Ceritasilat Novel Online

Gembong Kartasura 6

Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo Bagian 6


artinya dengan membunuh diri. Aku memang sudah memilih jalan
yang kau tunjukkan itu. Biar agak memakan waktu, tetapi
kemenangan terakhirlah yang akan membuktikan. Baiklah Sura,
suruh anak buahmu mengendorkan ketegangannya lagi, tetapi
jangan berlengah-lengah juga. Nanti malam, kau sendiri ikut aku
bersama-sama adi dipati Surabaya menghadap pangeran Puger.
Rahasiakan pembicaraan ini, tak seorangpun boleh mendengarnya!"
"Sendika gusti" jawab Suramenggala, lalu mengundurkan
diri dengan hati lega tiada terperi.
**** BAGIAN III
HINGGA disitu niken Suwami berhenti sejenak berceritera
untuk meluruskan pemafasannya sendiri, karena dalam
menceriterakan kisah yang mendebarkan itu, mau tidak mau ia
sendiri terpengaruh oleh jalan ceriteranya. Beberapa kali dara jelita
itu menarik nafas dalam-dalam, menikmati udara segar yang dapat
mengendorkan ketegangan perasaannya. Demikian pula ke-empat
prija yang mendengarkan kisah itu, merasa benar bagaimana urat44 uratnya menegang. Maka ada baiknya untuk heristirahat sejenak,
guna memulihkan perasaan mereka.
Setelah beristirahat beberapa saat, niken Suwami melanjutkan
penuturannya:
"Hari telah larut malam ... malam gelap tiada berbulan juga
tiada berbintang karena langit terrutup awan hitam bergulunggulungan hingga kian menebal, Kadang-kadang kilat tatit
bersamberan diiringi bunyi guruh mengguntur landung mengerikan.
Namun hujan tak kunjung datang, maka tekanan udara makin
terasa berat membengap. Ibukota yang biasanya setiap waktu
bernada hidup, kini nampak sunyi mati dalam segala segi. Tak
seorangpun menampakkan diri dihalaman atau dijalanan.
Malam prihatin itu pangeran PUGER, yang digelari Gembong
Kartasura, menerima tamu tiga orang lelaki, yang berdandan
sebagai orang kebanyakan. Tiga orang tamu agak aneh itu, bukan
lain orang ialah pangeran Cakraningkrat, adipati Surabaya raden
Jajapuspita, diiringkan oleh Suramenggala, pepatih sampang.
Dengan sekilas pandang saja, tahulah pangeran agung itu,
bahwa ketiga tamu itu membawa kabar atau berita yang luar dari
biasanya, Dengan sorot mata sangat tajam tetapi juga dengan
senyum ramah sebagai tuan rumah, ketiga tamu itu dipersilahkan
masuk kedalam kamar samadi kangjeng pangeran yang pasti tidak
akan diganggu oleh siapapun. Setelah mereka duduk bersila
berhadap-hadapan, bertanyalah pangeran Puger.
"Kedatangan adimas berdua serta pengiringnya ini pastilah
ada sesuatu yang sangat penting untuk dirundingkan dengan aku.
Apakah kiranya yang dapat aku perbuat dalam soal adimas itu?
Jangan sungkan adimas, pastilah adi-mas juga tahu, bahwa Puger
ini bukan orang bocor mulut dan dapat dipercaya teman."
45 "Aduh kamas pangeran, masakan kami datang kepada kamas
pangeran, apabila kami tidak tahu dan yakin akan kebesaran dan
keluhuran pendirian kakangmas. Persoalan adi tumenggung
Jajapuspita, siapapun sudah mengetahuinya, ialah tentang
daerahnya yang akan dipecah menjadi dua. Apakah dalam hal ini
pemerintah bertindak bijaksana dan adil, jangankan separoh daerah
Surabaya, sekalipun hanya sejari (dim), pengurangannya itu,
dapatkah itu diterima dengan ikhlas oleh pewarisnya ...... ?"
Kemudian pangeran Sampang itu menceriterakan kejadian
yang sangat membuat hatinya kecewa tidak terperi .
"Kamas, agaknya dinegara kita ini tidak ada keadilan lagi,
hingga seseorang harus sangat berehawatir akan nasibnya yang
dapat diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa,
sekalipun orang itu pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam
negara. Bolehkah kami orang-orang yang cukup makan garam,
kenyang dengan segala macam peperangan, menerjang rimba golok,
gerimis anak panah, dan lautan api, demi kebesaran negara dan
raja bolehkah kami membiarkan negara menjadi berantakan
tanpa kewibawaan, karena kebebalan, kedunguan dan kecerobohan
orang yang mengemudikannya saja. Kamas pangeran, relakah adi
tumenggung Surabaya daerahnya dipecah-peijah itu? .. Relakah
aku manda dihina dengan suatu kekurangajaran terhadap isteriku?
Relakah kamas sendiri beserta keluarga meringkuk di pambetekan
baru-baru ini? .... Relakah kamas dihina orang dalam kenaikan tahta
sunan muda tempo hari itu? ... Akm yang melihatnya hampir
meledak diwaktu itu juga, karena tidak tega kamas mendapat hinaan
sedemikian besar, Kamas, cukup banyaklah kiranya tindakan raja
muda yang menyeleweng dari kebenaran dan kebijaksanaan
Kini kami datang kepada kamas, untuk minta pertimbangan, apakah
yang harus kami dan kita lakukan!?"
46 Setelah adipati Sampang itu berbicara, hening lelaplah
keadaan dikamar pasamaden pangeran Puger tersebut, Nampak
Sang pangeran memejamkan mata, menyatukan kedua tangan
behau. Sepatah katapun tidak keluar dari mulutnya yang tertutup
rapat, Hanya dadanyalah yang nampak agak terguncang turun-naik
sementara . . . namun segera pula nafas Gembong Kartasura itu
halus kembali, suatu pertanda bahwasaaja pergolakan batinnya
sudah dapat diatasi lagi.
Kini nampak orang sakti itu tersenyum getir
memperdengarkan suaranya: "Maafkan kakakmu ini dimas berdua,
persoalan yang sangat pelik ini, tidak dapat dijawab secara
serampangan. Rasanya masih terlalu awal untuk dijawab sekarang,
Maka mengusulkan, supaya lewatkan barang dua tiga malam lagi,
untuk dapat masak-masak dipikirkan dan dipertimbangkan. Maka
akulah yang sekarang ganti bertanya kepada adimas berdua ....
Apakah kehendak adimas berdua yang tertentu, Nah, bawalah
pertanyaan ini kepemondokan kalian masing-masing untuk
dipertimbangkan masak-masak juga. Mari kita berpisahan dahulu,
untuk beberapa malam. Setelah bulatlah pendapat kalian mari kita
oertemu kembali pada waktu yang sama dikamar pasamaden ini."
"Baik kangmas kami menurut, tetapi sebenarnya sudah sejak
tadi kami bertekad satu . Tadi tekad itu, sekarangpun tekad itu
pula dan selanjutnya juga tidak akan berubah ialah : pangeran
PUGER-lah yang harus menjadi raja Mataram ini. .. Itulah nurani
rakjat kebanyakan..
Apabila kangamas pangeran tidak mengindahkan hal yang
sangat gawat ini, hai .. dalam dua-tiga bulan kemudian hampir
dapat dipastikan timbulnya huru-hara pemberontakan dimana-mana,
mungkin dari tiap daerah, hingga pastilah negara akan pecah
berantakan. Bukanlah pantas kejadian semacam itu dicegah?.
Siapakah yang berwibawa penuh dalam jagad Mataram mi kecuali
47 kamas seorang. Tangan sakti kamas beserta kebijaksanaan tuanlah
yang dapat menghalang-halangi morat-maritnya negara kita.
Pada waktu itu, hampir bersamaan keempat orang yang
berkepandaian itu meloncat dari sikap duduknya, Malahan pangeran
Puger tanpa berdiri langsung meloncat menerobos pintu yang
memang tidak ditutup tems melesat ketaman bunga yang berada
di belakang rumah. Tak lama kemudian para tamupun sudah datang
didalam petamanan itu,
Tadi mereka dikejurkan oleh bentakan orang didalam tamanbunga itu: "Jangan sesalkan pukulanku kelewat keras .
Mengakulah sekarang, kau orang dad mana, berani sembarangan
memasuki halaman rumah orang diwaktu larut malam gelap
semacam ini. Hajo lekas mengaku, siapa tidak tahu bahwa
kedatanganmu itu tidak mengandung arti yang baik?"
"Kau lekas membunuh aku saja!... tetapi mengaku, huh~huh
... jangan harap keluar sepatah kata keteranganpun dari mulutku ini,
dirobek sekalipun tidak nanti aku mengeluh!"
Pangeran Pugerlah yang bersuara sekarang: "Tahan dulu
Sasangka, bawalah dia mendekat, aku ingin berbicara dengan orang
itu."
Denmas Sasangka, putera keenam kangjeng pangeran Puger,
segera datang sambil menjinjing orang yang baru saja dibekuknya.
"Yah, anak belum tahu siapa dia ini, hanya saja anak sangat
mencurigai gerak-geriknya sejak bersama-sama minum serbat
diwarung luar kota tadi sore. Karena sudah petang dan tak mudah
melewati pintu gerbang kota tanpa menjawab pertanyaan penjaga
yang melit-melit, orang ini melompau pagar tembok kota.
Karenanya aku teruskan menguntitnya. Didalam kota, ia
menyelundup kesana dan kemari hanya memasang kuping ta4jam48 tajam melulu, sampai ia dapat menemukan yang dikehendakinya ...
ialah rumah pangeran Puger. Segera pula ia meloncat kedalam
petamanan ini, akupun tidak ketinggalan melompat masuk.
Kami menginjak tanah hampir bersamaan. Karena jakin akan
kehendaknya yang tidak baik, maka demikian kami berdiri jegag
berhadap-hadapan, kuseranglah dia. Akhjrnya dapat kubekuk dia,
terserahlah selanjutuja. ?
"Hai, rasanya tidak kecewalah menjadi putera gembong
Kartasura. masih demikian muda namun suuah. membekal ilmu
sedemikian tinggi, ... bukankah orang tinggi-besar ini hanya dalam
dua gebragan saja denmas tundukkan?" celetuk dipati Surabaya,
yang sangat tajam pendengarannya.
"Ei-ei .... paman dipati Surabaya dan paman pangeran
Sampang, selamat malam, selamat malam ... hampir aku tidak
mengenal kedua paman dalam pakaian demikian. Maafkan aku,
bermata kurang tajam. Entahlah paman dalam berapa gebragan aku
dapat melumpuhkan perlawanannya tadi, karena iidak menghitung
gerakanku."
"Anak baik kau terlalu sungkan mendapat pujian, bukan . . . ?
Ketahuilah telinga pamanmu tumenggung Jaya-puspita itu biasanya
dapat mendengar setan dan demit berkelakar masakan salah hitung,
kesiuran angin gebragan orang! ... ha-ha ... sambung bupati
Sampang, pangeran Cakraningrat dengan suara gembira serta
keheran-heranan. Apabila pemuda ini tidak memiliki kesakrian
yang berlebihan, agaknya sulitiah orang mau mengerti, mengapa ia
dapat membekuk pendatang malam ini, yang pasti bukan orang
sembarangan, hanya dengan dua kali bergerak saja.
Terdengar pangeran Puger bertanya kepada orang yang masih
duduk numprah , belum dapat bergerak leluasa itu.
49 "Kisanak, pastilah kisanak orang dari lain daerah. Mungkin
sedang mengemban perintah rahasia yang tidak boleb dibocorkan
sedikitpun kepada orang lain ... Baiklah simpan rahasiamu itu, aku
hanya ingin tahu, mengapa kisanak mencari rumah-ku ini. Apakah
kisanak hendak bertemu denaan aku, atau dengan orang didalam
lingkunganku ini? Katakanlah, bila demikian .. bila tak hendak
mengatakanpun baik juga, kisanak boleh segera meninggalkan
taman-bunga ini."
"Ampuni dosa hambamu ini gusti ... bertemukah hamba ini
dengan pangeran PUGER, yang bidjaksana lagi sakti mandraguna
dari Kartasura?" jawab tamu tanpa undangan itu ... dengan wajah
meringis karena masih menanggung sakit rupanya.
Nampak pangeran Puger juga keheranan melengak kepada
puteranya denmas Sasangka, seraya bertanya : "Hai Sasangka .........
kau mempergunakan towelan, jari-sakti jurus hebat kyai KunjukSakti. Kapan kau bertemu dengan kakang Cemara tunggal itu?"
"Yah, aku mendapat petunjuk kamas Putut Punung, waktu
dalam pambetekan dulu. Setiap malam aku selalu dijemput kamas
untuk digembleng mati-matian, karena kangmmas takut akan
datangnya kejadian yang belum dapat diperhitungkan dan
diramalkan sebelumnya."
Menjawab ayahnya demikian pemuda sakti itu melancarkan
jentikan dengan tangan kirinya kearah punggung orang asing tadi,
Seketika itu juga orang tersebut dapat bergerak seperti sediakala
lagi.
"Hebat!" celetuk ketiga orang yang berdiri dibelakang
pangeran Puger, hampir berbareng.
"Ah, begitulah kiranya ... kangmasmu memberikan namanya
PURBAYA kepadamu, pastilah kau karus mendjaganya baik-baik.
50 Kau kisanak ... memang sekarang kau berhadapan dengan Puger
sendiri. Adakah sesuatu yang hendak dibicarakan dengan aku?"
"Ampun gusti, hamba tidak mengira ditegur oleh putera gusti
sendiri, pasti hamba tidak berani membuka mulut mengaku
siapakah hamba ini ... memenuhi pesan wanti-wanti dari junjungan
hamba raden adipati JUDANEGARA dari Semarang. Hamba
diharuskan berurusan sendiri dengan kangjen Pangeran seorang.
Bila belum bertemu sendiri dengan gusti, dan menghaturkan surat
ini, hamba dititahkan lebih baik membunuh diri daripada mengaku.
Inilah surat itu." Dengan berjalan jongkok orang itu menyampaikan
sepucuk sural kepada sang Pangeran.
Setelah surat itu dibaca, bertanyalah Pangeran Puger kepada
utusan Semarang itu: "Surat adi Dipati Semarang ini, berupa surat
pengantarmu kisanak. Jadi maksud yang sebenarnya ki sanaklah
yang akan menyampaikan bukan? Nah, mari-mari kita masuk
kedadam rumah lagi saja. Sasangka, kau sambangilah seluruh
pelosok halaman kita, jangan ada kejadian yang tidak diinginkan.
Berhati-hatilah kamu!"
"Baik yah, legakan hatimu."
Perundingan dibuka kembali. Kini dihadiri oleh orang kelima
... yang menyampaikan anjuran dipati Yudanegara kepada kangjeng
pangeran, supaya beliau mau 'menjadi raja Mataram, Bupati
Semarangpun takut akan terjadinya pemberontakan dimana-mana,
karena tindakan raja muda yang baru itu selalu menimbulkan
kekecewaan hati orang- orang yang bersangkutan. Buputi Semarang
sendiri juga tidak luput dari rasa khawatir selalu, terancam bahaya
kelaliman dan tindakan sewenang-wenang dari pihak pemerintah
yang sekarang. Maka beliau sangat mengharap datangnya orang
kuat, yang bijaksana lagi berwibawa diseluruh Mataram, untuk
memegang pimpinan negara, supaya kesatuan negara Mataram tidak
51 menjadi berantakan. Orang itu tidak bisa orang lain, kecuali
kangjeng pangeran Puger sendiri.
"Bagus, adi dipati Semarang " ... jengek pangeran Sampang,
tak sabaran lagi. "Nah, kamas Pangeran, apakah yang harus
disangsikan lagi .. Sampang, Surabaya dan. Semarang, masakan
belum cukup untuk menggempur kelaliman raja bebodoran itu."
"Gusti pangeran," menyela dipati Jajapuspita "Cukup
masaklah rasanya waktu sekarang untuk menetapkan sikap tertentu.
Sambutlah sumpah bupati Surabaya, satya dalam perjuangan
menegakkan keadilan dan kebenaran, hingga negara menjadi adil
dan makmur kembali dalam asuhan kangjeng pangeran PUGER
seorang, sebagai rajanya."
"Setuju adi Jajapuspita terimalah sumpah serupa dari bupati
Sampang Cakraningrat ini, kakangmas " ujarnya menyambung
pengutaraan tumenggung Jayapuspita.
Menjela utusan dari Semarang : "Gusti, raden adipati


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Judanegara, menjerahkan gedung kabupaten, untuk dipakai sebagai
tempat menampung kekuatan kita menghadapi lawan, juga tempat
darurat bersemayam paduka seketuarga.
Masih ada pesannya yang boleh dianggap meringankan
pemikiran, ialah tentang sikap Belanda yang tidak menyukai
pemerintah Mataram sekarang, hingga mudah diajak berunding,
supaya jangan mengulurkan tangan kepada raja yang kini bertahta
di Kartasura. Mereka itu bangsa pedagang, apabila kepentingan
mereka berjual-beli mendapat perindahan ... masakan mereka tidak
malah memberikan pertolongannya yang tak boleh diremehkan itu.
tidak hendak menolongpun jadilah, asal tidak memusuhi kita saja,
kiranya cukup baik.
52 Dihujani pemikiran-pemikiran secara demikian, ditangisi juga
daerah besar seperti Sampang Surabaya dan Semarang, maka
mengeluhlah gembong Kartasura, memikirkan negara yaug sangat
dicintainya, Demi keutuhan negara tercinta itu, bolehkah ia bersikap
masa-bodoh saja. Pangeran agung itu nampak diam tidak bergerak
dengan kedua tangan bersilang didadanya. Apakah yang tengah
berkecamuk dalam batinnya ... Perasaan berat sebagai gunung
menindih hatinia yang suci mumi. Merintihlah batin pangeran
setengah tua itu.
"Wahai anak prabu Sunan-Mas ... mengapa anak tidak suka
mendengar nasihat-nasihat orang baik, mengapa memilih orang
orangmu yang sesat itu ... negaramu pasti haucur dalam tanganmu
Yang selalu mengganas itu. Hmmm haruskah aku mengambil alih
pusara negara (=kekuasaa) dari tanganmu itu, demi keselamatan
negara Mataram ... Bukankah itu perilaku yang hina-dina merebut
kekuasan dari tangan anak sendin, sekalipun sibocah telah beberapa
kali berusaha untuk memusnahkan keluargaku.
Sebaliknya, lepas dari segala perasaan dendam pribadi,
adakah orang membenarkan sikapku membiarkan negara menjadi
hancur lebur tanpa berbuat sesuatu untuk mencegahnya? Negeri
Mataram yang dibangun dan dibesarkan dengan jerih-payah nenek
moyang, dari kangjeng Panembahan Senopati, kangjeng Sultan
Agung dan iain-lainnya ... wajiblah dijaga. diperkembangkan dan
disemarakkan kejajaannya oleh para keturunanya. Tidak benar bila
aku bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadap keruntuhannya. Apa
boleh buat, aku harus mempertahankannya."
Tegaklah sudah ketetapan hati kangjerng pangeran, maka
berkatalah beliau dengan suara mantap:
"Adi tumenggung sekalian ... baiklah, aku akan menurut
kehendak kalian demi negara yang terancam bahaya kerusakan ini.
53 Besok lusa aku akan meninggalkan kota menuju ke Semarang.
Maka marilah kita lekas-lekas mengadakan persiapan masingmasing, cara yang terbaik dapat meninggalkan kota ini dengan
selamat. Pasti saja aku akan pergi diwaktu malam, melewati pintu
gapura butulan."
Tanpa disengaya keempat prija yang berada dimuka pangeran
Puger itu, membungkuk dan menjembah bersama-sama, sebagai
tanda penghormatan pertama kepada junjungan. Berkatalah dipati
Sampang:
"Kini legalah rasa hatiku beserta kawan-kawan sehaluan ini,
setelah kakangmas menjatuhkan ketetapan demikian! Biarlah orangorangku yang menjergap penjaga gapura butulan besok lusa malam
yang biasanya hanya dijaga oleh satu regu prajurit kesuma-tali
saja."
"Jangan jangan dimas, serahkan saja kepada anak-anakku,
jangan kalian segera nampak terlibat dalam peristiwa lolos ini.
Mungkin bantuan kalian bergerak dalam selimut lebih berharga dari
pada menolong aku berterang-terangan. Terserah kepada adik
berdualah menyiasat orang-orang dalam kota nanti."
"Baik gusti...kata dipati Surabaya ... hambalah nanti yang
akan menjadi pelopor palsu dalam pengejaran pangeran yang lolos
itu. ha-ha-haa."
Menyela utusan dari Semarang: "Bolehkah hamba
mendahului berangkat sekarang juga, untuk dapat segera bertemu
dengan raden tumenggung Semarang, mengabarkan akan
kedatangan gusti itu? Pastilah raden tumenggung segera akan
mengelu-elukan kedatangan paduka sekeluarga, membawa prajurit
bantuan."
54 "Mengasolah dahulu hingga pagi nanti, kemudian
berangkatiah dengan mengendarai kuda dari istalku, supaya lebih
lekas mencapai tujuan."
Demikianlah segala sesuatu berjalan sebagai dijalankan oleh tangan
gaib.
BAGIAN IV
"HAYO Suwami .. teruskanlah ceriteramu itu, lalu
bagaimana?" tegur kakaknya yang kedua, bagus Sarasa, tak sabar
lagi, waktu adiknya masih menjusuti peluhnya, beristirahat
sebentar.
"Biarkanlah adikmu beristirahat sebentar Rasa . kau sendiri
hampir mandi keringat ketegangan seperti kami ini semua. Ada
baiknya diam beberapa saat, untuk memulihkan tarikan otot
mengencang." kata ki Bekel Samakaton sambil mengibas-kibaskan
kepalanya. Kedua pemuda lainnya nampak tenang-tenang saja,
namun tak luput dari rasa kepanasan, hingga mau tak mau terpaksa
menyeka dahi dan lehemya, karena berpeluh banyak. Bukan karena
niken Suwami pandai berceritera dengan mulutnya yang mungil itu,
tetapi ceriteranya sendirilah yang memang menegangkan otot para
pendengarnya, seolah-olah mereka sendiri pelaku-pelaku utama
dalam riwajat itu.
Kali ini mereka beristirahat sepemakan sirih guna
memulihkan segala ketenangan. Kemudian mulailah dara itu
melanjutkan ceriteranya :
"Dapat dimengerti bagi orang-orang yang bersangkutan,
bagaimana mereka merasakan ketegangan lahir-batin . terutama
keluarga ka-Pugeran beserta anak-buah kapangeranan tersebut.
Tidak seorangpun mau ketinggalan untuk lolos dari kota nanti.
55 Maka segala sesuatu yang mudah dibawa, mereka sediakan untuk
diangkut bersama-sama kepergiaannya. Dalam segala kesibukan itu,
mereka harus berhati-hati jangan sampai rahasia mereka pecah
sebelum waktunya.
Tibalah kini saat yang sudah ditentukan untuk bergerak.
Kelompok demi kelompok kira-kira sepuluh orang yang sudah
ditentukan sebelumnya, mereka harus keluar dari kori butulan,
menuju gapura butulan kota, setelah mendapat kabar jalan yang
akan ditempuh sudah aman, dari perintis jalan. Perintis jalan itu
bukan orang lain, adalah denmas Sasangka yang sudah mendapat
kepercajaan penuh dari pangeran Puger, untuk membersihkan jalan
dari segala gangguan, halangan dan pencegatan.
Sejak mulai menjadi lengang dijalan-jalan dalam kota,
denmas Sasangka meninggalkan dalem ka Pugeran seorang diri,
hanya berpakaian serba ringkas wama abu-abu sedang mukanyapun
ditutup dengan kain serupa batas bawah mata. Siapapun tak mudah
mengenal putera pangeran Puger yang keenam itu dalam
penyamarannya. Sebagai hantu pemuda sakti tadi meluncur pesat
dibantu kegelapan sang malam, menghindari lampu peneranganjalan yang masih belum berarti sama sekali.
Walaupun gapura butulan kota sangat sepi dan hampir tak
pemah dipergunakan lalu lalang penduduk, nanun selalu dijaga oleh
satu regu prajurit berkuda. Pasti saja penjagaan disini tidak perlu
mementingkan kewaspadaan yang berlebih-lebihan, Maka regu
penjagaan yang bertugas disitu, selalu meremehkan tugasnya,
mementingkan kelakar atau perjudiannya,
Tidaklah amat sulit bagi denmas Sasangka yang sudah
meremjanakau penjergapannya sebelumnya. Dengan berani anak ?
muda itu membuka pintu gapura yang tidak dijaga, langsung
56 meloncat keluar, sengaja dengan mengeluarkan suara berisik, untuk
menarik perhatian mereka yang berada dipenjagaan,
Keruan para prajurit menjadi kelabakan, karena melihat terang
ada orang lari keluar. Lima prajurit yang paling tangkas, sudah
mengejar keluar dengan membekal pedang terhunus.
Denmas Sasangka tidak lari terus, melainkan justru hanya
menjelinap ditepi jalan dibelakang pohon saja. Setelah kelima
pengejarnya lewat, dialah yang segera mengejar mereka,
mengerjakan jari saktinya. Tanpa mengeluarkan keluhan kelima
prajurit itu, menggelepar ditanah tak dapat berkutik lagi, kehilangan
kekuatan, sedang mulut mereka bagaikan terkunci tidak dapat
dipergunakan, sekalipun mereka tidak kehilangan kesadarannya.
Demikian pula masih enam orang teman mereka yang menjusul
kemudian, mengalami kejadian atas dirinya yang serupa.
Dasar pemuda sakti itu masih bersifat kekanak-kanakan .
kesebelas penjaga tadi lalu diatur rapi duduk melingkari sebuah.
pohon yang ada di dekat pintu butulan tersebut, Nampaknya mereka
sedang berunding, bagaimana melewatkan malam penjagaan
mereka dengan selamat .. tetapi tak sepatah katapun keluar dari
mulut mereka,
Maka tanpa menemui halangan sesuatu, berhaeillah
rombongan keluarga ka-Pugeran meninggalkan Kartasura, melewati
gapura. butulan tersebut, untuk kabur kearah Utara secepat
mungkin.
Para ibu, anak-anak dan orang yang sudah tua didahulukan,
dibawah pimpinan putera sang pangeran yang ketiga dan ke-empat
...... sedang sang pangeran sendiri memimpin para jagabaja, dan
anak buah ka-Pugeranan yang sigap-sigap, dalam rombongan
belakang sebagai pelindung. Alangkah gagahnya, berwibawanya
pangeran setengah tua itu, duduk mengendarai kuda kesajangannya
57 ditengah- tengah barisan berani mati yang tidak besar jumlahnya itu
...... hanya kira2 enam-puluh orang saja.
Rombongan yang paling akhir, adalah kelompok denmas
Sasangka, terdiri dari sebelas pemuda sebaja termasuk denmas
sendiri. Kesebelas pemuda itu mengendarai kuda lengkap dengan
perabotnya sebagai prajurit kusumatali. Memang mereka merampas
kuda para penjaga gapura yang teugah dalam keadaan berunding
mati-matian tadi, untuk dimanfaatkan. Paling tidak mereka itu
masih harus duduk-duduk demikian selama tiga jam lagi, baru
mereka dapat menggerakkan anggota badannya dan menemukan
lidahnya kembali. ?
Apabila tidak kebetulan ada peronda menyambangi penjagaan
digapura butulan tersebut, tidak nanti kepergian pangeran Puger
segera menggegerkan ibukota Kartasura dua jam kemudian.
Peronda itu datang dipenjagaan butulan, maka segera pula ia merasa
keajaiban dipondok penjagaan. Tak seorangpun terdapat disitu,
sedang pintu gapura nampak terpentang lebar-lebar. Pastilah ada
kejadian yang tidak wajar. Buru-buru peronda itu mengadakan
penjelidikan keluar. Astaga ..... kiranya kesebelas orang itu sedang
mengaaakan pembicaraan rahasia dibawah pohon asem di tepi jalan.
"Hai!" tegur peronda itu, "Kalian sudah menjadi gila
semuakah, berani meninggalkan penjagaan itu, hah?"
Beberapa kali ia menegur dengan suara lantang, malahan
disertai maki-makian juga, namun tak seorangpun dari kesebelas
penjaga itu yang menggubrisnya. "Setan alas . kalian berani tidak
mengacuhkan seorang petugas .... baiklah rasakan saja gebuganku
ini, mungkin bisa membuka mulut kalian!"
Dengan hati panas peronda itu turun dari kudanya, hendak
melakukan ancamannya .... Astaga, datang mendekat, barulah ia
tahu bahwa kesebelas teman itu menderita siksaan menjadi patung
58 patung hidup, yang kehilangan segalanya, kecuali kesadarannya
melulu.
Tak urung peronda itu menjadi ketakutan juga, mengira
bahwa musuh sakti itu masih berada disekitar tempat penjagaan,
Tidak berani lagi ia berkata keras-keras, waktu memperdatangkan
keadaan para pendiaga tersebut. Benar-benar mengenaskan keadaan
mereka itn, mata mendelo, mulut menyeringai kesakitan, anggota
badan kejang keempatnya, takdapat bergerak sedikitpun ..
"Hai, alangkah saktinya musuh yang dapat membuat mereka
sekonyol itu, tanpa membunuhnya!"
Peronda tadi tak berani berbuat apa-apa, karena teman yang
dirabanya, menjengit kesakitan tanpa dapat mengeluh. Tetapi
setengah jam kemudian hampir bersamaan waktunya, mereka mulai
mengeluarkan rintihan-rintihan lirih. Kira-kira seperempat jam
kemudian, mereka berteriak keras mengaduh, tetapi dengan itu
bebaslah mereka dari kekejangan anggota badannya .. dan dapat
bicara lagi.
"Aduh aduh. uwah-wah-wah.. belum matikah aku ini.....?!"
keluh seseorang diantaranya.
"Kalian masih hidup . apakah yang telah terjadi .
siapakah yang menjiksa saudara-saudara tadi?" tanya Peronda itu
yang menjadi berani berkata agak keras.
Kangjeng pangeran Puger beserta keluarga dan anak buahnya,
meninngalkan kota Kartasura. Pastilah beliau tidak akan kembali
lagi, karena semua perabotan yang serba ringkas dibawa serta dalam
rombongan itu, Mari kita segera melaporkan hal itu, supaya tidak
mendapatkesalahan besar." kata pemimpin penjaga. Namun betapa
kecewa hatinya, waktu menginsjafi keadaan bahwasanya kuda-kuda
59 tunggang mereka dipergunakan oleh rombongan terakhir dari pihak
yang lolos.
"Sudahlah, aku saja yang akan melaporkan. Naiklah
dibelakangku, kaulah yang akan menguatkan laporan itu sebagai
saksi." kata peronda tadi lalu meloncat keatas punggung kudanya.
Pemimpin regu penjaga itupun segera membonceng dibelakangnya.
Malam pekat itu kira-kira pukul tiga, terdengar kempul dan
beri ditatap bertubi-tubi, suatu tanda bahaya mengancam. Maka
seluruh kota sekaligus menjadi geger luar biasa. Semua orang
keluar dari rumah masing-masing, mengira ada kebakaran atau kota
dilanda banjir ... Semua menjadi bingung tidak menentu karena
belum tahu apakah yang sebenarnya terjadi.
Nampak para pembesar praja dan para bupati mancapraja
yang masih berada didalam kota , buru-buru berkuda lengkap
dengan persenjataannya, menuju ke alun-alun untuk berkumpul dan
menerima penjelasan dari raden adipati papatih-dalem,
Kusumabrata. Adapun yang terlihat datang dahuluan adalah
paugeran Sampang dan dipati Surabaja ..... sekalipun mereka
berpura-pura gugup dan tidak mengerti apa yang digegerkan
penduduk ibukota itu. Kedua pembesar itu tampak selalu
berdampingan ... mungkin mereka itu datang dari Jawa timur,
karena segolongan semata-mata,
Baru setelah para pembesar berada di-alun-alun sebagian
besar, muncul pula sri baginda yang juga sudah berpakaian lengkap,
dikawal oleh pengawal-pengawal pribadinya, sedang kedua gandek
(bitara) berjalan mendahului sri sunan, sebagai pelopor jalan. Pada
waktu itulah papatih-dalem mmgumumkan kejadian yang sangat


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejutkan semua pendengarnya: "Ketahuilah, saudara-saudara
sekalian ... malam ini, pangeran Puger beserta keluarga dan orang
magersarinya, lolos dari kota. Nyatalah sudah bahwa pangeran itu
60 membangkang pemerintah negeri Mataram, suatu kedosaan yang
sangat besar, karena menghina raja dan kami semua. Menumpas
biang keladi yang membahayakan negara janganlah ditunda tunda,
hingga kelompoknya menjadi besar .... Maka malam ini juga kita
akan melakukan pengejarannya. Baginda berkenan akan
melimpahkan anugerahnya kepada siapapun yang dapat menangkap
pemberontak mati a tau hidup.!"
"Bagus,..!" seru pangeran Sampang, "Disamping tugas masih
ada harapan untuk mendapat hadiah baginda pula, Siapa ikut aku
mengejar yang membangkang perintah negara. Adi Jajapuspita,
mari kita berangkat dahuluan!"
Tanpa menunggu pengumuman selanjutnya dipati Sampang
dan Surabaya, segera meloncat keatas punggung kudanya lagi,
membawa prajurit bawaannya sebagian cepat-cepat menuju
kegapura butulan , Demikian pula para bupati mancapraja yang
kemaruk anugerah baginda, tidak mau ketinggalan mengadu nasib
mencoba coba, biarpun mereka sebenarnya tidak berani gegabah
menyerang pangeran yang dikabarkan sangat sakti itu. Siapakah
nanti yang akan menghadapi gembong besar Mataram itu, setelah
dapat mereka ketemukan.
Setelah mereka melalui gapura butulan dan mendapat
keterangan dari para penjaga, kearah mana rombongan sang
pangeran tersebut, dipati Surabayalah yang memimpin perjalanan
pengejaran itu, Dapat dimengerti bahwa ia sengaja daalam.
selewengan, serang-serong tidak menentu, kian lama kian tidak
menuju ke utara lagi tanpa disadari oleh para pengikutnya. Pasti saja
biarpun sampai hari kiamat, pengejaran itu tidak akan berhasil
karena tidak searah dan sejurusan.
Baru sesudah fajar mulai menjingsing, orang tahu bahwa
mereka telah terlanjur salah arah.
61 Yang keliharan sangat menyesal adalah dipati Surabaya,
berkali-kali ia menyalahkan diri, mengapa bisa sesat jalan hingga
demikian jauh. Biarpun para bupati pengikutnya sangat ~angkal,
:etapi siapakah yang dapat menyalahkan orang sesat jalan, lebihz
tumenggung Jajapuspita itu orang Surabaya .... mana dapat faham
jalan diwaktu malam pepat. Terpaksa rombongan itu hanya dapat
menggerutu, kembali ke-Kartasura lagi ranpa membawa buruan
negara.
Tetapi demikian pula agaknya dengan kelompok-kelompok
yang lain .. Yang kebanyakan hanya menubruk tempat kosong,
menerjang malam suwung saja. Siapakah yang tidak menjadi
kecewa karenanya, setelah manghamburkan tenaga habis-habisan
terpaksa hanya harus merasakan kelelahannya melulu, Namun
diantara para pengejar yang bersungut-sungut itu, ada pula yang
menjengir kegirangan, ialah dipati Surabaya dan pangeran
Sampang.
"Ih, adi Jayapuspita, puaskah hatimu hingga nampak
berjengat-jengit kumismu yang bagus itu...... Awas kalau ada setan
jahat mengetahui akal bulusmu semalam." bisik pangeran Sampang.
"Ha..ha .. lapangkan hatimu kangmas, setan dari mana
berani mengganyang danyang Surabaya ini yang kulitnya sudah
mbengkerok demikian, masakan tidak takut keracunan, mati sesaat
kemudian." jawab kitumenggung dengan ketawa dibalik kumis.
"Tidak lama lagi kakak akan minta-diri dari yang dipertuan
besar itu, karena sudah terlalu lama berada di Ibukota ini. Namun
aku segera akan kembali langsung ke-Semarang, membawa prajurit
Dulangmangap ku seribu lima ratus orang, dengan segala
pedengkapannya. Bagaimana dengan adi tumenggung sendiri?"
dipati Sampang melanjutkan pembicaraannya lirih.
62 "Akupun segera akan mohon ijin pulang, tanpa menanyakan
lagi daerahku akan jadi dibagi dua atau tidak. Jangan harap mereka
akan melihat wajahku lagi, tanpa senjata terhunus."
Maka masih banyak lagi yang mereka bicarakan bersama
secara diam-diam itu. Dan karena para pembesar dan para bupati,
mancapraja semua sibuk dengan pembicaraan sendiri?sendiri tak
seorangpun mencurigai kedua tokoh Timur yang sedang sibuk pula
bertukar pikiran dan menetapkan janji-janji sehidup seperjuangan
dalam melampiaskan dendam masing-masing disamping
mengabdikan diri kepada pangeran Puger.
Tiga hari-tiga malam belakangan ini para pembesar pimpinan
negara sangat sibuk berunding membicarakan sagala apa yang
bersangkutan dengan lolosnya pangeran Puger. Mungkin sekali
mereka itu merundingkan, cara menundukkan pemberontakan dan
penangkapannya.
Nah, sampai disitulah pengertianku tentang gegeran di
ibukota Kartasura. Bisa saja tambahkan tentang adanya dua
golongan yang bertentangan di.antara penduduk kota. Segolongan
adalah orang yang memihak raja-muda.
Dapat dimengerti bahwa . mereka itu pastilah sanak kadang
terdekat dan Sri-Sunan, juga keluarga orang-orang yang suka
menjilat dan bermuka muka manis terhadap para penguasa, demi
kedudukan dan penghidupannya.
Kelompok yang kedua adalah semua orang yang suka
menjunjung tinggi perikeadilan dan kebenaran mereka itu
bersimpati kepada perjuangan kangjeng pangeran ...... namun
terpaksa tidak berani bertindak terang-terangan.
63 Nyatanya dalam tiga hari ini, tidak seorangpun didalam kota
itu, yang tidak membicarakan soal lolosnya sang pangeran ......
dengan penilaian masing-masing. Apabila aku tidak dicegah ibu
ageng retna Widuri...... pastilah aku sudah meninggalkan keraton
mencari kakak Punung, pada waktu setelah aku mendengar kabar
itu. Baru setelah berita kasib tiga hari aku diperkenankan pulang
kedesa . dan selanjutnya, bertemu dengan kalian disini.demikianlah ken Suwami mengakhiri ceriteranya,
**** BAGIAN V
SETELAH habis peauturan niken Suwami tentang kehebohan
yang terjadi di Kartasura, kelima orang itu terdiam beberapa saat
lamanya, bagai sedang memikirkan kelanjutan dari peristiwa itu,
yang pasti akan menggentarkan negara Mataram sampai kepada
alasannya. Sebenarnya orang sudah dapat meramalkan, sesudah
tindakan baginda yang sangat kurang bijaksana, menjatuhkan
pidana Pambetekan kepada pangeran sesepuh negara itu, pastilah
akan membawa akibat yang akan menentukan nasib negara ..
karena rasa kecenderungan rakjat pada umumnya beralih kepada
sang pangeran.
Lebih-Iebih paageran Puger itu telah termashur keluhuran
pribadinya, kebesaran martabatnya dan tak terkira kesaktiannya,
hingga mendapat julukan Gembong Kartasura.
Semua orang suka dan memuji pangeran sakti itu. Pastilah
mereka tidak akan menolak bila sang pangeran dinobatkan menjadi
64 raja Mataram Islam itu. Maka setelah terjadi peristiwa lolos dari
kota ini ... tak perlu disangsikan lagi kiblat kebanyakan orang-orang
Mataram.
Tengah menimang-nimang penilaian mereka, Putut Punung
meloncat kedalam gerumbulan yang lebat sambil memberi
peringatan:
"Awas ada orang mendatang mempergunakan ilmu lari cepat,"
Maka segera pula ia diikuti oleh ke-empat temannya yang lain.
Belum lama mereka mendekam digerumbul itu ...... nampak ada
orang lima berdandan serba ringkas, lari cepat sekali seperti diburu
demit. Tak lama kemudian datang rombongan pelari cepat lagi tiga
orang berjubah lamuk dan mendatang dari kejauhan lebih dari
sepuluh orang. Terang sekali bahwa mereka itu semuanya menuju
ke Kartasura.
Berbisiklah ki bekel Samakaton keheranan: "Hai, kiranya
pendekar-pendekar kenamaan bermunculan menuju ke-ibukota."
"Ah, aku ingat sesuatu ... Kata orang pepatih dalem raden
Adipati Kusumabrata, mendatangkan tokoh-tkoh orang sakti dari
pelosok-pelosok dan lain daerah, untuk menguatkan barisan
pemerintah, menghadapi guna menundukkan pangeran Puger,
Siapakah orang-orang tadi yah, tahukah ayah tokoh-tokoh yang baru
lewat itu?" bertanya niken Suwami.
"Kalau tidak salah lima orang yang paling depan tadi adalah
hima saudara perampok Gunung Kendeng, yang sangat ditakuti
orang. Tiga orang berjubah tadi aku hanya kenal yang dua orang,
jakni kyai Kijing Miring, dan kyai Tameng-Waja tokoh-tokoh sakti
dari lambung gunung Wilis. Orang yang ketiga itu aku belum
pemah bertemu. Rombongan yang datang kemudian, kiranya muridmurid utama dari ketiga orang berjubah tadi."
65 "Hmm, pastilah kita akan mengalami keramaian yang luar
biasa," ceetuk Sasana ... "Demikian hebat keangkeran dan
kewibawaan kangjeng pangeran Puger itu hingga, orang
meregerahkan tenaga dunia persilatan sampai kepada tokoh-tokoh
besarnya. Hai ... dapatkah mereka menghadapi Gembong Kartasura
nanti."
"Asal mereka tidak main keroyokan dan membokong dari
belakang saja beramai-ramai ... belum tentu mereka bisa mendekati
sang pangeran. Tetapi yang sangat dikuatirkan adalah usaha-usaha
pembunuhan secara menggelap dari pihak orang licik. Dan pastilah
mereka akan menggunakan akal rendah itu untuk melenyapkan
perlawanan," kata sang? ayah bernada prihatin,
"Jangan kuatirkan hal itu jah, ..!" kata Punung, "Aku akan
berbuat sedapat mungkin untuk mencegahnya. Maka marilah kita
berundng sebaik baiknya untuk mengerjakan sesuatu dalam soal
gawat ini. Aku sendiri akan menyelundup kedalam kota, menyerapi
gerak gerik orang disana, Adik Suwami beserta kakak salah
seorang, melakukan perja lanan ke Semarang, menyampaikan kabar
munculnya tokoh-tokoh persilatan kepada ayah beserta
rombongannya, supaya bersikap lebih waspada. Tentang bapak
sendiri, lebih baik pulang dulu kedesa berkemas ... kemas dan siap
siaga lebih lanjut mengimbangi gelagat keadaan." Katanya lebih
lanjut.
"Ya ... demikianlah agaknya tindakan kita yang sebaikbaiknya .. mudah-mudahan segala sesuatu berjalan sebagamana
yang kita harapkan. Nah .. anak-anak, mari kita berpisah dahulu,
dan kau Sarasa, kau temani aku menyiapkan segala sesuatunya!"
Kelima orang itu lalu berpisah menjadi tiga golongan, yang
melakukan dharma baktinya masing-masing. Biarpun Niken
Suwarni sangat kurang setuju .. tetapi demi keselamatan bersama
66 dan demi cita-cita kemenangan terakhir, terpaksa harus
mendengarkan kata-kata sang suami.
Sebenarnya ia ingin mengikuti suaminya menerjang segala
kesulitan dan segala bahaya . Namun modalnya masih terlalu
kurang guna melakukan pekerjaan yang dangat berbahaya itu, maka
pergilah ia dengan kakaknya Bagus Sasana ke Semarang.
Bagaikan anak panah lepas dari busurnya, meluncurlah Putut
Punung membuntuti orang-orang sakti yang menuju ke ibukota ..
benar-benar terbangunlah semangatnya untuk melindungi
keselamatan ayahnya.
Syukur ia sudah berdandan dalam penyamaran sebagai
pemuda desa kucal, berkumis dan berjenggot kurang terawat. Rasarasanya tak seorangpun dapat mengenalinya kembali sebagai Den
Mas Purbaya yang gagah perkasa, sehinggga dapat meruntuhkan
hati ratu Alit dahulu.
Dan karena ia tidak menggunakan jalan melewati pintu gerbang
melainkan dengan melewati pagar tembok yang sepi dengan
meloncatinya, maka datanglah ia dalam kota pinggiran, lalu
menyelinap maju kedalam perjalanan lalu lalang di jalan-jalan.
Karena tak seorangpun mencurigai kehadiran pemuda dusun
kucal, yang paling bantar datang di kora menjual ternak itu,
mudahlah ia mencuri lihat segala kesibukan dalam kota pada hari
itu. Alun-alun kota penuh dengan prajurit yang sedang berlatih .
Balai agung penuh pembesar-pembesar yang tengah berunding dan
berdebat. Di warung-warung makan banyak terlihat orang-orang
berdandan ringkas, dengan membekal pedang atau golok, tombak
pendek atau tongkat baja dan lain-lain senjata yang bias dipakai
orang-orang persilatan bertempur.
67 Pemuda dusun itu masuk kedalam warung makan besar yang
laris sekali, temyata banyaknya orang mengunjunginya. Ia memilih
tempat di bale-bale besar disudut warung itu, hingga mudah melihat
dan mendengar, daripada terlihat dan di dengari.
Seperti orang setengah kelaparan yang tak menghiraukan
apapun kecuali makanan, digasaknya segala apa yang terdapat pada
piring yang berada dimukanya .... hingga mendapat teguran dari
teman duduk sebale-bale:
"Uwah masakan jadah dan wajik sepiring mau diganyang
sendieian, ..... Orang lainpun ada juga yang hendak merasakannya."
"Ambillah saudara, siapa melarangmu ikut serta makan, asal
kau dapat membelinya masakan uangmu ditolak." jawab pemuda itu
sambil mengunyah wajiknya,
"Tolol kau . masakan aku berani duduk disini, kalau aku
tidak berduit, kau kira hanya orang macammu saja yang beruang
itu, hah!"
"Sudahlah, sudahlah . engkaulah siberuang, si-orang pinter
sendiri, jangan mentang-mentang mencari urusan ... tuh, ada yang
datang lagi kemari."
Yang datang hendak makan kali ini lima orang berpakaian
lamuk. Dapat dipastikan kelima orang itu bukaa orang kota disini,
melihat tandang-tanduk mereka agak kaku itu.
Nampak sekali bahwa mereka itu berperangai kasar dan berhati
tinggi ... dasar kelima saudara dari gunung Kendeng ini tamu
undangan pemerintah yang tadi telah mendapat sambutan hangat
dikepatihan, karena saja mereka menjadi lebih berkepala besar.
68 Dengan mata melotot menakutkan mereka memandang
kepada orang-orang yang berada disitu dahuluan tanpa malu-malu,
lalu mengambil tempat dibale-bale tengah dengan menjuruh pindah
orang.
Tahu bahwa yang datang pendekar-pendekar kenamaan yang
didatangkan pepatih dalem, maka mengalahlah para penduduk kota.
Pemuda dusun itu mengelak mencuri pandang kepada tamu-tamu
baru leu, karena ia mendengar orang berbisik. Itulah yang bergelar:
?PANCA BARONG? orang-orang sakti dari gunung Kendeng.
Yang agak kurus itulah Barong nomor satu, yang lain disebut
Barong nomor dua, tiga, empat lima. Apabila lima bersaudara itu
memainkan golok gabungannya . . hai jangankan manuaia biasa
sekalipun jin atau aetan jejadian, jangan harap bisa keluar dari


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kurungannya masih bernyawa.
Entah Barong yang nomor berapa bertanya kepada
pemimpinnya, "Kak, apakah benar jang dikatakan oleh kangjeng
patih tadi, bahwa rupa-rupanya rumah pangeran Puger dijaga oleh
lelembut atau gandarwa yang sakti, hingga. tidak sembarang orang
berani dan dapat memasukinya?"
"Mengapa tidak benar. Orang mengatakan demikian, pastilah
itu ada buktinya. buat apa pepatih dalem mendatangkan tokohtokoh persilatan ini bila tidak akan mendapat tugas yang sekiranya
tidak mudah dilaksanakan oleh orang biasa!"
Kata seorang lagi memambah keterangan kakaknya tertua:
"Rasa-rasanya kami ini dibutuhkan tidak hanya untuk mengobrakabrik dalem ka-Pugeran saja ... pastiah masih ada maksud raden
adipati yang belum dikatakan saja."
"Mengapa kakak tadi memilih waktu malam untuk memasuki
dalem ka-Pugeran? Bila penjerbuan itu dilakukan disiang hari,
69 bukankah itu lebih aman banyak yang dapat dilihat dengan terang?"
kata seorang dintaranya lagi.
"Jangan terlalu tolol, ... kata Barong tertua .. kami pasti
lebih letuasa bergerak diwaktu malam daripada di siang hari, supaya
lepas dari gangguan orang lain. Yang suka iseng. Bila toh mereka
menghendaki, biarlah mereka bergerak sendiri, jangan membonceng
pekerjaan orang lain."
Karena hidangan sudah datang, maka berhentilah
pembicaraan mereka. Namun itupun sudah cukup bagi sipemuda
dusun untuk menentukan langkahnya kemudian setelah
meninggalkan warung. Yang sekarang menjadi bahan analisanya
ialah justru hantu yang menunggu rumah ayahnya.
Apakah betul-betul ada hantu yang dibicarakan itu tadi, kaarena
selama hidupnya dirumah tersebut, ia belum pernah mempergoki
macam jejadian apapun. Akhirnya timbul pikirannya bahwa yang di
ikatakan hantu tersebut pastilah orang juga .. orang sakti yang
memihak kepada ayahnya dan mencoba menahan serbuan orangorang pemerintahan yang pasti akan memusnahkan rumah tercinta
itu. Maka ingin sekali ia hendak mengetahuinya, siapakah orang
sakti yang berani berbuat demikian, menentang kekuasaan negara.
Sebagai tidak disengaja ia berjalan mendekati dalem ka-Pugeran,
yang ditutup rapat dan diawasi dari kejauhan oleh petugasz negara.
Pemuda desa itu mendekati dalem tersebut dari sebelah
belakang ... Setelah dekat pagar tembok petamanan, ia memilih
sebuah pohon yang cukup besar dan tingginya. Nampak badannya
menjejak dan kakinya yang sebelah menjejak tanah enteng sekali,
meluncur luruslah badannya keatas, setinggi lima meter. Tiba? tiba
70 telinganya yang tajam itu mendengar suara mendesing, terlihat
olehnya benda kecil sekali meluncur pesat kearah tubuhnya, yang
tengah menjembul naik. Pastilah barang itu akan mengenai dadanya
dengan telak, apabila reaksinya kurang cepat dan tepat. juga getar
sakti yang selalu meliputi diriuja kalah kuat dari tenaga sambitan
yang menggerakkan benda tersebut. Pemuda itu menggoyang
badannya dan mengepretkan tangan kanannya, berkesiur
kencanglah perbawa angin dari gerakannya itu, menghantam benda
keijil tadi. Bebaslah ia dari ancaman terkena sambitan orang sakti
yang berada didalam taman ayahnya, Namun tidak urung ia terkejut
luar biasa, karena tenaga sambitan itu pastilah tak ulah-ulah
hebatnya. Siapakah orang yang bertenaga demikian kuat ltu?
Hinggaplah Putut Punung pada punduk bekas dahan pada
batang pohon tersebut, kira-kira lima meteran dari tanah. Buru-buru
ia menyapukan matanya pada taman keseluruhannya .. Tak
seorangpun terlihat didalam kebun itu. Apakah henar yang
dikatakan orang-orang itu, bahwa dadalem kaPugeran sekarang
ditunggu oleh gandarwa penjaga ... ?
Dengan sikap benhati-hati sekali pemuda itu berjongkok
tempa tnya, siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Ia
bertekad untuk tetap menunggu disitu, untuk melihat sendiri apa
yang bakal kejadian dimalam nanti. Ia jakin bahwa kelima Barong
nanti malam akan mencoba masuk kedalam rumah dengan ijin
baginda untuk merampas atau mengobrak-abrik isi rumah
pemberontak itu.
Kata Putut Punung dalam hati agak keheranan: "Hai, mengapa
hantu itu tidak mencoba sekali lagi berkelakar denganku ... Tahukah
ia sudah, bahwa aku bukanlah lawan, atau takutkah ia bergerak lagi,
unluk tidak mudah diketahui di mana ia bersembunyi?"
71 Dengan surupnnya sang Surya, gelap malam datang cepat
sekali, karena tiada berbulan. Hanya bintang-bintang nampak
menghias angkasa, bagai bunga api tertabur luas pada permadani
biru-guram. Segala sesuatu hanya nampak remang-remang samar
antara ada dan tiada.
Namun pemuda yang berjongkok dipuncuk-batang itu
terpaksa masih harus bertahan sabar beberapa waktu, untuk dapat
menyaksikan kejadian kejadian seram dihalaman dalem ka
pangeranan.
Kelompok?kelompok prajurit tamtama serba lengkap
persenjataannya, bermunculanlah dari segala arah lalu
menempatkan diri sejauh lima landean dari pagar bata ka-Pugeran,
dengan sikap mengurung. Mengapa mereka tidak menjerbu sendiri
... mudah saja ditebak oleh Punung .. pastilah hari-hari sebelumnya,
pemah mereka mencobanya, tetapi kapok diperlakukan kurang baik
oleh gandarwa-penjaga dari dalam halaman.
Oleh karena itu, fungsi mereka sekarang, adalah memberi
pertolongan kepada yang mendapat perintah menerjang masuk.
Tiba?tiba sesosok bayangan orang meloncati pagar haaman
dengan membalingkan kerisnya secara hebat sekali, sambil
membentak sesumbar.
"Keluar kau setan berkasakan, sambutlah kedatangan dipati
Ngurawan, SUMADININGRAT.!"
Terdengar suara ketawa mengakak landung memecah
angkasa, menggetarkan rongga dada yang mendengarkan, hingga
banyak orang membekap telinganya untuk melindungi anaktelinganya yang terguncang keras .. Tahu-tahu, tumenggung
Sumadiningrat sudah dilempar kembali kebalik pagar jatuh
terbanting tidak sadarkan diri lagi.
72 Itulah hebat ... Dalam kalangan para bupati prajurit,
tumenggung Ngurawan bukanlah orang sembarangan. Dialah
pendekar pilihan yang sudah termashur namanya didaerah
Banyumas-timur ... namun kenyataannya dengan demikian mudah
ia dapat dijambret orang dan dibuang balik, sekalipun tumenggung
itu memainkan keris pusakanya,
Bergidiglah raden adipati Sumabrata melihat kenyataan itu ...
ke-angkeran dalem pangeran Puger agaknya bukanlah omong
kosong belaka.
Apakah yang sebenarnya telah terjadi, hanya pemuda dusun
itulah yang dapat menerangkan sejelas-jelasnya, Sekilas pandang
tajam saja tahulah ia, bahwa yang bergerak tadi bukanlah sebangsa
gandarwa atau jejadian segala macam tetapi ... manusia sakti luar
biasa, malahan tahulah ia sudah bahwa sang gandarwa itu adalah
gurunya sendiri, kyai ajar Cemara-Tunggal, yang dijuluki orang si
KUNJUK-SAKTI. Bukan main girang hati Punung, mendapat
kenyataan gurunya membela gerakan ayahnya itu, Hampir-hampir
ia berteriak memangil sang Guru, karena kangen dan rasa rindunya.
Tetapi alangkah salahnya bila terlanjur meneriakinya ... pasti orang
tahu, kalau penjaga dalem itu, ajar Cemara 'I'unggal,
Nah, begitulah duduk perkuranya, dan karena itu juga
sambitan barang kecil yang menyambar kearahnya tadi hampir tak
dapat dihindarinya.
Yang kini menerjang masuk kedalam halaman, adalah kelima
bersaudara tokoh gunung, Kendeng. Dengan mengonat-abitkan
golok golok besar mereka meloncati pager bersama-sama Belum
lagi kakinya menjontuh bumi, mereka membentak keras:
"Sambut kedatangan PANCA BARONG dari gunung
Kendeng yarg minta berkenalan dengan segala macam gandarwa
laknat pembela pemberontak!"
73 Segera terdengar desingan bersiat-siut, suara angin yang .
ditimbulkan karena sabetan golok bersambungan, laksana jatuhnya
air hujan.
Namun suara mendesing tadi selalu kabur diterjang kesiuran
angin kencang membadai kesegala arah, yang sanggup
mengguncang keras cabang dan ranting dalam jarak puluhan meter,
merontogkan daun-daun dan menerbangkannya hingga jauh. ..
bahkan ada yang berjatuhan ditempat pengepungan.
Lagi lagi yang dapat melihat dengan terang, adalah sipemuda
dusun tadi.
Kelima hantu gunung Kendeng itu maju berbareng dalam
formasi segi-lima beraturan yang bergerak saling menolong. Bila
yang saru bergerak, bergeraklah keempat orang lainnya bertukar
tempat, dengan ijepat dan lincah sekali.
Orang berada kebetulan dimuka lawan selalu mengadakan
gerak serangan memancing perlawanan musuh. Kalau musuh
menyerangnya, orang yang diserang itu tanpa menghiraukan
keselamatan diri, lekas beralih terapat ... sedang dua orang
dibelakang musuh laksana kilat menyerangnya. Dengan sendirinya,
batallah serangan lawan yang tertuju kepada teman mereka itu.
Namun kali ini kelima iblis itu berhadapan dengan seorang
ahli gerak nomor utama, hingga harus menelan kenyataan ...
keampuhan serangan serangan mereka kandas sebelum tengah jalan.
Mereka itu tidak hanya merasa kacewa saja, tetapi juga merasa
kuatir akan kesudahannya. Sudah terang sekali mereka tidak dapat
berbuat banyak terhadap orang tua yang tengah dikroyok ini ..
sebaliknya harus merasa kuatir terhadap pukulan-pukulan
geledegnya yang kadang-kadang dilamcarkan kepada mereka.
74 Kelima hantu gunung Kendeng itu maju berbareng dalam formasi
segi-lima beraturan yang bergerak saling menolong. Bila yang satu
bergerak, bergeraklah keempat orang lainnya bertukar tempat, dengan
cepat dan lincah sekali.
75 Pukulan orang atau gaudarwa tua ini benar-benar tidak boleh
dipandang enteng oleh siapapun.
Karena rasa kuatir itu, mereka menjadi makin gelisah,
akibatnya merosotlah keampuhan permainan gabungan panca-golok
tersebut yang biasa dimalui lawan dan diagulkan teman. Betum lagi
mereka bertempur lima belas menit, Panca-Barong itu sudah mandi
keringat, sedang nafasnyapun mulai terdengar tidak teratur lagi.
Tibalah sekarang gilfran si gandarwa. untuk balas membentak
lantang, "Kalau tidak sekarang, kapan akan menggelinding keluar
...... rasakanlah kaengkeran Pangeran Puger..!!"
Dengan membentak demikian llang gandarwa melancarkan
pukulan sakti BUMI GENJOT dan BUMI GONJING, yang
dilaucarkan kepada tanah antara diri sendiri dan lawan-lawannya.
Kontan, bumi terasa bergoncang keras ... gumpalan-gumpalan tanah
berhamburan kesegala arah, melanggar dan menaburi musuh-musuh
secara tidak langsung. Itulah bentuk kemurahan ajar Cemara
Tunggal yang tidak hendak membunuh mati musuh.
Bila pukulan dahsjat itu langsung tertuju kepada orangnya ...
pastilah tulang tulang mereka tidak ada satu yang masih utuh ...
Demikian saja tinggal Barong tertua yang masih dapat memegang
goloknya dengan menggunakan kekuatan seluruhnya. Tiga diantara
mereka terpaksa jatuh mendekam ditanah munta h darah, karena
terlanggar gumpalan tanah, telak mengenai dada meraka.
Pecahlah barisan panca-golok yang mereka banggabanggakan itu. Kedua Barong yang masih selamat meloncat dua
laudeyan kebelakang. Berserulah Barong tertua : "Malam ini kami
mengaku kalah .. beranikah tuan memberi jaIan hidup kami lima
bersaudara untuk berlatih lagi lima tahun, supaya kami dapat
menebus kekalahan ini?"
76 "Mengapa tidak berani ... hayo, menggelinding keluar lah
kalian, bawa saudara-saudaramu itu. Lima tahun kemudian pastilah
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
aku yang akan mengunjungi kalian digunung Kendeng!"
Terima kasih, dan ... sampai jumpa lagi ditempat pertapaan
kami-kata Barong 'tertua, lalu memondong dua saudaranya dibawa
keluar melewati pintu butulan, di-iringi Barong yang satunya
dengan memondong seorang teman.
**** BAGIAN VI
. BARU SAJA Panca Barong itu meninggalkan halaman dalem
pangeran Puger, belum lagi gandarwa tua yang bukan lain ki-ajar
Cemara Tunggal, kembali kedalam persembunyiannya, menyambar
datang kesiur angin lembut yang bampir tidak terdengar oleh kyai
Kunjuk Sakti,
Karena mengira diserang oleh lawan sakti lagi, malka cepat
sekali orang tua itu mereaksi menyambut kedatangan lawan dengan
jurus cengkeraman yang ampuhnya mudah dibayangkan.
Pada waktu itu pula terdengar suara berbisik, "Guru, aku,
Putut Punung!" Karena yang datang kali ini adalah si-pemuda desa
tersebut.
Namun suara bisikan itu datang agak terlambat, jurus
cengkeraman tadi sudah tidak dapat ditarik lagi, mendarat dengan
hebatnya pada punggung yang diserangnya. Sebenarnya pastilah
Punung dapat menghindari cengkeraman gurunya, tetapi ia takut
kalau sang guru mendapat malu karenanya, maka dengan
77 mengerahkan tenaga sakri dengan mengandal kekuatan baju kotang
rajah sasra, diterimalah cengkeraman maut gurunya itu.
"Hajaaaa!" jengek kiajar waktu melihat siapa yang
diserangnya. Segera ditarik kembali serangannya itu, namun barang
sudah terlanjur ... sulit untuk dilaksanakan seluruhnya sekallgus.
Untung yang diserang tagi murid yang digembleng sendiri, hingga
pasti tahu kedahsyatan jurus itu, untuk dapat mengimbanginya,
menjaga keselamatannya.
Terasa benar bagi orang tua itu, bahwa murid kesajangan itu
tidak hanya dapat mengimbangi serangan melulu, malahan dapat
memunahkannya. Kuda-kudanya tergempur keras waktu ia
menjentuh badan pemuda itu, oleh kekuatan maha dahsyat gaya
tolak yang keluar dari badannya, cengkeramannya meleset, bagai
mencengkeram baja yang dilumuri gajih (lemak). Maka bukan main
rasa takjubnya, mengalami kenyataan ini.
"Paman guru, terimalah sembah sujud murid dan
perkenankanlah aku mengucap terimakasih yang takterhi.ngga atas
kemurahan hati paman melindungi kewibawaan kaum kerabat
murid,!" kata Putut Punung terharu.


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Haaaaa ...... aaak baik. muridku sayang kiranya kau sudah
berhaail melatih ilmu kebal yang sangat berharga itu, bukan??" kata
ki Kunjuk Sakti menjimpangkan pembicaraan,
"Bukan anak telah berhasil mempelajari ilmu kebal seperti
dikatakan paman itu, tetapi murid berhasil menemukan gua kuburan
seorang sakti dari jaman Majapahit, dan mendapat peninggalannya
berupa NAGASURA-JANUR dan sehelai Rompi Rajah Sasra yang
kini murid kenakan. Rompi itulah yang metindungi murid dari
segala senjata tajam atau runcing dan segala macam pukulan sakti."
78 "Ahhh, babagia benar kau ini denmas, dan rasa-rasaanya
tenaga saktimupun menjadi lebih kuat berlipatan, adalah karena itu
pula sebabnya."
"Tidak paman . .. tenagaku menjadi lebih besar itu, karena
murid pernaht minum darah harimau doreng yang sangat besar
dalam gua itu."
"Anak baik, itulah suratan takdir Tuhan. Kini tak dapat
disangkal lagi bahwa kaulah sipendekar nomor satu diseluruh jagad
Mataram ini. Maka tugasmulah untuk menegakkan keadilan dan
kebenaran dikemudian hari. Ketahuilah, bahwa rakyat pada
umumnya menghendaki pangeran Puger yang harus memegang
pusara keraton Mataram sekarang ini. Beliaulah yang harus menjadi
raja. Maka tugasmu yang paling dekat adalah menjaga keselamatan
dan kewibawaan ayahmu.
Malam hari ini juga denmas harus berangkat ke Semarang
secepat-cepatnya .... guna melindungi sang pangeran dari bahaya
pembunuhan yang mulai dilancarkan oleh pihak lawan. Nah, anak
kau berangkatlah dan waspadalah selalu!"
"Lapangkan hatimu paman, murid akan berbuat menurut
petunjuk paman guru ... Guru, aku berangkat dedengan restumu... !"
Setelah menyembah gurunya melesatlah Putut Punung melampaui
tembok lalu menghilnug ditelan sang malam,
Negara Mataram Jaja, yang suda h berpulu-puluh tahun,
mengenyam tata-tentrem kertara harja lagi, setelah huru-hara
kraman Trunajaya, sekali lagi mengalami terguncang sampai
kepada alasnya, dengan lolosnya kangjeng pangeran Puger dari
Kartasura, Siapakah yang tidak tahu apa artinya, seorang
berpengaruh besar meninggalkan kota tidak dengan seijin Baginda
itu. 79 Siapakah yang tidak mengerti bahwa orang itu menentang
kekuasaan pemerintah, melawan kekuasaan raja .. Karena peristiwa
jengkarnya sang pangeran itu tidak dapar dihalangi dan dicegah
seketika, maka pastilah akan terjadi huru-hara peperangan lagi
dengan segala konsekwensinya.
Mudah dimengerti bahwa pekabarannya segera tersiar secara
merata, lebih-lebih karena dalam waktu dekat ini banyak orang kola
datang mengungsi, membawa segala kekayaan yang dapat
dibawanya, Mereka itulah pembawa kabar utama. Oleh karenanya
kesibukan orang dikota, segera berimbas dengan cepatnya. Tak
lama kemudian disusul datangnya para petugas pemerintah,
memanggil para pemuda wajib bakti dan para pemuda sukarelawan,
untuk menjadi bayangkara atau tamtama negara ..... sebagai tentara
cadangan laskar-laskar yang diberangkatkan kemedan paling depan,
yang garis pertahanannya disekitar Salatiga.
"Memang, sekalipun sulit dimengerti, namun terbukti
kenyataannya. Dalam beberapa minggu saja, kabupaten mancapraja
disekitar Semarang, terpaksa harus mengakui keunggulan dan
kedigdayaan para putra gembong Kartasura itu, lebih lebih nama
den mas Sasangka yang kini bergelar pangeran PURBAYA, setelah
kangjeng pangeran Puger dinobatkan oleh para bupati
pendukungnya sebagai raja tandingan raja Kartasura, bergelar
Susuhunan PAKUBUWANA I (hingga para putra berhak mendapat
gelar Pangeran), pangeran muda itulah yang selalu menempati garis
paling depan dalam menaklukan daerah Kendal. Pekalongan,
Demak, Kudus dan Pati, hanya dalam waktu sebulan saja.
Bagaikan angin pujuh pemuda sakti itu menerjang kesegala arah,
untuk mengkonsolidir kedudukan ayahnya.
Maka termashurlah nama pangeran muda itu bersama prajurit
berkudanya yang dua ratus orang dalam pimpinannya. Dalam tiap
80 pertempuran pangeran Purbaya nampak dikawal oleh tiga orang
pemuda pengawal pribadinya yang hebat luar biasa terjangannya.
sekalipun mereka itu hanya orang-orang tidak bernama saja.
Mungkin hanya beberapa orang saja mengetahui, siapa ketiga
kawal itu, ialah sang pangeran sendiri dan ajabnya, Sri Sunan
PAKUBUWANA bahwasanya mereka itu adalah Putut Punung,
niken Suwami yang menyaru pria, dan bagus Sarasa.
Datang kemudian bala bantuan dari Madura pangeran
Cakraningrat mendatangkan prajuritnya Dulang Mangap seribu lima
ratus orang lengkap dengan peralatannya. Disusul datangnya
prajurit bantuan dari Surabaya dalam jumlah 2000 orang serba
lengkap pula. Cukup kuatiah kini barisan Sri Sunan Paku Buwana I.
untuk berhadapan secara besar-besaran dengan kekuatan Kartasura.
Maka waktu barisan laskar Semarang, yang dipimpin oleh
Panembahan Cakraningrat (gelar baru yang diperolehnya dari Sri
Sunan Paku Buwana I). dipelopori oleh pangeran Purbaya, masuk
daerah Salatiga, seminggu yang lalu, sama sekali tidak menemui
perlawanan.
Sikap bupati Salatiga dan para penjaga benteng Kompeni
dikota itu, yang semula masih menyangsikan akan kemampua
pangeran yang lolos tersebut, kini sudah berubah sama sekali.
Kalau Raden Tumenggung Suranegara mendukung gerakan
sang Pangeran, pihak Kompeni bersikap manis dan lunak sekali
terhadap para pemberontak, sekurang-kurangnya pihak Belanda
tidak akan memusuhi Sri Sunan Paku Buwana I.
Itulah pula perintah yang mereka terima dari pembesar di
Semarang . . . .. supaya pihak Belanda bersikap hati-hatr sekali
sambil melihat gelagat. Maklumlah taktik pedagang bangsa asing
81 yang selalu mencari enak sendiri, jangan sampai keliru memilih
pihak yang kalah.
Kota Salatiga sekarang menjadi benteng pertahanan pertama
dari Sri Sunan Paku Buwana I untnk menghadapi lawan. Laskar
yang sudah dimukimkan dikota itu tidak kurang dari lima ribu
prajurit. Maka biarpun laskar Kartasura cukup kuat dan seimbang
jumlah kekuatan orangnya .... terpaksa belum berani menerjang
maju, tanpa komando dari pusat.
Konon pepatih dalem sendiri akan datang dengan membawa
laskar inti, guna menggempur musuh. Sebelum beliau datang ketiga
senapati perang, ietindih Iaskar laskar, seperti Pangeran
Natakusuma Tumenggung Wirajuda dan Tumenggung Natajuda
tidak diperkenankan menyerang lawan dulu.
Dua askar raksasa berhadap-hadapan . . .. dua kekuatan maha
dahsyat pasti akan bertumbukan .... siapakah yang tidak menjadi
tegang perasaannya . siapakah yang tidak akan menjadi girismiris dalam hati memikirinya.
Itulah yang sama-sama dirasakan oleh setiap orang yang
bersangkutan.
**** NUN disana .... ditempat penjagaan yang sepi sunyi, dimana
orang tidak mengehawatirkan sama sekali karena ditepi jurang
terjal, tidak mudah dilewati orang, hingga hanya ditempatkan disitu
dua orang penjaga saja terjadi sesuatu yang agak suram.
Karena menunggu giliran bingga pukul dua belas malam nanti
dipinggir jurang dalam hutan itu, mereka sudah sejak tadi
82 mengumpulkan daun-daun kering dan ranting atau dahan
secukupnya guna membuat perapian pemanas badan.
Tidak lupa singkong dan ketela rambatpun direnggutnya dari
pategalan tadi siang, Maka malam dingin itu mereka dapat
menikmati perbekalannya tersebut, sambil memasang omong.
"Kata orang Sri Sunan Paku Buwana I, tadi pagi sudah
menginjak perbatasan Kota Salatiga, berserta para pengikutnya.
Kalau kabar itu betul, agaknya tak lama lagi kita akan mengalami
pertempuran yang menentukan, bukan?" tanya seorang diantaranya.
"Uwah, masakan aku yang dapat menjawab pertanyaan
macam itu ... Tetapi secara menebak-nebak, aku dapat ikut serta
dengan gagasanmu itu, Hai, alangkah akan hebatnya pertempuran
kedua laskar yang konon sama kuat itu nanti. Namun aku percaya
akau kesanggupan Sri Sunan dan putraputranya, beserta para
pendukungnya. Kehadiran Pangeran Sampang Panembahan
Cakraningrat, Dipati Surabaya Raden Adipati Judanegara, Kangjeng
Bupati Salatiga .. kiranya cukup dibuat bangga."
"Kau benar kawan, belum lagi kau sebut-sebut Pangeran
muda sakti Purbaja, Arja Balitar, dan lain-lain yang telah
membuktikan kesanggupannya, meruntuhkan pertahanan para
Bupati mancapraja baru-baru ini .. hanya dalam beberapa minggu
saja."
Nampak seorang diantaranya meloncat dari duduknya, namun
demikian berdiri "hukk" mengaeleparlah orang itu jatuh
ditanah kembali dalam keadaan pingsm, kareaa punggungnya
digablok orang. Keruan saja temannya terkejut kelabakan hendak
menyambar tombak yang ditancapkan di tanah sebelahaja.
Tetapi baru saja hendak bergerak kedua lengannya sudah
diringkus oleh pendatang yang tidak diinginkan tadi. Lengan itu
83 dipuntir kedalam keras sekali, hingga pemiliknya mengulun desah
kesakitan. sedang badannya ikut serta berjengat jengit dalam gerak
puntirannya.
Terdengar suara kasar membentaknya, "Ha-ha .... kalau kamu
dapat lepas dari kuncianku ini .... kau adalah orang nomor satu
dalam dunla persilatan. Hajo . bilang, dimana pemondokan
Pangeran Purbaya .... awas kalau membohong, ku potes lenganmu
dari persendiannya!"
"Ha-ikkktt ... jangan keras-keras dulu. hajaaa ..... sesambat
orang itu. "Kau ini siapa dan apakah maksudmu mencari Pangeran
Purbaja itu?"
"Goblog kau . pastilah aku bukan temanmu, bukan
sebangsa penjaga berotak beku seperlimu, kalau mencari Pangeran
Purhnya, pastilah untuk dibunuhnya putera seorang pemberontak
itu. Aku adalah murid kepala Kyai Tameng Waja, yang kini
bertugas untuk menigas kepala Pangeran Puger."Wah-wah ...... itulah bebat sekali." kata penjaga yang sedang
menderita itu, nampak tidak lagi menghiraukan siksaan orang.'
"Apa yang hebat itu?"
"O ...... banyak sekali yang hebat itu, misalnya sang kura-kura
yang hendak menerkam sidoreng raja rimba, bukankah itu seram
hebat dan menggelikan sekali?!"
"Bangsat, kau berani menyindir guruku beserta para muridnya
Tahukah kau, dibawah tebing ini, masih ada tiga orang adik
seperguruanku, yang' pasti akan membereskan putra putra Pangeran
Puger? Kau tidak percaya ...... Nab, temanilah mer ...!
Sebenarnya orang itu hendak melemparkan sipenjaga kurang
aj ar tadi kebawah jurang, namun kedua tangannya merasa
84 kesemutan, hingga macet pula kata-katanya dan melepaskan
puntirannya.
la mundur beberapa langkah, berhadapan dengan pemuda
berpakaian acak-acakan, berbadan tinggi besar kukuh kekar tegap
serasi bersenyum lebar seraya berkata, "Kau benar kawan, ..
dewasa ini banyak sekali sebangsa kura-kura berkeliaran didaratan
yang hendak menangkap harimau dan banteng-banteng temberang
Lucu bukan?"
"Ah,.." kata penjaga yang baru saja bebas dari puntiran orang
menieringai iblis "Kawan penolong ini bukankah kawal pribadi
Pangeran Purbaya, yang hendak dicari orang itu?"
"Benar .. hai, orang liar, kau dengar atau tidak. Apa
perlumu hendak bertemu dengan junjunganku itu? Rasa-rasanya kau
tidak mempunyai derajat untuk bertemu dengan beliau maka
cukuplah kau sampaikan saja kepada aku!"
"Baik, . kalau aku tidak pantas bertemu muka dengan Sang
Pangeran, pastilah aku masih ada harganya unttuk berkelakar
beberapa jurus dengan panakawannya. Cobalah dahulu golokku
ini!"
"Majulah kalau kau ingin menemani adik-adikmu
seperguruan yang kini sedang merintih-rintih dibawah jurang ini."
"Setan alas ... kau apakan adik-adikku.?"
Membetak begitu, dibarengi dengan membabat lambung
musnhnya secepat kilat, Namun goloknya menjereset lewat hanya
berselisih setengah dim saja dari tujuannya, karena pemuda itu
sudah mengegoskan badannya mengikuti samberan angin yang
timbul karena perjalanan golok.
85 Terjerumuk maju sebab goloknya tidak mengenai sasaran
apapun, murid kepala kyai Tameng Waja yang biasanya sangat
jumawa karena sukar bertemu tandingan serimpal, menyusulkan
jurus tendangan berantai kedua kakinya, Celaka kedua tendangan
itu banya menggasak udara kosong semata-mata, maka tak ampun
lagi ia terpaksa turun diianah dengan kedua tangannya. Karena
tangan kanannya memegang golok, tak dapat pula dicegah, golok
itu menancap ditanah sampai agak dalam.
Baru ia hendak berdiri, lambungnya sudah digerayang orang,
maka dengan mengerang panjang mentallah orang itu kedalam
jurang. .
"Matikah orang itu?" tanya sipenjaga ketolol-tololan.
"Mana gampang-gampang mati, benalu jahat semacam orang
begituan. Dia hanya akan bertele-tele buat sementara waktu saja.
Dalam sebulan dua bulan ini pasti dia tidak dapat mencelakai orang.
Bagaimana dengan tanganmu, tetluka tidak?"
"O, tidak apa, kiranya akupun jenis benalu itu yang tak mudah
menjadi rusak .. heh-heh-heh!"
"Apakah kau tidak dapat membela dirimu hingga mudah saja
ditangkap orang?"'
"Wah-ah, mana bisa aku membayar guru silat, yang mau
mengajarkan kepandaiannya?"
"Kau mau ku-ajar bergerak membela diri tiga macam jurus
saja?"
"Kau nanti tidak minta bayaran ... aku ini hanya seorang
jagatirta desa Kepucangan, yang hanya bisa hidup sederhana dengan
keluargaku."
86 "Huss . orang jembel seperti kita ini, apa masih tega
membuat golongannya lebih melarat lagi. Pendeknya, kau lihat aku
bergerak dan meninggkan jejak agak dalam ditanah-guna
turutanmu."
"Liihat, jurus yang pertama : satu-dua-tiga, menghindarempat lima enam-tuju .. kau bebas dari segala pukulan macam
apa saja.


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jurus yang kedua: satu-dua-tiga, .. menyelinap mendekati
lawan, empat, mengancam muka lawan, lima menggaplok lambung
atau punggung lawan.
Jurus ketiga, satu-dua, menjusul musuh, kalau gagal, tiga,
mencengkeram pinggang musuh, empat, menjotos musuh. Pasti
sudah berhasil. Bagaimana, kau sudah lihat?"
"Wah, sulit sulit, apa aku kiranya bisa?- gumam penjaga itu.
"Jalankan saja, tolol...kau harus bisa!"
Mulailah orang itu berlatih, menginjakkan kakinya pada bekas
inyakan pemuda hebat itu. Mula-mula Iambat, sambil ngoceh
menghafalkan petunjuk-petunjuknya. Keruan saja dalam bergerak
sepuluh kali, ia jatuh tersuogkur dengan nafas kempas-kempis,
hampir kehabisan nafas.
"Kau ternyata pandai, sudah berhasil mencontoh ajaranku.
Mari aku tolong melancar jalan pemapasanmu.!"
Cjepat lagi tepat jari jari pemuda itu menari diatas badan kiRejasura. Dimana jari pemuda aneh itu menjentuh badannya,
dirasakannya seluruh badannya tergetar tandas sampai kepada
tulang-tulang .. Mula-mula ia berjengit kesakitan, tetapi sejenak
kemudian dirasakan seluruh badannya semriwing-nyaman, seperti
diterabas siliran angin hangat-hangat sejuk, hingga matanya merem87 melek keenakan , Waktu Putut Punung menghentikan pijetannya,
penjaga itu malahan berkata: "Hajo, hajo lanjutkan pijet
mujijatmu!"
"Huh, dasar sitolol tidak tahu malu .. Nah, berlatih teruslah,
hingga kau hafal benar-benar, kalau sampai lupa dan salah
menjalankan, masakan tidak copot semua anggota badanmu."
"Wut-wut" melesatlah pemuda ajaib itu dari sampingnya,
lenyap seketika itu juga.
"Hai-hai, kau mau kemana?" menanya ki Rejasura sambil
meloncat dari posismja semula. "Hlo-hlo, bagaimana aku ini?"
Bukan main kagetnya waktu badanya melenting sampai dua
meter tingginya. Dirasakan badannya enteng seperri kapas saja,
Karena belum mengetahui bahwa nadi-nadi dalam badannya
sekarang menjadi lurus rapi, hingga kekuatannya menjadi sangat
besar, belum pula ia dapat mengatur penggunaannya.
la terpaksa jatuh menggabruk tanah pada seluruh badannya
lagi, tetapi jatuhnya sangat enteng tanpa merasa sakit.
Buru-buru ia jongkok untuk berpikir sejenak, Sekalipun
otaknya kurang encer tetapi akhirnya terasalah olehnya bahwa
pemuda tadi sebenarnya memberi hadiah yang tak temilai harganya.
Tahulah ia bahwa ia bukan Rejasura yang kemarin berangkat
kepenjagaan terpencil ini.
"Ya Tuhan, limpahkanlah anugerah-Mu kepada pemuda ajaib
itu, dan berilah aku jalan terang untuk menjadi orang baik
seterusnya."
**** 88 BAGIAN VII
HINGGA larut malam Sri Sunan Paku Buwana I masih duduk
diserambi samping kanan dalem kabupaten Salatiga, merundingkan
soal-soal siasat pertempuran dengan dipati Surabaya, dipati Salatiga
dan pangeran Cakraningrat.
Para tetindih juda-pun tidak ada yang ketinggalan, semua
menghadap Sri Sunan sambil memperhatikan peneranganpenerangan baginda,yang ternyata ahli siasat-perang dan seorang
senapau yang sulit dicari tandingannya.
Betapa jelasnya keterangan baginda itu mengenai seluk beluk
gelaring-juda, satu demi satu.
Tengah mereka berunding itu, baginda mengulapkan tangan,
seraya bersabda : "Siapa berani mencuri dengar orang sedang
berbicara, Turun kau!"
Hebat benar pendengaran baginda itu, beliau sudah
menangkap suara sesuatu yang mencurigakan, sedang orang lain
masih enak enak mendengarkan baginda melulu. Mau tidak mau
mereka harus merasa agak malu, dan mengakui keunggulan baginda
dalam ilmu kepandaian segala macam.
Baru mereka hendak beraksi serentak ...... blugg, orang lakiIaki berjubah lamuk jatuh menggelinding dari atap serambi, mengga
bruk ditanah, Namun orang itu segera melompat berdiri tegar, kirakira tiga landeyan dari yang berada didalam gadri,
Berseru menggeledeglah orang itu, memamerkan tenaga
saktinya yang sangat kuat : "Iblis dari mana berani mati
89 membokong ki Tameng-Waja, seperti cecunguk gelandangan,
Hayo, keluarlah kau, setan.
Sedang para hadirin masih terhenyak diam, karena anak
telinganya terasa sakit seperti hendak pecah ......... nampak sesosok
tubuh meluncur turun dari pohon kenanga didekat gadri tersebut,
Kini jelaslah siapa yang terjun dari pohon tersebut, seorang pemuda
berdandan serba ringkas, bertubuh tinggi kekar.
Cepat sekali ia berbuat sembah terhadap baginda raja, untuk
segera berbalik hadap, menghadapi kyai Tameng-Waja, Berkatalah
pemuda itu dengan suara tandes namun enak didengar,
membujarkan pengaruh suara lawannya.
"Inilah putut Punung, murid tunggal ajar Cemara Tunggal.
Hai, pendeta gadungan ...... baru kau terkena siliran nafasku, kau
sudah kelabakan seperti ular kena gebug. Salahmu sendiri bila kau
sampai jatuh dari tempat pengintaianmu. Jangan kau kira bahwa
baginda Paku Buwana I tanpa wilalad. Ketahuilah, bahwa kau telah
kubayangi sejak di Bayalali .. Kau menyanggupkan diri hendak
membunuh Sri Sunan Paku Buwana I seperti kedua teman
chianattanmu kyai Kijing miring dan Resi Rajeg-wesi yang kini
sudah pulang memelihara cideranya ... mampukah kau berbuat
demikian. Kalau aku hendak membokongmu, dari tadi kau pasti
sudah berkeliaran dineraka . . . . hitung-hitung, membalaskaa budi
guruku yang pemah kau siksa lima tahun lamanya, karena akalcurangmu semata mata. Dosamu sudah bertumpuk mencakar
angkasa, dengan menodai sekian banyak anak dara yang kemudian
kau bunuhi semuanya ...... demi ilmu sesatmu itu. Kau hadapilah
sekarang murid kiai Kunjuk-Sakti ini, yang menagih piutang jiwa
atas nama beliau!"
"Kunjuk budug tua bangka kau mengapa tidak berani datang
sendiri, menjuruh anak masih ingusan begini untuk menerima.
90 binasa dariku, ha . . . . . . Anak setan, betul-betulkah kau hendak
menagih-piulang gurumu itu? ... Baiklah, kalau tidak mendapat
hajaran masakan kau mau mengerti betapa tebalnya bumi!
Dalam tiga jurus, bila kau ternyata dapat menyelamatkan dirimu ...
sulitlah kiranya bagiku untuk menginjak dunia ini lebih lama.!"
"Bagus, ..... apabila dalam satu jurus pembalasanku kau dapat
selamat, pasti aku tidak akan menghalangi lagi segala apa
tindakanmu.!"
"Anak haram ... rubuh kau !" seru Tameng Waja sambil
melancarkan pukulan saktinya. Angin santer menyambar kearah
Punung yang berdiri tegar tidak mengelak, tapi nampak memutar
lengannya membuat lingkaran kearah pembuyarau ... dan amblaslah
pukulan kyai itu.
Terdengar ia mendengus keras seraya melakukan serangan
yang kedua. Tangan kyai Tameng-Waja dirangkap menjadi satu
didorongkan kemuka. Reaksi pemuda gagah itu masih gerak seperti
tadi hanya sekarang lingkaran yang dibulatnya condong miring
kesamping. .
Kembali pukulan kyai itu lenyap seperti ditelan semudera.
Maka dengan memekik keras Tameng-Waja melancarkan jurusnya
yang ketiga sambil menubruk mangsanya. Serangan itu ganas lagi
ampuh dan kuat laksana gunung runtuh.
Namun justru itulah yang dikehendaki lawannya ... mengadu
kekuatan, Putut Punung menggunakan jurus ketiga, Bumi genjotgonjang-ganjing dengan sepenuh tenaga saktinya,
"Buumm.!" dua tenaga raksasa bertemu lawan ... hebat
sekali akibatnya. Putut Punung nampak berdiri tidak bergeming,
sekalipun kakinya melesak ditanah kering sampai batas mata-kaki.
91 Tetapi lawannya mental terbang seperti tertumbuk tugu baja,
hingga dua tombak jatuh ditanah tiada bernyawa lagi. Dari mulut,
hidung dan telinganya keluar darah segar bergelegakan.
Waktu itu baginda berkenan untuk memeriksa keadaan
berakhirnya pertempuran dahsjat tadi, Semua orang bergidig waktu
melihat kenyataannya. Malam itu sri sunan mendengarkan laporan
Putut Punung apakah yang sudah dirintisnya dihari-hari belakangan
ini. Di Bayalali pemuda itu bertemu dengan pamannya pangeran
Harya MATARAM (adik pangeran PUGER), yang bertugas
mempertahankan Bayalali. Paman itu menyampaikan pesan kepada
Sri Sunan Paku Buwana I untuk segera menggebah pertahanan patih
Sumabrata disekitar Salatiga, dan lekas lekas memasuki Bayalali,
yang segera akan ditinggalkan oleh sang paman ..... pura-pura lari
dari Bajalali, untuk memikat sang sunan Amangkurat segera
meninggalkan kota, supaya jangan sampai teringkus musuh. Itulah
pesan wanti-wanti dari sang adik, Sang pangeran sendiri segera
akan mengumpul dipihak sang kakak.
Itulah kabar yang sangat menggembirakan pihak Sunan Paku
buwana. Dan ...ya, apa lagi hendak dituturkan .. Perlawanan
pepatih dalem digaris paling depan pecah berantakan, malahan
raden adipati Sumabrata sendiri hampir konyol tertawan musuh,
bila tidak segera menukar pakaian, menghilang dilautan prajurit
yang tengah lari mengungsi hidup.
Pertahanan di Bajalali tidak mampu bertahan hingga sejam
penuh .... akhirnya kota Kartasura menjadi kalang kabut karena
ancaman musuh kian mendekat. Sunan Mangkurat Mas terpaksa
lolos dari keraton, mengungsi ke Jawa Timur, kepada dipati
WIRANEGARA, (dahulu UNTUNG SURAPATI) dan akan
melanjutkan bertahan bersama-sama dengan dipati tersebut.
92 Demikianlah kisah GEMBONG KARTASURA, yang
kemudian dinobatkan sebagai raja Mataram yang resmi, yang dapat
menyatukan negara kambali menjadi tata-tentrem karta-raharja.
Pantas disebut sebut bahwa nama PANEMBAHAN
PUNUNG, selalu menggema harum diseluruh bagian negara.
Beserta isteri tercinta sang panembahan sering berada di gua
puncak gunung tersayang.
TAMAT
93 SEGERA TERBIT !!!
Pendekar Mabuk 082 Kuil Perawan Ganas Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal Roro Centil 03 Rahasia Kitab Ular

Cari Blog Ini