Ceritasilat Novel Online

Tanda Athena 3

The Heroes Of Olympus 3 Tanda Athena The Mark Of Athena Bagian 3


aku kenal baik mereka. Aku bertarung dalam Perang Raksasa yang pertama, kau tahu." "Anda bisa bertarung"" tanya Percy. Piper berharap kalau saja Percy kedengarannya tidak seskeptis
itu Dionysus memberengut. Kaleng Diet Pepsi-nya bertransformasi tongkat sepanjang satu setengah meter yang dililit tanaman merambat dan dipuncaki runjung pinus. "Thyrsus!" kata Piper, berharap dapat mengalihkan perhatian ,,ang dewa sebelum dia menggetok kepala Percy. Piper pernah melihat senjata tersebut sebelumnya di tangan peri hutan gila tlan tidak ingin melihat senjata itu lagi, tapi dia berusaha terkesan agum. "Oh, sungguh suatu senjata yang sakti!" "Betul." Bacchus sepakat. "Aku senang ada seseorang yang pandai di kelompok kalian. Runjung pinus ini adalah alat perighancur yang ditakuti! Kalian tahu, aku sendiri masih seorang dernigod dalam Perang Raksasa pertama. Putra Zeus!" Jason berjengit. Barangkali dia tidak girang diingatkan bahwa Pria Anggur ini secara teknis adalah kakaknya. Bacchus mengayun-ayunkan tongkat, kendati perutnya yang gendut hampir membuatnya kehilangan keseimbangan. "Tentu saja kejadiannya lama sebelum aku menciptakan minuman anggur dan jadi kekal. Aku bertarung berdampingan dengan para dewa dan sejumlah demigod lain ... Harry Cleese, kalau tidak salah." "Heracles"" koreksi Piper dengan sopan. "Sesukamulah," kata Bacchus, "pokoknya, aku membunuh F,phialtes si raksasa dan saudaranya Otis. Makhluk tak beradab, Leduanya itu. Runjung pinus di muka untuk mereka berdua!" Piper menahan napas. Beberapa pemikiran serta-merta erbetik sekaligus di benaknya visi di pisau, larik ramalan yang mereka bahas semalam. Rasanya mirip seperti saat scuba diving
dengan ayahnya, dan ayahnya menyeka masker Piper di bawah air. Tiba-tiba saja, semua jadi jelas. "Dewa Bacchus," kata Piper, be.rusaha mengendalikan rasa gugup dalam suaranya, "kedua raksasa itu, Ephialtes dan Otis apakah mereka kembar"" "Hmm"" Perhatian sang dewa tampaknya telah teralihkan gara-gara sibuk mengayun-anyunkan thyrsus, tapi dia mengangguk. "Ya, kembar. Benar." Piper menoleh kepada Jason. Dia tahu bahwa Jason memahami jalan pikirannya: Kembar bendung napas sang malaikat. Di bilah Katoptris, Piper melihat dua raksasa berjubah kuning, sedang mengeluarkan jambangan dari lubang yang dalam. "Itulah sebabnya kami berada di sini." Piper memberi tahu sang dewa. "Anda adalah bagian dari misi kami!" Bacchus mengernyitkan dahi. "Maafkan aku, Nak. Aku bukan demigod lagi. Aku tidak turut serta dalam misi." "Tetapi para raksasa hanya bisa dibunuh oleh pahlawan dan dewa yang bekerja sama." Piper bersikeras. "Anda sekarang dewa, dan kedua raksasa yang harus kami lawan adalah Ephialtes dan Otis. Say
a rasa saya rasa mereka menunggu kita di Roma. Mereka entah bagaimana akan menghancurkan kota. Cawan perak yang saya lihat dalam visi mungkin maksudnya adalah simbol uluran bantuan Anda. Anda harus membantu kami membunuh kedua raksasa itu!'' Bacchus memelototinya, dan Piper menyadari bahwa piiihan katanya salah. "Nak," kata Bacchus dingin, "aku tidak diharuskan melakukan apa-apa. Lagi pula, aku hanya membantu orang-orang yang memberiku persembahan setimpal. Padahal, sudah berabad-abad aku tidak diberi persembahan setimpal." Blackjack meringkik gelisah. Piper tidak bisa menyalahkan si pegasus. Dia tidak suka mendengar kata persembahan. Dia teringat para maenad, para pengikut Bacchus yang gila dan ganas. Mereka tidak sungkan mencabik-cabik orang-orang tak beriman dengan tangan kosong. Dan itu mereka lakukan selagi suasana hati mereka sedang bagus. Percy menyuarakan pertanyaan yang tidak berani Piper ajukan. "Persembahan macam apa"" Bacchus melambaikan tangan dengan cuek. "Bukan sesuatu yang bisa kau sediakan, Bocah Yunani Kurang Ajar. Tetapi akan kuberi kalian nasihat gratis, sebab gadis ini lumayan sopan. Carilah putra Gaea, Phorcys. Dia membenci ibunya sejak dulu; aku tidak bisa menyalahkannya. Dia juga tidak menyukai kedua saudaranya yang kembar itu. Kalian akan menemukannya di kota yang dinamai berdasarkan si pahlawan wanita Atalanta." Piper ragu-ragu. "Maksud Anda Atlanta"" "Itu dia." "Tetapi si Phorcys ini, kata Jason, "apakah dia raksasa" Titan"" Bacchus tertawa. "Bukan dua-duanya. Carilah air asin." "Air asin ...," kata Percy, "di Atlanta"" "Ya," ujar Bacchus, "apa kau tuli" Jika ada yang bisa memberimu petunjuk mengenai Gaea dan si kembar, Phorcys-lah orangnya. Walau begitu, waspadalah terhadapnya." "Apa maksud Anda"" tanya Jason. Sang dewa melirik matahari, yang telah naik hampir ke atas ubun-ubun. "Tidak biasanya Ceres terlambat, kecuali dia merasakan sesuatu yang berbahaya di area ini. Atau ...." Wajah sang dewa mendadak jadi kuyu. "Atau jebakan. ,Nah, aku harus pergi! Dan jika aku jadi kalian, aku akan melakukan hal yang sama!" "Dewa Bacchus, tunggu!" protes Jason.
Sang dewa berdenyar dan menghilang disertai bunyi seperti tutup kaleng soda yang terbuka. Angin berdesir di antara bunga-bunga matahari. Kedua kuda hilir mudik dengan resah. Walaupun hari itu kering dan panas, Piper menggigil. Perasaan merinding Annabeth dan Leo sama-sama menjabarkan bahwa mereka merasa merinding "Bacchus benar," kata Piper, "kita harus pergi " Terlambat, kata sebuah suara yang mengantuk, mendengung dari ladang di sekeliling mereka dan beresonansi di tanah yang dipijak Piper. Percy dan Jason menghunus pedang. Piper menjejak jalan raya di tengah keduanya, lumpuh karena ketakutan. Kekuatan Gaea mendadak ada di mana-mana. Bunga matahari berputar menghadap mereka. Gandum membungkuk ke arah mereka bagai jutaan sabit. Selamat datang di pestaku, gumam Gaea. Suaranya meng-ingatkan Piper pada jagung yang sedang tumbuh bunyi meretih, mendesis tiada habis-habisnya yang acap kali dia dengar pada malam-malam sepi selagi menginap di rumah Kakek Tom. Apa kata Bacchus tadi" cemooh sang dewi. Acara sederhana yang tidak mencolok, dengan kudapan organik" Ya. Untuk kudapan, aku hanya perlu dua: darah demi god perempuan dan darah demigod laki-laki. Piper sayang, pilih pahlawan mana yang kau ingin agar mati bersamamu. "Gaear teriak Jason, "jangan sembunyi di gandum. Tunjukkan dirimu! Berani sekali, desis Gaea. Tetapi pemuda yang satu lagi, Percy Jackson, juga punya daya tarik. Pilih, Piper McLean, atau aku yang akan memilih. Jantung Piper berdetak kencang. Gaea bermaksud membunuhnya. Itu bukan kejutan. Namun, apa maksudnya Piper
harus memilih salah satu" Masa Gaea bakal membiarkan salah seorang dari mereka pergi" Ini pasti jebakan. "Kau sinting! teriak Piper, "aku tidak mau memilihkan apa-apa untukmu!" Tiba-tiba Jason terkesiap. Dia terduduk tegak di pelana. "Jason! pekik Piper, "ada apa--" Jason memandang Piper, ekspresinya jadi kaku. Matanya tak lagi berwarna biru. Matanya berkilat-kilat sewarna emas murni. "Percy, tolongr Piper buru-buru mundur
menjauhi Topan. Namun, Percy melajukan pegasusnya menjauhi mereka. Dia berhenti sembilan meter dari sana dan memutar pegasusnya. Percy mengangkat pedang dan mengacungkan ujungnya ke arah Jason. "Salah satu akan mati," kata Percy, tapi bukan dengan suara-nya. Suara tersebut dalam dan bergaung, seolah dibisikkan dari rongga meriam. "Aku yang akan memilih," jawab Jason dengan suara bergaung yang sama. "Jangan! jerit Piper. Di sekelilingnya, ladang meretih dan mendesis, menguman-dangkan tawa Gaea sementara Percy dan Jason saling serbu, senjata mereka terhunus.[]
BAB SEBELAS PIPER KALAU BUKAN KARENA KEDUA KUDA, Piper pasti sudah mati. Jason dan Percy saling serbu, tapi Topan dan Blackjack melawan cukup lama sehingga Piper sempat melompat untuk menghindar. Piper berguling ke tepi jalan dan menoleh ke belakang, ter-cengang dan ngeri, saat kedua pemuda beradu pedang, emas lawan perunggu. Terjadi pergesekan. Bilah pedang mereka jadi kabur-serang dan tangkis sedangkan trotoar bergetar. Bentrokan pertama hanya berlangsung sedetik, tapi Piper sulit memercayai betapa cepat tarung pedang keduanya. Kuda-kuda menjauhkan diri satu sama lain Topan menggelegarkan protes, Blackjack mengepak-ngepakkan sayapnya. "Hentikan!" teriak Piper. Sesaat saja, Jason mengindahkan suara Piper. Matanya yang keemasan dipalingkan ke arah Piper. Percy kontan menyerang, menghunjamkan bilah pedangnya ke tubuh Jason. Puji syukur kepada dewa-dewi, Percy membalikkan pedangnya mungkin sengaja, mungkin kebetulan sehingga mengenai dada Jason
secara mendatar; tapi benturan tersebut sudah cukup untuk menjungkalkan Jason dari kuda tunggangannya. Blackjack berderap menjauh sementara Topan mendompak kebingungan. Roh badai tersebut menerjang bunga-bunga tahari dan mengabur jadi uap air. Percy berjuang memutar pegasusnya. "Percy!" teriak Piper, "Jason temanmu. Jatuhkan senjatamu!" Lengan Percy diturunkan. Piper mungkin bisa menguasai dalam kendalinya, tapi sayang, Jason keburu bangkit. Jason meraung. Kilat membelah langit biru. Sambaran petir wmantul dari gladius Jason dan menjatuhkan Percy dari kudanya. Blackjack meringkik dan kabur ke ladang gandum. Jason menyerang Percy, yang sekarang telentang, pakaiannya berasap a-gara tersambar petir. Selama satu saat yang menakutkan, Piper tidak sanggup bersuara. Gaea seolah berbisik kepadanya: Kau harus memilih salah satu. Kenapa tak kau biarkan saja jason membunuhnya" "Jangan!" jerit Piper, "Jason, stop!" ja son membeku, pedangnya tinggal lima belas senti dari wajah Jason berpaling, cahaya keemasan di matanya berbinar-binar "Aku tidak bisa berhenti. Harus ada yang mati." Ada yang ganjil dalam suara tersebut itu bukan suara Gaea. suara Jason juga. Siapa pun itu, suaranya terpatah-patah, seolah bahasa Inggris bukan bahasa ibunya. "Siapa kau"'' tuntut Piper. Mulut Jason menyunggingkan senyum angker. "Kami eidolon. Kami akan hidup kembali."
"Eidolon "" Benak Piper berpacu. Dia sudah mempelajari jenis monster di Perkemahan Blasteran, tapi istilah itu tidak "Kau kau sejenis hantu, ya""
"Dia harus mati." Jason kembali mengalihkan perhatian kepada Percy, tapi Percy sudah pulih lebih daripada yang mereka sadari. Dia mengayunkan kaki dan menjegal Jason. Kepala Jason membentur aspal disertai bunyi buk memuakkan. Percy berdiri.. "Stop!" Piper menjerit lagi, tapi tidak ada charmspeak dalam suaranya. Dia semata-mata berteriak putus asa. Percy mengangkat Riptide ke atas dada Jason. Rasa panik menyumbat tenggorokan Piper. Dia ingin menyerang Percy dengan belatinya, tapi dia tahu berbuat begitu tidak membantu. Apa pun yang mengendalikan pemuda itu, dia menguasai seluruh kemampuan Percy. Tidak mungkin Piper bisa mengalahkannya dalam pertarungan. Piper memaksa diri agar fokus. Dia mencurahkan seluruh amarahnya ke dalam suaranya. "Eidolon, stop." Percy membeku. "Hadap perintah Piper. Putra Dewa Laut membalikkan badan. Matanya keemasan alih-alih hijau, wajahnya pucat dan kejam, sama sekali tidak seperti Percy. " Kau telah memilih," katanya, "yang satu ini akan mati." "Kau arwah dari Dunia Bawah," tebak Piper, "kau merasuki Percy Jackson. Benar
begitu"" Percy mencemooh. "Aku akan hidup kembali dalam raga ini. Ibu Pertiwi telah berjanji. Aku akan pergi ke mana saja sesukaku, mengendalikan siapa saja semauku." Gelombang rasa dingin menjalari Piper. "Leo itulah yang menimpa Leo. Dia dikendalikan oleh eidolon." Makhluk berwujud Percy tertawa tanpa humor. "Kau terlambat menyadarinya. Kau tidak bisa memercayai siapa pun."
Jason masih tidak bergerak. Piper tidak punya teman yang bisa membantu, tidak punya cara untuk melindungi Jason. Di belakang Percy, sesuatu bergemeresik di antara tanaman gandum. Piper melihat ujung sayap hitam, dan Percy pun mulai berputar ke arah suara itu. "Abaikan sajar pekik Piper, "pandang aku." Percy menurut. "Kau tak bisa menghentikanku. Akan kubunuh lason Grace." Di belakang Percy, Blackjack keluar pelan-pelan dari ladang gandum. Hebat bahwa hewan sebesar itu bisa bergerak begitu diam-diam. "Kau takkan membunuhnya," perintah Piper. Namun, dia tak menatap Percy. Dia beradu pandang dengan sang pegasus, menumpahkan seluruh kekuatan ke dalam kata-katanya dan berharap semoga Blackjack mengerti. "Kau akan membuatnya pingsan." Charmspeak menghanyutkan Percy. Dia memindahkan timpuan, tampak bimbang. "Aku akan membuatnya pingsan"" "Oh, maaf" Piper tersenyum. "Aku bukan bicara padamu." Blackjack mendompak dan menjejakkan kakinya ke kepala Percy. Percy ambruk ke trotoar di samping Jason. "Oh, demi dewa-dewi!" Piper lari menghampiri kedua pemuda itu. "Blackjack, kau tidak membunuhnya, kan"" Pegasus itu mendengus. Piper tidak bisa berbahasa kuda, tapi dia merasa bisa memahami ucapan Blackjack: Yang benar saja. Aku lahu kekuatanku sendiri. Topan tidak kelihatan. Kuda petir itu rupanya telah kembali entah tempat mana yang ditinggali roh badai pada hari yang cerah.
Piper mengecek kondisi Jason. Napasnya teratur, tapi dua kena benturan di kepala dalam waktu dua hari pasti tidak untuknya. Kemudian, Piper memeriksa kepala Percy. Tidak darah, tapi terdapat benjol besar di tempat yang ditendang kuda "Kita harus membawa mereka berdua kembali ke kapal," kata Piper kepada Blackjack. Sang pegasus mengangguk setuju. Dia berlutut ke ta: supaya Piper bisa menaikkan Percy dan Jason ke punggungr Setelah banting tulang beberapa lama (dua pemuda yang sedang pingsan minta ampun beratnya), Piper berhasil menempat] mereka pada posisi yang relatif aman. Kemudian, dia sendirir naik ke punggung Blackjack, dan mereka pun meluncur menuju kapal
Yang lain agak kaget ketika Piper kembali sambil menungga pegasus yang mengangkut dua demigod yang tak sadarkan diri Sementara Frank dan Hazel mengurus Blackjack, Annabeth Leo membantu membawa Piper dan kedua pemuda itu ke kesehatan. "Kalau begini terus, bisa-bisa kita kehabisan ambrosia," geri Pak Pelatih Hedge sambil mengobati luka-luka mereka, "kok tidak pernah diundang ke acara jalan-jalan yang penuh kekerasa: Piper duduk di samping Jason. Dia sendiri merasa baik-baik saja sesudah minum nektar dan air, tapi dia masih mengkhawatirl Jason dan Percy. "Leo," kata Piper, "apa kita sudah siap berlayar"" "Sudah, sih, tapi " "Ayo, berangkat ke Atlanta. Nanti kujelaskan." "Tetapi oke." Leo bergegas pergi. Annabeth juga tidak mendebat Piper. Dia terlalu sib memeriksa benjol berbentuk tapal kuda di belakang kepala Percy
siapa yang melakukannya"" tuntut Annabeth. blackjack," ujar Piper. "Apa""percy mencoba menjelaskan sementara Pak Pelatih Hedge membutuhkan salep obat ke kepala kedua pemuda. Belum pernah piper terkesan dengan kemampuan Hedge merawat, tapi sang melakukan hal yang tepat. Entah itu, atau roh-roh yang Jason dan Percy juga menjadikan mereka ekstra tangguh. mereka berdua mengerang dan membuka mata. dalam hitungan menit, Jason dan Percy sudah duduk tegak di dan bisa berbicara menggunakan kalimat lengkap. Keduanya samaar-samar ingat tentang kejadian tadi. Ketika Piper menjabarkan , duel mereka di jalan tol, Jason berjengit. "Pingsan dua kali dalam dua hari," gerutunya, "demigod apaan Dia melirik Percy, tampak tidak enak hati. "Sori, Bung. Aku tidak bermaksud menyarnbarmu dengan petir." Baju Percy penuh lubang-lubang bekas terbakar. Ra
mbutnya malah lebih kusut daripada biasanya. Walaupun begitu, dia masih dia mampu tertawa lemah. "Bukan untuk pertama kalinya. Kakak wrempuanmu pernah menghajarku satu kali di perkemahan." "Iya, tapi aku bisa saja membunuhmu." "Atau aku bisa saja membunuhmu," timpal Percy. Jason mengangkat bahu. "Andaikan ada laut di Kansas, barangkali," "Aku tidak butuh laut " "Teman-teman," potong Annabeth, "aku yakin kalian berdua sangat hebat dalam hal saling bunuh. Tetapi saat ini, kalian butuh istirahat." "Makanan dulu," kata Percy, "kumohon" Dan kita benar-benar perlu bicara. Bacchus mengatakan sesuatu yang tidak "
"Bacchus"" Annabeth angkat tangan. "Oke, baiklah. Kita harus bicara. Mes. Sepuluh menit lagi. Akan kuberi tahu ya lain. Satu lagi, Percy tolong ganti pakaianmu. Baumu sepe habis ditabrak kuda listrik."
Leo menyerahkan kemudi kepada Pak Pelatih Hedge lagi, sesud memaksa sang satir berjanji takkan membawa mereka ke pangkal; militer terdekat. Mereka berkumpul mengelilingi meja makan, Iantas Piper memaparkan kejadian di TOPEKA 32 percakapan mereka deng Bacchus, jebakan Gaea, eidolon yang merasuki Jason dan Percy "Tentu saja!" Hazel menggebrak meja, mengagetkan Frar sampai-sampai dia menjatuhkan burrito-nya. "Itu jugalah yar terjadi pada Leo." "Jadi, memang bukan salahku." Leo mengembuskan napa "Bukan aku yang mernicu Perang Dunia Ketiga. Aku cuma dirasu] roh jahat. Melegakan sekali!" "Tetapi bangsa Romawi tidak mengetahuinya," kata Annabetl "lagi pula, memangnya mereka bakal memercayai perkataan kita: "Kita bisa mengontak Reyna," usul Jason, "dia pasti percay pada kita." Mendengar cara Jason mengucapkan nama Reyna, yang seolal-olah menambatkan Jason ke masa lalunya, hati Piper mencelus. Jason menoleh kepada Piper dengan mata berbinar-bina penuh harap. "Kau bisa meyakinkannya, Piper. Aku yakin bisa." Piper merasa seakan-akan seluruh darahnya terkuras habi5, Annabeth memandang Piper dengan penuh simpati, seolah hendal mengatakan: Cowok mernang bebal. Bahkan Hazel juga berjengit
"Bisa kucoba," kata Piper setengah hati, "tetapi Octavian-lah yang perlu kita khawatirkan. Di bilah belatiku, aku melihatnya rengendalikan khalayak Romawi. Aku tidak yakin Reyna bisa menghentikannya. Ekspresi Jason jadi suram. Piper tidak senang harus merusak musiasmenya, tapi anak-anak Romawi yang lain Hazel dan frank mengangguk setuju. "Piper benar," kata Frank, "siang ini saat kami mengintai, kami melihat elang lagi. Burung-burung itu masih jauh, tapi mereka menyusul dengan cepat. Octavian berniat mengobarkan peperangan." Hazel meringis. "Kesempatan seperti inilah yang sudah didamba-dambakan Octavian dari dulu. Dia akan berusaha merebut Lekuasaan. Jika Reyna berkeberatan, Octavian akan mengatakan bahwa Reyna bersikap lembek terhadap bangsa Yunani. Terkait elang-elang itu Mereka seolah-olah bisa membaui kita." "Memang bisa," kata Jason, "Elang Romawi lebih lihai daripada monster dalam memburu para demigod lewat bau magis mereka. Kapal ini mungkin bisa menyamarkan keberadaan kita, tapi tidak sepenuhnya tidak dari mereka." Leo mengetuk-ngetuk jemarinya. "Hebat. Aku seharusnya memasang tabir asap yang membuat kapal ini beraroma seperti nugget ayam raksasa. Ingatkan aku untuk menciptakan alat ,,emacarn itu, kali lain." Hazel mengerutkan kening. "Apa itu nugget ayam"" "Ya, ampun ...." Leo geleng-geleng keheranan. "Oh, benar juga. Kau, kan, sudah ketinggalan zaman, sekitar, tujuh puluh tahun. Begini, Muridku, nugget ayam itu " "Tidak jadi soal," potong Annabeth, "intinya, kita bakal kesulitan menjelaskan yang sebenarnya pada bangsa Romawi. Sekali pun mereka memercayai kita "
"Kau benar." Jason mencondongkan badan ke depan. "kita sebaiknya terus saja. Sesampainya di Samudra Atlantik, kita bakal aman setidaknya dari legiun." Jason kedengarannya tertekan sekali sampai-sampai Pipe tidak tahu harus merasa kasihan atau sebal. "Kok kau bisa begitu yakin"" tanyanya, "kenapa mereka takkan mengikuti kita"" Jason menggelengkan kepala. "Kau sudah dengar perkataa Reyna mengenai negeri kuno. Tempat tersebut terlalu berbahaya. Sudah bergenerasi-generasi demigod Roma
wi dilarang pergi ke sana. Octavian pun tidak bisa mengakali aturan itu." Frank menelan burrito yang serasa jadi kardus di mulutnya. "Jadi, kalau kita pergi ke sana "Kita akan jadi pelanggar hukum sekaligus pengkhianat," tegas Jason, "bilamana melihat kita, demigod Romawi mana saja berhak membunuh kita tanpa perlu mendengar penjelasan dari kita. Tetapi aku takkan khawatir soal itu. Kalau kita berhasil menyeberangi Samudra Atlantik, mereka pasti berhenti mengejar kita. Mereka akan berasumsi kita toh bakal mati di Laut Mediterania Mare Nostrum." Percy mengacungkan irisan piza ke arah Jason. "Kau ini. Optimis sekali." Jason tidak membantah. Para demigod lain menatap piring masing-masing, kecuali Percy, yang terus menikmati pizanya. Di mana dia menyimpan makanan sebanyak itu, Piper tidak tahu. Cowok itu serakus satir. "Jadi, mari kita susun rencana." Percy menyarankan. "Dan pastikan kita tidak mati. Pak D Bacchus Aduh, apa sekarang aku harus memanggilnya Pak B" Pokoknya, dia menyebut-nyebut si kembar yang ada dalam ramalan Ella. Dua raksasa. Otis dan, mmm, sesuatu yang diawali huruf F"" "Ephialtes," kata Jason.
Raksasa kembar, seperti yang Piper lihat di belatinya ...." annabeth menelusurkan jari ke pinggiran cangkirnya. "Aku ingat cerita tentang raksasa kembar. Mereka berusaha mencapai Gunung olympus dengan cara menumpuk-numpuk gunung." frank nyaris tersedak. "Wah, hebat tuh. Raksasa yang bisa numpuk-numpuk gunung seperti mainan anak-anak. Dan kalian bilang Bacchus membunuh mereka menggunakan tongkat berhiaskan runjung pinus"" "Kurang-lebih begitu," kata Percy. "Menurutku kita sebaiknya tak mengandalkan bantuan dewa itu kali ini. Dia menginginkan perrsembahan, dan dia menegaskan dengan cukup jelas bahwa kita takkan sanggup menyediakan persembahan tersebut." Sekeliling meja jadi sunyi senyap. Piper bisa mendengar Pak Priatih Hedge di geladak atas yang sedang menyanyikan "Aku `,corang Kapiten" berulang-ulang. Piper tidak bisa mengenyahkan firasat bahwa Bacchus fitakdirkan menolong mereka. Raksasa kembar ada di Roma. Mereka menyimpan sesuatu yang dibutuhkan para demigod wsuatu di dalam jambangan perunggu. Apa pun itu, Piper punya firasat bahwa jambangan tersebut menyimpan jawaban mengenai cara menutup Pintu Ajal kunci maut yang abadi. Dia juga yakin tnereka takkan mampu mengalahkan raksasa tanpa bantuan Bacchus. Dan jika mereka tidak bisa melakukan itu dalam waktu lima hari, Roma akan binasa, sedangkan adik Hazel, Nico, akan mati. Di sisi lain, jika visi yang menggambarkan Bacchus sedang mengulurkan cawan perak kepada Piper memang keliru, mungkin visi yang lain juga takkan terwujud terutama yang menunjukkan dirinya, Percy dan Jason tengah tenggelam. Mungkin visi tersebut semata-mata bermakna simbolik.
Darah demigod perempuan, kata Gaea, dan darah demigod laki-laki. Piper sayang, pilih pahlawan mana yang kau ingin agar mati bersamamu. "Dia menginginkan dua orang di antara kita," gumam Piper. Semua orang berpaling memandanginya. Piper benci jadi pusat perhatian. Mungkin hal itu aneh untuk anak Aphrodite, tapi dia telah menyaksikan ayahnya, sang bintang film, menghadapi kemasyhuran selama bertahun-tahun. Piper ingat ketika Aphrodite mengklaimnya pada acara api unggun di depan seisi perkemahan, merombak total penampilannya secara magis sehingga menyerupai ratu kecantikan. Itulah kejadian paling memalukan seumur hidup Piper. Bahkan di sini, di hadapan enam demigod lain saja, Piper merasa jengah. Mereka temanku, kata Piper kepada dirinya sendiri. Tidak apa-apa. Namun, dia merasakan firasat aneh seolah-olah sedang dipandangi lebih dari enam pasang mata. "Hari ini di jalan tol," kata Piper, "Gaea memberitahuku bahwa dia memerlukan darah dua demigod saja satu perempuan, satu laki-laki. Dia dia menyuruhku memilih anak laki-laki mana yang harus mati." Jason meremas tangan Piper. "Tetapi tak satu dari kami mati. Kau menyelamatkan kami." "Aku tahu. Hanya saja Kenapa dia menginginkan itu"" Leo bersiul pelan. "Teman-teman, ingat waktu di Rumah Serigala" Putri es favorit kita, Khione" Dia bilang ingin menumpahkan darah Jason, bahwa hal itu
akan mencemari tempat tersebut selama bergenerasi-generasi. Mungkin darah demigod menyimpan kekuatan semacam itu."
" Oh, ...." Percy meletakkan irisan pizanya yang ketiga. Dia bersandar dan menatap kosong, seakan baru sadar sekarang bahwa kepalanya ditendang kuda. "Percy"" Annabeth mencengkeram lengannya. "Waduh, gawat," gumam Percy, "gawat. Gawat." Dia memandang Frank dan Hazel di seberang meja. "Kalian ingat Polybotes"" "Raksasa yang menyerbu Perkemahan Jupiter," kata Hazel,anti-Poseidon yang kepalanya kau hantam dengan patung terminus. Ya, kurasa aku ingat." "Aku bermimpi," ujar Percy, "sewaktu kita terbang ke Alaska. Polybotes berbicara pada para gorgon, dan dia bilang dia hilang dia ingin aku ditawan, bukan dibunuh. Dia bilang, Aku menginginkan yang satu itu dibelenggu ke kakiku, supaya aku bisa membunuh bocah itu saat waktunya tiba. Darahnya akan memembasahi bebatuan Gunung Olympus dan membangunkan Ibu pertiwir" Piper bertanya-tanya apakah termostat di ruangan itu rusak, sebab mendadak dia tidak bisa berhenti menggigil. Rasanya sama seperti saat di jalan tol di luar Topeka. "Menurutmu para raksasa hendak menggunakan darah kita ... darah dua orang di antara
kita "Entahlah," kata Percy, "tetapi sampai kita memecahkan misteri itu, kusarankan agar kita semua berusaha supaya jangan sampai ditangkap." Jason menggeram. "ku aku sepakat." "Tetapi bagaimana cara memecahkannya"" tanya Hazel, "tanda Athena, si kembar, ramalan Ella apa hubungannya"" Annabeth merapatkan tangan ke tepi meja. "Piper, kau menyuruh Leo mengarahkan kapal ke Atlanta."
"Benar," ujar Piper, "Bacchus bilang kita sebaiknya men siapa namanya"" "Phorcys," kata Percy. Annabeth kelihatan terkejut, seolah tak biasanya pacar melontarkan jawaban. "Kau kenal dia"" Percy mengangkat bahu. "Aku tidak mengenali nama itu pat pada mulanya. Kemudian, Bacchus menyebut-nyebut air asin, dan aku langsung ingat. Phorcys adalah Dewa Laut lama, sebelum masa ayahku. Aku tidak pernah bertemu dia, tapi konon dia putra Gaea Aku masih tidak mengerti apa yang dikerjakan Dewa Laut di Atlanta." Leo mendengus. "Apa yang dikerjakan Dewa Anggur di Kansas" Dewa-dewi memang aneh. Omong-omong, kita seharusnya sudall sampai di Atlanta tengah hari besok, kecuali ada kejadian yang tidak beres lagi." "Mengucapkannya pun jangan," gerutu Annabeth, "sudah larut. Kita semua sebaiknya tidur." "Tunggu," kata Piper. Sekali lagi, semua orang memandanginya. Makin lama Piper makin kehilangan keberanian. Dia bertanya-tanya apakah instingnya keliru, tapi Piper memaksa diri untuk bicara. "Satu lagi," kata Piper, "para eidolon roh gentayangan. Mereka masih di sini, di ruangan ini." []
BAB DUA BELAS PIPER PIPER TIDAK BISA MENJELASKAN BAGAIMANA sampai dia tahu. Kisah-kisah mengenai siluman dan jiwa-jiwa yang tersiksa membuatnya takut sejak dulu. Ayahnya acap kali bercanda engenai legenda Cherokee yang diceritakan Kakek Tom di penampungan. Bahkan di rumah mewah mereka di Malibu sekali pun, kapan pun ayahnya mendongengkan cerita hantu kepada piper, dia tidak pernah bisa mengenyahkan cerita-cerita itu dari kepalanya. Roh-roh Cherokee selalu gelisah. Mereka sering tersesat dalam perjalanan menuju Negeri Orang Mati, atau malah bersikukuh untuk tetap tinggal bersama orang-orang yang masih hidup. Terkadang mereka bahkan tidak sadar kalau mereka sudah mati. Semakin banyak yang Piper pelajari sebagai demigod, semakin yakinlah dia bahwa legenda Cherokee dan mitos Yunani tidaklah jauh berbeda. Eidolon bertingkah mirip seperti arwah-arwah dalam cerita ayahnya. Piper punya firasat bahwa mereka masih ada di sana, sebab mereka belum diusir.
Seusai Piper menjelaskan, yang lain memandangnya dengan gelisah. Di geladak atas, Hedge menyanyikan lagu yang nadanya seperti "Nenek Moyangku Seorang Pelaut," sedangkan Blackjack mengentak-entakkan kaki sembari meringkik protes. Akhirnya Hazel mengembuskan napas. "Piper benar." "Kok kau bisa yakin"" tanya Annabeth. "Aku pernah bertemu eidolon," kata Hazel, "di Dunia Bawah, sewaktu aku kalian tahu." Mati. Piper lupa Hazel pernah meninggal. Bisa dibilang, Hazel juga merupakan hantu
yang hidup kembali. "Jadi, ...." Frank menggosokkan tangan ke rambut cepaknya seolah khawatir kalau-kalau ada hantu yang menginvasi kulit kepalanya. "Menurutmu makhluk-makhluk ini bersembunyi di kapal, atau " "Barangkali bersembunyi dalam tubuh kita," kata Piper, "kita tidak tahu." Jason mengepalkan tinju. "Andaikan itu benar " "Kita harus mengambil tindakan," kata Piper, "kurasa aku bisa melakukan sesuatu." "Melakukan apa"" tanya Percy. "Dengarkan saja, oke"!" Piper menarik napas dalam-dalam. "Semuanya, dengarkan." Piper memandang mereka, satu-satu. "Eidolon," kata Piper, menggunakan charmspeak-nya, "angkat tangan kalian." Suasana hening dan tegang. Leo tertawa gugup. "Apa kau benar-benar berpendapat bahwa "" Leo terdiam. Wajahnya kosong tanpa ekspresi. Dia mengangkat tangan.
Jason dan Percy berbuat serupa. Mata mereka jadi buram dan keemasan. Hazel terkesiap. Di samping Leo, Frank buru-buru bangkit dari kursinya dan merapat ke dinding. "Demi dewa-dewi." Annabeth memandang Piper dengan in uka memelas. "Bisakah kau sembuhkan mereka"" Piper ingin merengek dan bersembunyi di bawah meja, tapi dia barus menolong Jason. Piper tak percaya dia telah menggandeng agan Tidak, Piper menolak memikirkan itu. Dia memfokuskan perhatian pada Leo karena pernuda itulah ng paling tidak menakutkan. "Selain kalian bertiga, masih ada lagikah yang menumpang di kapal ini"" tanya Piper. "Tidak," kata Leo dengan suara bergaung. "Ibu Pertiwi mengirimkan tiga. Yang terkuat, yang terbaik. Kami akan hidup Nmbali." "Bukan di sini," geram Piper, "kalian bertiga, dengarkan baik-baik. Jason dan Percy berpaling menghadapnya. Mata keemasan i to sungguh seram, tapi melihat ketiganya begitu, amarah Piper jadi berkobar-kobar. "Kahan harus meninggalkan raga-raga ini," perintahnya. "Tidak," kata Percy. Leo mendesis pelan. "Kami harus hidup." Frank buru-buru menggapai busurnya. "Mars Mahaagung, seram sekali! Keluar dari sini, Arwah! Tinggalkan teman-teman kami!" Leo berbalik menghadap Frank. "Kau tidak bisa memerintah kami, Anak Dewa Perang. Nyawamu sendiri rapuh. Jiwamu dapat terbakar kapan saja." Piper tidak paham apa maksudnya, tapi Frank sempoyongan seolah perutnya baru kena pukul. Dia mengambil anak panah,
tangannya gemetaran. "Aku aku sudah pernah menghadapi lawan yang lebih buruk daripada kau. Kalau kau ingin bertarung " "Frank, jangan." Hazel bangun. Di sebelah Hazel, Jason menghunus pedangnya. "Stop!" perintah Piper, tapi suaranya bergetar. Semakin lama dia semakin ragu rencananya bakal berhasil. Dia sudah membuka kedok para eidolon, tapi sekarang apa" Jika dia tidak bisa membujuk mereka supaya pergi, Piper-lah yang salah kalau sampai ada pertumpahan darah. Dalam benaknya, Piper hampir-hampir bisa mendengar Gaea tertawa. "Dengarkan Piper." Hazel menunjuk pedang Jason. Bilah emas itu seakan bertambah berat di tangannya. Pedang tersebut jatuh berkelotakan ke meja dan Jason merosot ke kursinya. Percy menggeram dengan gaya yang sama sekali tidak mirip Percy. "Putri Pluto, kau mungkin bisa mengendalikan batuan berharga dan logam. Tetapi kau tidak bisa mengontrol orang mati." Annabeth mengulurkan tangan ke arah Percy seakan hendak menahannya, tapi Hazel melambai, menyuruh Annabeth tidak ikut campur. "Dengarkan, Eidolon," kata Hazel tegas, "tempat kalian bukan di sini. Aku mungkin tidak bisa memerintah kalian, tapi Piper bisa. Patuhi dia." Hazel menoleh ke arah Piper, ekspresinya gamblang: Coba lagi. Kau pasti bisa. Piper mengerahkan seluruh keberaniannya. Dia menatap Jason lekat-lekat tepat ke mata makhluk yang tengah mengendalikan pemuda itu. "Kahan harus meninggalkan raga-raga ini," ulang Piper, kali ini lebih tandas. Wajah Jason menegang. Muncul butir-butir keringat di dahinya. "Karni karni harus meninggalkan raga-raga ini."
"Kalian harus bersumpah demi Sungai Styx takkan kembali lagi ke kapal ini," lanjut Piper, "dan takkan pernah lagi merasuki awak yang ada di sini." Leo dan Percy sama-sama mendesis untuk proses. "Kalian harus bersumpah demi Sungai Styx." Piper bersikeras. Sesaat suasana jadi tegang Piper bisa merasakan tekad mereka berjuang melawan
tekadnya. Kemudian, ketiga eidolon berbicara serempak: "Kami bersumpah demi Sungai Styx." "Kalian sudah mati," kata Piper. "Kami sudah mati." Mereka mengiyakan. "Sekarang pergilah." Ketiga pemuda tersungkur. Wajah Percy mendarat di pizanya. "Percy!" Annabeth memeganginya. Piper dan Hazel menangkap lengan Jason saat dia melorot I a ri kursinya. Leo tidak semujur itu. Dia jatuh ke arah Frank, yang tidak berupaya menolongnya. Leo menghantam lantai. "Ow!" erangnya. "Apa kau baik-baik solo"" tanya Hazel. Leo berdiri. Ada spageti berbentuk angka 3 yang menempel di keningnya. "Berhasil, tidak"" "Berhasil," kata Piper, cukup yakin bahwa dia benar. Menurutku mereka takkan kembali lagi." Jason berkedip. "Apa artinya aku takkan menderita cedera kepala lagi sekarang"" Piper tertawa, melepaskan rasa cemasnya. "Ayo, Bocah Petit. Mari kita cari udara segar."
Piper dan Jason berjalan bolak-balik di dek. Jason masih lemas. Jadi, Piper menganjurkan pemuda itu agar merangkulkan tangan ke badannya untuk menyangga tubuhnya. Leo berdiri di depan kemudi, berunding dengan Festus lewat interkom; tapi dia tahu dari pengalaman bahwa sebaiknya dia memberi Jason dan Piper privasi. Karena TV satelit sudah menyala lagi, Pak Pelatih Hedge kembali ke kabinnya dengan gembra untuk nonton pertarungan bela diri antar-aliran. Pegasus Percy, Blackjack, sudah terbang entah ke mana. Para demigod lain tengah beristirahat di kamar masing-masing. Argo II melaju ke timur, mengarungi udara beberapa kaki di atas tanah. Di bawah mereka, kota-kota kecil melintas lewat bagaikan pulau-pulau terang di samudra padang rumput gelap. Piper teringat peristiwa musim dingin lalu, saat mereka melintasi kota Quebec naik Festus sang naga. Dia tak pernah menyaksikan pemandangan seindah itu, atau merasa sebahagia itu selagi. Jason mendekap tubuhnya tapi kali ini malah lebih bagus lagi. Malam itu hangat. Kapal meluncur lebih mulus daripada naga. Terlebih lagi, mereka terbang menjauhi Perkemahan Jupiter secepat mungkin. Tak peduli seberbahaya apa negeri kuno itu, Piper tak sabar ingin segera sampai di sana. Dia berharap semoga Jason benar, bahwa bangsa Romawi takkan mengikuti mereka menyeberangi Samudra Atlantik. Jason berhenti di tengah-tengah kapal dan bersandar ke langkan. Sinar rembulan menjadikan rambut pirangnya keperakan, "Makasih, Pipes," katanya, "kau menyelamatkanku lagi." Jason memeluk pinggang Piper. Piper memikirkan hari ketik mereka jatuh ke Grand Canyon kali pertama dia tahu bahw, Jason dapat tn.engontrol udara. Saat itu Jason memeluknya erat sekali sampai-sampai Piper bisa merasakan detak jantung pemuda
itu. Kemudian, mereka terhenti dan mengapung di udara. Pacar. Nomor Satu. Sepanjang Masa. Sekarang Piper ingin mencium Jason, tapi ada sesuatu yang menahannya. "Aku tidak tahu apakah Percy bakal memercayaiku lagi," kata piper, "setelah aku membiarkan kudanya menendangnya sampai pingsan." Jason tertawa. "Jangan khawatir soal itu. Percy orangnya baik, tapi aku punya firasat kepalanya memang perlu digetok sesekali." "Kau bisa saja membunuhnya." Senyum Jason menghilang. "Yang tadi itu bukan aku." "Tetapi aku hampir membiarkanmu," kata Piper, "waktu Gaea bilang aku harus memilih, aku ragu-ragu dan ...." Piper berkedip, merutuki diri karena menangis. "Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri," kata Jason, "kau sudah menyelamatkan kami berdua." "Tetapi kalau memang dua anggota kru kita harus mati, satu laki-laki dan satu perempuan " "Aku tidak rela. Kita akan menghentikan Gaea. Kita bertujuh akan kembali hidup-hidup. Aku bersumpah." Piper tidak mau Jason bersumpah. Kata itu malah meng-ingatkannya pada Ramalan Tujuh: Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan. Kumohon, pikir Piper, bertanya-tanya apakah ibunya, Dewi Cinta, bisa mendengarnya. Jangan sampai Jason menghela tarikan napas penghabisan. Kalau cinta memang berarti, jangan ambil dirinya dariku. Begitu Piper membuat permohonan tersebut, dia kontan merasa bersalah. Mana mungkin Piper tahan melihat Annabeth merasakan kepedihan tak terperi andaikan Percy meninggal" Mana mungkin Piper sanggup memaafkan dirinya
andaikan satu dari ketujuh demigod yang mana saja akhirnya meninggal" Masing-masing dari mereka sudah banyak menderita. Bahkan kedua anak Romawi, Hazel dan Frank, yang baru saja Piper kenal, sudah seperti keluarga sendiri. Di Perkemahan Jupiter, Percy telah mengisahkan perjalanan mereka ke Alaska, yang kedengarannya tak kalah mengerikan dibandingkan pengalaman Piper sendiri. Selain itu, berdasarkan sikap Hazel dan Frank yang berusaha membantuny a saat mengusir hantu, tahulah Piper bahwa keduanya pemberani dan baik hati. "Legenda yang disebut-sebut Annabeth," kata Piper, "mengenai Tanda Athena ... kenapa kau tidak mau membicarakannya"" Piper takut kalau-kalau Jason bakal mengabaikannya, tapi pemuda itu malah menunduk, seolah dia sudah mengantisipasi pertanyaan tersebut. "Pipes, aku tak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Legenda itu bisa sangat membahayakan." "Membahayakan siapa"" "Kita semua," kata Jason muram, "konon, dahulu kala bangsa Romawi pernah mencuri sesuatu yang penting dari bangsa Yunani ketika bangsa Romawi menaklukkan kota-kota Yunani." Piper menunggu, tapi Jason sepertinya tengah larut dalam pemikirannya sendiri. "Apa yang mereka curi"" tanya Piper. "Entahlah," ujar Jason, "sepengetahuanku, di legiun jug tidak ada yang tahu. Tetapi menurut cerita itu, benda tersebut dibawa ke Roma dan disembunyikan di sana. Anak-anak Athena demigod Yunani, membenci kami sejak saat itu. Mereka selab saja mengobarkan semangat permusuhan terhadap orang-oran1 Romawi di antara saudara sebangsa mereka. Seperti yang kukata kan, aku tidak tahu maim yang benar " "Tetapi kenapa tidak kau ben i tahu Annabeth"" tanya Pipei "dia tak mungkin lantas langsung membencimu.", Jason tampaknya kesulitan memusatkan perhatian pada Piper. "Mudah-mudahan tidak. Tetapi menurut legenda itu, anak-anak Athena telah mencari benda tersebut selama bermilenium-milenium. Tiap generasi, segelintir anak dipilih oleh sang dewi imtuk mencarinya. Rupanya, mereka dibimbing oleh sebuah pertanda Tanda Athena." "Jika Annabeth memang merupakan salah satu pencari kita rus membantunya." Jason ragu-ragu. "Mungkin. Ketika kita sudah dekat dengan Roma, akan kusampaikan yang kutahu pada Annabeth. Sungguh. tapi kata cerita itu paling tidak berdasarkan yang kutangkap bila bangsa Yunani menemukan benda curian tersebut, mereka lakkan pernah mengampuni kami. Mereka akan menghancurkan legiun dan Roma hingga tak bersisa. Setelah mendengar perkataan Nemesis pada Leo, tentang Roma yang bakal binasa lima hari lagi & &Piper mengamati wajah Jason. Tak diragukan lagi, pacarnya adalah orang paling pemberani yang pernah Piper kenal, tapi dia sadar bahwa saat ini Jason takut. Legenda ini membayangkan bahwa legenda tersebut bisa memecah belah kelompok mereka Ian meratakan sebuah kota dengan tanah membuat Jason ngeri bukan main. Piper penasaran benda sepenting apa kiranya yang telah dirampas dari bangsa Yunani. Tak terbayang olehnya bahwa Annabeth bisa mendadak jadi pendendam. Namun, tentu saja, tak terbayang oleh Piper bahwa dia harus memilih nyawa demigod mana yang lebih penting; padahal han ini di jalan lengang itu, sekejap saja, Gaea hampir berhasil rilemancingnya "Omong-omong, maafkan aku," kata Jason.
Piper menyeka tetes air mata dan wajahnya. "Maaf buat apa" Eidolon-lah yang menyerang " "Bukan soal itu." Bekas Iuka kecil di bibir atas Jason seolah berpendar di bawah sorot sinar rem bulan. Dari dulu Piper suka sekali bekas luka itu. Ketidaksempurnaan tersebut membuat wajah Jason semakin menarik. "Aku tolol sudah memintamu menghubungi Reyna," kata Jason, "aku tidak berpikir." "Oh." Piper mendongak ke awan dan bertanya-tanya apakah ibunya, Aphrodite, entah bagaimana memengaruhi Jason. Agak sulit dipercaya Jason tiba-tiba minta maaf seperti itu. Tetapi jangan dihentikan, pikir Piper. "Tidak apa-apa, kok, sungguh." "Hanya saja aku tidak pernah punya perasaan seperti itu terhadap Reyna," ujar Jason, "jadi, kupikir aku tidak bakal membuatmu canggung. Kau tidak perlu khawatir, Pipes." "Aku ingin membenci Reyna." Piper mengakui. "Aku takut sekali kalau-kalau kau kembali ke Perkemahan
Jupiter." Jason terlihat kaget. "Itu takkan terjadi. Tidak, kecuali kau ikut denganku. Aku bersumpah." Piper menggamit tangan Jason. Dia berhasil menyunggingkan senyum, tapi pikirnya: Sumpah lagi. Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan. Piper mencoba menyingkirkan pemikiran itu dari benaknya. Piper tahu sebaiknya dia menikmati saja momen tenang bersama Jason. Namun, saat Piper menengok ke balik langkan kapal, mau tak mau dia berpikir betapa padang rumput di malam hari menyerupai perairan gelap seperti ruang tempat mereka tenggelam yang Piper lihat di bilah pisaunya. []
BAB TIGA BELAS PERCY LUPAKAN SAJA TABIR ASAP BERAROMA nugget ayam. Percy ingin Leo menciptakan topi anti-mimpi. Malam itu Percy bermimpi buruk. Pertama-tama dia bermimpi kembali ke Alaska untuk menjalani misi pencarian elang legiun. Dia sedang mendaki jalan di gunung, tapi begitu Percy menginjakkan kaki ke bawah bubungan, dirinya ditelan oleh rawa-rawa muskeg, Hazel menyebutnya. Percy mendapati dirinya tersedak Lumpur, cidak mampu bergerak, melihat, ataupun bernapas. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Percy paham bagaimana rasanya tenggelam. Ini cuma mimpi, kata Percy kepada diri sendiri, aku pasti akan terbangun. Namun, penegasan tersebut tidak mengurangi keseraman mimpinya. Percy tidak pernah takut air seumur hidupnya. Air adalah unsur ayahnya. Namun, sejak pengalaman di muskeg, Percy jadi takut mati karena sesak napas. Dia tidak mungkin mengakui ini kepada siapa pun, tapi dia bahkan jadi takut mendekati air. Percy tahu perasaan itu konyol. Dia tidak bisa tenggelam. Akan
tetapi, menurut dugaan Percy, kalau dia tidak bisa mengontrol rasa takutnya, perasaan itulah yang akan mengontrol dirinya. Percy teringat temannya Thalia, yang takut ketinggian meskipun dia adalah putri Dewa Langit. Adik Thalia, Jason, bisa terbang dengan cara mendatangkan angin. Thalia tidak bisa, mungkin karena dia terlalu takut untuk mencoba. Jika Percy meyakini dirinya bisa tenggelam Muskeg mengimpit dadanya. Paru-parunya mau meledak. Jangan panik, kata Percy kepada dirinya sendiri, ini tidak nyata. Tepat ketika dia tidak sanggup menahan napas lagi, mimpi berganti. Percy berdiri di ruangan lapang remang-remang mirip tempat parkir bawah tanah. Di mana-mana ada pilar yang berjajar, menyangga langit-langit yang tingginya sekitar enam meter. Sebuah tungku memancarkan pendar merah redup ke lantai. Percy tidak bisa melihat terlalu jauh karena gelap, tapi di langit-langit terdapat katrol, karung pasir, dan deretan lampu sorot gelap. Di sepenjuru ruangan tersebut, ada tumpukan peti kayu berlabel PROPERTI, SENJATA, dan KOSTUM. Salah satu bertuliskan: MACAM-MACAM PELUNCUR ROKET. Percy mendengar bunyi mesin yang berderit di kegelapan, roda gigi yang berputar, dan air yang mengalir deras lewat pipa-pipa. Lalu dia melihat seorang raksasa atau setidaknya Percy kira dia raksasa. Tingginya kira-kira tiga setengah meter lebih tinggi daripada kebanyakan cyclops, tapi hanya setengah tinggi raksasa yang pernah Percy hadapi. Dia juga lebih mirip manusia daripada raksasa pada umumnya, tidak berkaki naga seperti kaumnya. Namun demikian, rambut ungunya yang panjang gimbal dikepang dengan jejalin
koin emas dan perak, yang menurut perkiraan Percy merupakan gaya rambut khas raksasa. Di punggungnya tersandang tombak sepanjang tiga meter senjata khas raksasa. Dia memakai sweter hitam berkerah tinggi paling besar yang pernah Percy lihat, celana hitam, dan sepatu kulit hitam yang ujungnya teramat lancip dan melengkung, mirip sepatu badut. Dia inondar-mandir di hadapan sebuah podium sambil mengamat-amati jambangan perunggu seukuran badan Percy. "Tidak, tidak, tidak." Si raksasa bergumam sendiri. "Mana daya tariknya" Mana nilainya"" Dia berteriak ke kegelapan, "Otis!" Percy mendengar suara terseret-seret di kejauhan. Satu raksasa lain muncul dari keremangan. Dia mengenakan pakaian hitam yang persis sama, sampai ke sepatu melengkungnya. Satu-satunya perbedaan di antara kedua raksasa itu adalah, rambut yang kedua herwarna hijau alih-alih ungu. Raksasa pertama menyumpah. "Otis, kenapa kau berbuat I
wgini setiap hari" Sudah kubilang aku hendak memakai sweter berkerah tinggi warna hitam hari ini. Kau boleh memakai apa sajaasalkan bukan sweter berkerah tinggi warna hitam!" Otis mengejap-ngejapkan mata seperti baru bangun tidur. " Kukira kau mau pakai toga kuning hari ini." "Itu kemarin! Waktu kau malah muncul sambil memakai toga kilning!" "Oh. Benar. Sori, Ephie." Saudaranya menggeram kesal. Mereka pasti kembar, sebab wajah mereka identik jeleknya. "Dan jangan panggil aku Ephie," tuntut Ephie, "panggil aku Ephialtes. Itu namaku. Atau kau boleh menggunakan nama panggungku. F YANG AGUNG!" Otis meringis. "Aku masih tidak yakin dengan nama panggung
"Omong kosong! Nama itu sempurna. Nah, bagaimana persiapannya"" "Lancar." Otis kedengarannya tidak terlalu antusias. "Harimau pemakan manusia, pisau berputar Tetapi menurutku bagus juga kalau ada balerina." "Tidak ada balerina-balerina-an!" bentak Ephialtes, "dan benda itu." Dia melambaikan tangan ke arah jambangan perunggu dengan jijik. "Apa gunanya itu" Tidak menarik." "Tetapi justru itu inti pertunjukan kita. Dia bakal mati kecuali yang lain menyelamatkannya. Dan kalau mereka tiba sesuai jadwal " "Oh, awas saja kalau tidak!" kata Ephialtes, "satu Juli, Kalends Juli, hari keramat Juno. Saat itulah Ibunda ingin membinasakan demigod-demigod tolol itu dan inenyombong habis-habisan di depan Juno. Lagi pula, aku tidak mau membayar uang lembur kepada hantu-hantu gladiator itu!" "Ya, kalau begitu, mereka semua pasti mati," kata Otis, "sedangkan kita akan memicu kehancuran Roma. Persis seperti yang Ibunda inginkan. Sempurna sekali. Hadirin pasti menyukainya. Hantu-hantu Romawi menggemari hal semacam ini." Ephialtes terlihat tidak yakin. "Tetapi jambangan itu cuma nangkring di sana. Tak bisakah kita gantung jambangan itu di atas api, leburkan dalam kubangan asam, atau apalah"" "Kita masih membutuhkan dia dalam keadaan hidup beberapa hari lagi." Otis mengingatkan saudaranya. "Jika tidak, yang tujuh orang takkan terpancing dan bergegas menyelamatkannya." "Hmm. Betul juga. Tetap saja, aku menginginkan lebih banyak jeritan. Mati perlahan-lahan itu membosankan. Ah, ya sudah, bagaimana dengan kawan kita yang berbakat" Apa dia sudah siap menerima tamu""
Otis cemberut. "Sungguh aku tak suka bicara padanya. Dia membuatku gugup." "Tetapi apa dia sudah siap"" "Ya," kata Otis enggan, "dia sudah siap berabad-abad. Takkan ada yang memindahkan patung itu." "Bagus." Ephialtes menggosok-gosokkan tangan dengan antusias. "Ini kesempatan besar kita, Saudaraku." "Kau juga bilang begitu waktu aksi terakhir kita," gerutu Otis, "enam bulan aku terombang-ambing dalam balok es yang digantung di atas Sungai Lethe, dan kita bahkan tidak mendapat perhatian dari media." "Yang ini lain!" Ephialtes bersikeras. "Kita akan memelopori standar baru bagi dunia hiburan! Jika Ibunda puas, kita bisa naik dawn dan meraup kekayaan!" "Terserah apa katamu," desah Otis, "tetapi aku masih merasa bahwa kostum balerina Swan Lake manis juga " "Tidak ada balet-balet-an!" "Sori "Ayo," kata Ephialtes, "mari kita periksa para harimau. Aku ingin memastikan bahwa mereka memang lapar!" Kedua raksasa terhuyung-huyung meninggalkan ruangan, dan Percy pun menoleh ke jambangan. Aku harus melihat ke dalam, pikirnya. Percy mendesak mimpinya agar maju hingga ke permukaan jambangan. Kemudian, Percy menembus tutup jambangan. Udara dalam jambangan berbau napas apak dan logam karatan. Satu-satunya penerangan berasal dari pendar ungu samar sebuah pedang gelap, itu adalah bilah besi Stygian yang disandarkan ke winding jambangan. Di sebelah pedang, meringkuklah seorang anak laki-laki bercelana jin compang-camping, berbaju hitam, dan berjaket penerbang gaya lama. Di tangan kanannya terdapa cincin tengkorak perak yang berkilauan. "Nico," panggil Percy. Namun, putra Hades itu tidak mendengarnya. Wadah tersebut disegel rapat. Udara di dalamnya berubal jadi beracun. Mata Nico terpejam, napasnya pendek-pendek. Dig seperti sedang bermeditasi. Wajahnya pucat, sedangkan badannya lebih kurus daripada yang Percy ingat. Pada dinding sebelah dalam jambangan terdapa
t tiga takikan kelihatannya digores Nico menggunakan pedangnya mungkir sudah tiga hari dia ditawan" Tampaknya mustahil Nico sanggup bertahan selama itu tanpa mati sesak. Dalam mimpi sekali pun, Percy sudah mulai merasa panik, berjuang untuk menghirup oksigen yang cukup. Kemudian, dia menyadari sesuatu di antara kaki Nico segelintir benda kemilau yang tidak lebih besar daripada gigi bayi Biji, Percy menyadari. Biji delima. Tiga buah telah dimakan dan bijinya diludahkan. Lima bual-masih terbungkus kulit merah tua. "Nico," kata Percy, "tempat apa ini" Kami akan menyelamat-kanmu ...." Citra itu mengabur, dan suara seorang gadis berbisik: "Percy.' Pada mulanya, Percy kira dia masih tidur. Ketika dia hilang ingatan, berminggu-minggu dia memimpikan Annabeth, satu-satunya orang yang Percy ingat dari masa lalunya. Saat matanya terbuka dan penglihatannya jadi jernih, Percy sadar bahwo Annabeth benar-benar berada di sana. Annabeh sedang berdiri di samping tempat tidur Percy. tersenyum kepadanya. Rambut pirang Annabeth tergerai ke bahu. Matanya yang sekelabu badai berbinar-binar cerah karena geli. Percy teringat
hari pertamanya di Perkemahan Blasteran, lima tahun lalu, ketika .dia siuman dan mendapati Annabeth tengah berdiri menjulang di dekatnya. Kata Annabeth waktu itu, Kau ngiler kalau lagi tidur. Annabeth memang sentimental. "Apa ada apa"" tanya Percy, "apa kita sudah sampai"" "Tidak," kata Annabeth, suaranya pelan, "masih tengah malam." "Maksudmu ...." Jantung Percy mulai berdebar-debar kencang. dia sadar dirinya sedang mengenakan piama, di tempat tidur. Dia barangkali memang ngiler, atau paling tidak mengeluarkan suara-suara aneh saat sedang bermimpi. Tak diragukan lagi bahwa rambutnya berantakan dan bau napasnya tak sedap. "Kau menyelinap masuk ke kabinku"" Annabeth memutar-mutar bola matanya. "Percy, dua bulan umurmu tujuh belas tahun. Masa kau takut dimarahi Pak Pelatih Hedge"" "Eh, memangnya kau belum lihat pemukul bisbolnya"" "Lagi pula, Otak Ganggang, kita, kan, bisa jalan-jalan. Kita punya waktu untuk berduaan saja selama ini. Aku ingin memperlihatkan sesuatu tempat favoritku di kapal." Denyut nadi Percy masih menjadi-jadi, tapi bukan karena dia takut kena marah. "Boleh tidak kalau aku, tahu, kan, sikat gigi dulu"" "Sana," kata Annabeth, "soalnya aku tidak mau menciummu kalau kau belum sikat gigi. Sisir juga rambutmu sekalian."
Untuk ukuran trireme, kapal ini teramat besar, tapi menurut Percy rasanya tetap nyaman seperti bangunan asrama di Akademi Yancy, atau sekolah asrama lainnya yang pernah mengeluarkan Percy. Annabeth dan Percy mengendap-endap ke geladak kedua. Kecuali ruang kesehatan, Percy belum pernah menjelajah ke sana. Annabeth membimbing Percy melewati ruang mesin, yang penampakannya mirip panjat-panjatan mekanis yang sangat berbahaya: pipa, piston, dan tabung yang lintang pukang mencuat dari bulatan perunggu sentral. Kabel-kabel yang menyerupai mi logam raksasa mengular di lantai dan dinding. "Kok bisa-bisanya benda ini berfungsi"" tanya Percy. "Entahlah," kata Annabeth, "dan selain Leo, cuma aku yang bisa mengoperasikan kapal ini." "Waduh." "Seharusnya, sih, aman. Kapal ini hanya hampir meledak sekali." "Mudah-mudahan kau bercanda." Annabeth tersenyum. "Ayo." Mereka berjalan melewati ruang perbekalan dan gudang senjata. Mendekati buritan kapal, mereka tiba di depan pintu ganda yang terbuka ke sebuah istal besar. Ruangan itu berbau jerami segar dan selimut wol. Di sebelah kiri terdapat tiga bilik kosong, seperti yang dipakai kandang pegasus di perkemahan. Di kanan terdapat dua kandang kosong yang dapat memuat hewan kebun binatang berukuran besar. Di tengah-tengah lantai ada panel tembus pandang seluas hampir dua meter persegi. Jauh di bawah, panorama malam melesat lewat bermil-mil pedesaan gelap yang diselang-selingi jalan raya terang benderang bagaikan sarang laba-laba. "Kapal berdasar kaca"" tanya Percy. Annabeth menyambar selimut dari pagar bilik terdekat dan menghamparkannya menutupi sebagian lantai kaca. "Sini, duduklah bersamaku."
Mereka bersantai di selimut seperti sedang piknik, dan menyaksikan dun
ia yang berlalu di bawah. "Leo membangun istal supaya pegasus bisa datang dan pergi dengan mudah," kata Annabeth, "hanya saja Leo tidak tahu bahwa pegasus lebih suka berkeliaran dengan bebas. Jadi, istal ini selalu
kosong. Percy bertanya-tanya sedang di mana Blackjack sekarang mengarungi angkasa entah di mana, mudah-mudahan sambil mengikuti jejak mereka. Kepala Percy masih berdenyut-denyut karena ditendang Blackjack, tapi dia tidak dendam pada kuda itu. "Apa maksudmu, datang dan pergi dengan mudah"" tanya Percy, "bukankah pegasus harus turun tangga dua tingkat"" Annabeth mengetukkan buku-buku jarinya ke kaca. "Ini pintu tingkap, seperti di pesawat tempur." Percy menelan ludah. "Maksudmu kita sedang menduduki pintu" Bagaimana kalau pintunya terbuka"" "Kuduga kita bakal jatuh menyongsong maut. Tetapi pintu ini takkan terbuka secara tak sengaja. Kemungkinan besar." "Hebat." Annabeth tertawa. "Kau tahu apa sebabnya aku suka di sini" Bukan cuma karena pemandangannya. Tempat ini meng-ingatkanmu pada apa"" Percy menoleh ke sana-sini: kandang dan bilik istal, pelita perunggu langit yang digantung di kasau, bau jerami, dan tentu saja Annabeth yang duduk dekat sekali dengannya, wajahnya cantik dan berbayang-bayang di bawah sorot cahaya lembut keemasan. "Truk kebun binatang itu." Percy menyimpulkan. "Yang membawa kita ke Las Vegas." Senyum Annabeth memberitahunya bahwa jawabannya benar. "Sudah lama sekali," kata Percy, "kita capek setengah mati, sedang susah payah lintas negeri demi mencari petir asali tolol,
terjebak dalam truk bersama hewan-hewan yang diperlakukan semena-mena. Kok kau senang mengingat-ingat hal semacam itu"" "Soalnya, Otak Ganggang, itulah kali pertama kita benar-benar mengobrol, kau dan aku. Aku bercerita tentang keluargaku, dan ...." Annabeth mengeluarkan kalung perkemahannya, yang terdiri dari cincin perguruan tinggi ayahnya serta manik-manik tanah fiat warna-warni satu untuk tiap tahun di Perkemahan Blasteran. Kini ada satu lagi yang termuat dalam tali kulit tersebut: koral merah pemberian Percy waktu mereka mulai pacaran. Percy membawakan koral tersebut dari istana ayahnya di dasar laut. "Selain itu," lanjut Annabeth, "aku jadi teringat bahwa kita sudah saling kenal lama sekali. Umur kita waktu itu baru dua belas tahun, Percy. Bisakah kau percaya itu"" "Tidak." Percy mengakui. "Jadi, kau tahu kau suka padaku sejak saat itu"" Annabeth nyengir. "Awalnya aku benci padamu. Kau membuatku sebal. Kemudian, aku bertenggang rasa padamu selama beberapa tahun. Lalu " "Oke deh, terserah." Annabeth mencondongkan tubuhnya dan mencium Percy, selagi tidak ada yang menonton tidak ada orang-orang Romawi, tidak ada pendamping satir yang hobi teriak-teriak. Annabeth menarik diri. "Aku merindukanmu, Percy." Percy ingin menyampaikan hal yang sama kepada Annabeth, tapi komentar semacam itu sepertinya terlalu remeh. Selagi berada di kawasan Romawi, Percy mampu bertahan hidup berkat ingatan akan Annabeth. Aku merindukanmu tidaklah cukup. Percy teringat kejadian malam ini, ketika Piper memaksa eidolon meninggalkan benaknya. Percy tidak menyadari kehadiran eidolon itu sampai Piper menggunakan charmspeak. Selepas kepergian si eidolon, Percy merasa seakan besi panas telah dikeluar-kan dari dahinya. Dia tidak menyadari betapa kesakitan dirinya sampai arwah itu pergi. Kemudian, pikirannya jadi jernih. Jiwanya kembali bermukim dengan nyaman dalam raganya. Perasaannya saat duduk di sini bersama Annabeth juga sama. Kejadian beberapa bulan berselang seperti mimpi saja. Peristiwa di Perkemahan Jupiter terkesan kabur dan tidak nyata, sama seperti pertarungan melawan Jason, ketika mereka sama-sama dikendalikan eidolon. Namun demikian, Percy tak menyesali waktu yang dihabis-kannya di Perkemahan Jupiter. Pengalaman tersebut telah mem-buka matanya. "Annabeth," kata Percy ragu-ragu, "di Roma Baru, demigod bisa hidup dengan damai." Ekspresi Annabeth jadi awas. "Reyna sudah menjelaskannya padaku. Tetapi, Percy, tempatmu di Perkemahan Blasteran. Tempat yang satu lagi itu " "Aku tahu," ujar Percy, "tetapi selagi di sana, aku melihat banyak sekali dem
igod yang hidup tanpa rasa takut: anak-anak yang kuliah, pasangan yang menikah dan punya anak. Yang seperti itu tidak ada di Perkemahan Blasteran. Aku terus saja memikirkan kau dan aku dan barangkali suatu hari nanti seusai perang melawan raksasa Sulit memastikannya di tengah-tengah cahaya keemasan tersebut, tapi Percy merasa Annabeth merona. "Oh," katanya. Percy takut dia terlalu banyak bicara. Mungkin dia sudah membuat Annabeth takut gara-gara impian besarnya tentang masa depan. Annabeth-lah yang biasanya punya rencana. Percy menyumpahi dirinya sendiri di dalam hati. Kendati sudah lama mengenal Annabeth, Percy tetap saja merasa belum memahaminya. Setelah jadian beberapa bulan sekali pun, hubungan mereka masih terasa baru dan rapuh, seperti patung kaca. Percy takut melakukan kesalahan dan merusak hubungan mereka. "Maafkan aku," kata Percy, "aku cuma aku harus memikirkan itu supaya sanggup bertahan. Untuk memberiku harapan. Lupakan saja aku pernah mengungkit-ungkit " "Jangan!" kata Annabeth, "bukan begitu, Percy. Demi dewa-dewi, itikadmu manis sekali. Hanya saja kita mungkin sudah menghancurkan kesempatan itu. Jika kita tidak bisa memperbaiki hubungan dengan bangsa Romawi padahal kedua kubu demigod memang tidak pernah akur. Itulah sebabnya para dewa memisahkan kita. Aku tidak tahu apakah kita bisa diterima di sana." Percy tidak mau berdebat, tapi dia tidak bisa melepaskan harapan itu. Rasanya penting bukan cuma untuk Annabeth dan dia, melainkan juga untuk semua demigod lain. Diterima di dua dunia semestinya mungkin. Biar bagaimanapun jadi demigod juga seperti itu bukan benar-benar bagian dari dunia manusia fana maupun komunitas Gunung Olympus, tapi berusaha berdamai dengan kedua aspek fitrah mereka. Sayangnya, pemikiran itu mengingatkan Percy pada dewa-dewi, perang yang akan mereka hadapi, dan mimpinya tentang si kembar Ephialtes dan Otis. "Aku sedang mimpi buruk waktu kau membangunkanku." Percy mengakui. Diceritakannya apa yang dia lihat kepada Annabeth. Bagian yang paling menggelisahkan sekali pun tampaknya tidak mengejutkan Annabeth. Dia menggeleng-geleng sedih ketika Percy memaparkan pemenjaraan Nico di dalam jambangan perunggu. Matanya berkilat-kilat marah ketika Percy menceritakan rencana para raksasa untuk menggelar perusakan Roma besar-besaran, yang akan dibuka oleh kematian mengenaskan para demigod. "Nico dijadikan umpan," gumam Annabeth, "pasti pasukan Gaea-lah yang sudah menangkapnya, entah bagaimana. Tetapi kita tidak tahu persis di mana mereka menawannya." "Di suatu tempat di Roma," kata Percy, "di bawah tanah. Mereka mengesankan bahwa Nico masih bisa hidup beberapa hari lagi, tapi tak terbayang olehku dia mampu bertahan sekian lama tanpa oksigen." "Lima hari lagi, menurut Nemesis," kata Annabeth, "Kalends Juli. Paling tidak tenggat waktu tersebut sekarang jadi masuk di akal." "Kalends itu apa"" Annabeth nyengir, seolah dia senang mereka kembali ke pola lima yang biasa Percy yang kurang pengetahuan, Annabeth yang menjelaskan ini-itu. "Itu istilah Romawi untuk bulan baru. Dani situlah kata kalender berasal. Tetapi bagaimana mungkin Nico mampu bertahan hidup selama itu" Kita sebaiknya bicara pada hazel." "Sekarang"" Annabeth bimbang. "Tidak. Menurutku kita bisa menunggu sampai pagi. Aku tidak mau membuatnya terpukul di tengah malam gara-gara kabar ini." "Kedua raksasa menyebut-nyebut sebuah patung." Percy incligingat-ingat. "Dan teman berbakat yang menjaga patung itu. I tah siapa si teman ini, tapi dia membuat Otis takut. Siapa pun yg bisa membuat raksasa takut ...." Annabeth menatap jalan raya di bawah yang mengular menembus perbukitan gelap. "Percy, pernahkah kau bertemu poseidon baru-baru ini" Atau mendapat pertanda darinya"" Percy menggeleng. "Tidak sejak .... Wow. Sepertinya sudah I mi.' juga. Terakhir kali sehabis Perang Titan. Aku bertemu ayahku Perkemahan Blasteran, tapi kejadiannya Agustus tahun lalu."
Rasa ngeri melanda diri Percy. "Kenapa" Sudahkah kau bertem Athena baru-baru ini"" Annabeth menghindari tatapan Percy. "Beberapa minggu lalu." Annabeth mengakui. "Pertemua kami tidak bagus. Athena tid
ak seperti biasanya. Mungki karena gangguan kepribadian ganda Yunani/Romawi yang Nemes utarakan. Aku tidak tahu pasti. Ibuku mengucapkan hal-hal yan menyakitkan. Dia bilang aku telah mengecewakannya." "Mengecewakan Athena"" Percy tidak yakin dia tak sala dengar. Annabeth adalah anak demigod yang sempurna. Dia putri Athena teladan. "Mana mungkin kau mengecewakan "" "Entahlah," kata Annabeth merana, "terlebih lagi, aku jug bermimpi buruk. Mimpiku sama membingungkannya seperi mimpimu." Percy menunggu, tapi Annabeth tidak berbagi apa-ap lagi. Percy ingin membuat Annabeth merasa lebih baik memberitahunya bahwa semua bakal baik-baik saja, tapi Perc tahu dia tak bisa. Percy ingin memperbaiki segalanya demi merek berdua agar mereka bisa berbahagia selamanya. Setelah bertahun tahun menjalani cobaan, dewa-dewi terkejam sekali pun haru mengakui bahwa mereka layak hidup bahagia. Namun, Percy punya firasat bahwa kali ini dia tak dapat berbuat apa-apa untuk menolong Annabeth. Dia cuma bisa mendukung Annabeth. Putri sang Bijak berjalan sendiri. Percy merasa terjepit dan tak berdaya, persis seperti saa tenggelam di muskeg. Annabeth tersenyum tipis. "Malam yang romantis, ya" Tidak ada yang jelek-jelek lagi sampai pagi." Annabeth tersenyum. "Kita pasti bisa memecahkan segalanya. Aku sudah mendapatkanmu kembali. Untuk saat ini, hanya itu yang penting."
"Benar," kata Percy, "jangan bicarakan Gaea yang tengah terbangun, Nico yang ditawan, kiamat, raksasa " "Tutup mulut, Otak Ganggang," perintah Annabeth, "peluk aku saja sebentar." Mereka duduk bersama sambil berpelukan, menikmati kehangatan satu sama lain. Di luar kesadarannya, dengung mesin kapal, cahaya remang-remang, dan perasaan nyaman berkat kebersamaan dengan Annabeth lambat laun membuat mata Percy jadi berat. Dia pun jatuh tertidur. Ketika Percy terbangun, sinar matahari masuk lewat lantai kaca, terdengar suara seorang pemuda berkata, "Oh, Celaka kalian!"[]
BAB EMPAT BELAS PERCY PERCY PERNAH MENYAKSIKAN FRANK DIKEPUNG ogre kanibal, menghadapi raksasa yang tak bisa dibunuh, dan bahkan membebaskan Thanatos, Dewa Kematian. Namun, dia tak pernah melihat Frank tampak sengeri saat ini, hanya karena mendapati mereka berdua ketiduran di istal. "Apa ..."" Percy menggosok-gosok matanya. "Oh, kami cuma ketiduran." Frank menelan ludah. Dia memakai sepatu olahraga, celana kargo warna gelap, dan kaus Olimpiade Musim Dingin Vancouver dilengkapi pin centurion Romawi yang disematkan ke leher (menurut Percy kesannya menyedihkan atau malah optimis, soalnya mereka sekarang jadi pelarian). Frank memalingkan mata seolah-olah bakal terbakar karena melihat mereka berduaan. "Semua orang kira kalian diculik," katanya, "kami sudah mencari-cari kalian ke sepenjuru kapal. Kalau sampai Pak Pelatih Hedge tahu demi dewa-dewi, kalian di sini semalaman""
"Frank!" Telinga Annabeth semerah stroberi. "Kami ke bawah sini hanya untuk mengobrol. Kami jatuh tertidur. Tidak sengaja. Cuma itu." "Ciuman beberapa kali," ujar Percy. Annabeth memelototinya. "Kau tidak membantur "Kita sebaiknya ...." Frank menunjuk pintu istal. "Ng, kita haws berkumpul untuk sarapan. Bisakah kalian jelaskan apa yang kalian lakukan maksudku yang kalian tidak lakukan" Maksudku aku sungguh tidak( ingin faun itu maksudku satir . itu membunuhku." Frank langsung lari. Ketika semua orang akhirnya berkumpul di mes, reaksinya hampir seburuk yang Frank takutkan. Jason dan Piper sepertinya lega. Leo cengar-cengir terus sambil bergumam, "Klasik. Klasik." Hanya Hazel seorang yang tampak terguncang, mungkin karena dia berasal dari tahun 1940-an. Anak perempuan itu terus-menerus mengipasi wajahnya dan tidak mau bertemu pandang dengan Percy. Tentu saja, Pak Pelatih Hedge berang bukan kepalang; tapi percy kesulitan menanggapi sang satir secara serius karena tingginya bahkan tidak sampai satu setengah meter. "Tidak pernah kujumpai yang seperti ini seumur hidupkur rating Pak Pelatih, mengayun-ayunkan tongkat pemukulnya dan ntenyenggol sepiring apel. "Melanggar peraturan! Sembaranganr "Pak Pelatih," kata Annabeth, "kami tidak sengaja. Kami mengobrol, kemudian jat
uh tertidur." "Lagi pula," timpal Percy, "Bapak jadi mirip Terminus." Hedge menyipitkan mata. "Kau menghinaku, Jackson" Kalau iya, biar ku ku terminus-kan kau!"
Percy berusaha tak tertawa. "Takkan kami ulangi lagi, pak Pelatih. Saya janji. Nah, bukankah ada hal lain yang harus kit diskusikan"" Hedge bersungut-sungut. "Ya, sudah! Tapi aku akan mengawasimu baik-baik, Jackson. Kau juga, Annabeth Chase. Kusangkt kau anak yang bertanggung jawab " Jason berdeham. "Ambil makanan dulu, Teman-teman. Silakan." Rapat tersebut mi rip majelis perang dengan konsumsi berupa donat. Namun, tentu saja, di Perkemahan Blasteran mereka sering mengadakan diskusi paling serius sambil mengelilingi meja pingpong dalam ruang rekreasi dan mengudap biskuit serta keripik, sehingga Percy merasa seperti di rumah Percy menceritakan mimpinya dua raksasa di lapangan parkir bawah tanah berisi peluncur roket yang tengah merencanakan pesta penyambutan untuk mereka; Nico di Angelo yang terperangkap dalam jambangan perunggu, mail pelan-pelan karena kehabisan udara, dan biji-biji delima di kakinya. Hazel menahan isakan. "Nico .... Demi dewa-dewi. Biji-biji itu." "Kau tahu apa itu"" tanya Annabeth. Hazel mengangguk. "Dia pernah menunjukkan biji-biji itu kepadaku. Asalnya dari kebun ibu tiri kami." "Ibu tiri ... oh," kata Percy, "maksudmu Persephone." Percy pernah berjumpa istri Hades. Sang dewi tidaklah hangat ataupun riang. Percy juga pernah mengunjungi kebun Dunia Bawah tempat menyeramkan yang ditumbuhi pohon-pohon kristal serta bebungaan merah darah serta putih tulang. biji -biji itu adalah makanan darurat," kata Hazel. Percy tahu hazel sedang gugup, sebab semua alat makan di meja beringsut mendekatinya. "Hanya anak-anak Hades yang dapat memakannya selalu menyimpan biji-biji tersebut, kalau-kalau dia terjebak entah di mana. Tetapi jika dia memang ditawan " para raksasa sedang berusaha memancing kita," ujar Annabeth, Ii mengasumsikan kita akan mencoba menyelamatkan nico Mereka benar!" Hazel menoleh ke sekeliling meja, kepercayaan diri nya rupanya hancur berantakan. "Iya, kan"" "Betul!" Pak Pelatih Hedge berteriak dengan mulut penuh . "Akan ada pertarungan, bukan"" " Hazel, tentu saja kita akan menolong Nico," kata Frank, tetapi berapa lama sisa waktu ... eh, maksudku, berapa lama lagi nico bisa bertahan"" "Sehari satu biji," kata Hazel merana, "itu kalau dia melenakan diri dalam bius maut." "Bius maut"" Annabeth meringis. "Kedengarannya tidak keren "Tujuannya supaya tidak menghabiskan udara," kata Hazel, hibernasi atau koma. Satu biji bisa menyambung nyawanya untuk satu hari, meski pas-pasan." "Biji yang Nico punya tinggal lima," kata Percy, "berarti lima hari lagi, termasuk hari ini. Para raksasa pasti rnerencanakannya perti itu, supaya kita harus tiba tanggal 1 Juli. Kalau kita asumsikan Nico disembunyikan di Roma " "Waktu yang tersisa tidak banyak." Piper menyimpulkan. Dia meletakkan tangan di bahu Hazel. "Kita pasti menemukan Nico. Paling tidak sekarang kita tahu apa kira-kira arti ramalan itu. Kembar bendung napas sang malaikat, pemegang kunci maut nan abadi Nama belakang adikmu: di Angelo. Angelo dalam bahasa Itali berarti `malaikat." "Demi dewa-dewi," ratap Hazel, "Nico ...." Percy menatap donat jelinya. Hubungannya dengan Nico di Angelo tidaklah mulus. Cowok itu pernah mengelabui Percy sehingga datang ke istana Hades, dan Percy akhirnya masuk sel gara-gara akal bulusnya. Namun, biasanya Nico berpihak pada orang-orang baik. Dia jelas tidak layak mati pelan-pelan karena kehabisan napas dalam jambangan perunggu. Selain itu, Percy tidak tahan melihat Hazel menderita. "Akan kita selamatkan dia." Percy berjanji kepada Hazel. "Harus. Kata ramalan dia memegang kunci maut nan abadi." "Betul," kata Piper, menyemangati anak perempuan itu, "Hazel, adikmu pergi ke Dunia Bawah untuk mencari Pintu Ajal, kan" Dia pasti sudah menemukan pintu-pintu tersebut." "Nico bisa memberi tahu kita letak pintu-pintu itu," kata, Percy, "clan bagaimana cara menutupnya." Hazel menarik napas dalam-dalam. "Ya. Bagus." "Mmm ...." Leo bergeser di kursinya. "Satu pertanyaan. Para raksa
sa mengharapkan kita berbuat begitu, kan" Jadi, artinya kit a menyongsong jebakan"" Hazel memandang Leo seakan dia telah berlaku tidak sopan. "Kim tidak punya pilihan!" "Jangan salah mengerti, Hazel. Hanya saja adikmu, Nico . dia tahu tentang kedua perkemahan, kan"" "Iya, memang," kata Hazel. "Dia sudah mendatangi kedua perkemahan bolak-balik," kat Leo, "dan dia tidak memberitahukan eksistensi satu sama lain." Jason mencondongkan badan ke depan, ekspresinya muram "Kau bertanya-tanya apakah kita bisa memercayai cowok itu. Aku juga." Hazel kontan berdiri. "Aku tidak percaya. Dia adikku. Dia membawaku kembali dari Dunia Bawah, dan kalian tidak mau menolongnya"" Frank memegangi pundak Hazel. "Tidak ada yang bilang Logitu." Dipelototinya Leo. "Awas saja kalau ada yang bilang begitu." Leo mengejapkan mata. "Dengar, teman-teman, yang ku maksud " "Hazel," kata Jason, "Leo ada benarnya. Aku ingat Nico pernah datang ke Perkemahan Jupiter. Sekarang aku tahu dia juga pernah mengunjungi Perkemahan Blasteran. Menurutku kesannya agak mencurigakan. Apa kita tahu kepada siapakah dia menaruh kesetiaan" Kita cuma harus berhati-hati." Lengan Hazel gemetar. Piring perak melesat ke arahnya itu dan menabrak dinding di sebelah kini Hazel, melempar telur orak-arik ke sana. "Kau ... Jason Grace yang hebat ... praetor yang kujadikan teladan. Konon kau orang yang adil, pemimpin yang baik. Dan sekarang kau malah ...." Hazel menjejakkan kaki dan berderap keluar dari mes. "Hazel!" Leo memanggilnya. "Ya, ampun. Aku sebaiknya " "Sudah cukup kau berulah," geram Frank. Dia bangun untuk mengikuti Hazel, tapi Piper memberinya isyarat agar menunggu. "Beri dia waktu." Piper menyarankan. Kemudian, dia memandangi Leo dan Jason sambil mengerutkan kening. "Kalian ini tega sekali." Jason kelihatan kaget. "Tega" Aku cuma bertindak hati-hati "Adiknya sedang sekarat," kata Piper. "Biar aku bicara padanya." Frank bersikeras. "Jangan," kata Piper, "biarkan suasana hatinya mendingin dulu. Percayalah padaku soal ini. Nanti akan kucek keadaan Hazel."
"Tetapi ...." Frank mendengus seperti beruang jengkel. "Ya, sudah. Akan kutunggu." Dari atas terdengar suara mendesing seperti bunyi bor maha-besar. "Itu Festus," kata Leo, "aku mengeset kendalinya supaya beroperasi secara otomatis, tapi kita pasti sudah mendekati Atlanta. Aku harus ke atas sana ... eh, tapi kita mau mendarat di mana, Semua orang berpaling kepada Percy. Jason mengangkat alis. "Kau, kan, Kapten Air Asin. Ada ide dari sang pakar"" Apa ada rasa sebal dalam suaranya" Percy bertanya-tanya apakah Jason diam-diam kesal gara-gara duel di Kansas. Sejauh ini, Jason menyikapi pertarungan itu sambil berkelakar, tapi Percy duga mereka sama-sama dongkol, sedikit. Bila dua demigod dihadap-hadapkan dalam pertarungan, tidak mungkin kita tak penasaran siapakah yang lebih kuat. "Entahlah." Percy mengakui. "Di lokasi sentral, yang tinggi, supaya kita bisa melihat seluruh kota dengan jelas. Mungkin taman hutan raya" Jangan daratkan kapal perang di daerah yang ramai. Aku sangsi Kabut sekalipun bisa menyamarkan sesuatu sebesar ini.
Leo mengangguk. "Sip!" Dia melaju ke tangga. Frank duduk lagi di kursinya, tampak tidak nyaman. Percy bersimpati padanya. Dalam perjalanan ke Alaska, Percy menyaksikan Hazel dan Frank jadi dekat. Dia tabu betapa Frank merasa protektif terhadap Hazel. Dia juga menyadari ekspresi sengit yang dilemparkan Frank kepada Leo. Percy memutuskan ada bagusnya jika Frank disuruh turun kapal untuk sementara. "Setelah mendarat, aku akan keliling Atlanta untuk mengintai, kata Percy, "Frank, aku butuh bantuanmu."
"Maksudmu berubah jadi naga lagi" Sejujurnya, Percy, aku tidak mau terus-terusan dijadikan taksi terbang untuk semua orang .,'panjang misi ini." "Bukan," kata Percy, "aku ingin kau ikut karena kau punya bungan darah dengan Poseidon. Mungkin kau bisa membantuku menemukan perairan asin itu. Lagi pula, kau jago bertarung.', Pernyataan itu sepertinya membuat Frank merasa lebih baik.:baiklah kalau begitu." "Bagus," ujar Percy, "kita harus mengajak serta satu orang Annabeth " "Oh, tidak boleh!" bentak Pak Pelatih
Hedge, "Nona Muda, kau dihukum." Annabeth menatap sang satir seolah-olah dia berbicara dalam bahasa asing. "Maaf"" "Kau dan Jackson tidak boleh pergi ke mana pun bersama-sama!" Hedge bersikeras. Sang satir memelototi Percy, menantangnya buka mulut. "Aku yang akan ikut dengan Frank dan si Jackson Tukang Kecoh. Untuk yang lain, jaga kapal ini dan Annabeth tidak melanggar aturan lagi!" Luar biasa, pikir Percy. Jalan-jalan bareng Frank dan satir haus rah, untuk mencari perairan asin di kota pedalaman. "Hari ini," kata Percy, "pasti menyenangkan sekali."[]
BAB LIMA BELAS PERCY PERCY NAIK KE GELADAK DAN berucap, "Wow." Mereka telah mendarat di dekat puncak sebuah bukit berhutan. Di kiri terdapat kompleks bangunan putih, seperti museum atau universitas, yang dikelilingi hutan pinus. Di bawah mereka terbentanglah kota Atlanta kumpulan gedung pencakar langit berwarna cokelat dan keperakan menjulang dari antara hamparan datar jalan raya, rel kereta api, rumah, serta hutan hijau rimbun tiga kilometer jauhnya. "Ah, tempat yang indah." Pak Pelatih Hedge menghirup udara pagi. "Pilihan bagus, Valdez." Leo mengangkat bahu. "Aku cuma memilih bukit yang tinggi. Di situ ada perpustakaan umum atau semacamnya. Paling tidak begitulah kata Festus." "Aku tidak tahu tentang itu!" bentak Hedge, "tetapi sadarkah kalian apa yang pernah terjadi di bukit ini" Frank Zhang, kau semestinya tahu!" Frank berjengit. "Aku semestinya tahu"" "Seorang putra Ares pernah berdiri di sini!" seru Hedge berapi-api
"Saya orang Romawi Jadi, yang betul Mars." "Terserahlah! Lokasi yang terkenal dalam Perang Saudara Amerika!" "Saya sebetulnya orang Kanada." "Terserahlah! Jenderal Sherman, pemimpin pihak Utara. Dia berdiri di bukit ini sambil menyaksikan kota Atlanta terbakar. Meninggalkan jejak-jejak kerusakan dari sini sampai ke laut. membakar, menjarah, merampas itu Baru namanya demigod!" Frank beringsut menjauhi sang satir. "Eh, oke deh." Percy tidak terlalu peduli pada sejarah, tapi dia bertanya-tanya apakah pendaratan di sini merupakan pertanda buruk. Dia dengar kebanyakan Perang Saudara manusia awalnya merupakan konflik antara demigod Yunani dan Romawi. Kini mereka berdiri di bekas lokasi pertempuran semacam itu. Seluruh kota di bawah mereka pernah dibumihanguskan atas perintah seorang anak Ares. Percy membayangkan bahwa sejumlah anak di Perkemahan Blasteran sanggup memberi perintah seperti itu. Clarisse La Rue, misalnya, takkan ragu-ragu. Namun, dalam bayangan Percy, Frank tidak mungkin sebengis itu. "Pokoknya," kata Percy, "mari kita usahakan agar jangan tia mpai membakar kota kali ini." Sang pelatih kelihatan kecewa. "Ya, sudah. Tetapi kita hendak krmana "" Percy menunjuk kawasan perkotaan yang rarnai. "Bila ragu, in mulailah dari tengah."
Mencari tumpangan ternyata lebih gampang daripada yang mereka kira. Ketiganya menuju ke perpustakaan umum yang rupanya adalah Carter Center yang termasyhur dan menanyai stafnya apakah mereka bisa meneleponkan taksi atau menunjukkan arah
ke halte bus terdekat. Percy bisa saja memanggil Blackjack, tapi dia enggan minta bantuan pegasus itu lagi, terutama karena kemarin mereka baru saja mengalami musibah. Frank sedang tidak mau berubah wujud. Lagi pula, Percy memang ingin pelesir seperti manusia biasa sekali ini. Salah seorang pustakawan, yang bernama Esther, bersikeras untuk menyopiri mereka sendiri. Dia baik sekali sampai-sampai Percy kira wanita itu adalah monster yang sedang menyamar; tapi Hedge mengajak Percy menepi dan meyakinkannya bahwa bau Esther sama seperti manusia normal. "Ada wangi potpourri juga, samar-samar," kata sang, satir, "cengkeh. Kelopak mawar. Sedap!" Mereka masuk berbondong-bondong ke Cadillac hita in besar milik Esther dan bermobil ke tengah kota. Esther mungi I sekali; matanya hanya sedikit lebih tinggi di atas setir. Namun , hal itu sepertinya tak mengusik wanita tersebut. Dia mengem udikan mobilnya di tengah-tengah lalu lintas padat sambil menghibur mereka dengan cerita mengenai keluarga-keluarga gila di Atalanta pemilik perkebunan lama, pendiri Coca-Cola, bintang lapangan, dan wartawan CNN. Est
her kedengarannya tahu banya Jadi, Percy memutuskan untuk mencoba peruntungannya. "Eh, begini, Esther," kata Percy, "ada satu pertanyaa n yang susah untuk Anda. Perairan asin di Atlanta. Apa hal pert a I I la yang terbetik di benak Anda"" Sang wanita tua terkekeh. "Oh, itu, sih, gampattr Anak Manis. Hiu tutul!" "Hiu tutul"" tanya Frank gugup, "di Atlanta ada hiu tutul"" "Di akuarium, Anak Manis," kata Esther, "sangat terkenal! Letaknya tepat di tengah kota. Ke sanakah kalian hendak, pergi"" Akuarium. Percy mempertimbangkan hal itu. Dia tidak tahu apa kiranya yang dilakukan Dewa Laut Yunani kuno di akuarium
negara bagian Georgia, tapi Percy tidak punya ide yang lebih brilian. "Ya," kata Percy, `kami hendak ke Esther menurunkan mereka di pintu utama, yang sudah disesaki antrean. Dia bersikeras memberi mereka nomor teleponnya kalau-kalau ada keadaan darurat, ongkos taksi untuk kembali ke Carter Center, dan setoples selai persik buatan rumah, yang entah karena alasan apa dia simpan sekotak penuh di bagasi. Frank memasukkan toples itu di tas punggungnYa dan berterima kasih kepada Esther, yang sudah mengganti panggilan Anak Manis jadi Nak. Sementara Esther berkendara menjauh, Frank berkata, "Apa semua orang di Atlanta seramah itu"" Hedge mendengus. "Moga-moga tidak. Aku tidak bisa bertarung melawan mereka kalau mereka ramah. Ayo kita hajar hiu tutul-hiu tutul itu. Mereka kedengarannyagangs!" Tak terbetik di benak Percy bahwa mereka harus membayar karcis masuk, atau mengantre di belakang keluarga serta anak-anak peserta perkemahan musim panas. Saat melihat anak-anak usia SD yang mengenakan kaus warna-warni dari aneka perkemahan, Percy merasakan secercah kesedihan. Seharusnya sekarang dia berada di Perkemahan Blasteran, menginap di kabinnya musim panas itu, mengajarkan teknik adu pedang di arena, menyusun rencana untuk mengerjai Para konselor lain. Anak-anak ini tak punya gambaran bisa segila apa perkemahan musim panas itu. Percy mendesah. "Ya, kurasa kita harus mengantre. Ada yang bawa uang"" Frank mengecek sakunya. "Tiga denatius dari Perkemahan Jupiter. Lima dolar Kanada."
Hedge menepuk-nepuk celana pendeknya dan mengeluarkau benda temuannya. "Tiga keping seperempat dolar, dua koitt sepuluh sen, karet gelang, dan mantap! Sebatang seledri!" Dia mulai mengunyah seledri sembari memelototi uang recch serta karet gelang, seolah-olah benda itu bakal jadi makanannya yang berikut. "Gawat, nih," kata Percy. Sakunya sendiri nyaris kosong, hanya memuat pulpen/pedangnya, Riptide. Dia sedang memper-timbangkan apakah mereka bisa menyelinap masuk, entah bagai-mana, ketika seorang wanita berseragam Akuarium Georgia biru-hijau menghampiri mereka sambil tersenyum cerah. "Ah, tamu VIP!" Dia berlesung pipi, berkacamata gagang tebal, berkawat gigi, dan berambut hitam kriwil yang dikucir dua. Jadi, meskipun usianya kira-kira sudah akhir dua puluhan, dia tampak seperti cewek sekolahan kutu buku imut, tapi agak aneh. Selain mengenakan seragam Akuarium Georgia berupa kaus berkerah, dia memakai celana panjang warna gelap dan sepatu olahraga hitam. Langkahnya berjingkrak, seolah dia tak sanggup mengekang energinya yang melimpah ruah. Tanda pengenalnya bertuliskan KATE. "Anda punya uang untuk membeli karcis, rupanya," kata Kate, "bagus sekali!" "Apa"" tanya Percy. Kate meraup tiga denarius dari tangan Frank. "Ya, segitu cukup. Ayo, ke sini!" Dia membalikkan badan dan berderap menuju pintu utama. Percy memandang Pak Pelatih Hedge dan Frank. "Jebakan"" "Barangkali," kata Frank. "Dia bukan manusia," kata Hedge sambil mengendus-endus udara, "barangkali sejenis makhluk jahat pemakan kambing dan pemusnah demigod dari Tartarus."
Tak diragukan lagi." Percy sepakat. Bagus!" Hedge menyeringai. "Ayo, masuk." Kate tanpa kesulitan memandu mereka melewati antrean tiket lit masuk ke akuarium. "Ke sini." Kate nyengir kepada Percy. "Koleksi kami luar biasa. takkan kecewa. Kami jarang sekali kedatangan tamu VIP." "Eh, maksudmu demigod"" tanya Frank. Kate berkedip jail kepadanya dan menempelkan bibir ke mulut. "Nah, yang ini adalah hewan-hewan kutub, antara lain I ra
in, paus beluga, dan sebagainya; sedangkan di sana ya, ada sejumlah ikan, tentu saja." Untuk ukuran pegawai akuarium, Kate tampaknya kurang berpegetahuan dan kurang peduli terhadap ikan-ikan kecil mereka melintasi tangki besar berisi spesies ikan tropis, dan ketika frank menunjuk seekor ikan dan menanyakan namanya, Kate .. kata, "Oh, yang itu ikan kuning." Mereka melewati toko suvenir. Frank melambat untuk melihat-lihat meja diskon yang memuat pakaian serta mainan. "Ambil apa saja yang Anda inginkan," Kate memberitahunya. Frank mengejapkan mata. "Sungguh"" "Tentu saja! Anda tamu VIP!" Frank bimbang. Kemudian, dia menjejalkan sejumlah kaus ke tas punggungnya. "Bung," kata Percy, "kau sedang apa"" "Katanya boleh," bisik Frank, "lagi pula, aku butuh pakaian.aku tidak membawa pakaian yang cukup untuk perjalanan hiltjang!" Dia menambahkan bola kristal salju ke dalam koleksinya, I ng menurut pengamatan Percy bukan tergolong pakaian. Lalu I r ank mengambil anyaman berbentuk silinder seukuran wafer.
Frank memandangi benda itu sambil memicingkan mara. "Ini apa"" "Namanya Chinese handcuff Untuk dimasukkan ke jari." Frank, yang adalah orang Kanada keturunan Cina, kelihatan tersinggung. "Kok Gina, sih"" "Entahlah," kata Percy, "begitulah namanya. Semacam mainan buat iseng." "Sini!" panggil Kate dari seberang koridor. "Nand kutunjukkan," janji Percy. Frank menjejalkan anyaman tersebut ke tas punggungnya, dan mereka berjalan lagi. Mereka melewati lorong akrilik. Ikan berenang-renang di atas kepala mereka, dan Percy merasakan kepanikan irasional menyumbat tenggorokannya. Tolol ah, kata Percy kepada din i sendiri. Aku sudah jutaan kali masuk ke bawah air. Aku bahkan tidak berada di dalam air. Ancaman sesungguhnya adalah Kate, Percy mengingatkan dirinya. Hedge sudah mendeteksi bahwa perempuan itu bukan manusia. Dia bisa saj a berubah sewaktu-waktu jadi makhluk buas dan menyerang mereka. Sayangnya, Percy tidak melihat ada pilihan selain ikut tur VIP panduannya sampai mereka bisa menemukan Phorcys sang Dewa Laut, meskipun artinya mereka masuk semakin jauh ke dalam jebakan. Mereka keluar di ruang observasi yang diterangi cahaya him. Di batik kaca terdapat tangki akuarium terbesar yang pernah Percy lihat. Di dalamnya, lusinan ikan besar tengah berputar-putar, termasuk dua hiu tutul, masing-masing dua kali lipat lebih besar daripada Percy Mereka gemuk dan lamban, sedangkan mulut mereka yang menganga tidak bergigi. "Hiu tutul," geram Pak Pelatih Hedge, "kini kita akan be tarung sampai mail!" Kate celdkikan. "Satir konyol. Hiu tutul cinta damai. Mereka lianya makan plankton." Percy mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya bagaimana sa mpai Kate tahu bahwa sang pelatih adalah seorang satir. Hedge mengenakan celana dan sepatu khusus yang menutupi kuku belahnya, sebagaimana yang biasa dilakukan satir untuk berbaur dengan manusia. Topi bisbol menyembunyikan tanduknya. Semakin Kate cekikikan dan bersikap ramah, semakin Percy tak menyukainya; tapi Pak Pelatih Hedge tampaknya tidak gentar. "Hiu cinta damai"" kata sang pelatih dengan muak, "buat apa"" Frank membaca plakat di samping tangki. "Satu-satunya hiu tutul di dunia yang dikandangkan," komentarnya, "mengagumkan juga. "Ya, dan mereka ini yang kecil," ujar Kate, `coba kalian lihat anak-anakku yang lain di alam liar." "Anak-anak Anda"" tanya Frank. Melihat binar licik di mata Kate, Percy cukup yakin dia tidak mau bertemu anak-anak Kate. Percy memutuskan sudah waktunya tintuk mengakhiri basa-basi. Dia tidak mau masuk ke akuarium lebih jauh lagi. "Begini, Kate," kata Percy, "karni sedang mencari orang inaksudku dewa, yang bernama Phorcys. Apa kau kenal dia"" Kate mendengus. "Kenai dia" Dia saudaraku. Kita memang hendak ke sana. Koleksi yang sebenarnya ada di dalam sini." Dia memberi isyarat ke dinding seberang. Permukaannya hitam padat beriak, dan muncullah sebuah terowongan, menembus tangki ungu yang berpendar. Kate melenggang ke dalam. Percy sebetulnya tidak mau mengikuti wanita itu, tapi jika Phorcys memang berada di seberang sana, clan jika sang Dewa Laut memiliki informasi yang dapat
membantu misi mereka .... Percy menarik napas dalam-dalam dan mengikuti temannya masuk ke terowongan. Begitu mereka masuk, Pak Pelatih Hedge bersiul. "Nah, itu baru menarik." Di atas mereka, ubur-ubur aneka warna seukuran tong sampah melayang-layang, masing-masing memiliki ratusan tentakel yang mirip kawat berduri sehalus sutra. Seekor ubur-ubur sedang mencengkeram ikan todak yang lumpuh sepanjang tiga meter. Si ubur-ubur kian lama kian erat membelitkan tentakel ke tubuh mangsanya. Kate memandang Pak Pelatih Hedge dengan wajah berbinar-binar. "Anda lihat" Hiu tutul tidak ada apa-apanya! Dan kami masih punya banyak lagi." Kate memandu mereka masuk ke sebuah ruangan yang bahkan lebih besar, diapit oleh lebih banyak akuarium. Di salah satu dinding, plang merah berpendar mengumumkan: MAUT DI LAUT DALAM! Disponsori oleh Donat Monster. Percy harus membaca plang itu dua kali karena disleksia yang dideritanya, kemudian dua kali lagi supaya paham benar. "Donat Monster"" "Betul," kata Kate, "salah satu korporasi yang mensponsori kami." Percy menelan ludah. Pengalaman terakhirnya dengan Donat Monster tidak menyenangkan. Ada kepala ular yang meludahkan asam pekat, jeritan menjadi-jadi, dan meriam. Di salah satu akuarium, selusin hippocampus kuda berekor ikan mengapung tak tentu arah. Percy sudah melihat banyak hippocampus di alam liar. Dia bahkan pernah menunggangi hippocampus; tapi dia tak pernah melihat hewan itu dikurung dalam akuarium. Percy mencoba berbicara dengan mereka, tapi
mereka berenang ke sana-sini saja, terkadang menabrak kaca. Mereka sepertinya sedang linglung. "Ini tidak beres," gumam Percy. Dia berbalik dan melihat sesuatu yang malah lebih buruk. Di dasar sebuah tangki berukuran lebih kecil, dua Nereid roh laut perempuan duduk bersila berhadapan, sedang main Kartu. Mereka kelihatannya bosan setengah mati. Rambut mereka yang hijau panjang mengembang lemas di sekeliling wajah mereka. Mata mereka setengah terpejam. Percy marah sekali sampai-sampai dia nyaris tidak bisa bernapas. Dipelototinya Kate. "Bisa-bisanya kau mengurung mereka di sini"" "Aku tabu." Kate mendesah. "Mereka kurang menarik. Kami mencoba mengajari mereka trik kartu, tapi sayangnya tidak berhasil. Menurutku Anda akan lebih menyukai tangki yang sebelah sini." Percy hendak protes, tapi Kate sudah bergerak. "Ya, kambing!" pekik Pak Pelatih Hedge, "lihat makhluk-makhluk cantik ini!" Dia melongo sambil memandangi dua ular laut monster sepanjang sembilan meter dengan sisiknya biru berpendar dan rahang yang dapat menggigit putus hiu tutul jadi dua. Dalam tangki lain, sedang mengintip keluar gua semennya, terdapat cumi-cumi seukuran truk gandeng yang berparuh seperti tang raksasa. Tangki ketiga memuat selusin makhluk humanoid yang bertubuh mulus seperti anjing laut, berwajah mirip anjing, dan bertangan manusia. Mereka menduduki pasir di dasar tangki, sedang merakit Lego, meskipun makhluk-makhluk tersebut tampak sama linglungnya seperti para Nereid. "Apakah itu "" "Telkhine!" kata Kate, "ya! Satu-satunya yang dikandangkan!"
"Tetapi mereka bertarung untuk Kronos pada perang terakhir!" kata Percy, "mereka berbahaya!" Kate memutar-mutar bola matanya. "Ya, kami tidak akan menyebut koleksi ini 'Matt di Laut Dalam' jika mereka tidak berbahaya. Jangan khawatir. Mereka sudah kami bius." "Bius"" tanya Frank, "apa itu legal"" Kate tampaknya tidak mendengar. Dia terus berjalan sambil menunjuk koleksi-koleksi lain yang dipamerkan. Percy menengok telkhine di belakangnya. Satu telkhine jelas masih kecil. Dia sedang berusaha membuat pedang dari Lego, tapi dia kelihatannya terlalu bingung sehingga tidak bisa menyusun balok-balok tersebut. Percy tidak pernah menyukai monster laut, tapi kini dia merasa kasihan pada mereka. "Dan monster-monster laut yang ini," papar Kate di depan, "bisa tumbuh sampai sepanjang seratus lima puluh meter di law dalam. Mereka mempunyai lebih dari seribu gigi. Sedangkan yang ini, makanan favoritnya adalah demigod " "Demigod"" cicit Frank. "Tetapi mereka mau makan paus dan perahu kecil juga." Kate menoleh kepada Percy dan merona. "Maaf aku memang manial mons
ter kelas berat! Aku yakin Anda tahu semua ini, sebagai puts Poseidon." Telinga Percy berdenging seperti ada bel peringatan di dalamnya. Dia tidak tahu seberapa banyak yang Kate ketahui tentang dirinya. Dia tidak suka sikap Kate yang melontarkan informasi sambil lalu mengenai makhluk tawanan yang dibius atau anak-anaknya yang gemar melahap demigod. "Kau ini siapa"" tuntut Percy, "apa Kate itu singkatan"" "Kate"" Wanita itu untuk sementara tampak bingung Kemudian, dia melirik tanda pengenalnya. "Oh, ...." Dia tertawa "Bukan,
"Halo!" ujar sebuah suara baru, menggelegar di akuarium. Seorang pria kecil tergopoh-gopoh keluar dari kegelapan. Dia berjalan miring dengan kaki bengkok seperti kepiting, punggungnya bungkuk, lengannya terangkat seperti sedang memegangi piring tak kasat mata. Dia mengenakan baju selam bernuansa hijau seram. Huruf-huruf perak kemilau yang tercetak di bagian sisi berbunyi: ATRAKSI PORKY. Mikrofon headset terkatup di rambut lepeknya yang berminyak. Matanya biru buram, salah satu lebih tinggi daripada yang lain, dan meskipun dia tersenyum, dia tidak tampak ramah lebih seperti orang yang mukanya ditiup angin kencang. "Tamu yang terhormat!" ujar pria itu, kata-kata tersebut menggemuruh lewat mikrofon. Suaranya seperti DJ, dalam serta tegas sama sekali tidak serasi dengan penampilannya. "Selamat datang di Atraksi Phorcys!" Dia mengayunkan lengan ke satu sisi, seolah sedang mengarahkan perhatian mereka ke sebuah ledakan. Tidak ada yang terjadi. "Sialan," gerutu pria itu, "Telkhine, itu aba-aba kalian! Aku melambaikan lengan, dan kalian seharusnya melompat penuh semangat di tangki kalian, lakukan puntiran ganda secara serempak, kemudian mendarat sembari membentuk formasi piramida. Kita Nudah berlatih!" Para monster laut tidak mengindahkannya. Pak Pelatih Hedge mencondongkan badan mendekati si pria kepiting dan mengendus-endus baju selamnya yang mengilap. "Bajumu bagus." Kedengarannya dia tidak bercanda. Wajar saja, sebab sang satir memakai seragam olahraga untuk kesehariannya. "Makasih!" kata pria itu senang, "aku Phorcys."
Frank memindahkan tumpuannya. "Kenapa di pakaian And,, tertulis Porky"" Phorcys cemberut. "Perusahaan seragam tolol! Pekerjaan mereka tidak ada yang benar." Kate mengetuk tanda pengenalnya. "Aku memberi tahu mereka bahwa namaku Keto. Mereka salah mengejanya jadi Kale. Saudaraku ya, sekarang namanya Porky." "Namaku bukan Porky!" bentak pria itu, "memangnya mukaku mirip babi" Walaupun akhirannya memang berima dengan Atraksi. Tetapi kalian pasti tidak ingin mendengar kami mengeluh. Saksikanlah, keagungan memikat cumi-cumi raksasa pembunuh!" Dia menggerakkan tangan secara dramatis ke arah tangki cumi-cumi. Kali ini, mercon meluncur di depan kaca sesuai aba-aba, memuntahkan percik keemasan. Musik membahana dari pengeras suara. Lampu-lampu bertambah terang dan menampakkan keagungan memikat tangki kosong. Si cumi-cumi rupanya telah kembali ke dalam gua. "Sialan!" teriak Phorcys lagi. Dia berputar menghadap saudarinya. "Keto, melatih si cumi-cumi adalah tugasmu. Melempar-lempar bola, kataku. Mungkin mengoyak-ngoyak daging untuk aksi penutup. Apa permintaanku berlebihan"" "Dia malu," kata Keto defensif, "lagi pula, di masing-masing tentakelnya terdapat enam puluh dua mit yang harus diasah setiap hari." Dia menoleh kepada Frank. "Tahukah kau, cumi-cumi raksasa adalah satu-satunya hewan yang bisa memakan demigod bulat-bulat, beserta baju tempur dan sebagainya, tanpa menderita efek samping berupa gangguan pencernaan" Sungguh!" Frank buru-buru menjauhi Keto sambil memeluk perutnya, seolah tengah memastikan bahwa badannya masih utuh.
Petualangan The Journey 2 Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo Pendekar Penyebar Maut 21

Cari Blog Ini