Ketika Kau Hadir Karya Unknown Bagian 1
SaTu *TAK banyak yang kuketahui tentang cinta, begitu pun dengan persahabatan.
Prasangka, ego, dan kepicikan membungkus ragaku, dan inilah yang mengawali
kisahku nan cukup berliku dalam siratan kehidupan.*
**** MaLaM baru saja berlalu, tergantikan oleh pagi dengan rona merahnya yang
senantiasa menyapa di balik daun-daun akasia samping kamarku. Rasanya musim
hujan bulan ini memberi nuansa sendu padaku, entah mengapa. Hawa dingin yang
meningkat 25o Celcius seakan mengindik, bahkan menggetarkan ragaku, walau
akhirnya kaki yang hampir membeku berhasil mengantarku ke kamar mandi.
Byuuur!!! Guyuran air menggambarkan khayalku ke belahan bumi paling utara,
tempat orang-orang Eskimo bermukim. Wuiihh! Betapa dinginnya, untung saja
hatiku masih hangat. Pukul 8.00 aku masih asyik beraksi di depan cermin sambil melantunkan
tembang Cobalah untuk Setia, milik diva kita Krisdayanti. Duh, menambah
kesyahduan hari. Tok &tok &tok &!
Suara ketukan tiba-tiba memotong tembang melo yang kunyanyikan Cha &
Cha & terdengar teriakan dari balik pintu kamar kost-ku.
Yaa & sahutku sambil melangkah membuka pintu. Seraut wajah oval milik Reyta
menyembul dari balik pintu, disertai senyum khasnya. Tanpa banyak cincong ia
langsung menyeruak masuk dan duduk di tepi tempat tidur,
What s up" tanyaku pada Reyta di depan cermin
Aku mau pinjam kemeja putihmu, boleh" jawabnya.
Boleh-boleh saja tapi jangan lupa dideterjenin ya, alias dicuci habis pake
ntar, sahutku sambil senyum.
1 Tenang aja selesai praktik di lab, bajumu aku cuci. Sekarang mana" Eh,
sekalian dengan rok hitam. Cerocosnya.
Tuh, di lemari, tunjukku.
Setelah mengambil baju dan rok dari lemari, Reyta ngeloyor pergi usai
mengucapkan thanks a lot andalannya. Beberapa menit kemudian, aku selesai berias
dan siap-siap ke kampus. Dengan langkah santai, kususuri jalanan beraspal menuju kampus yang masih
basah oleh siraman hujan semalam. Terlihat beberapa mahasiswa berjalan di depan
dan di belakangku. Sesekali sepoi angin dingin mengibas tubuh kami. Aku
mendesah. Ocha. Sebuah sapaan melayang ke indera pendengarku, aku pun menoleh.
Eh, Kak Budi, balasku sambil tersenyum
Tumben jalannya santai, tanyanya penuh selidik.
Hari ini aku masuk jam ke-2, lagian tugasku juga sudah beres.
Oh. Emmm, tugas kok tambah hari tambah banyak ya" tanyaku selidik.
Ya iyalah Kak, bukan mahasiswa namanya kalo gak banyak tugas. Lagi pula,
hakikat mahasiswa kan pemikir, jawabku menjelaskan.
Iya sih, tapi badanku rasanya mau hancur. Bayangkan tidur cuma tiga jam
sehari semalam, remuk deh.
Aku tersenyum. Wajah kuyu-nya mempertegas kata-kata tadi. Garis-garis hitam
di bawah matanya memang terlukis sangat jelas. Tapi itulah perjuangan, boleh
dibilang babak baru menuju masa depan. Jika kita bermalas-malas dan meremehkan
segalanya hancurlah kita, lebih baik ucapkan saja sayonara pada masa depan yang
gemilang dan itu artinya pelarian diri dari dogma manusia tangguh. Hidup memang
butuh perjuangan. Ya & perjuangan manusia-manusia kekar dalam lingkup mental,
rasa, imaji, pikiran, dan keterbukaan. Kami terus berjalan melewati barisan pohonpohon
akasia yang berjejer seakan menjemput kami di tepi jalan yang membelah area
Fakultas Teknik dan Fakultas Bahasa. Tak lama kemudian langkah kami berpindah
ke hamparan rumput hijau samping gedung kuliah berlantai tiga itu, terlihat beberapa
2 temanku berbincang-bincang sambil menenteng buku-buku yang terlihat cukup tebal.
Kami saling menyapa dan mataku terhenti di taman bawah pohon, tampak Iyan dan
Wita sedang terlibat pembicaraan serius. Wah..wah &tema apa lagi yang terangkai,
aku mendekat. Hei, good morning sambut mereka bersamaan.
Hmm, morning. Lagi cerita apa sih" tanyaku
Eh, tadi aku ketemu sama Kak Dito, duh senangnya mimpi apa aku semalam,
ujar Wita histeris. Oh ya" timpalku dengan santai. Trus kalian ngobrol"
Cuma nyapa sih, biasalah udah klise, ada kuliah dek" Jam berapa" jawab
Iyan dengan cepat. Klise sih klise, tapi &wuiih! Hatiku empot-empotan ujar Wita dengan wajah
bersemu merah. Aku tersenyum. Jadi itu yang mereka bicarakan dengan serius. Hmm &cinta
lagi, cinta lagi. Sepertinya cinta menjadi logo pembuka cerita akhir-akhir ini. Aku
terdiam, rasa malas menjalar di tubuhku untuk merespon pembicaraan mereka. Lebih
pastinya aku tak tertarik membicarakan lelaki gondrong, bertubuh kurus, berkulit
putih, dan dikenal oleh banyak mahasiswa itu. Lumayan manislah, tapi terkesan
bangga akan reputasinya sebagai aktivis kampus.
Diam-diam kuperhatikan ekspresi wajah Wita, begitu segar, binar-binar
kebahagiaan mengelilingi kedua bola matanya, dengan bibir yang tak henti menebar
senyuman termanis. Kusimpulkan, ia tengah jatuh cinta pada sosok yang dijumpainya
tadi. Rasa itu terlihat jelas ia pupuk sepenuh hati. Lamat-lamat kudengar ucapannya,
aku akan berubah seperti yang dia minta, jika memang kamu jadian nanti, apapun
aku lakukan untuknya, dan aku akan mencoba untuk selalu memperhatikan dan
merawatnya. Oh, my God, This is all for love. Keputusan baikkah itu" Aku terhenyak,
jauh di lubuk hati ini memang menginginkan ia lebih empati pada sekelilingnya, tapi
bukan seperti ini, ia ingin berubah demi cowok itu. Bukan tak mungkin bila suatu hari
nanti ku kan berkata you are not you were. Aku tak ingin dia menjadi orang lain.
3 Tapi &, bukankah cinta selalu meminta perubahan" Bukan kah cinta butuh
pengorbanan" Ah, entahlah. Mengapa ego dan kepicikanku akan cinta harus aku
tancapkan pula di hati sahabatku. Padahal ia juga memiliki pandangan sendiri tentang
5 huruf itu. Kalau cinta bagiku adalah sebuah selingan sekadar memvariasikan
kegiatan sehari-hari yang kadang membosankan, mungkin saja baginya cinta adalah
hal yang tulus dan sebuah pengorbanan hakiki. Aku akui, sikapku terhadap sebuah
cinta begitu angkuh, bahkan hati tulus seseorang pun aku permainkan di masa lalu
tanpa rasa iba. Yang kutahu ia tulus padaku, dan kusambut tanpa debaran, tapi
dengan genderang permainan tanpa ia sadari. Cukup sinis tindakan itu. Aku ingat
sebait goresan pernah kutorehkan di lembaran diaryku, saat SMA dulu
Cinta, Ia datang tanpa kuseru, dan
Kusambut di tepi jurang karnaval
Melambaikah ia, menitikah ia
Tak kupeduli, yang kutahu
Penaklukan telah terukir Sungguh kejam coretan tangan dinginku. Walau sinis, gurat senyum kepicikan
terlukis jua saat itu, kian hari kian menjerumuskan diriku pada permainan hati yang
cukup arogan yang ternyata menjadi bumerang bagiku, puuhh! Sepertinya kebekuan
tlah menggantikan keangkuhan ini. Tapi apa bedanya"
Waktu merambat hingga pikul 09.15, di ujung koridor terlihat sang dosen
Psikologi dengan kacamata tebalnya berjalan menuju ruang kuliah. Dengan cepat
monolog-ku terhenti dan berdiri sambil memberi kode pada Iyan dan Wita yang
masih sibuk berkisah. Wah, on time amat, sahut Wita
Memangnya kamu mau masuk jam berapa" tanyaku
4 Ya, 09.15 lewat-lewat dikitlah, jawabnya lagi
Sudah, sudah. Ayo masuk, nanti pintu ruangan tertutup lagi, kita kan tidak
boleh telat masuk! Imbuh Iyan. Kami pun berjalan dengan cepat menuju ruangan. Di
dalam teman-teman sudah stand by dengan gaya masing-masing, hingga Pak Riswan
masuk ruangan dan berbalik menutup pintu. Dia memang dosen yang disiplin dan
tegas. Terlambat berarti di luar. Mata kuliah pun dimulai Perkembangan Afektif
Remaja, Sub Bahasan Perkembangan Emosi Remaja. Wah, wah & semangat 45
muncul dalam ruangan. Emosi remaja berarti termasuk di dalamnya masalah CINTA,
that s right &. Menit berikutnya diskusi berjalan, materinya dipresentasekan oleh
Ima dan kelompoknya. Pertanyaan mulai pada emosi itu sendiri, hingga pada satu
pertanyaan yang menghentakkanku. Aldi mengajukan pertanyaan Apa sebenarnya
cinta itu" dengan tenang sang penyaji menjawab, bahwa cinta adalah perasaan tulus
dan suci untuk orang lain yang tak layak untuk dinodai apalagi dipermainkan. Karena
ia bukanlah sebuah bola di lapangan. Buukk!!! Aku terhenyak. Jawaban tadi seakan
keris melesat menyayat hatiku. Kata-kata itu benar-benar melukaiku membuatku
merasa seolah-olah manusia robot yang tak berperasaan, selama ini kemurnian
pandangan itu tak pernah kumiliki.
Valentine di tepi rona pelangi
Kepenatan merajai tubuhku siang ini, pencarian buku referensi untuk tugas
Profasi Ke guruanku di perpustakaan jurusan, universitas, dan wilayah tadi cukup
menguras energi. Beberapa kali naik angkot di siang bolong membuat kepalaku
seakan mau pecah. Akhirnya usai shalat Dzuhur kuistirahatkan tubuhku di kasur
empuk. Kutatap langit-langit kamar seolah-olah obat keletihanku menggantung di
sana. Belum sepuluh menit mataku terpejam sebuah ketukan di pintu kamar
terdengar, dengan langkah loyo kubuka pintu itu, ternyata Si Wita.
Ah & ganggu istirahat siangku saja, ujarku sedikit kesal dengan mata kuyu.
5 Yee, marah lagi, ya udah tidur aja sana, biar aku dengar tape sendiri.
timpalnya sambil memasukkan kaset Nina dengan Ya &Ya &Ya-nya itu.
Aduh ke-kerasan, undur dikit volumenya!!!
Kesejukan malam datang menyelimuti bumi. Rasa damai menyatu di dalamnya,
sambil menenteng dua gelas cappucino, aku dan Wita yang malam itu menginap di
kost-kost-anku mengambil tempat di teras kamar.
Eh, besok malam valentine, kamu ada acara" tanya Wita.
Tidak ada, memang kenapa"
Ke pantai yuk! Ada acara di sana, biasa, anak muda, tadi aku diundang kak
Dito, duh senangnya. Kayaknya ini adalah kesempatan untuk dekat dengannya.
Ujarnya penuh harap. Aku asyik menyeruput cappucinoku, lalu kemudian bertanya pada Wita.
Wit, kamu bahagia ya, dengan cinta terpendammu"
Iya. Meski aku tidak tahu sampai kapan harapan ini hadir, yang aku tahu
meski aku tidak memilikinya, tapi aku bahagia saat melihatnya, sekalipun ia
terkadang tak sadar akan kehadiranku tapi ia menyapaku itu sudah cukup, lebih dari
cukup. Tiba-tiba ia memandangku lekat-lekat membuatku heran.
Cha, beritahu padaku bagaimana mewujudkannya, mewujudkan cinta
terpendam ini" tanyanya sambil menggenggam tanganku. Aku terdiam, kuteliti
wajahnya, ada pendar-pendar harap di sana, bersama gambaran kecemasan. Ya
ampun, aku kembali dihadapkan dengan masalah cinta. Apa yang harus aku katakan"
Cha &, panggil Wita sambil menggoyangkan tanganku.
Sampaikan padanya, ujarku. Ia tertegun.
Kenapa" Takut kecewa" Wit, tapi bagaimana kamu tahu dia menolak atau
menerima kalau dia sendiri tidak tahu kalau kau mencintainya" Kamu berani
mencintai, berarti sudah berani menerima resiko.
Hm &, hanya itu jawabannya.
Kebisuan pun menyergap, merayap di tengah malam. Hingga di pembaringan
pun kami menyelam dalam pikiran masing- masing. Detak jam dinding kian melaju
6 dan aku tak mampu memicingkan mata. Sepinya malam memerihkan mataku.
Sejujurnya aku tak ingin bermasalah lagi dengan cinta, tapi nuraniku terasa kosong
boleh dibilang hati yang mendamba. Namun entah mengapa sepertinya ada sesuatu
yang mencekalnya. Aku bangkit dan menarik laci mengambil diary dan menuliskan
kegundahanku. Sejujurnya, Kuingin lembaran baru hadir di hidupku.
Letih kurawat kemunafikan ini
tak kuat lagi ku berkasuari dalam belantara.
Kepura-puraan kini tlah menyayat, & di sini
Masa lalu mengikatku Tak kuasa lepas pun sedepa
Itulah, harapku pada masa lalu masih ada, meski tlah nyata semua tak akan
terulang lagi. Sekian lama kucoba menerima cinta lain tapi masih ku tak sanggup
lepas dari masa lalu. Ah & karena itu aku benci cinta, memporak-porandakkan hatiku
saja. Namun aku tetap menerima resiko permainanku beberapa tahun yang lalu, aku
yang mempermainkan, aku sendiri yang sakit.
Keceriaan hari kembali bercengkerama, membersitkan pijar-pijar kasih sayang.
Sambutan valentine s day hangat di kalangan remaja, semua memberi keceriaan yang
diwujudkan dalam party, sebenarnya bagiku hari ini biasa-biasa saja tidak ada yang
istimewa sama sekali. Dari dulu sampai sekarang hari valentine nggak pernah ada
dalam kamusku, sekadar hura-hura dan buang-buang waktu saja.
Cha, aku berangkat dulu ya! seru Wita sambil menenteng sesuatu, entah apa
isinya. Ke mana" tanyaku. 7 Ya, ke & jalan-jalan bareng yang lain, habis kamu nggak mau ikut sih, jadi
aku pergi aja. Kamu akan menyesal nggak ikut, jawabnya, lalu pergi.
Menyesal" Untuk apa aku menyesal hanya karena tidak ikut party mereka"
Lagipula, apa yang akan aku dapatkan di sana" Kalau Cuma untuk menebar kasih
sayang, setiap hari juga bisa. Ah & ada-ada saja. Aku kembali ke kamar, dengan
memeri ksa tugas-tugas kuliahku. Sepanjang hari aku berkutat dengan buku-buku
hingga malam tiba. Tak kupusingkan apa yang sedang dilakukan Wita, Ani, Iyan, dan
Ima di hari Valentaine Day ini, yang jelas tidak ada acara kumpul se-gank, atau
mungkin yang lain juga sibuk dengan tugas kuliah.
Pukul 8 malam tempat kostku sunyi, sepertinya pada keluar, Reyta juga
menghilang. Tapi no problem, dengan begitu aku bisa bebas menikmati lagu-lagu
yang aku stel. Sambil duduk istirahat di teras aku mendengarkan lantunan lagu Baim
dengan lagu andalannya Kau Milikku, sangat syahdu membuatku menerawang jauh
ke angkasa. Baim meyakinkan diri memiliki cintanya karena itu ia berusaha
meraihnya dan mungkin ia tidak pernah sinis terhadap hal yang namanya cinta. Tidak
sepertiku yang memandang cinta sebagai penyiksaan.
Detak malam Melaju di ketinggian khayal
Merayu nurani pada persinggahan lalu, dan
Hangatnya membekukan jiwaku
Tuk berbaur 8 DuA PAGI yang indah. Matahari mulai menyemburat menyapa penghuni bumi yang
cantik dan gagah-gagah. Dengan tubuh yang masih diserang kemalasan, aku mencoba
bangun dari tempat tidur tak tahan dengan suara omelan Bunda dari dapur.
Ocha, bangun dong sayang, udah siang tuh! Masak kamu dikalahin lagi sama
si Pipit, dasar pemalas! seru Bunda yang ternyata sudah ada di depan pintu kamarku
sambil menggedor-gedor. Si Pipit itu adalah nama ayam jantan kesayangan Bunda. Sampai-sampai aku
saja yang anak semata wayangnya dicuekin habis kalau urusannya sudah menyangkut
Si Pipit itu, dasar ayam sialan bisa banget yah, kamu ambil posisi aku di depan
Bunda" Begitulah gerutuanku setiap hari kalo selalu dibanding-bandingkan dengan Si
Pipit. Iya, Bunda, bentar lagi deh. Lagian ini hari Minggu, Ocha tidak sekolah, buat
apa bangun cepat-cepat" Sungutku berjalan ke pintu kamar sambil memeluk bantal
guling. Ada apa sih, Bunda bangunin Ocha" Suruh belanja lagi" Ocha nggak mau, ah!
Ocha mau bobo lagi, soalnya ngantuk pulang dari ultah teman tadi malam. Pliss ya,
Bunda! Dengan berbagai alasan aku membujuk Bunda agar mengizinkanku untuk
tidur lagi. Tapi rupanya Bunda tak kenal kompromi juga kali ini, sambil menjewer
telingaku, menarikku ke luar dari kamarku.
Bagus ya, sayang. Bunda kan tidak menyuruh kamu pulang larut malam, pake
di antar segala lagi sama Si Ichal. Sambil menahan sakit akibat jeweran Bunda, aku
mencoba menyela pembicaraannya.
Aduh! Sakit nih, bun. Ocha pulang jam 11 malam kok, belum terlalu larut.
Lagian Ichal kan sahabat Ocha. Bunda juga sudah tahu, kok masih marah sih"
Kumanyunkan bibirku sebagai tanda protes. Dan kalau sudah begini, hati Bunda pasti
9
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan luluh. Lihat saja, dia nggak tega kok ngeliat anaknya yang tersayang ini
ngambek. Sudah kalo begitu, Bunda maafkan deh, tapi jangan diulangi yah" Sekarang
kamu mandi, habis itu kamu ke rumah tante Mirna, kata Bunda dengan suara mulai
lambat kembali. Aku pikir sih karena ada maunya, jadi & ya gitu deh. Upss bisa
durhaka dong aku. Aduh, maafin Ocha ya Bunda, pliss! Sangat lama aku tertegun.
Tentu saja Bunda heran ngeliat tingkahku. Kok tiba-tiba tergugu sambil senyum
cekikikan lagi. Ocha, ngapain senyum-senyum sendiri, kamu setuju ya" tanya Bunda
menatapku penuh keheranan dan sepertinya Bunda telah separuh kemenangannya
dariku, ya & biarlah demi Bundaku yang cantik dan sayang sama aku, dia menang
lagi. Ihh & pertandingan kaliii!!
Baiklah Bunda sayang, Ocha bakal nurutin perintah Bunda. Tapi, dengan satu
syarat & sambil mengerling Bunda dengan gaya centilku. Aku meninggalkan Bunda
sendirian yang menganga melihat kelakuanku. Aku memang menuruti keinginan
Bunda, tapi jangan salah semua ini kulakukan agar Bunda ngijinin aku pergi barengbareng
teman-temanku yang rada centil itu ke pantai. Uppss & hampir lupa,
janjiannya jam 09.00 pagi ini, katanya sih ada kejutan. Aduhh & apa yah" Kok jadi
penasaran begini sih. Ah, sudahlah, mendingan aku buruan mandi, trus ke rumah
tante Mirna, sahabat mama yang mulutnya kayak beo itu. Tapi baik hati lhooo &,
ditambah lagi anaknya cakep kayak bintang film Hollywood, Tom Cruise &
alamaaak!!! Bisa pingsan aku kalo ketemu dia nanti. Jantu
ngku bisa copot dan pastinya aku bakal dilarikan ke rumah sakit, pake Katana merahnya itu lhoo &, kok
ngelantur ke situ sih, kapan mandinya. Ucapku cekikikan menuju ke kamar mandi.
Byuuurr & kuguyur tubuhku dengan air yang telah terisi penuh di bak mandi. Segar
banget mandi, apalagi keramas pagi hari, otak jadi rileks, kepala jadi dingin.
**** 10 Kukayuh Polygon kebanggaanku menyusuri jalan beraspal yang lumayan
mulus menuju rumah tante Mirna. Sepintas kulirik jam tanganku dan ternyata sudah
menunjukkan pukul 07.45. Wah & gawat, harus buruan nih. Kalo tidak aku bisa telat
janjian dengan my best friend semua, Naya, Riri, and Uni. Sepedaku kukayuh secepat
mungkin. Nafasku pun ngos-ngosan setelah tiba di rumah itu. Tanpa menoleh sedikit
pun, aku taruh sepedaku berdekatan dengan Katana Merahnya. Hampir saja
kutabrakkan, tapi secepat kilat seseorang telah menahannya dari samping.
Pegangannya begitu kuat sehingga aku tersungkur miring ke arahnya. Aku menatap
matanya yang tajam. Dia tersenyum, uhhh & manis buanget!
Maaf yah, aku buru-buru, mobilmu tidak lecet kan" aku cepat tersadar dan
segera minta maaf atas perbuatanku. Hampir saja jantungku copot saat senyum
mautnya tersungging dari bibir tipisnya. Aku tak boleh terlalu kerdil begitu
memujinya. Bisa-bisa dia besar kepala lagi, ujarku dalam hati. Setelah tertegun
sejenak, dia menjawab pertanyaanku sambil membetulkan letak sepedaku.
Nggak apa-apa kok, hanya lecet sedikit bisa diperbaiki. Hei, nama kamu
siapa" Aku Ragil, Dia mengulurkan tangannya yang blepotan itu, tapi tak apalah.
Aku Ocha. O, ya tante Mirna ada" Soalnya ada titipan dari Bunda nih . Aku
menyerahkan bungkusan plastik yang isinya aku sendiri tak tahu.
Maksud kamu Mama" Ada kok di dalam, tunggu ya, aku panggilkan atau
kamu masuk saja! Tanpa ba-bi-bu lagi aku melangkah ke dalam mengikuti langkah
kaki Ragil yang terus saja berteriak memanggil Mama-nya di dapur. Biasalah, Ibu
rumah tangga hari minggu begini pasti kerjaannya di dapur mempersiapkan sarapan
pagi untuk keluarganya. Tak lama kemudian, tampak dari dalam tante Mirna menuju
ke arahku sambil menyapaku dengan wajah lelah. Ragil sih, nggak bantu Mama-nya,
khan repot begini. Aduh lupa, kan cowok.
Aduh jadi merepotkan ya, Cha" Makasih lho, bilang sama Mamamu juga.
Duduk dulu ya, tante bikinin teh, kamu pasti capek.
Baru saja tante Mirna akan berdiri, aku segera menyelanya.
11 nggak usahlah tante, Ocha pulang saja. Soalnya ada janji sama teman, hampir
telat nih. Aku berdiri dan berpamitan pada tante dan Ragil yang menatapku sambil
bengong. Mama, anaknya tante Rani cantik ya" ragil melirik mamanya dengan
sumringah lebar yang dibalas lirikan aneh oleh Mamanya.
*** Aku tiba di rumah kurang lebih pukul 08.59 wita. Bisa dibantai aku sama Naya
kalo terlambat lagi. Baru saja kulangkahkan kakiku ke dalam rumah, tiba-tiba telepon
rumahku berdering keras mengagetkanku. Kontan saja aku melompat tinggi dan
langsung mengangkatnya. Kring &!! Kring..!! Halo.. siapa nih"!! tanyaku seenaknya saja.
Eh kampret, kamu masih di rumah ya, kami jemput ya" udah di jalan nih .
Tuut . Tanpa sempat aku jawab, mereka menutup telponnya. Sialan, pulsanya kurang
kali. Tapi, nggak boleh seenaknya gitu dong, kayak nggak punya sopan santun saja,
nggak diajarin kali yee sama orangtuanya. Lho kok aku jadi senewen begini. Mereka
kan udah biasa ngelakuin semua ini.
Klakson mobil Naya terdengar dari luar rumah. Sepertinya kuntilanak itu
sudah datang. Dan, aku apa dong" Nggak ah, ngawur banget sih aku.
Hai kunyuk belom ganti pakaian ya" Tapi udah mandi kan" semprot mereka
dari dalam mobil. Tentu saja aku jadi cemberut dikatain kunyuk, tega banget sih
mereka. Tanpa menjawab pertanyaan mereka, aku langsung berlari ke dalam kamar
mencari Bunda. Semoga Bunda ngijinin aku pergi. Pikirku.
Bunda, Ocha mau minta ijin ke luar bareng teman-teman, boleh ya" aku
merengek mengeluarkan jurus ampuhku. Dengan berat hati, Bunda mengijinkan juga
dengan petuah satu rel kereta api. Setelah ganti pakaian dan berpamitan, aku dan
teman-teman berangkat. Dan, astaga kebiasaan Naya mengemudi mobil dengan
12 kecep atan tinggi. Tak bisa juga disadari. Hampir saja mobilnya menabrak pedagang
kaki lima yang berjejeran di sepanjang jalan Cendrewasih ke Pantai Losari.
Nay, pelan-pelan dong. Kamu mau kita mati muda" Rugi dong dunia
akhirat, ujarku menasihatinya dengan nada bercanda. Tetapi, dasar Naya, masuk
telinga kanan ke luar telinga kiri, tetap saja mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi.
Aku tiba di pantai tepat pukul 09.20 wita. Akhirnya sampai juga dengan
selamat. Aku dan teman-teman menghembuskan nafas dalam-dalam. Gimana nggak
sih, hampir saja Naya mencopot nyawa kami gara-gara kelakuannya yang brutal.
Hey, turun yuk, mereka udah nungguin tuh di pinggir, seraya menunjuk ke
pinggir pantai. Di sana, ada 5 cowok yang kelihatan bete karena nungguin kita. Upss..
ada sosok coolnya kak Fais. Dia melambaikan tangannya dan melempar senyum
manisnya ke arah kami dan pastinya aku dong yang paling manis ( GR banget sih
aku). By the way,kenapa dia ada di sini ya" tumben banget kak Fais ikut bareng
cowok-cowok gokil itu. Ifan &Ichal...Temmy, dan Rudi" What s wrong ya"
Tanpa sadar aku telah berada di depan mereka, melihat tingkahku bengong
seperti itu. Ifan sengaja menyentil hidungku yang emang dasarnya mancung ke
dalam. What s up girl" Kayak kerasukan setan aja !! tentu saja aku tersontak kaget
akibat ulahnya. Aku mengomel panjang lebar ke dia disertai tertawaan serentak dari
teman-teman. Kak Fais juga. Dia hanya tersenyum melihat ulah adiknya, Ifan senang
banget kalo menjahili aku.
Nay, kok kamu nggak bilang sih kalo kak Fais datang juga" Curang lho ya"
seruku seraya berbisik di telinga Naya. Dia tak menanggapiku, malahan dia
mendekati kak Fais dan yang lainnya.
Guys, katanya kita mo jalan-jalan, kok cuma bengong di sini, jalan yuk ke
sana , ujarnya seraya menunjuk ke pinggir pantai yang kurang penghuninya.
Akhirnya, kami menuruti ajakannya Naya. Seperti biasa Ifan jalan beriringan
dengan uni. Mereka berdua kan kekasih sejati. Sementara itu, yang lain berjalan di
depan sambil bercanda ria. Tanpa mempedulikan keberadaanku dengan kak Fais.
13 Mereka terus saja berlari ke depan. Sepertinya sengaja membiarkanku berduaan
dengannya. Mungkin ini kejutan yang dikatakan Naya cs tempo hari. Aduh, kira-kira
ada apa ya" Setelah terdiam cukup lama, akhirnya kak Fais membuka mulutnya lega untuk
mulai pembicaraan. Cha, gimana sekolahmu, lancar-lancar aja khan" tanya kak Fais sambil
melirik ke arahku dan tersenyum manis. Duh, manis banget, ( gula kali manis). Kok
aku jadi geregetan dan nervous gini sih" Jangan sampe ketahuan kak Fais deh.
Dengan bibir agak gemetar, aku menjawab pertanyaannya.
Lumayan kak, tapi PR nya numpuk, sampe -sampe badanku kadang pegal,
bahkan kalo bisa, hampir remuk kali, ujarku dengan nada bercanda, tentu saja kak
Fais tertawa mendengar ocehanku.
Kamu lucu juga ya cha, aku baru tahu lho. Ifan kok nggak pernah bilang kalo
kamu bisa lucu seperti itu. Aku jadi manyun dibilangin lucu sama kak Fais.
Dikiranya aku pelawak, sepertinya dia sadar kalo aku tersinggung, cepat dia minta
maaf, cuma bergurau, katanya.
Cha, Ifan dan yang lain ke mana ya, mereka kok ninggalin kita sih"
Nggak tau, aku pura-pura nggak tahu, padahal sih aku tahu kalo mereka
sengaja ninggalin aku dan kak Fais, biar bisa bicara lebih lama.
Cha, ngomong-ngomong, kamu udah punya pacar ya" tanyanya membuatku
tersentak kaget. Aku harus ngomong apa ya, bilang ya atau nggak, tapi dasarnya sih
aku punya, si Reno, anak Smansa. Tetapi, kami jarang ketemuan. Lagipula kalo aku
bilang nggak, kak Fais belum tentu suka aku dan nyatain perasaannya ke aku. Aku
nggak mungkin jadi pacarnya, dia terkenal introvert dengan cewek-cewek di sekolah
dulu, meskipun begitu, banyak cewek cantik yang notabenenya gaul ngejar-ngejar
kak Fais. Aduh, jadi bingung, jawab apa ya" masih memikirkan jawaban yang tepat,
kak Fais malah megang pundakku dan matanya tajam gitu deh ke aku. Aku semakin
tak mengerti, apa lagi ini. Darahku berdesir, jantungku berdetak kencang, aku
semakin salah tingkah. Mungkin saja mukaku kayak kepiting rebus saat ini.
14 Cha, kamu dengar nggak pertanyaan
ku" dia mencoba mendesakku dan aku
mencoba menenangkan hatiku dan mengatur aliran darahku.
Nggak ada, emangnya ada apa kak, mau ngedaftar ya" kucoba bergurau
agar aku tak ketahuan nervous begini. Kupalingkan wajahku dari pandangannya.
Dalam hitungan detik, dia menciumku sebagai jawaban gurauanku. Kontan saja aku
kaget dan tak percaya atas apa yang kulihat barusan. Finally, aku tertunduk malu
menyembunyikan muka meronaku. Duh, gusti ALLAH, makasih atas rezki yang
Engkau berikan padaku pagi ini. Apaan sih, kok jadi ngayal gini.
Kak Fais apaan sih, nggak malu ya di liatin orang" ujarku sambil melongok
kiri kanan, jangan sampe ketahuan sama yang lain. Bisa-bisa aku jadi bahan ledekan
seharian penuh. Untungnya nggak.
Kak Fais malahan tersenyum penuh kemenangan melihat tingkahku salah
tingkah. Cha, aku suka sama kamu, boleh kan jadi pacarmu"
Tapi &. Baru saja aku akan melanjutkan kalimatku, kak Fais keburu
menyela.. Aku hanya butuh jawaban, ya atau tidak!! aku jadi bingung sendiri nggak
tahu harus jawab apa. Terima nggak ya" dengan suara agak kikuk dan kaku.
Kak Fais beneren suka aku" Becanda kali! tetap saja aku pura-pura bego
untuk menutupi kekacauan hatiku.
Aku nggak bercanda Cha, aku serius sama kamu. Aku sudah lama
memperhatikanmu sejak kamu berteman dengan Ifan cs. Aku pikir kamulah cewek
yang paling tepat buat aku, sampe aku terobsesi banget tuk ngedapetin kamu tanpa
sepengetahuan kamu . Kak Fais cerita panjang lebar. Sebenarnya aku nggak apa-apa
sih, sebab notabenenya aku juga suka sama kak Fais. Tetapi, statuskukan masih
pacaran dengan Reno" Hampir setahun lagi. Meskipun aku hanya melampiaskan
kesalku sih sama Reno, tapi gimana menjelaskannya ya nanti. Ah, masa bodoh,
kesempatan untuk ngedapetin kak Fais udah ada di depan mata, hanya datang satu
kali lho & lagipula, selama ini aku tak bertepuk sebelah tangan, dia juga
15 menyambutnya tanpa sepengetahuannya juga. Atau jangan-jangan Uni cs yang bilang
ke Ifan dan Ifan yang menyampaikannya. Dasar cecunguk sialan. Tetapi kok, mikirin
mereka sih. Keberadaannya saja mereka aku nggak tahu.
Sebenarnya juga sayang sama kakak & tanpa ba bi bu lagi, kak Fais
memelukku erat dan mengucapkan thank U berulangkali. Aku sih kaget melihat
tingkahnya yang kayak anak-anak. Debaran jantungku berdetak kencang, tubuhku
bergetar serasa ada aliran listrik menyetrumku. Sedang asyik gitu, eh maksudku di
peluk. Tampak dari kejauhan, mereka bersorak dan bersiul menggoda kami.
Duh yang lagi jatuh cinta, lupa ya sama kita-kita" Emang sih, kalo udah
jatuh cinta, dunia serasa milik berdua, lalu kita di kemanain dong"" kontan saja tawa
yang lain meledak akibat ledekan Ichal. Dan aku tersipu sekaligus menggerutu dalam
hati melihat ulah mereka. Kak Fais tampak adem ayem saja mendengar ocehannya.
****** Suara merdu Ariel Peterpan lewat lagunya Semua Tentang Kita yang
mengalun indah di MP3 komputerku telah berakhir membuyarkan lamunanku. Aku
tersenyum getir mengingat kenangan itu. Tanpa sadar, tanganku bergerak pelan
menekan tuuts komputer. Dear diary Wednesday, 22nd february
Masa laluku tidak pernah bisa melepaskanku. Aku semakin terjerat di dalamnya.
Entah kapan waktu itu akan datang menjemputku tuk keluar dari kubangan
kelam ini. Aku sudah tak kuasa menahannya. Menariknya lagi ,aku lelah. Sekali
waktu inginku berlari untuk menghindari semua ini. Tetapi selalu saja ku
ditariknya hingga aku semakin terjatuh dan terjatuh. Orang bijak mengatakan
semakin sering kita terjatuh, kita semakin tidak merasakan sakit. Dan saat
inipun. Aku ingin berkata aku belum puas terjatuh agar tegar itu bisa
mencapaiku. Meskipun sangat sulit tuk mewujudkannya. Diam-diam aku selalu
berusaha ingin mewujudkan impianku. Aku sadar kalo waktunya masih akan
lama untuk bisa meloloskan diriku dari jeratan tali ini. Namun, aku yakin suatu
saat hari itu akan tiba. Aku berhenti sejenak mengamati tulisanku. Begitu terlukakah hatiku untuk
seorang lelaki bernama kak Fais. Aku melirik jam yang terpampang di dinding dan
sudah menunjukkan pukul 1 malam. Rupanya sudah larut malam. Pantas saja keadaan
16 rumah kosanku menjadi lengang. Tak terdengar lagi bunyi radio yang keras dari
kamar sebelahku. Mereka sudah terlelap. Entah apa yang di impikannya. Kumatikan
monitor komputerku dan aku segera bergegas ke tempat tidur untuk menghilangkan
penatku setelah seharian beraktivitas.
Inilah hidup Berperan dalam suka pun duka
Sebagai jalan melintang Dalam pelukan dunia. ******** Aku masih tertidur pulas ketika Uni membangunkanku. Menggedor-gedor
pintu kamarku dengan keras. Aduh apaan sih, ganggu saja, hari inikan aku nggak ada
kuliah. Jadi aku bisa istirahat cukup, bebenah kamar. Tetapi, itu nanti. Dengan mata
masih terpejam, aku menyahut panggilan Uni.
Ada apa sih, Ni" Ada telpon Ifan dan Ichal. Mau diterima nggak" Katanya penting lho .
Ah, Ichal dan Ifan, tumben banget mereka nelpon. Bukannya lagi sibuk dengan
aktivitas kampusnya. Lalu, kabar penting apa sih, mungkin Uni hanya mengelabuiku
saja agar aku cepat bangun, aku lekas bangun dan membukakan pintu untuk Uni.
Tumben nelpon, mau married ya" tanyaku setelah aku mengambil alih
gagang telpon itu dari tangan Uni. Uni, Ifan, dan Ichal adalah teman yang masih setia
berbagi cerita denganku, mereka adalah sahabat yang masih tersisa untuk
mendengarkan keluh kesahku.
Sudah jam tujuh non, masih molor saja kerjaannya, pantes berat badan tuh
tambah melar, gimana bisa diet. Omel mereka dari seberang. Aku sih hanya
mendongkol mendengar ledekan mereka di pagi hari, seperti biasa.
Biarin, memangnya ada aturan baru ya kalo anak indekosan di larang
bangun kesiangan" Nggak ada kok, by the way, ada apa pake acara nelpon segala,
17 masih ingat juga ya rupanya kalian berdua, cecunguk-cecunguk tengik . Aku hanya
membalas ejekan mereka. Rasain. Terdengar suara mereka yang mendengus, agak
jengkel, tak apalah, mereka yang duluan kok.
Cha, ada acara nggak hari ini, kita jalan yuk, kangenku udah menumpuk
nih . Aduh, gimana ya, sebenarnya sih ada, tapi &. , aku menghentikan ucapanku
untuk membuat mereka penasaran. Mereka mulai mendesak.
Tapi, apaan Cha, buruan dong, atau kamu nggak mau lagi jalan sama kita ya,
udah bosan ya" ya sudah persahabatan kita berakhir di sini . Terdengar nada kecewa
dari hembusan nafasnya. Uh, kena kalian, aku kerjain. Sekejap, aku tertawa terbahakbahak
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hingga Uni melongok dari kamarnya karena penasaran.
Rasain kalian, tadi itu aku kan belum lanjutin kalimatnya, maksudnya kalo
kalian yang ngajak, aku sih oke saja, lagian aku nggak ada kuliah kok hari ini, mau
ngajak kemana" Dasar rese lo Cha, ngerjain kami berdua, kita ke MP ya" temanin aku
belanja dong, cari kado untuk Rara, dia ulang tahun nanti malam, aku nggak tahu
ngasih kado apa, aku pikir kamu kan cewek, sejenis dengan dia, jadi pasti tau deh apa
yang pas buat Rara, plis ya, Ifan membujukku habis-habisan.
Sejak hubungannya dengan Uni putus setahun yang lalu saat promnight
sekolahan, Ifan pacaran dengan Rara, anak STMIK. Wajahnya sih aku nggak pernah
liat. Tapi kata Ichal, orangnya lumayan cantik. Gaul pula. Meskipun mereka sudah
putus, bukan berarti persahabatan kami akan terputus juga. Kami tetap berkomunikasi
by phone, begitu pun dengan Uni dan Ifan.
Aku sih mau, tapi kamu jemput aku ke sini ya jam 10, Uni boleh ikut kan"
tanyaku balik ke dia. Mendengar namanya disebut, Uni muncul dari dalam
kamarnya. Ada apa namanya disebut, aku bilang saja kalo dia mau ikut nggak ke
Mal cari kado untuk pacarnya Ifan.
Cha, aku boleh ngomong nggak dengan Uni" pintanya Idari seberang.
18 Ya bolehlah, nih Uni-nya juga udah ngebet banget pengen bicara sama
kamu, aku menyerahkan gagang telpon ke Uni, dan aku bergegas ke kamar mandi
untuk cuci muka dan sikat gigi. Terdengar tawa cekikikan Uni dari luar. Asyik sekali
pembicaraannya dengan Ifan dan Ichal, apa yang diomongin ya" aku semakin
penasaran dan mendekati Uni.
Kalian ngobrolin apaan sih" tanyaku seraya mendekatkan telingaku ke
gagang telpon. Seru sekali.
******* Pukul 10. 30 wita di Mal Kami berjalan dengan santai memasuki ruangan Mal. AC-nya membuatku
harus merapatkan sweater di badanku yang tak kulepas sewaktu turun dari motor tadi.
Pengunjung mal juga belum terlalu banyak ber
seliweran. Anak-anak sekolah pun
belum datang ngecengin outlet-outlet. Para SPG pun belum banyak yang siap
melayani. Kami menaiki lantai 2 dengan eskalator yang tersedia. Satu persatu
counter pun kami masuki, namun belum ada satupun yang cocok buat selera Ifan, eh,
selera Ifan atau pacarnya. Akhirnya, kami memutuskan untuk masuk ke outlet tas
ELIZABETH . Ifan menanyaiku yang cocok buat Rara, aku bilang nggak tahu. Dia
langsung cemberut, tapi aku langsung memaksa untuk menyebutkan ciri-cirinya.
Setelah itu, aku memilihkan tas yang mungil untuknya dan Ifan langsung
menyetujuinya. Dan, Ichal hanya mengangguk lemas. Katanya sih, cukup unik. Kami
ke kasir membayar tagihannya.
Setelah lama berkeliling hingga ke lantai 3, perut Ichal berbunyi kriuk minta
diisi. Kami pun tertawa bersamaan. Langsung saja aku tarik mereka ke resto yang
terkenal enak dan terletak di lantai 1.
Cha, ngomong-ngomong, kamu sudah dapat pengganti kakakku belum"
tanya seenaknya saja. Aku terdiam mendengar pertanyaannya dan memalingkan
muka ke sudut ruangan resto ini. Terlihat sepasang remaja berpegangan tangan
sambil bergantian saling menyuapi. Tentu saja perutku mual seketika dan tak
19 berselera makan lagi. Baru saja aku akan berangkat dari tempat duduk, Ifan dan Ichal
segera menahan tanganku. Mereka jadi heran melihat tingkahku langsung aneh dan
berubah kayak begitu. Ada apa Cha, aku menyinggung perasaan kamu ya, sori, aku nggak ada
maksud lain kok, mereka meminta maaf dan tak akan mengulanginya lagi. Mereka
membujukku untuk makan lagi. Aku menurutinya, tapi baru sesuap yang kutelan,
perutku jadi mules dan kontan saja makanan dalam mulutku kumuntahkan bersamaan
dengan gejolak saat ini. Tentu saja, Ifan dan Ichal bersungut jengkel melihat ulahku,
yang telah mengenai baju mereka. Aku hanya tersenyum dan meminta maaf padaku
karena tak sengaja. Fan, Chal, maaf ya, nggak sengaja, cepetan deh kalian bersihkan di toilet,
aku tunggu di sini ya! Kamu sih enak minta maaf, tapi liat nih jadi blepotan, omel Ifan seraya
meninggalkanku menuju toilet di ujung kiri sana.
Ada apa denganku" Mendengar nama kak Fais. Kok aku jadi begini" Meski
pun aku berusaha melupakan sosoknya. Namun, tetap tak bisa. Bahkan untuk
menggantikan posisinya pun tak bisa kulakukan.
Katakan padaku Dengan apa kusapu pelangi yang tertinggal
Jika pendar-pendar melati masih di sini
Dengan apa pula sesal ini kuhempas
Setelah se abad merana karenanya
Ingin kugenggam kembali Tapi tak mampu Ingin kuraih yang lain Namun, tak kuasa Perihku padamu meraja bertalu 20 TiGa Kuguyur tubuhku dengan air di bak mandi. Pheuw. Dingin sekali, sedingin
hatiku saat ini memaknai cinta. Mencemooh orang yang bercinta. Tapi mereka
kelihatan bahagia dengan keberadaan cinta itu, atau aku yang terlalu menganggap
nista cinta. Peduli apa dengan cinta hanya membawa perih tak tertahankan.
Suara deringan telepon dari ruang tengah terdengar begitu keras. Tak ada yang
mengangkatnya. Sudah berulang kali berdering. Ke mana semua orang" Inikan baru
pukul 5 sore" Masih molor kali ya" Kugosok tubuhku dengan handuk dan bergegas
ke arah telepon. Aku segera mengangkatnya. Terdengar jelas di seberang sana, suara
keibuan yang sepertinya kukenal.
Assalamu alaikum, bisa bicara dengan Ocha"
Waalaikumussalam, ini Bunda ya" Bunda gimana kabarnya, kapan bisa jenguk
Ocha lagi, udah kangen nih Bunda. Kuserang Bunda dengan pertanyaan-pertanyaan
hingga Bunda tertawa geli mendengarkanku. Katanya aku nggak berubah baru juga
dua bulan nggak pulang sudah minta dijenguk.
Bunda jahat, Bunda nggak senang ya, kalo Ocha pulang ke rumah. Aku mulai
ngambek, tetapi Bunda malah ketawa. Ada yang lucu ya denganku"
Cha, kamu bisa pulang ke rumah dulu ya sayang" Soalnya ada acara keluarga
besok lusa. Masih ingat nggak dengan teman Bunda, tante Mirna, dia nitip salam buat
kamu dari anaknya, katanya Ragil. Upps & aku hampir melupakan sosok yang satu
ini. Ragil adalah pacar aku yang ke sekian kali saat aku masih pacaran dengan kak
Fais. Waktu itu Ragil ngotot ingin pacaran denganku meski dia tahu kalo aku sedang
menjalin hubungan dengan kak Fais. Ya
sudah, aku terima saja, tapi tidak
berlangsung lama hanya lima bulan kok. Setelah itu, kami putus karena dia harus
melanjutkan kuliahnya ke Bandung. Aku sih biasa saja. Hubunganku dengan kak Fais
21 juga bertahan hingga dua tahun. Dan, sekarang Ragil sudah ada lagi di Makassar"
Mungkin dia sedang liburan, tapi inikan bukan musim liburan kampus" Ada apa ya"
Cukup lama aku terdiam. Sementara Bunda terus saja nyerocos tentang
kedatangan Ragil. Katanya Ragil makin cakep. Semangat 45 banget. What s wrong
dengan Ragil dan Bunda" Apa yang disembunyikannya dariku ya" aku semakin
bingung, hingga Bunda menutup teleponnya dan tak lupa mengingatkanku untuk
pulang ke rumah. Aku iya-kan saja sih, aku juga sudah kangen dengan keadaan
rumah, sudah lama tak pulang.
Sewaktu SMA dulu, dan melanjutkan kuliah di UNM, aku lebih senang tinggal
indekost, meskipun Bunda melarangku karena katanya masih dalam wilayah
Makassar. Namun, aku bersikukuh untuk indekost, belajar mandiri kataku. Akhirnya,
Bunda mengijinkanku tapi harus sering-sering pulang ke rumah.
******* Aku segera menghubungi telpon genggam Ichal. Tetapi, mailbox.
Kutinggalkan pesan via SMS.
Kalo kamu ada waktu, antar aku temui Bunda pukul 9 pagi ini. Plis ya
Penting banget!! Ocha Aku membereskan barang yang akan kubawa pulang. Hanya 2 buah buku
untuk ujian kamis nanti. Selebihnya nggak ada lagi. 10 menit kemudian, balasan SMS
Ichal masuk. Tiit &tiit. Baik non, tunggu setengah jam lg, aq ke situ.
Aku tersenyum membaca SMSnya. Thanks ya Chal, kamu memang teman
yang paling baik sedunia. Gumamku sendirian. Tak berapa lama kemudian, suara
22 deruman motor yang terdengar dari halaman depan rumah. Ichal membunyikan
klakson motornya beberapa kali, pertanda menyuruhku cepat. Aku segera berlari ke
luar dan mengajaknya segera berangkat. Setelah di atas motor, aku berangkat. Aku
berteriak pamitan kepada Reyta dan Uni.
Sepanjang perjalanan menyusuri jalan raya yang semakin dipadati kendaraankendaraan
beroda empat dan beroda dua, pejalan kaki yang berseliweran di pagi hari.
Ichal terus saja mengeluarkan banyolan-banyolannya yang paling gress. Tentu saja
aku tertawa terpingkal-pingkal dan menyuruhnya untuk menghentikan motornya.
Perutku sudah sakit dibuat oleh leluconnya. Tetapi, dasar Ichal, dia tak
menanggapiku. Tak terasa kami tiba di rumah kurang lebih 11.05 wita. Bunda menyambutku
dengan sangat antusias dan omelan yang seperti biasa. Disusul keluarga yang lain
menyambutku dengan tatapan yang aneh. Pandangan mereka seakan mengisyaratkan
untuk memberitahukan siapa pria yang kutemani. Aku memperkenalkan Ichal pada
keluargaku, kalo dia adalah sahabatku sewaktu SMA. Kalo Bunda sih sudah tahu,
karena Bunda sudah menganggapnya sebagai anaknya juga. Cukup lama keluargaku
mengintrogasiku tentang kuliahku, dan sebab musabab aku ngekost. Akhirnya, Ichal
berpamitan pulang, masih ada kuliah pukul 2 siang nanti. Aku mengantarnya sampai
depan pintu dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya mengantarku ke sini.
******** Suara tawa riuh dari ruang keluarga terdengatr heboh. Mereka menceritakan
keluarga masing-masing. Bahkan, lamat-lamat kudengar, obrolan Bunda dengan
dengan tante Mirna menyebut namaku dan Ragil. What s wrong" Aku semakin
tertarik dengan obrolan keduanya. Tanpa sepengetahuan mereka, aku menguping di
balik pintu kamarku yang letaknya dengan ruang keluarga begitu jauh. Seru sekali
pembicaraannya, bahkan sesekali dibarengi tawa cekikikan keduanya.
23 Oh, tidak! Apa yang telah kudengar ini tak mungkin terjadi. Bunda nggak
boleh dong seenaknya mengambil keputusan kayak gitu. Bunda telah menentukan
pertunanganku dengan Ragil tanpa minta persetujuanku. Aku meringis perih setelah
mendengar semua itu. Seperti ada sebilah keris menghunjam dadaku seketika. Aku
terperosok jatuh, tak kuasa menahan rasa sakitnya. Aku memang pernah menjalin
hubungan dengan Ragil, tetapi kejadiannya sudah cukup lama. Lagipula, hingga saat
ini kepastian hubunganku dengan kak Fais belum ada kepastian. Jujur, aku masih
menanti. Seolah ada petir yang menyambarku, aku tersontak kaget ketika Bunda
memegang pundakku dan menyuruhku
makan siang. Kontan saja Bunda ikut kaget
dan menanyakan apa yang terjadi denganku. Ya ALLAH, berilah kekuatan pada
hambaMU ini. Tak kujawab pertanyaan Bunda, hanya melemparkan senyum yang
dibalut sakit. Aku mengikuti langkah Bunda menuju ruang makan, di sana telah
berkumpul yang lain untuk menikmati santapan siang dengan lahap. Tak kulihat
sosok Ragil, ke mana dia"
Ketika aku menyantap makanan, tante Mirna mendekat dan menanyakan
kabarku. Aku jawab saja, lumayan baik. Tante Mirna terus saja berkicau laiknya beo.
Tak berubah juga, dia ingin berusaha untuk menyembunyikan rahasia perjodohan itu
dariku. Aku mendesah, seakan tante Mirna tahu arti desahanku. Dia berdiri dan
berbaur dengan yang lain. Dan aku semakin tenggelam dengan pikiran-pikiranku.
Tiba-tiba saja, kepalaku menjadi berat, mataku berkunang-kunang,banyak
sekali bintang-bintang yang menari-nari di depan mataku. Tak sadar, aku langsung
ambruk. Tak kuketahui apa yang terjadi setelah itu. Yang jelas masih sempat
kudengar suara histeris Bunda memanggilku.
Suara tangisan keluargaku yang ada saat itu mulai terdengar jelas melihat
keadaanku yang terkapar lemas tak berdaya di atas tempat tidur. Sepanjang aku
pingsan, aku takk tahu kalo didekatku telah duduk seorang cowok yang sudah tak
asing lagi. RAGIL. 24 Kata Bunda, aku pingsan selama 3 jam. Cukup lama juga. Dan Ragil dengan
setia menungguiku hingga siuman. Tante Mirna menelponnya mengatakan keadaanku
dan dia langsung ke sini dengan wajah cemas. Tampak dari wajahnya memang.
Setelah keadaanku agak pulih kembali, Bunda menyerangku dengan segudang
pertanyaan kayak tersangka saja. Aku tersenyum ke arah Ragil dan tak menggubris
keberadaan yang lain. Eitss..jangan salah bukan berarti aku masih menyukainya dan
menyetujui perjodohan itu.
Kamu udah baikan ya Cha" Syukurlah aku cemas banget ngeliat keadaanmu
yang tiba-tiba pingsan. Nggak apa-apa kok Gil, mungkin aku hanya lelah, karena kurang istirahat
semalam. Kapan kamu datang"
Tiga hari yang lalu, sory aku tak menelponmu. Tapi mama sudah
menyampaikan salamku bukan" tanyanya dengan senyum menggoda. Aku tak tahu
arti senyuman itu. Mungkin saja dia sudah tahu tentang perjodohan itu. Aku
mengangguk lemas dan berusaha tersenyum sebisa aku.
Tak terasa waktu berlalu begitu saja. Keluarga pun sudah mulai bubar.
Mereka berpamitan pulang, tak terkecuali Ragil. Namun, sebelum dia pamit, dia
berbisik ke telingaku kalo dia merindukanku dan ingin ngobrol banyak denganku
dan dia. Aku tersenyum getir mendengar kata-kata itu. Sangat lama nian aku tak
pernah mendengarnya lagi. Setelah kak Fais, aku memang tak pernah menjalin
hubungan spesial dengan yang namanya pria, tak sedikit juga yang berusaha
mendekat. Namun, kutolak dengan sinis. Cinta. Tak jera orang dengan kata ini.
****** Halo say, kamu udah baikan ya" aku kangen berat sama kamu . Dia mulai
menggombal lagi. 25 Ya, agak mendingan sih dibandingin kemarin, rupanya seorang Ragil masih
kangen ya dengan seorang Ocha, aku mencoba bercanda dengannya. Di sebrang, dia
hanya tertawa mendengar aku ngomong seperti itu.
Ya iya dong, masa dilupain gitu aja. By the way, ada acara nggak nanti
malam" tanyanya. Nggak ada sih, but besok pagi aku ada ujian, jadi mo belajar. Emangnya ada
apa" Mau ngajak aku keluar" tanyaku.
Sebenarnya sih iya, tapi lainkali aja, kamu belajar saja, jangan sampe larut
malam lho, nanti sakitmu kambuh lagi. Ngomong-ngomong, boleh aku ngantar kamu
besok ke kampus" Sekalian aku mau tahu kampus dan kosanmu, aku berpikir cukup
lama untuk memutuskannya.
Bolehlah, kamu jemput aku pukul 8 besok pagi ya" Jangan telat lho"
akhirnya obrolan kami mengalir panjang. Ada tawa di sana, sementara tawaku kian
menggantung entah ke mana. Setelah lelah bercerita panjang lebar, aku menutup
telponnya dan berlari masuk kamarku.
Bingung, resah, gembira. Entah apa yang berkecamuk di dalam hatiku, aku
sendiri masih tak mengerti. Semua bercampur baur menjadi satu hingga hampir saja
menghancurleburkan tubuhku hingga berkeping-keping. Aku segera memejamkan
mataku untuk menghindari pikiran-pikiran kusutku. Bahkan, dalam mimpiku pun
sosok kak Fais dan Ragil berkejar-kejaran. Aku tak kuasa menghentikannya dan
hanya berusaha menatap hampa. Gamang seketika. Tak ada bunyi yang terdengar riuh
lagi. ****** Keesokan harinya, Ragil benar-benar memenuhi janjinya untuk menjemputku.
Masih dengan Katana merahnya, dia mengantarku ke kampus. Ketika menyuruhku
naik ke mobil, aku diperlakukan bagai tuan putri. Sungguh, dia tak berubah, sikapnya
padaku begitu tulus, dan aku semakin tak mengerti dengan perlakuannya itu. Jika hati
kecilku menentang perjodohan itu, kenapa aku masih bersedia diajak olehnya.
26 Bukankah hal ini semakin membuat Bunda dan tante Mirna bahkan Ragil berpikir
kalo aku juga bersedia. Sampai detik ini sih Bunda belum membicarakannya
denganku secara langsung. Entahlah, mungkin menunggu hingga aku siap dengan
semuanya. Namun, sampai kapan akan disembunyikan"
Tak banyak kata yang kuucapkan kepada Ragil, aku hanya terdiam
memikirkan kegundahan ini. Sementara itu, Ragil menatapku aneh, katanya, aku
bukan Ocha yang dulu lagi. Periang dan cerewet. Beda banget. Aku tertawa lirih
mendengar ucapannya. Cha, kamu pulang jam berapa sebentar" Nanti aku jemput ya"
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nggak usahlah Gil, lagian juga teman-temanku ingin pulang bareng
denganku siang ini. Makasih banyak ya atas tawaranmu, aku berusaha menolak
dengan halus tawarannya agar aku tak bisa terhanyut dengan menghindar darinya.
Aku bisa menghilangkan prasangka Bunda dan mamanya tentang hubungan kami.
Tapi Cha, lebih bagus lagikan kalo aku kenalan dengan teman-temanmu
sekalian, biar lebih akrab. Dia mencoba membujukku, apalagi ini, supaya lebih
akrab dengan teman-temanku" Semakin banyak saja pertanyaan yang berkeliaran di
otakku. Plis ya Cha, kitakan baru ketemu, aku pengen banget ngobrol banyak sama
kamu dan kenapa kamu sepertinya ingin menghindar dari aku" Ada yang marah ya"
Atau kamu masih pacaran dengan Fais" pertanyaan Ragil membuatku tersentak
kaget. Ditambah lagi nama kak Fais terdengar lagi di telingaku. Mengapa semua
orang begitu rajin menyebut namanya, tak adakah yang lain"
Ragil mulai curiga dengan sikapku, tapi bukankah itu lebih bagiku dan
baginya tentunya. Jadi, aku tak perlu bersusah payah untuk menjelaskannya. Aku
masih terdiam tak tahu harus ngomong apaan lagi pada dia. Tanpa sadar
kuanggukkan kepalaku. Tentu saja Ragil senang.
Jadi, jam berapa kamu pulang kuliah nanti"
Pukul 2 siang, tapi mungkin teman-temanku akan ikut, kataku dingin dan
ada nada angkuh tergambar di sana.
27 Oke deh say. Ragil melajukan Katana merahnya dengan kecepatan sedang. Dan, akhirnya
tiba juga di kampus. Aku turun dengan loyo dan mrngucapkan terima kasih.
Kemudian, dia telah berlalu dari hadapanku, dan aku hanya tergugu di tempat itu,
menatap kepergiannya. Sungguh ada yang terasa sakit sekali di dalam hati ini.
Entahlah. Aku berjalan ke kelas dengan langkah gontai. Tiba-tiba dari belakang, Iyan,
Wita, dan Ima mengagetkanku.
Hei non, pagi-pagi sudah ngayalin anak orang, dosa lo. Ledek mereka
dengan tawa terpingkal-pingkal.
Siapa yang ngayal" Aku kan cuma bad mood aja, kalian tuh yang dosa, udah
su udzon sama aku. Aku meninggalkan mereka menuju bangku yang letaknya di
depan. Kulirik sepintas, mereka masih termangu dengan ucapanku tadi. Hebat, Ocha
udah pinter ngomong ya sekarang, pake bahasa planet gitu. Aku terkikik mendengar
bisikan mereka. Bahasa planet apaan, dasar bego.
Dosen yang ditunggu datang juga. Tak biasanya, senyum menghiasi bibir
tebalnya. Jangan-jangan ujiannya sulit nih. Gumamku lirih. Dosen mulai
membagikan soal ujian kali ini. Wah, lumayan sulit juga. Tanpa melirik sedikit pun
ke arah Iyan CS, aku terus saja melaju dengan jawaban-jawabanku, meski setengah
teriak mereka memanggil namaku. Namun, kuacuhkan, karena kalo tidak, dosen
bibir tebal itu bisa merampas kertasku kalo ketahuan kerjasama atau ngasih jawaban.
Ujian pun berakhir dengan gerutuan-gerutuan teman-teman sekelasku.
Bahkan, ada juga mahasiswa yang terdengar menyumpahserapahi dosen perawan tua
itu. Aku sih tak mempedulikannya. Sempat ku menoleh ke arah mereka, tapi mereka
pura-pura cuek. Aku tahu itu. Aku mendekati merek
a dan berusaha minta maaf atas
sikapku tadi. Aku berusaha menjelaskannya.
Kalian tahukan bu Ratna, bisa-bisa tak satupun di antara kita yang akan lolos
jika ketahuan aku ngasih jawaban. Kalian serius nggak mau maafin aku" Ya sudah.
Aku pergi ya"! mereka betul-betul ngambek, aku pura-pura meninggalkan ruangan,
tapi sebelum aku pergi, aku sempat meneriakkan:
28 Ada yang mau ikut nggak" Ada yang mau ntraktir aku lho di lapangan
tembak. Aku mencoba menggoda mereka dengan makanan. Biasanya sih mereka
nggak akan meloloskan apa saja yang menyangkut makanan. Aku tahu
kelemahannya.Tuh betulkan" Mereka mengejarku dan menanyakan kepastiannya,
emang betul" Aku sih pura-pura cuek juga sih. Belagak pilon gitu lho. Namun,
mereka mendesakku, akhirnya tawaku meledak juga.
Kalo soal makanan, kalian nggak pernah mo ngelewatin ya. aku mo ngajak
kalian makan gratis sebentar" Ada waktu nggak" tanpa dikoor, mereka serempak
mengatakan mauuuuuuuu & &..
********] Suasana gerah tampak dalam ruangan lapangan tembak itu. Meskipun ada
pendingin ruangan, tetapi, masih saja gerah, gimana nggak, pengunjung memadati
tempat makan yang terkenal dengan baksonya yang enak itu. Kicauan kepanasan Iyan
CS mulai merdu kedengaran. Sampe -sampe aku melirik Ragil untuk melihat
reaksinya terhadap teman-temanku. Tak sengaja, pandangan kami bertubrukan.
Bruukk.. !! segera saja kupalingkan mukaku ke arah pengunjung. Untunglah yang
lain tak menyadarinya, jadi aku tak perlu semalu itu pada mereka. Tanpa mendapat
perintah lebih awal dariku, Wita menanyakan berbagai hal kepada Ragil. Mukaku
langsung memerah mendengarnya.
Gil, kamu apanya Ocha sih" Kok Ocha nggak pernah bilang yah kalo punya
teman secakep kamu" Kampret, ngapain ngomong seperti itu. Umpatku dalam hati.
Oya" Masa sih" Ragil melirikku dengan tersenyum. Aku hanya menunduk.
Gila juga nih anak, senyumnya nggak luntur lagi. Masih maut banget. Aduh apaan
sih" Kupelototi matanya Wita, tetapi dengan santainya nyerocos terus.
Ragil kuliah di mana" Di Makassar juga" Kok nggak pernah liat"
29 Nggak, aku kuliah di Bandung, tetapi aku datang ke sini, karena ada urusan
keluarga yang penting banget untuk di omongin, hanya beberapa hari kok. Aku
hanya mendengarkan pembicaraan mereka, tanpa berkata-kata. Sesekali aku melirik
teman-temanku dan Ragil. Seru sekali obrolan mereka. Aku pamit ke toilet sebentar.
Sebenarnya sih nggak mau pipis, tapi aku berpikir panjang tentang perkataan Ragil
tadi. Urusan keluarga" Aduh kok semakin ruwet ya masalahnya. Aku kembali
menemui mereka dan mengajaknya untuk segera pulang. Iyan cs langsung mengeluh
panjang. Peduli amat. Semakin lama di sini, semakin bertambah pusingku.
Iyan, Wita, dan Ima meminta Ragil mengantar mereka satu persatu ke
rumahnya. Katanya, mumpung ditumpangin mobil keren dan cowok cakep, jadi
nggak apa-apalah. Aku terus saja mendongkol melihat kelakuan mereka yang
sengaja memancing emosiku. Tetapi, Ocha tenang, tenang, jangan terpancing, mereka
adalah setan-setan penggoda, ucapku dalam hati berusaha menenangkan diri tanpa
sepengetahuan mereka. Perjalanan yang melelahkan mengantar mereka satu persatu,
akhirnya tibalah giliranku untuk diantar pulang ke rumah kosanku. Lama terdiam,
ragil membuka mulutnya. Cha, kenapa sejak tadi kamu diam terus" Ada masalah ya" atau kamu tidak
senang aku ajak ke luar" Cerita dong, biar aku nggak salah tingkah gini melihat
sikapmu. Nggak apa-apa kok Gil, aku hanya lelah saja.
Cha, sebenarnya ada yang mau aku omongin, tapi ngeliat kondisi kamu
kayak gini, aku tunda saja deh, lainkali saja, biar lebih fres ngomongnya.
Kamu mau ngomong apa Gil" Ngomong aja lagi, aku siap mendengarkan
kok. Aku jadi tertarik ucapannya barusan. Mungkin saja dia ngomong soal
perjodohan itu. Bentar malam saja ya aku ke rumahmu lagi. Setelah aku mengantarmu.
Kamu istirahat saja dulu, biar badan kamu jadi segar. Aku nggak mau kalo kamu
sakit lagi. Perhatian banget si Ragil ini, hampir saja aku jadi luluh di buatnya. Aku
mengangguk saja, aku coba memejamkan mataku sepanjang perjalanan pulang.
30 Setelah tiba di rumah, Ragil membangunkanku dengan sang
at pelan. Aku terbangun dengan mata masih terpicing sedikit. Kukucek mataku.
Oh, sudah sampe ya" makasih ya Gil, kamu nggak mampir dulu" aku
menawarinya untuk mampir ke rumahku, sekadar basa-basilah. Tetapi, Ragil
menolak, katanya dia ingin pulang saja dulu. Biar aku istirahat dulu. Ya..sudah, dia
pamit pulang setelah mengantarku hingga ke kamar. Tanpa ba bi bu lagi aku segera
menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur empukku. Lelah sekali seharian ini.
******** Sore mulai merambati malam. Itu berarti, Ragil akan datang sebentar lagi.
Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan diriku dari kepenatan. Eitss &
kenapa bisa sesemangat ini ya" jangan- jangan aku kembali jatuh cinta lagi. Tidak.
Aku hanya menunjukkan toleransiku sebagai mantan pacar, nanti aku dikiranya
benci dia lagi. Terdengar dari luar klakson mobilnya, aku bergegas keluar menyambutku.
Ceria sekali wajahnya dan di tangannya, tergantung sekantong apel merah
kesukaanku. Hai, Cha, kamu udah siap" Kita ke luar yuk" dia mengajakku ke luar malam
ini. Ke pantai tempat kami sering berkencan secara sembunyi-sembunyi dulu waktu
SMA. Seperti yang kamu liat. Dia menyerahkan kantongan itu dan aku
membawanya masuk ke kamar. Tak berselang lama. Aku kembali menemuinya. Dia
mengulurkan tangannya untuk kuraih, tetapi aku mengacuhkannya dan terus saja
naik ke mobil. Ragil kelihatan kecewa atas sikapku barusan, tapi aku tak peduli..
Dengan senyum dipakskan, dia menoleh ke arahku dan tentu saja kubalas senyum itu
dengan perih yang mendalam. Tidak. Cinta tak boleh mengalahkanku. Aku harus
lebih kuat. Persetan dengan cinta. Cinta hanya membawa luka yang teramat pedih
bagi yang mempercayainya.
31 Ragil memutar lagu kau milikku -nya Baim, aku nggak boleh terhanyut
dengan semua itu. Wake up girl. Alunan melodi lagu romantis terus saja mengisi
ruang kosong dalam mobil. Menurutku sih emang ruang kosong, karena tak satupun
diantara kami yang membuka mulut. Aku sibuk dengan khayalan tingkat tinggiku.
Dan mungkin saja Ragil sibuk memikirkan apa yang akan dibicarakannya padaku
nanti. ( duh, geer banget sih).
Ragil memarkirkan mobilnya di sudut parkiran. Katanya, biar lebih gampang
nemunya kalo pulang nanti. Aku sih terserah saja. Dia mengajakku masuk ke kafe
Kirana yang kurang pengunjungnya dan memilih tempat duduk paling pojok.
Sepertinya, dia berusaha untuk mengingatkanku kenangan ketika pacaran dulu. Ya, di
tempat inilah kami sering menghabiskan waktu tanpa sepengetahuannya kak Fais.
Kami jalani hubungan itu tanpa khawatir ketahuan kak Fais. Katanya, kalaupun
ketahuan, itu lebih baik. Dia akan leluasa untuk memilikiku sepenuhnya.
Kutengok masa itu, di sana tawa masih membalutku tanpa ada tekanan
apapun. Dengan gurauan, Ragil semakin menyemarakkan kencanku dengannya,
tanpa perasaan bersalah sedikit pun pada kak Fais, kujalani hidupku dengan enjoy.
Aku pacaran dengannya dan dia sangat menyayangiku dengan tulus. Ragil pun tulus
padaku. Tetapi apa yang telah kuperbuat, aku menyakiti hati banyak orang.
Cha, aku mau kita pacaran, sejak hari itu, aku mulai sayang sama kamu.
Perkataan Ragil waktu itu membuatku kaget bukan kepalang. Dia tahu sendiri aku
pacaran dengan kak Fais, tapi kenapa ngomongnya seperti itu" Seperti tahu jalan
pikiranku, Ragil memegang tanganku dan mengatakan:
Cha, aku tahu kok kamu masih pacaran dengan Fais, tapi itu tak jadi
masalah, kita bisa backstreet. Kalo kamu menolak aku,aku akan sakit hati Cha,
karena sayangku sudah menggunung dan itu tak bisa kuhancurkan. Aku tak bisa
ngomong banyak lagi, tatapan tajam Ragil menjadi tatapan sendu. Tanpa pikir
panjang untuk keduanya lagi, aku menyetujuinya. Ide gila itu muncul begitu saja.
Sungguh pahit mengingat semua itu, karena ide gila itulah. Aku menikmati
hasilnya sekarang, kehancuran, ketakpercayaan pada cinta, sinis, muak, benci,
32 membalut ragaku hingga saat ini. Dan, sekarang aku tak tahu lagi apa dan bagaimana
cinta itu lagi. Aku tertunduk, dan tak terasa air mataku bergulir. Ah, rupanya aku
masih bisa menangis. Aku pikir, keangkuhanku akan terus nmembungkus ragaku.
Sungguh picik sekali pikiranku. Segera kuha
pus air mataku agar Ragil melihat dalam
keadaan ini. Kalau tidak, dia bisa mengintrogasiku.
Cha, kamu mau makan apa"
Nggak usah, aku pesan minum aja, seperti biasa, jus alpukat. Ragil segera
memesankanku jus alpukat kesukaanku dan dia minuman dingin, Pocary sweat.
Cha, ada apa sih" Kamu nggak senang ya aku datang ke Makassar lagi"
tanyanya penuh selidik. Nggak ada apa-apa kok, jawabku singkat.
Nggak Cha, keliatan banget dari roman mukamu, kamu menyembunyikan
sesuatu dari aku. Aku boleh tahu" semakin penuh selidik petanyaannya.
Gil, katanya kamu mau ngomongin sesuatu ke aku" aku tak menjawab
pertanyaannya tadi, tapi justru ku balikkan ke dia. Kami terdiam. Sesaat kemudian
minuman yang kami pesan datang juga memecahkan keheningan di antara kami.
Iya penting banget Cha, makanya aku balik ke Makassar. Sejenak dia tak
melanjutkan kata-katanya. Aku hanya diam mendengarkan dengan segala pikiran
yang berkecamuk di benakku.
Beberapa waktu yang lalu, mama menelponku, menanyakan pendapatku
tentangmu. Tentang saja, aku surprise banget mendengarnya. Trus, aku bilang saja
kalo di antara kita pernah ada hubungan spesial. Mama semakin tertarik dengan
ceritaku. Akhirnya, mama menyuruhku untuk pulang ke Makassar sesegera mungkin.
Aku nurut saja, sebagai anak yang berbakti toh" dia mencoba bercanda sembari
meminum pocari sweatnya. Aku tersenyum getir. Hampir saja aku ambruk kemudian
dia melanjutkan ceritanya.
Setibanya aku di sini, mama langsung menyerangku dengan pertanyaanpertanyaan
tentang hubungan kita. Mama begitu antusias mendengarnya, tapi aku
bilang , kita sudah bubaran sejak keberangkatanku ke Bandung dulu. Sampai tiba
33 waktunya, mama memberitahuku kalo dia berniat menjodohkan kita berdua. Hal ini
sudah dibicarakannya dengan Bunda kamu. Dan Bunda kamu pun setuju dengan
rencana itu. Awalnya sih aku sampe kaget mendengar rencana mama, tapi sejujurnya
aku dalam hatiku bersorak bahagia. Surprise banget kan Cha" Ragil menghentikan
ceritanya. Dia menatapku dengan pandangan penuh arti. Tapi aku bingung harus
bilang apa sama Ragil. Saat ini aku masih belum siap dengan perjodohan itu. Terlalu
cepat dan berat bagiku. Penantian yang tak kunjung pasti masih tertanam dengan rapi
di hatiku meski rasa sakit masih menyelimutinya. Sementara itu, harap Ragil padaku
semakin besar. Aku pun takut mengecewakan Bunda yang begitu sayang padaku.
Lalu, apa yang harus aku lakukan di saat seperti ini" Aku semakin terjepit.
Sementara itu, Ragil masih menatapku dengan tatapan yang aneh. Sama
waktu dia menyatakan perasaannya dulu di sini. Dan saat itu, aku tak kuasa menolak.
Lalu, sekarang mestikah kuulangi lagi" Tidak. Aku harus menolak perjodohan ini.
Tetapi, bagaimana caranya, aku sendiri tak tahu.
Cha, kamu lagio mikirin apa sih" Ngga usah sepucat itulah. Uppss &aku
pucat" Cha, aku mo nanya sesuatu sama kamu, tapi jangan tersinggung padaku ya"
Apaan"!! tanyaku singkat.
Kamu masih pacaran dengan Fais atau udah bubaran sih" Pertanyaannya
membuatku kaget. Menahan sakit di dadaku.
Kamu mau jawaban seperti apa Gil" balikku bertanya. Ragil terperanjat
kaget pula mendengar ucapanku seperti itu. Dingin, sangat dingin sekali.
Kenapa kamu ngomong seperti itu Cha" Kata-kata pun sangat sinis dan
angkuh. Kamu bukan Ocha yang dulu lagi yang kukenal. Sejak kedatanganku ke sini,
aku memang melihat perubahan itu pada dirimu. Sangat drastis. Angkuh, sinis,
dingin, dan banyak lagi sifatmu yang semakin tak kupahami. Tatapanmu jadi beku,
tak seriang dulu lagi. Ada apa Cha" Fais menyakiti kamu ya"
Aku tersenyum getir lagi mendengarkan ocehan Ragil, tak kuduga prakiraan
Ragil tentangku banyak benarnya juga.
34 Nggak kok, hanya saja keadaan yang membuatku seperti ini & tak
kulanjutkan kalimatku. Cha, kamu mau ceritakan sama aku, apa yang terjadi" Ragil mulai
mendesakku. Gil, nggak ada yang salah kok dalam hal ini. Tidak kau dan juga Kak Fais.
Jadi, jangan paksa aku untuk mengatakannya, suatu saat kamu pasti akan tahu. Dan
mengenai perjodohan itu, aku belum bisa menjawabnya sekarang. Yang jelasnya,
masih belum terpikirkan olehku untuk segera menik
ah. Masih banyak hal yang perlu
kubenahi. Aku harap kamu ngerti dengan keputusanku ini. Tapi kuminta kamu jangan
berubah padaku. Perjalanan kita masih panjang Gil, tak perlulah secepat itu. Kamu
taukan aku masih semester 3 dan kamu juga masih kuliah. Panjang lebar aku
menjelaskannya pada Ragil, entah apa yang aku bicarakan, aku sendiri tak mengerti.
Karena setelah itu, dia mengangguk lemas dan mengajakku pulang.
Kebisuan menghinggapi kami sepanjang perjalanan pulang. Tak ada yang
berkomentar. Semua tenggelam dengan pikiran masing-masing. Mungkin ini adalah
keputusan yang benar. Aku tak boleh cengeng, apalagi rapuh menghadapi keadaan
seperti ini. Aku telah terbiasa dengan semua ini. Dan, Ragil" Berkali-kali dia menarik
nafas dalam-dalam. Aku hanya memperhatikan saja dari samping. Kesalahankah ini"
Hingga tiba di rumah, tak terucap satu kata pun dari mulutnya. Namun, ketika
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulangkahkan kakiku memasuki rumahku, dia memanggilku dan mengucapkan
selamat malam. Setelah itu, dia berlalu dari hadapanku membawa luka yang dalam.
Ragil tersakiti lagi olehku.
Kuketuk pintu rumah dengan pelan agar tak membangunkan yang lain. Pelanpelan
kupanggil nama Uni dan Reyta bergantian. Tak ada sahutan. Kulirik jam
tanganku, astaga!! Sudah pukul 11 malam, pantas saja mereka sudah terlelap.
Kuhampiri jendela kamar Uni dan mengetuknya. Mendengar ketukanku, Uni
terbangun dan membuka pintu jendelanya, dia kaget melihat kepulanganku larut
malam begini. 35 Ni, bukain pintunya dong, dingin banget nih, kamu tega ngeliat aku mati
kedinginan di luar sini"!! pintaku merengek ke Uni.
Apaan sih Cha, kamu tahu ini sudah jam berapa" Darimana aja baru pulang
jam segini" Uni sayang, nggak usah banyak cincong, cepet bukain pintunya dong"!!
Akhirnya Uni mengalah, dia mengalah ke ruang depan untuk membukakan pintu.
Setelah pintu terbuka, aku langsung menyerbu Uni dengan ciuman dan segera berlari
ke kamarku tanpa mempedulikan omelan Uni.
Cha, kamu darimana saja sih, nggak biasanya banget kamu pulang selarut
ini" Pantai, jawabku singkat.
Astaga dengan siapa" tanyanya lagi.
Ragil, masih ingatkan kan dengan dia" Aku mencoba mengembalikan
ingatannya ke masa SMA dulu. Tiba-tiba, dia berteriak lantang. Tetapi segera
kusumbat mulutnya dengan tanganku agar mengecilkan suaranya. Bisa-bisa yang lain
terbangun. Cha, kamu masih berhubungan dengan dia" Kamu bilang kan sudah
bubaran" Trus, kapan dia balik ke Makassar, kok nggak cerita sih"
Aduh Ni, pertanyaan kamu banyak banget sih, aku harus jawab yang mana
dulu" Satu persatu saja ya"
Kutarik Uni ke dalam kamarku, dengan suara yang sangat pelan, aku
menceritakan semuanya, tanpa ada yang tersisa semuanya. Mendengar semua itu, Uni
kaget setengah mati. Dia hampir tak percaya dengan apa yang kukatakan semua ini.
Jadi, bagaimana reaksi Ragil mendengar keputusanmu itu, dia nggak shock
kan" Entahlah, tapi sewaktu pulang tadi, dia nggak bicara apa-apa padaku kecuali
selamat malam. Aku sih nggak masalah, lagipula dia duluan kok yang mendesakku
untuk ngomong. Dengan cueknya aku bercerita. Sementara Uni terus berdesis kayak
ular kali. 36 Aku mengakhiri ceritaku dan menyuruh Uni kembali ke kamarnya karena
akupun sudah mengantuk. Dengan jengkel, Uni meninggalkan kamarku. Aku segera
menutup pintu kamar. Tetapi tak langsung begitu saja tertidur. Kuhampiri meja
belajarku dan kunyalakan monitor komputerku. Aku mulai menulis lagi &.
Dear diary!!! Sesal membuatku hampir tak bernyawa lagi. Satu persatu, datang menyeruak
menghantam ragaku yang menggantung di rimba belantara. Kesalahankah ini
yang kuperbuat" Aku hanya menyaksikan seonggok luka terhampar di depanku
lagi. Tawa atau tangiskah yang akan menghampiriku" Aku pun tak mengenalinya
lagi. Semua menjadi satu hingga aku tak mampu memisahkannya.
Kuamati tulisanku di monitor komputerlu, sungguh sinis cara pandangku. Aku
lekas mengsavenya dan segera kumatikan. Terbias senyum angkuh di rupaku.
******* 37 EmpAT Sejak kejadian malam itu, Ragil nggak pernah lagi menghubungiku. Dia
menghilang lagi. Mungkin dia sudah balik ke Bandung tanpa mmberitahukanku.
Mungkinkah hatiku sekeras
batu" tidak juga, buktinya, masih ada tempat di hatiku
untuk seseorang yang kunanti. Pheww. Kuhempaskan tubuh lelahku di kasur seraya
memandang langit-langit kamarku. Bersamaan dengan itu, HPku berbunyi.
Sepertinya ada SMS yang masuk. Kuambil dan kubaca sms itu.
Cha, ada waktu nggak" Kita bisa ketemuan" Kafe hijau, pukul 4 sore.
Kubaca nama pengirimnya. Iyan. Ada apa ya" Sepertinya serius sekali. Tak
seperti biasanya, jam dindingku berdetak keras, pukul 03.15. Sudah Ashar, ku
beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk berwudhu. Uh, segar sekali,
seketika pikiranku menjadi plong. Usai menunaikan shalat Ashar, aku ganti pakaian
dan pergi menemui Iyan. Di pojok kafe, aku melihatnya duduk termenung sendiri. Sesekali dia
meminum minuman dingin yang tersedia di depannya. Melihat kedatanganku, Iyan
melambaikan tangannya. Aku segera menghampirinya dan memesan minuman dingin
juga. Apa yang terjadi" Kenapa mukamu kusut begitu" Kulontarkan pertanyaan
pertama dengan mata penuh selidik. Aku mengamati gerak-geriknya. Dia
kelihatannya gelisah. Bahkan, matanya mulai sembab. Aku mulai bingung atas
sikapnya yang tidak seperti biasanya. Aku mencoba medesaknya. Tapi, dia tak
bergeming. Sangat lama aku membiarkannya terdiam hingga dia membuka mulutnya
seraya menghapus air mata yang masih tersisa dipipinya.
38 Ternyata kak Iccank tidak menyukaiku. Dia bilang sendiri tadi siang.
Katanya, hubungan seperti ini tidak bisa dilanjutkan. Aku egois dan menuntut banyak
dari dia. Aku tak bisa memahami kesibukannya yang padat. Ia menceritakan dengan
isak tangis yang berusaha ditahannya. Persoalan cinta lagi. Aku berusaha
menyembunyikan sinisku pada cinta. Sebisa mungkin kuhibur dengan kata-kata yang
ternyata bisa menyejukkan jiwanya. Masih banyak pria yang lebih oke dari dia.
Kenapa mesti harus menangisi seorang pria seperti itu. Dia berbangga hati. Aku tahu
hubungannya dengan kak Iccank memang belum terlalu lama. Dia sangat mencintai
pria itu. Untuk pertama kalinya, dia menyukai seorang pria, tapi pun berakhir begitu
saja. Sungguh kasihan sahabatku yang satu ini. Meski banyak pria yang mengejarnya
karena wajahnya yang terbilang sangat cantik, hidung mancung, kulit putih bersih dan
postur tubuh yang tinggi. Ideal, hampir sempurna. Entah kenapa, dia tidak begitu
semangat untuk pacaran hingga muncul sosok kak Iccank yang telah
meluluhlantahkan pertahanannya. Kekaguman yang biasa berlanjut ke percintaan
yang ternyata bersambut. Pria bodoh yang tidak tertarik dengan dia. Akhirnya
hubungan itu pun berlanjut hingga menyisahkan luka yang sangat dalam saat ini.
Menjelang Maghrib, aku mengajaknya pulang ke rumah untuk menenangkan
pikirannya. Aku khawatir kalau dia pulang kehidupan rumahnya sendirian, akan
terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Namun, dia mencoba meyakinkanku kalau tidak
akan terjadi apa-apa padanya. Tapi aku tak percaya, karena aku tahu kalau dia sedang
labil, dia akan segera ambruk. Penyakitnya akan kambuh lagi. Dengan tertawa sangat
dipaksakan, Iyan meyakinkanku lagi. Akhirnya, dengan berat hati aku
meninggalkannya sendiri, sempat ku menoleh sebentar ke belakang untuk
memastikan kekhawatiranku. Dan dia hanya melambaikan tangannya dan berusaha
tersenyum padaku. Dalam perjalanan pulang, aku tulis sms untuk Ian.
Tegarlah sahabatku yang cantik. Aku selalu di dekatmu.
39 Tiit &titi &. SMSku telah terkirim. 5 menit kemudian, kuterima balasan smsnya:
Tiit &tit. Thanks ya cha. Aq kan baik2 saja.
Aku tersenyum membaca SMSnya. Banyak hal yang membuatku senang
bersahabat dengannya. Kesamaan persepsi tentang cinta. Dan ketegaran hidup yang
selalu diagung-agungkannya, meski pada dasarnya dia rapuh, tapi dia tidak
menampakkannya pada orang lain.
Sesampainya di rumah, aku langsung berwudhu untuk menunaikan shalat
Maghrib. Begitu ringan pikiranku ketika telah selesai menunaikan perintah Allah ini.
Sajadah biru yang terhampar di depanku, seakan mengalahkan keangkuhanku dalam
sekejap. Aku memang tak ada artinya di depan sang pencipta. Aku begitu kerdil. Tak
terasa, mataku jadi sembab.
**** Rasa kantuk mulai menjalari tubuhku. Mataku semakin berat saja r
asanya. Padahal kuliah belaum berakhir. Aku harus bertahan hingga setengah jam ke depan
karena kalau aku sampai tertidur, dosen bibir tebal itu akan menimpuk kepalaku
dengan buku tebalnya. Akhirnya, saat yang ditunggu datang juga. Aku langsung tertidur di bangku
ketika bu Ratna meninggalkan ruangan. Baru beberapa menit aku tertidur, Wita
menghampiriku dan menimpuk kepalaku.
Cha, bangun dong, ada yang nitip salam tuh tuk kamu"
Dengan mata setengah ngantuk, aku menanyakan siapa yang nitip salam.
Aldi, jawabnya singkat. What s" Aku nggak salah dengar tuh" Suruh dia ngaca dulu deh, baru temui
aku. Dalam sekejap, kantukku mendadak hilang. Mataku membelalak tak
40 mempercayai apa yang telah diucapkan Wita barusan. Dasar cowok brengsek. Dia
nggak nyadar kali ya"
Aku tak bergairah mendengar berita tentang cinta lagi. Persetan dengan cinta.
Persetan pula dengan Aldi. Segera saja kutinggalkan ruang kuliah, meninggalkan
Wita yang menatapku bengong. Aku menuju kantin tuk membeli sesuatu yang bisa
mengisi perutku. Hanya minuman dingin saja. Entah kenapa, beberapa hari ini, aku
tak berselera makan. Masalah yang datang satu persatu kehadapanku membuatku
gamang dan nafsu makanku langsung menurun drastis. Kontan saja berat badanku
turun 5 kg. Ya, bagus juga sih, aku diet gratis.
Aku kembali ke kelas dengan langkah gontai. Tak kulihat batang hidung Wita
lagi. Ke mana dia" Secepat itu menghilang. Aku termenung sendirian, memikirkan 2
sosok yang berlarian di benakku. Kemana mereka" Ragil menghilang begitu saja
bagai di telan bumi. Sementara kak Fais, tak ada kabar beritanya. Entah apa yang
dilakukan mereka saat ini.
Sejak memutuskan kak Fais setahun yang lalu, aku tak sempat pacaran lagi.
Ya, suatu kesalahan besar. Waktu itu, pas Valentine s day kelas 3 SMA, dengan
begitu saja aku memutuskan kak Fais tanpa memikirkan perasaannya. Yang ku tahu,
2 tahun jadian dengannya, tak kurasakan apa-apa. Aku mengatakan alasanku
memutuskannya kalau aku mencintai orang lain dan tak bisa melupakannya, sebelum
aku pacaran dengan kak Fais, Reno, Ragil, dan yang lainnya. Aku menyimpan cinta
untuk seseorang. 5 tahun aku bertahan dengan cinta terpendamku. Aku terus saja
bertahan hingga satu persatu, mereka mengisi hari-hariku. Seakan punya dendam
yang mendalam, tak kupedulikan perasaan pria yang kupacari hampir bersamaan.
Semua berlalu begitu saja. Kucampakkan mereka dengan meninggalkan sisa luka
yang dalam bagi mereka. Hingga sosok Ragil dan kak Fais berseliweran silih berganti
dalam hidupku. Meskipun demikian, aku tetap tak bisa melupakan sosok kak Adi.
Hingga tiba waktunya, aku mendengar berita pernikahannya. Seketika aku langsung
ambruk. Seluruh persendian tubuhku hampir saja remuk, tapi aku tetap bertahan.
Barulah aku merasakan rasa kehilangan yang sangat mendalam. Tapi bukan untuk
41 kak Adi, justru tak kuduga itu adalah kak Fais. Aku menangis isak. Sesaat kubuka
diary-ku yang terikut dalam tasku. Ada tulisan dalam lembaran kertas warna pink.
Dear diary & 20 Juli Ada resah menggauliku. Sementara galau itu menggumuliku tanpa
pasti. Getar dawai halus itu makin terdengar jelas dalam hati nuraniku
mendesakku untuk berkata padamu: Aku pernah mencintaimu 5 tahun
yang lalu dan saat inipun rasa itu masih ada. Mulutku terkunci, lidahku
keluh, menatap bayangmu pun aku tak sanggup karena setiap kita
berpandangan tak ada yang saling bicara, hanya saja mata kita saling
menjilat. Kuketuk hatiku, kurasakan dawai itu semakin redup terdengar
dan akupun terkulai jatuh, saat kutahu dirimu telah jadi milik orang lain.
Sejak kejadian itu, aku mulai merasakan rasa kehilangan, kerinduan, dan rasa
sakit yang tak tertahankan. Sesal yang menghampiriku seolah mengatakan cinta
adalah ketulusan jiwa. Segera kutampik kalimat itu. Tidak. Cinta hanyalah bara yang
siap membakar kita. Aku tak boleh cengeng. Meski aku tahu di umurku yang masih
di bilang cukup muda memandang sinis dan picik cinta. Sementara, seumuranku
tengah berasyik-asyik dengan cinta, mengagung-agungkan.
Di tengah kesibukanku membuka lembaran demi lembaran diary-ku, aku tak
menyadari kalau ternyata Iyan, Wita dan Im
a telah berdiri di belakangku dan
memelukku dari belakang. Mereka berusaha menghiburku untuk tidak larut dalam
kenangan dan tidak lagi menutupi ketakberdayaanku. Aku hanya menarik nafas
dalam-dalam. Thank s yah untuk semuanya yang telah mendukungku dan menjadi
sahabat terbaikku. ********* Menjelang sore, aku telah terbaring lemas di atas kasur empukku. Sungguh
aku sangat lelah sekali. Menjadi panitia seminar kebahasaan menguras tenagaku
seharian ini. Aku mencoba memicingkan mataku, namun lelah yang menjalariku tak
jua membawaku ke alam kantuk. Seluruh tubuhku seakan remuk. Aku cari obat tidur
di laci mejaku yang penuh dengan pernak-pernik. Hingga akhirnya kutemukan,
42 seketika kutimang-timang, seolah ragu meminumnya, aku menyimpannya lagi di atas
meja. Aku tak boleh meminumnya, bisa jadi aku ketagihan.
Suasana rumah sangat sepi sekali. Ke mana Uni, Reyta, dan yang lainnya.
Biasanya sore seperti ini, mereka berkumpul di kamar Uni, berceloteh ria sambil
meminum teh hangat. Sungguh nikmat sekali. Kehangatan yang terjalin di antara
kami membuatku tak akan melupakan kenangan indah ini bersama mereka. Penghuni
rumah ini telah kuanggap sebagai keluarga kedua dariku. Mereka adalah teman yang
baik. Apabila ada yang mengalami masalah yang pelik, tentu saja yang lain siap siapa
membantu dengan semampu mereka.
Kupejamkan mataku sekali lagi dan akhirnya dengan susah payah, aku tertidur
juga. Setelah itu, aku terlelap dan tak merasakan kedatangan Uni, Reyta. Terdengar
adzan Maghrib yang menggema hingga membangunkanku dari tidur. Aku segera
terbangun dan mengambil peralatan mandi untuk membersihkan tubuhku alias mandi.
Setelah shalat Maghrib, aku menuju kamar Uni. Yah, selain teman-teman
kampusku, Uni adalah salah satu tempatku curhat di rumah. Tak ada sedikit pun
rahasia yang kusembunyikan darinya. Sejak SMA, kami sudah bersahabat.
Ni, aku mo ngomong sesuatu ke kamu, bolehkan" tanyaku seraya
memperhatikan ekspresi mukanya yang nampak kelelahan. Hampir saja kuurungkan
niatku. Apaan Cha" Bukan soal Ifan khan"
Bukan, ada hal yang lebih penting yang ingin kubicarakan. Menurut kamu,
kak Fais masih sayang nggak sih sama aku" Aku memperbaiki posisi dudukku
setelah ngomong tentang kak Fais.
Kenapa kamu tanyakan seperti itu sama aku, Cha" Bukankah kamu sendiri
yang lebih tahu tentang perasaanmu dengan dia"
Ya iya sih, tapi, selama setahun ini, dia nggak pernah menghubungi aku atau
mungkin dia sudah nggak sayang lagi sama aku. Kumanyunkan bibirku untuk
memberi kesan kalo aku sedikit kesal. Eitss &. Kenapa tiba-tiba aku meminta
pendapat Uni mengenai kak Fais" Perasaanku terhadap cocok laim memang hampir
43 mati rasa, tapi harapku pada Kak Fais semakin kuat mengisi benakku. Meski aku
memandang picik cinta , tapi masih tersisa cinta yang nyata untuk kak Fais.
Pembicaraan kami mengalir hingga ada perkataan Uni yang cukup membuatku
tersentak kaget. Apaan Ni, kamu bilang kak Fais pernah nelpon ke sini" Kapan" Kok kamu
nggak bilang sama aku" Tanyaku penuh selidik.
Kak Fais sendiri yang bilang agar aku tak memberitahukannya pada kamu,
entahlah, aku tak mengerti apa maksudnya, tapi jelasnya, dia ngomong seperti itu
sama aku. Uni kelihatan merasa sangat bersalah dengan tindakannya
menyembunyikan hal ini padaku. Ya sebuah pertanyaan tentang perasaanku
dilontarkan ke Uni saat aku pulang ke rumah Bunda. Katanya, apakah aku sudah
punya pacar" Tentu saja Uni bilang aku belum punya pacar, karena dia pikir
hubungan kami masih berjalan dengan baik. Tapi, prediksi Uni salah. Oh my god"
Dalam keadaan seperti ini, keangkuhanku mulai muncul, menyeruak keluar,
menghempaskan segala resah yang berusaha menggumuliku.
Aku meninggalkan kamar Uni dengan segala tanya yang mengantung.
Membawaku pada sebuah kehancuran bathin. Aku berusaha menenggelamkan
namanya ke dalam tembok-tembok yang kulalui. Namun, setelah itu apa yang terjadi"
Hanya kehancuran, pengkhianatan pada cinta yang tak akan pernah habis. Sungguh,
keangkuhanku semakin memuncak.
Telepon genggamku berbunyi berulang kali. Tumben ada yang
menghubungiku lewat HP, biasanya sih sayang pulsa alias miscal
l. Kuperhatikan nomornya. Aku tak mengenalnya, siapa yang menghubungiku ya" Aku segera
memencet tombol yes.
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terdengar suara lelaki yang tak kukenal.
Halo & ini dengan Ocha ya" tanyanya menyebut namaku. Aku semakin
bingung siapa dia" Ya, siapa nih" 44 Masa kamu nggak kenal aku sih Cha" Aku teman sekelas kamu, Aldi,
jawabnya enteng. What s" Aldi" Bukankah dia yang nitip salam padaku" Mo
ngapain dia menelponku"
Ya, aku tahu, ngapain kamu nelpon aku" Ada yang penting" Terus kamu dapat
nomor aku dari siapa"
Dari salah seorang teman. Kamu nggak perlu tau. By the way, aku motivasi
ngomong sesuatu sama kamu, boleh" Apalagi ini.
Apaan" Wita sudah nyampein salam aku nggak"
Ya, terus" tanyaku pura-pura nggak tahu.
Nggak, aku cuma mo bilang aku suka kamu"
What" Kamu suka aku" Nggak salah ya, atau mungkin telingaku yang ada
masalah" Tentu saja aku tertawa mendengar pernyataannya. Dasar bego, aku kan
suruh dia ngaca dulu. Uh, pria sama saja. Makan tuh cinta.
Benaran Cha, pokoknya aku rela ngapain aja asal bisa ngedapetin kamu.
Tuts & tuts. HPnya langsung dimatikan begitu saja. Bete nggak sih, masa bodoh.
Masalah aku saja masih banyak, ditambah lagi cecunguk satu ini.
******** Sejak saat itu, Aldi selalu menghubungi aku, bahkan tengah malam pun.
Awalnya, aku cuekin saja dia, dan ancamannya. Karena tak tahan, aku bilang saja
sama Uni, Wita, Ian, dan Ima. Kalo Uni sih nyaranin aku tuk ngomong langsung saja
ke dia. Ngomong baik-baik. Tapi, aku bilang sudah.
Kalo gitu, kamu bilang saja, kamu sudah punya pacar. Oke khan" Mungkin
saja dia akan mundur . Ya iya sih, tapi kamu tahu khan kalo aku nggak punya pacar dan nggak suka.
Kalo, maksud kamu, Ragil, nggak deh, lagipula aku juga nggak tahu dia ada di mana
45 sekarang, but, kalo kak Fais, nggak juga, dia udah mati kali, trus siapa yang mau
kujadikan pacar bo ong-bo ongan"
Gimana kalo Ifan saja" Kontan aku memajukan mukaku ke Uni.
What" Ifan" Nggak ah, ntar pacarnya marah lagi. Aku nggak mau cari ribut
dengan Rara, kutolak tawaran Uni tuk jadiin Ifan pacarku.
Nggak kok, Ifan pasti ngerti, begitu pun Rara. Masalahku dengan Rara udah
selesai, jadi nggak perlu dipikirin lagi deh. Cha, buruan gih sms Ifan. Setelah berpikir
panjang, akhirnya aku menyetujui ide Uni. Segera kuambil HPku dan menulis pesan
tuk Ifan. Fan, aq mo minta tlng kehidupan U, tp aq minta maaf dilarang sama Rara. Mo gak
jadi pcr bo onganq" Soalnya, ada teman sekelas yang mengancam aku spy jd
pcrx. Tp, aq gak mau. Plis ya" Hax bbrp hari kok" Ocha.
Titit & Pesanku sudah terkirim. Mudah-mudahan Ifan mau. Ucap batinku.
Beberapa menit kemudian, balasan sms Ifan masuk.
Tit..tit.. Kamu terima sj Cha, apa slhx sih" Fais.
Upss. Kok nama kak Fais yang tertulis. Ifan ngerjain aku lagi. Tapi, aku jadi
penasaran juga, mungkin dia memang kak Fais. Aku dan Uni saling berpandangan.
Aku bingung harus bilang apa. Seketika, keringat dinginku keluar. Gemetar. Uni
bilang, lebih baik aku bicara langsung dengannya, dan memastikan apa betul dia kak
Fais atau Ifan. Kutekan nomor Ifan.. Halo, siapa sih ini" Ifan khan" tanyaku memastikan.
Halo, Cha. Kamu terima saja cowok itu, ada yang salah ya dengan dia"
Kudengarkan dengan seksama suara tadi. Tawa itu. Upss.. dia memang kak Fais.
46 Aku langsung histeris memanggil namanya.
Kak Fais , kapan datang" Kemana saja sih"
Hai Cha, pa kabar" Tak dijawabnya pertanyaanku, justru dia yang nanya
balik. Nggak nyambung gitu lho.
Lumayan buruk jawabku singkat dengan sedikit tertawa untuk menutupi
nervousku. Oh, apanya yang buruk Cha, boleh aku tahu" ,
Seperti yang kak Fais baca sendiri kan tadi sms ku" Trus, kalo kak Fais
gimana kabarnya juga" tanyaku sembari menenangkan kekacauan hatiku.
Perasaan apa yang telah menghinggapiku saat ini" Ada yang kembali. Pikirku.
tidak, ini hanya perasaan refleks sesaat dari hatiku.
Aku baik kok Cha, By the way, sekarang kamu pasti udah tambah gede dan
cantik ya" dia mencoba bercanda denganku. tawanya masih khas seperti dulu.
Kak Fais bisa saja, bukankah dari dulu juga, Ocha udah gede dan cantik"
Ngomongin cowok di sms tadi, kenapa kamu ga
mau" . Aduh kak Fais apain sih nanya gituan. Dia nggak nyadar kali ya, kalau aku
masih sayang dia dan nggak bisa pacaran lagi setelah dia. Yah, kesalahan masa lalu
sih tak bisa mengembalikannya lagi padaku. Atau mungkin kak Fais belum
memaafkanku hingga sekarang. Tapi, bagaimana dengan pertanyaanya dulu pada
Uni. Bukankah itu membuktikan kalau dia masih care sama aku.
Aku nggak suka aja, jawabku enteng banget. Waktu SMA aku memang
sering gonta ganti pacar bahkan sering selingkuh. Tapi tak kupedulikan.
Cha, aku mau ketemu denganmu, boleh" Atau ada yang marah ya"
Sejenak aku terdiam. Kemudian aku mengangguk ya. Pembicaraan berlanjut
hingga larut malam. Aku tak ingat berapa lama aku ngobrol dengan kak Fais.
Mungkin Tiga jam. Katanya, aku tak berubah. Tawa centilku. Dia bilang sih masih
kangen denganku. Oh sesuatu yang tak terduga. Dalam sekejap, khayal dan harapku
semakin tinggi. Penantian yang melelahkan ini terhenti juga. Tiba-tiba saja, aku
47 begitu menghargai cinta. Segala keangkuhanku memudar seketika. Aku harap semua
ini adalah pemberhentian dari petualanganku.
Malam semakin larut. Aku pun tenggelam dengan pikiran-pikiran indahku.
Bayangan bertemu sosok kak Fais semakin mengukuhkan hatiku untuk tak lagi sinis
dan angkuh. Rasa yang terus menggumuliku selama ini, aku harap terhempas di
belantara dan tak mengikuti langkahku.
Harap-harap cemas semakin membuatku penasaran untuk segera melihatnya
esok siang. Aku tak bisa memejamkan mata dan beranjak bangun mendekati monitor
komputerku. Segera aku membuka file Diary-ku, dalam sekejap aku menulis dan
menghasilkan sebuah karya yang tak terbayangkan olehku.
Dear diary!! 19 desember Kuingin selalu jujur, bahwa piano yang berdenting itu senantiasa terlantun
dengan merdu mengiringi setiap langkahku, membawaku pada sebuah janji yang
pernah terikrarkan dan tersemat dalam bingkai hatiku.
Setiap kata dari bait yang tertulis selalu ingin kunyanyikan dengan melodi
kasihmu yang berirama dengan merdu di indera dengarku. Tapi, setiap kali
lantunan bait perbait ingin pula kuperdengarkan, kau menghilang dalam
kenangan kasat mata membawa serta cintaku yang rapuh.
Kuhanya bisa menantimu mengisahkan sebuah narasi yang tak beralur.
Menunggu jawabmu lewat untaian kalimat tak berjedah.
Egoiskah diriku" Mengharapkanmu dengan seribu penantian yang tak berujung.
Meski kutahu, bayangmu yang senantiasa berlarian di imaji khayalku selalu tak
bisa kuraih dengan mengandalkan tangan kecilku yang hanya bisa
menggenggam sebutir pasir tak berwarna.
Wow. Romantis banget tulisanku kali ini. Ternyata aku bisa menulis
seromantis itu. Aku tersenyum penuh bahagia. Hatiku berbunga- bunga membawaku
terbang ke angkasa tinggi. Sungguh begitu tak berdayanya aku sekarang di hadapan
kak Fais. Di selimuti kebahagiaan seperti itu, aku mengkhayal sangat tinggi,
ditambah pula dengan lantunan suara Rossa dengan lagu cintai aku. Tak terasa,
seketika tanganku kembali menekan tuuts computer dan menulis sesuatu sebagai
bentuk ekspresi jiwaku. 48 Menitip salam kepada kekasihku yang berada di kota impian!
Aku merindumu di setiap desah napasku. Menelan nafasmu lewat imaji
bayangmu. Menggapai impimu lewat tangan kecilku.
Kekasihku, setiap kali resah menghampiriku dan mengajakku berkompromi untuk
melupakannmu, setiap kali itu pula kurasakan rinduku bergejolak dan
berdesakan diI atas tumpukan cintaku.
Ketika mentari pagi tersenyum dan menyapaku, menanyakan arti hadirmu diI
hatiku, kujawab bahwa arti hadirmu telah membawaku terbang ke puncak yang
paling tinggi. Namun sejenak olehku, ku tak ingin berada diiketinggian karena
kutakut saat menengok ke bawah, ragaku telah terhampar di gurun kesepian
engkau adalah dentingan piano yang selalu mengalun indah di jantung hatiku
tapi semua bagiku tidak sanggup menandingi dirimu dan cintaku. Perasaan
cintaku yang telah terbingkai erat dalam hatiku senantiasa membiaskan guratgurat
kesetiaan kepadamu seorang.
Di akhir kalimatku, yang ingin kusematkan janji setia bahwa inilah kejujuran
hatiku yang bergema sembari melantunkan melodi kekaguman cinta yang tak
dapat diciptakan musisi manapun, ka
rena rasa cintakyu padamu telah melebur
dalam sukmaku. Ada binar-binar kesetiaan terukir dalam kalimat itu dan pengagungan atas
nama cinta. Aku seolah terhempas dan mengalahkan segala yang ada dalam diriku.
Lalu, ke mana semua pandangan sinisku, picikku dan angkuhku" Semua yang telah
membungkus ragaku selama ini, sekejap menghilang terkalahkan oleh gaung
keagungan cinta. Pheww. Begitu dangkal pertahananku. Begitu kerdil diriku
kurasakan saat ini. Seakan aku telah bangkit dari kehancuran, semua sirna. Aku tak tahu, aku
musti menuliskan apa lagi. Semua yang terlintas di pikiranku saat ini telah
tertorehkan dengan ringan tampa beban di atas tulisanku. Yang aku tahu, selama ini
hanya coretan-coretan sinis dari tangan dinginku saja, bukan coretan puitis seperti ini.
Aku telah berubah. Bukankah ini lebih baik"
Dalam waktu sekejap, aku telah melupakan masalahku tentang Aldi. Semua
tertutupi dengan pendar-pendar melati yang mengharumi ragaku. Terbayang lagi
pertemuan esok siang. Akankah dia memelukku erat" memberiku ciuman lembut
seperti dulu" Akankah terbias senyum manisnya" Akankah terbias kerinduan yang
mendalam kepadaku" 49 Pertanyaan-pertanyaan itu menghantuiku dan terus mengikutiku hingga
kealam mimpiku. Dalam mimpiku, mengapa aku terpental jauh darinya" Diapun
menjauh. Kudapati diriku tercabik-cabik. Apakah ini sebuah pertanda buruk bagiku
untuk pertemuan esok. Aku harap ini hanyalah bunga tidurku saja. Karena kalau
semuanya terjadi, aku semakin terpuruk. Dan terasing di gurun kesepian. Aku tak
ingin semua itu terjadi lagi dalam hidupku. Aku menghentikan khayalku dan terus
bermain dalam lingkaran kebahagiaanku. Meski ini hanya sesaat, itu sudah cukup
bagiku. Begitu lemahkah aku saat ini"
Aku berdandan secantik mungkin. Cukup lama juga di depan kaca
memperhatikan, apalagi yang kurang. Aku tersenyum ceria. Dari luar terdengar
ketukan yang cukup keras. Kubuka daun pintu kamarku. Oh, rupanya Uni.
Mau kemana Cha, tumben cantik banget, ceria banget. Aku tak menjawab
pertanyaan Uni, hanya terus tersenyum dan kembali kurapikan pakaianku. Tentu saja
Uni heran dan hanya melongo melihatku seperti ini. Tak seperti biasanya katanya.
Memakai Make Up, dan pakaian yang kukenakan cukup modis untuk seorang Ocha.
Aku hanya menimpalinya. Baguskan Uni" Apanya yang bagus" Cukup seksi tahu"
Titiit..tit.. Hpku berbunyi, sepertinya ada sms yang masuk. Aku berniat mengambilnya, tapi
keduluan Uni. Cha, aq harus nunggu dimana" Di gramedia MP sja ya" Fais.
Rupanya ini yah yang kamu sembunyikan dari aku" Bagus ya" Mulai petak
umpetan sekarang aku segera merebut HPku dan mengatakan pada Uni kalo belum
sempat mengatakannya. Dia hanya cemberut.
Belum sempat gimana" Aku kan tadi nanya sama kamu, tapi kamu saja yang
mau menyembunyikannya. Aku nggak percaya lagi .
50 Ya sudah, aku minta maaf deh. Aku kasih tahu ya kalo aku janjian dengan
kak Fais siang ini, puas Nona" . Aku mencubit pipinya karena gemas melihatnya
cemberut begitu. Trus, kamu perginya sekarang"
Ya gitu deh, oya ada pesan buat kak Fais nggak" tanyaku dengan lirik mata
menggoda. Menungu jawabannya, aku ambil tas dan memasukkan HP dan dompetku.
:nitip salam buat dia saja deh jawabnya tersenyum.
Aku segera berpamitan pada Uni. Aku bilang mungkin pulangku agak malam,
jadi jangan marah lagi padaku. Taksi yang kuhubungi tadi telah menunggu di depan
rumah. Setelah pikir-pikir mendingan naik taksi agar aku bisa cepet sampai di Mal .
Lagipula, siang begini pasti panas banget. Taksi melaju dengan kecepatan sedang,
berkali-kali pula sms kak Fais masuk menanyakan aku sudah ada di mana sekarang,
lalu aku bilang sudah di jalan, mungkin 15 menit lagi aku akan sampai.
Senyum bahagia terus saja menghiasi bibirku, sekali-kali aku menyanyikan
ladu dengan suara kecil. Supir taksi senyum-senyum saja melihat ku sangat bahagia
sekali. Non, kalau boleh tau, non bahagia sekali, ada apa ya" Kalo aku mau nebak,
pasti mau ketemu pacarnya ya" Tanya supir itu dengan senyum menggoda.
Ada deh Pak, jawabku singkat. Eitss..jangan salah, supirnya sudah berumur
sekitar 45 tahun ke atas. Terlihat dari gurat-gur
at mukanya. Aku turun dari mobil dan bergegas ke lantai 3, Gramedia, tempatku janjian
dengan Kak Fais. Pertemuanku kali ini harus berkesan. Dan tak menyisakan luka lagi
seperti apa yng pernah kulakukan pada Ragil beberapa waktu lalu. Sungguh tak
dinyana perbuatanku itu. Nafasku ngos-ngosan ketika tiba di depan pintu Gramedia.
Mataku liar mencari sosok kak Fais. Aku hampir lupa bagaimana rupanya. Tak jua
kutemukan, aku menuju rak buku bahasa sambil mataku tak henti mencari. Aku
sedang asyik memilih-milih buku, tiba-tiba dari belakang seseorang memegang
pundakku dan menyapaku. Suara laki-laki. Kak Fais. Aku segera berbalik dan
51 kupandangi wajahnya dengan seksama, sembari kuatur nafasku agar tak kelihatan
nervousku di hadapannya. Hai Cha, apa kabar" tambah cantik yah kamu, sapanya dengan
menyunggingkan senyum seperti dulu. Senyum yang masih sama. Aku terlena
seketika. Baik , kalo kak Fais gimana kabarnya" tanyaku balik. Dia menjawab lumayan baik
juga. Baguslah artinya tak ada lagi yang dikhawatirkan. Kemudian dia mengajakku
cari tempat makan yang enak sekaligus bisa sebagai tempat ngobrol yang nyaman.
Aku mengajaknya ke lantai 1 tempat makan yang enak sekaligus bisa sebagai tempat
ngobrol yang nyaman. Aku memandangi sekeliling ruangan, kali-kali saja ada tempat
duduk yang masih kosong di pojok. Upss.. mataku terhenti pada sudut kanan resto.
Dapat yang kosong. Kami berjalan ke sana, dan memesan minum dan makan.
Setelah duduk, Kak Fais memulai pembicaraan.
Cha, urusanmu dengan temanmu itu bagaimana" Kamu sudah bicara"
Belum sempat kak, tapi lebih cepat memang lebih baik agar dia tak
menggangguku lagi, kalo di kampus sih aku menghindar dari dia, ucapku panjang
lebar. Dia hanya tersenyum mendengarku berceloteh.
Cha, kamu baik-baik saja kan" entah mengapa dia ingin memastikan dirinya
dengan jawabanku. Tentu saja aku tersenyum dan mengangguk.
Kak Fais, kemana saja selama ini"kok nggak pernah ngasih kabar" Sudah
lupa ya" . Aku mencoba mencairkan suasana yang sempat tegang.
Aku ke luar kota dan baru 3 hari aku di Makassar. Membaca SMSmu
semalam, sempat membuatku kaget juga sih, rupanya kamu masih bersahabat juga
dengan Ifan. Aku pikir nggak lagi, karena Ifan dan Uni kan sudah putus"
Iya sih, tapi bukan berarti persahabatan kami juga sudah putus dong. Bahkan,
mereka kembali sahabatan. Ngomong-ngomong, kita baru ketemu sekarang ya kak"
Iya . Jawabnya singkat tanpa ekspresi. Tak ada suara yang terdengar. Kami
tenggelam dengan pikiran masing-masing sambil menikmati makanan yang terhidang
di depan kami. Sesekali kulirik dia dan ternyata diam-diam kak Fais juga melirikku.
52 Aku hanya tersenyum untuk menutupi kebekuam ini. Bosan dengan situasi seperti
ini, aku menanyakan apa dia sudah punya pacar.
Belum ada, aku baru saja putus dengannya. Aku dengar kamu juga belum
ada lagi.
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ya, gitu deh, siapa juga yang mau dengan aku" Lagipula aku tak tertarik tuk
pacaran lagi. Ada nada dingin kembali terucapkan dari bibirku.
Oh, ngomong-ngomong, soal isi suratmu yang dulu aku tak mengerti, siapa
lelaki yang beruntung itu" Boleh aku tahu" . Dia mendehem , sekali lagi kutarik
nafas dalam-dalam kemudian bercerita panjang lebar. Aku ceritakan tentang
kegilaanku memendam cinta selama 5 tahun pada kak Adi dan keinginan orangtuaku
yang berniat menjodohkanku. Dan tak lupa kukatakan bahwa penyesalanku tak
kunjung terhenti atas apa yang kulakukan padanya. Mendengar semua iu kak Fais
hanya tersenyum tipis, ada kesan dipaksakan pada senyuman itu. Mungkinkah kak
Fais tak senang dengan ceritaku" Ya, aku memang bersalah dan meminta maaf
padanya. Mengapa kamu tak menerima niat baik Ragil" pertanyaan itu seolah sebilah
keris yang menikam tepat di ulu hatiku. Tak bisa kulontarkan jawaban itu kak Fais,
biarlah menjadi jawaban dalam hatiku sendiri dan tak perlu diketahui. Ucapku
membathin. Nggak kok, hanya saja aku memang belum belum siap dan gak suka. Terlalu
cepat bagiku sepertinya aku saja yang terus berkicau, kini giliran kak Fais dong yang
bercerita. Aku menyadari kalo terlalu berat rupanya kak Fais untuk menceritakan
semua kisahnya. Aku h anya menjadi pendengar setia dan sesekali menimpaili
omongannya. Dari gaya berceritanya, aku menangkap sesuatu kalo dia sangat sakit
hati atas perlakuan pacarnya di masa lalu. Mungkinkah aku" Pikirku. tapi, dia segera
menampiknya sendiri, bukan aku gadis itu.
Waktu terus berlalu, berkali-kali telpon temannya masuk Akhirnya
pembicaraan kami terhenti. Dan, kak Fais mengatakan kalo ada waktu dia ingin
53 bertemu lagi. Kami meninggalkan tempat itu dan kak Fais mengantarku hingga depan
pintu MP. Ketika aku naik ke mobil, kutulis sms untuk kak Fais.
Ada yang terlupa kukatakan, bhw orang yang sangat kusayangi dan tak bisa
kulupakan adalah kak . Agak na"f memang, aq yang mengatakan lebih dulu. Tapi
hatiq jadi plong. Aq tak memaksa kk untuk menjawabnya. Thankx atas semua
ini. Ocha. Aku tersenyum lebar, seakan yang kupikul selama ini telah lepas. Terserah
anggapan kak Fais tentangku saat ini, yang jelasnya aku sudah merasa lebih baik. Tak
berapa lama kemudian, balasan sms kak Fais masuk.
Aq senang ats kejujuranmu, tp mengapa bukan tadi kamu katakan"bukankah tadi
adalah momen yg tepat untuk bicarakan ttg perasaan qta semua. Jangan lupa
sesuatu yang jauh. Miss U. fais.
Aku tersanjung dengan kata-kata kak Fais, mungkinkah ini akan jadi awal
cerita antara kamu berdua lagi" Aku terus saja berkhayal, membayangkan pertemuan
yang baru saja kami lakukan. Sungguh aku seakan berada di atas puncak yang tinggi
dan takut menoleh ke bawah karena aku takut aku akan mendapati ragaku telah
terkapar tak bernyawa. Sungguh tragis, pikirku.
Sesampai di rumah, aku langsung masuk kamar dan menjatuhkan tubuhku di
atas tempat tidur. Pandanganku menerawang ke atas langit-langit kamar dan seolah
ada bayangan kak Fais tergambar dan menggantung di sana. Aku melemparkan
senyumku pada sosok semu itu.
Kak, ternyata aku tak bisa melupakan kakak meskipun aku berusaha
menyangkalnya dan menghamburkan kemunafikan ini pada setiap orang bahkan
orang terdekatku. Aku mendesah panjang mengucapkan kata-kata itu. Di dalam
lamunanku, aku tersentak kaget ketukan pintu kamarku. Aku beranjak
membukanya. Ah, kamu Rey, ada apa" Rey adalah panggilan Reyta yang paling tak
disukainya, katanya seperti nama cowok. Tapi tak kugubris omongannya. Aku bilang
kalau aku sangat senang memanggil dengan nama itu, cukup unik. Lagipula gayanya
kayak cowok alias tomboy. Dia memanyunkan bibirnya tanda protesnya lagi padaku.
54 Cha, kamu darimana saja sih. Kayaknya sudah seminggu kali ya kita tak
ketemu"sibuk apan sih"trus, sepertinya kamu baru pulang ya, darimana"
Apaan sih Rey, pertanyaan mu itu panjang banget, harus jawab yang mana
dulu ih"oya Uni kemana" Kok aku nggak mendengar suaranya"
Belum kujawab pertanyaannya, giliran aku yang bertanya ke dia. Tentu saja
dia cemberut dan memalingkan mukanya. Aku menggodanya dengan berbagai cara
agar memaaafkanku. Akhirnya, dengan sebatang coklat sebagai sogokan, dia
langsung tertawa keras seperti biasa sih.
Cha, kamu belum jawab pertanyaanku, kamu darimana tadi sih" rupanya
Reyta penasaran banget dengan aku.
Kamu mau tau" aku tersenyum genit padanya.
Dia mendesakku dan memaksaku untuk mengatakan yang sebenmarnya.
Reyta sayang, aku baru saja bertemu dengan seseorang di MP.
Siapa Cha"beritahu aku dong" dia semakin penasaran saja.
Kamu pasti akan kaget mendengar namanya Rey, kak Fais, aku baru janjian
dengannya Rey, kamu tau nggak dia makin cakep lho , bersemangat banget aku
menyebut nama kak Fais. What" Aku nggak salah dengar kan Cha" Trus ngapain juga kamu ketemu
dia, bukankah selama ini kamu menderita karena dia" Reyta tak percaya begitu saja
dengan apa yang kukatakan barusan. Dan kata-katanya seolah mengingatkanku
dengan sikapku selama ini. Aku hanya tertawa dingin di dalam hati, Ocha sekarang
udah beda, pikirku. Reyta menatapku bengong dengan sikap diamku. Dia terus saja ngoceh
tentang pertemuanku dengan kak Fais. Dan satu pertanyaannya membuatku terhenyak
dan terhempas lunglai tak berdaya.
Ocha yang dingin, angkuh, sinis yang kukenal selama ini telah luluh dengan
seorang kak Fais yang membuat dirinya hancur. Tak kusangka, perubahan
yang cukup drastis sekali. Dalam sekejap, semua mendadak menghilang menghempaskan
derita yang kau alami. Bagus sekali, seolah tak ada beban, dia mengatakan semua itu
55 dan aku hanya tergugu mendengarnya. Pernyataannya adalah vonis mati bagiku saat
ini. Aku hanya menyunggingkan senyum yang sangat tertekan dan penuh luka.
Sesungguhnya aku sangat terluka mendengar ucapan Reyta, tapi apa yang dikatakan
Reyta adalah benar semuanya Tak ada yang bisa kusangkal. Lagipula bukan kak Fais
yang menyakiti aku selama ini, tapi aku sendiri yang tersakiti dengan permainanku
sendiri di masa lalu. Setelah pembicaraan kami berakhir, Reyta meninggalkan kamarku tanpa tahu
apa yang kurasakan. Aku kembali terpuruk dan menenggelamkan harapanku yang
hampir teraih. Pheww. Apa yang telah kulakukan" Gumamku.
Cinta membawaku pada sebuah
Pertanyaan, pengharapan semu
Bahagia sesaat tlah menghancurkan harapku
Tak kupersalahkan siapa Yang aku aku, Penantian telah hampir terhenti
Namun, Sekejap senyap meluluhlantahkan ronaku.
********* 56 LIMA Aku tengah berdandan di depan cermin, mempersiapkan diri untuk ikut serta
dalam Peksimidas antar mahasiswa. Yah, hari ini aku harus konsentrasi dan full
dalam membacakan puisi . Tit &itit. HPku berbunyi dan sepertinya ada SMS yang masuk, kulihat layar, dari
Iyan, kemudian aku membacanya.
Cha, acaranya pkl berapa sih"aq tunggu di PKM saja yah bareng Wita, Ima & Ami"
Cepetan dong. Aku tersenyum lirih membacanya. Thanks ya atas perhatian kalian. Aku
langsung saja membalas smsnya dan kukatakan kalo acaranya pukul 10 pagi . aku
akui ada banyak hal yang aku dapatkan setelah bersahabat dengan mereka selain dari
sahabat SMAku. Arti persahabatan sejati yang kutemukan dan cara memandang
terhadap masa depan. Terutama Iyan, aku bisa berpikir dewasa karena dia. Ketulusan
hati dan banyak lagi. Sahabat sejati yang akan selalu kumiliki, tempat berbagi suka
dan duka. Aku tersadar dari lamunan dan segera beranjak pergi meninggalkan kamarku
dengan sejuta harapan untuk dapat tampil prima dan terbaik. Memang sih, baru kali
ini aku ikut lomba baca puisi selama jadi mahasiswa, jadi aku agak nervous. Di
tambah lagi, saingannya adalah senior yang malang melintang di dunia perpuisian.
Tapi, namanya juga mencoba dan berusaha, kalau kalah, yah nggak apa-apa sih.
Kalau menang" Senang dong. Tapi, yang terpenting kan harus tampil yang terbaik
dulu. Aku melangkah dengan penuh semangat menuju gedung PKM. Tempat
berlangsungnya kegiatan tersebut. Terlihat banyak mahasiswa yang berseliweran ke
sana kemari. Sepertinya mereka sibuk memepersiapkan diri juga. Aku memandangi
mereka satu persatu. Tampak wajah tegang sepertiku, riang, ragu dan cemas. Dan,
ada harapan di wajah-wajah itu. Tengah sibuk memperhatikan mereka, HPku
57 berbunyi keras yang mengagetkanku. kak Fais" bukankah dia sudah kembali ke
tempat tugasnya" Tumben menelpon aku aku pikir, dia sudah melupakan aku setelah
pertemuan siang itu. Lalu, sekarang apa ya" Segera kuangkat dan menjawab
telponnya. Halo, kak fais ya" Tumben nelpon aku, lagi kangen ya" tanyaku
Aku emang tiba-tiba ingat kamu, gimana kabarmu Cha"
Aku baik kok, kalo kakak bagaimana" Nggak terjadi apa-apa kan"
Baik juga kok Cha, oya, kok rame sekali di situ, kamu lagi di kampus ya"
Iya sih, ada acara kampus, kak Fais di mana sekarang" Di Makassar ya"
tanyaku penuh selidik. Suaraku agak berat. Entah apa yang kurasakan sekarang,
rindukah aku" Ada perasaan aneh juga sih. Dan entah mengapa, di lubuk hatiku yang
paling dalam masih bergaung panjang memanggil namanya. Rasanya sangat teriris
sakit. Aku di Toraja sekarang, kebetulan bosku menugaskanku ke sini selama
beberapa hari, Cha, gimana kabarnya yang lain" Titip salam yah buat mereka"
sangat jelas aku mendengar dengusan panjang kak Fais, seperti menggambarkan
punya masalah yang berat. Aku tertegun seketika hingga kak Fais mengagetkanku.
Cha, kamu dengar aku kan" tanyanya.
Iya kak, oh ya kak Fais belum jawab pertanyaan aku, ada apa menelponku"
Pasti ada yang penting kan" aku mencoba untuk tertawa menutupi kekacauan dan
ketegangan hatiku. Lho Cha, aku kan bilang kalo
tiba-tiba ingat kamu aja, memangnya aku
nggak boleh menelpon adik manisku ini" Atau ada yang marah ya"
Ngak sih, kan Cuma nanya, kan kak Fais ke Makassar lagi, nggak kangen
sama Ocha" Nggak pasti sih, soalnya aku nggak tahu setelah ini ditugaskan kemana lagi.
Tapi nanti aku hubungi kamu kalo aku ke Makassar. Sudah ya, sepertinya bosku
sudah marah-marah tuh. Salam tuk teman-temanmu, kamu juga. Darahku berdesir
setelah kak Fais mengucapkan dua kata itu.
58 Kak Fais menutup telponnya dan aku termangu di sini. Beribu tanya muncul
di benakku dan kembali menerbangkan harapku. Aku masih menyimpan rasa yang
cukup dalam buat kak Fais. Ingin sekali, aku mengetahui perasaan kak Fais yang
sebenarnya. Setelah pertemuan itu, kami masih saling menghubungi via sms. Tapi,
waktunya tak berselang lama, mungkin dia sudak capek atau aku yang masih
kekanak-kanakan bila di hadapannya. Namun, sekarang kak Fais muncul lagi, sebuah
tanda tanya besar bagiku. Dan mengapa aku tak pernah bisa memahaminya"
Aku akui, aku selalu menanti telpon kak Fais. Aku tak bisa lepas dari dia,
semakin dalam saja. Andai waktu masih bisa diputar kembali, aku tak ingin begini.
Berada dalam ketidakpastian, hanyut dalam lara dan kehampaan. Namun, apa yang
harus kulakukan, pesona kak Fais telah membuatku hampir gila dan mati rasa pada
semua cowok. Aku masih termenung dan tak menyadarai kedatangan Iyan cs. Dia memegang
pundakku secara mendadak hingga aku berteriak keras kerena terperanjat kaget.
Kontan saja hampir seluruh mahasiswa yang ada di ruangan ini menoleh ke arahku.
Aku hanya tersenyum pahit melihat sikapku yang memalukan ini dan Iyan cs hanya
tertawa terbahak-bahak menyaksikan ketololanku. Hampir aku menimpuk kepala
mereka satu persatu untuk membalas perlakuannya.
Cha, kok kamu nervous gitu sih" tanya Iyan.
Nggak sih, aku hanya sedikit berpikir &.., tak kulanjutkan ucapanku untuk
membuat mereka penasaran Berpikir apaan sih Cha"
Nggak sebelum kalian datang, aku baru saja menerima telpon kak Fais dan
ngomong sama dia, dia nitip salam buat kalian
Trus kalian ngomong apaan"
Aku hanya tersenyum dan bilang nggak ada apa-apa yang spesial kami
bicarakan. Kemudian aku mengajak mereka untuk duduk di barisan paling depan.
Tentu saja hanya muka kesal yang ditunjukkannya padaku, tetapi aku tidak
mempedulikannya. Satu persatu peserta telah menunjukkan aksi mereka dan tiba
59 giliranku yang dipanggil oleh MC. Aku segera beranjak dari tempat dudukku dan
berjalan ke depan dengan langkah tegap. Iyan cs menyemangatiku agar menampilkan
segala kemampuanku karena mereka yakin aku pasti bisa. Di atas panggung,
kupandangi seluruh ruangan dan menghela nafas panjang dulu, kemudian aku
membacakan puisi IBU , tanpa sadar airmataku berlinang selama pembacaan puisi
itu. Seketika aku mengingat Bundaku yang bekerja keras untuk hidup kami. thanks
yah Bunda, puisi ini kupersembahkan buat Bunda,ucapku dalam hati.
Gemuruh tepuk tangan penonton menyemarakkan ruangan PKM yang mulai
agak gerah. Suasana hati peserta menjadi deg-degan menunggu keputusan dewan
juri..Akhirnya, setelah lama juri berdiskusi, telah diputuskan yang berhak menjadi
pemenangnya dan memanggil satu persatu yang menjadi pemenangnya. Aku hampir
saja tak percaya ketika MC membacakan nana FAUZIAH RAMADHANI. Kontan
temanku memelukku semua. Kegembiraanku tak terlupakan lagi.
Thanks ya say, semua ini berkat dukungan kalian, ucapku tak dapat menahan
tangis. Mereka menenangkanku dan mnyuruhku untuk naik ke panggung. Setelah di
atas panggung, aku mengucapkan sepatah kata untuk sahabatku yang telah bersedia
mendukungku sepenuhnya. Acara telah selesai, kami meninggalkan tempat itu dengan sejuta kegembiraan
yang meluap-luap dengan kemenanangan yang pasti. Kugenggam erat dan apakah
kemenangan-kemenangan yang lain dapat kugenggam erat juga seperti hari ini"
Cha, traktir kita ya"
Baiklah kita ke warung Mbak Atik saja, yuk .
Dengan wajah penuh warna keceriaan, kami berjalan dengan penuh canda.
Tiba di warung, pandangan kami edarkan ke seluruh sudut ruangan, mataku terhenti
ketika ada meja kosong di sudut kanan. Kami segera ke s
ana dan memesan makanan .
*** Sebuah amplop biru tergeletak di depan kamarku. Aku segera memungutnya
dan membaca siapa pengirimnya. RAGIL WIBOWO" Bandung. Aku segera
60 membukanya. Ada apa ya Ragil mengirimiku surat" Bukankah dia sakit hati padaku"
Dan menghilang tanpa kabar sedikitpun" Dan mengapa sekarang"
Dear Ocha Bandung, 15 januari 2005 Kerinduan di dada tak dapat kupejamkan hingga aku telah lancang untuk
mengirimimu surat. Mungkini hatimu menggerutu padaku, tapi aku hanya
seorang anak manusia yang tidak dapat menahan resah yang berkepanjangan
yang kualami. Ocha, aku tak bisa munafik pada diriku bahwa bagaimanapun
besarnya aku berusaha melupakanmu, semakin kuat cinta ini mengikatku.
Ocha sayang, masih bolehkan aku memanggilmu dengan nama itu" Karena
memang aku masih sangat sayang dan akan selalu sayang padamu hingga ujung
waktu sekalipun. Aku tak kan pernah berhenti mencintaimu dan aku takkan lelah
menunggumu. Ijinkan aku untuk menyayangimu lagi. RAGIL
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Sekejap pertahananku menjadi runtuh dan aku
terhempas jatuh. Mengapa Ragil berbuat seperti ini" Tak puaskah dia dengan
perlakuanku padanya" Begitu tuluskah dan besar cintanya padaku hingga merelakan
hatinya sakit" Aku tak dapat mengerti semua ini. Dalam keadaanku yang seperti ini,
Ragil masih menginginkanku, sementara dia tahu kalo aku menginginkan orang lain,
kak Fais. Cinta memang membuat rumit.
Ragil" Mengapa kamu begitu bodoh" Aku telah menyakitimu. Seketika
airmataku berlinang. Aku menangis untuk siapa" untuk kesalahankukah" Atau untuk
kebodohanku" atau mungkin untuk ketulusan Ragil" Aku memang tak pantas untuk
siapapun. Aku masih terisak, ketika Uni telah duduk di sampingku dan membaca
suratku. Dia memelukku dan mengatakan untuk bersabar.
Ketika Kau Hadir Karya Unknown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cha jangan nangis gitu dong, kamu kan kuat" Sejak kapan kamu mulai
cengeng begini" Tanya Uni dengan suara lembutnya berusaha menenangkanku dari
kegalauan pikiran dan kekacauan hatiku. Belum sempat kuselesaikan urusanku
dengan kak Fais tentang kejelasan hubungan kami, kini Ragil kembali menawarkan
aroma mawar yang harum. Tapi apakah aromanya masih akan tetap mewangi ketika
indra penciuman kita telah tak berfungsi lagi"
61 Ni, aku nggak tahu harus ngapain lagi" . Dengan mata sembab aku masih
merangkul Uni. Cha, sebaiknya kamu sabar dan seharusnya bahagia dong karena ada orang
yang begitu tulus mencintamu dan ingin menerimamu apa adanya. Cha, lebih baik
dicintai daripada mencintai. Ucap Uni mengingatkan makna cinta.
Aku hanya terdiam, bingung menentukan siapa yang paling tepat untukku.
Memikirkan kata-kata Uni, sebuah pilihan yang sulit. Dalam kebingunganku, tibatiba
SMS masuk. Cha, aq skrang ada diBbali, kamu mo pesan apa" Fais.
Kak Fais" Aku kaget, secara beruntun datang padaku. Kutatap Uni yang sedari tadi
menatapku juga. Cha, kamu jadian lagi sama kak Fais"
Nggak kok, kak Fais memang sering menghubungiku belakangan ini. Aku
sangat bahagia, tapi aku takut suatu saat nanti aku akan kehilangan lagi ucapku lesu.
Cha, kamu masih menyukai kak Fais kan"
Iya, bahkan melebihi jiwaku. Aku masih selalu berharap dia akan datang dan
mengatakan lagi aku masih sayang kamu Cha , bodohkan Ni"
Ocha, kamu jangan bermimpi terus dong, bukankah kak Fais juga masih
menyukaimu hingga kini"
Entahlah Ni, sikapnya memang keliatan. Tapi kamu tau sendiri kalo aku tak
pernah bisa menebak isi hatinya, mungkin saja sekarang dia hanya menganggapku
adik saja. Sakit kan,Ni, " dengan muka sedih dan segera kuhapus airmataku yang
masih sembab di pipiku. Ya sudahlah, berdoa sama ALLAH, akan memudahkanmu untuk
mendapatkannya. Kamu percaya jodoh kan Cha"
Aku mengangguk ketika Uni mengatakan begitu. Segera kutulis SMS untuk
kak Fais. Kak fais ga usah rpot. Thanx,kk hati2 saja di Bali. salam dari uni. Ocha
62 Menit-menit selanjutnya kami lancar berSMS ria dan Uni meninggalkankui.
Sekejap, aku dapat menyingkirkan persoalan surat Ragil. Meskiun aku terbebani
dengan semua itu. Tapi, aku mencoba untuk menikmati kebahagiaan sesalku dengan
kak Fais. Aku semakin tak bisa melepaskan diri dari genggaman kak Fais yang telah
kugenggam sendiri. Bahkan, aku semakin terhanyut dengan permainan ini. Hingga
detik ini, kak Fais belum pernah menyinggung hubungan kami. Mungkin benar
dugaanku kalo dia hanya menganggapku sebagai adiknya. Tak ada yang pasti
bersama dia. Aku tak bisa menjadi bagian dari cintanya, tak ada tempat untuk itu.
Utusan Lembah Kubur 1 Raja Petir 10 Sengketa Pewaris Tunggal The Name Of Rose 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama