The Guardian Of Heart Karya Angelia Putri Bagian 2
saat melihat di balik pintu itu adalah"
Riku. 55 Setidaknya sekarang kupanggil dia begitu karena dia yang meminta.
Tapi, sayangnya, mimpi itu menghantuiku lagi dan kali ini, aku tidak bisa mundur lagi.
Sebisa mungkin, aku ingin menjauh dari Riku.
Apa aku mampu" melakukannya"
Aku rasa, aku akan mengetahuinya sebentar lagi.
56 BAB 8 Rizuki Siuman Riku"s Side "Riku," Aku menoleh ke belakang dan melihat Gaby berjalan kearahku dengan senyum
mengembang di bibirnya. "Oh, hai, Gaby." Kataku sambil tersenyum, "Ada apa?"
"Rizuki siuman." Katanya setelah berdiri di dekatku.
Ucapan itu membuat beban di pundakku serasa berkurang. Apa katanya tadi" Rizuki
siuman" "Rizuki sudah siuman!?" tanyaku tidak percaya.
Dia mengangguk, "Tentu saja dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa ditengok. Dia harus
banyak istiraha"Riku! Kamu mau kemana?"
Aku berlari kearah ruang rawat dan tidak memerdulikan Gaby yang berteriak mengatakan
padaku agar tidak menemui Rizuki. Aku tidak peduli. Aku harus bertemu dengannya.
Aku sampai di depan pintu ruang rawat dan tidak mendengar langkah Gaby di belakangku.
Aku langsung membuka pintu dengan satu sentakan keras. Membuat dua orang yang ada di dalam
ruangan itu menoleh kaget kearahku.
Dan salah satunya adalah Rizuki. Matanya terbelalak padaku. Mulutnya terbuka sedikit
hendak mengatakan sesuatu.
"K, Kak?" "Kak Riku" Kenapa wajah Kakak berkeringat seperti itu?" Hikaru melompat turun dari sisi
tempat tidur Rizuki dan berjalan kearahku.
57 "Eh" Hikaru, Kakak bisa minta waktu sebentar untuk bicara dengan Kak Rizuki?" tanyaku
tanpa basa-basi. "Apa" Bisa saja, Kak. Tapi ada apa?" tanyanya bingung.
"Pokoknya, kamu keluar dulu. Ya?"
Hikaru memandang kearah Rizuki sebelum akhirnya mengangguk. Dia lalu menutup pintu
di belakangku dan aku mendengar langkahnya yang berlari meninggalkan koridor. Mungkin dia
pergi ke tempat latihannya.
Aku mengunci pintu dan berjalan kearah Rizuki. Wajahnya kelihatan gugup dan" takut"
Kenapa" Aku berdiri di samping tempat tidurnya. Tidak bergerak. Hanya memandangnya. Dia juga
tidak mengatakan apa-apa. Kepalanya agak menunduk dan dia bergerak gelisah.
Aku mengulurkan tanganku dan menyentuh pipinya. Tapi, reaksi yang ditunjukkannya
kelihatan berlebihan karena dia langsung mundur dari tanganku. Ada apa dengannya" Apa dia
sedang berusaha menjauh dariku" Kalau iya, kenapa dia menjauh"
"Rizuki" Kamu kenapa?" tanyaku pelan.
Dia menggeleng pelan. Tapi, aku tahu dia bohong. Dia memandangku dengan kedua mata
kelabunya yang bersinar gelisah.
"K, Kakak" baik-baik saja, kan?" tanyanya lebih pelan dariku dan nyaris tidak bisa
kudengar. Aku mengangguk. Dia memanggilku dengan sebutan "Kak" lagi. Dia memang kelihatan
menjauh dariku. Aku duduk di sisi tempat tidurnya dan dia mundur lagi dan membuat jarak sekitar satu
lengan dariku. Ranjang di ruang rawat ini ukurannya cukup untuk dua orang.
"Kenapa kamu menjauh?" tanyaku penasaran.
Dia tersentak kaget dan menggeleng cepat.
58 "Ti, tidak ada apa- apa?" katanya, "Aku" aku harus istirahat. Kakak bisa tinggalkan aku
sendiri?" Dia hendak berbaring lagi. Tapi, aku mencegahnya dan dia menatapku dengan tatapan
heran. "Kamu belum menjawab pertanyaanku," kataku, "dan aku sudah pernah memberitahumu
sebelumnya, jangan lagi memanggilku dengan sebutan "kak", kan?"
Dia kelihatan salah tingkah sebelum menggelengkan kepalanya dan kembali menunduk.
"Kenapa kamu kelihatan menjauh dariku?" pertanyaan itu langsung meluncur begitu saja
tanpa bisa kucegah. Rizuki menatapku kaget dan menelan ludah. Apa dia sedang memikirkan kata-kata yang
tepat untuk diucapkan padaku" Sepertinya memang iya.
"Aku" aku tidak menjauh darimu, Ka"eh, Riku. Aku tidak menjauh darimu, kok.
Sungguh." Katanya sambil memainkan jari-jari tangannya gugup. "Aku" aku hanya" err?"
Aku memandangnya tajam. Jika dia sudah bertingkah aneh seperti ini, hanya ada satu
penjelasan. "Kamu melihat visi masa depan lagi, ya" Seperti waktu itu?" tanyaku.
"Ap, apa" Vi, visi masa depan" Err" itu?"
Aku meremas kedua bahunya dan dia meringis sambil menatapku.
"Riku" sakit?"
"Kamu tidak pernah mau memberitahuku apa yang sudah kamu lihat" Apa" apa kamu
tidak pernah menganggapku sebagai?"
Sial. Kenapa aku bicara seperti ini" Dia belum menjawab pernyataan cintaku waktu itu.
Aku" terdengar seperti memaksanya.
Tapi, aku butuh kepercayaannya. Aku ingin dia menceritakan apa saja yang mengganggu
pikirannya padaku. 59 "Aku tidak pernah memberitahumu, atau siapapun apa yang kulihat karena aku tidak mau
membuat kalian semua khawatir." Kata Rizuki pelan, "Aku tidak pernah memberitahumu,
khususnya, karena aku tahu, kamu mungkin akan" kamu tidak akan mungkin bisa menerima apa
yang akan kukatakan nanti. Apalagi" itu menyangkut tentang siapa" aku."
Aku menatapnya dengan tatapan heran. Matanya agak berkaca-kaca. Apa dia akan
menangis" Tidak. Aku tidak akan membiarkannya menangis.
"Tapi, kenapa?"
"Karena aku tidak mau siapapun terluka!" katanya keras, "Aku tidak mau ada orang lain
yang tahu apa yang kulihat. Aku benar-benar tidak mau" hhhh" lupakan saja."
Dia menampilkan ekspresi keras kepala yang sering kulihat jika dia mengambek.
Aku menghela nafas dan hanya menatapnya mencoba menghapus setitik air mata yang
mulai turun di pipinya. "Seharusnya kamu tidak perlu menangis."
"Eh?" Dia menoleh kearahku dengan mata merah, "Apa maksud Kaka"eh, kamu?"
"Seharusnya kamu tidak perlu menangis." Kataku lagi, "Aku akan menjagamu. Bukankah
waktu itu sudah pernah aku bilang?"
Mendadak wajah Rizuki memerah dan dia menunduk memandang tangannya. Aku
menggenggam tangannya lagi dan meremasnya.
"Apa kamu tidak mau aku melakukannya" Melindungimu" Apa tidak boleh?" tanyaku,
"Aku bisa menjaga rahasiamu. Aku bisa menerima apa yang akan kamu katakan tentang
penglihatan yang kamu lihat dan aku bisa menerima jika itu paling buruk sekalipun."
Rizuki menatapku dengan mata kelabunya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Aku hanya" aku hanya tidak mau" ada yang tahu kalau?"
"Rizuki," 60 Dia menggelengkan kepalanya, "Aku tidak bisa. Aku tidak mau mengatakannya."
"Sudah kuduga." Aku menghela nafas lagi, "Kalau begitu, kamu juga tidak akan
menerimaku sebagai pacar?"
"Ha?" "Pertanyaanku waktu itu belum kamu jawab." Ujarku, "Karena saat itu FEATHER keburu
menyerang." "A, itu" err?"
Dia menjadi salah tingkah. Aku rasa, mungkin aku terlalu menekannya.
Memikirkan hal itu, rasanya membuatku frustasi saja.
Rizuki masih kelihatan salah tingkah. Dengan enggan, aku melepaskan tangannya yang
kugenggam. Tapi, tangan Rizuki langsung menggenggam tanganku lagi. Aku menatapnya dengan
alis terangkat. Wajah Rizuki menjadi lebih merah dari yang bisa kulihat.
"Rizuki?" "Aku" itu" jawaban pertanyaanmu waktu itu?"
Ya ampun. Rasanya seluruh tubuhku membeku saking tegangnya menunggu jawabannya.
Bagaimana kalau jawabannya"
Tunggu, bukankah aku bisa merasakan kalau dia sedang berbohong, gugup, atau apapun
dengan kemampuanku" Kacau. Kenapa aku tidak memikirkannya"!
"Aku" a, aku?"
Suara Rizuki mengembalikanku ke alam nyata. Dan aku menunggu ucapannya selanjutnya
dengan tegang. Rizuki menghela nafas beberapa kali dan mengangguk samar. Anggukannya nyaris tidak
bisa kulihat walau jarak kami sedekat ini.
"Aku" aku" ya." Bisiknya. "Aku" aku?"
61 "Lebih dari cukup. Aku sudah dengar, kok." Kataku. Senyuman jelas tersungging di
bibirku (tentu saja). "Berarti" kamu menerima aku?"
Dia mendongak menatap wajahku, ke tanganku yang digenggamnya, kemudian ke wajahku
lagi, dan mengangguk. Tanpa dikomando lagi oleh otak, aku langsung memeluknya erat. Aku benar-benar lega
sekarang. Beban yang sedari tadi mengimpit dadaku seperti ditarik keluar saat aku memeluknya.
Rasanya semua yang dari tadi juga menekan otakku ikut menghilang bersamaan dengan itu.
Camkan, aku benar-benar bahagia saat ini.
Aku melepas pelukanku dan melihat Rizuki tersenyum samar. Tapi, kemudian senyumnya
lenyap. Dia memandang terus kearah jendela di seberang tempat tidurnya.
"Ada apa?" tanyaku.
Dia menunjuk sesuatu di jendela dan aku melihat kearah yang ditunjuknya. Samar-samar,
aku melihat sebuah sayap putih yang sedang terbang di sisi jendela dan ada"
Seolah ada sengatan listrik yang menjalari tubuhku, aku langsung berlari kearah jendela
dan menyentaknya hingga terbuka.
"Huwaa!!!" Seorang gadis kecil berambut coklat terang dan diikat dua yang memiliki sayap seputih
angsa terlonjak kaget dan terbang menghindari jendela yang terbuka. Aku bisa langsung mengenali
gadis kecil itu sebagai adik kecilku yang manisnya membuat para guru gigit jari.
"Hikaru?" Hikaru melayang di depanku sambil terkikik geli.
"Maaf, Kak Riku" aku hanya ingin memastikan semua baik-baik saja?" katanya sambil
memilin rambutnya yang dikepang dua. "Habisnya" kalian dari tadi bertengkar dan?"
"Tunggu. Kamu menguping, ya?"
62 Hikaru memperlihatkan "senyum manis tak berdosa"-nya dan memiringkan kepala. Aku
jadi curiga dia sudah mendengarkan seluruh percakapanku dengan Rizuki barusan. Kalau iya, aku
rasa dia berbakat menjadi mata-mata.
"Aku tidak menguping." Kata Hikaru, "Hanya mendengarkan saja."
"Sama saja." Gerutuku. Mengetahui tebakanku benar.
"Hehehe?" dia nyengir dan kemudian terbang menjauh dari jendela, "Lagipula, aku
bukannya mendengarkan, sih" Bibi Yukina tadi melihat Kakak masuk ke dalam ruang rawat dan
beliau marah besar. Katanya Kakak bakalan dihukum."
Hatiku mencelos mendengar nama Nona Yukina. Menghukumku" Apa hanya karena aku
datang menemui Rizuki" Dia ternyata memang lebih kejam daripada iblis.
"Riku?" Aku menoleh kearah Rizuki yang memandangku dengan tatapan bingung.
"Ada apa?" tanyanya.
"Tidak ada apa-apa." Kataku sambil menutup jendela. "Itu tadi Hikaru."
"Hikaru?""
"Akan kuceritakan nanti." Kataku saat dia hendak bertanya lagi. "Mungkin, sebaiknya
kamu harus istirahat. Dan?"
Aku mengambil kalung liontin dariku waktu itu dan menyerahkannya ke tangannya.
"Aku harap, kamu mau memakai ini." kataku. "Dan jangan bilang, kalau kamu tidak mau."
Rizuki tersenyum dan mengangguk, "Kalau tidak, kamu akan menghukumku, ya" Kamu
tidak akan mampu menghukumku, kan?" katanya.
Aku tersenyum dan mencium keningnya. Kemudian berjalan kearah pintu dan bersiap-siap
menghadapi hukuman dari Nona Yukina. Kalau kata-kata Hikaru memang benar.
63 BAB 9 Aiba Yukina (Ternyata Dia Bibiku, Ya")
Rizuki"s Side Beberapa saat setelah Riku pergi, aku menatap jendela dan melihat Hikaru masuk ke dalam dan
melipat sayapnya (yang membuatku terlonjak kaget karena aku baru sadar dia memiliki sayap).
Yang langsung menghilang setelah dia meletakkan kakinya kembali di lantai.
"Hikaru?" "Kak Rizuki!" dia menghambur ke pelukanku (lagi) sambil tersenyum mencurigakan.
Aku jadi ingat Riku yang tadi membentak di jendela. Jangan-jangan dia menguping
pembicaraan kami" Sepertinya" memang benar.
Hikaru duduk di sebelahku sambil tetap memelukku. Aku hanya bisa mengelus rambutnya
dan tidak menanyakan apa-apa karena aku masih syok, bingung, dan kaget karena kata-kata Riku
barusan. Kalung liontinnya masih berada di tanganku. Aku masih tidak percaya kalau aku menjadi
pacar Riku. "Kak?" Aku menoleh kearah Hikaru yang sekarang menatapku dengan mata hijau tosca-nya yang
mirip dengan Riku (jujur, aku sempat mengaplikasikan Riku dalam versi perempuan seperti
Hikaru. Hasilnya, aku tertawa terbahak-bahak selama 10 menit karena bayangan itu).
"Ada apa?" tanyaku sambil tersenyum.
"Kakak sudah resmi pacaran dengan Kak Riku, kan" Aku mendengarkan, kok." Katanya
(tebakanku benar, kan"). "Aku senang kalau Kak Rizuki dan Kak Riku berpacaran. Itu lebih dari
harapan Hikaru punya kakak yang baik hati, cantik, dan feminine seperti Kak Rizuki."
Aku nyaris seperti tersedak makanan saat mendengar kata feminine yang digambarkan
Hikaru untukku. 64 "Err" ya." Aku mengangguk, "Kenapa kamu mengatakan hal seperti itu?"
Wajah Hikaru langsung berubah cemberut.
"Soalnya, ada Kakak disini yang naksir Kak Riku. Dan sering mengejar-ngejarnya setiap
hari kalau bertemu dengan Kak Riku. Jujur saja, deh, Kak, Hikaru tidak suka dengan Kakak itu."
katanya. "Kakak itu" Siapa?"
"Namanya Kak Minerva Wilson. Penjaga Empat Penjuru bagian Barat. Dia cewek
berambut pirang terang sama seperti Kak Gaby, tapi dia centil seperti Kak Rosiana, teman sekelas
Kak Riku dulu." Kata Hikaru lagi, "Belum lagi yang lainnya. Pokoknya" hiii" mengerikan, deh!"
Aku mengerjapkan mata mendengarnya. Wah" belum apa-apa, Riku ternyata sudah
terkenal, ya" Apa karena dia"
"Oh ya, Kak, kata Kak Gaby, Kakak boleh ke kamar Kakak kalau Kakak sudah minum
obat." Kata Hikaru menyela lamunanku, "Itu atas perintah Bibi Yukina. Kakak langsung minum
obat, ya" Sehabis itu, kita ke kamar Kakak."
Aku menoleh ke meja di sebelah tempat tidur dan mengambil obat yang tersisa dan
menenggaknya tanpa minum air. Dan aku bisa merasakan pandangan, dan seluruh tubuhku mulai
lebih segar dan membaik. Aku juga memasang kalung yang diberikan Riku di leherku.
Gaby datang lagi ke ruang rawat dan memeriksa keadaanku.
"Kamu sudah bisa ke kamarmu sekarang, aku tidak menyangka pemulihanmu benar-benar
cepat. Obat yang diberikan Nona Yukina ternyata manjur, ya?" katanya.
Aku mengerutkan kening. Tidak tahu siapa yang dia sebut Nona Yukina.
Gaby dan Hikaru mengantarku ke "kamar"-ku. Sebenarnya, aku ingin berjalan kaki saja,
tapi ternyata kedua kakiku tidak bisa digerakkan sehingga aku terpaksa duduk di kursi roda. Gaby
bilang, itu adalah pengaruh obat, besok pasti aku bisa berjalan lagi seperti biasa. Kami sempat
berpapasan dengan beberapa anak seusia Hikaru yang berlari mengejar seekor hewan berbulu
puith yang terbang mengepakkan sayapnya yang seperti kupu-kupu.
65 "Itu binatang yang sudah dijinakkan dari Hutan Terlarang. Namanya Butter Puff. Artinya
memang seperti kata "mentega", tapi, binatang itu adalah binatang yang sangat lucu." Kata Hikaru,
"Coba, deh, nanti Kak Rizuki pegang mereka, pasti serasa memegang bulu kucing yang halus dan
lembut. Akan kubawakan ke kamar Kakak nanti. Ya?"
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Yo, Gaby," Gaby yang mendorong kursi rodaku, berhenti dan menoleh ke belakang. Aku juga ikut
menoleh ke belakang dan melihat cowok tinggi (mungkin setinggi Riku) berwajah mirip dengan
Gaby. Kembarannya, kah"
"Oh, kau, Michael." Kata Gaby sambil tersenyum, "Ada apa?"
"Nona Yukina ingin berbicara dengan Rizuki." cowok bernama Michael itu melirikku
sekilas, "Katanya ini berhubungan dengan hukuman untuk Riku. Memangnya dia kenapa sampai
The Guardian Of Heart Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus dihukum?" "A, soal itu?" Gaby menggaruk-garuk kepalanya sambil menghela nafas, "Dia memaksa
bertemu Rizuki, padahal sudah kularang. Dan Hikaru tadi melihat, Nona Yukina memperhatikan
Riku di koridor. Menyuruhku memanggil Rizuki ke ruangannya, dan" begitulah."
"Dia memang selalu terburu-buru." Kata Michael sambil tertawa. Matanya kemudian
tertuju padaku, "Ah, ya, namaku Michael Hawkstone. Salam kenal, Rizuki."
Aku mengangguk sambil tersenyum. "Kalian anak kembar, ya?" tanyaku menatap Gaby
dan Michael bergantian. Gaby mengangguk, "Dia lahir lebih dulu. Jadi secara teknis, dia kakakku. Sayangnya
sikapnya terlalu kekanakan untuk menjadi seorang kakak bagiku." Katanya sambil mengedipkan
mata. "Sialan kamu, Gaby?" Michael tertawa pelan sambil mengacak rambut Gaby.
"Hei! Memang benar, kan?" Gaby meleletkan lidahnya pada Michael.
"Jadi, langsung ke ruangan Nona Yukina?"
66 "Kalau kamu mau, kita bisa langsung kesana." Kata Gaby mengangguk. "Dan, jangan
panggil beliau Nona, dong" beliau, kan bibimu."
"Oh ya?" Aku tidak tau apakah aku masih punya kerabat dekat. Karena, jujur saja. Kalau aku bukan
anak keluarga Manami, berarti aku seorang anak yatim-piatu.
Tunggu, silinder hitam itu bilang aku bernama Aiba Rizuki. Mungkinkah Aiba adalah
nama keluarga asliku"
"Bagaimana, Rizuki" Mau langsung ke tempat Nona Yukina?" tanya Gaby lagi.
Aku mengangguk, "Bolehlah. Aku juga ingin tahu seperti apa wajah" bibiku itu." kataku.
Akhirnya kami berempat mengalihkan tujuan dari kamarku ke ruang kerja bibiku, yang
katanya bernama Aiba Yukina. Beberapa menit kami melewati koridor dan beberapa kali
berbelok kiri-kanan, akhirnya kami sampai di sebuah pintu besar dari kayu bercat coklat.
Michael mengetuk pintu dan terdengar suara pelan dari dalam. Ia lalu membukakan pintu
dan aku bisa melihat dekorasi ruangan yang sangat mirip dengan perpustakaan yang disulap
menjadi sama miripnya dengan ruangan seorang direktur perusahaan.
Riku sedang duduk di sofa di samping pintu. Di belakang meja di tengah ruangan, seorang
wanita paruh baya berambut hitam dan dipotong pendek sebahu sedang menulis sesuatu diatas
kertas. Begitu pintu terbuka, mereka berdua berpaling kearah kami. Wanita paruh baya yang
berada di belakang meja tersenyum padaku.
"Terima kasih sudah membawa mereka kemari, Michael." Ujar wanita itu, "Kau dan Gaby
sebaiknya tidak ikut dalam pembicaraan ini. Kecuali Hikaru. Dia tetap disini."
"Baik." kata Michael dan Gaby bersamaan.
Mereka berdua lalu pergi meninggalkan kami. Hikaru menggantikan Gaby untuk
mendorong kursi rodaku. Saat aku dan Hikaru masuk, pintu langsung menjeblak tertutup.
67 Wanita itu, yang aku yakin adalah bibiku, berdiri. Dia berjalan ke depan meja sambil
melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya tertuju pada Riku yang masih duduk di sofa
dengan menunduk. Hikaru mendorong kursi rodaku ke samping sofa dan duduk di sebelah Riku.
Wanita itu duduk di hadapan kami semua. Cukup lama dia tidak mengatakan apa-apa
sampai dia menghela nafas dan menyandarkan punggungnya di punggung sofa.
"Sebenarnya aku sudah menduganya." Ujarnya sambil memegang pelipisnya dengan
sebelah tangan. Aku mengerutkan kening mendengar ucapannya. Tapi, Riku sudah lebih dulu
menyuarakan apa yang ingin kutanyakan.
"Maksud anda?" Wanita itu menatapku dan Riku bergantian dan kemudian menghela nafas lagi.
"Tidak ada apa-apa." Katanya menggeleng, "Asal kau tahu saja, Riku, aku memanggilmu
kesini bukan untuk dihukum."
"L, lalu?" "Aku minta kau menceritakan apa yang terjadi di tempat itu. Aku juga ingin tahu, apakah
kau benar-benar memegang bagian dari Beater Sword itu."
Riku menatapku dan aku juga menatapnya. Kami berdua tidak mengerti apa yang
dimaksud olehnya. Tapi, kelihatannya Hikaru tidak terlihat kesusahan mengikuti pembicaraan ini.
Riku akhirnya mengangguk dan kemudian bercerita. Menceritakan semuanya. Kejadian di
museum, juga sesuatu yang dikatakan sebagai Beater Sword. Riku mengambil sesuatu di balik jaket
yang dipakainya. Sebuah silinder berwarna biru gelap.
"Aiba Haruna memberikan ini pada saya dan mengatakan kalau ini adalah Black Sword."
Kata Riku, "Dan saya memang merasakan ini hanya sebagian dari pedang" Beater Sword itu."
68 "Hooo?" dia manggut-manggut, "Berikan padaku. Aku ingin melihatnya lebih dekat."
Riku menyerahkan silinder itu pada si wanita (aku masih belum bisa memanggilnya "bibi".
Setidaknya sampai aku tahu hal-hal lainnya). Wanita itu mengamati setiap sisi silinder tersebut
(apakah silinder mempunyai sisi?"") dan memperhatikan ukiran yang ada.
"Ini memang Black Sword." Gumamnya, "Berarti kau memang sudah dipilihnya."
"Apa maksudnya?" tanya Riku.
Wanita itu meletakkan silinder itu di meja dan menatap kami berdua (juga Hikaru.
Dengan begitu menjadi tiga).
"Apa kalian tahu" ah, tentu kalian tidak tahu legenda itu." kata wanita itu.
"Legenda apa?" tanyaku penasaran. Tuh, kan, sifat tersembunyiku keluar. Suka ingin tahu!
"Persis seperti Kak Haruna," wanita itu tersenyum menatapku, "Dan tolong, panggil aku
bibi." "Baiklah. Terserah saja." Kataku balas tersenyum.
"Tidak ada yang tahu legenda ini kecuali Keturunan Earl dan Aiba," ujar bibi Yukina
(baiklah" sekarang kupanggil dia bibi), "Legenda itu selalu mengatakan aka nada kehancuran yang
berasal dari Empat Penjuru utara, dan itu memang terjadi, tentu saja. Yang kuceritakan disini
bukanlah kehancurannya."
Dia berhenti sebentar dan memejamkan matanya. Ketika membuka matanya, sinar lembut
namun tegas di matanya berubah menjadi sangat dingin.
"Melainkan orang yang akan menghentikan kehancuran tersebut. Putri dan Ksatria
Cahaya." "Putri dan" Ksatria Cahaya?"
"Aku tahu legenda itu." kata Hikaru tiba-tiba, "Ibu pernah menceritakannya sebagai
dongeng untuk tidur padaku."
69 "Berarti dia memang berusaha menanamkan kepercayaan bahwa kalian adalah Penjaga."
Kata bibi Yukina sambil tersenyum kecil.
"Begitukah?" kataku pelan, "Apa itu Putri dan Ksatria Cahaya?"
"Itu legenda yang cukup panjang untuk dijelaskan," kata Bibi Yukina tersenyum tipis. "Kau
akan mempelajarinya besok. Di kelas Sejarah."
Apa" Disini juga ada kelas Sejarah" Ugh" aku tidak suka ini.
"Jangan katakan kalau kau tidak suka." Kata Bibi Yukina seolah membaca pikiranku, "Aku
bisa membaca pikiranmu. Aku punya kemampuan sepertimu."
Ternyata begitu. Aku lupa kenyataan kalau dia adalah bibiku, berarti dia juga punya
kemampuan sepertiku. Kadang-kadang, aku merasa aku ini bodoh karena tidak memikirkan hal itu.
"Baiklah," Bibi Yukina berdiri dan berjalan kearah jendela besar di belakang sofa yang
didudukinya, "Aku rasa aku tidak bisa menjatuhkan hukuman pada Riku."
"Kenapa?" tanya Riku dengan nada suara bingung.
"Karena, seperti sudah kukatakan sebelumnya," dia menoleh, "Karena Rizuki sudah
menerimamu, apa boleh buat."
"Hah?"?" "Aku dengar dari Hikaru," katanya menunjuk Hikaru, "Kau menyatakan perasaanmu pada
Rizuki dan dia menerimanya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu."
Aku melongo dan menoleh kearah Riku yang juga sama melongonya denganku.
"Maksud Bibi?" "Aku tidak bisa menghukum orang yang sudah menjadi kekasih, pacar, suami, atau apalah
sebutannya, untuk Rizuki. Jika aku melakukan itu, mungkin aku yang terkena efek baliknya."
Katanya sambil mengibaskan rambutnya yang pendek. "Karena aku sudah pernah melakukan itu
sekali, dan efeknya benar-benar membuatku kapok."
70 "Jadi" maksud Anda, saya dan Rizuki?" Riku kehilangan kata-kata. Sepertinya dia terlalu
senang (tidak bisa dipungkiri, aku juga senang mendengarnya).
"Yah" terserah kalian mau apa." Kata Bibi Yukina mengedikkan bahu, "Tapi, jika terjadi
apa-apa denganmu, Rizuki, aku tidak akan segan-segan untuk menghukum Riku semauku.
Paham?" "Lebih jelasnya, aku paham." Kataku mengangguk, "Terima kasih, Bi."
Bibi Yukina tersenyum dan mengangguk.
"Kurasa kalian tidak punya urusan lain di ruangan ini. Kalian boleh pergi. Makan malam
jam 7 di aula makan. Jangan telat."
"Baik." Riku berdiri dan mendorongkan kursi rodaku keluar dari ruangan itu. Sedangkan Hikaru
berjalan di samping Riku.
"Syukurlah Bibi Yukina tidak memberi hukuman pada Kakak." Kata Hikaru sambil
menoleh kearah Riku, "Kalau diberi hukuman, aku ingin tahu Kak Riku diberi hukuman apa?"
"Hikaru, jangan mulai lagi, deh?" Riku berkata dengan nada memelas.
Hikaru tertawa pelan, kemudian berlari mengejar seekor Butter Puff yang melintas di
depannya. "Hikaru terlihat berbeda." Gumamku.
"Dia memang terlihat berbeda sejak lima hari lalu," ujar Riku. Aku merasa dia mengatakan
itu sambil tersneyum, "Kau tidak akan membayangkan apa kemampuannya selain terbang."
"Tunggu, dia bisa" terbang?" tanyaku kaget dan menoleh kearahnya.
Riku menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum, "Tentu saja. Aku juga bisa terbang."
Katanya, "Tapi, kemampuan terbang kami berbeda. Aku tidak memiliki sayap seperti burung
merpati putih, Hikaru yang punya."
71 Aku hanya bisa melongo menatapnya dan Hikaru, yang makin lama kelihatan kecil di
koridor karena dia sudah berlari jauh.
"Aku" tidak tahu kenapa ini semua bisa terjadi." Kataku.
"Aku juga," Riku menggenggam tangan kananku, "Dan, mungkin kau akan mengetahui
semuanya nanti." 72 BAB 10 Hari-Hari Yang (Tidak Sepenuhnya) Biasa
Rizuki"s Side "Kita bertanding!"
Aku mengernyitkan keningku ketika Minerva Wilson, untuk ke-50 kalinya, mengajakku
bertanding. Sudah enam bulan aku berada di Mansion. Aku belajar banyak hal mengenai Empat
Penjuru dan juga mengenai Keturunan Aiba dan Keturunan Manami, juga Keturunan lainnya.
Pelajarannya memang mirip seperti pelajaran Sejarah orang biasa. Tapi disini aku juga belajar
bertarung, mengendalikan kemampuanku, dan juga yang lainnya (termasuk mengendalikan
pikiranku yang sering ngelantur oleh kemampuanku melihat masa depan). Yah" memang tidak
ada yang istimewa selain pelajaran dan juga latihan bertarung. Tapi, yang membuatnya sedikit
istimewa adalah karena Riku selalu menemaniku. Belajar ataupun berlatih.
Gaby, Michael, dan Hikaru juga sering bersamaku. Tapi tidak sesering Riku. Entah
kenapa, mereka bertiga seolah mencoba menghindar ketika Riku datang kepadaku (Gaby bahkan
sempat mengedipkan mata jahil padaku ketika dia meninggalkan aku sendirian di perpustakaan
bersama Riku ketika belajar menggunakan telekinesis-ku!). Mereka memang tidak benci padaku.
Tapi, mereka memberikan sedikit waktu untukku berduaan dengan Riku (Maaf"). Soalnya Riku
selalu dipanggil Bibi Yukina untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya sangat mudah (misalnya
saja, Riku disuruh membuatkan teh untuk Bibi Yukina padahal dia sendiri bisa membuatnya. Dan
lebih enak!). Yah" apapun itu, bukan itu masalahnya sekarang.
Aku menatap wajah Minerva yang cantik seperti boneka. Tapi, sayangnya kali ini tidak.
Wajahnya terlalu merah dan berkedut karena marah.
"Apa maksudmu, Minerva?" tanya Gaby yang duduk di sebelahku.
73 Kami sekarang sedang ada di taman. Banyak anak-anak Keturunan berada disini pada pagi
maupun sore hari. Oh ya, aku juga baru tahu" ternyata semua Keturunan Empat Penjuru tidak harus
memiliki nama keluarga Aiba, Manami, Hawkstone, dan yang lainnya. Banyak anak-anak dari usia
8 tahun sampai 25 tahun yang nama keluarganya berbeda, bahkan ada yang tidak mempunyai
nama sama sekali! Kata Bibi Yukina, nama keluarga seperti Aiba dan Manami adalah untuk
Keturunan murni. "Sudah jelas, bukan?" Minerva mengibaskan rambutnya yang panjang kemerahan dan
berkacak pinggang, "Aku ingin bertanding dengan Rizuki."
"Aku dengar itu." kataku, "Tapi, yang dimaksud Gaby adalah, pertandingan apa yang kamu
maksud. Kamu sudah berkali-kali menantangku untuk bertanding tapi selalu gagal."
"Itu karena kamu curang!" kata Minerva keras.
"Aku tidak curang." Kataku tidak kalah keras, "Kamu sendiri yang curang."
"Huh! Pasti kau curang. Aku tahu kau Keturunan Aiba murni dan satu-satunya yang tersisa
karena keluargamu dibantai habis. Tapi, aku yakin otakmu itu idiot." Katanya lagi.
Tenang saja" aku tidak akan terpancing dengan ucapan itu. Sudah ratusan kali aku
mendengarnya. Lagipula, aku juga tahu alasannya kenapa Minerva sering mengajakku bertanding,
mulai dari bertanding pedang, telekinesis, bahkan ketahanan fisik. Semua sudah sering kulakukan.
"Minerva! Jaga bicaramu!" kata Gaby mengancam dengan sebilah pisau tipis yang entah
kapan sudah berada di tangannya dan teracung pada Minerva.
Aku sudah belajar untuk tidak macam-macam pada Gaby karena dia adalah salah satu ahli
medis Mansion yang kepiawaiannya sangat diakui oleh Miss Dolores, ahli medis senior Mansion.
Gaby punya kemampuan menyembuhkan melalui tenaga dalam dan bertarung ala ninja Jepang.
Dia juga menguasai berbagai macam ilmu beladiri seperti Capoeira dan Kungfu. Gaby juga
mengajari anak-anak Keturunan yang masih kecil cara menyembuhkan melalui tenaga dalam
(Hikaru juga ikut dalam pelajaran itu dan mendapat nilai tertinggi. Tentu saja. Dia jenius, kan").
74 "Aku tidak bicara padamu Gabriella Hawkstone." Kata Minerva. Dia memandang
kearahku lagi, "Bagaimana" Kamu mau bertarung denganku?"
"Sudah berapa kali kubilang" Kau akan selalu kalah." Kataku. "Aku tidak mau."
"Oh, tapi kau harus." Katanya. Nada suaranya terdengar lebih sinis dan lebih keji dari
biasanya. "Lupakan. Ayo, Gaby, kita pergi dari sini."
Aku dan Gaby berdiri dari kursi panjang yang kami duduki dan akan berjalan pergi ketika
Bibi Yukina datang dengan Michael, saudara kembar Gaby, dan Elizabeth Watson, ksatria wanita
Keturunan Watson yang sangat cantik dengan rambut pirang jagung dan mata berwarna hijau
zamrud. Tubuhnya tinggi langsing dan menjadi cewek favorit di Mansion.
"Bibi?" "Ada apa ini ribut-ribut?" tanyanya.
"Tidak ada apa-apa." Kataku, "Seperti biasa."
"Oh?" "Dengar, semua! Berkumpul disini sekarang juga!" seru Elizabeth dengan suara lantang.
Dalam waktu singkat, sekitar 5000 orang Keturunan sudah berada di taman ini. Suara
Elizabeth memang sangat lantang dan keras. Tidak heran, karena dia mempunyai kemampuan
menghasilkan gelombang ultrasonic dengan suaranya.
Bibi Yukina memandang sebentar ke seluruh Keturunan dan berdeham.
"Besok malam akan diadakan pemilihan hewan suci."
Beberapa diantara kerumunan berbisik-bisik pelan.
"Pemilihan yang sudah dilakukan selama beratus-ratus tahun ini akan dilaksanakan dengan
sangat ketat." Kata Bibi Yukina lagi, "Tahun lalu kita sudah kehilangan Elliana Francisca dan
Miranda Arizosa. Beberapa hewan suci yang digunakan saat itu kabur entah kemana. Salah satunya
adalah naga sisik perak, Draco, dan Phoenix putih, Nox."
75 Bisikan berubah menjadi keterkejutan dan erangan gembira.
Aku tidak mengerti kenapa mereka terlihat seperti itu. Aku mencoba bertanya pada Gaby,
tapi dia sendiri malah terpaku di tempat. Tangannya agak gemetar. Aku tidak tahu apakah itu
gemetar ketakutan ataukah kegirangan.
"Pemilihan kali ini hanya untuk Keturunan murni."
Sekarang berubah lagi menjadi erangan kekesalan. Sepertinya pemilihan ini sangat menarik
perhatian mereka karena aku melihat seorang cowok kira-kira seumuran denganku mengerang
pelan dan mengacak-acak rambutnya karena frustasi.
"Bagi para Keturunan murni, tolong maju ke depan!"
Tanpa dikomando, aku dan Gaby maju menyeruak kerumunan. Ada yang menatapku
kagum walau kebanyakan tatapan sinis dan benci. Aku sudah biasa dengan tatapan seperti itu.
Saat aku dan Gaby keluar dari kerumunan, aku melihat tidak kurang dari 200 Keturunan
sudah memisahkan diri dari kerumunan dan membentuk empat barisan yang menurut dugaanku,
sesuai dengan daerah yang dijaga Empat Penjuru. Aku berjalan kearah Riku dan Hikaru yang
berada di ujung kanan barisan dan hatiku mencelos sedih. Hanya kami bertiga yang Keturunan
murni dari Timur. Yang lain malah ada yang sampai 50 orang atau lebih. Di barisan Gaby dan
Michael saja ada sekitar 69 orang.
Ironis sekali" Aku berdiri di sebelah Hikaru. Adik kecilku itu langsung menggenggam tanganku dan
tangan Riku dengan kedua tangannya. Aku melirik Riku sekilas, dia tersenyum menenangkan.
"Baiklah, kelihatannya semua sudah berkumpul."
Bibi Yukina menjentikkan jarinya dan mendadak seekor burung hantu putih mendarat di
punggung tangannya, memegang segulung kertas di paruhnya.
The Guardian Of Heart Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku akan membacakan peraturan pemilihan hewan suci." Katanya, "Pemilihan ini
penting untuk menjadikan kalian sebagai Penjaga di tempat kalian akan menjalankan tugas kalian
76 karena hewan suci akan membantu kalian baik dalam pertarungan, pertahanan, maupun yang
lainnya." Aku tidak mendengar lagi apa yang diucapkan Bibi selanjutnya karena tiba-tiba saja
kepalaku mendadak sakit. Aku menekan keningku untuk meredakan sakitnya. Tapi sakitnya tidak
mau hilang. "Rizuki?" Aku mendongak ketika Riku tahu-tahu sudah ada di sebelahku dan memegangi kedua
bahuku. Aku melihat ke sekelilingku dan merasakan tatapan heran dari semua orang. Bibi Yukina
berdiri di sebelahku dan menekankan punggung tangannya ke keningku.
"Badanmu agak panas." Katanya, "Apa kau merasa pusing?"
"Tidak juga." Kataku berbohong. Sakit kepala tadi masih terasa, namun aku tidak mau
mengatakannya. "Baiklah?" dia mengangguk, "Akan aku lanjutkan peraturannya. Kalian semua dengarkan
baik-baik?" Aku mencoba menepis rasa sakit di kepalaku dengan menggelengkan kepalaku pelan.
"Kau baik-baik saja?" Riku masih berdiri di sebelahku. Wajahnya terlihat khawatir.
"Tenang saja. Aku tidak apa-apa. Sungguh?" aku mencoba tersenyum walau kepalaku
masih terasa sakit. Seperti ditusuk ribuan jarum panas.
"Benar?" "Ya." Aku terdengar tegas, "Aku baik-baik saja. Tidak perlu mencemaskanku, Riku."
"Kau harus istirahat. Lukamu pasti belum sembuh." Katanya.
"Baiklah" aku akan menurutinya."
Kami lalu mendengarkan ucapan Bibi Yukina selanjutnya, kepalaku yang masih terasa
membara mengirimkan sebuah suara aneh dalam kepalaku yang membuatku merinding.
77 Aku tahu arti suara itu. Tapi, aku tidak bisa memberitahu siapapun tentang hal ini. Tidak akan bisa.
*** Sekarang sudah malam. Semua orang sudah berada di kamarnya masing-masing walau ada saja
beberapa yang masih berjalan di koridor.
Setelah pengumuman yang memakan waktu 2 jam dari Bibi Yukina, aku segera menjauh
dari yang lain dan kembali ke kamar. Aku tidak punya waktu khusus yang ingin kugunakan. Tapi,
kepalaku masih terasa sakit. Suara-suara aneh itu masih menghantuiku. Membuat seluruh tubuhku
gemetar tanpa kusadari. Aku menggigit lidahku agar tidak berteriak histeris.
Aku masuk ke kamar dan menyalakan lampu. Kemudian menuju meja belajarku dan
membuka laptop. Di saat seperti ini, aku lebih baik mengerjakan atau mendengar atau menonton
sesuatu. Aku membuka folder film kesukaanku ketika windows-nya terbuka. Menonton,
khususnya menonton Anime dari Jepang (aku tidak tahu apakah Negara Jepang masih disebut
Jepang karena setelah penyerangan FEATHER, nyaris tidak ada tempat aman di dunia ini) adalah
salah satu kegiatan favoritku. Aku punya cukup banyak koleksi anime, bahkan beberapa menjadi
favoritku sepanjang masa (kebanyakan karena tokoh cowoknya imut, ganteng, dan keren). Aku
mendapatkan semua anime itu dari berbagai sumber. Salah satunya dari teman sekelasku yang juga
penggemar anime. Aku sudah setengah jam menonton anime Kuroshitsuji ketika pintu kamarku diketuk.
"Siapa?" tanyaku tanpa mengalihkan tatapanku dari layar laptop.
"Hikaru, Kak" aku boleh masuk?"
Aku menghentikan sebentar anime itu dan berjalan kearah pintu. Hikaru langsung masuk
ketika aku membukakan pintu.
"Hikaru" Kamu tidak tidur?"
78 "Aku tidak bisa tidur." Jawabnya, "Kakak sedang apa?"
Aku menunjuk laptop di meja belajarku, dan dia manggut-manggur mengerti.
"Aku boleh tidur bareng Kak Rizuki?" tanyanya.
"Memangnya kenapa?" tanyaku balik.
"Habisnya" Kak Riku masih di tempat Bibi Yukina?" katanya sambil menggembungkan
pipinya, "Kakak tahu, kan" Hukuman?"
"Oh" begitu." Aku tersenyum kecil mengingat hukumannya yang dulu. Walau dia sudah
resmi menjadi (anggap saja sebagai tunangan) pacarku, Bibi Yukina selalu memberikannya
hukuman yang membuat waktunya tersita habis hanya untuk mengerjakan hukuman.
"Kakak, sih, tidak keberatan kalau kamu mau tidur disini." Kataku tersenyum. "Mau tidur
sekarang?" Dia tersenyum lebar dan mengangguk. Aku menuju laptop-ku dan mematikannya.
Kemudian mengganti bajuku dengan piama dan bergabung bersama Hikaru di kasur.
"Kak?" "Ya?" "Kakak yakin akan menerima tantangan Kak Minerva?" tanyanya dengan mata polosnya
yang mirip Riku. "Err" Kakak rasa, iya." aku mengangguk, "Memangnya kenapa" Kamu meramalkan apa?"
"Tidak, sih" hanya saja" pokoknya, Kak Rizuki jangan menerima tantangan Kak Minerva,
ya" Kumohon?" Aku menatap Hikaru dengan kening berkerut. Aneh. Tidak biasanya dia memintaku untuk
tidak melakukan tantangan atau semacamnya (kuakui, Hikaru juga sangat tertarik dengan
tantangan. Sebagai contoh, dia pernah mencoba bertarung melawan ular putih besar setinggi
pohon sendirian hanya dengan menggunakan panah dan busur. Dan" tentu saja, dia menang.).
79 "Kamu meramalkan apa?" tanyaku lagi. Aku tidak berusaha membaca pikirannya. Itu akan
terdengar tidak sopan. Walau dia adikku.
"Aku" aku takut kehilangan Kak Rizuki lagi." katanya dengan nada murung, "Waktu itu
Kak Rizuki juga?" "Ssh" Kakak masih disini, kan" Jadi, kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak." kataku
sambil membelai rambutnya, "Kakak akan baik saja. Kamu tidak perlu khawatir."
"Tapi, Kak" setelah pemilihan hewan suci itu?"
"Sudahlah. Tidak perlu dibahas. Nanti kamu malah kepikiran. Ya?"
Hikaru menatapku sebentar kemudian mengangguk. Dia lalu memejamkan matanya.
"Kak" Kak Rizuki mau nyanyikan lagu Nina Bobo" Supaya Hikaru cepat tidur."
"Iya." Aku tersenyum dan menepuk pelan kepalanya. Kemudian mulai melantunkan lagu Nina
Bobo yang sangat disukainya. Lagu ini ciptaanku, dan aku sering menyanyikannya untuk Hikaru
ketika dia minta ditemani tidur.
The dark night is come"
With the stars in the sky,
Moonlight is shining in our head, bring the peace between us"
The wind is very nice, like in heaven"
Stardust in the sky, bring the hope and peace with it"
Lets get some nice sleep"
Close your eyes, relax your mind"
Lets get some nice sleep tonight"
80 Tomorrow waiting us with the brighten sun,
Waiting us with the happiness and something new"
We will find it tomorrow,
Now, close your eyes, sweet"
Close your eyes and have nice dream"
81 BAB 11 Perintah Menyelidiki Hutan Terlarang
Riku"s Side Aku meregangkan tubuhku ketika terbangun keesokan harinya. Seperti merespon pikiranku,
beberapa bagian sendi tubuhku berkeretak dengan bunyi yang cukup keras. Aku mendecakkan
lidah dan menggerutu pelan. Ini gara-gara tugas yang diberikan Nona Yukina terlalu berat. Apakah
dia harus menyuruhku menjinakkan beberapa ekor chimaera yang ganasnya minta ampun dalam
satu malam padahal dia bisa menyuruh orang lain yang lebih berpengalaman untuk mengatasi
masalah itu" Kalau saja aku tidak ingat beliau adalah bibi Rizuki, mungkin aku bakal membantah. Selain
itu, aku tidak mau beliau tidak mengizinkanku berpacaran dengan Rizuki. Terlalu berisiko
menentang beliau. Aku menguap dan kemudian mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Setengah jam kemudian, aku sudah siap dengan pakaianku yang biasanya. Kemeja lengan
pendek dan celana jins biru. Lalu aku memakai jaket jins berwarna hitam dan keluar dari kamar.
Aku menoleh kearah pintu kamar Hikaru. Pintunya sedikit terbuka. Apa jangan-jangan anak itu
menyelinap ke kamar Rizuki"
Sepertinya iya. Karena saat itu aku mendengar suara Hikaru dari koridor di belakangku.
"Kak Riku!!" Aku menoleh ke belakang dan melihat Hikaru berjalan"bukan, tapi terbang dengan
sayapnya kearahku. Rizuki mengikutinya di belakang.
Hikaru langsung memelukku, hampir saja aku terjatuh ke belakang kalau tidak
berpegangan pada kenop pintu kamarku.
82 "Hikaru?" Hikaru melepas pelukannya dan bersamaan dengan itu, sayapnya memudar menghilang.
"Hehe" selamat pagi, Kak Riku." Katanya sambil tersenyum.
"Selamat pagi juga, adik kecilku yang manis?" aku menepuk-nepuk kepalanya, "Dan
selamat pagi juga untukmu, Rizuki."
Rizuki tersenyum kecil dan kemudian menggendong Hikaru seolah Hikaru adalah anak
bayi berusia 2 tahun (dia memakai kemampuan telekinesisnya). Dan Hikaru" sangat suka
digendong seperti itu. Ya ampun" bayangan yang tidak-tidak memasuki otakku. Aku merasa
Rizuki seperti" "Jangan panggil aku dengan sebutan ibu." Kata Rizuki, masih tersenyum, "Aku bisa
membaca pikiranmu, lho?"
"Oh ya" maaf." Aku mengangguk malu, "Soalnya, kamu" kelihatan seperti seorang ibu
kalau sedang menggendong Hikaru."
"Bisa saja." Rizuki tertawa dan kemudian berjalan melewatiku, "Ayo, sebentar lagi sarapan,
bukan" Kamu tidak mau terlambat dan dihukum Bibi Yukina lagi, kan?"
"Iya, iya?" Kami berdua (bertiga, dengan Hikaru yang digendong oleh Rizuki) lalu berjalan menuju
aula makan yang terletak tidak jauh dari taman tempat kemarin Nona Yukina mengumumkan
Pemilihan Hewan Suci. Begitu kami masuk ke sana, aula makan ternyata sudah dipenuhi oleh
berbagai Keturunan yang asyik sarapan sambil mengobrol. Aku melihat Gaby dan Michael
melambai kearah kami, dan kami berdua segera duduk di sebelah kakak-beradik kembar itu. Di
atas meja sudah tersedia piring dan peralatan makan yang terbuat dari perak. Di tengah-tengah
meja terhidang hidangan sarapan yang bisa dibilang, cukup mewah.
"Tumben sekali kamu telat, Riku." Kata Michael sambil ber-tos denganku. "Apa karena
menjemput Rizuki?" 83 "Tidak. Aku yang menjemputnya lebih dulu" sahut Rizuki sambil tersenyum geli, "Riku,
kan, tidak bisa bangun pagi?"
Aku menatap Rizuki seolah dia adalah guru kejam. Ya ampun" dia masih ingat kalau aku
susah bangun pagi. Sial"
Michael dan Gaby terkikik mendengar ucapan Rizuki dan aku hanya bisa manyun.
"Oh ya, kamu sudah siap ikut Pemilihan Hewan Suci, Rizuki?" tanya Gaby.
"Memangnya Pemilihan Hewan Suci itu" seperti apa tepatnya?" tanya Rizuki balik.
Segera saja Gaby menjawab dengan bersemangat, dan aku menyadari girls talk sudah
menyebar disini karena beberapa cewek yang duduk di dekat Rizuki juga ikut-ikutan menjelaskan.
Aku menoleh kearah Michael yang mengedikkan bahu tanda tidak peduli dengan apa yang
dibicarakan adik kembarnya itu.
Tapi, kemudian Michael memberikanku secarik kertas yang dilipat kecil-kecil di dekat
tanganku. Aku membukanya dan melihat tulisannya yang, oke" kuakui lebih rapi dariku tertera
diatas kertas itu. Ada masalah. Nona Yukina menyuruh kita untuk pergi ke ruangannya setelah ini.
Kita akan kesana bersama-sama. Kalau bersama Gaby dan Rizuki, itu akan membuat
masalah. Aku mendongak dari kertas itu dan melihat Michael mengangguk. Akupun balas
mengangguk dan menyimpan kertas itu di saku bajuku. Aku lalu melanjutkan sarapan dan entah
kenapa, merasakan perasaanku tidak enak.
*** Aku dan Michael dengan cepat berjalan kearah ruang kerja Nona Yukina. Kami berdua samasama tegang. Ya. Aku tahu. Tidak biasanya Nona Yukina memanggil kami berdua pagi-pagi begini.
84 "Aku harap bukan masalah besar dan tidak menyangkut soal Gaby." Kata Michael setelah
kami diam dalam perjalanan kami ke ruang kerja Nona Yukina yang terasa sepanjang ribuan
kilometer. Aku mengangguk setuju. Aku juga tidak mau kalau masalah yang akan dibahas oleh Nona
Yukina adalah masalah Hikaru, apalagi Rizuki.
Kami sampai di depan pintu ruang kerja yang terbuat dari kayu jati coklat itu. Michael yang
memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
"Masuk!" Kami berdua lalu masuk dan melihat Nona Yukina berdiri memandang keluar jendela
dalam balutan jubah putih keemasannya. Itu adalah pakaian kebesarannya sebagai Kepala
Mansion dan sekaligus Keturunan Aiba.
Beliau menoleh kearah kami tepat saat aku menutup pintu. Dan saat aku mendongakkan
kepala untuk melihat beliau, aku baru menyadari ada sedikit memar di sudut bibirnya yang
berwarna merah muda. Tapi, aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi padanya. Aku tidak mau kena
"cipratan"nya untuk saat ini.
"Duduklah." Perintahnya sambil menunjuk dua kursi di hadapan meja kerjanya.
Aku dan Michael lalu duduk, disusul beliau yang duduk di kursinya di hadapan kami.
Wajahnya kelihatan sangat serius dan" sangar.
Lama beliau memandangi kami berdua. Aku jadi jengah sendiri. Apa yang ingin beliau
katakan pada kami" "A?" "Apa kalian tidur nyenyak kemarin?" tanya Nona Yukina menyela ucapanku.
Lho" Untuk apa beliau menanyakan itu"
"Err" lumayan." Kata Michael yang kusambut dengan anggukan setuju.
85 "Baguslah." Nona Yukina menghela nafas dan menarik laci mejanya, "Apa kalian tidak
keberatan jika aku beri tugas?"
Kali ini aku semakin bingung dengan maksud beliau. Aku melirik kearah Michael, dia juga
sama bingungnya denganku. Tapi, aku yakin dia bingung karena diberi tugas pagi-pagi begini,
bukan seperti kebingungan yang kualami.
Yah" sebenarnya bukan masalah besar, sih. Beliau sendiri sering memberiku tugas yang
kadang tidak berperi-kemanusiaan, sadis maksudnya"
"Memangnya" tugas apa?" tanyaku.
"Ini." Nona Yukina meletakkan sebuah buku tipis berwarna coklat kusam seperti sudah
lama tidak dibuka. "Aku ingin kalian berdua memeriksa Hutan Terlarang."
"Hah?"?" "Begini," Nona Yukina meletakkan kedua tangannya di atas meja, "Aku tidak yakin
Pemilihan Hewan Suci kali ini akan bersih dari segala tindak kecurangan. Aku mendengar di aula
makan tadi, ada beberapa anak yang bukan Keturunan murni ingin mengikuti pemilihan ini secara
sembunyi-sembunyi tanpa mengetahui resikonya."
"Keturunan yang bukan Keturunan Murni tidak akan sanggup menanggung beban
kekuatan yang diberikan oleh hewan suci dan akan membuat mereka tewas seketika. Jika itu
terjadi akan ada korban lagi seperti Pemilihan Hewan Suci waktu itu."
"Apakah dua anak Keturunan yang Anda sebutkan kemarin malam itu?" aku tidak berani
melanjutkan kata-kataku. Rasanya terlalu mengerikan jika aku membayangkannya.
"Elliana Fransisca dan Miranda Arizosa adalah Keturunan Walker, ksatria pelindung dari
Keturunan Earl yang masih berpihak pada Empat Penjuru. Mereka memang tidak mengikuti
pemilihan itu secara diam-diam. Tapi, ada kabar beredar di kalangan para pengajar di Mansion,
kalau ada seorang Keturunan asing yang tinggal di Hutan Terlarang dan menyerang orang-orang
yang menyakitinya. Ini menjadi bahan pembicaraan selama lebih dari 3 tahun."
"Oh" tentang monster itu, ya?" kata Michael tiba-tiba, "Jadi, sebenarnya yang ada di
Hutan Terlarang itu Keturunan yang tidak diketahui asal-usulnya?"
86 "Ya." Nona Yukina mengangguk mendengar perkataan Michael, "Dan aku ingin, kalian
memeriksa Hutan Terlarang. Memastikan tempat itu bebas dari bahaya asing."
"Aku harap kalian bisa menyelesaikannya dalam waktu 6 jam. Karena setelah ini, aku akan
melepaskan lagi beberapa Hewan Suci."
Aku mengangguk mengerti dan melihat buku coklat kusam itu dan mengerutkan kening.
Buku ini sama persis seperti buku yang diberikan Michael padaku waktu itu. Seperti milik ibuku.
*** "Hei," Aku menoleh ketika aku melihat Rizuki berjalan kearahku sambil tersenyum. Hikaru tidak
bersamanya. Mungkin dia sudah pergi ke kelasnya.
"Hai, sayang, ada apa?" kataku sambil merangkul bahunya.
Oke" kuakui aku terlalu berlebihan menunjukkan sikapku padanya. Yah" kalian boleh
saja tersenyum, tersipu-sipu, tertawa, atau apalah. Aku tidak peduli, kok.
"Berlebihan, deh?" Rizuki tertawa sambil melepas tanganku dari bahunya. Tapi, setelah
itu dia tetap menggenggam tanganku.
The Guardian Of Heart Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kami berdua lalu berjalan di koridor. Hari ini kami berada dalam kelas yang sama, yaitu
kelas Pertahanan. Aku sempat menyapa beberapa Keturunan yang sudah menjadi teman-temanku.
Bahkan ada yang sempat bercanda kalau kami seperti sepasang suami-istri (Haha" terima kasih,
sobat. Aku harap perkataanmu benar-benar menjadi kenyataan untukku).
"Aku hanya ingin tahu, kamu dipanggil ke ruangan Bibi karena apa." Katanya. "Tadi, aku
tidak sengaja menguping. Sekitar 2 meter dari pintu."
Waduh" Apa dia juga mempunyai indera super tajam sepertiku"
87 "Aku tidak punya kemampuan seperti itu." kata Rizuki, membaca pikiranku. "Tapi, aku
melihat visi masa depan. Ya" keadaan sekarang ini."
"Oh?" "Jadi, apa yang dikatakan Bibi?" tanyanya dengan nada mengancam sambil tersenyum.
Duh" jangan tersenyum seperti itu.
"Hei" jangan mengata-ngataiku, ya" Aku bisa membaca pikiranmu itu."
"Maaf." Aku balas tersenyum. "Aku hanya disuruh memeriksa Hutan Terlarang bersama
Michael. Hanya itu saja."
"Begitu?" dia manggut-manggut mengerti. Tapi aku lihat ada yang lain di raut wajahnya.
"Ya sudah. Semalat berjuang kalau begitu." Katanya, kemudian berlari menuju kelasnya.
"Oh ya, aku sarankan kamu membawa Black Sword." Seru Rizuki sambil berlari,
"Mungkin akan berguna."
88 BAB 12 Suara" Apa Ini"
Rizuki"s Side Aku berlari meninggalkan Riku di koridor menuju kelas. Aku sudah sangat terlambat mengikuti
pelajaran medis karena menguping pembicaraan di ruang Bibi Yukina. Sebenarnya, aku bisa
menduga pembicaraan apa yang mereka bicarakan tanpa perlu menguping karena aku pernah
melihat visi yang sedang kualami sekarang ini. Tapi, aku hanya ingin memastikan. Karena jika
benar semua yang kulihat waktu itu benar, berarti"
"Aiba Rizuki?" Aku terlonjak kaget ketika menyadari aku sudah sampai di kelas dan tidak sengaja langsung
masuk tanpa permisi. Miss Dolores terlihat tidak senang dengan sikap tidak sengaja-ku ini.
"Err" Miss Dolores,"
Aku sudah siap menerima hukuman karena keterlambatan dan ketidak-sopananku.
Sempat kulirik Minerva tersenyum mengejek padaku. Aku yakin, dia merasa menang.
"Darimana saja kamu" Kelas sudah mulai 15 menit yang lalu." Kata beliau, "Tapi,
untunglah saat ini aku sedang berbaik hati. Kamu tidak akan kuhukum. Cepat duduk di tempat
dudukmu." Wow. Ini suatu kebetulan karena Miss Dolores yang terkenal suka menghukum (kecuali
Gaby, karena dia adalah murid kesayangan beliau), bisa berbaik hati tidak memberikanku
hukuman hari ini. Benar-benar aneh"
Tanpa ba-bi-bu, aku segera berjalan dan duduk di kursi di sebelah Gaby yang melambai
kearahku sebelumnya. "Kamu dari mana saja" Kukira kamu sudah ke kelas duluan tadi." bisik Gaby padaku saat
aku sudah duduk di sebelahnya.
89 "Aku menguping pembicaraan Bibi dengan Riku dan Michael." Jawabku tanpa
menjelaskan lebih lanjut karena aku melihat Miss Dolores menatap kami berdua dengan tatapan
setajam pisau belati. *** Begitu pelajaran selesai, aku tidak langsung berdiri dari kursiku. Aku menghembuskan nafas
cemas. Ya. Aku cemas dengan Riku. Apa dia akan bisa melewati Hutan Terlarang untuk sekadar
memeriksa keadaan disana" Juga"
"Hei! Bengong saja!"
Tepukan di bahuku membuatku kaget. Aku menoleh dan melihat Gaby yang duduk di
sebelahku sedang tersenyum padaku.
"Gaby, jangan mengagetkanku seperti itu." kataku.
"Kamu dari tadi diam, padahal sudah kupanggil berkali-kali." Jawabnya, "Lagipula, kamu
memikirkan apa, sih" Memikirkan Riku yang akan pergi memeriksa Hutan Terlarang?"
Lho" Darimana dia tahu"
"Kamu jangan memandangku seperti itu. Aku dan Michael, kan, anak kembar, kami punya
kemampuan bertelepati." Kata Gaby. "Itu kemampuan langka dan jarang. Aku beruntung kami
memiliki kemampuan itu."
"Oh?" "Jadi, benar kamu memikirkan Riku" Kamu khawatir dengannya, ya?"
Aku mengangguk. "Aku takut terjadi apa-apa dengannya." Kataku, "Ini pertama kalinya aku merasa khawatir
seperti ini." 90 "Itu wajar, kok, Rizuki." Gaby menepuk bahuku, "Kalian, kan sepasang kekasih. Dan
kalian sudah mengikat janji. Di Mansion, sekali mengikat janji pada seseorang yang kita sukai, itu
artinya sama saja menyerahkan jiwa dan raga kita pada orang tersebut. Ibaratnya kita bisa
merasakan apa yang sedang orang itu rasakan."
"Tidak. Ini tidak wajar." Aku menggeleng, "Soalnya, perasaan khawatir yang kurasakan
sekarang" malah mengacu padaku."
Itu benar. Aku sempat melihat visi masa depan di tengah-tengah pelajaran, lagi. Dan visi itu
tentang diriku sendiri. Sama seperti visi yang sebelumnya kulihat. Dan" aku masih belum siap
menceritakan visi itu pada siapapun.
"Visi masa depan lagi" Apa yang kamu lihat?" tanya Gaby.
"Hanya visi yang tidak penting." Aku berbohong, "Tidak perlu dipermasalahkan?"
"Oh, ayolah" masa, kamu tidak mau memberitahuku?"
Aku hanya tersenyum minta maaf padanya. Aku tidak mungkin menceritakan visi itu pada
siapapun (sekalipun ada yang berusaha membaca pikiranku, aku akan segera menutup pikiranku
agar tidak dibaca oleh orang tersebut).
"Maaf. Sebagai gantinya, bagaimana kutraktir ramen" Kamu suka ramen, kan?"
"Baiklah. Setelah pelajaran bela diri, ya?"
Aku mengangguk. Kami berdua lalu segera keluar dari kelas ketika kusadari hanya tinggal
kami berdua yang ada disana.
Selama perjalanan menuju kelas bela diri, aku kembali memikirkan visi yang kulihat. Kalau
benar visi itu benar, kapan akan terjadi" Apa nanti saat aku berada di Hutan Terlarang"
Aku tidak berani memikirkannya. Terlalu menakutkan.
Sekarang, kami berjalan melewati taman. Angin sepoi-sepoi membantuku menjernihkan
pikiran. Aku memang suka dengan angin dan hal-hal berbau alam. Mungkin itu sebabnya aku
pandai dalam bidang ilmu alam karena aku selalu merasa angin, ataupun tanaman membantuku
menyelesaikan masalah. 91 Dan, saat itulah, aku mendengar sebuah suara di telingaku.
Aku berhenti berjalan dan menoleh ke sekitarku, tidak ada siapa-siapa. Kenapa suara itu
begitu dekat dan terasa menyeramkan"
"Rizuki" Ada apa?" tanya Gaby.
"Tidak. Hanya saja" hei, apa kamu tadi mendengar suara?"
"Suara" Tidak. Memangnya kenapa?"
Aku menggeleng. Tapi, suara itu kembali terdengar ketika aku akan kembali berjalan. Dan
perasaanku seperti terpacu. Aku harus menemukan asal suara itu darimana.
"Rizuki?" "Maaf, kamu pergi saja duluan ke kelas." Kataku, "Aku" ingin membeli minuman
sebentar." Alasan yang sebenarnya bohong besar. Tapi, Gaby hanya menggut-manggut dan minta
dibelikan minuman juga. Aku tersenyum dan segera berlari kearah kantin, walau sebenarnya tidak
pergi kesana. Aku terus berlari melewati kantin hingga sampai di pintu perbatasan antara Hutan
Terlarang dan Mansion. Suara itu kembali terdengar, dan berasal dari balik pintu di hadapanku
ini. Aku berniat membuka pintu itu ketika sesuatu menghalangiku. Perasaanku mengatakan,
aku tidak harus membuka pintu ini hanya karena suara yang mengerikan itu.
Tapi, di sisi lain, aku sangat penasaran, suara apa itu. Kenapa suara itu memanggil namaku
dengan sangat jelas"
Aku memantapkan hati untuk membuka pintu itu. Tidak sulit untuk membukanya karena
aku pernah melihat Bibi Yukina ataupun pengajar yang lain membuka pintu ini. Hanya dengan
menempelkan telapak tangan, dan sebuah sinar kehijauan akan muncul seperti memindai tangan
kita (cara kerjanya mirip seperti pemindai sidik jari yang biasa kulihat di televisi, atau film-film yang
biasa kutonton). 92 Pintu perlahan terbuka dan menampakkan siluet hutan lebat yang tidak pernah terjamah
oleh siapapun. Hutan Terlarang.
Aku menggigit ibu jariku hingga berdarah dan menempelkan darahnya di depan pintu. Ini
disebut jejak darah. Jejak darah adalah sebagai bukti bahwa aku ada di balik pintu ini dan jika
tanda darah itu hilang, berarti terjadi apa-apa denganku. Orang lain akan langsung tahu kar
ena pintu ini seperti punya suatu radar untuk memberitahukan apa yang terjadi di hutan ini ke orang
lain, apalagi Bibi Yukina yang menjabat sebagai kepala Mansion.
Aku berjalan perlahan menyusuri hutan lebat ini tanpa menoleh lagi ke belakang. Semakin
aku masuk ke dalam hutan, aku bisa mendengar suara yang memanggilku dengan begitu jelas.
Bahkan nyaris selalu terngiang di telingaku.
Kemari" ayo, ke sini"
Suara itu berasal dari arah sebelah kanan. Dan suara itu sudah sangat dekat. Aku segera
berlari kearah suara itu dan menemukan sebuah sarang besar yang terbuat dari ranting-ranting dan
juga dedaunan. Dan" sarang ini memang benar-benar besar. Hampir seukuran sebuah rumah
lamaku. Ke sini" ayo" masuk ke sini"
Suara itu ada di dalam sarang ini. Aku meneliti sarang besar itu dan menemukan sebuah
lubang yang cukup untuk kumasuki. Tanpa pikir panjang, aku langsung masuk ke dalamnya.
"Aaaww?" aku merintih pelan ketika salah satu ranting menggores lengan kananku dan
membuat luka gores yang cukup membuatku harus berhati-hati.
Karena ternyata ranting-ranting ini, walau kecil, berbahaya juga.
Sudah sekitar 5 menit aku memasuki lubang itu, aku melihat cahaya di depan. Aku
mempercepat langkahku hingga aku sampai kearah cahaya itu.
"Waahh?" Tempatku berada sekarang tidak mirip dengan hutan. Lebih mirip seperti rumah besar
untuk" binatang yang juga besar.
93 Dan, memang. Ada seekor binatang di dekat pintu. Seekor burung putih yang sangat
cantik. Bulu-bulunya terlihat halus dan kelihatan transparan.
"Burung yang cantik." gumamku.
Tiba-tiba burung itu membuka matanya dan menatap tepat kearahku.
Datang" akhirnya kamu datang"
Apa" Apa burung itu barusan bicara padaku"
Tentu saja. Kamu kira, siapa lagi"
Berarti aku tidak bermimpi atau berhalusinasi.
Burung itu terbang kearahku dan mendarat tepat di hadapanku. Bulu-bulu sayap dan
badannya putih. Dia seperti burung Albino saja"
Kami sudah menunggumu. Sangat lama"
"Apa" Apa" kamu bicara padaku?" tanyaku kaget.
Ya. Kami sudah lama menunggumu.
"Menunggu" Menungguku untuk apa?"
Karena kamulah orang yang dimaksud oleh Draco, si Naga Perak, temanku. Kamu anak
perempuan Aiba Haruna dan keponakan dari kepala Mansion yang sekarang, bukan"
"Ya" tapi?"
"Tunggu. Apa suara tadi itu berasal darimu?" tanyaku, "Kalau begitu" apa kamu" Nox?"
Sesuai dugaanmu. Aku ternganga. Nyaris tidak percaya kalau burung putih ini adalah Nox, yang diterangkan
Bibi Yukina kemarin malam. Phoenix paling putih yang pernah ada.
"Kalau begitu" untuk apa kamu memanggilku ke sini" Dan kenapa kalian tidak kembali
ke taman Mansion" Bukankah di sana tempat tinggalmu dan Draco?"
94 Begitu aku menyebutkan nama Draco, aku teringat, kalau burung Phoenix ini ada di sini,
berarti" Draco sedang pergi mencari makan malam. Ujar Nox, Kau bisa berbicara denganku,
Nona. Begitu juga dengan Draco. Karena kami adalah Hewan Suci-mu.
"Hewan suciku?" aku mengerutkan kening, "Tapi, aku belum mengikuti Pemilihan Hewan
Suci. Mana bisa kalian menjadi Hewan suciku?"
Tentu saja bisa. Karena Aiba Haruna yang memerintahkan kami untuk menjadi Hewan
suci-mu. Kau itu punya takdir besar, tahu.
Takdir" Takdir apa" Aku tidak merasa aku mempunyai takdir yang besar, seperti yang
dikatakan burung putih ini.
Oh, kecuali kalau kamu bisa melihat masa depan itu bisa dibilang takdir.
"Kenapa aku selalu merasa, apa yang terjadi padakau selalu berdasarkan pada ibuku."
Kataku. "Apa ibuku juga mengatakan sesuatu untuk mengingatkanku agar aku tidur cukup dan lain
sebagainya" Kenapa dia seperti mendominasi di setiap saat yang kulalui?"
Ibumu mewariskan segalanya untukmu. Kata Nox, Kemampuan, senjata, dan juga hewan
suci. Semuanya adalah milikmu.
Wah" apakah ibuku termasuk orang penting dalam Empat Penjuru"
"Apa" ibuku?"
Apa" Kau ingin bertanya apa dia memiliki kekuatan yang sama denganmu" Atau kamu
ingin bertanya siapa ayahmu"
Deg! Kenapa dia langsung mengatakan hal itu"
Kuakui, aku tidak pernah tahu siapa ayahku yang sebenarnya setelah aku tahu kalau nama
asliku adalah Aiba Rizuki, dan mengetahui Aiba Haruna adalah ibuku. Tapi, kalau masalah siapa
ayahku" aku benar-benar tidak tahu siapa dia atau seperti apa wajahnya.
95 "Apa kau pernah bertemu ayahku?"
Tentu. Dia adalah pria yang sangat baik dan sangat mencintai ibumu. Kata Nox, Tapi,
sayang, dia meninggal karena mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkanmu bersama
ibumu dari Keturunan Earl yang mengkudeta Empat Penjuru.
"Eh?" aku mengerjapkan mataku, "Ayah" menyelamatkanku dan ibu dari?"
Kedua orangtuamu adalah pemegang kontrak kami, si Phoenix putih dan Naga sisik perak.
Mereka berdua adalah raja dan ratu cahaya. Pelindung Empat Penjuru bagian Timur.
"Raja dan ratu cahaya" Apa itu?"
Sebelum aku sempat mendapatkan jawabannya, tiba-tiba seekor naga besar muncul dari
balik gundukan ranting dan rumput kering di belakang Nox. Naga itu menghembuskan nafasnya
yang bersuhu panas dan mendekat kearahku.
"Kau" pasti Draco, kan?" tanyaku.
Naga itu menghembuskan nafasnya lagi, seolah menjawab pertanyaanku.
Aku menyentuh hidungnya dan dia menyerudukkan hidungnya kearahku. Seperti seekor
anjing yang ingin bermanja dengan pemiliknya.
Draco senang bertemu denganmu. Suara naga itu terngiang di telingaku, Draco sudah lama
ingin bertemu Putri Cahaya. Putri Cahaya adalah anak dari Raja dan Ratu Cahaya yang menjadikan
cahaya sebagai pelindung dunia dari kegelapan seperti FEATHER. Itu adalah tugas Empat
Penjuru Bagian Timur. "Aaaww" geli?" aku sedikit tertawa ketika Draco menyerudukkan kepalanya ke tubuhku
dan membuatku geli. Aku mengelus hidung Draco dan tertawa lagi ketika dia menyerudukkan kepalanya
padaku. Nona, kami ingin kamu menjadi pemegang kontrak kami, kata Nox.
"Aku?" 96 Ya. Dalam Pemilihan Hewan Suci yang akan dilaksanakan hari ini, pergilah ke sini ketika
giliranmu tiba. Temukan kami di sini, dan kami akan membuat kontrak denganmu. Selama ini,
kami tidak pernah mengikat kontrak dengan orang lain kecuali Keturunan Aiba yang terpilih.
Tidak semua Keturunan Aiba bisa mengikat kontrak dengan kami. Hanya ada beberapa orang
Keturunan Aiba yang bisa melakukannya, termasuk ibumu.
"Kenapa begitu" Bukankah kalian hewan suci yang bisa mengikat kontrak dengan siapa
saja?" Tentu tidak. Ada beberapa hewan suci yang tidak bisa mengikat kontrak dengan seorang
Keturunan walau Keturunan itu mampu menanggung kekuatan hewan suci tersebut. Tapi,
perkecualian dari orang-orang terpilih. Dan kau salah satu orang yang terpilih itu. Kau bisa
mengikat kontrak dengan kami berdua.
"Berdua" Kamu dan Draco sekaligus?"
Ya. Nanti malam, datanglah kemari. Hanya kamu saja yang tahu tempat ini dan tidak
seorangpun yang tahu kami bersembunyi di sini.
"Tapi?" Lagipula, bibimu itu bisa saja membiarkanmu memilih kami dan bukan yang lain. Dia
mengikat kontrak dengan hewan suci berbentuk burung hantu, kan" Dia adalah Owl. Salah satu
hewan suci yang begitu ditakuti.
"Begitu?" Bagaimana" Kamu mau, kan, mengikat kontrak dengan kami" Aku yakin, almarhumah
ibumu juga ingin kamu melakukannya.
Aku memikirkan ucapan Nox dengan sungguh-sungguh. Sepertinya, aku bisa memercayai
mereka. Lagipula, mereka dulunya adalah hewan suci ibuku.
Aku merasakan ada cahaya di sekitar leherku. Kulihat kalung bulan sabit dari Ayah
The Guardian Of Heart Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersinar. Aku mengerutkan kening, apa yang terjadi dengan kalung ini"
97 Setengah jiwa ibumu juga setuju. Kata Nox melihat sinar dari kalungku, Sebelum
meninggal, ibumu meninggalkan sebagian jiwanya dalam kalung yang kamu pakai sekarang. Ibumu
selalu mengawasimu dan menjagamu.
"Di dalam kalung ini ada setengah jiwa ibu?" aku membelalakkan mata tidak percaya. Aku
melepaskan kalung itu dan melihat pendar cahaya kalung itu begitu terang di mataku.
Aku bisa mendengar suara ibumu, Nona. Kata Nox lagi, Beliau ingin kamu memercayai
kami dan mengikat kontrak dengan kami. Kamu harus bersedia jika kamu mau.
Aku menatap kalung itu terus sampai pendar cahayanya menghilang. Walau sesaat, aku
bisa merasakan, ibuku tadi memberikan suatu perasaan hangat. Aku yakin. Aku tadi
merasakannya. "Baiklah." Aku mengangguk. "Nanti malam memang akan diadakan Pemilihan Hewan
Suci. Aku harus datang ke sini?"
Ya. Aku akan membuat tanda suara, dan kamu harus mengikutinya sampai ke tempat ini.
Biasanya aku akan mengeluarkan suara seperti ini.
Nox mulai bersiul dan aku mengingat-ingat melodi yang diciptakan oleh siulannya. Aku
membalas siulannya dengan nada lagu yang kuingat. Kukatakan padanya nada yang kubuat sebagai
nada pemanggil. "Baik. Aku mengerti. Aku sudah ingat melodi itu," kataku.
Baiklah. Sekarang, kamu bisa pergi dari sini. Tapi, berhati-hatilah. Di sini juga ada banyak
binatang buas yang juga adalah hewan suci. Jika bertemu dengan salah satu diantara mereka,
sebaiknya kamu melarikan diri saja. Jika bertarung melawan mereka, mereka akan mengira
kamulah yang akan mengikat kontrak dengan mereka.
"Aku mengerti." Aku tersenyum padanya, kemudian pada Draco yang kembali
menyerudukkan hidungnya kearahku.
"Oke, aku akan pergi dulu. Sampai bertemu nanti malam, kalian berdua." Kataku.
Ya, sampai bertemu nanti malam. Ujar Draco.
98 Aku berbalik dan kemudian segera berlari melintasi gua yang membawaku ke sini tanpa
menoleh ke belakang. Jika aku benar-benar akan menjadi seorang calon Penjaga, aku harus menerima semua
resikonya. Termasuk menceritakan visi yang sudah kupendam selama ini.
99 BAB 13 Malam Ini Akan Cukup Mendebarkan
Riku"s Side Aku sudah selesai memeriksa Hutan Terlarang. Tidak ada bahaya apapun di sana, keadaan aman
terkendali. Jadi, bisa dibilang, semua baik-baik saja. Para Hewan Suci juga berada di sarang mereka
masing-masing. Aku dan Michael bersiap kembali ke Mansion ketika kami mendengar suara minta tolong
dari arah utara hutan. Suaranya sangat lirih, hampir tidak terdengar.
"Kalau itu salah satu dari Keturunan yang mencoba menjajal kemampuannya di hutan ini,
kita harus segera menolongnya." Ujar Michael.
Aku mengangguk setuju. Kami berlari kearah asal suara dan melihat seorang pemuda,
mungkin berusia sepantaranku, sedang melawan seekor singa berwarna abu-abu setinggi 20 kaki.
Yah" jangan heran kalau ke Hutan Terlarang ini, kita akan bertemu dengan hewan-hewan
dengan warna yang aneh, tubuh yang aneh, dan segala hal yang bersifat ANEH. Termasuk salah
satunya adalah singa itu.
"Lionard!" Michael sepertinya pernah bertemu binatang itu beberapa kali. Bahkan
mengetahui namanya. Binatang itu melihat kearah Michael dan mundur beberapa langkah.
Aku segera menolong pemuda itu. Aku sempat mengerutkan kening ketika melihat mantel
yang dipakainya sedikit berbeda dari Keturunan biasanya.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku.
Dia mengangguk. Tudung mantel yang dikenakannya menutupi sebagian wajahnya
sehingga aku tidak tahu apakah dia baik-baik saja.
"Ya. Terima kasih." Ujarnya.
100 Aku membantunya berdiri dan melihat kalau mantelnya sedikit terkoyak di bagian kaki
kanannya. Aku juga melihat ada luka yang cukup parah.
"Sepertinya kamu terluka." Kataku.
"Hanya luka kecil." Balasnya, "Biasanya aku mendapat luka lebih parah dari ini jika di
Hutan Terlarang." Aku mengerutkan kening mendengar ucapannya. Aku melirik kearah Michael yang sedang
mengelus kepala singa yang kelihatannya sudah jinak itu.
"Michael, kita pulang sekarang?" tanyaku.
"Ya. Boleh juga." Dia mengangguk, lalu menatap pemuda yang berada di sebelahku
dengan kening berkerut samar. "Kau pasti bukan berasal dari Mansion."
Pemuda itu mengangguk pelan.
"Aku sedang kabur dari seseorang. Apakah kalian tahu tempat aman untukku
bersembunyi" Aku terluka dan tidak memiliki persediaan obat yang cukup untuk mengobati
lukaku. Belum pernah aku pergi sejauh ini dari Utara. Jadi?"
"Kau dari Empat Penjuru Bagian Utara?" tanya Michael was-was sambil menatapku.
"Jangan-jangan kau Keturunan asing itu."
"Ya. Tapi, tenang saja. Aku bukan mata-mata Keturunan Earl. Aku memberontak
darinya." Jawab pemuda itu lagi. "Aku tinggal di hutan ini cukup lama untuk menghindari
Keturunan Earl dan antek-anteknya. Kalian bisa percaya padaku. Aku tidak memihak Keturunan
Earl." Michael menatapku dan aku mengedikkan bahu.
"Kami belum bisa percaya padamu. Apalagi kau berasal dari Utara," kata Michael, "Siapa
namamu" Dan, tunjukkan saja wajahmu. Singa ini tidak akan menggigitmu. Dia Hewan Suci yang
jinak padaku." 101 Pemuda itu membuka tudung mantelnya. Di balik tudung itu ternyata ada seraut wajah
cowok berusia 19 tahun. Matanya berwarna biru, sebiru es. Rambutnya juga putih. Aku tidak yakin
apakah rambutnya memang seperti atau hanya disemir saja.
"Namaku Knight Walker." Ujarnya, "Dan" aku bukan musuh kalian."
"Kami tidak akan menganggapmu musuh, kalau kau belum diperiksa oleh Nona Yukina."
Kata Michael. "Nona Yukina" Siapa dia?" tanya Knight menatapku.
"Kau akan tahu nanti." Aku mengangguk, "Sebaiknya kita bergegas pergi. Hari sudah mulai
malam. Dan aku tidak mau kita tidak kebagian makan malam."
*** Kami berdua mengantar Knight ke ruangan Nona Yukina. Kebetulan sekali beliau berada di
ruangannya dan sedang membaca berkas-berkas yang kelihatannya sangat penting. Ketika kami
masuk beliau tersenyum sekilas dan kembali membaca berkas.
"Kalian sudah memeriksa Hutan Terlarang?" tanyanya tanpa mendongakkan kepala.
"Sudah. Dan" kami menemukan dia." kataku menunjuk Knight.
Nona Yukina mendongakkan kembali kepalanya dan melihat kearah Knight. Entah ini
perasaanku saja atau memang seperti yang kulihat. Nona Yukina kelihatan terperangah. Berkas
yang ada di tangannya ia letakkan di meja dan mendekati kami. Matanya masih terus menatap
Knight dengan pandangan" terperangah"
"Kau?" Nona Yukina seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tertahan ketika melihat wajah
Knight yang bingung. "Siapa namamu?" tanya beliau.
"Knight Walker." Jawab Knight, "Apa Anda yang bernama Nona Yukina?"
102 Nona Yukina mengangguk, "Kau" apa kau?"
Nona Yukina menyentuh tangan Knight dan tersentak. Dia menatap Knight seperti sedang
melihat hantu. Nona Yukina memang mempunyai kemampuan mengetahui masa lalu dengan
hanya menyentuh tangan seseorang.
"Kau" tidak mungkin?" gumamnya.
"Jika kau tahu aku, mungkin kau tahu siapa Penjaga yang dulu kudampingi." Kata Knight.
Nona Yukina menoleh kearahku dan Michael. Wajah beliau masih diliputi ketegangan,
tapi, tidak terlalu terlihat seperti tadi, "Kalian" bisa keluar sebentar" Aku ingin berbicara dengan
anak ini. Empat mata. Oke?"
Kami berdua mengangguk, lalu tanpa banyak bicara, segera keluar dari ruangan Nona
Yukina dan berjalan kearah aula makan. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Dan semoga saja bukan sesuatu yang buruk.
Kami sampai di ruang makan tepat ketika semua orang sedang menuju kemari. Aku
mencari-cari sosok Rizuki dan juga Hikaru diantara kerumunan orang-orang ini. ah. Itu dia.
disana. Sedang duduk bersama Gaby. Kami berdua segera menghampiri mereka. Aku mengambil
tempat di sebelah Rizuki.
"Hei," aku tersenyum dan mencium pipinya. Kulihat wajahnya langsung memerah dan
menunduk. "Jangan bermesraan di depan anak di bawah umur." Ujar Michael sambil cekikikan
menunjuk Hikaru. "Dia belum cukup umur untuk melihat kalian bermesraan."
Aku menoleh kearah Hikaru dan melihat dia menatapku dan Rizuki dengan pandangan
ingin tahu. Ya ampun" apakah adikku ini terlalu sering ingin tahu apa yang ingin kulakukan pada
Rizuki" 103 "Kak Riku jangan macam-macam dengan Kak Rizuki, ya?" kata Hikaru sambil memeluk
Rizuki, "Kak Rizuki, jangan termakan omongan Kak Riku. Kak Riku itu seperti rubah, lho. Suka
pura-pura bersikap manis."
Aku menatap adikku tercengang. Sialan. Aku diejek oleh anak kecil berusia 10 tahun.
Parahnya lagi, anak kecil itu adalah adikku!
Hikaru meleletkan lidahnya dan tertawa cekikikan dan memeluk Rizuki lebih erat (yang
harus kuakui, aku iri ingin menjadi dirinya karena bisa memeluk Rizuki sedekat itu).
Rizuki hanya tertawa dan mengelus rambut Hikaru. Dia menatapku sebentar dan
tersenyum, dari pikirannya yang kubaca, aku tahu Hikaru hanya bercanda. Tapi, bercandanya itu
keterlaluan sekali. Aku sampai menggurutu dalam hati.
Seorang wanita mengantarkan makanan padaku. Aku mengucapkan terima kasih dan
kemudian memakan makananku tanpa banyak bicara. Tanpa kusadari, tangan Rizuki menelusup
ke bawah tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Bahkan tanpa bersuarapun, aku tahu dia
sedang mengirimkan pikiran yang menenangkanku.
Tidak perlu marah pada Hikaru. Dia hanya bercanda, kok. Ujar Rizuki dalam pikirannya,
Aku juga akan berjuang dalam Pemilihan Hewan Suci, kamu juga, ya"
Aku menoleh kearahnya dan tersenyum. Lalu diam-diam mencium pipinya. Untung saja
Gaby dan Michael sedang berdebat tentang makanan yang mereka makan dan Hikaru asyik
dengan binatang jinak Butter Puff.
Rizuki memberikan senyum manis dan membalas ciumanku di pipi juga. Dan kami samasama tersenyum.
*** 104 Setelah makan malam, Nona Yukina datang ke aula makan dan memberitahukan bahwa waktu
pemilihan akan segera dimulai. Beliau meminta kami bersiap-siap di depan gerbang Hutan
Terlarang dengan pakaian yang sudah diantarkan masing-masing ke kamar kami.
Kami berlima segera pergi ke kamar kami masing-masing dan aku mendapati sebuah
pakaian tergeletak di atas tempat tidurku. Aku melihatnya sebentar dan kemudian ke kamar mandi
untuk membersihkan diri sebentar.
Ketika selesai mandi, aku langsung memakai pakaian itu dan tanpa melihat pantulan
cermin, aku mengambil bagian Beater Sword, yaitu Dark Sword, dan menaruhnya di sabuk yang
ada di ikat pinggangku. Aku lalu keluar dari kamar dan melihat Rizuki dan yang lain sudah berdiri
di depan pintu kamarku. Aku ternganga melihat Rizuki. Dia kelihatan sangat" cantik. Dengan pakaian yang mirip
kimono berwarna merah muda, dipadukan dengan rok yang mengembang dan pakaiannya sedikit
mirip dengan Yuna dalam Final Fantasy X-2 itu.
"Hei, kau jangan bengong saja." ujar Michael menyadarkanku dari lamunanku.
"Ish. Apaan, sih?" aku menepis tangan Michael yang berada di depan wajahku.
Michael hanya tertawa pelan dan mengacak-acak rambutku.
"Sudah, hentikan, Micky." Ujar Gaby. Hanya Gaby yang memanggil Michael dengan
sebutan Micky. "Jangan membuat Riku membuang tenaganya sebelum Pemilihan Hewan Suci.
Michael mengangguk sambil nyengir kearahku.
Rizuki tersenyum dan kemudian langsung menggandeng tanganku melintasi koridor.
Kulihat Gaby dan Michael tersenyum penuh arti dan berjalan di belakang kami.
"Riku," "Ya?" Wajah Rizuki tidak lagi dihiasi senyuman. Wajahnya kelihatan tegang. Ketika kami sampai
di depan pintu Hutan Terlarang, dia menyuruhku sedikit menjauh dari keramaian. Aku
menurutinya dan mengikutinya.
105 "Riku, aku" ingin mengatakan sesuatu." Katanya.
"Kamu ingin mengatakan apa?"
Rizuki menoleh-noleh sebentar memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan kami.
Aku tahu itu. "Kalau kamu ingin bicara denganku tanpa diganggu, aku bisa mengaturnya." Ujarku.
"Apa?" Aku tersenyum, kemudian berkonsentrasi. Seketika itu juga, waktu berhenti. Kemampuan
memanipulasi waktu milikku ini memang sungguh berguna jika kubutuhkan. Untunglah aku sudah
melatih kemampuanku ini dengan baik sehingga aku bisa menggunakannya tanpa menguras
banyak tenagaku. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya bingung.
"Aku punya kemampuan memanipulasi waktu." aku tersenyum lebar, "Dan aku sedang
menggunakan kekuatan itu. Untuk membuat kita punya banyak waktu untuk berbicara. Nah,
sekarang, kamu ingin membicarakan apa?"
Ia mengangguk samar. Rizuki menghela nafas sebentar. Kemudian menatapku dalamdalam.
"Aku ingin, mengatakan padamu, soal visi" yang tidak bisa kuceritakan itu." katanya pelan,
"Tapi, aku ingin bertanya padamu. Apa saat kamu memeriksa Hutan Terlarang, kamu bertemu
seorang pemuda" Bermantel hitam" Dan dia berasal dari Keturunan Walker?"
Aku mengerjapkan mata. Menatapnya heran. Dari mana dia tahu semua itu"
"Kamu tahu dari mana?"
"Jawab saja. Kumohon?" katanya memelas, "Ini sangat berhubungan dengan visi itu."
Aku terdiam sebentar, kemudian mengangguk, "Ya. Aku dan Michael memang bertemu
Keturunan Walker di Hutan Terlarang. Namanya Knight. Dia memberontak dari Keturunan Earl.
Bisa dibilang, sekarang statusnya adalah Keturunan asing, seperti yang diucapkan Nona Yukina."
106 "Bibi Yukina bilang begitu?"
"Ya. Memangnya seperti apa visi yang kamu lihat?"
Dia malah diam, dan terus menatap wajahku. Matanya sedikit berkaca-kaca.
"Setelah ini, mungkin kamu tidak akan bisa bicara padaku." Ujarnya pelan.
"Apa" Kenapa?" tanyaku, tidak mengerti.
"Dalam visi yang kudapat, aku akan terluka parah."
Deg! Seolah ada sesuatu yang mengganjal hatiku dan memaksa isi perutku keluar.
"Aku akan diculik, bahkan mungkin disakiti," kata Rizuki.
"Dan, permulaannya adalah sekarang. Tapi, tolong jangan langsung menolongku jika itu
terjadi. Aku akan pastikan bahwa aku baik-baik saja. Setelah Pemilihan Hewan Suci, akan ada yang
menyerang Mansion, aku minta, kamu dan yang lain melindungi Mansion. Ini penting, terutama
Keturunan Walker bernama Knight itu. Dia harus dilindungi dari Keturunan Earl."
"Maksudnya" Rizuki, aku sama sekali tidak mengerti apa maksudmu." Kataku.
Aku memang tidak mengerti. Hanya sebagian yang kumengerti. Terutama di bagian bahwa
dia akan terluka parah. "Riku, kamu tidak perlu mengerti. Hanya perlu mendengarkan saja." ujarnya, "Jika aku
tidak kembali dari Pemilihan Hewan Suci, perintahkan saja Michael atau Gaby yang mencariku.
Jangan kamu yang mencariku. Ya?"
"Rizuki, aku tidak mengerti."
"Tidak perlu mengerti." Dia menggelengkan mendengarkan." 107 kepala, "Kamu hanya perlu" Tiba-tiba dia menciumku. Begitu cepat dia menempelkan bibirnya padaku, dan begitu
lama dia menciumku. Waktu kurasa memang benar-benar berhenti tanpa aku memakai
kemampuanku. Kedua tangan Rizuki melingkari leherku dan mendekatkan tubuhnya padaku. Dengan
ragu, aku melingkarkan kedua tanganku melingkari pinggangnya. Kumiringkan kepalaku agar aku
dapat membalas ciumannya lebih baik.
Cukup lama kami berciuman, Rizuki melepaskan pelukannya. Baru kusadari bahwa
wajahnya basah karena air mata.
"Rizuki?" "Maaf. Aku tidak akan pernah bisa bicara padamu lagi, Riku." Ujarnya, "Setelah ini, akan
ada sesuatu yang akan menghalangi, kuharap, kamu mengerti."
Dia lalu melepaskan kedua tanganku yang melingkari tubuhnya dan berlari pergi kearah
kerumunan yang semakin banyak. Sementara, aku masih berdiri terpaku di sini dan mencerna apa
yang baru saja terjadi.
The Guardian Of Heart Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kadang-kadang, aku memang tidak bisa menebak apa isi hati seorang cewek.
Terutama cewek dingin yang kucintai, Rizuki.
108 BAB 14 Mimpi Buruk Yang Selalu Terngiang,
Kini Menjadi Kenyataan Rizuki"s Side Sudah kukatakan padanya. Sudah kukatakan visi yang paling menakutkan itu padanya.
Yah" walau hanya sebagian saja yang kukatakan, masih ada lagi yang lebih buruk.
Setelah ciuman singkat (aku tidak yakin apakah ciuman tadi itu bisa kusebut singkat) yang
kuberikan pada Riku, aku langsung berlari kearah Gaby yang sedang berdiri di dekat Alicia
Nightray. Kuseka air mata yang masih mengalir di wajahku dan berusaha terdengar ceria.
"Hei, kamu menangis?" tanya Alicia melihat wajahku, yang aku yakin, agak berantakan
karena menangis. "Tidak. Hanya kecapekan saja." kataku berbohong.
Alicia manggut-manggut. Dia kemudian kembali mengobrol dengan Gaby. Sedangkan aku
melihat kearah Riku yang berjalan kearah Michael. Hatiku tiba-tiba nyeri karena sudah
menceritakan visi itu padanya. Aku tahu, dia selalu khawatir padaku. Bahkan sejak dulu, sebelum
kami tahu kami bukanlah orang-orang biasa dan juga bukan saudara kandung.
"Rizuki," Aku menoleh ke belakang dan melihat Bibi Yukina. Aku tersenyum tipis menyambut
beliau. Suasana di depan pintu Hutan Terlarang cukup ramai, jadi beliau bisa saja menyusup
diantara kerumunan ini. "Iya, Bi?" "Kamu" menangis?" tanyanya.
"Tidak, kok. Aku hanya" lelah." Kataku berbohong lagi, "Tapi, aku cukup tegang. Apa
Pemilihan Hewan Suci selalu seperti ini, ya?"
109 Bibi Yukina seolah tersenyum dengan terpaksa menanggapi nada suaraku yang ceria, yang
dibuat-buat seolah ceria. Beliau memelukku dan mengelus rambutku.
"Bibi tahu kamu sedang memikirkan visi yang kamu lihat itu. Visi yang kamu ceritakan
pada Bibi." Ujar beliau, "Kamu sudah memberitahukan visi itu pada Riku, kan?"
Aku mengangguk pelan. Tahu kalau Bibi Yukina tidak bisa dibohongi.
"Aku sudah memberitahunya. Tapi, hanya sebagian. Aku takut dia tidak akan terima kalau
kuceritakan seluruh visi itu." Kataku lirih, "Rasanya" sakit. Aku tidak yakin dia akan siap
menerimanya jika aku benar-benar?"
"Jangan berpikiran negative dulu." Bibi Yukina memelukku lebih erat, "Tidak ada yang
tahu apa yang akan terjadi. Apalagi visimu masih buram. Masih kabur dan belum tentu
kebenarannya." "Tapi, kalau benar, bagaimana?" tanyaku, "Kalau benar itu terjadi, aku tidak yakin Riku
dan Hikaru akan menerimanya."
"Sudah Bibi bilang sebelumnya, jangan berpikiran negative dulu. Kita masih belum tahu
kebenaran visimu. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa kamu tidak akan lagi bisa melihat hari esok.
Ya?" Aku menengadahkan kepalaku dan mengangguk.
Seruan dari Elizabeth membuatku harus segera berkumpul. Aku tersenyum sekilas pada
Bibi Yukina sebelum kembali berdiri di sebelah Gaby. Tanpa sengaja, aku sempat melihat
Minerva tersenyum sinis padaku, seolah mengatakan kalau ini adalah saatnya dia melampiaskan
nafsu bertandingnya padaku.
Yah" dia memilih waktu yang tepat untuk mengangkat bendera pertandingan padaku.
"Dengarkan baik-baik, kita akan masuk bergantian melalui pintu, gerbang Hutan Terlarang
ini. Kita akan berangkat dalam satu kelompok berjumlah 5 orang setiap kelompok. Namun,
setelah sampai di dalam, kalian harus mencari Hewan Suci kalian, sesuai hati nurani. Mereka akan
terpanggil jika kalian menguatkan tekad kalian untuk mengikat kontrak dengan mereka.
110 "Pastikan kalian meninggalkan jejak darah di gerbang, ini akan menjadi bukti bahwa kita
masih berada di Hutan Terlarang. Bila kalian tidak meninggalkan jejak darah, maka kalian tidak
akan beruntung untuk kembali lagi ke Mansion. Mengerti?"
Seruan mengerti langsung bergema.
"Bagus. Siapkan Senjata Suci kalian dan berbarislah sesuai kelompok yang kubacakan."
Elizabeth membacakan daftar kelompok yang akan masuk bersama ke dalam Hutan
Terlarang. Aku beruntung bisa satu kelompok dengan Gaby, Michael, dan Riku (kalau
menyangkut Riku, aku masih merasa perih di hatiku), tapi, sialnya, Minerva juga ikut dalam
kelompokku. Dia sempat menatapku dengan tatapan mengejek dan sinis.
Kuterima saja. Toh, sebentar lagi visi yang kudapat akan berubah menjadi kenyataan.
Setelah pembagian kelompok selesai, kami segera berbaris sesuai kelompok. Kelompok
kami mendapat giliran masuk kelima. Setelah empat kelompok sebelumnya sudah masuk dan
meninggalkan jejak darah di gerbang Hutan Terlarang, kini giliran kami.
Saat yang lain meninggalkan jejak darah, aku berpura-pura ikut meninggalkan jejak darah
juga di gerbang, namun, tidak. Aku tidak melakukannya. Aku tidak mau ada orang lain yang tahu
aku pergi tanpa meninggalkan jejak darah. Aku tidak tahu kenapa aku melakukan ini, tapi, aku
merasa aku memang harus melakukannya. Aku juga tidak berharap bisa selamat sampai ke
Mansion jika Pemilihan Hewan Suci sudah selesai.
"Silakan masuk, selamat berjuang." Kata Elizabeth.
"Terima kasih, Eliza." Kataku tersenyum.
Pintu gerbang terbuka, kami berlima segera masuk ke dalam dan bertemu dengan
pemandangan hutan lebat yang kuingat. Kami berlari masuk ke dalam hutan dan setelah sekitar 1
kilometer, kami berhenti.
"Kita berpencar di sini. Temukan Hewan Suci kalian masing-masing." Kata Michael yang
menjadi ketua kelompok kami. "Setelah selesai, langsung saja kembali ke Mansion. Tidak perlu
menunggu yang lain datang. Karena ini adalah tugas individu."
111 Aku langsung melesat berlari ke dalam hutan. Karena aku sudah tahu di mana Hewan
Suci-ku berada, aku tidak perlu repot-repot mencarinya. Aku menyenandungkan nada untuk
memanggil Nox. Nada yang kusepakati menjadi nada pemanggil untuk Nox.
Berhasil. Itu nada balasannya. Aku segera mempercepat lariku dan sempat terhalangi oleh
beberapa hewan liar, yang langsung kuserang dengan Lightning Bow-ku. Setelahnya, aku terus
berlari dan sampai di gua tadi siang. Tanpa banyak waktu, aku langsung masuk ke dalamnya.
*** Aku sudah sampai di sarang Nox dan Draco. Kedua binatang itu sedang terbang diatasku. Dan
ketika melihatku, mereka langsung melesat turun.
"Hai, semuanya." Sapaku tersenyum.
Kamu siap" Tanya Nox.
Aku mengangguk, "Bagaimana caranya mengikat kontrak dengan kalian berdua?"
Ikut kami. Nox kembali terbang di atas kepalaku, sementara Draco menawarkan tumpangannya
padaku. "Terima kasih, Draco." Ujarku.
Draco menggeram tanda dia senang. Kami kemudian terbang dan melesat lebih dalam
kearah hutan. Setelah sekitar 15 menit kami terbang, Draco terbang turun ke sebuah reruntuhan
yang kelihatannya sangat tua. Mereka berdua membawaku ke sebuah altar yang terbuat dari kaca.
Anehnya, altar itu terlihat sangat terawatt daripada tempat lain di reruntuhan ini.
Di altar tersebut terdapat sebuah mangkuk dari permata yang cantik yang berada tepat di
tenga-tengah. Sebuah singgasana yang terbuat dari batu pualam berada di belakangnya. Aku seperti
112 melihat seseorang yang duduk di sana sedang tersenyum padaku. Nox bertengger di sisi mangkuk
dan meletakkan sesuatu di mangkuk itu.
"Apa ini?" tanyaku mendekat.
Ini adalah air yang kami ambil dari Hutan Terlarang. Pepohonan yang ada di sekitar sini
menyumbangkan airnya untuk Putri Cahaya yang baru. Kata Draco.
"Air dari pepohonan?" aku melihat kearah pohon-pohon yang menutupi tempat ini. Aku
menatap air yang menggenang di dalam mangkuk permata itu dan melihat benda yang diletakkan
Nox. Sebuah gelang yang terbuat dari mutiara biru dan putih.
"Apakah" aku harus meminum semua air ini?" tanyaku lagi.
Ya. Dan kamu harus memakai gelang itu, dengan begitu, kontrak sudah terlaksana. Kata
Nox, Air ini adalah tanda kontrakmu dengan Draco, sedangkan gelang ini adalah tanda kontrakmu
denganku. Meminum air ini juga akan membuatmu awet muda karena air dari pohon Hutan
Terlarang berkhasiat untuk segala macam penyakit dan hal lain yang berhubungan dengan
kegelapan. "Oh?" aku manggut-manggut.
Aku mendekati mangkuk permata itu dan mendekatkan wajahku ke atasnya. Airnya begitu
bening, sangat mirip dengan air minum biasa. Aku menangkupkan kedua tanganku mengambil air
itu dan meminumnya. Rasanya manis seperti buah apel.
"Rasanya" manis." Kataku.
Khusus untukmu, Nona Rizuki. kata Nox. Terdengar dari nada suaranya dia tersenyum,
Cepatlah minum dan kita pergi dari sini. Aku rasa, kita sedang diawasi oleh seseorang yang tidak
diinginkan. Aku mengangguk. Aku menangkupkan kedua tanganku lagi dan mulai meminum air itu
sampai habis. Aku tidak merasa kekenyangan atau merasakan aku banyak minum. Sepertinya air
ini membuatku tidak merasakan apapun selama aku meminumnya.
113 Sekarang air itu tinggal sedikit, Nox memberikan sebuah mangkuk yang terbuat dari daun
untuk air yang tersisa sedikit itu. Aku berterima kasih dan meminum air yang terakhir. Kini, tinggal
gelang itu. Pakailah, dan kamu akan memenuhi kontrak.
Aku mengangguk lagi. Kuambil gelang itu dan kukenakan di tangan kananku. Seketika itu
juga, cahaya kebiruan menyelimuti tubuhku. Pepohonan seperti menari karena angin yang
berhembus. Altar kaca ini juga sedikit berdengung. Dengungan yang sama seperti yang
kudengarkan pertama kali dari Lightning Bow.
Dan seperti masuk ke dalam tubuhku, perlahan cahaya itu menghilang. Pepohonan
kembali sunyi dan angin tidak lagi berhembus. Aku merasakan tidak ada yang terjadi pada diriku.
Selamat. Kini kamu adalah pemegang kontrak kami. Kata Nox bertengger di bahuku,
Apapun keinginan dan perintahmu, akan kami kabulkan, Tuan Putri.
Draco menyundulkan hidungnya padaku, aku tersenyum. Mengelus kepalanya dan melihat
kearah hutan. "Apa kamu tadi bilang ada orang yang mengikutiku?" tanyaku pada Nox, "Siapa?"
Seseorang yang mungkin akan membahayakan nyawa Anda.
"Begitu." Aku mengangguk, terus menatap kearah hutan, "Siapapun yang berada di sana,
keluar sekarang juga!!"
Tidak ada jawaban ataupun bunyi semak-semak dari hutan pertanda ada orang di sana.
Aku menoleh kearah Nox, mengerutkan kening padanya.
Mereka makhluk kegelapan, Nona. Ujar Nox.
Tiba-tiba saja, seluruh tubuhku membeku. Makhluk kegelapan" FEATHER, kah"
Dan, seperti menjawab pikiranku, muncul orang-orang bermantel hitam seperti yang
pertama kali kulihat saat berada di museum. Pakaian mereka masih sama (mantel hitam. Sudah
kukatakan, bukan"). Bahkan senjata mereka. Mereka berjalan pelan kearah kami. Draco
mengambil posisi di depanku dan menggeram. Sementara aku menyiagakan senjataku.
114 Kerumunan mantel hitam itu terkuak. Seseorang berjalan mendekati kami sementara
kerumunan itu diam di tempat mereka.
Orang itu" cowok. Ya" mungkin sepantaran Riku atau Dylan Watson, kakak Elizabeth.
Tapi, bola matanya berwarna biru. Benar-benar biru, dan rambutnya pirang agak emas. Tubuhnya
tinggi tegap. Dalam kategoriku, dia termasuk cowok tampan. Tapi, tatapan mata dan raut wajahnya
begitu dingin dan menandakan bahwa dia tidak pandang bulu dalam menyakiti seseorang.
Mendadak, visi yang kulihat waktu itu teringat dalam pikiranku. Aku ingat. Cowok inilah
yang ada dalam visiku waktu itu. Cowok inilah yang nantinya akan menyerang Mansion.
Demi mengingat visi itu, aku semakin menggenggam erat senjataku sampai tanganku terasa
sakit. Nona, tidak perlu khawatir, kami akan melindungi Anda. Ujar Nox, yang hanya bisa
didengar olehku. Aku mengangguk samar. Mataku masih terus menatap cowok itu, yang kini berdiri hanya 1
meter dari tempatku berdiri.
"Selamat malam, Nona." Katanya membungkuk hormat. Dia mengambil tangan kananku
dan mencium punggung tangannya. "Aku senang, kita bertemu di tempat ini dalam keadaan
damai." Dia tersenyum manis, namun aku tahu, ada kebusukan di dalamnya.
"Siapa kamu?" tanyaku, "Kamu pasti bukan salah satu penghuni Mansion, bukan?"
Dia terus tersenyum. Tiba-tiba dia menarikku mendekat dan wajahku bertemu dengan
dadanya yang tertutup kemeja putih yang halus. Aku kaget, bahkan Nox yang bertengger di bahu
kananku tersentak kaget dan terbang kearah Draco.
"Hei! Lepaskan! Ini tidak sopan!"
Aku mendorongnya mundur dan mengatur nafasku yang sempat terengah-engah saking
eratnya dia memelukku. Apa maksudnya dia memelukku seperti tadi"
115 "Ternyata kamu lebih pemarah dari kelihatannya." Ujarnya, "Perkenalkan, namaku
Samuel. Pewaris Empat Penjuru Bagian Utara."
Pendekar Lembah Naga 6 Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru Hikmah Pedang Hijau 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama