Ceritasilat Novel Online

Miss Pesimis 4

Miss Pesimis Karya Alia Zalea Bagian 4


Gue punya hati, Dri, ucapnya singkat dan dia langsung menciumku.
Pertama-tama aku menolak ciuman itu dan mencoba mendorong tubuh Ervin
agar menjauh. Tapi kemudian lidahnya mulai terasa di mulutku dan semua
rencanaku buyar. Tanpa kusadari, tanganku sudah menyentuh punggungnya. Aku
bisa merasakan bagian depan celana jins Ervin bergesekan dengan pahaku. Hari itu
aku mengenakan babydoll dengan motif kotak-kotak, mirip sekali dengan tukang jual
susu di kaleng Susu Bendera. Yang jelas penampilanku sama sekali tidak seksi. Tapi
sepertinya Ervin tidak memperhatikan hal itu.
This is a really bad idea. Aku mencoba berkata di antara ciumannya, tapi aku
tidak bisa berhenti membalas ciumannya.
Bagaikan tidak mendengarku, Ervin menciumku lebih dalam. I love your smell,
ucap Ervin sambil menyapu leherku dengan bibirnya sebelum kemudian
memberikan ciuman-ciuman lembut di sekitar bahuku.
Yeah" Aku mencoba memfokuskan pikiranku. Aku tidak pernah tahu
tubuhku bisa bereaksi seperti ini. Jelas-jelas ini tidak pernah terjadi dengan Vincent,
bahkan Baron. Fresh, kayak rumput baru dipotong, jawabnya dan ciumannya beralih ke daun
telingaku. Aku tidak menanggapi komentar Ervin karena tangannya sudah menyentuh
payudaraku. Kemudian tiba-tiba dia berhenti menciumku dan mundur beberapa
langkah. Aku hampir saja jatuh ke lantai karena kakiku terasa terlalu lemas. Setelah
yakin bahwa aku tidak jatuh tersungkur, kualihkan perhatianku kepada Ervin.
Wajahnya merah padam dan matanya memandangku dalam. Tatapannya bermula
dari mataku, kemudian turun ke bibir, ke leher, ke dadaku yang untungnya masih
tertutup oleh bajuku, ke perut, ke bawah perut, lalu kembali lagi ke mataku. Aku
yang bingung atas reaksinya cuma bisa memandanginya. Pelan-pelan aku maju ke
arahnya dan menyentuh dadanya. Satu per satu kancing kemejanya mulai
kulepaskan. Ervin tidak protes, dia hanya memperhatikanku. Rupanya dia sedang
menunggu hingga aku yang maju untuk memberinya tanda bahwa aku juga mau
apa yang dia inginkan. Dan saat itu aku sadar, aku akan melepaskan keperawananku pada Ervin. Apa
normal bagi seorang wanita untuk melakukan ini dengan salah satu teman baiknya"
Dengan perlahan Ervin membaringkanku dan menyelimuti seluruh tubuhku
dengan tubuhnya. Selanjutnya aku bagaikan sedang dibakar oleh rasa yang tidak
bisa kugambarkan. Aku terbang ke awang-awang, semakin tinggi, semakin tinggi.
Satu dekade, satu abad, satu aeon, lalu baru kembali ke bumi.
* * * Aku terbangun dan melihat Ervin masih tertidur di sebelahku. Wajahnya tersenyum
damai. Napasnya terdengar enteng. Ada bekas gigitanku di bahu kanannya. Ingin
rasanya aku meringkuk di dalam pelukannya dan diselimuti oleh tangannya yang
besar. Ervin yang penuh dengan kehangatan dan kehati-hatian terhadapku...
Oh, shit... don t tell me... Aku sudah jatuh cinta sama Ervin" Tidak mungkin. Aku
mencintai Baron, Ervin hanya sebuah... hiburan. Seorang pengganti hingga aku
menemukan yang sebenarnya. I am not in love with him. I am NOT in love with him.
Aku bertengkar dengan pikiranku sendiri. Panik karena argumentasiku tidak
kuat untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa aku tidak me
ncintai Ervin, aku bangun dari tempat tidur sepelan mungkin dan menuju ke kamar mandi. Aku
berdoa agar Ervin sudah tidak ada di tempat tidurku ketika aku keluar dari kamar
mandi. Kalau bisa mungkin dia sudah pergi sarapan sendiri dan meninggalkanku
seharian karena aku tidak akan sanggup menghadapinya pagi ini.
* * * Malam Tahun Baru. Sepanjang hari, satu-satunya hal yan gtidak membuatku gila
setiap kali melihat Ervin adalah dengan mengingatkan diriku sendiri bahwa aku
mencintai Baron dan Ervin hanyalah pengisi kekosongan dalam hidupku untuk
sementara waktu. Dengan tubuh yang bisa membuat perempuan mana pun ngiler...
good kisser, caring lover. Damn it, kok balik lagi ke situ sih"
Lagi-lagi aku dan Ervin menghabiskan waktu dengan gerombolan si berat, alias
Eddie dan pasukannya. Aku mencoba berada sejauh mungkin dari Ervin. Eddie
yang memperhatikan tingkah lakuku jadi agak bingung.
What s going on with you and the Dude" tanya Eddie padaku setelah berhasil
memojokkanku ketika Zach, Othman, dan Ervin sedang main basket. Eddie
menjuluki Ervin the Dude karena menurutnya, Ervin agak-agak kelihatan seperti
Ashton Kutcher di film Dude Where s My Car kalau lagi ngomong.
Aku dan Eddie duduk di pinggir lapangan basket.
Nothing is going on, aku mencoba untuk menghindar.
Memangnya hubungan kalian berdua apaan sih" Kalian ini pacaran apa
bukan" Kami TIDAK pacaran. Oh, oke. Soalnya kamu ngeliatin dia kayak pernah ngeliat dia telanjang aja.
Aku kaget mendengar komentar Eddie.
Apa" Memangnya dia ngomong apa ke kamu" tanyaku panik.
What" Tidak, maksudku... Oh, shit... Did you... Eddie tidak menyelesaikan
kalimatnya dan mulai tertawa terbahak-bahak. Ketahuan deh, lanjutnya masih
tetap tertawa. Berhenti ketawa, kalau nggak mau babak belur! ucapku garang.
Whoa... biasa ganas juga kamu... Eddie masih tetap ketawa. So he was good
then" tanya Eddie polos sambil masih berusaha mengendalikan cekikikannya.
Aku menatap Eddie tidak percaya. Bagaimana mungkin aku terpojokkan untuk
membicarakan sex life-ku kepada laki-laki ini" Aku bahkan tidak terlalu
mengenalnya. Tadinya aku masih mau menyangkal, tapi akhirnya aku menyerah.
Well, I don t know... I guess he was, ucapku pelan. Pipiku terasa panas karena malu.
What do you mean you don t know" Eddie masih tidak bisa berhenti tertawa.
Ya, I don t know. Aku tidak punya perbandingannya. Baru kemudian aku
sadar apa yang baru kukatakan karena Eddie melihatku sampai bengong. Dia sudah
berhenti tertawa. Setelah beberapa menit dia baru bisa berbicara lagi.
You mean, you were still...
Aku mengangguk mendengar pertanyaan Eddie itu. Yeah, so what" Suaraku
terdengar galak. Eddie terdiam lagi, dari wajahnya aku bisa lihat adanya suatu tatapan penuh
hormat padaku. Good for you, ucap Eddie akhirnya.
Kami lalu terdiam sesaat dan menonton pertandingan basket di hadapan kami.
Well, kurasa, pasti kamu oke banget... soalnya dari tadi dia ngeliatin kamu kayak
pengin menelanmu bulat-bulat, lanjut Eddie sambil tersenyum.
Nggak gitu deh, sangkalku. Mukaku kembali memerah dan aku mencoba
menurunkan topiku supaya Eddie tidak bisa melihat perubahan warna itu.
Percaya deh. Aku tahu tampang cowok yang puas. Tampangku begitu setelah
melakukannya dengan Steph.
Kini giliranku yang tertawa terbahak-bahak. Steph atau Stephanie adalah calon
istri Eddie. Dari fotonya aku sebetulnya agak-agak bingung kok Eddie bisa jatuh
cinta pada perempuan yang tampangnya seperti encim-encim, padahal Eddie itu
ganteng banget, agak-agak mirip Lee Hom, penyanyi Asia yang besar di New York
itu. Perlu nggak sih ngasih tahu soal itu" tanyaku di antara tawaku.
Eddie pun tertawa. Bukan mau menggurui, tapi menurutku dia orang baik,
dan kalian kelihatannya akur, lanjut Eddie.
Yeah, we re good friends.
Eddie memandangku dengan tatapan tidak percaya. I think he s in love with
you. He is NOT in love with me. Tidak mungkin, I m not his type. Trust me... I know.
Well, Steph is not my type either, but I love her to death. Aku senang sekali waktu
dia memilihku. Kini giliranku yang memandangi Eddie tidak percaya. Siapa
yang bisa menyangka ternyata cinta Eddie untuk Steph begitu dalam" Aku tersenyum melihat
wajah Eddie yang penuh kebahagiaan.
Hei, kalian lagi ngobrolin apa" teriak Zach dari lapangan.
Just some girl stuff, teriak Eddie balik yang disambut oleh gelegar tawa Ervin
dan Othman yang kemudian kembali pada permainan basket mereka. Mataku tidak
sengaja mengarah ke Ervin dan tatapannya membuatku merasa gerah.
Menurut kamu, normal nggak sih kalau mencintai dua orang pada saat yang
sama" tanyaku pada Eddie.
Ya, sampai tahap tertentu. Tapi, pada akhirnya, kamu cuma bisa mencintai satu
orang. Kenapa" Kamu lagi dilema, ya"
Yeah, lumayan. Aku mencintai cowok ini, tapi terus kebayang-bayang cowok
lain. Aneh, kan" Cowok yang satu lagi itu tahu kamu selalu memikirkannya"
Lalu aku menceritakan segala sesuatunya, dan Eddie memikirkannya sesaat.
Menurutku, lupakan Baron. Dia tidak nyata. That dude is. Eddie menunjuk Ervin
yang sedang menanggalkan kausnya karena kepanasan.
Aduh. Penting nggak sih" Apa dia tidak tahu kaus itu satu-satunya pembatas
supaya aku tidak membayangkannya naked" teriakku pada diriku sendiri, putus asa.
So if you want him, you gotta let him know, lanjut Eddie. Ternyata rencana untuk
menjadi seorang suami bisa membuat laki-laki jadi lebih wise. Aku bersyukur bahwa
Eddie bisa memberiku pendapat.
Tapi, kalau ternyata dia tidak menginginkanku, bagaimana"
Cari laki-laki lain yang menginginkanmu. Kamu ini cantik, tahu. Kamu pintar,
mandiri, dan tidak mau diremehkan orang. Kamu pasti bisa.
Mendengar nasihat Eddie, aku langsung memeluknya.
Hey, Adriana, apa awak buat ni" Dia dah nak berkahwin dah. But me... I m free as a
bird, awak boleh cium saya sesuka hati awak, teriak Othman sambil membuka
tangannya menunggu hingga aku lari ke pelukannya.
Aku dan Eddie hanya tertawa.
* * * Setelah pembicaraanku dengan Eddie sore itu, kami berencana merayakan Tahun
Baru bersama-sama di Pool Party yang diadakan hotel. Selama beberapa jam aku
memikirkan nasihat Eddie dan menimbang-nimbang apakah aku betul-betul sudah
jatuh cinta pada Ervin. Dan apakah betul Ervin juga begitu" Komentar itu datang
dari Eddie yang baru mengenal Ervin selama tiga hari, bagaimana mungkin dia bisa
mengambil kesimpulan sedetail itu tentang perasaan Ervin terhadapku"
Apa aku sudah buta" Is it really that obvious" tanyaku dalam hati.
Tapi aku tahu betul sifat Ervin dan aku yakin bahwa hal-hal yang kami lakukan
tadi malam sekadar pity sex, bukan love sex. Walaupun sekarang aku mengerti
kenapa banyak perempuan yang sudah putus sama Ervin masih suka menatap
Ervin seperti dia itu a sex god. Dan sadarlah aku bahwa liburan ke Lembang ini
adalah ide terbaik yang pernah keluar dari pikiran Ervin. Di tempat yang damai ini
aku akhirnya sadar bahwa aku harus membuat perubahan pada diriku sendiri, dan
perubahan itu harus mulai dari aku. Aku sadar bahwa aku harus bergerak maju dan
melupakan yang sudah berlalu. Aku harus melupakan Baron. Aku menganalisis
diriku sendiri. Apa sebenarnya yang kuinginkan" Perasaan tidak tenang yang sudah
tertahan selama tiga puluh tahun mulai kembali lagi. Aku harus melakukan sesuatu
yang gila. Aku hanya akan hidup sekali, dan keluarlah ide itu. I need to do something I
have never done before without thinking twice about it. Aku harus melakukan yang tak
pernah kulakukan ini tanpa berpikir dua kali tentangnya.
* * * Jam delapan malam, ketika aku dan Ervin seharusnya keluar untuk menemui Eddie
and the gank di kolam renang, aku mempersiapkan diri untuk meluncurkan
rencanaku yang terakhir. Aku keluar dari kamarku hanya dengan menggunakan bra
dan celana dalam yang ditutupi kimono hotel dan mendapati Ervin sedang nonton
MSNBC yang menayangkan informasi stock exchange. Awalnya aku merasa
canggung sehingga berniat membatalkan rencanaku karena malu. Tapi aku berhasil
menahan diri dan mulai berjalan pelan ke arah TV. Ervin tetap masih sibuk dengan
TV dan tidak memperhatikanku sama sekali.
Vin, panggilku pelan. Mmmhhh" jawabnya tanpa menoleh.
Aku berjalan beberapa langkah lagi dan sampailah aku di sofa. Kemudian aku
mengelilingi sofa sa mpai bisa berdiri di depan Ervin.
Dri, minggir dong, gue lagi nonton TV, Ervin mencoba untuk melihat ke TV
dan tidak memperhatikanku.
Pelan-pelan aku lepaskan tali yang mengikat kimonoku dan membiarkan
kimono itu jatuh ke lantai. Hanya dalam hitungan detik aku sudah mendapatkan
perhatian Ervin sepenuhnya. Dia melirik kimonoku yang ada di lantai sebelum
kemudian mengangkat kepalanya dan menatapku.
What are you doing" tanyanya bingung.
Aku tidak menjawab pertanyaannya, hanya pelan-pelan berlutut di
hadapannya. Sekarang mataku satu level dengan matanya yang kelihatan
superbingung dan serbasalah. Aku ambil remote yang ada di tangannya dan
kumatikan TV. Kuletakkan remote itu di meja sebelum kemudian kembali
memfokuskan diriku pada Ervin. Perlahan kudekatkan wajahku ke wajahnya dan
mulai mencium bibirnya. Pertama-tama dia tidak bereaksi, mungkin karena masih
shock. Aku memberanikan diri untuk menggodanya.
Lo yakin" tanyanya ragu.
Aku mengangguk. Tiba-tiba aku sudah terbaring di sofa dan Ervin menciumku,
tidak ada satu artikel pakaian pun yang masih menempel di tubuh kami dan aku
bisa merasakan seluruh bagian Ervin di dalam tubuhku.
Aku betul-betul sudah jatuh cinta padanya. Aku baru sadar bahwa
kemungkinan besar aku sudah mencintai dan menyayangi Ervin semenjak dia
menawarkan Doublemint padaku. Aku suka wajahnya yang selalu ceria kalau
bertemu denganku dan lagaknya yang sok cool walaupun dia itu dorky banget. Aku
suka caranya yang selalu mencoba untuk melindungiku, meskipun kadang-kadang
suka berlebihan sampai marah-marah. Aku suka caranya make love denganku, selalu
perhatian dengan apa yang kubutuhkan. Yang jelas, I love the way he makes me feel
when I m with him. Aku sadar selama ini hatiku tertutup untuk laki-laki lain karena aku selalu
mengharapkan Baron, tapi sekarang... sekarang aku tahu bahwa Baron milik Olivia
dan kuterima itu. Kesadaran ini ternyata adalah berkah paling baik yang diberikan
Tuhan untukku. Untuk pertama kalinya aku bisa jujur pada diriku sendiri, dan
memperbolehkan diriku untuk membuka hati, untuk mencintai dan menyayangi
orang lain meskipun aku tahu kemungkinan perasaanku ini hanya dirasakan
olehku. Ervin mencoba menarik perhatianku kembali ke bumi dengan membelai
rambutku. Wajahnya penuh dengan kasih sayang. Aku meringkuk lebih dekat di
dalam pelukannya. Oh Tuhan... please... let him be in love with me as well. Please...
Dan dengan begitu mataku terasa buram. Aku menyandarkan kepalaku di
dadanya agar dia tidak melihat mataku yang mulai berkaca-kaca.
Seven... six... five... four... three... two... one... Happy New Year.
Aku mendengar teriakan dari arah kolam renang. Selesai sudah misiku untuk
melupakan Baron dan aku siap untuk membuka lembaran baru dalam hidupku.
Untuk dicintai dan disayangi oleh seseorang, aku harus berani untuk mencintai dan
menyayangi orang itu terlebih dahulu. Itulah motto hidupku yang baru.
Malam itu Ervin tidur di tempat tidurku dan aku menikmati masa-masa
terakhirku bersamanya. Dia tidak tahu ini terakhir kali aku akan bersamanya. Tapi
aku tahu. Aku tidak pernah memohon untuk dicintai oleh seseorang, tidak dulu,
tidak sekarang. Aku kenal Ervin, kalau sampai dia tahu bahwa aku mencintai dan
menyayanginya, dia akan merasa bersalah karena dia tidak bisa memberikan hal
yang sama kepadaku. Aku sudah memutuskan bahwa ini adalah jalan terbaik
untukku dan juga untuk Ervin.
17. SIAL KUADRAT SEBULAN kemudian aku sadar bahwa aku hamil. Pertama-tama haidku telat, tapi
aku tidak terlalu khawatir karena haidku memang terkadang tidak teratur. Tapi
kemudian aku sering merasa mual dan payudaraku terasa agak sensitif. Hari itu
juga kubeli alat tes kehamilan dan mendapat konfirmasi bahwa aku hamil.
Keesokan harinya kubeli dua alat lagi, dan dua-duanya bilang aku hamil. Rasa
pertama yang ada di hatiku adalah bingung dan takut, tapi kemudian kebahagiaan
mulai menyelimutiku. Aku akan menjadi ibu.
Setelah kejadian di Lembang, hubunganku dan Ervin menjadi lebih baik. Seperti
ada suatu pengertian di antara kami berdua untuk tidak pernah membahas tentang
weekend di Lembang itu. Ervin tidak pe
rnah mengungkapkan bahwa dia merasakan
sesuatu yang berbeda, tapi dari tindakannya bisa kulihat bahwa dia jadi lebih
perhatian padaku. Contohnya, dalam perjalanan pulang dari Lembang, dia tidak
mau melepaskan tanganku dan selalu memandangiku dengan tatapan yang
membuatku salting. Di Jakarta, Ervin selalu mencoba menghabiskan waktunya
bersamaku tapi sebisa mungkin kutolak dengan alasan yang semakin hari semakin
dibuat-buat, hingga akhirnya dia berhenti bertanya sama sekali. Lama-kelamaan aku
jadi merasa bersalah padnaya. Jujur saja, dia tidak mungkin tahu aku hamil, dan


Miss Pesimis Karya Alia Zalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan salahnya sampai aku hamil. Ini semua pilihanku sendiri.
Aku semakin merasa bersalah ketika tahu bahwa aktivitas keluar malam dan
gonta-ganti teman date-nya sudah hampir tidak ada. Beberapa kali aku berharap
agar dia menyatakan rasa sayangnya kepadaku dan bahwa hubungan kami berarti
sesuatu untuknya... bahwa aku berarti sesuatu untuknya. Aku menunggu
berminggu-minggu, tetapi kata-kata itu tidak pernah tiba. Aku jadi semakin yakin
bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya adalah karena rasa kasihan dan rasa
bersalahnya padaku, bukan karena suka, apalagi cinta. Akhirnya setelah dua
minggu mencoba menimbang-nimbang keputusan yang tepat, kuputuskan bahwa
aku tidak akan mengatakan apa-apa padanya. Dan kulihat Ervin sedang happy
dengan pekerjaannya. Jarang sekali aku melihatnya begitu tekun. Aku tidak mau
merusak itu semua. Aku tidak mau dia harus mengorbankan apa-apa untukku.
Tadinya aku tidak mau bercerita kepada keluargaku mengenai kondisiku, tapi
gara-gara Mbak Tita akhirnya semuanya terbongkar di bulan Februari ketika aku
pergi ke rumahnya untuk main dengan Lukas.
Loon, ada duit lima puluh ribu nggak" Gue mau kasih tips sama tukang AC,
tanya kakakku. Ada, ambil saja di dompet, balasku sambil masih tetap bermain dengan
Lukas. Kakakku kemudian sibuk mengobrak-abrik tasku untuk mencari dompetku.
Ketika menemukan yang dicarinya, dia langsung mengeluarkan uang lima puluh
ribu rupiah, disusul dengan...
Di, ini apaan" tanyanya sambil menunjukkan sehelai kertas berwarna kuning
berukuran kecil. Kertas, jawabku polos, masih tidak menyadari kertas apa yang sedang
dipegangnya itu. Beli pregnancy test, ujarnya sambil berjalan ke arahku.
Aku yang kemudian sadar bahwa kertas itu adalah post-it note yang kuletakkan
di dalam dompetku seminggu yang lalu agar aku tidak lupa membeli alat itu,
langsung panik. Beli buat siapa" tanyanya lagi. Kini dengan nada lebih serius.
Mmmhhhh... beliin buat... Nadia. Soalnya dia hamil, jadi dia minta tolong sama
aku. Aku mencoba untuk kelihatan biasa.
Tapi aku tahu aku sudah tertangkap basah. Aku tidak pernah bisa menyembunyikan
apa-apa dari kakakku, entah bagaimana, dia selalu tahu kalau aku
berbohong. Adriana Amandira, you better not be lying to me right now, bentaknya.
Aku kaget setengah mati atas bentakannya dan mencoba untuk membela diri.
Iya, gue hamil, memangnya kenapa" tantangku akhirnya, meskipun tidak
terdengar meyakinkan. Kakakku melongo. Sama siapa" tanyanya polos.
Ya sama laki-lakilah, siapa lagi"
Didiiiiii!!!!!!! Iya, iya... sori... sori... ini anaknya... Ervin..., jawabku akhirnya.
Ervin" Teman sekantor kamu itu"
Aku mengangguk. Dia tahu kamu hamil" tanyanya lagi sambil duduk di sampingku.
Aku menggeleng. How far along are you"
Enam minggu, jawabku lesu sambil mencoba untuk memeluk Lukas untuk
menutupi perutku. Meskipun kehamilanku masih belum kelihatan sama sekali.
Siapa dokter kandungan kamu"
Dokter Yosef di Bintaro, katanya dia bagus.
Kakakku mengangguk. Dokter Yosef adalah teman Dokter Ferdi, dokter
kandungan kakakku. Tapi kandungan kamu baik-baik saja"
Aku mengangguk. Morning sickness" Nggak terlalu, kadang ada, kadang nggak. Scarlett cukup nurut kok sama gue.
Scarlett" tanyanya. Kakakku bingung.
Iya... bayi gue, gue kasih nama Scarlett. Soalnya pasti perempuan. Gue maunya
perempuan, biar nggak ribet, jawabku tenang.
Ibu sama Bapak tahu" tanyanya khawatir.
Aku menggeleng. Gue nggak tahu gimana ngomongnya ke mereka. Lo tahu
sendirilah, mereka pasti akan kecewa kalau t
ahu, ucapku sedih. Iya, pastilah. Tapi kamu sudah mau tiga puluh satu tahun ini, jadi mungkin...
mungkin... mereka bisa mengerti, ucapnya mencoba menenangkanku. Kamu
punya cukup uang" Kalau nggak gue bisa transfer, lanjutnya.
Nggak, nggak usah. Cukup kok.
Kakakku mengangguk. Dia terdiam beberapa saat.
Ini kejadian waktu kamu ke Lembang sama Ervin" tanyanya.
Aku mengangguk. I knew it. Kamu kelihatan beda waktu balik dari sana, teriaknya.
Aku hanya tersenyum karena memang banyak orang yang bilang aku kelihatan
lebih fresh dan ceria. Kenapa kamu nggak mau bilang ke Ervin" tanyanya berhati-hati.
Soalnya dia Ervin... teman gue. Ini juga nggak sengaja.
Kamu kan masih perawan, Di. Kakakku masih berusaha untuk mengatasi
kekagetannya. Dia tahu aku menganut peraturan ketat mengenai no sex before
marriage. Bagaimana mungkin aku bisa lupa dengan janji itu ketika sedang
melakukan hubungan dengan Ervin"
Tapi dia nggak maksa, itu kemauan gue juga. Dia juga gentle banget kok.
Kakakku memandangiku dengan pandangan yang suka dia berikan kepada
Reilley kalau suaminya itu berbuat salah. Oh my God... Kamu naksir dia, kan"
tanyanya penuh kepastian.
Aku memandangi kakakku tidak percaya. Bagaimana dia bisa tahu sih""" Aku
menggigit bibir bawahku, senewen.
You had sex with him... kamu mengandung anaknya... and you re in love with him"
Aggghhhhh... kenapa kamu bisa goblok kayak gini sih" teriaknya frustrasi lalu
mulai mengelilingi ruang tamu untuk mengusir kekesalannya.
Tadinya aku masih mau menyangkal, tapi aku tidak berkutik di bawah tatapan
sangar kakakku. Look, I m sorry, okay... it just... happened. Gue lagi patah hati karena Baron mau
married sama Oli, dan Ervin kebetulan ada di situ.
Tanpa disangka-sangka kakakku bertanya, Jadi akhirnya Baron balik lagi sama
Olivia" Kok lo tahu soal Olivia" tanyaku bingung.
Ibu sama Bapak cerita soal Baron datang ke rumah sebelum Natal, jawabnya.
You did the right thing by the way... with them, I mean, lanjutnya.
Aku mengangguk. Ya ampun, Ina ternyata benar, ucapnya dengan nada putus asa. Dia kemudian
duduk kembali di sofa, tetapi kini dia duduk di hadapanku. Apa kamu masih cinta
sama Baron, Di" lanjutnya.
Aku menggeleng. Tapi kamu cinta sama dia sebelumnya"
Aku mengangguk. Semenjak SMP" tanyanya lagi.
Aku mengangguk. Kenapa kamu nggak pernah cerita sih" geramnya kesal.
Sudahlah, itu semua nggak penting lagi, jawabku pelan.
Kakakku terdiam sesaat, kemudian dia berkata, Di, look..., you re my sister and I
love you. Tapi kamu mesti bilang ke Ervin. Masalah ini terlalu besar untuk kamu
atasi sendiri. Lambat laun orang akan tahu. Kamu satu kantor kan sama dia" Mau
nggak mau pasti ketemu. Gue sering kok ketemu dia di kantor, tapi dia nggak tahu gue hamil. Lagian
juga kan masih belum kelihatan.
Kamu telah melakukan unprotected sex. Kamu tahu sendiri kan konsekuensinya,
nggak cuma bikin kamu hamil, tapi juga STDs. Kamu nih nekat banget deh, omel
Mbak Tita. I know, I know... Ervin bilang kok kalau dia aman. Lagian juga kayaknya dia
nggak model laki-laki yang punya penyakit kelamin gitu lho.
Yee... di mana-mana laki-laki kalau sudah mau get laid bisa ngomong apa saja.
Kamu percaya banget lagi sama dia. Kacau.
Gue sudah cek kok ke dokter, gue bersih, jadi Ervin pastinya bersih juga, kan"
Kakakku geleng-geleng kepala.
Memang nggak pernah ada yang lihat muka kamu yang pucat" tanyanya.
Ada sih, tapi gue bilang gue lagi nggak sehat. Mereka pada percaya tuh. Ini gue
gitu lho... gue kan anak emasnya kantor. Nggak pernah bikin salah, nggak macammacam.
Iya... tapi sekalinya macam-macam... gawat.
Aku langsung bangun dari sofa dan mulai nyerocos. Aku harus membuat
kakakku mengerti bahwa tindakan ini kulakukan atas kehendakku sendiri ketika
aku seratus persen sadar.
Gue bosan sama hidup gue yang itu-itu saja. Dari gue SD, yang gue tahu cuma
sekolah sama kerja, mencoba untuk jadi murid terbaik, anak terbaik, adik terbaik,
pokoknya segala sesuatu yang terbaik. Semua itu gue kerjakan supaya gue nggak
ngecewain lo, Bapak, dan Ibu.
Wajah kakakku terlihat sedih mende
ngar itu, tapi dia tidak mencoba
memotongku. Gue nggak pernah bisa menikmati masa-masa ABG gue karena terlalu sibuk
mikirin nilai. Semua itu gue bela-belain sampai gue nggak punya social life. Waktu
semua orang mulai pada pacaran, lo tahu gue ada di mana" Di perpustakaan...
belajar. Gue nggak pernah ada kesempatan untuk benar-benar merasakan apa itu fall
in love, lanjutku. Siapa bilang kamu nggak pernah jatuh cinta. Kamu dilamar sama Vincent,
kan" Yang kemudian gue tolak" Kebayang nggak sih.... dua kali gue dilamar orang,
satu kali sama laki-laki yang memang gue nggak cinta dan satu kali lagi sama lakilaki
yang gue sangka" gue cinta. Tapi buntutnya gue tolak dua-duanya, jelasku lalu
duduk kembali di sofa. Kakakku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi dan
menutup mulutnya kembali.
Gue kerja kayak orang kesetanan, maksudnya supaya orang bisa bilang gue
sukses. Tapi gue nggak bisa share sama orang lain kesuksesan gue itu. Gue nggak
punya suami, nggak ada anak, nggak punya love life. Waktu di Lembang gue sadar
selama ini gue mengidentifikasi diri gue dengan segala sesuatu yang ada di
sekeliling gue. Tapi gue sendiri nggak pernah tahu siapa gue di luar itu. Gue bahkan
nggak tahu apa yang gue mau, lanjutku.
Kakakku berlutut di hadapanku dan mencoba berbicara sepelan mungkin.
Kamu ini adikku yang paling pintar, paling baik, paling berbakat, paling punya
potensi untuk sukses. Kamu punya kerjaan bagus yang kamu suka...
Aku potong kalimat kakakku, Tapi itu bukan yang gue mau, Mbak... itu semua
gue kerjakan hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tapi gue ngerasa kosong,
dan gue baru sadar kekosongan itu nggak akan bisa diisi sama segala sesuatu yang
sifatnya material. Kekosongan itu harus diisi dengan... cinta. Aku merasakan
mataku mulai panas. Aku siap menangis.
Kamu dicintai sama gue, Ibu, Bapak, keluarga besar kita, Ina, sobat-sobat
kamu.... Ya memang cinta, tapi gue mau cinta dalam bentuk lainnya. Suatu bentuk cinta
yang selama ini ada di kamus gue, tapi dengan definisi yang salah. Gue pikir gue
cinta samas eorang laki-laki selama lima belas tahun tapi sekarang gue sadar gue
nggak cinta sama dia. Separo hidup gue sudah habis hanya untuk menunggu cinta
orang itu. Gue sudah salah perhitungan.
Aku menarik napas panjang sebelum melanjutkan, Sekarang gue sudah
mengerti bahwa bentuk cinta yang gue mau berarti pengorbanan, bukan
permintaan. Cinta itu harus diberi dengan rela dan terbuka. I m sorry that I have to get
pregnant to know what I want, but that s what happened.
Aku dan kakakku terdiam cukup lama sebelum kemudian dia berkata, Oh
dear... that s deep. Pipinya sudah basah karena air mata.
Aku hanya tertawa dan mencoba untuk menghapus air mata yang membasahi
pipiku juga. Tapi apa benar-benar siap untuk menjadi seorang ibu" Ini tugas dua puluh
empat jam penuh lho.... Kayaknya gue nggak pernah lihat kamu sama anak kecil
kecuali Lukas deh, ucap Mbak Tita.
Gue tahu. Tapi kalau gue coba pasti gue bisa. Gue selalu bisa ngelakuin apa
saja kalau gue memang serius dan tekun.
Iya, soalnya kamu memang seharusnya jadi the smart sister.
Kami berdua tertawa terbahak-bahak dan harus berhenti ketika pembantu Mbak
Tita minta uang tip untuk tukang AC.
Omong-omong, kamu tahu bagaimana perasaan Ervin ke kamu" tanya Mbak
Tita setelah menyerahkan uang tip kepada pembantunya.
Ervin sih baik, tapi gue yakin bahwa dia nggak mau gue, jawabku sedih.
Oh, baby... I m sorry, ucap kakakku, lalu memelukku.
Yeah... me too. Apa lo punya taktik untuk bilangin tentang kondisi gue ke Ibu
dan Bapak" tanyaku penuh harap.
Lomau gue yang ngomong ke mereka"
I don t know... tapi kayaknya mesti gue yang ngomong, karena ini masalah gue.
Tapi tolong temani gue waktu gue ketemu mereka, ya.
Pasti, ucap kakakku. Aku dan kakakku berpelukan selama beberapa menit. Kami berbicara pada
orangtuaku malam itu juga, dan mereka terpana. Aku yakin mereka menyimpan
kekecewaan pada sikapku, tapi tidak marah ketika tahu siapa yang telah
menghamiliku. Mereka tentunya menanyakan semua pertanyaan yang ditanyakan
oleh kakakku sebelumn ya padaku, dan aku memberikan penjelasan yang sama
kepada mereka. Aku sempat merasa sedikit terkesima ketika melihat bahwa
orangtuaku bisa menerima berita ini dengan baik, tanpa teriakan, tamparan, atau
benda-benda melayang ke arahku. Sejujurnya, mereka kelihatan kecewa dan pasrah.
Mereka tahu bahwa hal ini sudah kejadian dan satu-satunya hal yang mereka bisa
lakukan adalah memberi dukungan sepenuhnya padaku. Seperti yang sudah
diperkirakan oleh kakakku, orangtuaku memahami bahwa aku sudah cukup
dewasa untuk bisa mengambil keputusanku sendiri dan mereka tidak akan
memaksaku untuk melakukan apa pun yang tidak mau kulakukan. Termasuk
keinginanku untuk tidak memberitahu Ervin tentang kehamilanku.
Intinya akhirnya orangtuaku sepakat bahwa karena kehamilanku disebabkan
oleh suatu kecelakaan dan bukan berdasarkan cinta, maka mereka tidak akan
menuntut Ervin untuk menikahiku. Apa fungsinya menyatukan dua orang ke
dalam suatu ikatan seumur hidup kalau tidak ada cinta" Ikatan itu akan berakhir
sebelum bisa dimulai. Itulah kata-kata yang diucapkan oleh bapakku, yang
langsung disetujui oleh ibuku. Tapi mereka minta supaya aku membesarkana nakku
sebaik-baiknya, dan mereka siap memberiku dukungan penuh dari sisi moral dan
finansial kalau aku membutuhkannya. Selain itu, orangtuaku juga mengingatkan
agar aku siap untuk menerima konsekuensi dari tindakanku, yaitu bahwa karena
kita hidup dengan budaya Timur, di mana kehamilan di luar nikah masih dianggap
tabu, maka ada kemungkinan orang-orang akan menilai negatif diriku, anakku, dan
keluargaku. Tapi setelah mengeluarkan semua nasehat, mereka mulai menunjukkan
kegembiraan karena akan punya cucu lagi. Aku berterima kasih sekali pada
keluargaku yang mendukungku sepenuhnya. Aku tidak tahu ke mana aku harus
pergi kalau tidak ada mereka.
* * * Kebahagiaanku bertambah keesokan harinya ketika Olivia datang menemuiku di
kantor. Ternyata di adatang untuk mengantarkan undangan pernikahannya untuk
tanggal 2 Maret, sepuluh hari lagi. Baron tidak datang bersamanya.
Adri, makasih ya sudah nolongin gue sama Baron, ucap Olivia.
Nolongin apa, Ol" Lo sudah ngembaliin Baron ke gue. Gue minta maaf soal waktu itu, tentang
permintaan gue supaya Baron nggak ngontak elo sama sekali. Olivia kelihatan
tidak enak. Apa dia ada kontak lagi sama elo"
Aku tersenyum sebelum menjawab, Nggak ada. Dia cinta sama elo, Ol, dan
jangan pernah percaya kalau dia bilan gdia nggak cinta sama elo. Itu bohong.
Olivia tertawa, sorot matanya masih kelihatan sedih. Mungkin itu cuma
perasaanku, tapi kok sepertinya tatapan Olivia selalu mengarah ke perutku ya" Apa
jangan-jangan dia tahu aku hamil" Tapi itu tidak mungkin, itu imajinasiku saja.
Lo kok bisa sih, Dri, hidup penuh percaya diri gitu" Lo pasti nggak pernah
diribetin sama urusan laki-laki, kan" tanya Olivia polos.
Aku tertawa, mengingat aku sudah cukup dibuat pusing oleh dua laki-laki
sekaligus beberapa bulan yang lalu. Baron seharusnya merasa beruntung karena lo
pilih dia.Jangan elo pernah lupa soal itu. Elo ini Olivia... cewek paling cantik, paling
ngetop, dan paling pintar satu sekolah.


Miss Pesimis Karya Alia Zalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Olivia tertawa. Tapi masih kalah sama Jana, kan" candanya.
Aku pun tertawa bersama Olivia.
Oh ya... lo datang sama Ervin, kan" tanya Olivia tiba-tiba.
I guess so, jawabku. Gue nggak tahu apa dia lagi punya pacar atau nggak.
Gue takut bikin ceweknya jealous, lanjutku.
Ervin nggak punya pacar lagi, Dri. Pacarnya dia itu elo, kan"
Aku memandangi Olivia bingung. Gue" Bukan lah. Kami teman baik saja kok,
saling dukung, saling tolong.
Hehehe... terserah deh... tapi menurut gue... lo berdua cocok banget. Sama
gilanya, sama nggak bisa diaturnya, sama kutu bukunya, dan sama-sama nggak
percaya sama omongan orang.
Aku tertawa lagi atas komentar Olivia. Kapan kira-kira semua orang bisa
berhenti mengatakan bahwa aku dan Ervin sangat cocok satu sama lain" Kalau kata
Othman mengarut betul yang pada dasarnya berarti rese deh dalam bahasa
Indonesia. Tidak lama kemudian Olivia berpamitan dan meninggalkan ruanganku sebelum
makan siang, setelah memelukku dengan penuh suka cin
ta. Aku berjanji bahwa aku
akan datang ke pernikahannya.
Tapi dalam masa 24 jam semua kebahagiaan yang kurasakan punah ketika aku
bertemu Ervin yang kelihatan lebih ceria dari pada biasanya.
Driiiiiiiiii, who s the luckiest man on earth" tanyanya padaku sambil masuk ke
ruang kerjaku tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Aku yang sedang membaca beberapa laporan langsung memandangnya
bingung. Kok bisa sih dia kelihatan semakin ganteng" Bibirnya... aku mau bibirnya...
di bibirku, di leherku, di tubuhku... di mana-mana.
Who" tanyaku balik sambil tersenyum.
Me... gue lulus screening untuk berangkat training ke Cincinnati bulan depan.
Mereka nunjuk gue untuk jadi kepala divisi Business Development, teriak Ervin
penuh kegembiraan. Di satu sisi aku kaget karena Ervin mau mengambil posisi ini, karena beberapa
bulan yang lalu aku tidak berhasil membujuknya untuk jadi Brand Manager Clean,
tapi aku tetap senang walaupun di lain sisi... ringsek. Hatiku ringsek.
Ternyata setelah dua bulan Ervin tetap tidak menyadari kondisiku, dia bahkan
tidak melihat perbedaan pada diriku. Atau mungkin dia tahu mengenai keadaanku,
oleh sebab itu dia memilih untuk pergi ke Cincinnati untuk melarikan diri karena
dia tidak mampu menghadapiku" Tapi sekarang aku sadar bahwa aku tidak
mengenal Ervin sebaik yang kukira. Banyak tindakan yang dilakukannya akhirakhir
ini yang membuatku mempertanyakan seberapa kenalnya aku akan
kepribadian Ervin. Aku juga merasa sepertinya Ervin tidak mengenalku, sampaisampai
dia tidak melihat pergantian pola makanku selama dua bulan terakhir ini.
Oh ya" Gitu dong. Bangga gue sama elo, ucapku, mencoba untuk menutupi
kekecewaan dan kesedihanku.
Gue berangkat dua minggu lagi buat tiga bulan. Ervin mendatangi kursiku
dan memelukku. Aku tidak bisa mengomentari apa-apa.
Setelah Ervin melepaskan pelukannya aku baru bisa berbicara. Dua minggu"
Tapi lo datang kan ke resepsinya Baron dan Oli" tanyaku. Mudah-mudahan dia
tidak akan berangkat sebelum itu, karena aku membutuhkan seseorang untuk pergi
ke pernikahan itu denganku. Aku tidak akan mau pergi ke acara itu sendiri.
Untungnya aku tidak pernah mendengar gosip dari sobat-sobatku mengenai insiden
di rumahku ketika Baron melamarku. Tapi ada kemungkinan besar sobat-sobatku
hanya ingin melindungiku dan tidak memberitahuku.
Ervin berjalan ke arah jendela dan kuempaskan tubuhku ke sandaran kursi.
Datang dong. Oh ya, kemarin gue ketemu Oli di lobi. Dia bilang dia baru
ketemu elo, ucap Ervin santai.
Aku mengangguk. Aku lalu menunjukkan undangan pernikahan Baron dan
Olivia yang terbuat dari kertas cokelat berlapis kain beludru warna merah, kepada
Ervin. Gue berangkat besoknya. I can t wait, lanjutnya menggebu-gebu.
Aku memandangi Ervin. Wajahnya penuh senyum. Bagaimana mungkin aku
tidka pernah memberinya perhatian lebih dulu" Bagaimana mungkin aku hidup
selama dua tahun belakangan ini tanpa menyadari bahwa Ervin-lah gambaran lakilaki
sempurna untukku, bukan Baron" Selama ini aku sudah salah alamat, dengan
mengira perasaanku pada Ervin sekadar naksir wajah gantengnya saja.
Dri... lo kenapa sih, kok diam saja" Dengan pertanyaan itu aku kembali ke
realita. Nggak... gue nggak kenapa-napa, jawabku dan mencoba tersenyum.
Nggak, nggak, pasti ada apa-apa. Tampang lo kayak gitu.
Kayak gitu gimana" Kayak lo mengkhawatirkan orang di seluruh dunia.
Ervin berlutut di hadapanku. Not the world sweetheart, just you, ucapku dalam
hati. Aku bersyukur aku memutuskan untuk tidak mengatakan tentang keadaanku
kepadanya. Gue baik-baik aja kok, ucapku akhirnya mencoba meyakinkannya.
Ervin ragu sesaat sebelum kemudian berkata bahwa dia harus bersiap-siap
untuk meeting dan menghilang dari ruanganku.
* * * Hari perniakahan Baron dan Olivia, aku duduk di tempat tidurku menunggu Erivn
menjemputku. Selama beberapa hari belakangan aku mencoba membantu
mempersiapkan keberangkatannya ke Cincinnati. Ina dan Reilley sudah tahu
tentang kehamilanku karena Mbak Tita tidak bisa kalau tidak menceritakan tentang
itu ke mereka. Aku masih belum menceritakan keadaan perutku yang smeakin
membesar ini kepada ketiga
sobatku, tapi itu adalah hal terakhir yang ada di
pikiranku sekarang ini. Ervin akan meninggalkanku besok selama tiga bulan. Itu
berarti dia tidak bisa datang ke pernikahan Eddie bulan April di Kuala Lumpur.
Aku sudah memutuskan untuk mengambil cuti lima hari dan datang ke pernikahan
Eddie. Vincent memintaku tinggal di rumahnya selama aku tinggal di KL. Aku
sempat ngobrol melalui Facebook dengan Farah, yang ternyata sangat antusias
untuk bertemu denganku. Vincent rupanya sudah banyak bercerita tentang diriku,
dan Farah juga mendengar banyak cerita dari Eddie tentangku. Aku masih belum
ada kontak dengan Baron. Aku tidak tahu apakah Ervin masih mengontak Baron,
aku tidak pernah menanyakan hal itu.
Hari itu aku mengenakan gaun agak longgar. Meskipun aku tahu perutku
belum kelihatan membuncit, aku tidak mau mengambil risiko. Selama perjalanan ke
Balai Sudirman, Ervin lebih banyak bicara daripada biasanya. Dia mau membuat
banyak perubahan di divisinya. Aku baru tahu, ternyata alasannya menolak posisi
Brand Manager Clean adalah karena dia tahu bahwa atasannya akan ditransfer ke
Australia, dan dia tahu bahwa dia akan diminta untuk menggantikan atasannya itu.
Aku jadi kagum pada Ervin yang untuk pertama kalinya terdengar memiliki
rencana di hidupnya. Aku mencoba mendengarkan dan berpatisipasi dalam
percakapan itu, tapi aku tidak bisa terlalu fokus. Yang ada di pikiranku cuma dalam
waktu delapan belas jam Ervin akan pergi ke ujung dunia yang jauh sekali dariku,
dan bahwa dalam tiga bulan dia akan kembali dan mendapati diriku sudah hamil
besar. Suasana resepsi pernikahan Baron dan Olivia ternyata megah sekali. Aku berdiri
di samping Ervin ketika arak-arakan pengantin memasuki ruangan. Olivia kelihatan
sangat cantik dengan kebaya putih yang penuh payet, sedangkan Baron, seperti
biasa kelihatan SUPERGANTENG, malam itu mengenakan beskap putih. Olivia
melihatku dan tersenyum. Aku melambaikan tangan antusias. Baron melihatku dan
tatapannya kelihatan sedih. Aku tersenyum padanya dan mengangguk hormat.
Aku menikmati suasana pesta, yang kebanyakan kuhabiskan untuk
memandangi wajah Ervin. Mencoba mengingat-ingat setiap segi, setiap sisi dari
patung Dewa Yunani satu itu. Aku sadar bahwa malam ini adalah malam terakhir
aku betul-betul bisa melihat wajahnya untuk tiga bulan ke depan. Ervin yang sadar
aku memandanginya semalaman jadi salting. Tapi semua rasa yang ada di hatiku,
kebahagiaan ataupun kesedihan, tidak ada tandingannya dengan keterkejutanku
ketika bersalaman dengan kedua mempelai. Pertama aku bersalaman dan mencium
pipi Baron yang tidak mengatakan sepatah kata pun. Aku beralih ke Olivia, dan
Ervin sempat ngobrol sebentar dengan Baron. Ketika aku mencium Olivia, dia
membisikkans esuatu di telingaku yang membuat darah di sekujur tubuhku jadi
beku. Kapan lahir bayinya"
Bola mataku rasanya akan loncat keluar ketika aku menatap Olivia yang sedang
tersenyum. Dari mana dia tahu" Tapi sebelum aku bisa menjawab pertanyaan itu,
aku sudah didorong oleh Ervin. Olivia pun beralih menyalami Ervin sambil tetap
tersenyum padaku. Aku berjalan menjauhi pelaminan dengan langkah tidak pasti,
mencoba mengontrol detak jantungku. Sisa malam itu, aku tidak mendengar apa
pun yang dikatakan Ervin padaku.
* * * Aku berjanji akan mengantarkan Ervin ke bandara keesokan harinya, tapi karena
terlalu shock dengan kata-kata Olivia, aku tidak berani bertemu Sarah atau anggota
keluarga Ervin lainnya. Kalau Olivia bisa sampai tahu bahwa aku sedang hamil,
berarti ada kemungkinan perempuan lain juga sadar bahwa aku hamil. Akhirnya
aku menelepon Ervin beberapa jam sebelum keberangkatannya dan memohon maaf
karena aku tidak bisa mengantarnya ke bandara. Aku beralasan sedang datang
bulan. Alhasil aku habis diomeli olehnya. Aku dibilang tidak setia sama teman (bisabisanya
dia ngomong gitu, apa dia benar-benar tidak tahu dia itu lebih dari sekadar
teman bagiku"), tidak perhatian dengannya, dan tidak akan kangen dengannya
yang akan pergi selama tiga bulan, bla bla bla... Tapi aku tetap bergeming. Ervin
meneleponku beberapa kali dalam perjalanannya menuju bandara, masih me
mohon agar aku ikut mengantar. Akhirnya aku berhenti menjawab teleponku. Aku hanya
duduk terdiam di kamarku saat jam keberangkatan pesawat Ervin tiba.
I ll see you in three months, ucapku pelan. Lalu kusembunyikan wajahku di
antara bantal-bantal di atas tempat tidurku dan menangisi kesialan kuadratku ini.
18. MINGGAT BULAN April pun tiba. Kehamilanku yang sudah masuk empat bulan belum
menunjukkan tanda-tanda kegendutan di perutku meskipun sekarang aku makan
semakin banyak. Aku berusaha sebisa mungkin agar orang kantor tidak ada yang
tahu bahwa aku hamil. Kalau sampai tahu, mereka akan mulai bertanya-tanya siapa
bapaknya. Apalagi jika mereka tahu aku hamil tanpa punya suami, entah apa yang
akan mereka gosipkan. Ervin masih sering e-mail tapi tidak pernah menelepon untuk menceritakan
keadaannya di sana. Dari e-mail-nya sepeertinya dia happy. Entah kenapa, tapi
seperti ada satu hal yang kurang dalam setiap e-mail-nya itu, baru belakangan aku
sadar e-mail-nya tidak pernah menyinggung masalah perempuan. Cukup aneh. Ini
Ervin, laki-laki yang tidak bisa hidup tanpa perempuan. Atau mungkin dia hanya
menyembunyikannya dariku"
Akhirnya setelah yakin Baron tidak akan macam-macam denganku, Olivia
memperbolehkan Baron menemuiku. Olivia sempat mendesakku untuk
menceritakan siapa ayah bayiku, tapi aku bersikeras menolak menjawab pertanyaan
itu. Aku juga meminta Olivia untuk tidak menceritakan apa yang dia tahu pada
siapa pun. Tapi buntutnya Olivia bisa menebak dengan benar ayah bayiku dan
terbongkarlah rahasiaku. Baron pun akhirnya tahu dan menasihatiku tentang Ervin
di luar kontrol Olivia. Aku cuma bilangin saja ke kamu, Di, Ervin itu buaya darat, sebuaya-buaya
daratnya laki-laki yang aku kenal. Kamu memang lebih bagus nggak sama dia.
Merana kamu kalau sama dia, ucap Baron suatu hari ketika kami bertemu untuk
lunch. Olivia yang dari tadi mencoba menginjak kaki Baron supaya berhenti berbicara
akhirnya menyerah dengan wajah memohon maaf kepadaku. Aku hanya tertawa
melihat mereka karena tidak ada satu pun perkataan Baron yang belum aku sendiri
ketahui. Meskipun memang aku mengharapkan bahwa orang yang lebih mengenal
Ervin bisa meyakinkanku bahwa aku salah, tapi aku tahu feeling-ku hampir tidak
pernah salah. Dengan begitu Baron dan Olivia berjanji menyimpan rahasiaku
sehingga aku siap untuk menceritakannya kepada orang lain, terutama kepada
Ervin. Aku jadi merasa bersalah kepada Ervin karena sepertinya banyak orang lain
sudah tahu lebih dulu tentang Scarlett kecuali dia, ayah bayiku ini.
* * * Selama beberapa bulan belakangan ini Mbak Tita selalu menemaniku kalau aku
pergi menemui dokter kandungan. Aku selalu menghindar apabila Sarah ingin
bertemu denganku. Aku beralasan bahwa ada urusan keluarga yang tidak bisa
kutinggalkan. Untungnya, Kirana, kakak Ervin yang tinggal di London itu
kemudian datang ke Jakarta dan menetap selama beberapa minggu, sehingga Sarah
tidak memaksaku lagi untuk menemaninya ke mana-mana. Sarah sangat antusias
untuk memperkenalkanku dengan Kirana, tapi lagi-lagi permintaannya selalu
kutolak sehalus mungkin. Pagi itu, hari Sabtu dua hari sebelum keberangkatanku ke Kuala Lumpur, aku
pergi menemui dokter kandunganku ditemani oleh Mbak Tita. Aku masuk
menemui dokter sendirian karena Mbak Tita sibuk dengan Lukas, sehingga dia
memutuskan menungguku di lobi.
Ketika keluar dari ruang dokter, aku mengalami serangan jantung yang pertmaa
selama aku hamil. Aku lihat Sarah sedang duduk di samping seorang wanita yang
tidak kukenal. Mereka berdua sedang ngobrol dengan kakakku.
Oh my God, what are they talking about" Ketakutanku tiba-tiba muncul. Ada rasa
mual di perutku, dan aku tahu itu tidak berasal dari nasi goreng yang kumakan tadi
pagi. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam.
Santai Adri, santai.... Mereka mungkin hanya sedang membicarakan tentang lalu
lintas di Jakarta, omelku pada diriku sendiri. Lalu aku berjalan mendekati mereka
dengan langkah pasti. Tapi ketika aku cukup dekat, dari wajah Sarah aku sudah
tahu bahwa kakakku baru saja membongkar rahasiaku.
Mbak Adri""""!!!!!! teriak Sarah.
Teriakan Sarah tidak han ya membuatku terkejut, tapi juga semua orang yang
sedang ada di lobi, sekarang menatapku ingin tahu.
Mbak, ini teman kantornya Ervin yang pergi sama dia ke Lembang Tahun Baru
kemarin, ucap Sarah pada wanita yang tidak kukenal itu. Setelah dilihat-lihat
wajahnya mirip sekali dengan Sarah dan rupanya sedang hamil besar. Wanita itu
langsung sibuk dengan HP-nya. Kemudian aku mendengar dia berteriak-teriak di
telepon. You bloody wanker, you knocked a girl up and you left" teriak wanita itu dengan
aksen seperti orang Inggris.
Aku baru sadar kemudian wanita itu adalah Kirana dan dia sedang berbicara
dengan Ervin. Aku langsung memandang kakakku yang kelihatan bingung dan
bersalah sambil menggendong Lukas.
Apa-apaan sih" tanyaku padanya.
Kakakku masih memandangiku dengan muka bingung. Lalu Sarah berbicara
padaku. Mbak, ini anaknya Ervin, kan" tanya Sarah sambil menunjuk ke perutku.
Jantungku langsung kembali berhenti berdetak.
Mbak..." tanyaku pada kakakku.
Kok nggak bilang ke aku sih kalau Mbak hamil" Kurang ajar si Ervin, bisabisanya
dia ninggalin Mbak lagi hamil begini, kata Sarah sambil memelukku.
Sekarang semua orang di ruang tunggu menatapku dengan rasa penasaran yang
tidak disembunyikan lagi.
Di, ini orang-orang, siapanya Ervin" tanya kakakku.
Aku melepaskan diri dari pelukan Sarah dan mencoba untuk menjelaskan
keadaan. Nggak usah pura-pura nggak tahu deh. Dasar. Gue nggak nyangka adik gue
ternyata laki-laki nggak bertanggung jawab, Kirana masih ngomel di telepon. Kini
dia ngomel dengan bahasa Indonesia, sehingga semua orang di lobi bisa mengerti
permasalahanku yang kuhadapi. Aku kaget juga melihat Kirana yang jelas-jelas lagi
hamil, setidak-tidaknya enam bulan itu, masih punya cukup tenaga untuk ngomel.
Mbak, ini Sarah, adiknya Ervin. Yang lagi di telepon itu kakaknya, aku
memperkenalkan Sarah pada kakakku.
Sarah langsung memeluk kakakku.
Waktu Mbak cerita tentang adik Mbak, aku nggak tahu itu ternyata Mbak
Adri, jelas Sarah padaku dan kakakku.
Aku memandangi kakakku meminta penjelasan.
Pulang lo sekarang juga! Enak saja! Nggak kasihan lo sama dia yang mesti
ngurus anak lo sendirian" aku mendengar Kirana masih lanjut ngomel di HP-nya.
Gue tadi ngobrol-ngobrol sama mereka. Mereka tanya ke gue, gue lagi ngantar
siapa. Terus gue cerita saja kalau gue lagi ngantar adik gue yang hamil empat bulan.
Sepertinya dia hamil setelah pergi ke Lembang sama teman kerjanya dan orangnya
sekarang lagi ada di Amerika bla bla bla.... Sumpah, gue nggak tahu mereka ini
related sama Ervin, jelas kakakku.
Aku langsung lemas. Selama beberapa menit aku berharap bahwa dugaanku
salah, tapi ternyata benar. Rahasiaku sudah betul-betul terbongkar. Kakiku tidak


Miss Pesimis Karya Alia Zalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu lagi menopang tubuhku, kuempaskan diriku ke salah satu kursi.
Sebagai satu-satunya laki-laki di keluarga kita, seharusnya lo lebih bisa untuk
menjaga nama keluarga, bukannya menghamili anak orang terus lo tinggal. Kirana
lalu menutup HP-nya dengan keras.
Adri" Gue Kirana, kakaknya si orang gila nggak bertanggung jawab, bapaknya
si bayi ini. Sumpah mati tuh anak kalau nanti pulang... entah bakal gue apain.
Kirana memelukku dengan paksa. Kudengar bunyi HP-ku. Aku lihat bahwa
nomornya unknown . Aku melepaskan diri dari pelukan Kirana untuk menjawab
teleponku. Halo" ucapku. Terdengar suara Ervin di ujung telepon.
Hamil" Elo hamil" Lo bilang lo sudah minum... Aku tidak sanggup untuk
mendengar apa lagi yang mau dikatakannya. HP langsung kumatikan karena aku
tahu dia akan mencoba menghubungiku lagi.
Aku masih mencoba mencerna semuanya.
Kok bisa-bisanya sih, Mbak, ngasih Ervin pergi ke Amerika, padahal Mbak lagi
hamil begini" tanya Sarah padaku. Pakai dia nggak ngomong-ngomong ke kita
lagi soal ini, ucap Sarah pada Kirana.
Ervin nggak tahu gue hamil, jawabku pelan.
Hah" teriak Sarah dan Kirana bersamaan.
Kok bisa" Memangnya... lho kok... kok bisa" Kirana bertanya bingung.
Gue nggak pernah kasih tahu dia, jawabku singkat.
Sarah dan Kirana kelihatan tambah bingung lagi.
Itu sebabnya dia bingung waktu gue marah-marah, ucap Kirana dengan nada
masih sete ngah bingung. Sudah nggak akpa-apa, gue sudah bilang ke dia supaya
pulang sekarang juga ke Jakarta untuk menyelesaikan urusan ini. Bayi ini bayinya
Ervin. Dia harus tanggung jawab, lanjutnya.
Mendengar kata-kata itu aku langsung panik.
Oh nggak, nggak. Ini bayi gue, tanggung jawab gue. Ervin nggak salah, dia
nggak tahu. Dia nggak ada kewajiban apa-ap ake gue, ucapku cepat.
Apa maksud kamu kewajiban" Bayi ini pemberian Tuhan, bukan kewajiban,
ucap Kirana tegas. Kakakku mencoba menengahi keadaan.
Kirana, gue Tita, kakaknya Adri. Kayaknya kita musti hormati kemauan Adri
untuk mau membesarkan bayi ini sendiri tanpa Ervin, ucap kakakku pelan.
Nggak bisa begitu. Keluarga gue nggak pernah ada yang punya anak di luar
nikah dan gue nggak akan memperbolehkan Ervin merusak citra yang sudah
dibangun selama empat generasi.
Ini bukan masalah citra keluarga, tapi hati juga. Ervin nggak cinta sama adik
gue, nggak mungkin mereka bisa sama-sama.
Siapa bilang Ervin nggak cinta" sambar Sarah.
Kakakku menunjukku, wajahnya bingung. Aku tidak menghiraukannya.
Berapa kali sih aku bilang Ervin cinta sama Mbak Adri" Cuma Mbak Adri
nggak pernah mau percaya, kata Sarah gemas.
Lho... Ervin cinta sama kamu" tanya kakakku padaku.
Aku menggeleng. Aku hanya mendengar kakakku yang kemudian berdiskusi
dengan Kirana tentang keadaanku. Buntutnya mereka setuju aku harus menikahi
Ervin setibanya di Jakarta.
Ya Tuhan, kenapa juga sih aku harus pergi ketemu dokter kandunganku hari
ini" Kenapa tidak kemarin atau besok" Kenapa aku harus bertemu dengan Sarah
dan Kirana" Aku sudah bertekad membesarkan Scarlett sendiri, tanpa bantuan siapa
pun. Sekarang rencana itu buyar. Aku mencintai Ervin, tapi aku tidak akan pernah
bisa menikah dengannya. Dari tingkah lakunya aku tahu Ervin sangat menentang
ide perkawinan, dan aku pun tahu bahwa dia belum siap untuk menjadi seorang
suami, apalaig ayah. Aku bahkan belum pernah melihatnya dengan anak kecil. Aku
tidak mau menikah dengan laki-laki hanya karena aku hamil, meskipun aku
mencintai laki-laki itu dan aku sedang mengandung anaknya. Aku tidak mau
menikah karena terpaksa dan aku juga tidak mau memaksa Ervin untuk
menikahiku. Dan dengan begitu, otakku mulai bergerak untuk merencanakan langkahlangkah
yang harus kuambil untuk mengatasi dilemaku ini. Meskipun aku berjanji
bahwa aku akan menyetujui rencana Kirana dan kakakku bahw amereka akan
mengatur urusanku dengan Ervin, malam itu juga aku memasukkan bajuku ke
dalam koper dan memesan tiket baru yang akan memberangkatkanku ke Kuala
Lumpur pukul tujuh pagi keesokan harinya. Aku tidak peduli bahwa aku baru saja
kehilangan uang satu juta rupiah karena membatalkan tiket yang telah kupesan
sebelumnya. Aku juga memberitahu Vincent dan Farah bahwa aku akan tiba sehari
lebih cepat dan meminta mereka agar tidak memberitahukan keberadaanku kalau
ada yang menghubungi dan menanyakan hal itu. Aku bahkan tidak memberitahu
orangtuaku tentang keberangkatanku yang lebih cepat ini, karena aku takut mereka
akan memberitahu kakakku. Menurut perhitunganku, kalau Ervin memang dapat
pesawat kemarin juga, maka dia akan tiba di Jakarta sekitar tiga puluh jam dari
sekarang dan aku harus sudah menghilang sebelum dia tiba di Jakarta. Aku harus
minggat. * * * Ketika bertemu Vincent lagi, aku hanya bisa tersenyum melihat wajah culunnya.
Wajahnya masih tetap sama, tapi kini dengan Farah di sampingnya, dia kelihatan
lebih bahagia. Farah ternyata bertubuh kecil dan kurus, tapi penuh energi sehingga
membuatnya seperti bola ping-pong. Vincent dan Farah sempat bingung melihat
tingkah laku dan permintaanku yang seperti orang gila. Tapi mereka tetap
menerimaku untuk tinggal di rumah mereka. Farah sepertinya merasa bahwa ada
sesuatu yang tidak beres denganku. Seperti Olivia, Farah langsung tahu kalau aku
sedang hamil. Entah bagaimana perempuan bisa tahu tentang itu sedangkan lakilaki
sangat buta dengan tanda-tanda yang nyata berada di depan mata mereka.
Seperti juga Baron, buntutnya Vincent tahu tentang keadaanku karena diberitahu
oleh Farah. Untungnya mereka tidak bertanya-tanya lebih lanjut ten
tang ayah bayiku. Aku hanya mengatakan bahwa aku hamil sendiri, dan sekali lagi aku
meminta mereka untuk tidak memberitahu siapa-siapa tentang keadaanku.
Selama tiga hari pertama aku loncat setiap kali ada bunyi telepon atau bel
rumah, tapi bukan Ervin. Eddie yang melihatku sudah sampai di KL mengundangku
untuk datang ke acara tea ceremony-nya yang akan diadakan hari Jumat, sehari
sebelum pernikahan di gereja dan resepsi. Dia sempat menanyakan Ervin, aku
bilang Ervin tidak bisa datang. Meskipun tidak puas dengan jawabanku, Eddie tidak
memaksa. Ibu, Bapak, dan Mbak Tita meneleponku berkali-kali setibanya aku di KL
dan memintaku untuk pulang. Aku memang telah meninggalkan nomor HP Vincent
sebagai emergency contact, tapi aku tidak meninggalkan informasi lainnya.
Akhirnya aku baru bisa tidur nyenyak pada hari keempat karena pikiranku
sudah lebihtenang setelah berkesimpulan bahwa Ervin telah memutuskan untuk
menyelesaikan training-nya daripada pulang ke Jakarta. Di satu sisi aku bersyukur,
karena itu berarti dia tidak akan datang tiba-tiba dan memaksaku melakukan hal-hal
yang aku tidak kehendaki, tapi di sisi lain aku merasa sedih karena sekarang aku
tahu bahwa Ervin betul-betul tidak peduli padaku.
* * * Hari Jumat sore ketika aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke acara tea ceremony
Eddie, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Ternyata Othman. Aku senang
sekali bisa bertemu dengannya lagi, dia sedang bertugas ke Penang ketika aku tiba
di KL beberapa hari yang lalu, sehingga aku belum bertemu dengannya. Ketika
sedang memeluk Othman aku baru sadar Othman tidak datang sendiri, ada satu
orang lagi bersamanya. Sayangnya wajahnya tertutup oleh Vincent yang berdiri
membelakangiku. Baru kemudian aku sadar siapa orang itu setelah Vincent
bergerak agak ke kiri dan aku bisa melihatnya dengan jelas.
Ervin, ucapku pelan. Ervin kelihatan ganteng, seperti biasanya dengan jas hitam. Rambutnya yang
sudah agak panjang, tidak terlalu jabrik lagi. Ervin... my sweetheart, sekarang ada di
depanku. Dia datang menemuiku. Tapi... bagaimana dia bisa tau bahwa aku tinggal
dengan Vincent" Pasti gara-gara gerombolan si berat, pikirku. Lalu seperti otakku
baru betul-betul bekerja aku mulai merasa panik. Ervin di sini" Buru-buru aku
melangkah kembali ke dalam kamarku dan mengunci pintu di belakangku. Baru
kemudian aku sadar bahwa aku sudah mengunci diri dengan Othman berada di
dalam kamar bersamaku. Awak ni buat apa" tanya Othman padaku bingung.
Kamu datang bersama dia" Kamu datang bersama Ervin. Kamu yang mengajaknya
ke sini" teriakku padanya.
Kemudian aku mendengar suara Ervin. Dri, ini gue, bisa tolong buka
pintunya" Othman menatapku seperti aku sudah gila. Ya, I brought him here, because he is
staying with me and Zach in our apartment. We picked him up just this afternoon. Dia
cakap awak dah tahu dah. Dasar Ervin, bisa-bisanya dia bohong sama mereka.
Oke, Othman, listen to me. Aku tidak mau bertemu dengannya sekarang. Aku
tidak bisa. Kamu harus... Oh God... kamu harus menahannya sampai aku
meninggalkan rumah, oke. Can you do that"
Apa" Mana boleh" Awak ni gila ke"
Sekali lagi terdengar suara ketukan di pintu, sekarang lebih keras. Aku tidak
menghiraukan apa yang sedang dikatakan Othman dan mulai memikirkan suatu
cara untuk minggat dari rumah ini. Sayangnya aku tidak bisa loncat jendela karena
kamarku berada di lantai dua. Satu-satunya pilihan adalah aku harus lari ke kamar
sebelah yang dihubungkan dengan connecting door dari kamar mandi dan mencoba
menyelinap keluar. Untungnya pintu kamar sebelah tidak menghadap ke lorong,
tapi menghadap ke tangga yang tersembunyi dari pandangan mereka yang sedang
berdiri di lorong. Buru-buru aku menuju kamar mandi. Aku mengunci pintu kamar mandi itu dan
melangkah masuk ke kamar sebelah. Pelan-pelan aku membuka pintu untuk keluar.
Aku mengintip sedikit dan melihat Farah. Farah juga melihatku. Aku meletakkan
jari telunjukku di depan bibir, memintanya agar tidak mengatakan apa-apa.
Sayangnya lantai di rumah Vincent tidak dilapisi karpet sehingga langkahku ketika
menuju tangga dengan sepatu hakku bi
sa terdengar cukup jelas meskipun aku
sudah berhati-hati. Aku baru menuruni dua anak tangga ketika aku mendengar
suara Ervin. Adriiiiii. Dan larilah aku menuruni tangga secepat mungkin. Aku mendengar
suara langkah Ervin yang berlari dengan cepat di belakangku. Ya Tuhan, kenapa sih
dia harus muncul sekarang" Kenapa dia tidak tinggal saja di Amerika"
Adri, tunggu! teriak Ervin lagi.
Aku lari menuju ruang tamu dan mengambil salah satu kunci mobil yang
digantung di sebelah pintu. Aku tidak tahu itu kunci mobil apa atau punya siapa.
Aku lari ke arah dapur yang menghubungkan rumah dengan garasi. Aku menoleh
ke belakang dan melihat Ervin semakin dekat denganku. Kulihat kunci yang ada di
dalam genggamanku adalah kunci Honda milik Farah. Aku menekan tombol untuk
membuka kunci mobil dan berlari ke arah pintu pengemudi. Tapi terlambat. Ervin
sudah menarik tanganku sebelum aku bisa masuk mobil.
Lo mau ke mana sih" teriaknya. wajah Ervin kelihatan marah dan sangar. Aku
baru sadar akan garis hitam di bawah matanya, seakan-akan dia belum tidur
berhari-hari dan meskipun dia mengenakan pakaian yang rapi, tapi dia belum
bercukur hari ini. Lepas, Vin, ucapku mencoba menarik pergelangan tanganku dari genggamannya.
Dia malahan semakin mengeratkan genggamannya dan menekan tubuhku ke
badan mobil dengan tubuhnya.
Lo bilang lo cuma lagi nggak enak badan waktu kelihatan pucat berhari-hari
bulan Februari, teriaknya lagi.
Vin..., aku memohon padanya. Aku tahu Ervin sedang marah besar dan aku
harus hati-hati. Kenapa lo nggak bilang, Dri" Bisa-bisanya Baron tahu lebih dulu daripada
gue... Sarah, Kirana, semua orang sudah tahu, kecuali gue!!!
Aku merasakan tubuh Ervin mulai menekan perutku. Akhirnya naluri
keibuanku keluar dan aku menyerang balik. Kudorong Ervin dengna sekuat tenaga
hingga dia bertabrakan dengan SUV Vincent yang diparkir di sebelah dan alhasil
alarmnya langsung berbunyi. Karena gue tahu lo nggak akan mau gue dan Scarlett,
Vin. Aku mendengar bunyi blip-blip dan suara alarm SUV itu pun terhenti.
Untungnya Farah, Vincent, dan Othman tetap tidak kelihatan. Sepertinya mereka
memang sengaja memberi aku dan Ervin sedikit privasi yang memang kami
perlukan. Scarlett" Ervin kelihatan bingung.
Aku lupa dia tidak tahu apa-apa tentang bayiku. Scarlett, bayi ini namanya
Scarlett, jelasku akhirnya.
As in Scarlett Johansson" tanya Ervin memandangku bingung.
No, as in Scarlett O"Hara, balasku ketus.
Ervin menatapku dengan tatapan tidak percaya. Anak kita perempuan"
tanyanya pelan. Matanya langsung mengarah ke perutku. Secara otomatis tanganku
langsung menutupi perutku.
Bukan kita, gue... ini anak gue, Vin. Punya gue. Gue nggak perlu elo untuk
ngurus dia. Tapi gue juga punya andil bikin... Scarlett, ucap Ervin dengan nada agak ragu
ketika menyebutkan nama Scarlett.
Ya ampuuunnnn, apa dia pikir aku bisa lupa tentang itu"
Jadi lo pikir hanya karena itu lo punya hak atas Scarlett, gitu"
Ervin menatapku dan kembali menatap perutku. Dia kelihatan kaget atas
reaksiku yang sangat protektif. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.
Ayo kita pulang, Dri, kita selesaikan masalah ini di rumah. Nadanya terdengar
terlalu tenang, kepanikanku kembali lagi.
Rumah" Rumah siapaaaaaa" teriakku.
Rumah kita, jawab Ervin tidak kalah keras.
Aku terdiam sesaat. Dia baru bilang rumah kita kami" Sejak kapan kami
punya rumah" Kuhapuskan kebingunganku dan maju terus dengan penyangkalanku.
Nggak, gue nggak mau. Nanti Mbak Tita sama Kirana akan paksa kita untuk
nikah. Lo nggak siap untuk nikah, Vin, apalagi punya anak.
Siapa bilang gue nggak siap"
Karena lo belum siap, teriakku sudah siap menangis.
Ya Tuhan, kenapa sih aku harus teriak-teriak seperti orang gila" Apa aku tidak
bisa berbicara perlahan-lahan seperti orang pada umumnya" Ini bukan salah Ervin.
Dengar ya, Vin, lo gue kasih free pass, lo harus ambil sekarang. Itu lebih baik
buat elo, ucapku pelan. Gue nggak mau free pass, Dri, jawab Ervin.
Jadi elo maunya apa"
Ervin perlahan melangkah ke arahku. Melihat tampangnya yang tenang tapi
garang, aku panik. Aku mundur be
berapa langkah. Gue... mau... elo..., desis Ervin. Tatapannya terlihat frustrasi bercampur
kelembutan yang membuat lututku tiba-tiba lemas.
Aku tidak bisa berkata-kata. Aku hanya menatapnya dengan mulut ternganga.
Melihatku tidak bereaksi, Ervin berjalan selangkah demi selangkah ke arahku
sambil mencoba meyakinkanku.
Gue sudah beli rumah, surat-suratnya masih perlu diselesaikan tapi pada
dasarnya rumah itu sudah milik gue. Gue sudah tukar-tambah mobil gue sama SUV
supaya lebih nyaman untuk Scarlett. Kini nadanya Ervin sedikit lebih pasti ketika
mengucapkan nama Scarlett.
Ervin berdiri di hadapanku. Aku memandangi wajahnya yang mencoba untuk
meyakinkanku. Tapi aku masih tidak yakin. Aku masih belum bisa percaya satu
kata pun yang diucapkan oleh Ervin. Akhirnya aku hanya bisa bertanya, Lo jual
mobil lo" Ervin mengangguk. Dia tidak mencoba menyentuhku sama sekali.
You re right, as always, M3 gue nggak bisa untuk bawa bayi, ucapnya.
Tapi lo cinta sama M3 lo. Perlahan-lahan es yang menutupi hatiku cair.
Tapi gue lebih cinta elo, Dri. Mobil ada gantinya, tapi elo... lo nggak ada
gantinya. Ya Tuhan, dia baru bilang dia cinta sama aku" Mimpi... aku pasti lagi mimpi.
Aku mulai mencubiti lenganku. Bangun, Adri... bangun...
Ervin meraih tanganku. Tangannya terasa hangat.
Dri, gue cinta sama elo. Gue harus nikah sama elo dan hidup sama elo. Kita
sama-sama urus Scarlett, kita bagi tugas. Gue tahu gue nggak tahu apa-apa tentang
bayi, tapi kita bisa belajar sama-sama.
Cair sudah semua es di hatiku. Kugenggam kedua tangan Ervin dengan kedua
tanganku. Aku pandang matanya. Ingin rasanya aku percaya dengan kata-katanya
dengan pernyataan cintanya yang terdengar tulus. Tapi aku belum bisa. Ervin
menggunakan kata harus daripada mau , yang terdengar seperti suatu paksaan
daripada ketulusan. Untuk pertama kalinya aku lihat bahwa sorot mata Ervin


Miss Pesimis Karya Alia Zalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlihat sedih. Sedih karena aku, karena aku telah memaksanya melakukan sesuatu
yang tidak sesuai dengan rencana dan keinginannya. Tanganku yang tadinya
menggenggam tangan Ervin naik ke lehernya. Aku dekatkan keningku ke
keningnya. Ervin tidak menolak. Tangan kananku berpegang pada bagian belakang
kepala Ervin. Vin, lo nggak perlu melakukan ini. Lo nggak usah merasa kasihan sama gue
atau merasa bahwa lo punya suatu kewajiban terhadap gue. Gue yakin bahwa lo
melakukan ini semua bukan juga karena lo mau gue, karena gue tahu level
seksualitas lo. Gue nggak ada apa-apanya. Gue bisa melalui ini sendiri, Vin, gue janji
gue nggak akan minta apa-apa dari elo, lanjutku dan melangkah meninggalkan
Ervin menuju rumah. Aku bisa melihat Farah, Vincent, dan Othman berdiri di depan pintu dapur
yang mengarah ke garasi. Tapi aku benar-benar cinta sama kamu, Dri, ucap Ervin kesal. Kata-kata Ervin
menghentikan langkahku. Dia baru saja menggunakan kata aku dan kamu. Aku
lihat Farah melongo memandangiku. Aku tidak yakin apa dia paham semua yang
baru dikatakan oleh Ervin. Kemudian kudengar Ervin melanjutkan argumentasinya.
Aku hampir selalu ngerasa kayak sedang disengat listrik setiap kali lihat kamu
sama laki-laki lain. Malam aku cium kamu di rumah kamu itu, aku ngerasa kayak
ada kembang api yang meledak-ledak di sekitarku, aku nggak pernah ngerasain itu
sama siapa pun. Tapi yang paling bikin aku kaget adalah bahwa aku nggak pernah
ngerasa kayak aku perlu orang lain di hidupku, sampai aku ketemu kamu.
Kini aku yakin Farah mengerti apa yang baru saja dikatakan oleh Ervin karena
aku mendengarnya menarik napas kaget dan tangannya langsung menggenggam
Vincent yang sedang memandangiku bingung.
Aku tahu bahwa kamu nggak cinta sama aku kayak kamu cinta sama Thomas,
tapi aku nggak akan pernah nyakitin kamu kayak Thomas, Dri. Aku janji. Asal
kamu kasih aku kesempatan, lanjut Ervin memohon.
Aku berbalik dan menatapnya. Ternyata Ervin memang tidak mengenalku sama
sekali. Bagaimana mungkin dia bisa berpikir bahwa aku mencintai Baron lebih
daripada aku mencintainya" Hatiku bahkan tidak bisa menampung luapan rasa
cintaku untuk Ervin dan untuk Scarlett. Mereka sudah menjadi bagian diriku.
Aku harus sudah berangka t ke pesta Eddie, matahari sudah terbenam dan hari
sudah mulai gelap. Kuberanikan diri untuk menyelesaikan permasalahan ini. Aku
berjalan mendekati Ervin.
Thomas nggak ada apa-apanya dibandingin elo, Vin. Saat ini di hati gue cuma
ada elo dan Scarlett. Tapi itu nggak penting karena lo nggak cinta sama gue. Nggak
seperti yang lo pikir setidak-tidaknya.
Ervin kelihatan kaget atas pernyataanku. Kamu cinta sama aku, ucapnya
pelan. Dari nadanya terkesan seperti dia tidak percaya.
Aku tertawa getir dan mengangguk. Aku pegang kepala Ervin di antara kedua
belah tanganku dan menatapnya. Lo laki-laki baik, Vin, dan gue menghargai segala
sesuatu yang elo sudah lakukan untuk gue, tapi gue dan elo tahu kita nggak akan
bisa sama-sama. Tanpa kusangka Ervin menciumku. Ervin berusaha untuk meyakinkanku
dengan ciumannya. Aku berusaha untuk tidak memberikan reaksi, tapi ciuman
lembutnya mengingatkanku akan kelembutan dan kebaikan Ervin.
Cukup, ucapku di antara ciumannya. Tapi Ervin tidak menghiraukanku dan
tetap menciumku. Akhirnya kulepaskan genggaman tangannya di pinggangku
dengan paksa. Ervin berhenti meskipun dia menatapku bingung.
I have to go, ucapku pelan dan berjalan menjauhinya untuk masuk rumah.
Kalau ini yang kamu maksud dengan karma, aku sekarang tahu kenapa kamu
bilang karma lebih parah daripada santet.
Mau tidak mau aku terpaksa menghentikan langkahku dan menghadapnya.
Aku tidak menyangka bahwa dia ingat akan nasihatku.
Ini bukan karena karma atau santet, tapi karena kita nggak kenal satu sama
lain, Vin, balasku dan beranjak mendekati pintu dapur.
Dua paket gula dan dua paket krimer, ucap Ervin tiba-tiba.
Aku terpaksa menghadapnya lagi dengan tatapan bingung. Apa maksud Ervin"
Itu cara kamu minum kopi. Dua paket gula dan dua paket krimer. Kamu selalu
minum kopi tanpa kafein karena tubuh kamu nggak bisa mencerna kafein. Daripada
naik feri, pesawat, atau mobil, kamu lebih pilih kereta api supaya kamu nggak
mual. Lalu Ervin tertawa sebelum melanjutkan, Kamu selalu kehilangan HP atau
kunci, kadang memang karena kamu lupa, tapi lebih sering karena kamu memang
teledor. Kamu nggak suka hujan yang menurut kamu bikin semuanya jadi basah.
Makanya kamu lebih suka salju, kecuali kalau kamu adadi dalam rumah atau
kantor. Pertama-tama aku nggak ngerti kenapa, tapi lambat-laun aku sadar alasan
kamu, karena setiap kali hujan dan kamu masih ada di kantor, kamu selalu
kelihatan nggak terburu-buru. Dan satu lagi... kamu cinta mati sama keluarga kamu
dan mungkin kamu nggak pernah sadar ini, tapi menurut aku, kamu orang paling
nggak egois yang kukenal. Karena kalau kamu egois, kamu nggak akan ada di
hadapanku, hamil dengan anakku, tapi masih mencoba untuk meyakinkan diri
bahwa aku nggak cinta sama kamu.
Semua kalimat Ervin sangat mengena denganku. Ternyata dia betul-betul
mengenalku. Ervin menunggu hingga aku berbicara. Tapi aku tidak menemukan
kata-kata yang tepat untuk membalas apa yang baru saja dikemukakannya.
Menolak untuk mengaku kalah, aku memilih menghindar. Tanpa menghiraukan
Ervin lagi, aku lalu melangkah masuk rumah, melewati Vincent, Farah, dan Othman
yang sedang ternganga melihatku. Aku mendengar Ervin berteriak geram untuk
melampiaskan kemarahan dan kekecewaannya.
Aku masuk kamarku dan mengambil tas tanganku. Aku baru sadar bahwa
ketika berencana kabur tadi aku tidak membawa dompet, tidak memiliki SIM,
bahkan tidak tahu peta jalan di KL. Kuempaskan diriku ke atas tempat tidur.
Kuputer kembali percakapanku dengan Ervin sebelum kemudian aku menyadari
satu hal. Kalau Ervin ada di sini, berarti dia tidak ada di Cincinnati. Berarti dia
sudah kabur dari training-nya itu, dan kalau dia tidak menyelesaikan training itu, dia
tidak akan bisa menjadi kepala divisi Business Development.
Aku tersadar dari lamunanku ketika mendengar bunyi mesin mobil. Dari
suaranya sepertinya itu SUV Vincent. Aku buru-buru lari keluar kamar dan hampir
bertabrakan dengan Farah yang sedang bersiap-siap mengetuk pintu kamarku. Aku
harus bicara dengan Ervin. Dia harus menyelesaikan training-nya agar bisa jadi
kepala divisi. Dia harus!!!!
Viiiii innnnn, teriakku. Ervin sedang berjalan menuju sebuah sedan yang
diparkir di luar pagar rumah Vincent.
Ervin menoleh dan berjalan menghampiriku. Wajahnya penuh tanda tanya.
Lo kabur dari training lo" tanyaku ketika dia sudah berdiri di hadapanku.
Training" tanyanya bingung. Sepertinya dia mengharapkanku untuk
membicarakan persoalan lain selain training itu.
Iya, training lo yang di Cincinnati, masih ada tiga minggu lagi, kan" tanyaku
lagi. Iya... tapi aku nggak peduli soal training itu sekarang.
Tapi lo harusnya peduli, itu buat karier lo, kan"
Tapi aku nggak mau mikirin soal itu sekarang, Dri. Aku sudah pusing.
Jabrik, bisa serius nggak sih" Sekaliiii saja seumur hidup lo, tolong serius.
Aku lihat wajah Ervin yang agak-agak mengulum senyum karena mendengar
aku memanggilnya Jabrik. Aku serius kok, ucap Ervin akhirnya.
Tapi lo nggak mau mikirin soal training"
Nggak. Lo harus mikirin... nggak boleh nggak, omelku.
Ervin memandangku seperti aku orang gila yang lagi memarahinya tanpa ada
alasan yang jelas. Maksud kamu apa sih, Dri"
Lo besok harus balik ke Cincinnati untuk menyelesaikan training itu.
Sudah aku bilang, aku nggak peduli soal training. Selama masalah kamu dan
aku masih belum jelas seperti ini, aku nggak akan bisa konsentrasi untuk hal
lainnya. Sebelum aku bisa berpikir panjang lagi aku berkata, Kalau gue pulang malam
ini juga sama elo ke Jakarta, apa lo mau balik ke Cincinnati untuk menyelesaikan
training" Ervin memandangku tidak percaya. Kemudian dia tersenyum lebar dan
memelukku hingga mengangkatku dari aspal jalanan dan mulai menciumi wajahku.
Iya... aku berangkat ke Cincinnati besok kalau kamu pulang sama aku malam
ini juga, ucapnya di antara ciumannya.
Aku mencoba untuk menghindar dari ciumannya yang membuatku sulit
bernapas. Vin... turunin gue dong. Aduh, perut gue... Mendengar kata perut
Ervin pun melepaskanku dari pelukannya dan menurunkanku pelan-pelan ke aspal.
Kenapa, Dri..." Eh, Scarlett nggak apa-apa, kan" tanyanya khawatir.
Tangannya memegang perutku.
Hey... baby, it s okay, daddy s here, ucapnya. Aku hampir mau pingsan ketika
mendengar kata-kata itu. 19. SKENARIO HIDUP SETIBANYA di Jakarta, Ervin tidak membawaku pulang ke rumah orangtuaku atau
ke apartemennya. Dia justru membawaku ke daerah perumahan Bintaro dan
berhenti di depan sebuah rumah bergaya minimalis dengan cat putih. Ketika
melihat Ervin membawa tasku dan tasnya masuk, aku baru sadar bahwa inilah
rumah yang telah dibeli Ervin. Hal pertama yang terlihat olehku ketika memasuki
rumah itu adalah banyak boks bertebaran di mana-mana. Ervin menggiringku ke
salah satu kamar tidur di lantai atas. Begitu Ervin menyalakan lampu, aku langsung
tahu bahwa ini pasti kamar Ervin karena barang-barangnya sama seperti yang ada
di kamar tidur apartemennya. Lain dengan lantai bawah, kamar itu kelihatan rapi
dan teratur. Ervin meletakkan tasku dan tasnya di depan lemari, aku pikir kemudian dia
akan meninggalkanku sendiri di kamar itu, tapi dia justru mulai menanggalkan
pakaiannya di hadapanku. Lo ngapian, Vin" tanyaku panik.
Aku mau mandi, lengket, ucapnya santai sambil melepaskan celana
panjangnya. Alhasil aku bisa melihatnya hanya dengan boxer brief putihnya.
Aku sebetulnya tidak bermaksud menatapnya, tapi aku tidak bisa melihat ke
arah lain. Tiba-tiba aku teringat akan rasa tubuh Ervin di dalam pelukanku, di
atasku. Hanya dengan memikirkan itu aku langsung berasa gerah.
Ervin sudah menghilang ke kamar mandi sambil menanggalkan briefs-nya.
Tanpa menutup pintu dia lalu berteriak.
Kalau kamu mau mandi juga, masuk saja, shower-nya besar kok, teriaknya.
Aku ternganga terkejut. Dia mengharapkanku untuk mandi bersamanya" Sudah
gila, kali. Aduh, Tuhan... aku cuma mau membuat laki-laki yang kucintai ini
bahagia, kok susah banget sih" Aku mendengar bunyi shower dinyalakan di kamar
mandi. Samar-samar kudengar Ervin menyanyikan lirik lagu Lifehouse.
Pelan-pelan aku mulai membereskan bajuku. Kukeluarkan kamisol untuk tidur
dan celana dalamku. Aku baru sadar celana yang biasa kukenakan untuk tidur
tertinggal di tempat V incent. Kubuka lemari Ervin untuk mencari celana piama yang
bisa kupinjam. Aku sedang mencari di mana dia meletakkan baju tidur ketika
melihat satu botol lotion yang sangat familier di antara kaus-kaus. Lho kok... itu
kan... Benar saja. Itu botol lotion-ku yang masih separo penuh. Aku yakin itu
memang lotion-ku karena tutupnya retak, hasil dari keteledoranku di kamar mandi.
Beberapa bulan yang lalu aku memang kehilangan satu botol lotion, aku sempat
kesal karena kusangka aku tidak sengaja meninggalkan lotion itu di Lembang,
padahal itu adalah persediaan terakhirku. Kok ada di lemari Ervin sih"
Dri, aku sudah selesai. Aku mendengar suara Ervin.
Aku melongok dari balik pintu lemari sambil menggenggam botol lotion itu.
Vin... lotion gue kok ada di elo sih" tanyaku sambil menunjukkan botol itu
padanya. Ervin kelihatan agak kaget melihat botol itu, lalu dia terlihat malu.
Oh... itu... mmmmhhhhh... aku suka... eerrr... kangen sama bau kamu. Sori,
bukan maksud aku untuk ngembat, tapi sayangnya kamu nggak bisa aku bawa ke
Cincinnati, jadi aku bawa lotion kamu saja, ucap Ervin dengan wajah agak-agak
bersalah. Hah" teriakku. Tetesan-tetesan air dari rambutnya mulai membasahi dadanya yang belum
ditutupi kaus. Handuk warna biru donker menutupi pinggangnya hingga dengkul.
Dia kelihatan seperti model Calvin Klein.
Omong-omong, waktu kemarin aku di Cincinnati, aku cari lotion itu. Kamu
bilang stok kamu sudah habis, jadi aku sempatkan untuk beli beberapa botol. Masih
ada di koper, belum keluar semenjak aku balik dari sana.
Ervin berjalan ke arahku. Aku masih bengong. Dengan cueknya Ervin lalu
mengambil lotion itu dari tanganku, mencium bibirku, dan mengembalikan lotion itu
ke lemarinya setelah menghirup aromanya beberapa detik.
Dia kemudian mulai mengenakan pakaiannya di depanku tanpa ada rasa malu.
Aku bisa melihat semua bagian dirinya. Bukan hal baru sebetulnya, tapi aku masih
tetap kaget bisa melihat tubuhnya di luar konteks seks. Setelah berpakaian dengan
celana piama kotak-kotak dan kaus putih favoritnya, dia mencium bibirku lagi.
Night sweetie, ucapnya dan tanpa disangka-sangka dia langsung loncat ke atas
tempat tidur dan mengatur posisi untuk tidur.
Maksudnya dia apa sih" Kalau dia tidur di sini, aku harus tidur di mana"
Oh ya, kamu biasanya tidur di sebelah mana ya" Nggak apa-apa kan kalau aku
tidur di sebelah kanan" tanya Ervin yang tiba-tiba sudah duduk kembali di tempat
tidur sambil menunggu jawabanku.
Ternyata benar... dia mengharapkan aku tidur satu tempat tidur dengannya.
Sudah gila, apa" Kami belum menikah. Kami tidak bisa tidur satu tempat tidur.
Kondisiku sekarang ini belum cukup buruk, apa"
Vin... apa nggak ada tempat tidur lain" tanyaku pelan.
Ervin memandangku bingung. Nggak ada, Dri.Memangnya kenapa"
Gue... aduhhh... gue nggak bisa tidur sama elo satu tempat tidur. Kita... you
know... belum... Aku tidak menyelesaikan kalimatku karena Ervin memberikanku
pandangan seperti dia siap mencekikku.
Maksud kamu, kamu mau tidur misah sama aku"
Aku mengangguk. Memangnya kenapa" Aku nggak ngorok, kan" tanya Ervin polos.
Ya ampuuunnnn, apa dia tidak mengerti dilemaku" teriakku dalam hati.
Nggak... nggak... bukan soal ngorok... kita belum... you know...
Kalimatku dipotong lagi oleh Ervin.
No, I don t know, jawab Ervin.
Kita belum nikah, teriakku.
Kedua alis Ervin langsung menjadi satu di atas hidungnya yang mancung itu.
Jelas-jelas dia kelihatan kesal. Tapi daripada mengomeliku, dia malahan turun dari
tempat tidur, membuka laci nightstand di sebelah kiri dan mengeluarkan sesuatu.
Baru setelah dia cukup dekat aku bisa lihat ap ayang ada di genggamannya. Sebuah
kotak beludru berwarna toska. Pelan-pelan dibukanya kotak itu dan dikeluarkannya
sebentuk cincin berlian yang sangat indah. Lalu dia memasukkan cincin itu ke jari
manis tangan kiriku. Aku beli cincin ini untuk melamar kamu bulan Mei nanti, ucapnya pelan.
Aku hanya bisa menganga menatap Ervin dan cincin yang melingkari jariku.
Jari-jarinya meraba wajahku. Ervin menatapku dan pada detik itu akhirnya aku
betul-betul memahami Ervin. Hatiku seras
a sedang terbang ke awang-awang.
I m trully, Ervin mencium keningku, madly, dia mencium hidungku,
deeply, sudut bibirku, and desperately, bibirku, in love with you. Lalu Ervin
betul-betul menciumku. Aku bisa mendengar ia sedikit menggeram ketika sadar aku
sedang membalas ciumannya. Bibirnya meninggalkan bibirku untuk beberapa detik.
Napasnya memburu. Please marry me, ucap Ervin sepenuh hati sambil menatapku.
Semua es yang menutupi hatiku sudah cair dan kehangatan mulai menyelimuti
hatiku. Ervin benar-benar mencintaiku. Laki-laki pilihanku, laki-laki yang kucintai
telah memilihku, dan untuk pertama kalinya aku bisa menerimanya tanpa ada yang
menghalangiku. Otakku masih tidak bisa bekerja dengan baik, dan yang keluar dari mulutku
adalah, Scarlett" tanyaku.
Ervin tertawa dengan keras. Apa perlu kamu tanya" tanyanya setelah
tawanya reda. Aku tersenyum atas komentarnya. Good, soalnya kalau nggak, gue bakalan
kabur lagi sebelum lo balik dari Amerika dan kali ini lo nggak akan bisa nemuin
kami, ucapku sambil mencoba menahan senyuman kebahagiaan yang mulai terasa
di sudut bibirku. Kamu nggak bakalan tega, tantangnya.
Siapa bilang gue nggak tega" tantangku balik.
Soalnya kamu terlalu cinta sama aku, ucapnya sok yakin.
Aku tadinya masih mau menyangkal omongannya dia, tapi aku tidak bisa. Aku


Miss Pesimis Karya Alia Zalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya tersenyum. Rupanya senyuman itu membuat Ervin ragu. Dia mencengkeram lenganku.
Kamu cinta kan sama aku" tanyanya.
Se... pe... nuh... ha... ti... ku..., jawabku.
Kamu mau kan nikah sama aku"
Aku mengangguk. Oh God, I love you, ucapnya lalu menciumku mulai dari bibir, leher, mata, pipi,
hidung, kening, dada, semuanya. Sampai akhirnya aku menyerah dan harus berlari
ke kamar mandi untuk menjauhi Ervin.
Malam itu aku dan Ervin memang tidur satu tempat tidur. Semalaman dia tidak
mau melepaskanku dan ketika aku terbangun pukul lima pagi untuk ke kamar
mandi dia juga terbangun dan mencariku. Aku baru mengerti sekarang apa artinya
hidup dengan orang yang aku cintai dan juga mencintaiku.
* * * Atas bantuan Pat dan Sony, Ervin bisa mendapatkan tiket pesawat untuk siang itu.
Aku pergi mengantar Ervin ke bandara dan untuk pertama kalinya kami bisa
bertingkah bagaikan sepasang kekasih. Dalam perjalanan ke bandara aku meminta
penjelasan padanya mengenai beberapa hal. Seperti, bagaimana dia bisa tahu aku
menginap di rumah Vincent" Rupanya dia tiba di Jakarta hari Senin itu jam sebelas
pagi dan langsung menerima omelan dari Kirana dan Sarah karena aku sudah
menghilang. Ervin lalu datang ke rumahku untuk menemui ibu dan bapakku dan
menanyakan keberadaanku. Lalu tanpa melihat reaksi orangtuaku, dia juga
langsung meminta izin untuk menikahiku. Orangtuaku memberinya izin untuk
menikah denganku, walaupun mereka tidak bisa memberikan informasi tentang
keberadaanku. Mereka hanya tahu bahwa aku ada di KL. Saat itu juga dia teringat
akan pesta pernikahan Eddie, dan langsung menghubungi Othman. Kebetulan
mereka memang sempat saling tukar kartu nama sewaktu di Lembang. Othman
yang tidak tahu apa-apa tentang situasiku dengan Ervin langsung menanyakan
kapan Ervin akan tiba di KL karena aku sudah sampai dan tinggal dengan Vincent.
Othman tidak pernah memberitahuku tentang kedatangan Ervin karena dia pikir
aku juga sudah tahu. Setelah mengetahui keberadaanku Ervin merasa lebih tenang
dan bisa mulai mengurus hal-hal lain yang harus diselesaikan di Jakarta. Dia
meminta keluarganya untuk mencarikan rumah baru secepatnya, memindahkan
barang-barangnya dari apartemen, dan mengganti mobilnya.
Lalu keingintahuanku keluar, dan aku harus menanyakan hal itu.
Vin, lo... maksud aku... kapan kamu sadar kalau kamu cinta sama aku"
Ervin tersenyum mendengarku mencoba untuk menggunakan kata kamu dan
aku. Sejujurnya, Dri, aku juga nggak tahu kapan persisnya. Awalnya aku cuma
sadar kamu orangnya ngangenin, itu sebabnya bagaimanapun sibuknya, aku selalu
berusaha untuk ketemu kamu setiap hari. Yang jelas aku selalu bingung kenapa
kamu nggak pernah cemburu sama aku. Meskipun kemudian aku akhirnya tahu
alasannya. Ervin tersenyum ketika mengatakan hal ini.
Tapi aku mulai merasa ada sesuatu yang berbeda di hubungan kita semenjak
malam kita ketemu Thomas di Hard Rock. Kamu mungkin nggak tahu tentang ini,
tapi selama tiga tahun di SMA, Thomas nggak ada habis-habisnya ngomongin
kamu. Didi beginilah, Didi begitulah, aku saja sampai bosan dengarnya. Entah
kenapa, tapi aku nggak rela kamu ternyata perempuan yang diobsesikan oleh
Thomas selama ini. Apalagi setelah aku tahu ternyata kamu juga sama terobsesinya
pada Thomas. Terus aku cium kamu di depan rumah kamu.
Aku tertegun dengan kata-kata itu. Kamu cium aku" tanyaku.
Iya, yang waktu di rumah kamu...
Aku potong kalimat Ervin. Aku yang cium kamu, Vin, ucapku.
Ervin tertawa. Mungkin kamu pikir kamu yang cium aku, tapi sebetulnya aku
yang cium kamu duluan, jelas Ervin dengan wajah penuh tawa.
Tapi aku rasa aku mulai benar-benar jatuh cinta sama kamu waktu aku lihat
kamu nangis setelah Thomas dan Olivia pulang. Hatiku remuk waktu lihat kamu
kayak gitu. Tapi aku masih belum yakin betul dengan perasaanku itu. Aku
sebetulnya mau tanya apa kamu juga ada rasa sama aku, tapi aku tahu kamu lagi
sedih dan bingung, jadi aku harus nunggu. Sejujurnya, waktu aku ajak kamu ke
Lembang, aku memang cuma mau menghibur kamu, supaya kamu nggak sedih lagi.
Tapi waktu aku lihat gaya kamu yang superseksi...
Aku seksi" tanyaku bingung.
Banget, Dri, balas Ervin penuh antusias dan mencium tanganku.
...gaya seksi kamu itu mulai bikin aku gila. Aku nggak bisa mikirin yang lain
selama weekend itu. Yang ada di pikiranku cuma kamu. Wajah kamu... suara kamu...
tangan kamu... bibir kamu... tubuh kamu... pokoknya semua tentang kamu.
Ketika mengatakan hal ini aku lihat wajah Ervin sedikit memerah.
Aku sudah coba untuk menghapus hal-hal yang mau kulakukan ke kamu...
Misalnya" tanyaku penasaran. Aku tidak pernah membayangkan diriku seksi,
apalagi sampai bisa ada di pikiran laki-laki.
Ervin melirik ke arahku. Kamu nggak mau tahu apa yang ada di pikiranku
waktu itu, Dri, ucap Ervin tegas.
Aku langsung mengerti maksudnya. Oh, ucapku.
Exactly, balas Ervin. Pada dasarnya, sepulangnya kita dari Lembang, aku sudah seratus persen
yakin aku jatuh cinta sama kamu karena aku semakin nggak bisa jauh dari kamu.
Aku berusaha untuk mendekat, maksudnya supaya akhirnya aku bisa ajak kamu
keluar on a real date, tapi kemudian aku lihat kamu justru menjauh dari aku. Aku
frustrasi... Aku tertawa mendengar penjelasan Ervin.
Percaya sama aku, kalau kamu tahu betapa frustrasinya aku saat itu, kamu
nggak akan ketawa. Aku langsung terdiam mendengar nada serius Ervin.
Sori, ucapku sambil tetap mencoba untuk menahan senyum.
Makanya aku buru-buru terima tawaran untuk jadi Head Divison karena itu
berarti selama tiga bulan aku akan berada beribu-ribu kilometer dari kamu untuk
mencoba menetralisir perasaanku ke kamu. Tapi beberapa hari di sana aku nggak
bisa konsentrasi. Aku berspekulasi sama diriku sendiri apa kamu belum bisa
melupakan Thomas, makanya kamu nggak bisa lihat bahwa aku cinta sama kamu"
Buntutnya aku malah pergi beli cincin untuk ngelamar kamu. Terus aku terima
telepon dari Kirana. Aku langsung merasa tidak enak ketika Ervin menyebutkan nama Kirana dalam
konteks itu. Aku diomeli habis-habisan karena sudah menghamili anak orang. Aku
langsung tahu bahwa yang dimaksud sama Kirana itu kamu. Pertama-tama aku
marah, karena aku pikir kamu memang sengaja mau membuat hidupku lebih
sengsara lagi. Itu sebabnya aku marah-marah waktu telepon kamu. Selama lebih
dari tiga puluh jam terbang dari Cincinnati ke Jakarta perasaanku nggak keruan.
Mulai dari rasa mau ngebunuh kamu sampai mungkin membakar kamu hiduphidup.
Aku menarik napas, terkejut dengan keganasan Ervin. Ervin menatapku dalamdalam
lalu tersenyum mencoba menenangkanku.
Tapi semua rasa marah hilang begitu aku tahu kamu minggat. Waktu ketemu
kamu di rumah Vincent, aku bertekad meyakinkan kamu untuk nikah sama aku,
meskipun aku masih nggak yakin dengan perasaan kamu. Tapi kemudian kamu
bilang kamu memang cinta sama aku dan itulah saat pertama aku mulai berharap.
Aku yakin lambat laun kamu akan mau sama
aku, dan selama aku tahu bahwa
kamu cinta sama aku, aku siap nunggu kamu.
Aku mengembuskan napas panjang. Lalu, aku tahu bahwa aku tidak perlu
mengucapkannya, tapi aku ingin mengucapkannya, I love you, ucapku.
Ervin tersenyum dan membalas, I love you more.
* * * Di depan gerbang keberangkatan, Ervin memelukku lama sekali sampai akhirnya
aku harus minta dilepaskan karena tidak bisa bernapas.
Tungguin aku ya, tingga minggu saja kok. I ll be back before you know it.
Aku sudah nunggu kamu dari Desember, kalau cuma nunggu tiga minggu saja
aku bisa, jawabku. Maksud kamu" tanya Ervin bingung.
Aku sudah jatuh cinta sama kamu semenjak malam Tahun Baru, ucapku
pelan. Ervin terlihat terkejut. Tapi... tapi kok kamu malah menjauh sih"
Karena aku tahu, atau setidak-tidaknya pada saat itu aku pikir, kalau kamu
tahu aku cinta sama kamu, kamu akan ambil langkah seribu. Akhirnya aku simpan
saja sendiri perasaanku itu. Aku tahu aku aneh, jawabku enteng.
Itu sebabnya kenapa aku cinta sama kamu. Ervin menciumku untuk terakhir
kalinya yang dibalas dengan antusias olehku.
Ervin sepertinya tidak peduli kami berada di Soekarno-Hatta bukan di LAX dan
ada banyak orang yang mulai memandangi kami dengan tatapan bingung. Ervin
hanya melemparkan senyum dan orang-orang itu pun berlalu dengan tersipu-sipu.
Kamu tata rumah kita nanti ya" Mau kayak gimana, aku ikut saja.
Aku mengangguk. Lalu Ervin menundukkan kepalanya dan berkata, Bye,
Scarlett, I love you. Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah laku Ervin. Dia lalu memelukku untuk
terakhir kali dan sebelum aku sadar, dia sudah pergi.
Dalam perjalanan pulang menuju Bintaro aku memutar skenario hidupku. Suatu
saat aku akan berterima kasih kepada Baron karena secara tidak langsung dialah
yang telah menyatukan aku dengan Ervin. Kalau bukan gara-gara Baron, mungkin
hingga sekarang aku masih menjalani hidupku yang tidak berarti tanpa arah dan
tujuan yang jelas, hubunganku dengan Ervin masih biasa-biasa saja, semua orang
akan tetap mencoba untuk mencarikan jodoh untukku, dan yang jelas aku akan
masih merana karena aku masih akan tetap terobsesi Baron.
EPILOG AKU tidak tahu beskap bisa kelihatan sebegini seksinya. Tapi aku seharusnya tidak
kaget karena pada dasarnya segala sesuatu yang dikenakan Ervin selalu bisa
membuatnya kelihatan seksi. Bulan ini adalah bulan Juli tanggal empat, dua bulan
setelah tanggal ulang tahunku. Ervin baru saja kembali dari Cincinnati sekitar tiga
minggu yang lalu. Dia terpaksa harus tinggal sedikit lebih lama di sana karena
ketinggalan training sewaktu dia pulang ke Jakarta. Rencana pernikahanku diatur
oleh Kirana, Mbak Tita, dan Sarah, atas biaya dariku dan Ervin. Dan sesuai dengan
keinginanku dan Ervin, pernikahan itu hanya mengundang keluarga dan teman
dekat. Tentunya ketiga sobatku, Ina, dan Baron dan Olivia turut hadir.
Ketiga sobatku sempat bingung sewaktu aku memberi mereka undangan
pernikahanku. Mereka bahkan semakin tidak bisa berkata-kata ketika melihat
keadaanku yang sedang hamil besar. Mereka sempat mengamuk, tapi karena tidak
bisa menganiaya orang hamil, mereka terpaksa menunda rencana penganiayaan
hingga bayiku lahir. Kehamilanku yang sudah menginjak bulan ketujuh mulai
tampak dengan jelas. Kebanyakan para tetua di keluargaku, juga para tetua di
keluarga Ervin, meminta agar acara pernikahannya ditunda hingga bayinya lahir,
jadi perutku tidak terlihat buncit di foto perkawinan. Tapi Ervin menolak ide itu,
karena menurutnya aku terlihat semakin seksi selama hamil dan dia tidak peduli
apa kata orang. Pat dan beberapa orang kantor turut diundang ke pernikahan kami. Pat yang
mendengar kalau aku hamil pada akhir April lalu justru gembira mendengarnya.
Dia hanya sedikit kecewa karena aku baru memberitahunya. Good Life akhirnya
setuju untuk mengalihkan pekerjaanku sebagai Human Resources Manager ke Sony
selama cuti hamil. Untungnya Good Life tidak mempermasalahkan hubunganku
dengan Ervin. Hubungan Baron dan aku dan Ervin berangsur membaik setelah pernikahanku.
Baron sempat kaget waktu tahu soal itu, tapi dia tidak berkata apa-apa lagi. Olivia
juga s udah hamil. Untuk urusan rumah, setelah berdiskusi cuku ppanjang denganku, Ervin
akhirnya memperbolehkanku untuk membeli semua peralatan rumah tangga untuk
rumah itu dengan uangku, asalkan aku membiarkannya membeli rumah itu sebagai
hadiah perkawinan untukku. Sedikit demi sedikit rumah kami mulai terlihat lebih
nyaman dan penuh kehangatan atas sentuhan-sentuhan kami berdua yang ternyata
memiliki selera yang cukup sama. Kami hanya berbeda pendapat untuk urusan
warna cat kamar Scarlett. Ervin maunya dicat warna pink, karena menurutnya
kamar perempuan harus terlihat girly. Aku yang tahu Scarlett akan mengira kami
gila saat dia menginjak masa SMA dan teman-temannya melihat warna kamarnya,
akhirnya bersikeras dengan warna mint green, warna yang natural dan uniseks. Saat
itu juga kami setuju bahwa Scarlett akan dinamakan Scarlett Hazel Daniswara.
Scarlett lahir dengan sempurna di bulan Oktober, sangat berdekatan dengan
ulang tahun Ervin. Seumur hidupku, aku tidak pernah merasa sebegini happy-nya.
Kini, beberapa bulan setelah kelahiran Scarlett, kupandangi laki-laki yang aku
cintai dan yang mencintaiku, yang sedang menggendong seseorang yang kucintai
lebih daripada rasa cintaku pada dunia ini, sambil membuat tampang-tampang
aneh. Rupanya inilah imbalan yang dapat kuberikan kepada diriku sendiri kalau
saja aku berani untuk membuka hati. Andai saja aku sudah melakukannya dari
dulu-dulu, mungkin aku tidak akan menyiksa diriku selama bertahun-tahun dengan
mencintai orang yang salah. Mmmhhh... tapi mungkin itulah yang dimaksud
dengan berakit-rakit ke hulu berenang-renang kemudian.
Hari ini adalah hari Minggu jam setengah tujuh pagi. Aku dan Ervin
memutuskan untuk membawa Scarlett jalan-jalan keliling kompleks perumahan
kami. Dengan jam kerjanya yang enam puluh jam seminggu aku bingung
bagaimana dia masih bisa menyempatkan diri untuk menghabiskan waktunya
dengan Scarlett. Aku tersenyum pada diriku sendiri.
Yes, life s good, ucapku dalam hati sambil mencoba menyamai langkah Ervin.
Sekian tamat Bukit Pemakan Manusia 5 Wiro Sableng 088 Muslihat Cinta Iblis Tiga Sandera 2

Cari Blog Ini