Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo Bagian 2
LIMA BELAS Matahari telah hampir pulang keperaduannya, sinarnya sudah mulai menguning.
Melukiskan keindahan alam diatas langit senja. Burung-burung kecil telah kembali
kepucuk-pucuk pohon, bersiap menyongsong mimpi mereka. Sekelompok anak muda
masih asyik bermain bola dilapangan rumput yang sedikit berdebu. Han dan teman-teman
memilih untuk menikmati berita sore ditelevisi.
"Nina mana Han"" tanya Jack memecah kesunyian.
"Tadi aku antar ketempat kostnya."
"Kenapa"" "Katanya ada urusan dengan adiknya."
"Tapi benar, diantara kalian tidak ada masalah""
"Kapan sih Jack, aku pernah bohong sama kamu."
"Nih &" Jack menyodorkan secarik kertas pada Han. Pemuda itu Membacanya sebentar lalu
tersenyum sebagai ucapan terimakasih.
"Tanks ya Jack," memberikan sebuah pelukan terimakasih pada sahabatnya.
Jack memandang Han dengan tatapan berbinar. Mereka berhasil menemukan
alamat email dan nomer telephone gadis impian itu.
"Kapan kamu mendapatkannya"" Han tersenyum senang.
"Lima menit yang lalu, itu nomer hp dan alamat email kantornya."
Arif dan Pay tidak menghiraukan mereka berdua, masing-masing hanya diam
menyaksikan berita sore itu. Tidak juga menoleh kebelakang, kearah Jack dan Han disofa
yang sangat dekat dengan mereka. Mungkin terlalu sayang berita itu untuk ditinggalkan.
"Kuharap kamu bisa menemukannya Han," Ucap Jack lirih.
"Mudah-mudahan."
Senyum diwajah Han itu berbinar-binar. Dia akan menemukan gadis impiannya.
Sesaat kemudian matanya telah menerawang jauh, melintasi batas-batas wajar langkah
lesu yang selama ini mengikutinya. Sebuah titik terang telah ditemukan walau itu sangatlah jauh. Ada keyakinan dihatinya bahwa titik itu adalah cahaya yang menyilaukan
bila dia menemukannya nanti. Cahaya dari sebuah impian atas nama cinta, walau itu
bukanlah cinta pertama yang memantulkan cahanya mentari pagi.
Dengan mendekap selembar kertas itu, Han melangkah menuju kedalam kamar.
Dia tau ini masih jam delapan malam, namun dia ingin cepat-cepat tidur agar besok bisa
bangun pagi dan menghubungi nomor telepon yang baru saja didapatkan dari sahabatnya
tadi. Han mengambil sebuah buku catatan. Sesaat kemudian tangannya menari dengan
cepat, menari untuk menyusun sebait kalimat yang akan di kirimkannya nanti, nanti ketika
dirinya benar-benar mampu menemukan gadis itu.
Dear... Dari sudut kota yang hingar ini kucoba temukan mimpiku tadi padi. Dini hari
ketika ayam jantan berkokok nyaring. Aku tau, cinta itu mistis. Tapi manusia terkadang
salah mengartikannya. Cinta selamanya akan menjadi cinta, cinta bukan hanya cinta
pertama. Kedua, ketiga bahkan keseratuspun namanya juga akan tetap cinta. Aku, engkau
maupun malaikat malam setidaknya akan menyadari bahwasanya semua adalah benar.
Bahwa cinta sejati, bahwa cinta suci bukanlah yang pertama kali kita rasakan, tapi yang
terakhirlah yang akan kita kenang.
Jam dinding itu berdetak sangat lambat, lambat sekali. Berkali-kali Han
menatapnya, namun tetap saja tidak beranjak dari angka delapan dan sembilan.
Lamunannya telah terbang bebas, menemukan sebuah rumah yang indah dengan pagar
bunga-bunga mawar. Sebuah rumah yang luas walau hanya sebagian yang berdinding.
Ud ara bebas masuk kedalamnya, ah &sungguh indahnya.
"Han &." Lamunannya yang hampir saja klimaks langsung buyar. Nina telah berdiri didepan
pintu dengan senyumnya yang mengembang. Melangkah kearah Han dan merebahkan
tubuhnya begitu saja. "Sama siapa Nin""
"Sendiri, tumben jam segini sudah mau tidur""
"Cuma iseng kok, bosen lihat berita terus."
Han menyembunyikan buku itu dibawah bantal. Kini dia memandang Nina yang
terlentang bebas disampingnya. Aneh memang bila diantara mereka tidak tumbuh rasa
cinta. Sudah sangat sering Han bermimpi dalam dekapannya, sudah sangat sering pemuda
itu melihat Nina telanjang, bahkan tidak cuma sekali dia melumat bibirnya yang merekah
itu. "Kenapa Han""
"Ah &tidak," sepertinya Han sedikit gugup.
"Kamu dari tadi tersenyum terus kenapa""
"Ya &bahagia karena kamu datang."
Han menjawab sekenanya saja. Kemudian dia melingkarkan tangannya dipinggang
gadis itu. Membelai rambutnya yang tergerai bebas. Entah angin mana yang membuatnya
ingin sekali melumat bibir itu. Namun Han dapat menahannya dan hanya mengecup
keningnya saja. "Kamu tadi kuliah Nin"" dengan suara lembutnya.
"Iya, tapi Cuma satu mata pelajaran."
"Adikmu dimana"" tanya Han lagi berbasa-basi.
"Ada dikost, lagi ngumpul sama teman-temannya."
"Kalo ada waktu mbok diajak main kesini!"
"Sebenarnya dia ingin main kesini, tapi aku melarangnya."
"Kenapa"" tanya Han singkat.
"Dia itu tidak bisa menjaga rahasia," Nina tersenyum simpul sambil melirik kearah
Han. "Ha &ha &takut ketahuan ya""
"Apanya"" guman Nina manja.
"Rahasianya!" jelas Han lagi.
"Ih &enggak kok, lagian kamu kan sudah tau semua."
Han terdiam seakan kehabisan kata-kata. Tidak tau apa lagi yang harus dibicarakan
dengannya. Pikiran Han telah terbawa jauh, jauh disana saat dia berbicara dengan gadis
dalam koran itu, atau sekedar membaca sms darinya sebagai salam perkenalan esok pagi.
"Nin &tidur dulu ya!"
"Iya &mau dipeluk nggak""
Ah &senyum itu sepertinya sangat manis, apalagi aroma parfum yang
dikenakannya, sungguh menusuk hingga kedalam jantung. Han tidak menjawab
pertanyaan itu, hanya saja dia memeluknya terlebih dahulu. Membenamkan kepalanya
diantara belahan dadanya yang begitu indah, mendengarkan dendang pelan dari detak
jantung lirih itu. Menemukan mimpinya disana seperempat menit kemudian.
ENAM BELAS Han terbangun dengan posisi yang sama seperti dia tertidur tadi. Membuka mata
berlahan-lahan dan menemukan gadis itu masih mendekapnya dengan erat. Suasana masih
sangat sepi karena jam dinding itu masih menunjuk angka lima. Han tersenyum sendiri,
bila biasanya jam-jam begini dia berangkat tidur, tapi sekarang pemuda itu malah sudah
terbangun. Untuk memejam mata lagi rasanya tidak mungkin, sudah cukup lama
memejam mata. Kini Han hanya mengamati wajah ayu Nina yang masih terbawa mimpinya yang
jauh. Mengamati matanya yang masih terpejam rapat, mengamati bibirnya yang merah
merekah. Seperti tanpa sadar Han mendekatkan bibirnya pada gadis itu, dadanya sedikit
berdebar. Tidak lama kemudian Han dapat merasakan desah nafasanya yang hangat,
melumatnya pelan dan membiarkan bibirnya menempel disana cukup lama.
Berjuta pertanyaan menggelayut dihati Han saat itu, kenapa dia lebih memikirkan
wanita dalam koran itu daripada Nina yang sekarang ini berada didekapnya. Hati kecilnya
berkata; "Kenapa semua ini terjadi padaku, kenapa bila Nina jauh aku tidak merasa rindu
dan kenapa bila dia didekatku aku merasa sangat bahagia. Cinta &datanglah padaku,
datanglah sebelum semua terjadi. Tapi tetap saja wajah wanita dalam koran itu yag
selalu hadir dan selalu saja datang diantara mata dan hatiku, apakah cinta memang
seperti ini!" Ataukah aku yang terlalu serakah""
Han menjauhkan kepalanya dari gadis itu, memandang lagi dari jarak satu jengkal.
Han lalu membuka selimut yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan. Tangannya seakan
menjadi sangat kaku. Han seakan menjadi sebongkah batu yang tidak bisa bergerak. Gadis
itu ternyata tidak menggunakan pakain, dia membiarkan dadanya terbuka dan hanya
menutupinya dengan selimut. Setelah cukup lama melihat, Han kembali tersadar namun
kali ini dia membuka selimut itu lebih lebar.
Han tersenyum, ternyata dia masih
mengenakan celana pendek. Han mengembalikan selimut itu seperti semula walau
sebenarnya dia ingin memandangnya lebih lama.
Pagi telah benar-benar tiba, jam dinding itu sudah menunjukkan angka enam.
Pelan-pelan Han bangun, menuju kamar mandi. Setelah selesai dia lalu pergi kedapur
membuat secangkir kopi, membawanya kembali kedalam kamar dan duduk didekat
jendela sambil menikmati matahari pagi. Membiarkan sinar pagi itu menghangatkan
sebagian tubuhnya yang sengaja tidak kutupi. Memutar lagu merdu dari komputer dan
mendengarkannya sambil sesekali mengamati Nina yang masih terlelap tidur.
Saat Han memandangnya untuk yang kesekian kalinya, gadis itu terbangun dengan
senyumnya. Dia melihat kearah Han, terlihat wajahnya sedikit merah.
"Kamu sudah bangun ya""
"Sudah dua jam yang lalu."
Gadis itu terdiam, sepertinya dia malu pada Han. Mengamati sekelilingnya,
mungkin mencari bajunya yang tadi sudah dimasukkan pemuda itu kedalam lemari setelah
dia mengambilnya dari sandaran kursi.
"Ada yang hilang ya"" sambil tersenyum padanya.
Gadis itu diam, dia hanya menatap Han dengan senyum diantara wajahnya yang
semakin memerah. "Han &kok kamu sudah bangun"" tanya Nina heran bercampur malu.
"Emang kenapa"" tanya Han pelan sambil tersenyum.
"Hmm &biasanya kamu kan bangunnya siang."
"Ha &ha &kata siapa, aku selalu bangun jam lima pagi, cuma aku terus tidur lagi."
"Kenapa"" tanya Nina penasaran dengan jawaban itu.
"Terlalu sayang meninggalkanmu sendiri diranjang."
Han tertawa, lalu mengambilkan baju gadis di almari pakaiannya. Han mendekat
padanya, membuka selimut yang menutupinya dan memakaikan baju itu. Sungguh
romantis, Han seperti seorang kakak yang mendandani adiknya yang mau berangkat
sekolah. Kelihatannya Nina sangat malu, namun Han berusaha untuk tetap tenang dan
dengan sabar pula pemuda itu memberinya handuk. Memintanya untuk segera mandi.
"Ha &ha &kamu malu ya Nin"" tanya Han tiba-tiba.
Nina terdiam, mukanya memerah lalu tiba-tiba gadis itu memeluknya.
"Han &terimakasih ya, kamu begitu menyayangiku," bisik Nina pelan.
"Ah &biasa saja, sudah mandi sana!"
Nina tetap tersenyum malu-malu. Sementara Han hanya bisa memandangi langkahnya yang gemulai itu. Setelah dia hilang dibalik pintu, Han melangkah keluar,
menuju wartel di gang sebelah. Menekan beberapa tombol dan berbicara dengan seseorang
yang jauh disebrang sana.
"Halo &selamat pagi, maaf mbak &saya mau tanya, email atau nomer hanponenya mbak
Ira yang baru!""
"Iya, ini dari siapa mas"" sahut wanita di seberang sana.
"Dari, Han di Yogya."
"Maaf ya mas, mbak Ira sedang keluar kota, mungkin mas Han bisa telpon
beberapa hari lagi," jawab wanita itu memberikan penjelasan.
"Kira-kira pulangya kapan mbak"" tanya Han agak kecewa.
"Mungkin dua hari lagi."
"Mbak &nanti kalau Ira pulang, tolong suruh menghubungi saya secepatnya ya!"
"Iya mas, nomornya"" tanya wanita itu.
Han lalu memberikan nomor handphonenya pada wanita. Setelah mengucapkan
terima kasih dia meletakkan gagang telepon. Obrolan singkat itu membuatnya sedikit
tersenyum, walau dia tidak tau wanita tadi itu siapa. Tapi setidaknya jawaban itu
membuatnya bahagia. Titik terang itu sudah semakin terang. Tinggal bagaimana Han
membuatnya nyata. Sepulang dari wartel Han langsung menuju kamar. Melihat Nina yang sedang
berdandan didepan cermin.
"Dari mana Han"" tanya Nina.
"Dari wartel disebelah," jawab Han.
Nina tersenyum melihat Han yang juga tersenyum.
"Nin kamu jatuh cinta pertama kapan"" lanjut Han sesaat kemudian.
"Hmm....kapan ya" Umur 15 tahun dech kayaknya!" jawab Nina sambil mengingat-ingat hal itu.
"Cinta pertama"" tanya Han lagi ingin tau.
"Nggak tau ya" Kayaknya cinta monyet!" Nina tersenyum.
"Cinta pertamamu kapan"" tanya Han lagi.
"Hmm...kapan ya" Aku juga bingung Han! Tapi yang paling berkesan kayaknya
yang terakhir ini dech! Walaupun kesannya menyakitkan!" Nina menunduk pelan
mengingat semunya. Han merasa bersalah dengan pertanyaannya. Kemudian dia mendekati Nina,
memeluknya dari belakang dan menempelkan dagunya di kepala Nina.
"Nin! Cinta pertama itu belum tentu menjadi yang terindah dalam hidup! Tap
i cinta terakhirlah yang akan menjadi kenangan indah!" Han tersenyum.
Keduanya saling menatap di cermin dan tersenyum kecil. Nina memegang kedua
lengan Han yang memeluknya. Han tersenyum sekali lagi lalu mengajak Nina untuk
berdiri dan berangkat ke kampus.
TUJUH BELAS Ini sudah hari ketiga setelah Han menghubungi kantor Ira, belum juga ada yang
menghubungi. Malam ini dia hanya duduk didepan komputer, sambil bermain game.
Bahkan saat Nina masuk dan memeluknya dari belakang Han hanya diam saja.
"Ada apa Han, kok cuma main game, novelnya sudah selesai""
"Belum," sahut Han singkat.
"Aduh sayang &kok jadi males gini kenapa"" Nina seakan memberi semangat pada
Han. Nina mengucapkannya dengan manja, Han tau dia ingin menghiburnya. Nina
membelai rambutnya lalu duduk dipangkuan Han, memandangnya dengan penuh kasih.
"Ya &sudah tidur saja, biar lebih tenang," lanjut Nina sesaat lemudian.
"Entar dulu belum ngantuk."
"Apa mau jalan-jalan"" Nina memberikan sebuah usul.
"Enggak ah!" jawab Han singkat.
"Makan"" tanya Nina lagi.
"Masih kenyang."
Dia lebih mirip dengan ibunya bila berkata seperti itu. Sedangkan Han hanya
seperti anak kecil yang sedang ngambek karena tidak dibelikan mainan. Nina lalu
melangkah keatas tempat tidur merebahkan tubuhya begitu saja. Han menjadi merasa
bersalah padanya, mungkin sikapnya keterlaluan. Diapun pada akhirnya mengikutinya,
memposisikan dirinya disamping gadis itu.
Udara malam ini terasa sangat panas, kipas kecil itu seperti enggan mengeluarkan
angin. Walau diantara mereka tidak ada pembicaraan namun saat Han menoleh padanya
dia tersenyum, dia tau kalau pemuda sedang memikirkan sesuatu. Nina hanya membelai
rambut Han dengan pelan tanpa bicara sedikitpun.
Han masih saja terbawa hayalannya, saat tiba-tiba saja handponenya berbunyi.
Sebuah pesan baru diterima, nomer yang belum dikenal. Hatinya berdebar saat
membacanya. "Ini siapa ya, ada perlu apa sama Ira""
Singkat memang kata-kata itu, namun bagaikan sebongkah batu es yang diletakkan
didadanya, sejuk. Han lupa kalau disampingnya ada Nina. Pemuda itu langsung
membalasnya. "Maaf ya &aku ingin kenallan sama mbak Ira, boleh ga"".
Jari-jarinya cepat menekan tombol-tombol kecil itu.
"Siapa Han"" tanya Nina yang dari tadi terdiam.
"Em &anu teman baru," sahut Han sedikit gelagepan.
"Cewek ya"" tanya Nina penasaran.
Han terdiam sesaat. "Kalo iya"" tanya Han sesaat kemudian menyakinkan hatinya.
"Hmm &gimana ya""Nina tersenyum.
"Ha &ha &kamu tidak marah kan""
"Hmm &gimana ya""
Han tau gadis senang karena dia sudah tersenyum lebar, tidak seperti tadi senyum
yang dipaksakan. Han lalu memeluknya, dia tau kalau Nina masih membutuhkannya. Han
tau dia masih butuh semangat untuk rasa percaya dirinya. Walau sebenarnya dia ingin
mengirim sms lagi, namun ditahan saat itu. Han takut membuat Nina sakit hati. Untuk
mengalihkan perhatiannya dari sms yang baru diterimanya tadi, dia harus mencari topik
lain. "Nin &" "Apa"" "Enggah jadi ah &malu."
"Kenapa sih""
"Janji dulu!" pinta Han.
"Janji apa"" tanya Nina penasaran.
"Kalo kamu tidak akan marah."
"Memang aku suka marah sama kamu""
Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mau nggak"" tanya Han lagi.
"Iya deh &apa""
"Janji nggak marah"" tanya Han sekali lagi.
"Iya &iya," sahut Nina meyakinkan.
"Emm &kamu kalo tidur sering tidak pake baju ya"" tanya Han malu-malu.
"Ha &ha &emang kamu tau"" Nina balik bertanya. "Sering," lanjutnya.
"Hah &sering"" Han seakan tidak percaya.
"Iya, ha &ha...."
Gadis itu memukulinya dengan bantal, sepertinya Nina sudah tidak teringat sms
tadi. Han sudah sedikit tenang walau harus dengan beberapa kali mendapat cubitan
dipinggangnya. "Emang kenapa kalau aku tidak pakai baju, naksir ya"" canda Nina.
"Emm &nggak kok, aku sudah biasa dengan yang gituan."
"Gituan apa""
"Yang nggak pake baju."
"Oh &jadi kamu bohong ya selama ini!"" Nina tampak geram.
"Enggak." "Lho &yang barusan kamu omongin."
"Tuh &kambingnya Pak No tidak pake baju, ikan koi-nya Pay juga tidak pakai
baju, apalagi dipasar, lelem ayam, burung dan yang sahabat-sahabatnya telanjang, aku
juga tidak naksir," Han tampak serius memberikan penjelasan itu.
Lagi-lagi hujan bantal dan guling, beberapa kali cubita
n dan pukulan juga mendarat
telak dipinggang perut dan paha. Dia sangat bahagia malam itu, begitu juga Han.
"Sudah ah &aku mau tidur," Han memalingkan wajah dari Nina.
"Idih &cowok kok ngambek."
"Siapa yang ngambek," Han menutup wajahnya dengan bantal.
"Han &." "Apa"" jawab Han pelan.
"Peluk &," kata Nina manja.
"Ogah ah," canda Han.
"Kenapa"" "Kamu masih pakai baju."
Kali ini cubitan itu benar-benar terasa sakit, tapi Han malah tertawa terpingkal-pingkal. Saat dia akan mencubit lagi, Han memilih untuk lari dan keluar kamar.
Sesampainya didepan pintu, Pay, Arif dan jack melihat kearahnya yang sedang
berdiri didepan pintu sambil membawa bantal.
"Wah &kayak penganten baru saja, jam segini sudah ada didalam kamar, keringetan lagi," celetuk Pay.
Han hanya tersenyum pada Pay, dia tau mereka meledeknya.
"Han &sini!"
Pay melambaikan tangannya padanya, lalu dia melangkah kerahnya yang sedang
duduk disofa sambil menonton televisi. Dia merangkul Han dan membisikkan sesuatu
padanya. "Han &kamu sebaiknya pacaran sama Nina saja, tidak usah mencari wanita dalam
koran itu." "Kenapa"" "Kurang apa sih Nina, cantik punya, bodynya melebihi artis Hollywood, hartanya
pasti tidak sedikit. Kembali kekamar sana, katakan padanya kalau kamu mencintainya,
setelah itu bercintalah dengannya."
"Ha &ha &tidak mau ah!"
"Kenapa"" "Ketika aku harus telanjang, maka saat itu pulalah dihadapanku harus telah
terbaring seorang gadis yang aku cintai, aku sayangi dan sebaliknya dia juga mempunyai
perasaan yang sama denganku. Kalian juga harus tau, saat aku benar-benar harus telanjang
yang aku lakukan bukanlah sebuah dosa. Sudah cukup semuanya, aku tidak ingin
mengulang hal yang sama...dan aku harus menemukan wanita itu walau bagai manapun
caranya ha...ha...."
"Walau setelah itu kamu harus mati""
"Mati" Hidup mati kita sudah ada yangmenentukan, kita tidak akan tau kapan
datangnya. Iya kan""
Mereka semua memandang Han. Mungkin Han terlalu sok suci, tapi dia tidak ingin
melakukan itu, dia tidak ingin melukai perasaan Nina atau membohohongi dirinya sendiri.
"Sory ya, kalian semua terlalu baik. Aku bangga bisa berteman dengan kalian,
sekali lagi aku minta maaf atas ucapanku baru saja."
"Ha...ha..., sudah kubilangkan dia lelaki yang hebat"" Arif mengcapkan itu sambil
memandang kearah Pay dan Jack.
"Ha...ha...kami juga bangga punya teman sepertimu."
Pay yang dari tadi diam kini ikut berkomentar sambil menepuk bahu Han.
"Sudah, kembali lagi kekamar nanti Nina menyangka kita membicarakan yang bukan-bukan."
Han menuruti saran Jack, melangkah lagi kedalam kamar. Menghampiri Nina yang
terbaring. "Nin...saya nyerah, jangan pukul lagi ya!"
Nina hanya memandang kearahnya, sedetik kemudian dia membuka tangannya
seakan meminta Han untuk segera berada didekapannya, dan pemuda itu segera
melakukan itu. Menjatuhkan tubuhnya pelan-pelan di atas tubuh Nina. Denganpemuh
sayang & DELAPAN BELAS Sudut yang satu ini membawa sesuatu yang aneh bagi Han. Pemuda itu tidak
mempedulikan beberapa orang teman yang lalu lalang didekatnya. Mengeluarkan
handphone dari dalam tas lalu menuliskan beberapa kata disana.
"Han, ngapain""
"Hai Jack, sini!"
Han melambaikan tangan padanya yang kebetulan lewat didekatnya.
"Nggak masuk""
"Bentar lagi." "Kenapa kamu duduk sendiri disini" dia kemudian duduk disamping Han.
"Jack &aku sudah menemukan wanita itu."
"Siapa"" "Ira, wanita dalam Koran."
"Terus"" "Aku tadi malam sempat sms dia, karena ada Nina tidak kulanjutkan."
"Kenapa"" "Aku takut dia tersinggung."
""Jadi kamu sekarang sedang menghubunginya lagi""
"Iya, tapi aku bingung harus ngomong apa!"
"Ya &kamu jujur saja."
"Semalam dia bertanya aku siapa, lalu aku mengatakan kalau aku hanya ingin
kenalan sama dia" "Terus"" "Belum ada jawaban."
"Katakan saja kalu kamu tertarik dengannya."
"Secepat itu Jack""
"Ya &dari pada pusing-pusing cari lasan kenapa tidak""
Han hanya tersenyum pada Jack, kemudian dia pergi meninggalkannya.
"Aku masuk kelas dulu ya, ada kuliah!"
"Yuup." Setelah dia menghilang dibalik lorong, Han mengamati layar handphonenya, masih
juga bingung tentang apa yang harus ditulis di layar kecil itu.
"Mbak I ra, beberapa minggu yang lalu, ak sempat membaca koran, kebetuan ada
foto mbak Ira dengan sedikit komentar, aku salut sama kamu"
Sebaris kalimat itu dibacanya berulang-ulang, setelah yakin lalu mengirimnya.
Cukup lama Han menanti balasan darinya. Bahkan rokok yang dipegangnya tinggal
secenti. "Kamu yg semlm sms aku ya""
Ah &kenapa balasannya hanya seperti itu, guman dalam hatinya. Lalu pemuda itu
menuliskan beberapa kata lagi.
"Ya, eh &ngmong-ngomong udah dapat jodoh lom""
Mungkin terlalu dini dia mengatakannya, tapi sepertinya Han sudah tidah sabar.
Han juga tidak peduli kalau kata-kata itu akan membuatnya sakit hati atau kecewa. Tapi
Han tidak menyangka akan menerima balasannya dalam hitungan detik.
"Belum tuh, mungkin nggak ada yang mau kali ya &he &he &"
"Punya persyratan kusus nggak""
"Untuk apa""
"Menjadi teman dekatmu &he..he &"
"Nggak, Cuma kalo bisa yg cakep, kaya, baik atau setidaknya cukup"
"Wah &sayang ya! Aku tidak punya itu semua"
"kamu punya apa""
"ga punya apa-apa, hick &hick &huwa &huwa..."
"Aduh kasihan ya""
Sepertinya Han terlarut dengan sms-sms itu, mengalir begitu saja. Menerima,
membaca, menulis lalu membalasnya lagi. Kata-kata singkat itu membuat mereka
sepertinya sangat dekat. "Mbak &kapan ke sini lagi""
"Mungkin bulan depan"
"Sekarang aja" "Emang napa""
"Nggak tau" "Kamu lucu ya""
"Katanya sih gitu, tapi kenyataannya siapa tau""
"he &he &"
"apa maksudnya"!@#$$%^&""
"Rhs, udah dulu ya lg bnyak kerjaan"
"Eh &kok aku nggak ditanya siapa" Emang udah tau""
"Yang sms semalam khan""
"Ye..stidaknya nama, alamat, umur atau apalah"
"Katanya ga punya apa-apa""
"Kamu lucu ya""
"Hii &" Han berusaha menahan rasa penasarannya, lalu dia tidak menuliskan sms lagi.
Menyudahinya sampai disini, tapi masih penasan. Lalu Han menuliskan sederet kalimat
lagi. "sekali lagi aku salut dengan kata-katamu di koran, seandainya aku orang yg
cakep, kaya dan baik, aku mau menikahimu, aku cuma curhat ga di bls ga apa-apa"
Ini adalah benar-benar yang terakhir, setelah itu dia mematikan handphone dan
berlari menuju kelas walau Han tau sudah telat lima belas menit.
SEMBILAN BELAS Setelah hari itu Han tidak pernah mengirim ataupun menerima sms darinya lebih
dari satu minggu. Sebenarnya dia ingin sekali tapi ditahannya, dia berusaha menahan
semua keinginannya. Dengan sejuta perasaan yang mengganjal Han melalui hari-hari
dengan senyum yang dipaksakan. Bahkan pemuda itu sering melamun diteras depan bila
sore tiba dan teman-temannya belum datang dari kampus.
Sore itu Han duduk sendiri ditepi kolam, dibawah rimbunnya pohon rambutan yang
mulai berbunga. Mengamati ikan warna-warni milik Pay. Mereka sepertinya tau
perasaannya yang gundah. Han memasukkan tangannya kedalam kolam, ikan-ikan itu
menyapanya dengan lembut sambil sesekali menabrakkan tubuhnya disela-sela jari kokoh
pemuda itu. Kemudian terlihat Pay datang bersama Nina, mereka tersenyum kearah Han.
"Ngapain Han""
"Nih ngasih makan kekasihmu."
"Awas kalau kamu jatuh cinta pada mereka!"
"Ha &ha &."
Pay masuk kedalam rumah, sementara Nina menghampirinya.
"Sudah pulang dari tadi Han""
"Iya, sekitar jam sepuluh, dari mana""
"Dari jalan-jalan sama Pay."
"Kemana"" "Biasa, belanja ke Mall."
"Mau makan apa""
"Emang kamu belanja apa saja""
"Macam-macam, ada ikan, ayam, sayur-sayuran, pokoknya lengkap deh!"
"Mana"" "Itu tadi yang dibawa Pay masuk."
"Hari ini biar aku yang masak!"
"Emang bisa""
"Ya &lihat saja hasilnya""
Han merangkul Nina, lalu mereka masuk kedalam. Menemaninya kedalam kamar
sebentar, membiarkannya pergi kekamar mandi dan setelah itu Han melangkah kedapur.
Entah kenapa dia ingin sekali memasak. Han yakin teman-temannya pasti heran kalau tau
Han jago masak dan masakannya sangat enak.
"Mereka tidak tau kalau nenekku adalah koki kelas atas!" guman pemuda itu.
Dengan cepat dan sangat lincah Han mengambil beberapa macam bumbu masak,
menyiapkan peralatannya dan mulailah dia memasak dengan nyanyian kecil
mengiringinya. Han teringat saat keil dulu. Saat dia sering sekali dimarahi nenek-nya
karena selalu menggagunya saat beliau mendapat tugas didapur. Han tertawa sendiri bila
ingat itu semua. "Wah & aro manya sangat harum, masak apa Han""
"Sudah &kamu tunggu diluar sana!"
Han mengusir Jack yang tiba-tiba masuk kedapur.
"Kamu bisa masak""
"Sudah &kamu keluar saja, tunggu diluar nanti kalau sudah siapa pasti kupanggil"
Han menuntun sahabatnya pelan menuju pintu dapur, dai hanya tersenyum
sepertinya tidak percaya kalau nanti masakan itu rasanya enak.
Sekitar setengah jam Han berada didapur bergelut dengan berbagai macam bumbu
masakan yang dibuatnya sendiri. Dalam waktu yang singkat itu telah tersaji bebarapa
macam menu, namun pemuda itu tidak tau apa namanya. Han hanya asal-asalan
membuatnya, tapi dia yakin siapa saja yang menyantapnya pasti akan berkata
"hemm &enak" sambil mengangguk-anggukan kepala.
"Lho &sudah selesai Han""
"Bentar lagi Nin, Arif sudah datang""
"Sudah." "Siapkan piringnya ya, lalu panggil mereka semua!"
"OK." Nina lalu menyiapkan beberapa piring. Han masih sibuk dengan oseng-oseng
terakhirnya. Semua telah tersaji dimeja makan, Mereka semua telah menghadapi piring masing-masing.
"Silahkan dicoba!"
Han memulai acara makan itu dengan sedikit senyum.
"Wah &enak, ini masakan apa Han""
Jack adalah orang pertama yang berkomentar setelah mencicipi masakan itu.
"Itu namanya oseng-oseng kikil Manado!" Han menjawabnya asal-asal karena dia
juga tidak tau apa nama sebenarnya masakan semacam itu.
"Wah &yang ini lebih enak dan lebih pedas, apa namanya""
"Oh &itu namanya, sambal teri Makasar."
"Wah &yang ini apa Han, rasanya mantap pas bumbunya""
"Itu namanya, tempe penyet ikan bakarArab."
"Gila &masakan seperti ini belum pernah kurasakan."
Pay, Nina dan Arif hanya diam, mereka sepertinya penasaran dengan pembicaraan
mereka berdua. "Ayo silahkan dicoba, nanti menyesal lho kalau kuhabiskan semua!"
Han hanya tersenyum dengan ucapan Jack, kemudian mereka mulai mencoba
masakan itu. Semua berkomentar kalau masakan itu enak.
"Ini apa Han""
"Itu namanya apa ya""
Han sudah bingung harus memberi nama apa. Setelah berpikir sebentar dia lalu
menjawab pertanyaan Pay. "Itu oseng-oseng jamur, biasanya disebut ca jamur saos Batak."
"Memang saosnya bikinan orang Batak""
"Bukan, hanya saja masakan itu paling disuka orang Batak, itupun aku mendengar
dari nenek." "Oh &." Han tersenyum melihat Pay yang begitu saja percaya dengan ucapannya barusan.
Acara makan malam itu masih dihiasi rasa heran dihati teman-temannya.
"Han tidak kusangka kamu pandai memasak."
"Ah &biasa saja Nin, mungkin hanya masalah kebiasaan, lagian kalau pas tidak ada
keinginan pasti rasanya tidak enak."
Masakan itu tidak ada yang tersisa, semua habis tanpa bekas sedikitpun. Han hanya
tersenyum pada teman-temannya.
DUA PULUH Selesailah sudah acara makan malam itu, mereka kembali kedepan televisi.
Sebentar kemudian Han memilih kembali kedalam kamar, menyelesaiakan beberapa
Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tulisan yang belum selesai. Saat Han sedang menyusun beberapa kalimat dilayar monitor,
dia dikejutkan dengan suara handphonenya yang beberapa hari ini tidak pernah berbunyi.
Han meraihnya, sebuah pesan baru kuterima.
"Lg ngapain""
Ya &walau singkat namun sms itu sangat diharapkan.
"Eh &masih ingat ya, kukira dah lupa"
Begitulah kalimat yang tertera di layar kecil handphonenya.
"Lg ngapa""
"Lg membayangkan kamu ada disini, he &he &"@#@!$&!"
"Serius"""!!!"
"Yoi &bahkan lagi nulis cerpen tentang kamu"
"Serius!@$@!!#"
"Kamu lucu ya!"
"Namamu sapa""
"Wah dah telat, udah ganti"
"Kamu lucu ya!"
"Jadi ga""
"Apanya"" "Namanya" "Kalo boleh" "Lengkap ga""
"Seiklasnya saja"
"Han &" "Cuma itu""
"Katanya seiklasnya, sementara hanya itu. Kamu""
"Ira" "Hanya itu""
"He &he &kamu lucu ya"
"Kapan nikahnya""
"Ma sapa""
"Eh &ya ama aku, gumana to udah ditunggu berbulan-bulan kok masih ga sadar
juga"!@!@%^$&^*"
"Emang kamu siapa aku""
"Ira kan""
"Yang lain""
"Pingin nikah dan pumya anak"
"Yang lain"""""
"Kamu gadis yang lucu, he &he &."
Ira tidak membalas lagi, cukup lama Han menunggunya.
"Ira dah bobok ya""
"Lom" "Kok ga di bls napa" Marah" Ngabek" Apa penasaran""
"Semuanya!@#@!$%^&&*&()!!!""
"Ha &ha &ha &AKU SERIUS INGIN MENIKAHIMU"
"Kenapa"" "Mau ga"" "Tergantung" "Tergantung apanya""
"Ga &teu lah":":"":"":"":":
"Aku serius" "Kamu lucu ya""
"Ya ..tapi aku serius" "Maksa benget sih"
"Ira &sory ya &aku serius, susah lho untuk dapetin nomormu, pikir-pikir aja dulu
sebelum ngasih jwbn!"
Sepertinya Han memang terlalu memaksa, tapi mau bagaimana lagi rasa penasaran
pada gadis itu sudah tak terbendung. Han ingin melihatanya dari dekat, makan denganya atau sekedar berbicara tentang tempat tinggalnya. Oblrolan lewat kata itu di hentikannya.
Han cepat-cepat mematikan handphone-nya dan meletakkannya didekat komputer
saat Nina masuk. "Sudah jadi""
"Belum, masih mencari ending yang pas."
"Aku tidur dulu ya!"
"Ya &" Nina sepertinya terlalu lelah, dia langsung berbaring. Han mengamatainya sebentar,
lalu mengantar tidurnya dengan sedikit senyum. Han tau dia membutuhkan kasih sayang.
Lalu pemuda itu menghampirinya, menutup tubuhnya dengan selimut dan mengceup
keningnya. "Selamat tidur, semoga mimpi indah."
Setalah gadis itu memejamkam matanya, Han kembali kedepan komputer. Kembali
bermain dengan huruf-huruf acak di hadapannya. Menekannya satu demi satu dan
menjadikannya sebuah kalimat yang tersusun rapi dilayar monitor.
Beberapa kali dia mengusap wajahnya yang terasa penat. Sudah hampir dua jam
Han duduk menghadap komputer. Secangkir kopi itu telah menjadi dingin namun masih
terasa nikmat. Matanya sudah tidak dapat diajak kompromi lagi, dan dia menyerah.
Setelah mematikan komputer Han memutuskan untuk tidur.
DUA PULUH SATU Saat Han membuka mata pagi itu, Nina sudah menghilang. Mungkin dia kuliah
pagi, begitu juga Pay, Jack dan Arif sudah tidak ada. Rumah ini tersa sepi tanpa mereka.
Han pergi kedapur, memanaskan air dan menyiapkan sebuah gelas dengan susu dan
sedikit kopi didalamnya. Walau sudah jam sepuluh, tapi dia belum juga berangkat mandi
karena pemuda itu lebih memilih duduk disofa sambil membaca koran.
Halaman demi halaman dinikmatinya dengan sebatang rokok dan secangkir kopi
susu yang setia menemaninya. Sedetik kemudian Han melangkah kedalam kamar.
Mengambil dan menghidupkan handphone yang dari tadi malam tergeletak takberdaya
dimeja komputer. Ada dua pesan baru yang diterima.
"Dah bangun lom""
Itu sms dari Ira yang dikirim jam enam pagi tadi.
"Aku dah di Ygy, pengen ketemu kamu"
Han membacanya sekali lagi, dan memang benar kata-kata itu tidak berubah, dia
tidak bermimpi. "Kamu dimana""
"Disebuah kamar hotel, pasti kamu baru bangun""
"Ya &serius mo ketemu ma aku""
"Ya" "Tapi kuharap kamu ga kecewa denganku"
"Mudah-mudahan ga terbalik"
Han segera lari kekamar mandi, cukup dua menit dia berada didalamnya. Berlari
lagi kekamar, mencari-cari baju yang cocok, didalam kamar ini dia cukup lama sekitar
empat menit. Mengambil tas kecil dan mengenakan sepatu kulit warna hitam. Menyambar
handphone diatas meja, menghabiskan sisa kopi susu lalu mengeluarkan motor. Satu pesan
baru dierimanya, hanya pesan singkat tentang alamat hotel dan nomor kamar. Han tau
hotel itu, dia setiap hari lewat didepannya bila pergi kekampus. Tanpa kesulitan berarti
Han melaju kencang, mendahului beberapa kendaraan lain. Han teringat lagu Bang Iwan &dan menyanyikannya sepanjang perjalanan. Kupacu sepeda motorku, jarum jam
tak mau menunggu, maklum rindu, trafick ligh kulewati lampu merah kusebrangi jalan
terus & Han langsung menuju tempat parkir setelah satpam yang ramah itu menyapa dan
menahannya sebentar didepan kantornya yang kecil. Menanyakan kamar yang dimadsud
kepada resepsionis. "Maaf &Mbak, saya tamunya Ira, kamar nomor 182."
"Mas Han ya""
"Iya Mbak." "Silahkan mas. Sudah ditunggu dari pagi tadi, naik saja lewat tangga itu, lalu belok
kanan." "Terima kasih ya Mbak."
"Iya sama-sama."
Wanita cantik itu mengatar dengan senyumnya. Langkahnya sedikit berat menaiki
tangga itu, mungkin dia terlalu takut. Sesampainya didepan kamar, Han terdiam. Hatinya
benar-benar berdebar kencang. Han mengusap wajahnya yang berkeringat dengan telapak
tangannya yang juga basah. Sebuah bayangan sepatu kaca melintas di pelupuk matanya.
Han mengetuk pintu pelan, lalu tidak lama kemudian pintu kamar itu terbuka.
Pemuda itu hanya diam memandangnya. Wah &jauh lebih cantik dari yang ada dikoran.
Gadis itu juga hanya diam sambil mengam
atinya. "Boleh masuk""
Han mengambil inisiatif sepihak dengan menanyakan itu padanya. Hotel semewah
ini pastinya mempunyai beberapa ruangan didalamnya sana.
"Silahkan." Han mengikutinya dari belakang, langkahnya sungguh gemulai. Han lalu duduk
disebuah kursi rotan, dihadapannya telah ada beberapa macam makanan kecil dan air
mineral. Han mengamatinya sebentar lalu menyiapkan diri menjadi seorang yang
setidaknya intelek, dia harus merubah dirinya menjadi seorang intelektual muda
dihadapannya. Han menunggu cukup lama namun dia tidak juga memulai perbincangan,
aneh Han tiba-tiba saja teringat Nina.
"Nina dimana kamu" Aku takut menghadapinya sendiri he &he &Hatiku berdebar-debar menunggu kata-kata lembut Ira," Han berguman pelan dalam hatinya.
Saat mereka hanya terdiam, tiba-tiba saja handphone-nya berbunyi. Han tidak
langsung mengeluarkannya dari tas hingga pada akhirnya gadis dihadapannya
mempersilahkan Han untuk menerimanya.
"Silahkan!" sambil memberi tanda dengan tangannya yang gemulai.
Han berdiri, melangkah sedikit menjauh dari gadis itu. Han terkejut karena saat
melihat dilayar yang tertera adalah nama Nina.
"Hallo" "Kamu dimana Han""
"Ditempat teman, ada apa""
"Aku harus pulang sekarang"
"Kemana"" "Kerumah, soalnya Ibuku sakit sekarang di rumah sakit"
"Kamu sekarang dimana""
"Sudah diatas kereta, baru saja diantar Jack dan Pay"
"Ya sudah, hati-hati ya, sorry banget nggak bisa ngantar"
"Kamu hati-hati juga ya &dahhh"
Han lalu mematikan handphone-nya, lalu kembali kekursi itu lagi.
"Sorry ya!" "Ah, santai saja."
"Kapan datang""
"Tadi pagi." "Naik pesawat""
"Ya." "Sendirian""
"Ya." "Kamu berani juga ya""
"Ya." "Kamu cantik ya""
"Ha &.ha &."
"Kok jawabannya bukan "Ya""
"Ha &ha &kamu lucu ya""
Han menarik nafas panjang, sungguh dia sangat cantik. Han mengira wajahnya pucat tidak bisa tertawa, atau setidaknya badannya sangat kurus. Tapi kenyataannya lain
dia sangat montok, seksi, wajahnya cerah dan senyumnya itu, ah &sungguh manis. Tidak
seperti orang yang sakit.
"Kenapa"" "Ah &nggak apa-apa, hanya sedikit gugup."
"Kenapa"" "Kamu terlalu cantik."
Hanya kata-kata itu yang bisa terucap, memang dia sangat cantik dan Han tidak tau
harus berkata apa lagi. Sepertinya dia tidak mungkin mau menikah dengan pemuda itu.
"Kamu benar yang namanya Han""
"Iya, jelek kan""
"Jauh dari perkiraanku."
"Pasti kamu mengira aku cakep, baik dan kaya."
"Ha &ha &bukan seperti itu, malah sebaliknya."
"Maksudnya""
"Aku mengira kamu pemuda yang hanya iseng."
"Untuk bertemu denganmu""
"Iya." "Ha &ha &."
"Han &aku tidak mengira kamu masih sangat muda, tampan dan selalu tersenyum."
"Wah &aku jadi ge er nich."
"Apa kamu serius dengan smsmu kemarin""
"Lebih dari itu, tapi sekarang aku jadi tidak pede."
"Kenapa"" "Kamu terlalu cantik, jauh sama yang dikoran."
Dia terdiam, membuka sebungkus biskuit yang ada diatas meja lalu
menyodorkannya pada Han. "Ira &kamu lama tidak disini""
"Tergantung selesainya acara."
"Sebaiknya kita tidak membicarakan sms itu dulu ya!"
"Kenapa"" "Aku malu sama kamu."
"Ha &ha &kamu lucu ya!"
"Nah &kata-kata itu yang selalu kutunggu."
"Kenapa"" "Nggak tau, asyik saja."
Obrolan itu berlanjut, Han berusaha sebisa mungkin untuk tidak kehabisan bahan
pembicaraan. Sesekali Han mengeluarkan gurauan-gurauan lucu. Melihatnya tertawa
terpingkal membuat pemuda itu sangat bahagia. Mereka sepertinya sudah sangat dekat,
seperti teman lama yang melepas rindu. Tidak disangka banyak kecocokan diantara
mereka. "Kamu sekarang ada acara""
"Sebentar lagi ada pertemuan dengan beberapa teman"
"Ada waktu lagi kapan""
"Nanti sore." "Ira &nanti sore mau jalan-jalan sama aku""
"Kemana"" "Kemanapun kamu mau deh &!"
"Ha &ha &."
"Kalau mau nanti aku jemput, tapi ya gitu cuma naik motor."
"Boleh." "Sekarang aku pergi dulu ya, ada pertemuan dengan beberapa teman."
"Ha &ha &kamu lucu ya""
Han memang sengaja menggunakan kata-kata yang diucapkan Ira beberapa detik
lalu bahkan dengan gaya yang sama dan itu membuatnya tertawa.
"Kalau sekarang aku minta tolong mau tidak""
"Mau, apa""
"Mengantarku." "Dengan senang hati."
Pertemuan pertama yang sangat berkesan, kemudian mereka keluar dari kamar.
S esekali Han meliriknya yang sedang berjalan disampingnya. Sepertinya pula, tinggi
mereka tidak jauh beda, gadis itu hanya beberapa centi dibawah Han. Sesampainya
ditempat parkir gadis itu tersenyum.
"Kenapa"" "Aku sudah lama mimpi bisa naik scooter."
"Iya"" "Iya, sumpah." "Ha &ha &ini juga bukan punyaku, motor pinjeman kok."
"Paling rasanya juga sama."
"Ha &ha &."
Tawa itu mengiringi perjalan pelan mereka. Han tidak menyangka kalau bisa jalan
dengan gadis secantik Ira. Sungguh, semuanya diluar dugaan. Mimpi itu sepertinya
menjadi kenyataan. Mimpi yang menghantui setiap tidurnya.
DUA PULUH DUA Setelah mengantar Ira, Han pulang kerumah. Belum terlalu sore, tapi taman-temannya sudah datang semua.
"Dari mana Han""
"Dari jalan-jalan, Nina tadi pulang ya Rif""
"Iya &Ibunya sakit."
"Kami tadi mencarimu tapi kamu sudah tidak ada, kemana""
"Anu Jack &aku baru saja bertemu dengan Ira."
"Ira siapa""
"Itu, wanita dalam Koran."
"Ha &serius""
Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Arif dan Jack mengucapkan kata-kata itu bersamaan.
"Iya." "Dimana"" "Tuh, dihotel dekat kampus."
"Gimana, cakep nggak""
Han tidak segera menjawab pertanyaan Jack, dia tau mereka sangat penasaran
dengan wanita itu. "Aku sendiri bingung mendeskripsikannya."
"Cakep nggak""
"Waduh &lebih dari sekedar cantik."
"Pucat nggak""
"Ha &ha &aku juga mengira sama sepertimu Rif, tapi jauh dari gambaran orang
sakit." "Benar"" "Iya &dia itu montok habis, kulitnya kuning langsat, bibirnya merah merekah,
rambutnya ah &pokoknya tidak bisa dibayangkan."
"Iya." Han tau, mereka berdua tidak begitu percaya.
"Aku mandi dulu ya""
"Mau pergi lagi""
"Iya, jam empat mau jemput Ira, katanya pingin jalan-jalan."
Mereka berdua hanya saling pandang, entah apa yang ada dipikiran Jack dan Arif
saat itu. Langkah tergesa Han tidak mampu meyakinkan mereka. Saat Han keluar dari
kamar mandi, mereka masih duduk disofa yang sama dengan posisi yang sama pula,
mungkin dari tadi mereka membicarakan tentang apa yang baru saja di katakan Han.
Setelah merasa rapi Han duduk didekat mereka berdua.
"Pay mana Jack""
"Tidur." "Kalian ada acara tidak""
"Tidak ada, paling-paling cuma nonton berita."
"Ingin bertemu dengan wanita misterius itu tidak""
"Misterius gimana""
"Misterius menurut kalian, ha &ha &."
"Gila &cara tertawa yang hebat."
Han melihat kearah Arif, memang dia benar karena mungkin baru kali ini Han
tertawa seceria itu. "Kalau mau, dan kalian tidak acara nanti aku kasih kabar, dimana kita harus
bertemu." "OK, aku tunggu."
"Aku pergi dulu ya, semoga kalian tidakmembicarakan aku yang bukan-bukan!"
"Ha &ha &hati-hati Han!"
Arif dan Jack mengantar Han hingga depan pintu. Sebentar kemudian Han telah
melaju pelan dijalan raya.
Han menunggu Ira ditempat parkir, diyalakan sebatang rokok sambil membaca
buku yang tadi dibawa dari rumah. Cukup lama Han duduk diatas motor, sekitar satu jam
lebih, namun pergerakan waktu sepertinya tidak begitu terasa. Dari balik pintu kaca
Ira muncul dengan senyumnya yang sungguh-sungguh manis.
"Sudah lama Han""
"Enggak, baru dua menit," Han memberikan helm padanya.
"Pulang dulu ya!"
"Kemana"" "Ha &ha &kamu &"
Belum sempat Ira melanjutkan kata-katanya, Han sudah mendahuluinya.
"Kamu lucu ya""
Gadis itu tertawa semakin lebar, sampai matanya terpejam.
"Kemana"" "Ke hotel dulu , aku mau mandi."
"Wah &aku harus nunggu diluar dong!"
"Terserah mau nunggu dimana, distasiun juga nggak apa-apa."
Selama perjalan singkat itu mereka hanya bercanda, sungguh waktu berjalan sangat
cepat karena tanpa terasa Han sudah bertemu dengan pak satpam yang ramah lagi seperti
tadi pagi. Mereka langsung naik kelantai tiga setelah mengambil kunci di resepsionis yang
juga cantik itu. Han hanya duduk di kursi rotan, tapi kali ini dia lebih memilih berada di
teras kamar hotel. Han takut akan mengganggu acara mandi gadis itu.
"Silahkan mandi dulu, aku menunggu diluar saja!"
"Kenapa!" "Ha &ha &takut mengganggumu."
"Nggak apa-apa, masuk kedalam saja!"
"Tidak ah &takut."
Han tetap ngotot berada diluar kamar. Ira kemudian mengeluarkan makanan kecil
dari dalam, dan meletakkan di meja kecil.
"Ya &sudah kalau tidak mau masuk, hati-hati ya""
"Ha &ha &kamu cantik."
"Cantik apa luc u"" "Cantik dan lucu."
Ira kemudian masuk kembali, Han menikmati makanan kecil itu sambil
menyalakan sebatang rokok.
Kini Ira keluar lagi dengan aroma yang sangat khas, orang-orang kaya. Baju yang
dikenakannya pastilah buatan desainer pribadi, celananya pastilah dijahit oleh penjahit
pribadi. Semuanya serba pas dan cocok. Han hanya memandangnya dengan penuh kagum.
"Orang kota mandinya lama ya"" sebenarnya Han tidak ingin menyindirnya.
"Biasa, sudah lama tidak mandi."
Han tau jawaban itu juga asal dan sekenanya saja, entah kenapa dari tadi mereka
belum menbicarakan hal-hal serius, hanya bercanda dan tertawa.
"Mau makan dimana Han""
"Dimana saja, asalkan produksi dalam negeri."
"Kenapa"" "Produk luar itu belum tentu sehat, apalagi dikantong."
"Ha &ha &kamu lucu ya""
"Benar nggak""
"Iya sih &saya juga tidak suka makanan yang gituan."
"Jadi makan nggak""
"Dimana"" "Ditempat biasa aku makan mau""
"Dimana"" "Yang pasti temapatnya tidak ber-AC, tapi dijamin puas"
"Dimana"" "Pedagang kaki lima."
"Dipingir jalan, asyik juga tuh."
"Ini bukan dipinggir jalan, ini tempat khusus untuk orang-orang yang menyukai
aneka menu." "Terserah kamu saja deh."
Saat gadis berkemas atau barang kali sekedar mengambil tas, Han mengirim sms
pada Jack. "Aku menunggunya ditempat biasa"
Matahari sudah mulai tenggelam saat mereka keluar dari hotel itu. Langsung saja
motor melaju pelan menuju kesuatu tempat yang menurut Han sangat menyenangkan,
dimana disana para penjual berjajar dan sibuk melayani para pembeli yang rata-rata
pelajar atau mahasiswa. Makanan dan minumannya juga beraneka macam.
Han menyapa tukang parkir langganannya, lalu menuju kesebuah meja yang ada
disudut ruang itu. Ira mengikutinya dengan senyum simpul, kebetulan sekali disana ada
beberapa orang yang kenal dengan Han. Bukan hanya para penjual, tapi juga beberapa teman kampusnya yang sudah menjadi pelanggan tetap tempat ini.
"Kamu orang terkenal ya Han""
"Bukan &tapi kebetulan saja mereka mengenalku, dan aku mengenalnya."
"Wah &banyak seniman ya""
"Bukan seniman, hanya orang yang peduli dengan seni."
"Kamu sering makan disini""
"Tidak begitu sering."
Han melihat Pay, Arif dan Jack datang, mereka duduk di sudut yang lain. Han pura-pura tidak melihat mereka, begitu pula ketiga sahabatnya.
"Mau makan apa""
"Ah &jadi bingung, menunya buanyak banget."
"Ya &namanya juga kaki lima, kakinya saja lima, apalagi menunya""
"Aku mau tempe penyet Surabaya, kelihatannya sambalnya pasti pedas."
"Iya, itu juga makanan favoritku, Cuma ditambah tahu sama telor."
"Wah &sama aja deh."
"Minumnya""
"Jus mangga aja deh."
"Aku memesan menu kesukaanku dua porsi."
Sambil menunggu pelayan menyiapkannya, Han mulai menyinggung tentang
teman-temannya yang duduk di meja yang lumayan jauh dari mereka.
"Eh &kamu lihat tiga orang cowok yang duduk disudut saa itu tidak""
Han menunjuk meja yang ada di ujung sebelah barat, walaupun hampir terhalang
sepuluh meja lebih, mereka tetap terlihat dan Ira menggangguk.
"Ya." "Yang baju biru itu pasti makan semur jamur, terus yang pakai hitam pasti makan
nasi goreng pete, terus yang pakai switer kotak-kotak pasti makan mie kocok telor."
"Ah bohong, mereka saja baru datang."
"Ye &masak tidakpercaya denganku""
"Kamu tau dari mana""
"Mereka itu sering tidur denganku."
"Ha &kamu homo""
"Bukan, mereka teman satu kontrakan denganku, dan mereka selalu makan disini setiap hari."
"Oh &kalian tinggal berempat""
"Iya." "Kenapa tidak diajak gabung sama kita saja""
"Kamu tidak malu punya teman seperti mereka""
"Malu" Tidak sebaliknya kamu yang malu berteman denganku""
Mungkin ucapan Han yang baru saja itu menyinggung perasaan Ira. Lalu han
berusaha mengalihkan perhatiannya.
"Ha &ha &mereka itu sifatnya menjengkelkan, suka iseng suka jahil pokoknya
macem-mecem. Saya jamin kamu pasti terpingkal-pingkal dengan ilah mereka. Saya
panggil sebentar ya!"
Han langsung melangkah menghampiri mereka. Lalu dia berbisik supaya mereka
tidak menyinngung hal-hal yang bersifat pribadi.
"Sepertinya aku baru saja membuatnya tersinggung, jadi tahan omongan! Buat dia
tertawa degan joke segar kalian! Jangan menyinggung hal pribadi t
entangnya. OK""
"OK bos!" Setelah melakukan persetujuan kecil itu mereka melangkah bersama. Han sempat
melirik kearah Arif, wajahnya terlihat tegang, jalannya-pun terkesan kaku dan ragu-ragu.
"Ini teman-temanku, mau dikenalkan apa kenalan sendiri""
"Terserah kamu deh!"
"Ok. Aku yangmengenalkan ya!. Ini namanya Pay. Pay ini Ira teman baruku."
Pay dengan sangat sopan mengulurkan tangannya.
Selanjutnya Jack dan Arif. Setelah perkenalan singkat itu mulailah mereka
berbicara sendiri- sendiri. Seperti apa yang diminta Han , sahabat-sahabatnya lebih
banyak mengeluarkan guyonan dari pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.
Malam sudah semakin larut, mungkin saat itu sudah jam sembilan lebih. Tidak
terasa hampir tiga jam mereka ngobrol bersama.
"Ira mau diantar pulang sekarang""
"Boleh." "Mbak Ira kalau ada mau mampir ke gubuk kami ya!"
"Iya Pay, aku pasti kesana suatu saat nanti."
"Tapi kalau kesana ada syaratnya lho Mbak!"
"Apa Jack""
"Setidaknya makanan ringan, atau sekeranjang buah-buahan"
"Ha &ha &iya pasti kubawakan."
"Jangan denger omongan Jack Mbak! Seadanya saja."
"Ha &ha &," Semua tertawa.
Mereka sepertinya sudah akrab, tinggal nanti entah bagaimana kritik dan saran
yang akan di terima Han. Tentu saja kriti dan saran dari sahabat-sahabat terbaiknya itu.
Mereka berpisah ditempat itu, Han mengantar Ira kembali ke hotel sedangkan
teman-temannya mungkin langsung pulang. Sepanjang jalan Ira masih membicarakan
tentang mereka bertiga. Kini Han sudah duduk dikursi rotan yang berada didekat tempat tidur mewah itu.
Matanya tidak pernah lepas memandangi gadis di sampingnya.
"Kenapa Han""
"Ah &tidak, aku hanya heran denganmu."
"Heran"" "Ya." "Apa aku terlalu aneh""
"Bukan, sudah sering aku katakana, kamu terlalu cantik."
"Ha &ha &,pujian kuno."
"Aku tidak memuji, hanya ingin sedikit berbagi."
"Tentang apa""
"Tentang senyummu, tentang matamu, tentang rambutmu dan tentang apa saja
mengenai dirimu." "Ha &ha &"
Lagi-lagi Han harus berdebar dengan tawa itu, huh &sungguh luar biasa, pasti tidak
akan ada yang menyangka kalau dia itu dekat dengan maut. Han juga heran kenapa dia
begitu sering memimpikannya, padahal Han hanya melihatnya di dalam koran.
"Apa benar, kamu yang dikoran tempo hari""
"Mungkin." "Kok mungkin""
"Ya &kamu melihatnya bagaimana, sama apa tidak""
"Tidak." "Maksudnya""
"Jauh dari bayanganku, kukira kamu itu kurus, pucat, terus tidak pernah tertawa"
"Ha &ha &kamu lucu ya""
"Ya &ya &aku memang lucu."
Setelah puas berbincang dengannya, Han pamit pulang karena waktu sudah malam.
"Aku pulang dulu ya!"
"Kenapa"" "Ha &ha &sudah malam dan aku rasa kamu butuh istirahat, kalau boleh besok aku
datang lagi kesini""
"Dengan senang hati."
Ira mengantar hingga ketempat parkir, sungguh senyumnya membuat hati berdebar
kencang. DUA PULUH TIGA Sudah satu minggu Ira berada disini, Satu minggu pula Nina pulang. Selama itu
pula Han hampir melupakan gadis yang sering menemaninya. Sama sekali dia tidak
terlintas dalam cerita-cerita yang di buat Han. Selalu saja Ira dan Ira yang menjadi tokoh-tokoh yang ditulisnya. Wanita cantik itu telah memaksa otaknya untuk menjadikannya
masuk dalam kisah-kisah singkat. Tapi tiba-tiba saja Han teringat Nina malam ini.
Ya &gadis itu yang selalu menemani mimpinya. Han meraih hanphone yang tergeletak
didekat komputer. Pemuda itu ingin menanyakan kabarnya.
Han lalu menulis pesan singkat pada Nina
"Nin..IBu gimana" Kapan kembali, kangen nich!""
Lama Han menunggu balasan dari Nina. Sepertinya Dia merindukan aroma
tubuhnya, merindukan desah nafasnya yang pelan. Han beranjak dari ranjang, mengunci
pintu kamar dan melangkah kearah almari pakaian. Tak satupun baju Nina yang
ditemukannya, dibagian lain juga tidak ada sama sekali.
"Ah &Nina, biarkan aku memeluk bajumu yang harum itu, tapi dimana"" kata itu
yang terucap dari dalam hatiknya.
Memang beberapa hari ini Han tidak membuka almari pakain yang sebelah, karena
satu minggu yang lalu lemari itu penuh baju-baju Nina. Tapi kini tak satupun yang
tertinggal. Han mengamati sekeliling, tetap &ruangan ini tidak berubah sama sekali,
tapi &foto diatas meja dekat cermin itu tidak ada lg
i. Han seperti orang bingung, lalu diraihnya handhone itu dan mencari nomer nina.
"nomer yang anda &"
Beberapa kali Han mencoba namun hanya kata-kata itu yang terdengar.
"Nina &dimana kamu""
Tubuhnya seperti lemas dan terbaring begitu saja dilantai. Beberapa menit kemudia
dia lalu berdiri melangkah tergesa kearah pintu, mungkin Nina menitipkan sesuatu pada
sabat-sahabatnya. Han menuju kamar Arif.
"Rif Nina kemarin ada nitip sesuatu nggak""
Namun Arif sudah tidur, dia tidak menjawab pertanyaan. Han tidak ingin
mengganggu tidurnya, dia menjauh dari ranjang dengan pelan.
Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada." Han kaget oleh suara itu, ternyata Arif terbangun. Dia cepat-cepat melangkah
kearah sahabatnya yang masih terbaring.
"Apa"" "Ini." Arif mengambil sebuah amplop dari bawah bantalnya, amplop itu sudah terlihat
lusuh. Dengan cepat Han menyambarnya.
"Kenapa tidak kau berikan dari kemarin-kemarin, ini kan amanat""
Sepertinya Han marah atau sekedar jengkel menerima pesan itu, kenapa baru
disampaikan sekarang" Dan Arif hanya menjawabnya sambil kembali memposisikan
dirinya untuk tidur. "Justru karena itu amanat makanya kuberikan sekarang."
"Maksudnya""
"Nina minta, jangan diberikan sebelum kamu menanyakannya! Apa aku salah""
Han terdiam, lalu meninggalkan kamar itu. Kembali lagi kekamarnya dengan sejuta
tanya tentang isi surat yang masih digenggamnya dengan erat.
"Han &mungkin surat ini tidak akan pernah kamu baca"
Sebuah awal kalimat yang mengundang tanya.
"Aku tau Han &mungkin aku yang terlalu berharap banyak padamu, tapi aku rasa
tidaklah saah bila aku ingin selalu dekat dan dekat denganmu, terima kasih atas semua
yang kamu berikn, juga terimaksih pula untuk teman-teman. Han &terasa sangat indah
bisa memelukmu, tersa sangat indah sekali Han. Aku tidak menganggapnya sebagai
mimpi, itu nyata &nyata Han. Aku tau kamu menyimpan cintamu untuk orang lain, atau
kamu memang benar bila mengatakan bahwa cinta adalah milik pribadi seseorang yang
tidak akan bisa kida berikan atau kita dapatkan. Aku suka kata-kata itu Han! Menurutmu
mereka yang berpacaran bukan saling memberikan cinta tapi yang mereka berikan
adalah kasih sayang, iya kan" Aku juga tau kamu memimpikan sorang wanita, entah
siapa itu tapi sepertinya dia sangat berarti buatmu. Aku tau itu sejak awal, sejak kita
bertemu dan tidur bersama aku tau. Kamu gelisah bersamaku bukan karena takut, tapi
kamu membayangkan wanita lain bukan aku, aku harap itu salah.
Han &aku memutuskan untuk cuti kuliah dulu, aku ingin membuang kenangan
burukku, aku ingin belajar darimu, ingin mengnal dan mencari cinta dalam diriku.
Semoga wanita yang kamu impikan kamu temukan, berikan semua kasih sayangmu buat
dia, dia tidak akan mati Han &dia akan selalu hidup disimu, aku tau itu. Yakinlah &kamu
benar. Berikan dia apa yang kamu punya. Semoga bahagia selalu &Nina.
Tanpa terasa Han telah menjadi cengeng dengan selembar kertas biru itu. "Nina &kapan
kamu kembali"" DUA PULUH EMPAT "Kamu jadi pulang kapan""
"Mungkin minggu depan, kenapa sudah bosan dekat denganku""
"Bukan begitu, malah sebaliknya."
"Ha &" "
"Takut kalau kamu pergi."
"Ha &ha &memangnya kenapa""
"Entahlah Ira, aku bingung harus ngomong apa""
"Orang sepertimu bisa bingung""
"Aku masih belum begitu mengenalmu, tapi aku berharap banyak."
"Maksudnya""
"Tentang beritamu dikoran yang membuatku berusaha untuk bisa bertemu dan
sampai saat ini. Mimpiku terlalu tinggi untuk bisa menikahimu dan itu tidak mungkin"
Ira terdiam, begitu pula dengan Han. Pemuda itu hanya memandang beberapa
pasang orang yang lalu lalang di lorong hotel itu. Sepertinya mereka tidak begitu peduli
dengan Ira dan Han yang sedang duduk dikursi depan kamar. Mungkin orang-orang kaya
memang seperti itu, tidak mau tersenyum pada orang lain"
"Han &apa yang kamu pikirkan""
"Tidak jauh beda, masih saja kamu."
"Boleh tau nggak""
"Ya &masih seputar mimpi tentangmu, menikah lalu hidup berbahagia selamanya,
tapi siapa aku dan siapa kamu yang masih belum bisa aku pecahkan" Aku belum bisa
menemukan alur cerita yang tepat untuk ending kisah bahagia itu. Apalagi tokoh yang
ada"" "Tokoh yang kamu maksud adalah aku dan kamu""
"Ya &tapi apa m ungkin, aku bukan pangeran, aku bukan siapa-siapa. Aku juga
tidak mempunyai sepatu kaca. Jangankan harta, orang tuapun tidak jelas dimana"
Bagaimana aku bisa meminangmu" Memang kamu bukan ratu, tapi kecantikanmu itu melebihi ratu manapun, semuanya &sempurna untuk seorang wanita."
"Itu dari luar Han, apa kamu tau apa yang ada didalam tubuhku" Virus yang paling
mematikan dan paling ditakuti. Siapa saja akan enggan menyentuhku, semua orang yang
dekat denganku kemungkinan besr akan mati"
Han terdiam mendengar kata-kata itu. Suasana menjadi sangat hening, hanya
terdengar bunyi sepatu dari seorang pelayan yang berjalan di ujung lorong.
"Apa yang kamu harapkan dariku Han""
"Kasih sayang."
"Hanya itu""
"Iya." "Cinta"" "Aku punya pendapat lain tentang cinta."
"Apa"" "Cinta datangnya dari hati. Cinta adalah hak yang dimiliki seseorang dan cinta itu
tidak dapat kita berikan atau kita terima dari siapapun, dia adalah hak yang wajib kita jaga.
Menurutku, sepasang manusia hanya mampu memberikan kasih sayang dan itulah yang
kita lihat. Bagai mana mereka berpacaran, saling memegang, memeluk, mencium dan
sebagainya adalah bukti bahwa mereka saling menyayangi."
"Apa kamu mengatakan itu pada banyak orang""
"Iya." "Apa pendapat mereka""
"Relatif, ada yang setuju ada yang tidak, menurutmu""
"Aku tidak tau!"
"Sebenarnya hanya satu yang akutakutkan dari ini semua!"
"Apa" Takut mati""
"Bukan, aku takut bila orang mengira bahwa aku menikahimu karena kamu kaya"
"Ha &ha &itu bukan sebuah alasan yang tepat untukku."
"Kenapa"" "Entahlah &tapi kekayaan itu tidak abadi."
"Ya &tapi tetap saja orang akan berkata seperti itu, apalagi media massa, mereka
pasti akan memberitakannya."
"Lalu"" "Seorang gelandangan menikahi gadis kaya, mungkin itu yang akan mereka tulis"
"Tidak Han &itu tidak akan terjadi. Kamu punya bakat kenapa tidak kau gunakan
itu"" "Apa"" "Menulis! Aku tau kamu seorang penulis, gunakan itu untuk menjadi sedikit
terkenal atau setidaknya kamu mempunyai sebuah sebutan yang lebih baik dari pada
seorang gelandangan!"
"Misalnya""
" Seorang penulis menikahi dengan gadis HIV positif, mungkin itu lebih baik dan
lebih menggegerkan""
"Ha &ha &kamu lucu ya""
"Tapi aku masih ingin tahu alasanmu yang sebenarnya untuk menikahiku""
Han terdiam cukup lama, dia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kali ini dia
benar-benar bingung. Lalu Han mengeluarkan sebungkus rokok dari tas pinggangnya.
terlebih dahulu Han meminta ijin pada Ira untuk menyalakannya. Gadis itu mengangguk
pelan, dia tau Han sedang bingung.
"Aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini, namun satu yang perlu kamu ingat,
semua yang akan aku katakan adalah sebuah kejujuran!"
"Aku harap kamu benar Han!"
"Begini, mungkin ini adalah sebuah garis takdir dimana aku harus dipertemukan
denganmu. Yang kedua ini adalah sebuah penebusan dosa dariku. Yang ketiga aku sedang
mencari sebuah kasih sayang yang sangat tulus dan itu hanya ada padamu. Yang keempat,
aku ingin menjadi mukjijat untuk dirimu, aku dan orang lain. Hanya itu yang bisa aku
katakana" "Han &boleh aku bertanya""
"Iya!" "Pertama tentang penebusan dosa""
"Oh &maksudnya begini, aku dulu orang yang sangat-sangat memuakkan. Aku
adalah petualang yang hebat, dari kota kekota dari rumah kerumah dan dari ranjang ke
ranjang, semua kulakukan. Dari hati ke hati yang kubuat menangis, lalu sampailah aku
dikota ini dan menemukan makna sebuah kehidupan, keras, menyakitkan, kejam dan aku
berusaha menjadi lebih baik."
"Bagaimana dengan mukjijat yang kamu maksud""
"Itu kata-katamu, kamu bilang bila saj ada yangmau menikah denganmu, itu adalah
mukjijat dari Tuhan, mungkin aku terlalu munafik. Tapi &aku ingin membuktikan, Tuhan
Maha Kuasa dari segalanya, mungkin saja aku mati bersamamu, mungkin juga kita akan
bahagia sampai tua, siapa yang bisa menentukan kematian selain Dia" Lalu &walau ini
hanya sekedar mimpiku, orang akan melihat bahwa HIV bukanlah hal yang menakutkan,
bukanlah sebuah jalan kematian yang mengerikan, tidak selalu menderita, mereka juga
bisa bahagia." Tanpa sadar Han memegng tangannya dengan erat. Gadis cantik itu hanya
tersenyum diantara tetes air
matanya yang mengalir pelan.
"Ira &tunggulah aku beberapa saat saja tidak akan lama."
"Untuk apa""
"Untuk menikah denganmu, untuk sebuah kehidupan bahagia bersama, untuk
seorang anak yang kau impikan, untuk apa saja yang kita harapkan."
"Kenapa harus menunggu""
"Biarkan aku menbersihkan diriku, biarkan aku menjalani hidup ini apa adanya,
dan biarkan aku menjadi seseorang yang lebih terhormat dari sekarang, biarkan Tuhan
menunjukkan kuasa-Nya pada kita."
"Tapi Han""
Ira terdiam. Tidak melanjutkan kata-katanya.
"Kenapa"" "Ini bukan masalah ekonomi, bukan pula tentang yang lain tapi &"
"Tapi apa""
"Tentang usia Han!"
"Usia"" "Ya &kamu jauh lebih muda dariku. Itu yang aku tidak bisa terima!"
Han terdiam. Matanya tajam memandang memandang gadis di depannya.
"Han &kita berbeda usia sembilan tahun. Itu akan menjadi masalah saat aku mulai
tua. Aku tidak mau itu terjadi Han!"
Ira tiba-tiba saja memeluk pemuda di hadapannya. Tangannya gemetar, dadanya
berdebar kencang. Han masih terdiam. Dia tidak menyangka kalau Ira lebih tua darinya.
"Han. Dengan mengenalmu, lebih dari mukjijat yang aku harapkan. Tapi sepatu
kacamu bukan untukku. Carilah gadis lain Han!"
"Tidak. Aku mau kamu!"
"Han!" Pelukan itu semakin erat. Seerat keinginan untuk menjadi satu.
DUA PULUH LIMA Pagi-pagi sekali Han bangun. Secepat kilat dia berlari kekamar mandi. Setelah itu
Han memacu motornya menuju hotel tempat Ira menginap. Debu yang mulai menyengat
seakan tidak di rasa olehnya.
Setelah sampai di hotel dia langsung bertanya pada seorang resepsionis.
"Maaf Mbak, Ira sudah cek out ""
"Sudah, tadi menunggu Mas Han lama sekali."
"Sekarang""
"Baru saja berangkat dengan taksi."
"Ya sudah terima kasih Mbak!"
"Sama-sama Mas."
Han berlari menghampiri motornya. Memacunya lagi menuju ke Bandara.
Beberapakali lampu merah tak di hiraukannya. Untung saja pos-pos polisi di setiap
persimpangan itu hanya di tempati oleh beberapa anak jalanan dan pengemis yang sedang
beristirahat. Han bangun kesiangan. Seharusnya setengah jam lalu dia harus mengantar Ira
ke Bandara. Setibanya di Bandara dia langsung berlari mencari-cari Ira. Tapi Ira tidak di
temukannya. Han lalu menayakankan tentang keberangkatan pesawat tujuan Jakarta, dan
pesawat itu sudah berangkat sepuluh menit yang lalu.
Han lalu melangkah keluar lalu terduduk lesu di kursi taman depan bandara. Dia
hanya mengamati orang-orang yang lalu lalang di hadapannya. Sudah hampir dua jam dia
duduk di kursi itu. Nafasnya jarang-jarang tapi panjang. Sudah berpuluh-puluh batang
rokok yang menemaninya. Dengan langkah lesu pemuda itu meninggalkan Bandara. Motornya bergerak pelan.
Melintasi jalan-jalan kota lalu dia menghentikan motornya di tepi jalan. Pemuda itu lalu
duduk di kursi taman kota. Memandang lampu merah yang berganti warna setiap satu
menit sekali. Gedung pemerintah di hadapannya tampak sepi dan sunyi. Hanya bendera
merah putih yang berkibar congkak. Secaongkak pintu pagar yang berdiri kokoh.
Dua orang gadis duduk di kursi panjang sebelahnya. Han tidak menoleh sedikitpun.
Pemuda itu masih sibuk dengan penyesalannya. Menyesal karena tidak bisa mengantar Ira
pulang. Asap dari rokoknya membubung tinggi namun tidak bisa menjangkau bendera
yang tadi. "Bagaimana dengan sepatu kacanya""
Han terperanjat mendengar suara gadis disampingnya. Pemuda itu melihat kerah
kedua gadis yang mebicarakan sepatu kaca. Tapi Han tidak mengenal mereka. Tapi dia
menyimak tentang obrolan siang itu.
"Anggi, apa kamu percaya tentang sepatu kaca""
"Tidak Wie, sepatu kaca itu kan hanya dongeng"
"Tapi apa kamu percaya kalau ada pengeran""
"Percaya, kalau pangeran sekarangpun masih banyak. Di Inggris, Brunei, Solo
bahkan Yogya ini!" "Tapi apa mereka punya sepatu kaca""
"Tidak harus seorang pangeran yang menemukan sepatu kaca! Gelandanganpun
bisa!" Han tiba-tiba saja menyela obrolan kedua gadis itu.
Kedua gadis itu memandang kearah Han dengan tatapan tajam. Han lalu
mengulurkan tangannya. "Han," ucapnya singkat.
Dengan sedikit ragu-ragu Anggi menyambut salam perkenal itu.
"Anggi," Seorang gadis lagi terlihat lebih ragu. Cukup lama Han harus mengulurkan
tanga nnya. "Dwie," ucap gadis itu sambil cepat-cepat melepaskan tangan pemuda aneh di
hadapannya. "Apa kamu percaya sepatu kaca""
"Hmm &gimana ya Mas""
"Dia itu percaya Mas Han!" Anggi menunjuk kearah Dwie yang tersipu malu.
"Apa Dwie suka tomat""
Dwie yang mendapat pertanyaan seperti itu terlihat bingung.
"Kagak nyambung banget sich Mas!""
"Ha &ha &maaf saya tidak pernah berbicara dengan gadis secantik kamu jadi gini deh. Bingung!"
Untuk kesekian kalinya Dwie terdiam.
"Dasar orang aneh!" itu yang ada di hatinya.
Han lalu melangkah pergi meninggalkan mereka berdua tanpa sepatah katapun.
"Dasar orang aneh!"
"Hus &kalau dia dengar kan nggak enak Wie!"
"Biarin, memang dia itu aneh kan""
"Ha &ha &tapi kamu suka ya""
"Ih &amit-amit."
"He &kalian masih membicarakan aku""
Kedua gadis itu terkejut, karena tiba-tiba Han muncul di belakang mereka.
"Nich &buat di baca, jangan di buang sembarang tempat!"
Han memberikan dua lembar kertas. Setelah itu dia melangkah pergi meninggalkan
kedua gadis itu. Memacu motornya pelan. Sementara Anggi dan Dwie masih terpaku.
"Apaan Wie""
"Semacam cerpen."
"Coba lihat!" Anggi menyahut kertas yang di pegang Dwie.
"Lihat, judulnya sepatu kaca."
Dwie lalu membaca deretan huruf-huruf kecil itu. Sebuah cerita mingguan yang
terkesan aneh. "Wie &kalau kamu penasaran kamu bisa telphon dia lho! Nich ada email dan
nomer handphone segala!"
"Tapi itu kan untuk kritik dan saran."
Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ha &ha &ketahuan kalau kamu menyukainya!"
"Apaan sich!" Dwie membaca cerpen itu dengan tenang. Tidak di hiraukan olehnya ratusan orang
yang lalu-lalang di hadapannya. Tidak pula dengan sahabatnya yang duduk disebelahnya.
Dihayatinya kata demi kata, kalimat demi kalimat.
"Indah," gumannya lirih.
DUA PULUH ENAM Setelah pertemuan itu, beberapa kali Dwie mengirimkan pesan singkat pada nomor
yang ada di sudut kanan atas lembaran putih dengan huruf-huruf yang tersusun rapi. Dari
sekian banyak sms yang dikirimkannya, tak satupun yang di balas. Dari dalam kamar
indahnya Dwie membaca cerita itu sekali lagi sebelum dia pergi tidur.
Handphone di meja belajarnya bergetar, sebuah pesan di terimanya.
"He &judes kangn ya sms trus!""
Cepat-cepat gadis itu menyamakan no di handphonenya dengan npomor yang
tertera di kertas itu. Sama, Han yang mengirim pesan singkat itu. Dwie berusaha
mengingat-ingat wajah pemuda aneh yang memanggilnya denga sebutan "JUDES".
"lg ngp mz""
Hanya kata itu yang mampu di tulis dengan tangan lembutnya. Semenit kemudian
sebuah pesan diterimanya lagi.
"lg ongkrong i Benteng. i ursi ang ama aat ita etemu ulu"
Kali ini pesan yang sulit untuk di mengerti oleh gadis itu.
"Dasar orang aneh. Hmm &lagi nongkrong di Benteng titik di kursi yang sama saat
kita ketemu dulu. Oh &gini tho!"
Dwie tersenyum saat membaca pesan itu sekali lagi. Dia sedang mengulang
kembali kejadian itu. Saat orang aneh itu menyela perbincangannya dengan Anggi.
"Eh &km mau ga pacaran ma aku""
Pesan yang baru di terimanya itu membuatnya terkejut. Gadis itu membacanya
sekali lagi. Lalu membalasnya dengan senyum simpul yang berbunga-bunga
"Dasar orang aneh. Ha &3X. ga romantis benget sich. Ngak bs ngerayu ce po""
Pesan singkat itu lalu di kirimkannya.
"He &2005X. ak ga bs ngerayu, maaf ya! Eh &kamu suka tomat ga""
Dwie tidak membalas sms itu dia meletakkan handphonenya di meja belajar. Gadis
itu membaca cerpen itu untuk kesekian kalinya.
"Sepatu kaca, cerita yang aneh seaneh orangnya."
Kata-kata itu terucap begitu saja dari bibirnya yang merekah. Rambutnya yang
sebahu di biarkan tergerai begitu saja.
Ditempat lain & Han sedang duduk di bangku panjang taman kota. Dia sedang berbincang dengan
teman-temannya. "Han &ada kabar dari Ira""
"Tidak Pay. Aku juga tidak ingin mencari kabar darinya!"
"Kenapa"" "Entah &bisa bersama dengannya sebentar saja itu sudah lebih dari cukup."
"Lalu"" "Ya &biarkan saja dia dengan impiannya dan aku dengan impianku sendiri."
"Sepatu kacanya""
"Sepertinya ada yang lebih cocok!"
"Siapa"" "Ada deh." "Cantik"" "Entahlah, aku lupa wajahnya."
"Lho kok bisa lupa""
"Cuma bertemu sekali!"
"Dimana Han""
"Di sini." sambil menujuk kursi panjang yang mereka duduki.
"Disini"" " Iya, di kursi ini." "Kapan"" "Sekitar satu minggu yang lalu."
"Saat Ira pulang""
"Ya. Setelah dari Bandara aku bertemu gadis itu disini."
Pay terdiam sebentar. "Aku salut denganmu Han. Kamu memang orang percaya pada takdir."
"Ha &ha &besok kita mencari gadis itu ya!"
"Hah &mencari lagi""
"Iya." "Ira saja dua bulan lebih baru bisa menemukannya""
"Ini lain!" "Lain, tau rumahnya""
"Tidak." "Kuliahnya dimana""
"Tidak tau." "Tuh kan""
"Tapi aku punya no handphone-nya!"
"Ya sudah telpone sekarang!"
"Hmm &sms aja ya""
"Ya cepetan, keburu pecah entar sepatunya!"
"Ha &ha &," mereka berdua lalu tertawa.
Han sibuk dengan pesan yang ditulisnya. Menanyakan alamat rumah, nama
lengkap, tempat kuliah dan sebagainya.
"Pay &gila!"
"Kenapa"" "Masih SMU." "Ha &kelas berapa""
"Kelas tiga instrument vocal."
"Sekolah musik""
"Sepertinya iya."
"Wah &daun muda nich!"
"Daun muda palelu. Tidak jadi saja deh!"
"Kalau dia memang pemilik sepatu kaca kenapa tidak""
Han terdiam sambil berusaha mengingat wajah gadis itu.
"Seingatku dia itu lumayan cantik Pay. Kulitnya bersih, putih, rambutnya sebahu
sedikit merah terus memakai anting dua buah di telinga kirinya. Kayaknya pula dia sedikit
manja dan judes." "Kira-kira apa dia mau jadi pacarmu""
"Tidak tau, menurutmu""
"Sama." "sama tidak taunya""
"Ya." "Pay &besok kita mencarinya ya!"
"Ke sekolahannya""
"Ya." "Kamu nggak takut""
"Takut apa""
"Dikeroyok anak-anak SMU""
"Ha &ha &"
Mereka tertawa lagi. Sebuah keinginan untuk menemukan pemilik sepatu kaca
yang selalu di impikan oleh Han. Keduanya lalu beranjak meninggalkan tempat itu setelah
berpamitan dengan beberapa teman yang lain.
DUA PULUH TUJUH Pada suatu sore yang sedikit mendung, di rumah kontrakan itu Han sedang duduk
menghadap komputernya. Di sampingnya seorang gadis cantik. Ya &gadis itu adalah
Dwie. Dengan baju putih bersih dan rok sedikit ketat warna abu-abu.
"Wie &ini mau di buat berapa spasi""
"Hm &biasanya berapa Mas""
"Satu setengah untuk resensi normal. Tapi kalau untuk tugas aku tidak tau""
"Satu setengah saja deh." Sahutnya lirih.
"Kalau satu setengah spasi, nanti jadinya tiga lembar. Satu lembar synopsis yang
dua lembar resensinya."
"Ya &saya rasa itu cukup banyak Mas."
"Mau dikumpul kapan""
"Senin besok." Gadis cantik itu tersenyum. Tingkahnya manja, suka makan ice cream lalu
memasukkan sendok kayu bekas ice cream itu kedalam saku bajunya. Lucu dengan
gayanya yang sedikit judes.
"Mas teman-temannya pada kemana""
"Mendaki gunung Lawu."
"Sejak kapan""
"Hari Jumat kemarin."
"Sendirian dong""
"Iya." Sahut Hanpelan sambil menggerakkan tangannya cepat di atas keyboard.
"Pacarnya""
"Ha &ha &mana ada yang mau sama orang aneh seperti aku""
"He &he &" gadis itu tersenyum.
"Kamu mau"" pemuda itu nyengir lalu tertawa ngakak "Ha &ha &
Dwie hanya diam untuk sesaat.
"Tergantung!" sambil menggeser kursinya agar lebih dekat ke layar monitor komputer.
"Tergantung apanya""
"Cara merayunya," Sahut gadis itu manja.
"Ha &ha &pasti tidak bisa dong""
"Kenapa"" "Aku paling tidak besa merayu."
"Kalau begitu tidak usah pacaran."
"Emang orang pacaran harus merayu dulu""
Dwie tidak menjawab. Dia hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum.
"Seandainya aku bisa merayu, kamu mau""
"Hm &mau," sedikit malu-malu.
"Kalau tidak merayu dulu""
"Hemmm &.gimana ya""
"Mau apa tidak""
"Hm &mau." "Jadi kita jadian dong""
"Eh &maunya!" Gadis itu memukul pelan bahu Han.
"Lalu"" Han menoleh kearah Dwie.
"Ada syaratnya dong!" Sahutnya cepat sembari tersenyum.
"Apa"" "Kamu harus memberiku sepatu kaca," Lagi-lagi gadis itu tersipu malu. Wajahnya
memerah lalu menunduk pelan.
"Bisa diganti syarat lain"" Han sepertinya masih menganggap obrolan itu adalah
gurauan belaka. Kali ini dia kembali mengamati layar monitor dan jari-jarinya masih
teratur menekan tombol-tombol kecil yang menimbul nada seirama.
"Hm &bisa," sahut Dwie sambil memain-mainkan rambutnya yang tergerai.
"Apa"" "Beliin ice cream tiap hari."
"Serius"" Han berbalik lalu menyodorkan jari kelingkingnya.
"Hm &ya deh," seakan tanpa sadar tangan lembutnya terangkat. Cari kecil
kelingkinnya mengayun cepat.
Kini kedua jari kecil itu telah terkait menjadi satu. S
ebuah kejadian yang aneh, lucu
dan romatis. Sepatu kaca yang diimpikan oleh pemuda itu kini telah menemukan
pemiliknya. Seorang gadis cantik, manja, sedikit judes dengan suara merdu. Tanpa rayuan
mereka menjadi sepasang kekasih &
Adakalanya semua impian hanya akan menjadi angin lalu yang sirna bersama debu.
Ada kalanya mimpi akan menjadi sebuah kenyataan, ada kalanya pula mimpi hanya akan
menjadi kembang tidur yang akan segera hilang ketika pagi tiba. Ada kalanya pula
bahwasanya rasa itu akan berubah dengan sendirinya, lalu dari mana asal cinta yang
sesungguhnya" SELESAI Sanggar Misteri Darikem Indonesia
Sedikit Saja: Mungkin anda bertanya, kenapa bisa gratis" Karena ada beberapa logo yang
menempel dihalaman ini, dan itu tidak menggangu anda bukan" Ya begitulah, beberapa
sponsor memang mendukung pembuatan novel ini. Tidak menutup kemunkinan
gambar-gambar itu akan bertambah, karena saya masih membutuhkan beberapa
sponsor tambahan agar bisa terus berkarya. Saya tidak munafik, untuk menulis
membutuhkan waktu, untuk menulis membutuhkan secangkir kopi, untuk menulis
membutuhkan komputer, listrik, biaya kirim email dll. Ya, ketika itu bisa tertutp oleh
sponsor atau mereka yang mau beramal, kenapa nggak" Mungkin sekitar tahun 2004
saya menulis novel ini. Kalau boleh jujur, saya juga lupa kapan tepatnya menulis novel
ini. Atau barangkali anda bertanya siapa saya"
Klik saja: http://endikkoeswoyo.blogspot.com
http://endikpenulis.multiply.com
Kritik dan saran silahkan mengimkan email kepenulis. Jika anda anda merasa e-novel ini layak untuk di baca, saya berharap satu hal, anda meu memberitahukan alamat
email saya dan katakan pada sahabat anda, saudara anda bahwasanya saya akan
mengirimkan novel ini juga kepadanya. Terimakasih.
CARA PASANG IKLAN " Untuk anda yang mungkin ikutan beriklan atau mengiklankan produk anda
dihalaman ini silahkan saja, kirimkan desain dengan ukuran proposional (sama dengan
kuran diatas). Masalah biaya" Itu tergantung keiklasan anda. Kirimkan desain dalam
format TIF atau JPG kealamat email: endik_penulis@yahoo.com. Jika iklan itu tidak
merugikan pihak lain, maka dalam waktu 24 jam setelah anda mengirmkan desain, saya
akan mengirimkan format e-novel ini dengan iklan produk anda kealamat email yang
anda kehendaki. Saya juga akan mengirimkan nomer rekening saya kepada anda, dan
silahkan tranfer biaya sesuka dan seiklas anda. Selamat bergabung di iklan sepanjang
hayat. Sekedar keterangan singkat atas e-novel yang diluncurkan pertama kali pada
tanggal 26 Februai 2008, dalam 2 hari telah lebih dari 10 email yang memesan e-novel
tesebut. Dan uniknya, 6 dari pemesan berada diluar negeri, Irlandia, Hongkong, Jepang,
Prancis dan Malaysia. Perlu diingat, promosi baru melalui
http://endikpenulis.multiply.com . Dalam waktu dekat, publikasi akan dilakukan secara
besar-besaran melalui berbagai situs internet yang bisa diakses dari seluruh dunia.
Hak Cipta: Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta , yaitu, yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut,
pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi [p]encipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak [c]iptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(pasal 1 butir 1). Hak cipta (lambang internasional: ") adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan
tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku
tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film , karya-karya koreografis (tari , balet , dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara ,
lukisan , gambar , patung, foto, perangkat lunak komputer , siara
n radio dan televisi , dan
(dalam yurisdiksi tertentu) desain industri . ( http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
TERIMAKASIH Telah membaca e-novel "Love From My Heart"
Anda diperkenankan untuk mengirimkan e-novel ini kepada sahabat atau rekan
anda dengan memberitahukannya kepada penulis. Kirim pemberitahuan kepada
penulis via email bahwasanya anda telah mengirimkan e-novel ini kepada teman
atau sahabat anda. Sertakan juga nama dan kota penerima e-novel dari anda dan
berikan juga alamat email yang anda tuju tersebut. e-Novel ini dibuat
sesederhana mungkin agar bisa lebih mudah ditranslate kedalam berbagai
bahasa. Saat ini sedang proses untuk diterjemahkan kedalam bahasa Ingris. Dan
Proses penerjemahan kedalam bahasa Prancis oleh salah seorang rekan saya yang
kini berada di Perancis. Mohon doa restu karena Love From My Heart Yang
Diterjemahkan tersebut akan dijual keseluruh dunia dengan media Online.
Sekali lagi, hanya ucapan terimakasih yang bisa saya
ucapkan untuk anda. Salam hangat dari Endik Koeswoyo,
untuk orang-orang yang anda sayangi.
Endik Koeswoyo TENTANG PENULIS
Love From My Heart Karya Endik Koeswoyo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Endik Koeswoyo, manusia biasa dan remaja biasa jika masih diterima sebagai
kelompok remaja- karena usianya kini telah 25 tahun. Lahir di Jombang 15 Agustus
1982. Menyukai dunia kepenulisan sejak dia bisa menulis, kira-kira kelas 3 SD. Konon
kabarnya, sejak usia 3 bulan penulis telah ditinggal kedua orang tuanya karena
perceraian, sebuah kisah yang sedikit menarik korban cinta kali ya"-. Masa remaja
dilaluinya dengan pindah dari satu kota ke kota lainya, Jombang, Banjarmasin,
Lampung, Blitar dan kini memilih Yogjakarta sebagai tempat untu studi di Kampus
tercintanya, AKINDO untuk mempelajari Ilmu Broadcasting dan pria ini saat ini
sedang mengambil gelar S1 di Open University jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Sosial,
maklum dia kini telah bekerja di salah satu Event Organiser Di Yogjakarta.
Karya tulisannya yang pernah diterbitkan antara lain; Novel remaja: "Cowok
Yang Terobsesi Melati" Diva Press. Novel Remaja Islami, "Cinta Selebar Kerudung" dan "Tersesat di Surga" Skesta. Namun terakhir penulis tiba-tiba saja menulis sebuah
buku sejarah popular dengan judul "Siapa Memanfaatkan Letkol. Untung"" Media
Presindo, bosankah dia dengan keromatisan kata-kata dunia fiski" Ternyata tidak,
Endik Koeswoyo merupakan tipe manusia penyuka sejarah juga. Selain itu, sebuah
komik pendek yang penggarapan gambarnya dilakukan oleh Diyan Bijac, salah satu
komikus kondang, masuk kedalam nominasi kategori komik terapi terbaik dan komik
dengan karakter terbaik 10 tahunan, "Pak Gempa, Endik Koeswoyo dan Diyan Bijac,
Kompilasi Jogja 5,9 SR, Arus Kata Press. Pria ini pokoknya menyenangkan diajak
berteman, atau setidaknya di paksa untuk ngobrol. Untuk lebih lengkapnya klik ajah ---http://endikkoeswoyo.blogspot.com-Di sana ada e-Novel GRATISS dengan judul
LOVE FROM MY HEART, salah satu karyanya yang telah dapat diakses dari seluruh
penjuru dunia. tamat Bila Pedang Berbunga Dendam 3 Dewa Linglung 8 Pertarungan Dua Naga Natasha 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama