Ceritasilat Novel Online

Garis Darah 7

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon Bagian 7


"Tidak, maam. Kecelakaan lift itu dimaksudkan untuk membunuh Anda."
Elizabeth memandang Detektif itu tanpa berkata-kata dengan mata penuh kebingungan dan sejumlah perasaan mendalam yang tidak bisa dirumuskan Max. "Begitu pula kecelakaan Jeep itu."
Elizabeth menemukan suaranya lagi. "Anda salah. Itu suatu kecelakaan, Tidak ada kelainan pada jeep itu. Polisi di Sardinia telah memeriksanya."
"Tidak." "Saya melihat mereka," Elizabeth berkeras.
"Tidak, ma"am. Anda melihat mereka memeriksa sebuah Jeep. Itu bukan milik Anda."
Mereka berdua memandang terbelalak kepadanya
sekarang. Max melanjutkan, "Jeep Anda tidak pernah berada di bengkel itu. Saya menemukannya di
tempat bangkai mobil di Olbia. Baut yang mengencangkan silinder utama ternyata dikendurkan, dan minyak rem menetes habis. Itu sebabnya Anda tidak punya rem. Spatbor depan sebelah kiri masih ringsek dan ada bekas-bekas hijau di situ dari getah pohon yang Anda langgar. Laboratorium kami memeriksanya, dan - ternyata cocok sekali."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mimpi buruk itu kembali lagi. Elizabeth merasakannya menguasai
dirinya, seolah-olah bendungan dari ketakutannya yang terpendam tibatiba bobol, dan dia dihinggapi lagi dengan perasaan ngeri ketika meluncur di jalan pegunungan.
Rhys mengatakan, "Saya tidak mengerti. Bagaimana
orang bisa-" Max berpaling untuk memandang Rhys. "Semua Jeep
tampak sama. Itulah yang mereka andalkan. Ketika dia hanya membentur dan tidak terjun ke dalam jurang,
mereka terpaksa mencari akal. Mereka tidak mungkin membiarkan siapa pun memeriksa jeep itu, karena harus tampak seperti kecelakaan. Mereka mengharapkan kendaraan itu masuk ke dasar laut. Mereka mungkin akan
menghabisi Mrs. Williams di sana, tetapi sekelompok tukang
lewat, menemukan Mrs. Williams dan mengangkutnya ke rumah sakit. Mereka mencari jeep lain, membuatnya agak ringsek, dan menukarnya sebelum polisi datang."
Rhys berkata, "Anda terus-terusan mengatakan mereka'." "Siapa pun orang di belakang ini, dia ada yang
membantu." "Siapa - siapa yang ingin membunuh saya?" tanya
Elizabeth. "Orang yang sama yang membunuh ayah Anda."
Elizabeth mendadak diliputi perasaan semu, seolah-olah tidak satu pun dari semua itu telah terjadi. Semua cuma mimpi buruk yang akan lenyap.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Ayah Anda dibunuh," Max meneruskan. "dia sengaja
diberi penunjuk jalan palsu yang membunuhnya. Ayah Anda tidak pergi ke Chamonix seorang diri. Ada seseorang bersamanya."
Ketika Elizabeth berbicara, suaranya merupakan bisikan hampa. "Siapa?"
Max memandang Rhys dan berkata, "Suami Anda."
Kata-kata itu mengiang di telinga Elizabeth Seolah-olah datang dari jauh, samar-samar antara terdengar dan tidak, dan dia bertanya-tanya apakah dirinya mulai gila.
"Liz," kata Rhys, "aku tidak bersama Sam ketika dia terbunuh."
"Anda berada di Chamonix bersamanya, Mr. Williams,"
Max berkeras. "Itu memang benar." Rhys berbicara kepada Elizabeth sekarang. "Aku pergi sebelum Sam berangkat mendaki."
Elizabeth menoleh kepadanya. "Kenapa kau tidak cerita padaku?"
Dia bimbang sejenak, kemudian seperti mengambil
keputusan. "Itu masalah yang tidak bisa kubicarakan dengan siapa pun. Dalam setahun terakhir, seseorang telah menyabot Roffe and Sons. Itu dilakukan dengan sangat lihai, sehingga tampak seperti serangkaian kecelakaan.
Tetapi Aku mulai melihat suatu pola. Aku menemui Sam untuk menyampaikan hal itu, dan kami memutuskan untuk menyewa agen luar untuk menyelidiki."
Elizabeth tahu apa kelanjutannya, dan diaserentak
dipenuhi perasaan lega dan perasaan bersalah. Rhys ternyata tahu tentang laporan tersebut. Dia seharusnya
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
cukup mempercayainya untuk menceritakan hal itu
kepadanya, bukannya menahan ketakutannya sendiri.
Rhys berpaling kepada Max Hornung, "Sam Roffe
mendapat laporan yang menguatkan dugaan saya. Dia
minta saya ke Chamonix untuk membicarakan hal itu
dengannya. Saya pergi. Kami memutuskan untuk merahasiakannya, sampai kami dapat menemukan siapa yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi." Ketika dia melanjutkan, ada nada pahit dalam suaranya. "Rupanya, rahasia itu kurang tersimpan rapat. Sam dibunuh karena seseorang tahu kami sedang bergerak ke arahnya. Laporan itu hilang."
"Aku pernah memegangnya," kata Elizabeth.
Rhys memandangnya dengan terkejut. "Ada bersama
surat-surat penting Sam." Dia berkata kepada Max,
"Laporan itu menunjukkan bahwa orang itu seseorang dalam dewan direksi Roffe and Sons, tetapi mereka semua memiliki saham perusahaan. Kenapa mereka ingin
menghancurkannya?" Max menjelaskan, "Mereka bukannya mau menghancurkan perusahaan, Mrs. Williams. Mereka
berusaha untuk menimbulkan keonaran, untuk membuat kalangan bank cukup gelisah sehingga menarik piutang mereka. Mereka ingin memaksa ayah Anda untuk menjual saham, dan menjual perusahaan kepada umum. Siapa pun orang di balik ini, dia belum mendapatkan apa yang diinginkannya. Hidup Anda masih dalam bahaya."
"Kalau begitu Anda harus memberi perlindungan polisi kepadanya," tuntut Rhys.
Max berkedip dan berkata datar, "Saya tidak akan
khawatir tentang hal itu, Mr. Williams. Istri Anda tidak
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pernah lepas dari pengamatan kami sejak menikah dengan Anda."
BAB 47 Berlin Senin, 1 Desember Pukul sepuluh pagi RASA sakit itu tak tertahankan, dan dia telah
menderitanya selama empat minggu.
Dokter memberi pil untuknya, tetapi Walther Gassner takut meminumnya. Dia harus terus-menerus waspada
untuk meyakinkan bahwa Anna tidak akan mencoba
membunuhnya lagi, atau melarikan diri.
"Anda sebenamya harus segera masuk rumah sakit,"
kata dokter kepadanya. "Anda kehilangan banyak darah -"
"Tidak!" Itu hal terakhir yang diinginkan Walther. Luka tusukan
harus dilaporkan kepada polisi. Walther memanggil dokter perusahaan karena tahu bahwa orang itu tak akan melaporkannya. Walther tak bisa membiarkan polisi mengintai. Tidak sekarang ini. Diam-diam dokter menjahit luka yang menganga itu, matanya penuh rasa ingin tahu. Ketika selesai, dia bertanya, "Anda ingin saya mengirim seorang perawat ke rumah, Mr. Gassner?"
"Tidak. Istri - istri saya akan merawat saya."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Itu terjadi sebulan yang lalu. Walther menelepon
sekretarisnya, dan mengatakan kepadanya bahwa dia
mengalami kecelakaan dan akan tinggal di rumah.
Dia memikirkan saat menyeramkan, ketika Anna
mencoba membunuhnya dengan gunting besar. Dia
membalik tepat pada waktunya sehingga benda tajam itu hanya mengenai bahu, dan bukan jantungnya. Dia nyaris pingsan kesakitan dan karena terkejut, tetapi dia masih mampu menahan kesadarannya untuk menyeret Anna ke
kamar tidurnya dan mengurungnya. Dan selama itu Anna berteriak-teriak,
"Apa yang kaulakukan terhadap anak-anak" Apa yang kaulakukan terhadap anak-anak". ."
Sejak itu Walther menyekapnya di kamar tidur. Dia
menyiapkan semua makanan Anna. Dia membawa sebuah
nampan ke atas, ke kamar Anna, membuka pintu yang
terkunci dan masuk. Anna selalu merunduk di sudut, memandangnya dengan penuh ketakutan, dan selalu
bergumam, "Apa yang kaulakukan terhadap anak-anak?"
Terkadang pada waktu membuka pintu kamar, dia
mendapatkannya dengan telinga dirapatkan di dinding, mendengarkan suara anak lelaki dan perempuan mereka.
Rumah sunyi senyap sekarang, hanya mereka berdua.
Walther tahu bahwa dia tidak punya banyak waktu lagi.
Pikirannya terganggu oleh suara samar-samar. Dia mendengarkan. Dan kemudian dia mendengamya lagi. Ada seseorang yang bergerak-gerak di lorong tingkat atas.
Padahal seharusnya tidak ada seorang pun di rumah. Dia sendiri telah mengunci semua pintu.
Di atas, Frau Mendler sedang membersihkan debu. Dia tenaga harian, dan baru dua kali dia bertugas di rumah ini.
Dia kurang senang. Ketika dia bekerja di sini pada hari
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Rabu minggu yang lalu, Mr. Cassner mengikutinya ke seluruh rumah seolah-olah mencurigainya akan mencuri sesuatu. Ketika dia berniat naik ke atas untuk membersihkan, lelaki itu menahannya dengan geram, memberi
upahnya dan menyuruhnya pergi. Ada sesuatu dalam
tingkah laku lelaki itu yang menakutkannya.
Hari ini, lelaki itu tidak kelihatan batang hidungnya, Gott sei Dank. Frau Mendler masuk dengan kunci yang diambilnya seminggu yang lalu, dan naik ke tingkat atas.
Rumah sunyi mencekam, dan dia yakin tidak ada seorang pun di rumah. Dia sudah membersihkan satu kamar tidur dan menemukan uang receh berserakan, dan tempat obat dari emas. Dia berjalan di lorong menuju kamar tidur berikut, dan mencoba untuk membuka pintunya. Pintu itu terkunci. Aneh. Dia bertanya-tanya apakah mereka
mungkin menyimpan sesuatu yang berharga di dalam
kamar. Dia memutar kenop pintu lagi, dan terdengar bisik suara wanita dari balik pintu, "Siapa itu?"
Frau Mendler menarik tangannya dari kenop bagai
tersengat, terkejut setengah mati.
"Siapa itu" Siapa di luar?"
"Frau Mendler, tenaga pembersih. Anda ingin saya
membersihkan kamar Anda?"
"Anda tidak akan bisa. Saya terkunci." Suara itu
bertambah keras sekarang, penuh ketakutan. "Tolonglah saya! Tolong! Panggilkan polisi. Katakan bahwa suami saya telah membunuh anak-anak kami. Dia mau membunuh
saya. Cepat! Pergilah dari sini sebelum dia ?"
Sebuah tangan membalikkan tubuh Frau Mendler dan
dia mendapatkan dirinya menatap wajah Mr. Cassner.
Lelaki itu tampak pucat seperti mayat.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Mau apa kau mengintip-intip di sini?" dia bertanya ketus. Dia mencengkeram lengannya, menyakitinya.
"Saya - saya tidak mengintip-intip," dia berkata. "Hari ini saya bertugas membersihkan. Agen ?"
"Aku sudah memberitahu agen bahwa aku tidak
menginginkan seorang pun ke sini. Aku-" Dia berhenti.
Benarkah dia telah menelepon agen itu" Dia memang
bermaksud begitu, tetapi dia begitu kesakitan sehingga tidak bisa ingat lagi. Frau Mendler menatap mata lelaki itu, dan merasa ngeri akan apa yang tampak olehnya.
"Mereka tidak pernah memberitahu saya," dia berkata.
Walther berdiri tegang, mendengarkan suara dari balik pintu yang terkunci. Sunyi senyap.
Dia berpaling kepada Frau Mendler. "Keluar dari sini.
Jangan kembali." Frau Mendler meninggalkan rumah itu secepat-cepatnya. Lelaki itu belum membayar upahnya, tetapi dia sudah mengantongi tempat obat dari emas itu, dan uang receh yang diketemukannya di kamar. Dia merasa iba pada wanita malang di balik pintu itu. Betapa dia ingin menolongnya, tetapi dia tak mungkin melibatkan diri. Dia pernah berurusan dengan polisi.
Di Zurich, Detektif Max Hornung membaca kiriman
teletipe dari markas besar Interpol di Paris.
NOMOR FAKTUR BAHAN BAKU FILM CEKIKAN
DIBEBANKAN ATAS REKENING EKSEKUTIF UMUM ROFFE
AND SONS. AGEN PENYALUR SUDAH KELUAR DARI
PERUSAHAAN. BERUSAHA MELACAK. AKAN BERITAHU
ANDA. AKHIR PESAN. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Di Paris, polisi mengangkat tubuh telanjang dari Sungai Seine. Seorang gadis pirang di akhir masa remaja. Dia memakai sehelai pita merah di lehernya.
Di Zurich, Elizabeth Williams ditempatkan di bawah lindungan kepolisian dua puluh empat jam.
BAB 48 CAHAYA putih menyala, mengisyaratkan hubungan di
telepon pribadi Rhys. Tidak sampai enam orang tahu nomor itu. Dia mengangkat gagang telepon. "Halo."
"Selamat pagi, Sayang."
Suara parau yang sangat khas itu tak perlu diragukan lagi.
"Kau mestinya tidak menelepon aku."
Dia tertawa. "Kau dulu tidak pernah merisaukan hal-hal seperti itu. Jangan bilang padaku bahwa Elizabeth sudah berhasil menjinakkan dirimu."
"Kau mau apa?" tanya Rhys.
"Aku ingin ketemu denganmu sore ini."
"Itu tidak mungkin-"
"Jangan membuatku marah, Rhys. Mestikah aku datang ke Zurich atau -?"
"Tidak. Aku tidak bisa menemuimu di sini." Dia bimbang.
"Aku akan datang ke sana."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Itu lebih baik. Tempat kita biasanya, cheri."
Dan Helene Roffe-Martel meletakkan gagang telepon.
Rhys mengembalikan telepon perlahan-lahan dan duduk termenung. Baginya, dia pernah menjalin hubungan fisik dengan seorang wanita yang menggairahkan, dan itu sudah selesai beberapa waktu yang lalu. Tetapi Helene bukan wanita yang mudah melepaskan. Dia bosan dengan Charles, dan dia menginginkan Rhys. "Kau dan aku merupakan
pasangan yang sempurna." dia berkata, dan HeleneRoffe-Martel bisa sangat berkeras. Dan sangat berbahaya. Rhys merasa perjalanan ke Paris itu memang perlu. Helene perlu diberi ketegasan, sekali dan untuk selama-lamanya, bahwa antara mereka tidak mungkin ada hubungan lagi.
Beberapa saat kemudian dia masuk ke ruang kerja
Elizabeth, dan mata Elizabeth berbinar-binar. Dia
melingkarkan kedua lengannya pada Rhys dan berbisik,
"Aku tengah memikirkan dirimu. Ayo kita pulang dan bolos saja sore ini."
Rhys menyeringai. "Kau menjadi maniak seks."
Elizabeth mendekapnya lebih erat. "Aku tahu. Bukankah itu menyenangkan?"
"Aku khawatir harus terbang ke Paris sore ini, Liz."
Elizabeth berusaha menyembunyikan kekecewaannya.
"Aku ikut?" "Tidak perlu. Ini hanya urusan bisnis kecil. Aku akan kembali nanti malam. Kita makan supper larut malam nanti."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ketika Rhys masuk ke hotel kecil di Left Bank yang sudah begitu dikenalnya, Helene sudah ada di sana, duduk di ruang makan, menunggu kedatangannya. Rhys memang belum pernah mengalami perempuan itu terlambat. Dia tertib dan efisien, luar biasa cantik, cerdas, pemain cinta yang ulung; namun ada sesuatu yang kurang. Helene
seorang wanita tanpa perasaan. Ada suatu kekejaman pada dirinya, suatu naluri pembunuh. Rhys telah menyaksikan orang-orang lain disakiti oleh sifat itu. Dia tidak berniat menjadi salah satu korban. Dia mengambil tempat duduk di meja.
Helene berkata, "Kau tampak cerah, Sayang. Pernikahan rupanya baik untukmu. Apakah Elizabeth memuaskanmu di ranjang?"
Rhys tersenyum untuk menghindari ketajaman kata-katanya. "Itu bukan urusanmu."
Helenemembungkuk ke depan dan meraih salah satu
tangan Rhys. "Ah, tidak benar, cheri. Ini urusan kita."
Dia membelai-belai tangan Rhys, dan Rhys teringat pada perempuan itu di tempat tidur. Seekor macan, liar, tangkas, dan tidak pernah puas. Rhys menarik tangannya.
Mata Helene berubah dingin. Dia berkata, "Ceritakan, Rhys. Bagaimana rasanya menjadi presdir Roffe and Sons?"
Rhys nyaris lupa betapa ambisius perempuan itu, betapa serakah. Dia teringat serangkaian percakapan panjang antara mereka berdua. Helene diperbudak gagasan untuk menguasai perusahaan. Kau dan aku, Rhys. Asal Sam disingkirkan, kita bisa memimpin perusahaan itu.
Bahkan di tengah permainan cinta mereka: Itu
perusahaanku, Sayang. Darah Samuel Roffe mengafir dalam
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
tubuhku. Itu milikku. Aku mau m emilikinya. Puaskan aku, Rhys.
Kekuasaan merupakan obat perangsang bagi Helene.
Dan bahaya. "Kenapa kau ingin menemuiku?" tanya Rhys.
"Kukira sudah waktunya kau dan aku membuat
rencana." "Apa maksudmu?"
Dia berkata keji, "Aku cukup mengenalmu, Sayang. Kau ambisius seperti diriku. Kenapa kau mengabdi sebagai bayang-bayang Sam selama bertahun-tahun, padahal kau mendapat
puluhan tawaran untuk memimpin perusahaan-perusahaan lain" Karena kau tahu bahwa pada suatu hari kau akan memimpin Roffe and Sons."
"Aku bertahan karena aku senang pada Sam."
Dia menyeringai. "Tentu, cheri. Dan sekarang kau mengawini anak gadisnya yang cantik mungil." Dia
mengambil sebatang cerutu hitam ramping dari tasnya dan menyulutnya
dengan korek api platina. "Charles mengatakan padaku bahwa Elizabeth telah mengatur
sedemikian rupa sehingga dia tetap memegang saham
terbesar dan menolak untuk menjual perusahaan."


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu benar, Helene."
"Tentu terpikir juga olehmu, bahwa andaikata dia
mengalami kecelakaan, kau akan mewarisi kekayaannya."
Rhys menatap perempuan itu lama sekali.
BAB 49 Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Di rumahnya di Olgiata, Ivo Palazzi sedang santai
memndang ke luar jendela ruang duduknya, ketika melihat suatu pemandangan yang mengerikan. Di jalanan mobil menuju rumahnya, tampak Donatella dan ketiga anak lelaki mereka. Simonetta ada di tingkat atas, tidur siang. Ivo bergegas keluar dari pintu depan dan menyongsong
keluarganya yang kedua. Dia begitu gusar sehingga
bersedia membunuh mereka. Dia sudah begitu baik hati kepada perempuan ini, begitu ramah, begitu sayang, dan sekarang dia sengaja mencoba untuk menghancurkan
karirnya, perkawinannya, hidupnya. Dia mengawasi
Donatella keluar dari Lancia Flavia yang telah dia hadiah-kan kepadanya dengan segala kemurahan hati. Ivo melihat bahwa Donatella belum pernah tampak secantik itu.
Anak-anak lelakinya keluar berloncatan dari mobil, dan memeluk serta menciumnya. Oh, betapa Ivo mencintai mereka. Oh, betapa dia berharap bahwa Simonetta tidak terbangun dari tidur siangnya!
"Aku datang untuk menemui istrimu," kata Donatella kaku. Dia membalik kepada ketiga anak lelakinya. "Ayo, anak-anak."
"Tidak!" perintah Ivo.
"Bagaimana kau bisa menahanku" Kalau aku tidak
menemuinya hari ini, aku akan menemuinya besok."
Ivo terpojok. Tidak ada jalan keluar. Kendati demikian, dia sadar bahwa dia tidak akan membiarkan perempuan itu, atau siapa pun, menghancurkan segala jerih payahnya.
Ivo menganggap dirinya lelaki terhormat, dan membenci apa yang harus dilakukannya. Tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi bagi Simonetta dan Donatella dan semua anak-anaknya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Kau akan memperoleh uangmu," Ivo berjanji. "Beri aku lima hari."
Donatella memandang matanya. "Llma hari," dia berkata.
Di London, Sir Alec Nichols sedang ambil bagian dalam perdebatan di Majelis Rendah. Dia terpilih untuk
menyampaikan pidato tentang kebijaksanaan pokok yang menyangkut masalah pemogokan buruh yang rawan, yang melumpuhkan perekonomian Inggris. Tetapi sulit baginya untuk memusatkan pikiran. Dia memikirkan serangkaian telepon yang diterimanya selama beberapa minggu
terakhir. Mereka berhasil menemukannya di mana pun dia berada, di klubnya, di salon, potong rambut langganannya, rumah-rumah
makan, dan pertemuan-pertemuan bisnisnya. Dan setiap kali Alec memutuskan hubungan. Dia tahu bahwa apa yang mereka minta hanya merupakan
awal. Sekali menguasainya, mereka akan mencari jalan untuk mengambil alih saham-sahamnya, memiliki sebagian perusahaan obat raksasa yang memproduksi segala macam obat. Dia tak bisa membiarkan hal itu terjadi. Mereka sudah mulai meneleponnya empat sampai lima kali sehari, sampai sarafnya
menegang, bahkan nyaris putus. Yang mencemaskan Alec sekarang ialah bahwa pada hari ini, dia tidak mendengar apa pun dari mereka. Dia mengharapkan telepon pada waktu sarapan, dan kemudian lagi ketika makan siang di White's. Tetapi ternyata sama sekali tidak ada telepon, dan bagaimanapun, dia tak mampu
melenyapkan perasaan bahwa kebungkaman ini lebih tidak menyenangkan daripada segala ancaman. Dia berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran itu selagi berpidato di Majelis. "Tidak ada orang yang merupakan kawan setia kaum buruh lebih daripada saya. Barisan kaum buruhlah
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
yang membuat negara kita besar. Para pekerja mengisi pabrik-pabrik penggilingan, memutar roda di pabrik-pabrik kita. Merekalah kelompok elite sejati dari negara, ini, tulang punggung yang membuat Inggris tinggi dan kuat di antara bangsa-bangsa." Dia berhenti sebentar. "Namun, ada suatu saat dalam keberuntungan setiap bangsa, di mana harus dilakukan pengorbanan-pengorbanan tertentu. ."
Dia berbicara tanpa berpikir. Dia bertanya-tanya, apakah dirinya telah berhasil menggertak mereka dengan meminta mereka membuktikan ancaman mereka. Bagaimanapun,
mereka hanyalah pemeras kelas teri. Padahal dia Sir Alec Nichols, Baronet, Anggota Parlemen. Apa yang bisa mereka lakukan terhadapnya" Jadi, besar kemungkinan dia tak akan mendengar tentang mereka lagi. Mulai sekarang mereka tidak akan mengganggunya lagi. Sir Alec
mengakhiri pidatonya di tengah tepuk tangan riuh dari kursi-kursi belakang.
Dia sedang melangkah keluar ketika seorang petugas menghampirinya dan berkata, "Ada pesan untuk Anda, Sir Alec."
Alec menoleh, "Ya?"
"Anda diminta pulang secepat mungkin. Ada kecelakaan." Mereka tengah mengangkat Vivian ke ambulans ketika Alec sampai di rumah. Dokter berada di samping Vivian.
Alec mengempaskan mobil ke pinggir jalan, dan sudah berlari sebelum mobil itu berhenti. Dia memandang secepat kilat wajah Vivian yang pucat pasi dan tak sadarkan diri, dan berpaling kepada dokter yang bersangkutan. "Apa yang terjadi?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dokter menjelaskan tanpa daya, "Saya tidak tahu, Sir Alec. Saya menerima telepon gelap bahwa ada kecelakaan.
Setiba di sini, saya menemukan Lady Nichols di lantai kamar tidurnya. Tem - tempurung lututnya dipantek ke lantai dengan paku."
Alec memejamkan matanya, menahan perasaan mual
yang mehputi dirinya. Dia bisa merasakan empedunya naik ke tenggorokan.
"Tentu saja, kami akan berusaha sebatas kemampuan
kami, tetapi saya kira Anda sebaiknya bersiap. Agaknya dia tak akan mungkin bisa berjalan lagi."
Alec merasa seolah-olah dirinya tak mampu bernapas.
Dia menuju ambulans. "Dia dibius keras," kata dokter. "Saya tidak yakin dia akan mengenali Anda."
Alec sama sekali tidak mendengarnya. Dia meloncat ke dalam ambulans dan duduk di sebuah kursi singkap seraya menatap istrinya, menyadari bahwa pintu belakang
kendaraan itu mulai ditutup, bunyi sirene meraung-raung, dan ambulans mulai bergerak. Dia menggenggam tangan Vivian yang dingin. Mata Vivian membuka. "Alec ?"
Suaranya hanya bisikan lemah.
Mata Alec penuh air mata. "Oh, kasihku, kasihku. ."
"Dua orang lelaki. . memakai topeng. . mereka menyergapku. . mematahkan kakiku. . Aku tak akan bisa berdansa lagi. . aku akan lumpuh, Alec . . Kau masih menghendaki diriku?"
Alec membenamkan kepalanya di bahu Vivian dan
menangis. Air mata keputusasaan dan kepedihan. Kendati demikian, ada hal lain, sesuatu yang nyaris tak berani
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
diakuinya pada diri sendiri. Dia merasakan suatu kelegaan.
Kalau Vivian lumpuh, dia akan bisa mengurusnya.
Perempuan itu tak akan pernah bisa meninggalkannya demi lelaki lain.
Tetapi Alec tahu bahwa hal ini belum selesai. Mereka belum selesai berurusan dengannya. Ini baru sekadar peringatan mereka. Satu-satunya jalan agar bisa lepas dari mereka ialah dengan memberi apa yang mereka inginkan.
Secepat mungkin. BAB 50 Zurich Kamis, 4 Desember TEPAT tengah hari ketika sambungan itu masuk ke pusat telepon di markas besar Polisi Kriminal di Zurich.
Sambungan itu diteruskan ke ruang kerja Inspektur Kepala Schmied, dan ketika inspektur kepala itu selesai berbicara, dia pergi mencari Detektif Max Hornung.
"Sudah selesai," dia memberitahu Max. "Kasus Roffe and Sons sudah terpecahkan. Mereka menemukan pembunuh
itu. Pergilah ke bandar udara. Kau masih punya waktu untuk mengejar pesawat."
Max mengedip kepadanya. "Saya harus ke mana?"
"Berlin." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Inspektur Kepala Schmied menelepon Elizabeth Williams. "Saya menelepon untuk menyampaikan kabar baik kepada Anda," dia berkata. "Anda tidak memerlukan pengawalan lagi. Si pembunuh sudah tertangkap."
Tanpa sadar Elizabeth mengencangkan genggamannya
pada pesawat telepon. Akhirnya dia akan mengetahui nama musuh yang tak berwajah itu. "Siapa dia?" dia bertanya.
"Walther Cassner."
Mereka melaju sepanjang jalan raya bebas hambatan, menuju Warmsee. Max duduk di belakang, di samping
Mayor Wageman. Dua orang detektif duduk di depan.
Mereka menemui Max di Bandara Tempelhof, dan Mayor Wageman memberi penjelasan singkat tentang situasinya selagi mereka di jalan. "Rumah itu sudah dikepung, tetapi kita harus hati-hati untuk masuk. Dia menyekap istrinya sebagai sandera."
Max bertanya, "Bagaimana Anda bisa sampai kepada
Walther Cassner?" "Lewat Anda. Itulah sebabnya saya berpendapat bahwa Anda tentu ingin berada di sini."
Max bingung. "Lewat saya?"
"Anda menceritakan tentang ahli jiwa yang dikunjungi orang itu. Menurutkan suatu firasat, saya mengirim ciri-ciri Cassner kepada ahli-ahli jiwa lainnya, dan mendapat keterangan bahwa dia telah menemui sekitar enam orang untuk minta bantuan. Setiap kali dia menggunakan nama berbeda, kemudian menghilang. Dia tahu betapa sakit dirinya. Dua bulan yang lalu, istrinya menelepon kami untuk minta pertolongan. Tetapi ketika salah seorang dari
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kami datang untuk menyelidiki, wanita itu mengusimya."
Mereka kini membelok dari jalan raya bebas hambatan, hanya beberapa menit dari rumah tersebut. "Pagi ini kami menerima telepon dari seorang pembantu rumah tangga, Frau Mendler. Dia mengatakan kepada kami, bahwa dia bekerja di rumah keluarga Gassner pada hari Senin, dan berbicara kepada Mrs. Gassner lewat pintu kamar tidurnya yang terkunci. Mrs. Gassner mengatakan kepada Frau Mendler bahwa suaminya telah membunuh anak-anak
mereka dan bermaksud untuk membunuhnya.
Max berkedip-kedip. "Ini terjadi pada hari Senin" Dan pelayan itu baru menghubungi Anda pagi ini?"
"Pofisi memiliki catatan panjang tentang Frau Mendler.
Dia takut untuk melapor kepada kami. Semalam dia
menceritakan apa yang terjadi kepada pacarnya, dan pagi ini mereka memutuskan untuk menghubungi kami."
Mereka sudah mencapai Wannsee. Mobil dihentikan satu blok lebih jauh dari rumah keluarga Gassner, di belakang sebuah sedan tanpa tanda pengenal. Seorang lelaki keluar dari sedan itu dan bergegas menghampiri Mayor Wageman dan Max. "Dia masih ada di dalam rumah, Mayor. Saya sudah menyebarkan orang-orang di sekeliling rumah."
"Kau tahu apakah wanita itu masih hidup?"
Lelaki itu ragu-ragu. "Tidak, Pak. Semua tirai
diturunkan." "Baik. Mari kita bergerak cepat dan tanpa gaduh. Siapkan setiap orang di tempat. Lima menit."
Lelaki itu bergegas pergi. Mayor Wageman meraih ke dalam mobil dan mengeluarkan walkietalkie kecil. Dia mulai memberi perintah kilat. Max tidak mendengarkan.
Dia memikirkan sesuatu yang dikatakan Mayor Wageman
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kepadanya beberapa menit yang lalu. Sesuatu yang tidak masuk akal. Tetapi tidak ada waktu untuk menanyakan hal itu kepadanya sekarang. Orang-orang mulai bergerak ke arah
rumah, menggunakan pohon-pohon dan semak-belukar sebagai pelindung. Mayor Wageman
berpaling kepada Max. "Ikut, Hornung?"
Max merasa seperti ada seangkatan pasukan menyusup kebun. Beberapa dilengkapi senapan berteleskop dan rompi berlapis baja; yang lain menjinjing senapan gas air mata berlaras pendek. Gerakan itu dilaksanakan dengan ketepatan matematis. Atas isyarat dari Mayor Wageman, granat-granat gas air mata serempak dilempar lewat jendela-jendela di lantai bawah dan atas rumah itu, dan pada saat itu juga pintu-pintu depan dan belakang didobrak oleh orang-orang bertopeng gas. Di belakang mereka menyusul lebih banyak lagi detektif dengan senapan terhu-nus.
Ketika Max dan Mayor Wageman berlari lewat pintu
depan yang terbuka, seluruh ruangan depan penuh asap yang menyesakkan, tetapi keadaan itu segera lenyap oleh semua pintu dan jendela yang terbuka. Dua orang detektif membawa Walther Gassner ke ruang depan dengan tangan terborgol. Dia memakai baju tidur dan piyama, dan belum bercukur. Wajahnya tampak cekung dan matanya sembap.
Max memandangnya, melihatnya secara pribadi untuk
pertama kali. Betapapun, orang ini tampak begitu jauh dari kenyataan bagi Max. Walther Gassner yang lainlah yang nyata, lelaki dalam komputer, yang hidupnya telah
dijabarkan dalam digit. Mana yang bayangan dan mana yang zat"
Mayor Wageman berkata, "Anda ditahan, Herr Gassner.
Di mana istri Anda?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Walther Gassner berkata parau, "Dia tidak di sini. Dia telah pergi! Saya -"
Di tingkat atas terdengar pintu didobrak, dan sejenak kemudian seorang detektif berseru ke bawah, "Saya
menemukannya. Dia disekap di kamarnya."
Detektif itu muncul di tangga, menopang Anna Gassner yang gemetaran. Rambutnya berserabut, wajahnya penuh goresan dan bisul, dan dia terlsak-isak.
"Oh, syukur," dia berkata. "Syukur Anda datang!"
Dengan hati-hati detektif itu membimbingnya turun
menuju kelompok yang berdiri di ruang tamu yang besar.
Ketika Anna Gassner mendongak dan melihat suaminya, dia mulai berteriak-teriak.
"Tidak apa-apa, Mrs. Gassner," kata Mayor
Wageman menenangkan. "Dia tidak akan menyakiti
Anda lagi." "Anak-anakku," tangisnya. "Dia membunuh anak-anakku!" Max memperhatikan wajah Walther Gassner.
Lelaki itu menatap istrinya dengan pandangan tak
berdaya. Dia tampak terpukul dan lunglai.
"Anna," dia berbisik. "Oh, Anna."
Mayor Wageman berkata, "Anda berhak untuk tetap
bungkam, atau minta seorang pengacara. Demi kebaikan Anda sendiri, saya harap Anda mau bekerja sama dengan kami."
Walther tidak mendengarkan. "Kenapa kau harus
memanggil mereka, Anna?" tanyanya mengiba-iba. "Kenapa" Bukankah kita bahagia bersama-sama?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Anak-anak sudah mati," jerit Anna Gassner. "Mereka mati."
Mayor Wageman memandang Walther Gassner dan
bertanya, "Benarkah itu?"
Walther mengangguk, dan matanya tampak tua dan
takluk. "Ya. . Mereka mati."
"Pembunuh! Pembunuh!" teriak istrinya.
Mayor Wageman berkata, "Kami ingin Anda menunjukkan tubuh mereka. Maukah Anda?"
Walther Gassner menangis sekarang, air mata
bercucuran di pipinya. Dia tidak mampu berkatakata.
Mayor Wageman berkata," Di mana mereka?"
Max-lah yang kemudian menjawab. "Anak-anak itu
dikuburkan di pemakaman Santo PauIus."
Setiap orang di ruangan itu berpaling dan memandang bengong kepadanya. "Mereka mati pada saat lahir, lima tahun yang lalu," Max menjelaskan.
"Pembunuh!" teriak Anna Gassner kepada suaminya.
Mereka pun menoleh dan melihat sinar kegilaan dari mata wanita itu.
BAB 51 Zurich Kamis, 4 Desember Pukul delapan malam Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
MALAM MUSIM dingin telah tiba, menyedot temarang
yang singkat. Salju mulai turun, sapuan serbuk halus yang menaburi kota. Di bangunan kantor Roffe and Sons, cahaya lampu ruang-ruang kerja yang sepi bersinar menembus kegelapan bagaikan bulan kuning yang pucat.
Elizabeth sendirian di ruang kerjanya, bekerja lembur, menunggu Rhys kembali dari menghadiri suatu pertemuan di Jenewa. Dia berharap Rhys akan bergegas. Semua orang sudah lama meninggalkan gedung itu. Elizabeth merasa gelisah, tak mampu memusatkan pikiran. Dia tidak bisa menghapuskan Anna dan Walther dari pikirannya. Dia teringat pada
Walther, sebagaimana dia bertemu dengannya pertama kali, muda dan tampan, dan mencintai Anna setengah mati. Atau berlagak begitu. Rasanya sulit untuk percaya bahwa Walther bertanggung jawab atas segala tindakan yang mengerikan itu. Elizabeth merasa iba kepada Anna. Elizabeth mencoba meneleponnya beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Dia ingin terbang ke Berlin, menghibur Anna
semampunya. Telepon berdering, mengejutkan lamunannya. Dia mengangkat pesawat itu.
Ternyata Alec, dan Elizabeth gembira mendengar suaranya.
"Kau sudah dengar tentang Walther?" tanya Alec.
"Ya. Mengerikan. Aku tak bisa percaya."
"Jangan, Elizabeth."
Elizabeth mengira telah salah mengerti. "Apa?"
"Jangan percaya. Walther tidak bersalah."
"Polisi mengatakan ?"
"Mereka keliru. Walther adalah orang pertama yang
kami - Sam dan aku - selidiki. Kami membebaskannya. Dia bukan orang yang kami cari."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth bengong menatap pesawat telepon, penuh
kebingungan. Dia bukan orang yang kami cari. Dia berkata,
"Aku - aku tidak mengerti apa yang kaukatakan."
Alec menjawab ragu-ragu, "Agak sulit menjelaskan hal ini lewat telepon, Elizabeth, tetapi aku tidak pernah mendapat kesempatan
untuk berbicara kepadamu sendirian." "Bicara padaku tentang apa?" tanya Elizabeth.
"Dalam setahun terakhir," kata Alec, "ada seseorang yang menyabot perusahaan. Ada ledakan di salah satu pabrik kita di Amerika Selatan, hak paten dicuri, obat-obatan berbahaya salah label. Tak ada waktu untuk membeberkan semuanya sekarang. Aku menemui Sam, dan menyarankan agar kami minta agen penyelidik luar untuk mencoba mencari siapa yang berada di belakang semua itu. Kami setuju untuk tidak membicarakannya kepada siapa pun."
Dunia serasa mendadak berhenti, dan waktu membeku.
Elizabeth dipenuhi suatu perasaan deja vu yang memusingkan. Kata-kata Alec masuk lewat telepon, tetapi suara Rhys-lah yang didengamya. Rhys yang mengatakan, Seseorang telah menyabot Roffe and Sons. Tindakan itu dilakukan dengan sangat lihai, sehingga tampak seperti serangkaian kecelakaan. Tetapi aku mulai melihat suatu pola. Aku menemui Sam untuk melaporkan hal itu, dan kami memutuskan untuk menyewa agen luar untuk menyelidiki.
Suara Alec masih berlanjut. "Mereka menyelesaikan
laporan mereka dan Sam membawanya ke Chamonix. Kami membicarakannya lewat telepon.
Elizabeth bisa mendengar suara Rhys mengatakan, Sam minta aku datang ke Chamonix untuk membicarakan soal itu dengannya. . Kami m emutus kan untuk merahasiakannya
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sampai dapat menemukan siapa yang bertanggungjawab atas apa yang terjadi.
Elizabeth tiba-tiba merasa sulit untuk bernapas.
Ketika berbicara, dia berusaha membuat suaranya
terdengar wajar. "Alec, siapa-siapa lagi yang tahu tentang laporan itu, di samping kau dan Sam?"
"Tidak seorang pun. Memang begitu maksud kami.
Menurut Sam, laporan itu menunjukkan bahwa siapa pun yang bersalah, dia seseorang di eselon atas perusahaan."
Eselon tertinggi. Dan Rhys tidak menceritakan telah pergi ke Chamonix sampai detektif itu mengemukakan hal tersebut.
Dia bertanya perlahan-lahan, kata-katanya mengalir dari dirinya, "Mungkinkah Sam menceritakan hal itu kepada Rhys?"
"Tidak. Kenapa?"
Hanya ada satu cara bagi Rhys untuk mengetahui isi laporan itu. Dia telah mencurinya. Hanya ada satu alasan kenapa dia pergi ke Chamonix. Untuk mem bunuh Sam.
Elizabeth tidak mendengar segala yang dikatakan Alec lagi.
Dengungan di telinganya menenggelamkan kata-kata Alec.
Dia melepaskan gagang telepon, kepalanya berputar-putar, dan berusaha melawan perasaan ngeri yang mulai meliputi dirinya. Pikirannya kacau-balau, memantulkan berbagai bayangan tak keruan. Pada waktu mengalami kecelakaan Jeep itu, dia telah meninggalkan pesan untuk Rhys bahwa dia berada di Sardinia. Pada malam pesawat lift itu celaka, Rhys tidak menghadiri pertemuan dewan direksi, tetapi lelaki itu muncul kemudian, ketika dirinya berdua saja dengan Kate. Rasanya aku harus membantu. Dan tak lama kemudian dia meninggalkan gedung. Benarkah dia memang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pergi" Tubuhnya gemetar sekarang. Ini pasti kesalahan besar. Bukan Rhys. Tidak! Benaknya menjerit.
Elizabeth bangkit dari kursinya, dan dengan langkah gontai berjalan ke pintu yang menghubungkan ruang kerja Rhys. Ruangan itu gelap gulita. Dia menghidupkan lampu dan berdiri memandang sekeliling dengan ragu-ragu, tidak yakin apa yang akan ditemukannya. Dia bukan mencari bukti kesalahan Rhys, dia mencari bukti tentang
ketidakterlibatkan lelaki itu. Rasanya tak tertahankan untuk membayangkan bahwa lelaki yang dicintainya, yang telah memeluk dirinya dan memadu cinta dengannya, bisa bertindak sebagai pembunuh berdarah dingin.
Ada sebuah

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agenda di meja Rhys. Elizabeth membukanya, membalik mundur halaman-halamannya
sampai September, liburan akhir pekan pada waktu
kecelakaan Jeep itu. Nairobi diberi tanda pada tanggal itu.
Dia perlu memeriksa paspornya, apakah lelaki itu memang benar ke sana. Dia mulai mencari-cari paspor tersebut di meja Rhys, dengan diliputi rasa salah, menyadari bahwa bagaimanapun pasti akan ada keterangan bahwa Rhys tak bersalah.
Laci paling bawah dari meja Rhys terkunci. Elizabeth ragu-ragu. Dia tahu dirinya tidak berhak mendobrak.
Rasanya seperti perusakan terhadap kepercayaan, pelanggaran suatu wilayah terlarang, di mana tidak akan ada titik balik lagi. Rhys akan tahu bahwa dia melakukan hal itu dan dia harus memberitahu alasannya. Namun demikian, Elizabeth harus tahu. Dia mengambil pembuka surat dari meja dan merusak pengunci laci, mencongkel
kayu-kayunya. Di dalam laci tersimpan setumpukan catatan dan
memorandum. Dia mengeluarkan tumpukan itu. Ada
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sebuah sampul tertutup dialamatkan kepada Rhys Williams dalam tulisan tangan seorang wanita. Sampul itu bercap pos beberapa hari yang lalu, dari Paris. Elizabeth bimbang sejenak, kemudian membukanya. Surat itu dari Helene.
Dibuka dengan, "Cheri, aku mencoba menghubungimu lewat telepon. Penting sekali bahwa kita segera bertemu lagi untuk menyusun rencana kita. ." Elizabeth tidak melanjutkan membaca surat itu.
Dia menatap laporan yang tercuri di laci.
MR. SAM ROFFE RAHASIA TIDAK ADA SALINAN Dia merasakan ruangan mulai berputar-putar, dan
mencengkeram tepi meja untuk bertopang. Dia berdiri di sana sepanjang waktu, mata terpejam, menunggu
kepertingan lenyap dari kepalanya. Pembunuhnya memiliki wajah sekarang. Wajah suaminya.
Keheningan itu dipecahkan oleh dering telepon di
kejauhan. Selang beberapa waktu Elizabeth baru menyadari dari mana asal bunyi itu. Perlahan-lahan dia melangkah kembali ke ruang kerjanya. Dia mengangkat gagang telepon.
Ternyata petugas di lobi, suaranya riang.
"Hanya memastikan bahwa Anda masih di situ, Mrs.
Williams. Mr. William sedang menuju ke tempat Anda."
Untuk membuat kecelakaan lagi.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Nyawanyalah yang terletak antara Rhys dan penguasaan Roffe and Sons. Dia tidak bisa menghadapinya, tidak bisa berpura-pura seperti tidak ada masalah. Begitu melihatnya, Rhys akan tahu. Dia harus melarikan diri. Dalam keadaan kalut, Elizabeth menyambar tas dan mantel, dan beranjak keluar dari ruang kerja. Dia berhenti. Dia melupakan sesuatu. Paspornya! Dia harus pergi menjauhi Rhys, ke suatu tempat di mana lelaki itu tak akan menemukannya.
Dia bergegas kembali ke mejanya, mendapatkan paspornya dan lari ke lorong, jantungnya berdebar seperti mau pecah.
Penunjuk pada pesawat lift khusus bergerak naik.
Delapan . . sembilan . . sepuluh. .
Elizabeth lari menuruni anak tangga, lari menyelamatkan hidupnya. BAB 52 ADA sebuah kapal feri yang berlayar antara Civitavecchia dan Sardinia, mengangkut penumpang dan mobil. Elizabeth mengendarai mobil sewaan ke kapal, membaur di tengah belasan mobil lain. Bandar-bandar udara selalu mencatat, tetapi kapal besar ini tidak mengenal seorang pun. Elizabeth hanya salah satu dari seratus penumpang yang menyeberang ke Pulau Sardinia untuk berlibur. Dia yakin tidak ada orang yang
mengikutinya, namun dirinya dicekam ketakutan yang tak beralasan. Rhys telah melangkah terlalu jauh, dan tak akan membiarkan apa pun menghalanginya sekarang. Dialah satu-satunya orang yang bisa membuka kedoknya. Lelaki itu bertekad untuk melenyapkannya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ketika melarikan diri dari gedung kantor, Elizabeth tak punya pikiran akan pergi ke mana. Dia hanya tahu, bahwa dirinya harus keluar dari Zurich dan bersembunyi di suatu tempat, bahwa dia tidak akan aman sampai Rhys
tertangkap. Sardinia. Itulah tempat yang pertama kali melintas dalam pikirannya. Dia menyewa mobil kecil dan singgah di telepon umum di jalan raya ke Italia dan berusaha menghubungi Alec. Saudara sepupunya itu tidak ada di tempat. Dia meninggalkan pesan untuknya agar meneleponnya ke Sardinia. Tak berhasll menghubungi Detektif Max Hornung, dia meninggalkan pesan serupa untuk detektif itu.
Dia akan menuju vila di Sardinia. Tetapi kali ini dia tidak akan sendirian. Polisi akan melindunginya.
Ketika kapal feri mendarat di Olbia, Elizabeth ternyata tidak perlu pergi ke kantor polisi. Mereka menunggu kedatangannya dengan kehadiran Bruno Campagna,
detektif yang dijumpainya bersama Kepala Polisi Ferraro.
Campagna pula yang dulu mengantarkannya untuk melihat Jeep setelah kecelakaan. Detektif itu bergegas ke mobil Elizabeth dan berkata, "Kami mulai cemas tentang Anda, Mrs. Williams."
Elizabeth memandang keheranan kepadanya.
"Kami menerima telepon dari polisi Swiss," Campagna menjelaskan, "mereka minta kami menjaga Anda. Kami telah mengawasi semua kapal dan bandar udara."
Elizabeth diliputi perasaan syukur. Max Hornung!
Detektif itu telah menerima pesannya. Detektif Campagna memandang wajahnya yang lelah dan murung. "Mungkin Anda ingin saya mengemudikan mobil Anda?"
"Oh, ya," sahut Elizabeth lega.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia bergeser ke tempat duduk sebelah, dan detektif jangkung itu duduk di belakang kemudi. "Anda lebih senang menunggu di mana - kantor polisi atau di vila Anda?"
"Di vila, asal ada orang yang bisa menemani saya. Saya saya lebih senang tidak sendirian."
Campagna mengangguk meyakinkan. "Jangan khawatir.
Kami mendapat perintah agar Anda terlindung aman. Saya akan menemani Anda malam ini, dan kami akan
menempatkan mobil beradio di jalan masuk vila Anda. Tak seorang pun bisa mendekati Anda."
Keyakinannya cukup membuat Elizabeth merasa tenang.
Detektif Campagna mengemudikan mobil dengan lancar dan terampil, menyusuri jalan-jalan kecil di Olbia, menuju jalan pegunungan yang mengarah ke Costa Smeralda. Setiap tempat yang mereka lalui mengingatkannya kepada Rhys.
Elizabeth bertanya, "Ada-ada berita tentang suami
saya?" Detektif Campagna melemparkan pandangan sekilas dan penuh pengertian, kemudian mengalihkan matanya ke jalan lagi. "Dia memang sedang melarikan diri, tetapi tak akan bisa jauh. Mereka berharap sudah bisa menangkapnya besok pagi."
Elizabeth tahu bahwa dia seharusnya merasa lega,
namun ternyata kata-kata itu menimbulkan keplluan yang dahsyat. Mereka berbicara tentang Rhys, Rhys yang
dikejar-kejar seperti binatang.
Lelaki itu telah menyeretnya dalam mimpi buruk yang mengerikan ini, dan sekarang dia terjerat dalam mimpi buruknya, berjuang untuk mempertahankan hidupnya,
sebagaimana dia memaksa dirinya untuk mempertahankan nyawanya. Padahal, betapa dia percaya pada lelaki itu!
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Betapa dia mempercayai kebaikan hatinya, kelembutannya, dan cintanya! Dia menggigil. Detektif Campagna bertanya,
"Anda merasa dingin?"
"Tidak. Saya baik-baik saja." Dia merasa meriang. Angin panas rasanya menembus mobil, membuat sarafnya terasa tegang. Mula-mula dia mengira itu khayalannya belaka, sampai Detektif Campagna berkata, "Saya khawatir kita akan dilanda angin scirocco. Pasti akan banyak keributan malam nanti."
Elizabeth mengerti maksud detektif itu. Angin scirocco bisa membuat orang dan binatang setengah gila. Angin itu berembus dari Sahara, panas dan kering dan penuh pasir, dengan suara tajam menyayat dan mengerikan yang sangat mengganggu saraf. Tindak kejahatan selalu meningkat selama terjadinya scirocco, dan para hakim bertindak lunak terhadap para pelaku kejahatan.
Satu jam kemudian, bangunan vila menjulang di depan mereka dari kegelapan. Detektif Campagna membelok ke jalanan mobil, masuk ke garasi yang kosong dan mematikan mesin mobil. Dia melangkah ke sisi mobil dan membuka pintu Elizabeth. "Saya minta Anda tidak beranjak dari belakang saya, Mrs. Williams," dia berkata. "Demi
keamanan, kalau-kalau-"
"Baik," sahut Elizabeth.
Mereka bergerak ke pintu depan vila yang gelap itu.
Detektif Campagna berkata, "Saya yakin dia tidak ada di sini, tetapi kita tidak boleh gegabah. Boleh saya minta kunci Anda?"
Elizabeth menyerahkan kunci itu kepadanya.
Dengan hati-hati detektif itu mendorong Elizabeth ke samping pintu, memasukkan anak kunci dan membuka
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pintu, sementara tangan satunya meraba senjatanya. Dia melangkah masuk dan menjangkau tombol lampu, dan
ruang depan itu mendadak bermandikan cahaya terang benderang.
"Saya minta Anda menunjukkan seluruh rumah," kata
Detektif Campagna. "Kita harus memeriksa setiap ruangan.
Setuju?" "Ya." Mereka mulai menjelajahi seluruh rumah, dan di setiap tempat detektif jangkung itu menghidupkan lampu. Dia memeriksa kamar mandi, dan meneliti setiap sudut, dan meyakinkan bahwa jendela dan pintu terkunci. Tak ada seorang pun di rumah. Ketika mereka kembali ke ruang duduk di bawah, Detektif Campagna berkata, "Kalau Anda tidak keberatan, saya ingin menelepon markas besar."
"Tentu," kata Elizabeth. Dia mengantarkannya ke ruang baca.
Detektif itu mengangkat telepon dan memutar nomor.
Sejenak kemudian dia berkata, "'Detektif Campagna. Kami berada di vila. Saya akan menginap di sini malam ini. Anda boleh mengirim mobil patroli untuk diparkir di ujung jalanan mobil." Kemudian dia mendengarkan sebentar, lalu berkata dalam telepon, "Dia baik-baik saja. Hanya agak lelah. Saya akan melapor lagi nanti." Dia meletakkan gagang telepon.
Elizabeth mengempaskan diri ke kursi. Dia merasa
tegang dan gelisah, tetapi dia tahu bahwa besok akan lebih gawat lagi. Jauh lebih gawat. Dia akan selamat tetapi Rhys hanya menghadapi dua kemungkinan. Mati atau dipenjara.
Bagaimanapun, apa pun yang telah diperbuat lelaki itu, dia tidak tahan memikirkan hal itu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Detektif Campagna mengamatinya dengan pandangan
khawatir. "Saya ingin minum kopi," dia berkata.
"Bagaimana dengan Anda?"
Elizabeth mengangguk. "Saya akan membuat kopi." Dia beranjak untuk bangkit.
"Tetaplah di situ saja, Mrs. Williams. Menurut istri saya, saya membuat kopi paling sedap di dunia."
Elizabeth mencoba tersenyum. "Terima kasih." Dia
bersandar lagi dengan lega. Dia tidak menyadari betapa terkuras dirinya. Untuk pertama kali sekarang, Elizabeth mengakui pada diri sendiri, meski dalam percakapan telepon dengan Alec sekalipun, dia merasa bahwa mestinya ada kekeliruan, suatu penjelasan, bahwa Rhys tidak bersalah. Bahkan pada saat melarikan diri pun, dia tetap berpikir bahwa lelaki itu tak mungkin melakukan segala perbuatan yang mengerikan ini, dia tak mungkin
membunuh ayahnya dan kemudian memadu cinta
dengannya dan berusaha untuk membunuhnya pula. Hanya penjahat yang tak berperasaan yang mampu melakukan tindakan seperti itu. Dengan demikian, dia membiarkan sekelumit harapan tumbuh dalam dirinya. Harapan itu padam ketika Detektif Campagna berkata, Dia memang sedang melarikan diri, tetapi tak mungkin bisa jauh. Mereka berharap sudah bisa menangkapnya besok pagi.
Dia tak tahan memikirkan hal itu lebih lanjut, tetapi dia tak bisa memikirkan hal lain. Sudah berapa lama Rhys merencanakan
untuk mengambil alih perusahaan" Mungkin sejak lelaki itu bertemu dengan gadis lima-belas-tahun yang mudah dipengaruhi, sendirian dan kesepian di sekolah berasrama di Swiss. Mestinya itulah pertama kali dia merancang suatu cara untuk memperda-yakan Sam - lewat anak gadisinya. Betapa mudah semuanva
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
bagi lelaki itu. Makan malam di Maxim dan percakapan akrab selama bertahun-tahun, dan daya pikatnya - oh, daya pikatnya yang sulit dielakkan! Lelaki itu memang cukup sabar. Dia menunggu sampai dirinya meniadi seorang wanita, dan ironi terbesar ialah bahwa Rhys sama sekali tidak perlu merayunya. Dia yang telah merayu lelaki itu. Dia pasti menertawakannya dalam hati. Dia bersama Helene.
Elizabeth bertanya-tanya apakah mereka bekerja sama, dan di mana Rhys sekarang berada, dan apakah polisi akan membunuhnya kalau berhasil menangkapnya. Dia mulai menangis tersedu-sedu.
"Mrs. Williams.. "
Detektif Campagna berdiri di hadapannya, menyodorkan secangkir kopi.
"Minumlah ini," katanya. "Anda akan merasa lebih baik."
"Maaf," katanya dengan menyesal. "Baru kali ini saya tak mampu menguasai diri."
Detektif itu berkata ramah, "Saya rasa, Anda bertindak molto bene."
Elizabeth meneguk kopi panas itu. Detektif itu
membubuhi sesuatu. Dia mendongak, dan lelaki itu
menyeringai. "Saya rasa, beberapa tetes Scotch pasti baik untuk Anda."
Detektif itu duduk di hadapannya dalam keheningan.
Elizabeth menghargai kesediaannya untuk menemani
dirinya. Dia tak akan mampu berada di tempat itu seorang diri. Tidak, sampai dia tahu apa yang terjadi terhadap Rhys.
Tidak, sampai dia tahu apakah lelaki itu hidup atau mati.
Dia menghabiskan kopinya.
Detektif Campagna menengok arlojinya. "Mobil patroli pasti tiba di sini sebentar lagi. Ada dua orang yang bertugas jaga di mobil itu sepanjang malam. Saya akan tetap di lantai
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
bawah. Sebaiknya Anda naik ke atas dan mencoba tidur sekarang."
Elizabeth menggigil. "Saya tidak bisa tidur." Meskipun berkata demikian, dia merasakan tubuhnya diliputi
kepenatan luar biasa. Perjalanan panjang dan tekanan hebat yang dialaminya selama ini, akhirnya menunjukkan akibatnya.
"Mungkin saya akan berbaring-baring saja," dia berkata.
Dia merasa sulit untuk mengeluarkan kata-kata itu.
-odwo- Elizabeth berbaring di tempat tidurnya, melawan
kantuk. Dia merasa tidak pantas untuk tidur, sementara Rhys dikejar-kejar. Dia membayangkan lelaki itu ditembak roboh di jalan gelap dan dingin, dan dia menggigil. Dia berusaha tetap membuka matanya, tetapi keduanya terasa sangat berat. Begitu kedua matanya terpejam, dia merasakan dirinya meluncur ke suatu kedalaman, makin turun, masuk ke suatu kehampaan.
Beberapa waktu kemudian dia terbangun oleh jeritan-jeritan. BAB 53 ELIZABETH duduk di tempat tidur, jantungnya berdebar keras. Dia tidak tahu apa yang membangunkan dirinya.
Kemudian dia mendengar suara itu lagi. Suatu jeritan mengerikan, melengking tinggi. Kedengarannya seperti
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
langsung berasal dari luar jendelanya. Suara seseorang yang menjelang ajal. Elizabeth bangkit dan melangkah terhuyung-huyung ke jendela, dan melongok dalam
kegelapan malam. Tampak olehnya lukisan pemandangan alam dari Daumier, diterangi cahaya bulan musim dingin.
repohonan gelap dan kaku, cabang-cabangnya disapu angin keras. Di kejauhan, nun di bawah, laut bagaikan kawah mendidih.
Jeritan itu datang lagi. Kemudian lagi. Dan Elizabeth menyadari apa sebenarnya. Lengkingan batu-batu karang.
Angin scirocco makin dahsyat dan bertiup lewat celah-celahnya, menimbulkan jeritan mengerikan itu berkali-kali. Dan jeritan itu terdengar seperti suara Rhys yang menjerit kepadanya, memohon pertolongannya. Dia tak tahan mendengarnya. Dia menutup telinganya dengan tangannya, tetapi suara itu tak mau lenyap juga.
Elizabeth mulai melangkah ke arah pintu kamar tidur.
Dia heran menyadari betapa lemah dirinya. Pikirannya kabur oleh kelelahan. Dia berjalan ke lorong dan mulai menuruni tangga. Dia merasa pening, seperti baru saja dibius. Dia mencoba memanggil Detektif Campagna, tetapi yang keluar hanya suara parau. Dia terus menuruni tangga yang tinggi itu, berusaha menjaga keseimbangannya. Dia berteriak keras, "Detektif Campagna."
Tidak ada jawaban. Elizabeth terhuyung-huyung ke
ruang duduk. Detektif itu tidak ada di sana pula. Dia berjalan dari ruangan ke ruangan, berpegangan pada perabotan untuk mencegah dirinya jatuh terguling.
Detektif Campagna tidak berada di dalam rumah.
Dia sendirian. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth berdiri di lorong, pikirannya kalut. Dia mencoba memaksa diri untuk berpikir. Detektif itu sedang keluar untuk berbicara dengan polisi yang bertugas di mobil patroli. Pasti begitu. Dia berjalan ke pintu depan dan membukanya serta melihat ke luar.
Tak seorang pun ada di sana. Hanya malam yang pekat dan angin yang menjerit-jerit. Dengan perasaan cemas yang makin meningkat, Elizabeth berbalik dan berjalan kembali ke ruang baca. Dia akan menelepon kantor polisi dan minta keterangan tentang apa yang terjadi. Dia mengangkat pesawat telepon, tetapi tidak ada sambungan. Pada saat itulah semua lampu padam.
BAB 54 DI London, di Rumah Sakit Westminster, Vivian Nichols siuman ketika didorong keluar dari kamar bedah,
menyusuri lorong panjang yang kelam. Operasi berlangsung delapan jam. Walaupun segala usaha
dilakukan para ahli bedah, dia tak akan pernah berjalan lagi. Dia tersadar dalam kesakitan yang dahsyat,
membisikkan nama Alec berulang-ulang. Dia. membutulhkan lelaki itu, dia membutuhkannya di
sampingnya, untuk mendapat janji dan kepastian, bahwa lelaki itu akan tetap mencintainya.
Para petugas rumah sakit tidak berhasil menemukan
Alec. Di Zurich, ruang komunikasi Polisi Kriminal menerima pesan interpol dari Australia. Mantan agen penyalur film
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
untuk Roffe and Sons diketemukan di Sidney. Orang itu meninggal tiga hari sebelumnya karena serangan jantung.
Abunya dikapalkan pulang. Interpol tidak berhasil memperoleh satu keterangan pun tentang pembelian film tersebut. Mereka menunggu instruksi lebih lanjut.
Di Berlin, Walther Gassner duduk membisu di ruang
tunggu rumah sakit jiwa swasta yang sangat eksklusif, di kawasan yang nyaman di luar kota. Dia sudah sepuluh jam berada di situ, nyaris tak bergerak. Dari waktu ke waktu, seorang perawat atau petugas berhenti untuk berbicara kepadanya dan menawarkan makanan atau minuman.
Walther tidak mengacuhkan mereka sedikit pun. Dia
menantikan Anna-nya. Suatu penantian yang panjang.
Di Olgiata, Simonetta Palazzi sedang mendengarkan
suara seorang wanita di telepon. "Nama saya Donatella Spolini," kata suara itu. "Kita belum pernah bertemu, Mrs.
Palazzi, tetapi kita memiliki banyak persamaan. Saya sarankan agar kita bertemu untuk makan siang di
Bolognese, di Piazza del Popolo. Bagaimana kalau pukul satu besok?"
Waktu itu sebenarnya berbenturan dengan janji
Simonetta dengan salon kecantikan, tetapi dia menyukai misteri. "Saya. akan datang," dia berkata. "Bagaimana saya bisa mengenali Anda?"
"Saya akan membawa ketiga anak lelaki saya."
Di vilanya di Le Wssinet, Helene Roffe-Martel membaca secarik kertas yang diketemukannya menunggu dirinya di
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
atas perapian, di kamar duduk. Ternyata dari Charles.
Lelaki itu telah meninggalkannya, melarikan diri. "Kau tak akan pernah melihatku lagi," begitu tertulis di atas kertas itu. "Jangan coba mencariku." Helene merobek-robek kertas itu. Dia akan melihat lelaki itu lagi. Dia akan
menemukannya. Di Roma, Max Hornung berada di Bandara Leonardo da Vind. Selama dua jam terakhir dia telah mencoba mengirim pesan ke Sardinia, tetapi semua hubungan terputus karena keadaan
cuaca. Max kembali ke kantor operasi penerbangan untuk berbicara kepada kepala bandara lagi.
"Anda harus menerbangkan saya ke Sardinia," kata Max.
"Percayalah, ini soal hidup dan mati."
Kepala bandara itu menyahut, "Saya percaya Anda,
signore, tetapi hal itu di luar kemampuan saya. Sardinia tertutup
rapat. Semua bandara tertutup. Bahkan kapal-kapal laut pun menghentikan pelayaran. Tak ada yang bisa masuk atau keluar dari pulau itu sampai angin scirocco reda."
"Kapan itu?" Max bertanya.
Kepala bandara membalik untuk mempelajari peta cuaca besar di dinding. "Tampaknya paling cepat akan
berlangsung selama dua belas jam."
Elizabeth Williams tidak akan hidup dalam dua belas jam.
BAB 55 Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
KEGELAPAN malam merupakan musuh, mengandung
lawan-lawan tak kelihatan yang menunggu untuk
menyerangnya. Elizabeth sadar sekarang bahwa dia
sepenuhnya dalam

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cengkeraman mereka. Detektif Campagna membawanya kemari untuk dibunuh. Dia
kaki-tangan Rhys. Elizabeth teringat akan penjelasan Max Hornung tentang penggantian jeep. Siapa pun yang melakukannya, pasti ada yang membantu. Seseorang yang mengenal pulau itu. Betapa meyakinkan sikap Detektif Campagna. Saya telah mengawasi semua kapal dan bandar udara. Karena Rhys tahu bahwa dia akan datang ke sini untuk bersembunyi. Di mana Anda ingin menunggu - di kantor polisi atau di vila Anda" Detektif Campagna tidak berniat membiarkannya menghubungi polisi. Dia bukannya menghubungi markas besar polisi. Dia menelepon Rhys.
Kami ada di vila. Elizabeth tahu bahwa dia harus melarikan diri, tetapi dia tidak memiliki kekuatan lagi. Dia berjuang agar matanya tetap terbuka, dan kaki serta tangannya terasa berat. Dia tiba-tiba menyadari sebabnya. Detektif itu telah menaruh obat bius dalam kopinya. Elizabeth membalik dan berjalan ke dapur yang gelap. Dia membuka lemari dan meraba-raba sampai menemukan apa yang dicarinya. Dia meraih sebotol cuka, menuangkannya ke dalam gelas berisi air dan
memaksa diri untuk meminumnya. Seketika itu juga dia mulai muntah-muntah. Dalam beberapa menit dia sudah merasa lebih baik, tetapi masih tetap lemah. Otaknya belum mau bekerja. Semua saluran dalam dirinya seperti sudah menutup, bersiap menghadapi kekelaman maut.
"Tidak," katanya tegas pada diri sendiri. "Kau tidak akan mati seperti itu. Kau akan melawan. Mereka harus
membunuhmu." Dia mengeraskan suaranya dan berkata,
"Rhys, ayo bunuh aku," tetapi suaranya nyaris suatu
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
bisikan. Dia membalik dan menuju lorong, mencari jalannya berdasarkan naluri. Dia berhenti di bawah gambar Samuel tua, sementara angin yang mengerang di luar menghantam rumah,
menderu-deru kepadanya, mengejeknya, memperingatkannya. Dia berdiri di sana, seorang diri dalam kegelapan, menghadapi pilihan dari berbagai
kemungkinan yang mengerikan. Dia bisa keluar, melangkah dalam ketidaktahuan, dan mencoba melarikan diri dari Rhys. Atau tetap di sini dan mencoba untuk melawan orang itu. Tetapi bagaimana"
Benaknya mencoba memberitahu sesuatu kepadanya,
tetapi dia masih dikuasai pengaruh obat bius. Dia tidak bisa memusatkan pikirannya. Sesuatu tentang kecelakaan.
Dia kemudian teringat dan berkata keras-keras, lelaki itu ingin semua ini tampak seperti kecelakaan."
Kau harus menghentikannya, Elizabeth. Samuel-kah yang berbicara" Atau pikirannya"
"Aku tak bisa. Sudah terlambat." Matanya memejam dan wajahnya melekat pada kesejukan gambar itu. Betapa nikmatnya untuk pergi tidur. Tetapi ada sesuatu yang harus dikerjakannya. Dia mencoba mengingat-ingat, tetapi ingatan itu selalu memudar.
Jangan biarkan hal itu tampak seperti kecelakaan.
Buatlah supaya tampak seperti pembunuhan. Dengan begitu perusahaan tak akan pernah menjadi miliknya.
Elizabeth tahu apa yang harus dikerjakannya. Dia masuk ke ruang baca. Dia berdiri sejenak di sana, kemudian meraih lampu meja dan melemparkan benda itu ke cermin.
Dia bisa mendengar kedua benda itu pecah berantakan. Dia mengangkat kursi kecil dan memukul-mukulnya ke dinding sampai hancur berkeping-keping. Dia menuju lemari buku
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dan mulai merobek buku-buku, menyebarkan sobekan-sobekan ke seluruh ruangan. Dia merenggut kabel telepon yang tak berguna dari dinding. Biar Rhys
menjelaskan semua ini kepada polisi, pikirnya. Jangan menyongsong maut dengan lemah lembut. Yah, aku tidak akan berlemah lembut. Mereka harus menghadapi diriku dengan kekerasan.
Mendadak angin mengembus ke dalam ruangan itu,
menerbangkan kertas-kertas ke udara, kemudian berhenti.
Elizabeth memerlukan waktu sejenak untuk menyadari apa yang terjadi.
Dia tidak lagi sendirian di dalam rumah.
Di Bandara Leonardo da Vinci, dekat daerah merci tempat pengurusan barang-barang muatan, Detektif
Hornung memperhatikan helikopter mendarat. Pada saat pilot membuka pintu pesawatnya, Max sudah berdiri di sampingnya. "Anda bisa menerbangkan saya ke Sardinia?"
dia bertanya. Pilot itu memandang bengong kepadanya.
"Ada apa sih" Saya baru saja menerbangkan seorang
penumpang ke sana. Padahal ada serangan angin badai."
"Anda bersedia membawa saya?"
"Anda harus membayar tiga kali lipat."
Max tidak ragu-ragu sejenak pun. Dia naik ke helikopter.
Ketika mereka lepas landas, Max menoleh kepada pilot dan bertanya, "Siapa penumpang yang Anda bawa ke Sardinia?"
"Namanya Williams."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kepekatan malam menjadi sekutu Elizabeth sekarang, menutupi dirinya terhadap pembunuhnya. Sudah terlambat untuk menyelamatkan diri. Dia harus mencoba untuk
mencari tempat persembunyian di dalam rumah. Dia naik ke tingkat atas, menjauhkan jarak antara dirinya dan Rhys.
Di puncak tangga dia ragu-ragu, kemudian menoleh ke arah kamar tidur Sam. Suatu bayangan muncul dari kegelapan menuju dirinya, dan dia berteriak, tetapi ternyata hanya bayangan pohon yang tertiup angin lewat jendela. Jantungnya berdebar begitu kencang, sehingga dia yakin Rhys bisa mendengamya di ruangan bawah.
Cegah dia, benaknya berkata. Tetapi bagaimana"
Kepalanya terasa berat. Semua kabur. Pikir! katanya pada diri sendiri. Apa yang akan dilakukan Samuel tua" Dia melangkah ke kamar tidur di ujung lorong, mengambil kunci dari sebelah dalam dan mengunci pintu dari luar.
Kemudian dia mengunci pintu-pintu yang lain, dan semua itu adalah pintu-pintu gerbang geto di Krakow. Elizabeth tidak yakin kenapa dia melakukan hal itu, tetapi kemudian teringat bahwa dia telah membunuh Aram, dan mereka tidak boleh menangkapnya. Dia melihat berkas cahaya lampu senter di bawah mulai bergerak naik tangga, dan hatinya berdebar-debar. Rhys datang untuk mendapatkannya. Elizabeth mulai memanjat tangga ke menara, dan di tengah tangga, lututnya mulai lemas. Dia
menjatuhkan diri di lantai dan menempuh jarak
selanjutnya dengan merangkak. Dia mencapai puncak
tangga dan menyeret dirinya tegak. Dia membuka pintu kamar menara dan melangkah masuk. Pintunya, kata Samuel. Kunci pintunya.
l Elizabeth mengunci pintu, meskipun tahu bahwa hal itu tak akan mampu menahan Rhys. Setidaknya, dia berpikir, lelaki itu harus mendobrak pintu. Makin banyak kekerasan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
yang harus dijelaskan. Kematiannya harus tampak sebagai pembunuhan. Dia mendorong perabotan ke arah pintu, bergerak
perlahan-lahan, seolah-olah kegelapan merupakan lautan berat yang menyedotnya. Dia menggeser meja dan merapatkan ke pintu, kemudian kursi tangan dan meja lain. Dia bergerak seperti mesin, berjuang melawan waktu, membangun benteng belas kasihan terhadap
kematian. Dari lantai bawah dia mendengar suatu
benturan, dan tak lama kemudian satu benturan lagi dan benturan ketiga. Rhys mendobrak pintu-pintu kamar tidur, mencari dirinya. Tanda-tanda penyerangan, suatu jejak bagi polisi untuk dilacak. Dia telah menipu lelaki itu, sebagaimana lelaki itu menipunya. Kendati demikian, samar-samar ada sesuatu yang mengusiknya. Kalau Rhys harus membuat kematiannya tampak sebagai kecelakaan, kenapa dia mendobrak pintu" Dia melangkah ke jendela Prancis dan memandang keluar, mendengarkan angin yang menggila, menyuarakan senandung kematian kepadanya.
Di bawah balkon terdapat jurang curam ke laut. Tidak ada jalan keluar dari kamar ini. Di sinilah Rhys harus datang untuk menghadapinya. Elizabeth mencari-cari senjata, tetapi tidak ada sesuatu yang bisa membantunya.
Dia menunggu pembunuhnya dalam kegelapan.
Apa yang masih ditunggu Rhys" Kenapa dia tidak
mendobrak pintu dan menyelesaikan semuanya" Mendobrak pintu. Ada sesuatu yang salah. Kalaupun lelaki itu akan merenggut tubuhnya dari sini dan membuangnya di tempat lain, Rhys tetap tidak akan bisa menjelaskan segala kekerasan dalam rumah, cermin yang pecah, pintu-pintu yang hancur. Elizabeth berusaha menempatkan
dirinya dalam benak Rhys, untuk menerka rencana yang bisa diajukan lelaki itu untuk menjelaskan segala-galanya,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
tanpa membuat polisi mencurigai dirinya tentang
kematiannya. Hanya ada satu jalan.
Dan tepat ketika Elizabeth memikirkan hal tersebut, dia pun mencium bau asap itu.
BAB 56 DARI helikopter Max bisa melihat pantai Sardinia, sarat terselubung
segumpal awan debu merah yang berpusar-pusar. Pilot berteriak mengatasi deru motor baling-baling, "Keadaan memburuk. Saya tidak tahu apakah bisa mendarat."
"Anda harus!" teriak Max. "Arahkan ke Porto Cervo."
Pilot menoleh kepada Max. "Masya Allah. Itu kan di puncak gunung."
"Saya tahu," kata Max. "Anda sanggup?"
"Kemungkinan kita sekitar tujuh puluh - tiga puluh."
"Mana yang lebih besar?"
"Gagal." Asap mulai merembes dari bawah pintu, menembus
lewat papan lantai, dan ada suara baru menyertai deru angin. Gelora api. Elizabeth tahu sekarang. Dia memperoleh jawabannya, tetapi sudah terlambat untuk menyelamatkan dirinya. Dia terjebak di tempat ini. Tentu saja tidak jadi soal apakah pintu dan kaca dan perabotan sudah diporak-porandakan, karena dalam beberapa menit tidak akan ada satu barang pun yang tersisa dari rumah ini atau dari
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dirinya. Segalanya akan musnah dilahap api, sebagaimana laboratorium dan. Emil Joeppli dihancurkan, dan Rhys akan mempunyai alibi di suatu tempat lain, sehingga tidak bisa dipersalahkan. Lelaki itu telah menaklukkannya. Dia menaklukkan mereka semua.
Asap mulai menggumpal ke dalam kamar sekarang - uap kuning berbau tajam yang membuat Elizabeth sesak napas.
Dia bisa melihat ujung lidah api mulai menjilat celah-celah pintu, dan mulai merasakan panasnya.
Kemarahannyalah yang memberi kekuatan
pada Elizabeth untuk bergerak.
Lewat tabir asap yang menghadang pandangan, dia
mencari jalan ke arah pintu-pintu Prancis. Didorongnya pintu-pintu itu dan melangkah ke balkon. Begitu
pintu-pintu itu terbuka, nyala api dari lorong masuk ke dalam kamar, menjilat-jilat dinding. Elizabeth berdiri di balkon, dengan lega menghirup udara segar dalam-dalam sementara angin mencabik-cabik pakaiannya. Dia memandang ke bawah. Balkon itu menjorok dari bagian samping bangunan vila. Sebuah pulau kecil menggantung di atas jurang yang dalam. Tak ada harapan, tak ada kemungkinan menyelamatkan diri.
Kecuali. . Elizabeth mendongak ke atap batu slot
condong di atasnya. Kalau ada cara untuk mencapai atap dan menuju sisi lain dari vila yang belum terbakar, mungkin masih ada jalan keluar baginya. Dia merentangkan tangannya setinggi mungkin, tetapi pinggiran atap itu di luar jangkauannya. Nyala api bergerak makin mendekat, mendekap ruangan. Masih ada satu kemungkinan kecil.
Elizabeth mencoba kemungkinan itu. Dia memaksa diri untuk masuk kembali ke kamar yang sudah menyala-nyala dan penuh asap, terbatuk-batuk oleh bau asap yang tajam.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia meraih kursi di belakang meja ayahnya dan
menyeretnya ke balkon. Sambil berusaha menjaga
keseimbangannya, dia mengatur kursi itu dan berdiri di atasnya. Jari-jarinya bisa mencapai atap sekarang, tetapi tidak bisa menemukan pegangan. Dia menggapai-gapai secara membabi buta, dengan sia-sia mencari genggaman.
Di dalam, kobaran api menjilat kain-kain tirai dan mulai menari-narl sekeliling kamar, menyambar buku-buku dan permadani dan perabotan, bergerak menuju balkon.
Jari-jari Elizabeth tiba-tiba menemukan pegangan pada bagian atap yang menjorok. Lengannya terasa berat; dia tidak yakin apakah bisa bertahan. Dia mulai menarik dirinya ke atas dan kursi itu pun meleset darinya. Dengan sisa-sisa kekuatan terakhir yang ada padanya dia
mengangkat dirinya dan bertahan. Dia
memanjat dinding-dinding geto sekarang, berjuang demi nyawanya.
Dia terus menarik dan merentang dan
tiba-tiba menemukan dirinya berbaring di atap yang miring dengan napas terengah-engah. Dia memaksa diri untuk bergerak, menggeser sedikit demi sedikit, menekankan tubuhnya rapat-rapat pada kecondongan atap yang terjal. Dia sadar bahwa terpeleset sedikit saja, dia akan terjun ke dalam jurang yang menganga di bawah. Dia mencapai puncak atap dan berhenti sejenak untuk mengatur napas dan meneliti keadaannya. Balkon yang baru saja ditinggalkannya kini menyala-nyal
a. Tidak ada jalan kembali lagi.
Pada salah satu sisi terjauh dari vila, Elizabeth bisa melihat balkon salah satu kamar tidur tamu. Tempat itu belum terjamah api. Tetapi Elizabeth tidak tahu apakah mampu mencapai tempat itu. Atap sangat miring ke bawah, genteng-gentengnya tidak terlalu erat, angin bertiup kencang ke arahnya. Kalau dia terpeleset, tak akan ada yang bisa menahannya. Dia tak bergeser dari tempatnya,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
terpaku, takut untuk mencoba. Kemudian, bagaikan
mukjizat mendadak, sebuah sosok muncul di balkon kamar tidur tamu, dan ternyata Alec. Lelaki itu mendongak ke atas dan berseru tenang, "Kau bisa, Manis. Tenang saja, tidak sulit."
Dan semangat Elizabeth timbul kembali.
"Pelan-pelan saja," Alec menasihati. "Selangkah demi selangkah. Soal kecil."
Dengan sangat hati-hati, Elizabeth mulai bergerak ke arahnya, bergeser seinci demi seinci, tidak melepaskan pegangan sebelum mendapat pegangan lain. Rasanya
seperti berabad-abad. Selama itu dia mendengar suara Alec memberi dorongan, mendesaknya untuk terus bergerak.
Dia hampir sampai ke tempat itu sekarang, bergeser menuju balkon. Sebuah genteng lepas, dan dia pun
terguling. "Tahan!" seru Alec.
Elizabeth menemukan pegangan lain, mencengkeram
kuat-kuat. Dia sudah mencapai tepi
atap sekarang, di bawahnya tiada lain dari ruang kosong.
Dia harus meloncat turun ke balkon tempat Alec berdiri menunggu. Kalau meleset. .
Alec mendongak, wajahnya memancarkan keyakinan
yang mantap. "Jangan melihat ke bawah," dia berkata.
"Pejamkan matamu, dan meloncatlah. Aku akan menangkapmu." Dia mencoba. Dia mengambil napas dalam-dalam, lalu sekali lagi. Dia tahu harus melepaskan pegangan, namun demikian tak mampu memaksa diri untuk melakukannya.
jari-jarinya tercengkeram erat di genteng.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Ayo, sekarang!" teriak Alec. Maka Elizabeth meluncurkan dirinya ke bawah, dan tiba-tiba tertangkap dalam lengan-lengan Alec. Lelaki itu menyeretnya ke tempat yang aman. Dia memejamkan mata karena lega.
"Bagus sekali," kata Alec.
Dan dia merasakan moncong senapan menempel di
kepalanya. BAB 57 PILOT helikopter berusaha menghindari serangan angin dengan terbang rendah di atas pulau itu sampai sebatas keberaniannya, menebas pucuk-pucuk pepohonan. Tetapi pada ketinggian itu pun udara sudah berpusar. Nun di kejauhan, pilot itu melihat puncak gunung Porto Cervo.
Pada saat yang sama Max juga melihatnya. "Itu dia!" teriak Max. "Saya bisa melihat vila itu." Lalu dia melihat sesuatu yang membuat detak jantungnya berhenti. "Vila itu
dimakan api!" Di balkon di sela-sela deru angin, Elizabeth mendengar suara helikopter mendekat, dan dia mendongak. Alec tidak menggubris.
Dia mengamati Elizabeth, matanya memancarkan kepiluan. "Ini untuk Vivian. Aku harus melakukannya untuk Vivian. Kau mengerti, bukan" Mereka harus menemukan dirimu dalam api."
Elizabeth tidak mendengarkan. Dia hanya bisa berpikir, Jadi bukan Rhys. Bukan Rhys. Selama ini ternyata Alec. Alec telah
membunuh ayahnya dan berusaha untuk membunuhnya. Dia telah mencuri laporan itu dan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kemudian berusaha mengambinghitamkan Rhys. Dia
menakut-nakuti dan membujuknya agar lari dari Rhys, karena tahu bahwa dia akan datang kemari.
Helikopter itu sekarang lenyap dari pandangan, tertutup pepohonan sekitar.
Alec berkata, "tutup matamu, Elizabeth."
Dia menjawab tegas, "Tidak!"
Tiba-tiba terdengar suara Rhys berteriak, "Lepaskan senjata itu, Alec!"
Mereka berdua menengok ke bawah. Di halaman rumput di bawah, diterangi nyala api yang berkobar-kobar, mereka melihat Rhys dan Kepala Polisi Luigi Ferraro, dan sekitar enam orang detektif bersenjata senapan.
"Sudah selesai, Alec," Rhys berseru. "Lepaskan dia."
Salah seorang detektif yang menyandang senapan
teleskop berkata, "Saya tidak bisa menembak lelaki itu, kecuali kalau Mrs. Williams minggir-"
Minggir, doa Rhys dalam hati. Minggirlah!
Dari balik pepohonan di halaman rumput Max Hornung bergegas menghampiri Rhys. Dia
berhenti ketika menyaksikan adegan di atas. Rhys berkata, "Saya menerima pesan Anda. Saya terlambat."
Mereka berdua menatap kedua sosok di balkon di atas, boneka-boneka, diterangi cahaya api dari sisi vila. Angin meniup vila itu menjadi obor raksasa, menerangi
gunung-gunung sekitarnya, mengubah malam itu menjadi neraka, suatu Valhala yang menyala-nyala.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth membalik dan melihat ke wajah Alec, sebuah topeng kematian dengan mata kosong. Lelaki itu melangkah ke pintu balkon, menjauh darinya.
Di halaman bawah, detektif tadi berkata, "Nah, saya bisa membidiknya," lalu mengangkat senjatanya. Dia menembak sekali. Alec terbuyung-buyung, kemudian menghilang lewat pintu ke dalam rumah.
Sesaat di balkon itu ada dua sosok, dan kemudian tinggal satu.
Elizabeth berseru, "Rhys."
Tetapi lelaki itu sudah berlari menyongsongnya.
Setelah itu, semua berlangsung dalam gerak cepat dan membingungkan. Rhys mengangkat dan memondongnya ke tempat aman, dan dia bergayut erat pada lelaki itu, dan serasa tidak cukup erat mendekapnya.
Dia terbaring di halaman rumput dengan mata terpejam.
Rhys mendekapnya erat-erat, sambil berkata, "Aku
mencintaimu, Liz. Aku mencintaimu, Sayang."
Dia mendengarkan suara lelaki itu membelai dan
menyirami dirinya. Dia tak mampu berkata-kata. Dia memandang mata lelaki itu dan melihat segala cinta dan penderitaan, dan begitu banyak yang ingin dikatakannya padanya. Dia dipenuhi rasa bersalah atas segala
kecurigaannya. Dia akan melewatkan sisa hidupnya untuk memperbaiki kesalahan itu.
Dia terlalu letih untuk memikirkan hal itu sekarang, terlalu letih untuk memikirkan segala kejadian itu. Semua serasa terjadi pada orang lain, di tempat lain, pada saat yang lain.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Satu-satunya hal yang penting ialah, bahwa dia dan Rhys kini bersama-sama. Dia merasakan lengan kuat lelaki itu mendekapnya erat-erat, untuk selama-lamanya, dan hal itu sudah cukup.
BAB 58 RASANYA seperti melangkah ke sudut neraka yang
menyala-nyala. Asap makin menebal, memenuhi ruangan dengan berbagai khayalan yang melonjak-lonjak dan
terus-terusan lenyap. Api menjilat Alec, membelai
rambutnya, dan derak api menjadi suara Vivian yang berseru-seru kepadanya dalam lagu yang tak bisa
dielakkan. Dalam kilatan cahaya mendadak, dia melihat perempuan itu terbaring di tempat tidur. Tubuhnya yang indah telanjang bulat kecuali sehelai pita merah yang terikat di lehernya. Pita merah yang sama, yang dipakainya ketika dia main cinta pertama kali dengannya. Perempuan itu memanggil namanya lagi, suaranya penuh dambaan. Dan kali ini dia menginginkan dirinya, bukan lelaki-lelaki lain itu.
Alec bergerak makin mendekat, dan Vivian berbisik,
"Kaulah satu-satunya yang kucintai."
Dan Alec percaya. Dia harus menghukumnya atas segala kelakuannya. Tetapi dia telah bertindak cerdik - dia memaksa gadis lain menebus dosa-dosa Vivian. Segala tindakan dahsyat yang dilakukannya adalah untuknya.
Sementara dia bergerak mendekatinya, Vivian berbisik lagi,
"Kaulah satu-satunya yang pernah kucintai, Alec," dan dia tahu memang benar begitu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Vivian merentangkan tangan kepadanya, dan dia
menjatuhkan diri ke sampingnya. Dia memeluknya dan mereka menyatu. Dia masuk dalam diri Vivian, dan menjadi dia. Kali ini dia berhasil memberinya puncak kenikmatan.
Dan dia merasa begitu bahagia sehingga menjadi kepiluan yang tak tertahankan. Dia bisa merasakan panas tubuh perempuan itu menelan dirinya. Kendati terkesima, dia melihat pita merah di leher Vivian menjadi lidah api yang membelainya, menjilatinya. Sesaat kemudian, balok
membara dari langit-langit menimpa
dirinya dan membentuk onggokan kayu api.
Alec mati seperti yang lain-lain. Dalam puncak
kenikmatan. -ooo0dw0ooo- Pedang Asmara 6 Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Tapak Tapak Jejak Gajahmada 3

Cari Blog Ini