Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p Bagian 2
merasa kalau sedang dibuntuti, sebab tiba-tiba
ia berhenti dan memutar tubuh secepat kilat.
Sambil membentak, sepasang telapak tangannya langsung menghantam ke arah
penguntitnya dengan gerak tipu In-hou-kui-san
(Menggiring Macan Pulang Gunung). Angin
keras menderu berbareng dengan pukulannya.
Serangan mendadak itu memang hebat, tapi
bayangan yang di belakang itu sanggup
menangkis dengan mantap tanpa tergetar
mundur, malahan sambil mengeluarkan katakata pujian, "Hebat, Kim Cong-koan! Liok-hapsin-kang (Tenaga Sakti Enam Lapis)mu sudah
meningkat pesat!" Kemelut Tahta Naga II/2 52 Bayangan pertama terkejut, apalagi ketika
merasakan sengatan hawa panas dari gerakan
lawan, menyertai tenaganya sendiri yang
terpantul balik. Cepat ia melompat mundur
sambil menyiap kan serangan barunya.
Sedangkan si bayangan kedua cepat cepat
melompat mundur pula sambil berseru, "Tahan,
Kim Cong-koan, aku tak ingin berkelahi
denganmu!" Bayangan yang di depan itu, Kim Seng Pa,
mengendorkan sikap tempurnya, lalu tertawa
mengejek, "Kiranya kau, Pak Kiong Liong! Tentu
saja kau tidak ingin bertempur, karena tidak
mau mengulangi kekalahanmu dulu di
tanganku, bukan?" Bayangan yang kedua itu ternyata juga
seorang kakek-kakek yang sebaya dengan Kim
Seng Pa. Dialah Pak Kiong Liong, bekas
Panglima Hui-liong-kun yang sejak beberapa
tahun yang lalu kehilangan kedudukannya
karena menentang Kaisar Yong Ceng dan tetap
mendukung Pangeran In Te sebagai pewaris
syah tahta. Kemelut Tahta Naga II/2 53 Menghadapi ejekan Kim Seng Pa itu, Pak
Kiong Liong tetap bersikap sabar, sahutnya
sambil tertawa, "Benar, aku takut kalah karena
ilmu Cong-koan sudah meningkat dibandingkan
dulu Sedangkan tulang-tulangku sudah semakin
keropos." Diam-diam Kim Seng Pa jadi malu sendiri
menghadapi sikap merendah itu. Sikapnya
sendiri jadi kelihatan kekanak-kanakan, padahal
seluruh rambutnya sudah ubanan. Selain itu,
dalam benturan tangan tadi, dialah yang
tergetar mundur. Jadi, meskipun beberapa
tahun yang lalu dia bisa mengalahkan Pak Kiong
Liong, tapi sekarang belum tentu. Terpaksa ia
melunakkan sikap. "Mau apa kau membuntuti aku, Pak Kiong
Liong?" "Aku hanya mau mengucapkan teri ma kasih
kepadamu." "Terima kasih untuk apa?"
"Karena Cong-koan telah menyelamatkan
nyawa Pangeran In Te."
Kemelut Tahta Naga II/2 54 Bukan bangga mendapat ucapan terima
kasih itu, Kim Seng Pa malah kaget karena
perbuatannya yang ingin dilakukan diam-diam
itu sudah diketahui oleh Pak Kiong Liong.
Memang Kim Seng Pa itulah penolong
tersembunyi yang dengan lemparan kerikilnya
berhasil menotok lumpuh si pembunuh yang
hampir menancapkan belati di jantung
Pangeran In Te. Perbuatannya itu dilakukan
bukan karena ia baik hati kepada Pangeran In
Te, melainkan menggagalkan tugas Ni Keng
Giau agar Ni Keng Giau tidak dipercaya lagi oleh
Kaisar Yong Ceng. Tentu saja tindakan itu harus
dilakukan diam-diam, sebab pembunuhan atas
diri Pangeran In Te itu termasuk rencana Kaisar
sendiri, menjegal rencana itu berarti juga
menentang Kaisar. Maka alangkah cemasnya
Kim Seng Pa ketika mengetahui bahwa
undakannya tadi ternyata telah diintai oleh Pak
Kiong Liong. Seandainya yang dihadapinya bukan Pak
Kiong Liong, pastilah sudah dibunuhnya tanpa
ampun. Namun Pak Kiong Liong bukanlah
Kemelut Tahta Naga II/2 55 kerupuk yang bisa dicaplok begitu saja. Dulu
memang ia pernah mengalahkan Pak Kiong
Liong, namun beberapa saat yang lalu ia sudah
merasakan betapa Hwe-liong-sin-kang (Tenaga
Sakti Naga Api) Pak Kiong Liong sudah
meningkat hebat dibandingkan dulu. Kalau
bertempur lagi, susah menang sudah pasti akan
dialaminya. Karena itulah Kim Seng Pa tidak mau ambil
resiko. Sikapnyapun jadi semakin ramah, "Yah,.
begitulah. Aku tidak tega melihat Pangeran In
Te yang sudah dijatuhkan itu masih juga hendak
dibunuh. Rasa kemanusiaankulah yang tak bisa
membiarkan hal itu terjadi."
Pak Kiong Liong sudah kenal bagai mana
watak Kim Seng Pa, maka jadi merasa agak lucu
juga mendengar Kim Seng Pa omong soal "rasa
kemanusiaan" segala. Namun ia menganggukangguk, pura-pura percaya, dan berkata
setengah menggoda, "Cong-koan sungguh
seorang berbudi amat luhur. Kalau Pangeran In
Te kelak kuberi tahu soal ini, tentu dia akan
sangat ....... Kemelut Tahta Naga II/2 56 Kim Seng Pa terkesiap, "Jangan! Tidak usah
diberitahu! Bahkan siapapun jangan diberi
tahu!" "Lho kenapa?" tanya Pak Kiong Liong purapura tolol.
"Sebab..... sebab kalau sampai didengar oleh
Sribaginda, tentu aku akan diragukan
kesetiaanku, dan mungkin juga menerima
hukuman berat. Apakah kau tega melihatku
yang telah menolong Pangeran ln Te ini malah
mendapat ben cana?" "Oooo.... begitu" Baiklah. Aku berjanji takkan
mengatakannya kepada siapapun. Tapi kumohon Cong-koan sudi menjawab pertanyaan-pertanyaanku."
"Celaka, malah aku diperas......" keluh Kim
Seng Pa dalam hati. Tapi sambil tersenyum ia
berkata, "Silahkan, Goan-swe."
"Ah, jangan lagi panggil aku Goan-swe
(jenderal), sebab aku sudah bukan apa-apa lagi
kecuali seorang gelandangan tua yang menjadi
buronan pemerintah," kata Pak Kiong Liong
sambil tersenyum. "Aku cuma ingin tanya,
Kemelut Tahta Naga II/2 57 apakah kira-kira orang yang hendak membunuh
Pange ran In Te itu adalah suruhan Ni Keng
Giau?" Kim Seng Pa merasa mendapat kesempaTan
untuk memanas-manasi hati Pak Kiong Liong
demi kepentingannya sendiri. Ia menjawab
sambil pura-pura menarik napas dan gelenggeleng kepala, "Kalau kau tidak mau lebih dulu
bersumpah berat untuk merahasiakan pembicaraan kita ini, aku tak berani
mengatakannya." "Baik. Aku bersumpah demi Thian-hu Te-bo
(Ayah Langit Ibu Bumi) untuk merahasiakannya." "Benar?" Pak Kiong Liong tertawa dingin, "Kim Congkoan, pernah kau dengar orang macam apa aku
ini" Suka menjilat ludah sendiri" Suka
berkhianat untuk keuntungan sendiri" Suka
bersumpah kosong?" "Baik, baik. Aku percaya sekarang. Nah, akan
kujawab pertanyaanmu tadi."
Suasana sunyi sebentar. Kemelut Tahta Naga II/2 58 "Memang benar. Ni Keng Giaulah yang
mendalangi usaha pembunuhan Pangeran In Te,
dengan cara yang bermacam-macam. Di
perkemahan, Ni Keng Giau selalu memancingmancing agar Pangeran In Te berbuat
kesalahan, agar bisa dijatuhi hukuman mati.
Dan di tempat seperti ini, tak segan ia
mengupah pembunuh-pembunuh bayaran
seperti tadi." Sebagai pendukung setia Pangeran In Te,
darah Pak Kiong Liong memang menghangat
mendengar hal itu. Namun ia tetap bungkam
sambil pasang kuping. Sedangkan Kim Seng Pa terus berusaha
membangkitkan kemarahan Pak Kiong Liong,
"Pak Kiong Liong, Pangeran In Te adalah
seorang bangsawan Manchu. Kau dan aku juga
orang-orang Manchu. Relakah kita melihat
Pangeran In Te setiap hari harus merendahkan
diri dihadapan Ni Keng Giau, tapi masih juga
dicari-cari kesalahannya, diejek, dihina,
dipermalukan di hadapan perwira-perwira,
bahkan hendak dibunuh?"
Kemelut Tahta Naga II/2 59 Pak Kiong Liong masih tetap diam, dan Kim
Seng Pa melanjutkan bicaranya, "Apakah pantas
seorang bangsawan turunan Aishin Gioro dihina
seorang Han keturunan rakyat jelata macam Ni
Keng Giau itu" Pantas tidak?"
Mula-mula memang Pak Kiong Liong panas
hatinya dan hampir saja kena hasutan Kim Seng
Pa. Namun ketika hasutan itu menghebat, Pak
Kiong Liong malahan menjadi waspada,
"mendingin" dan mulai hati-hati. Kim Seng Pa
memberi dalih kesukuan dalam penjelasannya,
suatu dalih yang tak pernah disukai Pak Kiong
Liong. Namun Pak Ki ong Liong tetap diam,
membiarkan Kim Seng Pa terus berbicara agar
dapat menebak apa kiranya maksudnya yang
sebenarnya di balik pertolongannya kepada
Pangeran In Te juga di balik hasutan nya tadi.
Melihat Pak Kiong Liong diam saja, Kim Seng
Pa mengira Pak Kiong Liong sudah terpengaruh
oleh ucapannya, maka usulnyapun jadi semakin
berani. "Begitulah, Pak Kiong Liong. Kita
memang pernah bermusuhan, tapi sekarang
tibalah saatnya untuk bersatu, membela
Kemelut Tahta Naga II/2 60 kehormatan suku kita yang diinjak-injak oleh
orang Han hina Ni Keng Giau!
"Aku punya usul!"
"Usul apa, Cong-koan?" Pak Kiong Liong
bertanya. "Karena aku terikat oleh kedudukanku, aku
amat tidak leluasa berbuat sesuatu terhadap Ni
Keng Giau, biarpun sudah lama aku ingin sekali
mengunyah kepalanya. Tapi kau, Pak Kiong
Liong, kau dalam keadaan bebas dan ilmumu
begitu tinggi. Tidak inginkah mendarma
baktikan ilmumu untuk membela Pangeran In
Te" Ada suatu cara, bunuhlah Ni Keng Giau!
Kalau perlu, aku bisa membantumu dengan
menyelundupkanmu kedalam perkemahan!"
Pak Kiong Liong merasa agak diluar dugaan.
Ia memang tahu kalau diantara pembantupembantu dekat Kaisar Yong Geng ada sikutsikutan, namun tak menduga kalau Kim Seng.Pa
sampai begitu bernafsu mengingini kematian Ni
Keng Giau. Pikirnya, "Hemm, Kim Seng Pa, kau pikir aku
begitu tolol untuk menjadikan diriku alat
Kemelut Tahta Naga II/2 61 pembunuh bagimu" Kau menyuruhku bukan
untuk membela Pangeran In Te, tapi hanya
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk menyingkirkan sainganmu agar semakin
rata jalanmu untuk mencapai ambisimu. Setelah
aku berhasil membunuh Ni Keng Giau, janganjangan lalu aku dan Pangeran In Te juga akan
kau bunuh untuk mencari muka terhadap si
Yong Ceng itu?" Tapi Pak Kiong Liong pura-pura mengangguk-angguk dan berlagak tolol ketika
bertanya, "Tapi, Cong-koan, kalau sampai Ni
Keng Giau mati, bagaimana dengan pasukan
kekaisaran yang akan kehilangan pimpinan
dalam perang ini" Bukankah akan kacau, dan
pihak musuh yang akan memetik keuntungan?"
Kim Seng Pa menjawab dengan penuh nada
percaya diri, "Pak Kiong Liong, kau pikir cuma
Ni Keng Giau yang sanggup memimpin angkatan
perang" Aku juga bisa! Apalagi sebagai seorang
Manchu, aku lebih pantas untuk kedudukan
itu!" Pak Kiong Liong hampir tak bisa menahan
tertawanya mendengar jawaban itu. Pikirnya.
Kemelut Tahta Naga II/2 62 "Jadi inilah tujuannya, hendak merebut
kedudukan Ni Keng Giau. Bukan main Tapi
meski ilmu silatnya tinggi, mengatur pasukan
dalam suatu perang adalah soal yang sama
sekali berbeda. Apa dikiranya mengatur
pasukan itu sama dengan menggiring bebek di
pinggir-pinggir sawah" Kalau pasukan ini
sampai dia pimpin malah akan tak karuan
jadinya." (Bersambung Jilid III) Kemelut Tahta Naga II/2 63 Kemelut Tahta Naga II/2 64 Kemelut Tahta Naga II/3 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid III Sebagai seorang patriot, Pak Kiong Liong
mampu memisahkan kebencian terhadap Ni
Keng Giau dengan keselamatan negara. Agar
tentara kerajaan tidak sampai kocar-kacir,
dibutuhkan pimpinan yang kuat. Dan orang
macam itu, suka atau tidak suka, saat itu
hanyalah Ni Keng Giau. Ni Keng Giau mati,
pasukan pun bubar. Karena itulah ia
mengacuhkan usul Kim Seng Pa.
Tapi Kim Seng Pa dengan gigih terus
berusaha membuat Pak Kiong Liong menuruti
kemauannya, "Pak Kiong Liong, setelah aku
menguasai pasukan, kau pikir kedudukan itu
akan kumanfaat kan untuk diriku sendiri"
Tidak. Aku memikirkan juga Pangeran In Te.
Kemelut Tahta Naga II/3 2 Akan kugunakan pasukan itu mendukung citacita Pangeran In Te untuk merebut tahta yang
memang menjadi haknya. Bahkan aku juga akan
memberimu kedudukan, karena akupun kagum
terhadap perjuanganmu yang gagah berani."
Bicara sampai di sini, Kim Seng Pa tiba-tiba
ketakutan sendiri lalu menghentikan ucapannya. Bagaimana kalau Pak Kiong Liong
tiba-tiba "usil mulut" dan menyebarluaskan
janjinya yang bernada memberontak itu, lalu
terdengar oleh Kaisar Yong Ceng" Biarpun Kim
Seng Pa tidak berniat. benar-benar menepati
"janji"nya kepada Pak Kiong Liong itu, namun
kalau sampai terlanjur didengar Kaisar, benarbenar susah untuk menjelaskan kepada Kaisar
yang gampang bercuriga itu.
Tertawalah Pak Kiong Liong melihat sikap
ketakutan Kim Seng Pa itu. "Jangan takut, Congkoan. Karena kau sudah menanam kebaikan
atas diri Pangeran In Te, aku berjanji akan
meraha siakan kata-katamu tadi."
"Terima kasih," kata Kim Seng Pa lega. "Tapi
bagaimana dengan usulku ta
Kemelut Tahta Naga II/3 3 "Jangan takut, Cong-koan. Karena kau sudah
menanam kebaikan atas diri Pangeran In Te, aku
berjanji akan merahasiakan
kata-katamu tadi." Kemelut Tahta Naga II/3 4 di?" "Bandel juga orang ini dengan ambisinya
yang selangit," pikir Pak Ki-ong Liong. "Sampai
dicobanya mengi-ming-ngimingi aku dengan
kedudukan segala. Hemm."
"Bagaimana, Pak Kiong Liong?" desak Kim
Seng Pa. "Kalau Ni Keng Giau mati, kita bisa
membagi keuntungan."
"Terima kasih, Cong-koan, tapi belum bisa
kuterima sekarang," Pak Kiong Liong
menghindar halus. "Nah, selamat malam dan
sekali lagi terima kasih."
Lalu berkelebatlah tubuh Pak Kiong Liong
meninggalkan tempat itu, meninggalkan Kim
Seng Pa yang termangu-mangu kecewa. Sudah
terlanjur ia "buka kartu", ternyata apa yang
diharapkan dari Pak Kiong Liong tak
diperolehnya. "Bangsat tengik kau, Pak Kiong Liong. Sulit
juga mengatur dirimu," akhirnya Kim Seng Pa
menggeram sengit. Lalu diapun meluncur pergi,
menghilang di kegelapan malam.
Kemelut Tahta Naga II/3 5 Ketika matahari terbit, Pangeran In Te
memerintahkan pasukannya untuk berjalan
lagi. Si pembunuh yang gagah itupun dibawa
dengan tangan diikat, biarpun berkuda.
Pangeran In Te tidak menyinggung-nyinggung
dalam pembicaraan dengan siapapun. Karena
itu, baik perajlirit-perajurit yang setia kepada
Pa ngeran In Te maupun yang menjadi kaki
tangan Ni Keng Giau, tak berani membicarakannya pula. Khawatir kalau
Pangeran In Te marah lagi seperti semalam.
Perwira-perwira kaki-tangan Ni Keng Giau
percaya bahwa si tawanan tentu sudah
mengaku kepada Pangeran In Te kalau dia
disuruh Ni Keng Giau. Namun merekapun yakin
Pangeran In Te takkan berani menghukum
berat karena, segan kepada Ni Keng Giau yang
sedang memegang kekuasaan besar. Karena
itulah para kaki-tangan Ni Keng Giau jadi
bersikap congkak, seolah-olah mau berkata,
"aku dilindungi Ni Goan-swe, siapapun tak
berani menghukumku."
Kemelut Tahta Naga II/3 6 Biarpun mendongkol karena merasa
ditantang, Pangeran In Te berusaha tidak
menggubris mereka. Bahkan ketika para kakitangan Ni Keng Giau secara menyolok melayani
makan-minum si pembunuh yang gagal itu,
seolah menunjukkan kesetia-kawanan.
Karuan yang gemas dan hampir-hampir tak
kuasa menahan diri adalah perwira-perwira
yang setia kepada Pangeran In Te. Namun
karena Pangeran In Te tidak memerintahkan
apa-apa, mereka pun tidak berani bertindak
gegabah. Pangeran In Te benar-benar bersedia
berkorban untuk menjaga keutuhan pasukannya. Tepat ketika matahari mulai terbenam,
pasukan itu menjumpai sebuah desa orang Hui
yang sudah kosong ditinggalkan penduduknya.
Pangeran In Te bermaksud mengistirahatkan
pasukannya semalam di situ, karena desa itu
dikelilingi parit air yang lebar, sehingga mudah
dipertahankan seandainya datang serangan.
Namun sebelum membawa masuk pasukannya,
Kemelut Tahta Naga II/3 7 ia perintahkan beberapa perajurit untuk
memeriksa apakah desa itu aman atau tidak.
Setelah para perajurit yang di perintahkan
itu keluar kembali dan melaporkan keadaannya
yang aman, barulah Pangeran In Te membawa
pasukan menduduki tempat itu. Penduduk desa
itu agaknya sudah pergi mengungsi, menjauhi
tempat-tempat yang diperkirakan akan menjadi
ajang pertempuran. Parut besar di sekeliling kampung itu
sebenarnya dibuat tanpa untuk maksud perang,
hanya untuk mencegah agar hewan-hewan
peliharaan dalam kampung tidak berkeliaran
keluar dan hilang. Namun dengan adanya parit
itu, Pangeran In Te jadi merasa lebih gampang
mengatur penjagaan untuk malam itu.
Sementara itu, di kalangan perajurit mulai
terdengar gerutuan, karena selama beberapa
hari itu belum pernah satu kalipun pasukan itu
dikontak oleh Pasukan Wan Yen Siang yang
bertugas sebagai pendukung perbekalan.
Seharusnya antara kedua pasukan harus ada
kontak teratur, agar bila keadaan darurat bisa
Kemelut Tahta Naga II/3 8 saling membantu, saling mengetahui posisi
masing-masing. Namun buat Pangeran In Te
sendiri, hal itu tidak mengherankan. Ia tahu
Wan Yen Siang adalah komplotan Ni Keng Giau,
tentu akan lebih senang kalau Pangeran In Te
mati. Tidak heran kalau Wan Yen Siang
membiarkan saja pasukan Pangeran In Te maju
sendirian. Hanya saja, Pangeran In Te cuma
menyimpan dugaan itu dalam hatinya, tidak
dikatakan kepada siapapun, khawatir kalau
membuat merosot sema ngat pasukannya.
Ketika malam belum lama berkuasa
menggantikan senja, yang muncul di tempat itu
malah seorang mata-mata Pasukan Pangeran In
Te. Dengan menunggangi kuda dan berpakaian
seperti orang Hui, orang itu menderapkan kuda
mendekati desa, sambil melambai-lambai kan
tangan, sebagai isyarat bahwa dia bukan musuh.
Yang memimpin penjagaan di situ kebetulan
adalah Lo Peng, cam-ciang yang menjadi kakitangan Ni Keng Giau. Cepat ia menyongsong
dengan menyeberangi jembatan sambil
melambai lambaikan tangan pula, Kemelut Tahta Naga II/3 9 mengisyaratkati agar penunggang kuda itu
berhenti. Setelah dekat, penunggang kuda itu lalu
melompat turun dari kudanya dan menghormat
Lo Peng. Katanya, "Aku Go Pek Liong, bawahan
cam-ciang Sun Hong Beng, Sian-hong Ciang-kun.
Membawa laporan penting!"
Dalam pasukan itu, memang Sun Hong Beng
telah diangkat sebagai Sian hong Ciang-kun
(panglima perintis) oleh Pangeran In Te. Tugastugas seorang Sian-hong Ciang-kun antara lain
ialah menyebarkan mata-mata untuk menangkap sebanyak-banyaknya keterangan
tentang gerak-gerik musuh, lalu melaporkannya. "Jadi, kau anak-buah Sun Can-ciang"
"Benar." "Membawa laporan tentang gerakan
musuh?"
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar. Mohon agar segera di ijinkan lewat
untu melaporkan kepada Sun Cam-ciang.
Beritanya penting sekali."
Kemelut Tahta Naga II/3 10 Sebuah pikiran "nakal" tiba-tiba saja
merasuk di otak Lo Peng. Sambil tersenyum
ramah, dia berkata, "Saudara Go tentunya lelah
sekali. Karena itu, biar aku saja yang
menyampaikannya kepada Sun Cam-ciang, dan
kau boleh langsung beristirahat. Sama saja kan"
Nah, apa beritanya?"
Karena yang dihadapi adalah Lo Peng yang
juga berpangkat cam-ciang, sama dengan
atasannya, Go Pek Liong tidak curiga sedikitpun.
Iapun langsung laporan. "Sebuah pasukan besar
campuran orang Kozak dan orang pribumi pem
bangkang, sedang bergerak ke arah ini. Jumlah
mereka jauh lebih besar dari kita, bersenjata
lengkap, bahkan membawa belasan pucuk
meriam. Menurut perhitunganku, tengah malam
nanti, mereka akan tiba di sini."
"Bagus. Kau sudah bekerja dengan baik.
Sekarang biarkan seorang anak-buahmu
mengantarmu untuk beristirahat sebentar. Dan
aku yang akan melaporkannya kepada Sun Camciang. Tapi kuharap jangan menceritakan
laporanmu kepada siapapun, nanti seluruh
Kemelut Tahta Naga II/3 11 pasukan akan menjadi panik. Biar nanti seluruh
pasukan mendengar langsung perintah Pangeran In Te, sehingga perintahnya tidak
simpang-siur. Mengerti?"
"Mengerti, Cam-ciang."
"Nah, istirahatlah. Jasamu pasti kulaporkan
untuk dicatat." Kemudian Lo Peng berjalan masuk kembali
ke dalam kampung itu. Namun berbeda dengan
apa yang dikatakannya kepada Go Pek Liong, ia
tidak langsung meneruskan laporan itu kepada
Sun Hong Beng atau Pangeran In Te, malahan
lebih dulu ia menemui perwira-perwira yang
sekomplotan dengannya, yang sama-sama
menjadi kaki-tangan Ni Keng Giau. Lalu
diceritakannya tentang laporan mata-mata tadi.
"... jadi tengah malam nanti, tempat ini akan
jadi neraka. Orang Kozak dan pemberontakpemberontak Jing hai akan menyerbu kemari
dengan kekuatan jauh lebih besar dari pasukan
kita. Dengan demikian kita harapkan saja Pa
ngeran In Te akan mampus!"
Kemelut Tahta Naga II/3 12 "Tapi apakah kita juga harus ikut mati di
sini.?" "Ya jelas tidak, iru sebabnya kalian
kuberitahu soal ini agar bisa segera
menyelamatkan diri. Nah, jangan banyak tanya,
nanti kita kehabisan waktu. Hubungi diam-diam
semua teman-teman kita, lalu berkumpullah di
tempat penambatan kuda-kuda yang dekat
dengan jembatan sebelah timur. Ingat, diamdiam, artinya jangan sampai seorangpun yang
tidak termasuk kelompok kita ikut mendengarnya. Setelah berkumpul, kita akan
kabur dari sini dengan alasan meronda keluar
desa. Cepat." "Tetapi..." seorang perwira Nampak raguragu.
"Apa lagi?" tanya Lo Peng tidak sabar.
"Kita akan selamat, dan Pangeran In Te akan
mati sebab tidak tahu adanya musuh yang
sedang mendekat. Tapi apa kah ribuan perajurit
teman-teman kita juga harus ikut mati, biarpun
mereka yang tidak sepaham dengan kita?"
Kemelut Tahta Naga II/3 13 Lo Peng menjawab tanpa perasaan. "Tidak
ada jalan lain. Jangan terlalu berbelas-kasihan
dalam urusan macam ini, kita sedang di kancah
perang dimana orang mati dengan gampang
seperti lalat. Kalau perajurit-perajurit itu
hendak kita ajak lari sekalian supaya selamat,
maka akhirnya Pangeran In Te juga akan ikut
menyelamatkan diri pula. Padahal, kapan lagi
ada kesempatan sebagus ini" Pangeran In Te
akan mati tanpa meninggalkan kesan dibunuh,
melainkan terbunuh oleh musuh."
Perwira-perwira lainpun ikut membujuk
teman mereka yang ragu-ragu itu. "Hilangkan
keraguanmu, hilangkan beban perasaanmu.
Kalau tidak gugur di sini, barangkali mereka
juga akan gugur di tempat lain Jadi ya sama
saja." "Benar. Ayo cepat kita ambil kuda."
Tapi perwira yang ragu-ragu tadi tiba-tiba
mengangkat wajahnya, dan berkata dengan
tegas. "Kalian semua pergilah sendiri."
Ucapan itu kontan menimbulkan ke
curigaan di hati perwira-perwira lain yang
Kemelut Tahta Naga II/3 14 sekomplotan, pikiran mereka dibayangi dugaan
bahwa rekan mereka itu akan memisahkan diri
dari komplotan dan mengkhianati mereka.
"Kau tidak ikut pergi" Bagaimana
maksudmu?" "Sebagai perajurit, aku tetap menjunjung
perintah Goan-swe Ni Keng Giau untuk
membiarkan Pangeran In Te terbinasa dalam
perang ini. Karena Pangeran In Te dianggap
sebagai duri dalam daging. Tapi sebagai
perajurit pula, takkan kubiarkan temantemanku sesama perajurit menghadapi maut di
tempat ini, sementara aku sendiri kabur menye
lamatkan diri. Itu takkan kulakukan."
"Jadi bagaimana" Akan kau ajak semua
orang pergi dari sini kecuali Pangeran In Te,
begitu?" tanya Lo Peng jeng kel.
"Tidak. Aku akan tetap menutup mulutku
rapat-rapat, takkan membocorkan tentang
laporan kedatangan musuh ini, agar jangan
sampai Pangeran In Te tahu lalu pergi dari sini.
Tapi aku akan terap di tempat ini, bertempur
Kemelut Tahta Naga II/3 15 bersama seluruh pasukan ini. Aku tidak mau me
larikan diri." "Bodoh sekali. Kau akan ikut mampus.
Laporan itu menyebutkan bahwa musuh yang
bakal datang itu jauh lebih kuat dari pasukan
ini. Bahkan membawa belasan pucuk meriam
pula." "Kalau harus mati, apa boleh buat. Daripada
terus hidup namun dibayang-bayangi terus oleh
teman-temanku yang gugur di sini."
Lo Peng dan perwira-perwira sekorn plotan
lainnya saling bertukar pandangan dan gelenggeleng kepala. Tak menduga kalau salah satu
teman mereka akan bersikap macam itu.
"Bagaimana, Lo Toa-ko?" tanya salah
seorang. Lo Peng jadi nampak agak salah tingkah.
Menyaksikan sikap seorang temannya yang
berpegang teguh pada kesetia-kawanan itu, Lo
Peng jadi merasa agak disindir. Ternyata ajaran
keras Ni Keng Giau tentang hidup keperajuritan
yang selama ini dicekokkan kepada semua
perajurit, bukan saja menghasilkan perajuritKemelut Tahta Naga II/3
16 perajurit yang tunduk secara terpaksa sambil
menggerutu dalam hati, namun juga menghasilkan perajurit macam teman Lo Peng
yang satu ini. Yang sungguh-sungguh
menghayati ajarannya sampai ketulang sungsum. Air yang sama bisa menumbuhsuburkan pohon mawar yang harum, juga
pohon kembang tahi kucing.
Bagi Lo Peng yang berprinsip "meng
halalkan segala cara demi tujuan", sikap
seorang temannya itu dianggapnya rada goblok,
tapi terpaksa dibiarkannya saja.
Katanya, "Kalau kau bertekad terserahlah
kepadamu. Namun kalau sampai kau
membocorkan berita itu, berarti kau
menyelamatkan Pangeran In Te, dan berarti
pula menggagalkan rencana Ni Keng Giau, suatu
tindakan yang tidak patut dilakukan seorang
perajurit sejati macam kau."
Demikianlah Lo Peng yang licik itu malah
balik "memberangus" perwira itu dengan nilainilai kebanggaannya sendiri.
Kemelut Tahta Naga II/3 17 "Baiklah, Lo Toa-ko. Aku takkan mengkhianati keinginan Goan-swe. Silahkan
kalian berangkat." Lo Peng dan perwira-perwira sekom
plotannya pun berpencaran. Dalam gelapnya
malam, bergerak tanpa menimbulkan kecurigaan perajurit-perajurit yang tidak
sekomplotan, mereka menuju tempat penambatan kuda. Lalu masing-masing mengambil seekor, dan kepada perajuritperajurit yang menjaga kuda, Lo Peng
berbohong, "Kami mau berpatroli di sekeliling
desa ini. Biarpun nampaknya tidak akan ada
musuh yang datang, tapi kita harus selalu
waspada." Dan penjaga-penjaga kuda pun membiarkan
mereka. Begitulah, perwira-perwira yang hendak
melarikan diri itu mula-mula lancar dalam
segala tindakan mereka. Tapi ketika mereka
hendak keluar desa dengan melewati salah satu
jembatan di atas selokan pelindung desa,
mereka terkejut ketika melihat Sun Hong Beng
Kemelut Tahta Naga II/3 18 dan beberapa perwira yang setia kepada
Pangeran In Te telah, menghadang di mulut
jembatan. Bahkan ada sepasukan perajurit
bawahan yang membawa obor yang dinyalakan
terang-terang. Di sebelah Sun Hong Beng nampak lah Go
Pek Liong, si mata-mata yang tadi laporan
pentingnya "dibegal" oleh Lo Peng, namun tidak
diteruskan kepada Pangeran In Te atau Sun
Hong Beng. Maka sadarlah Lo Peng dan kawankawannya, bahwa maksud buruk mereka mulai
tersingkap. Si mata-mata agaknya tidak
tenteram sebelum laporan sendiri kepada Sun
Hong Beng sebagai atasan langsungnya, biarpun
Lo Peng sudah berpesan agar ia istirahat saja
sebab Lo Peng sendiri Myang akan meneruskan
la poran". Kini Lo Peng terancam tuduhan berat,
karena telah berani menyembunyikan laporan
yang demikian penting. Dengan wajah merah padam, Sun Hong
Beng bertanya, "Berhenti. Mau ke mana kalian?"
Kemelut Tahta Naga II/3 19 Lo Peng masih juga mencoba mendusta,
"Sun Cam-ciang, masa kau tidak sadar kalau kita
sedang ada di medan perang dan harus
senantiasa waspada" Aku dan beberapa rekan
ini bermaksud berpatroli di luar desa ini, siapa
tahu ada bahaya yang mengancam kita!"
"Wah, Lo Cam-ciang benar-benar perwira
teladan yang mampu memberi contoh kepada
perajurit-perajurit kita agar sadar kewajiban,"
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sindir Sun Hong Beng sambil menahan rasa
gusarnya yang makin luber. "Tapi sebelum kau
pergi, aku minta sedikit penjelasan."
Lo Peng mulai gelisah, "Penjelasan apa?"
"Sebelum bicara, bagaimana kalau kalau
kalian turun dulu dari kuda, agar kita bisa
bicara dengan tenang, tanpa harus berteriakteriak?"
"Katakanlah cepat, Sun Cam-siang!" "Turun
lebih dulu dari kuda!"
"Sun Cam-ciang, jangan berlagak macam
itu, aku kan bukan bawahanmu" Mau bicara,
bicaralah saja!" Kemelut Tahta Naga II/3 20 "Baik. Setelah kau terima laporan dari Go
Pek Liong, kenapa tidak kau teruskan laporan
itu kepada Pangeran In Te sebagai pimpinan
pasukan" Apa maksudmu di balik tindakan itu?"
'"Jangan salah paham, Sun Cam-ciang
Setelah mendapat laporan itu, lalu aku merasa
terpanggil untuk menjaga keselamatan seluruh
pasukan, maka kuajak beberapa teman untuk
berpatroli di luar desa. Melihat-lihat situasi,
setelah itu baru kulaporkan kepada Pangeran In
Te!" "Berpatroli atau melarikan diri bersama
teman-teman sekomplotanmu" Membiarkan
kami semua di sini bakal terbantai oleh musuh
yang lebih kuat, dan laporan kedatangannya kau
sembunyi kan?" "Melarikan diri" Itu tuduhan gegabah!"
"Lo Cam-ciang, mari kita berdua menghadap
Pangeran In Te. Kalau terbukti tuduhanku
ngawur, boleh kau gorok leherku dengan
tanganmu sendiri!" Lo Peng sadar, segala bentakannya takkan
dipercayai lagi. Karena terpojok, ia jadi nekad.
Kemelut Tahta Naga II/3 21 Tiba-tiba ia berteriak, "Sun Hong Beng, kau tahu
siapa yang melindungi aku" Dialah Goan-swe Ni
Keng Giau! Kalau kau berani menentang ku,
sama saja dengan menentang Goan-swe Ni Keng
Giau, Panglima Tertinggi yang kedudukannya
jauh di atas Pangeran In Te!"
Tak terduga Sun Hong Beng juga sudah
nekad, karena selama ini ia harus menahan rasa
muak mencium intrik-intrik kotor dalam
pasukan. Sahut nya tak kalah keras, "Biarpun
pelindung mu adalah Kaisar sendiri, tapi dalam
pasukan ini kau adalah bawahan Pangeran In
Te! Kau harus tunduk kepada disiplin, harus
bisa ditertibkan, atau dicap sebagai pengkhianat!" "Terjang!" mendadak Lo Peng berseru
kepada teman-temannya. Dan dengan pedang
terangkat tinggi siap untuk disabetkan, ia
menderapkan kudanya ke depan secepat kilat.
Kawan-kawannya tak ada jalan lain kecuali
mengikutinya. Kedok sudah terbongkar. Lebih
baik berusaha lolos, daripada kena hukuman
dari Pangeran In Te. Kemelut Tahta Naga II/3 22 Sebenarnya Ni Keng Giau sudah berpesan
kepada Lo Peng dan teman-temannya, agar
dalam usaha mencelakakan Pangeran In Te itu
dilakukan diam-diam, jangan sampai ada orang
yang tahu. Namun kini, karena terjepit, malahan
Lo Peng telah berteriak-teriak umumkan siapa
"backing" nya untuk diperdengarkan kepada
seluruh pasukan. Sikap keras dihadapi dengan sikap keras
pula oleh Sun Hong Beng. Perintahnya kepada
orang-orangnya, "tangkap semua pengkhianat
ini!" Para perajurit sudah mendengar per
bantahan kedua Cam-ciang itu, dan mereka
marah mendengar betapa mereka hendak
dikorbankan untuk tertimpa bencana, oleh Lo
Peng dan komplotannya, sedangkan Lo Peng
dan komplotannya sendiri hendak kabur. Maka
biarpun menghadapi perwira-perwira yang
berpangkat lebih tinggi, mereka tidak sungkansungkan lagi dan langsung menyerbu Lo Peng
dan kawan-kawannya. Kemelut Tahta Naga II/3 23 "Keparat! Akupun takkan sungkan kepada
kalian!" Lo Peng dan kawan-kawannya
melakukan perlawanan ganas dari atas kudakuda mereka. Karena marah dan panik, mereka
pun tak segan membunuh. Hasilnya, para perajurit jadi tambah marah,
tak terkecuali yang menjadi bawahan Lo Peng
sendiri. Ketika beberapa perajurit berhasil
menyerempet kaki kuda tunggangan para
perwira itu, kudapun roboh, dan para perwira
yang hendak kabur itu terpaksa berkelahi tanpa
kuda. Sun Hong Beng dan perwira-perwira
Pangeran In Te yang setia, tidak membiarkan
para perajurit bawahan itu menjadi keganasan
Lo Peng dan teman-temannya. Mereka berteriak
menyuruh para perajurit untuk minggir, lalu
maju menghadapi Lo Peng dan kawankawannya.
Maka di tempat itupun terjadi perkelahian seru antara dua golongan yang
selama ini diam-diam memang menyem
bunyikan pertentangan dan saling membenci.
Kemelut Tahta Naga II/3 24 Kini kebencian dan pertentangan itu tak
disembunyikan lagi, malah dipertontonkan
terang-terangan di hadapan para perajurit.
Itulah wujud pertentangan antara Ni Keng Giau
dan Pangeran In Te selama ini.
Ketika Perkelahian menghebat, dari pusat
desa tiba-tiba terdengar derap kuda mendekat.
Ternyata Pangeran In Te sendiri yang muncul
diikuti beberapa perwira. Wajah Pangeran In Te
nampak gusar melihat perkelahian itu.
"Hentikan! Apakah kalian sudah gila"!"
Bagaimanapun juga, wibawa Pangeran In Te
tak bisa ditentang. Perwira-perwira yang
berkelahi itupun menghentikan perkelahian,
lalu saling menahan senjata masing-masing dan
berlompatan memisahkan diri, tapi mata
mereka masih saling melotot dengan geram.
Dengan marah Pangeran In Te men
damprat, "Percuma saja selama ini aku
mengorbankan perasaan dan harga diriku,
membiarkan diriku dihina! Semua pengor
bananku tak lain hanya untuk menjaga
kerukunan kalian, sesama perajurit kaisaran!
Kemelut Tahta Naga II/3 25 Maka di tempat itupun terjadi perkelahian
seru antara dua golongan yang selama ini diamdiam memang menyembunyikan pertentangan
dan saling membenci. Kemelut Tahta Naga II/3 26 Karena kalian memikul tugas yang sama di garis
depan, harus saling membantu demi berhasilnya tugas itu. Tugas demi kekaisaran
kita yang besar, bukan demi kepentingan
pribadi In Te atau Ni Keng Giau! Tapi kalian
bertingkah seperti kanak-kanak saja. Tanpa
pikir panjang terus saling menghunus senjata
dan saling gebrak dengan teman sendiri! Tidak
malukah kalian ditonton oleh bawahan kalian?"
"Pangeran, maafkan hamba......" kata Sun
Hong Beng. "Hamba tidak dapat menahan diri
lagi, karena pengkhianatan Lo Peng sudah
sampai taraf yang keji, tak bisa dimaafkan lagi.
Hanya untuk mencari muka terhadap Ni Keng
Giau." "Jangan kurang ajar!" potong Pangeran In
Te. "Sebut dia semestinya, sebagai Panglima
Tertinggimu! Panglima Ter tinggi kita!"
Sun Hong Beng menarik napas untuk
menekan rasa penasarannya. Kadang kadang
tak sabar juga ia melihat sikap Pangeran In Te
yang dianggapnya terlalu lembek. Begitu teguh
berusaha menjaga kekompakan pasukannya,
Kemelut Tahta Naga II/3 27 sampai dia rela dihina dan dikhianati, bahkan
ikut menjaga kewibawaan Ni Keng Giau yang
memusuhinya. Sun Hong mengangguk, dan
meneruskan kata-kata nya..... " hanya untuk
mencari muka terhadap ...... terhadap .....
atasannya. Dia telah menyembunyikan suatu laporan
penting yang menyangkut mati hidupnya sekian
ribu perajurit. Lalu hendak menyelamatkan
dirinya sendiri!" Ketika Pangeran In Te mengalihkan
pandangannya ke arah Lo Peng, dilihat nya
perwira itu tidak menunjukkan sikap takut,
malah membusungkan dada serta berkata
dengan congkak, "Siapapun yang berani
menuduhku, silahkan mengadukan di hadapan
Goan-swe Ni Keng Giau! Aku tidak sudi dituduh
dan dihukum oleh sembarangan orang!"
Sambil tertawa dingin, Pangeran In Te
mencabut bendera kecil Leng-ki dari
pinggangnya, diangkat tinggi-tinggi, dan
berkata, "Lo Peng, tahukah kau makna tindakan
Kemelut Tahta Naga II/3 28 Goan-swe ketika menyerahkan Leng-ki ini ke
tanganku?" Lo Peng bungkam, dan Pangeran In Te
melanjutkan, "Penyerahan Leng-ki ke tanganku
berarti kekuasaan atas pasukan ini hanya di
satu tangan, di tanganku! Tidak peduli perajurit
yang diambil dari pasukan manapun, bahkan
dari pasukan pribadi Sribaginda pun kalau
sudah bergabung dalam pasukan ini harus
tunduk hanya kepada perintahku!
Sun Hong Beng mengangguk-angguk. agak
puas melihat sikap Pangeran ln Te kali ini.
Sementara itu Suasana sunyi mencekam, tidak
ada yang berbicara. "Lo Peng!" bentak Pangeran ln te kemudian.
"Kalau sekarang juga kau ku jatuhi hukuman
mati, juga teman-teman mu, kau pikir Goan-swe
Ni Keng Ciau akan membela kalian secara
terang-terangan" Tidak. Dia akan membiarkan
kalian mati, sebab diapun tidak suka
menentangku secara terbuka! Dia akan cuci
tangan bersih-bersih!"
Kemelut Tahta Naga II/3 29 Lo Peng tetap bungkam. Kata-kata Pangeran
ln Te itu memang masuk akal. Kalau Pangeran
ln Te secara terbuka mengumumkan
kesalahannya yang hendak minggat dari
pasukan, lalu menghukumnya, maka betapapun
besarnya kekuasaan Ni Keng Giau, Ni Keng Giau
pasti takkan berani membela Lo Peng secara
terang-terangan. Ni Keng Giau pasti takkan mau
kehilangan rasa hormat dari bawahannya yang
lain, dari seluruh pasukan. Mungkin Ni Keng
Giau hanya akan membenci Pangeran ln Te
dalam hati, atau berusaha membalas Pangeran
ln Te di lain hari, namun batok kepala Lo Peng
dan kawan-kawannya pasti sudah terlanjut
protol semua. Suasana jadi tambah tegang. Banyak orang
menduga Pangeran ln Te sudah habis
kesabarannya; dan akan menjatuh kan
hukuman berat kepada Lo Peng dan kawankawannya.
Ternyata Pangeran ln Te tiba-tiba
malahan tertawa, tertawa getir, sehingga semua
yang melihatnya jadi heran. Kata Pangeran ln
Kemelut Tahta Naga II/3 30 Te, 'Tetapi aku tidak perlu menjatuhi hukuman
mati kepada kalian sekarang. Kita semua,
seluruh anggaota pasukan ini, memang sudah
kan dibiarkan mati oleh Goan-swe Ni Keng Giau
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semuanya. Tanpa kecuali."
Semua terkejut. Sementara Pangeran ln Ie
melanjutkan sambil menatap Lo Peng
".. termasuk kalian juga..."
"Apa.... apa maksud Pangeran?" ta nya Lo
Peng gugup. "Maksud Goan-swe, yang hendak dibiarkan
mati itu hanyalah diriku sendiri, namun karena
kalian bersama aku jadi kalianpun ikut
dikorbankan. Musuh yang jauh lebih kuat sudah
tiba, dan kini mereka telah mengurung rapat
desa ini. Kita akan dibiarkan mati tanpa per
tolongan, mati dengan senjata orang-orang
Kozak dan para pemberontak di Jing-hai!"
Orang-orang yang mendengarnya jadi
gempar seketika. Lo Peng bahkan sampai
memucat wajahnya. "Be.... benar.... kah i....itu?"
Dan suaranya tenggelam dalam caci-maki
semua perajurit yang menyalahkan Lo Peng,
Kemelut Tahta Naga II/3 31 karena dialah yang menyembunyikan laporan
penting itu dan bahkan hendak kabur demi
keselamatannya sendiri. Dan sekarang ketika
laporan itu telah diketahui Pangeran In Te, ma
ka saatnya sudah terlambat.
Sedangkan Sun Hong Beng tiba-tiba tertawa
mengejek. "Nah, Lo Cam-ciang, kalau sekarang
kau masih mau keluar desa untuk berpatroli,
silahkan. Aku takkan menghalangimu lagi. Kalau
kau bisa kembali hidup-hidup kemari, bintang
jasa pasti akan memenuhi bajumu."
Baru saja seiesai kata-katanya itu, tiba-tiba
di luar desa terdengar dentuman meriam
menggemuruh, merobek-robek suasana malam.
Suara itu terdengar di beberapa penjuru.
Wajah semua orang menjadi tegang
mendengarnya, namun Pangeran In Te justru
tertawa dan nampak pasrah sekali. "Nah, itulah,
algojo-algojo kita sudah mengetuk pinta Dan
kita tak perlu mengharapkan pertolongan siapasiapa, kecuali bahu-membahu menyelamatkan
diri." Kemelut Tahta Naga II/3 32 Lo Peng masih belum bisa percaya bahwa
dirinyapun ternyata ikut terkurung di situ dan
akan menjadi korban pula, akan ikut
"menemani" perjalanan Pangeran In Te ke
akherat. Ia geleng-geleng kepala dan berkata
setengah menangis, "Tidak! Kalau Goan-swe
ataupun Wan Yen Siang tahu aku masih di sini,
tentu mereka akan mengirim bantuan, takkan
membiarkan aku mati di sini!"
Pangeran In Te tidak menggubris tingkah Lo
Peng itu, keluarlah perintahnya kepada seluruh
pasukan, "Semuanya bersiap! Atur pertahanan
di tanggul-tanggul parit sebelah dalam. Perkuat
penjagaan di mulut-mulut jembatan!"
Para perajuritpun kemudian berpencaran
ke segala arah untuk menjalankan perintah itu.
Para komandan regu mengatur anak-buahnya
masing-masing, senapan, panah, lembing,
pedang dan sega macam senjata pun disiapkan.
Pangeran In Te sendiri berkeliling untuk
mengatur pertahanan. Lo Peng masih berdiri termangu-mangu,
bingung campur penasaran, tak tahu bagaimana
Kemelut Tahta Naga II/3 33 nasibnya nanti, bila orang orang Kozak sudah
menyerbu sementara bantuan datang atau
tidak" 'Tidak boleh terjadi. Tidak boleh terjadi.
Biarpun Wan Yen Siang mengingini kematian
Pangeran In Te, tapi kalau tahu aku masih di
sini, dia akan tetap menolongku. Sebab ku
adalah sekutunya. Dia pasti takkan membiarkan
aku mati di sini..... pasti tidak....." ia masih
mengoceh sendirian sambil geleng geleng
kepala. Sementara, sorak-sorai musuh di kejauhan
semakin mendekat, bersama gelegar meriammeriamnya.
Salah seorang perwira sekomplotan Lo Peng
tiba-tiba berkata keras, "Kalau sampai Wan Yen
Siang tidak datang menolong, padahal dia tahu
kita masib terkurung di sini, berarti dia itu anak
anjing!" Sahut yang lainnya, 'Tidak ada gunanya
berdebat apakah Wan Yen Siang akan menolong
atau tidak. Sekarang, mau tidak mau kita harus
ikut bertempur! Ayo kita cari posisi!"
Kemelut Tahta Naga II/3 34 Di dataran rumput di luar desa, nampak di
kejauhan seperti ada ribuan kunang-kunang
mengelilingi desa itu dengan rapat, membuat
gelang raksasa yang tak ada celahnya. Namun
itu bukannya kunang-kunang, melainkan oborobor orang-orang Kozak dan para pemberontak
yang sulit ditaksir berapa banyaknya.
Pangeran In Te berdiri tegangah-tengah salah
satu jembatan, tap ke arah musuh. Kemudian ia
rintahkan, "Padamkan semua api desa ini.
Setidak-tidaknya kita akan mendapat sedikit
keuntungan, agar musuh jangan terlalu
gampang membidikkan moncong meriammeriam mereka."
Sementara pasukannya sudah siap di balik
tanggul-tanggul dalam dari parit besar selingkar
desa itu. Lebar parit hampir sepuluh meter, tapi
tidak di ketahui berapa dalamnya.
Bedil-bedil rampasan dari kafilah Kozak
beberapa hari yang lalu, merupakan tambahan
persenjataan yang memperkuat pasukan
Pangeran In Te. Jadi lebih banyak perajurit yang
memegang jenis senjata yang sudah dianggap
Kemelut Tahta Naga II/3 35 "modern di abad delapanbelas itu, biarpun
bedilnya masih harus memakai sumbu yang tiap
kali satu tembakan harus diganti lagi sumbunya.
Namun ada juga perajurit yang biarpun
kebagian bedil, malah diserahkan kepada
temannya yang belum kebagian. Sedang ia
sendiri malah merasa lebih yakin dengan
senjata purba, panah. Berpuluh-puluh perajurit nampak dengan
tergesa-gesa memasang kantong-kantong kecil
berisi bubuk peledak di tiang-tiang jembatan
yang terbuat dari kayu campur tanah itu. Lalu
kantong-kantong itu dihubungkan dengan
sumbu ke bagian dalam tanggul. Itulah perintah
Pangeran In Te, agar jembatan-jembatan
dihancurkan sekiranya musuh tak bisa
dibendung lagi. Pangeran In Te cuma tertawa saja, tapi tidak
melarang, ketika melihat Lo Peng melepaskan
sebuah kembang api ke udara. Isyarat minta
bantuan kepada pasukan Wan Yen Siang yang
berkedudukan sebagai, pasukan pelindung
belakang. Namun Pangeran In Te yakin,
Kemelut Tahta Naga II/3 36 seandainya Wan Yen Siang sendiri melihat
tanda itu, pasti lebih suka menarik selimutnya
ke atas dan tidur pulas sampai pagi.
Sementara itu, musuh di luar desa nampak
mendorong meriam-meriam mereka lebih dekat
ke sasaran. Sedikitnya ada sepuluh meriam
besar di pihak musuh yang bisa dihitung,
sedangkan pihak Pangeran In Te tidak ada
satupun. Meskipun perajurit-perajurit Pangeran In
Te sudah bertekad untuk bertempur habishabisan, namun melihat meriam meriam besar
itu, rasanya sudah bisa diramalkan siapa yang
bakal menang, dan siapa yang akan hancur
malam itu. "Inilah malam terakhir aku melihat bintang
di langit," desis seorang perajurit yang bersiaga
di balik tanggul parit. "Besok mungkin aku
sudah akan menjadi tetangga jangkrik-jangkrik
tanah." "Wah, kalau begitu besok kita tidak akan
bertemu lagi, sebab aku akan berada di antara
bintang-bintang itu...." sahut teman di
Kemelut Tahta Naga II/3 37 sebelahnya, yang dalam keadaan setegang itu
masih sempat juga mengunyah-ngunyah
manisan kulit jeruk, buatan isterinya di " rumah.
"Jadi kita tidak bisa pinjam-meminjam uang lagi
ya?" Yang lain lagi berkata, "Kalau aku harus
mampus juga, haruslah lebih dulu kuhabiskan
kantong peluruku, untuk kubagi rata ke jidatjidat orang-orang Kozak dan Jing-hai itu."
Yang di sebelahnya menjawab, "Mudahmudahan kau bertemu dengan musuh musuh
yang cukup sabar untuk menunggu kau
habiskan pelurumu" Tiba-tiba gelegar-gelegar meriam terdengar
lagi, disertai kilatan-kilatan api. Kali ini terasa
lebih dekat. Meriam-meriam di jaman itu berpeluru
bola-bola besi. Kalau ditembakkan, pelurunya
tidak berjalan lurus, melainkan agak melengkung ke atas, membentuk garis busur
sebelum mengenai sasarannya. Dalam soal
ketepatan memang agak susah diandalkan, tapi
berguna untuk menobrak dan mengacaukan
Kemelut Tahta Naga II/3 38 pertahanan musuh, sebelum barisan depan
menyer bu. Perajurit-perajurit Pangeran In Te berjongkok, membiarkan bola-bola besi itu
terbang di atas kepala mereka dan menghantam
rumah-rumah serta pepohonan di belakang
mereka. Mereka belum bisa membalas dengan
bedil atau panah, sebab jaraknya masih terlalu
jauh. Bertubi-tubi meriam-meriam musuh
menghantam dari segala jurusan. Rumah-rumah
dalam desa yang umumnya cuma berdinding
kayu campur tanah liat, dan beratap ijuk, segera
bagaikan ditebas rata oleh bola-bola maut itu. .
Sebuah peluru meriam menghantam sebuah
rumah yang digunakan untuk meletakkan
bubuk peledak dalam jumlah besar. Maka
rumah itupun meledak berkeping-keping,
disusul kobaran api yang menjulang tinggi.
Kepingan-kepingan kayu, batu, tanah, daging
manusia dan kuda, bagaikan disebarkan ke
udara. Kemelut Tahta Naga II/3 39 Di padang rumput, terdengar orang orang
Kozak dan sekutu-sekutu mereka bersorak
membahana, ketika melihat hasil tembakan
mereka. Setelah tembakan meriam dianggap cukup,
orang-orang Kozak dan para pemberontak itu
melompat ke atas kuda-kuda mereka, lalu
bagaikan gelombang lautan mereka bergerak
mendekat sambil bersorak-sorai. Derap ribuan
ekor kuda yang menghentak dataran itu,
menjadikan tanah serasa bergetar. Suasana
malam yang dingin jadi sedikit "menghangat".
Melihat gerakan itu, Pangeran In Te
bergumam, "Nah, begini lebih baik. Sama-sama
mati karena ulah Ni Keng Giau, namun lebih
baik dengan bertempur melawan musuhdaripada ditikam kawan sendiri selagi tidur."
Seorang perajurit tua, entah kapan tahutahu telah berada di dekat Pangeran In Te, lalu
menyeletuk bicara, "Pangeran tidak boleh mati,
sebab Pangeran adalah ahli waris yang syah
dari tahta kerajaan. Demi keadilan."
Kemelut Tahta Naga II/3 40 Karena sedang memperhatikan gerakan
musuh, Pangeran In Te kurang memperhatikan
kata-kata perajurit di sebelahnya itu,
dianggapnya perajurit itu tentu sekedar
menghibur. Namun tiba-tiba ia terkejut sendiri,
kenapa suara itu seperti sudah lama
dikenalnya" Suara seorang yang dihormatinya
dulu, selagi ia masih jaya sebagai putera
kesayangan Kaisar Khong Hi yang memegang
kekuasaan militer tertinggi, sebelum Ni Keng
Giau menipu dan melucutinya"
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia menoleh ke samping dan tertegun. Di
bawah cahaya kemerah-merahan kampung
yang terbakar, ia melihat seraut wajah dengan
rambut putih, kumis putih, alis putih, namun
sepasang mata yang tajam sekali. Di dalam
pasukannya, tidak ada perajurit setua itu. Orang
itu memakai pakaian perajurit rendahan biasa,
tidak gampang dibedakan dari perajuritperajurit lain. Tapi wajah itu! Sesaat Pangeran
In Te tak percaya akan penglihatannya sendiri,
mungkinkah karena selama ini pikirannya
Kemelut Tahta Naga II/3 41 terlalu tegang terus sehingga syaraf matanya
rusak dan ia salah lihat"
"Paman.... paman Pak Kiong Liong ...
Benarkah ini, paman?"
Di wajah tua itu terkembang senyum an
lebar yang menyejukkan hati, seperti bertahuntahun yang lalu. "Maafkan hamba, Pangeran.
Baru setelah hari menjadi gelap hamba berani
menyelundup kemari untuk bergabung dengan
Pangeran. Itupun setelah hamba berhasil
mendapatkan satu stel seragam perajurit yang
pas." "Kenapa Paman harus menunggu hari
gelap?" "Takut dilihat perajurit-perajurit lain.
Pangeran jangan lupa bahwa hamba masih
seorang buronan pemerintah, perintah penangkapan atas diri hamba belum dicabut.
Nah, bagaimana kalau ada perajurit yang
melihat hamba, lalu tergoda memotong kepala
hamba untuk ditukarkan dengan hadiah?"
Pangeran In Te mengangguk-angguk,
sementara dalam hatinya ia penuh rasa gembira
Kemelut Tahta Naga II/3 42 dan terharu. Bertahun-tahun ia hidup sebagai
bangsawan, namun senantiasa tertekan, terhina
dan terancam. Ketika beberapa hari yang lalu ia
mendengar pengakuan kesetiaan Sun Hong
Beng, hatinya agak terhibur. Rasanya seperti
orang hampit mati tenggelam di laut, lalu tibatiba menemukan sepotong papan terapung.
Tapi kini yang ditemukannya bukan cuma
"sepotong papan", namun sebuah "kapal besar"
yang sanggup dibawa menembus badai. Salah
satu hal yang masih disesali oleh Pangeran In Te
ialah ketika dulu ia mengabaikan nasehatnasehat Pak Kiong Liong, sehinggga akhirnya
masuk perangkap Liong Ke Toh dan Ni Keng
Giau yang licin, di saat nyawanya sudah di ujung
tanduk, tiba-tiba Pak Kiong Liong telah ada di
sampingnya, entah kapan dan darimana
datangnya. Sementara itu, musuh semakin dekat ke
bagian luar parit. Bedil-bedil ke dua belah pihak
mulai bersahut-sahutan gegap gempita. Orangorang Kozak dan sekutu-sekutunya memusat
kan kekuat an mereka untuk merebut jembatanKemelut Tahta Naga II/3
43 jembatan di atas parit besar itu, tapi dapat
ditahan dengan gigih oleh perajurit-perajurit
Pangeran In Te. Korban-korban di kedua pihak
sudah mulai berjatuhan kena peluru atau
panah. Kelihatannya pasukan Pangeran In Te dapat
bertahan dengan gigih. Tapi kalau musuh terus
mengurung di luar perkampungan itu, lama
kelamaan pasukan Pangeran In Te akan mati
kelaparan karena kehabisan perbekalan.
Bantuan dari luar tidak mungkin diharapkan
selama masih mengandalkan Wan Yen Siang
atau Ni Keng Giau. Sedangkan kalau Pangeran In
Te membawa pasukannya untuk menerjang
keluar, itu sama saja bencana, karena harus
menghadapi kekuatan yang berkali lipat
besarnnya. Beberapa kelompok orang Kozak berusaha
merebut jembatan, tapi berhasil dipukul
mundur oleh pasukan Pangeran In Te.
Pangeran In Te diam-diam mulai berhasil
membaca siasat musuh. Rupanya musuh tidak
ingin buru-buru merebut jembatan, melainkan
Kemelut Tahta Naga II/3 44 sekedar berusaha menekan dan menimbulkan
ketegangan jiwa bagi pasukan Pangeran In Te.
Buktinya, setelah serangan gelombang pertama
gagal, mereka mundur menjauh sambil
membawa teman-teman mereka yang gugur
atau luka-luka. Kemudian, kembali meriam-meriam mereka
menghantam lagi. Tekanan musuh itu memang perlahan-lahan
menampakkan hasil. Perajurit perajurit
Pangeran In Te mulai merasa jemu karena
mereka cuma bisa menunggu dan bertahan,
sementara pihak lawanlah yang datang dan
pergi semaunya. Gerutuan geram mulai
menyebar rata diantara perajurit-perajurit
Pangeran ln Te. Dan perajurit-perajurit itu tambah jengkel
ketika melihat dari kejauhan, apa yang
dilakukan musuh-musuh mereka.
Orang-orang Kozak nampak menyala kan
api-api unggun, dan di sekitar api unggun itu
mulailah mereka menari, menyanyi, bersoraksorak dan bertepuk-tepuk tangan seperti dalam
Kemelut Tahta Naga II/3 45 pesta saja. Beberapa dari mereka malah
mengeluar kan semacam gitar yang disebut
"bala-laika" untuk memeriahkan suasana.
Keruan perajurit-perajurit Pangeran In Te
jadi gondok. "Gila kita disuruh terus menunggu
dengan mata melotot dan hati tegang,
sementara mereka malah bersuka-ria."
"Jangan tegang.Cari sebatang rumput dan
kunyah-kunyahlah batangnya untuk mengendorkan keteganganmu."
"Aku lebih suka kalau Pangeran ln Te
memerintahkan kita melompat ke atas kuda dan
menyerbu keluar." "Jangan gegabah."
Aku pikir, justru musuh-musuh kitalah yang
gegabah. Mereka bersuka-ria dan nampak tidak
siap. Kalau kita gempur, pasti mereka akan
kelabakan." "Mereka memang nampak menyanyi dan
menari, tapi kalau kau kira mereka tidak siap,
kau keliru sekali. Kau belum tahu bagaimana
sifat-sifat orang-orang Kozak itu."
"Kenapa dengan sifat mereka?"
Kemelut Tahta Naga II/3 46 "Mereka tidak menaruh batas antara saat
bertempur dan saat bergembira. Di tengahtengah pesta kampung, bisa saja salah seorang
hadirin tiba-tiba mengusulkan untuk berperang
entah dengan siapa, dan mereka akan langsung
berangkat tanpa lebih dulu menengok keluarga
di rumah. Di dalam pertempuran, bisa saja
mereka tiba-tiba ingin mengadakan acara
gembira, tepat di depan hidung musuh mereka,
ya "seperti sekarang ini. Setiap lelaki Kozak,
kemanapun perginya takkan lupa membawa
dua macam benda. Senjata dan alat musik."
"Mereka perajurit sekaligus seniman,
begitukah?" "Benar. Karena itu, kalau sekarang kita
keluar menyerang mereka, maka dlam beberapa
detik saja mereka sudah akan menyimpan alatalat musiknya, dan siap di punggung kuda
mereka dan siap pula dengan senjata masingmasing."
"Sinting." Sementara itu, Pak Kiong Liong yang
mendampingi Pangeran In Te, telah berkata,
Kemelut Tahta Naga II/3 47 "Pangeran, keadaan seperti ini rasanya tidak
bisa dibiarkan. terus-terusan. Perajuritperajurit kita dalam keadaan tegang mengawasi
musuh, sedangkan musuh malah sempat
bersenang-senang macam itu. Lama kelamaan,
semangat perajurit-perajurit kitalah yang akan
lebih dulu merosot."
"Habis bagaimana, Paman?"
"Tadi hamba melihat sebuah kembang api
dilepaskan keudara oleh salah seorang anggaota
pasukan. Apakah itu merupakan suatu isyarat?"
"Benar, Paman. Isyarat minta bantuan
kepada Wan Yen Siang yang memimpin sebuah
pasukan sebagai pembantu. Tetapi aku tidak
mau mimpi mengharapkan bantuan Wan Yen
Siang." '"Kenapa?" "Karena Wan Yen Siang itu begundal nya Ni
Keng Giau, sedangkan Ni Keng Giau ingin
menggunakan setiap kesempatan untuk
melenyapkan aku dari muka bumi ini. Bukannya
tanpa maksud Ni Keng Giau memasang Wan Yen
Siang di belakangku, bukan untuk membantu,
Kemelut Tahta Naga II/3 48 tapi untuk membiarkan aku binasa di tangan
musuh. Kini kalau Wan Yen Siang melihat
kembang api tanda aku dalam bahaya, tentu dia
malah akan gembira, tak mungkin membantu."
Pak Kiong Liong mengertakkan gigi,
"Rupanya Ni Keng Giau itu sudah berotak
miring. Perselisihan dalam tubuh sendiri kok
dibawa-bawa ke garis depan, selagi kita
menghadapi musuh bersama" Ini sama dengan
yang hamba alami ketika menghadapi pasukan
Jepang di Hek-liong-kang dulu. Ni Keng Giau
sengaja melambatkan bantuan, agar hamba
binasa oleh orang-orang Jepang."
"Sekarang, apa yang harus kita perbuat?"
"Hamba akan mencoba menerobos kepungan, pergi ke perkemahan pasukan Wan
Yen Siang, dan memaksa agar dia menggerakkan pasukannya kemari."
"Paman, itu amat berbahaya!" Pangeran In
Te terkejut. "Musuh yang mengepung tempat ini
tak terhitung banyaknya, mana bisa Paman
menembus barisan mereka?"
Kemelut Tahta Naga II/3 49 "Dengan gerak cepat yang mendadak
mungkin bisa. Hamba harus mencoba.
Pangeran. Tak mungkin hamba membiarkan
perajurit sebanyak ini cuma menunggu
kematian tanpa berusaha apa-apa."
"Tetapi...." "Hamba mohon diri, Pangeran!"
Dengan gerakan seperti seekor burung saja,
Pak Kiong Liong tiba-tiba berkelebat
meninggalkan Pangeran In Te. Kecemasan
Pangeran In Te akan keselamatan Pak Kiong
Liong agak mereda, ketika melihat betapa masih
hebat gerakan sang paman.
Sementara itu, Pak Kiong Liong lebih dulu
melengkapi diri dengan sebatang tombak dan
beberapa pisau belati yang diselipkan di
pinggangnya. Lalu ia berlari menyusuri tanggul
parit sebelah dalam, memutari kampung itu
untuk mencari tempat dimana dia akan
menerobos keluar. Di sisi tenggara, sekelompok orang Kozak
sedang memberi tekanan pada pertahanan
pasukan Pangeran In Te. Mereka dengan
Kemelut Tahta Naga II/3 50 beraninya memacu kuda di sebelah luar parit,
sambil menembak atau melepaskan panah.
Beberapa orang Kozak tertembus peluru atau
panah, dan terpelanting mencebur parit. Namun
beberapa orang perajurit Pangeran In Te juga
ikut mencebur pula sebagai mayat-mayat.
Ketika serang-menyerang jarak jauh dari
seberang menyeberang parit itu berlangsung
sengit, muncullah Pak Kiong Liong di atas
tanggul dengan tangan kanan membawa
tombak, tangan kiri membawa sepotong papan.
Ia berdiri di tanggul tanpa kelihatan usahanya
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk berlindung dari peluru maupun anak
panah yang hilir mudik di udara.
Banyak perajurit-perajurit yang neriakinya,
"He, berlindunglah! Apa kau kepingin
mampus?" Namun "perajurit tua" itu tak menggubrisnya. Papan yang dipegangnya tibatiba dilemparkan ketengah parit lebar itu, ia
sendiri lalu melompat ke tengah seolah-olah
hendak mandi. Namun ternyata tidak. Kakinya
menutul ringan ke permukaan papan, tubuhnya
Kemelut Tahta Naga II/3 51 mengapung seperti seekor elang, dan sampailah
ia ke seberang, ke arah orang-orang Kozak.
Kedua pihak sama-sama tercengang melihat
"kakek terbang" itu. Dan selagi kegemparan
belum reda, tombak Pak Kiong Liong mulai
beraksi merobohkan seorang serdadu Kozak.
Kuda tunggangan si serdadu Kozak lalu dinaiki
oleh Pak Kiong Liong. Orang-orang Kozak sejenak jadi kebingungan menghadapi Pak Kiong Liong.
Mereka tidak menyangka kalau si pengamuk
yang hebat itu ternyata cuma seorang kakekkakek yang usianya hampir delapan puluh
tahun. Karena kegemarannya berperang,
hampir tidak ada lelaki Koazak mencapai usia
setinggi itu. Kalaupun ada, lelaki setua itu hanya
pantas ditugasi menunggu setch (perkampungan Koazak) sambil membuat keju,
menyuling minuman kerass, atau mendongeng
kepada anak-anak kecil. Bukan lagi berkeliaran
di medan perang. Pak Kiong Liong dengan tangkas menerjangkan kudanya ke depan sambil memutar
Kemelut Tahta Naga II/3 52 dahsyat tombaknya. Seolah sesosok malaikat
yang terjun dari langit, beberapa orang Koazak
yang merintanginya telah dibuatnya terjungkal
roboh. Maka gegerlah serdadu-serdadu Kerajaan
Rusia itu. "Kejar dan bunuh tukang sihir itu!" seorang
perwira Kozak mengomando anak buahnya.
Beramai-ramai orang Kozak lalu memburu
si "tukang sihir" itu, namun belum ada yang
berani menembak atau memanah, khawatir
akan mengenai teman teman sendiri, sebab Pak
Kiong Liong sengaja menyusup tanpa jarak ke
tengah-tengah pasukan Kozak.
Dalam situasi macam itu, Pak Kiong Liong
terpaksa harus bertindak agak kejam, sebab
musuh mengerumuni rapat dan gana dsri segala
penjuru. Puluhan senjata berdesingan menyambar tubuhnya. Ada kapak tombak, gada
berduri, pedang melengkung, bandulan besi
berantai dan entah apa lagi, mengerumuni
daging busuk. Sikap keas Pak Kiong Liong itu
antara lain dilandasi alas an bahwa lawanKemelut Tahta Naga II/3
53 lawanya adalah serdadu Negara asing yang
telah melintasi perbatasan dan melanggar
kedaulatan wilayah negaranya.
Pak Kiong Liong juga mengerahkan ilmu
Hwe-liong-sin-kang (Tenaga Sakti Naga Api)
dengan cara khusus, agar kuda tunggangannya
tidak ikut mati kepanasan. Biasanya ia
melepaskan hawa panas dari ilmunya itu lewat
setiap pori pori kulitnya, namun kali ini hanya
ia salurkan ke batang tombaknya, sehingga
ujung tombaknya kelihatan membara seperti
logam baru dikeluarkan dari tanur. Dan dengan
geraknya yang serba cepat, maka ujung tombak
maupun tangkai tombak sama-sama berbahaya
bagi musuh-musuhnya. Setelah bertempur sekian lama, merobohkan banyak musuh, ahirnya berhasil
juga Pak Kiong Liong menembus kepungan. Dan
kini di depannya sudah terhampar padang
rumput yang luas dalam kegelapan malam,
sedang di jarak ratusan langkah Nampak
sebuah hutan. Kesanalah Pak Kiong Liong
mengarahkan dirinya. Kemelut Tahta Naga II/3 54 Dengan sebuah sapuan tombakan yang
melebar, empat orang serdadu Kozak sekaligus
dirontokkan. Lalu Pak Kiong Liong berderap
lolos. Buru-buru orang-orang Kozak menembak
atau memanah namun lawannya sudah hilang
ditelan malam. Orang-orang Kozak menghentikan pengejaran di pinggir hutan. Dalam pikiran
orang "orang Kozak itu, kalau seorang kakek
setua itu "bisa terbang" menyeberangi dan
bersenjata tombak "berujung tidak bisa lain
orang itu adalah tukang sihir. Orang-orang
Kozak menganggap kematian seperti berkunjung ke tetangga saja, namun yang
mereka takuti ialah kalau "disihir menjadi
katak" Dipinggir hutan itu orang-orang Kozak
berhentik, masing-masing berdoa minta
perlindungan dari sihir jahat, lalu mencium
salib kecil yang digantungkan sebagai kalung di
leher masing-masing. Pemimpin pasukan orang Kozak itu
bernama Gorovka, yang bertubuh mirip
Kemelut Tahta Naga II/3 55 beruang dan terkenal kegagahannya di seluruh
wilayah Rusia. Ia marah ketika anak buahnya
melaporkan tentang seorang "tukang sihir
Tartar" yang berhasil lolos dari kampung yang
dikepung itu. Gorovka khawatir, kalau satu saja
musuh bisa lolos, tidak lama lagi tentu akan
berhasil mengundang bala bantuan. Karena itu,
Gorovka dengan berang segera menyuruh
pasukannya agar menyerbu dan menghancurkan kampung itu.
Perintah dipercepat dengan tiupan terompet tanduk. Maka orang-orang yang
tadinya masih menyanyi dan berputar putar di
sekitar api, dengan sigap berlompatan ke atas
kuda masing-masing. Di mana-mana terdengarlah teriakan patriotik "untuk memusnahkan para penyembah berhala demi
Tanah Rusia yang suci".
Kali Ini mereka bukan sekedar akan
menekan lalu mundur, tapi benar-benar akan
berusaha menghancurkan, sesuai dengan
perintah Gorovka. Kemelut Tahta Naga II/3 56 Atas petunjuk seorang pribumi Jing-hai
yang ikut menjadi pemberontak, dan agak
mengenal seluk-beluk perkampungan itu,
orang-orang Kozak diberitahu adanya bagianbagian yang dangkal dari parit pelindung
perkampungan itu. Bagian yang memungkinkan
diseberangi dengan kuda. Maka bergerak menyempitlah lingkaran
pengepungan itu. Meriam-merian pun diseret
semakin dekat, agar lebih hebat kehancuran
yang bisa ditimbulkan pada lawan.
Melihat gerakan musuh, Pangeran In Te
sadar apa yang mereka maui. "Nah, ini baru
pertarungan mati hidup yang sebenarnya.
Seluruh pasukan bersiap."
Semua perajuritpun bersiap.
Dalam keadaan segenting itu, komplotan
kaki tangan Ni Keng Giau tidak bisa tidak harus
bekerja-sama dengan orang-orang yang setia
kepada Pangeran In Te. Kini mereka harus
sama-sama mempertahankan hidup di arena
yang sama, menghadapi musuh yang sama.
Bahkan para kaki-tangan Ni Keng Giau merasa
Kemelut Tahta Naga II/3 57 bahwa Wan Yen Siang agaknya takkan
mengirim bantuan biarpun melihat isyarat
kembang api tadi. Itu artinya para perwira kaki
tangan Ni Keng Giau itupun akan ikut
dikorbankan, demi terlaksananya suatu
"kebijaksanaan pusat" yang menghendaki
matinya Pangeran In Te. Kini, yang akan
menjadi teman seperjuangan mereka di batas
mati-hidup itu justru adalah Pangeran In Te
yang hendak mereka khianati demi sekantong
uang emas atau kenaikan pangkat istimewa
yang dijanjikan. "Kalau Pangeran In Te benar-benar tewas
malam ini, kita akan mendapat kenaikan
pangkat," gerutu seorang pengikut Ni Keng Giau
dengan sengit. "Tapi kenaikan pangkat secara
anumerta." Meriam-merian musuh mulai menggelegar
lagi. Kali ini pantat meriam-meriam beroda itu
diganjal tinggi, sehingga moncong meriam jadi
rendah, diarahkan untuk menghantam tanggultanggul parit tempat perlindungan perajuriiKemelut Tahta Naga II/3 58 perajurit Pangeran In Te. Banyak perajuritperajurit. Pangeran In Te berpentalan tewas.
Perajurit-perajurit Pangeran In Te membalas menembak dan memanah dengan
gigih, biarpun persenjataan tidak seimbang.
Orang-orang Kozak dan pemberontakpemberontak Jing-hai yang dibagian depan
banyak yang roboh karena derasnya peluru dan
panah dari pihak Pangeran In Te. Namun
korban di pihak Pangeran In Te pun cukup
besar gara-gara meriam yang terus ''menggonggong" galak.
Bagian-bagian tanggul yang dihantam bolabola besi itulah yang terasa paling berat,
tanggul-tanggul jadi longsor menyeret perajurit-perajurit yang berlindung di baliknya.
Longsornya tanggul juga menyebabkan parit di
bagian itu bertambah dangkal.
Sementara itu, sekelompok orang Kozak
lainnya nekad memusatkan serangan ke arah
jembatan-jembatan. Sambil membungkukkan
tubuh rapat-rapat di punggung kuda, mereka
menyerbu ke jembatan. Beberapa orang
Kemelut Tahta Naga II/3 59 terdepan roboh, dan yang di belakang mereka
juga roboh karena menabrak yang di depannya.
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Manusia dan kuda bergelimpangan di jembatan.
Tapi gelombang manusia di belakang
mereka tetap maju, melompatkan kuda dan
menyerbu terus dengan nekad.
Pangeran In Te kebetulan ada dekat dekat
situ dan melihatnya. Cepat ia berteriak,
"Mundur dari jembatan, biarkan mereka masuk
jembatan, lalu hancurkan jembatan!"
Perajurit-perajurit yang bertahan di
jembatan segera mundur ke arah perkampungan. Sambil bersorak-sorak, orangorang Kozak menyerbu memasuki jembatan.
Sementara itu di pihak Pangeran In Te, sebuah
sumbu mulai disulut. Desisnya seperti seekor
ular, nyala api meletik dan merambat cepat ke
arah bumbung-bumbung berisi obat peledak
yang dipasang di tiang-tiang jembatan.
Saat itu sudah banyak serdadu berkuda
Kozak sampai di tengah jembatan, sampai
jembatan kayu campur tanah itu seolah-olah
hendak roboh oleh hendak kaki sekian banyak
Kemelut Tahta Naga II/3 60 kuda. Kemudian tiang-tiang jembatan itu
mendadak meledak dan jembatanpun runtuh.
Puluhan manusia dan kuda tercebur dalam
parit. Yang mahsi hidup segera mencoba
berenang ke pinggir, namun banyak yang belum
sampai ke pinggir sudah keburu menjadi
mangsa peluru atau panah perajurit-perajurit
Pangeran In Te. Ada empat jembatan di sekeliling
perkampungan itu, menghadap ke empat arah,
ke empat-empatnya dihancurkan atas perintah
Pangeran In Te pada saat dilewati serdaduserdau Kozak.
Gelombang awal serangan musuh dapat
dibendung, tapi masih akan menyusul
gelombang berikutnya yang lebih hebat.
Penyulut-penyulut sumbu meriam di pihak
serdadu Kozak dengan geram terus menembakkan meriam mereka untuk meruntuhkan tanggul-tanggul parit, terutama
yang tempat airnya memang dangkal.
Tujuannya ialah "membersihkan" perajuritKemelut Tahta Naga II/3 61 perajurit Pangeran In Te yang ada di situ, agar
paritnya bisa diseberangi
Puluhan perajurit terjungkal ke dalam parit
bersama longsoran tanggul, sambil memperdengarkan teriak menyayat. Paritpun
segera penuh mayat terapung-apung, baik
perajurit-perajurit Pangeran In Te maupun
serdadu Kozak serta pemberontakpemberontak pengikut Alai Bu-tan.
Serbuan orang Kozak dan sekutu mereka di
bagian-bagian itu akhirnya tak bisa dibendung
lagi. Dipelopori orang orang mereka yang paling
berani, mereka menyeberangkan kuda lewat
bagian-bagian parit yang dangkal itu. Masih
banyak yang bertumbangan kena peluru a-tau
panah, tapi banyak pula yang berhasil
menyeberangi parit. Disusul teman-teman
mereka yang seperti rombongan semut.
Ketika orang-orang Kozak sampai ke
perkampungan, maka cara bertempur di
bagian-bagian itupun berubah. Tidak lagi saling
menyerang jarak jauh, tapi pertempuran jarak
dekat. Bedil dan panah ditinggalkan, digantikan
Kemelut Tahta Naga II/3 62 pedang, tombak atau senjata-senjata lainnya.
Orang Kozak semakin banyak yang berhasil me
nyeberang, sehingga pertempuranpun meluas
dari tepi-tepi parit ke lorong-lorong perkampungan, halaman-halaman rumah, kebun-kebun sayur, kandang-kandang binatang.
Musuh menyerbu dengan sebaliknya perajuritperajurit Pangeran In Te hanya sebagian kecil
yang sempat mengambil kuda. Terpaksa mereka
harus berlari-lari dikejar kuda, dan menghindari senjata musuh yang terayun ayun
mengerikan. Untung di perkampungan itu banyak lorong
sempit berbelok-belok, atau pohon pohon besar
yang .bisa dimanfaatkan untuk main kucingkucingan sambil berusaha melakukan sergapansergapan mendadak. Banyak serdadu Kozak dan
laskar pemberontak yang kena sergap di
tikungan-tikungan lorong yang gelap, dari balik
pohon, bahkan dari atas pohon. Kadang-kadang
anak panah dan peluru masih juga berseliweran
dalam kegelapan untuk mencari korban.
Kemelut Tahta Naga II/3 63 Namun penyerbu semakin banyak dan
semakin ganas pula. Perajurit-perajurit Pangeran In Te terjebak dalam keadaan yang
berbahaya, dimana mereka terpaksa berpencaran dan bertempur sendiri sendiri
tidak sebagai satu pasukan. Musuh yang masuk
perkampungan terus mengalir tak hentihentinya.
Pangeran In Te sendiri dan sekelompok
pengawal setianya, dengan gagah berani
melawan serbuan musuh yang seolah tak ada
habis-habisnya. Sampai pegal lengan Pangeran
In Te menggerakkan pedang untuk menangkis
serangan yang membanjir. Pengawalpengawalnya satu-persatu berguguran setelah
melakukan perlawanan mati-matian.
"Perajurit-perajurit
perkasa..." geram Pangeran In Te sambil membabat seorang
musuh yang menyambarnya dari atas kuda.
"...... tidak menyesal kalau aku harus gugur
bersama kalian." (Bersambung Jilid IV) Kemelut Tahta Naga II/3 64 Kemelut Tahta Naga II/3 65 Kemelut Tahta Naga II/4 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid IV Sun Hong Beng berkelahi dalam jarak tidak
pernah lebih dari lima langkah dari Pangeran In
Te. Seburuh tubuh dan mukanya sudah penuh
percikan darah, darah musuh dan darahnya
sendiri. Dengan bersemangat ia masih
memainkan lembing pendeknya. Sudah belasan
orang Kozak maupun laskar pemberontak yang
di robohkannya, tapi jumlah itu tak berarti
dibandingkan ribuan musuh yang terus
berdatangan. Diam-diam Sun Hong Beng sudah
mengukir tekad dalam hati, kalau Pangeran In
Te mesti gugur juga, Sun Hong Beng ingin
dirinyalah yang gugur lebih dulu.
Di sekitar Pangeran In Te, sebenarnya
banyak juga kaki tangan Ni Keng Giau yang
Kemelut Tahta Naga II/4 2 ditugasi untuk melenyapkan Pangeran In Te.
Dalam pertempuran kisruh dan campur-aduk,
dimana satu sama lain tak sempat
memperhatikan dengan cermat, sebenarnya
terbuka banyak peluang untuk membunuh
Pangeran In Te. Namun ketika mereka melihat
betapa gigihnya Pangeran In Te berkelahi,
bukan cuma melindungi diri sendiri tapi juga
melindungi orang-orangnya, maka kaki tangan
Ni Keng Giau itu malahan menjadi malu sendiri.
Mereka malah berbalik jadi membela Pangeran
In Te sekuat tenaga. Tiba-tiba sebatang lembing meluncur ke
punggung Pangeran In Te, dan Pangeran In Te
tak ada kesempatan menyelamatkan diri,
seorang kaki tangan Ni Keng Giau tanpa pikir
panjang lagi melompat, menjadikan tubuhnya
sendiri sebagai perasai Pangeran In Te. Ketika
ia roboh dengan lembing menancap di dadanya,
ia masih sempat berseru, "Pangeran, hamba
pernah punya niat yang curang terhadap
Pangeran..." Kemelut Tahta Naga II/4 3 Pangeran In Te cepat menjawab, "Seorang
perajurit segagah kau, patut dimaafkan."
"Terima kasih...." lalu perajurit itu terkulai
menyongsong ajalnya. Perajurit-perajurit Pangeran In Te semakin
menyusut dan tergiring ke sudut sudut yang
tidak memungkinkan untuk lolos lagi. Tapi
dimana-mana terjadi perlawanan habishabisan, seperti binatang-binatang liar yang
sudah masuk perangkap dan masih berusaha
menggigit atau mencakar siapapun yang
mendekatinya. Begitu pula Pangeran In Te sendiri dan sisasisa pengawalnya. Mereka sadar kalau sedang
antri ke gerbang dunia orang mati yang
menganga selangkah di depan mereka. Tapi soal
mati hidup sudah tidak lagi membebani pikiran
mereka, yang ada hanyalah keinginan
bertempur sampai maut menjemput.
Saat itulah di kejauhan tiba-tiba terdengar
gemuruh ribuan kuda, disusul suara bedil
seperti petasan-petasan di malam Tahun Baru
saja. Pasukan berkuda yang dipimpin Wan Yen
Kemelut Tahta Naga II/4 4 Siang telah tiba, dan langsung menyerbu bagian
belakang pasukan Kozak dan pemberontak.
Bukan karena Wan Yen Siang tiba-tiba
berubah jadi baik hati lalu ingin menolong
Pangeran In Te, melainkan karena malam itu
Wan Yen Siang tiba-tiba didatangi oleh Pak
Kiong liong, yang mengancam dan memaksanya
agar Wan Yen Siang menggerakkan pasukan
menolong pasukan Pangeran In Te.
Ketika pasukan Pangeran In Te mengetahui
datangnya bala bantuan itu, semangat mereka
jadi berkobbar kembali. Harapan hidup yang
sudah hampir padam, kini menyala kembali,
dan perlawananpun jadi semakin bersemangat.
Bagaimanapun juga, umumnya manusia tentu
lebih bersemangat melangkah menuju kehidupan daripada ke kematian.
Sebagian pasukan Wan Yen Siang malah
berhasil menerobos masuk kedalam perkampungan, lewat jalan yang sebelumnya
digunakan orang-orang
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kozak. Mereka dipimpin oleh perwira-perwira bawahan Wan
Yen Siang yang sama sekali tidak tahu-menahu
Kemelut Tahta Naga II/4 5 soal intrik-intrik di kalangan atas. Yang
mendorong tindakan mereka hanyalah motif
tunggal, rasa setia-kawan untuk menolong
rekan-reka sesama perajurit yang sedang
terancam bahaya. Di dataran rumput di luar perkampungan
juga berkobar hebat pertempuran berkuda.
Puluhan ribu kuda saling menyambar, puluhan
ribu senjata saling terayun, gemerincing
berbenturan, puluhan ribu manusia saling
mengincar nyawa sesama. Kalau sudah berada di tengah pertempuran
seganas itu, biarpun berangkat dengan
terpaksa, Wan Yen Siang mau tidak mau harus
bertempur sungguh-sungguh pula. Kalau tidak,
nyawanya akan disambar senjata musuh.
Sedangkan, Pak Kiong Liong dengan
menunggangi seekor kuda tegar, berusaha
mencari jalan masuk ke perkampungan. Ia
masih tetap mencemaskan keselamatan
Pangeran In Te. Akhirnya di dalam perkampungan yang bising dengan suara pembunuhan massal
Kemelut Tahta Naga II/4 6 itu, ia temukan Pangeran In Te pada saat nyawa
pangeran itu sudah ibarat telur di ujung tanduk.
Pangeran In Te tinggal sendiri, semua
pengawalnya sudah habis, termasuk Sun Hong
Beng. Sedangkan musuh yang dihadapinya amat
banyak Ketika itulah Pak Kiong Liong berderap tiba
dengan kudanya, pedangnya berkelebatan
merobohkan beberapa musuh. Serunya,
"Bertahanlah Pangeran! Bantuan sudah tiba!"
Semangat Pangeran In Te meluap,
kelelahannya mendadak terhapus lenyap, tidak
terasa lagi. Dengan jurus Thai-peng tian-ci
(Garuda Mementang Sayap), beruntun ia
menikam ke kiri dan kanan dan dua musuh
dirobohkannya. Begitulah, meskipun Pak Kiong Liong datang
sendirian, namun cukup membuat pengepungan
atas Pangeran In Te jadi kocar-kacir. Seorang
Kozak bertubuh raksasa dengan enaknya ia
tangkap hanya dengan tangan kiri, disambar
dari kudanya, lalu dilemparkan jauh sehingga
terhempas pingsan. Karuan orang-orang Kozak
Kemelut Tahta Naga II/4 7 dan para pemberontak terkejut melihat seorang
kakek renta berkekuatan sedahsyat itu.
Kuda orang Kozak yang dilempar tadi, oleh
Pak Kiong Liong lalu dituntun ke dekat
Pangeran In Te, dan berseru, "Pangeran, naik!"
Sementara Pangeran In Te menaiki kuda,
Pak Kiong Liong menyapu musuh di sekitarnya
agar tidak mengganggu Pangeran In Te. Lalu
katanya lagi, "Pangeran harus menyelamatkan
diri dari sini." "Aku tidak bisa meninggalkan perajuritperajuritku menyabung nyawa di sini, Paman.
Aku sehidup semati dengan mereka."'
"Wan Yen Siang sudah hamba paksa untuk
datang membantu, Pangeran. Sedangkan kalau
sampai Pangeran sendiri yang jatuh ke tangan
Wan Yen Siang si begundal Ni Keng Giau itu,
keselamatan Pangeran akan terancam."
Ketika Pangeran In Te masih juga ragu-ragu,
tiba-tiba dari sebuah sudut yang gelap
terdengarlah suara. "Benar Pangeran. Lebih
baik Pangeran pergi ke suatu tempat yang jauh
dari jangkauan tangan Ni Keng Giau."
Kemelut Tahta Naga II/4 8 Lalu dari asal suara itu melayang sesosok
bayangan dengan ringannya. Seorang yang
berpakaian seragam perajurit rendahan, seperti
Pak Kiong Liong, dan persamaannya yang lain
adalah rambutnya yang juga memutih seperti
perak. Cuma, orang ini memakai kedok muka
sebatas hidung ke bawah. Kata orang berkedok itu lagi, "Pak Kiong
Liong, mari kita berdua bersama-sama
menyelamatkan Pangeran In Te dari kelicikan
dan kekejaman Ni Keng Giau serta begundalbegundalnya."
"Siapa kau?" tanya Pangeran In Te.
Orang berkedok itu ragu-ragu sebentar, ia
sebenarnya ingin tetap bersembunyi di balik
kedoknya. Namun diapun sadar, kalau tidak
maau membuka kedoknya, Pangeran In Te
takkan mau mengikuti anjurannya. Lagipula toh
Pangeran In Te didampingi Pak Kiong Liong
yang kemungkinan besar sudah mengetahui si
apa dirinya. Maka akhirnya, orang itu-pun
perlahan-lahan menarik turun kedok nya.
Kemelut Tahta Naga II/4 9 Muncullah raut wajah Kim Seng Pa yang
sejak semula memang sudah diduga oleh Pak
Kiong Liong, namun masih mencengangkan
Pangeran In Te. Maklumlah, di jaman perebutan
kekuasaan antar Pangeran dulu, Kim Seng Pa
termasuk pihak musuh, tak terduga kalau
sekarang malah mau menyelamatkannya dari
neraka ini. Setelah menunjukkan wajahnya sebentar,
Kim Seng Pa kembali memasang kedoknya. Ia
tidak mau kehadirannya di tempat itu diketahui
pihak lain lagi, agar tidak menimbulkan
kesulitan di kemudian hari.
Ketika itulah belasan orang Kozak muncul
dari ujung lorong. Melihat Pangeran In Te
bertiga, mereka langsung memacu kuda
mereka, dengan deras. Namun kali ini mereka salah sasaran. Segera
mereka menjadi korban Pak Kiong Liong dan
Kim Seng Pa. Ringkik kuda-kuda yang
bertabrakan bercampur jerit kesakitan serdadu-serdadu Kozak segera hingar-bingar
memenuhi tempat itu. Dan Kim Seng Pa sendiri
Kemelut Tahta Naga II/4 10 segera berhasil mendapatkan seekor kuda
tegar. "Marilah, Pangeran. Kami akan mengawal
sampai ke tempat yang aman," bujuk Kim Seng
Pa pula. Demikianlah, dengan dikawal kedua
orang tua yang digdaya itu, Pangeran In Te
"diungsikan" dari medan laga yang makin lama
makin sengit, sebab antara kawan dan lawan
sudah campur aduk tak ada batasnya lagi.
Sepak terjang Kim Seng Pa amat kejam
terhadap musuh-musuh yang merintangi
jalannya, tak jarang dia mencabik-cabik tubuh
musuh dengan jari-jarinya yang sekuat ganco.
Tindakan itu mengingatkan Pak Kiong Liong
kepada pangeran ke sembilan, Pangeran In
Tong, yang sekarang entah di mana. Pangeran
berwatak kejam yang bahkan tega membunuh
gurunya yang baik hati, ketua Hwe-liong-pang
Tong Lam Hou, hanya untuk merebut
kedudukan sebagai Ketua Hwe-liong-pang demi
ambisinya. Untung bisa dicegah merebut kekuasaan itu.
Namun, bagaimanapun juga Pak Kiong Liong
Kemelut Tahta Naga II/4 11 sekali ini bolehlah menganggap Kim Seng Pa
sebagai "teman seperjuangan". Lain kali
tentunya dipertimbangkan lain kali pula.
Ketiga orang itu akhirnya berhasil mencapai
suatu tempat yang jauh dari hiruk pikuknya
pertempuran, jauh di t e ngah padang rumput.
Fajar nampak sudah merekah di tepian
samudera rumput itu, dan ketiga orang itupun
mulai melambatkan lari kuda masing-masing.
"Hamba hanya bisa mengantar sampai di
sini, Pangeran," kata Kim Seng Pa kemudian,
"Tetapi hamba mohon dengan sangat, agar
Pangeran tidak menceritakan kepada siapapun, tentang apa yang hamba
telah lakukan ini, supaya kepala hamba jangan
sampai dipenggal oleh Sribaginda apabila
mendengarnya." "Baiklah, Kim Cong-koan. Malah aku yang
berterima kasih kepadamu. Bukan cuma kali ini,
tapi juga atas pembe laan Cong-koan selama aku
masih di perkemahan, pada saat Ni Keng Giau berusaha menginjak martabatku di
hadapan sekalian perwira."
Kemelut Tahta Naga II/4 12 Demikianlah, dengan dikawal kedua o-rang tua
yang digdaya itu, Pangeran In Te "diungsikan"
dari medan laga yang makin lama makin sengit,
sebab antara kawan dan lawan sudah campur
aduk tak ada batasnya lagi
Kemelut Tahta Naga II/4 13 "Bagaimana denganmu, Pak KiongLiong?"
"Mengingat semalam suntuk kau sudah
mempertaruhkan nyawa demi Pangeran In Te,
entah apa sebenarnya latar-belakang tindakanmu, tapi aku berjanji akan menutup
mulut soal ini." "Baik. Permusuhan kita selama ini, anggap
saja sudah impas. Kalau kelak kita berhadapan
dalam urusan baru, entah urusan apa, akan ada
pertimbangan baru pula. Nah, selamat tinggal."
Kemudian Kim Seng Pa memutar kudanya,
dan mengaburkannya meninggal kan Pak Kiong
Liong dan Pangeran In Te. Sampai wujudnya tak
lebih dari setitik hitam di kejauhan, di kehijuan
padang rumput. * * * Pangeran In Te dan Pak Kiong Liong berkuda
perlahan di dataran luas seolah tanpa batas itu,
dalam udara sejuk pagi hari yang bukan saja
menyegarkan tubuh, tapi juga menyegarkan
jiwa. Kemelut Tahta Naga II/4 14 Mereka berkuda ke arah cahaya fajar yang
belum terlalu menyilaukan.
Menyongsong babak baru dalam kehidupan
Pangeran In Te. Wajah Pangeran In Te memang berseri-seri,
tidak mencerminkan kelelahan biarpun
semalam suntuk telah bertempur mati-matian.
Selama beberapa tahun terakhir, sejak ia tertipu
sehingga kekuatan militernya dicopoti, dan
selanjutnya terus terkurung dalam istana, baru
kali inilah dinikmatinya kembali rasa gembira
dan aman yang sejati. Meresap sampai ke
relung-relung jiwanya yang terdalam. Sekiranya
tidak malu, tentu ia sudah melompat-lompat
sambil meneriakkan kebebasan sekeraskerasnya.
Dan kenikmatan alam bebas itu tak bisa
dilepaskan dari peranan penolong penolongnya.
Pangeran In Te sama sekali tidak heran kalau
Pak Kiong Liong mempertaruhkan nyawa untuk
menolongnya, sebab diketahuinya dari dulu
bahwa pamannya ini memang punya watak
setia, teguh dalam pendirian. Tetapi Kemelut Tahta Naga II/4 15
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertolongan Kim Seng Pa masih membingung
kan Pangeran In Te. "Mungkinkah Kim Seng Pa sekarang sudah
mulai terbuka mata hatinya, untuk dapat
membedakan mana yang adil dan mana yang
sewenang-wenang" Yang harus dibela dan
harus ditentang?" dia berkata sendiri sambil
berkuda perlahan. Pak Kiong Liong menoleh mendengar
gumam itu, lalu tersenyum sambil menggelenggelengkan kepalanya. Katanya, "Hamba rasa,
penilaian sebagus itu untuk diri Kim Seng Pa
masih terlalu pagi. Kalau kita salah menilai
orang, di kemudian hari kita bisa terjerumus
lagi." "Maksud Paman?"
"Kamba menyimpulkan, Kim Seng Pa
melakukan semua ini demi kepentingannya
sendiri, bukan karena nuraninya tergugah oleh
rasa keadilan. Ia ingin mendapat kedudukan
yang lebih kuat di pusat pemerintahan, dan
langkah pertama yang dilakukannya ialah
menggoyahkan kedudukan Ni Keng Giau yang
Kemelut Tahta Naga II/4 16 saat ini adalah tokoh nomor dua setelah Kaisar
sendiri." "Apa hubungannya antara menolong aku
dengan menggoyahkan kedudukan Ni Keng
Giau?" "Erat hubungannya, Pangeran. Ketika
semalam hamba menyelundup masuk perkemahan Wan Yen Siang, lalu memak sanya
untuk menggerakkan pasukan, hamba juga
memaksanya untuk menjelas kan sikapnya. Dia
mengaku dengan ketakutan, bahwa dia hanya
diperintah Ni Keng Giau, sedangkan Ni Keng
Giau di perintah Kaisar Yong Ceng. Itu artinya,
selain Ni Keng Giau ditugasi menumpas
pemberontak, diam-diam juga diberi tugas
rahasia untuk membinasakan Pange ran di Jinghai ini. Entah dengan cara apa, Kim Seng Pa
rupanya dapat mencium urusan rahasia ini. Lalu
dia menolong Pangeran, artinya pula dia
menggagalkan tugas Ni Keng Giau, artinya pula
dia ingin agar kepercayaan Kaisar terhadap Ni
Keng Giau merosot jauh. Dan dialah yang
berambisi menggantikan kedudukan Ni Keng
Kemelut Tahta Naga II/4 17 Giau kelak, dengan mencari muka terhadap
Kaisar." "Begitu" Apa Kim Seng Pa itu berpikir begitu
gampang menjalankan tugas sebagai Panglima
Tertinggi" Ni Keng Giau memang menjemukan,
tapi harus kuakui kecemerlangan otaknya
dalam memimpin pasukan ini."
"Setidak-tidaknya Kim Seng Pa menganggap dirinya pantas untuk kedudukan
itu. Bukan pandangan orang lain yang
dihiraukannya." "Pantas semalam Kim Seng Pa mengenakan tutup muka, kiranya ia khawatir
kalau wajahnya dilihat oleh para perajurit, lalu
dilaporkan kepada Ni Keng Giau. Pantas pula
dia meminta dengan sungguh-sungguh kepada kita, untuk berjanji tidak menceritakan
kepada siapa-siapa."
"Begitulah." "Hem, kiranya ada latar belakang serumit itu
di balik tindakannya yang hampir saja kusangka
berbudi luhur. Paman, rasanya aku ingin
menjadi rakyat kecil saja. Biarpun tiap hari
Kemelut Tahta Naga II/4 18 mereka membanting tulang untuk sesuap nasi,
mereka bisa hidup tenteram. Dibandingkan aku
yang berkedudukan bangsawan dan berpakaian
mentereng, hanya kalau di depanku semua
orang menghormati ku, namun di belakang
punggungku tak henti-hentinya rencana untuk
mencelakakan aku. Mampir tiap malam aku
mimpi buruk, Paman, sering aku terbangun di te
ngah malam dengan keringat dingin membanjiri
tubuhku. Ranjang sutera di istana itu rasanya
masih kalah nyaman dengan dipan reyot di
gubuk-gubuk petani yang bisa tidur begitu
pulas tiap malam." Pak Kiong Liong kontan mengerutkan alis
ketika mendengar kata-kata bernada patah
semangat itu. "Pangeran, apakah Pangeran mau
lari dari kewajiban yang diamanatkan oleh
mendiang Siang-hong (Kaisar almarhum)"
Mengecewakan harapan orangtua yang sudah
ada di negeri arwah?"
"Paman, aku justru sudah jemu beranganangan untuk merebut tahta, bahkan seandainya
bagiku tersedia dukungan kuat sekalipun. Aku
Kemelut Tahta Naga II/4 19 berpendapat, saat ini sudah muncul seorang
calon kaisar yang jauh lebih baik daripadaku,
seperti fajar yang memberi harapan di tengah
tengah kabut kesewenang- wenangan saat ini.
Aku rela mundur, agar tidak menjadi
saingannya." "Siapa dia?" "Hong-lik. Putera Kakanda Yong Ceng."
"Dia masih terlalu muda."
"Tetapi sudah berpikiran dewasa, berpendirian kuat, menaruh keprihatinan
mendalam untuk kesengsaraan kebanyak an
rakyat kecil. Tidak jarang dia menyamar untuk
meninggalkan istana guna menolong banyak
orang, tanpa mencari nama buat dirinya sendiri.
Pernah ia mempertaruhkan nyawa dengan
mogok makan sampai lima belas hari, sehingga
hampir mati, karena memprotes sebuah
peraturan yang memberatkan kehidupan
rakyat. Kakanda Yong Ceng terpaksa mencabut
kembali peraturan itu, karena mengkhawatirkan keselamatan anaknya. Kemelut Tahta Naga II/4 20 Pokoknya, masa depan kekaisaran akan cerah
kalau dipimpin Hong-lik, bukan aku."
Beberapa saat lamanya Pak Kiong Liong
termangu-mangu bungkam. Hanya terdengar
suara berdetak lunak dari kaki kuda-kuda
mereka di tanah yang ber lapis permadani alam
rumput hijau. "Pangeran, maafkan hamba. Sebaik baiknya
Pangeran Hong-lik, kalau kita biarkan dia
bertahta, sama saja kita melestarikan
kecurangan dalam pewarisan tahta. Orang yang
berhak dalam Surat Wasiat Sian-hong malahan
tersingkir, sedang yang mendapat tahta dengan
cara mencuri dan memalsukan Surat Wasiat,
malahan berjaya dan mewariskan tahta kepada
keturunannya. Bukankah ini janggal?"
"Aku rasa, Paman, justru lebih janggal kalau
kita lebih mengutamakan isi selembar wasiat
ataupun garis keturunan, daripada persyaratan
seorang pemimpin yang dibutuhkan rakyat.
Rakyat butuh seorang pemimpin untuk
meningkatkan kesejahteraan, dan Hong-lik
itulah pilihan paling tepat. Aku yakin, seandai
Kemelut Tahta Naga II/4 21 nya Ayahanda Khong Hi masih hidup dan
melihat apa yang dilakukan Hong-lik,
Ayahanda akan sependapat denganku. Rasarasanya Hong-lik adalah penjelmaan kakeknya."
"Maafkan ucapan hamba sebelumnya,
Pangeran. Hamba cemas sikap Pangeran ini
hanya sebagai dalih karena Pangeran sudah
patah semangat, lalu ingin melarikan diri dari
tanggung jawab. Hamba cemas keputusan
Pangeran ini bukan pemikiran yang matang,
namun cuma ledakan kejenuhan setelah
tertekan dan kecewa selama bertahun-tahun."
"Aku tidak lari dari tanggung-jawab, Paman.
Sebab aku berpendapat bahwa bertanggungjawab kepada kekaisaran bukan berarti harus
ngotot untuk menduduki tahta. Kalau aku
minggir dari arena persaingan, justru aku
memberi peluang kepada negeri ini untuk
mendapat seorang pimpinan yang baik. Dalam
diri Hong-lik terdapat syarat-syarat seorang
pemimpin yang baik, Paman. Aku memperhatikannya selama bertahun-tahun,
Kemelut Tahta Naga II/4 22 bukan cuma sepintas lalu terus mengambil
keputusan gegabah." "Tetapi Pangeran Hong-lik masih muda,
kepribadiannya belum mantap. Siapa tahu
setelah menikmati kekuasaan, lalu berkembang
menjadi watak yang buruk seperti ayahandanya" Karena itu. hamba harap
Pangeran tetap sudi tampil sebagai suatu
kekuatan, setidak-tidaknya sebagai pilihan lain
apabila kelak Pangeran Hong-lik mengecewakan harapan."
"Baik. Sebagai pilihan cadangan, bolehlah.
Tapi aku tetap menganggap Hong-lik sebagai
pilihan yang terutama."
Pak Kiong Liong menarik napas. Kecewa.
Susah payah selama ini ia mengharapkan
Pangeran In Te, tak terduga "jago"nya malah
mengharapkan orang lain. Bertahun-tahun Pak
Kiong Liong hidup pontang-panting sebagai
buronan, dikejar dan ditekan oleh anak-buah
Kaisar Yong Ceng, semuanya itu demi
menyiapkan dukungan bagi Pangeran In Te.
Kemelut Tahta Naga II/4 23 Setelah ketemu Pangeran In Te sendiri, kok
yang mau didukung malahan "melempem".
"Paman kecewa?"
Pak Kiong Liong cuma menghembus kan
napas kuat-kuat. "Paman kecewa, sebab Paman cuma
memandang hakku pribadi. Dan ketika aku
bersikap seperti ini, Paman lalu merasa
perjuangan Paman selama ini sudah habis, tidak
ada kelanjutannya lagi. Tapi kalau Paman
pikirkan berjuta juta warga kekaisaran ini,
Paman akan mengerti bahwa Paman tetap
dibutuhkan. Jangan memandang hanya kepada
seorang In Te, Paman, perhitungkan jutaan
rakyat dan apa yang mereka perlukan untuk
masa depan yang lebih baik."
"Garis perjuangan yang hamba jalani selama
ini telah menyita bertahun tahun dari umur
hamba, Pangeran, tidak gampang untuk tibatiba
membelokkannya atau bahkan memadamkannya sama sekali. Sebuah pohon
yang sudah terlanjur tumbuh menjadi besar,
Kemelut Tahta Naga II/4 24 takkan bisa ditebang roboh dalam sekali
tebasan saja."
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan putus asa, Paman. Negeri tetap
membutuhkan orang-orang segigih Paman,
biarpun berdiri di luar jajaran pemerintahan.
Setidaknya, siapapun yang kelak berkuasa, tidak
akan bertindak gegabah kalau tahu adanya
kekuatan lain yang tidak dibawah perintahnya-"
Lagi-lagi Pak Kiong Liong cuma menghembuskan napas kuat-kuat.
"Sekarang, kemana kita akan pergi, Paman?"
"Ke sebuah tempat yang tenang, di mana kita
bisa berpikir cermat untuk tindakan-tindakan di
masa depan." "Di mana?" "Sebuah desa kecil yang tidak jauh dari Tiauim-hong. Sejak markas
Hwe-liong-pang dihancurkan tentara kekaisaran, aku bersembunyi di desa itu. Bersama anak
perempuan hamba, menantu hamba dan kedua
cucu kembar hamba." "Tempat itu tentunya menyenangkan sekali.
Barangkali baik juga bagiku kalau sementara
Kemelut Tahta Naga II/4 25 waktu menenangkan pikiran di sana. Tetapi aku
ada satu permintaan kepada Paman."
"Soal apa?" "Mulai detik ini, Paman dan keluarga Paman
yang lain jangan lagi memanggil ku "Pangeran"
atau menyebut diri kalian sendiri "hamba",
sebab mulai sekarang tidak ada lagi Cap-si Pwelek (Pangeran Ke Empatbelas). Yang ada cuma
In Te, warga biasa yang sama dengan jutaan
warga lainnya." Pak Kiong Liong mengangguk agak lesu, rasa
kecewanya bertambah-tambah. Agaknya semakin kecillah kemungkinan untuk menjagokan In Te, yang bukan Pangeran lagi,
menjadi "ujung tombak" perjuangan merebut
tahta dari tangan Kaisar Yong Ceng yang lalim.
Merekapun berderap ke arah tenggara.
* * * Makin dekat Wan Yen Siang ke per
kemahan pasukan induk, makin keras degup
jantungnya. Biarpun pasukannya berhasil
Kemelut Tahta Naga II/4 26 menghancurkan sebagian besar serdadu Kozak
Rusia yang melanggar perbatasan untuk
membantu pemberontak, namun kegagalan
membunuh Pangeran In Te membuat Wan Yen
Siang amat takut dimarahi Ni Keng Giau.
Menurut keterangan beberapa perajurit yang
lihat, Pangeran In Te diselamatkan dari tengahtengah kemelutnya pertempuran oleh "dua
perajurit tua dan salah satunya memakai kedok
muka". Wan Yen Siang menduga bahwa salah
satu perajurit tua itu tentu Pak Kiong Liong, tapi
yang satu lagi, bagaimanapun ia memutar otak
tetap tak bisa menduganya. Ia jadi bingung
bagaimana harus melapor ke pada Ni Keng Giau
yang amat keras itu"
Tapi ia bergerak terus semakin dekat ke
perkemahan pasukan induk. Ia berharap agar Ni
Keng Giau bisa memahami kesulitannya, lalu
memaafkan kegagalannya. Bukankah selama ini
hubungan nya dengan Ni Keng Giau cukup baik"
Bukan cuma hubungan jenderal dan perwiranya, tapi juga hubungan pribadi, bahkan
Kemelut Tahta Naga II/4 27 juga hubungan antara isteri-isteri mereka di
Pak-khia. Tak urung ketika melihat deretan panjang
pucuk-pucuk tenda di kejauhan dan benderabendera yang berkibar, Wan Yen Siang merasa
agak bergidik juga. Debar jantungnya makin
kencang, ketika melihat Ni Keng Giau sendiri
menunggangi kuda, keluar dari perkemahan
untuk menyongsong Wan Yen Siang. Diiringi
perwira-perwira bawahannya.
Setelah dekat, Wan Yen Siang menghentikan
pasukannya, lalu ia sendiri melompat turun dari
kudanya untuk berlutut menghormat.
Wajah Ni Keng Giau kelihatan cerah penuh
senyuman. Ia sudah mendapat laporan tentang
kedatangan pasukan Wan Yen Siang ditambah
sisa-sisa pasukan Pangeran In Te yang hampir
saja tertumpas oleh orang Kozak. Namun yang
paling ingin diketahui Ni Keng Giau bukanlah
tentang pertempuran itu, melainkan tentang
nasib Pangeran In Te. Melihat di antara deretan perwira-perwira
Wan Yen Siang yang berlutut itu tidak terdapat
Kemelut Tahta Naga II/4 28 Pangeran In Te di antaranya, tumbuh harapan
Ni Keng Giau bahwa ia akan mendengar
"laporan keberhasilan".
"Bangkitlah kalian semua," kata Ni Keng Giau
amat ramah dari atas kudanya. "Aku yakin
kalian membawa berita baik."
Lutut Wan Yen Siang agak goyah ketika ia
bangkit dari berlutut. Makin besar harapan Ni
Keng Giau akan berita "baik", makin berat
beban jiwa Wan Yen Siang, makin besar pula
kekecewaan yang akan dialami Ni Keng Giau
Namun ia menjawab juga, "Karena rejeki
kekaisaran kita yang agung, sebagian besar
rencana berjalan dengan memuaskan."
"Bagus. Aku perintahkan pasukanmu untuk
beristirahat. Tetapi jangan lupa menghubungi
juru-tulis untuk mencatat jasa-jasa kalian yang
gemilang. Khusus untuk Wan Yen Siang, aku
undang ke kemahku untuk mendengarkan
laporan selengkapnya,"
"Baik.... baik...." sahut Wan Yen Siang dengan
tenggorokan kering. Kemelut Tahta Naga II/4 29 Ketika hendak naik ke punggung kudanya,
Wan Yen Siang harus mengulangi sampai tiga
kali, barulah berhasil, karena gugupnya. Tidak
lama kemudian, mereka berdua sudah berada di
dalam kemah pribadi Ni Keng Giau. Tidak ada
orang ketiga dalam kemah itu.
"Bagaimana?" tanya Ni Keng Giau tidak
sabar. Dengan gaya bertele-tele, berbelit-belit,
dicampur dalih-dalih tidak langsung untuk
meringankan kesalahannya sendiri, Wan Yen
Siang menguraikan jalannya pertempuran yang
berakhir dengan kemenangan pasukannya,
meskipun ia tahu bukan itu yang ditanyakan Ni
Keng Giau. Cerita tentang kemenangan itu
hanyalah semacam usaha "sedia payung
sebelum hujan". "Payung belum berkembang penuh" ketika
Ni Keng Giau tiba-tiba menepuk meja dengan
keras sambil berkata, "Yang kutanyakan ialah
tentang Pangeran In Te."
"Goan-swe, ketika Pangeran In Te terkepung
di sebuah perkampungan, dia melepaskan
Kemelut Tahta Naga II/4 30 kembang api isyarat minta bantuan, tetapi aku
tidak menggubrisnya."
"Bagus. Bagus."
"tapi.... tapi.... lalu muncul setan tua itu.
Muncul di kemahku, lalu memaksa aku dengan
kekerasan untuk memajukan pasukanku untuk
menolong Pangeran In Te."
"Hah" Setan tua" Siapa?"
"Pak Kiong Liong."
"Ah, sudah beberapa tahun tak terdengar
berita tentang bangsat tua itu, kiranya dia masih
hidup, bahkan berkeliaran sampai ke Jing-hai
ini," bicara sampai di sini, Ni Keng Giau sudah
mulai merasa bahwa berita yang bakal di
dengarnya bakal tak sesuai dengan harapannya.
"Lalu bagaimana?"
"Karena" karena aku dipaksa......ya...ya
terpaksa kubawa pasukanku memasuki kancah
pertempuran." "Bagaimana dengan Pangeran In Te?"
"Maaf, Goan-swe. Aku tidak bisa memastikan
nasib Pangeran In Te. Kancah pertempuran
melebar sampai belasan li di sekitar
Kemelut Tahta Naga II/4 31 perkampungan itu. Di segala tempat ada mayatmayat bergeletakan, dan kuperintahkan
memeriksa semua mayat. Mayat Pangeran In Te
memang belum ditemukan, tapi mungkin masih
ada tempat yang belum diperiksa, dan...."
Wan Yen Siang tak sempat menyelesaikan
penjelasannya, sebab Ni Keng Giau tiba-tiba
menghunus pedangnya secepat kilat dan
menebas Wan Yen Siang tepat di lehernya.
Perwira yang malang itupun terkapar sejenak
menggelepar seperti ayam disembelih, lalu
diam. Ni Keng Giau memanggil pengawalnya dan
menyuruh membawa pergi mayat itu, sambil
menyebarkan pengumuman bahwa Wan Yen
Siang dihukum mati karena "terbukti
menjalankan tugas dengan kurang bersungguhsungguh".
Dan setelah mengambil tindakan itu, Ni Keng
Giau jadi kebingungan sendiri, apa yang bisa
dilaporkan kepada Kaisar Yong Ceng" Kaisar
telah mempercayakan kepadanya tugas untuk
melenyapkan Pangeran In Te, dan ternyata
Kemelut Tahta Naga II/4 32 hasilnya cuma seperti apa yang dilaporkan oleh
Wan Yen Siang. Kaisar ingin memastikan
kematian Pangeran In Te, dan tentu tidak
senang kalau mendengar laporan yang serba
kira-kira saja. Akhirnya Ni Kehg Giau memutuskan untuk
main untung-untungan. Ia menulis surat kepada
Kaisar, melaporkan bahwa Pangeran In Te
"telah gugur kena tembakan meriam, sehingga
ujudnya tak bisa dikenali lagi". Ni Keng Giau
berharap agar Kaisar Yong Ceng mempercayai
laporan itu, toh Kaisar berada di tempat yang
jauhnya laksaan li dari medan pertempuran dan
tidak mengetahui sendiri jalannya perang.
Ia tidak tahu, pada saat yang bersamaan Kim
Seng Pa juga sedang menuliskan laporan ke
Pak-khia. Dengan wajah berseri-seri, penuh
semangat, ia menuliskan hal-hal yang
memberatkan Ni Keng Giau. Diceritakannya
tentang "kecerobohan Ni Keng Giau dalam
mengatur pasukan" serta Pangeran In Te yang
"berangkat tapi tidak kembali dan tidak
diketahui hidup matinya". Susunan kalimatnya
Kemelut Tahta Naga II/4 33 begitu rupa sehingga menimbulkan keraguraguan Kaisar terhadap Ni Keng Giau. Tetapi
Kim Seng Pa dengan cerdik menghindari kesan
bahwa ia tahu tentang pesan rahasia Kaisar
kepada Ni Keng Giau untuk melenyapkan
Pangeran In Te. Pesan itu amat rahasia, dan
Kaisar tentu tidak suka kalau ada orang lain
yang ikut mengetahuinya. Karena itulah dalam
soal pesan rahasia Kaisar itu, Kim Seng Pa
berlagak tidak tahu apa-apa. Jadi kalau ia
mengabarkan tentang Pangeran In Te dalam
suratnya, ia seolah-olah "hanya mengabarkan"
saja tapi "tidak tahu apa-apa" tentang apa yang,
dikehendaki Kaisar. Dengan cermat ia membaca surat itu sekali
lagi, memeriksa kalau-kalau ada kata-katanya
yang "tergelincir" dan kelak bisa menyusahkan
dirinya sendiri, dan ia puas dengan suratnya itu.
Lalu sambil bersiul-siul gembira, ia masukkan
surat itu ke dalam sampul dan ditutup rapat.
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Untuk membawa surat itu sampai ke Pakkhia, Kim Seng Pa juga tidak mau memakai kurir
yang disediakan oleh pasukan, tetapi
Kemelut Tahta Naga II/4 34 memanggil seorang kepercayaannya. Sat Siau
Kun yang berjulukan Tiat-jiau-hui-ho (Rase
Terbang Berkuku Besi), seorang jagoan Manchu
yang juga amat membenci Ni Keng Giau. Orang
ini bertubuh kurus, pendek, ditambah bungkuk
lagi, dan senjatanyapun aneh, yaitu sebatang
pipa tembakau panjang berwarna keperakperakan. Namun Kim Seng Pa percaya kelihaian
silat orang ini tak gampang dicarikan
imbangannya. Ia suruh seorang pengawalnya
memanggil orang ini ke kemahnya.
Sebetulnya Kim Seng Pa tentu lebih merasa
aman kalau menyuruh anak laki-lakinya, Kim
Thian Ki. Tetapi anaknya adalah salah satu
komandan pasukan bawahan Ni Keng Giau yang
terikat tata-tertib, tidak bisa semaunya saja
meninggalkan perkemahan. "Serahkan surat ini kepada Sribaginda," kata
Kim Seng Pa sambil menyodorkan surat itu
kepada Sat Siau Kun yang sudah datang di
kemahnya. "Dan berangkatlah tanpa diketahui
oleh Ni Keng Giau dan kaki tangannya di
perkemahan ini." Kemelut Tahta Naga II/4 35 Sambil menyimpan surat itu dalam bajunya,
Sat Siau Kun menyeringai dan bertanya, "Wajah
Cong-koan kelihatan amat cerah. Apakah surat
ini akan menjatuhkan Ni Keng Giau dari
singgasana kecongkakannya?"
"Ssstt, jangan bicara sekeras itu, tebalnya
kain tenda ini tidak cukup untuk meredam
suara sekeras itu. Dan perlu kau ketahui, tidak
gampang menjungkirkan Ni Keng Giau si
bangsat Han itu dalam sekali gebrak, sebab
kedudukannya masih amat kokoh. Yang bisa
kita lakukan hanyalah mendongkelnya pelanpelan, tidak boleh ditabrak langsung. Paham?"
"Kalau kita bunuh saja bagaimana"
Bukankah ilmu silatnya tidak seberapa tinggi?"
"Bodoh kau. Akan timbul kegoncangan besar,
pengikut-pengikutnya akan mengamuk dan
Kaisar sendiri pun akan marah kepada kita.
Jadinya kita malahan tidak mendapatkan apaapa."
"Cong-koan memang lebih cermat dari aku
yang bodoh ini. yah, yang penting memang kita
harus berhasil meyakinkan Sribaginda agar
Kemelut Tahta Naga II/4 36 jangan terlalu mempercayai Ni Keng Giau.
Menyenangkan sekali kalau melihat dia
terjungkal dari kedudukannya. Setelah itu,
apakah Cong-koan yang akan menggantikannya
sebagai Panglima Tertinggi?"
"Kalau bukan aku, coba pikir, siapa lagi yang
pantas?" Kim Seng Pa ter tawa terkekeh. "Tetapi
jangan bocor dulu pembicaraan ini. Kalau aku
kelak mendapat jabatan itu, masa aku takkan
memberi rejeki besar kepadamu?"
"Baik. Besok dinihari aku akan berangkat
dengan kuda yang tercepat larinya," kata Sat
Siau Kun sambil mengisap pipa tembakaunya
dan menghembuskan asapnya. "Cong-koan ada
pesan lainnya?" Kim Seng Pa berpikir sebentar, lalu berkata,
"Oh, ya, selama kau ada di ibukota, sampaikan
perintahkan kepada kelompok kita, agar
mereka tidak gegabah ikut campur dalam
kemelut istana. Semuanya harus tetap menahan
diri sampai aku kembali dari sini. Mengerti?"
Seperti telah diketahui, Kim Seng Pa adalah
komandan dari sekelompok pengawal istana
Kemelut Tahta Naga II/4 37 yang disebut Ci-ih Wi-kun (kelompok pengawal
jubah ungu) yang mendiami salah satu sudut
istana yang disebut Bwe-hoa-kiong (Bangsal
Bunga Sakura). Kelompok pengawal inilah yang
dikirimi pesan oleh Kim Seng Pa lewat Sat Siau
Kun. Sat Siau Kun sendiri adalah orang nomor
tiga di kelompok Ci-ih Wi-kun. Orang pertama
adalah Kim Seng Pa, dan orang kedua yang
bernama Toh Jiat Hong tidak ikut ke Jing-hai
untuk tetap memimpin Ci-ih Wi-kum selama
Kim Seng Pa tidak ada di istana.
"Kemelut dalam istana?" tanya Sat Siau Kun
heran. "Kemelut apa lagi" Bukankah Ni Keng
Giau sedang di tempat ini, jauh dari Ibukota,
Pangeran In Te juga tidak ketahuan lagi dimana,
jadi kemelut antara siapa melawan siapa?"
Sahut Kim Seng Pa, "Nah, inilah
kekuranganmu. Kau cuma sibuk latihan silat
saja, tidak mengikuti perkembangan yang
terjadi dalam pemerintahan. Kalau begitu terus,
biarpun ilmu silatmu setinggi langit, palingpaling yang cuma kebagian tugas membunuh
Kemelut Tahta Naga II/4 38 orang terus. Mana bisa kau mengatur siasat
untuk mencapai kedudukan yang tinggi?"
Sat Siau Kun menggaruk-garuk tengkuknya
sambil menyeringai tersipu, "Ya, Cong-koan
tahu aku memang cuma seorang kasar yang
hanya memahami ilmu silat. Urusan politik
segala memang aku benar-benar tidak paham.
Karena itulah masa depanku kusandarkan
sepenuhnya kepada Cong-koan. Tapi Cong-koan
belum menjelaskan, di istana sedang ada
kemelut siapa melawan siapa?"
"Antara Liong Ke Toh, Pamanda Sribaginda,
melawan Pangeran Mahkota Hong-lik. Mereka
berebutan pengaruh."
"Ha-ha, sungguh lucu. Seorang tua bangkotan
macam Liong Ke Toh bersaing dengan seorang
bocah cilik yang barangkali belum berhenti
ngompol macam Pangeran Hong-lik" Apakah
persaingan mereka begitu gawat?"
"Sampai saat ini, arena persaingan masih
terbatas di lingkungan dalam dinding-dinding
istana. Namun setiap persaingan di kalangan
atas akan bisa mempengaruhi nasib kita yang
Kemelut Tahta Naga II/4 39 dibawahnya. Karena itu, kita harus mengetahui
nya sedini mungkin, dan kalau perlu
memanfaatkannya kalau ingin maju."
"Baiklah. Jadi bagaimana pesan Cong-koan
untuk kelompok kita?"
"Ya seperti yang kukatakan tadi. Bersikap
netral dulu, jangan memihak atau terseret oleh
pihak yang manapun juga. Tetap tenang sambil
menunggu kembalinya aku di Pak-khia.
"Kenapa harus menunggu?"
"Karena dalam persaingan itu aku belum
bisa menilai siapa yang bakal menang di
kemudian hari. Kita harus pandai melihat arah
angin agar tidak salah memilih tempat
bergantung di ke mudian hari. Kalau kita buruburu memihak, lalu ternyata golongan yang kita
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 37 Sirkus Pak Galliano Karya Enid Blyton Kemelut Di Majapahit 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama