Ceritasilat Novel Online

Pendekar Seratus Hari 2

Pendekar Seratus Hari Karya S D. Liong Bagian 2


tubuhku hancur lebur berkeping-keping juga belum dapat menghimpas budi toako kepadaku. Siau toako
jangan kuatir. Apabila Yang Kuasa akan memanggilmu, aku tentu akan melaksanakan pesanmu untuk
meneruskan pembalasan yang belum selesai itu."
Siau Mo menghela napas panjang.
"Dalam hidupku yang tinggal seratus hari, aku akan berusaha untuk menyelidiki siapa-siapa musuhku."
"Sembari juga akan kuberikan kepadamu pelajaran-pelajaran ilmu silat yang sakti, untuk mempersenjatai
dirimu lebih kuat," katanya pula.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Siau toako," kata Bok-yong Kang, "ada suatu hal yang membuat aku heran. Mengapa Wanita Suara Iblis itu
selalu membayangi jejak kita" Dan mengapa sebabnya setiap kali, dia tentu mendahului membunuh musuh
toako?" Siau Mo merenung katanya: "Begitulah! Karena tindakannya itu maka setiap orang yang sudah selesai
kuselidiki menjadi lenyap sehingga penyelidikanku menjadi keruh lagi. Ah, dan yang lebih mengherankan
lagi, rupanya Wanita Suara Iblis itu membayangi aku karena hendak mengambil jarum Ular Emas."
Tiba-tiba ia hentikan kata-katanya dan merenung. Beberapa saat kemudian kedengaran ia mengoceh
seorang diri. "......... mungkin hal itu suatu rencana busuk dalam dunia persilatan......... yang menyangkut ribuan jiwa
kaum persilatan. Tetapi urusanku sendiri sudah keliwat banyak. Bagaimana aku sempat mencampuri
urusan itu" Hm, dunia persilatan telah membenci aku, perlu apa aku mengurus soal itu."
Mendengar kata-kata itu terkejutlah Bok-yong Kang. Ia duga karena keluarga Siau Mo telah mengalami
peristiwa mengerikan, maka hati Siau Mo menjadi dingin.
Siau Mo memandang Bok-yong Kang, serunya: "Bokyong-te, selama setahun, kita bergaul adakah engkau
mempunyai anggapan bahwa segala tindakanku selama ini lepas dari aliran Hitam dan Putih?"
Bok-yong Kang terkesiap, sahutnya: "Dalam beberapa waktu terakhir itu, toako tak melakukan hal-hal yang
merugikan dunia persilatan."
Siau Mo tersenyum: "Mengapa engkau tak menyalahkan aku, kenapa tak mau membela dunia persilatan?"
Jawab Bok-yong Kang: "Siau toako, kupercaya hatimu tentu sudah mempunyai rencana terhadap dunia
persilatan." Memang Bok-yong Kang seorang yang cerdas. Tetapi walaupun sudah setahun bergaul dengan Siau Mo, ia
tak dapat menyelami hati pendekar Ular Emas itu.
Ia merasa bahwa dalam waktu akhir-akhir ini, Siau Mo tampak sibuk untuk melakukan penyelidikan
terhadap musuh-musuh keluarganya....... Tetapi tampaknya juga waspada terhadap perangkap yang
dilakukan kaum persilatan terhadap dirinya.
Dunia persilatan memandang Siau Mo sebagai musuh besar yang ganas dan kejam. Sebagai pembunuh
yang misterius. Hanya Bok-yong Kang yang tahu pribadi Siau Mo itu.
Tiba-tiba Siau Mo berseru bengis:
"Hai, siapakah itu?"
Dan serentak terdengar suara tertawa dingin:
"Aku!" Bok-yong Kang terkejut dan cepat berpaling. Di bawah bayangan sebatang pohon besar, tampak sesosok
tubuh langsing tegak berdiri.
"Hai, siapakah engkau!" bentak Bok-yong Kang.
Di tengah kesunyian alam sekeliling yang merupakan hutan itu, tiba-tiba terdengar suara menggerincing
laksana butir-butir mutiara tertumpah di lantai. Bukan suara harpa, dan bukan suara seruling, bukan pula
tetabuhan, melainkan suara tertawa seorang wanita.
Bok-yong Kang terkejut. Ia rasakan bahwa nada tertawa itu bukan tertawa biasa tetapi mengandung suatu
kekuatan yang melelapkan perasaan hati orang.
Ia memandang ke sekeliling penjuru tetapi tak dapat mengetahui dari arah manakah suara tertawa itu."
Tiba-tiba Siau Mo tertawa: "Hm, Wanita Suara Iblis, tak kira kalau engkau datang sendiri hendak mencari
aku?" 02.08. Suara Iblis dunia-kangouw.blogspot.com
Mendengar itu terkejutlah Bok-yong Kang, pikirnya: "Kalau bayangan hitam di bawah pohon itu si Wanita
Suara Iblis, lalu suara tertawa aneh itu apakah dia yang melantangkan" Ah, benar-benar suatu kepandaian
yang sangat mengherankan."
Bayangan hitam itu tertawa dingin: "Siau Mo, kukira engkau tahu apa maksud kedatanganku ini?"
"Kapan engkau muncul kemari?" tanya Siau Mo.
Suara iblis itu memperdengarkan suara tertawa dari tenggorokan, serunya: "Sudah lama aku datang.
Tentang rahasia dirimu, akupun sudah tahu. Siau Mo, apakah saat ini jantungmu masih sakit?"
Diam-diam terkejutlah Siau Mo pikirnya: "Kalau setelah mengetahui rahasia diriku, dia menyiarkan ke dunia
persilatan. Tentulah berbahaya. Kaum persilatan yang hendak membunuh aku tentu akan mengikuti
kemana pergiku. Begitu tahu keadaanku sedang kambuh, mereka tentu akan turun tangan...... Hm, satusatunya jalan hanyalah membunuh wanita ini untuk melenyapkan rahasia itu."
Sesaat Bok-yong Kang pun tak dapat bertindak apa-apa. Ia dan Siau Mo menghampiri ke tempat Wanita
Suara Iblis itu. Wanita itu tenang-tenang saja. Ia tak mempunyai rasa kuatir bahwa kedua pemuda itu akan membunuhnya.
Sikap yang setenang itu bahkan malah membuat Siau Mo dan Bok-yong Kang tergetar hatinya. Mereka
hentikan langkah dan menatap ke arah wanita itu.
Sampai sepeminum teh lamanya, barulah Siau Mo bertanya pula: "Apakah maksudmu mencari aku?"
Wanita Suara Iblis melengking: "Mengapa kalian begitu penakut tak berani turun tangan kepadaku?"
Kata-kata wanita itu menyebabkan Siau Mo terkejut.
Ah, jelas dia bukan seorang wanita biasa. Nyatanya dia dapat muncul lenyap tanpa diketahui, pikir Siau Mo.
Siau Mo mendengus: "Jangan salah terka. Siapa yang bilang, aku takkan turun tangan kepadamu?"
Secepat kata melantang, secepat itu pula tangan Siau Mo sudah menyerangnya. Tetapi secepat itu juga
Wanita Suara Iblis itu songsongkan lengannya untuk mencengkeram siku lengan Siau Mo.
Ilmu Kin-na-jiu atau merebut senjata dengan tangan kosong yang dilakukan wanita itu cepat sekali.
Siau Mo sekonyong-konyong balikkan lengannya. Dengan jari tangan ia menyelentik ke arah tangan lawan.
Tetapi wanita itu memang tajam sekali perasaannya. Selentikan jari Siau Mo yang menimbulkan desir angin
tajam, cepat dapat ditanggapi bahayanya. Maka ia segera menarik pulang tangannya lagi, mengayunkan
tubuh sampai tiga langkah, sehingga desis angin selentikan jari Siau Mo hanya lewat di depannya.
"Hm, mengapa engkau tak berani menyambut tutukan jariku?"
Tetapi Wanita Suara Iblis itu tertawa mengikik: "Kalau mau membunuhmu, juga takkan kulakukan saat ini."
"Siapakah yang menyuruh engkau kemari?" seru Siau Mo.
"Benar, kiranya engkau sudah tahu bahwa aku memang diperintah orang," sahut Wanita Suara Iblis itu.
Siau Mo tertawa dingin: "Memang mataku belum kabur. Kalau engkau hari ini tak mau mengatakan terus terang, jangan harap
engkau dapat tinggalkan tempat ini dengan masih bernyawa.
"Ah, belum tentu! Engkau menghendaki aku mengatakan apa?" balas wanita itu.
"Jawablah! Ketujuhbelas batang jarum Ular Emas yang kulepaskan itu bukankah engkau yang
mengambilnya semua?"
Sahut wanita itu: "Benar, apakah engkau hendak mengambil kembali ketujuhbelas batang jarum Ular Emas
itu?" Siau Mo menggeram: "Dengan menggunakan jarum Ular Emas milikku, engkau melakukan pembunuhan
pada orang, bukankah engkau bermaksud menodai namaku sebagai pembunuh?"
Wanita Suara Iblis tertawa ringan.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Nama Pendekar Ular Emas itu sudah cemerlang. Kalau aku lebih menyemarakkan nama itu dengan
tambahan yang ganas, apa aku salah?" katanya.
Siau Mo tertawa: "Hah, kalau begitu aku harus menghaturkan terima kasih!"
Dalam pada tertawa itu Siau Mo pun sudah condongkan tubuh ke muka. Tetapi ternyata wanita itu lebih
gesit dan waspada. Secepat itu juga ia sudah loncat menyingkir beberapa langkah lagi.
"Ah, tak usah engkau berterima kasih kepadaku. Anggap saja sebagai saling memperhatikan," seru wanita
itu. Selama sedang bicara dengan Siau Mo, diam-diam Bok-yong Kang memperhatikan Wanita Suara Iblis itu.
Ia melihat gerak kisaran langkah wanita itu luar biasa anehnya dan lagi selalu mengambil posisi untuk
menyerang lebih dulu. Suatu posisi yang membuat Siau Mo tak leluasa lancarkan serangan. Karena apabila
ia nekad hendak menyerang, tentulah ia akan didahului oleh wanita itu.
Akhirnya Siau Mo menghela napas.
"Siapakah sesungguhnya engkau ini!"
"Siau Mo," Wanita Suara Iblis itu menjawab dalam nada dingin, "hari ini setelah beruntung bertemu muka,
memang benar bahwa engkau ini seorang pemuda yang menonjol. Tetapi kuperingatkan engkau. Selama
engkau tak menghalangi gerak gerik kami, aku takkan membikin susah kepadamu. Sekarang aku telah
mengetahui penyakitmu. Jika aku bermaksud hendak membunuh, adalah semudah orang membalikkan
telapak tangannya. Nah, sampai di sini pertemuan kita, kuharap engkau mempertimbangkan dengan
seksama. Sampai berjumpa lagi."
Terdengar lengking suara macam iblis meringkik dan Wanita Suara Iblis itu segera lenyap ditelan
kegelapan. Siau Mo menghela napas panjang.
"Bokyong-te, menilik gelagat, sepak terjang kita ini sudah diawasi orang. Ah, siapakah wanita itu" Rupanya
ia tahu jelas akan sumber kepandaianku," katanya.
"Siau toako, rupanya dia tak mau bertempur dengan engkau. Mungkin dia gentar akan kepandaian toako,"
kata Bok-yong Kang. Siau Mo mengangkat muka, menengadah dan merenung. Wajahnya berobah-robah tidak menentu.
Bok-yong Kang tahu bahwa memang begitulah Siau Mo. Maka dia pun tak mau menegur dan pelahan-lahan
menghampirinya. Tetapi ia tak mau mengajaknya bicara.
"Bokyong-te," tiba-tiba Siau Mo berseru, "hayo kita lekas pergi, mungkin wanita itu mengganas lagi."
Bok-yong Kang terkesiap: "Kemana?"
Tiba-tiba dari tengah hutan terdengar lengking suara seorang wanita:
"Siau Mo, jangan pergi!"
Bok-yong Kang memandang ke muka. Di bawah sinar bulan tampak sesosok tubuh langsing tengah berlarilari mendatangi. Ilmu gin-kangnya hebat sekali. Ternyata seorang dara cantik baju hijau.
Setelah melihat gadis itn, berobahlah wajah Siau Mo.
"Nona Nyo, engkaukah yang memanggil aku?" serunya.
Dara cantik baju hijau itu memang Nyo Cu-ing, puteri kesayangan dari Nyo Jong-ho. Tampak nona itu
berkabut kemarahan. "Sret?"," serentak ia mencabut pedang.
"Siau Mo aku hendak bertanya, apakah engkau ini benar-benar guru sekolah Siau Lo-seng itu?" serunya.
Siau Mo agak tenang, sahutnya: "Benar, apakah nona masih belum percaya?"
"Bagus," Cu-ing membentak, "durjana yang licin, sambutlah pedangku ini."
Secepat berkata, secepat itu pula Cu-ing terus menusuk.
dunia-kangouw.blogspot.com
Bok-yong Kang melolos sebatang ruyung dari pinggangnya. Ruyung itu disebut Ko-lo-pek-kut-pian. Secepat
kilat ruyung diayunkan untuk menangkis pedang si nona.
"Hm, engkau bukan tandingannya Siau toako, biarlah aku yang melayaninya."
"Enyahlah," bentak Cu-ing dengan gusar. Pedang digentakkan keatas dan ditaburkan menjadi lingkaran
sinar yang menimpah ke tubuh Bok-yong Kang dan menusuk jalan darahnya yang berbahaya.
Bok-yong Kang pun serentak balikkan ruyung ke atas untuk menyambuti. Ia yakin nona itu tak mungkin
terhindar dari ruyungnya. Tetapi diluar dugaan, Cu-ing tak mau menghindar malah menangkis.
"Tring!" Tetapi secepat itu pula Cu-ing terus tebarkan pedangnya menjadi sebuah lingkaran sinar yang menghambur
lagi ke arah lawan. Demikian keduanya segera terlibat dalam pertempuran seru.
Tampak serangan Cu-ing lebih hebat dan lebih terarah. Setiap tusukannya tentu mencari sasaran jalan
darah Bok-yong Kang yang berbahaya. Apabila terkena, kalau tidak mati tentulah pemuda itu menderita
cacad parah. Bok-yong Kang tahu bahwa selama menjadi guru, Siau Mo telah mendapat perlakuan baik sekali dari dara
itu. Maka ia pun tak mau menggunakan jurus-jurus yang ganas. Tetapi karena kesungkanan itu, dia telah
dikuasai oleh pedang si nona.
Melihat serangan pedang Cu-ing, Bok-yong Kang terkejut. Pikirnya:
"Mengapa ilmu pedangnya begitu luar biasa" Siapakah gurunya" Rupanya kepandaian nona itu lebih tinggi
dari ayahnya." Dalam beberapa saat saja Cu-ing telah melancarkan delapanbelas serangan. Tapi semua itu dapat
dipecahkan oleh Bok-yong Kang. Saat itu barulah Cu-ing sadar bahwa pemuda itu memang sakti.
"Kalau pembantunya saja sudah demikian hebat, tentulah Siau Mo itu lebih mengerikan lagi," pikirnya.
Siau Mo yang sejak tadi memperhatikan gaya serangan, sesaat melihat nona itu merobah jurus pedangnya,
cepat ia berseru: "Bokyong-te, mundurlah, nona Nyo hendak mengeluarkan Ilmu pedang Giok-li-kiam-hwat."
Bok-yong Kang selalu taat kepada perintah Siau Mo. Cepat ia menghindar mundur sampai tiga langkah.
Sebenarnya Cu-ing tak mau memberi ampun kepada Bok-yong Kang. Tetapi demi mendengar kata-kata
Siau Mo tadi ia cepat menarik pulang pedangnya.
"Bagaimana engkau tahu aku murid partai Ko-bok-pay?" serunya.
"Tay Hui Sin-ni dari Ko-bok-pay, seorang rahib yang amat sakti dan seumur hidupnya hanya menerima
seorang murid. Bahwa nona ternyata murid dari Sin-ni yang sakti itu, benar-benar diluar dugaanku," kata
Siau Mo. Dengan kata-kata itu jelas bahwa sebelumnya Siau Mo memang belum tahu tentang diri si nona. Setelah
melihat jurus-jurus permainannya barulah ia dapat mengetahuinya.
Cu-ing terkejut sekali: "Apakah engkau kenal pada suhuku?"
Dengan hormat Siau Mo berkata, "Atas budi kebaikan Sin-ni, aku?" aku pernah tinggal di Ko-bok tiga hari.
Sayang aku tak dapat menerima pelajarannya lebih lama lagi."
"Apakah omonganmu itu boleh dipercaya?" seru Cu-ing.
Cu-ing tahu bahwa daerah Ko-bok itu merupakan sebuah tempat yang pantang didatangi orang lelaki.
Selangkah saja orang lelaki berani menginjak tempat itu, tentu akan dibunuhnya.
Bahkan dahulu ketika ayahnya, Nyo Jong-ho membawanya kepada Tay Hui Sin-ni untuk berguru, juga tak
diperbolehkan masuk ke daerah Ko-bok atau Kuburan Tua itu.
Tetapi mengapa Siau Mo dapat tinggal di Ko-bok selama tiga hari" Kalau menilik raut wajah Siau Mo begitu
menghormat ketika menyebut nama Tay Hui Sin-ni, memang tampaknya pemuda itu tak bohong.
dunia-kangouw.blogspot.com
Siau Mo tertawa, "Menilik peraturan keras dari suhu nona, tentu nona tak percaya pada keteranganku."
Cu-ing bertanya: "Siau Mo, apakah sesungguhnya maksudmu terhadap ayahku" Korban-korban yang mati
di rumahku itu apakah bukan engkau yang melakukannya?"
Siau Mo menghela napas. "Kalau aku bicara dengan sesungguhnya, belum tentu engkau mau percaya. Nona Ing, urusan ini gawat
sekali. Lekaslah engkau pulang untuk menolong ayahmu."
Cu-ing terkesiap, serunya: "Apakah maksudmu?"
"Kalau dugaanku tak salah, dalam tiga hari ini keluargamu pasti akan mengalami peristiwa yang ngeri.
Mungkin hal itu malah akan terjadi pada malam ini. Maka harap nona lekas pulang saja. Kalau engkau
hendak minta keterangan, aku tak dapat menjelaskan."
Berobahlah wajah Cu-ing seketika, serunya:
"Kalau dalam tiga hari tak terjadi apa-apa dalam rumahku, walaupun ke ujung dunia aku tetap akan
mencarimu." Rupanya dalam hati nona itu memang seperti mempunyai firasat bahwa akan terjadi sesuatu yang tak
menggembirakan. Maka ia terus bergegas pulang.
"Nona Ing," tiba-tiba Siau Mo berseru, "kalau dalam rumah nona benar-benar sudah terjadi sesuatu
peristiwa, harap nona jangan masuk ke dalam gedung."
Tetapi Cu-ing sudah lenyap dalam kegelapan malam.
"Semoga Tuhan jangan merestui peristiwa itu sampai terjadi?"" terdengar Siau Mo berdoa.
Sudah tentu Bok-yong Kang tak mengerti yang dimaksudkan dengan peristiwa itu, ia berpaling memandang
Siau Mo. "Siau toako," serunya. "tentang urusanmu sebenarnya aku tak suka banyak mulut. Tetapi engkau
memanggil aku datang ke Lok-yang ini benar membuat aku bingung. Apakah tujuan Siau toako datang ke
Lok-yang ini bukan hendak menyelidiki musuh-musuh keluarga toako?"
Siau Mo menghela napas pelahan.
"Bokyong-te, aku hendak bertanya beberapa hal kepadamu, harap suka menjawab dengan sepenuh hati."
"Siau toako," sahut Bok-yong Kang, "Bok-yong Kang telah menerima budi toako. Setiap saat aku selalu
mencari kesempatan untuk membalas budi toako itu. Tetapi aku belum mempunyai kesempatan yang
memadai. Maka kalau toako hendak memberi perintah silahkan toako mengatakan. Aku tentu akan
mengerjakan dengan sepenuh hati."
"Aku bukan hendak menyuruh engkau melakukan suatu pekerjaan, ah!" Siau Mo menghela napas lalu
melanjutkan: "Bokyong-te, bagaimanakah pandanganmu tentang soal Baik dan Jahat itu?"
Bok-yong Kang terkesiap, sahutnya: "Baik, yalah perbuatan yang baik. Jahat, yalah amal pekerjaan yang
jahat." 02.09. Hadangan Pendekar Wanita Baju Merah
"Kalau engkau dihadapi dua hal Baik dan Jahat, lalu engkau memilih yang mana?" tanya Siau Mo pula.
"Sudah tentu memilih yang Baik."
Siau Mo mengangguk. "Ah, Bokyong-te," Siau Mo melanjutkan lagi, "dengan sejujurnya kuberi tahu kepadamu. Sebenarnya bagiku,
Baik dan Jahat itu tak ada bedanya. Kurasa orang yang melakukan Kebaikan dan orang yang melakukan
Kejahatan, serupa saja. Pada akhirnya juga takkan terlepas dari mati. Misalnya: Go Jo itu seorang dorna
besar, walaupun namanya jatuh dan dihina orang, tetapi juga meninggalkan nama sampai beribu tahun.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kebalikannya, Gak Hui itu seorang panglima yang setia, pun juga meninggalkan nama sampai beribu tahun.
Jahat meninggalkan nama. Baik pun meninggalkan nama. Soal itu bagi yang bersangkutan karena sudah
mati, juga tak ada sangkutannya apa.
"Bokyong-te, mungkin karena kelahiranku ini dengan membawa penyakit maka watakku juga aneh dan
mempunyai prasangka terhadap orang. Pandanganku terhadap Baik dan Jahat, pun tak sama dengan
orang biasa. Itulah sebabnya maka sejak berkelana dalam dunia persilatan sepak terjangku tak menentu di
antara garis-garis Baik dan Jahat itu."
Mendengar itu diam-diam Bok-yong Kang terkejut, pikirnya:
"Memang perangai Siau toako ini luar biasa anehnya. Kalau dia sampai terjerumus ke arah jalan yang
Jahat, entah berapa banyak jiwa manusia yang akan melayang. Ah, baiklah aku terus mendampingi saja
untuk mempengaruhi alam pikirannya."
"Selama tiga tahun ini," sesaat kemudian Siau Mo meneruskan kata-katanya lagi, "Aku sering mencampur
adukkan Kesadaran dan Prasangka, sehingga sering aku tak dapat membedakan mana yang baik mana
yang buruk, yang salah dan yang benar. Itulah sebabnya aku tak sungguh-sungguh memikirkan tentang
keadaan dunia persilatan. Dan karena itu timbullah bahaya mengancam keselamatan dunia persilatan. Ya,
pembunuhan-pembunuhan besar dewasa ini boleh dikata akulah yang menyebabkannya."
Bok-yong Kang terkejut, "Toako, bagaimana engkau mengatakan kalau peristiwa berdarah dalam dunia persilatan dewasa ini
engkau yang menimbulkan" Selama setahun ini, kecuali mengadakan pembasmian manusia-manusia jahat,
toako tak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian yang besar pada dunia persilatan."


Pendekar Seratus Hari Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Mo gelengkan kepala.
"Ada beberapa perbuatanku yang engkau tak tahu," katanya.
Bok-yong Kang berseru nyaring: "Dewasa ini dunia persilatan memang sedang dilanda demam
pembunuhan. Siau toako memiliki kecerdasan yang luar biasa. Apabila toako dapat melakukan tindakan
yang menyelamatkan dunia persilatan, tentulah hal itu sebagai suatu berkah dari Tuhan."
Mendengar itu Siau Mo menengadahkan kepala memandang ke langit yang luas.
Bok-yong Kang menyadari bahwa karena keluarganya menderita peristiwa yang mengerikan, maka Siau Mo
menjadi berwatak aneh dan dingin terhadap urusan dunia. Tetapi diam-diam ia memperhatikan bahwa
dalam waktu terakhir ini, tampaknya Siau Mo mengalami perobahan dalam hati. Bila hal itu terarah pada
suatu keputusan, pentinglah bagi dunia persilatan.
Siau Mo mempunyai kekuatan yang dahsyat. Dia dapat menyelamatkan dunia persilatan, tetapi pun mampu
membuat dunia persilatan hancur berantakan.
Tiba-tiba mata Siau Mo memancar sinar aneh, serunya dengan nada sarat:
"Bokyong-te, aku telah mengambil keputusan bahwa dalam sisa hidupku ini, akan kugunakan untuk
melakukan suatu pekerjaan besar yang menggemparkan seluruh dunia persilatan. Bok-yong te, mari kita
lekas kembali masuk ke dalam kota lagi."
Melihat Siau Mo sudah mendahului ayunkan langkah, Bok-yong Kang menyusulnya.
Saat itu hari sudah menjelang terang tanah. Lari Siau Mo secepat bintang meluncur. Kakinya sama sekali
tak mengeluarkan suara. Setiap loncatan dapat mencapai tujuh-delapan tombak jauhnya. Dengan gerakan itu, dalam beberapa kejap
saja ia sudah jauh meninggalkan Bok-yong Kang di belakang.
Bok-yong Kang terkejut. "Dalam usia yang begitu muda ternyata Siau toako sudah memiliki kepandaian yang begitu sakti. Sungguh
jarang terdapat dalam dunia, orang yang seperti toako itu. Walaupun sudah setahun bergaul dengan dia
tetapi aku masih belum mengetahui dari perguruan mana toako itu. Dan yang membuat heranku,
tampaknya dia mengerti semua aliran ilmu silat dari berbagai partai persilatan. Ah, Thian sungguh tak kenal
kasihan! Mengapa seorang pemuda yang begitu cemerlang bakatnya diganjar dengan penyakit yang tak
dapat diobati lagi" Kalau dia sampai meninggal sungguh merupakan suatu kehilangan besar bagi dunia
persilatan!" demikian pikir Bok-yong Kang sembari lari.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiba-tiba ia mendapatkan dirinya sudah berada di tepi kota.
"Berhenti, bung!" sekonyong-konyong terdengar bentakan keras. Dan menyusul sesosok tubuh
menghadang jalan. Bok-yong Kang terkejut. Lebih-lebih ketika memperhatikan bahwa gerakan orang itu sangat cepat. Tanpa
banyak bicara ia terus ayunkan tangannya memukul.
Tetapi alangkah kejut Bok-yong Kang ketika pukulannya seperti tenggelam dalam laut. Dan serentak
dengan itu ia merasakan suatu tenaga membal yang meluncur dari tubuh orang sehingga ia terpental
mundur sampai delapan langkah.
Ketika memandang ke muka Bok-yong Kang pun terbelalak. Sesosok bayangan hitam dengan pelahanlahan melangkah keluar dari tembok kota dan ketika makin dekat barulah diketahui dengan jelas.
Seorang wanita pertengahan umur yang berwajah cantik sekali dan mengenakan pakaian seperti puteri
keraton. "Siapa engkau?" bentak Bok-yong Kang, "kami tak kenal mengenal mengapa engkau menghadang
jalanku?" Wanita cantik itu tertawa:
"Engkau tak kenal aku tetapi aku kenal padamu. Bok-yong Kang pengawal pribadi dari Kim-coa Long-kun
alias Pendekar Ular Emas," serunya.
Mendengar itu Bok-yong Kang terlongong-longong heran. Sesaat kemudian segera ia teringat siapa wanita
itu. Cepat ia lepaskan sebuah hantaman ke arah wanita baju merah itu lalu berputar tubuh hendak pergi.
Tetapi astaga! Tiga sosok bayangan hitam tegak berdiri menghadang jalan. Bok-yong Kang menduga ketiga orang lelaki
itu tentulah anak buah dari wanita cantik Baju Merah.
Sambil memandang salah seorang yang bertubuh kurus dan bermata aneh, Bok-yong Kang berseru:
"Bukankah kalian ini diperintah ke mari oleh Wanita Suara Iblis?"
Wanita cantik Baju Merah menyahut:
"Ah, nyata benar engkau ini adalah seorang yang cerdik, maka cepat dapat mengetahui, begitu lihay."
Bok-yong Kang tak meragukan lagi bahwa ketiga lelaki itu memang anak buah Wanita Suara Iblis yang
diperintahkan untuk menghadang perjalanannya.
Ia duga Wanita Suara Iblis itu tentu sudah memperhitungkan bahwa bila Bok-yong Kang tak mengawal Siau
Mo, mudahlah membereskan jiwa Siau Mo, karena jelas Siau Mo itu seorang yang menderita penyakit
berbahaya. Maka wanita itu mengatur rencana. Lebih dulu pengawalnya harus dilenyapkan baru membereskan Siau
Mo. Demikianlah pemikiran Bok-yong Kang.
Bok-yong Kang pun percaya bahwa dugaannya tentu benar. Tetapi alangkah kejutnya nanti apabila ia
mengetahui bahwa dugaannya itu salah.
Wanita cantik Baju merah itu bukan anak buah Wanita Suara Iblis.
Setelah menyimpulkan kesan, pemuda itu mencabut ruyung.
"Hi, hi, Bok-yong Kang," seru wanita Baju merah itu, "engkau harus tahu diri. Dengan ruyung tulang-tulang
orang mati itu masakan engkau mengalahkan ketiga pengawalku. Lebih baik engkau menyerah saja!"
Bok-yong Kang tertawa dingin.
"Hm, kalau eugkau hendak suruh aku menurut perintahmu, lebih dulu engkau harus mampu mengalahkan
ruyungku ini," serunya. Serentak ruyung pun segera diayunkan ke arah wanita cantik itu.
Sekali bergeliat wanita Baju Merah itu sudah meluncur tiga langkah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Melihat tata langkah wanita itu sedemikian luar biasa, diam-diam Bok-yong Kang terkejut. Namun sudah
terlanjur menyerang, ia pun tak mau berhenti setengah jalan. Ruyung digentakkan dan majulah menyerang.
Tiba-tiba ketiga lelaki itu serempak maju.
Tiga buah serangan telah dilancarkan Bok-yong Kang dengan ruyung tulang tengkoraknya. Dan ketiga jurus
itu cepatnya laksana halilintar menyambar dan gerakannya pun luar biasa anehnya.
Dua dari ketiga orang lelaki itu segera menyingkir tetapi tak sempat menghindar. Ujung ruyung telah
melanda bahu kirinya, darahpun bercucuran ke tanah.
Memang jurus terakhir dari ketiga jurus serangan ruyung yang dilancarkau Bok-yong Kang merupakan jurus
maut. Karena jalan darah Kian-keng-hiat pada bahu orang itu tersambar tak ampun lagi orang itu segera terkapar
di tanah. Kedua kawannya terkejut dan hendak menolong tetapi segera disambut dengan sabetan ruyung oleh Bokyong Kang. Dan sekali menyerang tak maulah Bok-yong Kang memberi kesempatan kedua orang itu untuk
bernapas. Ruyung berkelebatan menyambar ke kanan kiri dengan dahsyat dan cepat sekali. Dan setiap
serangan selalu mengarah jalan darah yang berbahaya. Bahkan disamping itu Bok-yong Kang pun masih
menyerempaki dengan pukulan tangan kiri lagi.
Kedua orang itu meski pun jago-jago yang tangguh tetapi karena diserang oleh ruyung dan pukulan yang
gencar dan aneh, mereka menjadi kalang kabut juga.
Tigapuluh jurus kemudian, kedua orang itu pun tak mampu meloloskan diri dari lingkaran ruyung dan
pukulan Bok-yong Kang. Melihat kedua orang itu akan kalah, wanita Baju merah mombentaknya,
"Mundurlah!" Tetapi Bok-yong Kang tak mau memberi kesempatan kepada kedua orang itu. Dengan bersuit pelahan ia
segera lepaskan tiga buah pukulan dahsyat. Pukulan itu membuat kedua orang itu menyurut mundur.
"Sring, sring!"
Bagaikan ular memagut, ruyung-ruyung segera meluncur maju menyambar. Terdengar kedua orang itu
mengerang. Jalan darah mereka tertutuk dan mereka rubuh ke tanah.
Bok-yong Kang cukup bersikap kesatria. Habis menutuk ia tak mau menyusuli lagi dan menarik pulang
ruyungnya. Wanita itu tertawa seraya menghampiri serunya: "Ih, mereka bertiga memang seharusnya mati."
Tiba-tiba wanita cantik itu terus ayunkan kakinya menendang ketiga orang yang rebah di tanah itu.
Bok-yong Kang terkejut. Ia mengira wanita Baju Merah itu hendak menolong dengan membuka jalan darah
yang tertutuk. Tetapi di luar dugaan terdengarlah jeritan ngeri dari ketiga orang itu. Darah menyembur dari mulut dan
seketika hilanglah nyawa mereka.
Tindakan yang tak diduga-duga itu membuat Bok-yong Kang melongo. Kemudian ia berteriak:
"Hai, mengapa engkau membunuh anak buahmu sendiri?"
Wanita Baju Merah tersenyum. "Mereka bertiga manusia yang tak berbudi. Perlu apa dibiarkan hidup?"
Bok-yong Kang tertegun, "Mereka telah menjual jiwa kepadamu, mengapa engkau masih mengatakan mereka tak setia?" serunya.
Memang pemuda itu berhati polos. Ia tak puas atas tindakan wanita yang dianggapnya terlalu kejam
terhadap anak buahnya. Walaupun ketiga orang itu jelas memusuhi dirinya, tetapi ia merasa kasihan juga
kepada mereka. Wanita Baju Merah tertawa:
dunia-kangouw.blogspot.com
"Mereka itu anak buah dari Nyo Jong-ho, tetapi mereka telah menjual tuannya. Mereka selayaknya kalau
dibunuh." Bukan kepalang kejut Bok-yong Kang mendengar keterangan wanita itu, serunya: "Apakah ke tiga orang itu
bukan anak buahmu?" "Bukan!" Diam-diam Bok-yong Kang terkejut: "Kalau begitu, dugaan Siau toako itu memang benar bahwa rumah
kediaman keluarga Nyo sudah terjadi peristiwa besar, karena itu beberapa anak buah Nyo Jong-ho lalu
berpaling muka dan ikut pada Wanita Suara Iblis."
Pada saat Bok-yong Kang tengah merenung, tiba-tiba wanita Baju merah itu melesat kehadapannya dan
secepat kilat menyambar pergelangan tangan anak muda itu.
Bok-yong Kang tersentak dari renungannya, cepat ia menyurut mundur dua langkah. Tetapi dengan sebuah
gerak kisaran tubuh yang aneh dan cepat, wanita Baju Merah itu pun sudah membayangi di sampingnya
lalu ayunkan tangan memukul.
Melihat betapa cepat dan luar biasa gerak wanita itu, diam-diam Bok-yong Kang menyadari bahwa wanita
itu tentu berilmu tinggi. Cepat ia menyurut mundur lima langkah lagi seraya gentakkan ruyungnya untuk
menangkis. Dan tangannya kiri menyerempaki dengan sebuah hantaman kepada wanita itu.
Pukulan dengan tangan kiri itu dilontarkan Bok-yong Kang dengan tenaga penuh sehingga menimbulkan
sambaran angin keras. Tetapi tampaknya wanita itu tak gentar menghadapi pukulan Bok-yong Kang. Ia mengangkat tangannya
untuk menangkis. Bok-yong Kang tak gentar. Ia percaya bahwa pukulan itu tentu dapat menyurutkan lawan ke belakang.
Tetapi dugaannya itu meleset. Wanita cantik itu tetap menangkis. "Huak," mulut Bok-yong Kang menguak,
memuntahkan segumpal darah. Tubuhnya terhuyung-huyung mundur sampai delapan langkah.
Wanita Baju merah itu tertawa,
"Untuk memberimu sedikit pelajaran, sekarang engkau boleh pilih, mencari jalan hidup atau jalan mati?"
Ternyata Bok-yong Kang telah menderita serangan membalik dari tenaga dalam wanita itu sehingga ia
terluka dan jatuh terduduk di tanah. Ia berusaha bangun tetapi kepalanya terasa pusing sekali.
Dengan tenang wanita itu berkisar ke muka Bok-yong Kang lalu lekatkan telapak tangannya ke ubun-ubun
Bok-yong Kang seraya membentak:
"Engkau mau mati atau hidup?"
"Hm. jalan hidup bagaimana, jalan mati bagaimana?"
"Kalau mau hidup, harus menyerah."
Bok-yong Kang menyadari bahwa wanita itu memiliki kepandaian aneh. Ia tak mengerti entah menderita
pukulan ganas macam apa sehingga tenaganya lumpuh.
"Mati atau hidup boleh semua," dengus Bok-yong Kang. "bukankah saat ini jiwaku berada di tanganmu?"
Wanita Baju merah tertawa mengikik. Nada tawanya aneh mengandung nada ejek dan hina.
Merah muka Bok-yong Kang, bentaknya:
"Apa yang engkau tertawakan?"
Tiba-tiba wanita itu wajahnya mengabut hawa pembunuhan.
"Mati aku......," melihat itu Bok-yong Kang pun mengeluh dalam hati.
Sekonyong-konyong terdengar sebuah suara nyaring:
"Bwe sumoay, jangan mengganggu jiwanya!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Sebenarnya wanita itu sudah hendak memancarkan tenaga dalam ke arah telapak tangannya yang melekat
di ubun-ubun Bok-yong Kang. Mendengar suara itu ia menghentikannya.
Memandang ke muka, Bok-yong Kang melihat empat orang muncul dari gumpalan kabut pagi. Yang dua
orang, Bok-yong Kang dapat mengenali sebagai suami isteri Hong-hu Hoa dan Tong Ki. Dan yang dua
orang, ia belum kenal. Yang satu, seorang tua. Jenggotnya yang putih menjulai turun ke dada, sedang
punggung memanggul pedang.
Sedang yang seorang juga seorang tua gemuk wajahnya seperti Bi-lek-bud, tetapi tak membekal senjata.
Sesaat Bok-yong Kang tak tahu apa yang dihadapi saat itu. Ia terlongong memandang Seruling Kumala
Hong-hu Hoa dan Tangan ganas jarum Beracun Tong Ki dengan penuh pandang bertanya. Bermula ia kira
wanita Baju merah itu anak buah Wanita Suara Iblis.
Melihat orang tua berambut putih, wanita cantik Baju merah itu segera bersikap serius, serunya:
"Ciang-bun suheng, inilah anak buahnya seorang musuh."
Ciang-bun suheng artiuya kakak seperguruan yang menjadi ketua partai perguruan. Dengan demikian orang
tua rambut putih itu menjadi suheng dari wanita Baju merah dan juga menjadi ketua perguruan mereka.
Orang tua berambut putih mengangguk.
"Ya, kutahu, tetapi masih banyak hal yang kita tak mengerti dan perlu mencari keterangan dari orang itu.
Sekarang kita bawa saja dia ke tempat keluarga Nyo untuk diperiksa."
Bok-yong Kang tertawa dingin.
02.10. Misteri Rumah Kediaman Keluarga Nyo
"Orang apakah kalian ini?" dengusnya. "Bok-yong Kang boleh kehilangan kepalanya tetapi jangan harap
kalian dapat mencari keterangan dari aku."
Tiba-tiba wanita itu berpaling ke arah Bok-yong Kang dan tertawa:
"Kami adalah Tiga Pendekar Go-bi. Hm, jangan jual lagak!"
Habis berkata tiba-tiba wanita itu melentikkan jarinya dan mengeranglah Bok-yong Kang tertahan jalan
darahnya kena tertutuk dengan lentikan jari si wanita.
Orang tua rambut putih berkata kepada orang tua bermuka Bi-lek-hud:
"Ji-te, tolong engkau mewakili sam-sumoay mengangkat anak itu."
Orangtua gemuk tertawa lalu ulurkan tangan macam burung alap-alap menyambar anak ayam, ia terus
mengangkat tubuh Bok-yong Kang lalu dipanggul bahunya.
Tepat pada saat itu terdengar suara dingin: "Leng Bu-sia, lepaskan dia!"
Rombongan ketua Go-bi-pay terkejut dan memandang ke muka. Tiga tombak jauhnya, tegak seorang
pemuda baju putih, sepasang matanya berkilat tajam.
"Siau Mo!" seru Tong Ki tertahan. Ya, memang yang muncul itu Siau Mo.
Diam-diam Hong-hu Hoa dan Tong Ki terkejut dalam hati, pikirnya: "Mengapa kita sama sekali tak tahu dan
tak mendengarkan kemunculannya. Mungkin karena lengah kita berdua agak kurang perhatian. Tetapi
bukankah ketiga tokoh Go-bi-pay itu merupakan tokoh-tokoh yang terkemuka dalam dunia persilatan"
Mengapa dalam jarak hanya tiga tombak saja mereka juga tak dapat mendengar sama sekali" Adakah ilmu
kepandaian Siau Mo itu sedemikian tingginya, hampir mencapai kesempurnaan?"
Ternyata wanita Baju Merah, orang tua berambut putih dan orang tua gemuk itu adalah Tiga Tokoh Go-bi
yang termasyhur. Wanita itu bernama Bwe Hui-ji bergelar Lui-sing-hui-siu atau Bintang meluncur lengan terbang. Orang tua
gemuk, tokoh nomor dua, bernama Leng Bu-sia, digelari Cian-jiu-hud-ciang atau Tangan seribu kepalan
Buddha. dunia-kangouw.blogspot.com
Sedang orang tua rambut putih yalah Ong Han-thian bergelar Cui-jong-kiam atau Pedang penghancur usus.
Dia adalah ketua dari partai Go-bi-pay saat ini. Mereka mendapat undangan dari Nyo Jong-ho dan bergegas
datang ke Lok-yang. Saat itu berkata pula orang muda berbaju putih dengan suara sarat: "Leng Bu-sia, apakah engkau tak mau
lekas-lekas melepaskan Bok-yong Kang?"
Bwe Hui-ji mengisar langkah menghampiri pemuda baju putih, tegurnya: "Apakah engkau Siau Mo yang
termasyhur sebagai Pendekar Ular Emas itu?"
Tepat pada saat habis berkata Bwe Hui-ji pun sudah tiba di muka pemuda baju putih dan secepat kilat
menyambar pergelangan tangan pemuda baju putih dengan jurus Kim-soh-poh-kau.
Bwe Hui-ji yakin serangannya yang dilakukan mendadak itu tentu akan berhasil. Tetapi apa yang dirasakan
saat itu benar-benar mengejutkan hatinya sekali.
Pada saat si baju merah Bwe Hui-ji gerakkan tangan, pemuda baju putih itu pun menyerampaki kebutkan
lengan bajunya ke muka. Di tengah jalan tiba-tiba ia balikkan tangan, ulurkan jari telunjuk dan jari tengah
menutuk pergelangan tangan Bwe Hui-ji.
Jurus mengebut, memukul, menutuk itu dilambari ilmu menampar jalan darah dan menabas urat nadi.
Bwe Hui-ji terkejut dan mundur, tegak termangu-mangu.
Ong Han-thian memperhatikan permainan pemuda baju putih. Seketika meluncurlah ke samping
sumoaynya. Tetapi ternyata pemuda baju putih itu tak mau menyerang lagi. Ia memandang sekalian tokoh-tokoh dan
berseru lantang: "Go-bi Sam-hiap, musuh besar sudah tiba. Sebaiknya kalian jangan memusuhi agar aku
jangan menghabiskan tenaga kalian. Asal kalian lepaskan Bok-yong Kang, akupun tak mengganggu kalian."
"Apa katamu" Apa maksudmu?" seru Ong Han-thian.
Pemuda baju putih memandang ketua Go-bi-pay, sahutnya: "Ong ciangbun, tadi engkau dan Leng Bu-sia
telah melukai dua orang anak murid kesayangan Wanita Suara Iblis. Kalau dugaanku tak keliru paling
lambat malam ini, Wanita Suara Iblis itu tentu akan datang melakukan pembalasan."
Mendengar itu seketika berobahlah wajah Ong Han-thian, serunya pula: "Siapakah Wanita Suara Iblis itu"
Apakah dia bukan sealiran dengan engkau?"
"Memang kaum persilatan menganggap aku dan Wanita Suara Iblis itu satu aliran. Itulah sebabnya kalian
berusaha mencelakai aku. Hm, sungguh menggelikan sekali!" seru pemuda baju putih itu.
Tiba-tiba terlintas pada benak Tangan ganas jarum Beracun Tong Ki, serunya:
"Siau Mo, banyak hal-hal yang tak mampu kita pecahkan. Harap engkau ikut kami ke rumah keluarga Nyo
agar kami dapat mohon keterangan dari engkau."
Pemuda baju putih itu memang Siau Mo. Dia tertawa dingin: "Gedung keluarga Nyo sudah menjadi sebuah
tempat yang menyeramkan dan sunyi. Siapakah yang kalian hendak cari ke sana?"
Seruling Kumala Hong-hu Hoa terkejut.
"Apa katamu?" teriaknya, "adakah Nyo Jong-ho dan keluarganya sudah tinggalkan gedung kediamannya
yang mewah itu?" Ternyata ketika Li Giok-hou mengejar jejak sumoaynya yalah si dara Cu-ing. Hong-hu Hoa dan isterinya pun
ikut mencari. Di dalam kota Lok-yang, kedua suami isteri itu telah berjumpa dengan kedua tokoh Go-bi-pay,
Ong Han-thian dan Leng Bu-sia. Itulah sebabnya kedua suami isteri itu tak mengetahui apa yang terjadi
dalam rumah keluarga Nyo.
Kebalikannya, Siau Mo sudah kembali ke gedung keluarga Nyo dan dapatkan rumah itu telah ditimpah
suatu peristiwa mengejutkan.
Siau Mo tak lekas menjawab pertanyaan Hong-hu Hoa, melainkan merenung. Sesaat kemudian baru ia
menyahut: "Apa yang terjadi di gedung keluarga Nyo, silahkan datang melihatnya sendiri."
Ia berhenti sejenak lalu menegur tokoh kedua dari Go-bi-pay:


Pendekar Seratus Hari Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia-kangouw.blogspot.com
"Leng Bu-sia, apakah kalian betul-betul hendak mendesak aku supaya bertempur baru engkau melepaskan
Bok-yong Kang?" Memang saat itu Leng Bu-sia masih memanggul Bok-yong Kang. Tokoh gendut itu tertawa gelak-gelak:
"Siau Mo, sikap dan lagakmu benar-benar membuat orang seperti makan cuka. Baik, aku hendak minta
pelajaran dari kecongkakanmu itu."
Go-bi Sam-hiap merupakan tokoh golongan cianpwe atau angkatan tua dalam dunia persilatan. Karena
Siau Mo terus menerus memanggil Leng Bu-sia secara langsung dan nada bicaranya agak memandang
rendah, murkalah ketiga tokoh Go-bie-pay itu.
"Bluk," sekali lepas jatuhlah tubuh Bok-yong Kang dari punggung Leng Bu-sia. Dan tokoh kedua dari Go-bipay itu bersiap hendak menempur Siau Mo.
Tiba-tiba setiup angin membawa lengking teriakan ngeri dari seorang wanita: "Siau Mo, Siau Mo!"
Tokoh-tokoh Go-bi-pay dan suami isteri Hong-hou Hoa terbeliak.
Dari pintu kota tampak sesosok tubuh berlari-lari mendatangi. Dalam sekejap mata orang itu pun sudah tiba
di tempat rombongan orang-orang Go-bi-pay.
Ah, teryata pendatang itu adalah Nyo Cu-ing. Tangan dara itu mencekal pedang, rambutnya terurai kusut.
Melihat keadaan nona itu terkejutlah Siau Mo. Ia menghela napas panjang.
Demi melihat Siau Mo, dara itu pun terus menjerit:
"Siau Mo, Siau Mo, ke manakah seluruh keluargaku?"
Ternyata ketika pulang, Cu-ing mendapatkan keadaan rumahnya seperti apa yang dikatakan Siau Mo.
Suatu peristiwa besar telah terjadi. Dan yang lebih mangejutkan lagi yalah di tengah-tengah ruang besar
terpancang sebatang tiang bambu. Puncak tiang itu digantungi sebuah lentera kematian.
Karena kejutnya, Cu-ing menjerit lari ke dalam ruang besar. Alat perabot masih tetap di tempat masingmasing tetapi sebatang hidung pun tak ada orangnya.
Cu-ing terus masuk ke ruang dalam. Tetapi di situ kosong tak ada orang. Lalu kemana ketua Thay-kek-bun
Han Ceng-jiang serta Li Giok-hou dan lain-lainnya"
Jika mengatakan bahwa dalam waktu singkat Nyo Jong-ho telah pindah untuk menyingkir dari bahaya, tak
mungkin dalam waktu yang begitu cepatnya bujang-bujang dan seluruh penghuni gedung itu sudah pergi
dan satu pun tak ada yang masih tinggal di situ.
Walaupun sudah mencari ke seluruh ruangan, tetap Cu-ing tak bertemu seorang pun juga. Segera ia
tinggalkan rumahnya lalu mencari ke seluruh penjuru kota Lok-yang. Pikirnya, kalau benar ayahnya pindah,
tentu belum mencapai jarak jauh.
Tetapi ah...... walaupun ia sudah mencari ke seluruh tempat dalam kota bahkan sudah menyelidiki sampai
seluas satu lie di luar kota, tetap ia tak bertemu dengan ayahnya.
Siau Mo menghela napas: "Nona Ing, apakah engkau sudah pulang ke rumahmu?" tanyanya.
"Siau Mo, bagaimanakah peristiwa ini" " Cu-ing menjerit.
Siau Mo gelengkan kepala: "Aku sendiri juga tak tahu."
"Tetapi mengapa engkau tahu bakal terjadi peristiwa dalam rumahku?"
Tiba-tiba Ong Han-thian bertanya: "Nona Nyo apakah yang telah terjadi dalam rumah kediaman ayah
nona?" Kuatir kalau Cu-ing tak kenal siapa orang tua rambut putih itu, buru-buru Tong Ki memperkenalkannya:
"Adik Ing, inilah Ong Ciang-bun ketua dari Go-bi-pai."
Mendengar itu Cu-ing segera memberi hormat kepada orang tua berambut putih itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Dari ribuan lie jauhnya Ong tayhiap memerlukan berkunjung ke Lok-yang, aku mewakili ayah
menghaturkan terima kasih."
Bintang meluncur lengan terbang Bwe Hui-ji cepat berseru: "Sudahlah, harap jangan banyak peradatan.
Apakah yang sebenarnya telah terjadi dalam rumah nona" Lekaslah bawa kami ke sana. Dan bukankah
Giok-hou sudah datang ke sini?"
Cu-ing tahu bahwa ketiga tokoh dari Go-bi-pay itu termasyhur dan kaya pengalaman dalam dunia
persilatan. Mungkin mereka dapat menyelidiki peristiwa yang aneh itu.
Ia hendak menyahut tetapi tiba-tiba matanya tertumbuk pada Siau Mo.
"Siau Mo sebelum peristiwa ini jelas persoalannya engkau tak dapat menghindar dari tanggung jawab."
Habis berkata ia terus berkata kepada Ong Han-thian: "Ong tayhiap, dalam beberapa hari ini rumahku telah
mengalami peristiwa yang aneh. Mohon tayhiap bertiga suka membikin terang peristiwa itu."
Kemudian nona itu terus hendak ayunkan langkah. Tetapi tiba-tiba Siau Mo berseru dengan nada serius:
"Nona Ing, sekarang ini lebih baik kalian jangan sembarangan bertindak, kemungkinan akan terjadi peristiwa
yang ngeri pula. Dengan begitu keselamatan jiwa ayahmu dan lain-lain akan lebih berbahaya lagi."
Cu-ing terkesiap: "Bagaimanakah ayah sekarang ini?"
Merenung sejenak, Siau Mo menjawab: "Saat ini aku juga tak tahu. Tetapi aku mengetahui ayahmu dan
rombongannya telah ditawan orang dan jiwanya pun terancam."
"Bagaimana engkau tahu kalau ayahku dan lain-lain telah ditangkap orang?" tanya Cu-ing.
"Pada saat engkau pulang ke rumah, engkau tentu melihat sebatang tongkat bambu dan sebuah lentera
kematian. Apakah engkau ingat tulisan yang terdapat pada lentera kematian?" tanya Siau Mo.
Cu-ing tertegun: "Ah, benar. Memang lentera kematian itu seperti terdapat tulisannya. Tapi karena gelap
dan aku gelisah, akupun tak memperhatikannya?"."
"Apakah bunyi tulisan itu?" akhirnya ia bertanya.
Siau Mo menghela napas, "Jangan bertanya kepadaku, cukup engkau mendengar omonganku sajalah. Tentang mati hidupnya
ayahmu dan lain-lain orang itu, selewat siang ini tentu akan ketahuan."
Tiba-tiba Cu-ing menghela napas: "Siau sianseng, apakah engkau mau bersumpah bahwa engkau takkan
mencelakai keluargaku?"
Tiba-tiba Bok-yong Kang yang rebah di tanah tadi melenting bangun dan menyeletuk, "Nona Nyo
sebenarnya Siau toako berusaha hendak mencegah terjadinya peristiwa dalam rumahmu itu. Tapi kalian
menganggap toakoku sebagai musuh. Karena marah, toako pun tidak mau campur tangan 1agi."
Melihat Bok-yong Kang dapat berdiri lagi, terkejutlah Bwe Hui-ji, pikirnya, "Mengapa tenaga dalamnya begitu
tinggi" Dia mampu membuka jalan darah yang tertutuk."
Memang tokoh wanita dari Go-bi-pay tak menduga bahwa Bok-yong Kang itu memang memiliki tenaga
dalam yang tinggi. Pada saat pemuda itu ditutuk jalan darahnya oleh Bwe Hui-ji, berkat tenaga dalamnya yang tinggi, dia
hanya lemas tetapi tak sampai pingsan. Apa yang berlangsung dalam pembicaraan tadi, ia dapat
menangkap semua. Maka ketika Leng Bu-sia hendak melepaskan tubuhnya, diam-diam pemuda itu sudah
mengerahkan tenaga dalam untuk membuka jalan darahnya yang tertutuk.
Berkatalah Cu-ing menegas: "Apakah kedatanganmu ke Lok-yang ini sungguh tak bertujuan membalas
dendam?" Dari wajah Siau Mo yang dingin, meluncurlah penyahutan tawar:
"Soal itu tanyakan sendiri kepada ayahmu. Hm, hm, nona Ing, jangan mengira kalau aku ini bukan musuh
dari keluarga Nyo. Tetapi harap jangan kuatir, sebelum persoalan di antara ayah nona dengan aku dapat
kuketahui sejelas-jelasnya aku tidak akan mengijinkan orang lain hendak mencelakai ayah nona."
dunia-kangouw.blogspot.com
Kemudian Siau Mo berpaling ke arah rombongan Go-bi-pay dan mempersilahkan mereka melanjutkan
perjalanan ke gedung kediaman keluarga Nyo. Dan dia sendiri pun lalu memberi isyarat tangan kepada
Bok-yong Kang untuk mengajaknya pergi.
Tetapi Bintang meluncur lengan terbang Bwe Hui-ji menggeliatkan tubuh menghadang jalan, lalu tertawa
melengking: "Hendak kemana engkau" Mengapa tak bersama-sama kami menunggu sampai lewat siang hari?"
Sahut Siau Mo: "Saat ini kita sudah di bawah pengawasan musuh. Kalau aku berada di sini bersama kalian,
musuh tentu dapat memusatkan pengawasannya. Maka lebih baik kita berpencar diri masuk ke dalam Lokyang dengan mengambil dua jalan. Nanti kita bertemu lagi di hotel Hun-liong-lo. Kumohon nona Ing suka
memesankan sebuah kamar. Kalau tengah hari aku belum tiba, harap kalian segera menuju ke tempat
kediaman keluarga Nyo."
Penghadangan tokoh wanita dari Go-bi-pay itu dimaksud agar Siau Mo jangan ngacir pergi.
Mendengar ucapan Siau Mo, tokoh wanita berpaling ke arah toa-suhengnya. Ong Han-thian pun memberi
isyarat dengan anggukkan kepala.
Walaupun rombongan tokoh-tokoh itu tak percaya kepada omongan Siau Mo, tetapi pada saat-saat
keadaan masih begitu keruh, begitu pula munculnya peristiwa-peristiwa aneh secara berturut-turut, terpaksa
rombongan tokoh-tokoh itu menuruti permintaan Siau Mo.
Demikian rombongan tokoh-tokoh Go-bi-pay segera berbondong-bondong masuk ke dalam kota dan
mencari rumah penginapan Hun-liong-lo.
Setelah mereka pergi barulah Bok-yong Kang bertanya:
"Siau toako, apakah dalam keluarganya Nyo benar-benar terjadi peristiwa yang mengerikan?"
Siau Mo menghela napas panjang.
"Apabila dugaanku tak salah, Wanita Suara Iblis itu baru musuhku yang sesungguhnya. Menilik dalam
setahun ini dia selalu membayangi jejak kita dan selalu membunuh lebih dulu orang-orang yang kuduga
menjadi musuh keluargaku. Kemungkinan tentu ada suatu rahasia dalam tindakan wanita itu."
Bok-yong Kang kerutkan alis.
"Walaupun kita belum tahu wajah sebenarnya dari Wanita Suara Iblis itu, tetapi nada suaranya menandakan
dia belum banyak usianya. Mengapa bermusuhan dengan toako?"
Siau Mo tertawa. "Bokyong-te, yang kumaksudkan ialah orang di belakang layar yang memberi perintah kepada Wanita
Suara Iblis itu. Aku mempunyai dua dugaan. Satu, mereka mempunyai rencana untuk mengaduk dunia
persilatan supaya kacau. Dan kedua, tentu mempunyai dendam dengan ayahku."
Bok-yong Kang bertanya: "Lalu hendak ke mana kita sekarang ini?"
Siau Mo menghela napas. "Bokyong-te, marilah kita cari sebuah tempat yang sepi. Aku hendak mengajarkan ilmu pukulan kepadamu."
"Siau toako, engkau sedang sakit. Janganlah membuang-buang tenaga!"
"Justeru karena aku sakit, engkau harus belajar dengan sungguh-sungguh. Ingat, apabila aku mati,
engkaulah yang akan meneruskan perjuanganku. Maka kuputuskan dalam waktu seratus hari yang singkat
itu hendak kuturunkan ilmu sakti kepadamu," kata Siau Mo.
Habis berkata ia terus ayunkan langkah.........
03.11. Rahasia Pendekar Ular Emas
Di kala Bok-yong Kang mengikuti berjalan di belakang Pendekar Ular Emas Siau Mo, pikirannya penuh
dengan berbagai renungan.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Semoga Tuhan memberi panjang umur kepada pemuda yang berbakat luar biasa ini," diam-diam ia
memanjatkan doa. Dalam pada itu iapun heran, mengapa dengan kepandaiannya yang begitu tinggi, Siau Mo tak mampu
mencegah penyakit yang akan merenggut jiwanya itu"
Merenungkan saat-saat terakhir dari seratus hari nanti, Bok-yong Kang menghela napas.
Setengah jam kemudian, kedua pemuda itu mulai mendaki sebuah lereng gunung. Barisan gunung berjajarjajar di empat penjuru. Salju putih yang menutup puncak gunung, makin berkilau-kemilau ditingkah sinar
matahari. Tetapi kedua pemuda itu tak menghiraukan pemandangan alam yang indah itu. Setelah membiluk dua buah
tikung gunung, tibalah mereka di depan sebuah batu karang yang menjulang tinggi. Siau Mo berhenti.
"Waktu amat berharga sekali, sekarang aku hendak mengajarkan engkau ilmu pukulan. Kulihat tenagamu
kuat sekali maka tepat kalau belajar ilmu pukulan. Siang malam aku memeras otak dan akhirnya berhasil
menggabungkan ilmu pukulan dari berbagai partai persilatan, menjadi delapan jurus ilmu pukulan.
Bagaimana kesaktiannya, aku sendiri juga belum tahu. Ke delapan jurus ilmu pukulan itu memang luar
biasa indahnya maka engkau harus belajar sungguh-sungguh."
Habis berkata Siau Mo lalu mengangkat tangan, katanya: "Karena untuk memelihara tenaga, gerakanku ini
pun tak menggunakan kekuatan. Cukup asal engkau mengingat jalan dan jurusnya. Juga tak perlu engkau
menggunakan tenaga dulu."
Bok-yong Kang tahu kalau Siau Mo itu seorang pemuda yang berhati keras. Apa yang dikatakan tentu
dilakukannya Karena Siau Mo sudah memutuskan dalam seratus hari akan menurunkan pelajaran,
betapapun dinasehatinya, dia tentu pantang mundur. Demi menjaga agar toakonya itu jangan sampai
membuang banyak tenaga maka Bok-yong Kang pun buru-buru mengikuti gerakannya.
Dengan wajah bersungguh-sungguh, sambil gerakan tangan, Siau Mo tak henti-hentinya menerangkan
kegunaannya. Bok-yong Kang pun curahkan seluruh perhatiannya untuk mendengarkan dan mengikuti
gerakan tangan Siau Mo. Setelah menginjak jurus yang keempat, diam-diam terkejutlah Bok-yong Kang. Apa yang Siau Mo ajarkan
itu ternyata adalah jurus-jurus ilmu pukulan yang menjadi kelemahan dari ilmu silat yang dimiliki Bok-yong
Kang selama itu. Memang sebelum mendapat pelajaran dari Siau Mo, Bok-yong Kang merasa adanya
kelemahan-kelemahan dalam ilmu silat yang dimilikinya. Dengan kelemahan itu ia sukar untuk menangkis
serangan musuh. Walaupun tahu bahwa Siau Mo itu memiliki ilmu kepandaian yang sakti, tetapi Bok-yong Kang tak tahu asal
usul perguruan Siau Mo. Setelah menerima pelajaran, makin besarlah keheranan dan kekaguman Bok-yong
Kang terhadap Siau Mo. Pada hal Siau Mo itu hanya terpaut beberapa bulan lebih tua dari dirinya, tetapi
mengapa pemuda itu dapat memiliki ilmu kepandaian yang begitu luas dan sakti"
Dalam belajar ilmu silat ada tiga unsur penting. Waktu, guru dan bakat. Belajar dalam waktu singkat, tak
mungkin orang akan mencapai kesempurnaan. Dan kalau tak mendapat guru yang pandai, pun tak mungkin
dapat mencapai tingkat tinggi. Kemudian bakat, kalau tak punya bakat bagus, tentu juga sukar untuk
memiliki kepandaian yang tinggi.
Tiba-tiba Bok-yong Kang menghela napas, katanya: "Siau toako, apabila dengan ilmu kepandaianmu yang
sakti itu engkau beristirahat selama sepuluh tahun untuk mengobati penyakitmu, kurasa engkau pasti dapat
sembuh." Siau Mo tertawa tawar. "Apakah aku juga tak menyayangi jiwaku" Ah......."
Ia berhenti menghela napas, ujarnya pula: "Tentang bagaimana keadaan penyakitku, setelah seratus hari
tentu kuberitahu kepadamu."
Bok-yong Kang tertegun. Ia memandang Siau Mo dan dapatkan wajah pemuda itu tampak berkabut
kerawanan, pikirnya: "Apakah maksudnya rahasia penyakitnya itu?"
"Siau toako, apakah engkau mau memberitahu tentang apa yang engkau maksudkan dengan "rahasia
penyakit" itu?"
Siau Mo menghela napas pula, ujarnya: "Telah kucurahkan seluruh pikiran dan akhirnya aku dapat
menemukan semacam obat yang kemungkinan besar dapat menyembuhkan penyakitku, tetapi?""
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hai, benarkah itu, toako" Kalau begitu engkau takkan meninggal!" tukas Bok-yong Kang.
"Omonganku belum selesai," kata Siau Mo, "tetapi usahaku untuk merebut nyawa itu, mungkin akan
mengakibatkan malapetaka dunia."
"Apa?" Bok-yong Kang terkejut.
"Penyakitku ini," kata Siau Mo, "adalah penyakit keturunan. Boleh dikata tak mungkin dapat disembuhkan
lagi. Tetapi setelah dengan jerih payah kucari berpuluh-puluh buku pengobatan, akhirnya kuketemukan
memang terdapat semacam cara pengobatannya. Tetapi cara itu akan mengakibatkan rusaknya urat syaraf
kepalaku?"." Mendengar itu Bok-yong Kang pun menghela napas, pikirnya: "O, kiranya begitu maka toako tak berani
mengambil cara itu. Seorang yang hilang ingatannya, tak ubah seperti orang gila. Itu jauh lebih menderita
daripada mati." Siau Mo melanjutkan lagi: "Kalau aku sampai menjadi seorang yang hilang ingatan, itu sih tak apa. Tetapi
yang paling menakutkan, yalah......."
"Bagaimana?" desak Bok-yong Kang.
Dengan nada berat berkatalah Siau Mo: "Aku dapat menjadi seorang iblis pembunuh yang ganas!"
"Mengapa begitu?" Bok-yong Kang terkejut,
"Karena engkau tak tahu cara pengobatan yang hendak kulakukan itu maka engkau tak tahu bagaimana
akibatnya yang mengerikan. Setahun lamanya kupikirkan hal itu tetapi belum dapat kuambil keputusan."
"Toako, apakah benar-benar akan timbul kemungkinan semacam itu?" tanya Bok-yong Kang pula.
Tiba-tiba Siau Mo menurunkan nadanya seperti berbisik, ujarnya: "Bokyong-te, apa yang disebut Bu-kekcek-hoan itu" Caraku mengobati penyakitku nanti, juga akan menggunakan cara itu. Akan kuminum racun
yang paling ganas untuk membius urat syarafku. Sekarang ini aku sudah mempersiapkan obat-obat itu,
nanti apabila tiba saatnya memang hendak kucoba. Apabila nanti sampai terjadi sesuatu yang tak
diinginkan, aku menjadi seorang momok yang ganas, engkau harus lekas-lekas membunuhku agar aku
jangan sempat menimbulkan malapetaka pada orang lain."
"Tetapi bagaimana aku tahu kalau toako menggunakan obat itu dengan betul atau keliru?" tanya Bok-yong
Kang. Siau Mo makin merendahkan nada bisikannya: "Itulah yang kukatakan sebagai 'rahasia'. Dan hal itu
menyangkut nasib dunia persilatan juga. Apabila setelah minum obat mataku berkilat-kilat memancarkan
sinar kebiru-biruan, itu tandanya aku akan berobah menjadi momok yang kejam. Nah, saat itu segera saja
engkau bunuh aku. Tetapi kalau sinar mataku tetap seperti orang biasa, berarti pengobatan itu berhasil.
Jika........" Tiba-tiba Siau Mo kerutkan dahi lalu membentak sekerasnya: "Siapa itu!"
Dan serentak iapun sudah loncat lari menuju ke lereng gunung.
Bok-yong Kang ikut terkejut. Ia memandang ke arah yang dituju Siau Mo tetapi tak melihat suatu apa.
Namun ia percaya penuh akan ketajaman telinga dan mata dari Siau Mo. Makapun segera ikut menyusul.
Tetapi mereka tak menemukan suatu apa.
"Bokyong-te," kata Siau Mo gopoh, "telah kulihat seseorang, kepandaiannya hebat sekali......"
Habis berkata ia terus lari turun ke bawah.
Bok-yong Kang terpaksa menyusul lagi. Sejak mengikuti Siau Mo selama setahun, belum pernah ia melihat
wajah Siau Mo sedemikian tegang seperti tadi.
Begitu tiba di bawah gunung Siau Mo terus lari ke sebuah tikung jalan. Tiba-tiba ia melihat seorang
berpakaian biru sedang berjalan dengan pelahan-lahan, dari sebuah bukit.
"Berhenti!" teriak Siau Mo.
Tetapi rupanya orang berpakaian biru itu tak mendengar. Ia tetap berjalan seenaknya, menuruni sebuah
anak bukit lalu lenyap. dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan cepat Siau Mo pun segera lari mengejar. Begitu tiba di bukit itu, ia berdiri termangu-mangu.
Tak berapa lama, Bok-yong Kang pun tiba. Memandang ke muka, tampak sebuah padang rumput yang
merentang sampai jauh ke muka. Dan samar-samar tampak sesosok tubuh baju biru sedang berjalan
pelahan-lahan menuju ke ujung padang rumput.
Bok-yong Kang terkejut. Baru beberapa kejap saja orang baju biru itu menuruni bukit, mengapa saat itu
sudah berada pada jarak berpuluh-puluh tombak jauhnya. Dan bukankah tampaknya orang itu hanya
berjalan seenaknya saja"
Tiba-tiba mulut Siau Mo mengingau seorang diri, ".......angin puyuh menimbulkan deru suara, melayanglayang akhirnya lenyap. Ilmu gin-kang yang hebat, dapat berjalan dengan seenaknya, mengangkat berat
terasa ringan, tampaknya pelahan tetapi sebenarnya cepat......"
"Hai, Bokyong-te," kata Siau Mo kepada Bok-yong Kang, "rupanya ilmu gin-kang orang sudah mencapai
tataran yang sempurna. Bahkan akupun tak mampu mengejarnya. Tetapi bagaimanapun juga, jangan
sampai orang itu tinggalkan tempat ini......"
Sesaat Siau Mo memandang ke muka lagi, orang berbaju biru itupun sudah lenyap dari pandang mata.
Terpaksa Siau Mo batalkan niatnya untuk mengejar. Ia menghela napas?"..
Juga Bok-yong Kang terkejut sekali melihat kehebatan ilmu ginkang orang berbaju biru itu. Tetapi ia heran
mengapa Siau Mo tampak begitu tegang.
"Siau toako, kenalkah engkau kepada orang itu?" tanyanya.
Siau Mo gelengkan kepala, menghela napas.
"Alangkah baiknya kalau aku kenal kepadanya. Tetapi ilmu ginkangnya yang begitu luar biasa tak memberi
kesempatan kepadaku untuk melihatnya. Perawakannya tidak tinggi pun tidak pendek, tetapi ilmu
ginkangnya benar-benar luar biasa sekali?" menilik umurnya, rasanya dalam dunia persilatan tak terdapat
seorang tokoh lihay semacam itu?"."


Pendekar Seratus Hari Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Toako," kata Bok-yong Kang, "dia menuju ke Lok-yang. Kalau kita ke sana, kemungkinan tentu dapat
bertemu." Wajah Siau Mo tampak gelap dan berkatalah ia dengan nada sarat: "Apabila orang itu menjadi anak buah
Wanita Suara Iblis, celakalah kita?""
"Bokyong-te," katanya pula, "ketahuilah, apabila orang itu sampai mengetahui rahasia penyakitku, aku pasti
mati." Bok-yong Kang terbeliak heran, "Toako, aku tak mengerti apa yang engkau maksudkan."
Siau Mo menghela napas rawan.
"Bokyong-te, ketahuilah! Bila setelah aku sadar dari minum obat, ada orang yang menggunakan ilmu Sipsin-to-in-sut (menghilangkan kesadaran pikiran dan memberi perintah) untuk menyuruh aku melakukan
perbuatan-perbuatan yang ganas, aku tentu akan menjadi seorang momok pembunuh yang tak sadar. Ini
berbahaya sekali dan kuharap engkau harus menjaga keras agar rahasia diriku itu jangan sampai diketahui
orang." Berhenti sejenak, Siau Mo berkata pula: "Mari kita kejar dia dan menyelidiki orang itu. Menurut dugaanku,
orang itu mungkin bukan anak buah Wanita Suara Iblis. Karena kalau menilik kepandaiannya yang begitu
bebat, rasanya dia lebih lihay dari Wanita Suara Iblis."
Demikian kedua pemuda itu segera menuju ke dalam kota Lok-yang. Tiba diluar pintu kota, haripun sudah
petang. Siau Mo mengajak kawannya masuk kota dan mencari hotel Hun-liong-lo.
Hun-liong-lo merupakan hotel yang terbesar di kota Lok-yang. Gedungnya besar dan megah, kamarnya tak
kurang dari empatratus buah.
Baru melangkah ke serambi hotel, segera seorang jongos menyambutnya: "Bukankah tuan berdua hendak
mencari kamar. Ah, hotel kami memiliki kamar yang bersih dan indah"..."
"Kawan kami sudah memesankan kamar di sini, harap engkau......"
dunia-kangouw.blogspot.com
"O, kalau begitu sudah lama kami menunggu kedatangan tuan," cepat jongos itu menukas kata-kata Bokyong Kang. Rupanya dia sudah dipesan oleh Cu-ing, "mari, silahkan ikut kami ke dalam."
Memang hotel itu besar dan mewah sekali. Lantainya dari batu marmar kembang. Dan di sepanjang
halaman serambi dalam ditanami pohon cemara kate. Pada setiap pintu kamar, dihias dengan setengah
losin pot bunga seruni. Pada saat mereka berjalan, Siau Mo gunakan ilmu menyusup suara: "Bokyong-te, kulihat orang berbaju biru
itu berada dalam serambi kamar nomor tiga."
Bok-yong Kang terkejut. Memandang ke muka, tujuh-delapan tombak di sebelah depan, terdapat sebuah
pagar tembok yang melingkari tiga buah villa, tetapi tak tampak seorangpun juga.
Jongos berpaling, katanya: "Tuan, nona Nyo dan beberapa sahabatnya, menempati dua buah villa sebelah
kanan dan kiri. Villa di tengah untuk tuan berdua. Nona Nyo pun memberi pesan, apabila tak dipanggil, aku
tak boleh sembarangan datang. Maka harap tuan berdua suka maafkan kalau aku tak dapat mengantar tuan
sampai ke gedung itu."
Habis berkata jongos terus berputar tubuh dan kembali keluar.
Mendengar keterangan dari jongos bahwa Cu-ing menempati sebuah villa tersendiri, terkejutlah Siau Mo.
Cepat ia menyelinap masuk ke arah villa di sebelah kiri.
Melihat Siau Mo masuk ke arah halaman vila dimana orang baju biru tadi menampakkan diri, Bok-yong
Kang cepat-cepat menduga bahwa tentu akan terjadi suatu peristiwa. Maka lekas-lekas iapun menyusul.
"Nona Nyo, toako ku sudah datang," serunya memanggil Cu-ing.
Tetapi tiada penyahutan sama sekali dari dalam kamar.
"Bokyong-te, lekaslah engkau masuk dan periksa dalam kamar," seru Siau Mo.
Dan ia sendiri serentak terus melambung ke atas wuwungan rumah lalu berlari-lari di sepanjang wuwungan.
Apabila memang terdapat musuh, tak mungkin dapat lepas dari pengamatannya. Tetapi sampaipun ia telah
menyelidiki ke setiap ujung dan pelosok, tetap si baju biru itu tak dapat diketemukan.
Siau Mo terpaksa kembali ke villa sebelah kiri lagi. Ketika memasuki ruang gedung itu, di1ihatnya Bok-yong
Kang tengah berdiri termangu memandang ke lantai.
Ternyata di atas lantai yang semula putih bersih itu, penuh dengan noda darah yang berceceran.
Seketika berobahlah wajah Siau Mo. Secepat kilat ia menerobos masuk ke dalam kamar tidur tetapi ah?"
Cu-ing tak ada. "Toako, mereka tentu tertimpah bahaya," seru Bok-yong Kang
Saat itu hati Siau Mo benar-benar gelisah sekali. Betapapun cerdasnya, namun menghadapi peristiwa yang
seaneh itu, iapun merasa seperti dalam kabut yang gelap. Kedua pemuda itu termangu-mangu kehilangan
paham. Sampai beberapa lama, barulah Siau Mo berkata: "Marilah kita periksa kedua villa itu."
Siau Mo masuk ke dalam ruang villa di tengah sedang Bok-yong Kang menuju ke ruang villa yang sebelah
kanan. Begitu melangkah ke dalam serambi muka ruang villa, segera Siau Mo melihat sehelai saputangan putih.
Dengan hati-hati ia memungutnya. Tetapi sebelum sempat memeriksa tiba-tiba dari villa sebelah kanan
terdengar Bok-yong Kang membentak dan sebuah erang tertahan.
Siau Mo terkejut sekali dan cepat loncat melampaui tembok pemisah yang tak berapa tinggi lalu menerobos
masuk ke dalam ruang. Astaga, Bok-yong Kang rebah menggeletak di lantai?"
Kejut Siau Mo tak terlukiskan lagi. Seorang pemuda yang berkepandaian tinggi seperti Bok-yong Kang
mengapa dalam beberapa kejap saja sudah dirubuhkan orang.
Cepat ia memeriksa keadaan Bok-yong Kang. Ternyata pemuda itu tertutuk jalan darahnya.
Siau Mo pun segera membuka jalan darah pemuda itu. Tetapi begitu tersadar, tiba-tiba Bok-yong Kang
membentak dan menghantam Siau Mo.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bokyong-te, akulah," seru Siau Mo seraya menghindar.
Bok-yong Kang tertegun. Sesaat kemudian baru ia dapat berkata: "Wanita Suara Iblis, ya, lagi-lagi wanita
itulah!" "Apakah yang menyerangmu tadi si Suara Iblis itu?" Siau Mo kerutkan alis.
Bok-yong Kang mengiakan: "Ya, memang seorang wanita."
Melihat kawannya itu tak menderita luka, legahlah hati Siau Mo. Tiba-tiba ia teringat akan saputanganputih
yang dipungutnya tadi. Ketika diperiksa ternyata memang terdapat tulisan yang berbunyi:
?".bermula aku mencurigai tuan, tetapi sekarang tabir sudah tersingkap. Musuh tangguh mengintai, harap
tuan hati-hati dan waspada?"
Habis membaca, Siau Mo kerutkan dahi merenung. Tulisan itu tak dibubuhi tanda tangan. Tetapi kata-kata
dalam tulisannya itu, agaknya cukup memberi petunjuk jelas siapa penulisnya. Ya, itulah Nyo Cu-ing.
03.12. Serba Misterius Tetapi kata-kata selanjutnya yang memberi peringatan supaya ia berhati-hati terhadap musuh, kata-kata itu
agaknya bukan dari Cu-ing. Tetapi kemanakah gerangan nona itu?"
Bok-yong Kang pun membaca tulisan itu tetapi ia hanya terlongong-longong saja.
"Bokyong-te, mari kita pergi," tiba-tiba Siau Mo berseru dan terus bergegas tinggalkan hotel itu.
"Siau toako, hendak kemanakah kita?" tanya Bok-yong Kang setelah keluar dari hotel.
"Bokyong-te, apakah engkau merasa pasti bahwa yang menyerangmu itu si Wanita Suara Iblis?" tanya Siau
Mo. "Tak mungkin salah lagi, memang seorang wanita," kata Bok-yong Kang dengan nada bersungguh. "dia
maju menghampiri dan menutuk jalan darahku. Ilmu tutukannya itu serupa dengan apa yang kualami ketika
berada di villa Merah Delima dalam gedung keluarga Nyo."
"O," desah Siau Mo, "kalau begitu dia bukan Wanita Suara Iblis!"
"Hah?" Bok-yong Kang menganga. "kalau bukan dia lalu siapa?"
"Mungkin orang berbaju biru itu," kata Siau Mo. "Bokyong-te, sewaktu engkau ditutuk apakah engkau sama
sekali tak dapat melihat warna pakaian orang itu?"
Wajah Bok-yong Kang berobah, sahutnya: "Maaf toako, karena kepandaian begini rendah maka sampai
pakaiannya saja aku tak dapat melihatnya."
Diam-diam Siau Mo berpikir: "Tingkat kepandaian Bok-yong Kang ini sudah sama dengan jago persilatan
kelas satu. Tetapi dua kali menderita tutukan orang, dua kali itu pula ia tak mampu melihat warna
pakaiannya penutuknya. Jelas kepandaian orang itu luar biasa sekali?""
Kemudian ia berkata, "Kepandaian orang berbaju biru itu memang sukar diraba tingginya. Dan lagi diapun
memiliki kecerdasan yang hebat. Sekalipun aku sudah dua kali melihatnya, pun hanya dapat melihat warna
pakaiannya tetapi tak mampu melihat wajahnya."
"Toako, apakah engkau duga yang menyerang aku itu si Baju Biru?" tanya Bok-yong Kang.
Siau Mo mengangguk. "Turut rabaanku, memang yang menyerang engkau tadi adalah orang baju biru itu. Tetapi adakah dia itu si
Wanita Suara Iblis sendiri, aku kurang jelas. Sekarang kita akan menuju ke gedung keluarga Nyo. Go-bi
Sam-hiap dan nona Cu-ing, kemungkinan tentu sudah mengalami sesuatu yang tak terduga."
Saat itu Siau Mo dan Bok-yong Kang sudah tiba di tempat yang sepi. Tiba-tiba dari sebuah gang kecil
muncul seekor kuda yang tegar. Seekor kuda tinggi besar bulu kebiru-biruan dari Mongolia.
Penunggangnya seorang lelaki mengenakan mantel warna hitam dan memakai topi caping bambu yang
lebar. Mantelnya sedemikian lebar hingga menutupi punggung kuda dan kedua kaki penunggang itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Begitu tiba dan lewat di sisi Siau Mo dan Bok-yong Kang, penunggang itu tetap tak berpaling kepala.
Seolah-olah seperti tak tahu kalau di samping jalan terdapat orang lain.
Setelah kuda itu lewat, tiba-tiba Siau Mo mendesuh dan berpaling. Rupanya Bok-yong Kang juga merasa
heran dan berpaling. Tetapi ah...... kuda tegar itu ternyata sudah lenyap dari lorong gang.
Kali ini Siau Mo dan Bok-yong Kang benar-benar terperanjat. Baru beberapa kejap saja kuda itu lewat,
mengapa sudah menghilang ke tikungan jalan besar. Padahal gang itu ke jalan besar tak kurang dari
duapuluhan tombak panjangnya.
"Bokyong-te, apakah engkau melihat wajah penunggang kuda tadi?" tanya Siau Mo.
Bok-yong Kang gelengkan kepala,
"Aneh benar," katanya, "kurasa, tadi aku sudah menumpahkan perhatian untuk melihat wajahnya tetapi
mengapa hanya bayangan kuda itu saja yang masih kuingat dan penunggangnya sama sekali tak ingat
lagi?" Siau Mo menghela napas. "Penunggang kuda itu jelas menggunakan ilmu Hoan-ing-pian-tong-sim-hwat atau ilmu Bayangan kosong.
Sekalipun dia berada dihadapan kita, pun kita tak mungkin dapat melihat wajahnya."
"Hai, mengapa dalam ilmu silat terdapat semacam ilmu begitu aneh?" seru Bok-yong Kang.
"Itu memang suatu ilmu kepandaian silat tataran tinggi," menerangkan Siau Mo, "asalnya dari sumber ilmu
silat perguruan Bi-cong-pay dari Tibet. Ah, rupanya dalam bulan-bulan terakhir ini tokoh-tokoh dunia
persilatan sudah mengetahui bahwa di Lok-yang bakal timbul peristiwa besar. Maka tak mengherankan
kalau kota ini penuh dengan tokoh-tokoh silat dari seluruh penjuru."
"Siau toako," kata Bok-yong Kang. "sampai detik ini aku masih bingung memikirkan. Siapakah
sesungguhnya Wanita Suara Iblis itu?"
"Seorang tokoh penting dari suatu gerombolan yang hendak mengacau balau dunia persilatan," kata Siau
Mo, "untuk mengetahui siapa pemimpinnya, terpaksa kita harus mencari keterangan dari anak buahnya.
Sungguh menjengkelkan sekali, bagaimana wajah Wanita Suara Iblis itu, kita tak mampu mengetahuinya.
Tetapi kebalikannya wanita itu tahu semua sepak terjang kita...... Ah, sebenarnya aku tak mempunyai
keinginan hendak bentrok dengan wanita itu, maka selama dua tahun ini akupun tak mau menaruh
memperhatikan mereka. Akibatnya dalam beberapa hari ini aku termakan siasat mereka tanpa dapat
berbuat apa-apa!" Bok-yong Kang yang sudah tahu perangai Siau Mo, percaya penuh apa yang dikatakan toakonya itu.
Walaupun sudah setahun lamanya, Wanita Suara Iblis itu selalu membayangi di belakangnya tetapi Siau Mo
tentu tak mempedulikan. "Tetapi Siau toako memiliki kecerdasan dan ilmu silat yang luar biasa. Betapapun kawanan tikus itu hendak
unjuk kepandaian tak urung mereka pasti akan hancur di bawah pedang kebenaran dari toako," kata Bokyong Kang.
Siau Mo tertawa hambar. "Bokyong-te" katanya, "begitu tinggi engkau menyanjung diriku sampai aku menjadi gelisah sendiri.
Sudahlah, mari kita menuju ke gedung keluarga Nyo. Salah langkah dalam menjalankan sebuah biji catur,
dapat mengakibatkan kita menderita kekalahan."
Tak berapa lama kedua pemuda itupun tiba di sebuah jalan kecil yang sepi. Dari jauh sudah tampak puncak
bangunan dari kediaman keluarga Nyo yang merupakan gedung termegah di kota Lok-yang.
Siau Mo menarik tangan Bok-yong Kang diajak bersembunyi di bawah sebatang pohon yang tumbuh di tepi
jalan. "Bok-yong-te," bisiknya, "gedung itu saat ini sudah berobah keadaannya. Penuh dengan bahaya. Baiklah
untuk sementara waktu kita menunggu perkembangannya di sini dulu."
dunia-kangouw.blogspot.com
Memandang ke arah gedung itu, Bok-yang Kang melihat pintunya yang bercat merah tertutup rapat.
Ditingkah oleh sinar matahari, suasana gedung yang sunyi itu diliputi oleh hawa pembunuhan yang
menyeramkan. Dan mata pemuda yang tajam itupun dapat melihat bahwa di ruang keempat dalam gedung itu terpancang
sebatang tonggak bambu yang tinggi. Di atas tonggak bambu itu digantungi sebuah lentera yang biasa
digunakan di rumah keluarga yang mengalami kematian. Di bawah lentera itu berkibar sehelai kain putih
yang berkibar-kibar di tiup angin.
Sepintas pandang memberi kesan bahwa gedung itu memang sedang berkabung.
"Pemandangan dalam gedung itu, masih serupa seperti semalam," kata Siau Mo, "itu membuktikan bahwa
nona Ing dan orang-orang itu belum datang ke situ. Baiklah kita beristirahat dulu di sini menunggu sampai
tengah hari." "Lalu apakah yang akan kita lakukan apabila nanti kita masuk ke dalam gedung itu?" tanya Bok-yong Kang.
"Lentera kematian dan kain putih itu merupakan lambang dari gerombolan Wanita Suara Iblis. Memberi
tanda bahwa nanti tengah hari mereka akan menyambut orang.
"Siapakah yang akan mereka sambut?" tanya Bok-yong Kang.
"Apabila dugaanku tak salah, tentulah Nyo Jong-ho sekeluarga."
"Toako," seru Bok-yong Kang, "kurasa mereka tentu akan memasang siasat. Kalau akan menyambut orang,
mengapa harus pada waktu tengah hari?"
"Orang yang tak kenal pertandaan itu tentu tak tahu apa sebab mereka akan menyambut orang pada waktu
tengah hari. Bukankah siang hari itu akan diketahui orang?" kata Siau Mo, "saat ini masih ada sedikit yang
aku masih belum mengerti yalah apakah Nyo Jong-ho dan orang-orang itu masih berada dalam gedung
itu?" "Bukankah ketika toako datang tadi malam, toako mengatakan kalau rumah itu sudah kosong sama sekali?"
Kata Siau Mo: "Memang tak mungkin anak buah Wanita Suara Iblis dapat mengangkut keluarga Nyo Jongho yang berjumlah lebih dari seratus orang itu ke lain tempat dalam waktu yang begitu singkat. Maka aku
lebih cenderung untuk menduga bahwa mereka tentu masih disembunyikan dalam gedung itu. Mungkin
dalam sebuah kamar rahasia."
Sambil menengadah memandang ke cakrawala berkatalah Bok-yong Kang: "Matahari sudah naik di tengah,
pertanda sudah tengah hari. Tetapi mengapa nona dan orang-orang itu masih belum datang" Apakah kita
takkan masuk dulu ke dalam gedung itu?"
Siau Mo mengangguk. "Engkau yang ke pintu muka dan minta pintu dibuka dan aku yang akan lompat dari pagar tembok samping.
Sekalian supaya dapat kuselidiki keadaan sekeliling gedung. Kalau pintu tak dibuka, dobrak saja."
Habis berkata Siau Mo pun terus melesat ke muka. Ketika Bok-yong Kang berjalan menuju pintu besar yang
bercat merah itu, ternyata Siau Mo sudah lenyap. Maka Bok-yong Kang pun segera mendebur pintu dengan
grendel bundar yang dipasang di atasnya.
Walaupun menimbulkan suara keras namun sampai beberapa saat, belum juga pintu itu dibuka. Keadaan
dalam gedung tetap sepi. Menuruti pesan Siau Mo, Bok-yong Kang segera kerahkan tenaga mendobraknya. "Brak?"" pintu besar
itupun tiba-tiba terpentang lebar.
Ternyata pintu itu memang tak dipalang.
Halaman muka dalam gedung itu sunyi sekali. Tiba-tiba angin berembus masuk dan pohon-pohon yang
tumbuh dalam halaman itu berdesir-desir menimbulkan suasana yang menyeramkan.
Setelah menenangkan perasaannya, Bok-yong Kang pun segera melangkah masuk. Ia mendorong pintu
gedung dan memandang ke dalam. Seketika terbanglah semangatnya!
Dia berdiri termangu-mangu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Ruang besar gedung itu sudah berobah menjadi sebuah tempat yang menyeramkan. Ruangan seolah-olah
tertutup oleh kain putih tetapi lantai penuh dengan darah merah yang berasal dari berpuluh-puluh mayat
tanpa?" kepala! Pada saat Bok-yong Kang kehilangan paham, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin dan kata-kata
menggeram: "Hem, ganas bukan kepalang!"
Bok-yong Kang cepat berpaling dan entah bilamana munculnya, tahu-tahu ketiga tokoh Go-bi-pay sudah
berada di belakangnya. Bwe Hui-ji tokoh wanita dari Go-bi segera maju menghampiri dan membentak dengan bengis: "Bagaimana
peristiwa ini terjadi" Kemanakah Siau Mo?"
Watak Bok-yong Kang itu, di luar ramah tetapi hatinya keras. Mendengar sikap dan nada pertanyaan yang
begitu kasar, diapun naik pitam juga.
"Bagaimana yang terjadi, bukankah engkau sudah melihat sendiri" Perlu apa bertanya kepadaku?"
Bwe Hui-ji kerutkan alis lalu tertawa dingin.
"Memang, telah kuduga bahwa engkau dan Siau Mo itu bukan orang baik. Dan ternyata memang benar.
Kalau saat ini engkau tak mau mengatakan apa yang terjadi di sini, hm, jangan engkau harap dapat
tinggalkan ruang ini!"
Semalam ketika menderita tutukan dari Bwe Hui-ji, Bok-yong Kang memang masih penasaran. Saat itu
demi mendengar ucapan yang gila dari wanita itu, meluaplah amarahnya.
"Dengan kepandaian yang dimiliknya itu, apakah Go-bi Sam-hiap mampu merintangi aku?" ia tertawa
mencemooh. "Budak yang tak tahu diri!" bentak Leng Bu-sia tokoh kedua dari Go-bi-pay, "karena bertahun-tahun tak
turun gunung maka sekarang banyak kawanan katak dan ulat yang berobah menjadi siluman?""
"Berkatalah dengan jelas, siapa yang engkau maki itu!" Bok-yong Kang pun balas membentak.
Leng Bu-sia tertawa meloroh. Tiba-tiba tangan kanannya menyambar pergelangan tangan Bok-yong Kang.
Dia yakin gerakannya itu tentu dapat menguasai si pemuda.
Tetapi diluar dugaan, Bok-yong Kang menekuk tangannya ke bawah lalu mengirim sebuah tendangan dan
diserempaki pula dengan hantaman tangan kiri.
Serangan kaki dan tangan dari pemuda itu memaksa Leng Bu-sia harus mundur selangkah.
Tepat pada saat itu dari sebelah dalam ruang terdengar suitan macam naga meringkik.
Bok-yong Kang terkesiap. Ia tahu bawa suitan itu tentu berasal dari Siau Mo. Ia pun segera balas bersuit,
berputar tubuh lalu melangkah pergi.
"Hih, budak, apakah engkau mau pergi seenakmu sendiri saja?" Bwe Hui-ji tertawa dan melesat lalu
menghantam. Bok-yong Kang menyadari bahwa kepandaian dari ketiga tokoh Go-bi itu memang hebat sekali. Iapun
segera balas memukul dua kali.
Bwe Hui-ji diam-diam terkejut. Ia melihat dua buah pukulan Bok-yong Kang itu luar biasa sekali. Di dalam
gerakannya mengandung ancaman maut.
Jago wanita itu tak berani menangkis melainkan menyingkir ke kiri lalu mundur dua langkah.
Kiranya dua buah pukulan yang dilancarkan Bok-yong Kang itu menggunakan ajaran dari Siau Mo.
Pada saat Bwe Hui-ji menyurut mundur, Bok-yong Kang terus loncat hendak meloloskan diri.
"Rubuh!" bentak Ong Han-thian seraya menabas dengan pedangnya.
"Cret?"" Bok-yong Kang mengerang tertahan, ia terhuyung-huyung dan bahu kirinya mengucurkan darah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pukulan buddha seribu tangan Leng Bu-sia, cepat memburu dan dengan tertawa dingin terus ayunkan


Pendekar Seratus Hari Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan menghantam. Bok-yong Kang merah matanya. Sambil berputar tubuh dan menggembor keras ia menangkis dengan
tangan kanan. "Bum?"" Bok-yong Kang terpental sampai setombak jauhnya. Tetapi Leng Bu-sia pun juga tersurut dua langkah ke
belakang. Bok-yong Kang penasaran. Mencabut ruyung Tulang tengkorak segera ia mainkan dalam jurus Heng-sohcian-kun atau menyapu ribuan prajurit untuk menyerang Bwe Hui-ji. Ruyung itu menderu-deru menimbulkan
sambaran angin yang dahsyat.
Melihat pemuda itu dapat meloloskan diri dari tabasan pedangnya dan dapat menyambuti pukulan Leng Busia, diam-diam terkejutlah Ong Han-thian, ketua Go-bi itu.
Sebagai seorang tokoh silat, diam-diam ia menilai, "Pemuda itu hebat sekali kepandaiannya. Daripada kelak
menimbulkan bahaya besar, lebih baik sekarang kita lenyapkan saja."
Serentak timbullah nafsu pembunuhan dalam hati tokoh pertama dari Go-bi itu.
Saat itu Bok-yong Kang sedang memainkan ruyung untuk menggempur Bwe Hui-ji. Walaupun menyadari
bahwa dirinya bukan lawan dari ke tiga tokoh Go-bi itu, namun karena dirangsang oleh kemarahan, Bokyong Kang tak mau menghiraukan suatu apa lagi. Ia mainkan ruyung Tulang tengkoraknya dengan hebat
dan gencar sekali. Berulang kali Ong Han-thian hendak turun tangan tetapi tak melihat suatu peluang pada
permainan anak muda itu. Tiba-tiba terdengar pula suitan panjang dari sebelah dalam ruangan dan sesosok tubuh melesat keluar.
Itulah Siau Mo Saat itu Bok-yong Kang tengah melancarkan tiga buah pukulan untuk mengimbangi gerakan ruyungnya.
Ketiga buah pukulan itu bukan saja mempunyai gerak perobahan yang aneh tetapi dahsyatnya pun bukan
kepalang. Kekuatannya dapat menghancurkan batu karang.
03.13. Tokoh Tersembunyi Menghadapi serangan nekad dari anak muda itu terpaksa Bwe Hui-ji mundur dua langkah.
Tiba-tiba Bok-yong Kang menghentikan serangannya dan berputar tubuh lalu loncat ke samping Siau Mo.
"Toako, engkau bagaimana?" serunya terkejut ketika melihat keadaan Siau Mo saat itu.
Tangan Siau Mo berlumuran darah, pakaiannya yang berwarna putih pun berlumuran cipratan darah.
Tangan kanannya masih mencekal pedang Ular Emas yang meneteskan darah ke lantai?"
Melihat Siau Mo dalam keadaan serupa itu ketiga tokoh Go-bi terlongong-longong.
Mereka cepat dapat menduga bahwa darah di pedang Siau Mo itu tentu darah lain orang yang dibunuhnya.
Dan meniliknya banyaknya darah, tentulah jumlahnya korbannya tak sedikit.
Semula Bok-yong Kang mengira kalau Siau Mo menderita luka tetapi setelah memperhatikan keadaan
toakonya itu sampai beberapa jenak barulah ia dapat mengetahui kalau darah itu bukan berasal dari tubuh
Siau Mo. Siau Mo melirik dan melihat bahu Bok-yong Kang berdarah. Serentak ia terus maju menghampiri ketiga
tokoh Go-bi. Go-bi Sam-hiap itu tokoh-tokoh yang termasyhur dalam dunia persilatan. Tetapi pada saat melihat sikap dan
wajah Siau Mo yang begitu seram, tergentar jugalah hati mereka.
Tiba-tiba Bok-yong Kang berseru memanggil: "Siau toako?"."
Siau Mo hentikan langkah, berpaling, "Bokyong-te, siapakah yang melukai engkau?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Melihat wajah Siau Mo yang begitu membengis tahulah Bok-yong Kang kalau toakonya itu hendak membuat
perhitungan deagan Go-bi Sam-hiap.
Bok-yong Kang tahu bahwa peristiwa dengan Go-bi Sam-hiap tadi hanya karena salah paham. Iapun tahu
bahwa Go-bi Sam-hiap itu tokoh-tokoh pendekar yang menjunjung kebenaran. Apabila Siau Mo sampai
bertempur dengan mereka, salah paham itu tentu makin berlarut panjang.
"Toako," seru Bok-yong Kang, "tadi hanya suatu kesalahan paham saja. Mereka salah menduga toako ini
seorang jahat." "Bokyong-te, apakah engkau tak mau membalas dendam?" seru Siau Mo.
Bok-yong Kang gelengkan kepala.
Tiba-tiba Siau Mo mengusap Pedang Ular Emas ke telapak sepatunya beberapa kali untuk menghilangkan
noda darah. Setelah itu dimasukkan ke dalam sarung.
"Kereta berderak-derak, kuda meringkik-ringkik...... Bokyong-te, mari kita pergi!" seru Siau Mo.
Saat itu wajah ketiga tokoh Go-bi sama berobah. Kiranya mereka pun mendengar dari arah jalan di luar
gedung, suara kereta berderak-derak mendatangi dan suara kuda meringkik-ringkik.
Mendengar ajakan Siau Mo, Bok-yong Kang pun terus berputar tubuh dan hendak mengikuti Siau Mo.
"Ho, hendak kemana kalian ini?" tiba-tiba Leng Bu-sia membentak.
Mendengar itu sekonyong-konyong Siau Mo herhenti, berputar tubuh dan maju menghampiri Go-bi Samhiap.
Leng Bu-sia mendahului menyambut kedatangan Siau Mo dengan sebuah pukulan ke arah dada.
Tetapi pemuda itu hanya sedikit melingkarkan kaki dan tetap maju. Melihat itu Leng Bu-sia pun mendengus
lalu tabaskan tangannya ke pinggang orang.
Tabasan itu hebat sekali. Betapa pun Siau Mo hendak menyelinap dari arah mana saja, tetap tak dapat
menghampiri maju. Di luar dugaan, Siau Mo gerakan tangannya dengan cepat untuk menutuk jalan darah orang. Tetapi
serempak dengan itu Leng Bu-sia pun sudah susulkan tangan kirinya lurus ke muka untuk mendorong dan
menyambar pergelangan tangan orang.
Demikian keduanya saling menyerang dengan gerak yang cepat sekali dan perobahan yang tak terdugaduga.
Untuk menghindari serangan Leng Bu-sia, Siau Mo turunkan tangannya ke bawah lalu secepat kilat
menendang perut orang Tendangan itu tampaknya biasa saja. Tetapi merupakan suatu gerakan yang seharusnya tak dilakukan
pada saat dan keadaan seperti itu.
Leng Bu-sia kerutkan dahi. Cepat-cepat ia menyurut mundur tiga langkah lalu dengan menggembor keras ia
lepaskan sebuah hantaman dari jauh.
Tetapi Siau Mo hanya tertawa dingin, ia menangkis. Ketika kedua pukulan itu berbentur, timbullah angin
yang keras sekali disusul dengan erang tertahan.
Tubuh Leng Bu-sia yang gemuk itupun terhuyung-huyung mundur sampai tiga langkah.
Melihat suhengnya kedua menderita kekalahan, Bwe Hui-ji serentak maju menyerbu Siau Mo. Tetapi Siau
Mo tak memberi kesempatan tokoh wanita itu untuk memukul. Ia cepat menyongsong dengan sebuah
hantaman ke arah dada. Bwe Hui-ji terkejut melihat cara Siau Mo lancarkan serangannya. Selain gerakan jarinya yang aneh, pun jarijari Siau Mo itu tepat hendak menutuk jalan darah yang berbahaya pada tubuhnya.
"Sumoay, lekas mundur jangan menyambuti serangan musuh!" melihat sumoaynya terancam bahaya,
cepat-cepat Ong Han-thian meneriakinya, seraya mengebutkan lengan baju dan terus melesat maju
menutukkan jarinya. dunia-kangouw.blogspot.com
Gerakan ketua Go-bi-pay itu memang bukan alang kepalang hebatnya. Dia telah menggunakan ilmu tutukan
jari Thian-kiam-ci atau Jari pedang langit. Sebuah ilmu warisan partai Go-bi yang boleh dikata tak
diturunkan kepada muridnya.
Berkat tenaga dalamnya yang tinggi, dengan tekun sekali Ong Han-thian mempelajari ilmu tutukan Jari
Pedang itu sampai berpuluh tahun. Angin yang terpancar dari tenaga tutukan jari pedang itu dapat
melubangi sebuah batu karang.
Melihat itu terkejutlah Bok-yong Kang. Ia hampir saja menjerit.
Tetapi Siau Mo dengan tenang dan gesit sudah menyelipat selangkah ke samping lalu tubuhnya berputar
dalam gerak setengah lingkar. Suatu gerakan yang indah sekali untuk menghindari tutukan jari maut dari
ketua Go-bi. Memang sepintas pandang gerakan Siau Mo itu amat sederhana sekali. Tetapi sebenarnya gerakan itu
merupakan suatu gerak ilmu silat tataran tinggi. Memang kelihatannya gampang, tetapi sukarnya bukan
kepalang. Wajah Ong Han-thian berobah seketika dan janggutnya sampai agak menggigil. Ia benar-benar terkejut
heran melihat kepandaian Siau Mo yang begitu luar biasa.
"Bangsat!" tiba-tiba Leng Bu-sia membentak dan menghantam lagi.
Siau Mo mendengus lalu ayunkan tangan kanannya untuk menyongsong. Kembali timbul deru angin yang
dahsyat ketika kedua angin pukulan saling beradu. Bahkan pasir di tanah berhamburan dan daun-daun
gugur bertebaran ke empat penjuru.
"Ji-te, berhentilah dulu!" teriak Ong Han-thian.
Ketika saling beradu pukulan, Leng Bu-sia terkejut ketika mendapatkan tenaga pukulan Siau Mo lebih hebat
dari dirinya. Dan ketika toa-suhengnya meneriakinya supaya berhenti, iapun cepat loncat ke samping.
"Toa-suheng hendak memberi perintah apa?" serunya.
Siau Mo tertawa dingin dan mendahului menjawab: "Go-bi Sam-hiap telah diagungkan orang sebagai
bintang cemerlang di angkasa persilatan. Apabila saat ini kalian bertiga hendak maju berbareng. entah
kalah entah menang, tetapi peristiwa itu tentu akan menambah cerita yang menarik di dunia persilatan!"
Siau Mo menutup ucapannya dengan gerakkan tiga buah serangan. Dari jarak beberapa langkah, ia
ayunkan tangan kiri menghantam ke arah Leng Bu-sia, gerakan jari tangan kanan untuk menutuk Ong Hanthian dan ayunkan kaki kiri menendang ke arah Bwe Hui-ji. Sekali gus jago pedang Ular Emas itu hendak
menyerang tiga tokoh dari Go-bi yang termasyhur itu.
"Berhenti dulu!" tiba-tiba Ong Han-thian menggembor keras, menghantam dan loncat menghindar.
"Apakah kalian takut?" seru Siau Mo.
"Tunggu dulu, aku hendak bertanya beberapa hal kepadamu, baru nanti kita bertempur lagi," sahut ketua
Go-bi-pay. "Apa lagi yang hendak engkau tanyakan?"
Wajah Ong Han-thian tampak serius, serunya, "Dari perguruan manakah engkau ini?"
"Soal itu tak perlu engkau tanyakan," sahut Siau Mo tawar.
Berkata pula ketua Go-bi itu: "Kabarnya engkau masih mempunyai hubungan dengan Naga sakti tanpa
bayangan Siau Kwan. Siapakah dia itu?"
Mendengar itu teganglah raut muka Siau Mo, sahutnya dengan nada tergetar: "Dia adalah ayahku, apakah
engkau kenal padanya?"
"Kalau begitu apakah engkau tahu tentang soal budi dan dendam dari ayahmu itu?" seru Ong Han-thian
dengan suara sarat. Tiba-tiba terlintas pula dalam benak Siau Mo tentang peristiwa berdarah yang telah menimpah keluarganya
dahulu...... Darah bergenangan, mayat-mayat berserakan dan tulang-tulang berhamburan?".
dunia-kangouw.blogspot.com
Terhuyung-huyunglah Siau Mo karena tubuhnya menggigil keras. Beberapa saat kemudian barulah dia
dapat menguasai ketenangan hatinya pula.
"Tidak tahu!" sahutnya hambar.
"Kalau begitu mengapa engkau mengamuk dan mengganas sesama sahabat
menghancurkan seluruh keluarga Nyo Jong-ho?" teriak Ong Han-thian dengan keras.
persilatan dan Mendengar itu Siau Mo pun mengangkat muka, ketegangannya agak mengendor.
"Ong ciang-bun, mengapa engkau menuduh Siau toako ku yang membunuh seluruh keluarga Nyo?" tibatiba Bok-yong Kang menyeletuk.
Bwe Hui-ji tertawa dingin: "Bukti sudah nyata, apakah engkau masih menyangkal?"
Siau Mo menatap Ong Han-thian, berulang kali bibirnya tampak bergerak hendak berkata tetapi tak jadi.
"Bokyong-te, mari kita pergi," tiba-tiba ia malah mengajak Bok-yong Kang pergi.
Tetapi Leng Bu-sia cepat berseru dingin: "Ho, tak begitu mudah untuk kalian pergi. Bukankah Go-bi Samhiap akan ditertawakan orang?"
Siau Mo menatap ketiga tokoh Go-bi itu, serunya: "Selama aku bertindak, tak pernah aku mendapat
rintangan orang. Begitu pula, akupun tak suka adu lidah dengan orang. Selidiki dulu yang jelas, baru nanti
kalian boleh menuduh aku yang membunuh keluarga Nyo......"
Berhenti sejenak ia melanjutkan pula: "...... Kalau saat ini kalian hendak menahan aku, hm, kuberitahukan
kepadamu, selama ini belum pernah aku bertempur dengan orang sampai berlangsung sepuluh jurus.
Dalam sepuluh jurus orang tentu sudah berlumuran darah Terserah saja kalian mau percaya omonganku ini
atau tidak." Kata-kata itu diucapkan Siau Mo dengan nada yang sungguh. Habis berkata ia terus berputar tubuh dan
hendak pergi. Tetapi cepat Leng Bu-sia sudah melesat menghadangnya seraya lepaskan dua buah pukulan: "Aku tak
percaya engkau mempunyai kemampuan begitu hebat!"
Siau Mo mundur dua langkah untuk menghindari pukulan itu. Tiba-tiba wajahnya memberingas hawa
pembunuhan. Cepat ia maju menutuk.
Leng Bu-sia terkejut. Ia tak menyangka bahwa setelah tersurut mundur, Siau Mo dapat menyerang begitu
cepat. Karena ia sedang menyerang maju maka agak lambatlah ia menghindar. Lengan kanannya tertutuk
ujung jari Siau Mo, seketika separoh tubuhnya terasa lunglai.
Habis menutuk Leng-Bu-sia, tiba-tiba Siau Mo balikkan tangan menampar bahu kiri Bwe Hui-ji.
Gerakan itu benar-benar diluar dugaan sama sekali. Bwe Hui-ji yang berada di belakangnya, baru
menyadari setelah merasa disambar angin. Ia hendak menghindar mundur tetapi sudah tak keburu lagi.
Terpaksa ia kerahkan tenaga dalam ke arah bahu kirinya untuk bertahan.
"Sumoay, jangan adu kekerasan!" seru Ong Han-thian seraya cepat-cepat menabas tangan Siau Mo.
Terdengar suara dengusan dan tubuh Bwe hui-ji pun terhuyung ke muka. Sedangkan Siau Mo sudah
melesat beberapa tombak jauhnya lalu bersama Bok-yong Kang lari keluar dari lingkungan gedung keluarga
Nyo. Sambil mencekal pedang pusaka Cui-jong-kiam yang berkilat-kilat memancarkan sinar hijau, Ong Han-thian
memandang kedua sosok bayangan itu dengan terlongong-longong. Beberapa saat kemudian terdengar ia
menghela napas. "Ah, ombak di bengawan Tiang-kang, yang belakang mendorong yang muka. Tunas dari setiap generasi
baru tentu lebih hebat dari generasi yang lama. Sepuluh tahun menutup diri, dunia persilatan sudah terjadi
perobahan besar......"
Ia mengusap-usap jenggotnya yang putih lalu melanjutkan kata-katanya: "Orang tua saat ini sudah bukan
waktunya kita unjuk muka di dunia persilatan lagi."
Ucapan itu sebuah pernyataan dari pengunduran seorang jago tua yang menyadari akan perobahan jaman
dan keadaan dirinya. dunia-kangouw.blogspot.com
Dahulu Go-bi Sam-hiap itu memang menjagoi dunia persilatan. Tetapi demi menyaksikan kesaktian Siau Mo
yang masih muda itu, turunlah semangatnya sampai beberapa derajat.
Patut diketahui, bahwa ketiga tokoh Go-bi yang masyhur itu tak mampu menghadang seorang Siau Mo,
benar-benar telah menghancurkan semangat mereka!
Tiba-tiba terdengar sebuah suara parau berseru: "Go-bi Sam-hiap tak perlu patah semangat. Walaupun
Siau Mo itu memang sakti tetapi kalau sam-hiap bertiga dapat bersatu padu untuk menggempurnya, belum
tentu Siau Mo mampu menghadapi sam-hiap bertiga."
Ketiga tokoh Go-bi terkejut dan serentak mengangkat muka mencari orang yang bersuara itu. Tetapi
ternyata di dalam ruang maupun di halaman, tak tampak seorangpun juga.
"Siapakah saudara ini?" teriak Bwe Hui-ji.
Orang yang parau suaranya itu berseru pula: "Dalam soal ilmu kepandaian silat, yang terutama yalah bakat
dan guru. Tanpa digembleng oleh tukang pandai, tak mungkin batu kumala dapat menjadi barang perhiasan
berharga. Jika dapat mengetahui asal usul perguruan Siau Mo dan tahu bahwa dia memang mempunyai
kepandaian begitu sakti, kalian baru boleh mengambil keputusan. Layak atau tidak, kalian belum-belum
sudah patah semangat itu?""
Go-bi Sam-hiap benar-benar terkejut bukan kepalang karena kali ini, arah datangnya suara itu berlainan
dengan yang tadi. Wajah Ong Han-thian serentak berobah.
"Ong Han-thian dari Go-bi, merasa bahwa hari ini benar-benar bertemu dengan seorang sakti seperti tuan.
Dapatkah kami mendapat tahu nama tuan yang mulia" Dan dapatkah tuan memberitahu perguruan Siau Mo
itu" Go-bi Sam-hiap sungguh akan berterima kasih sekali," seru ketua Go-bi-pay itu.
Tiba-tiba suara yang parau itu berobah nadanya menjadi lengking yang tinggi:
"Siau Mo mendapat pelajaran dari Tay Hui?" Thian-san Pak?" hiong?" Hay-sin?" dia telah
menerima ajaran dari beberapa orang sakti. Itulah sebabnya maka dalam usia yang begitu muda, dapat
menandingi kalian bertiga?""
Suara itu terdengar keras-keras lemah, tersendat-sendat tak kedengaran sehingga Go-bi Sam-hiap tak
dapat mendengar jelas. "Siapakah tuan ini" Maaf, kami tak dapat mendengar jelas, harap suka mengatakan sekali lagi," seru Ong
Han-thian. Terdengar pula suara orang itu dalam kata yang terputus-putus:
"Aku?" aku telah menderita luka dari pedang Siau Mo dan segera akan mati....... Dia adalah Tay-hui?"
Thian-san Pak"... Hong?" Hay-sin?" aku adalah".. adalah"... adalah......"
Kali ini suara melengking tinggi dan tajam macam orang bersuit. Dan suitan yang melengking di udara itu
telah ditiup lenyap oleh angin. Kata-kata yang di muka, dapatlah ketiga tokoh Go-bi itu menangkapnya tetapi
kata-kata bagian belakang, yalah yang hendak mengatakan tentang diri orang itu, mereka tak dapat
mendengar jelas. "Dimanakah engkau?" teriak Leng Bu-sia, "apakah engkau benar-benar tahu akan asal perguruan Siau
Mo?" 03.14. Kawat Baja Pembawa Maut
Tak terdengar jawaban apa-apa. Tiba-tiba beberapa saat kemudian, kembali terdengar suara orang itu.
"Aku?" aku berada di ruang tengah dari gedung ini," kata orang itu, "Go-bi Sam-hiap, lekaslah kemari, aku
akan memberitahu tentang diri Siau Mo kepada kalian?""
Mendengar itu Leng Bu-sia dan Bwe Hui-ji terus melesat ke ruang tengah. Melihat kedua sute dan
sumoaynya masuk, Ong Han-thian pun juga hendak menyusul.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tetapi sekonyong-konyong terdengar suara aneh berteriak: "Leng Bu-sia, Leng Bu-sia, Bwe Hui-ji, Bwe Huiji?", Ong Han-thian, Ong Han-thian?" lekaslah kalian kemari?" lekaslah kalian kemari. Aku berada di
sebelah muka?""
Suara itu beda dengan suara yang tadi. Nadanya kecil tajam dan mangandung keharuan dan kesedihan.
Tetapi pun memiliki suatu daya pesona yang kuat sekali.
Hanya dua kali namanya dipanggil, tetapi cukuplah sudah hati Ong Han-thian tergetar keras. Semangatnya
merana dan kesadaran pikirannya pun lenyap. Dia seolah-olah jatuh ke dalam kekuasaan orang itu.
Ong Han-thian memiliki tenaga-dalam yang tinggi dan diapun seorang tokoh tua yang banyak pengalaman.
Cepat sekali ia menyadari akan suara yang telah menyerang kesadaran pikirannya.
"Ji-sute, Sam-sumoay, Suara Aneh Kumandang Lembah, ilmu yang sudah lenyap ratusan tahun yang
lalu?"" Ia meneriaki kedua sute dan sumoaynya tetapi saat itu Leng Bu-sia dan Bwe Hui- ji sudah melangkah ke
dalam pintu. Tiba-tiba terdengar suara orang tertahan. Leng Bu-sia dan Bwe Hui-ji serempak terhuyung dan rubuh?"
Sudah tentu Ong Han-thian terkejut bukan kepalang. Cepat ia mencabut pedangnya, ah?" saat itu ia
rasakan lengan kanannya seperti digigit nyamuk atau disengat tawon. Ia mengerang pelahan. Tetapi
seketika itu pula ia rasakan pandang matanya gelap, kepala berputar-putar"...
Kejut jago tua dari Go-bi itu tak terkira. Dia adalah seorang ketua dari sebuah perguruan yang termasyhur.
Dalam detik-detik yang menentukan itu, dia masih dapat memikirkan bagaimana cara untuk meloloskan diri.
Bukan saja jiwanya tertolong, pun ia harus menyelamatkan jiwa ribuan kaum persilatan. Ya, ia telah
menemukan sebuah rahasia besar yang menyangkut kepentingan dunia persilatan.
Dengan kerahkan sisa tenaga dalamnya, ketua Go-bi-pay itu segera bersuit panjang lalu berputar tubuh dan
lari keluar dari gedung. Sambil tak henti-hentinya menghamburkan suara yang aneh, ia terus pesatkan larinya menuju ke luar kota.
Lari, ya, larilah ketua Go-bi-pay itu sekencang sang kaki dapat membawanya. Ketika tiba di sebuah
gerumbul di sebelah utara luar kota Lok-yang, rubuhlah jago tua itu?"
******************** Sekarang marilah kita ikuti lagi Siau Mo dan Bok-yong Kang yang juga lari keluar dari gedung keluarga Nyo.
Melihat pakaian putih dari Siau Mo berlumuran darah, bertanyalah Bok-yong Kang: "Toako, apakah ketika
masuk ke dalam ruang tengah engkau bertemu dengan musuh?"
Siau Mo mengangguk.

Pendekar Seratus Hari Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Telah kubunuh tigabelas orang tetapi tetap tak dapat mencari keterangan tentang keadaan Nyo Jong-ho
dan rombongannya. Selain ketigabelas orang berpakaian hitam yang kubunuh itu, aku tak melihat lain orang
lagi." Bok-yong Kang kerutkan alis, "Kalau begitu, anak buah Nyo Jong-ho telah dibunuh habis oleh Wanita Suara
Iblis itu?"" Kemudian iapun menceritakan tentang berpuluh mayat yang berada di ruang besar serta timbulnya salah
paham dengan ketiga tokoh Go-bi.
Siau Mo menghela napas. "Aii, memang perangaiku beda dengan lain orang?" aku tak suka berunding dan bertukar pendapat
dengan orang. Itulah sebabnya maka sering timbul salah paham dan mengalami peristiwa-peristiwa yang
tak diinginkan. Saat ini untuk mengejar jejak musuh, memang sukar. Dan dimana nona Ing, lebih sukar
diketahui lagi." "Toako, darah pada tubuhmu......" tiba-tiba Bok-yong Kang berkata.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tetapi Siau Mo hanya mendesuh lalu masuk ke dalam sebuah hutan dan ganti pakaian.
Ketika melihat pakaiannya, Siau Mo tundukkan kepala merenung. Tiba-tiba ia membisiki Bok-yong Kang:
"Bakyong-te, lekaslah engkau sediakan dua ekor kuda dan tunggu aku di sini. Aku hendak memeriksa ke
gedung keluarga Nyo satu kali lagi."
Habis memberi pesan, ia terus lari kembali ke arah kota Lok-yang.
Bok-yong Kang menduga bahwa toakonya itu tentu menemukan sesuatu yang penting. Iapun segera
melaksanakan perintah, menyediakan dua ekor kuda.
Tetapi Siau Mo belum datang. Ia hendak menyusul tiba-tiba sesosok tubuh berlari-lari mendatangi. Ternyata
dia itu Siau Mo. "Toako, apakah telah terjadi suatu perobahan?" seru Bok-yong Kang.
Siau Mo gelengkan kepala.
"Apakah mereka benar-benar telah pergi?" ah, tidak, tidak bisa. Suara ringkik kuda dan derak kereta itu
tentulah untuk menjaga pendengaran dan mata musuh. Bokyong-te, hayo kita kejar!"
Siau Mo terus loncat ke atas kuda dan mencongklang ke arah pintu barat. Bok-yong Kang pun segera
menyusul. Tiba-tiba Siau Mo berseru: "Bokyong-te, lekas gunakan gerak It-ho-jong-thian lalu Leng-hun-theng-gong
loncat ke belakang!"
Bok-yong Kang terkejut mendengar kata-kata yang aneh itu. Tetapi karena begitu gopoh Siau Mo
mengucapkannya, iapun segera melakukan perintah. Sekali kedua kaki memijak, kedua tangannya
merentang dan meluncurlah ia ke udara. Di atas udara ia berjumpalitan dan melayang ke belakang.
Tetapi pada saat kakinya belum tiba di tanah terdengarlah dua buah ringkikan kuda yang nyaring sekali.
Bok-yong Kang terkejut. Begitu tiba di tanah, cepat ia berpaling ke belakang. Seketika pucatlah wajahnya. Ia
terlongong-longong seperti melihat hantu di siang hari?""
Kudanya dan kuda yang dinaiki Siau Mo, telah kutung perutnya, kepalanyapun menggelinding terpisah dari
badan. Darah bergenangan memerah tanah.
Sampai detik itu belum juga Bok-yong Kang tahu apa sebab dan bagaimana kedua ekor kuda itu sampai
mati sedemikian mengenaskan?"
Ia memandang ke sekeliling penjuru tetapi tak melihat suatu manusia pun. Lalu siapakah yang mempunyai
kesaktian sedemikian hebat dapat membelah perut dan kepala kedua ekor binatang itu.
Saat itu Siau Mo pun sudah melayang di bawah sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Sepasang
matanya berkilat-kilat memancarkan kemarahan.
Bok-yong Kang segera menghampiri ke tempat toakonya. Tiba-tiba ia melihat pada sebatang pohon siong
dan pohon pek-yang yang tumbuh di sebelah muka, telah dipasang dua helai kawat halus.
Kini tahulah ia bagaimana kedua ekor kuda itu menderita kematiannya.
Kawat yang merentang di tengah jalan itu terbuat dari baja yang tajam sekali. Karena lari pesat, putuslah
kepala dan badan kedua kuda itu.
Diam-diam Bok-yong Kang terkejut. Kalau Siau Mo tak berteriak memberi peringatan, diapun tentu akan
menderita nasib sama. Diam-diam Bok-yong Kang makin ngeri memikirkan keadaan dunia persilatan yang
penuh dengan tipu muslihat dan perbuatan-perbuatan kejam.
Dengan Pedang Ular Emas, Siau Mo membabat putus kawat maut itu.
"Setelah kehilangan kuda, lalu bagaimana kita akan melanjutkan perjalanan?" tanya Bok-yong Kang.
Siau Mo merenung sejenak, katanya, "Mereka menggunakan dua utas tali kawat ini untuk merintangi
pengejaran musuh. Tetapi takkan Siau Mo berhenti karena rintangan ini. Kukira musuh tentu berada di
sekitar tempat ini. Mari kita cari!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Sekeliling penjuru tempat itu merupakan sebuah belantara padang rumput. Tiada rimba, tiada hutan. Diamdiam Bok-yong Kang heran mengapa Siau Mo dapat menentukan kalau musuh berada di sekitar tempat itu.
Sejenak Siau Mo memandang ke cakrawala, ujarnya: "Saat ini hari menjelang petang. Tak lama matahari
tentu sudah silam. Malam ini kemungkinan kita akan mengalami pertempuran berdarah. Maka baiklah kita
beristirahat dulu untuk memulihkan tenaga. Dan disamping itu musuh tentu mengira kalau kita telah terkena
jerat mereka atau setidak-tidaknya tentu tersesat di tengah jalan. Dengan begitu mereka tentu agak lengah."
"Toako, apakah engkau sudah tahu di mana sarang mereka?" tanya Bok-yong Kang.
Siau Mo tersenyum: "Baiklah kita beristirahat barang dua jam di atas dahan pohon pek-yang yang tinggi ini."
Habis berkata ia terus ayunkan tubuh melambung ke udara sampai tiga-empat tombak lalu menyambar
sebatang dahan pohon. Sekali berayun lagi, tubuhnya terlempar tiga tombak ke atas, berjumpalitan lalu
hinggap pada puncak pohon.
Melihat ilmu ginkang Siau Mo yang sedemikian hebatnya, diam-diam Bok-yong Kang leletkan lidah. Iapun
coba-coba untuk menyusul. Tetapi setelah mengerahkan tenaga sampai empat kali berayun dari satu dahan
ke lain dahan, barulah ia dapat tiba di tempat Siau Mo dan terus duduk di sebelahnya.
Kebetulan Bok-yong Kang duduk menghadap ke arah timur. Karena duduk di puncak pohon yang tinggi
dapatlah ia melihat ke sekeliling penjuru dengan bebas. Beberapa lie jauhnya, seperti tampak sebuah
gedung. Sambil menunjuk ke arah bangunan itu, Siau Mo herkata: "Kalau dugaanku tak salah, markas mereka tentu
berada dalam gedung itu."
Diam-diam Bok-yong Kang mengagumi ketajaman mata Siau Mo. Walaupun masih berada di atas pohon,
dapat melihat bangunan yang beberapa lie jauhnya.
"Siau toako, aku sungguh kagum kepadamu," ia berseru menyatakan pujiannya kepada Siau Mo.
"Sinar matahari mulai lenyap, hayo kita lekas kumpulkan tenaga. Nanti malam pada saat penyakitku
kambuh, engkaulah yang akan melakukan pekerjaan ini," kata Siau Mo.
Memang Bok-yong Kang tahu bahwa penyakit Siau Mo itu sering kumat pada malam hari. Hanya waktunya
memang tak dapat ditentukan. Mula-mula tak ada tanda apa-apa, dan mendadak terus kumat. Maka iapun
buru-buru duduk menenangkan pikiran dan semangat untuk mengumpulkan tenaga.
Siau Mo juga pejamkan mata beristirahat.
Entah lewat berapa lama, tiba-tiba Bok-yong Kang mendengar suara derap tapal kaki kuda berdering.
Segera ia membuka mata dan melihat beberapa tombak di sebelah bawah, seorang penunggang kuda
tengah mencongklangkan kudanya. Penunggang kuda itu hanya seorang diri.
Tetapi apa yang membuat Bok-yong Kang terbelalak kaget yalah penunggang kuda itu bukan lain yalah si
orang aneh baju biru. Bok-yong Kang hendak berteriak memanggil Siau Mo yang masih meramkan mata tetapi tiba-tiba telinganya
tersusup oleh ngiang suara dalam ilmu Menyusup suara: "Aku sudah tahu, jangan mengeluarkan suara,
biarlah dia lewat." Diam-diam Bok-yong Kang mengeluh dan malu dalam hati karena hendak memberitahu. Padahal ternyata
sebelumnya Siau Mo sudah tahu sendiri.
Tiba-tiba telapak kaki kuda itu berhenti. Ketika memandang ke bawah, tampaklah oleh Bok-yong Kang
bahwa orang aneh itu berhenti pada jarak sepuluhan tombak dari pohon tempat ia bersembunyi.
Saat itu Siau Mo menghela napas dan membisiki dengan ilmu Menyusup suara: "Orang itu memang luar
biasa waspadanya dan ilmu kepandaiannya sukar diukur tingginya. Tampaknya dia sudah merasakan jejak
kita. Bokyong-te, cobalah engkau waspadakan, bagaimanakah sesungguhnya wajah orang itu."
Bok-yong Kang menurut. Tetapi pada saat ia hendak melongok ke bawah tiba-tiba orang itu memutar
kepala kudanya dan terus mencongklang lagi. Dalam beberapa kejap, penunggang kuda itu sudah berada
berpuluh-puluh tombak jauhnya.
"Bagaimana Bokyong-te, apakah engkau dapat melihat wajahnya?" seru Siau Mo.
dunia-kangouw.blogspot.com
Bok-yong Kang gelengkan kepala dan tertawa hambar: "Jangankan melihat orangnya, bayangannya pun tak
mampu." "Kalau dia menjadi lawanku, aku benar-benar tentu pusing tujuh keliling........." kata Siau Mo.
"Toako, kuda biru itu agaknya seperti kuda sakti yang jarang terdapat di dunia," kata Bok-yong Kang.
Siau Mo mengangguk. "Badannya tinggi tegar seperti naga, larinya secepat angin, memang benar-benar seekor kuda Cian-li-liongma (kuda naga yang sehari dapat menempuh seribu lie). Tetapi penunggangnya lebih aneh lagi. Benarbenar seperti seekor naga yang memperlihatkan kepala tapi tak kelihatan ekornya."
"Toako, orang itu memang aneh tetapi pun mencurigakan gerak geriknya," kata Bok-yong Kang. "rupanya
dia seperti hendak mengikuti jejak kita. Anehnya, mengapa tokoh semacam itu kita tak pernah mendengar
namanya?" Siau Mo merenung beberapa jenak, lalu berkata: "Kemungkinan malam nanti kita akan bertemu dia lagi.
Pedang Medali Naga 24 Pendekar Mabuk 043 Gelang Naga Dewa Misteri Lukisan Tengkorak 3

Cari Blog Ini