Ceritasilat Novel Online

Sang Godfather 9

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo Bagian 9


orang bisa melihatnya. Ya Tuhan, Bung, kau tidak usah malu, banyak yang berdoa semoga
disambar petir. Kau orang yang beruntung."
Michael tidak terlalu senang emosinya bisa dibaca demikian mudah. Tapi ini
pertama kalinya seumur hidup hal seperti ini terjadi pada dirinya. Itu tidak seperti jatuh cinta ketika
remaja, juga tidak seperti
cinta yang dirasakannya pada Kay, cinta yang berdasarkan kemanisan gadis itu,
kecerdasannya, dan keseimbangan terang dan gelap. Ini merupakan hasrat luar biasa untuk memiliki,
gambaran wajah gadis itu tidak bisa bilang dari pikirannya, dan ia tahu gadis tersebut akan
terus menghantui ingatannya kalau k tak bisa memilikinya. Hidupnya jadi sederhana, terpusat pada
satu titik, semua yang lain jadi tidak layak mendapatkan perhatian walau sedetik pun. Dalam
pengasingannya ia selalu menularkan Kay, walaupun ia merasa mereka tidak akan bisa menjadi sepasang
kekasih lagi, bahkan tidak bisa lagi bersahabat. Bagaimanapun, ia pembunuh, Mafioso yang sudah
"membuktikan diri".
Tapi sekarang Kay tersapu habis dari benaknya.
Fabrizzio berkata cepat, "Aku akan pergi ke desa, kita akan menyelidiki dirinya.
Siapa tahu, ia bisa kita dapat lebih mudah daripada yang kita kira. Hanya ada satu obat untuk
sambaran petir, eh, Calo?"
Penggembala yang satu lagi hanya mengangguk dengan muka serius. Michael tidak
mengatakan apaapa. Ia mengikuti kedua penggembala itu ketika mereka mulai
menyusuri jalanan menuju desa tempat
rombongan gadis tadi menghilang.
Desa tersebut merupakan kelompok rumah yang menge508 lilingi alun-alun berair mancur. Tapi letaknya di jalan utama sehingga ada
beberapa toko, kedai anggur, dan kafe kecil dengan tiga meja di teras. Kedua penggembala duduk
menghadapi sebuah meja dan Michael bergabung dengan mereka. Tidak ada tanda-tanda apa pun tentang gadis
itu, sama sekali tidak ada jejaknya. Desa tersebut seperti ditinggalkan penduduk, hanya ada
beberapa anak laki-laki kecil dan seekor keledai yang berkeliaran.
Pemilik kafe keluar untuk melayani mereka. Ia pria yang pendek gemuk, hampir
seperti orang kate, tapi ia menyambut mereka dengan gembira dan meletakkan sepiring kacang di meja.
"Kalian orang asing di sini," katanya. "Jadi baiklah, kuberi kalian nasihat. Cicipilah
anggurku, buah anggurnya berasal dari kebunku sendiri dan anak laki-lakiku yang membuatnya. Mereka
mencampurnya dengan jeruk dan lemon. Ini anggur paling nikmat di Italia."
Mereka membiarkannya menyajikan anggur dalam guci dan rasanya bahkan lebih
nikmat daripada yang diakuinya, warnanya ungu tua dan sekeras brendi. Fabrizzio berkata pada
pemilik kafe, "Aku berani bertaruh kau kenal semua gadis di sini. Kami melihat beberapa gadis
cantik datang dari ujung jalan itu, salah satu dari mereka menyebabkan temanku ini tersambar petir." Ia
menunjuk Michael. Pemilik kafe memandang Michael dengan lebih penuh perhatian. Wajah Michael yang
rusak agaknya merupakan hal biasa baginya, tidak perlu dipandang dua kali. Tapi pria yang
tersambar petir merupakan masalah yang berbeda. "Sebaiknya kau bawa beberapa botol pulang,
Sobat," katanya. "Kau
membutuhkan bantuan untuk bisa tidur malam ini."
Michael bertanya pada orang itu, "Apa kau kenal gadis yang rambutnya ikal semua"
Kulitnya sangat krem, matanya sangat besar, warnanya sangat gelap. Apa kau mengenal
gadis seperti itu di desa ini?"
Pemilik kafe menjawab singkat, "Tidak, aku tidak mengenal gadis seperu itu." Ia
berlalu dari teras dan menghilang ke dalam kafe.
Ketiga pria itu meminum anggur pelan-pelan, menghabiskan satu guci, dan meminta
tambah. Pemilik kafe tidak muncul kembali. Fabrizzio masuk ke kafe mencarinya. Sewaktu keluar,
Fabrizzio tersenyum dan berkata pada Michael, "Tepat seperti dugaanku, putrinyalah yang
kita bicarakan dan sekarang ia ada di belakang dengan darah menggelegak, ingin mencelakai kita.
Kupikir sebaiknya kita mulai berjalan ke Corleone."
Sekalipun sudah berbulan-bulan tinggal di pulau itu, Michael masih belum
terbiasa dengan sifat mudah tersinggung orang Sisilia dalam masalah seks, dan itu sangat ekstrem
bahkan untuk ukuran orang Sisilia. Tapi kedua penggembala itu agaknya menganggap hal itu masalah
biasa. Mereka menunggu Michael untuk pergi. Fabrizzio berkata, "Keparat tua itu bilang
memiliki dua putra, pemuda tangguh yang bisa dipanggilnya hanya dengan satu suitan. Kita pergi
saja." Michael menatapnya dengan pandangan dingin. Hingga saat ini ia hanyalah pemuda
yang pendiam, lemah lembut, khas Amerika, tapi karena bersembunyi di Sisilia, ia pasti telah
melakukan sesuatu yang jantan. Saat itulah pertama kalinya kedua penggembala melihat tatapan mata
Corleone. Don Tommasino, yang mengetahui identitas dan tindakan Michael yang sesungguhnya,
selalu mewaspadai dirinya, selalu memperlakukannya sebagai "pria terhormat". Tapi para penggembala
domba terbelakang ini punya pendapat sendiri tentang Michael, dan pendapat mereka
tidak bijaksana. Pandangan yang dingin, wajah Michael yang kaku, amarah yang terpancar dari
dirinya seperti asap dingin yang menebar dari es. Itu menghentikan tawa mereka dan memadamkan
keramahan yang biasa mereka tampilkan. Sesudah melihat mereka telah memerhatikan sebagaimana mestinya dan penuh rasa
hormat, Michael berkata pada mereka, "Panggil orang itu menemuiku."
Mereka tidak ragu-ragu. Mereka menyandang lupara dan masuk ke kafe yang gelap
tapi sejuk. Beberapa detik kemudian mereka muncul kembali bersama pemilik kafe. Pria pendek
tersebut tidak tampak takut sedikit pun, tapi kemarahannya mengandung kewaspadaan.
Michael menyandar ke kursi dan mengawasi orang itu sejenak. Lalu ia berkata
sangat pelan, "Aku mengerti telah menyinggung perasaanmu karena membicarakan putrimu. Aku minta
maaf, aku orang asing di daerah ini, aku tidak begitu memahami adat istiadat di sini. Begini,
aku tidak bermaksud tak menghormati dirimu atau putrimu."
Kedua penggembala pengawalnya terkesan. Suara Michael tidak pernah terdengar
seperti itu sewaktu berbicara dengan mereka. Ada nada berkuasa dan penuh wibawa dalam suaranya
sekalipun ia tengah meminta maaf. Pemilik kafe mengangkat bahu, lebih waspada lagi, mengetahui
dirinya bukan berurusan dengan buruh tani. "Kau siapa dan apa yang kauinginkan dari putriku?"
Tanpa keraguan sedikit pun Michael berkata, "Aku orang Amerika yang sedang
bersembunyi di Sisilia, dari polisi dan dari negaraku. Namaku Michael. Kau bisa memberitahu
polisi dan mendapat banyak uang, tapi lalu putrimu akan kehilangan ayah dan bukannya mendapatkan
suami. Bagaimanapun, aku ingin bertemu putrimu. Dengan seizinmu dan di bawah pengawasan
keluargamu. Dengan penuh sopan santun. Dengan penuh rasa hormat. Aku orang terhormat dan tidak pernah berpikir
akan bertindak tidak hormat terhadap putrimu. Aku ingin bertemu dengannya, berbicara dengannya,
lalu kalau di antara kami ada kecocokan aku ingin menikahinya. Kalau tidak, kau tidak akan
melihatku lagi. Mungkin ia takkan menganggap diriku orang yang simpatik sedikit pun, dan tidak
ada yang bisa mengubah pendapat itu. Tapi sesudah saat yang tepat tiba, akan kuceritakan
segala sesuatu mengenai diriku padamu, semua yang harus diketahui ayah seorang istrL"
Ketiga pria itu memandangnya tertegun. Fabrizzio berbisik kagum, "Benar-benar
sambaran petir." Untuk pertama kalinya pemilik kafe tidak tampak yakin, atau benci; kemarahannya
sekarang disertai ketidakpastian. Akhirnya ia bertanya, "Apa kau teman dari teman-teman?"
Karena kata Mafia tidak pernah boleh diucapkan orang Sisilia biasa, hanya itulah
istilah paling dekat yang bisa dikatakan pemilik kafe untuk menanyakan apakah Michael anggota Mafia.
Itu cara yang biasa untuk menanyakan apakah seseorang menjadi anggota, tapi biasanya tidak
ditanyakan secara langsung kepada yang bersangkutan. "Bukan," jawab Michael. "Aku orang asing di
negeri ini." Peinilik kafe memandangnya lagi, memerhatikan sisi kiri wajahnya yang rusak,
kaki panjang yang langka di Sisilia. Ia memandang kedua penggembala yang menyandang lupara begitu
terang-terangan tanpa takut dan teringat bagaimana mereka memasuki kafenya lalu mengatakan
padrone mereka ingin berbicara dengannya. Pemilik kafe membentak, mengatakan ia ingin keparat itu
pergi meninggalkan terasnya dan salah seorang penggembala berkata, "Percayalah, sebaiknya kau
keluar dan berbicara sendiri dengannya." Dan sesuatu menyebabkan ia keluar. Sekarang ada yang
membuatnya sadar bahwa sebaiknya ia menunjukkan rasa hormat kepada orang asing ini. Ia
berkata jengkel, "Datanglah ke sini hari Minggu sore. Namaku Vitelli dan rumahku di sana di atas
bukit, di atas desa. Tapi datanglah ke kafe ini dan aku akan mengajakmu ke atas."
Fabrizzio hendak bicara tapi Michael menatapnya dan lidah si penggembala
langsung kelu. Itu tidak luput dari perhatian Vitelli. Jadi sewaktu Michael berdiri dan mengulurkan
tangan, pemilik kafe itu menyambutnya sambil tersenyum. Ia akan menyelidiki dan kalau jawabannya salah,
ia masih bisa menyambut Michael bersama kedua putranya yang bersenjatakan senapan tabur.
Pemilik kafe itu bukannya tidak memiliki koneksi dengan "teman dari teman-teman". Tapi ia merasa
kejadian ini merupakan salah satu kedatangan nasib baik yang selalu diyakini orang Sisilia.
Ia merasa kecantikan putrinya akan mendatangkan keberuntungan padanya dan keluarganya akan sejahtera.
Dan memang benar. Beberapa pemuda setempat sudah mulai mengerumuni putrinya dan pemuda
asing berwajah rusak ini bisa menakut-nakuti mereka. Vitelli, untuk menunjukkan niat baik,
melepas kepergian pemuda asing itu dengan sebotol anggur dingin yang terbaik. Ia melihat salah
seorang penggembala mengeluarkan uang untuk membayar. Itu menyebabkan ia semakin terkesan, jelaslah
Michael atasan kedua pria yang menyertainya.
Michael tidak tertarik lagi berjalan-jalan. Mereka menemukan bengkel dan menyewa
mobil dengan sopirnya untuk membawa mereka kembali ke Corleone. Dan beberapa waktu sebelum
makan malam, Dr. Taza pasti sudah diberitahu kedua penggembala mengenai apa yang terjadi.
Sore itu, sewaktu duduk-duduk di taman, Dr. Taza berkata pada Don Tommasino, "Teman kita disambar
petir hari ini." Don Tommasino tampak tidak heran. Ia menggeram. "Aku ingin sekali beberapa
pemuda di Palermo disambar petir, mungkin dengan begitu hidupku akan lebih tenang." Ia
membicarakan kepala-kepala
Mafia gaya baru yang bermunculan di Palermo dan menantang kekuasaan pembesar
rezim lama seperti dirinya sendiri. Michael berkata kepada Tommasino, "Aku ingin kau memberitahu kedua penggembala
domba itu untuk tidak menggangguku hari Minggu besok. Aku akan pergi ke rumah keluarga
gadis itu untuk makan malam dan aku tidak ingin mereka menungguiku."
Don Tommasino menggeleng. "Aku bertanggung jawab atas keselamatanmu pada ayahmu,
jangan meminta hal itu padaku. Masalah lain, kudengar kau bahkan sudah membicarakan
pernikahan. Aku tidak bisa membiarkannya sebelum aku dapat mengirim orang untuk berbicara dengan
ayahmu." Michael Corleone berhati-hati sekali, bagaimanapun Don Tommasino pria terhormat.
"Don Tommasino, kau mengenal ayahku. Ia menjadi tuli kalau ada yang bilang tidak
padanya. Dan pendengarannya baru pulih sesudah mereka mengatakan ya. Well, ia sudah berkalikali mendengar kata tidak dariku. Aku mengerti mengenai kedua pengawal itu. Aku tidak ingin
menimbulkan masalah bagimu, mereka boleh ikut denganku hari Minggu nanti, tapi kalau aku ingin
menikah, aku akan menikah. Tentu saja kalau aku tidak membiarkan ayahku sendiri mencampuri
kehidupan pribadiku, ia akan terhina kalau kubiarkan kau berbuat begitu."
Sang capomafioso menghela napas. "Baiklah, kalau begitu, kau boleh menikah kalau
mau. Aku tahu petir yang menyambarmu. Ia gadis baik-baik dari keluarga terhormat. Kau tidak
boleh mencemarkan kehormatan mereka, si ayah pasti akan berusaha membunuhmu, lalu kau harus


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menumpahkan darah. Di samping itu, aku mengenal baik keluarga gadis itu, jadi aku tidak bisa
membiarkan kau mencemarkan kehormatan mereka."
Michael berkata, "Mungkin ia tidak akan tahan melihat tampangku, dan ia gadis
yang masih sangat muda, ia akan menganggapku tua." Ia melihat kedua pria tersebut tersenyum
padanya. "Aku membutuhkan uang untuk hadiah, dan kurasa aku akan membutuhkan mobil."
Don mengangguk. "Fabrizzio akan membereskan segalanya. Ia anak yang pintar,
mereka mengajarinya seluk-beluk mesin di Angkatan Laut. Uangnya akan kuberikan besok
pagi dan akan kuberitahu ayahmu apa yang terjadi. Aku harus melakukannya."
Michael berkata pada Dr. Taza, "Apa kau punya obat yang bisa mengeringkan ingus
sialan yang selalu mengalir dari hidungku ini" Aku tidak bisa membiarkan gadis itu melihatku terusmenerus mengusap ingus." Dr. Taza berkata, "Akan kututup dengan obat sebelum kau menemuinya. Obat itu
akan membuat tubuhmu agak mati rasa, tapi jangan khawatir, sementara ini kau toh belum akan
menciumnya." Dokter maupun Don tersenyum karena komentar lucu tersebut.
Pada hari Minggu, Michael mendapatkan mobil Alfa Romeo, agak bobrok tapi masih
bisa digunakan. Ia juga pergi ke Palermo menggunakan bus untuk membeli hadiah bagi si gadis dan
keluarganya. Ia sudah mengetahui nama gadis itu Apollonia dan setiap malam ia memikirkan wajah
cantik dan nama gadis itu yang indah. Michael harus minum anggur sebanyak-banyaknya agar bisa
tidur nyenyak. Dan wanita tua yang menjadi pelayan di rumah diperintahkan meletakkan sebotol anggur
dingin di sisi ranjangnya. Michael meminumnya hingga habis setiap malam.
Pada hari Minggu, saat lonceng gereja berdentang di mana-mana di seluruh
Sisilia, Michael mengemudikan Alfa Romeo ke desa dan memarkir mobilnya di depan kafe. Calo dan
Fabrizzio duduk di kursi belakang dengan lupara masing-masing dan Michael memerintahkan mereka
menunggu di kafe, tidak ikut ke rumah. Kafe tutup waktu itu, tapi Vitelli menunggu mereka,
menyandar ke pagar terasnya yang kosong. Mereka berjabatan dan Michael mengambil tiga bungkusan, hadiah, dan mendaki
bukit bersama Vitelli ke rumah pria itu. Ternyata rumahnya lebih besar daripada pondok-pondok
lain di desa, rupanya Vitelli bukan orang miskin.
Di dalam rumah ada patung-patung Bunda Maria di dalam kotak kaca, dan lampu
merah yang berkelap-kelip di kakinya. Kedua putra Vitelli telah menunggu, juga mengenakan
pakaian hari Minggu yang terdiri atas setelan jas hitam. Mereka dua pemuda kekar yang baru saja
lepas dari masa remaja tapi tampak lebih tua karena kerja keras di ladang. Ibu mereka wanita yang
gemuk, segemuk suaminya. Si gadis tidak terlihat di mana pun.
Setelah perkenalan, yang tidak didengar Michael, mereka duduk di ruangan yang
merupakan ruang duduk tapi juga bisa menjadi ruang makan resmi. Ruangan penuh segala macam
perabotan dan tidak begitu luas, namun bagi orang Sisilia sudah merupakan kemewahan kelas menengah.
Michael memberikan hadiah kepada Signor Vitelli dan Signora Vitelli. Untuk si
ayah pemotong cerutu dari emas, dan untuk si ibu satu bal kain paling halus yang bisa dibeli di
Palermo. Ia masih punya sebuah bungkusan untuk si gadis. Hadiahnya diterima dengan ucapan terima kasih
tertahan. Hadiah itu diberikan agak terlalu dini; seharusnya ia tidak memberikan apa pun sampai
kunjungan kedua. Si ayah berkata kepadanya, sebagai sesama pria sesuai gaya pedesaan, "Jangan
mengira kami keluarga murahan karena begitu mudah menerima orang asing di rumah kami. Tapi Don
Tommasino menjaminmu secara pribadi dan tidak ada seorang pun di provinsi ini yang pernah
meragukan katakata orang baik itu. Dengan demikian kami menyambut kedatanganmu
dengan baik. Tapi aku harus
mengatakan kepadamu kalau kau punya maksud yang serius terhadap putri kami, kami
harus tahu lebih banyak tentang dirimu dan keluargamu. Kau bisa mengerti, keluargamu juga
berasal dari negeri ini." Michael mengangguk dan berkata sopan, "Aku akan menceritakan kepadamu apa pun
yang ingin kauketahui, kapan saja."
Signor Vitelli mengangkat tangannya. "Aku bukan orang yang suka mencampuri
urusan orang lain. Mari kita lihat lebih dulu apakah itu perlu. Sekarang ini kau diterima dengan
baik di rumah sahabat Don Tommasino." Walaupun bagian dalam hidungnya dilumuri obat, Michael benar-benar bisa mencium
kehadiran si gadis dalam ruangan itu. Ia menoleh dan melihat si gadis berdiri di ambang pintu
melengkung menuju bagian belakang rumah. Gadis itu menebarkan aroma bunga-bungaan segar dan bunga
lemon, tapi ia tidak memakai apa pun pada rambutnya yang hitam legam dan keriting. Ia hanya
mengenakan gaun hitam biasa, jelas sekali itu pakaian hari Minggunya yang terbaik. Ia
melayangkan pandangan cepat
kepada Michael dan tersenyum simpul sebelum menurunkan pandangan dengan malumalu dan duduk di samping ibunya. Sekali lagi Michael merasa sesak napas, dan sesuatu bagai mengaliri sekujur
tubuhnya, bukan sekadar hasrat biasa melainkan keinginan memiliki yang menggebu-gebu. Untuk
pertama kalinya ia memahami kecemburuan klasik laki-laki Italia. Pada saat itu
ia siap membunuh siapa saja yang berani menjamah gadis itu, yang berusaha mendapatkannya,
merebutnya darinya. Ia begitu ingin memiliki gadis itu, sepera orang kikir menginginkan uang emas,
selapar penggarap lahan yang ingin memiliki tanah sendiri. Tidak ada yang akan bisa menghalangi dirinya
memiliki gadis itu, menguasainya, menguncinya dalam rumah dan menjadikannya tawanan bagi dirinya
sendiri. Ia bahkan tidak ingin orang lain memandang gadis itu. Sewaktu si gadis berpaling dan
tersenyum pada salah seorang kakaknya, Michael memandang pemuda itu dengan pandangan bengis ingin
membunuh tanpa disadarinya. Keluarga itu melihat yang terjadi adalah kasus klasik "sambaran
petir", dan mereka merasa yakin. Pemuda ini akan menjadi seperti tanah liat di tangan putri mereka
hingga keduanya menikah. Setelah itu tentu saja keadaan akan berubah, tapi itu bukan masalah.
Michael membeli baju baru bagi dirinya sendiri di Palermo dan tidak lagi tampak
seperti petani lusuh, dan jelas sekali bagi keluarga itu bahwa ia semacam don. Wajahnya yang rusak
tidak menjadikan dirinya tampak sejahat yang (dikiranya; sebab profil lainnya begitu tampan
sehingga bisa mengompensasi sisi yang cacat. Bagaimanapun, di Sisilia tidaklah gampang untuk
bisa disebut cacat, karena banyak yang menderita cacat parah.
Michael memandang langsung gadis itu, wajah cantiknya yang oval. Sekarang ia
bisa melihat bagaimana bibir si gadis hampir berwarna biru karena darah yang berdenyut-denyut
di dalamnya. Ia berkata, tanpa berani menyebut nama gadis itu, "Aku melihatmu di kebun jeruk
hari itu. Waktu kau lari. Kuharap aku tidak membuatmu takut." Gadis tersebut menengadah dan
memandangnya hanya sedetik. Ia menggeleng. Tapi keindahan matanya menyebabkan Michael membuang
muka. Ibu Apollonia menegur ketus, "Apollonia, bicaralah pada pemuda itu. Kasihan. Ia
datang jauh-jauh untuk menemuimu." Tapi bulu mata si gadis yang panjang dan hitam tetap menutup seperti
sayap yang dilipat. Michael memberikan hadiah yang terbungkus kertas emas dan gadis itu
meletakkannya di pangkuann. Ayahnya berkata, "Bukalah, Nak," tapi tangan Apollonia tidak
bergerak. Tangannya kecil
dan kecokelatan, tangan anak-anak. Ibunya mengulurkan tangan dan membuka hadiah
itu dengan tidak sabar, walau tetap berhati-hati agar tidak merobek pembungkusnya yang mahal.
Kotak perhiasan dari beludru merah di balik kertas menyebabkan si ibu menghentikan gerakannya. Ia
belum pernah memegang benda seperti itu dan tidak mengetahui cara membuka kancingnya. Tapi ia
bisa membukanya karena naluri semata dan mengeluarkan hadiah yang ada di dalamnya.
Hadiah itu seuntai kalung emas yang berat. Dan itu menyebabkan mereka tertegun,
bukan hanya karena harganya yang pasti mahal, tapi juga karena hadiah emas dalam masyarakat
itu merupakan pernyataan maksud yang paling serius. Hadiah seperti itu tidak kurang dari
lamaran resmi, atau lebih
tepatnya isyarat bahwa ada niat untuk melamar. Mereka tidak lagi meragukan
keseriusan pemuda asing ini. Dan mereka tidak lagi meragukan kekayaannya.
Apollonia masih belum menyentuh hadiahnya. Ibunya mengangkat hadiah itu agar ia
bisa melihatnya. Dan Apollonia mengangkat bulu matanya yang panjang sejenak, lalu memandang lurus
pada Michael, mata cokelatnya yang seperti mata rusa betina tampak serius, dan berkata,
"Grazia." Itu pertama
kalinya Michael mendengar suaranya.
Suaranya mengandung kelembutan beludru yang menanda kan kemudaan dan sikap pemalu, menyebabkan telinga Michael mendenging. Ia terus
membuang muka dari si gadis dan berbicara pada ayah dan ibunya, semata-mata karena
memandang gadis itu membuat perasaannya sangat kacau. Tapi Michael menyadari bahwa meskipun pakaian
yang dikenakan gadis itu kebesaran, tubuhnya bagai memancarkan cahaya menembus rok
yang dikenakannya. Dan ia melihat kulit wajah si gadis yang memerah, kulit tubuhnya
yang berwarna krem menjadi lebih gelap karena darah naik ke wajahnya.
Akhirnya Michael bangkit untuk pamitan dan keluarga itu pun ikut berdiri. Mereka
mengucapkan selamat berpisah secara resmi. Gadis itu akhirnya berhadapan dengannya dan
menjabat tangannya. Dan Michael merasakan sengatan kulit gadis itu pada kulitnya, kulit si gadis
terasa hangat dan kasar, kulit petani. Si ayah menuruni bukit bersamanya menuju mobil dan mengundangnya
makan malam hari Minggu berikutnya. Michael mengangguk tapi menyadari tidak bisa menunggu
seminggu penuh untuk bertemu gadis itu lagi.
Ia memang tidak menunggu. Hari berikutnya, tanpa dikawal para penggembala, ia
bermobil ke desa dan duduk di teras taman kafe untuk bercakap-cakap dengan ayah si gadis. Signor
Vitelli merasa kasihan padanya dan memanggil istri serta putrinya agar datang ke kafe dan turut
bercakap-cakap. Pertemuan itu tidak lagi canggung. Si gadis Apollonia tidak malu-malu lagi dan
lebih banyak bicara. Ia mengenakan rok sehari-hari bermotif bunga, yang lebih cocok dengan warna
kulitnya. Keesokannya kejadian yang sama terulang. Hanya kali ini Apollonia mengenakan
kalung emas pemberian Michael. Michael tersenyum padanya, mengetahui ini merupakan isyarat
baginya. Ia berjalan bersama Apollonia mendaki
bukit, ibu gadis itu tidak jauh di belakang mereka. Tapi mustahil bagi kedua
anak muda itu untuk mencegah tubuh mereka bersentuhan dan, sekali, kaki Apollonia terkait dan ia
jatuh sehingga tubuhnya menabrak Michael dan Michael harus memeganginya. Tubuh Apollonia terasa
begitu hangat dan hidup di tangannya, menyebabkan darahnya bergolak di dalam tubuhnya. Mereka
tidak bisa melihat si ibu di belakang, yang tersenyum karena putrinya sebetulnya selincah
kambing gunung dan tidak pernah jatuh di jalan setapak itu sejak ia masih mengenakan popok. Dan ia
tersenyum karena hanya itu satu-satunya cara agar pemuda tersebut bisa memegang putrinya sebelum
mereka menikah. Ini berlangsung selama dua minggu. Michael membawa hadiah setiap kali datang dan
perlahan-lahan Apollonia tidak malu-malu lagi. Tapi mereka tidak pernah bisa bertemu tanpa
disaksikan pengawas. Ia hanya gadis desa, cuma bisa membaca, tidak memiliki pengetahuan apa pun mengenai
dunia. Tapi ia memiliki kesegaran, semangat hidup, dan dengan bantuan hambatan bahasa, ia jadi
terasa menarik. Segala sesuatu berkembang sangat cepat atas permintaan Michael. Dan karena si
gadis bukan hanya terpesona pada dirinya tapi juga mengetahui Michael pasti kaya, tanggal
pernikahan pun ditetapkan
pada hari Minggu dua minggu yang akan datang.
Sekarang Don Tommasino turun tangan. Ia menerima berita dari Amerika bahwa
Michael tidak harus tunduk pada perintah tapi semua langkah pengamanan harus diambil. Jadi Don
Tommasino mengajukan diri sebagai wali pengantin pria untuk memastikan kehadiran para
pengawal pribadinya. Calo dan Fabrizzio menjadi anggota rombongan pengantin pria dari Corleone,


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagaimana Dr. Taza. Pengantin baru itu akan tinggal di vila Dr. Taza yang dikelilingi dinding batui
Pesta pernikahannya merupakan pesta petani biasa. Penduduk desa berderet di
jalan dan melemparkan bunga-bungaan sementara rombongan pengantin, wali, dan para tamu berjalan kaki
dari gereja ke rumah pengantin wanita. Iring-iringan pengantin berjalan sambil melempari para
tetangga dengan almond berlapis gula, permen tradisional pernikahan, dan permen-permen yang
tersisa ditumpuk menjadi gunungan permen putih di ranjang pengantin, yang pada kesempatan ini
hanya simbolis karena malam pertama akan dilewatkan di vik di luar kota Corleone. Pesta
pernikahan berlangsung hingga tengah malam, tapi pasangan pengantin akan pergi sebelum itu dengan mobil
Alfa Romeo. Ketika saatnya tiba, Michael kaget ketika tahu si ibu akan ikut bersama mereka
ke vila Corleone atas permintaan pengantin wanita. Si ayah menjelaskan: putrinya masih muda, masih
perawan, agak ketakutan, dan ia membutuhkan seseorang untuk diajak bicara keesokan paginya
sesudah malam pengantin; untuk meluruskan masalah kalau ada yang tidak beres. Masalahnya
terkadang bisa menjadi sangat rumit. Michael melihat Apollonia memandanginya dengan matanya yang besar
seperti mata rusa betina. Ia tersenyum dan mengangguk.
Jadi mereka pun pergi ke vila di luar kota Corleone bersama ibu mertua Michael.
Tapi sesudah tiba di sana, wanita tua itu segera bergabung dengan para pelayan Dr. Taza, memeluk dan
mencium putrinya, lalu pergi. Michael dan pengantinnya dibiarkan pergi ke kamar tidur utama
sendirian. Apollonk masih mengenakan gaun pengantin tertutup mantel. Peti pakaian dan
tasnya dibawa ke kamar dari mobil. Di meja kecil terdapat sebotol anggur dan sepiring kecil kue
pengantin. Ranjang besar berkelambu tidak pernah hilang dari pandangan mereka. Gadis muda yang
berada di tengah kamar itu menunggu Michael mengambil langkah pertama.
Dan sekarang sesudah Michael hanya berdua dengan gadis itu, sesudah ia
memilikinya secara sah, sesudah tidak ada hambatan lagi untuk menikmati tubuh dan wajah yang
diimpikannya setiap malam,
Michael tidak bisa memaksa dirinya untuk mendekati gadis itu. Ia memerhatikan
saat Apollonia membuka tudung pengantin dan menyampir-kannya ke sandaran kursi, lalu meletakkan
tiara pengantin di meja rias. Di meja itu terletak deretan parfum dan krim yang
dipesan Michael dari Palermo. Sejenak Apollonia mengamatinya.
Michael memadamkan lampu, mengira gadis itu menunggu kegelapan menutupi tubuhnya
sebelum menanggalkan pakaian. Tapi bulan Sisilia muncul dan cahayanya menerobos memasuki
jendela yang tidak tertutup, gemerlapan seperti emas. Michael pergi menutup jendela tapi
tidak terlalu rapat, sebab
kamar akan menjadi panas.
Apollonia masih berdiri di samping meja dan Michael pun keluar kamar, berjalan
sepanjang lorong ke kamar mandi. Lalu ia bersama Dr. Taza dan Don Tommasino menikmati segelas anggur
di taman sementara kaum wanita bersiap-siap tidur. Ia mengira akan menemukan Apollonia
sudah mengenakan gaun tidur sewaktu kembali ke kamar, menunggu di balik selimut. Ia heran si ibu
tidak membantu putrinya. Mungkin Apollonia menginginkan k sendiri yang membantunya menanggalkan
gaun pengantin. Tapi Michael yakin pengantinnya terlalu pemalu, terlalu polos untuk
bersikap seberani itu. Sewaktu kembali ke kamar, Michael mendapati kamar gelap gulita. Ada yang menutup
jendela rapatrapat. Ia meraba-raba mencari jalan ke ranjang dan menemukan tubuh
Apollonia di balik selimut, memunggungi dirinya, tubuhnya meringkuk. Michael
menanggalkan pakaiannya sendiri dan masuk ke balik selimut. Ia mengulurkan sebelah tangan dan
menyentuh kulit telanjang yang sehalus sutra. Apollonia tidak mengenakan gaun tidur dan
keberaniannya ini menyenangkan. Perlahan-lahan, dengan hati-hati, Michael meletakkan satu tangan
pada bahu istrinya dan menarik tubuhnya dengan lembut sehingga istrinya berbalik menghadapinya.
Apollonia berbalik pelan-pelan dan tangan Michael menyentuh payudaranya yang lembut dan penuh. Lalu
gadis itu begitu cepat berada dalam pelukannya sehingga tubuh mereka menyatu penuh gairah.
Akhirnya Michael memeluknya, mencium bibirnya yang hangat, merapat ke tubuh dan payudaranya, lalu
menindihnya. Dengan tubuh dan rambut sehalus sutra, Apollonia sekarang penuh gairah,
menyambutnya dengan liar dalam gairah erotis perawan. Saat tubuh mereka menyatu, gadis itu terkesiap
pelan dan terdiam sejenak, kemudian menggerakkan pangkal paha ke depan dengan kuat dan membelitkan
kedua kakinya yang mulus di pinggul Michael. Sesudah tiba di puncak, mereka saling mengunci
begitu erat, saling menekan begitu kuat, sehingga waktu mereka melepaskan pelukan, tubuh mereka
bergetar hebat. Malam itu, dan berminggu-minggu berikutnya, Michael Corleone jadi memahami
penghargaan tertinggi yang diberikan masyarakat primitif pada keperawanan. Ia melalui masa
sensualitas yang tidak pernah dialaminya, sensualitas yang berpadu dengan perasaan berkuasa yang
maskulin. Pada hari-hari pertama itu Apollonia hampir seperti budaknya. Dengan penuh rasa
percaya, penuh kasih, gadis muda penuh semangat yang digugah dari alam keperawanan ke kesadaran erotis
terasa sama nikmatnya dengan buah yang matang.
Kehadiran Apollonia menyemarakkan suasana vila yang agak muram dan maskulin. Ia
memulangkan ibunya sesudah malam pengantin dan ikut duduk di meja makan dengan pesona
kewanitaannya yang cemerlang. Don Tommasino makan bersama mereka setiap malam dan Dr. Taza
menceritakan semua kisah lama sementara mereka minum anggur di taman yang penuh patung berhiaskan
karangan bunga berwarna merah darah, jadi setiap sore berlalu dengan cukup menyenangkan. Di
malam hari pasangan pengantin baru itu bercinta berjam-jam penuh gairah di kamar. Michael bagai
tidak pernah puas menikmati tubuh Apollonia yang indah, kulitnya yang berwarna madu, matanya yang
besar dan memancarkan gairah. Apollonia memancarkan aroma yang segar, bau tubuh yang
diharumkan seks namun terasa harum dan amat sangat membangkitkan gairah. Nafsu perawannya bisa
mengimbangi semangat Michael dan sering mereka baru tidur kelelahan saat fajar menyingsing.
Terkadang, dengan tubuh kelelahan tapi belum mengantuk, Michael duduk di kusen jendela dan
memandangi tubuh telanjang Apollonia yang tertidur nyenyak. Wajahnya juga tampak cantik sewaktu
beristirahat, wajah sempurna yang sebelumnya hanya dilihat Michael dalam buku-buku seni, lukisan
Madonna karya seniman Italia yang tanpa keahlian si pelukis pun bisa dianggap memancarkan
kecantikan perawan. Pada seminggu pertama pernikahan mereka, keduanya berpiknik dan bepergian ke
tempat-tempat yang tidak begitu jauh menggunakan mobil Alfa Romeo. Tapi kemudian Don Tommasino
mengajak Michael bicara dan menjelaskan bahwa perkawinannya membuat kehadiran dan
identitasnya diketahui umum di bagian Sisilia itu. Tindakan berjaga-jaga harus diambil terhadap musuhmusuh Keluarga Corleone, yang tangan panjangnya terulur sampai ke tempat pulau persembunyiannya ini. Don
Tommasino menempatkan beberapa pengawal bersenjata di sekeliling vila dan kedua
penggembala, Calo dan Fabrizzio, ditempatkan di dalam lingkungan tembok. Maka Michael dan istrinya
harus tetap tinggal di lingkungan vila. Michael melewatkan waktu dengan mengajar Apollonia membaca dan
menulis dalam bahasa Inggis serta mengemudikan mobil di dalam tembok vila. Selama masa ini Don
Tommasino tampak dan merupakan teman yang tidak menyenangkan. Ia masih bermasalah dengan
Mafia baru di kota Palermo, kata Dr. Taza.
Suatu malam di taman, wanita desa tua yang bekerja sebagai pelayan membawakan
sepiring buah zaitun segar kemudian menghampiri Michael dan berkata, "Benarkah yang dikatakan
setiap orang bahwa kau putra Don Corleone di New York Gty, Godfather?"
Michael melihat Don Tommasino menggeleng kesal karena rahasia mereka sudah
diketahui umum. Tapi si wanita tua memandangnya begitu penuh perhatian, seakan penting baginya
untuk mengetahui kebenarannya, sehingga Michael mengangguk. "Kau kenal ayahku?" ia bertanya.
Nama wanita tua itu Filomena dan wajahnya berkerut-kerut serta cokelat seperti
walnut, giginya yang kecokelatan kelihatan. Untuk pertama kalinya sejak Michael ada di vila, wanita
itu tersenyum padanya. "Godfather pernah menyelamatkan jiwaku," katanya, "juga otakku." Ia
menunjuk kepalanya. Ia jelas ingin bicara lagi, jadi Michael tersenyum padanya untuk memberikan
dorongan. Ia bertanya takut-takut, "Benarkah Luca Brasi sudah mati?"
Michael mengangguk lagi dan takjub melihat ekspresi lega di wajah wanita itu.
Filomena membuat tanda salib dan berkata, "Semoga Tuhan mengampuniku, tapi semoga jiwanya terpanggang di
neraka selamanya." Michael teringat rasa ingin tahunya dulu mengenai Brasi, dan tiba-tiba mendapat
firasat wanita ini mengetahui kisah yang tidak pernah diceritakan Hagen dan Sonny padanya. Ia
menuangkan anggur untuk wanita itu dan memintanya duduk. "Ceritakan mengenai ayahku dan Brasi,"
katanya lembut. "Aku sudah mengetahui sedikit, tapi bagaimana mereka bisa bersahabat dan kenapa
Brasi begitu mengabdi pada ayahku" Jangan takut, ceritakanlah."
Wajah Filomena yang keriput, matanya yang sehitam kismis, sekarang diarahkan ke
Don Tommasino, yang dengan suatu cara memberi isyarat mengizinkan. Jadi Filomena pun melewatkan
sore hari dengan menceritakan kisahnya pada mereka.
Tiga puluh tahun yang lalu, Filomena bidan di New York City, di Tenth Avenue,
melayani koloni Italia. Kaum wanita di sana selalu hamil dan bisnisnya makmur. Ia mengajarkan
beberapa hal kepada para dokter sewaktu mereka mencoba menangani persalinan yang sulit. Suaminya
waktu itu pemilik toko bahan pangan yang laris, sekarang sudah meninggal, semoga arwahnya diterima
Tuhan, meskipun ia penjudi kartu dan pemboros yang tidak pernah berpikir untuk menyisihkan
sebagian uangnya untuk simpanan menghadapi masa-masa sulit. Pada malam yang sial tiga puluh tahun yang
lalu, sewaktu semua orang jujur sudah lama berada di ranjang masing-masing, terdengar ketukan
di pintu rumah Filomena. Ia sama sekali tidak takut, dan ia pun berpakaian serta membuka pintu.
Di luar dilihatnya Luca Brasi yang reputasinya bahkan waktu itu sudah menakutkan. Orang-orang juga
mengetahui ia masih bujangan. Jadi Filomena langsung takut. Ia menduga Brasi datang
untuk mencelakai suaminya, bahwa mungkin suaminya pernah menolak permintaan
tolong Brasi. Tapi Brasi ternyata datang untuk urusan biasa. Ia memberitahu Filomena ada
wanita yang akan melahirkan, rumahnya cukup jauh di luar lingkungan mereka, dan ia harus
mengikuti Brasi ke sana. Filomena seketika merasa ada yang tidak beres. Wajah Brasi yang brutal tampak
seperti orang sinting malam itu, jelas sekali ia tengah kerasukan setan. Filomena mencoba menolak
dengan mengatakan ia hanya ingin merawat wanita yang memeriksakan diri padanya. Tapi Brasi
menjejalkan segenggam uang ke tangannya dan memerintah dengan kasar agar ia mengikutinya. Filomena
begitu ketakutan sehingga tidak berani menolak.
Di jalan ada mobil Ford, pengemudinya orang yang sejenis dengan Luca Brasi.
Perjalanan mereka memakan waktu tidak lebih dari tiga puluh menit ke rumah kecil di Long Island
City, tepat di seberang jembatan. Rumah untuk dua keluarga, tapi sekarang hanya disewa Brasi
dan anak buahnya. Sebab ada beberapa bajingan di dapur yang tengah bermain kartu sambil minumminum. Brasi mengajak Filomena menaiki tangga ke kamar tidur. Di ranjang ada wanita muda yang
cantik dan tampaknya keturunan Irlandia, wajahnya berias dan rambutnya merahdan dengan
perut menggembung seperti perut babi. Gadis yang malang itu ketakutan. Sewaktu melihat Brasi, ia
membuang muka dengan ngeri, ya, ngeri. Dan memang, ekspresi kebencian di wajah Brasi yang
buruk merupakan pemandangan paling menakutkan yang pernah dilihat Filomena seumur hidupnya. Di
sini Filomena kembali membuat tanda salib.


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Singkat cerita, Brasi meninggalkan kamar. Dua anak buahnya membantu si bidan dan
bayinya pun lahir, si ibu kelelahan dan tertidur lelap. Brasi dipanggil dan Filomena,
528 yang telah membungkus bayi itu dengan selimut tambahan, menyerahkan bayi
tersebut pada Brasi sambil berkata, "Kalau kau ayahnya, ambillah. Pekerjaanku sudah selesai."
Brasi melotot kepadanya, garang, kesintingan terpancar dari wajahnya. "Ya, aku
ayahnya," katanya. "Tapi aku tidak ingin ada ras itu yang hidup. Bawa saja ke ruang bawah tanah dan
lemparkan ke tungku." Sejenak Filomena mengira salah mendengar kata-kata Brasi. Ia
kebingungan oleh kata "ras"
yang digunakan Brasi. Apakah maksudnya karena gadis itu bukan orang Italia" Atau
maksudnya karena si gadis jelas dari jenis yang paling rendahpelacur" Atau maksudnya apa
pun yang merupakan keturunannya tidak boleh hidup" Lalu ia yakin Brasi melontarkan lelucon yang
brutal. Filomena berkata singkat, "Ini anakmu, lakukan sekehendak hatimu." Dan ia mencoba
menyerahkan bungkusan bayi tersebut. Waktu itu si ibu yang kelelahan terbangun dan memiringkan tubuh menghadap
mereka. Ia berbuat begitu tepat pada waktunya untuk melihat Brasi mendorong bayi itu dengan kasar
ke dada Filomena. Ia berseru lemah, "Luc, Luc, maafkan aku," dan Brasi berpaling memandangnya.
Pemandangannya mengerikan, kata Filomena sekarang. Begitu mengerikan. Mereka
seperti dua hewan sinting. Mereka bukan manusia. Kebencian yang mereka lontarkan kepada yang lain
memanaskan seluruh kamar. Tidak ada yang lain, bahkan si bayi yang baru lahir, yang ada di
antara mereka waktu itu. Sekalipun begitu ada nafsu yang aneh. Nafsu iblis yang haus darah, yang
begitu tidak wajar sehingga orang mengetahui mereka sama-sama terkutuk. Lalu Luca Brasi kembali
berpaling pada Filomena dan berkata kasar, "Lakukan perintahku, akan kujadikan kau kaya raya."
Filomena tidak bisa berbicara karena ketakutan. Ia menggeleng. Akhirnya ia
berbisik, "Kau saja yang
melakukan, kau ayahnya, lakukanlah kalau kau mau." Tapi Brasi tidak menjawab.
Sebaliknya ia mencabut sebilah pisau dari balik kemejanya. "Akan kugorok lehermu," katanya.
Filomena pasti sangat terguncang waktu itu, karena tiba-tiba mereka semua telah
berada di lantai bawah tanah rumah, di depan tungku besi yang besar. Filomena masih menggendong
bayi dalam selimut, yang tidak bersuara. (Mungkin kalau bayi itu menangis, mungkin kalau
aku cukup cerdik untuk mencubitnya, kata Filomena, monster itu akan berbelas kasihan.)
Salah seorang pria itu pasti membuka pintu tungku, nyala apinya sekarang
terlihat. Lalu ia tinggal
berdua dengan Brasi di lantai bawah tanah yang penuh pipa berkeringat dan bau.
Brasi kembali mengeluarkan pisau. Dan tidak diragukan lagi Brasi akan membunuhnya. Nyala api
berkobar-kobar, begitu pula mata Brasi. Wajahnya seperti setan, bukan manusia, bukan manusia
yang waras. Brasi mendorongnya ke pintu tungku yang terbuka.
Saat itu Filomena terdiam. Ia melipat tangannya yang kurus di pangkuan dan
memandang lurus ke Michael. Michael mengetahui apa yang diinginkan wanita tua itu, bagaimana ia
ingin menceritakannya, tanpa menggunakan suara. Michael bertanya lembut padanya,
"Apakah kau melakukannya?" Filomena mengangguk.
Sesudah minum segelas anggur lagi dan membuat tanda salib sambil menggumamkan
doa, Filomena melanjutkan ceritanya. Ia diberi setumpuk uang dan diantar pulang dengan mobil.
Ia tahu kalau membuka mulut mengenai apa yang terjadi, ia akan dibunuh. Tapi dua hari kemudian
Brasi membunuh gadis Irlandia itu, ibu si bayi, dan ditangkap polisi. Filomena, yang
ketakutan setengah mati, menemui Godfather dan menceritakan kisahnya. Godfather memerintahkan Filomena menutup
mulut, ia akan membereskan segala sesuatunya. Waktu itu Brasi tidak bekerja pada Don Corleone.
Sebelum Don Corleone dapat menangani masalahnya, Luca Brasi mencoba bunuh diri
di sel, mengiris lehernya dengan potongan kaca. Ia dipindah ke rumah sakit penjara dan ketika ia
sembuh, Don Corleone sudah membereskan semuanya. Polisi tidak bisa membuktikan tuduhannya di
pengadilan dan Luca Brasi dibebaskan. Walaupun Don Corleone telah meyakinkan Filomena bahwa ia tidak perlu takut pada
Luca Brasi atau polisi, Filomena tidak pernah merasa tenang. Sarafnya terganggu dan ia tidak
lagi bisa melakukan pekerjaannya. Akhirnya ia membujuk suaminya untuk menjual toko dan mereka
kembali ke Italia. Suaminya pria yang baik, diberitahu segalanya dan mengerti. Tapi ia lemah dan
menghamburhamburkan kekayaan yang mereka berdua kumpulkan dengan susah payah di
Amerika. Jadi sesudah suaminya meninggal, Filomena terpaksa menjadi pelayan. Begitulah Filomena
mengakhiri ceritanya. Ia minum segelas anggur lagi dan berkata pada Michael, "Kuberkati nama ayahmu.
Ia selalu mengirimiku uang kalau kuminta, dan ia menyelamatkan nyawaku dari Brasi. Katakan
padanya aku mendoakan jiwanya setiap malam dan ia tidak perlu takut menghadapi kematian."
Sesudah Filomena pergi, Michael bertanya pada Don Tommasino, "Apakah ceritanya
benar?" Capomafioso itu mengangguk. Dan Michael berpikir, pantas saja tidak ada yang mau
menceritakan kisah itu padanya. Kisah yang luar biasa. Memang Luca Brasi orang yang luar
biasa. Keesokan paginya Michael ingin membicarakan seluruh masalahnya dengan Don
Tommasino, tapi diberitahu bahwa orang tua itu dipanggil ke Palermo karena ada pesan sangat mendesak yang
disampaikan kurir. Sore harinya Don Tommasino pulang dan mengajak Michael menjauh. Ada berita dari
Amerika, katanya. Berita yang membuatnya sangat sedih menyampaikannya. Santino Corleone tewas
dibunuh. Bab 24 inar matahari pagi Sisilia yang berwarna seperti
membangunkannya dengan cinta. Sesudah mereka selesai, biarpun sudah berbulanbulan memilikinya secara utuh, Michael tetap mengagumi keindahan dan gairah Apollonia.
Apollonia meninggalkan kamar tidur untuk mandi dan berpakaian di kamar mandi di
ujung lorong. Michael, masih telanjang, sinar matahari pagi menyegarkan tubuhnya, menyalakan
sebatang rokok dan beristirahat di ranjang. Ini pagi terakhir mereka di rumah dan vila ini. Don
Tommasino telah mengatur agar ia dipindahkan ke kota lain di pantai selatan Sisilia. Apollonia,
yang tengah hamil sebulan, ingin mengunjungi orangtuanya beberapa minggu dan akan menyusul
suaminya ke tempat persembunyian yang baru. Malam sebelumnya, Don Tommasino duduk-duduk dengan Michael di taman sesudah
Apollonia pergi tidur. Don tampak khawatir dan kelelahan, dan mengakui ia gelisah memikirkan
keselamatan Michael. "Pernikahan menyebabkan W diketahui orang," katanya pada Michael. "Aku heran
ayahmu belum mengatur agar kau pergi ke tempat lain. Bagaimanapun, aku sendiri
menghadapi kesulitan dengan para bajingan muda di Palermo. Aku sudah menawarkan pengaturan
yang adil agar mereka bisa membasahi paruh lebih daripada yang pantas mereka peroleh, tapi
keparat-ke-parat itu menginginkan semuanya. Aku tidak mengerti sikap mereka. Mereka mencoba beberapa
akal bulus tapi aku tidak mudah dibunuh. Mereka harus tahu aku terlalu kuat sehingga mereka
tidak boleh meremehkan diriku. Tapi memang itulah sulitnya menghadapi anak muda, tidak
peduli sebesar apa pun bakat mereka. Mereka tidak memiliki pertimbangan akal sehat dan mereka
menginginkan semua air di sumur." Kemudian Don Tommasino memberitahu Michael bahwa kedua penggembala, Fabrizzio
dan Calo, akan pergi bersamanya sebagai pengawal. Don Tommasino akan mengucapkan selamat
berpisah malam itu karena ia akan pergi saat fajar, untuk menyelesaikan urusannya di
Palermo. Michael tidak boleh memberitahukan kepindahannya pada Dr. Taza, karena dokter tersebut
berencana melewatkan malamnya di Palermo dan mungkin akan mengoceh.
Michael sudah lama tahu Don Tommasino dalam kesulitan. Para pengawal bersenjata
berpatroli di sepanjang tembok vila di malam hari dan beberapa penggembala yang setia, dengan
bersenjatakan lupara, selalu berada di sekitar rumah. Don Tommasino sendiri selalu pergi
dengan membawa senjata lengkap dan beberapa pengawal pribadi yang menyertainya sepanjang waktu.
Sekarang matahari pagi sudah terlalu panas. Michael mematikan rokok dan
mengenakan pakaian kerja serta topi runcing yang dipakai kebanyakan pria di Sisilia. Masih bertelanjang
kaki, ia menyandar ke jendela kamar tidur dan melihat Fabrizzio duduk di salah satu kursi taman. Fabrizzio dengan malas
menyisir rambutnya yang hitam dan lebat, lupara diletakkan seenaknya di meja taman. Michael bersiul dan
Fabrizzio mengangkat kepala, melihat ke jendela.
"Ambil mobil!" seru Michael padanya. "Aku akan pergi beberapa menit lagi. Mana
Calo?" Fabrizzio berdiri. Kemejanya terbuka, memperlihatkan tato di dadanya yang
berwarna biru dan merah. "Calo sedang minum kopi di dapur," kata Fabrizzio. "Istrimu ikut?"
Michael menyipitkan mata memandangnya. Ia tersadar Fabrizzio terlalu sering
memandangi Apollonia beberapa minggu terakhir ini. Tapi ia takkan berani kurang ajar pada
istri sahabat Don. Di Sisilia tidak ada cara yang lebih pasti untuk mati. Michael berkata dingin,
"Tidak, ia akan menyusulku
beberapa hari lagi." Ia mengawasi Fabrizzio tergesa-gesa masuk ke pondok batu
yang digunakan sebagai garasi mobil Alfa Romeo.
Michael pergi ke ujung lorong untuk mandi. Apollonia sudah tidak ada di sana.
Mungkin ia ke dapur untuk menyiapkan sendiri sarapan, sebagai penebus rasa bersalah karena ingin
bertemu keluarganya dulu sebelum pergi begitu jauh ke ujung Sisilia. Don Tommasino bisa mengatur
transportasi baginya ke tempat Michael berada.
Di dapur, si wanita tua Filomena membawakan kopi baginya dan dengan malu-malu
mengucapkan selamat berpisah. "Aku akan mengingatkan ayahku mengenai kau," kata Michael, dan
Filomena mengangguk. Calo masuk ke dapur dan berkata pada Michael, "Mobil sudah di luar, perlu
kubawakan tasmu?" "Tidak, akan kuambil sendiri," kata Michael. "Mana Apolla?"
Calo tersenyum geli. "Ia duduk di kursi pengemudi
mobil, ingin sekali menginjak pedal gas. Ia benar-benar ingin menjadi wanita
Amerika sebelum pergi ke Amerika." Belum pernah ada wanita petani di Sisilia yang mencoba mengemudikan
mobil. Tapi Michael sesekali membiarkan Apollonia mengemudikan Alfa Romeo berkeliling
halaman vila, selalu mendampinginya karena istrinya terkadang menginjak gas padahal yang
dimaksudkannya rem. Michael berkata kepada Calo, "Panggil Fabrizzio dan tunggu aku di mobil." Ia
keluar dari dapur dan berlari naik ke kamar. Pakaiannya telah dikemas dalam tas. Sebelum mengambil
tas, ia melayangkan pandangan ke luar jendela dan melihat mobil diparkir di depan tangga serambi,
bukan di depan pintu dapur. Apollonia duduk di dalam mobil, tangannya memegang kemudi seperti anak
kecil bermainmain. Calo baru saja meletakkan keranjang makan siang di kursi
belakang. Lalu Michael jengkel
melihat Fabrizzio menghilang melalui pintu gerbang vila entah untuk urusan apa.
Sialan, apa yang dilakukannya" Ia melihat Fabrizzio berpaling, memandang ke balik bahunya dengan
tatapan yang tampak gelisah. Ia harus membereskan masalah ini dengan penggembala sialan itu.
Michael menuruni tangga dan memutuskan keluar melalui dapur agar bisa menemui Filomena dan
mengucapkan selamat berpisah untuk terakhir kalinya. Ia bertanya pada wanita tua itu, "Apa Dr. Taza
masih tidur?" Ekspresi wajah Filomena yang keriput tampak penuh arti. "Ayam jago tua itu tidak
pernah menyambut terbitnya matahari. Dokter semalam pergi ke Palermo."
Michael tertawa. Ia keluar melalui pintu dapur dan bau bunga lemon bahkan
menembus hidungnya yang buntu karena ingus. Ia melihat Apollonia melambai kepadanya dari mobil di
taman yang hanya sepuluh langkah dari tempatnya. Lalu ia menyadari istrinya memberi isyarat agar
ia tetap di tempatnya, istrinya akan mengemudikan mobil ke tempatnya berdiri. Calo
berdiri sambil tersenyum di sisi mobil, dengan lupara di tangan. Pada saat itu, tanpa proses
berpikir yang sadar, segalanya teraduk menjadi satu dalam pikirannya, dan Michael berseru pada
Apollonia, "Tidak,

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangan!" Tapi teriakannya tenggelam oleh ledakan menggelegar yang terjadi
sewaktu Apollonia memutar kunci kontak. Pintu dapur hancur berkeping-keping dan Michael terempas ke dinding vila sejauh
tiga meter. Batubatu yang berjatuhan dari atap vila menimpa bahunya dan nyaris
mengenai kepalanya sewaktu ia
terkapar di tanah. Ia sadar cukup lama hanya untuk melihat tidak ada yang
tersisa dari Alfa Romeo itu
selain keempat rodanya dan batangan besi penghubungnya.
Michael siuman di dalam ruangan yang rasanya gelap sekali dan ia mendengar
suara-suara yang begitu pelan sehingga terdengar seperti bunyi dan bukannya kata-kata. Karena
dorongan naluri hewani ia berpura-pura masih pingsan, tapi suara-suara itu berhenti dan seseorang
mencondongkan tubuh dari kursi dekat ranjangnya. Dan sekarang suaranya terdengar sangat jelas, berkata,
"Well, akhirnya ia kembali bersama kita." Lampu dinyalakan, cahayanya yang seperti api putih
mengenai mata Michael dan ia berpaling. Kepalanya terasa berat, mau rasa. Lalu ia bisa melihat wajah
di atas ranjangnya, wajah Dr. Taza. "Coba kuperiksa dulu kau sebentar dan sesudah itu lampunya akan kupadamkan
lagi," kata Dr. Taza
lembut. Ia sibuk menyorotkan senter pensil ke mata Michael. "Kau tidak apa-apa,"
katanya, dan berpaling pada orang lain di dalam ruangan. "Kau boleh berbicara dengannya."
Ternyata Don Tommasino yang duduk di kursi dekat ranjangnya, sekarang Michael
bisa melihatnya dengan jelas. "Michael, Michael, bisa aku berbicara denganmu" Kau ingin
beristirahat?" Lebih mudah mengangkat tangan dan memberi isyarat, dan Michael melakukannya. Don
Tommasino berbicara, "Apa Fabrizzio yang mengeluarkan mobil dari garasi?"
Michael, tanpa mengetahui perbuatannya, tersenyum. Ia tersenyum dengan cara yang
aneh, senyuman yang dingin, untuk membenarkan. Don Tommasino berkata, "Fabrizzio menghilang.
Dengarkan aku, Michael. Kau pingsan selama hampir seminggu. Kau mengerti" Setiap orang menduga
kau tewas. Jadi sekarang kau aman, mereka sudah berhenti mencari-cari dirimu. Aku telah mengirim
kabar pada ayahmu dan ia memberi perintah. Tidak lama lagi kau akan bisa kembali ke
Amerika. Sementara itu kau beristirahat saja di sini diam-diam. Kau aman di sini di pegunungan, di
rumah pertanian milikku. Orang Palermo sudah berdamai denganku sekarang sesudah kau dianggap tewas. Jadi
selama ini kaulah yang mereka kejar. Mereka ingin membunuhmu sambil membiarkan orang-orang
menduga akulah yang mereka incar. Itu harus kauketahui. Sedangkan mengenai yang lainnya,
serahkan saja padaku. Pulihkan saja tenagamu dan tetap tenang."
Sekarang Michael bisa mengingat semuanya. Ia mengetahui istrinya telah
meninggal, bahwa Calo sudah meninggal. Ia memikirkan si wanita tua di dapur. Ia tidak ingat apakah
wanita itu keluar bersamanya atau tidak. Ia berbisik, "Filomena?"
Don Tommasino berkata pelan, "Ia tidak terluka, hanya hidungnya berdarah karena
ledakan. Jangan khawatir. Michael berkata, "Fabrizzio. Beritahu para penggembalamu,
siapa pun yang berhasil menyerahkan Fabrizzio akan memiliki tanah yang paling
subur di Sisilia." Kedua pria itu menghela napas lega. Don Tommasino mengangkat gelas dari meja
yang tidak begitu jauh dan meminum cairan merah di dalam gelas itu yang menyebabkan kepalanya
tersentak. Dr. Taza duduk di tepi ranjang dan berkata nyaris seperti tak sadar. "Ketahuilah,
sekarang kau duda. Itu langka
di Sisilia." Seakan kelangkaan itu akan menghibur Michael.
Michael memberi isyarat pada Don Tommasino agar mendekat. Don duduk di ranjang
dan menunduk. "Katakan pada ayahku agar membawaku pulang," kata Michael. "Katakan pada ayahku
aku ingin menjadi anaknya." Tapi baru sebulan kemudian Michael pulih dari luka-lukanya, lalu dua bulan
sesudah itu ia baru mendapatkan surat-surat yang dibutuhkan dan segala sesuatunya disiapkan.
Kemudian ia diterbangkan dari Palermo ke Roma, dan dari Roma ke New York. Selama itu sama sekali tak ada
jejak Fabrizzio. Buku Tujuh Bab 25 Sesudah lulus college, Kay Adams bekerja sebagai pengajar di sekolah dasar di
kota kelahirannya, New Hampshire. Selama enam bulan pertama sesudah Michael menghilang, setiap
minggu ia menelepon ibu Michael untuk menanyakan kabar putranya. Mrs. Corleone selalu
bersikap ramah dan selalu akhirnya mengatakan, "Kau gadis yang manis sekali. Lupakan saja Mikey dan
cari suami yang baik." Kay tidak tersinggung oleh sikap ibu Michael yang terus terang itu dan
mengerti bahwa ibu Michael berbicara begitu karena prihatin terhadapnya sebagai gadis muda dalam
situasi sulit. Ketika semester pertama sekolahnya berakhir, Kay memutuskan pergi ke New York
untuk membeli pakaian yang pantas dan menemui beberapa teman kuliahnya dulu. Ia juga berpikir
ingin mencari pekerjaan yang menarik di New York. Dua tahun ia hidup seperti perawan tua,
membaca dari mengajar, menolak ajakan kencan, tidak mau keluar sama sekali, meski ia tidak
lagi menelepon ke Long Beach. Kay menyadari ia tidak bisa seperti ini terus, ia jadi jengkel dan
tidak bahagia. Tapi ia tetap yakin Michael akan menulis surat padanya atau mengirim pesan. Ia merasa
terhina karena Michael tidak melakukannya, dan sedih karena Michael begitu tidak memercayai
dirinya. Ia naik kereta pagi-pagi sekali dan check-in di hotel pada sore harinya. Temanteman gadisnya sudah bekerja dan ia tidak ingin mengganggu mereka di tempat kerja, karena itu ia
merencanakan menelepon mereka malam nanti. Ia tidak ingin berbelanja setelah perjalanan dengan kereta
api yang melelahkan. Sendirian di kamar hotel, mengingat saat-saat ketika ia bersama Michael
menggunakan kamar hotel untuk bercinta, menyebabkan ia merasa merana. Melebihi segalanya, itulah yang
mendorongnya menelepon ibu Michael di Long Beach.
Telepon dijawab pria kasar dengan aksen yang menurutnya sangat khas New York.
Kay minta berbicara dengan Mrs. Corleone. Beberapa menit hening, lalu Kay mendengar suara
beraksen berat yang menanyakan siapa dirinya.
Kay agak malu. "Ini Kay Adams, Mrs. Corleone," katanya. "Anda masih ingat aku?"
"Tentu, tentu, aku masih ingat kau," kata Mrs. Corleone. "Mengapa kau tidak
pernah menelepon lagi"
Kau sudah menikah?" "Oh, tidak," jawab Kay. "Aku sibuk sekali," Ia terkejut ibu Michael kedengaran
tidak senang karena ia tidak menelepon lagi. "Anda mendengar kabar dari Michael" Apakah ia baik-baik
saja?" Dari ujung sana Mrs. Corleone terdiam, kemudian suaranya terdengar lagi cukup
kuat. "Mikey ada di rumah. Ia tidak meneleponmu" Ia tidak menemuimu?"
Kay merasa mulas karena terkejut dan ingin menangis. Suaranya agak terbata-bata
ketika ia bertanya, "Sudah berapa lama ia di rumah?"
Mrs. Corleone menjawab, "Enam bulan."
S44 "Oh, begitu," kata Kay. Dan ia sangat malu karena ibu Michael tahu anaknya
menyepelekan dirinya. Kemudian kemarahannya bangkit. Marah kepada Michael, kepada ibunya, kepada
keluarga Italia itu, yang tidak punya kesopanan untuk memperlihatkan persahabatan setelah hubungan
cinta mereka berakhir. Apakah Michael tidak tahu ia mengkhawatirkan dirinya sebagai sahabat
biarpun Michael tidak lagi menginginkan dirinya sebagai teman tidur, walaupun ia tidak lagi
ingin mengawininya" Apakah Michael mengira ia seperti gadis-gadis Italia yang akan bunuh diri atau
mengamuk setelah diambil keperawanannya dan dicampakkan begitu saja" Tapi ia membuat suaranya
tetap tenang. "Baiklah, terima kasih banyak," katanya. "Aku gembira Michael sudah pulang dan
tidak kurang suatu apa pun. Aku hanya ingin tahu. Aku tidak akan menelepon lagi."
Suara Mrs. Corleone terdengar tidak sabar, seakan ia tidak mendengar apa yang
dikatakan Kay. "Kau ingin bertemu Michael, kau datang ke sini saja. Beri ia kejutan yang
menyenangkan. Kau naik taksi,
dan akan kusuruh orang di gerbang membayar taksimu. Katakan pada sopir taksi ia
akan mendapat uang dua kali lipat, kalau ia tidak mau jauh-jauh ke Long Beach. Tapi kau jangan
membayarnya. Anak buah suamiku di gerbang akan membayarnya."
"Aku tidak bisa berbuat begitu, Mrs. Corleone," kata Kay dingin. "Kalau Michael
ingin bertemu denganku, ia pasti sudah meneleponku di rumah. Jelas sekali ia tidak mau
meneruskan hubungan kami." Suara Mrs. Corleone segera terdengar di telepon. "Kau gadis yang manis, punya
kaki yang bagus, tapi tidak punya otak." Ia tertawa kecil. "Kau datang ke sini untuk bertemu aku,
bukan Mikey. Aku ingin bicara denganmu. Kau datang sekarang juga. Dan jangan bayar taksinya. Aku
menunggumu." Telepon
ditutup. Mrs. Corleone memutuskan hubungan.
Kay bisa saja menelepon kembali dan mengatakan tidak akan datang. Tapi ia tahu
harus bertemu Michael, berbicara padanya, walaupun hanya untuk basa-basi. Kalau sekarang pria
itu ada di rumah, terang-terangan, berarti ia tidak lagi dalam kesulitan, dan ia bisa hidup normal
kembali. Ia melompat turun dari tempat tidur dan mulai bersiap-siap pergi menemui Michael. Ia
berdandan dan berpakaian ekstracermat. Setelah siap berangkat, ia melihat bayangannya di cermin. Apakah
sekarang k lebih cantik daripada ketika Michael menghilang dulu" Atau apakah Michael
menganggapnya lebih tua dan
tidak menarik lagi" Kini tubuh Kay seperti wanita dewasa, pinggulnya lebih
bulat, payudaranya lebih berisi. Orang Italia biasanya lebih suka yang seperti itu, walaupun Michael
mengatakan menyukainya karena tubuhnya yang langsing. Sebenarnya itu tidak jadi soal, sebab jelas
sekali Michael tidak mau lagi berhubungan dengannya. Kalau tidak begitu, pasti Michael sudah meneleponnya
dalam kurun waktu enam bulan setelah pulang.
Taksi yang dipanggilnya tidak mau membawanya ke Long Beach sampai k memberikan
senyum manis dan mengatakan akan membayar dua kali lipat dari yang ditunjukkan argometer.
Perjalanannya makan waktu hampir satu jam dan kompleks perumahan di Long Beach itu sudah berubah
dari sejak k terakhir kali melihatnya. Ada pagar besi yang mengelilinginya dan pintu gerbang
besi yang menghalangi pintu masuk ke kompleks. Seorang pria yang bercelana panjang dan
berjaket putih di luar kemeja merahnya membuka pintu gerbang dan melongokkan kepala ke dalam taksi
untuk melihat argometer, lalu memberikan uangnya kepada sopir taksi. Kemudian setelah Kay
melihat sopir 546 taksi tidak protes dan senang dengan uang yang diterimanya, ia turun dan
berjalan menyeberangi kompleks menuju rumah yang berada di tengah.
Mrs. Corleone sendiri yang membuka pintu dan menyambut Kay dengan pelukan hangat
yang membuat Kay terkejut. Kemudian ia memandang Kay dengan tatapan menilai. "Kau
gadis yang cantik," katanya terus terang. "Putra-putraku tolol." Ia menarik Kay memasuki
pintu dan menuntunnya ke dapur. Di sana sepiring makanan sudah disiapkan di meja dan
seteko kopi dijerang di kompor. "Michael segera pulang," katanya. "Kau akan mengejutkannya."
Mereka duduk bersama dan Mrs. Corleone memaksa Kay makan, sambil mengajukan
berbagai pertanyaan dengan penuh rasa ingin tahu. Ia senang sekali mendengar Kay menjadi
guru, bahwa ia datang ke New York untuk menemui teman-teman lamanya, dan bahwa umur Kay baru
dua puluh empat tahun. Ia terus mengangguk-angguk seakan semua fakta itu sesuai dengan
spesifikasi pribadi di dalam pikirannya. Kay begitu gelisah sehingga hanya menjawab pertanyaan, tidak
pernah mengatakan apa pun. Kay melihat Michael lebih dulu melalui jendela dapur. Mobil berhenti di muka
rumah dan dua pria turun. Kemudian Michael. Ia menegakkan tubuh untuk bicara dengan salah satu
pria. Wajahnya yang sebelah kiri bisa dilihat Kay. Sisi itu rusak, cacat, seperti wajah boneka
plastik yang disepak anak
nakal. Tapi anehnya hal ku tidak merusak ketampanannya di mata Kay, lalu ia
menitikkan air mata. Ia melihat Michael menempelkan sehelai saputangan putih ke mulut dan hidungnya
serta memeganginya sesaat ketika berbelok untuk masuk ke rumah.
Kay mendengar pintu terbuka dan langkah-langkah kaki Michael di lorong sebelum


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belok ke dapur, lalu pria, -ku 547 berada di tempat terbuka, melihat Kay bersama ibunya. Ia tampak pasif, kemudian
tersenyum sebentar, sisi mukanya yang cacat menghalangi ia tersenyum lebar. Kay yang
tadinya hanya bermaksud mengatakan, "Halo, apa kabar?" dengan gaya yang sangat tenang, kini
beranjak dari kursi dan berlari ke pelukan Michael, membenamkan wajahnya di bahu Michael. Pria itu
mencium pipinya yang basah lalu memeluknya sampai ia berhenti menangis. Kemudian Michael
berjalan ke mobil dan melambaikan tangan menyuruh pengawal pribadinya pergi, lalu mengemudikan mobil
dengan Kay di sisinya. Kay memperbaiki riasannya dengan menyeka bedak yang tersisa dengan
saputangan. "Aku tidak bermaksud berbuat begitu," kata Kay. "Tapi tidak ada yang
memberitahuku betapa parah
mereka me-nyaMumu." Michael tertawa dan menyentuh sisi wajahnya yang rusak. "Maksudmu ini" Ini bukan
apa-apa. Ini hanya memberiku masalah pada sinus. Sekarang setelah pulang, mungkin aku akan
berusaha memperbaikinya. Aku tidak bisa menulis surat kepadamu atau melakukan hal apa
pun," kata Michael. "Kau harus memahami itu sebelum memahami yang lainnya."
"Oke," kata Kay.
"Aku punya tempat di kota," Michael melanjutkan. "Kau setuju kita pergi ke sana
atau kita makan malam dan minum saja di restoran?"
"Aku tidak lapar," kata Kay.
Mereka bermobil menuju New York sambil berdiam diri selama beberapa saat. "Kau
sudah lulus?" tanya Michael. "Ya," kata Kay. "Aku mengajar di sekolah dasar di kota kelahiranku sekarang.
Apakah mereka sudah menemukan siapa yang sebenarnya membunuh polisi itu, dan itu sebabnya kau bisa
pulang?" 548 Selama beberapa saat Michael tidak menjawab. "Ya, mereka sudah menemukannya,"
jawabnya. "Beritanya ada di surat kabar di seluruh New York. Kau tidak membacanya?"
Kay tertawa lega karena Michael membantah dirinya pembunuh. "Di kota kami hanya
The New York Times yang bisa kami dapat," katanya. "Kurasa berita itu hanya dimuat di halaman
delapan puluh sembilan. Seandainya membacanya, aku pasti menelepon ibumu lebih cepat." Kay
berhenti berbicara sebentar kemudian berkata, "Lucu sekali cara ibumu berbicara, aku hampir percaya
kau yang melakukannya. Dan tepat sebelum kau datang, ketika kami minum kopi, ia
menceritakan orang gila yang mengaku itu." Michael berkata, "Mungkin mulanya ibuku percaya."
"Ibumu sendiri?" tanya Kay.
Michael tersenyum. "Kaum ibu sama seperti polisi. Mereka selalu memercayai hal
yang paling buruk." Michael lalu memarkir mobil di garasi di Mulberry Street yang pemiliknya tampak
mengenal dirinya. Ia mengajak Kay memutari sudut jalan ke rumah dari batu bata merah yang
tampaknya hampir hancur dan sesuai dengan lingkungannya yang berantakan. Michael mempunyai kunci pintu
depan dan setelah mereka masuk, Kay melihat rumah yang dilengkapi perabotan mahal dan nyaman
seperti rumah jutawan. Michael menuntunnya ke lantai atas, tempat terdapat ruang duduk yang
luas, dapur besar, dan pintu menuju kamar tidur. Di sudut ruang duduk ada bar dan Michael mencampur
minuman untuk mereka berdua. Mereka duduk di sofa berdampingan dan Michael berkata perlahan,
"Lebih baik kita ke kamar tidur." Kay menenggak minumannya banyak-banyak dan tersenyum padanya.
"Ya," katanya. Bagi Kay permainan cinta yang mereka lakukan hampir seperti sebelumnya, tapi
Michael sedikit lebih kasar, lebih langsung, dan tidak selembut biasanya. Seakan Michael menyembunyikan sesuatu
darinya. Tapi ia tidak ingin mengeluh. Itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan cara yang aneh,
pria lebih peka dalam situasi seperti ini, pikirnya. Ia mendapati bercinta dengan Michael
setelah berpisah dua tahun
merupakan hal paling wajar di dunia. Rasanya Michael seperti tidak pernah pergi.
"Seharusnya kau menulis surat kepadaku, kau bisa memercayai aku," kata Kay
sambil meringkuk ke tubuh Michael. "Aku bisa melakukan omerta New England. Yankee juga bisa menutup
mulut, kau tahu." Michael tertawa pelan dalam kegelapan. "Aku tidak pernah mengira kau bakal
menunggu," katanya. "Aku tidak pernah menyangka kau mau menunggu setelah apa yang terjadi."
Kay berkata cepat, "Aku tidak pernah percaya kau membunuh dua lelaki itu.
Kecuali mungkin ibumu rupanya berpikir begitu. Tapi dalam hati aku tidak pernah memercayainya. Aku
kenal baik dirimu." Ia bisa mendengar Michael menghela napas. "Tidak jadi soal aku melakukannya atau
tidak," katanya. "Kau harus memahami itu."
Kay sedikit tertegun mendengar nada dingin dalam suara Michael. Ia berkata,
"Kalau begitu katakan
saja sekarang, kau melakukannya atau tidak?"
Michael menyandar di bantal dan dalam kegelapan cahaya terpancar ketika ia
menyalakan rokok. "Kalau aku memintamu menikah denganku, apakah aku harus menjawab pertanyaanmu
itu dulu sebelum kau menjawab pertanyaanku?"
Kay berkata, "Aku tidak peduli, aku cinta padamu, aku tidak peduli. Kalau kau
cinta padaku, kau tidak akan takut mengatakan kebenaran kepadaku. Kau tidak akan takut aku memberitahu
polisi. Selesai, bukan" Maka kau benar-benar
gangster, bukan" Tapi aku benar-benar tidak peduli. Yang menjadi pikiranku
sekarang adalah jelas sekali kau tidak mencintaiku. Kau bahkan tidak menelepon setelah kembali."
Michael mengisap rokok dan abu yang masih menyala jatuh ke punggung Kay yang
telanjang. Kay mengernyitkan muka dan berkata dengan nada bergurau, "Berhenti menyiksaku, aku
tidak akan bicara." Michael tidak tertawa. Suaranya terdengar linglung. "Kau tahu, ketika pulang aku
tidak terlalu senang bertemu keluargaku, ayahku, ibuku, adikku Connie, dan Tom. Rasanya cukup
menyenangkan, tapi aku tidak terlalu peduli. Kemudian aku pulang ke rumah malam ini dan ketika melihat
kau berada di dapur bersama ibuku, aku senang sekali. Apa itu yang kaumaksud dengan cinta?"
"Cukup mendekatiku bagiku," jawab Kay.
Mereka bercinta lagi beberapa lama. Michael kali ini lebih lembut. Kemudian ia
keluar mengambil minuman untuk mereka berdua. Saat kembali, ia duduk di kursi berlengan yang
menghadap ke tempat tidur. "Mari kita serius," katanya. "Bagaimana pendapatmu kalau kita menikah?"
Kay tersenyum padanya dan memberi isyarat supaya Michael naik ke tempat tidur. Michael
membalas senyumnya. "Aku tidak bisa menceritakan kepadamu apa yang terjadi. Sekarang aku bekerja
untuk ayahku. Aku sudah dilatih untuk mengambil alih bisnis minyak zaitun keluargaku. Tapi kau
tahu keluargaku punya banyak musuh, ayahku punya musuh. Kau bisa menjadi janda muda, kemungkinan itu
ada, memang tidak besar kemungkinannya, tetapi bisa saja terjadi. Dan aku tidak bisa
menceritakan kepadamu apa
yang terjadi di kantor setiap hari. Aku tidak akan menceritakan bisnisku
kepadamu. Kau akan menjadi
istriku tapi tidak akan menjadi
551 partner hidupku, begitu istilahnya, kurasa. Bukan partner yang sederajat. Tidak
bisa." Kay duduk tegak di tempat tidur. Ia menyalakan lampu baca yang ada di meja
kemudian menyulut sebatang rokok. Ia menyandar ke bantal dan berkata pelan, "Kau mengatakan
kepadaku bahwa kau gangster, bukan" Kau mengatakan kepadaku bahwa kau bertanggung jawab atas orangorang yang tewas dibunuh dan kejahatan lain yang berhubungan dengan pembunuhan. Dan aku
selamanya tidak boleh menanyakan bagian kehidupanmu yang itu, bahkan tidak boleh memikirkannya.
Tepat seperti dalam film horor ketika si monster minta si gadis cantik menikah dengannya."
Michael menyeringai, bagian wajahnya yang rusak menghadap Kay, dan Kay berkata penuh penyesalan, "Oh,
Mike, aku bahkan tidak menyadari hal tolol itu, sumpah."
"Aku tahu," kata Michael sambil tertawa. "Aku suka mempunyai cacat ini sekarang,
tapi hidungku jadi terus-menerus mengeluarkan ingus."
"Kau tadi bilang kita mesti serius," Kay meneruskan. "Kalau kita menikah,
kehidupan macam apa yang akan kujalani" Seperti ibumu, seperti ibu rumah tangga Italia lain yang
hanya mengurus anakanak dan rumah" Kurasa kau bisa saja masuk penjara."
"Tidak, tidak mungkin," kata Michael. "Terbunuh, yay masuk penjara, tidak."
Kay tertawa mendengar keyakinan Michael, tawanya mengandung campuran aneh rasa
bangga dan geli. "Tapi bagaimana kau bisa berkata begitu?" tanyanya. "Serius."
Michael menghela napas. "Semua itu tidak bisa kubicarakan denganmu, aku tidak
ingin membicarakan hal itu denganmu."
Kay lama terdiam. "Mengapa kau ingin aku menikah
denganmu setelah berbulan-bulan tidak pernah meneleponku" Apakah aku sehebat itu
di ranjang?" Michael mengangguk serius. "Tentu saja," katanya. "Tapi aku mendapatkannya
secara gratis, jadi kenapa aku harus menikahimu hanya untuk itu" Dengar, aku tidak menginginkan
jawaban sekarang. Kita akan terus bertemu. Kau boleh membicarakannya dulu dengan orangtuamu.
Kudengar ayahmu benar-benar keras dengan caranya sendiri. Dengarkan nasihatnya."
"Kau belum menjawab kenapa kau ingin menikah denganku," kata Kay.
Michael mengambil sehelai saputangan putih dari laci meja dan memegangnya di
hidung. Ia membersit hidungnya dengan saputangan lalu mengusapnya. "Ada alasan yang kuat
sekali untuk tidak menikah denganku," katanya. "Bagaimana rasanya memiliki suami yang terus-menerus
membuang ingus?" Kay berkata tidak sabar, "Ayolah, yang serius, aku bertanya padamu."
Michael memegang saputangannya. "Oke," katanya, "kali ini saja. Hanya kau orang
yang kusayangi, yang kupedulikan. Aku tidak menelepon karena tak terlintas dalam pikiranku bahwa
kau masih tertarik padaku sesudah segala yang terjadi. Sungguh, aku bisa saja mengejarngejar dirimu, aku bisa saja menjebakmu, tapi aku tidak ingin berbuat begitu. Sekarang ada yang akan
kupercayakan padamu dan aku tidak ingin kau mengatakannya, sekalipun pada ayahmu. Kalau segala
sesuatu berjalan lancar, usaha Keluarga Corleone akan sah sepenuhnya dalam lima tahun. Beberapa hal rumit
harus dilakukan untuk memungkinkan tercapainya tujuan itu. Di sanalah terletak kemungkinan kau
menjadi janda yang kaya. Sekarang, kenapa aku menginginkan dirimu"
Well, sebab aku menginginkan dirimu dan aku ingin memiliki keluarga. Aku ingin
memiliki anakanak; waktunya sudah tiba. Dan aku tidak ingin anak-anakku
terpengaruh diriku seperu aku
terpengaruh ayahku. Aku tidak bermaksud mengatakan ayahku sengaja memengaruhi
diriku. Ia tidak pernah berbuat begitu. Ia bahkan tidak pernah menginginkan aku terlibat bisnis
keluarga. Ia ingin aku menjadi profesor atau dokter, semacam itu. Tapi keadaan memburuk dan aku harus
berjuang demi Keluarga. Aku harus berjuang keras karena aku mencintai dan mengagumi ayahku.
Aku tidak pernah mengenal orang yang lebih layak untuk dihormati. Ia suami dan ayah yang baik,
serta sahabat yang baik bagi orang-orang yang kurang beruntung dalam hidup. Ada sisi lain pada
dirinya, tapi itu tidak relevan bagiku sebagai anaknya. Bagaimanapun aku tidak ingin hal itu terjadi
pada anak-anak kita. Aku ingin mereka tumbuh menjadi anak Amerika sepenuhnya, benar-benar anak
Amerika, dalam segala hal. Mungkin mereka atau cucu mereka kelak akan terjun ke politik."
Michael tersenyum. "Mungkin salah seorang dari mereka akan menjadi presiden Amerika Serikat. Kenapa
tidak" Dalam pelajaran sejarah di Dartmouth, kami menyelidiki latar belakang semua presiden
dan mereka ternyata memiliki ayah atau kakek yang beruntung karena tidak digantung. Tapi aku sudah
puas kalau anakanakku menjadi dokter, musikus, atau guru. Mereka tidak akan
mengelola bisnis Keluarga. Lagi pula
saat mereka dewasa, aku sudah pensiun. Dan aku dan kau akan menjadi anggota
country club, menjalani hidup lurus keluarga Amerika yang kaya. Bagaimana lamaranku ini
menurutmu?" "Luar biasa," kata Kay. "Tapi kau agak melompati bagian mengenai janda."
"Kemungkinan itu tidak
besar. Aku menyinggungnya hanya
untuk memberi gambaran yang jujur." Michael menepuk-nepuk hidungnya dengan


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saputangan. "Aku tidak percaya, aku tidak percaya kau orang yang seperti itu, tak mungkin,"
kata Kay. Wajahnya memancarkan kebingungan. "Aku hanya tidak memahami seluruh masalahnya, bagaimana
itu mungkin terjadi." "Well, aku tidak bisa memberi penjelasan lebih banyak," kata Michael lembut.
"Kau tahu, kau tidak
perlu memikirkan hal-hal itu. Sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan dirimu,
atau dengan kehidupan kita kalau kita menikah."
Kay menggeleng. "Bagaimana kau bisa menikah denganku, bagaimana kau bisa
mengisyaratkan bahwa kau mencintaiku, kau tidak pernah mengucapkan kata itu tapi baru saja
mengatakan bahwa kau mencintai ayahmu, kau tidak pernah mengatakan cinta padaku, bagaimana bisa kalau
kau begitu tidak memercayai diriku sehingga tak bisa memberitahukan hal-hal yang paling penting
dalam hidupmu" Bagaimana kau bisa menginginkan istri yang tidak kaupercayai" Ayahmu memercayai
ibumu. Aku tahu itu." "Tentu saja," kata Michael. "Tapi tidak berarti ayahku menceritakan segalanya
pada ibuku. Dan, ketahuilah, ayahku memiliki alasan untuk memercayai ibuku. Bukan karena mereka
sudah menikah dan ia isuinya. Tapi ibuku melahirkan empat anak pada waktu keadaan tidak aman
untuk melahirkan anak. Ibuku merawat dan menjaga ayahku sewaktu orang menembaknya. Ibuku percaya
pada ayahku. Ayahku selalu jadi loyalitas pertama ibuku selama empat puluh tahun. Sesudah kau
berbuat begitu, mungkin aku akan menceritakan padamu beberapa hal yang sebenarnya tidak ingin
kaudengar." "Apakah kita harus tinggal dalam kompleks Keluarga?" tanya Kay.Michael
mengangguk. "Kita akan
memiliki rumah sendiri, itu bukan hal yang terlalu sulit. Orangtuaku tidak akan
ikut campur. Kehidupan kita akan menjadi kehidupan kita sendiri. Tapi sampai segala
sesuatunya dibereskan, aku
harus tinggal di kompleks."
"Sebab berbahaya bagimu untuk tinggal di luar," kata Kay.
Untuk pertama kali sejak Kay mengenalnya, ia melihat Michael marah. Kemarahan
dingin dan menakutkan yang tidak diperlihatkan dengan gerakan atau perubahan suara.
Kemarahannya terwujud dalam aura dingin yang terpancar dari diri Michael bagai maut, dan Kay
mengetahui aura dingin itulah
yang menyebabkan ia memutuskan tidak menikah dengan Michael seandainya
sebelumnya ia memutuskan begitu. "Masalahnya adalah semua sampah sialan yang disebarkan film dan koran," kata
Michael. "Kau mendapat gagasan keliru mengenai ayahku dan Keluarga Corleone. Akan kujelaskan
untuk yang terakhir kalinya, dan ini benar-benar yang terakhir. Ayahku pengusaha yang
berusaha mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya serta teman-teman yang mungkin akan
diperlukannya kelak di masa-masa sulit. Ia tidak menerima aturan masyarakat tempat kita tinggal karena
aturan itu akan memaksanya menjalani kehidupan yang tidak cocok bagi orang seperti dirinya,
orang yang memiliki kekuatan dan watak yang luar biasa. Yang harus kaupahami adalah ia memandang
dirinya sederajat dengan semua orang besar seperti presiden dan perdana menteri serta jaksa agung
dan gubernur negara bagian. Ia tidak mau hidup sesuai aturan yang dibuat orang lain, aturan yang
mengharuskan dirinya hidup sebagai pecundang. Tapi tujuan akhirnya adalah memasuki masyarakat dengan
kekuatan ter-556 tentu karena masyarakat sebenarnya tidak melindungi anggotanya yang tidak
memiliki kekuatan individu. Sementara itu ia beroperasi dengan kode etik yang dipandangnya jauh
lebih unggul daripada struktur masyarakat yang legal."
Kay memandang Michael dengan takjub. "Tapi itu sangat menggelikan," katanya.
"Bagaimana kalau setiap orang juga merasa begitu" Bagaimana masyarakat bisa berfungsi kalau
begitu" Kita akan kembali ke zaman batu. Mike, kau tidak memercayai apa yang baru saja kauucapkan
sendiri, bukan?" Michael tersenyum padanya. "Aku hanya mengatakan apa yang dipercayai ayahku. Aku
hanya ingin kau mengerti bahwa siapa dan apa pun dirinya, ia bukannya tidak bertanggung
jawab, atau sedikitnya di dalam masyarakat yang diciptakan-nya. Ia bukan gangster gila yang senang
menghujani orang dengan peluru senapan mesin seperti dugaanmu. Ia orang yang bertanggung jawab
dengan caranya sendiri." "Dan apa yang kaupercayai?" tanya Kay pelan.
Michael mengangkat bahu. "Aku percaya pada keluargaku," katanya. "Aku percaya
padamu dan pada keluarga yang akan kita miliki. Aku tidak memercayai masyarakat untuk melindungi
kita, aku tidak berniat menyerahkan nasibku ke tangan orang-orang yang hanya pandai menipu para
penghuni satu blok agar memberikan suara untuk mereka. Tapi itu untuk sementara ini-Zaman
ayahku sudah berlalu. Hal-hal yang telah dilakukannya tidak lagi bisa dilakukan kecuali dengan risiko
yang sangat besar. Kita suka atau tidak, Keluarga Corleone harus bergabung dengan masyarakat. Tapi
saat kita berbuat begitu, aku ingin kita bergabung dengan kekuatan yang cukup; maksudku, kita
harus memiliki uang dan hal-hal berharga lain. Aku ingin posisi anak-anakku sekuat mungkin sebelum
mereka menjalani takdir bersama itu."
"Tapi kau suka rela berjuang demi negaramu, kau pah557 lawan perang," kata Kay. "Apa yang terjadi sehingga membuatmu berubah?"
Michael berkata, "Pembicaraan ini tidak ada gunanya. Tapi mungkin aku seperti
golongan konservatif kuno yang tumbuh di kota kelahiranmu. Aku mengurus diri sendiri, individual.
Pemerintah sebenarnya tidak berbuat banyak bagi rakyatnya, itulah yang dirasakan rakyat, tapi
sebenarnya bukan itu yang
menjadi penyebab. Yang bisa kukatakan padamu hanyalah aku harus membantu ayahku,
aku harus berada di pihaknya. Dan kau harus mengambil keputusan sendiri apakah akan berada
di pihakku." Ia tersenyum pada Kay. "Kurasa menikah merupakan gagasan yang buruk."
Kay menepuk-nepuk ranjang. "Aku tidak tahu apa-apa tentang kehidupan pernikahan,
tapi aku telah hidup tanpa pria selama dua tahun dan tidak akan melepaskanmu semudah itu.
Kemarilah." Sesudah mereka berdua di ranjang, lampu dipadamkan, Kay berbisik padanya,
"Percayakah kau bahwa
aku tidak bersama pria mana pun sejak kau pergi?" "Aku percaya," kata Michael.
"Kau sendiri?" bisik Kay dengan suara yang lebih rendah.
"Ya," kata Michael. Ia merasa Kay agak tegang. "Tapi tidak dalam enam bulan
terakhir." Itu memang
benar. Kay adalah wanita pertama yang diajaknya bercinta sejak kematian
Apollonia. Bab 26 5uite hotel itu mewah, menghadap ke taman firdaus buatan di halaman belakang.
Pohon-pohon palem dirambati lampu-lampu kecil berwarna Jingga, dua kolam renang besar dengan
permukaan biru tua mengilap berada di bawah taburan bintang di gurun. Di kaki langit tampak lautan
pasir dan gununggunung batu yang mengelilingi Las Vegas dalam lembah neonnya.
Johnny Fontane membiarkan tirai
berat berbordir mewah menutup dan berbalik kembali ke kamar.
Kelompok khusus yang terdiri atas empat orang, seorang bandar, seorang pembagi
kartu, seorang pengganti tambahan, dan seorang pelayan koktail yang mengenakan seragam minim
kelab malam tengah menyiapkan segala sesuatunya untuk acara pribadi. Nino Valenti berbaring
di sofa ruang duduk suite hotel, segelas wiski di tangan. Nino Valenti mengawasi orang-orang dari
kasino itu mempersiapkan meja permainan blackjack berbentuk ladam kuda dengan enam kursi
empuk yang mengelilinginya. "Bagus sekali, bagus sekali," katanya dengan suara tak jelas
orang yang belum benar-benar mabuk. Johnny, ayo berjudi bersamaku melawan keparat-keparat ini.
Aku sedang beruntung. Kita akan mengalahkan mereka semua."
559 Johnny duduk di tumpuan kaki di depan sofa. "Kau tahu aku tidak berjudi,"
katanya. "Bagaimana perasaanmu, Nino?" Nino Valenti tersenyum padanya. "Hebat. Aku punya cewek yang akan datang tengah
malam nanti, sesudah itu makan malam, lalu kembali ke meja blackjack. Kau tahu aku
mengalahkan rumah judi hampir lima puluh ribu dan mereka mengejar-ngejar diriku selama seminggu?"
"Yeah," kata Johnny Fontane. "Kepada siapa kau akan mewariskan semuanya waktu
kau mati nanti?" Nino menenggak habis isi gelasnya. "Johnny, bagaimana kau bisa punya reputasi
sebagai buaya darat"
Kau benar-benar payah, Johnny. Ya Tuhan, para wisatawan di kota ini lebih
bersenang-senang daripada dirimu." Johnny berkata, "Yeah. Kau mau kubantu ke meja blackjack"
Nino berusaha dengan susah payah bangkit dari sofa dan menjejakkan kaki kuatkuat di karpet. "Aku
bisa sendiri," katanya. Ia membiarkan gelasnya jatuh ke lantai dan berdiri, lalu
berjalan cukup mantap ke meja blackjack yang telah disiapkan. Pembagi kartu sudah siap. Bandar berdiri
di belakang pembagi kartu, mengawasi. Pembagi kartu cadangan duduk di kursi agak jauh dari
meja. Pelayan koktail duduk di kursi lain tempat ia bisa melihat gerakan Nino Valenti.
Nino mengetuk lapisan meja yang berwarna hijau dengan buku jarinya. "Chip,"
katanya. Bandar mengeluarkan buku catatan dari saku dan mengisi sehelai formulir lalu
meletakkannya di meja di hadapan Nino dengan sebatang pena kecil. "Silakan, Mr. Valenti," katanya.
"Lima ribu untuk awal,
seperti biasa." Nino menggoreskan tanda tangan di bagian bawah formulir dan
bandar mengantongi formulir tersebut. Ia mengangguk kepada pembagi kartu.
Den gan jemari yang sangat cekatan si pembagi kartu mengambil tumpukan chip
hitam dan emas seratusan dolar dari rak di hadapannya. Dalam waktu lima detik di hadapan Nino
tersusun lima tumpuk chip seratusan dolar yang sama tinggi, setiap tumpuk berisi sepuluh
keping. Ada enam segiempat, ukurannya sedikit lebih besar daripada kartu remi, terukir
dalam warna putih di atas meja hijau, setiap segiempat letaknya disesuaikan dengan kursi pemain.
Sekarang Nino meletakkan taruhannya pada tiga segiempat ini, masing-masing sekeping, jadi ia
memainkan tiga kartu masing-masing dengan taruhan seratus dolar. Ia tidak mau dikalahkan pada
ketiga kartu karena pembagi kartu memiliki kartu enam, kartu payah, dan pembagi kartu memang kalah.
Nino meraup keping-keping tersebut dan berpaling pada Johnny Fontane. "Awal malam yang
hebat, heh, Johnny?"
Johnny tersenyum. Tidak biasa bagi penjudi seperti Nino untuk menandatangani
formulir pinjaman sewaktu berjudi. Sepatah kata saja biasanya sudah cukup bagi penjudi kelas
kakap. Mungkin mereka takut Nino melupakan kekalahannya karena mabuk. Mereka tidak tahu Nino ingat
segala-galanya. Nino terus meraih kemenangan dan sesudah babak ketiga, mengangkat jari kepada
pelayan koktail. Wanita itu pergi ke bar di ujung ruangan dan membawakan anggur putih dalam gelas
air. Nino meneguk minumannya, memindahkan gelas ke tangan lain agar bisa memeluk pelayan
itu. "Duduklah bersamaku, Sayang, mainlah beberapa kali; bawakan keberuntungan padaku."
Si pelayan koktail wanita yang sangat cantik, tapi Johnny bisa melihat ia
dingin, tidak memiliki kepribadian sama sekali, sekalipun ia sudah berusaha keras. Ia melontarkan
senyum manis pada Nino tapi lidahnya bagai terjulur, tergiur,
561 pada keping-keping hitam dan emas di meja. Persetan, kenapa ia tidak boleh
mendapat beberapa keping" pikir Johnny. Ia cuma menyesali kenapa Nino tidak mendapat yang lebih
baik untuk uangnya. Nino membiarkan pelayan itu bermain beberapa babak lalu memberinya salah satu
chip, dan menepuk pantatnya, mengusirnya dari meja. Johnny memberi isyarat agar diambilkan
minuman. Wanita itu mematuhi perintahnya, tapi melakukannya seakan memainkan adegan paling dramatis
dalam film paling dramatis yang pernah dibuat. Si pelayan mengarahkan segenap pesonanya
pada Johnny Fontane yang agung. Ia membuat matanya berbinar mengundang, langkahnya paling seksi,
mulutnya sedikit terbuka seakan siap menggigit benda terdekat yang membangkitkan nafsu. Ia sangat
mirip hewan betina yang sedang birahi, tapi sikapnya dibuat-buat. Johnny Fontane berpikir,
Ya Tuhan, salah satu dan mereka. Itu pendekatan paling populer wanita yang ingin mengajaknya ke


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ranjang. Pendekatan yang hanya berhasil kalau dirinya mabuk berat, padahal sekarang ia tidak mabuk.
Ia melontarkan salah satu senyumnya yang terkenal pada wanita itu dan berkata, "Terima kasih,
Sayang." Wanita tersebut
memandangnya dan merekahkan bibir dalam senyum terima kasih, pandangan matanya
jadi menerawang, tubuhnya tegang dengan torso agak condong ke belakang dari kaki yang
terbungkus stoking jala. Ketegangan luar biasa tampak terbentuk dalam tubuhnya, payudaranya
tampak makin penuh dan membesar di balik blusnya yang tipis dan minim. Lalu sekujur tubuhnya
bergetar samar bagai senar gitar dipetik. Kesan keseluruhannya wanita yang mengalami orgasme
hanya karena Johnny Fontane tersenyum padanya dan berkata, "Terima kasih, Sayang." Semua
dilakukannya dengan sangat baik, lebih baik daripada yang pernah dilihat Johnny. Tapi
sekarang ia mengetahui itu palsu. Dan selalu ada kemungkinan besar bahwa sundalsundal yang melakukannya payah di ranjang.
Johnny Fontane mengawasi si pelayan kembali ke kursi dan menenggak minumannya
perlahan-lahan. Ia tidak ingin melihat tipuan itu lagi. Ia tidak menginginkannya malam ini.
Satu jam kemudian Nino Valenti mulai goyah. Mula-mula ia mencondongkan tubuh,
lalu gemetar ke kursi, kemudian terjungkal dari kursi ke lantai. Tapi bandar dan pembagi kartu
cadangan telah waspada melihat goyangan tubuhnya yang pertama dan menangkapnya sebelum ia
sempat menghantam lantai. Mereka mengangkatnya melewati tirai yang tersibak ke kamar
tidur dalam suite hotel. Johnny terus mengawasi saat pelayan koktail membantu kedua pria tadi
menanggalkan pakaian Nino
dan mendorongnya ke balik selimut di ranjang. Bandar menghitung chip Nino dan
menuliskannya di buku catatan, lalu menjaga meja dan chip milik pembagi kartu. Johnny bertanya
padanya, "Sudah berapa lama ini berlangsung?"
Bandar mengangkat bahu. "Ia lebih cepat malam ini. Pada kejadian pertama, kami
memanggil dokter hotel dan dokter memberi Mr. Valenti obat dan agak menceramahinya. Lalu Nino
memberitahu kami agar tidak memanggil dokter kalau kejadian itu terulang, hanya membaringkan
dirinya di tempat tidur dan ia akan pulih kembali besok. Jadi itulah yang kami lakukan. Ia sangat
beruntung, ia menang lagi
malam ini, hampir tiga ribu."
Johnny Fontane berkata, "Well, kita panggil dokter hotel malam ini. Oke" Hubungi
kasino kalau perlu." Hampir lima belas menit berlalu, barulah Jules Segal datang ke suite. Johnny
memerhatikan dengan jengkel bahwa orang itu tidak pernah tampil seperti dokter. Malam ini ia memakai kemeja polo
biru dengan garis tepi putih, sepatu kulit putih tanpa kaus kaki. Ia tampak lucu menjinjing tas dokter
tradisional yang berwarna hitam. Johnny berkata, "Seharusnya kau memikirkan cara untuk membawa peralatanmu dalam
tas golf." Jules tersenyum mengerti. "Yeah, tas dokter kuno ini benar-benar merepotkan.
Menakut-nakuti orang. Seharusnya paling tidak mereka mengganti warnanya."
Ia melangkah ke ranjang tempat Nino tidur. Sambil membuka tas, ia berkata pada
Johnny, "Terima kasih untuk cek yang luultirimkan sebagai konsultan. Jumlahnya berlebihan. Apa
yang kulakukan tidak terlalu penting."
"Kata siapa tidak terlalu penting," tukas Johnny. "Ah, lupakan saja, itu sudah
lama berlalu. Kenapa Nino?" Jules dengan cepat memeriksa denyut jantung, nadi, dan tekanan darah Nino. Ia
mengeluarkan alat suntik dari tasnya dan menusuk lengan Nino, menyuntiknya. Wajah Nino yang tidur
nyenyak kehilangan kepucatannya yang seperti lilin, warna merah kembali ke pipinya,
seakan-akan darah mulai memompa lebih cepat. "Diagnosis yang sederhana sekali," kata Jules cepat. "Aku sempat memeriksa dan
melakukan beberapa tes atas dirinya waktu ia pertama kali pingsan di sini. Kuminta ia
dipindahkan ke rumah sakit sebelum sadar kembali. Ia terserang diabetes, yang masih ringan dan tidak
menjadi masalah kalau dirawat dengan pengobatan, diet, dan lainnya. Ia berkeras mengabaikannya.
Ia juga bertekad terus mengonsumsi minuman keras hingga mati. Hatinya akan rusak dan otaknya
bakal tidak berfungsi lagi. Sekarang ini ia mengalami koma diabetik ringan. Kunasihatkan agar ia
dibawa." Johnny Fontane
lega. Itu bukan masalah yang terlalu
serius, yang perlu dilakukan Nino hanyalah menjaga diri sendiri. "Maksudmu ke
salah satu tempat untuk menghentikan kecanduannya?" tanya Johnny.
Jules pergi ke bar di sudut jauh kamar dan mencampur minuman. "Tidak," katanya.
"Maksudku ke rumah sakit jiwa." "Jangan bergurau," kata Johnny.
"Aku tidak bergurau," balas Jules. "Aku sama sekali tidak mendalami ilmu jiwa
tapi tahu sedikit. Itu bagian pekerjaanku. Temanmu Nino bisa dipulihkan seperti sedia kala selama
kerusakan hatinya tidak melampaui batas, yang hanya bisa kita ketahui dengan autopsi. Tapi penyakit yang
sesungguhnya ada di dalam kepalanya. Pada pokoknya ia tidak peduli kalau mati, mungkin ia bahkan
ingin bunuh diri. Sebelum itu disembuhkan, tidak ada harapan bagi dirinya. Itu sebabnya kukatakan
agar mengirim dirinya ke rumah sakit jiwa tempat ia bisa menjalani perawatan psikiatri yang
mbutuhkannya." Terdengar ketukan di pintu dan Johnny membukakan pintu. Ternyata Lucy Mancini.
Ia melangkah ke pelukan Johnny dan menciumnya. "Oh, Johnny, senang bertemu lagi denganmu,"
katanya. "Sudah lama kita tidak bertemu," kata Johnny Fontane. Ia menyadari Lucy Mancini
telah berubah. Ia sekarang lebih langsing, pakaiannya jauh lebih baik, dan cara mengenakannya pun
lebih baik. Gaya rambutnya disesuaikan dengan wajahnya, berpotongan pria. Ia tampak lebih muda
dan lebih baik daripada yang dilihat Johnny selama ini dan pikiran bahwa gadis ini bisa
menemaninya di Las Vegas sini melintas dalam benaknya. Pasti akan menyenangkan bersama-sama dengan cewek
secantik ini. Tapi sebelum ia bisa memperlihatkan pesonanya, Johnny teringat bahwa Lucy
kekasih si dokter. Jadi ia pun mencoret rencana itu. Ia melontarkan senyum ramah dan berkata, "Kenapa
kau datang ke apartemen Nino malam-malam, eh?"
Lucy meninju bahu Johnny. "Kudengar Nino sakit dan Jules kemari. Aku hanya ingin
melihat apakah ada yang bisa kubantu. Nino tidak apa-apa, bukan?" "Tentu," kata Johnny. "Ia
akan pulih kembali."
Jules Segal duduk di sofa. "Omong kosong ia akan pulih kembali," bantah Jules.
"Kusarankan kita semua duduk di sini hingga Nino sadar kembali. Lalu kita akan membujuknya agar
mau dirawat. Lucy, ia menyukaimu, mungkin kau bisa membantu. Johnny, kalau kau benar-benar
temannya, kau juga harus mendukung. Kalau tidak, hati Nino akan menjadi contoh A di suatu
laboratorium fakultas kedokteran." Johnny tersinggung oleh sikap si dokter yang seenaknya itu. Sialan, ia pikir
siapa dirinya" Ia akan
mengutarakan pikirannya itu tapi terdengar suara Nino dari ranjang. "Hei, Sobat,
bagaimana kalau kau memberiku minum?" Nino duduk di ranjang. Ia tersenyum pada Lucy dan berkata, "Hai, Sayang,
dekatilah sahabat lamamu Nino ini." Ia membentangkan kedua lengannya. Lucy duduk di tepi ranjang dan
memeluknya. Aneh sekali bahwa Nino tidak terlihat sakit sekarang, hampir normal.
Nino menjentikkan jari. "Ayo, Johnny, beri aku minum. Sekarang masih sore.
Sialan, mana meja blackjack-ku.1" Jules menenggak minuman banyak-banyak dan berkata pada Nino, "Kau tidak boleh
minum alkohol. Doktermu melarangnya."
Nino mengernyit. "Persetan dengan dokterku." Lalu ia berpura-pura tampak
menyesal. "Hai, Julie, itu
kau. Kau dokterku, bukan" Yang kumaksud bukan kau, Sobat. Johnny, ambilkan aku
minuman itu, kalau tidak aku akan turun dari ranjang dan mengambilnya sendiri."
Johnny mengangkat bahu dan melangkah ke bar. Jules berkata dengan nada tidak
peduli, "Kubilang ia
tidak boleh minum." Johnny tahu kenapa Jules membuatnya jengkel. Suara dokter itu selalu tenang,
kata-katanya tidak pernah memaksa sedikit pun, suaranya selalu rendah dan terkendali. Kalau ia
memperingatkan, peringatannya hanya dalam kata-kata, suaranya sendiri netral, seakan tidak
peduli. Itulah yang menyebabkan Johnny merasa cukup jengkel sehingga mendorongnya mengambilkan
segelas wiski untuk Nino. Sebelum menyerahkan minuman itu kepada Nino, ia berkata pada Jules,
"Ini tidak akan membunuhnya, bukan?"
"Tidak, itu tidak akan membunuhnya," kata Jules tenang. Lucy meliriknya gelisah,
hendak berbicara, tapi lalu menahan diri. Sementara itu Nino menerima wiski dan menuangnya ke
kerongkongan. Johnny tersenyum pada TSIino; mereka telah memperlihatkan sikap terhadap dokter
sialan itu. Tibatiba Nino tergagap, wajahnya membiru, ia tidak bisa bernapas dan
megap-megap kekurangan udara.
Tubuhnya terlonjak seperti ikan, wajahnya dipenuhi darah, matanya melotot. Jules
mendatangi tempat tidur, menghadap Johnny dan Lucy. Ia memegang leher Nino dan menyuntik bahunya
di dekat leher. Nino menjadi lemas di tangannya, sentakan-sentakan tubuhnya mereda, dan sesaat
kemudian ia kembali merosot ke bantal. Matanya terpejam dan ia tertidur.
Johnny, Lucy, dan Jules kembali ke ruang tamu dan duduk mengelilingi meja kopi
besar. Lucy mengangkat telepon, memesan kopi dan makanan untuk diantarkan ke atas. Johnny
pergi ke bar untuk mencampur minuman. "Kau tahu ia akan mengalami reaksi seperti itu akibat wiski?" Johnny bertanya.
Jules mengangkat bahu. "Aku cukup yakin ia akan mengalami reaksi itu."
Johnny bertanya ketus, "Kalau begitu, mengapa kau tidak memperingatkan aku?"
"Aku sudah memperingatkanmu," tukas Jules. "Kau tidak memperingatkanku dengan benar," kata
Johnny dengan kemarahan yang dingin. "Kau benar-benar dokter brengsek. Kau sama sekali tidak
peduli. Kau mengatakan kepadaku supaya mengirim Nino ke rumah sakit jiwa, kau bahkan tidak
mau repot-repot menggunakan kata yang lebih bagus seperti sanatorium. Kau benar-benar suka
bersikap begitu pada orang lain, bukan?" Lucy memandang pangkuannya. Jules tetap tersenyum pada Fontane. "Tidak ada yang
bisa mencegahmu memberikan minuman kepada Nino. Kau ingin memperlihatkan bahwa kau
tidak perlu menuruti peringatanku, perintahku. Ingat ketika kau menawarkan kepadaku
pekerjaan sebagai dokter pribadimu sesudah operasi tenggorokan" Aku menolak karena aku tahu kita tidak
akan bisa rukun. Dokter berpikir dirinya Tuhan, ia merupakan pendeta agung dalam masyarakat
modern, itu salah satu imbalannya. Tapi kau tidak akan memperlakukan diriku seperti itu. Aku akan
menjadi Tuhan yang gagal bagimu. Seperti dokter-dokter yang kalian miliki di Hollywood. Lagi pula,
dari mana kalian mendapatkan orang-orang itu" Ya Tuhan, mereka tidak tahu apa-apa atau tidak
peduli" Mereka seharusnya tahu apa yang terjadi pada Nino tapi mereka hanya memberinya segala
macam obat hanya supaya ia jalan terus. Mereka memakai setelan sutra dan mereka menjilat pantatmu
karena kau orang film yang berkuasa dan kau mengira mereka dokter yang hebat. Kalangan selebriti,
dokter, kalian harus punya hati" Betul" Tapi mereka tidak peduli kau hidup atau
mati. Nah, aku punya hobi, walaupun tidak bisa dimaafkan, yaitu mempertahankan
orang tetap hidup. Kubiarkan kau memberi Nino minuman itu untuk menunjukkan apa yang bisa terjadi
pada dirinya." Jules mencondongkan tubuh ke arah Johnny Fontane, suaranya tetap tenang, tanpa
emosi. "Temanmu hampir mati. Kau mengerti itu" Ia tidak punya peluang untuk selamat tanpa terapi
dan perawatan medis yang ketat. Tekanan darah, diabetes, dan kebiasaan buruknya bisa
mengakibatkan perdarahan otak detik ini juga. Otaknya akan hancur berantakan. Cukup jelas bagimu" Betul,
aku bilang rumah sakit jiwa. Aku ingin kau mengerti apa yang diperlukan. Kalau tidak, kau takkan
mengambil tindakan apa-apa. Aku akan mengatakannya tanpa tedeng aling-aling. Kau bisa menyelamatkan
jiwa sahabatmu

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan memasukkannya ke rumah sakit. Kalau tidak, selamat berpisah."
Lucy berbisik, "Jules, Sayang, Jules, jangan begitu keras. Katakan saja
padanya." Jules bangkit. Ketenangannya yang biasa lenyap, Johnny Fontane menyadarinya
dengan puas. Suaranya juga kehilangan nada monoton tanpa aksen yang tenang.
"Apa menurutmu ini pertama kalinya aku terpaksa berbicara pada orang seperti kau
dalam situasi seperti ini?" kata Jules. "Aku melakukannya setiap hari. Lucy mengatakan jangan
terlalu keras, tapi ia tidak mengetahui apa yang dikatakannya. Ketahuilah, aku biasa mengatakan pada
orang lain, 'Jangan makan terlalu banyak, kalau tidak, kau mati. Jangan merokok terlalu banyak,
kalau tidak, kau mati. Jangan bekerja terlalu keras, kalau tidak, kau mati.' Tapi tidak ada yang mau
mendengarkan. Kau tahu sebabnya" Sebab aku tidak mengatakan, 'Kau akan mati besok pagi.' Well, aku bisa
mengatakan padamu Nino mungkin sekali akan mati besok pagi."
Jules pergi ke bar dan mencampur minuman bagi dirinya sendiri. "Bagaimana,
Johnny, apakah kau ingin mengusahakan Nino sembuh?"
Johnny berkata, "Aku tidak tahu."
Jules minum dengan cepat di bar dan mengisi lagi gelasnya. "Kau tahu, ini lucu,
kau bisa merokok sampai mati, minum alkohol sampai mati, bekerja sampai mati, bahkan makan sampai
mati. Tapi semua itu bisa diterima. Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan orang secara
medis adalah bercinta sampai mati, tapi justru di sanalah semua rintangan." Ia diam sejenak untuk
menghabiskan minuman. "Tapi bahkan itu pun merupakan kesulitan, setidaknya bagi wanita. Aku sering
merawat wanita yang seharusnya tidak melahirkan lagi. 'Ini berbahaya,' kataku pada mereka. 'Kau bisa
mati.' Aku mengatakannya pada mereka. Tapi sebulan kemudian mereka muncul lagi dengan wajah
berseri-seri dan berkata, 'Dokter, kurasa aku hamil,' dan memang benar. 'Tapi ini berbahaya"
kataku pada mereka. Suaraku pada masa itu mengandung emosi. Dan mereka tersenyum padaku
sambil berkata, Tapi aku dan suamiku penganut Katolik yang saleh.' Itu kata mereka."
Terdengar ketukan di pintu dan dua pelayan masuk sambil mendorong kereta
hidangan penuh makanan dan peralatan minum kopi dari perak. Mereka mengambil meja dari bagian
bawah kereta dan memasangnya. Lalu Johnny memerintahkan mereka pergi.
Mereka duduk mengelilingi meja dan menyantap sandwich panas serta minum kopi
yang dipesan Lucy. Johnny menyandar ke kursi dan menyulut rokok. "Jadi kau menyelamatkan jiwa
orang. Kenapa kau melakukan aborsi?"
Lucy berbicara untuk pertama kalinya. "Ia ingin menolong gadis-gadis yang
bermasalah, gadis-gadis yang bisa bunuh diri atau melakukan tindakan berbahaya untuk menyingkirkan
bayi mereka." Jules tersenyum padanya dan menghela napas. "Tidak sesederhana itu masalahnya.
Akhirnya aku menjadi dokter bedah. Aku memiliki tangan dingin. Tapi aku terlalu baik sehingga
jadi ketakutan sendiri. Aku membedah perut orang yang malang dan mengetahui ia akan meninggal.
Aku melakukan operasi dan mengetahui kanker atau tumornya akan kembali tapi aku memerintahkan
ia pulang sambil tersenyum dan mengatakan segala macam omong kosong. Ada cewek yang malang datang
dan aku memotong salah satu payudaranya. Setahun kemudian ia datang lagi dan kupotong
payudaranya yang lain. Setahun sesudah itu aku mengorek bagian dalam dirinya seperti orang
mengeruk biji buah labu. Setelah itu ia tetap meninggal. Sementara itu suami-suami selalu menelepon dan
bertanya, 'Bagaimana hasil tesnya" Bagaimana hasil tesnya"'
"Jadi aku mempekerjakan sekretaris tambahan untuk menangani semua telepon. Aku
menemui pasien hanya kalau ia sudah siap sepenuhnya untuk diperiksa, untuk tes dan operasi.
Kulewatkan waktu sesedikit mungkin dengan si sakit, sebab bagaimanapun aku orang yang sibuk.
Akhirnya kubiarkan suami-suami berbicara denganku selama dua menit. 'Ini tidak bisa disembuhkan,'
kataku. Dan mereka tidak mau mendengar kata-kata itu. Mereka mengetahui apa artinya, tapi tidak mau
mendengarkan. Mula-mula kukira tanpa sadar aku merendahkan suaraku, jadi sengaja kuucapkan
kata-kata tadi lebih keras. Tapi mereka tetap tidak pernah mendengarkan. Beberapa bahkan menanyakan
apa yang kumaksud, seakan mereka salah dengar," kata Jules dan mulai tertawa. "Sialan.
Jadi aku mulai melakukan aborsi. Mudah melakukannya, setiap orang senang, seperti mencuci
?"71 piring dan meninggalkan tempat cucian piring dalam keadaan bersih. Itu kelasku.
Aku menyukainya, aku senang menjadi aborsionis. Aku tidak percaya janin berumur dua bulan sudah
merupakan manusia, jadi tidak ada masalah di sana. Aku menolong gadis-gadis dan wanitawanita bersuami yang mengalami kesulitan, aku mengumpulkan banyak uang. Aku menjadi pelopor. Sewaktu
ditangkap, aku merasa seperti desertir yang diseret kembali ke kesatuan. Tapi aku beruntung,
Warisan Kitab Pusaka 2 Putri Ular Putih Karya Zhang Hen Shui Keranda Maut Perenggut Nyawa 3

Cari Blog Ini