Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown Bagian 3
sangat panas, dan mengeluarkan asap. Bahkan api yang sebesar zarrah itu terus masuk menembus bumi, dan hal itu membuat Jibril khawatir. Karena itu ia segera
mengambil api tersebut dan membawanya kembali ke neraka. Bara terbakar yang ditinggalkan itulah yang sampai sekarang ini menjadi sumber api dunia, termasuk
yang menjadi magma-magma di semua gunung berapi di bumi ini.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana panasnya api neraka tersebut. Kalau bara api dunia itu umumnya berwarna merah, maka bara api neraka itu berwarna hitam
kelam, seperti hitamnya gelap malam. Nabi SAW pernah menanyakan tentang keadaan api neraka itu, maka Malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya Allah SWT menciptakan
neraka, lalu menyalakan api neraka itu selama seribu tahun sehingga (baranya) berwarna merah. Kemudian (Allah) menyalakannya (menambah panasnya) selama
seribu tahun lagi sehingga (baranya) berwarna putih, dan (Dia) menyalakannya (menambah panasnya) selama seribu tahun lagi sehingga (baranya) berwarna hitam.
Maka neraka itu hitam kelam seperti hitamnya malam yang sangat gelap pekat, tidak pernah tenang kobaran apinya dan tidak pernah padam (berkurang) bara
apinya!!" Isak tangis tak mampu lagi Citra tahan, berulang kali ia menyebut nama Allah, berharap Allah akan mengasihaninya. Menjauhkan dirinya dari panasnya api
neraka. Danang yang sedang merakit tempat tidur untuk calon buah hati mereka di halaman belakang langsung bergegas menghampiri Citra saat ia mendengar suara tangis
Citra. "Ada apa dek?" tanya Danang panik, ia langsung mencabut kabel setrikaan saat melihat baju yang ada di meja setrikaan telah gosong, "kenapa dek?" Danang
mengulangi pertanyaannya saat Citra tak kunjung menjawab, dengan lembut ia membawa tubuh Citra ke dalam pelukkannya, "tenanglah, jangan buat aku khawatir,"
ucap Danang pelan seraya membelai pucuk kepala Citra.
"Aku.. aku..aku takut akan murka Allah mas. Bagaimana kalau sampai Allah memasukkan aku ke dalam neraka, aku akan menjadi hambanya yang paling celaka mas...
aku akan merasakan panasnya api neraka yang tak akan tertahankan," ucap Citra di sela isak tangisnya, ia menenggelamkan wajahnya di dada Danang.
"Kenapa kamu berpikiran seperti itu dek?"
"Dosaku begitu banyak mas di masa lalu... Allah telah memberikan nikmat yang tak terhingga namun aku malah membalasnya dengan kedzalimin, Aku-,"
"Jangan berputus asa dengan rahmat Allah, Allah tidak menyukai hambanya yang berputus asa akan rahmat-Nya. Apa kamu lupa kalau Allah itu Maha Pengampun,
meskipun dosa hambanya memenuhi bumi dan langit, Allah tetap akan mengampuni dosa hambanya bila hambanya bertaubat dengan bersungguh-sungguh karena ampunan-Nya
tak memiliki batas, maka memohon ampunlah kepada-Nya dan berbaik sangkalah kepada-Nya karena Allah adalah Dzat Yang Maha Baik pemilik segala kebaikan."
Perlahan Citra mulai mengkontrol tangisnya, Sungguh demi apapun ia takut Allah membencinya.
Cinta itu telah tumbuh, dulu ia mengerjakan segala perintah-Nya karena takut akan siksa-Nya yang pedih dan mengharapkan surga-Nya yang penuh kenikmatan,
namun sekarang dua alasan itu perlahan mengikis. Ia mengerjakan segala perintah-Nya karena berharap ia akan dicintai Allah dan ia berusaha menjauhi apa
yang dilarang-Nya karena ia takut kalau Allah yang di cintainya akan membencinya.
Setelah dapat menenangkan Citra dari tangisnya, Danang mengambil alih pekerjaan rumah yang sedang Citra kerjakan. Ia menyetrika sambil mengingat kembali
pembicaraannya dengan Citra sebelum Citra jatuh tertidur karena kelelahan habis menangis.
Ia cukup terkejut saat mendengar alasan Citra menangis mengingat dosa, ternyata hal itu terjadi karena setrikaan yang panas ini tadi tak sengaja terkena
tangan Citra. Citra berkata padanya, "panas setrikaan saja yang bukan api begitu menyakitkan, bagaimana panasnya api neraka yang telah Allah nyalakan apinya selama ribuah
tahun hingga berwarna hitam apinya" Betapa ruginya aku dulu lebih takut pada api dunia di bandingkan api neraka yang panasnya berkali-kali lipat di bandingkan
panasnya api neraka, semoga Allah mengampuni dosa-dosaku. Aku mencintai-Nya mas aku tidak ingin Dia membenciku, aku ingin kelak berjumpa dengan-Nya dengan
wajah yang berseri-seri penuh kebahagian, jangan sampai aku berjumpa dengan-Nya dengan wajah yang hitan pekat karena dosa. Aku tidak ingin mas," sebuah
perkataan yang membuat hati Danang membuncah bahagia, akhirnya cinta itu tumbuh di hati istrinya sebuah cinta yang hakiki, sebuah cinta yang selalu di
harapkan oleh para pecinta sejati, yaitu cinta hamba kepada Tuhannya yang telah memberikan kehidupan kepadanya.
Danang beristigfar kaget saat merasakan pelukkan di pinggangnya, menyadarkan dirinya dari mengingat obrolannya bersama Citra.
Danang memutar putaran yang terdapat di setrikaan untuk mengatur suhu panas setrikaan sebelum meletakkan setrikaan tersebut ke tempatnya, setelahnya ia
langsung berbalik menatap si punya tangan yang membuatnya kaget karena pelukkannya.
"Kok bangun?" dengan penuh akan rasa sayang Danang membelai kening Citra yang berkeringat, "sebentar amat tidurnya?"
"Mana tega aku membiarkan imamku menyetrika sedangkan aku tidur," ucap Citra, lagi-lagi ia menyandarkan kepalanya di dada Danang, matanya terpejam menikmati
kenyaman yang ia rasakan saat mendengar detak jantung Danang yang berdetak secara teratur. Ya Allah sungguh besar kuasa-Mu hingga detak jantung hamba-Mu
pun tak luput dari perhatian-Mu. Citra memuji kebesaran Allah dalam segala hal yang terkadang luput dalam perhatiannya.
Setiap detak jantung yang berdetak.
Setiap nafas yang berhembus.
Setiap udara yang di hirup.
Setiap gerakkan yang tercipta.
Semuanya tak luput dari perhatian Allah karena Dia-lah Sang Pengatur yang Maha Besar Kuasanya.
"Masih ngantuk, dek?" tanya Danang saat ia melihat mata Citra terpejam.
"Tidak," jawab Citra dengan suara yang sangat pelan, "aku sedang menikmati nikmat yang telah Allah berikan melalui detak jantungmu yang terasa begitu nyaman
saat terdengar oleh telingaku... Allah sungguh baik mas... Aku sungguh mencintai-Nya, semoga cinta ini akan terus aku rasakan hingga waktu aku di ijinkan
untuk berjumpa dengan-Nya."
Danang mencium pucuk kepala Citra seraya berdoa, "Ya Allah, Yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami kepada Agama-Mu. Sesungguhnya kami
memohon kepada-Mu iman yang tidak akan lepas, nikmat yang tidak akan habis, dan semoga Engkau mengijinkan kami menyertai nabi Muhammad SAW di surga yang
paling tinggi selama-lamanya."
"Aamiin," ucap Citra mengamini doa Danang, berharap Allah Yang Maha Baik mengabulkan doa mereka.
Sebuah doa seorang hamba yang selalu mengharapkan Cinta dari Sang Maha Mencintai, Allah 'azza wa jalla.
Sumber kisah : Kisah 25 Nabi dan Rasul (Kisah Hikmah Islami - Api Dunia dan Api Neraka)
Tujuh Belas : Kelahiran Delisha & Ibrahim
Danang berulang kali membelai perut Citra seraya menyenandungkan shalawat yang dulu selalu uminya senandungkan untuknya saat ia masih kecil.
"Masih sakit?" tanya Danang pada Citra yang tengah menyandarkan kepalanya di bahunya.
Citra menggelengkan kepalanya, "udah nggak sakit kok, mas."
"Alhamdulillah, ada yang mau kamu makan dek. Dari siangkan kamu belum makan apapun?"
Lagi-lagi Citra menggelengkan kepalanya, tidak tahu kenapa semenjak usia kandungannya memasuki bulan ke tujuh nafsu makannya benar-benar turun drastis.
Semua makanan selalu membuatnya ingin muntah, termasuk nasi dan susu ibu hamil.
"Di paksain yah, kalau hari ini kamu nggak makan lagi kasihan si kembar. Bagaimana kalau si kembar kelaparan karena uminya tidak mau makan?" bujuk Danang,
tangannya masih setia membelai perut Citra.
Mata Citra berkaca-kaca mendengar perkataan Danang. Ia tidak ingin membuat buah hatinya kelaparan di dalam rahimnya karena tidak adanya asupan makanan
yang ia konsumsi, namun setiap makanan yang ia konsumsi membuatnya merasa mual dan ujung-ujungnya ia malah muntah.
"Di kulkas masih ada puding coklat buatan umi, makan itu aja yah" Atau kamu mau makan bolu pelangi yang di bawa mama tadi pagi?"
"Nggak mau mas," jawab Citra dengan suara pelan, jujur sebenarnya ia lapar, namun ia bingung mau makan apa, semua makanan membuatnya ingin muntah.
"Bagaimana kalau sesudah shalat ashar kita cari makan di luar" Kayanya rumah makan khas Sunda yang baru buka di deket mini market depan enak makanannya.
Bagaimana kalau kita makan disana?"
Cukup lama Citra terdiam hingga akhirnya ia menganggukkan kepalanya.
Senyuman menghiasi wajah tampan Danang, "Nanti disana makan yang banyak yah!"
"Insya Allah," jawab Citra, tangannya memeluk pinggang Danang erat, "aku pasti bikin mas kesel yah, maaf yah mas kalau aku bikin mas kesel karena susah
makan, malah sudah beberapa hari ini aku nggak masak buat mas," ucap Citra menyesal.
"Kesel" Mana bisa aku kesel sama kamu, dek. Aku ikhlas melakukan semuanya."
"Terimakasih mas, Aku benar-benar bersyukur kepada Allah karena telah menjodohkan aku denganmu."
Dengan penuh rasa kasih seorang suami kepada istrinya Danang mencium kening Citra, "aku pun bersyukur karena Allah telah menjodohkan aku denganmu. Aku
mencintaimu dan semoga Allah meridoi cinta ini," sebuah kecupan singkat Danang daratkan di pipi Citra, sebuah kecupan yang berhasil membuat pipi Citra
bersemu merah. ?"" Danang sudah hendak mengeluarkan mobil dari garasi setelah shalat ashar namun Citra mencegahnya.
"Kita kesananya jalan kaki aja yah mas deket ini?"
"Beneran kamu mau jalan kaki" Cape nggak nanti?"
"Insya Allah nggak, udah lama aku nggak jalan sore. Mumpung cuacanya bagus."
"Yasudah, aku nurut saja sama ibu hamil," ucap Danang.
Setiap beberapa langkah sekali Danang akan mengajukan pertanyaan, "Cape tidak, dek?"
Dan Citra hanya akan menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Ih mbak Citra sama mas Danang tumben jalan sore, biar lahirannya lancar yah?" tanya Bu Nia yang kebetulan sore itu sedang mengajak main putranya yang
baru lima tahun di dekat lapangan yang terletak tak jauh dari rumah mereka.
"Iya bu biar lahirannya lancar harus banyak di ajak jalan," jawab Danang seraya tersenyum sopan kepada Bu Nia.
"Semoga lahirannya lancar yah."
"Aamiin," jawab Citra dan Danang.
Citra merangkul tangan Danang saat rasa cape mulai ia rasakan padahal ia baru berjalan kurang dari lima belas menit.
"Cape yah?" tanya Danang.
Citra menganggukkan kepalanya.
"Mas ambil mobil yah?"
"Nggak usah, bentar lagi juga nyampe."
"Mas gendong yah, mau nggak?"
"Ih mas Danang," Citra mencubit pinggang Danang.
"Kok malah nyubit. Mas bener loh nawarinnya?" Danang menaik turunkan alisnya.
"Malu mas, memangnya aku anak kecil di gendong."
"Kenapa harus malu toh yang gendong suaminya ini," timpal Danang seraya tertawa melihat mata istrinya yang indah mendelik sebal.
Akhirnya pilihan yang aman adalah Citra memilih untuk duduk sebentar di sebuah bangku taman.
Ia mengatur nafasnya yang sudah naik turun, padahal ia baru berjalan kurang dari lima belas menit tapi yang ia rasakan seperti habis berjalan selama satu
jam. Dengan lembut tangan kanan Danang menghapus peluh yang membasahi kening Citra sedangkan tangan kirinya merangkul bahu Citra.
"Istirahat lima menit dulu yah mas?" Citra menyandarkan kepalanya di bahu Danang.
Danang menganggukkan kepalanya, kini tangan kanannya beralih membelai perut Citra, "kalian cape yah?" tanya Danang pada calon dua buah hatinya.
Citra meringis saat tendangan kecil ia rasakan di perutnya, dua buah hatinya benar-benar sudah sangat peka kalau di ajak bicara oleh abinya, semenjak usianya
memasuki bulan ke tujuh tak pernah sekalipun dua buah hatinya mengecewakan Danang, setiap Danang mengajak mereka bicara pasti mereka akan memberikan respon
walaupun respon yang di berikan mereka hanya gerakkan kecil.
"Semoga tidak yah, Allah menciptakan dua kaki untuk di gunakkan berjalan maka senantiasalah kalian mempergunakan kaki itu berjalan menuju tempat-tempat
yang Allah ridoi, setiap langkah kaki kalian akan di hitung pahala oleh Allah bila memang kalian melangkahkan kaki itu ke tempat yang Allah ridoi," Danang
memulai ceramahnya, kalau bukan bercerita atau curhat tentang pekerjaannya di rumah sakit yang selalu menjadi bahan obrolannya dengan calon dua buah hatinya
ia pasti akan selalu berceramah panjang lebar, memberitahu kepada calon dua buah hatinya mana yang baik dan mana yang tidak baik. Mana yang Allah sukai
dan mana yang Allah tidak sukai, mana yang akan membawa ke surga dan mana yang akan membawa ke neraka. Benar-benar calon abi yang baik.
Di saat Danang sedang sibuk mengajak bicara calon buah hatinya mata Citra tak sengaja melihat keluarga pak Dahlan, Ketua RW di kompleknya, sepertinya mereka
sama seperti dirinya dan Danang yaitu menikmati sore yang indah. Pak Dahlan membawa ketiga putrinya dan kedua istrinya.
Dua istri pak Dahlan memiliki wajah yang cantik, mereka tersenyum saat salah satu dari putri mereka merengek minta di gendong.
"Mas." "Hmm," sahut Danang.
"Semisalnya ada wanita yang membutuhkan perlindungan mas dan hanya dengan jalan pernikahanlah mas dapat melindunginya. Apa mas akan melakukan itu?" tanya
Citra pada Danang, tidak tahu kenapa setelah melihat keluarga Pak Dahlan Citra ingin mengajukan pertanyaan tersebut pada Danang.
Pertanyaan Citra sungguh membuat Danang bukan main terkejutnya.
"Kenapa kamu tanya kaya gitu?"
"Tidak apa-apa," jawab Citra cepat, "Lanjut lagi yuk mas jalannya! Udah hilang kok capenya," Citra sudah hendak beranjak dari duduknya, namun dengan lembut
Danang menahannya. "Sekalipun kamu mengijinkan aku untuk melakukan itu Demi Allah aku tidak akan melakukannya, aku tidak semulia Rasulullah yang dapat memuliakan semua istrinya
hingga semua istrinya rido padanya, aku hanya laki-laki akhir zaman yang jauh dari kata sempurna, keridoan darimu saja belum tentu mas dapatkan."
Mata Citra berkaca-kaca, jawaban yang Danang katakan sungguh membuat hatinya merasa lega. Ia tidak akan mampu setegar istri-istri Rasulullah yang sholehah
lagi mulia, ia hanyalah wanita akhir zaman yang memiliki ego tinggi, tak mau membagi suami yang sudah Allah titipkan kepadannya. Semoga Allah mengampuninya.
"Kok nangis?" Danang membersit air mata yang mulai turun dari pelupuk mata Citra.
"Aku mencitaimu," Citra berhambur memeluk Danang, "Aku sungguh mencintaimu, mas."
"Mas juga mencintaimu."
Setelah ungkapan saling Cinta yang terucap, Danang dan Citra melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah makan. Hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit
Danang dan Citra telah sampai di rumah makan. Danang memesan banyak makanan.
"Mas kebanyakan mesennya, siapa yang mau makan?"
"Kamu," jawab Danang singkat dan padat.
"Aku cuma mau makan nasi sama sayur asem aja, nggak mau pake lauk."
Danang mengabaikan permintaan Citra, ia terus saja memilih menu dari buku menu.
"Kalian harus makan banyak yah," pinta Danang kepada calon buah hatinya, "jangan cemberut! Nanti cantiknya hilang kalau cemberut," pinta Danang, meskipun
Citra menggunakan niqab ia yakin kalau Citra sedang cemberut saat ini, itu terlihat dari kerutan di keningnya. Ciri khas seorang Citra kalau cemberut pasti
keningnya pasti sedikit mengkerut.
"Nggak apa-apa."
"Kok nggak apa-apa sih?"
"Aku punya suami setia ini, jadi walaupun aku nggak cantik lagi mas pasti tetap setiakan sama aku?"
"Bisa aja jawabnya. Ayo dimakan makanannya. Nggak boleh ada yang ke sisa yah mubazir."
Setibanya makanan di atas meja dengan telaten Danang memisahkan daging gurame dari tulangnya, setiap Citra menyendok nasi Danang akan meletakkan Daging
ikan gurame itu di atas nasi Citra yang hendak ia suapkan.
"Nggak mau mas!"
"Coba makan dulu, kalau mual nggak usah di paksakan," pinta Danang.
Citra mengangguk. Kunyahan pertama ia merasa ragu, takut mual. Tapi ternyata hal yang ia takutkan tidak terjadi, ikan gurame itu terasa enak saat di kecap
lidahnya. "Gimana?" tanya Danang.
"Enak mas ikan guramenya. Aaa... mas," Citra menyodorkan sesendok nasi kearah Danang, dan Danang menerima suapan itu dengan senang hati.
Beberapa gadis berjilbab modis yang duduk tak jauh dari posisi meja yang Danang dan Citra tempati saling berbisik iri.
"Benar-benar pasangan romantis. Masnya ganteng pasti mbaknya yang pake cadar juga cantik. Bikin baper aja tuh pasangan! Pengen punya suami kaya gitu!"
rengeknya kepada dua temannya.
?"" Selain hilangnya nafsu makan semenjak usia kandungannya semakin besar Citra pun mengalami kesulit untuk tidur, beberapa jam sekali ia akan terbangun untuk
ke kamar mandi. "Susah tidur yah?" tanya Danang pada Citra.
"Aku ganggu tidur mas yah?" tanya Citra tak enak, ia beringsut mendekat kearah Danang.
Danang sengaja melentangkan tangannya agar Citra bisa tidur dengan berbantalkan tangannya, "Sama sekali tidak," tangan kirinya membelai pucuk kepala Citra.
"Mas tadi sebelum terbangun aku bermimpi."
"Mimpi apa?" "Aku bermimpi ada seorang kakek tua yang datang menghampiriku di depan rumah kita, dia bertanya padaku. Apakah aku mencintai Rasulullah" Aku menjawab iya.
Meskipun aku menjawab iya kakek itu terus mengajukan pertanyaan yang sama. Hingga akhirnya kakek itu berkata, kalau kau mencintai Rasulullah maka bersiaplah
untuk membuktikan cintamu itu, jangan sampai cinta yang kau katakan itu hanya sampai pada lisanmu saja tidak sampai pada hatimu," Citra mendongakkan wajahnya
menatap wajah Danang dengan intens, "apakah cintaku pada Rasulullah hanyalah sekedar ucapan, hingga aku di tegur langsung oleh kakek itu dalam mimpiku?"
tanya Citra dengan suara yang lirih.
Danang mengecup kepala Citra, berusaha untuk memberikan ketenangan pada Citra, "kita perbaiki diri kita dek, semoga dengan kita mendapatkan mimpi itu maka
semakin dekatlah kita kepada Allah dan semoga cinta yang kita rasakan pada Allah dan Rasul-Nya bukan hanya sekedar cinta yang terucap di lisan, namun cinta
itu bercokol dalam hati kita, membawa kita menuju jalan yang Allah ridoi."
"Aamiin Ya Allah."
Citra memejamkan matanya, berusaha kembali mengistirahatkan matanya, dengkuran halus ia rasakan menyapu pipinya, itu menandakan kalau Danang telah kembali
tertidur. Perlahan tanpa mau mengganggu tidur Danang, Citra beranjak dari atas tempat tidur, dengan langkah tertatih karena ia merasakan sakit di kakinya
ia berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah berwudhu ia mengganti pakaian tidurnya dengan gamis yang baru saja di belikan oleh Danang
beberapa minggu yang lalu.
Tidak tahu kenapa rasanya malu kalau ia melaksanakan shalat hanya dengan baju sekedarnya sedangkan saat ia hendak berpergian ia menggunakan baju terbaik
yang ia miliki, padahal saat ia shalat ia akan menghadap pada sang Ilahi Rabbi yang memiliki langit dan bumi beserta isinya, bahkan Ilahi Rabbi pula yang
telah memberikannya begitu banyak nikmat, jadi sudah sepantasnya ia berusaha untuk memperindah diri saat menghadap Allah dalam beribadah kepada-Nya. Kebiasaan
ini Citra lakukan setelah ia membaca kisah seorang imam besar yang selalu menggunakan baju yang bagus lagi harum setiap hendak melaksanakan shalat. Hingga
akhirnya muridnya bertanya kepadanya, "Kenapa Imam selalu menggunakan baju bagus lagi harum saat shalat, padahalkan ini shalat malam tidak akan ada yang
memperhatikan baju imam?"
Sang Imam menjawab seraya tersenyum kepada muridnya, "Ketahuilah sebentar lagi aku akan menemui Allah dalam shalatku. Allah adalah Raja yang menguasai
serta memiliki langit dan bumi beserta isinya, apakah kamu tidak merasa malu bila hanya menggunakan kaos saja saat hendak menemui Maha Raja yang memiliki
langit dan bumi beserta isinya" sedangkan di saat kamu hendak menemui Raja yang hanya menguasai sebagian kecil dari bumi milik Allah kamu menggunakan baju
terbaik yang kamu miliki" Tapi kenapa kamu tidak menggunakan baju terbaikmu saat kamu hendak bertemu dengan Sang Maha Raja pemilik seluruh Alam?"
Sang murid langsung menangis tergugu. Betapa buruknya ia yang menyepelekan penampilannya saat hendak berjumpa dengan Allah dalam shalatnya sedangkan saat
ia hendak bertemu dengan Raja yang memimpin di daerah tempatnya tinggal ia menggunakan baju terbaik yang ia miliki. Secara halus setan telah berhasil menggelincirkan
dirinya. Citra menggelar sajadahnya. Dalam keheningan malam dia menghadap kepada sang Ilahi Rabbi.
Surah Ali Imran Citra baca saat rakaat pertama, dari mulai membaca surah Al Fatihah air mata sudah membasahi pipinya.
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah seluruh Alam, Allah Pemilik hari pembalasan, Hanya kepada Allah aku menyembah dan hanya kepada Allah
aku memohon pertolongan, Tunjukilah kami jalan lurus, jalan yang Engkau ridoi bukan jalan orang yang durhaka dan bukan jalan yang sesat.
Setiap ayat yang ia baca menyentuh relung hatinya. Betapa baiknya Allah, betapa Besarnya Kuasa Allah dan Betapa Mulianya Allah.
?"?"?"?" ?"" ?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?" ?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?" ?"?"" ?"?" ?"?"?"?"" ?"?"?"?" " ?"?"?"" ?"?"?" ?"?"?"?"?""
"(Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 8)
Tangis Citra tak mampu ia bendung lagi saat ia membaca ayat ke delapan dari surah Ali Imran. Jangan sampai kesesatan menimpanya saat Allah telah memberinya
petunjuk. Bila hal itu terjadi, maka celakalah ia.
Dalam sujud panjangnya ia meminta kepada Allah..
Semoga Allah menerima taubatnya.
Semoga Allah mencintainya.
Semoga ia dapat kembali kesisi Allah dalam keadaan khusnul khatimah.
Semoga Allah mengijinkannya untuk berjumpa dengan-Nya dan dengan kekasih-Nya dengan wajah yang berseri-seri bukan dengan wajah hitam pekat karena dosa.
Semoga Allah mengijinkan-Nya untuk tinggal di surga-Nya bersama kekasih halalnya, suaminya.
Semoga Allah memasukan Mama dan Papanya ke surga-Nya.
Semoga putra-putrinya dapat menjadi putra-putri yang sholeh dan sholehah, mencintai Allah melebihi cinta mereka pada apapun di dunia ini. Selalu berjalan
di jalan yang Allah ridoi.
Segala doa terus Citra panjatkan dalam sujud panjangnya kepada Allah, ia percaya kalau Allah akan turun ke langit dunia setiap sepertiga malam akhir. Lalu
Allah berkata: 'Barangsiapa yang berdoa, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni.
Hingga terbit fajar' " (HR. Bukhari 1145, Muslim 758). Maka sebisa mungkin bermanjalah kepada Allah di saat Allah tengah turun ke langit dunia.
Baru saja Citra akan kembali melaksanakan dua rakaat shalat malam berikutnya ia merasakan sakit di punggung belakangnya dan sakit itu berpindah kebagian
bawah perutnya rasanya mulas seperti sedang kedatangan tamu bulanan. Ia tahu kalau waktu persalinan insya Allah akan segera tiba, namun ia berusaha untuk
tetap tenang. Ia melirik jam, ternyata jam sudah menunjukkan jam setengah empat dini hari. Dengan lembut Citra membangunkan Danang.
"Mas bangun, Sudah setengah empat!" dengan lembut ia membelai pipi Danang, "sayang loh mas kalau waktu malamnya terlewat."
Danang menggeliat beberapa kali setelahnya ia langsung bangun dari tidurnya dan ia pun mencium kening Citra sebelum beranjak menuju kamar mandi, ia masih
belum sadar kalau istrinya kini tengah menahan rasa sakit.
Meskipun rasa sakit setiap beberapa menit sekali ia rasakan Citra masih berusaha untuk tetap menyiapkan koko dan sarung bersih untuk di gunakan oleh Danang.
Citra masih bertahan duduk di atas sajadahnya saat Danang mendirikan shalat tahajud, meskipun perutnya terasa sakit namun hatinya terasa tenang saat mendengarkan
surah Ali Imran yang Danang baca saat rakaat pertama. Rasa takut yang beberapa saat lalu mengisi relung hatinya sirna tak tahu kemana.
Saat Danang hendak pergi ke masjid barulah Citra mengatakan kalau ia sedang mengalami kontraksi, sontak itu membuat Danang langsung kalang kabut.
"Sejak kapan kontraksinya terjadi?" tanya Danang khawatir, ia membantu Citra melepaskan mukenannya dan ia pun memindahkan Citra keatas tempat tidur.
"Sejak jam tiga mas," jawab Citra lirih. Rasa sakit sudah semakin kuat ia rasakan.
"Kita ke rumah sakit sekarang yah?"
Citra menggelengkan kepalanya, "Shalat fajar dan subuhlah dulu baru kita ke rumah sakit," jawab Citra.
"Tapi dek." "Aku mohon mas, nanti saat di rumah sakit aku ingin mas terus menemaniku di ruang persalian. Aku tidak mau mas meninggalkanku barang sedetikpun. Jadi aku
mohon laksanakanlah shalat fajar dan subuh terlebih dahulu baru kita ke rumah sakit," Citra mencium punggung tangan Danang, "Shalatlah dengan khusyuk,
jangan sampai rasa khawatirmu kepadaku merusak shalatmu."
Danang mencium kening Citra, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Ia sangat bangga memiliki istri seperti Citra, ia sungguh tak menyangka kalau
Citra akan setenang ini menghadapi waktu persalinannya.
Setelah melaksanakan shalat subuh Danang langsung membawa Citra ke rumah sakit, mereka sampai di rumah sakit jam enam kurang lima belas menit.
Lebih dari lima jam Citra berjuang untuk melahirkan dua buah hatinya, air mata yang membasahi pipi, keringat yang membasahi seluruh angota badan dan rasa
sakit yang tak tertahankan sama sekali tak ia pedulikan. Citra terus berjuang untuk dapat membawa dua buah hatinya melihat dunia.
Berulang kali Danang menyeka keringat yang membasahi kening Citra, ia pun membacakan sebuah surah yang beberapa bulan terakhir ini sangat sering Citra
baca dalam shalatnya. ?"?"?"?" ?"?"?"?" ?"" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"" ?"?"?"?" " ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"" ?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?" ?"?"?"?"" " ?"?"?"?"?"
?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"?" ?"?"?""
"Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang
mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 27)
Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?"?" ?"?" ?"?"?"?"" ?"" ?"?" ?"?"?"?"?"?" ?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"" " ?"?"?"?"?" ?"" ?"" ?"?"?"?"?"" ?"?"" ?"" ?"?"?"?"" " ?"?"?"?"" ?"?"" ?"?""
?"?"?" ?"?"?"?"
"Katakanlah, Jika kamu sembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu nyatakan, Allah pasti mengetahuinya. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 29)
?"?"?" ?"?"?" ?"?"" ?"?"?" ?"?" ?"?"?"?" ?"?" ?"?"?" ?"?"?"?"?" " ?"?"?" ?"?"?"?" ?"?" ?"?"?"" " ?"?"?"" ?"?" ?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"?" ?"?"?"?""
" ?"?"?"?"?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"?" " ?"?"?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"?"
"(Ingatlah) pada hari (ketika) setiap jiwa mendapatkan (balasan) atas kebajikan yang telah dikerjakan dihadapkan kepadanya, (begitu juga balasan) atas
kejahatan yang telah dia kerjakan. Dia berharap sekiranya ada jarak yang jauh antara dia dengan (hari) itu. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya.
Allah Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 30)
?"?" ?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?"?"?" " ?"?"?"?"" ?"?"?"?" ?"?"?"?""
"Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 31)
?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"?" ?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"?" ?"?"" ?"" ?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"" " ?"?"?"" ?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"?""
"(Ingatlah), ketika istri 'Imran berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang
mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 35)
?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"?"?"?" ?"?"?"" " ?"?"?"?"" ?"?"?"?" ?"?"" ?"?"?"?" " ?" ?"?"?" ?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"?" " ?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"?"
?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?" ?"?"?"?"?"?"?"" ?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"?""
"Maka ketika melahirkannya, dia berkata, Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan. Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki
tidak sama dengan perempuan. Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak-cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 36)
Danang terus membaca surah Ali Imran di samping telinga Citra, hingga tepat pada ayat ke 103 Danang menghentikan bacaannya,
?"?"?"?"?"?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?" ?"?"?"?"?"?" " ?"?"?"?"?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?"?" ?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?" ?"?"" ?"?"?" ?"?"?"?"?"?"
?"?"?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"?" " ?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?"" ?"?"?"?" ?"?"" ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?"?" ?"?"?"?" " ?"?"?"?" ?"?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"?"
?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"?"
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 103)
Suara tangisan bayi memecahkan ketegangan yang tercipta di ruang persalinan.
"Alhamdulillah bayi pertamanya prempuan, terlahir sempurna," ucap Dokter Anisa yang membantu Citra menjalani proses persalinan, "silahkan di adzani pak."
Dengan tangan gemetar Danang menggendong putri kecilnya yang masih suci bersih dari dosa. Suara Danang terdengar parau saat mengumandangkan adzan tepat
di samping telinga kanan putri kecilnya. Haru menyelimuti hatinya.
"Selamat datang putri abi, Delisha Rafailah Maryam. Semoga engkau dapat menjadi putri kebanggaan abi di dunia maupun di akhirat," doa Danang seraya mencium
kening putri kecilnya. Citra mencium kening putri kecilnya, "semoga engkau menjadi putri yang sholehah, mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintamu pada apapun," setelah mendoakan
putri kecilnya, kontraksi kembali ia rasakan.
Citra kembali melawan rasa sakit untuk melahirkan buah hatinya yang kedua,
"Ayo bu Citra kepalanya sudah terlihat!"
Dan akhirnya hanya selang enam menit lima puluh detik putra mereka lahir dengan selamat. Tangis Citra dan Danang tak mampu di bendung.
Dengan suara terpatah-patah karena isak tangis haru Danang mengumandangkan adzan di telinga kanan putra kecilnya, "Selamat melihat dunia, Ibrahim Maliki
Umar," ucap Danang mencium kening putranya, "Semoga kau dapat menjadi anak yang sholeh sesholeh nabi Ibrahim yang sangat yakin akan Kekuasaan Allah sepintar
Imam Maliki dalam mempelajari ilmu agama dan seadil Sayidinah Umar dalam menjadi pemimpin."
Citra dan Danang sungguh bersyukur atas nikmat Allah yang telah di berikan kepada mereka berdua. Semoga ia dan Danang dapat menjadi sosok umi dan Abi yang
dapat mendidik putra-putri mereka menjadi sosok putra-putri yang sholeh sholehah.
Delapan Belas : Kisah Di Balik Kisah (Batu Penghuni Surga)
Tangisan Ibrahim membangunkan Citra dari tidurnya, meskipun matanya terasa begitu berat ia tetap berusaha untuk tetap terjaga. Dengan penuh kasih sayang
Citra menyusui Ibrahim, tangan Ibrahim yang sudah dapat mengepal menggenggam jari telunjuk Citra, rasa kantuk yang Citra rasakan sirna saat melihat mata
Ibrahim yang berbinar cemerlang menatapnya. Wajah Ibrahim mirip sekali dengan Danang, apalagi matanya. Kalau Citra memandang mata putra kecilnya itu, ia
merasa kalau ia sedang menatap mata Danang.
"Sudah kenyang sayang?" tanya Citra saat putra kecilnya telah melepas putingnya. Citra ikut tersenyum saat Ibrahim tersenyum. Senyuman putranya membuat
rasa lelah tak lagi ia rasakan, "tidur lagi yah sama kakak dan Abi. Lihat kakak sama Abi masih tidur," ucap Citra, melihat Danang dan Delisha yang"masih
terlelap di atas tempat tidur. Semenjak kelahiran si kembar hingga sekarang usia si kembar memasuki usia empat bulan Danang dan Citra pasti menidurkan
si kembar di tempat tidur mereka. Tempat tidur bayi yang telah di sediakan hanya akan di tiduri oleh keduanya saat siang hari saat baik Citra maupun Danang
tak bisa menemani mereka tidur barulah tempat tidur bayi itu berfungsi. Tidak tahu kenapa Citra dan Danang selalu ingin putra putri mereka tidur bersama
mereka di samping mereka.
Ibrahim menangis saat Citra hendak membaringkannya kembali di samping Delisha, "Kok nangis, belum ngantuk yah" Umi mau shalat malam dulu," Citra kembali
menimang putra kecilnya, "Sudah jam tiga, kamu tahu sayang pada sepertiga malam Allah akan turun ke langit dunia, Ia akan mengabulkan doa hambanya dan
mengampuni dosa-dosa hambanya saat sang hamba itu memohon kepada-Nya di sepertiga malam, Allah sangat baikkan" Kamu harus mencintai-Nya melebihi cintamu
pada apapun di dunia ini dan kamupun harus takut kepada-Nya melebihi rasa takutmu pada apapun di dunia ini."
Mata Ibrahim mengerjap seakan-akan ia mengerti akan apa yang baru saja uminya ucapkan.
"Anak pintar, umi shalat dulu yah," Citra mencium kening Ibrahim, dan setelahnya ia membaringkan Ibrahim di samping Delisha. Ibrahim tidak menangis, ia
tersenyum seakan-akan ia memberi ijin uminya untuk melaksanakan shalat, tak lupa sebelum menuju kamar mandi Citra meletakkan bantal di samping tubuh Ibrahim
takut-takut Ibrahim terjatuh dari kasur padahal jarak pinggiran kasur cukup jauh tapi tetaplah seorang ibu selalu berusaha memberikan perlindungan terbaik
pada buah hatinya. Lagi-lagi Citra mencium wajah Ibrahim sebelum pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan berwudhu.
Saat Citra sudah berwudhu dan mengganti bajunya ternyata Danang sudah bangun, ia sedang mengajak bicara Ibrahim dan Delisha yang ternyata ikut bangun.
Danang tersenyum saat melihat Citra menggelengkan kepalanya, "Mas ciumin pipi Delisha yah, jadi ikut bangunkan dia?" Citra sangat tahu kebiasaan suaminya
ini. Danang itu Abi yang sangat adil, kalau Ibrahim ia ciumi maka Delisha pun harus ia ciumi. Untung saja Delisha tidak rewel, putri kecilnya itu hanya
akan menangis saat ingin menyusu dan minta di ganti popok saja selebihnya ia akan tenang. Ia seakan sudah mengetahui posisinya sebagai seorang kakak.
Setelah"Citra melaksanakan shalat malam, barulah Danang yang bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, sebelum mengambil wudhu dia mencium Delisha
dan Ibrahim secara bergantian, tak lupa ia pun mencium pucuk kepala Citra yang sudah duduk di atas tempat tidur di samping Ibrahim di tangannya sudah ada
Al Quran berwarna merah yang akan ia baca.
"Sudah sampai Juz berapa hafalannya?" tanya Danang.
"Juz 25 surah Ad Dukhan," jawab Citra.
"Nanti setelah shalat aku tes hafalannya," ucap Danang sebelum masuk ke kamar mandi.
Citra menganggukkan kepalanya. Semenjak kehamilan putra-putrinya keingian untuk mengahafal Al Quran sangat kuat, ia ingin putra-putrinya menjadi penghafal
Al Quran yang akan menjadikan Al Quran sebagai sahabat terbaik mereka karena Al Quran akan menuntun mereka menjadi sosok-sosok yang insya Allah Cinta pada
Allah dan Rasul-Nya, percaya akan adanya hari akhir dan menerima segala aturan yang telah Allah tentukan di dalam Al Quran, sebuah aturan yang tak bisa
di ganggu gugat lagi hukumnya. Secara rutin semenjak usia kandungannya menginjak usia empat bulan, ia selalu menghafalkan lima ayat setiap setelah shalat,
dan di setiap hendak tidur Danang akan mengetes hafalannya. Semacam setoran hafalan pada guru mengaji, dan Alhamdulillah kini ia sudah sampai pada Juz
25. Citra mencium Delisha dan Ibrahim secara bergantian saat keduanya tersenyum kepadanya, mereka berdua sepertinya senang mendengar umi mereka membaca Al
Quran tepat di samping mereka.
Lima belas menit sebelum adzan subuh berkumandang Danang mengetes hafalan Citra, masih terjagakah hafalannya" Secara acak Danang meminta Citra untuk membacakan
ayat-ayat dalam Al Quran. Alhamdulillah hafalan Citra masih terjaga.
"Sebentar lagi subuh, aku ke masjid dulu yah," pamit Danang, ia mencium kening Citra dan setelah itu Citra mencium punggung tangan Danang. Danang sudah
hendak mencium Delisha dan Ibrahim namun Citra melarangnya.
"Baru pada tidur mas, kasihan kalau pada kebangun lagi."
"Pelan kok ciumnya," pinta Danang memelas.
"Bener yah pelan?"
"Iya dek pelan ciumnya," dengan lembut Danang mencium pipi Delisha dan Ibrahim.
Tak lama setelah Danang pergi ke masjid suara adzan subuh terdengar berkumandang. Sebelum melaksanakan shalat subuh Citra terlebih dahulu melaksanakan
shalat fajar, sebuah shalat sunah dua rakaat sebelum subuh yang selalu Rasulullah kerjakan karena lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.
?"?"?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?" ?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?"?"
"Dua rakaat shalat sunnah subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya."(HR. Muslim725).
?"" Peran sebagai seorang ibu sangat Citra nikmati, tak pernah sekalipun ia mengeluh lelah pada Danang meskipun pekerjaan rumah tak terhitung lagi banyaknya
ditambah lagi harus mengurus si kembar yang sudah mulai dapat merangkak dan selalu berkeingianan untuk memasukkan apapun ke dalam mulutnya baik itu makanan
atau pun mainan, benar-benar memerlukan pengawasan yang ekstra ketat. Tak ada lagi waktu istirahat yang ia miliki, tak ada lagi waktu untuk membaca novel
bahkan Citra memilih untuk cuti panjang dari kuliahnya. Sebenarnya Danang melarangnya untuk cuti panjang karena terlalu besar resikonya kalau Citra mengambil
cuti panjang, namun perkataan yang Citra ucapkan kepadanya berhasil membuat Danang akhirnya tak mampu lagi menolak keinginan Citra untuk cuti panjang.
"Aku lebih rela mengorbankan pendidikkanku mas, dari pada aku harus melewati perkembangan putra-putriku. Nanti di saat aku menghadap Allah, Allah tidak
akan menanyakan apa gelar pendidikkanku saat di dunia, tapi Allah akan menanyakan. Bagaimana pertanggung jawabanku sebagai seorang ibu saat di dunia" Aku
tidak beranggapan pendidikkan itu tidak penting karena mereka juga berhak memiliki ibu yang cerdas dan pintar, namun aku mohon mas ijinkan aku untuk selalu
berada di samping mereka hingga mereka berusia dua tahun setelahnya insya Allah aku akan kembali melanjutkan pendidikkanku," itulah yang Citra katakan
pada Danang. Sebuah kalimat yang membuat Danang terenyuh. Ia sungguh merasa menjadi laki-laki paling beruntung karena memiliki istri seperti Citra.
?"" Danang membawa tubuh Citra ke dalam pelukkannya saat Citra sedang membuat bubur untuk Delisha dan Ibrahim.
"Aku sayang kamu," ucap Danang tepat di samping telinga Citra, dagunya ia tumpukan di pundak Citra.
"Sayang aja?" timpal Citra, ia terkekeh geli saat Danang mengecup pipinya.
"Lebih dari itu," Danang mengeratkan pelukkanya di tubuh Citra, "kamu sayang nggak sama aku?"
Citra terkekeh geli mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Danang, ia mematikkan kompor dan setelahnya langsung membalikkan badanya sehingga kini ia bisa
memandang wajah kekasih halalnya dengan jelas, "kata sayang tidak akan cukup untuk menggambarkan perasaanku padamu, mas," ucap Citra lembut seraya menangkupkan
kedua telapak tangannya di pipi Danang.
Senyuman menghiasi wajah tampan Danang, jawaban yang di berikan Citra sungguh membuat hatinya terasa begitu damai. Namun senyuman itu sirna saat pandangannya
menatap jari jemari Citra yang terluka.
"Kenapa jari-jemari kamu kulitnya terkelupas?"
Citra langsung menarik tangannya, "Tidak apa-apa, mas," jawab Citra.
"Apa mesin cucinya rusak lagi" Jadi kamu cuci bajunya pake tangan?"
Citra menganggukkan kepalanya.
"Sejak kapan rusaknya?"
"Satu minggu yang lalu."
Danang membulatkan matanya, satu minggu yang lalu" Kenapa Citra tidak memberitahunya" Bukannya biasanya Citra akan sangat cerewet bila mesin cuci rusak
karena pekerjaan rumah tangga yang paling Citra benci adalah mencuci baju dengan tangan.
"Kenapa tidak memberitahuku?" tanya Danang penasaran, ia kembali meraih tangan Citra memperhatikan luka-luka yang ada di tangan Citra, sepertinya lukanya
karena alergi detergen. "Aku malu sama Allah," Citra berucap dengan begitu lirih.
Danang mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Sebenarnya aku merasa sangat kesal saat mesin cuci itu rusak, saking kesalnya aku jadi memarahi Ibrahim dan Delisha saat mereka terus saja menangis. Mereka
tidak tahu apa-apa tapi aku malah memarahi mereka," isak tangis mulai lolos dari bibir Citra.
Danang kembali membawa tubuh Citra yang bergetar kedalam pelukkannya, dengan lembut ia membelai bahu Citra.
"Aku memarahi mereka. Aku sungguh menyesal... tak seharusnya aku kesal hanya karena mesin cuci rusak, aku sungguh bukan ibu dan istri yang baik mas...
aku sungguh menyesal. Dan penyesalan ini semakin menyesakkan hatiku saat aku kembali teringat dengan kisah batu yang menangis yang dulu pernah mas ceritakan
padaku." Danang menghapus lelehan air mata yang membasahi pipi tirus Citra, "kamu masih mengingat Kisah itu?"
Citra menganggukkan kepalanya, tentu Citra mengingatnya karena Kisah itu berhasil membuatnya menangis tersedu-sedu dan berhasil membuat dirinya kagum pada
sosok Fatimah Az Zahra, putri kesayangan baginda Rasulullah yang telah di jamin masuk surga, bahkan beliau akan menjadi penghulu para wanita di surga.
Pada suatu hari Rasulullah " mengunjungi putri kesayangannya Fatimah Az Zahra untuk suatu keperluan. Sesampainya di rumah Fatimah radliyallahu "anha Rasulullah
" terkejut karena mendapati putrinya tersebut tengah menangis di samping penggilingan gandum yang terbuat dari batu."
"Wahai Fatimah, apa yang menyebabkan engkau menangis" Semoga bukan ayahmu yang membuat engkau menangis," ujar Rasulullah ".
"Ya Rasulullah, penggilingan ini dan urusa-urusan rumah tanggalah yang menyebabkan aku menangis," jawab Fatimah berurai air mata."
Siti Fatimah radliyallahu "anha
mengaku bahwa tangisnya pecah karena beratnya pekerjaan rumah tangga yang dijalaninya dan merasa sangat lelah menggiling gandum untuk dijadikan tepung.
Hampir seharian Fatimah menggiling sehingga jari-jarinya terasa sakit.
Setelah Fatimah mengadukan permasalahannya, segera saja Rasulullah " mendatangi gilingan gandum yang terbuat dari batu. Sambil mengucap Basmalah, Rasulullah
" kemudian memasukkan jarinya ke tumpukan biji gandum yang masih tersisa di dalam penggilingan. Dengan izin Allah Subhanahu wa Ta"ala"gilingan manual tersebut
tiba-tiba saja bergerak sendiri menghaluskan gandum menjadi tepung."
Setelah semua pekerjaan selesai, tiba-tiba saja Rasulullah " diberi mukjizat lagi oleh Allah Subhanahu wa Ta"ala" Terdengar sayup-sayup, batu penggilingan
itu yang merasa lelah dan mengeluh karena terus menghaluskan gandum.
Penggilingan merasa takut dengan Firman Allah" dalam Surat At-Tahriim ayat 6."Allah Subhanahu wa Ta"ala
berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahriim
[66]: 6)." Begitu mendengar keluhan batu penggilingan itu, Rasulullah " tersenyum.
"Wahai Rasulullah, kenapa engkau tersenyum?" tanya Fatimah radliyallahu "anha
yang tak dapat mendengar keluhan si batu, hanya Rasulullah " yang dapat mendengar keluhan batu tersebut.
"Aku tersenyum karena batu ini telah mengatakan kepadaku tentang sesuatu hal," jawab Rasulullah ".
"Apa yang diucapkan batu itu ya Rasulllah?" tanya Fatimah radliyallahu "anha.
"Batu penggilingan itu takut dan tidak mau dijadikan bahan bakar api neraka," jawab Rasulullah ".
Kemudian Rasulullah?" membalas ucapan batu penggilingan itu.
"Hai batu, bergembiralah dan bersenanglah karena engkau akan menjadi batu yang akan dipakai untuk membangun istana Fatimah nanti di surga.?"
Begitu bahagianya batu penggilingan gandum itu, dimana pada saat teman-temannya dijadikan Allah?" Subhanahu wa Ta"ala sebagai bahan bakar api neraka, hanya
dia yang mendapatkan kemulian itu.
Rasulullah" " kemudian mendekati anaknya yang mulai berhenti menangis.
Kisah itu memiliki arti yang begitu dalam, bersabarlah untuk para istri yang merasa lelah dikarenakan pekerjaan rumah yang tak kunjung ada habisnya. Jadikanlah
apa yang kamu kerjakan sebagai bukti ketaatanmu pada Allah, pada Rasul-Nya dan baktimu pada suamimu. Niatkanlah semuanya karena Allah, maka pintu surga
bagi istri-istri yang ikhlas mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dan berbakti pada suami akan terbuka lebar untukmu.
Dengan lembut Danang mulai mengobati tangan Citra dengan cream yang ia ambil dari kotak obat.
"Udah dong nangisnya," ucap Danang seraya membelai pucuk kepala Citra.
Bukannya berhenti menangis, tangis Citra malah semakin menjadi-jadi. Untung saja Delisha dan Ibrahim sedang tidur, kalau tidak di jamin putra dan putrinya
pun akan ikut menangis. "Sakit bukan tangannya?" tanya Danang.
Citra menggelengkan kepalanya.
"Terus kenapa masih nangis" Mulai besok kita pekerjakan pembantu yah?"
Lagi-lagi Citra menggelengkan kepalanya. Dari awal kelahiran si kembar ia sudah berkomitmen tidak akan memakai pembantu ia akan mengurus semuanya dengan
tangannya sendiri. "Sementara saja, kalau tangan kamu sudah sembuh tidak usah mempekerjakan pembantu lagi?"
"Nggak mau," jawab Citra tegas.
Danang menghembuskan nafas pasrah. Dari awal ia sudah menawarkan pada Citra untuk memperkerjan seorang pembantu, sungguh ia tidak tega melihat Citra yang
tidak pernah punya waktu untuk istirahat. Tapi keputusan Citra tidak bisa di ganggu gugat, kalau dia bilang tidak yah tidak, tidak bisa berubah menjadi
iya. "Yasudah kalau kamu tidak mau mempekerjakan pembantu, biar bagian mencuci aku yang kerjakan."
"Nggak usah! Aku masih bisa nyuci kok, mas."
"Dengan tangan kaya gini," Danang menggengam tangan Citra, dan memperlihatkan tangan tersebut kepada yang punyanya, "kalau kamu masih ngeyel nanti bisa-bisa
iritasinya makin parah... Ya Allah kenapa aku sampai tidak sadar kalau tangan istriku sedang terluka," ucap Danang menyesali ketidak pekaan dirinya akan
apa yang terjadi pada Citra, ternyata seminggu ini dia terlalu fokus kepada buah hatinya dan secara tidak sengaja ia mengabaikan ibu dari dua buah hatinya.
Citra langsug memeluk Danang saat melihat ekspresi menyesal yang terlihat jelas dari wajah Danang, "Aku nggak apa-apa kok mas," ucap Citra seraya memberikan
senyuman terbaik untuk suaminya.
Danang kembali mengecup pucuk kepala Citra, "terimakasih untuk segala pengorbananmu sayang."
Citra tersenyum, "sudah menjadi tugasku sebagai seorang istri dan ibu, semoga aku tidak melakukan lagi kesalahan yah mas, dan semoga aku dapat menjalani
semuanya dengan ikhlas karena Allah."
"Aamiin," Danang mengamini doa Citra, "mulai besok kita pekerjakan pembantu yah?" rayu Danang, "biar waktu kita berdua bisa lebih banyak."
"Genit," Citra mencubit pinggang Danang.
"Tak apalah genit, istri sendiri ini yang di genitin," timpal Danang di sela tawanya, "Insya Allah besok aku minta Bi Ijah yang kerja di rumah Umi biar
bantu-bantu kamu sampai tangan kamu sembuh."
Akhirnya Citra menganggukkan kepalanya,"tapi sementara aja yah, mas."
"Iya sayang," jawab Danang, baru saja ia hendak ingin mengecup bibir istrinya, Delisha dan Ibrahim menangis.
"Sabar yah," ucap Citra, sebelum menuju ke kamar untuk menenangkan Delisha dan Ibrahim yang terus menangis Citra mengecup pipi Danang.
"Insya Allah aku akan selalu sabar," jawab Danang, dan ia pun ikut bangkit dari sofa yang sejak tadi ia duduki bersama Citra, ia yakin istrinya pasti membutuhkan
bantuannya untuk menenangkan Delisha dan Ibrahim dan ternyata tebakkannya benar. Citra sedang kerepotan mengganti popok Delisha sedangkan Ibrahim sepertinya
sudah tidak sabar ingin di gendong.
Kunci dalam berumah tangga.
Apapun yang kamu rasakan bagilah dengan pasanganmu karena dengan berbagi semuanya akan terasa ringan dan yang terpenting sabarlah dan bertakwalah kepada
Allah maka Allah akan menjadikan rumahmu seperti surga bagimu.
Sumber kisah : Kisah 25 Rasul dan Nabi (Kisah Islami Pilihan)
Sembilan Belas : Hanyalah Titipan (Selamat Tinggal Putraku)
"Janganlah kalian risaukan apa yang kalian lihat. Allah"Subhanahu wa Ta"ala"telah memberiku dua orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka masih
tersisa satu. Puji syukur bagi-Nya. Aku dikaruniai seorang istri yang sholehah. Puji syukur bagi-Nya. Dia mengambil sedikit dariku dan masih banyak yang
ditinggalkan-Nya untukku. Bila Dia menguji sekali, kesehatan yang Dia karuniakan masih lebih banyak dan lebih darinya."
?"" Semalam Citra masih dapat merengkuh tubuh Ibrahim seraya membacakan serial Kisah 25 Nabi yang sangat Ibrahim sukai, sedangkan Delisha sudah tertidur lelap
di dalam pelukkan Danang.
Semalam ia masih dapat mendengar suara cadel Ibrahim saat membaca surat Al-Adiyat di depan Danang. Memberitahu kepada Abatinya kalau hafalannya telah bertambah.
Paginya ia masih memandikkan Ibrahim dan memakaikan baju koko berwarna hijau di tubuh mungil Ibrahim.
Masih dapat memeluk dan mencium wajah Ibrahim.
Bahkan putra kecilnya itu membalas pelukkannya seraya berkata, "Ibrahim sayang umi," itulah kata-kata terakhir" yang Ibrahim katakan padanya sebelum malaikat
maut menjemput nyawanya. "Umi juga sayang Ibrahim," dengan penuh rasa sayang seorang ibu kepada anaknya Citra memeluk Ibrahim dengan sangat erat.
Andai ia mengetahui kalau itu adalah pelukkan terakhir yang Ibrahim berikkan kepadanya sungguh ia tidak akan pernah melepaskan pelukkannya.
"Citra," mama Citra membelai pucuk kepala Citra dengan penuh sayang, "sebentar lagi Ibrahim akan di shalatkan apakah kamu mau ikut menshalatinya?"
Tidak ada jawaban, Citra hanya diam. Matanya menatap kearah rak buku yang berdiri kokoh di dekat jendela, rak bagian bawah di penuhi dengan buku-buku anak
milik Ibrahim dan Delisha, dari serial para Nabi dan Rasul sampai serial Para Sahabat tersusun dengan rapi di rak tersebut.
"Umi... setannya kok takut sih sama Umar" Memangnya Umar serem yah sampai setan lari kalau lihat Umar?" pertanyaan itu Ibrahim ajukkan saat ia menceritakan
kisah Sayidinah Umar pada Ibrahim.
"Umi kok malaikat malu sama Ustman sih" Kenapa harus malu?"
"Umi kenapa harus Cinta sama Allah"
"Umi kenapa harus cinta sama Nabi Muhammad?"
"Umi adzan shalat.. shalat..,"
bila adzan telah terdengar si kecil Ibrahim akan berlari menghampirinya seraya berteriak "Shalat! Allah udah manggil Mi! Allah udah manggil!?" kini teriakkan
si kecil Ibrahim yang akan selalu memberitahunya kalau waktu shalat telah tiba tidak akan dapat ia dengar lagi karena si kecil kini telah terbungkus kain
kafan menunggu untuk di shalatkan.
Citra membekap mulutnya saat tangis tak mampu lagi ia tahan.
Allah telah mengambil putranya.
Allah hanya memberi kesempatan tiga tahun untuk dirinya mengasuh putranya.
Sungguh demi apapun seluruh persendian tubuhnya terasa sakit, kakinya tak mampu untuk berdiri. Dadanya terasa begitu sesak.
Ya Allah... Ya Allah..., Rintihan kesakitan seorang ibu yang tak dapat lagi dapat merengkuh putra kesayangannya, tak mampu lagi mencium wajah putranya,
tak akan dapat lagi merasakan hembusan nafas putra kecilnya yang menyapu wajahnya.
Ya Allah... Ya Allah... Sungguh ini sangat menyakitkan.
Citra menangis tergugu, sapuan lembut yang ia rasakan di bahunya membuat rasa sakit itu semakin terasa begitu nyata.
"Sabarlah, Nak. Inilah yang terbaik untuk Ibrahim," ucap mamanya seraya merengkuh tubuh bergetar Citra kedalam pelukkannya.
"Aku..sayang Ibrahim, Ma. Kenapa Allah mengambil Ibrahim" Kenapa, Ma?" kata-kata itu akhirnya terucap dari bibir Citra, sebuah kata-kata yang seharusnya
tak Citra katakkan. "Umi," putri kecilnya berlari kearahnya dan kini berdiri tepat di depannya, tangan mungil Delisha meraih tangan Citra, menggenggam tangan itu dengan sangat
erat, "Umi jangan nangis, umi tahu tidak" Kata Abi sekarang Abi mau mengantar Ibrahim ke surga. Surgakan indah pasti Ibrahim senang tinggal disana, terus
kata Abi nanti kita pasti ketemu sama Ibrahim di surga Allah, Ibrahim nunggu kita disana," ucap Delisha dengan terpatah-patah karena tersela oleh isak
tangis, ia menyuruh Citra berhenti menangis namun ia sendiri menangis. Tangan kecilnya menyeka air mata yang membasahi pipi chubynya, "kata Abi umi jangan
nangis lagi nanti kalau umi nangis Ibrahim juga nangis, Ibrahim nanti disana di temeni sama bidadari jadi umi tidak usah khawatir."
Citra menyeka air mata yang membasahi wajahnya, ia membawa tubuh mungil Delisha kedalam pelukkannya, sungguh ia tidak menyangka kalau putri kecilnya yang
Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baru berusia tiga tahun dapat mengatakan kalimat itu kepadanya, "Iya sayang, Ibrahim akan menunggu kita di surga milik Allah. Semoga kelak Allah mengijinkan
kita untuk berjumpa dengan Ibrahim di surga-Nya."
Danang berdiri diambang pintu yang terbuka, ia menundukkan wajahnya menyembunyikan air mata yang telah memenuhi pelupuk matanya.
Putra kebanggaannya telah pergi.
Tak akan ada lagi yang berteriak meminta untuk di ajak ke masjid kepadanya.
Tak akan ada lagi yang memanggilnya Abati (Ayahku tersayang) panggilan sayang itu mulai Ibrahim katakkan kepadanya setelah ia mendengar kisah Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail. Dan tak akan ada lagi yang duduk di atas pangkuannya saat ia duduk tasyahud akhir dalam shalat malamnya.
Semuanya terjadi dengan sangat tiba-tiba. Beberapa jam yang lalu Ibrahim masih berceloteh ria.
"Kata bunda, Setan takut sama Umar karena Umar hanya takut ke Allah, jadi setan itu takut sama orang yang takut sama Allah, Ibrahim takut dan cinta sama
Allah pasti setan takut yah Abati sama Ibrahim?" ucapnya semangat seraya memeluk lehernya, "Ibrahim sayang Aba, sayang umi, juga sayang Delisha," setelahnya
ia langsung berlari kearah Delisha yang sedang berkutat dengan pensil warna bersama Citra di halaman belakang.
Tiba-tiba Ibrahim menangis diatas pangkuan Citra seraya berkata, "Umi dada Ibrahim sakit,"
Danang langsung memeriksa dada Ibrahim, menekan-nekan dada putra kecilnya.
"Kenapa Ibrahim mas?"
Danang tak mampu mengatakan apa-apa, ia langsung menggendong Ibrahim "Kita bawa Ibrahim ke rumah sakit."
"Ibrahim kenapa, mas?"
Hanya tiga jam setelah kejadian itu nyawa Ibrahim tidak mampu untuk di selamatkan, dokter yang menangani Ibrahim mengatakan kalau Ibrahim mengidap Infeksi
saluran pernapasan bawah, Danang tidak mengerti kenapa tiba-tiba Ibrahim terserang penyakit itu, secara rutin ia selalu membawa Ibrahim dan Delisha ke
rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan mereka. Tapi kenapa infeksi pernafasan mematikan itu tidak terdektesi"
Takdir Allah.... ini semua adalah Takdir Allah, maka sebisa mungkin ia akan berusaha untuk tabah dan sabar menerimanya. Apa yang kini dirasakan olehnya
tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kisah Urwah bin Zubair yang sengaja Allah simpan dan Allah jaga keaslian kisahnya untuk para kaum muslimin,
dari kisah itu Allah seakan-akan berkata kepada para hambanya,
Semua yang ada pada diri kalian bukanlah milik kalian, semua itu milik Allah dan Allah berkuasa untuk mengambilnya dari sisi kalian.
Jangan pernah merasa jadi manusia termalang karena cobaan yang kau rasakan. Bila di bandingkan dengan cobaan yang Allah berikan kepada manusia-manusia
pilihan. Seorang hamba yang Allah cintai karena ketaatannya dan cintanya pada Allah, hingga Allah menaikkan derajatnya disisi-Nya, cobaan yang kau rasakan
tidak ada apa-apanya. Kisah Urwah bin Zubair, putra dari Zubair bin Awwam, seorang al-Hawari (pembela) Rasulullah"shallallahu "alaihi wa sallam"dan orang pertama yang menghunus
pedangnya dalam Islam serta termasuk salah satu di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga adalah sebuah kisah yang sangat mengagumkan. Bukti cinta
seorang hamba pada Tuhannya dan bukti keteguhan hatinya dalam menerima segala cobaan yang di berikan oleh Tuhannya kepadanya.
Pagi itu, di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupawan, berasal dari keluarga yang mulia. Seakan-akan meraka adalah bagian dari perhiasan
masjid, bersih pakaiannya dan menyatu hatinya. Keempat remaja itu adalah Abdullah bin Zubair dan saudaranya yang bernama Mush"ab bin Zubair, saudaranya
lagi bernama"Urwah bin Zubair"dan satu lagi Abdul Malik bin Marwan.
Salah seorang di antara mereka mengusulkan agar masing-masing mengemukakan cita-cita yang didambakannya. Maka khayalan mereka melambung tinggi ke alam
luas dan cita-cita mereka berputar mengitari taman hasrat mereka yang subur.
Mulailah Abdullah bin Zubair angkat bicara: "Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya."
Saudaranya, Mus"ab menyusulnya: "Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku."
Giliran Abdul Malik bin Marwan berkata, "Bila kalian berdua sudah merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia
dan menjadi khalifah setelah Mu"awiyah bin Abi Sufyan."
Sementara itu Urwah diam seribu bahasa, tak berkata sepatah pun. Semua mendekati dan bertanya, "Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?"
Dan akhirnya Beliau berkata, "Semoga Allah"Subhanahu wa Ta"ala"memberkahi semua cita-cita dari urusan dunia kalian, aku ingin menjadi alim [orang berilmu
yang mau beramal], sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabb-nya, sunah Nabi-Nya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku
berhasil di akhirat dan memasuki surga dengan ridha Allah"Subhanahu wa Ta"ala."
Dan dengan Maha Kuasa-Nya Allah mereka dapat meraih cita-cita mereka.
Waktu berlalu dengan begitu cepat hingga pada suatu masa di zaman khilafah al-Walid bin Abdul Malik, Allah berkehendak menguji Urwah dengan suatu cobaan
yang tak seorang pun mampu bertahan dan tegar selain orang yang hatinya subur dengan keimanan dan penuh dengan keyakinan.
Tatkala amirul mukminin mengundang Urwah untuk berziarah ke Damaskus. Beliau mengabulkan undangan tersebut dan mengajak putra sulungnya. Amirul Mukminin
menyambutnya dengan gembira, memperlakukannya dengan penuh hormat dan melayaninya dengan ramah.
Kemudian datanglah ketetapan dan kehendak Allah"Subhanahu wa Ta"ala, laksana angin kencang yang tak dikehendaki penumpang perahu. Putra Urwah masuk ke
kandang kuda untuk melihat kuda-kuda piaraan pilihan. Tiba-tiba saja seekor kuda menyepaknya dengan keras hingga menyebabkan kematiannya. Allah mengambil
putra kesayangannya. Putra yang selama dua puluh tahun ini dia didik untuk menjadi alim sepertinya.
Belum lagi tangan seorang ayah ini bersih dari tanah penguburan putranya, salah satu telapak kakinya terluka. Betisnya tiba-tiba membengkak, penyakit semakin
menjalar dengan cepatnya.
Kemudian bergegaslah Amirul Mukminin mendatangkan para tabib dari seluruh negeri untuk mengobati tamunya dan memerintahkan mereka untuk mengobati Urwah
dengan cara apapun. Namun para tabib itu sepakat untuk mengamputasi kaki Urwah sampai betis sebelum penyakit menjalar ke seluruh tubuh yang dapat merenggut nyawanya.
Jalan itu harus ditempuh. Tatkala ahli bedah telah datang dengan membawa pisau untuk menyayat daging dan gergaji untuk memotong tulangnya, tabib berkata
kepada Urwah: "Sebaiknya kami memberikan minuman yang memabukkan agar Anda tidak merasakan sakitnya diamputasi."
Akan tetapi Urwah menolak, "Tidak perlu, aku tidak akan menggunakan yang haram demi mendapat"afiat"(kesehatan).
Tabib berkata, "Kalau begitu kami akan membius Anda!"
Beliau menjawab, "Aku tidak mau diambil sebagian dari tubuhku tanpa kurasakan sakitnya agar tidak hilang pahalanya di sisi Allah"Subhanahu wa Ta"ala."
Ketika operasi hendak dimulai, beberapa orang mendekati Urwah, lalu beliau bertanya, "Apa yang hendak mereka lakukan?"
Lalu dijawab, "Mereka akan memegangi Anda, sebab bisa jadi Anda nanti merasa kesakitan lalu menggerakan kaki dan itu bisa membahayakan Anda."
Beliau berkata, "Cegahlah mereka, aku tidak membutuhkannya. Akan kubekali diriku dengan dzikir dan tasbih... potonglah kakiku saat wajahku sudah memerah,"
disaat itulah hanya Allah yang beliau ingat.
Mulailah tabib menyayat dagingnya dengan pisau dan tatkala mencapai tulang, diambillah gergaji untuk memotongnya. Sementara itu Urwah tak henti-hentinya
mengucapkan, "Laa ilaaha Illallah Allahu Akbar," sang tabib terus melakukan tugasnya dan Urwah juga terus bertakbir hingga selesai proses amputasi itu.
Cobaan bagi Urwah tak berhenti disitu, Setelah proses pemotongan kakinya maka untuk menghentikan darah yang terus keluar kakinya harus dicelupkan kedalam
minyak yang panas, ia kembali meminta Tabib untuk melakukannya setelah wajahnya memerah karena mengingat Allah, Urwah menjerit saat kakinya di celupkan
pada minyak panas dan setelahnya ia jatuh pingsan untuk beberapa lama dan terhenti membaca ayat-ayat Alquran di hari itu.
Inilah satu-satunya hari di mana beliau tidak bisa melakukan kebiasaan yang beliau jaga semenjak remajanya menjaga bacaan Al Quran-nya.
Ketika Urwah tersadar dari pingsannya, beliau meminta potongan kakinya. Dibolak-baliknya sambil berkata, "Dia (Allah) yang membimbing aku untuk membawamu
di tengah malam ke masjid, Maha Mengetahui bahwa aku tak pernah menggunakannya untuk hal-hal yang haram."
Kemudian dibacanya syair Ma"an bin Aus:
Tak pernah kuingin tanganku menyentuh yang meragukan
Tidak juga kakiku membawaku kepada kejahatan
Telinga dan pandangan mataku pun demikian
Tidak pula menuntun ke arahnya pandangan dan pikiran
Aku tahu, tiadalah aku ditimpa musibah dalam kehidupan
Melainkan telah menimpa orang lain sebelumku.
Kejadian tersebut membuat Amirul Mukminin, al-Walid bin Abdul Malik sangat terharu. Urwah telah kehilangan putranya, lalu sebelah kakinya. Maka dia berusaha
menghibur dan menyabarkan hati tamunya atas musibah yang menimpanya tersebut.
Bersamaan dengan itu, di rumah khalifah datang satu rombongan Bani Abbas yang salah seorang di antaranya buta matanya. Kemudian al-Walid menanyakan sebab
musabab kebutaannya. Dia menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, dulu tidak ada seorang pun di kalangan Bani Abbas yang lebih kaya dalam harta dan anak dibanding
saya. Saya tinggal bersama keluarga di suatu lembah di tengah kaum saya. Mendadak muncullah air bah yang langsung menelan habis seluruh harta dan keluarga
saya. Yang tersisa bagi saya hanyalah seekor onta yang lari dari saya. Maka saya taruh bayi yang saya bawa di atas tanah lalu saya kejar onta tadi. Belum
seberapa jauh saya mendengar jerit tangis bayi itu. Saya menoleh dan ternyata kepalanya telah berada di mulut serigala, dia telah memangsanya. Saya kembali,
tapi tak bisa berbuat apa-apa lagi karena bayi itu sudah habis dilalapnya. Lalu serigala tersebut lari dengan kencangnya. Akhirnya saya kembali mengejar
onta liar tadi sampai dapat. Tapi begitu saya mendekat dia menyepak dengan keras hingga hancur wajah saya dan buta kedua mata saya. Demikianlah, saya dapati
diri saya kehilangan semua harta dan keluarga dalam sehari semalam saja dan hidup tanpa memiliki penglihatan."
Kemudian al-Walid berkata kepada pengawalnya, "Ajaklah orang ini menemui tamu kita Urwah, lalu mintalah agar dia mengisahkan nasibnya agar beliau tahu
bahwa ternyata masih ada orang yang ditimpa musibah lebih berat darinya."
Tatkala beliau diantarkan pulang ke Madinah dan menjumpai keluarganya, Urwah berkata sebelum ditanya, "Janganlah kalian risaukan apa yang kalian lihat.
Allah"Subhanahu wa Ta"ala"telah memberiku empat orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya. Aku dikaruniai
empat kekuatan lalu hanya diambil satu, maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya. Dia mengambil sedikit dariku dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya
untukku. Bila Dia menguji sekali, kesehatan yang Dia karuniakan masih lebih banyak dan lebih darinya."
Mengingat kisah itu sedikit membuat hati Danang yang terasa sesak karena melihat putra kesayangannya telah terbungkus kain kafan dan melihat Istri dan
putrinya yang menangis pilu merasa sedikit lega. Cobaanya benar-benar tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan cobaan yang telah Allah berikan kepada
Urwah bin Zubair. Dan akhirnya kata Alhamdulillah terucap dari bibir Danang satu kata yang sungguh demi apapun sulit untuk Danang ucapkan saat Dokter mengatakan kalau putranya
telah pergi untuk selamanya, namun kini bibir itu mampu untuk mengucapnya, "Allah"Subhanahu wa Ta"ala"telah memberiku dua orang anak dan Dia berkehendak
mengambil satu. Maka masih tersisa satu. Puji syukur bagi-Nya. Aku dikaruniai seorang istri yang insya Allah sholehah. Puji syukur bagi-Nya. Dia mengambil
sedikit dariku dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya untukku. Bila Dia menguji sekali, kesehatan yang Dia karuniakan masih lebih banyak dan lebih darinya,"
ucap Danang mensyukuri cobaan yang telah Allah berikan kepadanya.
Sesungguhnya sebaik-baik doa adalah?"Alhamdulillah?"(HR. Tirmiddzi).
?"" Danang merebahkan kepalanya di pangkuan Citra, bibirnya tak henti melantunkan surah Ibrahim. Citra membelai surai rambut Danang, ia menikmati setiap ayat
yang Danang baca, sebuah surah yang berhasil membuat isak tangis lolos dari bibir Citra.
Allah SWT berfirman: ?"?"?"?"?" ?"?"?"?" ?"?"?" ?"?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"" ?"?"?" ?"?"?" ?"?"?"?" ?" ?"?"?"" ?"?"?"?"?"
?"?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"" ?" ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?"?""
"Dan berikanlah peringatan (Muhammad) kepada manusia pada hari (ketika) azab datang kepada mereka, maka orang yang zalim berkata, Ya Tuhan kami, berilah
kami kesempatan (kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan),
Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?"
(QS. Ibrahim 14: Ayat 44)
Begitu perih azab yang akan di terima oleh orang-orang zalim. Rasa sesal menyelimuti hati Citra. Beberapa minggu yang lalu saat Allah mengambil Ibrahim
darinya, dengan angkuh dan keegoisan yang merajai dirinya ia mengadili Allah, ia marah pada Allah. Kenapa Allah mengambil Ibrahim dari sampingnya" Apa
salahnya" Ia merawat Ibrahim dengan sangat baik tak pernah sekalipun tangannya melayang pada tubuh putra kecilnya" Bahkan tak pernah sekalipun ia membentak
Ibrahim dengan kata-kata kasar. Tapi kenapa Allah mengambil Ibrahim darinya"
Pertanyaan yang terus menyelimuti hatinya akhirnya terjawab, saat Ibrahim telah di makamkan Danang menghampiri dirinya yang tengah merebahkan tubuhnya
di atas tempat tidur seraya memeluk erat tubuh Delisha yang tengah terlelap tidur. Ia sengaja tidak ikut mengantarkan Ibrahim kepembaringan terakhirnya
karena ia yakin ia tak akan sanggup berdiri dengan tegar saat putra kecilnya dimasukkan keliang lahat dan iapun mengikuti anjuran Rasulullah yang melarang
para muslimah ikut mengantarkan jenazah hingga ke kubur.
Danang ikut membaringkan tubuhnya tepat disampingnya, tangan Danang memeluk erat tubuhnya dan setelahnya Danang berbisik tepat disamping telinganya, "Janganlah
kepergian Ibrahim membuat hatimu risau. Allah"Subhanahu wa Ta"ala"telah memberi kita dua orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka masih tersisa
satu. Bersyukurlah kepadanya, sayang. Dia mengambil sedikit dari kita dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya untuk kita. Semuanya milik Allah dan Allah
hanya menitipkannya pada kita, bersabarlah untuk cobaan ini, jangan sampai ungkapan cinta yang selalu kita utarakan didalam setiap doa kita kepada-Nya
hanyalah ungkapan kosong yang tak bermakna. Ibrahim telah mendahului kita atas kehendak Allah dan yakinlah ini yang terbaik untuk Ibrahim dan untuk kita
yang di tinggalkannya."
Kematian di dunia bukanlah akhir untuk seorang hamba, namun akan menjadi babak baru baginya untuk di pertemukkan dengan Rabbnya. Berbahagialah untuk hamba-hamba
yang taat kepada Rabbnya. Wajah yang bercahaya karena ketaatan pada Rabbya akan membawanya kepada kebahagian yang abadi.
Sumber :"http://kisahmuslim.com/2792-urwah-bin-zubair.html dan ceramah dari Ustadz Khalid Basalamah.
Dua Puluh : Cemburu itu Manis
Citra memeluk erat tubuh mungil Delisha yang kini tertidur di atas pangkuannya. Matanya tertuju pada sosok sahabat baiknya yang kini dalam keadaan lemah
diatas ranjang pesakitan.
Beberapa bulan yang lalu Allah telah mengambil putra kesayangannya dan jujur saat itu ia merasa kalau cobaan berupa musibah yang telah Allah berikan kepadanya
sungguh menyakitinya, hingga ia mempertanyakan pada Allah apa kesalahannya" Mengapa Allah mengambil putra kesayangannya" Namun kini saat ia melihat keadaan
Nurul yang terbaring lemah dalam keadaan hamil besar tanpa sosok suami yang siap siaga di sampingnya ia merasa kalau cobaannya tidak ada apa-apanya bila
dibandingkan dengan cobaan yang telah Allah berikan pada Nurul, satu minggu yang lalu Nurul sekeluarga mengalami kecelakaan di jalan tol Cipularang, kecelakaan
itu mengakibatkan suami dan putri Nurul yang baru berusia tujuh tahun tidak dapat di selamatkan, yang dapat diselamat dalam kecelakaan itu hanya Nurul
dan bayi yang ada dalam kandungannya.
"Jangan kalian risaukan keadaanku, Allah memang telah mengambil Mas Aris dan Anna dariku, namun lihatlah Allah masih berbaik hati padaku karena masih memberi
kesempatan padaku untuk tetap bertahan hidup bersama calon buah hatiku yang kini tumbuh di dalam rahimku," kata-kata itulah yang Nurul katakan saat ia
dan Zahra" tak mampu menahan tangis saat melihat keadaan Nurul.
Sungguh Citra sangat kagum pada sosok Nurul. Semoga ia bisa menjadi wanita setegar Nurul.
"Assalamualaikum," Danang menyembul dari balik pintu ruang rawat Nurul.
"Waalaikumsalam," jawab Citra dan Nurul.
"Suamimu sudah datang menjemput, pulanglah. Insya Allah sebentar lagi umiku datang," ucap Nurul pelan, sekilas ia tersenyum ke arah Danang yang masih berdiri
di ambang pintu. "Kamu mengusirku," gerutu Citra, tidak terima kalau Nurul menyuruhnya pulang.
"Bukan mengusirmu, Cit. Kasihan Delisha, setiap hari kamu mengajaknya kemari. Itu tidak baik untuk kesehatan Delisha," ucap Nurul seraya tersenyum"tulus
pada Citra. Citra beranjak dari duduknya, Danang yang tidak tega melihat istrinya yang kesusahan saat menggendong Delisha yang tertidur langsung mengambil alih tubuh
Delisha kedalam gendongannya.
"Makasih, mas," ucap Citra pada Danang, "Mas sudah selesai prakteknya?" tanya Citra saat melihat jas dokter masih melekat di tubuh Danang.
"Sudah dek, tapi tadi mas lupa melepasnya," jawab Danang.
"Lupa apa memang sengaja mau mamerin jas dokternya sama aku?"
Danang tertawa pelan mendengar pertanyaan yang istrinya ajukan, "iya, aku sengaja nggak buka jas dokternya biar kamu terpesona sama aku, bukannya tadi
sebelum datang ke ruang inap Nurul kamu bilang aku ganteng kalau pake jas dokter," bisik Danang tepat disamping telinga Citra.
Citra mencubit pinggang Danang, "nggak sopan main bisik-bisikkan di depan Nurul," gerutu Citra, setelahnya ia langsung menghampiri Nurul, "Aku pulang yah,
insya Allah besok aku dan Zahra akan kemari untuk menanti kelahiran keponakkan kami," dengan penuh rasa kasih Citra membelai perut buncit Nurul, "selama
tante pergi jangan nakal yah sama umimu," Citra berbicara dengan perut buncit Nurul, hal itu membuat Nurul dan Danang yang mendengar tak mampu menahan
tawa mereka. Citra benar-benar lucu.
"Kami pulang dulu yah Nurul, semoga proses persalinanmu besok lancar," pamit Danang pada Nurul.
"Iya mas makasih untuk doanya," jawab Nurul tersenyum ramah pada Danang.
Setelah berpamitan Citra dan Danang memutuskan untuk langsung pulang di sepanjang lorong rumah sakit yang Citra dan Danang lewati para suster yang berpapasan
dengan mereka menyapa Danang, mereka tersenyum dengan sangat ramah pada Danang dan itu membuat Citra sedikit tidak nyaman, ia merasa tidak suka saat Danang
membalas senyuman para suster tersebut.
Danang menoleh kearah Citra saat dengan tiba-tiba, Citra menggenggam tangan kirinya, "Ada apa dek" Apa kamu pusing?" tanya Danang khawatir karena tidak
biasanya Citra bersikap manja padanya, kalau bukan dia yang berinisiatif untuk menggandeng tangan Citra duluan, Citra tidak pernah mau menggandeng tangannya,
kalau ia tanya kenapa" Citra hanya akan berkata, "malu mas," walaupun sudah hampir lima tahun berumah tangga tapi istri cantiknya masih merasa malu padanya,
tapi anehnya kini dengan tiba-tiba istrinya malah menggandeng tangannya, benar-benar kemajuan yang menyenangkan.
"Tidak," jawab Citra.
"Terus ngapain pegangan tangan, kaya mau nyebrang jalan aja?" tanya Danang menggoda Citra, ia kira Citra akan langsung melepaskan tangannya, namun ternyata
tebakkannya meleset. Citra malah semakin mengeratkan genggamannya.
"Biar mas nggak bisa lari dari aku," bisik Citra tepat di samping telingan Danang.
Danang mengkerutkan keningnya bingung, "Lari" Maksud kamu apa, dek?"
Citra terkekeh geli melihat wajah bingung Danang, "Aku tidak suka melihat para suster itu tersenyum sama mas, aku juga nggak suka saat mas balas tersenyum
sama mereka." "Senyumkan ibadah dek, masa orang senyum nggak aku balas. Itu nggak sopan."
"Ih pokoknya aku nggak suka lihat mas tebar senyuman sama mereka," ucap Citra.
"Kamu cemburu?" tanya Danang saat ia sadar kalau larangan yang diberikan istrinya padanya menjurus pada perkara cemburu.
"Nggak, ngapain aku cemburu sama mereka. Nggak penting banget," sangkal Citra.
"Masa?" goda Danang, ia tidak dapat menahan senyumannya, kalau saja ini bukan tempat umum dan ia tidak dalam keadaan menggendong Delisha pasti sekarang
ia akan membawa tubuh Citra kedalam pelukkannya.
Sungguh ia tidak mengira kalau rasanya di cemburui itu begitu menyenangkan.
"Kenapa mas senyum-senyum sendiri?" tanya Citra penasaran saat melihat wajah Danang yang sedari tadi terus saja tersenyum, padahal tidak ada hal yang lucu.
Di depan mereka kini hanya ada pemandangan jalanan yang lenggang, di samping kiri kanan hanya di penuhi oleh deretan toko-toko. Jadi apa yang membuat suaminya
terus tersenyum sepanjang perjalanan pulang"
"Aku senang karena setelah lima tahun kita berumah tangga akhirnya Allah mengisi hatimu dengan rasa cemburu padaku."
Mendengar perkataan yang Danang ucapkan membuat Citra bukan main kagetnya, hanya karena cemburu yang ia rasakan dan ia utarakan pada Danang itu sudah dapat
membuat suaminya terus tersenyum. Benar-benar ajaib.
Sesampainya di rumah Danang langsung menidurkan Delisha di atas tempat tidur, setelahnya ia langsung menghampiri Citra yang tengah bersiap untuk memasak
makanan untuk makan malam.
"Kamu nggak cape, dek" Baru pulang langsung masak?" tanya Danang. Tangan kirinya memeluk pinggang Citra dari belakang, sedangkan tangan kananya melepaskan
niqab yang masih Citra kenakan, setelahnya ia langsung mencium pipi Citra dengan lembut.
"Nggak mas," jawab Citra, tangannya masih sibuk mencuci beras yang hendak ia masak.
"Dek," panggil Danang, tangannya semakin erat memeluk piggang Citra.
"Hmm?" "Aku cinta kamu," ucap Danang tepat di samping telinga Citra.
Citra terkekeh geli, "aku kira mas mau ngomong apa."
"Terus kamu maunya aku ngomong apa?"
"Yang lebih manis dari itu," jawab Citra.
Perlahan Danang membalikkan tubuh Citra sehingga kini posisi ia dan Citra saling berhadapan.
"Mas apa-apaan sih" Norak tahu," gerutu Citra saat Danang berlutut tepat di depannya.
"Aku tidak tahu kata apa yang lebih manis dari pada kata aku mencintaimu," ucap Danang sungguh-sungguh, tangannya menggenggam erat jari jemari Citra, "namun
yang harus kamu tahu... aku akan selalu mencintaimu dulu sekarang dan nanti," dengan lembut Danang mencium tangan Citra.
"Norak," ucap Citra, namun matanya meneteskan air dan setelahnya ia langsung berhambur memeluk Danang, tangisnya benar-benar pecah saat Danang membalas
pelukkannya. "Katanya norak" Tapi kok nangis?" lagi-lagi Danang menggoda Citra, berulang kali Danang mencium pucuk kepala Citra.
"Ih mas Danang nyebelin," gerutu Citra seraya memukul bahu Danang.
"Tapi sukakan?"
Citra menganggukkan kepalanya, "Aku sungguh mencintaimu mas dan terimakasih karena kaupun telah mencintaiku," ucap Citra di sela isak tangisnya.
Manis dan Romantis itu sederhana..
Cukup kau merasa cemburu itu sudah terasa manis untukku dan saling berpelukkan sambil mengutarakan perasaan di tengah dapur kurasa itu sudah cukup romantis.
Dua Puluh Satu : Kenapa Harus Poligami"
Keesokkan harinya sudah dari jam sepuluh pagi Citra berada di rumah sakit untuk menantikkan proses persalinan Nurul, dengan setia Danang menemani Citra
menunggu di depan ruang persalinan.
"Abi, Delisha mau pulang," si kecil Delisha yang duduk di atas pangkuan Danang mendongakkan kepala mungilnya.
"Kok pulang" kata Delisha mau lihat bayinya tante Nurul, kalau mau lihat bayinya tante Nurul Delisha nggak boleh pulang," terang Danang seraya membelai
pucuk kepala putri kecilnya yang hari ini tertutup oleh kerudung mungil berwarna hijau senada dengan warna baju yang ia pakai.
"Delisha nggak mau lihat bayinya tante Nurul, abi. Delisha mau pulang!" rengek Delisha, setelahnya Delisha langsung menangis, terus meminta ingin pulang.
Citra langsung berjongkok di depan Danang, hingga kini posisinya dengan putri kecilnya sejajar, "Delisha mau pulang?"
"Iya umi Delisha mau pulang," jawab Delisha di sela isak tangisnya.
"Kenapa Delisha mau pulang?"
"Pokoknya Delisha mau pulang! Delisha nggak mau lihat bayinya tante Nurul!"
"Delisha ngantuk yah" Sini umi gendong," Citra membawa Delisha kedalam gendongannya, setelahnya ia langsung menimang Delisha, cukup lama Citra terus menimang
Delisha hingga membuat Danang tak tega melihatnya.
"Sini dek. Biar aku yang gendong."
"Nggak usah mas," tolak Citra sambil tersenyum pada Danang.
Setelah dirasa Delisha telah tertidur lelap dalam gendongannya, baru Citra kembali duduk. Tangannya tak henti mengusap punggung Delisha agar Delisha semakin
nyaman dalam pangkuannya.
Danang menyeka pelipis Citra yang sudah di penuhi peluh, "terimakasih banyak karena sudah memberikan kasih sayang kepada putriku yang manja," ucap Danang
tulus, tangannya membelai pucuk kepala Citra.
"Putri mas kan putri aku juga jadi sudah sewajarnya aku memberikan kasih sayang kepada Delisha," jawab Citra sambil tertawa geli, beberapa hari ini Danang
sering sekali mengatakan Cinta dan terimakasih pada Citra, terkesan berlebihan namun Citra menyukainya karena di saat Danang mengatakan Cinta maka rasa
saling mencintai seakan terus tumbuh mengisi keharmonisan keluarga kecilnya dan saat kata terimakasih di ucapkan maka akan tumbuh rasa dimana keduanya
saling ketergantungan. "Assalamualaikum," salam itu di ucapkan dari Ali yang baru saja datang bersama Zahra.
"Waalaikumsalam," jawab Citra dan Danang bersamaan.
Citra mengkerutkan keningnya saat melihat mata Zahra yang sembab kentara sekali kalau Zahra habis menangis. Namun Citra punya etika, meskipun ia sangat
ingin bertanya tentang apa yang terjadi pada Zahra hingga membuat matanya terlihat begitu sembab tapi ia berusaha untuk tidak mempertanyakannya.
"Maaf yah aku datang telat, Cit. Tadi ada sedikit urusan yang harus aku selesaikan dengan mas Ali," ucap Zahra memohon maaf kepada Citra karena tidak datang
tepat waktu. "Tidak apa-apa, Ra. Apa kamu sudah makan?" tanya Citra.
Zahra langsung tersenyum malah nyaris tertawa, "makan pagi sudah, tapi kalau makan siang belum," jawab Zahra, "tumben nanyain aku udah makan apa belum,
kenapa nggak sekalian nanyain aku udah mandi apa belum?"
"Habisnya aku bingung mau nanya apa sama kamu," jawab Citra jujur.
Danang dan Ali yang mendengar pembicaaraan antara Citra dan Zahra tak dapat menahan senyum mereka.
"Kenapa pada ketawa, emang ada yang lucu?" tanya Zahra kepada Ali dan Danang.
Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalian berdua lucu," jawab Ali seraya membelai pucuk kepala Zahra, "maaf yah pagi ini aku buat kamu nangis," ucap Ali pada Zahra tepat di hadapan Citra
dan Danang, dan tentu hal itu membuat Citra dan Danang merasa canggung.
"Sudah nggak usah di bahas disini mas," pinta Zahra.
Setelahnya suasana terasa begitu canggung. Hingga akhirnya Danang mengajak Ali untuk ke kantin rumah sakit dengan alasan ada sesuatu hal yang ingin di
bicarakan tentang pekerjaan.
Kini yang menunggu di depan ruang persalinan tinggal Citra dan Zahra.
"Delisha sudah lama tidurnya?" tanya Zahra, tangannya membelai pucuk kepala Delisha.
"Sudah lumayan lama," jawab Citra, "kalau ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan, ceritakanlah Ra jangan di pendam sendiri," pinta Citra saat Zahra termenung
dalam diam setelah menanyakan tentang Delisha.
"Tadi pagi aku meminta mas Ali untuk menikahi Nurul," ucap Zahra pelan.
Citra terkejut bukan main mendengar apa yang barusan Zahra katakan padanya, "Ka..kamu meminta pak Ali untuk menikahi Nurul?" seketika lidah Citra terasa
kelu, "kamu meminta pak Ali untuk berpoligami?" tanya Citra tak percaya.
Zahra menganggukkan kepalanya, "sampai sekarang aku tidak bisa memberikan mas Ali keturunan oleh karena itu aku memintanya untuk menikahi Nurul, aku yakin
dari Nurul lah mas Ali akan mendapatkan seorang keturunan," jelas Zahra, perlahan isak tangis mulai lolos dari bibir tipis Zahra, "Nurul wanita yang sangat
baik dan aku berharap Nurul lah yang akan menjadi maduku."
Maduku" Citra tak habis pikir kenapa Zahra bisa semudah itu mengatakan kalau ia ingin menjadikan Nurul madunya.
"Apa kamu mencintai pak Ali?" tidak tahu kenapa tiba-tiba Citra ingin mengajukan pertanyaan tersebut.
"Aku sangat mencintainya," jawab Zahra.
"Kalau kamu mencintainya kenapa kamu malah memintanya untuk menikah lagi" Apa hati kamu tak sakit saat mengatakan itu kepada pak Ali?"
"Bohong kalau aku mengatakan tidak merasakan sakit saat meminta mas Ali untuk menikah lagi."
"Lantas kenapa kamu malah meminta pak Ali untuk menikah lagi" Hal itu hanya akan menyakitimu, Ra," dengan lembut Citra membelai bahu Zahra yang bergetar
hebat. Belum sempat Zahra memberikan jawaban atas pertanyaan yang di ajukan oleh Citra padanya pintu ruang persalinan telah terbuka dan suara tangis seorang bayi
terdengar nyaring dari dalam ruangan tersebut.
"Alhamdulillah," Citra dan Zahra mengucap syukur atas kelahiran putra Nurul.
Secara bergantian Citra dan Zahra memeluk Nurul dan memberikan kata selamat pada Nurul.
"Dedek bayinya sangat tampan," puji Zahra saat ia di berikan kesempatan oleh uminya Nurul untuk menggendong putra Nurul yang telah di mandikan oleh pihak
rumah sakit, "siapa namanya" Apa kamu sudah memberikannya nama?" tanya Zahra pada Nurul.
Nurul menganggukkan kepalanya, "Namanya Muhammad Rayhan Arfan."
"Namanya bagus!" seru Citra, "lihat sayang dedek Rayhannya lucu yah?" Citra mendekatkan Delisha pada Rayhan yang masih berada dalam gendongan Zahra.
"Umi Delisha mau cium dedek Rayhan," pinta Delisha.
"Minta ijin dong sama tante Nurul. Boleh tidak cium dedek Rayhannya?"
Delisha langsung menoleh ke arah Nurul, "tante Delisha mau cium dedek Rayhan yah?"
"Iya sayang," jawab Nurul.
Setelah Delisha mencium Rayhan, Zahra membawa Rayhan ke dekat suaminya, "mas mau gendong?" tawar Zahra kepada Ali.
Saat Ali tak kunjung menyambut tawaran Zahra, Danang lah yang berinisiatif menyambut tawaran Zahra untuk menggendong Rayhan, "Sini Ra, biar aku saja yang
gendong." Zahra pun memberikan Rayhan kepada Danang, sekilas sebelum memberikan Rayhan kedalam gendongan Danang, Zahra melihat kearah Ali dengan tatapan kecewa.
"Abi," panggil Delisha saat melihat Danang menggendong Rayhan.
"Iya sayang," jawab Danang, ia berjalan mendekat ke arah Citra yang menggendong Delisha.
"Kita bawa pulang yah dedek Rayhan nya," ucap Delisha polos, setelahnya si kecil Delisha langsung menoleh kearah Nurul, "tante Nurul dedek Rayhannya buat
Delisha yah, mau Delisha bawa pulang," pinta Delisha, dan permintaan Delisha yang sangat polos itu membuat ruang yang di tempati oleh Nurul riuh dengan
tawa. Dua Puluh Dua : Aku Mencintaimu
Citra sedang sibuk membuat kue untuk ia bawa ke acara aqiqahan Rayhan besok. Namun tiba-tiba tidak tahu kenapa ia mengingat kembali pembicaraan antara
dirinya dan Zahra tempo hari di rumah sakit. Sampai sekarang Citra benar-benar tak habis pikir dengan apa yang Zahra telah katakan padanya.
Apakah bila dia pun berada di posisi Zahra sekarang, ia akan merelakan Danang untuk menikah lagi" Tidak... ia tidak akan membiarkan Danang menikah lagi,
karena ia yakin kalau hatinya tidak akan pernah siap untuk menerima itu.
Ia memang tak sesuci Fatimah dan ia pun tak semulia Khadijah, namun ia berharap kalau ia bisa seperti keduanya yang tak pernah merasakan pahit dan manisnya
berbagi cinta. Satu kebiasaan yang tak bisa Citra tinggalkan saat membuat kue yang tentunya akan selalu membutuhkan waktu yang panjang, oleh karena itu setiap ia membuat
kue ia selalu sambil mendengarkan ceramah yang ia putar melalui ponselnya.
Tangan Citra yang tengah mengisi loyang dengan adonan seketika terhenti saat ia mendengar tema yang sedang diangkat oleh si penceramah.
Poligami" Dosakah istri yang melarang suaminya berpoligami" Itulah yang di tanyakan oleh salah seorang jamaahnya.
Dosa bila memang karena larangan itulah sang suami jadi masuk dalam perkara zina. Tapi bila memang ukhti melarang pasangan ukhti untuk menikah lagi karena
demi kebaikkan pasangan ukhti karena bisa jadi yang akan pasangan ukhti nikahi lagi adalah seorang wanita yang tidak baik agamanya hingga ada kemungkinan
bila pasangan ukhti menikah lagi dengan wanita tersebut akan mengancam akhlak pasangan ukhti, maka ukhti harus melarang suami ukhti untuk melakukan pernikahan
lagi dengan wanita tersebut, oleh karena itu kebanyakan di luar sana yang memang mengijinkan kembali pasangannya untuk menikah lagi akan mencarikan sendiri
pasangan untuk suaminya, jadi jangan aneh kalau ada istri yang mencarikan istri baru untuk suaminya. Kalau dia melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah
pun akan membalas ke ikhlasannya dengan sesuatu hal yang sangat baik. Ingatlah kisah nabi Ibrahim dan Siti Sarah yang tak kunjung di beri keturunan, hingga
akhirnya siti Sarah menawarkan kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi pelayannya yaitu siti Hajar karena Allah, dan akhirnya setelah siti Hajar melahirkan
nabi Ismail maka Allah pun memberikan anugerah kepada Siti Sarah yang tadinya di vonis tidak bisa memberi keturunan akhirnya berkat keikhlasan dan kerelaannya
Allah menganugerahkannya seorang keturunan yang juga menjadi nabi dan rasul yaitu nabi Ishak, saat itu kabar langsung diberikan oleh Allah melalui para
malaikat yang mendatangi kediaman nabi Ibrahim dan siti Sarah. Itulah buah dari keikhlasan dan kerelaan yang dilandasi karena kecintaan kepada Allah.
Sebenarnya Citra sudah hendak mematikan ponselnya saat sang pencemarah telah selesai memberikan jawaban kepada jamaahnya, namun pertanyaan yang kembali
terlontar dari salah satu jamaahnya membuat Citra mengurungkan niatnya.
"Aku mendengar Rasulullah saw bersabda diatas mimbar: "Bani Hisyam bin Mugiroh meminta ijin padaku agar Ali menikahi salah satu putri mereka, aku tidak
mengijinkan... Aku tidak mengijinkan... Aku tidak mengijinkan, kecuali Ali memceraikan putriku dan menikahi anak mereka, Dia Fatimah adalah bagian dari
diriku, aku terganggu jika ada yang mengganggunya, aku tersakiti jika ada yang menyakiti Fatimah."
Kenapa Rasulullah melarang Fatimah Az-Zahra untuk di poligami" Apa karena Fatimah Az-Zahra adalah sebaik-sebaik wanita mu'minah dan menjadi Sayidah wanita-wanita
mu'minah di surga hingga tak pantas untuk di poligami"
Adapun kisah Ali dan Fathimah radhiallahu'anhuma, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak melarangnya untuk berpoligami.
Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melarang poligami bagi Ali tersebut adalah karena beliau sebagai wali bagi Ali, bukan karena hal tersebut disyariatkan.
Oleh karena itu Nabi bersabda, "Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal, tapi demi Allah, tidak akan bersatu putri Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
dengan putri dari musuh Allah dalam satu tempat, selama-lamanya". dan dalam kisah ini juga Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjelaskan bahwa yang halal
adalah apa yang Allah halalkan dan yang haram adalah apa yang Allah haramkan. Dan bahwasanya poligami itu halal. Namun beliau melarang Ali memilih putrinya
Abu Jahal (sebagai istri keduanya). Jadi apa yang Rasul larang itu adalah yang Allah perintahkan.
Sebagaimana diketahui, Abu Jahal Amr bin Hisyam adalah tokoh Quraisy yang sangat keras dan keji perlawanannya terhadap RasulullahShallallahu'alaihi Wasallam.
Jadi apakah pantas putri Rasul di satukan dalam naungan satu imam dengan putri Abu Jahal" yang jelas-jelas memusuhi Allah dan Rasulnya.
Andai kita berpikiran positif atas riwayat yang di tanyakan ukhti tadi, sebenarnya tanpa bertanyapun ukhti pasti dapat berpendapat. Fatimah Az-Zahra wanita
yang sudah di jamin surganya, bahkan beliau akan menjadi pemimpin wanita di surga, beliau juga putri Rasul bukan putri orang biasa, ia selalu dalam keadaan
Sepasang Garuda Putih 1 Sarang Perjudian Karya Gu Long Kill Mocking Bird 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama