Strangers Karya Barbara Elsborg Bagian 3
"Oh Tuhan," gumam Charlie dan matanya tertutup.
Matanya terbuka lagi ketika ia merasakan adanya minyak. Kate mengucurkannya di atas bolanya, membiarkannya mengali
r di kepala kemaluannya dan menetes ke bawah tangannya yang melilit di pangkal kemaluan dan dari sana lalu ke bolanya. Kate melepasnya dan, dengan menggunakan satu jari, menelusuri jalur berminyak dari puncaknya yang berkilau, turun kebatangnya, melalui garis tengah gelap bolanya dan ke atas daging segitiga luarnya. Ketika Kate mengelusnya di sana Kate mendengar perubahan napas Charlie, berubah lebih lambat dan lebih dalam ketika ia berusaha untuk mengendalikan dirinya. Nanti akan lebih menyenangkan lagi.
Tangan Kate kembali ke pangkal kejantanannya sambil mengamati wajah Charlie, meremas cukup keras hingga nyaris menyakitkan. Charlie sedikit terkejut dan matanya dibuka untuk mengawasi Kate. Kate meluncurkan pegangannya sedikit lebih tinggi ke batangnya dan meremas lagi, memutarnya pada waktu yang bersamaan.
Dia mengulangi hal yang sama berulang-ulang, bergerak naik perlahan-lahan yang dia bisa sampai mencapai kepala kemaluannya dan setetes cairan mengalir dari celah kepalanya.
"Oh sial," Charlie terengah.
"Perhatikan, Charlie."
Tetesan pre-cum bertambah sampai terlalu berat untuk tetap di tempat dan kemudian menggantung dari kemaluannya seperti es mencair. Kate menunduk dan menjilatnya sebelum tetesan itu jatuh mengenai perutnya.
"Siaalll." Tangan Kate kembali ke dasar kemaluan Charlie, Kate mulai lagi. Memeras, naik, memeras, naik. Setiap gerakan lambat dan diukur, sementara Charlie bergetar seperti anjing basah.
"Bagaimana...kalau tidak membiarkanku klimaks...selama enam menit," Charlie menelan ludah.
Kate menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk memijat ujung kemaluannya dan kali ini setetes cairan yang ia perah jadi lebih besar lagi. Tangannya berhenti di dasar kemaluannya dan memegang dengan erat saat butiran pre-cum bertambah besar.
"Ya Tuhan." Charlie menyentak terhadap ikatan ditangannya.
Kate terus menatapnya sambil menyapukan lidahnya di atas kepala kemaluannya, meraup kenikmatan yang asin-manis sebelum menyeret permukaan lidahnya bolak-balik di atas kepala sensitifnya. Kate tahu dia membuat Charlie bergairah, tapi tubuhnya menjepit dan santai saat cairannya sendiri melapisi bibir kewanitaannya.
Kate tidak yakin berapa kali ia memerah pre-cum dari Charlie tapi erangan putus asa Charlie memperingatkannya untuk menarik diri. Bolanya sudah tertarik ketat dipangkalnya dan kejantanannya tampak seperti marah, puncaknya berwarna gelap-merah penuh dengan darah. Kate tidak menyentuhnya tapi menyelimuti dengan kain dingin di pangkal pahanya. Charlie menghela napas panjang.
"Itu tadi setidaknya lima puluh menit. Kan"" Tanya Charlie.
"Tiga menit." "Tidaaaaaak," ratapnya.
Kate tertawa. "Baiklah. Sepuluh menit."
"Kau seperti penyihir."
Kate mengambil kainnya dan melempar ke sisinya.
"Siap untuk lebih banyak lagi""
Charlie menemukan dirinya mengangguk. Rasa sakit di bolanya adalah intens tapi dia bisa bertahan lebih lama dari sepuluh menit. Bisakah dia" Jari Kate menyentuh lubang anusnya dan Charlie tersentak hingga hampir saja tubuhnya jatuh dari tempat tidur.
"Ya Tuhan, Kate. Beri sedikit peringatan""
"Di mana kesenangannya""
Tangan Kate mengepal di sekitar pangkal kemaluannya dan Charlie tahu penyiksaan itu belum berakhir. Kate menunduk dan mengisap ujung batangnya, menariknya dengan sentakan pendek, berirama yang membuat tekanan darahnya meroket. Pada saat yang sama, Kate mengitari cincin otot anus yang mengerut dengan jarinya berminyak.
OhGodohGodohGodohGod. Charlie tidak yakin apa yang ia inginkan. Well, dia yakin. Dia sudah tidak terlalu ingin berhubungan seks dengan seorang pria lagi, tapi suatu sensasi di anusnya sementara ia bermasturbasi layak diulangi. Hell, dia harus mengulanginya.
Bagaimana bisa Kate melakukan begitu banyak hal dalam waktu yang sama" Sementara ujung jarinya menekan bertubi-tubi terhadap lubang anusnya, jari-jarinya yang lain telah menemukan dan menggosok titik tekanan di tengah antara bola dan anusnya sesuatu yang membuatnya benar-benar gila. Dan mulutnya masih melakukan menyihir pada kemaluannya. Kejantanan Charlie sudah ada di tangan dan mulutnya. Dia bisa membuat Ch
arlie klimaks, atau menghentikannya saat akan klimaks. Dia memiliki kekuasaan untuk memberinya orgasme yang membuat kepalanya berputar dan kekuatan untuk menyeretnya menjauh dari genggamannya dan mengubah sifatnya ke sesuatu yang lain sama sekali. Apa Kate tahu"
Jarinya menggoda dan menekan sepanjang tubuh Charlie. Tentu saja Kate tahu.
Tangan kecilnya melawan kebutuhan putus asa tubuh Charlie dan dia menang. Charlie tertawa tertahan. Sebagai balasannya, Kate mengubah caranya mengisap, memutar mulutnya saat ia turun ke bawah dan menusukkan jarinya ke dalam anus Charlie, menjangkau prostatnya. Charlie tak berdaya. Charlie tidak bisa bicara, hampir tidak bisa berpikir, hanya bisa merasakan.
Kate memijat turun dari ujungnya, dari waktu ke waktu dan setiap kali membuat tubuh Charlie tersiksa dengan getaran hampa. Charlie memaksa matanya terbuka untuk mengawasinya, melihat konsentrasi intens di wajah Kate, pre-cum berkilau di bibirnya, dan berpikir itu sudah cukup untuk membuat Charlie keluar. Sekali lagi, Kate menariknya kembali, menyeretnya dari tepian hanya beberapa saat ketika Charlie akan terlempar kedalam kehampaan. Tekanan di bagian kecil otot di belakang bolanya cukup kuat untuk membuat matanya sakit.
Charlie bersumpah miliknya sekarang lebih keras daripada yang pernah ia alami, bolanya lebih ketat daripada yang pernah ia alami. Ia belum pernah mengalami berada dalam kondisi sangat dekat dengan klimaks tapi tidak klimaks. Tidak pernah seputus asa ini menginginkan untuk klimaks. Otot-otot pahanya seakan menyala, titik-titik api menyerang tulang belakangnya, ia basah dengan keringat dan ia bisa merasakan spermanya mulai mendidih. Orgasme membayangi, mengintai, mengancam. Kate menekuk jarinya, menemukan prostatnya lagi dan Charlie merintih. Dia membuka mulutnya untuk bicara dan tidak ada yang keluar. Kate membelai dirinya dari luar dan dalam, menjentikkan lidahnya dengan kecepatan kilat di atas ujung kejantanannya, melonggarkan pegangan di pangkalnya dan otak Charlie pun meledak.
Saat semburan pertama menyemprot dari bolanya, ia merasa Kate menekan pada titik di belakang bolanya, menghentikan pancaran air mani ditengah jalan. Sialansialansialan. Apa-apaan ini"
Charlie berpikir seluruh tubuhnya akan klimaks, tapi hal itu tidak terjadi. Serangan kejang yang panjang, memilukan menguasainya dan Charlie berteriak. Tidak ada denyutan dari air mani, tidak ada lelehan dari sperma membanjiri mulut Kate, menenggelamkannya, hanya riak sensasi intens yang mengguncang Charlie dari ujung kepala sampai kaki, seolah-olah ia telah ditangkap ke rahang ikan paus pembunuh dalam cara yang menyenangkan. Dia tidak bisa bicara, tidak bisa bernapas, tidak bisa berhenti melonjakkan pinggulnya dan melemparkan Kate.
Kate mendorong jari-jarinya masuk kembali ke dalam dirinya dan dia keluar lagi.
Charlie tidak bisa menahannya, tapi ia tidak bisa mencegahnya berhenti. Punggungnya melengkung saat kontraksi lain mencengkeram pangkal pahanya. Kemudian kakinya bebas, tangannya juga bebas dan ia berbaring bergetar dalam pelukan Kate.
"PINku adalah 1234. Kode alarm pencuri 4321. Kunci bagasiku 9999. Itu aku yang membakar semua buku pelajaran Jerman, aku yang menaruh pewarna merah di kolam renang." Charlie menghela napas.
Kate membelai wajahnya. "Oke""
"Oke" Ya Tuhan. Itu luar biasa. Aku tidak akan pernah bisa berjalan lagi, tapi itu tidak masalah asalkan kau jadi perawatku. Aku tidak percaya si tolol itu membiarkanmu pergi dari jangkauannya."
"Aku belum pernah melakukan semua itu sekaligus sebelumnya."
Charlie berusaha menengokkan kepalanya untuk melihat Kate. Apa Kate berbohong" Itu adalah apa yang wanita katakan padanya sepanjang waktu mereka tidak pernah orgasme begitu kuat, mereka belum pernah tidur dengan siapa pun yang menyerupai dia, bahwa dia adalah yang terbaik, terbesar, terpanas.
"Ketika aku memulai kerja di telepon seks aku menghabiskan beberapa hari mencari situs yang menarik di Internet dan membuat catatan sehingga aku bisa terdengar asli."
"Apakah ada yang pernah berhasil sampai ke akhir pembicaraan bersamamu tanpa klimaks"" Ka
te tertawa. "Tidak. Kecuali mereka berpura-pura."
*** Strangers bab 9 Rachel menatap Lucy, kemudian Dan lalu kembali ke meja ruang tamu. Dia sedang menunggu salah satu dari mereka untuk bicara dan melihat bagaimana percakapan ini berlangsung, dia pikir lebih mungkin dia akan mendapat respon dari meja tamu. Catatan bunuh diri Kate terampang di depan mereka.
"Aku berharap aku tidak pernah menemukannya," kata Rachel. "Aku berharap aku tidak pernah mengatakannya pada kalian." Bola kertas itu jatuh keluar dari tempat sampah pagi itu saat Rachel mengangkat tutupnya untuk menjatuhkan sampah ke dalamnya. Dia mengambilnya, dan ketika ia melihat tulisan tangan itu dia terlalu usil untuk tidak membukanya. Ia berharap ia tidak melakukannya. Rachel tahu kalau menceritakannya pada yang lain, dia akan membuat masalahnya lebih buruk. Kate tidak ingin ada yang tahu tentang hal ini dan sekarang mereka semua tahu dan setiap kali mereka memandangnya, mereka akan berpikir tentang apa yang dia rencanakan untuk dilakukan.
"Mungkin itu bukan apa yang kita pikirkan," kata Dan.
Lucy memutar matanya. Dia mengambil kertas di bagian ujungnya seolah-olah itu adalah sesuatu yang bisa menginfeksi, dan membacanya lagi.
Untuk Lucy, Rachel dan Dan,
Jika kalian membaca ini, kukira diantara kalian belum melihatku untuk sementara waktu dan berpikir bahwa kalian sebaiknya memeriksaku untuk melihat apakah aku baik-baik saja. Atau kalian sudah tahu bahwa aku tidak baik. Jika itu yang pertama, maka maaf, tapi aku tidak akan kembali. Jika itu yang terakhir, maka kalian tahu aku tidak akan kembali.
Jangan berpikir bahwa kalian telah mengecewakanku dengan cara apapun. Kalian tidak. Bahkan Richard. Ada sesuatu di lemari es untuknya. Pastikan ia mendapatkannya.
Tidak perlu menyalahkan siapa pun. Ini adalah keputusanku.
Aku sudah cukup dengan hidupku.
Terima kasih telah menjadi teman-temanku. Berbahagialah.
Semoga sukses Kate PS: pengacaraku adalah Kevin Martineau. Hubungi dia.
"Bagaimana bisa itu bukan catatan bunuh diri, Dan"" Tanya Lucy.
Dan membuka mulutnya dan kemudian menutupnya lagi.
"Jadi apa yang harus kita lakukan"" Rachel melirik Lucy, yang mengangkat bahu.
"Apa kita perlu melakukan sesuatu" Kita tahu dia tidak melakukannya." kata Dan, saat benturan keras terdengar dari lantai atas. "Maksudku, dia meremas catatannya dan membuangnya.
Dia berubah pikiran. Dan dia pasti di apartemennya. Aku tak pernah mendengar dia membuat begitu banyak kebisingan."
"Tapi kedengarannya sangat final," kata Rachel. "Dan itu tidak terdengar seperti karena Richard. Dia bilang dia sudah cukup dengan hidupnya. Itu sangat menyedihkan." Ada lagi bunyi keras dari lantai atas dan gemuruh tawa.
"Kupikir dia baik-baik saja," kata Lucy. "Teman barunya ini tampaknya telah menyemangati dia. Tadi pagi aku melihat Richard keluar dari sini dengan marah, jadi Kate jelas sudah selesai dengannya."
"Itu tampaknya sangat cepat untuk langsung menjalin hubungan baru," kata Rachel. "Kau pikir dia ingin sedikit berkabung lebih dulu."
"Untuk bajingan seperti Richard"" sembur Lucy.
"Haruskah kita melakukan sesuatu"" Tanya Rachel ke Dan.
"Kupikir kita tidak harus menceritakan padanya kita tahu tentang catatan itu. Jika dia ingin bicara dengan kita, dia akan melakukannya." kata Dan.
"Aku akan membuangnya." kata Lucy saat suara seorang pria tertawa bergema melalui langit-langit.
*** Charlie mencabut telepon dan memutuskan belnya.
"Jangan menjawab jika ada yang mengetuk pintu," katanya. "Aku ingin kau hanya untukku sendiri." Dia mengikuti Kate kemana-mana, tidak pernah lebih dari sejangkauan tangan jauhnya dan biasanya, tidak sampai sejauh itu. Dia memegang tangannya atau menekan tubuhnya terhadap tubuh Kate, sangat ingin untuk menyentuh Kate di sampingnya. Dia tidak ingin salah satu dari mereka meninggalkan apartemen, dan begitu stres ketika Kate bersikeras membuang sampah ke tempat sampah di bawah, dia merasa sesak napas saat Kate kembali. Charlie tidak bisa berfungsi tanpa Kate. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Dia tidak berpakaian dan membuat Kate te
tap telanjang juga. Tapi itu bukan hanya seks. Itu Kate. Tanpa dia di sampingnya, Charlie merasa kehilangan.
Kadang-kadang, ia tidak mau makan dan kemudian ia tidak bisa berhenti makan. Mereka makan langsung dari freezer dan lemari, mengkonsumsi brokoli dan kacang panggang, udang dan pizza, kari hijau Thailand dan pasta isi keju.
"Tak lama lagi, aku cuma punya es batu saja," kata Kate.
"Aku selalu bisa memakanmu." Charlie menjatuhkan diri ke sofa dan menarik Kate.
"Dan yang mana yang akan kau makan duluan""
"Jari kaki." Dia mengangkat kaki Kate dan menggigitinya dengan pelan.
Kate menggeliat saat Charlie menggelitik dirinya. "Bukan pantatku""
"Aku akan menyimpan yang terbaik untuk yang terakhir."
Dia memeluk Kate dan menempelkan wajahnya ke lehernya. Tubuhnya gemetar. "Apa yang terjadi padaku"" Tapi Charlie tahu. Dia sedang mengalami sakaw. Detoksifikasi dirinya sendiri.
"Kau telah kembali dari suatu tempat," kata Kate. "Kau seperti tanaman yang belum disiram dan kemudian datang hujan lebat. Kau hidup kembali."
"Itu menyakitkan."
Kate memeluknya erat, menelusuri angka delapan di kulitnya.
Pikiran Charlie berdengung seakan sekelompok lebah masuk ke dalam satu telinganya dan meluncur mengitari kepalanya sebelum terbang keluar dari telinga yang lain. Dan kebisingan bertambah keras dan lebih keras sampai dia pikir dia akan gila.
"Pergilah belikan aku beberapa rokok dan bawakan aku sesuatu yang layak untuk diminum," dia megap-megap.
"Kupikir kau tak ingin aku pergi keluar."
"Well, aku ingin sekarang. Aku akan mengembalikan uangmu nanti."
"Aku tidak akan membelikanmu rokok atau minuman keras."
Charlie melotot padanya. "Kau perempuan menyebalkan." Tapi dia mencengkeram Kate lebih erat.
"Kau tidak membutuhkan itu," kata Kate.
"Ya, aku butuh," bentak Charlie. "Aku ingin satu atau dua baris kokain juga, untuk menghiburku."
"Kau punya perempuan menyebalkan, apa lagi yang kau butuhkan"" Charlie melongo kemudian mulai tertawa dan sekali ia mulai, ia tidak bisa berhenti.
Charlie tertawa sampai dia menangis, terisak terengah-engah hebat yang memeras seluruh tubuhnya dan melalui semua itu, Kate tak pernah meninggalkannya. Dia memeluk Charlie, membelainya dan menenangkan wajahnya dengan kain flanel dingin. Ketika Charlie terlalu lelah untuk bergerak, Kate menelusuri kain di atas tubuhnya, di sepanjang masing-masing jari, di setiap inci kulitnya kecuali satu tempat yang Charlie ingin Kate sentuh.
"Please, Kate." pinta Charlie, tangannya beringsut ke arah kemaluannya.
Kate mengangkat jari-jarinya menjauh. "Lihat berapa lama kau bisa bertahan." Bahkan menonton Kate menyebabkan ereksinya bangkit seperti ular yang terpesona. Kate melanjutkan belaian menggoda dan ia menemukan dirinya hanya memikirkan Kate dan apa yang Kate lakukan padanya. Pada akhirnya, Charlie begitu terangsang, ia klimamks tanpa Kate menyentuhnya dan muncrat di perutnya. Sebuah mimpi basah di siang bolong.
Tapi Charlie suka menyentuh Kate. Tidak bisa melepaskan tangannya dari Kate dan Kate tidak pernah menarik diri. Dia tidak bisa tidur, jadi dia terus membuat Kate terjaga. Membangunkan Kate untuk bercinta dengannya.
Dia menyeret Kate menjauh saat sedang menggosok giginya untuk bercinta dengannya. Di tengah-tengah kegiatan memasak, ia menarik Kate dan menidurinya dan Kate tidak pernah berkata tidak ketika kadang-kadang Charlie berharap Kate mengatakannya. Charlie sadar ia mengganti setiap sifat buruknya dengan adanya Kate.
Mengapa Kate tidak bisa melihat itu"
Charlie mudah tersinggung dan pemarah. Kadang-kadang ia marah pada Kate, benar-benar bersikap tidak menyenangkan. Tapi Charlie selalu meminta maaf, selalu ingin meluruskannya lagi. Ketika dia liar, Kate menenangkan dirinya. Ketika ia menangis, Kate memeluknya. Ketika ia ingin bicara, Kate mendengarkan. Ketika ia ingin diam, Kate tidak berbicara. Dan Charlie menyadari bahwa ia tidak ingin rokok atau minuman keras atau kokain lagi. Dia hanya ingin Kate.
Kate berpikir dia tahu apa yang terjadi pada Charlie. Sesuatu yang buruk dalam dirinya sedang menjalar keluar. Kate melihat moodnya berubah-ub
ah dari penuh kasih sayang menjadi gusar, dari sedih menjadi gembira, dan menanganinya dengan cara terbaik yang Kate bisa lakukan. Charlie sangat membutuhkan Kate, Kate tidak punya waktu untuk berpikir tentang apa yang telah terjadi pada dirinya sendiri. Richard bukan masalah.
Charlie sedang dalam kesulitan. Kebutuhan Charlie pada Kate untuk menyelamatkannya. Ketika Charlie tidak bisa berhenti gemetar, ia memeluknya. Ketika semua yang ia mampu lakukan hanyalah mondar-mandir di apartemen, menyeret Kate bersamanya, Kate memikirkan cara-cara untuk mengalihkan perhatiannya.
"Silakan duduk di kursi, Sir. Acara ini akan dimulai dalam dua menit." kata Kate. Kate mendudukkannya di sofa, memberinya kertas dan pena. "Beri nilai satu sampai sepuluh," katanya.
Kemudian Kate menjadi model pakaian dalamnya katun, renda, kulit dan celana boxer Charlie
sampai Charlie lupa untuk menuliskan apa pun, lupa mengapa Kate memulainya.
Ketika mereka mulai tidur lebih lama, mimpi buruk melanda mereka berdua.
Terkadang Charlie terbangun, wajahnya terukir dalam ketakutan, wajah Kate bermandikan keringat. Di lain waktu, Kate menarik Charlie menjauh dari apa pun iblis yang telah menangkapnya. Mereka memiliki siksaan masing-masing dan mereka saling berpelukan, beralih ke humor untuk meredakan kecemasan mereka atau seks untuk melupakannya. Percakapan mereka melantur mencurahkan harapan, impian dan ketakutan.
Tapi bahkan saat Kate terhuyung di ambang pengungkapan yang terlalu banyak, Kate tetap menyimpan rahasia terdalamnya sementara Charlie mengungkapkan semuanya. Dan ketika Kate tergoda untuk menceritakan semuanya, Kate menggunakan seks untuk mengalihkan perhatian dirinya sendiri.
Mereka berbaring kelelahan dalam lengan dan kaki bertaut dan Kate tahu ini adalah yang paling dekat yang dia pernah lakukan pada seseorang.
"Aku takut sudah mengganti satu kecanduan ke kecanduan yang lain," gumam Charlie, menelusuri tangannya di atas kulit Kate.
Kate tahu, karena dia kecanduan pada Charlie, pada pandangan dan suaranya, sentuhan dan aromanya, mata cokelatnya yang lembut yang berubah sesuai suasana hatinya, senyum seksi dan di zona di belakang telinganya yang membuat dia liar ketika Kate menjilatnya.
*** Saat hari demi hari berlalu, Kate melihat penghilangan secara bertahap dari lingkaran hitam di bawah mata Charlie. Nafsu makannya membaik, meskipun ia tampaknya bertahan hidup hampir tidak tidur. Kate merasa sakit karena semua seks itu, tapi itu membuatnya berhenti berpikir. Kate tahu dia juga mengalami detoks sendiri, bukan secara fisik, tapi mental, membersihkan rasa bersalah dan kesedihan dari sistemnya.
Pemikirannya menjadi lebih jelas. Apa yang terjadi dengan Richard itu bukan salahnya. Charlie membuatnya percaya pada dirinya sendiri.
Dan sepanjang waktu, saat mereka hidup kembali, hari semakin dekat ketika mereka harus menghadapi dunia luar. Mereka berdua tahu itu tapi dalam semua hal yang mereka bicarakan, tak satu pun dari mereka membicarakan tentang hal itu.
Mereka berbaring telungkup di tempat tidur, menatap satu sama lain.
"Apa yang kau pikirkan"" Tanya Charlie.
Charlie menanyakan itu setidaknya lima kali sehari dan Kate tak pernah memutar matanya. Kate selalu memberinya jawaban.
"Kita kehabisan makanan," katanya.
"Jadi tidak ada pilihan. Aku harus memakanmu. Aku telah memutuskan untuk memulai dari pantatmu, ditumis dalam mentega." Jari-jarinya berputar ke bawah tulang punggung Kate hingga tangannya bertumpu pada pantatnya.
"Kupikir kau akan menyimpan yang terbaik untuk yang terakhir" Lagi pula, kita sudah kehabisan mentega. Aku harus pergi belanja."
Hati Charlie sakit dengan pikiran bahwa ia tidak mungkin bersama Kate selamanya.
Dia menarik Kate ke dalam lengannya dan memeluknya.
"Kau sahabat terbaik yang pernah kumiliki," bisiknya.
Charlie menatap langsung pada mata Kate dan menghendakinya untuk memahami betapa pentingnya itu untuk Charlie.
"Terima kasih, Charlie."
"Apakah aku sahabat baikmu juga""
"Kau di sana dengan Edward."
Charlie menegang. "Siapa sih Edward""
"Menurut psikologku, dia adalah mekanisme mengatasi m
asalah yang membantuku berurusan dengan ketidakbahagiaan yang mendalam. Meskipun aku pikir dia ingin mentransferku ke psikiater ketika ia menyadari bahwa aku telah memilih Edward Scissorhands sebagai teman imajinerku." Charlie tertawa dan santai lagi.
"Apakah kau punya teman sejati ketika kau masih kecil"" Charlie menyusuri pipinya dengan jari.
"Kadang-kadang kupikir aku punya, tapi jawabannya adalah tidak." Kate menelusuri tangannya ke atas punggung Charlie dan ia mengambil napas dalam-dalam. Setiap kali Kate menyentuhnya, rasanya seperti sihir pertama kalinya dan riak kenikmatan mengalir melalui tubuhnya.
"Tidakkah kau menginginkan sahabat"" Tanya Charlie.
"Satu saja sudah cukup. Kupikir memiliki seorang teman akan menjadi jawaban untuk segalanya. Tapi anak-anak yang kukenal selalu mengecewakanku. Mereka berbohong tentangku atau menyebarkan rahasiaku. Mereka tak pernah ada ketika itu penting, sehingga pada akhirnya aku berhenti berpikir teman akan membuat hidupku lebih baik. Jika aku tidak punya, maka mereka tidak bisa menyakitiku. Itu teori. Dalam prakteknya, semua orang berpikir aku adalah seorang cewek sombong dan menemukan cara lain untuk membalasnya padaku."
Charlie memeluknya sedikit lebih erat, mencium keningnya. "Aku berharap aku ada di sana."
"Jangan khawatir, Charlie. Aku sudah dewasa sekarang. Aku tidak akan bisa berubah jika Rachel mencoret bonekaku atau Lucy membakar bukuku."
"Aku berharap aku akan menjadi saudara yang lebih baik untuk Michael. Aku mengabaikannya di sekolah. Kami sekolah seasrama dan aku seharusnya mengawasinya, tapi aku tidak. Terlalu sibuk menjadi Mr. Populer dan tidak khawatir tentang seorang anak kecil yang kesepian. Aku adalah kapten tim sepak bola, bermain tenis untuk daerah, bermain anggar untuk negara bahkan berhasil membentuk tiga gitaris dan seorang drummer biasa menjadi band setengah layak. Aku tidak punya waktu untuk adikku."
"Apa yang terjadi dengan bandmu ketika kau meninggalkan sekolah""
"Larut seperti salju jatuh di musim semi. Tapi aku membentuk lagi di universitas. Aku menaruh sebuah iklan di papan pengumuman serikat dan membuat audisi. Ya Tuhan, aku sombong." Kate batuk dan Charlie tertawa.
"Baiklah, aku masih sombong. Tapi jika mereka jelek, aku akan mengatakan pada mereka begitu. Band baru tidaklah buruk. Aku menulis semua lagu kami dan suatu malam ketika kami tampil, seseorang yang penting dalam dunia musik ada di antara para penonton. Orang tuaku sangat kecewa, semua impian untuk melakukan pekerjaan yang layak terbang langsung melalui jendela. Michael adalah orang yang seharusnya membuat impian mereka jadi kenyataan." Charlie mendengar celaan dalam suaranya dan ia tahu Kate juga mendengarnya.
"Siapa yang akan berbelanja"" Tanya Kate.
Bersyukur ia mengganti topik, Charlie menyelipkan tangannya di antara kedua kaki Kate.
"Apa kita harus""
"Tiga biskuit keju yang tersisa dan aku tidak mau berbagi," kata Kate. "Kita berdua bisa pergi. Aku akan memegang tanganmu sehingga kau tidak tersesat."
"Aku tidak ingin pergi keluar, khawatir seseorang akan mengenaliku. Kau saja. Dan bawa beberapa koran."
Ketika Kate kembali, Charlie sedang tidur, tergeletak telanjang di lantai di samping puzzle, rambutnya acak-acakan dan tubuh panjangnya yang ramping membentang di atas bantal seperti kucing besar lamban. Kate merasakan aliran kasih sayang. Jigsaw itu setengah selesai. Di sela-sela bercinta mereka yang penuh semangat, mereka akan mengerjakan itu bersama-sama, memberi hadiah konyol untuk yang pertama kali memposisikan lima kepingan. Sebuah ciuman di pusar. Sepuluh keping, ciuman di tempat yang lebih intim. Charlie selalu curang dan Kate kadang-kadang membiarkannya.
Merasa kasihan terhadap satu sama lain telah menghentikan mereka menyesali diri sendiri. Charlie membuka hatinya untuk Kate, dan Kate merasa bersalah dia tidak melakukan hal yang sama pada Charlie, tidak sepenuhnya. Itu masih tampak tidak nyata. Setiap kali Kate menatapnya, dia tidak bisa benar-benar percaya. Charlie adalah hal terbaik yang pernah terjadi padanya, tapi Kate tahu itu tidak akan bertahan. Cha
rlie adalah bintang dan Kate adalah puing-puing luar angkasa.
Kate merayap ke sisinya dengan sebotol Stopit, cairan dengan rasa tidak enak untuk mengecak kuku, untuk menghentikan anak-anak menggigiti kukunya dengan cepat. Memegang miniatur sikat nilon di antara ibu jari dan telunjuk, Kate melapisi masing-masing kuku pendek Charlie.
Pada saat Kate menyimpan bahan makanan dan selesai memasak makanan normal pertama mereka selama berhari-hari, Charlie bangun. Dia juga menggeliat seperti kucing, lengan dan kaki diregangkan, dan kemudian berbalik untuk mencari Kate.
"India baik-baik saja." katanya.
Kate tersenyum. "Aku melihatnya di internet. Dia siuman dan...terima kasih Tuhan. Apa yg bisa aku cium"" Tanyanya.
"Makanan." Dia berlari ke sisi Kate, menelusuri jari-jarinya melalui rambut spiky-nya.
"Ini tidak adil," gumamnya.
"Apa"" "Kau sudah berpakaian dan aku belum."
"Kau tahu di mana pakaianmu." kata Kate.
"Oke, aku akan memakainya dan itu pantas kau dapatkan." Kate tertawa saat ia berlari keluar dari ruangan. Sesaat kemudian, Charlie berteriak.
"Kate! Kesini. Sekarang!"
Ketika Kate pergi ke kamar tidur, dia tidak bisa melihat Charlie sejenak dan saat Kate menemukannya bersembunyi di balik pintu, Charlie melompat ke depan dan mendorongnya ke tempat tidur, memutarnya, dan menjepitnya di punggungnya. Charlie duduk di pahanya dan Kate mengerang.
"Itu menyakitkan." kata Kate.
"Ini juga." Charlie memasukkan jarinya ke dalam mulut Kate dan memasukkan kukunya di atas lidah Kate. Kate tersedak, meraih pergelangan tangan Charlie dan menarik tangannya.
"Apa yang telah kau lakukan, dasar kau penyihir"" Desis Charlie. "Aku sudah mempersiapkan gigitan yang nyaman karena payudaramu tidak tersedia dan kupikir aku harus mencelupkan jariku ke dalam racun."
"Ini untuk menghentikanmu menggigiti kuku." Kate berjuang untuk melepaskan diri.
Charlie mengerutkan kening dan meraih mulut Kate dengan jari-jarinya.
"Jika kau melakukan itu lagi, aku akan mengecat putingku." kata Kate.
Charlie menyeringai. "Kau tak akan berani. Kau suka aku menjilatinya." Charlie menarik wajah lagi.
"Hapus itu." "Ini demi kebaikanmu sendiri." kata Kate.
"Tapi mulutku rasanya jadi mengerikan."
"Kalau begitu jangan gigiti kukumu."
"Aku tidak suka padamu lagi."
"Jadi kau tidak ingin apa yang sudah kumasak""
"Mungkin aku menyukaimu. Apa yang kita punya""
"Babat dengan bawang."
Charlie memegang jari-jarinya di atas bibir Kate.
"Coba lagi." "Enchiladas." Charlie berguling dari Kate.
"Dan aku membeli sesuatu untuk di minum." kata Kate.
"Kupikir aku tidak diperbolehkan minum alkohol,"
"Itu untukku." "Kita harus berbagi. Supaya adil."
"Dengan sajak seperti itu tak heran kau menyerah menulis lagu." Kate menghindari tangan yang ingin meraih pantatnya dan kembali ke dapur.
Charlie memakai celana tidurnya. Charlie pikir dia akan berhenti menulis lagu, tapi ia menulis satu di kepalanya tentang mata Kate. Rasa takut di matanya ketika ia berada di laut, bagaimana mereka menyala ketika Charlie menggodanya, laksana mata kucing ketika Kate berbaring di bawahnya, keliarannya ketika Charlie membuatnya orgasme.
Setelah mereka makan, Charlie membalik-balik surat kabar. Dia tidak melihat satupun namanya disebut dan pencarian internet yang telah dilakukannya ketika Kate keluar tidak mengeluarkan sesuatu yang signifikan tentang dirinya selama seminggu terakhir. Kecuali India Westerby baik-baik saja.
Dua mujizat. "Aku harus menelepon agenku," kata Charlie.
"Kupikir dia sudah membuangmu."
"Dia mungkin tidak bersungguh-sungguh."
"Oke." "Aku tak ingin meneleponnya, tapi aku harus."
"Maka kau sudah dewasa." Kate menarik kakinya ke sofa. "Melakukan hal-hal yang kau tahu harus kau lakukan, bukan apa yang kau inginkan."
"Bagaimana denganmu" Kapan kau dewasa"" Charlie menjatuhkan lengan di bahu Kate.
"Sudah lama, setelah aku menerima kenyatan bahwa tak ada seorang pun di luar sana yang sangat ingin memberi seorang gadis kecil sebuah rumah."
Hati Charlie terluka untuknya. "Aku yakin kau benar-benar manis. Sayang sekali bahwa kau telah menjadi dewasa. Ambil
album fotomu dan mari kita lihat seperti apa ketika kau masih kecil."
Ada jeda sebelum Kate berbicara. "Aku tidak punya foto." Charlie terkejut.
"Apa" Tidak ada" Bahkan foto ibu dan ayahmu""
"Tidak, aku tidak suka foto." Kate merasa malu dalam beberapa hari terakhir, Charlie mungkin tidak membahasnya, tapi sekarang ia ingin tahu segalanya. "Mengapa tidak""
"Aku hanya tidak suka."
"Katakan padaku mengapa."
Charlie nyaris bisa melihat gigi dan roda berputar di kepalanya saat Kate bertanya-tanya apakah sebaiknya dia berbohong.
"Setelah aku lari dari rumah orang tua asuh untuk ketiga kalinya, aku dikirim ke sebuah rumah pusat perawatan di Berkshire tempat yang besar ini menaungi dua puluh lima anak-anak. Aku diberi ruang besar di loteng dengan kamar mandi sendiri dan itu tidak memperbaiki hubungan dengan orang lain. Kupikir aku sedang dijauhkan dari mereka karena staf telah menganggapku sebagai pengaruh buruk. Mereka melakukannya, tapi bukan itu alasannya."
Charlie menarik kaki Kate ke pangkuannya dan memijatnya.
"Aku bermaksud mengubah diri. Aku berencana untuk berusaha keras di sekolah, lulus ujian, mencoba untuk dekat dengan semua orang, tapi..."
Charlie merasa Kate berubah pikiran. Dia tidak akan mengatakan yang sebenarnya.
"Aku bertengkar dengan salah satu gadis. Dia berbohong tentangku di sekolah, jadi aku memotong rambutnya saat ia sedang tidur. Untuk membalas dendam, ia merobek semua foto-fotoku."
"Ingatkan aku untuk tidak membuatmu marah," kata Charlie. "Ya Tuhan, dengan cara asuhanmu, aku terkejut kau bukan seorang lesbian misoginis (kebencian terhadap wanita secara berlebihan)."
"Ya, tapi kau sudah mengacaukanku, Charlie."
"Ya, kukira aku sudah melakukannya." Dia tertawa. "Tapi kau tidak bisa mengklaim itu secara sepihak."
"Tidak, kupikir aku ingat sisi atas bawah dan belakang dengan baik."
"Apa kau akan mengenakan pakaian dalam kulitmu dan duduk di pangkuanku sementara aku menelepon Ethan"" Charlie bertanya.
"Kenapa"" "Jadi aku tahu akan mendapatkan hadiah ketika aku sudah bicara dengannya."
"Tidak, aku akan mengalihkan perhatianmu. Lakukan sekarang. Kau harus pasang kabel teleponnya kembali." Charlie tidak tahu bagaimana Ethan akan bereaksi. Dia mengatakan mereka selesai, tapi dia satu-satunya pria yang Charlie pernah percaya untuk menangani kepentingannya. Ethan telah menjadi agennya, manajer bisnis, asisten pribadi dan wartawan untuk waktu yang lama dan Charlie tak ingin memulai lagi dengan orang lain.
"Ethan"" Kata Charlie ragu-ragu.
"Kau banci sialan!" teriak Ethan.
Charlie meringis dan menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Dari mana saja kau" Aku sudah berusaha untuk menghubungimu sepanjang minggu. Mesin penjawabmu sampai mendapat serangan stroke. Itu tidak akan bisa menerima pesan tambahan lagi. Ponselmu sudah mati. Aku sudah ke rumahmu. Tak ada yang melihatmu. Kupikir kau sudah diculik oleh makhluk alien sialan."
"Aku sedang menenangkan isi kepalaku." kata Charlie.
"Kau sudah melakukannya di kepalaku," bentak Ethan.
"Ada apa""
"Kau tidak layak mendapatkannya, tapi kau punya dua keberuntungan. Malcolm Ward mengatakan jika kau tampil di konser amal pada bulan September, dia akan melupakan tentang pembatalan kontrakmu karena menghancurkan keluarganya. Kupikir dia berencana untuk mengupas bolamu." Charlie bergidik.
"Dan untuk beberapa alasan yang tidak masuk akal kau diberi kesempatan lain di The Green.
Ya Tuhan, aku hanya bisa menganggap orang lain yang mengikuti audisi telah kentut di wajah sutradara atau muntah di pangkuannya supaya kau kembali, tapi dia tidak. Kesner di Skotlandia dan besok hari terakhir sebelum ia terbang ke Eropa. Aku akan memesankan tiketmu ke Edinburgh. Hal bisa ikut penerbangan pertama. Jangan mengacaukan ini, Charlie."
"Jadi, kau masih agenku""
"Aku akan memberitahumu ketika kau sudah mendapatkan perannya."
"Aku sudah berhenti merokok," sembur Charlie dan melihat senyum di wajah Kate.
"Bagus. Berhenti bersetubuh juga" Jody Morton meneleponku setiap hari ingin tahu di mana kau berada. Apa kau menidurinya juga""
"Tidak, aku tidak menidurinya."
"Nah, m erokok adalah awalan." kata Ethan.
"Ada sesuatu yang terjadi tentang India Westerby"" Charlie tidak bisa melihat Kate sekarang.
Suara Ethan berubah. "Polisi sudah mempersiapkan dakwaan untuk Brian Jackson.
Dia keluar dengan jaminan."
"Mereka tidak mencari orang lain""
Diam di ujung telepon.
Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah ada sesuatu yang tidak kau beritahukan padaku, Charlie"" Suara Ethan dingin.
"Tidak." "Apa kau memberinya kokain""
"Tidak." Charlie tidak bisa menatap Kate.
"Baik, aku akan mengirim seorang sopir untuk menjemputmu besok. Akan menjemputmu pagi-pagi. Aku akan meneleponmu saat sudah tahu jadwal penerbangannya."
"Beri aku kesempatan untuk kembali ke rumah," kata Charlie.
"Di mana kau" Jangan katakan kau di luar negeri."
"Greenwich." "London"" "Ya." "Terima kasih Tuhan untuk itu. Pulanglah. Sekarang."
Charlie menutup telepon. "Apa kau tahu dia hanya berumur empat belas"" Tanya Kate.
"Tidak, aku bersumpah aku tidak tahu. Aku menidurinya sekali dan karena dia memintaku, aku menjatuhkan bungkus coke di perutnya sebelum aku berjalan keluar dari kamar tidur. Jika ada yang tahu, aku akan ditangkap dan itu akan menjadi akhir dari segalanya."
Dia dan Kate saling menatap.
"Apa kau pikir aku layak ditangkap"" Charlie bertanya. "Jangan menjawab pertanyaan itu. Aku tahu aku pantas."
"Dia meminta coke padamu""
"Ya, tapi aku tidak harus memberikan itu padanya."
"Kau bukan orang jahat, Charlie. Kau tidak sebaik seperti Nelson Mandela dan Gandhi atau bahkan Osmonds, tapi kau tidak begitu jahat." Charlie memberinya senyum kecil.
"Kau pikir kau tidak peduli, mengatakan kau tidak peduli, tapi aku tahu kau peduli." kata Kate.
Dia mengulurkan tangan dan menarik Kate ke dalam pelukannya.
"Aku peduli padamu," kata Charlie.
"Tapi kau berbohong dan berbohong akan mengirimmu langsung ke sidewinders yang licin, ketika kau sudah menghabiskan minggu ini menaiki tangga berkaki longgar."
"Aku tidak bohong padamu."
"Bagus." "Aku harus pergi ke Skotlandia untuk audisi lagi."
"Dapat kesempatan lain"" Wajah Kate bersinar. "Itu bagus, Charlie."
"Hanya saja aku harus pergi besok."
"Oke." "Aku tak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan. Aku akan meneleponmu, sms, email, mengirimkan sinyal asap." katanya.
"Bagus." "Kau bisa ikut denganku."
"Kau tidak perlu aku untuk memegang tanganmu. Kau sudah dewasa sekarang. Tapi berhati-hatilah menyeberang jalan. Tengok kanan kiri. Dan pakai celana dalam yang bersih, untuk berjaga-jaga."
"Aku tidak ingin pergi."
"Ya, kau harus. Ini adalah kesempatanmu untuk memperbaiki keadaan. Lihatlah berapa banyak kebaikan yang telah kau lakukan. Menyelamatkanku dari rumput laut yang berbahaya, menyelamatkanku dari cengkeraman keji Dickhead Dastardly, memperkenalkanku pada kenikmatan bercinta terus menerus sepanjang hari dan anggota badan sakit seumur hidup."
"Ikutlah denganku." Please.
"Aku harus pergi bekerja besok. Bulan madu sudah selesai." Suara Kate pecah dan getaran gempa mengguncang hati Charlie.
"Aku akan meminjamkan uang untuk biaya taksi," kata Kate.
"Lebih baik kau menelepon tukang kunci dan segera bertemu dengannya, jika tidak kau tidak akan bisa masuk ke tempatmu."
Charlie memeluk Kate dengan erat, tulang pinggulnya menekan keras pinggul Kate.
"Kate, jangan bilang siapa-siapa kau bersamaku. Aku mengatakannya bukan karena aku tidak ingin orang tahu, aku hanya tidak ingin pers tahu dan jika ada yang tahu, siapa saja, pers juga akan mengetahuinya. Kau tidak mengerti seperti apa mereka. Aku mengerti. Wartawan tidak menghormati privasimu. Mereka akan menulis kebohongan tentangmu, memutarbalikkan segala sesuatu yang kau katakan dan lakukan.
Setiap kata yang kau ucapkan akan dicatat dan digunakan untuk melawanmu dan melawanku. Ini jauh lebih baik jika tidak ada yang tahu tentang kita."
"Oke," katanya.
"Ada sesuatu diantara 'kita', Kate. Aku tidak berjalan keluar dari hidupmu." Charlie menekan wajahnya ke rambutnya.
"Kau sudah tidak ingin mati, kan" Aku tidak akan pergi jika kupikir kau akan melakukan sesuatu yang bodoh. Lupakan tentang film. Kau lebih penting."
"Aku berjanji tidak akan ber
buat bodoh kecuali kau bersamaku. Sekarang ayo pergi dan pakai pakaian yang pantas sebelum aku mencabulimu lagi." bisik Kate.
Kate memegang tangannya dan menariknya ke kamar tidur, mendorong ke bawah celana tidurnya dan kemudian memakaikan pakaiannya, menarik ke atas celana pendeknya, lalu chinos-nya. Menaikkan risletingnya, membelai ereksinya dan kemudian memasang kancingnya.
Rasanya seperti menjadi seorang anak lagi, Charlie pikir, tapi begitu erotis ia tersedak dengan nafsu. Charlie memaksa dirinya untuk tidak meraih Kate karena jika dia melakukannya, ia pikir ia tidak akan mampu untuk meninggalkannya.
Jari-jari Kate menyentuh dadanya saat mengancingkan kemejanya.
"Apa yang kau pikirkan"" Tanya Charlie.
"Apakah aku akan menyentuhmu lagi, merasakanmu lagi."
"Jangan," Charlie megap-megap.
Kate mendudukkan Charlie di tempat tidur dan menyelipkan kaus kakinya, lalu sepatu botnya, mengikat talinya dan tidak ada yang tersisa untuk dilakukan. Kate duduk di sampingnya di tempat tidur.
"Buka tanganmu." kata Charlie.
Dia memberi Kate botol kecil Stopit.
"Taruhlah lebih banyak lagi jadi aku tidak tergoda."
Kate mengecat masing-masing kukunya. Ketika selesai Charlie meraih tangan Kate dan melapisi kukunya juga.
"Hanya supaya kau tidak tergoda."
Mereka berdiri memeluk satu sama lain sampai bel berbunyi. Charlie membiarkan Kate pergi.
"Bye, Charlie," bisik Kate.
"Jadilah brilian."
"Hei, aku seorang bintang."
Charlie berjalan mundur, melihat Kate sampai saat-saat terakhir.
*** Strangers Bab 10 Charlie menghabiskan perjalanan melintasi London perasaannya terbelah antara kegembiraan dan penderitaan. Berharap dia kembali bersama Kate, tapi ia ingin peran ini. Tukang kunci menunggu di luar rumahnya. Sepuluh menit kemudian, Charlie berada di dalam. Dia menelepon Kate.
"Halo, ganteng," katanya.
"Bagaimana kau tahu ini aku""
"Oh, ternyata kau."
"Dasar penyihir. Kau tidak diizinkan memanggil orang lain seperti itu. Bisa saja dia seorang pendeta."
"Aku memanggilnya sayang dan dia hanya menelpon pada hari Rabu dan Minggu." Charlie tertawa dan kemudian berhenti. "Kau tidak serius, kan""
"Kau sudah dengar dari Ethan belum"" Tanya Kate.
"Belum." Kate tidak menjawab pertanyaan Charlie dan Charlie merasakan belitan cemburu.
"Kalau begitu lebih baik kau meneleponku lagi nanti, kalau tidak, ia akan datang kesana dengan alat-alat penyiksaan karena dia tidak bisa masuk."
"Apa yang kau ketahui tentang alat-alat penyiksaan""
"Kau tidak membuka laci itu."
Ada jeda singkat sebelum Charlie menjawab. "Aku tidak suka kesakitan."
"Pembohong." "Aku tidak suka."
"Jadi kau tak ingin aku mengikatmu lagi""
Charlie merasa tarikan pada pangkal pahanya saat dia mengingatnya. "Aku akan kembali setelah Ethan menelepon."
Sekarang ada jeda dari Kate sebelum dia menjawab. "Kau perlu tidur malam yang cukup. Aku akan menghubungimu dalam beberapa hari, Charlie. Baik-baiklah."
"Kau juga." Saat Charlie meletakkan telepon, telepon kembali berdering. Charlie mengangkatnya. "Halo, cantik," katanya.
"Kau tidak akan menyebutku seperti itu," bentak Ethan.
"Bagaimana kalau aku membawa sebotol wiski""
"Itu mungkin berhasil. Benar. Ambil pena."
Charlie menyalin semua instruksi. Dia tidak akan mengacaukannya lagi.
Dengan kata-kata terakhir Ethan yang bergema di kepalanya, "Jangan mengacaukannya, tetap sadar, ini adalah kesempatan terakhir," Charlie lalu berkemas. Rumahnya bersih. Dia sudah membiasakan diri hidup berantakan bersama Kate, ia lupa seorang wanita datang dua kali seminggu untuk membuat rumahnya tampak seperti dihuni dan membeli bahan makanan untuknya. Teringat olehnya bahwa ia bisa saja mengambil kunci dari pembantu rumah tangganya dan dia mengerang.
Charlie menghancurkan setiap bungkus rokok yang ia temukan, mematahkan mereka sebelum melemparkannya ke tempat sampah. Terkejut betapa sedikitnya ia peduli. Dia memandang lama pada bir di lemari es, tapi membiarkannya. Dia tidak memiliki masalah dengan alkohol. Dia suka minum, tapi telah membuktikan diri sendiri selama beberapa hari terakhir bahwa dia tidak membutuhkannya. Tidak ada
paket-paket kecil kokain yang tersembunyi di manapun. Tapi Charlie menghabiskan tiga puluh menit memeriksa, untuk berjaga-jaga. Charlie pernah mengalami beberapa seks yang luar biasa saat dia sedang teler, tapi sekarang ia sudah berhubungan seks dengan luar biasa tanpa menggunakannya.
Dia menyeringai ketika berpikir tentang Kate. Bahkan memikirkan namanya membuat antisipasi menggigil mengalir melalui tubuhnya, tapi ia tahu ia harus berhati-hati. Dia tidak ingin pers mencari tahu tentang Kate. Jika mereka melakukannya, itu tidak akan perlu waktu lama untuk menggali informasi tentang si Dickhead dan sebelum kau bisa menjelaskan, mereka akan membuat berita tentang Charlie sebagai mata keranjang, Kate sebagai pelacur dan Dickhead sebagai korban. Masa kecil Kate sudah sulit. Charlie tahu ia hanya mendengar sebagian dari itu. Kate tak perlu melihat masa lalunya dikorek oleh media. Jika mereka berhasil menghubungkannya dengan Charlie, latar belakang Kate akan menjadi milik semua orang dan tidak akan ada harapan apapun bagi hubungan di antara mereka. Kate akan mencampakkannya.
Charlie membeku saat pikiran itu tersaring masuk. Kate akan mencampakkan Charlie karena tidak seperti setiap wanita lain yang pernah keluar dengannya, Kate tidak terkesan dengan kepopulerannya. Kate menghargai privasi dirinya sendiri. Charlie mengusap rambutnya. Itu kedengarannya baik dan buruk. Jika pers mulai mengganggu, akankah Kate lari" Charlie tahu dia harus memperkuat hubungan mereka sebelum orang lain mendengar tentang hal itu. Kate harus belajar untuk mengatasi perhatian media karena cepat atau lambat, itu akan datang.
Sementara itu, dia akan menjaga rahasia Kate selama yang dia bisa. Charlie mengirim sms singkat pada Kate.
Merindukanmu, Mermaid. Sedang menggigit kukuku.
Love Hippo x Balasannya datang hampir seketika.
Merindukanmu juga, Hippo. Apa aku sudah memberitahumu Stopit hanya hilang saat kukumu tumbuh" Kecuali kau memiliki formula penghapus ajaibku, yang hanya akan kuungkapkan jika berada dalam penyiksaan.
Love Mermaid xx Saat sms Charlie padanya.
Sangat menantikan itu. Punya beberapa ide yang bagus untuk membuatmu bekerja sama.
Love Hippo xxx *** Kate tahu dia harus melakukan sesuatu tindakan yang merendahkan diri bersama teman-teman dan tetangganya, dimulai dengan Lucy. Lucy dan Rachel telah bergantian berteriak padanya melalui pintu selama beberapa hari terakhir, sementara Kate sedang meringkuk bersama Charlie dan mengabaikan mereka.
Kate menelepon ponsel Lucy.
"Hai, ini aku."
"Siapa"" Tukas Lucy.
"Mau datang kesini untuk minum""
"Kami ada di atap. Datang dan bergabunglah dengan kami."
Kate mengambil sebotol anggur yang ia dan Charlie tak sempat minum dan menuju tangga.
Dan telah memperlihatkan mereka pada bangunan atap itu. Ketika ia telah menyerahkan kunci apartemennya bersama dengan kunci-kunci untuk kotak pos, penyimpanan bawah tanah dan ruang tempat sampah, ia juga sengaja memberikan satu untuk pintu ke atap. Semua empat dari mereka memiliki kunci sekarang dan tempat itu diisi dengan empat kursi plastik Adirondack biru pucat, meja dan payung, beberapa tanaman yang tampak layu dan BBQ sekali pakai.
Ketika Kate membuka pintu dia melihat Lucy dan Rachel dalam bikini mereka, berbaring di atas handuk, menghadap ke matahari. Dan duduk di bawah payung berbicara dengan pria lain. Kate menyadari itu Fax, teman Richard dan bertanya-tanya apakah ia sudah mulai mendekati Lucy.
"Aku membawa tawaran perdamaian." Kate mengangkat botol dingin.
"Kebetulan sekali. Kami punya beberapa gelas," kata Dan sambil tersenyum.
"Senang bertemu denganmu lagi, orang asing."
Kate duduk di samping Fax.
"Bagaimana kabarmu, Kate"" Tanyanya.
"Baik." Rachel duduk dan mengenakan kacamata hitamnya. "Kami sudah khawatir tentangmu. Dari semua yang kita tahu, kau akan melakukan sesuatu yang bodoh."
"Rachel!" Bentak Lucy.
"Aku memang melakukan sesuatu yang bodoh," kata Kate. "Aku tidak sadar pada apa yang dilakukan Richard Winter." Fax mendesah seolah-olah ia hendak mengatakan sesuatu dan kemudian terdiam. Dan menuangkan anggur dan menyerahkan
nya pada mereka. Kate mendengar Dan menggerutu sesuatu pada Rachel, yang kemudian tampak malu-malu.
"Aku turut menyesal tentang apa yang terjadi dengan Richard," gumam Fax.
Kate mengerjap. Dia tahu mereka akan membicarakan hal ini.
"Kukira dia peduli padamu," kata Fax. "Dia memperdayaiku, juga. Itu adalah hal yang buruk untuk dilakukan."
"Berapa taruhannya"" Tanya Kate.
"Dua ribu pound," kata Fax. "Maafkan aku. Aku tak pernah berpikir dia benar-benar akan melakukan itu.
Ketika ia menyarankannya pada malam 'Pesta Pernikahan', setelah kau begitu jelas tidak ingin dipilih sebagai pengantin, kupikir dia sedang bercanda. Lalu kupikir dia sudah jatuh cinta denganmu. Maksudku, kau tampak tepat bersama-sama."
Dada Kate terasa sesak. Tak pernah ada momen saat Richard bersungguh-sungguh.
Fax berjalan ke meja itu di mana Kate, Lucy dan Rachel sudah duduk, mencari seorang bodoh yang mudah tertipu dan menemukan satu.
"Untuk siapa kita bersulang"" Tanya Dan.
"Pacar baru Kate," kata Lucy sebelum orang lain bisa bicara.
Kate tersentak. "Siapa namanya" Apa pekerjaannya" Di mana kau bertemu dengannya"" Tanya Rachel.
Dan dan Fax berpaling menatap tajam kearahnya.
"Apa"" Tanya Rachel.
"Agen Rahasia seharusnya tidak pernah menolakmu." Dan tersenyum padanya.
"Sangat lucu, Daniel."
Kate tahu bahwa tidak memberitahu mereka apapun akan membuat mereka curiga.
"Namanya Hippo. Dia tinggi dengan rambut hitam lurus. Dia baik dan lucu dan sedang ada pekerjaan saat ini. Aku bertemu dengannya di pantai."
"Siapa nama aslinya"" Tanya Lucy.
Kate berpikir cepat. "Hippolytus." "Ya Tuhan, tidak heran kau memanggilnya Hippo. Apa dia orang Yunani" Jika tidak, apa yang orangtuanya pikirkan"" Kata Lucy.
"Kapan kau pergi ke pantai"" Giliran Rachel menginterogasi.
"Pada hari aku seharusnya pergi ke Hawaii."
"Hawaii" Mengapa...oh," Rachel berhenti.
Kate pikir itu mungkin membungkamnya, ternyata dia salah.
"Kau bertemu dengan dia, lalu""
"Secara harfiah. Kami sedang berenang. Dia berenang bebas dan menabrak hidungku." Kate melihat Rachel langsung menatap Lucy tapi Dan mengetuk-ngetuk gelas anggurnya dan ada kesibukan yang tiba-tiba karena mereka kembali mengalihkan perhatian ke atas meja. Bersyukur atas gangguan tersebut, Kate berharap sudah cukup mengatakan pada mereka, tapi Lucy dan Rachel tidak bisa berhenti di situ saja.
"Dia tinggal dimana" Di pantai"" tanya Lucy.
"Tidak, di London Utara." Tapi Kate tak tahu di mana dan denyut nadinya melonjak. Mengapa Charlie tidak mengatakannya"
"Pekerjaan macam apa yang dia kerjakan"" dari Rachel.
"Itu seperti dua puluh pertanyaan, " kata Dan. "Apa dia hewan, tumbuhan atau mineral"" Pasti seekor hewan, pikir Kate.
"Tidak heran wanita tahu begitu banyak." Fax mengangkat alisnya.
"Yeah, tapi pria tahu hal-hal yang penting," kata Dan.
Rachel memutar badan untuk memelototi Dan kemudian kembali menatap Kate. "Pekerjaan macam apa""
"Dia seperti rudal mencari-panas." Dan menangkap botol lotion berjemur Rachel yang dilemparkan padanya.
"Kupikir dia bisa melakukan hampir semua pekerjaan," kata Kate, menahan seringai.
"Apa dia sudah menikah"" dari Lucy.
"Belum." "Kapan kau bertemu dengannya lagi"" Tanya Lucy.
"Tidak tahu." "Tapi kau ingin bertemu dengannya lagi"" dari Rachel.
Kate mengangguk, tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya, bahwa ia berpikir dia tak bisa hidup tanpa Charlie.
"Kau tidak sedang patah hati, kan"" Kata Lucy. "Kami tidak ingin melihat kau terluka lagi."
"Aku sudah melupakan Richard, percayalah." Kate berharap dia bisa melompat di udara dan berteriak keras-keras.
Seekor merpati mendarat di dekat handuk Lucy. Dan melemparkan sepotong lemon dan merpati itu terbang lagi untuk mencari tempat peristirahatan lain.
"Jadi hidup sudah lebih baik"" tekan Rachel.
"Masa depan terlihat sempurna""
Kate memiringkan kepalanya pada satu sisi.
"Ya, hidup baik-baik saja."
"Rencana untuk masa depan"" Tambah Rachel.
Kate tidak melewatkan tatapan tajam yang Lucy berikan pada Rachel, tapi Kate tak tahu apa artinya.
"Rachel! Bukankah kau akan meminta bantuan Kate"" Kata Dan.
Kate menda pat kesan yang jelas bahwa Dan ingin mengubah topik pembicaraan.
"Ooh ya, kami sudah memiliki lukisan untuk pameran baru," kata Rachel. "Aku akan sangat berterima kasih jika kau bisa menyisihkan waktu untuk membantu dengan katalognya."
"Aku bisa datang setelah bekerja besok."
"Terima kasih, Kate. Itu akan menyenangkan." Rachel tersenyum padanya.
Kate bersandar di kursi dan memejamkan mata. Dia selamat dari interogasi tanpa memberikan informasi apa pun. Dia agak terkejut mereka tidak bertanya lebih lanjut tentang apa yang terjadi dengan Richard. Mereka tampaknya tidak marah saat Kate tidak memberitahu mereka dia akan menikah. Mungkin mereka tidak peduli. Dia masih berdiri di pinggiran kelompok. Apakah mereka teman-temannya" Kate tidak yakin, tapi dia berusaha. Kulitnya merinding.
Sinar matahari terasa nikmat setelah berada di dalam apartemen berhari-hari, meskipun telah menghabiskan waktu bersenang-senang dengan Charlie. Mulut Kate mengejang, ingin tersenyum.
"Jangan tertidur," kata Dan.
"Aku tertidur selama satu jam saat makan siang dan lihat apa yang terjadi."
Kate membuka matanya. Dan mengangkat t-shirtnya menunjukkan garis lingkaran pucat di dadanya. Rachel terkikik.
"Aku hanya membunuh waktuku, Rachel," katanya.
Kate bertanya-tanya apakah Rachel akhirnya menyadari betapa Dan begitu memujanya. Hidup ini terlalu singkat untuk membuang-buang waktu terpisah padahal mereka bisa habiskan bersama-sama.
"Apa kalian berdua sudah pergi keluar"" Tanya Kate.
Dinilai dari betapa terguncangnya wajah mereka, jawabannya adalah tidak.
"Kenapa kau tidak memintanya, Dan" Jika dia mengatakan tidak, setidaknya kau akan tahu dimana posisimu."
Kate menutup matanya. Dia tahu bahwa itu benar-benar sudah diluar dari karakter, yang menyebabkan keheningan sepenuhnya. Mungkin ia seharusnya tidak mengatakan apapun.
"Mau pergi ke bioskop malam ini"" Suara Dan sedikit menciut.
"Oke." Rachel berkata sebelum Dan hampir menyelesaikan kata-katanya.
Kate tersenyum sendiri. "Lucy, kau ingin pergi menonton film denganku"" Fax berseru.
Tuhan, dia benar-benar seperti mak comblang, pikir Kate.
"Mengapa tidak" Nick sibuk malam ini," kata Lucy.
Dari sudut matanya Kate melihat wajah Fax berubah kecewa.
"Kita akan pergi bersama-sama," kata Rachel. "Apa kau dan Hippo ingin ikut juga, Kate""
"Aku harus mengerjakan sesuatu malam ini."
Tapi Kate merasakan gelombang kerinduan untuk menjadi bagian dari sekelompok teman-teman pergi keluar bersama-sama.
Richard jarang ingin pergi keluar dengan orang-orang yang Kate kenal. Dia mentolerir sesekali ikut ke pub dengan Simon dan Fax. Dan itu tidak bisa terjadi dengan Charlie, yang tidak ingin terlihat di depan umum dengannya sama sekali. Kate tahu dia khawatir tentang pers yang mengganggunya dan Kate khawatir tentang hal itu juga, tapi untuk alasan yang berbeda.
*** Kate seharusnya bekerja dari jam delapan sampai dua belas pada hari Minggu malam, menerima telepon dari para pria yang ingin berbicara kotor dengannya atau ingin dia berbicara kotor pada mereka. Dia juga dibayar cukup banyak dari jumlah jam yang tercatat untuknya dan dia membutuhkan uang, tapi dia tidak ingin melakukannya lagi. Tak ada yang akan mengejar dia untuk melanjutkannya. Tak ada yang tahu seperti apa wajah Kate. Bahkan, Kate pikir itu mungkin bahwa wanita yang bekerja di chat line seperti ini dan berpura-pura menjadi wanita perayu di usia dua puluhan, kemungkinan besar adalah wanita lima puluhan yang kesepian. Lagi pula para prialah yang membuat mereka menjadi siapa pun yang mereka inginkan.
Kate menghapus akunnya sebelum ia berubah pikiran. Dia harus mengurangi pengeluarannya.
Pada jam 7:58 telepon berdering.
"Apa yang kau pakai"" Bisik Charlie.
Kate tertawa. "Pakaian dalam hijau."
"Berenda""
"Bukan, satu yang ada lubangnya."
Charlie mengerang. "Aku tercekik dengan nafsu."
"Aku berhenti melakukan telepon seks."
Charlie merengek. "Momen yang tidak pas untuk memilih."
Kate menyelip telepon antara bahu dan pipinya dan membawa kopinya ke sofa. "Kenapa" Apa yang kau lakukan""
"Tanganku ada didalam celanaku. Dengar."
K ate tertawa kecil. "Apa yang akan aku dengar""
"Suara dari piston baja tapi tak terkendali." Tawa Kate meledak. "Apa yang sedang kau baca""
"Aku mencoba untuk melakukan percakapan telepon seks di sini." Kate tersenyum pada kemarahan dalam suara Charlie. "Aku sudah bilang, aku berhenti. Aku tidak bagus dalam pekerjaan itu."
"Well, mungkin kau butuh latihan."
Kate tidak mengatakan apapun.
"Itu suatu petunjuk," kata Charlie.
"Apa ada seseorang bersamamu disana"" Tanya Kate.
"Tidak." "Pintar berpura-pura."
"Consuela, sedang mengelap debu disc platinumku lagi."
"Tanganku juga ada di celanaku, tapi aku berharap kau yang ada dalam celanaku." gumam Kate dengan nada sensual dan meneguk kopinya.
"Mmm," gumam Charlie. "Terus mengelap debu, Consuela."
"Aku ingin memakanmu," gumam Kate. "Aku ingin menjalankan lidahku di sepanjang kejantananmu yang panjang, bwesar dan merasakan setiap incinya." Cangkir di tangan Kate goyah dan ia meletakkannya.
"Kau melewatkan sedikit, Consuela. Lakukan lagi. Lap ke atas dan ke bawah, dan lakukan dengan cepat." Kate menelan ludah di tenggorokannya. "Bisakah kau merasakan gigiku padamu, Charlie, menelusuri pembuluh darah yang tebal itu" melihatnya berdenyut" Apa kau percaya padaku" Bagaimana jika aku mengambil bolamu yang halus itu ke dalam mulutku dan mengisapnya. Apa kau suka itu"" Gelombang gairah berdesir melalui tubuh Kate.
"Bagaimana kau bisa bicara pada saat yang sama"" Tanya Charlie dengan suara serak. "Consuela, ambil kain lap itu keluar dari sana."
"Bungkus jari-jarimu di sekitar milikmu, Charlie. Dorong ke bawah. Sekarang gerakkan tanganmu ke atas. Pegang lebih erat."
"Ya Tuhan, Kate. Cukup sudah. Kau tidak terlalu jauh, tahu. Aku bisa menyetir ke sana."
"Aku begitu ketat dan basah, Charlie. Memikirkanmu membuatku terangsang. Putingku terasa sakit. Jantungku berdebar-debar. Jika kau masuk ke ruangan sekarang, aku akan orgasme bahkan tanpa kau menyentuhku." Kate bersungguh-sungguh.
"Kate," Suara Charlie tersendat.
"Aku sudah melepas bra-ku." Kate meluncur tangan ke putingnya dan mengeras di jari-jarinya.
"Jangan lakukan ini untuk orang lain."
"Itu sebabnya aku tidak melakukan pekerjaan itu lagi, Charlie. Aku hanya ingin orgasme untukmu. Aku hanya ingin merasakan dirimu dalam diriku, semua yang panjang dan tebal dan panas. Aku ingin kau bercinta denganku lebih keras dan lebih keras lagi. Aku ingin kau membuatku menjerit." Kate mendengar Charlie memberikan erangan gemetar. Diikuti jeda yang panjang.
"Consuela harus memandikanku sekarang," kata Charlie.
"Katakan padanya untuk membersihkan di belakang telingamu."
"Itu tidak sampai sejauh itu."
Kate tertawa. "Selamat malam, Hippo."
"Malam, Mermaid. Sampai ketemu lagi ketika aku kembali."
Setetes air mata menyelinap di bulu mata Kate dan membasahi pipinya. Itu membuatnya kulit gatal dan dia ingin menggosoknya, tapi tidak melakukannya. Kate membutuhkannya untuk mengingatkan dia supaya kuat, karena ia telah jatuh cinta dengan Charlie Storm dan tahu dia bisa menghancurkan hati Kate.
*** Ketika Kate melompat ke dalam lobi pada Senin pagi, Dan sedang bersandar di dinding, menunggunya. Dia hanya bekerja sekali-sekali di Crispies, tapi ketika ia melakukannya, ia menunggu Kate sehingga mereka bisa berjalan ke sana bersama-sama.
"Pagi." Dan mendorong pintu keluar yang akan dilewati Kate.
Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Selamat pagi. Bagaimana filmnya"" tanya Kate.
"Tidak tahu." Dan menyeringai.
Kate meliriknya dan tersenyum. "Jangan bilang kau yang membuat 'gerakan'""
"Mungkin." Mereka pergi ke Greenwich Park, berbagi jalan dengan sekelompok pelari lanjut usia.
Dan menguap. "Aku terjaga sepanjang malam melukis. Aku bisa menyelesaikannya jika tidak berangkat hari ini, tapi Mel menelpon pukul tujuh pagi ini dan menuntut kehadiranku. Sam sakit. Lagi."
"Siapa yang kau lukis"" Tanya Kate.
Dan berjalan lebih cepat dan ketika Kate menyusul dia melihat sisa-sisa tersipu di wajah Dan.
"Kau melukis Rachel""
"Dia tertidur. Dia tampak begitu manis. Hanya saja aku tidak berpikir Jack Bellingham akan menginginkan lukisan itu di galerinya."
Kate tertawa. "Jang an katakan pada Rachel. Aku ingin menyelesaikannya sebelum menunjukkan padanya."
"Oke. Er...Dan""
Dan melirik Kate. "Jangan bilang siapa-siapa di tempat kerja tentang apa yang terjadi dengan Richard." Dan mengangguk. "Kau yakin kau baik-baik saja" Aku masih tidak bisa percaya dia melakukan itu."
Mereka menepi saat pejalan kaki-cepat melewati mereka, pantatnya bergoyang-goyang seperti dua kantong jelly.
"Apa kalian semua marah aku tidak memberitahukan tentang pernikahan itu"" Kate bertanya.
"Lucy dan Rachel sedikit jengkel. Aku berharap kau memberitahu, Kate. Kami akan mendukungmu."
Kate memberikan pandangan berterima kasih, tapi senang mereka tidak menyaksikan momen saat ia terhina.
Kate bekerja di Crispies Senin sampai Kamis dengan upah hanya sedikit di atas minimum, dengan dasar bahwa tipnya yang besar. Kadang-kadang mereka memberinya, tapi seringnya tidak. Setidaknya jam kerjanya tidak buruk dan ia bisa berjalan kaki untuk bekerja. Caf" juga dibuka malam hari, namun Kate hanya bekerja shift siang hari. Mel, kakak Dan yang lebih tua, tidak menyukai Kate dan Kate tidak menyukai Mel, tapi Tony, kepala koki dan co-owner, menyukainya. Dia seorang Italia berumur empat puluh tahun yang masih tinggal dengan ibunya dan main mata gila-gilaan dengan segala sesuatu yang memakai rok, meskipun tidak pernah dengan Mel.
"Mendapat liburan yang menyenangkan"" Tanya Tony ketika Kate berjalan ke dapur.
"Luar biasa." Kate tersenyum, berpikir dengan semua kemuakan yang ia rasakan terhadap Richard, ia setidaknya bersyukur Richard membuat pernikahan itu tetap jadi rahasia.
"Kulitmu tidak menjadi gelap sedikitpun." Tony menatap dari atas ke bawah.
"Cuacanya mengerikan."
"Kau harusnya membiarkanku membawamu ke Italia. Matahari selalu bersinar di atasku. Aku bisa menunjukkan padamu saat-saat yang menyenangkan." Dia mengedipkan mata.
Kate memutar matanya. "Tony, siapa pun yang memberitahumu bahwa kau seorang kuda jantan Italia adalah salah, kau lebih mirip kuda poni belang-belang."
"Betapa menghinanya." Tony membelai rambutnya yang menipis. "Kupikir aku adalah cinta dalam hidupmu."
"Hanya ketika kau memasak untukku. Pada waktu yang lain, tidak."
"Oh ya, itu Richard," gerutunya.
Kate membuat dirinya tetap tersenyum. "Tidak lagi."
Wajah Tony berseri. "Serius" Maksudmu aku punya kesempatan lagi" Kemarilah dan rasakan saus puttanesca-ku. Aku ingin kau makan langsung dari tanganku."
"Meskipun kedengarannya tidak bisa dipercaya, Tony, aku harus menolak. Ini jam delapan lima belas pagi. Aku lebih suka minum kopi."
"Kau menghancurkan hatiku."
"Kupikir Lois yang melakukannya""
Lois adalah pelayan lain yang menggoda Tony.
"Kalian semua menghancurkan hatiku. Kecuali Mel," gumamnya. "Dia menghancurkan semangatku." Kate tertawa.
"Berhenti membuang-buang waktu mengobrol dan lanjutkan apa yang kalian seharusnya lakukan," bentak Mel dari belakang mereka.
Tony mulai memukul-mukul panci dan Kate mundur ke ruang makan.
*** Charlie meminta maaf kepada James Kesner, sang sutradara, atas perilakunya pada audisi terakhir. Dia tidak merendahkan diri, atau menawarkan alasan apapun. Jika Ethan tahu dia pernah mabuk dan teler, maka Kesner lah yang mengatakan kepadanya, sehingga Charlie pikir dia hanya perlu untuk menjadi sempurna hari ini. Dia berjabat tangan dengan semua orang yang ada dalam ruangan, mengeluarkan senyum megawatt-nya dan memberikan segala sesuatu yang ia miliki demi mendapatkan peran sekali seumur hidupnya. Charlie menampilkan bagian yang sudah ia siapkan dan menjalankan adegan beberapa halaman naskah. Ketika ia selesai, Kesner bersandar di kursinya dan menatapnya selama beberapa detik tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Jantung Charlie berdebar tapi dia membalas tatapan Kesner dan tidak menundukkan kepalanya.
"Kapan kau terakhir kali menggunakan obat bius atau sejenisnya, Charlie""
"Lebih dari seminggu yang lalu."
"Alkohol""
"Sama." "Katakan padaku mengapa aku harus memilihmu dalam filmku""
"Karena aku sudah membersihkan tindakanku dan aku sempurna untuk peran ini."
"Dan"" Charlie bertanya-tanya apa yang ingin dia kata
kan. "Aku mengagumi apa yang kau lakukan dengan The Way Back dan Rainwalker." Tidak terlalu banyak menjilat. "Tapi aku akan lebih baik daripada Depp. Dia terlalu mencolok dan tidak biasa."
Kesner tertawa. "Kau mungkin benar. Oke, Charlie Storm, kau diterima." Untuk sesaat, Charlie tidak bereaksi. Untuk beberapa detik berikutnya, ia tidak memahami dia telah ditawari peran itu. Lalu ia tersenyum. Dia melakukannya. Dia ingin melompat-lompat dan menjerit. Dia pikir mencium pria itu adalah ide yang buruk. Ucapan terima kasih yang sopan, di sisi lain, pasti benar-benar bisa diterima.
"Terima kasih. Aku menghargai kau memberiku kesempatan lagi."
"Jangan biarkan aku menyesalinya. Asistenku akan mengirimkan kontrak pada agenmu hari ini dan kemudian meng-email mu jadwal syutingnya. Kita akan mengadakan pertemuan pra-produksi segera di Irlandia. Menantikan untuk bekerja sama denganmu, Charlie."
Charlie berjabat tangan lagi dengan semua orang, berjalan keluar dari ruang pertemuan bandara dan kemudian bergegas berkeliling mencari toilet pria sehingga ia bisa muntah. Perutnya akhirnya berpindah dari kondisi rock and roll ke waltz yang lambat.
Ketika ia berhasil memenangkan dirinya kembali, ia mengambil ponsel dari sakunya. Orang pertama yang seharusnya dihubungi adalah Ethan.
"Kate" Aku mendapatkannya! Kesner baru saja bilang padaku. Aku membuat beberapa komentar omong kosong tentang menjadi lebih baik dari Depp dan dia tertawa dan memberiku peran itu. Ya Tuhan, aku tidak bisa percaya."
"Bagus sekali, Charlie," bisik Kate.
"Mengapa kau berbisik""
"Aku tidak bisa membiarkan Mel memergokiku sedang menelepon. Tunggu. Aku akan bersembunyi di suatu tempat." Charlie mengetuk-ngetuk kakinya, kegembiraannya menggelegak melalui setiap pori-porinya.
"Oke, aman sekarang," kata Kate.
"Apa kau akan mengatakan padaku betapa hebatnya aku""
"Apa tak ada orang lain yang muncul ikut audisi"" Tanya Kate.
Hatinya bernyanyi. Dia menyukai cara Kate bereaksi kepadanya. "Tentu saja ada."
"Benarkah ada orang yang mau mencoba mendapatkan peran itu"" Ketika Charlie memikirkan hal itu, dia menyadari bahwa dia tidak tahu.
"Hei, berhenti berpikir," kata Kate. "Kau tahu itu membuatmu sakit kepala. Kau mendapat peran karena kau akan hebat memerankannya. Mari kita terima kenyataan itu. Kau, fantastis, berbakat, manusia yang luar biasa. Kau terlalu bagus untuk film ini. Dengan kekuatan tak terkendalimu, energi brutal dan dengan pandangan futurisme-mu, Kesner seharusnya berterima kasih padamu. Mereka beruntung memiliki aktor dengan integritas artistik yang luar biasa seperti dirimu."
"Aku tahu aku telah membuatmu terkesan."
Kate terbahak-bahak. "Ada beberapa adegan cinta," kata Charlie dengan suara halus.
"Well, itulah mengapa kau mendapat peran itu. Minggu yang lalu adalah satu audisi yang panjang. Kesner dan aku sudah kenal lama. Dia ingin aku memastikan bahwa kau mampu menerima pekerjaan itu."
"Benarkah""
"Sepanjang waktu."
"Hmm." Charlie berharap Kate ada di sana. Dia ingin menciumnya, mencium senyum yang dia tahu ada di wajah Kate.
"Apa yang akan kau lakukan untuk merayakannya"" Tanya Kate.
"Membawamu ke tempat tidur (bed) malam ini sekitar jam sembilan""
"Ah, Bed, itu restoran baru di Knightsbridge di mana mereka akan mengeluarkan cambuk jika kau menumpahkan kecap di atas meja""
Charlie tertawa. "Maaf, aku sudah pergi keluar malam ini," kata Kate.
Dan kekecewaan menenggelamkan kebahagiaan Charlie. "Kemana""
"Aku membantu di galeri seni Rachel."
"Kapan kau akan kembali""
"Jam sebelas, kira-kira."
"Oke." Charlie akan berada di sana jam sebelas lewat lima.
"Di mana kau sekarang"" Tanya Kate.
"Di toilet pria di Bandar Udara Edinburgh. Kamu""
"Toilet wanita di Crispies." Kate tertawa.
"Aku baru saja muntah."
"Aku baru saja buang air kecil."
Charlie tertawa. "Ketika aku sedang bicara denganmu""
"Toiletnya terlalu menggoda dan aku tak punya istirahat banyak."
"Kate" Aku menelepon untuk memberitahumu yang pertama."
"Jangan katakan pada Ethan. Dia akan cemburu."
"Bye, Mermaid."
"Bye, Hippo." Charlie tidak menelpon Ethan sampai
ia sudah memesan kursi di penerbangan berikutnya ke London.
Ethan sudah memesan tiket penerbangan untuk jam empat dan Charlie tidak ingin menunggu selama itu. Beberapa kata yang mempesona pada petugas resepsionis, ditambah beberapa tanda tangan, dan ia sekarang sudah siap pergi dalam waktu kurang dari satu jam. Dia duduk di kursi panjang eksekutif di sudut dengan surat kabar, kopi dan sandwich ayam tikka dan menelpon Ethan.
"Hai Ethan, aku mendapatkannya."
"Terima kasih Tuhan."
"Maksudku wiski. Aku tidak mendapatkan peran itu."
"Charlie, jangan bercanda."
"Ya, aku mendapatkannya," kata Charlie, suaranya dipenuhi dengan kebahagiaan.
"Aku tahu kau bisa melakukannya. Bagus sekali. Kapan kontraknya akan datang""
"Asisten Kesner akan mengirimnya hari ini."
"Jangan berbuat kacau sekarang," kata Ethan. "Kau tidak perlu mabuk atau teler untuk merayakannya."
"Tidak, tidak lagi."
Ada jeda sebentar. "Jadi rumor tentang kau dan Jody Morton itu benar"" Charlie membanting cangkirnya kembali di meja dan kopi menciprat ke surat kabar.
"Sudah kubilang aku tak pernah tidur dengannya. Dia menginginkannya, tapi aku tidak tertarik. Bukan tipeku."
"Aku tidak percaya padamu."
Charlie mendesah. "Kau tidak membawanya ke acara makan malam AIDS"" Tanya Ethan.
"Apa dia akan pergi"" Tanya Charlie. "Aku bahkan tak tahu dia berada di Inggris."
"Siapa yang kau ajak""
"Tidak ada. Tadinya aku mau mengajak Jennifer Ward, tapi kupikir dia tidak akan bersedia." Charlie mendengar Ethan bergumam pelan.
"Jadi, siapa saat ini yang kau tiduri"" Tanya Ethan.
Charlie tetap diam. "Ayolah, Charlie. Aku sangat mengenalmu. Jika kau tidak minum dan memakai obat, kau pasti telah menemukan sesuatu yang lain yang dapat dilakukan. Aktris atau model""
Charlie merapatkan bibirnya.
"Aku agenmu. Aku seharusnya tahu. Aktris atau model""
"Bukan dua-duanya."
"Penyanyi""
"Dia seorang pelayan."
"Oh, sial." Suasana hati Charlie yang baik langsung menguap. "Persetan, Ethan. Aku benar-benar menyukainya."
"Kau benar-benar menyukai setiap orang saat kau sedang meniduri mereka," bentak Ethan kembali.
"Kate berbeda."
"Kukira dia berpura-pura tidak terkesan bahwa kau adalah Charlie Storm""
"Sebenarnya, dia memang tidak terkesan," kata Charlie.
"Ya Tuhan, Charlie. Sadarlah. Kau adalah kau. Kau tahu dunia ini seperti apa. Kau tidak bisa mempercayai siapa pun. Ini adalah waktu yang salah untuk memulai hubungan dengan siapapun.
Kau seharusnya berkomitmen untuk pekerjaanmu, bukannya meniduri seorang pelayan." Charlie berjuang untuk menemukan tombol off di ponselnya. Jari-jarinya bergetar begitu hebat.
*** Strangers Bab 11 Pada saat Kate tiba di Galeri Bellingham, hampir jam tujuh. Sebuah insiden di kereta bawah tanah membuat jalur ditutup dan semua jadi kacau balau. Dia berharap akan mendapat tumpangan pulang ke Greenwich dengan Rachel dan Dan, tapi jika mereka tidak berencana untuk tutup jam sepuluh, Kate akan pulang sendiri. Dia tahu Charlie akan datang.
Tanda tutup masih terpasang, tapi pintu terbuka sedikit dan bel berdenting.
"Kunci setelah kau masuk," seru Rachel. Kate tidak bisa melihat siapa pun. "Bagaimana kau bisa tahu itu aku""
"Lukisan terbaru Gustav Mazov. Ada sebuah lubang. Lihat."
Rachel menjulurkan kepalanya walaupun ada kanvas merah besar tergantung di tengah galeri dan memasang muka aneh. Kate pura-pura ngeri. Dan muncul dari kantor, memegang sebotol anggur. Dia menatap Rachel dan mendesah. "Aku berharap aku bisa mengatakan itu meningkatkan karya seniman itu, tapi aku tidak bisa. Ingin minum, Kate""
"Gelas yang sangat besar saja."
"Kau sudah menduga apa kesenangan yang terbentang di depan, kan"" Dan memasang muka yang mirip dengan Rachel.
Kate mengambil gelas dari tangannya. "Kapan kalian berdua akan keluar lagi""
"Pergi makan besok," kata Dan dengan senyum konyol.
"Nah, kau bisa pergi ke pub malam ini, jika kita bisa menyelesaikan ini dengan cepat." Kate tidak menambahkan bahwa dia ingin mereka untuk memilih sebuah pub di Greenwich sehingga mereka bisa mengantarnya pulang.
Galeri Bellingham sebagian besar dipenuhi wisataw
an London, namun Rachel menggunakan satu lampiran untuk menampilkan karya yang lebih inovatif. Pameran pertama dibuka beberapa minggu setelah mereka pindah ke apartemen di Greenwich. Rachel mengajak Lucy dan Kate untuk membantu membuat galeri terlihat sibuk dan berpura-pura untuk membeli lukisan. Dan berada di sana karena salah satu karyanya tergantung di dinding. Malam itu, ia menguping percakapan antara Kate dan Jack Bellingham kemudian Dan menyeret Kate melewati setiap lukisannya, menuntut pendapatnya. Lima belas menit kemudian, ia menuding Kate sebagai seorang kritikus seni profesional dan sering merecokinya untuk mengetahui bagaimana Kate tahu begitu banyak. Kate tidak memberitahunya.
"Nomor satu dalam daftar," kata Rachel, pena ditangan, clipboard siap. "Pelan-pelan agar aku bisa menuliskan setiap kata."
"Ini disebut Wall." Dan membaca dari label.
Kate melarikan matanya di atas lukisan itu. Sebuah kanvas minyak berukuran sedang, menunjukkan bagian dari dinding bata merah tua dengan langit biru cerah, tak berawan sebagai latar belakang. Kate mengambil napas dalam-dalam.
"Oke. Potongan gambar ini menawarkan kontradiksi, keseimbangan antara akrab dan abstrak secara klinis. Latar belakangnya salah satu energi statis dengan petunjuk dari disfungsi yang ditangguhkan dalam cara batu bata diselaraskan. Perasaan dislokasi, yang timbul dari ketidaklengkapan gambar, menimbulkan pertanyaan tentang fungsi objek itu sehari-hari."
Rachel menulis dengan tergesa-gesa. Dan melongo.
"Pasti kau seorang seniman."
"Aku sudah bilang padamu aku bahkan tak bisa menggambar lingkaran."
"Berhentilah mengganggu dia," kata Rachel. "Aku tak peduli bagaimana kau melakukannya. Teruskan."
"Apa kau suka lukisan itu"" Tanya Dan.
"Tidak, omong kosong sederhana." kata Kate dan pindah.
Yang berikutnya menampilkan anak kecil sedang melepas atau mengenakan pakaiannya. Kepala anak itu tertutup oleh pakaian.
"Ready for Bed," gumam Dan.
"Aku suka ini. Ini lucu," kata Rachel. Kate menelan ludah. "Benarkah""
"Kau tidak berpikir begitu"" Rachel tampak bingung. Kate menggigit bibirnya selama beberapa saat sebelum ia bicara. "Sebuah gambar yang mengejutkan dan meresahkan, di mana sapuan kuas yang menyapu dengan berani digunakan untuk mengaburkan perbedaan antara kepolosan dan seksualitas. Perasaan bahwa malapetaka yang menunggu untuk terjadi, bergema dalam cara bagaimana warna digolongkan, sehingga lukisan itu tampak menuju kearah kerusakan disfungsional."
"Disfungsional yang lain"" tanya Dan. "Bukankah semua artis disfungsional" Ngomong-ngomong, aku suka kata itu." Kate menyeringai.
"Tapi tidak suka lukisannya"" Tanya Rachel lagi.
"Sedikit. Meskipun dilukis dengan baik. " Kate bergerak lagi.
"Kupikir aku tidak menyukainya lagi," kata Rachel.
Kate berbalik kearahnya. "Jangan katakan itu, Rachel. Jika kau melihatnya lucu, itu tidak apa-apa. Yang penting apa artinya bagimu. Kau tidak boleh terpengaruh oleh apa yang aku pikirkan."
"Jadi mengingatkanku mengapa kita di sini"" Dan bertanya. "Apa tujuannya dalam sebuah katalog""
"Karena apa yang dikatakan Kate memberikan rasa keaslian pada lukisan-lukisan itu," kata Rachel.
"Maksudmu itu membuat mereka terdengar lebih baik dari yang sebenarnya"" Dan mengangkat alisnya.
"Dan kau dapat menjualnya lukisan-lukisan itu lebih mahal." Kate pindah ke lukisan berikutnya.
"Hati-hati pada apa yang kau katakan." kata Dan.
Kate berdiri di depan salah satu potret karya Dan. "Seorang seniman baru yang berbakat mengungkapkan kilauan dan gaya kurang sopan dalam kemegahan yang penuh dan meledak-ledak. Keadaan pikiran nakal subjek ini sebanding dengan putaran dari goresan kuas dan detaill indah yang diberikan kepada mata yang melihatnya. Bagaimana dengan itu""
"Aku mencintaimu." kata Dan.
Kate menyeringai. "Siapa itu""
Dan berpura-pura memukul Kate. Itu potret kakaknya, Mel.
"Aku belum selesai," kata Kate saat Rachel mulai bergerak lagi. "Tapi di bawah permukaan terletak individu yang bingung, yang wajahnya menakutkan dan memikat. Tanda-tanda kegilaan hadir dengan halus."
"Tuhan, jangan menulis it
u, Rachel. Mel akan membunuhku."
"Oh, itu Mel" " Tanya Rachel. Dan berbalik ngeri, hanya untuk melihat Rachel tersenyum.
Kate mengejar sisanya, terutama mengagumi karya satu artis, yang dalam lukisannya adalah sebuah dapur yang sangat gelap, daerah tunggal cahaya yang keluar dari kulkas telah dibuat menggunakan massa benang sutra. Kecuali kau berdiri di dekatnya, itu terlihat seperti dicat.
"Apa itu"" Tanya Kate, melihat sepetak dinding yang kosong. "Atau ini adalah seni yang sangat modern""
" Seniman itu berjanji lukisannya akan berada di sini malam ini, tapi tidak, sulit sekali. Terima kasih banyak untuk hal ini, Kate. Aku tahu aku yang harus melakukannya, tapi aku tidak bisa membuatnya dengan kata-kata yang tepat."
"Sejujurnya, tidak ada yang patut menulis tentang lukisan. Itulah inti dari lukisan, kan" Gambar, bukan kata-kata. Satu-satunya orang yang dapat mengatakan apa arti dari lukisan itu adalah orang yang menciptakannya. Dengan asumsi mereka tahu. Mungkin kau benar tentang seorang anak yang bersiap-siap untuk tidur. Mungkin itu memang seperti itu adanya, dilukis oleh seorang ayah atau ibu yang penuh kasih sayang. Tapi mungkin juga itu dilukis oleh seorang pedofil." Rachel memucat. "Ya ampun, aku harap bukan."
"Masalahnya adalah para seniman dalam separuh waktunya saat melukis tidak tahu apa yang mereka lukis. Bukankah itu benar, Dan"" tanya Kate.
"Aku selalu tahu."
"Itu karena kau melukis potret," kata Rachel.
"Sebuah lukisan harus menarik setiap kali kau melihatnya, bukan hanya pertama kali kau melihatnya, jika tidak, apa gunanya memilikinya di dindingmu"" Kata Kate.
"Bagaimana kau mendapatkan ide-idemu"" Tanya Dan. "Ketika kau masih kecil, apakah orangtuamu menyeretmu mengitari The Tate dan National Gallery""
"Aku tak tahu di mana aku mendapatkan ide-ide itu. Aku membuka mulutku dan omong kosongku keluar. Apakah kita sudah selesai""
Tidak sesederhana itu, tapi Kate tidak berniat mengatakan yang sebenarnya, bahwa minatnya pada seni adalah cara bagaimana dia mengawasi ayahnya.
*** "Kiriman untuk Nona Mermaid," Charlie bernyanyi lewat interkom.
Sambil menyeringai penuh antisipasi. Pintu depan terbuka dan ia masuk. Sekarang sudah jam 11.30. Terlambat, tapi tidak terlalu larut. Dia terjebak dalam sebuah rapat dengan penasihat keuangan, meskipun Charlie menangani sebagian urusan bisnisnya sendiri. Ijasah sarjana ekonominya seharusnya bisa digunakan untuk sesuatu.
"Kukira kau tak akan datang." Kate bersandar di pegangan tangga, mengawasi Charlie berlari naik.
"Aku tidak akan datang. Kau benar-benar licik, keluar malam ini. Aku tidak suka kau lagi." Charlie berniat menangkapnya dan Kate lari.
"Baik. Kalau begitu pergilah," teriak Kate.
Dia berusaha menutup pintu, tapi Charlie meletakkan kakinya di antara pintu dan memaksa membukanya. Charlie meraih Kate, mendorongnya ke dalam sambil membanting pintunya. Dia menempelkan bibirnya terhadap Kate, mengerang di dalam mulutnya. Mereka berciuman begitu lama ketika bibir mereka terpisah, mereka tersentak berbarengan, seakan mereka muncul ke permukaan setelah menyelam bebas di kedalaman. Charlie membelai pipinya.
"Ya Tuhan, Kate. Aku merindukanmu. Kau tidak benar-benar ingin aku pergi, kan""
"Belum." Charlie berdiri tegak dan menatapnya.
"Jadi, bagaimana harimu"" "Sempurna sekarang."
Kate tersenyum lambat. "Dan selain mendapatkan di peran sekali seumur hidupmu, bagaimana denganmu""
"India keluar dari rumah sakit dan aku belum minum, rokok, sebaris coke atau seks."
"Dan yang mana yang ditawarkan padamu""
" Hanya minum." Charlie mengambil tangan Kate dan berjalan ke dalam apartemen. "Sudah menyelesaikan salah satu jigsaw kita""
"Tidak." Dia mengambil potongan persegi dari atas meja dan mengangkat pandangannya kearah Kate.
"Apa kau memotong gaun pengantinmu""
Mata Kate berbinar. "Mau lihat apa yang aku lakukan dengan itu"" Mungkin aku akan melihatnya, pikir Charlie.
"Anggap saja rumahmu sendiri." kata Kate dan mengulurkan tangannya seolah-olah dia sedang memegang nampan minuman di telapak tangannya.
Kate mengenakan rok denim keci
l abu-abu dan t-shirt katun pink berleher V. Kakinya telanjang. Jari-jari Charlie melayang-layang.
Kate tertawa. "Buat keputusan."
Charlie melotot dan kemudian mengangkat bajunya melalui kepala Kate. Charlie merasa seolah-olah dia berbaring di kursi dokter gigi dengan semua cairan tubuhnya disedot keluar dari mulutnya. Dia bahkan dalam keadaan tidak nyaman, meskipun di daerah yang agak rendah dari mulutnya.
"Bagaimana menurutmu"" Tanya Kate. Charlie nyaris tidak mampu berpikir. Reaksinya terhadap Kate adalah murni refleks. Kejantanannya yang sudah tegak, menjadi lebih bersemangat. Detak jantungnya dua kali lipat dan kebutuhannya pada Kate menjadi empat kali lipat. Bra manik-manik tanpa tali berenda yang tampaknya benar-benar tidak menyembunyikan apa pun. Nyatanya malah terlihat menawarkan puting lezat Kate padanya. Jari-jarinya membuka ritsleting rok Kate dan menariknya ke bawah. Sebuah erangan yang mendalam bergemuruh dari suatu tempat dalam diri Charlie. Celana dalam Kate adalah secarik kain berbentuk hati dengan tiga tali satin tipis melingkar di kedua sisi melengkung di atas pinggulnya. Di tengah-tengah kain ada gambar kuda nil kecil.
Charlie membuka mulutnya tapi tidak ada kata yang keluar. Kate berdiri dengan tangan gelisah, rambutnya berantakan dan senyum gugup di bibirnya. Charlie mendesah.
"Katakan sesuatu yang bagus atau apapun," kata Kate. Charlie melucuti kemejanya melalui atas kepalanya dan menjatuhkannya.
"Bagus atau apapun. Kau begituuuu nakal. Kau sudah merusak kejutanku." Dia melepas sepatu dan membuka kancing celananya.
"Mau membuka risletingku""
Jari-jari Kate meluncur ke bagian dalam atas celananya, menyentuh ujung kemaluan Charlie dan Kate tertawa.
"Apa yang terjadi dengan celana boxermu, Rambo""
"Aku begitu bagus dan halus setelah dicukur olehmu, kupikir itu akan menarik untuk komando (tanpa celana dalam)."
"Dan benarkah itu"" Tangan Kate meluncur lebih dalam dan membungkus jari-jarinya di sekeliling kemaluan Charlie.
"Tidak sampai sekarang."
Kate menariknya ke kamar tidur sambil memegang kejantanannya.
"Aku selalu memikirkan tentangmu sepanjang hari," kata Charlie. "Aku dalam perilaku terbaikku. Kesner benar-benar menyukaiku. Aku bahkan ingat untuk mengucapkan terima kasih." Kate menarik celananya ke bawah dan Charlie melangkah keluar.
"Aku terus membayangkan kau berteriak padaku jika aku mengacaukan segalanya. Aku ingin..."
"Ingin apa""
"Ingin membuatmu bangga padaku, " gumamnya. "Ingin menunjukkan padamu kalau aku sudah berubah."
Kate menangkup wajahnya dengan tangan Charlie. "Aku tidak tahu dirimu yang lama. Aku hanya tahu Charlie yang membuat hidungku berdarah, orang dengan mata sedih yang kukira adalah hiu, Charlie yang menyelamatkanku. Aku tak tahu Charlie yang merokok terlalu banyak, minum terlalu banyak dan memakai terlalu banyak obat, karena kau tidak melakukan hal-hal itu denganku.
"Dan aku cukup suka dengan Charlie yang melakukan seks terlalu banyak, asalkan ia hanya melakukan itu denganku."
"Aku begitu menginginkanmu hingga membuatku takut, " bisik Charlie.
"Aku takut aku begitu menginginkanmu," bisik Kate kembali.
Charlie menyelipkan jari-jarinya di bawah sisi celana dalam Kate dan meremas pantatnya, menarik tubuh Kate kearahnya, menggoyang kemaluannya pada Kate sebelum menekan tubuh Kate ke dinding. Charlie menekan bibirnya pada bibir Kate dan tenggelam di dalam mulutnya. Panas yang ia temukan disana menggelora melalui tubuhnya hingga jari-jari kakinya melengkung. Aroma Kate membuatnya liar, rasanya hampir lebih dari yang bisa ia tanggung. Charlie mencium menuruni sepanjang lehernya dan menjilat perlahan-lahan menuju putingnya sementara ia menggosok ibu jarinya di bawah half-cup branya. Dia menemukan kait tersembunyi yang ada di depan, menjentikkannya terbuka dan jatuh ke lantai.
"Oh Tuhan, payudaramu," kata Charlie sambil mengerang.
"Tidak terlalu besar."
"Benar-benar sempurna bentuk, berat, rasa dari rasa raspberry di ujung putingmu."
"Mengapa para pria sangat menyukai payudara""
Charlie menatap Kate dengan mulutnya di sekitar puting Kate.
Charlie membiarkan Kate melepasnya dengan suara pop lembut dan menjilat bibirnya.
"Kau memintaku untuk berpikir ketika setiap sel dalam tubuhku berusaha untuk mencapai momen tanpa berpikir yang indah"" Kate tertawa. "Ya."
"Ya Tuhan. Kau begitu menuntut." Charlie menggigit kecil menuruni tubuh Kate, menekan setiap kalimat dengan ciuman.
"Aku tak tahu mengapa pria menyukai payudara." Kiss.
"Karena mereka tidak punya"" Kiss.
"Karena kebanyakan wanita menyembunyikannya dan pria menginginkan apa yang tidak dapat mereka memiliki"" Kiss.
"Karena payudara terasa begitu menyenangkan"" Kiss.
"Karena itu membuat wanita bergairah pada saat pria menghisapnya"" Kiss.
Charlie mencapai pusar Kate. Charlie menarik celana dalam Kate saat dia memutar lidahnya di sekitar pusarnya yang kecil.
Ketika ia menggesekkan pipinya terhadap tubuh Kate, Kate mengerang. Dia menjatuhkan diri untuk mengendus ke sebelah dalam pahanya. Kate sudah basah. Dia bisa melihat lipatannya mengkilap.
Kewanitaannya tampak berkilau saat Charlie memandangnya. Kate mengerang saat ia mencium di antara kedua kakinya, lidahnya menyelinap melewati lembah seksnya sampai menemukan pelindung klitorisnya. Kemaluan Charlie berdenyut saat ia mengisap.
Charlie menempatkan lututnya lebih nyaman di lantai dan menempelkan Kate ke dinding, tangannya di pinggul Kate. Beberapa saat menggoyang-goyangkan lidahnya di atas tonjolan ketat klitorisnya membuat Kate orgasme di mulut Charlie dengan teriakan tenang dan banjir cairan. Charlie menjilat dan mengisap dan merasa orgasme Kate menggulung melaluinya, mulai dari mulutnya langsung menuju ke kemaluannya, yang melepas semburan pre-cum sebagai responnya. Dia mencium terus ke bawah, memeluknya sampai Kate berhenti gemetar dan kemudian mencium kembali ke atas tubuh Kate.
"Lagi," bisik Kate terhadap mulutnya.
Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Charlie tersenyum dan membalik Kate menghadapi dinding. Dia mengarahkan kemaluannya sehingga meluncur di antara kaki Kate, di sepanjang lipatan seksnya, terbungkus dalam panas basah seksnya sampai pinggulnya menempel rapat ke bagian belakang tubuh Kate. Kate menggeliat dan merapatkan pahanya dan Charlie mendesis.
"Jangan bergerak," kata Charlie. "Tetap diam dalam semenit."
Bukan berarti Charlie mengira Kate tetap diam akan membuat perbedaan apapun. Setiap bagian dari tubuhnya sakit menginginkan Kate. Dia menggerakkan tangannya di atas bahu Kate, menyukai nuansa sehalus satin dari kulitnya. Matanya berlama-lama di bekas luka itu, bertanya-tanya kapan Kate akan cukup percaya padanya untuk menceritakan bagaimana dia mendapatkan luka itu. Lalu Charlie menyelipkan jari ke atas bagian depan tubuhnya membelai payudaranya.
Charlie mengerang saat ujung putingnya mengeras di bawah sentuhannya. Bahkan saat ia mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak melakukannya, ia menggoyang pinggulnya terhadap tubuh Kate, membiarkan kemaluannya menyelip dan meluncur ke dalam seksnya yang licin.
"Oh kau terasa begitu nikmat," bisik Charlie.
Charlie berharap Kate menggunakan pil, berharap ia bisa mendorong dalam dirinya tanpa harus memakai pelindung. Kepala kemaluannya yang besar menyenggol pintu masuk Kate dan Charlie menemukan dirinya menekuk lututnya sehingga dia bisa mendorong dan meluncur dalam dirinya. Begitu mudah. Hanya mendorong.
Meskipun saat ini ia memiliki sel-sel otak yang hanya sedikit berfungsi, Charlie menarik dirinya menjauh. Kate menggodanya di luar jangkauan akal sehatnya. Kate membungkus jari-jarinya yang gemetar pada tangan Charlie dan membawanya ke kamar tidur. Lalu berbaring di satu sisi dan menyaksikan bagaimana Charlie merogoh lemari samping tempat tidur untuk mengambil kondom dan memasang di kemaluannya. "Aku selalu berpikir aku ingin bermain-main dulu selama berjam-jam tapi kemudian aku tidak bisa menahan diri," kata Charlie dengan erangan frustrasi. "Ini semua salahmu."
Kate tertawa. Charlie menggeram dan mendorong Kate hingga berbaring. Dia mengangkat kaki Kate ke udara dan mendorongnya ke arah dada Kate. Ketika Charlie menatapnya, dia mengerang.
"Oh Tuhan. Kau perlu dikunci." bisik Charlie.
Sambi l tetap memegang pergelangan kakinya, Charlie melebarkan kaki Kate. Charlie tahu ukuran kemaluannya tetap sama, tapi tanpa rambut untuk mengaburkan pangkalnya, ia tampak lebih besar dan merasa lebih besar. Matanya ditutup meskipun berupaya untuk menjaganya terbuka saat ia meluncur langsung ke dalam diri Kate. Turun, turun, turun. Rasanya seperti menyelam ke dalam kolam yang dalam, rasa sensasi memabukkan yang benar-benar membuat kewalahan.
Kate mulai membuat suara mendesis kecil, dan semua harapan Charlie agar melakukannya dengan lambat mulai menguap. Dalam tiga kali dorongan panjang ke dalam diri Kate, ia tiba-tiba memburuk menjadi ledakan kalut, menarik kemaluannya masuk dan keluar dari alur Kate yang ketat. Jari-jarinya mencengkeram pergelangan kaki Kate saat ia mendorong. Charlie bisa merasakan kemaluan Kate mengetat di sekitar kejantanannya, menyedot miliknya ketika Charlie menarik mundur, dan seakan jari-jari terakhir Charlie yang memegang tepian tebing tergelincir. Charlie menghujam ke dalam diri Kate seperti bintang porno super-jantan yang pernah ia tonton dan telah memutuskan akan mempercepat gerakannya.
Mungkin tidak. "Oh Tuhan," Charlie mengerang, "Aku tidak bisa berhenti. "
"Kau...pikir...aku ingin berhenti""
Kekuatan klimaksnya yang akan memuncak membuatnya melayang-layang antara kenikmatan dan rasa sakit, tapi ia serius bahwa ia tak mampu memperlambat gerakannya. Charlie merasa Kate orgasme dan menggeliat ke dalamnya, kepalanya meronta-ronta dari sisi ke sisi. Hanya sedikit dari dirinya dia bisa bergerak.
"Charlieeee," ratapnya.
Bolanya seakan terbakar, Charlie jatuh ke dalam perhambaan dari gesekan tanpa belas kasihan, panas dan licin. Otot-ototnya mengencang dan denyut jantungnya melaju jauh melebihi skala. Charlie memiliki rasa takut sesaat dan tiba-tiba bahwa apa yang ia dan Kate alami terlalu baik, bahwa untuk menjadi sesempurna ini tidaklah diperbolehkan.
Sesuatu akan menjadi salah. Kemudian semuanya melaju bersama, mengisap Charlie di dalam pusaran fisik dan mental dan ia memancar deras ke dalam diri Kate dengan teriakan keras dari kenikmatan.
Setelah getaran nikmat yang terakhir telah terlepas dari tubuhnya, Charlie keluar dari Kate dan bergeser meluruskan kaki Kate. Ia mengurusi kondomnya dan kemudian menekan wajahnya di sebelah wajah Kate. Anggota badan Charlie masih gemetar dan napasnya tersengal.
"Apa aku menyakitimu"" Bisik Charlie. "Maaf."
"Lagi," bisik Kate dan meringkuk lebih dekat.
Charlie membungkus lengan dan kakinya di sekeliling Kate. Seiring dengan perasaan kepuasan seksual yang mendalam, Charlie takut. Dia takut akan mengacaukan ini karena itulah yang selalu ia lakukan. Tak peduli berapa banyak ia tidak ingin merusaknya, itulah yang akan terjadi. Charlie terus memeluk Kate lama setelah Kate jatuh tertidur.
*** Mata Kate tiba-tiba terbuka ketika Charlie mengguncang dirinya.
"Ada apa ini""
"Tidak...aku mau," Charlie megap-megap.
"Apa"" Kate mengulurkan tangan untuk mengusap wajah Charlie.
"Aku bermimpi buruk," bisik Charlie. "Aku bermimpi aku akan kehilanganmu. Oh Tuhan, jangan tinggalkan aku. Jangan tinggalkan aku."
Dia menarik Charlie ke dalam pelukannya. "Tidak apa-apa, Hippo. Aku ada di sini."
"Kau milikku." "Aku milikmu," kata Kate.
"Aku tidak ingin mengacaukan ini. Kau sangat berarti bagiku." Gumpalan di tenggorokan Kate sulit untuk ditelan. Kate pikir dia tidak akan pernah bisa mempercayai siapa pun lagi setelah Richard tapi Charlie tidak mungkin untuk ditolak.
Tangan Charlie menyelinap di antara kedua kaki Kate. Saat ia mulai menggosok klitorisnya di antara jari dan jempolnya, tubuh Kate merespon. Charlie menatapnya lekat-lekat, mengamati wajahnya saat ia membawanya orgasme. Kate merasa seperti ada sesuatu yang berkembang di dalam dirinya, badai petir pada hari di musim panas, kilat yang menjanjikan, awan gelap bergulir di atas kepala sampai beratnya udara membuat dirinya sulit untuk bernapas.
"Kau begitu panas dan basah dan manis," kata Charlie mengerang. "Aku suka membuatmu klimaks. Katakan padaku bagaimana rasanya."
"Oh Tuhan, aku tak tahu ap
a aku bisa." "Cobalah." "Itu dimulai dengan rasa hangat dan menenangkan tapi tepat pada awalnya, ada perasaan yang terbangun terhadap sesuatu." Kate menelan ludah. "Semacam pengetatan...yang intens di dalam perutku." Kata-kata mulai mengalir. "Jika kau mengubah apa yang kau lakukan, sudut, tekanan, itu merubah sesuatu dalam diriku juga, mungkin mempercepat, mungkin memperlambat tapi itu terus datang. Seperti awan berbentuk jamur dari sebuah ledakan atau gelombang besar bergegas menuju pantai. Tidak ada yang dapat menghentikannya dan kau tahu itu akan menenggelamkanmu, menelanmu dan kau menginginkannya, tapi belum saatnya, jadi kau lari dan lari hanya saja kau tidak dapat melakukan apa pun untuk membuatnya tidak terjadi."
Kate melepaskan erangan panjang saat jari-jari persuasif Charlie menariknya ke jantung kegelapan, hanya untuk dilemparkan kembali ke dalam cahaya, secepat sebuah panah.
"Oh Tuhan, Charlie, Charlie." Tubuh Kate kaku dan bergidik saat tubuhnya menegang dan santai dalam cengkeraman kuat orgasmenya. Lalu bibir Charlie ada di seluruh wajah Kate, mencium dan mencium dan Kate tahu dia akan mati ketika Charlie meninggalkannya karena dia tidak ingin hidup tanpa Charlie.
Charlie melempar selimut dan mengangkangi Kate, lututnya di kedua sisi pinggulnya, tangannya ada di kejantanannya yang tegak. Matanya tampak hitam dalam cahaya redup.
"Kate." Charlie menghembuskan namanya dalam desahan panjang.
"Ya." "Oh Tuhan. Aku ingin keluar di seluruh tubuhmu. Aku ingin bercinta dipusarmu, payudaramu, bercinta di mulut manismu. Aku ingin menembakkan spermaku ke seluruh perutmu. Aku ingin menggosokkannya ke kulitmu. Aku ingin kau merasakanku. Aku ingin merasakanmu." Kate meraih dan menangkap botol minyak yang dia pernah gunakan sebelumnya. Meneteskan beberapa di antara payudaranya, menggeser jauh botolnya dan kemudian menekan payudaranya bersamaan. Charlie mengerang. Dia bergerak agak naik ke atas dan meluncurkan kepala bulat kemaluannya ke lipatan yang telah dibuat Kate. Desahan napas panjang, gemetar saat Kate memegang payudaranya rapat di sekelilingnya, menandakan Kate telah melakukan dengan benar. Ini adalah kali pertama baginya, tindakan lain yang sudah diteliti untuk melakukan telepon seks. Banyak pria memiliki fantasi ini dan kali ini, dengan Charlie, ternyata membuat Kate bergairah juga.
"Oh sial," Charlie terengah.
Charlie adalah orang yang menggerakkan pinggulnya maju mundur namun Kate yang menguasai gerakan kemaluannya. Ketat, longgar, meremas, melepas dan Kate membiarkan Charlie melonjak ke depan sehingga bisa menjilat ujungnya.
"Sial, sial, sial."
Charlie menarik kembali dan berjongkok saat krim keperakan muncrat di atas tubuh Kate. Charlie melemparkan kepalanya ke belakang dan terkesiap oleh pelepasannya, memandikan perut Kate dengan sperma yang hangat dan kental. Charlie begitu tampan.
Charlie menggeser lututnya ke ranjang dan melayang di atas Kate. Memutar-putarkan jarinya dalam cairan mutiara dan mengolesinya di sekitar puting Kate. Kate meraup olesan itu dan menjilat jarinya perlahan-lahan.
"Aku berharap itu ada dalam dirimu. Aku berharap aku bisa keluar dalam dirimu."
Charlie mengoleskan tangannya di atas perut Kate.
"Jangan pernah mencucinya."
"Itu sangat tidak higienis." Charlie menunduk dan menjilat puting yang dia olesi.
"Apa romantisme sudah mati"" Tidak akan, pikir Kate. Apa yang dia dan Charlie alami tidak akan pernah mati.
*** Strangers bab 12 Kate kira Charlie tidak terjaga, tapi saat Kate menutup pintu lemari pakaiannya, Charlie membuka mata.
"Apa yang kau lakukan"" Gumamnya.
"Aku harus bersiap-siap untuk bekerja." Mata Charlie terbuka.
"Menit ini"" Kate tersenyum.
"Well, jika aku melewatkan sarapan, tidak mengeringkan rambutku dan lari sepanjang perjalanan ke sana, kau bisa memelukku sedikit lebih lama."
"Kenapa kau harus pergi bekerja"" Charlie mengerang dan bergeser mencoba untuk meraihnya. Kate melangkah mundur.
"Well, mari kita lihat. Karena aku harus mencari uang, karena mereka mengharapkanku dan aku tidak bisa membiarkan orang lain kecewa, karena aku cuk
up suka bekerja meskipun salah satu bosku menjengkelkan, karena jika aku melakukan seks lagi denganmu, aku akan lumpuh seumur hidup."
"Tidak, jangan pergi. Kembalilah ke tempat tidur. Aku ingin menjilat seluruh tubuhmu."
"Kedengarannya bagus, tapi mandi di shower jadi lebih cepat dan aku harus pergi bekerja." Charlie bersandar pada sikunya dan melototi Kate. "Aku yang mencucimu."
"Charlie! Aku tidak bisa pergi bekerja dengan spermamu di seluruh dadaku."
"Mengapa tidak""
Kate mendesah dan memutar matanya. "Oh baiklah," gerutunya."Kalau begitu beri aku ciuman."
"Berjanjilah kau akan membiarkanku pergi setelah itu."
"Tentu saja." Kate menatap Charlie, yang tengkurap di tempat tidur, selimut melilit pinggulnya yang ramping, dan jantungnya tersentak.
"Charlie, aku tidak bisa hanya menciummu."
"Well, aku bisa hanya menciummu. Janji. Kemarilah." Kate bergerak ke tepi tempat tidur, Charlie menatapnya dan mengerang.
"Ya Tuhan, apa yang kamu kenakan" Rok hitam pendek, blus putih dan kacamata berbingkai hitam" Kau terlihat seperti anak sekolahan. Ini tidak akan butuh waktu lama."
"Kamu membuatnya terdengar sangat menggoda." Kate membungkuk dan menjilat bibirnya.
"Pasta gigi. Curang." bisik Charlie. Dia menggerakkan tangannya ke atas kaki Kate, di bawah roknya, sepanjang pahanya dan menyelipkan jari-jarinya di bawah bahan celana dalamnya, merenggutnya turun ke bawah kakinya.
"Oh, renda merah muda. Sekarang sudah pasti kau belum boleh pergi bekerja."
"Aku akan kembali dalam lima detik." Kate melangkah keluar dari celana dan menyelinap ke kamar mandi. Ketika ia kembali, Charlie bersandar di tumpukan bantal, matanya berbinar, tangannya dengan lembut membelai kemaluannya yang tegak. Kate sekilas mempertimbangkan ingin telanjang atau tidak, dan memutuskan bahwa dia tidak punya banyak waktu dan berlutut di kaki tempat tidur. Dia meletakkan satu tangan di sekitar dasar kemaluan Charlie supaya tetap tegak, membungkus bibirnya di sekitar ujungnya dan menyangga tubuhnya dengan tangan yang lain.
Manusia Seribu Wajah 2 Pendekar Naga Putih 95 Utusan Dari Neraka Suling Pualam Dan Rajawali Terbang 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama