Ceritasilat Novel Online

Kabut Di Telaga See Ouw 12

Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara Bagian 12

jiauw-tui (Tendangan Kaki Naga) maka tak ada

lawan yang sanggup bertahan. apalagi kalau

dua kakek itu maju berbareng. Namun karena

biasanya cukup seorang saja sudah membuat

lawan bertekuk lutut, kemenangan demi

kemenangan membuat dua kakek itu bernama

besar maka muridnya menjadi tinggi hati dan

agaknya sifat ini menjadi penyakit bawaan

manusia kalau mendompleng nama besar ayah

atau guru.

Lan Hoa gadis yang cukup dimanja.

Sebagai satu-satunya murid apalagi

perempuan maka guru dan paman gurunya

seringkali membiarkan gadis itu bertindak

seenaknya, kadang-kadang merendahkan

orang lain namun sepasang kakek itu tak

merasa. Mereka menganggeap bahwa itu

wajar saja, bahkan kalau murid mereka1228

disalahkan justeru dua orang ini akan marah.

Nama besar dan kesombongan telah pula

menghinggapi kakek ini, apalagi karena

mereka seperti raja kecil di Kang lam,

pembesarpun takut kepada mereka. Maka

ketika gadis itu mencemooh dan mengejek Chi

Koan, diam-diam dua kakek ini

memperhatikan dan saling lirik maka

sesungguhnya merekapun merasa dongkol

kenapa si buta yang asing dan belum pernah

dilihat itu begitu diistimewakan Ning-pangeu.

Apakah lebih istimewa daripada mereka!

Hal ini membuat Sepasang Naga

Menara itu memberi kedipan. Perahu

meluncur ke tengah dan perjalanan sudah tiba

dibagian air yang dalam. Kakek sebelah kiri

tiba-tiba mendoyongkan tubuhnya ke kiri, kaki

menekan kuat dan perahu yang semula

meluncur berendengan itu mendadak

berbelok dan menuju perahu si buta.

Teriakan kaget murid See-ouw-pang

tak dapat dicegah, ia tak dapat menguasai

perahunya yang miring dan memotong cepat,

langsung menghantam perahu Chi Koan. Dan1229

ketika Beng San juga terkejut perahunya

ditumbuk perahu itu, entah bagaimana perahu

dua kakek itu membelok dan memotong

perahunya maka pendayung di perahunya

berteriak keras karena iapun tak menduga dan

tak sempat menghindarkan diri. Akan tetapi

Chi Koan miringkan kepala. Terkejut oleh

teriakan-teriakan itu tiba-tiba ia

menggerakkan tongkat, sesungguhnya

waspada karena iapun diam-diam marah oleh

dengus mengejek tadi. Hanya karena ingin

menampilkun diri sebagai orang baik-baik ia

menekan semuanya itu, tak meladeni atau

menggubris lawan.

Maka ketika perahu ditumbuk dan ia

mendengar desir air terbelah, saat itulah

tongkatnya bekerja maka... tuk, tongkat telah

mendorong dengan sentuhan perlahan hingga

tak sampai terbalik apalagi pecah. Kedua

perahu sama bergeser dan selamat, meluncur

lagi menuju daratan seberang. Kakek sebelah

kiri terkejut. Sesungguhnya ia mencoba dan

sengaja membelokkan perahu dengan gerakan

tubuhnya itu. Tekanan kakinya ke lantai1230

perahu membuat perahu miring ke kiri,

berputar dan saat itulah menumbuk perahu si

buta. Namun karena maksudnya gagal sebab

perahu disentuh ujung tongkat, terdorong dan

bergeser menjauh maka kakek ini tertegun

karen? dari sentuhan tadi ia merasa betapa

kuat dan ampuhnya ujung tongkat tadi. Perahu

terasa bergetar dan bergoyang, padahal hanya

ditekan sedikit saja!

"Hm," kakek ini penasaran. "Kucoba

lagi, suheng. Kutabrak pecah!"

Kakek di sebelah kanan mengangguk.

Tubrukan tadi seakan tak sengaja namun kali

ini sudah tereng-terangan. Kakek itu berdiri

dan menekan lantai perahu dengan amat

kuatnya. Murid See-ouw-pang berseru

tertahan dan mengerti sekarang, dayungnya

sampai terputar. Dan ketika perahu miring

sebelah kiri untuk kemudian meluncur dan

menghantam si buta maka Beng San dan Siauw

Lam juga sadar bahwa kakek di perahu itu

sengaja berbuat ulah.

"Awas, suhu...!"1231

Chi Koan tersenyum. Sesungguhnya ia

telah mendengar kata-kata lawan, telinganya

terlampau tajam untuk membiarkan segalanya

lewat. Maka ketika perahu ditabrak dan Siauw

Lam hampir saja membentak, dicegah dan

gurunya menggerakkan tongkat maka lagi-lagi

tongkat di tangan si buta itu menotol dan...

perahu si kakek terputar dan hampir saja

terbalik dan penghuninya berteriak satu sama

lain.

"Tak!" Chi Koan mengerahkan Hok-te

Sin-kangnya. Dari ujung tongkat keluar tenaga

sakti, menyengat dan membuat kakek dan

gadis serta murid See-ouw-pang itu berjengit.

Mereka bagai disetrom! Akan tetapi karena

sentuhan hanya sebentar saja dan dua kakek

itu kaget menyeimbangkan perahu maka

mereka yang hampir terbalik dan kaget bukan

main tahu-tahu melihat perahu si buta melesat

dan meluncur jauh di depan. Chi Koan tak mau

ambil resiko dengan permainan di atas air.

"Ah, dia. iblis si buta itu. Hebat

tenaganya, suheng. Entah siapa dia tapi mari

kita kejar. Biar di depan Ning-pangcu kita1232

mendapat keterangan!" kakek sebelah kiri

berubah mukanya dan tentu saja semakin

penasaran dan marah. Lawan mengayunkan

tongkat dan perahu bagai didorong, melesat

dan meninggalkan mereka yang masih

berkutat menyeimbangkan diri. Salah-salah

bisa terbalik kalau tidak kuat menahan. Dan

ketika gadis berpedang itu juga berubah dan

kaget sekali, mulailah dia tak memandang

rendah maka yang mengeluh adalah murid

See-ouw-pang yang mendayung itu.

Dayungnya mencelat dan masuk ke dalam air!

"Celaka, sam-wi (kalian bertiga) akan

sedikit lama, dayungku hilang. Harap bersabar

dan aku akan mendayung dengan tangan!"

"Tak perlu, kami dapat membantumu

dan melakukan seperti apa yang dilakukan si

buta itul" kakek yang terlanjur marah tni

mengibas ke samping, perahu melesat dan

mencelat pula hingga si murid See-ouw-pang

nyaris terjungkal, berteriak. Kalau saja keadaan

tidak begitu tegang tentu gadis berpedang

akan tertawa geli, susioknya membuat laki-laki

itu terpelanting, hampir saja masuk telaga.1233

Dan ketika perahu meluncur dan

mengejar perahu di depan ternyata si buta

telah lebih dulu di daratan sana disambut Ning
pangcu dan dua orang wakilnya dengan wajah

berseri-seri. Ketua See-ouw-pang ini keluar

sendiri sebagai tanda sambutan luar biasa.

"Selamat datang, taihiap benar-benar

memenuhi undangan. Terima kasih, Chi
taihiap, mohon maaf bila sambutan kami

kurang berkenan!" tapl memandang muridnya

yang tidak memecah rombongan menjadl dua

dia menegur, "Kenapa kau tidak memberikan

perahu khusus untuk Chi-taihiap. Bukankah

sudah kuperintah untuk menghormat tamu."

"Maafkan, dia tidak bersalah. Aku yang

minta penyambutan begini, pangcu, tak enak

kepada tamu undangan lain yang merasa

kurang dihargai. Kami datang bukan untuk

mengagulkan diri, tak enak kalau belum apa
apa ada pihak-pihak yang kurang senang."

Ning-pangcu terbelalak. Chi Koan

cepat-cepat menjawab karena saat itu dua

kakek dan gadis di perahu itu sudah

berloncatan pula. Kakek sebelah kiri melotot1234

dan merah padam. Namun ketika laki-laki ini

mengangguk dan berseri-seri, kuatlah

pendapatnya bahwa si buta ini amat rendah

hati dan menjaga perasaan orang lain maka ia

tertawa dan berseru menyambut pula dua

kakek dan gadis itu!

"Ha-ha kebetulan. Yang terhormat

Siang-liong-tah datang pula memenuhi

undangan. Selamat datang, jiwi
locianpwe,perkenalkan tamuku ini Chi-taihiap,

ia murid Gobi. Tentu jiwi sudah mendengar

musuh bebuyutan Naga Gurun Gobi Peng

Houw, nah inilah Chi Koan!"'

"Chi Koan?" dua kakek itu terkejut.

"Ya, Chi-taihiap, inilah orangnya. Mari

masuk dan selamat datang!"

Akan tetapi dua kakek itu tiba-tiba

meludah. Kakek di sebelah kiri bahkan

mendengus, dan ketika Ning-pangcu terkejut

membelalakkan mata maka kakek itu berseru,

"Ning-pangcu, kami orang-orang selatan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukannya tidak mendengar nama besar bocah

ini, akan tetapi tidak tahukah kau siapa dia. Di1235

samping bernama besar juga bernama buruk,

maaf kami tak datang kalau tahu begini!"

"Ah, jiwi-locianpwe jangan berkata

begitu. Fitnah besar menimpa tamu kita ini.

Mari masuk dan nanti dengarkan omonganku.

Harap pandang mukaku dan segala persoalan

bisa dibicarakan nanti, bukankah pertemuan

tahunan ini antara lain membahas Semua

persoalan-persoalan yang tidak beres, juga

segala uneg-uneg!"

Kakek itu tertegun, lalu ketika Beng San

dan Siauw Lam merah mukanya mendengar

sikap dan omongan kakek ini, yang sama sekali

tak perduli maka justeru suhu mereka

tersenyum dan menjura. Sikap Chi Koan benar
benar luar biasa baik, mencengengkan

sekaligus meragukan dua tokoh tua ini.

"Jiwi-locianpwe (dua orang tua sakti]

kiranya Siang-liong-tah yang tersohor,

maafkan aku yang muda. Karena tak tahu

maka telah berlaku kurang hormat. Karena

undangan berasal dari tuan rumah tentunya

jiwi harus memenuhi dan Ning pangcu tak

bersalah apa-apa. Adalah aku yang memang1236

terlanjur dicap buruk, kalau kini aku datang

memenuhi undangan See-ouw-pang antara

lain ingin mengikis habis semua kabar jelek

yang mel?kat di tubuhku. Namun kalau aku tak

diberi kesempatan dan hanya mengotori

tempat ini saja tentu aku siap pergi. Silakan jiwi

di depan dan harap Ning-pangcu

mendahulukan tokoh-tokoh tua macam jiwi
loclanpwe ini daripada aku."

Bukan main kagum dan hormatnya

ketua See-ouw-pang itu terhadap si buta. la

tahu baik bahwa dua kakek gagah ini meskipun

lihai akan tetapi tak mungkin menang

menghadapi pemuda ?ni. Tandingan si buta

hanya Naga Gurun Gobi! Maka ketika ia

mengangguk-angguk dan berseru kagum,

justeru sikap dan kata-kata. Itu

dipergunakannya untuk menghadapi kakek

gagah ini Ning-pangcu mengangkat tangannya.

"Lihat, jiwi-locianpwe buktikan kata
kata dan kerendahan hati ini. Kami dari See
ouw-pang telah tahu baik sepak terjang dan

tingkah laku Chi-taihiap ini. Dialah yang

menyelamatkan See-ouw-pang dan Sin-hong-1237

pang dari ganasnya Naga Gurun Gobi.

Meskipun gagal dan Sin-hong-pangcu akhirnya

tewas namun segala budi baik dan

pertolongannya tak dapat kami lupakan.

Pertemuan ini akan membahas itu pula, harap

jiwi masuk dan mari Chi-taihiap bersama-sama

pula!"

"Biarlah yang tua di depan,!" Chi Koan

tetap merendah. "Kami orang-orang muda tak

berani mendahului. Hanya karena belum saling

kenal saja kami bersinggungan sedikit. Maaf

dan harap jiwi locianpwe masuk."

Dua kakek itu mengerutkan kening.

mendengar segala cerita Ning-pangcu tentu

saja mereka. tertegun dan terheran-heran.

Berita tewasnya Siang-mouw Sian-li tentu saja

telah mereka dengar. Hanya bahwa pemuda

ini yang menolong dan menyembuhkan baru

kali itu mereka tahu, Maka ketika mereka

mengangguk dan bangkit kejumawaannya, Si

buta begitu merendah dan naiklah kembali

harga diri mereka maka Sepasang Naga

Menara ini, melunak, sedikit tersenyum dan

tentu saja harus menghargai tuan rumah.1238

"Baikiah, berita aneh-aneh ini baru kali

ini kami dengar. Kalau Ning-enghiong benar

biarlah kami dengar cerita selengkapnya nanti.

Terima kasih dan maaf kami masuk!"

Chi Koan tersenyum dan bersikap

tenang. Bukan tanpa maksud kalau dia begitu

merendah dan bersikap bak orang bijak.

Strateginya memang harus begitu, dia harus

mengambil hati dan mengembalikan nama

baik yang telah "dirusak" Peng Houw. Maka

ketika dia mengikuti dan tuan rumah sejenak

blngung, Chi Koan berkata biarlah tak perlu ia

dihormat berlebihan maka tiba di kursi tamu si

buta inipun tak mau di depan sendiri, tak mau

menonjol. Orang baik-baik memang harus

begitu, tak boleh sombong!

"Aku sungkan berdampingan dengan ji
wi-lo-enghiong itu, biarlah di barisan belakang

saja. Pangcu harap tak perlu berlebihan dan

biarlah tamu-tamu kehormatan duduk di situ!"

"Tapi..!"

"Sudahlah, urus dan sambut tamu
tamumu yang lain, pangcu. Kami bertiga di

belakang dan jangan khawatir kami1239

menganggapmu tak hormat. Justeru kami

rikuh, kami orang asing di selatan ini."

Bukan main kagumnya ketua See-ouw
pang itu. Sama sekali ia tak tahu permainan

alias sandiwara si buta ini, Chi Koan terlampau

cerdik. Dan ketika ia mendecak penuh hormat

sementara Chi Koan sudah memilih bangku di

belakang duduk bersama dua muridnya maka

terpaksa tuan rumah meninggalkannya untuk

menyambut tamu-tamu lain. Beng San dan

Siauw Lam mulai berbisik-bisik, memandang

datangnya tamu-tamu lain khususnya wanita,

apalagi yang cantik!

"Aneh, suhu ini ganjil. Dua kakek tadi

jelas sombong dan minta pelajaran, suheng.

Kenapa suhu begitu lunak dan amat ramah.

Kalau aku, tentu sudah kuhajar dan kubogem

mentah"

"Hm, kau salah. Di sini yang datanh

adalah tokoh-tokoh utama, Beng San, para

pendekar dan golongan putih. Kalau kau

bersikap seperti itu dan brutal macam

berandalan saja maka namamu jelek. Suhu

benar, di sini kita harus bersantun-santun dan1240

ikut-ikut baik. Bukankah pertemuan ini dihadiri

golongan putih dan para cianpwe (tingkat atas)

yang harus kita hormati. Biarpun sombong

namun dua kakek itu golongan tua, tak ada

jeleknya mengalah dan merendah".

"Tapi suhu diejek, tadi malah

dlserang!"

"Itulah maka harus dltunjukkan sikap

sebaliknya. Kalau orang berbuat kasar kita

malah halus, sute, jangan membalas sama

kasar karena kita orang asing di sini. Sebagai

tamu kita harus berbaik-baik".

"Tapi aku tak sabar!"

"Heh-heh, sudahlah. Lihat itu ada

pengunjung baru, gadis-gadis cantik"

Pembicaraan terhenti dan Beng San

memandang ke arah yang ditunjuk suhengnya.

Dari pintu halaman masuklah dua gadis jelita

berpakaian kembar hitam-hitam. Ikat pinggang

mereka putih dan lebar sementara rambut

mereka disanggul tinggi. Hiasannya terbuat

dari batu giok dan siapapun akan kagum dan

terpesona memandang gadis-gadis itu.

Mereka tak membawa apa-apa dan datang1241

berdua saja, tentu saja menarik perhatian dan

semua tamu segera tersedot ke sini.

Lan Hoa, gadis berpedang itu tiba-tiba

kalah cantik dengan gadis yang baru datang ini,

pamornya begitu terang dan Beng San

berdegup kencang. Bukan main cantiknya

mereka itu. Bibir memerah basah sementara

senyum dan mata mereka yang bundar jernih

bak bintang kejora di langit timur. Dan ketika

mereka tampak menjura dan disambut Ning
pangcu, buru-buru lelaki ini membalas

tergopoh maka terdengar Ning-pangcu

gembira menyambut mereka, kata-katanya

nyaring dan penuh keriangan.

"Ah, jiwi-siocia (nona berdua) kiranya.

Mana yang terhormat ayah kalian Lam-hai
kong-jiu (Si Tangan Kosong Dari Laut Selatan)

Ang-lo-enghiong. Selamat datang, silakan

duduk dan mari kuantar di kursi kehormatan.

Ada Siang-liong-tah-locianpwe yang sudah

datang, juga muridnya Lan-siocia (nona Lan)!"

Dua gadis itu membungkuk dan

melempar senyum. Kiranya mereka adalah

puteri-puteri Lam-hai-kong-jiu yang amat1242

terkenal itu, Beng San tak tahu namun Chi

Koan berdebar. Tentu saja telinga si buta ini

mendengar pembicaraan itu, mendengar

nama tokoh ini namun dalam peristiwa Bu-tek
cin-keng dulu tokoh ini tak pernah muncul.

Bukan apa-apa melainkan Lam-hai-kong-jiu

memang bukan tokoh yang tamak ilmu silat,

kepandaiannya sendiri cukup tinggi dan

orangnya terkenal pendiam , tak mau banyak

mencampuri urusan orang lain. Maka ketika

hari itu dua puterinya datang mewakili,
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka berkata bahwa ayah mereka tak enak

badan maka Ning-pangcu gembira karena dua

gadis ini sendiri cukup berbobot. Kabarnya

kepandaian mereka hampir menyamai ayah

mereka sendiri.

Beng San bengong dan terkagum
kagum. Jangankan pemuda ini, Siauw Lam

sendiri berdetak dan jantungnya serasa

berjungkir balik. Senyum yang dilempar dua

gadis itu bukan main manisnya, sepasang

lesung pipit muncul di sudut semakin

menambah ayunya. Para tamu yang muda
muda juga dag-dig-dug namun begitu mereka1243

berjalan di belakang Ning-pangcu mendadak

wajah dua gadis ini dingin dan kaku. Hal ini

bukan lain untuk menjaga jarak dengan

mereka yang tersenyum kurang ajar, mata

yang berminyak dan pandangan kotor,

termasuk Beng San yang begitu kagum dan

seketika tergila-gila kepada dua gadis ini. Entah

lebih cantik yang mana di antara keduanya,

mana yang lebih mempesona. Dan ketika

pemuda itu terbelalak dan kebetulan bertemu

pandang, dua gadis itu melengos dan

membuang muka maka Ning-pangcu sudah

membawa gadis-gadis ini di kursi kehormatan,

tepat di sebelah kakek gagah Siang-Liong-tah

itu, di samping Lan Hoa.

"Silakan, jiwi mewakili ayah. Tentu jiwi

sudah mengenal dua locianpwe ini dan Lan
siocia!"

Dua gadis itu mengangguk. Mereka

memberi hormat kepada dua kakek itu dan

juga gadis berpedang. Lan Hoa bang bangkit

berdiri menyambut sahabatnya, ternyata

mereka sudah saling kenal. Dan ketika gadis itu

mempersilakan duduk dan dua kakek itu tak1244

memandang rendah, para tamu kagum dan

berbisik-bisik maka tampak bahwa Lan Hoa

masih kalah cantik dengan puteri Lam-hai
kong-jiu ini. Ibarat bintang maka dua gadis itu

bintangnya segala bintang.

"Heh-heh, Ning-pangcu lupa kepadaku.

Aihh, dapat tamu cantik-cantik lalu aku kau

biarkan, pangcu, sialan kau. Uh, puteri Lam
hai-kong-jiu menjadi pusat perhatian. Aku

cemburu!" tawa seorang nenek tiba-tiba

memecah perhatian para tamu dan tahu-tahu

di pintu depan muncul seorang wanita tua

berpakaian putih merah. Lucu nenek ini, ia

mementang kakinya lebar-lebar sementara di

pundaknya terkait sepasang thi-kauw (gaetan

baja).

Lalu ketika ia masuk tak menunggu

tuan rumah, terkekeh-kekeh maka para murid

terkejut karena tak tahu kapan dan dari mana

nenek ini tahu-tahu muncul.

"Ah, Yang-liu Lo-lo kiranya. Ha-ha,

selamat datang, locianpwe... selamat datang.

Kau muncul bagai iblis saja. Aih siapa bilang

aku lupa dan mari kusambut. Ha-ha, ini1245

dudukmu di barisan jiwi-enghiong ini!" ketua

See-ouw-pang menoleh dan kaget namun

tertawa lebar. Nenek itu sudah berada di

dekatnya dan tidak berbasa-basi lagi, lengsung

duduk dan menyingkirkan hi-kauwnya dari

atas pundak. Lalu ketika dua kakek itu tertawa

lebar dan juga menyambut maka nenek ini

sudah menuding dua gadis berpakaian hitam
hitam itu.

"Wah, mana Lin Lin mana Lan

Lan...Heh-heh, kalian sudah besar dan cantik
cantik, anak-anak. Kenapa ayah kalian tak

datang. Aduh, kalau Ning-pangcu tak

menyebut kalian tentu aku pangling di jalan!"

"Ayah tak enak badan," satu di antara

dua gadis itu menjawab, tersenyum, lagi-lagi

senyumnya begitu memabokkan, manis sekali.

"Maafkan kami berdua mewakili,

locianpwe. Kalau tidak mengingat pentingnya

tentu kami juga enggan. Ning pangcu jauh-jauh

mengundang."

"Hi-hik, memang benar, dan banyak

godaan bagi kalian yang sudah semerbak1246

harum begini. Ihh, kulihat banyak laki-laki

melotot di sini, sebaiknya kalian pakai cadar!"

Gadis itu semburat, melirik dan

kemudian membuang muka dari dari para

tamu. Memang di bagian pria terutama yang

duduk di belakang melotot memandang

mereka. Bagai kucing lapar saja mereka itu

melahap wajahnya, terutama pemuda baju

biru dan hijau. Namun karena mereka duduk di

depan dan wajarlah hal ini terjadi maka dua

gadis itu tak dapat berbuat apa-apa meskipun

sebenarnya mereka juga senang dan bangga

dikagumi lelaki. Hanya jangan kelewat

melotot!

Tamu-tamu berdatangan lagi. Ning
pangcu menjadi sibuk dan berturut-turut

datanglah para tokoh yang oernama besar.

Ada Lo-han-hok-houw (Buddha Penakluk

Harimau) di situ, ada empat orang berpakaian

tambal-tambalan namun bukan termasuk

pengemis, yakni empat orang yang berjuluk

Tong-bun-su-jin (Empat Bersaudara Keluarga

Tong).1247

Lalu ketika datang tokoh-tokoh lain di

mana ketua atau pimpinan perkumpulan silat

juga hadir, tercatat dari Pek-lian-pang dan Ui
eng-pang, maka tak kurang dari duaratus

undangan hadir bersama murid-murid mereka.

Jumlah semua orang hampir limaratus orang

dengan penghuni See-ouw-pang sendiri.

Ning-pangcu betul-betul gembira.

Ketua See-ouw-pang ini melihat bahwa hampir

seluruh undangan hadir , yang berhalangan

paling-paling satu dua saja, termasuk Lam-hai
kong-jiu itu. Namun karena tokoh itu sudah

diwakili dua puteri kembarnya dan ini cukup

maka tiba pada saat puncak acara mulailah

ketua See-ouw-pang itu mengadakan kata
kata sambutan. Mula-mula tentu saja ucapan

terima kasih. Nama demi nama disebut dan

orang orangpun mengangguk-angguk. Para

tokoh atau amu-tamu terhormat

diperkenalkan, namanya. Sebagian besar para

tamu sudah kenal. Tapi ketika Chi Koan

diperkenalkan dan hama Si buta ini disebut

mendadak semua orang diam dan. timbulah

keributan gaduh.1248

"Tenang, mohon tenang. Yang

terhormat Chi-taihiap adalah aku sendiri yang

mengundangnya, Cuwi-enghiong (orang-orang

gagah sekalian). Bukan salahnya kalau ia

datang. Harap cuwi tenang dan biarkan aku

berkata-kata dahulu. Mohon yang terhormat

Chi-taihiap maju ke depan!"

Chi Koan sudah menunggu-nunggu

Saat ini. la tahu bahwa akhirnya namanya

bakal didengar dan diperkenalkan semua

orang. Sejak Ning-pangcu menyebut nama
nama para tokoh dian-diam ia berdebar.

Saatnya pasti akan tiba. Dan ketika betul saja

Ning-pangcu menyebut dan kini

memanggilnya tiba-tiba ia bangkit berdiri dan

Beng San serta Siauw Lam berdiri pula hendak

mengantar suhu mereka itu. Kursi undangan

penuh dan tempat pun sesak.

"Biarkan aku berjalan sendiri," Chi Koan

berkata, miringkan kepala. " Aku sudah

mengenal medan, Siauw Lam, kalian tetap di

sini saja dan biar aku memenuhi panggilan

Ning-pangcu."1249

Terbelalaklah semua mata memandang

Si buta ini. Chi Koan masih gagah dan tegap

dalam usianya tigepuluhan tahun, tampan

namun tampak begitu mengiba ketika mulai

tertatih berjalan dengan tongkatnya. Dan

ketika seorang murid See-ouw-pang maju dan

hendak menolong, ditolak maka dengan

pendengarannya yang tajam si buta ini menuju

panggung melewati kursi demi kursi, tongkat

merupakan andalan utama dan akhirnya

sampailah dia di depan Ning-pangcu. Lalu

ketika dengan mata mengejap-ngejap ia

menjura dan memberi hormat, diam-diam

mengerahkan kekuatan batin dalam Suaranya

yang bergetar penuh haru maka orangpun

tiba-tiba tersentuh dan merasa kasihan.

"Maafkan aku yang bodoh. Semata

memenuhi undangen Ning-pangcu, aku datang

ke sini, cuwi-enghiong, sadar bahwa nama

buruk yang kusandang bakal mengganggu cuwi

sekalian. Aku tak dapat berkatu apa-apa,

hanya kepada Ning-pangculah semusnya

kugantungkan. Kalau kehadiranku sekiranya1250

mengganggu akupun siap ngkat kaki dan tak

akan merusuhi cuwi yang mulia!"

Seruan atau kata-kata ini bukan

diucapkan sembarangan saja. Mereka yang.
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kurang kuat batinnya seketika itu luluh, begitu

haru melihat kelopak yang kosong itu dan yang

wanita tiba-tiba terisak. Lan Hoa, murid Siang
liong-tah itu mendadak menangis. Puteri Lam
hai-kong-jiu juga tiba-tiba basah namun kekeh

Yang-liu Lo-lo mendadak membuyarkan

suasana haru. Nenek ini bangkit dan suaranya

yang nyaring bergema segera memecah

tempat itu. Lalu ketika semua orang terkejut

dan terbelalak kepadanya iapun berkata,

"Heh-heh, si buta ini pandai mengambil

hati. aku mengenal mendiang Lu Kong Hwesio

dengan baik, anak muda, begitu pula Beng

Kong gurumu itu. Aku tahu isi perut mereka,

mana baik mana buruk. Karena Beng Kong

berwatak culas dan suka berbuat curang maka

terang-terangan aku tak suka kepadanya.

Namun mereka sudah sama-sama tiada. Kau

muridnya, murid Beng Kong. Biasanya guru

dan murid tak bakal jauh berbeda seperti1251

halnya pepatah bahwa buah tak jauh dari

pohon. Kami orang-orang selatan sudah

mendengar beritamu yang buruk, termasuk

perbuatanmu mencuri Bu-tek-cin-keng milik

Gobi. Kalau kau tiba-tiba hadir di sini maka

sungguh kuherankan bukankah selama ini

kudengar kau masuk hukuman. Apakah

hukunanmu sudah selesai, atau justeru kau

melarikan diri dan kini datang ke sini!"

Hebat dan luar biesa sekali kata-kata

nenek yang satu ini. Kalau bukan Chi Koan yang

menerima dan pandai menguasai perasaannya

tentu wajah si buta itu berubah-ubah. Chi Koan

kaget dan marah sekali. Akan tetapi karena dia

pandai menyembunyikan perobahan

wajahnya dan justeru tersenyum, inilah yang

membuat dua muridnya kagum maka si buta

itu menjura dan berkata, tenang dan sama

sekali mirip orang tenpa dosa.

"Kalau tidak salah di depanku ini adalah

yang terhormat Yang-liu Lo-lo adanya. Terima

kasih, locianpwe suka bicara ceplas-ceplos.

Masalah Bu-tek-cin-keng sebenarnya adalah

masalah pribadi antara aku dan Go-bi, tapi1252

locianpwe membuka-buka ini. Baiklah

kuterangkan sebagaimana aku menerangkan

kepada Ning-pangcu. Karena benar aku adalah

murid guruku Beng Kong Hwesio maka akupun

pewaris yang mulia mendiang Ji Leng lo-suhu

sesepuh Go-bi. Uwaku Lu Kong meninggal

lebih dulu, jadi guruku merupakan pewaris

tunggal. Tolong locianpwe katakan dulu

bagaimanakah sikap mendiang sesepuh Go-bi

kalau sudah begini, kepada siapa-kah Bu-tek
cin-keng itu diwariskan. Kepadaku atau kepada

murid uwa Lu Kong bernama Peng Houw

ataukah kepada guruku yang waktu itu masih

hidup, Beng Kong suhu!"

Kata-kata ini tajam dan memojokkan.

Chi Koan yang semula diserang nenek itu kini

berbalik menyerang dan mendesak, Yang-liu

Lo-lo terkejut. Dan ketika nenek itu agak

berubah dan tampak gugup, Para tamupun

bersorak maka mereka berteriak-teriak

sendiri, mendahului dan langsung berseru

bahwa kepada Beng Kong Hwesio itulah kitab

seharusnya diserahkan.1253

"Tenang, harap cuwi sekalian tenang.

Yang kutanya adalah nenek ini, cuwi-enghiong,

biarlah dia yang menjawab. Mohon cuwi tidak

beri?ik dan biar kuuji kejujuran nenek ini " Chi

Koan berseri-seri dan kata-katanya semakin

memojokkan nenek itu. Yang-liu Lo-lo berubah

dan apa boleh buat iapun mengetrukkan gigi,

mengepal tinju. Lalu ketika ia mengangguk dan

berkata bahwa secara jujur kitab harus

diserahkan Beng Kong Hwesio maka Chi Koan

tertawa mendengar suara gemas nenek itu.

"Baiklah, aku bukan orang yang mau

menangnya sendiri. Secara jujur harus

kukatakan bahwa kitab itu jatuh kepada

gurumu!"

"Terima kasih, locianpwe benar-benar

jujur. Kalau kitab jatuh di tangan guruku lalu

apa anehnya kalau kemudian diwariskan

kepadaku pula? Kau sendiri mengatkan aku

adalah murid guruku Beng Kong, locianpwe,

itulah sebabnya akupun mendapatkan kitab

itu. Namun Peng Houw si pemfitnah itu

mengatakan aku mencurnya, dan jadilah aku

dikejar-kejar. Coba locianpwe jelaskan siapa1254

salah siapa benar , bukankah locianpwe tahu isi

perut masing-masing."

Yang-liu Lo-lo berubah-ubah dan tak

disangkanya bahwa dia dibalik dan diserang

sedemikian hebatnya. Sekarang keadaan

benar-benar berbalik dan orangpun

mengangguk-angguk. Meskipun belum pulih

namun kepercayaan mulai tertanam di pribadi

si buta itu. Chi Koan bicara begitu gamblang,

masuk akal. Dan karena semua begitu jujur dan

apa adanya, inilah yang tertangkap maka yang

paling girang adalah ketua See-ouw-pang itu.

Tak salah dia membawa si buta ini!

"Tolong locianpwe jawab," Chi Koan

kembali menodong, si nenek belum berkata
kata. "Kalau aku difitnah lalu dikejar-kejar

apakah aku pencuri Bu-tek-cin-keng

Bukankah sudah jelas bahwa kitab itu

sesungguhnya milikku, warisan dari suhu."

"Aku kalah, kau menang," si nenek

akhirnya berseru. "Pembelaanmu lugas dan

jitu, anak muda, tapi sekarang katakan

bagaimana dengan hukumanmu itu. Kau

melarikan dir? atau sudah dibebaskan!"1255

Para tamu terkejut. Tiba-tiba mereka

ingat lagi dan keraguanpun muncul di wajah

masing-masing. Pertanyaan ini tajam dan

menodong, Beng San dan Siauw Lam terkejut

dan pucat. Kalau mereka yang menghadapi

tentu bingung, salah-salah, macet! Tapi ketika

guru mereka tersenyum-senyum dan tampak

begitu tenang maka Beng San kagum bukan

main akan balasan gurunya itu, begitu tok-cer!

"Untuk menjawab ini harap locianpwe

misalkan diri locianpwe sendiri. Kalau

locianpwe tertawan musuh dan dihukum

seumur hidup padahal merasa tidak bersalah

apakah yang locianpwe lakukan? Diam saja

dan mandah menerima hukuman? Atau

locianpwe berusuha membebaskan diri demi

keadilan dan kebenaran? Nah, akupun begitu,

sama seperti locianpwe atau para cuwi
enghiong di sini yang berpikiran waras."

Bukan maih tepatnya kata-kata itu.

Yang-liu o-lo sampai terbengong dan nenek itu

menjadi pucat. la di"kick" balik sampai benar
benar tersudut, begitu terpojok. Dan ketika iia

tiba-tiba terisak dan meloncat ke kursinya1256

sendiri akhirnya terdengarlah tepuk tangan

dan hadirin seketika menyambut, gegap
gempita.

Beng San tergelak-gelak. la melihat

begitu lihainya gurunya ini berkelit dan

menghindar, bahkan membalas dan akhirnya

mencekik nenek itu. Dialah yang bertepuk

tangan tadi, pelopor dan disusul riuh

genmuruh tamu-tamu undangan. Dan karena

gurunya menang dan begitu telak, Chi Koan

sendiri berserl-seri maka si buta ini

mengangguk ke kiri kanan membalas tepuk

gaduh para tamu itu. Ning-pangcu tertawa

bergelak pula. Akan tetapi Chi Koan tak mabok

kesenangan. Begitu pandai si buta ini

menyembunyikan perasaannya, ia harus

menjaga perasaan orang lain agar tak sampai

tersinggung. Maka ketika tiba-tiba ia

mengangkat tangan dan minta para tamu

berhenti, susana sudah berbalik mak? ia

menjura ke arah nenek itu berkate perlahan,

Suaranya tenang sajq namun jelas terdengar

sampai belakang.1257

"Mohon maaf kepada yang terhormat

Yang-liu Lo-lo locianpwe bila aku menyinggung

perasaannya. Kedatanganku bukan untuk

mencari musuh, justeru ingin bersahabat dan

minta perlindungan kalian orang-orang

selatan. Kalau Yang-liu locianpwe tak berkenan

kepadaku aku yang muda mohon maaf, lahir

batin, ini bukan basa-basi melainkan tulus

keluar dari hatiku karena justeru locianpwe

telah melepaskan ganjalan yang berat di hatiku

tadi.

Seandainya locianpwe tidak bicara ini

tentu cuwi-enghiong sekalian tak akan tahu.

Nah, aku bersyukur dan benar-benur

berterima kasih. Maaf, sekali lagi maaf!"

Bertepuk tanganlah tamu-tamu

undangan. Lagi nereka melihat sikap yang

begitu simpatik dan rendah hati dari di buta ini.

Sebentar saja tingkah laku pemuda itu
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menawan mereka. Dan ketika Yang-liu Lo-Lo

semburat tersipu-sipu, pemuda yang hampir

dijatuhkannya tadi tak marah dan justeru

minta maaf, begitu rendah hati dan tulus maka

nenek inipun malu sendiri dan berkata,1258

"Sudahlah, barangkali akupun ada

salah. Aku minta maaf pula kalau kata-kataku

menyerangmu tadi "

Ning-pangcu mengangguk-angguk.

Sekarang si buta ini mendapat simpati dan

legalah dia. Maka ketika Chi Koan hendak.

mengundurkan diri dan duduk di kursi

belakang cepat-cepat ketua See-ouW-pang ini

berseru,

"Taihiap sudah diterima orang-orang

sini, jangan duduk di belakang lagi. Karena

acara masih berlanjut silakan taihiap duduk di

kursi kehormatan. Kita akan mengadakan

pilihan pemimpin!"

Chi Koun pura-pura menolak. Ia

memperlihatkan rasa sungkan akan tetapi tuan

rumah sudah menariknya. Dan karena begitu

lihainya pemuda ini menunjukkan sikap

simpati akhirnya Siang-liong-tah dua kakek

gagah bangkit berseru,

"Ning-pangcu benar, kami telah dapat

menerimamu. Duduk dan mari bersama kami,

Chi-siauwhiap, sebentar lagi kita masing
masing akan berkenalan.lebih jauh. Akan ada1259

semacam pemilihan beng-cu (pemimpin

persilatan)!"

Chi Koan tak menolak lagi. Duduklah

dia di deretan kursi kehormatan,

berdampingan dengan tokoh-tokoh tua dan

kagumlah Beng San melihat gurunya itu.

Secara cerdik dan lihai gurunya telah diterima

orang-orang selatan, hebat sekali.

Dan ketika acara dilanjutkan dan

pertemuan tahunan itu diakhiri dengan acara

puncak, yakni pemilihan bengcu maka para

undangan bertepuk riuh karena pertandingan

alias pibu bakal meramaikan suasana . Apa

artinya gebyar keramaian kalau tidak diiringi

adu silat.

"Jagoku terus terang saja Chi-taihiap

ini. Aku telah menyaksikan kepandaiannya.

Kalau cuwi setuju biarlah kita angkat dia

sebagai bengcu!"

Ning-pangcu tak ragu-ragu dan Beng

San serta Siauw Lam bertepuk gembira. Dua

anak muda inilah yang tentu saja menjadi

pendukung utamanya. Namun karena orang

belum mengetahui kehebatan si buta itu dan1260

Chi Koan sendiri buru-buru bangkit dan

menggoyang lengan maka dua muridnya

tertegun mengerutkan kening.

"Tidak, tidak, aku tak berani. Jangan

sejauh ini menjunjungku, pangcu, di sini

banyak para locianpwe tingkat atas. Lagi pula

aku bukan asli orang selatan, beng-cu harus

diambil dari kalangan kalian sendiri. Aku

menolak!"

Ning-pangcu tertegun. Sirat kecewa

tiba-tiba tak dapat disembunyikan lagi,

wajahnya berubah. Namun ketika wakilnya

berbisik-bisik dan orang lain juga saling

berbisik sendiri maka Lo-han-hok-houw si

pendek gemuk bangkit berdiri, pakaiannya

seperti padri namun rambutnya tidak dicukur

gundul.

"Aku mengerti perasaan Chi-taihiap,

dan justeru aku semakin kagum. Kata-katanya

tadi memang tidak salah, pangcu, karena kita

memilih bengcu khusus kalangan sendiri maka

seharusnya diambil dari sini juga. Akan tetapi

paling tidak Chi-taihiap dapat ikut meramaikan

suasana. Aku juga ingin menyaksikan hebatnya1261

Bu-tek-cin-keng yang tersohor itu. Kalau kita

orang-orang selatan diperbolehkon melihat itu

tentu ini anugerah besar yang tak akan kita

lupakan. Bagaimana kalau Chi-taihiap naik ke

penggung lui-tai (panggung adu silat)!"

Suara gemuruh menyetakan setuju.

Sebagai orang-orang selatan yang belum

melihat kehebatan Bu-tek-cin-keng tentu saja

tak ada satupun yang tidak ingin tahu. Bagi

seorang ahli silat kepandaian lawan tanding

selalu menrik, apalagi dari Gobi. Siapa tidak

kenal nama besar mendiang sesepuh Gobi Ji

Leng Hwesio. Siapa tidak tahu gudangnya ilmu

silat di tempat itu. Maka ketika semua

bersorak dan menyatakan setuju, Chi Koan

pura-pura bingung maka Ning-pangcu berseri

lagi mendapat kepuasannya.

"Benar, Lo-han-hok-houw -enghiong

tidak salah. Aku sendiri sudah merasakan

kehebatan Naga Gurun Gobi Peng Houw, Chi
taihiap. Karena kau tandingannya setimpal

tentu kepandaianu tidak berbeda jauh.

Perlihatkanlah mata kami orang-orang selatan1262

warisan Bu-tek-cin-keng itu. Kami tentu

senang dan berterima kasih sekali!"

"Hm, ilmu bukan untuk dipamer
pamerkan. Mendiang guruku dan para

pimpinan Gobi bisanya melarang keras para

muridnya memamerkan kepandaian,Ning

pangcu, tapi karena suasana ini lain biarlah aku

menunjukan sedikit kebodohanku. Hanya

harap dingat bahwa sebaiknya yang lain

diperkenankan maju dahulu, aku belakangan

saja. Bukankah mereka lebih penting dan

termasuk tuan rumah sendiri, aku pendatang."

Ning-pangcu tertegun. Lagi-lagi si buta

bersikap begitu bijak dan amat rendah hati.

Memang seharusnya merekalah dulu yang

main di panggung lui-tai, selain karena tuan di

wilayah sendiri juga si buta itu termasuk

pendatang. Apa jadinya kalau tokoh-tokoh

seperti Siang-liong-tah maupun yang lain

dinomorduakan, bukankah seakan

memandang rendah mereka. Maka ketika ia

mengangguk dan menarik napas dalam .

akhirnya ketua See-ouw- pang ini berkata,1263

"Baiklah, kami mengerti. Terima kasih

atas kerendahan hatimu, taihiap, kau

menyadarkan aku. Biarlah kuserahkan kepada

para cianpwe ini dan silakan mereka maju."

Lalu memandang dan berkata kepada dua

kakek gagah itu Ning-pangcu menyerahkan

panggung lui-tai.

"Semua sudah hadir, jiwi tentunya

sudah siap. Karena kita bakal memilih seorang

bengcu harap jiwi naik dan persilakan maju."

"Hmn, yang tua-tua nanti dulu. Biarlah

keramaian dibuat oleh yang muda-muda dulu,

pangcu, sementara ini muridku Lan Hoa biar

mewakili kami. Undangan butuh pemanasan,

muridku akan naik dan harap tidak

ditertawakan!".

Gadis berpedang mendapat perintah.

Gagah dan tidak sungkan-sungkan lagi gadis ini

melayang ke ?tas panggung, gerakannyu gesit

dan ringan, langsung melompat dan berjungkir

balik turun dengan halus. Dan ketika

gerakannya mengundang tepuk riuh

pengunjung, juga pembakar semangat maka1264

gadis ini berseri-seri dengan wajah kemerah
merahan.

"Aku mewakili suhu dan susiok,

kepandaianku masih rendah. Kalau di antara

cuwi-enghiong ada yang ingin menambah

pengalamanku silakan maju!"

Para tamu bersorak. Masuknya gadis

cantik ini benar-benar menggembirakan

suasana , siapa tidak senang bersentuhan atau

bersenggolan tangan. Tapi sebelum mereka

melompat mendadak bagai seekor burung

besar menyambar dan berkelebatlah

bayangan hijau. Beng San!

(Bersambung jilid XXI.)

Credit:

Sumber Buku Awie Dermawan

Edit OCR Yons

First in share Kolektor Ebook1265

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid XXI

*

* *

"MAAF, aku tergelitik. Sekedar

meramaikan suasana aku ingin bermain-main

denganmu, nona. Aku Beng San murid nomor

dua suhuku Chi Koan!" Tepuk tangan lenyap.

Para tamu terkejut dan membelalakkan mata

ketika melihat gerakan pemuda itu tadi.

Gerakan ini jauh lebih cepat daripada gerakan

gadis di atas panggung, murid Sepasang Naga

Menara itu. Namun ketika mereka girang dan

bertepuk tangan lagi maka Beng San

mengangguk dan akhirnya menjura di depan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis ini, tadi mengerahkan Lui-thian-to-jit

alias Kilat Menyambar Matahari yang tentu

saja luar biasa, benar-benar bagai kilat

menyambar.1266

"Maaf, sekali lagi maaf. Kalau

kehadiranku sekiranya nengganggu aku siap

turun, nona. Aku hanya ingin berkenalan dan

menguji kepandaianku yang rendah."

Beng San berkata sekali lagi karena

gadis di depannya itu terbelalak dan tertegun.

Sesungguhnya gadis ini terkejut dan tiba-tba

semburat melihat datangnya si pemuda, bukan

apa-apa selain jumpa pertama di tepi telaga

tadi. Karena tadi ia memandang rendah si buta

maka terhadap murid-muridnya tentu lebih

lagi. Hanya setelah Chi Koan duduk di kursi

kehormatan dan mendapat simpati undangan

barulah gadis ini dan gurunya memuji.

Kini tiba-tiba lawan yang dihadapi

adalah pemuda itu, pemuda yang semula

dipandang rendah. Dan melihat betapa

gerakan pemuda itu jauh lebih cepat dibanding

dirinya diam-diam gadis ini menjadi gentar dan

pucat. Akan tetapi Lan Hoa segera sadar. la

berdiri di atas panggung terbuka di mana

semua mata memandangnya, Tadi tepuk riuh

penonton untuknya, kini tiba-tiba seolah untuk

pemuda itu. Maka ketika ia menjadi merah dan1267

menenangkan guncangan hatinya segera ia

membalas dan berkata dengen senyum di
paksakan.

"Beng-kongcu adalah murid yang

terhormat Chi-Taihiap, tentu saja

berkepandaian tinggi. Kalau kini ingin main
main dan menambah pengalamanku yang

bodoh tentu aku beruntung sekali. Mari

kongcu, hanya kebiasaanku adalah bermain

pedang. Kalau kongcu siap cabutlah senjatamu

dan bukalah mataku lebar-lebar."

Beng San tersenyum. Bukan tiada

maksud kalau ia naik panggung dan tiba-tiba

menghadapi murid Siang-liong-tah ini. Tadi

harus diakui bahwa ia tertarik dan tergetar

melihat gadis berpedang ini. Sikapnya yang

gagah dan satu-satunya wanita di tepi telaga

membuat ia terhanyut. Alangkah nik nantinya

kalau dapat mendekati gadis ini, bersentuhan

dan membelainya sebagaimana ia membelai

gadis-gadis Sin hong-pang. Akan tetapi begitu

muncul sepasang gadis kembar itu dan

kecantikan mereka jauh lebih menonjol

dibanding gadis ini maka Beng San justeru ingin1268

memamerkan kepandaian dan menarik

perhatian gadis-gadis itu, sepasang dara jelita

yang nyaris kembar segala-galanya! Beng San

ingin segera menunjukkan bahwa ia pantas

bersanding dengan puteri Lam-hai kong-jiu itu.

Murid Sepasang Naga Menara ini menjadi tak

berarti apa-apa baginya, karena itu

sikapnyapun sombong ketika memandang dan

mengejek. Pandang mata ini tentu saja

dirasakan Lan Hoa. Gadis itu mengerutkan

kening dan menjadi tidak senang, itulah

sebabnya langsung mengajak bertarung lawan

senjata karena keahliannya memang pedang.

Diam-diam akan dirobohkannya pemuda ini,

bibir dan mata pemuda itu menyakitkan

hatinya. Akan tetapi ketika Beng San

menggeleng dan tetap bertangan kosong,

katanya tak pernah mempergunakan senjata

maka gadis ini tertegun juga.

"Suhu tak pernah mengajariku bermain

senjata, paling-paling tongkat atau ranting

pohon. Kalau kau ingin bersenjata silakan

bersenjata,nona. Aku akan menghadapinya1269

dengan tangan kosong dan jangan khawatir,

kalau roboh memang nasibku!"

Tawa dan senyum lebar membuat

gadis ini marah. Kalau saja Beng San tidak

menyertainya dengan pandang mata atau bibir

mengejek mungkin dia akan menerima lain,

betapapun kata-kata itu halus dan dalam batas

kesopanan. Mereka yang tak melihat pandang

mata atau bibir pemuda ini akan mengangguk
angguk, sikap itu dinilai wajar. Akan tetapi bagi

sepasang kakek gagah yang melihat itu tentu

saja mengangkat alis mereka. Sikap atau

kesombongan itupun tampak.

"Hoa-ji (anak Hoa), kalau musuh

bertangan kosong sebaiknya kaupun tak

mempergunakan senjata. Hadapilah dengan

tangan kosong pula den jangan berat sebelah!"

"Ah, aku laki-laki, dia wanita. Kalaupun

berpedang sudah wajar, locianpwe, hitung
hitung mengalah pada wanita" Beng San

mendahului, memotong gadis itu dan Lan Hoa

diam-diam girang. Sesungguhnya gadis ini

bingung mendengar seruan gurunya tadi, ia

ingin cepat merobohkan lawan dengan1270

pedangnya. Dan ketika Beng San berkata

seperti itu dan justeru kebetulan maka iapun

membentak dan sudah mencabut pedangnya,

gerakunnya cepat dan pedangpun tahu-tahu

mendesing dan sudah disilangkan depan dada.

"Beng-kongcu sendiri yang

memintanya, aku hanya tinggal menurut.

Bukan aku tak patuh padamu, suhu, tapi lawan

menghendaki begitu. Baik bersiaplah dan lihat

pedang!" gadis ini tak memberi kesempatan

lagi khawatir dicegah gurunya. semakin gemas

melihat kesombongan pemuda ini sementara

Beng San ada betulnya juga. Sejak menjadi

murid Peng Houw kemudian si buta Chi Koan

sesungguhnya ia tak pernah diajari bermain

senjata. Lihat saja Soan-hoan-ciang (Kibasan

Angin Puyuh) yang dimilikinya itu, lalu Thian
ap-ting dan Lui-pek-po-kian yang. didapatnya

dari Gobi. Dan ketika terakhir ia medapatkan

Lui-thian-Lo-jit yang amat hebat itu, ilmu

meringankun tubuh yang diberikun Chi Koan

kepadanya maka pemuda ini sesungguhnya

seorang ahli tangan kosong dan tentu saja

semua itu harus diikuti sinkang atau lweekang1271

(tenaga dalam) yang benar-benar tangguh..

Dan pemuda ini telah mendapatkannya!

"Singg!" Beng San mengelak dan

tersenyum ringan. Gerakannya tak kalah cepat

dengan gerakan pedang dan para tamupun

kagum. Bukan main-main gerakan tadi, meleng

sedikit tentu kena. Tapi Beng San yang mampu

mengelak dan menyelamatkan dirinya

membuat penonton kagum dan Semakin

kagum lagi ketika pemuda itu naik turun dan

berlompatan disambar pedang. Lan Hoa

menjadi marah dan gadis ini membalik dan

menusuk lagi, ia melengking dan akhirnya

berkelebatan melihat pemuda itu hanya maju

mundur menghindari senjatanya. Namun

begitu ia berkelebat dan pemuda ini berseru

tertawa maka Beng Sanpun mengeluarkan Lui
thian-lo-jitnya itu dan lenyaplah pemuda ini

mendahului pedang yang menyambar
nyambar.

"Sing-singgg...!" Para tamu terbelalak.

Mereka kehilangan bayangan gadis itu namun

bertepuk riuh ketika Beng San berkelebatan

tak kalah cepat. Baju pemuda ini yang hijau1272

lebar berseliweran naik turun menutupi

bayangan lawan. Akhirnya bergerak begitu

cepatnya hingga tubuh Lan Hoa terkurung,

malah dikelilingi bayangan hijau ini. Dan ketika

pedang tak mampu menusuk atau membacok

pemuda itu, kagetlah gadis ini maka Lan Hoa

menjadi pucat dan guru serta susioknya

terkejut sekali melihat betapa hebatnya

gerakan pemuda itu mengelilingi murid

mereka, berkelebatan layaknya iblis saja

padahal pemuda itu sama sekali belum

membalas.

Beng San memang memutari gadis ini

dengan ginkangnya yang luar biasa agar gadis

itu pening, sebenarnya mudah merobohkan

namun sengaja ia tak secepat itu mencapai

kemenangan, bukan karena kebaikan hatinya

melainkan semata agar kehebatannya itu

ditonton dua dara jelita itu, semakin lama

semakin baik! Maka ketika ia tertawa-tawa

sementara pedang mengaung dan mendesing

lemah, seiring dengan lemahnya murid

Sepasang Naga Menara itu maka Lan Hoa

gemetaran. hebat dan akhirnya ketika ia1273

menjerit dan melontarkan pedangnya Beng

san menangkap itu dengan dua telunjuk dan

jari tengahnya.

"Cep!" selesailah pertandingan. Lan

Hoa menangis dan jatuh terduduk namun Beng

San cepat-cepat menghampiri. Telinga

pemuda itu mendengar seruan gurunya agar

jangan menyinggung perasaan, Chi Koan

mengerahkan itu lewat ilmunya Coan-im-jip
bit (Kirim Suara Dari Jauh). Dan ketika pemuda
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini sadar dan cepat mengembalikan pedang,

menyerahkannya. dengan gagang terlebih

dahulu maka satu di antara dua kakek gagah

melayang ke atas panggung.

"Luar biasa, hebat sekali. Kau benar
benar mengagumkan, anak muda. Murid

keponakanku kalah. Ah, kalau kau bersifat

kejam tentu sejak tadi kau telah merobohkan

Lan Hoa. Terima kasih untuk kemuliaan

hatimu!" dan cepat menolong muridnye

menerima pedang kakek ini menghibur Lan

Hoa yang sesenggukan. Baru kali itu gadis ini

mengalami kekalahan, apalagi di depan umum.1274

"Aku bodoh, aku tak mampu menerima

kepandaianmu. Biar aku pergi, susiok, aku

hanya memalukan kalian berdua!"

"Eh-eh!" sang kakek menjulurkan

lengannya dan menangkap gadis ini. "Jangan

pergi, Lan Hoa, kalah menang dalam pibu (adu

kepandaian) adalah hal biasa , Bersikaplah

ksatria dan kau memang bukan tandingannya.

Maaf!" kakek ini membalik dan menghadapi

Beng San. "Murid keponakanku masih kanak
kanak, kongCu rasanya masih mentah

menerima kekalahannya tadi. Kau benar-benar

hebat sebagai murid Chi-taihiap"

"Locianpwe terlalu memuji," Beng San

merobah sikap dan tentu saja tak berani

sembarangan terhadap kakek ini, bukan takut

melainkan semata teguran gurunya tadi.

"Kalau Siauwte (aku yang muda) mendapat

kemenangan tentulah semata rejeki saja. Maaf

pula kalau adik Lan Hoa terpukul." Kakek ini

mengangguk-angguk. Setelah Beng San

merendah dan menjura dalam-dalam

lenyaplah ketidaksenangannya tadi akan

kesombongan yang dirasa. Tentu saja kakek ini1275

tak tahu bahwa Beng San diingatkan gurunya

untuk tidak menonjolkan kepongahan. Apa

gunanya si buta itu susah payah menarik

persahabatan, bukankah rusak susu sebelanga

oleh setetes tuba. Maka ketika kakek itu

mengangguk-angguk dan justeru kagum akan

kepandaian pemuda ini, memang tak mungkin

muridnya menang akhirnya kakek ini

membawa muridnya turun dan Lan Hoa tak

menghiraukan anggukan Beng San kepadanya,

Mata pemuda itu masih menunjukkan

kesombongan! Beng San menjadi pusat

perhatien. Sekarang tamu undangan telah

dapat menilai, baru murid saja sudah begitu

hebatnya,apalagi sang guru, Namun ketika

pemuda ini meloncat turun dan hendak

mengundurkan dirinya ternyata Ning-pangcu

tertawa menahan, berkelebat keatas,.

"Tunggu, tunggu dulu. Keramaian

sudah kau buat , kongcu, masa harus mundur.

Kami semua telah melihat kelihaianmu, tentu

semakin senang kalau ada sahabat yang maju

pula. Janganlah tergesa dan biarlah tetap di

sini!" kemudian menghadapi para tamu1276

undangan ketua See-ouw-pang ini berseru,

"Cuwi-enghiong, terutama yang muda-muda

harap menemani San-kongcu ini. Kalian orang

selatan tentu punya jago-jago marilah naik dan

ini hanya sebuah pibu persahabatan!"

Akan tetapi kalangan mudanya

rupanya enggan. Setelah melihat kehebatan

pemuda itu mendadak saja nyali mereka

kuncup. Siapa tidak takut menghadapi pemuda

itu. Mereka ngeri kalau diputari seperti gasing,

salah-salah roboh dan pening sendiri. Dan

ketika Ning-pangcu mengulang tiga kali namun

tak ada batang hidung yang nongol akhirnya

ketua See-ouw-p?ng ini mulai menujukan

pandangannya pada dua dara jelita puteri Lam
hai-kong-jiu, dua gadis yang duduk di kursi

kehormatan.

"Apakah jiwi-siocia (dua nona berdua)

tak berkenan menemani San-kongcu ini.

Karena para sahabat tak ada yang naik

bagaimana kalau jiwi mewakili. Maaf, aku tidak

memaksa, jiwi-siocia, hanya terpaksa karena

tak ada kalangan muda naik ke lui-tai!"1277

"Hm, kehormatan begi kami kalau

berkenalan dengan murid-murid tangguh dari

Gobi. Tapi masa wanita harus selalu

mendahului laki-laki, pangcu, apakah kami

harus maju lagi setelah mundurnya enci Lan

Hoa. Di mana kegagahan dan keberanian

sobat-sobat muda orang selatan. Masa harus

mengajukan wanita dan berlindung di balik

punggung!"

"Heh-heh, tepat sekali. Kalian keroco
keroco muda membuat aku malu, anak-anak.

Masa tak ada satupun pemuda tampil ke

.depan. Hayo, jangan menyuh perempuan saja,

mana muka kita terhadap Chi-taihiap!" Yang
liu Lo-lo terkekeh berdiri dan kata-katanya ini

semakin memerahkan golongan pemuda. Tadi

omongan gadis kembar itu saja cukup

memerahkan telinga, diam-diam mereka

menjadi malu dan bangkitlah keberanian

untuk coba-coba naik panggung. Bukankah ini

pibu persahabatan. Maka ketika nenek itu

berdiri dan kata-katanya demikian pedas,

mereka dianggap keroco maka bangkitlah

secara bersamaan dua pemuda tinggi kekar di1278

deretan kiri dan kanan, hal yang tentu saja

membuat orang-orang bertepuk tangan,

terutama golongan tua yan terselamatkan

mukanya oleh gerakan ini.

"Bagus, Sepasang Cakar Besi rupanya

tampil ke depan. Ha-ha, anak-anak muda kita

bukan golongan keroco, Yang-liu Lo-lo. Lihat

mereka bangkit memenuhi tantangan Ning
pangcu untuk main-main dengan San-kongcu

itu!"

"Maaf, kami lebih bersifat minta

petunjuk," satu di antara dua pemuda itu

melompat dan sudah berada di atas panggung,

disusul temannya. "Kami dua bersaudara

sebenarnya tak enak berada di sini, pangcu,

tapi kebiasaan kami untuk selalu bertempur

berdua. Entahlah bagaimana dengan San
kongcu apakah kehadiran kami dirasa tak

menyenangkan. Kalau kami dianggap tak adil

memang Inilah kemampuan kami, tadi tak naik

ke panggung lui-tai karena ragu dan kini

memberanikan diri!"

"Ha-ha, , Sepasang Cakar Besi Lo Hak

dan Lo Bun. Karena kalian biasa berdua tentu1279

akan dilayani berdua pula, Io-heng-te. Di sana

masih ada saudara Siauw Lam suheng San
kongcu ini Kalau ingin adil dapat saja maju

sekligus empat orang

3 halaman berikutnya hilang

(Editor)1280

BARU! EDISI BARU!

Telah terbit dengan gaya dan edisi baru

kisah seru dan menarik berjudul :

PEDANG MEDALI NAGA.

Khusus untuk ini penulis Anda Batara

menulisnya dengan naskah baru. Tetap

merupakan Serial Bu-beng-Sian-su yang

menarik itu. Setelah tamat Anda akan

mengikuti lanjutannya:

SEPASANG JAGO KEMBAR

Menceritakan tentang keturunan si

jago pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng, juga

keluarga Pendekar Gurun Neraka yang sakti

itu. Silakan Anda ikuti dan dapatkan di toko
toko buku langganan Anda.

Penerbit1281

thian-to-jit, lawan akan menjadi pening dan

mudah baginya menurunkan serangan.

Dan ketika benar saja ia berkelebatan

begitu cepatnya hingga para tamu sendiri

pusing, hanya mereka yang berkepandaian

tinggi yang mampu mengikuti gerakannya

maka pada jurus ke delapan ia telah

merobohkan lawan di sebelah kanan. Beng San

melakukan totokan ke pergelangan tangan dan

lepaslah cakar besi itu, lawan menjerit dan

roboh. Dan ketika detik berikutnya ia menotok

dan merobohkan yang kiri akhirnya dua

bers?udara Lo-hengte terjerembab dan

senjata mereka mencelat keluar panggung.

"Plak-plak!"

Bertepuk riuhlah tamu undangan. Beng

San telah berdiri lagi di tengah panggung

dengan wajah berseri-seri. Dua bersaudara itu

mengeluh dan terbelalak kepadanya. Akan

tetapi karena Beng San tidak membantu lawan

bangun dan mereka berdiri susah pay?h maka

Lo-hengte ini merah padam menjura dalam
dalam.1282

"Kami mengaku kalah, San-kongcu

benar-benar hebat. Terima kasih untuk

pelajaran ini dan kami kagum seumur hidup!"

Ning-pengcu melayang lagi ke atas
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panggung. Dia mengantar turunnya dua

pemuda itu dengan hiburan dan kata-kata

membesarkan hati, betapapun mereka adalah

tamunya juga. Dan ketika laki-laki itu bertanya

lagi siapa yang naik ternyata tak ada lagi hingge

akhirnya ketua See-Ouw-pang ini memandang

kembali dua gadis kembar tu, Lin Lin dan Lan

Lan.

"Agaknya harapan kami tinggal pada

nona berdua. Kalau tidak keberatan silakan ,

jiwi-siocia. Keramaian panggung kian

memuncak!"

Satu di antara dua gadis itu

mengangguk. Tadi mereka telah berbisik-bisik

dan akhirnya yang duduk sebelah kanan

melayang naik. Beng San kecewa kenapa tidak

kedua-duanya, karena ia mengharapkan dua

gadis itu akan dihadapinya berbareng.

Alangkah nikmatnya dapat bersentuhan

dengan puteri-puteri Lam-hai-kong-jiu ini1283

apalagi ia telah mulai tergila-gila. Akan tetapi

karena lawan telah masuk dan betapapun ia

merasa girang, jauh lebih baik daripada tidak

maka ia mendahului menjura dan wajahnya

sudah begitu berseri memandang gadis yang

telah berjungkir balik dan turun dengan manis

ini.

"Selamat bertemu, nona

menggirangkan hatiku. Tidak tahu siapakah

nama nona yang mulia dan agaknya kita akan

sama-sama bertanding menggunakan tangan

kosong. Aku yang bodoh tentu saja merasa

mendapat kehormatan bisa berkenalan

dengan ilmu Tangan Kosong Dari Selatan!"

"Aku Lan Lan , terpaksa masuk atas

undangan Ning-pangcu. Karena kau sudah

bertanding dua kali agaknya beristirahatlah,

kongcu, biar suhengmu menggantikan kau di

sini , Aku bukan orang yang suka menghadapi

lawan yang sudah terbuang tenaganya."

"Ha-ha, betul. Kau mundurlah, sute,

sekarang giliranku. Kau sudah dua kali

bertanding dan sekarang saatny beristirahat!"1284

Siauw Lam, yang tiba-tiba berkelebat

dan neerasa mendapat kesempatan

mendadak berjungkir balik di atas panggung

dengan sikap mengejutkan. Hampir saja

kebiasaannye bersikap kasar lepas tak

terkendali. Pemuda itu begitu girang oleh kata
kata gadis ini dan Beng Sanpun terkejut.

Hampir saja ia marah oleh masuknya sang

suheng yang dirasa mengganggu ini. Akan

tetapi sebelum dua pemuda itu bersitegang

dan tentu bakal memalukan Chi Koan, urusan

wanita bisa membuat lupa diri maka si buta

sudah bangkit dan berseru perlahan dengan

tongkat menuding.

"Siauw Lam, mundurlah. Biarkan

sutemu menghadapi Ang-siocia (nona Ang).

Kulihat Beng San masih dapat menghadapi

lawan dan nanti bagianmu yang lain!"

Bukan main kecewanya Siauw Lam.

Wajah pemuda ini merah dan sedetik ia

memandang gurunya dengan kilatan mata

marah. Orang akan terkejut melihat pemuda

itu melototi gurunya, mata itu bengis dan

bersifat dendam. Aneh bahwa guru dimusuhi1285

muridnya Akan tetapi ketika pemuda itu

membalik dan meloncot turun, maka orang

tertegun karena pemuda ini tak menjawab

atau mengiyakan gurunya sebagaimana

kebiasaan murid terhadap yang disegani.

Untunglah Beng San sudah menarik

perhatian tamu undangan lagi dengan ke
gembiraannya di atas panggung. Pemuda ini

memang girang bahwa gurunya sendiri

menyuruh sang suheng pergi, berarti dia dapat

menghadapi lawannya yang cantik ini dengen

bebas. la sudah begitu kagum akan kejelitaan

puteri Lam-hai-kong-jiu ini, terangsang pula

oleh bau harum rambut gadis itu ketika

menyambar di atas panggung. Maka ketika ia

tersenyum dan berseri mempersilakan lawan,

sedetik gadis itu mengerutkan kening tapi

justeru kerutan ini membuat ia terpesona,

kedua ujung alis hampir beradu maka pemuda

ini semakin tergila-gila dan mengaku betapa

cantik jelitanya lawan di depannya ini. Dan dia

harus merobohkan dan menundukkannya!

"Silakan nona mulai, aku masih

sanggup melayanimu."1286

"Baik,,!" gadis itu tak banyak bicara

lagi, siku terangkat dan tangan kanan sudah

membentuk paruh burung. Hati-hati, San
kongcu, aku menyerang!"

Ning-pangcu tertewa dan sudah

meloncat turun panggung. la bertepuk tangan

begitu gadis itu menggerakkan jarinya, tahu
tahu dengan amat cepat kelima jari yang

membentuk paruh burung sudah menyambar

wajah Beng San. Dan ketika sejengkal sebelum

sampai mendadak kelima jari itu terbuka,

mencengkeram den menotok leher serta

pundak maka Beng San terkejut dan mengelak

serta menangkis. Gerakan itu cepat dan luar

biasa sekali, juga indah.

"Aih, hebat!" pemuda ini memuji dan

cepat ia mengerahkan sinkang menolak. Dua

lengan beradu dan hampir sama cepat ia

menangkis dan mementalkan serangan itu.

Akan tetapi ketika tengan si gadis sudah

membalik lagi dan Berg tergetar oleh lengan

yang halus lembut itu, jeri-jari yang hangat

maka hampir saja matanya tertusuk ketika tau

tau dengan gerakan melentur jari gadis itu1287

sudah menegang dan menyambar matanya.

Dua kali lebih cepat daripade tadi.

"Plak-plak!"

Beng San berseru keras dan

mengeluarkan keringat dingin. Untunglah ia

mengerahkan sinkang dan lagi-lagi lawan

terpental. Dari adu tenaga ini ia boleh merasa

menang. Akan tetapi karena selanjutnya gadis

itu berkelebatan cepat dan tangan yang lain

menampar dan mendorong maka hilanglah

nafsu Beng San untuk merasakan atau

mencium bau harum rambut si jelita, dikejar

dan dua tangan kosong gadis itu berpindah
pindah dari satu sisi ke sisi yang lain, dibuka

dan mengepal dan selanjutnya gaya serangan

beraneka ragam dipertunjukkan di situ.

Semuanya serba hebat dan cepat.

Dan ketika gadis itu beterbangan dan

mengelilingi pemuda ini dengan amat

cepatnya, lenyaplah tubuhnya berganti mejadi

bayangan hitam yang meyambar-nyambar

maka Beng San bener-benar tak berani main
main lagi karena puteri Lam-hai-kong-jiu ini

jauh di atas Sepasang Cakar Besi dan masih dua1288

tingkat di atas kepandaian Lan Hoa, murid

Sepasang Naga Menar itu!

Terkejutlah Beng San. Sekarang

barulah diw tahu kenapa gadis ini duduk di

kursi kehormatan, kenapa Ning-pangcu begitu

menghormat karena gadis yang masih muda

usia ini ternyata kepandaiannya setingkat

dengan jajaran para cianpwe itu, golongan

atas. Maka ket?ka ia membentak dan berseru

mengimbangi, keluarlah Lui-thian-to-jitnya

maka di sini barulah dia mampu menandingi

gadis itu yang secara cerdik tak mau beradu

tenaga lagi dan memaksa dia dengan

serangan-serangan cepat, entah pukulan

paruh burung atau cengkeraman dan totokan,

juga tamparan.

Di sini terbuktilah nama besar Lam-hai
kong-jiu. Memang untuk wilayah selatan siapa

tidak tahu kehebatan kakek itu. Lam-hai-kong
jiu adalah seorang pendekar yang dengan

tangan kosongnya te-lah merobohkan dan

menundukkan lawan-lawan alot. Bahkan

Sepasang Naga Menara hanya dapat

mengimbangi kalau mereka maju berbareng.1289

Maka ketika puterinya berkelebatan dan

sepasang tangan kosongnya itu begitu cepat

mencengkeram dan menotok, lawan akan

bingung oleh perubahan yang berganti-ganti

ini maka Beng San sendiri untuk sejurus dua

kelabakan dan terdesak.

Untunglah pemuda in berbekal ilmu

lain. Soan-hoan-ciang, ilmu yang didapatnya

dari Naga Gurun Gobi Peng Houw belum

dikeluarkan, juga Thai-san-ap-ting atau Cui
pek-po-kian, dua ilmu yang didapatnya dari

pimpinan Gobi Ji-hwesio dan Sam-hwesio.

Setelah dia menjadi murid si buta Chi Koan

maka dua ilmu Gobi ini dimatangkan dan

dipoles, Beng San belum mengeluarken ilmu
ilmu itu. Dan ketika ia berpikir ilmu apa yang

harus dikeluarkan maka Thai-san-ap-ting

menjadi pilihannya, satu pilihan jitu karena
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan begitu ia tak memperlihatkan Soan
hoan ciang yang bukan didapatnyu dari

gurunya sekarang. Memperlihatkan Soan
hoan-ciang hanya akan membuat gurunya

tidak senang, bukankah Peng Houw adalah

musuh besar suhunya.1290

Beng San sudah membentak dan

mendorongkan kedua lengannya ke depan.

Thai-san-ap-ting adalah ilmu dorong karena

namanya saja Mendorong Gunung Thai San,

Sebagaimana otang mendorong gunung maka

tentu saja dibutuhkan lweekang (tenaga

dalam) atau sinkang (tenaga sakti) kuat. Tanpa

bantuan tenaga ini jangan harap mampu

melakukannya. Maka ketika pemuda itu

membentak dan mendorongkan kedua

tangannya ke depan, maka berkesiurlah angin

dahsyat tiba-tiba gerakan gadis ini tertahan

karena pukulan Beng San memang amat kuat

dan ampuh sekali.

"Ihh.!" gadis ini terkejut dan berseru

lirih. la mengandalkan kecepatan untuk

menyerang dan merobohkan lawan, kini

kecepatannya tiba-tiba ditahan dan tentu saja

ia terkejut. Dan ketika ia terhuyung dan

setengah berhenti maka Beng San

menggerakkan tangan kirinya menderong

cepat, melihat kesempatan.

"Awas, nona!"1291

Gadis itu berubah. Tak ada lain jalan

kecuali menangkis, mengelak atau mundur tak

mungkin, di belakangnya tempat kosong. Dan

ketika apa boleh buat ia menangkis dan

mengerahkan sinkangnya ternyata ia

terpelanting dan harus bergulingan

menyelamatkan diri.

"Dess!"

Pucatlah puteri Lam-hai-kong-jiu ini.

sudah diketahuinya bahwa lawan memiliki

sinkang unggul, seharusnya ia tak perlu beradu

tenaga tapi apa boleh buat. Thai-san-ap-ting

membuatnya terkejut. Dan ketika ia terlempar

dan bergulingan di atas panggung maka Beng

San girang karena posisinya di atas angin,

mengejar dan berseru memperingatkan lagi.

Gadis ini kelabakan dan cepat sekali terdesak

dan ia harus mengelak ke sana-sini dengan

susah payah, sebentar kemudian betul-betul

terdesak dan selalu dipaksa menangkis, inilah

yang membuat ia mengeluh. Dan ketika Beng

San tinggal menanti saat yang baik dan sejurus

dua lagi lawan pasti ropoh mendadak

terdengar seruan agar pemuda itu berhenti.1292

"Cukup, jangan desak gadis itu lagi.

Laki-laki harus mengalah kepada wanita Beng

San. Biarkan lawanmu berdiri dan akuilah

bahwa ilmunya tangan kosong jauh lebih hebat

dibanding dirimu, beraneKa ragam!"

Beng San berhenti dan gadis itu

meloncat bangun dengan wajah merah

padam. Sesosok bayangan berkelebat diatas

panggung. la menolong saudaranya ini yang

terisak dan malu hati, Beng San berdebar dan

untuk kedua kalinya terguncang. Betapa

cantiknya puteri-puteri Lam hai itu. Akan

tetapi ketika lawan menjura dan minta maaf

atas kebodohan adiknya, Beng San sadar maka

ia tersenyum dan buru-buru membalas pula.

Sepasang matanya tak lepas-lepasnya

memandangi wajah jelita ini. Sukar baginya

untuk memilih!

"Kongcu benar-benar unggul, ilmu

pukulanmu hebat. Meskipun kami menang

beraneka ragam namun ternyata dengan satu

macam ilmu pukulan saja adikku kalah. Tolong

tanya ilmu apakah itu dan bolehkah kami

tahu!"1293

"Hm," Beng San menekan guncangan

jantungnya mendengar suara merdu itu suara

yang membuatnya terhanyut dan tenggelam.

"Itu adalah, Thai-san-ap-ting warisan guruku,

nona. Aku terpaksa mengeluarkannya karena

saudaramu hebat. la mendesakku dan hampir

membuatku roboh!"

"Terima kasih, kiranya Thai-san-ap
Ting. Kami telah mendengar ilmu itu dan ayah

pernah memujinya sebagai sebuah ilmu

pukulan amat dahsyat. Kami telah melihatnya

dan sekali lagi terima kasih!" gadis itu

membawa adiknya turun dan berkelebatlah

bayengan Ning-pangcu ke atas panggung. Tiga

kali Beng San telah melakukan pertandingan

dan ketiga-tiganya dimenangkan pemuda ini.

Maka ketika ia tertawa dan memuji pemuda ini

mengucap terima kasih pada dua gadis kembar

itu akhirnya Beng San menjadi unggulan

teratas di mana tak ada tamu undangan yang

berani naik lagi, khususnya di kalangan muda.

"Agaknya cukup bagi San-kongcu,

terima kasih untuk peran sertanya di sini. Kalau

para cianpwe ingin memanaskan badan silakan1294

naik dan pemilihan bengeu dapat segera

dilakukan, yang muda-muda telah

menghangatkan suasana!"

"He-He, aku penasaran kepada anak

muda ini. Jangan suruh ia cepat-cepat berlalu,

pangcu. Kalau masih ada tenaganya biarlah

kuuji coba!" Yang-liu Lo-lo nenek berpakaian

lucu merah putih itu tiba-tiba melesat ke atas

panggung dan berseru pada tuan rumah. Beng

San sudah siap turun ketika tiba-tiba dihadang,

nenek ini berjungkir balik dan turun di

depannya. Dan ketika ia tertegun

mengerutkan kening, nenek itu terkekeh
kekeh maka pemuda ini enggan dan tiba-tiba

memandang suhengnya.

Akan tetapi si nenek tertawa,

menggaet pundaknya. "Heh, aku memang

tidak cantik seperti puteri Lam-hai-kong-jiu itu,

anak muda. Kau enggan ya, menghadapi tua

bangka macam aku. Tapi kalau kau takut tentu

saja boleh gantikan suhengmu, gurumu tentu

tak menolak!"

Para tamu tertawa. Memang

keengganan pemuda ini terbaca semua orang.1295

Setelah menghadapi lawan yang cantik tiba
tiba berhadapan dengan nenek buruk, siapa

mau. Tapi ketika dikiranya takut dan ini

memanumaskan pemuda itu maka Beng San

tak jadi memanggil suhengnya, apalagi Siauw

Lam tiba-tiba berseru.

"Benar, kau masih kuat. Tak perlu

memandang atau minta tolong kepadaku,

sute. Jangan karena tak cantik lalu kau hindari.

Hadapilah, suhu tak apa-apa!"

Undangan semakin tertawa lebar.

Kata-kata ini membuat mereka geli dan lucu,

Beng San dipojokkan suhengnya sendiri.

Namun ketika Chi Koan tiba-tiba berdiri dan

mengangkat tongkatnya mendadak si buta ini

berseru,

"Siauw Lam, yang terhormat Yang-liu

Lo-lo locianpwe seharusnya diberi tenaga

segar. Kalaupun ia menang tentu tak

memuaskan. Kau majulah gantikan sutemu

dan main-mainlah sebentar dengan beliau!"

Beng San girang. la pura-pura lelah dan

mengangguk dan sebelum suhengnya menolak

iapun meloncat turun. Nenek itu terbelealak.1296

Dan ketika ia tertawa suhunya memerintah,

Siauw Lam berkerut dan marah sutenya sudah

duduk di kursinya maka hampir saja pemuda

ini menghantam kursi disuruh berhadapan

dengan nenek buruk.

"Sialan, terkutuk. Kau seharusnya

masih bise di sana, sute, mau enaknya sendiri.

Kalau bukan suhu yang memerintah tak sudi

aku!"

"Sabar, masih satu di sana. Encinya

belum naik, suheng, bagianmu masih tersisa.

Aku lelah dan lihat keringat ini, belum kering.

Cepat naik atau nanti dikira takut!"

"Hm,," Siauw Lam ogah-ogahan dan

naik panggung, tidak melompat melainkan

melewati anak tangga, matanya tak senang.

"Karena suhu memerintahku baiklah kuturuti,

locianpwe. Hanya kalau aku roboh jangan

tertawakan."

Yang-liu Lo-lo mengerutkan kening. Ia

melihat lawannya ini aras-aresen ( agak malas

kurang semangat - Editor ) dan tersinggung.

Kalau saja tidak terlanjur menantang agaknya

iapun tak sudi menghadapi pemuda ini. Masa1297

dia, Seorang angkatan tua dihadapi lawan yang

tampak tak sungguh-sungguh dan

melecehkan, ogah-ogahan pemuda itu jelas

sekali. Namun karena ia justeru gemas dan

ingin segera membalas maka iapun tak banyak

cakap, menggerakkan sepasang gaetan

bajanya membentak,

"Kau anak muda menggantikan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sutemu, bagus, tenaga segar memang lebih

baik. Tapi kalau kau tak bersungguih-sungguh

jangan salahkan aku kalau gaetanku tak punya

mata. Cabut senjatamu!"

"Aku seperti suteku, selalu bertangan

kosong. Kalau kau bersenjata silakan maju,

locianpwe, bagiku sama saja bersenjata atau

tidak."

"Hm, kau melecehkan, tapi aku bukan

orang tua yang harus mengalah pada anak

muda, bocah, jangan sombong atau senjataku

menggaet kepalamu nanti. whiirrrr!" gaetan

itu tiba-tiba bergerak amat cepat dan belum

habis seruan itu sudah didahului desing

mengerikan ke leher Siauw Lam. Yang-liu Lo-lo

rupanya nenek keras dan dapat bersikap.1298

ganas, serangan kata-katanya terhadap Chi

Koan tadi merupakan bukti. Dan ketika

senjatanya menyambar dan Siauw Lam

mengelak, dikejar dan akhirnya menangkis,

senjata yang lain meluncur dengan amat

cepatnya ketika senjata pertama terpental.

"Sing -plakk!"

Gaetan ini membalik dan seperti benda

hidup saja meliuk dan menyambar lagi. siauw

Lam mundur dan membelalakkan . matanya.

Namun ketika ia dikejar dan kembali

menangkis, yang lain menyambar maka

berturut-turut sepasang gaetan yang maju

satu persatu ini susul-menyusul dengan amat

ganasnya dan seakan kuku naga yang tak

habis-habisnya menyerang. Yang-liu Lo-lo

ternyata nenek lihai yang melempar kembali

setiap tangkisan itu, mengembalikannya

kepada Siauw Lam dengan cara mengayun

bandul. Dengan begini gaetannya terpental

namun justeru menyerang lagi, disusul yang

lain dan tentu saja Siauw Lam terkejut. Nenek

ini berbahaya! Dan ketika ia mundur namun

akhirnya mengeluarkan Lui-thian-to-jit, inilah1299

satu-satunya jalan menyelamatkan diri maka

berkelebatanlah pemuda itu mengelak dan

menghindar dari sepasang gaetan baja yang

lihai itu, yang mematuk atau menggaetnya

bagai kuku naga, meliuk dan naik turun dan

barulah kemudian dengan ilmu meringankan

tubuhnya itu ia selamat. Namun ketika si

nenek terkekeh dan menggerakkan kedua

kakinya pula beterbanganlah nenek ini

menyamai ginkangnya

"Hi-hik, balas dan jangan lari

menghindar saja. Ayo anak muda, tunjukkan

kepandaianmu dan keluarkan senjatamu!"

Siauw Lam marah. Tiba-tiba ia

membentak dan mengeluarkan Thai-san-ap
tingnya. Sama seperti sutenya tadi ia

menggerakkan kedua lengan ke depan,

mendorong. Akan tetapi ketika si nenek lincah

berkelit dan senjata menyambar dari belakang

maka nenek ini terkekeh karena si pemuda

kehilangan sasaran sementara ia masih terus

menyerang. Penonton mulai bertepuk riuh.

"Ayoh, keluarkan senjatamu. Thai-san
ap-tingmu sudah kukenal, anak muda, aku tak1300

mau beradu tenaga. Heh-heh, orang tua harus

menghemat pukulan!"

Siauw Lam menjadi berang. Ternyata

nenek ini selalu menghindar setiap ia melepas

Thai-san-ap-tingnya. Harap diketahui saja

bahwa kegagalan berarti pemborosan tenaga.

Maka ketika ia membentak dan tidak lagi

melepas pukulannya maka pemuda itupun

hanya mengandalkan ginkang berkelebatan

mengimbangi nenek ini.

"Baik, kau tak berani beradu tenaga,

Kalau begitu mari beradu ginkang, Yang-liu Lo
Lo , siapa cepat dan tahan berpusing!"

Nenek ini geli. la mengejek dan

memanaskan lawan dengan kekehnya yang

nyaring. Ketika pemuda itu menpercepat

gerakan iapun tertawa dan menambah

kecepatannya pula." Ternyata nenek ini hebat,

tubuhnya ringan dan gesit bagai walet

menyambar-nyambar. Dan karena senjata di

kedua tangannya itu merupakan tangan lain

yang membuat jangkauannya begitu panjang,

menyambar dan bercuitan menyerang

lawannya ini maka Siauw Lam menjadi panas1301

namun justeru inilah yang dicari. Nenek itu

hendak mengacaukan konsentrasinya dengan

kemarahan yang meledak!

"Ayo, ayo lebih cepat lagi. Gerakanmu

kurang cepat, anak muda, masih kalah oleh

senjataku. Awas dan cabut senjatamu kalau

tak ingin roboh... bret!" akhirnya leher baju

Siauvw Lain terkuak juga, robek oleh salah satu

d antera sepasang gaetan itu dan bukan main

marahnya pemuda ini. la tak sadar bahwa

kemarahan hanya membuat lubang

pertahanannya tembus, Yang-liu Lo-lo adalah

tokoh tua yang banyak pengalaman. Dan

ketika benar saja pemuda itu menggeram
geram dan mulai lagi mengeluarkan Thai-san
ap-tingnya, sayangnya si nenek menghindar

dan selalu menjauh sebelum dipukul maka

tawa atau kekeh nenek itu terlampau

menyakitkan bagi Siauw Lam.

"Kau tak belajar baik-baik dari gurumu,

agaknya sutemu lebih lihai. Ah, tahu begini

lebih baik kalian maju berdua, anak muda.

Panggil sutemu atau menyerah baik-baik. .

bret!"1302

kembali baju pundak terobek dan kalau

Siauw Lam tidak mengerahkan sinkangnya

bukan tak mungkin daging pundaknya

tercabut. Gaetan itu menyambar namun licin

bertemu daging pundak yang atos, akibatnya

hanya merobek baju pundak tapi itu lebih dari

cukup. Siauw Lam mendidih. Dan ketika ia

membentak dan kehilangan cara bersilatnya

yang benar akhirnya si nenek

mempermainkannya dan justeru semakin

terkekeh, cerdik memaneskan lawan dan Chi

Koan mendengarkan jalannya pertandingan

dengan kepala dimiringkan. Itulah cara Si buta

melihat orang bertempur.

Dan ketika ia berkerut kening

mendengar baju robek, si nenek terkekeh
kekeh menyambarkan senjatanya naik turun

akhirnya punggung pemuda itu robek lagi

terkuak lebar.

"Brett!"

Penonton kagum. Bagi mereka

angkatan tua maka tiga kali gaetan mental

merupakan bukti bahwa pemuda itu memiliki

sinkang kuat. Sepasang Naga Menara dan Lo-1303

han-hok-houw mengangguk-angguk, gaetan

itu tak mampu melukai lawan meskipun

mengait dan menyengat, padahal orang lain

tentu roboh dan luka berdarah. Yang-liu Lo-lo

tidak main-main dalam serangannya itu. Dua

kakek itu maklum sanpai di mana kehebatan

nenek. Namun ketika pemuda itu hanya

terhuyung saja dan melotot gusar, menggeram

dan membalas namun si nenek menjauh

sebelum dipukul maka nenek ini benar-benar

cerdik memanaskan lawan.

"Ayo, keluarkan'senjatamu, atau

panggil sutemu. Hi-hik, kau akan roboh

beberapa jurus lagi, anak muda. Menyerahlah

dan aku menghentikan seranganku!"

"Aku masih berdiri tegak, tak perlu kau

sombong. Kalau kau dapat merobohkan aku

janganlah menghindar dan lari

menyelamatkan diri, Yang-liu Lo-lo, terimalah

pukulanku dan lihat siapa yang roboh!"

"Hi-hik, kerbau dungu tak punya otak.

Kalau kau dapat menyentuh tubuhku berarti

aku kalah, anak muda. Jangan mengomel dan1304

membuang suara Sia-Sia. Ih bau mulutmu

seperti kentut!"

Bukan main marahnya pemuda ini. Ia

dijelek-jelekan nenek itu melampaui batas dan

ia pun menggerakkan tangan kirinya. Suara

berkeretek terdengar, disusul kilauan cahaya

putih di lengan itu. Dan ketika si nenek terkejut

akan tetapi memutar senjatanya lebih cepat,

Siauw Lam siap melepaskan Cui-pek-po
kiannya maka satu gaetan menyambar mata

kanan sementara gaetan yang lain menusuk

pantat kiri.

"Plak-bret!"

Siauw Lam menangkis sambaran ke

mata akan tetapi gaetan ke pantat tak sempat

dikelit. Yang-liu Lo-Lo nakal mempermainkan

pemuda itu hingga tak pelak lagi celana bagian

ini memberebet. Tamu undangan terbahak

karena pantat pemuda itu kelihatan. Celana

luar dan celana dalam sekaligus sobek. Dan

ketika pemuda itu terkejut bukan main dan Lan

Lan serta Lin Lin terpekik membuang muka,
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu pula Lan Hoa yang duduk di sebelahnya1305

maka Yang-liu Lo-lo terkekeh-kekeh sampai

terpingkal.

"Wah, mulus dan padat. He-he, sayang

aku nenek-nenek!"

Bukan tanpa alasan kalau nenek ini

berbuat seperti itu. Ia sengaja membakar

kemarahan lawan sampai ke titik didih, siauw

Lam kalah pengalaman dan terjebak siasat ini.

Maka ketika ia melengking dan begitu gusar,

pandangannya gelap maka si nenek tiba-tiba

menghilang dan ketika pemuda itu melepas

pukulannya menghantam lantai panggung

maka bersamaan itu sepasang gaetan

menyambar lehernya dari belakang.

"Crep!"

Senjata ini mengait bagai mata pancing

ke kulit Siauw Lam. Kalau saja Siau Lam tak

memiliki sinkang yang membuat tubuhnya

kebal tentu senjata itu melesak dan tertanam

di kulit dagingnya. Yang-liu Lo-lo sendiri

sebenarnya juga tak mengerahkan segenap

tenaganya menarik, Ia cukup mengedut dan

mengejutkan lawan, gaetan telah tertancap di

situ. Dan ketika semua bersorak inilah1306

kemenangan si nenek, pibu memang tidak

sampai bersifat mengadu jiwa maka

sebenarnya dengan kejadian itu Siauw Lam

harus menyerah kalah, meskipun

sesungguhnya kepandaiannya belum

dikeluarkan penuh, apalagi Si nenek selalu

menghindar dan mengelak dari Thai-san-ap
ting atau Cui-pek-po-kiannya.

Akan tetapi yang dilakukan pemuda ini

benar-benar mengejutkan. Menganggap

bahwa itu hanya sebuah pibu dan semuanya

berlandaskan persahabatan maka nenek ini

tak menyangka kebrutalan si pemuda.

Kalaupun ia mengejek dan mentertawakan

pemuda itu maka itu adalah hal lumrah karena

ia adalah angkatan tua. Tokoh tua mengejek

atau mempermainkan orang muda adalah

biasa, apalagi dalam sebuah pibu, sebuah

pertandingan persahabatan. Maka ketika

pemuda itu tiba-tiba membalik dan

menangkap gaetannya, menghentak lalu

mendorongnya dengan Thai-san-ap-ting nenek

ini menjadi terkejut bukan main dan para tamu1307

undanganpun berseru keras saking kaget dan

pucatnya.

"Kau menghina dan mempermainkan

aku, sekarang terimalah pembalasanku.

Mampuslah!"

Yang-liu Lo-lo menjerit nyaring. la

begitu kaget melihat kekasaran pemuda ini.

Sungguh pemuda ini tak tahu sopan santun

pibu. Maka ketika ia ditarik lalu didorong kuat
kuat, terbawa dan mundur bagai dilempar

maka gaetan patah dan tubuh nenek itu

berjungkir balik keluar panggung, terpaksa

melepas senjata yang hancur dicengkeram

pemuda itu.

"Aiihhhhh..!"

Tamu undangan terbelalak. Siapapun

tak dapat menerima ini dan Chi Koan terkejut

setengah mati. Ia tadi siap-siap memberi tahu

muridnya bahwa terjebak nenek itu namun

terlambat. Yang-liu Lo-lo rupanya cerdik

bertindak cepat, mendahului dan dicapailah

kemenangan telak itu. Maka ketika muridnya

tiba-tiba membalik dan justeru menyerang,

seharusnya berhenti dan menyerah baik-baik1308

maka Chi Koan kaget sekali oleh kebrutalan

muridya ini dan iapun mencelat ke depan

ketika si nenek didorong dan terlempar oleh

Thai-san-ap-ting yang dahsyat. Siauw Lam

mengerahkan seluruh tenaganya agar si nenek

binasa.

"Plak!" benturan benda hitam

menghajar sepasang gaetan itu. Chi Koan

berkelebat amat cepatnya dan orangpun

terkejut melihat gerakannya yang luar biasa.

Bayangan putih menyambar dan gaetan tahu
tahu patah, kalau tidak tentu si nenek tertusuk

dan celaka oleh gagang gaetannya sendiri,

paling sedikit dadanya patah. Maka ketika

tahu-tahu si buta berdiri di situ dan Siauw Lam

terhuyung hampir roboh, ia berhadapan

dengan gurunya sendiri maka pemuda ini

pucat sementara suhunya merah padam.

"Kau berbuat curang dalam pibu.

Meskipun kau tak puas namun kekalahanmu

nyata, Siuuw Lam, kau kalah cerdik dengan

nenek ini. Segera minta maaf atau aku

menghajarmu!"1309

Bentakan itu didengar semua tamu dan

pemuda ini berubah-ubah. Yang-liu Lo-lo

sudah berjungkir balik dan melayang turun

dengan dada ampeg. Untung Si buta turun

tangan, kalau tidak tentu ia binasa oleh

kelicikan pemuda itu, paling tidak luka parah.

Dan ketika nenek ini juga berapi-api dan hanpir

sajs ia marah besar, untunglah si buta

membentak muridnya mengembalikan

kepercayaannya maka nenek ini hilang

kemarahannya menganggap pemuda itu tak

tahu diri.

'Hmn, tak cukup minta maaf. Sepasang

gaetanku harus diganti, anak muda, baru aku

mau damai!"

Chi Koan mengangguk, membentak

muridnya lagi. "Dengar itu, Yang-liu Lo-lo

locianpwe memaafkanmu. Berbuat curang

dalam pibu adalah sebuah kehinaan, Siauw

Lam. Minta maaf dan segera ganti sepasang

gaetan baja itu!"

Kalau saja tak ingat gurunya amat lihai

barangkali pemuda ini akan melawan. Di luar

arena sudah biasa ia membantah atau1310

mendebat. Namun karena di sini banyak orang

dan ia harus tunduk, kemarahanpun ia tahan

maka pemuda ini menjura dan menggigil

berkata,

"Harap Yang-liu.Lo-lo locianpwe

maafkan aku. Kalau saja kau tidak membakar

kemarahanku dengan ejeken dan permainan

barangkali aku tak lupa diri. Sekali lagi aku

minta maaf dan besok kucarikan pengganti

sepasang senjatamu itu."

"Baik, besok kutunggu. Memandang

gurumu kumaafkan semua perbuatanmu, anak

muda. Harap lain kali jangan diulangi karena

bagi orang tua sudah biasa mengejek atau

mempermainkan yang muda. Bukankah ini

pibu, bukan pertandingan mati hidup!"

Siauw Lam mundur dan tidak

menjawab. Pandang matanya yang berapi

ditujukan ke bawah, kelau orang melihat bakal

terkejut karena mata itu semerah saga.

Dan ketika Semua orang menjadi lega

dan Chi Koan berhasil mengembalikan nama

baik maka si buta itu menjura kepada semua

tamu menyampakan maafnya.1311

"Muridku yang muda terbawa

emosinya. Aku sebagai gurunya mohon maaf

kepada cuwi-enghiong kalau pemandangan

tadi terasa tak sedap. Anak muda memang

begitu, sembrono. Harap Ning-pangcu

maafken pula dan biarlah kami menonton

keramaian."

"Tunggu, kau sudah di sini. Jagoku tak

ada lain kecuali kau, taihiap. Sebagai orang

yang lebih matang dan banyak pengalaman

tentunya kau tak akan melakukan seperti apa

yang dilakukan muridmu. Pemilihan bengcu

sudah dimulai, dan aku tetap. menjagoimu

untuk memimpin orang-orang selatan!" Ning
pangcu meloncat dan sudah berada di atas

panggung ketika mengeluarkan seruanny itu.

Sikap si buta semakin simpatik dan orang

bertambah tertarik saja. Gerakan yang tadi

diperlihatkannya dan menyelamatkun Yang liu

-lo adalah perbuntan terpuji. Siapa lagi yang

bertanggung jawab kalau bukan gurunya.

Maka ketika semua itu menambah simputi dan

hormat, orang semakin kagum akan ,si buta ini1312

maka Chi Koan tentu suja pura-pura terkejut

dan menggoyang tangan.

"Hmn, Ning-pangcu jangan membuat

aku malu. Di sini benyak para cianpwe

golongan atas, tak berani aku d?jagokan. Harap

pangcu cari yang lain saja dan ingat bahwa aku

hanya tamu undangan, bukan orang selatan!"

"Kau sudah diterima, detik ini kau

keluarga besar kami. Orang-orang selatan

sudah menerimamu bulat, Chi-taihiap, dengar

aku mengajukan pertanyaan. Maaf..!" ketua

See-ouw-pang itu menghadap ke delapan

penjuru mata angin, berkata lantang.

"Salahkah kata-kataku tadi bahwa Chi-taihiap

ini tidak kita anggap orang asing, cuwiKabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

enghiong. Tidak benarkah kata-kataku bahwa

Chi Taihiap telah kita terima sebaga orang

selatan!"

"Setuju!"

"Benar!" semua bersorak dan bertepuk

riuh. Taihiap kita anggap orang selatan Ning
pangcu. Dia keluarga besar kita!"

"Nah, apa kataku," sang ketua berseri
seri. "Mereka tak menolakmu lagi, Chi-1313

Taihiap. Kalau alasanmu merasa bukan

orang selatan sekarang tak beralasan lagi. Kau

keluarga besar kami, keluarga orang-orang

selatan. Bergabunglah dan ikutlah pemilihan

bengcu!"

Chi Koan tak dapat menolak lagi.

Dengan tongkatnya ia tersipu-sipu mengetuk

sana-sini, mengucap terima kasih dan segala

gerak-geriknya ini tentu saja mengundang

simpati dan rasa haru. Si buta itu begitu halus

dan lembut sekali, tidak sombong dan rendah

hati. Maka ketika ia terpaksa mengikuti

kemauan Ning-pangcu ini dan mengangguk

berulang-ulang kepada semua tamu,

khususnya kepada tokoh-tokoh tua maka

sepasang kakek gagah dan yang lain-lain

menjadi gatal tangan dan ingin segera

bertanding dengan si buta yang kesohor itu.

Sekarang Mereka tak perlu sungkan lagi karens

yang dihadapi orang setingkat, paling tidak

bukan anak-anak muda seperti Beng San dan

Siauw Lam itu.

Maka ketika Sepasang Naga Menara

bangkit berdiri dan melayang ke atas1314

panggung, riuhlah penonton bertepuk sorak

maka dua kakek ini terkekeh tak sungkan
sungkan lagi.

"Dalam pertemuan di tepi telaga tadi

Chi-taihiap telah mendorong dan

meninggalkan perahu kami. Sekarang kami

ingin didorong dan merasaken kelihaian Chi
taihiap. Harap permintaan kami dikabulkan

dan biarlah mata kami terbuka lebar

merasakan langsung kehebatan anak murid

Gobi!" satu di antara dua kekek itu

menggosok-gosok kedua tangannya dan inilah

paman guru (susiok) Lan Hoa. Kakek itu

terkekeh sementara suhengnya mengangguk
angguk. Wajah kegembiraan tak dapat

disembunyikan lagi. Tapi Ning-pangcu yang

berkerut melihat dua kakek itu cepat-cepat

bertanya,

"Maaf, jiwi-lo-enghiong (dua kakek

gagah berdua) apakah hendak maju

berbareng. Masa Chi-taihiap harus melayani

kalian bersamaan!"

"Ha- tidak, jangan salah paham. Kami

maju untuk memberikan pilihan kepada lawan,1315

pangcu, hendak memilih aku atau suhengku.

Kami tampil hanya untuk dipilih!"

"Benar," kakek satunya mengangguk
angguk. "Kami sudah gatal tangan untuk

merasakan kelihaian Chi-taihiap ini secara

langsung, pangcu, dan tadi tak saling mengalah

untuk maju lebih dahulu. Sekaang terserah

Chi-taihiap, pilih aku atau sute!"

"Ha , begitu kiranya. Jiwi-lo-enghiong

benar-benar aneh. Ah, pibu bagi kita orang
orang persilatan memang selalu menarik,

tangan rasanya gatal dan seminggu bisa tak

tidur kalau belum kesampaian. Baik, silakan

Chi-taihiap tentukan sendiri dan mana yang

dipilih!"

Ning-pangcu gembira, lega dua kakek

ini datang-datang bukan untuk mengeroyok

melainkan menentukan pilihan. Kalau si buta

minta dikeroyok tentu lain, itu kehendak

pribadi. Tapi karena biasanya pibu berjalan

satu-satu maka ketua See-ouwpang ini

terkejut ketika si buta justeru mengangguk dan

berkata, minta dikeroyok!1316

"Aku yang rendah bukannya

bersombong. Karena aku bersenjatakan

tongkat sementara jiwi-lo-enghiong ini

bertangan kosong bagaimana kalau memberi

pelajaran kepadaku secara berbareng saja. Aku

bersenjata, jiwi tidak. Rasanya adil kalau jiwi

tidak menganggapku sombong."

"Wah, kami diminta mengeroyok? Dua

tua bangka mengerubut seorang pemuda? Ha
ha jangan membuatku malu. Justeru kami yang

memintamu untuk bersenjata, Chi-taihiap, dan

kami akan bertangan kosong saja. Karena kau

buta biarleh kami tak mempergunakan

senjata, tapi tak usah mengeroyok. Satu lawan

satu saja!"

"Kalau begitu terserah, itu juga baik.

Maaf kalau kata-kataku kurang berkenan".

"Ha-ha, tidak, saudara Chi. Kau jujur

dan mengagumkan kami. Kalau begitu biar

suteku mundur dan aku yang maju!" kakek

pertama bersiap-siap namun sang adik

menolak.

"Tidak, suheng di luar saja. Aku yang

maju dan nanti gantian!"1317

"Wah, tapi aku sudah bicara."

"Aku juga, suheng harap mengalah.

Biarkan aku main-main sebentar dan nanti

suheng mengambil bagian!"

Orang-orang tertawa. Mereka

bagaikan melihat sepasang pembeli yang

tertarik akan sebuah barang, ngotot dan saling

tak mau digeser. Tapi ketika sang suheng

mengalah dan mundur terkekeh, meloncat dan

kembali ke tempat duduknya maka Ning
pangcu gembira bertepuk tangan. Chi Koan

tersenyum-senyum dan tentu saja geli melihat

perdebatan itu, diam-diam sudah mengukur

kekuatan dua orang ini di perahu tadi dan

itulah sebabnya iapun tak takut dikeroyok.

"Ji lo-enghiong (kakek gagah kedua)

sudah memperoleh tiket pertarungan, bagus.

Kami gembira dan semoga pibu mengakrabkan

kalian berdua dan mempererat

persahabatan!" lalu membungkuk dan

memberi hormat pada dua oang itu, meloncat

dan mundur memberikan ruangan, segera

kakek ini berhadapan dengan Chi Koan, tadi

ngotot dsn ingin maju karena sesungguhnya1318

kakek ini masih penasaran dengan peristiwa di

atas perahu!

"Aku sudah melihat kepandian murid
muridmu, Chi-taihiap tentu lebih lagi. Biarpun

di perahu kita sudah sedikit berkenalan akan

tetapi tentu saja terlalu pendek. Aku Ji-liong
tah (Naga Menara Kedua) ingin petunjuk

secara lengkap!" kakek itu berkata dan tidak

sungkan-sungkan lagi menyiapkan diri. Setelah

dia tahu kelihaian murid-murid si buta tentu

saja kakek ini tak perlu ragu. Yang dihadapi

adalah jago Gobi, cucu murid mendiang Ji Leng

Hwesio yang sakti. Maka ketika ia bersiap dan

menyuruh pemuda itu maju, Chi Koan

menggeleng ternyata si buta ini lagi-lagi

meraih simpati.

"Aku lebih muda, bersenjata pula.

Sebaiknya lo-enghiong maju dulu dan aku

menerima".

"Baik, masuk akal pula. Terima kasih,

anak muda, awas serangan! kakek itu tak

membuang waktu lagi dan segera tangannya

menjulur maju. Ia hendak menangkap dan

merampas tongkat dan Chi Koan menghindar.1319

Orang merasa kagum akan kelihaiannya .

Tanpa melihat ia berkelit, begitu tepat dan

cepat. Dan ketika kakek ini masih membentak

dan menggerakkan tanganya yang ,

menangkap namun lagi-lagi gagal maka ia

melayangkan kakinya dan secara cepat dan

mentakjubkan ia melakukan tendangan

berantai tujuh kali berturut-turut.

"Plak-plak-dess!"

Chi Koan menggerakkan tongkat dan si

kakek terkejut. Tulang keringnya terpukul,

hampir menjerit kalau tidak cepat

mengerahkan sinkang. Dan ketika kakek ini

berubah dan melayangkan tangan, menyodok

dan menampar maka Chi Koan maju mundur

mengelak dan menangkis. Tongkat adalah

andalannya dan sesungguhnya tanpa tongkat

inipun ia berani menghadapi lawan. Hanya

karena tak mau dianggap jumawa dan terlalu

sombong ia mempergunakan senjata itu,

padahal siapa tidak tahu kehebatan lengannya

kalau ia mempergunakan Hok-te sin-kang, ilmu

yang amat dahsyat dari Bu-tek-cin-keng itu.

Namun karena si buta ini tak mau berlagak dan1320

ia sedang mengambil hati orang-orang itu, di

depan mereka ia harus bersikap lembut dan

murah hati maka inilah yang dilakukannya dan

dalam tangkisan itupun ia mengendalikan

tenaganya hingga si kakek hanya merasa
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesakitan. Padahal, kalau ia mau sekali hantam

saja kaki itu bisa remuk!

Chi Koan mengelak sana-sini serangan
serangan kakek itu. Hal ini membuat lawan

penasaran dan akhirnya pekik keras meluncur

gemas. Ji-liong-tah begitu kaget tak mampu

menyentuh tubuh lawan , jangankan kulit

tubuhnya, ujung bajunya saja tak dapat. Maka

ketika ia membentak dan berkelebatan cepat,

Sepasang kakinya naik turun berganti-ganti

maka tampak bahwa kelihaian kakek ini

sengguhnya berada pada sepasang kakinya itu.

Sepasang lengannya hanya mengganggu dan

berseliweran saja, meskipun tentu saja tak

bakal dilewatkan kalau kesempatan ada!

Chi Koan tersenyum. Telinganya yang

tajam mendengar desir beterbangan tubuh

lawannya , apa boleh buat mengerahkan

ginkangnya dan sekali melesat mendadak1321

tubuhnya menghilang. Orang terbelalak kaget

melihat gerakan si buta yang luar biasa ini,

lenyap bagai iblis. Dan ketika kakek itu juga

terkejut kehilangan sasaran mendadak ujung

tongkat berkelebat di depan hidungnya

disertai bentakan perlahan.

"Awas, lo-enghiong!"

Kakek in kaget sekali. la membuang

tubuh ke kiri dan bergulingan meloncat

bangun. Si buta tahu-tahu di sampingnya. Dan

ketika lawan tersenyum dan minta ia

menyerang lagi, kakek itu merah maka

diterjangnya si buta dengan kedua kepalan dan

kaki bertendangan.

"Bagus, lihai sekali. Tongkatmu

mengejutkan, anak muda, tapi aku

membalasmu!"

Chi Koan mengelak dan menangkis lagi,

Ketika lawan bergerak kian cepat ia pun tiba
tiba berkelebat menghilang, inilah Lui-thian
to-ji andalan itu. Dan ketika ia muncul dengan

ujung tongkat mendekati hidung atau mata

maka kakek ini kembali melempar tubuh

sambil berteriak kaget. Hal ini terjadi berulang-1322

ulang hinga si kakek pucat. Kalau ia ditangkis

maka kaki atau tangannya gemetaran, sekali

malah rasanya remuk. Tidak aneh karena Chi

Koan menambah tenaganya di situ, lama-lama

membuat tulang ngilu dan kakek ini berubah.

Sadarlah dia bahwa si buta ini memang lihai.

Dan ketika duapuluh jurus berlalu dengan

cepat namun ia selalu mendesis atau

mengeluh kesakitan, ujung tongkat tahu-tahu

menyambar bagai siluman maka kakek ini tiba
tiba mengangkat tangannya dan berseru

nyaring, mundur melompat jauh.

"Chi-enghiorg benar-benar luar biasa,

aku mengaku kalah!"

Tamu undangan terhenyak.. Mereka

yang tidak begitu tinggi kepandaiannya hanya

melihat baysngan berseliweran, terutama Si

buta itu. Kelebatan tubuhnya begitu luar biasa

hingga tak mampu ditangkap mata. Maka

ketika tiba-tiba kakek itu berseru mundur,

mengaku kalah mereka inipun masih belum

habis dari rasa bengongnya.

"Ah ,,Ji Liong Tah main-main. Masa

belum seru sudah mengaku kalah!"1323

Teriakan seorang penonton dari kursi

belakang membuat kakek itu menjadi merah.

Bagi mereka pertandingan memang kurang

sengit, kakek itu tampaknya hanya main-main

saja. Namun karena para cianpwe tahu betapa

pertandingan itu sesungguhnya seru, mereka

yang bermata tajam dapat melihat betapa Si

kakek mengeluh dan mendesis setiap dipukul

tongkat maka mereka maklum bahwa

kepandaian si buta memang tinggi. Tidak

sembarang orang dapat menmbuat Ji-liong-tah

kesakitan.

"Susiok sebaiknya pakai pedang.

Pertandingan harap diulang lagi dan rasanya

adil kalau Sama-Sama bersenjata!" Lan Hoa,

gadis itu tiba-tiba berseru dan bangkit dengan

wajah penasaran. lapun Merasa susioknya

kurang sungguh-sungguh, apa lagi hanya

bertangan kosong. Maka ketika seruannya

disambut tepuk sorak setuju, tentu saja yang

tidak puas tak ingin kecewa maka kakek itu

serba bingung namun Chi Ko serta merta

membungkukkan tubuh dalam-dalam.1324

"Ji-lo-enghiong boleh mengulang

pertandingan lagi, bersenjata. Aku juga heran

bahwa lo-enghiong buru-buru menyerah

kalah."

Kakek ini berseri tertolong. Kalau saja si

buta tak memintanya langsung tentu ia

sungkan, betapapun ia harus tahu diri. Dan

karena ia juga pensaran belum mengeluarkan

seluruh kepandaiannya, tadi hanya bertangan

kosong maka ia menyeringai berkata,

"Si tua bangka macam aku rasanya

malu hati. Namun karena kau sendiri yang

menyuruhnya biarlah ku coba lagi, Chi
enghiong, kalau ini juga kalah memang

kepandaianku masih rendah. Baiklah, terima

kasih untuk kesediaanmu!"

Bukan tanpa maksud jika si buta

meminta lawan kembali. Chi Koan telah

merencanakan untuk menundukkan semua

hati orang-orang gagah itu dengan

kepandaiannya. Kalau si kakek belum

bersenjata tentu belum puas. Maka ketika

kebetulan gadis itu berseru dan ia menerima,

lawan harus mengakui luar dalam maka iapun1325

tak ragu menyambut itu, kini menggetarkan

tongkat dan diam-diam dikerahkannya tenaga

mujijat Hok-te Sin-kang itu!

"lo-enghiong harap maju kembali.

Kalau dalam sepuluh jurus aku tak mampu

melepaskan pedangmu biarlah aku dianggap

kalah!"

Kakek ini terkejut. "Sepuluh jurus?"

"Ya sepuluh jurus, lo-enghiong, agar

semua orang puas. Majulah dan akan kucoba

melepaskan pedangmu!"

( Bersambung jilid XXII )

Credit:

Sumber Buku Awie Dermawan

Edit OCR Yons

First in share Kolektor Ebook

Kabut Di Telaga See Ouw - Jilid 211326

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid XXII

*

* *

KAKEK ini menggeram. "Hm, bertangan

kosong saja si buta mengalahkanya dua puluh

jurus, itupun karena ia buru-buru mundur atas

permintaan sendiri. Kini dengan pedangnya ia

akan dirobohkan sepuluh jurus? Terlalu! Maka

ketika ia bersiap dengan sengit, mulai marah

tiba-tiba kakek itupun mengelebatkan

pedangnya menusuk pahaa lawan berseru,

"Awas, Satu!"

Chi Koan megelak dan tidak menangkis.

Ia mengangkat sebalah kakinya dan pedang

lewat mengenai angin kosong. Gerakannya

begitu sederhana dan gampang. Dan ketika

kakek itu semakin marah terdengar tepuk

tangan memuji, gerakan itu dianggap1327

menghinanya maka kakek ini membalik dan

menyabet, dikelit akan tetapi ia sudah

mengejar dan menghitung dua. Hitungan ini

bukan tanpa maksud karena ia akan balik

mengejek lawannya kalau sepuluh jurus lewat.

Akan dibayarnya hutang malu tadi terhadap si

buta. Namun ketika si buta kembali mengelak

dan tiga kali berturut-turut pedangnya

mengenai angin kosong, cepat dan tepat

lawannya menghindar maka kakek itu terkejut

dan menjadi gusar. Hitungan sudah melewati

tiga.

"Awas, empat dan lima...!"

Chi Koan mulai bergerak ke kiri kanan

lebih cepat. Kakek ini mulai berkelebatan

sementara pedangnya mendesing-desing

menyilaukan mata, babatan atau tusukannya

kian cepat. Dan ketika hitungan kian gencar

akan tetepi belum satupun mengenai si buta,

lawan masih mengelak dan bergerak maju

mundur maka jurus kedelapan lewat dengan

cepat sementara si buta belum membalas

ataupun menangkis. Tepuk riuh mulai

mengguncang.1328

"Sembilan!"

Chi Koan tiba-tiba menggetarkan

tangannya. Sebenarnya Si buta ini sudah

mengerahkan Hok-te Sin-kang sejak tadi,

belum membalas atau menangkis sengaja
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat kakek itu marah lebih dulu. Dengan

kemarahan biasanya ilmu silat menjadi kacau,

mudah sekali pukul menjatuhkan lawan. Maka

ketika bentakan itu diiringi tubrukan kilat,

pedang menyendok kemudian membabat

leher maka inilah yang ditunggu dan tangan

kiri si buta bergerak menangkis.

"Trangg!" Semua orang terkejut. Bagai

pedang atau tongkat baja tangan kiri itu

berpijar mengenai pedang, bukan punggung

melainkan mata pedangnya, begitu berani!

Dan ketika Ji-liong-tah terpekik tertolak keras,

mati-matian mempertahankan senjatanya

maka tongkat di tangan si buta mengetuk

pergelangannya dan..."tak!", lepaslah pedang

itu tepat sepuluh jurus.

Kakek itu terhuyung dan pucat pasi. Ia

terbelalak memandang lawan dan Chi Koan

menyimpan tongkatnya berseri-seri.1329

la telah melepaskan pedang kakek itu

sepuluh jurus tepat. bahkan, kalau mau jujur

sebenarnya pertandingan hanya dua jurus

saja. Ia menangkis dan membalas maka

lawanpun kalah, pedang betul-betul terlepas!

Dan ketika kakek itu pucat, sementara si buta

puas sekali, Chi Koan telah menyimpnn

tongkatnya maka sibuta yang pura-pura

merendah berkata halus, tentu saja tak

menyakiti lawan.

"Ji-lo-englhiong telah berhati murah

kepadaku, terim kasih. Janjiku tepat namun

harus ku akui bahwa pedang lo-enghiong

cukup menyibukkan".

Tepuk riuh tak dapat ditahan lagi. Tamu

undangan tiba-tiba sadar dalam pesona

mentakjubkan, mereka melihat betapa

hebatnya si buta ini, setelnh delapan jurus

berturut-turut mengelak dan mundur-mundur

dicecar pedang . Dan ketika mereka kagum dan

tentu saja bersorak,memuji, sikap simpatik itu

bertambah mengesankan maka kakek kedua

dari Sepasang Naga Menara ini menarik napas

dan akhirnya kagum mengakui kawan memang1330

benar-benar lihai. Tangkisan tadi membuat

lengannya linu dan sakit serta pedas.

" Ha ha , si tua bangku seperti aku

memang harus mengakui kekalahan. Ah, tanpa

mengalahpun pasti menang, anak muda,

tangkisanmu terakhir tadi membuatku sakit.

Tentu itu Hok-te Sin kang!"

"Lo-enghiong terlau memuji, akan

tetapi itu benar Hok-te Sin-kang. Aku tak dapat

mempergunakan ilmu lain karena ilmu

kepadaian lo-enghiong cukup tinggi!" Chi Koan

memuji, cerdik mengambil hati dan

terkekehlah kakek itu. Betapapun ia puas

lawannya memberi muka, kekalahannya di

depan umum terasa wajar dan tidak

menyakitkan. Akan tetapi sebelum ia turun

mendadak suhengnya melayang naik dan

tertawa nyaring.

"Heh-he, Chi-siauwhiap benar-benar

luar biasa. Akan lebil luar biasa lagi kalau kau

mau menghadapi kumi berdua, permintaan ini

semata karena percaya kelihaianmu. Melihat

Hok-te Sin-kang tadi tampaknya kami

berduapun harus bekerja susah payah!"1331

Ning-pungcu terkejut. Dalam pibu

tentu saja pertandingun harus dilakukun satu

lawan satu, keroyokan dilarang, kecuali kalau

si buta itu menghendaki. Maka ketika itu ia

meloncat naik dan buru-buru berseru, tentu

saja ketua See-ouw-pang harus menjaga

suasana maka ia memperingatkan dua kakek

itu ugar tetap dalam batas-butas sebuah pibu.

"Wah-wah, Chi-taihiap baru saja

bertanding, lagi pula ini sifatnya pertandingan

persahabatan. Apakah tidak sebaiknya satu

lawan satu, Ji-locianpwe. Ingat bahwa ini pibu

persahabatan!"

"Harap pangcu mundur. Calon bengcu

harus siap diuji apa saja. Kedua locianpwe ini

tidak salah, pangcu, justeru menambah

gembira hatiku. Kalau lt-lo-eng-hiong (kakek

gagah pertama ingin maju bareng silakan saja,

terimu kasih untuk kepercayaannya yeng luar

biasa ini". Chi Koan tertawa, justeru merasa

kebetulan karena kalau ia menantang dan

menyuruh maju mengeroyok tentu kesannya

sombong. Sekarang kakek ini minta sendiri dan

ia girang, semakin diuji semakin orang lain tahu1332

kepandaiannya. Biarlah! Maka ketika ia

menyambut dan justeru lawan gembira sekali,

begitu juga penonton maka Ning-pangcu

membelalakkan mata dan masih ragu.

"Taihiap menghendaki mereka maju

bersama?" tanyanya.

"Kalau itu ujian bagiku, pangcu, bagi

seorang calon bengcu. Kalau aku tidak di

anggap sombong tentu saja aku gembira

menerimanya. Ini kehormatan besar bagiku".

"Ha-ha, lengkaplah sudah!" kakek itu

tertawa bergelak. "Aku menantang dan ia

menerima, pangcu, mau apalagi. Mundurlah

dan biar kami berdua menghadapi, tanganku

sudah gatal-gatal!"

It-liong-tah (Naga Pertama) tak sabar

lagi dan mengedip sutenya dengan gembira

bukan main. la sengaja mendahului dan naik ke

situ sebelum sang sute mundur, sendirian saja

iapun ragu. Itulah sebabnya ingin mengeroyok

di samping uji coba. Bukankah calon bengcu

harus berani menghadapi apa saja. Dan karena

ia penasaran adiknya roboh, tanganpun gatal

dan ingin maju berdua maka kakek ini tak1333

perduli lagi seruan Ning-pangcu karena si buta

sudah menerimanya. Tamu undangan

bersorak setuju dan merekapun mendukung

itu, agaknya kepercayaan terhadap si butapun

bertambah. Kelihaian Chi Koan menebalkan

kegembiraan, mereka ingin lebih gembira lagi

jika si buta dikeroyok! Maka ketika Ning
pangcu tak dapat berbuat apa-apa dan semua

dikehendaki kedua pihak, bahkan juga

penonton akhirnya laki-laki ini meloncat turun

dan menyeringai kecut.

"Baiklah, Chi-taihiap juga

menghendaki. hanya kutinggalkan pesan agar

pibu tetap dalam batas persahabatan."

"Ha-ha , jangan khawatir. Kami dua tua

bangka ini tak lupa siapa lawan, Ning-pangcu.

Chi-siauwhiap adalah orang sendiri. Mari, aku

sudah gatal tangan dan siap merasakan Hok-te

Sin-kangmu itu,,,singgg!" kakek ini sudah

mencabut pedang dan ia terkekeh-kekeh

membolang-balingkan senjatanya itu. Suara

mengaung dan menderu-deru

mendemonstrasikan tenaganya yang hebat,

angin bertiup dan penonton di depan berkibar1334

bajunya. Nyata kakek ini memang hebat, tak

kalah dengan sutenya. Dan ketika si buta

tersenyum mengangguk-angguk dan

mencabut tongkat maka pemuda ini berkata

limabelas jurus ia akan melepaskan pedang di

tangan kedua kakek itu.

Jiwi-lo-enghiong (dua kakek gagah)

sudah maju berdua, baiklah limabelas jurus

aku akan melepaskan pedang jiwi. Bila lebih

dari limabelas jurus baiklah aku dianggap

kalah".

"Ah, Kau berjanji seperti itu?"

"Sedikit banvak aku sudah merasakan

kehebatan Sutemu tadi, . It-lo-enghiong, dan

gerakan-gerakannya sudah mulai kukenal.

Kupikir limabelas jurus aku mampu

melepaskan pedang kalian."

"He he,,amat, sombong, tapi benar

juga. Eh telingamu tajam melebihi orang awas,

anak muda, hebat juga kau telah mempelajari

silat pedang suteku. Baiklah, janjmu kuterima.

Akan tetapi kalau kami tak dapat

merobohkanmu dalam limabelas jurus pula

biarlah kami dianggap kalah!'"1335

"Adil! Aku juga begitu, suheng, baru

saja kupikir seperti itu. Biarlah kita mundur

kalau dalam limabelas jurus kita tak mampu

melepaskan tongkatnya!" kakek kedua, Ji
liong-tah berseru nyaring dengan kekeh akan

tetapi pandang mata penasaran. la

menyambung kata-kata suhengnya sementara

para penonton tentu saja girang dan bertepuk

riuh. Mereka inilah pihak paling beruntung

yang bakal mendapat atraksi menarik. Dua

pihak sudah sama-sama perang sesumbar,

masing-masing ingin merobohkan dan

mengalahkan yang lain dalam limabelas jurus.

Ini tentu akan dilakukan mati-matian. Maka

ketika mereka bertepuk gaduh dan teriakan

atau suitan terdengar di tempat itu,

pertandingan bakal berjalan seru maka lt
liong-tah telah memberi isyarat sutenya dan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba-tiba menggedruk lantai panggung. Bhesi

atau pasangan Naga Menara dibuka.

"Anak muda, kami segera mulai.

Bersiaplah!"

"Benar, sekarang kami akan mati
matian, orang she Chi. Awas!"1336

Chi Koan tersenyum akan tetapi

sikapnya tetap tenang dan mengagumkan.

Wajahnya yang gagah dan tampan itu semakin

berseri-seri. Orang justeru terharu melihat

kelopaknya yeng bergerak-gerak itu, miringkan

kepala dan bersiap mempersilakan lawan

Sementara dua kakek di depan mendoyongkn

tubuh di kiri kanan. Pedang bergetar den siap

bergerak, sekali menyambar tentu hebat. Dan

ketika It-liong-tah memberi tanda dan sutenya

mengangguk tahu-tahu menyerang, maka

kakek itu tib-tiba membentak dan pedangpun

menusuk lurus, disusul sutenya yang

membacok pingang

"Awas, jurus pertama!"

Chi Koan tak berkelit dan membuat


Trio Detektif 34 Misteri Manusia Gua Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat Pembunuhan Terpendam Sleeping Murder

Cari Blog Ini