Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T Bagian 5
dua, tiga, atau sepuluh, maka daya tahan tubuh, imunitas terhadap penyakit, akan menurun selama lima
jam. Sebab selama itu pembuatan sel?sel darah yang
memberi tubuh kekebalan, menurun drastis.
Alisha menoleh ke belakang, memanjangkan lengan menjangkau radio di atas bufet, menekan tombol,
dan mencari gelombang yang disukainya. Irama Mediteran yang riang dari Stasiun Soliter dianggapnya cocok sebagai pengantar santap malam. Sedang dia men?
gunyah diiringi lagu Sabor Ami, tiba?tiba saja sebuah
pikiran menerjang otaknya.
Seandainya Mama enggak ada, Zenda pasti bisa
segera kawin! Uhf Kenapa aku mikir yang bukanbukan! Mama sebetulnya bukan enggak sayang pada
Zenda. Dia cuma kelewat takhayul atau terlalu kaku
dalam pemikiran. Kalau sudah memutuskan harus 'begini ', berarti sampai kapan juga enggak akan berubah
jadi "begitu '. Ah, baikan aku batal pulang Sabtu ini.
Sebenarnya aku kangen sama Pongo dan Perdita, tapi
yah, apa boleh buat.
Mungkin sebaiknya anjing?anjing itu kubawa saja
ke sini untuk menemaniku. Aku juga sering kesepian
kalau malam. Bukankah memelihara anjing itu besar
278 manfaatnya untuk menurunkan tekanan darah tinggi
serta ketegangan saraf?! Tekanan darahku memang
normal, tapi sarafku...? Diuber?uber orang sinting
kayak Rikoy mana mungkin bisa tenang?!
279 Bab 7
KAMIS itu udara cerah. Vanessa bermaksud tiduran
sampai siang sebab tak punya rencana apa-apa. Tapi
dasar dia sedang "mujur", jam enam pun pintunya
sudah diketuk pelan namun mendesak. Mula?mula
dia mau berlagak pulas, tapi mendengar suara Bi Asri,
otaknya mikir juga. Bi Asri enggak bakal mengganggu
jam segini kalau enggak ada kebakaran atau musibah
lainnya.
Untuk beberapa detik dicobanya memikirkan kemungkinan apa saja yang telah menyeret perempuan
itu dari dapur ke depan kamarnya. Kebakaran? Enggak
ada bau asap, enggak kedengaran orang teriak?teriak.
Banjir? Masa bodoh, Eski Saraya kan tinggi di pun?
cak! Gempa bumi? Daerah ini aman menurut Badan
Pengamat Gempa Sedunia di California. Jadiii ?
Sekarang Bi Asri bukan cuma membangunkan, tapi
memberitahu, "Non, ada yang sakit!"
Uh! Kenapa aku bukan sekolah komputer tok! Dia
terpaksa menyingkap selimut, menggeliat serta men?
guap (penting untuk kesehatan paruparu), lalu men?
girim jawaban supaya ketukan segera dihentikan.
"Yaaa!"
Dia meluncurkan sebelah kaki ke bawah, bergeser-geser di karpet mencari sandal. Lalu kaki kedua di
280 turunkan berikut dengan tubuhnya sekalian.
Dibukanya pintu. Bi Asri tentu saj a masih berdiri di
situ, khawatir nanti noni tidur kembali kalau ditinggal.
""Siapa yang sakit, Bi?" tanyanya seraya mengikat tali
pinggang kimono yang menutupi piyama.
""Bininya Pak Saleh, bekas tetangga Pak Kasman,
Non. Dia mau beranak, tapi ibu bidan sedang selesma
berat, enggak berani nolong, takut nularin kuman."
""Hm. Saya harus mandi dulu."
""Enggak usah, Non. Orangnya udah kesakitan dari
malam, minta diperiksa sekarang juga katanya. Bayinya macet di tengah."
Cialat! Orang sedang liburan kok disuguhi macammacam sih?
""Apa enggak sebaiknya kita antarkan ke Klinik
S?B aj a, Bi? Mungkin dia perlu pertolongan spesialis."
""Udahlah, Non Anes periksa dulu. Kalau misalnya
perlu spesialis, nanti kan bisa diangkut sama Kijang
tetangganya."
Benar juga. "Oke, deh. Saya tukar baju dulu. Iya
dong, Bi?! Masak saya harus nolong beranak pakai piyama?" Bi Asri nyengir juga, tangannya yang sudah
terangkat mau melarang, diturunkannya lagi.
Vanessa membawa tas kerjanya yang hitam, hadiah
dari perusahaan obat ketika dia diwisuda. Hari masih
pagi, dingin dan berkabut. Tapi celana serta jaket jeans
cukup melindunginya dari udara, sedangkan topi baret
di kepalanya melindungi ubun?ubunnya.
Mudah?mudahan kepalaku enggak cepat botak!
Kan sudah kulindungi dari udara dingin serta nanti,
dari sinar ultraviolet yang ganas.
Pak Kasman menunjukkan jalan sambil sering?ser?
281 ing menengok ke belakang untuk memastikan bahwa
noni tidak tergelincir ke tebing, serta memberitahu bila
di depan ada belokan atau rintangan lainnya.
Vanessa merasakan perutnya keruyukan, tadi cuma
sempat menghirup kopi secangkir, namun hatinya
merasa gembira disambut kicau burung sepanjan jalan.
Dia makin terharu melihat orang-orang sudah berkerumun di depan rumah Pak Saleh untuk menyambutnya.
Sampai jam sembilan Vanessa belum juga pulang.
Ketika Robert duduk di meja makan, keningnya berkerut melihat belum ada yang sarapan.
"Vanessa masih tidur, Bi? Kenapa enggak dibangunkan?"
"Udah bangun dari subuh tadi, Pak Robby. Dia sedang ke lebak, bininya Pak Saleh mau beranak, bidannya sedang sakit."
Robert tidak bertanya lebih lanjut. Selesai sarapan
dia langsung turun ke bawah, naik ke mobil dan pergi.
Tak lama setelah itu, muncul Korizia diantar ambulans
yang rupanya ada urusan ke kota.
""Kalau saya balik nanti mau dijemput lagi enggak, Non Kori?" tanya sopir yang sudah kenal dengan
calon istri Dokter Kuret ini.
""Kan Bapak mau ngambil pasien? Mana bisa saya
ikut?"
""Kalau enggak mau duduk di belakang, di depan
juga bisa. Biar Udin sama pasien."
Iiih, masak aku duduk sama sopir yang tampangnya
garang begitu? Masih lumayan kalau kayak Charles
Bronson, biar garang tapi samar?samar masih tam?
pan, kalau dibikin identiknya di komputer masih engg?
ak terlalu ngeri kelihatannya.
282 ""Enggak usah deh, Pak, terima kasih. Saya mau
main sampai sore, mungkin juga nginap." Kori
langsung melangkah naik ke tangga batu, jalan sepanjang kali kecil, naik ke jembatan batu, turun lagi, naik
lagi tangga yang menuju ke pelataran depan rumah,
mengitari samping sampai ke belakang, lalu masuk
dari pintu dapur yang tak pernah dikunci pada siang
hari.
Sayur?sayuran masih di atas meja, menunggu
disiangi. Bi Asri sedang mencabuti bulu ayam di tempat cuci piring. Korizia selalu merasa itu kerjaan orang
yang kebanyakan waktu. Heran, kenapa sih enggak
mau beli ayam yang sudah dicabuti, di pasar atau di
supermarket? Toh rasanya sama.
""Bi, ngapain sih buangin waktu begitu? Kenapa
enggak beli ayam broiler aja?"
Perempuan setengah tua itu menoleh dan ketawa
melihat siapa yang muncul. ""Eh, Non Kori, diantar
ambulans, Non? Kayak yang enggak tahu aja, Pak
Robby mana mau ayam yang udah lama dipotong! Katanya enggak manis, hambar. Udah sarapan, Non? Si
Nini bikin nasi uduk, tuh masih ada, Bibi angetin, ya.
Bibi sama Nini sih udah nyarap-nyarap barusan, tinggal Non Anes yang belon."
""Hm, putri kerajaan itu belum bangun?" ej ek Korizia. Kalau aku enggak ada dia bertingkah semaunya!
Biar aku gedor pintunya! Robert terlalu membiarkan
saja sih.
""Memangnya Robert ke mana, kok dibiarin aja
sih?"
""Pak Robby udah pergi. Non Anes..."
"Huh!" Korizia mengentakkan kaki dan sebelum Bi
283 Asri sempat menyambung bicaranya, dia sudah meng?
hilang ke dalam, lalu kedengaran langkahnya berlari
ke atas. Duk, duk, duk! Gedorannya sampai terdengar
ke dapur. Nini yang muncul sehabis menjemur cucian
di belakang, menatap bibinya dengan alis terangkat.
""Apa itu, Bi?"
Yang ditanya cuma menghela napas tanpa menghentikan kerj aannya. ""Non Kori pulang."
""Bunyinya seperti pintu digedor?gedor."
""Dikiranya Non Anes masih tidur. Abis, orang belon sempat ngomong, dia sudah lari duluan."
Kori muncul semenit kemudian, wajahnya merah, karena kecapekan lari?lari naik-turun tangga dan
juga jengkel merasa dipermainkan. ""Kenapa enggak
langsung bilang, dia enggak ada di kamarnya?" serunya menegur Bi Asri.
""Abis Non udah keburu lari ke dalam. Saya mau
nyusul, enggak bisa, tangan basah, nanti netes-netes
ngotorin lantai."
Ngomong memang pintar kau! Tanpa sepatah kata
lagi, Korizia berbalik kembali ke dalam. Nini dan
bibinya saling tatap. Nini tersenyum kecil sedangkan
bibinya berlagak serius, tapi tampak dari matanya dia
juga kepingin meledak ketawa. Bi Asri memang lebih
sayang Vanessa daripada Korizia yang dianggapnya
sok galak dan dulu, manj a pada ibunya.
Dia tahu, Vanessa selalu dianaktirikan. Setelah
mendengar cerita Bi Ucih mengenai anak itu, dia jadi
makin sayang padanya. Bisa membuat Non Kori jengkel merupakan semacam hiburan baginya. Tapi dia
menjaga juga jangan sampai noni manja itu marah
besar. Kalau dia sampai diberhentikan, kasihan Non
284 Anes. Jadi dia berseru mengejar Korizia, "Nasi udu?
knya mau, Non?"
"Enggak! " Suaranya judes sekali, membuat BiAsri
dan Nini tak berani lagi saling pandang seakan takut
nanti ketahuan dan menyebabkan ketel uap meletus.
Untunglah ketika turun kembali kira-kira setengah jam
kemudian, ketel itu sudah dingin lagi. Diletakkannya
tas berisi pakaian yang baru diambilnya dari lemari, ke
atas kursi makan, lalu masuk ke dapur dengan kedua
tangan di pinggang.
""Masak apa sih?" tanyanya dengan lagak mau
menginspeksi, membukai tutup-tutup panci dan memperhatikan apa yang dikerj akan kedua orang itu.
""Bikin opor, Non," sahut Bi Asri memaksakan
ketawa. Dia tahu, terhadap majikan pantang bermuka
asam walaupun misalnya hati sedang uring?uringan
karena gaji belon juga naik. Apalagi dia memang tak
punya alasan, sebab gajinya berdua Nini baru saja dinaikkan oleh Pak Balam almarhum.
""Mau bawa, Non? Sejam lagi pasti matang."
""Mana bisa! Bumbunya aja belon ditumbuk." Korizia mencibir.
Bi Asri menoleh dan menghardik keponakannya.
""Ayo, tumbuk dulu, Ni. Dari tadi ngapain aja sih?"
Nini mengiyakan dan meninggalkan kangkung
yang sedang dipetiknya. ""Biar saya teruskan," ujar
Korizia padanya.
Sejam lebih kemudian, Korizia menelepon Neme?
sio, minta dijemput dengan ambulans atau mobil lainnya. "Sani, coba hubungi bagian pul kendaraan, Kori
perlu dijemput dari Eski Saraya."
Suster Sani menjalankan perintah itu dan melapor,
285 ""Cuma satu ambulans yang nganggur, Dok. Tapi sopirnya tidak masuk."
""Mana Asman? Dia sudah punya SIM, kan? Suruh
dia yang bawa."
Korizia kembali ke klinik membawa serantang
makanan.
Memang kebetulan, jadi aku enggak usah repotrepot masak buat nan ti malam! Sebenarnya aku malas
masak! Itu kan kerjaan koki, bukannya tugas nyonya
rumah. Cuma perempuan dungu kayak Vanessa saja
yang masih sudi menginjak dapur!
Vanessa pulang menjelang tengah hari. Bi Asri
sampai ribut berkali kali menanyakan, "Kenapa siang
amat, Non? Pasti lapar, tadi cuma minum kopi secangkir."
Dan Vanessa harus berulang kali meyakinkan,
""Enggak, Bi. Saya udah makan ubi rebus, baru dicabut
dari kebun, manis deh."
""Tapi sekarang pasti udah lapar lagi, Non. Ini kan
udah jam makan siang! Makan sekarang, ya. Si Nini
bikin goreng kangkung pakai cabe ijo sama udang kering."
Vanessa tersenyum gembira. Rupanya mereka
masih ingat makanan kesukaanku! ""Saya mau mandi
dulu, Bi."
"Lama betul ya beranaknya, padahal itu kan udah
anak kelima. Saya sih dulu enggak pernah ada kesulitan, tiga anak, ya tiga kali berojol. Begitu aja seperti
anak kucing, enggak banyak pernik mesti manggil?
manggil dokter segala!"
""Bayi Bu Saleh memang agak susah keluarnya,
hampir dua jam baru beres. Tapi setelah itu ada te
286 tangga-tetangga yang datang mau berobat, ya terpaksa
deh saya buka warung pagi-pagi. Banyak juga pasiennya, lima belas." Vanessa ketawa gembira walau kelihatan lelah, sedangkan Bi Asri ketawa lebar penuh
kebanggaan. Nanti bila dia menjenguk Bu Saleh, pasti bisa nyombong. Lihat tuh, momonganku sekarang
udah bisa ngobatin kalian semua!
Vanessa naik ke atas untuk mandi dan turun lagi
dengan celana katun yang pas di mata kaki, sehingga mirip pakaian wanita-wanita dalam kisah Seribu
Satu Malam. Dia senang memakai celana begitu dengan blus tunik, sebab bisa dipakai kerja di kebun tapi
juga cukup hangat untuk melawan udara dingin. Bila
sedang bekerja dengan tanaman mawarnya, blus itu
diikatnya di pinggang.
Vanessa makan sendiri dengan nikmat, agak cepat,
sebab dia bermaksud mengurus mawarnya sebelum
matahari condong ke barat dan awan gelap mungkin
muncul.
"Habiskan kangkungnya, Non," uj ar Bi Asri. ""Buat
Bibi berdua Nini, udah ada yang direbus. Bibi sih lebih
doyan lalap rebus sama sambal terasi."
Kangkung goreng memang salah satu makanan
kesukaannya. Tanpa ragu lagi dia berniat menghabiskannya. ""Kangkungnya enak, Bi. Opomya juga
enak, tapi lantaran pakai santan, saya enggak bisa makan banyak."
""Alaa, Non kan masih kurus."
""Itu kan lantaran saya masih di bawah tiga puluh,
Bi. Perempuan kalau sudah di atas tiga puluh, pasti
ketahuan dari pinggulnya. J adi kalau sebelum tiga puluh aja udah melar, apalagi nanti, gawat dong!"
287 Bi Asri mondar?mandir dari dapur ke kamar makan, menjaga kalau-kalau Non Vanessa memerlukan
sesuatu, tapi tanpa kentara sedang mengawasi orang
makan, persis seperti lagak pramuniaga di restoran.
Nini sibuk membalik jemuran dan mengangkati
yang sudah hampir kering untuk digosok. Bi Asri ten?
gah mengeringkan perabot bekas makan ketika mendadak dia dikejutkan oleh pekik tertahan dari ruang
makan. Diletakkannya piring kaleng yang tengah dikeringkannya, lalu sambil memegang kain lap dan berseru, ""Ada apa, Non?" dia terbirit?birit melangkah ke
Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam.
Vanessa menunjukkan apa yang baru saja dikeluarkannya dari dalam mulut. Bi Asri kaget setengah mati.
"Jarum pentul!"
Vanessa memandang jarum di tangannya. Kepala jarum itu berwarna hitam bulat. "Untung enggak
karatan! Gimana jarum ini bisa masuk ke dalam sayur,
Bi?"
Bi Asri cuma melongo saja, tidak bisa bilang apaapa. Vanessa juga tahu, tak mungkin itu disengaja.
Pasti cuma keteledoran belaka.
"Sudahlah, saya toh enggak apa-apa. Untung segera
terasa sebelum tertelan!"
Vanessa melanjutkan makannya, sedangkan Bi Asri
melangkah pelan-pelan balik ke dapur dengan kepala
menunduk seakan tengah sibuk memutar otak.
Diam-diam dia pergi ke halaman belakang menemui Nini, kasak-kusuk bersama keponakannya. Nini
kelihatan kaget juga, melongo, lalu menggeleng se?
olah membela diri. Bi Asri kembali masuk ke dapur.
Selama kira-kira sepuluh menit, keadaan hening, tak
288 kedengaran bunyi apa pun kecuali lagu-lagu rock dari
stasiun radio Caco.
Sebenarnya aku lebih suka Stasiun Soliter, sayang
susah ketangkap dengan radio tua ini. Sekarang Kori
sudah enggak di sini, seharusnya aku taruh saja radioku dari kamar kemari, kan enggak ada yang akan
nyetel-nyetel semaunya.
Oya, besok aku akan ke tempat Karmila, ketemu
sama kesayanganku. Ah, aku belum punya kado un?
tuknya. Mungkin akan kuajak dia jalan-jalan saja deh,
minum es teler sama ngebakso... eh, hampir aku lupa
kuliah Petra yang dikatakan Ishtar kemarin. Makan
yang panas-panas enggak boleh disertai minuman
dingin. Malah sebenarnya minum es itu enggak boleh
disertai makan apa pun. Mesti minum es, ya es tok.
Makannya nanti.
Gimana, ya? Kata Ishtar, kalau makan panas
langsung diikuti sesuatu yang dingin, gigi akan cepat
rusak, lebih gampan g keropos atau rusak sarafnya kalau sudah berlubang. Juga pencernaan akan terganggu. Apa katanya? Gampang konstipasi, lama-lama
jadi wazir?! Uh! Tasia begitu suka es teler. Gimana,
ya? Es teler dulu, sama jajanan yang enggak panas.
Setelah gigi normal lagi suhunya, baru dihantam
sama bakso panas
Vanessa sedang tenggelam dalam pikirannya, asyik
merencanakan hari esok. Tak ada yang siaga, dia sendiri pun tidak, ketika tahu-tahu sebuah j eritan kesakitan
lolos dari bibirnya. Serta-merta Bi Asri yang masih
waswas itu melejit ke dalam dengan kain lap tersampir
di bahu. Sebelum dia sempat bertanya, matanya sudah melotot lebih dulu melihat Vanessa memuntahkan
289 kembali isi mulutnya ke atas piring, lalu meludah.
""Aduh, Non! Kenapa?" pekiknya.
Nini juga mendengar teriakan Vanessa dan bibinya. Tergopoh-gopoh dia berlari masuk. ""Ada apa? Ada
apa?" Dan dia berhenti di depan mej a makan, terpaku
ngeri. Ludah di atas piring berwarna merah!
""Aduh, Non! Kenapa mulutnya berdarah?"
Vanessa menoleh dan memandang perempuan
setengah baya yang gemuk dan bulat wajahnya itu.
Bibirnya yang pucat kelihatan bergerak-gerak, namun
suaranya tidak jelas. Dibukanya kepalan tangannya
yang tadi mengambil sesuatu dari dalam mulut. Semua
mata menunduk, lalu kedua pembantu itu menjerit kaget.
""Jarum pentul lagi!" Bi Asri menoleh pada keponakannya dan mendelik marah. ""Ni, sekali ini kau betulbetul keterlaluan. Masak sampai begitu gegabah, dua
j arum enggak teraba olehmu waktu mencuci kangkung
ini? Pikiranmu ada di mana sih? Apa dibawa lari si
Jono ke Jakarta?"
""S-sa...ya... e-eng...gak... n-nyu...ciii..."
""Apa kau bilang? Oooh, mau mungkir? Jadi sayuran ini kayak Rinso, bisa nyuci sendiri???" hardik Bi
Asri. ""Kumur-kumur, Non. Buang ke sini,"" katanya
menyorongkan kaleng bekas Milo. Lalu diambilkannya teh hangat dari teko porselen kecil di atas bufet dan
disorongkannya ke hadapan Vanessa.
""Minum teh anget ini, Non."
Ditengoknya air kumuran yang berwarna merah
jambu. ""Teh kental begini bisa cepat nyetop darahnya,
Non."
Vanessa menurut saja tanpa kemauan untuk mem
290 bantah. Pikirannya buntu, bingung dan heran. Nini
memperhatikan dengan wajah ketakutan dan juga bingung.
""Sebenarnya bukan saya yang nyuci kangkung
itu. Juga bukan saya yang masak. Saya cuma ngirisin
bawang sama cabe, sama numbuk udang kering...."
""Abis kalau bukan kau, siapa???"
""Non Kori"
""Aaapaaa???"
"Kori? Dia ke sini?"
Bi Asri manggut. ""Tadi pagi, Non. Ngambil pakaian. Terus dia nungguin sayur matang, mau dibawa ke
klinik."
""Terus dia nawarin mau ngebantuin petikin kangkung," Nini menyambung. "Bibi nyuruh saya numbuk
bumbu buat opor, jadi saya tinggal...."
Hm. Kori! Satu jarum mungkin cuma kebetulan,
tapi dual Dan kepalanya hitam supaya enggak gampang kelihatan! Itu pasti disengaja! Pasti diambilnya
dari kalengjahitan Mama!
Aduh! Sakit betul lidahku! Enggak salah lagi, Kori
pasti bermaksud mencelakai aku! Dia tahu, cuma satu
orang di rumah ini yang makan kangkung goreng. Bi
Asri dan Nini lebih suka lalap rebus. Robert enggak
doyan sayuran, apalagi kangkung. Iiih, siapa tahu
makanan ini dibubuhi... racun?!
Bi Asri sudah mengangkat piring yang berisi muntah itu dan Nini meletakkan piring baru. Vanessa menggeleng. ""Aku enggak mau makan lagi!" Dia bangkit,
langsung masuk ke ruang dalam, naik ke loteng.
Bi Asri saling berpandangan dengan Nini, lalu dia
menarik napas dan menggeleng. Sambil membantu
291 Nini mengangkati lauk-pauk itu kembali ke dapur,
dia menggumam sendiri, "Seperti waktu kecil, kalau
ngambek atau takut sama ibunya, dia mogok makan,
langsung masuk ke kamar, enggak mau keluar?keluar
lagi sampai Bapak sendiri yang masuk ke kamarnya
membawakan susu hangat dan sepiring biskuit Marie. Yah, dia pasti belon kenyang makan. Sebaiknya
kubuatkan susu segelas."
""Biar saya yang antarkan," ujar Nini, meraih nampan dengan susu dan biskuit, tapi Bi Asri menggebah
tangannya.
""Benahin aja dapur, bersihin kompor. Biar aku
yang bawa ini ke atas."
Vanessa masuk ke kamar, meraih Coklatsusu dari
pojok dan membawanya ke atas ranj ang. Dia duduk di
atas selimut, memeluk boneka raksasa itu sementara
tangan yang sebelahnya meraih semua boneka anjing
dari rak di sebelah atas ranj ang dan menjejerkannya di
atas bantal serta di sampingnya.
""Aku merasa aman dikelilingi kalian semua.
Kalian enggak bakal mencelakai diriku, bukan? Sini,
lebih dekat lagi padaku. Kau, Chikot, sini tiduran di
pahaku. Bobi, sandaran ke bantalku, biar kupeluk kau.
Carlo, kau enggak boleh desak-desakan begitu, enggak boleh ngiri dong, aku kan sayang juga sama kamu!
Cup! Nah, sini, duduk di sini. Belang, Hitam, Keriting,
Putih, mariti... Mimi, Lala, Bambi, Miko"
Bi Asri mengetuk pelan, lalu mendorong pintu
yang menganga setengah senti. Dia tertegun melihat
pemandangan di depannya. Dia merasa seakan balik
lagi ke masa lalu, ketika Vanessa masih di TK. Dimarahi ibunya, lalu ngambek, enggak mau turun, engg
292 ak mau makan, seharian duduk di ranjang memeluki
semua anjingnya. Hati ibunya merasa pedih melihat
anak asuhnya menderita begitu.
Sejak si Coklatsusu mati dibanting kakaknya, Non
Anes enggak mau lagipunya anjing. Bapak sudah dua
kali membawa pulang anak anjing, tapi ditolaknya,
sampai binatang?binatang itu terpaksa dikembalikan
lagi atau dikasi orang.
Non sudah sepintar itu, sudah bisa menolong bini
Pak Saleh, masak sekarangjadi seperti anakanak lagi ?
Aduh, Non, apa yang Bibi bisa lakukan? Apa kata Bi
Ucih kalau tahu? Sangkanya Bibi menelantarkan anak
yang dititipkannya. Anjinganjing kapuk itu sudah tua
semua, bulu-bulunya sudah kotor kena debu. Kenapa
Non-kujadi begini ?
Bi Asri melangkah masuk dan meletakkan nampan
di atas meja di samping tempat tidur setelah menggeser lampu baca ke samping.
"Non, minum susu ini mumpung masih anget.
Biskuit ini kan kesukaan Non, baru saya buka sekarang. Bapak sendiri yang beli, penghabisan, sebelon...
dia tiada. Kata Bapak waktu itu, "Non Vanessa bakal
pulang enggak lama lagi, dia kan paling suka Marie,
jadi hari ini aku sengaja mampir ke supermarket, beli
dua kaleng.
Yang diajak ngomong diam saja, seakan tidak
mendengar sedikit pun. Bi Asri berdiri mematung
beberapa menit di samping ranjang sambil mengulang-ulang bujukannya. Akhirnya dia menghela napas
dan terpaksa berlalu. Dia tahu, Non Vanessa takkan
menggubris semua bujukannya, walaupun dia akan
tinggal sampai malam di situ.
293 Ketika Bi Asri sudah pergi, Vanessa kembali bicara
lagi dengan anjing-anjingnya. Kemudian dia ngantuk
dan tertidur. Ketika dia terjaga sejam berikutnya, dia
mendadak teringat sesuatu dan turun dari ranj ang.
Tinggal di sini enggak aman selama masih dekat
sama Kori. Lebih baik aku ngungsi ke tempat Tante
Yasmin.
Dia keluar, menghampiri telepon di balkon depan
kamar.
""Halo, Tante Yas? Ini Vanessa. Besok saya mau
ke rumah Karmila, boleh enggak saya nginap di tempat Tante? Oh, terima kasih. Enggak lama-lama kok,
Tante. Cuma berapa hari, gitu. Soalnya sepi di sini.
Iya, Tante, saya akan bawa baju. Trims ya, Tante."
Baru saj a Vanessa menutup pintu kamarnya, sudah
terdengar dering lagi. Wah, mungkin Tante Yas kedatangan tamu mendadak, aku enggak bisa nginap.
Tergesa-gesa dia keluar lagi dan menyambar pesawat.
""Halo" Hatinya berdebar. Oh, janganlah Tante
Yas membatalkan rencana ini! Aku perlu betul menyingkir dari sini buat beberapa hari.
""Halo, boleh saya bicara dengan Vanessa?"
Suara cowok. Siapa, ya? Rasa?rasanya... coba ku?
ingat?ingat...
"Ya, saya sendiri."
""Hai, Vanessa! Ini Erik (pantas, rasanya kenal)"
""Hai, Erik, apa kabar?"
"Not too bad! Masih ingat enggak undanganku untuk berlayar ke Pulau Bidadari?"
Ingat sih ingat, tapi kalau cuma berduaan... iiih,
aku enggak sanggup.
294 ""Ada pesta apa sih?"
""Kapan kau bisa datang? (Ngngng, kenapa dia
enggak nyebut?nyebut T riska? Apa cuma kami berdua
saja? Ah, kok kampungan sih! Memangnya dia tukang
makan orang, apa! Sudah, bilang saja kapan bisanya!) Oya, Triska sudah aku hubungi. Katanya, dia sih
kapan saja bisa, asal Sabtu dan Minggu."
Nah, gitu dong. Kalau ada Triska, berarti aku enggak usah khawatir bakal berduaan terus sama Erik. Aku
bukan takut diperkosa, tapi khawatir nanti keluar ke?
ringat dingin, enggak biasa berduaan, kan malu-mal?
uin. Kalau sama Domi sih lain, dia juga sama-sama
bego seperti aku, jadi enggak risi. Kalau Erik kan
kaliber kakap, sudah melanglang buana, malu kalau
dianggapnya aku orang dusun.
""Beberapa kawan Triska juga akan datang, mungkin kau kenal dengan mereka."
Wah, kebetulan deh. Kalau banyak orang, berarti
aku enggak bakaljadi pusatperhatian. "Aku baru saj a
telepon tanteku, mau nginap di Jakarta mulai besok,
Jumat. Aku mau main ke tempat Karmila."
""Istri Feisal, Stasiun Soliter?"
""Kau kenal?"
"Feisal, temanku di SMP. Bagus deh, Vanessa. Jadi
Sabtu ini ya, oke? Orangtuaku sedang ke luar negeri,
jadi kita aman deh, enggak ada mata-mata!" Erik ketawa cerah.
""Uh, memangnya mau ngapain sampai takut dilihat
orangtuamu?"
""Enggak ada acara apa?apa, tapi kalau bergadang menemani bulan, kan malu kalau ditunggui Papi-Mami, betul enggak?"
295 Vanessa menahan napas, mencoba membayangkan betapa menarik wajah RR dalam keadaan begitu.
""Oke, sampai Sabtu, Vanessa. Adios."
*** Lewat magrib ketika Robert pulang, Bi Asri
langsung melaporkan apa yang sudah terjadi. Robert
mendengarkan dengan bibir terkatup rapat, otot
rahangnya kelihatan berdenyut ketika diadunya kedua
baris gerahamnya. Setelah laporan selesai, dia naik ke
atas. Tanpa membuka sepatu atau tukar pakaian lebih
dulu, dihampirinya kamar adiknya. Pintu diketuknya
sekali.
"Masuk."
Dia masuk dan merapatkan kembali pintu lalu melangkah ke dekat ranjang, berdiri setengah membungkuk dengan kedua tangan menekan kasur.
""Lidahmu masih sakit?"
""Sedikit."
Robert melirik nampan dan gelas susu yang masih
penuh. ""Kau enggak menj amah makananmu."
""Aku udah makan tadi siang."
""Tapi kan belum habis, udah keburu luka."
""Aku enggak lapar."
"Ngomong aksi! Enggak lapar! Tapi nanti malam
gentayangan ke dapur, gelap-gelap cari makanan,
semua piring-panci berjatuhan, bikin orang serumah
kaget!" Robert menceritakan apa yang pernah terjadi
296 ketika ibu mereka masih hidup.
Melihat Robert tersenyum, Vanessa malah menggigit bibir, sama sekali tidak mengerti di mana lucunya.
""Jangan kuatir, aku enggak bakal gentayangan
sebelum jadi setan!" desisnya. Nah, lu! Keluar juga
deh kekasaranku. Habis, jengkel sih. Aku diperlakukan seperti anak kecil.
"Ngomong ceplas?ceplos. Ntar lu beneran jadi setan, baru tahu!"
"Biarin! Lebih mending jadi setan daripada tinggal
di sini!" Lalu mendadak dia tersedu sedan mendekap
si Coklatsusu. Robert memperhatikan sejenak, lalu
menarik napas pelan dan melangkah ke dekat Vanessa.
Dia duduk di atas kasur, memegangi kedua lutut adiknya dengan kedua tangannya.
Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nes, aku tahu Kori memang jail. Tapi..."
""Jail!" potong Vanessa mengangkat mukanya dari
dekapan Coklatsusu. ""Itu udah lebih dari jail. Coba
seandainya tertelan, apa yang akan terjadi"? Sejak tadi,
aku ketakutan terus memikirkan kemungkinan itu.
Udah sekali dicobanya, siapa yang bisa menjamin dia
enggak bakal mengulangi lagi? Dan apa aku bisa selamat lagi, seperti sekarang? Seandainya tadi mulutku
penuh nasi, bukan cuma kangkung tok, mungkin jarum itu enggak langsung terasa olehku, gimana kalau
sudah tertelan baru terasa? Seperti tulang ikan? Gimana kalau nyangkut di tenggorokan? Dan kau bilang itu
cuma " jail"? Dia mau mencelakai aku, tahu!"
Robert menarik napas berat. Vanessa mungkin
betul, Kori sudah melewati batas. Gimana kalau bedebah itu memang berniat mencelakai Vanessa? Sebab
297 kalau Vanessa enggak ada, berarti...Robeit tak berani
meneruskan pikirannya.
""Yaa, mungkin Kori memang berniat jahat. Tapi
kau udah bukan lagi anak kecil, kau udah punya titel,
Nes. Jangan kalah gertak dong sama dia. Jangan mau
ditakut-takuti. Kalau kau sembunyi begini di kamar,
itu justru yang diinginkannya. Apalagi kalau kau sampai menjadi gila saking ketakutan, wah pesta pora deh
setan itu! Jangan mau, Nes. Bangun dan anggap sepi
aja deh, semua ulahnya. Nanti akan kutegur dia, kalau perlu, kuadukan sama Pak Razak biar dia diancam
akan dikucilkan sebagai ahli waris. Kau enggak boleh
mogok makan, justru harus menjaga kesehatan supaya
tetap bisa mempertahankan diri terhadap semua serangan.
""Besok kau jadi kan ke Jakarta? Kita enggak perlu berangkat terlalu pagi, jadi kau bisa tidur cukup.
Aku kan baru masuk kantor minggu depan, jadi pergi
jam berapa juga bisa, sembilan atau sepuluh. Pulangnya nanti kujemput lagi di tempat Karmila, bilang aja
pukul berapa."
Vanessa menghentikan isaknya, culak?cilek mencari kain atau kertas yang dapat dipergunakan membersit hidung. Seakan bisa menebak, Robert mengeluarkan sebungkus kertas tisu dari kantong celana dan
memberikannya pada Vanessa.
Gadis itu mau ketawa melihat ada cowok mengantongi tisu kayak cewek. Apa ini disediakan buat ce?
wek?cewek yang akan nangis atau khusus buat pacarnya? Aneh, aku enggak tahu apakah dia sudah punya
pacar atau belum! Apa dia juga mengantongi tampon
buatpersediaan? Atau kondom buatjaga-jaga?
298 Dibersitnya hidungnya. ""Sorenya aku enggak pulang, aku mau nginap di rumah Tante Yas."
""Masak baru tusuk jarum, udah mau nyusahin
orang sedunia?"
Vanessa mendengus kesal. Si goblok ini enggak
juga mengerti!
""Kalau jarum itu karatan, aku bisa kena tetanus,
tahu! Aku enggak nyusahin siapasiapa, tadi aku sudah
telepon, Tante bilang aku boleh tinggal di sana berapa
lama aja semauku! Dan kalau kau merasa disusahin
sama aku, besok aku pergi sendiri aja ke Jakarta. Omprengan kan banyak ke Bogor, dari sana aku bisa naik
kereta api atau bis."
""Jangan edan, ah. Mau dempet-dempetan duduk di
mikrolet yang begitu sempit? Tentu aja kau harus ikut
mobilku, itu udah jelas. Cuma maksudku, Tante Yas
kan lain, dia banyak urusannya sendiri, kalau enggak
perlu benar, jangan...!" Robert menghela napas. ""Apa
kauceritakan padanya kenapa kau mau minggat?"
Vanessa menggeleng. ""Aku enggak merasa perlu
cerita apa-apa. Tante pasti udah ngerti sendiri, aku di
sini selalu dimusuhi. Dan aku juga bukannya minggat.
Aku cuma kepingin tinggal bersama manusia-manusia
normal selama beberapa hari. Uh, aku udah enggak sabar mau balik lagi ke RS Fatima. Biarpun di sana mesti
kerja keras, tapi paling sedikit aku enggak kesepian,
banyak orang yang menyukai aku."
Robert menepuk-nepuk kedua lutut Vanessa, lalu
berdiri, menatapnya sesaat sebelum dia berbalik dan
melangkah ke pintu tanpa berkata apa-apa. Setengah
termenung dia mengelilingi balkon menuju ke kamarnya yang terletak berseberangan, agak ke belakang, di
299 sebelah kamar Kori. Kamar Kori terimpit antara kamar
Robert serta kamar besar yang dulu ditempati oleh
ayah dan ibu, kemudian hanya oleh ibu, ayah pindah
ke kamar lain.
Gerendel pintu diputar?putamya untuk memastikan
bahwa penghuninya memang tak ada. Lalu dia masuk
ke kamarnya sendiri untuk mandi, dan menyalin pakaian dengan celana denim yang sudah pudar, warnanya
hampir putih semua, aslinya dulu biru, serta kemeja
tangan panjang dari Hanel yang hangat untuk bekerja
di rumah kaca setelah makan.
Tapi sebelum itu, masih ada yang perlu dibereskannya. Selesai mandi dan berpakaian, Robert turun ke
bawah, masuk ke ruang keluarga dan menghampiri
telepon di atas meja pojok. Dari buku alamat dicarinya nomor telepon yang diperlukan. Lalu sambil berdiri
diangkatnya tangkai pesawat dan ditekannya beberapa
nomor, kemudian dimasukkannya tangannya sebelah
ke dalam kantong celana.
""Halo" langsung terdengar suara Korizia.
Kebetulan. Robert mendecak dalam hati. "Kori,
apa-apaan sih kau?! Masak makanan kaumasukkan
jarum?"
Terdengar Korizia tertawa lantang dan senang.
""Ha... ha... ha...! Bilangin tuan putri, j angan sok ngadu,
ah. Masih untung itu bukan racun!" Brukkk! Pesawat
langsung digabruk tanpa memberi kesempatan bagi
Robert untuk lebih banyak lagi menegur.
Robert tentu saja prihatin. Sambil makan, pikirannya mutar terus. Jadi memang betul itu ulah Kori!
Dia memang sengaja mau... apa? Cuma jail? Atau
memang mau bikin celaka?! Gimana seandainya ter?
300 lanjur ketelan
Dia bergidik, tak berani membayangkannya.
301 Bab 8
KASANDRA masuk ke dalam kantornya dan menutup
pintu. Dia duduk di belakang meja lalu meraih
tumpukan surat yang baru datang hari itu. Kriiing...
Tangan kirinya menjambret telepon dari tempatnya. ""Halo..."
"Sandra, pasien yang dikirim oleh Prof. Muno kemarin dulu, apa sebetulnya diagnosanya?" terdengar
suara Dokter Otto Lukman.
""Kemarin dulu? Coba aku lihat dulu...." Kasandra
melepaskan tumpukan surat yang dipegangnya, lalu
membalik-balik Daytimer, buku catatan hariannya.
""Mmm, kemarin dulu... ah, Ibu Sulastri, istri Pak Komisaris Bank..."
"Biarlah, data-data perkawinannya tidak penting.
Bilang saja apa diagnosanya. Prof menyebutkan batu
empedu, kau menemukan apa?"
Kasandra ketawa geli. ""Sejak kapan kau tergantung
dari diagnosa Prof? Iris kupingku. Prof pasti belum
memeriksa wanita itu! Pokoknyo asal 3E dia langsung
deh curiga ke situ!"
Kemarin Suster Nurul membaca status kiriman itu
ketika mereka sedang ronde di bangsal. ""Apa nih, 3F,
Dok?" Sebelum Kasandra sempat menjawab, Dokter
Saul Ajinomoto sudah mendahului, ""Itu kan seperti
302 kamu, Mbak! Fat, female, forty! " Laki?laki itu ketawa
ceriwis.
Kasandra mendadak j adi mual melihat tingkah sejawatnya. Heran, kok banyak cowok ceriwis yang ber?
hasiljadi dokter! Mestinya calon mahasiswa FK disaring dengan psiko-test, jadi siapa yang punya kelainan
mata atau hidung seperti mata keranjang atau hidung
belang, bisa ditolak.
""Tahu artinya, Mbak? Artinya, perempuan empat
puluhan yang montok!"
""Kenapa sih tidak dikatakan gemuk saja gitu, Dok?
Kok montok itu rasanya kurang tepat, gitu. Sepertinya
berbau seks!"
""Ha... ha ha... pagi?pagi begini kok sudah mikir
ke situ! Sayang ini bukan Sabtu...."
Cukup! Binatang berkaki dua ini kalau dibiarkan
bakal ngelunjak, sama sekali enggakpunya respek terhadap wanita! Dikiranya wanita itu obyek seks tok!
Dasar harmon androgennya kelebihan. Lihat saja,
kepalanya sudah botak, padahal belum empat puluh!
Kasandra menoleh kepada suster kepala yang sudah bercucu itu, lalu menjelaskan, ""Itu sekedar patokan saja, Mbak. Kalau pasien seperti itu sakit perut,
dugaan pertama memang batu empedu, tapi tidak selalu. Jadi sebaiknya kita periksa saja sebelum gegabah mengambil kesimpulan." Ternyata pikiran Dokter
Kasandra memang tidak salah.
""Jadi?" Suara Otto menyadarkan lamunannya.
""Batu ginjal!"
""Prof baru saja telepon, katanya mau membuka
sendiri o.s.* itu. Kebetulan, aku juga segan turun tan
* o.s : orang sakit
303 gan. Kalau ada komplikasi, kita yang harus bertanggung jawab, tapi kalau soal honor, sembilan puluh persen
diambil oleh..."
""Husss! Siapa tahu ada yang nguping!"
""Habis! Adil, tidak, Prof yang jadi kepala bagian,
tapi nongol cuma sekali?sekali. Kita yang jadi ka?
cung-kacung, kerjanya lebih berat, honor lebih rendah. Coba kaupikir, malu tidak kalau ada pasien keluar sebelum waktunya sebab tidak ditengok-tengok
oleh Prof yang menanganinya? Pasien sampai lari ke
luar negeri, itu kan buat kita sebuah tamparan, Sandra.
Lalu ribut soal pembayaran. Pasien menolak membayar penuh honor Prof, alasan mereka, sebab kurang
ditengok. Sedangkan Prof menuntut..."
Tok, tok, tok. Pintu didorong tanpa menunggu disilakan. Otto menoleh dan terbatabata berseru, ""Ah,
Prof! Kok datang mendadak begini sih? Silakan, silakan masuk...." Ke telepon dia memberitahu, ""Sampai nanti, ya. Aku sedang sibuk nih. Jangan lupa suruh
masak semur daging buat nanti malam!" Laki laki
simpatik yang mirip pemain film India Ray Kapoor
itu, meletakkan telepon sambil diam-diam menghela
napas.
Kasandra tentu saja mendengar kalimat terakhir itu
dan mendecak geli.
Hmmm, beruntung betul si Otto hari ini/ Kok mendadak dikunjungi Bos! Lebih baik aku menghindar
jauh-jauh, daripada harus berdiskusi soal diagnosa
Prof yang keliru.
Dia batal mau menyortir pos, cepat-cepat bangun
dari kursi dan pergi ke luar kamar.
""Mbak Nurul, saya akan pergi dulu ke atas, kira
304 kira sejam. Kalau dicari, bilang saja tidak tahu ke
mana."
Kasandra pulang ke apartemennya di lantai tujuh.
Dibukanya labjas putih yang digantungnya pada kapstok dekat pintu, lalu dicopotnya sepatu. Dengan beralaskan stockin g dia melangkah di atas karpet menuj u ke
tempat hiji, diputamya CD yang memang sudah siap di
dalamnya, lalu berjalan ke dapur. Dibuatnya secangkir
teh, dibawanya ke balkon. Dihirupnya teh hangat itu
pelan-pelan, diiringi musik dari arah belakangnya.
"Bagus lagu ini, apa namanya, Stella? "
"Jambe Tapatio. Lagu kesayanganku. "
"Aku suka La Cucaracha. Kau tahu, kecoak di
negaraku enggak begitu disukai, jangankan sampai
dijadikan judul lagu, begitu kelihatan pun langsung
dihantam mati. Nah, ini?lagu mars, aku suka deh. "
"Zacatecas namanya. Semua CD ini kuhadiahkan
padamu, mau? "
"Mau saja. Tapiii, kau sudah pasti dengan rencanamu? Enggak mau dipikir-pikir lagi? "
"Kasandra! Sejak masih di sekolah menengah, aku
sudah bercita-cita mau masuk biara. "
"Kenapa kau pacaran kalau begitu? "
"Manusia bisa dilanda keragu-raguan, tahu, kan?
Selama kuliah, aku memang sering tergoda untuk
kawin saja dan melupakan semua cita-cita itu. Tapi
sudahlah, enggak menarik membicarakan riwayat
hidupku. "
"Aku ingin tahu alasanmu, Stella. Boleh dong, kasi
tahu? "
Estrellita menghela napas dan menunduk memper?
hatikan kedua tangannya di atas pangkuan. Kemudian
305 diangkatnya kembali wajahnya dan ditatapnya teman
sekamarnya itu.
"Mana aku tahu, Sandra. Mungkin aku merasa
bersalah sebab abangku membunuhi banteng?banteng yang tak berdosa. Aku benci sebenarnya dengan olahraga itu ?olahraga, matamu! Membunuhi
makhluk tak bersalah kok mau dianggap olahraga!
? tapi aku tak bisa melawan tradisi. Miguel diang?
gap terhormat sebagai matador, aku menganggapnya
sebagai pembunuh. Kau sih menolak cintanya! " Estrellita menuduh, tapi bibirnya tersenyum. "Coba kau
istrinya, pasti kau bisa melarangnya supaya menyetop
kegiatan itu. "
Aku menghela napas. "Kan sudah kuberitahu alasanku, Stella. Aku tak mau Migueljadi korban ke... "
"Ah, takhayul! " potong Estrellita. "Kau kan calon
dokter masak pikiranmu seperti dukun klenik? Tapi,
ya itulah, salah satu kemungkinan alasanku. Aku ingin
menebus dosa abangku, dan juga bagi... leluhurku,
Hernan Cortes. Jangan ketawa, sejarah kami penuh
bergelimang darah. Ratusan ribu orang dari kedua
pihak dibantai, atau dicabutjantungnya oleh Montezuma dalam keadaan masih hidup. "
Walau sudah tahu ceritanya, aku toh bergidikjuga.
Bayangkan sakitnya!
"Montezuma itu raja merangkap pendeta. Agama
mereka mengharuskan adanya persembahan manusia
sebagai upeti untuk dewa perang yang ganas. Orangorang Spanyol memang banyak yang mati, tapi mereka juga sangat kejam terhadap suku?suku Indian, jadi,
aku merasa... ah, mungkin aku kelewat sensitif. Ten?
tu saja aku tak perlu menebus dosadosa yang dibuat
306 empat ratus tahun yang lalu. Dan memang bukan itu
alasanku sebenarnya. "
"Jadi kau cuma asal ngomong saja untuk membodohi aku? "
Estrellita ketawa. "Sudahlah, apa alasanku enggak
penting lagi sekarang, toh aku sudah diterima. Yang
utama, kau harus hadir pada hari besarku nanti. Aku
punya surprise untukmu! "
Dan surprise itu ternyata eks pacar Estrellita yang
berasal dari... ah, mereka ternyata seudik! Sama-sama dari Jakarta.
*** ""Dokter Kuret mengirim fax. Kau harus mengerti
kedudukanku. Suami pasien adalah anggota komisaris
tiga bank swasta dan dua bank negara. Dia dapat
merusak atau mengangkat reputasiku dengan beberapa
patah kata saja. Seandainya tersiar di luaran bahwa
aku salah membuat diagnosa, tamatlah sudah karirku!
Dan aku belum ingin pensiun, Dokter Lukman.
""Di samping itu, sebenarnya aku bukan membuat
kesalahan, tapi cuma keteledoran kecil yang tidak
membahayakan jiwa pasien. Aku sudah kecepatan
membuat kesimpulan, memberitahu pasien apa penyakitnya, sebelum kulakukan pemeriksaan tuntas.
Berdasarkan pengalamanku, dua dari tiga wanita dengan 3E pasti positif cholelithiasis. Itu yang kuajarkan
padamu sewaktu kuliah, bukan? Nah, rupanya Ibu Su
Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
307 lastri itu satu dari tiga itu, lolos dia!" Prof. Muno tertawa. Dokter Otto Lukman mengikuti. Kalau enggak
ikut ketawa, nanti salah lagi, dikira mau melawan.
Profesor Fiko Muno baru lima puluh lebih, masih
jauh dari pensiun, tapi rambutnya sudah putih salju,
malah sejak sepuluh tahun lalu ketika uban-ubannya
baru mulai muncul, dia sudah menyemir putih kepalanya, alasannya agar kelihatan lebih berwibawa.
Dan itu rupanya memang diperlukan. Otaknya yang
brilian kurang ditunjang oleh fisiknya yang gendut
dan tidak tinggi, cuma seratus enam puluh lima senti.
Menurut gosip, dia pernah ditolak untuk menjadi ahli
bedah sebab dianggap kurang tinggi.
""Tapi, Prof, apakah Dokter Kuret yang harus
menanggung akibat kekeliruan ini?"
""Apa salahnya bila Dokter Kuret mengatakan pada
pasien, "Sebenarnya Ibu memang menderita batu
empedu, tapi batunya cuma satu dan juga masih kecil,
belum perlu dioperasi. Nanti saja bila menimbulkan
nyeri sekali lagi, harus dikeluarkan.,
""Nah, itu kan cuma ralat kecil. Dokter Kuret kan
masih baru jadi spesialis, pasien takkan heran bila dia
membuat kesalahan, tak berhasil menentukan diagnosa yang tepat. Selain itu, namanya belum dikenal,
jadi pasien takkan punya keinginan untuk menggun?
jingkannya. Mungkin juga pasien malah takkan ingat
namanya atau memperhatikan ucapannya. Dia sudah
merasa beruntung, batu empedunya tidak membahayakan."
Tapi dengan begitu kita memberi pasien penyakit
yang sebenarnya tidak ada., Untuk selanjutnya pasien
mungkin akan waswas bahwa suatu ketika batu empe
308 dunya akan berontak, dan dia akan ketakutan membayangkan sakitnya. . ..
""Saya rasa sebaiknya Prof sendiri yang memberitahu pasien, biar lebih berbobot." Otto tentu saja tak
berani terus terang mengeritik atasan.
""Ah, ya, tentu saja bisa. Tapi aku justru tidak mau
memberi kesan bahwa aku tidak percaya pada Dokter
Kuret. Nanti pasien akan berpikir, aku turun tangan
sendiri sebab Dokter Kuret kurang kompeten. Itu kan
tidak kolegial, benar tidak, Dokter Lukman? Di samping itu, aku harus segera kembali ke J akarta, ada pasien
penting yang perlu kulihat sore ini juga. Bagaimana
kalau kita panggil Dokter Kuret sekarang?"
""Apa tidak lebih baik bila kita akui saja, diagnosa pertama itu suatu kekeliruan, sebab Prof waktu itu
terburu-buru, belum sempat memeriksa secara tuntas,
jadi nyeri di sebelah kanan itu dikira dari empedu?!
Dengan begitu, Dokter Kuret yang memang tidak ber?
salah, takkan jadi malu di depan pasien."
""Wah, wah, wah, masak aku harus mengakui bahwa aku memeriksa pasien sambil lalu saja? Kan ya, bisa?bisa semua orang kaya dan penting j adi takut datang
padaku! Tidak bisa begitu, itu akan sangat merugikan
nama baikku. Pikirkanlah, Dokter Lukman, aku sudah
menjadi chirurg dua puluh enam tahun, dan namaku
masih harum, masak sekarang harus rusak gara-gara
hal kecil begini? Aku harap Dokter Lukman jangan
coba-coba menyusahkanku, sebab aku juga duduk di
Badan Pengurus klinik ini. Dengan mudah aku bisa
menaikkan pangkat setiap dokter ataupun menjatuhkannya. Nah, apa kita bisa memanggil Dokter Kuret
sekarang?"
309 *** La Golondrina mengalun sendu, diikuti oleh A Media
Luz. Merekah senyumnya terkenang tango ini.
"Aku enggak bisa tango! "
"Kuajari. Gampang kok. Kauikuti saja gerakanku,
aku yang mimpin. "
Memang dia calon pemimpin. Waktu itu aku sama
sekali enggak tahu, menduga juga enggak, bahwa dia
sebenarnya calon pewaris tahta sebuah dinasti! Orangnya sederhana, ramah, kadang malah lugu, tapi
tango-nya bukan main! Siapa sangka dia kelak akan
menguasai hampir separuh dari ekonomi di Asia!
Y todo a media luz que es un brujo el amor,
A media luz los besos, a media luz los dos.
Tango itu sangat intim! Rasanya enggak pernah
lagi aku akan sanggup menarikannya dengan orang
lain...! Kriiing
Dengan langkah berat dia berdiri, masuk dan menutup pintu balkon. Dihampirinya telepon dekat TV.
""Halo"
""Maaf, Dok, sebelum saya sempat bilang, "Tidak
tahu Dokter ke mana," Dokter Otto sudah memerintah?
kan saya untuk memanggil Dokter, bicaranya di depan
Prof, jadi saya tidak bisa menola ."
310 ""Oke, Mbak Nurul, saya akan turun." Asal aku enggak kena maki saja soal pasien 3F yang bukan mengandung batu empedu itu!
Ternyata Prof. F iko Muno menyambutnya dengan
ramah, sama sekali tidak kelihatan marah. Beliau sudah menunggunya di kantor Otto Lukman. Tanpa disi?
lakan lagi, Kasandra langsung menj atuhkan diri ke atas
kursi di depan meja Dokter Lukman, saling berhada?
pan dengan kursi Prof. Yang punya kantor itu sendiri
tengah berdiri dekat j endela. agak membelakangi Prof.
""Jadi bagaimana status Nyonya Sulastri?"
"Nephrolithiasisii, Prof. Ginjal kanan."
""Dan pasien sudah diberitahu?"
""Ya."
""Seharusnya Dokter Kuret konsul dulu dengan
saya atau paling tidak, didiskusikan dulu dengan Dok?
ter Lukman, sebab di sini kan ada diskrepansi antara
apa yang telah saya katakan pada pasien dan suamin?
ya, dengan apa yang Dokter temukan."
Enak saja! Pasien kan langsung kepingin tahu,
sakitnya apa. Masak aku harus bilang, nanti dulu,
saya harus konsul Profdulu. Kan dikira aku ini dokter
bego!
Tapi Kasandra dengan takzim manggut.
""Maaf, saya keliru bertindak."
""Sekarang baiknya begini saja. Dokter Lukman
sudah sepakat dengan saya (Kasandra mengalihkan
matanya, menatap Otto yang geleng-geleng kepala di
belakang Prof), Dokter harus memberitahu pasien bahwa dia sebenarnya memang menderita batu empedu,
tapi sangat kecil, karena im semula susah didiagno
* Nephrolithiasis. batu ginjal
311 sa, untung Prof berhasil mendeteksinya. Tapi karena
sangat kecil, tak ada gunanya susahsusah dikeluarkan.
Yang perlu dioperasi sekarang adalah batu ginjal itu
saja."
Oh, bagus, bagus! Jadi aku bukan cuma bego, tapi
juga mau disulap jadi kambing hitam yang congek!!!
Mungkin baikan kuakui juga bahwa ijazahku sebenarnya aspal!
Namun dia kembali manggut. ""Baik, Prof. Akan
saya lakukan." Dilihatnya Otto memutar bola matanya ke atas. Habis, aku harus bilang apa? Salah-salah
nanti bukan pasiennya yang akan meringis, melainkan
aku yang bakal mati berdiri! Dipecat tanpa pesangon,
tanpa surat rekomendasi !
""Bagus! Jadi Dokter lakukan itu. Saya tidak bisa
menemui pasien itu sekang (Prof melirik arloji Patek
Phillip-nya dan manggut), sebab harus segera kembali
ke Jakarta." Prof bangkit diikuti oleh Kasandra. Otto
juga menghampiri dari arah belakang Prof sambil me?
lirik teman sejawatnya dan mengangkat bahu.
""Jadi kapan pasien itu akan di?OP, Prof?" tanya
Kasandra.
""Oh, fax saja sekretaris saya, bikin perjanjian," sahutnya, lalu menoleh pada Otto, ""Aku serahkan semua
persiapan pada kalian. Aku tahu beres, datang tinggal
pegang skalpel!"
Laki?laki pendek-gendut, penuh uban, yang perlente itu tertawa memperlihatkan barisan gigi yang
kuning kehitaman akibat puluhan tahun kena nikotin.
Beliau memakai contact lense saking kepingin menja?
ga penampilan supaya tetap muda ? rahasia ini dibocorkan oleh istrinya sendiri pada seorang sejawat yang
312 meneruskannya pada sejawat lain yang meneruskannya lagi pada sejawat yang...
""Oya, jangan lupa sarapan kesenanganku! Aku
tidak bisa konsentrasi tanpa sarapan istimewa itu!"
Setelah Prof berlalu, diantar sampai masuk ke da?
lam lift (Kasandra sendiri yang cepatcepat mengu?
lurkan tangan ke dalam dan menekan tombol close),
kedua orang itu sating berpandangan.
"Sorry, Sandra, aku sudah berusaha supaya kau
jangan diharuskan menanggung akibatnya, tapi Prof
bilang reputasinya terancam...." Otto menghela napas.
""Aku mengerti. Harus ada keroco yang bisa diko?
rbankan!"
""Dia malah mengancam mau memecatku kalau
mempersulit dirinya."
""Dan sarapan istimewa itu apa sih?"
""Beritahu saja Mbak Nurul. Dia yang biasa mempersiapkan, aku enggak pernah menemani Prof sara?
pan. Kurasa memang dia enggak mau ditemani, sebab
selalu makan di kamar tamu. Siapa yang berani masuk
ke kamar tidur tanpa diundang?"
""Oke deh, aku mau balik ke kamarku. Siapa yang
akan kirim fax? Kau atau aku?"
Otto memandang koleganya yang kelihatan lusuh.
Kasihan jadi perempuan, selalu gampang dijadikan
kambing hitam. Profenggak adil. Tapi siapa yang berani menegurnya ?
""Biarlah aku yang akan mengurusnya. Nanti kuber?
itahukan kalau tanggalnya sudah pasti. Dan... enggak
usah cepat-cepat kauralat diagnosamu. Biar saja besok, sekalian kontrol."
Kasandra mengangguk lesu, lalu berjalan ke arah
313 kantornya. Dia masuk dan menutup pintu. Matanya
langsung hinggap pada setumpuk surat yang tadi dit?
inggalkannya. Dijatuhkannya tubuhnya ke atas kursi,
lalu diraihnya sampul pertama.
Hm. Brosur dari perusahaan obat yang produknya
diragukan kualitasnya. Ke tong sampah, kau! Sampul
kedua. Sami mawon. Yang ketiga. Idem. Keempat.
Dito. Tawaran seminar microsurgery di... mmm boleh
juga kupikirkan. Tahun depan, kan? Masih banyak
waktu. Mungkin sekalian ambil cuti? Lalu mampir
ke... Wajahnya mendadak bersemu merah, napasnya
agak memburu ketika dia teringat nama sebuah tempat
yang tidak berani diucapkannya.
Dia terus menyortir pos. Banyak yang melayang ke
keranjang kertas. Tapi ada beberapa info penting yang
menyangkut para pasien, dari labor atau dokter yang
semula menangani, atau permintaan surat keterangan
kesehatan dari dokter yang sekarang menangani, men?
genai pasien yang dulu pernah dirawat di situ. Ada
empat permintaan. Berarti aku harus lembur Sabtu ini
untuk membuat laporannya.
Ketika dia tengah meraih surat penghabisan yang
kecil?panjang, telepon mengganggu. ""Halo..."
Kiranya Saul Ajinomoto. Dengan sebelah kuping
dipinjamkan ke telepon, Kasandra tetap membiarkan
otaknya bekerja terus.
C owok ini rupanya sangat hiposensitijf enggak bisa
mengerti bahwa orang enggak suka padanya. Otaknya encer: kenapa sarafnya enggak peka? Rupanya dia
berkulit badak, sudah ditolak, tapi lagi?lagi ngajak
makan. Dikiranya aku enggak mengerti, homo sapiens
kayak dia mana rela keluar duit tanpa imbalan.
314 Aku masih ingat apa yang dikatakannya, "Traktir
minum imbalannya pelukis (peluk dan kiss), traktir
makan malam imbalannya ya semalam suntuk, dan
Kas, tentunya bukan dihabiskan untuk melotot di de?
pan tivi! " Walau kemudian dia bersumpah itu cuma
guyon, aku justru menganggap sebaliknya. Aku tahu,
kita harus lebih waspada terhadap apa yang diucapkan orang waktu guyon daripada yang terlontar dalam keadaan serius.
""Saul, malam ini aku enggak makan, ngerti?! Besok? Besok malam juga enggak. Lusa? Lusa juga
enggak. Pokoknya, setiap kali kauundang aku makan
malam, berarti malam itu aku puasa! Biar kelaparan!
Malah bagus untuk kelangsingan. Pernah dengar kuliah Petra? Yang penting adalah sarapan serta makan
siang. Kalau mau langsing, sesedikit mungkin makan
malam. Karena itu sayang-sayang buang duit pergi ke
restoran mahal, malam hari aku cuma makan buah.
"Dengar, Ganteng, perawat begitu banyak yang
manis?manis, mereka semua menunggu kesempatan
untuk j adi nyonya dokter, kenapa buang?buang energi
bagiku? Aku sudah punya titel Dr, enggak perlu lagi
jadi nyonya dokter? Dengan suara semerdu mungkin
ditambahkannya, ""Apa kau belum sadar, melihatmu
aku sering jadi nauseaf tentunya bukan karena sim?
pati, kan?"
Diletakkannya telepon. Matanya menangkap
prangko di atas surat terakhir. Dadanya langsung ge?
muruh, napasnya menjadi cepat. Dibukanya sampul
itu dengan pembuka surat yang digantungi bandul kec?
il berbentuk kilang minyak, tanda mata sewaktu kuliah
* nausea= mual
315 di Texas.
Dibacanya dengan cepat. Surat itu pendek sekali.
Kasandra menghela napas dan melihat arlojinya.
Sekarangjam tiga sore, di sana mungkin baru jam
dua pagi. Aku harus menunggu sampai jam sembilan
atau lebih sebelum bisa meneleponnya. Oh, aku sudah
enggak sabar mau menanyakan bagaimana keadaannya. Kapan ya, aku bisa melihatnya lagi?
*** Jumat itu Alisha repot betul. Hampir jam enam sore
baru dia sempat duduk dalam kantornya menyortir
surat-surat. Ketika dia membaca sepucuk surat kecil,
wajahnya berubah kaget. Cepat-cepat diaduknya
tumpukan hasil pemeriksaan darah para pasien yang
datang dari labor hari itu. Ketika didapatnya apa yang
dicari, ditariknya ke luar lalu dibacanya.
Hm, hm. Dia mengangguk?angguk Leukosit tinggi.
Laju Endap Darah tinggi. Berarti ada infeksi. Aku harus tahu di mana.
Diputarnya telepon. ""Mbak Dewi, mengenai Pak
Zimpati, apa darahnya dibiak?"
Di kantornya, suster kepala yang gemuk itu mem?
buka catatannya. ""Ya, Dok, tapi hasilnya belum masuk.
Oya, Dok, o.s. minta ditengok, katanya ada yang perlu
dikatakannya pada Dokter, yang kelupaan kemarin."
"Baiklah. Kebetulan saya memang mau melihatnya." Ada sesuatu yang juga perlu kukatakan padanya.
Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
316 ""Saya ikut, Dok?"
""Tidak usah."
Alisha sebenarnya masih berharap bahwa Pak Zimpati ini akan dipegang oleh Ariono atau Markoni. Dokter Ariono Hamid selain j adi wakil kepala bagian, juga
mengepalai bagian Ginjal dan Pencernaan. Dokter
Alisha Koli, mengepalai bagian Cardiovascular dan
Tractus respiratorius, jadi biasanya cuma menangani
pasien penyakit jantung dan paru. Dokter Markoni
Koballa masih internis biasa, belum melakukan superspesialisasi, sedangkan Dokter Potasa Lentir masih
belum punya brevet spesialis.
Aku enggak kerasan berhadapan dengan pasien
yang satu itu lama-lama. Dokter kan juga manusia.
Gimana sih perasaan cewek bila diharuskan menden?
garkan ocehan orang yang telah mencampakkannya
mentah?mentah begitu?
Tengah dia berjalan di lorong menuju ke kamar
VVIP di ujung, mendadak di belokan terlihat olehn?
ya seorang perawat muda tengah dijaili oleh... siapa
lagi binatang berkaki dua di lantai ini selain Markoni?!
Dengan tenang dia melangkah tanpa bunyi di atas karpet sampai ke belakang mereka berdua.
Suster Tuti yang baru lulus itu tak kedengaran bersuara atau berontak, cuma bahunya saja yang menge?
j ang ke atas menandakan bahwa dia sangat ketakutan.
Belokan im memang menuju ke tempat penyimpanan
binatu, j arang sekali orang akan lewat di situ.
Alisha mengambil stetoskopnya dari dalam saku
labjas. Markoni tengah meremas popo gadis itu sambil
mendesah, ""Gempal betul pant..."
Dia tidak sempat meneruskan ucapannya. Tahu-ta
317 hu stetoskop yang tidak ketahuan dari mana datangnya
sudah menghantam laki-laki itu tepat di bagian tubuh?
nya yang paling sensitif. Serta-merta Markoni membungkuk dan tangannya yang tadi asyik meremas,
langsung dipindahkannya ke depan untuk memegangi organ mbuhnya yang kesakitan. Sambil meringis
teraduh-aduh, dia berputar?putar di tempat, membungkuk dan menatap Alisha dengan marah.
""Sekali ini aku maafkan. Bila terjadi lagi, kau akan
kulaporkan! Mari, Ti," ujar Alisha memeluk bahu gadis itu dan mengaj aknya berlalu. Markoni tidak mem?
buka mulut, namun wajahnya memancarkan api per?
musuhan.
""Kau tidak kenapa?kenapa, kan? J angan takut, dan
j angan nangis. Justru itu yang diinginkannya, melihat?
mu nangis ketakutan. Aku berj anji akan melindungimu
serta semua staf wanita di sini. Dokter Ariono juga
sependapat denganku. Jadi kau tenang saja, jalankan
tugasmu seperti biasa. Anggaplah itu sebagai mimpi
buruk. Sekarang kau sebaiknya istirahat saja dalam
kantor Mbak Dewi. Kalau ditanya olehnya, bilang
aku yang suruh. Boleh kauceritakan padanya apa yang
terjadi supaya dia tahu. Aku juga akan memberinya
kisikan. Kami sedang mengumpulkan bukti sebagai
alasan untuk memecat Dokter Koballa!"
Perawat muda itu mengangguk dengan rupa penuh
terima kasih, lalu berbelok ke kanan menuju ke kamar
jaga perawat, sedangkan Alisha terus sampai ke ujung
bangsal.
Pasien tengah memandang ke luar jendela dengan
roman lesu, namun begitu dialihkan ke arah pintu,
kedua matanya langsung berbinar gembira, terlebih
318 melihat dokter datang sendiri. Tapi Alisha cuek saja
terhadap kegembiraan yang terpancar dari waj ah
pasien. Dengan air muka tenang dan formil, dihampirinya tempat tidur, berdiri tidak terlalu dekat.
""Pak Zimpati, saya membawa kabar baik dan kabar
jelek"
""Aku enggak peduli!" potong pasien dengan
tangkas. ""Yang penting, aku bisa tinggal di sini, dekat
denganmu!"
""Kabar baiknya," ujarnya meneruskan tanpa menggubris reaksi pasien. ""Bapak tak perlu dioperasi. Pe?
meriksaan tadi pagi menunjukkan luka di lambung
itu kecil, takkan menembus dinding lambung dalam
waktu dekat ini, masih bisa ditanggulangi dengan obat
dan diet saja. Tapi bila perdarahan ini sampai kambuh,
saya tak bisa menj amin"
""Kau tahu, selama ini aku enggak sanggup... anu!
Begitu tinggal di sini, selama dua hari ini, keadaanku
pulih lagi. Setiap pagi! Itu membuktikan betapa aku
sangat membutuhkan dirimu!"
""...bahwa Bapak masih tak perlu dioperasi. Jadi,
obat harus dimakan teratur, diet dan cara hidup harus
diubah dari kebiasaan sekarang. Nomor satu, alkohol
harus ditinggalkan."
""Alisha, rupanya kau masih belum juga mengerti!
Aku ingin selalu di dekatmu, tak bisa lagi berpisah.
Bicara denganmu begini saja sudah membuatku seperti ini. Lihatlah!" Pasien dengan tiba-tiba menyingkapkan selimutnya, memperlihatkan keadaan dirinya.
Alisha tetap tenang, sama sekali tidak menunjukkan
bahwa matanya telah menangkap sirkus yang dipertunjukkan. Tapi dalam hati dia memaki juga. Kurang
319 ajar bedebah ini! Untung dia masih pakai piyama!
""Kau tahu, dengan istriku aku enggak mampu,
Alish! Tapi sekarang ternyata aku sebenarnya enggak
impoten! Aku cuma enggak mampu melakukannya
dengan perempuan lain kecuali engkau!"
Kurang ajar! Kalau didengar orang, bisa-bisa
disangka kita berdua sudah pernah intim! Hm. Kalau belum pernah intim dengan perempuan, dari mana
datangnya gonorrhoe ini ? ? ? Apa kaukira kalau cuma
melototi gadis?gadis di plaza-plaza seluruh Jakarta
bisa mendadak kena penyakit beginian?
""Kabar jeleknya, anu... kenapa Bapak tidak bilang,
Bapak adalah pasien Dokter Parega?"
"Parega? Parega yang mana? Aduh, Alisha, kenapa sih terus-terusan memanggilku Bapak? Namaku
Rikoy, masak begitu cepat dilupakan?"
Malah enggak sampai dua puluh empat jam kok
setelah kau membatalkan pernikahan, aku sudah lupa
namamu, tanggal lahirmu, nomor teleponmu, alamatmu....
""Dokter Roy Parega, spesialis Kulit Kelamin.
Bapak dirawat olehnya karena gonorrhoe. Ingat sekarang?"
""Ah, itu sudah lamaaa! Sekarang aku sudah sehat,
enggak pernah kencing nanah lagi. Masak gara-gara
hal kecil kau sekarang menolak aku?"
""Kebijaksanaan kami di sini, kami tidak menerima pasien-pasien dengan penyakit infeksi. Karena
itu semua pasien yang dioperasi atau dirawat di sini
belum pernah ada yang kena infeksi, sebab klinik ini
konsentrasi kumannya sangat rendah. Jadi kami sekarang sedang menunggu kabar dari labor. Bila ternyata
320 penyakit Bapak masih aktif, terpaksa Bapak kami pulangkan. Di samping itu, keadaan Bapak sudah tidak
akut, tak perlu lagi diopname."
""Aku enggak peduli! Pokoknya aku mau tinggal
terus di sini! Kalau perlu, aku akan berlagak gila supaya bisa dirawat di Bagian Penyakit J iwa!"
Sesukamu! Toh itu duitmu yang akan kauhamburkan! Tapijangan berharap kau akan bisa tinggal per?
manen di daerah kekuasaanku!
""Nah, saya tinggal dulu. Oh, itu makan malam sudah diantarkan, selamat makan!"
*** T here 'll be no dawn or sunsetfor this child to see
For today its short existence will have ceased to be
Unborn, unknown, undefended
F or it has been decided that its life should be ended
But in my dreams ] can hear him say
Please let me live, please let me stay
Maybe ] have eyes of blue,
And hair of gold so softly curled.
Maybe ] could look like you,
Please let me see this great big world.
"Wow! Maut betul lagu ini, bikin hatiku seperti
diiris-iris. Belum pernah kudengar, baru kali ini," ujar
Vanessa di ruang tamu Karmila dekat J agorawi.
Setiap Jumat Karmila bebas tugas, tapi Sabtu
321 masuk, jadi bergantian dengan rekan-rekan. Alasannya, Jumat itu enggak panjang harinya, sebelum tengah
hari pegawai labor sudah pada pulang. Dia hampir tak
bisa berkutik, sebab sering kali diagnosa sulit ditegakkan tanpa bantuan labor. Sedangkan dia sudah datang
jauh?jauh dari rumahnya yang hampir dekat Bogor,
cuma untuk pulang lagi dengan hati j engkel, sebab tes
yang diperlukan, entah darah atau roentgen, ternyata
mesti ditunda sampai besok. Jadi dia minta libur saja
Jumat, tapi masuk Sabtu, menggantikan rekan yang
justru ingin santai hari itu.
Dalam ruang tamunya yang berlantai licin dan
apik, kedua orang itu duduk bersila di atas permadani,
memeluk bantal bersulam, ngobrol, makan rujak dan
mendengarkan radio dari Stasiun Soliter yang dikelola
oleh Feisal.
""Ini lagu anti abortus, Nes. Feisal obsesi betul sama
lagu ini. Setiap tahun, menjelang Hari Kanak?kanak,
pasti stasiunnya akan menyiarkan lagu ini berkali-kali
setiap hari selama seminggu," ujar Karmila menepiskan rambutnya yang panjang ke belakang.
Maybe ] could be a king,
To save the worldfrom greater sin.
Do you think ] 'm just a friend,
To diefor you, is this the end?
Vanessa melihat mata Karmila berkaca-kaca. Yah,
orang yang sudah jadi ibu tentunya lebih bisa menghayati daripada diriku. Aku cuma terpesona pada
melodinya, tapi Karmila mungkin meresapi betul li
322 riknya.
""Tempo?tempo aku suka berpikir, apa jadinya bila
dulu aku menjalani aborsi. Fani enggak akan terlahir
dan... enggak bisa kubayangkan apa jadinya hidupku
tanpa dia...." Karmila menggigit bibirnya, sementara
matanya makin berkaca-kaca.
Suara penyanyi makin lantang, meninggi dan menyayat hati.
Please let me live to share with you
Vanessa mengulurkan tangan dan memeluk temannya tanpa berkata-kata. Sesaat kemudian baru Karmila melepaskan diri, tersenyum, membersit hidungnya
sedikit dengan sepotong kertas dari kotak tisu.
""Feisal anti betul dengan aborsi. Katanya, wanita memang berhak memilih, mau punya anak boleh,
enggak juga boleh. Tapi begitu sudah terjadi konsepsi,
menurut dia, pilihan itu sudah hilang. Tanpa kekecualian, semua embryo harus diberi hak untuk dilahirkan dan hidup."
"Gimana dengan embryo dalam tabung?"
""Yah, itu memang merupakan problem. Feisal bilang, dia belum sanggup menentukan sikapnya dalam
hal ini, sebab pertama-tama dia sudah kurang setuju
dengan cara?cara orang main tuhan-tuhanan begitu.
Inseminasi buatan juga divetonya."
""Kurasa, bayi tabung tanpa memakai donor orang
lain, masih boleh."
"Entahlah. Feisal agak konservatif dalam hal ini.
Anjing dan kucing saj a enggak boleh dikebiri, katanya
bertentangan dengan hak asasi hewan."
323 ""Tapi dia harus ingat penderitaan orangorang yang
enggak bisa punya keturunan, terlebih orang-orang
kaya yang takut nanti harta mereka tak bisa diwarisi
oleh anak sendiri. Kalian memang beruntung, dengan
gampang sudah punya tiga anak yang manis dan ganteng." Vanessa menunjuk potret ketiga anak itu, yang
tergantung di tembok.
Karmila tersenyum dan menggeleng. ""Kalau kautimbulkan masalah ini padanya, bisa-bisa kau akan
diajaknya berdebat semalam suntuk! Dia pernah memecat seorang penyiar karena ketahuan aborsi, padahal wanita itu sangat pintar mengemukakan topiktopik yang aktual."
"Oya, ngomong-ngomong, stasiun radiomu itu di
sebelah, ya? Aku lihat papannya di depan."
""Kau mau melihat? Feisal sudah pesan, supaya kau
dibawa ke sana. Mungkin sekarang dia sudah pulang
dari Kota, tadi pagi katanya ada urusan ke bank. Dia
punya surprise untukmu. Tapi aku minta jangan sebutsebut soal aborsi padanya!"
Please let me live to share with you
Do you think I 'm just a Fiend,
To diefor you, is this the end?
Maybe ] could look like you
Mungkin tebal rambutku,
Dan mataku redup.
Mungkin wajahku mirip Ibu,
Biarkan aku hidup....
""Sebenarnya aku ingin mengajak Tasia j ajan bakso,
324 sekalian menyuruhnya memilih kado ultah yang belum kuberikan."
""Hari ini dia les yudo."
""Yudo? Anak kesayanganku belajar berkelahi?"
""Belajar membela diri, Nes! Ayahnya ngotot, anak
perempuan juga mesti bisa membela diri, jangan cuma
mengandalkan bantuan lakilaki. Dan anak itu senang
sekali belajar yudo, malah katanya nanti ingin belajar karate juga seperti abangnya. Kalau sudah berdebat dengan adiknya, dikit-dikit dia mengancam mau
memitingnya!" Karmila geleng-geleng kepala. Vanessa ketawa, senang mendengar Tasia begitu jempolan.
""Aku akan nginap di tempat Tante Yas, jadi besok
atau lusa masih bisa kemari mengajaknya. Bosan aku
luntang-lantung tanpa kerj aan."
""Jadi kau betul-betul akan tinggal di sini sampai
enam bulan, baru balik lagi ke daerah?"
""Yah, begitulah."
""Yuk, kita ke sebelah. Lewat halaman belakang
aja."
Mereka masuk ke rumah sebelah, melewati dapur
yang luas di mana lima orang berpakaian putih-putih
dengan rambut dibungkus sedang sibuk menyiapkan
makanan.
"Wow, kau buka restoran juga?"
""Mereka menyiapkan makan siang untuk semua
stafpenyiar dan teknisi."
""Kalah petugas kamar OP!" Vanessa mendecak.
""Kalau sampai ada sehelai rambut yang rontok
ke dalam panci, Feisal bisa mencak-mencak!" bisik
Karmila. ""Siang hari dia biasa makan bersama staf.
Malam hari baru aku atau pembantuku yang masak di
325 dapurku sendiri."
Seorang wanita berkacamata menghampiri, ketika
Karmila dan Vanessa masuk ke dalam dapur. ""Selamat
pagi, Bu."
""Selamat pagi, Rat. Siang ini saya ada tamu, Dokter Vanessa," ujar Karmila tertawa seraya memperkenalkan kedua orang itu. ""Ini Ratih, juru masak kesayanganku. Bukan sembarangan lho, lulusan Akademi
Perhotelan dan pernah jadi pembantu utama Ibu Melita Sabara yang punya katering. Semula Ratih enggak
diperbolehkan keluar. Akhirnya aku sendiri yang mohon-mohon supaya Ratih dibiarkan dinas pada kami,
sebab butuh sekali. Ibu Melita terpaksa setuju setelah
Feisal menj anj ikan usaha kateringnya itu akan diiklankan gratis selama setahun!"
Ratih yang montok dan berwajah manis itu
tersenyum cerah mendengarkan bagaimana majikannya-majikannya memperebutkan dirinya. Vanessa
Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manggut?manggut dengan kagum."Bisa buka restoran
nih!"
Setelah berkeliling sebentar di ruang yang berbau
sedap itu sekalian cicip sana-sini, Karmila mengajak
tamunya ke ruang dalam. Bangunan bertingkat yang
dijadikan stasiun radio itu terletak di atas kapling
tersendiri, dikelilingi kebun yang luas, penuh pohon
rindang.
""Ini lebih besar dari rumahmu."
""Ya. Ruang siaran ada di atas. Kantor-kantor serta
ruang makan di bawah."
Yang mencolok adalah banyaknya stiker "Anti
Rokok" yang ditempel atau digantung di tembok
atau dalam bentuk lainnya diletakkan di mana saja
326 ada meja. Vanessa menunjuk sebuah stiker seraya
tersenyum. ""Rupanya Feisal anti rokok nih!"
Karmila mengangguk, tertawa. ""Anti aborsi, anti
rokok, anti alkohol."
""Hati-hati, Mila! Bisa?bisa nanti suamimu itu
kepingin j adi pertapa!"
Mereka terbahak-bahak, tapi berhenti mendadak
ketika ada yang menegur keras, ""Nah, apa lagi yang
bisa membuat perempuan terpingkal-pingkal begitu
selain laki-laki? Kau memang paling pintar menertawakan cowok, khususnya aku!"
Wajah Karmila langsung bersemu merah dituding
begitu, tapi dengan gesit ditangkapnya telunjuk suaminya dan digigitnya sampai Feisal mengaduh dan
menarik kembali jarinya dengan keras.
Vanessa tertegun. Ah, baru kusadari, wajah Feisal
mirip Eddy Murphy, si kocak dari Hollywood!
Dalam hati dia mengeluh, merasa iri. Kenapa orang
lain bisa begitu bahagia, sedangkan aku belum juga
ketemu orang yang cocok. Pacaran sama Domi eng?
gak bisa dibandingkan sama sekali. Domi sih enggak
punya tulang punggung, kayak binatang melata, gampang terombang?ambing. Seandainya pacarnya hamil
sebelum kawin, mungkin dia bakal ketakutan setengah
mati, mohon-mohon ceweknya mau aborsi. Lain betul
dengan F eisal yang punya integritas tinggi!
""Sal, malu dong sama Vanessa! Orang datang jauhj auh kok enggak kausambut!"
""Maaf, Vanessa, apa kabar?" Feisal mengulurkan
tangan. ""Istriku ini memang enggak boleh kudekati.
Di dekatnya, aku selalu jadi gendeng." Feisal meletakkan jarinya di dahi. Karmila melotot seraya menggigit
327 bibir, sedangkan Vanessa tertawa geli melihat tingkah
kedua orang ini, yang mirip remaj a sedang pacaran.
""Sal, Vanessa sedang libur enam bulan nih. Dia
bosan nganggur, apa kau enggak ada lowongan untuknya?"
""Masa dokter mau aku suruh ngepel kantor? Apa
cukup kuat untuk mengangkat ember air dan memeras
kain pel yang tebal? Bisa pegang sapu?"
""Sinting, kau! Enggak malu ya, ditonton Vanessa
""Itu gara-garamu! Sana deh, jangan dekatdekat
aku! Satu cewek aja sih, bisa deh kuurus, apalagi yang
cakep begini!"
""Makin angot!" bisik Karmila ke kuping Vanessa.
""Sayang aku belum punya stasiun TV. Kalau enggak, pasti kau bakal langsung aku orbitkan untuk jadi
penyiar. Wajahmu... permisi, Bu, boleh kan muji cewek lain? mirip putri Arab dari cerita Seribu Satu
Malam, tahu enggak? Apa belum pernah ada yang
muji matamu yang dalam dan hitam itu sangat...?!"
Karmila mengambil sehelai brosur dari meja di
dekatnya, lalu dengan sigap menutup mulut Feisal.
""Cukup deh, sintingnya. Enggak kaulihat, Vanessa su?
dah merah seperti kepiting rebus? Kalau kau mau nga?
co terus, biar deh, kuantar sendiri dia ke atas!"
""Huh! Begitu kawin, mata kita harus ditutup deh,
enggak boleh lagi mengapresiasi gadisgadis cakep!"
gerutu Feisal, tapi Karmila berlagak tuli.
""Kau bilang, kau punya surprise untuknya, mana?
Nes, Soliter mau bikin program baru untuk ruang wanita dan keluarga, kurasa menarik lho bagimu. Sebenarnya rencananya aku sendiri yang akan menyajikan,
tapi..."
',, 328 ""Tapi suaranya kayak gagak serak sih, siapa yang
mau mendengarkan, nanti!" Feisal meneruskan kalimat istrinya sambil ketawa.
""Aku kelewat repot, maklum deh wanita karir kalau kawin kan selalu dobel tugasnya. Laki?laki kalau
pulang dari kantor bisa langsung melonjor di kursi
malas, nonton tivi. Perempuan mana bisa? Pulang kerja, kita masih harus ngatur dapur, ngurus anak-anak.
Untung sekarang mereka semua sudah bisa mandi
sendiri. Coba dulu waktu masih kecil-kecil!
""Pendeknya cowok itu ketiban enaknya melulu
deh. Tempo-tempo aku ingin juga mogok...." Karmila
melirik Feisal yang tengah menggaruk kepala sambil
nyengir.
""Habis apa yang mesti kulakukan? Aku enggak
pernah diajarin masak oleh ibuku. Kalau aku dekatdekat ke dapur aja sudah digebah, disuruh menyingkir
jauh?jauh. Jangankan sampai belajar ngupas bawang,
cuci piring juga dilarang, katanya itu bukan kerjaan
laki laki. Tapi aku selalu terbuka untuk menerima setiap perubahan, Mil! Aku mau deh membantumu, sungguh mati, asal... jangan ketahuan ibuku!" Feisal meraih bahu istrinya dan mengajak Vanessa untuk masuk
ke kantornya yang nyaman.
"Wow, ini peralatan CB, bukan?" tanya Vanessa menunjuk ke atas meja. Di lantai pojok dilihatnya
kotak kartonnya. ""Rupanya masih baru?" Dia pernah
melihat benda semacam itu di kantor Kepala Admin
rumah sakit di daerah, tapi tidak semodem yang ini.
""Kado buat Fani CB-nya yang lama rusak, tidak
bisa lagi menangkap sinyal yang jauh," Feisal menjelaskan sambil mengelus benda itu dengan penuh ke
329 banggaan.
""Ah! Seingatku, ultah anak itu masih lama? Aku...
ngngng, enggak punya kado"
Karmila kelihatan tersipu rikuh, melirik suaminya,
lalu menggeleng.
""Memang bukan ultahnya. Itu gara?gara ayahnya
juga sih. Anak itu diberitahu, karena dia orangtuanya
jadi kawin juga akhirnya. Kau tahu akibatnya?"
Feisal menarik napas sambil ketawa. ""Mana aku
tahu bakal begini akibatnya? Waktu itu dia baru tujuh
tahun! Enggak kusangka begitu panj ang ingatannya!"
""Dan cerdik juga!" sambung Karmila. ""Kami men?
gira dia sudah enggak ingat cerita itu, enggak tahunya
waktu dia di SMP kelas satu, kok mendadak timbul
idenya untuk menagih balas jasa. Waktu itu seminggu
sebelum perayaan ultah perkawinan, Fani bisa-bisaan
hilang, "Pap, kalau enggak ada saya, Papi kan enggak
kawin ya sama Mami? Patah hati dong, ya? Nah, sekarang Papi bisa bahagia, itu karena saya, kan, Pap?
Benar, kan, Pap? Berarti saya berjasa dong, ya. Mana
nih, imbalannya"?
""Nah, sejak itu setiap tahun dia dikasi kado pada
anniversary kami. Sebenarnya dia sudah enggak nagih
lagi, cuma ayahnya sendiri yang sok memanjakan!"
""Ah, apa salahnya menyenangkan anak sendiri, benar enggak, Vanessa ?"
Mati aku, kalau mau dijadikan wasit dalam perdebatan dua sejoli begini! Lebih baik aku manggut saja
dan tutup mulut!
""Kita harus bersukur, Fani tidak menjadi koboi
jalanan atau kecanduan obat atau berkumpul dengan
anak-anak geng. CB kan hobinya. Kau tahu, Vanes
330 sa, tahun lalu dia pernah menyelamatkan seorang ibu
dan bayinya di daerah pegunungan di Canada! Dia
menangkap s.o.s. wanita itu, suaminya pingsan diserang beruang es, dia sendiri tiba-tiba mau melahirkan. Fani meneruskan s.o.s. itu, yang kebetulan ditangkap oleh seseorang di Amerika, yang selanjutnya
mengontak Patroli Pegunungan Canada. Hebat enggak
tuh? Fani sampai diundang datang ke sana, dan bayi
itu juga dinamakan Fani."
""Fani pergi ke sana?"
""Belum kami izinkan." Karmila menggeleng.
""Kukatakan padanya, dia baru boleh pergi kalau bahasa Inggrisnya sudah memadai untuk berkomunikasi.
Aku bilang, "Kau akan pergi sendiri, jadi harus bisa
ngomong., Sekarang dia sedang mati?matian belajar
Inggris."
""Karena itu dia juga makin giat main CB, katanya
buat latihan ngomong. Kawan?kawannya banyak, dari
Islandia sampai Ruwanda," F eisal menambah ucapan
istrinya.
Jelas sekali betapa bangganya Feisal akan anak
sulungnya! Karmila sebenarnya juga bangga, tapi
berusaha ditutupi. Ah, kapan aku bisa sebahagia
mereka? Apakah aku akan pernah mempunyai anak
sehebat Fani?
""Dan kalian selalu memberi kado semahal ini?"
""Oh, tidak! Ini sih kekecualian. Kado enggak perlu
mahal, tapi harus berguna," ujar Feisal dengan lagak
bijaksana.
""Iya, berguna! Masak anak kecil diberi teleskop
buat kado ultah. Akibatnya..."
""Itu kan teleskop buat anak-anak, Mil. Enggak ma?
331 hal!"
""...hampir setiap malam aku terpaksa ikut bergadang menemaninya ngeker bintang bintang!" Karmila
ketawa sambil menggeleng. ""Pantas aku lihat ada menara di puncak rumah. Rupanya itu tempat peneropon?
gan bintang!"
""Anak kalau sejak kecil sudah dibangunkan minatnya dan dipupuk daya pikirnya, pasti akan jadi cerdas
dan kepribadiannya juga akan berkembang dengan
baik," ujar Feisal menguliahi tamunya yang manggutmanggut terus tanpa komentar.
Apa saja yang dikatakannya akan kutelan. Laa,
aku belum punya pengalaman buatperbandingan!
""Sejak balita, anak itu memang enggak suka
mainan seperti pistol-pistolan, mobil-mobilan. Yang
dipilihnya malah potongan tripleks yang harus disambung-sambung supaya jadi gambar. Dan sekarang
koleksi hadiahnya cuma tersisa satu beruang kapuk,
yang diberikan kakeknya waktu dia lahir. Selebihnya,
bukan mainan, tapi mikroskop kecil, peralatan laboratorium buat anak-anak, pesawat telepon bikinan sendiri, cuma bisa dipakai nelepon dari kamarnya ke dapur
kalau dia ingin minta minum. Sudah kukatakan pada
pembantu, jangan diladeni, tapi keponakan pembantuku malah jadi ikut-ikutan latah. Bila di dapur ada penganan, malah dia yang nelepon ke atas, menanyakan
F ani mau enggak!" Karmila geleng?geleng kepala.
""Tobat deh, sama anak-anak, ya lucu, ya bandel.
Eh, ngomong?ngomong, gimana soal lowongan buat
Vanessa, Sal? Topik kecantikan selalu menarik untuk
wanita, kan, Nes? Oya, aku lihat tempo hari waktu
melayat ayahmu, tantemu itu awet muda banget sih.
332 Coba dong kautanyakan rahasianya apa, kan pasti menarik buat pendengar. Sabrina juga awet muda seperti
ibunya. Malah kau sendiri juga awet muda lho! Seperti
tantemu. Mungkin bakat menurun dalam keluargamu,
ya?"
""Ah, masak! Tante Yas sih betul, sering kudengar
orang bilang padanya dia awet muda."
""Lho! Buat apa aku bohong? Apa belum pernah
ada yang bilang padamu, kau ini tetap seperti mahasiswi terus?"
Vanessa menggeleng. Siapa sih yang peduli sama
anak tukang abu gosok?! Tante Yasmin kan bukan
apa-apaku, mana mungkin aku bisa mewarisi bakat
awet mudanya itu!
Feisal mengajak Vanessa meninjau, dan sambil
berjalan Karmila berkicau terus, kecuali bila suaminya
tengah menunjukkan sebuah ruangan atau memperkenalkan Vanessa pada para staf.
""Ini ruang siaran kesatu. Semuanya ada tiga, tapi
yang ini dipergunakan untuk siaran terbuka, pendengar bisa tanya-jawab melalui telepon. Sayang Freddy
sedang on air, kita tidak bisa masuk," Feisal menjelaskan dan mengajak berlalu ke tempat lain.
""Luas sekali dan kelihatannya lengkap betul," puji
Vanessa.
""Ini kan stasiun komersial, bukan amatir," ujar Fei?
sal. ""Jadi ini tempat kerjamu?"
Feisal mengangguk. ""Bisa dibilang begitu. Tapi
aku juga punya percetakan, dikelola bersama adikku,
Zein. Stasiun ini boleh dibilang maju pesat, jumlah
iklan yang masuk terus bertambah. Tapi kami punya
333 saingan berat. Radio Caco, pernah dengar, kan? Pemiliknya, si raja kayu Casio Comodo."
""Ya. Casio Comodo datang juga melayat ayahku.
Aku sendiri enggak begitu kenal orangnya."
""Nah, orang itu memang enggak kenal aturan kalau
sudah menyangkut soal uang. Semua jalan halal baginya asal mendatangkan untung. Aku dengar, dia sekarang buka servis porno yang disebut Seks Per T elepon.
Kabarnya laris sekali, sebab ini kan barang baru, j adi
masih sensasional."
""Feisal kan anti porno, Nes," Karmila menjelaskan
sambil mengerling.
Anti rokok, anti alkohol, anti aborsi, sekarang anti
porno, entah masih ada anti apa lagi. Heroin?
""Tapi itu memang ilegal kok. Kalau ketahuan yang
berwajib, pasti masuk penjara! Sayang, aku tidak bisa
menangkap basah orang itu!"
"Gimana caranya servis itu? Aku baru dengar."
"Gini, orang menelepon servis itu, disuruh
menyebutkan nomor kartu kredit mereka. Setelah kartu itu dicek, berarti pembayaran oke, maka akan diputarkan rekaman suara merdu seorang wanita yang akan
merayu penelepon itu dan ngomong kotor, menceritakan adeganadegan porno, mengajak penelepon itu berintiman dengannya Via udara. Lumayan, bisa makan
waktu lima puluh menit atau lebih! Dan biaya telepon
itu cukup menggigit bila peneleponnya dari luar kota.
Karena ini rekaman, maka mereka bisa melayani belasan langganan pada saat yang sama."
""Kok diizinkan oleh Telkom?"
""Enggak tahu deh. Mungkin kebobolan. Telkom
kan enggak nguping setiap pembicaraan, karena itu
334 aku bilang tadi, ini usaha gelap. Huh, kalau aku tahu
caranya, pasti akan kutangkap basah mereka semua!
Kabarnya anakanak SMA dan mahasiswa juga banyak
yang nelepon! Habis, mereka punya kartu kredit sih
dari orangtua."
""Sudah, sudah, enggak usah ngurusin orang lain.
Biar aj a, itu kan rezeki mereka. Kalau mereka memang
menganggap cari duit seperti itu wajar, biar aja. Yang
penting, gimana kita akan menarik lebih banyak pendengar supaya bisa dapat iklan berlipat ganda. Nah,
aku usul gimana kalau kita buat acara Dokter Vanessa
dan Ruang Kecantikan? "
""Hm, usul yang sangat menarik. Bagaimana pen?
dapatmu, Vanessa?" Yang ditanya mengangkat bahu
dan ketawa. ""Aku cuma sampai enam bulan di sini,
setelah itu akan balik lagi ke daerah."
""Enggak jadi soal! Kita bisa mengirim teknisi secara teratu mungkin tiga bulan sekali, untuk membuat
rekaman. Ini kan acara sekali seminggu, jadi untuk
tiga bulan, kira-kira dua belas rekaman cukup,"" ujar
Dicabik Benci Dan Cinta Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Feisal.
Hm, sambil dinas, bisa dapat tambahan penghasilan, siapa yang tidak tertarik? Tapiii...
""Aku sih enggak tahu apa-apa soal kecantikan,
belum pernah kursus, enggak pernah pakai make-up,
belum pernah keriting rambut. Mungkin Kori lebih
cocok. Dia tahu soal maskara, foundation, lotion iniitu...."
Karmila tertawa. ""Kakakmu sudah j adi notaris, begitu sibuk, duitnya juga pasti banyak, mana mau jadi
penyiar radio. Kalau jadi penyiar tivi mungkin lain.
Biarpun honornya kecil, tapi masih bisa nampang di
335 layar, dikagumi pirsawan, itu kan membawa kebanggaan tersendiri. Selain itu, siapa tahu ada yang naksir.
Tapi Kori kan enggak perlu semua itu. Tunangannya
sudah cowok mutakhir, susah dicari yang kayak gitu,
nah, mau apa lagi?"
""Jadi kau bilang aku ini bukan cowok mutakhir?"
desis F eisal ke muka istrinya. Dicekalnya pergelangan
tangan Karmila dan digelitikinya pinggangnya sampai
sang istri mengikik ke gelian dan menj erit terengah-engah. ""Say, ampun!"
F eisal melepas cekalannya. Karmila langsung
menyingkir seraya melirik dan menggeleng ke arah
Vanessa. Gadis itu terpaksa ketawa melihat tingkah
kedua orang itu, seperti remaja mabuk cinta monyet.
Tapi Karmila memang menganggapnya seperti adik
sendiri, jadi sama sekali tidak kelihatan rikuh. Sebaliknya, dia juga menempatkan Karmila sebagai kakak
yang jauh lebih menyayanginya daripada Kori.
"Uh, nyebut diri cowok mutakhir, udah ngitung
uban di kepala belum?"
""Itu kan pe-ermu! Sorry, Vanessa, orangorang di
sini memang suka pada geblek. Nah, j adi gimana dengan tawaranku barusan? Mau kaucoba? Coba saja sih
enggak ada risikonya, siapa tahu kau menyukainya."
""Tapi aku enggak pernah ngurusin kecantikan, eng?
gak pernah pakai bedak dan lipstik!"
""Nanti aku bantu. Adikku, Susi, kan punya salon.
Kau bisa kursus kilat padanya. Selain itu, perawatan
kecantikan erat hubungannya dengan gizi dan kesehatan, nah, kau bisa buka catatan kuliahmu lagi, bukan?"
""Siapa tahu Tante Yas juga bisa membantu!" ujar
336 Vanessa mendadak jadi tertarik. Daripada nganggur
dan tongpes!
""Wah, apalagi begitu!" Karmila bertepuk tangan.
Vanessa tersenyum memandangnya. Lagaknya
masih tetap seperti waktujadi kakak Kepanduan dulu.
Ah, dia memang sudah menemukan kebahagiaannya
setelah mengalami kemelut. Tinggal aku... entah gimana nasibku kelak. Siapa yang mau dengan diriku?! Sekalinya kawin seperti saat ini, itu hanya karena Robby
takut kehilangan warisan, jadi terpaksa menuruti perintah ayahnya!
""Aku tahu, tanteku punya buku wasiat untuk merawat muka supaya kelihatan sepuluh tahun lebih muda.
Katanya, itu warisan dari neneknya yang mewarisinya
dari neneknya, yang mewarisinya lagi dari neneknya, dan seterusnya. Katanya, ada ramuan rahasia dari
istana Sultan Turki!" Vanessa ketawa geli. ""Aku sih
kurang percaya."
""Tapi buktinya tantemu itu awet muda lho. Betul
deh. Pokoknya kau harus mendapatkan buku itu, Nes.
Kan senang kita kalau semua wanita penggemar Soliter jadi awet muda. Aku sendiri mau tahu juga nih. Sal,
mana Mahmud? Biar Vanessa langsung diaj ari teknikteknik siaran."
""Enggak usah terburu-buru. Nanti saja setelah istirahat siang. Kau mau pulang jam berapa?"
""Aku sedang nginap di tempat Tante Yasmin, jadi
bisa pulang sore-sorean. Tapi kalau suaraku kayak
gagak serak, gimana?"
Semua ketawa. ""Suaramu bagus kok," puji Feisal.
""Pasti banyak pria yang akan j atuh cinta mendengar
suaramu!"
337 ""Apaiagi kaiau sudah lihat orangnya!" sambung
Karmila.
Vanessa cuma tersenyum. Maunya sih begitu. Tapi
kenyataannya kokjauh dari itu!
F eisal membuka sebuah pintu dan melongok ke dalam. Sebuah lagu mengalun ke luar dari ruangan itu.
Suara biduanitanya merdu sekali.
""Siapa penyanyi ini, kok aku enggak kenal suaranya? Lagunya juga enggak," tukas Vanessa pada
Karmila, dijawab oieh Feisal yang sudah menutup
pintu kembali.
""Tentu saj a mana kaukenal. Waktu dia bunuh diri,
mungkin kau belum Iahir. Lagu?lagunya memang
sudah jarang kedengaran, tapi penggemarnya masih
banyak. Itu tadi acara permintaan lagu untuk didengar
sendiri atau sebagai hadiah bagi teman dan keluarga."
""Siapa sih nama penyanyi itu? Dibilang enggak
kenal, kok rasanya pernah dengar suaranya." Vanessa
mengerutkan kening, bingung.
""Namanya Azula ZaHr."
Ahl Bukankah itu nama yang kubaca di koran?
Jadi Azula Zafir itu seorang penyanyi! Lalu apa hubungannya dengan Papa? Maksudku, dengan Pak Bal?
am, bukan dengan ayah kandungku, si penjual abu?
Azula Zajir dan Ponseka Balam! Gerungan apa rahasia mereka?!
*** 338 "" iCon quien hablo? " Saya bicara dengan siapa?
"" Soy, Herrnana Dolorosa."Saya, Suster Dolorosa.
"";Hola, Stella! Soy yo, Kasandra. Ahora estoy en la
oficina." Halo, Stella! Ini aku, Kasandra. Saat ini aku
di kantor.
""iHola, Kasandra! LQue tal?" Halo, Kasandra. Apa
kabar?
""No del todo mal. L'Y tu?" Biasa deh. Dan kau?
""Muy bien, gracias." Baik?baik saja, terima kasih.
"('JQue el esta?" Bagaimana keadaannya?
""El esta contenta." Dia senang?senang saja.
""Quiero que hablemos de una cosa." Aku ingin
membicarakan sesuatu denganmu.
Bersambung ke Dicabik Benci dan Cinta 2
339 Sulit sekali bagi Vanessa thk menerima kenyataan bahwa
ayatnya hanyalah seorang penjual abu yang mati ketabrak
mobil Pak Batam, dan dirinya lalu dibesarkan iaki-Iaki itu
sebagai penebus dosa. Kori, Robby, serta ibu mereka
sama sekali tidak setuju dengan tindakan Pak Batam.
Akibatnya. mereka semua memusuhi Vanessa. Terlebih
setelah Pak Balam mengangkat gadis itu sebagai ati waris
utama. semua orang berkomplot untuk melenyapkannya.
Namun Vanessa yang tidak tahu apa?apa itu lebih sibuk
memikirkan cinta yang tak pernah singgah dalam hidupnya.
Kasandra. calon ipar Kori. juga mengalami masalah yang
sama. Prem. Louis. dan Roger cuma melintas sepintas
dalam hidupnya. lalu pergi lagi. Hatinya dipenuh' kengerian,
jangan?jangan dia memang terkutuk, setiap laki?Iaki yang
mencintainya pasti akan ia sebagai korban. Ketika cinta
bersemi kembali. Kasandra menjadi takut, dan berlari
menjauh. Keraguan menderanya. Apakah akan dterimanya
cinta itu? Sanggupkah dia mener'm'a aki atnya seandainya
Iaki-iaki itu menjadi korban yang keempat?
Alisha lebh bulat tekadnya daripada Kasandra, dia tidak
'ngin kawin unuk selamanya, setelah dicampakkan calonnya.
Abangnya dulu melakukan hal yang sama terhadap Siska,
membuat Johnny. abang Siska, menyukurinya. "Rasain sl
Kris! Sekarang adiknya sendiri ditinggalkan calon suaminya!"
Namun tak disangka, calon suami yang berkulit badak itu
ternyata masih mengejar?ngejar Alisha! Alisha menjadi
geregetan dan mencoba meloloskan diri. sementara lakilaki itu bersumpah takkan melepasnya lagi.
ISBN 979-605-777-8
I' ' " ii lillilllilllllillillll
771 4019877?
| 057 Jl. Palmerah Barat 133-37
Jakarta 10270
| Penerbit
PT Grameda Pustaka mana
6* "78979
Sherlock Holmes - Misteri Kematian Bintang Sirkus Tunjung Biru Karya Arti Purbani C Lupus Kecil
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama