Ceritasilat Novel Online

The Chronos Sapphire Ii 1

The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri Bagian 1


PROLOG Aria"s Side Hai, semuanya. Kalian masih ingat padaku, kan" Syukurlah kalau kalian ingat. Kalau tidak, itu
keterlaluan. Bercanda. Jangan diambil hati"
Bagi yang belum mengenalku, salam kenal, namaku Shiroyuki Aria. Usiaku sekarang 19
tahun. Dan, ya" aku sudah kuliah, kalau kalian menanyakan apakah aku masih sekolah atau tidak.
Aku tinggal bersama kedua kakakku, Keiko dan Kazuhi. Ciri-ciriku adalah berambut panjang
hitam lurus, bola mata biru kecoklatan, dan juga kulit putih. Ya" kalian bisa menyebutku cantik.
Oke. Terima kasih sudah memuji. Aku tidak suka disanjung berlebihan.
Dilihat dari penampilanku, kalian pasti mengira aku gadis biasa (kecuali kalau kalian
menganggap seorang artis itu adalah orang luar biasa), kan" Sebenarnya" tidak. Aku bukan gadis
biasa. Karena aku mempunyai kemampuan khusus. Seperti telekinesis, membaca pikiran,
menembus benda, dan" menghentikan waktu (kemampuan yang terakhir ini aku dapatkan dari
Jack). Kalian ingin tahu kenapa aku punya kemampuan seperti itu" Itu karena aku adalah The
Chronos Sapphire, manusia gen buatan yang mempunyai kemampuan unik dan sangat kuat
sekaligus jenius. Hanya ada 8 orang, termasuk aku, adalah The Chronos Sapphire. Stevan, Duke,
Lord, Dylan, Charles, Jack, dan Rifan.
Oh, tentu saja" mereka semua cowok. Nama mereka semua, kan, nama anak laki-laki.
Dan, benar, aku satu-satunya cewek di The Chronos Sapphire.
Sebagai The Chronos Sapphire, kami memang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (bisa
dibilang kami ini super jenius), dan juga daya tahan tubuh yang baik. Kami juga cepat beradaptasi
dengan lingkungan. Itu semua adalah kemampuan yang benar-benar berguna bagi kami. Tapi,
kemampuan kami tersebut sempat dijadikan untuk melakukan hal-hal buruk. Kami dulu disuruh
membunuh. Ya. Bisa dibilang, kami ini dulunya adalah pembunuh bayaran. Ceritanya lumayan panjang,
dan untungnya berakhir dengan bahagia. Walau tidak terlalu bahagia juga, sih"
Jangan heran jika kami ini dulunya pembunuh bayaran. Kami dipaksa, kami tidak secara
sukarela menjadi pembunuh bayaran. Apalagi aku, aku tidak pernah mau menjadi pembunuh
bayaran. Aku paling benci melihat darah. Bisa-bisa aku muntah (maaf).
Awalnya kami diculik dan dilatih untuk menjadi pembunuh bayaran selama 1 tahun dan
kemudian 1 tahunnya lagi, kami disuruh membunuh. Kami membunuh secara berkelompok.
Karena kami ber-8, tentu saja dibagi menjadi 4 kelompok. Aku selalu berpasangan dengan Rifan,
yang adalah pasangan empatiku. Pasangan empati adalah dua orang yang bisa berkomunikasi lewat
telepati. Dalam hal ini, hanya kami berdua yang bisa berkomunikasi lewat telepati dalam jarak
sejauh apapun. Yang lain tidak bisa, karena" yah, aku tidak tahu. Mungkin karena aku satusatunya cewek dan mendapat pasangan empati yang sudah kukenal suaranya sejak kecil. Rifan dulu
selalu berbicara denganku lewat pikiran.
Dan juga, dia adalah tunanganku.
Oh, tentu saja. Kami berdua pasangan empati memang. Kami juga saling menyukai.
Yah" itu tidak perlu dibahas lebih lanjut.
Saat pertarungan terakhir dengan Jack (Jack adalah cowok yang membuat teman-teman
yang lain ham"bukan hanya hampir, sih, mereka pernah mati, tapi kuhidupkan kembali dengan
kalung bulan sabit biruku. Tentu saja saat-saat itu adalah yang terberat ketika aku harus bisa
menghidupkan mereka kembali dan" berpisah dengan Rifan.
Hampir beberapa bulan kehidupan normalku kembali. Kehidupan teman-temanku yang
lain juga. Tapi, karena kami dulunya adalah" anggap saja, pembunuh, kami tidak boleh terpisah
satu sama lain. Karena itu, Administrator yang asli, yang ternyata adalah ibuku sendiri, yang
ternyata (juga) masih hidup dan bersembunyi dari orang-orang yang masih berusaha
membunuhnya, menempatkan kami pada satu lingkungan yang sama. Begitu juga dengan sekolah
kami. Walau aku masih tidak mengerti arti dari semua ini, toh, aku tetap menerimanya.
Kehidupan tenang yang kukira akan terus berlangsung, kembali diganggu oleh Jack. Kali
itu, dia berusaha membunuhku setelah konser pertamaku sebagai penyanyi pendatang baru usai.
Dia menggunakan kemampuan penghentian waktunya untuk menjebakku.
Untunglah Rifan datang, dan menyelamatkanku tepat sebelum aku terbunuh. Dan dengan
bantuannya (dan juga Maya, yang entah kenapa waktu itu bisa berbicara lagi denganku. Oh ya,
Maya itu bayanganku. Istilahnya, sih" suara hatiku. Kalian mengerti saja, kan"), aku berhasil
menyegel kemampuan Jack di dalam kalung bulan sabit biru yang selalu kupakai dan aku bisa
dengan leluasa menggunakan kemampuan di dalam kalung itu kapanpun aku mau. Oh, tentu saja,
aku menggunakannya satu kali saat Rifan mengajakku kencan (aku tidak mau menceritakan
bagaimana kisahnya. Itu rahasia pribadiku).
Dan kini, sudah" berapa tahun" Mungkin sekitar 1-2 tahun sejak kejadian itu. Aku kira,
kebahagiaan, happy ending, benar-benar sudah berada di pihakku.
Tapi, ternyata aku salah.
Karena hari itu, aku kembali merasakan sakitnya kehidupan The Chronos Sapphire.
Tanpa mengetahui siapa diriku sebenarnya.
BAB 1 Hari Itu Terulang Kembali
Rifan"s Side Akhirnya, aku sampai juga di bandara. Di pintu kedatangan, aku sudah melihat Dylan dan kakak
Aria, Keiko, menungguku. Aku melambai kearah mereka dan mereka balas melambai.
Kupercepat langkahku menuju mereka, langkahku agak terburu-buru karena aku sudah tidak
sabar bertemu Aria. Oh ya, kalian belum mengenalku" Atau sudah"
Kalau belum, perkenalkan. Aku Rifan Hawkins. Hmmm" dilihat dari wajah kalian yang
tersenyum, sudah pasti kalian mengenalku. Yup. Aku adalah mantan The Chronos Sapphire
nomor 3. Sekaligus tunangan Aria.
Tapi, maaf, aku tidak bisa menceritakan detail mengenai tunangan. Itu terlalu pribadi.
Maaf sekali. "Rifan, senang melihatmu lagi." sapa Dylan sambil mengajakku ber-high five. "Kudengar
Nenekmu sakit lagi, ya?"
"Yah" maklumlah. Beliau sudah tua. Hanya aku satu-satunya keluarga yang masih ada,
jadi aku harus memperhatikan beliau." kataku tersenyum. Memang beberapa hari yang lalu aku
kembali ke Hongkong, China untuk menemani nenekku yang sedang sakit tifus. Aku bisa
memaklumi. Umur beliau, sudah 78 tahun, tapi tetap sehat bugar walau sudah beberapa kali
diserang penyakit parah. "Hai, Kak Keiko." Sapaku pada Keiko.
Keiko hanya tersenyum dan mengangguk. Ya ampun. Masa sampai sekarang dia masih
dingin begini terhadapku" Aku, kan tunangan adiknya"
"Oh ya, tadi Aria menanyakan kabarmu. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu."
Kata Keiko, "Yah" kalau kita tidak cepat, kita akan ketinggalan konsernya."
"Konser" Dia menggelar konser lagi?" tanyaku bingung.
Keiko mengangguk dan mengeluarkan ponselnya, mengutak-atiknya sebentar, dan
memperlihatkan layar display-nya padaku. Pesan dari Aria.
"Kalau kamu sudah sampai, cepat datang ke konserku." Kataku membaca pesan itu, "Ya
ampun, memaksa sekali dia?"
"Kau tahu sifat itu menurun dariku." Kata Keiko sambil memasukkan lagi ponsel ke dalam
saku blazernya. "Ayo. Kalau kau tidak mau kena marah Aria, kita tidak boleh terlambat datang ke
konsernya." *** "Hai," Kepala Aria secepat kilat menoleh kearahku ketika aku masuk ke dalam ruang ganti yang
dipenuhi oleh orang-orang sehingga tempat ini jadi tidak luas lagi. Ada Charles, Duke, Stevan, dan
Lord juga. Mereka juga ber-high five denganku seperti Dylan di bandara tadi.
"Apa kabar, Rifan" Wow! Sepertinya kau makin berotot, ya?" canda Stevan.
"Sial. Kurus begini dibilang berotot." Sungutku.
"Rifan!" Aria langsung memelukku dan tidak memerdulikan tatapan penuh arti dari teman-teman
yang melihat kearah kami. Dan" aduh. Keiko dan Kazuhi. Tatapan mata mereka berdua seperti
singa lapar! Mengerikan"
"Oke, sebaiknya, kita beri mereka sedikit privasi." Kata Dylan sambil menahan tawa
(Kelihatan sekali dari wajahnya), "Ayo, Keiko. Semuanya, ayo."
Satu-persatu mereka mulai keluar. Yang susah hanya Charles. Dia ngotot untuk tetap
tinggal, tapi diancam oleh Dylan dia tidak akan mengajarkan tehnik memecahkan sandi rahasia
yang dipelajarinya di universitas.
Setelah mereka semua keluar, barulah Aria melepas pelukannya. Kedua lengannya masih
melingkari leherku. Bahkan dari dekat begini, dia jadi lebih cantik dari biasanya.
"Hai." Kataku. "Masa, hanya begitu salamnya?" balasnya pura-pura merengut. "Aku kangen denganmu,
tahu." "Baru seminggu kutinggal sudah kangen. Bagaimana kalau setahun atau lebih?" kataku
mengacak-acak rambutnya yang diikat twintail atau ikat dua seperti boneka.
"Iiih" nanti dandananku rusak." Katanya sambil menjauhkan tanganku dari kepalanya.
"Lagipula, kamu, kan bisa bertelepati denganku. Kenapa beberapa hari itu kamu tidak
melakukannya" Hampir saja aku mati saking khawatirnya dengan kamu."
"Mulai, deh?" Aria nyengir dan kemudian aku mencium pipinya, dan" tentu saja, bibirnya. Aku bisa
mencium aroma parfum bunga lavender yang bercampur dengan bunga mawar di tubuhnya.
"Oh ya, aku punya oleh-oleh untukmu." Kataku setelah melepaskan ciumanku dari
bibirnya. "Apa" Jangan ular! Aku tidak mau melihat ular!" katanya berjengit. Ingat kalau aku pernah
membawa ular putih jinak sebagai oleh-oleh (tapi, tetap saja dia ngeri).
"Tentu saja bukan." Aku merogoh saku celanaku dan mengeluarkan seuntai gelang dengan
bandul liontin berbentuk hati. "Nah, ini."
"Wah" indah sekali."
"Tentu saja. Aku khusus memesannya dari kenalan nenekku yang kebetulan punya bisnis
perhiasan. Dan aku minta dibuatkan gelang ini. Khusus untukmu." Kataku, "Suka?"
"Suka." Kata Aria sambil memakai gelang itu di pergelangan tangan kanannya, "Terima
kasih, ya." "Sama-sama." Aku tersenyum dan mencium pipinya lagi, "Nah, kamu sudah siap
menghibur penggemar?"
"Tentu, dong" aku harus selalu siap untuk itu." ujar Aria sambil tersenyum.
Aku menggandeng tangannya dan mengajaknya keluar ke belakang panggung untuknya
segera menghibur para fans-nya yang eluannya sudah kudengar dari tadi.
*** Dalam kegelapan, ku hanya ingin meraih benang itu"
Dalam cahaya itu, ku ingin memeluk kembali kegelapan"
Yang dulu selalu menemaniku"
Kegelapan dan cahaya, dua kesatuan yang saling melengkapi"
Aku melambai kearah Aria ketika dia sengaja melihat kearahku. Ya ampun" aku hampir
saja digencet oleh para fans Aria, yang menamakan diri mereka MyAria tadi. Mereka memang
tidak tahu kalau aku adalah tunangan Aria. Hahaha" mungkin kalau mereka tahu, mereka akn
menyembah-nyembah padaku. Tapi, aku tidak sampai segitunya juga, kali"
Dari arah belakang, tiba-tiba aku tertabrak oleh seseorang berpakaian serba hitam dan
memakai topi yang menutupi hampir sebagian wajahnya.
"Maaf," kataku padanya. Tapi, orang itu tidak menyahut. Dia malah terus berjalan kearah
depan dan tidak kesulitan menemukan jalan untuk menyelip diantara kerumunan orang-orang ini.
seolah-olah dia" Aku melihat sesuatu yang dipegangnya. Seperti sebuah pedang. Pikiranku tiba-tiba bekerja
terlalu cepat. Tidak mungkin! Orang itu!
Aku mencoba mengejar orang itu, tapi tidak berhasil mengejarnya karena padatnya
pengunjung konser ini. Aku menoleh-noleh mencari Charles, Duke, Stevan, Lord, ataupun Dylan.
Tapi aku tidak bisa melihat mereka dari sini. Mereka pasti berpencar untuk menjaga konser ini
tetap aman. Secara tidak langsung, mereka menjadi petugas keamanan disini.
Aku kembali menelusuri jejak orang itu dan menemukan apa yang kucari. Dia tengah
berada di pinggir panggung. Menatap kearah Aria.
Ya Tuhan" jangan bilang kalau orang itu"
Aku berhasil mencapai orang itu dan juga berhasil meraih pundak itu.
"Hei, tunggu." kataku di telinganya.
Orang itu menoleh dan aku terkesiap melihat wajah orang itu. Wajahnya bukan wajah yang
itu. "Ada apa, nak" Saya ini wartawan. Jangan mengganggu saya." Kata pria itu sambil
memperlihatkan tanda pengenal wartawannya.
"M, maaf, Pak. Maaf kalau saya mengganggu Anda. Permisi." Kataku.
Aku lalu berjalan kearah lain meninggalkan wartawan itu.
Tapi, aku yakin aku tadi melihatnya! Aku benar-benar yakin! Aku?"
"Kyaaa!!!" Aku mendengar suara teriakan Aria di atas panggung dan cepat-cepat menoleh.
Oh, tidak" ternyata memang dia"
BAB 2 Jack, Dia Kembali" Aria"s Side Aku tidak ingat persis apa yang terjadi.
Dari arah belakang, tahu-tahu saja ada yang mencengkeram tanganku dan menekannya di
punggungku sampai aku merasa kesakitan. Yah, sebenarnya tidak terlalu sakit, tapi tetap saja, aku
kaget. Aku tidak bisa menoleh ke belakang karena sebelah tangan dari arah belakang mencekik
leherku. "Kita bertemu lagi," ujar suara orang yang memiliki kedua tangan itu.
Suara itu" Aku mencoba melirik dari sudut mataku dan terkesiap.
"J, Jack?" Jack. Ini tidak mungkin! Bagaimana dia bisa keluar dari tempat pengisolasiannya?""
Aku menoleh-noleh kearah penonton, yang ternyata tidak terlihat takut dan mencoba
kabur. Apa jangan-jangan mereka mengira ini acara tambahan" Sial.
Tapi, bukan itu yang ada di pikiranku sekarang. Di mana teman-teman yang lain" Di mana
Rifan" "Kalau kau mencari kekasihmu, jangan khawatir, aku akan membereskannya." Kata Jack di
telingaku. "Apa" Bagaimana kamu bisa"akh!"
Tangan Jack yang mencekik leherku beralih ke tanganku yang lain. Sekarang kedua
tanganku dalam posisi terkunci dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Tiba-tiba cengkeraman Jack terlepas. Aku segera bersalto menjauh darinya dan melihat
Dylan membawa senjatanya saat menjadi The Chronos Sapphire.
"Dylan!" "Aria, kamu baik-baik saja?"
Charles, Duke, Lord, dan Stevan muncul di belakangku. Rifan datanga terakhir. Dia
sepertinya baru berlari puluhan kilometer. Dia berkeringat.
"Aku baik." kataku pada keempat temanku.
"Aria, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Rifan setelah sampai di hadapanku. Aku
mengangguk mengiyakan pertanyaannya.
"Jack" Bagaimana bisa dia ada disini?" kata Lord sambil mengeluarkan pedang berwarna
perak dari sarung pedang yang tahu-tahu sudah ada di pinggang kanannya, "Bagaimana dia berhasil
kabur dari tempatnya ditahan?"
"Itu juga yang ingin kutanyakan." Kataku. "Tapi, sebaiknya kita membantu Dylan dulu.
Ah. Dan juga, mengeluarkan para penonton dari sini. Mereka tidak boleh sampai terluka ataupun
terbunuh." "Aku akan mencoba mengeluarkan mereka semua dari sini dengan bantuan para kru yang
lain." kata Duke. "Ya. Tolong, ya?" sahutku.
Duke lalu meloncat ke bawah panggung. Keempat cowok yang ada di sekelilingku mulai
mengeluarkan senjata mereka.
"Blue Rose!" aku memanggil senjataku dan senjata itu muncul di udara di hadapanku.
Aku meraihnya dan mengeluarkan pedang Blue Rose yang sudah kugunakan sejak menjadi
The Chronos Sapphire itu.
"Hei, apa itu pertunjukan utamanya" Kenapa orang-orang itu memegang senjata." Aku
mendengar salah seorang penonton berseru kearah panggung.
Kalau saja mereka tahu, mungkin mereka akan"
"Aria! Awas!!" Rifan tiba-tiba mendorongku ke sisi lain dan dia sendiri bersalto kearah datangnya serangan
yang sepertinya ditujukan kearahku.
Gawat, serangan itu akan melukai penonton!
Aku cepat-cepat menggunakan kemampuan telekinesisku dan menahan serangan itu
dengan tubuhku. Paha kananku terkena serangan seperti sabetan pedang. Aku terjatuh kearah
penonton dengan bunyi bedebum yang cukup keras. Aku bisa mendengar mereka berteriak kaget
ketika melihat darah di paha kananku.
"Kalian cepat pergi dari sini!" kataku pada mereka. "Kalian harus per?"
"Ternyata kau masih sama seperti yang dulu, ya?"
Aku menoleh secepat kilat ke belakang punggungku dan menahan Deathly Sorrow yang
berniat menusuk dadaku. Jack tersenyum padaku dengan senyum liciknya yang khas.
"Jack?" kataku.
"Lama tidak bertemu, sepertinya kemampuanmu menurun." Katanya. "Sayang sekali kau
tidak melihat kemampuan baruku."
"Apa?" Aku mendorong Jack dan bersalto mundur sambil meludahkan darah yang ada di
mulutku. Sial. Tubuhku yang sekarang sudah tidak sama dengan yang dulu. Karena kemampuan
penyembuhan sekaligus menghidupkan seseorang yang sudah mati1, jiwaku terancam akan
menghadapi kematian yang lebih cepat.
Aku melirik ke sekelilingku. Aduh" apa para fans-ku ini tidak mengerti apa yang
kukatakan barusan" Kenapa mereka masih disini dan malah mengerubungi kami dengan bentuk


The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lingkaran seperti ini"
Aria! Kamu harus lari! Jack bisa menggandakan dirinya sendiri! Suara Rifan terdengar di
otakku. 1 Baca The Chronos Sapphire buku pertama
Apa" Bagaimana"
Pokoknya, kamu harus lari! Dia mengincarmu! Kami akan menahannya sambil mencari
yang asli disini. Aku mendongak keatas panggung dan mataku melebar melihat banyaknya Jack palsu yang
bertarung melawan kelima temanku disana.
"Rifan! Lord! Stevan! Dylan! Charles!"
"Tidak ada gunanya kau memanggil mereka." kata Jack yang ada di hadapanku.
Aku menyiagakan Blue Rose di tanganku dengan posisi bertarung.
"Mereka tidak tahu mereka berhadapan dengan siapa. Mereka tidak tahu apa yang akan
menimpa mereka nanti." Kata Jack lagi, "Karena kunci milik mereka akan segera kudapatkan."
"Apa" maksudmu?" kataku mempererat genggamanku pada Blue Rose.
Jack mengedikkan bauh seolah-olah itu tidak penting. Aku tidak mungkin bertarung
dengan Jack di sini. Jika aku bertarung, akan ada yang mati dari salah satu atau beberapa dari
penonton yang datang ke konserku. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Kau lupa kalau aku mengincarmu?" tanya Jack dengan nada main-main.
"Tentu saja aku tidak lupa." Balasku, "Kamu kira aku bodoh" Aku tidak akan lupa pada
apa yang kamu lakukan pada yang lain. Untuk apa lagi kamu mengincarku?"
"Aku butuh hiburan. Karena itu aku kabur dari tempatku dipenjara. Disana tidak
menyenangkan." Katanya dengan nada bosan, "Aku butuh mainan."
"Kamu kira kami ini mainanmu!?"
Aku tidak tahan dengan nada suaranya yang terdengar malas-malasan dan berlagak seolah
dia yang paling hebat dan berkuasa. Aku benci dengan semua itu.
Jack memandangku dengan pandangan meremehkan. "Kau kira aku tidak tahu jiwamu
akan terancam jika kau menghidupkan kembali orang yang sudah mati" Atau jika kalung bulan
sabit biru-mu itu hancur, pecah berantakan?"
Aku mendengar diriku sendiri terkesiap kaget. Lebih kaget daripada sebelumnya.
Darimana dia tahu semua itu" Bukankah itu hanya rahasia diantara aku, ibu, dan Rifan"
Bagaimana Jack bisa tahu"
"Darimana" darimana kamu tahu hal itu?" tanyaku.
Jack tersenyum dengan sebelah bibirnya, senyumannya yang khas.
"Kau tidak perlu tahu. Tapi, satu hal,"
Dia tiba-tiba menghilang dan aku mendengar suaranya dari arah lampu panggung.
"Aku suka melihat kekasihmu menderita." Kata Jack dari atas lampu panggung.
"Apa" Kau?"
Sebelum aku sempat bereaksi, sesosok tubuh jatuh di hadapanku. Itu Rifan.
"Rifan!" aku berlari kearahnya dan melihat di beberapa bagian tubuhnya terluka dan
mengeluarkan darah. "Aku" aku baik-baik saja." Kata Rifan sambil meludahkan darah di mulutnya. "Kamu
tidak perlu menyembuhkanku. Itu akan semakin membahayakan jiwamu."
Aku mengangguk ragu walau sebenarnya ingin menyembuhkannya.
Aku mendengar kerumunan orang-orang mulai terkuak, dan aku tahu, Duke sedang
berusaha mengeluarkan para penonton dari tempat ini bersama para kru. Aku mengamati kearah
kerumunan orang-orang, tapi tidak bisa menemukan Duke. Dimana dia"
"Percuma kau mencarinya." Suara Jack membuatku menoleh kearahnya. Seringai sinis
yang selalu ia tunjukkan membuatku merinding. Perasaanku langsung berubah tidak enak.
"Duke tidak akan pernah kesini." Katanya lagi, "Aku sudah membuat barikade agar tidak
ada orang lain yang bisa pergi dari sini. Termasuk para fans-mu. Aku ingin melihat mereka
berlarian seperti semut yang keluar dari barisan saat melihatmu mati."
"A, apa?" Jack menjentikkan jarinya dan sebuah benda yang sangat kukenal muncul di tangannya.
Kalung sabit biru-ku! Aku meraba leherku dan baru menyadari kalung itu sudah tidak melingkar di leherku.
Sejak kapan" Sejak kapan dia mengambilnya.
"Sayang sekali, padahal kau mainan yang asyik." Katanya dengan nada santai. Dia
memutar-mutar kalung itu dengan jarinya, membuat ketiga bandulnya bergemerincing memualkan.
Apa yang akan dilakukannya pada kalung itu" Pada nyawaku"
"Batu yang digunakan untuk membuat kalung ini memang bagus. Batu yang hanya bisa
diciptakan oleh ibumu, Shiroyuki Haruka. Batu berlian Chronos." Kata Jack, "Setiap bandulnya"
aku yakin, menyangkut sesuatu yang berharga untukmu."
"Ap"mau apa kamu dengan kalungku" Kembalikan!"
Aku berlari menerjangnya sambil mengayunkan Blue Rose. Tapi, sabetanku meleset dan
hanya mengenai udara kosong di tempatnya berdiri barusan. Aku menoleh ke belakang tempat
aku merasakan keberadaannya dan menyerangnya bertubi-tubi. Bahkan panggilan dari Rifan tidak
kuperdulikan. "Wah, wah" tenagamu kuat sekali. Lebih kuat dari sebelumnya. Aku salut." Kata Jack
sambil menangkis dan menghindar dari seranganku.
Aku memang tidak memberikan kesempatannya untuk menghilang dari hadapanku. Tapi,
aku tahu batas kemampuanku akan terjadi juga. Dan itu terjadi ketika aku melancarkan serangan
kearah kepalanya. Keadaan di sekelilingku tiba-tiba mengabur dan aku hampir terjatuh kalau saja
tidak dipegang oleh Rifan yang ternyata sudah pulih lukanya.
Rifan menggendongku dan melompat mundur dari Jack yang menyabetkan pedangnya.
"Rifan, kalungku?"
"Aku tahu, aku akan mengambilnya dari Jack." Katanya sambil menurunkanku ke tanah,
"Kamu tunggu disini. Biar aku yang menghadapinya."
Aku mengangguk walau ragu. Tapi, Rifan sudah berlari menerjang Jack dan menyerangnya.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika mereka bertarung. Ini sama seperti waktu itu, ketika kami
masih di pulau terakhir kami melaksanakan misi terakhir.
Apa yang harus kulakukan" Aku ingin membantu mereka" batinku.
Tiba-tiba aku mendengar suara pukulan yang nyaring. Aku menoleh kearah panggung dan
melihat Charles tersudut oleh bayangan Jack.
"Charles!" Aku lantas berlari kearah panggung dan memapah Charles menjauh. Aku kira aku berhasil
menjauhkan Charles dari bahaya.
Tapi, ternyata aku masuk ke dalam jebakan.
Salah satu bayangan Jack memegang kakiku dan membuatku terjatuh. Aku menyabetkan
Blue Rose secepat mungkin dan membuatnya lenyap. Tapi, bayangan yang lain mulai
mengepungku juga. Aku tidak bisa bergerak diantara bayangan Jack ini dan tidak bisa membawa
Charles menjauh dari sini.
"Charles! Kamu pergi! Cepat!" kataku.
"Tapi, kamu bagaimana, Aria" Aku tidak akan meninggalkan temanku. Aku akan
membantumu keluar dari sini juga! Ayo!"
"Tidak! Kau yang pergi! Cepat! Biar aku yang menahan mereka." kataku lagi, "Tolong!
Cepat pergi!" Charles menatapku sebentar kemudian mengangguk ragu.
Aku menyabetkan pedangku ke segala arah agar Charles bisa melihat jalan keluar.
Ketika aku menyabetkan pedangku untuk ke-90 kalinya, tiba-tiba aku mendengar suara
benda yang pecah. Dan saat itu juga aku merasakan kepalaku diserang sakit yang luar biasa. Segala
sesuatu di dekatku mengabur. Aku menoleh kearah lampu panggung dan sempat melihat Rifan di
sana dengan Jack yang menjatuhkan sesuatu ke bawah.
"Ri" fan?"
BAB 3 Salah Satu Berlian Biru Itu Pecah Karena Jack
Rifan"s Side Aku menyerang Jack yang terus menghindar dan menahan seranganku dengan gaya main-main.
Kalung Aria masih di tangannya. Dan dia seolah menganggap benda itu seperti mainan.
Kalau saja dia tahu, kalung itu adalah jiwa Aria"tunggu, sepertinya dia tahu. Kelihatan
sekali dari wajahnya. "Ayo, kau ingin membunuhku, kan" Tuan Pahlawan?" katanya dengan nada mengejek.
Aku menggertakkan gigiku geram dan mulai menyerangnya lagi. Tapi, lagi-lagi dia
menghindar. "Kalau kau mau aku membunuhmu, gunakan pedangmu, sialan! Jangan menghindar saja
seperti pengecut!" kataku marah.
"Oh" akhirnya kau marah juga. Aku sudah menantikan hal ini." katanya.
"Apa?" Dia melompat dan mendarat di atas lampu panggung. Aku mengikutinya dan berdiri
sekitar 4 meter darinya. "Kau mau tahu kenapa aku membenci kalian dari dulu?" tanyanya.
"Kau ingin membuat kami menderita, kan" Aku sudah tahu itu." kataku mengibaskan
pedangku dan menghunuskannya, "Akan kubuat kau mati disini sekarang juga!"
"Kau tidak akan mau melakukan itu."
Jack menyentuh tiga berlian kalung Aria dan mencabut salah satunya. Dia melemparkan
dua berlian itu kearahku, "Aku hanya butuh satu benda ini saja. Ini untukmu."
Aku menangkapnya dengan cepat karena takut benda itu akan pecah berantakan. Aku
menoleh kearah Jack yang masih memegang satu berlian itu.
"Kembalikan yang satu lagi, Jack. Kenapa kau hanya mengambil satu itu saja" Kau mau
main-main denganku?"
Dia tidak menjawab, tapi memerhatikan berlian di tangannya dengan senyum licik.
"Bagaimana jadinya jika tuan putrimu bukan lagi dirinya sendiri?" katanya.
"Apa?" Dan, kemudian segalanya terjadi begitu cepat. Jack memecahkan berlian yang ada di
tangannya dan aku mendengar suara orang yag terjatuh. Aku menoleh ke bawah dan melihat Aria
tidak sadarkan diri diantara bayangan Jack.
"Aria!" Aku menoleh kearah Jack dan melihatnya turun ke bawah. Ke tempat Aria.
Aku segera menyusulnya dan menyabetkan pedangku ke segala arah sampai bayangan Jack
yang tidak terhitung jumlahnya lenyap seketika. Kini, hanya ada aku, Jack, dan teman-teman yang
lain yang berada di belakangku. Rupanya mereka sudah selesai menghabisi bayangan-bayangan
Jack yang lain. "Aria!?" Charles berdiri di sebelahku. "Jack! Apa yang kau lakukan pada Aria!?"
Jack hanya tertawa kecil dan mengangkat tubuh Aria dengan kedua tangannya.
"Aku akan membawanya." Katanya tenang, "Dan aku akan menunggu kalian
membunuhku, jika kalian menginginkan gadis ini kembali."
Dylan maju hingga dia berdiri sejajar denganku, "Kau mau apa, Jack" Apa kau tidak bisa
membiarkan kami semua hidup tenang"!"
"Tidak. Sudah kukatakan pada kalian semua kalau aku benci kalian." Jawab Jack, "Tapi,
aku rasa gadis ini akan jadi pengecualian."
"Kau?" aku menggertakkan gigi lagi. Kali ini aku benar-benar marah. "Kembalikan Aria!
Atau aku akan?" "Kau tidak akan bisa membunuhku, Tuan Pahlawan!" katanya, "Karena gadis inilah yang
akan membunuhmu." "Apa?" Sebelum kami mendapat jawabannya, tiba-tiba angin kencang menerpa kami. Aku
melindungi mataku dengan sebelah tangan ketika angin itu menerpaku.
Ketika aku membuka mataku lagi, Jack dan Aria sudah menghilang.
"Kemana dia?" tanyaku pada diri sendiri. Aku melihat kearah penonton yang (mereka
bodoh atau apa, sih"!) masih berada di tempatnya. Dia juga tidak ada.
"Kuberi kalian waktu untuk menemukan Tuan Putri." Suara Jack tiba-tiba bergema dari
segala arah, "Sebelum Tuan Putri ini kuubah menjadi mesin pembunuh untuk membunuh
kalian" terutama kau, Rifan."
Suara itu berhenti. Dan aku baru sadar, apa yang pernah dikatakan orang itu akhirnya
terjadi juga. BAB 4 Serius. Apa Jack Tidak Bisa
Membiarkan Kami semua Hidup Tenang"
Charles"s Side Oke. Aku tahu Jack memang biangnya kejahatan. Lebih jahat dari penjahat manapun. Tapi, ya
ampun" apakah dia harus menghancurkan kehidupan kami yang sudah tenang ini" Kalau aku
bertemu dengannya, aku akan"
Tunggu. Apa kalian tidak mengenalku" Duh" merana sekali aku. Ternyata aku belum
memperkenalkan diriku pada gadis-gadis cantik seperti kalian.
Ah, oke. Namaku Charles Bernard. Ya. Aku juga mantan The Chronos Sapphire. Terima
kasih sudah bertanya. Tapi, sekarang bukan saat yang tepat untuk memperkenalkan diri dan bertindak narsis.
Ada masalah yang lebih serius daripada itu.
"Sialan anak itu!" gerutu Dylan saat kami kembali ke markas kami.
Markas yang kumaksud bukan seperti markas militer. Bukan seperti itu walau aku juga
ingin. Haha" Maaf, aku bicara melantur.
Markas yang kumaksud adalah rumah Aria. Ya. Secara tidak langsung, karena Dylan
menikah dengan kakak Aria, yaitu Keiko, dan Rifan sendiri bertunangan dengan Aria, praktis,
rumah ini sering menjadi markas kami berkumpul bersama selama ini. Asal kami tidak terlalu
membuat berantakan rumah ini, kedua kakak Aria tidak akan memarahi kami.
"Aku tidak menyangka akan seperti ini jadinya." Kataku ikut menggerutu, "Apa maksudnya
dengan menculik Aria segala" Apa masalahnya, sih, dengan Aria dan Rifan?"
Aku menoleh kearah Rifan yang terus diam sejak Aria diculik. Dari tadi dia terus saja
memandangi kalung bulan sabit Aria dan juga pecahan berlian (yang sepertinya) dipecahkan oleh
Jack. Aku tidak tahu apa makna kalung bulan sabit itu bagi mereka berdua. Tapi melihat Rifan
yang sampai seperti ini" ya. Aku sebagai teman jadi tidak tega.
"Rifan?" aku memanggilnya. Tapi, dia tetap bergeming.
"Rifan?" aku memanggilnya sekali lagi, dan kali ini berhasil. Dia menoleh kearahku dengan
tatapan bingung. "Ah, iya?" katanya, "Ada apa?"
"Justru aku yang ingin menanyakan itu." kataku mulai mengeluarkan ancang-ancang untuk
mengomel. "Kau kenapa" Dari tadi kau hanya diam dan tidak berusaha mencari jalan keluar
untuk menyelamatkan Aria."
Dia lagi-lagi diam. Tapi, kemudian dia bangkit berdiri dan berjalan kearah telepon rumah
yang ada di atas meja di dekat pintu kamar tamu.
Kami semua memperhatikan tingkahnya. Tapi, tidak menemukan apa maksudnya dia
bersikap diam. Bahkan ketika aku menoleh kearah Stevan, partner-ku ketika masih The Chronos
Sapphire, hanya mengedikkan bahu.
"Rifan kenapa" Apa dia terlalu gelisah?" tanya Lord yang duduk di sebelahku.
"Aku juga tidak tahu, man." Kataku. "Kalaupun dia gelisah. Itu wajar."
"Tapi, dia dari tadi diam saja. Apa menurutmu tidak aneh?" tanyanya lagi.
"Jangan tanya padaku."
Beberapa saat kemudian, Rifan menutup telepon dan mengambil jaketnya, kemudian
berjalan kearah pintu. "Rifan" Mau kemana?" tanya Dylan.
"Kita ada tugas, teman-teman." Jawab Rifan tanpa menoleh kearah kami.
"Tugas" Tugas apa?"
"Kita akan menemui kembaran Aria." kata Rifan lagi.
*** Ini sudah ke berapa kali, ya, aku pergi ke pusat Dewan Penanggulangan Laboratorium Terlarang.
Tentu aku kenal seluruh pegawai dan staff di sini karena kami adalah" anggap saja, orang-orang
istimewa. Kami mengikuti Rifan yang berjalan cepat kearah lift dan masuk ke dalamnya. Sambil
memperhatikan kesibukan orang-orang di gedung ini melalui kaca lift yang transparan, aku
mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Rifan, apa maksudmu kita akan menemui kembaran Aria?" tanyaku pada Rifan yang
kembali memandangi pecahan berlian di tangannya.
Rifan menoleh kearahku, tapi tidak menjawab. Dan aku yakin, teman-teman yang lain juga
menyimpan pertanyaan yang sama sepertiku karena dia juga melihat kearah Lord, Duke, Stevan,
dan Dylan. "Sebenarnya aku sudah lama mengetahuinya." kata Rifan sambil menghela nafas.
"Mengetahui apa?" tanya Dylan.
"Kita adalah yang tersisa dari The Chronos Sapphire, kan?" kata Rifan, "Ternyata kita
bukan satu-satunya yang tersisa."
"Aku tidak mengerti apa maksudmu, Rifan. Bicaralah yang jelas." Kata Dylan lagi.
"Kalian tahu sejarah kita dibuat, kan?" tanya Rifan.
Kami semua mengangguk. "Tapi, apa maksudnya kembaran?"
"The Chronos Sapphire adalah program bayi tabung berkekuatan super. Dibuat untuk
membantu para pasangan yang tidak bisa memiliki anak. Program yang kemudian di salahgunakan sebagai tempat untuk membuat tentara bayaran tapi digagalkan oleh Shiroyuki Haruka
dan suaminya, serta Ardelia Ainsworth. Ada beberapa gen The Chronos Sapphrie yang dianggap
istimewa bahkan sebelum dilahirkan melalui rahim seseorang. Karena waktu itu terjadi kecelakaan
di laut hingga menyebabkan kapal yang memuat gen The Chronos Sapphire yang akan digunakan
sebagai tentara bayaran hancur, dan ternyata di ketahui tidak seluruh gen ada disana. Kita, 8 gen
yang tersisa diserahkan pada orang-orang yang berbeda di seluruh dunia agar tidak diketahui
bahwa kita adalah The Chronos Sapphire. Sampai kita diculik waktu itu. Tapi, ternyata sejarah itu
tidak sepenuhnya benar." Jelas Rifan.
"Maksudnya" Apa maksudnya ada beberapa gen yang istimewa bahkan sebelum dia
menjadi bayi?" "Kita memang yang tersisa dari 200 gen itu. Aku dan Aria memang sudah diperkirakan
akan menjadi pasangan empati, Duke dan Lord diperkirakan adalah anak kembar. Itu sudah
diduga oleh Shiroyuki Kazuto dan Shiroyuki Haruka sebelumnya. Tapi, ternyata selain aku dan
Aria yang menjadi pasangan empati, ada satu lagi pasangan yang terbentuk. Yaitu Jack, dan?"


The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggu. Ada pasangan empati lain selain kalian berdua?" tanya Stevan menyela ucapan
Rifan. "Bagaimana bisa" Bukankah kalian berdua saja yang menjadi pasangan empati?" tanyaku
tidak percaya, "Hal seperti itu?"
"Aku juga awalnya tidak percaya." Kata Rifan menyela ucapanku, "Tapi, memang begitu
kenyataannya. Ada satu lagi pasangan empati dalam The Chronos Sapphire."
"Dan, jangan bilang kalau Jack yang" uh. Bisa tidak, bukan orang itu?" kata Duke
mengeluh. Tepat saat itu pintu lift terbuka. Kami lalu berjalan melewati koridor yang dilapisi karpet
bulu berwarna hitam. Aku berjalan di sebelah Rifan.
"Yah" memang orang itu adalah Jack." Kata Rifan.
"Lalu, siapa yang menjadi pasangan empatinya" Tidak mungkin Aria, kan" Lagipula, aku
masih bingung dengan teori yang kamu katakan barusan." Kata Dylan.
"Sebenarnya, jumlah gen The Chronos Sapphire yang selamat waktu itu bukan 8 gen.
Melainkan 9." "Apa" 9?" "Ya. Aku diberitahu oleh Nyonya Haruka. Gen ke-9 adalah gen kembar dari salah satu gen
yang dianggap rusak, dan kemudian diberikan pada salah seorang kenalan Shiroyuki Kazuto untuk
dijadikan bayi tabung berikutnya. Dan ternyata, gen yang dianggap rusak itu tidak mengalami cacat
saat dilahirkan, sehat walafiat. Kemudian, Shiroyuki Kazuto menyadari kalau terjadi kudeta yang
menjadikan The Chronos Sapphire sebagai tentara bayaran. Dan, tentu kalian tahu, gen kita
dibawa pergi oleh beliau dan diberikan pada orang-orang pilihan di berbagai belahan dunia. Dalam
kasus ini, yang ingin kukatakan adalah, gen yang kumaksud istimewa bahkan sebelum dia lahir
adalah gen nomor 1, nomor 3, nomor 8, dan nomor 9."
"Nomor 1"tunggu! Itu berarti kalian bertiga, kan" Kau, Aria, dan Jack!?" kata Duke.
Rifan mengangguk. "Lalu, si nomor 9" Siapa si nomor 9?" tanyaku.
"Namanya Maya Elizabeth Watson. Kalau kuperkirakan, usianya sepantaran dengan Aria
sekarang." Kata Rifan.
"Maya" Sepertinya aku pernah mendengar namanya?" gumam Stevan.
"Ah! Jangan bilang kalau Maya yang kamu maksud itu?"
"Ya. Ingat misi terakhir kita" Maya yang itu-lah yang kumaksud." Rifan mengangguk pada
dugaan Stevan yang belum diucapkannya.
"Maksudmu, Maya yang itu" Bayangan"maksudku, suara hati Aria yang membantu kita
menemukan Jack di tepi pantai waktu itu?" tanya Dylan.
"Mmm" benar. Maya yang itu."
"Tapi, kau bilang dia hanya bayangan?" kataku lagi.
"Memang Maya hanyalah bayangan. Tapi, ternyata, jiwanya bisa masuk ke dalam hati
kembarannya, dalam artian, hati Aria."
"Aku tidak mengerti." Kata Dylan, "Penjelasanmu sulit dimengerti. Seperti biasanya."
Aku mengangguk setuju. Rifan hanya tersenyum dan mengedikkan bahu.
"Kalau mau tahu lebih jelas, kalian bisa mendengarkan cerita Nyonya Haruka. Dialah yang
tahu semuanya." Katanya.
BAB 5 Maya Elizabeth Watson Rifan"s Side Kami masuk ke dalam ruangan kerja yang sudah sangat kami kenal. Ruang kerja Nyonya Shiroyuki
Haruka, ibu Aria. Saat kami masuk, beliau ternyata sudah menunggu kami. Beliau duduk di kursi di belakang
meja kerjanya sambil melipat kedua tangannya di atas meja. Matanya menatap tajam kearah kami.
Dan aku semakin yakin, kalau tatapan mata seperti singa lapar milik Keiko dan Kazuhi diwarisi
mereka dari ibu mereka ini.
Ah" tapi, kalau Aria, sepertinya, itu kasus yang berbeda. Wajah Aria cenderung mirip
ibunya, tapi mata dan hidungnya mirip dengan ayahnya. Aku pernah melihat foto Shiroyuki
Kazuto. Matanya bersinar dingin, namun ramah. Seperti Aria.
"Akhirnya datang juga." Kata beliau sambil berdiri dari kursinya dan berjalan kearah kami.
"Mana pecahan berliannya?"
Aku merogoh saku jaketku dan mengeluarkan pecahan berlian yang kubungkus dengan
saputangan. Nyonya Haruka lalu mengambil pecahan berlian itu dan menyentuhnya perlahan.
"Ingatan." Gumamnya.
"Apa?" tanya Lord.
"Mana kalung Aria?" tanya Nyonya Haruka lagi.
Deuh" seperti biasa. Beliau tidak pernah basa-basi terlebih dahulu jika bersama kami.
Beda jika Aria yang datang, dia ramahnya bukan main!
Aku menyerahkan kalung Aria, dan sekali lagi beliau menyentuh kalung itu dengan
perlahan dan sangat halus.
"Begitu, aku sudah tahu hal ini akan terjadi." Kata beliau akhirnya.
"Err" maksud Anda" Kami tidak mengerti." Kata Dylan.
"Aku akan memperbaiki berlian ini." kata Nyonya Haruka tidak menjawab pertanyaan
Dylan, "Nah, kalian ingin menanyakan kembaran Aria, kan?"
"Ya." Jawabku, "Hanya dia dan Anda yang bisa menceritakan detailnya pada mereka." aku
menoleh kearah teman-temanku.
Nyonya Haruka mengangguk. "Kalau begitu, kau silakan keluar, Rifan. Aku akan
membicarakannya dengan mereka. Kalian akan bertemu dengan Maya bersamaku nanti di
kamarnya." "Baik." Aku berbalik dan tersenyum singkat pada yang lain sebelum akhirnya keluar.
*** Satu jam kemudian, mereka semua, dan Nyonya Haruka, keluar dari ruangan. Aku yang sedang
asyik duduk sambil minum soda, langsung berdiri begitu melihat mereka keluar.
"Ayo, kita bertemu dengan Maya." Ajak Nyonya Haruka.
Aku mengangguk dan mengikuti mereka dari belakang.
Saat berjalan di koridor, Charles dengan sengaja memperlambat langkahnya hingga dia
berdiri di sebelahku. "Aku sudah mengerti apa yang kau ceritakan barusan." Bisiknya, "Yang lain juga.
Sekarang" yah" aku rasa, aku bisa menerima kenapa Jack begitu membenci kalian."
Aku hanya tersenyum padanya.
"Kalau begitu, misi kita dimulai lagi?" kataku.
Charles mengedikkan bahu sambil tersenyum, "Aku rasa, ya. Ini untuk menyelamatkan
Aria dan mengakhiri"benar-benar mengakhiri ini semua, kan?"
Aku mengangguk. "Yah" sebaiknya, kita segera bersiap." Kataku, "Aku tidak mau terjadi apa-apa dengan
Aria." "Aku mengerti itu?" kata Charles.
Kami lalu berjalan cukup jauh dan kemudian berhenti di sebuah pintu baja berwarna
perak. Nyonya Haruka menempelkan tangan kanannya pada panel di samping pintu. Dia juga
mendekatkan wajahnya pada alat pemeriksa DNA melalui retina mata di atas panel tersebut.
Pintu lalu terbuka. Dan dari dalam ruangan di balik pintu baja itu sangat dingin, bahkan
awan putih akibat suhu yang cukup dingin menguak keluar ketika pintu dibuka.
"Dingin sekali." Kata Duke menggigil.
"Memang. Karena tempat ini adalah tempat yang diminta Maya sendiri." Ujar Nyonya
Haruka. "Ayo, masuk." Kami mengikuti beliau masuk ke dalam dan bisa melihat peralatan medis seperti alat
pendeteksi jantung, slang infuse, dan lainnya. Ada juga incubator yang diletakkan di sudut ruangan.
Tapi, kami bukan berjalan kearah incubator itu, melainkan sudut lain ruangan. tempat
incubator lain berbentuk kapsul yang diawasi oleh seorang ilmuwan berjas putih.
Dan aku baru sadar, itu ilmuwan yang sangat aku kenal. Ardelia Ainsworth.
"Ardelia," sapa Nyonya Haruka pada Ardelia yang sibuk memeriksa sesuatu dari incubator
tersebut. Ardelia menoleh dan melepaskan kacamata baca yang dipakainya. Begitu melihat kami,
beliau hanya tersenyum kecil.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Nyonya Haruka menunjuk kearah incubator dengan
dagunya. "Baik." kata Ardelia, "Tapi, dia tadi bilang, kalau Aria diculik Jack. Apa benar?"
Ardelia menoleh kearahku untuk mendapatkan jawaban. Aku mengangguk mengiyakan.
"Siapa yang ada di dalam incubator itu?" tanya Stevan.
"Maya. Saudara kembar Aria." jawab Ardelia.
Kami semua menoleh bersamaan kearah incubator tersebut dan bisa melihat gadis yang"
sebenarnya aku tidak tahu apakah dia ini kembar dengan Aria atau tidak karena wajahnya berbeda
dengan Aria. Wajah gadis ini lebih terlihat seperti orang Barat ketimbang Aria yang berasal dari
Asia Timur (Aria pernah bilang kalau kedua orangtuanya adalah orang Jepang asli yang pindah ke
Indonesia). Rambutnya, sih, sama. Hitam juga.
Tapi" entah kenapa, aura yang dipancarkan gadis ini sedikit mirip dengan Aria.
"Kaget karena dia tidak mirip dengan Aria?" kata Ardelia sambil tersenyum.
"Y, ya. Dia berbeda." Kata Dylan. "Tapi, Anda bilang dia saudara kembar?"
"Secara biologis, mereka memang saudara kembar. Tapi dari segi fisik, mereka tidak
terlihat sebagai saudara kembar." Kata Ardelia, "Maya adalah The Chronos Sapphire ke-9 yang
diserahkan padaku selain Jack."
"Apa?" "Apa maksudnya?" tanya Duke mengerutkan kening.
"Oh" Apa Rifan belum mengatakan pada kalian kalau Jack, Aria, dan dia adalah gen yang
tidak kami serahkan pada orangtua yang kami pilih untuk melahirkan kalian?" kata Nyonya
Haruka. "Anda tidak menceritakan yang itu pada saya." Kataku, "Waktu itu Anda hanya
menjelaskan sejarah The Chronos Sapphire yang sebenarnya. Saya sendiri tidak tahu apa
pekerjaan orangtua saya sebelumnya sampai mereka terbunuh."
"Berarti aku yang salah." Kata beliau sambil tersenyum meminta maaf.
"Sewaktu kami membuat gen Aria, terjadi kesalahan. Gen itu terbagi menjadi dua. Salah
satu gen itu memiliki susunan DNA yang rusak. Kazuto lalu memberikan gen yang rusak itu pada
seorang teman kami dari Belanda. Mereka sudah lima tahun menikah, tapi belum memiliki anak.
Kami menawarkan gen rusak itu sebagai hadiah dari kami. Setelah Kazuto memberikan gen itu,
satu tahun kemudian sang istri melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat tanpa cacat. Dan
kami bisa menduga, bagian yang rusak itu tidak berpengaruh pada bayi itu."
"Dan saya tebak, bayi itu adalah Maya?" kata Lord menunjuk incubator.
"Benar." Ardelia mengangguk, "Tapi, kalian sudah tahu terjadi kudeta, ada yang ingin
membuat tentara bayaran dengan menggunakan The Chronos Sapphire. Kami melarikan 8 gen
yang berada di lemari pendingin, yaitu kalian, ke berbagai belahan dunia. Khusus Aria, Jack, dan
Rifan, kami memutuskan untuk tidak memberikannya pada orang lain. Karena" yah, mereka
bertiga bisa dibilang istimewa. Haruka dan Kazuto lalu mengambil gen Aria, aku mengambil gen
Jack, dan teman kami, yaitu orangtua Rifan, mengambil gen-nya. Kami juga mengatakan pada
orangtua Maya untuk menyembunyikan Maya di tempat yang aman agar pihak yang ingin
memanfaatkan mereka tidak mengetahui dimana mereka berada. Dan, tentu kalian sudah tahu
cerita selanjutnya."
"Tapi, kasus Maya, menjadi perhatian kami setelah apa yang terjadi di pulau Sleep Forest.
Ardelia bilang, kalau saat itu, jiwa Maya menyusup masuk ke dalam jiwa Aria. Dan dia
memberikan kalung bulan sabit hitam yang mirip dengan kalung Aria."
Refleks, aku memegang kalung yang melingkar di leherku. Kalung bulan sabit hitam" itu
berarti kalung ini. Tiba-tiba terdengar bunyi dengung dari incubator Maya. Ardelia cepat menekan sebuah
tombol yang terletak di panel di depan incubator itu.
"Maya ingin bicara." Gumamnya, "Jarang sekali dia mau bicara dengan orang lain?"
Ardelia mengetikkan sesuatu pada panel itu, dan beberapa detik kemudian kami
mendengar suara seorang gadis yang tidak lain adalah suara Maya.
"Ternyata kalian datang, ya?" ujarnya. "Ah! Ada Rifan juga. Hai, Rifan."
Aku hanya tersenyum dan tidak menjawab. Aku mencoba mengabaikan tatapan curiga dari
teman-teman. Mereka pasti curiga Maya bisa mengenalku.
"Aku sedang mencari dimana keberadaan Aria. Aku yakin kalian sudah mendengar banyak
tentangku dari Tante Ardelia dan Haruka-sama." Kata Maya lagi, "Aku turut menyesalkan sikap
Jack yang seperti itu. Dari dulu dia memang keterlaluan."
"Err" apa maksudnya?" tanya Charles yang berdiri di sebelahku.
"Aku kenal Jack. Dulu dia pernah bertemu denganku di Amsterdam. Kami berdua
pasangan empati. Tapi, sayangnya dia bukan pasangan yang baik. Karena pengaruh ayahnya dia
jadi seperti itu." kata Maya, "Karena itulah, aku kadang iri pada Aria. Dia memiliki pasangan
empati yang pengertian seperti Rifan. Adik kembarku itu memang kadang membuatku merasa iri."
"Oh ya, maaf. Aku bicara melantur. Tapi, yang pasti, Jack yang sekarang lebih berbahaya
dari yang dulu." "Berbahaya seperti apa?" tanya Stevan.
"Aku sudah menyelidiki dimana Jack berada." Kata Maya, "Berdasarkan dugaanku, Jack
menguasai kemampuan paling mengerikan dari sejarah The Chronos Sapphire. Membelah diri
dan memanipulasi ingatan."
"Membelah diri?"
"Memanipulasi ingatan?"
"Apa maksudmu, Maya?" tanyaku. "Memanipulasi ingatan?"
"Jack menghancurkan berlian yang menyangkut ingatan Aria, bukan, Haruka-sama" Nah,
Jack akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menanamkan kebencian pada diri Aria. Jika itu
terjadi, jiwa Aria akan terancam. Karena ingatannya termasuk ke dalam jiwanya. Kalau berlian
ingatannya tidak segera diperbaiki, akan berakibat fatal. Aria bisa saja mati dengan kebencian yang
ditanamkan Jack kepadanya. Yah" aku berharap Aria tidak termakan kata-kata Jack."
"Apa" Tidak bisa dipercaya!" seru Dylan, "Bagaimana mungkin Jack mempunyai
kemampuan seperti itu!?"
"Kemampuan seperti itu memang ada dalam sejarah The Chronos Sapphire." Kata Maya,
"Aku termasuk pengguna kemampuan itu."
"Apa?" Aku menatap Nyonya Haruka dan Ardelia, memastikan apa yang tadi kudengar itu bukan
lelucon. Dan mereka mengangguk. Berarti yang dikatakan Maya bukanlah lelucon.
"Nyonya Haruka, apa maksudnya?" tanya Charles.
"Maya adalah pengguna kemampuan Membelah Diri dan Memanipulasi Ingatan." Kata
Ardelia, "Dengan kedua kemampuan itu, dia bisa melakukan apa saja yang dia mau. Dulu, bisa
saja dia menggunakan kemampuan itu untuk menghancurkan siapapun yang mengganggunya.
Tapi, karena bimbingan dari kedua orangtua serta kami, pekerja Laboratorium Terlarang, Maya
berhasil mengendalikan nafsunya untuk memanipulasi ingatan orang lain.
"Pasangan Empati The Chronos Sapphire akan memiliki kesamaan kemampuan. Seperti
kemampuan Rifan dan Aria yang bisa menembus berbagai benda yang mereka lewati.
Kemampuan pasangan empati sangat tidak terduga, bahkan Kazuto dan Haruka tidak bisa
memprediksinya." Kami mendengar semua itu dengan pandangan tercengang. Yah" sebenarnya tidak terlalu.
Tapi, tetap saja. Kami kaget.
"La, lalu" bagaimana Nyonya Haruka dan Tuan Kazuto bisa memprediksi semua itu?"
tanya Duke. Anak itu memang selalu ingin tahu.
Nyonya Haruka hanya tersenyum. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku blazer-nya dan
memperlihatkannya pada kami.
Sebuah kalung batu hitam. Dengan lambing bunga mawar biru yang terukir di tengahnya.
"Aku dan Kazuto adalah manusia pilihan. Kami berdua adalah The Chronos Sapphire
generasi paling awal." Ujar Nyonya Haruka.
"Nyonya Haruka juga The Chronos Sapphire!?"" Duke, Lord, dan Charles yang berteriak.
Yah" aku, Dylan, dan Stevan masih bisa mengendalikan diri untuk tidak berteriak.
"Tentu saja." Nyonya Haruka menyimpan kembali kalung itu, "Aku dan Kazuto, juga"
orangtua Rifan." "Apa?" Semua menoleh kearahku. Memandang ingin tahu.
"Orangtuaku juga The Chronos Sapphire?" tanyaku.
"Ya. Melinda dan Ronald Hawkins. Mereka berdua juga The Chronos Sapphire. Kami
berempat"bukan, berlima, dengan Ardelia adalah The Chronos Sapphire generasi pertama. Kami
berlima masing-masing memiliki kemampuan berbeda. Aku dan Kazuto yang memang pasangan
empati memiliki kemampuan memprediksi masa depan. Melinda dan Ronald mempunyai
kemampuan mengendalikan waktu. Dan Ardelia?"
?" memiliki kemampuan membelah diri dan Memanipulasi Ingatan." Kata Ardelia
melanjutkan ucapan Nyonya Haruka. "Kemampuan itu berasal dari kami berlima sebagai The
Chronos Sapphire generasi pertama."
"Jadi" jadi?" Dylan tidak bisa berkata-kata. Aku bisa membaca pikirannya. Mungkin dia
masih tidak percaya dengan semua ini. Yang lain juga.
Tapi, entah kenapa, aku merasa aku pernah mendengar cerita ini. Seolah apa yang mereka
katakan adalah dongeng yang dibacakan sebelum tidur.
"Bisa dibilang, kalian ber-9 adalah generasi terakhir dan terkuat yang pernah dibuat.
Karena setelah aku dan Kazuto membuat gen kalian, kami melihat masa depan ini." kata Nyonya
Haruka, "Tapi, aku tidak menyangka, Jack memiliki ketiga kemampuan mematikan The Chronos
Sapphire." "Yah" karena dia pasangan empatiku, jadi mungkin saja, kan" Nyonya Haruka." Kata
Maya nimbrung. "Selalu begitu?" Nyonya Haruka tertawa kecil mendengar ucapan Maya.
"Ketiga kemampuan mematikan" Apa Mengendalikan Waktu juga salah satunya?" tanya
Charles. "Ya. Mengendalikan Waktu juga salah satunya." Ardelia menjawabnya. "Tapi, untung saja
dia hanya memiliki kemampuan Menghentikan Waktu. Dalam kemampuan Mengendalikan
Waktu, ada empat tipe, Menghentikan Waktu, Menjalankan Waktu, dan Memutar-balikkan
Waktu, dan Memanipulasi Waktu. Tidak hanya ingatan saja yang bisa dimanipulasi. Waktu juga


The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa dimanipulasi." Tiba-tiba sebuah pikiran muncul di otakku saat mendengar ucapan Ardelia. Apa"
"Nyonya Ardelia, apa Jack juga mempunyai kemampuan Memanipulasi Waktu?" tanyaku.
Ya Tuhan" semoga saja pikiranku salah.
"Tidak." Ardelia menggeleng, "Tapi, kemampuan Memanipulasi Ingatan-lah yang perlu
ditakuti. Kemampuan itu adalah kemampuan mematikan yang bahkan aku sendiri tidak kuat
menahan godaan untuk melakukannya."
"Tapi," Nyonya Haruka ikut berbicara, "Kita tidak punya banyak waktu untuk
menceritakan semuanya sekaligus hari ini. Sebaiknya kita cepat-cepat memperbaiki berlian ini."
"Apa berlian ingatan Aria yang hancur?" tanya Maya.
"Ya. Jack menghancurkannya." Kataku muram, "Apa kau bisa memperbaikinya" Apa"
apa Aria bisa mendapatkan ingatannya kembali?"
"Tentu saja bisa." Kata Maya dengan nada senang, "Tapi, aku butuh bantuanmu. Karena
kamulah kunci kedua Aria."
"Kunci kedua" Apa maksudnya?" kataku bingung.
"Kamu memiliki kalungku, kan" Kalung bulan sabit hitam?"
"Ya." Aku mengangguk, "Tapi, apa maksudnya kunci kedua?"
Entah ini perasaanku atau memang tubuh Maya yang berada di dalam incubator bergerak.
Seulas senyuman tersungging di bibirnya yang pucat. Dan kelopak matanya" terbuka!
"Dia sadar!" kata Ardelia mengetikkan sesuatu pada panel incubator.
Suara berdesis terdengar ketika kaca incubator Maya terbuka. Asap putih akibat udara
dingin dari dalam incubator dan ruangan ini bercampur jadi satu. Ardelia dengan cepat
menghampiri sisi incubator dan melihat kondisi Maya. Kami masih tidak bisa melihat apakah
Maya benar-benar terbangun atau tadi memang hanya perasaanku.
"Dia terbangun?" tanya Dylan berbisik di telingaku.
Berarti bukan aku saja yang melihat kelopak mata Maya bergerak.
Ardelia memapah seseorang dari incubator itu. Rambutnya yang hitam panjang terurai
melewati bahu terlihat berkilau untuk orang yang tertidur cukup lama.
Mata Maya yang berwarna biru bersinar ramah menatap kami semua.
"Maaf, Tante Ardelia, Haruka-sama, aku terlambat bangun, ya?" katanya tersenyum.
"Tidak. Yang penting kesehatanmu pulih. Dan bisa membantu menemukan Aria." kata
Nyonya Haruka. "Kau jarang sekali terbangun setelah kejadian 10 tahun yang lalu."
Maya mengangguk. Dia lalu berjalan kearahku sambil mengangkat tangannya sejajar
dengan dadaku. Ia lalu menempelkan tangannya ke dadaku.
"Err?" "Diamlah." Katanya masih tersenyum, "Aku berusaha mencari Aria lewat empati kalian."
"Kau bisa menemukannya?" tanyaku.
"Tenang saja." Maya mengedipkan sebelah matanya, "Aku sudah berjanji pada Kazutosama untuk menjaga Aria karena dia adalah adik kembarku yang paling berharga."
BAB 6 Ini" Dimana" Aria"s Side Aku tidak tahu aku dimana. Sejujurnya, aku juga tidak tahu siapa cowok di depanku ini.
Aku tidak ingat apa yang terjadi denganku. Aku bahkan tidak tahu siapa aku. Tapi,
setidaknya, aku masih ingat namaku. Aria. Shiroyuki Aria. Hanya itu yang kutahu, dan kurasakan
erat hubungannya dengan sesuatu yang berdesir di hatiku.
Ketika aku terbangun, aku berada di sebuah tempat yang dipenuhi cahaya matahari. Dan
seorang cowok duduk disamping tempatku terbaring.
Akan tetapi, kenapa cowok bernama Jack Lucios ini memanggilku Maya"
Aku tahu, namaku bukan Maya. Tapi, cowok ini bersikeras memanggilku Maya.
Dan, aku juga merasakan kebencian yang sangat dalam pada Jack. Aku tidak tahu
bagaimana itu terjadi. Tapi" aku rasa itu ada hubungannya dengan ingatanku yang hilang.
Ya. Aku tidak ingat apapun selain namaku.
"Ini dimana?" tanyaku pada Jack.
"Kamu di tempat yang aman." Katanya padaku sambil tersenyum. Mata biru pekatnya
menatapku dengan kasih sayang.
Aneh. Aku merasa tatapan seperti itu bukanlah tatapannya yang sesungguhnya.
Jack mengelus punggung tanganku dan menciumnya. Seketika itu juga aku menarik
tanganku. "Ma, maaf." Kataku, "Aku tidak bermaksud?"
"Tidak masalah." Katanya menggelengkan kepala, "Kau berhark berbuat begitu. Setelah
aku meninggalkanmu dulu di tempat itu."
"Tempat" itu?"
Jack hanya tersenyum. Dia lalu berdiri dan mencium keningku.
"Tidak apa-apa. Aku akan segera kembali. Tunggu disini." Katanya.
Dia lalu meninggalkanku sendirian di kamar ini.
Bukan. Dibilang kamar juga tidak tepat. Karena tempat ini mirip seperti rumah kaca. Dengan
bunga-bunga beraneka ragam dimana-mana. Kursi yang kududuki juga salah satu perabotan di
tempat ini selain meja bundar dan sebuah tempat tidur putih. Mungkin jika kau melihat sendiri,
tempat ini serasa di surga, tapi entah kenapa bagiku tidak.
Tempat ini lebih mirip neraka daripada surga bagiku.
Aku melihat keluar dari kaca besar di dekat tempat tidur. Tempat ini" lumayan tinggi.
Karena puncak pepohonan terlihat dari sini. Begitu pula dengan langit yang terbentang luas. Aku
sadari kalau tempat ini pastilah berada di tempat teratas sebuah gedung yang cukup tinggi.
Aku menghembuskan nafas dan berjalan ke sisi tempat tidur.
Aku tidak tahu apakah aku harus memercayai cowok bernama Jack itu. Karena, yah" aku
tidak tahu. Aku tidak tahu apakah aku bisa percaya padanya karena hatiku mengatakan untuk
tidak memercayainya. Aria" "Eh?" Aku menoleh-noleh ke sekitar tempat ini. Tapi, tidak menemukan orang lain. Aku yakin,
aku tadi mendengar suara. Suara seseorang"
Aria" "Siapa?" tanyaku saat suara itu terdengar lagi.
Tapi, tidak ada jawaban. Seolah suara itu hanya ilusi belaka. Bahkan saat aku mencoba
memfokuskan pendengaranku, aku tidak mendengar suara yang memanggill namaku itu lagi.
Suara itu" aku mengenalnya.
BAB 7 Perjalanan Akan Segera Dimulai!
Charles"s Side Oke. Aku bisa terima kalau Jack sialan itu punya pasangan empati secantik Maya (Oke" aku
memang suka gatal kalau berurusan dengan cewek cantik. Apalagi secantik Aria ataupun Maya.
Ups" maaf. Benar. Aku sudah punya pacar). Rifan mendapatkan Aria, sedangkan Jack
mendapatkan Maya. Ya Tuhan" kenapa teman-temanku bisa luar biasa seperti ini?""
Aku jadi iri" Haha" tapi, bukan saatnya untuk merasa iri. Kami harus bisa menyelamatkan Aria
sebelum Jack melakukan sesuatu diluar dugaan. Orang itu seringkali membuatku kesal setengah
mati! Contohnya kejadian yang menimpa Rifan ini. Ingin rasanya kuhajar Jack sampai mati.
Serius. Setelah pertemuan dengan Maya, kami diharuskan datang besok pagi ke Dewan lagi untuk
mempersiapkan perjalanan kami.
Misi kami. Menyelamatkan Aria.
Nyonya Haruka juga bilang, kalau Maya juga akan ikut, sambil memperbaiki berlian
ingatan Aria. Menurut Maya, berlian itu cukup sulit diperbaiki. Tapi, dia akan berushaa untuk
memperbaikinya. Kata Maya, setelah berlian itu diperbaiki, kami harus bisa memasangkan kalung
bulan sabit biru itu di leher Aria. Ada kemungkinan, Jack sudah mencoba memanipulasi ingatan
Aria dengan perbuatan yang sama seperti yang dilakukannya pada Maya dulu.
Dia tadi sudah mencoba menelusuri dimana Aria melalui sambungan empati Rifan dengan
Aria. Dia juga sempat memanggil nama Aria untuk memastikan posisi Aria ada dimana.
"Dia ada di tempat itu." katanya pada Nyonya Haruka, "Tempat segalanya berawal."
Aku tidak mengerti apa yang dimaksud Maya. Begitu juga teman-teman yang lain.
Tapi, tidak untuk Nyonya Haruka dan Ardelia. Wajah mereka seketika menegang ketika
Maya menyebut "tempat segalanya berawal"
Dan, segalanya begitu cepat. Nyonya Haruka memerintahkan seseorang untuk meneliti
sesuatu yang tidak kami tahu. Beliau juga menyuruh kami pulang secepatnya dan bersiap untuk
pergi menjalani misi besok.
"Ada apa, Nyonya Haruka?" tanya Rifan saat kami semua digiring keluar dari ruangan
Maya. "Kalian harus siap-siap besok." Kata Nyonya Haruka, "Perjalanan ke tempat segalanya
berawal itu cukup panjang."
"Tapi?" "Tolong, kalian pergi saja." kata Ardelia, "Biar ini, kami yang urus. Kami akan
mempersiapkan segalanya. Dan kalian harus siap."
Dan, tentu saja, kami tidak bisa membantah.
Sekarang, aku berada di mobil bersama Rifan dan Dylan. Karena rumah kami cukup
berdekatan, aku biasanya numpang dengan mereka jika aku butuh tumpangan untuk pulang ke
rumah. Sebenarnya aku bisa saja memakai sepeda motor, tapi, entah kenapa hari ini aku tidak
berniat memakainya. Aku duduk di kursi belakang dan melihat kearah jalan raya. Jalan raya di malam hari
memang indah. Aku senang melihat lampu-lampu jalan yang seakan berlomba mendapatkan
perhatian. "Aku rasa, kita harus berpamitan pada teman-teman kita yang lain." kata Dylan memecah
keheningan. "Kurasa kau benar." Aku menyetujui, "Aku tidak ingin yang lain merasa cemas hanya
karena kita pergi untuk beberapa lama."
Dylan tertawa kecil mendengar ucapanku.
"Benar." Katanya, "Lama-lama kau makin dewasa, Charles."
Aku nyengir dan memperlihatkannya pada Dylan.
"Tapi?" Rifan tiba-tiba berbicara, "Aku merasa tujuan Jack membuat Aria hilang ingatan
itu aneh." "Aneh bagaimana?" tanyaku mengerutkan kening, "Sudah jelas, kan" Dia ingin balas
dendam pada kalian berdua."
"Bukan itu." Rifan menggeleng, "Kalau dia mau membalas dendam, kenapa dia hanya
menghilangkan ingatan Aria" Kenapa tidak langsung membunuh kami berdua saja?"
"Dia pasti tidak mau repot-repot." Kataku, "Jangan terlalu dikhawatirkan, Rifan. Kita pasti
bisa menyelamatkan Aria. Kau harus percaya itu."
Rifan diam sejenak, dan kemudian mengangguk.
*** Aku sampai di apartemenku tepat jam 11 malam. Gedung apartemen tempatku tinggal hanya
berjarak sekitar 15 menit dari rumah Aria yang juga menjadi tempat tinggal Rifan disini (tapi,
kudengar dia sudah pindah ke apartemen di dekat rumah Aria juga).
Aku mengeluarkan kunci apartemenku dan menggesekkannya pada panel di sebelah pintu.
Begitu terdengar bunyi denting kecil, aku segera membuka pintu dan masuk ke dalam.
Sambil melepas jaket, aku menyalakan lampu ruang tamu dan menghempaskan jaketku di
atas sofa. Aku berjalan kearah dapur dan menghampiri kulkas.
Tapi" aku kepikiran juga dengan apa yang dikatakan Rifan. Kalau benar Jack berniat balas
dendam pada mereka berdua, kenapa tidak langsung membunuh mereka saja" Itu memang aneh,
kuakui. Tapi tidak ada gunanya juga aku terus memikirkannya. Aku harus memikirkan
keselamatan Aria. Sebagai teman yang baik, aku memang harus selalu memikirkan keselamatan
teman-temanku. Apalagi teman-teman sesama The Chronos Sapphire.
Ketika aku mencari-cari minuman kesukaanku di dalam kulkas, aku mendengar bunyi bel
pintu. "Siapa yang datang malam-malam begini?" gumamku menggerutu. Aku menutup pintu
kulkas dan berjalan kearah pintu.
Aku menekan tombol di samping panel pintu. Itu adalah tombol kamera pengawas di
pintu apartemenku. Seorang gadis berambut pendek diatas bahu berdiri di pintu apartemenku. Tangannya
memeluk sebuah kantong kertas coklat. Itu Rinoa. Teman Aria sekaligus pacarku.
Aku tahu Rinoa juga tinggal di gedung apartemen yang kutinggali ini.
"Rinoa?" Aku cepat-cepat membuka pintu dan membuatnya kaget. Terlihat jelas di kedua matanya
yang melebar. "Rinoa" Ada apa malam-malam datang kemari?" tanyaku.
Dan tanpa menunggu jawabannya terlebih dahulu, aku menyuruhnya untuk masuk. Udara
dingin tidak baik untuk kesehatan. Apalagi seorang wanita.
Bukannya aku mau mengambil kesempatan, ya. Enak saja! Aku bukan cowok seperti itu.
"Err" aku dengar dari Julia, kalau Aria?"
Ya ampun. Ternyata berita cepat sekali menyebar. Seperti wabah penyakit menular saja"
Tapi, aku berharap masalah The Chronos Sapphire tidak sampai ke telinganya.
"Ya. Aria diculik." aku mengangguk, "Tapi, tenang saja. Aku, Rifan, Dylan, dan yang lain
pasti akan menyelamatkannya."
Rinoa menatapku lama. Tatapan yang membuatku salah tingkah dan bingung.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanyaku bingung.
Rinoa menggeleng. Dia lalu duduk di sofa dan meletakkan kantong kertas yang dibawanya.
Pandangan matanya tiba-tiba terlihat menerawang. Aku duduk di sebelahnya dan menunggunya
untuk berbicara. Aku tidak suka dibuat menunggu, tapi, untuk Rinoa, aku bersedia mengalah
untuk menunggu. "Charles, sebenarnya aku ingin menanyakan ini padamu sejak lama." Kata Rinoa lambatlambat. "Tapi, aku takut untuk menanyakannya. Apalagi kamu, Aria, Rifan, Dylan, dan yang lain
pasti akan bungkam tentang apa yang akan kutanyakan ini."
"Memangnya" kamu ingin bertanya apa?" kataku, "Aku akan berusaha menjawabnya
sebisaku." Rinoa menolehkan wajahnya menatapku. Matanya terlihat serius. Bukan, tapi super serius.
"Apa kamu, Aria, Rifan, Dylan, Duke, Lord, dan Stevan bukan manusia biasa?" tanyanya.
Jder! Pertanyaan ini mengena, banget! Hampir saja aku merosot dari posisi dudukku kalau saja
ingat aku harus menjawab pertanyaan itu.
"Charles?" Rinoa menatapku.
"Err" kenapa kamu menanyakan itu?" tanyaku, sebagai pengalih perhatian sementara.
"Waktu aku kenal Aria, aku sudah menduga dia sangat jenius." Kata Rinoa, "Dan aku juga
pernah melihat dia sedang melakukan sesuatu sendirian di taman sekolah. Dia mengangkat benda
tanpa menyentuhnya. Dan juga, sewaktu dia diculik saat karyawisata, orang-orang yang
menculiknya mengatakan "The Chronos Sapphire nomor 8"."
Wah, wah" dia tahu banyak, nih.
Apa perlu aku ceritakan semuanya, ya" Aku bukan tipe cowok yang suka main rahasiarahasian dengan orang lain, apalagi pacar.
"Charles, kamu mendengarkan, tidak?" Rinoa menatapku dengan kening berkerut.
"Err" ya. Aku dengar, kok." Aku mengangguk cepat-cepat. "Dan, aku harus menjawabnya
dengan jujur?" Rinoa mengangguk mantap. Aku menghela nafas. Ya sudahlah. Kalaupun aku dimarahi oleh Dylan atau Rifan, biarkan
saja. Aku lalu menceritakan semuanya. Tentang The Chronos Sapphire, juga seperti apa
kemampuan yang kami miliki. Aku juga menceritakan kenapa Aria bisa diculik. Selama aku
bercerita, Rinoa manggut-manggut mengerti. Dia tidak menyela perkataanku ataupun sekadar
menanyakan apa yang tidak dia mengerti.
"Jadi" begitulah." Kataku, "Besok, kami akan menyelamatkan Aria. Dia dikurung di suatu
tempat." "Begitu" berarti dugaanku selama ini benar." Kata Rinoa, "Kalian bukan manusia biasa.
Itu terlihat dari cara kalian berkomunikasi satu sama lain. Aria juga, jika berhadapan dengan Rifan.
Aku menduga hubungan kalian ber-delapan seperti teman masa kecil atau sebagainya. Tapi,
ternyata lebih dari itu."
"Maaf, kalau aku menyembunyikan semua ini." kataku, "Tapi, ini juga untuk keselamatan
kami dan kamu juga. Jika ada orang yang tahu kami masih hidup, orang-orang yang ingin
menyalah-gunakan kekuatan kami akan memburu kami lagi."
"Aku mengerti." Rinoa tersenyum. "Aku akan menjaga rahasia ini. Aku pandai menjaga
rahasia, kok." "Terima" kasih." Kataku ragu. "Tapi, ada apa sebenarnya kamu kemari" Aku rasa kamu
bukan hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kan?"
"Oh, benar." Rinoa mengambil kantong kertas yang tadi di bawanya dan kemudian
menyerahkannya padaku, "Aku datang untuk mengantarkan ini."
"Apa ini?" aku mengerutkan kening menatap kantong kertas itu.
"Aku disuruh mengantarkan ini." katanya, "Seseorang bernama Azalea memberitahukan
padaku kalau aku harus mengantarkan ini pada kalian."
"Ha?"?" aku menerima bungkusan itu dan membuka isinya. Dan" aku tidak tahu apakah
aku harus senang atau malah merasa bingung.
Isi kantong kertas itu ternyata adalah sebuah peta yang sudah kusam dan juga sebuah
kalung yang sama persis dengan milik Aria.
Apa ini" Dari siapa"
Sepucuk surat disertakan di dalam kantong kertas itu. Aku segera membuka lipatannya dan
membacanya. Charles, kalau kau menerima ini, berarti sudah ada yang terjadi padaku.
Kalung ini adalah replica dari kalungku, aku tidak menaruh banyak ingatanku seperti
kalungku yang asli. Tapi, walau hanya replica, kalung ini memiliki hampir semua
ingatan berhargaku. Jika kau menerima ini, berikan pada Rifan. Karena sebagian
ingatanku yang lain ada di dalam kalung bulan sabit miliknya (jangan tanya kenapa itu
bisa terjadi. Aku juga tidak tahu).
Oh ya, batu berlian ini sama persis dengan kalung bulan sabit milikku. Aku
tidak sengaja menemukan batu ini di kamarku. Aku tidak tahu aku punya batu


The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjenis sama seperti kalungku, karena itu, setelah aku menemukan batunya, aku
langsung menyuruh Kak Kazuhi untuk membuatkan kalung yang sama persis dengan
bantuan temannya yang punya usaha membuat perhiasan.
Dan peta yang juga kusertakan, itu adalah peta yang kubuat sendiri
berdasarkan apa yang kulihat. Aku rasa, aku memiliki kemampuan memprediksi masa
depan. Jadi, mungkin hanya itu saja. Tolong, kalau terjadi apa-apa padaku, kalian
harus bisa menyelesaikannya tanpaku.
Aria Ya ampun" jadi, dia sudah tahu akan ada sesuatu yang terjadi padanya" Kenapa dia tidak
mengatakannya lebih awal" Jadi, hal seperti ini tidak seharusnya terjadi.
Tapi" melihat dari tulisannya yang rapi ini, dan juga tinta yang dipakai untuk menulis
kelihatannya sudah lama sekali ini ditulis. Pasti sekitar satu tahun lalu atau bahkan lebih.
"Aku menerima paket berisi dua benda itu tadi pagi. Kalung yang itu mirip sekali dengan
milik Aria." kata Rinoa memperhatikan kalung bulan sabit itu.
Aku juga ikut memperhatikannya. Memang sangat mirip. Tapi" kalau benar memang Aria
menaruh sebagian ingatannya disini, berarti ini bisa dipakai.
"Apa ini" akan berguna?" tanya Rinoa.
"Aku rasa, iya." aku menoleh kearah Rinoa, "Terima kasih sudah mengantarkan ini
padaku." "Sama-sama." Rinoa tersenyum, "Kalau begitu, aku pulang dulu. Dan, Charles?"
"Ya?" Rinoa menatapku lurus-lurus, "Tolong, selamatkan Aria dan temukan siapa penculiknya,
ya" Aku tidak ingin sahabatku terluka." Katanya.
Aku tersenyum mendengar permintaannya. Aku menepuk kepalanya sambil tertawa pelan.
"Tentu saja. Kami semua akan menyelamatkan Aria dan membawanya pulang. Tanpa luka
sedikitpun." Kataku padanya, "Aku janji."
Rinoa tersenyum lagi dan mengangguk.
Aku lalu mengantarnya sampai ke pintu depan. Saat dia menghilang di koridor menuju lift
apartemen, aku menghembuskan nafas dan menengadah menatap langit.
"Aria" Aria?" gumamku sambil tersenyum, "Ternyata, masalah The Chronos Sapphire
benar-benar belum selesai sepenuhnya."
BAB 8 Dimulai Kembali, Seperti Kenangan Lama
Rifan"s Side Aku bangun tepat pukul 4 pagi ketika alarm di handphone-ku berbunyi. Dengan agak malas,
kuraih benda mungil itu dari meja kecil di sebelah tempat tidur dan mematikan alarmnya.
Aku duduk di tempat tidur selama beberapa menit, mengumpulkan nyawaku yang masih
tertinggal di alam mimpi.
Tapi, ketika aku mengingat lagi peristiwa semalam, hatiku lagi-lagi nyeri. Aku masih
memikirkan Aria. Apakah dia baik-baik saja" Apa dia terluka"
Aku tidak berani memikirkannya. Aku bahkan tidak bisa bertelepati dengan Aria. Seolah
koneksi kami terputus begitu saja. Aku berharap Jack dia melakukan apapun pada Aria.
Dengan langkah agak gontai, aku berjalan ke kamar mandi dan menyalakan shower.
Beberapa menit kemudian, aku sudah siap. Aku memakai pakaianku saat masih menjadi
The Chronos Sapphire. Aku tidak pernah lagi melihat pakaian ini sebelumnya. Tahu-tahu saja
sudah ada di lemariku lengkap dengan sepucuk surat dari Nyonya Haruka kalau kami semua
harus memakai ini. Dan, tentu saja, perintah beliau harus dituruti.
Aku baru saja memakai sepatuku ketika aku mendengar handphone-ku kembali berbunyi.
Aku segera mengangkatnya kearahku dengan kemampuan telekinesis-ku dan melihat siapa yang
menelepon pagi-pagi begini.
Rupanya Charles. Aku segera menekan tombol untuk menerima telepon dan menempelkannya di telinga
kiriku. "Halo, Charles" Ada apa pagi-pagi begini menelepon. Tidak biasanya" biasanya kau telat
bangun pagi." kataku tanpa tedeng aling-aling.
"Sialan kau, Rifan!" kata Charles menggerutu, "Aku hanya ingin memberitahumu berita
bagus. Cepatlah datang ke Dewan, dan kau akan lihat sendiri."
Setelah itu, telepon diputus. Dia sama sekali tidak memberikan kesempatan untukku
bertanya. "Apa maksudnya berita bagus?" gumamku memandang handphone-ku dengan kening
berkerut. Tapi, tidak urung juga perkataan Charles membuatku penasaran. Aku segera mempercepat
memakai sepatu dan segera menyandang tas ranselku. Kemudian aku menjentikkan jari dan
semua peralatan elektronik di kamarku, juga di seluruh ruangan di apartemen yang kusewa ini,
mati, Peralatan di apartemenku, khusus hanya di apartemenku, kode untuk mematikan seluruh
peralatannya adalah hanya dengan menjentikkan jari saja.
Jangan kalian pikir apartemen ini aku yang memilihnya, tapi Aria. Dialah yang memilih
apartemen ini. Disamping apartemen ini dekat dengan rumahnya (jarak dari apartemenku ke
rumahnya hanya 5 menit), apartemen ini juga cukup memadai fasilitasnya.
Aku segera mengunci pintu kamarku dan juga langsung berjalan ke pintu depan ketika
handphone-ku kembali berbunyi. Aku merogoh saku celanaku dan mengeluarkan benda itu.
Ada pesan masuk. Nomor tidak dikenal.
Aku membuka pesan itu tanpa bertanya-tanya siapa yang mengirimnya.
Aku sudah berhasil membu"bukan, tapi menemukan batu berlian yang sama
seperti milik Aria. Sekarang tinggal kalung milikmu saja yang belum kuambil
kenangannya. Jadi, cepat ke Dewan.
Maya Aku mengerutkan kening membaca pesan ini. Apa benar dia bisa menyelesaikan berlian
itu secepat ini" Jadi penasaran"
Aku merapikan letak tali ransel di bahuku dan kemudian segera berjalan menuju lift.
*** Ketika aku sampai di dewan, semua orang sudah ada di sana. Menunggu di depan sebuah mini bus
berwarna merah. Charles dan Maya yang pertama melihatku datang.
"Yo, Rifan." sapa Charles sambil ber-high five denganku.
Aku membalas sapaannya dan juga sapaan teman-teman yang lain. Aku menoleh kearah
Maya, yang tahu-tahu sudah berdiri di sampingku.
Sekarang penampilannya sedikit berbeda. Rambut panjangnya dipotong pendek sedikit
diatas bahu dan diberi bandana biru tua ber-glitter. Wajahnya juga lebih berseri. Mungkin dia
sudah makan cukup atau Nyonya Haruka sudah memberinya vitamin agar dia terlihat lebih sehat
dan bugar. "Kau bawa kalungnya?" tanyanya.
Aku mengangguk dan melepaskan kalung sabit hitam dari leherku. Kuserahkan kalung itu
padanya. Dia menerima kalung itu dan mengeluarkan kalung yang sama persis seperti kalung Aria.
Ternyata dia benar-benar sudah selesai memperbaiki kalung i"
"Bukan aku yang memperbaikinya." Kata Maya (dia pasti membaca pikiranku. Dia juga
The Chronos Sapphire, bukan"), "Tapi Aria."
"Aria?" aku mengerutkan kening.
"Dia sudah memperhitungkan semuanya." Charles tiba-tiba menyahut. "Rinoa kemarin
datang ke rumahku, dan menyerahkan kalung serta sebuah peta."
"Peta?" Maya mengeluarkan sebuah kertas peta yang sudah kusam dan kelihatan tua.
"Ini adalah peta lama sebua
h pulau yang dulunya adalah markas pusat Laboratorium
Terlarang, Pulau Redzone." Kata Maya, "Pulau itu terletak cukup dekat dengan kepulauan Hawaii,
tapi tidak pernah ada di peta karena pulau itu adalah pulau yang terkubur. Berada di bawah lautan
dulunya. Aku pernah dirawat disana ketika system kekebalan tubuhku menurun karena sebuah
virus. Nyonya Haruka dan Tuan Kazuto yang merawatku."
"Sewaktu penutupan kegiatan Laboratorium Terlarang, pulau itu sempat dijaga oleh
sekelompok tentara. Namun, setelah lebih dari 15 tahun, pastilah pulau itu kini kosong dari para
tentara itu. Markas pusat sendiri sudah lama tidak dipakai. Jadi, kemungkinan besar peralatan yang
ada disana banyak yang tidak berfungsi lagi. Tapi?"
"Kemungkinan besar, Jack memanfaatkan peralatan yang masih ada untuk menjadikan
tempat itu hidup kembali?" kataku.
Maya mengangguk. Dia menggenggam kedua kalung itu dengan kedua tangannya. Sekejap
kemudian, seberkas sinar biru dan hitam saling memantul dari kedua kalung itu.
Kami semua memperhatikan apa yang dilakukan Maya. 5 menit kemudian, sinar biru dan
hitam itu memudar dan Maya mengembalikan kalung bulan sabit hitam itu padaku.
"Aku sudah menyalin semua kenangan yang ada di kalungmu ke kalung ini." kata Maya,
"Asal kau tahu saja, otakku ini seperti computer yang bisa menyalin data. Jadi, jangan heran kalau
aku lebih jenius dari kalian."
Aku hanya tersenyum dan memakai kalung itu lagi. Kuperhatikan Dylan dan yang lain,
mereka sudah naik ke dalam mini bus.
Nyonya Haruka yang berdiri di depan pintu mini bus menyuruh kami mendekat.
"Kalian akan menghadapi pertempuran yang berat." Kata beliau saat kami berdiri di
hadapannya. "Tapi, ingat, Pulau Redzone adalah zona berbahaya, sesuai dengan namanya."
"Ada banyak jebakan disana. Termasuk jebakan ranjau, yang kuduga diaktifkan lagi oleh
Jack. Juga, ada jebakan lain yang lebih berbahaya, yang sering aku, Kazuto, dan Ardelia sebut
sebagai jebakan X. Dan aku ingin kalian mengaktifkan jebakan X itu setelah kalian menyelamatkan
Aria." Aku mengerutkan kening mendengar ucapan beliau. Apa maksudnya kami harus
mengaktifkan jebakan yang disebut jebakan X itu"
"Apa maksud Anda, Haruka-sama?" tanya Maya seolah menyuarakan pikiranku.
Nyonya Haruka merogoh saku blazer hitam yang dipakainya dan menyerahkan benda yang
dipegangnya pada Maya. "Aku minta, kau yang mengaktifkannya, Maya." Kata Nyonya Haruka, "Hanya kamu yang
bisa melakukannya. Tanpa perasaan."
Kulirik wajah Maya agak tertegun dan kemudian dia mengangguk pelan. Dia menyimpan
benda yang diberikan Nyonya Haruka ke saku bajunya.
Nyonya Haruka menoleh kearahku. Dia meraih tanganku dan menggenggamnya erat.
"Tolong, Rifan." katanya, "Selamatkan Aria. Sebagai ibunya dan calon mertuamu, aku
memohon padamu." Wow. Ini pertama kalinya Nyonya Haruka berkata seperti itu padaku. Biasanya, aku lebih
sering tidak dianggap jika aku bersama Aria.
Itu berarti, pertanda yang cukup bagus.
Mungkin, sih" Aku mengangguk mengiyakan perkataannya.
"Saya akan menyelamatkannya. Anda tenang saja." aku tersenyum.
Nyonya Haruka membalas senyumanku.
Kami bertiga lalu masuk ke dalam mini bus ketika Lord dan Duke menyuruh kami agar
cepat. Ketika aku duduk di kursi paling belakang, Maya mengikutiku dan duduk di sebelahku.
"Jangan khawatir, kita pasti bisa menyelamatkannya." Kata Maya. Dia mengeluarkan
kalung Aria yang lama dan kalung yang satu lagi, "Kalau kau tidak keberatan, apa kau mau bekerja
sama denganku?" Aku mengerutkan kening mendengar perkataannya.
"Bekerja sama" Untuk apa?"
Maya menoleh kearahku sambil tersenyum.
"Kau ingin tahu rahasia mengalahkan Jack?" katanya dengan nada misterius.
BAB 9 Rasanya" Aneh. Seolah Ada Sesuatu Yang Tidak Benar
Aria"s Side Aku tidak tahu sudah berapa lama aku disini. Satu jam" Dua jam" Atau" malah berhari-hari.
Entahlah, aku tidak tahu.
Jack memperlakukanku dengan sangat baik. Dia bahkan membawakanku beraneka ragam
bunga maupun boneka dan membawanya ke tempat ini. Mungkin niatnya ingin membuatku
senang. Tapi, sikapnya itu justru membuatku malah semakin jijik.
Oke. Aku tidak tahu kenapa aku merasa jijik padanya padahal sikapnya super baik seperti
ini. Tapi" tetap saja. Aku merasa ada yang aneh. Seolah seharusnya bukan dia yang berada
disini, tapi orang lain. "Maya?" Aku tersentak kaget ketika dia memanggilku dengan nama itu lagi. Aku mengalah dia
memanggilku begitu ketika dia memberiku bunga mawar putih sekitar 5 menit yang lalu.
"Iya?" aku mengerjapkan mata dan menatapnya, "Ada apa?"
"Kau tidak apa-apa, kan" Kenapa makananmu tidak dihabiskan?" tanyanya.
Sekarang kami sedang makan bersama, tentu saja di tempatku. Di kamar seperti rumah
kaca ini. Tapi, aku merasa tidak berselera makan sehingga dari tadi aku hanya menusuk-nusuk
daging steak yang terhidang di hadapanku dengan garpu.
"Apa kamu sakit?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng, "Aku tidak berselera makan." Kataku meletakkan garpu dan pisau yang
kupegang di samping piring.
Jack juga ikut berhenti makan dan menatapku.
"Apa aku melakukan sesuatu yang salah padamu?" tanya Jack.
Aku menggeleng lagi. "Lalu, kenapa kamu seperti tidak suka jika bersamaku?"
"Aku belum"tidak, lebih tepatnya, aku tidak tahu siapa kamu, Jack." Kataku, "Aku tidak
tahu, tapi" aku merasa, aku tidak menyukaimu."
Jack mengerutkan kening ketika aku mengatakannya.
"Kenapa kamu mengatakan seperti itu" Apa alasannya?" tanyanya.
Aku menggeleng untuk kesekian kalinya, "Entahlah" perasaanku bilang, kamu bukan"
siapa-siapa aku." Aku menundukkan kepala dan menatap makanan yang belum kusentuh sama sekali.
Tiba-tiba Jack bangkit dari kursinya dan berjalan kearahku. Tangannya terulur ke wajahku.
"Kamu masih belum percaya padaku?" tanyanya pelan.
Aku tidak berani menjawab tidak. Aku merasakan aura membunuh yang kuat darinya.
Tangannya kemudian menjauh dari wajahku. Kudengar dia menghela nafas dengan agak
berat. "Aku akan tinggalkan kamu sebentar. Aku harus mengurus sesuatu."
Dia lalu berbalik dan berjalan kearah pintu. Aku memperhatikannya berjalan dan
mengerutkan kening. Entah darimana, aku melihat sekelebat gambar di mataku.
"Jack," aku memanggilnya ketika gambar-gambar itu menghilang dari pandanganku.
"Ya?" dia menoleh kearahku, "Ada apa?"
"Sebenarnya?" aku ragu menanyakan pertanyaan yang sudah di ujung lidah ini, tapi"
"Apa kau" kau pernah mencoba membunuhku?"
Sudah kuduga, Jack mengerutkan kening. Dan" ada sedikit kedut marah di wajahnya
ketika aku menanyakan pertanyaan tadi.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanyanya balik.
"Tidak. Hanya?"
"Kau tidak perlu tahu apa yang seharusnya tidak kamu tahu." katanya.
"Eh?" Aku menatap Jack. Wajahnya begitu serius sehingga terlihat menyeramkan.
"Kau tidak perlu tahu apa yang tidak harusnya kamu tahu. Karena itu artinya, kau benarbenar tidak akan mempercayaiku lagi."
"Apa" Bukan" tapi?"
"Istirahatlah. Aku akan segera kembali."
Setelah itu, dia segera keluar dari kamarku. Dan aku tahu, artinya pembicaraan selesai.
Aku kembali menatap makanan yang sama sekali tidak kusentuh. Aku memang tidak
lapar. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku benar-benar tidak lapar.
Aku berdiri dan berjalan kearah salah satu pot tanaman bunga mawar di dekat tempat
tidur. Aku memetik satu bunga mawar putih dan mencium baunya. Sekali lagi, aku melihat
sekelebat gambar di depan mataku. Gambar itu begitu nyata sampai aku merasa aku memang
berada di tempat yang sama persis seperti di gambar yang kulihat.
Sebenarnya" pemandangan apa ini" Kenapa"
Aria" "Eh?" Aku menoleh-noleh mencari asal suara itu. Suara yang waktu itu memanggilku.
Aria" kamu bisa mendengarku"
"Siapa" Kamu dimana?"
Kamu bisa mendengarku" Kamu bisa" mendengarku"
"Aku bisa!" seruku. Aku menoleh ke segala arah, tapi tidak bisa melihat atau menemukan
siapa pemilik suara itu. "Tolong, tunjukkan dirimu. Tolong?"
Kepalaku terasa sakit seperti ditusuk ribuan jarum. Aku memegangi kepalaku dan jatuh
terduduk. "A?" Aku akan datang ke tempatmu. Aku janji"
"Siapa" kamu siapa?"
Suara itu tidak menjawab. Dan yang ada hanya kesunyian.
Kepalaku masih terasa sakit. Aku berjalan pelan kearah tempat tidur dan meletakkan
kepalaku yang sakit ke atas bantal. Walau sakit kepala ini masih belum reda, tapi, perasaan
berdesir di hatiku tidak. Perasaan itu semakin kuat setelah aku mendengar suara itu lagi.
Aku ingin mendengar suara itu lagi. Tapi, bagaimana caranya agar suara itu mau berbicara
denganku lagi" Tunggu dulu, Aku baru menyadari, aku bukan tidak secara kebetulan berada di tempat ini. Dan suara
itu" aku pernah mengalami hal seperti ini sebelummnya. Aku yakin aku pernah mengalaminya
sebelumnya. Dan aku yakin, suara itu akan kembali berbicara padaku.
Aku harap begitu. Karena kalau tidak, mungkin perasaan berdesir di hatiku semakin bertambah besar jika


The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mendengar suara itu lagi.
BAB 10 Perjalanan Ke Pulau Red Zone
Charles"s Side Perjalanan dengan pesawat terbang sungguh membuatku tidak nyaman. Kadang, aku bisa terkena
mabuk perjalanan. Serius. Aku paling benci menggunakan pesawat terbang sebagai alat transportasi
untuk bepergian, sebisa mungkin aku menghindari perjalanan dengan menggunakan pesawat.
Bukannya aku ini pengecut, tapi, aku benar-benar tidak bisa bepergian dengan pesawat terbang.
Tapi, ternyata, perjalanan kali ini memakai pesawat terbang. Dan aku harus menyiapkan
kantong muntah lebih banyak dari biasanya karena perjalanan ini akan memakan waktu 22 jam,
ditambah dengan beberapa kali untuk" istilah yang sering kugunakan adalah "check-in", di bandara
yang kami lewati untuk meneruskan perjalanan.
Dan, biasanya ketika kami harus mendarat untuk check in, kami menghabiskan waktu
dengan bersantai. Entah membaca majalah, makan, atau kegiatan apa yang kami suka.
Aku sedang memakan roti gandum ketika aku melihat Maya dan Rifan sedang mengobrol
berdua. Hei" aku bukannya mencurigai mereka mulai saling punya perasaan dan kemudian jadi
suka. Bukan itu. Wajah Maya kelihatan lelah dan Rifan sedang memberikan minum pada Maya. Mungkin
kesehatan Maya masih belum baik. Tapi dia tetap memaksa untuk ikut.
Aku lalu berhenti makan dan berjalan kearah mereka.
"Hei," Mereka berdua menoleh kearahku. Rifan tersenyum dan menggeser posisi duduknya
sehingga ada tempat untukku duduk.
"Kalian sedang membicarakan apa?" tanyaku tanpa tedeng aling-aling, "Hei, Rifan, jangan
bilang kau mulai suka dengan Maya."
"Kau ini bicara apa?" Rifan tertawa mendengar ucapanku, "Kau lupa aku cinta mati dengan
Aria?" "Yah" mungkin saja terjadi hal seperti ini. Kau bosan dengannya."
"Jangan mulai, deh?"
"Kalian nggak perlu khawatir, kok." Maya ikut nimbrung, "Aku tidak akan bisa suka
dengan siapapun. Apalagi dengan Rifan. Dia bukan tipeku."
"Apakah aku termasuk dalam tipemu?" tanyaku mengedipkan mata.
Rifan langsung menoyor kepalaku dengan satu pukulan pelan.
"Kamu ini, Rinoa mau dikemanakan?" katanya.
"Bercanda" jangan serius banget, dong." Aku nyengir.
Maya tertawa. Dia menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. Satu hal
yang begitu feminine yang pernah kulihat dari seorang wanita.
"Oh ya, bagaimana kalau kita melakukan sesuatu yang bisa mengusir bosan" Jujur saja, aku
mulai bosan dan" mabuk udaraku masih terasa." Kataku.
"Kamu selalu terkena mabuk udara, ya?" tanya Maya.
Aku mengangguk mengiyakan.
"Sebentar," dia lalu merogoh tas berwarna biru yang ia bawa sedari tadi. Dia mengeluarkan
sebuah obat anti mabuk perjalanan.
"Ini. Biar nanti kamu tidak mabuk perjalanan lagi." ujarnya tersenyum.
"Wah" terima kasih. Aku sangat tertolong." Kataku bersungguh-sungguh. Sebenarnya aku
malu juga jika seorang cewek memberiku obat anti mabuk. Itu tidak seperti seorang laki-laki
bagiku. Tapi, yah" apa boleh buat.
Aku merobek sedikit kemasan obat itu dan menenggak obat itu. Segera kubuang
bungkusnya yang sudah kosong ke tempat sampah di dekatku.
"Sudah mendingan?"
"Banget. Terima kasih, ya?"
Maya tersenyum lagi. Duh" senyumannya manis sekali. Andai dia jadi pacarku, ya" Maya
benar-benar perhatian dengan semua orang walau baru mengenalnya. Sama seperti Aria.
Eits" jangan kira aku ingin menjadikan Maya sebagai selingkuhan, ya! Enak saja! Apa kata
dunia kalau aku punya dua pacar (yah" sepertinya itu ide bagus, sih)" Tapi, tenang" aku masih
cinta dengan Rinoa. Dia cewek paling enerjik dan ceria yang pernah kukenal dan aku senang
berpacaran dengannya. "Yah" tidak banyak yang bisa kita lakukan." Kata Maya. "Aku tidak pernah lagi bepergian
ke pulau Red Zone. Biasanya aku ke sana hanya untuk cek kesehatan. Hanya disanalah tempat
yang bisa menampungku ketika aku mulai kehilangan kendali karena kekuatanku."
"Apa pulau itu berbahaya?" tanya Rifan.
"Dulu, pulau itu bernama Greenself. Yang artinya hijau sendiri. Ya" memang pulau itu
dekat dengan Hawai, tapi pulau itu tidak pernah menjadi bagian Kepulauan Hawaii. Entahlah"
aku tidak tahu kenapa namanya seperti itu. Tapi, secara tiba-tiba, pulau itu tenggelam tanpa sebab.
Peristiwa itu sempat menjadi bahan pembicaraan di Hawaii tapi tidak sampai tersebar ke media
internasional. "Markas pusat Laboratorium Terlarang ada di bawah tanah pulau itu. Tapi setelah itu
berpindah lagi ke pulau baru yang terbentuk di dekat pulau Greenself, dan pulau baru itu
dinamakan pulau Red Zone. Para ilmuwan disana memasang jebakan berupa suara-suara seram
yang menakut-nakuti warga yang melewati pulau itu. Tujuannya agar tidak seorangpun yang masuk
ke dalam pulau itu kecuali orang-orang Laboratorium Terlarang. Akan tetapi, banyak juga jebakan
lain yang lebih berbahaya. Termasuk jebakan ranjau. Namun, yang paling dan sangat berbahaya
adalah Jebakan X." "Jebakan X?" "Dibaca Jebakan X, bukan Jebakan X (Sepuluh)."
"Apa itu jebakan yang dikatakan Nyonya Haruka sebelum kita pergi?"
Maya mengangguk mendengar pertanyaan Rifan.
"Itu adalah jebakan paling berbahaya. Aku pernah ditunjukkan apa wujud jebakan itu. Dan
jika jebakan itu sudah diaktifkan, tidak akan ada yang bisa menghentikan jebakan itu, bahkan jika
kekuatan 9 anak The Chronos Sapphire disatukanpun, tetap tidak akan bisa menghentikan
Jebakan X." "Memangnya jebakan seperti apa itu?" tanyaku penasaran.
"Jebakan itu sering diebut Jebakan Bunuh Diri." Kata Maya. "Jebakan itu pokoknya sangat
berbahaya. Aku memang sering mendengar nama Jebakan X dan melihatnya secara langsung.
Tapi, aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Susah kalau dijelaskan dengan kata-kata."
"Begitu?" aku manggut-manggut.
"Oh ya, aku rasa urusan administrasi check-in sudah selesai." Kata Rifan.
Aku menoleh kearah yang lain. Benar. Dylan melambai kearah kami. Itu artinya urusan
check-in sudah selesai. Kami bertiga lalu berjalan kearah teman-teman yang lain dan kembali
melanjutkan perjalanan! *** Sekarang, kami sudah kembali berada di pesawat. Dan" harus kuakui sekali lagi. Obat yang
diberikan Maya cukup manjur dan tidak membuatku merasa mual lagi.
Aku sekarang sedang membaca buku. Bukan buku pelajaran atau buku bisnis. Tapi"
novel. Ya. Ini karena aku sering ke rumah Aria (kalian tahu, kan kalau kami seumuran, dan juga,
Rinoa adalah sahabat Aria dan juga sering ke rumahnya. Karena itu aku jadi ikut-ikutan dengan
Rinoa). Dia sering sekali merecokiku dengan novel-novel koleksinya, jika dia ada di rumah, sih.
Dia, kan artis. Jadi jadwalnya padat.
Tapi, anehnya, dia bisa selalu berduaan dengan Rifan. Hal yang membuatku kadang heran
sendiri sampai aku ingat kalau dia mengunci kemampuan Jack dalam kalungnya.
Aku baru saja akan membalik halaman selanjutnya ketika aku melihat Rifan menduduki
kursi di sebelahku. Dia menghela nafas berat dan memejamkan mata.
"Lelah?" tanyaku sok tahu.
"Sok tahu, kamu?" gerutunya pelan.
"Lalu" Kamu memikirkan Aria" Tenang saja, sobat. Kita pasti akan bisa menyelamatkannya." Kataku optimis.
"Aku berharap seperti itu." katanya, "Tapi, mendengar penjelasan Maya tentang medan di
Pulau Red Zone, aku mulai ragu apakah kita akan bisa mencapai Aria sebelum waktunya."
"Sebelum waktunya" Apa maksudmu?"
"Keunikan batu The Chronos Sapphire," gumamnya, "Maksimal seorang The Chronos
Sapphire kehilangan salah satu hal penting, dalam kasus Aria, ingatannya, adalah seminggu. Jika
lebih dari itu, kemungkinan besar dia tidak akan pernah bisa ingat lagi siapa kita, dan bahkan
dirinya sendiri, untuk selamanya."
"Seperti orang biasa yang hilang ingatan saja."
"Memang. Tapi, aku tidak terima jika Aria dengan mudahnya melupakan semua yang
terjadi. Dan semua itu harus disalahkan pada Jack. Karena dialah, Aria menjadi seperti itu." kata
Rifan. "Aku setuju." Kataku mengangguk. "Tapi, sebaiknya, kita menikmati perjalanan ini.
Daripada kamu stress, bagaimana kalau kita bermain game di computer itu." aku menunjuk
computer yang ada di sebelah Rifan.
Rifan menoleh kearah computer itu, dan menggeleng-gelengkan kepala sambil menahan
tawa. "Apa?" tanyaku mengangkat sebelah alis.
"Sikapmu itu tidak pernah berubah." Ujarnya, "Selalu meminta menemanimu bermain
game. Kamu, kan sudah kuliah, Charles."
"Terserah aku, dong." Aku hanya nyengir. "Jadi, mau menemaniku bermain, tidak" Kita
main game tantangan. Aku yakin, kali ini aku yang akan mengalahkanmu."
"Oh ya?" Rifan berjalan kearah computer dan menyalakannya, "Coba saja kamu kalahkan
aku." Aku tersenyum, kemudian duduk di dekatnya dan mulai memainkan permainan yang ada
di computer tersebut. BAB 11 Menunggu" Aria"s Side Aku menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Wajahku" terlihat agak berantakan. Tapi, aku
tidak berniat merapikannya dengan bedak dan peralatan kosmetik yang tersedia di dekatku. Aku
merasa" tidak ingin memakainya. Seolah ada yang menghalangi.
Jack belum mengunjungiku beberapa hari ini.
Aku tidak yakin ini sudah hari ke berapa. Tapi, aku asumsikan ini sudah hari ketiga aku
berada di sini. Di "rumah kaca" ini. Aku merasa seperti putri yang terpenjara saja.
Tapi, aku merasa gelisah. Aku merasa di sini bukanlah tempatku. Aku ingin keluar, tapi,
bagaimana caranya" Melihat dari ketinggian tempat ini, kupastikan aku berada di lantai tertinggi
(sudahkah aku mengatakan ini" Maaf jika aku mengatakannya lagi).
Aku berjalan kearah tempat tidur dan duduk di sisinya sambil menghembuskan nafas. Aku
merasa" aku harus menunggu.
Ya. Menunggu. Tapi, menunggu untuk apa aku juga tidak tahu.
Yang jelas, aku harus menunggu.
Pintu tiba-tiba terbuka, Jack masuk dan langsung mencium keningku. Aku hanya
tersenyum samar. Masih tidak merasa kalau Jack adalah seseorang yang berarti di hatiku.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Jack sambil duduk di sebelahku.
"Baik-baik" saja." kataku, berusaha terdengar ceria di depannya.
Namun, aku tahu dia bisa tahu kalau aku menyembunyikan sesuatu. Entah kenapa dia bisa
mengetahuinya begitu saja. Hanya saja, dia tidak pernah menuntutku untuk menceritakan apa
permasalahanku. "Begitu?" dia manggut-manggut, "Kamu sudah makan" Bagaimana kalau kita makan
makanan kesukaanmu?"
"Makanan kesukaanku?"
"Iya. Aku sudah menyiapkannya untukmu." Ujar Jack tersenyum. "Kamu mau, kan"
Kamu harus menjaga kesehatanmu agar tidak sakit."
Aku mengangguk pelan. Kami berdua lalu keluar dari "rumah kaca" ini. Ini pertama kalinya
aku berada di luar "rumah kaca".
Rupanya tempat ini adalah sebuah gedung yang tidak terlalu terawatt. Koridor yang kami
lewati memang bersih. Tapi, cat dindingnya banyak yang mengelupas. Aku tidak tahu apakah ini
adalah gedung tua, atau gedung yang baru ditinggalkan oleh sebuah perusahaan besar.
Jack mengajakku ke sebuah ruangan yang lebih bersih. Di sana terdapat sebuah meja
makan bertaplak putih, lengkap dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan candle light
dinner. Jack menggenggam tanganku. Aku berniat menarik tanganku darinya, tapi tidak jadi. Aku
merasakan, aku harus mengikuti alur permainan ini. Aku tidak tahu kenapa aku menganggap
semua ini permainan. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja.
*** Setelah makan, aku kembali ke rumah kaca dan duduk di tepi ranjang. Ada beberapa jendela
rumah kaca ini yang terbuka. Apakah tadi ada yang membukanya" Jack" Bisa jadi"
Aku menghembuskan nafas. Merasakan ada yang ganjil di hatiku. Aku tahu kenapa aku
merasakannya. Aku ingin Suara itu "mampir" lagi di kepalaku dan berbicara denganku.
Tapi, bagaimana caranya aku bisa berbicara lagi dengannya" Aku tidak tahu bagaimana
caranya. Aku juga tidak tahu dan tidak ingat bagaimana aku bisa berakhir di sini. Aku merasa"
aku bukan hilang ingatan biasa.
Aku memang masih mengingat namaku. Tapi, aku tidak ingat siapa orang-orang yang dekat
denganku. Hanya Jack saja yang selalu di sini dan muncul di hadapanku. Bukan orang lain. Aku
bukannya mau curiga, tapi, sikap Jack terasa begitu aneh bagiku.
Yah" mungkin itu hanya imajinasiku saja.
Aku berbaring menyamping di ranjang dan menghembuskan nafas lagi. Merasakan ada
sesuatu lain masih mengganjal di hatiku.
Dan, saat itulah aku baru sadar, aku menggunakan sebuah gelang di tanganku.
Aku terduduk lagi dan mengamati gelang yang melingkari pergelangan tangan kananku itu.
Bandulnya yang berbentuk hati bersinar diterpa cahaya lampu ruang kaca ini. Aku melepas gelang
itu dan mengamatinya lagi.
"Sejak kapan" aku memakai gelang ini?" gumamku bertanya-tanya.
Aku tidak menyadari, memang, selama aku berada di sini, yang aku pikirkan hanya
bagaimana cara keluar dari sini, siapa Jack, dan juga Suara yang baru sekali berbicara padaku lewat
otakku, sehingga aku tidak memperhatikan hal-hal lain seperti gelang ini.
Aku yakin bukan Jack yang memberikan gelang ini. Kalau benar, kapan dia
membrikannya" Kutatap bandulnya yang bersinar. Ketika aku menyentuh sisi-sisinya, bandul itu terbelah
dua, seperti kalung liontin. Ada sebuah foto di dalamnya. Itu fotoku bersama seseorang.
Tapi, orang itu bukan Jack.
Ini orang lain. Dan melihat wajahnya yang tersenyum. Perasaan berdesir muncul di hatiku.
Aku tidak mengenal orang ini. Aku juga tidak tahu kenapa foto ini bisa ada di gelang yang
tidak pernah aku tahu melingkari pergelangan tangan kananku.
Tapi" entah kenapa, aku sangat merindukan orang ini.
BAB 12 Pulau Red Zone Rifan"s Side Akhirnya kami sampai di Pulau Red Zone. Aku sudah menduga sebelumnya seperti apa pulau ini,
karena itu, aku tidak heran lagi.
Pulau ini memiliki hutan yang cukup lebat. Mirip seperti hutan hujan yang pasti memiliki
banyak hewan buas. Pesawat yang membawa kami mendarat di bandara darurat di pulau tersebut. Setelah kami
keluar dari pesawat, Maya membawa kami ke sebuah pondok kayu yang tidak jauh dari bandara.
Pondok itu kelihatan tua, namun asri. Aku yakin, jika Aria melihat pondok ini, dia akan
menyukainya. Tapi, sayangnya pulau ini nanti akan tinggal nama. Karena Jebakan X itu. Ingat, bukan"
"Di sini dulu adalah pos penjaga pulau." Kata Maya membuka pintu pondok, "Kita akan
beristirahat di sini terlebih dahulu. Besok pagi, baru kita berangkat."
"Kenapa tidak sekarang saja?" tanya Charles, "Aku tidak sabar ingin menghajar Jack."
"Jangan." Maya menggeleng, "Aku ingin memeriksa hutan ini terlebih dahulu. Ada
beberapa jalan di hutan yang tidak menemui jebakan yang kutahu dan aku ingin memeriksanya."
"Oh?" "Kalian istirahat saja dulu di sini. Aku akan memeriksanya sekarang." Maya tersenyum dan
kemudian menutup pintu pondok.
Aku meletakkan tas ransel yang kubawa di dekat jendela dan menuju dapur. Sepertinya
pondok ini sudah dibersihkan sebelum kami datang. Aku berjalan kearah bak cuci dan memutar
kerannya. Syukurlah aliran air masih ada.
Aku mencuci muka dan membiarkan air dingin ini mengaliri kepalaku. Aku perlu
mendinginkan kepalaku sebentar sebelum memulai perjalanan panjang kami yang kedua.
"Kau sepertinya lelah."
Aku mendongakkan kepalaku dan melihat Dylan berada di pintu dapur sambil tersenyum.
Aku menutup keran dan mengacak-acak rambutku yang basah terkena air. Tanpa
mengeringkannya, aku duduk di kursi yang ada di dekatku dan menghembuskan nafas.
Dylan berjalan kearahku dan duduk di seberangku.
"Aku tahu kamu stress." Katanya, "Tapi, kita harus focus. Sama seperti dulu."
"Aku tahu itu." aku mengangguk, "Aku hanya" sedikit capek."
"Dari kemarin kamu selalu mengeluh capek." Dia tersenyum lagi, "Semuanya juga capek.
Bahkan, mungkin Aria juga. Dia pasti capek kehilangan ingatan dan tidak ingat siapa yang
sebenarnya baik padanya."


The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku mengangguk. "Rifan," Dylan menepuk bahuku, "Kita akan menyelamatkannya. Kita sudah berjanji pada
Nyonya Haruka, bukan?"
"Memang." Kataku, "Aku juga berjanji akan menjaga Aria sepanjang hidupku. Itu sudah
janjiku dengan Aria."
Dylan mengangguk. Dia kemudian berdiri dan meninggalkanku sendirian di dapur.
*** Maya kembali setelah matahari terbenam. Tubuh dan pakaiannya terlihat kotor. Juga ada noda
darah di wajahnya. Ketika kutanya apa dia diserang hewan buas atau apa, dia hanya menggeleng
dan berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Aku, Charles, dan Duke berinisiatif memasak makan malam. Kami menemukan sebuah
kulkas baru yang terisi penuh dengan bahan makanan. Karena itu, kami membuat salad sayur dan
buah dan beberapa roti daging bakar, serta sayur segar yang kugulung dan kuisi dengan irisan
tomat. Makanan yang sebenarnya lebih pantas untuk sarapan, tapi, apa boleh buat. Kami tidak
punya ide untuk membuat makan malam apa.
"Seharusnya kalian bertiga menjadi koki saja." tiba-tiba Maya berdiri di belakang kami.
Aku menoleh kearahnya dan tersenyum lebar.
Maya mencomot satu roti daging dan mengunyahnya perlahan.
"Enak. Makanan yang kalian busat sangat enak." Komentarnya, "Siapa yang membuat roti
daging ini?" "Duke." Jawabku, "Dia paling jago membuat sandwhich dan makanan barat lainnya."
"Wah.. sepertinya kamu harus beralih menjadi koki saja, Duke." Kata Maya sambil
tertawa. Aku tahu, dia hanya bergurau, untuk mencairkan suasana yang mulai tegang karena
sebentar lagi" tentu saja, kami akan menjalankan misi. Sama seperti saat kami menjadi The
Chronos Sapphire. Setelah makan malam, kami tidur di dekat tas masing-masing. Karena di sini hanya ada
satu kamar, kami memutuskan Maya saja yang menggunakannya. Biarkan kami, para cowok,
berada di luar. Itu sifat gentle yang harus dimiliki setiap cowok, kan"
Aku terbangun di tengah malam ketika aku mendengar suara dari arah kamar yang
ditempati Maya. Awalnya aku tidak menggubris. Tapi, suara di kamar Maya membuatku
penasaran. Dengan perlahan, aku mendekati pintu kamar dan membukanya sedikit tanpa suara.
Kuperhatikan apa yang sedang dilakukan Maya.
Dia sedang menatap keluar jendela sambil menangis.
Aku tidak tahu kenapa dia menangis. Namun aku mendengar, samar-samar, dia menyebut
nama Jack. Berulang kali.
Aku memang tahu dia adalah pasangan empati Jack, tapi, dia membenci cowok itu segenap
jiwa (dia yang bilang sendiri padaku) karena melakukan tindakan pengecut seperti sekarang. Tapi,
aku yakin, sebenarnya dia tidak benar-benar membenci cowok itu.
Dengan perlahan, aku membuka lebar pintu dan membuat Maya terkejut. Cepat-cepat dia
menghapus air mata yang masih mengalir di pipinya dan tersenyum lebar padaku.
"Hei, belum tidur?" katanya tersenyum, "Aku baru akan tidur?"
"Kenapa kamu menangis?"
"Apa" Ah, aku hanya kelilipan saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Dia mengelak
lagi. "Maya, jangan bohong, aku tahu kamu tadi menangis." Kataku. "Bukan sekadar kelilipan
saja." Maya hanya diam. Dia menggigit bibir bawahnya. Dan baru sekarang kuperhatikan,
caranya menggigit bibir bawahnya mirip dengan Aria.
"Aku tidak" apa-apa." Maya menggeleng, "Kamu bisa membaca pikiranku, dan kamu
pasti tahu apa yang membuatku menangis, kan?"
"Aku sudah berusaha membaca pikiranmu dari tadi, tapi, tidak bisa." Balasku, "Kamu
menutupinya dengan semacam "pelindung" yang membuatku tidak bisa membaca pikiranmu. Aku
tidak bisa leluasa membaca pikiranmu sebebas aku membaca pikiran Aria."
"O, oh" mungkin karena waktu itu."
"Kamu mau menceritakannya padaku?" tanyaku, "Setidaknya, aku bisa membantu
mengurangi beban pikiranmu."
Maya menggeleng lagi, "Tidak. Aku tidak bisa memberitahumu. Maaf. Ini" pribadi.
Hanya antara aku dan Jack."
Aku menyipitkan mata. Apa dia tadi bilang Jack" Apa Maya tadi berusaha berempati
dengannya" "Kamu mencoba berempati dengannya?"
Maya mengedikkan bahu dan membelakangiku, "Tidak ada hubungannya denganmu."
Ujarnya pelan, "Aku minta maaf aku tidak bisa memberitahumu. Ini rahasia, dan aku tidak ingin
kamu, atau yang lain tahu apa yang kusembunyikan."
"Apa kamu akan mengkhianati kami?"
"Tentu saja tidak," Maya menoleh kearahku dan tersenyum tipis. "Aku tidak akan
mengkhianati kalian. Percaya saja padaku. Aku tidak akan melakukan hal serendah itu."
"Begitu?" "Hanya saja, aku tidak bisa memberitahu apa yang tadi kulakukan. Aku yakin, tadi kamu
melihatku, kan?" "Sedikit," kataku jujur, "Aku tidak bermaksud menggganggumu, karena aku mendengar
suara aneh, aku penasaran."
"Maaf kalau aku mengganggu tidurmu." Kata Maya, "Sebaiknya kamu tidur. Besok,
perjalanan akan segera dimulai."
"Selamat malam."
Maya mendorongku keluar dari kamar dan langsung menutup pintu di belakangku. Tanpa
memberikanku kesempatan untuk berbicara sebentar.
*** Esok paginya, kami langsung bergerak. Maya yang memimpin, karena dia yang tahu seluk-beluk
pulau ini. Aku berjalan di belakang Dylan yang berjalan di belakang Maya.
"Jangan sentuh tanaman di sana!" seru Maya ketika Charles tidak sengaja menyenggol
sebuah pohon tipis yang kelihatannya sudah kering.
Dan tiba-tiba saja sebuah sinar merah menembus melewati tempat yang tadi dilewati
Charles. Sinar itu membelah sebuah pohon besar dan membuatnya tumbang.
"Itu hanya tanaman pengecoh. Pohon itu adalah alat untuk mengaktifkan sinar laser yang
akan membelahmu menjadi dua." Jelas Maya. "Ada beberapa jenis perangkap seperti itu di sini.
Pohon tadi adalah salah satunya."
"Apa perangkap yang ada hanya sinar laser?" tanya Lord sambil menyentuh dedaunan di
tanah, "Tanahnya basah. Pulau ini seperti pulau tropis."
"Pulau ini memang pulau tropis. Didesain seperti itu untuk mengecoh dan membuat orang
yang masuk ke pulau ini menyerah untuk menemukan Laboratorium Terlarang. Dulunya ini
adalah tempat paling aman."
"Sekarang, ayo, kita jalan lagi. Sebentar lagi kita akan melihat sebuah pondok lain. Kita bisa
beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Aku berharap di pondok itu
kita bisa menemukan perbekalan atau semacamnya."
Kami semua mengikuti langkah Maya. Walau dia perempuan, ternyata dia lebih gesit dari
kami. Padahal dia tidak pernah berada di luar dan selalu berada di dalam incubator selama lebih
dari 10 tahun! Aku melihat sebuah pondok, dan kami semua memutuskan untuk beristirahat. Padahal,
sebenarnya, kami tidak perlu istirahat sampai malam karena kami bisa menghemat tenaga kami
seminimal mungkin. Itu salah satu keuntungan menjadi The Chronos Sapphire.
Maya pergi saat kami beristirahat di pondok, dan baru kembali ketika kami akan berangkat
di pagi hari. Melihat gelagatnya, aku jadi curiga, apa dia sedang merencanakan sesuatu yang bukan
berhubungan dengan misi penyelamatan ini. Tapi, aku yakin, dia akan berkilah dan mengatakan
dia hanya mengecek jebakan dan ranjau yang ada di pulau ini.
Kami tidak menemukan perbekalan berupa makanan (karena semuanya sudah basi.
Bayangkan saja, sudah lebih dari 20 tahun tempat ini tidak dihuni!). Tapi kami menemukan blue
print gedung yang kami tuju secara keseluruhan, dan juga beberapa kartu identitas yang menurut
Maya akan berguna nanti. Setelah cukup beristirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan.
"Daerah di sekitar sini cukup berbahaya. Ada sejenis kamera yang akan menciptakan
hologram sesuatu yang sangat menakutkan bagi kita, tersimpan di suatu tempat." Kata Maya, "Aku
harap, kalian tidak terpancing dengan hologram itu. Kalian bisa menaklukkan hologram itu dengan
menyerang langsung apa yang ada di hadapan kalian, jika hologram itu mengatakan sesuatu yang
bukan-bukan. Kalian mengerti saja, kan?"
Kami semua mengangguk. Tapi, Maya memandangku. Sepertinya dia kurang percaya
kalau aku bisa mengatasi semua yang dikatakannya.
"Kamu bisa, kan, Rifan?" tanya Maya.
Nah, benar, kan, dugaanku"
"Tentu saja. Aku akan" mencobanya." Kataku mantap, walau sebenarnya di dalam hati,
aku merasa tak yakin. "Baiklah?" Kembali kami melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, kami menemukan genangan
lumpur yang cukup lebar. Maya menyuruh kami memutari sebuah genangan lumpur yang tidak
berbahaya. Aku sempat heran kenapa dia menyuruh kami seperti itu.
"Itu pasir hisap." Kata Maya, "Dibuat seperti genangan lumpur saja, untuk mengecoh."
"Tapi, lumpur itu kelihatan tidak berbahaya." Kata Stevan.
Maya menghela nafas dan kemudian mengambil sebongkah batu seukuran kepalan tangan
dan melemparnya. Baru mendarat di atas genangan lumpur, batu tersebut langsung meleleh
dengan cepat dan terserap ke dalam lumpur itu.
"Wow." aku bergumam.
"Pasir hisap penghancur. Dibuat dengan menggunakan asam kimia dan juga beberapa zat
pemusnah lainnya." Kata Maya, "Aku tahu itu karena aku pernah melihat pembuatan bahannya.
Kalian jangan jauh-jauh dariku. Kita hampir sampai di markas pusat Laboratorium Terlarang."
Maya mempercepat jalannya dan kami mengikuti. Dari jauh saja, aku bisa melihat gedung
besar, mungkin berlantai 64. Pokoknya puncak gedung itu hampir menyentuh langit.
Kuperhatikan setiap jendela kaca yang memantulkan cahaya matahari. Dan" di sanalah aku
melihatnya. "Aria." "Apa?" Maya berhenti dan melihat kearah jendela yang kulihat. Aku yakin, walau jauh, dia
bisa melihatnya. "Ya Tuhan?" aku mendengar suaranya tercekat. "Ini" ini buruk."
"Apanya?" tanya Dylan, "Di mana Aria" Aku tidak melihatnya."
Pandanganku terus terarah pada jendela di lantai" mungkin lantai 54 gedung itu. Aria
sedang memandang keluar. Memandang ke bawah, memandang kearah kami.
"Jangan bergerak dulu." Maya menghentikan langkah yang tidak kusadari, "Kalau dia
melihat kita, mungkin itu berita buruk."
"Berita buruk bagaimana?"
"Kalau Jack ada di dekat Aria, sudah pasti dia akan tahu kalau kita sudah datang." ujar
Maya, "Kita harus bersembunyi. Aku tahu tempat persembunyian yang bagus. Lewat sini. Ayo!"
Maya menuntun kami menjauh dari gedung dan menghampiri sebuah pohon tua dengan
rambat di rantingnya. Maya menekan bagian tengah pohon itu, dan bagian tengah tersebut terbuka,
menampilkan sirkuit listrik dan bermacam-macam konponen penyusun sebuah"
"Ini tempat persembunyian yang dirancang oleh Nyonya Haruka untuk kabur." Kata Maya,
"Keadaan 20 tahun lalu mengharuskan tidak memercayai satu sama lain. Akibat dari pro dan
kontra dalam membuat cloning, juga perseteruan antara Tuan Kazuto dan ayah Jack, membuat
suasana semakin panas. Karena itu, tempat ini dibuat."
Maya menyentuh pelan setiap komponen di sirkuit listrik itu. Tanah tempat kami berdiri
bergetar, dan di dekat pohon itu terbuka sebuah jalan yang harus dilalui dengan sedikit merunduk.
"Apa tempat itu aman?" tanya Duke, "Aku Klaustrofobik. Tidak bisa berada di tempat
sempit." "Tenang saja. Tempat persembunyian ini terhubung dengan ruang control gedung itu. Kita
bisa dengan mudah menyabotase tempat itu." jawab Maya, "Hanya saja. Kita butuh waktu selama 2
hari untuk melewati jalan yang ada di bawah tanah."
"Tapi" itu berarti, sudah 5 hari terlewat. Apa kita bisa menyelamatkan Aria dengan
selamat?" tanyaku. Maya terdiam. "Kita pasti bisa melakukannya." Ujar Maya kemudian, "Dan, jangan khawatir. Aku akan
memastikan Aria baik-baik saja."
"Bagaimana kamu bisa begitu yakin?" tanya Duke.
Maya diam lagi. Tapi, matanya terarah pada gedung tinggi tadi.
"Karena aku saudara kembarnya, ingat" Aku bisa memastikan dia baik-baik saja." kata
Maya, "Jangan banyak bicara lagi. Ayo, kita harus segera masuk ke dalam sebelum Jack sampai
kemari! Aku bisa merasakan kehadirannya!"
BAB 13 Sifat Jack Yang Sebenarnya
Aria"s Side "Apa yang sedang kamu lihat?"
Aku tersentak kaget ketika Jack tahu-tahu sudah berdiri di belakangku. Matanya menatap
kearah yang tadi kulihat. Aku khawatir dia menemukan sosok mereka diantara pepohonan itu.
Mereka, 5 orang cowok, dan 1 cewek. Salah seorang diantara kelima cowok itu ada yang mirip
dengan cowok yang ada di foto. Aku yakin itu. Walau jaraknya jauh, aku bisa melihat dengan jelas
wajahnya yang" entah bagaimana, sangat kurindukan.
"Ti, tidak ada. Aku hanya sedang melihat langit." Kataku mencoba mengelak.
Jack diam. Matanya menatap terus kearah pepohonan. Duh" aku berharap mereka tidak
terlihat oleh Jack. "Begitu?" dia manggut-manggut, kemudian menatap kearahku, "Kamu tidak bohong,
kan?" "Tentu saja tidak. Untuk apa aku berbohong?" balasku.
Dia tidak menjawab lagi. Matanya terus menatapku, dan itu membuatku sedikit jengah.
"Ada apa, Jack?" tanyaku, "Kenapa menatapku seperti itu?"
"Aku hanya berpikir, apakah aku bisa?"
"Bisa apa?" Dan sedetik kemudian, aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja, Jack memelukku
begitu erat dan bibirnya mencium bibirku. Dengan paksa. Aku sempat memberontak karena tidak
terbiasa dengan ciuman seperti ini. Tapi, sepertinya sia-sia saja melawan. Pelukannya semakin erat
dan tangannya menjambak rambutku.
Ya Tuhan, apa yang dia lakukan" Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Jack! Berhen" uuummph?"
Jack mendorongku ke tempat tidur di dekatku dengan masih tetap menciumku. Aku tidak
tahan. Ciumannya sangat memaksa. Aku berusaha untuk tidak membuka mulutku, menyadari
kalau lidahnya sedang mencoba masuk ke dalam mulutku.
Detik kemudian, Jack melepas pelukannya dariku. Matanya menatap nanar padaku. Aku
tidak tahu bagaimana caranya aku bisa melepaskan diri. Aku hanya ingat aku mengibaskan
tanganku, dan dia" seperti terjungkal ke belakang.
Aku sendiri segera bangkit duduk dan menjauh darinya.
"Apa" apa yang kamu?"
"Maaf. Aku tidak bisa membiarkanmu berharap kekasihmu itu menolongmu." Dia berkata
begitu dan berbalik, "Aku tidak mau ada lagi orang yang mencoba mengambilmu dariku."
"Apa" Apa maksudmu?" tanyaku, "Yang kutanyakan adalah, kenapa kamu menciumku
dengan paksa" Kenapa kamu?"
"Aku melakukan semua itu, hanya untuk balas dendam." Kata Jack, "Aku tidak suka
melihatmu bersama Rifan. Kalian pantas untuk dipisahkan."
"Rifan" Apa dia?" aku teringat foto cowok yang kutemukan di gelang yang melingkari
pergelangan tanganku. Apa" apa cowok itu yang bernama Rifan"
"Kamu tidak akan mengerti betapa aku membenci hubunganmu dengan Rifan!" bentak
Jack. Dia menoleh kearahku, dan tatapan yang biasanya tenang dan datar itu kini dipenuhi
amarah. Nada suaranya yang lembut sekarang berganti dengan kemarahan yang amat sangat
terlihat. "Aku tahu aku tidak akan bisa mencuci hatimu. Dan karena itulah, aku menghancurkan
ingatanmu. Membuatmu lupa dengan siapa yang sebenarnya?"
"Kamu" kamu yang jahat?" tanyaku tidak percaya, "Apa kamu yang mengurungku di sini
juga" Apa kamu yang?"
"Lebih baik, kamu berdiam diri di sini. Daripada harus bersama Rifan, dan menjadi target
balas dendamku." Ujar Jack, "Yah" sebenarnya, aku sedang melancarkan balas dendamku. Kamu
kukurung di sini karena satu alasan. Membuat Rifan menderita."
"Kenapa kamu harus melakukan itu?" tanyaku. Sedetik lalu, aku melihat sekelabat gambar
di hadapanku. Sesuatu seperti pondok kayu dan" Jack, memakai pakaian yang aku yakin, pernah
kulihat. "Sudah kukatakan, aku membenci kalian, aku dendam pada kalian berdua." Jack
bergumam, "Aku tidak pernah suka kalian berdua. Dari awal, aku sudah merencanakan semua ini.
Sampai aku berbicara seperti ini padamu sekarang, aku membencimu, juga Rifan."
Kepalaku mulai terasa pusing. Aku tidak mengerti apa yang diucapkan Jack. Pandanganku
mengabur dan tubuhku sedikit oleng. Aku mencoba menggapai benda apa saja yang ada di
dekatku untuk mencegahku limbung dan jatuh terduduk di lantai.
"Sebaiknya, kutinggalkan kamu di sini. Akan lebih baik jika kamu tidak terlibat
pertempuran selama kamu hilang ingatan seperti ini." Jack tersenyum dengan sebelah bibir,
"Tenang saja. Hilang ingatanmu itu akan menjadi permanen 24 jam dari sekarang."
Apa" Apa yang dikatakannya barusan" Aku akan hilang ingatan selamanya"
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Kamu tidak perlu tahu." tandasnya dengan suara dingin, "Sebaiknya kamu patuh, dan
diam saja di sini, kalau tidak mau kubunuh lebih cepat."
Lalu dia pergi. Meninggalkan aku sendirian dan sedang mencoba mengusir sakit kepala
yang diakibatkan sekelebat gambar yang kembali muncul dalam pandanganku.
*** Sekitar sore hari, aku sudah bisa memfokuskan pikiranku lagi. Tapi, karena gambar-gambar itu
membuatku sakit, lemas, akhirnya aku berbaring saja di ranjang sambil menatap langit yang mulai
gelap. Apakah sudah lama waktu berlalu aku di sini" Aku tidak tahu, yang jelas, aku merasa"
terkurung.

The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku memang sudah merasa terkurung. Tapi, aku tidak pernah merasakan rasa aneh yang
seperti sekarang kurasakan.
Aku benar-benar merasa dikurung dalam penjara yang tidak terlihat. Seperti ada aliran
listrik, atau semacamnya di sekitar kamar tempatku berada. Aku tidak tahu itu apa, tapi, pasti, itu
sangat berbahaya bagiku. Aku menghembuskan nafas dan memejamkan mata. Sekelebat gambar muncul lagi di
dalam otakku. Bayangan cowok-cowok tampan.
Aneh. Mereka memang tampan, dan aku merasa familier dengan mereka.
Lalu muncul cowok yang itu. Cowok yang fotonya ada di dalam gelang yang kukenakan. Ya
Tuhan" aku tidak menyadari kalau nafasku tercekat ketika memikirkannya.
Aku rindu senyumannya"
Aku rindu dengan suaranya"
Aku rindu" Tunggu. Jangan seperti ini. Aku tidak ingat siapa dia, dan siapa para cowok itu. Apakah
mereka teman-temanku" Dan cowok itu" Apakah dia yang bernama Rifan"
Aria" Aku membuka mata, terduduk ketika mendengar namaku dipanggil.
"Suara" Ini kamu, kan?" tanyaku.
Aria" Astaga" ya Tuhan" suaranya benar-benar membuat hatiku berdesir. Ini memang suara
yang selama ini ingin aku dengar. Ini pasti suara cowok bernama Rifan itu, kan"
"Ri" fan" Kamu" kamu Rifan, kan?"
Tidak ada jawaban di dalam otakku. Dan aku mulai merasa dia tidak akan berbicara lagi.
Lalu aku mendengar suaranya lagi. Sebuah pertanyaan.
Kamu ingat siapa aku"
"Tidak. Aku tidak ingat apa-apa." kataku jujur dengan suara lirih, "Tapi" tapi" kamu akan
ke sini, kan" Kamu akan mengeluarkan aku dari sini, kan?"
Tidak ada jawaban lagi. Aku tidak sadar kalau aku menahan nafas menunggu jawabannya.
Jika benar dia Rifan, dia pasti akan"
Aku akan menyelamatkanmu. Aku sudah berjanji pada ibumu kalau aku akan
membawamu pulang dengan selamat. Katanya. Aku bisa mendengar nada lega, dan senang, dan
serius dalam suaranya, Tunggulah. Aku akan ke sana secepatnya.
"Benar" Kamu" kamu akan ke sini"
Tidak perlu cemas. Aku dan yang lain pasti akan sampai di sana.
Kekayaan Yang Menyesatkan 2 Pendekar Mabuk 086 Buronan Cinta Sekarat Raja Naga 7 Bintang 6

Cari Blog Ini