Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono Bagian 2
84 arab bibirnya, Dan kemudian sebelum aku sempat berpikir apa yang akan
dilakukannya, tiba-tiba saja jemariku sudah dikecupinya dengan 'mesra
semen?tara matanya yang berkilauan menatapku tanpa
berkedip. . Aku tersentak kaget. Kurasakan betapa bibirnya yang hangat itu mengecupi
jemariku yang sebagian temoda oleh eipratan jus yang sedang kukerjakan.
Bencinya aku, perbuatan laki-laki itu sempat mern?buat jantungku berdebardebar sehingga aku men?jadi marah kepada diriku sendiri. Dengan perasaan
panik sebelum jantungku lebih bertalu-talu Iagi, cepat-cepat kusentakkan
tanganku kuat-kuat sehing?ga akhirnya terlepas juga dati genggaman lelaki
itu. "Kau ... kau. .. benar-benar laki-laki hidung be?lang!" bentakku dengan
terengah-engah. "Sekarang, keluar kau dati ramah ini!"
"Oke... oke ... " Gatot mundur dati hadapanku.
Tetapi bibirnya masih tersenyum-senyum. "Aku akan pergi. Tetapi izinkanlab
aku mengucapkan te?rima kasih. Jus yang kucicipi dati tanganmu yang indah
itu teras a jauh lebih manis, lebih nikrnat, daripada jus mana pun yang pemah
aku minum. Sekali lagi, terima kasih."
www.ac-zzz.tk "Keluar kau, bawa kata-kata gombalmu itu!" aku mulai berteriak, semakin
panik. Panik karena adar kemarahan yang kutumpahkan itu sebenarnya tertuju kepada diriku
sendiri. Aku cema sekali kalau-kalau Gatot dapat merasakan perasaanku yang
sebenarnya. Bahwa, aku sempat takjub diperlakukan semesra itu olehnya.
"Keluar!" "Oke, oke. Aku akan keluar .. .," Dengan gerak terbirit-birit yang sengaja ia
perlihatkan kepadaku, Gatot meninggalkanku sendirian.
Kupejamkan mataku, merasa diriku kacau-balau dan frustrasi karen a hatiku
mengkhianati diriku sendiri tadi. Kenapa lelaki kurang ajar yang tak tabu malu
itu marnpu membuat dadaku berguncang waktu bibirnya mengecupi jemari
tanganku" Kena?pa bukannya kemuakan atau rasa jijik yang muncul di sana"
Ya Tuhan, sudah gilakah aku sehingga tak lagi mampu melihat dan berpikir
secara jernih, obyektif, dengan kepantasan yang seharusnya"
Ah, sial an kau, Gatot. AIm benar-benar bend padamu yang telah membuatku
begini. http:ebukita.wordpress.comhttp:ebukita.wordpress.comEmpat
http:ebukita.wordpress.comSUDAH sejak awal aku tidak menyetujui
hubungan Tina dan Gatot. Dan kemudian semakin aku me?ngenal Gatot, rasa
tidak setuju itu semakin mening?kat derajatnya. Selama ini berulang kali aku
ingin merenggut Tina dati cengkeraman pesona laki-laki itu. Tetapi sekarang,
perasaan tidak setuju, perasaan khawatir tatkala rnenyaksikan hubungan
mereka yang semakin hari semakin akrab itu sudah men?capai puncaknya.
Sernenjak peristiwa yang kualami dengan Gatot di dapur beberapa hari yang
lalu, hatiku menjadi amat gelisah dan takut kalau-kalau Tina menjadi lupa diri
kemudian masuk perangkap laki-laki kurang ajar itu. Dia bukan orang
baik?baik. Dia kurang ajar dan kesetiaannya patut diper?tan y aka 11. Bahkan
menurut pendapatku, laki-laki itu juga patut diragukan kebagu an budi dan
kesa?daran moralnya. Bayangkan, terhadapku, kakak ke?kasihnya, dia pun
berani ber ikap kurang ajar dan menggoda. Rasanya kalau orang normal, eli
mana pun eIi dunia ini tak ada scorang laki-laki baik yang berani menciumi
jemari tangan eaton kakak iparnya dengan semesra itu.
Setelah beberapa bari lamanya aku berada dalam keadaan: bimbang, resah,
dan tertekan, akhimya kuputuskan unuk mengadukan kelakuan Gatot itu
kepada Bapak. Hanya kepada beliaulah aku meng?barapkan bantuan untuk
menginsafkan Tina dan membuka mata adikku itu bahwa laki-laki bemama
Gatot itu bukan seorang calon suami yang baik dan cocok untuknya.
"Pak, ada sesuatu yang .saya ingin bicarakan de?ngan Bapak," begitu kataku di
suatu kesempatan berduaan dengan ayahku.
www.ac-zzz.tk "Tentang?" "Tentang Tina dan Gatot." Aku langsung menga?takan apa yang selama ini
kukhawatirkan. Dan akhirnya meskipun dengan perasaan malu, kuceri?takan
apa yang terjadi di dapur beberapa hari lalu. "Jadi Bapak harus melakukan
sesuatu agar Tina tidak sampai jatuh ke tangan lelaki seperti itu, Hanya
Bapak saja yang bisa kuharapkan. Ibu tak berhasil menginsatkan Tina, bahkan
sepertinya me?restui hubungan rnereka!"
Seperti yang sudah kuduga, setelah mendengar penuturanku, ayahku yang
sangat memperhatikan dan menyayangi keluarga itu bangkit amarahnya.
"Apakah hal itu sudah kauceritakan kepada ibu?mu?" tanyanya dengan alis
bertaut dan wajah me?rona merah menahan amarah.
"Belum, Pak. Sebab rasanya akan sia-sia saja.
Ibu begitu mempercayainya. Dan kelihatannya juga sudah berharap banyak
pada laki-laki yang diang?gapnya sebagai calon menantu paling hebat itu.
Ibu tidak melihat bahwa Gatot adalah serigala ber?bulu domba!" aku
menjawab sengit. "Aneh sekali. Biasanya ibumu tidak seperti itu," gumam Bapak. "Ingatkah kau,
Ambar, bagaimana sikap ibumu itu terhadap Bram di awal-awal hu?bungan
kalian beberapa tahun yang lalu?"
"Ya .... " Apa yang dikatakan, oleh Bapak memang perlu kugarisbawahi. Dulu di awalawal hubungan cintaku dengan Bram, Ibu sangat cermat mengikuti
perkem?bangan hubungan karni. Kalau Bram datang ke ru?mah, Ibu sering kali
menanyakan ini dan itu yang tujuannya adalah mengorek seluruh latar
belakang pemuda itu. Perlu waktu cukup lama sampai Ibu bisa bersikap manis
dan menaruh rasa percaya ke?padanya.
Tetapi tidak demikian sikap Ibu terhadap Gatot.
Daya tarik laki-Iaki itu telah mempengaruhinya dan membuatnya kehilangan
kewaspadaan. Sesuatu yang
ebenarnya bisa kumengerti, ebab sesungguhnya, kalau aku mau jujur, diriku
pun tidak terlaLu berbeda jauh dengan Ibu. Tidak biasanya aku bisa
kehi?langan akal sehat. Sampai-sampai aku tidak tabu ba?gaimana seharusnya
menunjukkan kernarahanku atas perlakuan Gatot yang terang-terangan telah
meleebkan diriku itu. Padahal biasanya jangankan tangan laki-Iaki sampai bisa
mengusap atau mencubit pipiku, baru mengucapkan kata-kata yang bersifat
"miring?miring" sedikit saja aku sudah memperlihatkan keti?daksetujuanku.
Baik dengan perkataan maupun de?ngan sikap atau mimik muka yang pasti
www.ac-zzz.tk membuat seseorang yang bermaksud menggangguku akan mundur teratur. Dan
sarna seperti ibuku, man atau tidak aku telah dipengaruhi pula oleh daya
tariknya yang rnernang bisa dikatakan luar bias a itu. Sunggub, betapa
berbahayanya lelaki seperti Gatot itu. Khu?susnya bagi Tina. Ibuku yang
sudah banyak rnakan asam garam kehidupan saja bisa kebilangan
kewas?padaannya. Terutama yang berkaitan dengan diriku rnaupun dengan
Tina. "Pak, justru karena sikap lunak Ibu-lah saya ce?ritakan apa yang terjadi itu
kepada Bapak dan bu?kan kepada Ibu. Bapak barus segera turun tangan
sebelum segalanya terlambat," kataku Jagi.
"Baik, Bapak akan segera rnenyelesaikan per?soalan ini seeepatnya. Ibumu
harus bisa bersikap tegas terhadap Gatot dan melindungi Tina dari hal-hal
yang tidak kita inginkan," jawab Bapak, rnasih dengan suaranya yang
mengandung amarah. "Kita . tidak usah merasa sungkan banya karena Gatot
bertetangga baik dengan keluarga kita!"
"Betul, Pak. Bapak harus bisa menginsafkan Tina dan mernbuka mata Ibu!"
kusarnbut jan:ji Ba?pak dengan penuh harapan.
"Ya. Untuk tahap permulaan, Bapak akan bicara lebih dulu dengan ibumu, lalu
dengan Tina. Sesu?dah itu barn dengan Gatot," kata ayahku lagi. "Tetapi ini
memang bukan sesuatu yang mudah, karen a selarna ini Bapak pun terkeeoh
oleh pe?nampilan Gatot. Bapak benar-bcnar tidak menyang?ka bahwa laki-laki
itu rnempunyai watak buruk se?perti yang kaututurkan tadi!"
"Yah, itulah bukti bagaimana jenis manusia se?maeam ini merupakan makhluk
yang paling sulit dimengerti karena penuh dengan kepura-puraan dan
kemunafikan!" "Betul. Berbulan-bulan lamanya Bapak dan Gatot bergauJ dengan baik,
mengobrol berjam-jam lama?nya daJarn suasana yang enak dan akrab pula.
Se?jujurnya, selain rnerasa coeok dengannya, Bapak juga menyukainya.
Pengetahuannya luas. Biearanya menyenangkan. Dan sepengetahuan Bapak
selama ini, sifatnya juga baik. Kalau bukan kau yang rneneeritakan len tang
peristiwa di dapur itu, pasti Bapak tidak akan mempercayainya. Itu benarhenar di luar pengenalan Bapak atas dirinya selama
ini .... " "Itulah yang saya katakan tadi bahwa dia itu eperti serigala berbulu domba,
Pak. Jadi Bapak harus segera bertindak untuk menyelarnatkan Tina!"
"Ya, baiklah." Percakapanku dengan Bapak bari itu memberi rasa lega dalam hatiku. Aku
kenal betul cara ber?pikir Bapak. Aku banyak menuruni sifat dan alam
www.ac-zzz.tk pikirannya. Jadi aku juga yakin, Bapak akan me?nyeJesaikan masalah itu
dengan caranya yang seJalu pas ebagaimana biasanya kalau beliau menangani
uatu persoalan. Mudah-rnudahan saja Ibu bisa lc?bih terbuka pikirannya dan
mudah-mudahan pula Tina tidak lagi terjerat cinta buta, cinta yang me?nutupi
segala sesuatu yang seharusnya patut dilihat dan diperhatikannya.
Harapan besar itu membuatku agak terIena selama beberapa saat
lamanya.P,fkiranku tidak lagi banyak tersita oleh hal-hal yang menyangkut diri
Gatot dan Tina. Dengan demikian, akn dapat be?kerja dengan Iebih tenang di
kantor, dan membiar?kan kesibukan yang menjadi tugasku sehari-hari
menyerap tenaga dan pikiranku seperti semula se?belum peristiwa gonjangganjing hatiku itu terjadi.
Namun sesudab satu minggu berlalu dan tidak ada" tanda-tanda perubahan
apa pun dalam kehi?dupan kami sehari-hari, pikiranku mulai lagi tertuju
kepada Tina dan kekasihnya yang kurang ajar itu. Sebab hampir setiap petang
aku rnelihat mereka berdua duduk dengan manis dan mesra di teras depan
atau di depan televisi, seolah Gatot sudab menjadi bagian keluarga kami.
Sering kali aku ha?rus menahan perasaanku kuat-kuat agar tidak me?nuding
hidungnya dan mengusir dia dari rumah ini. Dan sering kali pula aku harus
menahan did mati-marian agar tidak memperlihat-kan rasa muak dan
kebencianku terhadap laki-laki itu.
Ah, apakah Bapak. belum sempat mengatakan apa yang kami bicarakan minggu
lalu itu kepada Ibu dan Tina" Kalau sudah, mengapa sikap Ibu kepada Gatot
tetap saja sehangat semul~" Muak sekali aku melihat bagaimana Ibu dengan
manisnya mengeluarkan apa saja yang ada di atas meja sudut ruang makan,
tern?pal beberapa stoples berisi rnakanan kecil ditempat?lean. Rasanya aku
tidak. rela melihat Gatot mengarnbil penganan atau kue-kue kesayanganku itu.
Bahkan juga aku sempat memergoki sikap Bapak yang rna?sib saja akrab
terhadap laki-laki itu, seolah aku tak pemah menceritakan apa pun mengenai
kelakuannya terhadapku, putri kesayangannya ini. Atau apakah jangan-jangan
Bapak tidak mempercayai, apa yang kukatakan itu"
Pada suatu malam ketika dari kamarku aku mendengar Bapak mengizinkan
Tina pergi jalan?jalan lagi bersama Gatot, aku tak mampu menahan diriku
lebih lama lagi. Aku juga tak bisa lagi membiarkan dadaku bergejolak oleh api
amarah dan berdiam diri di batik kaca jendela kamarku, menyaksikan
kepergian mereka. Rasanya aku seperti melihat Gatot membawa pergi Tina ke
tepi jurang yang berbabaya sementara kulihat pula Bapak dan Ibu malah
membiarkannya. www.ac-zzz.tk Maka begitu melihat jip putih itu menghilang dari pandangan mata, aku
langsung keluar menemui Bapak. . "Bapak sudah berbicara dengan Ibu"' tanyaku kepadanya.
"Ya, sudah." "Dan kenapa Bapak dan Ibu masih saja mem?biarkan Tina dibawa pergi oleh
serigala berbulu domba itu?" . Bapak menatapku beberapa saat lamanya. Air mukanya tampak tenang dan
menyejukkan. Matanya ber orot lembut, seolah hendak memintaku bersikap
abar dan penuh pengertian, Tentu saja, aku merasa jengkel karenanya,
) Kenapa begitu, Pak?" aku bertanya lagi dengan pera aan tak sabar.
"Karena ternyata penilaianmu dan juga penilaian
Bapak ketika barn mendengar ceritamu ten tang peristiwa di dapur itu,
terlalu subyektif dan agak berlebihan. Kurang melihat sisi lain yang juga perlu
diperhitungkan," sahut Bapak kemudian.
Aku tertegun. Mulutku nyaris temganga, 'tidak menyangka akan mendengar
jawaban seperti itu dari mulut laki-laki yang paling kuhormati karena
kearifannya yang dalam itu.
"Apa, Pak" Penilaian kita bersifat subyektif?" akhirnya aku mampu bersuara
lagi. Namun sulit bagiku menyembunyikan nada kecewa yang ada dalam
suaraku. "Ataukab Bapak tidak mempercayai cerita saya waktu itu?"
"Bapak mempercayai ceritamu itu, Nduk." Se?raya tersenyum lembut, Bapak
menepuk pundakku. "Tetapi harus kita akui babwa emosi sering kali
menyebabkan kita tidak bisa bersikap obyektif Jadi, terus terang saja Bapak
meragukan penilaian?mu terhadap Gatot. Apalagi karen a Bapak sendiri sudah
berbicara empat mata dengannya sewaktu ibumu tidak menyetujui saran
Bapak agar men?jauhkan Tina dari pemuda itu. Lebih dari satu jam lamanya
Bapak berbincang-bincang dengannya."
"Di mana" Saya kok tidak tahu!" . "Di rumahnya."
"Dan ... ?" Bapak pasti tahu apa yang tersirat dari satu suku kata yang
kulontarkan dengan pan?dangan bertanya itu.
"Waktu itu Bapak langsung menegur kelakuannya yang tak pantas terhadapmu.
Kemudian Bapak juga mengatakan bahwa sebaiknya ia mundur saja
dari keinginannya untuk menjadikan Tina sebagai kekasihnya dengan pelbagai
rnacam alasan yang masuk akal. Antara lain masalah perbedaan usia mereka
yang cukup besar. Dan lebih dari itu ada?lab karena perbuatannya
terhadapmu yang tak pan?tas dilakukan oleh seorang Ielaki baik-baik."
www.ac-zzz.tk "Lalu apa katanya?"
"Yah, dia lalu memberi banyak alasan yang cu?kup masuk aka! dan bisa Bapak
terima ... " Perkataan Bapak terhenti karen a kusela.
"Tetapi, Pale .. "
Ingin sekali aku rnernuntahkan rasa tak puas dan frustrasiku. Tak bisa
kumengerti kenapa Ba?pak bisa berkata seperti itu seolah Gatot cuma
melakukan kesalahan kecil yang tak berarti. Pada?hal dia telah melanggar
prinsip hidupku, Seka?rang, mengertilah aku kenapa sampai saat ini Iaki?laki
itu masih saja bebas berkeliaran di rumab kamL
Tetapi sebelum rasa tak pua itu kumuntahkan, Bapak ganti memo tong
perkataanku dengan mele?takkan jari telunjuknya pada bibirku sarnbil
terse?nyurn menyabarkan. "Iunggu dulu," katanya kemudian. "Bapak belum elesai berbicara."
"Baiklah, lanjutkan, Pak," sahutku dengan pe?rasaan apa boleh buat. Bukankah
aku ingin tahu eluruh kejadiannya" Kalau Bapak tak kuberi kesempatan,
bagaimana mungkin aku dapat rnenge?tahui apa hasil pembicaraannya dengan
Gatot" "Pokoknya waktu itu Bapak terang-terangan mengatakan padanya tentang
semua keberatan kita terhadap hubungannya dengan Tina," Bapak
me?lanjutkan. "Alasan yang Bapak paparkan juga kuat, jelas dan masuk akal.
Bukan mengada-ada. Tetapi sesudah berbicara panjang-lebar dari bati ke
hati, akhirnya Bapak mengetahui bahwa kekbawatiran dan penilaian negatif
kita terhadapnya itu agak berlebihan. Dia tidaklah seburuk apa yang kelihatan
di permukaan. Lagi pula ... "
"Apa maksud Bapak dengan mengatakan bahwa penilaian kita itu agak
berlebihan?" aku memotong lagi perkataan Bapak. Tak tahan hatiku hanya
te?tap diam mendengarkan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinanku itu.
"Setelah mendengarkan alasan-alasan yang di?kernukakannya, yaitu mengenai
perasaan-perasaan?nya, reneana hidupnya, dan juga penuturan-penu?turan,
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan dirinya, Bapak mulai melihat sisi lain
dirinya." "Apa misalnya" Apakah itu dari hatinya yang terdalam?" aku bertanya dengan
sengit. "Bapak ja?ngan mempereayainya begitu saja."
Mendengar kata-kataku, Bapak tersenyum penuh pengertian.
"Bapak mengerti perasaanrnu, Ambar. Tetapi Ba?pak juga memaharni ilia
setelah kami bicara tentang bermacam hal mengenai dirinya," katanya
kemu?dian. "Mernang, dia itu sembrono. Dan itu diakui?nya. Keinginannya
Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
www.ac-zzz.tk untuk menjalin keakraban dan rasa persaudaraan dengan kita itu kurang pas
cara?nya. Bahkan agak berIebihan dan bisa menimbulkan
salah tafsir atau kekeliruan pengertian bagi orang yang diakrabinya. Maka
rnelalui Bapak, dia menga?takan penyesalannya telah membuarmu merasa
ter?singgung. Katanya, dia tidak bermaksud kurang ajar. Dia hanya ingin
berakrab-akrab denganmu sebagai seseorang yang diharapkannya menjadi
ca?Ion kakak iparnya. Meskipun kau lebih muda empat tahun lebih, tetapi dia
ingin menjadikanmu sebagai seorang kakak yang akrab dengannya. Dan apa
yang terjadi di dapur itu hanyalah salah satu cara dia memperlihatkan
keakrabannya." "Dan Bapak mempercayainya?" aku mernotong lagi. Kali ini dengan suara
meninggi dan dengan amarah yang mulai menggurnpal di dada.
"Setidaknya, Bapak mempercayai ketulusan ha?tinya. Kedua belah matanya
seperti jendela yang bisa Bapak singkap untuk menjcnguk isi dadanya. Bapak
menangkap kejujuran dalam dirinya. Dia n:emang tidak bermaksud kurang ajar
terhadapmu. Sikap akrab seperti .yang diperlihatkannya kepada?mu itu belum
pernah sekali pun ditujukan kepada orang lain. Dia hanya rnau menunjukkan ra
a peraudaraan denganmu karena kau kakak kandung Tina. Itu saja.
"Tetapi pak apa yang dilakukannya sungguh kurang aJar!".
"Memang caranya memperlihatkan keakraban itu rurang pas, Nduk. Dia juga
mengakui itu. Bahkan dia juga berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,"
ahut Bapak. "Katanya, tidak ada mak ud lain ke?uali ingin akrab denganmu.
Sebab di rumah ini hanya kau saja yang tidak pernah menunjukkan si?kap
manis terhadapnya. Percayalah."
Aku terdiam. Kutatap wajah Bapak dengan se?luruh kecermatan mataku. Kalau
aku tidak men?dengar sendiri perkataan Bapak, pasti aku tidak akan percaya
Bapak bisa berkata seperti itu tentang Iaki-laki yang pernah kurang ajar
kepadaku. "Sudahlah, Sayang, jangan memperbesar masa?lab." Bapak rnenepuk lagi
bahuku dengan lembut dan penuh kasih. "Ya?"
Aku diam saja. Air muka Bapak begitu tenang.
Begitu santai. Bahkan sikapnya menunjukkan keyakinan pada apa yang telah
dikatakan kepadaku tadi. Aku benar-benar takjub bahwa ternyata ayahku
yang biasanya selalu teliti, cermat, dan hati-hati dalam banyak hal bisa
semudah itu terkecoh oleh Gatot. Bahkan Bapak juga tidak bisa menangkap
bahwa alasan-alasan yang dikemukakan oleh laki?laki itu cuma gornbal belaka.
Mana ada sih ingin menjalin keakraban dengan kakak kekasihnya kok dengan
mencubit pipi, menowel dagu, memuji?muji dengan cara khusus, dan menciumi
www.ac-zzz.tk jemarinya dengan sedemikian me fa. Meski pengalamanku berpacaran tidak
banyak, aku masih bisa menang?kap apa yang tersirat di mata Gatot di dapur
wak?tu itu. Bola matanya begitu berkilauan, mengandung entah itu
kernesraan, entah pula godaan atau malah nafsu, tetapi jela sekali
memperlihatkan kenakalan seorang lelaki yang banya ditujukan kepada
perempuan. Sama sekali bukan keakraban yang bersifat persaudaraan.
Ya Tuhan, betapa besamya kekuatan daya tarik dan daya pikat Gatot, sampaisampai ayahku yang padat pengalaman hidup itu bisa berubah pendapat dan
mengganti kemarahannya dengan maaf dan penerimaan yang menurutku sudah
melewati takaran yang semestinya.
Merasa kecewa berat atas kenyataan itu, aku tak sanggup berkata apa-apa
lagi. Jadi kuputuskan untuk tidak memperpanjang masalah itu. Biarlah ayahku
tak lagi berusaha melepaskan Tina dari Gatot dan biarlah pula ibuku
membiarkan saja anak gadisnya yang cantik itu tergila-gila kepada seorang
lelaki yang lebih pantas berpacaran dengan perempuan yang cukup gila, yang
bisa tetap cuek bila suatu saat dikhianati demi perempuan idaman lain.
Pokoknya, aku sebagai kakak tertua dan juga anak tertua dalam keluarga ini
akan terus berjuang rnenyelamatkan Tina dengan kekuatan tangan dan kakiku
endiri. Hanya ayangnya, aku belum mempunyai kesempatan untuk berbicara berdua
saja dengan Gatot Memintanya lagi untuk menemuiku seperti waktu itu, aku
tak sudi. Pasti akan besar kepala dia, menganggap aku membutuhkannya dan
merasa diri?nya penting. Tidak, aku tak mau menernuinya de?ngan cara itu.
Kecuali tentu saja kalau itu meru?pakan suatu kebetulan.
Untungnya, kesempatan yang kutunggu-tunggu itu datang juga tanpa aku
harus memintanya untuk datang menjumpaiku seperti waktu itu. Sebab
tiba?tiba saja sore itu dia datang menrmuiku. Ketika itu jam kantor baru saja
bubar, Rupanya dia sudah lama menunggu di bawab dan duduk di ,dekat meja penerima tamu, karena
tiba-tiba saja =. su?dab berdiri di depanku begitu aku keluar dan lift.
"Hai," sapanya,
Karena aku turon bersama beberapa orang te?manku dan mereka masih
berada di dekatku, sapaan Gatot terpaksa kubalas.
"Hai." Tetapi suaraku terdengar dingin dan wa?jahku sengaja kubuat kaku
agar dia tabu aku ti~~ suka melihatnya. Bahkan kuangkat daguku sedikit
dengan sikap angkuh yang kusengaja.
"Kau tidak membawa mobil, kan?"
www.ac-zzz.tk Sialan. Tabu saja dia bahwa aku tidak membawa mobil dan juga tidak
menumpang mobil salab se?orang temanku. Memang sudah dua bulan ini mobil
antar-jemput yang kusewa bersarna teman-~mank~ itu tidak kami lanjutkan
lagi, Sebab senng kali pada sore bari, ada saja di. ant:rra kami yan~ tidak bisa
ikut pulang. Ada saja di antara kami yang mempunyai acara lain setelab jam
kantor. Atau terpaksa barns tinggal karena lembur. Dengan de?mikian kami
semua merasa rugi jika langganan mobil antar-jemput itu diteruskan. Kami
hams membayar penuh tetapi pemakaiannya sering sepa?ro-separo. Dan masih
pula mengeluarkan ,uang ekstra buat taksi atau kendaraan umum lainnya untuk
pulang ke rumah kembali. "Aku tabu kau tidak naik mobil hari ini," ku?dengar Gatot berkata lagi.
Aku meliriknya dengan perasaan jengkel yang tak kusembunyikan.
"Memangnya kalau aku tidak membawa mobil,' kenapa?"
Rupanya, dia juga tahu kalau belakangan ini aku sering membawa mobil
orangtuaku. Mobil kami ada dua. Yang satu dipakai Bapak ke kantor dan yang
lain milik bersama. Siapa pun boleh me?makainya. Karena saat ini aku yang
paling mem?butuhkan, prioritas utama ada padaku. Dan sesuai dengan
perjanjian, siapa yang paling banyak mema?kai mobil, maka biaya perawatan
harus dia yang menanggungnya. Terroasuk beli bensin. Kecuali Tina tentu
saja, yang beluro mempunyai pengbasil?an sendiri.
Hari ini mobil itu dipakai oleh Didik ke luar kota. Dia sudah bekerja sekarang.
Dan kantomya menugaskan dia ke Bogor untuk suatu urusan. Pe?muda itu
memilih naik mobil pribadi daripada mobil kantor. Entab apa alasannya aku tak
tabu. Yang jelas, hari ini aku pergi ke kantor dengan kendaraan uroum. Tetapi
heran, dari mana Gatot mengetabui hal itu.
"Karena kebetulan aku tabu kau tidak membawa mobil, aku ingin mengajakmu
pulang sama-sama," Gatot menjawab pertanyaanku tadi. "Bagaimana?"
"Aku tidak mau," sahutku ketus. "Di depan ana ada banyak angkutan umum
yang bisa kutum?pangi."
"Jangan jual mahal, Ambar." Gatot mengulurkan tangannya dan melingkari
lenganku dengan telapak tangannya. "Untuk apa naik kendaraan umum kalau
ada tetangga dekat yang bisa pulang bersama-sarna."
"Lepaskan tanganrnu!" aku mendesis pelan. Sungguh tidak enak kalau ada
temanku yang memergoki kedekatan fisikku dengan lelaki segan?teng Gatot.
Sebab besok pasti akan ada saja perta?nyaan danpandangan spekulasi yang
ditujukan ke?padaku. Dan itu bukan hal yang mengherankan karena selama ini
di mana-mana aku dikenal se?bagai gadis yang dingin dan tak ramah terhadap
kaum laki-laki. Bahkan untuk berteman dekat saja pun aku tak mau.
www.ac-zzz.tk "Tidak, aku tak akan melepaskan tanganku. Ke?cuali, kalau kau mau ikut
mobilku!" Gatot menja?wab tegas, seolab rnengetahui kekhawatiranku atas
kedekatan fisik kami. Dia mengancam tepat pada titik kelemahanku.
Semula aku ingin menolak ajakan Gatot dan se?kaligus juga menghindari
kedekatan fisikku dengan dia, tetapi tiba-tiba aku teringat kembali kepada
ren?canaku untuk bicara empat rnata lagi bersamanya. Bukankah selama
beberapa rninggu ini keinginanku untuk berbicara dengannya tak pernah
kcsampaian" Sekaranglah kesempatan itu. Dan ditawarkan oleh Gatot sendiri
pula. Kenapa barus kuto1ak"
"Baiklah," sahutku cepat-cepat. "Sckarang, le?paskan tangarunu itu. Aku
tidak uka dinilai mu?rahan oleh ternan-temanku."
Mendengar persetujuanku, Gatot segera melepas?kan tangannya dari
lenganku. Tetapi sambil meng?ancarnku lagi.
"Awa , kalau kau tidak menepati janjimul" dia meniru caraku mendesis tadi.
"Aku bukan saja akan mencengkeram lenganmu lagi, tetapi juga akan memeluk
tubuhmu yang indah itu. Dan jangan pernah lagi menyebut sentuhan tanganku
sebagai sesuatu yang murahan. Tangan ini tangan calon adik iparmu lho. Bukan
tang an sembaranganl"
Aku melernparkan lirikan tajam yang mengan?dung kemarahan yang tak
terlampiaskan. Tetapi ilia membalas lirikan mataku itu dengan senyum kurang
ajamya. Aduh, luar biasa menggemaskan dia. Sebarusnya kutampar atau
kupukul. Sebab aku tabu betu1 dia sengaja mengungkit kemarahan?ku karena
tabu aku tidak mungkin melampiaskan?nya di depan umum, Apalagi ada banyak
ternanu di tempat itu. "Hm, tidak bisa bicara apa pun, kan?" kudengar aki-laki itu berkata lagi.
Masih dengan senyum kurang ajarnya yang menyebalkan itu. "Jadi ayolah
edikit bersikap manis padaku. Ikuti aku sarnpai . e ternpat parkir."
Dengan bati dongkol aku terpaksa mengekor di elakang Gatot, menuju ke
ternpat parkir, Tetapi ernudian kuhibur hatiku ketika sadar bahwa
ke?.nginanku untuk berbica:ra dengan laki-laki itu akhirnya terlaksana juga
dengan cara yang tidak -nernbuatnya jadi besar kepala. Bukan aku yang
'l1emiutanya datang, kan"
Dengan pikiran itu aku bisa berjalan dengan 1e?ih tenang di sampingnya ampai
aku tertcgun ka?na dia tidak membawaku pada jip pu tibny a, me?inkan ke
sebuah edan baru yang pintunya langung ia bukakan untukku.
www.ac-zzz.tk "Silakan masuk," katanya dengan tubuh dibung?kukkannya ke arahku. Aku
tahu, dia masih ingin mengungkit kemarahanku.
"Mobil siapa?" tanyaku. "Jangan macam-macam terhadapku !"
"lni mobilku. Jipku sudab kujual. Hasilnya, di?tambah tabunganku, kubelikan
mobil ini. Tak percu?rna aku mengumpulkan sen demi sen setiap bulannya.
Nab, silakan masuk ke mobil baruku ini!" Dengan suara mengandung rasa
bangga, dia membungkuk?kan tububnya lagi tepat di bawah hidungku.
Dengan menahan perasaan sebal dan dongkol, agar tidak membuat Gatot
merasa menang karena berhasil mengungkit kemarahanku," aku langsung
rnasuk ke mobil barunya. Aroma wewangian yang diletakkan di bagian dcpan
rnasih kalah oleh bau antikarat mobil. Mobil ini memang benar-benar masih
gres. Gatot menyusulku naik sesudah menutup pintu di sisi kiri tubuhku. Dari
tubuhnya aku mulai mencium aroma wewangian maskulin kesukaannya.
Semestinya, aroma campur ad uk di dalarn mobil itu membuatku mual. Tetapi
tidak. Entahlah, ba?rangkali saja aku memang sudah gila sekarang ini.
- Sebab temyata aku senang menghirup aroma segar semacam itu.
"Hei, kau tidak tanya kapan aku membeli mobil ini?" tanya Gatot begitu
mobi1nya bergerak me-" ninggalkan balaman kantorku, Sekali lagi aku
me?nyaksikan kernbali gerakan-gerakan tangan deogan gaya yang enak
dipandang sewaktu laki-laki itu si104
buk dengan kemudi dan persneling. Ah, kenapa masih saja aku memperhatikan
hal-hal sernacam itu pada did Gatot, padahal jelas-jelas lelaki itu
sangat kurang ajar terhadapku. .
Mendengar perkataannya itu, kubuang pandang?anku ke luar jendela. Lebih
balk aku melihat pe?mandangan lalu 1intas petang yang sedang
padat?padatnya itu daripada menyaksikan gaya Gatot yang meraih
perhatianku itu. Aku tak ingin terpi?kat olehnya.
"Kok malah mengalihkan pandanganmu ?" Gatot berkata lagi. "Tidak ingin
tahukah kau kapan aku membeli mobil ini?"
"Tidak, Untuk apa?" Aku mendengus.
"Tidak bisakah kau memberi rasa senaog sedikit saja untuk orang lain?" Gatot
menggerutu kesal. "Padahal aku iogin membanggakan padamu bahwa mobil ini
baru kubeli kemarin. Mobil ini memang bukan tennasuk mobil mewah, tetapi ini
kubeli deogan basil keringatku sendiri, selagi aku masih belum punya keluarga
yang harus kubiayai. Nab, perlu diketahui pula bahwa kau kuberi kehormatan
www.ac-zzz.tk ebagai yang pertama duduk di sisiku di mobil ini. Padahal Tina saja pun belum
sernpat duduk di sini dan ... "
"Memangnya apa istimewanya?" aku memotong perkataannya. "Mau duduk di
sini sebagai orang pertama atau ebagai orang yang keseribu, alcu ti?dak
peduli. Kok repot-repot amat sih menghitung?hitung yang tak perlu."
"Lidahmu memang tajam, Ambar!" Gatot menggerutu lagi. "Sungguh, semakin
terbukti sekarang betapa berbedanya kau dengan Tina."
"Terserah kau mau bilang apa ten tang diriku, itu juga bukan masalah buatku.
Memangnya kupi?kirkan?" Aku mendengus ketns. "Asal kau sadar saja bahwa
dunia ini menjadi begitu kaya dan be?ragam justru karena tidak ada orang
yang persis sama. Jadi bersikap kompromislah terhadap realita yang ada."
Aku tahu Gator sedang melirikku seraya me?nelengkan kepalanyake arahku.
Tetapi aku pura?pura tak tabu, seolah begitu asyik melihat peman?dang an di
luar jendela, Padahal pemandangan kota Jakarta saat jam kantor bubar itu
benar-benar sa?ngat tidak menyenangkan. Di depan, di kiri dan kanan, di
belakang, penuh dengan mobil yang su?lit bergerak. Dan motor-motor
menyelip kc kiri dan kanan di antara tubuh bus besar-besar yang sepanjang
pengalamanku menyetir sendiri, acapkali setangnya menyenggol kaca pion
bagian arnping mobil, Bapak malah pernah adu otot gara-gara kaca spionnya
pccah di enggol motor yang tiba?tiba rnenyalip dati ebelab kiri. Selain
melihat ba?nyaknya motor yang bergerak gesit, dan terkadang tanpa
perhitungan, di si i kanan dan kiri mobil, aku juga menyaksikan halte-halte bus
penub dengan orang yang menunggu. Padahal bus yang mereka tunggu udah
begitu sarat penumpang ampai?sampai badan mobil miring, tidak tegak lagi.
Menyaksikan itu aku menarik napas panjang.
Letih rasanya terjebak kepadatan lalu lintas seperti
106 ini. Hidup di kota sepadat Jakarta memang penuh dengan perjuangan. Pagi
hari terpaksa harus berebut kendaraan dan berpacu dengan waktu agar tidak
terlambat tiba di kantor .. Di tempat kerja atau di kampus, orang harus
berjuang mendapatkan posisi, kesempatan, dengan masing-masing kekhasan
yang harus mereka perjuangkan. Dan sore harinya, saat pulang dari tempat
tug as menuju ke rumah pun, orang masih harus berjuang mendapatkan
kendaraan yang bisa mengangkut mereka. Belum soal copet yang ada di manamana. Semakin padat orang, se?makin itu merupakan sasaran empuk operasi
para pemilik "tangan panjang" itu.
Aku menarik napas panjang lagi. Berjuang hidup di Jakarta yang keras ini
memang memerlukan se?gudang kekuatan mental, keuletan, dan daya tahan
www.ac-zzz.tk untuk berjuang derni sesuap nasi. Bahkan haws berani malu. Bayangkan saja,
siapa yang perasa?annya tak ngilu melihat laki-laki tulen seratus per?sen yang
punya istri dan anak, tetapi berdandan sebagai perempuan, berpura-pura
menjadi waria dan menyanyi di perempatan jalan dengan modal
ebuah rcbana, hanya demi ekeping atau dua keping uang receh. Ped ih hatiku
melihat penam?pilan mereka. Pakaiannya ketat, sernentara riasan wajah
mereka sangat berlebihan sehingga tampak aneh. Bedak yang digunakau
tcrlalu putih, menem?pel di wajah kehitarnan bekas sengatan matahari, lalu
pipi dan bibir kemerahan dengan kelopak mata seperti pclangi di kaki langit.
Merah, kuning, hijau ....
Sekali aku merasa iba kepada orang-orang seperti itu, yang rela rnencuil
harga dirinya sendiri h~y~ untuk memperpanjang hidup. Tetapi sering kali
Juga aku merasa kesal melibat ulah mereka menengadahkan tangan dan
kadang-kadang juga dengan setengah memaksa, kendati kita sudah
mengatakan "maaf". Padahal di dekat mereka ada anak-anak kecil yang
memilih menjual koran atau ~ajalah .daripada mengemis. Ironis memang.
Begitu Juga sedih perasaanku kalau melihat para pengamen yang baru
melantunkan dua atau tiga patah lagu dengan suara sumbang sudah
menengadabkan ta?ngan, m~nganggap hak merekalah untuk mendapat uang
dan orang-orang yang mendengar suara me?reka.
"Hei, bagairnana dengan mobilku?" sekali lagi Gatot bertanya dan rnerebutku
dari jeratan larnunan. "Kok diarn saja sih?"
"Apanya?" aku ganti bertanya dengan aeuh tak acuh.
Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Semuanya, Kenyamanannya, interiornya, atau apanya sajalah. Pokoknya ada
komentar darimu!" "Kurasa. sarna seperti mobil-mobil lainnya," sa?hutku masih dengan sikap acuh
tak acuh yang se?ngaja kuperlihatkan.
"Tidak bisakah kau berbasa-basi sedikit saja un?tuk menyenangkan hati
orang?" "Tidak." "Kau sungguh mampu membuat seluruh isi dunia ini merasa dongkol," untuk
kesekian kaIinya pula Gatot rnenggerutu lagi.
108 Kali itu aku tak mau memberi tanggapan atas perkataan yang diucapkan
dengan rasa jengkel yang tampaknya sudah mulai bergejolak. Aku tak boleh
membuatnya marah dan menggagalkan ren?canaku untuk berbicara dari hati
ke hati dengannya. Sebab kalau belum-belum sudah membuatnya ma?rah,
www.ac-zzz.tk bagaimana aku bisa bieara dengan runtut dan bagaimana pula Gatot bisa
menerima perkataanku dengan kaeamata jernih.
Karena aku diam saja Gatot juga tidak berkata apa-apa lagi. Perhatian kami
mulai 'terarah ke tern?pat lain selama beberapa saat lamanya. Kulirik ja?Ian
tol di sebelahku, juga macet. Babkan nyaris tak bergerak. Bisa kubayangkan
betapa orang-orang di dalam mobil itu merasa dongkol. Masuk t01 dan
mengulurkan uang ke 10keL dengan maksud agar bisa sampai lebih cepat ke
tujuan, tetapi pada kenyataannya jalan tol yang katanya merupa?kan jalan
bebas hambatan itu justru lebih maeet daripada jalan biasa. Dan tragisnya,
kalau sudah ada di jalan tol, mobil tidak bisa ke mana-mana lagi. Mau
menyelinap ke jalan tikus, mana mung?kin" Mau berhenti dulu di rumah makan,
jelas mustahil. Memangnya mau meloneat turun" Atau mau meloncat pagar"
Tidak ada alternatif lain.
"Kok diam saja?" lagi-lagi Gatot menarikku dari lamunan. ''Ngantuk"''
"Tidak." "Kusangka kenyamanan mobilku telah membuat?mu mengantuk sampai kau lupa
ada di mana seka?rang ini," Gatot mulai lagi mencari gara-gara.
Tetapi kali ini aku tal< mau terpancing. Jadi aku diam saja. Seperti tadi, aku
berusaha menjaga sua?sana agar Gatot tidak marah. Rencanaku untuk
mengajaknya bicara empat mata masih belum surut. Dan semakin cepat itu
dilaksanakan akan semakin baik jadinya.
Tetapi tampaknya lelaki itu tak rnau menyerah.
Ia berkata lagi sambil membetulkan Ietak duduknya.
"Tetapi kalau kau memang tidak sedang me?ngantuk, kenapa kok diam saja
seperti patung?" begitu dia rnengusik perasaanku lagi.
"Apakah itu mengganggumu?" sekarang aku yang mulai mencari gara-gara. Aku
mau diarn se?perti patung atau aku mau berteriak-teriak seperti orang
mabuk, itu kan bukan urusannya.
"Tentu saja menggangguku. Di mana ada orang bisa duduk dengan enak dan
senang kalau ternan seperjalanan satu-satunya cuma diam saja seperti area
betapapun indahnya area itu!"
Aku ingin menanggapi perkataan Gatot dengan peda , tetapi Iagi-lagi aku
teringat pada rencanaku untuk bicara baik-baik padanya demi
menyelamat?kan Tina. Jadi kujawab perkataannya dengan kenya?taan yang
ada di sekelilingku saat ini.
"Aku diarn saja karen a sedang memikirkan ke?macetan lalu lintas," sahutku
kemudian. "Kulihat, jalan tol saja pun bisa rnacet total seperti itu."
www.ac-zzz.tk "Itulah kota Jakarta dcngan lalu lintasnya yang selalu ruwet." Tampaknya
Gatot bisa menerima alasanku. Tatapannya langsung melayang ke arah tol di
sam ping jalan yang kami lalui ini. "Dan sekaligus juga membuktikan bahwa
kehidupan di Ja?karta ini penuh dengan kesulitan. Tidak bisa dira?malkan
pula. Menyangka di sana atau di situ tidak macer, ternyata macet juga. Dan
yang disangka akan mengalami kemacetan, jalannya malah agak longgar, Persis
kehidupan manusia yang tidak bisa diramal."
"Ya.'~ "Kau merasa terganggu dengan kemacetan ini?" Hampir saja aku menjawab
dengan perkataan" yang bisa membuatnya merasa dongkol. Tapi lagi?lagi
kuingat geneatan senjata sementara ini,
"Ya," akhirnya pertanyaannya tadi kujawab de?ngan sikap yang lebih manis.
"Bagaimana kalau kita berhenti di suatu tempat untuk minum sesuatu yang
segar. Dan kalau kau mau, kita juga bisa makan sesuatu meskipun belum
waktunya makan malam. Setuju?"
"Di mana kita bisa duduk rninum atau makan?" sahutku sambil menatap ke
arah kepadatan lalu lintas di sekitar kami. "Dengan menerbangkan mo?bilmu?"
"Jangan sinis. Di depan itu ada gang kecil yang menembus ke arab jalan raya
Cikini. Kita makan di Taman I mail Marzuki saja. Di sana ada ikan bakar
Menado yang lurnayan enak. Bagaimana?"
"Oke." Lagi-lagi aku terpaksa ber ikap manis demi tugasku menyelamatkan
Tina dari cengkerarn?an lelaki itu.
Tetapi ternyata tidak mudah mencapai gang yang di ebut Gatot tadi.
Kendaraan lain tak mau di alip.
Kendaraan lain tak ada yang mau mengalah sedikit pun untuk memberi
kesempatan kami berbelok ke kiri. Memang, kami sudah telanjur berada di
de?retan agak tengah. Apa susahnya sih mereka mem?biarkan kami lew at,
sebab tak banyak waktu yang
. kami euri dari mereka. Tetapi yah, itu memang ciri manusia kota Jakarta
yang tidak begitu me?medulikan kebutuhan orang lain. Maka, dengan. apa
boleh buat, mobil kami pun tergiring terus ke depan tanpa bisa berbelok ke
kiri. Bahkan berbelok ke kanan pun sulit sebingga akhirnya Gatot
meng?usulkan reneana lain.
"Bagaimana kalau kita makan di Pasar Seni saja?"
"Pasar Seni di Ancel?" tanyaku menegask
an. "Ya." www.ac-zzz.tk Aku tertegun. Aneol sering kali mendapat ju?lukan sebagai tempat orang
berpaearan. Tetapi mengapa Gatot mengusulkan makan di tempat itu padahaJ
ada banyak tempat lain yang lebih netral.
"Bagairnana" Setuju?" kudengar Gatot bertanya lagi.
Semula aku bermaksud mengatakan keberatanku, tetapi tiba-tiba aku sadar
bahwa tidak semua tempat di Ancol adalah temp at untuk berpaearan. Dunia
Fantasi, rnisalnya. Atau Pasar Seni. Jadi kenapa aku harus menolak usulnya
itu" Apalagi sambil makan di Pasar Seni dalam udara terbuka, aku bisa
berbieara empat mata dengan lebih bebas. Jauh pula dari pendengaran orang
lain. Jadi sean-" dainya emosiku terkait atau meledak-Iedak, di sana suaraku
tidak akan terlalu banyak menarik perhatian orang.
"Hai, kau belum juga menjawab usulku tadi," kudengar Gatot berkata lagi. Kini
dengan nada tak sabar, "Hmm, apakah tidak ada tempat lain yang lebih baik dan lebih dekat?" Aku
masih meneoba meng?ulur waktu untuk berpikir lebih jauh.
"Ada. Dan ban yak. Tetapi di Aneol kita bisa makan sambil menikmati udara
laut yang segar. Coba kaulihat di sana itu, rembulan sedang bulat?bulatnya.
Pasti nanti akan indah sekali pemandang?annya."
Sekarang baru jam setengah enam petang, tetapi di kaki langit nun jauh di
sana aku sempat melihat samar-samar rembulan mengiritip di an tara
awan?awan setipis tirai sutra. Bentuknya yang bulat itu pasti akan tampak
indah bereahaya malam nanti. Dipandang dari tepi Jaut pasti keindahannya
akan ernakin bertambah. Dan juga romantis. Tetapi bi?jaksanakah kalau kubiarkan
Gatot membawaku ke ana"
"Tetapi, kita ini mau rninum sambil menikmati cemilan ringan," sahutku
kemudian. "Bukan mau menikmati pemandangan indah, kan"'
"Memang. Tetapi tidakkah kau merasa sayang menyia-nyiakan kesempatan
untuk sedikit bersantai ambil memandang bulan pumama di tepi laut?"
Gatot menelengkan kepalanya. "Kurasa itu adalah uatu pilihan yang baik
daripada terjebak kema?eetan lalu lintas. Kalau kau setuju, aku akan
berusaha putar balik lalu rnasuk tol yang ke arab Priok. Lalu lintasnya tidak
sepadat yang lain." "Oke kalau rnemang begitu alasannya." Aku mengalah demi mendapatkan
kesempatan berbicara dengan Gatot, "Asal jangan terlalu lama eli sana. Aku
suclab ingin mandi, kemudian istirahat. Hari ini pckerjaanku di kantor
bertumpuk." "Kalau begitu kita akan langsung ke sana. Cepat pergi dan eepat pula puJang"
www.ac-zzz.tk "Setuju sekali."
Lalu lintas ke arah utara mernang tidak sepadat yang lain. Lalu lintas arab
sebaliknyalab yang ma?cet. Mereka yang bekerja eli sekitar Tanjung Priok
sedang pulang kcmbali kc kota. Hampir-hampir deretan kendaraan yang
panjangnya berkilo-kilo meter ito tak bergerak, Maka di arab arus batik ini
mcskipun bukan berarti sangat mudah lalu lin?tasnya, mobil Gatot dapat
rncnembus keramaian jalan raya dan kami pun semakin mendekati tujuan
Hampir setengah tu juh kctika kami berdua duduk berhadapan di, alah atu
rumah makan eli dalam Pasar Seni. Kami memilih duduk di luar, Orang yang
lalu lalang di depan rumah makan tidak ba?nyak. Malam baru mulai turun dan
hari ini bukan. hari libur. Di rumah makan itu hanya dua mcja
aja yang terisi tamu. "Mall minum apa?" Gatot bertanya ambil me?nyerahkan daftar menu
kepadaku. Aim memilih minum e kelapa yang disediakan lang ung dalam batoknya. Gatot
meniru pilihanku itu, "Makan sekalian, ya?" tanyanya ketika dia sudah menulis nama minuman yang
kami pilih tadi. "Ka?lau masakannya matang kan sudah jam tujuh. Kita bisa
menghemat waktu dan tenaga. Pulang ke ru?mah, mandi, dan langsung bisa
beristirahat. Ba?gaimana?"
"Terserah. Tetapi perutku belum begitu lapar." "Sate lontong saja ya, tidak
begitu mengenyang?kan. Mau?" Gatot bertanya lagi. "Atau mau yang lain" Mi
bakso, misalnya." "Aku mau sale lontong." "Kambing atau ayam?" "Ayam."
"Dua puluh tusuk?" Gatot menatap mataku. En?tah kenapa, ak:u merasa
melihat perasaan senang di matanya karena ia berhasil mengajakku makan
malam. Atau, akukah yang terlalu ge-er"
"Sepuluh tusuk saja."
Setelah menycrahkan kertas pesanannya kepada pelayan rumah makan, Gatot
menyandarkan pung?gungnya. Matanya rnenatap langii.
"Lihat itu, bulannya cantik sekali, ' katanya.
Aku mendongakkan kepalaku. Di balik kerimbun?an pohon aku melihat cahaya
rembulan yang ke?emasan. Mcmang cantik. Bulat penuh. Bulan puma?rna
menunjuk tanggal lima bela pada penanggalan Jawa.
Tctapi aku tidak berniat untuk mcrnbcri komentar apa pun lagi karena mulai
malas bicara. Pikiranku sedang berjalan, mencari dan menyu un strategi agar
apa yang akan kukatakan kepada Gatot nanti bisa mengenai sasarannya secara
tepat. Dia hams bisa mendengarkan perkataanku dan menerima se?mua alasan
www.ac-zzz.tk yang kukemukakan mengenai keberat?anku atas hubungannya dengan Tina Dia
hams memberiku penjelasan mengapa alasan-alasan kebe?ratan yang
kukatakan kepadanya waktu itu dia abaikan begitu saja, seolah kami tak
pemah bicara apa pun. Oleh sebab ito, aku ingin agar ~sah~ yang kedua ini
jangan sampai mengalann .naslb yang sama. Mungkin saja aku perlu memakai
per?kataan yang lebih halus dan bisa menyentuh pera- . ' saannya. Tidak
dengan kata-kata pedas seperti wakto itu. Sedapat-dapatnya aku juga hams mampu mengendalikan ernosiku.
Kuakui, pasti ito tidak akan mudah kulakukan.
Sebab jika berhadapan dengan Gatot, selalu saja aku ingin marah-marah
kepadanya. Selalu saja aku ingin menyindirnya. Dan selalu saja pu1a aku
ber?sikap mengambil jarak dan rnenolak keramahta?mahannya. Bahkan
beberapa kali aku ingin me?nampar wajahnya. Terlebih setiap aku teringat
pad a perbuatannya di dapur yang menurutku sangat ku?rang ajar, namun yang
menurut Bapak curna seba?gai caranya mengakrabi calon kakak iparnya ini.
Sulit rasanya menghapus ingatan bagaimana se?nyum kurang ajar yang
mengandung nada keme?nangan ito menghia i bibirnya tatkala menatapku.
"Tumben!" tiba-tiba kudengar suara Gatot se?hingga pikiranku kukembalikan
pada realita yang ada di hadapaanku.
"Apanya yang tumben?" Aku mulai waspada,
"Kau yang tumben, Biasanya, ada saja celaanmu terhadapku. Yang aku
beginilah, Yang aku begitulah!"
"Aku sedang menyusun kata-kata," sahutku terns
terang. "Untuk ... T' "Untuk bicara dari hati ke hati denganmu." "Kenapa hams susah-susah
disusun?" Gatot menatap mataku dengan pandangan menggoda. Tatap?annya ito begitu tajam
seolah menebus bola ma?taku. Aku yakin, ia sudah mempersiapkan diri un?tuk
menangkis apa pun perkataan atau pertanyaan yang akan kulontarkan padanya.
"Oke, kalau begitu." Kuhentikan perkataanku sejenak karena pelayan datang
membawa buah ke?lapa besar dan langsung meletakkannya di hadapan kami.
Untuk menata hatiku, aku langsung mengisap aimya dengan sedotan. "Nah,
seperti yang sudah kuminta kepadamu beberapa bulan yang lalu, to?longlah
kaulepaskan Tina. Aku sama sekali tak menyetujui hubunganmu dengan adikku
ito. Dia tidak cocok untukmu. Mengenai apa alasan-alasan?nya, kau pasti tahu,
sebab aku sudah memapar?kannya secara panjang-lebar waktu ito."
"Karena perbedaan usia yang banyak ito, kan?"
www.ac-zzz.tk Gatot masih saja menatapku dengan tatapannya yang tajarn. "Dan juga karena
kau mengkhawatir?kan studi adikmu, sebab dia seorang gadis yang cerdas dan
berkemauan keras. Begitu, kan?"
"Syukurlah kalau masih ingat," kataku sambil menganggukkan kepala. "Bagus
ito. Tetapi seka?rang, ada alasan lain yang akan melengkapi alasan-alasan yang
sudah kukatakan padamu itu, Alasan yang ini juga sangat penting!"
"Apa itu?" Gatot menelengkan kepalanya sambil memicingkan mata,
menatapku dengan cara yang sa?ngat kurang ajar. Tetapi aku tetap waspada.
Sebab kelihatannya dia sengaja ingin membuat emosiku teraduk sehingga tak
lagi mampu menyusun siasat untuk mengenyahkannya dad kehidupan adikku.
"Apakah kau tidak bisa menebaknya?" Kukem?balikan pertanyaannya dengan
sikap tenang yang berhasil kuperlihatkan. Dan kukendalikan pula ke?marahan
yang semula nyaris naik ke kepalaku. Aku tidak mau gagal lagi hanya karena
emosiku yang meledak-ledak kalau berhadapan dcngannya.
"Tentu saja tidak. Memangnya aku bisa mera?mal?" Pandang mata Gator yang
berbinar-binar itu jelas ekali menunjukkan bahwa sesungguhnya dia udah tahu
apa yang kumaksud. "Kalan kau memang tidak tahu, baiklah aku yang akan membuka matamu,"
kataku sarnbil men?jaga nada suaraku. "Alasan baru tentang kenapa aku tidak
rnerelakan Tina menjadi kekasihmu, apa?lagi sampai menjadi istrimu, karena
aku sudah sc?makin mengenalmu Icbih jauh"
'011 ya" Wah aku jadi tersanjung karena ter?nyata kau sudah mcngcnalku
dengan baik sekali." Gatot tersenyum-scnyum kurang ajar.
Lagi-lagi aku tidak ingin mcmbiarkan Gatot menguasai ernosiku. Jadi
kuabaikan kekurang?ajarannya itu.
"Ya, aku memang sudah semakin mengenalmu.
Bahwa temyata kau adalah seorang lelaki yang ti?dak mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang sebaliknya. Juga tidak tahu mana-mana yang
boleh dilakukan dan mana yang tidak. Bahkan juga tidak tahu memilah
perkataan apa yang boleh diucapkan dan mana yang sebaiknya tak perlu
di?ungkapkan !" "Apakah pcrkataanmu itu ada kaitannya dengan perisLiwa di dapur waktu
itu?" Laki-laki itu mena?tapku lagi dengan tatapannya yang sangat
meng?ganggu dan yang bisa membuatku kehilangan kete?nangan itu.
"Ya," terpaksa aku menjawab dengan sebenarnya, meskipun aku merasa malu.
Bukankab waktu dia menciumi jemariku, ada ekian detik lamanya ku?biarkan
diriku terhanyut oleh pcrbuatannya itu"
www.ac-zzz.tk "Ah, ill! kan cuma canda biasa antara seorang calon adik ipar dengan calon
kakak ipamya," sahut Gatot dengan santai "Hanya suatu tanda untuk
mcmperlihatkan keakraban saja."
"Menurutku, itu bukan hal yang biasa. Ada ba?nyak cara lain untuk
rnernperlihatkan keakraban yang lebih baik: dan lebih santun," aku memotong
kata-katanya. "Sedangkan apa yang kaulakukan ter?hadapku itu sudah masuk
Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam kategori kurang ajar. Bahkan seperti kelakuan laki-laki bidung be?lang!"
"Kau terlalu berlebihan menilaiku, Ambar!"
Gatot menelengkan kepalanya dengan -cara yang sangat menyebalkan. "Bcgitu
saja kok dibilang hi?dung belang?"
"Jadi benarlah apa yang kukatakan tadi, bahwa kau tidak bisa memilah mana
yang baik dan mana yang buruk." Kali ini emosiku mulai tertarik. Aku nyaris
tak mampu menahan diri. "Nyatanya, kau sering mengucapkan perkataan tak
sopan yang biasa diucapkan oleh laki-laki mata keranjang. Tadi sore di
kantorku misalnya, kau juga mengucapkan per?'kataan yang tak senonoh."
"Yang mana itu?"
"Bukankah kau tadi mengancam akan memeluk tubuhku yang katamu... indah
kalau aku tidak mau ikut pulang bersamamu. Itu kan melecehkan?"
"Wah, cara pandang kita dalam hal ini berbeda.
Memuji dan melecehkan itu kan sangat berbeda maknanya. Aku memang
mengagumi bentuk tu?buhmu yang indah itu. Apakah orang bersalah ka?lau
memuji apa yang dikaguminya?" Gatot terse?nyum manis dibuat-buat. "Tidak,
kan?" "Kau sungguh tak tahu malu!" suaraku mulai meninggi.
"Ssshhh ... ," Gatot memperingatkanku, Matanya melirik ke mana-mana
sehingga aku mengikuti ke?lakuannya. Dan memang, ada dua kepala yang
menoleh ke arahku sehingga cepat-cepat kusedot es kelapa mudaku lagi.
Melihatku tak berkutik lagi, Gatot melanjutkan bicaranya.
, "Tahukah kau, Ambar, kalau kau marah begitu pipimu tampak kemerahan dan
matamu berkilauan. Keduanya membentuk wajah yang luar biasa can?tiknya,"
katanya. Aku melotot tanpa berani membentaknya. Takut kalau-kalau ada
kepala yang menoleh lagi ke arah?ku, Tetapi tiba-tiba Gatot mengulurkan
tangannya dan menggenggam lembut telapak tanganku.
"Sudahlah, jangan kita lanjutkan pembicaraan yang tak menyenangkan ini,'"
katanya. "Tub, ma?kanannya sudah datang. Jangan sampai selera kita jadi
rusak karenanya. Aku juga tidak ingin merusak malam yang indah ini."
www.ac-zzz.tk "Tetapi aku harus mengatakan pendirianku dan kau harus mendengarkan
perkataanku dengan 'pi?kiran terbuka," aku menyela dengan tegas dan
me?maksa. Mendengar itu Gatot menatapku sesaat lamanya.
Kemudian kepalanya mengangguk lembut.
"Baiklah, kalau begitu. Tetapi tidak sekarang karena kita akan makan dulu,"
katanya kemudian sambil melepaskan tanganku dari genggaman ta?ngannya.
Karena ucapannya beralasan, aku menurut, Maka kami segera menyantap
makanan yang terhidang dengan membisu. Usai makan, Gatot langsung
me?manggil pelayan dan membayar apa yang telah kami pesan tadi. Kemudian
dia berdiri, Tentu saja aku lang sung protes.
"Katamu tadi kita akan berbicara setelah makan,"
kataku. "Tetapi tidak di sini, Ambar!" "Di mana?"
"Oi mana sajalah asal tidak ada kepala yang menoleh berulang kali ke arah
kita. Kau sangat emosional sehingga menarik perhatian orang," sahut Gatot.
"Ayo, kita pergi."
Dalam hatiku aku membenarkan perkataan Gatot lagi. Jadi aku terpaksa ikut
berdiri dan mengekor ke mana pun dia pergi asalkan kami bisa bicara dengan
bebas. Kulirik, arlojiku menunjuk pukul setengah delapan kurang beberapa
men it. Sementara itu, kulihat pengunjung Pasar Seni sudah tampak lebih banyak
daripada ketika kami bam datang tadi. Malam ini acara panggung ter?buka di
tengah Pasar Seni itu akan menyajikan musik rock yang banyak disukai oleh
anak-anak muda. Tak heran kalau temp at itu mulai dipenuhi pengunjung.
'Ke mana kita?" tanyaku. Ketika 'itu karni berdua sudah berada di dalam
mobilnya kembali. "Tunggu saja dan bersabarlah," kata Gatot sambil membawa mobilnya keluar
dari tempat parkir. "Pa.?ti kau akan senang mel ihatnya schingga emosimu
yang mudah meledak-ledak itu bisa berkurang ka?renanya."
Aku meliriknya den gao pcrasaan seba1. Tetapi laki-Iaki itu mernbalas
Iirikanku dengan senyum rnani dan dengan gerakan kepala yang enak
c1i?pandang. Ah, jangan-jangan laki-laki itu tabu kalau dirinya menarik. Dan
jangan-jangan pula dia tahu kalau aku terpe ona oleh daya tariknya itu ..
Sialan. Sungguh ialan, Kcnapa sih aku harus bertemu dengan makhlnk cperti
ini" Kenapa ella harus jadi tetanggaku iehingga adikku jatuh cinta kepadanya.
Ah, bikin masalah saja. http:ebukita.wordpress.com
www.ac-zzz.tk Lima http:ebukita.wordpress.comTtBA-TLBA GatOl membelokkan mobilnya
ke arab pantai dan. mernarkimya eli bawah pohon ketapang yang Iebat
daunnya. "Kenapa kauhentikan mobilmu eli tempat ini?" aku membentak. Aku tahu
betul, di sepanjang pe?sisir pantai di daerah Ancol ini terkenal sebagai
tcmpat anak-anak muda atau pasangan-pasangan yang sedang bercinta,
mcmadu kasih mereka. "Memangnya kenapa kalau kita berada eli sini?"
Gatot memancing. "Seperti kau tidak tahu saja ini temp at apa!" bentakku lagi.
"Aku tabu. Tctapi kau juga perlu tabu bahwa tempat ini bukan melulu hanya
untuk bcrcinta?cintaan saja. Ada banyak orang yang datang kemari untuk
menikmati pcmandangan. Dan juga ada ba?nyak pasangan yang datang kernari
untuk rnenyc?lesaikan persoalan mereka dengan lebih tenang ka?rena tidak
ada mala dan tclinga lain yang ikut mendengar! "
Apa yang dikatakan oleh Gatot juga kuketahui.
Dia benar. Tetapi aku tak mau mengakui itu.
"Tetapi bagimu pasti tempat ini hanya untuk pacaran," semburku. "Dan pasti
pula kau pernah mengajak adikku yang masih polos itu ke sini. Akuilah!"
"Kau salah. Aku tak pernah membawa gadis?gadis terhormat kemari!"
Pasti Gatot menyangka jawaban itu akan mele?gakan hatiku. Tetapi dia keliru,
Justru sebaliknya, dari jawaban itu terkandung pengertian bahwa dia sering
datang kemari dengan perempuan-perempuan lain yang tidak tergolong
"terhormat" seperti yang dikatakannya itu. Tentu saja aku tersinggung.
"Dengan kata lain, aku ini bukan gadis terhormat maka kau bawa kemari!"
untuk ketiga kalinya aku membentaknya. "Dan berarti pula, kau sudah sering
kemari bersama gadis lain. Dan itu membuktikan bahwa kau memang laki-laki
yang tak bisa diper?caya. Mata keranjang dan tak setia!"
"Wah, keliru bicara sedikit saja sudah panjang betul penilalan negatifmu!"
Gatot mengeluh. "Apa yang kukatakan tadi sarna sekali berbeda maksud?nya
dari apa yang kaukatakan barusan. Percaya?lah."
"Bohong kalau kau belum pernah ke sini!" "Aku tadi tidak mengatakan bahwa
aku belum pernah ke sini, lho. Sebab sebenarnya aku memang pernah sekali
atau dua kali datang ke sini bersama pacarku dulu. Itu pun bukan untuk
berpacaran, te?tapi untuk membicarakan persoalan yang mere?'takkan
hubungan kami. Dan bahkan akhirnya juga menelorkan perpisahan kami karena
tidak ada titik temu," Gatot menjawab perkataanku dengan suara yang
meyakinkan. "Percayalah, aku tidak mengada?ada."
www.ac-zzz.tk Mendengar kesungguhan bicaranya, aku mulai mempercayainya. Memang
tempat ini cocok untuk berpacaran maupun untuk membicarakan
masalah?masalah pribadi tanpa terganggu orang. Juga tidak
mengganggu orang lain pula.
, "Balklah kalau begitu," akhirnya aku marnpu juga melihat kenyataan. "Kita
akan bicara empat mata dl sini. Tetapi tolong turunkan kaca jendela mobilmu
ini." "Oke." Gatot menurut. Tangannya meraba tombol di 'sampingnya dan kaca
jendela di sebelah kiriku, maupun di sebelah kanan, turun. Dengan seketika
angin laut yang segar rnenyerbu masuk. Maka per?hatianku pun terseret
keluar. Dan baru saat itu ku?sadari betapa indahnya malarn itu. Langit bersih
tanpa sepotong awan pun. Dan rembulan yang tampak bulat penuh dengan
segala kemegahaunya itu menyiramkan cahayanya yang keperakan ke se?luruh
permukaan bumi, membangkitkan suasana yang menyentuh perasaan.
Sementara itu kulihat air 1aut yang sedang pa?ang, bergelora pelan dan
berkilauan memantulkan inar rembulan, seolah menyiratkan perasaan para
pasangan kekasih yang berpelukan di atas bangku beton nun di sebelah sana
itu. Motor mereka ikut menjadi saksi bisu, apa pun yang sedang rnereka
bicarakan atau ikrarkan. Barangkali Gatot juga merasakan keindahan yang sama. Ia bergumam lembut
sambil menatap ke arab rembulan yang sedang cantik-cantiknya itu.
"Indab sekali ciptaan Tuhan itu," gumamnya.
"Meskipun keindahan seperti itu tersaji setiap bulan pumama, aku tak pernah
bosan mengaguminya."
A.ku diam saja, tak ingin memberi komentar.
Tetapi ia pasti tabu babwa aku membenarkan perkataannya. .
Tiba-tiba Gatot memindabkan tatapannya ke arahku.
'Dari ucapanmu tadi tentang tempat ini, aku berkesimpulan bahwa kau pernah
datang kemari bersama seseorang," katanya kemudian.
"Pemah atau tidak, itu bukan urusanmu!" aku rnernotong kata-kata Gatot.
"Dan aku barap perka?taan seperti itu tidak pcrnab lagi kauucapkan di
badapanku. Aku akan marab sekali dan kau tak akan kumaafkan karenanya."
"Kenapa" Apakah pertanyaanku tadi telah meng?ingatkan kernbali kenangan
indahmu bersarna si dia?" Gatot bertanya lagi. Wajahnya menampilkan air
muka tak berdosa yang rnembuatku ingin me?namparnya.
Sungguh keterlaluan lelaki itu. Berani-beraninya dia membicarakan se uatu
yang paling menyakitkan dalam hidupku. Sebab sesungguhnya ketika melihat
www.ac-zzz.tk kilau air laut yang bergelora di depanku itu, ingat?anku sempat singgah ke
masa Ialuku yang pahit. Sebelum bubunganku dengan Bram putus, pc?muda itu mengajakku ke Aneol
untuk mcngagumi bulan purnama.
"Di sana, bulan purnama tampak lebih indab karena tidak terhalang bendabenda lain seperti ru?rnah dan pepohonan. Juga tidak terganggu suara?suara
lainnya. Yang ada hanyalab nyanyian angin laut clan gemerisiknya cledaunan di
sekitar kita yang seolah mendendangkan lagu malam yang misterius letapi
indah dan manis dieecap," begitu Bram berkata waktu itu.
Maka kami pun pergi ke Ancol berduaan. Dan di situlah, kira-kira
sepelemparan batu dari tempat?ku duduk bersama Gatot ini, Bram menciumku
berulang kali dengan mesra. Aku membiarkannya karena saat itu aku merasa
kami berdua saling mencintai. Tetapi ketika ia rnulai berani dan rneraba
pahaku dan dadaku, tangannya kutepis kuat-kuat.
"Apa-apaan sib, Brarn!" bentakku. "Jangan biar?kan nafsu menguasairnu!" .
"Ini bukan nafsu, Sayang. Ini cinta," desab Bram dengan suara menggeletar.
"Cinta membutuh?kan perealisasian sccara konkret, Ambar. Ayolah, untuk kali
ini saja." Lelaki itu terus saja mendesakkan tubuhnya sam?pai aku terpojok ke pintu
mobiL Dan tangannya mulai lagi menyingkap gaunku. Tetapi seperti tadi.
egera kutepis kuat-kuat. Aku Lidak uka perlaku?annya yang sudah melewati
batas itu. Sejak awal remajaku aku dibekali nilai-uilai mengenai kcutama?an
yang menyangkut bubungan antara laki-laki dan pcrempuan oleh orangtuaku.
"Sayang, hargailah dirimu dan hargai pula tu?buhmu cndiril" begitu Ibu dan
Bapak bcrulang kali menasihati semua anak. "Maka orang lain pun akan
mengbargaimu." Perkataan-perkataan semacam itu yang kemudian terinternalisasi dalam
diriku dan menyebabkan aku menjaga makna keluhuran cinta di atas
kebutuhan?kebutuhan biologis. Orang yang tak mampu me?ngendalikan diri
biasanya tak bisa dipercaya.
Ketika permintaan Bram kutolak, lelaki itu marah-rnarah.
"Cintarnu kepadaku cuma ada di bibir saja," ka?tanya. "Kau juga tidak
menarub rasa percaya ke?pada kekasihmu sendiri."
"Caramu menilai cinta tidak tepat, Bram. Apa jadinya para muda-mudi kita
kalau menganggap hubungan intim sebagai bagian dari percintaan," sahutku
dengan perasaan sedih. Kenapa Bram ber?pikir sependek itu" "Bram,
perealisasian cinta yang tepat hanya bisa terjadi dalarn suatu pernikahan.
www.ac-zzz.tk Sedangkan kita berdua, bertunangan saja belum. Jaw hindarilah perbuatan
yang bisa menurunkan kesucian cinta..kita."
"Kau itu puritan, idealis!" Bram memuntahkan kekecewaannya dengan
menghinaku. "Sok jual ma?hal. Tinggi bati. Padahal aku ini kekasihmu,
pa?carmu yang sangat mencintaimu. Masa aku ingin menunjukkan cinta saja
kau tolak sib!" Aku diam saja, tetapi air mata menetes membasahi pipiku. Untung angin laut
cepat mengeringkannya. Sambil menatap rembulan aku bertanya endiri, apakah seperti itu
yang namanya einta. "Ambar, kenapa kau menolakku?" Kudengar suara Bram yang masih saja
menuntut. "Tidak cinta lagikah kau padaku?"
"Aku mencintaimu. Bahwa aku menolakmu, itu tak ada kaitannya dengan
perasaan cinta. Aku rna?sib perawan, Bram. Justru karen a aku
menghargai?mulah maka aku ingin kau tidak bertindak terlalu jauh, Sebab
keperawanan itulah yang akan kuberi?kan padarnu di malam pertama
perkawinan kita kelak. Maka begitu juga yang kuinginkan darimu. Kauberikan
keperjakaanmu padaku eli saat yang tepat."
"Ah, gombal cinta idealismu itu!"
Karena pcrcuma saja bicara dengan Bram tentang prinsip hidup yang kuanut,
aku scgera memintanya untuk mengantarkanku kembali ke rumah. Aku ti?dak
ingin berlarna-Iama di Ancol betapapun indah?nya pemandangan alam waktu
itu. Tetapi seminggu esudah itu, aku datang ke tempat kosnya. Tujuan?ku, ingin menjelaskan sekali
lagi tentang pendiri?anku sarnbil berharap kemarahannya Lelah surut dan
kemudian dia bisa mernahamiku. Sebab sung?guh tidak enak membiarkan
hubungan kami terka?tung-katung. Selama satu rninggu itu satu kali pun dia
tidak pernah meneleponku. Padahal biasanya paling sedikit satu kali dia
menelepon rneski hanya untuk menyapaku aja.
Di tempat ko nya itulah aku rnelihat Bram te?ngah berkasih rnesra dengan
Nina, ahabatku sen?did. Saat menyaksikan pemandangan itu aku merasa langit
eperti sedang runtuh menimpaku. Dua orang terdekatku Lelah mengkhianatiku
hanya karena aku telah menolak hubungan badan yang dibutuhkan Bram. Sakit
sekali rasanya. Maka apa pun alasan mereka mengenai kejadian itu, telingaku
kututup rap at-rap at. Mereka telah melanggar bukan saja kepercayaan yang
kuberikan tetapi juga telah meng?injak-injak prinsip hidupku. Tak ada maafku
bagi mereka. Hubungan kami harus putus.
www.ac-zzz.tk N amun dalam keadaan patah hati, aku masih sempat mensyukuri keteguhan
hatiku karena tidak membiarkan diriku terlena oleh cinta nafsu Bram. Tak
ada kenangan kotor yang terjadi di antara kami berdua. Aku masih bisa
berjalan dengan ke?pala tegak bahwa Bram tak berhasil merenggut sa?lah
satu milikk:u yang berharga.
Sesudah kejadian itu, lama sekali aku tenggelam di dalam kepahitan dan
keputusasaan. Acapkali aku menyesali perkenalanku dengan Bram. Kusesali
pula masa laluku bersamanya. Acapkali pula aku bertanya-tanya sendiri kenapa
aku bisa jatuh cinta setengah mati kepada lelaki seperti Bram. Kenapa aku
begitu mempercayai Nina, sababat baikku itu. Dan kenapa pula aku tidak tabu
sebelumnya tentang tipisnya arti kesetiaan bagi kedua orang itu. Ter?utama,
kusesali diriku kenapa aku pernah mem?biarkan Bram memeluk dan mengotori
bibirku de?ngan ciumannya yang penuh nafsu. Kalau saja aku tabu siapa Bram
dan siapa Nina, pasti tidak akan begini jalan cerita hidupku. Setelah itu, aku
tak lagi mau bergaul akrab dengan laki-Iaki. Aku juga tak berani lagi menjalin
keakraban dengan ternan-ternan perempuanku. Di dalam pergaulan
aku harus bersikap hati-hati,. sebab sangat menya?kitkan dikhianati kekasih
dan sahabat sendiri. Karena teringat kembali kepahitan-kepahitan yang pernah' kutelan itulah
maka aku jadi marah sekali sewaktu Gatot menyinggung ten tang masa laluku
itu. "Kau jangan menggangguku," semburku padanya.
"Kita kemari tidak untuk menyinggung masalah pribadiku !"
"Kenapa sib kau mudah sekali tersinggung?"
Gatot memandangku dengan dahi berkerut., "Apa itu ada kaitannya dengan
perasaan tak suka meli?hatku berpacaran dengan Tina?"
'Itu jelas!" "Kau berpikir seolah Tina akan menderita kalau hidup bersamaku."
"Itu juga jelas karena mudah sekali ditebak!"
Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku mengerucutkan bibirku."Tina pasti akan men?derita hidup bersamamu."
"Kau terlalu mernandang rendah cinta kami." "Cintamu kepadanya memang
rendah. Karenanya patut dipertanyakan. Aku bicara kasar begini karena aku
memiliki suatu keyakinan yang kudapat bukan saja dari pengenalanku atas
dirirnu, tetapi juga dari firasatku yang tajam!"
"Dan dengan alasan-alasan yang pemah kauka?takan padaku itu, kan?"
"Ya. Aku bahkan ingin membuat spanduk deogan tulisan be ar-besar berisi
kelima alasanku itu untuk dipasang di 'kamarrnu agar setiap kau membacanya
seketika itu pula muneul kesadaranmu bahwa kau dan Tina tidak cocok!"
www.ac-zzz.tk "Kalau melihat bagaimana kau ngotot ingin me?misahkan aku dengan Tina,
rasanya aku menang?kap ada alasan lain yang belum kaukatakan ... "
"Menurutmu, karena aku takut dilangkahi adikku, kan"' aku memo tong
perkataan Gatot yang belum selesai. "Kau salah kalau mengira begitu. Kau
be?lum kenal siapa aku. Bagiku hal-hal kecil seperti itu bukan masalah."
"Kau juga salah. Bukan itu yang kumaksud!" "Lalu apa kalau begitu. Kau jangan
mengada?ada!" Aku berbasil memasukkan nada ancaman ke dalam suaraku.
"Lho, justru akulah yang ingin mengetahui apa yang masih ter embunyi di
dalam hatimu. Kenapa kau begitu getol menghalangi percintaanku dengan Tina
sampai-sampai Pak Joko sengaja datang ke rumahku untuk membicarakan
kejadian rnemalukan yang katanya dialarni oleh putri sulung kesayangan?nya
di dapur rumahnya sendiri."
"Jangan menyebut peristiwa itu lagi," gerutuku.
"Dan jangan mengira aku telah menyembunyikan sesuatu darimu, Sebab yang
paling pokok adalah aku tidak menyetujui hubunganmu dengan Tina.
Pereayalah, kalau hubungan kalian tetap dilanjutkan tak akan baik jadinya. Ia
terlalu muda untuk mam?pu menerima seorang suami yang mara keranjaog dan
tak kenal apa ani kesetiaan serta ... "
Sebelum perkataanku selesai, lenganku disentak
oleb Gatot sehingga tubuhku oleng dan nyaris membentur bahunya.
"Jangan menghinaku, Ambar!" ia mendesis eli sisi kepalaku.
"Apa yang kukatakan itu bukan penghinaan," aku juga mendesis. "Ini suatu
kenyataan. Kau me?mang tidak bisa bersikap santun terhadap perem?puan.
Buktinya, enak saja kaurenggut tanganku. Bukankah itu kelakuan yang kasar..
tidak sopan, dan bahkan juga kurang ajar?"
Gatot menanggapi perkataanku dengan menarik Iebih dekat lenganku
seblngga kepalaku terantuk lubuhnya. Sebagian pada pangkal bahunya dan
se?bagian ke bagian dadanya yang bidang. Sedemikian dekatnya tubuh karni
sehingga hidungku langsung saja menyentuh aroma yang dipercayai rna.
yarakat umum sebagai aroma segar maskulin. Tetapi yang membuatku merasa
sangat tak enak adalah karena aku tak menduga debur darah di jantungku
bisa bergerak lebib cepat hanya karena kedekatan fisikku dengan Gatot. Aku
sampai ketakutan pada diriku sendiri karena apa yang kualami ini benar-benar
di luar kebiasaan, "Lepaskan tanganmu," gumamku dengan pcra?saan bingung. Sungguh mati, aku
tak menyangka diriku bisa terpengaruh sedemikian rupa oleh ke?dckatan
fisikku dengan laki-laki yang kubenci itu.
www.ac-zzz.tk "Baik, akan kulepaskan. Tetapi katakan lebih dulu bahwa penilaianmu
terhadapku itu keliru. Bahwa sesunggubnya aku pantas menjadi calon adik
iparmul" "Memangnya ak.u ini apa?" Ak:u melotot "Aku bukan orang yang mudah
dibujuk, Sekali ak.u me?nilaimu kurang ajar atau mata keranjang, untuk
selanjutnya penilaian itu tidak akan berubah. Sebab aku menilai bukan hanya
dari apa yang kulihat dan kudengar saja, tetapi juga dari apa yang ku?alami
sendiri. Paham?" "Kalau memang begitu penilaianmu, ada baiknya kalau kulakukan saja. Kau tahu
kan peribahasa lama 'kepalang basah, mandi sekalian'. Jadi ka?laupun aku
mengalami kerugian, masih ada sisanya yang berharga," sahut Gatot
menanggapi perkata?anku tadi.
"Apa maksudmu?" Aku melotot lagi. "Ini maksudku!"
Sebelum ak.u tabu apa maksud kata-katanya dan sebelum otakku bekerja
untuk menebak maksud ucapannya, tiba-tiba saja Gatot sudah merengkuh
tubuhku ke dalam pelukannya. Dan sebelum bilang rasa kagetku alas
perbuatannya yang tidak ak.u sangka-sangka itu, bibirnya telah mengecup
bibirku dengan penuh nafsu.
Ak:u tersentak seperti tersengat listrik. Seandainya bumi tiba-tiba kiamat,
barangkali rasa kagetku ti?daklah seperti ketika tiba-tiba kusadari aku Lelah
membiarkan diriku berada di dalam pelukan le?ngannya yang erat dan kecupan
bibimya yang se?demikian hangat. Sedemikian kagetnya sampai aku tak
mampu berpikir apa pun lagi kecuali merasakan betapa ciuman-ciumannya itu
penuh penguasaan dan sangat mesra.
Aku sering berciuman 'dengan Bram. Tetapi tidak pernah sekali pun ak.u
terseret arus pera~aan se?demikian rupa seperti yang sedang kurasakan.
Lelaki itu memeluk erat tubuhku seolah ak.u - ini miliknya yang paling
berharga. Lelaki itu mengelusi bahu, rambut, dan punggungku seolah aku ini
ke?kasih yang amat dicintainya. Tubuhku sampai menggigil karenanya.
Jantungku bertalu-talu sampai kepalaku mau pecah rasanya.
Yang lebih gila dari itu, Gatot bukan saja menge?Iusi punggung dan rambutku
saja, tetapi dia juga menaikkan daguku dengan jemarinya agar wajahku
tertengadah menghadap ke arahnya. Dan kemudian dengan bibimya yang
hangat itu ia mengecupi le?her di bawah daguku ehingga gigilan tubuhku
se?rnakin menjadi-jadi. Belum pernah aku diperlaku?kan seintim itu tapi tanpa
kekurangajaran. Aku jadi teringat lagi pada Bram, sesudah dia men?ciumiku
dengan penuh nafsu, tangannya langsung saja menyusup ke dada dan ke
permukaan pahaku sehingga saat itu juga ia kutepis karena merasa jijik.
www.ac-zzz.tk Tidak dernikian halnya dengan Gatot. Meskipun kunilai dia ebagai laki-laki
kurang ajar, tetapi ke?tika aku sudah berada di dalam pengua aannya
ta?ngannya tidak bergerak nakal seperti Bram. Me?mang Gatot menciumi
bibirku dengan agresif, juga pipi, rambut, dagu, dan leherku. Tetapi
tangannya hanya mengelusi kuduk dan bahu eli bagian bela?kang tubuhku. Dan
terlepas dari masalah itu, aku benar-benar heran pada diriku sendiri karena
perlakuan rnesra itu kubiarkan begitu saja. Tidak ada rasa jijik apa pun.
Padahal sebenarnya kalau me?nuruti otakku, aku harus merenggutkan tubuhku
dari pelukan Gatot dan kemudian menampar wa?jahnya kuat-kuat.
Tetapi tidak. Aku diam saja dan menikmati sen?sasi-sensasi yang ditimbulkan
oleh perlakuan Gatot saat itu. Babkan ketika berulang kali Gator
menge?ratkan pelukannya dan membualku begitu dekat dalam dekapannya,
tanganku begitu saja terulur dan melingkar di lehernya.
Entah berapa lama kami berpagut dan berciuman seperti itu, aku tidak tahu.
Aku benar-benar terlena. Aku sadar ketika kemudian telingaku mendengar
suara motor di sebelah depan sana. Saat itulah aku tersentak dan menyadari
kenyataan yang sedang kualami.
Kudorong dada Gatot dan kurenggutkan tubuhku dari pelukan lengannya
sehingga tubuh kami berdua merenggang. Sctelah itu cepat-eepat pula aku
meng?gcser tubuhku menjauhi laki-laki itu sampai rnera?pat ke pintu mobil.
Kutenangkan debur jantungku yang masih saja bergerak tak beraturan.
Kube?uahikan pakaianku yang kUSUl dan kurapikan rambutku dengan jemari.
tanganku yang gemetar. Kemudian cepat-cepat kulemparkan pandang mata?ku
ke arah rembulan yang kelihatannya semakin cantik dan ke arah laut yang
semakin bergelora seperti perasaanku saat ini.
Sungguh mati, aku merasa sangat malu. Bukan saja malu kepada Gatot, tetapi
terutama kepada diriku sendiri dan kepada alam semesta yang telah
menyaksikan perbuatanku dengan Gatot barusan. Kenapa aku bisa sampai Iupa
diri, lupa tempat, dan lupa pada sopan santun yang selama ini men?jadi
pakaianku sehari-hari, seolah aku tidak kenal nilai-nilai moral. Betul-betul
sangat keterlaluan. Dan betul-betul tak kusangka sarna sekali. Padahal ketika
Bram menciumiku dan memintaku untuk melakukan sesuatu di tempat ini
hampir dua tahun yang lalu, kepalaku rnasih begitu sehat dan mampu menolak
kemauannya dengan sikap yang amat te?gas. Bahkan sarnpai-sampai
menyebabkan hubungan kami putus karenanya. Padahal pula, aku mencintai
laki-laki itu. Tetapi Gatot"
Sakit dadaku rnemikirkan kenyataan yang baru saja terjadi itu. Apalagi
tatkala kuingat lelaki yang baru saja memesraiku itu adalah kekasih adilcku
www.ac-zzz.tk sendiri. Sungguh, betapa menyesalnya aku. Ke manakah ajaran-ajaran moral
yang sering kali di?masukkan ibuku agar aku menjadi orang yang ber?akhlak
dan berkepribadian tinggi" Padahal, aku paling setia memegang ajaran-ajaran
budi pekerti yang diberikan orangtuaku. Padahal pula aku sen?diri Lelah
menentang mati-matian hubungan Gatot dengan Tina karena menurutku ilia
bukan laki-laki " yang baik. Dia juga dia bukan laki-laki yang bisa dipcrcaya. Tetapi
ternyata sckarang aku sendiri malahan mernbiarkan diriku dipeluk, diciurn,
dan dibelai-belai dengan rnesra oleh Iaki-laki yang me?nurut otakku tidak
perlu dipcrhitungkan itu.
Mcrasa putus asa, kulampiaskan frustrasiku kepada Ielaki yang telah
membuatku terbuai dan tenggelam dalam suasana yang mernalukan tadi.
"Kau ... "kau telah menghinaku,' akhirnya dengan suara serak dan
bergelombang aku mampu berkata?kata.
"Tidak. Sarna sekali aku tidak menghinamu!" kudengar suara Gatot begitu
pelan dan lembut. Entah apa yang ada di kepalanya, aku tidak bisa
menebaknya. "Ya. Kau telah menghinaku. Kauperlakukan di?riku seperti perempuan murahan
yang kauambil dari pinggir jalan .... " Suaraku yang semula begitu keras,
semakin pelan dan bergelombang. "Aku benci kepadarnu .... "
"Sudah kukatakan padamu tarn, sarna sekali aku tidak menghinamu!"
Suaranya yang tadi begitu lembut dan pelan, berubah menjadi keras.
"Kalan rnemang begitu, kenapa kaucium aku .... dengan cara seolah ... aku ini
kekasibmu. Itu sung?guh sangat keterlaluan dan seharusnya tidak boleh
terjadi." Setetes air mata meluncur turun ke pipiku dan kuhapus dengan
diam-diarn agar Gatot tidak mclihatnya. "Bukankah kau kekasih adikku dan
aku menentang hubungan itu" Rasanya ... rasanya ... aku begitu murah.
Menentang hubungan kalian, tetapi kubiarkan kau menciumku. Aku ... aku semakin bend padarnu!"
. "Ambar, aku benar-benar khilaf tadi. Suasana rnalam yang indah dan romantis
itu rnempengaruhi diriku. Meliharmu dan merasakan betapa dekatnya dirimu
dan betapa pula cantik dan menawannya wajahmu yang tersirami cahaya
rernbulan itu, aku ... aku talc mampu lagi menahan diriku. Lupa sarna sekali
siapa dirimu." "Itu karena pada dasarnya kau memang mata keranjang!" A.ku melampiaskan
kemarahanku lagi dengan membentak-bentaknya. "Dan hidung belang.
Sekarang, semakin yakin saja aku pada penilaianku itu."
"Aku bukan ... "
www.ac-zzz.tk "Diam!" aku membentak lagi. "Kau harus me?nebus kesalahanmu malam ini
dengan suatu keha?rusan. Yaitu, segera putuskan hubunganmu dengan Tina."
"Aku tidak akan melepaskan dia," Gatot menja?wab dengan suara pasti yang
terasa menyakitkan telingaku.
"Kau harus!" "Tidak, Ambar. Aku tak akan melepaskannya," ''Tidak malukah kau kepada
dirimu sendiri?" Suaraku semakin meninggi. Dan kupelototi dia de?ngan mataku yang rnasih
basah. "Tidak berbunyikah suara hati nuranimu itu?"
''Tidak. Kenapa mesti malu pada diriku sendiri?" "Kau benar-benar sudah
rusak parah!" Aku megap-megap menahan perasaan putus asa yang semakin
menjadi-jadi. "Aku membencimu, Gatot. Aku akan mengadukan peristiwa tadi
kepada Tina. Semakin cepat dia mengetahui siapa dirimu, sema?kin baik buat
dial" Gator menoleh ke arahku dan menatapku dengan pandangan meuyelidik.
"Kau sanggup mengatakan bal itu kepadanya?" tanyanya dengan suara
rnengandung rasa ingin tabu yang pekat. . Aku tertegun. Tina seorang gadis yang lincab, periang, dan selalu memandang
dunia ini dengan dua warna .. Hitam dan putih. Bagaimanakah pera?saannya
kalau aku menceritakan kelakuan kekasih?nya terhadap diriku" Tidakkah
hatinya akan terlu?ka" Tidakkab hatinyaakan tercabik-cabik dan
kelin?cahannya menghilang" Ab, aku tidak tega mengu?rangi keceriaan masa
remajanya. "Bcranikab kau mengalakan apa yang terjadi taeli kcpadanya" ' Gatot
mengulangi pertanyaannya.
'Kenapa tidak berani?" aku berdusta. "Kurasa justru akan baik jadinya kalau
mulai sekarang dia bisa melihat dirimu dengan kacamata lain, kaca?mata
transparan yang tidak tertutup oleh hal-hal lain."
"Akan kita lihat nanti." Gatot menyandarkan punggungnya ke jok mobil. "Aku
ingin tahu apa reaksinya!"
"Kau betul-betul laki-laki yang tidak tabu malu dan menjijikkan!" aku
menyembur rnarah. i'Nab, sekarang nyalakan rnesin mobilmu dan segeralah
pergi dari ternpat ini. Aku muak.!"
"Jadi pembicaraan kita telah selesai?"
"Untuk apa lagi dibicarakan?" Aku mendengus.
"Sudah jelas, aku dan pasti juga keluargaku akan melarangmu masuk ke rumah
kami kalau peristiwa malam ini kuccritakan kepada mereka!"
www.ac-zzz.tk Gatot tidak menjawab. Tetapi tubulmya juga tidak bergerak barang sedikit
pun sehingga untuk kesekian ka1.inya aku rnembentak dia lagi.
"Jangan diam begitu saja," teriakku. "Cepat nya?lakan mesin mobilmu, lalu
segera bawa ak:u pu?lang!"
Gatot melirikku sesaat lamanya, kemudian ta?ngannya memutar kunci mobil
dan menuruti per?mintaanku. Tanpa berkata apa pun, dia membawa mobilnya
menjauh dan pantai, Dan tak lama ke?mudian ia telah mengarahkan mobil
barunya itu ke arab pintu gerbang, keluar dari daerah Ancol.
Di. sepanjang perjalanan, ak:u diam saja. Begi?tupun Gatot, sebingga ingin
sekali aku cepat-cepat tiba di rumah untuk rnelupakan semua hal yang baru
saja terjadi tadi. Tak akan kubiarkan pcristiwa itu masuk ke dalam
kenanganku. Dan tak akan kubiarkan peristiwa semacarn itu terjadi lagi.
Selama berhari-hari sesudah malam itu aku amat sibuk dengan pikiranku
scndiri sebab keadaan se?perti ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut, Aku
harus menjauhkan diriku dari Gatot. Dan aku juga harus bisa menjauhkan Tina
dad laki-Iaki itu. Daya tariknya terlalu kuat. Malahan sampai-sampai aku
pernah mernpunyai pikiran tak waras dan tak rnasuk akal, yaitu bahwa Gator
pasti mcrnpunyai ilrnu pelet. Ilmu yang mampu meraih pcrhatian kaurn
perempuan dan membuat mereka bertekuk lutut, rnenyerah dalam pesonanya.
Tetapi yang paling membuat diriku rcsah adalah konflik batin yang kurasakan
terhadap Tina bela?kangan ini, Di satu pihak, aku merasa telah
mengkhianatinya karena telah membiarkan Gatot me?mesraiku. Di lain pihak
aku ingin menceritakan peristiwa memalukan di Ancol waktu itu, untuk
menjauhkannya dari laki-laki yang tak kenal arti kesetiaan itu. Tetapi aku
tidak tahu bagaimana eara yang paling tepat untuk membuka mata Tina agar
adikku itu tidak kaget ketika mengetahui se?perti apa sebenarnya 1elaki yang
katanya ia cintai setengah mati itu.
Ketika pada suatu malam Tina masuk ke dalam kamarku untuk meminjam salah
satu blusku, knpa?kai kesempatan itu untuk sedikit berbicara dengan?nya.
Siapa tahu aku mempunyai kesempatan juga untuk menjauhkannya dari Gatot.
http:ebukita.wordpress.comhttp:ebukita.wordpress.comhttp:ebukita.wordpre
ss.comnorahttp:ebukita.wordpress.comhttp:ebukita.wordpress.com"Tina,
bolehkah aku mengetahui sesuatu tentang dirimu?" tanyaku membuka
pembicaraan. Aku benar-benar ingin tahu seperti apa hubungan mereka berdua saat ini.
Sebab menurut pikiranku, kalau Gatot seorang laki-laki yang baik pastilah dia
mempunyai rasa bersalah atau sedikitnya merasa malu kepada dirinya sendiri
atas apa yang terjadi di Ancol waktu itu. Dan pasti pula ada sesuatu yang ia
www.ac-zzz.tk lakukan untuk mengurangi beban rasa bersalah itu lerhadap Tina. Lebih
memanjakan gadis itu, misalnya.
"Kenapa tidak?" si lincah itu menjawab sambil mematut-matut blusku ke atas
dadanya. "Tentang apa sih?"
"Tentang dirimu dengan Gatot," jawabku dengan sikap hati-hati, "Bagaimana
hubungan kalian belakangan ini?"
Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seperti yang sudah kuduga, pertanyaan itu menimbulkan rasa heran pada
Tina. Ia menatapku penuh rasa ingin tahu.
"tumben pertanyaan ito kaulontarkan kepadaku, Mbak.. Ada alasan tertentu?"
ia balik bertanya. "Lho, memangnya aku tidak boleh bertanya seperti itu?" Aku pura-pura tak
acuh dengan cara menyibukkan diri mencarikan blus yang kira-kira pantas
dipakai olehnya. "Boleh sih, tetapi kok tumben kau menunjukkan kepedulianmu terhadap
hubungan kami. Biasanya kalau bukan sikap acuh tak acuh dan masa bodoh
yang kauperlihatkan, sikapmu menunjukkan penentangan atas hubungan karni
berdua," sahut Tina dengan pandangan bertanya. "Ada kemajuan?"
"Terus terang, tidak. Pendirianku tetap seperti semula, tidak setuju kau
menikah dengan laki-laki yang empat belas tahun lebih tua. Dan itu berkaitan
dengan masa depanmu, Tina. Aku tidak ingin melihatmu menyesal di kemudian
hari. Makanya aku ingin tahu perkembangan hubunganmu dengan Gatot
belakangan ini." "Mbak, sudah kukatakan berkali-kali bahwa kau terlalu berlebihan
mencemaskan diriku. Aku sudah bukan anak kecil lagi, lho. Aku ini gadis yang
sudah dewasa!" "Aku tabu, Tina. Tetapi umur delapan bela msih terlalu muda untuk
memikirkan kehidupan rumah tangga. Jangan sia-siakan masa mudamu, Aku
sangat menyayangimu, Tina."
"Menyia-nyiakan masa muda dalam hal apa, Mbak?"
"Dalam hal kehidupan pribadimu sebagai seorang individu. Saat ini kalau kau
ditanya siapa dirimu, pasti kaukaitkan eksistensimu pada keluarga dan pada
statusmu di dalam masyarakat. Maka selain menyebut nama, pasti kau akan
menjawab bahwa dirimu adalah anak ketiga keluarga Joko Pribadi. Bahwa kau
baru lulus SMU dan sekitar itulah."
"Apa sih maksudmu, Mbak?" Tina memotong perkataanku.
"Maksudku, kalau kau menikah muda maka kau akan kehilangan kesempatan
untuk mengaktualisasikan dirimu sebagai seorang individu atau seorang
subyek otonom yang tidak terkait dengan status atau peranmu di masyarakat.
www.ac-zzz.tk Artinya, kau bukan hanya sekadar sebagai seorang istri, pendamping suami,
atau ibu dad anak-anakmu saja. Dan kau bukan hanya milik mereka saja, tetapi
juga milik dirimu sendiri yang tahu apa maumu, mampu mengambil sikap dan
pilihan-pilihan yang tidak serba didikte oleh masyarakat, oleh individu mana
pun. atau oleh keharusan ini-itu yang dibuat oleh budaya atau lainnya. Di sini
yang bermain adalah kehendak bebasmu dengan seluruh tanggungjawabnya."
Mendengar perkataanku, Tina tercenung beberapa saat lamanya. Aku tahu,
dia sedang mencerna apa yang keluar dari mulutku.
"Bagaimana kalau pilihanku memang ingin menikah?" tanyanya lama kemudian.
"Asalkan itu benar keluar dari hatimu yang murni, yah, aku mau bilang apa"
Tetapi kalau pilihan itu kauambil karena membayangkan akan hidup berdua
saja dengan kekasih, atau apa sajalah yang serba manis dan indah dalam
lautan madu cinta, aku merasa wajib untuk menyadarkanmu agar tak mabuk
kepayang .... " Suaraku terhenti oleh tawa Tina yang renyah.
Gadis itu merasa geli mendengar kata-kataku.
"Bisa-bisanya kau memilih kata-kata antik," komentarnya.
"Hush." Aku tersenyum. "Aku cuma mau mengatakan padamu, bahwa menjadi
seseorang adalah menjadi pribadi yang mandiri. Yang mempunyai cita-cita ke
masa depan yang mampu menentukan dirinya sendiri, yang mampu memberi
makna hidupnya, yang tidak membiarkan diri tenggelam dalam suatu perasaan
semusim belaka. Kenapa semua ini kukatakan, adalah karena aku ingin
menyadarkanmu pada kelebihan-kelebihan yang dianugerahkan Tuhan
kepadamu. Seperti kecemerlangan otak yang tidak dimiliki setiap orang. Juga
kemampuan orangtuamu untuk memberi kesempatan belajar setinggi mungkin,
yang tidak dimiliki setiap orang. Dan juga semangat belajar yang tinggi. Kau
pasti tahu ada banyak orang memiliki otak yang encer, kesempatan, tetapi
malah belajar, dan tak punya daya juang."
"Mbak, kalau tentang itu jangan khawatir, Aku akan melanjutkan studiku
seperti niatku sernula kok. Masa kau tidak. tahu itu. Tanya saja pada Bapak
atau Ibu." , "Tetapi itu hanya untuk mengisi waktu atau menunggu perkembangan
hubunganmu dengan Gatot saja, kan?" Aku menebak-nebak,
"Ya. Tetapi itu sesuatu yang baik kan, Mbak"
Sambil menunggu menikah, aku menambah ilmu pengetahuan. Daripada
menganggur, kan?" "Berarti kalau menikah nanti, kuliahmu akan
kautinggalkan begitu saja?"
. www.ac-zzz.tk "Itu mungkin saja. Tergantung kemauan Mas Gatot!"
"Tetapi tidakkah kaupikirkan berapa banyak biaya yang telah telanjur
dikeluarkan oleh orangtua kitaT'
"Mengenai hal itu aku sudah pernah membicarakannya dengan Mas Gatot,"
sahut Tina dengan enteng. Caranya berbicara memperlihatkan sifatnya yang
masih kekanak-kanakan. "Dan dia mengatakan akan mengembalikan uang yang
telah dikeluarkan oleh Bapak dan Ibu untuk membiayai pendidikanku selama
ini." "Wah, hebatnya si Gatot itu. Mentang-mentang anak orang kaya dan dia
sendiri pun sudah berpenghasilan besar!" aku menyindir,
"Tetapi, Mbak, kita tidak sedang mendiskusikan Mas Gatot, kan?" Tina
menjinjitkan alis matanya yang berbentuk indah asli itu. 'Kalan tidak salah,
kau tadi menanyakan bagaimana hubunganku dengan Mas Gatot saat ini. Ya,
kan?" "Ya ... " "Nah, aku akan menjawab pertanyaanmu tadi, Hubungan kami berdua saat ini
baik-baik saja. Aku dan dia tetap saling mencintai. Bahkan belakangan ini Mas Gatot sering
memberiku hadiah?hadiah kecil tetapi sarat bermakna cinta."
Aku menarik napas panjang. Kutatap wajah Tina yang cantik tetapi masih
begitu muda dan hijau pengalaman itu. Kentara sekali dari air mukanya yang
polos. Aku jadi semakin kuatir memikirkannya. Gadis itu benar-benar tidak
tahu apa-apa mengenai kenakalan kekasihnya. Bagaimana kalau kelak dia
menyadarinya" Tidak akan patah hatikah dia"
"Apakah kau sudah kenal betul bagaimana sifatnya, kebiasaan-kebiasaannya,
kepribadiannya, dan lain sebagainya?" tanyaku lama kemudian.
"Tentu saja sudah."
"Seperti apa, Tina?" tanyaku lagi. "Coba tolong kau jelaskan."
"Mas Gatot itu seorang lelaki yang baik budi, sabar, murah hati terhadap
siapa pun, mudah memaafkan, memiliki rasa tanggung jawab dan kesetiaan
yang tinggi," jawab Tina dengan fasihnya, seperti sedang menyebutkan
hafalannya. "Ah, alangkah sempurnanya kekasihmu itu, Tina!" aku menyindir.
Tina menyadari sindiranku. Kepalanya berputar menoleh ke arahku. Ada
teguran dalam pandang matanya.
"Mbak, kau tidak mengenalnya sebagaimana aku mengenalnya," katanya
kemudian. "Jadi tolong, jangan menilainya secara negatif dulu. "
www.ac-zzz.tk "Dengan kata lain, dia benar-benar sempurna kan menurutmu?" aku tetap
menyindir kekasihnya dengan perasaan sebal dan muak. Entah ilmu pelet apa
yang dipakainya untuk mengelabui adikku itu.
Kalau saja tidak ingat apa akibatnya, ingin sekali aku mengatakan kepada Tina
bahwa Gatot yang katanya kesetiaannya tinggi dan tanggung jawabnya besar
itu belum lama ini telah menciumi, membelai, dan memesrai calon kakak
iparnya. Dan tanpa mengucapkan penyesalan atau permintaan maaf sama
sekali. "Wah, ya bukan begitu, Mbak!" kudengar suara Tina menanggapi sindiranku
tadi. Bibirnya tersenyum miring. "Mas Gatot itu manusia biasa. Dan yang
namanya manusia, tidak seorang pun yang sempuma. Jadi, Mas Gatot juga
tidak sempurna. Pasti seperti manusia lainnya, dia juga mempunyai kekurangan
di samping kelebihan-kelebihannya itu. Sama seperti aku dan juga kau, Mbak.
' "Tetapi yang kurang itu belum kaulihat, kan"' lagi-lagi aku menyindir kekasih
tercintanya itu. "Tetapi yah bagaimana bisa kaulihat kalau yang tampak hanya
kebaikan-kebaikannya, kemanisannya dan pernyataan cintanya yang
menggebu-gebu" Tina menghentikan tangannya yang semula sibuk memantas-mantas beberapa
helai blus ke tubuhnya di depan cermin meja rias ku. Badannya berputar ke
arahku. "Sebenarnya apa sih yang Mbak Ambar mau katakan kepadaku?" tanyanya
kemudian. "Berterus?teranglah padaku. Jangan menyindir-nyindir saja.
Aku tidak bisa menebak-nebak apa yang ada di dalam pikiranmu itu!"
Mendengar perkataannya, aku merasa bimbang.
Haruskah aku berterus terang dengan risiko hati adik tersayangku itu akan
terluka" Ataukah tetap menyembunyikan kenyataan dan membiarkan adikku
terperosok semakin dalam di telaga cintanya itu"
Melihatku terdiam, Tina mengerutkan dahinya.
. "Ada apa sib, Mbak" Katakan sajalah," katanya lagi. Kini dengan nada suara
mendesak. "Aku. .. aku cuma ingin kau tidak membiarkan dirimu terlalu tenggelam dalam
perasaanmu saja," akhirnya aku mencoba menjawab juga meskipun dengan
agak gugup. "Hendaknya kau juga tetap menjaga kewaspadaanmu. Tidak
mudah mempercayai orang dan mampu berpikir secara rasional."
"Ah, kau belum juga mengatakan apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranmu
itu, Mbak." Tina meneliti air mukaku. "Ada apa sih sebenarnya?"
Aku menarik napas panjang. Bingung.
www.ac-zzz.tk "Begini," kataku sambil mencari kata-kata yang netral. "Mengingat umur
Gatot yang sudah tiga puluh dua, aku yakin dia sudah pernah menjalin cinta
dengan gadis lain sebelum denganmu .... "
"Ya, itu pasti!" Tina memenggal perkataanku.
"Aku saja sudah pernah jatuh cinta kepada teman . sekelasku meski itu cuma
cinta monyet. Waktu itu beraninya cuma tulis-tulisan surat dan jalan
ramai?ramai dengan yang lain. Jadi, apalagi Mas Gatot yang sudah seumur itu.
Dan dia menceritakannya sendiri secara terns terang. Yang pertama dengan
teman kuliahnya. Gagal karena pacarnya jatuh cinta kepada dosen mereka.
Yang kedua juga gagal karena sang kekasih terlalu banyak menuntut
perhatiannya. Mas Gatot tidak tahan dan memilih berpisah sebelum hubungan
mereka berubah jadi saling membenci!"
. "Wah, tahu betul kau tentang masa lalunya!" "Tentu saja. Mas Gatot seorang
lelaki yang jujur. Ia juga meneeritakan pertemuan tak sengajanya dengan
Rini, pacar terakhirnya itu. Katanya, tampaknya bekas pacarnya itu
menunjukkan keinginan untuk kembali, "
"Kau tidak cemburu waktu Gatot menceritakan hal itu kepadamu, Tina?"
tanyaku ingin tahu. "Aku akan lebih merasa cemburu kalau Mas Gatot menyembunyikan hal itu
dariku!" Tina menjelingkan matanya kepadaku, membuat dadaku berdesir,
Apakah Gatot te1ah menceritakan peristiwa malam purnama di Ancol waktu
itu" Tetapi ah, itu tak mungkin. Aku yakin Gatot tak akan berani bercerita.
"Tina, yakinkah kau bahwa Gatot akan., akan setia kepadamu?" aku bertanya
dengan hati-hati. Mendengar apa yang kutanyakan, kulihat ada rasa geli dalam mata Tina. Dan
dia menatapku berlama-Iama.
"Kenapa sih kautanyakan itu padaku, Mbak?" tanyanya kemudian. "Apakah
menurutmu, Mas Gatot itu tidak bisa menjadi seorang kekasih yang setia?"
"Menurutmu bagaimana?" Karena tak bisa menjawab, aku balik bertanya.
"Aku tidak tahu," sahut Tina. "Terus terang aku kan baru sekali ini
berpacaran dengan sungguh?sungguh. Bukankah kau lebih berpengalaman
dariku, setidaknya pengalaman yang kaudapatkan ketika masih menjadi
kekasih Mas Bram!" "Kalau begitu, bisa kukatakan bahwa kita kaum perempuan ini hendaknya
jangan terlalu mudah mempercayai kesetiaan seorang kekasih, Sebab
menurut pengalamanku, baik dengan Bram ... maupun dengan ... dengan Orang
lain ... " Ah, hampir saja kusebut nama Gatot tanpa kusadari. "Lelaki lebih
www.ac-zzz.tk mudah tergoda lawan jenisnya sehingga tentu saja juga lebih mudah
melanggar kesetiaan."
"Wah, apa yang kaukatakan itu merupakan ketidakadilan jender, Mbak.
Stereotip tentang laki?laki bahwa mereka itu mata keranjang, mudah
tergoda, dan seterusnya!" Tina tertawa-tawa. Kedua belah bola matanya
masih saja bergelimang rasa geli. "Padahal lelaki yang setia juga banyak.
Sebaliknya, perempuan yang mata keranjang dan tidak setia juga cukup
banyak." "Tetapi apa yang kualami secara langsung, membuktikan hal itu, Tina. Laki-laki
tidak bisa mempertahankan kesetiaan!'
"Mudah-mudahan Mas Gatot termasuk yang sebaliknya," kata Tina sambil
menatap mataku. Rasa geli masih berbinar-binar dari kedua belah bola
matanya. Entah apa yang membuatnya merasa geli, aku tak tahu. Pikiranku lebih
terserap pada penilaian buta Tina terhadap Gatot. Padahal, aku menjadi saksi
bagaimana laki-laki itu telah melanggar nilai kesetiaan, Sungguh, betapa kesal
perasaanku karena tak sanggup mengatakan terus terang kepada gadis yang
sedang mabuk kepayang itu bahwa kekasih yang dianggapnya sangat setia itu
pernah menciumiku dengan penuh gairah.
"Tina, sebaiknya kau jangan hanya, bisa mengatakan mudah-mudahan saja "
tegurku sambil menahan perasaan kesalku itu. "Tetapi sebaiknya pasang
jugalah mata dan telingamu. Sebab siapa tabu kekasihmu yang hebat itu tidak
tahu. apa arti kesetiaan!"
"Tetapi, Mbak ... "
Cepat-cepat perkataan Tina kuhentikan sebelum dia menyelesaikan
kalimatnya. "Sudahlah, Tina, aku tak man berdebat denganmu. Pokoknya, jangan pemah
mempercayai laki?laki," kataku menyela. "Nah, sekarang aku ingin menonton
film seri kesayanganku. Kau boleh memilih blus mana saja yang kauinginkan.
Asal jangan yang warna hitam bunga-bunga merah dan ungu itu. Akan kupakai
besok!" Tanpa menunggu jawaban, lekas-lekas aku keluar kamar dan meninggalkan
Tina sendirian di sana. Maka pcmbicaraan tentang Gatot pun terhenti dengan
meninggalkan perasaan tak puas karen a aku belum juga berani berterus
terang kepadanya mengenai kekurangajaran kekasihnya itu. Tetapi bagaimana
mungkin aka berani" Bukankah di dalam peristiwa itu, aku sama sekali tidak
menolak ciumannya yang menggebu-gebu"
www.ac-zzz.tk Sekarang ini yang masih bisa kulakukan hanyalah berdoa kepada Tuhan agar
mata Tina terbuka untuk melihat sisi gelap yang ada pada diri Gatot dan mau
memikirkan kembali masa depannya bersama laki-laki itu. Dan bagi diriku, aku
juga berdoa agar jangan sampai ada kesempatan yang menyebabkan aku dan
Gatot bertemu lagi. Aku tak ingin berada di dekatnya. Berbicara dengannya
saja pun aku tak mau lagi.
Tetapi . apalab kekuatan manusia ini dibanding dengan kehendak Tuhan Yang
Mahakuasa. Seribu kali kita berdoa kalau Tuhan tidak menghendaki,
bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Kita yang tak mempunyai kekuatan apaapa ini bisanya hanya menyerah dan pasrah pada kehendak-Nya, Dan pikiran
kita yang hanya mampu termuati segela air ini pasti tak akan mampu
memahami apa yang telah direncanakan oleh samudra raya milik Tuhan yang
menciptakan seluruh air di dunia ini. Jadi tatkala di sebuah pertokoan tibatiba saja aku sudah berhadapan muka dengan Gatot sendirian aja, aku juga
tak mampu mengelak. Sebab selama ini aku sudah berhasil menghindari lakilaki itu, walaupun rumah kami bersebelahan, dan hanya dibatasi pagar tembok
rendah. Tetapi sekarang di tempat yang belasan kilometer jauhnya dari
rumah, kami berdua malah bertemu muka dengan muka di depan kasir, seolah
dunia begitu sempit. Padahal kota Jakarta ini padat penduduknya dan luas
sekali areanya. Padahal pula, kota Jakarta ini mempunyai ratusan ribu toko yang
tersebar di mana-mana. Tetapi anehnya aku dan Gatot berada di toko yang
sama, bahkan di depan kasir yang sama pula, masing-masing mau membayar
belanjaan kami. Siapa tidak frustrasi berat karenanya, . bukan"
"Hai," sapanya.
"Hmm ... ," gumamku tak jelas. Aku tak berani menatap wajahnya. Apalagi di
Ketlka Flamboyan Berbunga Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
antara orang-orang yang juga sedang antre di samping kasir.
"Belanja kok jauh-jauh dari rumah," Gatot berkata lagi.
"He-eh," sahutnya acuh tak acuh. "Sendirian?" tanyanya lagi.
"Ya ... ," aku terpaksa menjawab bukan dengan gumaman tak jelas seperti
sebelumnya. Bagaimanapun frustrasinya diriku, aku masih harus menenggang
perasaannya di hadapan orang banyak. Jangan sampai ia kupermalukan dengan
sikapku yang meremehkannya. Padahal kalau mengingat kelakuannya di Ancol
waktu itu, sikap dingin yang kuperlihatkan itu masih terlalu baik. Orang
seperti Gatot harus dikerasi dan diperlakukan dengan tega .
"Kau masih mau belanja apa lagi?" untuk kesekian kalinya dia bertanya.
Ah, alangkah inginnya aku membentaknya agar ia segera menyingkir dari
dekatku. Dan ingin kukatakan keras-keras padanya bahwa dia tidak perlu
www.ac-zzz.tk bertanya atau bicara apa pun denganku. Tak ada urusan antara dirinya dengan
aku. Tetapi sayang, itu tak mungkin kulakukan di depan orang banyak. Jadi aku
terpaksa menjawab dengan lebih sopan ..
"Ti ... tidak," aku terpaksa menjawab juga pertanyaannya tadi.
"Kalau begitu kau sudah mau pulang?"
Aduh, nyinyirnya lelaki satu ini. Benar-benar sulit sekali aku mau menjawab
apa dalam situasi seperti ini. Menegurnya bahwa ia tak berhak bertanya
tentang apa yang akan kulakukan, itu pasti bukan perbuatan yang sopan. Mau
menjawab bahwa aku sudah mau pulang, aku khawatir kalau-kalau dia
menawariku pulang bersama. Sebab ia pasti tabu bahwa mobil "umum" di
rumah kami sedang dicat ulang setelah diserempet mikrolet ketika sedang
dipakai Tina. Sedangkan mobil Bapak jarang sekali dipinjam oleh anak-anaknya
kalau tidak sangat perlu. Pendek kata, kebiasaan-kebiasaan yang ada di rumah
kami, Gatot sudah tahu. Dan apa yang sedang terjadi di rumah kami, lelaki itu
juga cepat sekali mengetahuinya. Tina yang tukang cerita itu telah menjadi
sumber berita yang paling terpercaya bagi Gatot. Jadi laki-laki itu pasti bisa
menduga kalau aku jalan-jalan kemari dengan kendaraan umum. Jadi, aku
bingung mau menjawab apa atas pertanyaannya tadi. Kalau kukatakan masih
ada yang akan kubeli, aku khawatir dia menawariku jasa untuk menemaniku.
Sungguh jawaban apa pun yang akan kuberikan padanya mengandung fisiko
keberadaanoya di dekatku. Serba salah jadinya.
"Bagaimana" Kau sudah mau pulang, atau ... ?"
Gatot bertanya lagi. "Aku masih pikir-pikir dulu ... ," akhirnya aku 'hanya bisa berkata begitu.
Setidaknya, aku berharap agar Gatot juga bingung mau melakukan apa
mendengar jawabanku itu. "Kok pikir-pikir dulu ... ?" Ah, masih saja lelaki tak tahu malu itu mendesakku.
"Ya, karena aku masih berpikir-pikir apakah jadi membeli sesuatu atau tidak,"
sahutku dengan perasaan apa boleh buat, Padahal ingin sekali aku
membentaknya dan menyuruhnya pergi dari dekatku.
Betapa lega hatiku tatkala akhirnya aku sudah berada tepat di muka kasir dan
dapat mengalihkan perhatian dengan mengeluarkan uang dari dompetku, Dan
kemudian tanpa pamit kepada Gatot sesudah menerima uang kembaliannya,
dengan gesit aku segera meloloskan diri. Dia masih terhalang dua orang lagi
sebelum tiba di depan kasir satunya.
Bukan main lega hatiku ketika menoleh ke belakang, aku tidak melihat Gatot
menyusulku. Maka dengan kecepatan dan kegesitan yang kumiliki aku lekaswww.ac-zzz.tk lekas naik ke atas, ke bagian penjualan sepatu. Pikirku, Gatot pasti mengira
aku sudah keluar pertokoan dan sedang mencari kendaraan untuk pulang.
Pikiran itu melegakan hatiku sehingga aku bisa melihat-lihat jajaran sepatu
yang dipajang di ternpat itu dengan lebih leluasa. Bahkan kubiarkan diriku
untuk mernuaskan keinginan menambah sepatu untuk kekantor. Aku memang
membutuhkan sepatu yang tak terlalu tinggi dan enak dipakai untuk
mondar-mandir di kantor, Sepatu tinggi membuatku merasa cepat lelah. Dan
juga tak bisa bergerak dengan enak dan bebas.
Ketika aku melihat sepatu dengan model yang kuinginkan, langsung saja aku
tertarik. Modelnya cantik tetapi sekaligus juga sportif. Lekas-lekas tanganku
terulur untuk mengambil sepatu itu. Tetapi karena kurang hati-hati, tanganku
menyenggol sepatu lain yang dipajang di dekat sepatu itu. Maka tanpa sempat
kutahan, sepatu itu jatuh. Untung lantainya dialasi dengan karpet sebingga
kulit sepatu itu tidak tergores.
Cepat-cepat aku berjongkok dan mengulurkan tangan untuk mengambil sepatu
tersebut. Tetapi belum lagi aku menyentuh benda itu, ada tangan lain yang
lebih dulu meraihnya. Kepalaku yang tertunduk langsung menengadah, ingin
melihat pemilik tangan itu dan mengucapkan terima kasih padanya. Maka
kulihatlah, tepat di depan wajahku karena dia juga sedang berjongkok di
dekatku, wajah pemilik tangan itu Wajah Gatot yang sedang tersenyum Lebar
kepadaku. Aku tersentak. Tersentak bukan hanya karena tidak menyangka akan bertemu
dengannya lagi karena mengira dia sudah pergi, tetapi juga kaget atas
reaksiku sendiri, Sebab begitu aku melihat wajah yang dekat dengan wajahku
itu, jantungku langsung meloncat-loncat dan darah di tubuhku mengalir
dengan deras sekali. Sungguh mati, aku membenci diriku sendiri karenanya!
http:ebukita.wordpress.comEnam http:ebukita.wordpress.com"KENAPA kau
ada di sini?" aku mendesis sambil melotot ke arahnya. Kemudian kurebut
sepatu yang ada di dalam tangannya itu.
Dengan cepat dan sambil berusaha keras untuk menenangkan deburan
jantungku yang sangat tak beraturan, sepatu itu kukembalikan ke
sandarannya di atas rak pajang. Aku benar-benar membenci laki?laki yang
selalu saja membuat emosiku teraduk?aduk dan aku jadi kehilangan kontrol
diri ini. "Kenapa aku ada di sini, jawabannya sederhana saja. Yaitu sama seperti
alasanmu kenapa kau ada di tempat ini," Gatot menjawab kalem. "Mencari
sepatu, kan?" www.ac-zzz.tk Aku terdiarn beberapa saat larnanya, tak tahu harus berkata apa. Sebab
memang tempat ini tempat urnum dan dia boleh-boleh saja hilir-mudik di sini
semaunya. Tak ada hakku rnelarangnya. Lagi pula belum tentu dia sengaja
membuntutiku. Mungkin saja dia memang ingin membeli sepatu.
"Sepatu sepcrti apa yang kaucari?" Karena aku tidak mernberi tanggapan atas
perkataannya tadi, dia melanjutkan bicaranya, "Ayo, kita sarna-sama
rnencarinya, Jadi kita bisa saling memberi pendapat atau saran tentang
.pilihan kita masing-masing!"
"Aku sudah biasa memilih sendiri sepatu yang kuinginkan," sahutku ,dengan
suara ketus. "Pendapat orang lain hanya akan membuatku bingung
menen?tukan pilihan. Jadi silakan jalan sendiri. Aku juga mau jalan sendiri!"
"Wah, kau masih saja tidak pernah memperlihatkan keramahanmu terhadap
seorang tetangga yang paling dekat dan paling baik. Apalagi tetangga yang
akan menjadi adik iparmu!" Gatot berkata lagi.
Aku melotot lagi. Tak peduli aku seandainya ada orang yang melihatku seperti
itu. Biar saja. "Adik ipar apa?" Aku mendengus. "Tak akan kubiarkan Tina menjadi istri
seorang lelaki hidung belang macam dirimu!"
"Lelaki hidung belang" Wah, jangan memberi cap seburuk itu padaku, kakak
ipar!" Gatot membelalakkan matanya yang bagus itu. "Sebuah ciuman mesra
dari seorang calon adik ipar adalah sesuatu yang wajar terjadi dan itu tidak
perlu dipermasalahkan."
"Oh, dasar lelaki mata keranjang yang tak tahu nilai-nilai moral!" Aku megapmegap menahan marah yang berbaur dengan perasaan malu karena diingatkan
pada peristiwa memalukan malam itu. "Aku sungguh muak melihatmu.
Sekarang menyingkirlah dari depanku!"
"Waduh, bukan main galaknya calon kakak iparku yang jelita ini!" Gatot
menatapku dengan bola mata berbinar-binar.Aku tak sudi memperpanjang
waktu untuk ber?debat dan adu kata dengan lelaki hidung belang itu. Oleh
sebab itu tanpa berniat untuk membalas perkataannya tadi, dengan langkah
lebar-Iebar kutinggalkan tempat itu tanpa pamit padanya. Menoleh sedikit
pun, tidak. Keinginanku untuk membeli sepatu hilang lenyap tanpa bekas.
Kini selagi Gatot masih ada di belakangku aku melangkah cepat-cepat, berniat
segera meninggalkan pertokoan itu. Pikirku, seandainya Gatot akan
menyusulku, ia pasti akan memakai eskalator yang tak jauh dari dekat kami
berdiri tadi. Dia pasti akan mengira aku mempergunakan tangga jalan itu
untuk turun. Dengan pikiran itu cepat-cepat aku menyelinap ke arah lift. Aku
berharap dia tidak berpikir aku akan turun dengan sarana itu.
www.ac-zzz.tk Sayangnya, tanda panah di atas kedua lift itu menunjuk arah panah ke atas.
Berarti aku tidak bisa segera turun dan menghilang dari pertokoan ini.
Karenanya, kucegat salah satu lift yang saat itu masih berada di lantai tiga
agar berhenti di lantai lima tempat aku sedang berdiri ini. Pikirku aku bisa
ikut naik dulu entah sampai ke tingkat mana nanti, dan baru sesudah
penumpang lift lainnya keluar aku bisa memijit tombol ke arah turun. Yang
penting, aku tidak bertemu Gatot lagi.
Dengan perasaan tak sabar, mataku terus-menerus menatap angka-angka di
alas pintu lift dan berharap benda itu' segera tiba di lantai tempatku berdiri.
Waktu melihat lift yang kupijit berhenti lama di lantai empat, kesabaranku
nyaris menguap. Pasti ada banyak penumpang lift yang keluar di tempat penjualan pakaian anak
-anak dan perlengkapan bayi. Sedang ada obral di sana. Ketika akhirnya lift
bergerak lagi aku mulai bersiap-siap. Begitu pintunya terbuka, tak sabar aku
langsung masuk dan membiarkan saja tubuhku bersenggolan dengan
penumpang yang akan keluar.
Tetapi dasar memang sedang sial, aku jadi kehilangan kewaspadaanku karena
tadi terus menengadah memandangi angka-angka yang menyala di atas pintu
lift. Maka sebagai akibatnya, ketika kakiku sudah menapak memasuki lift dan
di belakangku menyusul masuk orang yang justru sedang kuhindari, nyaris saja
aku memekik. Tetapi udah terlambat kalau aku ingin keluar kembali.
Pintu lift segera tertutup dan di dekatku berdiri dengan sopan seorang pria
berkulit putih. Apa nanti kata bangsa asing itu kalau melihat dua orang yang
baru masuk ke dalam lift bertengkar di dekatnya.
Bukan main dongkolnya hatiku. Sia-sia saja usahaku melarikan diri dari dekat
Gatot. Aku ingin menangis karena frustrasi berat. Dengan menahan perasaan
seperti itu aku terpaksa membiarkan lift bergerak naik. Di tingkat tujuh baru
lift itu berhenti dan laki-laki berkulit putih itu keluar sesudah melemparkan
senyum ke arah kami berdua,
Berada hanya berduaan aja dengan satu-satunya orang yang justru ingin
kuhindari itu merupakan siksaan berat bagiku. Air mataku mulai merebak
memenuhi kelopak mata saat tanganku memijit tombol lift kembali ke lantai
dasar. Tetapi lekas?lekas kusembunyikan wajahku agar Gatot tidak melihat
air mata yang meluncur di pipiku. Aku bermaksud menghapusnya dengan diamdiam. Tetapi rupanya laki-laki itu memperhatikan air mukaku dari cermin yang
ada di dinding lift. Sebab tiba-tiba saja tangannya terulur, menyentub lembut
pipiku yang basah dengan jemarinya.
www.ac-zzz.tk "Ah, begitu saja kok menangis," bisiknya dengan suara yang selembut elusan
jemarinya. Aku tak mau terpengaruh oleh kelembutan sikapnya. Tangan Gatot segera
kutepis. Dan meskipun aku ingin menangis sekeras-kerasnya, kemarahanku
harus kusalurkan sebagai pengobat frustrasiku tadi.
"Apakah kau ... kau ... tak merasa telah menggangguku dan melenyapkan semua
kegembiraanku berbelanja di hari liburku ini?" bentakku. Tetapi suaraku tak
bisa sekeras yang kuinginkan karena bergetar menahan tangis.
"Jangan membesar-besarkan hal yang tak perlu dipermasalahkan," sahut
Gatot dengan tenang. "Sebab semestinya hari ini bisa kita isi dengan
berbelanja dan memilih barang bersama-sama sambil mengobrol dengan
tenang dan santai. Dan setelah capek, kita bisa makan di basement. Ada es
cincau hijau dan es doger di bawah sana."
"ldih, siapa yang sudi jalan berduaan dengan lelaki hidung belang macam
dirimu!" aku membentak lagi. Tetapi kali itu air mata yang belum tuntas keluar
tadi, meluncur lagi ke pipiku. Menyebalkan juga air mataku itu, Kenapa harus
keluar di saat yang tidak tepat"
Gatot tidak menanggapi perkataanku. Kelihatannya, perhatian laki-laki itu
lebih tercurah pada air mataku. Tangannya terulur lagi, dan dia
mengusap?usap pipiku dengan gerakan lembut.
Tidak seperti tadi, tangan Gatot tak kutepiskan.
Dan gilanya, hatiku bahkan tersentuh oleh perbuatannya itu. Usapan
tangannya yang menyentuh pipiku yang lembap dan gerakan jemarinya yang
lembut membuatku tak lagi mampu berpikir sehat. Untungnya kejadian itu
hanya berlangsung selama beberapa saat saja.
"Lepaskan tanganmu yang kurang ajar itu," kataku kemudian. "Jangan purapura baik hati terhadapku!"
Gatot menuruti perkataanku. Tangannya yang berada di pipiku dilepaskannya.
Tetapi sebagai gantinya, tangan yang baru lepas dari pipiku itu
dilingkarkannya ke bahuku. Lengannya yang kokoh, yang terbentuk oleh
kesukaannya berolahraga, memelukku dengan sikap melindungi. Dan telapak
tangannya menepuk-nepuk pangkal bahuku, persis
seperti orang sedang membujuk anak kecil yang sedang menangis. Tetapi aku
tak mau jatuh ke dalam rayuannya itu,
"Lepaskan!" sentakku lagi.
"Tidak sebelum kau mau memaafkanku karena telah membuat air matamu
tumpah!" dia berbisik di sisi telingaku. "Percayalah, Ambar, aku benar?benar
tidak bermaksud membuatmu marah, Dan percayalah pula bahwa aku benarwww.ac-zzz.tk benar ingin jalan?jalan bersamamu di pertokoan ini. Pasti banyak orang akan
merasa iri melihatku berjalan bersama seorang gadis jelita, yang matang dan
semenarik dirimu.' , Aku tahu betul, apa yang dikatakannya itu hanyalah rayuan gombal belaka.
Rayuan yang entah sudah diobralnya ke mana saja. Sebab meskipun aku sadar
bahwa diriku memang cantik, tetapi kalau sampai membuat banyak orang
merasa iri kepada Gatot, rasanya itu sangat berlebihan. Lelaki itu cuma ingin
mengobral rayuan gombalnya saja. Kota Jakarta ini gudangnya perempuan
cantik. Pasti yang lebih cantik dari aku banyak sekali.
Namun yang membuatku merasa aneh adalah perasaanku ketika mendengar
rayuan gombal itu. Tak ada amarah dalam hatiku. Tak ada rasa kesal padaku.
Yang ada justru sentuhan perasaan yang agak-agak manis. Padahal kalau
rayuan gombal itu diucapkan oleh laki-laki lain, barangkali aku akan merasa
muak mendengarnya. Bukankah itu aneh" Apalagi kalau diingat betapa
bencinya aku kepadanya. Tetapi yah kalau aku mau bersikap jujur, memang cara Gatot mendekatiku
sejak tadi patut kuhargai. Dia telah mengejarku di pertokoan ini hanya untuk
menemaniku berbelanja, Sikapnya mengatakan bahwa bagi dirinya, aku ini
Tengkorak Maut 2 Walet Emas 01 Kilatan Pedang Merapi Dahana Keris Pusaka Sang Megatantra 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama