Ceritasilat Novel Online

Kincir Angin Para Dewa 3

Kincir Angin Para Dewa Karya Sidney Sheldon Bagian 3


perancang busana. Lev Pasternak menyambut sendiri di pintu gerbang, untuk mengantarnya
masuk ke rumah. Gadis itu, Bisera, berasal dari Yugoslavia, dan kali itu adalah perjalanannya yang pertama kali ke Prancis. Melihat penjaga keamanan yang b
ersenjata, dia merasa gugup. Aku ingin tahu siapa yang akan kuhadapi ini.
Yang diketahui Bisera hanyalah bahwa mucikarinya memberinya tiket pesawat terbang pulang-pergi dan memberitahunya bahwa ia akan dibayar 2.000 dollar untuk satu jam kerja.
Lev Pasternak mengetuk pintu kamar tidur dan suara Groza menyahut,
"Masuk." Pasternak membuka pintu dan mengantar gadis itu masuk. Marin Groza
berdiri di dekat kaki tempat tidur. Ia mengenakan baju tidur luar, dan Bisera dapat menduga bahwa pria itu tak mengenakan apa pun di baliknya.
Lev Pasternak berkata, "Ini Bisera." Ia tak menyebut nama Marin Groza.
"Selamat malam, Sayang. Mari masuk."
Pasternak keluar, dengan cermat menutup pintu di belakangnya. Marin
Groza tinggal sendiri dengan gadis itu.
Bisera mendekatinya dan tersenyum merayu. "Kau tampak menyenangkan.
Sebaiknya aku melepaskan pakaian dan kita berdua dapat bersenang-senang."
Ia mulai menanggalkan pakaiannya.
"Tidak. Pakai saja pakaianmu."
Bisera menatapnya heran. "Apakah kau tidak ingin aku?"
Groza berjalan ke lemari dan memilih sebuah cambuk. "Aku ingin kau
menggunakan ini." Oh, jadi begitu rupanya. Seorang pemuja budak. Aneh. Pria ini tak nampak
seperti jenis itu. Orang tak dapat menduga, pikir Bisera. "Baiklah, Sayang.
Tergantung apa yang kausukai."
Marin Groza membuka baju luarnya dan membalikkan badan. Bisera merasa
sangat terkejut melihat tubuhnya penuh bekas luka. Punggungnya penuh bilui-bilur mengerikan. Ada sesuatu dalam ekspresi wajahnya yang menjadi tekaTiraikasih Website http://kangzusi.com/
teki bagi Bisera, dan ketika ia menyadari hal itu, ia menjadi semakin bingung.
Suatu penderitaan batin. Lelaki ini menderita kesakitan yang luar biasa.
Mengapa ia ingin dicambuk" Bisera menatapnya ketika Groza berjalan ke
sebuah bangku dan duduk di atasnya.
"Yang keras," ia memerintahkan. "Cambuk aku keras-keras."
"Baiklah." Bisera mengambil cambuk kulit yang panjang itu. Sadomasochism bukanlah hal yang baru baginya, tapi ada sesuatu yang lain dalam diri pria itu yang tak dimengertinya. Ah, tapi itu bukan urusanku, pikir Bisera. Ambil
uangnya dan pergi. Ia mengangkat cambuk itu dan mencambukkannya ke punggung telanjang
pria itu. "Lebih keras," Groza mendesak. "Lebih keras."
Pria itu meringis kesakitan ketika cambuk itu mendera kulitnya. Sekali... dua kali... lagi... dan lagi... lebih keras dan lebih keras. Bayangan yang telah dinantinya kemudian timbul. Bayangan istri dan anak perempuannya yang
diperkosa membekukan otaknya. Perkosaan itu dilakukan beramai-ramai, dan
serdadu-serdadu yang tertawa-tawa bergiliran mendekati istrinya, lalu
putrinya, dengan celana ditarik ke bawah, menunggu giliran mereka dalam
barisan. Marin Groza duduk kaku di bangku, seakan-akan diikat. Dan ketika cambuk itu mengenai kulitnya berkali-kali, ia dapat mendengar jeritan anak dan istrinya yang memohon ampun, tersedak karena harus mengulum penis
para serdadu di mulut mereka, diperkosa dan sekaligus disiksa, hingga darah mulai mengalir dan tangis mereka makin melemah. Melemah... melemah...
hingga tak terdengar lagi, lalu Marin Groza menamparku.
Bersamaan dengan lecutan cambuk itu, ia merasakan irisan tepi pisau yang
tajam menyayat alat kelaminnya, mengebirinya. Ia merasa sesak napas.
"Panggil-panggil?" Suaranya serak. Paru-paru-nya terasa lumpuh.
Gadis itu berhenti mencambuk, menahan cambuknya di udara. "Hei! Apakah kau baik-baik saja" Aku?"
Ia terus terbelalak, menatap lelaki itu roboh ke lantai. Mata Groza terbuka menatap kekosongan.
Bisera menjerit, "Tolong! Tolong!"
Lev Pasternak berlari masuk, dengan senjata di tangan. Ia melihat tubuh
yang tergeletak di lantai situ. "Apa yang terjadi?"
Bisera histeris. "Ia mati. Ia mati! Aku tak berbuat apa-apa. Aku cuma mencambuknya seperti yang diperintahkannya padaku. Aku bersumpah!"
Dokter pribadi, yang tinggal di vila itu juga, datang memasuki kamar
beberapa detik kemudian. Ia melihat tubuh Marin Groza, dan membungkukkan
badan untuk memeriksanya. Kulitnya telah menjadi biru, dan otot-ototnya
kaku. Ia mengambil cambuk itu dan mencium baunya
"Apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bedebah! Curare. Suatu sari tumbuhan dari Amerika Selatan. Bangsa lnca menggunakannya di ujung anak panah untuk membunuh musuh mereka.
Dalam tiga menit seluruh jaringan saraf akan lumpuh."
Dua orang itu berdiri terpaku, dengan putus asa menatap pemimpin mereka
yang mati. Kabar terbunuhnya Marin Groza diberitakan ke seluruh dunia lewat satelit.
Lev Pasternak berhasil menyimpan detil peristiwa yang keji itu dari pers. Di Washington, D.C., Presiden mengadakan rapat dengan Stanton Rogers.
"Siapa menurutmu dalang kejadian ini, Stan?"
"Mungkin orang Rusia atau Ionescu. Pada akhirnya, tujuannya sama, bukan"
Mereka tak ingin status quo itu terganggu."
"Jadi kita akan berurusan dengan Ionescu. Baiklah. Mari kita ajukan
penunjukan Mary Ashley secepat mungkin."
"Ia sedang dalam perjalanan kemari, Paul."
"Bagus." Ketika mendengar berita itu, Angel tersenyum. Peristiwa itu terjadi lebih cepat daripada yang kuduga.
Pada pukul 22.00 telepon pribadi itu berdering dan Sang Pengawas
mengangkatnya. "Halo."
Ia mendengar suara Neusa Munez yang tersekat di tenggorokan. "Angel
membaca surat kabar pagi ini. Ia bilang uang itu harus didepositokan di
rekening banknya." "Beri tahu ia bahwa hal itu akan diurus dengan segera. Dan, Miss Munez, beri tahu Angel bahwa saya sangat senang. Juga beri tahu ia bahwa saya
mungkin memerlukannya lagi segera apakah anda punya nomor telepon yang
dapat saya hubungi" Hening lama sekali. Lalu, "saya kira Anda punya nomor teleponnya, apakah
bisa..." Hening lama sekali, lalu, "Saya kira begitu ia memberitahukannya
kepadanya. "Baiklah. Bila Angel"
Hubungan diputus. Uang itu didepositokan di suatu rekening bank di Zurich pagi itu, dan sejam setelah diterima langsung ditransfer ke suatu bank Saudi Arabia di Jenewa.
Seseorang harus sangat berhati-hati dewasa ini pikir Angel. Para banker
terkutuk itu akan mempermainkan kita bila ada kesempatan.
12 Kesibukan sebelum berangkat itu lebih dari sekadar mengemasi barangbarang rumah tangga. Bagi Mary, kepindahan itu terasa bagaikan mengemasi
suatu kehidupan. Suatu ucapan selamat berpisah terhadap kehidupan tiga
belas tahun yang penuh impian, kenangan, dan cinta. Seakan mengatakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selamat tinggal terakhir kepada Edward. Rumah itu telah menjadi istana
mereka, dan kini akan menjadi rumah biasa lagi, yang ditempati oleh orang asing tanpa menyadari kegembiraan dan duka, air mata dan tawa yang telah
terjadi di balik dinding-dindingnya.
Douglas dan Florence Schiffer sangat gembira mendengar Mary memutuskan
untuk menerima jabatan itu.
"Kau pasti akan berhasil," Florence meyakinkan Mary. "Doug dan aku akan kehilangan kau dan anak-anak."
"Berjanjilah bahwa kalian akan datang ke Rumania mengunjungi kami."
"Janji." Mary sibuk luar biasa karena berbagai urusan terperinci yang harus
dibereskan, karena aneka-ragam tanggung jawab yang tidak biasa. Ia
membuat daftar: " Panggil perusahaan pergudangan untuk mengambil barang-barang pribadi
yang ditinggalkan. " Hentikan langganan susu.
" Hentikan langganan surat kabar.
" Beri alamat baru kepada tukang pos.
" Tanda-tan gani perjanjian kontrak rumah.
" Urus asuransi. " Ganti utilitas. " Bayar semua rekening.
" Jangan Panik! Suatu absen jangka panjang untuk waktu yang tak tentu dari Universitas
telah diatur bersama Mr. Hunter.
"Saya akan mencarikan ganti pengajar pada kelas sarjana muda. Itu bukan masalah. Tapi mahasiswa kelas seminar sarjana pasti akan kehilangan Anda."
Ia tersenyum. "Saya yakin Anda akan membuat kami semua bangga, Nyonya Ashley. Selamat jalan."
"Terima kasih."
Mary memamitkan anak-anak dari sekolah mereka. Ia juga harus membuat
perjanjian perjalanan dan membeli tiket pesawat terbang. Di masa lalu, Mary tak pernah mengurusi transaksi keuangan karena Edward ada di sisinya untuk menangani semuanya. Kini tak ada Edward.
kecuali dalam ingatan dan kalbunya, dan Edward akan tetap ada di sana.
Mary merasa khawatir akan Beth dan Tim. Pada mulanya, mereka begitu
antusias akan hidup di negara asing, tapi kini ketika menghadapi kenyataan, mereka dipenuhi kecemasan. Mereka masing-masing menemui Mary sendiri-sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mama," kata Beth, "aku tak dapat meninggalkan seluruh teman-temanku begitu saja. Aku mungkin tak akan pernah bertemu Virgil lagi. Dapatkah aku tetap tinggal di sini sampai akhir semester?"
Tim berkata, "Aku baru saja masuk liga kecil. Kalau aku pergi, mereka akan mencari penjaga base tiga yang lain. Mungkin kita dapat berangkat setelah musim panas yang akan datang, kalau musim sudah berganti. Ya, Mama"!"
Mereka ketakutan. Seperti ibu mereka. Stanton Rogers telah begitu
meyakinkannya. Tapi ketika sendirian dalam ketakutannya di tengah malam,
Mary berpikir: Aku tak tahu apa-apa tentang menjadi seorang duta besar. Aku seorang ibu rumah tangga Kansas yang berlagak seperti seorang negarawan.
Setiap orang akan tahu bahwa aku seorang penipu. Aku tidak waras karena
menerima begitu saja tawaran itu.
Akhirnya, secara ajaib, segala sesuatunya telah siap. Rumah itu telah
dikontrakkan untuk jangka panjang kepada sebuah keluarga yang baru pindah ke Junction City.
Kini tiba saatnya untuk berangkat. "Doug dan aku akan mengantar kalian ke bandara," Florence menegaskan.
Bandar udara itu terletak di Manhattan, Kansas. Di sana mereka akan
menaiki pesawat terbang kecil untuk enam orang ke Kansas City dan
kemudian ganti lagi pesawat yang lebih besar ke Washington, D.C.
"Beri aku waktu semenit saja," kata Mary. Ia berjalan menaiki tangga, ke kamar tidur, di mana ia dan Edward telah berbagi rasa selama belasan tahun penuh kebahagiaan. Ia berdiri terpaku, memandang lama untuk terakhir
kalinya. Aku akan berangkat sekarang, Sayangku. Aku hanya ingin mengatakan
selamat tinggal. Kupikir aku melakukan apa yang kauingin aku melakukannya.
Aku berharap demikian. Satu-satunya hal yang benar-benar mengganggu
perasaanku adalah bahwa aku merasa kami tak akan pernah kembali ke sini.
Aku merasa seakan-akan aku meninggalkanmu. Tapi kau akan selalu berada di sisiku ke mana pun aku pergi. Kini aku memerlukanmu lebih dari yang sudah-sudah. Jangan jauh dariku. Tolonglah aku. Aku sangat mencintaimu. Kadangkadang aku berpikir bahwa aku tak sanggup hidup tanpa kau. Dapatkah kau
mendengarku, Sayang" Apakah kau di sana...
Douglas Schiffer mengawasi agar barang-barang mereka masuk semua ke
dalam bagasi pesawat ulang-alik kecil itu. Ketika Mary melihat pesawat itu bertengger di landasan aspal, ia mendadak berhenti berjalan. "Oh, Tuhanku'."
"Ada apa?" Florence bertanya.
"Aku"aku begitu sibuk, sampai aku lupa sama sekali."
"Tentang apa?" "Terbang! Florence, aku belum pernah masuk pesawat terbang seumur
hidupku! Aku tak mau terbang dengan pesawat kecil itu!"
"Mary"kemungkinan pesawat itu akan jatuh adalah satu banding sejuta."
"Aku tak suka kemungkinan yang satu itu," kata Mary datar. "Kami naik kereta api saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak bisa. Mereka menunggumu di Washington sore ini."
"Aku harus tetap hidup. Aku tak akan berguna bagi mereka kalau sampai di sana aku sudah mati."
Pasangan Schiffer memerlukan waktu lima belas menit untuk membujuk
Mary agar mau naik pesawat terbang. Setengah jam kemudian, Mary dan
anak-anaknya telah duduk terikat dalam pesawat Air Mid-West, Flight Number 826. Ketika mesin telah berderung dan pesawat mulai melaju sepanjang
landasan terbang, Mary menutup matanya dan mencengkeram lengan tempat
duduknya. Beberapa detik kemudian, mereka telah mengudara. "Mama?"
"Sst! Jangan bicara!"
Ia duduk kaku, menolak melihat ke luar jendela, dan memusatkan perhatian
bahwa pesawat terbang itu masih di udara. Anak-anak menunjuk ke luar
jendela, melihat pemandangan di bawah, dan menikmati perjalanan itu.
Anak-anak, pikir Mary pahit. Apa yang mereka ketahui
Di Kansas City Airport, mereka pindah ke pesawat DC-10 dan berangkat
menuju Washington, D.C. Beth dan Tun duduk berdua, dan Mary di seberang
gang tempat duduk mereka. Seorang wanita yang lebih tua duduk di samping
Mary. "Terus terang saja, saya agak gugup," teman duduk Mary mengakui. "Saya belum pernah naik pesawat terbang sebelumnya."
Mary menepuk tangan wanita itu dan tersenyum. "Tak perlu gugup.
Kemungkinan pesawat ini akan jatuh adalah satu dibanding sejuta."
Buku Dua 13 Ketika pesawat mereka mendarat di Washington's Dulles Airport, Mary dan
anak-anaknya dijemput oleh seorang pria muda dari Departemen Luar Negeri.
"Selamat datang di Washington, Nyonya Ashley. Nama saya John Burns.
Tuan Rogers meminta saya untuk menjemput Anda dan mengawasi agar Anda
tiba di hotel dengan selamat. Saya telah memesankan tempat di Riverdale
Towers. Saya pikir Anda sekeluarga akan merasa nyaman di sana."
"Terima kasih."
Mary memperkenalkan Beth dan Tim.
"Bila Anda memberikan tanda pengambilan bagasi Anda, Nyonya Ashley,
saya akan mengawasi agar semuanya dibereskan."
Dua puluh menit kemudian mereka semua telah duduk dalam sebuah
Limousine yang dikemudikan seorang sopir, menuju ke pusat kota Washington.
Tim menatap ke luar jendela mobil, terpesona. "Lihat!" ia berseru. "Itu Lincoln Memorial!"
Beth melihat ke luar jendela yang lain, "itu Washington Monument!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mary melihat kepada John Burns dengan malu. "Saya minta maaf kaiau
anak-anak kurang terkendali. Anda tahu mereka belum pernah pergi jauh" dan ia melirik ke luar jendela, dan matanya melebar. "Oh, Tuhan!" ia berseru.
"Lihat! Itu Gedung Putin!'
Limousine itu melaju di Pennsylvania Avenue, dikelilingi beberapa bangunan yang paling mengagumkan di dunia. Mary memandangnya dengan bergembira
dan jantung berdebar-debar, sambil berkata dalam hati: Inilah kota yang
memerintah dunia. Di sinilah tempat kekuasaan berada. Dan selangkah lagi, aku akan menjadi bagian dari kekuasaan itu.
Ketika Limousine itu mendekati hotel, Mary bertanya, "Kapan saya akan bertemu dengan Tuan Rogers?"
"Beliau akan menghubungi Anda besok pagi."
Pete Connors, Kepala Staf Kontra-intelijen CIA, sedang bekerja hingga iarut malam dan tugasnya masih jauh dari selesai. Setiap pagi pada pukul 03.00
dini hari sebuah tim melapor untuk mempersiapkan daftar intelijen harian
untuk Presiden, yang dikumpulkan dari kawat-kawat berita malam hari.
Laporan yang diberi nama kode 'Tickles" itu, harus sudah siap menjelang pukul 06.00 pagi, supaya dapat berada di meja tulis Presiden pada awal hari
kerjanya. Seorang kurir bersenjata membawa daftar itu ke Gedung Putih,
lewat gerbang sebelah barat. Pete Connors mempunyai perhatian yang baru
dalam lalu-lintas kawat yang disadap, yang datang dari negara-negara Tirai Besi, karena banyak yang menyangkut penunjukan Mary Ashley sebagai Duta
Besar Amerika untuk Rumania.
Uni Sovyet khawatir bahwa rencana Presiden Ellison adalah suatu ploy
(siasat) untuk melakukan penetrasi terhadap negara-negara satelit mereka, untuk memata-matai mereka atau membujuk mereka.
Orang-orang komunis itu tidak sekhawatir aku, pikir Pete Connors kesal. Bila ide Presiden itu berjalan, seluruh negara ini akan menjadi rumah yang terbuka bagi mata-mata mereka.
Pete Connors telah mendapat informasi saat Mary Ashley mendarat di
Washington. Ia telah melihat foto-foto Mary dan anak-anaknya. Mereka akan menjadi utusan yang sempurna, pikir Connors dengan puas.
Riverdale Towers, satu blok jauhnya dari Watergate Complex, adalah sebuah hotel keluarga dengan kamar-kamar yang nyaman dan berdekorasi indah.
Seorang pembawa barang membawakan kopor, dan ketika Mary mulai
mengeluarkan barang-barang, telepon berbunyi. Mary mengangkatnya. "Halo."
Suara seorang pria terdengar berkata, "Nyonya Ashley?"
"Ya." "Nama saya Ben Cohn. Saya wartawan Washington Post. Saya ingin
menanyakan apakah kita dapat bercakap-cakap beberapa menit."
Mary bimbang. "Kami baru saja tiba dan saya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cuma lima menit saja. Saya benar-benar hanya ingin mengucapkan
selamat datang." "Ah, saya"saya kira?"
"Saya akan naik ke atas."
Ben Cohn orangnya pendek-gemuk, dengan tubuh berotot dan wajah penuh
bekas pukulan seperti pejuang yang menang. Ia tampak seperti seorang
wartawan olahraga, pikir Mary.
Ia duduk di sebuah kursi nyaman di seberang Mary. "Kunjungan Anda
pertama kali ke Washington, Nyonya Ashley?" Ben Cohn bertanya.
"Ya." Ia memperhatikan bahwa wartawan itu tak membawa buku catatan ataupun tape recorder.
"Saya tak akan menanyakan pertanyaan bodoh kepada Anda."
Mary mengerutkan wajahnya. "Apa yang dimaksud dengan pertanyaan
bodoh'?" "Pertanyaan seperti: 'Anda menyukai Washington"' Bilamana seorang
terkenal melangkah turun dari tangga pesawat di manapun, hal pertama yang mereka tanyakan adalah, 'Anda menyukai tempat ini?"
Mary tertawa. "Saya bukan orang terkenal, tapi ya pikir saya akan sangat menyukai Washington"
"Anda dulu seorang profesor di Kansas State University?"
"Ya. Saya mengajarkan mata kuliah yang disebut 'Eropa Timur: Politik Dewasa Ini'."
"Saya mengerti bahwa Presiden pertama kali mengenal Anda ketika beliau membaca buku Anda tentang Eropa Timur. Dan artikel-artikel Anda dalam
majalah." "Ya." "Dan hal lainnya, kata mereka, adalah sejarah."
"Saya kira ini cara yang tidak biasa untuk?"
"Bukannya tidak biasa. Jeane Kirkpatrick menarik perhatian Presiden Reagan dengan cara yang sama, dan Presiden mengangkatnya menjadi Duta Besar


Kincir Angin Para Dewa Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk PBB." Ia tersenyum kepada Mary. "Jadi Anda lihat, ada presedennya.
Itulah salah satu kata yang jadi pembicaraan ramai di Washington. Preseden.
Kakek-nenek Anda orang Rumania?"
"Kakek saya. Benar."
Ben Cohn mewawancarainya selama lima belas menit lagi, mengumpulkan
informasi tentang latar belakang Mary.
Mary bertanya, "Kapan wawancara ini muncul di surat kabar?" Ia ingin mengirimkan koran yang memuatnya kepada Florence dan Douglas, serta
beberapa teman lain di kota asalnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ben Cohn berdiri dan berkata menghindar, "Saya akan menyimpannya
dulu." Ada satu hal yang menjadi teka-teki baginya. Masalahnya, ia tidak tahu persis apa hal itu. "Kita akan bicara lagi kapan-kapan."
Setelah ia pergi, Beth dan Tim masuk ke ruang duduk. "Apakah ia baik, Ma?"
"Ya." Ia bimbang, tak yakin. "Mama pikir begitu."
Keesokan paginya Stanton Rogers menelepon. "Selamat pagi, Nyonya
Ashley. Ini Stanton Rogers."
Rasanya seperti mendengar suara seorang teman lama. Mungkin karena ia
satu-satunya orang di kota ini yang kukenal, pikir Mary. "Selamat pagi, Tuan Rogers. Terima kasih atas kedatangan Tuan Burns untuk menjemput kami
kemarin di bandar udara, dan untuk mengantar kami ke hotel."
"Mudah-mudahan hotelnya memuaskan."
"Sangat menyenangkan."
"Saya pikir sebaiknya kita mendiskusikan prosedur yang akan Anda lalui."
"Saya setuju sekali."
"Bagaimana kalau kita makan siang hari ini di Grand" Tidak jauh dari hotel Anda. Pukul satu siang?"
"Baiklah." "Saya akan menemui Anda di ruang makan lantai bawah." Segalanya dimulai.
Mary mengatur agar anak-anak mendapat makan di kamar, dan pada pukul
satu sebuah taksi mengantarnya ke Grand Hotel. Mary terpesona menatap
hotel itu. Grand Hotel itu sendiri adalah pusat kekuasaan. Para kepala negara dan diplomat dari seluruh penjuru dunia menginap di sana, dan hal itu mudah dipahami. Bangunannya anggun, dengan lobi maha luas yang mengagumkan,
yang berlantai marmer Italia dan tiang-tiang anggun di bawah langit-langit yang berbentuk lingkaran. Ada suatu halaman berlansekap asri, dengan air
mancur dan kolam renang di udara terbuka. Sederetan anak tangga marmer
menurun menuju ke restoran promenade, di mana Stanton Rogers menunggu
Mary. "Selamat siang, Nyonya Ashley."
"Selamat siang, Tuan Rogers."
Stanton tertawa. "Kedengarannya terlalu resmi. Bagaimana kalau kita saling memanggil Stan dan Mary?"
Mary senang. "Sangat menyenangkan."
Entah bagaimana Stanton Rogers tampak berbeda, tapi perubahan itu sukar
didefinisikan Mary. Di Junction City dulu ada sikap menjauh, nyaris bagaikan sikap membenci terhadapnya. Kini semua itu tampaknya sama sekali lenyap.
Ia hangat dan bersahabat. Perbedaan itu karena ia telah menerimaku, pikir Mary bahagia.
"Apakah kau mau minum?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih, tidak."
Mereka memesan makan siang. Menunya tampak sangat mahal bagi Mary.
Harga-harganya tidak seperti di Junction City. Kamar hotelnya bertarif 250
dollar sehari. Dengan tarif seperti itu, uangku tak akan bertahan lama, pikk Mary.
"Stan, aku tak ingin tampak kasar, tapi dapatkah kau memberitahuku
berapa banyak gaji seorang duta besar?"
Stanton tertawa. "Itu pertanyaan jujur. Gajimu enam puluh lima ribu dollar setahun, ditambah tunjangan perumahan."
"Kapan itu dimulai?"
"Sejak saat kau disumpah."
"Dan sebeium itu?"
"Kau akan dibayar tujuh puluh lima dollar sehari."
Jantungnya berdebar. Jumlah itu tak cukup untuk membayar rekening
hotelnya, belum lagi pengeluaran yang lain.
"Apakah aku akan lama berada di Washington?" tanya Mary.
"Sekitar sebulan. Kami akan berusaha semampu kami, demi kelancaran
kepindahanmu. Menteri Luar Negeri telah mengirim kawat berita ke
pemerintah Rumania untuk minta persetujuan penunjukanmu. Ini pembicaraan
di antara kita saja, ya, sebenarnya telah ada diskusi pribadi di antara kedua pemerintah. Tak akan ada masalah dengan pemerintah Rumania, tapi kau
tetap harus mendapat persetujuan Senat."
Jadi pemerintah Rumania akan menerimaku, pikir Mary bertanya-tanya.
Mungkin aku lebih baik daripada yang kusadari.
"Aku telah membuat perjanjian konsultasi tak resmi untukmu dengan Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Senat. Setelah itu akan ada dengar-pendapat
terbuka dengan seluruh anggota Komisi. Mereka akan menanyaimu tentang
latar belakangmu, kesetiaanmu kepada negara, persepsimu tentang tugas itu, dan apa yang kauharap dapat kauselesaikan dengan baik."
"Apa yang terjadi setelah itu?"
"Komisi akan melakukan pemungutan suara, dan bila mereka dalam
laporannya menolak, seluruh Senat akan melakukan pemungutan suara."
Mary berkata pelan, "Pencalonan dapat ditolak dengan pemungutan suara di masa lampau, bukan?"
"Gengsi Presiden dipertaruhkan dalam hal ini. Kau akan mendapat dukungan penuh dari Gedung Putih. Presiden sangat ingin menyelesaikan formalitas
penunjukanmu secepat mungkin. Sementara itu, kupikir kau dan anak-anak
mungkin ingin melihat-lihat kota beberapa hari ini, jadi aku telah mengatur agar disediakan mobil dan sopir untukmu, serta suatu tur pribadi ke Gedung Putih."
"Oh! Terima kasih banyak."
Stanton Rogers tersenyum. "Kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tur pribadi ke Gedung Putih itu diatur untuk keesokan harinya. Seorang
pemandu wisata menemani mereka. Mereka dibawa melalui Taman Bunga
Mawar Jacqueline Kennedy dan Taman Amerika bergaya abad keenam belas
yang berisi sebuah koiam, pohon-pohonan, dan tanaman apotek hidup serta
bumbu-bumbu yang biasa digunakan di dapur Gedung Putih.
"Di depan ini," pemandu wisata mengumumkan, "adalah Sayap Timur.
Tempat kantor militer, kantor penghubung Kongres dengan Presiden, kantor
penerima tamu, dan kantor Ibu Negara."
Mereka menuju Sayap Barat dan melongok Oval Office, kantor Presiden.
"Berapa ruangan yang ada di tempat ini?" tanya Tim.
"Ada seratus tiga puluh dua ruang, enam puluh sembilan lemari, dua puluh sembilan perapian, dan tujuh belas kamar mandi."
"Mereka pasti sering ke kamar mandi."
"Presiden Washington membantu mengawasi sebagian besar pembangunan
Gedung Putih. Dialah satu-satunya presiden yang tak pernah bertempat
tinggal di sini." "Aku tak akan menyalahkannya," Tim menggumam. "Rumah ini terlalu besar."
Mary menyikutnya perlahan, dengan wajah merah.
Tur itu memakan waktu hampir dua jam, dan di akhir kunjungan itu
keluarga Ashley merasa amat lelah dan sangat terkesan.
Di sinilah semuanya dimulai, pikir Mary. Dan kini aku akan menjadi bagian darinya.
"Ma?" "Ya, Beth?" "Wajah Mama kok lucu sih?"
Telepon dari kantor Presiden datang keesokan paginya.
"Selamat pagi, Nyonya Ashley. Presiden Ellison bertanya apakah Anda dapat meluangkan waktu untuk menemuinya sore ini?"
Mary menelan ludah. "Ya, saya"tentu saja."
"Bagaimana kalau pukul tiga sore?"
"Baiklah." "Sebuah Limousine akan menanti Anda pada pukul dua empat puluh lima."
Paul Ellison berdiri ketika Mary diantarkan masuk ke Oval Office, la berjalan mendekat untuk menjabat tangannya, tersenyum lebar dan berkata, "Gotcha"
Mary tertawa. "Saya gembira Anda melakukannya, Bapak Presiden. Ini
merupakan suatu kehormatan besar bagi saya."
"Duduklah, Nyonya Ashley. Bolehkah kupanggil Mary saja?"
"Silakan." Mereka duduk di kursi empuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Presiden Ellison berkata, "Kau akan menjadi doppelganger-ku. Kau tahu apa artinya itu?"
"Suatu semangat jiwa yang sama dari dua orang pribadi yang masih hidup."
"Benar. Dan itulah kita. Aku tak dapat menceritakan betapa gembiranya aku ketika membaca artikelmu yang terbaru, Mary. Seakan-akan aku membaca
sesuatu yang telah kutulis sendiri. Banyak orang yang tak percaya bahwa
gerakan 'dari-rakyat-ke-rakyat' kita dapat berjaian, tapi kau dan aku akan membuktikannya kepada mereka."
Gerakan 'dari-rakyat-ke-rakyat' kita. Kita akan membuktikannya kepada
mereka. Ia benar-benar mempesona, pikir Mary. Dengan keras ia berkata,
"Saya ingin melakukan apa saja semampu saya, Bapak Presiden."
"Aku mempercayaimu. Percaya sepenuhnya. Rumania adalah tempat
percobaan. Karena Groza terbunuh, perkenalanmu akan menjadi lebih sulit.
Bila kita berhasil di sana, kita pasti dapat juga melaksanakannya di negara-negara komunis yang lain."
Mereka melewatkan tiga puluh menit berikutnya untuk mendiskusikan
beberapa masalah yang akan timbul di masa mendatang, dan kemudian Paul
Ellison berkata, "Stanton Rogers akan tetap menjaga hubungan yang dekat denganmu. Ia telah menjadi seorang pengagummu." Ia mengulurkan tangan.
"Semoga berhasil, Doppelganger."
Siang berikutnya Stanton Rogers menelepon Mary. "Kau ada janji besok pukul sembilan pagi dengan Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Senat."
Kantor-kantor Komisi Hubungan Luar Negeri terletak di Russell Building,
bangunan pemerintah yang tertua di Washington. Sebuah plakat lempengan
iogam di lorong di sebelah kanan pintu itu bertulisan:
KOMISI HUBUNGAN LUAR NEGERI SD-419.
Ketua Komisi itu perawakannya gemuk-bulat, rambutnya abu-abu, dan
matanya tajam berwarna hijau, serta berpembawaan seorang politikus
profesional. Ia menyambut Mary di pintu. "Charlie Campbell. Senang bertemu Anda,
Nyonya Ashley. Saya telah mendengar banyak tentang Anda."
Baik atau buruk Mary bertanya dalam hati.
Ia menyilakan Mary duduk di kursi. "Kopi?"
"Tidak, terima kasih, Senator." Mary merasa terlalu gugup untuk memegang sebuah cangkir di tangannya.
"Baiklah, kalau begitu, mari kita langsung membahas pokok
permasalahannya. Presiden sangat menginginkan Anda mewakili kita di
Rumania. Tentu saja, kita semua ingin memberi dukungan kepada beliau,
dengan segenap kemampuan. Pertanyaannya adalah, apakah Anda pikir Anda
merasa mampu untuk menangani tugas itu, Nyonya Ashley?"
"Tidak, Pak." Jawaban Mary tidak diduganya. "Maaf, bagaimana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bila yang Anda maksud apakah saya mempunyai pengalaman diplomatik
dalam urusan hubungan dengan negara asing, maka saya tidak mampu.
Meskipun demikian, saya telah diberi tahu bahwa sepertiga dari duta besar negara kita juga merupakan orang-orang tanpa pengalaman sebelumnya. Apa
yang akan saya bawa sebagai bekal dalam tugas saya adalah pengetahuan
tentang Rumania. Saya mengerti masalah-masalah ekonomi dan sosial
mereka, serta latar belakang politis mereka. Saya percaya saya dapat
menggambarkan citra yang baik dari negara kita di depan bangsa Rumania."
Nah, Charlie Campbell merasa terkejut. Tadinya aku menduga akan
menemui seorang wanita berkepala kosong. Memang, Campbell telah
membenci Mary Ashley sebelum bertemu dengannya. Ia telah diberi perintah
dari atas untuk mengatur agar Mary Ashley mendapat persetujuan Komisinya, tak peduli apa pun pendapat mereka. Banyak orang di jalur-jalur kekuasaan itu yang menyembunyikan tawa terkikik melihat kekhilafan Presiden, yang
memilih seorang wanita tak dikenal, seperti biji rumput dari suatu tempat yang disebut Junction City, Kansas. Tapi, demi Tuhan, pikir Campbell, kukira anak buahku akan sedikit terkejut.
Dengan keras, ia berkata, "Dengar-pendapat Komisi lengkap akan
berlangsung pada hari Rabu pukul sembilan pagi."
Malam sebelum acara dengar-pendapat itu, Mary merasa panik. Sayang,
kalau mereka menanyakan padaku tentang pengalamanku, apa yang akan
kuceritakan kepada mereka" Bahwa di Junction City aku adalah ratu reuni
alumni, dan bahwa aku memenangkan kontes ski tiga tahun berturut-turut"
Aku merasa panik. Oh, betapa aku ingin kau berada di sini bersamaku.
Tapi sekali lagi, ironi itu menerpanya. Seandainya Edward masih hidup, ia tak akan berada di sana. Aku akan merasa aman dan hangat di rumah dengan
suami dan anak-anakku, di sanalah tempatku
Ia berbaring, terjaga sepanjang malam.
Dengar-pendapat itu berlangsung di Ruang Sidang Senat untuk Komisi
Hubungan Luar Negeri, dan seluruh anggota Komisi itu, lima belas orang, hadir semuanya. Mereka duduk di sebuah mimbar kecil di depan dinding yang
ditempeli empat peta dunia yang besar-besar. Di sepanjang sisi kiri ruang itu terdapat meja pers, penuh dengan wartawan, dan di tengah ruangan, tempat
duduk untuk dua ratus penonton. Sudut-sudut ruangan diterangi lampu untuk kamera-kamera televisi.
Ruangan itu penuh sesak. Pete Connors duduk di baris belakang. Mendadak
terdengar desis menyuruh diam ketika Mary masuk bersama Beth dan Tim.
Mary mengenakan setelan jas dan rok bawah berwarna gelap, dengan blus
putih. Anak-anak yang telah dipaksa menanggalkan jeans dan sweater
mereka, mengenakan baju hari Minggu yang terbaik.
Ben Cohn, yang duduk di belakang meja pers, menatap ketika mereka
masuk. Ya, Tuhan, pikirnya, mereka tampak seperti sampul depan buku
Normaln Rockwell, Seorang pengawal membawa anak-anak itu duduk di baris depan,
sementara Mary dikawal ke kursi saksi yang menghadap Komisi. Ia duduk di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bawah cahaya menyilaukan lampu-lampu panas, berusaha menyembunyikan
kegugupannya. Acara dengar-pendapat dimulai. Charlie Campbell tersenyum kepada Mary.
"Selamat pagi, Nyonya Ashley. Kami mengucapkan terima kasih kepada Anda atas kehadiran Anda di depan komisi ini. Kami akan meneruskan dengan
pertanyaan-pertanyaan."
Mereka memulai dengan pertanyaan biasa. "Nama..." janda..." "Anak-anak...?"
Pertanyaan -pertanyaan itu lembut dan mendukung.
"Menurnt biografi yang kami terima, Nyonya Ashley, selama beberapa tahun terakhir ini Anda mengajar ilmu sosial-politik."
"Ya Senator". "Anda asli dari Kansas?"
"Ya, Senator" "Kakek-nenek Anda orang Rumania?"
"Kakek saya. Ya, Senator."
"Anda telah menulis sebuah buku dan artikel-artikel tentang pembaharuan
kembali hubungan antara Amerika Serikat dengan negara-negara blok Soviet?"
"Ya, Senator." "Artikel terbaru dimuat dalam Foreign Affairs dan menarik perhatian
Presiden?" . "Setahu saya demikian."
"Nyonya Ashley, silakan Anda menceritakan kepada Komisi ini, apa premis dasar artikel Anda itu?"
Kegugupannya dengan cepat menghilang. Kini ia berada pada landasan yang
pasti, membahas suatu pokok masalah yang benar-benar dikuasainya. Ia
merasa seakan ia sedang memberikan seminar di kampus.
"Beberapa pakta ekonomi regional muncul di dunia dewasa ini, dan karena mereka saling tertutup, mereka bekerja seakan membagi dunia dalam blok-blok yang saling bermusuhan dan bersaing, serta tidak menyatukan dunia.
Eropa mempunyai Common Market, blok timur mempunyai COMECON, dan
kemudian ada OECD, yang terdiri dari negara-negara pasaran bebas serta
gerakan nonblok dari negara-negara dunia ketiga. Premis saya sangat
sederhana. Saya ingin melihat seluruh organisasi yang beraneka-ragam dan
terpisah-pisah itu, bergabung bersama dalam ikatan kerja sama ekonomi.
Individu-individu yang terlibat dalam suatu hubungan kerja sama yang
menguntungkan tidak akan saling membunuh satu sama lain. Saya percaya
bahwa prinsip yang sama akan dapat diterapkan pada tingkat negara. Saya
ingin melihat negara kita menjadi ujung tombak yang mengawali gerakan
untuk membentuk suatu pasaran bersama yang meliputi negara-negara sekutu
kita dan yang selama ini dianggap musuh-musuh. Dewasa ini, sebagai contoh, kita membayar bermilyar-milyar dollar untuk menyimpan surplus gandum
dalam gudang-gudang gandum, sementara orang-orang di belasan negara lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menderita kelaparan. Suatu pasaran bersama yang mencakup seluruh dunia
pasti dapat memecahkan masalah itu. Cara itu dapat memperbaiki
ketimpangan distribusi, dengan harga pasar yang sesuai bagi setiap anggota.
Saya berusaha menyumbangkan tenaga saya untuk mewujudkannya."
Senator Harold Turkel, seorang anggota senior Komisi Hubungan Luar
Negeri, dan seorang anggota partai oposisi, berbicara. "Saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan kepada calon."
Ben Cohn mencondongkan badan ke depan di kursinya. Ini dia.
Senator Turkel berusia tujuh puluhan, ulet dan kasar, serta dikenal bertabiat pemarah. "Apakah ini pertama kali Anda berada di Washington, Nyonya
Ashley?" "Ya, Senator. Saya pikir ini salah satu yang paling?"
"Saya kira Anda sudah sering berwisata."
"Ah, tidak, Suami saya dan saya telah merencanakan untuk pergi berwisata, tapi?"
"Pernahkah Anda pergi ke New York?"
"Belum, Senator."
"California?" "Belum, Senator."
"Ke Eropa?" "Belum. Seperti saya katakan, kami merencanakan untuk?"
"Pernahkah Anda, kenyataannya, pergi ke luar Negara Bagian Kansas,
Nyonya Ashley?" "Ya. Saya memberikan kuliah di University of Chicago dan serangkaian ceramah di Denver dan Atlanta."
Turkel berkata dingin, "Itu pasti sangat meng-gembirakan Anda, Nyonya Ashley. Saya tak dapat mengingat kapan Komisi ini pernah diminta untuk
mensahkan seorang calon yang lebih tidak bermutu untuk jabatan duta besar.
Anda berharap untuk mewakili Amerika Serikat di suatu negara Tirai Besi yang sensitif, dan Anda meneeritakan kepada kami bahwa seluruh pengetahuan
Anda tentang dunia berasal dari kehidupan di Junction City, Kansas, dan
mengunjungi Chicago, Denver, dan Atlanta, selama beberapa hari. Apakah itu benar?"
Mary menyadari bahwa kamera televisi terpusat padanya, maka ia menahan
marahnya. "Tidak, Senator. Pengetahuan saya tentang dunia berasal dari mempelajarinya. Saya mempunyai gelar Doktor dalam ilmu politik dan saya


Kincir Angin Para Dewa Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah mengajar di Kansas State University selama lima tahun, dengan topik bahasan utama negara-negara Tirai Besi. Saya sangat akrab dengan masalah-masalah rakyat Rumania dewasa ini dan apa yang dipikirkan pemerintah
mereka tentang Amerika Serikat dan mengapa demikian." Suaranya makin keras sekarang. "Yang mereka ketahui tentang negara ini adalah seperti apa yang diceritakan oleh mesin propaganda mereka. Saya ingin pergi ke sana dan berusaha untuk meyakinkan mereka bahwa Amerika Serikat bukanlah negara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rakus yang haus-perang. Saya ingin menunjukkan kepada mereka, bagaimana
contoh kehidupan sebuah keluarga Amerika. Saya?"
Ia berhenti sejenak, takut bahwa ia telah terlalu jauh berbicara dalam
kemarahan. Tapi kemudian, di luar dugaannya, para anggota Komisi mulai
bertepuk tangan. Semuanya, kecuali Turkel. Pertanyaan dilanjutkan. Sejam
kemudian, Charlie Campbell bertanya, "Apakah ada pertanyaan lagi?"
"Saya kira calon sudah menggambarkan dirinya dengan sangat jelas," salah seorang senator memberi komentar.
"Saya setuju. Terima kasih, Nyonya Ashley. Sidang ini dibubarkan."
Pete Connors meneliti Mary sejenak, penuh pemikiran, lalu dengan tenang
meninggalkan ruang itu ketika para wartawan mulai mengerumuninya.
"Apakah penunjukan Presiden ini merupakan suatu kejutan bagi Anda?"
"Apakah Anda kira mereka akan menyetujui penunjukan Anda, Nyonya
Ashley" "Apakah Anda yakin bahwa mengajar tentang suatu negara membuat anda
mampu untuk..." "Harap lihat kemari, Nyonya Ashley. Tersenyum, please. Sekali lagi."
"Nyonya Ashley?"
Ben Cohn berdiri terpisah dari yang lain, melihat dan mendengarkan. Ia
bagus, pikirnya. Ia telah memberikan semua jawaban yang tepat. Aku ingin
sekali tahu pertanyaan apa yang tepat untuknya.
Ketika Mary tiba kembali di hotel, dengan tenaga terkuras habis, Stanton
Rogers menelepon. "Halo, Madam Ambasador."
Ia merasa pening campur lega. "Maksudmu aku berhasil Oh, Stan. Terima kasih banyak. Aku tak dapat menceritakan kepadamu betapa gembiranya
aku." "Begitu juga aku, Mary." Suaranya penuh kebanggaan. "Begitu pula aku."
Ketika Mary memberi tahu anak-anaknya, mereka memeluknya.
"Aku tahu Mama pasti berhasil!" Tim menjerit.
Beth bertanya dengan tenang, "Apakah Mama kira Papa tahu?"
"Mama yakin begitu, Sayang." Mary tersenyum. "Mama tak akan heran bila Papa ternyata mendesak anggota Komisi itu sedikit...."
Mary menelepon Florence, dan ketika Florence mendengar kabar itu, ia
menjerit. "Luar biasa! Tunggu sampai aku menyebarkan berita ini ke seluruh kota!"
Mary tertawa. "Aku akan menyiapkan sebuah kamar di kedutaan besar
untukmu dan Douglas."
"Kapan kau berangkat ke Rumania?"
"Yah, pertama-tama seluruh anggota Senat harus melakukan pemungutan
suara, tapi kata Stan itu hanya formalitas belaka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"
"Aku harus mengikuti semacam kursus singkat di Washington selama
beberapa minggu, lalu anak-anak dan aku akan berangkat ke Rumania."
"Aku tak dapat menunggu untuk menelepon Daily Union" Florence
menyatakan. "Kota kita barangkali akan membuat sebuah patung untukmu.
Aku harus pergi sekarang. Aku terlalu gembira dan ingin bercerita. Aku akan meneleponmu besok-"
Ben Cohn mendengar pensahan hasil acara dengar-pendapat itu ketika ia
kembali ke kantornya. ia tetap merasa belum puas. Tapi ia tak tahu, mengapa.
14 Seperti yang telah diramalkan oleh Stanton Rogers, pemungutan suara
seluruh anggota Senat itu hanyalah suatu formalitas. Mary mendapat
persetujuan dengan mayoritas suara. Ketika Presiden Ellison mendengar berita itu, ia berkata kepada Stanton Rogers, "Rencana kita mulai berjalan, Stan. Tak ada lagi yang dapat menahan kita sekarang."
Stanton Rogers mengangguk. "Tak ada," ia menyetujui.
Pete Connors ada di kantornya ketika ia menerima kabar itu. Dengan segera ia menulis suatu pesan dan memberinya kode. Salah seorang anak buahnya
sedang bertugas di ruang kawat-berita CIA.
"Aku ingin menggunakan Roger Channel" kata Connors. "Tunggu di luar."
Roger Channel adalah jaringan kawat ultra pribadi CIA, yang hanya dapat
digunakan oleh eksekutif tingkat atas. Pesan-pesan dikirimkan melalui suatu transmiter sinar laser, dengan frekuensi tingkat tinggi yang kecepatannya seper... mengirimkan kawat itu. Berita itu ditujukan kepada Sigmund.
Selama minggu berikutnya, Mary menemui Deputi Menteri Luar Negeri untuk
Urusan Politik, Direktur CIA, Menteri Perdagangan, Direktur New York Chase Manhattan Bank, dan beberapa organisasi Yahudi penting lainnya. Mereka
masing-masing memberi peringatan, nasihat, dan permintaan.
Ned Tillingast, Direktur CIA, sangat antusias. "Senang sekali dapat
mengirimkan orang kita kembali beraksi di sana, Madam Duta Besar. Rumania telah menjadi suatu titik gelap bagi kita sejak kita di-personal non gratae.
Saya akan menugaskan seseorang di kedutaan besar Anda sebagai salah satu
atase Anda." Ia menatapnya penuh am. "Saya yakin Anda akan bekerja sama dengan baik dengannya."
Mary bertanya dalam hati apa sebenarnya yang ia maksudkan. Jangan
tanya, ia memutuskan dalam hati.
Upacara pengambilan sumpah para duta besar "biasanya dipimpim oleh
Menteri Luar Negeri, dan biasanya terdapat dua puluh lima sampai tiga puluh calon yang disumpah pada saat yang bersamaan. Pada pagi hari sebelum
pelantikannya berlangsung, Stanton Rogers menelepon Mary.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mary, Presiden Ellison memintamu untuk datang ke Gedung Putih tengah hari. Presiden sendiri yang akan mengambil sumpahmu. Bawalah Tim dan
Beth." Oval Office penuh wartawan. Ketika Presiden Ellison memasuki ruangan
bersama Mary dan anak-anaknya, kamera televisi mulai difokuskan dan kilatan lampu kamera seolah membutakan mata. Mary telah melewatkan waktu
setengah jam sebelumnya bersama Presiden, dan Presiden bersikap hangat
dan meyakinkan Mary. "Kau sempurna untuk tugas ini," ia mengatakan kepada Mary. "Kalau tidak, aku tak akan pernah memilihmu. Kau dan aku akan membuat impian ini
menjadi kenyataan." Dan ini memang bagaikan impian, pikir Mary ketika ia menghadap ke
kamera. "Angkat tangan kananmu, please."
Mary menirukan kata-kata Presiden: "Saya, Mary Elizabeth Ashley,
bersumpah dengan sungguh hati, bahwa saya akan mendukung dan
mempertahankan Undang-undang Dasar Negara Amerika Serikat, melawan
segala musuh di luar dan di dalam negeri, dan bahwa saya akan selalu
bersikap benar-benar setia dan patuh kepada yang tersebut di atas, bahwa
saya melakukan kewajiban ini dengan sukarela dan tanpa menyimpan maksud
atau tujuan untuk menghin-darinya, bahwa saya akan menjalankan tugas yang akan saya terima dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh kesetiaan,
karenanya tolonglah saya, ya Tuhan."
Dan selesailah pelantikan itu. Ia telah menjadi Duta Besar untuk Republik Sosialis Rumania.
Tugasnya dimulai. Mary diperintahkan untuk melapor ke Seksi Urusan Eropa
dan Yugoslavia di Departemen Luar Negeri, yang terletak di Mall Building yang menghadap ke Washington and Lincoln Memorials. Di sana ia diberi sebuah
ruang kantor sementara, yang kecil dan berbentuk seperti kotak, di sebelah Kantor Urusan Rumania.
James Stickley, Kepala Urusan Rumania, adalah seorang diplomat karier
dengan pengalaman kerja dua puluh lima tahun. Usianya hampir enam puluh,
tingginya sedang, dengan wajah licik dan bibir kecil yang tipis. Matanya
berwarna coklat, pucat dan dingin. Ia menatap dengan pandangan menghina
kepada orang-orang yang ditunjuk secara politis, yang menyerbu dunianya. Ia telah dianggap sebagai ahli yang terkemuka di Kantor Urusan Rumania, dan
ketika Presiden Ellison mengumumkan rencananya untuk menunjuk seorang
Duta Besar untuk Rumania, Stickley telah merasa sangat bersukacita, dan
mengharap sepenuhnya bahwa jabatan itu akan diberikan kepadanya. Berita
tentang Mary Ashley merupakan suara pukulan pahit, Rasanya cukup
menjengkelkan dilompati orang untuk menempati suatu jabatan, apalagi bila dikalahkan oleh seseorang yang ditunjuk secara politis"seorang wanita tak dikenal dari Kansas "sungguh pahit. "Dapatkah kau mempercayainya?" ia bertanya
kepada Bruce, temannya paling dekat. "Setengah dari duta besar kita adalah orang-orang sialan yang ditunjuk. Hal itu tak pernah dapat terjadi di Inggris
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau Prancis, Sobat. Mereka selalu memilih para diplomat karier. Apa mungkin Angkatan Bersenjata meminta seorang amatir untuk menjadi jenderal" Nah, di luar negeri, para duta besar amatir sialan kita berlagak jadi jenderal."
"Kau mabuk, Jimbo."
"Aku pasti akan lebih mabuk lagi."
Ia mempejhatikan Mary Ashley kini, ketika wanita itu duduk di seberang
mejanya. Mary juga memperhatikan Stickley. Pandangan Stickley mengandung
ancaman tertentu. Aku tak ingin menganggapnya sebagai musuh, pikir Mary.
"Anda menyadari bahwa Anda akan dikirim ke suatu pos yang sangat
sensitif, Nyonya Ashley?"
"Ya, tentu saja. Saya?"
"Duta Besar kita untuk Rumania yang lalu telah salah, sehingga seluruh hubungan itu meledak di depan kita. Kita membutuhkan waktu tiga tahun
untuk mengetuk pintu mereka kembali. Presiden akan sangat marah bila kita meledakkannya lagi."
Bila aku meledakkannya, maksudnya tentu "Kita harus membuat Anda jadi ahli dalam waktu singkat. Kita tak punya banyak waktu." Ia memberikan setumpuk arsip kepada Mary. "Anda dapat mulai dengan membaca arsip-arsip ini."
"Saya akan menggunakan waktu saya di pagi hari untuk membacanya."
"Tidak. Tiga puluh menit lagi Anda dijadwalkan untuk muiai mengikuti kursus bahasa Rumania. Kursus ini biasanya makan waktu berbulan-bulan,
tapi saya mendapat perintah untuk mempersingkat waktunya bagi Anda."
Waktu menjadi kabur, dengan kegiatan yang sangat beraneka-ragam,
hingga Mary merasa amat lelah. Setiap pagi ia dan Stickley memeriksa arsip-arsip harian di Kantor Urusan Rumania, bersama-sama.
"Saya akan membaca kawat-kawat yang Anda kirimkan," Stickley memberi tahu. "Lembar berwama kuning untuk dilaksanakan atau berwama putih untuk informasi. Tembusan kawat-kawat Anda akan dikirim ke Departemen
Pertahanan, CIA, ISA, Departemen Keuangan, dan belasan departemen
lainnya. Salah satu dari sekian masalah yang diharapkan dapat Anda
selesaikan adalah penahanan orang-orang Amerika di penjara Rumania. Kami
ingin mereka dibebaskan."
"Apa yang telah mereka lakukan?"
"Spionase, pemakaian obat bius, pencurian" apa saja yang ingin
dituduhkan oleh orang Rumania kepada mereka."
Mary heran, bagaimana caranya melenyapkan orang-orang yang dituduh
melakukan suatu kegiatan mata-mata" Aku akan mencari jalan.
"Baiklah," ia menjawab dengan cepat.
"Ingat"Rumania adalah salah satu negara Tirai Besi yang lebih independen, tak tergantung. Kita harus menyokong pandangan mereka itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja. Stickley berkata, "Saya akan memberi Anda sebuah paket. Jangan biarkan paket itu lepas dari tangan Anda. Hanya untuk Anda pribadi. Bila Anda telah membaca dan menghafalnya, saya ingin agar Anda mengembalikannya secara
pribadi kepada saya besok pagi. Ada pertanyaan?"
"Tidak, Pak." Ia memberikan sebuah amplop karton manila tebal yang disegel dengan
selotip merah. "Tanda-tangani dulu, please."
Mary menandatangani tanda terima.
Selama perjalanan kembali ke hotel, Mary memeganginya erat-erat di
pangkuannya, dengan perasaan seolah memerankan suatu tokoh dalam film
James Bond. Anak-anaknya telah menunggunya di hotel dengan pakaian rapi.
Astaga, Mary ingat. Aku telah berjanji untuk mengajak mereka makan
malam di restoran Cina dan menonton bioskop.
"Anak-anak," ia berkata. "Ada perubahan rencana. Kita harus menunda acara hiburan kita untuk lain kali. Malam ini kita harus tinggal di hotel dan makan di kamar. Mama punya tugas penting yang harus segera dilaksanakan."
"Baik, Ma." "Baiklah." Dan Mary berpikir: Sebelum Edward meninggalkan mereka pasti akan
menjerit seperti hantu kalau menghadapi hal seperti ini. Tapi kini mereka terpaksa bersikap dewasa. Kami semua terpaksa bersikap dewasa.
Ia memeluk anak-anaknya. "Mama akan mengajak kalian pergi lain kali," ia berjanji.
*** Bahan yang diberikan oleh James Stickley kepadanya sangat tak masuk
akal. Tak mengherankan bila ia ingin bahan ini dikembalikan, pikir Mary. Ada laporan terperinci tentang setiap perwira penting Rumania, dari Presiden
sampai Menteri Perdagangan. Ada berkas tentang tingkah-laku seksual
mereka, keadaan keuangan mereka, persahabatan, dan sifat-sifat pribadi yang baik dan yang buruk. Beberapa bagian dari bahan itu sungguh mengerikan.
Menteri Perdagangan, misalnya, ternyata tidur dengan istri simpanannya dan sopirnya, sementara istrinya mempunyai hubungan cinta dengan pembantu
wanitanya. Mary melewatkan waktu hingga tengah malam untuk menghafalkan namanama dan sifat-sifat buruk orang-orang yang akan berurusan dengannya di
Rumania. Aku tidak yakin apakah aku mampu menunjukkan wajah yang biasa
bila aku bertemu dengan mereka.
Keesokan harinya, ia mengembalikan dokumen-dokumen rahasia itu.
Stickley berkata, "Baiklah, kini Anda tahu segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang para pemimpin Rumania."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan juga beberapa hal lain," Mary menggumam.
"Ada satu hal yang harus Anda ingat, mulai saat ini orang-orang Rumania di sana selalu ingin tahu tentang kehidupan pribadi Anda."
"Mereka tak akan tahu sejauh itu."
"Tidak?" Stickley duduk menyandarkan diri di kursinya. "Anda seorang wanita, dan Anda sendirian. Percayalah bahwa mereka telah menganggap
Anda sebagai suatu sasaran empuk. Mereka akan mengambil kesempatan
dalam kesepian Anda. Setiap langkah yang Anda lakukan akan diamati dan
direkam. Kedutaan Besar dan kediaman Duta Besar akan disadap. Di negaranegara komunis kita dipaksa untuk menggunakan staf lokal, jadi setiap
pembantu di kediaman Duta Besar pastilah seorang anggota polisi keamanan
Rumania." Ia mencoba menakut-nakuti, pikir Mary. Tapi, percuma.
Setiap jam dalam kehidupan Mary tampaknya harus dipergunakan untuk
bekerja, termasuk sebagian besar waktu di malam hari. Di samping pelajaran bahasa Rumania, jadwalnya meliputi suatu kursus di Foreign Service Institute di Rosslyn, penataran di Defence Intelligence Agency, rapat-rapat dengan
Sekretariat ISA"Internationa Security Affairs"dan dengan komisi-komisi
Senat. Mereka semua mempunyai permintaan, pertanyaan, dan memberi
nasihat. Mary merasa bersalah terhadap Beth dan Tim. Dengan bantuan Stanton
Rogers, ia telah mendapatkan seorang pengajar untuk anak-anak. Selain itu, Beth dan Tim telah berkenalan dengan anak-anak lain yang tinggal di hotel itu, jadi paling tidak, mereka mempunyai reman bermain. Meski-pun demikian
Mary tetap tidak suka meninggalkan anak-anaknya sendirian terlalu sering.
Mary lalu membuat janji bahwa ia akan selalu makan pagi bersama mereka
sebeium berangkat ke kursus bahasa di Institut pada pukul 08.00. bahasa
Rumania sungguh sukar dipelajari. Aku heran bagaimana orang Rumania dapat berbicara bahasa ini. la mengucapkan rangkaian kata-kata itu keras-keras,
"Selamat pagi." Buna Dimineafa
'Terima kasih." Multuumesc
"Terima kasih kembali." Cu Piacere
"Saya tak mengerti." Nu Inteleg
Tuan." Domnule Nona." Domnisoara Dan tak satu pun kata-kata itu yang pengucapannya sesuai dengan
tulisannya. Beth dan Tim duduk melihat ibu mereka berjuang mengerjakan pekerjaan
rumahnya dan Beth tersenyum lebar. "Ini balas dendam kami karena Mama dulu memaksa kami mempelajari tabel perkalian."
James Stickley berkata, "Saya ingin memperkenalkan Anda pada atase
militer Anda, Madam Ambasador, ini Kolonel William McKinney."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bill McKinney mengenakan pakaian preman, tapi sikap kemiliterannya
tampak seperti seragam baginya. Ia seorang pria setengah baya, tinggi,
dengan wajah berkerut karena pengalamannya yang kaya.
"Madam Ambasador?" Suaranya kasar dan serak, seakan tenggorokannya pernah menderita sakit akibat kecelakaan.
"Saya senang berkenalan dengan Anda," kata Mary.
Kolonel McKinney adalah anggota stafnya yang pertama, hingga pertemuan
itu membuat Mary sangat gembira. Tampaknya hal itu membuat posisi
barunya makin jelas. "Saya ingin bekerja sama dengan Anda di Rumania," kata Kolonel McKinney.
"Pernahkah Anda ke Rumania sebelumnya?"
Kolonel itu bertukar-pandang dengan James Stickley.
"Ia pernah bertugas di sana sebelumnya," Stickley menjawab.
Setiap Senin sore penataran diplomatik bagi para duta besar baru
diselenggarakan di sebuah ruang konperensi di lantai delapan gedung kantor Departemen Luar Negeri.
"Di Departemen Luar Negeri, kita mempunyai suatu rantai komando yang ketat," para petatar diberi tahu. "Paling atas adalah Duta Besar. Di bawahnya"adalah DCM"Deputy Chief of Mission. Di bawahnya"terdapat
konsul politik, konsul ekonomi, konsul administrasi, dan konsul masalah
umum. Selain itu Anda mempunyai atase pertanian, atase perdagangan, dan
atase militer. Itu Kolonel McKinney, pikir Mary. "Bila Anda berada di pos Anda yang baru, Anda akan mempunyai kekebalan diplomatik. Anda tak dapat
ditahan karena melanggar batas kecepatan di jalan, mengendarai mobil sambil mabuk, membakar rumah, atau bahkan membunuh. Bila Anda meninggal, tak
seorang pun boleh menyentuh jenazah Anda atau memeriksa catatan apa pun
yang mungkin Anda tinggalkan. Anda tak harus membayar rekening Anda"
toko-toko tak dapat menuntut Anda."
Seorang petatar berteriak, "Jangan biarkan istri saya mengetahui hal itu!"
Penatar melirik jam tangannya. "Sebelum pelajaran kita yang akan datang, saya menyarankan agar Anda mempelajari Foreign Affairs Manual, Jilid Dua, Bab Tiga Ratus, yang membicarakan hubungan sosial. Terima kasih."
Mary dan Stanton Rogers sedang makan siang di Watergate Hotel.
"Presiden Ellison ingin agar kau melakukan beberapa acara humas," kata Rogers.
"Acara humas apa?"
"Kami akan mengatur beberapa yang berskala nasional. Wawancara dengan pers, radio, televisi"
"Aku belum pernah"baiklah, bila itu penting. Akan kucoba."
"Bagus. Kau harus mempunyai pakaian baru, karena tak pantas bila kau muncul dua kali dengan pakaian yang sama."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Stan, biayanya pasti mahal! Di samping itu, aku tak punya waktu untuk berbelanja. Aku sibuk sejak pagi sampai larut malam. Kalau?"
"Tak ada masalah. Helen Moody."
"Apa?" "Ia adalah salah satu ahli belanja profesional yang top di Washington.
Serahkan saja segala sesuatunya kepadanya."
Helen Moody adalah seorang wanita berkulit hitam yang menarik dan suka
berbelanja. Ia pernah menjadi seorang gadis model yang sukses sebelum
membuka usaha jasa pembelanjaan pribadi miliknya sendiri. Ia muncul di
kamar hotel Mary sangat awal pada suatu pagi dan melewatkan waktu satu
jam untuk meneliti isi almari pakaian Mary.
"Sangat manis, untuk Junction City," ia berkata jujur, "tapi Anda harus tampil mempesona d Washington, D.C., bukan?"
"Saya tak punya uang berlebihan untuk?"
Helen Moody tersenyum lebar. "Saya tahu tempat barang-barang yang


Kincir Angin Para Dewa Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat ditawar. Dan kami akan melakukannya dengan cepat. Anda akan
memerlukan sebuah gaun malam yang panjangnya sampai ke lantai, sebuah
gaun untuk acara jamuan teh dan jamuan makan siang, sepasang setelan
untuk dikenakan di jalan atau di kantor, sebuah gaun hitam serta penutup
kepala yang sesuai untuk acara berkabung, ziarah, atau pemakaman resmi."
Acara berbelanja itu memakan waktu tiga hari. Ketika telah selesai, Helen Moody memperhatikan wajah Mary Ashley. "Anda seorang wanita yang cantik, tapi kita dapat membuat Anda lebih menarik lagi. Saya ingin membawa Anda
ke Susan di Rainbow untuk tata rias wajah, lalu saya akan membawa Anda ke Billy di Sunshine untuk menata rambut."
Beberapa malam berikutnya Mary mendekati Stanton Rogers pada suatu
jamuan makan malam resmi yang diselenggarakan di Corcoran Gallery.
Stanton menatap Mary dan tersenyum. "Kau tampak sangat menarik."
Pemberitaan media massa dimulai. Acara itu dipimpin oleh Ian Villiers,
Kepala Hubungan Masyarakat Departemen Luar Negeri. Villiers berusia hampir lima puluh tahun, seorang bekas wartawan yang dinamis, yang tampaknya
tahu semua orang koran. Mary mendapati dirinya ada di depan kamera untuk acara Good Morning
Amerika, Meet the Press, dan Firing Line. Ia diwawancarai oleh Washington Post, New York Times, serta setengah lusin surat kabar harian penting lainnya.
Ia diwawancarai pula oleh London Times, Der Spiegel, Oggi, dan Le Monde.
Majalah Time dan People memuat kisah pribadinya tentang ia dan anak-anak.
Foto Mary Ashley muncul di mana-mana, dan apabila ada suatu kabar tentang suatu kejadian di suatu tempat yang terpencil di dunia, ia ditanya tentang komentarnya.
Tim berkata, "Mama, rasanya sungguh ngeri melihat gambar-gambar kita di sampul depan semua majalah."
"Memang begitulah, ngeri," Mary menyetujui.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Entah bagaimana ia merasa canggung akan semua publisitas itu. Ia
membicarakannya dengan Stanton Rogers.
"Pandanglah itu sebagai bagian dari pekerjaanmu. Presiden berusaha
menciptakan suatu citra. Pada waktu kau tiba di Eropa, setiap orang di sana akan tahu siapa dirimu."
Ben Cohn dan Akiko sedang berbaring di atas tempat tidur, tanpa busana.
Akiko adalah gadis Jepang yang cantik, sepuluh tahun lebih muda dari
wartawan itu. Mereka berkenalan beberapa tahun yang lalu, ketika wartawan itu sedang menulis sebuah cerita tentang gadis-gadis model, dan sejak itu mereka hidup bersama. Cohn sedang menghadapi suatu persoalan. "Ada apa, Sayang?" Akiko bertanya dengan lembut. "Apakah kau ingin aku melayanimu lagi?"
Pikiran wartawan itu melayang jauh. "Tidak. Aku sudah merasa cukup."
"Aku tidak melihatnya," Akiko menggoda.
"Dalam pikiranku, Akiko. Aku sudah merasa cukup mendapat bahan untuk suatu cerita. Ada sesuatu yang aneh terjadi di kota ini."
"Lalu apa lagi yang baru?"
"Ini lain. Aku tak dapat memecahkannya."
"Apakah kau ingin membicarakannya?"
"Tentang Mary Ashley. Aku telah melihatnya menjadi sampul depan enam majalah dalam dua minggu terakhir ini, padahal ia belum menempati posnya
sama sekali" Akiko, seseorang sedang membuat kesan seorang bintang film
terhadap Nyonya Ashley. Ia dan kedua anaknya muncul di semua surat kabar
dan majalah. Mengapa?"
"Seharusnya akulah yang mempunyai jalan pikiran Timur yang berbelit-belit seperti itu. Kukira kau... mempersukar hal yang sangat sederhana."
Ben Cohn menyalakan sebatang rokok dan mengembuskan asapnya dengan
marah. "Mungkin kau benar," ia menggerutu.
Akiko memeluknya dan mulai mengelus-elusnya. "Bagaimana kalau kau
mematikan rokok itu dan menyalakan diriku...?"
"Ada sebuah pesta yang diadakan untuk Wakil Presiden Bradford," Stanton Rogers memberi tahu Mary, "dan aku telah mengatur agar kau diundang.
Acaranya berlangsung hari Jumat malam di Pan American Union."
Pan American Union adalah sebuah gedung yang besar, tenang, dengan
halaman luas, dan sering digunakan untuk acara-acara diplomatik. Makan
malam untuk Wakil Presiden merupakan suatu acara yang diselenggarakan
dengan teliti, dengan perangkat makan terbuat dari perak yang berkilau dan gelas-gelas Baccarat yang berkilauan di atas meja-meja makan yang ditata
rapi. Ada orkestra kecil. Daftar tamu terdiri dari golongan elite di kota itu. Di samping Wakil Presiden dan istrinya, ada beberapa senator, duta besar, serta orang-orang terkenal dari berbagai bidang kehidupan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mary melihat kumpulan orang-orang terkenal yang tampil gemerlapan di
sekelilingnya. Aku harus mengingat segala sesuatunya supaya aku dapat
bercerita kepada Beth dan Tan tentang pesta ini, pikirnya.
Ketika makan malam itu dimulai, Mary mendapat tempat duduk semeja
dengan berbagai orang yang menarik, terdiri atas para senator, pejabat
Departemen Luar Negeri, dan para diplomat. Para hadirin sungguh
mempesona dan menu makan malamnya sempurna.
Pada pukul sebelas malam, Mary melihat jam tangannya dan berkata kepada
seorang senator yang duduk di sebelah kanannya, "Saya tidak menyadari bahwa hari sudah begitu malam. Saya berjanji kepada anak-anak bahwa saya
akan pulang awal." Ia berdiri dan mengangguk kepada orang-orang yang duduk semeja
dengannya. "Sungguh menyenangkan bertemu dengan Anda sekalian. Selamat malam."
Ada suatu keheningan mendadak, dan semua orang di dalam ruang jamuan
pesta yang besar itu menoleh untuk melihat Mary ketika ia berjalan
menyeberangi lantai dansa. Mereka berdebar-debar.
"Oh, Tuhanku!" Stanton Rogers berbisik. "Tak seorang pun
memberitahunya!" Stanton Rogers makan pagi bersama Mary keesokan paginya.
"Mary," katanya, "orang-orang di kota ini menuruti aturan dengan ketat.
Banyak di antaranya yang tak menyenangkan, tapi kita harus mengikutinya
dalam kehidupan sehari-hari."
"Oh, oh. Apa kesalahan yang telah kuperbuat?"
Stanton menghela napas. "Kau melanggar peraturan nomor satu: tak
seorang pun"tidak seorang pun"boleh meninggalkan sebuah pesta sebelum
tamu kehormatan pergi. Tadi malam kebetulan yang menjadi tamu
kehormatan adalah Wakil Presiden Amerika Serikat'
"Astaga!" "Setengah dari telepon di Washington berdering untuk membicarakan
kekhilafan itu." "Maafkan aku, Stan. Aku tidak tahu. Soalnya aku telah berjanji pada anak-anak?"
"Tak ada anak-anak di Washington"yang ada hanya pemberi suara kita.
Kota ini adalah pusat kekuasaan. Jangan pernah lupakan itu."
Keuangan akhirnya menjadi masalah pula. Biaya hidup sangat mengerikan.
Harga dan tarif di Washington bagi Mary tampaknya sangat mengejutkan. Ia
pernah mencucikan dan menyeterikakan di jasa binatu hotel, tapi ketika
menerima rekeningnya, ia sangat terkejut. "Lima dollar lima puluh sen untuk mencuci sehelai blus," katanya. "Dan satu dollar sembilan puluh lima sen untuk sebuah BH!" Tak akan lagi, ia bersumpah. Sejak saat ini dan seterusnya aku akan mencuci sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia merendam stocking-nya dalam air dingin, lalu menaruhnya di balik almari es. Dengan begitu akan jadi awet. Ia mencuci kaus kaki anak-anak dan
saputangan serta celana dalamnya bersama dengan BH-nya di bak cuci kecil di kamar mandi. Ia merentangkan saputangan di kaca kamar mandi agar kering,
lalu dengan hati-hati melipatnya sehingga ia tak perlu menyeterikanya. Ia menguapi gaun-gaunnya serta celana panjang Tim dengan cara
menggantungkannya di gantungan tirai shower, lalu memasang shower
sepanas mungkin, serta menu tup pintu kamar mandi. Ketika Beth membuka
pintu pada suatu pagi, ia disambut oleh kepulan tebal uap panas. "Mama"apa yang Mama lakukan?"
"Menghemat uang," Mary memberitahunya dengan angkuh. "Binatu hotel ongkosnya sangat mahal."
"Apa kata Presiden kalau beliau masuk ke sini" Apa pendapat beliau"
Dikiranya kita pelit."
"Presiden tak mungkin masuk kemari. Dan tolong tutup pintu kamar mandi, ya. Kau memboroskan uang."
Pelit, memang! Andaikata Presiden masuk ke sana dan melihat apa yang
dilakukannya, beliau pasti akan bangga terhadapnya. Ia akan menunjukkan
kepada beliau daftar biaya binatu di hotel agar beliau melihat berapa banyak yang telah dihematnya dengan sedikit kecerdikan orang Yankee tempo dulu.
Beliau pasti akan terkesan. Bila ada lebih banyak orang di pemerintahan yang mempunyai akal seperti Anda, Madam Ambasador, ekonomi negara ini pasti
akan jadi lebih baik. Kita telah kehilangan jiwa perintis yang membuat negara kita jaya. Rakyat kita telah melemah semangatnya. Kita terlalu banyak
mengandalkan penghematan waktu dengan pemakaian listrik dan tidak cukup
melakukannya dengan tenaga kita sendiri. Saya ingin memakai Anda sebagai
suatu contoh cemerlang bagi para pemboros di Washington yang mengira
bahwa negara kita terbuat dari uang. Anda dapat mengajarkan suatu pelajaran kepada mereka.
Sebenarnya, saya mempunyai suatu gagasan yang sangat baik. Nyonya
Ashley, saya akan mengangkat Anda sebagai Menteri Keuangan.
Uap merembes keluar dari bawah pintu kamar mandi. Sambil melamun,
Mary membuka pintu. Sebuah awan uap memenuhi ruang duduk.
Terdengar dering bel pintu, dan sesaat kemudian Beth berkata, "Mama, James Stickley datang ke sini untuk menemui Mama."
15 "Semuanya semakin lama semakin aneh," kata Ben Cohn. Ia duduk di tempat tidur, tanpa busana. Gadis simpanannya, Akiko Hadaka, di sisinya.
Mereka sedang menonton Mary Ashley dalam acara Meet the Press.
Mary mengatakan, "Saya percaya bahwa daratan Cina makin menjadi
masyarakat komunis individualistis yang lebih manusiawi dalam kerjasamanya dengan Hong Kong dan Makao."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang diketahui wanita itu tentang Cina?" Ben Cohn menggerutu. Ia menoleh kepada Akiko. "Kau sedang menonton seorang ibu rumah tangga dari Kansas yang berubah menjadi ahli politik dalam semalam."
"Tampaknya ia sangat cerdas," kata Akiko.
"Cerdas bukan hal yang pokok. Setiap kali ia diwawancarai, para wartawan seakan tergila-gila. Tampaknya kegembiraan dan minat berlebihan itu seperti diumpankan. Bagaimana ia bisa masuk di Meet the Press! Aku beri tahu, ya.
Seseorang telah sengaja membuat Mary Ashley menjadi orang terkenal. Siapa"
Mengapa" Charles Lindbergh saja tak pernah disanjung-sanjung seperti ini."
"Siapa Charles Lindbergh?"
Ben Cohn menghela napas. "Itulah masalah kesenjangan generasi. Tak ada komunikasi."
Akiko berkata lembut, "Ada cara-cara lain untuk berkomunikasi."
Wanita itu mendorongnya perlahan-lahan hingga berbaring di tempat tidur,
dan bergerak ke atas pria itu. la mengeluskan rambutnya yang panjang dan
halus bagai sutera di dada pria itu, di perutnya, lalu di celah kakinya, hingga kejantanannya bangkit. Ia mengelusnya dan berkata, "Halo, Arthur."
"Arthur ingin memasukimu."
"Jangan dulu. Aku akan segera kembali padanya."
Wanita itu bangkit dan berjalan ke dapur. Ben Cohn menyaksikan wanita itu keluar dari ruangan. Ia kembali memusatkan perhatian ke pesawat televisi dan berpikir: Wanita itu membuatku berteka-teki. Banyak hal berlebihan yang
samar-samar, dan sungguh mati aku harus membongkarnya.
"Akiko!" ia berteriak. "Apa yang kaulakukan" Arthur mulai tidur kembali."
"Katakan padanya untuk menunggu," Akiko berseru. "Aku akan segera ke sana."
Beberapa menit kemudian, Akiko kembali, sambil membawa sebuah wadah
makanan berisi es krim, krim putih, dan sebutir cherry.
"Astaga," kata Ben. "Aku tidak ingin makan. Aku ingin menanduk."
"Berbaringlah kembali." Akiko meletakkan sebuah handuk di bawahnya, mengambil es krim dari wadah dan mulai mengoleskannya di sekitar buah
zakarnya. Ben Cohn berteriak, "Hei! Dingin."
"Sst!" Akiko menaruh krim putih di atas es krim lalu memasukkan alat vital pria itu ke mulutnya hingga bangkit kembali.
"Oh! Oh!" Ben mendesah. "Jangan berhenti."
Akiko menaruh buah cherry di atas puncak kejantanan pria itu. "Aku sangat menyukai banana split," ia berbisik.
Dan ketika ia mulai mengunyahnya, Ben merasakan suatu paduan berbagai
rasa yang tak terhingga nikmatnya. Ketika ia tak dapat menahannya lebih
lama, ia menggulingkan Akiko dan memasuki dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di televisi Mary Ashley berkata, "Salah satu cara terbaik untuk mencegah peperangan dengan negara-negara yang menentang ideologi Amerika adalah
dengan meningkatkan perdagangan kita dengan mereka..."
Kemudian malam itu, Ben Cohn menelepon Ian Villiers. "Hai, Ian."
"Benjie, Sobatku"apa yang dapat kubantu?"
"Aku perlu bantuan."
"Sebutkan saja, nanti kaudapatkan."
"Aku mengerti bahwa kau yang mengatur jumpa pers Duta Besar untuk
Rumania yang baru." Ian menjadi waspada. "Ya...?"
"Siapa yang ada di belakang itu semua, Ian" Aku tertarik untuk?"
"Maaf, Ben. Itu urusan Departemen Luar Negeri. Aku cuma tangan yang
disewa. Kau bisa saja mengirim surat ke Menteri Luar Negeri."
Setelah ditutup, Ben berkata, "Mengapa ia tidak bilang saja padaku untuk menyelidikinya sendiri?" Ia membuat keputusan. "Kukira aku harus pergi ke luar kota beberapa hari."
"Ke mana kau akan pergi, Sayang?"
"Junction City, Kansas."
Kenyataannya, Ben Cohn berada di Junction City hanya satu hari saja. Ia
melewatkan waktu satu jam untuk berbicara dengan Sherriff Munster dan
salah satu deputi-nya, lalu mengendarai sebuah mobil sewaan ke Fort Riley, di mana ia mengunjungi Kantor CID. Ia naik pesawat kecil, senja itu, ke
Manhattan, Kansas, lalu menaiki penerbangan selanjutnya, pulang.
Ketika pesawat Ben Cohn mengudara, suatu pembicaraan telepon antar
pribadi berlangsung dari Fort Riley ke suatu nomor di Washington, D.C.
Mary Ashley sedang berjalan di sepanjang lorong panjang Foreign Service
Building untuk melaporkan sesuatu kepada James Stickley ketika ia
mendengar suatu suara pria yang dalam di belakangnya berkata, "Inilah yang kusebut sepuluh sempurna."
Mary berputar membakkkan badan. Seorang pria asing yang jangkung
sedang bersandar di dinding, dengan mata terbuka lebar menatapnya, dan
senyum yang berkesan kurang ajar. Pandangannya kasar, dan ia mengenakan
celana jeans, T-shirt, dan sepatu tenis. Wajahnya tidak bercukur dan tampak tidak rapi. Ada garis-garis tawa di sekeliling mulutnya, matanya biru
cemerlang dan tampak mengejek. Ada kesan kesombongan pada dirinya yang
membuat orang marah. Mary membalikkan badannya dan kembali berjalan
dengan marah, sadar bahwa mata pria itu mengikutinya.
Pembicaraan dengan James Stickley berlangsung lebih dari satu jam. Ketika Mary kembali ke kantornya, orang asing itu duduk di kursinya, dengan kaki di atas meja tulisnya, sedang melihat-lihat kertas kerjanya. Mary merasa darah naik ke wajahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Persetan, apa yang Anda lakukan di sini?"
Pria itu memandangnya lama dan enggan, lalu dengan perlahan-lahan
berdiri. "Saya Mike Slade. Teman-teman memanggil saya Michael."
Mary berkata dingin, "Apa yang dapat saya bantu, Tuan Slade?"
"Tak ada, sungguh," ia berkata ringan. "Kita bertetangga. Saya bekerja di departemen di sini, maka saya kira sebaiknya saya mampir dan berkenalan."
"Anda sudah menyebutkan nama Anda. Dan bila Anda benar-benar bekerja di departemen ini, saya kira Anda punya meja sendiri. jadi lain kali Anda tak perlu duduk di meja tulis saya dan mengintip kertas kerja saya."
"Tuhan, ia pemarah rupanya! Kudengar orang-orang Kansian (orang
Kansas), atau apa saja orang di sana menyebut diri mereka sendiri, adalah orang-orang yang bersahabat."
Mary menggertakkan giginya. "Tuan Slade, saya akan memberi waktu dua detik pada Anda untuk keluar dari kantor saya sebelum saya memanggil
penjaga." "Saya pasti salah dengar," ia menggumam pada dirinya sendiri.
"Dan bila Anda memang bekerja di departemen ini, saya sarankan Anda
untuk pulang dan bercukur serta mengenakan pakaian yang tepat."
"Saya dulu punya istri yang berkata begitu," Mike Slade menghela napas.
"Saya berpisah dengannya sekarang."
Mary merasa wajahnya kian merah padam. "Keluar."
Pria itu melambaikan tangan padanya. "Selamat tinggal, honey. Saya akan kemari lagi." Oh, jangan, pikir Mary. Tidak, jangan lagi.
Seluruh pagi itu merupakan rangkaian pengalaman yang tak
menyenangkan. James Stickley terang-terangan menunjukkan sikap
permusuhan. Menjelang tengah hari, Mary merasa pikirannya terlalu kacau, hingga ia tak berselera makan. Ia memutuskan untuk menggunakan jam makan siangnya
berkeliling dengan mobil di sekitar kantornya di Washington, untuk meredakan amarahnya.
Mobil Limousine-nya menunggu di tempat parkir di depan Foreign Service
Building. "Selamat siang, Madam Ambasador," sopirnya berkata. "Ke mana Anda ingin pergi?"
"Ke mana saja, Marvin. Mari kita putar-putar saja."
"Baiklah, Nyonya." Mobil itu keluar dengan halus dari tempat parkir.
"Apakah Anda ingin melihat Embassy Row?"
"Baiklah." Apa saja yang dapat mengusir rasa kesalnya pagi itu.
Sopir membelok ke kiri dan menuju ke Massachusetts Avenue.
"Di mulai di sini," Marvin berkata ketika ia membelok ke jalan besar. Ia melambatkan mobilnya dan mulai menunjukkan berbagai kedutaan besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mary mengenali Kedutaan Besar Jepang karena bendera matahari terbit
yang berkibar di depannya. Kedutaan Besar India mempunyai sebuah patung
gajah di atas pintu gerbangnya.
Mereka melewati sebuah masjid Islam yang indah. Ada orang-orang di
halaman depan yang sedang bersujud bersembahyang.
Mereka sampai di pojok 23rd Street dan melewati sebuah bangunan batu
putih dengan pilar-pilar di kanan-kiri tiga deret anak tangga.
"Itulah Kedutaan Besar Rumania," kata Marvin. "Di sebelahnya?"
"Berhenti, please"
Limousine itu menepi. Mary melihat ke luar jendela mobil dan membaca
sebuah plakat di luar bangunan, yang berbunyi: KEDUTAAN BESAR REPUBLIK
SOSIALIS RUMANIA. De ngan spontan, Mary berkata, "Tunggu di sini, ya. Saya akan masuk."
Jantungnya berdebar makin kencang. Inilah kontak pertamanya yang
sebenarnya dengan negara yang telah dikuliahkannya"negara yang akan jadi
rumahnya selama beberapa tahun yang akan datang. Ia menarik napas
panjang dan menekan bel pintu. Hening. Ia mencoba membuka pintu. Tak
dikunci. Ia membukanya dan melangkah masuk. Ruang penerimaan tamu
gelap dan sangat dingin. Ada sebuah kursi empuk berwarna merah di sebuah
ruang kecil yang terpisah, dan di sampingnya terdapat dua buah kursi yang ditempatkan di depan sebuah pesawat televisi. Ia mendengar bunyi langkah
dan menoleh. Seorang pria yang tinggi, kurus, bergegas menuruni tangga.
"Ya, ya?" ia berseru. "Ada apa" Ada apa?"
Mary membungkuk. "Selamat siang. Saya Mary Ashley. Saya adalah duta
besar yang baru untuk Rum...."
Pria itu menamparkan tangannya ke wajahnya sendiri. "Oh, Tuhan!"
Mary terkejut. "Apa yang salah?"
"Yang salah adalah bahwa kami tidak menantikan kedatangan Anda, Madam Ambasador."
"Oh, saya tahu itu. Saya baru saja lewat dan saya...."
"Duta Besar Corbescue akan menjadi amat sangat bingung!"
"Bingung" Mengapa" Saya kira saya hanya ingin berkenalan dan...."
"Tentu saja, tentu saja. Maafkan saya. Nama saya Gabriel Stoica. Saya Deputy Chief of Mission. Perkenankan saya menyalakan lampu dan pemanas.
Kami tidak siap menanti kedatangan tamu, seperti yang Anda lihat. Sama
sekali tidak." Pria itu jelas tampak panik hingga Mary rasanya ingin meninggalkan tempat itu, tapi sudah terlambat. Ia melihat ketika Gabriel Stoica berlari kian-kemari menyalakan penerangan langit-langit dan lampu-lampu lain, hingga ruang
resepsi itu menjadi terang-benderang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita perlu menunggu beberapa menit agar ruangan menjadi hangat," ia minta maaf. "Kami sedapat mungkin berusaha menghemat biaya energi.


Kincir Angin Para Dewa Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Washington sangat mahal."
Mary mengharap ia dapat menghilang ke dalam lantai. "Seandainya saya tadi menyadari..."
"Tidak, tidak! Tidak apa-apa. Duta Besar ada di lantai atas. Saya akan memberi tahu beliau bahwa Anda datang kemari."
"Jangan repot-repot"
Stoica berlari ke lantai atas.
Lima menit kemudian, Stoica kembali. "Mari, silakan. Duta Besar senang Anda datang kemari. Beliau gembira."
"Apakah Anda yakin bahwa...."
"Ia sedang menunggu Anda."
Ia mengawal Mary ke lantai atas. Di lantai atas terdapat suatu ruang
konperensi dengan empat belas kursi di sekitar meja panjang. Di depan
dinding ada sebuah lemari yang penuh dengan benda kerajinan dan patungpatung dari Rumania, serta sebuah peta timbul Rumania.
Ada sebuah perapian dengan bendera Rumania di atasnya. Datang
menyambutnya adalah Duta Besar Radu Corbescue, dengan mengenakan
kemeja berlengan panjang, sambil tergesa-gesa mengenakan sebuah jas. Ia
seorang pria yang tinggi, tampak keras, dan berkulit wajah gelap. Seorang pelayan dengan tergesa-gesa menyalakan lampu-lampu dan alat pemanas.
"Madam Ambasador!" Corbescue berseru. "Suatu kehormatan tak terduga!
Maafkan kami atas penerimaan yang tidak resmi ini. Departemen Luar Negeri tidak memberi tahu kami bahwa Anda akan datang."
"Ini salah saya," kata Mary minta maaf. "Saya berkeliling di sekitar sini dan saya...."
"Menyenangkan sekali berkenalan dengan Anda! Menyenangkan! Kami
sudah sering melihat Anda di televisi, di surat kabar, dan di majalah-majalah.
Kami telah begitu ingin tahu tentang duta besar yang baru untuk negara kami.
Anda mau minum teh?"
"Baiklah, saya"bila Anda merasa tidak terlalu repot."
"Repot" Oh, tentu saja tidak! Saya minta maaf karena kami tidak
menyiapkan suatu makan siang resmi untuk Anda. Maafkan saya! Saya begitu
terkejut." Akulah yang paling terkejut, pikir Mary. Apa yang membuatku melakukan
hal sinting seperti ini" Goblok, goblok. Aku tak akan menceritakannya kepada siapa pun. Ini akan jadi rahasiaku sampai ke liang kubur.
Ketika teh telah dihidangkan, Duta Besar Corbescue begitu gugup hingga
menumpahkannya sedikit. "Betapa teledornya saya! Maafkan saya!"
Mary mengharap ia mau berhenti berkata demikian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Duta Besar Corbescue berusaha membuat suatu pembicaraan kecil, tapi itu
hanya membuat situasinya makin buruk. Sesegera dan sebijaksana mungkin,
Mary bangkit. "Terima kasih banyak, Yang Mulia. Sangat menyenangkan berkenalan
dengan Anda. Selamat tinggal."
Dan ia terbang dari tempat itu.
Ketika Mary kembali ke kantornya, James Stickley dengan segera
menemuinya. "Nyonya Ashley," ia berkata dingin, "maukah Anda menjelaskan kepada saya dengan tepat apa yang kiranya telah Anda lakukan?"
Ternyata hal itu tidak jadi rahasia yang kubawa hingga ke liang kubur, pikir Mary akhirnya. "Oh. Maksud Anda tentang Kedutaan Besar Rumania" Saya"
saya kira saya hanya ingin mampir dan berkenalan dan...."
"Di sini tidak ada cara berkenalan seperti dengan tetangga lewat kebun belakang yang nyaman," Stickley membentak. "Di Washington Anda tidak boleh hanya mampir di suatu kedutaan besar. Kalau seorang duta besar
mengunjungi seorang duta besar lain, itu hanya karena diundang saja. Anda telah amat mengejutkan Corbescue. Saya harus berbicara dengannya agar ia
tidak mengajukan protes resmi kepada Departemen Luar Negeri. Ia yakin
bahwa Anda pergi ke sana untuk memata-matainya dan menemuinya ketika ia
sedang lengah." "Apa! Baiklah, yang paling...."
"Berusahalah untuk mengingat bahwa Anda kini bukan lagi seorang warga negara biasa"Anda seorang wakil Pemerintah Amerika Serikat. Lain kali kalau Anda mempunyai dorongan hati untuk tiba-tiba bertindak yang tidak bersifat sepribadi menyikat gigi Anda, Anda harus menanyakannya dulu kepada saya.
Apakah itu jelas"maksud saya sangat jelas?"
Mary menelan ludah. "Baiklah."
"Bagus." Ia mengangkat telepon dan memutar sebuah nomor "Nyonya Ashley ada di sini dengan saya. Maukah Anda masuk" Benar." Ia meletakkan gagang telepon.
Mary duduk diam, merasa bagaikan seorang anak kecil yang dihukum berat.
Pintu terbuka dan Mike Slade masuk.
Ia menatap Mary dan tersenyum lebar. "Hai. Saya menuruti nasihat Anda dan telah bercukur."
Stickley menatap mereka bergantian. "Kalian berdua telah berkenalan?"
Mary melirik Slade. "Sebenarnya belum. Saya menemukannya mengintip di meja tulis saya."
James Stickley berkata, "Nyonya Ashley, Mike Slade. Tuan Slade akan
menjadi Deputy Chief of Mission Anda."
Mary membelalak. "Ia, apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan Slade bertugas di Kantor Urusan Eropa Timur. Biasanya ia bekerja di luar Washington, tapi sudah diputuskan untuk menugaskannya ke Rumania
sebagai Deputy Chief Anda."
Mary meloncat dari tempat duduknya. "Tidak!" ia memprotes. "Itu tidak mungkin."
Mike berkata lembut, "Saya berjanji untuk bercukur setiap hari."
Mary menoleh kepada Stickley. "Saya pikir seorang duta besar diizinkan untuk memilih Deputy Chief of Mission-nya sendiri."
"Itu benar, tapi...."
"Kalau begitu saya tidak memilih Tuan Slade. Saya tidak menginginkannya."
"Dalam keadaan biasa, Anda mempunyai hak, tapi dalam hal ini, saya kira Anda tak punya pilihan. Perintah ini datang dari Gedung Putih."
Mary tampaknya tak dapat menghindari Mike Slade. Pria itu ada di manamana. Mary menabraknya di Pentagon, di ruang makan Senat, di lorong-lorong Departemen Luar Negeri. Pria itu selalu memakai denim dan T-shirt atau
pakaian olahraga. Mary bertanya dalam hati, bagaimana ia dapat
membawakan diri dengan berpakaian demikian di suatu lingkungan yang
begitu resmi. Suatu hari Mary melihatnya makan siang dengan Kolonel McKinney.
Mereka terlibat dalam suatu percakapan yang akrab, dan Mary mengira-ngira seberapa jauh keakraban kedua pria itu. Mungkinkah mereka teman lama"
Dan mungkinkah mereka merencanakan untuk berkomplot melawanku" Aku
bisa jadi gila, Mary berbicara dengan dirinya sendiri. Padahal aku belum
berada di Rumania. Charlie Campbell, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Senat, mengadakan
jamuan makan malam untuk menghormati Mary di Corcoran Gallery. Ketika
Mary memasuki ruangan dan melihat semua wanita yang bergaun anggun itu,
ia berpikir: Aku tidak pantas berada di sini, Mereka tampaknya sudah anggun sedari lahir.
Ia tak menyadari betapa cantiknya ia.
Ada belasan fotografer yang hadir, tapi Mary-lah wanita yang paling banyak difoto malam itu. Ia berdansa dengan setengah lusin pria, beberapa sudah
menikah, beberapa belum menikah, dan hampir semuanya menanyakan nomor
teleponnya. Ia tidak merasa tertarik ataupun tergoda.
"Maafkan saya," ia berkata kepada mereka masing-masing, "pekerjaan dan keluarga saya membuat saya terlalu sibuk hingga tak sempat berpikir untuk berkencan."
Gagasan untuk berkencan dengan pria lain selain Edward tak pernah
mampir di kepalanya. Tak seorang pria pun dapat menggantikan Edward.
Mary mendapat tempat duduk semeja dengan Charlie Campbell, dan
istrinya, serta setengah lusin orang lain dari Departemen Luar Negeri.
Percakapan beralih ke anekdot tentang duta besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Beberapa tahun yang lalu di Madrid," salah seorang tamu menceritakan kembali, "ratusan mahasiswa yang membuat huru-hara berteriak-teriak di depan Kedutaan Besar Inggris untuk meminta pengembalian Gibraltar. Ketika mereka hampir berhasil menerobos masuk ke dalam bangunan, salah seorang
menteri Jenderal Franco menelepon. 'Saya merasa sangat sedih mendengar
kejadian di kedutaan besar Anda ia berkata. Apakah perlu saya kirimkan polisi lebih banyak"' 'Tidak,' kata Duta Besar Inggris, 'lain kali kirimkan mahasiswa sedikit saja.' "
Seseorang bertanya, "Bukankah Hermes yang oleh bangsa Yunani kuno
dianggap sebagai pelindung para duta besar?"
"Ya," seseorang ikut menimpali. "Tapi ia juga pelindung para gelandangan, pencuri, dan penipu"
Mary menikmati malam itu sepenuhnya. Orang-orang yang hadir cerdas,
humoris, dan menarik. Ia bisa tahan semalam suntuk.
Pria yang duduk di sampingnya berkata, "Tidakkah Anda harus bangun pagi untuk acara besok pagi?"
"Tidak," kata Mary. "Besok hari Minggu. Saya dapat tidur lebih larut."
Sesaat kemudian seorang wanita menguap. "Maafkan saya. Hari ini sangat melelahkan bagi saya."
"Begitu pula saya," Mary berkata dengan gembira.
Mary merasa bahwa ruangan itu hening, tidak seperti biasanya. Ia melihat
sekeliling dan setiap orang tampaknya menatapnya. Demi Tuhan, apa yang".
Ia melirik jam tangannya. Saat itu pukul 02.30. Dan dengan sangat terkejut, ia tiba-tiba ingat sesuatu yang telah diberitahukan Stanton Rogers kepadanya: Pada suatu jamuan makan malam, tamu kehormatan selalu yang pertama
meninggalkan tempat. Dan kali itu, dialah tamu kehormatannya! Oh Tuhanku, pikir Mary. Aku membuat semua orang terpaksa jaga malam.
Ia berdiri dan berkata dengan suara gugup, "Selamat malam, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya. Malam ini sungguh menyenangkan."
Ia berbalik dan bergegas keluar. Di belakangnya, ia dapat mendengar para
tamu lain berebutan keluar.
Pagi Senin berikutnya ia bertemu Mike Slade di ruang depan. Pria itu
menyeringai dan berkata, "Saya dengar Anda membuat setengah Washington berjaga lewat tengah malam pada malam Minggu yang lalu."
Pandangannya yang angkuh membuat Mary marah.
Mary melewatinya begitu saja dan pergi memasuki kantor James Stickley.
"Tuan Stickley, saya kira Tuan Slade dan saya tidak dapat bekerja sama demi kebaikan di kedutaan besar kita di Rumania."
Stickley berhenti membaca dan mendongak. "Sungguh" Apa kesukarannya?"
"Anu"sikapnya. Saya lihat Tuan Slade itu kasar dan sombong. Terus terang saja, saya tidak menyukai Tuan Slade."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh, saya tahu Mike memang mempunyai tabiat khusus yang agak aneh,
tapi?" "Tabiat khususl Ia badak yang tak tahu malu. Saya meminta dengan resmi agar Anda memberi penggantinya."
"Apakah Anda telah selesai berbicara?"
"Ya." "Nyonya Ashley, Mike Slade kebetulan merupakan ahli kita di lapangan, dalam urusan Eropa Timur. Tugas Anda adalah menjalin persahabatan dengan
orang-orang di Rumania. Tugas saya adalah mengawasi agar Anda mendapat
bantuan sepenuhnya dari saya. Dan yang dapat membantu adalah Mike Slade.
Saya sungguh-sungguh tak ingin mendengar lagi keluhan itu. Apakah
pernyataan saya sudah jelas bagi Anda?"
Tak ada gunanya, pikir Mary. Tak ada gunanya sama sekali.
Ia kembali ke kantornya, dengan putus asa dan marah. Aku dapat
membicarakannya dengan Stan, pikirnya. la akan mengerti. Tapi itu akan
menunjukkan kelemahanku. Aku akan menangani Mike Slade dengan caraku
sendiri. "Mimpi di siang bolong?"
Mary mendongak, terkejut. Mike Slade telah berdiri di depan mejanya,
sambil membawa setumpuk besar catatan-catatan.
"Ini akan membuat Anda bebas dari kesukaran nanti malam," ia berkata. Ia meletakkan tumpukan berkas itu di atas meja Mary.
"Ketuk pintu lain kali, kalau Anda ingin masuk ke kantor saya."
Matanya mengejek Mary. "Mengapa saya merasa bahwa Anda sangat tidak
menyukai saya"' Mary merasa darahnya mendidih kembali "Akan saya katakan sebabnya,
Tuan Slade. Karena saya rasa Anda sombong, tidak menyenangkan, besar
kepala?" Mike mengangkat telunjuknya. "Anda mengulang-ulang hal yang tidak
berguna." "Jangan berani memperolok-olokkan saya," Mary menjerit.
Suara Mike merendah dan terdengar berbahaya. "Maksud Anda, saya tak
dapat bekerja sama dengan orang lain" Anda kira apa yang dikatakan orangorang di Washington tentang Anda?"
"Saya tak peduli apa yang mereka katakan."
"Oh, tapi harus." Ia mencondongkan badan di atas meja Mary. "Setiap orang bertanya apa hak Anda untuk duduk di depan meja tulis duta besar. Saya
pernah bertugas selama empat tahun di Rumania, Nyonya. Tempat itu
merupakan segumpai dinamit yang siap meledak, dan pemerintah akan
mengirimkan seorang anak kecil yang bodoh untuk bermain-main di sana."
Mary duduk mendengarkan sambil menggertakkan giginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anda seorang amatir, Nyonya Ashley. Kalau seseorang ingin menggaji
Anda, seharusnya mereka mengangkat Anda sebagai Duta Besar untuk
Islandia." Mary tak dapat menahan diri lagi. Ia berdiri tegak dan menampar wajah
Mike Slade keras-keras Mike Slade menghela napas. "Anda tidak pernah mau mengaiah, bukan?"
16 Undangan itu berbunyi: "Duta Besar Republik Sosialis Rumania mengharap kehadiran Anda untuk jamuan cocktails dan makan malam di Kedutaan Besar,
1607 23rd Street, N.W., pada pukul 19.30, Pakaian Resmi, RSVP 232-6593."
Mary ingat ketika ia mengunjungi kedutaan besar itu dan betapa bodohnya
tingkah-lakunya. Baiklah, hal itu tak akan terjadi lagi. Aku sudah melewati masa itu. Kini aku adalah bagian dari panggung Washington.
Ia mengenakan salah satu pakaiannya yang baru. Sebuah gaun malam
berlengan panjang dari bahan beludru berwarna hitam. Dikenakannya pula
sepatu bertumit tinggi yang berlapis bahan sutera hitam dan seuntai kalung mutiara.
Beth berkata, "Mama tampak lebih cantik daripada Madonna."
Mary memeluknya. "Ah, Mama kalah jauh. Kalian berdua boleh makan
malam di ruang makan di bawah, lalu naik kembali ke kamar dan menonton
televisi. Mama akan pulang cepat. Besok pagi kita akan pergi mengunjungi
rumah Presiden Washington di Mount Vernon."
"Selamat berpesta"
Telepon berdering. Resepsionis menelepon. "Madam Ambasador, Tuan
Stickley sedang menunggu Anda di lobi."
Aku ingin dapat pergi sendirian, pikir Mary. Aku tak memerlukan dia atau
orang lain untuk membuatku terhindar dari kesalahan.
Kedutaan Besar Rumania tampak sama sekali berbeda dengan yang dilihat
Mary pada saat kunjungannya yang pertama dulu. Kini suasana pesta terasa
memeriahkan gedung itu. Mereka disambut di pintu depan oleh Gabriel Stoica, Deputy Chief of Mission.
"Selamat malam, Tuan Stickley. Selamat datang."
James Stickley mengangguk ke arah Mary. "Perkenankan saya
memperkenalkan duta besar kami untuk negara Anda."
Tak ada sebersit kesan mengenali Mary di wajah Stoica. "Senang berkenalan dengan Anda, Madam Ambasador. Mari, silakan masuk."
Ketika mereka memasuki ruang tengah, Mary memperhatikan bahwa semua
ruangan terang-benderang dan terasa hangat. Ia mendengar suara musik
yang dimainkan oleh orkestra kecil di lantai atas. Di mana-mana terdapat
bunga yang diletakkan dalam vas-vas bunga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Duta Besar Corbescue sedang berbicara dengan sekelompok tamu ketika ia
melihat James Stickley dan Mary Ashley mendekat.
"Ah, selamat malam, Tuan Stickley."
"Selamat malam, Tuan Duta Besar. Izinkan saya memperkenalkan Duta
Besar Amerika Serikat untuk Rumania."
Corbescue menatap Mary dan berkata datar, "Senang berkenalan dengan
Anda." Mary menunggu, kalau-kalau ada sorot pengenalan di mata itu. Tapi tak
ada. Ada seratus orang yang hadir dalam jamuan makan malam itu. Para pria
mengenakan setelan resmi dan wanitanya mengenakan gaun-gaun anggun
rancangan Luis Estevez dan Oscar de la Renta. Meja utama yang besar yang
dilihat Mary di lantai atas pada kunjungannya yang pertama, kini dikelilingi enam meja-meja kecil di sekitarnya. Para pelayan berseragam rapi mondar-mandir dengan luwes, sementara tangan mereka membawa nampan penuh
sampanye. "Apakah Anda ingin minum?" Stickley bertanya.
"Tidak, terima kasih," kata Mary. "Saya tak biasa minum."
"Sungguh" Sayang sekali."
Mary memandangnya bingung. "Mengapa?"
"Sebab itu bagian dari pekerjaan Anda. Dalam setiap jamuan makan malam resmi diplomatik yang Anda hadiri, selalu dilakukan toast. Jika Anda tak mau minum, berarti Anda menghina tuan rumah. Anda harus membiasakan diri
meminum sedikit-sedikit."
"Akan saya perhatikan," kata Mary.
Matanya memandang ke seberang ruangan, dan di sanalah Mike Slade.
Untuk sesaat Mary tak dapat mengenalinya. Pria itu mengenakan setelan
resmi, dan harus diakuinya bahwa dia bukannya tampak tidak menarik dalam
pakaian resmi begitu. Tangannya memeluk seorang gadis pirang bergaun
ketat, dadanya yang montok seakan-akan hendak merobek gaun itu. Murahan,
pikir Mary. Cocok dengan seleranya. Berapa banyak gadis macam itu yang
menunggunya di Bucharest"
Mary ingat kata-kata Mike: Anda masih amatir, Nyonya Ashley. Kalau
mereka ingin menggaji Anda, seharusnya mereka mengirim Anda ke Islandia.
Sialan benar pria itu. Sementara Mary memperhatikan, Kolonel McKinney, dalam seragam militer
resmi, datang mendekati Mike. Mike minta maaf pada si Rambut Pirang dan
pergi ke sudut mengikuti si Kolonel. Aku harus waspada terhadap mereka
berdua, pikir Mary. Seorang pelayan lewat membawa nampan sampanye.
"Sebaiknya saya ambil segelas," kata Mary.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
James Stickley memperhatikannya ketika ia meneguk isi gelasnya. "Okay.
Sekarang kita mulai kerja."
"Kerja?" "Banyak urusan bisa diselesaikan dalam jamuan-jamuan semacam ini. Itulah sebabnya kedutaan-kedutaan suka mengadakan jamuan makan malam "
jam-jam berikutnya Mary sibuk. Dia diperkenalkan pada para duta besar,
para senator, sejumlah gubernur, dan tokoh-tokoh politik Washington yang
paling berkuasa. Rumania merupakan sasaran empuk, dan hampir semua
orang penting berusaha mendapat undangan jamuan resmi yang diadakan
kedutaannya. Mike Slade mendekati Mary dan James Stickley. Si Rambut
Pirang menempel terus dalam rangkulannya.
"Selamat malam," sapa Mike santai. "Kenalkan, ini Debbie Dennison. Tuan James Stickley dan Mary Ashley."
Dia sengaja. Dia sengaja menamparku. Mary berkata dingin, "Duta Besar Ashley."
Mike memukul keningnya. "Sorry. Duta Besar Ashley. Ayah Nona Dennison kebetulan juga seorang duta besar. Tentu saja diplomat karier. Dia telah
ditugaskan ke lebih dari enam negara selama dua puluh lima tahun terakhir ini."
Debbie Dennison berkata, "Ya, dan aku dibesarkan dengan cara yang luar biasa."


Kincir Angin Para Dewa Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mike berkata, "Debbie ini telah berkeliling dunia. Sering malah."
"Ya," balas Mary tak mau kalah, "kelihatannya memang begitu."
Mary berdoa semoga dia tidak didudukkan di samping Mike waktu makan
nanti, dan doanya terkabul. Pria itu duduk di meja lain, di depan si Rambut Pirang yang setengah telanjang itu. Ada dua beias orang di meja Mary.
Beberapa wajahnya sudah dikenali Mary, lewat sampul majalah atau dari
televisi. James Stickley duduk di seberang Mary. Pria di sebelah kirinya
berbicara dengan bahasa yang misterius yang tak bisa dikenalinya. Di sebelah kanannya duduk seorang pria jangkung berambut pirang, usianya setengah
baya, dengan wajah yang sensitif dan menarik.
"Saya bersukur diizinkan duduk semeja dengan Anda," katanya pada Mary.
"Saya penggemar setia Anda," tambahnya dengan aksen Skandinavia yang tak kentara.
"Terima kasih." Penggemar apa" Mary terheran-heran. Aku belum pernah berbuat apa-apa.
"Saya Olaf Peterson. Atase kebudayaan dari Swedia."
"Senang berkenalan dengan Anda, Tuan Peterson."
"Sudah pernah ke Swedia?"
"Belum. Sesungguhnya saya ini belum pernah ke mana-mana."
Olaf Peterson tersenyum. "Semua tempat punya ciri-cirinya yang menarik."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suatu hari kelak saya dan anak-anak mungkin akan berkunjung ke negara Anda."
"Ah, Anda telah berputra. Berapa usia mereka?"
"Tim sepuluh dan Beth dua belas. Ini mereka." Mary membuka dompetnya dan mengeluarkan foto anak-anaknya. Dari seberang meja James Stickley
menggeleng tak setuju. Olaf Peterson mempelajari foto itu. "Mereka cantik dan tampan!" serunya.
"Pasti karena ibunya."
"Mata mereka seperti mata ayahnya."
Mary dan Edward sering "bertengkar" tentang siapa yang paling mirip dengan mereka masing-masing.
Beth pasti akan cantik seperti kau, begitu kata Edward. Kalau Tim, aku tak yakin. Kau yakin dia benar-benar mirip denganku
Dan setelah bertengkar seru begitu, mereka biasanya lalu bercinta.
Olaf Peterson sedang berbicara padanya.
"Maaf?" "Saya berkata, saya membaca tentang kecelakaan yang menyebabkan
suami Anda meninggal. Saya ikut berduka. Pasti sulit bagi seorang wanita
untuk hidup tanpa pria yang mendampinginya." Suaranya penuh simpati.
Mary mengambil gelas anggurnya dan mencicip isinya sedikit. Dingin dan
menyegarkan. Dan akhirnya diteguknya sampai habis, dan segera diisi lagi
oleh pelayan berkaus tangan putih, yang selalu siap berdiri di belakang para tamu.
"Kapan Anda akan mulai bertugas di Rumania?" tanya Peterson.
"Setahu saya dalam beberapa minggu mendatang." Mary mengambil gelas anggurnya lagi. "Demi Bucharest." Dan diteguknya isinya sampai habis.
Anggur itu benar-benar enak, dan semua orang tahu, anggur sangat sedikit
mengandung alkohol. ketika pelayan menawarkan untuk mengisi gelasnya lagi, dengan riang Mary
mengangguk. Mary memandang sekitarnya, ke para tamu yang mengenakan
setelan mahal dan gaun-gaun anggun, yang berbicara dalam berbagai bahasa, dan dia berpikir: Di Junction City takkan pernah ada jamuan makan malam
seperti ini. Tidak, Bung, Kansas Urn sama garingnya dengan sepotong tulang.
Dan Washington ini basah seperti"seperti apa, ya Mary mengerutkan dahi,
berpikir menca-ri persamaan.
"Anda tidak apa-apa, kan?" tanya Olaf Peterson
Ditepuknya lengan pria itu, "Uh, hebat. Aku merasa hebat Aku mau anggur segelas lagi, Olaf"
"Tentu saya." Dia memanggil pelayan, dan gelasnya diisi kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di rumah," Mary bicara dengan meyakinkan, "aku tak pernah minum anggur." Diangkatnya gelasnya dan diteguknya isinya. "Ah, nyatanya aku memang tak pernah minum apa-apa." Kata-katanya mulai tak terkendali.
"Tentu saja tidak termasuk air putih." Olaf Peterson memandanginya, tersenyum.
Di meja tengah, Duta Besar Rumania, Corbescue, berdiri "Ladies and
gentlemen para-hadirin yang terhormat"marilah kita mengangkat toast."
Ritus pun dimulai, Ada toast untuk Presiden Rumania, Alexandros Ionescu.
Ada toast untuk malam Alexandros Ionescu. Ada toast untuk Presiden dan
Wakil Presiden Amerika Serikat, untuk bendera Rumania dan bendera Amerika.
Bagi Mary, seakan ada beribu-ribu toast malam itu, Aku seorang duta besar, diingatkannya dirinya, ini tugasku.
Di tengah-tengah acara itu, Duta Besar Rumania berkata, "Saya yakin, kita semua ingin mendengar sepatah dua patah kata dari tamu kita yang
menawan, Duta Besar Amerika untuk Rumania."
Mary mengangkat gelasnya dan bersiap meneguk toast ketika tiba-tiba
disadarinya, dirinyalah kini yang jadi pusat perhatian. Sejenak dia tetap duduk diam, akhirnya dipaksanya dirinya berdiri. Berpegang pinggir meja, supaya tidak jatuh. Dia memandang mereka dan melambai. "Hai, kalian. Selamat bersenang-senang."
Belum pernah Mary merasa seriang itu. Semua yang hadir dalam ruangan
itu begitu ramah padanya. Semua tersenyum padanya. Bahkan ada yang
mengajaknya tertawa. Dia menoleh pada James Stickley dan menyeringai.
"Pesta ini hebat," katanya. "Saya suka Anda bisa datang." Dengan mengempaskan badan Mary terduduk di kursinya dan berpaling pada Olaf
Peterson. "Mereka memasukkan sesuatu ke gelas anggurku,"
Pria itu menggenggam tangannya. "Saya pikir yang Anda butuhkan adalah sedikit udara segar. Di dalam sini sangat sumpek,"
"Yeah. Sumpek. Yang benar, saya merasa pusing."
"Man saya antarkan ke luar." Dibantunya Mary berdiri, dan Mary heran, betapa sulitnya berjalan dengan anggun.
James Stickley sedang sibuk berdiskusi dengan tamu di sebelahnya dan tak
melihat Mary meninggalkan meja. Mary dan Olaf Peterson melewati meja Mike Slade, dan pria itu memandangnya dengan kening berkerut.
Dia iri, pikir Mary. Mereka tak memintanya untuk pidato.
Dia berbisik pada Peterson, "Kau tahu kan mengapa dia begitu" Dia ingin menjadi duta besar. Dia tak tahan melihatku dipilih jadi duta besar"
"Siapa yang kaumaksud?" tanya Olaf Peterson.
"Tak penting. Dia bukan orang penting,"
Kini mereka berdiri di luar. Angin dingin menerpa mereka. Mary bersyukur
karena tangan Olaf menopangnya. Segalanya nampak kabur.
"Aku ditunggu Limousine," kata Mary.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biarkan saja. Suruh sopirnya pulang," usul Olaf Peterson. "Kita akan ke apartemenku untuk ngobrol sejenak."
"Jangan anggur lagi."
"Tidak, tidak. Cukup sedikit brandy untuk menetralkan isi perutmu."
Brandy. Di buku-buku semua orang terkenal minum brandy. Brandy dan
soda. Itu pula yang biasa diminum Cary Grant.
"Dengan soda?" tentu saja."
Olaf Peterson membantu Mary naik ke taksi dan menyebutkan sebuah
alamat kepada sopir. Ketika mereka berhenti di depan sebuah apartemen yang luas, Mary memandang Peterson, bingung. "Di mana kita?"
"Kita di rumah," jawab Olaf Peterson. Dirangkulnya Mary ketika akan turun dari taksi, karena wanita itu hampir terjatuh.
"Aku mabuk, eh?"
"Tentu saja tidak," hibur pria itu.
"Rasanya aneh."
Peterson membawa Mary ke lobi gedung itu dan memencet tombol lift.
"Sedikit brandy akan membuatmu enak."
Mereka masuk ke dalam lift dan Olaf menekan tombol.
"Tahukah kau, aku ini orang yang tak pernah minum minuman keras"
Maksudku?" "Tidak. Aku tak tahu itu."
"Sungguh!" Peterson mengelus lengannya yang telanjang.
Pintu lift terbuka, dan Peterson membimbing Mary keluar.
"Tahukah kau, lantai ini tidak rata?"
"Aku akan menjagamu," janji Olaf.
Dirangkulnya Mary dengan sebelah tangan sementara tangannya yang lain
mencari-cari kunci di sakunya dan dibukanya pintu apartemennya. Mereka
melangkah masuk. Apartemen itu remang-remang. "Gelap benar di sini" kata Mary.
Olaf Peterson memeluknya. "Aku suka gelap, kau juga kan?"
Benarkah" Mary tak yakin.
"Kau wanita yang sangat cantik. Tak sadarkah kau?"
"Terima kasih. Dan kau pria yang amat tampan."
Didudukkannya Mary di atas sofa. Mary merasa pusing dan kacau. Bibir Olaf menyentuh bibirnya dan dirasanya tangan pria itu merayap ke pangkal
pahanya. "He, apa yang kaulakukan?"
"Relax. Pasti akan nikmat sekali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang nikmat. Tangannya mengusap lembut, seperti tangan Edward. "Dia dokter yang hebat," kata Mary.
"Aku percaya." Kini Olaf menindih tubuhnya.
"Oh, ya, sungguh. Siapa saja yang butuh operasi selalu mencari Edward."
Kini dia terbaring di sofa, tangan itu mengusap dan mengelusnya. Gaunnya
tersingkap. Tangan Edward. Mary memejamkan matanya dan merasakan bibir
pria itu menciumi tubuhnya"makin ke bawah"bibir yang lembut, dan lidah
yang lembut. Lidah Edward memang lembut. Sungguh nikmat. Mary tak ingin
bibir dan lidah itu berhenti mencumbunya.
"Oh, nikmati sekali, Kekasih," desahnya. "Peluklah aku. Oh, peluklah aku."
"Ya, ya. Sekarang." Suaranya serak. Tiba-tiba kasar. Bukan suara Edward.
Mary membuka matanya dan menatap wajah seorang pria asing. Ketika
dirasanya kejantanan pria itu mulai masuk ke dalam dirinya, dia menjerit.
"Tidak! Oh, hentikan!"
Dia berguling menjauh dan jatuh ke lantai. Terhuyung-huyung dicobanya
berdiri. Olaf Peterson terbelalak memandangnya. "Tapi..."
"Tidak!" Dengan liar matanya menjelajahi isi apartemen itu. "Maaf," katanya. "Saya telah membuat kesalahan. Saya tak ingin Anda berpikir bahwa saya..."
Dia berpaling dan berlari ke pintu. "Tunggu! Setidaknya akan saya antarkan Anda pulang."
Mary telah kabur. Mary menyusuri jalan yang sepi, menguatkan diri menahan terpaan angin
yang sedingin es, dan dia merasa malu pada dirinya sendiri. Betapa dia telah mencorengkan aib di keningnya sendiri. Tak ada alasan yang dapat
menolongnya. Tak ada. Dia telah merusak kehormatannya sendiri. Dan dengan cara yang konyol! Dia telah membiarkan dirinya mabuk di depan separuh corps diplomatik yang ada di Washington, mau saja dibawa ke apartemen pria yang tak dikenalnya, dan hampir saja membiarkan pria itu menidurinya. Besok pagi dia pasti menjadi sasaran empuk penulis-penulis gosip di Washington.
Ben Cohn mendengar cerita itu dari tiga orang yang berbeda yang juga hadir pada jamuan makan malam di Kedutaan Rumania itu. Dia mencari-cari di
seluruh koran terbitan Washington dan New York. Tak satu pun yang
menyebut-nyebut insiden itu. Seseorang telah memeti-eskan kasus itu. Pasti seseorang yang sangat berkuasa.
Cohn duduk di biliknya yang sempit, yang disebut kantor oleh para kuli
tinta. Dia sibuk berpikir. Dia memutar nomor Ian Villiers. "Halo, Tuan Villiers ada?"
"Ya. Dengan siapa ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ben Cohn." "Tunggu sebentar." Gadis itu kembali semenit kemudian. "Maaf sebesar-besarnya, Tuan Cohn. Tuan Villiers rupanya baru saja pergi lagi."
"Kapan saya bisa menghubunginya kembali?"
"Maaf, hari ini Tuan Villiers sibuk sekali."
"Baiklah." Diletakkannya pesawat itu dan diputarnya nomor seorang wartawan gosip yang bekerja di koran lain. Tak ada yang terjadi di Washington tanpa dia tahu atau setidaknya mendengar ceritanya.
"Linda," katanya, "bagaimana cuaca hari ini?"
"Plus ga change, plus c'est la mime chose."
"Ada sesuatu yang menarik yang terjadi di pusat pusaran air ini?"
"Tidak, Ben. Semua tenang-tenang saja." .
Dengan nada biasa dia berkata, "Kudengar semalam ada sesuatu di
Kedutaan Rumania, ya."
"Oh, ya?" Suara Linda tiba-tiba jadi waspada
"Uh. Apa kaudengar sesuatu tentang Duta Besar untuk Rumania, yang
baru?" "Tidak. Aku harus pergi sekarang, Ben. Ada interlokal."
Hubungan diputuskan. Ben memutar nomor telepon temannya di Departemen Luar Negeri. Ketika
sekretaris kawannya telah menghubungkannya, dia berkata, "Hello, Alfred."
"Benjie! Ada apa?"
"Ah, sudah lama kita tidak ngobrol-ngobrol. Bagaimana kalau kita makan siang bersama?"
"Boleh. Kau sedang menggarap apa, sih?"
"Sebaiknya nanti saja kukatakan, kalau kita sudah ketemu."
"Cukup adil. Kebetulan hari ini aku tidak penuh. Kau ingin kita ketemu di Watergate?"
Ben Cohn ragu-ragu sejenak. "Di Mama Regina saja, Silver Spring."
"Itu kan terlalu jauh."
Ben berkata, "Ya."
Hening sejenak. "Aku mengerti."
"Jam satu, ya?"
"Baik." Ben Cohn sudah duduk di meja, di sudut restoran ketika tamunya, Alfred
Shuttleworth, datang. Tony Sergio, pemilik restoran, mengantarkan tamunya itu ke mejanya. "Mau minum apa, gentlemen" Shuttleworth pilih Martini.
Untukku, tak usah," kata Ben Cohn.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Alfred Shuttleworth adalah seorang pria setengah baya, pucat, nampak tidak sehat, dan bekerja di Seksi Eropa di Departemen Luar Negeri. Beberapa tahun yang lalu, dia terlibat dalam kasus kecelakaan lalulintas karena mabuk ketika menyetir, dan Ben Cohn ditugaskan oleh korannya untuk meliput kejadian itu.
Karier Shuttleworth rerancam, dan Cohn tak jadi memuat cerita itu.
Shuttleworth menunjukkan rasa terima kasihnya dengan memberi berbagai
informasi pada Ben, dari waktu ke waktu.
"Aku butuh bantuanmu, Al."
"Katakan saja. Kubantu sebisaku."
"Aku ingin tahu informasi dari dalam mengenai Duta Besar untuk Rumania."
Dahi Alfred Shuttleworth langsung berkerut. "Apa maksudmu?"
"Tiga temanku bilang bahwa dia semalam mabuk di jamuan makan malam
di Kedutaan Rumania, dan membiarkan dirinya dibawa lelaki Swedia"di depan semua orang penting di Washington. Dan, kau sudah baca koran pagi ini, atau koran yang terbit siang ini?"
"Ya. Mereka menyebut-nyebut jamuan di kedutaan itu, tapi sama sekali tak menyinggung Mary Ashley."
"Tepat. Silver Blaze."
"Apa?" "Sherlock Holmes. Anjingnya tidak menggonggong. Anjing itu dibungkam.
Mengapa para penulis gosip tak mau menelan cerita manis ini" Seseorang
telah membunuh cerita itu. Seseorang yang amat penting. Jika VIP lain yang bertingkah seperti dia, ah... orang-orang koran pasti akan dapat panen besar."
"Tak harus begitu jalan ceritanya, Ben."
"Al, dia itu seperti Cinderella dari kampung. Dengan lambaian tongkat sakti Presiden, tiba-tiba berubah jadi Grace Kelly, Putri Diana, dan Jacqueline Kennedy digabung jadi satu. Ya, dia memang cantik, kuakui itu"tapi tak
cukup cantik untuk itu. Dia memang cerdas"tapi tak cukup hebat untuk itu.
Menurut jalan pikiranku yang sederhana, menjadi dosen ilmu politik di Kansas State University tidak berarti bahwa dia lalu cukup cakap untuk menjadi duta besar untuk negara yang paling 'panas' di dunia. Dan masih ada lagi yang lain.
Aku telah terbang ke Junction-City dan bicara dengan sheriff di sana."
Alfred Shuttleworth meneguk habis sisa Martini-nya. "Kurasa aku butuh segelas lagi. Kau membuatku gugup."
"Silakan," Ben Cohn memesan martini lagi.
"Lanjutkan," kata Shuttleworth.
"Nyonya Ashley menolak tawaran Presiden karena suaminya tak mungkin
meninggalkan prakteknya. Kemudian Dr. Edward terbunuh dalam kecelakaan
yang disengaja. Voila! Nyonya Ashley pun lalu terbang ke Washington, dalam perjalanan ke Bucharest. Tepat dan sesuai dengan rencana semula. Rencana
seseorang." "Rencana" Siapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah pertanyaannya."
"Ben"apa dugaanmu sebenarnya?"
"Aku tak punya dugaan apa-apa. Biar kuceritakan apa dugaan Sheriff
Munster. Katanya, aneh sekali bahwa tiba-tiba, entah dari mana, muncul enam saksi mata pada saat yang tepat untuk menyaksikan bagaimana kecelakaan itu terjadi. Dan malam itu turun hujan salju yang membekukan. Dan, apa kau
masih ingin dengar cerita yang lebih ajaib lagi" Saksi mata itu semuanya
kemudian menghiiang. Semuanya."
"Lanjutkan." "Aku pergi ke Fort Riley, untuk bicara dengan sopir truk yang menggilas Dr.
Ashley." "Apa katanya?" "Tak bilang apa-apa. Dia sudah mati. Serangan jantung. Umurnya baru dua
puluh tujuh." Alfred mengusap-usap bibir gelasnya. "Pasti ada lagi cerita lain."
"Oh, ya. Banyak. Aku pergi ke kantor CID di Fort Riley untuk mewawancara Kolonel Jenkins, perwira yang menangani penyelidikan militer untuk kasus
sipil, boleh dibilang dia saksi mata juga. Kolonel itu tak ada lagi di sana. Dia sudah dipromosi dan dipindahkan ke lain tempat. Sekarang pangkatnya mayor jenderal, bertugas di luar negeri, entah di mana. Tak ada yang tahu."
Pedang Semerah Darah 2 Kitab Mudjidjad Lanjutan Bocah Sakti Karya Wang Yu Sakit Hati Seorang Wanita 7

Cari Blog Ini