The Bridesmaids Story Karya Irena Tjiunata Bagian 3
Ayunan... Kesya suka sekali ayunan.
"Ada ayunan"" tanyanya.
"Tentu ada dong... "
Marco menggandeng tangannya. Ada rasa geli, seperti aliran listrik ketika tangan Kesya digandeng Marco. Rasa yang baru muncul setelah perasaannya terhadap Marco berubah. Kesya tersenyum diam-diam, menikmati kedekatannya dengan Marco.
Marco mengajak Kesya ke area permainan anak. Dia mendudukkan Kesya ke atas ayunan dan mengayunnya perlahan-lahan.
"Aku suka sekali ayunan," kata Kesya sambil berayun pelan. "Aku kepingin sekali punya ranjang ayunan. Jadi sambil tidur aku bisa sambil berayun-ayun."
Marco mendengarkan sambil terus mengayun Kesya. Senyumnya mengembang perlahan, matanya menerawang jauh.
Kesya kembali berkutat dengan pekerjaannya. Sudah lama sekali dia duduk dan mencorat-coret notes kecilnya. Banyak ide yang berlalu-lalang di dalam benaknya. Berebut untuk minta digambar dan direalisasikan. Sebagian besar diilhami dari pernikahan Alo dan Cecil, juga dair pengalaman romantisnya bersama Marco. Kesya masih sering senyum-senyum sendiri jika teringat kembali peristiwa sejuta bintang
itu. "Nih... istirahat dulu... " Marco menyodorkan segelas teh hangat. Marco mampir untuk menemani Kesya bekerja. Dia menghampiri Kesya dan mengecup ubun-ubun kepala Kesya. "Biar otakmu yang panas jadi dingin lagi," ujarnya.
Kesya tersenyum, mengangkat tangannya membelai dagu Marco.
"Kamu nggak ngapa-ngapain"" tanya Kesya sambil menyesap teh hangat yang dibawakan Marco.
Marco menggeleng. "Proyekku sudah selesai. Aku ambil cuti dari kantor. Jadi, sekarang tugasku hanya menjadi bestman Alo dan jadi pacar yang baik buat kamu."
Sekarang Marco meremas bahu Kesya, melemaskan otot yang tegang di sekitarnya.
Kesya tertawa menahan geli.
"Kamu tegang banget lho," bisik Marco cemas. Merasakan ketegangan otot bahu Kesya di bawah tangannya. "Santai saja lah... "
Kesya mengambil notesnya dan memperhatikan rancangannya. "Iya... aku akan usahain santai deh."
Kesya tersenyum. Senang juga rasanya diperhatikan seperti ini. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Cecil tertera pada layar ponsel Kesya.
"Ya, Cil""
"Besok kosong"" tanya Cecil tanpa basa-basi.
Kesya tersenyum. Dia sudah hafal luar biasa tabiat Cecil. "Aku cek dulu ya... " Kesya membalik-balik agendanya. Tidak ada janji penting untuk besok. "Yup. I'm all yours..."
Cecil tertawa. "Kalau begitu besok siang tolong temani aku ketemu mamanya
Alo, ya." Kesya terkesiap. "Mamanya Alo""
"Iya. Dia baru datang dari Singapura, menemani Oom Steven yang lagi meeting di Jakarta. Tante Jessica, ups salah, aku harus memanggilnya dengan sebutan Mama," Cecil meralat panggilannya. Sejak resmi bertunangan dengan Alo, Cecil harus mema
nggil orangtua Alo dengan sebutan "mama-papa".
"Mama, maksudku mamanya Alo, mau keliling-keliling dan Alo minta aku untuk menemani mamanya," ujar Cecil sambil menghela napas.
Kesya tahu apa makna di balik helaan napas Cecil. Sejak mereka masih sama-sama SMA, sejak Alo dan Cecil baru mulai pacaran, Tante Jessica Lionel Andersen, mamanya Alo, kurang begitu menyukai Cecil. Menurutnya, Cecil tidak cocok berpasangan dengan anak kesayangannya. Memang belum pernah ada konfrontasi terbuka antara mereka berdua, tapi dari bahasa tubuh masing-masing, kentara sekali mereka saling tidak menyukai.
"Tentang kamu dan Alo, dia sudah tahu"" tanya Kesya hati-hati.
"Ya sudah lah. Alo sudah bilang ke orangtuanya dia akan menikahi aku. Orangtua Alo datang ke rumah. Mereka memelukku sambil tersenyum, mengucapkan selamat dan berkata betapa senangnya mereka karena aku akan jadi menantu mereka."
"Maksud kamu, Tante Jessica juga memelukmu sambil tersenyum"" tanya Kesya tidak percaya.
Kalau Oom Steven Andersen, papa Alo, memang orang yang sangat menyenangkan dan ramah. Beliau juga sangat menyetujui hubungan Alo dan Cecil. Berbeda 180 derajat dengan Tante Jessica. Rasanya tidak percaya Tante Jessica bisa memeluk Cecil, apalagi sambil tersenyum!
"Iya lah. Waktu itu kan dia datang sama Oom Steven dan Alo," cibir Cecil.
Kesya mengangguk-angguk. Di depan Alo dan Oom Steven, Tante Jessica memang tidak berani terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.
"Dan besok," Cecil melanjutkan, "Alo minta aku menemani mamanya karena mamanya mau mengenalku secara lebih akrab," jawab Cecil sambil memberi penekanan pada empat kata terakhir.
"Oh, begitu...," ujar Kesya ragu-ragu.
"katanya sih dia mau menghabiskan waktu bersama-sama, supaya lebih mengenal calon mantunya gitu. Makanya kamu besok tolong temani aku, ya. Aku bisa meledak kalau cuma berduaan sama dia," Cecil mendesah.
"Alo nggak ikut""
"Dia masih di Singapura. Minggu depan baru datang ke Jakarta. Mamanya hanya datang dengan cucunya."
Kesya mendesah. Another long day....
10 HARI masih bisa dibilang pagi, tetapi di lobi hotel para manusia sudah bergerak dengan aktif. Para portir bergerak ke sana kemari mengantarkan tamu, membawakan koper-koper, atau mengantarkan tamu sambil membawa setumpuk koper. Para resepsionis telah melayani banyak sekali tamu, baik yang ingin check-in, check-out, complaint, atau sekadar menanyakan informasi.
Di lobi inilah Kesya dan Cecil berada, menjemput mamanya Alo. Kesya duduk dengan gelisah. Berulang kali dia membetulkan posisi duduknya, merapikan rambut panjangnya, dan mengawasi kumpulan tamu yang baru keluar dari lift. Sementara Cecil duduk santai di sebelahnya. Untuk hari ini dia sengaja mengambil cuti dari kantor. Dia duduk sambil membaca majalah bisnis. Rambut keritingnya jatuh sebagian, menutupi wajah.
Entah kenapa Kesya super duper panik menghadapi Cecil dan Tante Jessica. Dua-duanya gampang marah, dua-duanya juga keras kepala, dan sudah pasti tidak mau mengalah. Dan, gawatnya, dua-duanya saling tidak menyukai. Dalam hati Kesya memutuskan, kalau terjadi perselisihan di antara dua wanita itu, dia akan beranjak pergi dari medan perang. Menyelamatkan diri sendiri.
Kesya kembali melirik ke arah lift. Salah satu dari enam lift itu terbuka dan rombongan tamu pun berbondong-bondong keluar dari dalam. Kesya melihat seorang laki-laki yang cukup berumur menghampiri mereka sambil tersenyum lebar. Laki-laki itu berkulit putih kemerah-merahan dan berambut cokelat. Raut wajahnya ramah dan menyenangkan. Itu Oom Steven, papanya Alo.
Cecil juga rupanya sudah menyadari kehadiran Oom Steven. Dia langsung beranjak bangun dan menghampiri Oom Steven sambil tersenyum lebar.
"Cecil, dear..." Oom Steven memeluk Cecil dengan hangat. Pelukan erat yang sungguh tulus. "How are you, dear" Semua persiapan pernikahan kamu dengan Alo lancar, kan""
Cecil mengangguk. "Sudah ninety-two percents, Papa," jawab Cecil sambil tersenyum. "Oh iya, do you still remember Kesya, Papa" She is my bridesmaid, and sdhe helps me a lot!" Cecil menunjuk Kesya.
"Hai, Oom Steven... " Kesya mengulurkan tangan. Oom Steven menjaba
t tangan Kesya dengan hangat.
"Yes, I remember you. One of Alo's classmates, right"" Oom Steven tersenyum.
Kesya mengangguk. Senyum lebar juga tersinggung di wajahnya. Pribadi Oom Steven yang ramah, hangat, kebapakan, dan selalu menghargai siapa saja membuat semua orang merasa nyaman berada di dekatnya, membuat semua orang selalu ingin tersenyum kepadanya.
"Okay, I have to go now. Meeting." Oom Steven melirik arloji yang melingkar di tangannya. "My wife will come down soon." Oom Steven tersenyum. "Sampai ketemu
lagi ya... " Kesya dan Cecil mengangguk, kembali duduk. Cecil masih tetap santai, sementara Kesya kembali tegang. Tak lama kemudian, yang ditunggu-tunggu pun datang. Paduka Ratu Jessica Lionel Andersen. Perempuan yang sudah berumur itu masih terlihat segar. Dia menggandeng seorang anak laki-laki bertubuh gempal. Kelihatannya anak laki-laki itu berusia delapan tahun. Kesya berpaling kepada Cecil, minta penjelasan.
"Jason, anak kakak perempuan Alo, Meisya," bisik Cecil tanpa menggerakkan bibir.
"Halo, Cecil... " Tante Jessica tersenyum. Tangannya terentang untuk memeluk Cecil. Cecil tersenyum sekadarnya dan membiarkan tubuhnya dipeluk sang calon mertua. Kesya mengamati senyum Tante Jessica. Tampak artifisial sekali, berbeda sekali dengan senyum hangat dan ramah milik Oom Steven. Sifat-sifat Tante Jessica juga snagat berbeda dengan Oom Steven. Tante Jessica adalah tipe wanita yang judes, dingin, dan selalu memandang rendah orang lain. Sejak masih sekolah dulu, Kesya tidak terlalu suka dengan Tante Jessica. Perasaan itu bahkan menetap hingga sekarang.
"Hai... Ma." Cecil terdengar sulit menyapa Tante Jessica dengan sebutan
"Mama". "Hmmm... " Tante Jessica berpaling menatap Kesya. Matanya menyipit, seolah sedang menilai Kesya.
"Ini bridesmaid saya, Kesya Artyadevi. Sahabat baik saya," Cecil memperkenalkan.
Kesya mengulurkan tangan sambil tersenyum sopan. Dulu sekali dia pernah bertemu dengan Tante Jessica, tapi pasti Tante Jessica sudah lupa.
Tante Jessica tersenyum tipis. "Hmmm... agak kurus ya. Sebenarnya Meisya lebih cocok jadi bridesmaid kamu lho Cecil," komentar Tante Jessica.
Alis Kesya terangkat. Kalau dia tidak salah dengar, Tante Jessica sedang mencelanya! Mencelanya... tepat di hadapannya!
Cecil menggeleng. "Nggak. Saya sudah memilih Kesya untuk jadi bridesmaid saya." Suaranya terdengar sedingin es.
Tante Jessica mengangkat bahu. "Jason, ayo beri salam sama kedua tante ini," ujarnya sambil mengelus sayang bocah laki-laki yang berdiri di sebelahnya.
Jason tersenyum manis sambil mengulurkan tangan. Tante Jessica tersenyum memandangnya. Tapi ketika Tante Jessica berpaling untuk beranjak pergi, Jason memperlihatkan jari tengahnya kepada Kesya dan Cecil. Lidahnya terjulur mengejek.
Kesya syok melihatnya! Anak usia delapan tahun sudah bertingkah seperti itu! "Oh ya...," ujar Tante Jessica sambil berjalan, "Jason ini yang akan membawa cincin pernikahan."
Kesya hampir pingsan mendengarnya. Anak laki-laki ini" Yang tidak tahu sopan santun ini" Yang akan membawakan cincin pernikahan rancangan Kesya" Masterpiece Kesya" Oh no!
Jason meringis kejam melihat Kesya. "Nanti cincinnya akan aku sembunyikan, dan akan aku jual setelah pesta selesai. Aku akan dapat banyak uang... Hahaha...!" bisiknya.
"Cil... " Kesya menoleh panik ke arah Cecil.
"Jangan macam-macam ya kamu!" ancam Cecil. Namun, bocah tengil itu hanya menjulurkan lidah dan beranjak pergi. Dia memanggil Tante Jessica dengan manis, lalu menggandeng tangannya.
"Ayo cepat! Kalian jalan lama sekali sih. Masih pada gadis kok lamban sekali...," sindir Tante Jessica.
Cecil menggeram pelan. Tante Jessica berbicara panjang lebar selama bermobil. Dia bercerita tentang anak perempuannya, Meisya Veroca Andersen-kakak perempuan Alo. Dia juga bercerita tentang menantu perempuannya - istri Stephanus Robert Andersen, kakak laki-laki Alo- yang disebutnya sebagai perempuan yang memenuhi kodratnya. Anak perempuan dan menantu perempuannya, keduanya bisa memasak. Satu hal yang sangat tidak dikuasai Cecil. Tante Jessica menyindir Cecil terus.
"Repot juga ya. Kamu nggak bisa masak, sementa
ra Alo senang sekali makan enak." Tante Jessica tersenyum tipis.
Cecil menggeram pelan. "Buat kami tidak menjadi masalah, Ma," ujarnya. Kesya agak terkejut mendengar ketenangan dalam nada suara Cecil, mengingat tadi dia menggeram pelan. "Walaupun saya tidak bisa masak, nanti kan kami bisa beli makanan. Sekarang kan warung-warung makanan bertebaran di mana-mana."
Tante Jessica tertawa. "Alo nggak terlalu suka makanan warung-warung itu. Dia pernah nyobain, tapi katanya semuanya kalah dibandingkan masakan rumah, masakan Mama."
Cecil merengut. "Aah...," seru Tante Jessica dramatis. "Ada resto baru di sini. Ayo kita makan
dulu... " Cecil mengernyit. "Something's wrong..." bisiknya kepada Kesya.
Kesya mengernyit. Tidak dapat mencari apa yang salah dengan ajakan makan dari Tante Jessica. Tanpa banyak komentar, Cecil menepikan mobilnya, lalu turun bersama Kesya dan mengikuti langkah Tante Jessica dan Jason.
Tante Jessica duduk dan meminta pelayan mengambilkan buku menu. Jason duduk di sampingnya. Ketika Kesya duduk, diam-diam Jason menendang tulang kering Kesya.
"Adaow...!" pekik Kesya.
"Hush!" tegur Tante Jessica diikuti dengan tatapan menghunjam. "Kamu apa-apaan sih" Anak gadis kok tidak tahu sopan santun! Ngapain teriak-teriak begitu"" bisiknya dengan nada setajam silet.
Di sampingnya, Jason tertawa terkikik-kikik.
Kurang ajar! geram Kesya dalam hati.
Tante Jessica memesan sejumlah makanan. Resto ini tidak bisa dibilang baru. Kesya sudah pernah melihatnya. Seingatnya, resto ini sudah berdiri sejak dua bulan yang lalu, menjual makanan khas Indonesia. Ada pepes ikan, plecing kangkung, tahu dan tempe goreng, pecel ayam, pecel ikan. Semuanya makanan khas Indonesia.
"Tante...," sapa sebuah suara.
Tante Jessica tersenyum lebar sekali. Dia berdiri dan memeluk erat gadis yang tadi memanggil namanya.
Kesya dan Cecil ikut berpaling, penasaran dengan sosok yang memanggil Tante Jessica.
Kesya menyikut pinggang Cecil. "Itu kan..."
"Halo, Ningrum yang cantik..." Dengan mesra, Tante Jessica memeluk Ningrum.
Kesya memperhatikan wajah Cecil. Wajah itu bagai baju kusut yang tidak pernah disetrika. Kesya tahu sekali siapa Ningrum.
Raden Ayu Sekar Ningrum, gadis keturunan bangsawan Jawa itu pacar pertama Alo. Ketika Cecil mengenal Alo, Alo masih pacaran dengan Ningrum. Namun, karena ada perbedaan prinsip yang tidak dapat diselesaikan antara mereka berdua, Alo lantas putus dengan Ningrum dan jadi dekat dengan Cecil. Gosip yang beredar di sekolah adalah Cecil merebut Alo dari Ningrum. Padahal, bukan begitu keadaan yang sebenarnya. Justru Cecil pada awalnya menolak Alo karena tidak mau dicap perebut pacar orang. Tapi, dasar memang sudah cinta, Cecil malah jadian sama Alo. Dengar-dengar juga, Tante Jessica lebih setuju kalau Alo tetap jadian dengan Ningrum. Menurut Tante Jessica, Alo lebih cocok dengan Ningrum daripada dengan Cecil.
"Tante datang lagi di resto saya ini...," sapa Ningrum dengan ceria. Cecil mendengus.
Oh... Kesya mengerti sekarang. Jadi resto ini punya Ningrum. Berarti Tante Jessica dengan sengaja telah menggiring Cecil ke sini. Hmmm... pantas saja tadi
Cecil bilang "Something's wrong..." Entah drama apa yang akan dipertontonkan Tante Jessica...
"Ningrum, kamu tuh tambah cuaantik saja...," puji Tante Jessica tanpa memedulikan Cecil.
"Ah, Tante bisa saja... " Ningrum tersipu.
Memang benar Ningrum cantik, kecantikan khas putri bangsawan Jawa. Dengan kulit kuning langsat, wajah klasik, dan rambut hitam panjang. Tapi Cecil juga cantik kok. Dengan kulit putih, wajah berbentuk hati yang disapu make-up tipis, dan rambut keriting berpotongan pendek. Kecantikan seorang wanita modern. Dua wanita dengan dua kecantikan yang berbeda. Hmm... bukankah cantik itu relatif"
Tante Jessica mengajak Ningrum duduk bersama mereka.
"Tante Ningrum, selamat siang...," sapa Jason manis.
Dasar monster kecil! Rupanya dia juga bersekongkol dengan Tante Jessica dengan bermanis-manis terhadap Ningrum!
"Ya ampun... Cecil... Kesya!" ujar Ningrum setengah berteriak. Tampaknya dia baru menyadari kehadiran Cecil dan Kesya. "Sudah lama sekali aku ndak pernah ketemu kalia
n. Apa kabar tho""
"Baik, Ningrum. Kebetulan sekali ya kita bisa ketemu di sini...," ujar Kesya.
"Resto ini punya Ningrum. Huebatt kan dia..." Tante Jessica menepuk-nepuk punggung tangan Ningrum. "Cantik, ayu, anggun, pintar masak, lagi. Kamu betul-betul akan menjadi istri yang ideal. Sayang Tante nggak punya anak laki-laki lagi... "
Ningrum tersenyum. "Sebenarnya saya juga ndak nolak kalau dijadikan istri anak laki-laki Tante yang bungsu itu... tapi... saya dengar sudah ada calonnya, ya""
Maksudnya" Wajah Cecil semakin keruh mendengar perkataan Ningrum.
"Tinggal beberapa bulan lagi, Ningrum. Kamu harus datang ya...," kata Tante Jessica sambil menggenggam tangan Ningrum. "Cecil harus banyak belajar dari kamu. Dia nggak bisa masak, padahal Alo senang sekali makan enak. Alo juga sering mampir ke sini, kan""
Uh-oh! Kesya tidak berani menatap wajah Cecil, tapi dapat dipastikan wajah itu pasti sekeras batu!
"Oh, jadi Cecil ndak bisa masak, tho!" Mata Ningrum membulat dengan gaya dramatis. "Wah, wanita kok ya ndak bisa masak. Cecil, yang namanya wanita itu ya harus pinter masak, biar suami tambah sayang sama kamu. Masak itu memanjakan suami juga lho... "
Waduh, waduh, waduh! Ningrum juga cari gara-gara!
Kesya memperhatikan wajah Ningrum. Ada kesan kejam di wajah cantiknya. Rupanya dia dan Tante Jessica sudah berkonspirasi untuk memojokkan Cecil.
Cecil tersenyum manis. "Hmm...," gumamnya, "Alo tahu saya nggak bisa masak. Walau begitu, Alo tetap mau menikahi saya, bukan kamu, Ningrum...," balas Cecil sambil tersenyum manis.
Kali ini giliran wajah Tante Jessica dan Ningrum yang berubah membatu!
Cecil mendorong pintu apartemen Kesya dengan bahunya. Kedua tangannya sibuk sekali, masing-masing menjinjing sebuah kantong kertas berukuran besar. Dari balik salah satu kantong, tampak buah tomat segar menyembul.
"Udah lengkap belanjaannya"" Kesya mengintip ke dalam kantong-kantong kertas yang dibawa Cecil. Hari ini Cecil mau masak. Dia bertekad untuk membuktikan Tante Jessica salah. Dia mau membuktikan dia juga bisa masak!
Atas usul Kesya, Cecil memutuskan untuk masak spageti dengan saus bolognaise. Menurut Kesya, masakan jenis ini gampang. Siapa saja pasti bisa membuatnya.
"Udah... " Cecil mengeluarkan bahan-bahan masakannya satu per satu. Spageti, bawang bombay, bawang putih, daging sapi, saus tomat, buah tomat segar, saus sambal, dan keju batangan.
Kesya sudah menyiapkan panci-pancinya untuk digunakan Cecil. Hari ini dia berjanji untuk menjadi mentor Cecil dalam pelajaran memasaknya. Sebenarnya Kesya agak khawatir dengan keselamatan dapurnya, mengingat Cecil belum pernah sekali pun bersibuk-sibuk di dapur.
DeeDee melakukan tindakan penyelamatan diri dengan pergi keluar bersama teman-temannya. Marco diutus Cecil untuk menjemput Alo- dia pulang ke Jakarta sore ini- kemudian mengantar Alo ke apartemen Kesya ketika spageti sudah siap disantap.
"Sekarang aku harus ngapain dulu"" tanya Cecil. Celemek Kesya sudah tergantung manis di tubuhnya. Kesya tersenyum geli melihat tingkah Cecil.
"Daging sapinya harus dicincang dulu." Kesya mengeluarkan pisau besar untuk mencincang daging.
"What" Gede banget goloknya!" komentar Cecil dengan mata membelalak. Cecil menerima pisau besar itu dari tangan Kesya, tampak kepayahan memegangnya. "Cincang sampai halus ya. Aku mandi dulu...," ujar Kesya.
Sepuluh menit kemudian, Kesya kembali ke dapur dan mendapati Cecil sudah bermandi peluh.
"Sudah"" Cecil menggeleng frustrasi.
Kesya memperhatikan daging yang masih menggumpal dengan bandelnya. "Nggak dipotong dulu""
Cecil menggeleng. "Tadi katanya dicincang aja""
"Iya, tapi biar gampang harus dipotong tipis-tipis dulu."
"Kamu nggak bilang!" sahut Cecil kesal.
"Ya sudah sini aku yang cincang. Kamu rebus tomatnya deh. Disayat dulu bagian kulitnya, biar gampang dikelupas nanti."
"Nggak! Biar aku sendiri aja. Ini masakanku, aku mau bikin sendiri semuanya."
Kesya mengalah dan memperhatikan Cecil mencincang daging sapi halus-halus. Setelah itu, Cecil merebus tomat.
"Adaowww!" Cecil menjerit keras sekali.
"Kenapa, Cil""
"Gila! Panas banget tomatnya. Gimana megangnya nih
"" teriak Cecil panik.
"Dibuang dulu airnya, tunggu sebentar, baru diambil tomatnya." Dengan cekatan Kesya membuang air rebusan tomat.
Cecil cemberut sambil memperhatikan Kesya. "Aku memang nggak becus, ya!"
Kesya jadi ingat ketika dia pertama kali belajar memasak. Sama seperti keadaan Cecil sekarang. Merasa tidak berguna, tidak becus.
"Nggak lah. Ini kan gara-gara kamu memang baru pertama kali masak. Kalau sudah biasa, pasti akan lebih gampang." Kesya tersenyum menghibur.
Memang tidak mudah masak untuk pertama kalinya. Berturut-turut, Cecil selalu melakukan kesalahan. Tomat yang sudah direbus digenggamnya terlalu kuat, sehingga hancur dan mengeluarkan banyak air. Api kompor dinyalakan terlalu besar sehingga daging yang dimasaknya jadi agak gosong. Lalu, karena tidak sabar menunggu sepuluh menit untuk merebus spageti, spagetinya jadi masih keras sekali!
Cecil berurai air mata melihat hasil masakannya yang tidak keruan. Pada saat itu, bel pintu apartemen berbunyi. Alo dan Marco telah sampai di apartemen.
"Gimana nih, Kesh"! Hasil masakanku hancur begini!" teriak Cecil panik. "Ya mau gimana lagi"" Kesya juga putus asa. "Cecil! Kesya!" Suara Marco terdengan memanggil. "Ya sudah deh, biarin dia masuk aja," ujar Cecil lemah. "Hai, Sayang..." Marco mengecup pipi Kesya.
"Mana Cecil"" tanya Alo. Wajahnya tampak antusias. Ini kali pertama Cecil memasak untuknya.
"Masih di dapur." Kesya menunjuk dengan tatapannya. Alo langsung menghambur ke dapur.
"Sudah jadi, Cil, masakannya"" Antusiasme Alo berubah saat melihat wajah Cecil yang berlinang air mata. "Kenapa, Sayang" Kok nangis"" suaranya melembut.
Cecil menyeka wajahnya dengan kasar. "Masakanku hancur. Aku memang nggak bisa masak!"
Alo menghampiri piring yang berisi spageti keras dan saus bolognaise hangus. Dia mencicipi masakan Cecil sesuap, kemudian menyeka mulutnya.
"Masakan kamu memang hancur, Cil. Kamu memang nggak bisa masak," ujarnya tanpa basa-basi. "Lagian kenapa kamu tiba-tiba jadi mau masak""
Kesya dan Marco terkesiap. Waduh! Cecil pasti ngamuk nih!"
"Karena mama kamu bilang aku harus banyak belajar dari Ningrum yang jago masak! Karena mama kamu bilang kamu suka sekali makan enak, dan kamu juga sering datang ke resto Ningrum!"
Alo terkesiap mendengar penuturan Cecil. Wajah Cecil merah padam. Napasnya memburu. Bibirnya bergetar dan air mata menggenang di pelupuk matanya.
"Jadi... ini semua... gara-gara Ningrum"" ujar Alo perlahan.
"Ya! Gara-gara Ningrum, pacar pertama kamu itu! Gara-gara Ningrum, gadis kesayangan mama kamu itu!" jerit Cecil. Pertahanannya runtuh. Air matanya tumpah ruah. Kesya dan Marco salah tingkah. Saling melirik tanpa tahu harus berbuat apa.
Alo bergerak memeluk Cecil. "Sshh... sudah, jangan nangis gitu ah...," bisiknya lembut.
Cecil meronta, tapi Alo tidak melepaskan pelukannya.
"Biar saja Ningrum pintar masak. Biar saja Ningrum jadi gadis kesayangan mamaku. Nggak ada urusannya sama aku. Gadis kesayangan aku ya kamu, Cecil." Alo mengecup lembut mata Cecil yang masih basah. "Aku nggak peduli kamu nggak bisa masak. Makan kan bisa di mana aja. I love you just the way you are. Lengkap dengan ketidakberbakatan kamu di bidang masak-memasak... " Alo tersenyum lembut.
Cecil masih terisak. "Come on, Cil. Masa udah sepuluh tahun ini kamu masih jealous aja sama Ningrum." Alo menjentik dagu Cecil.
"Tapi kata mama kamu, kamu sering ke restonya...," Cecil merajuk.
"Dasar Mama nggak berubah tingkah lakunya... " Alo menghela napas. "Sebenarnya baru satu kali aku ke sana. Itu juga gara-gara aku sedang menjamu tamu dan tamu aku itu maunya makan di sana. Aku sendiri nggak tahu sama sekali Ningrum buka resto."
Cecil masih diam saja. "Ayo dong, Sayang. Jangan marah lagi... Kita pesan makanan ya. Aku lapar nih. Kamu mau makan apa" Sushi" Kesukaan kamu, kan..."" bujuk Alo.
Kesya menahan tawa. Mendengar nada lembut suara Alo, Kesya yakin Cecil tidak akan tahan marah lama-lama.
"Udah deh, Cil," Kesya ikutan nimbrung. "Masalah kecil nggak usah dibesar-besarin. Toh Alo sudah bisa menerima kamu apa adanya. Seperti kata Alo tadi,
lengkap dengan paket ketidakberbakatan kamu di b
idang masak-memasak. Hhmmm... liat aja dapurku."
Kesya mengedarkan pandangan ke arah dapur yang sekarang menyerupai zona perang di garis depan. Berantakan sekali!
Alo, Cecil, juga Marco ikut mengedarkan pandangan mereka. Alo dan Marco tertawa terbahak-bahak, sementara Cecil tersipu malu.
"Lain kali, nggak usah dekat-dekat dapur ya, honey...," bisik Alo kemudian mengecup lembut dahi Cecil.
Samuel, ketua Asosiasi Perancang Perhiasan Indonesia (APPI), membuka rapat. Ruangan berukuran sedang yang sengaja disewa untuk mengadakan pertemuan antara perancang perhiasan yang tergabung di APPI sudah cukup ramai. Kesya duduk di sebelah DeeDee. Agenda rapat kali ini adalah tentang lelang perhiasan bertaraf internasional yang akan diadakan bulan depan. Semua anggota APPI berkumpul untuk membicarakan siapa yang akan mewakili APPI untuk mengikuti lelang tersebut.
"Saya sudah punya empat nama yang sekiranya cocok mewakili kita dalam lelang." Samuel menuliskan nama-nama tersebut di papan. Nama Kesya dan DeeDee juga ditulisnya.
Kesya tersenyum, sementara DeeDee tampak ingin melompat-lompat saking senangnya. Kesempatan ini memang benar-benar kesempatan yang sangat baik. Bayangkan! Lelang perhiasan bertaraf internasional! Kalau berhasil di lelang ini, tentu akan menaikkan pamor pribadi di dunia perhiasan!
"Jadi, menurut kalian, siapa yang pantas mewakili kita" Kita pilih dua nama."
Pemungutan suara yang dilakukan dengan voting tertutup itu memilih Kesya sebagai perwakilan utama. Kepiawaian Kesya merancang perhiasan yang elegan tidak diragukan lagi. Kesya pasti bisa menjadi wakil yang membanggakan APPI. Sebagian besar anggota APPI sepakat memilih Kesya sebagai wakil untuk acara lelang internasional. Kesya menerima keputusan tersebut dengan senang hati. Ini tantangan baru baginya, dan dia merasa sangat terhormat bisa mewakili APPI dalam acara lelang tersebut.
"Sekarang, wakil yang kedua""
Anggota APPI yang masih sibuk memberi selamat kepada Kesya, kini sontak terdiam. Mereka menunggu dengan berdebar-debar siapa perwakilan lain dari
APPI. "Diana Divia!" Kepala DeeDee tersentak kaget, kemudian senyum yang amat sangat lebar merekah di wajahnya. Kesya berpaling, menatap bangga adik kelasnya. Walau
termasuk anggota baru di APPI, DeeDee sudah dipercaya menjadi wakil pada suatu acara bertaraf internasional!
Kesya mendeskripsikan secara detail bentuk perhiasan yang diinginkan. Pengrajin emasnya mengangguk-angguk paham. Si bapak pengrajin emas ini memang sudah sering membuatkan pesanan sesuai dengan rancangan Kesya, namun kali ini Kesya ekstra cerewet. Ya tentu saja, perhiasan rancangannya kali ini akan diikutsertakan dalam lelang skala internasional, yang pertama kalinya diselenggarakan di Jakarta. Jadi, tentu saja Kesya ingin everything's perfect!
Kesya baru tidur dua jam. Sibuk menyelesaikan rancangannya. Sekarang, pagi ini, dia langsung mendatangi pengrajin emasnya. Matanya tampak lelah, tetapi tubuhnya bersemangat sekali. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
"Jadi, Ibu mau bentuk mangkuknya dibuat tidak simetris"" pengrajin emasnya memastikan segala detail yang telah digambarkan Kesya.
Kesya mengernyit, agak terganggu mendengar ungkapan "mangkuk" yang dipakai pengrajin emasnya. Dia mengamati gambarnya, memang bentuknya seperti mangkuk, tapi apa tidak ada ungkapan yang lebih indah lagi"
"Iya." Kesya mengangguk, tidak ingin mendebat si pengrajin emas. "Jangan lupa, ukurannya juga dibuat tidak sama ya," tambahnya lagi.
Pengrajin emasnya mengangguk-angguk paham. "Oh ya, Bu Kesya, ini cincin pernikahannya sudah selesai." Dia menyerahkan sepasang cincin sesuai dengan rancangan Kesya.
Kesya tersenyum lebar. Cincin itu persis seperti yang dibayangkannya. Sempurna!
Sambil masuk ke mobilnya, dia menghubungi Cecil.
"Cil, cincin kawinnya sudah jadi. Kamu mau lihat"" tanyanya begitu Cecil menyapa.
"Nanti aja bareng Alo. Sekarang kamu harus cepat ke Bride's World."
"Sekarang juga" Untuk apa""
"Untuk gaun bridesmaid kamu, Sayang!"
"Oh iya ya..." "Sekarang kamu cepat ke sini ya... "
"Oke." Kesya segera membelokkan mobilnya, meluncur ke Bride's Wor
ld. Sepanjang perjalanan, dia menebak-nebak dandanan seperti apa yang akan dikenakan Madame Daphne kali ini. Madame yang satu ini kan memang penuh kejutan.
Kesya turun dari mobil dan melihat Cecil juga baru turun dari mobilnya.
"Hai, Kesh... " Cecil memeluk Kesya. "Aku baru aja dari gereja. Ngurusin pemberkatan pernikahan. Ternyata agak ribet juga lho..."
"Sendirian""
Cecil mengangguk. "Alo kebetulan lagi sibuk, harus balik ke Singapura lagi, jadi nggak bisa nemenin."
"Kenapa kamu nggak minta aku temenin""
Cecil tersenyum. "Kamu udah repot. Lagian, urusannya udah hampir beres kok. Kemarin sih dia nemenin aku. Kami berdua udah selesai ngurus katering. Repot, tapi fun. Yah... ada berantem-berantem dikit deh..." Cecil tersenyum geli.
Kesya tersenyum mendengar perkataan Cecil. Cecil jadi lain sekarang. Lebih dewasa dan bertanggung jawab. Apa karena insiden masak tempo hari ya"
"Hai, Mbak Cecil, Mbak Kesya!" sapa Anita.
Rupanya kehadiran Cecil dan Kesya sudah cukup sering sehingga layak mendapat ucapan selamat datang sehangat itu.
"Mbak Cecil, foto pre-wed-nya sudah jadi lho. Bagus sekali! Foto kanvasnya juga sudah jadi. Sebentar ya, saya ambilkan." Anita kemudian menghilang dan muncul kembali sambil membawa setumpuk album foto dan dua buah kardus besar berisi foto kanvas Alo dan Cecil.
Kesya terperangah melihat foto-foto itu. Benar-benar indah! Kesya dapat mendengarkan semua perasaan cinta dan bahagia yang bernyanyi dengan indah dan harmonis di setiap lembar foto. Alo dan Cecil sungguh-sungguh serasi, bagaikan dua kutub magnet yang saling menarik kuat.
"Bagus, Cil...," puji Kesya tulus. Cecil tersenyum, tampak sangat puas dengan hasil foto pre-wed-nya.
"Sudah ah, sekarang kita fokus ke gaun kamu. Aku sudah lihat beberapa gaunnya. Bagus-bagus banget lho!" ujar Cecil dengan cepat. Cecil memang selalu penuh semangat.
"Selamat siang, ladies!" bisik sebuah suara.
Kesya menoleh ke arah suara itu. Walaupun dia sudah mulai terbiasa dengan penampilans uper duper ajaib Madame Daphne, penampilannya kali ini tetap membuat Kesya terkejut setengah mati. Madame Daphne mengenakan gaun ala gadis Pegunungan Alpen. Lengkap dengan bonnet, apron, dan tongkat yang ujungnya melengkung. Di balik bonnet-nya, dia menata rambutnya menjadi dua kepangan panjang yang menjuntai di bahu. Gayanya persis sekali dengan gaya Bo Peep, boneka penggembala perempuan yang jadi pacar Woody di film Toy Story!
"Hmpffttt... Selamat si... siang, Madame Daphne." Susah payah Kesya mengendalikan tawa. Cecil buru-buru menyikut rusuknya.
"Jangan ketawa!" bisiknya.
Kesya melotot ke arah Cecil. Curang! Cecil sendiri nyengir lebar banget.
"Cecil sudah fitting gaun pengantinnya. Kamu yang belum memilih gaunmu," kata Madame Daphne tanpa memedulikan wajah aneh Kesya yang setengah mati menahan tawa.
Cecil mencubit pinggang Kesya. Cukup sakit untuk mengubah ekspresi menahan tawa Kesya menjadi ekspresi menahan sakit.
"Aku sudah pilih beberapa model yang mungkin bakal cocok sama selera kamu," kata Cecil. Dia tidak menggubris tatapan "Sialan kamu! Sakit, tau!" yang dilontarkan Kesya.
Kesya menurut saja ketika Cecil menggiringnya ke ruang gaun pengantin.
"Ini dua buah gaun yang dipilih Cecil untuk kamu." Madame Daphne menunjuk kedua buah gaun yang telah dipilihkan Cecil. Satu gaun berwarna pink dan gaun lain berwarna turquoise.
"Bukannya gaun bridesmaid juga harus berwarna putih, ya" Dan bukannya model gaunnya harus mirip-mirip sama gaun pengantin"" tanya Kesya setelah mengamati kedua gaun tersebut. Dia teringat pencariannya di situs bridesmaid101.com dulu.
"Untuk mengecoh roh jahat yang akan mencelakakan si pengantin wanita"" Cecil mendengus. "Itu mitos, Kesh! Kamu percaya yang begituan" Zaman sekarang, gaun bridesmaid sudah berwarna-warni!"
"Oke." Kesya mengangguk pelan. Tertawa konyol mendengar komentar pedas Cecil. Cecil paling tidak percaya dengan mitos-mitos. Baginya, itu semua omong kosong. Hidupnya tidak pernah dikendalikan oleh mitos-mitos. Dialah yang mengendalikan hidupnya sendiri.
"Silakan dicoba dulu." Madame Daphne menunjuk ke arah ruang pas. "Anita...," panggilnya.
Anita langsung datang dan membantu Kesya mengepas gaun bridesmaid-nya. Gaun yang pertama dicoba Kesya adalah gaun yang berwarna turquoise. Gaun itu terbuat dari bahan satin yang lembut. Sejak kecil Kesya suka banget sama jenis bahan ini. Bahannya terasa dingin di kulit. Dia ingat, ketika masih kecil, dia sering sekali bermain-main dengan gaun mamanya yang berbahan satin.
Kesya merasakan sensasi yang menyenangkan ketika gaun turquoise itu jatuh dengan lembut menutupi tubuhnya. Gaun itu panjangnya semata kaki. Dengan potongan leher agak rendah berbentuk huruf V dan dipercantik dengan aksen pita dari bahan yang sama, gaun itu terlihat sederhana namun sangat anggun. Kesya menatap bayangannya di cermin tanpa mengerjap. Sepertinya, kalau dia mengerjap, bayangan gadis semampai yang mengenakan gaun indah itu akan segera sirna. Senyum Kesya mengembang. Dia mencoba berputar, mengamati pantulan bayangannya dari berbagai sudut.
Hmmmm... Perfect. "Kesh...," panggil Cecil. "Udah""
Kesya keluar dari kamar ganti dan tersenyum memandang Cecil dan Madame Daphne.
Aduh! Kok rasanya seperti dia yang jadi calon pengantinnya ya"
Senyum Cecil mengembang lebar. "Bagus sekali!" ujarnya sambil mengacungkan jempol.
Madame Daphne mengangguk-angguk bersemangat. Senyum yang tak kalah lebar juga mengembang di wajahnya. Kedua kepang rambutnya juga ikut bergoyang.
"What do you think"" tanya Cecil.
Kesya mengangguk. " Aku suka. Bagus sekali!"
"Coba yang satu lagi..."
Kesya mengangguk dan kembali masuk ke kamar ganti. Anita kembali membantunya mengenakan gaun yang satunya lagi. Agak sulit mengenakan gaun yang kedua. Bustier-nya agak ketat. Bawahannya juga agak ketat. Tetapi, ketika melihat pantulan tubuhnya di cermin, kembali Kesya menahan napas.
"Wow!" desahnya.
Gaun pink itu memeluk erat tubuhnya. Atasannya berupa bustier yang ditaburi payet warna bening di bagian dada. Terkesan mewah sekali! Sedangkan bawahannya diberi sedikit aksen kerut di bagian perut. Kesya bersyukur karena selama ini dia tidak begitu suka dengan makanan berlemak. Good habit itu, ditambah kebiasaan sit-up seratus kali setiap harinya, membuat perutnya ramping dan kencang. Kesya memutar tubuh. Di bagian belakang gaun itu terdapat potongan kain yang dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat seperti ekor gaun yang dramatis!
"Wow!" "Kesh...," panggil Cecil.
The Bridesmaids Story Karya Irena Tjiunata di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kesya keluar dari kamar ganti.
"Wow!" Cecil berkomentar sama seperti Kesya.
"Wow!" Kesya membeo lagi.
Madame Daphne tertawa terbahak-bahak melihat komentar mereka berdua. Sinar bangga terpancar kuat dari wajahnya. Walaupun hanya terdiri atas tiga huruf, kata "wow" yang keluar dari bibir Kesya dan Cecil adalah bentuk apresiasi terhadap gaun indah rancangannya.
"Kamu mau pilih yang mana"" tanya Cecil. "Dua-duanya bagus banget di badan kamu."
Kesya mengangkat bahu. Seorang bridesmaid sebaiknya tidak tampil lebih heboh dibandingkan si mempelai wanita. Pusat perhatian dari suatu pernikahan adalah si mempelai wanita, tentu saja bersama dengan mempelai prianya. Seorang bridesmaid hanyalah asisten si mempelai wanita. Karena itu Kesya menyerahkan pemilihan gaunnya kepada Cecil.
"Hmmm...," Cecil menimbang-nimbang, "kalau dipikir-pikir, gaun yang turquoise itu modelnya mirip dengan gaun pengantinku yang rencananya untuk pemberkatan di gereja. Terus, gaun yang ini modelnya mirip dengan gaun pengantinku yang untuk resepsi... " Cecil mengangguk-angguk mendengar penjelasannya sendiri. "Oke. Kalau begitu kita ambil dua-duanya. Yang turquoise untuk pemberkatan di gereja, yang ini...," Cecil menunjuk gaun pink yang masih dikenakan Kesya, "untuk resepsinya."
Mata Kesya melotot. "Gaun turquoise yang tadi kan potongan lehernya rendah banget! Masa mau dipake buat di gereja""
Mata Cecil membulat. "Memangnya kenapa"" tanyanya polos.
"Gereja, Cil! Gereja! Masa kamu berpakaian nggak sopan di rumah ibadah""
"Lho, tubuh kita ini kan ciptaan Tuhan juga. Adam dan Hawa, manusia-manusia pertama ciptaan Tuhan, malah selalu telanjang. Setiap hari mereka bertemu dengan Tuhan, ngobrol-ngobrol sama Tuhan tanpa sehelai bulu pun yang menutupi tubuh mereka!" Cecil juga nggak kal
ah ngototnya. "Menurutku sih nggak masalah. Tuhan juga pasti senang kok ngeliat tubuh ciptaan-Nya!"
Kesya menggeleng pelan. "Terserah pendapat kamu mau gimana. Tapi aku nggak mau seperti itu!"
Kalau soal prinsip, Kesya memang bisa bersikap supertegas.
"Oke...," akhirnya Cecil mengalah. "Madame, untuk gaun yang turquoise, tolong diakalin supaya potongan lehernya tidak terlalu rendah. Tentu saja tanpa mengubah keanggunan gaun itu."
Madame Daphne mengangguk sambil tersenyum lebar.
11 KESYA meremas tangannya dengan gelisah. Dia merasa ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Bukan kupu-kupu, tapi lebih tepat ada naga yang beterbangan di perutnya!
Ruangan lelang telah ramai pengunjung. Kesya duduk di deretan kelima dari depan. Marco, yang duduk di sebelahnya, meraih tangannya.
"Jangan diremas-remas terus jari kamu. Nanti remuk," candanya.
"Tau nih, Kesya! Pede aja kenapa"" gumam DeeDee. DeeDee telah mendaftarkan salah satu rancangan perhiasannya pada lelang kali ini. Sebuah cincin kecil dengan hiasan kupu-kupu bertabur berlian berwarna pink. DeeDee sempat meminta pendapat Kesya tentang cincin kupu-kupu itu. Menurut Kesya, perhiasan rancangan DeeDee bagus sekali.
Menanggapi gumaman DeeDee, Kesya tersenyum hambar. Dia benar-benar tegang. Bagaimana kalau ternyata perhiasannya hanya terjual dengan harga murah" Bagaimana kalau tanpa sengaja, perhiasannya rusak" Bagaimana kalau - kemungkinan yang terburuk-tidak ada orang yang tertarik dengan perhiasan rancangannya" Kesya pasti akan malu besar. Ini kan lelang bertaraf internasional!
"Halo, Kesya! Kesya halo!" sapa sebuah sara melengking.
Kesya berpaling. Fokusnya yang terpecah membuatnya tidak segera menganali suara itu.
"Kesya, saya yakin sekali kamu pasti ikut acara ini! Yakin sekali kamu ikut!"
Itu Madame Juliet Anggoro. Mata Kesya silau melihat kalung emas bertumpuk yang dikenakan wanita itu. Sepertinya bagi Madame Juliet, ajang lelang kali ini sekaligus menjadi ajang pamer. Madame Juliet mengulurkan kedua tangannya dan Kesya dapat melihat kesepuluh jari wanita itu dihiasi cincin-cincin yang indah. Kesya mengenali dua di antaranya sebagai cincin rancangannya.
"Perhiasan kamu pasti yang paling bagus! Yang paling bagus!" ujar Madame Juliet sambil menggenggam tangan Kesya.
Kesya hanya tersenyum gugup. Tidak dapat merespons pernyataan Madame
Juliet. "Saya akan duduk di sana ya! Duduk di sana! Saya pasti akan menawar perhiasan kamu dengan harga tinggi! Menawar dengan harga tinggi!" Lalu sambil tertawa terbahak-bahak, Madame Juliet beranjak ke tempat duduknya.
Marco mengernyit dan Kesya dapat mendengar tawa tertahan DeeDee.
"Jangan tanya," desis Kesya menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar dari mulut Marco.
Kepala Kesya berputar memandangi ruangan lelang itu. Sebagian besar undangan sudah datang.
"Kesh... tenang saja." Marco meremas lembut tangan Kesya.
Kesya mengangguk. Dia kan perancang perhiasan yang sudah punya nama di Jakarta. Perhiasannya disukai banyak kalangan. Beberapa pengusaha terkenal di Jakarta juga sering meminta Kesya merancang perhiasan untuk mereka. Kesya berusaha memetakan pikiran-pikiran positif tersebut di dalam otaknya. Pikiran-pikiran itu lumayan dapat menenangkannya.
Acara lelang pun dimulai. Perhiasan Kesya mendapat urutan kelima. Tiga buah kalung rancangan terbaru Kesya. Kesya benar-benar cermat dalam merancang kalung-kalung ini. Acara lelang ini dapat menjadi ajang promosi yang baik sekali untuk perhiasan-perhiasan rancangannya.
Perhiasan urutan pertama sampai keempat ternyata terjual cukup cepat. Angka penjualan tertinggi mencapai harga 50 juta rupiah! Kesya semakin kuat meremas-remas jarinya. Entah apakah harga kalungnya juga akan mencapai, atau bahkan melampaui, harga tertinggi itu"
Marco tersenyum melihat kegugupan Kesya.
"Udah deh, Sayang. Nggak usah gugup begitu. Kalung rancangan kamu tuh bagus banget lho!"
Kesya tersenyum mendengar pujian Marco.
"Sekarang, tiga buah kalung rancangan terbaru dari perancang muda berbakat kita, Kesya Artyadevi!"
Aduh! Mendengar namanya disebut, jantung Kesya seperti akan melompat keluar. Butiran keringat mul
ai memenuhi dahinya. Sebenarnya ruangan lelang ini full AC, tapi tetap saja keringat Kesya ngotot bermunculan. Kesya menyeka keringatnya dengan panik.
Marco tersenyum dan menyusupkan jarinya di balik tangan Kesya. Dia meremas lembut jemari Kesya. Berusaha mengalirkan ketenangan pada gadis itu.
"Perhiasan yang pertama... A Cup of Morning Dew..."
Layar besar di belakang pemimpin lelang menampilkan foto perhiasan rancangan Kesya. Sebuah kalung emas kuning dengan bandul yang terdiri atas bulatan-bulatan emas yang dibuat cekung menyerupai mangkuk. Ukuran mangkuk-mangkuk emas itu tidak sama satu dengan lainnya. Letaknya juga asimetris. Di mangkuk urutan keempat, sebuah mutiara putih merekat dengan anggun. Sekilas
tampak seperti tetes embun pagi yang terdapat di mangkuk emas. Inspirasinya berasal dari tetes embun yang dilihat Kesya di kebun teh, saat menemani Alo dan Cecil foto pre-wed.
"Ayo... silakan, saya mulai dengan harga lima juta. Apa ada yang mau menambahkan""
"Tujuh juta!" Terdengar seruan dari arah belakang Kesya.
"Ya! Tujuh juta untuk ibu di sana. Ada yang mau menambahkan""
Kesya menajamkan pandangannya, berusaha melihat penawar pertamanya. Namun, keremangan cahaya dalam ruangan membuat matanya tidak dapat melihat dengan jelas.
"Sepuluh juta!"
"Ya, sepuluh juta untuk ibu berbaju ungu!"
"Dua belas juta!" "Ya... "
"Empat belas juta! Empat belas jutaaa! Empat belas jutaaaaaa!" Itu pasti Madame Juliet Anggoro!
Suara pemimpin lelang terdengar kencang sekali. Sementara gumaman dan seruan penuh semangat terdengar dari para peserta lelang yang sibuk melakukan penawaran. Kesya terus berdoa. Berharap semoga saja harga yang ditawarkan dapat terus naik. Begitu tegangnya dia hingga tidak sanggup lagi mendengarkan suara-suara di sekitarnya.
"Ssstt...," bisik Marco, "udah sampai dua puluh juta tuh... "
Kesya terkesiap. "Dua puluh juta"" bisiknya setengah tercekik.
Marco mengangguk dan tersenyum kecil melihat reaksi Kesya.
"Ya silakan... Ada penawar yang lain""
"Dua puluh tiga juta! Dua puluh tiga juta!"
Hah" Dua puluh tiga juta" Kesya bersorak tanpa suara.
"Dua puluh lima juta!"
Kesya menahan napas. Dua puluh lima juta" Dia tidak menyangka sama sekali!
"Ya, ibu yang di sana. Ayo siapa lagi" Dua puluh lima juta! Ada lagi"" Seluruh ruangan terdiam, seolah menunggu penawar yang masih berani menaikkan harga. "Tidak ada lagi" Dua puluh lima juta! Going one... two... three... Ya, terjual seharga dua puluh lima juta rupiah kepada ibu bernomor tiga puluh!"
Tepuk tangan memenuhi ruangan itu. Marco memeluk Kesya dan mengucapkan selamat. DeeDee bertepuk tangan kencang sekali. Mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata "hebat" dengan penuh semangat.
Kesya menarik napas, tapi belum sepenuhnya merasa lega. Masih ada dua perhiasan lagi.
"Berikutnya masih perhiasan rancangan Nona Kesya Artyadevi. Seuntai kalung yang diberi judul Wings of Love."
Layar besar kini menampilkan Wings of Love, rancangan Kesya yang kedua. Sebuah kalung platinum dengan bandul hati bersayap. Hatinya terbuat dari emas kuning, sedangkan sayapnya terbuat dari emas putih mengilat.
Kesya tersenyum simpul mengingat ide kreatif dari rancangan ini. Sebenarnya kalung ini merepresentasikan cintanya kepada Jansen yang terbang digantikan oleh cintanya kepada Marco. Diam-diam dia melirik Marco, salah seorang inspirator terciptanya kalung ini.
"Saya akan membuka penawaran dengan harga sepuluh juta! Silakan... ada yang mau menambahkan""
"Dua belas juta!"
"Ya, dua belas juta untuk bapak nomor lima puluh dua! Silakan yang lainnya..." Marco bangkit dari kursinya dan mengacungkan papan plastiknya tinggi-tinggi. "Lima belas juta!" serunya mantap.
"Ya! Lima belas juta untuk bapak dengan nomor dua puluh delapan! Silakan..." Kesya terkesiap. "Marco!" desisnya. "Ngapain kamu"" Marco duduk, tersenyum kepada Kesya. "Aku mau beli perhiasan, Sayang." "Dua puluh juta! Dua puluh jutaaa!"
Kesya mengembuskan napas kuat-kuat. Madame Juliet lagi. Marco tersenyum, mengedipkan sebelah matanya dan berdiri lagi. "Dua puluh lima juta!" serunya lantang.
Kesya menggeleng-geleng. "Kamu beneran mau beli perhiasan itu
" Atau hanya supaya harga perhiasanku bisa ditawar lebih tinggi"" Mata Kesya menyipit curiga. Marco terbahak. "Ya tentu aku beneran mau beli perhiasan itu dong!" "Dua puluh lima juta! Ada yang mau menawar lagi""
"Dua puluh tujuh jutaaa! Dua puluh tujuh jutaaaaaa!" Suara Madame Juliet terdengar bergetar saking bersemangatnya. Dia tidak mendapatkan perhiasan Kesya yang pertama dan dia sangat bernafsu mendapatkan perhiasan yang ini.
"Empat puluh juta!"
Seluruh ruangan berdengung. Kesya tersentak, lalu berusaha mencari asal suara itu. Seorang wanita anggun mengangkat papan plastiknya. Kepalanya terangkat penuh gaya. Marco, mengikuti arah pandang Kesya, juga melihat wanita itu.
"Ya, empat puluh juta untuk ibu nomor lima puluh."
"Empat puluh dua juta!" seru Marco.
Mata Kesya membelalak. Perhiasannya dihargai empat puluh dua juta"
"Empat puluh lima jutaaa! Empat puluh lima jutaaaaaa!" teriak Madame Juliet.
"Enam puluh juta!" seru wanita dengan nomor lima puluh lagi.
Kali ini napas Kesya benar-benar berhenti! Enam puluh juta" Benar-benar WOW!
"Ya, enam puluh juta untuk ibu dengan nomor lima puluh! Ada lagi""
"Aah! Aahhh!" terdengar raungan kesal dari arah Madame Juliet.
"Enam puluh juta! Going one... two... three! Ya! Terjual seharga enam puluh juta untuk ibu dengan nomor lima puluh!"
Tepuk tangan kini lebih kencang lagi. Marco lagi-lagi memeluk Kesya. DeeDee melompat-lompat kegirangan. Rasanya dia lebih bersemangat dibandingkan Kesya! Kesya tersenyum lebar. Hmmm... masih ada satu perhiasan lagi. Semoga harga perhiasan ini juga sebaik yang sebelumnya.
"Ya... penjualan yang sangat baik!" kata pemimpin lelang. "Sekarang beralih ke perhiasan berikutnya. Perhiasan ketiga, sekaligus perhiasan rancangan terakhir dari Nona Kesya Artyadevi. Sebuah kalung yang diberi judul Sparkling. Saya mulai penawaran dengan harga lima belas juta!"
Layar besar menampilkan kalung terakhir. Kalung dengan tiga buah rantai bertabur berlian kualitas terbaik. Ketiga buah rantai itu disatukan oleh sebuah simbul berbentuk bunga, juga bertabur berlian kualitas terbaik.
"Enam belas juta!" teriak seorang laki-laki dengan lantang.
"Ya, bapak dengan nomor sebelas. Ada yang lebih tinggi""
"Tujuh belas! Tujuh belas juta!" Again, Madame Juliet.
"Dua puluh juta!" seru Marco.
Hah" Yang ini juga mau dibeli"
Marco hanya mengangguk menjawab pertanyaan nonverbal Kesya. "Dua puluh dua juta!"
"Dua puluh dua juta untuk bapak dengan nomor sebelas! Ayo, ada lagi"" pemimpin lelang terdengar bersemangat sekali.
"Tiga puluh jutaaa! Tiga puluh jutaaaaa! Ayo berikan perhiasan itu! Berikan!" jerit Madame Juliet histeris. Dia benar-benar bernafsu sekarang.
"Tiga puluh juta untuk ibu dengan nomor dua puluh satu! Ada lagi yang lain""
"Tiga puluh dua juta!" seru Marco tidak mau kalah.
"Tiga puluh dua juta untuk bapak dengan nomor dua puluh delapan! Ada lagi yang mau menambah""
"Empat puluh jutaaa! Empat puluh jutaaaaa! Juta empat puluh!"
Wah! Madame Juliet benar-benar kalap. Dia tidak pernah tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Jantung Kesya berdetak cepat. Ini benar-benar momen yang sangat menegangkan. Belum pernah dia mengalami euforia seperti sekarang ini.
"Lima puluh juta!"
Seluruh orang terkesiap. Tawaran naik dengan cepat! "Ya, lima puluh juta untuk ibu dengan nomor lima puluh!" Lagi-lagi si ibu nomor lima puluh... Siapa sih dia sebenarnya" "Lima puluh satu jutaaa! Satu lima puluh jutaaaaa!" Madame Juliet benar-benar tidak mau mengalah.
"Lima puluh lima juta!" balas si ibu dengan nomor lima puluh.
"Lima puluh lima juta untuk ibu dengan nomor lima puluh! Ada penawaran
lain"" "Enam puluh jutaaa! ENAM PULUH JUTAAAAA!"
Kini, semua peserta terdiam. Mengikuti dengan seru perang harga antar Madame Juliet dengan ibu nomor lima puluh.
"Enam puluh lima juta!" balas si ibu nomor lima puluh. "Enam puluh tujuh jutaaa!" balas Madame Juliet. "Delapan puluh juta!"
"Wuoohhh...," gumam seluruh orang di ruangan lelang.
"Delapan puluh juta untuk ibu dengan nomor lima puluh!" teriak pemimpin lelang, tak kalah semangat. "Ada yang mau menambah""
Ruangan sunyi. Hanya terdengar napas frustrasi Madame J
uliet memburu kencang. Dia kalah lagi!
"Going one... two... three... Gone! Delapan puluh juta untuk ibu dengan nomor lima puluh! Selamat!"
Seluruh ruangan bertepuk tangan. Marco memeluk Kesya dengan erat. DeeDee kembali melompat-lompat di sampingnya. Heboh banget! Peserta lelang yang duduk di sekitar Kesya juga memberikan selamat kepadanya. Kesya bangga sekali.
Acara lelang terus berlangsung. Pada urutan kesepuluh, sebuah gelang yang sangat cantik ditawarkan. Mata Kesya tertegun memandangi gelang tersebut. Gelang dengan lima bandul kecil berbentuk butiran salju. Tiap bandulnya dihiasi dengan sebutir berlian kualitas terbaik, membuatnya tampak seperti butiran salju sungguhan.
"Ya, penawaran akan saya buka dengan harga lima juta. Ada yang mau menambahkan""
"Pinjam nomor kamu...," bisik Kesya dan langsung mengangkat nomor Marco tinggi-tinggi. "Enam juta!" teriaknya lantang.
"Enam juta untuk ibu dengan nomor dua puluh delapan! Silakan yang lainnya... "
"Kamu mau gelang itu"" tanya Marco.
Kesya mengangguk. "Bagus banget...," desahnya.
Marco mengambil nomornya dari tangan Kesya. "Aku beliin buat kamu... " "Eh... nggak usah... "
Tapi Marco sudah mengangkat nomornya dan berseru "Sepuluh juta!" dengan lantang.
"Sebelas juta!"
"Sebelas juta untuk ibu dengan nomor lima puluh!"
Wah! Si ibu nomor lima puluh memang kolektor perhiasan sejati. Dia banyak sekali membeli perhiasan. Kesya jadi sungkan harus perang harga dengan ibu yang sudah menjadi pelanggan terbesarnya.
"Lima belas juta!" teriak Marco lagi.
"Enam belas juta!" balas si ibu nomor lima puluh tidak mau kalah.
Marco sudah akan mengangkat nomornya lagi, tapi tangan Kesya menahannya.
"Udah deh...," bisiknya. "Nggak worth it harganya."
"Tapi kan kamu mau"" Marco tetap berkeras.
Kesya menggeleng. "Enam belas juta... ada yang mau menawar lagi" Going one... two... three... Gone! Enam belas juta untuk ibu nomor lima puluh!"
Kesya menatap gelang cantik di layar untuk terakhir kalinya. Gelang cantik yang sudah menjadi milik ibu nomor lima puluh. Agak sedih juga melihat gelang yang disukainya tidak dapat dibeli, tapi ya sudahlah. Toh lelang berakhir dengan sukses.
Perhiasan rancangan DeeDee juga terjual dengan harga yang bagus sekali. Namun, rancangan perhiasan Kesya-lah yang menjadi bintang pada acara lelang kali ini. Karenanya, Kesya mendapat penghargaan sebagai perancang yang paling diminati. Waktu maju ke panggung untuk menerima penghargaan. Kesya tersenyum lebar. Bangga sekali rasanya!
Saat peserta lelang mulai beranjak dari tempat duduk masing-masing, Kesya bergegas menghampiri si ibu nomor lima puluh. Dia ingin mengucapkan terima kasih secara pribadi kepada ibu itu.
Kesya menghampiri tempat duduknya dan melihat ibu nomor lima puluh sedang mengambil tasnya yang diletakkan di bawah tempat duduknya.
"Ibu...," panggilnya.
Si ibu nomor lima puluh mendongak.
"Oh... ternyata Ibu Lidya Sostronegoro..."
Ibu Lidya Sostronegoro tersenyum. "Kamu masih ingat saya."
"Tentu saja saya ingat." Kesya ingat semua pelanggannya. "Terima kasih sudah membeli rancangan saya ya, Bu."
Ibu Lidya Sostronegoro mengangguk kecil. "Rancangan kamu semakin bagus. Kamu semakin berkembang... "
Kesya membalas pujian wanita itu dengan senyum kecil. Hatinya terasa sesak karena perasaan bangga.
"Gimana"" Kesya berputar di hadapan Marco. Gaun warna ungu lembut yang dikenakannya ikut berputar dengan ringan.
Marco berdecak, "Wonderful!"
Kesya tersipu malu. Marco menggamit lengannya. "Sudah siap""
Kesya mengangguk. Mereka turun ke lantai paling bawah dan masuk ke dalam mobil Kesya. Malam ini, APPI mengadakan pesta untuk merayakan keberhasilan Kesya dan DeeDee dalam acara lelang kemarin. Orangtua Kesya, yang khusus datang dari Bandung, juga diundang sebagai tamu kehormatan. Mereka meluncur ke hotel tempat mama-papa Kesya tinggal sementara di Jakarta. DeeDee juga harus menjemput orangtuanya, yang khusus datang dari Makassar, sebelum menghadiri pesta perayaan ini.
Kesya dan Marco duduk di lobi hotel. Kesya agak berdebar menantikan pertemuan orangtuanya dengan Marco. Orangtuanya termasuk tipe orangtua yang kelewat ingin tahu
urusan anak. Yah... bisa dimaklumi sih. Kesya kan anak tunggal, putri kesayangan mereka, anak satu-satunya. Tapi tetap saja Kesya resah. Ini pertama kalinya dia akan memperkenalkan Marco kepada kedua orangtuanya.
"Kesya sayang!" itu suara mamanya. Mama memeluk erat Kesya dan mencium pipinya berulang-ulang. Kebiasaan kecil yang mesra, yang sudah dilakukan Mama sejak Kesya masih balita sampai sekarang.
"Ma... " Kesya membalas pelukan erat mamanya.
"Ini pasti Marco!" Mama berpaling untuk memeluk erat Marco. Mama sudah dengar cerita tentang Marco dari laporan Kesya via telepon. Mama dan Papa memang sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan Marco dan merasa senang luar biasa karena dapat bertemu Marco malam ini. "Tampan sekali kamu. Kesya memang jago memilih calon suami... "
Uhuk! Kesya tersedak. Calon suami tadi kata Mama"
Wajah Kesya memerah. Bagaimana Mama bisa sampai pada kesimpulan itu" Bukannya Kesya menolak. Punya calon suami seperti Marco, tentu saja Kesya akan menyambut dengan tangan terbuka, tapi Marco sendiri belum mengeluarkan pernyataan apa-apa.
"Hai, Pa!" Kesya menyapa Papa dengan volume suara yang sengaja dibesarkan, mengalihkan perhatian Mama. Dia memeluk erat Papa.
"Selamat malam, Oom," sapa Marco sopan.
"Jadi, kapan kalian akan menyusul Alo dan Cecil"" ujar Papa sambil menjabat erat tangan Marco.
UGH! Kalau ada sayembara "Orangtua Paling Tidak Peka", orangtua Kesya pasti keluar sebagai juara pertama.
"Ayo, kita harus berangkat sekarang kalau tidak mau terlambat." Kesya menarik tangan Marco. Sudut bibir Marco terangkat, membentuk senyum kecil.
Para undangan sudah banyak yang hadir saat mereka sampai di tempat acara diselenggarakan. Kesya menggandeng tangan Marco, sementara orangtuanya berjalan di belakang mereka. Selain anggota APPI, hadir juga para pemerhati perhiasan dan para pelanggan, sebagai tamu kehormatan.
Saat Kesya memasuki ruangan pesta, dia mencari-cari sosok Ibu Lidya Sostronegoro. Dia ingin mengucapkan terima kasih secara personal atas kepercayaan wanita itu menggunakan perhiasan rancangan Kesya. Namun, Ibu Lidya tidak hadir. Beliau diwakilkan oleh seorang asistennya.
Kesya malah bertemu dengan Madame Juliet Anggoro. Begitu melihat Kesya datang, dia langsung memeluk Kesya dengan heboh. Apalagi ketika Kesya memperkenalkannya kepada orangtuanya dan Marco.
"Kesya ini...," jari telunjuknya yang gemuk bergoyang-goyang ke arah Kesya, sementara matanya mengerjap-ngerjap dramatis, "adalah gadis yang sangat berbakat... sangat berbakat... "
Mama tersenyum lebar mendengar pujian Madame Juliet Anggoro, sementara Papa mengernyit melihat penampilan wanita itu yang seperti toko perhiasan berjalan.
"Kamu...," kali ini Madame Juliet Anggoro menunjuk ke arah Marco, "harus menjaga dia baik-baik. Jaga dia baik-baik... "
Marco mengangguk sopan, tapi Kesya tahu Marco sebenarnya sudah mau meledak karena menahan tawa.
"Kalau kamu tidak menjaga dia baik-baik, tidak menjaganya baik-baik, saya akan mengambilnya menjadi menantu. Menjadi menantu saya...," ancam Madame Juliet Anggoro.
Oh, jadi Madame Juliet Anggoro punya anak laki-laki yang belum menikah" Tapi... Kesy atidak akan sudi menjadi menantu perempuan yang terobsesi dengan perhiasan. Bisa-bisa dia dipaksa kerja rodi setiap hari untuk merancang perhiasan untuknya! Kesya bergidik ngeri memikirkan hal itu.
"Kesya tidak akan menjadi istri siapa pun, kecuali istri saya," ujar Marco mantap.
Wajah Kesya merona mendengarkan nada suara Marco. Penuh ketegasan dan keyakinan diri.
Acara berlangsung cukup meriah. APPI bahkan mengundang beberapa penyanyi terkenal untuk menghibur para tamu. Ketika nama Kesya dan DeeDee dipanggil untuk menerima ucapan selamat dan penghargaan dari APPI, Mama dan Papa bertepuk tangan kencang sekali. Mama bahkan sampai berdiri dan berkata - dengan volume suara yang keras - bahwa Kesya adalah anaknya.
Kesya maju bersama DeeDee- yang senyumnya silau sekali. Berdua, mereka menerima penghargaan sebagai perancang berbakat versi APPI. Kesya tersenyum lebar saat menerima penghargaan itu.
12 "BAGAIMANA kalau yang ini, Madame Juliet""
"No no no no! Yang in
i, saya kurang sreg. Kurang sreg..." Madame Juliet menggeleng-gelengkan kepala. Hiasan rambutnya ikut bergoyang-goyang heboh.
Hari ini tanggal 14 Februari, hari Valentine. Sejak pagi, Madame Juliet sudah berada di toko Kesya. Katanya, suaminya telah memberinya sejumlah uang yang cukup besar untuk berbelanja perhiasan. Ini sebagai hadiah Valentine dari Tuan Anggoro, sang suami. Madame Juliet juga khusus datang untuk membalas dendam atas ketidakberhasilannya membeli perhiasan rancangan Kesya waktu lelang. Dan Madame Juliet benar-benar membalas dendam! Lima buah perhiasan rancangan Kesya sudah menjadi miliknya, dan kini dia sedang berencana untuk membeli perhiasan yang keenam.
"Yang itu... " Jari gemuk Madame Juliet menunjuk salah satu perhiasan.
Kesya mengeluarkannya dari balik laci kaca. Dia meletakkannya di bawah sinar lampu agar Madame Juliet dapat melihat keindahannya dengan saksama.
"Hmmm... " Madame Juliet menyipitkan mata. "Yang ini. Saya ambil yang ini. Ambil yang ini... "
Kesya mengangguk. "Ada lagi, Madame Juliet""
Madame Juliet terdiam, matanya kembali menyusuri tempat penyimpanan perhiasan Kesya. Lalu dia menggeleng dengan dramatis. "Cukup untuk hari ini. Untuk hari ini...," desahnya.
Kesya tersenyum. Dia kemudian memanggil Mona untuk mengurusi pembayaran dan pengemasan perhiasan yang sudah dibeli. Karena Madame Juliet hari ini telah membeli perhiasan dalam jumlah cukup banyak, Kesya menghadiahi beliau sebuah jam tangan cantik. Mata Madame Juliet berbinar-binar saat Kesya memperlihatkan jam tangan cantik tersebut.
"Terima kasih, Kesya. Terima kasih! Kamu baik sekali! Baik sekali!" pekiknya senang. Dia memeluk Kesya dengan erat. Kesya sampai sulit bernapas.
"Hmmppfft... sa... sama-sama, Ma... Madame Juliet...," jawab Kesya dengan napas tercekik.
Mona memanggil Madame Juliet untuk menandatangani bukti pembayarannya sambil berujar, "Bu Kesya, ada telepon. Dari Bu Cecil..."
Kesya mengangguk kecil dan, setelah Madame Juliet keluar ruangan, Kesya menerima telepon dari Cecil.
"Hai, Cil..." "Kesh, happy Valentine, dear! Aku dengar soal lelang kamu yang sukses berat! Sukses berat! Hebat! Huebbaattt!"
Kesya mengernyit. Cecil jadi kedengaran seperti Madame Juliet!
"Happy Valentine juga. Thanks, Cil, untuk ucapan selamatnya... Omong-omong, gimana acara meeting-nya""
Cecil tidak bisa hadir dalam acara lelang Kesya karena harus menghadiri meeting di luar kota. Alo juga masih berada di Singapura.
"Boring... as usual. Yah... What do you expect" Paling males kalau meeting, ngomongnya sering ngalor-ngidul."
"So... ada kabar apa sekarang""
Cecil terkikik. "Mungkin pertanyaannya harus diganti jadi 'Apa yang harus aku lakukan sekarang"'"
Kesya ikut tertawa. "Iya ya... aku kan bridesmaid. Jadi demi kesejahteraan si calon pengantin, aku harus jungkir balik, banting tulang, peras keringat, dan berdarah-darah... "
"Iih... Kesya... Nggak segitunya deh...," kata Cecil terdengar pura-pura marah, "tapi aku memang benar-benar butuh pertolongan kamu."
"I'm all yours, Your Majesty."
Cecil terkikik. "Tentang nulis label undangan. Ternyata kalau cuma aku dan Alo yang ngerjain, ribet dan lama banget. Kami butuh bantuan kamu dan Marco... "
"Nulis label undangannya emang pakai tangan"" tanya Kesya. Dia membayangkan harus membantu Cecil dan Alo menulis nama beribu-ribu undangan. Bisa copot tangannya.
"Nggak dong. Diketik di komputer lah..."
"Terus"" sambung Kesya. "Apanya yang ribet dan lama" Kan komputer sudah mempermudah semuanya."
"Ah, Kesya. Kamu nggak tau sih! Kalau cuma aku dan Alo yang ngerjain, pasti deh ada yang salah. Kami kan sangat-sangat tidak well-organized!"
Ah! Ada-ada aja Cecil. Masa tinggal ngetik nama undangan aja butuh bantuan orang lain. Tapi... ya sudahlah. Toh sepulang nanti tidak ada yang harus dilakukannya.
"Oke deh." "Thanks, Kesh. Abis itu kami traktir kalian dinner. Valentine's dinner." "Dinner-nya bukan kamu yang masak, kan""
Cecil terbahak. "Aku sudah memutuskan hubungan dengan dapur. Alo sendiri sudah menetapkan dapur di rumah kami yang baru hanya akan jadi dapur kering. Tempat kami masak air untuk bikin kopi dan mema
naskan masakan pesanan restoran." Tawa Cecil meledak lagi. "Dia juga kapok mencicipi masakanku."
Kesya ikut tertawa. Alo memang paling memahami Cecil. Mereka memang pasangan yang cocok luar-dalam.
"Oke kalau begitu. Di mana ketemuannya""
"Di rumah baru kami. Renovasinya sudah jadi. Aku sekalian mau kasih liat kamu dan Marco."
Kesya mengangguk. Selesai bertelepon dengan Cecil dan menghubungi Marco, dia membereskan ruangannya. Tiba-tiba, teleponnya berbunyi lagi. "Halo...," sapa Kesya. "Ha... halo...," sapa sebuah suara.
"Jansen, ya"" tebak Kesya. Mendengar kegugupan suara si penelepon, Kesya yakin seratus persen bahwa yang menelepon adalah Jansen. "I... iya, Kesh... Kesya sedang apa""
Kesya tersenyum mendengar suara Jansen. Walaupun Jansen menghubunginya bertepatan dengan Hari Valentine, debar di hatinya sungguh telah hilang. Debar hatinya kini hanya beraksi terhadap Marco. Tapi Kesya senang Jansen menghubunginya. Sudah lama sekali, sejak pertemuan mereka yang terakhir, Kesya tidak mendengar kabar tentang Jansen.
"Aku lagi nunggu Marco. Mau sama-sama ke rumah Cecil. Tumben kamu telepon""
Saat Kesya mengucapkan nama Marco, dia merasakan napas tertahan Jansen.
"Oh... be... begitu. Aku... aku hanya ingin tahu kabarmu. Aku... aku sudah... sudah baca tentang lelang perhiasanmu yang sukses... Teman... temanku kebetulan juga meliput. Kamu... kamu... he... hebat. Se... selamat ya."
"Thanks. Bagaimana kabarmu" Kamu lagi sibuk apa sekarang""
"Biasalah... motret model untuk majalah... " Jansen tertawa, seolah menertawakan kegugupannya.
"Hmm... baguslah. Moga-moga ada salah seorang dari model itu yang bisa merebut hatimu."
Jansen tertawa. "Model-model itu kebanyakan model cantik saja. Tidak seperti kamu, Kes... Kamu... " Ucapan Jansen tergantung, tidak jadi diselesaikan.
Kesya ikut tertawa. "Thanks again, Jansen. Tapi aku sungguh berdoa untuk kamu, biar kamu bisa mendapatkan wanita yang cocok untukmu."
Jansen tertawa. "Thanks. Hmm... oke deh. Aku... aku hanya ingin tahu kabarmu. Salam untuk... untuk Marco ya... "
"Oke. Take care ya... "
Pintu ruangan Kesya terbuka dan sosok menjulang Marco berdiri di sana. Kesya tersenyum dan menghampiri Marco. Marco merengkuh tubuhnya, memeluknya erat.
"Happy Valentine, Sayang...," bisik Marco di telinga Kesya. Sedari pagi, Kesya memang belum bertemu dengan Marco.
Kesya tersenyum, separuh merasa geli, separuh lagi merasa sangat bahagia. "Happy Valentine juga, Sayang." Kesya mencium pipi Marco dengan lembut. "Kamu mau jalan sekarang"" Kesya teringat janjinya dengan Cecil.
Marco menggeleng. "Aku punya kabar baik untuk kamu," ujar Marco. Senyumnya merekah. Dia membimbing Kesya duduk berhadap-hadapan. Tangannya menggenggam erat tangan Kesya. "Selama ini kan aku tinggal di Singapura. Pekerjaanku lebih banyak di sana."
Kesya mengangguk pelan. Tangannya terasa hangat dalam genggaman Marco.
"Kalau aku kembali menetap di Singapura...," Marco menghela napas, "tentu akan berat bagi kita berdua."
Dahi Kesya berkerut. Menerka-nerka arah pembicaraan Marco.
"Maka dari itu, aku terima pekerjaan di Jakarta. Sebuah perusahaan real-estate melihat hasil kerjaku menata taman kota kemarin. Mereka memberikan tawaran untuk menangani lima proyek taman untuk perumahan yang rencananya akan mereka bangun. Selama itu, aku akan berdomisili di Jakarta." Senyum Marco bertambah lebar.
Telinga Kesya berdesing hebat. Tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Jadi, Marco akan menetap di Jakarta untuk jangka waktu yang belum ditentukan"
"Mungkin juga akan dipekerjakan sebagai perancang tetap di perusahaan mereka."
Bagus sekali! Bahkan ada kesempatan bagi Marco untuk menetap di Jakarta. Dengan demikian, jarak sudah tidak menjadi masalah lagi bagi hubungan mereka. "Gimana, Sayang"" tanya Marco tersenyum. "Sounds great"" Kesya tersenyum lebih lebar. Dia mengangguk. "Perfect." Ternyata Marco memang serius untuk melanjutkan hubungan dengannya. What a wonderful Valentine's present!
Jam menunjukkan pukul tujuh malam saat mereka selesai membuat labe lundangan. Sebenarnya itu pekerjaan mudah, hanya saja Cecil dan Alo terlalu banyak ber
debat. Ada saja yang mereka perdebatkan. Soal penulisan gelar, soal penulisan nama lengkap, bahkan soal ukuran tulisan. Kehadiran Kesya dan Marco adalah untuk mencairkan ketegangan perdebatan mereka.
"Ya ampun! Kalian kan belum makan!" Cecil menepuk dahi.
Bergegas mereka menuju restoran yang terletak tidak jauh dari rumah Alo-Cecil. Sambil menunggu pesanan mereka datang, Kesya mengeluarkan cincin pernikahan Alo dan Cecil. Ketika mencoba gaun bridesmaid di Bride's World, Cecil bilang mau melihat cincin pernikahannya bersama-sama Alo. Setelah itu Kesya sibuk dengan acara lelangnya. Cecil dan Alo juga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Kesya merasa inilah saat yang tepat untuk memperlihatkan cincin pernikahan rancangannya.
Napas Cecil tertahan ketika melihat cincin itu. Binar-binar di wajahnya tampak cemerlang sekali!
"Bagus banget, Kesh... " Cecil mengangkat cincin itu dengan sepenuh perasaan. Lampu di atas meja mereka memantulkan kilau yang indah pada cincin itu.
"Kamu bener-bener berbakat!" puji Alo. "Thanks ya, Kesh."
The Bridesmaids Story Karya Irena Tjiunata di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kesya tersenyum senang mendengar pujian tulus dari teman-temannya.
Hampir pukul sepuluh malam baru Kesya dan Marco tiba di apartemen. DeeDee hari ini menemui ayah dan ibunya di hotel tempat mereka menginap. Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan orangtuanya.
Marco mengantarkan Kesya masuk ke apartemennya. Kesya mengundang Marco untuk minum segelas teh hangat. Kesya masuk dan melemparkan tasnya begitu saja. Dia berjalan tersaruk-saruk ke kamarnya. Tangannya menggapai-gapai, mencari sakelar lampu.
"Sayang, mau dibantu"" tanya Marco sambil memeluknya dari belakang.
Kesya menggeleng sambil tersenyum. "Aku bisa kok..."
"Yakin"" suara Marco terdengar menggoda. Pelukannya diperketat.
Kesya tersenyum. "Yakin dong. Ini kan kamarku sendiri, masa aku nggak bisa nyalain lampunya... "
"Oke...," ujar Marco tanpa melepaskan pelukannya.
Kesya berhasil menyalakan lampu. Lampu menyala terang. Kesya terperangah ketika sinar lampu menerangi kamar tidurnya.
"Surprise for you, dear," bisik Marco di telinganya.
Kesya terkesiap. Ranjang tempat dia biasa tidur telah berubah menjadi ranjang gantung yang cantik sekali. Kesya mendekati ranjang gantung itu. Mendesah tidak percaya. Ranjang itu mirip sekali dengan ranjang Titania, sang ratu peri dalam cerita A Midsummer Night's Dream. Salah satu dongeng Shakespeare yang sangat disukainya.
"Ranjang yang cantik untuk gadis yang cantik...," ujar Marco.
Kesya masih belum dapat berkata-kata. Terlalu terkejut untuk dapat menyuarakan isi kepalanya.
"Suka"" Marco mengangkat Kesya dan mendudukkannya di atas ranjang. Ranjang itu berayun pelan. Kesya merasakan sensasi romantis yang tidak dapat
diungkapkannya saat berada di atas ranjang itu. Seolah tidurnya akan nyenyak sekali dan mimpi-mimpi yang hadir dalam tidurnya pastilah mimpi-mimpi indah penuh tebaran bunga wangi.
Kesya mengangguk pelan. "Aku suka sekali."
Marco memeluk Kesya dengan erat. Hangat.
Tanpa terasa, tinggal beberapa minggu lagi rencana pernikahan Alo dan Cecil akan berlangsung. Persiapan pesta sudah sekitar 98 persen. Tentu saja semua itu tidak terlepas dari andil Kesya. Kesya banyak membantu Cecil dalam segala hal yang berhubungan dengan hari besar itu.
Satu hal yang kini mengusik perhatian Kesya. Bridal shower! Kesya juga tidak akan ingat akan acara yang satu ini kalau DeeDee tidak mengingatkan. Buru-buru dia searching lagi di bridesmaid101.com.
Thanks to the internet! Bridal shower ini mirip pesta bujangannya mempelai pria. Bridal shower dihadiri oleh teman-teman dan kerabat calon mempelai wanita. Pada bridal shower, tamu yang hadir membanjiri si calon mempelai wanita dengan berbagai macam hadiah. Jenis hadiah biasanya akan disesuaikan dengan tema bridal shower. Ada yang temanya lingerie shower, yaitu tamu-tamu menghadiahi calon mempelai wanita dengan lingerie atau bikini yang seksi. Ada juga yang temanya recipe shower. Hadiah untuk calon mempelai wanita berupa makanan, berikut resep masakannya, perangkat memasak, dan piranti makan. Selain itu ada juga yang memilih tema multicultural shower. Pada tema ini, para tamu mem
bawa makanan khas dari daerah masing-masing sebaga ihadiah untuk calon mempelai. Wadah yang digunakan untuk membawa makanan juga diberikan sebagai hadiah.
Untuk bridal shower Cecil, Kesya memilih tema lingerie shower. Kesannya seksi sekali!
Dibantu DeeDee, dia mulai mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk acara itu. Cecil minta acara diselenggarakan di rumahnya saja. Semua kerabatnya yang wanita, termasuk juga beberapa teman wanitanya semasa sekolah dulu, akan diundang untuk menghadiri acara bridal shower tersebut. DeeDee mendapat tugas membawakan games dalam acara itu. Dia sangat bersemangat. Dia juga ikutan browsing di bridesmaid101.com untuk mencari tahu jenis permainan yang cocok untuk acara tersebut.
Kesya melihat ke sekeliling ruang tamu rumah Cecil dan mengembuskan napas lega. Dia sudah bekerja keras untuk mempercantik ruangan ini. Mamanya, yang khusus datang dari Bandung, dan Tante Renata mondar-mandir membantu Kesya menata makanan. Kesya menghubungi DeeDee. "Udah siap belum, Dee"" tanyanya.
"Udah beres semua kok, Kesh!" sahut DeeDee. Suaranya terdengar bersemangat sekali.
Kesya mengangguk. Semangat DeeDee ternyata menular. Kesya juga merasakan semangat yang tinggi.
Tante Renata dan mama Kesya berlalu di hadapan Kesya.
"Lho" Pada mau ke mana nih"" tanya Kesya melihat tas yang disandang di bahu mereka masing-masing.
"Kami mau keluar aja. Nggak enak gangguin acara gadis-gadis..." Tante Renata dan mama Kesya tersenyum malu-malu.
"Yakin nih"" goda Kesya. "Nggak mau ikut acaranya" Padahal kan Mama dan Tante Renata sudah bantuin aku mengatur makanannya."
Mama Kesya dan Tante Renata tersenyum malu-malu lagi. "Sebenarnya sih mau ikutan, tapi... malu ah... "
Kesya tersenyum geli melihat tingkah kedua mama itu.
"Ya sudah. Nanti dikasih lihat foto-fotonya aja deh..."
Mama Kesya dan Tante Renata mengangguk sambil tertawa, kemudian berlalu pergi.
Cecil keluar dari kamarnya sambil tersenyum lebar. Aura kebahagiaan terpancar dari wajahnya dan itu membuat penampilannya tampak semakin cantik.
"Wah! Keren banget!" komentar Cecil melihat ke sekeliling ruang tamu. Bunga-bunga segar tertata di setiap sudut ruangan. Menebarkan harum ke seluruh penjuru ruangan. Di atas meja sudah tertata rapi aneka macam roti isi, kue-kue kering dan basah, sepoci besar teh, juga ada sepoci besar kopi, dan tak lupa... es krim! Lingerie shower kali ini akan dilaksanakan sore hari, jadi makanannya juga ala tea time.
Pukul empat kurang lima belas menit, DeeDee datang. Dia membawa kotak-kotak yang berisi peralatan untuk games nanti. Setelah itu tamu-tamu mulai berdatangan. Kesya sempat menyapa dan mengobrol ringan dengan beberapa teman dari masa sekolah dulu. Teman-teman Cecil membawa beberapa hadiah berupa lingerie dan pakaian dalam yang superseksi, peralatan mandi, berbagai macam produk perawatan tubuh, sampai bikini aneka warna.
Lima menit sebelum acara dimulai, Finna datang. Kesya sudah lupa sama sekali pada Finna. Terakhir kali mereka bertemu adalah... ketika Finna dengan suksesnya membuat marah Madame Daphne. Hmm... sudah beberapa bulan yang lalu.
"Hai, Finna...," sapa Kesya. Finna tidak tersenyum, hanya menatap sinis ke arah Kesya. Dia berlalu begitu saja, tidak juga menyapa Cecil si empunya rumah, dan duduk dengan wajah ditekuk. Kesya mengangkat bahu.
"Dia masih sakit hati...," bisik Cecil melihat wajah Finna. "Tapi, dia yang menghubungi aku, minta diundang datang ke acara ini. Aku tadinya sudah malas banget, tapi kata mamaku, biar bagaimana dia kan masih saudara. Jadi..." Cecil juga ikut mengangkat bahu.
Acara kemudian dimulai. DeeDee membuka acara lingerie shower ini dengan sebuah games pembuka. Cecil ikut aktif dalam games, sementara Kesya sibuk mengabadikan acara ini.
Ting tong! Saat games sedang seru-serunya berlangsung, tiba-tiba bel berbunyi. "Siapa tuh"" Cecil agak terusik dengan interupsi ini.
Kesya mengangkat bahu. Dia melihat ke sekeliling ruangan. Sepertinya semua yang diundang sudah datang. Dia beranjak ke pintu dan membukanya. Seorang kurir datang membawa buket bunga yang besar sekali.
"Untuk Finna Salsabila," kata kurir it
u. Finna langsung bangkit dari tempat duduknya dan berjalan penuh gaya menghampiri kurir itu. Dia mengambil buket bunganya dan membenamkan wajah di buket itu. Seluruh orang yang ada di sana mengernyit melihat tingkah laku Finna. Tapi Finna tidak peduli. Dengan gaya dramatis dia embuka kartu kecil yang terselip di tengah-tengah buket tersebut.
"Ah...," dia tertawa sengau. "From Edward Patterson. To my lovely fiancee, Finna Salsabila." Dia tertawa lagi.
Ada yang aneh dalam sandiwara ini. Kenapa tunangan Finna, si Mr. Edward Patterson itu mengirimkan buket bunga superbesar ke alamat Cecil" Bukankah selama di Jakarta, Finna tinggal di rumah orangtuanya, yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Cecil"
Finna mengerling ke arah Cecil. "Edward benar-benar cowok romantis. Apa Alo pernah kirimin kamu buket bunga seperti ini, Cil""
Wajah Cecil berkerut, tapi dia tetap diam. Tidak mau meladeni ulah Finna.
Menanggapi diamnya Cecil, Finna kembali tertawa sengau. "Sepertinya nggak pernah ya" Memang Alo itu sama sekali laki-laki yang tidak romantis. Inggris blaster. Bukan darah murni. Nggak seperti tunanganku, Edward Patterson, darahnya murni Inggris."
Cecil masih diam. Merasa di atas angin, Finna kembali berkoar. "Aku dengar mamanya Alo juga nggak setuju sama pernikahan kalian, ya""
Kali ini tamu-tamu yang hadir mulai berkasak-kusuk.
"Katanya, mamanya Alo lebih setuju kalau Alo ngambil Ningrum, pacar pertamanya itu jadi istrinya. Aku dengar juga katanya kamu dulu ngerebut Alo dari Ningrum. Benar begitu, Cil""
Tamu-tamu mulai berkasak-kusuk. Dasar manusia gosip! Tadinya mereka tersenyum lebar ketika melihat kebahagiaan Cecil, tapi sekarang... disodori kalimat-kalimat provokatif sedikit saja, mereka mulai berkasak-kusuk. Lagi pula, bagaimana Finna kunyuk ini bisa tahu permasalahan antara Cecil dan Tante Jessica" Sampai-sampai persoalan tentang Ningrum juga diketahuinya.
"Tutup mulut kamu, Finna! Cecil nggak pernah merebut Alo dari siapa-siapa!" bela Kesya. "Hubungan Alo dan Ningrum sudah berlalu ketika Alo mendekati Cecil. Catat ya, Alo yang ngedeketin Cecil duluan. Bukan sebaliknya!"
Finna kembali tertawa sengau, tidak peduli dengan kata-kata Kesya. "Kamu nggak mau mempertimbangkan rencana pernikahan kamu, Cil" Bad luck tuh punya mertua seperti itu. Jangan-jangan, anaknya juga nurunin tingkah laku ibunya... "
Wajah Cecil langsung pucat. Dia tidak sudi Alo dihina seperti itu. Lagi pula, apa maksud Finna dengan meminta Cecil mempertimbangkan rencana pernikahannya" Benar-benar asal bunyi saja Finna!
Melihat wajah Cecil yang semakin pucat menahan amarah, Kesya buru-buru mendekati dan merangkul tubuh sahabatnya yang bergetar hebat.
"Udah, Cil. Nggak usah diladenin," bisik Kesya.
"Jaga. Mulut. Kamu!" Cecil memberi penekanan pada setiap kata yang keluar dari mulutnya.
"Kan orangtua yang busuk menghasilkan anak yang busuk juga!" Tatapan Finna tajam menghunjam.
Tubuh Cecil bergetar lebih hebat lagi. Tubuhnya siap meledak karena amarah yang tergumpal di dalam hatinya. Susah payah Kesya menahan tubuh Cecil, tapi Cecil menepis tangannya, dan...
Plaak! "Jangan sekali-kali ngomong begitu tentang Alo!" sembur Cecil penuh kemarahan. "Kamu nggak tahu apa-apa soal Alo, jadi jangan pernah menghinanya!"
Finna memegangi pipinya. Wajahnya tampak malu, tapi itu tidak menyurutkan tekadnya untuk kembali menghina Alo.
"Dari dulu juga aku udah tahu kalau hubungan kalian nggak akan bisa berjalan mulus!" jerit Finna. "Sekarang Alo sedang mengadakan bachelor party dan kamu tahu siapa yang juga datang"" Finna tersenyum lebar. "Raden Ayu Sekar Ningrum."
Wajah Cecil pucat pasi. Tubuhnya kembali bergetar hebat.
Kesya mengernyit. Dari mana Finna tahu soal bachelor party yang diselenggarakan Alo"
"Silakan kamu cek sendiri kalau kamu nggak percaya!" ujar Finna menantang.
Dengan tubuh bergetar, Cecil mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Alo. Kesya menahan tangan Cecil, mencegah Cecil melakukan sesuatu yang akan memperparah keadaan. Tapi, Cecil menepis kasar tangan Kesya.
Cecil menatap garang ponselnya. Tampaknya ponsel Alo tidak berhasil dihubunginya. Dia mencoba lagi.
"Halo , Marco...," sapanya dengan suara bergetar. Rupanya kali ini dan dia menghubungi Marco. "Alo mana""
Kesya dan semua tamu memperhatikan perubahan wajah Cecil.
"Ngapain dia juga ada di sana"!" teriak Cecil histeris.
Finna mendengus. Wajahnya ceria bagai bunga yang baru mekar.
"Gimana"" suara Finna penuh kemenangan. "Ada Ningrum kan di sana""
"Dari mana kamu tahu semua itu"" tanya Cecil. Wajahnya tampak keruh sekali.
Finna mendengus. "Nggak perlu kamu tahu dari mana aku tahu. I just know it." Dia berjalan menghampiri Cecil. "Alo bukanlah laki-laki yang setia. Aku sudah tahu itu dari dulu...," bisiknya.
Sebuah kertas terjatuh ketika Finna beranjak menjauhi Cecil. Kesya memungut kertas itu dan memperhatikannya.
Ha! Kesya tersenyum. "Finna...," panggilnya pelan. "Bunga itu benar dari tunangan
kamu"" Finna berputar, menghadap Kesya. Dengan tatapan mencibir dia menjawab, "Tentu saja. Kenapa" Kamu juga sirik ya" Kalian memang gadis-gadis yang menyedihkan!"
"Oh begitu... Lalu kenapa di kertas ini tertulis bahwa pengirim bunga itu adalah Finna Salsabila dan ada notes di sini yang meminta agar bunga itu dikirimkan ke rumah Cecil"" Kesya mengibarkan kertas merah muda yang tadi terjatuh.
Kini giliran Finna yang memucat. Cecil merebut kertas itu dari tangan Kesya. Dia memperhatikannya dengan mata menyipit.
"Jadi sebenarnya, kamu punya tunangan atau nggak"" cecar Kesya penuh amarah.
Kasak-kusuk kembali terdengar. Para tamu kembali diam-diam mengomentari drama yang tengah terjadi. Pandangan Finna melemah, tidak segarang tadi.
Kesya sebenarnya tidak suka berada di posisinya sekarang. Posisi seorang eksekutor, tapi dia harus membela Cecil. Dia harus membuktikan bahwa Finna adalah pembohong, dan semua kata-katanya tentang Alo tidak dapat dipercaya.
"Jadi, sebenarnya kamu punya tunangan atau nggak"" ulang Kesya lagi.
Ting tong! Bel pintu rumah Cecil berbunyi lagi. Dengan sangat enggan, Cecil beranjak untuk membuka pintu.
Finna masih berdiri mematung. Berubah menjadi si pesakitan dalam drama ini. Tamu-tamu lain, diam-diam masih berkasak-kusuk. DeeDee mendekati Kesya. Tampak bingung juga harus bereaksi apa.
Cecil masuk kembali, diikuti dua laki-laki berwajah sangar. Mereka berpakaian serbahitam.
"Siapa, Cil"" tanya Kesya heran. Dia tambah heran melihat pucat ketakutan di wajah Finna. Finna merangsek panik dan bersembunyi di belakang DeeDee.
"Jangan...!" teriaknya. "Jangan tangkap saya! Saya pasti akan melunasi utang-utang saya!"
"Kami di sini untuk menjemput Ibu Finna Salsabila," ujar salah seorang laki-laki tegap itu. "Ibu Finna diminta untuk segera ikut ke kantor polisi."
"Jangan!" teriak Finna panik. Dia masih bersembunyi di belakang DeeDee. Kedua pria kekar tadi beranjak maju dan mencengkeram tangan Finna.
"kalau boleh tahu," tahan Kesya, "apa yang telah dia lakukan" Lalu, kenapa Anda bisa tahu Finna ada di sini""
Lelaki kekar yan gkedua menunjukkan sebuah surat penahanan. "Ibu Finna Salsabila telah dicari-cari pihak debt collector dari Amerika karena tidak membayar utang-utang kartu kreditnya. Sekarang pihak penuntut telah membawa kasus ini ke ke kepolisian Indonesia. Kami memiliki informan yang tersebar di mana-mana. Salah satunya memantau rumah Ibu Finna dan membuntutinya ke sini. Ibu Finna Salsabila harus ikut ke kantor polisi sekarang juga!"
"Jangan! Cecil! Kesya! Tolong aku!" jerit Finna panik. Kedua tangannya diseret oleh kedua laki-laki kekar itu.
"Apa tidak ada cara lain, Pak"" tanya Cecil. Hatinya iba juga melihat Finna diseret seperti itu.
"Ibu Finna telah berkali-kali kabur dari kejaran kami. Untuk kali ini, kami tidak akan membiarkannya lolos lagi. Siapa saja yang menghalangi kami akan dianggap telah bersekongkol dengan Ibu Finna. Dan siapa saja yang bersekongkol dengan Ibu Finna, akan ditangkap juga!" ujar mereka tegas.
"Cecil! Aku minta maaf. Aku minta maaf atas semua perbuatanku. Tapi, tolong aku. Aku nggak mau masuk penjaraaa! Cecil! Kesya!"
Cecil, Kesya, DeeDee, dan semua tamu yang hadir di sana hanya bisa menatap kepergian Finna tanpa mampu berbuat apa-apa.
13 ACARA bridal shower dibubarkan begitu saja. Cecil memaksa K
esya dan DeeDee untuk mendatangi tempat bachelor party Alo diselenggarakan. Kesya sendiri sangat yakin Ningrum tidak mungkin hadir pada acara bachelor party. Bukankah acara bachelor party biasanya hanya dihadiri kaum laki-laki" Lagi pula, ada Marco yan gpasti akan menjaga Alo. Bukankah begitu tugas seorang bestman"
"Nggak mungkinlah, Cil, Ningrum bisa sama-sama Alo...," berulang kali Kesya meyakinkan Cecil.
"Aku dengar sendiri, Kesh. Ada suara Ningrum di belakang Marco." Cecil berkeras untuk mencari tahu sendiri.
Ruangan tempat bachelor party penuh dengan teman Alo. Berbeda dengan bridal shower Cecil yang diadakan secara sederhana di rumah, acara bachelor party Alo diadakan secara besar-besaran di sebuah hotel mewah. Ballroom hotel didekorasi dengan mewah sekali. Ada lampu disko besar di tengah-tengah ruangan. Kesya memperhatikan beberapa pelayan yang berjalan hilir-mudik. Di atas nampan mereka tersaji berbagi jenis minuman keras. Kesya bahkan sempat melihat beberapa artis wanita top ibukota sedang menemani tamu-tamu Alo.
Ada yang aneh di sini. Acara besar-besaran seperti ini tidak cocok sama sekali dengan kepribadian Alo. Sepertinya acara itu diselenggarakan seseorang yang sama sekali memiliki kepribadian yang berbeda dengan Alo. Tante Jessica-kah"
Cecil terus menarik Kesya menyeruak kerumunan yang cukup besar. Terseok-seok, Kesya menerobos kumpulan orang itu. Beberapa di antara mereka juga mengenal Cecil dan Kesya. Wajah mereka tampak terkejut dengan kehadiran mereka bertiga. Kesya juga agak risi berada di antara sekian banyak laki-laki.
Di tengah ruangan, tampak seorang MC sedang memandu acara. Sebuah layar proyektor besar menayangkan Alo yang sepertinya sedang dikerjai oleh MC tersebut.
"Di acara bachelor party ini, mamanya Alo juga hadir. Sayang papanya Alo, karena kesibukannya, belum dapat hadir. Tepuk tangan untuk Tante Jessica yang telah menyelenggarakan pesta hebat ini!"
Ha! Benar, kan" Kesya yakin sekali pesta ini buah karya Tante Jessica. Alo tidak akan mungkin mengadakan pesta seperti ini. Sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya yang sederhana dan bersahaja.
"Nah, Tante Jessica ini membawa satu tamu istimewa pada acara ini. Mungkin sebagian dari kalian tahu siapa tamu istimewa ini..." MC tersenyum nakal ke arah Alo. "Hadirin sekalian... "
Layar besar itu tiba-tiba menampilkan sosok Marco yang berbicara serius dengan MC. Dahi si MC mengernyit, dan dia melirik Marco dengan tatapan tidak suka. Tante Jessica menarik Marco agar menjauh dari MC, sementara itu Alo memperhatikan dengan tatapan bingung.
"Maaf...," ujar MC, "ada sedikit masalah yang... yah... tidak perlu dibahas lagi. Hadirin sekalian, kita sambut tamu istimewa kali ini, Raden Ayu Sekar Ningrum!"
Cecil menatap garang layar besar yang sedang men-zoom wajah Ningrum. Ningrum terlihat sangat cantik. Rupanya dia sengaja ekstra dandan untuk acara ini. Kesya juga yakin seratus persen ini juga buah karya Tante Jessica. Apa sih sebenarnya keinginan Tante Jessica" Tadinya Kesya menyangka Tante Jessica telah menerima dengan ikhlas keputusan Alo untuk menikahi Cecil, tapi ternyata... Tante Jessica malah melakukan tindakan yang sangat menyakitkan bagi Cecil. Entah apa salah Cecil kepadanya...
"Bitch!" teriak Cecil, tapi teriakannya teredam riuhnya sorak-sorai teman-teman Alo. Sebagian dari mereka mengenali Ningrum sebagai pacar pertama Alo. Alo sendiri tampak sangat terkejut akan kehadiran Ningrum.
"Ningrum ini, bagi mereka yang belum tahu, adalah pacar pertama Alo. Nah, sekarang kita bernostalgia sebentar dulu ya... "
Cecil merangsek maju dengan garang, mendekati Alo. Wajahnya tampak pucat dan sangat siap untuk bertempur. Kesya langsung mengikuti Cecil sambil menggandeng DeeDee. Susah payah mereka menerobos orang-orang yang berkerumunan lebih rapat lagi, tidak mau melewatkan pemandangan menarik tentang si calon mempelai pria dan mantan pacarnya. Beberapa kali kaki Kesya terinjak oleh orang-orang yang melonjak-lonjak. Entah apa yang membuat para laki-laki ini begitu barbar. Sungguh aneh orang-orang ini, Alo sudah mau menikah kok masih saja dipanas-panasi deng
an pacar pertama! "Cium! Cium! Cium! CIUM!"
Entah siapa yang memulai, tahu-tahu teriakan soal cium itu menjadi paduan suara yang semakin keras. Wajah Cecil meradang. Di layar besar, tampak Alo salah tingkah akan permintaan teman-temannya. Ningrum terlihat tersipu-sipu.
"Ayo, gimana"" MC kembali memanas-manasi.
Alo terlihat menggeleng pelan, tapi Ningrum merengkuh Alo ke dalam pelukannya dan menciumnya. Layar besar itu men-zoom Alo dan Ningrum yang sedang berciuman mesra. Seluruh tamu yang hadir bersorak-sorai dan bertepuk
tangan. Cecil berlari maju, menabrak semua orang yang menghalanginya. Kesya tidak sempat lagi menahannya. "ALVARO!!!"
Kesya terpaku di tempat. Gambar Alo dan Ningrum di layar besar berhenti berciuman. Sekarang wajah Cecil tampak jelas di layar besar itu.
Alo tampak sangat terkejut melihat Cecil. Tangan Ningrum masih bergelayut manja di leher Alo. Dengan kasar Alo menepis tangan Ningrum dan menghampiri Cecil.
"Sayang...," panggilnya. Wajah Alo tegang, terlebih ketika dia melihat wajah Cecil yang pucat dan penuh amarah itu.
Orang-orang di sana mulai menyadari aura cemburu pada diri Cecil. Suasana jadi hening. Setiap pasang mata terpaku pada tiga tokoh drama baru ini: Alo, Cecil, dan Ningrum.
"Kenapa dia ada di sini!!" tanya Cecil. Dadanya bergetar turun-naik, menahan amarah yang bergejolak dalam dirinya.
"Aku juga tidak tahu. Mama yang ajak dia ke sini," jawab Alo panik.
"Hai, Cecil... " Ningrum tersenyum sambil melangkah maju, lengannya kembali menggelayut manja di lengan Alo. Tingkah lakunya, kentara sekali, menantang
Cecil! Alo menepis tangan Ningrum dengan kasar. "Kamu apa-apaan sih"!" bentaknya.
Kesya merangsek maju. Tampak sosok Tante Jessica. Wanita itu tengah mengamati perseteruan yang terjadi antara Alo dan Cecil. Senyum kecil tersungging di bibirnya! Sepertinya dia bahagia karena rencananya untuk merusak hubungan Alo dan Cecil tampaknya berhasil.
"Cecil, udah deh...," bisik Kesya yang sudah berhasil mengejar sahabatnya itu. "Ini sudah direncanakan. Alo nggak salah sama sekali." Kesya berusaha meredam amarah Cecil. Dia tidak ingin hal yang buruk terjadi, hanya beberapa hari sebelum pernikahan diselenggarakan. Biar semuanya dibicarakan dengan kepala dingin. Biar semuanya diselesaikan secara dewasa.
Cecil menatap Alo. Tatapannya menghunjam. Terluka. Kecewa. Lalu dia beranjak pergi. Kesya langsung mengekor Cecil.
"Cil...!" panggil Alo panik dan buru-buru mengikuti Cecil.
Lamat-lamat Kesya mendengar Ningrum sedang berusaha mencegah Alo mengejar Cecil.
"Ini kan pesta kamu, Alo. Kamu ndak boleh meninggalkan tamu-tamu lain begitu saja...," ujarnya merajuk.
Cecil masuk mobil dan memacunya dengan kencang. Dia menginjak gas dalam-dalam ketika melihat mobil Alo mengikutinya.
"Cil, hati-hati!" DeeDee berteriak panik.
"Cil, jangan gegabah!" Kesya juga berusaha memperingatkan.
Tapi Cecil tidak peduli. Dia terus memacu mobilnya. Alo juga ngotot mengikuti Kesya. Soal keahlian mengemudi, Cecil memang juaranya. Ketika SMA dulu, Cecil sering kali ngebut-ngebutan di jalan raya. Tapi kali ini, emosi Cecil labil sekali.
Ponsel Cecil berdering. Cecil melirik sekilas pada ponselnya kemudian mematikannya. Ponsel itu berdering lagi, Cecil kembali mematikannya. Untuk ketiga kalinya, ponsel itu berdering. Cecil membuka kaca jendela dan melemparkan ponselnya ke luar jendela!
Terdengar suara klakson berulang-ulang dari arah belakang. Kesya menoleh cemas. Alo juga memacu mobilnya dengan kencang, berusaha mengejar Cecil. Kesya agak khawatir dengan Alo. Setahunya, Alo tidak terlalu mahir mengebut.
"Cecil, berhenti dulu deh. Dengar dulu penjelasan Alo," bujuk Kesya.
Cecil tetap membisu. Tatapannya berkonsentrasi ke jalanan. Dengan mahir dia memainkan setir mobil. Di belakang mereka, mobil Alo tertinggal. Semakin jauh dan semakin jauh.
"Kamu sebenarnya mau ke mana sih"" desak Kesya. Terus terang, dia paling tidak tahan berlama-lama berada di dalam mobil yang mengebut kencang. Dia tidak dapat berkonsentrasi memperhatikan ke mana Cecil memacu mobilnya. Dia benar-benar ketakutan. Sekarang dia merasa mual, dan kalau lebih lama lagi, s
epertinya isi perutnya akan keluar semua!
"Cil, pelan-pelan dong. Aku takut nih..." Rupanya DeeDee juga merasakan hal yang sama.
Cecil membelokkan mobil dengan cepat. Rem berdcit, bersinggungan dengan aspal jalanan. Kesya dan DeeDee berpegangan pada apa saja yang dapat mereka raih. Menggantungkan keselamatan mereka pada kekuatan cengkeraman tangan mereka.
"Ini kan..." Suara DeeDee terengah-engah, berbaur dengan rasa takut.
"Bandara"" Kesya menyelesaikan ucapan DeeDee. "Ngapain kita ke bandara""
Cecil tidak menjawab. Dia masih mengendarai mobilnya seperti orang gila. Kemudian, tiba-tiba, dia menghentikan mobilnya dan berlari keluar.
Kesya dan DeeDee ikut berlari mengejar Cecil. Mereka tidak memedulikan mobil yang diparkir sembarangan. Mereka juga tidak memedulikan teriakan seorang petugas keamanan. Bagi mereka, Cecil adalah prioritas utama. Jangan sampai Cecil melakukan tindakan bodoh!
Cecil berlari kencang menuju tempat penjualan tiket.
"Selamat malam...," sapa petugas penjual tiket dengan gaya profesional. "Mau ke mana""
"Bali. Penerbangan berikutnya!" sambar Cecil.
"Cecil!" Kesya terengah-engah, berdiri di samping Cecil. "Kamu mau ke mana"" "Ekonomi atau bisnis"" tanya si petugas.
"Yang mana saja! Penerbangan berikutnya!" teriak Cecil.
"Cecil... mau ke mana""
Petugas penjual tiket sekilas melirik Kesya.
"Cepat, Mbak!" bentak Cecil sambil melemparkan kartu kreditnya. "Oh, maaf. Baik, Bu." Si petugas penjual tiket buru-buru menyelesaikan pekerjaannya.
"Silakan, ini tiketnya. Satu tiket kelas bisnis untuk penerbangan ke Bali pada pukul tujuh malam," ujar si petugas dengan gaya profesional.
"Satu lagi untuk saya. Penerbangan yang sama dengan dia!" Kesya juga melemparkan kartu kreditnya.
Si petugas penjual tiket tampak bingung, tapi kemudian buru-buru melayani pesanan Kesya. Cecil sudah beranjak pergi.
"DeeDee!" teriak Kesya. "Kejar Cecil!"
DeeDee mengangguk, lalu buru-buru menyusul Cecil.
Kesya menyelesaikan urusan pembayarannya, lalu bergegas menyusul DeeDee dan Cecil.
"Dia sudah naik ke ruang tunggu...," kata DeeDee begitu melihat Kesya berlari-lari menghampirinya.
"Aku mesti kejar dia. Kamu tolong bilang pada Alo dan Marco. Nggak usah bilang ke mana kami pergi. Bilang saja Cecil baik-baik saja dan aku sama Cecil.
Oke"" DeeDee mengangguk. "Hati-hati ya... "
Kesya mengangguk dan naik ke ruang tunggu.
Kesya membuka matanya dan menatap sinar kuning yang memancar dari sebuah lampu meja. Kesya mengerjap pelan. Dia meraba selimut yang menutupi tubuhnya. Tekstur selimut terasa asing di tangannya. Kesya membenamkan kepala ke bantal yang ditidurinya. Harumnya juga terasa asing. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Bingung mendapati dia berada di sebuah ruangan asing. Ini bukan tempat tidurnya. Ini bukan kamarnya. Kepalanya sakit luar biasa dan perutnya keroncongan. Dia berusaha mengingat-ingat kejadian kemarin. Saat kepingan ingatannya sudah mulai dapat disatukan, dia langsung melompat dari tempat tidurnya.
"Cecil!" teriaknya. Dia tambah panik mendapati tempat tidur Cecil sudah kosong. Dia langsung keluar kamar untuk mencari sahabatnya itu. Dia bertanya kepada petugas hotel tentang keberadaan Cecil. Salah seorang petugas mengatakan bahwa dia melihat Cecil di kolam renang. Bergegas, Kesya menuju kolam renang.
Langkahnya terhenti saat melihat sosok Cecil, dalam balutan bikini warna hijau terang, berenang bolak-balik. Kesya berjalan perlahan di tepi kolam dan duduk di salah satu bangku, memperhatikan Cecil yang terus berenang bolak-balik tanpa henti. Hmmm... itu kebiasaan Cecil kalau lagi stres berat. Kesya menghitung berapa kali Cecil berenang bolak-balik. Diam-diam dia mengagumi stamina Cecil. Sahabatnya itu kuat berenang bolak-balik tanpa henti! Sampai pada hitungan kedua puluh, Kesya berhenti menghitung. Cecil masih terus berenang. Tanpa henti. Tanpa lelah. Seolah ingin melarutkan semua kekecewaan yang dirasakannya.
Kesya agak khawatir juga melihatnya. Entah bagaimana kelanjutan rencana pernikahan sahabatnya ini. Di pesawat kemarin, Cecil tidak mau bicara sepatah kata pun. Dia hanya duduk diam dan memandangi jendela
pesawat. Berulang kali KEsya mencoba mengajaknya berbicara, tapi Cecil enggan menanggapi. Begitu check-in di hotel, Cecil juga langsung tidur, tanpa mau mengucapkan sepatah kata pun. Kesya menghela napas panjang. Padahal pernikahan Cecil dan Alo akan berlangsung dua minggu lagi.
Kesya tersentak saat melihat Cecil tiba-tiba naik ke permukaan. Tubuhnya basah dan napasnya terengah-engah.
"Kita sarapan yuk...," ajak Cecil sambil berlalu di hadapan Kesya.
Kesya buru-buru mengikuti Cecil. Cecil mengenakan handuk model kimono dan langsung menuju tempat sarapan. Ini juga satu lagi kebiasaan Cecil kalau lagi stres. Langsung makan setelah berenang!
Cecil mengambil banyak sekali makanan. Semuanya makanan berminyak, makanan yang biasa dihindarinya. Wah! Kesya terbelalak melihat hidangan yang siap disantap Cecil. Ada sosis aneka bentuk, nasi goreng, ayam goreng, kentang goreng, dua buah telur mata sapi, satu porsi besar salad kentang, aneka roti, dan satu gelas besar coke! Kalau begini cara makan Cecil, bisa-bisa gaun pengantinnya tidak akan muat. Tapi Kesya menahan diri untuk tidak berkomentar. Saat ini sahabatnya sedang stres berat. Kesya harus berada di sebelah Cecil, menghibur dan menjadi sandaran baginya. That's what friends are for!
"Kamu makan dikit amat, Kesh"" tanya Cecil sambil mulai makan.
Kesya memperhatikan piringnya. Dia hanya mengisinya dengan dua lembar roti tawar dan satu buah telur ceplok. Terus terang, dia sudah merasa kenyang melihat hidangan di piring Cecil.
"Abis ini, kita mau ngapain"" tanya Kesya.
Cecil mengangkat bahu sambil meminum coke. "Aku mungkin mau berenang
lagi... " Dahi Kesya mengernyit. "Bukannya tadi kamu udah bolak-balik lebih dari dua
puluh kali"" Cecil tertawa. "Aku masih pengin terus berenang..." "Jangan sampai kecapekan, Cil. Nanti kamu sakit..."
Cecil menarik napas, lalu mengangguk. "Kamu nggak usah khawatir. I'm a very tough girl!"
Kesya tertawa sumbang. Tidak tahu harus berkomentar apa.
Setelah selesai makan, Cecil pamit kepada Kesya untuk kembali berenang. Kesya masih belum menyelesaika makannya. Dia terkagum-kagum dengan kecepatan Cecil menghabiskan seluruh makanannya dalam waktu singkat. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Marco tertera pada layar ponsel.
"Sayang...," sapa Marco begitu mendengar suara Kesya, "kamu lagi di mana"" Suaranya terdengar khawatir sekali. Kemarin malam, saat di pesawat, Kesya mematikan ponselnya dan lupa menyalakannya kembali.
"Marco, aku sama Cecil. Kami lagi di Bali. Dia nggak apa-apa, stres berat pastinya, tapi masih baik-baik saja. Kamu bilang saja ke Alo bahwa Cecil dalam pengawasanku. Sebaiknya Alo nggak ketemu Cecil dulu. Biar Cecil lebih dingin
dulu." Marco menghela napas. "Keterlaluan banget sih Tante Jessica. Padahal kemarin aku sudah berusaha mencegah Ningrum mendekati Alo, tapi rupanya si MC sudah berkonspirasi sama Tante Jessica. Sekarang semuanya jadi kacau banget!"
"Kacau gimana""
"Tante Jessica ngotot membatalkan pernikahan Cecil dan Alo. Dia juga menghubungi semua vendor dan membatalkan semua pesanan. Dia juga mendesak agar Alo segera menikahi Ningrum!"
"APA"" Kesya tidak percaya berita yang didengarnya. Benar-benar keterlaluan
Tante Jessica! "Alo juga lagi stres berat. Dia kehilangan jejak Cecil dan merasa sangat bersalah pada Cecil. Sekarang dia tambah stres karena Ningrum mengekor dia terus." "Tidak tahu diri sekali sih si Ningrum!" maki Kesya.
Marco menghela napas panjang. "Aku juga lagi pusing. Semua vendor minta konfirmasi ke aku. Mereka semua mendesak apa benar pernikahan Alo dan Cecil batal... Aku jadi pusing sendiri! Aku konfirmasi ke Alo, dia bilang pernikahan tetap akan berlangsung. Sedangkan calon pengantin wanitanya malah hilang. It's so complicated!"
"Pokoknya, aku akan menjaga Cecil sebaik-baiknya. Aku juga belum berani ngomong banyak. Takut dia malah tambah down... "
"Ya udah deh. Kamu baik-baik saja di sana. Aku juga harus ngurusin Alo dulu. See you, Sayang. I love you... "
Kesya masih gusar dengan berita yang disampaikan Marco. Apa hak Tante Jessica sehingga dia membatalkan pernikahan Alo dan Cecil"
Hari itu bergulir lambat. Ke
sya menelepon DeeDee, meminta gadis itu menggantikannya di toko untuk sementara. Kesya mengingatkan DeeDee akan beberapa janji pertemuan yang dijadwalkan besok. Dia juga meminta DeeDee menggantikannya menghadiri pertemuan itu. Tak lupa, Kesya menghubungi Mona, memberitahukan bahwa dia sedang berada di luar kota untuk sementara waktu. Kata Mona, Madame Juliet datang dan berniat untuk memborong beberapa perhiasan lagi. Tapi karena Kesya tidak ada di toko, Madame Juliet tidak jadi membeli. Katanya dia tidak mau dilayani oleh orang lain selain Kesya. Picky sekali si madame ini...
Sorenya, Cecil mengajak Kesya berbelanja ke sebuah butik.
"Ngapain mesti ke sini"" kata Kesya begitu mereka memasuki butik mewah. Setahu Kesya, butik ini milik salah seorang pemain sinetrol terkenal.
"Emangnya kamu mau pake baju itu terus"" balas Cecil sambil mencibir ke arah baju Kesya yang mulai berbau tidak sedap. Kesya baru sadar bahwa dia belum berganti pakaian sejak acara bridal shower Cecil. Baju ini menempel terus di tubuhnya ketika dia menemani Cecil mendatangi acara bachelor party-nya Alo, mengikuti Cecil dalam acara kebut-kebutan gila, mengejar-ngejar Cecil saat di bandara, bahkan seharian ini baju itu masih terus menempel di tubuhnya. Rasanya, dia memang perlu beberapa potong pakaian baru. Terutama apabila Cecil belum memberitahukan berapa lama mereka akan tinggal di Bali.
Kesya kemudian memilih beberapa potong pakaian. Cecil membeli beberapa gaun seksi untuk mereka berdua.
"Seksi amat, Cil"" komentar Kesya.
"Buat clubbing. Kita harus have fun, Kesh...," balas Cecil sambil tersenyum.
Cecil yang membayar semua baju mereka. Katanya, ini semua sebagai hadiah karena Kesya bersedia menemaninya di Bali. Mereka kembali ke hotel. Cecil memaksa Kesya untuk mengenakan gaun seksi yang baru saja dia beli.
"Iih... kan belum dicuci, Cil...," komentar Kesya.
"Kampungan banget sih kamu, Kesh...," gerutu Cecil sambil melemparkan gaun itu ke hadapan Kesya. "Ganti cepetan sana! Nggak usah banyak komentar deh!"
Kesya terpaksa menurut. Ketika gaun itu sudah menempel di tubuhnya, dia merasa gatal-gatal. Kesya memang tidak terbiasa mengenakan baju baru tanpa dicuci terlebih dahulu. Kurang higienis, begitu alasannya.
Dewi Maut 24 Pendekar Rajawali Sakti 151 Pendekar Pedang Bayangan Misteri Nyanyian Kobra 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama