sudah bebas dari preman-preman itu!" "Apa maksudmu""
Ayah mengacung-ngacungkan kertas di tangannya, "Kita baru saja
mendapat cek!" "Cek" Cek apa"!" sedikitpun Dennis tidak merasa tenang, ada yang
tidak beres di sini! Ia merebut cek itu dari tangan Ayahnya. Sebuah blank check, cek kosong
yang bebas diisi dengan berapapun jumlah yang mereka inginkan. Tangannya bergetar saat ia melihat
tanda tangan si pemberi cek, dan namanya.
Dennis terperangah, sekujur tubuhnya gemetar menahan marah.
"Bagaimana Ayah bisa mendapat cek ini!!" teriaknya selantang mungkin. Vincent menghampirinya sambil tersenyum, "Waktu kau pergi tadi, Papanya Ann datang
ke sini. Gak nyangka, ternyata dari kemarin dia sudah menyuruh orang-orangnya
membuntutimu. " Ayah Dennis melanjutkan, "Aku benar-benar tidak mengerti apa maun
ya si konglomerat itu, tapi dia terus menanyakan tentangmu."
"Rencanamu berhasil," Vincent berbisik tepat di telinga Dennis,
"papanya Ann ketakutan
setengah mati melihat putrinya dirusak olehmu! Dia membujuk ayahmu
untuk coba bicara padamu, supaya kau mau sedikit memperlakukan putrinya
dengan baik dan jangan sampai terjadi sesuatu padanya. Tapi ayahmu itu ternyata selicik kau.. "
Dennis langsung reflek mendorong tubuh kerempeng Vincent dengan
kasar hingga ia terhunyung hingga jatuh. Vincent termangu tak mengerti, dilihatnya
Dennis menghampiri ayahnya sendiri dengan wajah marah.
"Apa yang Ayah bilang pada orang itu!! Apa"!" bentak Dennis tak sabar. Ayah malah tertawa lagi, "Orang itu menyuruh aku bicara baik-baik
padamu, agar kau mau menjaga putrinya. Cih! Memangnya aku ini apa" Aku tidak mau mengurusi kisah
cintamu, tidak akan! Lalu kubohongi dia, aku membanggakan kau di
depannya. Kuceritakan semua tentang masa lalumu, tentang semua teman-teman
wanitamu yang kau campakkan satu-persatu."
"Hahaha." Ayah tertawa sadis, "seharusnya kau lihat tampang pucat
orang itu, dia sampai keringat dingin mendengar semua ceritaku. Lalu tiba-tiba saja otak
cerdasku ini berfungsi, aku mengajukan syarat padanya."
"Syarat" Syarat apa!!"
"Aku bilang.... "
Aku tidak jamin putraku itu bisa memperlakukan putrimu dengan baik. Bukan
salahku....dia memang dari dulu tidak pernah berubah, hobi gonta-ganti pacar lalu
mencampakkan mereka satu-persatu sesuka hatinya. Dasar anak muda..Aku bahkan
pernah dengar dia bicara dengan temannya, dia itu sepertinya memacari putrimu hanya
demi uang. Tapi kalau kau memang peduli pada putrimu,
yaaa.....rasanya tidak berat
bagimu untuk keluar uang sedikit."
Papa Ann menunduk, kecewa mendengar semua cerita tadi. Hatinya
sakit mencemaskan Ann. "Berapa uang yang kau mau""
"Aku" Aku mah tidak mau, aku ini orang baik-baik. Tapi putraku itu memang kurang ajar,
dia baru bisa berhenti menemui anakmu kalau tujuannya sudah tercapai. Yaaa.untuk
ukuran orang seperti dia sih...rasanya 10 juta sudah cukup."
Papa mengeluarkan selembar cek dari balik jas mahalnya.
"Ehhh.. tunggu, aku tiba-tiba tidak yakin dia mau 10 juta. Rasanya itu
tidak bisa memuaskan dia. Tambahkan lagi jadi 15 juta! Tidak.. ..tidak... 20 juta
mungkin lebih baik! Kau tahu anak muda zaman sekarang kan" Paling suka berfoyafoya, uang sebanyak itu bisa habis dalam waktu yang singkat."
"Aku mengerti." Papa tidak memasukkan jumlah uang yang dimintanya
ke dalam lembaran cek itu, ia malah mengosongkannya. Ia membubuhkan tanda tangan dan
kemudian menyerahkannya pada Ayah Dennis.
Ayah Dennis tercengang tak percaya melihat blank check yang
disodorkan padanya, cepat-cepat ia menyambarnya.
"Kau memang orang yang murah hati! Putrimu pasti sangat beruntung!
Baik.baik.aku jamin dengan uang sebanyak ini pasti Dennis tidak akan lagi mendekati putrimu. Kau
boleh tenang sekarang."
"A...apa" KENAPA AYAH BILANG ITU PADANYA!!!" Dennis naik pitam, ia
kalap dan menyerbu ke arahnya. Direngutnya kerah baju Ayah dengan kasar, "Kenapa ayah berbuat ini padaku!!"
"Dennis! Kau ini apa-apaan!! Dennis, lepaskan!" Vincent meraih tubuh
sahabatnya dan menariknya sekuat tenaga, "Kau sudah gila ya" Lepaskan ayahmu!!"
Ayah Dennis mengap-mengap mencoba menghirup udara dengan
rakus saat Vincent berhasil menarik Dennis jauh-jauh. Ia melotot marah pada putranya,
"ANAK BRENGSEK! KAU MAU MEMBUNUH AYAHMU SENDIRI ""
Dennis mendorong Vincent kemudian kembali menerjang Ayahnya. Lalu
secepat kilat direbutnya blank check itu dari tangan Ayah. Ia merobek-robek
lembaran cek berharga itu dan membuang serpihan-serpihannya hingga terbang berjatuhan di
depan mata Ayahnya. "Kau....APA YANG KAU LAKUKAN"!!!"
"Aku tidak mau cek ini, dan aku tidak mau menerima apa-apa dari
siapapun juga kalau hanya untuk menyuruhku menjauhi Ann!"
"APA MAKSUDMU"!! KAU SUDAH GILA! SINTING!!!" Ayah berlutut dan memungut-mungut serpihan kertasnya sambil terus mengutuk nama
Dennis. Dennis terengah-engah, bahunya turun-naik melihat kegilaan ayahnya
yang begitu diperbudak oleh uang. Darah seakan-akan naik ke kepalanya saat ia mengetahui
apa yang sudah dikatakan ayahnya pada Papa Ann. Semuanya hancur berantakan! Ia benar-benar
tidak tahan lagi! Rasanya ia ingin berteriak atau bahkan kalau perlu
menghantam kepalanya ke tembok. Tiba-tiba Dennis berlari keluar meninggalkan mereka semua. Berlari ke mana pun ia mau, hingga nafasnya habis pun ia tidak peduli.biar mampus sekalian..
Vincent berlari kencang mengejar Dennis sambil terus meneriaki
namanya. Ia baru berhasil menangkapnya saat Dennis jatuh tersungkur kehabisan tenaga.
"Kenapa kau lakukan itu, Dennis" Kenapa" Kenapa kau merobek cek
itu" Cek itu bisa menolongmu dari semua hutang!" Vincent menguncang-guncang bahu
Dennis. "Pergi!!! Aku tidak mau mendengar semua kata-katamu lagi!!" Dennis
mendorongnya. "Apa-apaan kau ini"! Aku tidak mengerti, bukankah semua rencanamu
sudah tercapai" Bahkan jauh lebih sempurna dari yang kita mau!"
"Rencana...." Dennis mengerut keningnya kemudian tertawa pahit
sekeras-kerasnya. Rencananya memang sudah berjalan mulus. Terlalu mulus malahan. Ia tidak pernah
mengikutsertakan ayahnya dalam rencana itu, tapi siapa sangka justru ayahnya-lah yang
paling berjasa mewujudkan semua rencananya. Ironis, itu semua terjadi justru saat
Dennis tidak berniat lagi. Ia tidak mau menipu Ann lagi atau pun
merampok uang keluarganya dengan cara kotor.
"Dennis"" "Aku tidak mau menjalankan semua rencanaku itu, Vincent. Aku tidak
mau! Aku tidak mau.. " "Tapi kenapa""
Tatapan Dennis terlihat kosong. Wajahnya menandai betapa terluka hatinya saat ini.
"Kau.....kau jatuh cinta pada gadis itu"" Vincent menelan ludah,
"astaga." "Aku tidak mau menyakitinya, Vincent. Aku benar-benar tidak mau...." "Tapi..tapi kalau hutang itu tidak lunas, kau...kau bisa dihabisi mereka." "Aku tidak peduli! Mati pun aku tidak peduli!"
Vincent kembali menelan ludahnya, perih. Perlahan-lahan ia menghampiri Dennis dan
duduk lemah di sampingnya. Untuk pertama kalinya ia menatap sosok
seorang Dennis yang berbeda, ia bukan lagi Dennis yang dulu, yang bisa dengan santai menyakiti
siapapun yang ia mau. Yang begitu arogan, tanpa perasaan dan bisa melepaskan diri dari
semua kesalahannya hanya dengan uang dan kekuasaannya. Tapi Dennis yang ada di hadapannya ini sudah menjadi sosok yang lemah, yang rela
mengorbankan dirinya sendiri hanya demi perasaannya pada seorang gadis.
"Kenapa kau jadi begini, Dennis" Kenapa kau harus jatuh cinta pada
gadis itu" Kenapa""
Ann sudah meruntuhkan tembok-tembok keangkuhannya.
Jam 23.46 malam........ Ann merasa ada yang bergetar di dekat bantalnya saat ia tertidur lelap. Dengan mata
sayup-sayup ia mencoba meraih handphone-nya, ia mengeluh panjang saat melihat di
layar HPnya tertera nama DeNniS (",) yang berkedip-kedip. Itu nomor
telepon dari wartel, Dennis tadi memasukkannya ke phonebook Ann karena dia bilang dia akan
sering-sering telepon dari wartel itu.
"Hmm"""" jawab Ann ngantuk berat.
"Kau sudah tidur""
"Hm....." Ann mengucek-ngucek matanya, "ada apa malam-malam
begini." "Aku akan datang sebentar ke rumahmu. Sebentar saja." "Jam 11 malam begini" Orang-orang di rumahku sudah tidur."
"Jangan bangunkan siapa-siapa. Aku hanya mau menemuimu sebentar saja. "
"Tapi Dennis....malam-malam begini...." Ann memeluk gulingnya eraterat, mencoba melawan hawa AC yang terlampau dingin di kamarnya, "aku sudah tidur. Aku ngantuk
sekali. Kau juga sebaiknya tidur saja, kenapa jam segini masih berkeliaran di wartel""
"Aku kan tidak punya HP, ya telponnya lewat wartel donk. Aku ke
rumahmu sekarang juga ya. Kau tunggu di depan gerbang rumahmu setengah jam lagi." "Dennis..tunggu.eh, tunggu!"
Setengah jam kemudian tepatnya pukul 00.24, Ann berdiri mematung di depan gerbang
rumahnya yang gelap. Ia menyusupkan kedua telapak tangannya ke dalam saku jaket
yang menutupi piyama tidurnya, udara malam begini tidak terlalu bersahabat. Tiba-tiba
saja ia mendengar suara langkah kaki, ia menoleh dan melihat Dennis
datang terburuburu padanya. Akhirnya..
"Ada apa malam-malam begini" Aku bisa diomeli."
"Aku hanya mau mengembalikan ini."
Ann mengerut kening melihat payung biru-nya yang sudah ditemukan
Dennis, "Tengah malam datang ke sin i hanya untuk mengembalikan payung" Kau sudah gila ya""
"Katanya ini payung kesayanganmu. Aku tadi sudah mati-matian
mengorek tempattempah sampah di sekitar rumahku hanya untuk mencarinya. Ini sudah kubersihkan."
"Iya, tapi kan...." Ann kehilangan kata-kata yang tepat untuk mencela
kebodohan Dennis, tapi dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sebenarnya merasa terharu, "tapi kau tidak
perlu sampai tengah malam begini mengembalikan payungku. Apa kau tahu kau ini
sudah mengganggu tidurku" Aku bisa masuk angin karena menunggumu di sini. Kau
juga tolol, kenapa bukan besok aja kembaliinnya""
"Besok tidak bisa, karena aku kan harus pergi ke taman itu."
"Buat apa""
"Karena aku pasti merindukanmu. Kau lupa" Kita sudah buat perjanjian,
kalau di antara kita ada yang merasa rindu kita harus pergi ke taman itu. Besok kau sekolah sampai sore
kan" Aku pasti jadi rindu setengah mati." Dennis tertawa geli.
Ann mengambil payung itu dari tangan Dennis, lalu tersenyum kecil
melihat payung kenangannya itu. Andaikan saja Dennis tahu kenapa Ann begitu menyayangi payung itu,
apakah dia juga akan tetap susah payah mencarinya" Ann mencermati pakaian Dennis
yang lusuh dan penuh keringat, juga pada sepatunya yang kotor karena lumpur,
tampaknya cowo itu memang sudah benar-benar ngotot mencari payung itu.
"Sori ya, aku jadi mengganggu tidurmu. Ya sudah, kalau begitu aku
pulang dulu." "Eh Dennis, tunggu."
"Hm" Ada apa lagi""
"Thank you ya," Ann mengibas-ngibas payung itu di depan wajah Dennis
sambil tersenyum, "lain kali jangan ulangi lagi, aku memang marah besar tadi
siang , tapi kau tidak perlu buang-buang energi hanya untuk mencari barang yang." Ann menunduk
menatap payung itu. Payung Josh.payung bersejarahnya.."barang yang tinggal
kenangan ini.Mungkin aku tidak terlalu membutuhkannya lagi."
Dennis mendekatinya, "Tapi ini kan barang kesayanganmu. Aku tidak
mengerti kenapa payung butut ini bisa sangat berharga bagimu, tapi aku pasti akan selalu
menjaga semua yang berharga itu."
"Oh begitu ya"" Ann salah tingkah. Angin tengah malam menghembus
wajahnya kencang. "Sebelum aku datang, tadi kau tidur memimpikan siapa""
"Tidak mimpi apa-apa..." Tadi aku mimpi dikejar-kejar seekor babi raksasa.
"Kalau begitu nanti tidurnya mimpiin aku ya." Dennis membungkuk sedikit
dan mengecup kening Ann, "selamat malam, jangan lupa nanti mimpi yang
indah ya. Aku pulang dulu."
Setelah Dennis pergi, Ann mengendap-ngendap masuk ke dalam kamarnya lagi. Ia
meletakkan payung biru Josh itu di sebuah kotak yang dibungkus kertas kado lucu, kotak
kadus ukuran besar itu dipenuhi barang-barang Ann yang sudah dikumpulkannya sejak
kecil. Ada foto-fotonya waktu masih bayi, buku curhat zaman SMP-nya,
beberapa boneka lucunya yang sudah usang, dan kertas-kertas penuh tulisan lainnya. Ann
meletakkan payung itu di dalam kotak, kemudian menutupnya.
Ia menghela nafas panjang merasa berat dan lega sekaligus. Payung Josh tidak pernah
masuk ke dalam kotak ini sebelumnya.
Kemudian ia menatap tulisan 'Barang-Barang Kenangan' yang tertera
dengan jelas di atas tutupan kotak itu. Ia tersenyum getir dalam hatinya, berharap payung itu dan juga
Josh mulai saat ini bisa selalu ada di dalam kenangannya. Hanya di
dalam kenangannya saja.. Payung merah Dennis ada di atas mejanya.
Pagi yang cerah menaungi seisi sekolahan, seolah-olah menyemangati para panitia OSIS
yang tengah sibuk mempersiapkan panggung untuk acara pelepasan Ketua OSIS yang
akan dilaksanakan siang ini. Acara ini dibarengi classmeeting dan acara-acara bazaar
kecil-kecilan. Murid-murid tentu saja sangat antusias menyambutnya,
lumayan untuk sekedar refreshing dari kepenatan mereka di sekolah.
Emma, ketua OSIS yang masa jabatannya tinggal beberapa menit lagi,
hanya duduk diam tanpa menghiraukan teman-temannya yang sibuk menata panggung. Ia juga tidak peduli
saat hitungan akhir dari pemilihan suara sudah sampai di tangan panitia. Hanya ada 4
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
calon, dan pemenangnya adalah siswi kelas 2-C yang bernama Elva Indriani. Tapi
Emma peduli amat.. "Emma, kau sudah menyusun pidatomu kan"" tanya Yasmin, "kau
keliatan tidak bergairah.kenapa" Sedih ya uda
h mau lepasin jabatan ketua"" "Aahh.itu mah bukan apa-apa." Emma membuang pandangan matanya ke tempat lain.
Sekilas ia melihat Ann sedang membantu teman sekelasnya mendirikan
stand minuman. Tiba-tiba hatinya terbakar.
"Loh, Emma, mau kemana"" Yasmin kebingungan melihat Emma tibatiba pergi dari tempatnya.
Dengan langkah terburu-buru Emma menghampiri tempat Ann dan
temannya. Ann kelihatan kaget, lebih kaget lagi saat Emma tiba-tiba dengan kasar
menarik lengannya dan membawanya pergi dari situ.
Emma mendorong Ann masuk ke dalam kelas yang kosong, kemudian ia menutup pintu
kelas dengan satu bantingan keras. Ann mengelus-ngelus lengan kirinya
yang sakit akibat tarikan Emma. "Emma, ada apa"" ini pertama kalinya Ann bicara padanya, tapi
sepertinya situasinya tidak terlalu mendukung. "Aku sudah tahu semuanya!"
Ann terlonjak kaget , "Apa maksudmu""
"Jangan pura-pura lagi!!! Singkirkan wajah innocent-mu itu dari depan
mataku! Aku sudah tahu semuanya, Ann! Kau pacaran dengan Dennis! Kau merebutnya dariku!!" teriak Emma histeris.
Ternyata dia sudah tahu... Ann merasa ciut, seolah-olah ia telah
melakukan sesuatu yang hina pada teman baiknya sendiri. Tapi ia baru ingat apa tujuan
utamanya. "Aku memang pacaran dengannya."
"Kenapa kau lakukan itu padaku, Ann" Kenapa kau tega" Kau adalah
teman baikku, tapi di belakangku ternyata kau seperti serigala berbulu domba, kau menusukku dari
belakang!! Kau....kau benar-benar brengsek!!"
"Aku terpaksa melakukannya, Emma."
"Apa katamu" Terpaksa" Terpaksa apaan!! Dasar munafik, bilang aja
kalau dari dulu kau sebenarnya juga naksir Dennis!! Kau memang licik, di depanku kau terang-terangan
bilang kau tidak suka Dennis, tapi di belakangku kau genit-genitan sama dia!! Setelah
sekian lama berteman denganmu, aku baru tahu kalau kau ternyata cewe murahan!!"
Kalau saja Ann tidak menganggap Emma temannya, mungkin ia sudah
menamparnya sejak tadi. "Aku murahan" Bagaimana dengan dirimu sendiri" Kau merayu Dennis padahal kau
sudah punya Josh sekarang!" Sementara itu di lapangan basket.
"Hey Josh, three on three nanti kita lawan anak kelas 2-A dulu. Gampang
banget tuh, yang jago paling cuma si Edi doank!" seru Rico pada Josh di pinggir
lapangan. Josh sedang melakukan pemanasan untuk classmeeting siang ini, "Kau lihat Emma""
"Paling lagi siapin pidato pelepasannya. Kenapa""
"Ya mau nyuruh dia dateng donk, kasih semangat. Aku kan baru bisa jago maennya kalau ada dia yang nonton." "Alaaahhh..gombal!"
Josh tertawa kecil, lalu berlari-lari meninggalkan lapangan. Ia langsung mendatangi
ruang OSIS dan menyapa Yasmin, "Min, Emma mana""
"Wah....gak tau deh, tadi dia kabur ke depan tuh. Kalau ketemu dia
suruh ke sini ya, pidatonya belum selesai!"
Josh mendatangi stand salah satu teman sekelas Ann dan menanyakan apa dia melihat
Emma. Teman Ann langsung menjawab kalau Emma baru saja masuk ke kelas 3 IPA
yang kosong bersama dengan Ann. Josh tersenyum dan mengucapkan terima kasih
padanya. Kemudian sambil bersiul-siul kecil ia mendatangi kelas yang pintunya tertutup itu.
Baru saja ia mau membuka pintu, tiba-tiba ia mendengar ada suara pertengkaran di dalam sana. Suara Emma dan Ann...
"Alesan! Kau selalu menyeret-nyeret Josh ke dalam masalah ini! Memangnya kenapa
kalau aku bergaul sama cowo lain, bilang aja kau ini sirik! Aku selalu punya banyak
pacar sedangkan kau tidak pernah! Kau tidak suka kan" Lalu kau rebut Dennis dariku!
Kau ini benar-benar memalukan.. "
"Bukan itu alasanku! Kalau bicara pake otak! Apa kau sadar apa yang baru saja kau
ucapkan tadi" Kau yang seharusnya malu pada dirimu sendiri. Kau sudah
punya pacar tapi masih saja kegatelan cari cowo lain! Apa kau tidak malu pada Josh" Dia itu terlalu
baik untukmu! Kau malah mau membuangnya demi cowo lain. Kalau kau bilang aku
murahan, lalu kau itu apa"!"
"Memang kenapa kalau aku bosan dengan Josh"!! Suka-suka aku!"
nafas Emma turun naik menahan marah, tiba-tiba saja otaknya bekerja keras dan ia menemukan alasan yang
masuk akal untuk menyerang Ann, "aku mengerti sekarang. Kau..kau suka Josh kan"
Dari dulu kau memang selalu menyukai Josh! Sekarang aku mengerti kena
pa kau selalu membelanya, melindunginya dan mati-matian menyuruhku tetap bersamanya. Kau memang menyukainya!"
Ann hanya bisa terdiam, ia tidak tahu harus bagaimana menimpali ucapan Emma.
Serangan Emma tadi terlalu telak.
"Dan Dennis.....kau tidak mau aku dekat-dekat dengan Dennis karena
kau takut aku bakal memutusi Josh demi dia. Lalu kau merebut Dennis dariku, kau
pacaran dengannya agar aku bisa terus bersama Josh! Kau pacaran dengan Dennis hanya
untuk melindungi Josh"!" Emma tercekat dengan pemikirannya sendiri. Kini ia baru mengerti
maksud Ann yang sesungguhnya. Ia tidak tahu harus marah atau malu saat ini.
"Katakan padaku, apa semua itu benar" Ann! Apa semua itu benar!" jerit
Emma. "Ya, benar." Ann menatapnya pilu, "terserah bagaimana kau mau
membenciku, tapi sedikitpun aku tidak mau menyakitimu. Aku juga tidak mau kau menyakiti Josh. Aku
tahu kau akan memutusinya demi Dennis, maka aku bertekad mencegah semua itu dengan cara.. "
"CUKUP!!" Ann dan Emma sama-sama terlonjak kaget mendengar suara itu. Mereka kontan menoleh
ke arah pintu kelas yang ternyata sejak tadi sudah terbuka.
Josh berdiri di sana. Wajah tampannya menampakkan rasa sakit dan
marah yang memuncak di saat bersamaan. Ia menatap mereka satu persatu dengan
mata memerah, nafasnya memburu seolah-olah ia ingin melampiaskan kemarahannya dengan apapun
yang ada di dekatnya sekarang. Tangannya mengepal keras.
"Josh..." Emma bergidik ngeri, "percakapan tadi....aku...aku dan Ann
cuma." "Diam!! Aku sudah cukup mendengar semuanya...."
"Josh, dengarkan aku." "Kau juga diam, Ann!!!"
Ann terpaku di tempatnya , tak berkutik. Baru kali ini ia melihat Josh
marah besar. Cowo itu seolah-olah menjelma menjadi orang asing yang tidak dikenalnya.
Tiba-tiba Josh menatap Ann tajam, "Tolong tinggalkan kami, Ann."
Emma menoleh pada Ann, berharap ia tidak menuruti perintah Josh. "Tolong, Ann..aku mohon tinggalkan kami berdua sekarang." Ann menunduk tidak berdaya, "Baik."
Ia tidak menghiraukan wajah Emma yang pucat pasi menatapnya. Ann
berjalan lunglai meninggalkan kelas kosong itu, meninggalkan kedua sahabatnya di dalam sana.
Sebenarnya ia ingin berusaha menyakinkan Josh kalau apa yang baru saja didengarnya
tidaklah seburuk perkiraannya, tapi tampaknya semua itu sudah tidak
ada gunanya. Josh sudah tahu semuanya, dan Emma terpaksa menghadapinya
seorang diri. Ann tidak tega, tapi apa yang bisa ia perbuat"
Aku ingin mencegah Josh sakit hati, tapi ternyata tanpa kucegah pun ia sudah sakit hati.
Bahkan lebih dalam.... Tiba-tiba saja ia dihantui rasa bersalah. Apakah semua ini
salahku" Seandainya aku tidak mencampuri hubungan Emma dan
Dennis, apakah semua ini mungkin saja tidak akan terjadi"
Ia ragu, kalau ia tidak pacaran dengan Dennis, Emma akan mendapatkan cowo itu dan
menyakiti Josh. Tapi nyatanya setelah Emma kehilangan Dennis pun, Josh tetap saja
harus sakit hati karena mendengar pertengkaran mereka tadi. Bahkan
mngkin sakit hati yang dideritanya jauh lebih dalam..
Ann merasa sekujur tubuhnya kaku, ia tidak lagi bergairah mengikuti acara sekolahnya
itu. Gerombolan orang yang memadati sudut panggung, orang-orang
penjaga stand yang sibuk, murid-murid yang asik memberi dukungan pada calon ketua pilihan
mereka..kepala Ann rasanya mau pecah. Ia mau pulang saja.
Peristiwa barusan memang membuat Ann pulang sekolah lebih awal.
Dalam perjalanan pulangnya Ann baru sadar hari ini tanggal 14 Februari, hari Valentine.
Seharusnya menjadi hari yang istimewa. Setiap tahun ia selalu tukeran coklat dengan
Emma tapi sekarang jangankan coklat, tukeran senyum pun rasanya sudah sangat tidak mungkin.
Ann pulang ke rumahnya dengan gontai. Ia tidak menghiraukan pertanyaan Papa kenapa
ia pulang lebih awal, ia langsung masuk ke kamar tanpa basa-basi.
Kira-kira apa yang terjadi pada Emma dan Josh" Aku benar-benar tidak
mau mereka putus, Josh pasti akan sedih sekali..
Tiba-tiba HPnya bergetar. Ann mengamati layar HPnya, nama DeNniS (",)
berkedipkedip di sana. Lagi-lagi dia....
"Halo"" "Halo, Ann. Selamat hari valentine ya..."
"Telat, ini sudah jam 11 siang. Seharusnya kau ucapin dari jam 12 malam
kemarin." "Loh" Bukannya kemaren aku ke rumahmu tengah malam" Kau lupa, itu
berarti sudah tanggal 14. Akulah orang pertama yang memberimu ciuman
mesraaaaa......HAHAHAHA." Dennis tertawa terbahak-bahak, "maunya
sih cium di bibir... "
"Dasar maniak!" tapi diam-diam Ann tersenyum. Benar juga, kemarin
malam saat Dennis datang ke rumahnya itu sebenarnya sudah tanggal 14. Dennis sudah memberinya satu ciuman di kening.
"Hari ini aku dapat coklat tidak""
Ann baru ingat ia sama sekali tidak menyiapkan coklat atau hadiah
apapun untuk Dennis di hari Valentine ini. Cepat-cepat ia mengingat isi kulkasnya, apa masih ada coklat yang tersisa" Oh ya, masih ada!
"Ada.ada..nanti kukasih deh."
"Wah asik!!!!" Dennis bersorak girang di sana, "Hey, kau mau aku
melakukan apa untukmu di hari valentine ini" Nanti aku akan memenuhi semua kemauanmu."
"Hm....aku mau..." Ann berpikir sebentar, "aku mau dikasih mawar, tapi
kali ini jangan yang sudah hampir layu!"
"Lalu"" "Lalu.....aku mau liat matahari terbenam."
Dennis terkekeh, "Oke..oke.lalu""
"Hm....lalu ..lalu apa ya"" tiba-tiba Ann teringat sesuatu, "oh ya, Dennis,
itu.hm." "Ada apa""
"Hutang ayahmu itu..apa sudah dilunasi""
Dennis tidak bersuara. Ann harus menunggu sebentar sampai terdengar
suara Dennis menjawabnya dengan mantap , "Sudah beres, kau jangan khawatir."
"Bagaimana caranya"" "Aku pinjam pada seseorang." "Oh begitu..syukurlah."
"...................."
"Dennis.. " "Ya""
"Apa kau hari ini benar-benar pergi ke taman itu""
"Tentu, aku kan sudah bilang, hari ini kau sekolah jadi aku pasti akan merindukanmu.
Makanya aku pergi ke sana."
"Tapi sekarang aku sudah pulang sekolah. Hari ini cuma ada
classmeeting." "Oh.....asik donk""
"Iya." Ann mengigit bibirnya, ragu-ragu sejenak. "jadi aku hari ini gak ada
kerjaan... " "Memangnya teman-temanmu tidak ada acara" Biasanya kan anak sekolahan paling getol
rayain Valentine. Hari keramat katanya!"
"Tidak juga, hari ini aku benar-benar tidak ada acara." Ann menegaskan
kalimat terakhirnya. Hatinya dongkol karena Dennis tidak mengerti juga, "kau dengar" Aku tidak ada acara."
"Terus gimana donk" Bete banget kalo di rumah."
"Yaaa.....mau gimana lagi..."
"Pergi ke taman itu lagi yuk!" Akhirnya........dari tadi kek!
"Kau mau liat matahari terbenam kan" Kita ke danau itu lagi ya! Nanti
aku akan membelikan mawar yang masih mekar-mekar untukmu!" "Hm.ya sudah, terserah deh. Kita ketemuan di sana aja ya, jam setengah lima." Jawab Ann sok cool. "Oke."
Ann mematikan HP-nya. Diam beberapa detik, kemudian tertawa terkikik-kikik. Hatinya girang bukan main.
Jam 3.... Ann mengobrak-abrik seisi lemari bajunya, panik mencari baju yang paling pas untuk
menemui Dennis nanti. Padahal sebelumnya ia tidak pernah peduli, jangankan
memusingkan soal baju apa yang harus dipakai...soal pergi kemana pun ia tidak pernah
peduli. Tapi kenapa sekarang ia mau repot-repot berdandan yang rapi
untuk Dennis" Dan kenapa juga ia ingin sekali Dennis mengajaknya pergi ke tempat itu lagi" Ann mengaca, tersenyum-senyum sendiri melihat dirinya mencoba-coba
baju. Setelah mendapat baju yang paling pas (butuh setengah jam untuk
menyakinkan dirinya sendiri), ia cepat-cepat lari ke dalam kamar mandinya.
Harus cepat-cepat mandi, aku tidak boleh terlambat
"Duuhh, anak Papa rapi amat. Mau ke mana"" Papa meletakkan koran
sorenya saat ia melihat Ann turun dari tangga.
"Mau pergi sama teman."
"Sama Ria dan Priska ya" Pasti mau ke mal, mentang-mentang hari
Valentine" Papa tersenyum lagi. "Bukan." "Sama Emma""
"Bukan." Ann tersenyum manis.
"Lalu"" "Sama pacar aku, namanya Dennis, Pa. Kapan-kapan aku suruh ke sini
ya, nanti aku kenalin."
Papa langsung diam tak bergeming. Wajahnya yang cerah tiba-tiba saja berubah masam.
Ia bangkit berdiri dari sofa empuknya dan datang menghampiri Ann. Entah apa yang
harus ia katakan pada putrinya itu.
"Ann, kamu masih berhubungan dengan anak bernama Dennis itu""
"Memangnya kenapa, Pa"" "Papa... "
"Pa, ada apa" Kenapa bingung begitu" Bukankah Papa sudah tahu" Itu
loh....cowo yang waktu itu anterin aku pulang."
"Iya, Papa tahu. Papa sudah tanya Priska, malam itu.kamu tidak
menginap di rumah Priska kan""
Ann tersentak kaget, merasa malu karena Papa sudah tahu semuanya tapi tetap diam. Ann
benar-benar merasa bersalah sudah membohonginya.
"Papa tidak bermaksud menyelidikimu. Papa tahu kamu anak yang baik,
meskipun kamu membohongi Papa nginap di rumah Priska padahal kamu nginap di
tempat lain...Papa tetap percaya sama kamu. Papa yakin kamu tidak melakukan hal yang buruk malam itu.
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi anak yang bernama Dennis itu... " Papa menatapnya, berharap putrinya bisa tabah
saat menerima semua penjelasannya. Bagaimanapun juga ia harus tahu. "ada yang tidak
beres dengannya. Papa mau kamu berhenti menemui dia." "Kenapa""
"Dia itu bukan anak baik-baik."
"Iya, aku tahu. Tapi dia sebenarnya baik, Papa harus mencoba mengenalnya dulu." "Papa sudah coba mengenalnya, Ann. Kemarin malam..Papa datang ke rumahnya."
"A....apa"" Ann semakin tidak mengerti, "kenapa tidak bilang-bilang
aku"" "Papa tahu mungkin ini kedengarannya konyol, tapi Papa melakukan
semua ini karena tidak mau melihatmu terluka. Sejak kamu berhubungan dengan anak bernama Dennis itu,
kamu tiba-tiba saja berubah menjadi sosok lain yang tidak bisa dimengerti. Seolah-olah
kamu menyimpan banyak rahasia dari Papa. Kamu jadi suka pulang malam, bahkan tidak
jelas menginap di mana. Bahkan wajahmu pernah terluka." "Pa, wajahku itu.. "
"Jatuh di tangga dan membentur tiang" Ayo lah, Ann.. ..Papa tidak
sebodoh itu. Luka itu karena perkelahian kan" Ann menunduk diam.
"Maafkan Papa, Ann, tapi kemarin itu Papa datang ke rumah Dennis
hanya untuk menemuinya dan berbicara dengannya. Mungkin saja dia memang anak yang baik,
mungkin saja Papa yang salah. Tapi waktu itu dia tidak ada di rumah,
yang ada justru ayahnya." Ann mendengarnya baik-baik. Ia merasa tidak enak, seolah-olah sesuatu yang buruk telah
terjadi. Tapi apa" "Ayahnya menceritakan semua masa lalu Dennis, tidak ada satupun yang bisa dibanggakan." "Maksud Papa""
Papa memegang kedua pundak Ann erat-erat, seakan-akan itu bisa menguatkan putrinya,
"Papa juga tidak suka menyampaikan ini padamu, tapi kamu harus tahu semuanya
sebelum kamu semakin disakiti nantinya. Ann, anak itu menjalin hubungan denganmu
hanya karena ingin memanfaatkanmu. Memanfaatkan uangmu terutama.. "
"Apa" Itu tidak mungkin, Pa. Dennis bukan orang seperti itu."
"Tapi ayahnya sendiri yang bilang. Dia bahkan pernah mendengar Dennis bicara seperti
itu pada teman-temannya. Dia hanya mengincar uangmu."
Nafas Ann tercekat. Meskipun ia bersikeras tidak mau mempercayai
semua itu mentahmentah, tapi hatinya sekonyong-konyong membawanya kembali untuk melihat dengan
jelas semua permasalahan Dennis. Bukankah dia memang sedang terjerat hutang"
Bukankah percakapan mereka tadi, Dennis bilang dia sudah mendapat uang untuk
melunasi hutangnya" Samar-samar Ann teringat dengan percakapan
mereka.. "Hutang ayahmu itu....apa sudah dilunasi"" "Sudah beres, kau jangan khawatir." "Bagaimana caranya""
"Aku pinjam pada seseorang."
Aku pinjam seseorang....aku pinjam seseorang......AKU PINJAM
SESEORANG........ kata-kata itu terngiang-ngiang di telinga Ann. Berulang-ulang, menampar Ann dengan
keras agar tersadar dari semua ketololannya. Ann merasa sekujur tubuhnya dalam sekejap terasa dingin, membeku. Jantungnya
rasanya berhenti berdetak. Ia berdiri kaku di tempatnya, siap untuk hancur.
"Benarkah itu"" suaranya bergetar.
"Ayahnya Dennis menceritakan pada Papa, Ann, Dennis itu memacarimu
hanya demi uang. Ia tidak sungguh-sungguh mencintaimu. Bahkan." Papa tidak tahu apa dia harus melanjutkan ucapannya. "Bahkan apa.""
"Bahkan....dia meminta uang dari Papa. Katanya kalau uang itu sudah
ada di tangannya, semua akan beres, Dennis tidak akan mendekatimu lagi karena tujuannya sudah tercapai. Papa memberinya uang."
"Jutaan"" Ann merasa jantungnya semakin sakit.
"Iya ...ayahnya minta...minta 10 juta, lalu dinaikkan. Papa tidak mengerti,
Papa hanya memberinya blank check. Lalu ayahnya bilang itu sudah lebih dari cukup, ia berani jamin
anaknya tidak akan lagi mendekatimu lagi."
"Tidak....tidak mungkin...."
"Ann, kamu harus mengerti, Papa melakukan semua ini demi
kebaikanmu. Papa tidak bermaksud mencampuri urusanmu, Papa hanya." Bukan, bukan perbuatan Papa yang memukul Ann dengan telak. Tapi kenyataan yang menyakitkan tentang Dennis. Kebenaran tentang Dennis.
Dia hanya mendekatiku demi uang. Dia hanya mengincar uangku.....Dia
sudah merencanakan semua ini sejak awal, sejak pertemuan pertama kami. Di diskotik itu, di
restoran itu.....semua adalah bagian dari rencana besarnya. Aku
hanyalah bagian kecil dari rencananya. Hutang-hutang itu hanya bualannya.........semua sikap
baiknya hanya kedok untuk menipuku. Ia tidak pernah mencintaiku. Sedikit pun tidak pernah....
Ada yang hancur, hancur berkeping-keping dan menimbulkan luka yang dalam di sana.
Ann sadar, bukan hanya hatinya yang hancur. Tapi seluruh dirinya.
Butuh waktu yang cukup lama untuk membuat Ann sadar kalau ia sudah
mulai jatuh cinta pada Dennis, tapi butuh waktu yang sangat singkat untuk merenggut
kebahagiannya itu... dan mencampakkannya ke jurang yang paling dalam.
Dennis memanjat tembok tinggi yang menutupi sekeliling taman itu. Lalu ia melompat
turun, berguling sambil menahan sakit.
Sial!! ia menyingkirkan ranting-ranting pohon yang menusuk lengannya. Darah
merembes dari lukanya tapi sedikitpun ia tidak merasa sakit. Cepat-cepat ia menyekah
darahnya dengan sapu tangan, kemudian mengambil sebuket mawar
merah yang tadi sudah dilemparnya masuk, ia menepuk-nepuk debu yang mengotori
kelopak mawar yang indah itu dengan lembut. Dennis tersenyum kecil. Ini sempurna, Ann pasti
suka! Ia berlari kecil menuju ke danau. Sampai di sana ia tidak melihat Ann.
Aneh, biasanya Ann paling tidak suka telat
Tapi Dennis duduk menunggu di tepi danau itu, sambil sesekali tersenyum
membayangkan reaksi Ann saat menerima mawarnya. Ia juga membayangkan saat-saat
indah di mana mereka akan bersama-sama menikmati matahari terbenam di danau ini.
Rasanya Dennis ingin melompat saat itu juga, menari-nari saking senangnya.
Sedikitpun ia tidak peduli meskipun nanti malam ia harus menghadapi amukan Bos lagi,
mungkin yang terparah dan mungkin yang terakhir. Mungkin juga ia tidak akan selamat
dihabisi mereka. Tapi Dennis tidak peduli, yang penting sore ini bisa ia
habiskan bersama Ann. Dennis memang belum menemukan jalan keluar untuk melunasi hutangnya. Ia sudah
merobek cek pemberian Papa Ann, ia juga tidak mau mengemis-ngemis pada orang lain
untuk meminjaminya uang. Ia tidak punya uang untuk melunasi hutang ayahnya.
Ia tidak peduli. Sedikitpun tidak peduli..
Aku tidak akan takut menghadapi apapun, aku akan lebih takut kalau aku tidak bisa bersama Ann lagi.
Dan Dennis duduk setia menunggunya....
Setengah jam berlalu.. Hatinya mulai gundah, kenapa Ann belum datang juga" Apa mungkin ia terlambat
sebentar" Ia yakin Ann pasti datang. Setengah jam lagi....
Dennis duduk membisu. Pemandangan yang indah sudah mulai membentang di depan
matanya. Matahari terbenam menampakkan sinar merahnya yang menyapu seisi danau
dengan begitu indah. Luar biasa. Dennis belum pernah menikmati
matahari terbenam dengan sungguh-sungguh seperti yang ia lakukan saat ini. Sejak bersama
Ann ia mulai belajar menikmati hal-hal kecil seperti itu. Tapi di mana Ann"
Setengah jam pun kembali menemaninya..
Langit mulai gelap, menutupi taman yang sepi itu dengan suasana yang
kelam. Dennis bangun dari duduknya dengan kecewa, buket mawar yang terus
digengamnya itu tidak lagi menarik hatinya. Ia terus bertanya dalam hati, kenapa Ann tidak datang" Apa ia
lupa" Apa ia tiba-tiba punya rencana lain" Atau mungkin dia ada keperluan mendadak"
Bagaimana pun juga Dennis tidak bisa merasa tenang. Ia segera meninggalkan tempat itu untuk mencari Ann.
Pertama-tama ia pergi ke wartel tempatnya biasa menelepon Ann. Ia menanti dengan
tidak sabaran. HP Ann aktif, tapi tidak ada yang mengangkatnya. Kemudian meskipun
agak ragu tapi Dennis memberanikan diri menelepon ke rumahnya. Pembantunya bilang
Ann sedang tidak ada di rumah, ia keluar dengan seorang temannya. Pembantu rumah itu
bahkan memberitahu ke mana Ann pergi. Ke sebuah tempat makan
yang dikenal Dennis. Dennis agak heran. Mungkinkah Ann sedang ada kepentingan mendadak dengan
t emannya itu, sampai-sampai ia melupakan janji mereka sore ini"
Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Dennis mendatangi tempat itu. Ia
berdiri ragu mengamati tempat itu hanya dari luar, ia tidak mungkin masuk ke dalam
hanya untuk mengeledah seisi tempat makan mencari Ann. Maka ia pun menunggu
di luar, menunggu dengan sabar. 20 menit kemudian, pandangan mata Dennis menangkap sosok Ann
keluar dari tempat makan itu bersama seorang pemuda. Mereka mendatangi tempat parkir
dan berhenti sebentar untuk bicara. Dennis berusaha mengingat-ingat sebentar,
rasanya ia pernah melihat pemuda itu. Tak lama kemudian ia baru ingat pemuda itu
pastilah Josh, pacar Emma yang waktu itu diceritakan Ann. Tapi kenapa Ann lebih memilih
pergi dengan Josh daripada dengannya"
"Thanks ya, Ann, kau sudah mau menemaniku di saat-saat seperti ini. Aku
benar-benar kacau dan butuh teman bicara. Kejadian tadi pagi antara aku dan Emma."
Wajah Ann tanpa ekspresi, ia samasekali tidak menyimak setiap ucapan
Josh. Ada hal yang lebih menyakitkan yang menggerogoti hatinya, yang membuatnya tidak
bersemangat lagi mendengar semua ocehan Josh tentang
hubungannya dengan Emma yang sudah putus tadi pagi. Sedikitpun ia tidak sanggup lagi bersimpati pada Josh
ataupun Emma, meskipun ia sangat peduli pada mereka berdua.
Ditatapnya Josh yang terus bicara tanpa benar-benar mencerna kalimatnya. Kemudian ia
termangu sesaat, sepertinya ia melihat ada yang datang menghampiri
mereka dari belakang Josh. Ann menajamkan pandangan matanya. Kemudian ia membelalak saat
menyadari siapa orang yang mendatangi mereka itu.
Wajahnya memucat seketika, "Dennis."
Josh bingung, kemudian membalik badannya menengok Dennis. Ia tak kalah kagetnya dengan Ann.
"Hai," Dennis serba salah menyapa mereka berdua. Kemudian ia
menatap Ann, "kenapa
kau tidak datang ke tempat itu" Aku menunggumu terus."
Ann tidak menjawab, ia menarik tangan Josh untuk segera masuk ke dalam mobil, "Josh, kita pulang saja."
"Hey Ann, tunggu dulu." Dennis berusaha mencegahnya pergi. Di luar dugaan Ann mendorong Dennis dengan kasar, "Pergi!!"
Dennis tersentak, "Ann" Kau kenapa""
"Pergi kataku !! Aku tidak mau lagi melihatmu!!!"
"Ann." "Untuk apa kau mencariku sampai ke sini" Untuk minta uang""
"Apa maksudmu""
"Jangan pura-pura bodoh, Dennis! Aku sudah tahu semuanya! Aku sudah tahu semua
kelicikanmu dan semua rencana busukmu! Kau pasti sudah senang ya, mendapat uang
banyak dari Papaku" Kau sudah puas mempermainkan aku, Dennis"" Dennis langsung terpaku di tempatnya. Tubuh itu bergidik ngeri melihat kemarahan Ann.
Tapi ia lebih ngeri lagi karena Ann sudah tahu semuanya. "Ann, dengarkan aku."
"Tidak ada yang perlu kudengar lagi! Semua ucapanmu selama ini
hanya omong kosong! Kau pura-pura baik padaku karena kau tahu aku bisa membantumu mendapatkan uang.
Kau berusaha mempengaruhiku, lalu menipuku habis-habisan. Itu kan
rencanamu selama ini!!!" Josh menatap mereka bergantian dengan bingung, "Ann, benarkah itu""
"Ann, kau tidak mengerti. Dengarkan aku dulu, aku akan menjelaskan semuanya
padamu!!" "Aku tidak mau!" Ann berlari meninggalkan mereka semua.
Dennis segera mengejarnya, tapi tiba-tiba saja Josh menarik tangannya dengan marah,
"Benarkah itu"! Kau selama ini hanya menipu dia" Kau hanya mempermainkan dia""
"Kau tidak usah ikut campur!!"
"Ann itu temanku, brengsek!! Aku tidak akan membiarkanmu
mempermainkan dia!" "Sudah kubilang jangan ikut campur! Minggir!" Dennis menepis Josh
menyingkir dari hadapannya. Ia bergegas berlari mengejar Ann.
"Ann, tunggu aku! Aku akan menjelaskan semuanya!"
"Pergi! Aku tidak mau mendengar penjelasan apa-apa darimu!"
Dennis tidak menghiraukan semua teriakan Ann, ia berhasil mencekal
tangan Ann dan menariknya. "Kau harus dengar aku!"
"AKU TIDAK MAU!!!" Ann menutup kedua telinganya, ia menggeleng kuat-kuat agar
tidak mendengar suara Dennis.
"ANN!" Dennis mengguncang bahunya, "DENGARKAN AKU! KAU HARUS DENGARKAN AKU!! AKU TIDAK BERMAKSUD MEMPERMAINKANMU SAMA SEKALI! KAU HARUS PERCAYA PADAKU!!"
Ann terus menutup telinganya, memejamkan mata dan menggeleng
sekuat tenaga. Ia tidak mendengarkan Dennis.
"Lepaskan dia, brengsek!" Josh datang lagi, ia melepaskan Ann dari cengkraman Dennis.
"KUBILANG LEPASKAN DIA!"
Dennis hilang kesabarannya dengan Josh, sedikitpun ia tidak mau melepaskan Ann. Lalu
terjadi aksi tarik-menarik antar keduanya, Josh berusaha menarik Ann dan melepaskannya dari Dennis, tapi Dennis berusaha mempertahankannya. Wajah Josh mengeras marah, langsung dihajarnya Dennis tanpa basa-basi.
Pukulan Josh lumayan keras hingga membuat Dennis terhunyung mundur
dan Ann akhirnya terlepas.
"KAU JANGAN IKUT CAMPUR!" emosi Dennis meletup-letup.
Josh tidak peduli, ia kembali menyerang Dennis dengan tinjunya. Tapi Dennis berhasil
mengelak, kali ini ia yang gantian memukul cowo itu telak di wajahnya.
Ann menjerit tertahan saat melihat Josh jatuh ke bawah. "Dennis, jangan
pukul dia lagi!" Ann menarik-narik tangan Dennis berusaha memisahkan perkelahian itu.
Tapi apa yang terjadi setelah itu sungguh di luar kemauan Dennis.....
Saat itu Dennis menepis cengkraman tangan Ann dengan kencang,
hingga gadis itu terdorong jatuh ke atas jalan raya beraspal yang sepi.
Dennis segera menghentikan perkelahiannya dengan Josh. Ia kaget
bukan main melihat Ann jatuh di sana dan susah payah bangkit berdiri. Tiba-tiba matanya
menangkap cahaya yang sangat menyilaukan. Dennis menutup matanya perih. Itu adalah cahaya lampu mobil.
Jantung Dennis terasa berhenti berdetak saat ia menyadari Ann dalam
bahaya. Cepatcepat ia melesat untuk menolong Ann. Tapi laju mobil itu semakin kencang
mengalahkan kedua kakinya.
Dennis melihat Ann berusaha melawan rasa sakit dari kakinya yang terkilir, gadis itu
mati-matian berusaha bangkit. Saat ia berhasil bangkit, Dennis
mendengar bunyi klakson yang memekakkan telinga.
Ann menoleh dengan cepat......sorot lampu sangat menyilaukan
matanya, kemudian ia mendengar suara decit ban yang berderit mendekatinya........semakin
mendekat sebelum ia berpikir....sebelum ia sempat menyelamatkan diri..........mendekat dan
semakin mendekat seperti malaikat pencabut nyawa yang siap membawanya
pergi.... Lalu tiba-tiba saja Ann merasa tubuhnya dihantam keras, ia merasa tubuhnya melayang
jauh........ia merasa sakit saat tubuhnya kembali terbanting ke
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawah........terbanting menghantam jalanan.... Lampu itu begitu menyilaukan...suara-suara di sekitarnya begitu
menyesakkan.............darah yang merembes dari bagian tubuhnya
terasa begitu kental...dingin.... Ann merasa sakit luar biasa...........
Ia merasa dingin yang menyelimuti dan menyusup ke seluruh tulang-tulangnya...
Ia merasa gelap.....semuanya berubah hitam.
"ANN !!!!!!!!!!!!!!!!!"
Unit Gawat Darurat. Dennis mematung dalam keheningan di ruang tunggu Unit Gawat
Darurat. Tubuhnya berkeringat, kemeja putihnya dipenuhi darah.
Ia tidak tahu harus mati atau apa saat ia melihat mobil minibus itu
menabrak Ann dengan keras. Ia melihat Ann pingsan di tempatnya dengan darah yang terus mengucur dari
kepalanya. Dalam sekejap orang-orang berkerumunan di sana, Dennis menerobos mereka
dan segera mengangkat tubuh Ann. Josh membantunya membawa Ann ke rumah sakit.
Semua ini adalah salahku......
"Dennis." Emma baru saja datang ke tempat ini, ia terus menghibur
kedua orang tua Ann sejak tadi. Lalu ia menghampiri Dennis, "kau tak apa-apa""
Dennis hanya menggeleng kecil.
"Kenapa semua ini bisa terjadi" Ann baru saja bicara denganku kemarin...lalu tiba-tiba
ini semua menimpanya. Rasanya seperti mimpi buruk.. " Dennis diam.
Emma mengamati Dennis dengan seksama, "Dennis, apa benar kata
Josh..kau hanya mempermainkan Ann" Kenapa kau sampai hati berbuat itu padanya" Aku.meskipun
hubunganku dengan Ann tidak baik akhir-akhir ini, tapi aku tidak mau dia dipermainkan
oleh siapapun. Aku samasekali tidak menyangka, kau pacaran dengannya hanya demi."
Emma tidak tega untuk melanjutkannya, ia melihat Dennis sepertinya
juga terpukul dengan peristiwa ini.
"Aku tidak tahu apa kau sungguh-sungguh mencintai dia atau kau
memang hanya bermaksud memanfaatkan dia. Tapi kurasa setelah semua peristiwa ini,
kau harus lebih bisa berhati-hati menjaga perasaan Ann." Emma pergi meninggalkannya.
Lamunan Dennis membuyar saat Papa Ann tak lama
kemudian datang menghampirinya. Dennis siap menerima amukan dari siapapun saat ini, ia tidak peduli lagi.
Bahkan kalau bisa, ia mau menanggung rasa sakit apapun untuk menggantikan
penderitaan Ann. "Aku mohon padamu...jauhi Ann mulai sekarang," suara Papa terputus-putus
menahan kemarahan dan kesedian yang melandanya di saat bersamaan, "apa setelah
melihat dia menderita seperti ini, kau baru mau menjauhinya" Apa
anakku harus tertabrak dulu, kau baru bisa sadar"!!"
Dennis merasa lidahnya kaku tak mampu menjawab. Suara tangis Mama Ann di ujung
ruangan ikut menyayat-nyayat hatinya.
"Kenapa kau tega berbuat seperti ini pada putriku" Bukankah uang
sudah ada di tanganmu, kau bebas melakukan apa saja yang kau mau! Tapi jauhi Ann, kumohon!
Sejak bertemu denganmu, yang ia alami hanyalah kemalangan. Kau sudah meracuni
pikirannya, membuatnya menjadi orang lain yang bukan dirinya. Kau tidak berbuat
apapun padanya selain menyesatkannya!!"
"Tapi aku tidak bermaksud menyakitinya. Aku sungguh-sungguh ingin
membuatnya bahagia."
"Bahagia" Bahagia seperti apa yang bisa kau janjikan padanya"! Apa kau sadar,
hubungan kalian itu tidak ada masa depannya, sampai kapanpun juga kau tidak akan bisa
membahagiakan dia. Apa menyeret dia dalam masalahmu dan membuat dia terluka dalam
perkelahian yang kau namakan bahagia" Yang kau lakukan justru membuatnya menderita
seperti saat ini! Coba kau lihat dirimu, apa pemuda seperti bisa
membuatnya bahagia"!
Masa depanmu, keadaan keluargamu, hutang-hutangmu, teror-teror dari berandalan
itu..apa keadaanmu yang seperti itu bisa membahagiakan anakku" Ann pantas
menerima lebih dari itu!"
Dennis termangu. Ucapan Papa memukulnya telak, menamparnya hingga ia terbangun
dari semua mimpi-mimpi yang ia rajut diam-diam untuk Ann. Papa Ann
benar, kondisinya saat ini benar-benar tidak memungkinkannya untuk bersama
dengan Ann. Gadis itu terlalu baik untuknya. Ann pantas menerima semua kebahagiaan yang
terbentang di hadapannya, bukannya bersama dengan dirinya yang tidak jelas ini.
Sejak bersama dengan Dennis, Ann justru mengalami semua hal yang tidak
menyenangkan secara beruntun. Dennis merasa dirinya betul-betul pantas dikutuk, ia
sudah menyesatkan Ann dan membawanya ke dalam berbagai masalah, tapi masih juga membuatnya tertimpa bencana ini.
Dennis bertanya-tanya dalam hati, seandainya Ann tidak perlu bertemu dengannya sejak
awal, mungkin saja Ann sekarang sedang bersama dengan teman-temannya di suatu
tempat, bersenang-senang tanpa perlu tertabrak mobil apapun. "Maafkan aku." hanya itu yang meluncur dari bibir Dennis.
"Aku rela berbuat apapun....apapun yang kau mau...aku juga rela
mengorbankan apapun yang kau minta, tapi aku hanya minta satu darimu. Tolong jangan dekati putriku lagi, aku
mohon lepaskanlah dia. Kalau kau sungguh-sungguh dengan ucapanmu tadi, tentang
keinginanmu melihatnya senang, maka jauhilah dia. Hanya dengan terlepas darimu-lah
putriku bisa bahagia. Buatlah agar dia melupakanmu kalau kau memang
ingin melihat dia bahagia." "Aku mengerti.. "
Dennis memang benar-benar mengerti. Dengan hati berat ia melanjutkan ucapannya,
"Jangan khawatir, aku akan melepaskan Ann, kalau memang itu yang bisa membuatnya bahagia."
Percakapan mereka terhenti saat ruangan UGD itu terbuka dan seorang dokter keluar dari
sana. Dokter yang memeriksa Ann membawakan berita baik. Ann sungguh beruntung karena
hanya menderita gegar otak yang tidak terlalu parah, tidak ada tulang yang patah tapi
meskipun begitu kepalanya yang bocor harus menerima beberapa jahitan. Dokter juga
menyakinkan mereka kalau Ann tidak akan apa-apa, semuanya sudah bisa diatasi. Ia
hanya perlu istirahat dan akan pulih secepatnya. Semua bernafas lega setelah mendengarnya.
"Aku ada satu permintaan." ujar Dennis pelan, "izinkan aku menemuinya saat ini. Yang
terakhir. Aku janji padamu, setelah ini aku akan memegang janjiku tidak akan lagi
menampakkan diriku di depan kalian semua. Tidak juga pada Ann." Dengan berat hati Papa menyanggupinya.
Ann dipindahkan ke kamar rawat inapnya. Tidak ada seorangpun yang
diperbolehkan menjenguknya karena ia masih dalam kondisi tidak sada
r. Tapi Papa berhasil membujuk
dokter untuk memperbolehkan Dennis masuk ke dalam untuk melihatnya.
Maka berdirilah Dennis di situ dengan hati yang hancur, di depan Ann
yang terbaring tak sadarkan diri dengan perban yang membalut kepalanya dan luka-luka lain di tubuhnya.
Dennis menarik kursi dan duduk di samping Ann berbaring. Perlahan-lahan diraihnya
tangan mungil Ann dan digenggamnya dengan erat. Dennis memandanginya dengan pilu.
Hatinya teriris-iris menahan diri untuk tidak menangis.
Tak ada satu katapun yang sanggup keluar dari bibirnya yang kelu. Ia hanya mampu mengutuk dirinya sendiri.
Dennis tertidur di sampingnya, seharian menjaganya. Saat pagi-pagi sekali, Josh dan
Emma memasuki kamar Ann. Josh kaget bukan main melihat Dennis
tertidur di sana. Ia segera menarik Dennis, mengajaknya ribut.
"Apa yang kau lakukan di sini! Kau mau apa, hah!""
"Josh, sudahlah, jangan tambah-tambah masalah lagi di sini." Emma meleraikan mereka.
Josh menarik Dennis keluar dari kamar. Emma tidak mengikuti mereka, ia menutup pintu
dan menghampiri Ann. Matanya menatap sayu pada Ann, bagaimanapun juga ia sangat
menyayangi temannya itu. Ia menyesal dengan semua pertengkaran
yang harus mereka lalui beberapa hari ini. Ia malu pada dirinya sendiri, pada semua perbuatannya yang
hanya mementingkan diri sendiri tanpa sekalipun memikirkan perasaan Ann. Ia sudah
sadar ternyata sejak dulu Ann menyukai Josh, tapi Ann selalu menyimpan
perasaannya dalam-dalam, ia bahkan rela memberikan Josh pada Emma, tapi Emma malah menyianyiakan
pengorbanan Ann dengan menyukai cowo lain. Emma menyesal tidak
menyadarinya dari dulu, lebih menyesal lagi karena akibat perbuatannya
itulah Ann harus berurusan dengan Dennis.
Emma menghapus semua lamunannya saat suara berisik Josh dan Dennis
di luar kamar membuat Ann siuman perlahan-lahan. Tapi Emma merasa lega, ia lekas mendekatinya,
"Ann....kau sudah sadar""
"Di mana aku.. " jawab Ann serak.
"Kau ada di rumah sakit sekarang. Jangan banyak bergerak dulu, dokter
bilang kau harus banyak-banyak istirahat." Emma tersenyum lembut, "kau sangat beruntung, meskipun
kepalamu harus banyak menerima jahitan tapi nyawamu selamat."
Ann berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Ia hanya
ingat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya dan menabraknya. Lalu ia tidak ingat apaapa lagi. Semakin ia memutar otaknya, kepalanya semakin berdenyut-denyut sakit.
Kemudian suara Dennis menyadarkannya, ia menoleh ke samping, ke arah jendela
kamarnya dan melihat Dennis tengah bertengkar dengn Josh di luar. Ia
baru teringat dengan semuanya. Semua yang menyakitkan.....
"Kau jangan muncul di depan kami lagi! Aku sudah dengar semuanya
dari Papa Ann, kau bajingan brengsek! Hanya memacari Ann demi uangnya!!" Josh
membentur Dennis ke tembok. Dennis terhenyak saat ia melihat dari balik kaca, Ann sudah siuman.
Hatinya merasa lega, tapi juga sakit karena di saat inilah ia harus semakin menghancurkan Ann.
Tapi untuk yang terakhir kalinya. "Memangnya kenapa kalau aku butuh uangnya"" Dennis tertawa
renyah, sebisa mungkin membunuh perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Ia ingin menerobos masuk ke
dalam sana dan bilang pada Ann kalau ia sangat mencintainya, tapi ia
tahu bagaimana pun ia sudah berjanji akan melepaskan Ann.
"Salah dia sendiri kenapa bisa sebodoh itu, mau aja ditipu. Sialan, kalau
saja rencanaku ini tidak cepat terbongkar, aku bisa meraup keuntungan lebih banyak
darinya!!" "Kau!!" Josh marah besar melihat senyum Dennis yang tanpa rasa
bersalah. "Dia terlalu naif, mungkin selama ini dia kira aku benar-benar menyukai
dia, yang aku sukai itu hanya uangnya! Tidak masalah kalau dia tidak menyukaiku juga, toh aku
berhasil memeras papanya habis-habisan."
Ann membekap mulutnya dengan tangan, menangis mendengar semua
itu. "Kenapa kau sangat peduli dengan Ann" Kau suka dia" Ya sudah, ambil
saja sana. Aku tidak butuh dia lagi, yang penting kan aku sudah dapat uang banyak
dari papanya." Dennis menertawai Josh. Emma keluar dari kamar, "Josh, bawa dia pergi dari sini! Ann tidak harus
mendengar semuanya kan"! Cepat bawa dia pergi!"
"A..apa"" Josh terperangah
melihat ke dalam, Ann ternyata sudah
mendengar pertengkaran mereka sejak tadi. Ia segera menarik kerah baju Dennis untuk menyeretnya
pergi dari situ, tapi Dennis malah masuk ke dalam kamar, berdiri menantang di depan Ann.
"Ann, aku tidak bermaksud membuatmu sampai masuk rumah sakit
begini. Tapi kuharap kau tidak terlalu dendam padaku, aku juga berharap kau bisa melupakan semuanya. Di
antara kita tidak perlu ada yang disesali karena hubungan kita hanya dilandasi
kebohongan belaka. Toh aku juga tidak pernah serius padamu, apalagi sampai
mencintaimu, semua ucapanku itu hanya bohong. Sekarang kau sudah
tahu semuanya kan" Lupakan saja, anggap saja kita tidak pernah bertemu sebelumnya.
Begitu lebih baik. Kita bisa melanjutkan hidup kita masing-masing."
Dennis bisa melihat dengan jelas air mata Ann yang mengalir karena semua ucapan
kasarnya. Tapi ia mencoba berpura-pura tidak peduli. Tanpa perlu ditarik oleh Josh,
Dennis segera mengangkat kakinya pergi dari situ.
Langkahnya terlihat mantap di koridor rumah sakit itu, meninggalkan
mereka semua yang menatapnya dengan marah.
Tapi bukan tatapan orang-orang itu yang mengoyakkan hati Dennis, melainkan tatapan
mata Ann saat ia mengucapkan semua kata-kata kejam itu. Gadis itu
menangis. Ia berharap lebih baik ia buta sehingga tidak perlu melihat Ann
menderita...lebih baik ia tuli sehingga tidak perlu mendengarnya menangis....lebih baik ia mati
daripada membuatnya sedih.... Lalu di tempat yang sepi itu, saat tak ada yang melihatnya lagi.....Dennis
jatuh berlutut di bawah. Ia tak tahan lagi, ia pun meneteskan air mata. Menangis tanpa ada yang
melihatnya. Hatinya menjerit-jerit penuh kesakitan.
Maafkan aku......aku telah melukaimu. Aku terlalu bersalah padamu,
tidak seharusnya aku membawamu masuk ke dalam kehidupanku, dan aku pun tidak seharusnya masuk ke
dalam kehidupanmu. Aku telah membohongimu, menyakitimu dan membuatmu jadi
begini. Percayalah, sedikitpun aku tidak bermaksud melukaimu. Aku rela menanggung
apapun seandainya itu bisa membuatmu lepas dari penderitaan ini.
Seandainya saja kau tahu perasaanku. Aku tidak pura-pura baik padamu, aku memang
mencintaimu. Aku tidak tahu apa kau juga mencintaiku, tapi kau selalu baik padaku,
kau selalu ada di sampingku meskipun kau sudah tahu keadaanku yang sebenarnya, dan aku dengan
bodohnya menghancurkan hatimu.........seharusnya aku tidak
melakukan itu. Tapi aku terpaksa. Aku harus membuatmu melupakanku, aku harus
melepaskanmu. Orang sepertiku tidak pantas bersamamu sedetikpun........Orang seperti aku
hanya akan membuatmu menderita seperti ini. Papamu benar, semua orang benar, aku memang tidak
pantas untukmu. Aku akan menjauh darimu, Ann , sebisa mungkin akan menghilang dari
hidupmu hingga kau tidak perlu lagi sakit hati. Kuharap kau bisa mengerti. Kuharap kau
tahu, aku memang mencintaimu. Dennis menangis di sana.
Tidak ada seorang pun yang tahu betapa hancur hatinya saat ini.. Kalau ada orang yang paling menderita dalam semua kejadian ini, Dennis-lah orangnya.
I would die for you I would die for you
I've been dying just to feel you by my side To know that you're mine I will cry for you I will cry for you
I will wash away your pain with all my tears
And drown your fear I will pray for you I will pray for you
I will sell my soul for something pure and true
Someone like you See your face every place that I walk in Hear your voice every time I am talking
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
You will believe in me And I will never be ignored
I will burn for you Feel pain for you
I will twist the knife and bleed my aching heart
I'll tear it apart I will lie for you I can steal for you
I will crawl on hands and knees until you see You're just like me Violate all my love that I'm missing Throw away all the pain that I'm living
You will believe in me And I can never be ignored I would die for you I would kill for you I will steal for you I'd do time for you I would wait for you I'd make room for you I'd sail ships for you To be close to you To be a part of you 'Cause I believe in you I believe in you I would die for you
Come up to meet you, tell you I'm sorry You don't know how
lovely you are I had to find you, tell you I need you
And tell you I set you apart
Tell me your secrets, and nurse me your questions Oh lets go back to the start Running in circles, coming in tails
Heads on a science apart Nobody said it was easy
It's such a shame for us to part
Nobody said it was easy No one ever said it would be this hard
Oh take me back to the start
Priska dan Ria langsung pergi menjenguk Ann begitu mereka pulang dari sekolah.
Mereka hanya tahu Ann semalam ketabrak mobil, selebihnya mereka
tidak tahu apa-apa. Sesampai di kamar inap Ann, hanya ada Emma dan Josh yang menjenguk di sana.
Priska langsung memeluk Ann, "Ann....kau baik-baik saja kan" Aku hampir
mati ketakutan mendengar kau ketabrak mobil."
Ria meletakkan kantung plastiknya yang penuh dengan buah apel ke bawah ranjang, ia
tersenyum malu-malu, "Aku tidak tahu harus bawa apa ke sini, kata Priska
lebih baik bawa apel.....tapi kurasa itu ide tolol, masak abis ketabrak mobil makan
apel"" "Tidak usah repot-repot begitu," Ann terharu , "kalian habis pulang
sekolah ya" Gimana sekolah hari ini""
"Tidak ada kejadian seru apa-apa, tuh si ketua Osis baru bikin peraturan
aneh, tiap hari Jum'at-Sabtu kita boleh pake baju bebas sesuka hati kita. Si Ria
kesenengan tuh!" "Iya, Ann, jadi aku bisa bebas mau pake apa aja." Ria terkikik lucu, "gak
ada lagi deh yang larang-larang aku pake rok pendek."
Mereka tertawa bersamaan. Emma melirik Josh, membisikkan sesuatu
dan kemudian mereka berdua meninggalkan ruangan itu.
Josh berjalan di depan Emma, kemudian berhenti sebentar menoleh ke
belakang, "Mau bicara apa lagi""
"Kau masih marah padaku ya""
"Kau mau membicarakannya di saat-saat begini" Ayolah Emma, aku
sama sekali tidak berselera." Josh terlihat jengkel.
"Aku tahu kau masih marah. Aku tidak menyalahkanmu."
"Lalu maumu apa""
"Sekarang kau sudah tahu kan, Ann itu dari dulu selalu menyukaimu. Dia
menyimpan semuanya demi aku." "Ya, aku tahu."
"Lalu apa kau."
"Emma!" Josh memotongnya cepat, "sebenarnya apa inti dari
pembicaraan ini" Tolong jangan bertele-tele."
"Apa kau juga punya perasaan yang sama pada Ann" Maksudku,
setelah semua yang terjadi semalam....kau kelihatannya sangat terpukul. Tadi saja kau sampa
bertengkar hebat dengan Dennis. Aku pikir..mungkin saja kau juga punya perasaan khusus pada Ann."
Josh menatapnya tak percaya, ia tersenyum getir, "Dia itu temanku, kalau ada sesuatu
yang terjadi padanya tentu saja aku akan khawatir. Dan kalau dia sampai sakit hati garagara
ulah cowo bajingan itu, tentu saja aku akan mencari perhitungan padanya! Kau ini
kenapa sih" Memangnya kau tidak sedih melihat Ann disakiti seperti itu"
Kalau kau jadi aku, kau pasti juga akan melakukan hal yang sama bukan "!"
"Aku bukannya tidak sedih dengan keadaan Ann. Bagaimana mungkin
aku bisa tidak sedih, Ann itu temanku sejak kecil! Apa yang kami miliki jauh lebih banyak dibandingkan kau dan Ann!" "Lalu apa intinya!!"
"Intinya, aku rasa kau sebenarnya menyukai Ann!!" bentak Emma keras,
bahunya turunnaik menahan emosi.
Josh menatapnya tajam, Emma tidak mampu mengartikan arti dari tatapannya itu. Ia
merasa tidak berkutik, takut untuk mendengar jawaban Josh yang
sesungguhnya. "Akui saja, Josh. Sungguh aku tidak keberatan kalau kau bersama
dengan Ann, aku hanya mau memastikan apa yang aku rasakan ini adalah benar."
"Memangnya apa yang kau rasakan""
"Aku merasa......kau-lah satu-satunya orang yang bisa menghapus luka
di hatinya." "Itu yang kau rasakan"" "Ya."
"Sungguh itu yang kau rasakan, Emma" Hanya itu""
Emma tidak menjawab. Kemudian Josh mengangguk kecil di hadapannya, wajahnya
menyiratkan kekecewaan yang mendalam, "Baik, kau mau tahu apa
yang kurasakan, Emma" Aku memang menyukai Ann, aku bahkan menyayangi dia
melebihi diriku sendiri. Tapi orang yang aku cintai bukan dia!"
Emma memejam mata saat Josh melangkah pergi meninggalkannya. Lagi-lagi aku telah membuatnya kecewa....
Sore itu Ann mengamati butiran-butiran hujan yang membasahi jendela kamar rumah
sakitnya. Ia menerawang, melamun sambil menahan rasa sakit masih sedikit
bersarang di kepalanya. Ia mendengar bunyi ketukan pin
tu dan tersenyum saat Emma masuk. "Kenapa masih ada di sini" Kau belum pulang sejak tadi pagi""
Emma duduk di sampingnya, menggerak-gerakkan tulang punggungnya, "Iya nih capek,
abis ini aku sudah mau pulang kok. Bagaimana keadaanmu sekarang""
"Tidak mungkin kan, aku menjawab 'aku sudah baikan' "" Ann
menunduk sedih. "Kau masih sedih ya""
"Kau tahu, Emma" Lebih baik kita terluka secara fisik daripada hati kita
yang terluka, sakitnya tak akan hilang sampai kapanpun juga."
"Tapi Ann, kau harus melupakan dia."
"Bagaimana caranya" Bisakah kau beri tahu aku, bagaimana cara melupakan orang yang
kita sayangi dan kita benci sekaligus" Orang yang telah membawa kita terbang tinggi,
tapi juga mematahkan sayap kita dan menghempaskan kita ke tempat yang paling dalam"
Orang yang telah menoreh cinta dan luka di hati kita di saat bersamaan""
Emma memeluk Ann sebelum gadis itu menangis lagi. Ia membelai pundaknya dengan
lembut, "Aku mengerti apa yang kau rasakan, Ann. Aku mengerti.....Ini
semua salahku, secara tidak langsung aku-lah yang telah menyeretmu pada Dennis."
"Ini bukan salahmu."
"Ann, aku menyesal atas semua perbuatan dan ucapanku tempo hari.
Aku memang bukan teman yang baik. Kau pantas marah padaku. Kau memang benar, Josh terlalu baik untuk
orang semacam aku, dia sepantasnya denganmu."
Ann melepaskan pelukannya, mengamatinya tajam, "Apa maksudmu""
"Pasti berat bagimu untuk selalu menyimpan perasaan pada Josh selama
ini. Aku memang tolol, baru sadar di saat-saat terakhir, pasti selama ini perbuatanku sudah banyak
membuatmu kecewa. Seandainya aku tahu sejak dulu......Kau selalu baik
dan perhatian pada Josh bahkan melebihi rasa sayangku sendiri padanya. Sebenarnya kau-lah yang
paling pantas mendampingi Josh." "Emma""
"Ann, aku dan Josh memang sudah putus, semua karena salahku, tapi aku tidak berharap
apa-apa lagi dari hubungan kami. Aku mau merelakannya untukmu."
"Emma, kau salah....aku..."
"Aku sama sekali tidak keberatan, Ann. Kalau memang Josh bisa
menyembuhkan semua luka di hatimu.. "
"Emma, aku tidak lagi mencintai Josh." jawab Ann tegas, "dan aku tidak
mau merusak hubungan kalian. Apa kau tidak sadar, meskipun kalian sudah putus tapi Josh masih
sangat mencintaimu. Aku juga tidak mengerti bagaimana caranya aku bisa melupakan
perasaanku pada Josh, itu semua terjadi tanpa aku sadari." "Karena Dennis""
Meski sakit tapi Ann mengangguk, "Aku terlambat menyadarinya.
Sekarang aku malah berharap aku tidak perlu menyadarinya sama sekali, agar aku tidak perlu
menanggung semua ini. Bahkan kalau perlu aku tidak usah selamat dari kecelakaan ini,
biar aku membawa mati semua luka ini. Aku memang bodoh, bodoh karena bisa jatuh cinta pada
orang seperti itu, yang jelas-jelas hanya bermaksud memanfaatkanku." "Kita semua bodoh, Ann. Tak ada satupun dari kita yang terlalu pintar untuk menghindar
dari cinta, karena pada akhirnya kita semua terluka."
Butuh waktu sebulan bagi Ann untuk benar-benar memulihkan dirinya dari musibah ini.
Perban yang membalut di kepalanya sudah boleh dilepas, dan dia pun
sudah boleh meninggalkan rumah sakit. Setiap orang menyambutnya gembira. Tapi tidak bagi Ann. Dia tidak merasakan apa untungnya bisa sembuh dari luka fisik,
karena sampai kapanpun juga ia tidak yakin apa luka di hatinya bisa disembuhkan. Meski
ia sudah bisa pulang ke rumah dan menjalani semua aktivitas sehari-harinya dengan
normal kembali, tapi tetap saja ia merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Ada yang
pergi dan meninggalkan kekosongan dalam hatinya.
Ia merasa apa yang ada di sekelilingnya tidak sama lagi seperti dulu.
Bahkan tawa dan senyumnya pun tidak sama lagi. Begitu banyak orang yang tanpa putus asa terus mencoba menghiburnya, menariknya keluar dari kesedihan itu. Tapi sia-sia saja,
bukankah semua itu malah mebuat Ann semakin terpuruk" Ia tidak perlu perhatian extra
dari mereka semua, juga tidak perlu dikasihani.
Yang ia perlukan hanya waktu. Mungkin dengan waktu itu-lah, ia
sanggup menyembuhkan lukanya sendiri.
Dan mungkin, hanya dengan waktulah ia bisa melupakan Dennis.
Dia telah membuatku hidup, tapi dia juga lah yang membuatku mati s
eketika. Dia yang telah membuka hatiku untuk cinta yang baru, tapi dia jugalah yang
menutup pintu hatiku untuk kebahagiaan lain yang bisa kuraih. Aku tak akan bisa melupakan semua
kenanganku bersamanya, tapi aku pun tak bisa melupakan sakit hati ini. Aku tak tahu
salahku di mana, mungkin aku memang terlalu naif....atau mungkin
kesalahanku hanya satu, yaitu mencintai orang yang salah
Ann tidak pernah menyadari, saat hari pertamanya kembali ke rumah, seseorang
mengamatinya dari kejauhan. Saat ia turun dari mobil dan perlahanlahan dibantu oleh Papanya masuk ke dalam rumah, ada seseorang yang berdiri di kejauhan sana, menahan
diri untuk tidak menghampirinya. Menahan diri untuk tidak mencintainya lagi.
Beberapa hari menjelang ujian akhir.....
Ann mengamati brosur-brosur perguruan tinggi yang berjejer rapi di meja depan ruang
BP. Murid-murid kelas 3 berbondong-bondong mengambilnya sambil
terus berdebat universitas mana yang paling bagus. Ada yang sudah mantap dengan
pilihannya, ada yang masih bingung dan berkonsultasi dengan guru, ada juga yang cuek bebek.
Josh tersenyum melihat Ann datang, "Buat apa liat-liat" Kan sudah pasti
mau ke Inggris." "Kau sendiri buat apa liat-liat" Bukannya waktu itu sudah beli formulir""
"Aku berubah pikiran. Aku ingin kuliah di tempat yang aku mau,
bukannya semata-mata pengen satu kampus lagi dengan Emma."
Ternyata Josh sudah tidak berniat lagi satu kampus dengan Emma. Sejak
putus, hubungan mereka memang jadi agak dingin, ada kesan Josh selalu menjauhi Emma dan begitu pun
sebaliknya. Karena kedua-duanya makhluk paling popular di sekolah ini, maka kabar
putusnya mereka tentu saja langsung menyebar dengan versi yang
berbeda-beda. "Kau jadi kuliah di Inggris""
"Tidak ada sesuatu yang membuatku harus membatalkannya." Ann
tersenyum kecil. "Aku akan kehilanganmu."
"Aku juga." Josh mengerut kening sesaat, memberanikan diri untuk bertanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang, Ann""
"Aku" Aku sudah pulih total, kau bisa lihat sendiri kan""
"Iya," Josh tertawa kaku.
"Kalau yang kau maksud itu hatiku, kau tahu sendiri aku tidak semudah
itu pulih." Josh diam.
"Ah tapi sudah lah, aku tidak mau memikirkannya lagi. Sebentar lagi kan
ujian, lebih baik aku konsentrasi belajar. Iya kan, Josh"" "I..iya."
"Hey, bagaimana dengan kau sendiri" Sejak putus dengan Emma.." "Aku baik-baik saja, Ann. Sungguh. Yaaa..memang masih ada sakit hati
sedikit, tapi aku bisa melewatinya." "Aku ingin sepertimu."
"Kau pasti bisa. Aku pasti akan membantumu. Pasti." Plok..plok..plok...
Seluruh hadirin yang memadati hall dalam acara pelepasan murid kelas 3 berdiri serentak,
memberikan tepuk tangan terhangat mereka untuk 210 murid yang telah
dinyatakan lulus. 210 murid itu berbaris rapi di depan, berjejer dan tersenyum bangga
sambil memegang surat ijazah mereka. Tepuk tangan meriah terus mengumandang di
seantero ruang tertutup itu, tak henti-hentinya memberi pujian pada mereka semua. Kelas mereka satu persatu diabadikan oleh juru kamera, mulai dari kelas IPA, IPS maupun Bahasa.
Kepala sekolah maju ke depan, memberikan pidato pelepasannya penuh dengan rasa
bangga. Tepuk tangan semakin meriah saat 10 lulusan terbaik, Ann salah
satunya, ikut maju dan diabadikan oleh juru foto bersama dengan guru-guru mereka. Tak terasa inilah momen yang sangat ditunggu-tunggu, momen terakhir
mereka setelah 3 tahun mengarungi masa SMA. Banyak yang tak kuasa menahan rasa haru dan menangis
bersama teman dan keluarga masing-masing. Banyak pula yang terus merangkul gurunya
dan mengucapkan terima kasih. Apa yang terus mereka keluhkan saat masih sekolah
rasanya bukan apa-apa lagi saat mereka sadar mereka akan berpisah
dengannya. Di saatsaat inilah semuanya terasa sangat berharga.
Mungkin setelah lulus, mereka akan berpencar dan tidak pernah bertemu lagi. Mungkin
lulusan terbaik akan menjadi orang yang paling melarat, mungkin murid yang nilainya
terjelek justru akan menjadi pengusaha sukses. Mungkin mereka yang popular akan
menjadi ibu rumah tangga biasa, sedangkan mereka yang di-cap kutu buku malah menjadi orang tenar.
Tapi setidaknya untuk saat ini mereka belum ber
ubah, mereka tetaplah 210 murid itu.
Dua ratus satu murid, satu kebahagiaan.
Malam dilanjutkan dengan pesta promnite di salah satu hotel berbintang
5. Semua tampil dengan gaun dan setelan jas terbaik masing-masing. Sesuai tradisi, malam ini juga
diadakan acara penobatan cewe-cowo tercakep, terheboh, terjaim, terpintar, terbaik, dll.
Yang jadi tercakep sudah pasti Emma dan Josh, tidak ada yang heran. Hanya saja Josh
tidak mendampingi Emma yang dinobatkan jadi Prom Queen, di luar dugaan yang
menjadi Prom King justru Rico.
Prom nite baru bubar sekitar jam 11 malam lebih.
Ann nyaris tertidur di mobil saat Josh mengantarnya pulang bersama Emma. Emma terus
heboh berceloteh tentang mahkota Prom Queen miliknya yang katanya
kurang bagus, mutiaranya kurang banyak, kurang mengkilap, dan lain-lain. Baik Ann
maupun Josh tidak begitu serius menyimaknya.
Saat Ann tengah melamun di tempat duduknya, ia merasa ada mobil
lain yang terus menempel di sebelah mobil Josh. Kecepatannya sengaja menyamai laju mobil Josh. Ann
semakin bingung saat mobil itu semakin lama semakin merapat. Josh juga menyadarinya, "Mobil siapa sih tuh"! Reseh banget nempel-nempel!"
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ann menyipitkan matanya berusaha menembus kegelapan kaca mobil Josh untuk
mengintip siapa si pengemudi misterius itu. Tapi sebelum ia bisa mengintip, Josh sudah
keburu hilang kesabarannya. Ia menepi mobilnya di pinggir jalan raya yang sepi.
Mobil itu mengikutinya, berhenti di belakang mobil Josh.
Josh mengintip dari balik kaca spion, "Hei, kalian kenal orang itu"" Baik Ann maupun Emma sama-sama tercengang melihat siapa si
pengemudi misterius yang baru saja keluar dari mobil dan tergopoh-gopoh mendatangi
tempat mereka. "Vincent..." Emma reflek menatap Ann, "Itu Vincent."
Ann menelan ludah. "Vincent siapa"" tanya Josh heran.
"Vincent...teman Dennis." "Apa"!"
Ann tidak bersuara saat Vincent menghampiri mobil mereka dan
mengetuk-ngetuk kaca mobil di tempat duduknya. Ann nyaris membuang muka kalau saja Josh tidak cepat keluar dari mobil. "Hei, mau apa kau!"
Vincent terus mengetuk kaca jendela Ann, "Ann, keluar sebentar, aku
harus bicara padamu."
"Bicara apa" Soal temanmu yang bernama Dennis itu" Sudah tidak ada
yang harus dibicarakan! Ann tidak mau berurusan lagi dengan bajingan-bajingan macam kalian!"
"Tapi ini penting! Ann harus tahu semuanya, dia harus tahu kalau
Dennis." "Hey, jangan sebut-sebut nama orang itu lagi di depanku!" Josh naik
pitam, "suruh orangnya datang ke sini kalau berani!"
Emma ikut keluar dari mobil, serba salah mencoba membujuk Vincent
pergi. Tapi Vincent tidak mau, "Susah payah aku mencari Ann, kau suruh aku pergi"!
Aku tidak akan pergi sebelum Ann mau mendengar semua penjelasanku!"
"Ann tidak mau berurusan dengan orang-orang seperti kalian lagi!"
hardik Josh. "Vincent..kau jangan membawa-bawa masalah Dennis lagi, keadaannya sudah
membaik sejak sebulan ini, tapi kalau kau mengungkit-ungkit nama
Dennis lagi di depannya." "Tapi, Emma."
Mereka bertiga tertegun diam saat pintu tempat duduk Ann tiba-tiba
terbuka, gadis itu keluar dari dalam mobil dengan begitu tenang. Namun kerisauan di
dalam hatinya tidak bisa disembunyikan, "Emma benar, Vincent, keadaanku sudah membaik
sejak sebulan ini. Tolong jangan kau kacaukan lagi."
"Tidak, kau harus tahu yang sebenarnya tentang Dennis! Ann, apa kau
tahu Dennis juga menderita sejak peristiwa itu"! Dia sengaja berbuat seperti itu semuanya
demi kau! Jangan kau kira dia selama ini hanya memanfaatkanmu, Dennis itu sebenarnya benarbenar
menyukaimu! Dan jangan kau kira dia mendekatimu hanya karena uang! Memang
benar Papamu memberinya cek kosong, tapi Dennis tidak mau menerimanya, cek itu bahkan dirobek olehnya!"
Ann menatapnya tanpa ekspresi. Semua itu hanya omong kosong baginya.
"Kau harus percaya padaku, Ann! Dennis itu tidak bermaksud
menyakitimu. Dia sengaja berbuat seperti itu karena."
"Karena apa, hah!" bentak Josh tak sabar, "buang semua omong
kosongmu itu jauhjauh!! Ann tidak akan semudah itu percaya padamu!"
Vincent memelas menatap Ann, "Ann, kau harus percaya.."
Ann tidak bersuara. "Ann, kumohon.....percayalah. Semua yang ku
ucapkan itu benar! Kau harus percaya...." "Mulai detik itu, aku tidak tahu lagi harus percaya pada siapa."
Sunyi.... "Aku tidak tahu apa ceritamu itu benar atau hanya omong kosong
belaka. Aku juga tidak tahu apa maksudmu menjelaskan semua itu padaku. Tapi kalau boleh jujur, sebenarnya
aku tidak peduli lagi dengan semuanya. Maafkan aku, Vincent, tapi
kumohon berhentilah mencariku. Kau tidak perlu capek-capek mengejarku sampai ke sini hanya untuk
menjelaskan masalah itu, karena itu benar-benar tidak ada pengaruhnya lagi bagiku."
"Aku tidak percaya kau bilang begitu.....apa kau tidak ada perasaan
apa-apa lagi pada Dennis" Sedikit pun kau tidak mau peduli lagi padanya"" Ann tidak menjawabnya.
"Aku tidak percaya kau benar-benar tidak peduli padanya."
"Kalau begitu mulai saat ini kau harus percaya," jawab Ann tajam, "dia
bukan apa-apa lagi bagiku. Aku bisa saja mendengar semua penjelasanmu itu kalau aku memang masih
punya perasaan padanya, tapi aku tidak mau. Kau, juga Dennis, harus tahu kalau aku
tidak sebodoh dulu lagi. Entah apa yang bisa membuatku
memaafkannya." "Tapi Ann, aku tadi sudah bilang.semua itu."
Ann tidak menghiraukannya, ia masuk ke dalam mobil tanpa banyak
bicara. Emma menyusulnya meski ia masih ragu.
"Ann, kau harus percaya!! Ann!!"
Josh menatapnya garang, "Kau sudah dengar kan" Dia sudah tidak mau
lagi berurusan dengan bajingan itu. Jadi jangan sekali-kali lagi kau mencari Ann!" Vincent tak bersuara. Ia tak berdaya saat Josh masuk ke dalam dan langsung membawa
kabur mobilnya beserta Ann. Ia hanya bisa berdiri lemas di sana.
Ann berkemas-kemas sehari sebelum keberangkatannya. 2 koper ukuran besar sudah
berjejer rapi di kamarnya. Ia hanya perlu memasukkan beberapa baju tebal lagi, setelah
itu selesai. Ann mengambil bingkai foto kesayangannya yang berisi foto teman-temannya.
Ia tersenyum geli melihat pose jenaka mereka di dalam foto itu. Melamun
sejenak, lalu memasukkan bingkai itu ke dalam kopernya.
Ia mendesah kecil, rasanya berat sekali meninggalkan semua ini. Keluarganya.....saudaranya....teman-temannya.....Sepertinya baru
kemarin mereka berkumpul bersama tapi besok ia sudah harus berpisah dengan mereka. Ann menebak
kira-kira perubahan apa yang akan mereka alami selama beberapa tahun ke depan.
Tapi mungkin ini lebih baik, siapa tahu dengan begini Ann bisa melupakan semua
kejadian buruk yang pernah terjadi di sini.
Pintu kamar diketuk dari luar, tak lama kemudian Papa masuk ke dalam. Ia tersenyum
kecil melihat koper-koper Ann, "Baru kemas-kemas nih" Besok kan sudah mau
berangkat. Cepat ya, rasanya baru kemarin kamu pakai seragam putih
abuabu.. sekarang malah sudah mau kuliah." Ann tersenyum menimpalinya.
"Gimana perasaan kamu sekarang""
"Maksud Papa""
Papa duduk di tepi ranjangnya, "Yaa...perasaan kamu karena sudah
mau pergi ke Inggris. Waktunya tidak singkat loh."
"Aku bakal kangen sama teman-teman."
"Sama Papa enggak kangen""
"Ya kangen donk!" Ann tertawa sambil merangkul Papanya, "Sama
Papa, sama Mama, sama Bi Sumi juga kangen!"
"Papa lega kamu sudah bisa tertawa. Baguslah...."
"Memangnya kenapa kalau aku tertawa""
"Papa kira..kamu masih trauma sama peristiwa itu."
Ann tersenyum simpul, "Aku sudah melupakannya, Pa. Aku sama sekali
tidak memikirkannya lagi." "Sungguh""
Ann melepaskan rangkulannya, kembali sibuk berkemas-kemas, "Sungguh. Aku memang tidak memikirkannya lagi."
Sore itu saat Vincent sedang berjalan seorang diri di kampusnya, ia mendengar seseorang
memanggil namanya dari belakang. Ia menoleh mencari-cari si pemanggil, lalu terkejut melihat siapa orang itu.
Emma berlari kecil menghampirinya dengan nafas tersengal-sengal,
"Hh...hh...Aku sudah mencarimu ke mana-mana di kampus ini.ada yang harus kita bicarakan... " "Tentang apa""
"Tentang semuanya, Vincent, tentang semuanya."
Vincent kontan tersenyum lebar padanya.
Di meja kantin itu Vincent menceritakan semuanya pada Emma dari
awal. Semuanya. Tentang awal perkenalan mereka dengan Emma, saat mereka pertama kali mereka
bertemu Ann, kemudian tentang niat mereka untuk menjebak Ann agar Papanya mau
mengeluarkan uang buat Dennis, lalu tentang perubaha
n rencana mereka yang sematamata
karena Dennis jatuh cinta beneran pada Ann, dan yang terakhir saat
Dennis terpaksa melukai Ann demi kebaikan Ann sendiri.
Emma tercengang mendengarnya. Meskipun ia agak tersinggung
mendengar mereka pernah berniat memanfaatkan dirinya, tapi Emma lebih terkejut lagi karena Dennis
sebenarnya mencintai Ann. Sebenarnya ia ragu untuk mempercayai
semua ucapan Vincent, tapi sepertinya ia tidak punya alasan untuk tidak percaya. "Apa ceritamu bisa dipercaya""
"Coba pikir, Emma, apa untungnya bagiku mengarang-ngarang cerita
seperti itu" Aku tidak berbohong sedikitpun! Dennis memang benar terjerat hutang ayahnya, dia memang
butuh uang, tapi cek dari Papa Ann itu sama sekali tidak disentuhnya! Ia
sedikitpun tidak mau memakai cek itu!"
"Tapi kenapa di rumah sakit itu..."
"Kan sudah kubilang, Dennis pikir dia tidak pantas mendampingi Ann. Dia berbuat itu
semata-mata agar Ann bisa melupakannya! Lagipula itu permintaan
Papa Ann. Dennis pikir benar juga, mungkin Ann memang tidak semestinya bersama dengannya, dia tipe
cowo yang tidak punya masa depan."
Emma mengerut kening, berpikir keras untuk memecahkan semua
kesalahpahaman ini. "Sampai sekarang pun Dennis masih belum bisa melunasi hutang-hutang
ayahnya. Dia terpaksa bersembunyi selama sebulan ini."
"Apa keadaannya baik-baik saja""
"Tidak terlalu baik. Kau tahu, kadang saat kita melukai orang yang kita
cintai, luka yang kita tanggung jauh lebih sakit daripada orang itu."
"Apa Dennis tahu besok Ann sudah mau berangkat ke Inggris""
Vincent mematung diam sebagai jawabannya.
"Aku tak akan membiarkan Ann pergi begitu saja tanpa mengetahui
kebenarannya." "Kau mau membantunya""
"Tentu." Jawab Emma mantap.
Ann mengadakan acara perpisahan dengan beberapa teman akrabnya di salah satu
restoran Jepang. Mereka berkumpul di sana memberi ucapan perpisahan terakhir buat
Ann. Semua teman akrabnya hadir di sana kecuali Emma. Tapi sedikitpun Ann tidak
curiga karena ia sudah menerima telepon dari Emma yang katanya bakal telat dikit.
"Ann harus sering-sering balik ke Indo ya, jangan mentang-mentang udah
keasikan kuliah di sana."
"Iya, terus jangan lupa bawa oleh-oleh buat kita."
Semuanya tertawa. "Eh, aku kan ke sana buat kuliah!"
"Tapi enak juga ya jadi Ann. Bisa kuliah ampe ke Inggris segala, mana
kuliahnya ambil jurusan kedokteran lagi!" "Kan lulusnya lama, Ann."
"Tidak masalah, itu kan cita-citaku sejak dulu."
"Bagaimana pun juga kita semua salut, mungkin di angkatan kita ini cuma ada satu orang yang ambil kedokteran sampai ke Inggris." "Dan kita semua bakal kehilangan kau, Ann.. "
"Ayo kita tos," Josh bangkit berdiri sambil mengangkat gelas minumannya, "buat teman
kita yang sebentar lagi bakal pergi lamaaaaa banget."
"Buat Ann!!" Ann mengikuti semua teman-temannya yang sudah berdiri sambil mengangkat gelas. Ia
tertawa kikuk melihat pandangan mata semua pengunjung restoran
yang tertuju pada mereka. "TOOOSS !!!" Kira-kira 30 menit kemudian akhirnya Emma datang juga, baru acara makan-makan itu bisa dimulai.
"Kasih kata-kata perpisahan donk, Ann...." desak mereka pada Ann di
sela-sela acara. "Aduh malu-maluin aja. Kalian dulu donk."
"Oke.. .oke.. .biar aku dulu." Ria mengajukan diri, "buat temanku, Ann.
Semoga dia tidak lupa sama kita-kita semua. Semoga dia sukses dengan kuliahnya dan
cepat-cepat bawa pulang cowo bule!" "Huuuhhh.. " semua menyorakinya.
"Aku! Aku!" giliran Priska, "aku cuma mau bilang, Ann itu teman yang paling baik,
paling sabar sedunia, paling imut, paling kalem, paling pinter, paling rajin bikinin PR
buat kita semua, pokoknya paling semuanya deh! Aku pasti bakal kehilangan dia selama
beberapa tahun mendatang. Semoga dia tidak pernah melupakan kita semua, termasuk
aku. Kalau sudah jadi dokter, aku setiap hari boleh check up gratis ya!!"
"Yeeehhh!! Maunya!"
"Aku juga mau," giliran Josh yang buka suara sembari menatap Ann
dalam, "aku baru mengenal Ann tidak lama, tapi rasanya aku sudah mengenal dia selama bertahun-tahun.
Ann itu temanku yang paling baik, yang paling sabar mendengar semua
ocehanku kalau aku lagi kesal. Dia juga yang selalu mendampingiku s
etiap kali aku sedih. Pokoknya Ann
itu bukan cuma teman yang ada di saat kita senang saja, tapi dia juga selalu ada di saat
kita susah. Aku merasa beruntung bisa bertemu dengannya dan menjadi temannya. Aku
akan selalu mendoakan yang terbaiknya untuknya."
Mereka semua serius mendengarnya.
Lalu tiba saatnya bagi Emma, "Ini sebenarnya bukan perpisahan untuk
selamanya, tapi meskipun begitu aku tetap akan merindukan Ann. Kami sudah berteman sejak kecil, dulu
kami pernah membuat perjanjian aneh kalau kami akan sekolah dan
kuliah di satu tempat yang sama agar tidak terpisahkan. Ya.meskipun janji itu tidak bisa terwujud,tapi aku
tetap merasa sampai kapanpun juga aku dan Ann memang tidak akan terpisahkan. Kami
sudah melalui semuanya bersama-sama, mulai dari kejadian yang menyenangkan,
pertengkaran-pertengkaran kecil sampai kejadian yang menyedihkan, tapi justru karena
semua itulah aku bisa belajar bagaimana cara menghargai persahabatan kami. Dan aku
bangga karena sampai detik ini aku masih bisa menjadi temannya." Ann tersentuh mendengar semua itu.
Setelah itu yang lainnya tak mau ketinggalan bergantian mengucapkan salam perpisahan mereka pada Ann.
Ann tersenyum haru mengucapkan terima kasih, "Thanks ya. Kalian
memang temantemanku yang baik. Aku pasti tidak akan melupakan kalian semua.Thank you banget.Kalian juga, meskipun kita semua bakal terpencar-pencar setelah lulus, kita
harus sering-sering contact satu sama lain. Jangan sampai persahabatan kita cuma sampai di sini saja."
"Duhh.jadi mau nangis." Ria mengusap matanya cepat-cepat. Mereka tersenyum menatap Ria, sedikitpun tidak mengolok-oloknya karena sebenarnya
dalam hati mereka masing-masing pun merasa sedih.
Acara makan-makan itu baru selesai sekitar jam 9 malam.
Ann memberi pelukan hangat pada semua teman-temannya untuk
terakhir kali, besok mereka tidak bisa mengantarnya sampai ke airport. Mereka kemudian bubar satu per satu.
Tapi mereka semua berjanji akan sering contact sesibuk apapun
nantinya. Bahkan sudah ada yang mengusulkan 2 tahun lagi harus diadakan acara reuni.
Emma memaksa ingin mengantar Ann pulang. Josh akhirnya mau
mengalah pulang sendiri. "Wow... .sudah punya SIM nih ye," celetuk Ann di mobil saat Emma
mengendarai mobilnya dengan tegang, "nyetirnya masih culun tuh. SIM nembak ya""
"Bawel. Ini udah yang paling nyantai nih. Aku kan belum pernah bawa mobil malammalam."
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lagian siapa suruh bawa mobil segala, kan ada Josh."
"Aku mau bicara, penting. Makanya tadi Josh kusuruh pulang sendiri."
"Mau bicara apa" Tumben-tumbenan kau serius seperti ini."
"Ann, kau harus dengar aku baik-baik ya." "Dengar apa""
"Tadi sore aku menemui Vincent. Aku terlambat datang karena
menemuinya." Ann menatapnya tegang, "Buat apa""
"Ini masalah Dennis, Ann."
"Emma, tolong jangan bahas soal itu lagi! Jangan sebut-sebut namanya
lagi." "Tapi kau harus dengar aku."
"Sejak kapan kau jadi memihak padanya"! Aku sudah bilang, aku tidak
mau lagi berurusan dengannya!"
"Iya, tapi kau harus tahu yang sebenarnya! Kau akan menyesal kalau
sampai tidak tahu! Dennis itu benar-benar mencintaimu, kau harus tahu itu! Dia berbuat seperti itu karena
dia merasa tidak pantas menjadi pacarmu. Lihat dirimu, anak baik-baik,
dari keluarga kaya, punya otak cerdas, masa depan cerah, kuliah di Inggris, kalau aku jadi Dennis aku
juga bakal merasa tidak pantas mendampingimu!" "Semua ucapanmu itu konyol sekali."
"Aku tidak berbohong. Kau tahu" Cek yang diberi Papamu itu dirobek
Dennis, dia sama sekali tidak mau memakainya!"
Ann menutup kupingnya, "Aku tidak mau dengar!! Apapun yang mau
kau katakan, aku tidak akan terpengaruh!"
Emma membanting setir, "Kalau begitu aku akan membawamu langsung ke orangnya!"
"Apa" Apa yang kaulakukan, Emma""
"Kau harus mendengar sendiri darinya."
"Aku tidak mau! Hentikan mobilmu!"
Emma mengunci seluruh pintu mobilnya automatis, ia langsung mengencangkan laju
mobilnya tanpa menghiraukan permohonan Ann.
Mobil berkecepatan tinggi itu direm mendadak di depan mobil Vincent
yang kosong. Emma turun dari mobil, lalu membuka pintu Ann dan menarik temannya itu untuk keluar.
Ia tidak peduli meski pun Ann berulang kali meronta-ronta ingin melepaskan diri. Ann
ditariknya sampai ke sebuah rumah kosong yang tidak berpenghuni. Mereka menyelinap
masuk ke dalam sana dan menemukan Vincent seorang diri.
Hanya Vincent. "Mana Dennis" Dia harus menjelaskan semuanya pada Ann sekarang!"
Emma mendorong Ann pada Vincent.
Vincent menatapnya getir, "Dennis sudah pergi...."
"Apa katamu!" Itu tidak mungkin, bukankah kau sudah bilang malam ini
kita harus mempertemukan Dennis dengan Ann!" "Aku tahu! Tapi..dia sudah pergi."
"Kalau begitu cepat beritahu aku ke mana dia pergi!"
"Aku tidak tahu, Emma.." Vincent menunduk, "aku tidak tahu...."
Ann mendesah sinis, "Sudah kubilang, untuk apa memperpanjang
masalah ini lagi" Aku
tidak akan terpengaruh meskipun dia ada di sini sekarang. Aku sudah tidak peduli lagi.
Untuk apa kalian repot-repot mengarang cerita untuk membelanya" Dia
saja tidak mau pusing-pusing!"
"Tapi aku sama sekali tidak mengarang cerita! Semua yang kukatakan itu
benar!" Emma membela Vincent, "Dia benar, Ann."
"Kenapa kau begitu yakin dengan semua ucapannya" Kau lebih memihak dia daripada
aku"! Apa kau tidak tahu aku sudah cukup menanggung semua sakit hati yang dia buat
padaku"! Aku sudah capek, Emma! Berhentilah menyeretku ke masalah ini lagi. Tolong
biarkan aku lepas dari semua masa lalu itu. Lupakan semua yang sudah usai!"
"Dennis pergi bukan karena dia tidak mau bertemu denganmu. Dia
pernah bilang kan" Suatu hari nanti dia akan membawa ibunya pergi meninggalkan ayahnya. Sekarang dia sudah benar-benar pergi."
Kalimat itu berhasil membungkam Ann.
"Aku terlambat datang untuk menyakinkan dia. Tapi sebelum itu dia
pernah bilang, dia ingin sekali bertemu denganmu di tempat yang hanya kalian berdua tahu sebelum kau
pergi ke Inggris. Aku tidak mengerti apa maksud ucapannya."
Tapi Ann mengerti apa maksudnya. Tempat itu adalah taman tertutup di
mana mereka pernah saling berjanji untuk pergi ke sana setiap kali merasa rindu dengan yang lain. Ann
menggeleng, untuk kesekian kalinya ia menyakinkan dirinya untuk tidak mempercayai
semua itu. "Kenapa sulit sekali bagimu untuk mempercayai Dennis" Apa yang harus
dia lakukan baru kau mau percaya, Ann""
"Tidak ada. Aku hanya mau dia benar-benar pergi dari kehidupanku.
Semua sudah terlambat, Vincent, sudah terlambat untuk memaafkannya."
"Aku mengenal Dennis luar dalam, aku tahu masa lalunya memang tidak
terlalu baik....tapi belum pernah aku melihat dia mencintai seseorang sebesar perasaannya
padamu. Aku belum pernah melihat dia mau berkorban sampai seperti ini hanya demi
seseorang. Kau harus percaya, Ann. Sebenarnya aku pun sudah pasrah bagaimana kau
mau membenci Dennis, aku hanya mau kau menyisihkan sedikit perasaanmu padanya
untuk memberinya kesempatan sekali lagi. Karena aku yakin kau
sebenarnya masih peduli." Tapi tak ada yang mampu mencegah kepergian Ann.
"Ann, sebelum kau pergi ke Inggris.....cobalah kau datang ke tempat
yang dimaksud Dennis itu. Mungkin semuanya belum terlambat..." ujar Emma.
Ann tidak menghiraukan bujukan Emma. Ia pergi begitu saja. Keesokkan harinya..
Ann duduk diam di mobilnya dalam perjalanannya ke airport. Ia hanya membisu tanpa
mendengar semua nasehat dari Papa dan Mamanya seputar Inggris. Ia merasa tidak
bergairah lagi pergi ke Inggris. Ada yang menyesakkan, seakan-akan mendesaknya untuk
menyelesaikan suatu masalah yang masih menggantung. Ia tidak akan merasa tenang
sebelum menyelesaikannya hingga akhir.
"Sebelum kau pergi ke Inggris.....cobalah kau datang ke tempat yang
dimaksud Dennis itu. Mungkin semuanya belum terlambat..."
Kata-kata Emma terngiang-ngiang lagi dalam benaknya..
Tidak, aku tidak mau! Ann memejam matanya kuat-kuat, setengah mati menghapus semua keraguan yang ada di
dalam pikirannya. Hatinya terombang-ambing tak menentu. Tapi semakin ia menghindar,
kata-kata dari Vincent dan Emma semakin menghantuinya. Datang menyerangnya
bertubi-tubi tanpa ampun.
"kau akan menyesal kalau sampai tidak tahu! Dennis itu benar-benar
mencintaimu, kau harus tahu itu! Dia berbuat seperti itu karena dia merasa tidak pantas
menjadi pacarmu." "cek yang diberi Papamu i
tu dirobek Dennis, dia sama sekali tidak mau memakainya!"
"aku hanya mau kau menyisihkan sedikit perasaanmu padanya untuk
memberinya kesempatan sekali lagi. Karena aku yakin kau sebenarnya masih peduli" "sebelum kau pergi ke Inggris.....cobalah kau datang ke tempat yang
dimaksud Dennis itu. Mungkin semuanya belum terlambat..."
"cobalah kau datang ke tempat yang dimaksud Dennis itu. Mungkin
semuanya belum terlambat..." "mungkin semuanya belum terlambat..." "...belum terlambat..."
Ann meremas tangannya. Nuraninya berperang hebat di dalam sana. Ia
terus mencoba untuk tidak terpengaruh sedikitpun, tapi justru hati kecilnya sendiri yang terus
mendesaknya untuk percaya. Bagaimana kalau ternyata Vincent dan
Emma tidak membohonginya" Bagaimana kalau Dennis ternyata memang tidak seperti yang ia kira"
Akankah ia menyesal karena tidak mau mendengar kata hatinya"
"Waduh.....kok di sini malah macet" Seharusnya kita tadi pergi lewat
jalan lain," keluh Mama saat supir menghentikan laju mobilnya di tengah-tengah
kemacetan. "Setidaknya kita sudah berangkat pagi-pagi, kita tidak akan ketinggalan
pesawat. Iya kan, Ann""
Ann melamun. Masih bergelut dengan kerisauannya.
"Ann"" Aku akan menyesal nantinya kalau ternyata Emma dan Vincent benar...
"Ann, kamu kenapa"" Mama menatapnya bingung. "Ann""
Ann mendongak, menatap wajah kedua orang tuanya dengan tatapan penuh rasa bersalah.
Tapi keputusannya sudah bulat. Ia akan mengambil resiko apapun yang
nanti akan menimpanya. Lalu tiba-tiba saja, Ann membuka pintu mobil dan langsung meloncat keluar.
Mama memekik, "Ann! Apa yang kamu lakukan!" "Ann!!" teriak Papa, "kembali ke sini!"
Ann tidak menuruti mereka. Ia tidak sempat berpikir panjang, yang ia
mau hanyalah berlari ke tempat di mana ia bisa menemui Dennis sebelum terlambat.
Kakinya berlari mengikuti kata hatinya, berlari menerobos kemacetan lalu lintas yang
mengepung mobil keluarganya. Ann tidak peduli Papa dan Mama terus berteriak ketakutan
memanggilnya. Tapi ia tidak takut sedikitpun.
Aku harus ke sana! Ia terus berlari dan berlari. Berharap keputusannya ini sudah tepat. Berharap ia bisa memiliki akhir yang bahagia.
Di taman itu Ann menunggu seorang diri. Tak ada yang sanggup menggambarkan seperti
apa suasana hatinya saat ini. Ia menunggu dan terus menunggu, berharap Dennis akan
muncul di depan matanya. Meskipun ia merasa sebenarnya ia sedang
menunggu ketidakpastian yang takkan kunjung datang.
Ia tahu harapanya sangat tipis.
Tapi ia terus menunggu. Ann berdiri di tepi danau itu dan mengenang kembali saat-saat ia dan
Dennis mengucapkan permohonan. Lalu saat Dennis pergi menelusuri taman itu
untuk mencarikannya mawar. Mungkin Ann tidak pernah menyadari bahwa saat itulah ia
pertama kali membuka hatinya untuk Dennis hingga akhirnya jatuh cinta padanya.
Ann meringkuk di sana. Menahan semua kenangan manis itu agar tak
menyeruak keluar dan membuat luka di hatinya semakin dalam. Tapi memori itu terus berputar di dalam
pikirannya, tertanam dalam jiwanya. Dan Ann tak kuasa menipu dirinya sendiri bahwa ia
sebenarnya menginginkan saat-saat indah itu bisa kembali padanya.
Maka ia pun terus menunggu.....
Berjam-jam ia meringkuk di tepi danau itu. Menunggu dan terus
menunggu.. Hingga pada akhirnya Ann justru tidak tahu kenapa ia mau datang ke
tempat ini. Kenapa ia masih juga memberi kesempatan pada Dennis meskipun ia tahu akhir yang bahagia
seperti yang ia inginkan tidak akan pernah terjadi. Kini ia menyesal.
Menyesal telah datang kemari. Sampai kapanpun juga Dennis tidak akan datang. Ia
merasa yang ia tunggu-tunggu hanyalah kepalsuan, hanya khayalan yang terlalu tinggi. Ia
sudah cukup merasa sakitnya jatuh, dan kini ia harus merasakannya lagi. Tiba-tiba saja ia
lelah terus berharap seperti ini. Ia bosan menangis. Sudah cukup. Semuanya sudah lebih dari cukup.
Dennis tidak akan datang.
Sampai kapanpun juga ia tidak akan datang. Di tempat ini aku hanya menunggu
khayalanku sendiri. Mungkin begini lebih baik, aku bisa terbangun dari tidurku. Aku bisa
membuang jauh-jauh semua mimpiku karena kini aku sudah tahu pasti, Dennis memang
tidak pernah bersungguh-sungguh
mencintaiku. Di tempat ini aku akan mengakhiri
semuanya. Aku akan melepaskan diriku sendiri dari bayangannya.
Dengan cara inilah aku akan bangkit.
Ann bangkit berdiri, memandang seisi taman kosong itu untuk terakhir
kalinya. Ia tersenyum tanpa arti, sedikitpun ia tidak menyesal telah datang ke sini. Karena dengan
begini ia akhirnya bisa dengan rela mengucapkan selamat tinggal pada semuanya.
Selamat tinggal pada tempat itu, juga pada Dennis.
Di taman itulah ia berjanji akan melupakan Dennis dengan seluruh
hatinya. Ann tidak pernah tahu........10 menit setelah ia pergi.....ya,hanya 10
menit..Dennis berlari menuju taman itu. Susah payah menerobos masuk untuk pergi ke tepi danau itu.
Nafasnya tersengal-sengal, memandang sekeliling untuk mencari Ann.
Tapi Ann sudah tidak ada.
Hanya 10 menit setelah Ann pergi...
Betapa waktu 10 menit itu sanggup mengubur cinta sedalam apapun....
5 tahun kemudian. "Bagaimana" Sudah beres belum""
Dennis keluar dari pintu dapur sambil menepuk-nepuk tangannya yang kotor ke baju. Ia
tersenyum," Sudah beres kok, Tante. Kulkasnya tidak apa-apa, mungkin sudah agak kuno
jadi sudah harus diganti alat-alat dalamnya."
Ibu rumah tangga itu tersenyum puas melihat hasil kerja Dennis. Ia
memberi tips yang cukup besar untuk pemuda itu. Tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih saat Dennis sudah mau pamit pulang.
Dennis, 25 tahun, tidak banyak berubah dalam rentang waktu ini. Hanya
saja tubuhnya menjadi lebih tegap, wajahnya kian dewasa dengan garis-garis kematangan di sana.
Sepertinya ia sudah banyak menempuh kesusahan dan kesulitan dalam hidup ini hingga
ia tumbuh menjadi sosok yang dewasa.
Banyak hal yang terjadi selama 5 tahun ini. Dennis pergi dengan ibunya
meninggalkan ayahnya ke sebuah kota kecil. Di sana ia memulai segalanya dari awal. Segala pekerjaan,
mulai dari pelayan di restoran kecil sampai tukang antar barang, sudah pernah dijalaninya.
Susah payah ia banting tulang dan baru bisa mengumpulkan uang untuk melunasi semua
hutang ayahnya di masa lalu. Dan tiba-tiba saja 2 tahun yang lalu ibunya meninggal
dunia karena sakit keras.
Begitu tiba-tiba hingga membuat Dennis sangat terpukul, ia sempat
pulang mengunjungi ayahnya untuk menyampaikan berita dukacita ini. Tapi reaksi yang diterimanya tidak
terlalu baik, meskipun awalnya ia kelihatan sedih tapi keesokkan harinya malah minta
uang pada Dennis. Dennis memberikan semua uang yang ada padanya, setelah itu ia
meninggalkannya dan tidak pernah mengunjunginya lagi.
Hidupnya boleh dibilang sangat menggenaskan selama 2 tahun
belakangan ini. Begitu terpuruk hingga akhirnya ia bertemu dengan Om Hartono, pemilik
sebuah pusat service/reparasi yang menawarinya ikut kerja di sana. Meski
pengalamannya sangat minim, tapi kemauan Dennis untuk belajar sangat keras dan
pekerjaannya nyaris selalu
memuaskan. Dalam sekejap saja ia sudah menjadi bawahan kesayangan Om Hartono.
Usaha kecil-kecilan itu perlahan-lahan mulai maju dan setahun kemudian sudah bisa
membuka cabang baru di kota tempat tinggal Dennis dulu. Om Hartono
beserta keluarganya ikut pindah dan memboyong Dennis ikut serta. Mau tak mau
Dennis menurut. Akhirnya ia pulang.
Kehidupannya perlahan-lahan mulai membaik. Meskipun ia tidak mungkin membalik
keadaan menjadi seperti dulu lagi, tapi ia kini sudah bisa belajar hidup susah dan
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghargai setiap uang yang ia peroleh dari hasil kerja kerasnya. Ia sudah menjadi Dennis yang baru.
Dennis menaiki motor bututnya kembali ke tempat kerjanya, sebuah
service centre resmi yang baru saja membuka cabang di kota ini.
Ia mendatangi kantor Om Hartono, melaporkan hasil pekerjaannya.
Seperti biasa, ia selalu mendapat pujian dari pimpinannya itu.
"Kalau kerjamu sebagus ini terus, lama-lama aku tidak butuh tukang servis
yang lain lagi di sini," Om Hartono yang berperawakan gemuk-pendek menghampiri Dennis dan
menepuk-nepuk pundaknya, "apa kau mau mengambil gajimu sekarang""
Dennis membelalak kaget, "Wah.. .benar nih, Om""
"Aku tahu kau sedang mengumpulkan uang untuk membeli motor baru.
Motormu itu sudah butut sekali, memang sudah seharusnya diganti. Aku tidak mau
karyawan ter baikku terlambat datang ke rumah pelanggan gara-gara motornya
mogok." Ia tertawa sampai perut buncitnya kembang-kempis. Lalu ia menyerahkan amplop
coklat berisi uang gaji pada Dennis. Dennis menerimanya dengan senang hati.
"Aku belum pernah melihat anak muda sepertimu. Banting tulang siangmalam seperti tidak punya kehidupan lain saja." Om Hartono tersenyum, "mungkin sudah saatnya kau
cari pacar yang baik, yang bisa merawatmu."
"Tidak usah .aku bisa merawat diri sendiri kok." jawab Dennis tanpa
beban. "Apanya yang bisa" Kalau kau sakit, siapa coba yang mau
mengurusimu" Makanya.cari pacar."
"Iya deh...iya...." Dennis tertawa menimpalinya ,"kalau perlu sekarang
juga habis pulang aku langsung cari. Besok aku bawa ke sini." Mereka tertawa bersama-sama.
Dennis menyimpan amplop tebal itu ke dalam saku jaketnya baik-baik,
takut jatuh. Lalu mengendarai motor bututnya sambil bersiul-siul kecil. Sudah malam, ia harus cari makan.
Makan apa ya" Aku bosan makan nasi rames melulu. Mumpung baru
gajian....makan yang lebih enak dikit ah! Dennis tersenyum-senyum sendiri saat menghentikan motornya
di depan lampu merah. Otaknya sibuk memikirkan menu makanan yang bakal
disantapnya malam ini. Rasanya sudah lama sekali ia tidak makan enak.
Lalu tiba-tiba saja sebuah mobil sedan mungil melaju kencang di belakangnya.
Tampaknya si pengemudi di dalam mobil itu terburu-buru sekali hingga tidak menyadari
lampu lalu lintas yang sedang merah menyala. Tiba-tiba mobil itu direm. Mobil itu tidak
sempat berhenti mulus hingga akhirnya menyerempet motor butut
Dennis. Tabrakannya tidak keras, tapi motor Dennis sampai terdorong ke depan. Pengemudi mobil itu keluar dengan panik. Seorang wanita rupanya. Elegan dengan pakaian bermereknya yang mahal. Sepintas ia
kelihatan sangat cantik. Tapi bukan itu yang jadi pusat perhatian Dennis. Ia turun dari motornya
dan melihat lampu belakangnya pecah. "Aduh... sori... sori... tadi nyetir sambil pegang handphone. Aku tidak
tahu lagi lampu merah, jalanannya kan sempit, jadi aku ngebut saja. Aku tidak
sempat rem makanya nabrak. Sori ya.sori.aku pasti akan mengganti kerugian ini."
Dennis mengamati kondisi motornya. Tidak perlu....lagian motor butut ini memang
sudah saatnya pensiun. "Aduh.....tolong ya jangan bawa-bawa ke polisi segala. Ini pertama
kalinya aku bawa mobil sampai nabrak. Aku benar-benar tidak sengaja. Berapa ganti rugi yang Anda mau"
Saya punya kartu nama, kalau Anda mau Anda tinggal." suaranya tiba-tiba berhenti.
Dennis mendongak menatapnya, bingung kenapa orang itu berhenti ngoceh-ngoceh.
"Sepertinya aku mengenalmu....."
Dennis menggeleng, "Sudahlah, tidak perlu sampai begitu kok. Aku tidak menuntut ganti
rugi apa-apa, cuma lampu belakang saja yang pecah..lagipula besok motor ini juga
sudah bakal mau disimpan di museum."
"Bukan...bukan....aku memang sepertinya mengenalmu! Benar, aku tidak
bohong!" Dennis diam dan tersenyum, membiarkan gadis cantik itu terus mengamatinya dengan
kening berkerut. Sedikitpun Dennis tidak merasa pernah mengenalnya.
"Kau.....Astaga!!" si cantik nan elegan itu membekap mulutnya, melotot,
"kau Dennis kan""
Dennis termangu, "Kita pernah bertemu""
"Ya ampun! Ternyata kau memang benar-benar Dennis! Astaga, aku
sama sekali tidak menyangka!! Ini aku, Dennis! Masak sudah lupa"!"
"Hm.. " "Ini aku, Emma!! Emma... "
Emma tertawa renyah melihat Dennis terkejut saat menyadarinya.
Dennis memasuki restoran itu bersama Emma. Emma bersikeras memaksanya makan
malam bersama di tempat itu. Reuni katanya.
"Wah....sudah lama sekali ya! Aku tidak menyangka bakal bertemu
denganmu di sana!" Emma duduk di hadapan Dennis dan tidak henti-hentinya mengamati Dennis dari rambut
sampai jempol kaki. Ia tersenyum dan mengagumi Dennis dalam hati. Meskipun ia hanya
memakai kaos oblong dan jeans belel dengan sepatu bekas, tapi Dennis tetap kelihatan
istimewa di mata Emma. Dulu udah cakep, sekarang tambah cakep! "Iya, sudah berapa tahun ya kita tidak bertemu""
"Hm.berapa ya"" Emma menghitung-hitung dengan jarinya, "empat ya" Eh bukan, lima tahun kayaknya!"
"Lumayan lama juga ya.."
"Lumayan" Gila, lima tahun itu lam
a sekali, Dennis. Tapi kau tidak banyak
berubah ya!" makin ganteng aja...dari cowo cengengesan berubah jadi pria dewasa yang macho....
Emma cekikikan sendiri mendengar bisikan hatinya.
"Justru kau yang tidak berubah." gantian Dennis yang meninjau Emma, "kok aku bisa
sampai lupa ya""
Emma masih sangat cantik. Ia tampil sangat menawan dengan rambut keritingnya yang
dicat coklat kemerah-merahan dan setelan pakaian hitamnya yang sangat ketat, minim
dan sexy. Dandanannya nyaris membuat semua mata pria di restoran itu
melotot padanya. Seorang pelayan mendatangi meja mereka. Terus terang Dennis tidak terlalu berminat
dengan menu makanan restoran yang mahal-mahal itu, tapi Emma ngotot ingin
mentraktirnya malam ini. Dengan syarat Dennis harus menceritakan apa
saja yang menarik yang sudah terjadi padanya selama 5 tahun ini.
"Ayo ceritakan semuanya! Kapan kau balik ke kota ini""
"Aku sudah pulang setahun. Ibuku meninggal dunia beberapa tahun yang lalu karena
sakit, waktu itu aku sempat pulang untuk menjenguk ayahku sebentar.
Lalu aku dapat pekerjaan yang cocok dan akhirnya baru benar-benar kembali ke kota
ini untuk mengikuti bosku." "Aku turut sedih mendengar tentang ibumu."
"Tidak apa-apa. Kehidupanku sudah semakin baik belakangan ini."
"Sepertinya memang begitu. Kau jadi kelihatan gimana.gitu.. Oh ya,
apa pekerjaanmu"" "Aku kerja di pusat service, aku ini tukang servis.....tukang reparasi lah
intinya." "Reparasi TV, AC, kulkas""
"Apa saja. Aku bisa membetuli apa saja yang punya mesin!" Dennis tertawa.
"Wah...kedengarannya asik juga ya."
"Kau sendiri bagaimana" Sampai punya kartu nama segala."
"Oh itu..." Emma jadi malu, "begitu lulus kuliah aku langsung kerja di
perusahaan pamanku. Lumayan lah.setidaknya aku jadi lebih mandiri sekarang." "Sepertinya memang begitu."
Makanan pesanan mereka datang juga akhirnya. Sambil makan mereka terus bertukar
cerita tentang pengalaman masing-masing. Dennis bercerita tentang Vincent yang
sekarang sudah buka usaha sendiri. Lalu Emma menceritakan tentang teman-teman
sekolahnya yang dulu, sudah ada yang jadi bos, sudah ada yang punya
3 anak, tapi ada juga yang hidupnya melarat. Rasanya aneh juga memikirkan semua
perubahan itu. Emma jadi sadar tenyata waktu 5 tahun itu memang sangat lama.
Terlalu lama hingga ia akhirnya ingat satu hal saat bertanya pada Dennis,
"Apa kau sudah punya pacar" Jangan-jangan malah sudah berkeluarga!"
"Tidak," Dennis tertawa kencang, "aku hidup sendiri kok. Mana ada
sih.yang mau sama tukang servis seperti aku. Hidupnya pas-pasan. Motorku yang kautabrak itu saja kubeli dengan cicilan!"
"Apa kau pernah bertemu dengan Svannie" Maksudku Ann." tanya Emma ringan.
Sedikitpun ia tidak merasa risih menanyakan hal itu pada Dennis. Dennis hanya menggeleng kecil.
"Aku dengar dia sudah pulang dari Inggris, baru seminggu yang lalu
kalau tidak salah. Kuliahnya masih lama, dia pulang hanya untuk berlibur. Dia kan tidak pernah pulang selama 5 tahun ini."
"Oh ya"" Dennis tersenyum kecil, kemudian meneguk minuman ringannya.
Begitu selesai makan dan keluar dari restoran itu, Emma langsung menanyai alamat
Dennis, "Boleh aku minta alamatmu" Siapa tahu nanti kita bisa kumpul-kumpul lagi."
Dennis memberi alamatnya pada Emma, lalu balas menanyai alamat gadis itu. Emma memberi kartu namanya.
"Nah Dennis, aku senang sekali bisa bertemu denganmu lagi. Lucu juga
ya, rasanya kita sudah berubah jadi orang yang culun-culun.. " Emma tertawa, "tapi bagaimana pun juga
aku bersyukur kita bisa bertemu lagi. Moga-moga saja kita bisa berkumpul lagi dengan yang lainnya."
"Iya, moga-moga saja."
Kaki itu terasa berat saat Dennis melangkah masuk ke dalam rumah kecilnya yang
sederhana. Terlalu sederhana untuk ukuran pria dewasa sepertinya. Segala perkakas
reparasi berserakan di sekitar kamar. Kamar tidur dan dapur jadi satu, tidak ada istilah
ruang tamu. Meskipun sempit tapi setidaknya ia tinggal sendiri di sana,
jadi rasanya tidak terlalu menyesakkan.
Ia melempar tas kerjanya ke atas lantai kamar yang kotor. Lalu menghempaskan
tubuhnya ke atas kasur yang tergeletak begitu saja di lantai. Dipejamnya kedua mata
itu untuk kembali mengenang semua kejadian 5 tahun yang lalu.
Rasanya tidak terlalu sulit untuk mengingat semuanya. Mengingat detikdetik terakhir di mana ia menyesal dan langsung berlari ke taman itu untuk mencari Ann. Entah kenapa ia
merasa Ann akan pergi ke tempat itu sebelum ia berangkat ke Inggris,
tapi ternyata ditunggu sampai malam pun Ann tidak datang. Gadis itu sudah
meninggalkannya ke Inggris.
Lalu sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu lagi.
Perlahan-lahan Dennis mencoba bangkit dari rasa bersalah dan penyesalan yang terus
menghantuinya. Ia terus memaksa diri untuk bekerja tanpa kenal lelah. Persis seperti kata
Om Hartono, banting tulang siang-malam.
Tapi setelah malam ini ia bertemu dengan Emma dan mendengar
ceritanya tentang kembalinya Ann dari Inggris... Dennis sadar, sampai detik ini pun ternyata
ia masih belum bisa menghapus Ann dari kehidupannya.
Keesokkan harinya di tempat kerja..
Dennis melamun, tidak terlalu berselera menyantap bekal makan
siangnya. Ia sendiri tidak jelas apa yang ada di kepalanya saat ini.
"Hey Dennis, makan siangmu tidak disentuh"" Heru mengintip dengan
penuh harapan, "buat aku aja ya!"
Ia langsung menyambar bekal makan siang Dennis, sedikitpun Dennis tidak
mencegahnya. Tiba-tiba Dennis beranjak dari tempatnya.
"Loh" Mau ke mana"" "Jalan-jalan sebentar." "Jalan-jalan ke mana" Udah mau kerja nih!"
Dennis acuh tak acuh. Jalan-jalan yang dimaksud Dennis ternyata berakhir di satu tempat yang tidak terlalu
asing baginya. Dulu tempat itu adalah taman. Dan kini sudah menjelma menjadi.taman
pula. Dennis tidak tahu kapan tepatnya taman yang sudah ditutup itu kembali dibuka.
Ada yang bilang taman ini kembali dibuka karena dibiayai seorang
jutawan pecinta lingkungan. Dennis tidak terlalu peduli. Tapi yang pasti taman ini sudah dirombak menjadi jauh lebih
indah. Seolah-olah taman itu terbuka kembali karena menanti kedatangan seseorang.
Tidak banyak yang berubah. Pohon-pohon tua yang menjulang tinggi masih berdiri
kokoh di sana, sekan-akan tidak akan roboh karena merupakan saksi bisu dari banyak
kejadian di tempat itu. Rerumputan begitu rapi dengan berbagai macam bunga yang
bermekaran di sekitar taman. Tapi tidak seperti dulu, kini taman itu sudah ramai
dikunjungi orang. Dennis sendiri jarang mendatangi taman ini. Ia merasa tidak ada alasan baginya untuk
datang ke sana. Bukankah yang tersimpan di tempat itu hanya kenangan pahit"
Sepasang remaja duduk di bangku taman,mengukir nama mereka di
sana sambil tertawatawa senang. Dennis mengamatinya, tanpa sadar ikut tersenyum.
Lalu ditatapnya bunga-bunga mawar yang bermekaran di sudut taman.
Sudah banyak mawar di sini....dulu aku sampai mati-matian mencarinya dan cuma
dapat satu tangkai yang sudah hampir layu.... Tapi ia ingat betul saat itulah Ann pertama kali
tersenyum untuknya. Kakinya terus melangkah hingga sampai di tepi danau itu. Masih sama seperti dulu.
Rentang waktu 5 tahun tidak mampu mengikis keindahannya. Danau ini....
Danau penuh kenangan. Ia pernah mengikuti tradisi konyol melempar kerikil dan
meminta permohonan agar Ann tahu semua isi hatinya. Dennis tersenyum. Seandainya
sekarang ia diminta untuk membuat permohonan lagi....Dennis
tahu apa yang akan ia minta. Segala-galanya sudah tidak berarti.
GUK!! Seekor anjing golden retriever menggonggongi Dennis dan
mengibas-ngibas ekornya saat ia memutar-mutar di sekitar kaki Dennis. Anjing yang bagus. Tapi kenapa ia mendekati Dennis" "Speedy!"
Dennis mendengar ada suara memanggil-mangil si golden retriever jantan ini. Dennis
mendongak menatap siapa gerangan si pemiliknya.
Kemudian ia tercekat, bergegas bangkit berdiri dengan nafas tertahan.
Gadis itu berlari-lari kecil mendapati anjingnya tengah melingkar-lingkar di sekitar kaki
Dennis, "Speed, hentikan! Jangan bandel ya! Hey, Speed!" Dennis seperti mati rasa, sekelilingnya terasa berputar-putar saat mendengar suara itu dan
melihat sosok itu dari dekat. Dekat sekali hingga Dennis merasa seolaholah ia tengah bermimpi. Atau mungkin ini memang hanya mimpi"
Tapi gadis itu berada sangat dekat dengannya, ini bukan mimpi!! Hampirhampir Denn is merasa jantungnya berhenti berdetak. "Ann.. "
Gadis itu berhenti mengejar anjingnya. Ia menoleh pada Dennis.
Sunyi........kesunyian yang mematikan.
"...Dennis.. " Akhirnya, dalam waktu lima tahun perpisahan mereka, inilah pertama kalinya kedua mata mereka saling bertatapan.
"Bagaimana kabarmu"" tanya Dennis kaku.
Diamatinya Ann dengan sungguh-sungguh. Rasanya ia masih belum percaya Ann ada di depan matanya. Ann!
Dia benar-benar Ann... Ann tampak jauh lebih dewasa dibandingkan dulu. Rambutnya jadi panjang, dan
wajahnya tetap cantik meski ia jadi lebih kurus dibandingkan saat terakhir
Dennis melihatnya. Tapi di balik penampilan yang sederhana itu, ada karisma di dalamnya yang
membuat Dennis tak berkutik. Sesuatu dalam diri Ann yang selalu membuatnya mabuk kepayang.
Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam diri Dennis. Apa dia sudah
Dear Love Karya Princess Wg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melupakanku" Apa dia sudah memaafkanku" Apa dia akan membenciku lagi seperti dulu"
Apa dia merasa terbenani dengan pertemuan ini"
"Aku baik-baik saja." ia tersenyum, menarik kalung leher Speedy,
anjingnya. Hati Dennis bergetar hebat saat Ann menatapnya lagi, "Kau sendiri bagaimana""
"Aku" Aku juga baik-baik saja." Kemudian suasana menjadi kaku. "Aneh ya, kita bisa bertemu lagi di sini."
"Aku juga kaget. Setahuku taman ini ditutup kan" Kebetulan tadi saat
aku membawa Speed jalan-jalan, aku melewati tempat ini. Sampai kaget, ternyata taman ini sudah dibuka lagi."
"Ada yang membukanya lagi, taman ini dirombak jadi lebih bagus.
Dengar-dengar sih orang yang membuka taman ini seorang pecinta lingkungan. Mungkin
dia sama-sama merasa sayang kalau taman ini ditutup. Ada juga ya, yang suka dengan
tempat ini selain kita." Dennis tersenyum kaku. 'Kita'" Kenapa aku bisa mengucapkan kalimat
konyol itu" "Bagaimana kabar Vincent""
"Dia baik-baik saja, dia sudah buka usaha sendiri dan akhir-akhir sering
keluar kota." "Kedengarannya sangat menarik."
"Kemarin aku bertemu Emma." Aduh...5 tahun aku tidak bertemu
dengannya, tapi dari tadi malah terus membicarakan orang lain!!"
"Iya, begitu pulang dari Inggris aku langsung mencari Emma. Dia makin
cantik saja ya""
"Hm..bagaimana kuliahmu di sana""
"Lulusnya masih lama. Tapi aku betah tinggal di sana. Sudah lima tahun aku tidak pulang
ke sini. Apa kau tahu, keluargaku semuanya juga sudah pindah ke sana" Kakakku sudah
menikah juga menetap di sana." "Oh ya" Baguslah kalau begitu." Ann mengangguk kecil.
Kisah Membunuh Naga 29 Animorphs - 6 Musuh Dalam Selimut Imam Tanpa Bayangan 4