Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling Bagian 10
"Apa""Suara Harry, Ron, dan Hermione berbarengan bergema dijalan tembus itu."Yeah," sahut Neville, "Itulah makanya aku dapat ini," ia menunjuk pada bekas luka
yang dalam di pipi. "Aku menolak melakukannya. Tapi sebagian orang suka: Crabbe dan
Goyle suka sekali. Untuk pertama kalinya mereka bisa berada di posisi atas, kupikir." "Alecto, saudarinya, mengajar Telaah Muggle, yang wajib untuk semua.
Kami harus mendengar penjelasannya bahwa Muggle itu seperti binatang, bodoh dan kotor, dan bagaimana Muggle menjadikan para penyihir terpaksa bersembunyi karena Muggle berbuat keji pada mereka, dan bagaimana hukum alam disusun ulang. Aku dapat ini," ia
menunjukkan luka lain di wajahnya, "karena aku menanyakan seberapa banyak ia dan saudaranya punya darah Muggle."
"Blimey, Neville," sahut Ron, "ada waktu dan tempat di mana orang mesti pintar-pintar ngomong."
"Kau tidak mendengarnya." sahut Neville, "Kau juga tak akan tahan. Masalahnya, kalau ada yang berdiri menentang mereka, berarti memberi harapan bagi semua. Aku perhatikan itu waktu dulu kau melakukannya, Harry!"
"Tapi mereka memperlakukanmu seperti asahan pisau," sahut Ron, mengernyit saat mereka melewati lampu dan luka-luka Neville terlihat jelas.
Neville mengangkat bahu. "Nggak masalah. Mereka tidak mau terlalu banyak menumpahkan Darah Murni, jadi mereka menyiksa kami sedikit bila sedang kesal tapi mereka tidak ingin membunuh kami."
Harry tidak tahu mana yang lebih buruk, hal-hal yang Neville katakan atau nada kebenaran yang ia katakan.
"Satu-satunya yang benar-benar dalam bahaya ialah bila kau punya teman atau saudara yang menyulitkan. Mereka mengambilmu sebagai sandera. Xeno Lovegood tua ngomong macam-macam di The Quibbler, jadi mereka menangkap Luna di kereta saat pulang Natal.
"Neville, dia baik-baik saja, kami bertemu dengannya-"
"Yeah, aku tahu, dia berhasil mengirimkan pesan padaku."
Dari sakunya ia mengeluarkan koin emas, dan Harry mengenalinya sebagai Galleon palsu yang dipakai Laskar Dumbledore untuk saling berkirim pesan.
"Ini keren," sahut Neville, wajahnya berseri-seri pada Hermione, "Carrow bersaudara tidak pernah berhasil membongkar bagaimana cara kami berkomunikasi, itu membuat mereka marah. Kami biasa menyelinap di malam hari, menulis grafiti di dinding: Laskar Dumbledore, Masih Membuka Lowongan, hal-hal seperti itu. Snape membenci itu."
"Kau biasa"" sahut Harry, memperhatikan bentuk lampau dalam ucapan Neville.
"Well, lama-lama makin sulit," sahut Neville, "Kami kehilangan Luna, dan Ginny juga tidak kembali sesudah Paskah, biasanya kami bertiga menjadi semacam pimpinan. Carrow bersaudara nampaknya tahu aku ada di belakang banyak hal, jadi mereka mulai keras padaku, lalu Michael Corner ketangkap basah sedang membebaskan anak kelas satu yang mereka rantai, jadi mereka menyiksanya cukup berat. Itu membuat orang-orang takut."
"Yang betul," gumam Ron saat jalan tembus mulai menanjak.
"Yeah, well, aku tak dapat meminta orang lain untuk menjalani apa yang dilakukan Michael, jadi kami menghentikan kelakuan-kelakuan semacam itu. Tapi kami masih berjuang, melakukan hal-hal bawah tanah, sampai beberapa minggu lalu. Saat mereka memutuskan bahwa hanya ada satu hal untuk menghentikanku, kurasa, dan mereka akan menangkap Nenek."
"Mereka apa"" sahut Harry, Ron, dan Hermione berbare
ngan. "Yeah," sahut Neville, sedikit terengah-engah sekarang karena jalan tembusnya menanjak curam, "Well, kau bisa melihat apa yang mereka pikirkan.
Biasanya bekerja baik, culik anak agar keluarganya berkelakuan baik, cuma soal waktu agar mereka melakukan yang sebaliknya. Masalahnya," ia berbalik menghadap mereka, dan Harry heran melihat Neville nyengir, "mereka salah kira tentang Nenek. Penyihir wanita tua kecil hidup sendiri, mereka pikir tak usah kirim orang yang cukup kuat. Hasilnya," Neville tertawa, "Dawlish masih di St Mungo, dan Nenek dalam pelarian. Dia mengirimiku surat," ia menepukkan tangan di saku dada jubahnya, "bilang bangga padaku, bahwa aku benar-benar putra orangtuaku, dan agar aku terus berjuang."
"Keren," sahut Ron.
"Yeah," Neville bahagia, "Satu hal, saat mereka menyadari mereka tidak punya
sandera untukku, mereka memutuskan Hogwarts bisa terus tanpaku. Aku tidak tahu apakah mereka merencanakan untuk membunuhku atau mengirimku ke Azkaban, yang manapun, tapi aku tahu ini waktunya untuk menghilang."
"Tapi," Ron terlihat bingung, "bukankah kita langsung tembus ke Hogwarts""
"Tentu," sahut Neville. "Kau akan lihat. Kita di sini."
Mereka membelok dan di depan mereka akhir dari jalan tembus itu. Seperangkat undakan menuju pintu persis seperti yang tersembunyi di belakang lukisan Ariana. Neville mendorong pintunya dan memanjat naik. Saat Harry mengikuti, ia mendengar Neville berseru pada orang-orang yang tak terlihat: "Lihat ini siapa!
Sudah kubilang, kan""
Saat Harry muncul di ruangan di balik jalan tembus, terdengar jeritan dan pekikan : "HARRY!" "Itu Potter, itu POTTER!" "Ron!" "Hermione!"
Harry dibuat bingung dengan gantungan-gantungan berwarna-warni, lampu, dan banyaknya wajah. Saat berikutnya ia, Ron, dan Hermione diterjang, dipeluk, dipukulpukul punggungnya, rambut diacak-acak, tangan dijabat oleh nampaknya lebih dari 20 orang: seperti baru habis memenangkan final Quidditch saja.
"OK, OK, tenang," seru Neville, dan saat kerumunan itu mundur, Harry bisa melihat sekelilingnya.
Ia tak mengenali ruangan ini sama sekali. Besar, dan interiornya seperti rumah pohon yang mewah atau kabin kapal raksasa. Tempat tidur gantung warna-warni diikatkan dari langit-langit dan dari balkon yang mengitari dinding berpanel kayu gelap tanpa jendela, yang ditutupi hiasan gantung berwarna cerah, Harry melihat singa emas Gryffindor berhias merah, luak hitam Hufflepuff dihias kuning, elang perunggu Ravenclaw dalam warna biru. Silver dan hijau Slytherin satu-satunya yang tidak ada. Ada rak-rak buku yang penuh sesak, beberapa sapu terbang disandarkan di dinding, dan di sudut sebuah radio besar tanpa kabel berbingkai kayu.
"Di mana kita""
"Kamar Kebutuhan, tentu saja," sahut Neville. "Melebihi apa yang kita harapkan, kan" Carrow bersaudara mengejarku, aku tahu hanya punya satu kesempatan: aku berhasil mencapai pintunya, dan seperti ini yang kutemukan.
Well, tak seperti ini waktu aku datang, jauh lebih kecil, hanya satu tempat tidur gantung dan hanya ada gantungan Gryffindor. Tapi jadi makin besar saat lebih banyak anak Laskar Dumbledore tiba."
"Dan Carrow bersaudara tidak bisa masuk"" tanya Harry mencari adanya pintu.
"Tidak," sahut Seamus, yang tidak Harry kenali hingga dia bicara; wajah Seamus lebam dan bengkak, "Persembunyian yang baik, selama kita tinggal di sini, mereka tidak dapat menemukan kita, pintunya tidak membuka. Terserah Neville. Ia benar-benar mendapatkan Kamar ini. Kau harus meminta tepat apa yang kaubutuhkan-seperti 'aku tak mau pendukung Carrow bisa masuk'-dan kamar ini akan melakukannya. Asal kau yakin menutup semua kesempatan!
Neville memang orangnya!"
"Terus terang, sebenarnya," sahut Neville rendah hati, "Aku sudah sehari setengah di sini, benar-benar lapar, dan berharap mendapat sesuatu untuk dimakan, dan saat itulah jalan tembus ke Hog's Head membuka. Aku menyusurinya, dan bertemu dengan Aberforth. Ia menyediakan makanan untuk kami, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh Kamar."
"Yeah, well, makanan adalah satu dari lima pengecualian terhadap Hukum Gamp tentang Asas Transfigurasi," sahut Ron, menyebabka
n semua heran. "Jadi kami bersembunyi di sini sudah hampir dua minggu," sahut Seamus, "dan Kamar membuat lebih banyak tempat tidur gantung tiap saat kami memerlukan, dan bahkan memunculkan sebuah kamar mandi yang bagus saat para gadis juga datang-"
"-dan berpikir bahwa mereka suka membersihkan diri, ya," sahut Lavender Brown, yang tak terperhatikan oleh Harry hingga saat itu. Sekarang dia melihat ke sekeliling, ia mengenali banyak wajah, kedua kembar Patil ada, seperti juga Terry Boot, Ernie Macmillan, Anthony Goldstein, dan Michael Corner.
"Ceritakan apa yang terjadi dengan dirimu," sahut Ernie, "banyak sekali kabar burung, kami mencoba mengikuti berita tentangmu di Potterwatch," ia menunjuk pada radio tanpa kabel, "Kau tak menerobos ke Gringotts""
"Mereka memang menerobos!" sahut Neville, "Dan cerita naga itu benar juga!"
Tepuk tangan dan beberapa teriakan: Ron menerima hormat dengan membungkukkan badan.
"Apa yang kau cari"" Seamus ingin tahu.
Sebelum siapapun bisa menjawab pertanyaan itu, Harry merasa nyeri yang menghanguskan, yang mengerikan, pada bekas lukanya. Saat ia menoleh tergesa pada wajah-wajah yang ingin tahu, Kamar Kebutuhan menghilang, dan
ia berdiri di dalam sebuah gubuk batu yang sudah hancur, lantai yang lapuk terbuka di kakinya, sebuah kotak emas baru digali, terbuka kosong di dekat lubang, dan teriakan kemarahan Voldemort bergema di dalam kepalanya.
Dengan susah payah Harry menarik diri dari pikiran Voldemort, kembali ke tempat di mana ia berdiri, terhuyung-huyung di Kamar Kebutuhan, keringat bercucuran dan Ron menahannya.
"Kau baik-baik saja, Harry"" Neville sedang bertanya, "Mau duduk" Kukira kau lelah, apakah-"
"Tidak," sahut Harry. Ia menatap Ron dan Hermione, mencoba memberitahu tanpa kata pada mereka bahwa Voldemort baru saja mengetahui salah satu Horcruxnya sudah hancur. Waktu berjalan cepat: jika Voldemort memilih untuk mengunjungi Hogwarts sekarang, maka mereka akan kehilangan kesempatan.
"Kita harus berjalan terus," kata Harry dan raut wajah Ron serta Hermione mengatakan bahwa mereka mengerti. "Apa yang akan kita lakukan, Harry"" tanya Seamus, "apa rencanamu""
"Rencana"" ulang Harry. Ia mengerahkan semua kemampuannya untuk menghalangi dirinya tergoda lagi ke dalam kemarahan Voldemort, bekas lukanya masih membara. "Ada sesuatu yang harus kami-Ron, Hermione, dan aku- perlu kerjakan, dan setelah itu kami keluar dari sini."
Tak ada tawa atau pekikan lagi, Neville nampak bingung.
"Apa yang kau maksud 'keluar dari sini'""
"Kami tidak kembali untuk tinggal," sahut Harry, mengusap bekas lukanya, mencoba mengurangi nyerinya, "Ada sesuatu yang penting yang harus kami lakukan-" "Apa itu""
"Aku-aku tak bisa bilang."
Gumam-gumam keheranan, alis Neville berkerut.
"Kenapa tidak bisa bilang pada kami" Sesuatu untuk melawan Kau-Tahu-Siapa, kan""
"Well, ya-" "Kalau begitu, kami akan menolongmu."
Anggota Laskar Dumbledore yang lain menganggukkan kepala, beberapa antusias, beberapa lagi serius. Beberapa dari mereka bangkit dari kursinya untuk menunjukkan keinginan mereka bertindak saat itu juga.
"Kau tidak mengerti," Harry nampak sudah mengatakannya berkali-kali dalam beberapa jam terakhir ini. "Kami-kami tidak bisa bilang. Kami harus mengerjakannya- sendiri."
"Kenapa"" tanya Neville.
"Karena ..." dalam keputusasaan untuk mencari Horcrus yang hilang, atau paling tidak bisa atau tidak mendiskusikannya dengan Ron dan Hermione bagaimana mereka bisa memulai pencarian, Harry menemui kesulitan untuk mengumpulkan pikirannya. Bekas
lukanya masih terbakar. "Dumbledore meninggalkan pekerjaan untuk kami bertiga," sahutnya hati-hati, "dan kami seharusnya mengatakan-maksudku, ia menginginkan kami untuk melakukannya, hanya kami bertiga."
"Kami Laskar-nya," sahut Neville, "Laskar Dumbledore. Kami selalu bersama, kami selalu melawan walau saat kalian bertiga sedang tak ada-" "Kami bukan sedang piknik, sobat," sahut Ron.
"Aku tidak bilang begitu, tapi aku tidak melihat alasan mengapa kalian tidak bisa mempercayai kami. Tiap orang di Kamar Kebutuhan ini berjuang, dan mereka ada di sini karena Carrow bersaudara mengejar mereka se
mua. Semua di sini sudah terbukti setia pada Dumbledore-setia padamu."
"Begini," Harry mulai, tanpa tahu apa yang akan ia katakan, tetapi itu tak jadi soal, pintu terowongan membuka di belakangnya.
"Kami dapat pesanmu, Neville! Hello kalian bertiga, kupikir kalian pasti ada di sini!" Luna dan Dean. Seamus meraung gembira dan lari memeluk sobat baiknya itu. "Hai, semuanya!" sahut Luna gembira, "Oh, senangnya bisa kembali!" "Luna," Harry merasa teralihkan, "apa yang sedang kau lakukan di sini" Bagaimana bisa-""
"Aku beritahu dia," sahut Neville, mengacungkan Galleon palsunya, "Aku janji padanya dan Ginny, kalau kau muncul mereka akan kuberitahu. Kami semua berpikir jika kau kembali, itu artinya revolusi. Bahwa kita akan menyingkirkan Snape dan Carrow bersaudara."
"Tentu saja artinya memang demikian," sahut Luna berseri-seri. "Iya, kan, Harry" Kita berjuang mengeluarkan mereka dari Hogwarts""
"Dengar," sahut Harry, mulai panik, "Maaf, tapi bukan untuk itu kami kembali. Ada yang harus kami kerjakan, lalu-"
"Kau akan meninggalkan kami dalam situasi seperti ini"" tuntut Michael Corner.
"Bukan!" sahut Ron, "Apa yang kami kerjakan akan menguntungkan bagi semua orang, itu berkaitan dengan menyingkirkan Kau-Tahu-Siapa-"
"Kalau begitu, biarkan kami menolong!" sahut Neville marah, "Kami ingin menjadi bagian!"
Ada suara lagi di belakang, dan Harry menoleh. Jantungnya nampaknya akan berhenti: Ginny sedang memanjat lubang di dinding, disusul Fred, George, dan Lee Jordan. Ginny tersenyum berseri-seri pada Harry: Harry sudah lupa atau tak pernah benar-benar menghargai, betapa cantiknya dia, tapi dia senang sekali bertemu Ginny.
"Aberforth mulai sedikit nampak seperti tikus," sahut Fred mengangkat tangannya membalas beberapa teriakan menyambutnya, "dia tidak bisa tidur katanya, dan barnya berubah nenjadi stasiun kereta api!"
Mulut Harry terbuka. Tepat di belakang Lee Jordan, datang pacar lama Harry, Cho Chang. Dia tersenyum pada Harry. "Aku dapat pesan," sahutnya mengangkat Galleonnya, dan dia terus berjalan untuk duduk di samping Michael Corner. "Jadi, apa rencananya, Harry"" tanya George.
"Tidak ada rencana," sahut Harry, masih bingung dengan kemunculan tiba-tiba orang-orang ini, belum bisa mengerti saat bekas lukanya masih membakar dengan ganas.
"Biarkan saja berjalan sendiri, kan" Kesukaanku!" sahut Fred.
"Kau harus menghentikan ini!" sahut Harry pada Neville. "Kenapa kau memanggil mereka" Kau gila-" "Kita akan bertempur, kan"" sahut Dean, mengacungkan Galleon palsunya,
"Pesannya berbunyi Harry kembali, dan kita akan bertempur. Walau aku harus mendapat tongkat dulu-"
"Kau belum dapat tongkat-" Seamus mulai.
Ron tiba-tiba berbalik pada Harry.
"Kenapa mereka tidak bisa menolong""
"Apa"" "Mereka bisa menolong." Ia menurunkan suaranya sehingga tidak ada orang lain yang bisa mendengarnya kecuali Hermione, yang berdiri di antara mereka.
"Kita tidak tahu Horcrux itu ada di mana. Kita harus mencarinya cepat. Kita tidak usah bilang kalau itu Horcrux."
Harry memandang Ron lalu Hermione yang bergumam, "Kupikir Ron benar. Kita bahkan tidak tahu apa yang kita cari, kita memerlukan mereka." Dan saat Harry nampak tidak yakin, "Kau tidak harus mengerjakan semua sendirian, Harry."
Harry berpikir cepat, bekas lukanya masih berdenyut, kepalanya seperti mau pecah lagi. Dumbledore sudah memperingatkan agar dia jangan mengatakan pada siapapun kecuali Ron dan Hermione. Rahasia dan dusta, begitulah kami tumbuh, dan Albus ... dia memang sepantasnya ... Apakah dia sudah berubah menjadi Dumbledore, menyimpan semua rahasia di dadanya, takut mempercayai orang lain" Tetapi Dumbledore percaya pada Snape, dan kemana akhirnya" Dibunuh di atas menara tertinggi...
"Baiklah," ujarnya pelan pada kedua temannya, "OK," serunya ke seluruh Kamar, dan semua suara berhenti: Fred dan George yang sedang menertawakan suatu lelucon langsung terdiam, dan semua waspada, bergairah.
"Ada sesuatu yang harus kami temukan," sahut Harry, "Sesuatu-sesuatu yang akan membantu kita menyingkirkan Kau-Tahu-Siapa. Ada di sini di Hogwarts, tapi kami tak tahu di mana. Mungkin kepunyaan Ravenclaw.
Apakah ada yang pernah mendengar benda semacam itu" Misalnya, apa ada yang pernah melihat sesuatu dengan elang Ravenclaw padanya""
Ia menatap berharap pada sekelompok kecil Ravenclaw, pada Padma, Michael, Terry, dan Cho, tapi Luna yang menjawab, bertengger di lengan kursi Ginny.
"Well, ada diademnya yang hilang. Aku pernah bilang tentangnya, inget kan, Harry" Diadem Ravenclaw yang hilang" Daddy sedang berusaha menirunya." "Yeah, tapi diadem yang hilang itu," sahut Michael Corner memutar matanya, "sudah hilang, Luna. Itu masalahnya." "Kapan hilangnya"" tanya Harry.
"Kata mereka sih berabad-abad lalu," sahut Cho, dan jantung Harry terbenam.
"Profesor Flitwick bilang, diadem itu lenyap bersamaan dengan Ravenclaw sendiri. Orang-orang sudah mencari, tapi," Cho memandang rekan-rekan Ravenclawnya mencari dukungan, "tak seorangpun yang pernah menemukan bahkan jejaknya, benar kan""
Teman-temannya menggeleng.
"Sori, diadem itu apa"" tanya Ron.
"Semacam mahkota," sahut Terry Boot, "Ravenclaw seharusnya memiliki benda sihir, meningkatkan kebijaksanaan si pemakai."
"Ya, pipa Wrackspurt Daddy-"
Tapi Harry memotong percakapan Luna.
"Dan tak ada dari kalian yang pernah melihat sesuatu yang mirip dengan itu""
Anak-anak Ravenclaw itu menggeleng lagi. Harry memandang Ron dan Hermione, kekecewaannya tercermin pada wajah mereka juga. Sebuah benda, yang sudah hilang sedemikian lama, dan jelas-jelas tanpa jejak, nampaknya bukan kandidat yang baik untuk Horcrux yang tersembunyi di kastil ... sebelum dia berhasil merumuskan pertanyaan baru, Cho berbicara lagi.
"Kalau kau mau lihat seperti apa diadem itu, aku bisa membawamu ke Ruang Rekreasi kami dan memperlihatkannya padamu, Harry" Patung Ravenclaw memakainya."
Bekas luka Harry membara lagi: untuk sesaat Kamar Kebutuhan lenyap di
hadapannya, sebagai gantinya ia melihat dunia gelap terbentang di bawahnya, ia merasa ular besar melilit di pundaknya. Voldemort sedang terbang lagi, entah ke danau bawah tanah atau ke sini, ia tidak tahu: ke manapun waktu yang tersisa sangat sedikit.
"Ia sudah bergerak lagi," kata Harry pelan pada Ron dan Hermione. Ia memandang Cho lalu pada yang lain. "Dengar, mungkin aku tidak banyak memberikan petunjuk, tapi aku akan pergi dan melihat patung itu, paling tidak melihat diadem itu seperti apa. Tunggu di sini dan jaga diri kalian baik-baik."
Cho sudah hendak berdiri, tapi Ginny menyahut galak, "Tidak, mending Luna yang pergi dengan Harry, iya kan, Luna""
"Ooh, iya, aku mau," sahut Luna gembira, dan Cho duduk lagi, agak kecewa. "Bagaimana kami keluar"" tanya Harry pada Neville. "Sebelah sini."
Ia memimpin Harry dan Luna ke sebuah sudut, di mana sebuah lemari kecil membuka ke sebuah tangga.
"Keluarnya berbeda-beda setiap hari, jadi mereka tidak dapat menemukan Kamar ini," ujarnya. "Masalahnya, kita juga tak tahu keluarnya di mana. Hatihati Harry, mereka berpatroli di koridor malam-malam."
"Tidak masalah," sahut Harry, "Sampai ketemu lagi."
Ia dan Luna bergegas ke tangga, panjang, diterangi obor, dan membelok di tempat-tempat yang tak terduga. Akhirnya mereka tiba di suatu tempat yang nampak seperti dinding padat.
"Ke bawah sini," sahut Harry pada Luna, mengeluarkan Jubah Gaib dan mengerudungkannya ke atas mereka berdua. Ia mendorong dinding sedikit.
Dindingnya meleleh saat disentuh dan mereka menyelinap keluar: Harry melirik ke belakang dan melihat dindingnya menutup kembali seketika. Mereka berdiri di koridor yang gelap: Harry menarik Luna mundur ke kegelapan bayangan, meraba-raba kantong di sekeliling lehernya dan mengeluarkan Peta Perompak.
Dipegangnya dekat hidung, ia mencari titik dengan namanya dan nama Luna.
"Kita di lantai lima," bisiknya, mengamati Filch bergerak menjauh dari mereka, satu koridor ke depan. "Ayo, ke sini." Mereka mengendap-endap.
Harry sudah sering berkeliling kastil di malam hari, namun jantungnya belum pernah berdetak sekencang ini, belum pernah sebegitu bergantungnya ia pada jalan yang aman di tempat ini. Melewati tempat bercahaya bulan di lantai, melewati perangkat baju besi yang helmnya berderak saat langkah kaki mereka berbunyi halus, melewa
ti sudut di mana siapa yang bisa tahu ada siapa bersembunyi, Harry dan Luna berjalan, sesekali memeriksa Peta Perompak manakala cahaya memungkinkannya, dua kali berhenti untuk membiarkan
[seorang, sebuah, selembar, sehelai"] hantu lewat sehingga mereka tidak menarik perhatian. Ia berjaga-jaga jangan sampai ada halangan tiap saat: ketakutan terbesarnya adalah Peeves, ia menajamkan telinganya dalam tiap langkah agar bisa mendengar setiap tanda jika si pembuka rahasia itu mendekat.
"Ke sini, Harry," Luna berbisik, menarik lengan baju Harry ke arah tangga melingkar.
Mereka naik di lingkaran yang sempit dan memusingkan; Harry belum pernah ke sini sebelumnya. Akhirnya mereka mencapai sebuah pintu. Tak ada pegangan pintu, tak ada lubang kunci: tak ada apa-apa hanya pintu polos dari kayu tua dan pengetuk pintu perunggu berbentuk elang.
Luna mengulurkan tangannya yang pucat, kelihatannya menakutkan melayang di tengah udara, tak terhubung dengan lengan atau tubuh. Ia mengetuk sekali, dalam keheningan kedengarannya seperti ledakan meriam. Paruh elang membuka, tapi alih-alih suara burung, malah suara lembut bagai musik berujar, "Mana yang duluan, phoenix atau nyala api""
"Hm ... kau pikir apa, Harry"" sahut Luna, nampak bijak. "Apa" Bukannya ada kata kuncinya"" "Oh, tidak, kau harus menjawab pertanyaan," sahut Luna. "Bagaimana kalau salah""
"Well, kau harus menunggu seseorang menjawab dengan benar," ujar Luna, "dengan demikian kita jadi belajar."
"Yeah ... masalahnya, kita tidak bisa menunggu orang lain, Luna."
"Aku tahu apa maksudmu," sahut Luna serius, "Baiklah, kurasa jawabannya adalah sebuah lingkaran tak berawal." "Cukup beralasan," sahut suara itu, dan pintu berayun membuka.
Ruang Rekreasi Ravenclaw yang ditinggalkan itu adalah sebuah ruangan yang luas, bundar, lebih sejuk daripada yang pernah Harry rasakan di Hogwarts.
Jendela melengkung yang anggun di dinding, digantungi sutra biru dan perunggu; di siang hari para Ravenclaw punya pemandangan yang indah dengan gunung-gunung yang melingkar. Langit-langit berbentuk kubah dilukisi bintang-bintang, serasi dengan karpet biru tengah malam. Ada meja-meja, kursi, rak-rak buku dan di relung berseberangan dengan pintu berdiri sebuah patung tinggi dari marmer putih.
Harry mengenal Rowena Ravenclaw dari patung sedada yang ia lihat di rumah Luna. Patung itu berdiri di samping pintu ke, ia perkirakan, ke kamar-kamar asrama di atas. Ia melangkah mendekati wanita marmer itu, nampak dia memandang balik padanya dengan pandangan aneh. Setengah senyum pada wajahnya, cantik tapi sedikit menakutkan. Sebuah lingkaran yang kelihatannya lembut dibuat tiruannya dari marmer di atas kepalanya. Mirip tiara yang dipakai Fleur di hari pernikahannya. Ada kata-kata kecil dipahatkan di situ. Harry melangkah keluar dari kerudungan Jubah, menaiki standar patung Ravenclaw itu untuk membacanya.
Bijak melampaui ukuran adalah kekayaan terbesar manusia
"Yang akan membuatmu cukup miskin, dungu!" sebuah suara berkotek.
Harry berbalik cepat, terpeleset dari standar patung dan mendarat di lantai. Sosok berbahu miring, Alecto Carrow, berdiri di hadapannya, dan saat Harry mengangkat tongkatnya, Alecto menekankan jari telunjuknya yang pendek gemuk pada tanda tengkorak dan ular di lengannya.
Bab 30 The Sacking of Severus Snape
PEMECATAN SEVERUS SNAPE Saat jari Alecto menyentuh Tanda, bekas luka Harry terasa terbakar liar, ruang berbintang tiba-tiba lenyap dari pandangan, dan Harry berdiri di atas puncak potongan batu di bawah sebuah karang, ombak laut bergulung di sekitarnya, dan kemenangan di hatinya-mereka mendapatkan anak itu.
Sebuah letusan keras membawa Harry kembali ke tempat ia berdiri: bingung, ia mengangkat tongkatnya, tapi penyihir di hadapannya segera terjatuh ke depan, ia menabrak lantai sedemikian keras sampai-sampai kaca-kaca di rak buku bergemerincing.
"Aku belum pernah Memingsankan orang kecuali dalam pelajaran LD kita," sahut Luna, terdengar agak tertarik. "Lebih berisik dari yang kuduga."
Sudah barang tentu, langit-langit mulai bergetar. Langkah kaki bergegas,
bergema, terdengar lebih keras di balik pint
u menuju asrama; mantra Luna membangunkan para murid Ravenclaw yang tidur di lantai atas.
"Luna, kau di mana" Aku harus masuk ke bawah Jubah!"
Kaki Luna muncul entah dari mana; Harry bergegas berdiri ke sebelahnya dan Luna membiarkan Jubah jatuh kembali mengerudungi mereka berdua saat pintu terbuka dan sebarisan Ravenclaw, semua dalam pakaian tidur, membanjiri Ruang Rekreasi. Ada yang menahan napas, ada yang menjerit, terkejut saat melihat Alecto tergeletak tak sadarkan diri. Pelan-pelan, takut-takut mereka mengelilingi Alecto, seperti seekor binatang buas yang bisa bangun kapan saja dan menyerang mereka. Lalu seorang anak kelas satu, kecil tapi pemberani maju mendekati Alecto, menusuk punggung Alecto dengan jari kakinya.
"Kukira dia sudah mati!" teriak anak itu kegirangan.
"Oh, lihat," bisik Luna gembira, saat para Ravenclaw mengerumuni Alecto, "mereka senang!" "Yeah ... hebat..."
Harry menutup matanya, dan saat bekas lukanya berdenyut-denyut ia memilih untuk terbenam lagi ke dalam pikiran Voldemort... Voldemort sedang bergerak sepanjang terowongan ke dalam gua pertama ... Voldemort telah memilih untuk meyakinkan dulu bahwa leontin itu masih ada sebelum datang ke mari... tapi itu tidak akan lama ...
Terdengar ketukan di pintu Ruang Rekreasi dan tiap murid Ravenclaw membeku.
Dari sisi yang lain Harry mendengar suara halus seperti nyanyian, yang dikeluarkan oleh elang pengetuk pintu: "Ke manakah perginya barang-barang yang menghilang""
"Ga tau, 'napa" Diam!" geram suara kasar yang Harry kenal sebagai Amycus, saudara laki-laki Carrow, "Alecto" Alecto" Kau disitu" Kau sudah menangkapnya" Buka pintunya!"
Para Ravenclaw berbisik-bisik sesama mereka, ketakutan. Lalu tanpa peringatan, serangkaian ledakan keras datang, seakan seseorang sedang menembaki pintu.
"ALECTO!. Kalau dia datang, dan kita belum menangkap Potter-kau mau bernasib sama seperti Malfoy" JAWAB!" Amycus berteriak, mengguncang pintu sekuat ia bisa, tapi tetap saja tak terbuka. Anak-anak Ravenclaw mundur, karena takut sampai ada yang melarikan diri lewat tangga ke ruang tidur. Saat Harry sedang
mempertimbangkan apakah ia sebaiknya membuka pintu saja dan Memingsankan Amycus sebelum Pelahap Maut itu dapat melakukan hal lain, ternyata sedetik kemudian sebuah suara yang paling dikenalnya terdengar dari balik pintu.
"Boleh kutahu apa yang sedang Anda lakukan, Profesor Carrow""
"Mencoba-melewati-pintu-terkutuk ini!" teriak Amycus. "Pergi dan cari Flitwick! Suruh dia buka ini, sekarang!"
"Tapi bukankah saudarimu di dalam"" ujar Profesor McGonagall, "bukankah Profesor Flitwick mengijinkannya masuk tadi, atas permintaanmu yang mendesak" Mungkin dia bisa membukakan pintu untukmu" Sehingga kau tidak perlu membangunkan setengah kastil."
"Dia tidak menjawab, kau sapu tua! Kau yang buka kalau begitu! Lakukan, sekarang!
"Tentu saja, bila kau menginginkannya," sahut Profesor McGonagall sangat dingin. Ia mengetuk dengan santun, dan suara beralun itu bertanya lagi, "Ke manakah perginya barang-barang yang hilang""
"Ke ketiadaan, atau dengan kata lain, keseluruhan," jawab Profesor McGonagall.
"Pengungkapan dengan susunan yang baik," balas elang pengetuk pintu itu, dan pintu itu mengayun membuka.
Anak-anak Ravenclaw yang masih tersisa, segera lari ke tangga begitu Amycus menyerbu masuk dari ambang pintu, mengacungkan tongkatnya. Badannya bungkuk seperti saudarinya, Amycus punya wajah pucat gemuk dan mata yang kecil, mata yang langsung menatap pada Alecto, yang tergeletak tak bergerak. Ia berteriak marah sekaligus ketakutan.
"Apa yang mereka lakukan, binatang kecil"" Amycus berteriak. "Akan ku-Crucio mereka sampai mereka mengatakan siapa yang melakukannya-dan apa yang akan dikatakan oleh Pangeran Kegelapan"" ia memekik, berdiri dekat saudarinya, memukul keningnya sendiri dengan tinjunya. "Kita tidak menangkap anak itu, mereka sudah menyiksa dan membunuh Alecto!"
"Dia hanya Dipingsankan," sahut Profesor McGonagall tak sabar, membungkuk memeriksa Alecto. "Dia akan baik-baik saja."
"Dia tidak akan baik-baik saja!" teriak Amycus. "Tidak setelah Pangeran Kegelapan menghubunginya. Ia disuruh
mencari dia, aku rasa Tanda-ku terbakar dan dia kira kami menangkap Potter!"
"Menangkap Potter"" tanya Profesor McGonagall tajam, "apa maksudmu
'menangkap Potter'""
"Pangeran Kegelapan mengatakan pada kami bahwa Potter akan mencoba memasuki Menara Ravenclaw, dan meminta kami mengirim kabar padanya bila kami menangkapnya!"
"Untuk apa Harry Potter memasuki Menara Ravenclaw" Potter adalah anggota asramaku!"
Di bawah rasa tak percaya dan amarah, Harry merasa ada sejumput kebanggaan pada suara Profesor McGonagall, dan rasa sayang pada Minerva McGonagall memancar dari dalam diri Harry.
"Kami diberi tahu dia mungkin masuk ke sini!" sahut Carrow, " 'ga tau, kan""
Profesor McGonagall berdiri dan mata manik-maniknya menyapu ruangan. Dua kali mata itu melalui tempat Harry dan Luna berdiri.
"Kita bisa menyalahkan anak-anak," sahut Amycus, wajah-babinya tiba-tiba bersinar. "Yeah, itu yang akan kita lakukan. Kita akan bilang Alecto diserang oleh anak-anak, anak-anak ini," ia memandang langit-langit berbintang di atas asrama, "dan kita bilang mereka memaksa Alecto untuk menekan Tanda, dan karena itulah Pangeran Kegelapan mendapat tanda peringatan palsu ... Pangeran Kegelapan dapat menghukum mereka. Beberapa anak, apa bedanya""
"Hanya perbedaan antara kebenaran dan dusta, keberanian dan kepengecutan," sahut Profesor McGonagall yang sudah berubah pucat, "suatu perbedaan, singkatnya, yang tidak bisa dihargai olehmu dan saudarimu. Tapi biarkan aku menjelaskannya, sangat jelas. Kau tidak akan menerapkan tindakanmu yang bodoh pada siswa-siswa di Hogwarts. Aku tidak akan mengijinkannya."
"Apa kau bilang""
Amycus maju mendekati Profesor McGonagall, wajahnya hanya beberapa inci dari Profesor McGonagall. Profesor McGonagall menolak mundur, memandang rendah pada Amycus seakan dia itu sesuatu yang menjijikkan yang ditemukan di toilet.
"Bukan masalah apa yang kau ijinkan, Minerva McGonagall. Waktumu sudah habis. Kami sekarang yang bertugas di sini, kau mendukung kami, atau kau harus membayarnya."
Dan Amycus meludahinya. Harry membuka Jubahnya, mengangkat tongkatnya dan berucap, "Kau seharusnya tidak boleh melakukan itu." Saat Amycus berputar menoleh, Harry berseru "Crucio!"
Pelahap Maut itu terangkat kakinya, menggeliat nyeri di udara seperti orang tenggelam, menggelepar, melolong kesakitan, dan dengan suara kaca pecah ia terlempar ke depan rak buku, dan jatuh pingsan di lantai.
"Aku paham maksud Bellatrix sekarang," sahut Harry, darah menggelegak di benaknya, "kau harus benar-benar berniat untuk itu."
"Potter!" bisik Profesor McGonagall menenangkan jantungnya, "Potter-kau disini! Apa-" Bagaimana-"" ia berjuang menguasai diri, "Potter, itu bodoh!"
"Ia meludahi Anda," sahut Harry.
"Potter, aku-kau sangat-sangat gagah berani-tapi tidakkah kau sadari-""
"Ya, aku sadar." Harry meyakinkan Profesor McGonagall. Kepanikan Profesor McGonagall membuat Harry percaya diri. "Profesor McGonagall, Voldemort sedang dalam perjalanan ke sini."
"Oh, apakah sekarang kita boleh menyebut namanya"" tanya Luna dengan wajah tertarik, melepaskan Jubah Gaib. Kemunculan kedua murid yang hilang ini nampaknya membuat Profesor McGonagall kewalahan, terhuyung mundur, jatuh di kursi terdekat, mencengkeram leher baju tidur kotak-kotaknya.
"Kukira tak ada bedanya kita memanggil dia apa," Harry berkata pada Luna,
"dia sudah tahu aku ada di mana."
Bagian yang jauh dari benak Harry, bagian yang terhubung dengan bekas luka yang membara, marah, ia dapat melihat Voldemort berperahu cepat di danau gelap, dengan perahu hijau remang-remang ... ia sudah nyaris mencapai pulau di mana baskom batu itu berada ...
"Kau harus pergi Potter," bisik Profesor McGonagall, "Sekarang, Potter, secepat kau bisa!"
"Aku tidak bisa," sahut Harry. "Ada yang harus kulakukan. Profesor, tahukah Anda di mana beradanya diadem Ravenclaw""
"D-diadem Ravenclaw" Tentu saja tidak-bukankah itu sudah berabad-abad
hilang"" Profesor McGonagall duduk tegak, "Potter, ini gila, benar-benar gila, untuk memasuki kastil ini-"
"Saya harus," sahut Harry, "Profesor, ada sesuatu yang tersembunyi di sini yang harus saya temukan, dan m
ungkin diadem itu-kalau saja saya dapat berbicara dengan Profesor Flitwick-"
Ada suara gerakan, kaca berdenting: Amycus sadar. Sebelum Harry atau Amycus bertindak, Profesor McGonagall berdiri, mengarahkan tongkatnya pada Pelahap Maut yang terhuyung-huyung itu dan berucap: Imperio.
Amycus berdiri, berjalan ke arah saudarinya, memungut tongkat Alecto, berjalan dengan kaki terseret dengan patuh ia menuju Profesor McGonagall, dan menyerahkan tongkat Alecto beserta tongkatnya sendiri. Lalu ia berbaring di sisi Alecto. Profesor McGonagall mengayunkan tongkatnya lagi, seutas tali keperakan mengilap muncul dari udara, menyusup melingkari kedua Carrow, mengikat mereka berdua erat-erat.
"Potter," sahut Profesor McGonagall, menoleh pada Harry lagi, sangat mengacuhkan penderitaan kedua Carrow, "jika Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut benar-benar tahu kau ada di sini-"
Saat profesor McGonagall menucapkan ini, kemurkaan yang meyerang fisiknya melanda Harry, seakan menyalakan api di bekas lukanya, dan dalam sedetik ia sudah memandang pada baskom itu, yang Ramuannya sudah habis, sudah tak ada leontin emas tergeletak di sana-"
"Potter, kau baik-baik saja"" sahut sebuah suara, dan Harry kembali: dia sedang mencengkeram bahu Luna untuk menyeimbangkan dirinya.
"Waktu berjalan terus, Voldemort semakin mendekat. Profesor, saya bertindak atas perintah Dumbledore, saya harus menemukan apa yang ia inginkan untuk saya temukan. Tapi kita harus mengeluarkan para siswa dulu saat saya mencariVoldemort menginginkan saya, tapi ia tidak akan peduli membunuh lebih banyak atau lebih sedikit, tidak sekarang-" Tidak sekarang setelah ia tahu aku menghancurkan Horcruxesnya, Harry menyelesaikan kalimat di dalam kepalanya.
"Kau bertindak atas perintah Dumbledore"" Profesor McGonagall mengulangi, dengan tatapan keheranan. Ia membenahi diri.
"Kita akan mengamankan sekolah ini dari Dia Yang Namanya Tidak Boleh Disebut saat kau mencari benda-benda ini."
"Mungkinkah""
"Kukira ya," sahut Profesor McGonagall datar dan kering, "kami guru-guru punya sihir yang cukup baik, kau tahu. Aku yakin kita bisa menahan dia untuk beberapa lama bila kami mengerahkan segala daya upaya. Tentu saja sesuatu harus dilakukan pada Profesor Snape-"
"Biarkan saya-"
"-dan jika Hogwarts memang akan memasuki keadaan siaga, dengan Pangeran Kegelapan di pintu gerbang, tentu saja harus diupayakan sebanyak mungkin orang yang tak bersalah, tak terlibat. Dengan Jaringan Floo diawasi dan tak mungkin menggunakan Apparate di daerah ini-"
"Ada caranya," sahut Harry cepat, dan ia menjelaskan jalan masuk yang mengarah ke Hog's Head. "Potter, kita bicara tentang ratusan siswa-"
"Saya tahu, Profesor, tapi jika Voldemort dan para Pelahap Maut berkonsentrasi pada tapal batas sekolah, mereka tidak akan tertarik pada siapapun yang ber-DisApparate dari Hog's Head.
"Boleh juga," Profesor McGonagall setuju. Ia menunjukkan tongkatnya pada kedua Carrow, dan jaring perak jatuh di atas tubuh mereka yang terikat, menyimpul sendiri dan menggantung kedua bersaudara itu di udara, terayun-ayun di bawah langit-langit biru dan keemasan, seperti dua binatang yang jelek dan besar. "Ayo, kita harus memperingatkan Kepala-Kepala Asrama yang lain. Kalian lebih baik memakai Jubah itu lagi."
Ia berjalan gagah menuju pintu, sambil mengangkat tongkatnya. Dari ujung tongkatnya muncul tiga ekor kucing perak dengan tanda seperti kacamata di sekeliling mata mereka. Para Patronus itu berlari mendahului, mengilap, mengisi tangga spiral dengan cahaya keperakan, saat Profesor McGonagall, Harry, dan Luna bergegas turun.
Sepanjang koridor para Patronus itu berlomba, dan satu demi satu meninggalkan mereka, gaun tidur kotak-kotak Profesor McGonagall menyapu lantai, Harry dan Luna berlari di belakangnya di bawah naungan Jubah.
Mereka sudah menuruni dua lantai saat terdengar langkah sepasang kaki pelan.
Harry yang bekas lukanya masih menusuk-nusuk, mendengarnya duluan, ia merasa dalam kantong jubahnya ada Peta Perompak, tapi sebelum ia mengeluarkannya, McGonagall nampaknya sudah waspada juga. Ia berhenti, mengangkat tongkatnya siap berduel, dan
berkata, "Siapa itu""
"Ini aku," sahut sebuah suara rendah.
Dari belakang seperangkat baju besi melangkahlah Severus Snape.
Kebencian menggelora begitu Harry melihatnya; ia sudah lupa rincian penampilan Snape dengan kejahatannya, lupa bagaimana rambutnya yang hitam dan berminyak tergantung seperti tirai membingkai wajahnya yang kurus, bagaimana mata hitamnya punya tatapan yang dingin mematikan. Snape tidak memakai baju tidur tapi mengenakan jubah hitamnya yang biasa, dan dia juga sedang memegang tongkatnya siap bertempur.
"Di mana Carrow bersaudara"" tanyanya tenang.
"Kurasa berada di tempat yang kau suruh, Severus," sahut Profesor McGonagall.
Snape melangkah mendekat dan matanya melihat berganti-ganti antara pada Profesor McGonagall dan ke udara di sekitarnya, sepertinya ia bisa tahu bahwa Harry ada di situ. Harry mengangkat tongkatnya juga, siap menyerang.
"Aku mendapat kesan," sahut Snape, "bahwa Alecto berhasil menemukan seorang penyelundup."
"Benarkah"" tanya Profesor McGonagall, "Dan apakah yang membuatmu mempunyai kesan demikian""
Snape membuat gerakan kecil pada tangan kirinya, di mana Tanda Kegelapan diterakan.
"Oh, tapi itu wajar," sahut Profesor McGonagall, "Kalian para Pelahap Maut punya sarana komunikasi sendiri, aku lupa."
Snape pura-pura tak mendengar. Matanya masih memeriksa udara di sekitar Profesor McGonagall, dan Snape bergerak mendekat perlahan seperti tak memerhatikan apa yang sedang dia lakukan.
"Aku tak tahu malam ini giliranmu mengawasi koridor, Minerva."
"Kau keberatan""
"Aku heran apa yang bisa membuatmu keluar kamar selarut ini"" "Kukira aku mendengar keributan," sahut Profesor McGonagall. "Benarkah" Tapi semua seperti tenang." Snape memandang mata Profesor McGonagall.
"Apakah kau melihat Harry Potter, Minerva" Karena kalau kau melihat, aku terpaksa-" *
Profesor McGonagall bergerak lebih cepat dari apa yang bisa Harry percayai: tongkatnya megiris udara dan untuk sedetik Harry mengira Snape telah rubuh, tak sadar, tapi dengan kecepatan Mantra Pelindungnya, justru McGonagall yang kehilangan keseimbangan. McGonagall mengarahkannya tongkatnya pada sebuah obor di dinding dan obor itu melayang dari standarnya; Harry, nyaris merapal kutukan pada Snape, terpaksa menarik Luna agar tidak terkena nyala api, yang kemudian menjadi cincin api yang memenuhi koridor dan terbang seperti laso menuju Snape.
Sekarang bukan lagi api, tapi ular hitam dan besar yang diledakkan McGonagall menjadi asap, lalu berubah bentuk dan mengeras dalam hitungan detik menjadi sekumpulan belati yang mengejar; Snape menghindarinya dengan menarik baju besi ke hadapannya, dengan suara logam berbenturan, belati itu terbenam satu demi satu di bagian dada
"Minerva!" seru suara mencicit, dan di belakangnya, masih melindungi Luna dari mantra terbang, Harry melihat Profesor Flitwick dan Profesor Sprout berlari menyusuri koridor mendekati mereka masih memakai pakaian tidur, dengan Profesor Slughorn terengahengah di belakangnya.
"Tidak!" Flitwick memekik, mengangkat tongkatnya, "Kau tidak boleh membunuh lagi di Hogwarts!"
Mantra Flitwick membentur baju besi yang digunakan Snape untuk perlindungan; dengan suara berisik baju besi itu hidup. Snape berjuang melepaskan diri dari tangan besi yang meremukkan, dan mengirimnya terbang kembali pada penyerangnya; Harry dan Luna harus menunduk ke samping untuk menghindarinya, dan tangan besi itu terhempas ke dinding dan hancur. Saat Harry melihat lagi, Snape sudah benar-benar melarikan diri, McGonagall, Flitwick, dan
Sprout segera mengejarnya; Snape meluncur lewat pintu kelas dan sesaat kemudian Harry mendengar McGonagall berteriak: "Pengecut!
PENGECUT!" "Apa yang terjadi" Apa yang terjadi"" tanya Luna.
Harry menariknya agar berdiri dan mereka berlomba sepanjang koridor, menyeret Jubah di belakang mereka, menuju kelas kosong di mana Profesor McGonagall, Flitwick, dan Sprout berdiri di dekat jendela pecah.
"Ia melompat," sahut Profesor McGonagall, saat Harry dan Luna lari memasuki ruangan.
Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anda pikir dia mati"" Harry berlari ke jendela, mengacuhkan teriakan kaget Flitwick dan Sprout atas kemunculan Harr
y yang tiba-tiba.. "Tidak, dia tidak mati," sahut McGonagall pahit, "Tidak seperti Dumbledore, dia masih memegang tongkat ... dan dia nampaknya mempelajari kiat-kiat dari gurunya."
Dengan perasaan ngeri, Harry melihat dari kejauhan bentuk seperti kelelawar besar terbang melalui kegelapan menuju tembok perbatasan.
Suara kaki yang berat dan napas terengah-engah terdengar di belakang mereka: Slughorn baru saja menyusul.
"Harry!" ia terengah-engah, mengurut dadanya yang besar di bawah piama sutra hijau zamrud. "Anakku ... kejutan ... Minerva, tolong jelaskan ... Severus
... apa ...T' "Kepala Sekolah kita mengambil jalan pintas," sahut Profesor McGonagall, menunjuk lubang sebesar-Snape di jendela.
"Profesor!" Harry berteriak, kedua tangan di keningnya. Ia dapat melihat danau yang penuh-Inferi, meluncur di bawahnya, ia merasa perahu hijau remang-remang membentur pantai bawah tanah, Voldemort melompat dari perahu dengan niat membunuh di hatinya ...
"Profesor, kita harus membuat barikade di sekolah, ia datang sekarang!"
"Baiklah. Dia Yang Namanya Tidak Boleh Disebut datang," Profesor McGonagall berkata pada guru-guru lain. Sprout dan Flitwick menahan napas; Slughorn mengerang pelan. "Ada pekerjaan yang harus dilakukan oleh Potter di kastil ini, atas perintah Dumbledore. Kita harus melindungi tempat ini sebisa kita, saat Potter mengerjakan apa yang harus dikerjakan."
"Kau sadar tentu saja, bahwa tidak ada yang bisa kita kerjakan untuk mencegah Kau Tahu Siapa masuk selamanya"" cicit Flitwick.
"Tapi kita bisa menahannya," sahut Sprout.
"Terima kasih, Pomona," sahut Profesor McGonagall, dan di antara keduanya terjalin kesepahaman yang kuat. "Aku menyarankan kita membangun perlindungan dasar di sekitar tempat ini, mengumpulkan siswa-siswa dan berkumpul di Aula Besar. Sebagian besar tentu saja harus dievakuasi, walau jika ada yang sudah cukup umur ingin tinggal dan bertempur, kukira mereka harus diberi kesempatan."
"Setuju," sahut Profesor Sprout, sudah bergegas menuju pintu. "Aku akan bertemu lagi dengan kalian di Aula Besar dalam 20 menit dengan anggota asramaku."
Dan selagi ia berjalan keluar tak terlihat lagi, mereka masih bisa mendengar ia menggumam. "Tentakula. Jerat Setan. Dan Kacang Snargaluffs ... ya aku ingin melihat Pelahap Maut bertempur dengan mereka."
"Aku bisa mulai dari sini," sahut Flitwick, dan walau ia tak bisa melihat keluar jendela pecah itu, ia menunjukkan tongkatnya dan menggumamkan mantra yang sangat rumit. Harry mendengar suara gemuruh yang aneh, seperti Flitwick sudah melepaskan kekuatan angin pada tanah.
"Profesor," sahut Harry, mendekati ahli Mantra yang badannya kecil ini,
"Profesor, maaf menyela, tapi ini penting. Apakah Anda tahu di manakah diadem Ravenclaw""
"... Protego horribilis-diadem Ravenclaw"" cicit Flitwick, "sedikit tambahan kebijakan tak pernah keliru, Potter, tapi kukira tidak akan banyak berguna dalam keadaan ini!"
"Saya hanya bermaksud-tahukah Anda di mana" Pernahkah Anda melihatnya"" "Melihatnya" Tak ada orang yang masih hidup yang mengingatnya. Sudah lama hilang, nak!"
Harry merasa campuran antara kekecewaan dan panik. Jadi, apa dong Horcruxnya"
"Kami akan bertemu denganmu dan anak-anak Ravenclaw-mu di Aula Besar, Filius!" sahut Profesor McGonagall, memberi isyarat pada Harry dan Luna untuk mengikutinya.
Mereka baru saja mencapai pintu saat Slughorn berbicara tak keruan.
"Kubilang," ia menghembuskan napas, pucat dan berkeringat, kumis anjing lautnya menggigil, "Apa yang mau dilakukan" Aku tak yakin ini bijak, Minerva. Dia pasti mencari jalan masuk, kau tahu, dan siapapun yang mencoba melambatkannya, akan berada dalam bahaya yang menyedihkan."
"Aku mengharapkan kau dan para Slytherin di Aula Besar dalam 20 menit juga,"
sahut Profesor McGonagall, "kalau kau ingin pergi dengan siswa-siswa, kami tak akan menghentikanmu. Tapi kalau kau mencoba untuk menyabotase pertahanan kami, atau mengangkat senjata melawan kami dalam kastil ini, maka, Horace, kita
akan duel sampai mati."
"Minerva!" Horace terperanjat.
"Waktunya tiba untuk Asrama Slytherin untuk memutuskan di mana kesetiaannya berada," sela
Profesor McGonagall. "Pergi dan bangunkan siswa-siswamu, Horace!"
Harry tak berdiam diri menyaksikan Slughorn merepet: ia dan Luna bergegas mengejar Profesor McGonagall, yang sudah bersiaga di tengah koridor dan mengangkat tongkatnya.
"Piertotum-oh, ya ampun, Filch, tidak sekarang-"
Penjaga sekolah yang sudah berumur itu baru saja datang terpincang-pincang, berseru, "Anak-anak bangun! Anak-anak di koridor!"
"Mereka memang harus bangun, bodoh!" seru McGonagall, 'sekarang pergi dan lakukan sesuatu yang berguna! Cari Peeves!"
"P-Peeves"" gagap Filch, seperti dia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.
'Ya, Peeves, bodoh, Peeves! Bukankah kau selalu mengeluh tentangnya selama seperempat abad" Cari dan jemput dia sekarang juga!"
Filch jelas-jelas mengira McGonagall sudah kehilangan akal, tapi pergi juga dengan langkah terpincang-pincang, bahu membungkuk, komat-kamit.
"Dan sekarang-piertetum locomotor!" teriak Profesor McGonagall.
Sepanjang koridor patung-patung dan baju besi melompat keluar dari tempatnya, dan dari suara yang bergema dari lantai-lantai di atas dan di bawah, Harry tahu bahwa temanteman sesama patung dan baju besi di seluruh kastil melakukan hal yang sama.
"Hogwarts terancam!" seru Profesor McGonagall, "Mereka yang di perbatasan, lindungi kami, lakukan tugas kalian untuk sekolah kita!"
Berkelontangan dan berteriak, pasukan patung bergerak melampaui Harry; sebagian dari mereka berukuran kecil sebagian lagi berukuran besar. Ada juga binatang-binatang dan baju besi yang berkelontangan menghunus pedang mereka beserta bola-bola berpaku berantai.
"Sekarang, Potter," sahut McGonagall, " kau dan Miss Lovegood lebih baik
kembali pada teman-temanmu dan bawa mereka ke Aula Besar-aku akan membangunkan para Gryffindor yang lain."
Mereka berpisah di puncak tangga berikutnya: Harry dan Luna berlari menuju pintu masuk Kamar Kebutuhan. Saat mereka berlari, mereka bertemu kerumunan siswa, sebagian besar memakai jubah bepergian di atas piama mereka, diarahkan ke Aula Besar oleh guru-guru dan para prefek.
"Itu Harry Potter!"
"Harry Potter!"
"Itu dia, aku bersumpah, aku barusan lihat dia!"
Tapi Harry tak menoleh-noleh lagi, akhirnya mereka sampai di pintu Kamar Kebutuhan.
Harry menyelinap di dinding yang sudah dimantrai, yang membuka mengijinkan mereka masuk, dia dan Luna menuruni tangga dengan cepat.
"Ap-" Saat ruangan terlihat jelas, Harry terpeleset beberapa anak tangga saking terkejutnya. Ruangan itu penuh sesak dibandingkan saat mereka pergi tadi.
Kingsley dan Lupin memandang mereka, seperti juga Oliver Wood, Katie Bell, Angelina Johnson, dan Alicia Spinnet, Bill dan Fleur, Mr dan Mrs Weasley.
"Harry, apa yang terjadi"" tanya Lupin di kaki tangga.
"Voldemort sedang dalam perjalanan ke mari, guru-guru sedang membuat pertahanan di sekolah-Snape melarikan diri-apa yang sedang kalian lakukan"
Bagaimana kalian tahu""
"Kami mengirim pesan pada seluruh Laskar Dumbledore," Fred menjelaskan, "kau tak bisa mengharapkan bahwa mereka akan senang ketinggalan sesuatu yang seru, Harry, dan para LD memberi tahu Orde Phoenbc, dan begitulah...
menggelinding membesar seperti bola salju."
"Sekarang apa yang duluan, Harry"" tanya George, "apa yang terjadi""
"Guru-guru sedang mengevakuasi anak-anak yang lebih muda, dan semua orang berkumpul di Aula Besar agar mudah mengorganisirnya," sahut Harry, "kita akan bertempur."
Suara gemuruh membahana melanda kaki tangga, Harry terpepet ke dinding
saat mereka berlari melewatinya, campuran anggota Orde Phoenix, Laskar Dumbledore, tim Quidditch lama Harry, semua dengan tongkat teracung siaga, menuju ke bagian utama kastil.
"Ayo, Luna!" Dean memanggil saat ia melewatinya, mengulurkan tangannya yang kosong, Luna menyambutnya dan berdua berpegang tangan menaiki tangga.
Kerumunan itu menyusut, tinggal sedikit sisanya di Kamar Kebutuhan, dan Harry bergabung. Mrs Weasley sedang beradu pendapat dengan Ginny dikelilingi Lupin, Fred, George, Bill dan Fleur.
"Kau masih di bawah umur!" Mrs Weasley berseru pada anak perempuannya saat Harry mendekat. "Aku tidak akan mengijinkanmu. Anak laki-laki boleh, tapi kau harus
pulang!" "Aku tidak mau!"
Rambut Ginny bertemperasan saat ia menarik lengannya dari cengkeraman ibunya.
"Aku anggota LD-"
"-kelompok anak belasan tahun-"
"Kelompok anak belasan tahun yang akan menghadapi dia, di mana tak ada orang lain yang berani!" sahut Fred.
"Dia baru enambelas tahun," jerit Mrs Weasley, "Dia belum cukup umur! Apa yang
kalian berdua pikirkan, membawanya dengan kalian-"
Fred dan George nampak agak malu dengan diri mereka sendiri.
"Mum benar, Ginny," sahut Bill lembut, "Kau belum boleh. Setiap yang belum cukup
umur harus pergi, itu baru benar."
"Aku tak bisa pulang!" Ginny berseru, air mata kemarahan berkilat di matanya, "Seluruh
keluargaku di sini, aku tak bisa menunggu sendiri, dan tak tahu apa-apa, dan-" Matanya bertemu dengan mata Harry untuk pertama kali. Ia menatap Harry, memohon, tapi Harry menggelengkan kepalanya, dan Ginny memalingkan wajahnya, pedih.
"Baiklah," sahutnya, menatap jalan ke terowongan kembali ke Hog's Head. "Selamat
tinggal kalau begitu, dan-"
Ada suara keributan, lalu suara gedebuk keras; seseorang merangkak keluar dari terowongan, kehilangan keseimbangan sedikit dan terjatuh. Ia berpegangan di kursi
terdekat lalu berdiri, melihat sekeliling lewat kacamata bingkai tanduk yang miring dan berkata, "Apa aku terlambat" Sudah mulai" Aku baru tahu, jadi aku-aku-"
Percy merepet lalu berhenti. Jelas-jelas dia tak berharap akan bertemu dengan keluarganya sebanyak ini. Mereka terdiam heran untuk waktu yang lama, dipecahkan oleh Fleur menoleh pada Lupin dan berkata, yang kelihatan sekali bermaksud untuk memecahkan ketegangan, "Jadi-b'gimana zee kecheel Teddy""
Lupin mengejapkan mata pada Fleur, bingung. Keheningan di antara Weasley nampaknya membeku seperti es.
"Aku-oh ya-dia baik!" Lupin berkata keras-keras, "Ya, Tonks bersamanya-di rumah
ibunya." Percy dan Weasley lainnya masih saling pandang, membeku.
"Ini, aku punya potretnya!" Lupin berseru, mengeluarkan selembar foto dari balik
jaketnya dan memperlihatkannya pada Fleur dan Harry, yang melihat seorang bayi kecil
dengan seberkas rambut tosca terang melambaikan tinjunya yang gemuk pada kamera. "Aku bodoh!" Percy meraung, begitu kerasnya hingga Lupin nyaris menjatuhkan fotonya. "Aku tolol, aku brengsek sombong, aku-aku-"
"Pecinta-Kementrian, penolak-keluarga, pandir haus-kekuasaan," sahut Fred.
Percy menelan ludah. "Ya, memang!" "Well, kau takkan bisa ngomong lebih baik lagi dari itu," sahut Fred, mengulurkan tangan pada Percy. Mrs Weasley bercucuran airmata. Ia berlari mendekat, mendorong Fred ke sisi dan menarik Percy ke dalam pelukan yang mencekik, sementara Percy menepuk-nepuk punggung ibunya, matanya tertuju pada ayahnya. "Maafkan aku, Dad," sahut Percy.
Mr Weasley mengerjap cepat, kemudian dia juga bergegas memeluk anaknya. "Apa yang membuatmu sadar, Perce"" George mengusut.
"Sudah timbul agak lama," sahut Percy, menghapus air matanya di bawah kacamata
dengan ujung jubah bepergiannya. "Tapi aku harus mencari jalan keluar, dan itu tidak mudah, di Kementrian mereka memenjarakan pengkhianat setiap saat. Aku berhasil menghubungi Aberforth dan dia memberi peringatan padaku sepuluh menit lalu bahwa Hogwarts akan bertempur, jadi inilah aku."
"Well, kami memang membutuhkan para prefek untuk memimpin pada saat seperti sekarang," sahut George sambil menirukan gaya Percy yang paling angkuh, "Sekarang ayo kita naik dan bertempur, kalau tidak nanti kita tidak kebagian Pelahap Maut."
"Jadi kau kakak iparku sekarang"" sahut Percy, berjabat tangan dengan Fleur saat mereka bergegas menuju tangga bersama Bill, Fred dan George. "Ginny!" hardik Mrs Weasley.
Ginny sudah mencoba, diselubungi perdamaian, untuk menyelinap naik tangga juga.
"Molly, bagaimana kalau begini," sahut Lupin, "Kenapa Ginny tidak tinggal di sini saja, sehingga paling tidak dia ada di tempat kejadian dan tahu apa yang terjadi, tapi dia tak terlibat dalam pertempuran"" "Aku-"
"Gagasan yang bagus," sahut Mr Weasley teguh, "Ginny, kau tinggal di kamar ini, kau dengar""
Ginny nampaknya tak begitu menyukai gagasan itu, tapi di bawah tatapan mata ayahnya
yang tidak biasanya, keras, ia me
ngangguk. Mr dan Mrs Weasley beserta Lupin menuju tangga juga. "Ron mana"" tanya Harry, "Hermione mana"" "Mereka pasti sudah naik ke Aula Besar," Mr Weasley berkata lewat bahunya.
"Aku tidak melihat mereka melewatiku," sahut Harry.
"Mereka tadi ngomong sesuatu tentang kamar mandi," sahut Ginny, "tak lama setelah kau pergi." "Kamar mandi""
Harry menyeberangi Kamar menuju sebuah pintu yang terbuka di bagian awal Kamar Kebutuhan dan memeriksa kamar mandi yang ada di sana. Kosong. "Kau yakin mereka bilang kamar-"
Tapi kemudian bekas lukanya terbakar, Kamar Kebutuhan menghilang: ia sedang
memeriksa gerbang yang tinggi, terbuat dari besi tempa, dengan babi-bersayap di tiang di tiap sisi, memeriksa tanah yang gelap menuju ke kastil terang benderang. Nagini melingkar di bahunya. Ia sudah kerasukan perasaan dingin dan kejam yang melebihi pembunuhan.
Bab 31 The Battle of Hogwarts PERTEMPURAN HOGWARTS Langit-langit sihiran di Aula Besar terlihat gelap dan bertabur bintang, dibawahnya empat meja asrama berjajar dikelilingi siswa-siswi yang berkerumun tak beraturan, beberapa mengenakan jubah bepergian, yang lain memakai baju rumah. Disana-sini terlihat kilauan seputih mutiara hantu-hantu sekolah. Setiap mata, hidup dan mati, tertuju pada Prof. McGonagall, yang berbicara dari podium di depan aula. Disampingnya berdiri guru-guru yang tersisa, termasuk sang centaurus, Firenze, dan para anggota Orde Phoenix yang datang untuk bertempur.
"Evakuasi akan dipandu oleh Mr. Filch dan Madam Pomfrey. Prefek, jika kuberi komando, atur asrama kalian dan pimpin dengan rapi seperti biasa menuju titik evakuasi."
Banyak diantara siswa yang terlihat ketakutan. Tiba-tiba, ketika Harry menyusuri dinding, mencari Ron dan Hermione di meja Gryffindor, ErnieMcMillan berdiri diatas meja Hufflepuff dan berteriak; "Bagaimana jika kami ingin tinggal dan bertarung""
Terdengar gemuruh tepuk tangan.
"Jika usiamu cukup, kau boleh tinggal," ucap Prof. McGonagall.
"Bagaimana dengan barang-barang kami"" tanya seorang gadis di meja Ravenclaw. "Kopor dan burung hantu kami""
"Kita tidak punya waktu untuk untuk mengumpulkan barang-barang," kata Prof. McGonagall.
"Yang terpenting adalah mengeluarkan kalian dari sini dengan selamat."
"Dimana Prof. Snape"" teriak seorang gadis di meja Slytherin.
"Dia sedang -menggunakan bahasa umum- bersembunyi di kolong tempat tidur,"
jawab Prof. McGonagall yang disambut sorak-sorai dari anggota asrama Gryffindor, Hufflepuff dan Ravenclaw.
Harry bergerak di aula sepanjang meja Gryffidor, masih mencari Ron dan Hermione. Ketika dia lewat, wajah-wajah menoleh memandangnya, dan suara bisik-bisik memecah perhatiannya.
"Kami telah membuat perlindungan di sekitar kastil," Prof. McGonagall berkata,
"tapi sepertinya tidak bisa bertahan lama kecuali kita memperkuatnya. Oleh karena itu, aku meminta kalian, untuk bergerak cepat dan tenang, dan lakukan seperti prefek kalian-" Tetapi kata terakhirnya tenggelam ketika suara lain bergema di seluruh aula. Suara yang tinggi, dingin dan jelas. Tak diketahui darimana asalnya. Tampaknya keluar dari dinding itu sendiri. Seperti monster yang pernah dikuasainya, suara itu mungkin telah berada disana selama berabad-abad.
"Aku tahu kalian bersiap untuk bertempur." Terdengar jeritan diantara siswa-siswa, beberapa diantaranya saling mencengkeram, mencari-cari sumber suara dalam kengerian. "Usaha kalian sia-sia, kalian tidak bisa melawanku. Aku tidak ingin membunuh kalian. Aku sangat menghormati guru-guru Hogwarts. Aku tidak ingin menumpahkan darah sihir."
Aula sunyi senyap sekarang, kesunyian yang menantang gendang telinga, yang terlalu berat untuk disangga oleh dinding.
"Berikan Harry Potter padaku," kata suara Voldemort, "dan mereka tak akan disakiti. Berikan Harry Potter padaku, dan aku akan meninggalkan sekolah tanpa menyentuhnya. Berikan Harry Potter padaku dan kalian akan diberi penghargaan."
"Kalian mempunyai waktu hingga tengah malam."
Kesunyian kembali menelan mereka. Setiap kepala menoleh, setiap mata tampaknya berusaha mencari Harry, membuat Harry membeku dalam ribuan tatapan mata. Lalu sesosok tubuh bangki
t dari meja Slytherin dan Harry mengenali Pansy Parkinson ketika ia mengangkat tangannya yang gemetar dan menjerit, "Tapi ia disini! Potter disini! Tangkap dia!"
Sebelum Harry bisa berkata-kata, tampak terbentuk gerakan besar-besaran.
Anak -anak Gryffindor di depannya berdiri dan menghadang, bukan Harry, tetapi anak-anak Slytherin. Kemudian anak-anak Hufflepuff berdiri, dan hampir bersamaan, anak-anak Ravenclaw, mereka semua membelakangi Harry, semuanya malah menghadap Pansy, dan Harry, yang terpesona dan gembira, melihat tongkat muncul dimana-mana, ditarik dari dalam jubah dan lengan baju.
"Terima kasih, Nona Parkinson," kata Prof. McGonagall dengan suara tercekat.
"Kau boleh meninggalkan aula duluan bersama Mr. Filch, jika anggota asramamu sanggup mengikuti."
Harry mendengar derit suara bangku-bangku dan mendengar suara anak-anak Slyhterin di sisi lain aula mulai berjalan keluar.
"Ravenclaw, selanjutnya!" perintah Prof. McGonagall.
Perlahan keempat meja mulai kosong. Meja Slytherin telah kosong, tetapi beberapa anak Ravenclaw yang lebih tua tetap duduk sementara teman-temannya berderet keluar; bahkan lebih banyak lagi anak Hufflepuff yang tetap tinggal, dan separuh Gryffindor tetap di tempatnya, mengharuskan Prof. McGonagall turun dari podium guru untuk memandu siswa di bawah umur untuk mengikuti yang lain.
"Tidak boleh, Creevey, ayo! Kau juga Peakes!"
Harry bergegas menuju keluarga Weasley, yang semuanya duduk di meja Gryffindor. "Dimana Ron dan Hermione""
"Kau belum menemukan-"" Mr. Weasley terlihat cemas.
Tapi kalimatnya terhenti ketika Kingsley menaiki podium untuk berbicara kepada semua yang tetap tinggal di aula.
"Kita hanya punya waktu setengah jam hingga tengah malam, jadi kita harus bergerak cepat. Rencana pertempuran telah disetujui antara guru-guru Hogwarts dengan Orde Phoenix. Prof. Flitwick, Sprout dan Mc. Gonagall akan memimpin kelompok-kelompok pejuang naik ke tiga menara tertinggi -Ravenclaw, Astronomi dan Gryffindor- yang sudut pandangnya paling bagus, posisi yang sempurna untuk melancarkan mantra. Sementara Remus" -dia menunjuk Lupin"Arthur" menunjuk Mr. Weasley yang duduk di meja Gryffindor-" dan aku, akan memimpin kelompok di bawah. Kita perlu seseorang untuk mengorganisir pertahanan di pintu-pintu masuk atau jalan tembus menuju sekolah-"
"Kedengarannya seperti pekerjaan untuk kita," kata Fred, menunjuk dirinya dan George, dan Kingsley mengangguk setuju.
"Baiklah, para pemimpin kesini dan kita akan memencar pasukan!"
"Potter," ujar Prof. McGonagall, bergegas mendekatinya, ketika siswa-siswa memenuhi podium, menempatkan diri, dan menerima perintah, "Bukankah kau seharusnya mencari sesuatu""
"Apa" Oh" ucap Harry, "Oh, yeah!"
Dia hampir melupakan Horcrux, hampir lupa bahwa pertempuran akan digelar supaya dia bisa mencarinya: Ketiadaan Ron dan Hermione yang tidak jelas sementara telah membuang pikiran lain dari kepalanya.
"Pergilah Potter, ayo!"
"Benar-yeah-" Dia merasakan berpasang-pasang mata memandang ketika ia berlari keluar lagi dari aula besar menuju aula depan yang penuh sesak dengan siswa-siswa yang dievakuasi. Ia membiarkan dirinya terbawa rombongan mereka menuju tangga pualam, tapi sampai diatas ia bergegas menyusuri koridor yang sunyi. Rasa takut dan panik membuatnya sulit berpikir. Ia berusaha menenangkan diri, berkonsentrasi untuk menemukan Horcrux, tapi pikirannya simpang siur, kalut dan bingung seperti lebah yang terjebak diantara kaca. Tanpa Ron dan Hermione yang membantunya, tampaknya ia kesulitan menyusun rencana. Dia melambat di tengah koridor, duduk di alas sebuah patung retak dan mengambil Peta Perompak dari kantong yang tergantung di lehernya. Tidak terlihat nama Ron dan Hermione dimanapun, walaupun padatnya titik yang sekarang menuju ke Kamar Kebutuhan, pikirnya, mungkin saja menyembunyikan mereka. Dia meletakkan peta, menutup wajah dengan tangannya, terpejam, dan mencoba untuk konsentrasi.
Voldemort mengira aku pergi ke menara Ravenclaw.
Itu dia, petunjuk jelas dari mana harus memulai. Voldemort telah menempatkan Alecto Carrow di ruang rekreasi Ravenclaw, dan pasti hanya ada sa
tu penjelasan; Voldemort kuatir Harry sudah tahu Horcruxnya berhubungan dengan asrama itu.
Tapi tampaknya satu-satunya benda yang dihubungkan dengan asrama itu oleh semua orang hanyalah diadem yang hilang... dan bagaimana mungkin Horcruxnya adalah diadem itu" Apa mungkin Voldemort, anak Slytherin, bisa menemukan diadem yang tidak diketahui oleh bergenerasi anggota Ravenclaw" Siapa yang bisa memberitahunya dimana harus mencari, ketika tidak ada orang yang pernah melihatnya yang masih hidup"
Yang masih hidup.... Mata Harry terbuka kembali di sela-sela jarinya. Dia melompat bangun dari alas patung dan bergegas berbalik arah kembali ke jalan yang telah ia lalui, mengejar harapan satusatunya. Suara ratusan orang yang bergerak kearah Kamar Kebutuhan terdengar semakin jelas ketika ia kembali ke tangga pualam. Para Prefek meneriakkan instruksi, berusaha menjaga para siswa tetap di jalur asramanya, semakin banyak dorongan dan teriakan; Harry melihat Zacharias Smith meluncur cepat menuju antrian depan; disana-sini terdengar isak tangis siswa-siswa yang lebih muda, sementara yang lebih tua saling memanggil teman dan saudara dengan putus asa.
Harry menangkap kilau sosok seputih mutiara melayang melewati pintu masuk aula dan berteriak sekeras mungkin di tengah keramaian.
"Nick! NICK! Aku harus bicara denganmu!"
Dia menerobos kerumunan siswa, hingga sampai di dasar tangga, dimana Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu Gryffidor, berdiri menunggunya.
"Harry! Anakku!"
Nick berusaha meraih tangan Harry; membuat Harry merasa seperti masuk ke dalam air es.
"Nick, kau harus membantuku. Siapa hantu menara Ravenclaw""
Nick si Kepala-Nyaris-Putus kelihatan terkejut dan sedikit tersinggung.
"Grey Lady, tentu saja; tapi jika layanan hantu yang kau perlukan-"
"Itu pasti dia-kau tahu dimana dia""
"Coba kulihat..."
Kepala Nick bergoyang diatas rimpelnya ketika ia berputar kesana kemari, mengintip dari
balik kepala siswa-siswa yang berkerumun."Itu dia disana, Harry. Wanita muda yang berambut panjang."Harry melihat kearah yang ditunjuk jari Nick yang transparan, dan menemukan hantu
tinggi yang menyadari bahwa Harry sedang memandangnya, ia mengangkat alis, dan
melayang melalui dinding yang padat.
"Hei-tunggu-kembali!" Ia mau berhenti, melayang beberapa inci dari lantai.
Menurut Harry ia cantik, dengan rambut panjang sepinggang dan jubah panjang menyentuh lantai, tapi ia juga terlihat angkuh dan berbangga diri. Semakin dekat, Harry segera mengenalinya sebagai hantu yang sering berpapasan dengannya di koridor, tapi ia tak pernah bicara dengannya.
"Kau Grey Lady""
Ia mengangguk tapi tak bicara.
"Hantu menara Ravenclaw""
"Itu benar." Nadanya tak meyakinkan. "Tolonglah, aku butuh bantuan. Tolong katakan padaku semua yang kau ketahui tentang
diadem yang hilang."
Senyum dingin terbentuk di bibirnya.
"Sayangnya," ujarnya, berputar menjauh, "aku tidak bisa membantumu." "TUNGGU!"
Dia tidak bermaksud berteriak, tapi kepanikan dan kemarahan menguasainya. Harry
melirik jamnya sekilas ketika Grey Lady melayang di depannya. Seperempat jam lagi tengah malam.
"Ini penting," ia berkata keras. "Jika diadem itu di Hogwarts, kita harus segera menemukannya." "Kau bukan siswa pertama yang mendambakan diadem itu," katanya menghina. "Bergenerasi siswa telah mendesakku-"
"Ini bukan tentang mendapatkan nama baik!" Harry berteriak padanya, "ini tentang
Voldemort -mengalahkan Voldemort-atau kau tidak tertarik""
Bukannya merona, pipinya yang transparan berubah menjadi buram dan suaranya
memanas ketika ia menjawab, "Tentu saja aku-betapa beraninya kau mengatakan-"
"Kalau begitu, bantulah aku!"
Dia mulai tidak tenang. "Itu-itu bukan pertanyaan yang-" dia menjawab gagap, "diadem ibuku-" "Ibumu""
Dia kelihatan marah pada dirinya sendiri.
"Ketika aku masih hidup," katanya kaku, "aku Helena Ravenclaw."
"Kau putrinya" Tapi, kau pasti mengetahui apa yang terjadi pada diadem itu.""Diadem itu melimpahkan kearifan," katanya berusaha menguasai diri, "aku ragu benda itu bisa memerbesar kesempatanmu mengalahkan penyihir yang menamai dirinya sendiri Lord-"
"Sudah kubilang aku tidak tertarik memakain
ya!" kata Harry bersikeras; "Tak ada waktu untuk menjelaskan-tapi kalau kau peduli dengan Hogwarts, kalau kau ingin melihat Voldemort berakhir, kau harus memberitahuku semua yang kau tahu tentang diadem itu!"
Dia masih membisu, melayang di udara, memandang Harry dan rasa putus asa melanda Harry. Tentu saja, jika ia tahu sesuatu, ia tentu sudah mengatakannya pada Flitwick atau Dumbledore, yang pasti sudah pernah menanyakan hal yang sama. Dia menggelengkan kepala dan berpaling ketika berbicara dengan suara pelan.
"Aku mencuri diadem itu dari
ibuku." "Kau-kau apa""
"Aku mencuri diadem itu," ulang Helena Ravenclaw dalam bisikan. "Aku mencoba membuat diriku lebih pintar, lebih penting daripada ibuku. Aku kabur dengan diadem itu."
Harry tidak tahu bagaimana dia berhasil mendapatkan kepercayaannya dan tidak bertanya, ia hanya mendengarkan, baik-baik, ketika Helena melanjutkan.
"Ibuku, mereka bilang, tak pernah mengakui bahwa diademnya hilang, melainkan berpura-pura masih memilikinya. Beliau menyembunyikan kenyataan tentang hilangnya diadem itu, juga pengkhianatanku yang menyakitkan, bahkan dari para pendiri Hogwarts yang lain."
"Kemudian ibuku sakit-sakit parah. Walaupun aku berkhianat, beliau mati-matian berusaha menemuiku sekali lagi. Beliau mengirim orang yang sangat mencintaiku, walaupun aku menolak rayuannya, untuk menemukanku. Beliau tahu bahwa laki-laki itu tidak akan berhenti hingga berhasil."
Harry menunggu. Wanita itu menghela nafas dan menoleh kebelakang.
"Dia melacakku hingga ke hutan tempatku bersembunyi. Ketika aku menolak untuk pulang bersamanya, ia menjadi kejam. Baron memang selalu gampang naik darah. Berang karena penolakanku, cemburu pada kebebasanku, ia lalu menusukku."
"Baron" Maksudmu-"
"Baron Berdarah,ya," ujar Grey Lady, dan dia menyibakkan jubahnya untuk memperlihatkan satu luka gelap di dada putihnya. "Ketika dia menyadari apa yang telah dilakukannya, dia sangat menyesal. Dia mengambil senjata yang telah membunuhku, dan menggunakannya untuk bunuh diri. Selama berabad-abad kemudian ia mengenakan rantainya sebagai bukti penyesalannya.... jika dia bisa,"
ia menambahkan dengan sengit.
"Dan-dan diademnya""
"Masih berada di tempat aku menyembunyikannya ketika kudengar Baron memasuki hutan mendekatiku. Tersimpan di dalam lubang pohon."
"Lubang pohon"" ulang Harry. "Pohon apa" Dimana tempatnya""
"Hutan di Albania. Tempat sunyi yang menurutku cukup jauh dari jangkauan ibuku."
"Albania," ulang Harry. Secara menakjubkan, kebingungan berubah menjadi pengertian, dan sekarang ia memahami kenapa wanita itu berterus terang padanya tentang hal yang tak mau ia jelaskan pada Dumbledore dan Flitwick. "Kau pernah menceritakan hal ini pada seseorang, ya kan" Siswa lain""
Ia memejamkan mata dan mengangguk.
"Aku... tak tahu... ia menyanjungku. Tampaknya ia... memahami... bersimpati."
Ya, pikir Harry. Tom Riddle pasti memahami keinginan Helena Ravenclaw untuk memiliki benda luar biasa yang sebenarnya bukan haknya.
"Well, kau bukan orang pertama yang terpedaya oleh Riddle," Harry bergumam. "Dia bisa sangat menarik jika dia mau."
Jadi Voldemort telah berhasil memancing informasi tentang lokasi diadem yang hilang dari Grey Lady. Ia telah berkelana ke hutan yang jauh dan mengambil diadem kembali dari tempat persembunyiannya, mungkin segera setelah ia meninggalkan Hogwarts, bahkan sebelum ia mulai bekerja di Borgin and Burkes.
Dan bukankah hutan terpencil Albania itu tampaknya merupakan tempat berlindung yang bagus ketika, lama sesudahnya, Voldemort memerlukan tempat untuk menyembunyikan diri, tidak terganggu, selama 10 tahun"
Tapi diadem itu, setelah menjadi Horcruxnya yang berharga, tidak ditinggalkan di pohon rendah itu... Tidak, diadem itu telah dikembalikan secara diam-diam, ke rumah yang sebenarnya, dan Voldemort pasti telah meletakkannya disana
"-malam dia melamar pekerjaan!" kata Harry, menghentikan penalarannya. "Maaf""
"Dia menyembunyikan diadem di kastil, di malam ia melamar pekerjaan sebagai guru kepada Dumbledore!" ujar Harry. Berteriak membuatnya lebih memahami semuanya. "Dia pasti telah menyembunyikan diadem itu dala
m perjalanannya menuju, atau setelah dari, kantor Dumbledore! Lumayan juga usahanya melamar pekerjaan-jadi dia juga punya kesempatan mengecek pedang Gryffindor-terima kasih banyak!"
Harry meninggalkannya melayang di udara, tampak benar-benar bingung. Sambil berbelok di ujung kembali ke aula depan, ia mengecek jam. Lima menit sebelum tengah malam, dan walaupun ia tahu apa Horcrux terakhir, ia masih belum menemukan dimana tempatnya...
Bergenerasi siswa gagal menemukan diadem itu; menandakan tempatnya bukan di menara Ravenclaw-tapi bila bukan disana, dimana" Tempat bersembunyi apa yang Tom Riddle temukan di dalam kastil Hogwarts, yang; dia yakin akan menyimpan rahasia selamanya"
Bingung dengan spekulasi tanpa harapan, Harry berbelok di pojok, tapi baru berjalan beberapa langkah di koridor baru, tiba-tiba jendela di sebelah kirinya pecah memekakkan telinga, hancur berkeping-keping. Ketika ia melompat kesamping, sesosok tubuh ukuran raksasa melayang masuk jendela dan menabrak dinding di seberangnya.
Sesuatu yang besar dan berbulu berdiri, merengek, melepaskan diri dari sang pendatang dan melemparkan dirinya kepada Harry.
"Hagrid!" Harry berteriak, melepaskan diri dari perhatian yang berlebihan dari Fang si anjing pemburu babi hutan, ketika seseorang seukuran beruang berusaha berdiri dengan susah payah. "Apa yang--""
"Harry, kau d'sini! Kau d'sini!"
Hagrid membungkuk, menghadiahi Harry dengan pelukan sekilas yang meremukkan tulang iga, lalu berlari menuju jendela yang pecah.
"Anak pintar, Grawpy!" dia berteriak di jendela yang berlubang. "Kutemui kau sebentar lagi, itu baru anak baik!"
Di belakang Hagrid, melalui kegelapan malam, Harry melihat kilatan cahaya di kejauhan dan mendengar jerit ratapan yang aneh. Dia melihat jamnya: Ini tengah malam, pertempuran dimulai.
"Ya ampun, Harry," kata Hagrid dengan nafas terengah-engah, "ini dia, kan"
Waktunya bertarung""
"Hagrid, kau dari mana""
"Dengar Kau-Tahu-Siapa dari gua kami," kata Hagrid tegar, "suara terbawa, kan"
'Kalian punya waktu sampai tengah malam 'tuk serahkan Potter.' Tau kau pasti disini, tau ini pasti terjadi. Menunduk, Fang. Jadi kami kesini 'tuk bergabung, aku dan Grawpy dan Fang. Mendobrak jalan lewat perbatasan dekat hutan, Grawpy bawa kami, Fang dan aku. Bilang dia 'tuk turunkan aku di kastil, jadi dia lemparkanku lewat jendela, semoga dia diberkati. Tidak terlalu tepat sih, tapi dimana Ron dan Hermione""
"Itu," ujar Harry, "pertanyaan yang bagus. Ayo."
Mereka bergegas menyusuri koridor, Fang menjulurkan lidah mengiringi mereka.
Harry bisa mendengar gerakan dimana-mana melalui koridor: langkah kaki berlarian, teriakan; melalui jendela ia bisa melihat kilatan cahaya di tanah yang gelap.
"Kemana kita"" Hagrid terengah-engah, berdebam di belakang Harry, menciptakan gempa di permukaan lantai.
"Aku belum tahu pasti," ucap Harry, menoleh kesana-kemari, "tapi Ron dan Hermione pasti di suatu tempat di sekitar sini..."
Korban pertama pertempuran sudah berserakan tepat di lorong depan mereka: dua gargoyle batu yang biasanya menjaga pintu masuk ruangan staf telah hancur lebur karena mantra yang masuk melalui jendela pecah di sisi yang lain. Sisa-sisanya bergoyang lemah di lantai, dan ketika Harry melompati salah satu kepala yang sudah tak berbentuk, gargoyle itu merintih lemah, "Oh, jangan pedulikan aku... aku akan tetap disini dan hancur..."
Wajah batunya yang jelek tiba-tiba mengingatkan Harry pada patung dada pualam Rowena Ravenclaw di rumah Xenophilius, mengenakan hiasan kepala gila itu -dan kemudian pada patung di menara Ravenclaw, dengan diadem batu diatas rambut putih keritingnya....
Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan ketika ia sampai di ujung lorong, ingatan akan patung batu ketiga tiba-tiba muncul di pikirannya; penyihir tua jelek, yang kepalanya Harry pasangi wig dan topi tua. Rasa terkejut meliputi Harry, seperti terkena panasnya Wiski Api, sampai membuatnya hampir tersandung.
Dia tahu, akhirnya, dimana Horcrux telah menunggunya.....
Tom Riddle, yang tidak mempercayai siapapun dan bergerak sendirian, mungkin cukup sombong untuk mengira bahwa ia, dan hanya ia, telah menjelajahi misteri terdala
m Kastil Hogwarts. Tentu saja, Dumbledore dan Flitwick, tipe murid demikian, tidak pernah menginjakkan kaki di tempat semacam itu, tapi dia, Harry, telah berkeliaran sepanjang hidupnya di sekolah dan menguasai jalur-jalur rahasia. Paling tidak, ini wilayah rahasia yang sama-sama diketahuinya dan Voldemort, yang Dumbledore tak pernah menemukan-.
Ia disadarkan oleh Prof. Sprout yang bergerak cepat diikuti Neville dan setengah lusin yang lain, semuanya mengenakan pelindung telinga dan membawa sesuatu seperti tumbuhan besar dalam pot.
"Mandrake!" Neville berteriak kepada Harry seraya berlari, "untuk dilemparkan kepada mereka lewat dinding- mereka tak akan suka ini!"
Harry sekarang mengerti harus pergi kemana. Ia mempercepat langkah, dengan Hagrid dan Fang berlari kencang mengiringinya. Mereka melewati lukisan demi lukisan, dan sosok-sosok dalam lukisan ikut berlari bersama mereka, penyihir pria dan wanita dalam balutan kerah berenda dan celana panjang, baju besi dan jubah, saling menjejalkan diri ke dalam kanvas rekannya, meneriakkan berita dari bagian lain kastil. Ketika mereka sampai di ujung koridor, seluruh kastil bergetar, dan Harry tahu, ketika sebuah vas raksasa terbang dengan kekuatan yang bisa meledakkan, bahwa itu disihir dengan parah, tak mungkin dari para guru atau anggota Orde.
"Tak apa, Fang-tak apa!" teriak Hagrid, tapi anjing pemburu babi hutan besar itu telah kabur secepat potongan kayu Cina melayang seperti granat, dan Hagrid mengikuti anjing yang ketakutan itu dengan langkah besarnya meninggalkan Harry sendirian.
Ia maju perlahan melalui jalan yang bergetar, dengan tongkat siap, dan sepanjang satu koridor lukisan ksatria kecil, Sir Cadrigan, berlari dari lukisan ke lukisan di sebelahnya, baju besinya berkelontangan, meneriakkan semangat, kuda poni gemuknya berjalan mengikutinya dengan santai.
"Pembual dan bajingan, anjing dan bangsat, usir mereka, Harry Potter, hadapi mereka!"
Harry berbelok di pojok dan bertemu Fred bersama sejumlah siswa, termasuk Lee Jordan dan Hannah Abbot, berdiri disamping alas kosong yang lain, yang mana patungnya telah menutup jalan rahasia.
Tongkat mereka turun dan mereka sedang mendengarkan lubang yang tertutup.
"Malam yang indah untuk melakukan ini!" Fred berteriak, ketika kastil bergoyang lagi, dan Harry melesat dengan perasaan takut dan bahagia yang bercampur aduk. Sepanjang koridor selanjutnya ia berlari cepat, burung-burung hantu dimana-mana, Mrs. Norris berdesis dan berusaha mengusir mereka dengan cakarnya, pasti untuk mengembalikan mereka ke tempatnya...
"Potter!" Aberforth Dumbledore berdiri menutupi koridor selanjutnya, tongkatnya tergenggam siap.
"Ratusan anak melewat pub-ku , Potter!"
"Aku tahu, kami mengevakuasi," kata Harry, "Voldemort-"
"-menyerang karena belum mendapatkanmu, yeah-" ujar Aberforth, "Aku tidak tuli, seluruh Hogsmeade mendengarnya. Dan tak pernah terpikir oleh kalian untuk menahan sedikit anak Slytherin sebagai sandera" Anak-anak Pelahap Maut yang kalian selamatkan. Bukankah lebih cerdik bila mereka tetap disini""
"Itu tak akan menghalangi Voldemort," ucap Harry, "dan kakak anda tidak akan pernah melakukannya."
Aberforth menggerutu dan pergi kearah berlawanan.
Kakak anda tidak akan pernah melakukannya.... Ya, itu memang benar, pikir Harry ketika ia mulai berlari lagi: Dumbledore, yang begitu lama mempertahankan Snape, tidak akan pernah menyandera siswa...
Dan ketika ia sampai di pojok terakhir, dengan campuran teriakan antara lega dan marah ia melihat mereka: Ron dan Hermione; keduanya dengan lengan penuh benda kuning yang besar, melengkung dan kotor, Ron dengan sapu terbang di bawah lengannya.
"Dari mana saja kalian"" Harry berteriak.
"Kamar Rahasia," jawab Ron."Kamar-apa"" ujar Harry, tertegun."Itu ide Ron, semuanya ide Ron," kata Hermione terengah-engah. "Bukankah itu brilian"
Disanalah kami, setelah kita pergi, dan aku bilang Ron, walaupun kita menemukan yang satu lagi, bagaimana kita akan menghancurkannya" Kita masih belum bisa menghancurkan piala! Dan lalu dia ingat! Basilisk!"
"Apa yang-""
"Sesuatu untuk menghancurkan Horcrux," kata Ron tenang.
Mata Harry terpaku pada benda di lengan Ron dan Hermione: gigi taring besar melengkung: terpotong, sekarang dia mengenali, berasal dari tengkorak basilisk mati.
"Bagaimana kalian bisa masuk kedalam"" tanya Harry, mengalihkan pandangan dari gigi taring ke Ron. "Kau harus berbicara Parseltongue!""Dia bisa," bisik Hermione. "Tunjukkan Ron!" Ron membuat suara berdesis yang aneh."Itu yang kau lakukan ketika membuka liontin," Ron menjelaskan pada Harry dengan agak menyesal. "Tapi aku harus mencoba beberapa kali sampai menemukan
yang benar," katanya merendah, "akhirnya kami sampai di dalam.""Dia luar biasa!" kata Hermione."Luar biasa!" "Jadi..." Harry berusaha melanjutkan. "Jadi...T'"Jadi satu Horcrux sudah beres,"
ujar Ron, dan dari dalam jaketnya ia menarik sisa-sisa piala Hufflepuff yang terkoyak. "Hermione menusuknya. Untunglah dia berhasil. Dia sama sekali tidak menikmatinya."
"Jenius!" Harry berteriak.
"Itu bukan apa-apa," ucap Ron, walaupun dia kelihatan puas dengan dirinya.
"Jadi, bagaimana denganmu""Bersamaan dengan itu, ledakan terdengar diatas: mereka bertiga melihat keatas ketika
debu berjatuhan dari langit-langit dan mendengar teriakan di kejauhan.
"Aku tahu seperti apa diademnya dan aku tahu tempatnya," kata Harry dengan cepat.
"Dia menyembunyikannya di tempat aku menyimpan buku Ramuan lamaku, dimana semua orang menyimpan barang-barang sejak berabad-abad. Dia menyangka hanya dia yang tahu. Ayo."
Ketika dinding bergetar lagi, Harry memimpin kedua rekannya kembali melewati pintu masuk yang tersembunyi dan menuruni tangga menuju Kamar Kebutuhan.
Ruangan itu hanya berisi tiga orang wanita: Ginny, Tonks dan penyihir tua yang mengenakan topi yang dimakan ngengat, yang segera dikenali Harry sebagai nenek Neville.
"Ah, Potter," dia berkata renyah, seakan-akan dia memang menunggu Harry,
"kau bisa menceritakan apa yang terjadi."
"Semua baik-baik saja"" tanya Ginny dan Tonks bersamaan.
"Setahu kami begitu," jawab Harry. "Apa masih ada orang dijalan menuju Hog's Head"" Dia tahu ruangan tidak akan bertransformasi jika masih ada orang di dalamnya.
"Aku yang terakhir," kata Mrs. Longbottom, "Aku menyegelnya. Kurasa tidak
baik meninggalkannya terbuka ketika Aberforth tidak di pub-nya. Kau melihat cucuku""
"Dia bertarung," ucap Harry."Sudah selayaknya," kata wanita tua itu bangga.
"Permisi, aku harus pergi dan mendampinginya." Dengan kecepatan yang mengejutkan dia pergi dengan langkah berderap di lantai batu.
Harry memandang Tonks. "Kukira kau seharusnya bersama Teddy di rumah ibumu""
"Aku tak tahan jika tidak tahu-," Tonks tampak menderita. "Ibuku akan merawatnya- kau melihat Remus""
"Dia berencana memimpin sekelompok pejuang menuju ke dasar-" Tanpa berkata-kata, Tonks melesat pergi.
"Ginny, ujar Harry, "maaf, tapi kami perlu kau keluar juga. Sebentar saja. Lalu kau bisa
masuk lagi."Ginny tampak senang meninggalkan tempat perlindungannya."Nanti kau bisa masuk lagi!" Harry berteriak ketika Ginny berlari menyusul Tonks. "Kau harus masuk lagi!"
"Tunggu sebentar!" kata Ron tajam. "Kita lupa seseorang!"
"Siapa"" tanya Hermione.
"Para peri rumah, mereka di dapur kan""
"Maksudmu kita minta mereka bertarung"" tanya Harry.
"Tidak," kata Ron serius. "Maksudku kita harus menyuruh mereka keluar. Kita tidak mengharapkan Dobby-Dobby yang lain, kan" Kita tidak bisa meminta mereka mati untuk kita-"
Taring basilisk di lengan Hermione jatuh berkelontangan. Berlari kearah Ron, kedua lengannya memeluk leher Ron dan ia mencium Ron penuh di mulutnya. Ron membuang taring dan sapu terbang yang dipegangnya, menyambut dengan penuh antusias dan mengangkat tubuh Hermione dari lantai.
"Apa harus sekarang"" Harry bertanya lemah, dan ketika tak ada yang terjadi kecuali Ron dan Hermione berpelukan semakin erat dan berayun di tempat, dia berteriak, "Oi! Ada perang!" Ron dan Hermione berpisah, masih saling
mengalungkan lengan. "Aku tahu, teman," kata Ron, yang terlihat seperti kepalanya baru saja terhantam Bludger, "sekarang atau tidak sama sekali, ya kan""
"Tidak masalah, tapi bagaimana dengan Horcruxnya"" Harry berteriak. "Apa kalian bisa me-menundanya sampai
kita dapat diademnya""
"Yeah-benar-maaf," kata Ron. Dia dan Hermione memungut kembali taring-taring yang jatuh, keduanya dengan wajah merona merah jambu.
Jelas sekali, ketika mereka bertiga melangkah ke koridor atas, bahwa dalam waktu yang mereka habiskan di Kamar Kebutuhan, suasana di kastil telah bertambah buruk: dinding dan langit-langit bergetar lebih hebat dari sebelumnya; debu memenuhi udara, dan dari jendela terdekat, Harry melihat kilatan cahaya hijau dan merah sangat dekat di kaki kastil sehingga dia tahu para Pelahap Maut pastilah sudah sangat dekat dengan pintu masuk. Menengok ke bawah, Harry melihat Grawp si Raksasa lewat meliuk-liuk, mengayunkan sesuatu yang tampak seperti gargoyle batu yang lepas dari atap dan dia meraung tak senang.
"Mari kita berharap semoga dia menginjak beberapa dari mereka," ucap Ron ketika lebih banyak jeritan bergema dari bawah.
"Asal bukan pihak kita," terdengar satu suara: Harry menoleh dan melihat Ginny dan Tonks, keduanya dengan tongkat terarah ke sasaran melalui jendela sebelah, yang sudah kehilangan beberapa kacanya. Bahkan saat Harry memandang, Ginny bisa menembakkan mantra dengan sangat baik kearah kerumunan petarung dibawah.
"Gadis pintar!" koar seseorang yang berlari menembus debu kearah mereka, dan Harry melihat Aberforth lagi, rambut abu-abunya melambai ketika ia lewat sambil memimpin sekelompok siswa. "Tampaknya mereka mungkin menembus menara utara, mereka juga membawa raksasa."
"Anda lihat Remus"" Tonks bertanya kepadanya.
"Dia melawan Dolohov," teriak Aberforth, "belum lihat lagi."
"Tonks," panggil Ginny. "Tonks, aku yakin dia baik-baik saja-"
Tapi Tonks sudah berlari ke dalam debu menyusul Aberforth.
Ginny berputar, tak berdaya, menuju Harry, Ron dan Hermione.
"Mereka akan baik-baik saja," kata Harry, walaupun sadar kedengarannya hampa. "Ginny, kami akan segera kembali, menjauhlah, jaga diri-ayo!" kata Harry sambil mengajak Ron dan Hermione, dan mereka berlari kembali menuju hamparan dinding yang dibaliknya Kamar Kebutuhan menunggu permintaan selanjutnya.
Aku perlu tempat untuk menyembunyikan segalanya. Harry memohon di dalam kepalanya dan pintu terbentuk setelah hilir mudik yang ketiga kali.
Kehebohan pertempuran tak terdengar lagi saat mereka memasuki ambang pintu dan menutupnya: Sunyi. Mereka berada di tempat seluas katedral dengan pemandangan sebuah kota, dindingnya yang tinggi terdiri dari berbagai benda yang disembunyikan oleh ratusan siswa yang sudah lama lulus.
"Dan dia menyangka tak seorangpun bisa masuk"" ucap Ron, suaranya bergema dalam kesunyian.
"Dikiranya hanya dia satu-satunya," kata Harry. "Sayang baginya aku harus menyembunyikan benda di masaku... .kesini," tambahnya. "Kurasa dibawah sini..."
mereka berjalan cepat melalui gang-gang yang berdampingan. Harry bisa mendengar langkah-langkah kaki lain bergema melalui tumpukan tinggi benda-benda tak berguna: botol, topi, peti kayu, kursi, buku, senjata, sapu, kelelawar.....
"Suatu tempat di sekitar sini," Harry bergumam sendiri, "suatu tempat... .suatu tempat..."
Dia masuk semakin jauh ke dalam labirin, mencari benda yang dikenalnya dari perjalanan pertamanya masuk ke ruang itu. Nafasnya terdengar keras di telinga, dan dirinya terasa menggigil. Dan itu dia, tepat di depannya, lemari besar melepu, tempat dia menyimpan buku Ramuan tuanya, dan diatasnya, patung batu penyihir tua jelek yang sudah gompal memakai wig tua berdebu dan sesuatu yang tampak seperti tiara kuno tak berwarna.
Dia baru saja menjulurkan tangan, walaupun tinggal beberapa langkah, ketika suara di belakangnya berkata, "Tahan, Potter."
Dia berhenti dan berputar. Crabbe dan Goyle berdiri di belakangnya, berdampingan, tongkat mengacung pada Harry. Melalui celah diantara kedua wajah mencemooh itu dia melihat Draco Malfoy.
"Itu tongkatku yang kau pegang, Potter," kata Malfoy, mengacungkan tongkatnya sendiri melalui celah diantara Crabbe dan Goyle.
"Bukan lagi," kata Harry terengah-engah, mempererat pegangannya di tongkat Hawthorn. "Pemenang, pemegang, Malfoy." "Siapa yang meminjamimu tongkat""
"Ibuku," jawab Draco.
Harry tertawa, walaupun tak ada
yang lucu. Dia tidak bisa mendengar Ron dan Hermione lagi. Telinga mereka mungkin kehilangan kepekaan, sibuk mencari diadem.
"Jadi kenapa kalian bertiga tidak bersama Voldemort"" tanya Harry.
"Kami akan mendapat penghargaan," ucap Crabbe. Diluar dugaan, suaranya sangat lembut untuk orang sebesar dia: Harry belum pernah mendengar dia bicara sebelumnya. Crabbe bicara seperti seorang anak kecil yang dijanjikan sekantung besar permen.
"Kami kembali, Potter. Kami memutuskan tidak pergi. Memutuskan untuk membawamu kepadanya."
"Rencana yang bagus," kata Harry pura-pura kagum. Rasanya tidak percaya sudah sedekat ini, dan dihalangi oleh Malfoy, Crabbe dan Goyle. Dia mulai menepi, perlahan mundur ke belakang menuju tempat Horcrux berada, yang miring diatas patung dada. Jika dia bisa mengambilnya sebelum keributan pecah....
"Jadi bagaimana kalian bisa masuk kesini"" dia bertaya, mencoba mengalihkan perhatian.
"Aku berada di Ruang Benda Tersembunyi sepanjang tahun lalu," kata Malfoy, suaranya lemah. "Aku tahu bagaimana masuk kesini."
"Kami bersembunyi di koridor luar," gerutu Goyle. "Kami bisa melakukan Mantra Menghilang sekarang! Dan lalu, " wajahnya menyeringai," kau berputar tepat di depan kami dan berkata kau mencari sebuah die-dum! Apa itu die-dum""
"Harry"" suara Ron tiba-tiba bergema dari dinding di sisi kanan Harry. "Apa kau bicara dengan seseorang""
Dalam gerakan cepat, Crabbe mengarahkan tongkatnya pada gunung 50 kaki yang terdiri dari mebel tua, kopor rusak, buku lama dan jubah serta bermacam sampah tak jelas, dan berteriak, "Descendo!"
Dinding mulai bergetar, lalu tiga tingkat teratas mulai ambruk ke gang di
dekat Ron berdiri. "Ron!" Harry berteriak, ketika dari suatu tempat yang tak kelihatan terdengar teriakan Hermione, dan Harry mendengar begitu banyak benda jatuh ke lantai di sisi lain dinding yang rapuh: Dia mengarahkan tongkatnya ke benteng itu, berteriak, "Finite!" dan akhirnya dinding tegak kembali.
"Jangan!" teriak Malfoy, memegangi lengan Crabbe untuk mencegahnya mengulangi mantra, "jika kau menghancurkan ruangan kau mungkin mengubur diadem itu!"
"Lalu kenapa"" kata Crabbe,melepaskan diri. "Potter-lah yang diinginkan Pangeran Kegelapan, siapa peduli tentang die-dum""
"Potter masuk kesini untuk mendapatkannya," kata Malfoy, jengkel dan tidak sabar pada pikiran lambat rekannya, "jadi itu artinya-"
'"Itu artinya'"" Crabbe menghadap Malfoy dengan kemarahan tak tertahan.
"Siapa peduli apa yang kau pikir" Aku tidak menerima perintahmu lagi, Draco. Kau dan ayahmu sudah berakhir."
"Harry"" teriak Ron lagi, dari sisi lain tumpukan sampah. "Ada apa"" "Harry"" Crabbe menirukan. "Ada apa-tidak, Potter! Crucio!"
Harry menyerbu tiara; kutukan Crabbe luput tapi mengenai patung batu, yang terlempar ke udara; diadem membumbung tinggi ke atas dan jatuh hilang dari pandangan di tumpukan benda-benda dimana patung dada itu terjatuh.
"BERHENTI!" Malfoy berteriak pada Crabbe, suaranya bergema di ruang besar itu. "Pangeran Kegelapan menginginkannya hidup-hidup-"
"Jadi" Aku tidak membunuhnya, kan"" teriak Crabbe, melepaskan diri dari lengan Malfoy yang menahannya. "Tapi jika aku bisa, pasti aku bisa, Pangeran Kegelapan akan membunuhnya juga kan, apa beda-""
Kilatan cahaya merah tua melewati Harry beberapa inci: Hermione lari lewat pojok di belakang Harry dan menembakkan Mantra Pemingsan kearah kepala Crabbe. Mantra itu luput hanya karena Malfoy mendorongnya menjauh.
"Itu si Darah-Lumpur! Avada Kedavra!"
Harry melihat Hermione menukik kesamping, dan kemarahannya karena Crabbe berniat membunuh telah membuat pikirannya yang lain tersapu. Dia menembakkan Mantra Pemingsan pada Crabbe, yang segera berpindah,
menyebabkan tongkat Malfoy terlepas; tongkat itu berputar hilang dari pandangan diantara gunung mebel rusak dan tulang belulang.
"Jangan bunuh dia! JANGAN BUNUH DIA!!" Malfoy berteriak pada Crabbe dan Goyle, yang keduanya menyerang Harry: Sedetik keraguan merekalah yang dibutuhkan Harry.
"Expelliarmus!"
Tongkat Goyle terlempar dari tangannya dan menghilang di tumpukan benda disampingnya; Goyle dengan bodoh melompat kesana, mencoba meraih
nya; Malfoy melompat menjauh dari jangkauan Mantra Pemingsan Hermione, dan Ron, muncul tibatiba di ujung dinding, menembakkan Kutukan-Ikat-Tubuh-Sempurna kepada Crabbe, yang nyaris kena.
Crabbe berputar dan menjerit, "Avada Kedavra!" lagi. Ron melompat kesamping untuk menghindari kilatan cahaya hijau. Malfoy yang tanpa-tongkat berlindung dibalik lemari tiga kaki ketika Hermione menyerang mereka, muncul sambil menembak Goyle dengan Mantra Pemingsan.
"Disini di suatu tempat!" Harry berteriak padanya, menunjukk tumpukan sampah dimana tiara tua itu jatuh. "Coba cari sementara aku pergi dan membantu R-"
"HARRY!" dia menjerit.
Suara ribut yang membahana dan bergelombang di belakangnya membuatnya waspada. Dia menoleh dan melihat Ron dan Crabbe berlari secepat mungkin menuju gang di depan mereka.
"Suka panas, kan"" gerung Crabbe sambil berlari.
Tapi tampakya ia kehilangan kendali. Kobaran api dengan ukuran yang tidak normal mengejar mereka, menjilat sisi tumpukan sampah, yang langsung ambruk berjelaga.
"Aguamenti!" jerit Harry, tapi tembakan air yang keluar dari ujung tongkatnya menguap di udara. "LARI!"
Malfoy menyambar Goyle yang pingsan dan menariknya; Crabbe mendahului mereka semua, sekarang terlihat ketakutan; Harry, Ron dan Hermione mengejar di belakangnya, dan api juga mengejar mereka. Itu bukan api yang normal; Crabbe telah menggunakan kutukan yang Harry belum pernah tahu.
Ketika mereka berbelok di pojok, api mengejar mereka seolah-olah hidup,
mempunyai perasaan, berusaha membunuh mereka. Sekarang api bertambah besar, membentuk makhluk buruk rupa raksasa yang panas: ular, chimaera[l], dan naga berkobar, mereda dan berkobar lagi, dan benda-benda simpanan berabad-abad yang menjadi makanan mereka, terlempar ke udara dan masuk ke mulut bertaring, yang menjulang tinggi ditopang kaki bercakar, sebelum menjadi santapan api neraka itu.
Malfoy, Crabbed dan Goyle telah menghilang dari pandangan: Harry, Ron dan Hermione diam terpaku; monster api itu melingkupi mereka, dekat dan semakin dekat, cakar, tanduk dan ekornya mengibas-ngibas dan panasnya terasa padat seperti dinding di sekitar mereka.
"Apa yang bisa kita lakukan"" jerit Hermione mengatasi suara raungan api yang memekakkan telinga. "Kita harus bagaimana""
"Ini!" Harry menyambar sepasang sapu terbang yang tampak berat dari gundukan sampah terdekat dan melemparkan satu lepada Ron, yang menarik Hermione agar naik di belakangnya. Harry mengayunkan kakinya di sapu kedua dan, dengan hentakan kuat ke tanah, mereka membumbung tinggi ke udara, luput sejengkal dari paruh bertanduk monster membara yang hampir menggigit mereka. Asap dan panas semakin bertambah besar: di bawah mereka kobaran api kutukan telah melahap barang-barang yang diselundupkan bergenerasi siswa, hasil dari ratusan eksperimen gagal, tak terhitung banyaknya rahasia orang-orang yang mencari perlindungan di ruang tersebut. Harry tidak bisa melihat tanda-tanda Malfoy, Crabbe dan Goyle dimana-mana. Dia menukik rendah sebatas yang berani ia hadapi dari monster api yang mengancam itu, berusaha menemukan mereka, tapi tak ada apapun selain api: sungguh cara yang mengerikan untuk mati.....dia tak pernah menginginkan ini....
"Harry, ayo keluar, ayo keluar!" teriak Ron, walaupun mustahil untuk melihat dimana letak pintunya karena asap begitu tebal.
Dan lalu Harry mendengar jeritan lemah dan memilukan dari tengah-tengah kekacauan yang mengerikan dan gemuruh api yang menjilat-jilat itu.
"Itu-terlalu-berbahaya!" teriak Ron, tapi Harry tetap berputar di udara.
Kacamatanya membantu memberikan sedikit perlindungan dari asap tebal, dia menyapu badai api di bawah, mencari tanda-tanda kehidupan, lengan atau wajah yang belum gosong seperti kayu bakar.
Dan dia melihat mereka: Malfoy merangkul Goyle yang tidak sadar, mereka berdua bertengger pada menara rapuh yang terdiri dari bangku-bangku hangus,
dan Harry menukik. Malfoy melihat kedatangannya dan mengangkat satu tangan, tapi bahkan ketika Harry menyambar lengannya pun ia langsung tahu bahwa itu tak banyak gunanya. Goyle terlalu berat dan tangan Malfoy, berkeringat, tergelincir lepas da
ri Harry- "JIKA KITA MATI KARENA MEREKA, AKU
AKAN MEMBUNUHMU, HARRY!" raung Ron, dan, ketika bara chimaera bergerak menuju mereka, dia dan Hermione menyeret Goyle keatas sapu mereka dan membumbung tinggi, berputar dan bergerak naik turun di udara sekali lagi ketika Malfoy memanjat dengan susah payah ke belakang Harry.
"Pintunya, cepat ke pintu!" jerit Malfoy di telinga Harry, dan Harry melesat, mengikuti Ron, Hermione dan Goyle melewati asap hitam bergelombang, bernafas dengan susah payah: dan disekitar mereka beberapa benda tersisa yang belum terbakar oleh api yang menjilat-jilat, terlempar ke udara ketika makhluk hasil api kutukan itu mengejar mereka bagaikan sebuah perayaan besar: piala-piala dan perisai, sebuah kalung berkilat-kilat, dan sebuah tiara tua yang luntur warnanya"Apa yang kau lakukan, apa yang kau lakukan, pintunya disana!" jerit Malfoy, tapi Harry membelok tiba-tiba, menikung dan menukik. Diadem itu tampaknya bergerak dengan lambat, berputar dan berkilat ketika jatuh mendekati rongga mulut ular yang menganga, dan ia mendapatkannya, menangkapnya di pergelangan tangan Harry menikung lagi ketika tiba-tiba ular itu mengarah kepadanya dengan cepat; dia membumbung keatas dan melesat menuju tempat dimana -dia berdoa- pintu terbuka; Ron, Hermione dan Goyle tak tampak; Malfoy menjerit-jerit dan memegangi Harry eraterat sampai sakit rasanya. Lalu, menembus asap, Harry melihat bentuk bujursangkar di dinding dan mengarahkan sapu kesana, dan sekejap kemudian udara bersih mengisi kerongkongan dan dinding koridor muncul di hadapannya.
Malfoy turun dari sapu dan menunduk, terengah-engah, batuk-batuk, mengeluarkan suara dari kerongkongan seperti mau muntah. Harry berputar dan menegakkan diri: Pintu Kamar Kebutuhan telah menghilang, Ron dan Hermione duduk di lantai terengah-engah disamping Goyle, yang masih tak sadar juga.
"C-Crabbe," kata Malfoy tersedak ketika sudah bisa bicara lagi. "C-Crabbe..."
"Dia mati," kata Ron tajam.
Semua terdiam, hanya terdengar suara nafas terengah-engah dan batuk-batuk.
Lalu beberapa dentuman besar menggetarkan kastil, dan iring-iringan sosok-sosok transparan berkuda lewat dengan kencang, kepala-kepala mereka menjerit
dengan darah menetes di bawah lengan. Harry berdiri sempoyongan ketika Perburuan-Tanpa-Kepala telah lewat, dan memandang sekeliling: Pertempuran masih berlangsung. Dia bisa mendengar jeritan lebih banyak dibandingkan hantu-hantu tadi. Dia merasa panik.
"Dimana Ginny"" tanyanya. "Tadi dia disini. Seharusnya dia kembali ke Kamar Kebutuhan." "Ya ampun, apa menurutmu kamar itu masih bisa digunakan setelah kebakaran tadi""
tanya Ron, dia juga berdiri, menggosok dadanya dan menoleh kanan-kiri. "Apa kita harus berpencar dan melihat-""
"Tidak," ujar Hermione, ikut berdiri. Malfoy dan Goyle masih merosot lemas di lantai koridor, tak satupun yang memegang tongkat. "Tetap bersama-sama.
Menurutku kita pergi-Harry, apa itu ditanganmu""
"Apa" Oh yeah-"
Dia menarik diadem dari pergelangan tangan dan mengangkatnya. Masih panas, menghitam karena jelaga, tapi ketika dia melihat lebih dekat dia baru mengerti tulisan yang terukir diatasnya; KEPINTARAN TAK TERHINGGA ADALAH HARTA MANUSIA YANG PALING BERHARGA.
Substansi seperti darah, gelap dan lengket, tampak keluar dari diadem. Tibatiba Harry merasa benda itu bergetar dengan kasar, lalu terbelah di tangannya, dan ketika itu terjadi, rasanya ia mendengar teriakan kesakitan yang sangat dingin dan samar-samar, bergema bukan dari dasar kastil, melainkan dari benda yang baru saja pecah di tangannya.
"Itu pasti Fiendfyre!" kata Hermione, menatap pecahan diadem.
"Apa"" "Fiendfyre-api kutukan-salah satu substansi yang dapat menghancurkan Horcrux, tapi aku tak akan pernah berani menggunakannya-sangat berbahayabagaimana Crabbe bisa tahu cara-""
"Pasti belajar dari Carrow bersaudara," gerutu Harry.
"Sayang dia tidak memperhatikan ketika mereka menjelaskan bagaimana menghentikannya," ucap Ron, yang rambutnya, seperti Hermione, hangus, dan wajahnya hitam penuh jelaga.
"Jika dia tidak mencoba membunuh kita semua, aku akan menyesal dia mati."
"Tapi mengerti kah kalian"" bisik Hermione, "ini artinya, jika kita bisa mendekati ularnya-"
Tapi ia berhenti ketika teriakan-teriakan dan suara keras pertarungan memenuhi koridor. Harry memandang sekeliling dan jantungnya hampir melorot: Pelahap Maut telah berhasil masuk Hogwarts. Fred dan Percy muncul, keduanya melawan orang-orang bertopeng dan bertudung.
Harry, Ron dan Hermione berlari kearah mereka untuk membantu: Kilatan cahaya meluncur dimana-mana, dan orang yang bertarung dengan Percy mundur, cepat: kemudian tudungnya terbuka dan mereka melihat dahi lebar dan rambut kaku.
"Halo, Pak Menteri!" teriak Percy, menembakkan mantra sederhana langsung kepada Thicknesse, yang langsung menjatuhkan tongkat dan merobek bagian depan jubahnya, tampak sangat tidak senang.
"Apa sudah kubilang aku mengundurkan diri""
"Kau bercanda, Perce!" teriak Fred ketika Pelahap Maut yang dilawannya pingsan karena kekuatan tiga mantra pemingsan sekaligus. Thicknesse jatuh ke lantai dengan paku-paku kecil muncul di sekujur tubuhnya; dia tampak berubah menjadi sesuatu yang mirip landak laut. Fred memandang Percy dengan perasaan senang.
"Kau benar-benar bercanda, Perce....kurasa sudah lama kami tidak mendengarmu bercanda sejak...."
Langit meledak. Mereka sedang berkumpul bersama-sama, Harry, Ron, Hermione, Fred dan Percy, dua Pelahap Maut di kaki mereka, satu pingsan, satunya ber-transfigurasi; dan dalam sekejap mata -ketika bahaya tampak sedikit terkendali-dunia seperti terpisah, Harry merasa dirinya melayang di udara, dan yang bisa dilakukannya hanyalah memegang erat-erat tongkat kayu kurus senjata satusatunya, dan melindungi kepala dengan lengannya: Dia mendengar jeritan dan teriakan rekan-rekannya tanpa berharap mengetahui apa yang terjadi pada merekaDan kemudian dunia terbagi menjadi rasa sakit dan kegelapan. Harry separuh terkubur dalam reruntuhan koridor yang diserang dengan brutal. Udara dingin menandakan bahwa sisi kastil telah hancur dan rasa panas di pipinya menunjukkan dia banyak mengeluarkan darah. Lalu dia mendengar tangisan yang mengiris hatinya, ekspresi penderitaan yang tidak mungkin disebabkan oleh api maupun
kutukan, dan dia berdiri, sempoyongan, lebih takut daripada yang telah dirasakannya hari itu, lebih takut, mungkin daripada yang pernah dirasakan seumur hidupnya....
Dan Hermione berusaha berdiri di reruntuhan, dan tiga lelaki berambut merah berkumpul di tanah dimana dinding hancur berkeping-keping. Harry meraih tangan Hermione ketika mereka berjalan terhuyung-huyung dan tersandung batu serta kayu.
Dendam Makhluk Alam Roh 1 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Pedang Sinar Emas 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama