Nancy Drew Misteri Cincin Ramaswami Karya Carolyn Keene Bagian 2
"Nah, sekarang bagaimana?" kata Bess, sementara Nancy
menghentikan mobilnya. "Ini tidak lucu," kata Nancy tak senang sambil membalikkan mobilnya. "Aku tak melihat nomor rumah. Engkau?"
"Tidak," jawab George.
"Aku juga tidak," sambung Bess. Tetapi ketika menjalankan mobil kembali, Nancy melambatkannya, lalu berhenti pada pertigaan dengan jalanan batu. "Jalanan masuk ke halaman??? kata Bess.
"Kita akan segera tahu," kata Nancy sambil membelok tajam.
Mobil berulang kali masuk ke dalam lubang-lubang, hingga
Nancy harus memusatkan pandangannya untuk menghindari dari lubang-lubang berikutnya, tak sempat melihat rumah yang berdiri di puncak tanjakan. Ketika mereka tiba di depan rumah itu, mereka menarik napas panjang, merasa bahwa perjalanan itu telah berakhir.
"Nampaknya tak ada orangnya," kata Nancy.
"Juga tak ada nomor rumahnya," kata Bess. Ia tiba-tiba merasa tak enak. "Aku tak tahu, Nancy, apakah pikiranmu ini benar.
Maksudku, bagaimana kalau Singh memang tinggal di sini dan berusaha pula untuk menculik kita?"
"Yang jelas, kita bertiga dan dia hanya seorang diri," George menyahut.
"Bagaimana engkau tahu?" jawab sepupunya.
Namun, dengan tak merasa takut, Nancy berjalan ke depan
pintu untuk membunyikan bel. Tak ada orang yang segera
membukanya. Nancy berjingkat untuk mengintip dari kaca pintu di bagian atas.
"Ini tentu rumah Singh, katanya kepada kedua temannya, sementara ia memandangi kain batik hiasan dinding dengan motif India.
"Eh, mari kita pergi saja," Bess meminta. Tetapi temantemannya tak menghiraukan.
Nancy menempelkan telinganya pada pintu, dan merasa seperti mendengar suara dari dalam untuk sekejap. Apakah Singh telah membawa Cliff kemari? Apakah pemuda itu mendengar suara mobil, dan berusaha memberitahu para tamu itu bahwa ia disekap di sini?
Gadis detektif itu bertekat untuk mengetahuinya!
"Kita tidak bisa masuk dengan paksa," Bess memperingatkan.
Sementara itu Nancy mencoba membuka jendela samping.
"Tetapi bagaimana kalau Cliff diikat di dalam sana?" kata Nancy dalam hati.
"Biar pun begitu, aku usul untuk memanggil polisi agar
membawa surat perintah penggeledahan," kata Bess.
Pada saat itu mereka mendengar suara mobil di ujung jalanan masuk.
"Wah, ada Orang datang!" seru Bess dengan gugup.
"Bagaimana sekarang?"
"Mereka tentu melihat kita," kata George sambil melirik ke mobil Nancy.
"Ayo!" seru Nancy sambil melompat ke mobilnya. "Lubanglubang di jalan itu akan menghambat mereka sedikit."
Ia memutar kunci kontak, lalu menginjak pedal gas perlahan-lahan, menjalankan mobil itu di rerumputan yang membelok mengitari rumah di sudut yang jauh.
"Inilah tindakan terbaik yang dapat kulakukan sekarang," kata detektif muda itu. Ia mematikan mesin dan mendengarkan suara mobil yang semakin keras. "Kalian tungu di sini," katanya. "Aku ingin tahu siapa yang datang."
"Tetapi Nan" Seru Bess ketakutan.
Namun temannya itu telah keluar dari mobil, membiarkan
pintunya tetap terbuka, agar suatu saat dapat cepat-cepat melompat ke dalam. Ia lari secepat-cepatnya ke semak-semak tinggi yang menutupi dinding depan. Ia mengintip dari celah-celah daun-daunan, mendengarkan suara dua orang. Kedua orang itu duduk sambil bercakap-cakap, tak melihat jejak-jejak ban di depannya. Nancy melihat, mobil itu tidak cocok dengan mobil yang dilihat anak tetangga di rumah Nancy.
Siapa mereka? Nancy bertanya dalam hati ketika pengendara itu keluar dari mobil. Kemudian, hampir bersamaan, temannya juga muncul.
"He! Itu orang yang kulihat berpakaian pedagang di penginapan Swain Lake!" pikir Nancy tertegun. Tiba-tiba ia sadar, bahwa orang berjanggut yang menyerang Cliff di rumahsakit dan si pedagang itu adalah sama dan seorang! Sedang yang seorang lagi adalah orang India jangkung yang bersama-sama dia di toko pak Jhaveri!
"Kita harus memanggil polisi!" pikir Nancy.
Ia lari ke mobilnya, menceritakan segalanya kepada temannya, sementara kedua orang itu masuk ke dalam rumah.
"Tetapi kita terhalang!" kata Bess. "Dan begitu mereka tahu bahwa kita ada di sini, habislah kita!"
Tetapi, Nancy dengan cepat mempelajari lereng rerumputan
yang terbentang di sisi jalanan masuk yang kini terhalang oleh mobil lawan!
"Pegangan yang kuat!" katanya. Ia menghidupkan mesinnya
lagi, dan memutar mobilnya melintas tempat berkerikil, lalu menuruni lereng rerumputan lewat di sisi lubang-lubang, kemudian meliuk masuk ke jalan.
Bess memejamkan mata dan gemetar ketakutan, ketika Nancy
menancap pedal gas. "Di River Drive ada telepon umum," kata George, ketika
nampak pintu kacanya di kejauhan.
Tanpa berkata apa pun, Nancy menginjak rem hingga berhenti, lalu melompat keluar dan memutar nomor polisi River Heights. Ia mengatakan di mana mereka berada, dan menerangkan di mana Cliff mungkin ditahan. Setelah itu ia kembali ke mobil.
"Mereka telah berangkat," kata Nancy, "dan mereka menyuruh aku agar tetap tinggal di sini."
"Syukurlah," jawab Bess. Ia masih saja gemetar ketika sebuah mobil patroli datang berisi dua orang polisi.
Di belakang setir duduk petugas muda yang pernah datang ke rumah keluarga Drew, ketika Cliff dilaporkan hilang. Ia memberi isyarat kepada Nancy untuk mengikutinya.
Ketika mereka memasuki River Lane, Nancy mengedipngedipkan lampu besarnya, memberitahu adanya jalanan masuk ke halaman depan. Mobil patroli melambatkan diri, melompat-lompat di lubang-lubang dengan hati-hati dan berhenti di belakang mobil yang diparkir di depan rumah. Nancy dan teman-temannya berhenti di belakangnya, lalu berlari menyusul para polisi.
"Buka pintu!" kata polisi yang masih muda itu, tangannya
mengetuk-ngetuk pintu. Nancy heran, segera ada yang membuka. Itulah orang India
yang dilihatnya datang beberapa saat yang lalu.
"Engkau Dev Singh?" ia bertanya seketika itu juga.
"Siapa? Bukan! Aku belum pernah mendengar nama itu."
Tulang pipinya yang menonjol menenggelamkan matanya yang
dalam, dan heran memandangi Nancy.
"Tunjukkanlah kartu pengenalmu," kata polisi itu. Segera pula orang itu mengeluarkan kartu imigrasi dengan nama Prem Nath.
"Aku baru saja di negeri ini, karena itu belum mempunyai kartu kredit," ia tertawa lirih.
Sementara itu polisi yang seorang lagi memperlihatkan surat perintah penggeledahan. Ia berkata: "Kami mencari seorang muda yang baru-baru ini diculik."
"Dan anda mengira aku yang bertanggungjawab?" orang India itu menjawab sambil tertawa.
"Mana orang yang datang bersama anda?" tanya George.
"Orang apa?" "Namanya Flannery," kata Nancy pendek, meskipun mungkin nama itu hanya nama palsu.
"Aku tak tahu apa yang anda katakan. Izinkanlah "
Tetapi kedua polisi itu bergerak melewatinya, demikian pula Nancy dan kedua temannya. Mereka lalu memencar untuk memeriksa semua kamar-kamar. Flannery tak ada di sana, demikian pula Cliff!
Apakah Flannery menyelinap keluar dan bersembunyi di antara pohon-pohonan? Nancy tergeletik untuk memeriksa halaman, tetapi polisi itu mengucapkan permintaan maaf kepada orang India itu.
"Maaf, kami telah mengganggu anda, tuan Nath," kata salah seorang polisi. Ia merasa lega tak berbuat kesalahan.
Tetapi Nancy tetap merasa tak puas. Ia tahu benar bahwa
Flannery, atau siapa pun dia itu, telah mengambil cincin Cliff. Sayang sekali ia berhasil lolos dari penangkapan kali ini. Tak ada gunanya untuk melanjutkan masalah itu dengan polisi, kecuali kalau ia sudah mendapatkan bukti yang pasti.
"Aku tak mengerti," kata George. "Mobil itu terdaftar atas nama Dev Singh dengan alamatnya, tetapi yang tinggal di sini orang yang bernama Prem Nath."
"Bukan soal," kata Bess. "Menurut tetangga Nancy, ia melihat mobil Singh meninggalkan halaman rumah Nancy. Tetapi ia tak mengatakan bahwa Cliff ada di dalamnya. Kita yang menyimpulkan begitu, tetapi tak ada hal-hal yang dapat membuktikannya."
"Barangkali Singh pernah tinggal di rumah ini, tetapi telah pindah sebelum mobilnya didaftarkan kembali," sambung Nancy.
"Bagaimana pun juga, seperti yang kaukatakan, Bess, tak satu pun dari semua ini yang menjadi masalah kita. Kita hanya ingin menemukan Cliff."
Ketika ia menjalankan mobilnya menuju rumah, ia mulai
memikirkan penginapan Swain Lake lagi. Apa yang dilakukan Flannery di sana?
13 Serangan Pada waktu mereka sampai di tempat parkir, di mana Bess dan George meninggalkan mobil mereka, mereka menanyakan rencana-rencana hari itu kepada Nancy.
"Sesungguhnya aku belum punya," kata Nancy.
"Ah, aku tak percaya," kata Bess.
"Kecuali mengunjungi Tommy, menelepon Angela Pruett, mencari Phyllis dan .... "
"Sudaaaah!" George menggoda, sambil menutup kedua telinga dengan kedua tangannya. "Apakah engkau tak pernah beristirahat?"
"O, tentu." Nancy tertawa. "Aku sedang akan meminta kalian, apakah mau menonton Oklahoma nanti malam? The Jansen Theater yang memainkannya."
"Senang sekali," kata Bess gembira. "Barangkali Dave juga mau."
"Bagaimana kalau kita berenam bersama-sama?" sambung George.
Nancy mengangguk setuju. Ia meminta kepada teman-temannya untuk menanyakan Dave dan Burt, sementara ia sendiri akan menelepon Ned.
"Dapatkah kalian memesan tempat pula?" ia bertanya kepada Bess dan George.
"Bukan masalah," kata Bess. "Nanti kutelepon."
"Sampai nanti," jawab Nancy, lalu mengarahkan mobil ke Rumahsakit Rosemont untuk menjenguk Tommy Johnson.
Ia heran dan senang melihat anak itu berjalan dengan kruk, sedangkan kakinya dibalut gips.
"Engkau akan segera keluar dari sini," katanya kepada anak itu.
"Kuharap saja begitu," jawab Tommy sambil tersenyum. "Tak ada teman bermain di sini."
Ia meletakkan kruk-kruknya di samping tempat tidurnya, lalu naik ke ranjang dengan dibantu Nancy.
"Lalu, bagaimana kalau aku?" tanya Nancy, berpura-pura merajuk.
"Engkau memang lain, Nancy," kata Tommy. "Yang lain-lain
selalu hendak mengukur suhu badanku."
Nancy tertawa, lalu membuka tas belanjaannya serta mengintip ke dalamnya.
"Ada apa di dalam tas itu?" tanya Tommy ingin tahu.
Nancy berlama-lama menangguhkan kejutannya, hingga ia
melihat seolah-olah Tommy hendak melompat dari ranjangnya. "Nah, inilah untukmu," katanya, sambil mengeluarkan mainan mobil balap.
" Asyiiik! " seru Tommy gembira. Ia menjalankan mainan itu di atas balutan kakinya, lalu di kasur dan akhirnya sampai di meja kecil hingga kembali lagi.
Nancy tertawa. "Aku yakin, Dokter tentu tak pernah mengira bahwa balutan kakimu itu telah berubah menjadi lapangan balap."
Ketika Nancy meninggalkan kamar itu, Tommy masih tetap
bermain dengan mobilnya, sebentar-sebentar mulutnya bersuara meniru derum mobil disela oleh tertawanya.
"Aku akan kembali," kata Nancy, meskipun ia tak tahu, kapan ia akan sempat menjenguk lagi.
Ia mampir di tempat jaga para perawat dan meninggalkan pesan untuk Lisa Scotti, tetapi ia sangat gembira ketika melihat temannya itu sedang ada di sana.
"Pagi ini terjadi sesuatu yang sangat aneh," bisik Lisa
kepadanya. "Kami mendapat telepon dari seseorang yang menyebut dirinya Cliff."
"Jangan main-main!" jawab Nancy.
"Sungguh! Aku yakin bahwa ia tentu orang sinting," kata Lisa.
"Mengapa kaubilang begitu?"
"Sebab aku tahu Cliff ada di rumahmu."
"Sekarang tidak lagi," kata Nancy, lalu mengungkapkan semua peristiwanya.
Lisa sangat terkejut. Ia mengatakan, bahwa sebenarnya ia tak ingin mengganggu Nancy dengan menceritakan tentang telepon tersebut, kecuali karena Nancy mampir ke rumahsakit.
"Ah, Lisa. Engkau harus menceritakan segalanya yang terjadi, kalau itu benar-benar mengenai masalahnya Cliff."
"Kini setelah kupikir-pikir," kata Lisa, suara itu memang seperti suaranya Cliff, tetapi aku tak yakin benar. Suaranya terganggu statik udara."
"Apa yang dikatakannya?" tanya Nancy.
"Sebenarnya tidak banyak. Tetapi ada hubungannya dengan
bernyanyi." " Bernyanyi (singing) atau nama Singh?"
Lisa mengangkat bahu. "Seperti yang kukatakan, suaranya tidak jelas."
Kalau saja perawat itu tahu tentang menghilangnya Cliff, pikir Nancy, ia tentu berusaha untuk melacak penelepon itu.
Sambil memikirkan kesempatan-kesempatan yang lenyap.
Nancy hendak menghubungi Angela Pruett lagi. Untuk teleponnya bekerja baik, tetapi pemain harpa itu tak ada di rumah. " Suatu alasan yang lebih kuat lagi," pikir Nancy. "Aku harus mengunjungi pertunjukan di River Heights Theater malam ini!"
Nancy berbicara singkat dengan Ned yang telah mendengar dari kedua temannya. Meskipun ada sedikit masalah tentang kesempatan penggunaan mobil, semuanya setuju untuk bertemu di rumah Nancy.
Langit menjadi lebih tebal dengan adanya mendung hitam, dan cuaca menunjukkan akan datangnya hujan besar.
"Jangan lupa payungmu, sayang," kata Hannah, ketika
rombongan itu meninggalkan rumah keluarga Drew. Tetapi Ned mengayun-ayunkan payungnya yang besar hitam, yang dapat
melindungi dua orang. Ketika mereka tiba di gedung pertunjukan, Nancy terkejut
melihat penonton yang sedikit dan tersebar.
"Mana penontonnya?" Burt bertanya.
"Barangkali mereka takut akan kehujanan," kata George.
"Tetapi sekarang belum lagi hujan," sepupunya menjelaskan.
Namun Nancy memperkirakan, bahwa sejumlah pemegang
karcis telah menerima pengumuman tentang pembatalan, tetapi entah karena alasan apa belum datang untuk meminta pengembalian uang.
Kalau mereka datang, tentu akan tahu, bahwa pembatalan itu hanyalah suatu penipuan!
Tetapi ia tak mau lagi memikirkan hal itu ketika orkes mulai masuk. Ia mencari-cari Angela, tetapi ternyata tidak ada, seorang wanita lain duduk menghadapi harpa.
"Di mana dia?" bisik Ned kepada Nancy.
"Aku tak tahu."
Tetapi ketika lagu overture mulai menggema, gadis detektif itu menekan perasaan was-wasnya. Gabungan suara-suara tersebut mengendorkan jiwanya dari segala peristiwa hari itu, membubung menuju klimaks lalu turun berderai ketika tirai terbuka.
Namun pentas tetap gelap kelam untuk beberapa menit
sementara para pemain masuk. Kemudian cahaya merah menyala terang.
"Ada apa ini?" tanya Bess.
Itulah yang ingin diketahui para penonton lain. Para pemain itu bergerak bagaikan robot, mengucapkan kata-kata dan bernyanyi dengan mudahnya. Tetapi cahaya merah berganti biru, lalu kuning kecoklatan. Hiruk pikuk para penonton menandingi suara di pentas, hingga penyanyi utama berhenti di tengah-tengah nyanyiannya.
"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya," katanya, namun lampu-lampu di atas mati dengan tiba-tiba. "Tolong, nyalakan lampu ruangan." Ia memerintahkan kepada seseorang di luar pentas.
Nancy turun dari kursinya lalu bergegas ke bagian belakang dari gedung pertunjukan itu, tanpa menunggu untuk mendengarkan pengumuman.
"Aku ikut," bisik Ned.
"Jangan, tinggal di sini saja," kata Nancy. "Aku akan segera kembali."
Ia lari melalui pintu-pintu lobby, melihat sebuah pintu dengan papan HANYA UNTUK PARA PEGAWAI. Apakah itu menuju ke
kamar pengatur suara? Tempat ahli teknik suara mengontrol suara dan penyinaran?
Nancy memutar tombol pintu, siap untuk menaiki tangga, ketika seorang pemuda lari keluar dari pintu. Ia berumur tak lebih dari duapuluh tahun. Rambutnya panjang sebahu berwarna coklat, berderai di tengkuknya ketika ia lari menuruni undakan depan.
"Berhenti!" seru Nancy. Ia berlari mengejar, tetapi sepatunya yang bertumit tinggi menghambatnya.
Pemuda itu melompat ke dalam sebuah mobil dan melaju ke
dalam kegelapan sebelum Nancy dapat menangkapnya. Seketika itu pula Nancy lari kembali ke gedung pertunjukan, masuk ke pintu untuk para pegawai lalu naik ke tangga.
"Ah!" ia ternganga, melihat seseorang tertelungkup pada meja pengontrol.
Di sampingnya tergeletak sebuah tongkat kayu, yang rupanya telah digunakan untuk memukul dia hingga pingsan!
"Ada apa di sini?" terdengar suara galak di belakang Nancy.
Itulah manajer festival itu. Nancy membalikkan tubuhnya,
memperlihatkan orang yang cedera, "Apakah engkau yang melakukan ini, nona Drew?"
"Aku?" kata Nancy terkejut. Ia merasakan lagi kejengkelan seperti yang sudah-sudah, tetapi ia menekan perasaannya dan menjelaskan apa yang telah terjadi. "Ia memerlukan seorang Dokter.
Permisi dulu, aku akan mencarinya."
Arus penonton menghalangi Nancy untuk mendapat perhatian
penjaga pintu. Tetapi ketika teman-teman muncul, ia menerobos mendekati mereka.
"Ada orang yang menyerang petugas yang ada di kamar
pengatur suara dan tata lampu," Nancy berkata kepada mereka. "Kita harus memanggil Dokter untuknya."
"Apakah ia berdarah?" tanya George.
"Tidak, tetapi ia pingsan."
Ned lari meninggalkan rombongan, mendesak melalui
kerumunan bergerak lambat ke arah seseorang yang memakai seragam gedung pertunjukan itu di ujung lobby. Dengan singkat Ned menjelaskan keadaannya, dan keduanya bersama-sama bergegas ke tempat telepon di dalam kantor bagian belakang.
Pada saat mereka muncul kembali, Nancy telah kembali ke
kamar pengatur suara dan tata lampu, meninggalkan yang lain-lain untuk menunggu Ned dan regu penolong.
Ahli teknik itu mengerang lirih. Jari-jarinya menggenggam tombol, lalu membuka sementara ia berusaha mengangkat kepala.
"Ia akan sembuh," kata manajer festival. Ia menatap garang kepada Nancy. "Rupanya kalau engkau atau ayahmu ada di tengah-tengah kami, selalu saja ada kesulitan," katanya dengan tajam.
Gadis detektif itu menelan ludah, tak menghiraukan kata-kata itu. Sebaliknya, ia menyondongkan tubuhnya ke ahli teknik yang cedera itu.
"Jangan bergerak terlalu banyak," katanya lembut, "Engkau mungkin menderita gegar otak."
Orang itu mengedip-ngedipkan matanya perlahan-lahan,
menggumam: "Aku tak apa-apa. Anak itu hanya mengetuk kepalaku."
Tetapi matanya segera menutup kembali, dan jari-jarinya
berhenti bergerak. Sementara itu Ned muncul di pintu. "Rosemont sedang
mengirimkan mobil ambulans."
"Bagus," kata Nancy. Ia menunjuk benjolan di belahan sisiran rambut korban itu.
"Tak guna lagi kalian ada di sini," kata manajer itu pada kedua muda-mudi itu. "Sekarang aku yang mengurus Vince!"
Tetapi Nancy tak ingin meninggalkan gedung itu sampai
ambulans datang. Karena itu ia bersama Ned lalu pergi ke lobby.
Kedua pintu kaca yang besar sekarang terbuka, dan suara sirene yang semakin dekat berhenti ketika kendaraan rumahsakit itu berhenti di depan.
"Apa saja bunyi pengumuman yang tak sempat kudengar tadi?"
tanya Nancy kepada teman-temannya. Sementara itu dua orang berseragam putih mendorong brankar masuk ke dalam.
" Bintang panggung itu minta maaf atas gangguan yang
merusak acaranya," kata Bess. "Tetapi ia mengutarakan, tak dapat meneruskan pertunjukannya dalam suasana demikian."
Burt menunjukkan segenggam uang. "Masing-masing mendapat uang karcisnya kembali," katanya.
"Aku heran mengapa karcis itu tidak untuk pertunjukan
berikutnya saja," kata Nancy.
"Yah," jawab George. "Aku mendengar seorang Nyonya
berkata kepada temannya, ia ragu-ragu untuk menonton lagi suatu pertunjukan yang kurang baik pengaturannya."
"Apa acara untuk besok malam?" tanya Dave.
"Nancy yang punya acaranya," kata Bess.
"Apa pun acaranya," sahut Nancy, "aku punya firasat yang
kuat, tanpa mengetatkan keamanan di sekitar sini, acara itu tentu akan berantakan seperti sekarang ini."
Kini mereka mengawasi regu ambulans yang mengusung Vince
keluar dari pintu khusus untuk petugas. Kepalanya tak bergerak, terbaring di usungan.
Nancy bertanya-tanya dalam hati, berapa lama lagi orang
tersebut dapat menceritakan peristiwa penyerangan itu kepadanya?
Apakah Vincent memang menunggu tamunya, atau merupakan
serangan mendadak? 14 Olok-Olok Flannery Ketika rombongan itu mengikuti usungan dibawa keluar,
manajer festival itu bergegas lewat menuju ke kantornya.
"Wah, sungguh tidak ramah," kata Bess, ketika mereka keluar di bawah langit yang gelap.
"Lebih dari itu," pikir Nancy. "Mentang-mentang manajer."
Karena pertunjukan itu dihentikan, para muda-mudi itu mencari warung untuk minum, sambil mencari kesempatan untuk
merundingkan rencana-rencana tindakan berikutnya.
"Pikir punya pikir," kata Nancy, "aku masih perlu menemui Doktor De Niro."
"Tua atau muda?" tanya Ned.
"Muda," Bess tersenyum meringis, menyebabkan wajah Ned
pura-pura memberengut. "Dan tampan juga," kata George.
"Kukira engkau hendak ke rumah Flannery," kata Ned kepada Nancy.
"O, itu juga." "Ha, aku bebas besok, kalau engkau perlu teman," Ned
menawarkan diri. "Aku memang memerlukan sepasang mata lagi," Nancy
menggoda. "Bagaimana kalau kacamataku saja?" kata George setengah tertawa.
"Aku memilih Ned saja, terimakasih," Nancy tertawa.
Sementara percakapan mereka menjurus ke saling goda
menggoda, untuk sementara waktu lupa akan perkembanganperkembangan misteri. ************** Pagi-pagi keesokan harinya, telepon Nancy berdering, ia
terkejut dan gembira mendengar suara Angela Pruett.
"Aku sungguh khawatir tentang engkau!" kata Nancy kepada
pemain harpa itu. "Maaf. Seharusnya aku menelepon engkau dulu," kata Angela.
Terdengar ragu-ragu ketika ia melanjutkan: "Tetapi aku menerima surat singkat dari Phyllis."
"Kemarin?" sela Nancy.
"Ya! Dan katanya ia ingin menemui aku di Swain Lake kemarin sore."
Nancy mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika Angela
menjelaskan, bagaimana ia menunggu hampir dua jam, tetapi adiknya juga tidak datang.
Nancy Drew Misteri Cincin Ramaswami Karya Carolyn Keene di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Akhirnya aku bertanya di meja penerima tamu," kata Angela.
"Lalu aku mendapat surat yang kedua dari Phyllis. Isinya hanya minta maaf karena ia tak dapat datang."
"Apakah kedua surat itu tulisan tangan?" tanya Nancy.
"Tidak. Yang pertama memang, tetapi tulisannya seperti cakar ayam. Sedang yang kedua dari telepon seorang Nyonya, kata penerima tamu."
"Jadi belum tentu dari Phyllis," kata Nancy dengan suara
setengah terkejut. Ia segera mengungkapkan pengalamannya sendiri di tempat
penginapan itu, yang kini nampaknya menjadi lebih ada sangkut-pautnya dengan misteri yang harus dibongkarnya. Ia mengatakan ciri-ciri Lal dan bertanya apakah Angela pernah melihatnya.
"Tidak. Belum pernah," jawab pemain harpa itu. Ia berhenti sejenak. "Sekarang aku berpikir- pikir, apakah sebaiknya aku kembali ke penginapan itu sore ini. Kata Phyllis, ia mungkin dapat datang."
Tetapi entah bagaimana, gagasan itu tidak cocok dengan pikiran Nancy.
"Seluruh masalah ini sangat aneh bagiku, dan aku merasa
bahwa engkau akan mendapat pesan yang ketiga. Ia menghela napas.
"Apakah engkau tidak main di pentas nanti malam?"
"Aku tidak pasti," kata Angela. "Kudengar suara-suara yang mengatakan dibatalkannya semua pertunjukan hingga akhir minggu ini."
Ia belum mendengar kehebohan kemarin malam, oleh karena itu Nancy memberitahukannya.
"Kalau begitu aku yakin semuanya akan ditunda," kata Angela.
"Festival ini sungguh menjadi berantakan. Yang membuatku khawatir, ialah aku mungkin akan menganggur lebih dulu dari yang semestinya.
Aku harus pulang, tetapi tak mungkin. Betul-betul tidak mungkin."
"Kita akan menemukan Phyllis sebelum itu terjadi," Nancy
menghibur. "Sebenarnya aku ingin sekali bertemu dengan nyonya Flannery. Engkau mempunyai alamatnya?"
Nancy menahan diri untuk menceritakan tentang orang laki-laki yang dikenal sebagai Flannery, yang dilihatnya di penginapan dan kemudian menyadari bahwa orang itu juga yang telah menyerang Cliff. Tidak ada gunanya untuk membuat Angela menjadi lebih bingung lagi.
Demikianlah, setelah pemain harpa itu memberikan informasi, Nancy hanya mengucapkan terimakasih, dan berkata bahwa ia akan selalu dapat berhubungan.
Ned akan datang dalam waktu sejam ini, dan Nancy bergegas untuk bersiap-siap.
Ketika bel pintu berbunyi, ia menyapa pemuda itu. Nancy
memakai rok musim panas yang baru dan blus dengan lengan yang menggembung, serasi dengan warna kulitnya yang agak kecoklat-coklatan.
"Halo," Ned tersenyum. "Kalau aku tak salah mengerti, kita tak akan berjalan kaki di hutan hari ini."
"Memang tidak kalau berpakaian begini," Nancy tertawa,
melihat ke sandal yang dipakainya. "Aku tentu segera akan terlibat dalam masalah hebat dengan tumbuh-tumbuhan jelatang!"
"Dan siapa yang menghendaki kaki-kaki yang gatal kalau
hendak mengejar penculik," kata Ned, mendahului berjalan ke mobilnya.
Tanpa kesulitan mereka menemukan rumah nyonya Flannery.
Mereka merasa lega bahwa nyonya Flannery ada di rumah. Umurnya paling tidak duabelas atau limabelas tahun lebih tua dari tamu-tamunya, jika dilihat kerut-kerut pada wajahnya. Tetapi sebaliknya, tubuhnya kekar seperti seorang atlet, dan ia memancarkan tenaga kalau bercakap-cakap.
"Ya?" katanya singkat ketika ia membuka pintu.
Nancy dan Ned memperkenalkan diri dan mengatakan, bahwa
mereka mencari Phillys Pruett.
"Ia tak ada di sini semingu ini," kata Nyonya itu. "Aku tak tahu sama sekali di mana dia, dan"
"Apakah Nyonya telah menelepon polisi mengenai
menghilangnya dia?" "Siapa bilang ia menghilang?" Nyonya itu membalas. "Ia hanya pergi untuk beberapa hari. Aku tak perlu mengawasi dia. Ia membayar sewa, dan ia pergi atau datang semaunya."
Nyonya itu mulai hendak menutup pintu, tetapi Nancy bergerak maju.
"Bolehkah kami masuk sebentar?" ia meminta dengan manis.
"Wah, aku masih harus melakukan banyak pekerjaan."
"Hanya sebentar saja," sambung Ned, tahu bahwa Nancy hendak mencari petunjuk-petunjuk tentang di mana sebetulnya si anak hilang itu.
"Aku hanya ingin melihat kamarnya, kalau Nyonya tak
berkeberatan," kata Nancy.
Nyonya itu membasahi bibirnya, lalu menghela napas, raguragu untuk menjawab. "Nyonya tak berkeberatan, bukan?" gadis detektif itu
mendesak. "Tidak, mengapa berkeberatan? Tetapi apakah Phillys senang membiarkan orang lain memasuki kamarnya?"
"Kami bukan orang lain," kata Nancy cepat. "Aku adalah teman pribadi kakak Phyllis, yaitu Angela. Dan ia tahu aku ada di sini."
"O, ya ... ya."
Namun Nyonya itu masih tetap ada di pintu, hanya memberi
ruang kurang dari seperempat meter untuk orang lewat. Memang, orang lain pun akan bersikap seperti dia, tetapi Nyonya itu betul-betul tak mau membantu. Nancy sudah akan bertanya tentang seseorang yang namanya sama dengan Nyonya itu, tetapi ia pikir tidak bijaksana untuk membeberkan terlalu banyak sekarang ini.
Akhirnya nyonya Flannery membuka pintu lebar-lebar.
"Oke, masuklah," katanya. "Tetapi kalian tak dapat lama-lama di sini."
Ia mengajak mereka naik ke tangga ke lorong dalam yang
menghubungkannya dengan sebuah kamar di ujung. Pintunya terbuka, dan Nyonya itu menceritakan perlengkapannya.
"Ia mendapat tungku listrik, seperti yang kalian lihat itu, kamar mandi kecil, tempat tidur, kaset stereo, TV ... semua yang diingininya."
Tetapi Nancy kurang memperhatikan segala perabotan itu
kecuali pakaian yang ditinggal berantakan di kursi.
"Rupanya ia pergi dengan tergesa-gesa," kata Nancy.
"Kaupikir demikian?" tanya nyonya Flannery. "Bagiku itulah ciri khas anak remaja."
Nancy dan Ned saling berpandangan, menahan diri untuk
menjawab. Di meja ada sebuah brosur yang ada potretnya seseorang.
Nancy melangkah maju, tetapi nyonya Flannery bergeser di depan meja. "Sudah cukup?" ia bertanya, kedua tangannya menggeser sepanjang tepi kertas brosur itu.
"Aku ingin melihat pamflet itu," kata Nancy.
"Pamflet? Pamflet apa?"
"Yang hendak kausembunyikan itu, Nyonya," jawab Ned.
"Aku tak menyembunyikan apa-apa," Nyonya itu menganggap.
Ia membiarkan Nancy mengambil pamflet itu. "Aku hanya berpikir bahwa kalian tak berhak mengintai-intai di sini" kata Nyonya itu lagi.
Sementara itu Nancy mempelajari sampulnya, yang berbunyi: Penemuan yang Terpenting dari Kehidupan Anda!
Pada pamflet itu dijepitkan sebuah foto seseorang yang sudah tua, mengenakan jubah panjang berkembang-kembang. Rambutnya yang kaku abu-abu terurai jarang-jarang di sekeliling wajahnya. Orang itu kurus sekali, mungkin karena sering berpuasa. Setelah membaca beberapa kalimat dari dalam pamflet itu, Nancy merasa bahwa perkiraannya memang benar.
Orang itu ialah si pertapa yang dipilih oleh Phyllis untuk diikuti. Dialah Ramaswami!
15 Kepulangan yang Mengejutkan
Sementara Nancy memandangi foto kecil itu, ia berkata kepada nyonya Flannery: "Ini tentu rumah khalwat tempat Phyllis berada,"
katanya, sambil menangkap pandangan Nyonya itu.
"Kukira begitu,"
"Apakah anda tahu bagaimana caranya bisa sampai ke sana?"
tanya Ned. Ia berharap, Nyonya itu menunjukkan jalan yang lebih mudah daripada yang telah mereka tempuh.
"Tidak. Aku tak punya minat pergi ke tempat itu, biar untuk apa pun. Aku tak pernah ingin dan tak pernah mau ke sana."
Sementara itu Nancy melihat, bahwa nyonya Flannery tidak
mau menjelaskannya sama sekali alamat khalwat tersebut. Hanya nomor telepon yang segera ia hafalkan. Selain informasi itu, tak ada sesuatu lagi yang didapat dari pamflet. Maka lalu diletakkan di meja kembali.
"Hmmm. Apa itu?" Nancy menggumam, melihat pinggiran
surat yang rupanya baru mulai ditulis oleh Phyllis.
"Sekarang kalian benar-benar menggeratak," kata nyonya
Flannery menuduh, sementara jari-jari Nancy menarik kertas itu dari bawah tumpukan kertas-kertas lain.
Nancy heran, hanya tertera salam kepada Angela dan kalimat yang belum selesai. Bunyinya: Aku tahu sesuatu yang me
" Mengagumkan atau mengerikan?" pikir Nancy. Mengapa
Phyllis tak jadi menulis surat? Apakah ada sesuatu yang sangat penting yang membatalkannya?
Ia tak mengucapkan pikirannya, sampai ia dan Ned tiba di
mobil kembali. Kemudian ternyata, bahwa mereka berdua
mendapatkan kesimpulan yang sama.
"Kini giliranku mendapat firasat," kata Ned. "Kukira nyonya Flannery mengetahui jauh lebih banyak daripada yang dikatakannya."
"Engkau mendapat A-plus." Nancy tertawa kecil. "Aku ingin tahu apa saja itu."
"Ya, barangkali kalau kita kembali di waktu malam buta,
mengintai segala gerak-geriknya, kita akan dapat ... begitulah!" Ned membunyikan jari-jarinya dengan penuh keyakinan.
"Itu gagasan yang tidak jelek," kata Nancy. "Betul-betul, tidak jelek."
"Aku hanya bergurau," jawab temannya.
"Aku tahu. Tetapi aku sungguh-sungguh. Barangkali kita akan ketemu pak Flannery lagi!"
"Kalau begitu, mungkin kita perlu mengajak polisi," kata Ned.
"Kan sudah ada aku untuk melindungi engkau!" Nancy
menggoda. Ned mengangkat alis matanya.
Ia membelokkan mobilnya ke jalan besar, menuju ke tujuan
berikutnya, Oberon College. Mereka melalui daerah perdagangan yang ramai menuju ke daerah perumahan yang penuh rumah-rumah yang bagus. Di belakang rumah-rumah itu nampak tembok batu merah yang memagari kampus.
"Bagus sekali, ya?" kata Nancy.
"Tidak sebagus Emerson," jawab Ned.
Nancy tak memperdulikan nada sumbang pada suara temannya.
"Aku ingin tahu di mana kantor para Profesor," ia melanjutkan. Ia masih saja mengagumi petak-petak rumput yang mengelilingi gedung-gedung.
"Itu di sana," kata Ned. Ia menunjuk ke sebuah papan dengan anak panah yang dipasang di dekat tempat parkir.
Mereka meninggalkan mobil dan segera menyeberang ke
gedung yang nampaknya lebih mirip gedung model Tudoe daripada sebuah kantor.
"Apakah engkau sudah menelepon minta bertemu?" tanya Ned.
Tiba-tiba ia ingat bahwa Nancy tak menyebutkan waktu yang tepat untuk bertemu dengan Doktor DeNiro.
?Tidak. Aku tak punya kesempatan, tetapi kuharap dapat
bertemu dengan beliau di antara jam-jam pelajaran."
Demikianlah, nampaknya di mana saja mahasiswa selalu senang berderet-deret pada gang-gang sambungan, dan Ned serta Nancy berjalan semakin cepat. Dengan segera mereka menemukan pintu kantor Profesor tersebut lalu mengetuk pintu.
"Masuk," terdengar suara yang menjawab.
Terdengar kemerisik kertas-kertas ketika muda-mudi itu masuk.
"Doktor DeNiro, saya Nancy Drew."
"Dan saya Ned Nickerson," kata Ned. Ia mengulurkan
tangannya untuk menjabat tangan Profesor itu, tetapi tangan Profesor sibuk memasukkan kertas-kertas ke dalam tasnya.
"Aku harus memberi pelajaran sekarang," katanya tergesa-gesa.
"Kami adalah teman Bess Marvin dan George Fayne. Kami
percaya, anda telah bertemu mereka beberapa hari yang lalu."
"O ya, tentu." Tiba-tiba ia menjatuhkan tasnya di meja lalu duduk,
mempersilakan tamunya untuk duduk pula.
"Sebenarnya, aku sedang merencanakan untuk menelepon mereka hari ini," katanya.
"Betulkah itu?" jawab Nancy heran.
"Ada sesuatu yang luar biasa terjadi kemarin. Ini, akan
kutunjukkan." Ia menarik laci yang bawah lalu merogoh ke dalam mengambil sebuah dos pembungkus kecil. Bekas-bekas sobekan kertas coklat masih terdapat pada dus tersebut. Ia membersihkannya dan membuka tutupnya. Di dalamnya terdapat segumpal kapas yang segera dikeluarkan.
"Hah!" seru Nancy, ketika sebuah perhiasan emas mengelinding di tangan Profesor itu. "Itu Cincin Cliff!"
"Engkau yakin?" tanya Ned, mengambilnya dari tangan
Profesor dan diulurkannya kepada Nancy.
"Tak salah lagi, inilah barangnya," jawab Nancy. "Pola bunga bakung serta goresan-goresan di dalamnya. Dapatkah anda
mengatakan bagaimana dan kapan anda mendapatkannya, Doktor DeNiro?"
"Cincin ini datang dengan pos," kata Profesor. "Dialamatkan kepadaku di college ini."
"Bolehkah saya melihat kertas pembungkusnya?" Nancy
meminta. Tetapi ia kecewa, karena tak terdapat alamat si pengirim.
Kini ia berpikir-pikir, mengapa cincin itu dikirimkan kepada Profesor. Baginya, penyamar itu terlalu cerdik untuk melepaskan dengan demikian mudah. Apakah mungkin ia hendak memberikan kepada seseorang di Oberon College karena kekeliruan?
"Apakah ada sesuatu yang luar biasa yang anda alami baru-baru ini?" tanya Nancy.
"Tidak. Sungguh tidak. Aku sedang sibuk menyelesaikan suatu proyek"
"Proyek pemerintah?" sambung Nancy, ingat akan kata-kata Bess dan George.
"Ya, dan berhari-hari aku sibuk membaca buku-buku."
"Saya tidak bermaksud untuk mengorek, Doktor DeNiro," kata Nancy selanjutnya. "Tetapi saya berpikir-pikir, apakah orang yang menyamar sebagai anda ada hubungannya dengan tugas anda
sekarang?" "Anggaplah bukan tak mungkin, tetapi kurang masuk akal.
Pikiran itu juga kudapatkan ketika aku bertemu teman-teman kalian.
Tetapi setelah kupikir lagi, aku berkesimpulan bahwa studiku tentang statistik tak banyak menarik minat kecuali seseorang yang bekerja di lapangan yang sama dengan aku."
"Sebaliknya," Profesor itu melanjutkan, "orang itu mungkin pernah membaca namaku pada suatu artikel di suratkabar Gezette dan tanpa disengaja teringat akan namaku."
Nancy membenarkan. "Bagaimana pun juga," katanya, "saya sungguh merasa lega mendapatkan cincin itu kembali. Sekarang, kalau saja kita dapat menemukan pemiliknya."
Reaksi Doktor DeNiro yang bingung menyebabkan Nancy
menjelaskan peristiwa yang menimpa Cliff. "Rupanya Cliff menghadapi kesulitan-kesulitan," kata Profesor itu. "Kalau ada apa-apa yang kiranya ada sangkut-pautnya, aku akan segera menghubungi engkau."
"Atau, kalau anda tak dapat menghubungi Nancy, anda dapat menelepon saya" kata Ned.
Mereka memberikan nomor telepon mereka masing-masing
yang lalu dimasukkan ke sakunya, kemudian Doktor DeNiro
mengatakan bahwa ia hampir terlambat untuk mengajar. Muda-mudi itu mengucapkan terimakasih, dan mengikutinya ke gang yang memisahkan gedung itu dengan tempat parkir.
"Aneh, aneh," Ned menggerutu sambil mengemudikan mobil di jalanan masuk yang berputar-putar.
"Tetapi untung," kata Nancy, sambil menimang-nimang cincin itu di tangannya.
Tiba-tiba matanya terpaku pada seorang pemuda yang
membawa kantong kain terpal. Pemuda itu menuju ke kamar cuci kampus. Ia berambut coklat yang berderai di pundaknya, dan bentuk tubuhnya mirip pemuda yang dikejarnya ketika di River Heights Theater!
"Lambatkan, Ned," kata Nancy.
Kaca jendela mobil terbuka di sisi Nancy maka ia menjulurkan kepalanya keluar, berusaha melihat garis-garis tubuh pemuda yang berjalan ke pintu.
"Siapa dia?" tanya Ned.
"Rupanya seperti pemuda yang kupergoki memukul Vince di
ruang pengatur suara," kata Nancy.
Ia membuka pintu mobil dan melompat keluar, dan Ned
menghentikan mobilnya dengan mesin masih hidup di luar daerah parkir. Nancy lari ke pintu yang dimasuki pemuda itu, tetapi ketika ia menjenguk ke dalam, pemuda itu tak nampak di mana pun juga.
"Ke mana ...." pikir Nancy, dan sesaat itu juga ia tahu, bahwa pemuda itu telah menikung di sudut gedung, dan kini berlari menuju ke sebuah mobil di dekat asrama mahasiswa.
Nancy lari ke mobil Ned kembali dan melompat masuk.
"Kita harus mengikuti dia," katanya. "Aku yakin, itulah orangnya."
Mobil pemuda itu menikung di jalanan masuk, dengan rodaroda bercuit-cuit ketika melewati mereka.
"Apakah ia melihat engkau?" tanya Ned sambil menginjak gas.
"Kuharap saja tidak," kata Nancy. "Kukira tidak."
Pemuda di depan mereka melintasi jalan menuju ke daerah
pertokoan. Ia mengebut menerobos lampu kuning tepat sebelum berubah menjadi merah, Nancy dan Ned terpaksa berhenti dengan kecewa.
Mereka tak berkata apa-apa sambil memandangi bagian
belakang mobil yang keperakan itu menuju di antara kendaraan-kendaraan lain, dan menerobos lampu lalulintas berikutnya, ketika Ned menginjak gas karena lampu telah berganti hijau.
"Kita tak boleh kehilangan dia," kata Nancy akhirnya, dan Ned menginjak pedal gas lebih dalam lagi.
"Jangan khawatir. Kita akan dapat menangkapnya," Ned
memastikan. Mobil yang dikejar itu masih kelihatan, tetapi ketika papan iklan Festival Musik Musim Panas River Heights muncul di atas jalan, mobil itu dengan cepat berputar haluan. Ned demikian terpusat perhatiannya kepada mobil tersebut, hingga tak melihat mobil lain yang melaju ke arah jalan yang berlawanan.
"Awas, Ned!" seru Nancy ketika ia melihat mobil sport itu.
Tetapi Ned sudah terlanjur masuk ke lintasan tabrakan.
16 Laporan yang Kabur Ned bukannya menginjak rem seperti naluri Nancy, tetapi justru menancap gas. Mobil sport itu meliuk melewati bumper belakang, hanya meleset sedikit saja sebelum berhenti mendadak.
"Engkau tak melihat jalan?" pengendaranya berteriak kepada Ned, kemudian meliuk gesit di tikungan.
Sementara itu Nancy merebahkan diri di sandaran kursinya, merasakan ketegangan pada otot-ototnya.
"Wah, Ned," katanya terengah-engah, ketika Ned menekan
pedal gas lagi. "Aku sudah mengira pasti hancur berantakan."
" Wahai, engkau yang kurang beriman," kata Ned sambil
menepuk-nepuk tangan Nancy. "Nah, jangan bilang aku merusak pengejaran dengan menimbulkan kecelakaan!"
Nancy menggeleng dan tersenyum. "Ke mana mobil itu?"
tanyanya. "Ke River Heights Theater. Kukira sebaiknya kita juga ke
sana." "Sudah pasti," kata Nancy. Ia menegakkan tubuhnya.
Mengherankan, insiden di perempatan itu telah memberikan
waktu untuk menghilang, meskipun mobil mereka tak pernah berhenti.
"Mungkin ia membelok ke salah satu jalan simpang," kata Nancy. Ia melihat ke setiap jalan simpang yang mereka lewati, melihat kalau-kalau terdapat jejak mobil yang berwarna keperakan itu. "Aku tak melihatnya, di mana pun juga," kata Nancy akhirnya.
Tetapi ketika mereka tiba di theater, mereka melihat jejak tetesan-tetesan oli di jalanan masuk, lalu mengikutinya.
"Itu dia!" seru Nancy, melihat mobil keperakan itu.
Mobil itu parkir di ruang parkir dekat dengan kantor manajer.
Ned menghentikan mobilnya di sebelahnya. Setelah Ned mematikan mesin, Nancy keluar. Ned berjalan di sebelahnya, Nancy bergegas ke pintu, membukanya dengan segera dan memberitahukan maksudnya kepada sekretaris yang nampak resmi.
"Tuan Hillyer sedang berbicara," kata Nona itu.
Apakah ia sedang berbicara dengan pemuda yang dicurigai
Nancy telah menyerang Vince? Nancy dan Ned menunggu beberapa menit, lalu mendesak Nona itu lagi.
"Ini sangat penting," kata Nancy. Ia menduga, bahwa manajer itu memang memberikan perintah untuk tidak mengizinkan Nancy masuk.
"Seperti yang sudah kukatakan, Tuan Hillyer sedang sibuk, aku tak tahu berapa lama, dan kusarankan agar kalian menelepon untuk minta bertemu."
Nancy segera melangkah melewati Nona itu dan mengetuk
pintu kantor. Ia mendengar dua orang yang teredam oleh tirai, lalu mundur sedikit terkejut.
Resepsionis itu berdiri dan menatap Nancy. "Kuminta anda
keluar," ia menukas.
"Tidak bisa," Ned balik menukas.
Nona itu menggertakkan gigi dan menekan tombol interkom:
"Nona Drew ada di sini dan menolak untuk pergi."
"Aku segera keluar."
Ketika orang itu muncul di ambang pintu, Nancy melihat
seseorang pada kursi tamu. Rambutnya tersembul dari atas sandaran kursi yang tinggi.
"Apakah aku harus menyuruh penjaga keamanan melemparkan kalian keluar?" ia membentak.
Nancy tak menghiraukan kata-kata itu. "Ada alasan untuk dipercaya, bahwa pemuda yang duduk di kantor anda itulah yang memukul Vince kemarin malam."
"Itu tidak masuk akal," manajer itu berkata.
"Tetapi aku pernah mengatakan kepada anda, seorang pemuda hampir menabrak aku ketika keluar dari kamar pengontrol suara, hanya beberapa menit sebelum aku menemukan Vince."
Hillyer sengaja menutup telinga. "Ia adalah seorang anak keluarga baik-baik di Castleton. Ia menelepon aku pagi tadi mengenai suatu pekerjaan. Ia punya pengalaman dalam theater musim panas, dan kami mungkin akan mempekerjakan dia. Terutama karena ia baru saja menyelesaikan pelajarannya di Obereon dengan sangat
memuaskan. "Terus terang, nona Drew, karena kami tahu tak mendapatkan bantuanmu sepenuh hati, aku barangkali akan mempekerjakan dia."
"Tetapi ..." kata Nancy, tetap berusaha untuk menarik perhatian orang tersebut.
"Selamat jalan, nona Drew, dan janganlah mengganggu aku
lagi." Nancy tahu, tak ada gunanya untuk menanyakan nama pemuda
itu, sebab baik Hillyer maupun resepsionisnya tak akan mau memberitahukannya. Namun bagaimana pun juga, ia telah memetik beberapa hal yang menarik, yang disimpannya untuk keperluan kelak.
"Ayo, Ned," katanya, berhenti sebentar melihat acara
pertunjukan pada buletin yang ditempel di luar.
Kata DITUNDA dicapkan melintang dua buah acara, termasuk
trio biola maut serta pemain piano jazz yang jarang pemunculannya.
Namun produksi Jansen rupanya tetap dipertunjukkan.
"Aku ingin sekali lagi nonton Oklahoma, " Ned tersenyum.
"Barangkali kita dapat menonton dua adegan sekaligus"
"Sebelum pentas itu runtuh?" Nancy tertawa. "Yah, aku
berpikir lain untuk malam inijalan-jalan ke rumah Flannery misalnya!"
"Aku tahu, engkau tak mau melepaskan yang itu," Ned
menghela napas. "Kalau begitu aku lebih baik berlatih angkat besi sedikit sore nanti, untuk melemaskan otot-ototku yang kaku ini."
"Dan aku akan menelepon rumah khalwat Swami itu," kata
Nancy
Nancy Drew Misteri Cincin Ramaswami Karya Carolyn Keene di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka kembali ke rumah Nancy, dan berjanji untuk bertemu kembali nanti.
"Sampai jam sembilan,?? kata Ned lalu memacu mobilnya.
Nancy bergegas masuk ke rumah. Ia heran melihat Hannah
sedang sibuk sekali. Hannah telah menelepon sendiri pak McGinnis, menanyakan bagaimana hasil pencarian Gliff.
"Pak McGinnis, mengira bahwa mereka telah menemukan
Cliff!" serunya. "Apa?" kata Nancy.
Apakah mungkin, bahwa Cliff serta cincinnya yang
menimbulkan tanda tanya itu ditemukan pada hari yang sama?
Hannah mengangguk-angguk penuh gairah. "Kepala polisi itu mengatakan, ada orang yang melihat pemuda itu berjalan kaki. Ciri-cirinya cocok, menurut apa yang dikatakannya kepadaku."
"Di mana ia sekarang?" Nancy mendesak.
"Kami belum tahu," kata Hannah, sinar wajahnya menurun.
"Apa yang mereka dapatkan baru suatu laporan, dan mereka
sedang memeriksa daerah di mana ia terlihat."
Nancy menelepon markas polisi, minta agar segera
dihubungkan dengan komandan. Dalam beberapa detik saja ia telah mendapatkan cerita yang sama.
Tetapi pak McGinnis tertawa. "Kami selalu menerima laporan seperti ini," katanya. "Aku khawatir, Hannah demikian resahnya atas penculikan Cliff hingga tak mendengar kata-kataku yang terakhir sebelum ia meletakkan gagang teleponnya."
"Apa itu, pak?" tanya Nancy.
" Bahwa delapan dari sepuluh laporan tentang orang yang
hilang biasanya tak memberikan petunjuk ke arah mana pun."
Rasa kecewa Nancy tak kalah dari kekecewaan Hannah ketika ia menceritakan pembicaraan itu dengan Hannah.
"Apa pun yang dikatakan pak komandan," kata Nancy, "Aku
tetap akan optimis."
"Anak baik," kata Hannah sambil merangkulnya. "Kalau
pemuda itu pulang kembali, aku akan membuatkannya kue lapis kelapa yang paling besar yang pernah dilihatnya!"
"Mmmm, kedengarannya enak sekali," kata Nancy, mencium
bau sesuatu yang lezat dari oven.
"Aduh! Kue tartku!" teriak Hannah. "Tentu sudah hangus!"
Ia berlari ke dapur, meninggalkan gadis detektif itu sendiri memeras otak atas sejumlah perincian-perincian misteri yang memenuhi benaknya. Tiba-tiba ia sadar, bahwa hanya dia dan Ned yang tahu tentang kembalinya cincin Cliff secara tak terduga. Ia segera lari ke atas, ke kamarnya. Ia menjatuhkan diri di ranjangnya, menarik telepon ke sampingnya.
Ia menelepon Bess dan George lebih dulu, kemudian ayahnya.
Semuanya terpukau atas peristiwa itu.
Dengan pikiran yang membenam di benaknya, ia mengakhiri
percakapan dengan ayahnya, lalu memejamkan mata. Ia melihat cincin mas itu berputar-putar mengitari tubuh seseorang yang wajahnya tak nampak jelas. Tetapi ketika ia lari mendekatinya, nampak cambang yang tumbuh di dagu, kemudian mengabur hilang, meninggalkan wajah halus dan mata besar yang lebih gelap dari warna kulitnya.
"Jhaveri," Nancy menggumam dan kemudian ia jatuh pulas.
************** Ketika bangun, ia melihat pesawat teleponnya setengah lepas dari tangkainya, dan cahaya senja mengintip di antara pohon-pohon di luar jendela. Ia melompat dari ranjangnya, meletakkan kembali gagang teleponnya, lalu berganti pakaian dengan celana panjang dan sweater ringan.
Waktu makan segera menjadi kabur ketika ia meletakkan garpu yang penuh mie ke piringnya.
"Mengapa aku tak memikirkannya lebih dulu!" serunya.
"Apa itu, sayang?" tanya ayahnya.
"Cincin itu!" kata Nancy penuh gairah.
Selama ia tertidur, ada dua unsur misteri itu bergabung: cincin Cliff dan toko perhiasan pak Jhaveri. Flannery alias DeNiro telah ada di sana dalam suatu peristiwa, itu paling tidak. Apakah ia mencoba menjual cincin itu kepada pak Jhaveri, setelah ia mencurinya dari Bess dan George?
"Aku punya gagasan, bahwa pak Jhaveri ingin
mengembalikannya karena sesuatu alasan," kata Nancy. " Karena orang itu memperkenalkan diri sebagai Doktor DeNiro dari Oberson College, pak Jhaveri lalu mengirimkannya ke sana!"
17 Pengganggu Di Malam Terang Bulan
Keterangan Nancy mengenai cincin Cliff itu membuat pak
Drew tersenyum. "Kalau begitu aku berkesimpulan, engkau tentu akan kembali me-ngunjungi toko pak Jhaveri," katanya.
Anaknya tertawa kecil. "Tetapi yang pertama-tama, aku akan melakukan sedikit penyelidikan di sekitar rumah Flannery, Ned katanya akan ikut."
"Kapan kalian berangkat?"
"Kira-kira dua jam lagi," kata Nancy.
"Malam ini?" ahli hukum itu bertanya dengan heran.
Nancy menceritakan tentang kunjungannya kepada nyonya
Flannery, dan ia ingin mengetahui apakah orang yang menyebut dirinya dengan nama yang sama itu adalah suaminya.
"Ia tak ada di sana pagi tadi," kata Nancy. "Tetapi kukira ia akan muncul di sana sewaktu-waktu."
Meskipun gadis detektif itu ingin sekali mengungkapkan segala peristiwa yang terjadi hari itu, namun ia memilih untuk tidak mengatakannya. Ia tahu misalnya, tentang tanggapan pak Hillyer itu akan membuat ayahnya marah tanpa ada gunanya, maka ia
menghindarkan hal itu. " Kukira aku sudah mulai dapat membuktikan ketidaksalahanku kepada Walikota," kata pak Drew tak terduga.
"Hebat sekali, ayah," jawab Nancy.
Untuk pertama kali, ayahnya mengungkapkan keadaan tersebut selama ini. Namun meskipun suaranya optimis, Nancy tak melihat perubahan air muka ayahnya. Ia seperti masih tetap tertekan.
"Karena itu janganlah engkau terlalu mengkhawatirkannya
lagi," ayahnya melanjutkan.
Apakah ia hanya mengatakan setengah dari kenyataannya untuk menghindarkan kecemasan anaknya? Nancy berpikir-pikir, tetapi ia tak mau menanyakannya. Ia membiarkan waktu makan itu berlalu dengan santai.
Tak lama kemudian jam sudah menunjukkan angka sembilan,
dan Nancy mengenakan jaket, mengira bahwa Ned tentu akan datang tepat pada waktunya. Tetapi ia menjadi heran, ketika sudah setengah jam berlalu bel pintu berbunyi.
"Aku sudah berkali-kali hendak menelepon, tetapi setiap kali terdengar telepon terpakai," kata Ned. Ia menjelaskan bahwa orang tuanya menyuruh melakukan beberapa tugas; maka ia akan datang terlambat.
Nancy segera ingat bagaimana gagang teleponnya meleset dari kaitannya ketika ia tertidur tadi.
"Jangan-jangan aku jadi tak menerima telepon yang penting-penting," katanya. Ia melambaikan tangan kepada ayahnya.
"Ah, kalau ada tentu mereka akan menelepon lagi," kata Ned.
Kedua muda-mudi itu berjalan menuju ke mobil Ned. Mereka
tak sadar ada sebuah mobil berwarna keperak-perakan di seberang jalan agak jauh. Meskipun cahaya bulan menyinari kap mesinnya, namun mobil itu tersembunyi di bawah rindangnya pohon di pinggir jalan. Namun pengemudinya mengintai terus ke rumah keluarga Drew.
Ketika Ned memundurkan mobilnya menuju ke jalan, lampu
mobil keperakan itu menyala dan mesinnya mulai berjalan.
Pengemudinya menunggu beberapa saat sebelum bergerak dari pinggir jalan, kemudian mengikuti kedua detektif muda itu.
Mereka menuju ke rumah Flannery. Ned hanya sedikit
memperhatikan mobil di kaca spionnya. Mobil itu tetap menjaga jarak, tetapi ketika mobil Ned berhenti di ujung blok, mobil keperakan itu menunda pengejarannya, menunggu kedua muda-mudi itu turun.
"Lampu di ruang bawah masih menyala," kata Nancy sambil
memperhatikan rumah tersebut.
" Kalau kita bertemu dengan orang yang kaucari," kata Ned,
"Apakah engkau akan berbicara dengannya?"
"Belum tentu. Mari kita menggunakan telinga saja."
"Oke. Engkaulah pemimpinnya kali ini."
"Terimakasih." Nancy tersenyum.
Bersama-sama mereka mengendap-endap di jalanan masuk,
bersembunyi di balik pohon ketika nyonya Flannery bergerak di depan jendela kamar duduk.
"Apakah ia melihat kita?" tanya Ned.
"Kukira tidak."
Tetapi gadis itu tahu, bahwa bayangan mereka dapat terlihat di ubin jalan masuk. Ia mundur, menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. Dari tempat mereka, mereka juga dapat melihat jendela di samping rumah. Ketika cahaya depan dimatikan, sebuah cahaya lain menyala di dapur.
"Ada yang sedang makan," kata Ned. Ia menjulurkan lehernya untuk mengintip dari antara cabang-cabang bawah, dan melihat rambut yang berwarna hitam. "Ayo," katanya, "lebih dekat sedikit."
Mereka mengendap-endap keluar dari persembunyian, berhenti ketika pintu dapur dibuka. Seketika itu pula, keduanya menghindar, lalu bergerak ke rumah dan tanpa disengaja melintas di bedeng tanaman petunia.
"Setan alas," kata Ned sambil mengibaskan tanah dari
sepatunya. Tetapi Nancy lebih memperhatikan jejak-jejak kaki mereka
yang mungkin akan terlihat, lalu meloncat ke tanah yang keras dan menghapusnya dengan cepat. Ketika ia berbuat demikian, terdengar suara-suara dari dalam. Yang satu rendah, tetapi dapat dikenal.
"Itulah orang yang kita lihat di Swain Lake Lodge!" bisik Nancy kepada Ned.
Setelah pengalamannya membongkar rahasia-rahasia, ia telah belajar menggunakan segala perasaannya dengan ketelitian yang mengagumkan.
"Bagaimana engkau begitu yakin?" bisik Ned kembali.
"Percayalah," kata gadis itu. Ia mengangkat jari-jarinya ke mulutnya.
Kemudian, Ned pun mendengar suara nama Nancy disebutsebut! Tetapi apa sesungguhnya yang dipercakapkan tentang Nancy itu?
Nancy memejamkan mata untuk memusatkan pikirannya, tetapi suara bunyi ketel air mengganggunya. Ia pun terlena untuk memperhatikan bayangan sesosok tubuh di belakang pagar tanaman di depan. Itulah pengendara mobil yang keperakan. Orang itu telah merangkak ke kakilima ketika muda-mudi itu bergerak melintasi jalanan masuk dan lari ke belakang semak-semak.
Sementara itu Ned membiarkan Nancy merayap ke bawah
jendela dapur. "Kalau ia datang mengacak-acak lagi kemari," terdengar suara laki-laki dari dalam, "engkau tahu apa yang harus kaulakukan."
"Tentu. Akan kulemparkan ke telaga."
Nancy mengerut tubuhnya, membayangkan malam yang
mengerikan di pondok dalam hutan. "Atau lebih buruk lagi," pikirnya.
"Yah, ia tak akan kembali lagi," nyonya Flannery melanjutkan.
"Untunglah, engkau baru sekarang pulang."
"Ketika ia membayangi kami ke rumah di River Lane," kata
suaminya, "aku sudah memperkirakan bahwa ia akan kemari, entah kapan." Terdengar suara cangkir dan piring-piring serta mengalirnya air dari kran yang menghentikan percakapan itu untuk sementara waktu. Kemudian lampu dipadamkan, membuat jalanan masuk itu menjadi gelap gulita.
Seketika itu pula, bayangan di balik pagar tanaman melesat ke arah Ned dan menyerang dari belakang. Ia memukul dengan tepat tengkuk Ned. Pemuda itu jatuh ke tanah tanpa bersuara.
Nancy berteriak, lalu diam ketika pemuda itu menyerangnya pula.
Kini lampu-lampu di dapur menyala kembali, dan pintu
belakang terbuka dan tertutup kembali.
"Siapa yang di luar itu?" terdengar suara Flannery yang berat.
Nancy berpaling ketika tinju pemuda itu mendorongnya ke ubin jalanan masuk, hingga ia jatuh dekat kaki Flannery. Orang itu menangkapnya dengan segera, dan menyeretnya ke halaman belakang.
Kemudian diseretnya ke anak tangga serambi belakang, membiarkan si penyerang melarikan diri.
"Lepaskan," seru Nancy, tetapi orang itu membungkam mulutnya.
"Bagaimana dengan temannya yang di depan?" tanya isterinya.
Nancy meronta-ronta, ketika kedua orang suami isteri itu
mengikatnya di kursi, mengikat kaki dan tangannya demikian eratnya, hingga Nancy kesakitan.
" Kalian tak dapat melarikan diri dari ini semua," kata Nancy.
Nyonya Flannery lalu menyumpal mulutnya dengan sebongkah roti rol.
Nancy menggigitnya, menelan sebagian. Sisanya terpotong,
jatuh ke lantai. "Enak, ya?" Nyonya itu mengejek. "Ini sepotong lagi."
Ia mengambil sebongkah roti yang lebih besar lagi, lalu
menyumpalkannya ke mulut Nancy.
"Di mana mobil Singh?" tanya Nyonya itu kepada suaminya.
"Di sana, di rumah khalwat."
Sementara gadis detektif itu mendengar-dengarkan, berbagai pikiran berputar-putar di benaknya. Apakah hubungan orang ini dengan rumah khalwat? Apakah Ramaswami terlibat dengan mereka dan rumah khalwat itu hanya sekedar kedok saja? Atau, apakah Swami itu hanya diperalat saja?
"Kalau saja suami istri itu mau mengungkapkan lebih banyak lagi, pikir Nancy.
Tetapi mereka naik ke atas, meninggalkan dia hampir dua puluh menit lamanya. Suara langkah kaki yang tergesa-gesa terdengar di lantai atas, meyakinkan Nancy bahwa mereka sedang berkemas-kemas.
Barangkali Ned lebih cepat sadar dari yang mereka perkirakan, Nancy berharap. Tetapi ternyata bukan demikian kenyataannya.
Baru hampir dua jam kemudian pemuda itu siuman kembali.
Rasa sakit menyerang punggungnya, kemudian ia sadar bahwa ia terbaring di jalanan masuk rumah Flannery. Seberkas bunga petunia yang terkait di sepatunya mengingatkan dia akan urut-urutan peristiwa yang dialaminya.
"Nancy?" ia menggagap lemah. Tetapi tak ada jawaban.
Perlahan-lahan ia mengangkat kepalanya, dan rasa sakit makin terasa lebih hebat lagi, hingga ia menurunkan kepalanya lagi.
"Nancy, di mana kau?" ia berseru lebih keras lagi.
Tetapi jawaban yang didapat hanya seekor kucing yang berjalan melintas jalanan masuk ke halaman rumah kosong, dan pemuda itu berguling ke sisi. Ia memandangi jendela dapur yang kini telah tertutup. Nancy, yang tadi berdiri di bawahnya sudah tak ada lagi!
Nancy tentu tak akan meninggalkan Ned kalau ia pun tidak diserang!
Siapakah dia itu? Orang yang menyerang Ned juga?
18 Ancaman Kalajengking Demikian terjadi insiden itu, pengemudi mobil keperak-perakan lari menghilang. Ia melarikan mobilnya ke sudut lalu melaju di jalan menuju ke River Heights Theater.
Pertunjukan kelompok Jansen sedang berjalan, dan pemuda itu memperkirakan, bahwa pertunjukan itu tinggal satu jam lagi. Ia masuk ke halaman parkir yang kini tak sedemikian penuh seperti kemarin malam. Ia menghentikan mobilnya di dekat pintu keluar. Ia melompat keluar, tangannya memegang sebuah kaleng yang tutupnya berlubang-lubang kecil.
Sambil menyeringai ia lari ke lobby yang kosong, menunggu sebentar sementara suara musik orkes hendak sampai di akhirnya. Ia lalu membuka pintu sedikit, membuka tutup kaleng, dan keluarlah seekor kalajengking hitam yang besar dari dalam kaleng.
Kalajengking itu merayap, memperlihatkan sapit-sapitnya yang menyeramkan serta sengatannya yang beracun!
Pemuda itu menutup kembali pintu itu dengan perlahan-lahan tanpa diketahui orang, menunggu mendengarkan suara teriakan bila kalajengking itu dilihat orang.
Tetapi binatang berbisa itu merayap di gang pemisah dua
deretan kursi hingga melewati tanda batas tengah-tengah. Tak lama kemudian lampu-lampu panggung menyinarinya, dan beberapa pasang suami isteri yang duduk di deretan paling belakang mulai berteriak-teriak ketakutan.
"Tolong!" jerit seorang Nyonya, sementara kaki-kaki beruas dari kalajengking itu bergerak-gerak melintas di karpet.
Orang laki-laki yang duduk di sebelahnya berteriak mengatasi suara penonton yang semakin riuh: "Ada kalajengking!" ia berteriak.
"Keluar dari pintu samping!" terdengar suara lain berseru.
Sekarang kehebohan itu mulai menimpa pula para pemain.
Dirigen memerintahkan para pemusik meninggalkan tempat orkes, dan para pemain di panggung menjadi kalang kabut. Ketika lampu-lampu ruangan menyala, kalajengking itu merayap ke bawah kursi-kursi yang telah kosong.
"Ini sungguh puncak kekacauan!" seru seorang Nyonya sambil lari keluar dari gedung pertunjukan. "Aku tak mau datang kemari lagi biarpun dibayar!"
Keluhan itu terdengar oleh siapa pun yang melarikan diri ke lobby, takut disengat kalajengking yang berbisa.
"Tenang ... tenang!" manajer festival itu menggagap tak
berdaya. "Kami akan mengatur segalanya."
Tetapi janji-janji yang lemah itu tak terdengar lagi, dan ia hanya memandangi para penonton keluar menuju ke tempat parkir. Di sana, pemuda yang telah melepaskan binatang berbisa itu tertawa! Tetapi ia menunggu hingga mobil yang terakhir pergi, kemudian kembali masuk, sementara manajer itu menelepon polisi.
Manajer itu minta bantuan darurat ketika pemuda itu maju
mendekat. "He, ada apa pak Hillyer?" ia bertanya.
"Wah, Brady," jawab manajer itu. "Ada orang yang melepaskan kalajengking di dalam gedung ini."
"Jahat sekali," kata pemuda itu, menyembunyikan perasaannya ketika melanjutkan: "Apakahanda bermaksud menutup festival ini?"
"Kukira engkau hanya berminat agar kami mau menerima engkau seperti yang kita bicarakan."
"Ya, memang pak," kata Brady.
Pak Hillyer menghela napas dalam-dalam. "Dengan sejujurnya, aku sangsi apakah festival ini dapat dipertahankan lebih lama lagi.
Rombongan Jansen telah memberitahu kepadaku, bahwa mereka hendak membatalkan kontrak." Pemuda itu hampir bersorak gembira mendengar hal itu, tetapi ia menahan diri.
"Jadi kalau Castleton Theater masih menginginkan mereka,"
katanya, "rombongan Jansen akan kembali ke sana."
"Kami telah menghadapi pelbagai masalah semenjak
rombongan Jansen itu tiba-tiba menandatangani kontrak."
"Anda tahu, pak, ayahku bekerja sebagai petugas kamar
pengatur suara di Castleton Theater," kata pemuda itu. "Dan ia telah mengatakan segalanya kepadaku."
Hillyer tidak berminat untuk melanjutkan percakapan itu. Ia membiarkan pemuda itu pergi ketika polisi datang. Brady melompat masuk ke mobilnya, memasang radionya, lalu pergi.
************* Sementara itu, Ned berhasil merayap keluar dari jalanan masuk ke rumah Flannery. Ia menyeret kakinya ke halaman belakang, dan melihat kegelapan di seluruh rumah. Ia berpikir, akan mendapatkan pertemuan yang tak menyenangkan bila ia menanyakan tentang Nancy.
Tetapi ketika ia menaiki anak tangga serambi belakang, ia melihat jejak remah-remah roti.
"Aneh!" pikirnya. "Mengapa orang memberi makan burung di
waktu malam?" Ia tak memikirkannya lagi ketika ia mengetuk pintu. Tetapi tak ada jawaban. "Mungkin mereka tak mendengar," pikirnya. Ia lari ke depan sambil menahan rasa sakit di kepalanya.
Ia membunyikan bel pintu berkali-kali. Tetap tak ada jawaban.
Apakah suami isteri Flannery telah pergi?
Ketika Ned kembali ke mobilnya, ia tak melihat ban mobilnya kempes. Ia menyalakan mesin dan menjalankannya. Tiba-tiba ia sadar bahwa sebuah roda berputar pada peleknya. Ia mematikan mesin dan melompat keluar untuk memeriksanya. Penutup pentil ternyata telah dibuka hingga udaranya keluar!
" Apakah penyerangku itu yang melakukannya?" ia berpikir.
Namun, entah bagaimana, gagasan itu sulit diterima. Bagaimana misalnya, orang itu dapat menculik Nancy dan mengempeskan bannya tanpa melepaskan Nancy? Barangkali ada dua orang yang terlibat dalam penculikan.
Sebelum ia dapat memecahkan masalah itu, Ned membuka
tempat begasi dan mengeluarkan pompa. Dengan segera ia
memasangnya pada pentil. Ia melihat ke sana kemari mencari tutup pentil, dan melihatnya telah dilemparkan ke lapangan rumput halaman orang.
Beberapa menit kemudian ia telah dalam perjalanan menuju ke rumah Nancy. Lampu ruangan bawah masih menyala, rupanya untuk menunggu Nancy. Hari sudah menjelang tengah malam, ketika Ned membunyikan bel.
Ia heran, bahwa Hannah yang membukakan pintu, bukan pak
Drew. "Apakah pak Drew sedang tidur?" Ned bertanya, sementara
pandangan pengurus rumahtangga itu menyapu ke belakang pemuda itu.
"Di mana Nancy?" katanya, tak menghiraukan pertanyaan Ned.
"Ia telah pergi."
Dari suara pemuda yang terdengar sedih itu, Hannah tahu
bahwa ada kesulitan untuk menjelaskan.
"Pak Drew menerima telepon yang penting dari polisi," kata Hannah, "Ia telah pergi ke River Heights Theater tiga perempat jam yang lalu."
Ned dengan cepat mengungkapkan apa yang terjadi dengan
dirinya, lalu menambahkan:
"Nancy telah lenyap begitu saja."
"Ya, ampun," Nyonya itu mengernyitkan dahinya. "Lekas,
jangan buang-buang waktu lagi di sini. Lekas cari pak Drew dengan segera."
Pemuda itu keluar dari jalanan masuk, sambil merasakan
peningnya ia mengendarai mobilnya secepat mungkin ke gedung pertunjukan. Ia terkejut melihat ahli hukum itu sedang
mempertahankan diri dari tuduhan-tuduhan manajer festival.
"Ini semua salahmu!" seru Hillyer. Ia menunjuk ke kaleng dan sebuah tempat lain yang kini berisi bangkai kalajengking.
"Engkau sungguh sinting," kata pak Drew dengan suara datar.
"Bagaimana aku ada hubungannya dengan apa yang terjadi di sini malam ini?"
"Semenjak engkau mendesakkan rombongan Jansen agar
melepaskan acara mereka di Castleton "
"Aku tidak memaksa mereka, Hillyer. Kota River Heights
mengajukan tawaran yang telah disetujui para anggota dewan. Aku sendiri misalnya, tak tahu menahu bahwa Jansen telah membuat persetujuan sebelumnya dengan Castleton. Walikota River Heights memberi tahu aku, bahwa ia telah melihat rombongan itu mengadakan pertunjukan di tempat lain, dan ia menyarankan agar kita menariknya kemari. Ketika aku menelepon manajernya, ia hanya memberikan keterangan tentang kontrak yang ditangguhkan. Tetapi apa yang dikatakan kepadaku seperti tidak memuaskan. Bukan salahku kalau mereka justru menerima tawaran kita. Jelaslah, tentu lebih baik dari pada tawaran Castleton!"
Pak Drew berbicara dengan keras menandingi kemarahan
lawannya. "Apa yang kutahu," kata Hillyer, "ialah kita akan rugi besar sekali kalau terpaksa menghentikan festival ini."
"Saudara Hillyer, daripada bertengkar mengenai hal itu, apakah tidak lebih baik kita usahakan mencari siapa yang melakukan semua kericuhan ini?"
Meskipun pak Drew melihat Ned, namun karena panasnya
percakapan serta para anggota polisi yang mengerumuni keduanya, menghalanginya untuk menyapa pemuda itu. Ned pun tak ingin menyela. Tetapi ketika percakapan itu berlanjut juga, Ned mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Katakanlah, tuan Hillyer, apakah anda melihat seseorang yang memasuki tempat ini?" tanya salah seorang polisi.
Manajer itu mengalihkan pandangannya dari pak Drew. "Tidak.
Aku sudah mengatakan sebelumnya."
"Tetapi siapa pemuda yang berambut panjang itu?"
"Ia tentu sedang lewat saja ketika melihat orang-orang bergerak keluar. Ia tahu bahwa pertunjukan belum selesai, karena itu ia ingin tahu apa yang telah terjadi."
"Siapa nama pemuda itu?" tanya pak Drew. Tetapi Hillyer tetap memberikan pernyataan-pernyataannya kepada polisi.
"Kami menginginkan informasi itu, kalau anda tak
berkeberatan," kata polisi itu.
"Brady Tilson."
"Apa hubungan anda dengan dia?"
"Aku tak punya hubungan apa-apa, pak polisi. Aku hanya
menawarkan suatu tugas kepadanya pagi ini."
Sekarang Ned melangkah mendekat. Ia berpikir-pikir: Apakah si pemuda tersebut yang ia dan Nancy ikuti dari Oberson College?
Kalau demikian, dialah yang dicurigai Nancy sebagai penyerang Vince, juru suara dan ahli teknik penyinaran! Apakah ia kembali lagi untuk melepaskan kalajengking itu?
Ketika percakapan itu mengarah ke waktu yang sesungguhnya dari kericuhan itu, pak Drew berkata: "Keterangan yang kudengar saudara Hillyer tadi, Brady datang hanya beberapa menit setelah kericuhan itu mulai ... jadi sekitar jam sepuluh."
"Tepatnya jam sepuluh tigapuluh," kata seorang polisi.
Sepuluh tigapuluh, pikir Ned. Itu hanya sesaat setelah
penyerangan atas dirinya. Apakah mungkin ada hubungan antara kedua peristiwa itu?
19 Persembunyian Tahanan Ned membiarkan percakapan itu selesai sebelum ia mengajak pak Drew ke samping. Manajer festival itu memandang tajam kepada pemuda itu sementara petugas polisi membuat pernyataan-pernyataan yang terakhir.
"Ada apa, Ned?" kata pak Drew, lalu menyambung: "Kukira
engkau mengantarkan Nancy pulang."
"Ti-tidak, pak. A-aku tak tahu di mana dia."
Pengacara itu mendengar suaranya agak bergetar. "Katakanlah semuanya yang telah terjadi, jangan sampai ada yang ketinggalan,"
katanya. Tetapi sebelum mahasiswa itu sempat menyelesaikan ceritanya, manajer festival dan para petugas kepolisian mulai beranjak pergi.
"Semuanya keluar, tuan Drew," kata Hillyer tajam sambil
Nancy Drew Misteri Cincin Ramaswami Karya Carolyn Keene di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendahului menuju ke pintu keluar.
"Kita akan membicarakan lagi besok," kata ahli hukum itu.
?Tidak usah," kata manajer itu.
"Ah, kukira anda tak punya pilihan dalam masalah ini," kata salah seorang polisi dari belakang.
Ketika mereka semua telah ada di luar, pak Drew minta kepada polisi itu untuk menemani dia dan Ned.
"Aku mendengar percakapan mengenai Brady Tilson," kata
Ned kepada polisi yang masih muda itu.
"Engkau mengenal dia?"
"Tidak." "Tetapi anak perempuanku rupanya telah bertemu dengan dia tadi malam," sambung pak Drew.
"Betul," Ned melanjutkan. Ia menjelaskan bagaimana uruturutan kejadian di dalam kamar pengontrol suara, tepat seperti yang diceritakan Nancy kepadanya. "Tetapi ketika kami menemui pak Hillyer pagi tadi, ia tak menghiraukan kami."
"Seperti yang anda lihat, saudara polisi," kata pengacara itu selanjutnya, "Saudara Hillyer menolak untuk mendengar penjelasan dari mulut orang yang bernama Drew."
Polisi itu mengangguk. Ia hendak memanggil Hillyer kembali dari tempat parkir, tetapi hal itu hanya akan membuang-buang waktu saja.
"Kapan kami dapat berbicara dengan anak perempuan anda?"
tanya polisi itu. "Itu adalah masalah lain lagi," jawab Ned untuk pak Drew. Ia menunjukkan bilur di tengkuknya, dan menceritakan bagaimana ia telah diserang dari belakang.
"Nancy sedang berusaha keras pada misteri penculikan pemuda penderita amnesia itu," kata pak Drew. Ia menganggap bahwa peristiwa hilangnya pemuda itu telah diketahui oleh dinas Kepolisian River Heights. "Tadi malam ia dan Ned pergi ke rumah keluarga Flannery."
Polisi itu nampak heran. "Apa hubungan mereka?"
"Yah, kukira Nancy mencurigai Flannery sebagai penyerang
Cliff di rumahsakit," kata pak Drew. "Tetapi ia belum yakin benar.
Apakah engkau telah bertemu dengan orang itu?"
"Ya dan tidak. Kami mendengar ia menyebut nama Nancy,
tetapi kami tak melihat wajahnya. Jadi aku tak yakin seratus persen bahwa dialah yang kami lihat di penginapan."
"Engkau tahu siapa yang melukai engkau?" tanya polisi.
"Itulah yang ingin kubeberkan. Aku punya firasat, mungkin sekali Brady Tilson," kata Ned.
"Bukan Flannery," sela pak Drew.
"Bukan. Pasti bukan. Ia dan isterinya masih ada di dalam ketika aku diserang."
Pemuda itu mengedip-ngedipkan matanya dengan letih, dan ia berjalan dengan gontai sambil mengingat pengalaman sore itu terbayang di benaknya.
"Kami akan menyelidiki rumah Flannery sekarang," kata polisi itu meyakinkan pak Drew. "Mungkin anak anda masih ada di sana."
Meskipun Ned yakin bahwa Nancy sudah dibawa oleh
seseorang, tetapi ia tak mempunyai bukti. Tak seorang pun membukakan pintu ketika ia mengetuknya, tetapi itu tidak berarti bahwa gadis itu tidak terperangkap di dalam.
"Bolehkah aku ikut?" pemuda itu bertanya kepada polisi. Polisi itu menggelengkan kepalanya.
"Jangan menyusahkan aku, nak. Pulanglah dan beristirahatlah baik-baik ... atau engkau mau memeriksakan lukamu itu lebih dulu.
Engkau mungkin mendapat gegar otak, engkau tahu akan hal itu."
Ned bersikeras bahwa ia baik-baik saja, tetapi tak dapat
membaca pada wajahnya yang letih.
"Engkau beristirahat di kamar tamu rumahku malam ini,"
katanya. "Aku akan menelepon keluargamu dan menjelaskannya. Aku yakin tak ada apa-apa."
Pemuda itu mengangguk tanda terimakasih.
"Tetapi bagaimana dengan Nancy?" ia bertanya.
"Kukira, harus kita serahkan kepada polisi saja sekarang ini,"
pak Drew menghela napas. Ia sendiri sangat khawatir tentang keselamatan anaknya, tetapi ia tetap bersikap tenang ketika polisi mengatakan bahwa mereka akan menghubungi dia tak lama kemudian.
Tetapi pada esok berikutnya telepon juga tidak berdering, dan ahli hukum itu lalu menelepon kantor polisi. Ia menjadi tahu bahwa rumah Flannery telah kosong. Piring cangkir yang ditinggalkan begitu saja di tempat pencucian menunjukkan, bahwa para penghuninya buru-buru meninggalkannya. Namun polisi memutuskan untuk
memeriksanya pada siang hari.
Ketika akhirnya Ned bangun, pak Drew menceritakan kejadian tersebut. Ia bertanya apakah pemuda itu ingat salah satu petunjuk tentang di mana Nancy.
"Aku yakin bahwa ia tentu bersama suami isteri Flannery,"
katanya. "Mula-mula aku mengira, bahwa orang yang memukul aku yang menculiknya. Tetapi bila Brady yang menyerang aku, dia tentu tidak akan membawanya ke gedung pertunjukan."
"Yah, kukira polisi juga sampai pada kesimpulan itu," kata pak Drew. "Nah, jadi di mana kira-kira Flannery menurut pikiranmu?"
"Barangkali di Swain Lake Lodge."
Pak Drew mempertimbangkan gagasan itu. "Aku sangsi. Ia
tentu tak ingin dilihat orang di tempat umum dengan tawanannya."
"Kalau begitu, barangkali ...." Ned tak menyelesaikan kalimat itu, berpikir sejenak tentang Phyllis Pruett.
Ia melompat dari kursinya menuju ke telepon. Ia tak tahu nomor telepon Angela, tetapi ia segera mendapatkannya dari kantor River Heights Theater, lalu memutar lagi.
"Angela Pruett?" katanya. "Di sini Ned Nickerson."
Sesaat kemudian Ned telah siap untuk menjemput Angela di
hotelnya. Ia hanya memberikan penjelasan singkat lalu berpaling kepada pak Drew lagi.
"Biar bagaimana pun juga, aku harus menemukan rumah
khalwat Swami itu," katanya. "Sebab, di sanalah kira-kira Nancy."
"Barangkali lebih baik engkau membawa serta beberapa bantuan," kata ahli hukum itu. "Misalnya Bess, George dan pemuda-pemuda itu."
"Bagus sekali," kata Ned. "Apakah bapak hendak ikut juga, pak?"
"Kukira mobilmu sudah akan penuh," kata pak Drew. "Tetapi aku tak ingin ketinggalan. Aku akan membawa mobilku sendiri."
Hampir satu jam yang diperlukan Ned untuk mengumpulkan
teman-temannya. Bess dan George sangat terkejut mendengar tentang penculikan Nancy. Angela pun terkejut mendengar kaitan antara Flannery dan hilangnya adiknya.
"Dan bagaimana dengan Cliff?" tanya Bess. Mereka bertanyatanya dalam hati, apakah mereka memang mengikuti jejak yang benar.
Apakah rumah khalwat itu benar-benar menjadi tempat untuk menyembunyikan para tawanan?
Pak Drew mengikuti rombongan itu dengan mobilnya sendiri, setelah memberikan pesan dengan sungguh-sungguh agar Hannah jangan mengatakan kepada siapa pun ke mana perginya. Tetapi ia memberitahu McGinnis.
Masalah yang sangat mendesak waktu itu ialah, bagaimana
menemukan jalan ke rumah khalwat. Sejak pengalaman yang
mengerikan di jalan setapak, Nancy dan Ned tidak lagi kembali untuk mencari jalan.
"Meskipun begitu," kata Ned kepada teman-temannya, "orang di dekat danau itu tentu tahu salah satu jalannya. Kalau tidak, kita harus menerobos hutan."
"Ya ampun," kata Bess sambil melihat ke matakakinya yang
telanjang. "Semoga kita tidak digigit ular di jalan."
"Engkau seharusnya sudah lebih dulu memikirkannya," kata sepupunya.
"Ya, aku tergesa-gesa, George Fayne."
Dave dengan tak terduga menyela. "Rupanya kalian berdua mulai bertengkar," katanya.
"Kami tak bertengkar," kata Bess membela diri. "George hanya mengingatkan aku."
Dave memonyongkan mulutnya, menelan kata-katanya ketika
George tertawa cekikikan. Sementara itu Burt minta untuk melihat peta yang disimpan Ned di laci mobil.
"Swain Lake tidak jauh dari lapangan terbang," kata Ned kepadanya. Kata-kata tersebut memudahkan mahasiswa Emerson itu mencarinya dengan lebih cepat.
"Aku ingat," kata Burt, "ada sebuah jalan yang menuju ke bukit di sekitar itu."
"Barangkali yang kaumaksudkan ialah jalan yang Nancy dan aku gunakan pada waktu itu," kata Ned. "Itu menuju ke penginapan, bukan ke rumah khalwat, yang kuperkirakan ada di kaki danau, entah di mana."
"Aku jadi berpikir," kata George kepada Bess, "tak ingatkah engkau Nancy mengatakan Cliff ditemukan di dekat lapangan terbang?"
"Ya, betul," kata Bess penuh gairah. "Mungkin sekali ia sedang kembali dari rumah khalwat!"
"Atau sedang ke sana," kata George. "Untuk sekarang hal itu tak menjadi soal, ke arah mana ia sedang berjalan ... pokoknya ia ada di daerah itu."
"Aku usul untuk ke lapangan terbang," kata Bess kepada Ned.
"Akur," kata Angela.
"Mungkin kita dapat menemukan jalan ke rumah khalwat,"
Dave memberi hati kepada sopir mereka.
"Engkau mungkin benar," jawab Ned. Ketika papan-papan nama lapangan terbang telah nampak, ia lalu mengikutinya.
Lapangan terbang itu sendiri telah dipermoderen tahun yang lalu. Terminal-terminal baru telah dibangun, dan menurut laporan-laporan, sebuah lagi akan dibangun tak lama lagi. Pak Drew mula-mula bingung mengikuti mobil Ned, berpikir-pikir mengapa mereka membelok ke arah itu. Namun, ketika pemuda itu melambaikan tangan melalui kaca spion, ahli Hukum itu tahu bahwa ada alasannya.
Tetapi hal itu tak terungkap dengan sendirinya, sampai mereka mendaki jalan yang terjal, membelok menjauhi lapangan terbang ke daerah yang berhutan lebat. Jalan itu menurun menuju ke sebuah selokan, mengelilinginya bagaikan jalur aspal yang sempit, lalu melepaskan diri sepanjang tepian air yang lebar.
"Ha, lihat! Itu tentu Swain Lake!" Seru George kepada teman-temannya.
Ia memandangi sebuah teluk dari danau yang berair biru, lalu melihat sekilas sebuah mobil berwarna coklat yang diparkir di dekat pondok yang besar. Kalau tak melihat mobil itu, ia mungkin tak akan melihat gedung itu, karena kayu-kayunya yang coklat kehitaman samar-samar di antara batang-batang pohon. Sementara Ned
menjalankan mobilnya mendekat, George seperti melihat garis biru di belakang mobil tersebut.
"Bukankah itu mobil Dev Singh?" George bertanya kepada
sepupunya. Meskipun keduanya belum pernah melihat mobil tersebut, tetapi ciri-cirinya cocok dengan yang pernah dikatakan Nancy.
"Aku menjadi iri," kata Ned bergurau.
"Kenapa?" tanya George.
"Yah, kalian berdua rupanya lebih terlibat dalam perkara ini sampai segala hal yang sekecil-kecilnya tahu."
"Tidak semua hal," kata Bess. "Hayo, siapa yang disuruh menyelidiki rumah penginapan itu?"
"Dan mengunjungi rumah Flannery?" sambung sepupunya.
Ned menyeringai. "Sebagai bukti, kepalaku sampai sakit!"
Ia melambatkan mobilnya, memberi isyarat kepada pak Drew
untuk melihat ke pondok di tepi danau.
"Kami yakin, itulah rumah khalwat Swami!" seru Ned. "Jangan berpisah jauh-jauh satu sama yang lain!"
20 Penemuan yang Menggelitik
Pak Drew mengikuti arah jari Ned, dan melihat pondok itu.
Pondok itu berdiri pada suatu ketinggian yang berpasir, beberapa meter dari tepi laut. Ahli hukum itu berkesimpulan, bahwa yang terlihat itu adalah dari arah belakang.
Sementara Ned terus menjalankan mobilnya, ia pun menjadi
tahu bahwa pondok itu bertengger di bawah sebuah tanggul, tertutup rapat oleh pohon-pohonan. Ned hampir saja melewatinya, tetapi suara mesin mobil di bawah mereka memaksa Ned menghentikan mobilnya.
Apakah itu suara mobil coklat yang dilihat George tadi?
Ned menghentikan mobilnya dengan segera, tersembunyi di
belakang rimbunan pinggir jalan. Pak Drew juga berbuat demikian, menunggu suara mesin mobil di kejauhan terus berderum, hingga akhirnya berhenti dengan tiba-tiba.
Kini Ned memimpin di depan bersama ayah Nancy, melintas di jalan. Mereka berjalan di balik pohon-pohonan, dengan pandangan selalu ditujukan ke jendela-jendela pondok. Mereka tak mendengar suara apa pun, sampai terdengar suara ranting-ranting dan daun-daun bergerak di bawah tanggul. Mereka diam berdiri.
Apakah orang yang menghidupkan mesin mobil tadi telah
melihat mereka? Dengan berani Ned melangkah maju, dan suara ranting-ranting itu berhenti. Ia menelan ludah dengan gugup, mengira-ira apakah akan diterkam orang dengan tiba-tiba seperti kemarin malam. Tetapi keadaan tetap sunyi, dan ia melambai ke teman-temannya untuk maju lagi.
"Aku tidak bisa menuruni tebing itu," bisik Bess kepada
George. Ia memandang ketakutan ke kerikil-kerikil yang tajam di bawahnya.
"Yah, kalau begitu engkau kita tinggalkan di sini saja," kata George. Bess melihat ke sekeliling, ke hutan yang sunyi. "Aku takut.
Aku takut," katanya, lalu memegangi tangan Dave.
Seorang demi seorang, demikian pula Angela yang tetap
menutup mulutnya, mereka beriringan di sepanjang lereng, menunduk rendah ketika sepasang mata coklat mengintip dari jendela pondok.
Para tamu itu segera bertiarap di belakang pohon yang tumbang yang terletak melintang di dekat pondok.
Darah George berdegup di dalam urat-uratnya ketika ia
mendongak, melihat seseorang berbalik menuju ke arah mereka. Itulah pak Jhaveri!
Apakah ahli permata itu telah menjadi murid Swami dengan
mendadak? George berpikir-pikir.
Ia segera menundukkan kepalanya, dan mereka menunggu
sambil menahan napas, hingga orang tersebut masuk lagi. Ketika ia masuk lagi, pintunya tidak ditutup rapat. Ned menyelinap ke belakang pondok bersama Burt, sementara yang lain-lain tetap bersembunyi.
Kedua pemuda itu melihat sebuah jendela ruang bawah tanah yang sebagian tertutup oleh semak-semak yang tinggi. Mereka
menyibakkannya, dan melihat beberapa dipan yang tak terpakai, yang terletak miring di lantai yang lembab.
"Tak menarik sama sekali," bisik Burt. Ia mengikuti Ned ke sudut yang jauh, di mana sebuah jendela menampakkan rambut kepala seseorang yang bersandar pada dinding!
Ned merapatkan wajahnya di kaca jendela, berharap dapat
melihat siapa orang tersebut, tetapi warna rambut tersebut menghalanginya di terangnya matahari. Burt menepuk lengannya meminta jawaban, tetapi Ned hanya menggelengkan kepala.
"Nancy? Phyllis?" ia memanggil melalui celah kayu. Tak ada tanggapan.
Yang lain-lain, termasuk pak Drew, sedang akan memutar ke mobil yang diparkir, tiba-tiba suatu suara menghentikan mereka.
"Nah, nona-nona dan tuan-tuan," kata orang itu, gigi-giginya mengkilat ketika mereka menoleh menghadapinya.
"Prem Nath!" seru Bess.
"Ha, kita ketemu lagi!" katanya seperti bergembira.
Ia keluar dari tempat persembunyiannya di bawah tanggul dan mengibas-ngibaskan kotoran dari bajunya.
"Kami mendengar kalian datang," ia menyeringai.
"Kami mencari teman kami Nancy Drew," kata George. "Inilah ayahnya."
"Wah, kami merasa terhormat bertemu anda, pak."
Pak Drew mengangguk kaku. "Di mana anda menyembunyikan
dia?" "Rupanya anda salah mengerti, pak Drew. Anak anda tidak ada di sini." Ia berhenti sejenak.
"Kami orang yang suka damai," katanya, tetapi tiba-tiba suatu jeritan dari atas memecah ketenangan suaranya.
"Polisi datang!" teriak seseorang. "Aku baru saja mendengarnya dari gelombang pendek radioku!"
"Mari lari dari sini!" teriak suara yang lain. Kata-kata itu menyadarkan Prem Nath dari rasa terkejutnya.
Ia melompat ke arah para tamu, mendesak mencari jalan ke
anak tangga depan, tetapi pak Drew menjegalnya.
"Di mana anakku?" ia bertanya lagi. Wajahnya merah karena marah.
"Lepaskan aku!" seru orang India itu.
Pak Drew mendorong orang itu ke arah Bess dan George,
sementara Burt dan Ned lari ke depan, menerkam orang-orang yang hendak melarikan diri ke dalam pondok.
"Siiiip!" seru Bess, ketika Dave menubruk salah seorang dari mereka, hingga jatuh tertelentang.
Ned mengenalinya sebagai Keshav Lal, yang telah menjebak
dia dan Nancy di jalanan setapak.
"Setan tauco!" teriak Ned, kini mengincar Flannery yang sedang lari menuruni anak tangga.
Flannery menghujamkan tinjunya ke rahang pemuda itu, tetapi meleset dielakkan oleh Ned.
Ned menangkap lengannya lalu diputarnya hingga lawannya
jatuh berputar di tanah! Sementara itu, nyonya Flannery menjerit di dalam pondok
ketika tiba-tiba diserang oleh Nancy. Nancy menjeratnya dengan taplak meja di pinggangnya, lalu menariknya keras-keras hingga terhempas di kursi.
"Nancy!" seru George dan Bess ketika mereka melihat
rambutnya. Keduanya melompat melewati orang-orang yang sedang
berkelahi di halaman, dan menghambur naik tangga menuju ke tawanan Nancy. Tiap ujung taplak meja itu diikatkannya pada sandaran tangan kursi.
"Phyllis Pruett dan Cliff juga ada di sini!" kata Nancy kepada teman-temannya.
"He, berbicara tentang Phyllis, mana Angela tadi?" seru George tiba-tiba.
"Angela bersama kalian?"
Pada saat itu, suara sirine mobil polisi datang mendekat, dan beberapa detik kemudian mobil-mobil patroli dengan roda menjerit-jerit berhenti di jalan. Beberapa orang polisi dengan pistol di tangan meluncur menuruni tanggul, lalu menangkap orang-orang yang telah dibuat tak berdaya oleh para mahasiswa Emerson bersama pak Drew.
"Angkat tangan!" seru seorang polisi, ketiga penjahat itu berdiri perlahan-lahan.
Mendengar suara Nancy, pak Drew cepat-cepat masuk ke
pondok. "Nancy ... engkau tak apa-apa?" katanya.
"Ah, ayah! Sudah kukatakan, aku dapat menjaga diriku
sendiri!" Nancy tersenyum, matanya terasa menjadi basah.
Ned dan yang lain-lain mengerumuninya.
"Kalian sungguh berani," kata Nancy.'
Ini siasat Ned," kata Bess, hingga pemuda itu menjadi merah wajahnya.
Ia merangkul pundak Nancy dan berkata: "Kukira engkau sudah hilang untuk selama-lamanya "
"Aku? Tak mungkin!" Jawab Nancy. Ia cepat-cepat mencium
pipi Ned, lalu tertegun sejenak teringat kedua tawanan lainnya.
Mereka telah datang dari ruangan bawahtanah, diiringi oleh pak Jhaveri. "Aku juga melepaskan mereka, Nancy," katanya. Sementara Phyllis dan Cliff berhenti di tengah ruangan.
"Cliff!" seru Bess.
"Maaf, harap dibetulkan," kata Cliff sambil tertawa kecil.
"Namaku Randy."
"Jadi, engkau sudah mendapat ingatanmu kembali?" tanya George dengan girang.
"Seratus persen. Begitu aku melihat tempat ini, aku jadi ingat akan segalanya," katanya.
Pak Drew menyuruh mereka datang menemani para anggauta
polisi yang telah memborgol ketiga tawanan mereka; dan sebelum bekas penderita amnesia itu sempat menceritakan pengalamannya, pak Drew bergegas ke tempat Angela Pruett yang menyendiri.
"Kami telah menemukan Phyllis," kata pak Drew tenang.
Melihat adiknya, Angela lari mendatangi dan memeluk adiknya.
"Seharusnya engkau tidak boleh pergi," kata Angela.
"Aku tahu. Maafkan aku."
Mereka saling berbisik-bisik. Sementara itu Nancy
memberitahu pihak polisi, bahwa pak Jhaveri telah membebaskan dia dan kedua tawanan lainnya.
"Rupanya," kata Nancy, "ia merupakan korban yang tak bersalah dari ketamakan kemenakannya, Keshav Lal yang menjadi murid Swami. Sebenarnya ia malah menjadi pembantunya, ketika baru-baru ini Ramaswami pergi ke daerah lain. Ia memergoki Lal telah menggelapkan upeti-upeti berharga dan menjualnya melalui saudaranya, pak Jhaveri.
"Pak Flannery ini pun pernah hendak menjual sebentuk cincin emas yang indah milik Randy. Itulah kesalahan yang besar bagi Flannery."
Teman-teman Nancy melangkah mendekat.
"Kalian tahu," Nancy melanjutkan, "kami telah beberapa kali menceritakan tentang cincin itu kepada pak Jhaveri. Ia melihat ketika Bess dan George mengulurkan cincin itu kepada Flannery, yang pada waktu itu mengaku sebagai Doktor DeNiro. Ketika pak Flannery diminta untuk menjualkannya, ia menjadi takut."
"Aku tahu, seharusnya aku segera mengembalikannya kepada
kedua pemudi ini," kata ahli permata itu. "Tetapi aku takut, benar-benar takut. Kalau aku harus mengatakan kepada mereka bagaimana aku sampai mendapatkan cincin itu, berarti aku harus mengungkapkan Keshav. Ia telah beberapa kali menyuruh aku menjualkan perhiasan-perhiasan. Aku tak pernah menanyainya, dan ia pun tak pernah mengatakan dari mana asalnya. Tetapi ketika ia datang membawa cincin itu, aku segera sadar bahwa cincin itu tentu telah dicurinya dari kedua gadis ini. Sebegitu jauh yang kuketahui, ia adalah Doktor DeNiro dari Oberon College, maka cincin itu kukirimkan ke sana.
Aku berharap, setelah itu tak akan menemui kesulitan lagi."
Sekarang Randy angkat bicara. "Aku sering pergi ke rumah
khalwat itu. Sudah merupakan rumah sendiri bagiku, kukira, karena masa-masa kecilku di India. Orang tuaku masih di sana sebagai misionaris. Sebelum aku berangkat ke Amerika ini untuk belajar, mereka memberikan kepadaku cincin maharaja itu. Maharaja
menghadiahkan cincin itu kepada orangtuaku, sebagai tanda terimakasih atas segala apa yang telah mereka lakukan bagi rakyatnya.
Selanjutnya, aku ingin memberikan cincin itu kepada Ramaswami untuk membantu dia dalam tugas-tugasnya.
" Tetapi pada akhir minggu aku berada di sana yang terakhir kali, aku merasa ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Aku berbicara tentang cincin itu kepada Lal. Aku sebenarnya hendak
memberikannya kepadanya agar disampaikan kepada Ramaswami, tetapi aku mendengar apa yang dibicarakan olehnya dengan Dev Singh."
Randy menoleh ke Prem Nath. "Inilah dia orangnya.
Percayalah, pak Singh, aku ingin tahu dengan pasti bahwa cincin itu benar-benar sampai di tangan Ramaswami!"
Demikianlah, penculik Randy itu demikian cerdiknya, memalsu kartu imigrasi untuk menyembunyikan identitas yang sesungguhnya!
Sungguh cerdik dia, demikian cepatnya ia telah mempersiapkan kartu palsu tersebut, ketika ketiga detektif bersama polisi mendatanginya di River Lane!
"Bagaimana pun juga," kata Randy, "aku menjadi tahu bahwa Lal mulai berdagang dengan kekayaan Swami. Karena itu aku menunggu sampai dapat bertemu sendiri dengan Ramaswami. Ketika aku bertemu, kukatakan segala-galanya tentang Lal. Aku tak tahu, bahwa Lal mencuri dengar. Aku segera pergi. Aku tak punya kendaraan, karena itu aku berjalan kaki ke lapangan terbang, memintas di hutan. Tahu-tahu, aku diserang Lal dan Singh. Tetapi rupanya mereka tak sempat mengambil cincinku yang ada di ransel."
" Mereka memberi tugas kepada Flannery untuk
mendapatkannya," kata Nancy.
Sementara percakapan itu, para tawanan itu menggertakkan gigi dengan geram. Kemudian Phyllis menceritakan pengalamannya.
Katanya, ia melarikan diri dari rumah. "Aku sungguh sedang bingung waktu itu," ia mengungkapkan. "Angela, percayalah! Aku bukan hendak menyakiti seseorang."
"Aku percaya, Phyllis," jawab Angela dengan tenang. Ia
menyuruh adiknya meneruskan ceritanya.
"Aku sedang sangat bingung," kata Phyllis, "sehingga begitu aku mendengar tentang rumah khalwat Ramaswami, aku berpendapat, itulah yang kucari: kedamaian dan ketenangan. Memang sangat indah, sampai aku mendengar suami-isteri Flannery mempercakapkan perihal Ramaswami. Mereka mengatakan bahwa Keshav sedang khawatir bahwa Ramaswami akan mengetahui apa yang telah mereka lakukan."
"Ha, jadi aku berkesimpulan, bahwa Lal menulis pesan-pesan itu agar dianggap berasal darimu, dan aku mengira bahwa engkau baik-baik saja," sela Angela. Ia menatap wajah tawanan yang kedua matanya menerawang kaku seperti tak melihat apa-apa.
"Tentu saja aku ingin sekali memberitahu Ramaswami. Aku tak tahu bahwa Randy telah memberitahukannya," Phyllis melanjutkan.
"Tetapi sebelum aku sempat mengemasi pakaian atau menulis kepadamu, Angela, suami isteri Flannery itu menyeret aku dari kamarku dan memaksa naik ke mobil mereka. Pak Flannery membawa aku kemari dan memasukkan aku ke dalam ruangan bawahtanah. Di sana aku diikat."
Kini percakapan beralih ke hal penyerangan terhadap Ned.
"Aku melihat pemuda yang melakukannya," Nancy mengaku. "Dialah yang juga telah memukul Vince."
"Nah, kalau engkau dapat memberikan identifikasi yang pasti,"
kata ayahnya, "masalah kecil itu juga terungkap."
"Masih ada satu pertanyaan," George menyela. " Siapa yang memanggil polisi sekarang ini?"
"Pengurus rumahtangga anda, tuan Drew," kata salah seorang polisi. "Pak McGinnis berkata bahwa anda telah memberitahu ke mana anda pergi, tetapi nyonya Gruen yang mendesak kami untuk segera bertindak."
"Untung ada Hannah," kata Nancy tersenyum. Sementara itu
para tawanan digiring pergi.
Setelah menghilangnya Randy dan Phyllis terungkap, beberapa hari kemudian masalah-masalah di sekitar River Heights Theater mulai menjadi terang.
Brady Tilson dibawa menghadap untuk ditanyai, dan dengan
segan-segan ia mengakui kesalahan. Dialah yang menimbulkan segala kericuhan di gedung pertunjukan itu karena ia hendak memaksa pertunjukan itu ditutup. Ia mengatakan, bahwa ayahnya telah kehilangan pekerjaan di pavilyun luar Castleton, karena tak berhasil mencari ganti untuk pertunjukan rombongan Jansen dalam waktu sependek itu. Brady menuduh, bahwa sebenarnya River Heights telah mencuri produksi dan penonton Castleton. Karena itu ia bermaksud untuk membalasnya! Pertama-tama ia mencuri daftar pesanan karcis dan sejumlah selebaran yang tertinggal di meja lobby River Height Theater. Ia lalu memberinya cap DIBATALKAN pada selebaran itu dan dikirimkan ke pemesan karcis sebanyak mungkin.
Ketika pak Hyllyer mendengar pengakuan itu, ia mengirimkan surat permintaan maaf pribadi kepada pak Drew dan Nancy, serta menyebutkan bahwa Vince juga membenarkan semuanya. Pada waktu yang sama telepon berdering dari Walikota dan berbagai anggota Dewan Pemerintah Kota, membuat sibuk rumahtangga keluarga Drew. Nancy sampai bertanya-tanya dalam hati, kapan berhentinya banjir permintaan maaf serta pujian-pujian atas mereka.
Namun di tengah-tengah kesibukan itu, Nancy tak dapat
terhindar dari pikiran ke arah mana petualangannya yang akan datang.
Ia tak tahu, bahwa dalam waktu singkat akan menghadapi misteri baru!
Sementara itu, ia akan menikmati pesta yang dipersiapkan oleh Hannah sejak beberapa hari. Ketika Randy datang bersama Phyllis dan Angela, mereka segera mengintip ke dapur. Tetapi pengurus rumahtangga itu segera mengusirnya.
Ia hanya muncul dari dapur ketika Bess, George dan para
mahasiswa Emerson itu datang. Nancy menghitung jumlah piring yang ada di meja, dan melihat ada dua piring ekstra. Tetapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, Hannah meminta mereka supaya
memejamkan mata sejenak.
Nancy Drew Misteri Cincin Ramaswami Karya Carolyn Keene di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita mendapat dua tamu istimewa sore ini!" serunya.
"Halo, Nancy!" terdengar suara kanak-kanak sambil tertawa, hingga semua mata terbuka seketika. Itulah Tommy Johnson, dan Lisa Scotti!
Anak kecil itu kakinya masih dibebat dengan gips, tetapi
dengan bantuan Lisa ia terpincang-pincang cepat ke gadis detektif itu lalu menciumnya.
"Halo, Tommy. Engkau kelihatan sehat benar!" seru Nancy
gembira. Mengetahui, bahwa orang-orang yang bertanggungjawab atas
cedera Tommy itu segera akan mendapatkan hukumannya yang
setimpal, mereka merasa puas, terutama Nancy.
Nancy tersenyum kepada Hannah. "Aku ingin mengucapkan
terima kasih yang khusus bagi orang yang telah mempersiapkan hari yang sungguh istimewa ini bagi kita semua!" katanya.
Semua bertepuk tangan penuh gairah, tetapi menuruti isyarat Hannah, tepuk tangan itu lalu dialihkan kepada Nancy.
"Engkau memang berhak atas tepuk tangan ini," bisik Ned
kepada gadis detektif itu. END
Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang 1 Pendekar Naga Geni Harta Tanjung Bugel Pesanggrahan Goa Larangan 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama