Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong Bagian 7
bersorak-sorai mengucapkan terima kasih kepada
guru yang baik berhati siluman itu.
Ketika perjamuan telah hampir selesai, mendadak seorang intel perempuan yang ditugaskan dibawah gunung, datang berlarian
menghadap si tosu siluman, ia melaporkan :
"Dibawah gunung tampak banyak orang-orang
asing yang bergerak mendaki gunung, dengan
membawa Iampu-Iampu penerangan......"
Liok Hap Tojin mendengar berita itu, tanpa
disadarinya, ia berkata sambil tertawa : "Bagaimana ? Apakah ramalanku meleset?
Sudahlah sekarang mereka sudah datang, cepat
panggil Toa-touw jie Kak Cun datang kemari !"
474 Berbarengan dengan akhir ucapannya seorang
tosu yang berusia kurang lebih -lebih 8 tahun dan
mempunyai wajah bengis berwarna ungu, telah
muncul memberi hormat pada Liok Hap tojin!
Liok Hap tojin mengetahui muridnya yang tertua
datang, ia segera berkata memberikan pesan-pesan
yang perlu kepada sang murid, bagaimana harus
berbuat, apa yang harus dilakukan lebih dulu, apa
yang harus dilakukan kemudian dan seterusnya,
semua pesanan itu diberikan sangat wanti-wanti
sekali, juga ia menasehati supaya Kak Can jangan
terlalu memandang rendah pada musuhmusuhnya yang datang menyerang.
Setelah itu ia memanggil pula beberapa murid
tertua dari bagian belakang, murid itu bernama It
Bok tojin, kepada sang murid dari bagian belakang
Liok Hap tojin juga memberikan petunjuk-petunjuk
yang perlu, setelah itu lalu ia memanggil lagi 9
murid dari bagian depan dan 9 lagi dari bagian
belakang hingga mereka berjumlah 18 orang, pada
mereka Liok Hap tojin juga memberikan petunjukpetunjuk yang perlu.
Setelah semua persiapan selesai diberikan
barulah Liok Hap tojin menyuruh mereka turun
gunung untuk memberikan perlawanan terhadap
orang-orang yang datang menyerang.
Sekeluarnya dari dalam kelenteng Kak Cun dan
It Bok lalu berdamai, mereka lalu memencar sutesutenya untuk melakukan penjagaan setelah
diambil keputusan Kak Cun yang lebih dulu turun
gunung untuk melakukan perlawanan kepada
orang-orang yang sedang datang menyatroni
475 gunung musuh. mereka sambil menyelidiki kekuatan O o dkz o O Kita kembali kepada rombongan Sin-kiong-kiam
Ong Pek Ciauw yang telah mengatur persiapan
menyerang keatas gunung Ouw-ong-san guna
membasmi si Tosu siluman yang telah berbuat
banyak kejahatan dan juga menolong jiwa Liong
Houw dari cengkeraman si manusia siluman.
Pie tet Sin-kay memberikan tugas kepada para
anggota pengemis tang jumlahnya ternyata sudah
terkumpul 100 orang lebih.
Perlahan-lahan sang surya tenggelam dibarat,
hari sudah menjadi gelap. Semua anggota
rombongan para jago menangsal perutnya.
Selagi mereka sedang makan, tiba-tiba berlari
datang seorang anggota pengemis yang ditugaskan
memata-matai gerakan para tosu siluman diatas
gunung, anggota pengemis itu memberikan laporan
bahwa diatas gunung sudah tampak banyak
tengloleng yang terang benderang, tampak juga
disana berkelebatan bayangan-bayangan orang.
Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw mendengar
laporan anggota pengemis itu tanpa disadari ia
tertawa lalu berkata : "Saudara-saudara sekalian !
Harap jangan gugup tidak keruan, gerakangerakan itu adalah ilmu siluman yang mereka
sedang atur untuk menghadapi serangan kita,
makanlah dulu." 476 Setelah mendengar perkataan Sin-kiong-kiam
Ong Pek Ciauw, anggota pengemis itu lalu
berangkat kembali keposnya dimana ia bertugas.
Tapi tak lama kemudian anggota pengemis tadi
balik kembali kedalam perkemahan dengan
mengatakan bahwa diatas gunung telah datang
seorang tosu muda yang ingin bertemu dengan
pemimpin rombongan, karena ada sesuatu yang
akan dibicarakan. Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw memandang
kearah Koang-koang Sin-kay dan Pie-tet Sin-kay.
Pie tet Sin-kay berkata : "Tentu itulah utusan si
tosu siluman yang hendak menyelidiki keadaan
kita, mari kita pergi kesana untuk melihat macam
apakah rupa tosu itu? Berbentuk manusia ataukah
bagaimana?" Ong Pek Ciauw lalu menganggukkan kepala
kemudian bersama-sama dengan Thio Thian Su,
Koang-koang Sin-kay daa Pie-tet Sin-kay, si
pengemis cilik Ho Ho dan para anggota pengemis
lainnya mereka naik ke-atas gunung dengan
menunggang kuda. Ketika Ong Pek Ciauw telah sampai diatas
jurang, mereka menampak diatas berdiri berbaris
empat orang berbadan tinggi besar yang gaib,
tingginya rata-rata 18 kaki, dibadannya semuanya
memakai pakaian perang jaman kuno, dari
matanya tampak mengeluarkan sinar mata yang
bengis, ditengah-tengah empat orang tinggi besar
itu berdiri seorang tosu muda yang memiliki muka
bengis, dilihat sepintas lalu saja sudah dapat
477 diketahui bahwa Tosu itu tentulah bukan orang
baik-baik. Ketika rombongan Ong Pek Ciauw tiba sejarak
kira-kira beberapa ratus tindak, Tosu muda itu
tampak mengangkat tangan menggoyang-goyang
kebutannya kesebelah bawah, mulutnya berkata:
"Kalian yang berada disebelah bawah dengan
alasan apa tanpa sebab musabab datang keatas
gunung kedewaan tapal batas dari nabi-nabi untuk
membuat kekacauan." Ong Pek Ciauw mendengar perkataan itu, tanpa
disadari tersenyum dingin kemudian ia bertanya ;
"Aku Ong Pek Ciauw dengan memberanikan diri
ingin mengajukan pertanyaan padamu, apa yang
kau namakan gunung kedewaan itu seumur hidup
aku belum mendengarnya dan dimana letaknya?
Dan apa itu segala tapal batas nabi-nabi !"
"Mm......" terdengar si Tosu muda berdengus,
katanya, "Percuma kalian dijelmakan jadi orang
didalam dunia, memiliki mata tidak berbiji, harus
kalian ketahui bahwa Pun-su mendapat perintah
Liok Hap Tay-su untuk segera membuka kedogolan
kalian rakyat desa seumumnya, kau sebagai
seorang yang sedikit memiliki kepandaian, aku
minta supaya cepat-cepat meninggalkan tempat ini
dan ajak bekicot-bekicot konco kalian pergi dari
sini, nanti Pun-su beri ampun pada jiwa anjing
kalian, jika tidak, hmm.....ketahuilah kesaktian
kami tidak ada tandingannya, asal saja kami
membaca sekelumit doa, maka dengan cepat turun
pasukan-pasukan dari langit untuk membasmi
kalian cecunguk, waktu itu keadaan kalian sudah
478 terlambat, meski pun kalian sesambatan minta
ampun jangan harap nyawa kalian masih bisa
bertahan didalam dunia untuk menangsel perut
kalian." Koang-koang Sin-kay berdengus, katanya: "Aku
tidak perduli berapa banyak jumlahnya tentara
langit yang kau akan turunkan, aku si gembel
bangkotan ini tidak takut segala macam ilmu
siluman pejajaranmu, jika pemimpinmu mempunyai keberanian, suruh ia datang kemari,
jangan kau dibiarkan pentang mulut tidak keruan
biarkan Liok Hap Tojin sendiri tongolkan batang
hidungnya, jangan hanya bekoar-koar menakutnakuti orang dengan gertak sambel!"
Si Tosu muda yang bukan lain dari pada Kak
Cun, ketika mendengar ucapan Koang koang Sinkay yang menghina gurunya, hatinya menjadi
murka sekali, dengan suara keras ia memaki ;
"Binatang tua durhaka, jangan banyak bacot ! Aku
segera akan perintahkan empat Malaikat Kim Kong
turun tangan untuk membekuk batang lehermu......" Setelah berkata demikian, Kak Cun segera
berkemak-kemik, mulutnya membaca doa, dan
berbareng dengan itu segera bergerak dua orang
tinggi besar yang berdiri disebelah kirinya, dengan
senjata masing-masing berbentuk pedang dan
ruyung kedua makhluk aneh itu menyerang maju
laksana terbang, dengan mengeluarkan gerengan
yang keras menyerang kearah Koang koang Sinkay.
0)0o?d^w?o0(0 479 Jilid ke 11 KEJADIAN itu didalam malam gelap betapa tidak
membuat rombongan pengemis menjadi ketakutan
setengah mati, sehingga wajah mereka berubah
pucat pasi sedang tubuh mereka tampak
gemetaran. Ong Pek Ciauw, Pie-tet Sin-kay, Koang koan Sinkay, Thio Thian Su dan si pengemis cilik Ho Ho
yang sudah mengenal siapa tosu itu sama sekali
tidak merasa takut. Thio Thian Su mengeluarkan dua bilah pisau
belati yang sudah dipolesi darah anjing hitam.
Serr.......serrr. dua bilah pisau terbang
meluncur dengan kecepatan kilat tepat mengenai
sasarannya, menembus kedua badan Kim Kong
jejadian tadi. Sungguh sangat ajaib sekali, kedua tubuh
malaikat Kim Kong yang masing-masing tertancap
sebilah pisau belati Thio Thian Su, tubuh itu
berubah seperti dua ekor kerbau bergulingan jatuh
menggelinding kedalam sungai lalu hancur
berantakan. Lenyap ditelan kegelapan.
"Ha, ha, haaaa." terdengar Ong Pek Ciauw
tertawa berkakakan, katanya : "Panglima siluman
langit ternyata telah menjadi setan tanah ! Tosu
siluman, apakah kau mengetahui kematian telah
berada didepan matamu.........."
480 Belum lagi ucapan Ong Pek Ciauw selesai, tibatiba meluncur datang lagi dua malaikat Kim Kong
sebesar kerbau, menyerang kearah mereka.
Dengan cepat si pengemis cilik Ho Ho
melemparkan dua biji keliningannya yang juga
sudah diolesi darah anjing hitam, tepat mengenai
kedua siluman malaikat Kim Kong tadi, tanpa
ampun lagi si Malaikat Kim Kong yang sebesar
kerbau itu menggelinding bergelundungan jatuh
kebawah jurang dengan mengeluarkan suara
gemuruh, badan mereka lalu hancur berantakan
menjadi satu dengan tanah pegunungan.
Sebetulnya apa yang dinamakan Malaikat Kim
Kong itu adalah orang-orangan yang dibuat dari
tanah, dan hanya bisa mengelabui mata orang.
Anggota-anggota pengemis yang tadinya merasa
ketakutan dengan munculnya Malaikat Kim Kong
ditengah malam diatas pegunungan setelah mereka
menyaksikan dengan mata kepala sendiri sang
malaikat dengan mudah bisa dihancur leburkan,
mereka lalu bertepuk sorak, berteriak-teriak gegap
gempita menyaksikan kemenangan itu. Membuat
keadaan malam dipegunungan menjadi riuh.
Kejadian itu membuat hati Kak Cun tambah
mendongkol, kegusarannya telah melewati takeran,
selagi ia hendak menggunakan ilmu siluman
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lainnya untuk menyerang menghajar orang-orang
itu, tiba-tiba pentungan Pie-tet Sin-kay yang telah
diolesi darah anjing hitam menyambar kearah
kepala Kak Cun. Mengetahui datangnya bahaya elmaut mengancam jiwanya, Kak Cun lompat berkelit,
481 tubuhnya melesat masuk kedalam sebuah lubang
batu gunung yang banyak terdapat di situ. Lenyap
ditelan kegelapan malam. Terdengar si pengemis cilik Ho Ho mengejek :
"Hoat-sut pengecut! Kau sungguh tidak beda
dengan ayam sayur ! Hi hi hi, Kak Cun hayo
keluarkan lagi ilmu silumanmu, mengapa kau
sembunyi dilubang gelap, jika kau tidak punya
nyali, dari siang-siang saja sebaiknya kau
mengkeretkan kepala kura kuramu.....!"
Kak Cun yang mendengar ejekan itu, ia gusar,
kembali berkemak-kemik membaca doa, dan
setelah itu satu setan yang tinggi besar yang
mempunyai mata sebesar baskom, mulutnya
sebesar tempayan, giginya sebesar pisang ambon
menonjol keluar, sedang suara napas setan itu
memburu seperti kerbau dipotong, dengan sepasang tangannya yang sebesar batang pisang dan
kuku-kuku runcing seperti golok dengan kecepatan
laksana terbang si-setan jejadian menyerang
kearah si pengemis cilik Ho Ho.
Si pengemis cilik Ho Ho yang mendadak
mendapat serangan demikian segera mengelak.
Setan tinggi besar itu begitu
sasarannya, tubuhnya terus sempoyongan kesebelah belakang.
kehilangan meluncur Thio Thian Su yang kebetulan berada dibelakang
si pengemis cilik Ho Ho, segera menggerakkan
pisau belatinya, menyambar tubuh setan itu.
"Begggg!" 482 Terdengar suara benturan yang keras sekali,
dibarengi dengan rubuhnya setan tinggi besar itu.
Ketika ditegasi ternyata setan tinggi besar itu tidak
lebih dan tidak bukan adalah sebatang dari kayu
kering yang dicat lima warna!
"Tosu siluman ! Kau masih memiliki berapa
macam permainan apa lagi, hayo cepat keluarkan!
Aku ingin menonton," berkata si pengemis cilik Ho
Ho, "Siluman jejadianmu ini tidak berguna, cepat
kau keluarkan yang lebih hebat dan lebih seram
lagi haaaa.." Kemarahan Kak Cun sudah tidak bisa ditahan
lagi sudah meluap keluar dari takerannya, ia
berpikir akan mengeluarkan ilmu silumannya pula
tapi segera ia menyadari cara demikian tidak ada
gunanya pula, toch semua ilmu-ilmu silumannya
sudah bisa dipunahkan mereka. Hati si tosu muda
heran tidak mengerti, bagaimana rombongan
orang-orang ini bisa memecahkan ilmu silumannya
yang selama ini dibanggakan.
Setelah berpikir bolak-balik, Kak Cun merasa
ketakutan, membalikkan tubuh melarikan diri
keatas gunung. Tapi baru saja kakinya melangkah tiba-tiba
tubuhnya rubuh terjungkal dan mampus disaat itu
juga. Ternyata Thio Thian Su yang menyaksikan Kak
Cun melesat pergi, dengan menggunakan dua bilah
pisau terbangnya menyambar tubuh si siluman
hingga tubuh siluman itu terjungkal rubuh.
483 Pisau pertama diluncurkan tepat mengenai geger
si siluman Kak Cun sedang yang kedua tepat
mengenai sasaran yang berbahaya telah menancap
ditengah-tengah geger sehingga tembus kehatinya,
maka dengan tanpa ampun lagi tubuh Kak Cun
terjungkal terbanting kebawah jurang, sedang
jiwanya lantas menghadap Giam-lo-ong.
Kejadian matinya Kak Cun membuat para adik
seperguruannya yang berjumlah 10 orang menjadi
ketakutan setengah mati, karena mereka telah
menyaksikan sendiri sang Toa suheng telah binasa
dengan mudah oleh lawan-lawan yang datang
menyatroni gunung mereka, maka mereka
berunding satu sama lain dan mengambil
keputusan untuk kembali keatas gunung guna
memberikan laporan kepada sang suhu, sedang
tugas menjaga disitu diserahkan kepada Kak Jiong.
Waktu itu hari sudah mulai terang tanah akan
tetapi karena kabut disekitar puncak gunung itu
amat tebal, maka sinar matahari belum tertampak
muncul sehingga keadaan tetap gelap seperti
malam buta. Ong Pek Ciauw cs, ketika mengangkat kepala
memandang keatas puncak gunung, ia menampak
seorang tosu kecil yang sedang menjaga dengan
sikap ketakutan, maka mereka mengetahui bahwa
kawanan tosu siluman sudah pergi memberikan
laporan kepada Liok Hap tojin tentang kekalahan
yang telah diderita malam tadi.
"Pie-tet !" berkata Koang-koang Sin kay, "Apakah
kau sudah mengetahui bagaimana rupa itu tosu
484 siluman ? Apakah memiliki kepandaian yang hebat
?" "Sudah tentu !" jawab Pie-tet Sin-kay sambil
menganggukkan kepala, "Kalau dikatakan kepandaian si tosu siluman itu jauh lebih hebat
dari pada muridnya Kak Cun yang hanya pandai
gegares saja, tapi mengapa sampai saat ini Ceng it
Cinjin belum kelihatan muncul ? Bagaimana kalau
sekiranya si tosu siluman, karena meramal
keadaan pihaknya yang buruk ia segera mengeluarkan ilmu silumannya yang hebat untuk
melarikan diri? Bukankah itu berarti membuat
kerja percuma saja tanpa hasil yang memuaskan ?"
"Menurut pendapatku, Ceng-it Cinjin pasti
sudah tiba," selak Ong Pek Ciauw, "Akan tetapi ia
tidak mau menunjukkan muka secara terangterangan, kuatir kalau si tosu siluman itu begitu
melihat Ceng-it Cinjin segera kabur, kukira Ceng-it
Cinjin menggunakan ilmunya sedapat mungkin
untuk membekuk siluman itu........"
Berkata sampai disitu dengan mendadak mereka
menampak segumpalan awan yang menggelusur
dari sebelah timur, semakin lama menjadi semakin
tebal, dan menutupi seluruh alam disebelah timur,
angin yang bertiup keras sekali, bisa diduga tidak
lama kemudian akan turun hujan besar.
Ketika awan tebal telah sampai diatas kelenteng
Ouw-hong-ko-sat, dari atas udara tiba-tiba
terdengar suara guntur yang berbunyi sangat keras
menyambar kesebelah dalam kelenteng tersebut !
Blegurrrrrrrr........... 485 Liok Hiap tojin yang sedang duduk, ketika
menampak ada guntur menyambar kedalam
kelenteng, tidak terasa pula ia jadi gugup sehingga
mukanya menjadi pucat laksana kertas, dengan
gugup ia lompat turun dari tempat duduknya lalu
menjambret kelenengan yang segera digoyangkan
berulang-ulang. Klenong, klenong, klenong, klenong......
Mendengar suara kelenengan itu dari kamar
sebelah timur dan barat bermunculan 40 lebih
orang perempuan muda menghadap tosu siluman
Liok Hap Tojin. Liok Hap Tojin ketika menampak murid-murid
perempuannya telah muncul dengan suara keras
berkata : "Bencana telah tiba, bencana itu akan
menimpa diri kalian, bilamana kalian masih ingin
hidup menyelamatkan jiwa masing-masing, lekas
buka pakaian yang menutupi tubuh kalian, kalian
harus telanjang bulat, untuk mengusir datangnya
guntur dari langit, dengan demikian guntur itu
tidak akan bisa mencelakakan diri kalian,
lekas........hayo lekas buka pakaian kalian telanjang bulat....... dimana keempat pengawal
perempuanku." Liok Hap tojin mulai gugup.
"Disini," jawab keempat pengawal perempuan
yang mengenakan pakaian ringkas suara mereka
hampir berbareng. "Kau lekas gusur itu mata-mata musuh yang
kemarin kita tangkap bawa ia kemari dan gantung
ditiang bendera yang berada di depan pintu,"
berkata Liok Hap Tojin. "Ia bisa mewakili kalian
untuk menghindarkan dari bahaya kematian."
486 Keempat perempuan pengawal yang berpakaian
ringkas segera berlari pergi menuju kekamar
sebelah barat dan lalu mereka menggusur tubuh
Liong Houw. Blegurrrrr...... Terdengar pula suara guntur menyambar kearah
kelenteng, diiringi dengan sinar kilat yang tidak
hentinya menyambar kearah kelenteng.
Ong Pek Ciauw yang berada dibawah gunung
menampak diatas puncak Ko-sian hong dibukit Kopok-nia sebelah barat terdapat seorang tosu yang
sedang berdiri sambil menggunakan pedang
ditangannya digerak-gerakkan kearah kelenteng
Ouw-hong-ko sat, sedang guntur dan kilat yang
menyambar kearah kelenteng itu keluar dari
pedang tojin itu ! "Pie-tet!" berkata Ong Pek Ciauw sambil
menunjuk kearah jurusan dimana si-tosu memegang pedang, "Kau lihat, diatas puncak Kosian-hong berdiri seorang tosu, apakah itu
bukannya Ceng-it Cinjin dengan pedang gunturnya
menyerang si tosu siluman dengan kekuatan
tenaga gaib." Pie-tet Sin-kay setelah mendengar ucapan itu ia
menoleh kearah jurusan yang ditunjuk, betul saja
disana ia menampak satu tosu yang sedang berdiri
diatas puncak sedang menggerak-gerakkan pedangnya kejurusan kelenteng Ouw-hong-ko-sat.
Suara guntur dan kilat berkeredepan menggetarkan bumi sekitar tempat itu, cahaya
kilat berkelebat menyambar berulang, tetapi
487 guntur dan sinar kilat berhasil ditolak pergi oleh si
tosu siluman yang menggunakan para wanita yang
telanjang bulat sebagai tameng, itulah sebabnya
guntur dan kilat selalu tidak berhasil menghancurkan kelenteng dan isinya.
oo odwo o o Kembali kepada Liong Houw yang digusur keluar
dari kamar tahanan oleh empat perempuan
pengawal si tosu siluman, ketika ia keluar dari
kamar tahanannya, dengan kecepatan kilat
menggerakkan sepasang kakinya menendang
kearah dua pengawal perempuan yang berada
disebelah kanannya. Kontan perempuan itu terjungkal rubuh dilantai
tidak berkutik lagi. Setelah merubuhkan kedua perempuan itu Liong
Houw lalu membalikkan tubuh menggerakkan
kakinya mengirimkan tendangan maut dua kali
kepada kedua perempuan yang lainnya yang
berada disebelah kirinya.
Keadaan dua perempuan itu sama halnya
dengan yang tadi, tubuhnya terjungkal rubuh
dilantai tidak berkutik lagi.
Dikarenakan sepasang tangan Liong Houw
masih dirantai, oleh rantai istimewa si siluman,
maka ia tidak bisa berbuat lebih dari pada itu,
jiwanya masih terancam bahaya maut.
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berbarengan dengan kejadian itu tiba-tiba dari
pintu bunder sebelah barat terdengar suara orang
yang berseru : "Tosu siluman, kematianmu sudah
488 diambang pintu, tapi masih berani berbuat
kejahatan mencelakakan orang baik-baik........"
Baru saja ucapan itu terdengar pula suara guntur.
selesai diucapkan Bleguuurrrr.......... Suara guntur itu keras jauh lebih keras dari
suara yang pertama. Maka terjadilah satu keanehan pula, di tengahtengah udara timbul satu mahluk yang panjangnya
kira-kira ada 5 ? 60 kaki dengan sepasang mata
yang galak diatas jidat binatang itu terdapat satu
tanduk yang bercagak dibawah janggutnya
terdapat beberapa lembar kumis yang tajam,
binatang aneh itu mempunyai empat kaki, ratarata berkuku tajam, binatang itu merupakan
binatang siluman jejadian, tepat pada saat itu,
tubuh si tosu siluman lenyap dari pandangan
mata. Maka lenyap pulalah itu binatang jejadian
yang muncul diudara. Liong Houw yang menyaksikan lenyapnya si tosu
siluman tidak kepalang herannya, selagi ia masih
terheran-heran, muncul Ceng-it Cinjin didalam
ruangan itu, begitu menampak keadaan Liong
Houw yang terantai tangannya Ceng it Cinjin
dengan menggunakan pedang guntur memapas
rantai itu menjadi hancur berkeping-keping.
Setelah tangannya bebas dari rantai yang
mengekang kebebasannya Liong Houw segera
berlari kekamar dimana Lie Eng Eng disekap ia
segera membebaskan sang kekasih.
489 Tak lama bermunculan disana Sin-kong kiam
Ong Pek Ciauw dan kawan-kawan lainnya.
Semua perempuan yang telanjang bulat ketika
menampak perobahan itu, tidak terasa pula tubuh
mereka berkeringat gemetaran mereka berlutut
minta diampuni. "Kalian adalah orang-orang yang telah tertipu
oleh si siluman," berseru Lie Eng Eng kepada
orang-orang perempuan yang bertelanjang bulat.
"Seharusnya kalian memang harus dikasihani,
lebih-lebih keadaan kalian sama dengan keadaan
diriku yang hampir saja dipengaruhi oleh tipu
muslihat dan obat-obat maksiatnya si tosu
siluman, maka kami juga tidak akan menghukum
kalian, nah cepat masuk kedalam kamar
berpakaian." Waktu itu murid tertua si tosu siluman dari
bagian belakang It Bok Tojin begitu melihat guntur
dan kilat selalu menyambar-nyambar diatas
kepalanya sehingga ia jadi ketakutan sekali, dan
cepat-cepat lari kedalam kelenteng untuk minta
bantuan gurunya, tapi siapa nyata sang guru telah
lenyap secara mendadak, ketika tiba didalam ruang
tengah disana ia bertemu dengan Liong Houw yang
baru saja membebaskan Lie Eng Eng.
Liong Houw tanpa ragu lagi menggerakkan
kepalan tangannya menghajar jidat It Bok tojin,
tanpa ampun kepala si tosu muda bonglak
terpecah, darah dan otak berceceran, tubuhnya
ambruk dilantai kelojotan kemudian diam tak
bergerak nyawanya putus seketika.
490 Dibagian ruang sebelah barat beberapa orang
tosu murid si tosu siluman Liok Hap tojin lari
serabutan mereka sangat ketakutan sekali.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan si pengemis
cilik Ho Ho yang juga sudah tiba bersama gurunya.
"Hai tosu-tosu siluman bilamana kalian sayang
jiwamu lekas lucuti senjata masing-masing, jangan
lari serabutan tidak keruan."
Para murid-murid si tosu siluman tidak berani
membantah segera mereka melepaskan senjata
masing-masing dengan tubuh gemetaran berlutut
dihadapan si pengemis cilik Ho Ho.
Liong Houw yang kebetulan baru tiba di tempat
itu, tampak sikap pengecut para tosu murid Liok
Hap tojin, yang sedang berlutut minta ampun,
hawa marahnya meluap menggerakkan kakinya,
menendang satu persatu anak murid si tosu
siluman, bruk, brang, bruluk gedebuk..... terdengar
suara terpentalnya murid-murid si tosu siluman
Liok Hap tojin. Si pengemis cilik Ho Ho yang menyaksikan
perbuatan sang kakak angkat ia tertawa
berkakakan. Menampak kelakuan kedua anak muda itu
Ceng-it Cinjin membentak : "Bocah gendeng,
apakah kau sudah kemasukan ilmu siluman si
tosu keparat...." Mendengar suara bentakan Ceng-it Cinjin, suara
tawa si pengemis cilik Ho Ho terhenti diudara,
wajah Liong Houw merah karena jengah.
491 Pagi itu tampak asap mengepul diatas puncak
gunung Ouw-ong-san, ketiga kelenteng yang
menjadi sarang si tosu siluman musnah menjadi
abu. ?kz? SELESAI sudah pembakaran markas Liok Hap
Tojin si tosu siluman. Lenyapnya dengan mendadak si tosu siluman
membuat para jago lebih prihatin, pasti kelak pada
suatu hari Liok Hap Tojin akan muncul kembali
dengan aneka cara silumannya membuat kegemparan didalam rimba persilatan.
Setelah selesai menjalankan tugas membasmi
sarang Liok Hap Tojin, Ceng-it Cinjin mengajak
para jago turut naik keatas gunung Liong-houwsan
untuk mendengarkan tentang riwayat munculnya Pedang Embun dalam rimba persilatan.
Singkatnya cerita mereka telah
puncak gunung Liong-houw-san pesanggrahan Ceng-it Cinjin.
tiba di diatas dalam Hari itu masih pagi suara kicau burung ramai
disana sini, dimuka pesanggrahan duduk diatas
bangku batu Ong Pek Ciauw, Lie Eng Eng, Liong
Houw, Pie tet Sin-kay, si pengemis cilik Ho Ho,
Koang-koang Sin-kay. Dihadapan mereka duduk bersila Ceng-it Cinjin.
"Thian Su, ambil kotak besi didalam peti batu
disudut ruangan dalam goa, hati-hati jangan
sampai jatuh." "Baik suhu!" jawab Thio Thian Su berjalan pergi.
492 Tak lama kemudian Thio Thian Su sudah
kembali dengan membawa sebuah peti besi yang
berukuran -berukuran 0X30 cm, peti besi itu
diletakkan diatas sebuah batu datar persegi
dihadapan Ceng-it Cinjin.
Ceng-it Cinjin segera membuka tutup peti besi
itu, dari dalamnya ia mengeluarkan sebuah
bungkusan berwarna kuning.
Setelah bungkusan itu dibuka tampak sejilid
kitab kecil yang sudah bulukan disana sini tampak
kitab itu sudah koyak-koyak.
Para jago yang menyaksikan keadaan kitab itu
hatinya tercengang, dengan sepintas lalu saja
dapat dilihat keadaan kitab itu sudah begitu tua
tidak mungkin bisa terbaca lembaran-lembaran
yang terdapat pada kitab itu, sebagai jago-jago tua
Ong Pek Ciauw, Koang-koang Sinkay dan Pie-tet
Sin-kay sudah bisa menduga bilamana lembaran
kitab itu dibuka pasti lembaran-lembaran kitab itu
akan hancur berantakan jadi berkeping-keping.
Selagi para jago tua memperhatikan keadaan
kitab itu dengan perasaan heran dan bingung,
Ceng-it Cinjin sudah berkata: "Kitab ini sudah
terlalu tua sekali usianua, apabila tersentuh oleh
tangan kasar pasti lembaran-lembaran akan
hancur berkeping-keping sehingga tidak mungkin
untuk membaca isinya. Lohu mendapatkan kitab
ini secara sangat kebetulan sekali, pada tigapuluh
tahun berselang, ketika terjadi gempa bumi yang
menimbulkan tanah longsor digunung Thian-san,
lohu menemukan peti besi ini yang tersimpan
dalam sebuah goa batu yang baru saja merekah
493 akibat longsor dan gempa bumi. Menampak kitab
yang sudah begitu tua usianya, lohu merasa
sayang untuk merusaknya, tapi karena keadaan
kini sudah berbeda dan kita membutuhkan
petunjuk dari kitab ini, maka para sahabat rimba
persilatan lohu ajak kemari untuk turut bersamasama menyaksikan dan mendengarkan agar kelak
isi kitab ini dapat diselidiki!"
"Cinjin," tiba-tiba si pengemis cilik Ho Ho
nyeletuk, "Apakah selama kitab itu dibawa-bawa
oleh cinjin tidak menjadi rusak sehingga utuh
sampai hari ini, bisakah cinjin menerangkan
sebab-sebabnya." Ceng-it Cinjin mengangguk-anggukkan kepala
lalu katanya, "Kitab ini bukan dibuat dari kertas
tapi terbuat dari bahan sutra yang halus, meski
pun usianya sudah tua dan bahan sutera itu
sudah lapuk tapi lembaran-lembaran kitab itu
masih menempel satu sama lain, hingga tidak akan
hancur bila tidak terbuka lembarannya. Bilamana
lembar pertama dibuka, maka lembaran itu akan
segera hancur, bila tidak dibuka lembarannya ia
tetap seperti keadaan seperti sedia kala. Ketika
lohu menemukan kitab ini, lohu pernah membuka
selembar kulitnya, maka kulit itu berantakan
hancur berkeping-keping, maka mendapat kenyataan demikian lohu segera masukan kembali
perlahan-lahan kitab ini kedalam tempatnya yang
juga terbuat dari bahan besi yang aneh luar biasa .
. ." 494 "Cinjin," tanya pula si pengemis cilik Ho Ho,
"apakah bunyi lembaran kitab yang hancur
berantakan itu?" "Lembaran pertama yang merupakan kulit dari
kitab itu berbunyi : Hikayat pedang Embun."
"Aaaaaa....." terdengar suara kejut tertahan.
"Kini karena lembaran pertama sudah hancur
maka disini bisa dibaca tulisan pada lembar kedua
yang berbunyi; Riwayat terciptanya Pedang
Embun......" Seterusnya Ceng-it Cinjin dengan suara tenang
membaca lembar demi lembar kitab tersebut,
setiap lembar yang tertarik lembarannya, lembaran
kitab itu segera hancur berantakan, dengan sangat
hati-hati menggunakan tenaga dalamnya Ceng-it
cinjin terus membalik dan membaca setiap lembar
yang masih utuh. Pie-tet Sin-kay, Koang-koang Sin-kay, Sin-kiongkiam Ong Pek Ciauw beserta ketiga jago muda kita
menyaksikan tulisan yang tertera pada kitab itu
dan mendengarkan dengan penuh perhatian akan
riwayat pedang tersebut. Ternyata isi kitab tersebut menceritakan tentang
terciptanya pedang Embun serta rahasia tersimpannya pedang pusaka yang berbunyi
sebagai berikut: Pada 500 tahun sebelum tahun Imlek, di dalam
goa Pek-lok-tong dipuncak gunung Ngo-lo-long
dipegunungan Lu-san, hidup seorang gaib yang
hanya makan buah-buahan dan minum air dari
sumber air diatas gunung, orang gaib itu sama
495 sekali belum pernah makan makanan yang kena
asap api atau makanan dari makhluk bernyawa.
Orang gaib itu sebetulnya adalah seorang yang
sudah memiliki banyak pengalaman dalam ilmu
To, banyak orang-orang mencari orang gaib itu
untuk meminta pelajaran gaib darinya.
Meskipun ada beberapa orang yang mendaki
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gunung berhasil menjumpainya, tapi orang gaib itu
tidak pernah membuka suara melayani mereka, hal
mana membuat orang-orang itu putus asa dan
kembali turun gunung. Jelasnya siapa siapa yang datang kepadanya
sudah pasti tidak akan mendapat pelayanan,
jangankan pelayanan, bicarapun orang gaib itu
tidak pernah. Dengan pengalaman-pengalaman itu, maka tidak
lagi seorangpun yang naik keatas puncak gunung
Lu-san untuk minta pelajaran dari orang itu.
Dikaki pegunungan Lu-san terdapat sebuah
perkampungan kecil yang disebut Hu tian-hong,
dikampung itu hidup seorang anak yatim piatu
bernama Tong Pok, sejak kecil ia sudah ditinggal
mati oleh kedua orang tuanya.
Tong Pok yang hidup sebatang kara terluntalunta dalam kampung itu, telah dipungut oleh
seorang hartawan untuk tinggal didalam rumah
keluarga hartawan itu. Usia Tong Pok waktu itu baru 1 tahun, didalam
rumah hartawan itulah Tong Pok bekerja sebagai
pengembala kambing. 496 Tong Pok yang sudah yatim piatu sebagai
seorang anak yang numpang hidup dirumah
keluarga hartawan, ia juga sangat tahu diri, semua
pekerjaannya dilakukan dengan hati-hati dan teliti,
ia sangat rajin mengurus kambing-kambing
majikannya. Ketika Tong Pok telah bekerja beberapa bulan,
hari itu tepat pada akhir bulan sembilan rumputrumput yang berada disekitar kampung berkurang
dan tanahpun menjadi kering.
Dengan kecerdikan otaknya si bocah angon Tong
Pok membagi kambingnya menjadi beberapa
kelompok untuk mencari rumput.
Bencana tiba-tiba menimpa diri si bocah angon,
karena pada hari itu dengan mendadak ia
kehilangan seekor kambing, sehingga ketika ia
pulang, sang majikan si hartawan memarahinya.
Kejadian hilangnya kambing angonan Tong Pok,
terjadi berturut-turut setiap hari, akhirnya karena
kehilangan kambing-kambingnya si hartawan tidak
hanya memarahi Tong Pok, tapi juga menggebuki si
bocah dengan rotan. Karena pengalaman itu Tong Pok lebih hati-hati
mengangon kambingnya. Sebagaimana biasanya jika matahari sudah
doyong dibarat Tong Pok mengumpulkan kambingkambingnya untuk digiring pulang. Dalam
mengumpulkan kambingnya, tiba-tiba Tong Pok
menampak seekor binatang berkaki empat berbulu
hitam, berbadan lebih besar dari pada anjing, dan
lebih kecil dari babi hutan, melompat dari dalam
497 semak-semak belukar menerkam seekor kambing
dan menyeret kambing itu masuk kedalam rimba.
Menampak kejadian itu, tentu saja telah
membuat Tong Pok menjadi gusar dan gugup,
dengan cepat ia lalu lari mengejar binatang yang
menyeret kambingnya, tapi apa mau dikata,
sewaktu binatang bertubuh hitam itu berlari
dibawah kaki gunung Lu-san memasuki hutan
rimba, mendadak binatang itu lenyap bayangannya. Tong Pok yang merasa penasaran belum
menemukan binatang itu, terus mengejar keatas
gunung dengan harapan bisa menemukan sarang
binatang yang mencuri kambingnya, kemudian
baru ia pulang memberi laporan kepada sang
majikan. Tanpa dirasa langkah kaki Tong Pok membawa
tubuh si bocah sampai dipuncak Ngo lo-long
dimuka goa Pek-lok-tong, dimana tinggal si orang
tua gaib. Begitu Tong Pok tiba dimuka goa, matanya
dibuat silau oleh berkelebatnya seekor binatang
berbulu putih memasuki kedalam goa, dengan
perasaan girang maka ia lalu mengejar masuk
kedalam goa. Tiba didalam goa, pandangan mata Tong Pok
terbentur oleh seorang tua berjenggot putih sedang
duduk, disampingnya berdiri seekor binatang
menjangan berbulu putih. Setelah menyaksikan
dengan jelas bahwa binatang yang berbulu putih
itu adalah bukan kambingnya yang hilang, hati
Tong Pok menjadi jengkel.
498 Karena jengkelnya Tong Pok lalu bertanya
kepada si orang tua yang sedang duduk bersila
disamping menjangan putih itu.
"Lotiang, apakah disini ada seekor binatang yang
berbulu hitam menyeret seekor kambing yang
berbulu putih ?" Orang tua itu selama berdiam didalam goa
belum pernah bicara, mendengar pertanyaan Tong
Pok si orang tua hanya menggelengkan kepala.
Tong Pok mendapat jawaban demikian ia putus
asa, tanpa dirasa air mata meleleh dikedua pipinya
dengan deras sekali. "Sudahlah, kau jangan menangis," terdengar
suara orang tua didalam goa, dengan wajah yang
manis budi, "Bocah kau dari mana ?"
Sambil menangis, dengan suaranya yang
terputus-putus Tong Pok memberikan keterangan
dengan jelas kepada si orang tua apa yang ia alami
selama ini. Orang tua itu setelah mendengar cerita Tong
Pok, ia menganggukkan kepala lalu berkata :
"Kalau kau tidak berani pulang kerumah
majikanmu, biarlah kau tinggal di sini saja
bersama aku." "Bilamana lotiang bersedia menerima aku tinggal
disini," berkata Tong Pok dengan perasaan girang,
"Aku selalu menurut apa yang lotiang perintahkan,
pokoknya semua apa yang lotiang perintahkan asal
aku mampu mengerjakannya, tidak akan aku
lalaikan." 499 Orang tua itu mengangguk, lalu katanya:
"Sekarang hari sudah malam. Kau tutup dulu
pintu goa.'' Tanpa diperintah dua kali, Tong Pok segera
berjalan pergi menutup pintu goa, yang membuat
hati si bocah heran ialah meskipun didalam goa itu
tidak dipasang api penerangan, akan tetapi dalam
ruangan goa di malam hari nampak terang
benderang. Apakah yang menyebabkan keadaan didalam goa
itu terang benderang? Ternyata diatas tanduk manjangan putih
memancar sinar putih yang terang benderang, yang
membuat keadaan dalam goa seperti juga
keadaannya diwaktu siang.
Orang tua itu tampak mengambil segenggam
buah Ouw-co dari paso batu, lalu diberikan kepada
Tong Pok untuk dimakan. Tong Pok memakan buah tersebut, ternyata
buah itu terasa sangat manis dan harum, setelah
ia makan tiga buah, ia merasakan perutnya sudah
kenyang, maka lalu mengembalikan pula sisa buah
itu kepada si orang tua. "Tong Pok kau harus ingat," berkata orang tua
itu sambil tertawa, "Kau telah memakan tiga buah
pemberianku, dengan demikian berarti kau
berjodoh denganku untuk bersama-sama tinggal
didalam goa ini selama tiga tahun, setelah tiga
tahun kau harus pergi dari tempat ini untuk
mencari penghidupan dilain tempat."
500 Tong Pok mendengar ucapan si orang tua tanpa
disadari hatinya menjadi sedih, ia pikir kalau
begitu tadi kumakan saja semua buah itu yang
berjumlah lebih dari 10 buah agar aku bisa tinggal
bersama si orang tua untuk selama 10 tahun.
Si orang tua yang melihat perubahan wajah Tong
Pok, dengan tertawa berkata : "Anak! Kau harus
mengerti, dengan mengandalkan kepada orang
lain, kau tidak nantinya bisa menemukan
penghidupan yang baik, setiap orang hidup
didalam dunia ini harus mengandalkan pada
tenaga sendiri, itulah baru betul. Kau tinggal disini
belajar sedikit ilmu kepandaian yang akan
kuturunkan kepadamu, kelak tiga tahun kemudian
setelah kau turun gunung, kau bisa menggunakan
kepandaian yang kuturunkan untuk menuntut
kehidupan mencari nafkah."
Tong Pok sangat kegirangan, dengan cepat ia
jatohkan dirinya berlutut dihadapan orang tua gaib
seraya menghaturkan terima kasihnya.
Mulai hari itu, Tong Pok tinggal dalam goa Peklok-tong bersama orang tua gaib, dimana dia
mendapat pelajaran dari gurunya untuk membikin
golok dan pedang. Dalam goa tersebut ternyata cukup tersedia baja
dan besi serta lain-lain alat-alat keperluan untuk
membikin golok atau pedang, begitu pula dapurdapur besar untuk membakar bahan besi atau baja
juga tersedia alat-alat lainnya yang komplit.
Mula-mula Tong Pok diberikan pelajaran caracara membakar besi mentah, baru kemudian ia
501 diberi pelajaran bagaimana menempa besi atau
baja yang akan dijadikan golok atau pedang.
Mengingat waktu untuk mempelajari semua
pelajaran-pelajaran itu hanya terbatas pada waktu
tiga tahun saja, maka Tong Pok mempelajari dan
melatih ilmu-ilmu membuat golok dan pedang itu
dengan rajin dan penuh perhatian, semua
pelajaran-pelajaran serta latihan-latihan itu ia
pelajari siang dan malam tanpa bosan atau malas.
Sehingga belum sampai waktu tiga tahun apa
yang diajarkan oleh si orang tua gaib ternyata
sudah dapat dipelajari sampai tamat. Golok dan
pedang yang selama ini ia buat sebagai latihan,
ternyata semuanya sangat tajam luar biasa,
sampai-sampai gurunya merasa kagum atas hasil
kerja si murid. Masa tiga tahun telah dilewatkan, pada suatu
hari sang guru memberikan sebutir benda yang
berwarna hitam bersinar, besarnya kira-kira tiga
kali kepalan tangan orang dewasa.
Tong Pok menerima benda itu yang ternyata
sangat berat, berat-beratnya kira-kira 18 kati lebih.
"Kau jangan sembarang menggunakan benda
ini," kata gurunya dengan sikap sungguh-sungguh,
"Karena sebutir benda ini, adalah baja pilihan yang
kubuat, nama baja ini Kong ceng-wan, barang ini
juga sangat susah didapatkan, karena menilik
kecerdikanmu, dalam waktu tiga tahun saja kau
sudah berhasil meyakinkan seluruh ilmu kepandaian yang kuturunkan kepadamu, maka
aku berikan benda ini kepadamu, kelak pada suatu
hari kau gunakan benda ini untuk membuat
502 sebilah pedang wasiat yang mempunyai ketajaman
luar biasa, yang mana pedang itu kelak dapat
digunakan oleh seseorang untuk membela keadilan
dan kebenaran membasmi segala macam setan dan
siluman yang selalu mengganggu ketertiban dunia.
Hari ini kau harus turun gunung, bawalah semua
pedang dan golok yang selama tiga tahun ini telah
kau buat dengan jerih payahmu, dan juallah
semua itu, uangnya bisa kaubelikan toko, dengan
demikian kau akan punya mata pencaharian untuk
membangun rumah tanggamu."
Tong Pok mendengar penuturan gurunya ia
segera menyimpan Kong-ceng-wan tadi sambil
mengucapkan terima kasih kepada gurunya, lalu
dengan menggendong sebanyak -sebanyak 1
pedang dan 30 bilah golok yang ia buat selama tiga
tahun, meskipun barang itu berat, tapi tenaga
Tong Pok kini sudah bukan lagi tenaga ketika ia
baru tiba di-dalam goa ini pada tiga tahun yang
lalu, kini ia telah menjadi seorang pemuda yang
bertubuh kekar bertenaga besar.
Setelah pamitan dengan gurunya ia lari turun
gunung meninggalkan goa Pek-lok-tong.
Disepanjang jalan Tong Pok menjual golok dan
pedang-pedang bawaannya. Ketika ia tiba dikota Lam-kong-hu, karena
orang-orang melihat semua golok dan pedang
buatan Tong Pok sangat tajam, maka orang-orang
pada berebut membeli barang dagangannya, tidak
sampai tiga hari semua pedang dan golok telah
habis terjual. 503
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Uang hasil penjualan pedang dan golok, ia
belikan sebuah rumah untuk toko dimana ia
memulai kariernya, semua alat-alat keperluan
pembuatan pedang dan golok sudah dibeli semua,
maka mulailah ia melakukan pekerjaan sebagai
tukang pembuat golok dan pedang didalam kota
Lam-kong itu. Golok dan pedang hasil buatan Tong Pok
terkenal tajam dan berkwalitet tinggi hingga dalam
waktu lima tahun, ia sudah bisa mengumpulkan
uang sebanyak 100 tail perak.
Kerajinan serta keistimewaan kerja Tong Pok,
telah membuat perhatian seseorang terhadap
dirinya, maka pada suatu hari malah seorang
penduduk Lam-kong-hu telah memungut mantu
padanya untuk dinikahkan kepada putri orang itu.
Mengingat budi sang guru, pada suatu hari, ia
menceritakan kepada istrinya untuk menyambangi
gurunya, maka setelah membeli buah-buahan yang
segar, Tong Pok dengan pikulan penuh buahbuahan ia mendaki keatas gunung Lu san.
Tetapi setelah Tong Pok tiba digoa Pek lok-tong,
ternyata gurunya sudah tidak berada didalam goa.
Dengan perasaan duka Tong Pok lalu meletakkan buah-buahannya didalam goa, dan ia
lalu berlutut menghadap kelangit, setelah sembahyang baru ia pulang kembali.
Waktu itu toko Tong Pok serta alat-alat yang
dibuatnya pedang atau golok sudah terkenal di
mana-mana, diseluruh pelosok, maka tidak heran
orang-orang dari setiap penjuru kota datang kekota
504 Lam-kong-hu untuk membeli golok atau pedang
buatan Tong Pok. Waktu berjalan sangat cepat, Tong Pok sudah
berusia empat puluh lima tahun, ia hanya
dikaruniai seorang perempuan yang diberi nama
Liam-su Lok-kho (ingat guru nona manjangan).
Nama itu diberikan kepada sang putri dikarenakan
Tong Pok ingat kepada budi dan juga kepada
simanjangan putih. Ketika Liam-su Lok-kho berusia 16 tahun, gadis
itu sangat berbakti kepada ayah ibunya, sehingga
kedua orang tuanya sayang kepada sang puteri
tunggal itu. Untuk melakukan pekerjaannya Tong Pok
mengangkat beberapa orang murid laki-laki yang
dididiknya bagaimana cara menempa besi dan
menempa baja. Pada suatu hari Tong Pok berpikir, keadaan
rumah tangga boleh dibilang cukup baik serta
penghasilan dari pembuatan pedang dan golok
berjalan lancar, juga muridnya yang dilatihnya kini
sudah pandai mengurus sendiri pekerjaannya,
sedang usianya tambah lama tambah tua jua,
tenaganyapun tambah lemah, sedang sebutir baja
Kong-ceng-wan pemberian suhunya belum juga
diolah menjadi pedang wasiat, bila hal ini tidak
segera dilaksanakan, kapan lagi ? Mengingat
tenaganya kini tambah lama tambah lemah. Kuatir
terhadap pesan suhunya yang ia harus membuat
pedang wasiat dari bahan baja Kong-ceng-wan
tidak keburu dilaksanakan, maka ia segera
membuat sebuah kamar terpisah, lalu membuat
505 sebuah dapur untuk mengolah baja Kong-cengwan menjadi pedang wasiat.
Tiga tahun sudah lamanya baja Kong-ceng-wan
didalam dapur pembakaran tapi baja itu tidak
menunjukkan perobahan yang menunjukkan
tanda-tanda akan melumer, selama tiga tahun itu
Tong Pok melakukan pembakaran dan menempa
butiran baja itu, tapi tidak membawa hasil yang
diharapkan, baja itu tetap keras seperti sediakala.
Atas kejadian itu Tong Pok sangat heran sekali,
sehingga sang istri sering memberikan nasehatnya,
agar jangan meneruskan pekerjaannya yang hanya
menghabiskan arang percuma dan membuang
waktu yang tiada artinya.
Tetapi nasehat sang istri tidak pernah didengar
oleh Tong Pok, ia masih tetap melakukan
pekerjaannya tanpa putus asa.
Pada suatu hari kembali sang isteri memberi
nasehat agar ia menghentikan pekerjaannya. Tapi
dijawab oleh Tong Pok dengan sungguh-sungguh;
"Barang ini pemberian suhu atas budi baik suhu,
aku tidak boleh mensia-siakan semua kepercayaan
yang telah dilimpahkan kepadaku, untuk membuat
sebilah pedang wasiat guna diberikan kepada
seseorang yang berguna untuk kepentingan nusa
dan bangsa." Hari dilewatkan sehari demi sehari Tong Pok
masih tetap melakukan pembakaran baja Kongceng-wan yang tidak pernah lumer, setahun sudah
dilewatkan lagi, tapi sang baja tetap tidak mau
lumer. 506 Kejadian itu akhirnya membuat Tong Pok serba
salah, duduk salah berdiri salah, makan dan
minum sudah dilupakannya.
Kadang kala Tong Pok duduk
menung seorang diri seperti gila.
termenung- Liam-su Lok-kho yang menyaksikan sang ayah
sedemikian rupa tingkah lakunya, hatinya merasa
sedih dan duka. Sang putri juga turut membantu ibunya untuk
memberi nasehat kepada sang ayah tetapi semua
itu sia-sia belaka. Pada suatu hari Liam-su Lok-kho berpikir untuk
menolong ayahnya dari kesulitan ini tidak lain
hanya satu-satunya jalan hanyalah membantu
sang ayah agar baja itu segera bisa lumer.
Setelah berpikir begitu siputri tunggal Tong Pok
yang bernama Liam-su Lo-kho diam-diam pada
waktu malam ia masuk kedalam kamar spesial
pembakaran baja itu. Di muka dapur si gadis
berpikir dalam hati: "Sebutir baja ini sungguh
sangat mengherankan apakah didalam dapur ini
ada setan yang mengganggu? Sayang sekali aku
tidak bisa lompat kedalam dapur yang menyala ini
untuk segera mengusir setan yang mengganggu
usaha ayahku." Setelah berpikir begitu, si gadis tiba-tiba teringat
kepada cerita-cerita orang bahwa semua pekerjaan
ada malaikatnya dan juga mungkin pekerjaan ini
telah diganggu oleh si malaikat dapur, sehingga
baja ini tidak bisa lumer-lumer meskipun api
dapur tetap menyala siang dan malam.
507 Mengingat kepada malaikat dapur maka si gadis
lalu berlutut dihadapan dapur yang apinya sedang
menyala, mulutnya berkemak-kemik membaca
doa. Mendadak terjadi perobahan yang ajaib, butiran
baja didalam dapur tampak berputar, tak lama
warnanya juga mulai berubah menjadi merah.
Menampak kejadian itu hati si gadis menjadi
girang tidak kepalang. Tapi tiba-tiba......... Segulungan angin keras berembus masuk
meniup api yang sedang berkobar, api mana lalu
padam butiran baja yang sudah mulai memerah
kembali menjadi hitam sebagaimana warna
asalnya. Menyaksikan keadaan itu hati si gadis panas
membara, ia marah tidak kepalang darahnya naik
ke otak, ia berkata ; "Rupanya betul dapur ini ada
setannya yang mengganggu, mmm.aku akan
bertarung dengan setan kurang ajar ini, hai setan,
aku akan menempurmu mati-matian......"
Setelah berkata begitu, tubuh si gadis lompat
kedalam dapur, alangkah kasihan si gadis harus
mengorbankan jiwanya didalam bara api yang
merah marong didalam dapur.
Ketika si gadis lompat masuk kedalam dapur,
salah seorang murid Tong Pok mendengar suara
gadabrukan, segera ia masuk ke dalam untuk
melihat apa yang terjadi, di sana tampak tubuh
gadis itu sudah terbakar diatas api yang berkobarkobar.
508 Si murid laki-laki itu segera lari keluar
menceritakan apa yang telah terjadi kepada
majikannya. Ketika mereka datang kedalam kamar dapur
tampak asap mengepul-ngepul, sedang tubuh si
gadis yang terbakar sudah lenyap menjadi abu,
sedang baja didalam dapur berputaran, baja itu
kini nampak memerah tanda akan melumer.
Sang ibu yang menampak gadisnya sudah
menjadi abu, ia kalap seperti orang gila lalu nyusul
anaknya menyemplungkan diri kedalam dapur.
Tong Pok yang menyaksikan istri dan anaknya
sudah binasa dengan lompat masuk kedalam
dapur yang sedang berkobar, ia menjadi sedih dan
jengkel hingga ia jatuh pingsan.
Ketika Tong Pok sadar, ia segera ingin lompat
kedalam dapur menyusul istri dan putrinya, tapi
para murid-muridnya menahan maksud sang guru
dan memberikan hiburan hingga Tong Pok gagal
bunuh diri di dapur pembakaran baja.
"Mereka ibu dan anak," kata Tong Pok sedih,
"Lantaran hanya dikarenakan sebilah pedang, telah
mengorbankan jiwa isteri dan anakku yang
tercinta. Beruntung Tuhan merasa kasihan pada
diriku, membuat baja ini menjadi lumer, hingga
pengorbanan istri dan anakku tidak akan sia-sia
belaka, aku bersumpah untuk membuat pedang
ini, jika tidak bagaimana kelak dialam baka aku
bisa berjumpa dengan istri dan anakku yang telah
berkorban untuk pengorbananku ini?"
509 Dengan menanggung sedih dan pilu Tong Pok
lalu membuat sebilah pedang dari baja yang
dilumerkan oleh darah seorang gadis dan seorang
ibu yang dicintainya. Setelah memakan waktu dua tahun lamanya
barulah pedang itu hampir selesai dalam
pembuatannya. Ketika ia sedang melakukan pembakaran pedang
yang hampir jadi itu,tiba-tiba tampak bara api yang
menyala berkobar-kobar merah berubah menjadi
putih, disana mengepul uap putih keudara, sedang
arang besi yang tadinya merah membara kini
berubah menjadi keputih-putihan, disana sini
berterotolan butiran air mengkilat seperti embun
pagi pada bara api, maka tampaklah disana sebilah
pedang yang memancarkan sinar putih yang
mengeluarkan hawa dingin membuat tubuh Tong
Pok menggigil gemetar. Dengan demikian selesailah
pembuatan pedang wasiat yang memakan korban
dua jiwa manusia, seorang dara dan seorang ibu.
Setelah hawa dingin lenyap Tong Pok mengambil
pedang itu dari atas dapur.
Setelah mana ia perintahkan kepada muridmuridnya untuk membuatkan sebilah sarung
pedang. Setelah sarung pedang selesai Tong Pok
mengumpulkan semua murid-muridnya, ia berpesan kepada murid-muridnya agar pekerjaan
itu dilanjutkan, sedang ia sendiri akan segera
meninggalkan kota untuk mengembara.
510 Didalam pengembaraannya Tong Pok berjumpa
dengan seorang imam bangsa Arabia, hasil dari
perkenalan itu Tong Pok selainnya telah mahir
dalam ilmu To juga ia mempelajari ilmu kebathinan
dari imam bangsa Arabia, yang kemudian imam itu
kembali kenegeri asalnya dengan membawa hasil
pelajaran agama To yang ia dapatkan dari Tong
Pok. Didalam goa pertapaannya Tong Pok membuat
tiga bilah pisau belati yang bergagang berukiran
burung Hong, Liong dan Kiam diatas badan pisau
belati itu tertera peta tempat dimana ia bertapa
dan dimana tersimpannya Pusaka Pedang Embun.
O~>d^w<~O CENG-IT CINJIN setelah membaca kitab yang
berisi catatan riwayat Pedang Embun, selembar
demi selembar menjadi abu pada lembar terakhir ia
menarik napas panjang. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, Koang-koan Sinkay dan para jago lainnya mengangguk-anggukkan
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepala mendengar cerita itu.
Mata Lie Eng Eng terbetik dua butir air mata,
tampak juga sepasang mata si pengemis cilik Ho
Ho basah menahan jatuhnya air mata.
Mereka terharu atas pengorbanan ibu dan anak
yang setia kepada ayah dan suami.
"Pengorbanan yang tidak sia-sia," tiba-tiba
terdengar suara Pie-tet Sin-kay. "Tapi mengapa
pisau yang ada hanya dua buah, entah ditangan
siapa lagi yang sebilah berukir gambar pedang.
511 Sunguh berbahaya bila pedang itu jatuh ketangan
sebangsa manusia siluman."
Si pengemis cilik Ho Ho menatap wajah Liong
Houw dengan penuh tanda penyesalan bahwa
kedua pisau belati itu telah dirampas oleh Kim-niomo-ong Gwat Leng dengan akal tipu daya yang
licik. "Paman......." tiba-tiba Liong Houw membuka
suara, "Teecu yang tidak berguna ini telah mensiasiakan kepercayaan paman atas kedua pisau belati
itu......" "Pisau belatinya telah ditipu oleh Kim-nio-mo
ong Gwat Leng," sambung si pengemis cilik Ho Ho.
"Kim-nio-mo-ong Gwat Leng????!!!" terdengar
suara kejut Ceng-it Cinjin. "Ngg, iblis itu sudah
muncul kembali, hebat akibatnya bila pedang itu
terjatuh ditangan iblis wanita itu."
Mata Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menatap
tajam Liong Houw dengan tatapan tidak puas.
Liong Houw yang ditatap demikian juga merasa
tidak puas, sang paman ini baru saja ia kenal,
betul tidaknya kalau Ong Pek Ciauw adalah adik
angkat ayah ibunya belum dibuktikan, kembali
teringat akan tipu muslihat si nenek Sian, maka
muncul pikiran diotak Liong Houw, jangan-jangan
orang-orang inipun berakal licik, penuh tipu
muslihat hingga timbul keragu-raguannya terhadap orang yang berada dihadapannya.
Ditatapnya sinar mata orang-orang sekeliling
satu demi satu, semua menunjukkan sinar ketidak
puasan terhadap dirinya, hanya tampak sinar mata
512 Ceng-it Cinjin, sinar mata itu berbeda dengan sinar
mata para jago yang lainnya, sinar mata Ceng-it
Cinjin penuh dengan rasa welas asih yang penuh
keagungan. Menatap kearah Lie Eng Eng mata sang kekasih
basah digenangi air mata. Sedang si pengemis cilik
Ho Ho menundukkan kepala.
Menampak sikap orang-orang itu, mendadak
tubuh Liong Houw melejit keudara, ia berlari
berlompatan diantara dahan-dahan pohon meninggalkan gunung Liong-houw-san.
Lie Eng Eng bangkit, berbarengan dengan
suhunya Ong Pek Ciauw untuk mencegah
kepergiannya Liong Houw, tapi gerakan mereka
cepat dicegah Ceng-it Cinjin.
"Duduklah, biarkan penyesalannya !" ia pergi melampiaskan Tak lama bayangan Liong Houw sudah lenyap
dibalik pohon dibawah gunung.
Setelah Liong Houw meninggalkan tempat itu, si
pengemis cilik Ho Ho menceritakan semua apa
yang ia ketahui tentang hilangnya kedua pisau
belati yang ditipu oleh Kim-nio-mo-ong Gwat Leng,
juga bagaimana kedua gadis cantik kota Siang-im
beserta kedua orang tuanya sudah diculik oleh
Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang.
Guru dan murid muncul didalam rimba
persilatan menggegerkan ketenangan dunia.
"Hmm...." Ceng-it Cinjin menghela napas, "Kunsee-mo-ong Teng Kie Lang masih mengganas belum
513 bisa dibasmi dari muka bumi, kini muncul pula
gurunya Kim-nio-mo-ong Gwat Leng yang selama
belasan tahun sudah tidak terdengar kabar
beritanya. Hai, bagaimana mendadak para iblis dan
siluman bermunculan kembali pada jaman ini."
"Cinjin !" berkata Koang-koang Sin-kay, "apakah
ada daya upaya untuk membasmi iblis dan
siluman itu ?" Ceng-it Cinjin memandang kelangit baru
berkata: "Semua bisa dilaksanakan, tapi harus ada
syarat-syarat, kepandaian didalam dunia ini tidak
ada batasnya, mungkin kepandaian para iblis itu
sulit untuk ditundukkan, tapi untuk sementara ini
kita hanya bisa membendung kejahatan mereka,
hanya itulah yang saat ini dapat kita lakukan,
kecuali . . . hai . . kecuali Pedang Embun itu . . .
tidak ada lain jalan lagi untuk membasmi dan
memunahkan ilmu siluman."
"Cinjin !" berkata Ong Pek Ciauw, "Tentang
kelima jago Hadramaut itu adakah cara untuk
menghadapi ilmu kebal mereka ?"
Ceng-it Cinjin mengangguk kepala, katanya:
"Kelima jago Hadramaut mencari Pedang Embun,
tentu berita ini telah turun menurun dikisahkan
oleh para pengikut imam yang telah mengetahui
tentang pedang Embun itu hingga mereka
berusaha untuk mencari pedang tersebut dan
menyiarkan bahwa pedang itu adalah pusaka
negerinya. Tapi tipu muslihat itu telah terbongkar
dengan adanya kitab sejarah pedang tadi. Sedang
persoalan untuk menghadapi ilmu kebal mereka,
kukira hal ini tidak sulit. Karena kalau ditilik dari
514 ilmu kebal yang dianut oleh bangsa-bangsa benua
Arabia, mereka menggunakan dasar ilmu kebathinan, meskipun pedang embun belum tentu
dapat membunuh mereka. Tapi berdasarkan
pelajaran-pelajaran dan kitab-kitab kebathinan
yang lohu temukan, ilmu kebal itu tidak sulit
untuk dipunahkan. Untuk menghadapi ilmu kebal
mereka, kalian harus memperhatikan beberapa
soal, yang pertama, kaki kalian tidak boleh
bertatakan apapun, tidak boleh bersepatu atau
lainnya, kulit tapak kaki harus langsung menempel
ditanah. Sebelum menggerakkan senjata untuk
membunuh mereka, semua senjata pedang pisau
atau apapun harus terlebih dahulu dipukulkan
kebumi sekuatnya, nah setelah itu seranglah, pasti
apabila serangan kalian mengenai sasaran tubuh
mereka akan tercincang."
"Ayaaaaaaaa.........."
Setelah mendapat petunjuk-petunjuk dari Ceng
it Cinjin, para rombongan Pie-tet Sin-kay pamitan
turun gunung. Ceng-it Cinjin tidak lupa berpesan kepada
mereka bahwa dalam jangka waktu tiga tahun ia
tidak mau diganggu oleh siapa pun karena dalam
waktu itu Ceng-it Cinjin akan melatih Thio Thian
Su suatu ilmu andalannya, agar sang murid bisa
menggunakan pedang guntur yang sangat luar
biasa itu. o o dw o o LIONG HOUW berjalan dengan langkah kaki
tetap, jiwanya bergelora untuk merebut kembali
dua bilah pisau belati pusakanya yang menjadi
515 milik warisan orang tuanya, juga merupakan peta
dari tersimpannya pusaka Pedang Embun. ia harus
mencari jejak Kim-nio-mo-ong Gwat Leng yang
telah menipunya demikian rupa, ia harus bisa
menunjukkan kepada paman dan kekasihnya serta
para jago-jago tua sahabat karib ayahnya, bahwa
sebagai putra seorang pendekar kenamaan,
darahnya harus memiliki jiwa kependekaran, ia
harus bisa membongkar kemisteriusan lenyapnya
sang ayah dan ibu, ia juga harus sanggup
menuntut balas sekiranya lenyapnya orang tuanya
itu diakibatkan penganiayaan orang-orang rimba
persilatan, entah mereka itu dari golongan sesat
atau yang mengaku dirinya sebagai golongan putih,
bilamana terbukti mereka tersangkut dalam
urusan dengan lenyapnya sang ayah, Thio Liong
Houw bertekad membuat perhitungan.
Hasil pengalamannya selama ia malang melintang mengembara dirimba persilatan dapat
disimpulkannya, bahwa segala tindakan tidak
boleh dilakukan dengan hati lemah dan ragu-ragu,
semua apa yang dihadapinya ia tidak boleh percaya
seratus persen, setiap orang, setiap machluk harus
dicurigai meskipun terhadap diri sang paman atau
kawan-kawan karib sang ayah.
Tipu muslihat akal licik merajalela meracuni
setiap darah manusia yang semuanya kemaruk
terhadap nama besar, serakah terhadap harta
benda. Perjalanan kali ini dilakukan diatas jalan lerenglereng pegunungan, meliwati bukit-bukit curam,
sungai lebar, pemuda kita kembali menuju kearah
516 kota Siao-shia, dimana dikala itulah untuk
pertama kalinya ia terjun dalam pergaulan hidup
manusia. Dari sana ia akan melanjutkan
perjalanannya mendaki lereng-lereng gunung
diatas puncak puncak gunung menuju lembah air
terjun. Hari berikutnya, matahari baru menyorotkan
sinar-sinar masnya, diatas hutan rimba suara
kicau burung ramai bersahut-sahutan, sesekali
terdengar suara gerengan binatang buas serabutan
mencari mangsa. Liong Houw masih menelentangkan tubuhnya
diatas batang pohon, matanya baru saja dibuka
menikmati pemandangan pagi dalam hutan
belantara. Kraakkkkk, bruukkkkk..........
Tiba-tiba saja dahan pohon dimana tadi ia
menelentangkan tubuhnya patah tanpa hujan
tanpa angin. Tubuh Liong Houw yang masih menelentang
diatas dahan tadi, meletik keudara, kemudian
meluncur turun, berdiri jejak disemak-semak
belukar dalam hutan rimba belantara itu.
"Omotohud...... huaahh, haaaa, bocah sial, cepat
kau potes batok kepalamu, aku tidak mau
mengotorkan tangan untuk membunuh dirimu."
Ternyata patahnya batang pohon tadi disamber
oleh sinar merah yang berkeredap, keluar dari
tangan orang yang bicara berdiri dihadapan Liong
Houw. 517 "Tosu siluman," bentak Liong Houw.
Ternyata orang yang datang adalah itu tosu
siluman Liok Hap tojin. "Mmm........" dengus Liok Hap tojin dingin.
"Gara-gara perbuatanmu, markasku dibumi hanguskan, murid-muridku terbunuh, hari ini
kalau aku tidak bisa menyaksikan kepalamu copot
dari tubuhmu, hmmm......hayo cepat kau copotkan
kepalamu." "Tosu siluman, lebih baik kau pecahkan
mulutmu yang bau busuk itu agar tidak ngoceh
tak keruan dihadapanku, kau kira aku takut
dengan segala macam permainan ilmu silumanmu.
Jika kau menghendaki kepalaku, ambillah asal
saja kau mampu.." Kreeelap..... Meluncur sinar merah dari tangan Liok Hap
Tojin menyambar leher Liong Houw.
Liong Houw bergerak cepat sebelum sinar merah
itu menyambar lehernya, tubuhnya mengkeret
kebawah, setelah sinar itu lewat diatas kepalanya
Liong Houw melejit keudara, di tengah udara jari
tangannya bergerak menotok kearah biji mata Liok
Hap tojin dengan ilmu totokan bunga-bunga
berguguran. Entah dengan cara bagaimana mendadak tubuh
Liok Hap tojin lenyap. Begitu tubuh Liong Houw tiba ditanah tiba-tiba
tampak kabut putih halimun mengurung tubuhnya, pandangan matanya menjadi gelap, ia
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
518 tidak dapat disekitarnya. melihat pemandangan alam Liong Houw berusaha membentur kurungan
halimun putih yang mengurung tubuhnya, tapi
setiap kali ia membentur lapisan halimun itu
tubuhnya seakan membentur dinding tembok,
mental balik terhuyung-huyung.
Berulang kali dicobanya, tapi hasilnya sama saja
bahkan kini tubuhnya dirasakan sakit sampai
menyelusup ke-tulang-tulang akibat benturanbenturan yang membabi buta.
Teringat akan bunyi siulannya, maka Liong
Houw segera mengempos tenaga, ia mengeluarkan
siulan yang menggema angkasa menggetarkan
seluruh isi rimba. Begitu suara lengking siulan menggema halimun
yang mengurung tubuhnya pecah buyar kian
kemari, terbawa angin akhirnya lenyap sama
sekali. Kini dihadapannya berdiri si tosu siluman
Liok Hap Tojin. "Mmm, siulan setanmu hebat juga, bocah, tapi
kematianmu sudah tidak bisa dielakkan lagi, ha,
ha, ha........" "Siluman pejajaran ! Tidak perlu banyak pentang
bacot disini, kalau kau mampu, cepat keluarkan
lagi ilmu silumanmu!"
Liok Hap tojin menggerakkan tangannya dari
sana kembali meluncur cahaya merah menyerang
dada Liong Houw. 519 Liong Houw mengelak kekiri, menjejak tanah ia
membal keudara. Kembali sinar-sinar merah menyerang tubuhnya,
kemana Liong Houw bergerak sinar merah selalu
membatangi, si pemuda segera bersiul kembali,
suara siulan itu menggema memecahkan kesunyian didalam hutan itu.
Terdengar Liok Hap tojin tertawa berkakakan.
Berbarengan dengan lenyapnya suara tertawanya tiba-tiba nampak sekeliling rimba itu
terkurung oleh sinar merah membara seakan telah
terjadi kebakaran hebat dalam hutan mengurung
tubuh Liong Houw. Terasa hawa panas menghimpit tubuh si
pemuda, suara siulannya kian lama kian melemah
dan akhirnya lenyap ditelan sinar merah, Liong
Houw dengan menahan rasa panas berputaran
tubuhnya melejit tinggi, tapi sinar merah itu
bergerak mengikuti kemana bayangan si pemuda
bergerak. Kini kepalanya mulai dirasa pening, matanya
berkunang-kunang, tubuhnya limbung, dadanya
sesak, Liong Houw memuntahkan darah tubuhnya
jatuh ambruk ditanah. Terdengar suara gema tertawa Liok Hap tojin.
Kakinya melangkah mendekati tubuh Liong Houw
yang sudah jatuh pingsan tak sadarkan diri.
"Mmm . ." dengus Liok Hap tojin, tangannya
diangkat tinggi, tampak kepalan tangan Liok Hap
tojin memerah seperti bara api, digerakkan
520 menghajar batok kepala Liong Houw yang sudah
pingsan menunggu saat kematiannya.
Blegurrrrrr . . . . Berbarengan dengan gerakan tangan Liok Hap
tojin menghajar kepala Liong Houw terdengar
suara guntur dilangit. Bleguaurrrrrr .. kerelap ....
Hawa udara menjadi lembab, awan yang tadinya
terang benderang menjadi gelap tak lama rintikrintik air hujan jatuh dari langit.
Tubuh Liong Houw yang masih tengkurap
pingsan, tertimpa rintikan air hujan badannya
basah kuyup. Dari balik pohon-pohon didalam rimba melesat
satu bayangan merah mendatangi, begitu bayangan merah menampak tubuh Liong Houw
yang tengkurap pingsan basah kuyup, tangan
bayangan merah bergerak memondong tubuh Liong
Houw kemudian lari meninggalkan tempat itu.
Entah sudah berapa lama Liong Houw
dipondong oleh bayangan merah dalam keadaan
cuaca gelap hujan besar diatas pegunungan, Liong
Houw yang masih pingsan tiba-tiba sadar
kepalanya masih dirasakan sakit dadanya terasa
sesak, ia merasakan tubuhnya tertimpa air hujan,
telinganya mendengar kesiuran angin menderu
karena cepatnya si bayangan merah berlari,
dengan perasaan yang tersiksa Liong Houw samarsamar dapat melihat bentuk potongan bayangan
merah. Ia bisa merasakan bahwa dirinya sedang
dibawa lari oleh suatu machluk berkulit merah,
521 tubuh mahluk itu berwarna merah licin tiada
berbulu, juga tidak berpakaian karena kepala Liong
Houw menghadap belakang, ia tidak bisa
menyaksikan wajah machluk itu. Dalam keadaan
pusing seperti itu timbul rasa herannya,
kemanakah ia akan dibawa oleh machluk merah
ini. Dicobanya bergerak, tapi tenaganya tidak
mengijinkan, terasa dadanya sakit tidak kepalang.
Si bayangan merah melesat bagaikan terbang
melompati tebing-tebing gunung, berlarian terus.
Tiba didalam semak-semak belukar si bayangan
merah menghentikan larinya, tubuh Liong Houw
diletakkan diatas rumput-rumput hijau yang
memenuhi semak-semak belukar, dengan cepat
tangan si bayangan merah bergerak menotok
beberapa bagian jalan darah Liong Houw, setelah
itu, ia menjejalkan sebutir pel berwarna merah
kedalam mulut si pemuda. Kemudian bayangan
merah menepuk-nepuk geger si pemuda.
Samar-samar Liong Houw bisa melihat wajah
bayangan merah, wajah itu merah pucat pasi,
hanya tampak sinar matanya yang memancarkan
cahaya bening. Setelah selesai memberikan pel obat kedalam
mulut Liong Houw, bayangan merah itu melesat
pergi meninggalkan Liong Houw yang tergolek
diatas rumput-rumput hijau.
Tak lama terasa perut Liong Houw bergolak
seakan ada hawa udara hangat berputaran, hawa
itu menyelusuri keseluruh sendi urat-urat ditubuh
si pemuda. 522 Mendadak Liong Houw merasakan tubuhnya
nyaman, segala rasa pening dikepalanya lenyap,
sesak napasnya hilang seketika, dirasakan jalan
pernapasannya kini tidak terganggu oleh rasa yang
menyesakkan akibat benturan halimun dan sinar
merah api yang diciptakan oleh Liok Hap tojin.
Masih terbayang didalam benak pikiran Liong
Houw, bagaimana si tosu siluman ketika
mendengar suara geledek menyambar, ia segera
angkat kaki ngacir menyelamatkan diri, ketika
suara guntur terdengar untuk kedua kalinya
keadaan Liong Houw sudah tidak ingat orang lagi,
ia jatuh pingsan. Kembali mengingat kepada si bayangan merah
yang membawa ia lari ketempat belukar ini, hati si
pemuda heran tidak kepalang, siapakah orangnya
yang telah menolong dirinya dengan menotok
beberapa jalan darahnya dan juga memberikan pel
obat. Meskipun keadaan Liong Houw saat itu dalam
keadaan terluka parah, tapi mata dan pikirannya
masih bisa bekerja, dengan sepasang matanya,
ketika tubuhnya diletakkan diatas rumput hijau
itu, ia bisa menampak wajah si bayangan merah,
wajah itu merah tapi pucat seperti mayat hidup,
hanya sepasang sinar matanya yang tampak
bening tubuh itu merah seluruhnya, tanpa pakaian
lekuk-lekuk tubuh menunjukkan tubuh seorang
wanita yang bertelanjang bulat, hanya anehnya
kulit wanita itu tampak merah, sehingga tonjolan
buah dadanya juga cembungan bagian belahan
paha tampak rata merah. 523 Berpikir bolak balik, hati Liong Houw menggidik
sendiri, apakah ia baru saja berjumpa dengan
setan atau siluman? Atau machluk yang luar biasa
dari luar bumi? Hujan mulai mereda, pakaian putih Liong Houw
basah kuyup. Guna mempercepat waktu dalam perjalanan
menuju kelembah air terjun, Liong Houw membuka
pakaian yang basah kuyup, kini ia hanya
mengenakan pakaian dalamnya berupa pakaian
kulit macan. Perjalanan selanjutnya dilakukan melalui jalanjalan pegunungan yang sepi sunyi, ia menghindari
pertemuan dengan manusia manapun yang hanya
akan menghambat perjalanannya.
Dua bulan sudah ia berkelana dipuncak gunung
dengan memakan buah-buahan untuk menangsal
perutnua serta minum air dari sumber mata air
diatas pegunungan, tapi tempat yang dituju belum
juga ditemui, ia kehilangan arah tujuannya.
Liong Houw berdiri diatas puncak gunung,
disekitarnya hanya tampak puncak-puncak gunung yang mengelilingi tempat itu. Menengok
kebawah, disana tampak awan-awan memutih
menghalangi pandangan matanya, hingga ia tidak
dapat melihat keadaan di bawah gunung.
Angin berembus kencang sekali, seakan hendak
menerbangkan tubuhnya, rambutnya riap-riapan
bergelombang ditiup angin pegunungan, mata dan
pipinya terasa mulai perih tersambar tiupan angin
yang menderu-menderu ditelinganya.
524 Tiba-tiba diatas lamping gunung diseberang
puncak dimana ia berdiri, tampak satu titik merah
bergerak-gerak menyelusup diantara awan-awan
memutih yang mengurung puncak gunung itu.
Hati Liong Houw tergerak, kakinya segera
melesat berlompatan menuruni puncak gunung
dimana ia berdiri, akhirnya ia tiba dibawah kaki
gunung, disana terdapat satu batang kali kecil
yang mengalirkan airnya deras dan bening.
Ternyata kedua puncak gunung itu dibatasi oleh
kali kecil yang mengalir deras dibawahnya.
Melompati kali kecil itu, tubuh Liong Houw
melesat menaiki tebing gunung mengejar kemana
larinya titik merah yang menembus awan
diangkasa puncak gunung tadi.
Keadaan puncak gunung ini hampir serupa
dengan puncak gunung diseberang sana dimana ia
tadi berdiri. Menerobos awan-awan memutih yang mengelilingi lamping gunung, tubuh Liong Houw
melesat terus kearah puncak pegunungan, tibatiba tampak kembali titik merah tadi bergerak
kearah barat dibalik tikungan pegunungan.
Cepat langkah kakinya digerakkan mengejar titik
merah tadi, kini tampak tambah lama tambah
jelas, ternyata titik merah tadi adalah bayangan
seseorang yang berlarian diatas lamping gunung
dengan mengenakan jubah merah.
Setibanya dibalik tikungan bagian barat puncak
gunung, tiba-tiba Liong Houw kehilangan jejak
bayangan tadi. 525 Diperhatikan sekeliling tempat itu, tidak
terdengar derap langkah kaki manusia, hanya
terdengar suara menderunya angin santer
menerjang tubuhnya. Mata Liong Houw menatap jauh ke muka tak
tampak lagi bayangan merah, kini ia memandang
kebawah dimana awan-awan putih menghalangi
pandangannya, terpikir olehnya bahwa bilamana
bayangan merah tadi berlari menuju terus kemuka,
pasti ia dapat melihatnya meskipun betapa cepat
larinya bayangan tadi. Tidak ada lain jalan lagi,
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bayangan itu pasti menuju kearah bawah puncak
gunung, setelah berpikir berputar-putar dalam
otaknya Liong Houw melesat turun menerjang
awan putih lari kebawah, berlarian beberapa saat
tibalah ia disuatu lamping gunung yang penuh
batu-batu gundul tak tumbuh rumput maupun
pohon. Sedang dibawahnya adalah jurang yang
curam. Melongok ke bawah tak tampak dasar jurang,
keadaan disana gelap pekat.
Selagi Liong Houw celingak-celinguk tiba-tiba
terdengar suara tertawa terbawa angin yang
datangnya dari sebelah utara lamping gunung itu.
Mendengar suara tertawa itu, Liong Houw segera
mengejar kearah datangnya suara tawa tadi, ia
ingin mengetahui machluk macam apakah yang
berdiam diatas puncak gunung tinggi terasing ini.
Melalui jalan kecil licin berIiku-Iiku, tibalah ia
dimuka sebuah goa batu dilamping gunung.
526 Liong Houw menghentikan langkahnya, ia
memperhatikan keadaan dalam goa itu, tampak
gelap, tak tertampak bayangan apa pun.
"Masuklah!" tiba-tiba terdengar suara orang dari
dalam goa. Kaki Liong Houw melangkah, tapi cepat langkah
itu ditahan, ia mundur dua tindak.
"Tipu muslihat !" tiba-tiba tercetus ucapan itu
dari mulut Liong Houw. "Hengggg." terdengar dengus dari dalam. "Tipu
muslihat apa, bukankah kau yang bernyali tikus,
tidak berani menerobos masuk."
"Manusia Iicik, keluarlah ! Aku tidak sebodoh
yang kau sangka....keluarlah jika kau manusia
baik, jika tidak goa ini akan kuhancurkan dengan
obat pasang .....!" Orang yang berada dalam goa gelap ketika
mendengar ucapan Liong Houw yang akan
menghancurkan goa dengan obat pasang, tanpa
pikir lagi tiba-tiba ia melesat keluar menyambar
tubuh Liong Houw. 0)0o?d~w?o0(0 Jilid ke 12 TERASA ada sambaran angin Liong Houw
menjejakkan kakinya, melejit masuk kedalam goa.
Hingga keadaan berubah, kini Liong Houw yang
527 berada didalam goa dalam keadaan gelap, sedang
orang yang menyambar tadi adalah itu orang yang
mengenakan jubah merah. "Haaaaa......tua bangka goblok, haaaaa......dari
mana aku memiliki obat pasang, hmmm.....murid
murtad terkutuk, sebagai wakil kaucu Ko-lo-hwee,
sudah sering melakukan perbuatan terkutuk,
binatang buas berbentuk manusia ......" maki Liong
Houw. Ternyata orang berjubah merah itu adalah si
murid murtad Leng-leng Pak su, murid durhaka
Thian-lam-it-Io Kak Wan Kiesu.
Begitu mendengar disebutnya wakil kaucu Ko-lohwee, hatinya Leng-leng Pak-su tergetar, sampai ia
melangkah mundur tiga langkah ketepi jurang.
"Bocah sundel, apakah si tua Kak Wan sudah
menurunkan ilmu kepandaiannya padamu, sehingga kau berani kurang ajar terhadap
suhengmu, hayo cepat keluar kalau tidak tubuhmu
akan hancur berkeping-keping didalam goa."
Teringat akan serangan angin puyuh Leng-leng
Paksu, hati Liong Hauw tercekat, bilamana Lengleng Paksu mengerahkan ilmu pukulan angin
puyuhnya, pasti tubuhnya akan hancur gepeng,
tergencet angin puyuh dan dinding batu dalam goa.
Mengingat akan itu, tubuh Liong Houw segera
melesat keluar. Berbarengan dengan melesatnya tubuh Liong
Houw, dengan membarengi kata-katanya, Lengleng Paksu sudah menyerang kearah dalam goa.
Bledurrrrrrrr....... 528 Terdengar suara batu-batu berhamburan, abuabu kerikil batu bermuncratan keluar pintu goa
dibarengi dengan melayangnya tubuh Liong Houw
terpental jauh keudara kemudian tubuhnya
melayang turun jatuh kedalam jurang........
Dengan mata terbelalak lebar, Leng-leng Paksu
memperhatikan melayangnya tubuh Liong Houw
jatuh kedalam jurang penuh kabut putih menebal.
Cepat Leng-leng Paksu tiarap, kupingnya
ditempelkan kebatu lamping gunung, ia ingin
mendengar suara jatuhnya tubuh Liong Houw yang
hancur lebur terbanting ke bawah.
Lama ....... lama sekali Leng-leng Paksu
merapatkan kupingnya dibatu lamping gunung,
tapi tak terdengar suara apapun.
~d~w~ LlONG HOUW yang meluncur jatuh kedalam
jurang, melayang-layang laksana layang-layang
putus tali, suara angin yang lewat ditelinganya
menderu-deru menambahkan rasa ngeri dan seram
dihati si pemuda. Kaki tangan Liong Houw bergerak-gerak
mengimbangi keadaan berat tubuhnya yang
meluncur, kadang kala tubuhnya berputaran tanpa
dapat dikendalikannya. Akhirnya keadaan dalam jurang menjadi gelap,
karena hari sudah menjelang malam. Tubuh Liong
Houw masih tetap meluncur turun kebawah.
Tiba-tiba kaki Liong Houw yang digerakgerakkan untuk mengimbangi berat badannya,
529 menyentuh sesuatu, ia kaitkan kakinya kearah
benda yang tersentuh, tapi terlambat, tubuhnya
masih meluncur turun, dan kini tangannya
menjambret benda tadi, kreeekkk.......
Liong Houw tidak melihat benda apa yang
dijambretnya tadi, tapi dengan memegangi benda
itu, tubuhnya bergelantungan.
Tenggelamnya sang surya dibarat, berganti
dengan munculnya rembulan menerangi jagat.
Kini samar-samar mata Liong Houw bisa melihat
benda yang dipegangnya adalah sebuah ranting
pohon, tapi juga bukan ranting pohon, bentuknya
seperti akar, tapi alot keras seperti dahan pohon.
Tubuh si pemuda masih bergoyang-goyang
bergelantungan diatas akar tadi.
Dengan bantuan sinar rembulan, Liong Houw
meneliti keadaan sekitar lamping jurang.
Menengok keatas disana sudah tak tampak tepi
jurang, menengok kebawah, tak tampak dasar
jurang, keadaan tebing sekeliling tempat itu licin
berlumut. Menampak lamping jurang seluruhnya berlumut,
hati Liong Houw tercekat girang.
Haaaaa. Inilah lamping jurang diatas lembah air
terjun...... Tapi rasa girang itu hanya sebentar, karena
telinganya tak mendengar suara gemuruhnya air
terjun yang mengalir turun dari puncak-puncak
gunung. 530 Dengan masih bergelantungan bergoyang goyang
diatas akar tadi otak Liong Houw diputar keras.
Akhirnya ia melepaskan pegangan akar yang
menjulur, tubuhnya kembali melayang meluncur
turun. Tapi kali ini luncuran tubuh Liong Houw diiringi
dengan suara siulannya menggema disekeliling
lamping jurang. Suara pantulan gema siulannya hampir-hampir
membuat pecah anak telinganya sendiri.
Tubuh Liong Houw masih meluncur terus, gema
siulan masih berkumandang dilamping jurang,
sayup-sayup mulai terdengar suara riuh mengguruh bercampur dengan suara gema siulan
si pemuda. Mendengar suara mengguruh tadi, hati Liong
Houw girang tidak kepalang, jelas itulah suara air
terjun bergulung-gulung, Liong Houw mengempos
tenaganya, menciptakan suara siulan yang lebih
menggetarkan isi lembah. Suara mengguruh air terjun kian keras jua.
Tiba-tiba terdengar suara jerit yang melengking
dari dasar jurang, dibarengi dengan meluncurnya
sesosok bayangan merah membentur tubuh Liong
Houw. Mendapat benturan bayangan merah tadi, tubuh
Liong Houw yang sedang turun meluncur mental
kemuka, dan byurrr .... Tubuh Liong Houw kecemplung kedalam air.
Byurrrr ..... 531 Terdengar kembali suara benda nyemplung
keair, tak lama tampak permukaan air beriak-riak
bergelombang dua sosok tubuh meluncur ketepian.
Ternyata bayangan merah yang membentur
tubuh Liong Houw yang sedang meluncur turun
adalah seekor monyet berbulu merah.
Monyet berbulu merah pada tengah malam itu
mendengar suara gema siulan diudara, ia
mengenali betul suara itu adalah suara sang
sahabat yang dilepas mengembara pada tiga tahun
yang lalu, begitu tubuh si monyet merah lompat
keluar dari goa didalam pulau ditengah danau,
matanya dapat melihat sesosok bayangan yang
sedang meluncur dari atas jurang dengan mengeluarkan siulannya.
Si monyet merah meskipun hanya seekor
binatang, tapi kecerdikannya tidak kalah dengan
manusia, begitu menampak bayangan yang
meluncur mengeluarkan siulan, serta lapat-lapat ia
melihat tubuh yang sedang meluncur itu lorengloreng, jelas itulah sang sahabat yang sedang jatuh
dari atas puncak gunung. Suatu hal yang membuat bingung si monyet
merah, tubuh yang meluncur itu tepat berada
diatas tepi danau yang berbatu-batu, maka dengan
kecerdikannya, begitu tubuh Liong Houw masih
ditengah udara, cepat si monyet merah melejit
keudara mendorong tubuh Liong Houw menyemplung kedalam danau.
Oood*wooO Keesokan paginya.........
532 Setelah Liong Houw mengetahui bahwa secara
kebetulan akhirnya ia telah kembali kedalam
lembah air terjun,segera ia berdiri dimuka dinding
goa yang terdapat lukisan corat moret. Pada tiga
tahun yang lalu, ia tidak mengerti apa maksud dari
lukisan corat coret itu. Kini dengan jelas ia bisa membaca lukisan yang
terdapat pada dinding goa, itulah tulisan-tulisan
yang diukir oleh jari tangan manusia dengan
menggunakan kekuatan tenaga dalam yang luar
biasa. Setelah selesai membaca tulisan-tulisan itu
Liong Houw mengetahui bahwa dibalik dinding goa
masih terdapat sebuah goa, dalam tulisan itu jelas
menerangkan bagaimana cara membuka pintu
rahasia dinding batu yang menghubungi goa luar
dengan goa yang berada didalam.
Menyaksikan Liong Houw berdiri dengan mata
bergerak-gerak mengikuti lukisan-lukisan yang
terdapat pada dinding goa itu, si monyet merah
berlompatan, tampak ia sangat girang bahwa sang
sahabat telah pandai membaca apa yang tertera
didalam lukisan itu. Setelah selesai membaca tulisan-tulisan tadi,
kepala Liong Houw mendongak keatas langit-langit
goa, disana terdapat sebuah lubang selebar tapak
tangan, lubang itu melekuk kedalam.
Dengan menggunakan batang pohon bunga,
Liong Houw mengorek-ngorek beberapa lama
lubang itu. Setelah mengetahui didalam lubang itu
tidak terdapat binatang berbisa, segera ia lompat,
tangannya dimasukkan kedalam lubang itu,
533 dengan erat ia menggelantung disana. Dengan
sepasang kakinya, ia menjejak dinding goa yang
terdapat tulisan tadi, tepat pada bagian tiga baris
tulisan dari atas, maka tiba-tiba terdengar suara
berkeretekan, diiringi dengan abu-abu mengepul,
dimana dinding goa yang terdapat lukisan gambar
orang sedang melakukan gerakan memukul dan
menendang, dinding itu merekah, dan disana
tertampak sebuah pintu. Si monyet merah yang menyaksikan kejadian itu
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melompat, lalu masuk kedalam pintu yang baru
terbuka tadi. Liong Houw lompat turun, dengan langkah hatihati memasuki pintu raksasa dalam goa itu.
Didalam goa raksasa itu terdapat satu jalan
lorong yang tampak gelap. Dengan memperhatikan
sekitar lorong itu Liong Houw melangkah maju
menyusuri lorong. Berjalan lagi beberapa langkah, lorong itu
membelok kekanan, kemudian membelok lagi
kekanan, terus kekanan, terasa jalan lorong itu
berputar turun kebawah. Diakhir jalan lorong yang berputar menurun
kebawah, yang makin lama makin gelap kini
tampak disudut kiri terdapat dinding batu yang
berbentuk empat persegi berwarna putih. Dinding
batu itu berwarna putih mengkilat, sehingga dalam
kegelapan tampak cahaya yang dipantulkan oleh
dinding batu persegi tadi.
Tangan Liong Houw meraba-raba dinding batu
persegi itu, terasa dingin sekali, keadaan dinding
534 batu persegi itu lain dengan keadaan dinding goa
yang terdapat pada lorong, dinding putih itu terasa
licin. Setelah meraba-raba dinding batu tadi Liong
Houw segera mendorong dinding batu persegi tadi.
Cittttttt........... Dinding batu persegi empat tadi ternyata tidak
berat, dengan mudah Liong Houw berhasil
mendorong dinding persegi putih itu melesak
kedalam, dari sisi-sisi kiri kanan atas dinding yang
melesak tadi memancar sinar putih terang
benderang. Liong Houw segera nyelusup kesela-sela dinding
yang terbuka yang ternyata hanya pas dengan
ukuran tubuhnya. Setelah berada didalam, dinding
pintu putih persegi itu mendadak bergeser
menutup sendiri. Didalam ruangan goa itu jauh berbeda dengan
goa diluar, ruangan goa itu tampak terang
benderang, dinding persegi empat putih mengkilat,
dari dinding-dinding batu itu memancar sinarsinar berkeredapan.
Memperhatikan keadaan didalam goa, di sudut
kanan ruangan, dimana Liong Houw berdiri
tampak seorang tua duduk bersila diatas batu
setinggi satu kaki. Orang tua itu mengenakan
pakaian jubah putih, rambut dan jenggotnya putih
menjulur sampai dilantai, mata orang tua itu
meram. Sedang tangannya disilangkan diatas dada.
Entah sejak kapan si monyet merah yang lebih
dulu masuk, kini berlutut dihadapan orang tua itu.
535 Setelah memperhatikan sejenak keadaan orang
tua itu, Liong Houw mengetahui bahwa itu adalah
sesosok mayat manusia yang membeku.
Memperhatikan jejak kelakuan si monyet merah,
Liong Houw segera berlutut dihadapan patung
orang tua itu. Lama Liong Houw berlutut, menampak kelakuan
si monyet merah yang juga masih tetap berlutut,
Liong Houw yang sudah biasa sejak kecil mengikuti
gerak gerik si monyet merah, kali ini meskipun
pikirannya lebih banyak bercabang, tapi ia masih
tetap mengikuti kelakuan si monyet merah, ia ingin
mengetahui apa yang akan dilakukan kemudian
oleh si monyet merah. Tubuhnya masih tetap
berlutut. Tidak berani bergerak sembarangan.
Tiba-tiba.. Batu bundar setinggi satu kaki dimana mayat
beku orang tua berjenggot putih duduk bersila
bergeser bergerak, membentuk sebuah lubang
persegi. Krekekkkkkkkkkkk.. Bau harum menyerang hidung, memenuhi ruang
kamar batu itu. Begitu bau harum menyembur keluar dari dalam
lubang tadi, tubuh si monyet merah bangkit
berdiri, ia menarik tangan Liong Houw berdiri, si
monyet merah lalu menunjukkan jarinya kedalam
lubang tadi. Liong Houw memperhatikan keadaan dalam
lubang persegi itu yang lebarnya hanya setengah
536 depa dan tingginya hanya setinggi lutut Liong
Houw. Didalam lubang itu terdapat sebuah kotak
terbuat dari batu giok putih. Sedang disamping
kanan sisi lubang disana tampak sekuntum bunga
yang tumbuh seperti jamur melekat didinding
lubang itu. Warna bunga itu putih laksana salju.
Setelah melongokkan kepalanya kedalam lubang
serta memperhatikan isi lubang itu Liong Houw
belum berani mengeluarkan benda itu dari
tempatnya. Ia menatap ke arah si monyet merah.
Si monyet merah dengan berkuikan menggerakgerakkan tangannya.
Liong Houw segera mengerti maksud si monyet
segera ia mengeluarkan kotak batu giok itu lebih
dulu, sedang bunga yang mengeluarkan bau
harum semerbak ini ia belum berani menyentuhnya. Dengan hati-hati kotak batu giok tadi dibawanya
ketengah-tengah ruangan dimuka patung orang itu
tadi. Liong Houw duduk dilantai batu, sedang si
monyet merah masih berdiri memperhatikan kotak
batu giok itu, tangannya segera digerak-gerakkan
memerintahkan Liong Houw agar membuka tutup
kotak batu giok tadi. Setelah meraba-raba beberapa saat, Liong Houw
menemukan cara membuka tutup kotak batu giok
itu, maka dengan memijit sebuah tombol yang
terdapat di bawah kotak, terbukalah tutup kotak
itu. 537 Didalam kotak itu terdapat sejilid kitab yang
terbungkus dengan kain sutera berwarna kuning,
dan sebuah kalung tasbih.
Liong Houw mengangkat lebih dulu kalung
tasbih yang menggeletak didalam kotak batu giok,
ia perhatikan bahan butiran butiran tasbih, biji-biji
tasbih itu berwarna putih dibuat dari semacam
logam, serta tali rantai juga terbuat dari logam
putih. Setelah meneliti biji-biji tasbih tadi sebegitu
jauh ia tidak mengetahui biji-biji tasbih itu terbuat
dari bahan apa. Lalu dikalungkannya tasbih itu
dilehernya. Si monyet merah menampak perbuatan Liong
Houw, berlompatan girang.
Setelah menggantungkan tasbih dilehernya Liong
Houw mengangkat bungkusan kitab yang terbungkus dengan kain sutra berwarna kuning.
Begitu tangannya menyentuh bungkusan kain
berwarna kuning itu, kain itu hancur berhamburan. Kini nampak diatas kulit kitab yang
terbungkus tadi terdapat lukisan lukisan bunga,
kulit kitab dengan lukisan-lukisan bunga itu sama
dengan kitab yang pernah ia dapatkan dari Thianlam-it-lo Kak Wan Kiesu yang berisi ilmu totokan.
Lembaran-lembaran kitab itu ternyata terbuat
dari pada kulit. Dilembar pertama yang merupakan kulit kitab
tak tampak tulisan apapun, disana hanya terdapat
lukisan bunga-bunga beraneka macam...
Membuka lembaran kedua, disana terdapat
gambar orang yang duduk bersila, membuka
538 kembali lembar ketiga, juga terdapat gambar orang
yang sedang melakukan semedhi hingga pada
lembar yang terakhir Liong Houw tidak mendapatkan tulisan apapun, ia hanya menemukan gambar berpuluh macam orang yang
sedang melakukan semedhi, ia perhatikan kembali
setiap lukisan gambar dalam kitab itu, ternyata
kesemuanya itu dilakukan didalam air terjun
diluar goa. Setelah memperhatikan isi kitab kulit itu, Liong
Houw menutupnya kembali. Si monyet merah dengan gerakan-gerakan
tangannya memerintahkan Liong Houw segera
meninggalkan ruangan itu dengan membawa kitab
tersebut. Gerakan-gerakan itu sudah dimengerti oleh
Liong Houw maka ia segera membalas dengan
gerakan tangan pula sambil menganggukkan
kepalanya. Si monyet merah yang menyaksikan sang kawan
mengerti maksudnya, ia melangkah kearah lubang
dibawah batu tempat orang tua tadi duduk bersila,
ia segera memetik bunga yang menimbulkan bau
harum itu, bunga itu diletakkan di telapak
tangannya, kemudian ia duduk bersila dibawah
batu dimuka mayat beku orangtua tadi.
Cluppp. Bunga yang mengeluarkan bau harum ditelan
oleh si monyet merah. Menampak kelakuan monyet merah itu hati
Liong Houw heran bukan kepalang.
539 Tapi rasa heran itu hanya sebentar saja, karena
kemudian disusul dengan rasa terkejut yang tidak
kepalang. Tubuh si monyet merah setelah menelan bunga
tadi tetap duduk bersila, tubuhnya tergetar
sebentar, kemudian matanya meram duduk tak
bergerak. Liong Houw dengan mata mendelong memperhatikan perobahan-perobahan yang terjadi
pada tubuh si monyet merah.
Lama ia perhatikan tubuh monyet itu tapi lama
pula tak ada gerakan. Kaki Liong Houw mendadak bergerak maju,
tanpa ia sadari tangannya menyentuh tubuh
monyet itu. Haaaaaaaa ! Tubuh monyet merah sudah membeku menjadi
patung, ia duduk bersila dibawah patung orang tua
berjenggot. Ternyata bunga yang menimbulkan bau harum
itu adalah bunga kematian !
Dengan menelan bunga tadi, tubuh manusia
atau machluk apapun akan segera membeku
menjadi patung untuk selama-lamanya.
Tanpa disadari Liong Houw melelehkan air mata.
Ia jatuh duduk menumprah dimuka patung monyet
merah dan patung orang tua.
ooodwooo 540 Waktu berjalan sangat cepat, setahun sudah
Liong Houw menetap didalam lembah air terjun
melatih ilmu semedhi yang aneh luar biasa, setiap
latihan dilakukan didalam kurungan air terjun.
Kadang kala, pikirannya teringat kepada si
monyet merah dan patung si orang tua yang
didalam goa batu yang kini telah tertutup dalam
goa dibawah tanah. Air matanya menetes keluar.
Orang tua yang kini sudah menjadi patung,
tidak meninggalkan nama maupun asal usulnya, ia
hanya meninggalkan ilmu-ilmu yang diturunkannya didalam kitab kulit. Betapa besar
budi pekerti si orang tua, ia tidak mementingkan
nama besar, tidak menyebut-nyebut namanya
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
didalam kitab itu maupun di dinding goa, tiga hari
Liong Houw menyelidiki keadaan dinding-dinding
goa didalam air terjun tapi ia tidak pernah
menemukan tulisan yang menyebutkan nama si
orang tua, bahkan ilmu yang ditinggalkannya pun
tidak disebut ilmu apakah itu, semua diturunkan
melalui lukisan-lukisan gerak gambar manusia.
Selembar demi selembar semua pelajaran ilmu
bersemedhi ia latih, akhirnya sampai pada lukisan
yang terakhir, dimana ia melakukan latihan
bersemedhi didalam lembah air terjun.
Sebagaimana biasa setiap hari, begitu matahari
terbit Liong Houw merendam dirinya didalam
kurungan air terjun hingga sampai pada matahari
terbenam. Segala macam posisi gerak yang tertera
dalam kitab kulit itu telah berhasil ia latih dengan
baik meskipun pada mulanya mengalami banyak
541 kesulitan-kesulitan, kini ia melakukan gerak posisi
yang terakhir. Tampak semedhi yang terakhir ini lebih mudah
dari pada apa yang pernah ia lakukan, kalau pada
latihan-latihan yang lalu ia mengalami kesulitankesulitan karena harus mengikuti cara-cara yang
rumit, dengan kepala ke bawah ditunjang sebagai
kaki, sedang kaki diluruskan keatas, atau dengan
sebelah tangan sebagai kaki, sedang kaki lurus ke
atas, serta beberapa puluh macam gerak yang
sulit-sulit. Tapi pada semedhi terakhir ini, nampak mudah
dan ringan sekali. Tubuh Liong Houw hanya menelentang diatas
batu, membujur lurus sedang kedua tangannya
diluruskan, matanya meram seperti tidur pulas,
napasnya turun naik teratur.
Ketika sang surya telah berada tepat di tengahtengah langit, tubuh Liong Houw masih telentang
membujur ditimpa kurungan air terjun yang
menggelugur turun dari puncak gunung.
Kembali matahari doyong kebarat, tubuh Liong
Houw masih tetap menelentang, gelappun tiba,
tubuh itu masih tetap tidak bergerak.
Sampai keesokan harinya, matahari terbit
kembali, didalam lembah air terjun itu tidak
terdengar suara bunyi kicau burung, hanya suara
gemuruhnya air terjun yang menggema isi lembah.
Tubuh Liong Houw masih menelentang didalam
kurungan air terjun. 542 Kembali matahari bergeser ketengah langit biru,
tubuh itu masih tetap menelentang, tak tampak
gerakan apapun hanya napas Liong Houw yang
turun naik dengan teratur sedang sepasang
matanya tetap meram. Tiba-tiba air terjun yang mengalir turun ke
danau kini tampak berwarna merah.
Darah! Darah itu mengalir keluar dari bagianbagian tubuh Liong Houw, dari telinga, hidung,
mata, mulut mengalirkan darah merah terbawa air
mengalir kedanau. Kejadian itu tampak menyeramkan, entah apa
yang telah terjadi dalam diri Liong Houw, sedang
Liong Houw sendiri masih tetap telentang dengan
napas turun naik teratur.
Ketika matahari doyong kembali kebarat darahdarah yang mengalir dari bagian-bagian tubuh
Liong Houw telah lenyap, mata Liong Houw tampak
terbuka lebar, ia menatap air yang turun menimpa
biji matanya, mulut si pemuda tersungging
senyum. Perobahan apakah yang telah terjadi pada diri
Liong Houw ? Ternyata dalam kitab pelajaran semedhinya yang
hanya tertera lukisan-lukisan posisi gerak orang
bersemedi, pada lembar terakhir dimana terdapat
sebaris tulisan yang menerangkan bahwa pelajaran
semedhinya itu sudah hampir berakhir. Jalan-jalan
darah yang menghubungkan Im dan Yang
ditubuhnya telah terbuka, dengan terbukanya
jalan darah urat nadi besarnya Jin dan Tok. Kini ia
543 harus melakukan semedhi yang terakhir, semedhi
mana harus dilakukan sampai pada bagian
tubuhnya mengeluarkan darah. Dengan bagianbagian tubuh itu mengeluarkan darah, maka
pecahlah urat-urat darah yang mengganggu jalan
pernapasannya didalam air, hingga kini ia telah
menjadi seorang manusia amphibi. Maka dengan
berakhirnya latihan itu berakhir pulalah pantangannya terhadap segala jenis makanan.
Didalam keterangan di lembar akhir kitab itu
juga tidak terdapat apa nama ilmu yang ia latih
dan siapa penciptanya. Kembali keadaan lembah air terjun itu menjadi
gelap, tubuh Liong Houw meletik bangun, ia keluar
dari kurungan air terjun, melesat menuju goa
didalam pulau di tengah danau.
Malam berganti pagi. Setelah tiga tahun melatih diri didalam lembah
air terjun, kembali Liong Houw mengembara
didalam rimba persilatan, ia mencari jejak ayahnya
menyelidiki sebab musabab lenyapnya kedua orang
tuanya, lebih-lebih tentang keadaan dirinya yang
sangat misterius semenjak bayi telah terkurung
didalam air terjun, hidup bersama si monyet
merah. Ooow?dooO Pat-hong-cip adalah satu tempat yang terpisah
hanya beberapa belas lie lebih dari Go-kong-nia.
Diatas jalan yang menuju Pat-hong-ciep dari
jauh tampak abu mengepul ke udara, diiringi
544 dengan suara derap langkah kaki kuda yang
dilarikan sangat kencang sekali.
Tambah lama tampak jelas raut wajah
sipenunggang kuda, itulah seorang gadis jelita
dengan rambut dikepang dua, mengenakan
pakaian sutera putih, dibelakang gegernya tampak
sebilah pedang berukiran kepala macan-macanan.
Menilik ciri khas gagang pedang berukir, kepala
macan-macanan itu kita sudah bisa menebak
dengan jitu siapa dianya.
Lie Eng Eng dengan melarikan kuda putihnya
memasuki Pat-hong ciep, tiba dimuka sebuah
rumah makan kecil dikampung itu Lie Eng Eng
menambatkan kudanta di muka rumah makan, ia
melangkah masuk mencari meja kosong lalu duduk
disana. Seorang laki-laki tua yang menjadi pemilik
rumah makan juga merangkap pelayan menghampiri meja dimana Lie Eng Eng duduk.
"Nona, mau makan hidangan apa?" tanya orang
tua itu serak tapi sopan.
"Aaaaa......... apa sajalah, asal mengenyangkan perut." jawab Lie Eng
tersenyum manis. bisa Eng Si pelayan meninggalkan meja setelah sedikit
membungkuk, kemudian kembali dengan senampan hidangan, katanya : "Nona, melihat
debu-debu yang mengotori pakaian nona, tentunya
nona datang dari tempat jauh."
545 "Hmmm, apakah tempat ini dekat dengan Gokong-nia ?" tanya Lie Eng Eng sambil menyambuti
makanan yang dibawakan si orang tua pelayan.
"Go-kong-nia dari sini hanya tinggal beberapa
belas lie saja, ada keperluan apakah nona ?"
"Lopek," kata lagi Lie Eng Eng. "Menurut kabar
angin, bahwa diatas bukit Go-kong-nia didiami
oleh kawanan berandal ?"
"Menurut pengetahuanku yang rendah, tidak
terdapat kawanan penjahat dibukit itu," berkata si
orang tua pelayan rumah makan. "Hanya pada
bulan yang tertentu dari atas bukit ada juga orang
yang datang kemari, mereka datang untuk membeli
barang-barang untuk bekal keperluan hidup
sehari-hari, tapi sejauh itu mereka tahu aturan
dan tingkah laku mereka baik, juga setiap membeli
barang-barang selalu dibayarnya dengan tertib, tak
kurang sesenpun, sedikitpun tak tampak hal-hal
yang mencurigakan kalau mereka itu adalah
kawanan berandal." "Hm, kalau begitu mereka melakukan kejahatan
kejahatan ditempat-tempat yang jauh, begitu
banyak berita setiap kejahatan selalu dilakukan
oleh anggota berandal Go-kong-nia, pasti mereka
mempunyai seorang pimpinan yang pandai
mengatur siasat, dengan demikian, setiap raja
gunung yang menjadi anggota berandal Go-kongnia akan selamat kediaman mereka, sedang orangorang akan mencari jejak markas berandal dibukit
Go-kong-nia, tapi setelah menyelidiki, ternyata
dibukit itu tak ada tanda-tanda yang 546 mencurigakan, sungguh suatu politik berandal
yang tinggi." Si pelayan rumah makan mengangguk, rupanya
ia tertarik dengan pembicaraan Lie Eng Eng, lalu
duduk dikursi didepan kanan dan berkata :
"Mungkin ! Karena sering kali orang-orang Kangouw dari tempat jauh-jauh datang kemari untuk
menyelidiki bukit tersebut, tapi sekian banyak
mereka tidak menemukan bukti-bukti yang
meyakinkan. Juga menurut kabar dibagian selatan
bukit itu kira-kira 7-8 lie jauhnya disana terdapat
satu perkampungan bangsa Biauw dan Yauw yang
berjumlah ratusan ribu orang, dan kudengar yang
menjadi kepala bukit Go-kong-nia bernama Cie Tay
Peng, kudengar mereka juga berhubungan baik
dengan kedua suku bangsa itu, bilamana suku
bangsa Biauw dan Yauw mengalami penderitaan,
sering kali Cie Tay Peng turun tangan memberikan
bantuan, kukira bila betul Cie Tay Peng itu adalah
ketua berandal Go-kong-nia juga sangat sulit
untuk membasmi mereka, jelas mereka mendapat
bantuan tenaga dari suku bangsa Biauw dan Yauw
yang seringkali menerima budi Cie Tay Peng."
"Hmm, kalau begitu tidak salah Cie Tay Peng
bercokol disana dan terbukti nama itu sesuai
dengan orang yang kucari, tidak perduli mereka
memiliki pasukan berapa ratus ribu, aku harus
membunuh bangsat itu !" kata Lie Eng Eng sambil
gertak gigi. Setelah sang batara surya silam dibarat Lie Eng
Eng memberesi rekening makanan, ia melanjutkan
pula perjalanannya kejurusan Go-kong-nia.
547 Ketika kentrongan dipukul satu kali, Lie Eng
Eng telah tiba di Go-kong-nia di jalan bagian timur.
Karena jalan mulai mendaki, Lie Eng Eng
menambatkan kudanya ditempat yang penuh
rumput-rumput hijau, dengan berjalan kaki ia
mendaki bukit Go-kong-nia dimana terdapat
pesanggrahan. Setelah berjalan kira-kira setengah lie jauhnya,
telinga Lie Eng Eng yang tajam mendengar suara
orang yang sedang berbicara, maka cepat-cepat ia
sembunyi dibalik semak-semak belukar.
Mata Lie Eng Eng dipentang lebar, kini tampak
dibagian depan dua sosok bayangan hitam sedang
berjalan menuruni bukit, seorang bertubuh gemuk
dan seorang lagi bertubuh tinggi kurus, salah
seorang yang bertubuh pendek gemuk berkata :
"Malam ini ada perobahan kode, karena pada
beberapa hari ini sering tampak orang asing
menyelidiki pesanggrahan maka kode yang tadinya
berhuruf Thian (langit) dirubah menjadi Tek Sian
(dapat kemenangan) ! Nah! Kau jagalah baik-baik
posmu, jangan kau ngantuk, agar jangan sampai
Go-kong-nia kemasukan mata-mata musuh."
"Jangan kuatir, akan kulakukan tugasku dengan
baik !" berkata orang tinggi kurus.
Setelah berkata begitu mereka lalu pergi turun
kesebelah bawah bukit. Baru saja Lie Eng Eng hendak keluar dari dalam
semak-semak, tiba-tiba muncul kembali 6 orang
yang juga pada turun kebawah bukit.
0d~w0
Pusaka Pedang Embun Lanjutan Sin Tiauw Thian Lam Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
548 SETELAH menunggu sampai orang-orang itu
berlalu jauh, barulah Lie Eng Eng keluar dari
tempat persembunyiannya, dengan tenang ia lalu
berjalan menuju keatas bukit.
Tak lama berjalan Lie Eng Eng tiba dimuka pos
penjagaan yang pertama yang dibangun ditepi
lamping gunung yang sangat berbahaya, disekeliling pos itu dipagari dengan pagar bambu
setinggi 15 kaki lebih, disana tampak sebuah pintu
yang terjaga oleh seorang penjaga malam dengan
mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam.
Sipenjaga begitu menampak dibawah bukit ada
gerakan orang, cepat-cepat ia berteriak : "Kode....."
"Tek-sin !" jawab Lie Eng Eng tenang.
Mendengar jawaban kode yang tepat, si penjaga
menganggap itulah kawannya yang baru mau naik
bukit, maka ia tidak bicara apa lagi, juga tidak
melakukan pemeriksaan. Tiba dipos penjagaan yang kedua disana
terdapat 9 orang penjaga malam, setelah
menanyakan kode dan dijawab dengan tepat maka
Lie Eng Eng bisa meneruskan perjalanannya
menaiki keatas bukit yang lebih tinggi.
Melewati pintu penjagaan yang ketiga disana
tidak ada pertanyaan apapun karena mereka
mengetahui bahwa pos pertama dan kedua telah
mencek tentang kodenya, lebih-lebih keadaan
disitu sangat gelap, maka memudahkan gerak Lie
Eng Eng. Setelah melewati pos penjagaan yang ketiga,
dimuka terdapat berderet-deret bangunan rumah
549 yang nampak hitam gelap, samar-samar tampak
salah satu bangunan terdapat yang berloteng, dari
celah lubang-lubang jendela tampak menyorot
sinar lampu. Suara kentongan dari para peronda terdengar
tanpa henti-hentinya, tampak beberapa puluh teng
berwarna merah yang dibawa oleh tukang ronda
itu bergerak-gerak memasuki semak-semak belukar laksana setan api yang gentayangan
ditengah malam buta. Disebelah timur utara tampak sebuah rumah
berloteng dengan tiga tingkatan, disebelah selatan
pintu besar tertampak sebuah menara yang
mempunyai tujuh tingkat, sedang dibagian pinggir
bangunan terdapat sebuah jalan kecil yang menuju
kearah barat. "Bilamana aku dengan terang-terangan memasuki pesanggrahan, pasti akan diketahui
mereka dan gagallah rencanaku," demikian pikir
Lie Eng Eng. "Maka sebaiknya aku masuk dari
belakang pesanggrahan secara menggelap."
Setelah berpikir begitu, Lie Eng Eng lalu
mencabut pedang Ang-lo-po-kiamnya yang terselip
dibelakang gegernya, lalu digantungkan di
pinggang, agar mudah bila mendapat serangan
yang mendadak. Selanjutnya ia berjalan menuju ke jalan yang
menuju kebelakang pesanggrahan dengan mengikuti gerakan-gerakan tukang ronda.
Tak lama kemudian ia tiba dibelakang
pesanggrahan tanpa diketahui oleh siapa pun juga.
550 Dari sana, ia memandang kearah rumah-rumah
pendek yang mengelilingi ruangan besar dan
rumah berloteng yang terletak disebelah timur.
Dengan ringan Lie Eng Eng lompat keatas
genteng rumah, lalu berjalan diatas genteng.
Dari atas genteng Lie Eng Eng melihat di dalam
ruangan tengah terdapat banyak orang yang
simpang siur pergi datang, diruangan sebelah barat
tampak beberapa orang laki-laki sedang makan
malam. Diruangan besar tampak menyorot sinar lilin
dan lampu-lampu yang terang benderang sehingga
keadaan dalam ruangan itu seperti juga siang hari.
Didalam ruangan itu banyak orang yang sedang
makan minum. Ketika Lie Eng Eng mengangkat kepala
memandang ke jurusan ruangan tengah, tiba-tiba
matanya menampak satu bayangan hitam yang
berkelebat cepat, ia mengetahui bahwa diatas tentu
ada orang yang melakukan penjagaan, maka
dengan cepat ia lompat turun dan terus masuk
kedalam kebun. Tapi baru saja ia tiba didalam kebun bunga tibatiba berkelebat dua bayangan hitam yang
membentak; "Berhenti !"
Mengetahui bahwa orang-orang dalam pesanggrahan kenal satu sama lain, lebih-lebih dalam
Pedang Golok Yang Menggetarkan 3 Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie Api Di Bukit Menoreh 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama