Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus Bagian 1
Alfred Hitchcock & Trio Detektif dalam: MISTERI PENCULIKAN IKAN PAUS
Sumber ebook DJVU: Zonadjadoel Convert & Edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku " PP Assalam Cepu
DAFFAR ISI Sepatah Kata dari Hector Sebastian
1. Penyelamatan 2. Pelatih Ikan Paus 3. Penelepon Gelap 4. Penyamar Bermata Aneh 5. Trio Detektif Unjuk Gigi
6. Harta yang Tenggelam 7. Tikungan Maut! 8. Orang Ketiga 9. Pertolongan Mr. Sebastian
10. Raksasa Tanpa Muka 11. Sergapan Mendadak! 12. Dua Tiang 13. Bahaya di Kedalaman 14. Nyanyian Fluke 15. Peti yang Hilang 16. Wajah si Raksasa Tak Bermuka
17. Di Balik Semua Itu 18. Laporan pada Hector Sebastian
SEPATAH KATA DARI HECTOR SEBASTIAN SALAM jumpa. Aku ingin bilang".
Oh, aku tidak sedang berbicara, tetapi aku sedang mengetik pada komputer
portable milikku. Komputer ini memudahkanku untuk mengetik naskah. Naskah
itu lalu kusimpan dalam sebuah disket. Praktis sekali.
Aku penulis cerita misteri. Dulunya aku bekerja sebagai detektif swasta. Itu sudah
lama sekali terjadi, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan cerita yang
sebentar lagi kalian baca " aku yakin kalian akan segera membaca cerita ini.
Kali ini kawan-kawan mudaku, Trio Detektif, mempunyai pengalaman yang aneh.
Belum pernah mereka jumpai sebelumnya. Bahkan membayangkannya pun tidak.
Tetapi.. oh, aku lupa. Mungkin ada yang belum mengenal mereka. Aku akan
perkenalkan mereka dulu. Trio Detektif adalah tiga anak yang tinggal di Rocky Beach, kota kecil di pinggir
pantai di daerah California Selatan, tidak jauh dari Hollywood.
Jupiter Jones alias Penyelidik Satu adalah pemimpin kelompok ini. Anaknya
pendek gemuk. Kalau ingin mengejeknya, kau dapat menyebutnya si Gendut atau
si Buntek. Ia paling tidak suka disebut begitu. Tetapi Ia mempunyai otak yang
cemerlang. Dengan memutar otaknya, Ia dapat memecahkan persoalan yang rumit
dan pelik. Ia juga memiliki rasa percaya diri yang besar sekali, jauh lebih besar
dari kawan-kawannya yang sebaya. Orang mungkin menganggapnya agak sok,
tetapi aku sendiri suka pada Jupe " nama panggilannya. kalau ia mengatakan
sesuatu dengan yakin"well, sering kali ia benar.
Pete Crenshaw alias Penyelidik Dua, adalah yang paling atletis di antara mereka
bertiga. Ia pandai bermain baseball dan jago berenang sehingga badannya tinggi,
langsing, tegap, dan... makannya banyak. Ia senang sekali dapat bertualang
menyelesaikan kasus-kasus yang dihadapi Trio Detektif. Namun Ia tldak seberani
Jupe dalam menghadapi situasi yang berbahaya.
Bob Andrews, penyelidik ketiga dalam kelompok ini, bertugas menangani data dan
riset. Ia cerdas, gemar mempelajari sesuatu yang baru, dan peka terhadap perasaan
orang lain. Menulis sudah merupakan bakatnya sejak lahir. Ke mana-mana Ia
pergi, buku catatannya pasti tidak ketinggalan. Tidak ada yang luput dari
catatannya. Nah, aku sudah memperkenalkan Trio Detektif pada kalian. Sekarang kalian dapat
mendengar sendiri kisah mereka dalam kasus penculikan ikan paus. Ikan paus"
Aneh. Buat apa ikan paus diculik" Baru kali ini mereka menjumpai kasus seperti
itu. Dan ini membuat rnereka bertualang di laut.
Selamat membaca. Mudah-mudahan kalian tidak mengalami kesulitan untuk
membaca. Membaca kan lebih mudah dari mengetik, sekalipun mengetik dengan
komputer. Kalian dapat membaca sambil bersantai.
HECTOR SEBASTIAN Bab 1 PENYELAMATAN "ITU DIA!" teriak Bob Andrews. "Di sana!"
Dengan bersemangat Ia menunjuk ke arah laut. Kira-kira tiga mil dari pantai
terlihat seekor ikan paus kelabu menyembul dari permukaan laut. Dari kepalanya
tersembur air, bagaikan air mancur yang memancar ke segala arah. Sesaat
kemudian ikan paus itu menyelam kembali ke dasar laut.
Trio Detektif " Jupiter Jones, Pete Crenshaw, dan Bob " mengamati dari karang
yang cukup tinggi di pinggir pantai. Hari itu hari pertama liburan musim semi.
Pagi-pagi benar mereka telah bangun dan segera bersepeda menuju pantai untuk
melihat rombongan ikan paus melintas.
Setiap bulan Februari dan Maret, atau di awal musim semi, ribuan ikan paus
bermigrasi dan Alaska ke Meksiko, melintas dekat pantai Pasifik. Mereka menuju
Baja California, sebuah teluk berair hangat di ujung semenanjung Meksiko. Di
sanalah ikan paus betina melahirkan anak-anaknya.
Mereka beristirahat selama beberapa minggu untuk mengumpulkan tenaga
sebelum kembali lagi ke Alaska, dengan mengarungi lautan sejauh lima ribu mil.
Pada musim panas perairan Antartika akan penuh dengan udang dan plankton,
yang merupakan makanan ikan paus.
"Tidak seorang pun tahu bagaimana ikan-ikan paus itu kembali ke Alaska," kata
Bob. Di waktu-waktu senggangnya Bob Andrews bekerja di perpustakaan Rocky Beach
sebagai penjaga perpustakaan. Sehari sebelumnya ?a telah mempelajari buku-buku
mengenai kehidupan ikan paus.
"Kenapa?" tanya Pete.
"Tidak ada yang dapat menelusuri rute perjalanan mereka," Bob menjelaskan
sambil melihat catatannya. "Pada perjalanan menuju selatan, mereka bergerombol
sehingga mudah terlihat. Tetapi waktu kembali ke utara, mereka tidak terlihat. Ada
yang beranggapan bahwa mereka berpencar, dan melakukan perjalanan ke Alaska
sepasang-sepasang. "Hm, betul juga, ya," Pete Crenshaw menyetujul. "Dengan berjalan sepasangsepasang mereka sukar dibuntuti atau ditelusuri rute perjalanannya. Menurutmu
bagaimana, Jupe?" Tetapi penyeiidik pertama Trio Detektif itu, Jupiter Jones, seolah-olah tidak
mendengar. Bahkan Ia tidak memandang ke laut lepas tempat gerombolan ikan
paus kelabu melintas. Dengan mata dipicingkan ia memandang ke bawah, ke
sebuah teluk kecil. Minggu lalu terjadi badal yang hebat. Dan sampal kini
bekasnya masih terlihat. Kepingan-kepingan kayu, plastik, dan gundukan
ganggang laut tampak mengotori pantai.
"Ada sesuatu yang bergerak-gerak di teluk itu," kata Jupe dengan nada khawatir.
"Ayo, kita ke sana."
Dengan hatI-hati Ia menuruni karang itu. Begitu sampai di daerah berpasir. Ia
berlari menyusur pantai. Pete dan Bob mengikutinya.
Laut sedang surut. Anak-anak berlari terus selama beberapa saat. Di suatu tempat
Jupiter berhenti. Ia menunjuk ke suatu tempat, beberapa meter dan pinggir pantai.
"Itu ikan paus!" kata Pete.
Jupiter mengangguk. "Ikan paus yang terdampar. Kita harus menolongnya, kalau
tidak ikan itu akan mati."
Anak-anak segera melepas sepatu dan kaus kaki mereka. Seraya menggulung
celana sampai ke lutut mereka berlari menuju laut.
Ikan paus itu termasuk kecil, panjangnya sekitar dua setengah meter. Ikan paus
dewasa ada yang bisa mencapai tiga puluh meter panjangnya. Bayi ikan paus,
tebak Bob, yang terpisah dan induknya. Lalu terdampar ke pantai karena ombak
besar. Pantal itu sangat landai. Di tempat ikan paus itu terdampar air laut cuma sedikit di
atas mata kaki. Ini suatu keberuntungan bagi mereka, sebab pagi itu air laut
sedingin air es. Dangkalnya air laut di situ membuat ikan paus itu tidak dapat
kembali ke laut lepas. Anak-anak berusaha mendorongnya ke laut. Mereka mencoba mengangkatnya.
Ternyata ikan paus sekecil itu beratnya luar biasa. Mungkin sampai satu ton, pikir
Jupe. Badannya licin selicin es dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan selain
ekor dan siripnya. Anak-anak tidak berani menarik ekor atau siripnya, takut
melukainya. Ikan paus itu tidak menunjukkan gejala takut kepada anak-anak. Agaknya dia
mengerti bahwa anak-anak sedang berusaha menolongnya. Dia memandang
dengan pandangan yang bersahabat pada anak-anak yang sedang mencoba
mengangkatnya dari perairan dangkal di sana.
Ketika membungkuk, Bob melihat sesuatu yang lain di kepala ikan paus itu.
Lubang napas di kepalanya menarik perhatiannya. Sambit mengingat-ingat buku
yang dibacanya di perpustakaan, Ia menyadari bahwa ikan paus itu tidak termasuk
dalam rombongan ikan paus yang sedang melintas di laut lepas.
Ia ingin mengatakan hal itu pada Jupe dan Pete, tetapi saat itu segulung ombak
besar menerjang. Anak-anak jatuh terduduk. Ketika mereka berdiri kembali, air
laut semakin surut. Permukaan air sekarang berada di bawah mata kaki mereka.
Dan ikan paus kecil itu tersapu ombak hingga tergetetak di pasir yang kering.
"Wah, gawat" kata Pete. "Ikan itu makin jauh dari laut sekarang. Sementara laut
makin surut." "Baru enam jam lagi laut pasang," kata Bob lirih.
"Dapatkah ikan paus bertahan selama itu di pasir kering?" tanya Pete.
"Kelihatannya tidak. Mereka akan mengalami dehidrasi "kekeringan" dengan
cepat di tempat kering. Kulitnya akan mengelupas karena kekeringan." Bob
membungkuk seraya mengelus-elus kepala ikan paus itu dengan rasa kasihan.
"Kita harus cepat-cepat mengembalikannya ke laut."
Seakan-akan mengerti apa yang dikatakan Bob, ikan paus itu membuka matanya
sesaat. Matanya memancarkan kesedihan, pikir Bob. Lalu mata itu memicing, dan
perlahan-lahan menutup. "Mengembalikan ke laut?" tanya Pete. "Bagaimana caranya" Tadi saja di tempat
yang berair kita tidak dapat menggerakkannya, apalagi di sini.".
Bob menyadari kesulitan yang dihadapi. Ia menoleh pada Jupe. Ia baru menyadari
bahwa Jupe dari tadi diam saja. Suatu hal yang jarang terjadi. Biasanya Jupe-lah
yang banyak berbicara. Jupe selalu menjadi orang pertama yang memberikan usul
pemecahan atas suatu masalah.
Namun, meskipun mulutnya diam saja, Jupiter Jones sesungguhnya sedang
memutar otaknya mencari akal untuk menyelamatkan ikan paus itu. Ia menariknarik bibir bawahnya dengan telunjuk dan ibu jarinya. Itu mernang sering
dilakukannya kalau ia sedang berpikir keras.
"Kalau kita tidak dapat mendekati gunung," katanya berdekiamasi, "gununglah
yang harus mendekati kita."
"Apa artinya itu?" tanya Pete heran. "Gunung apa?"
Jupe mempunyai kebiasaan untuk memakai kata-kata yang sulit dan kalimatkalimat yang panjang. kadang-kadang ini membuat kedua kawannya tidak
mengerti apa yang dimaksudkannya.
"Yang kumaksud dengan gunung," Jupe menjelaskan, "Ialah laut itu. Kalau saja
kita punya sekop, kain terpal, dan " sebuah pompa. Aku ingat, Paman Titus
pernah membeli sebuah pompa air bekas dari sebuah tempat loak itu masih bisa
dipaka;. Lalu sebuah pipa?"
"Kita gali sebuah lubang," potong Bob.
"Lalu kita alasi dengan kain terpal," tambah Pete.
"Dan kite pompakan air ke dalamnya," Jupe menyelesaikan. "kita buat kotam
darurat untuk ikan paus ini. Paling tidak agar ikan ini dapat bertahan sampai laut
pasang." Setelah berunding sebentar, Bob dan Pete ditugaskan mengambil peralatan yang
diperlukan dan pagkalan barang bekas yang dikelola keluarga Jones. Sedangkan
Jupe kebagian tugas menjaga ikan paus itu.
Sementara kedua temannya pergi, Jupiter mencari barang-barang bekas di pinggir
pantai. Ia berhasil menemukan sebuah kantung plastik. Selama setengah jam
berikutnya ia berlari-lari kecil mondar-mandir, mengisi kantung plastik dengan air
laut untuk disiramkan ke tubuh ikan paus itu.
Jupe memang tidak terlalu suka berolahraga. Ia lebih suka berpikir ketimbang
berolahraga. Karena itu ketika kedua kawannya datang Ia berseru sambil terengahengah, "Aduh, tak sabar aku menunggu kalian."
Padahal kedua kawannya telah menyelesaikan tugas mereka dengan amat cepat.
Mereka membawa perlengkapan yang diperlukan"segulung kain terpal, pompa
tangan, sekop, dan sebuah pipa.
"Ayo, kita mulai," seru Jupe. "kolam harus dibuat sedekat mungkin dengan ikan
ml, agar mudah memasukkannya. "
Pete, yang paling kuat dan tegap di antara mereka bertiga, menggali paling banyak.
Untungnya pasir lembab di bawahnya cukup lunak. Dalam waktu kurang dari
sejam mereka telah membuat lubang berukuran tiga kali satu meter dan sedalam
satu meter. Mereka mengalasinya dengan kain terpal agar lubang itu dapat menampung air.
Kemudian Pete memompa air laut, sementara Bob dan Jupe memegangi pipa yang
panjang. Tidak percuma Pete gemar berolahraga, dalam sekejap kolam buatan itu
penuh dengan air laut. "Sekarang tinggaL yang paling sulit," kata Jupiter pada Pete, seraya menunjuk ke
arah ikan paus. "Mengapa kau melihat padaku?" ujar Pete sambil nyengir. "Sekarang kan giliran
kalian berdua yang bekerja. "
Jupe diam saja. Seolah-olah beranggapan bahwa dia tidak perlu lagi bekerja karena
dialah pencetus ide pembuatan kolam itu.
Setelah beristirahat sejenak, anak-anak mencoba mendorong ikan paus itu ke
dalam kolam. Sekuat tenaga mereka mendorongnya, namun ikan paus itu tidak
bergerak sedikit pun. Bob menepuk-nepuk kepalanya. Ikan paus itu membuka
matanya. Aku yakin Ia tersenyum padaku, pikir Bob. Meskipun sesungguhnya Bob
tahu bahwa ikan paus tidak dapat menggerakkan bibimya.
"Sekarang aku hitung sampai tiga," kata pimpinan Trio Detektif. "Slap" Satu,
dua..." Ia belum selesai menghitung. Pada saat anakanak bersiap-siap mendorong, ikan
paus itu seakan-akan mengerti. Dia menggerak-gerakkan tubuhriya mendekati
kolam. Dan dengan suatu gerakan mengejut, ikan itu melompat. Tepat jatuh di
dalam kolam. "Berhasil!" seru Bob kegirangan. Jupe dan Pete ikut-ikutan kegirangan.
Di air, ikan paus itu seperti menemukan dunianya kembali. Dia menyelam
sebentar, menikmati segarnya air laut di kolam darurat itu. Perlahan-lahan dia
mengapung di permukaan. Tiba-tiba satu semburan air keluar dari sebuah lubang
napas di kepalanya. Rupanya ikan paus itu ingin mengucapkan terima kasihnya
kepada anak-anak. "Nanti, kalau laut pasang..." ujar Jupiter.
"Itu nanti saja," potong Pete. "Sekarang sudah jam sembilan! Kita kan berjanji
pada Bibi Mathilda untuk bekerja di pangkalan pagi ini. Dan perutku sudah
keroncongan minta sarapan. "
Jupiter Jones tinggal bersama paman dan bibinya, Paman Titus Jones dan Bibi
Mathilda. Mereka berdualah yang mengelola pangkalan barang bekas di pinggiran
kota Rocky Beach. Anak-anak sering kali bekerja di sana. Mereka memperbaiki
perabot rumah tangga, mengampelas besi-besi tua, serta membetulkan peralatan
aneh-aneh yang selalu dibeli Paman Titus.
Dengan berat hati mereka berpisah dengan ikan paus itu.
"Kami pergi dulu, ya," ujar Bob pada ikan paus itu.
"Nanti sore kami kembali. Baik-baik, ya." Bob berkata begitu seakan-akan ikan
paus itu dapat diajak bicara.
Anak-anak memakai kembali sepatu mereka serta membawa pulang pompa, sekop,
dan pipa. Bergegas mereka menaiki karang. Ketika hendak menaiki sepeda, Jupe
mendengar suara di belakangnya.
Kira-kira dua mil dari pantai sebuah kapal pesiar mungil tampak bergerak lambatlambat sambil mengeluarkan bunyi letupan-letupan kecil. Ada dua laki-laki di
geladaknya. Nama kapal itu tidak terbaca karena jaraknya terlalu jauh.
Jupe melihat seberkas cahaya dari kapal itu. Sekali, lalu sekali lagi.
"Sepertinya mereka memberi tanda," kata Pete.
Penyelidik Satu menggeleng. "Cahaya itu tidak mempunyat pola," sahutnya. "Aku
berkesimpulan bahwa mereka sedang meneropong, dan cahaya itu merupakan
pantulan sinar matahari pada teropong mereka."
Kesimpulan itu cukup masuk akal dan dapat diterima oleh kedua kawannya.
Mereka segera menaiki sepedanya. Tetapi Jupe masih mengamati kapal itu, yang
Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang bergerak ke arah pantai.
"Ayolah," kata Pete pada Jupe dengan tak sabar. "itu kan cuma kapal pesiar biasa.
Tidak ada yang aneh. Apalagi sekarang sedang musim perpindahan ikan-ikan paus.
Ratusan kapal pesiar berlayar tiap hari untuk menikmati pemandangan itu."
"Aku tahu," tukas Jupe sambil menuntun sepedanya ke jalan. "Tetapi orang-orang
di kapal itu tidak melihat ikan-ikan paus itu. Teropongnya diarahkan ke tempat
lain. ke arah pantai. Menurut perkiraanku, mereka mengamat-amati kita."
"Yah, itu mungkin saja," ujar Bob dengan acuh tak acuh. "Mereka tertarik karena
kita menolong ikan paus itu."
Jupe melupakan masalah itu.
Bibi Mathilda sudah menanti di gerbang, ketika anak-anak sampai di Pangkalan
Jones. Ia seorang yang sangat memegang teguh disiplin. Tidak segan-segan ia
menegur orang yang melanggar disiplin. Namun sebenarnya hatinya lembut dan
sikapnya ramah pada semua orang. Ia menikmati hidupnya di pinggir kota kecil
Rocky Beach sambil mengelola pangkalan barang bekas bersama suaminya. Ia
juga senang bahwa Jupe mau tinggal bersama mereka sejak orang tua Jupe
meninggal. Tetapi yang paling disukainya ialah membuat anak-anak bekerja.
"Kalian terlambat!" tegurnya pada anak-anak. "Apa lagi alasan kalian" Teka-teki
apa lagi yang kalian hadapi kali ini?"
Jupiter tidak pernah bercerita pada Bibi Mathilda bahwa Ia dan kedua kawannya
adalah detektif sungguhan. Detektif yang bekerja untuk memecahkan kasus-kasus
yang dihadapi orang yang memerlukan bantuan mereka. Bibi Mathilda mengira
bahwa anak-anak cuma anggota sebuah kiub penggemar teka-teki di koran atau
majalah. Anak-anak bekerja keras selama beberapa jam di Pangkalan Jones. Siangnya Bibi
Mathilda menyuguhi mereka makan siang. Karena puas dengan hasil kerja anakanak, Ia membebaskan mereka untuk bermain setelah makan.
Trio Detektif tiba di teluk jam tiga lewat. Laut sudah mulai pasang. Mereka turun
dan sepeda, dan bergegas ke pantai.
Mereka berlari sewaktu sampai di daerah berpasir. Sebentar saja Pete sudah
meninggalkan kedua kawannya di belakang. Ia sampai lebih dulu di kolam itu. Di
sana ia terhenyak. Dengan cemas dipandanginya kolam itu.
Jupiter dan Bob menyusulnya. Mereka juga cemas ketika melihat koLam itu.
Kolam darurat itu masih sda di tengah-tengah pasir kering. Dan airnya pun masih
penuh. Tetapi ikan paus kecil itu telah hilang!
Bab 2 PELATIH IKAN PAUS "BARANGKALI Ia melompat ke luar," ujar Pete, "lalu merayap sendiri ke laut"
Tetapi Ia sendiri tidak yakin dengan perkataannya .
"Mudah-mudahan begitu," kata Bob dengan nada bimbang. Pantai sangat landai.
Ikan paus itu harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk sampai di perairan
yang cukup dalam. Jupe diam membisu. Ia menjauhi kolam sambil mengamat-amati pasir di sekitar
situ. "Ada sebuah truk berhenti di sini," katanya dengan kening berkerut "Truk itu
datang dari jalan dan melintasi pantai, lalu parkir di dekat kolam. kelihatannya
cukup lama truk itu diparkir, sebab bekasnya cukup dalam di sini. Bahkan saking
dalamnya, ketika hendak berjalan kembali ban depannya harus diganjal. Kemudian
truk itu kembali ke jalan."
Jupe memperlihatkan jejak ban mobil yang ditemukannya dan sebuah lekukan
yang tegak lurus pada jejak itu.
"Mungkin seseorang melapor tentang adanya ikan paus yang terdampar," kata
Bob. "Dan kemudian dikirim orang untuk menolong ikan paus itu."
"Masuk akal," Jupe menyetujui pendapat Bob. Kalau berkata begitu, biasanya Ia
juga telah memikirkan hal yang sama sebelumnya. "Nah, kalau seseorang melihat
seekor ikan paus di sebuah kolam di pantai, siapa yang akan dihubunginya?"
Tanpa menunggu jawaban dari kawan-kawannya, Ia berjalan menuju sepedanya.
Pete dan Bob menggulung kain terpal, lalu menyusulnya.
"Ocean World," Jupiter menjawab pertanyaannya sendiri setengah jam kemudian.
"Itu yang paling mungkin."
Trio Detektif sedang duduk-duduk dalam kantor mereka di Pangkalan Jones.
Kantor itu sebenarnya sebuah karavan yang sudah lama dibeli Paman Titus. kanena
karavan itu tidak laku-laku dijual, barang-barang rongsokan mulai bertimbun di
sekitarnya. Kini karavan itu seluruhnya tersembunyl di bawah timbunan barangbarang rongsokan. Anak-anak menjadikannya sebuah kantor. Mereka mempunyai
jalan rahasia untuk masuk ke kantor itu.
Di dalamnya, karavan itu dilengkapi dengan sebuah laboratorium mini, sebuah
kamar gelap untuk mencetak foto, sebuah meja, tempat menyimpan berkas, dan
sebuah telepon. Anak-anak membayar biaya telepon itu dengan uang yang mereka
hasilkan dari bekerja di Pangkalan Jones.
"Ocean World," gumam Jupe sambil membolak-balik buku telepon. Ia menemukan
nomornya dan segera menelepon.
Telepon itu dihubungkan dengan sebuah pengeras suara sehingga ketiga anak itu
dapat mendengar apa yang diucapkan orang yang ditelepon.
"Di sini Ocean World," kata suara itu. "Ocean World berlokasi dekat Pacific Coast
Highway, di sebelah utara Lembah Topanga." Suara itu berasal dan sebuah
rekaman. Dengan gemas dan tak sabar Jupe mendengarkan suara itu menerangkan
pertunjukan yang ada, jam-jam pertunjukan, dan harga karcis masuk. Akhirnya
suara itu menyampaikan pesan yang ditunggu-tunggu Jupe.
"Ocean World dibuka dari jam sepuluh hingga jam enam, Selasa sampai Minggu,"
kata suara itu. "Setiap hari kecuali Senin, Anda?"
Jupe meletakkan telepon. "Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Bob. "Apakah kita coba telepon lagi
besok?" "Jaraknya cuma beberapa mil dari jalan di pinggir pantai itu," kata Jupe.
"Bagaimana kalau besok pagi kita bersepeda dan berkunjung ke sana?"
Jam sepuluh keesokan paginya Tiio Detektif mengunci sepeda mereka di pelataran
parkir Ocean World. Sesudah membeli karcis masuk gerbang, mereka mulai
dengan melihat-lihat akuarium raksasa berisi ikan laut berwarna-warni, dihiasi
karang dan ganggang laut. Mereka menonton singa-singa laut dan pinguin-pinguin
bermain-main di kolam kolam besar terbuka yang berair jernih dan segar. Di suatu
tempat Bob melihat sebuah gedung bercat putih. Di luarnya terdapat papan
bertuliskan: ADMINISTRASI.
Jupe mengetuk pintunya. "Masuk," terdengar suara bernada sopan dan dalam. Trio Detektif melangkah
masuk. Seorang wanita muda berdiri di belakang meja. Ia mengenakan pakaian renang
wanita. Kulitnya kecoklatan terbakar sinar matahari. Rambutnya hitam legam
dipotong pendek. Ia lebih tinggi dari anak-anak, bahkan dari Pete. Bahunya bidang
dan tegap, dan pinggangnya ramping. Pete, yang gemar berolahraga, segera tahu
bahwa wanita muda ini seorang perenang ulung. Si wanita muda sepertinya lebih
cocok hidup di air daripada di darat.
"Hai. Aku Constance Carmel," sapanya ramah. "Ada apa?"
"Kami ingin melapor bahwa ada seekor ikan paus yang terdampar," kata Jupe.
"Kemarin pagi kami menemukannya, dan sudah kami buatkan kolam sementara
untuk menolongnya...."
Semua yang terjadi kemarin di teluk kecil dekat Rocky Beach diceritakan oleh
Jupe dengan lengkap. Ia juga memberi tahu bahwa ikan paus yang mereka tolong
itu telah lenyap ketika sore harinya mereka kembali.
Constance Carmel mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Semua ini baru kemarin terjadinya?" tanyanya.
"Betul," jawab Jupe sambil mengangguk .
"Kemarin aku tidak di sini" Constance Carmel berbalik dan mengambil masker
selam dari lemari. "Hari Senin tempat ini tutup untuk umum, dan cuma sebagian
saja karyawan yang bekerja." Ia terdiam sejenak, lalu menatap anak-anak lagi.
"Tetapi kalau ada ikan paus yang diselamatkan dan dibawa ke Ocean World, aku
pasti langsung diberi tahu pagi tadi, karena aku salah seorang pelatih senior ikan
paus di sini." "Jadi", ujar Bob dengan kecewa," tidak ada ikan paus yang dibawa ke sini?"
Constance Carmel menggeleng. Seraya mengencangkan tali maskernya, Ia berkata,
"Sayang sekali. Aku tidak bisa membantu kalian."
"Tidak apa-apa," kata Pete.
"Maaf, ya," kata Constance Carmel lagi. "Aku harus mengadakan pertunjukan
sekarang." "Kalau Anda mendengar sesuatu, tolong hubungi kami di sini," ujar Jupe sambil
menyodorkan sebuah kartu.
Kartu itu adalah kartu nama Trio Detektif. Jupe mencetaknya sendiri di alat
pencetak tua di Pangkalan Jones.
kartu itu bertuliskan: TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " Penyelidik Satu ................................ Jupiter Jones
Penyelidik Dua ............ ............ ...... . ..Pete Crenshaw
Data dan Riset.................. ....,..........,. Bob Andrews
Di bagian bawah tertera nomor telepon mereka. Biasanya orang segera
menanyakan apa arti tiga tanda tanya itu. Jupe sudah bersiap-siap hendak
menjelaskan pada Constance Carmel. Ia selalu bersemangat untuk menceritakan
arti tiga tanda tanya itu, yaitu sebagai lambang ketidaktahuan manusia sehingga
manusia tergugah untuk mencari dan menyelidik.
Tetapi kali ini Jupe keliru. Constance Carmel diam saja. Malahan tanpa dilihat
isinya, kartu itu diletakkan di mejanya.
Trio Detektif berbalik menuju pintu. Sewaktu Pete hendak membuka pintu,
Constance Carmel mendekati mereka. "Aku senang pada anak-anak yang suka pada hewan. Kalian kelihatannya benarbenar menyayangi ikan paus pilot atau ikan paus kelabu itu," kata Carmel.
"Tentu saja," Bob menyahut. "Ikan paus itu seakan-akan dapat memahami
manusia." "Ikan paus memang hewan yang sensitif," kata Constance Carmel. "Tenang
sajalah. Aku yakin ikan paus itu baik-baik saja. Maksudku, pasti ada orang yang
telah menyelamatkannya."
Di luar gerbang Ocean World, Trio Detektif membuka kunci sepeda mereka.
Mereka mengayuh sepeda masing-masing melewati mobil-mobil yang diparkir.
Bob dan Pete nampak kecewa karena tidak berhasil mendapatkan berita yang
diinginkan. Sebaliknya dengan Jupe, Ia tersenyum-senyum sambil terus men gayuh
sepedanya. Dalam pikirannya sudah terbayang bahwa kali ini Trio Detektif bakal
menghadapi kasus yang aneh dan langka. Mata Jupe bersinar-sinar.
Pada saat itu Pete menoleh pada Jupe. "Jupe, apa yang kaupikirkan?" ujarnya
dengan pandangan bertanya-tanya. "Ayo dong, beritahu aku."
Mereka sampai di pintu pelataran parkir. Jupe turun dan menyandarkan sepedanya
di sebuah tiang. kedua kawannya segera mengikuti. Mereka mengerti bahwa
Penyelidik Satu telah mendapatkan suatu ide yang menarik.
"Mari kita teliti baik-baik," kata Jupe. "Orang yang bermaksud menyelamatkan
ikan paus itu tentunya kemarin juga menelepon Ocean World. Persis dengan apa
yang kita lakukan. Dan mereka juga mendapat pesan yang direkam di kaset itu."
"Kalau begitu mereka tidak dapat menyampaikan pesan apa-apa," ujar Bob.
"Tepat sekali," kata Jupe menyetujui pendapat Bob. "Kecuali kalau orang itu
menelepon ke rumah Constance Carmel."
"Kenapa kaupikir begitu?" tanya Pete.
"Kau memperhatikan dia sewaktu kita melaporkan hal ini?" tanya Jupe.
Pete memandangnya dengan keheranan. "Tentu saja aku memperhatikan. Aku tahu
bahwa Ia seorang perenang ulung."
"Bukan itu maksudku," tukas Jupe. "Yang kumaksudkan ialah sikapnya. Sewaktu
rnendengarkan laporan kita, Ia sama sekali tidak terkejut atau tertarik. Sikapnya
biasa-biasa saja. Terlalu biasa untuk kasus hilangriya ikan paus seperti ini. Dan
kauingat apa yang ditanyakannya?"
"Yang mana?" tanya Pete.
"Dia cuma menanyakan kapan ini terjadinya," sahut Jupe. "Pertanyaan basa-basi.
Kita kan jelas-jelas sudah mengatakannya."
"Dan ketika kita berpamitan," lanjutnya lagi, "Ia dengan yakin mengatakan bahwa
ikan paus kelabu itu telah diselamatkan."
"Bukan itu tepatnya," tukas Bob. Terbersit dalam pikirannya sesuatu yang menarik
di kepala ikan paus itu yang dilihatnya kemarin. "Ia menyebut-nyebut ikan paus
pilot atau ikan paus kelabu."
"Mungkin itu cuma tipuan saja," ujar Pete. "supaya kita tidak curiga."
"Bukan, itu bukan tipuan," seru Bob ngotot. "Malahan secara tidak sengaja Ia
membuka rahasianya. Aku ingat sekarang. Yang kita selamatkan itu bukan ikan
paus kelabu. Ikan paus kelabu memiliki sepasang lubang napas di kepalanya,
seperti lubang hidung saja. Karena itu dapat menyemburkan air seperti air mancur.
Tetapi ikan paus yang kita selamatkan hanya memiliki satu lubang napas. Ingatkah
kalian" Waktu ikan paus itu masuk ke kolam, disemburkannya air dengan satu
semburan saja." Jupe den Pete melongo. "Jadi ikan paus apa yang kita selamatkan kemarin?" tanya Pete.
"Aku yakin itu ikan paus pilot Pasifik. Secara kebetulan ikan paus itu berenang
bersama gerombolan ikan paus kelabu."
"Dan Constance CarmeI tentu tahu hal itu," kata Jupe sambil mengangguk-angguk.
"Masuk akal, Bob. Menarik sekali. Ikan paus diculik. Dan seorang pelatih di Ocean
World mengaku tidak tahu apa-apa. Padahal Ia tahu?"
Tahu-tahu ada suara klakson mobil. Jupe kaget. Ketiga anak itu membuang muka
ketika sebuah truk pick-up putih keluar dari pelataran parkir.
Begitu sampai di luar, truk itu ngebut. Tetapi anak-anak masih sempat melihat
siapa pengemudinya. Constance Carmel. Padahal lima menit yang lalu, Ia mengatakan harus mengadakan suatu pertunjukan.
Sesuatu telah memaksanya untuk bergegas-gegas.
Sesuatu apa" "Mungkin karena kita," kata Jupiter dengan kening dikerutkan. "Mungkin apa
yang kita katakan padanya membuatnya pergi dengan terburu-buru."
Bab 3 PENELEPON GELAP "JADI mungkin Constance Carmel teiah berbohong pada kita, ujar Pete. Tapi
kurasa buktinya belum cukup.
Menjelang sore hari, setelah kunjungan ke Ocean World, Bob melakukan
pekerjaannya menjaga perpustakaan, Pete mengerjakan pekerjaan rumahnya, dan
Jupiter membantu memperbaiki peralatan di pangkalan. Trio Detektif berkumpul
kembali di kantor setelah tugas-tugas mereka selesai.
Pete berkata, "Itu kan biasa. Orang dewasa selalu berusaha untuk tidak
menyusahkan anak-anak dan..."
Telepon berdering. Jupe mengangkatnya.
"Halo," terdengar suara seorang laki-laki di seberang. Melalui pengeras suara Bob
dan Pete dapat mendengarkan juga. "Bisa aku bicara dengan Mr. Jupiter Jones?"
"Saya sendiri."
"Aku tahu kau mengunjungi Ocean World tadi pagi untuk menanyakan tentang
ikan paus yang hilang itu."
Laki-laki itu bicara dengan logat yang aneh. Logat seperti itu banyak dijumpai
pada orang-orang yang berasal dari daerah pesisir selatan.
Mungkin dia berasal dan Mississippi, pikir Bob, atau Alabama. Bob sendiri belum
pernah menjumpai orang-orang dari pesisir selatan. Ia hanya tahu dari televisi.
Orang-orang di TV yang berbicara seperti itu biasanya berasal dari pesisir selatan.
"Memang, kami ke sana tadi pagi," sahut Jupe. "Kenapa?"
"Aku juga tahu," kata laki-laki itu, "bahwa kau seorang detektif."
"Benar. Tapi bukan saya saja, kami Trio..." Jupe hendak menjelaskan.
"Apakah kau mau menangani suatu kasus?" potong orang itu. "Kalau kau bisa
menemukan ikan paus itu dan membebaskannya ke laut, kau kuberi seratus dolar!"
"Seratus dolar"!" Pete ternganga.
"Apakah kau mau menangani kasus ini?" kata laki-laki itu dengan logat pesisir
selatannya. "Dengan senang hati," Jupe menyahutinya. Ia mengambil pensil dari sebuah notes.
"Siapa nama Anda dan berapa nomor tele...
"Bagus!" potong laki-laki itu. "Mulailah bekerja secepatnya. Beberapa hari lagi
akan kutelepon kembali."
"Tapi..." Jupe hendak menanyakan sesuatu. Melalui pengenas suara terdengar
bunyi klik disusul dengan nada panjang. Laki-laki itu sudah menutup teleponnya.
"Seratus dolar! Busyet!" seru Pete lagi. Trio Detektif telah menangani bermacammacam kasus yang aneh-aneh dan menolong banyak klien sebelumnya, namun
belum pernah mereka mendapat tawaran uang sebanyak itu.
Perlahan-lahan Jupe meletakkan gagang telepon. Pikirannya disibukkan dengan
laki-laki yang barusan menelepon.
"Seseorang tak dikenal menelepon kita," gumamnya. "Ia tidak mau menyebutkan
namanya. Aneh. Dan ia tahu nomor telepon kita dan ia juga tahu bahwa kita
Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengunjungi Ocean World tadi pagi...." Ia terdiam sambil menarik-narik bibirnya
dengan telunjuk dan jempolnya.
"Well, kau tidak menolak permintaannya, kan?" seru Pete. "Seratus dolar! Kapan
lagi?" "Tentu saja tidak." sahut Jupe. "Sebagai detektif profesional kita tidak dapat
menolak permintaan begitu saja. Bukan uangnya yang menarik. Kasus penculikan
ikan paus saja sudah membuatku penasaran, apalagi sekarang ada penelepon gelap
yang ingin menyewa tenaga kita. Kita harus segera memulai penyelidikan kita."
"Dan kita akan mulai dari sini," kata Jupe seraya mengambil buku telepon.
"Constance Carmel," ia menggumam sambil membolak-balik buku telepon. "itu
satu -satunya petunjuk yang kita punyai sampai sejauh ini."
Ia menelusuri daftar pemilik telepon di bagian
C. Hanya ada tiga Carmel yang terdaftar. Carmel, Arturo, Carmel, Benedict dan
Carmel, "Diego, Menyewakan Kapal Pemancing Ikan. Tidak ada Constance Carmel.
Jupe memutar nomor telepon Arturo. Operator telepon yang menjawab. Telepon
Arturo Carmel telah diputuskan beberapa waktu yang lalu.
Telepon Benedict Carmel lama tidak diangkat-angkat. kemudian seorang pria
dengan sopan menyampaikan pada Jupe bahwa Benedict Carmel sudah tiga bulan
berada di luar kota, bekerja sebagal pendeta.
Jadi Benedict tidak mungkin terlibat dalam kasus ini.
Diego Carmel, Menyewakan Kapal Pemancing Ikan, tidak menjawab sama sekali.
"Yah, sudahlah," desah Bob. "Paling tidak kita tahu bahwa Constance Carmel
bekerja di Ocean World tiap hari, kecuali hari Senin."
"Ada satu lagi yang kita tahu," Jupe menambahkan. "Kita dapat mengenali
truknya." "Ocean World tutup jam enam," kata Jupe sambil memejamkan matanya. Ia
berusaha mengingat apa yang didengarnya di telepon kemarin. Lalu Ia menoleh
pada Pete." Jadi Constance Carmel pulang setelah jam enam. Ini pekerjaan buatmu,
Pete. Tapi besok saja, sekarang sudah terlambat."
Pete menghela napas. Pekerjaan yang membutuhkan kegesitan dan kekuatan selalu
ditimpakan Jupe pada Pete Crenshaw, si atlit.
Pete bimbang sejenak. Ia sebenarnya juga tidak terlalu tertarik dengan uang yang
ditawarkan. Namun ikan paus itu membuat hatinya iba. Ingin sekali Ia dapat
bertemu kembali dengan ikan paus itu, lalu membebaskannya. Pikiran ini
membuatnya mantap untuk melaksanakan tugasnya besok.
Jam lima tiga puluh esok sorenya, Hans mengantar anak-anak ke pelataran parkir
Ocean World. Hans adalah salah satu dari dua pemuda Jerman yang bekerja
membantu Paman Titus di Pangkalan Jones. Jupe dan Bob mengeluarkan sepeda
mereka dari belakang karavan.
"Bagaimana kalian dapat pulang?" tanya Hans sambil menggaruk-garuk
kepalanya. "Sepeda cuma dua, sedangkan kalian bertiga."
"Tidak apa-apa," ujar Jupe menenangkan. "Pete tidak perlu sepeda. Ia bisa pulang
sendiri nanti." "Baikiah kalau begitu." Hans mengangkat bahu lalu duduk kembali di belakang
kemudi. "kalau ada perlu, telepon saja."
Begitu Hans pergi, Trio Detektif segera mencari truk Constance Carmel. Tidak
sulit mencarinya. Truk pick-up putih itu tampak sedang diparkir di tempat parkir
khusus untuk karyawan. Jupe dan Pete berjalan santai menuju bagian belakang
truk, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Bob mengawasi gerbang, takut
kalau-kalau Constance Carmel keluar.
Anak-anak sedang mujur. Bak belakang truk tidak kosong. Terdapat beberapa
potongan karet busa panjang, segulung tali, dan sehelai kain kanvas lebar.
Pete dan Jupe menaiki bak belakang. Pete merebahkan diri tenlentang di lantai bak
itu. Jupe menimbunnya dengan karet busa, lalu ditutupi kain kanvas. Dari luar Pete
sama sekali tidak terlihat. Demikian pula sebaliknya, di balik kanvas itu gelap, Pete
tidak bisa melihat apa-apa. Dan sumpek. Biarlah, pikir Pete, demi ikan paus itu.
"Oke, Pete," bisik Jupe. "Aku dan Bob akan pergi sekarang. Kami tunggu di
kantor. Sukses, ya. "Oke," sahut Pete. "Akan kutelepon kalian secepatnya."
Ia mendengar Jupe turun dari bak. Langkah Jupe terdengar menjauhi truk. Selama
beberapa lama kemudian, Ia tidak mendengar apa-apa lagi, selain langkah-langkah
orang dan suara mobil yang lewat.
Hampir saja Ia tertidur kalau tidak didengarnya suara langkah mendekat. Tiba-tiba
sebuah benda ditaruh di bak, cukup dekat dengannya. Kanvas itu tertumpahi air
dan sebagian merembes mengenai wajah Pete. Asin. Pete tidak berani bergerak. Ia
menunggu dengan sabar sampai truk itu berjalan. Saat itu Ia baru berani mengintip
dari balik kanvas. Ada sebuah wadah plastik tepat di samping kepalanya. Pete dapat mendengar suara
air yang terombang-ambing di dalamnya.
Sewaktu truk itu mendadak direm di sebuah persimpangan, ia dapat mendengar
suara lain dari dalam wadah. Seperti ada yang menggelepar-gelepar di dalamnya.
Ikan, pikir Pete, ikan hidup. Ia menarik kanvasnya hingga menutupi kepalanya
lagi. Selama beberapa menit truk berjalan di jalan lurus panjang dan datar, kemudian
mulai menanjak perlahan-lahan. Santa Monica" Ia mengira-ngira sambil
mengingat-ingat jalan di Santa Monica. Hari mulai gelap, tetapi truk itu belum
berhenti juga. Setelah melalui jalan yang berkelok-kelok, akhirnya truk itu berhenti juga. Pete
rnendengar pintu bak dibuka. Seseorang naik ke bak. Lalu orang itu mendekat ke
arahnya. Pete menahan napas. Terdengar suara gemericik air ketika wadah plastik
itu diangkat Dan orang itu menjauh, lalu turun. Pete menghela napas lega.
Ia menunggu beberapa menit. Perlahan-lahan dibukanya kanvas. kepalanya
melongok ke sekelilingnya. Aman, pikirnya.
Truk diparkir di luar sebuah rumah tak bertingkat namun besar dan mewah. Sebuah
lampu menyala di pintu depan dan ada tangga yang menuju pintu itu. Di samping
tangga terdapat sebuah kotak pos. Pete dapat membaca tulisan di kotak pos itu.
SLATER. Dengan hati-hati Ia turun pada sisi yang berlawanan dengan rumah. Ia mengendapendap ke bagian depan truk sehingga dapat mengintip ke rumah dengan jelas.
Tidak ada orang di dalamnya. Pete tidak menyangka bahwa tempat yang dituju
akan sesepi itu. Hanya rumah itulah yang terdapat di sana, tidak ada rumah-rumah
lain di sekitarnya. Dan rumah itu gelap. Tidak ada seberkas cahaya pun keluar dan
dalam numah. Hanya lampu di pintu depan saja yang menyala. Ke mana Constance
Carmel" Pete bertanya dalam hatinya.
Well, tidak ada gunanya aku benada di sini sepanjang malam, pikir Pete. Ada dua
hal yang dapat Ia lakukan. Pertama, mencatat nama jalan rumah ini kemudian
menghubungi Jupe dan Bob di kantor. Kedua, melakukan penyelidikan lebih
lanjut, mencari ke mana perginya Constance Carmel dan buat apa ikan dalam
wadah itu. Pete sudah memutuskan untuk memilih kemungkinan pertama. Baru hendak
melangkah, tiba-tiba Ia mendengar suara seorang wanita memanggil-manggil dari
suatu tempat. "Fluke," panggil suara itu. "Fluke. Fluke. fluke."
Tidak ada jawaban. Pete yakin bahwa suara itu tidak berasal dari dalam rumah. Mungkin dari belakang
rumah. Matanya makin awas mengamati sekelilingnya. Ia baru sadar bahwa di samping
rumah terdapat sebuah garasi. Di samping garasi ada sebuah pagar kecil terbuat
dari kayu dan diseberang pagar remang-remang terlihat sebuah pohon palma
melambai perlahan. Pete mendekati pagar. Pintu pagar itu digenendel, tetapi tidak dikunci. Dengan
hati-hati dibukanya gerendel agar tidak menimbulkan bunyi. Ia melangkah masuk
dan menggerendel kembali pintu pagar.
Ia melalui jalan setapak di samping garasi. Dengan mengendap-endap Ia bergerak
perlahan dan tak bersuara menuju halaman belakang.
"Fluke. Fluke. Fluke. Bagus sekali, Fluke."
Suara wanita itu makin dekat seperti hanya beberapa meter dari tempat Pete
berdiri. Pete terhenti. Ia telah sampai di ujung luar garasi. Di kiri dan di depannya
terhampar halaman rumput Di tengah-tengahnya terdapat pohon palma yang tadi
dllihatnya. Tembok garasi menghalangi pandangannya ke sebelah kanan. Ia
mengambil ancang-ancang lalu berlari cepat ke arah pohon palma.
Ia berhasil mencapainya dan segera bersembunyi di baliknya. Ditariknya napas
panjang. Lalu Ia mengintip.
Sebuah kolam renang yang besar dan indah terlihat olehnya. Terang dan gemerlap
disinari lampu-lampu dari dasar kolam.
"Fluke. Fluke. Fluke. Ya! Bagus sekali, Fluke." Constance Carmel duduk di tepi
kolam mengenakan pakaian renangnya. Kedua kakinya dimasukkan ke air sebatas
betisnya. Wadah plastik itu tergeletak di sampingnya. la merogoh ke dalam wadah,
mengambil seekor ikan, dan melemparnya tinggi-tinggi ke atas kolam.
Tahu-tahu seekor ikan mencuat dari dasar kolam. Ikan itu melompat tinggi sekali
sehingga badannya, sepanjang dua setengah meter, seluruhnya terlihat. Ikan itu
berada di atas air untuk beberapa saat, seakan-akan terbang. Mulutnya terbuka.
Dengan cepat ikan itu mencaplok ikan yang dilempar oleh Constance Carmel.
"Bagus sekali, Fluke. Hebat"
Constance Carmel mengenakan sepatu katak, dan masker selamnya tergantung di
lehernya. Ia memasang masker itu ke matanya, lalu menyelam ke dalam kolam.
Pete sendiri jago berenang " Ia termasuk perenang andalan di sekolahnya. Tetapi
belum pernah Ia melihat orang berenang seperti Constance Carmel. Constance
Carmel sedikit sekali menggerakkan tangan dan kakinya. Meskipun demikian Ia
mengapung dan meluncur dengan ringannya seperti seekor burung melayang di
angkasa. Belum apa-apa ia sudah berada di tengah kolam yang besar itu. Ikan paus kecil itu
menyambutnya dengan girang. Mereka berdua seperti dua sahabat karib yang
sudah lama tidak bertemu. Si ik?n paus mendorong-dorong Constance Carmel
dengan kepalanya. Lalu bersama- sama mereka menyelam ke dasar kolam.
Constance Carmel berpegangan pada tubuh ikan itu, lalu naik menunggangi
punggungnya. Pete amat terpukau melihat mereka bermain-main di air. Tanpa disadarinya ia
berselonjor kaki sambil rileks menonton pertunjukan gratis itu. Ia benar-benar
terpesona. Constance Carmel mengajarkan permainan yang lain. la dan si ikan paus berada di
pinggir kolam. La menepuk kepala ikan itu, lalu dengan satu gerakan cepat Ia
berenang menjauhinya. Ikan paus itu langsung mengikutinya. Ia menepuk kepala
ikan paus itu sambil menggeleng-geleng. Sekali lagi Ia berenang menjauhinya.
Kali ini ikan paus itu diam saja di tempatnya, menunggu dengan tenang.
Ia mencapai seberang kolam, lalu naik dan duduk di tepinya.
Ikan paus kecil itu masih diam menunggu.
"Fluke. Fluke. Fluke," panggil Constance Carmel.
Si ikan paus seperti mendongak. Sekilas Pete melihat matanya bersinar-sinar.
Dengan satu luncuran, ikan paus itu menghampiri Constance Carmel.
"Bagus, Fluke. Bagus." Ia mengelus-elus mulut ikan itu. Diambilnya seekor ikan
dan wadah, lalu dimasukkannya ke dalam mulut ikan paus itu.
"Bagus, Fluke. Pintar sekali!" pujinya seraya menepuk-nepuk kepala ikan paus itu
lagi. Pete melihat Constance Carmel mengambil sesuatu yang tergetetak di rerumputan,
tetapi Ia tidak tahu apa itu. Sinar lampu hanya menerangi dasar kolam dan tepitepinya, tidak sampai ke rumput.
Ikan paus kecil"yang dinamakan Fluke oleh Constance Carmel"mengangkat
kepatanya keluar dan kolam. Fluke seakan berdiri pada ekornya. Tangan
Constance Carmel melingkarinya. Saat itu Pete baru menyadari apa yang dilakukan
Constance Carmel. Constance Carmel memasangkan benda seperti pita lebar, sedikit di bawah kepala
Fluke. Dikencangkannya pita lebar itu. lkan paus itu kelihatan seperti memakai
kerah baju. Mendadak Pete bertiarap. Seseorang membuka gerendel pintu pagar. Lalu terdengar suara langkah mendekat.
Makin dekat dan makin dekat. Pete merapatkan badannya dengan tanah. Suara
langkah itu hilang sesaat. Pete menahan napas. Kemudian terdengar kembali suara
langkah menuju kolam. "Halo, Constance," terdengar suara seorang laki-laki.
"Selamat malam, Mr. Slater."
Pete tidak berani mengangkat kepalanya. Ia cuma memiringkan kepalanya agar
dapat melihat orang itu. Laki-laki itu berdiri di samping Constance Carmel. Ia sangat pendek, kira-kira lima
belas sentimeter lebih pendek dari Constance Carmel. Mukanya tertutup bayangan
Constance Carmel sehingga sukar untuk dikenali. Tetapi Pete menduga umurnya
sekitar tiga puluhan. Dan kepalanya botak licin. Begitu licinnya sampal-sampai
berkilau-kilau ditimpa sinar lampu.
"Bagaimana perkembangannya?" tanya laki-laki itu. "Kapan kau siap?" Ia
berbicara dengan logat yang aneh. Ini mengingatkan Pete pada sesuatu.
"Nanti dulu, Mr. Slater." Constance menatap tajam ke arah laki-laki itu. Suaranya
terdengar tegas dan dingin. "Aku mau menolong Anda semata-mata karena
ayahku. Tetapi aku akan melaksanakannya dengan caraku sendiri. Dan pada waktu
yang kutentukan sendiri. Kalau Anda berani turut campur, Fluke akan kubebaskan
ke laut, dan Anda boleh mencari ikan paus lain serta melatihnya sendiri."
Ia diam sejenak, menoleh pada Fluke.
"Anda paham, Mr. Slater?"
Ia berpaling kembali pada laki-laki itu. Sambil berkacak-pinggang Ia berseru,
"Jangan turut campur! Paham?"
"Ya, aku paham," jawab Mr. Slater dengan logat pesisir selatan yang kental.
Bab 4 PENYAMAR BERMATA ANEH "YANG BENAR?" seru Jupiter Jones. "Kau yakin suara itu sama, Pete?"
Selama dua puluh menit Pete berlari sampai menemukan sebuah pompa bensin.
Kebetulan di sana terdapat telepon. la meminjamnya untuk menelepon ke kantor.
Di telepon Ia minta dijemput, karena kendaraan umum sulit didapat di daerah itu,
apalagi hari sudah malam. Hans berangkat dari Rocky Beach, menempuh
perjalanan yang lumayan jauh, untuk menjemput Pete. Trio Detektif kembali
berkumpul di bagian belakang pick-up yang dikendarai Hans. Perjalanan pulang ke
Rocky Beach mereka manfaatkan untuk berdiskusi.
Pete menceritakan semua yang dialaminya sejak Ia bersembunyl di bak belakang
truk Constance Carmel, sambil berbaring rileks dengan kedua tangan dilipat di
belakang kepala. "Tidak salah lagi," ujarnya sembari menguap. "Aku segera mengenali suara itu.
Mirip sekali dengan suara si penelepon gelap. Omong-omong, kok Ikan paus
makan ikan, ya" Kukira ikan paus hanya makan plankton. "
"Ada dua jenis ikan paus," Bob menjelaskan dengan bersemangat. Ia senang sekali
dapat mempraktekkan pengetahuannya tentang ikan paus yang didapatnya dari
perpustakaan. "Yang bergigi dan yang tidak bergigi. Yang bergigi makan ikan,
sedangkan yang tidak bergigi makan plankton. Ikan paus kecil itu pasti bergigi."
Pete manggut-manggut mendengar penjelasan Bob. Namun Penyelidik Satu
menarik-narik bibir bawahnya. Pikirannya masih direcoki suara yang berlogat
pesisir selatan itu. "Aneh sekali," kata Jupe sambil memicingkan matanya. "Mengapa orang itu
menelepon dan meminta kita untuk mencari ikan paus itu" Bahkan menawarkan
uang seratus dolar! Padahal ikan paus itu berada dalam kolamnya sendiri! Tidak
masuk akal!" Jupe tetap tidak dapat menerangkan hal itu sampai tiba di rumah Pete. Pete turun di
sana. Lalu mereka mengantar Bob. Setelah itu Hans mengendarai pick-up ke
rumah keluarga Jones, di seberang pangkalan barang bekas. Trio Detektif telah
membuat janji untuk bertemu kembali esok paginya di kantor.
Esok paginya Bob paling belakang sampai di kantor. Ibunya meminta dia untuk
membantu mencuci piring bekas sarapan.
Bob menyandarkan sepedanya di luar bengkel Jupiter yang terletak di salah satu
sudut Pangkalan Jones. Di samping sebuah meja kerja, tersandar selembar papan
pada tumpukan barang-barang rongsokan yang menggunung. Sepintas lalu papan
itu nampak seperti bagian dari barang-barang rongsokan itu. Bob menggesernya.
Di baliknya terdapat sebuah pipa berukuran lumayan besar. Pipa itu diberi nama
Lorong Dua oleh anak-anak. Pipa itu menjulur di bawah tumpukan barang
rongsokan menuju kolong sebuah karavan yang tersembunyi di bawah timbunan
barang bekas. Karavan inilah yang disulap menjadi kantor
Trio Detektif. Bob yang bertubuh kecil tidak mengalami kesulitan merayap melalui Lorong Dua.
Sebentar saja Ia sudah sampai di kolong karavan. Diangkatnya tingkap di atas
kepalanya, lalu Ia naik ke dalam kantor. Kedua temannya telah menunggu.
Jupe duduk di belakang rneja. Pete duduk santai di sebuah kursi goyang tua.
"Akhirnya kau datang juga," kata Pete menyambut Bob.
Bob hendak menceritakan sebab-sebab keterlambatannya, tetapi Jupe langsung
memulai pembicaraan. "Kalau kau berjalan, dan kau dihalangi sebuah tembok besar," kata Jupe dengan
Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gaya seorang profesor, "ada dua kemungkinan yang dapat kaupilih. Kau bisa
mencoba menghancurkan tembok besar itu, atau kau berjalan menyusuri tembok
dan mencari jalan lain."
"Apa lagi ini" tanya Pete. "Ayolah, Jupe, pakai bahasa yahg s?hari-hari saja.
Tembok apa" Apa maksudmu?"
"Diego Carmel," sahut Jupe. "Diego Carmel, Menyewakan Kapal Pemancing lkan.
" "Oke. Kita dapat meneleponnya," usul Bob. "Aku sendiri tak tahu apa manfaatnya.
Tapi kan tidak ada salahnya untuk mencoba."
"Dan tadi aku berkali-kali meneleponnya." kata Jupe. "Namun teleponnya tidak
kunjung diangkat." "Barangkali Ia sedang memancing," ujar Pete.
"Mencurigakan," Jupe melanjutkan tanpa menghiraukan komentar Pete.
"Bagaimana orang yang menemukan ikan paus kecil itu..."
"Fluke," sela Pete. "Sebut saja Fluke."
Bob tersenyum simpul. "Fluke. Aku ingat sekarang. Itu kan berarti ekor ikan paus.
Ekor ikan paus dinamakan "fluke" karena bentuknya gepeng dan posisinya
horizontal, berbeda dengan ikan biasa. Ekor ikan biasa posisinya vertikal serta
digerakkap ke kin dan ke kanan. Sedangkan ikan paus menggerakkan ekornya ke
atas dan ke bawah." "Betul juga, ya," sahut Pete. "Aku baru sadar sekarang."
"Kembali ke pokok permasalahan semula," Jupe melanjutkan, "ada sesuatu yang
mencurigakan. Misalkan orang yang menemukan Fluke di kolam buatan kita lalu
menelepon. Constance Carmel. Ke mana orang itu menelepon" Tidak mungkin ke
Ocean World, karena Constance Carmel tidak ada di situ pada han Senin. Orang itu
tentu akan mencari di buku telepon, seperti yang kita lakukan. Ia mula-mula
menemukan..." "Arturo Carmel," potong Bob. "Tetapi teleponnya sudah dicabut."
"Lalu Benedict Carmel," ujar Pete. "Tapi kan Ia sudah tiga bulan bertugas di luar
kota." "Tepat sekali!" kata Jupe. "Tinggal satu kemungkinan. Diego Carmel. Inilah yang
membuatku curiga. Berulang kali kita menelepon, tidak ada yang menjawab.
Orang yang menelepon Constance Carmel pasti menelepon ke kediaman Diego
Carmel. Keiihatannya ia berhasil menelepon Constance Carmel di sana. Namun
kita tidak pernah berhasil. Kenapa" Apa yang terjadi dengan Diego Carmel?"
"Jangan-jangan..." kata Pete seraya bangkit dan kursi goyangnya.
"Kita harus segera ke sana, ke San Pedro," seru Jupe. "kalau Diego Carmel tidak di
tempat, kita dapat menanyakan pada tetangganya atau kenalannya di sana. Diego
Carmel merupakan sumber informasi yang penting, mungkin Ia ayahnya
Constance. Constance Carmel telah berbohong pada kita. Slater tampaknya sama
saja. Satu-satunya harapan kita tinggallah Diego Carmel."
"Aku sepakat untuk segera berangkat ke sana," ujar Bob. "Tetapi bagaimana
caranya" Hans dan saudaranya kan sedang sibuk bekerja di pangkalan. Dan
Worthington sedang berlibur ke luar kota."
"Pancho," jawab Jupe dengan tenang. Ia melihat jam tangannya. "Sebentar lagi ia
datang." Pancho adalah seorang pria muda Meksiko yang pernah ditolong Trio Detektif.
Polisi waktu itu mencurigai Pancho mencuri peralatan di bengkel tempat Ia
bekerja. Ia sangat berterima kasih atas pertolongan Trio Detektif. Kalau tidak karena
bantuan Trio Detektif, mungkin sekarang ia masih mendekam di penjara .
Pancho tergila-gila pada mobil. Kini Ia menghidupi dirinya dengan mempermak
mobil. Ia membell mobil-mobil bekas. Dipretelinya mobil itu, dipasangnya mesin
baru dan roda baru. Dan dipermaknya bagian-bagian yang sudah rusak. Semua itu
dilakukan sesuka hatinya. Hasilnya" Sebuah mobil nyentrik. Meskipun demikian,
banyak juga yang menyukai karyanya, sebab biar nyentrik mobilnya bisa ngebut.
Banyak pesanan datang dari luar kota.
Anak-anak menunggunya di depan pangkalan. Tak lama kemudian Pancho datang
mengendarai mobil sambil tersenyum lebar.
Anak-anak melongo melihat mobilnya.
"Ini karyaku yang terbaru," katanya pada anak-anak. "Kunamakan Ford-ChevroletVW!"
Mobil itu lebih nyentrik dan mobil-mobil Pancho sebelumnya. Ban belakangnya
jauh lebih besar dari ban depan, sehingga menimbulkan kesan seperti seekor
banteng sedang menyeruduk.
Dan mobil itu memang sekuat banteng. Ketika mereka melalui jalan besar menuju
San Pedro, mobil itu melaju cepat dengan mudahnya.
Pancho segera menemukan Jalan St. Peter, alamat Diego Carmel yang tertera di
buku telepon. Anak-anak turun di situ dan Pancho berjanji untuk menjemput
mereka jam tiga sore. Ia sendiri memanfaatkan waktunya untuk melihat-lihat,
kalau-kalau ada mobil bekas yang bisa dipermaknya di daerah itu.
Jalan St Peter terletak dekat dermaga. Hampir sepanjang jalan penuh dengan tokotoko yang menjual peralatan memancing, menyelam, dan berlayar. Rumah
kediaman Diego Carmel yang bertingkat tiga segera nampak. Lantai dasar
digunakan untuk kantor. MENYEWAKAN KAPAL PEMANCING IKAN tertulis di kaca jendelanya.
Ariak-anak sedang berjalan menuju pintunya, ketika seorang laki-laki keluar dari
pintu lalu menguncinya. Sewaktu membalik, orang itu melihat anak-anak. Dengan
ragu-ragu dikantunginya kunci pintu.
"Ada perlu apa, Anak-anak?" tanyanya.
Ia sangat jangkung, kurus, dan agak bungkuk. Dan raut mukanya dapat ditebak
bahwa ia orangnya serius. Ia memakai kemeja putih lengan panjang dengan dasi
coklat tua. Jupe telah terbiasa mengamati sesuatu dengan saksama. Matanya awas melihat halhal yang kecil sekalipun. Sering kali Ia dapat menduga apa pekerjaan seseorang
hanya dengan mengamat-amati penampilan orang itu. Kali ini ia menduga bahwa
orang berkemeja putih itu ahli intan.
Ada suatu lekukan di sekeliling mata kanannya. Di bagian bawah, lekukan itu lebih
dalam dan berwarna merah kecoklatan. Tetapi bekas seperti itu tidak ada pada
mata kirinya. Kelihatannya orang itu sering menggunakan kaca mata satu " kaca
pembesar yang dilekatkan pada sebelah mata. Mungkin berjam-jam dikenakan di
mata kanannya untuk memeriksa intan.
"Kami ingin bertemu dengan Mr. Diego Carmel," Penyelidik Satu berkata dengan
sopan. "Aku sendiri." "Anda Mr. Carmel?"
"Ya. Kapten Carmel."
Laki-laki itu berbalik ke pintu. Jupe mendengar suara dering telepon di dalam
kantor. Untuk sesaat Kapten Carmel bimbang. Namun ia berbalik lagi seraya
mengangkat bahu. "Percuma kujawab telepon itu," desahnya. "Kapalku tenggelam minggu lalu,
terhantam badai besar. Orang sering menelepon hendak menyewa kapal. Tapi aku
tak punya kapal lagi."
"Oh," kata Bob dengan nada prihatin.
"Kalian tiga anak ingin memancing?" kapten Carmel berbicara dengan bahasa
yang baik. Logatnya sukar dibedakan dengan logat penduduk asli. Tetapi ada
sesuatu yang tidak biasa. Ia memakai kata-kata yang tidak umum digunakan.
Mungkin Ia berasal dari Meksiko, pikir Bob, dan lama tinggal di Amerika Serikat.
"Tidak. Tidak, kami cuma ingin bertemu dengan Anda, Mr. Carmel," jawab Jupe.
"Kami membawa pesan dari anak Anda."
"Anakku?" Ia sedikit terkejut. "Oo, maksudmu Constance."
"Betul." Air muka Jupe memancarkan kebanggaan. Dugaannya ternyata benar.
Diego Camel memang ayah Constance.
"Apa pesannya?"
"Ah, tidak begitu penting," kata Jupe sambil memutar otaknya. Ia mencari jawaban
yang kira-kira masuk akal. "kami berjumpa dengannya pagi tadi, dan ia bilang
mungkin ia pulang terlambat malam ini."
"Oo, begitu." Kapten Carmel menatap Jupiter, Bob, dan Pete satu per satu. "Dan
kalian" Kalian pasti Trio Detektif."
Pete tercengang. "Dari mana Anda tahu?"
Kapten Carmel tersenyum simpul. "Constance. Ia bercerita tentang kalian."
Pete mengangguk-angguk keciL Mungkin Constance Carmel telah memberikan
gambaran tentang Trio Detektif padanya. Anak-anak memang mudah dikenali"
terutama Jupe yang berwajah bundar dan bertubuh montok itu.
"Aku senang melihat anak-anak yang rasa ingin tahunya besar," kata Kapten
Carmel sambil mengulurkan tangannya. Anak-anak menyalaminya. "Bagaimana
kalau sekarang kalian kutraktir hamburger" Di dekat sini ada penjual hamburger."
Pete cepat-cepat menerima tawaran itu. Kalau soal makan, Pete jangan ditanya.
Tidak pernah Ia menolak ditraktir makan, apalagi makan hamburger.
Mereka duduk di salah satu pojok dekat jendela di kantin yang menjual hamburger.
Anak-anak makan dengan lahapnya. Sementara itu Kapten Carmel bercerita
tentang kapalnya yang diterjang badai.
Waktu itu Ia membawa seorang penumpang, Oscar Slater namanya, untuk
memancing di Baja California. Dalam perjalanan kembali, mendadak badai datang
menyerang. Mereka cuma beberapa mil dari pantai, tetapi badal itu terlalu dahsyat
sehingga kapal sukar dikendalikan. Ia berjuang sekuat tenaga untuk merapat ke
dermaga. Sia-sia. Kapal terbalik dan tenggelam.
Ia dan Oscar Slater menceburkan diri ke laut. Mereka sempat mengenakan jaket
pelampung. Berjam-jam mereka terombang-ambing di tengah amukan badal.
Akhirnya seorang penjaga pantai datang menolong ketika badai sudah agak reda.
Pete yang paling dulu menghabiskan hamburgernya. "Hii, ngeri sekali! Untung
Anda berdua sempat memakai jaket pelampUng."
Jupe segera mengalihkan pembicaraan. "Anak Anda seorang perenang yang
istimewa, Kapten Carmel," katanya. "Luar biasa cara dia melatih ikan-ikan paus
itu." "Oh, ya. Di Ocean World."
"Sejak kapan ia menjadi pelatih ikan paus?" tanya Bob. Ia dapat menangkap
maksud Jupe yang ingin mendapat informasi tentang Constance.
"Beberapa tahun." .
"Jauh sekali, ya," ujar Jupe memancing, perjalanannya dari Ocean World ke sini,
tiap hari." "Ke sini?" "Oh, maaf. Kupikir... kukira..." Jupe berlagak bingung. "Bukankah Constance
tinggal di sini?" Sekilas kening Kapten Carmel berkerut. Lalu ?a mengangguk tanpa bersuara.
Dihirupnya kopi sedikit-sedikit sambil berpikir serius.
"Kebetulan sekali Mr. Slater juga tertarik untuk melatih ikan paus," Ia berkata
lambat-lambat. Tiap perkataan diucapkannya dengan jelas dan diberi tekanan.
Seakan-akan ia ingin agar Trio Detektif mengingat setiap kata yang diucapkannya.
"Betul-betul tertarik. Ia memiliki rumah di sebuah bukit di Santa Monica." Ia
menuliskan alamat Slater pada selembar kertas, lalu menyodorkannya pada Jupe.
Jupe pura-pura membacanya, padahal ia sudah tahu dari Pete. "Ia bahkan sampai
membuat sebuah kolam besar untuk melatih ikan paus di belakang rumahnya."
Setelah itu kapten Carmel tidak bercerita apa-apa lagi. Mereka keluar dari kantin.
Seraya mengucapkan terima kasih karena sudah ditraktir anak-anak menyalami
Kapten Carmel. Kening Jupe berkerut memandangi Kapten Carmel pergi. Ia menarik-narik
bibirnya. "Orangnya baik, ya," kata Pete." Tapi malang, kapalnya tenggelam."
"Mmm," gumam Jupe tanpa menghiraukan perkataan Pete. Ia masih menarik-narik
bibirnya ketika Pancho datang menjemput mereka.
"Sudah lama ya, kalian menunggu?" kata Pancho dengan simpatik .
"Tidak, baru sebentar, kok," ujar Bob. Ia dan Pete duduk di bangku belakang,
sementara Jupe duduk di samping Pancho.
"Pasti kalian tidak berhasil menemui kapten Diego Carmel."
"Siapa bilang?"" tukas Pete. "Ia malah sempat mentraktir kami hamburger."
Pancho ternganga. hampir saja Ia menubruk trotoar. "Tidak mungkin. Aku baru
saja bertemu dengan seorang Meksiko di tempat penjualan mobil bekas. Ia bilang
kapal kapten Carmel tenggelam."
"Memang," sahut Bob. "Ia sendiri yang bilang kepada..."
"Tapi tidak mungkin yang bilang itu kapten Carmel."
"Kenapa tidak?" Untuk pertama kalinya Jupe bersuara setelah mereka berpisah
dengan kapten Carmel. Ia memandang Pancho dengan pandangan yang penuh
harap, sepertinya ia telah mempunyal dugaan tertentu.
"Karena Kapten Carmel sedang di rumah sakit," kata Pancho. "Ia sakit parah.
Radang paru-paru. Ia sedang dirawat dengan intensif."
Pancho berkata dengan penuh rasa simpati. "Kasihan dia. Bicara pun belum bisa."
Bab 5 TRIO DETEKTIF UNJUK GIGI "SIAPA DIA." kata Pete. "Kenapa Ia mengaku sebagai kapten Carmel?"
Trio Detektif berkumpul di kantor untuk mendiskusikan masalah hangat itu.
Jupe bersandar di kursi di belakang meja. Wajahnya yang bundar tampak serius.
"Bodoh benar aku ini", serunya seraya bangkit dari kursinya. Mukanya memerah
karena kecewa pada dirinya sendiri. "Benar-benar bodoh, dungu dan bebal."
Bob diam saja. Ia tahu, sebentar lagi Jupe akan menjelaskan apa yang sedang
dipikirkannya. "Aku tidak memakai otak," Jupe melanjutkan. "Dan mudah diperdayai. ketika
pertama kali aku melihat laki-laki itu, sudah timbul kecurigaanku bahwa orang itu
bukanlah Kapten Carmel. Pakaiannya tidak menunjukkan bahwa Ia seorang kapten
kapal sewa. Sejak kapan seorang kapten kapal sewa memakai kemeja rapi berdasi"
Yang lebih jelas lagi ialah lengan dan postur tubuhnya. Ia sama sekali tidak
memiliki potongan seorang pelaut. Kau lihat mata kanannya?"
"Yang berlekuk seperti tertekan itu?" tanya Bob. "Ya, aku ingat, itu seperti orang
lnggris yang kita jumpai tahun lalu."
Jupe mengangguk. "Persis. Orang Inggris itu - seorang ahli intan. Aku menduga
kapten palsu itu demikian pula. Tetapi... ah, bodoh benar aku ini. Dengan ditraktir
hamburger saja sudah terpedaya." Jelas terlihat muka Jupe yang kesal karena
terkibuli. "Bukan kau saja yang terkibuli, aku juga," ujar Pete dengan nada menyesal. Dialah
yang paling bersemangat menerima tawaran traktiran itu.
"Kita semua terkibuli," kata Bob. "Untung ada Pancho yang secara kebetulan
memberi tahu kita. Kalau tidak mungkin kita terlambat menyadari hal itu.
Sekarang kita harus lebih waspada. Ada satu hal yang penting, yaitu..." Bob
berhenti sebentar, mencoba mengingat-ingat.
"Yaitu apa?" kata Pete tak sabar.
"Yaitu apa yang diceritakannya pada kita," kata Bob lagi. "Apa yang
diceritakannya pada kita semuanya benar. Ia mengatakan kapal kapten Carmel
tenggelam. Itu sesuai dengan keterangan orang Meksiko yang dijumpai Pancho,
Lalu ia memberi alamat Oscar Slater. Itu juga benar. Dan terakhir tentang
kegemaran Mr. Slater pada ikan paus serta kolam besar di belakang rumahnya.
Semuanya benar." "Betul juga, ya," komentar Pete. "Ia sendiri membohongi kita dengan mengaku
sebagai Kapten Carmel. Tapi apa yang diucapkannya semuanya benar. Aneh!"
"Dan Ia berkata dengan jelas dan lambat-lambat," kata Jupe, "seolah-olah sengaja
agar kita tidak keliru menangkap informasi itu Namun itu tetap belum dapat
menerangkan mengapa Ia menyamar sebagai Kapten Carmel, kecuali jika..."
Jupe terhenti sejenak Matanya dipejamkan. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian
itu, tatkala mereka pertama kali melihat kapten palsu itu. Orang itu baru mengunci
pintu, Jupe membayangkan . dan Ia tampak terkejut ketika berbalik dan melihat
Trio Detektif. "Kecuali jika Ia baru saja menggeledah kantor Kapten Carmel", sambung Jupe.
"Bahkan mungkin seluruh rumah itu."
"Buat apa?" tanya Pete. "Mencuri?"
"Aku tidak yakin Ia seorang pencurI," ujar Bob.
"Ia tidak mencuri barang," kata Jupe, "tetapi mencuri informasi. Mungkin Ia
datang ke San Pedro untuk mencari informasi tentang Constance dan kapten
Carmel, sama seperti kita. Namun ketika kita memergokinya mengunci pintu dari
luar, Ia berusaha menyembunyikan identitasnya. Cara yang paling baik ialah
dengan mengaku sebagal kapten Carmel, lalu mengambil hati kita dengan
mentraktir hamburger."
Jupe berdiri tegap. "Oke," serunya. "Kita berangkat sekarang."
Pete berdiri tegap juga. Dengan gaya militer, dihentakkannya kakinya. Tetapi
kemudian ia merasa konyol.
"Berangkat ke mana, Jupe?" katanya. "Rumah Slater kan cukup jauh. Aku harus
bawa bekal dulu. Roti keju campur daging, sebotol limun, dan..."
"Tidak." Jupe sudah mengangkat tingkap yang menuju Lorong Dua. "kita tidak
pergi ke kediaman Slater. kita ke Ocean World untuk menemui Constance
Carmel." Ia diam sejenak sebelum memasuki lorong.
"Sudah saatnya kita unjuk gigi!"
Trio Detektif tiba di Ocean World persis sebelum tempat itu ditutup. Truk pick-up
milik Constance masih diparkir di pelataran. Mereka sampai di samping truk itu
bertepatan dengan munculnya Constance Carmel dari gerbang.
Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sore itu udara hampir sedingin es. Constance Carmel tampak membawa jaket
tebal, tetapi tidak dipakainya. Bahkan Ia melenggang dengan tenangnya tanpa
menghiraukan udara yang dingin.
"Hai!" Ia terhenti tatkala melihat anak-anak. "Kalian mencari aku?"
"Miss Carmel." Jupe melangkah maju. Ia berdiri tepat di hadapan Constance
Carmel yang lebih tinggi lima belas senti darinya. Jupe harus agak mendongak
untuk menatap wajahnya. "Maaf, kami mengganggu. Kami tahu bahwa Anda lelah
sehabis bekerja seharian. Tetapi kami mohon kesediaan Anda sebentar saja."
"Aku sama sekali tidak capek," tukasnya. Matanya membalas tatapan Jupe. "Tapi
aku sibuk sekarang. Kalau kalian mau, datang saja lagi besok."
"Sebentar saja, Miss Carmel," desak Jupe. "Ini penting sekali. Ini menyangkut.."
"Besok," tegas Constance Carmel sambil meIangkah menuju pintu mobilnya.
Jupe memandang lurus ke depan ketika wanita itu melaluinya. Ia menarik napas.
Dengan keras dan jelas Ia mengucapkan sepatah kata.
"Fluke." Constance Carmel terhenti. Ia menoleh pada Jupe. Sambil berkacak pinggang,
ditatapnya Jupe dengan pandangan yang galak
"Kau mau apa dengan Fluke?" serunya lantang.
"Kami tidak minta apa-apa," kata Jupe dengan tenang, sambil berusaha tersenyum.
"kami senang bahwa Fluke tenteram di kolam Mr. Slater. Kami senang bahwa
Anda mengurusinya dengan baik. Namun ada beberapa masalah yang harus kami
bicarakan dengan Anda."
"Kami ingin menolong Anda, Miss Carmel,"k ata Bob dengan sopan. "Sungguh."
"Menolong apa?" tanya Constance Carmel. "Aku tidak kenapa-kenapa!"
Tatapannya masih galak. "Seseorang memata-matal Anda," ujar Pete. "Kami pergi ke San Pedro tadi. Di
sana kami bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai ayah Anda."
"Belakangan kami baru menyadari bahwa orang itu bukan ayah Anda," sambung
Jupe, "karena kami mendapat berita bahwa ayah Anda dirawat di rumah sakit."
Constance Carmel bimbang sejenak, mempertimbangkan apa yang akan
diperbuatnya. "Well." Pandangannya yang galak lenyap dalam sekejap, berganti dengan
senyuman yang ramah. "Ternyata kalian benar-benar detektif."
"Tentu saja," sahut Pete cepat. "Anda kan sudah lihat di kartu kami."
"Oke," kata Constance Carmel sambil merogoh kunci truk dan kantungnya.
"Bagaimana kalau kita bicarakan ini sambil naik trukku?"
"Terima kasih, Miss Carmel," Jupe menerima.
"Ah, panggil saja aku Constance. Dan kau kupanggil siapa" Jupiter?"
"Jupe." "Oke, Jupe." Constance melihat ke arah Pete. "Kau Bob?"
"Pete." "Aku yang Bob," kata Bob.
"Jupe, Pete, dan Bob. Mari masuk." Constance tersenyum ramah pada ketiga anak
itu. Cuma ada tempat buat bertiga di depan.
"Biar aku yang di belakang," Pete bersuka rela.
"Ya, ya, kau kan - sudah biasa," ujar Jupe meledek, membayangkan Pete yang
pernah bersembunyi di bak truk itu.
"Ssstt!" Muka Pete bersemu merah. Ia segera melompat naik ke bak belakang,
duduk bersama-sama sepeda mereka.
Jupe duduk di tengah, diapit oleh Bob dan Constance.
"Orang yang mengaku-ngaku ayahku seperti apa rupanya?" tanyanya sambil
mengendarai truk. Jupe menjelaskan ciri-ciri orang yang kurus tinggi dengan mata kanan yang aneh
itu. Segala perkataan yang diucapkan orang itu disampaikannya pula pada
Constance. Dahi Constance berkerut. "Aku tidak pernah kenal orang seperti itu," ujarnya.
"Mungkin Ia teman ayahku. Atau..." Ia terdiam. "Atau Ia ingin membuat perkara
dengan Ayah. Oke. Apa yang kalian ingin ketahui dariku?"
Bab 6 HARTA YANG TENGGELAM "AKU baru pulang dari rumah sakit, menjenguk Ayah," kata Constance. "Saat itu
telepon berdering. Oscar Slater yang menelepon. Aku mengenali suaranya karena
sudah tiga kali Ia menyewa kapal pemancing Ayah. Katanya Ia menelepon dari
daerah selatan, sekitar Alabama mungkin. Ia bilang Ia menemukan seekor ikan
paus terdampar di pantai."
Ia menjelaskan bagaimana selanjutnya Ia menolong ikan paus yang terdampar itu.
Mula-mula Ia menghubungi dua kawannya, orang Meksiko yang memiliki sebuah
truk derek. Mereka membawa segulung besar kain kanvas dan karet-karet busa,
lalu bergegas memacu truk derek itu ke teluk yang disebutkan Slater. Oscar Slater
telah menunggu di sana. Tanpa mengalami kesulitan yang berarti, mereka dapat memasukkan ikan paus itu
ke dalam truk. Constance menempelkan karet-karet busa yang dibasahi air laut ke
sekujur tubuh ikan paus itu. Mereka langsung menuju rumah Slater, dan setibanya
di sana ikan paus itu dibebaskan di kolam. kedua kawan Meksikonya kembali
dengan truk derek, sedangkan Constance berenang bermain-main dengan Fluke"
julukan yang diberikannya pada ikan paus itu"untuk membuat Fluke betah dan
senang di kolam itu. Oscar Slater pergi membeli ikan di sebuah toko yang ditunjukkan Constance.
Sewaktu Ia kembali, Constance dan Fluke sudah seperti dua sahabat karib. Fluke
menyenangi keramahan Constance.
Ikan paus hewan yang cerdas, Constance menjelaskan, ketika jalan mulai mendaki
dekat Santa Monica. "Bahkan dalam beberapa hal, mereka lebih cerdas dari
manusia. Volume otak mereka lebih besar dan volume otak manusia. Tapi Fluke
ini benar-benar luar biasa! Selama bertahun-tahun melatih berbagai ikan paus,
belum pernah kujumpai ikan paus yang secerdas Fluke. Padahal umurnya baru
sekitar dua tahun. Yah, kira-kira sebanding dengan anak berusia lima tahun. Ratarata ikan paus menjadi dewasa pada umur enam atau tujuh tahun. Tapi Fluke lebih
cemerlang dari anak-anak berusia sepuluh tahun yang pernah kujumpai."
Setelah puas bermain-main dengan Fluke, Constance minta diantar pulang oleh
Slater. Slater berdiri di tepi kolam, kepalanya yang botak licin berkilau-kilau
ditimpa sinar matahari. Ia memandang Constance dengan pandangan licik.
"Dapatkah Anda mengantarku pulang sekarang?" kata Constance. "Besok akan
kukirim orang dan Ocean World untuk mengambil Fluke. Mungkin Fluke akan
segera dibebaskan ke laut atau ditaruh dulu di Ocean World satu-dua hari.
Pokoknya, Fluke akan selamat."
Constance bersiap-siap pulang. Tapi Oscar Slater menahannya.
"Sebentar, Gadis muda. Aku punya berita yang perlu kauketahui. Sesuatu tentang
ayahmu." Constance tidak pernah menyukai Oscar Slater sebelumnya. Melihat gelagatnya, ?a
makin tidak menyukainya. "Ada apa dengan ayahku?" tanyanya.
"Ia seorang penyelundup kawakan," kata Slater dengan ujung bibir ditarik ke
bawah. "Bertahun-tahun ia selundupkan tape recorder, radio mini, dan peralatan
elektronik lainnya ke Meksiko. Barang-barang itu dijualnya di sana dengan harga
berlipat-lipat." Constance terdiam. Ia tidak ingin mempercayai omongan Slater, tetapi ayahnya
pernah keceplosan menyinggung-nyinggung hal yang berkaitan dengan masalah
itu. Constance berusaha melupakannya. Ia sangat mencintai ayahnya yang telah
merawatnya sejak kecil, sejak kematian ibunya.
"Ia hendak menyelundupkan barang dalam jumlah besar pada saat kapalnya
tenggelam," Slater melanjutkan. "Kebanyakan kalkulator saku, yang hanganya
amat mahal di Meksiko. Seluruh barang elektronik itu ikut tenggelam bersama
kapalnya." Constance masih berdiam diri, menunggu Slater mengutarakan maksud yang
sebenarnya. "Kurang dari dua atau tiga puluh ribu dolar nilainya," ujar Slater. "Dan
setengahnya berasal dari uang yang dipinjamnya dariku. Aku patner dagangnya
yang baik. Kalkulator mini itu disimpan dalam sebuah peti yang kedap air. Aku
tidak ingin kehilangan investasiku. Akan kuambil barang-barang itu dari dasar laut.
Dan kau harus membantuku."
Logat pesisir selatannya yang kental terdengar penuh ancaman.
"Kau dan ikan paus itu. Kau pasti mau bekerja sama denganku, kan?"
Constance menimbang matang-matang sebelum menjawab.
Ia yakin ayahnya tidak bersalah menurut undang-undang Amerika Serikat. Tidak
ada yang melarang menjual barang-barang elektronik seperti kalkulator, radio, dan
sebagainya, kalau barang-barang itu diperoleh dengan cara yang halal. Dan
ayahnya membeli barang-barang itu, tidak mencurinya. Slater cuma menakutnakutinya saja dengan mempermasalahkan kegiatan ayahnya. Dan pemerintah
Meksiko pun tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali kalau mereka menangkap basah
ayahnya menyelundupkan barang. Constance tidak gentar mendengar gertakan
Slater. Yang ia pikirkan hanyalah keadaan ayahnya. Ayahnya tidak mengasuransikan
kapalnya. Dan yang lebih memusingkan ialah kesehatan ayahnya. Asuransi
kesehatan juga tidak dimiliki ayahnya, padahal biaya perawatan intensif di rumah
sakit itu besar sekali. Bisa ratusan dolar per hari. Kalau saja Ia mau membantu
Slater menyelamatkan harta yang tenggelam itu, ia dapat meringankan biaya
perawatan ayahnya. Meskipun tidak suka pada Slater, Ia beranggapan tidak ada salahnya untuk bekerja
sama dengannya. Demi ayahnya.
"Oke, aku mau bekerja sama," jawab Constance. "Aku akan melatih Fluke untuk
mencari peti itu di dasar laut."
Jupe mendengarkan penjelasan Constance dengan cermat.
"Jadi untuk itulah kaulilitkan pita lebar di kepala Fluke," katanya. "Kau ingin
mengikatkan kamera di kain itu. Seekor ikan paus dapat menyelam lebih dalam
dan lebih cepat dari seorang penyelam yang paling mahir sekalipun. Dengan
demikian Fluke akan mengambil gambar reruntuhan kapal ayahmu yang tenggelam
itu. Tentunya dari sana diharapkan posisi peti itu dapat diketahui."
Constance tersenyum lebar. "Kau pintar sekali," ujarnya. "Ikan paus memang
pandai menyelam. Orang pernah mendeteksi seekor ikan paus yang menyelam
sampal kedalaman seribu meter di bawah permukaan taut. Dan ikan paus dapat
menyelam selama setengah sampai satu jam tanpa bernapas."
"Tanpa bernapas?" tanya Pete, alis matanya terangkat.
"Ya, ikan paus bernapas dengan paru-paru seperti manusia," Constance
menjelaskan. "tidak dengan insang seperti pada ikan umumnya. Ikan paus dapat
menyimpan oksigen pada jaringan ototnya. Oksigen simpanan itulah yang
dipakainya selama menyelam."
"Oke. Sekarang giliran aku yang bertanya," katanya dengan ramah. "Kenapa kalian
begitu tertarik pada Fluke" Apa yang sedang kalian selidik?"
Pikiran Jupe teringat pada penelepon gelap yang menawarkan uang seratus dolar.
Ia ingin bersikap terbuka pada Constance sebagaimana gadis itu bersikap terbuka
pada mereka. "Kami punya seorang klien," Jupe memulai. "Kami tidak dapat menyebutkan
namanya pada Anda, karena kami sendiri tidak tahu. Orang itu menyewa kami, dan
sanggup membayar tinggi kalau kami berhasil menemukan dan membebaskan
Fluke ke laut." "Membebaskan ke laut?" tanya Constance. "Kenapa" Buat apa?"
"Aku tidak tahu," kata Jupe sambil mengangkat bahu. "Tepatnya, aku belum tahu"
"Well, kalian sudah setengah berhasil, kan" Kalian sudah menemukan Fluke."
Constance memarkir truknya di muka rumah mewah Slater. "Tinggal tugas kedua.
Kalian dapat membebaskannya nanti bersama-sama denganku. "
"Oke," sahut Bob. "Bagaimana caranya?"
"Kalian bisa menyelam?"
Jupe menerangkan bahwa Pete yang paling pandai menyelam. Namun ia dan Bob
juga bisa menyelam. Mereka telah lulus dari sebuah kursus menyelam dan diberi
sertifikat tanda lulus. "Bagus," kata Constance. "Kalau begitu kita bekerja sama. Secepatnya aku akan
membebaskan Fluke ke laut. Tapi sebelumnya akan kulatih dulu supaya Fluke
tidak kabur di laut nanti. Setelah itu aku minta bantuan kalian untuk menemukan
bangkai kapal ayahku. Oke?"
"Oke," Jupe dan Bob menyahut berbarengan. Mereka makin bersemangat. Bukan
hanya karena mereka akan dapat menyelesaikan kasus itu, tetapi juga karena
mereka memperoleh kesempatan untuk menyelam di laut untuk mencari bangkai
kapal yang tenggelam. "Bagus," kata Constance seraya turun dari truknya. "Sekarang kita tengok Fluke
dulu." Ikan paus kecil itu sedang tidur, mengambang dengan mata tertutup, lubang
napasnya tersembur di atas permukaan air. Ikan paus itu terbangun ketika
Constance menyalakan lampu dasar kolam. Dihampirinya Constance seraya
mengepakngepakkan siripnya.
Fluke seolah juga mengenali Trio Detektif. Sewaktu anak-anak berlutut di tepi
kolam, Fluke menghampiri mereka. Disundulnya kaki anak-anak itu dengan
kepalanya. "Wah," senu Pete. "Bukan main! Seperti"apakah Fluke mengenali kita?"
"Tentu saja," sahut Constance. "Mana mungkin Fluke lupa pada kalian yang telah
menyelamatkan hidupnya."
"Tetapi, Fluke kan cuma seekor..."
Belum selesai Pete berbicara, Fluke dengan cepat menyundulkan kepalanya ke
arah Pete. Seakan-akan Fluke hendak meyakinkan Pete bahwa Ia tidak lupa pada
Trio Detektif meskipun Ia cuma seekor ikan paus.
Constance memberi ikan pada Fluke, lalu muiai memakai sepatu kataknya. Baru
sebelah sepatu terpasang, Ia tiba-tiba menoleh. Rasa geram tersirat di wajahnya.
Dua orang laki-laki keluar dan rumah mewah itu dari mendatanginya. Dari
keterangan Pete, Jupe dapat mengenali salah seorang dari mereka. Oscar Slater,
Jupe merasa yakin. Dan yang seorang lagi"
Trio Detektif segera mengenalinya. Jantung mereka berdebar-debar. Orang"yang
amat jangkung, kurus, dan agak bungkuk itu"memiliki bekas tertekan di
sekeliling mata kanannya. hampir seperti bekas luka.
"Kenapa Anda melihat-lihat ke sini lagi!" seru Constance dengan galak pada
Slater. "Kan sudah kubilang, Anda tidak usah ikut campur dalam mengurusi ikan
paus ini. Biarkan aku yang melatih dan mengurusnya sampai ikan paus ini sanggup
mencari peti di bangkai kapal itu."
Slater tidak menanggapi. Ia memandangi Trio Detektif satu per satu.
"Siapa anak-anak ini?" Ia bertanya dengan logat pesisir selatan yang kental.
"Mereka kawan-kawanku," jawab Constance dingin. "Penyelam. Aku perlu
bantuan, dan aku minta bantuan mereka."
Slater mengangguk. Jupe dapat menyimpulkan bahwa Slater tidak menyukai
kehadiran anak-anak di situ. Tetapi Ia tidak dapat menolak kehendak Constance.
"Dan siapa kawanmu itu?" Constance melihat ke arah orang jangkung dan kurus
yang berdiri di samping Slater.
"Aku Donner," orang itu memperkenalkan dirinya. "Paul Donner. Aku kawan lama
Mr. Slater. Dan juga kawan baik ayahmu, Miss Carmel." Ia berhenti, tersenyum.
"kawan dari Meksiko."
Jupe"yang sangat berbakat dalam menarik kesimpulan"segera menyadari situasi
yang dihadapi. Orang itu belum pernah dijumpal Constance sebelumnya. Namun
dari caranya berbicara, Donner kelihatannya tahu mengenal bisnis gelap peralatan
elektronik yang dilakukan ayah Constance di Meksiko. Dengan senyumnya, seakan
Ia mengatakan pada Constance untuk tidak usah khawatir, Ia berada di pihak ayah
Constance. Paul Donner masih tersenyum ketika menatap Trio Detektif. "Jadi kalian dapat
menyelam," ujarnya. Kalian bekerja di Ocean World juga dengan Constance?"
"Kadang-kadang," sela Constance. "Kalau aku butuh bantuan, biasanya aku
panggil mereka. Oh, aku belum memperkenalkan mereka. Jupe, Pete, dan Bob,"
katanya sarnbil menunjuk pada masing-masing anggota Trio Detektif.
"Paul Donner," ujarnya sambil menyalami anak-anak satu per satu. Tidak nampak
di wajahnya bahwa sebenarnya mereka telah berjumpa tadi pagi.
Mungkinkah Ia lupa, pikir Jupe. Atau ?a sengaja berpura-pura tidak kenal, karena
tidak ingin diketahui Slater bahwa ia dan anak-anak pernah bertemu.
Mengapa" Jupe penasaran. Apa yang disembunyikan Paul Donner"
Bab7 TIKUNGAN MAUT! "PAUL DONNER," kata Jupe. "Apa kaitannya Paul Donner dengan misteri ini?"
Ini terjadi pada keesokan harinya di depan gerbang Pangkalan Jones. Trio Detektif
sudah tak sabar menunggu. Constance berjanji untuk menjemput anak-anak setelah
makan siang. Ia sudah minta izin dari Ocean World siang itu.
"Aku pikir Ia terlibat dalam kasus ini," Jupe melanjutkan. "Constance belum
pernah mendengar tentang dia sebelumnya, namun Donner tahu banyak tentang
ayah Constance, termasuk kunjungannya ke Meksiko."
"Dan Ia menggeledah rumah Kapten Carmel", Bob menambahkan.
"Persis," Jupe menyetujui. "Dan Ia kawan lama Slater, jadi kemungkinan besar
dialah orang yang bersama Slater di kapal pada saat kita menolong Fluke."
Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orangnya tidak terbuka," kata Bob. "Ia tidak memberi tahu Slater bahwa Ia telah
bertemu kita di San Pedro."
"Ada satu lagi yang penting," Pete nimbrung. "Dia tahu kita lebih banyak daripada
kita tahu dia. ingat, kan" Dia mengenali kita sebagai Trio Detektif waktu kita di
San Pedro." "Menurut hematku," ujar Jupe, "kupikir Ia tahu segala-galanya. Tentang
penyelundupan, badai, kapal yang tenggelam, kalkulator saku dan rencana Slater
untuk memanfaatkan Fluke. Semuanya Ia tahu. Namun... di mana letak
keterlibatannya?" Saat itu truk pick-up putih berhenti di depan gerbang. Trio Detektif bergegas naik.
Jupe membawa kotak kecil logam. Diserahkannya kotak itu pada Constance.
"Ini yang kaupesan," katanya.
"Sudah jadi?" Constance nampak senang.
Jupe mengangguk. Ia spesial bangun pagi-pagi sekali untuk mengerjakan alat itu,
seperti yang diminta oleh Constance malam sebelumnya. Ia memperagakan cara
kerja alat itu pada Constance.
Di dalam kotak terdapat sebuah tape recorder yang memakal baterai, mikrofon, dan
pengeras suara mini. Jupe telah memasangkan dua buah lempengan plastik tipis di
sisi dalam kotak, sehingga tape tetap dapat merekam dan suara kaset tetap
terdengar meskipun kotak tertutup.
Ia telah menguji alat itu di bak mandinya tadi pagi. Alat itu bekerja dengan baik.
Meskipun direndam air, tidak setetes air pun masuk ke dalam kotak.
"Kau benar-benar jenius elektronika!" seru Constance dengan kagum.
"Ah, ini cuma hobi," sahut Jupe. Ia memang gemar mengutak-atik benda-benda
elektronik sambil membayangkan dirinya sebagai Thomas Alfa Edison, kalau
berhasil menciptakan suatu alat unik. Tapi Ia tidak ingin menggembar-gemborkan
penemuannya. Harapannya hanyalah alat itu dapat bermanfaat bagi orang lain.
Trio Detektif membawa masker selam dan sepatu katak mereka. Begitu sampai di
rumah Siater, mereka berpakaian renang dan berkumpul di pinggir kolam.
Slater dan kawannya, Donner, tidak terlihat.
"Aku ancam mereka," ujar Constance. "Kalau mereka ikut campur lagi, akan ku..."
Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Kau akan maju terus, kan?" Bob memberi semangat.
Constance mengangkat bahu. "Aku tak dapat mundur lagi. Ayah sangat butuh uang
untuk perawatannya. Kita harus menemukan peti itu."
"Bagaimana keadaan ayahmu?" tanya Pete.
"Masih gawat. Tapi Ayah orangnya keras. Laki-laki Meksiko tulen," katanya
bangga. "Dokter bilang Ia akan sembuh. Aku belum boleh menjenguknya lamalama, Ayah masih sukar berbicara. Kalau bicara seperti mengigau, mengulangulang suatu kalimat." Ia berhenti sejenak, mengencangkan sepatu kataknya.
"kalian kan detektif," sambungnya. "Mungkin kalian dapat menangkap
maksudnya. Ia selalu mengatakan, "Awas terhadap Dua Tiang. Jaga agar tetap
segaris. ' " Ia mencebur ke dalam kolam, disambut Fluke dengan girang.
"Dua Tiang?" gumam Jupe sembari menarik-narik bibir bawahnya. "Jaga agar
tetap segaris." Ia berpaling pada Bob dan Pete. "Ada ide?"
"Tiang," kata Bob. "Mungkin yang dimaksud Paul Donner, yang jangkung dan
kurus seperti tiang itu. Ia orang apa, ya" Aku yakin Ia bukan asli dari sini,
meskipun logatnya persis seperti orang sini. Ada yang lain dalam caranya
berbicara." "Pengamatan yang baik," puji Jupe. "Ia berbicara dengan kata-kata yang tidak
umum dipakai. kalau dia salah satu tiang itu, siapa tiang kedua?"
"Wah, lihat!" tiba-tiba Pete berseru sambil menunjuk ke kolam.
Fluke mengitari kolam dengan cepat dan lincah sembari membawa Constance di
punggungnya. Tanpa terasa setengah jam berlalu. Anak-anak asyik menonton Fluke dan
Constance beratraksi. Mereka seperti bermain-main saja, tapi Bob tahu bahwa itu
bukan hanya permainan. Sambil bermain, Constance melatih Fluke untuk mentaati
instruksi yang dikeluarkannya.
Mereka seperti bersahabat karib, pikir Pete. Begitu akrabnya sampai seolah mereka
dapat saling membaca pikiran yang lain. Dan begitu menyatu dalam berpikir dan
bergerak, seakan-akan mereka itu satu orang saja.
Setelah Constance memberi makan Fluke, Ia mengajak anak-anak ikut mencebur
ke kolam agar Fluke terbiasa berenang dengan anak-anak.
Dengan agak takut-takut, Pete berenang di samping Fluke dan merasakan kepala
Fluke menyundul-nyundulnya. Sebagai ikan paus, Fluke tergolong kecil. Tetapi
dibandingkan manusia, Fluke besar sekali. Dan kuat. Meskipun demikian Fluke
pada dasarnya lemah lembut. Sundulannya pada Pete tidak keras dan tidak
menyakitkan. Tidak lama kemudian anak-anak sudah akrab dengannya.
"Bagus sekali," ujar Constance pada anak-anak, ketika mereka naik dan kolam.
"Sekarang kita coba tapeku."
Fluke menanti di seberang kolam. Constance telah melatihnya untuk menunggu
seperti itu, dan Fluke baru bergerak kalau dipanggilnya.
Ia menghidupkan tape dalam kotak itu. Lalu menyelam ke dasar kolam.
Sesaat kemudian Fluke menyusul menyelam, dan diam di dasar kolam.
Trio Detektif mengamati Constance di dasar kolam. Terpana. Mengagumkan sekali
kekuatan paru-parunya, pikir Jupe. Constance bersantai di dasar kolam dengan
nyaman, seperti Bibi Mathilda duduk-duduk di ruang tamunya. Melalui air kolam
yang jernih, Pete dapat melihat Constance menjulurkan tape itu ke arah Fluke, lalu
tangannya yang satu lagi memetik jari.
Constance berhenti. Kepalanya dimiringkan ke kiri seraya tersenyum.
Hampir dua menit kemudian Ia baru muncul di permukaan, mengambil napas
panjang, tapi tidak terengah-engah.
"Aku berhasil," serunya. "Coba kita dengarkan hasilnya."
Jupe memutar ulang tape itu, lalu menekan tombol PLAY.
Mula-mula cuma terdengar suara air tersibak. Itu Constance ketika baru menyelam.
Lalu ada suara klik yang teredam. Itu masih Constance, memetik jari di dalam air.
Suara klik hilang, disusul suara yang jelas melaiui pengeras suara mini. Suara
seperti cicit burung. Suara itu bernada tinggi-rendah, diselingi suara berkeletakkeletak seperti suara kastanet.
Tidak persis benar dengan suara burung, pikir Jupe. Lebih bergetar, dan lebih
berat. Suara itu seperti... seperti... ah, belum pernah Ia dengar suara seperti itu
sebelumnya. Semenit kemudian suara itu berhenti. Constance mematikan tape.
"Itu suara Fluke?" tanya Bob setengah berbisik. "Fluke bernyanyi untuk Anda?"
"Bernyanyi. Berbicara. Apa saja kau boleh sebutkan," kata Constance. "Ikan paus
berkomunikasi dengan suaranya. Para ahli telah berhasil membedakan lebih dari
seribu macam suara yang dihasilkan ikan paus. Di dalam air suara itu merambat
dengan cepat dan dalam jarak yang jauh. Seekor ikan paus dapat menangkap suara
yang dikeluarkan ikan paus lainnya dalam jarak bermil-mil."
Ia mencopot sepatu kataknya.
"Seperti manusia, ikan-ikan paus mempunyai bahasa sendiri. Bedanya"sepanjang
pengetahuanku"sesama ikan paus tidak pernah berkelahi. Mereka sangat tahu
aturan. Dan aku yakin mereka tidak pernah berbohong pada ikan paus lainnya.
Tidak seperti kita manusia. Manusia sering kali menggunakan bahasanya untuk
berbohong, bukan untuk mengatakan yang sebenarnya."
"Aku boleh mendengarnya lagi, kan?" pinta Pete.
"Boleh. Tapi aku ingin memperdengarkannya pada Fluke dulu."
Jupe memutar ulang tape itu lagi, lalu menekan tombol PLAY. kemudian
Constance mencelupkannya ke dalam air. Trio Detektif memperhatikan Fluke.
Fluke masih diam di dasar kolam dengan tenangnya. Tiba-tiba badannya bergetar.
Kedua siripnya melebar ke samping. Dengan satu gerakan bertenaga, Fluke
meluncur ke arah mereka. Mata anak-anak tak berkedip.
Fluke memperlambat gerakannya ketika mencapai kotak logam itu. Bimbang
sejenak. Kemudian Fluke menjilati kotak itu.
"Bagus," ujar Constance seraya mengangkat kotak itu keluar air. "Bagus, Fluke.
Pandai sekali." Senyumnya masih lebar sewaktu Ia melempar seekor ikan untuk Fluke.
"Itulah yang kuinginkan," katanya pada anak-anak. "Rencanaku berjalan mulus.
Kalau ia dilepas di laut, kita dapat memanggilnya dengan memutar tape ini di
dalam air laut." "Aku dapat merekamnya beberapa kali," ujar Jupe. "Bisa diulang-ulang sampai
kita peroleh rekaman suara Fluke sepanjang setengah jam dalam satu sisi kaset."
"Ide yang bagus," sahut Constance. Diserahkannya kembali tape itu pada Jupe.
"Aku ingin menjenguk Ayah," katanya lagi. "Kalian akan kuantar sampai ke
gerbang. Oke?" Constance tadi memarkir truknya di pinggir jalan di depan rumah Slater. Pete naik
ke bak belakang, sementara kedua kawannya duduk di depan bersama Constance.
Sampai belokan pertama, jalan masih lurus dan datar. Sesudah itu mereka
menempuh jalan berliku-liku menuruni bukit. Cepat sekali Constance mengendarai
mobilnya, pikir Jupe dengan heran. Di sebuah tikungan Constance tidak
mengurangi kecepatan. Bob dan Jupe berpegangan erat-erat pada dashboard. Ban
truk mendecit-decit, berputar dekat sekali ke tepi jurang.
"Remnya! Remnya blong!" Constance mulai panik. Berkali-kali diinjaknya pedal
rem dalam-dalam. Truk tidak melambat. Bahkan makin cepat
Di hadapan mereka ada sebuah tikungan tajam ke kanan.
Truk masih melaju dengan kecepatan tinggi. Constance menarik rem tangan.
Percuma, turunan terlalu tajam. Kecepatan makin tinggi. Empat puluh. Lima puluh.
Enam puluh mil per jam. "Pindahkan gigi!" Dalam kepanikan Jupe masih sempat berpikir.
Constance mengoper ke gigi yang lebih rendah. Mesin truk meraung-raung.
Seluruh bodi truk bergetar. Tapi jarum speedometer masih menunjuk angka enam
puluh. Tikungan tajam makin dekat. Di ujung jalan berdiri sebuah rumah besar dikelilingi
tembok batu yang kokoh. Tidak mungkin menikung dengan kecepatan enam puluh mil per jam.
Jupe dan Bob menahan napas.
Truk akan menghantam tembok batu.
Bab8 ORANG KETIGA CONSTANCE menyetir truk ke tengah jalan. Lalu mepet ke kiri"di sana mobil
seharusnya berjalan di jalur kanan. Andaikan ada sebuah mobil datang dari balik
tikungan, tabrakan tak dapat dihindarkan lagi.
Tapi tak muncul mobil dan depan. Hanya tampak tembok batu yang berdiri kokoh
bagai gunung karang. Bob dan Jupe menekankan kakinya kuat-kuat pada lantai mobil. Tangan mereka
berpegangan makin erat pada dashboard. Bob memejamkan matanya. Jupe
mengejangkan seluruh badannya.
Constance mengoper ke gigi satu. Sepersekian detik berikutnya ia membanting
setir ke kanan. Keempat ban seakan berhenti serempak. Bunyi decit ban makin keras. Getaran
bodi truk makin hebat. Jupe masih melihat tembok batu makin dekat. Tapi "secepat cahaya lampu
kilat" tahu-tahu tembok batu kini berada di sebelah kirinya. Lalu hilang.
Kini pandangan melalui kaca depan tampak berkelebatan. Bob dan Jupe
terbanting-banting. Constance masih menahan setir ke kanan kuat-kuat. Truk
berputar-putar melintir. Raungan mesin, jeritan ban, guncangan bodi truk, Semuanya bercampur-aduk.
Diakhiri dengan dentaman yang keras dan suara kaca pecah.
Tembok batu kini berada di samping. Diam tak bergerak. Menutupi pandangan
melalul jendela samping di sisi Constance.
Truk telah menghantam tembok batu dengan sisinya. Mesin terbatuk-batuk, lalu
mati. Tidak seorang pun berkata-kata selama beberapa menit. Constance bersimbah
peluh, menelungkup sambil memegangi setir. Tangannya gemetaran. Diambilnya
napas panjang berulang kali - dalam-dalam. Ia beruntung tidak terkena pecahan
kaca. Jendela di sisinya dalam keadaan terbuka lebar sehingga kaca remuk di
dalam pintu, tidak melukainya.
"Oke," akhirnya Ia berkata. Suaranya masih bergetar. "Kalian ada yang luka?"
Sambil menghela napas Jupe menggeleng perlahan. Matanya terpejam.
"Bob?" tanya Constance.
Bob baru berani membuka matanya sekarang. Ia juga menggeleng. Tangannya
masih mencengkeram dashboard.
Mereka baru ingat Pete. "Pete!" seru Jupe dengan suara tertahan. Bob mendorong pintu di sampingnya
kuat-kuat. Lututnya masih terasa lemah. Tapi dipaksakannya untuk keluar. Sambil
berpegangan pada daun pintu, Ia berdiri di kursi depan, setengah badannya
menjulur ke luar. Ia melongok ke bak belakang.
Pete tertelungkup di dasar bak. Tangan dan kakinya terentang. Ia tak bergerak
"He, Jupe!" teriak Bob. "Cepat!"
Bob memanjat masuk ke bak belakang. Jupe menyusulnya. Mereka berlutut di
samping Pete. Dengan hati-hati Bob memegang pergelangan Pete, merasakan
denyut nadinya. Pete mengerang, merasakan sentuhan Bob. Perlahan-lahan matanya terbuka.
"Uuh," desahnya. "Ini dunia atau akhirat?"
"Hhh," desah Bob sambil bernapas lega. Ia merasa geli melihat kelakuan
kawannya yang satu itu. "Kau tidak apa-apa" Masih sempat-sempatnya kau
bercanda." "Uuh, tulang-tulangku serasa remuk" Pete berbalik dan duduk, lalu meraba-raba
sekujur badannya. Tidak satu pun tulangnya patah. "Apa-apaan ini" Tidak tahu ya,
aku ada di belakang"! Kalau bukan aku, pasti sudah terpental keluar!"
Jupe menepuk-nepuk bahu Pete. "Ini tidak disengaja, Pete. Siapa sih, yang berani
nekat seperti itu" Tindakan Constance menyelamatkan kita. Dan untung kau atlit
sejati, kalau tidak." Ia berusaha membesarkan hati Pete.
Ia termenung sejenak."Dugaanku, seseorang menyabot rem mobil ini."
"Menyabot" Buat apa?" seru Pete seraya bangkit.
"Itu yang perlu kita selidiki." sahut Bob.
Sebentar saja sudah ketahuan mengapa rem itu blong. Jupe benar, ada sabotase.
Constance memandangi kabel rem kaki dan rem tangan yang terputus di kolong
mobil. "Kabel terpotong dengan rapi, pasti ada yang sengaja memotongnya," ujar Jupe.
"Seseorang telah melakukannya sewaktu kita bermain-main dengan Fluke."
"Seseorang?" tanya Constance. "Siapa?"
Jupe tidak dapat menjawabnya. Tapi Ia berniat untuk mencari siapa pelaku
sabotase yang hampir mencelakakan mereka itu.
Constance menghubungi kawan-kawannya pemilik truk derek, dan anak-anak
diantar sampai pangkalan barang bekas. Selama itu, Jupe mengerahkan segala
kemampuan otaknya untuk mencari sebab sabotase dan siapa pelakunya.
Baru pada saat duduk bersandar di bangku dalam kantor Trio Detektif, Jupe
menemukan jawabannya. "Seseorang tidak ingin kita berhasil menemukan bangkai
kapal Kapten Carmel. Ia menghalang-halangi dengan mencoba mencelakakan kita
dan Constance agar kita berhenti mencari bangkai kapal itu, agar Constance
berhenti melatih Fluke."
Ia berhenti sejenak, menarik-narik bibir bawahnya.
"Sekarang," lanjutnya, "ada tiga orang yang patut dicurigai. Sampai sejauh ini,
hanya tiga." "Pertama." Jupe mengangkat telunjuknya yang gemuk lurus-lurus. "Oscar Slater.
Namun Slater tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menghalangi pencarian
bangkai kapal itu. Jelas-jelas dialah yang menemukan Fluke dan meminta
Constance melatih Fluke. Semua itu ditujukan untuk mencari bangkai kapal
Kapten Carmel." Jupe berhenti lagi. "Kedua." Jari tengahnya yang juga gemuk diangkatnya. "Paul Donner. Apa yang
kita ketahui tentang dia" Sewaktu kita berjumpa dengannya di San Pedro, dia telah
tahu nama kita. Dia tahu bahwa kita Trio Detektif. Dari mana dia tahu?"
Pete dan Bob mendengarkan.
"Paul Donner berbohong pada kita, mengaku sebagai ayah Constance," lanjut Jupe.
"Tetapi Ia juga mengatakan hal-hal yang benar. Ia bilang Kapten Carmel sedang
bersama Oscar Slater pada saat kapalnya diserang badai. Tidak bukan begitu
tepatnya." Jupe memejamkan mata, m?ngingat-ingat pertemuan di San Pedro itu.
"Tepatnya, Ia mengatakan kapten Carmel membawa Oscar Slater pulang dari
memancing di Baja California ketika mendadak badai menyerang."
Bob dan Pete membenarkan. Jupe jarang sekali salah mengingat perkataan orang
lain. Jupe mengangkat telepon dan memutar sebuah nomor.
"Halo." Suara Constance terdengar melalui pengeras suara.
"Halo. Di sini Jupe."
"Halo, Jupe. Ada apa" Suaramu seperti cemas."
"Aku tidak cemas," kata Jupe. "Aku cuma penasaran."
"Penasaran soal apa?"
"Ada beberapa persoalan?" sahut Jupe. "Kau mungkin dapat membantu
memecahkannya."
Trio Detektif 35 Misteri Penculikan Ikan Paus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mudah-mudahan."
"Begini, sewaktu kami memberikan kartu Trio Detektif di kantormu, apakah kau
menunjukkannya atau mengatakannya pada orang lain?"
"Tidak." "Kauletakkan di mana kartu itu?"
"Di atas mejaku, kenapa?"
"Mungkinkah terlihat orang lain?"
"Mungkin sekali. kantorku dipakai oleh beberapa orang pelatih lainnya, jadi
hampir tidak pernah terkunci."
"Jadi seseorang bisa saja masuk ke dalam kantormu, lalu melihat kartu di atas
mejamu itu?" "Ya, Aku sendiri tidak begitu memperhatikan kartu kalian sampai kalian pergi.
Lalu..." "Lalu kau menjadi khawatir akan nasib Fluke. Kau bergegas pergi ke rumah Oscar
Slater untuk melihat keadaan yang sebenarnya."
"Betul. Dari mana kau tahu?"
"Kami masih di pelataran parkir ketika kau lewat mengendarai truk putih dengan
tengesa-gesa." "Oo, itu kalian toh," kata Constance. "Aku memang hampir menabrak tiga orang
anak waktu itu. Aku ingat sekarang. Ada persoalan lain, Jupe?"
"Ada. Tentang ayahmu. Ketika ayahmu bersama Slater berlayar ke Baja California
untuk menjual kalkulator saku itu..."
"Ya. " "Berapa lama kapal itu telah berlayar sebelum diserang badai hingga tenggelam?"
Untuk beberapa saat Constance terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat.
"Aku tak tahu," ujarnya. "kantorku cukup jauh dari San Pedro, jadi aku tinggal
bersama seorang kawan wanitaku di Santa Monica. Biasanya aku pulang
menengok Ayah setiap Senin. Tapi Senin itu aku harus ke San Diego. Dua minggu
aku tidak menengok Ayah, sampai ada telepon dari rumah sakit..."
Suaranya menjadi serak. Ia teringat bagaimana kagetnya sewaktu mendengar berita
itu. Dengan sabar Jupe menanti.
"Maaf, aku tidak bisa memberimu jawaban yang memuaskan," kata Constance
dengan suara yang biasa kembali. "Aku benar-benar tak tahu persis. Tetapi sekitar
dua minggu itulah, atau kurang.
Tapi mungkin juga persis dua minggu, kan"
Mungkin saja. Apakah ini penting?"
Jupe mengiyakan. Setelah telepon ditutup, Jupe duduk terpekur beberapa saat
lamanya. Apakah Kapten Carmel dan Oscar Slater sudah berlabuh di Baja"
Apakah mereka dalam perjalanan pulang ketika diserang badai" Ia harus
menemukan jawabnya. Bagaimana" Ia menoleh pada Pete. "Bagaimana kalau kita berkunjung ke Malibu sebentar?"
usulnya. "Usul yang bagus," seru Pete dengan bersemangat. "Kenapa tidak dari kemarin kau
usul begini.... " "Kau mau, Bob?"
"Oke." Bob dapat menangkap tujuan Jupe ke Malibu, dan Ia menyetujui usul itu. Tetapi
pikiran Bob masih disibukkan dengan apa yang dikatakan Penyelidik Satu
sebelumnya. Ada tiga orang yang patut dicurigai, begitu Jupe tadi berujar.
Baru dua yang disebutkannya.
Oscar Slater. Dan Paul Donner. "Tunggu dulu, Jupe," kata Bob. "Siapa orang yang ketiga?"
Tetapi Penyelidik Satu telah membuka tingkap menuju Lorong Dua.
Tanpa menanggapi pertanyaan Bob, ia menyusup ke dalam lorong.
Bab 9 PERTOLONGAN MR. SEBASTIAN
"NASI MERAH," kata Hoang Van Don dengan bangga seraya meletakkan sebuah
mangkuk besar di meja. Hoang Van Don, yang berasal dari Vietnam itu, bekerja
sebagai pembantu rumah tangga Hector Sebastian. Ia gemar sekali memasak,
hampir segala macam resep dicobanya.
"Makanan yang menyehatkan," kata Don, "mengandung banyak vitamin."
Seperti apa rasanya, pikir Pete, belum pernah kulihat nasi seperti ini. Ia
membungkuk mencium bau nasi merah itu.
Jangan heran, Amerika Serikat nasi memang makanan yang langka. Hanya sekalisekali saja orang Amerika makan nasi, dan hampir tidak pernah makan nasi merah.
"Silakan," kata Hector Sebastian. "Sikat saja." Mr. Sebastian tahu bahwa anakanak suka makan, terutama Pete.
Mereka bersantap di ruang tamu Mr. Sebastian yang luar biasa besarnya. Di salah
satu sisinya berderet kaca-kaca, memperlihatkan pemandangan yang indah ke
Panji Sakti 12 Dewi Ular 66 Misteri Anak Selir Misteri Kaca Kaca Remuk 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama