Ceritasilat Novel Online

Sang Godfather 11

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo Bagian 11


Neri berkata padanya dengan kasar, "Dasar keparat sialan, kau mempermalukan bangsa Italia.
Berdiri." Ia menendang lambung pemuda itu, tidak terlalu pelan, tapi juga tidak terlalu
keras. "Pulang dan jangan
muncul lagi di jalan ini. Jangan sekali-kali kutemui kau mengenakan jas itu
lagi. Akan kujebloskan kau ke rumah sakit. Sekarang pulang. Kau beruntung aku bukan ayahmu."
Neri mengabaikan kedua berandalan yang tersisa. Ia hanya menendang pantat mereka
dan memerintahkan mereka pergi, mengatakan pada mereka bahwa ia tidak ingin melihat
mereka di jalan ini lagi. Kejadian-kejadian seperti itu berlangsung sangat cepat sehingga orang-orang
belum sempat berkumpul dan tak ada yang keburu memprotes tindakannya. Neri masuk ke mobil
patroli dan partnernya seketika menginjak pedal gas. Tentu saja sesekali ada pemuda sok
tangguh yang ingin melawan, bahkan mencabut pisau. Orang-orang seperti itu benar-benar celaka.
Dengan kejam dan cepat Neri menghajar mereka hingga berlumuran darah dan melempar mereka ke dalam
mob'd patroli. Mereka ditahan dan didakwa menyerang polisi yang bertugas. Tapi biasanya proses
perkara mereka harus menunggu hingga mereka keluar dari rumah sakit.
Akhirnya Neri dipindahkan untuk bertugas di daerah sekitar gedung Perserikatan
Bangsa-Bangsa, terutama karena ia tidak memperlihatkan rasa hormat yang selayaknya pada sersan
di kantor polisi. Orang-orang PBB dengan kekebalan diplomatik memarkir limusin mereka hingga
memenuhi jalan tanpa memedulikan peraturan polisi. Neri mengeluh di kantor polisi tapi dilarang
menimbulkan keributan, pokoknya abaikan saja. Tapi pada suatu malam ada satu jalan samping
yang sama sekali tidak bisa dilalui karena mobil-mobil yang diparkir seenaknya. Waktu sudah lewat
tengah malam, jadi Neri mengeluarkan lampu senter besarnya dari mobil patroli dan berjalan kaki
menyusuri jalan sambil memecahkan kaca depan mobil-mobil hingga hancur. Tidak mudah, bahkan bagi
diplomat tingkat tinggi, untuk memperbaiki kaca depan mobil dalam waktu kurang dari beberapa
hari. Protes mengalir ke kantor polisi, menuntut perlindungan dari vandalisme. Seminggu sesudah
pemecahan kaca depan mobil, ada yang akhirnya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan Albert Neri
dipindahkan ke Harlem. Pada suatu hari Minggu tidak lama sesudahnya, Neri mengajak istrinya mengunjungi
kakak perempuannya yang telah menjanda di Brooklyn. Albert Neri sangat menyayangi dan
ingin selalu melindungi kakaknya, sifat yang umum di kalangan orang Sisilia, dan
mengunjunginya setidaknya dua
bulan sekali untuk meyakinkan kakaknya baik-baik saja. Kakak perempuannya ini
jauh lebih tua daripada Neri dan memiliki putra yang sudah berusia dua puluh tahun. Putranya
636 ini, Thomas, tanpa didikan ayahnya, selalu menimbulkan masalah. Ia melakukan
beberapa kejahatan kecil dan agak liar. Neri pernah memanfaatkan kontaknya di kepolisian agar anak
itu tidak dihukum karena kejahatan. Waktu itu ia menahan kemarahannya, tapi memperingatkan
keponakannya. "Tommy, sekali lagi kau membuat kakakku menangis karena ulahmu, aku sendiri yang
akan menanganimu." Peringatan itu dimaksudkan sebagai peringatan bersahabat dari
paman yang menyayanginya, bukan ancaman sungguhan. Tapi biarpun Tommy pemuda yang paling
tangguh di lingkungan Brooklyn, ia takut kepada Paman Al-nya.
Pada kunjungan ini Tommy pulang larut malam Minggunya dan masih tidur di kamar.
Ibunya membangunkannya, menyuruhnya berpakaian agar bisa makan bersama paman dan
bibinya hari Minggu itu. Suara anak tersebut terdengar kasar dari balik pintu yang agak
terbuka, "Masa bodoh,
biarkan aku tidur." Dan ibunya kembali ke dapur sambil tersenyum meminta maaf.
Jadi mereka pun makan tanpa Tommy. Neri bertanya pada kakaknya apakah Tommy
benar-benar bikin masalah dan kakaknya menggeleng.
Neri dan istrinya akan pulang sewaktu Tommy akhirnya bangun. Sapaannya lebih
tepat disebut geraman sewaktu ia masuk ke dapur. Akhirnya ia berteriak pada ibunya, "Hei, Ma,
bagaimana kalau kau memasakkan sarapan untukku?" Tapi itu bukan permintaan. Itu rengekan anak
manja. Ibunya menjerit melengking, "Bangunlah pada waktu makan supaya kau bisa ikut
makan. Aku tidak mau memasak lagi untukmu."
Kejadian itu pertengkaran kecil yang cukup umum, tapi Tommy masih agak jengkel
karena tidurnya terganggu, dan melakukan kesalahan. "Ah, cerewet, aku makan di luar
saja." Segera sesudah mengatakannya, ia sangat menyesalinya.
Paman Al segera menerkamnya seperti kucing menerkam tikus. Bukan karena
penghinaan Tommy pada ibunya hari itu saja, tapi karena jelas sekali Tommy sering berbicara
seperti itu pada ibunya kalau mereka berdua saja. Tommy tidak pernah berani berbicara seperti itu di
depan pamannya. Hari Minggu itu ia hanya kurang hati-hati. Sial baginya.
Dengan disaksikan kedua wanita yang ketakutan, Al Neri menghajar keponakannya
tanpa ampun meski dengan hati-hati. Mula-mula Tommy mencoba mempertahankan diri, tapi segera
menghentikan usahanya dan meminta ampun. Neri menampari wajahnya hingga bibirnya bengkak dan
berdarah. Ia mengguncang kepala anak itu dan menghantamkannya ke dinding di belakangnya. Ia
meninju perut Tommy, lalu memaksanya menelungkup di lantai dan membentur-benturkan wajahnya ke
permadani. Al Neri memberitahu kedua wanita itu agar menunggu dan memerintahkan Tommy ke
jalan lalu masuk ke mobilnya. Di sana ia membuat Tommy sangat ketakutan. "Kalau kakakku
sekali lagi memberitahuku bahwa kau berbicara seperti itu padanya, pukul-anku sekarang ini
hanya seperti ciuman pelacur," katanya pada Tommy. "Sekarang aku ingin masalah ini dibereskan.
Kembali ke rumah dan beritahu istriku aku menunggunya."
Dua bulan kemudian Al Neri pulang dari kantor polisi dan mendapati istrinya
telah meninggalkan dirinya. Istrinya mengemasi semua pakaiannya dan kembali ke keluarganya sendiri.
Ayah mertuanya memberitahu Neri bahwa Rita takut padanya, bahwa Rita takut hidup bersamanya
karena sifatnya. Al tertegun tidak percaya. Ia tidak pernah memukul istrinya, tidak pernah
mengancamnya dengan cara apa pun, tidak pernah merasakan apa pun selain kasih sayang terhadapnya. Tapi
waktu itu ia begitu terpukul karena tindakan istrinya sehingga memutuskan membiarkan masalah itu
selama beberapa hari sebelum mengunjungi rumah keluarga istrinya dan berbicara dengan wanita
itu. Sial sekali malam berikutnya ia mendapat masalah sewaktu bertugas. Mobilnya
menerima panggilan di Harlem, laporan mengenai serangan yang mengancam keselamatan jiwa. Seperti
biasa Neri melompat turun dari mobil sementara mobil belum berhenti sepenuhnya. Waktu sudah
lewat tengah malam dan ia membawa lampu senter besar. Mudah sekali menemukan tempat
kesulitannya terjadi. Orang-orang berkerumun di luar pintu apartemen sewaan. Seorang wanita Negro
berkata kepada Neri, "Ada pria yang memotong-motong gadis kecil."
Neri masuk ke ruang tengah. Ada pintu terbuka di ujung lorong dan cahaya lampu
menyorot keluar. Ia bisa mendengar erangan. Masih memegang lampu senter, ia melangkah ke ujung
lorong dan melewati pintu yang terbuka. Ia hampir jatuh karena tersandung dua sosok yang terkapar di lantai. Yang satu
wanita Negro berusia sekitar 25 tahun. Yang satu lagi gadis Negro yang usianya tidak lebih dari dua
belas tahun. Keduanya berlumuran darah akibat luka sayatan pisau cukur pada wajah dan tubuh. Di ruang
duduk Neri melihat pria yang bertanggung jawab atas penganiayaan itu. Ia mengenal pria itu dengan
baik. Pria itu bernama Wax Baines, muncikari yang terkenal jahat, pengedar narkotika
dan tukang pukul. Matanya sekarang melotot akibat pengaruh narkotika, pisau berlumuran darah di
tangannya yang gemetar. Neri menangkapnya dua minggu yang lalu karena menyerang salah seorang
pelacurnya hingga luka parah di jalan. Waktu itu Baines berkata padanya, "Hai, man, ini
bukan urusanmu." Dan
partner Neri juga 639 meminta Neri membiarkan saja orang-orang hitam itu saling menghajar kalau mau,
tapi Neri menyeret Baines ke kantor polisi. Baines dibebaskan keesokan harinya dengan uang
jaminan. Neri tidak pernah menyukai orang Negro, dan bekerja di Harlem menyebabkan ia
semakin membenci mereka. Mereka semua terlibat narkotika atau minuman keras sementara para
wanitanya bekerja atau menjual diri. Ia tidak membutuhkan orang-orang seperti ini. Jadi pelanggaran
hukum yang dilakukan Baines dengan begitu berani membangkitkan kemarahannya. Dan pemandangan gadis
cilik yang berlumuran darah karena disayat-sayat dengan pisau cukur menyebabkan ia muak.
Dengan tenang, ia berpikir tidak akan menyeret Baines ke penjara lagi.
Tapi para saksi mata sudah berkumpul di apartemen di belakangnya, beberapa orang
yang tinggal di apartemen itu dan partner patrolinya. Neri memerintah Baines, "Buang pisaumu,
kau ditangkap." Baines tertawa. "Man, kau harus menggunakan pistol kalau ingin menangkapku." Ia
mengangkat pisaunya. "Atau mungkin kau menginginkan ini."
Neri bergerak sangat cepat, sehingga partnernya tidak sempat mencabut senjata.
Si Negro menikam dengan pisau, tapi refleks Neri yang luar biasa memungkinkan dirinya menangkap
tangan yang menikam itu dengan tangan kiri. Dengan tangan kanan ia mengayunkan lampu senter
dalam pukulan pendek yang sangat keras. Pukulan itu mengenai sisi kepala Baines dan
menyebabkan ia jatuh berlutut
seperti orang mabuk. Pisau jatuh dari tangannya. Ia sama sekali tidak berdaya.
Jadi pukulan Neri yang kedua tidak bisa dibenarkan, seperti yang kemudian terbukti dalam pemeriksaan di
kepolisian dan pengadilan. Dengan disaksikan orang-orang yang melihat dan polisi temannya, Neri
menghantamkan lampu senter ke bawah, ke batok kepala Baines dengan kekuatan yang luar biasa
sehingga kaca senter pecah, reflektor dan bohlamnya terlontar ke seberang ruangan. Batang senter yang
terbuat dari aluminium bengkok dan hanya baterai di dalamnya yang mencegah senter itu
tertekuk. Seorang penonton yang tertegun, pria Negro yang tinggal dalam apartemen itu, yang lalu
memberi kesaksian yang memberatkan Neri, berkata, "Man, ia benar-benar Negro keras kepala."
Tapi kepala Baines tidak cukup keras. Pukulan itu menyebabkan kepalanya melesak.
Ia tewas dua jam kemudian di Rumah Sakit Harlem.
Albert Neri satu-satunya yang terkejut sewaktu menghadapi tuduhan menggunakan
kekuatan secara berlebihan. Ia diskors dan dituduh melakukan kejahatan. Lalu ia dinyatakan
bersalah membunuh orang lain karena lalai, dan dijatuhi hukuman antara satu hingga sepuluh tahun
penjara. Waktu itu ia begitu
marah, kebingungan, dan membenci masyarakat yang sama sekali tidak peduli.
Mereka berani menilainya sebagai penjahat! Mereka berani mengirimnya ke penjara karena
membunuh binatang seperti muncikari Negro itu! Mereka sama sekali tidak memedulikan wanita dan
gadis cilik yang disayat-sayat dengan pisau, yang cacat seumur hidup, dan sekarang pun masih
dirawat di rumah sakit. Ia tidak takut pada penjara. Ia merasa karena dirinya polisi dan karena sifat
pelanggarannya, ia akan ditangani sebaik-baiknya. Beberapa temannya sesama polisi meyakinkan dirinya
bahwa mereka akan berbicara dengan teman-teman yang lain. Hanya ayah mertuanya, orang Italia kuno
yang cerdik dan memiliki toko ikan di Bronx, yang menyadari bahwa orang seperti Neri tidak
memiliki banyak kesempatan untuk bisa bertahan selama setahun dalam penjara. Sesama narapidana mungkin akan
membunuhnya; kalau tidak, hampir bisa dipastikan ia akan membunuh salah seorang dari mereka.
Terdorong perasaan bersalah sebab putrinya meninggalkan suami yang begitu baik hanya karena
kebodohannya, ayah mertua Neri menggunakan kontaknya dengan Keluarga Corleone (ia membayar uang
perlindungan kepada salah satu perwakilannya dan memasok Keluarga Corleone sendiri dengan ikan


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terbaik sebagai hadiah), ia memohon mereka turun tangan.
Keluarga Corleone mengetahui masalah Albert Neri. Ia merupakan legenda karena
menjadi polisi jujur yang tangguh; ia membuat reputasi sebagai pria yang tidak boleh
diremehkan, sebagai orang
yang bisa membangkitkan rasa takut karena kepribadiannya saja, tak peduli ia
berseragam dan bersenjata atau tidak. Keluarga Corleone selalu tertarik pada orang seperti itu.
Kenyataan bahwa ia polisi tidak terlalu penting. Banyak anak muda yang mengambil jalan salah
akhirnya menuju takdirnya yang benar. Waktu dan keberuntungan biasanya akan meluruskan jalannya.
Pete Clemenza, dengan penciumannya yang baik untuk menemukan personel yang
memenuhi syarat, segera menyampaikan masalah Neri pada Tom Hagen. Hagen mempelajari duplikat
arsip resmi kepolisian dan mendengarkan penuturan Clemenza. Ia berkata, "Mungkin kita bisa
mendapat pengganti Luca Brasi."
Clemenza mengangguk-angguk penuh semangat. Meskipun ia sangat gendut, wajahnya
sama sekali tidak lunak seperti umumnya orang gemuk. "Aku juga berpikir begitu. Mike harus
melihat sendiri catatan ini." Begitulah, sebelum Albert Neri dipindahkan dari tahanan sementara ke tempat yang
akan menjadi tempat tinggal tetapnya di ujung negara bagian, ia diberitahu bahwa hakim sudah mempei
timbangkan kembali perkaranya atas dasar informasi baru dan kesaksian pejabat tinggi kepolisian.
Hukumannya ditangguhkan dan ia dibebaskan.
Albert Neri bukan orang tolol dan ayah mertuanya bukan pesulap. Neri mengetahui
apa yang terjadi dan membalas budi ayah mertuanya dengan menyetujui perceraian dengan Rita. Lalu
ia pergi ke Long Beach untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang membantunya. Rencana
sudah disusun, tentu saja. Michael menerimanya di perpustakaan.
Neri menyampaikan terima kasihnya dengan sikap resmi dan heran serta bersyukur
karena Michael menyambut ucapan terima kasihnya dengan hangat.
"Persetan, aku tidak bisa membiarkan mereka berbuat seperti itu pada sesama
orang Sisilia," kata
Michael. "Mereka seharusnya memberimu medali emas. Tapi politikus sialan itu
tidak memedulikan apa pun kecuali kelompok yang menekan mereka. Dengar, aku tidak akan ikut campur
kalau belum memeriksa segala sesuatunya dan mengetahui kau mendapat perlakuan yang tidak
adil. Salah seorang anak buahku berbicara dengan kakakmu dan kakakmu memberitahu kami betapa kau
selalu memikirkan dirinya dan putranya, bagaimana kau meluruskan bocah itu, mencegahnya
jadi jahat. Ayah mertuamu mengatakan kau orang yang paling baik di dunia. Itu langka."
Dengan cerdik Michael tidak menyinggung soal istri Neri yang meninggalkan suaminya.
Mereka bercakap-cakap selama beberapa waktu. Neri biasanya pendiam, tapi
sekarang ia mengungkapkan segalanya pada Michael Corleone. Michael hanya lima tahun lebih
tua daripada dirinya, tapi Neri berbicara seakan ia jauh lebih tua, cukup tua untuk menjadi
ayahnya. Akhirnya Michael berkata, "Tidak sepantasnya mengeluarkan dirimu dari penjara
lalu membiarkanmu begitu saja. Aku bisa mengusahakan pekerjaan untukmu. Aku punya kepentingan di
Las Vegas, dan dengan pengalamanmu, kau bisa menjadi petugas keamanan di hotel. Atau kalau kau
ingin memegang bisnis kecil, aku bisa mengirim pesan pada bank agar memberimu pinjaman sebagai
modal." Neri sangat berterima kasih sekaligus malu. Dengan penuh harga diri ia menolak
lalu menambahkan, "Bagaimanapun aku harus tinggal dalam yurisdiksi pengadilan karena hukuman
percobaanku." Michael berkata cepat, "Itu detail yang mudah, bisa kubereskan. Lupakan saja hal
itu dan agar bank tidak rewel, lembaran kuningmu akan kucabut."
Lembaran kuning adalah catatan kepolisian untuk pelanggaran yang pernah
dilakukan seseorang. Biasanya lembaran itu diserahkan pada hakim sewaktu ia mempertimbangkan hukuman
yang harus diberikan pada penjahat yang terbukti bersalah. Neri sudah cukup lama bekerja di
departemen kepolisian untuk mengetahui bahwa banyak penjahat yang diperlakukan lunak oleh
hakim karena Bagian Catatan Kejahatan Kepolisian yang telah disuap memberikan lembaran kuning
yang bersih. Jadi ia tidak terlalu heran mendengar Michael Corleone bisa berbuat begitu.
Walau demikian, ia terkejut karena begitu banyak kerepotan yang dilakukan untuk membantu dirinya.
"Kalau membutuhkan bantuan, aku akan menghubungimu," kata Neri.
"Bagus, bagus," kata Michael. Ia memandang arlojinya dan Neri menduga ini
isyarat agar ia pergi. Ia
berdiri. Sekali lagi ia terkejut. "Waktu makan siang," kata Michael. "Ayo makan
bersamaku dan keluargaku. Ayahku bilang ingin bertemu denganmu. Kita bisa berjalan ke
rumahnya. Ibuku akan menyajikan telur, sosis, dan paprika goreng. Hidangan Sisilia asli."
Malam itu merupakan malam paling menyenangkan bagi Albert Neri sejak ia masih
kecil, sejak sebelum orangtuanya meninggal sewaktu ia baru berusia lima belas tahun. Don
Corleone bersikap sangat ramah dan gembira sewaktu mengetahui orangtua Neri berasal dari desa
kecil yang jaraknya hanya beberapa menit berjalan kaki dari desanya sendiri. Percakapan malam itu
menyenangkan, hidangannya lezat, dan anggur yang disajikan pekat dan merah. Neri tersentak
oleh pikiran bahwa akhirnya ia berada di tengah bangsanya sendiri yang sesungguhnya. Ia sadar
dirinya hanyalah tamu sesaat, tapi ia mengetahui bisa menemukan tempat yang permanen dan bahagia di
dunia seperti ini. Michael dan Don mengantar Neri ke mobilnya. Don menjabat tangannya dan berkata,
"Kau orang yang baik. Aku mengajari anakku Michael ini bisnis minyak zaitun. Aku sudah tua,
ingin pensiun. Dan ia datang padaku dengan mengatakan ia ingin terlibat dalam masalahmu. Kubilang
padanya, belajar saja tentang minyak zaitun. Tapi ia terus menggangguku. Ia berkata, ini orang yang
baik, orang Sisilia, dan mereka memperlakukannya dengan buruk. Ia terus memintaku, tidak membiarkan aku
tenang sampai aku menaruh perhatian pada masalahmu. Aku mengatakan ini padamu untuk
menunjukkan bahwa ia benar. Sekarang setelah bertemu denganmu, aku senang karena kami mau ikut
campur. Maka kalau kami bisa berbuat lebih lanjut bagimu, katakan saja. Mengerti" Kami akan
membantu." (Teringat pada
kebaikan hati Don, Neri ingin sekali orang besar itu masih hidup untuk melihat
jasa yang diberikannya hari ini.)^ Neri butuh waktu kurang dari tiga hari untuk mengambil keputusan. Ia mengerti
bahwa ia dibujuk, tapi ia memahami lebih daripada itu. Bahwa Keluarga Corleone menyetujui tindakannya
yang dikutuk masyarakat dan menyebabkan ia dihukum. Keluarga Corleone menghargainya,
sedangkan masyarakat tidak. Ia mengerti bahwa ia akan lebih bahagia di dunia yang diciptakan Keluarga
Corleone daripada dunia di luarnya. Dan ia mengerti bahwa Keluarga Corleone lebih berkuasa, dalam
batas-batasnya yang lebih sempit. Ia mengunjungi Michael lagi dan memaparkan semua kartunya di atas meja. Ia tidak
ingin bekerja di Las Vegas, tapi mau menerima pekerjaan pada Keluarga di New York. Ia menyatakan
loyalitasnya dengan jelas. Michael tersentuh, Neri bisa melihat itu. Semua sudah diatur. Tapi
Michael mendesak Neri mau mengambil liburan lebih dulu di Miami, di sana ada hotel milik
Keluarga. Semua biaya dan
gajinya dibayar sebulan di muka supaya ia punya uang tunai untuk bersenangsenang. Liburan itu merupakan pengalaman pertama Neri menikmati kemewahan. Semua orang
di hotel mengistimewakannya, dan selalu berkata, "Ah, kau sahabat Michael Corleone."
Berita kedatangannya sudah diteruskan ke petinggi hotel. Ia diberi salah satu suite mewah, bukan
kamar sempit yang mungkin diberikan pada kerabat yang miskin. Orang yang mengelola kelab malam di
hotel mengatur supaya ia bisa berkencan dengan gadis-gadis cantik. Setelah kembali ke New York,
Neri punya pandangan yang sedikit berbeda tentang kehidupan pada umumnya.
Ia ditempatkan dalam regime Clemenza dan diuji dengan cermat oleh bagian
personalia yang ahli. Tindakan jaga-jaga tertentu diambil. Bagaimanapun, ia dulu polisi. Tapi
kekejaman Neri yang merupakan bakat alamiahnya mengatasi
persoalan apa saja yang mungkin dihadapinya setelah berada "di seberang". Dalam
waktu kurang dari setahun ia sudah "membuktikan diri". Ia tidak bisa kembali.
Clemenza memujinya. Neri merupakan keajaiban, Luca Brasi baru. Ia akan lebih
baik daripada Luca, Clemenza berbohong. Bagaimanapun, Neri temuannya. Secara fisik orang itu benarbenar luar biasa. Refleks dan koordinasi tubuhnya sedemikian rupa sehingga ia bisa disamakan
dengan Joe DiMaggio. Clemenza juga tahu Neri bukan orang yang bisa dikuasai orang lain seperti
dirinya. Neri bertanggung
jawab langsung ke Michael Corleone, dengan Tom Hagen sebagai penyekat yang
diperlukan. Neri orang "istimewa", dan sebagai orang istimewa mendapat gaji yang besar tapi
tidak punya usaha sendiri sebagai sumber nafkahnya, seperti penjualan kupon taruhan atau operasi
perlindungan. Jelas sekali rasa hormatnya kepada Michael Corleone sangat besar dan suatu hari Hagen
berkata sambil bergurau pada Michael, "Nah, sekarang kau memiliki Luca sendiri."
Michael mengangguk. Ia sudah mendapatkannya. Albert Neri adalah anak buahnya
sampai mati. Dan tentu saja itu muslihat yang dipelajarinya dari Don sendiri. Saat mempelajari
bisnis, mendapatkan pelajaran selama berhari-hari yang panjang dari ayahnya, pada suatu ketika
Michael bertanya, "Mengapa kau menggunakan orang seperti Luca Brasi" Binatang seperti itu?"
Don terus memberinya pelajaran. "Di dunia ini ada orang-orang," katanya, "yang
pergi ke mana-mana minta dibunuh. Kau pasti bisa menyadari kehadiran mereka. Mereka bertengkar
dalam permainan judi, mereka melompat dari mobilnya karena marah pada seseorang meskipun orang itu
hanya menyenggol sedikit bumper mobilnya, mereka meng647 hina dan menggertak orang yang kemampuannya belum mereka ketahui. Aku pernah
melihat seorang pria, orang tolol, yang sengaja memancing kemarahan sekelompok orang yang
berbahaya, sedangkan ia sendiri tidak punya kemampuan apa pun. Orang seperti itulah yang berkeliaran
di dunia sambil berteriak, 'Bunuh aku! Bunuh aku!'. Dan selalu ada orang yang memenuhi
permintaan mereka. Kita membaca hal itu di koran setiap hari. Orang seperti itu tentu saja mencelakakan
orang lain. "Luca Brasi orang seperti itu. Tapi ia orang yang begitu luar biasa sehingga
lama sekali tidak ada yang
bisa membunuhnya. Kebanyakan orang seperti itu bukan urusan kita, tapi Brasi
merupakan senjata ampuh untuk digunakan. Prinsipnya adalah karena ia tidak takut pada kematian,
bahkan mencarinya, kita buat diri kita jadi orang yang benar-benar diinginkannya untuk tidak
membunuhnya. Ia hanya mempunyai satu ketakutan itu, bukan pada kematian, tapi bahwa mungkin kitalah
orang yang akan membunuhnya. Dengan demikian ia menjadi milik kita."
Itu salah satu pelajaran paling berharga yang diberikan Don sebelum ia
meninggal, dan Michael menggunakan pelajaran itu untuk membuat Neri menjadi Luca Brasi baginya.
Dan sekarang, akhirnya, Albert Neri, sendirian dalam apartemen yang didiaminya
di Bronx, akan mengenakan pakaian seragam polisinya sekali lagi. Ia menyikat seragamnya dengan
hati-hati. Lalu ia akan mengelap sarung pistolnya. Juga topi polisinya, tudungnya harus
dibersihkan, dan sepatu hitamnya harus disemir. Neri bekerja penuh tekad. Ia telah menemukan tempatnya
di dunia. Michael Corleone menaruh kepercayaan penuh pada dirinya, dan hari ini ia tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan itu. Bab 31 Pada hari yang sama dua limusin diparkir di kompleks Long Beach. Salah satu
mobil besar itu menunggu untuk mengantar Connie Corleone, ibunya, suaminya, dan dua anaknya ke
bandara. Keluarga Carlo Rizzi akan berlibur di Las Vegas dalam persiapan pindah permanen
ke kota itu. Michael yang memerintah Carlo, meskipun Connie memprotes. Michael tidak mau
bersusah payah menjelaskan bahwa ia ingin semua orang keluar dari kompleks sebelum pertemuan


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keluarga Corleone-Barzini. Memang pertemuan itu sendiri sangat dirahasiakan. Hanya para
capo dari kedua keluarga yang mengetahuinya.
Limusin lain untuk Kay dan anak-anaknya, yang akan diantar ke New Hampshire
untuk mengunjungi orangtuanya. Michael akan tetap tinggal di kompleks. Ia punya urusan yang
mendesak sehingga tidak bisa pergi. Malam sebelumnya Michael mengirim pesan kepada Carlo Rizzi bahwa ia akan
memerlukan kehadirannya di kompleks selama beberapa hari, ia bisa bergabung dengan istri
dan anak-anaknya pada minggu berikutnya. Connie marah sekali, k berusaha menelepon Michael, tapi
Michael sudah pergi ke kota. Sekarang pandangannya mencari-cari Michael di seluruh kompleks, tapi
Michael mengurung diri bersama Tom Hagen dan tidak boleh diganggu. Connie mencium Carlo sebagai
ucapan selamat tinggal sewaktu Carlo mengantarnya masuk ke limusin. "Kalau kau tidak keluar
dari sini dalam waktu dua hari, aku akan kembali untuk menjemputmu," Connie mengancam.
Carlo tersenyum sopan layaknya suami. "Aku akan segera datang," katanya.
Connie menjulurkan kepala ke luar jendela. "Menurutmu untuk apa Michael
memerlukanmu?" tanyanya. Kerutan di wajahnya yang penuh kekhawatiran menyebabkan ia tampak tua
dan tidak menarik. Carlo mengangkat bahu. "Ia menjanjikan bisnis besar padaku. Mungkin itu yang
ingin dibicarakannya. Itulah yang diisyaratkan padaku." Carlo tidak tahu tentang jadwal pertemuan
dengan Keluarga Barzini malam ini. Connie bertanya penuh perhatian, "Sungguh, Carlo?" Carlo mengangguk
meyakinkannya. Limusin meluncur melewati pintu gerbang kompleks ke luar.
Sesudah limusin pertama menghilang, barulah Michael keluar untuk mengucapkan
selamat jalan pada Kay dan kedua anaknya. Carlo juga mendekat untuk mengucapkan selamat jalan
kepada Kay dan mengharapkan liburannya menyenangkan. Akhirnya limusin kedua meluncur dan
melewati pintu gerbang. Michael berkata, "Maaf aku terpaksa menahanmu di sini, Carlo. Ini tidak lebih
dari dua hari." Carlo berkata cepat, "Aku sama sekali tidak keberatan."
"Bagus," kata Michael. "Jangan jauh-jauh dari telepon dan akan kupanggil kau
sesudah aku siap menemuimu. Ada beberapa orang lain yang harus kutemui sebelum itu. Oke?"
"Tentu saja, Mike, tentu," kata Carlo. Ia pergi ke rumahnya sendiri, dan
menelepon gundiknya yang disembunyikannya di Westbury, berjanji menemuinya larut malam nanti. Lalu ia
duduk dengan sebotol anggur dan menunggu. Ia menunggu lama sekali. Mobil-mobil mulai
berdatangan melalui pintu gerbang tidak lama selewat tengah hari. Ia melihat Clemenza keluar dari
mobil, dan tidak lama kemudian Tessio keluar dari mobil lain. Mereka berdua dipersilakan masuk ke
rumah Michael oleh salah seorang pengawal pribadinya. Clemenza pergi beberapa jam kemudian, tapi
Tessio tidak muncul. Carlo mencari udara segar di sekitar kompleks, tidak lebih dari sepuluh menit.
Ia sudah tidak asing lagi dengan semua penjaga yang bertugas di kompleks, bahkan bersahabat dengan
beberapa di antara mereka. Ia berpikir akan mengajak mereka bercakap-cakap untuk mengisi waktu.
Tapi ia sangat terkejut sewaktu mendapati tidak seorang penjaga pun yang bertugas hari ini
dikenalnya. Mereka semua asing baginya. Bahkan yang lebih mengherankan, orang yang berjaga di pintu
gerbang adalah Rocco Lampone, dan Carlo mengetahui kedudukan Rocco terlalu tinggi dalam
Keluarga sehingga tidak mungkin diberi tugas sesepele itukecuali ada kejadian yang luar biasa.
Rocco melontarkan senyum ramah dan menyapanya. Carlo waspada. Rocco berkata,
"Hai, kupikir kau pergi berlibur dengan Don?"
Carlo mengangkat bahu. "Mike ingin aku tinggal di sini dulu dua hari. Ada yang
harus kulakukan, katanya." "Yeah," kata Rocco Lampone. "Aku juga. Lalu ia memerintahkan aku menjaga
gerbang. Ah, persetan, ia bosnya." Nada suaranya menyatakan Michael tidaklah seperti ayahnya; agak
sombong. Carlo tidak mengacuhkan nada suara Rocco. "Mike mengetahui apa yang
dilakukannya," katanya.
Rocco menerima teguran itu dengan berdiam diri. Carlo pamitan dan berjalan
kembali ke rumah. Ada yang akan terjadi, tapi Rocco Lampone tidak mengetahui apa.
Michael berdiri di depan jendela ruang duduk dan mengawasi Carlo yang berjalan
keliling kompleks. Hagen membawakan brendi yang keras. Michael menghirupnya dengan penuh terima
kasih. Di belakangnya Hagen berkata lembut, "Mike, kau harus mulai bertindak. Sudah tiba
saatnya." Michael menghela napas. "Aku ingin ini tidak harus dilakukan secepat ini. Aku
berharap Papa bertahan sedikit lebih lama lagi."
"Tidak akan ada yang kacau," kata Hagen. "Kalau aku tidak mengacau, tidak ada
seorang pun yang kacau. Kau merencanakannya dengan sangat baik."
Michael berbalik dari jendela. "Papa yang banyak merencanakan. Aku tidak pernah
menyadari betapa cerdik dirinya. Tapi kurasa kau mengetahuinya."
"Tidak ada yang seperti dirinya," kata Hagen. "Tapi ini indah. Ini yang terbaik.
Jadi kau juga tidak terlalu buruk." "Kita lihat saja apa yang akan terjadi," kata Michael. "Apakah Clemenza dan
Tessio sudah tiba di kompleks?" Hagen mengangguk. Michael menghabiskan brendi dalam gelasnya. "Suruh Clemenza
kemari. Aku akan memberinya perintah secara pribadi. Aku sama sekali tidak ingin bertemu
Tessio. Katakan saja padanya aku akan bersiap-siap pergi ke pertemuan dengan Barzini bersamanya
sekitar setengah jam lagi. Orang-orang Clemenza akan membereskannya sesudah itu,"
Hagen bertanya ringan, "Tidak ada cara untuk melepaskan
Tessio?" "Tidak ada," kata Michael.
Di tengah kota Birffalo, kedai pizza di tepi jalan ramai dikunjungi pembeli.
Sesudah waktu makan siang, kesibukan akhirnya mereda dan pelayan berkeliling membawa baki seng
berisi sisa-sisa pizza, meletakkannya di luar jendela, dan menaruhnya di rak tungku besar dari batu
bata. Ia mengintip ke dalam oven, ada pai yang sedang dipanggang. Kejunya belum mulai menggelembung.
Saat ia kembali ke meja panjang tempat ia bisa melayani orang dari jalan, ada pemuda
berpenampilan tangguh berdiri
di sana. Pemuda itu berkata, "Beri aku sepotong."
Si pelayan pizza mengambil sekop kayu dan memasukkan irisan pizza yang dingin ke
oven untuk dipanaskan. Si pembeli, bukannya menunggu di luar, memutuskan masuk untuk
dilayani. Kedai itu kosong sekarang. Pelayan membuka oven dan mengeluarkan irisan pizza yang sudah
panas lalu menghidangkannya di piring kertas. Tapi si pembeli tidak memberikan uang untuk
membayarnya, melainkan menatapnya tajam.
"Kudengar ada tato hebat di dadamu," kata si pembeli. "Aku bisa melihat
puncaknya di balik bajumu.
Bagaimana kalau kauperlihatkan semuanya padaku?"
Si pelayan terpaku. Ia kelihatan lumpuh.
"Buka bajumu," kata pembeli itu.
Si pelayan menggeleng. "Aku tidak punya tato," katanya dalam bahasa Inggris
dengan aksen kental. "Itu orang yang bertugas malam."
Pembelinya tertawa. Tawanya tidak menyenangkan, kasar, tegang. "Ayo, buka
kancing bajumu, biar kulihat." Pelayan itu mundur ke bagian belakang kedai, bermaksud mendekati tungku besar.
Tapi pembelinya mengangkat tangan di atas meja panjang. Ada sepucuk pistol dalam genggamannya.
Ia menembak. Peluru menghantam dada si pelayan dan mengempaskannya ke tungku. Pembeli itu
menembaknya sekali lagi dan si pelayan pun merosot ke lantai. Si pembeli berjalan memutari
rak, mengulurkan tangan ke bawah, dan merenggut kancing-kancing bajunya. Dada si pelayan
berlumuran darah, tapi tatonya terlihat, sepasang kekasih yang berpelukan dan pisau yang menikam
mereka. Si pelayan mengangkat tangan dengan susah payah seakan untuk melindungi diri. Si penembak
berkata, "Fabrizzio, Michael Corleone mengirimkan salam." Ia mengacungkan pistol hingga
hanya beberapa inci dari kepala si pelayan dan menarik picunya. Lalu ia berjalan ke luar kedai.
Di tepi jalan, mobil menunggu dengan pintu terbuka. Ia masuk dan mobil seketika melesat pergi.
Rocco Lampone menjawab telepon yang dipasang pada salah satu tiang besi di pintu
gerbang. Ia mendengar seseorang berkata, "Paketmu sudah siap," dan terdengar bunyi klik saat
orang yang menelepon meletakkan telepon. Rocco masuk ke mobil dan menjalankannya ke luar
kompleks. Ia menyeberangi Jones Beach Causeway, jalan tempat Sonny Corleone dibunuh, dan
keluar menuju stasiun kereta Wantagh. Ia memarkir mobilnya di sana. Mobil lain menunggunya
dengan dua pria di dalam. Mereka bermobil lagi selama sepuluh menit di Sunrise Highway dan berbelok
memasuki jalan taman. Rocco Lampone, meninggalkan kedua pria lain di mobil, berjalan ke salah
satu bungalo yang ada. Satu tendangan melepaskan daun pintunya dari engsel dan Rocco menghambur
masuk ke kamar. 654 Phillip Tattaglia, tujuh puluh tahun dan telanjang bulat seperti bayi, berdiri
di samping ranjang tempat
seorang gadis muda berbaring. Rambut Phillip Tattaglia hitam legam, tapi rambut di atas
kemaluannya berwarna abu-abu baja. Tubuhnya montok seperti ayam negeri. Rocco menembakkan
empat peluru ke tubuhnya, semuanya di perut. Lalu ia berbalik dan berlari kembali ke mobil.
Kedua pria itu menurunkannya di stasiun Wantagh. Ia mengambil mobilnya sendiri dan kembali ke
kompleks. Ia masuk untuk menemui Michael Corleone sebentar lalu keluar lagi untuk menempati
posisinya di pintu gerbang. Albert Neri, sendirian di apartemennya, menyelesaikan pekerjaan menyiapkan
pakaian seragam. Perlahan-lahan ia mengenakannya, celana, kemeja, dasi serta jas, sarung dan
sabuk pistol. Ia menyerahkan senjatanya sewaktu diskors dari kesatuan; tapi, melalui upaya
administratif, mereka tidak memerintahkan dirinya mengembalikan lencana. Clemenza memberinya sepucuk
pistol Police Special kaliber .38 yang baru, tidak bisa dilacak asal usulnya. Neri
membongkarnya, meminyakinya,
memeriksa pelatuknya, dan memasangnya kembali, menarik picunya. Ia mengisi
silindernya dengan peluru dan siap berangkat.
Ia memasukkan topi polisi ke kantong kertas dan memakai mantel luar sipil untuk
menyembunyikan seragamnya. Ia memandang arloji. Lima belas menit sebelum mobil menunggunya di
bawah. Ia melewatkan waktu lima belas menit dengan memeriksa penampilannya di cermin.
Tidak ada keraguan lagi. Ia tampak seperti polisi sebenarnya.
Mobil menunggu dengan dua anak buah Rocco Lampone di kursi depan. Neri masuk dan
duduk di kursi belakang. Sementara mobil mulai berjalan ke pusat kota, sesudah mereka
meninggalkan lingkungan apartemen, ia menanggalkan mantel luar sipilnya dan meninggalkannya
di lantai mobil. Ia merobek kantong kertas dan mengenakan topi polisi.
Di 55 th Street dan Fifth Avenue mobil berhenti di tepi jalan dan Neri keluar.
Ia mulai menyusuri jalan raya. Ia merasa aneh karena bertugas kembali dengan pakaian seragam,
berpatroli di jalan seperti
yang dulu dilakukannya berkali-kali. Tampak kelompok-kelompok orang. Ia berjalan
ke pusat kota hingga tiba di depan Rockefeller Center, di seberang Katedral St. Patrick. Di
sisi jalan raya ia melihat
limusin yang dicarinya. Mobil itu diparkir sendirian di antara deretan rambu
DILARANG PARKIR dan DILARANG BERHENTI. Neri memperlambat langkah. Ia datang terlalu awal. Ia
berhenti untuk menulis di buku tilang, lalu meneruskan perjalanan. Sekarang ia berada di sisi
limusin. Ia mengetuk spatbornya dengan tongkat polisi. Sopirnya menengadah keheranan. Neri menunjuk
ke rambu DILARANG BERHENTI dengan tongkat dan memberi isyarat agar sopir memindahkan
mobil. Sopir itu membuang muka. Neri bergerak ke tengah jalan agar bisa berdiri di sisi jendela sopir yang
terbuka. Sopirnya bajingan
yang tampak tangguh, jenis yang paling disukai Neri untuk diberi pelajaran. Neri


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata dengan sikap menghina yang disengaja. "Oke, jagoan, kau ingin kutilang atau kaupindahkan
mobilmu?" Sopir berkata datar, "Sebaiknya kauperiksa catatan di kantormu. Berikan saja
surat tilangnya kalau itu
membuatmu senang." "Sialan, pergi dari sini," kata Neri, "kalau tidak, kuseret kau keluar mobil dan
kuhajar hingga babakbelur." Sopir mengeluarkan sehelai uang sepuluh dolar dengan
kecepatan pesulap, melipatnya menjadi segiempat kecil dengan satu tangan, dan
mencoba menjejalkannya ke balik kemeja Neri. Neri mundur ke trotoar dan menekuk
telunjuknya ke arah sopir.
Sopir turun dari mobil. "Coba lihat SIM dan surat-surat mobilmu," kata Neri. Tadinya ia berharap bisa
memaksa sopir mengelilingi blok, tapi sekarang tidak mungkin lagi. Dari sudut matanya, Neri
melihat tiga pria pendek tegap menuruni tangga gedung Plaza, menuju ke jalan. Mereka adalah
Barzini dan dua pengawal pribadinya, dalam perjalanan menemui Michael Corleone. Sementara ia
melihat semua ini, salah seorang pengawal mendahului ke depan untuk melihat apa yang tidak beres
dengan mobil Barzini. Orang itu bertanya pada sopir, "Ada apa?"
Sopir berkata singkat, "Aku kena tilang, tidak usah khawatir. Rupanya ia orang
baru di kantor polisi."
Saat itu Barzini tiba bersama pengawal pribadinya yang lain. Ia menggeram,
"Sialan, apa lagi sekarang?" Neri menyelesaikan menulis surat tilang dan memberikannya kepada sopir beserta
SIM dan suratsurat mobil. Lalu ia memasukkan kembali buku diang ke saku belakang
celana dan bersamaan dengan
gerakan tangan ke depan, mencabut pistol Special kaliber .38-nya.
Ia menyarangkan tiga peluru ke dada Barzini yang bulat seperti tong sebelum
ketiga pria lain pulih dari keterkejutan mereka dan berlindung. Pada waktu itu Neri telah menghambur ke
tengah keramaian dan berbelok di tikungan jalan ke tempat mobil menunggu dirinya. Mobil
membawanya melaju sepanjang Ninth Avenue dan berbelok ke arah pusat kota. Dekat Chelsea Park,
Neri, yang telah membuang topi polisi dan mengenakan mantel luar serta berganti pakaian, pindah
ke mobil lain yang menunggu. Ia meninggalkan pistol dan seragam polisi di mobil pertama. Mobil itu
akan disingkirkan. Satu jam kemudian ia telah aman di dalam kompleks Long Beach dan bercakap-cakap
dengan Michael Corleone. Tessio menunggu di dapur rumah lama Don dan minum secangkir kopi sewaktu Tom
Hagen mendekatinya. "Mike siap menerimamu sekarang," kata Hagen. "Sebaiknya kauhubungi
Barzini dan minta ia berangkat sekarang."
Tessio bangkit dan mendekati telepon di dinding. Ia memutar nomor kantor Barzini
di New York dan berkata singkat, "Kami dalam perjalanan ke Brooklyn." Ia meletakkan telepon dan
tersenyum pada Hagen. "Mudah-mudahan Mike melakukan transaksi yang baik bagi kita malam ini."
Hagen berkata muram, "Aku yakin ia akan mendapatkannya." Ia mengantar Tessio
keluar dari dapur dan ke halaman kompleks. Mereka berjalan ke rumah Michael. Di pintu mereka
dihentikan salah seorang pengawal. "Kata Bos, ia akan pergi dengan mobil lain. Ia meminta kalian
berdua terus saja." Tessio mengernyit dan berpaling pada Hagen. "Sialan, ia tidak bisa berbuat
begitu. Itu merusak semua
rencanaku." Pada saat itu tiga pengawal muncul di sekeliling mereka. Hagen berkata lembut,
"Aku juga tidak bisa
ikut bersamamu, T' " lessio. Caporegime yang wajahnya seperti cerpelai itu memahami segalanya dalam
sepersekian detik. Dan menerimanya. Sejenak ia merasakan kelemahan fisik, lalu pulih kembali. Ia
berkata pada Hagen, "Katakan pada Mike ini bisnis semata, aku sejak dulu menyukai dirinya."
Hagen mengangguk. "Ia mengerti."
Tessio terdiam sesaat, lalu bertanya perlahan, "Tom,
bisakah kau melepaskanku dari jerat ini" Demi persahabatan
kita?" Hagen menggeleng. "Tidak bisa," katanya.
Ia mengawasi Tessio yang dikelilingi pengawal dan disuruh masuk ke mobil yang
menunggu. Ia agak mual. Tessio dulu prajurit paling baik dalam Keluarga Corleone. Don tua
mengandalkan dirinya melebihi orang lain kecuali Luca Brasi. Sayang sekali orang begitu cerdas
membuat kesalahan fatal dalam penilaian setelah berusia lanjut.
Carlo Rizzi masih menunggu pertemuan dengan Michael, gelisah melihat orang-orang
yang datang dan pergi. Jelas sekali sesuatu yang besar sedang terjadi dan kelihatannya ia
akan ditinggalkan. Dengan tidak sabar ia menelepon Michael. Salah seorang penjaga rumah menerima
teleponnya, menemui Michael, dan kembali dengan pesan bahwa Michael menginginkan Carlo duduk
diam dulu, gilirannya akan segera dba.
Carlo menelepon gundiknya lagi dan mengatakan pada wanita itu bahwa ia pasti
bisa mengajaknya makan malam lalu akan tidur di sana. Michael bilang akan segera memanggil
dirinya. Apa pun yang direncanakannya tidak akan memakan waktu lebih dari satu atau dua jam. Lalu ia
akan membutuhkan waktu empat puluh menit untuk bermobil ke Westbury. Itu bisa dilakukan. Ia
berjanji akan bisa melakukannya dan dengan kata-kata manis membujuk wanita tersebut agar tidak
marah. Setelah meletakkan telepon, Carlo memutuskan mengenakan pakaian yang pantas agar bisa
menghemat waktu nanti. Ia baru saja mengenakan kemeja baru sewaktu terdengar ketukan di pintu.
Dengan cepat ia menarik kesimpulan bahwa Mike tadi berusaha menghubunginya lewat telepon dan
mendengar nada sibuk sehingga lalu mengirim anak buahnya untuk memanggil dirinya. Carlo pergi ke
pintu dan membukanya. Ia merasa seluruh tubuhnya lemas karena ketakutan setengah mati.
Michael Corleone berdiri di ambang pintu, wajahnya bagai wajah malaikat maut yang sering dilihat
Carlo Rizzi dalam mimpi. Di belakang Michael Corleone berdiri Hagen dan Rocco Lampone. Wajah mereka
tampak muram, seperti orang yang datang dengan enggan untuk menyampaikan kabar buruk pada
sahabat. Mereka bertiga masuk ke rumah dan Carlo Rizzi mengantar mereka ke ruang duduk. Sesudah
pulih dari guncangan pertama yang dirasakannya, ia merasa sarafnya kacau. Kata-kata Michael
menyebabkan ia sakit, perutnya mual. "Kau harus menjelaskan kematian Santino," kata Michael.
Carlo tidak menjawab, pura-pura tidak mengerti. Hagen dan Lampone berpencar ke dinding yang
berseberangan. Carlo dan Michael berhadapan.
"Kau menjebak Santino untuk anak buah Barzini," kata Michael suaranya datar.
"Sandiwara kecil yang kaumainkan dengan adikku, apakah Barzini meyakinkanmu bahwa itu bisa
membodohi seorang Corleone?" Carlo Rizzi berbicara karena ketakutan yang luar biasa, tanpa martabat, tanpa
harga diri apa pun. "Aku
bersumpah tidak bersalah. Mike, jangan berbuat begini padaku, kumohon, Mike,
jangan berbuat begini padaku." Michael berkata pelan, "Barzini sudah mati. Begitu juga Phillip Tattaglia. Aku
ingin membereskan semua perhitungan Keluarga malam ini. Jadi tidak perlu kaukatakan kau tidak
bersalah. Lebih baik akui saja apa yang kaulakukan."
Hagen dan Lampone memandang takjub Michael. Mereka berpikir Michael belum
setingkat ayahnya. Kenapa berusaha memaksa pengkhianat ini mengakui kesalahan" Kesalahan itu telah terbuka,
semaksimal hal seperti itu bisa dibuktikan. Jawabannya sudah jelas. Michael belum yakin ia benar, masih
takut ia bertindak tidak adil, masih mengkhawatirkan secuil ketidakpastian yang hanya bisa dihapus
dengan pengakuan Carlo Rizzi. Tetap belum ada jawaban. Michael berkata dengan nada yang hampir lemah lembut,
"Jangan ketakutan begitu. Apakah menurutmu aku akan menjadikan adikku janda" Apakah
menurutmu aku akan menjadikan para keponakanku yatim" Bagaimanapun aku ayah baptis salah satu
anakmu. Tidak, hukumanmu adalah kau tidak lagi diperbolehkan bekerja untuk Keluarga. Aku akan
menempatkanmu dalam pesawat ke Vegas untuk bergabung dengan istri dan anak-anakmu, sesudah itu
kuminta kau tetap tinggal di sana. Akan kukirim tunjangan kesejahteraan untuk Connie. Hanya
itu. Tapi jangan terus mengatakan kau tidak bersalah, jangan menghina kecerdasanku dan membuatku
marah. Siapa yang menghubungimu, Tattaglia atau Barzini?"
Dalam harapan penuh penderitaan untuk tetap hidup, dalam kelegaan luar biasa
karena tidak akan dibunuh, Carlo Rizzi berbisik, "Barzini."
"Bagus, bagus," kata Michael pelan. Ia memberi isyarat dengan tangan kanannya.
"Kuminta kau pergi sekarang. Ada mobil yang menunggu untuk membawamu ke bandara."
Carlo keluar lebih dulu dari pintu, dan tiga pria lainnya dekat sekali di
belakangnya. Sekarang sudah
malam, tapi kompleks seperti biasa terang benderang oleh cahaya lampu sorot.
Mobil berhenti. Carlo melihat itu mobilnya sendiri. Ia tidak mengenali pengemudinya. Ada seseorang
duduk di belakang, tapi pada sisi yang jauh. Lampone membuka
pintu depan dan memberi isyarat memerintahkan Carlo masuk. Michael berkata,
"Akan kutelepon istrimu dan memberitahukan kau dalam perjalanan ke sana." Carlo masuk ke mobil.
Kemeja sutranya basah kuyup oleh keringat.
Mobil meluncur, melaju ke pintu gerbang. Carlo hendak berpaling untuk melihat
apakah ia mengenal pria yang duduk di belakang. Saat itu Clemenza, dengan kelincahan gadis cilik
yang mengalungkan pita di kepala kucing, melilitkan tali di leher Carlo Rizzi. Tali yang licin itu
menancap ke kulit leher akibat tarikan Clemenza yang kuat. Tubuh Carlo Rizzi terlonjak ke atas seperu
ikan di ujung tali pancing. Tapi Clemenza memeganginya erat-erat, menarik tali hingga tubuh Carlo
lemas. Tiba-tiba tercium bau busuk yang menusuk hidung dalam mobil. Saat ia menjelang ajal, dubur
Carlo membuka dan mengeluarkan isi perutnya.
Clemenza tetap menarik tali sekuat tenaga selama beberapa menit lagi untuk
meyakinkan, lalu melepaskan talinya dan mengantonginya kembali. Ia menyandar ke kursi mobil
sementara tubuh Carlo merosot ke pintu. Beberapa saat kemudian Clemenza menurunkan kaca jendela untuk
menghilangkan bau busuk. Kemenangan Keluarga Corleone telah lengkap. Dalam waktu 24 jam itu juga,
Clemenza dan Lampone melepaskan regime mereka dan menghukum para penyusup ke dalam wilayah kekuasaan
Corleone. Neri dikirim untuk mengambil alih komando regime Tessio. Para penjual kupon
taruhan Barzini dihentikan bisnisnya. Dua di antara para prajurit tingkat tinggi Barzini
ditembak mati sewaktu mereka
dengan tenang mencungkili gigi sesudah makan malam di restoran Italia di
Mulberry Street. Manipulator pacuan kuda yang terkenal jahatnya juga dibunuh dalam perjalanan
pulang ke rumah membawa kemenangannya malam itu. Dua lintah
662 darat terbesar di kawasan pelabuhan menghilang, dan ditemukan berbulan-bulan
kemudian di rawa New Jersey. Dengan satu serangan keji ini Michael Corleone memperoleh reputasi sekaligus
memulihkan Keluarga Corleone ke tempat pertama di antara Keluarga-Keluarga New York. Ia dihormati
bukan hanya karena taktiknya yang cemerlang, tapi juga karena beberapa caporegime paling penting
dalam Keluarga Barzini maupun Keluarga Tattaglia segera berpindah ke pihaknya.
Kemenangan itu seharusnya sempurna bagi Michael Corleone, kalau saja adiknya
Connie tidak histeris. Connie terbang pulang bersama ibunya, dan anak-anaknya ditinggalkan di Las
Vegas. Ia menahan kesedihannya sebagai janda hingga limusin berhenti di kompleks. Lalu, sebelum
ibunya sempat mencegah, ia berlari menyeberangi jalan ke rumah Michael Corleone. Ia menghambur
menerobos pinta dan mendapatkan Michael Corleone bersama Kay di ruang duduk. Kay menyambut
hendak menghibur dan memeluknya dengan kasih sayang kakak, tapi seketika berhenti


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu Connie mulai menjerit-jerit pada Michael, menghamburkan kutukan dan ancaman. "Dasar keparat
sialan," jeritnya. "Kau membunuh suamiku. Kau menunggu hingga Papa meninggal dan tidak ada yang
menghalangimu untuk membunuhnya. Kau membunuhnya. Kau menyalahkan dia atas kematian Sonny, kau
selalu begitu, semua orang begitu. Tapi kau tidak pernah memikirkan diriku. Apa yang
akan kulakukan sekarang, apa yang akan kulakukan?" Ia terus menjerit dan meratap. Dua pengawal
pribadi Michael datang di belakangnya dan menunggu perintah dari Michael. Tapi Michael hanya
berdiri diam hingga adiknya selesai. Kay berkata dengan suara terguncang, "Connie, kau kalut, jangan mengucapkan
kata-kata seperti itu."
Connie pulih dari histerianya. Suaranya mengandung racun mematikan. "Menurutmu
kenapa ia selalu bersikap dingin padaku" Menurutmu kenapa ia mempertahankan Carlo di kompleks
sini" Selama ini ia tahu akan membunuh suamiku. Tapi ia tidak berani waktu ayahku masih hidup.
Papa pasti mencegahnya. Ia mengetahuinya. Ia hanya menunggu. Lalu ia menjadi ayah baptis
anakku hanya untuk mengalihkan perhatian. Keparat berhati dingin. Menurutmu kau mengenal
suamimu" Kau tahu berapa banyak orang yang dibunuhnya selain Carlo" Baca saja koran. Barzini,
Tattaglia, dan yang lainnya. Kakakku membunuh mereka semua."
Connie kembali histeris. Ia berusaha meludahi wajah Michael tapi mulutnya
kering. "Bawa ia pulang dan panggilkan dokter," kata Michael. Seketika kedua pengawalnya
menangkap lengan Connie dan menariknya ke luar rumah.
Kay masih terguncang, masih ngeri. Ia bertanya pada suaminya. "Apa yang
membuatnya mengatakan semua itu, Michael, apa yang menyebabkan ia percaya begitu?" Michael mengangkat
bahu. "Ia histeris." Kay memandang lurus ke matanya. "Michael, itu tidak benar, bukan"
Tolong katakan ini tidak benar." Michael menggeleng jengkel. "Tentu saja tidak. Tapi percayalah padaku, sekali
ini saja kau kuizinkan bertanya mengenai urusanku, dan aku akan menjawabnya. Itu tidak benar."
Michael tidak bisa lebih meyakinkan lagi. Ia memandang lurus ke mata Kay. Ia
menggunakan rasa saling percaya yang telah mereka bina sejak menikah agar Kay memercayainya. Dan
Kay tidak meragukannya lagi. Ia tersenyum malu-malu kepada Michael dan masuk ke pelukan
Michael untuk dicium. "Kita berdua perlu minum," kata Kay. Ia pergi ke dapur untuk mengambil es dan
sementara berada di sana, mendengar suara pintu depan dibuka. Ia keluar dari dapur dan melihat
Clemenza, Neri, dan Rocco Lampone masuk bersama para pengawal. Michael memunggungi dirinya, tapi Kay
berpindah tempat sehingga bisa melihat sosoknya. Saat itu Clemenza memanggil suaminya,
menyapanya secara resmi. "Don Michael," kata Clemenza.
Kay bisa melihat bagaimana Michael berdiri menerima penghormatan mereka. Michael
mengingatkan Kay pada patung-patung di Roma, patung-patung kaisar Romawi kuno, yang dengan
hak surgawi berkuasa atas hidup dan mati sesama manusia. Satu tangan Michael diletakkan di
pinggul, profil wajahnya memperlihatkan kekuasaan yang penuh kebanggaan dan dingin, tubuhnya
santai dengan sikap angkuh, berat tubuhnya bertumpu pada satu kaki yang diletakkan agak di
belakang kakinya yang lain. Para caporegime berdiri di depannya. Saat itu Kay mengetahui segala yang
dituduhkan Connie pada Michael memang benar. Kay kembali ke dapur dan menangis.
Buku Sembilan Bab 32 Kemenangan berdarah Keluarga Corleone baru benar-benar lengkap sesudah
manipulasi politik yang rumit selama setahun memantapkan Michael Corleone sebagai kepala Keluarga yang
paling berkuasa di Amerika Serikat. Selama dua belas bulan Michael membagi waktunya secara
seimbang antara markas besarnya di kompleks Long Beach dan rumah barunya di Las Vegas. Tapi pada
akhir tahun itu ia memutuskan menutup operasinya di New York dan menjual semua rumah dan tanah
kompleks. Untuk itu ia mengajak seluruh keluarganya ke Timur dalam kunjungan terakhir.
Mereka tinggal di sana sebulan, menutup semua bisnis. Kay mengemasi barang-barang milik Keluarga
dan mengirimkannya ke Barat. Dan masih ada sejuta urusan kecil lain yang harus
diselesaikan. Sekarang tidak ada lagi yang bisa menantang Keluarga Corleone, dan Clemenza
memiliki keluarga sendiri. Rocco Lampone menjadi caporegime Keluarga Corleone. Di Nevada, Albert
Neri menjadi kepala keamanan untuk semua hotel yang dikendalikan Keluarga. Begitu pula Hagen,
menjadi bagian Keluarga Barat Michael. Waktu yang berlalu membantu penyembuhan semua luka lama. Connie Corleone
berdamai kembali dengan kakaknya Michael. Tidak lebih dari seminggu setelah melontarkan tuduhan
yang mengerikan itu, Connie minta maaf pada Michael atas apa yang dikatakannya. Ia juga
meyakinkan Kay bahwa tidak ada kebenaran dalam kata-katanya, itu hanya histeria wanita muda yang baru
menjanda. Connie Corleone dengan mudah mendapatkan suami baru. Ia bahkan tidak menunggu
hingga masa berkabung setahun berlalu sebelum mengisi tempat tidurnya dengan pria muda
tampan yang bekerja sebagai sekretaris Keluarga Corleone. Pemuda itu berasal dari keluarga Italia
terhormat, tapi lulusan perguruan tinggi bisnis terkemuka di Amerika. Tentu saja pernikahannya dengan
adik Don memantapkan masa depannya.
Kay Adams Corleone membuat mertua dan saudara iparnya bersukacita dengan belajar
agama Katolik dan menganutnya. Kedua putranya tentu saja juga dibesarkan dalam didikan gereja
Katolik, sebagaimana seharusnya. Michael sendiri tidak begitu senang dengan perkembangan
itu. Ia lebih suka anak-anaknya memeluk agama Protestan, itu lebih Amerika.
Kay heran ketika mendapati dirinya senang tinggal di Nevada. Ia menyukai
pemandangannya, bukitbukit dan ngarai cadas yang merah, gurun yang panas
membakar, danau-danau yang keberadaannya
tidak terduga dan menyegarkan, bahkan hawa panas itu sendiri. Kedua putranya
menunggang poni milik masing-masing. Dan Kay memiliki pelayan yang sebenarnya, bukan pengawal
pribadi. Michael menjalani kehidupan yang lebih normal. Ia memiliki usaha konstruksi. Ia
bergabung dengan klub para
pengusaha dan komite kemasyarakatan. Ia menaruh perhatian yang sehat
pada politik tanpa ikut campur terang-terangan. Ini kehidupan yang baik. Kay
bahagia karena mereka menutup rumah di New York dan Las Vegas benar-benar akan menjadi tempat
kediamannya yang permanen. Ia tidak senang kembali ke New York. Dan begitulah, pada kunjungan
terakhir itu ia menangani semua pengemasan dan pengiriman barang dengan sangat efisien dan
cepat. Sekarang pada hari terakhir, ia merasakan dorongan untuk pergi seperti yang dirasakan pasien
yang telah lama dirawat di rumah sakit. Pada hari terakhir itu, Kay Adams Corleone bangun di waktu fajar. Ia bisa
mendengar deru mesin truk
di luar rumah dalam kompleks. Truk-truk itu akan mengangkut semua perabotan
rumah. Keluarga Corleone akan terbang kembali ke Las Vegas sore itu juga, termasuk Mama
Corleone. Waktu Kay keluar dari kamar mandi, Michael duduk menyandar di bantal sambil
mengisap rokok. "Kenapa kau harus ke gereja setiap pagi?" tanyanya. "Aku tidak keberatan kau ke
gereja setiap Minggu, tapi kenapa selama seminggu penuh" Kau sama buruknya dengan ibuku." Ia
mengulurkan tangan dalam gelap dan menyalakan lampu duduk di meja dekat ranjang.
Kay duduk memakai stoking di tepi ranjang. "Kau tahu bagaimana orang yang baru
menganut Katolik," kata Kay. "Mereka lebih rajin."
Michael mengulurkan tangan untuk menyentuh paha Kay, kulit yang hangat di atas
ujung stoking nilon yang dikenakannya. "Jangan," kata Kay. "Aku akan menerima komuni pagi
ini." Michael tidak berusaha menahan sewaktu Kay bangkit dari ranjang. Ia bertanya
sambil tersenyum tipis, "Kalau kau benar-benar Katolik yang saleh, kenapa kaubiarkan anak-anak
sering membolos ke gereja?" 671 " Kay tidak senang dan waspada. Michael mengawasi dirinya dengan apa yang diamdiam dianggapnya sebagai mata Don", Kay menjawab, "Mereka masih memiliki banyak waktu.
Sepulangnya kita nanti akan kusuruh mereka lebih sering ke gereja."
Kay mencium Michael sebagai ucapan selamat tinggal sebelum pergi. Di luar rumah
udara mulai terasa hangat. Matahari musim panas yang terbit di timur berwarna merah. Kay
berjalan ke tempat mobilnya diparkir dekat pintu gerbang kompleks. Mama Corleone, mengenakan gaun
janda berwarna hitam, telah duduk di dalam mobil, menunggunya. Ini kegiatan rutin mereka, misa
pagi, setiap hari, bersama-sama. Kay mencium pipi Mama Corleone yang keriput, lalu duduk di belakang kemudi. Mama
Corleone bertanya curiga, "Kau sarapan?" "Tidak," jawab Kay.
Wanita tua itu mengangguk membenarkan. Kay pernah lupa bahwa penganut Katolik
tidak diizinkan makan apa pun sejak tengah malam sebelum menerima Komuni Suci. Kejadiannya telah
lama, tapi Mama Corleone tidak pernah memercayainya sejak itu dan selalu memastikan. "Kau
baik-baik saja?" tanya Mama Corleone. "Ya," jawab Kay.
Gereja yang mereka kunjungi kecil dan masih sepi dalam sinar matahari pagi.
Jendelanya yang terbuat dari kaca berwarna melindungi bagian dalamnya dari panas. Di dalam terasa sejuk,
tempat yang tepat untuk beristirahat. Kay membantu ibu mertuanya menaiki tangga batu putih, lalu
membiarkannya berjalan terlebih dulu. Mama Corleone memilih bangku paHhg depan, dekat altar.
Kay menunggu di tangga selama beberapa menit lagi. Ia selalu merasa segan di menit terakhir,
selalu agak takut. 672 Akhirnya ia memasuki keteduhan yang menyejukkan ito. Ia mengambil air suci
dengan ujung jari dan membuat tanda salib, dengan cepat menyentuhkan ujung jarinya yang basah ke
bibirnya yang kering. Cahaya lilin berkelap-kelip merah di depan patung para orang kudus dan Kristus
di kayu salib. Kay menekuk lutut sebelum memasuki deretan bangku dan berlutut di tumpuan lutut dari
kayu yang keras di sepanjang bangku, menunggu giliran menerima Komuni. Ia menunduk seperti orang
yang tengah berdoa, tapi ia belum siap untuk itu.
Hanya di sana, dalam gereja yang remang-remang, Kay bisa memikirkan kehidupan
lain suaminya. Memikirkan malam yang mengerikan setahun yang lalu sewaktu Michael menggunakan
rasa saling percaya dan saling mencintai di antara mereka untuk membuat dirinya memercayai
kebohongan bahwa Michael tidak membunuh suami adiknya.
Kay meninggalkan Michael karena kebohongan itu, bukan karena perbuatannya.
Keesokan paginya ia mengajak anak-anaknya pergi ke rumah orangtuanya di New Hampshire. Tanpa sepatah
kata pada siapa pun, tanpa benar-benar menyadari tindakan yang akan diambilnya. Michael
seketika paham. Ia menelepon istrinya pada hari pertama, lalu tidak mengganggunya lagi. Itu
seminggu sebelum limusin dari New York berhenti di depan rumah dan menurunkan Tom Hagen.
Kay melewati malam yang panjang dan mengerikan bersama Tom Hagen, malam paling
mengerikan seumur hidupnya. Mereka berjalan-jalan ke hutan di luar kota kecilnya dan Hagen
tidak bersikap lembut. Kay melakukan kesalahan dengan mencoba bersikap ketus dan kejam, peran yang
tidak cocok baginya. "Apa Mike mengirimmu kemari untuk mengancamku?" tanyanya. "Kukira akan melihat salah
seorang anak buahnya keluar dari mobil dengan membawa senapan mesin untuk memaksaku pulang.'
Untuk pertama kalinya sejak mengenal Hagen, ia melihat pria itu marah. Hagen
berkata kasar, "Itu omong kosong terburuk yang pernah kudengar. Aku tidak menduga kata-kata seperti
itu akan keluar dari wanita seperti dirimu. Hentikan, Kay." "Baiklah," kata Kay.
Mereka berjalan menyusuri jalan pedesaan yang hijau. Hagen bertanya pelan,


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa kau lari?"
Kay berkata, "Karena Michael membohongiku. Sebab ia membodohi diriku sewaktu
menjadi ayah baptis anak Connie. Ia mengkhianatiku. Aku tidak bisa mencintai pria seperti
itu. Aku tidak bisa hidup
dengan kebohongan itu. Aku tidak bisa membiarkan ia menjadi ayah anak-anakku."
"Aku tidak mengerti omonganmu," kata Hagen. Kay berpaling padanya dengan kemarahan yang
sekarang beralasan. "Yang kumaksud adalah ia membunuh suami adiknya. Kau mengerti itu?"
Ia diam sejenak. "Dan ia membohongiku."
Mereka berjalan terus hingga beberapa waktu lamanya sambil membisu. Akhirnya
Hagen berkata, "Kau tidak memiliki cara apa pun untuk mengetahui kebenaran dari semua itu. Tapi
sekadar berargumentasi, katakanlah bahwa itu benar. Aku tidak mengatakan itu benar,
ingat. Tapi bagaimana kalau kuberi kau apa yang mungkin bisa menjadi pembenaran untuk apa yang
dilakukan Michael" Atau lebih tepatnya kemungkinan pembenaran?"
Kay memandangnya jengkel. "Ini pertama kalinya aku melihat sisi pengacara pada
dirimu, Tom. Dan ini bukan sisimu yang paling baik."
Hagen tersenyum. "Oke. Dengarkan saja kata-kataku. Bagaimana kalau Carlo
menjebaknya, menyerahkan Michael pada musuh" Bagaimana kalau Carlo memukuli Connie waktu itu
sebagai bagian dari rencana yang disengaja untuk memancing Sonny ke tempat terbuka,
karena mereka mengetahui ia akan menggunakan rute melalui Jones Beach Causeway" Bagaimana
kalau Carlo dibayar untuk membantu agar Sonny bisa dibunuh" Kalau begitu, bagaimana?"
Kay tidak menjawab. Hagen melanjutkan. "Dan bagaimana kalau Don, orang besar, tidak bisa memaksa
dirinya untuk melakukan apa yang harus dilakukan, menuntut balas atas kematian Sonny dengan
membunuh suami anaknya" Bagaimana kalau itu, akhirnya, tidak tertahankan lagi olehnya, dan ia
menjadikan Michael penggantinya, mengetahui Michael akan mengambil alih beban itu dari bahunya,
menanggung perasaan bersalahnya"
"Itu semua sudah berakhir," kata Kay, air matanya menetes. "Semua orang sudah
senang. Kenapa Carlo tidak bisa dimaafkan" Kenapa yang sudah berlalu tidak bisa dibiarkan
berlalu dan setiap orang melupakannya?" Kay berjalan di depan menyeberangi padang rumput ke anak sungai yang dinaungi
sebatang pohon. Hagen mengempaskan diri di rumput dan menghela napas. Ia berpaling ke belakang,
menghela napas lagi, dan berkata, "Di dunia ini kau bisa berbuat begitu."
Kay berkata, "Ia bukan pria yang kunikahi."
Hagen tertawa singkat. "Seandainya ia orang yang sama dengan yang dulu
menikahimu, ia pasti sudah
tewas sekarang. Kau akan jadi janda sekarang. Kau tidak akan menghadapi
masalah." Kay marah mendengarnya. "Sialan, apa maksudmu" Ayolah, Tom, bicaralah terus
terang untuk sekali ini saja dalam hidupmu. Aku tahu Michael tidak bisa, tapi kau bukan orang
Sisilia, kau bisa mengatakan kebenaran pada wanita. Kau bisa memperlakukan wanita sebagai orang
yang sederajat, sebagai sesama manusia."
Mereka kembali lama terdiam. Hagen menggeleng. "Kau salah menilai Mike. Kau
marah karena ia membohongi dirimu. Well, ia sudah memperingatkanmu untuk tidak bertanya tentang
bisnis padanya. Kau marah karena ia menjadi ayah baptis anak Carlo. Tapi kau yang memaksanya
berbuat begitu. Sebenarnya itu langkah yang tepat untuk dilakukan kalau ia akan mengambil
tindakan terhadap Carlo. Langkah taktis yang klasik untuk merebut kepercayaan korban." Hagen tersenyum
muram. "Itu katakata yang cukup terus terang bagimu?" Tapi Kay menunduk.
Hagen melanjutkan. "Ada beberapa hal lagi yang akan kukatakan terus terang
padamu. Sesudah Don meninggal, Mike dijebak untuk dibunuh. Kau tahu siapa yang menjebaknya" Tessio.
Jadi Tessio harus dibunuh. Carlo harus dibunuh. Sebab pengkhianatan tidak bisa (dimaafkan. Michael
sebenarnya bisa memaafkannya, tapi orang tidak bisa memaafkan diri sendiri dan akibatnya mereka
akan selalu membahayakan. Michael sebenarnya menyukai Tessio. Ia menyayangi adiknya. Tapi ia
akan melalaikan kewajibannya padamu dan anak-anaknya, pada seluruh keluarganya,
padaku dan keluargaku, kalau ia membiarkan Tessio dan Carlo bebas begitu saja. Mereka akan
membahayakan kita semua, keselamatan kita semua."
Kay mendengarkan semua ini dengan air mata mengalir di wajah. "Itu sebabnya
Michael mengirimmu kemari untuk mengatakannya padaku?"
Hagen memandangnya dengan sungguh-sungguh heran.
676 "Tidak," jawabnya. "Ia memintaku memberitahumu bahwa kau boleh memiliki semua
yang kauinginkan dan melakukan apa saja yang kau mau asal kauurus anak-anakmu dengan
baik" Ha gen tersenyum. "Ia memintaku memberitahumu bahwa kau adalah don baginya. Itu hanya
gurauan." Kay menyentuh lengan Hagen. "Ia tidak memerintah-kanmu mengatakan yang lainnya?"
Hagen ragu-ragu sejenak seolah dalam hatinya terjadi perdebatan apakah ia harus
mengatakan kebenaran terakhir atau tidak. "Kau masih belum mengerti," katanya. "Kalau kau
memberitahu Michael apa yang baru saja kukatakan padamu hari ini, aku pasti mati." Ia
kembali terdiam. "Hanya
kau dan anak-anakmu di muka bumi ini yang tidak bisa dicelakainya."
Lima menit sesudah itu barulah Kay berdiri dari rumput dan berjalan kembali ke
rumah. Saat mereka hampir tiba di sana, ia berkata pada Hagen, "Setelah makan malam, bisakah kau
mengantarkan aku dan anak-anak ke New York dengan mobilmu?" "Untuk itulah aku datang," kata
Hagen. Seminggu sesudah kembali pada Michael, Kay menemui pastor dan meminta diajari menjadi
Katolik. Dari lorong gereja yang paling dalam terdengar suara lonceng berdentang untuk
pertobatan. Sebagaimana yang diajarkan padanya, Kay memukul dadanya perlahan dengan tangan
terkepal, pukulan pertobatan. Lonceng kembali berdentang dan terdengar bunyi gesekan kaki
di lantai sewaktu para penerima komuni meninggalkan bangku menuju altar. Kay berdiri untuk
bergabung dengan mereka. Ia berlutut di depan altar dan dari kedalaman gereja, lonceng terdengar
berdentang kembali. Dengan tangan terkepal Kay memukul
dadanya sekali lagi. Pastor berdiri di hadapannya, Kay menengadah dan membuka
mulut untuk menerima roti yang setipis kertas. Ini saat paling menggetarkan jiwa di atas
segala yang lain. Sampai roti itu meleleh dan bisa ditelannya, dan ia bisa melakukan apa yang jadi alasan
kedatangannya ke gereja. Sesudah merasa dirinya bersih dari dosa, menjadi putra Allah yang dikasihiNya,
Kay menunduk dan melipat tangan di atas pagar altar. Ia menggeser tubuh agar berat badannya tidak
menyiksa lututnya. Ia mengosongkan pikiran dari segala hal yang menyangkut dirinya, anak-anaknya,
semua kemarahannya, semua pemberontakannya, semua keraguannya. Lalu dengan hasrat yang
sangat besar untuk percaya, untuk didengarkan, sebagaimana yang dilakukannya setiap hari
sejak pembunuhan Carlo Rizzi, ia memanjatkan doa-doa yang diperlukan demi keselamatan jiwa
Michael Corleone. 678 Tentang Pengarang Mario Puzo lahir tanggal 15 Oktober 1920 di "Hell's Kitchen" New York. Setelah
bertugas di Jerman selama Perang Dunia II, ia kuliah di New School for Social Research di New York
dan di Columbia University. Karena ingin berkembang setelah menulis untuk majalah-majalah pria,
ia memutuskan menulis novel pertamanya The Dark Arena, yang terbit tahun 1955. Buku ini
berdasarkan pengalamannya selama Perang Dunia II. Buku keduanya, The Fortunate Pilgrim,
terbit tahun 1964 dan merupakan semacam autobiografi mengenai pengalaman imigran Italia. Kedua buku
ini, walaupun dipuji para kritikus, bahkan Puzo sendiri menganggap buku keduanya sebagai karya
terbaiknya, gagal di pasaran. Karena marah, ia menulis novel ketiga yang masih tentang keluarga imigran:
keluarga Corleone dari Sisilia. Ia memberinya judul The Godfather, terbit tahun 1969. Walaupun sang
penulis tidak ada sangkut pautnya dengan Mafia (setidaknya begitulah yang dikatakannya), novel itu
sangat sukses. Menurut Puzo, ia menulis The Godfather berdasarkan riset di perpustakaan saja.
"Mana saya punya waktu untuk terlibat 679 Mafia?" katanya pada wawancara dengan Associated Pres tahun 1996. "Saya miskin
sebelum The Godfather sukses Kalau ikut Mafia, saya pasti punya cukup uang sehinggj tak
perlu menulis." The Godfather terjual dua puluh satu juta copy lebih di seluruh dunia. Ia
kemudian menulis dua sekuelnya dan dengan bantuan sutradara Francis Ford Coppola, Puzo mengadaptasi
serial ini ke layar perak. Puzo dan Coppola memperoleh, Oscar untuk Skenario Adaptasi Terbaik.
Sedangkan The Godfather I dan The Godfather II sendiri terpilih sebagai film terbaik tahun
1972 dan 1974. Puzo juga menulis beberapa skenario lain, termasuk untuk dua film Superman, The
Cotton Club, The Sicilian (film yang berdasarkan novelnya yang berjudul sama), dan Christopher
Columbus: The Discovery. Ia juga menulis buku anak-anak berjudul The Runaway Summer of Davie
Shaw. Pada tahun 1997, novel Puzo The Last Don dijadikan miniseri televisi, dan pada tahun
yang sama, novelnya The Fortunate Pilgrim dicetak ulang.
Tiga tahun terakhir sebelum kematiannya, Puzo menulis Omerta. Ia meninggal di
rumahnya di Long Island pada tanggal 2 Juli 1999, meninggalkan istrinya Carol Gino, lima anak,
dan beberapa cucu. Buku-buku karya Mario Puzo yang sudah diterbitkan GPU:
- Orang-Orang Sisilia (The Sicilian)
- Godfather Terakhir (The Last Don) Omerta
Michael meringis. "Tidak sesempurna itu kalau kau ternyata menyadarinya. Lagi
pula, Don yang memilih Lampone." "Oke," kata Tom, "jadi kenapa aku tidak dilibatkan?"
Pedang Hati Suci 6 Shugyosa Samurai Pengembara 4 Lentera Maut 10

Cari Blog Ini