Ceritasilat Novel Online

Love Me Twice 2

Love Me Twice Gebetan Lama Rasa Baru Karya Billy Homario Bagian 2


"Sudah, Tan"" tanya Lydia setelah beberapa detik menunggu.
"Sudah, Nomor delapan belas sih. Kamu datang kesini kira-kira jam tujuh aja," jelas Tante Felicia dengan suara yang menyiratkan kebaikan hatinya.
"Oh, gitu. Ya sudah, Tan. Nanti saya datang, ya."
"Mama yang anterin""
"Barangkali nggak, Tan."
"Kok"" "Iya... Eh, mungkin... mama lagi sibuk," jawab Lydia mencari-cari alasan.
"Oh, ngomong-ngomong kamu sakit biasa aja, kan" Gak parah" Kok gak mau dianter mama!" tanya tante Felicia khawatir.
"Bukan gak mau dianter mama sih, Tan. Emang mama lagi sibuk aja." kata Lydia, terpaksa berbohong.
"Oh, ya sudah. Nanti jangan lupa datang, ya! Nanti penyakitnya bisa tambah parah lho!" pesan Tante Felicia.
"Oke deh, Tan! Sampai ketemu, ya...," kata Lydia sambil menutup teleponnya.
Lydia pun bangkit dari duduknya. Baru saja dia melangkah beberapa langkah, telepon rumahnya berdering.
"Halo"" jawab Lydia sambil kembali duduk di sofa.
"Halo, Cinta! Lagi ngapain" Jalan yuk," sapa orang di seberang, Nico.
"Aku lagi nunggu sore nih. Aku lagi sibuk, Nic. So, sori banget aku gak bisa pergi sama kamu," kata Lydia dengan perasaan bersalah.
"Yah, Cinta. Sayang banget lho kamu gak bisa pergi. Ngapain nunggu sore" tanya Nico den
gan nada yang curiga. Lydia diam sejenak, berpikir, "Adaaaa aja!"
"Ya udah deh, Bye!"
"Bye!" Lydia menutup telepon dengan setengah membantingnya. Lydia segera berlari ke kamarnya dan membanting tubuhnya di kasur. Otaknya terasa amat berat. pikirannya kacau. Hatinya gelisah. Dia memegangi kepalanya dan menjambak-jambak rambutnya untuk menghilangkan rasa pusingnya.
What's the matter with me"
Lydia melangkah masuk ke dalam klinik dengan perasaan gugup. Klinik terlihat sangat ramai. Tante Felicia terlihat sibuk mengabsen pasien-pasien Dokter Juko.
Lydia sudah menginjakkan kakinya di depan pintu klinik. Tante Felicia melihatnya dan tersenyum seketika, lalu kembali mengabsen. Lydia membalasnya dengan tersenyum pula.
Lydia mengambil tempat duduk di ruang tunggu yang supersteril itu. Di sebelahnya, telah duduk seseorang yang dikenalnya. Lydia menoleh ke arah orang itu sebentar. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat sosok itu, Sella! Pipinya terlihat bengkak dan biru seperti habis dipukul orang.
"Hai..." sapa Sella dengan bersahabat sambil memegangi pipinya.
Lydia menatap Sella heran.
Aneh gak biasanya dia begini" Mana pipinya bonyok kaya semangka jatoh lagi! kenapa, ya"
"Hai juga!" jawab Lydia.
"Lo sakit apa, Lyd"" tanya Sella semakin bersahabat sehingga Lydia beranggapan bahwa Villa telah bermusuhan dengannya.
"Nggak tau, Gue juga baru mau periksa sih," jawab Lydia yang kemudian menggigit bibirnya. "Lo sakit apa""
Hening. Sella tidak menjawabnya. Dia malah tertunduk dan air mata mulai menetes di pipinya. Wajahnya menyiratkan penyesalan.
"Sel, lo kenapa"" tanya Lydia sambil menaikkan kepala Sella sehingga Lydia bisa melihat tangisnya. "Kok lo nagis sih""
Sella memeluk Lydia, Yang dipeluk hanya bisa melotot keheranan. Tangis Sella semakin pecah dalam pelukannya.
"Lyd... Gue... gue...," jawab Sella sambil tersedu.
"Kenapa, Sel"" tanya Lydia khawatir.
"Gue ditonjoj orang suruhan Villa, Lyd!" jawab Sella setelah melepaskan pelukannya. Walaupun menunduk lagi.
"APA"!" tanya Lydia kaget. "Lo bilang sama gue. Alasan dia nyuruh orang mukulin lo apa, Sel"" tanyanya lagi.
Bener, kan! Pasti ada yang gak beres sama dia dan Villa, kasihan Sella... pipinya sampe bonyok gitu.
"Gue gak mau ngobat, Lyd. Tapi, dia maksa. Walaupun dia maksa, gue tetep gak mau. Eh, dia malah nyuruh anak buahnya mukulin gue, Lyd!"
"Ngobat" Narkoba maksud lo"" tanya Lydia lagi sambil melotot.
Sella hanya mengangguk, beberapa lama kemudian, dia menghapus air matanya. Mereka berdua sama-sama terdiam sampai nama Sella dipanggil Tante Felicia untuk menemui dokter.
Nomor tujuh belas. Sella. Silakan masuk! Siap-siap Lydia sehabis Sella, kata Tante Felicia.
Tan. aku boleh bareng gak" Kebetulan dia temen aku"" tanya Lvdia.
"Oh. ya udah. jawab Tante Felicia singkat, lalu kembali mengabsen.
Sella memasuki ruang Dokter Juko. Setelah diperiksa, kata dokter, bengkak di pipinya akan hilang dalam waktu beberapa hari lagi. Sella tenang sekarang, tapi tidak dengan Lydia. Lydia merasakan dunia akan runtuh di kepalanya.
Dokter Juko memeriksa tulang kering Lydia yang bengkak setelah Lydia menjelaskan kejanggalannya selama ini. Matanya selalu menyipit dengan dahi yang juga sering dikerutkan saat memeriksa Lydia. Sella yang menyaksikan hal ini memberikan isyarat kepada Lydia agar tenang saja. Dokter Juko menyudahi pemeriksaan-nya. Lydia duduk di samping Sella. Sekarang, mereka sedang face to face dengan dokter.
"Sejak kapan kamu sering merasa nyeri pada tulang kering kamu"" tanya Dokter Juko sambil mengayun-ayunkan pulpennya.
"Sejak masuk SMA. Tepatnya dua setengah tahun lalu, Dok," jawab Lydia sambil deg-degan.
"Oke, gini saja. Besok kamu datang ke rumah sakit saya. Kira-kira pukul dua belas sampai pukul tiga. Tulang keringmu perlu di-rongent terlebih dahulu. Saya tidak dapat menyimpulkannya sekarang."
"Memang, penyakit teman saya parah, ya, Dok"" tanya Sella.
"Belum tentu. Saya harus menyimpulkannya di rumah sakit dulu,"' jawah Dokter Juko.
"Baik, Dok. Besok saya akan datang habis pulang
sekolah," jawab Lydia.
Setelah Sella dan L ydia pamit mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Di tengah perjalanan, Sella bilang kalau dia mau temenan lagi sama Lydia. Lydia dengan senang hati menyetujuinya. Dia percaya kepada Sella.
Tapi, hatinya kini belum tenang. Besok dia harus menghadapi kenyataan bahwa penyakitnya memang sepertinya parah. Saat Dokter Juko menekankan kata 'belum tentu' di klinik tadi, Lydia sudah berfirasat bahwa penyakitnya memang parah.
Kepala Lydia kini benar-benar berat. Dia terjatuh lagi. Tulang keringnya nyeri lagi. Dia berusaha bangkit sambil menahan tangis.
Ada apa dengan diriku ini" Aku takut. Tuhan.
LYDIA sudah berada di RS Budi Asih - tempat Dokter Juko praktik.
"Apa saja yang sering kamu rasakan belakangan ini"" tanya Dokter Juko.
"Aku sering jatuh-jatuh. Tulang keringku nyeri Udah, sih, itu aja," jawab Lydia jelas singkat, dan padat.
Dokter Juko menganggukkan kepalanya. "Orang tua kamu tau""
Lydia menggeleng. "Coba saya lihat dulu, ya." kata Dokter Juko sambil mengamati kebengkakan pada tulang kering Lydia. "Ataxia bukan, Dok""
"Pada saat kamu jatuh, kamu refleks menahan pake tangan atau tidak"" tanya Dokter Juko.
"Nahan sih, Menangkap objek yang dekat pun gak ada masalah."
"Berarti kamu tidak terkena ataxia." Fuiiihhh... Lydia mengembuskan napas pertanda lega di dalam hatinya. "Lantas, penyakit saya ini apa, Dok"" tanya Lydia lagi yang kembali deg-degan.
"Kayaknya serius nih." kata Dokter Juko yang mem-buat Lydia mau pingsan. "Orang tuamu harus tau." "Eh, jangan Dok! Aku takut mereka jadi kepikiran."
"Tapi, bagi saya itu melanggar etika kedokteran lho," Dokter Juko yang masih sibuk mengamati tulang kering Lydia. "Kamu harus di-rongent dulu. Mari, ikut saya ke ruang rongent!"
Lydia meletakkan betisnya di depan cermin peneri-ma objek rongent. Dokter Juko mulai bersiap memfoto tulang keringnya. PRET!
Jepretan kamera rongent terdengar jelas di telinganya. Lydia memegangi dadanya karena jantungnya berdetak sangat kencang.
Dokter Juko membereskan hasil rongent-an yang belum bisa dipastikan itu. Lydia baru akan mengetahui basilnya besok.
"Besok kamu datang lagi ke sini untuk mengambil foto-foto hasil rongent kamu. Kalau bisa, ajak orang tuamu," pesan Dokter Juko.
"Baik, Dok!" jawab Lydia,
Lydia meninggalkan ruangan Dokter Juko dengan perasaaan yang sangat gelisah. Melihat ekspresi Dokte Juko pada saat memeriksanya tadi, Lydia sudah berfirasat bahwa penyakitnya memang parah.
ESOK harinya, Lydia dan keluarganya sudah berada di ruang praktik Dokter Juko.
"Kenapa di tulang kering anak saya ada benjolannya, Dok"" tanya mamanya Lydia khawatir.
Lydia hanya bisa mendekap mulutnya. Perasaan nya mulai tak enak, walaupun Dokter Juko belum memvonisnya. Lydia mulai menitikkan air matanya. Valen mengusap-usap punggung Lydia dengan maksud menenangkan nya.
"Jadi, anak saya terkena penyakit apa. Dok!" tanya papa Lydia lagi yang membuat Dokter Juko merasa bimbang untuk memberitahunya.
"Dok, jawab. Dok! Penyakit adik saya apa"" tanya Valen mulai sewot.
Hening. Dokter Juko masih belum siap memberitahunya.
Dia masih memikirkan reaksi yang berikutnya akan terjadi. Keluarga itu menatapnya penuh harapan. Dia menunduk, lalu melepaskan kacamatanya.
Dia menaikkan mukanya lagi. "Penyakit Lydia adalah..."
Lydia berhenti menangis. Dia menatap Dokter Juko dengan mata sembap penuh harapan. Mama, papa, dan Valen melakukan hal yang sama.
"Osteosarcoma." sambung Dokter Juko lagi yang kemudian menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah.
"Osteosarcoma" Penyakit apa itu, Dok"" tanya Lydia dengan suara bergetar, kemudian menangis lagi.
"Osteosarcoma adalah salah satu jenis kanker tulang. Kanker ini menumbuhkan tumor pada tulang kering atau biasanya tulang paha. Gejalanya sering terjatuh dan sering terasa nyeri di tulang yang bersangkutan," jawab Dokter Juko yang menjelaskannya dengan perasaan campur aduk.
"A-a-a-apa" Kanker" Kanker tulang, Dok"" tanya Lydia terbata.
Dokter Juko menganggukkan kepalanya. Lydia speechless.
"Apa bisa diobati, Dok"" tanya Valen dan mamanya berbarengan.
"Kanker ini tidak ada obatnya. Satusatunya cara adalah amputasi. Kaki Lydia yang terkena tumor harus diamputasi sebelum kuman-kuman tumornya menjalar ke organ tubuh vital lainnya. Apabila sudah menjalar, kematian ada di depan matanya," jawab Dokter Juko yang membuat isakan Lydia bertambah parah.
KILAT bergelegar dengan bebasnya, membuat Runa sesekali menggonggong terkejut. Lydia sedang duduk termenung di ranjangnya sambil memeluk guling. Air matanya mengalir deras seperti air hujan di luar. Suara kilat itu tidak memengaruhi renungan Lydia atas pe-nyakitnya. Dia berkali-kali menanyakan mengapa harus dirinya yang mengidap penyakit mematikan ini.
Lydia melangkahkan kakinya menuju meja belajarnya. Dia pun mengambil secarik kertas dan sebatang pensil untuk menuliskan sesuatu. Perasaannya hanya bisa ditumpahkan ke dalam tulisannya. Dia sudah terlalu lelah untuk mengeluarkan kata-kata.
when it was drizzle in the afternoon
I was looking for my love
In a ower garden, very beautiful garden
He said that he loves me I can feel his touch in my heart
But I don't know Something
Something can make me Suffer
He decided to far away from me
He went So far far and far
I feel lost lost his love lost my dove
But it's all coming back to me now
it stronger than your pride
But I don't know Something
Something can make me Suffer
Now, I can't refuse the call
I feel a big pain inside and outside
God. when will my Suffering get over"
I feel useless, I don't want to exist
If your destiny has decided you will be like this.
You like this If your destiny has decided you will be like that.
You like that Lydia melipat kertas itu. Membuatnya berbentuk pesawat terbang. Dia mengambil pensilnya lagi, lalu menuliskan, SOMEONE WHO FEEL SUFFER WITH THE PAIN, di bagian sayap.
Lydia berjalan ke jendela. Membuka gorden ke-mudian jendelanya. Cahaya kilat menyilaukan matanya seketika. Dia tidak peduli. Dengan air mata yang masih berlinang, segera dia mengambil ancang-ancang. Kemudian, dia menerbangkan kertas yang bertuliskan jeritan hatinya yang telah berbentuk pesawat terbang itu.
Lydia melihat kertas itu tercabik-cabik hancur tertimpa air hujan. Begitu juga dengan hatinya yang sudah hancur. Sakit sekali rasanya. Tangisnya makin pecah.
7. Special Gift For Nico NICO memasuki kelas XII IPA SMU Harapan Kasih dengan langkah penuh semangat. Dia datang paling awal. Beberapa lama kemudian, kelas mulai berisik karena murid-murid juga sudah mulai memasuki kelas yang bersih dan nyaman itu. Ery, Desha, dan Sella pun telah datang. Tetapi tidak dengan Lydia. Sampai bel berbunyi pun, dia tak kunjung datang. Senyum lebar yang sedari tadi terpampang di wajah Nico pun mendadak menyempit perlahan karenanya.
Ada yang gak beres nih. Gak biasa-biasa nya dia telat.
"Des, lo liat Lydia gak"" tanya Nico kepada Desha yang sedang mengeluarkan buku Matematika dari dalam tasnya.
"Gak tuh," jawabnya.
Nico hanya menganggukkan kepalanya, kemudian kembali melibat ke depan, ke arah papan tulis yang masih bersih, belum tercoret apa apa.
"Pagi!" sapa Pak Danar tiba tiba ketika memasuki kelas. jam pertama adalah pelajaran Matematika.
Siswa-siswi menoleh ke arah pintu kelas yang baru saja diketuk oleh seseorang itu. Betapa terkejutnya mereka saat melihat sosok yang baru saja mengetuk pintu itu. Itu Lydia! Ya, memang benar-benar Lydia. LAntas apa yang membuat mereka dan Pak Danar segitu terkejut" Kali ini sosok Lydia benar-benar beda. Mukanya pucat, badannya terlihat lebih kurus, matanya sembap, dan lingkaran hitam pun terlihat melingkari kelopak matanya.
"Pagi, Pak," sapa Lydia dengan suara bergetar, layaknya orang sakit.
Pak Danar yang sedang duduk di kursi pada meja guru pun terkejut melihat penampilan Lydia. "Pagi," jawab Pak Danar.
"Boleh saya masuk, Pak"" tanya Lydia sambil menunjukkan surat izin masuknya dari guru BP kepada Pak Danar.
"Ya, silakan!" jawab PAk Danar.
Lydia berjalan menuju tempat duduknya yang berada di sebelah Desha.
BUK! Lydia terjatuh, Murid-murid terkejut dan berlarian ke arahnya dengan maksud membantunya berdiri, terutama Nico. Lydia sege
ra mengedepankan tangannya.
"Gak usah, Nic. Aku bisa sendiri," katanya singkat, lalu bangkit dan berjalan menuju tempat duduknya. Hatinya menangis pedih.
Nico dan teman-teman Lydia lainnya yang melihat hal itu hanya bisa mengerutkan dahinya dan bertanya-tanya dalam hati. Nico memerhatikan penampilan merpatinya dari atas ke bawah, Dia menangkap satu objek yang janggal. Betis Lydia terlihat bengkak, Tapi Nico tidak berpikir macam-macam.
Beberapa menit kemudian, bel tanda pelajaran selesai pun berbunyi, Pak Danar yang tadinya memerintahkan agar tugas darinya dikumpul sekarang, malah menyuruh anak-anaknya untuk mengerjakannya di rumah.
Sebenarnya bukan karena apa-apa. Dia prihatin melihat kondisi Lydia. Tadinya, dia ingin memberikan kompensasi kepada Lydia agar tidak mengerjakan tugasnya. Tetapi, karena Pak Danar itu selalu berlaku adil, maka diberikanlah kompensasi itu kepada semua muridnya.
Saat istirahat, Nico, Desha, Ery, dan Sella menikmati makanannya di kantin. Namun, Lydia hanya melamun.
"Lyd, kenapa sih, lo" Sakit"" tanya Desha kepada Lydia yang memancing teman-temannya menyimak pembicaraan mereka.
"Iya, Cinta. Kamu kenapa sih"" tambah Nico.
Lydia hanya menggelengkan kepalanya. tersenyum sebentar, kemudian melahap baksonya dengan ekspresi yang tidak berselera.
Nico melihat ke arah Desha untuk memastikan. Desha hanya bisa mengangkat bahu pertanda tidak mengerti. Ery dan Sella pun melakukan hal yang sama ketika Nico melihat ke arah mereka.
"Cinta, kamu kasih tau aku donk, kamu kenapa, sih"" tanya Nico lembut.
"A-a-a-ku gak pa-pa kok. Cinta," jawab Lydia terbata.
"Kamu tau gak" Satu bulan lagi ulang tahunku lho!" ujar Nico dengan semangat.
Lydia tidak mengeluarkan suara. Dia malah menatap Nico sambil tersenyum, lalu mengangguk pertanda turut gembira.
"Gue cuma mau ngasih tau kalian aja. Biar nanti kalian gak repot nyari kado karena gue ngasih tau hari ultah gue mendadak," ujar Nico.
"Sapa juga yang masih mau ngasih lo kado" Sadar donk, rambut lo udah ada di mana-mana. Udah gede!" timpal Ery.
"Rambut" Rambut apaan" Kok lo tau sih, Ry"" tanya Desha sambil menahan tawa.
"Wah. jangan-jangan lo udah pernah ngeliat, Ry," tambah Sella.
"Yeeee, gue kan juga cowok. Sama kayak Nico. Jelas tau donk," jawab Ery.
Bel tanda masuk berbunyi. "Masuk yuk!" ajak Lydia.
"Yuuuukkkk!" jawab Nico dan Ery, mengikuti gaya bintang-bintang Extravaganza.
NICO, Lydia, Desha, Ery, dan Sella sedang berada di sebuah restoran pizza. Nico mentraktir mereka karena hari ini dia tepat berusia delapan belas tahun. Lydia kini sudah mulai menyunggingkan senyumnya lagi.
Selesai makan, tibalah saat untuk mengucapkan selamat.
"Nic, happy birthday, ya!" kata Ery.
"Iya, Nic. Happy birthday, ya!" tambah Sella.
"Happy birthday, ya, Nic. Moga-moga lo tambah
gimanaaaa gitu!" ujar Desha sambil menyalami. "Tambah langgeng sama doi."
"Happy birthday, ya, Cinta," kata Lydia yang kemudian segera cipika-cipiki sama merpatinya.
"Thanks deh semuanya!" kata Nico dengan perasaan
bahagia setengah mati. "Pulang yuk!" tambahnya lagi. Nico memanggil waitress restoran pizza itu untuk
meminta bill. "NIC, pulaaaannnggggg!!!" sapa Nico seperti biasanya kalo dia memasuki rumah.
Dari arah dapur, terlihat mamanya berlari kecil menuju arahnya. "Aduh, kamu dari mana aja sih""
"Abis traktir temen-temen."
"Oh, sana cepetan deh mandi! Abis itu dandan yang guanteng! Mami dan Papi bakal ngasih kamu kado spesiaaaallll!"
Nico hanya bisa menuruti maminya. Saat naik tangga menuju kamarnya, dia melihat meja makan sudah dipenuhi oleh berbagai macam hidangan. Dia melirik lagi ke arah taman rumahnya. tenda transparan sudah dipasang, kursi kursi pun sudah diletakkan beraturan.
Wah! Bakal ada pesta besar nih, Siapa dulu donk yang ultah" Gue gitu lho!
NICO membuka gorden jendela kamarnya sedikit. Dia bermaksud mengintip kejadian di taman. Memang, taman bisa terlihat dari jendela kamarnya. Dia menyi-pitkan matanya sejenak.
Dia melihat orang-orang dengan baju pesta berlalu-lalang di taman. Bunyi piring, sendok, dan garpu berk-luntang-klan
ting dengan bebas saat mereka dirapikan oleh beberapa pelayan. Delapan macam hidangan utama masih siap disajikan, tapi pesta belum dimulai.
Meriah banget ultah gue kali ini! Gue juga udah gak sabar nerima kado istimewa dari mami dan papi.
TOK! TOK! TOK! "Bro, turun sekarang! Pesta udah mau dimulai," kata Kayla yang hanya menampakkan kepalanya di pintu.
Nico mengacungkan jempol pertanda mengiyakan. Kayla keluar dan turun lagi menuju taman. Nico menyu-sul kemudian. Dia berjalan perlahan menuruni tangga dengan jantung yang empot-empotan karena senang plus gugup. Dia udah bisa memprediksi apa yang akan terjadi nanti. Tapi, rasa penasarannya akan kado istimewa yang akan diberikan bonyok-nya masih tinggi.
Nico sudah sampai di taman. Dia berdiri sejenak, memandangi tamu-tamunya, dan berusaha mengenalinya. Kebanyakan tante-tante teman arisan maminya, om-om rekan bisnis papinya, dan beberapa teman-teman Kayla saat kuliah di Beijing, termasuk Ferry. Lydia, Desha, Sella, dan Ery pun datang.
Nico berdehem sebentar dengan maksud memberi tahu para undangan bahwa yang berulang tahun sudah ada di hadapan mereka. Para undangan yang tadinya berbincang-bincang pun menghentikan obrolannya karena mendengar suara deheman yang rukup keras.
Nico berjalan menuju kue ulang tahunnya yang super duper gede. Sesampainya di hadapan kue ulang tahunnya, dia langsung memotong kue yang diiringi lagu 'Potong Kuenya' dari para tamu. Selesai memotong kue, Nico mempersilakan para tamu untuk menyantap hidangan-hidangan yang telah disediakan. Dia pun mulai nyampur dengan teman-temannya.
"Malam ini, lo ganteng banget, Nic! bisik Sella memuji.
Bisikan Sella ternyata didengar Desha. Desha pun membisiki Nico juga, "Iya, Nic! Lo ganteng banget malam ini. Lydia beruntung banget, bisa ngedapetin lo!"
"Gue bangga punya temen seganteng lo!" ujar Ery lagi sambil menepuk-nepuk pundak Nico. "Tapi, masih gantengan gue juga!" tambahnya lagi bercanda.
"Cinta..., sapa Lydia yang membuat Nico menoleh ke arahnya.
"Hmm"" tanya Nico sambil meraih tangan merpatinya. "Kenapa, Cinta""
"Happy birthday, ya!" kala Lydia lagi, kemudian mencium pipi merpatinya itu.
"Thanks!" jawab Nico kemudian memeluk Lydia.
SEMENTARA itu, seorang gadis cantik dengan rambut dikuucir sedang tergesa-gesa menyiapkan dirinya di kamarnya.
Mamanya tiba-tiba berteriak dari bawah, memerintahkannya agar cepetan.
"IYAAA! TUNGGU, MA!!!" katanya yang kemudian membanting pintu kamarnya dan langsung berlari ke bawah.
"Lama banget, sih!" tegur Mamanya agak sewot. "Iya, Ma. Sori deh. Papa mana, Ma"" tanya gadis itu lagi.
""Udah di mobil! Udah, ayo kita ke sana!" ajak mamanya.
Gadis itu mengikuti mamanya menuju mobil. Sebentar lagi, gue bakal ketemu... O-em-jiii, gak sabar nih gue!
MAMINYA Nico terlihat sedang asyik ngegosip dengan teman-teman arisannya. Tiba-tiba HP-nya bergetar.
Sebentar, ya!" kata maminya Nico kepada teman-temannya, kemudian dia agak menjauh. Dia mengambil HP-nya dan melihat apa yang terjadi di layarnya.
1 new message. Besan, aku sama anakku udah mau nyampe nih. Siap-siap ya" Yuk!
Maminya Nico berjalan menuju suaminya yang sedang ngerumpiin masalah bisnis dengan teman-teman sejawatannya.
"Sori, Bapak-bapak. Sudah pada makan belum" Maaf nih, saya ada perlu sebentar, ya, sama suami saya.
"Kenapa, Mi"" tanya papinya Nico.
"Pi, besan kita sebentar lagi mau datang. Papi udah siap belum""
"Papi sih, udah-udah aja. Tinggal Mami sama Nico."
"Mami udah siap dari kapan tau. Nico kayaknya udah siap deh. Apalagi dia keliatannya seneng. Pasti udah siap seratus persen lah. Lagian dia juga belum punya pacar."
"HALO! Apa kabar"" tanya mamanya si gadis jodohnya Nico sambil mengulurkan tangannya.
"Baik. Udah siap belum"" jawab maminya Nico. Si cewek dan mamanya mengangguk mantap, mengiyakan.
Mereka pun segera menuju taman. "Para undangan sekalian, kata maminya Nico yang membuat seluruh undangan berhenti berbicara. "Sekarang saatnya saya memberikan kado istimewa kepada anak saya. Kado ini sangat-sangat istimewa. Nico, sini sayang!"
Nico segera berjalan me nuju maminya. Wah, pasti istimewa banget nih! "Saya akan menjodohkan anak saya dengan gadis ini," sambung papinya Nico, kemudian mempersilakan calon menantunya menampakkan diri.
Nico, Kayla, Lydia, Ferry, dan teman-teman Nico sangat terkejut, sedangkan para tamu undangan riuh dengan tepukan tangan.
"KATH"""" sahut Nico gak percaya. "Jadi, kado istimewanya ini" Kath jodoh aku"""" tanya Nico lagi kepada maminya yang hanya dijawab dengan anggukkan kepala. Nico merasakan kakinya lemas seketika.
"NICO"""" tanya Kath, agak girang keliatannya. Wah, jodoh gue Nico! Mimpi apa gue semalem""" "AKU GAK MAU DIJODOHIN!!!" bentak Nico tiba-tiba yang membuat para tamu tercengang, terutama Lydia yang sekarang hatinya tiba-tiba hancur. "Kurang ajar kamu!" sahut papinya. "Sekali enggak, tetep enggak!" bentak Nico lagi. Nico tiba-tiba melihat Lydia berlari sekencang-kencangnya untuk pergi entah ke mana. Hatinya pasti sedih setengah mati setelah mengetahui Nico telah dijodohkan.
Tanpa pikir panjang dan berkata apa-apa lagi, Nico langsung mengejar Lydia yang terlihat sudah berlari jauh. Kayla, Ferry dan teman-teman Nico hanya bisa menggigit bibir dan berkata dalam hati 'semoga mereka baik-baik saja'.
Papi Nico mengepalkan tangan pertanda kesal. Mata dan mukanya memerah lantaran naik darah. "Kath, kejar Nico! perintahnya galak.
Tanpa pikir panjang juga, Kath segera menyusul Nico yang sudah melesat beberapa saat lalu.
LYDIAAAA!!! DI MANA KAMUUUU"""" teriak Nico sambil menyatukan tangannya membentuk corong di depan mulutnya dengan maksud mumperkeras suaranya. "LYD""" LYYDIA""""
Walaupun Nico sudah berteriak sekencang-kencangnya, tetap tidak ada sahutan dari yang ber sangkutan. Nico tertunduk lesu, Sekujur tubuhnya lemas. Dia melangkah lagi, walaupun kakinya terasa lemas.
Isakan seorang wanita terdengar sesengukan di telinga Nico. Dia menaikkan kepalanya. Menoleh kiri-kanan untuk mencari tau siapa yang nangis.
Nico memfokuskan pendengarannya. Matanya juga ikut bekerja mencari di mana Lydia. Setelah berpuluh-puluh kali menoleh, akhirnya dia menangkap sosok memakai baju putih sedang menangis di kursi bawah pohon.
Lydia. Nico mendekati Lydia. Dia berjalan perlahan. Dia terlalu takut untuk mengeluarkan suara. Takut Lydia semakin sakit hati.
Setelah cukup lama berdiri di belakang Lydia, Nico akhirnya membuka suara juga. "Lyd!"
Yang dipanggil tidak merespon. Isakannya malah bertambah hebat. Dia tau persis itu suara siapa.
"Lyd!" panggil Nico sekali lagi. Lydia akhirnya menoleh juga ke arahnya. Matanya masih sembap. Pipinya dilinangi air mata yang deras. Dia berdiri dan langsung memeluk merpatinya. "Nico!" Lydia kemudian terisak lebih hebat dalam pelukan merpatinya.
"Maafin ak..." "Kamu gak salah kok," potong Lydia di sela isakan nya.
Nico mengangguk. "Kamu lebih baik dengerin kata papi kamu. Kamu memang cocok buat Karh kok," ucap Lydia lagi.
Nico memegang bahu Lydia. "Lyd, kamu tuh mer-pati aku. Aku gak mungkinlah ngelepasin kamu begitu aja. Aku udah berjuang keras buat ngedapetin kamu waktu itu. Kamu juga begitu, kan" Aku cinta banget sama kamu."
Mereka berdua kemudian berpelukan lagi. Mereka sepertinya tau bahwa dalam waktu dekat, mereka tak mungkin bisa sedekat ini lagi.
Dari kejauhan, Kath menjatuhkan sapu tangan yang sedari tadi digenggamnya. Saraf-saraf tangannya berhenti bekerja seketika. Kakinya lemas.
Dia menitikkan air mara karena dia tau bahwa pasti sulit untuk mendapatkan Nico.
8. Beautiful Disaster BUK! Nico terkejut dengan suara orang jatuh itu. "Kamu gak pa-pa, Cinta"" tanyanya penuh perhatian.
"Gak kok. Aku kesandung aja."
"Gak ada apa-apa, tapi kok kamu bisa jatoh sih"" tanyanya lagi sambil mengerutkan dahinya. "'Kaki kamu keliatannya makin bengkak aja."
"Udahlah, gak usah dipikirin. Lagian aku gak luka kok."
"Sore ini, kamu ada waktu gak"" kata Nico lagi, mengalihkan pembicaraan. "Mau ngapain""
"Aku mau ngajak kamu ke mall." "Mall mana""
"Mall Rendezvous aja. Yang baru buka di Kelapa Gading itu, tuh."
Lydia berpikir sejenak Beberapa detik kemudian, dia mengerutkan da
hinya. Gak usah pergi, deh. Males! Harusnya gue nyatuin dia sama Kath. Kalo dia gak jadian sama Kath bokapnya bisa-bisa...
"Cinta, kok bengong""


Love Me Twice Gebetan Lama Rasa Baru Karya Billy Homario di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aduh, maaf, ya. Nic. Aku gak bisa. Aku mau ke dokter malam ini," jawab Lydia setelah sadar dari lamunannya.
Ups! Gue keceplosan! "ke dokter" Ngapain"" tanya Nico heran. "Hah"!" tanggap Lydia sambil garuk-garuk kepala, "Udahlah, lupain aja!" "Gak bis..."
"AKU GAK MAU PERGI, NICOOOO!!!" bentak Lydia yang membuat kata-kata Nico terpotong.
Lydia langsung beranjak dari tempatnya berdiri sekarang tanpa menatap wajah Nico yang terlihat masih syok itu.
Baru beberapa langkah berjalan, kakinya terasa nyeri. Kali ini lumayan hebat. Tumornya jadi terlihat agak berdenyut-denyut. "AUW!" teriaknya. Nico langsung menghampiri Lydia. "Kamu kenapa sih, Lyd"" tanya Nico agak sewot.
"Kalo kamu terus-terusan egois kayak gini, mending kita putus aja deh!" seru Lydia yang kemudian melanjutkan jalannya.
Maafin aku ya, Nic. Aku begini demi kebaikan kamu. Papi kamu bener kok. Kamu emang lebih pantes bersanding sama Kath yang jauh lebih sempurna daripada aku. Kakiku sebentar lagi mau diamputasi, Nic. Or even die! Kamu mau punya pacar berkaki buntung kayak aku nanti" Pasti enggak kan" Kamu pasti malu. Atau kamu pengen lebih sakit hati lagi pas tau aku mati" Makanya, kamu lebih baik sama Kath deh.
Lydia sesekali mengelap air mata yang jatuh di pipinya yang mulus. Lydia terjatuh lagi.
SETELAH memasuki kamarnya, Nico tidur-tiduran di ranjangnya sambil megangin HP. Lydia biasanya ngirim SMS ke dia. Tapi, kali ini enggak sama sekali. Nico sampe bete nungguinnya.
Tuh cewek kenapa, sih" Aneh banget" Apa dia udah bosen sama gue" Kalo emang dia mao putus, kenapa gak bilang langsung"
Setelah berkali-kali mengacak-ngacak rambut karena kepalanya pusing setengah mati, akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke mal buat refreshing.
Gue ke mall aja, ah! Tapi, sama siapa" Kath" Ya, mau gimana lagi" There's no choice, pikir Nico.
Nico langsung ngambil HP-nya yang sejak tadi tergeletak anteng di atas kasur empuknya. Nico langsung memencet nomor HP Kath.
"Halo"" jawab Kath yang kedengerannya seneng.
"Halo!" jawab Nico ketus. "Eh, ada waktu gak"
Ngapain nih anak nanya-nanya kayak gituan" Pasti mau ngajakin gue pergi nih, batin Kath senang.
"Ada kok! Banyak malah kalo buat lo!" jawabnya atas pertanyaan Nico.
"Temenin gue ke mall, ya""
"AH, YANG BENER LO"!"!" tanya Kath meledak-ledak saking senengnya.
"Biasa aja donk! Kuping gue bisa kelipet, nih!"
"Sori deh, mau kok. mau banget!"
"Ya, udah. Sekarang lo dateng aja ke rumah gue! Gue mau mandi dulu! Tungguin aja. Gak lama kok." "Oke, deh. Tapi, kenapa gue yang harus nungguin
lo"" "Gue tuh gak mau nungguin cewek. Apalagi cewek kayak lo!"
"Biasanya kan cowok yang nungguin cewek. Kok ini malah kebal..."
"Udah deh, jangan banyak ngomong! Buruan dateng! Mau ikut gak""
"Eiiitt, iya-iya! gue bakal langsung ke sono!"
"Ya udah. Buruan, ya!"
"OK!!!" jawab Kath dengan semangat '45.
SETELAH keliling-keliling mall dengan arah yang gak jelas, Nico dan Kath menemukan sebuah restoran pizza. Mereka pun makan di sana.
Di pertengahan makannya, Nico menangkap sebuah objek yang membuatnya muak setengah mati. Dia melihat Lydia dengan seorang cowok sedang cekikikan di meja seberang. Geli banget cekikikannya. Duduknya sebelah-sebelahan. Kayak orang pacaran. Dan yang membuat Nico lebih muak lagi, cowok itu ERY!
Nico terus ngeliatin mereka dengan tatapan jijik. Tiba-tiba...
"Nic, enak banget, ya. Gak nyangka deh ada restoran pizza di mall yang baru buka kayak gini."
Nico tidak menjawab. Mengetahui bahwa Nico tidak menjawab, Kath langsung melihat ke arah Nico.
Bener aja! Gue dikacangin toh! Karena Nico tidak meng-alihkan penglihatannya dari objek yang dilihatnya, Kath jadi ikut-ikutan ngeliat objek yang sama. DEG!
Jantung Kath langsung gede-kecil dengan cepet. Dia kaget banget dengan objek yang dilihatnya. LYDIA!
Pacarnya Nico" Ngapain dia" Kok sama cowok laen sih" Pantesan gue ngomong gak diladenin.
"Nic!" kata Kath sambil ngegebrak mej
a dengan pelan. Yang digebrak spontan kaget. "Kenapa, Kath" tanya Nico.
"Lo liat itu, ya"" tanya Kath sambil nunjuk Lydia dan Ery.
Nico tidak menjawab. Kesadarannya sudah kembali. Nico tertunduk lesu.
"Apa perlu gue samperin tuh cewek"" tanya Kath dengan perasaan yang mulai gimanaaa gitu.
Gue harus ngebelain Nico! Gue gak mau dia disakitin sama cewek itu!
"Ngapain" Emang cewek itu siapa gue"" tanya Nico seakan-akan dia tidak mengenali Lydia karena sepenge tahuannya, Kath tidak kenal dengan Lydia.
"Lah" Bukannya itu cewek lo""
"Kok lo tau, sih""
"Gue sempet ngeliat lo berdua di taman malem
itu. Hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Gue samperin aja, ya""
"GAK USAH!!!" kata Nico, setengah berteriak, Hal ini membuat seluruh pengunjung restoran itu menoleh ke arahnya. Termasuk Lydia dan Ery.
Lydia langsung terkejut melihat siapa yang berteriak tadi. Apalagi, dia melihat Nico dengan Kath! Pikirannya udah langsung negatif aja. Dikiranya, Nico selingkuh sama Kath.
"Lyd, apa-apaan, sih, lo"" tanya Ery, berbisik sambil berusaha melepaskan pelukan Lydia.
"Udah, lo diem aja! Liat tuh!" jawab Lydia sambil menunjuk Nico dan Kath.
"Nico" Kok dia sama cewek laen sih" Gue samperin,
ya"" "Gak usah, Ry. Biar dia ngeliat kita juga!"
Nico sebenernya udah sadar kalo dari tadi Lydia berusaha ngebuat dia cemburu. Nico gak kehabisan akal buat ngebales. Dia buru-buru meluk Kath dan... mencium Kath.
"IYA! Lo semua udah pada denger kan" Gue kena penyakit kanker tulang jenis Osteosarcoma!" aku Lydia kepada Desha, Ery, dan Sella yang lagi ngumpul di kamarnya.
"Lo bohong kan, Lyd"" tanya Desha khawatir.
"Gue serius!" jawab Lydia.
Hening. "So, lo bener-bener mau mutusin Nico"" tanya
Ery. Lydia mengangguk. "Caranya"" tanya Desha lagi.
"Ya, bikin Nico cemburu kayak yang tadi dia ceri tain," jawab Sella. Sella mengetahuinya karena memang Lydia sudah menceritakan kejadian di restoran pizza.
"Terserah lo deh, Lyd!" timpal Desha.
"Yang penting lo bahagia," jawab Ery.
"Lyd, mendingan sekarang lo teleponin Nico deh!" pesan Sella.
"Mutusin dia di telepon kayaknya emang lebih baik deh," tambah Desha.
Lydia menatap teman-temannya sebentar, meminta kepastian. Teman-temannya serempak mengangguk pertanda mengiyakan. Lydia mengambil HP-nya yang lagi asyik bertengger di atas kasur. Dia langsung mencet nomor Nico.
"Loudspeaker, Lyd!" pesan Ery, setengab berbisik. "Halo!" Suara Nico terdengar jelas. Teman-teman Lydia mulai mengunci mulut. "Nic..."
"Apa"" jawab Nico jutek. "Aku rasa kit..."
"Aku rasa kita udah gak cocok dan kita lebih baik putus" Gitu kan"" potong Nico seakan tau pikiran Lydia.
"Iya!" Jawab lydia mantap. Air matanya mulai menetes.
"Oke, kalo gitu!"
Lydia terisak, kemudian menarik napas. "Perkaranya karen..."
"Gak usah dikasih tau perkaranya. Yang jelas aku udah BENCI setengah mati sama kamu! Kalo mau se-lingkuh bilang! Jangan alesan ke dokter segala!"
Lydia terisak lebih hebat. "Aku mau minta ma..."
"KAMU GAK PERLU MINTA MAAF SAMA AKU KARENA AKU JUGA UDAH BENCI BANGET SAMA KAMU!!!"
Tut... tut... tut... Telepon diputus Nico. Lydia hanya bisa sesenggukan. Tapi, hatinya sudah sedikit lega kini. Satu beban udah berkurang lagi.
SEPULANG sekolah, Kath langsung mempersiapkan fisik dan mentalnya untuk bertemu dengan Lydia. Setelah semuanya siap, dia langsung melesat menuju SMU Harapan Kasih.
Kath sudah sampai di sana. Dia melihat sekolah itu sepi sekali. Maklum, murid-murid udah pada pulang. Rencananya untuk memaki-maki Lydia sepertinya pupus sudah.
Kath membalikkan badannya bermaksud pulang. Tapi, dia mendengar suara tepokan bola basket dari arah lapangan. Ini berarti, murid SMU itu belum pulang semuanya. Dia pun berjalan menuju lapangan.
Tuh, Nico! Kath membatin setelah melihat Nico berjalan keluar dari ruang tata usaha dengan langkah cepat dan muka memerah.
Lagi marah tuh kayaknya. Apa gara-gara kejadian di mal kemaren"
Kath berjalan lagi. Tadinya dia mau menghampiri Nico untuk sekadar menanyakan keberadaan Lydia.
Tapi, dia mengurungkan niatnya
setelah melihat Lydia sedang bersemangat bermain basket di lapangan
Kath akhirnya menduduki kursi lapangan dengan maksud menunggu Lydia. Dia sudah menyiapkan kata-kata makian yang akan dilontarkannya. Tapi, sebenernya Kath itu baik lho! Dia begini gara-gara kemaren aja. Waktu Lydia jalan sama cowok laen.
Lydia tetap bermain dengan asyiknya. Dia tidak menyadari keberadaan Kath. Dia melompat, hendak men-shoot bola yang sekarang digenggamnya.
BUK! Lydia terjatuh, lalu memegangi tulang keringnya yang sakit sehabis disandung Villa saat hendak men-shoot bola tadi. Kath sempat berdiri karena terkejut. Tapi, setelah itu dia duduk lagi, memberi kesan tidak peduli. Lydia memutuskan untuk menghentikan permainannya. Tulang keringnya sudah ngilu setengah mati. Dia terkejut ketika melihat Kath sedang duduk menonton pertandingan adu hebat itu.
Kath melihat Lydia menghampirinya. Dia memerhatikannya dari atas ke bawah. Pantes Nico suka dia. Cewek ini hampir sempurna sih. Miss Universe banget. Tiba-tiba mata Kath melotot. Dia melihat tulang kering Lydia bengkak.
"Hai! Udah lama nungguin gue"" tanya Lydia, seakan dia sudah akrab sama Kath yang masih melotot melihat tulang keringnya.
"Eh, enggak. Kenalin gue Kath," kata Kath bersaha-bat. Dia menawarkan tangannya untuk disalami.
"Udah tau. Gue Lydia," jawab Lydia sama bersahabatnya sambil membalas uluran tangan Kath.
"Kok lo tau""
"Iya. waktu di pesta ultah Nico kan lo dijodohin sama dia," jawab Lydia lagi.
Wah, ada yang gak beres sama nih cewek. Gue jadi gak tega ngedampratnya. Kayaknya dia mengidap penvakit deh. Kebengkakan tulang keringnya beda. Gak mungkin abis disandung langsung bengkak kayak gitu.
Hening. "Gimana hubungan lo sama Nico""
"Gue udah putus, Kath!"
DEG! "Kok"" "Iya. Lo tau sendiri kan kalo lo dijodohin sama
dia"" Hening. "Kayaknya lo ada penyakit deh" Kok kaki lo beng-kak gitu"" DEG"
Mata Lydia melotot. Aneh banget! Kok dia bisa
tau" "Emangnya lo sakit apa, Lyd"" tanya Kath lagi. "Bengkak" Mmm... nggak juga. Tadi kan lo liat sendiri Gue abis diselengkat," jawab Lydia.
"Gak mungkin kalo diselengkat langsung bengkak gitu. Jangan-jangan lo kena osteosarcoma, ya"" tanya Kath. DEG!
Aduh, kok nih, cewek bisa tau, sih" "Osteosarcoma" Apaan, tuh"" tanya Lydia sambil garuk-garuk kepala, memberi kesan gak tau apa-apa.
"Lyd, gue tau persis penyakit itu. Dan yang gue liat, lo ngedapetin gejala-gejalanya," jawab Kath lembut banget.
"Gak usah sok tau deh lo!" tanggap Lydia agak kesal.
"Lyd, gue bukannya sok tau. Gue kenal betul penyakit itu," jawab Kath menyikapi keketusan Lydia dengan tenang.
Lydia mengerutkan dahinya pertanda gak mengerti.
"Nyokap kandung gue juga pernah kena penyakit itu, Lyd. Gejala-gejalanya sama kayak lo! Dokter udah pernah nyaranin buat ngamputasi kakinya. Tapi, dia gak mau. Akhirnya, sekarang dia udah gak ada. Bokap gue jadinya kawin lagi sama nyokap baru gue sekarang," cerita Kath. Matanya mulai berkaca-kaca.
Lydia tentunya kaget setengah mati mendengar penjelasan Kath. Matanya juga sudah mulai berkaca-kaca.
"Jadi, Lyd, lo beneran kena penyakit itu"" tanya Kath lagi.
Lydia menjawabnya dengan anggukan. Dia juga menangis. Dia memeluk kath. "Iya, Kath. Gue kena kanker tulang itu. Itulah sebabnya, kenapa gue mu-tusin Nico. Sebagai sesama cewek, lo harusnya udah tau alasannya.
Kath mengangguk setelah melepaskan pelukan Lydia. Dia kini merasakan hal yang sama dengan Lydia. secara langsung, Kath sudah menganggap Lydia sebagai teman sendiri. Lydia juga begitu.
"Lo harus diamputasi, Lyd. Sebelum nasib lo sama...
"Percuma, Kath." "Apanya yang percuma""
"AUWWW!!!" teriak Lydia. kali ini sakit di tumornya udah gak ketulungan. Mungkin gara-gara diseleng-kat sama Villa tadi.
"Lyd. Lo kenapa"" tanya Kath sambil menggun-cang-guncangkan tubuh Lydia.
"Aduh. Tolong gue, Kath. Sakitnya gak nahan ban-get. Tolong bawa gue ke RS. AAARRRGGGHHH!!!" kata Lydia berteriak dan menangis saking hebatnya sakit itu.
Tanpa pikir panjang, Kath langsung menelepon ambulans melalui HP-nya. Setelah ambulans datang, Kath ikut menemani Lydia m
enuju rumah sakit. Tuhan, jangan apa-apain dia dulu. Aku belum sempet ngedamaiin dia sama Nico. Perasaannya benar-benar tersentuh.
KAMU yang namanya Kath, ya"" tanya seorang wanita kepada Kath yang sedang berdiri sambil menutup-nutup mulutnya lantaran gelisah menunggui Lydia di rumah
sakit. "Iya. Tante mamanya Lydia"" jawab Kath.
"Iya. Bagaimana keadaan Lydia sekarang""
Tadi Kath memang sempet ngambil HP Lydia buat nelepon keluarganya.
"Aku gak tau gimana keadaannya sekarang, Tante."
"Emang dia kenapa, sih"" tanya Valentino.
"Tadi dia lagi maen basket. Terus musuhnya nye-elengkat kakinya. Jadi begitu deh," jawab Kath singkat karena masih gelisah.
Tak lama kemudian, Dokter Juko keluar dari ruang UGD. Mamanya Lydia, Valentino, dan Kath langsung menghampirinya.
"Lydia gimana, Dok"" tanya Mamanya Lydia.
"Tambah parah!" jawab dokter yang membuat ketiga makhluk itu lemas.
"Maksudnya"" tanya Valentino kemudian.
"Tumornya sudah mulai menjalar ke paha. Kakinya harus segera diamputasi. Kalau tidak, kalian tau sendiri kan""
Mereka semua kembali lemas. Kenapa harus Lydia sih" Kini, Kath sudah benar-benar merasa iba. Dia teringat mamanya.
"Tante, aku pulang dulu, ya"" pamit Kath dengan suara bergetar.
"Hati-hati, ya," kata mamanya Lydia sambil menyeka air mata.
Kath mulai berjalan. langkahnya berhenti karena Valentino memanggilnya. Kath membalikkan badannya. "Eh, cewek!" sapa Valen karena tidak mengetahui nama Kath. " Thanks karena lo udah bawa dia ke sini. Bantuin adek gue dalem doa. ya""
Kath menganggukkan kepalanya, Dia menambahi dengan acungan jempolnya. Kath berbalik lagi, lalu meneruskan jalannya. Sekarang, tugas gue ngasih tau Nico.
TOK! TOK! TOK! Pintu diketuk seseorang ketika Nico sedang asyik menghafal rumus matematika buat persiapan Ujian Nasional dua minggu mendatang.
Nico langsung berteriak. "MASUK!"
Dilihatnya sesosok cewek memasuki kamarnya.
"Ngapain lo malem-malem gini dateng ke rumah
gue"" "Gue mau ngomong something important sama lo! Tapi. gue boleh masuk dulu, kan"" ujar Kath dengan muka serius.
"With pleasure....," jawab Nico dengan kata-kata yang lembut banget.
Setelah berhasil mendaratkan pantatnya di kursi meja belajar Nico, Kath mulai bersuara.
"Nic...," katanya agak gugup takut Nico marah. "Mmmm""""
"Lo udah putus sama Lydia""
Raut wajah Nico tiba-tiba berubah saat Kath melontarkan pertanyaan kayak gitu. Setelah beberapa detik membisu, Nico menganggukkan kepalanya.
"Iya. Gue udah putus sama dia. Emang kenapa""
"Lo tau gak alasannya""
"Gak tau dan gak akan pernah mau tau!"
"Lo gak bisa begini donk. Setiap orang pacaran, kalo yang namanya putus itu harus saling tau perkaranya!" kata Kath. Nada bicaranya sudah meninggi.
"Apa urusan lo, sih" Gak penting tau!"
"LO GAK BISA GITU DONK, NIC! LO HARUS NIKAPIN INI DENGAN GENTLE! LO GAK BISA PAKE CARA PENGECUT GINI!!!" bentak Kath saking kesalnya atas perlakuan Nico.
"LO GAK TAU APA-APA!!! GAK USAH PAKE NGATAIN PENGECUT SEGALA!!!" balas Nico, Suaranya gak kalah garang.
"Gue tau semuanya!" jawab Kath mantap.
"Oh, ya"" tanya Nico lagi, masih sewot. "Emang lo tau apa sih""
"Nic! Lydia itu kena pe...," Kath menghentikan kata-katanya.
"Kena apa" Kena penyakit" Gawat penyakitnya" Gue gak peduli!"
"Terserah lo! Lama-kelamaan, lo bakal tau sendiri dan bakal peduli lagi sama dia!" kata Kath kemudian berdiri dari kursi.
"Gak bakal dan gak akan pernah mau!" kata Nico lagi ketus.
Kath berjalan keluar kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi. Dia menutup pintu kamar Nico dengan setengah membantingnya. Dia sama sekali gak mikirin perasaan Nico sekarang.
Kini, tinggallah Nico menjambak-jambak rambutnya sendiri lantaran kepalanya pusing. Dia terlalu pusing memikirkan masalah Lydia. Belum lagi masalah Kath. Ada lagi masalah Ujian Nasional. Seketika, rumus matematika yang tadi sempat dipahaminya, hilang dari otaknya.
9. The Trouble Solved! TIGA hari Ujian Nasional lewat sudah. Seluruh siswa bisa bebas lagi, tapi masih belum bisa seneng-seneng dulu. Lulus apa enggaknya kan belom tau. Pengumumannya dua bulan l
agi. Sekarang, Desha, Ery, dan Sella sedang berada di kafe ternama di bilangan Semanggi. Itung-itung buat refreshing juga. Otak mereka udah terlalu stres gara-gara ujian itu.
"Waduh, akhirnya selesai juga," ujar Ery lega.
"Ember! Otak gue sampe mau keluar dari tengkorak tau gak"" tambah Sella.
"Ya, udahlah. Yang penting moga-moga kita lulus nanti," jawab Ery santai.
"Ya. Gue juga maunya gitu," timpal Sella yang kemudian menghela napas
"Sekarang tugas kita cuma berdoa buat Lydia!" celetuk Desha lagi.
"Maksud lo"" tanya Ery.
"Dia kan lagi sakit. Otomatis belajarnya terganggu. Oleh karena itu, kita doain aja biar ujian susulannya lancar," Sella ngejelasin.
Desha mengangguk. "Abis ini kita jenguk Lydia yuk!" ajaknya.
"YUK!" jawab Ery dan Sella kompak.
DESHA membuka pintu kamar di rumah sakit tempat Lydia dirawat. Betapa terkejutnya mereka-Desha, Sella, dan Ery-ketika melihat cewek yang lagi nyuapin Lydia makan.
"Eh, ngapain lo ke sini"" tanya Desha galak.
"Mau ganggu Lydia"" tanya Sella lebih galak lagi.
Cewek yang ternyata Kath itu hanya bisa diam. Dia memilih tidak meladeni dua makhluk itu. Bukannya takut, tapi gak mau ribut.
"Lo punya mulut gak, sih"" tanya Sella lagi.
"Des... Sel... Lo jangan begitu donk sama
Kath." "Oh, jadi cewek murahan jodohnya Nico ini namanya Kath"" kata Sella yang membuat Kath tersinggung.
Kath spontan menaruh piring makan Lydia di meja, setengah membantingnya. Kesabarannya udah abis. "Jaga, ya, tuh mulut! Sebenernya lo apa gue sih yang murahan"" katanya sambil berdiri dan mulai nunjuk-nunjuk muka Sella.
"Lo yang murahan!" timpal Desha sambil menepis tangan Kath yang sedari tadi nunjuk-nunjuk Sella.
"Eh, kalian ini. Ngapain sih pada berantem" Kasih gue kesempetan ngomong dulu kek," kata Lydia dengan nada lemah yang menjadi penengah keributan mereka.
"Apa-apaan sih lo, Lyd" Jelas-jelas dia yang bikin lo putus sama Nico!" kata Desha sewot.
"Des... Sel... dengerin baik-baik ya. Waktu itu, pas gue maen basket, gue diselengkat sama si ular betina. Pas di tumor gue! Yang nolongin gue tuh dia! Kath! Dia baik lho. Lagian gue juga udah pernah cerita ke lo semua kan" Penyebab gue putus sama Nico tuh bukan karena Kath."
"Oh, gitu!" ujar Ery, cuma sekadar basa-basi.
"Oh, jadi si uler betina yang bikin lo kayak gini"" tanya Sella tambah sewot.
Hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Mmm, sori ya, Kath. Tadi kita udah nuduh lo sembarangan," kata Desha, mendadak lembut karena dia tau dia yang salah.
Sella menyertainya dengan anggukan dan raut muka yang bersalah banget.
"Ya, udahlah. Makanya, laen kali nyapa dulu. Biar gak salah paham lagi!" Kath menasihati dua makhluk itu.
"Eh, kita udah selesai UN lho, Lyd!" kata Ery seneng.
"YAP!" tambah Sella dan Desha kompakan.
"Oh, ya" Bagus donk. tapi...," kata Lydia yang mukanya mendadak murung.
"Tapi kenapa"" tanya Kath.
"Gue kan harus ikut susulan."
"So what" Enjoy aja lagi. Otak lo, kan, smart. So, I think no problem. Lagian soalnya lebih gampang dari try out" timpal Sella.
Lydia benar-benar beruntung mempunyai teman-teman seperti mereka. Teman yang bisa membuatnya kembali tersenyum.
NICO sedang berbaring di ranjang. Dadanya yang bidang kembang-kempis tak beraturan. Dia masih mengingat kejadian itu. Kejadian di mana kali pertamanya Kath membentaknya. Nico tau kalo dia yang salah. Tapi, walaupun dia sudah tau kalau Kath itu ada benarnya, Nico masih juga gak mau peduli dan damai sama Lydia.
Hei, gue kok jadi mikirin dia, sih" Apa betul gue jatuh cinta sama dia" Ah, mikir apaan sih gue"""
Nico mengangkat tubuhnya dari kasur sehingga posisinya sekarang sedang duduk di atas ranjangnya. Dia mengacak rambutnya lagi. Dia terus memikirkan Kath setelah Kath membentaknya kemarin malam.
Nico mengambil HP-nya. Dia segera memencet nomor telepon Kath. Dia ingin minta maaf atas kejadian itu.
"Halo"" sapa Kath yang kedengerannya biasa aja. Nggak kayak biasanya. Biasanya kan Kath seneng kalo ditelepon Nico.
"Kath..." "Kenapa, Nic"" Kath akhirnya berkata lembut
juga. "Bisa ketemuan gak""
"Mmm, gak bisa tuh. Gue ada acara di rumah." Nico mendesah pertanda menyesal. "Kenapa, Nic" Ada yang mau lo omongin""
"Iya. Aku mau ngomong sesuatu ke kamu."
Kath tersentak lantaran kaget. Soalnya, Nico sudah beraku-kamu.
Kath berusaha biasa aja. "Lo mau ngomong apa" Ngomong di telepon aja!"
"Mmm... Aku minta maaf, ya""
"Minta maaf" Masalah apa""
"Itu, masalah kemaren malem..."
"Oh.... Udah gue maafin kok," jawab Kath lembut.
Nico membuang napas lega.
"Beneran nih gak mau pergi""
"Enggak deh." "Oke deh. Bye!"
"Bye!" Nico menutup telepon. Sementara di sana, Kath terheran-heran atas perubahan sikap Nico. Aneh, biasanya kan dia dingin. Ada apa nih" Malah ngomongnya pake aku-kamu segala lagi"
Nico kembali membanting tubuhnya. Matanya menerawang ke langit-langit kamarnya, entah memikirkan apa. Dia mengangkat badannya lagi. Dia butuh refreshing. Dia mengambil sebuah kotak yang berisi koleksi film-film DVD-nya. Dia bingung mau nonton apa. Akhirnya, setelah dipilih acak, Nico memutuskan untuk menonton film Ice Age. Tapi, karena film Ice Age yang ditontonnya belum juga membuat dia fresh, dia akhirnya lebih memilih mematikan filmnya dan mandi sebentar untuk sekadar guyuran yang menyegarkan.
TOK! TOK! TOK! Nico tidak menjawabnya, walaupun pintu kamarnya diketuk. Maklum, Nico emang lagi tidur. Sejak rehat dari sekolah lantaran UN udah lewat, kerjaan Nico emang tidur melulu. Kalo gak, paling-paling cuma bantu-bantu papinya di kantor.
Karena merasa tidak dijawab, yang mengetuk pintu memberanikan diri untuk membuka pintu itu. Ditemukannya sosok Nico yang sedang tidur.
Kath memasuki kamarnya, lalu menutup pintu itu sepelan mungkin lantaran takut Nico terbangun karenanya. Kath mulai berjalan lagi dan akhirnya dia memutuskan untuk menunggu Nico sampai terbangun sambil duduk di atas ranjang Nico. Nico seksi juga...
Setelah menunggu cukup lama sambil mendengar MP4 miliknya, Kath akhirnya memutuskan untuk membangunkan Nico. Tapi, saat Kath hendak menyentuh tubuh Nico, Nico udah bangun duluan.


Love Me Twice Gebetan Lama Rasa Baru Karya Billy Homario di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kath...," sapa Nico sambil mengucek-ngucek matanya. "Ngapain kamu di sini"" tanyanya lagi dengan matanya yang masih sipit.
Tuh, kan! Dia ngomongnya pake 'aku-kamu' lagi!
"Eh, kamu udah bangun" Maksud aku ke sini cuma
mau ngomong..." Ngomongnya di mal aja mau gak" Sekalian jalan-jalan"" tawar Nico sekaligus memotong pembicaraan Kath.
Kath mengangguk. "Oke. Kamu tunggu di sini dulu, ya. Aku mau mandi dulu," kata Nico sambil membangkitkan tubuhnya.
Lagi-lagi Kath mengangguk.
NICO membawa Kath ke sebuah mal yang berada di jantung ibukota. Mal itu emang gak terlalu rame sih hari ini. Ini kan bukan hari libur. Nico memutuskan untuk mengajak Kath untuk ngemil di J.Co.
"Kath, aku mau ngomong sesuatu sama kamu," kata Nico memulai pembicaraan.
Kath mengambil J-Crown Nutella dan mulai menggigitnya.
"Ngomong apa" Ngomong aja!" katanya tenang. "Aku...."
"Ngomong apa, Nic"" "Mmm.... Aku...."
Tiba-tiba, Nico menggenggam tangan Kath.
Mendadak perasaan Kath jadi campur aduk.
"Mmm... Mau... Mmm... Mau ngomong apa, Nic""
tanyanya agak terbata-bata sambil menggerak-gerakkan bola matanya dengan arah yang tak menentu.
Hening. Kath menggerak-gerakkan tangannya dengan maksud melepaskan genggaman Nico. Tapi gak bisa! Genggamannya terlalu kuat. Nico terlihat seperti berpikir.
"I love you, Kath...," kata Nico tiba-tiba. Kath terpaku.
Beberapa detik kemudian, dia baru sadar kalo dirinya udah ditembak Nico.
Tuhan, dia nembak aku. Aku sih emang mau langsung nerima dia. Tapi. kok kayaknya ada yang ngeganjel gitu, ya"
Aku gak bisa ngebohongin perasaanku sendiri," kata Nico lagi.
kath menoleh ke arahnya. Dia tersenyum sebentar. Jantungnya dag-dig-dug gak karuan. Ingin mengeluarkan suara, tetapi tenggorokannya serasa tercekat.
"Kath, aku serius."
Kath menarik napas. Dia menelan ludahnya. Bibirnya mulai bergerak. Mulutnya menganga, ingin mengeluarkan suara. "Aku..."
Nico menunduk. Tangannya masih menggenggam tangan Kath, makin erat.
"I love you, too!"
Nico melotot karena tidak menyangka kalau per-nyataan cintanya akan diterima oleh Kath
. Tak lama kemudian, Nico tersenyum kepada Kath. Kath membalasnya. Sepasang anak muda yang keliatannya sedang pacaran di sebelah mereka seakan memasang tampang iri akan kebahagiaan Nico dan Kath kini.
"Are you sure"" tanya Nico masih gak percaya.
Kath mengangguk. "Tapi, dengan satu syarat...."
Nico tersentak. "Apa syaratnya""
"Kamu harus damai sama Lydia!"
Mata Nico tiba-tiba melotot. Tangannya yang sedari tadi menggenggam tangan Kath, dihempaskannya secara mendadak. Mukanya memerah, agak kesal. "Kenapa" Kamu marah, ya""
Nico sebenernya mau marah. Tapi, gak mungkinlah dia marah-marah dan terus berantem sama Kath. Ini kan hari pertama mereka resmi jadian. Dia gak mau hari pertamanya ini diisi suasana marah-marahan. Dia kan maunya yang romantis gitu. Dada Nico bergemuruh, Darahnya naik saat mendengar kata 'Lydia', mantan merpatinya yang kini terbaring lemah di rumah sakit.
"Enggak, kok. Aku gak marah," jawab Nico berdusta.
"Terus"" "Ya, aku gak mau aja kamu sebut-sebut nama dia lagi. Dia udah bikin aku sakit ati tau!" kata Nico agak sewot.
Kath beranjak dari kursinya. Dia mengambil tempat di sebelah Nico.
"Nic, biar bagaimanapun, dia itu mantan kamu. Musuhan sama mantan itu gak baik lho!" kata Kath, terkesan menasihati.
"Terus aku harus gimana""
"Aku mau kamu jenguk dia," jawab Kath.
Nico tersentak lagi. "Kalo kamu gak mau sekarang, gak papa kok. Yang penting, kamu harus jenguk dia," kata Kath lagi. "Sekadar jenguk aja. Janji""
"Janji," kata Nico, mantap. Dia tersenyum seketika, kemudian dia mencium kening Kath. Mereka berpelukan.
HARI ini bisa dibilang hari yang paling menegangkan. Setelah tiga hari mengikuti UN, ditambah menunggu hasilnyu selama lebih kurang dua bulan, dan setelah hampir tiga tahun berjuang di SMU Harapan Kasih, tibalah pengumuman kelulusan itu. Anak-anak sudah datang dan berkumpul di lapangan sejak pagi tadi.
Hari semakin siang dan sang surya semakin tinggi. Hal ini membuat cuaca mendadak panas. Anak-anak mulai mencari tempat berteduh.
Setengah jam kemudian, kepala sekolah mulai memasuki lapangan. Dia memegang secarik kertas. Kertas itu berisi pengumuman kelulusan. Lydia datang ke sekolah untuk mendengarkan pengumuman kelulusan itu. Dia duduk di kursi roda. Maklum, kakinya masih terlalu sakit untuk berjalan.
"semuanya, mari berkumpul!" perintah kepala sekolah.
Anak-anak langsung berbaris rapi di lapangan. Nico berdiri tepat di belakang Ery. Sebenernya, dia gak mau deket-deket Ery lagi. Tapi, mau gimana lagi" Barisannya udah full. Nico tetap memfokuskan perhatiannya kepada kepala sekolah.
Setelah ceramah hampir setengah jam, akhirnya dia membacakan keputusannya. "Kelas XII IPA satu sampai dengan delapan, LULUS 100%!!!"
Anak-anak IPA langsung loncat-loncat kegirangan sambil saling peluk satu sama lain. Tinggallah anak IPS yang harus menerima kenyataan.
"Kelas XII IPS satu sampai tujuh, LULUS 50%!!!"
Semua siswa melongo. Gak percaya atas ucapan kepala sekolah tadi. Lulus 50%" Berarti yang lulus cuma separuhnya donk. Anak-anak yang nilai di kelasnya biasa aja, mulai tak kuat berdiri lagi. Langsung lemes semua.
"Ditambah 50%!" kata kepala sekolah lagi, seolah memberi seberkas cahaya. "Totalnya. IPS LULUS 100%!!!" tambahnya.
Semua anak-anak, loncat-loncat kegirangan. Mereka semua lulus. Barisan dibubarkan beberapa menit kemudian. Ery hendak memberi ucapan selamat kepada Nico. Tapi, dia mengurungkan niatnya saat melihat Nico memasang tampang jutek saat berpapasan dengannya tadi. Anak-anak mulai berpencar lagi. Ada yang ke kantin, ke kelas untuk sekadar mengingat perjuangan mereka, ada yang nyorat-nyoret baju temennya, dan bahkan ada yang ke perpustakaan.
Lydia cs lebih memilih untuk menetap di kantin.
"Lyd, akhirnya kita semua lulus juga, ya"!" kata Sella seneng banget.
"Iya! NEM gue dapet juara dua lho," jawab Lydia sama senengnya. "Kalian liat Nico gak"" tanyanya lagi yang membuat teman-temannya mendadak ngasemin muka gara-gara ngedenger kata Nico.
"Ngapain sih lo masih nyariin dia"" tanya Desha agak sewot.
"Ngasih ucapan selamat aja, jawab Lydia data
r. "Penting, ya" Dia aja gak ngucapin selamet ke elo!" tambah Sella, sama sewotnya dengan Desha.
"Kenapa lo" Nyariin Nico" Gak usah berharap deh!" Villa tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka.
"Lo jangan mulai cari masalah, ya!" kata Ery sambil ngegebrak meja. Dia kemudian menatap Villa tajam. Villa rada takut kayaknya.
"Gimana tuh kaki" Udah sembuh"" sindir Villa
lagi. "Pergi lo!" kata Erv sambil mendorong Villa.
Villa menatap Ery tajam. Villa pun mulai menjauh karena merasa dirinya udah kalah. Setelah agak jauh, dia mengacungkan jari tengahnya ke arah mereka.
Ery memelototinya sambil mengumpat, "Dasar
per..." "Jangan ngomong sembarangan!" perintah Desha sambil menutup mulut Ery sebelum Ery sempat berkata-kata.
Hening. Sibuk mikir mau ngapain.
"Kita ke mal yuk. Buat merayakan ini semua"" tawar Sella.
"Boleh!" sabut Desha.
"Tapi, lo gak malu bawa gue" Gue kan pake kursi roda" tanya Lydia yang mukanya mendadak murung.
"Ya ampun, Lyd! Gue, Desha, dan Sella ini temen lo. Jadi, gak usah malu-maluan segala. PD aja lagi! Kalo diliat-liat juga kita mempunyai kelebihan dibanding orang lain," kata Ery, membangkitkan kepercayaan diri si cantik Lydia.
Lydia menggigit bibirnya, terlihat berpikir. "Ayo, pergi sekarang!"
Mereka semua tersenyum, kemudian berpelukan bersama.
"Gue bangga punya temen kayak lo semua!" kata Lydia lagi, rada terharu juga.
"LET'S GO TOGETHER!!!" kata Ery dengan semangat '45.
HP Nico tiba-tiba berbunyi. Dia melihat nama di layar HP-nya. Kath.
"Halo!" sapa Nico.
"Halo, Nic. Kamu lulus, kan""
"Pastinya...," jawab Nico, bangga. "Kamu""
"Lulus donk!" "Kita ke mal yuk! Itung-itung buat ngerayain." "Ayo!"
"Aku jemput ke sekolah kamu sekarang, ya"" tawar Nico.
"Oke deh," jawab Kath seneng.
Tanpa pikir panjang, Nico langsung melesat menuju mobilnya yang berada di halaman parkir. Dia mulai menancapkan gas menuju sekolah Kath dan membawanya pergi ke mal.
Plaza Indonesia, Watersteak
"JADI, kapan lo bisa keluar dari rumah sakit"" tanya Desha.
"Gue juga maunya cepet-cepet keluar," jawab Lydia sambil meletakkan garpu dan pisau makannya.
"Tapi..." "Tapi kenapa"" tanya Sella yang juga menghentikan makannya.
"Tapi... gue harus diamputasi bulan ini juga," kata Lydia.
Temen-temennya tiba-tiba menghentikan aktivitas makannya. Mereka kayaknya udah gak nafsu makan lagi.
"Gue harus diamputasi, guys!" kata Lydia sambil tersenyum. Padahal, di dalam hati dia menjerit dan menangis.
"Ya, udahlah. Kalo emang amputasi bisa buat lo lebih baik." timpal Ery yang disertai anggukan Desha dan Sella.
Mereka melanjutkan makan lagi. Makannya agak lama kali ini. Mungkin karena kata-kata Lydia tadi. Tiba-tiba Desha melihat satu objek yang membuatnya panas. Dia ngeliat Nico dan Kath sedang jalan sambil gandengan. Desha hanya mengetahuinya sendirian. Teman-temannya yang lain, termasuk Lydia masih sibuk dengan makanan masing-masing.
Ini gak bisa dibiarin. Lydia gak bisa diginiin terus!
NICO baru saja mengantarkan Kath pulang ke rumahnya. Bulan sudah mulai tinggi. Nico melajukan mobilnya dengan lambat.
Tiba-tiba, mobil Nico dihadang oleh tiga orang yang merentangkan tangannya sambil membalikkan badan. Nico spontan menekan klakson mobilnya sambil mengerem mobilnya.
Tiga orang itu berbalik. Betapa terkejutnya Nico saat mengetahui itu adalah Desha, Ery, dan Sella.
"Nic, gue mohon lo turun sebentar. Kita harus ngo mong," kata Desha, sedikit berteriak sambil menekankan kata 'mohon.'
Nico mematikan mesin mobilnya. Dia keluar dari mobil. "Ngapain"" tanyanya dengan nada malas disertai muka gak seneng.
"Ini masalah Lydia," kata Sella.
"Gue gak ada waktu buat ngomongin dia. So, gue minta sekarang lo semua minggir atau lo semua mau gue tabrak!" kata Nico berani.
"Nic, lo gak bisa begitu," kata Ery yang membuat Nico mendekat ke arahnya.
"Apa maksud lo"" tantang Nico yang tangannya sudah mengepal.
"Waktu itu, dia lagi butuh waktu buat sendirian jad..."
"Alah...! Lo gak usah banyak bacot deh!" kata Nico semakin menantang. "Kalo dia butuh waktu sendirian, ngapain dia ke Rendezvous
sama lo"" tanya Nico lagi yang sepertinya memang ingin menyelesaikan masalah ini.
"Dia mau curhat sama gu..."
Kata-kata Ery terpotong karena tiba-tiba Nico menonjok pipinya. Ery tersungkur. Desha membantu Ery berdiri. Sella sekarang yang berhadapan sama Nico.
"Eh, gak usah pake nonjok-nonjok segala donk! Banci lo!" kata Sella sewot.
Nico tidak memedulikan omongan Sella. Dia melihat ke arah Ery, Desha, dan Sella satu per satu. Dia membuang muka dan kemudian berjalan ke arah mobilnya.
"NIC ASAL LO TAU AJA! LYDIA ITU KENA KANKER TULANG!!!" teriak Sella saking kesalnya.
Hal ini membuat Nico menghentikan langkahnya.
"KANKER TULANG!!!" tambah Desha berteriak
juga. Nico mendengar kata-kata itu, tetapi dia lebih memilih untuk memberi kesan gak peduli. Nico melanjutkan langkahnya menuju mobil. Dia membuka pintu mobil, lalu masuk dan membanting pintunya. Dia melajukan mobilnya dengan kencang. Ery, Desha, dan Sella hanya bisa saling bertatapan gak jelas.
Pikiran Nico kacau banget. Kanker tulang"
@#$%#%@#$%!!! Dia menaikkan kecepatan mobilnya.
10. Dovamor (Au Revoir...) NICO menjambak-jambak rambutnya, melempar apa saja yang bisa dilempar. Dia merasa bersalah pada Lydia. Dia ingin menjenguknya untuk minta maaf, tapi masih terlalu gengsi. Dia membanting tubuhnya ke ranjang.
"AAARRRGGGHHHH!!!" teriaknya sebagai pelampiasan.
TOK! TOK! TOK! Nico tak menjawabnya, membiarkan orang yang mengetuk pintu masuk.
"Astaga! Kamu kenapa, Nic"" tanya Kath kaget setengah mati saat melihat keadaan Nico yang beran-takan.
Nico tidak menjawab. Kath mendekat ke arahnya. Pikiran Nico masih menerawang ke arah kejadian kemarin malam. Kejadian di mana teman-teman Lydia mencegatnya dan memberitahu tentang penyakit Lydia.
"Nic! Kamu kenapa"" tanya Kath lagi yang nada bicaranya semakin tinggi.
Nico tetap tidak menjawab. Tiba-tiba HP Kath
berdering. Kath. u ke sini skrg! Lydia mo ngmg ma u! Ktnya pntg bgt! Cptan y, kl bs ajak Nico! Coz, ini pntg bgt!
Kath memasukkan HP ke dalam tasnya. Dia kebingungan. Pikirannya mulai bercabang. Satu ke arah Lydia, satu lagi ke arah Nico yang masih terdiam terpaku. Ketika Kath ingin mengguncang-guncangkan tubuh Nico, tiba-tiba Nico memeluknya.
"Nic, kamu kenapa"" tanya Kath yang masih heran.
"Kamu bener, Kath!"
"Bener apaan"" tanya Kath lagi, makin kebingungan.
"Lydia sakit parah," kata Nico dengan suara bergetar.
Kath terdiam, sepertinya berpikir. "Terus"" "Aku mau minta maaf sama dia." "Ya, udah. Kalo gitu, kamu ikut aku ke rumah sakit sekarang!"
DI lobi rumah sakit, Nico dan Kath berjalan tergesa-gesa. Jantung Kath berdegup gak karuan. Dia takut ada apa-apa sama Lydia. Nico juga begitu. Kalau sampai ada apa-apa sama Lydia, dia gak bisa maafin dirinya sendiri karena dia belum sempet minta maaf sama yang bersangkutan.
Mereka sampai di depan pintu lift. Kedua lift sedang berada di lantai delapan. Terpaksa, mereka berdua menunggu lift itu kembali ke lantai dasar dulu. beberapa menit menunggu, akhirnya lift - sampai juga di lantai dasar. Mereka pun masuk ke dalam lift itu.
Sesampainya di lantai yang bersangkutan Kath langsung menarik tangan Nico untuk berlari ke kamar Lydia. Kath membuka pintu kamar Kamboja 8E. Nico dan Kath langsung memasuki kamar itu. Di dalamnya, sudah ada Ery, Desha, Sella, Valentino, dan orangtua Lydia.
"Nico!" kata Ery takjub. Dia gak nyangka Nico mau dateng buat ngejenguk Lydia.
Karena Ery yang pertama memanggil Nico, maka semuanya langsung melihat ke arah Nico. Lydia juga berusaha melihat. Hatinya kini sudah cukup tenang.
"Ery! Maafin gue, ya!" kata Nico sambil memeluk Ery sebagai tanda persahabatan. Ery hanya bisa mengangguk.
"Lo yang ajak dia ke sini, ya, Kath"" tanya Desha.
"Enggak kok. Dia yang mau dateng. Gue juga gak tau kenapa," jawab Kath.
"Gitu donk! Baru namanya gentle!" tambah Sella.
Hening. Semua sibuk menyaksikan Nico dan Lydia yang masih diem-dieman.
"Lyd...," sapa Nico kepada Lydia yang terbaring lemah.
"Nico...," jawab Lydia dengan nada lemah.
Nico langsung menghampiri Lydia dan meme luknya. Kath yang melih
at hal ini, sempat merasa cemburu juga. tapi, belakangan dia maklum.
"Aku minta maaf, Lyd! Aku gak tau kalo kamu itu sakit parah!" kata Nico dalam pelukannya.
"Iya. Aku udah maafin kamu kok." jawab Lydia yang mulai menangis kecil dalam pelukan Nico. "Dari kita putus dulu," tambahnya.
Hening. "Ma, Pa, aku boleh jalan-jalan sebentar kan sama Nico dan Kath"'" tanya Lydia sambil menghapus air mata di pipinya.
"Jalan-jalan ke mana"" tanya mamanya Lydia.
"Aku mau ke taman sama Nico dan Kath. Boleh
kan" "LYD aku bener-bener minta maaf, ya," kata Nico setelah mereka baru saja sampai di taman rumah sakit.
Lydia mengangguk seraya tersenyum. Dia berada di kursi roda sekarang. Kakinya sama sekali sudah terlalu lemah untuk berdiri, apalagi berjalan.
"Lyd, gue juga mau minta maaf. Gue udah ngerebut Nico dari el..."
Kata-kata Kath terpotong karena Lydia menempelkan telunjuknya di bibir Kath. Nico juga tertarik untuk mendengarkan hal ini.
Lydia melepaskan telunjuknya. "Kath, lo harus jagain Nico, ya"" kata Lydia sambil menitikkan air mata.
"Kok kamu nangis sih, Lyd"" tanya Nico sambil mengerutkan dahinya heran.
"Besok aku harus ke Singapura untuk mengamputasi kakiku yang sudah ditumbuhi tumor ini!" kata Lydia yang tangisnya tambah hebat.
DEG! Jantung Nico seakan berhenti berdetak. Kath juga merasakan hal yang sama. "Tapi, ak..."
Tangis Lydia mulai terhenti, walaupun sesekali sengukan. "Ssssttt,..," ujar Lydia sambil menempelkan telunjuknya di bibir Nico kali ini. "Kalian akan inget sama aku terus kok."
"Tapi, gimana caranya, Lyd"" tanya Kath.
Lydia menggerakkan tangannya ke arah lehernya. Dia bermaksud melepas kalung berliontin merpatinya. Setelah dilepas, dia memberikan kalung itu kepada Kath.
"Kath, lo harus pake dan jaga kalung ini. Secara gak langsung, lo pasti inget sama gue," kata Lydia lagi sambil menawarkan kalung itu kepada Kath.
Kath menatap kalung itu bimbang. Dia menatap Nico sebentar. Nico mengangguk sambil tersenyum.
Kath mengambil kalung itu dan langsung memakainya. "Thanks ya, Lyd!"
Lydia mengangguk. Valentino tiba-tiba datang di tengah mereka. "Lyd, kamu harus makan siang sekarang!" katanya. Lydia mengangguk lagi.
"Inget, ya! Kalian harus akur sampai kalian nikah nanti. Aku juga udah ngerelain Nico kok. Aku juga janji kalo nanti aku pasti dateng ke resepsi kalian nanti," kata Lydia sebelum Valen membawanya kembali ke kamar.
Nico mengangguk. "Iya, Lyd! Aku janji!"
Kath juga mengangguk. "Iya! Gue juga janji!"
Nico, Kath. dan lydia tersenyum bersamaan. Valentino yang melihat aksi ini sempat menitikkan air mata haru.
"Besok, kalian masih bisa nganter aku ke airport, kok. Aku akan tunggu kalian. Aku berangkat ke airport pukul 7," kata Lydia lagi.
"Kalau di sini Lydia sudah check out, kalian langsung ke airport aja. Ke terminal 2. Lydia naik Cathay Pacific" kata Valen, menambahi.
Nico dan Kath mengangguk bersamaan sambil tersenyum. Lydia membalasnya dengan senyuman pula. Valen langsung mendorong kursi roda Lydia. Membawanya kembali ke kamar Kamboja 8E.
Perasaan Nico campur aduk sekarang. Dia merasa lega karena masalahnya dengan Lydia sudah selesai. Namun, dia juga takut karena besok mungkin adalah hari terakhir dia bertemu dengan Lydia. Dan dia juga geli sendiri karena teringat akan kejadian Cathay Pacific itu.
Cathay Pacific. Ya, makanan gue dari pesawat itu tumpah gara-gara dia dulu.
"Nic, are you alright"" tanya Kath.
"Absolutely!" jawab Nico yang baru sadar dari lamunannya.
"Besok kita jadi nganterin Lydia, kan"" tanya Kath
lagi. "Absolutely!" "NICOOOO!!! GET UP!!!" teriak Kath sambil memukul Nico pake bantal karena Nico masih tertidur pulas.
Nico terbangun. Dia mengucek matanya. "Ada apaan sih" Ganggu aja!" tanyanya asal karena nyawanya belum ngumpul.
"Kamu mau nganter Lydia gak"" tanya Kath lagi.
Nico langsung bangkit. Dia melirik jam bekernya. Jam setengah tujuh. Berarti tinggal setengah jam lagi.
"Cepetan mandi! Tunggu apa lagi"!" kata Kath.
Nico langsung masuk ke kamar mandi. Dia guyuran seadanya. Dia takut tidak akan bertemu Lydia lagi.
Nico pun akhirnya selesai mandi dalam waktu lima menit saja. Biasanya kan butuh waktu setengah jam. Setelah berpakaian, dia dan Kath langsung berlari dan masuk ke mobil.
"Nic, ke airport aja. Gak usah ke rumah sakit lagi! Too late!" kata Kath.
Nico menuruti kata-kata Kath. Setelah mobilnya berhasil keluar dari rumah, dia langsung mengendarai mobilnya menuju airport dengan kecepatan tinggi.
Wait for us, Lydia.... NICO memarkirkan mobilnya di parkiran terminal 2. Setelah mobilnya terparkir, dia dan Kath langsung berlari ke terminal keberangkatan. Di sana Nico dan Kath akhirnya menemui Valentino yang sepertinya sedang menunggu seseorang.
"Valen, Lydia mana"" tanya Nico sambil celingak-celinguk.
"Eh, kalian, akhirnya dateng juga. Adek gue udah berangkat sepuluh menit yang lalu," kata Valen dengan nada kecewa.
DEG! Kaki Nico dan Kath langsung lemes. Air mata Nico mulai jatuh ke pipinya. Kath memeluk Nico untuk memberinya sedikit kekuatan untuk menghadapi kenyataan ini. Nico berusaha tegar, tapi nggak bisa.
"Lo tenang aja, Nic. Dia nitipin ini ke elo!" kata Valen sambil memberikan sebuah surat di dalam amplop bergambar sepasang merpati.
Tangan Nico yang sudah mati rasa lantaran Lydia sudah pergi, akhirnya bisa digerakkan juga. Dia mengambil surat itu. Betapa cantiknya surat itu! Sama cantik dengan penulisnya. Amplopnya gambar sepasang merpati. Warna dasarnya pink. Tulisan 'To: Nico' tertulis dengan indahnya.
Nico membuka amplop itu lalu mengambil suratnya. Kath juga ingin melihat surat itu.
Nico. mantan merpatiku. *...He... he... he... Aku pergi dulu yah. Aku gak akan lama kok. Kamu harus langgeng sama Kath ya! Aku janji kalau kalian menikah nanti, aku pasti datang.
Aku juga minta doa dari kamu, Kath. dan temen-temen. Doain aku biar proses amputasinya Sukses. Kecewa sih harus diamputasi. tapi, mau gimana lagi" Hu... huuu... huu...
Itu aja dari aku deh. Inget ya kamu harus langgeng sama Kath. Jaga kalung berliontin merpati milik kalian! Saksinya temen-temen Sama Valen lho! Kalau kamu ada apa-apa Sama Kath. mereka akan ngadu ke aku! Hi hi hi Satu lagi! Kalau aku udah balik ke Jakarta, otomatis kakiku Sudah hilang Sebelah. Kamu gak boleh malu punya temen cacat kayak aku ya!
Bye, Nico! Yours truly. Sisca Veronica Lydia Nico melipat surat itu lagi kemudian menempelkannya tepat di depan dadanya. Air matanya menetes lagi. Namun, wajahnya menyiratkan ketenangan.
"Nic"" kata Kath yang membuat Nico menghapus air mata di pipinya.
"Hmmm""""
"Kita jalan-jalan yuk!"
"Ayo! Mau ke mana""
"Mmmm... liat aja nanti!" kata Kath sambil mengambil kunci mobil Nico dari tangannya. "Valen, kami pergi dulu yah!" katanya lagi kepada Valen.
"Oke! Inget pesen adek gue, ya! Kalian harus langgeng!" Valen berpesan.
Nico mengacungkan jempolnya. Hatinya sangat tenang kini. Masalahnya sudah selesai. Kath menarik tangannya.
"Aku yang bawa mobilnya, ya!" kata Kath.
Epilog All Things Change KATH mengajak Nico ke suatu tempat yang tidak pernah bisa Nico lupakan seumur hidupnya. Nico memang sudah pernah ke sini. Tapi itu dulu, waktu masih TK. Tepatnya saat perpisahan TK.
"Kok kamu bisa ajak aku ke sini"" tanya Nico takjub.
"Iya. Aku ajak kamu ke sini karena aku tau dari Jijie Kayla kalo kamu baru sekali ke sini," jawab Kath dengan nada sedikit menghina.
"Thanks, ya!" kata Nico yang kemudian memeluk Kath. "Aku emang dari dulu pengen banget ke Du-fan!"
"Masuk yuk!" ajak Kath sambil menarik tangan Nico.
Di dalam, Nico ingin sekali menaiki semua wahana di Dufan.
"Ayo, Nic! Naik ini. ya"" ajak Kath dengan tatapan memelas sambil menunjuk ke arah Halilintar.
"Gak ah! Aku takut!" kata Nico yang sudah agak pucat.
"Ayolah! Kalo kamu takut, teriak aja kayak mereka!" kata Kath lagi.
"Aku gak ma..."
Sebelum Nico berbasil melengkapi kata-katanya, Kath sudah menarik tangannya. Mereka mulai mengantre.
Kini, pantat mereka sudah mendarat mulus di kursi salah satu gerbong Halilintar. Paling depan lagi! Jantung Nico dag-dig-dug gak karuan. Kath sih tenang.
"Inget, ya, Nic! Kalo takut teriak aja!" kata Kath saat kere
ta sudah mulai menanjak. Kereta sudah mulai turun dari tanjakan. Kecepatannya bertambah. Sebentar lagi, kereta akan menuju lingkaran maut.
"AAARGGGHHHH!!!" teriak Nico dengan tampang ketakutan banget.
"Hahaha...," tawa Kath. Wajahnya menyiratkan kepuasan yang mendalam. Begitu pula dengan Nico. Nico jadi terkekeh sendiri mengingat pertemuan mereka pertama kali, saat ban mobil Kath kempes, perjodohan, dan akhirnya seperti ini.
We are whatever what we thought


Love Me Twice Gebetan Lama Rasa Baru Karya Billy Homario di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

All of our personality Grow together with our minds
With our minds, we make a world
You have to full your minds with love
Love for all your friends and rivals
Work on for get perfection in love
Someday, you will get enlightenment in the perfection
All things change No one is constant Nico meletakkan pulpennya. Dia melipat kertas bertuliskan puisi itu menjadi pesawat kertas. Dia berjalan menuju arah jendela. Membuka gorden dan membuka jendelanya.
Nico menggenggam liontin merpatinya yang
tersembunyi di balik kausnya. Memejamkan matanya...
Menarik napas... Mengumpulkan tenaga, lalu menerbangkan pesawat kertas berisi puisi itu. I will always miss you, Lydia. Au Revoir...
-THE END- April 27, 2007 Rajahan Naga Hitam 2 Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata Kill Mocking Bird 2

Cari Blog Ini