya
dan gendut, yang memutar-mutar gadis muda berkeliling lantai dansa kayu dengan iringan Tarantella
ala pedesaan yang mesum. Clemenza, yang tubuhnya sangat jangkung, sangat gendut, berdansa begitu
ahli dan lincah, perutnya yang keras bersentuhan penuh nafsu dengan payudara wanita-wanita yang
lebih muda dan mungil, sehingga semua tamu bertepuk tangan baginya. Para wanita yang lebih tua
menangkap lengannya untuk menjadi pasangan dansa berikut. Pria-pria yang lebih muda dengan
penuh hormat menyingkir dari lantai dansa dan bertepuk tangan mengikuti irama mandolin yang
berkumandang Uar. Setelah akhirnya Clemenza terenyak di kursi, Paulie Gatto membawakan segelas
anggur hitam dingin dan mengusap alisnya yang tebal dan berkeringat dengan sehelai saputangan sutra.
Clemenza tersengal-sengal seperti ikan paus ketika menenggak anggur. Tapi bukannya
berterima kasih pada Paulie, ia berkata ketus, "Jangan menjadi penilai dansa, lakukan tugasmu.
Berpatrolilah mengelilingi
lingkungan dan lihat apakah semuanya beres." Paulie menyelinap di tengah orang
banyak. Pemain musik beristirahat untuk minum. Pemuda bernama Nino Valenti mengambil
mandolin yang ditinggalkan, meletakkan kaki kirinya di kursi, dan mulai melantunkan lagu cinta
Sisilia dengan suara parau. Wajah Nino Valenti yang
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
tampan membengkak karena terus-menerus minum, dan ia telah agak mabuk. Ia
memutar-mutar mata sementara bibirnya melantunkan lirik lagu yang jorok. Para wanita memekik-mekik
geli sementara kaum pria meneriakkan kata terakhir setiap bait bersama si penyanyi.
Don Corleone, yang terkenal kolot terhadap hal-hal seperti ini, walaupun
istrinya yang gemuk ikut menjerit-jerit gembira bersama yang lain, dengan bijaksana menghilang ke dalam
rumah. Begitu melihat hal ini, Sonny Corleone berjalan ke meja pengantin dan duduk di sisi
Lucy Mancini muda, si pendamping pengantin. Mereka aman. Istri Sonny ada di dapur, memberikan sentuhan
terakhir pada kue pengantin yang akan dihidangkan. Sonny membisikkan beberapa kata ke telinga
wanita muda itu dan Lucy bangkit. Sonny menunggu beberapa menit, kemudian mengikutinya dengan
santai, berhenti untuk bercakap-cakap dengan tamu di sana-sini sambil menerobos orang banyak.
Semua mata mengikuti mereka. Si pendamping pengantin, yang telah menjadi "orang
Amerika" sepenuhnya karena pendidikan tiga tahun di perguruan tinggi, kini menjadi gadis
matang yang memiliki "reputasi". Selama gladi resik pernikahan ia main mata dengan Sonny
Corleone, saling mengejek dan bergurau yang menurutnya diperbolehkan karena Sonny rekannya,
sesama pendamping pengantin. Kini, sambil mengangkat gaun agar tidak mengenai tanah, Lucy Mancini
masuk ke rumah, sambil melontarkan senyum polos yang palsu, lari dengan langkah-langkah ringan
menaiki tangga ke kamar mandi. Ia tinggal di dalam sana beberapa "saat. Sewaktu ia keluar, Sonny
Corleone berada di puncak tangga, memberi isyarat padanya agar naik.
Dari balik jendela tertutup "kantor" Don Corleone, ruangan di sudut yang
dibangun sedikit lebih tinggi, Thomas Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Hagen memandangi pesta pernikahan di taman yang berhias bunga itu. Dinding di
belakangnya dipenuhi deretan buku hukum. Hagen pengacara Don dan merupakan consigliori, atau
penasihat, dan dengan jabatan itu memegang kedudukan sebagai bawahan paling penting dalam
bisnis keluarga. Ia dan Don memecahkan banyak masalah sulit di ruangan ini. Jadi sewaktu melihat
Godfather meninggalkan keramaian pesta, ia mengetahui, ada pernikahan atau tidak, ada
pekerjaan kecil hari ini.
Don akan datang menemuinya. Kemudian Hagen melihat Sonny Corleone betbisik ke
telinga Lucy Mancini dan komedi kecil mereka ketika Sonny mengikuti gadis itu ke dalam rumah.
Hagen mengernyit, berdebat sendiri apakah akan memberitahu Don atau tidak, dan
memutuskan tidak melakukannya. Ia melangkah ke meja tulis dan mengambil daftar bertulisan tangan
berisi nama orangorang yang mendapat izin menemui Don Corleone secara pribadi.
Sewaktu Don memasuki ruangan,
Hagen menyerahkan daftar itu padanya. Don Corleone mengangguk dan berkata,
"Geser Bonasera jadi
yang terakhir." Hagen menggunakan pintu ganda dan langsung ke taman tempat para pemohon
berkumpul di sekitar tong anggur. Ia menunjuk si tukang roti, Nazorine yang gendut.
Don Corleone menyambut si tukang roti dengan pelukan. Mereka teman sepermainan
sewaktu masih kanak-kanak di Italia dan persahabatan mereka tidak putus sampai meteka samasama tua. Setiap Paskah, pai gandum dan keju dengan kulit keemasan kuning telur, bundar dan
sebesar roda truk, datang ke rumah Don Corleone. Pada hari Natal, ulang tahun anggota keluarga,
roti yang empuk dan lezat menyatakan penghormatan Nazorine. Dan selama bertahun-tahun, makmur atau
tidak, Nazorine dengan senang hati membayar iuran pada serikat buruh tukang roti yang diorgaKunjungi
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
http://vodozom.wordpress.com
nisir Don di masa muda. Ia tidak pernah meminta imbalan apa pun selain
kesempatan bisa membeli kupon gula pemerintah di pasar gelap selama perang. Sekarang tiba waktunya bagi
si tukang roti untuk menuntut haknya sebagai sahabat yang setia, dan Don Corleone dengan gembira
menunggu kesempatan mengabulkan permintaannya.
Ia memberi si tukang roti sebatang cerutu Di Nobili dan segelas Strega kuning,
lalu meletakkan tangan pada bahu orang itu untuk menyemangatinya. Itulah pertanda keramahan Don. Ia
mengetahui dari pengalaman pahit sebesar apa keberanian yang diperlukan untuk meminta
pertolongan teman. Si tukang roti menceritakan kisah putrinya dan Enzo. Enzo pemuda Italia yang
baik dari Sisilia; ditangkap tentara Amerika; dikirim ke Amerika Serikat sebagai tawanan perang;
mendapat pembebasan bersyarat untuk membantu upaya perang kita! Cinta yang murni dan
terhormat bersemi di antara Enzo dan putrinya yang selalu dipingit, tapi kini setelah perang
berakhir, pemuda yang malang
itu akan dipulangkan kembali ke Italia dan putri Nazorine pasti akan mati merana
karena patah hati. Hanya Godfather Corleone yang bisa menolong pasangan yang malang ini. Ia harapan
terakhir mereka. Don mengajak Nazorine mondar-mandir dalam ruangan, tangannya pada bahu si tukang
roti, kepalanya mengangguk-angguk mengerti untuk membesarkan hati orang itu. Setelah
si tukang roti selesai bercerita, Don Corleone tersenyum padanya dan berkata, "Sahabatku yang
baik, singkirkan semua kekhawatiranmu." Ia lalu menjelaskan dengan hati-hati sekali apa yang
harus dilakukan. Anggota Kongres {listrik harus dikirimi petisi. Anggota Kongres itu akan
mengusulkan rencana undang-undang khusus yang memung-28
kinkan Enzo menjadi warga negara Amerika. Rencana undang-undang itu pasti akan
diloloskan Kongres. Itu hak istimewa yang diberikan bajingan-bajingan itu pada satu sama
lain. Don Corleone menjelaskan ini memerlukan uang, dan harga yang berlaku sekarang adalah dua ribu
dolar. Ia, Don Corleone, akan menjamin keberhasilannya dan menerima pembayaran. Apakah
sahabatnya setuju" Si tukang roti mengangguk-angguk penuh semangat. Ia telah menduga pertolongan
sebesar itu pasti tidak cuma-cuma. Hal itu bisa dipahami. Undang-Undang Kongres yang istimewa
pasti tidak murah. Nazorine hampir menangis saat mengucapkan terima kasih. Don Corleone
mengantarnya sampai pintu, meyakinkan bahwa orang-orang yang ahli dalam urusan itu akan dikirim ke
toko roti untuk mengurus semua rincian, lengkap dengan berbagai dokumen yang diperlukan. Si
tukang roti memeluknya sebelum menghilang kembali ke taman.
Hagen tersenyum pada Don. "Investasi yang bagus sekali untuk Nazorine. Menantu
dan asisten seumur hidup yang murah di kedai rotinya dengan mengeluarkan uang dua ribu
dolar." Ia berhenti bicara. "Kepada siapa aku memberikan pekerjaan ini?"
Don Corleone mengerutkan wajah, berpikir. "Jangan kepada pakan kita. Berikan
kepada Yahudi di distrik tetangga. Ubah alamat-alamat rumahnya. Kurasa banyak kasus seperti itu
sekarang, sesudah perang berakhir; kita harus memiliki orang tambahan di Washington agar bisa
menangani membanjirnya kasus dan tidak menaikkan harga." Hagen menulis catatan di bukunya.
"Jangan Congressman Luteco. Cobalah Fischer."
Orang berikut yang dibawa masuk Hagen memiliki persoalan yang sangat sederhana.
Namanya Anthony Coppola Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
dan ia pernah bekerja bersama Don Corleone di bengkel kereta api sewaktu masih
muda. Coppola memerlukan uang lima ratus dolar untuk membuka kedai pizza; untuk uang muka
peralatan dan membeli oven khusus. Karena alasan yang tidak dijelaskan, ia tak bisa
mendapatkan kredit. Don memasukkan tangan ke saku dan mengeluarkan segulung uang kertas. Ternyata
jumlahnya tidak mencukupi. Ia mengernyit dan berkata pada Tom Hagen, "Pinjami aku seratus dolar,
kukembalikan hari Senin sesudah ke bank." Si pemohon memprotes, mengatakan empat ratus dolar
juga sudah cukup, tapi Don Corleone menepuk-nepuk bahunya, dan berkata dengan penuh
permintaan maaf. "Pesta pernikahan yang mewah ini menyebabkan aku agak kekurangan uang tunai." Ia
mengambil uang yang diulurkan Hagen padanya dan memberikannya pada Anthony Coppola bersama
gulungan uangnya sendiri. Hagen melihat dengan kekaguman terpendam. Don selalu mengajarkan kalau seseorang
dermawan, ia harus memperlihatkan kedermawanannya bersifat pribadi. Betapa Coppola merasa
tersanjung karena orang seperti Don mau berutang untuk meminjamkan uang pada dirinya. Bukannya
Coppola tidak mengetahui Don jutawan, tapi berapa banyak jutawan yang mau bersusah payah
menolong teman yang miskin" Don mengangkat kepala dengan sikap bertanya. Hagen berkata, "Ia tidak ada dalam
daftar, tapi Luca Brasi ingin menemuimu. Ia mengetahui tidak bisa melakukannya di depan umum, jadi
ia ingin mengucapkan selamat padamu secara pribadi."
Untuk pertama kalinya Don tampak kurang senang. Jawabannya membingungkan.
"Apakah itu perlu?"
tanyanya. Hagen mengangkat bahu. "Kau yang lebih mengenalnya
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
daripada aku. Tapi ia sangat berterima kasih karena kau mengundangnya ke pesta
pernikahan. Ia tidak pernah menduga. Kurasa ia ingin menyatakan terima kasih."
Don Corleone mengangguk dan memberi isyarat bahwa Luca Brasi harus diantar
menemuinya. Di taman, Kay Adams tettarik pada ekspresi marah permanen di wajah ungu Luca
Brasi. Ia menanyakan pria itu. Michael mengajak Kay menghadiri pesta pernikahan agar
berangsur-angsur, dan mungkin tanpa terlalu tetguncang, bisa menyerap kenyataan tentang ayahnya. Tapi
hingga saat ini agaknya Kay hanya menganggap Don pengusaha yang tidak terlalu memegang etika.
Michael memutuskan menceritakan sebagian kebenarannya pada Kay, tapi secara tidak
langsung. Ia menjelaskan bahwa Luca Brasi adalah orang yang paling ditakuti di dunia
kejahatan pantai timur. Bakat besarnya, menurut orang, adalah ia bisa membunuh seorang diri, tanpa
bantuan, yang otomatis menyebabkan penemuan dan tuntutan hukum nyaris mustahil. Michael meringis dan
berkata, "Aku tidak tahu apakah semua cerita itu benar. Yang kuketahui hanyalah ia semacam
teman ayahku." Untuk pertama kalinya Kay mulai memahami. Ia bertanya dengan nada agak kurang
percaya, "Kau tidak bermaksud mengatakan orang seperti itu bekerja untuk ayahmu, kan?"
Persetanlah, pikir Michael. Ia berkata, tanpa tedeng aling-aling, "Hampit lima
belas tahun yang lalu, beberapa orang ingin mengambil alih bisnis impor minyak ayahku. Mereka mencoba
membunuhnya dan nyaris berhasil. Luca Brasi mengejar mereka. Menurut cerita, ia membunuh
enam orang dalam dua minggu dan dengan begitu perang minyak zaitun yang terkenal itu pun
beraldur." Ia tersenyum
seakan ceritanya lelucon.
Kay bergidik. "Maksudmu, ayahmu ditembak gangster?"
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
"Lima belas tahun yang lalu," kata Michael. "Sejak itu segalanya tenang
kembali." Ia takut telah
melewati batas. "Kau mencoba menakut-nakuti aku," kata Kay. "Kau hanya tidak ingin menikah
denganku." Ia tersenyum kepada Michael dan menyikutnya. "Cerdik sekali."
Michael balas tersenyum. "Aku ingin kau memikirkannya."
"Ia benar-benar membunuh enam orang?" tanya Kay. "Itu kata koran-koran," jawab
Mike. "Tidak pernah ada yang bisa membuktikannya. Tapi ada kisah lain mengenai dirinya yang
tak pernah diceritakan siapa pun. Begitu mengerikan hingga ayahku pun tidak mau
membicarakannya. Tom Hagen mengetahui cerita itu tapi tak mau memberitahu diriku. Pernah aku
menggodanya, kubilang, 'Kapan aku cukup tua untuk mendengar kisah tentang Luca" dan Tom menjawab,
'Sesudah kau berumur seratus tahun.'" Michael menghirup anggur dari gelas. "Pasti cerita yang
hebat. Dan Luca pasti orang yang hebat."
Luca Brasi memang orang yang ditakuti, bahkan oleh iblis di neraka. Pendek,
tegap, dengan kepala besar, kehadiran Luca Brasi bagai dapat membunyikan tanda bahaya. Wajahnya
merupakan topeng kemarahan. Matanya cokelat tapi tidak memiliki kehangatan warna itu, lebih
merupakan warna cokelat mematikan. Bibirnya tidak memancarkan kehidupan dan tampak kejam; tipis,
liat seperti karet, dan berwarna daging sapi muda.
Reputasi Brasi dalam hal kekejaman sangat menakjubkan dan pengabdiannya pada Don
Corleone telah melegenda. Ia merupakan balok besar yang menyangga struktur kekuasaan Don. Orang
seperti dirinya sangat langka. Luca Brasi tidak takut pada polisi, ia tidak takut pada masyarakat, ia tidak
takut pada Tuhan, ia tidak
takut pada neraka, ia tidak takut atau mencintai sesamanya. Tapi ia memilih, atas
kemauannya sendiri, untuk
takut dan cinta pada Don Corleone. Setelah ia dipersilakan masuk menemui Don,
sikap Brasi yang mengerikan berubah kaku penuh hormat. Ia terbata-bata dalam menyampaikan ucapan
selamat yang berbunga-bunga dan harapan formal semoga cucu pertama Don kelak laki-laki.
Kemudian ia memberi Don amplop penuh uang, sebagai hadiah bagi pasangan pengantin.
Jadi itulah yang ingin dilakukannya. Hagen menyadari perubahan pada diri Don
Corleone. Don menerima Brasi seperti raja menerima rakyat yang telah memberinya pelayanan
besar, tidak pernah dengan keakraban tapi dengan rasa hormat sebagaimana yang diberikan raja. Dengan
setiap gerakgerik, setiap perkataan, Don Corleone menyatakan dengan jelas pada
Luca Brasi bahwa ia sangat
menghargai Brasi. Tidak sesaat pun ia memperlihatkan tasa heran karena hadiah
pernikahan yang disampaikan padanya secara pribadi. Ia mengerti.
Uang di dalam amplop itu pasti lebih banyak daripada yang diberikan orang-orang
lain. Brasi menghabiskan waktu berjam-jam untuk memutuskan jumlahnya, membandingkannya
dengan jumlah yang mungkin diberikan tamu-tamu lain. Ia ingin menjadi orang yang paling
dermawan untuk menunjukkan dirinyalah yang paling menghormati Don, dan itu sebabnya ia
memberikan amplopnya pada Don sendiri, kekonyolan yang tidak diperlihatkan Don dalam ucapan terima
kasihnya yang berlimpah. Hagen melihat wajah Luca Brasi menanggalkan topeng kemarahannya, membuncah
dengan kebanggaan dan kegembiraan. Brasi mencium tangan Don sebelum berbalik ke pintu
yang dibukakan Hagen. Dengan bijaksana Hagen melontarkan senyum ramah pada Brasi, yang dibalas
pria Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
pendek itu dengan merentangkan bibirnya yang seperti karet dan berwarna daging
sapi. Setelah pintu ditutup, Don Corleone menghela napas lega. Brasi satu-satunya
orang di dunia yang bisa membuatnya gelisah. Orang itu seperti kekuatan alam, tidak bisa benar-benar
dikendalikan. Brasi harus diperlakukan dengan hari-hari, seperti menangani dinamit. Don mengangkat
bahu. Bahkan dinamit bisa diledakkan tanpa mencelakakan orang, kalau perlu. Ia memandang
Hagen dengan sikap bertanya. "Tinggal Bonasera yang masih ada?"
Hagen mengangguk. Don Corleone mengerutkan wajahnya, berpikir, kemudian berkata,
"Sebelum kau memanggilnya kemari, panggil Santino lebih dulu. Ada yang harus dipelajarinya."
Setelah keluar ke taman, Hagen mencari-cari Sonny Corleone dengan gelisah. Ia
mengatakan pada Bonasera yang menunggu agar bersabar dan menghampiri Michael Corleone dan
kekasihnya. "Kau melihat Sonny?" Michael menggeleng. Sialan, pikir Hagen. Kalau Sonny ternyata
menggauli gadis pendamping pengantin itu, pasti akan timbul kesulitan. Istrinya keluarga gadis
itu; ini bisa menjadi bencana. Dengan kesal ia berjalan tergesa-gesa ke pintu masuk tempat ia melihat
Sonny menghilang hampir setengah jam yang lalu.
Ketika melihat Hagen masuk ke rumah, Kay Adams bertanya pada Michael Corleone,
"Siapa orang itu" Kau memperkenalkannya sebagai saudaramu, tapi namanya berbeda dan
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tampangnya jelas bukan tampang orang Italia."
"Tom tinggal bersama kami sejak berusia dua belas tahun," kata Michael.
"Orangtuanya sudah meninggal dan menggelandang di jalan dengan mata terserang infeksi. Ia dak
memiliki tempat tinggal. Jadi ia tinggal bersama kami hingga menikah."
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Kay Adams sangat tertarik. "Benar-benar romantis," katanya. "Ayahmu pasti orang
yang sangat baik hati. Mengangkat anak begitu saja padahal anaknya sendiri banyak."
Michael tidak mau bersusah payah menjelaskan bahwa imigran Italia menganggap
empat anak sebagai keluarga kecil. Ia hanya berkata, "Tom tidak diangkat anak. Ia hanya tinggal
bersama kami." "Oh," kata Kay, kemudian bertanya dengan penasaran, "kenapa kalian tidak
mengadopsinya?" Michael tertawa. "Sebab ayahku mengatakan pengubahan nama Tom akan menunjukkan
sikap tidak hormat. Tidak menghormati orangtuanya sendiri."
Mereka melihat Hagen menggiring Sonny melalui pintu tembusan ke kantor Don,
kemudian memberi isyarat dengan menekuk telunjuk ke arah Amerigo Bonasera. "Kenapa mereka
mengganggu ayahmu dengan urusan bisnis pada kesempatan seperti ini?" tanya Kay.
Michael kembali tertawa. "Sebab mereka mengetahui bahwa menurut adat, tidak ada
orang Sisilia yang bisa menolak permintaan pada hari pernikahan putrinya. Dan tidak ada orang
Sisilia yang melewatkan kesempatan seperti itu."
Lucy Mancini mengangkat gaun merah jambunya dari lantai dan lari menaiki tangga.
Wajah Cupido Sonny yang gemuk, memerah karena nafsu yang diperkuat alkohol, menakutkan
dirinyatapi ia menggoda Sonny selama seminggu terakhir hanya untuk ini. Dalam dua kali kisah
cinta semasa kuliah, ia tidak merasakan apa-apa dan tidak satu pun dari kedua pria itu yang
bertahan lebih dari seminggu. Saat bertengkar, kekasih keduanya bergumam bahwa Lucy "terlalu besar
di bawah sana." Lucy paham dan selama sisa masa kuliahnya menolak berkencan sama sekali.
Sepanjang musim panas, saat mempersiapkan pernikahan sahabat terbaiknya, Connie
Corleone, Lucy mendengar bisik-bisik tentang Sonny. Suatu Minggu sore di dapur Corleone, istri
Sonny, Sandra, bergosip dengan bebasnya. Sandra wanita sederhana yang ramah, dilahirkan di
Italia tapi dibawa ke Amerika sewaktu masih kanak-kanak. Ia bertubuh tegap dengan payudara besar dan
melahirkan tiga anak selama lima tahun pernikahannya. Sandra dan para wanita lain menggoda
Connie mengenai kengerian malam pertama. "Ya Tuhan," kata Sandra sambil cekikikan, "sewaktu
kulihat 'tiang' Sonny untuk pertama kalinya dan menyadari ia akan menjejalkannya ke dalam diriku, aku
berteriak sekuat tenaga. Setelah tahun pertama, bagian dalam tubuhku terasa seperti makaroni yang
direbus satu jam. Sewaktu kudengar ia melakukannya pada gadis-gadis lain, aku pergi ke gereja dan
menyalakan lilin." Mereka semua tertawa, tapi Lucy merasa pangkal pahanya berdenyut-denyut.
Sekarang saat ia berlari menaiki tangga mendekati Sonny, gelombang nafsu yang
luar biasa melanda sekujur tubuhnya. Di tikungan tangga, Sonny menyambar tangannya dan menariknya
menyusuri lorong, memasuki kamar tidur yang kosong. Kaki-kaki Lucy terasa lemas saat pintu
ditutup di belakang mereka. Ia merasakan bibir Sonny pada bibirnya, seperti tembakau
terbakar, pahit. Lucy membuka bibir. Pada saat itu ia merasakan tangan Sonny merayap naik di balik
gaun pendamping pengantinnya, mendengar gemeresik kain tersingkap, merasakan tangan Sonny yang
besar dan hangat di sela kakinya, menyibakkan celana dalam satinnya hingga robek untuk
membelainya. Ia memeluk leher Sonny dan bergantung di sana sementara Sonny menanggalkan celana panjang.
Lalu Sonny meletakkan kedua tangannya di
bawah bokong Lucy yang telanjang dan mengangkat dirinya. Lucy melompat sedikit
ke atas agar kedua kakinya bisa melilit paha atas Sonny. Lidah Sonny berada dalam mulurnya
dan ia mengisapnya. Sonny menghunjamnya dengan buas sehingga kepala Lucy membentur pintu. Lucy
merasakan benda panas membakar menerobos sela pahanya. Ia menurunkan tangan kanan dari leher
Sonny dan meraih ke bawah untuk membimbing pria itu. Tangannya menggenggam sesuatu yang luar
biasa besar. Benda itu berdenyut-denyut dalam tangannya bagai binatang dan, nyaris menangis karena
penuh rasa syukur, ia mengarahkan benda tersebut ke bagian tubuhnya sendiri yang basah dan lunak.
Hunjaman saat "alat" itu masuk, kenikmatan luar biasa yang dirasakannya, menyebabkan ia
tersentak, menaikkan kedua kaki hingga nyaris ke leher Sonny, dan sambil gemetar, tubuhnya menerima
gerakan-gerakan buas Sonny yang secepat kilat; tak terhitung jumlahnya, menyiksa; ia
melengkungkan pinggulnya semakin lama semakin tinggi sehingga untuk pertama kali seumur hidupnya ia
mencapai klimaks yang meluluhlantakkan, merasakan bagian tubuh Sonny yang keras itu melunak, lalu
cairan kental membanjir deras mengaliri pahanya. Perlahan-lahan Lucy mengendurkan lilitan kaki
dari tubuh Sonny, menurunkannya hingga menyentuh lantai. Mereka berpelukan, kehabisan
napas. Mungkin mereka akan terus begitu beberapa lama, tapi sekarang terdengar ketukan
pelan di| pintu. Sonny cepat-cepat mengancingkan celana, sambil menahan pintu agar tidak bisa
dibuka. Lucy dengan panik merapikan gaun merah jambunya yang kusut, pandangannya liar, tapi benda
yang telah memberinya kenikmatan yang begitu dahsyat telah tersembunyi di balik kain hitam.
Kemudian mereka mendengar suara Tom Hagen, sangat pelan. "Sonny, kau di sana?"
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Sonny menghela napas lega. Ia mengedipkan mata kepada Lucy. "Yeah, Tom, ada
apa?" Suara Hagen, yang masih pelan, berkata, "Don memanggilmu ke kantornya.
Sekarang." Mereka bisa
mendengar suara langkah kakinya ketika Hagen berlalu. Sonny menunggu beberapa
saat, mencium bibir Lucy kuat-kuat, kemudian menyelinap keluar pintu mengejar Hagen.
Lucy menyisir rambut. Ia memeriksa gaunnya dan merapikan tali garter-aya.
Tubuhnya terasa penuh memar, bibirnya bengkak dan lebam. Ia melewati pintu dan, walaupun merasakan ada
yang lengket dan basah di sela pahanya, tidak langsung ke kamar mandi untuk mencucinya, tapi
justru lari menuruni tangga dan pergi ke taman. Ia duduk di sisi Connie, yang berseru keras,
"Lucy, dari mana saja kau" Kau kelihatan mabuk. Sekarang tetaplah duduk di sampingku."
Penganan pria yang berambut pirang menuangkan segelas anggur bagi Lucy dan
tersenyum mengerti. Lucy tidak peduli. Ia mengangkat anggur merah tua itu ke bibirnya yang terasa
kering dan minum. Ia merasakan cairan yang lengket di sela pahanya dan merapatkan kedua kaki.
Tubuhnya gemetar. Dari atas bibir gelas, sambil ia minum, matanya mencari-cari Sonny Corleone dengan
penuh gairah. Tidak ada orang lain yang ingin dilihatnya. Dengan penuh arti ia berbisik ke telinga
Connie, "Tinggal beberapa jam lagi dan kau akan mengetahui bagaimana rasanya." Connie terkikik.
Lucy dengan tenang melipat tangan di atas meja, merasakan kemenangan yang penuh pengkhianatan,
seakan ia telah mencuri harta yang tidak ternilai harganya dari pengantin wanita.
Amerigo Bonasera mengikuti Hagen ke ruangan di sudut rumah dan mendapati Don
Corleone duduk di belakang meja tulis besar. Sonny Corleone berdiri dekat jendela, memandang ke taman di
luar. Untuk pertama kalinya malam itu, Don bersikap dingin. Ia tidak memeluk atau menjabat tangan
tamunya. Pria berwajah kurus ini mendapat undangan karena istrinya dan istri Don bersahabat
karib. Don Corleone tidak menyukai Amerigo Bonasera.
Bonasera memulai permintaannya secara tersamar dan cerdik. "Anda harus memaafkan
putri saya, anak baptis istri Anda, karena tidak memberikan penghormatan kepada keluarga
Anda dengan datang hari ini. Ia masih dirawat di rumah sakit." Ia melirik Sonny Corleone dan Tom
Hagen untuk memperlihatkan dirinya tidak ingin berbicara di depan mereka. Tapi Don tidak
berbelas kasihan padanya. "Kami semua mengetahui kemalangan yang menimpa putrimu," kata Don Corleone.
"Kalau ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya, kau hanya perlu mengatakannya. Bagaimanapun,
istriku ibu baptisnya. Aku tidak akan pernah melupakan kehormatan itu." Jawabannya merupakan
teguran. Bonasera tidak pernah memanggil Don Corleone "Godfather" sebagaimana yang
diharuskan adat. Bonasera, dengan wajah pucat, kini bertanya langsung. "Boleh saya berbicara
empat mata dengan Anda?" Don Corleone menggeleng. "Aku memercayai kedua orang ini dengan nyawaku. Mereka
kedua tangan kananku. Aku tidak bisa menyinggung perasaan mereka dengan mengusir
mereka."Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Sesaat Amerigo Bonasera memejamkan mata, lalu mulai bicara. Suaranya pelan,
suara yang selama ini digunakannya untuk menghibur orang yang berkabung. "Saya membesarkan putri
saya dengan cara Amerika. Saya memercayai Amerika. Amerika memberi saya kekayaan. Saya memberi
putri saya kebebasan, tapi mendidiknya untuk tidak sekali-kali menodai
kehormatan keluarga. Ia mendapat teman pria yang bukan orang Italia. Ia menonton
ke bioskop dengan pria ini. Ia keluar hingga larut malam. Tapi pemuda ini tidak pernah
datang menemui saya, orangtuanya. Saya menerima semua ini tanpa protes, sayalah yang salah. Dua bulan
yang lalu pemuda ini mengajak putri saya bermobil. Si pemuda mengajak temannya, pemuda lain.
Mereka memaksa putri saya minum wiski kemudian mencoba memerkosanya. Putri saya melawan. Ia
mempertahankan kehormatannya. Mereka memukulinya. Seperti binatang. Ketika mengunjunginya di
rumah sakit, saya melihat kedua matanya bengkak. Hidungnya patah. Tulang rahangnya retak. Mereka
terpaksa mengikatnya dengan kawat. Putri saya menangis kesakitan. 'Ayah, Ayah, kenapa
mereka berbuat begitu" Kenapa mereka melakukan ini padaku"' Dan saya menangis." Bonasera tidak
bisa berbicara lebih banyak lagi. Kini ia menangis walau suaranya tidak menunjukkan
perasaannya. Don Corleone, seakan bertentangan dengan kehendak hatinya, bergerak
mengisyaratkan simpati. Dan
Bonasera melanjutkan, suaranya dipenuhi penderitaan. "Kenapa saya menangis" Ia
cahaya jiwa saya, putri yang sangat saya sayangi. Anak yang cantik. Ia memercayai' orang lain dan
sekarang ia tidak akan memercayai mereka lagi. Ia tidak akan cantik lagi." Ia gemetar, wajahnya
yang tirus merah padam. "Saya pergi ke polisi seperti layaknya orang Amerika yang baik. Kedua pemuda itu
ditahan. Mereka diajukan ke pengadilan. Buktinya banyak sekali dan mereka mengaku bersalah.
Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan menunda pelaksanaan hukumannya. Mereka bebas hari
itu juga. Saya berdiri di ruang pengadilan seperti orang tolol dan keparat-keparat itu
tersenyum pada saya. Kemudian
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
saya berkata pada istri saya, 'Kita harus menemui Don Corleone untuk mendapatkan
keadilan.'" Don menundukkan kepala untuk menunjukkan penghormatan kepada kesedihan orang
itu. Tapi ketika ia bicara, kata-katanya dingin, dipenuhi nada orang yang tersinggung
martabatnya. "Kenapa kau
menemui polisi" Kenapa kau tidak datang kepadaku sejak awal kejadian?"
Bonasera bergumam nyaris tidak terdengar, "Apa yang Anda inginkan dari saya"
Katakan apa yang Anda inginkan. Tapi penuhi permintaan saya pada Anda." Ada nada yang nyaris
kurang ajar dalam kata-katanya. Don Corleone berkata muram, "Apa itu?"
Bonasera melirik Hagen dan Sonny Corleone, lalu menggeleng. Don, tetap duduk
menghadapi meja tulis Hagen, mencondongkan tubuh ke arah si pengurus pemakaman. Bonasera raguragu, kemudian membungkuk dan mendekatkan bibir ke telinga Don yang berbulu hingga
menyentuhnya. Don Corleone mendengarkan seperti pastor dalam pengakuan dosa, pandangannya
menerawang, pasif, jauh. Lama mereka bersikap begitu, hingga Bonasera selesai berbisik dan menegakkan
tubuh kembali. Don mengangkat kepala dan memandang Bonasera dengan muram. Bonasera, wajahnya merah,
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membalas tatapannya tanpa berkedip.
Akhirnya Don berbicara. "Aku tidak bisa melakukannya. Kau terbawa emosi."
Bonasera berkata dengan suara keras, jelas, "Saya bersedia membayar berapa saja
yang Anda minta." Begitu mendengarnya, Hagen mengernyit, gerakan otomatis di kepalanya karena
gelisah. Sonny Corleone melipat tangan, tersenyum sangat sinis sementara pandangannya beralih
dari jendela untuk pertama kalinya, melihat adegan yang berlangsung di kamar.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Don Corleone bangkit dari belakang meja tulis. Wajahnya masih pasif, tapi
suaranya menggelegar seperti suara dingin malaikat maut. "Kita sudah saling mengenal selama bertahuntahun, kau dan aku," katanya pada Bonasera. "Tapi hingga hari ini kau tidak pernah datang
padaku untuk minta nasihat atau bantuan. Aku tidak ingat lagi kapan terakhir kalinya kau
mengundangku datang ke rumahmu untuk minum kopi meski istriku ibu baptis anak tunggalmu. Sebaiknya kita
jujur saja. Kau mengabaikan persahabatanku. Kau takut berutang budi padaku."
Bonasera menggumam, "Saya tidak ingin mendapat kesulitan."
Don mengangkat satu tangan. "Tidak. Jangan bicara. Kau menganggap Amerika surga.
Kau mendapat pekerjaan yang baik, kehidupan yang menyenangkan, kau berpendapat dunia tempat
yang tidak berbahaya, tempat kau bisa mendapat kesenangan sesuka hatimu. Kau tidak pernah
mempersenjatai diri dengan sahabat sejati. Toh polisi menjagamu, ada pengadilan, kau dan
keluargamu tidak mungkin mendapat celaka. Kau tidak memerlukan Don Corleone. Bagus. Aku tersinggung, tapi
aku bukan jenis yang suka memaksakan persahabatan pada mereka yang tidak menghargainyapada
mereka yang meremehkan diriku." Don berhenti bicara sejenak dan tersenyum pada si pengurus
pemakaman, senyum sopan tapi ironis. "Sekarang kau datang padaku dan berkata, 'Don
Corleone, beri saya keadilan.' Dan kau tidak memintanya dengan hormat. Kau tidak menawarkan
persahabatanmu padaku. Kau datang ke rumahku pada hari pernikahan putriku, memintaku membunuh, lalu kau
mengatakan..." Don menirukan suara Bonasera dengan nada mengejek "'Saya bersedia
membayar berapa saja.' Tidak, tidak, aku tidak tersinggung, tapi apa yang telah kulakukan
sehingga Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
kau memperlakukan diriku dengan tidak hormat seperti
ini?" Bonasera menangis karena sedih dan takut. "Amerika selama ini baik pada saya.
Saya ingin menjadi warga negara yang baik. Saya ingin anak saya menjadi orang Amerika."
Don bertepuk tangan untuk menunjukkan persetujuan. "Bagus. Kau menyatakannya
dengan baik sekali. Kalau begitu tidak ada yang perlu kaukeluhkan. Hakim sudah menunjukkan
kekuasaannya. Amerika telah memperlihatkan kekuasaannya. Bawakan anakmu bunga dan sekotak
permen ketika kau mengunjunginya di rumah sakit. Itu akan menghiburnya. Kau harus cukup puas
dengan itu. Bagaimanapun juga, ini bukan persoalan yang serius. Anak-anak itu masih muda,
bersemangat tinggi, dan seorang di antaranya putra politikus yang berkuasa. Tidak, Amerigo sahabatku
yang baik, selama ini kau jujur. Harus kuakui, sekalipun kau menyepelekan persahabatanku, aku akan
memercayai katakata Amerigo Bonasera melebihi kepercayaanku pada kata-kata orang
lain. Jadi berjanjilah kau akan
menyingkirkan semua kesintingan ini. Ini bukan cara Amerika. Maafkan. Lupakan.
Hidup memang penuh kemalangan." Nada ironis yang kejam dan mengejek saat Don mengatakan semua ini, kemarahan Don
yang terkendali, menyebabkan si pengurus pemakaman yang malang lemas dan gemetar,
tapi ia memberanikan diri untuk berbicara lagi. "Saya minta keadilan pada Anda."
Don Corleone berkata singkat, "Pengadilan sudah memberimu keadilan."
Bonasera menggeleng keras kepala. "Tidak. Mereka memberikan keadilan kepada
kedua pemuda itu. Mereka tidak memberikan keadilan kepada saya."
Don mengakui perbedaan ini dengan mengangguk setuju. Kemudian ia bertanya,
"Keadilan apa yang kauinginkan?" "Darah dibalas dengan darah," kata Bonasera. "Kau meminta terlalu banyak," kata
Don. "Putrimu masih hidup." Bonasera berkata ragu, "Mereka harus menderita seperti putri saya menderita."
Don menunggu hingga Bonasera berbicara lebih banyak lagi. Bonasera mengerahkan keberaniannya yang
terakhir dan bertanya, "Berapa yang harus saya bayarkan pada Anda?" Suaranya terdengar
seperti ratapan putus asa. Don Corleone memunggunginya. Sikap tersebut menyatakan pengusiran. Tapi Bonasera
tidak beranjak dari tempatnya. Akhirnya, dengan menghela napas, orang baik hati yang tidak bisa terus marah
pada sahabat yang melakukan kesalahan, Don Corleone kembali memandang si pengurus pemakaman, yang
wajahnya kini sepucat mayat yang biasa ditanganinya. Don Corleone berbicara dengan lemah
lembut, sabar. "Kenapa kau awalnya takut memberikan persahabatanmu padaku?" tanyanya. "Kau
pergi ke pengadilan dan menunggu berbulan-bulan. Kau mengeluarkan uang untuk membayar
pengacara yang mengetahui kau akan dibodohi. Kau menerima keputusan hakim yang menjual diri
seperti pelacur yang paling busuk di jalanan. Bertahun-tahun yang lalu, kalau membutuhkan uang,
kita pergi ke bank dan membayar bunga yang mencekik leher, menunggu dengan topi di tangan seperti
pengemis, sementara mereka mengendus-endus ke sana kemari dan memastikan kita bisa
mengembalikan pinjaman." Don berhenti bicara, suaranya menjadi lebih tegas.
"Tapi seandainya dulu kau datang kepadaku, dompetku akan menjadi milikmu.
Seandainya kau dulu datang padaku untuk meminta keadilan, sampah masyarakat yang merusak anakmu pasti sudah
mengalirkan air mata getir hari ini. Seandainya karena suatu kesialan orang jujur seperti dirimu
mendapat musuh, mereka akan menjadi musuhku..."Don mengangkat tangan, telunjuknya terarah pada Bonasera
"lalu, percayalah, mereka akan takut padamu."
Bonasera menundukkan kepala dan menggumam dengan suara tercekik, "Jadilah
sahabat saya. Saya menerima." Don Corleone meletakkan tangan pada bahu orang itu. "Bagus," katanya, "kau akan
mendapatkan keadilan. Suatu hari nanti, dan mungkin hari itu tidak akan pernah tiba, aku
akan menghubungimu untuk meminta jasamu. Sebelum hari itu tiba, anggaplah keadilan itu sebagai
hadiah dari istriku, ibu baptis putrimu." Begitu pintu ditutup setelah si pengutus pemakaman yang sangat berterima kasih
itu pergi, Don Corleone berpaling pada Hagen dan berkata, "Serahkan masalah ini kepada Clemenza
dan katakan padanya agar memastikan menggunakan otang yang bisa diandalkan, orang yang tidak
akan terseret emosi saat mencium bau darah. Bagaimanapun juga, kita bukan pembunuh, tidak
peduli apa pun yang diimpikan si pengurus mayat tolol tersebut." Don menyadari putra pertamanya,
anaknya yang jantan, memandang ke luar jendela ke taman. Payah, pikir Don Corleone. Kalau tidak mau
diberi pelajaran, Santino takkan bisa menangani bisnis keluarga, takkan bisa menjadi Don. Ia harus
menemukan orang lain. Dan segera. Bagaimanapun, ia tidak akan hidup abadi.Kunjungi
http://vodozom.wordpress.com
Dari taman, yang mengejutkan ketiga orang itu, terdengar seruan gembira yang
gegap gempita. Sonny Corleone mendekat ke jendela. Apa yang dilihatnya menyebabkan Sonny bergegas
melangkah ke pintu, senyum gembira merekah di
wajahnya. "Itu Johnny, ia datang ke pesta pernikahan. Apa kataku." Hagen
melangkah ke jendela. "Itu
benar-benar putra baptismu," katanya pada Don Corleone. "Apakah ia perlu
kujemput kemari?" "Tidak," jawab Don. "Biar orang-orang bergembira dengan kedarangannya. Biar ia
datang sendiri menemuiku kalau ia sudah siap." Ia tersenyum pada Hagen. "Kau lihat" Ia anak
baptis yang baik." Hagen merasa agak cemburu. Ia berkata singkat, "Sudah dua tahun. Mungkin ia
dalam kesulitan lagi dan ingin kau membantunya."
"Kepada siapa ia harus datang kalau bukan kepada ayah baptisnya?" tanya Don
Corleone. Orang pertama yang melihat Johnny Fontane memasuki taman adalah Connie Corleone.
Ia melupakan wibawanya sebagai pengantin dan berteriak, "Johneee." Lalu Connie berlari ke
pelukannya. Johnny memeluknya erat-erat dan mencium bibirnya, tetap memeluknya ketika orang-orang
berdatangan menyambut. Mereka semua teman lamanya, orang-orang yang dibesarkan bersama
dirinya di West Side. Kemudian Connie menyeret Johnny ke suaminya. Dengan perasaan geli, Johnny
melihat pemuda berambut pirang tersebut agak masam karena tidak lagi menjadi bintang hari ini
Johnny mengerahkan semua pesonanya, menjabat tangan si pengantin pria, dan memberinya selamat
dengan minum segelas anggur. Suara yang tidak asing lagi memanggilnya dari panggung band. "Bagaimana kalau
bernyanyi untuk kami, Johnny?" Ia menengadah dan Nino Valenti tersenyum padanya. Johnny ontane
melompat ke panggung dan memeluk Nino. Mereka lu tidak terpisahkan, menyanyi bersama, pergi
dengan gadis-gadis, hingga Johnny mulai tenar dan menyanyi di radio. Setelah pergi ke
Hollywood untuk bermain film, Johnny menelepon Nino beberapa kali hanya untuk bercakap-cakap dan
berjanji pada Nino untuk mencarikan kesempatan menyanyi di kelab. Tapi ia tidak pernah
menepati janjinya. Ketika
melihat Nino sekarang, melihat senyum mabuknya yang penuh kegembiraan dan
ejekan, seluruh rasa sayangnya kembali. Nino mulai memetik mandolin. Johnny Fontane meletakkan tangannya di bahu Nino.
"Ini untuk pengantin wanita," katanya, dan sambil mengentak-entakkan kaki, ia melantunkan
lagu cinta Sisilia yang cabul. Sambil bernyanyi, Nino melakukan gerakan-gerakan yang sugestif.
Pengantin wanita memerah wajahnya karena bangga, rombongan tamu berseru ramai memberi dukungan.
Sebelum lagu selesai dilantunkan, mereka semua mengentakkan kaki dan menyerukan kata-kata
bermakna ganda yang mengakhiri setiap bait. Pada akhir lagu mereka tidak henti-hentinya
bertepuk tangan hingga Johnny berdeham sebagai isyarat akan menyanyi lagi.
Mereka semua bangga pada dirinya. Ia berasal dari mereka dan ia telah menjadi
penyanyi terkenal, bintang film yang tidur dengan wanita-wanita yang paling menggiurkan di dunia.
Sekalipun begitu ia masih memperlihatkan rasa hormat yang selayaknya pada Godfather, ayah baptisnya,
dengan menempuh perjalanan sejauh tiga ribu mil agar bisa hadir di pesta pernikahan
ini. Ia masih menyayangi teman lama seperti Nino Valenti. Banyak di antara hadirin yang pernah
melihat Johnny dan Nino bernyanyi bersama sewaktu mereka masih kanak-kanak, sewaktu tidak ada
seorang pun yang bermimpi Johnny Fontane setelah dewasa akan merebut hati lima puluh juta wanita.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Johnny Fontane mengulurkan tangan ke bawah dan mengangkat pengantin wanita ke
panggung band hingga Connie berdiri di antara dirinya dan Nino. Kedua pria ini membungkuk,
berhadapan, Nino memetik mandolin yang berdenting melengking. Itu kebiasaan lama mereka,
pertarungan dan adu gertak palsu dalam merayu wanita, menggunakan suara mereka sebagai pedang,
masing-masing menyerukan bait demi bait bergantian. Dengan kerendahan hati yang paling halus,
Johnny membiarkan suara Nino mengalahkan suaranya sendiri, membiarkan Nino mengambil
pengantin wanita dari tangannya, membiarkan Nino melantunkan bait terakhir dengan penuh
kemenangan sementara suaranya sendiri menghilang. Semua orang yang menghadiri pesta
pernikahan bertepuk tangan dan bersorak-sorai, dan akhirnya mereka bertiga berpelukan. Para tamu
meminta mereka melantunkan lagu lagi. Hanya Don Corleone, yang berdiri di sudut pintu masuk rumah, yang merasakan
adanya ketidakberesan. Dengan riang, berpura-pura gembira, sangat hati-hati agar tidak
menyinggung perasaan para tamu, ia berseru, "Anak baptisku datang dari tempat sejauh tiga
ribu mil untuk memberi
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kita penghormatan dan tidak seorang pun terpikir untuk membasahi
tenggorokannya?" Seketika
selusin gelas penuh anggur disodorkan pada Johnny Fontane. Ia menghirup sedikit
dari setiap gelas dan lari untuk memeluk Godfather. Setelah berbuat begitu, Johnny berbisik ke
telinga pria tua tersebut. Don Corleone menuntunnya ke rumah.
Tom Hagen mengulurkan tangan ketika Johnny masuk. Johnny menjabatnya dan
berkata, "Apa kabar,
Tom?", tapi tanpa pesonanya yang biasa, yang mengandung kehangatan sejati
terhadap orang lain. Hagen agak sakit hati oleh sikap dingin ini, tapi mengangkat bahu untuk
mengesampingkan- 48 nya. Inilah salah satu konsekuensi menjadi tukang pukul Don.
Johnny Fontane berkata pada Don, "Ketika mendapat undangan ke pesta pernikahan,
aku berkata pada diri sendiri, 'Godfather tidak marah lagi padaku.' Aku menelepon ke sini lima
kali sesudah bercerai dan Tom selalu mengatakan kau sedang keluar atau sibuk sehingga aku mengetahui
kau marah." Don Corleone mengisi gelas-gelas dengan isi botol Strega kuning. "Itu semua
sudah dilupakan. Nah. Apakah masih ada yang bisa kulakukan untukmu" Kau sudah terlalu tenar, atau
terlalu kaya, hingga aku tidak perlu membantumu
lagi?" Johnny meneguk cairan kuning yang tetasa membakar itu, lalu mengulurkan gelas,
meminta diisi kembali. Ia berusaha agar suaranya terdengar gembira. "Aku tidak kaya,
Godfather. Aku sedang jatuh.
Kau benar. Seharusnya aku tidak meninggalkan istri dan anak-anak untuk pelacur
yang kunikahi itu. Aku tidak menyalahkanmu karena marah padaku."
Don mengangkat bahu. "Aku mengkhawatirkan dirimu, bagaimanapun juga, kau anak
baptisku." Johnny mondar-mandir dalam ruangan. "Aku tergila-gila pada sundal itu. Bintang
terbesar di Hollywood. Ia memiliki wajah secantik bidadari. Dan kau tahu apa yang
dilakukannya begitu selesai
membuat film" Kalau pria di bagian tata rias melakukan pekerjaan yang baik pada wajahnya, ia
bersedia tidur bersamanya. Kalau juru kamera menyebabkan ia tampak lebih cantik,
ia mengajak pria itu ke kamar ganti dan menyerahkan dirinya. Setiap orang. Ia menggunakan
tubuhnya seperti aku menggunakan uang receh dalam saku untuk memberi tip. Pelacur yang diciptakan
untuk iblis." Don Corleone bergegas menyala, "Bagaimana kabar keluargamu?"
Johnny menghela napas. "Aku membiayai mereka. Sesudah bercerai, kuberi Ginny dan
anak-anak lebih banyak daripada yang ditetapkan pengadilan. Kukunjungi mereka seminggu
sekali. Aku merasa kehilangan mereka. Terkadang kupikir aku akan jadi sinting." Ia minum lagi.
"Sekarang istriku yang
kedua menertawakan aku. Ia tidak bisa memahami ke-cemburuanku. Ia menyebutku
kelinci kuno, dan ia mengejek nyanyianku. Sebelum pergi aku memukulinya, tapi tidak di wajah,
karena ia sedang membuat film. Aku membuat tubuhnya sakit, kupukuli lengan dan kakinya seperti
anak kecil, dan ia terus menertawakan aku." Ia menyulut sebatang rokok. "Jadi, Godfather, hidup
sekarang rasanya tidak berguna lagi." Don Corleone berkata singkat, "Itu kesulitan yang tidak bisa kubantu." Ia
terdiam sejenak, lalu bertanya, "Kenapa suaramu?"
Semua pesona penuh keyakinan, ekspresi mengejek diri sendiri, lenyap dari wajah
Johnny Fontane. Ia berbicara nyaris seperti orang yang patah hari, "Godfather, aku tidak bisa
menyanyi lagi, ada masalah
pada tenggorokanku, dokter-dokter tidak mengetahui apa penyebabnya." Hagen dan
Don memandangnya heran. Selama ini Johnny pemuda yang tangguh. Fontane melanjutkan,
"Dua filmku menghasilkan banyak uang. Aku menjadi bintang besar. Sekarang mereka mendepakku.
Kepala studio membenciku dan sekarang ia memecatku."
Don Corleone berdiri di hadapan anak baptisnya dan berkata muram, "Kenapa orang
ini tidak menyukai dirimu?" "Aku dulu menyanyikan lagu-lagu untuk berbagai organi50 sasi liberal, kau tahu, semua yang tidak kausukai kalau kulakukan. Nah, Jack
Wokz juga tidak menyukainya, la menyebutku komunis, tapi tidak bisa melekatkan sebutan itu
padaku. Kemudian aku merebut wanita yang diincarnya bagi dirinya sendiri. Itu hanya kencan semalam
dan wanita itu terus mengejarku. Apa yang bisa kulakukan" Kemudian sundal yang menjadi istii keduaku
mendepakku. Ginny dan anak-anak tidak mau menerimaku, kecuali aku datang menyembah-nyembah,
dan aku tak bisa menyanyi lagi. Godfather, apa yang bisa kulakukan?"
Wajah Don Corleone berubah dingin tanpa simpati sedikit pun. Ia berkata jengkel,
"Kau bisa mulai dengan bersikap layaknya laki-laki." Tiba-tiba kemarahan mengubah wajahnya
menjadi kejam. Ia berteriak, "LAYAKNYA LAKI-LAKir Ia mengulurkan tangan di atas meja tulis dan
menyambar rambut Johnny Fontane dengan gerakan yang menunjukkan kasih sayang kasar. "Demi
Tuhan di surga, bagaimana bisa kau begitu lama bersama&w dan sekarang berubah menjadi orang yang
tidak lebih dari ini" Finocchio Hollywood yang menangis dan meratap-tatap minta dikasihani"
Yang menangis seperti wanita'Apa yang harus kulakukan" Oh, apa yang harus kulakukan"'"
Peniruan yang dilakukan Don begitu luar biasa, begitu tidak terduga, sehingga
Hagen dan Johnny terkejut lalu tertawa. Don Corleone merasa senang. Sejenak ia merenungkan betapa
ia sangat menyayangi anak baptisnya ini. Bagaimana reaksi ketiga putranya sendiri tethadap
cambukan lidah yang begitu tajam" Santino akan merajuk dan berlaku buruk selama tiga minggu
berikutnya. Fredo akan ketakutan. Michael akan tersenyum dingin padanya dan pergi dari rumah,
tidak terlihat lagi selama berbulan-bulan. Tapi Johnny, ah, ia benar-benar anak yang baik, sekarang
ia tersenyum, Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
mengumpulkan kekuatan, sudah mengetahui tujuan Godfather sesungguhnya.
Don Corleone melanjutkan. "Kau merebut wanita milik bos, orang yang lebih
berkuasa dari dirimu, kemudian kau mengeluh bosmu tidak mau membantu. Benar-benar tidak masuk akal.
Kau meninggalkan keluargamu, anak-anakmu tidak memiliki ayah lagi, untuk mengawini
sundal, lalu kau menangis karena mereka tidak mau menerimamu kembali dengan tangan terbuka.
Sedangkan si pelacur itu, kau tidak memukul wajahnya karena ia sedang membuat film, kemudian
kau heran kenapa ia menertawakan dirimu. Kau hidup seperti orang tolol dan kau akan mengakhiri
hidupmu seperti orang tolol." Don Corleone berhenti bicara, kemudian bertanya dengan suara yang sabar, "Kau
bersedia menerima nasihatku kali ini?"
Johnny Fontane mengangkat bahu. "Aku tak bisa menikahi Ginny lagi, bukan itu
yang diinginkannya. Aku terpaksa berjudi, aku terpaksa minum, aku terpaksa pergi bersama teman-teman
pria. Sundalsundal cantik mengejarku dan aku tidak bisa menolak. Kemudian aku
merasa seperti orang tolol ketika
kembali menemui Ginny. Ya Tuhan, aku tidak bisa mengalami semua itu lagi."
Jarang sekali Don Corleone memperlihatkan keputusasaan. "Aku tidak menyuruhmu
menikah lagi. Lakukan apa yang kauinginkan. Kau baik sekali ingin menjadi ayah dari anakanakmu. Pria yang tidak menjadi ayah bagi anak-anaknya tak pernah menjadi pria sejati. Tapi lalu kau
harus membuat ibu mereka menerima dirimu. Kata siapa kau tidak bisa menemui mereka setiap hari"
Kata siapa kau tidak bisa tinggal serumah dengan mereka" Kata siapa kau tidak bisa menuntut kehidupan
tepat seperti yang kauinginkan?" Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
Johnny Fontane tertawa. "Godfather, tidak semua wanita seperti ibu rumah tangga
Italia yang sudah tua. Ginny tidak akan mau."
Sekarang Don mengejek. "Sebab kau bertingkah seperti finocchio. Kau memberinya
lebih daripada yang ditentukan pengadilan. Kau tidak memukul wajah istrimu yang lain karena ia
sedang membuat film. Kau membiarkan wanita mendikte tindakanmu padahal mereka tidak cakap di
dunia ini, walau pasti akan menjadi orang kudus di surga sementara para pria dibakar di neraka.
Lalu aku sudah mengawasimu selama bertahun-tahun ini." Suara Don berubah tulus. "Kau anak
baptis yang baik, kau sangat menghormati diriku. Tapi bagaimana dengan teman-teman lamamu yang lain"
Satu tahun kau bergaul dengan satu orang, tahun berikutnya dengan orang lain. Anak Italia yang
begitu lucu dalam film-film ditimpa kemalangan, tapi kau tidak pernah menemuinya lagi karena kau
lebih terkenal. Dan bagaimana dengan sahabat karibmu yang bersekolah bersamamu, yang menjadi
pasanganmu bernyanyi" Nino. Ia minum tetlalu banyak karena kecewa, tapi ia tidak pernah
mengeluh. Ia bekerja keras menjadi sopir ttuk pengangkut batu dan menyanyi di akhir pekan untuk
mendapatkan beberapa dolar. Ia tak pernah menjelekkan dirimu. Kau tidak bisa menolongnya sedikit pun"
Kenapa tidak" Ia pandai bernyanyi." Johnny Fontane berkata dengan disabar-sabarkan. "Godfather, ia tidak cukup
berbakat. Ia cukup baik, tapi bukan penyanyi besar."
Don Corleone memejamkan mata dan berkata, "Dan kau, anak baptisku, kau tidak
cukup berbakat sekarang. Apakah kau perlu kuberi pekerjaan menyopiri truk angkutan batu bersama
Nino?" Ketika Johnny tidak menjawab, Don meneruskan.
Kunjungi http://vodozom.wordpress.com
"Persahabatan adalah segalanya. Persahabatan melebihi bakat.
Persahabatan hampir setara dengan keluarga. Melebihi pemerintah. Jangan pernah
melupakannya. Seandainya sudah membangun dinding persahabatan, kau tidak perlu meminta ban
tuanku. Sekarang katakan padaku, kenapa kau tidak bisa bernyanyi" Kau bernyanyi dengan baik di
taman tadi. Sebaik Nino." Hagen dan Johnny tersenyum mendengar sindiran itu. Sekarang giliran Johnny
bersikap sabar. "Suaraku lemah. Aku bernyanyi satu atau dua lagu, kemudian tidak bisa bernyanyi
lagi selama berjam-jam atau berhari-hari. Aku tidak berhasil dalam latihan atau perekaman
suara kembali. Suaraku lemah, kena semacam penyakit."
"Jadi kau punya masalah wanita. Suaramu sakit. Sekarang katakan padaku soal
kesulitanmu dengan pezzonovante Hollywood yang tidak mau memberimu kesempatan kerja ini." Don mulai
serius menangani masalah. "Ia lebih besar daripada pezzonovante mana pun yang kaumiliki," kata Johnny. "Ia
memiliki studio. Ia menjadi penasihat Presiden dalam film propaganda perang. Baru sebulan yang lalu
ia membeli hak cipta film untuk novel terbesar tahun ini. Novel yang paling laris. Dan pemeran
utamanya pria seperti diriku. Aku bahkan tidak perlu bernyanyi. Aku mungkin bahkan bisa memenangkan
Academy Award. Setiap orang tahu peran itu sempurna bagiku dan aku bisa menjadi orang besar
lagi. Sebagai aktor. Tapi si bangsat Jack Woltz itu mendepakku, ia tak mau memberikan peran itu
padaku. Aku menawarkan melakukannya tanpa menuntut apa pun, dengan bayaran minimum, tapi ia
tetap menolak. Ia menyebarkan berita kalau aku datang dan mencium pantatnya di studio, mungkin
ia akan mempertimbangkannya." Don Corleone mengesampingkan omong kosong yang
54 emosional itu dengan lambaian tangan. Di antara orang-orang yang waras
pikirannya, masalah bisnis
selalu bisa dipecahkan. Ia menepuk-nepuk bahu anak baptisnya. "Kau tidak
memiliki semangat. Tidak ada yang memedulikan dirimu, begitu kaukira. Dan kau kehilangan banyak berat
badan. Kau banyak minum, eh" Kau kurang tidur dan mengonsumsi pil?" Ia menggeleng tidak senang.
"Sekarang aku ingin kau mematuhi perintahku," kata Don. "Kuminta kau tinggal di
lumahku selama sebulan. Aku ingin kau menyantap makanan yang bergizi, istitahat, dan banyak
tidur. Aku ingin kau menjadi temanku, aku senang kautemani, dan mungkin ada yang bisa kaupelajari
tentang dunia ini dari ayah baptismu yang mungkin akan membantumu di Hollywood yang hebat. Tapi
kau tidak boleh bernyanyi, tidak boleh minum, dan tidak boleh main perempuan. Pada akhit bulan
kau pulang ke Hollywood dan kembali menemui pezzonovante ini, kaliber .90 ini akan memberimu
peran yang kauinginkan. Setuju?"
Johnny Fontane sama sekali tidak percaya Don memiliki kekuasaan yang begitu
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar. Tapi Godfathet tidak pernah mengatakan ini atau itu bisa dilakukan kalau tidak benar-benar bisa
melakukannya. "Orang ini sahabat karib J. Edgar Hoover," kata Johnny. "Orang bahkan tidak
berani bicara dengan suara tinggi pada orang ini."
"Ia pengusaha," kata Don datar. "Akan kuberi ia penawaran yang tidak bisa
ditolaknya." "Terlambat," kata Johnny. "Semua kontrak telah ditandatangani dan mereka akan
memulai pengambilan gambar seminggu lagi. Benar-benar mustahil."
Don Corleone berkata, "Pergilah, kembalilah ke pesta. Teman-temanmu menunggu.
Serahkan semua padaku." Ia mendorong Johnny Fontane keluar kamar.
Hagen duduk di belakang meja tulis, membuat catatan. Don menghela napas dan
bertanya, "Ada yang lain?" "Sollozzo tidak bisa ditunda lagi. Kau harus menemuinya minggu ini." Hagen
memegang pena di atas kalender. Don mengangkat bahu. "Sekarang sesudah pernikahan selesai, kapan saja kau mau."
Jawaban ini memberitahu Hagen dua hal. Yang paling penting, jawaban bagi Virgil
Sollozzo adalah tidak. Yang kedua, Don Corleone, karena tidak mau menjawab sebelum pernikahan
anaknya, mengharapkan penolakannya tidak menimbulkan kesulitan.
Hagen bertanya hati-hati, "Aku perlu memberitahu Clemenza agar memerintahkan
beberapa anak buahnya tinggal di rumah ini?"
Don menukas tidak sabar, "Untuk apa" Aku tidak menjawab sebelum pernikahan
karena pada hari penting seperti ini tidak boleh ada awan gelap, bahkan di kejauhan. Sebelumnya
aku juga ingin tahu apa yang akan dibicarakannya. Kita sekarang mengetahuinya. Yang akan
diusulkannya itu infarnitaT
Hagen bertanya, "Kalau begitu kau akan menolaknya?" Setelah Don mengangguk,
Hagen berkata, "Kurasa kita harus membicarakannyadengan seluruh keluargasebelum kau memberikan
jawaban." Don tersenyum. "Menurutmu begitu" Bagus, kita akan membicarakannya. Setelah kau
kembali dari California. Aku ingin kau terbang ke sana besok pagi dan menyelesaikan masalah
Johnny. Temui pezzonovante film itu. Beritahu Sollozzo, aku akan menemuinya sepulang kau dari
California. Ada lagi?" Hagen berkata dengan nada formal, "Rumah sakit menelepon. Consigliori Abbandando
sudah sekarat, ia tidak 56 akan mampu bertahan melewati malam ini. Keluarganya sudah diberitahu agar datang
dan menungguinya." Hagen memegang kedudukan consigliori selama setahun terakhir, sejak kanker
memaksa Genco Abbandando berbaring di ranjang rumah sakit. Sekarang ia menunggu Don Corleone
mengatakan dirinya menduduki jabatan itu secara permanen. Kemungkinannya sangat tipis.
Kedudukan yang begitu tinggi biasanya hanya diberikan pada orang-orang yang kedua orangtuanya
Italia. Kesulitan sudah timbul sejak ia menduduki jabatan itu untuk sementara. Selain itu, usianya
baru tiga puluh lima tahun, belum cukup tua, mungkin, untuk memiliki pengalaman dan kecerdikan yang
diperlukan agar menjadi consigliori yang berhasil.
Tapi Don tidak memberinya harapan apa pun. Ia bertanya, "Kapan putriku akan
pergi bersama suaminya?" Hagen memandang arloji. "Beberapa menit lagi mereka akan memotong kue pengantin
dan setengah jam sesudah itu." Hal itu mengingatkannya pada masalah lain. "Menantumu yang
baru. Apakah kita akan memberinya kedudukan penting dalam Keluarga?" Ia terkejut mendengar jawaban
Don yang tegas. "Tidak." Don menghantam meja tulis dengan telapak tangannya. "Tidak. Beri
ia pekerjaan agar bisa mendapatkan nafkah untuk keluarganya, kehidupan yang layak. Tapi jangan
sekali-kali memberitahu dirinya mengenai bisnis Keluarga. Kabarkan pada yang lain, Sonny,
Fredo, Clemenza." Don terdiam sejenak. "Perintahkan putraku, ketiganya, bahwa mereka akan
menemaniku ke rumah sakit untuk mengunjungi Genco yang malang. Aku ingin mereka memberikan
penghormatan yang terakhir. Minta Freddie mengemudikan mobil besar dan tanyakan pada Johnny apakah
ia mau ikut dengan kami, sebagai penghormatan istimewa
57 bagiku." Ia melihat Hagen memandangnya dengan ekspresi bertanya. "Kuminta kau
pergi ke California malam ini juga. Tapi jangan berangkat sebelum aku kembali dari rumah
sakit dan berbicara denganmu. Mengerti?"
"Mengerti," jawab Hagen. "Pukul berapa Fred harus siap dengan mobilnya?"
"Sesudah tamu-tamu pulang," kata Don Corleone. "Genco akan menungguku."
"Senator menelepon," kata Hagen. "Ia meminta maaf karena tidak bisa datang
sendiri, tapi katanya kau akan mengerti. Mungkin yang dimaksudkannya adalah kedua orang FBI di
seberang jalan, yang mencatat nomor pelat mobil-mobil. Tapi ia mengirimkan hadiah melalui utusan
khusus." Don mengangguk. Ia tidak merasa perlu memberitahu Hagen bahwa ia sendiri yang
memperingatkan Senator agar tidak datang. "Ia mengirimkan hadiah yang bagus?"
Hagen menunjukkan ekpresi senang dan terkesan yang anehnya khas Italia meskipun
wajahnya asli Jerman-Irlandia. "Barang antik dari perak, sangat mahal. Anak-anak bisa
menjualnya seharga minimal
seribu dolar. Senator membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hadiah yang
tepat. Bagi orang-orang seperti mereka, hal itu lebih penting daripada harganya."
Don Corleone tidak menyembunyikan kegembiraannya karena orang sepenting Senator
memperlihatkan penghargaan yang setinggi itu padanya. Senator, seperti Luca
Brasi, adalah salah satu tonggak penting dalam struktur kekuasaan Dondan ia pun, dengan hadiah ini, telah
menyatakan kembali kesetiaannya. Ketika Johnny Fontane muncul di taman, Kay Adams seketika mengenalinya. Ia
benar-benar terkejut. "Kau tidak 58 pernah mengatakan padaku keluargamu mengenal Johnny Fontane," katanya. "Sekarang
aku yakin mau menikah denganmu."
"Kau ingin bertemu dengannya?" tanya Michael.
"Jangan sekarang," jawab Kay. Ia mendesah. "Aku jatuh cinta padanya selama tiga
tahun. Aku biasa pergi ke New York setiap kali ia menyanyi di Capitol dan menjerit-jerit
histeris. Ia begitu hebat."
Setelah Johnny selesai bernyanyi dan menghilang ke dalam rumah bersama Don
Corleone, Kay berkata dengan nada takjub pada Michael, "Jangan katakan bintang film besar
seperti Johnny Fontane datang untuk meminta bantuan ayahmu."
"Ia anak baptis ayahku," kata Michael. "Dan kalau bukan karena ayahku, mungkin
ia tidak akan menjadi bintang film besar hari ini."
Kay Adams tertawa gembira. "Kedengarannya seperti kisah setu lagi."
Michael menggeleng. "Aku tidak bisa menceritakan kisah yang ini," katanya.
"Percayalah padaku," kata Kay.
Michael bercerita padanya. Ia bercerita tanpa niat bergurau. Ia bercerita tanpa
kebanggaan. Ia bercerita tanpa penjelasan apa pun kecuali bahwa delapan tahun yang lalu ayahnya
lebih impulsif, dan karena berkaitan dengan anak baptisnya, Don memandang persoalan tetsebut
menyangkut kehormatan pribadi. Kisahnya diceritakan dengan cepat. Delapan tahun yang lalu Johnny Fontane
mencapai kesuksesan yang luar biasa, bernyanyi dengan band populer pengiring dansa. Ia menjadi
atraksi radio yang terkenal. Sayang sekali pemimpin band, tokoh bisnis pertunjukan terkenal Les
Halley, memaksa Johnny menandatangani kontrak hubungan kerja pribadi
selama lima tahun. Itu praktik bisnis pertunjukan yang lazim. Kini Les Halley
bisa meminjamkan Johnny ke pihak lain dan mengantongi sebagian besar uangnya.
Don Corleone sendiri yang melakukan negosiasinya. Ia menawarkan uang dua puluh
ribu dolar pada Les Halley untuk membebaskan Johnny dari kontrak hubungan kerja pribadi itu.
Halley menawarkan mengambil hanya lima puluh persen dari penghasilan Johnny Fontane. Don Corleone
senang. Ia menurunkan tawarannya dari dua puluh ribu menjadi sepuluh ribu dolar. Pemimpin
band, jelas sekali tak mengerti apa-apa di luar dunia bisnis pertunjukan, tak mengetahui arti
penting penurunan tawaran
itu. Ia menolak. Keesokan harinya Don Corleone menemui sendiri si pemimpin band. Ia mengajak
kedua sahabat karibnya, Genco Abbandando, consigliori-aya., dan Luca Brasi. Tanpa saksi lain,
Don Corleone membujuk Les Halley menandatangani dokumen pelepasan hak atas semua layanan
Johnny Fontane dengan pembayaran dalam bentuk cek sebesar sepuluh ribu dolar. Don Corleone
melakukannya dengan menodongkan pistol ke dahi si pemimpin band dan meyakinkannya dengan
sangat serius bahwa entah tanda tangannya atau otaknya yang akan berada di atas dokumen itu
dalam waktu tepat satu menit. Les Halley menandatanganinya. Don Corleone mengantongi pistolnya dan
menyerahkan cek. Sisanya merupakan sejarah. Johnny Fontane berkembang menjadi sensasi nyanyi
paling hebat di seluruh negeri. Ia membuat film-film musikal Hollywood yang menghasilkan banyak
uang bagi studionya. Rekamannya menghasilkan uang berjuta-juta dolar. Kemudian ia
menceraikan kekasih masa kanak-kanaknya yang telah menjadi istrinya dan meninggalkan kedua anaknya,
untuk menikahi bintang film berambut pirang yang menggiurkan. Ia segera mengetahui
60 perempuan berambut pirang itu "sundal". Ia mabuk-mabukan, berjudi, mengejar
wanita-wanita lain. Ia kehilangan suara. Rekamannya tidak lagi laku. Studio tidak memperpanjang
kontrak. Maka sekarang ia kembali menemui Godfather.
Kay berkata sambil berpikir, "Kau yakin tidak mencemburui ayahmu" Segala sesuatu
yang kauceiitakan padaku mengenai ayahmu menunjukkan ia bertindak untuk membantu
orang lain. Hatinya pasti sangat baik." Ia tetsenyum datar. "Tentu saja metodenya tidak
selalu konvensional."
Michael menghela napas. "Kurasa begitulah kedengarannya, tapi kuberitahu kau.
Kau tahu para penjelajah Kutub Utara yang menyebar makanan di rute menuju Kutub Utara" Untuk
menjaga kemungkinan suatu hari nanti mereka memerlukannya" Begitu pula bantuan yang
diberikan ayahku pada orang lain. Suatu hari nanti ia akan mendatangi rumah setiap orang yang
pernah ditolongnya dan mereka sebaiknya balas menolong dirinya."
Senja nyaris turun saat kue pengantin dihidangkan, dikagumi, dan disantap. Kue
itu dibuat khusus oleh Nazorine, dihiasi kulit-kulit kerang yang tetbuat dari krim yang begitu lezat
hingga pengantin wanita dengan serakah mencomotinya dari badan kue sebelum ia dibawa suaminya pergi
berbulan madu. Don dengan sopan mempercepat kepergian para tamu, sambil memerhatikan bahwa sedan
hitam berisi orang-orang FBI tidak terlihat lagi.
Akhirnya satu-satunya mobil yang masih ada di tempat parkir hanyalah Cadillac
panjang dengan Freddie di belakang kemudinya. Don masuk dan duduk di kursi depan, bergerak
dengan koordinasi cepat bagi orang seusianya dan bertubuh sebesar dirinya. Sonny, Michael, dan
Johnny Fontane duduk di kursi belakang. 61 Don Corleone berkata pada putranya Michael, "Kekasihmu, ia tidak apa-apa pulang
ke kota sendirian?" Michael mengangguk. "Kata Tom, ia akan menanganinya." Don Corleone mengangguk,
puas atas efisiensi Tom Hagen. Karena penjatahan bensin masih berlaku, hanya sedikit lalu lintas di Belt
Parkway yang menuju Manhattan. Dalam waktu kurang dari satu jam, Cadillac itu memasuki jalan ke
Rumah Sakit Prancis. Dalam perjalanan, Don Corleone bertanya pada putra bungsunya apakah kuliahnya
lancar. Michael mengangguk. Kemudian Sonny di kursi belakang bertanya pada ayahnya, "Kata
Johnny, kau akan membereskan masalahnya di Hollywood. Kau mau aku ke sana untuk membantu?"
Jawaban Don Corleone singkat. "Tom ke sana malam ini. Ia tidak membutuhkan
bantuan. Ini masalah sepele." Sonny Corleone tertawa. "Menurut Johnny, kau tidak akan berhasil membereskannya.
The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itu sebabnya kupikir kau ingin aku ke sana."
Don Corleone berpaling. "Kenapa kau meragukan diriku?" tanyanya pada Johnny
Fontane. "Bukankah ayah baptismu ini selalu menepati janji" Pernahkah aku dianggap sebagai orang
tolol?" Johnny meminta maaf dengan gelisah. "Godfather, orang yang menangani masalah ini
pezzonovante kaliber .90 yang sesungguhnya. Kau tidak akan bisa mengubah pendapatnya, bahkan
dengan uang. Ia memiliki koneksi yang luas. Dan ia membenciku. Aku hanya tidak mengetahui
bagaimana kau akan melakukannya." Don berbicara dengan nada geli bercampur sayang, "Kukatakan padamu: kau akan
mendapatkannya." Ia menyikut Michael. "Kita tidak akan mengecewakan anak baptisku, eh, Michael?"
62 Michael, yang tidak pernah meragukan ayahnya sedetik pun, mengangguk.
Sementara mereka berjalan ke pintu masuk rumah sakit, Don Corleone meraih lengan
Michael hingga yang lain berjalan di depan lebih dulu. "Sesudah kuliahmu selesai, temui aku,"
kata Don. "Ada beberapa rencana yang pasti akan kausukai."
Michael tidak mengatakan apa pun. Don Corleone menggeram putus asa. "Aku
memahami watakmu. Aku tidak akan memintamu melakukan apa yang tidak kausukai. Ini istimewa.
Lakukanlah sesukamu sekarang, bagaimanapun juga kau pria dewasa. Tapi temui aku sebagaimana layaknya
anak yang baik sesudah pendidikanmu selesai."
Keluarga Genco Abbandando, istri dan ketiga putrinya yang berpakaian hitamhitam, berkumpul seperti sekelompok gagak gemuk di lorong rumah sakit yang berlantai putih.
Ketika melihat Don Corleone keluar dari lift, mereka bagai terbang ke arah Don Corleone dari lantai
yang putih karena dorongan naluri untuk meminta perlindungan. Si ibu tampak tegap dan anggun dalam
gaun hitam, anak-anaknya gemuk dan tidak cantik. Mrs. Abbandando mengecup pipi Don Corleone,
terisak, meratap, "Oh, kau benar-benar baik, datang ke sini pada hari pernikahan
putrimu." Don Corleone mengabaikan ungkapan terima kasih wanita itu. "Bukankah aku harus
menghormati sahabat, sahabat yang sudah menjadi tangan kananku selama dua puluh tahun?" Ia
segera memahami bahwa wanita yang segera akan menjadi janda ini tidak mengetahui suaminya akan
meninggal malam ini. Genco Abbandando dirawat di rumah sakit ini hampir setahun lamanya karena
kanker dan istrinya sudah menganggap penyakit yang mematikan itu nyaris
sebagai bagian dari hidupnya. Malam ini hanyalah krisis yang sama seperti
krisis-krisis lain. Mrs. Abbandando terus berceloteh, "Masuklah dan temui suamiku yang malang. Ia
menanyakan dirimu. Kasihan, ia ingin datang ke pesta pernikahan untuk menunjukkan rasa hormat, tapi
dokter tidak mengizinkan. Kemudian ia berkata kau akan datang mengunjunginya di hari besar
ini, tapi aku tidak percaya hal itu mungkin terjadi. Ah, kaum pria lebih memahami persahabatan
daripada wanita. Pergilah ke dalam, kau akan membuatnya bahagia."
Perawat dan dokter keluar dari kamar pribadi Genco Abbandando. Dokternya pria
yang masih muda dan berwajah serius, dengan sikap orang yang dilahirkan untuk memerintah, atau
dengan kata lain, orang yang kaya raya sepanjang hidupnya. Salah seorang putri Abbandando bertanya
malu-malu, "Dokter Kennedy, boleh kami mengunjunginya seka __i" rang: Dr. Kennedy memandang rombongan besar itu dengan putus asa. Apakah orang-orang
ini tidak menyadari bahwa pria yang ada di dalam tengah sekarat dengan kesakitan yang
menyiksa" Jauh lebih
baik kalau setiap orang membiarkan ia mengembuskan napas terakhir dengan damai.
"Saya rasa hanya keluarga dekat yang boleh menemuinya," kata Dokter dengan suara yang sangat
sopan. Ia heran ketika istri dan para putri Abbandando berpaling memandang si pria pendek besar,
bersetelan jas yang tidak
pas, dan tampak kikuk, seakan menunggu keputusannya.
Pria berbadan besar ku berbicara. Hanya sedikit aksen Italia dalam suaranya.
"Dokter yang baik," kata
Don Corleone, "benarkah ajalnya hampir tiba?"
"Ya," jawab Dr. Kennedy.
"Kalau begitu tidak ada lagi yang perlu kaulakukan," kata
64 Don Corleone. "Kami akan menanggung bebannya. Kami akan menghiburnya. Kami akan
menutupkan matanya. Kami akan memakamkannya dan menangisi dirinya pada upacara pemakaman.
Setelah itu kami akan menjaga istri dan anak-anaknya." Begitu mendengar kata-kata tersebut,
yang begitu terus terang, memaksanya untuk mengerti, Mrs. Abbandando mulai menangis.
Dr. Kennedy mengangkat bahu. Mustahil baginya untuk menjelaskan pada orang-orang
awam ini. Pada saat yang sama ia merasakan kebenaran yang kasar dalam omongan pria besar
itu. Perannya telah selesai. Dengan suata yang masih sangat sopan, dokter itu berkata, "Silakan
tunggu sampai perawat mengantar kalian masuk, ada beberapa hal yang perlu dilakukannya pada pasien."
Lalu ia berjalan meninggalkan mereka ke ujung lorong, jas putihnya berkibar mengikuti gerakannya.
Perawat kembali masuk ke ruangan dan mereka menunggu. Akhirnya perawat keluar
kembali, memegangi pintu yang tetap terbuka agar mereka bisa masuk. Ia berbisik, "Ia
meracau karena sakit dan demam, usahakan tidak mengusik perasaannya. Dan kalian hanya boleh
menemuinya selama beberapa menit, kecuali istrinya." Perawat itu mengenali Johnny Fontane ketika
Johnny melewatinya dan matanya membelalak. Johnny tersenyum samar padanya sebagai tanggapan dan
perawat tersebut menatap dengan pandangan yang terang-terangan mengundang. Johnny mengingatnya
untuk kesempatan di masa datang, kemudian mengikuti yang lain masuk ke kamar si sakit.
Genco Abbandando sudah lama berlomba dengan maut, dan sekarang, kalah, ia
terbaring kelelahan di ranjang yang ditinggikan. Tubuhnya menyusut hingga tidak lebih dari tulang
terbalut kulit, dan rambut
yang dulunya hitam lebat kini tipis; kaku, dan buruk. Don Corleone berkata riang, "Genco,: sahabatku yang
baik, aku mengajak anak-anakku untuk menyampaikan penghormatan, dan lihat, bahkan Johnny, yang
jauh-jauh datang dari Hollywood." Pria yang hampir menemui1 ajalnya itu mengangkat pandangan matanya yang diberati
demam dengan penuh rasa terima kasih, memandang Don. Dibiarkannya anak-anak muda itu menjabat
tangannya yang tinggal tulang dengan tangan mereka yang masih berdaging. Istri dan putriputfinya berdiri berjajar di samping ranjang, bergantian mencium pipinya, memegang tangannya yang
lain. Don menggenggam tangan sahabat karibnya. Ia berkata untuk nada menghibur,
"Cepadah sembuh dan kita akan melancong ke Italia bersama-sama, ke kampung halaman kita dulu. Kita
akan bermain boccie di depan kedai anggur seperti para leluhur kita."
Kitab Lorong Zaman 1 Hardy Boys Terperangkap Di Laut Api Di Karang Setra 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama