Ceritasilat Novel Online

Dara Pendekar Bijaksana 1

Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A Bagian 1

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

1

DARA PENDEKAR

BIJAKSANA

Jilid ke I

Penyadur

O.P.A.

Penerbit :

U.P. INDRA BHAKTI

JAKARTA

Book source

Photographer

Distributing & filing

: : :

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

2

DARA PENDEKAR BIJAKSANA

JILID I

I.

ANGIN bertiup santar, salju beterbangan, di jalan raya propinsi

Ho-lam distrik Thang-im yang menuju keselatan sedang berjalan

sebuah kereta berkerudung tenda hitam yang ditarik oleh seekor

kuda. Kereta tersebut berjalan perlahan-lahan menempuh perjalanan

yang sukar dan melawan angin serta salju yang amat dingin itu. dari

dalam kerudung tenda itu, lapat-lapat terdengar suara orang sakit

yang sedang batuk-batuk serta suara helaan nafas dari seorang

wanita.

Pada saat itu, muncullah tiba-tiba dari dalam rimba yang

terdapat di sebelah kanan sebuah bukit yang tidak jauh dari jalan

raya tersebut, dan dua sosok bayangan manusia yang berlari-larian

seperti terbang ternyata mereka itu menuju jalan raya yang sudah

penuh salju itu.

Kedua-duanya pada mempunyai kepandaian lari pesat yang luar

biasa, orang yang terdepan berbadan kecil dan langsing, berbaju

pendek dan celana panjang yang berwarna hijau seluruhnya, sedang

rambutnya dikepang menjadi dua. Sepasang kakinya memakai

cepatu yang berujung sangat runcing. Meskipun sederhana sekali

cara berpakaiannya tatapi tidak menutupi kecantikan wajahnya yang

wajar itu sebab kecantikannya itu adalah pemberian yang Maha

Kuasa bukan dibuat-buat. Bila orang melihatnya agak lama akan

orang ketahui bahwa ia sedang menyimpan perasaan duka. Hal itu

dapat dilihat dari sela-sela alisnya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

3

Di belakangnya ada berlari seorang laki-laki tua yang berusia

kira-kira enam puluh tahun lebih. Jenggotnya yang sudah putih

seluruhnya tumbuh melewati dadanya, badannya tegap tetapi pada

raut mukanya yang agak tirus panjang kelihatan tegas garis-garis

yang menandakan usia tuanya.

Kedua manusia itu telah menunjukkan kepandaian lari cepat

mereka di atas jalan raya yang sudah penuh sanyu yang tebal dan

putih meletak itu. dari jauh, mereka itu terlihat bukan seperti berlari

lagi, lebih tepat kalau mereka dikatakan bahwa mereka sedang

beterbangan seperti dua ekor burung elang yang lagi terbang turun

naik. Sekejap saja keduanya sudah bertenti tidak jauh di belakang

kereta bertenda hitam itu.

Si orang tua sambil menunjuk itu kereta bertenda hitam yang

sedang berjalan, dengan suaranya yang agak serak berkata kepada

anak dara yang bertubuh kecil langsing itu.

"Sian Cian, orang yang duduk di dalam kereta itu adalah tuan

penolongku Chie Chiatsu. Dahulu dia pernah menolong diriku dari

bahaya maut, kali ini ia telah difitnah orang jahat, sehingga

kehilangan pangkatnya serta dijebloskan ke dalam penyara.

Sebetulnya aku ingin mengajak engkau dan aku membongkar

rumah penyara untuk menolongnya, tapi siapa tahu orang yang baik

itu selamanya terhindar dari hukuman mati. Kasihan Chie Ciatsu

yang selama hidupnya berkelakuan sangat jujur dan bersih, tetapi

akhirnya pulang ke kampungnya dengan kehilangan pangkatnya.

Semoga engkau kali ini dapat memenuhi keinginanku agar tidaklah

sia-sia jerih payahku merawat dirimu hingga dewasa. Chie Kongcu

(putera Chie Ciatsu) masih muda usianya, orangnya tampan dan

terpelajar tinggi, tidak nanti mengecewakan engkau!"

4

Dara itu setelah mendengar penuturan si orang tua tersebut

parasnya segera berobah merah. Sambil mengembeng air mata ia

menjawab:

"Yaya, aku mengerti maksudmu, tapi aku Cuma mengharap

agar aku berada saja disampingmu selama hidupku, bisa melayani

engkau, selain itu tidak ada lagi keinginanku yang lain!"

Si kakek tua itu tidak menunggu habis ucapan anak dara

tersebut, sudah tertawa lebar sambil berkata.

"Cian-jie, ucapanmu ini aku sudah mengerti, Cuma usia

yayamu sudah lanjut, entah tinggal berapa lama lagi masih bisa

bercakap-cakap dengan kau. Selama empat puluh tahun ini, meski

aku bisa mengangkat nama di kalangan Kang-ouw tetapi tahukah

engkau bagaimana kematian ayah dan ibumu? Permusuhan dan

balas membalas dalam rimba persilatan boleh dikatakan tidak ada

habis-habisnya. Selama hidupku entah sudah berapa banyak jiwa

penjahat dan orang-orang dari kalangan rimba hijau yang melayang

jiwanya dibawah pedangku, tetapi aku sendiri juga harus

mengorbankan jiwa anak dan menantuku sendiri. Lima belas tahun

yang lalu, kalau bukan Chie Inyin (tuan penolong) yang menolong

jiwaku, aku bukan saja tidak bisa menuntut balas sakit hati ayah

bundamu, bahkan jiwaku sendiri juga sudah siang-siang pulang ke

akherat. Maka itu, kalau aku menyuruh kau berbuat demikian

adalah untuk membalas budi. Selain dari pada itu juga karena aku

tidak ingin dirimu yang putih bersih ini bercampur dengan segala

orang jahat di sunia Kang ouw, Sian Cian, mengertikah ucapanku

ini!"

Mendengar itu, Sian Cian si anak dara itu pun mengangkat

mukanya, memandang wajah si kakek, lalu dengan suara pilu ia

menyahut.

5

"Aku faham maksud baikmu Yaya, aku bersedia menuruti

kehendak Yaya .. harap Yaya suka menjaga diri baik-baik."

Sesuda berketa demikian, diputarnya tubuhnya tiba-tiba, lalu

dengan kecepatan seperti kilat dikejarnya kereta yang bertenda

hitam itu.

Di tengah-tengah salju yang putih Cuma tinggal seorang kakek

yang berbadan tegap dan berjenggot panjang dan putih. Ia

memandang itu bayangan hijau diantara keputihan salju. Lama
kelamaan hilanglah dari pandangan matanya, tanpa terasa kakek itu

telah mengangkat tangannya, lalu dengan lengan bayunya ia

menyusut air matanya yang mengalir bercucuran

Teidak lama kemudian setelah kepergian Sian Cian, dari

jalanan sebelah Utara telah lari mendatangi tiga ekor kuda. Di atas

kuda-kuda itu ada tiga orang-laki-laki yang tegap dengan dandanan

serba ringkas. Ketiganya memakai baju tebal berwarna hitam,

kepala mereka dibungkus dengan kain tebal berwarna hijua. Di atas

pelana kuda mereka dicantelkan tiga buah senjata yang berlainan

jenis.

Mereka melarikan kuda laksana terbang, hingga salju

beterbangan di udara, sebentar saja sudah mendaki bukit.

Setiba di atas bukit, kuda mereka berjalan sedikit pelahan,

sedang orang itu sambil mengibas-ngibaskan salju yang menempel

pada badan mereka. Seorang diantara mereka mulai membuka

suara, katanya :

"Kereta yang tertutup hitam yang semalam telah kita lihat itu

memuat Chie Ciatsu, bekas pembesar negeri yang toako kita telah

perintahkan untuk mengejar lalu membunuhnya tanpa ampun.

Katanya orang tua itu telah dua kali menjabat jabatan tinggi, dan

tatkala ia masih memegang jabatannya, karena tindakannya yang

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

6

tegas, diluar Ie Pak, entah berapa banyak kawan dari rimba hijau

yang sudah binasa di tangannya. Anak muridnya Toako dan

gundiknya yang tersayang, juga dihukum mati tatkala orang tua itu

menjabat kedudukannya di Liauw-tang. Kala itu kebetulan toako

berada di daerah Kang-lam hingga tidak mengetahui hal ini, setelah

kembali, buru-buru mengetahuinya, tetapi orang tua itu juga sudah

dipindah ke kota raja. Dengan sangat murka, toako pergi ke kota

raja, hendak menuntut balas terhadap itu orang tua, siapa kira

karena orang tua itu berani mengusik-usik perkara raja muda Han-lu

akhirnya, akhirnya telah mendapat dosa sebagai orang yang berani

menghina nama baik raja muda sehingga dijatuhi hukuman mati.

Toako yang melihat keadaan demikian, ia pikir sudah saja, siapa

tahu ternyata orang tua itu masih panjang umurnya karena masih

ada orang yang mau menolongnya, hingga ia terhindar dari

hukuman mati. Ia hanya dipecat dari jabatannya. Toako yang

mendapat kabar itu telah dua kali pergi ke kota raja, tetapi orang tua

itu telah berlalu dengan membawa kelurganya, sebab itu ia

menyuruh kita bertiga pergi mengejar dan mengambil jiwanya. Biar

bagaimanapun, jangan sampai kita pulang dengan tangan hampa!"

Seseorang segera memotong, "Aku kata dalam hal ini toako

agak membesar-besarkan, Cuma satu bekas pembesar negeri yang

lemah daya, sukup kita kirim satu atau dua orang kita saja yang

sedikit cerdik untuk mengurus, bukankah sudah beres? Perlu apa

mesti perintahkan kita bertiga yang harus turun tangan sendiri untuk

mengurus perkara yang sepele ini?"

Laki-laki yang seorang lagi yang berbadan pendek sedikit turut

bicara, "Pang Lo-ji, ucapanmu ini ada sedikit keliru. Toako dua kali

ke kota raja, bukankah karena hendak membunuh mati musuhnya

dengan tangan sendiri? Sekarang ia telah serahkan urusan ini

kepada kita bertiga? Lagi pula orang tua bekas pembesar negeri itu

7

sudah dua kali menjabat kedudukan tinggi, mustahil kita tidak

dapatkan hasil apa-apa dari dirinya!"

Laki-laki yang mula-mula membuka mulut tadi agaknya sudah

tidak sabaran, ia lantas berkata pula, "Kereta di depan itu sudah

tidak kelihatan bayangannya lagi. Jalanan ini agak banyak bukit,
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam beberapa puluh paal ini tidak ada penduduknya, hingga

merupakan tempat yang paling baik bagi kita turun tangan. Mari

kita lekas kejar, setelah kita berhasil melaksanakan tugas kita, kita

lekas pulang ke Thong-im, tidak perlu kita merecoki hal-hal yang

bukan-bukan di sini!"

Tiga orang itu lantas melanjutkan perjalanan mereka, tidak

beberapa lama kemudian, mereka sudah melihat kereta bertutup

hitam itu sedang berhenti dan beristirahat, disamping kerena lapat
lapat kelihatan bergeraknya bayangan orang. Pemandangan serupa

ini, sungguh di luar dugaan mereka, sehingga mereka menahan

kudanya untuk mengawasi dari jauh.

Tidak lama kemudian kereta itu kelihatan melanjutkan

perjalanannya.

Tiga penjahat itu saling memberi tanda, segera keprak kudanya

dengan cepat mengejar ke arah kereta tersebut. Karena kuda lebih

cepat dari kereta hingga sebentar saja mereka telah berada di

belakang kereta itu.

Saat itu timbullah nafsu membunuh dalam hati tiga kawanan

penjahat itu hingga mereka segera pada menghunus senjata masing
masing serta menerjang kereta itu dari kanan dan kiri.

Siapa nyanya, baru saja ketiga penjahat itu bergerak, tiba-tiba

di belakang mereka terdengar suara orang tertawa dingin. Suara itu

dibarengi dengan tiga buah benda berkeredepan yang menyambar

ke arah mereka. Tiga penjahat itu hanya merasakan kesemutuan di

8

bagian jalan darah Hong Hu Hiat? di pundak belakang masing
masing lalu ketiga-tiganya jatuh terjungkal dari kuda mereka.

Kereta tersebut seolah-olah tidak tahu apa yang telah terjadi hingga

melanjutkan perjalanannya dengan tenang.

Tiga penjahat itu setelah mendusin, baru mengetahui bahwa

dirinya pada rebah terlentang di atas salju, seolah-olah baru

mendusin dari mimpinya, mereka lantas mengerti telah bertemu

dengan orang yang berkepandaian tinggi. Jalan darah mereka telah

tertotok oleh semacam senjata rahasia yang sangat lihay, beruntung

orang itu tidak menginginkan jiwa mereka, hanya menotoknya di

tempat yang sangat tepat, sehingga mereka bisa mendusin sendiri

dalam tempo dua jam tanpa memerlukan pertolongan. Namun

demikian, mereka telah tidur dua jam lamanya di atas salju. Waktu

itupun sudah cukup membuat mereka hampir mati kedinginan.

Adapun tiga orang penjahat itu adalah anak buah seorang

kepala berandal yang namanya sangat disegani di jalanan lima

daerah propinsi Utara. Kepala berandal itu bernama Tong Cin Wie,

sedangkan gelarnya Sin Chiu Tui Hun. Tiga penjahat itu karena

mengandalkan nama pemimpin mereka yang sangat disegani serta

kepandaian ilmu silat mereka maka selalulah mereka berbuat

sewengna-wenang di daerah Utara sungai Kuning. Kejahatan

mereka sudah bertumpuk-tumpuk, entah sudah berapa banyak jiwa

manusia yang tidak berdosa sudah melayang di tangan mereka.

Penjahat itu yang usianya agak tua dari antara mereka bertiga

bernama Kim Mo Houw Cu Tiauw Ching, yang pendek bernama

The Thong, gelarnya macan kaki pendek, satu lagi bernama Pang

Jie Hoan, gelarnya macan muka hijau. Didalam kalangan Kangouw

mereka mendapat gelar tiga macan dari Ie-pak.

Kali ini karena mendapat perintah dari pemimpin mereka Tong

Cin Wie, tapi waktu mengejar dan hendak membinasakan jiwa Chie

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

9

Ciatsu sekeluarga, tidak nyana telah mengalami nasib sial, di sini

mereka bertemu dengan orang yang berkepandaian tinggi sehingga

mengalami kekalahan yang begitu hebat.

Berbicara tentang diri Sin Chiu Hun Tong Cin Wie, kepala

berandal ini pada masa itu merupakan tokoh yang sangat menonyol

di kalangan Kangouw, orang Cuma tahu bahwa kepala berandal itu

ada mempunyai kepandaian silat yang luar biasa, senjata rahasianya

yang berupa jarum Tui Hun Ciam merupakan senjata yang sangat

ampuh dan menjagoi kalangan Kagouw.

Sifat kepala berandal ini aneh dan kejam, diluarnya manis

tetapi dalam hatinya buas seperti binatang. Setiap kali bertemu

dengan musuh-musuhnya, belum pernah memberi kesempatan

hidup kepada musuh-musuhnya.

Baru tujuh atau delapan tahun ini ia muncul di kalangan rimba

hijau di lima propinsi Utara, tapi kepandaian ilmu silatnya yang luar

biasa dan senjata rahasia Tui Hun Ciamnya yang sangat ampuh

tiada taranya itu telah menundukkan semua jago dalam kalangan

rimba hijau di daerah Utara, hingga menduduki kursi kepala

berandal di daerah lima propinsi Utara.

Dua tahun kemudian ia telah membuka perkampungan di tepi

sungai Eng Teng Ho yang mempunyai pemandangan alam yang

sangat indah permai, seolah-olah seorang hartawan besar, tapi

kiranya ia cuma seorang kepala berandal, perkampungan ini dibuat

markas besar untuk memimpin gerakan-gerakan kejahatannya.

Tong Cin Wie masih mempunyai satu ciri, ialah gemar main

perempuan, namun ia tidak gampang-gampang jatuh hati terhadap

wanita. Wanita-wanita yang ditaksir olehnya tidak peduli isteri atau

gundik-gundik para pejabat tinggi atau raja muda, puteri-puteri

bangsawn atau hartawan, ia pasti berusaha terus sampai bisa

berhasil. Ia memanam bibit permusuhan dengan Chie Tayjin ialah

10

karena salah satu gundik karena salah satu gundik dari penjahat

besar tapi ternyata yang paling disayang olehnya beserta salah

seorang muridnya dalam suatu kejahatan di daerah Lauw-tang telah

tertangkap. Kala itu Chie Tayjin itu adalah satu-satunya pejabat

negeri yang berani bertindak tegas terhadap kejahatan, maka

seketika itu lantas menyatuhkan hukuman mati kepada penjahat

tersebut.

Tong Cin Wie yang masih terus merasa penasaran terhadap

Chie Ciatsu, terus berusaha untuk menuntut balas dendamnya, dan

ketika ia mendengar Chie Ciatsu sedang pulang ke kampungnya,

iapun segera perintahkan tiga anak buahnya untuk mengejar dan

membinasakan bekas pembesar negeri tersebut.

Siapa nyana bahwa Tuhan masih melindungi jiwa pembesar

negeri yang jujur dan berhati mulia itu sehingga muncullah seorang

pendekar budiman Kang It Peng yang bergelar Gin Sie Siu atau

kakek jenggot perak yang pernah ditolong oleh bekas pembesar

negeri itu. secara diam-diam telah melindungi di sepanjang jalan.

Akhirnya membuat tiga macan itu pulang dengan tangan hampa.

Tiga macan dari Ie-pak itu lantas melaporkan segala

pengalamannya kepada pemimpinnya. Ketika Tong Cin Wie

mendengar laporan anak buahnya, parasnya berobah seketika, lama

ia berpikir, kemudian barulah ia berkata sambil tertawa dingin.

"Bagus, ternyata masih ada orang yang berani main gila

terhadap aku si orang she Tong, rasanya aku mesti turun tangan

sendiri, aku ingin melihat bagaimana macam orang itu yang pandai

menggunakan senjata rahasia untuk menyerang jalan darah orang.

Kalian bertiga, sekarang juga harus berangkat ke Kang-lam lagi,

kalian harus pasang mata dan kuping dengan betul, dimana tempat

kediaman bekas pembesar anjing she Chie itu. beberapa hari

kemudian aku akan menyusul kalian!"

11

Setelah rnendapat tugas baru itu ketiga macan itupun segera

berangkat lagi ke Kang-lam pada hari itu juga tanpa berani

beristirahat sedikitpun.

Kini Tong Cin Wie lantas mulai mengatur siasatnya, ia tahu

bahwa orang yang mahir menggunakan senjata rahasia untuk

menotok jalan darah lawannya orang itu tentu tinggi sekali

kepandaiannya, begitu pula ilmu tenaga dalamnya, orang tersebut

bisa permainkan tiga anak buahnya, sudah tentu bukan orang

sembarangan.

Ia lantas mengutus anak buahnya memberitahukan kepada Hoe

Cee Thian Ong Hwan Kong Hong dan Chit Seng Sin Pian Oey Cing

Tan untuk menyuruh rnereka segera berangkat ke Selatan malam itu

juga dengan membawa beberapa orang yang berkepandaian agak

tinggi, untuk memberi bantuan kepada si tiga macan itu.

Disamping itu juga diutusnya orangnya untuk memberitahukan

kepada beberapa penjahat yang namanya sudah terkenal di daerah

Utara, supaya membawa anak buah masing-masing dan segera

berangkat ke Selatan. Kemudian ia sendiri berangkat menuju

kegereja Cing In Sie di Tay-ku, untuk mengundang kawan karibnya

yang menjadi paderi di kelenteng tersebut Kim Hong Sian-su.

Kita sekarang balik kepada Chie Ciatsu. Bekas pembesar negeri

ini bernama Chie Kong Hiap, ia berasal dari keluarga terpelajar,

sejak mudanya sudah terkenal karena kepandaian ilmu suratnya. Ia

sudah pernah menjabat jabatan Ti-hu dan kemudian Ciatsu

sebetulnya ia tidak perlu sudi gawe turut mengusil-usil perkara raja

muda Han-lu yang masih pernah adik dari hongtee masa itu tapi

Raja muda itu telah berlaku tidak senonoh terhadap wanita rakjat

biasa hingga Ciatsu itu telah bertindak dan hasilnya ialah yang

difitnah oleh raja muda ceriwis itu hingga hampir saja ia mendapat

hukuman mati.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

12

Chie Kong Hiap tidak sajangi pangkatnya, tapi ia kasihani anak

dan isterinya yang tidak berdosa apa-apa tapi harus turut memikul

dosanya sendiri, oleh karena itu jatuh sakitlah ia dirumah pen-jara,

sehingga ia dikeluarkan dari penyara pada waktu itu sakit-nya

belum sembuh benar.

Karena ia tidak mau berdiam lama-lama di kota-raja, maka

meski badannya masih sakit maka diajak anak isterinya untuk

pulang juga kekampung Siang Khe Chun di propinsi An Hwie yaitu

kampung halamannya sendiri.

Meski badan Chie Kong Hiap sakit, tapi hatinya merasa gem
bira, ia sangat gembira bisa meninggalkan penghidupannya yang

sibuk dikalangan pembesar negeri, tapi ia tak tahu bahwa ia baru

terlepas dari cengkeraman maut di kalangan pemerintahan, kini

kembali menghadapi ancaman pembunuhan dari kawanan penjahat?

Kalau bukan pendekar budiman Kang It Peng yang melindunginya,

niseaja ia dan isterinya sudah terbinasa ditangannya tiga macan dart

Ic-pak itu.

Tatkala kereta bertenda hitam tadi berjalan diatas sebuah

jalanan yang sepi di daerah Thong Im, tiba-tiba terdengar suara

tangisan dan ratapan seorang wanita yang memilukan hati. Nyonya

Chie tergerak hatinya oleh suara tangisan itu lalu memerintahkan

kusir menghentikan keretanya, lalu membuka tirai kereta untuk

melihat keluar, maka terlihatlah olehnya diatas jalan yang penuh

salju, tidak jauh dari depan kereta, ada duduk seorang wanita muda
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbaju hijau. Suara tangisan itu ternyata keluar dari mulut wanita

itu.

Tanpa menanyakan apa sebabnya maka nyonya Chie segera

perintahkan anak laki-lakiya turun dart kereta memberi pertolongan

pada wanita tersebut. Chie Kongcu tidak berani berbuat ajal, ia

13

segera turun dari kereta dan buru-buru menghampiri wanita itu, lalu

menyapa :

"Nona, disini hawanya sangat dingin, ibu suruh nona naik ke

atas kereta untuk menghindarkan hawa dingin, kalau nona ada

kesasar jalan, aku nanti bisa minta kepada ibu agar supaya bisa

suruh kusir kereta antarkan pulang kerumah nona. Sekarang silah
kan nona naik ke-kereta !"

Chie Kongcu ada seorang terpelajar, biasanya jarang keluar

pintu sendirian, maka pembicaraannya sedikit banyak masih rada

malu-malu.

Wanita muda itu lantas berdiri dan menyahut : "Terimah kasih

atas kebaikan Kongcu". Lalu memberi hormat kepadanya.

Chie Kongcu agak gelagapan, ia menampak wajah ayu agung

dari si nona, matanya tidak berani memandang lama-lama. Maka

dalam seketika itu buru-buru mengajak si nona naik ke kereta

menemui ibunya.

Nyonya Chie adalah seorang perempuan budiman serta welas

asih, maka buru-burulah ia membersihkan salju yang menempel di
badan nona itu, kemudian memberikan pakaian tebalnya, sudah itu

lalu menutupi tirainya dan melanjutkan perjalanannya.

Nyonya Chie menanyakan diri nona tersebut yang lalu

diceritakan riwajatnya yang sudah dikarang terlebih dahulu. Ia

mengaku dirinya she Kang dan namanya Sian Jie. Ia bersama

ayahnya hendak mencari familinya, tapi tidak ketemu dan ayahnya

mati ditengah perjalanan kemudian ia dijual kepada seorang

hartawan, tapi kemudian ia melarikan diri.

Kini ia sudah tidak mempunyai kediaman lagi, maka

dimintanya supaya nyonya ini suka menerimanya sebagai budak

atau apa saja. Kata-katanya itu sudah tentu terdapat banyak

14

kesalahan, tapi karena ia pandai mengatur pembicaraan hingga

nyonya Chie itu percaya saja. Juga karena ia telah ter-tarik kepada

paras yang cantik dan kecerdikan nona itu hingga ia terima baik

permintaan nona itu.

Meski Chie Kong Hiap merasa sangsi terhadap diri nona itu

tapi karena kemauan isterinya maka ia tidak berani membantah.

Saat itu Chie Kongcu Chie Sie Kiat girang sekali. Ia belum pernah

melihat seorang wanita yang parasnya begitu cantik laksana

bidadari, meski nona itu hanya mengenakan pakaian yang sangat

sederhana.

Kereta itu dijalankan setiap hari tanpa mengaso barulah

berhenti dipenyeberangan sungai kuning. Ketika itu Chie Kong

Hiap mulai sembuh. Pindahlah mereka keperahu layar supaya dapat

melanjutkan perjalanan ke Selatan. Setelah tiba diseberang Selatan

sungai kuning mereka pindah lagi ke kereta dan meneruskan

perjalanan melalui Kay-hong, Tan-liu dan kemudian tiba di kota

Hway-yang.

Malam itu mereka lantas menginap di satu rumah penginapan.

Belum lama mereka tiba dirumah penginapan itu telah datang tiga

lelaki yang menunggang tiga ekor kuda. Laki-laki tersebut juga

menginap dirumah penginapan tersebut.

Chie Ciatsu bersama keluarganya menempati tiga buah kamar

di-sebelah Barat sedang ketiga laki-laki tadi menempati dua buah

kamar cliseberangnya.

Tatkala malam tiba, tiga laki-laki tersebut selalu pasang mata

dan kadang-kadang melongok kekamar Chie Kong Hiap. Semua

gerak gerik itu telah diketahui oleh Sian Jie, tapi ia pura-pura tidak

melihat, setelah membantu nyonya Chie memasak obat untuk Chie

Kong Hiap barulah ia masuk kekamarnya sendiri.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

15

Kira-kira jam satu tengah malam, suami isteri Chie Kong Hiap

itupun pulaslah. Cuma kamar Chie Sie Kiat yang masih memancar
kan sinar lampu sebab ia belum tidur. Sian Jie dengan perlahan

turun dari pembaringannya lalu menuang secawan teh wangi dan

kemudian dengan mengindap-indap berjalan menuju ke kamar Chie

Sie Kiat. Tadinya ia mengira sang Kongcu itu masih membaca

buku. siapa tahu tatkala ia mendorong pintu kamar, ia menyaksikan

Chie Kongcu sedang duduk menunjang janggut sambil mengawasi

lampu diatas meja, agaknya sedang melamun.

Sian Jie adalah seorang anak cerdik, selama beberapa hari ini,

ia telah dapat melihat bahwa sang Kongcu itu telah menaruh

perhatian terhadap dirinya.

Ia berjalan mendekati, lalu berkata dengan suara perlahan,

"Siao-ya, sudah larut malam, seharusnya mengaso saja!"

Kata-kata itu telah mengejutkan Chie Sie Kiat yang sedang

melamun, iapun mengangkat muka, sekilas terlintas wajahnya Sian

Jie yang cantik dan menggiurkan. Ia cuma bisa membuka mata

lebar-lebar ia tak tabu cara bagaimana harus menjawab.

Sian Jie letakkan cawan teh diatas media seraja berkata "Siao
ya, silahkan minum teh!"

Sehabis berkata lantas memutar tubuhnya dan berjalan keluar.

Chie Sie Kiat mendadak membuka mulutnya, ia berkata :

"Sian Kow .."

Kata-kata selanjutnya belum sampai keluar dari multitnya,

tiba-tiba melihat Sian Jie membalikkan tubuh, tangan kanannya

mengayun, seperti ada benda yang menyerupai benang perak

meluncur dari tangannya, torus menerjang jendela. Kemudian

disusul dengan suara jeritan "Aduh !", lalu sunyi kembali.

16

Chie Kongcu tidak dapat melihat togas semua kejadian itu.

tatkala mendengar suara jeritan itu, kagetnya bukan main, sehingga

badannya gemetaran.

Sian Jie sambil menyender kepintu, berkata sambil bersenyum :

"Siao-ya, tidurlah baik-baik, jangan bikin kaget Lo-ya dan dan

Hu-jin!"

Kemudian ia menutup pintu lalu meninggalkan kamar itu dan

Chie Kongcu yang masih duduk bingung memikirkan semua

kejadian yang baru saja terjadi itu.

Esok harinya, Chie Ciatsu melanjutkan perjalanannya, Chie

Kongcu masih memikiri kejadian semalam, tapi Sian Jie masih tetap

seperti biasa, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Baru kira-kira dua puluh paal kereta Chie Ciatsu meninggalkan

kota Hway-yang bertemulah sebidang tanah dataran yang amat luas.

Pada saat itu, dibelakang kereta Chie Ciatsu itu ada delapan ekor

kuda sedang berlari membuntuti, tidak lama kemudian, dari alas

kereta bisa menampak delapan ekor kuda itu. Ternyata ada delapan

penunggangnya yang terdiri dari orang-orang tun, muda. Mereka itu

ada yang kurus ada pula yang gemuk dan setiap orang pada

menyoren senjata.

Orang-orang yang berada dalam kereta itu Sian Jie sajalah yang

mengerti bahwa orang-orang itu sedang mengejar mereka. Nona

cilik itu lantas berobah parasnya, mulutnya yang kecil mungil

agaknya tersungging senyuman dingin, alisnya berdiri. dalam

hatinya berkata, "Hari ini kalau aku tidak memberi sedikit pelajaran

kepada kalian tentu kalian tidak akan tahu diri, tentu kalian tidak

tahu lihaynya Kong Tong Li Hiap Kang Sian Cian".

Selagi ia berpikir itu kedelapan ekor kuda itu sudah melalui

kereta tersebut. Sian Jie diam-diam pasang mata, tangannya

17

menggenggam senjata rahasia duri ikan terbang yang kecil halus.

Seorang diantara ke delapan penunggang kuda itu, yang berusia

kira-kira empat puluh tahun (agaknya sebagai pernimpin

rombongan itu) mengempit perut kuda dengan kedua pahanya,

hingga kudanya membedal melewati yang lain-lainnya. Orang itu

membawa golok Kui Thauw To. Wajahnya seperti tembaga dan

romannya kelihatan bengis, ia bedal tali kudanya, tempat duduknya

agak dimiringkan kekanan.

Sian Jie hampir saja tidak bisa kendalikan amarahnya, ia ingin

turun dari keretanya untuk memberi hajaran pada laki-laki yang

jumawa itu, tapi tatkala ia menoleh dan menampak Chie Ciatsu

bertiga sedang mengawasi tingkah lakunya sendiri, terpaksa ia

mengawasi mereka sambil bersenyum.

Saat itu dari luar kereta terdengar suara orang tertawa dingin,

kemudian disusul dengan suara orang berkata "Aku tidak

menampak orang berarti dalam kereta ini Pang Lo-jie bisa terkena

serangan menggelap, sehingga buta matanya sebelah bukankah ini

suatu peristiwa yang sangat mengherankan?"

Terdengar pula satu suara yang berkata : "Pang Jie Hoan

terkena serangan senjata gelap, sehingga sekarang masih belum tahu

betul siapa penyerangnya; menurut keterangannya bahwa gerak

tangan orang itu gesit sekali, lagipula senjata rahasianya tidak

mengeluarkan suara, hingga ia bisa rubuh".

Pada saat itu, kuda kawanan penjahat itu sudah mengitari kereta

dan menerjang bagian depannya, tiba-tiba terdengar suara orang

berkata :

"Haan Toa-ko Thee Lotee, kalian tidak perlu merecokin itu

lagi, aku pernah menyaksikan dengan mata kepada sendiri, senjata

rahasia yang mengenai diri Pang Jie Hoan itu adalah duri ikan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

18

terbang yang namanya sangat terkenal didaerah Kang-lam, aku lihat

urusan ini agaknya sedikit sulit".

Orang yang mula-mula berbicara itu berkata lagi, "Orang

namakan kamu tiga macan dari Ie-pak, nama itu saja sudah cukup

menakutkan orang. Aku tidak percaya bahwa dalam kereta ini ada

orang yang pandai menggunakan senjata rahasia duri ikan terbang.

Dasar Pang Jie Hoan yang sedang sidI, atau boleh jadi bertemu

musuh lamanya, sehingga mengalami kekalahan .. "

Ketika pembicaraannya sampai disini, tiba-tiba ia menarik

tinggi nada suaranya :

"Aku heran sikap toako kita, ia agaknya meniup-niup urusan

ini, sehingga perlu musti turun tangan sendiri, aku tadinya mengira

ia sedang berhadapan dengan orang yang mempunyai tiga kepala

dan enam lengan tapi kiranya cuma satu orang tua yang tidak ada

gunanya. Aku heran, toa-ko biasanya suka bertindak cepat, tapi

sekarang kemana kegesitannya itu? Dalam hal ini ia nampaknya

sangat hati-hati sekali, kalau hal ini diluaran, seorang gagah dirimba

hijau yang sudah menjagoi di lima propinsi Utara, ternyata begitu
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut bertindak menghadapi seorang tua yang tidak ada gunanya,

bukankah akan membuat tertawaan orang? Kalau bukan karena toa
ko memesan berulang-ulang, hari ini aku sudah lantas turun tangan,

untuk mengubrak-abrik itu orang dalam kereta, benar-benar aku

tidak percaya mereka mempunyai pengaruh gaib".

Penjahat-penjahat itu bicara sambil mengeprak kuda lalu maju

melewati kereta itu. Mereka tidak sangka bahwa semua

pembicaraannya sudah masuk ketelinga Sian Jie. Nona cilik ini

meski baru berusia delapan belas tahun, tapi ia sudah dididik dan

dilatih baik oleh dua jago silat yang kenamaan, dengan sebilah

pedang lemas yang terbikin dari besi Burma tulen dan sekantong

senjata rahasia berbentuk duri ikan terbang yang terbikin dari baja.

19

Ia sudah menjelajah dan malang melintang di tujuh propinsi daerah

Kang-lam, nama Kong-tong Lie-hiap Kang Sian Cian, telah

menggetarkan rimba hijau didaerah Kang-lam.

Tatkala ia mendengar pembicaraan kawanan penjahat tadi,

mengertilah ia bahwa keluarga Chie Ciatsu serta dirinya sendiri

sedang dikuntit oleh kawanan penjahat yang berjumlah besar dan

mungkin akan menyusul berangsur-angsur; dari pembicaraan tadi ia

juga tahu bahwa kawanan penjahat itu sedang menanti kedatangan

pemimpin mereka, maka itu ia tidak berani turun tangan

sembarangan.

Hal ini membuat ia merasa lega. Meski ia tidak takut terhadap

mereka, tapi karena ia hanya seorang sudah tentu ia akan keripuhan.

Karena mengetahui kawanan penjahat itu tidak berani turun tangan,

maka ia juga tetap berlaga pilon sambil menanti kedatangan Ya
yanya.

Senjata rahasianya yang sudah digenggam ditangan,

dimasukkannya lagi kedalam kantongnya. Tapi segala perobahan

sikap ini sudah menarik perhatian Chie Kong Hiap. Chie Kong Hiap

meski tidak mempunyai pengalaman didunia Kang-ouw seperti Sian

Jie, tapi terhadap gerak-gerik kawanan penjahat itu juga

menyebabkan ia merasa curiga. Ia juga mendengar lapat-lapat

pembicaraan mereka, meski tidak bisa dengar jelas persoalan yang

mereka bicarakan, tapi sedikit banyak sudah dapat menduga bahwa

mereka tidak bermaksud baik terhadap dirinya.

Berbareng dengan itu, ia juga sudah dapat lihat bahwa Sian Jie

ini bukan anak perempuan sembarangan meski nampaknya lemah

lembut, tapi dari sepasang matanya yang bersinar tajam, dapat

dipastikan bahwa anak perempuan ini berasal dari kalangan orang
orang gagah.

20

Mereka pun melanjutkan perjalanannya sampai beberapa hari

lamanya, pada suatu hari mereka telah memasuki propinsi An-hwie.

Setelah melalui jalan dataran yang luas dan panjang, tibalah mereka

didaerah rimba pada waktu tengah hari.

Tiba-tiba dari dalam rimba terdengar suara siulan nyaring dan

panjang. Mendengar suara itu berobahlah wajah Sian Jie. Ia tidak

perduli kedoknya akan terbuka dihadapan Chie Ciatsu hingga

dengan cepat ia bertindak yaitu ia menyuruh kusir menghentikan

kereta. Kemudian menolehlah ia kepada Chie Ciatsu lalu berkata,

"Lo-ya, Hujin, didalam rimba ini mungkin ada kawanan orang

jahat, Lo-ya sekalian berdiam saja didalam kereta, jangan bergerak

sembarangan, tunggu budakmu akan melakukan pemeriksaan dulu

sebentar".

Tidak menunggu jawaban dari Chie Ciatsu lagi, iapun me
lompat turun dari kereta lalu dengan cepat lari kedalam rimba. Baru

saja tiba didalam rimba, ia segera dapat melihat kedelapan penjahat

itu berada didalam rimba tersebut, Sian Jie lalu berkata sambil

tertawa dingin :

"Kahan ini semua berlaku seperti setan gentajangan, selalu

menguntit kereta nona-mu apa hasrat kamu yang sebenarnya?"

Penjahat yang berwajah seperti tembaga itu tiba-tiba tertawa

terbahak-bahak kemudian berkata :

"Seorang nona cilik yang galak sekali, aku si orang she Hoan

beberapa tahun berkelana di dunia Kang-ouw, belum pernah ketemu

dengan seorang perempuan yang begini galak. Kau mau bertanya

maksud kedatangan kita? Tapi aku ingin ketahui lebih dahuIu nona

cilik ini siapa dan ada hubungan apa dengan itu si orang she Chie

yang berida didalam kereta! Mengapa kau mengikuti mereka duduk

dalam kereta itu?"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

21

"Apakah kau sendiri yang melukai sahabat kita si macan muka

hijau di rumah penginapan Hway Yang ?"

Ia majukan itu serentetan pertanyaan sambil menatap wajah si

nona, begitu pula tujuh penjahat yang lainnya.

"Kau bertanya tenting ini? Aku dengan orang she Chie itu ada

mempunyai hubungan majikan dengan bujang, tegasnya, aku adalah

budak keluarga Chie sudah tentu aku harus bantu mereka. Hal ini

tidak ada urusan bagi kalian semua. Tentang itu orang yang

menamakan dirinya si macan muka hijau, ia terluka memang

seharusnya. siapa suruh ia tengah malam buta mengintip kamar

orang? Jawabanku sudah habis, kalian ada maksud apa? Sebaik-nya

kalian jelaskan padaku. Perlu aku beritahukan padamu, meski nona
mu ada seorang diri saja, tapi sedikitpun tidak akan merasa jeri

untuk menghadapi orang-orang semacam kalian ini!"

Mendengar perkataan jumawa dari si nona maka seorang

diantara penjahat itu lantas berkata dengan amat gusar,

"Budak hina yang sangat katak, kau benar-benar tidak

memandang mata orang lain. Aku tidak percaya dengan usiamu

yang begini muda bisa mengeluarkan ucapan begini sombong.

Baiklah, kawan kita si Pang telah teriuka ditanganmu, sekarang

tidak usah banyak bicara, utang uang bajar uang, utang jiwa bajar

jiwa, aku Kim Mo Houw hendak menagih hutang padamu".

Orang itu berusia tiga puluh tahun lebih, wajahnya bengis, di

tangannya memegang sebilah golok besar dan berat. Dengan itu

golok ia lantas mulai melakukan serangan terhadap diri si nona.

Sian Jie berkelit sambil berkata mengejek, "Dengan badanmu

yang seperti kerbau ini juga berani turun tangan terhadap nona
mu?" Sebentar saja ia sudah bersda dibelakang Kim Mo Houw, dua

22

jari tangan kanannya lalu menotok jalan darah Hong Hu Hiat

dibelakang pundak si macan bulu emas itu.

Begitu turun tangan, Sian Jie sudah mengarah jalan darah

orang, hingga para kawanan penjahat yang menyaksikan pada

terkejut.

Difihak Kim Mo Houw yang gagal dalam serangannya, karena

tidak menampak bayangan Sian Jie hatinya kagetnya bukan main.

Tiba-tiba dibelakang gegernya merasa desiran angin lalu ia buru
buru lompat kedepan sejauh delapan kaki, tapi si nona seolah-olah

membayangi dirinya, sambil membentak : "Kau hendak lari kemana

?" Jari tangan nona itu segera menotok belakang geger Kim Mo

Houw.

Mata si macan bulu emas itu lantas gelap seketika, darah

sekujur badannya dirasakan pangs, kemudian sempojongan sampai

tindak, baru bisa berdiri lagi. Meski ia tidak jatuh, tapi wajahnya

sudah pucat pasi. Kalau Sian Jie berlaku ganas, jiwa salah satu dari

si macan bulu emas ini sudah melayang siang-siang. Sian Jie tidak

map memberi hati kepada kawanan penjahat itu, setelah berhasil

merubuhkan Kim Mo Houw, lalu memutar tubuhnya dan berkata

kepada kawanan penjahat tersebut.

"Dengan mengandal kepandaian kalian yang tidak berarti ini

juga berani main gila terhadap nona-mu? Kalau kalian mengerti

selatan, sebaiknya lekas berlalu dari sini Kalau tidak dengar nasehat

nona-mu, nanti nona-mu bisa bikin kalian mampus di rimba ini!"

Ucapan Sian Jie ini telah membikin Hwie Cee Thian Ong Hoan

Kong Hong gusar sekali. Dengan marah ia membentak.

"Budak hina yang sangat ganas, kau telah mendesak kita

demikian rupa, aku si orang she Hoan juga ingin menguji

23

kepandaianmu." Kemudian ia menoleh dan berkata kepada kawan
kawannya,

"Budak hina ini biarlah kalian serahkan kepada aku dan saudara

The yang melayani, kalian boleh turun tangan bereskan itu orang

she Chie bersama keluarganya, agar tog-ko tidak perlu turun tangan

sendiri".

Mendengar perintah orang she Moan itu, empat diantaranya

segera memisahkan diri hendak lari menghampiri kereta Chie

Ciatsu.

Berbareng dengan itu, Hoan Cee Thian Ong juga segera

keluarkan senjatanya menyerang Sian Jie.

Ketika Sian Jie mendengar kawanan penjahat itu hendak

menyerang kereta Chie Ciatsu niatnya ia merintangi tapi selagi ia

hendak merintangi itu empat penjahat yang lari keluar rimba, tiba
tiba senjata Hoan Kong Hong sudah berada didepat dadanya.

Dengan cara rebahkan diri, ia dapat hindarkan serangan si

orang she Hoan itu. Dengan cepat ia bangun berdiri lagi, dari

pinggangnya ia keluarkan senjata pedang lemasnya yang istimewa,

pedang ini meski lebarnya tidak ada dua jari tangan, tapi tajamnya

luar biasa, kalau tidak dipakai, bisa digunakan sebagai ban

pinggang.

Sambil memegang pedang maka Sian Jie pun mengeluarkan

ilmu silat 'Pat Po Hui Khongnya' atau delapan langkah memutar

diudara, melesat laksana angin keluar rimba. Karena gusamya, Sian

Jie lalu berlaku ganas terhadap kawanan penjahat itu ia membabat

dengan pedangnya, sebentar saja sudah meminta korban, seorang

penjahat yang lari terbelakang, segera tertabat kutung kepalanya dan

menggelinding sejauh kira-kira tujuh kaki. Kemudian ia susul

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

24

dengan tiga buah senjata rahasianya yang masing-masing mengenai

tiga penjahat lainnya.

Ketiga penjahat yang terkena serangan senjata rahasia itu

memperdengarkan jeritan ngeri sudah itu pada jatuh bergulingan

ditanah.

Hwie Cee Thian Ong juga keluarkan kepandaiannya

melepaskan pisau terbang, dengan kedua tangannya ia melontarkan

dua buah pisau terbang mengarah belakang geger Sian Jie.

Sian Jie merasa sambaran angin, buru-buru ia geserkan

tubuhnya, tapi tidak urung lengan kanannya kena keserempet,

hingga mengucurkan darah segar.

Sian Jie gusar, dengan cepat ia putar tubuhnya, lalu menerjang

Hoan Kong Hong.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serangan itu ada begitu cepat dengan kaget Hoan Kong Hong

berkelit kesamping, satu tangannya menghunus golok Kui Thauw

To-nya untuk melawan.

Saat itu dari delapan kawanan penjahat itu ada empat yang

terluka, satu binasa, sisanya tiga orang lantas mengepung si nona.

Sian Jie seperti banteng terluka, ia mengamuk dengan pedang

istimewanya, sehingga ketika penjahat itu terdesak mundur terus

sampai berputar-putaran.

Ketika penjahat itu sekarang telah mengerti bahwa Sian Jie

benar-benar lihay, karena merasa tidak ungkulan melawan hingga

timbul pikiran masing-masing hendak kabur. Hwie Cee Thian Ong

dan Thee Thong berhasil melarikan diri tapi yang satunya lagi

karena sedikit terlambat, telah terbinasa diujung pedangnya Sian

Jie.

25

Dalam pertempuran it, Sian Jie telah merebut kemenangan

dengan mudah, meski lengannya terluka, tapi difihak kawanan

penjahat, empat terluka, dua binasa dan dua melarikan diri.

Setelah musuh-musuh sudah kabur, Sian Jie pun mengeluarkan

obat lukanya, untuk mengobati luka dilengannya dan kemudian

meninggalkan rimba tersebut dan kembali ke keretanya.

Kedatangannya telah disambut dengan girang oleh Chie Ciatsu,

nyonya Chie dan Chie Sie Kiat. Terutama nyonya Chie, ia lalu

pimpin Sian Jie duduk didampingnya, dengan suara lemah lembut ia

berkata "Nona, kau terlalu cape".

Sian Jie menjawab sambil bersenyum : "Hujin, apakah barusan

kalian melihat aku bertempur?"

Chie Ciatsu berkata sambil angguk-anggukkan kepala :

"Nona Sian, kita merasa banyak terima kasih padamu. Tatkala

akti pertama kali melihat kau, aku berasa bahwa kau ini bukan

orang sembarangan, cuma saja saat itu aku tidak kira bahwa kau

ternyata mempunyai kepandaian ihnu silat demikian tinggi ; aku si

orang she Chie ada mempunyai kebijaksanaan apa, sehingga

mendapat bantuan demikian rupa dari nona?"

"Lo-ya. kau jangan mengucap demikian, ini adalah kewajiban

dan tugasku sebagai budak".

Nyonya Chie buru-buru memotong.

"Nona Sian, kau selanjutnya jangan bahasakan kita Lo-ya dan

Hu-jin lagi, kau adalah penolong' kita keluarga Chie, jika kau sudi,

aku yang tidak mempunyai anak perempuan, hitung2 kupandang

nona sebagai .. " belum habis pembicaraan nyonya Chie, sudah

dipotong oleh Chie Ciatsu :

26

"Sudah, sudah, kau tak usah katakan lagi, nona Sian adalah satu

pendekar wanita, satu jago betina, ada penolong besar keluarga

Chie, apakah maksudmu ini tidak takut akan merendahkan derajat

orang?"

Setelah mendengar ucapan Ciatsu, nyonya Chie tidak berani

membuka mulut lagi, tapi Sian Jie yang cerdik lantas tidak mau sia
siakan itu kesempatan baik, ia segera berkata kepada nyonya Chie :

"Hujin, aku sejak kanak-kanak sudah tidak mempunyai ibu,

sekarang Hujin begitu baik terhadapku, sekalipun Hujin suruh aku

binasa juga rela, jika kalian tidak pandang rendah diriku, terimalah

diriku yang hina ini!"

Bukan main girang hati nyonya Chie, Sian Jie lantas berlutut

dihadapan kedua orang tua itu, setelah memberi hormat manggut
manggut kepala tiga kali, lalu memanggil Chie. Ciatsu ayah dan

kepada nyonya Chie ia panggil ibu, akhirnya ketika memandang

Chie Kongcu, dua pasang mata saling beradu, Sie Kiat merasa agak

likat, tapi Sian Jie sendiri juga lantas merah wajahnya, akhirnya ia

cuma mampu keluarkan perkataan "Koko", lalu menubruk dirinya

nyonya Chie.

Nyonya Chie lantas tertawa, begitu pula Chie Ciatsu sedang Sie

Kiat memandang dengan mata terbuka lebar, entah apa yang sedang

dipikirkan, tapi tiba-tiba ia berseru :

"Darah ! Adik Sian, kau telah terluka !"

Nyonya Chie terperanjat lalu buru-buru bertanya kepada Sian

Jie : "Sian Jie, dimana lukamu? Lekas unjukan kepada ibumu !:

Perlahan-lahan Sian Jie mengangkat mukanya, lalu menyahut :

"Ibu, luka sedikit yang tidak berarti dilengan kananku, anakmu

sudah obati sendiri, tentu sebentar akan sembuh sendiri".

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

27

Ia berkata sambil melirik Chie Sie Kiat, hingga ia dapat melihat

si kongcu ini sedang mengawasi lengannya yang terluka dengan

terlongong-longong.

Semua ini telah terjadi dalam waktu yang sangat singkat diatas

kereta yang ditarik oleh kuda yang masih melanjutkan perja
lanannya ke Selatan. Diwaktu magrip tiba, mereka sudah

melakukan perjalanan sejauh empat puluh paal lebih.

Kusir kereta kenal betul jalanan itu dan ia tahu didepan tidak

ada kota maka berkatalah ia kepada Chie Ciatsu bahwa malani ini

harus bermalam di Kim Kee Kip, Chie Ciatsu tidak memban-tah

omongan kusir itu.

Meski Kim Kee Kip adalah sebuah kota kecil, tapi keadaannya

sangat ramai, disitu ternyata terdapat banyak rumah makan dan

rumah penginapan.

Malam itu Chie Ciatsu mengadakan perjamuan untuk

keluarganya sendiri terutama untuk menyamu Sian Jie yang sudah

berhasil mengusir kawanan penjahat.

Dalam perjamuan itu Chie Ciatsu kembali bertanya asal usul

dirinya Sian Jie dan kembali lagi Sian Jie mengarang cerita tentang

dirinya. Ia katakan bahwa ayahnya ada seorang guru silat yang

terkenal, tatkala ia masih kecil, sang ayah telah dibunuh mati oleh

musuhnya, selanjutnya ia ditolong dan dirawat oleh seorang

pendekar budiman, serta diberikan pelajaran ilmu silat yang cukup

sempurna.

Pendekar tersebut dulu pernah menerima budi Chie Ciatsu.

baru-baru ini telah mendapat kabar bahwa Chie Ciatsu telah

terpitnah dan dijebloskan dalam penyara, pendekar itu sebetulnya

hendak merampas penyara untuk memberi pertolongan, tapi tak jadi

sebab telah diketahui bahwa Chie Ciatsu sudah dikeluarkan dari

28

penyara dan hendak melakukan perjalanan pulang kekampung. Tapi

ada beberapa kawanan penjahat yang sahabatnya dulu pernah

dihukum mati oleh Chie Ciatsu hendak menuntut balas, maka

pendekar tersebut lantas mengutusnya untuk memberi pertolongan

dan melindungi keselamatannya, ia tidak nyana kalau akan dipungut

anak oleh Chie Ciatsu, hingga selanjutnya akan merupakan keluarga

sendiri. Penuturan ini meski karangan belaka dari Sian Jie sendiri

akan tetapi sebagiannya berisi peristiwa yang pernah terjadi.

Chie Ciatsu sejak tadi mencari-cari dalam ingatan siapa itu

orang yang pernah ia tolong, tapi ia tidak ingat hingga bertanya

kepada Sian Jie nama pendekar itu, tapi Sian Jie cuma menjawab

bahwa pendekar tersebut nanti akan datang berkunjung untuk

menemui Chie Ciatsu sendiri, malahan ia peringatkan ke-pada Chie

Ciatsu bahwa selanjutnya masih akan terjadi lagi pertempuran

sengit dengan kawanan penjahat, tapi ia minta agar supaya ayah

angkat itu tetap berlaku tenang.

Perjamuan itu berjalan dalam suasana gembira, mereka saling

mengobrol sampai jauh malam, hanya Chie Kongcu saja yang

paling sedikit berbicara karena ia lagi kelebu dalam alam pikirannya

sendiri. Ia sedang memikirkan diri saudara angkat ini, yang ternyata

adalah seorang jago betina yang berkepandaian sangat tinggi,

karena dirinya sendiri tidak mengerti ilmu silat, apakah adik angkat

ini bisa cinta dirinya?

Dalam ngelamunnya iin, tanpa dirasa sudah minum arak terlalu

banyak, hingga akhirnya menjadi mabok.

Nyonya Chie agaknya sudah bisa menebak apa yang sedang

dipikirkan oleh anaknya, maka ia sengaja suruh Sian Jie bimbing

Sin Kiat kekamar.

Sian Jie masuk kekamarnya sendiri yang berhadapan dengan

kamar Chie Kongcu. Ia sendiri juga tidak bisa tidur pulas, karena

29

memikirkan sikap Sie Kiat terhadap dirinya. la tidak menyangka

bahssa selama dalam perjalanan ini telah tumbuh suatu perasaan

yang begitu dalam, sebagai satu wanita yang adatnya keras dan

pernah malang melintang didunia Kang-ouw, tidak nyana hatinya

telah rubuh terhadap satu anak sekolah yang tidak bertenaga.

Sian Jie terus ngelamun sendirian. Tiba-tiba dari luar jendela

terdengar suara orang berkata :

"Kau si budak ini, sudah begini malam masih belum tidur,

hanya ngelamun saja sendirian, bagaimana ada tetamu yang sudah

lama datang kau tidak menyapa? Apa benar kau man suruh kita

kedinginan diluar?"

Sian Jie terkejut oleh tegoran dari luar itu.

? ooOoo ?

II.

Selagi hendak keluar dari kamarnya, kedua laki-laki sudah

datatig menghampiri padanya dengan muka berseri-seri.

Yang berjalan didepan ada orang laki-laki usia tiga puluh tahun

lebih, ia mengenakan dandanan ringkas yang terbuat dari kain

kapas, diatas bibirnya ada tumbuh kumis pendek, lagaknya mirip

dengan seorang tuan tuan tanah didesa, ia itu adalah pendekar yang

namanya sangat terkenal di daerah Tionggoan, Pat Kwa Ciang Cin

Tiong Liong.

Di belakangnya berdiri seorang laki-laki yang berusia kira-kira

sua puluh enam tahun, mengenakan pakaian malam berwarna hitam,

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

30

dibelakang gegernya ada dua batang senjata yang berupa Poan Pit.

Ia juga satu jago di daerah Kang-lam. Namanya Ong Bun Ping

sedang gelarnya Hwie Thian Giok Houw.

Kedua orang itu masih ada hubungan seperguruan dengan Sian

Jie, Cin Tiong Liong itu adalah anak murid tidak langsung dari

Kang It Peng, sedang Ong Bun Ping adalah murid Chio Bien Giam

Lo Sun Tay Beng, dan Sian Jie pernah berguru dua tahun lamanya

kepada Sun Tay Beng, senjata pedangnya yang lstimewa itu malah

ada pemberian sang guru she Sun ini, maka Sian Jie barns

bahasakan siok-siok atau paman kepada Cin Tiong Liong, dan

berbahasakan suheng terhadap Ong Bun Peng.

Kedatangan kedua orang itu sangat menggirangkan Sian Jie,

buru-buru persilahkan dua tetamunya itu duduk.

"Begini malam kau masih belum tidur, apa yang kau pikirin ?"

tanya Cin Tiong Liong.
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sian Jie terkejut, tapi karena ia adalah seorang yang cerdik

hingga bisalah ia berlaku tenang agar perasaan hatinya tetap

bersembunyi.

"Titji hari ini kau telah bertempur dengan kawanan penjahat

dari Kang-pak, karena itu kau duduk saja dan pikirkan cara

bagaimana supaya bisa melindungi jiwa Chie Ciatsu sekeluarga.

Cin Siok-siok dan Ong Peng Suheng benar-benar kedatanganmu

sangat kebetulan, sudikah kau memberi bantuan kepada Titlie?"

jawabnya Sian Jie, yang lantas menuturkan jalannya pertempuran

dengan kawanan penjahat.

"Hal ini aku sudah mendapat keterangan jelas dari Suhu,

kedatangan kita malam ini justeru karena urusan ini. Menurut

keterangan Suhu, Sin Chiu Tui Hun telah mendatangkan beberapa

penjahat tua yang sudah lama mengasingkan diri. Beberapa orang

31

yang ia undang itu dulu adalah orang-orang yang sangat terkenal

namanya dikalangan rimba hijau. Aku tidak sangka bahwa urusan

sekecil ini telah menerbitkan persengketaan begitu besar dikalangan

rimba persilatan ; orang-orang itu kabarnya sedang melakukan

perjalanan ke Selatan. Sin Chiu Tui Hun sendiri sudah sampai di

kota Ceng Yang Koan, mungkin dalam beberapa hari ini akan tiba

disini.

Suhu bersama Sun Lo Cianpwee karena masih pergi minta

bantuan seseorang, maka aku dan Ong Siao-hiap disuruh datang

duluan memberi bantuan padamu. Besok pagi kalian boleh

meneruskan perjalanan. Untuk sementara kita tidak unjukan muka

dulu, hanya melindungi kalian secara diam-diam", berkata Chin

Tiong Liong.

"Tong Cin Wie benar-benar keterlaluan, ia telah malang

melintang didaerah lima propinsi di Utara, banyak kejahatan yang

sudah di-lakukannya, sekarang masih hendak coba mengacau

didaerah Tionggoan, aku pasti hendak menemui itu orang sendiri,

aku kepingin lihat bagaimana kelihayannya yang bergelar Sin Chiu

Tui Hun dengan Tui Hun Ciam-nya", berkata Sian Jie.

"Sian Sumoy seolah-olah dikurniai Tuhan, pedang Gin Hong

Kiam dan senjata rahasia duri ikan terbang, merupakan senjata yang

paling dahsjat dikalangan Kang-ouw, dua-duanya berada

ditanganmu, pada saatnya pasti akan ada pertunjukan ramai, Siao
heng nanti akan menyaksikan dengan mata sendiri. Aku duga Sin

Chiu Tui Hun tentu akan jatuh ditanganmu". Ong Bun Beng turut

bicara. Mendengar itu merahlah wajah Sian Jie, hingga

menjawablah ia sambil tertawa :

"Suheng, kau tak usah terlalu memuji aku, saat itu kalau aku

kalah, apa kau kira akan peluk tangan terus?"

32

"Sian Sumoy, kalau kau benar-benar tidak berdaya, apalagi

aku, tentunya akan antarkan jiwa dengan curna2. Bukankah kau

senga-ja hendak menyusahkan aku ?" jawab Ong Bun Peng.

Jawaban ini memang sebenarnya, karena kepandaian Sian Jie

masih jauh lebih tinggi dari padanya, Sian Jie begitu dilahirkan

didunia sudah dipale demikian rupa oleh ayah bundanya, dan begitu

mengerti urusan sudah mulai dilatih ilmu silat. Oleh karena dalam

usia tiga tahun ayah bundanya mati dibunuh oleh musuhnya. Kang

It Peng yang masih pernah kakek dengannya lantas rawat dan didik

padanya sehingga dewasa.

Sang Kakek ini telah turunkan semua kepandaiannya kepada

cucu perempuannya ini, dalam usia yang masih muda sekali, ia

diajak berkelana di dunia Kang-ouw untuk menambah

pengalamannya. Setengah tahun kemudian ia telah bertemu dengan

Sun Tay Beng sahabat karibnya, pendekar aneh ini melihat bakat

Sian Jie yang luar bias, telah diberi pelajaran ilmu silat

simpanannya, yaitu menggunakan senjata rahasia duri ikan terbang

yang ia belum pernah turunkan kepada siapapun juga. dan pedang

lemes Gin Hong Kiam juga diberikan kepadanya.

Dari Kang It Peng, Sian Jie sudah mendapat didikan dasar yang

berupa ilmu tenaga dalam, ilmu pedang, ilmu totokan dan ilmu lari

pesat; dan dari Sun Tay Beng ia dapatkan pelajaran ilmu Khie

Kang, Biau Ciang dan senjata rahasia duri ikan terbang yang pernah

menggemparkan dunia Kang-ouw.

Dengan bekal kepandaiannya dari dua jago tua kenamaan ini,

tidak heran kalau Sian Jie begitu muncul dikalangan Kang-ouw

lantas malang melintang di daerah Kang-lam tapi belum pernah

menemui tandingan, hingga nama gelar Kong Tong Lie Hiap Kang

Sian Cian, merupakan situ ancaman bagi kawanan rimba hijau.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

33

Cian Tiong Liong dan Ong Bun Peng setelah menjelaskan

rencananya, lantas pamitan.

Setelah mengantarkan kedua tamunya legalah hati Sian Jie,

dengan adanya mereka yang melindungi secara diam-diam dengan

sendirinya tidak akan kewalahan menghadapi musuh-musuhnya.

Saat itu sudah hampir jam tiga malam, dikamarnya Chie Sie Kiat

sudah padam lampunya, kiranya Kongcu itu sudah tidur nyenyak,

maka ia juga lantas naik pembaringan untuk tidur.

Tapi Chie Sie Kiat sebetulnya masih belum tidur, pembicaraan

antara Sian Jie dan kedua tetamunya, telah didengarnya semua. dia

agak gelisah dan cemburu, ia bulak balik dipembaringan,

semalaman tidak bisa tidur.

Diatas kereta, Chie Sie Kiat seolah-olah kehilangan

semangatnya, kedua matanya merah, sikapnya lesu. Chie Ciatsu

swami isteri mengerti keadaan anaknya, tapi apa yang mereka bisa

berbuat? Sian Jie bukan perempuan sembarangan, lagi pula

inerupakan tuan penolong besar bagi keluarga Chie, dan untuk

selanjutnya malah masih akan mengandalkan tenaganya untuk

melindungi keselamatannya.

Mereka tidak tahu bahwa Sian Jie sendiri juga terserang

penyakit rindu! Ia juga menyaksikan keadaan Sie Kiat dan faham

apa yang dikandung dalam hati anak muda. Inginlah ia memberi

hiburan, tapi apa hendak dikata sebab ia seorang perempuan muda,

biar bagaimanapun haruslah ia menjaga kehor-matannya.

Tapi pada akhirnya ia tidak mumps kendalikan perasaannya,

dengan suara perlahan dan lemah lembut akhirnya ia pun bertanya

,"Sie Kiat-ko, kau kenapa? Apakah tadi malam karena minum arak

terlalu banyak hingga masuk angin? Aku mempunyai obat mujarab,

minumlah sedikit !"

34

Dengan segera dikeluarkan sebutir pil warna putih bikinan

Kong It Peng sendiri yang terdiri dari rempah-rempah yang didapat

dari perbagai tanah pegunungan. Kasiat obat itu besar sekali, Sian

Jie sendiri cuma mempunyai lima butir, hanya diminum jika

memerlukan sekali.

Sian Jie rnemberi obat pilnya sembari geserkan tubuhnya

mendekati Sie Kiat, dengan tangannya ia merabah jidat anak muda

itu. Sian Jie agak terperanjat, karena jidat Sie Kiat panas sekali

waktu dirabanya maka ia pun menoleh lalu berkata kepada nyonya

Chie.

"Ibu. engko Sie Kiat demam badannya, panas".

Nyonya Chie segera mendekati anaknya, setelah merabah

jidatnya, lalu bertanya :

"Kau kenapa ?"

"Ibu, anak tidak apa-apa kalau beristirahat sebentar tentu bisa

baik sendiri", jawab Sie Kiat sambil tertawa getir.

"Sakit ayahmu baru saja sembuh, sekarang kau sakit lagi ini

benar-benar . " kata ibunya, sebelum ibu itu sempat melanjutkan

ucapannya, Sian Jie sudah nyeletuk "lbu jangan susah hati, obatku

ini ada obat yang sangat mujarab bila memakan obat ini tanggung

akan sembuh penyakitnya.

Nyonya Chie menyaksikan pil kecil yang berwarna putih itu,

hatinya masih berasa sangsi, tapi lantaran ia pandang tinggi sekali

diri Sian Jie, maka akhirnya ia percaya bahwa obat itu tentu bukan

sembarangan obat. Maka berkatalah ia kepada anaknya,

"Sie Kiat, lekas makan obat adikmu, jangan sampai membikin

susah hati adikmu".

35

Chie Sie Kiat buru-buru menyambuti obat dari tangan Sian Jie,

tapi tangan Sian Jie bergerak lebih gesit, tahu-tahu pil itu sudah

berada dimulut Sie Kiat. la merasa bau harum menusuk hidung dan

terus masuk kedalain perut. Semangatnya bangun seketika itu juga

sedang badannya merasa segar kembali.

Kereta berjalan terus, melalui jalan-jalan datar, pegunungan,

rimba dan kota, kereta itu hanya mengaso kalau malam tiba. Kira
kira empat atau lima hari lagi sudah sampai ditelaga siao-ouw.

Selama beberapa hari itu, baik dirumah penginapan maupun

didalam kereta karena pikiran Sie Kiat terganggu, terhadap Sian Jie

ia agak menjauhi, ia tidak berani bertanya Sian Jie. ia hanya

sesalkan dirinya sendiri. Ia berobah menjadi pendiam, ia tidak mau

perdulikan segala hal, nyonya Chie diam! juga pernah menanyakan

sebabnya, tapi cuma dijawab dengan tertawa getir.

Rumah Chie Ciatsu terletak di desa Siang Kee Chun ditepi

telaga Siao-ouw, tempat itu mempunyai pemandangan alam yang

indah permai, penduduknya sangat sederhana. Menurut kebiasaan

pada masa itu kepulangan Ciatsu sudah tentu diharengi dengan

tetabuhan tambur dan gembreng fang riuh serta di-iring dengan

tandu yang dipikul oleh delapan orang, tapi lain sekali keadaannya

dengan Chie Ciatsu ini, yang hanya dengan sebuah kereta sewaan,

beberapa potong peti pakaian dan orangnya juga cuma empat

gelintir. Meski demikian, tapi masih banyak penduduk

menyambutnya dengan meriah.

Tatkala memasuki perkampungan tersebut, Sian Jie diam-diam

sudah memperhatikan keadaan sekitar kampung tersebut. Kampung

ini ternyata tidak terhitung besamya, tapi juga tidak kecil, pen
duduknya kira-kira terdiri dari seratus keluarga lebih didepan

menghadapi telaga Siao-ouw disampingnya ada sungai kecil,

rumahnya Chie Ciatsu terletak diujung timur kampung, didepannya

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

36

ada lapangan bias, dihiasi tanaman pohon Yangliu sedang

dibelakang rumah mengalir sebatang sungai.

Karena rumahnya besar dan keluarganya sedikit, maka masih

terdapat banyak kamar kosong. Nyonya Chie menyediakan kamar

sepesial untuk tempat tinggal Sian Jie serta dicarikan dua pelayan

untuknya. Penduduk kampung tersebut beberapa hari berulang
ulang mengadakan kunjungan penghormatan kepada Chie Kong

Hiap, hingga membuat repot bekas pembesar negeri itu.

Selama beberapa hari berdiam dirumahnya, Chie Kongcu tetap
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam keadaan masgul, setiap hari sembunyikan diri dikamar buku
nya. Sekiranya bukan itu obat mujarab dari Sian Jie, mungkin saat

itu ia sudah jatuh sakit.

Nyonya Chie yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik

anaknya, menampak sang anak lesu dan tidak suka makan, tapi

tidak ada tanda-tanda dihinggapi penyakit, diam-diam iapun merasa

heran.

Sian Jie setiap malam seliwatnya jam dua, sudah tentu

mengadakan pemeriksaan diluar rumah, diwaktu siang baru ada

tempo mengaso.

Pada suatu malam, ketika habis menyalankan tugasnya, ia me
nampak lampu kamar buku Sie Kiat masih menyala, hingga hatinya

tergerak. ia coba mengintip, ia dapat lihat Sie Kiat masih duduk

diatas kursi sambil berkerudung selimut, matanya terbuka lebar

memandang lampu, malah tertampak tegas sedang mengalirkan air

mata.

Melihat it Sian Jie merasa pilu dan maulah ia mengetuk pints

tapi tiba-tiba dengar suara Sie Kiat berkata sendirian, "Sian Moy
moy, kau adalah seorang pendekar wanita, sudah tentu hendak

mencari pasangan pendekar pula. Aku adalah seorang anak sekolah

37

yang lemah, aku tidak pantas menyintai kau. Tapi rupamu membuat

aku selalu rinds. Ah begini rupa .."

Sian Jie terperanjat, tanpa ragu-ragu lagi, lantas mendorong

daun pintu, terus melompat masuk dan sebentar kemudian sudah

berdiri didepan Sic Kiat.

Chie Kongcu yang sedang dihinggapi sakit rindu ketika

mendengar bunyi pinto terbuka dan kemudian disusul berkelebatnya

satu bayangan orang dan sebentar kemudian melihat didepannya

berdiri seorang gadis berbaju merah yang sangat ringkas, ternyata

adalah itu nona yang setiap hari dan malam merampas pikirannya.

Pada saat itu, dikedua pipi Sian Jie sudah basah dengan air

mata, sepasang matanya yang jernih tidak menampak lagi sinar

yang tajam, tapi memancarkan sinar ayu dan welas asih. Ditambah

lagi dengan air matanya yang mengalir telah menyebabkan dirinya

sangat menggiurkan dan menarik, Sian Jie memanggil dengan suara

perlahan, "Sie Kiat-ko, telah larut malam mengapa belum juga

tidur?"

Saat itu Sie Kiat penuh dengan perasaan yaitu girang dan sedih,

ia tidak dapat berbuat lain dari pada hanya mengawasi nona itu

dengan matanya yang sayup. Semua kata-kata yang hendak

dikeluarkan dari mulutnya seolah-olah terkandas ditenggorokan. ia

mengulurkan tangannya menggenggam tangan Sian Jie, entah dari

mama datang kekuatannya hingga tiba-tiba ia dapat menarik tangan

Sian Jie. Yang ditarik itu tidak melawan sedikitpun. ia menurut saja

dan mudah ditarik, hingga dua anak muda itu telah duduk

berdampingan. Jantung mereka waktu itu berdebar-debar seolah
olah hendak melompat keluar karena dipalu rasa asmara dan malu.

"Selama beberapa hari ini apa yang kau lamunkan? Bukankah

dengan begini kau akan merusak kesehatanmu sendiri?" tanya Sian

Jie sambil bersenyum.

38

Benar-benar Chie Sic Kiat tidak menyangka bahwa nona gagah

itu bisa berobah demikian lemah-lembut. Karena girangnya, lupalah

ia menjawab pertanyaan Sian Jie karena kedua tangannya telah

memeluk diri si nona dengan kencang. Ia memeluk sambil

merapatkan pipinya kepipi gadis itu. Biarpun begitu mulutnya tetap

membisu saja.

Lama sekali mereka dalam keadaan begitu tapi achimja Sian Jie

ingat pula kewajibannya lalu bangkit. Setelah memesan. agar Sie

Kist lekas tidur, iapun meninggalkan kamar itu dengan perasaan

puas. Ia keluar dengan perasaan bahagia sebab telah dipeluk oleh

orang yang kena dihatinya.

Sejak malam itu, heran bin ajaib Sie Kiat seolah-olah makan

obat manjur, lesunya lenyap seketika. Nyonya Chie yang melihat

perobahan anaknya itu memsa girang. Apalagi ketika ia melihat

hubungan anaknya dan gadis itu makin lama makin erat dan mesra.

Tapi ia tidak tahu bahwa pada saat itu kawanan penyahst dari Utara

sudah mengikuti jejak Chie Ciatsu sampai disitu, hingga desa Siang

Kee Chun yang kecil sunyi itu terancam bahaya besar.

Malam itu keadaan sangat gelap, rembulan tersembunyi di balik

awan, seperti biasanya Sian Jie melakukan kewajibannya meronda

disegala pelosok. Sepulangnya dari meronda, ia selalu mampir di
kamar Chie Sie Kiat agar mereka tenggelam dalam madu asmara

dan menebalkan rasa cinta mereka masing-masing.

Chie Kongcu yang sudah lama menunggu menyambutnya

dengan rasa girang, ngomong-ngomonglah mereka dengan rasa

bahagia dan sebentar-sebentar bibir mereka beradu dengan

mesranya tanpa lupa saling merangkul dengan eratnya.

Selagi mereka asjik soling menumpahkan rasa kasih itu tiba
tiba Sian Jie mendengar bunyi perlahan diatas 'genteng rumah.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

39

Bunyi itu meski sangat perlahan, tapi bagi telinga Sian Jie,

sudah cukup nyata, maka iapun buru-buru bangkit lalu dengan cepat

ia padamkan lampu yang terletak diatas meja. Dengan suara per
lahan ia berpesan kepada Sic Kiat "Kiat-ko, hati-hatilah!"

Sehabis memberi pesan, ia pun melompat keluar dari jendela. Ia

tidak turun di pekarangan, selanjutnya terbang melayang keatas

genteng dilain seberang, begitu tiba diatas genteng rumah, ia

menampak disana ada berdiri seorang yang berpakaian baju jalan

malam, ternyata ada suhengnya sendiri Ong Bun Peng.

Ong Bun Peng juga sudah melihat Sian- Jie. Buru-buru iapun

lari menghampiri, lalu berkata secara berbisik kepada sumoynya.

"Ma'am ini kawanan penjahat sudah mulai bergerak, jumlah

orang yang datang nampaknya tidak sedikit, tapi entah melakukan

pengintaian atau hendak turun tangan, aku tak tahu. Cin Siok-siok

sudah turun tangan secara rahasia atas kawanan penjahat yang

berada diluar kampung, tapi kalau tidak perlu sekali tidak maulah

aku bentrok terang-terangan agar supaya mereka jangan mengetahui

asal usul kita. Berita yang aku terima kemaren bersama Cin Siok
siok, beberapa penjahat dari golongan tua masih belum sampai,

tidak nyana malam ini mereka hendak bergerak !"

Selagi hendak melanjutkan pembicaraannya, Sian Jie yang

matanya tajam sudah dapat melihat dua bayangan orang sedang lari

menuju kekamar Chie Ciatsu.

Sian Jie lantas berseru dengan perlahan "Sudah datang selesai

berseru iapun melompat melesat menyusul bayangan dua orang

tersebut.

Dua bayangan itu setiba digedungnya Chie Kong Hiap, lalu

pencarkan diri, berjalan menuju kekamar Chie Kong Hiap.

40

Malam itu dalam kamar Chie Kong Hiap sudah gelap, dua

orang itu lantas masuk kepekarangan ketiga, Sian Jie dari tempat

gelap telah mendapat lihat bentuk air muka kedua penjahat itu, yang

usianya kira-kira tiga puluh tahun lebih, mengenakan pakaian jalan

malam yang berwarna hitam seluruhnya, yang satu bersenjatakan

golok, satunya lagi bersenjatakan tongkat yang diperlengkapi

gaetan.

Kedua penjahat itu benar-benar besar nyalinya, setelah mereka

masing-masing memberi tanda, lalu masuk kedalam. Penjahat yang

bersenjata golok itu selagi hendak menerobos pintu kamar, tiba-tiba

dari tempat gelap terdengar suara orang tertawa dingin, yang

dibarengi dengan kata-katanya,

"Bangsat yang bernyali besar, malam-malam buta berani mati

hingga datang mengganggu rumah penduduk, bukankah baiknya

kau me-ninggalkan kepalamu!"

Suara itu dibarengi pula oleh meluncurnya sebuah benda

berkeredepan, yang terus menyerang dada penjahat tersebut.

Penjahat itu terkejut, pada saat itu sebatang piauw sudah datang

menyerang. Penjahat tersebut ternyata berkepandaian cukup tinggi,

dengan jalan rebahkan dirinya, ia mengelakan serangan piauw

tersebut, tapi betapapun gesitnya, tidak urung senjata rahasia itu

menyambar ikat kepalanya.

Bukan main gusamya penjahat itu setelah mendengarkan suara

tertawanya, lalu ia berkata :

"Tidak nyana satu bekas pembesar negeri yang sudah

dilepaskan dari jabatannya, masih ada kalian orang-orang semacam

budak yang meelndungi. Kalau kau mempunyai nyali, keluarlah,

supaya Pang Jie Thayya-mu bisa belajar kenal dengan

cecongormu".

41

Dari tempat gelap kembali terdengar suara orang tersebut ,

"Kalian kawanan penjahat ini benar-benar tidak mempunyai

mata, dengan terus terang aku beritahukan kepadamu, aku bukan

semacam orang dari golongan yang suka mengabdi kepada

pemerintah lain bangsa, Chie Ciatsu tidak mempunyai hubungan

apa-apa lagi dengan aku cuma aku tidak bisa melihat tingkah

lakumu yang merendahkan derajat orang-orang didunia Kang-ouw.

Lagipula tempat Siao-ouw juga tidak akan mengijinkan kalian

berbuat sesukanya. Kalau kalian mengenal selatan, lekas enyah dari

sini! Jika masih mernbandel, jangan menyesal kalau aku nanti turun

tangan kejam, untuk kirim jiwamu kedunia lain!"

Penjahat yang bersenjatakan tongkat itu tiba-tiba nyeletuk,

"Sahabat, mendengar suaramu ini, terang ada kepala dari desa

Siao-ouw ini. Kalau benar demikian halnya, semua masih merupa
kan sesama sehaluan, bolehkah kau unjukan muka, supaya kita

saling mengenal. Tidak salah, kita ada orang-orang dari golongan

Utara, malam ini datang kemari, tidak bermaksud menduduki

tempat kediaman sahabat. Kita dengan itu orang she Chie ada

mempunyai ganyelan sakit hati, lantaran ia, maka kita melakukan

perjalanan begitu jauh dengan menempuh segala bahaya dan

kesukaran. Kita sesama orang dari rimba persilatan, tidak merasa

tidak berguna bersahabat dan menjual jiwa kepada bekas pembesar

anjing "

Ucapan selanjutnya belum sempat dilanjutkan, orang ditempat

gelap itu tiba-tiba perdengarkan suaranya tertawa dingin, lain

berkata,

"Kau tak usah pura-pura berlaku baik terhadap aku. pendek.

kata, daerahku Siao-ouw ini tidak mengijinkan kalian bangsa

beginian berbuat sesuka hatimu. Jangan kata hendak melakukan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

42

pembunuhan, sekalipun hendak ganggu tanamanku saja, aku juga

tidak membiarkan kalian pulang dalam keadaan utuh!"
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata orang itu telah membikin gusar kedua penjahat

tersebut maka satu diantaranya yang bersenjatakan tongkat itu

membentak dengan suara keras,

"Sahabat, kau sungguh terkebur, kalau benar kau tidak mau

kenal persahabatan, beritahukanlah namamu supaya kita bisa tahu

sahabat dari Siao-ouw ini berapa terkenalnya dikalangan Kang-ouw.

Kalau tidak, unjukanlah dirimu, supaya kita bisa menyaksikan

bagaimana macam orang yang menjadi kepala di Siao-ouw ini.

Sangkamu kau bisa bikin takut kami dengan gertakanmu itu?

Singkamu kami tidak berani datang kemari".

Penjahat tersebut berbicara sambil memperhatikan arah dari

many datangnya suara orang tadi, ia hendak melakukan serangan

tiba-tiba setelah mendapat kepastian tempat orang tersebut

bersembunyi.

Pikiran ini memang bagus, tapi orang tadi tidak memberi

jawaban, seperti juga sudah berlalu dari tempat sembunyinya. Kali

ini kedua penjahat itu benar-benar sudah murka, penjahat yang

bersenjatakan tongkat gaetan itu lantas menggeram hebat, terus

menerjang kearah suara tadi, tapi tempat itu ternyata sudah tidak

ada orangnya.

Bukan main gusamya kedua penjahat tadi hingga orang yang

bersenjatakan tongkat tadi setelah mengetahui bahwa musuhnya

sudah tidak karuan parannya, lain berkata kepada kawannya,

"Saudara Pang, kita menerjang kedalam, kalau bisa turun

tangan. kita bereskan jiwa itu orang she Chie malam ini juga. Ini

ada kesempatan baik bagi kita berdua saudara untuk unjukan gigi,

43

supaya sahabat-sahabat dari lima propinsi Utara juga mengetahui

kepandaian kita Liauw-pak Siang Tiauw".

Penjahat yang bersenjatakan golok itu setelah menjawab lalu

menghunus goloknya. Sementara itu tangan kanannya mengambil

bumbung api, lalu taxi kedepan pintu kamar suami isteri Chie

Ciatsu. Penjahat itu ternyata bernyali besar, in sudah menduga pasti

bahwa suami isteri Chie itu adalah orang-orang lemah yang tidak

bertenaga, tapi ia telah lupa bahwa orang yang tersembunyi dan

yang menyerang dengan senjata rahasia tadi hampir saja

menewaskan jiwanya.

Ia menyalakan bumbung apinya, hingga menampak tegas

bahwa pintu kamar itu telah tertutup rapat, ia lalu angkat tangan

kanan-nya hendak mendobrak pintu kamar tersebut, tiba-tiba dari

samping kirinya terdengar suara orang membentak.

"Penjahat kurang ajar, apa kau sudah bosan hidup?"

Selanjutnya terdengar suara jeritannya orang yang maha hebat,

golok dan bumbung api penjahat itu terlepas dari tangannya lalu

jatuh ketanah sedang orangnya bergulingan sambil menyerit-jerit.

Penjahat yang bersenjatakan tongkat itu ketika menampak

kawannya yang bernama Pang Oen tanpa sebab telah melemparkan

senjatanya dan bergulingan ditanah, bukan main kagetnya. Dengan

cepat iapun melayang turun dari atas genteng, sambil membimbing

bangun iapun bertanya,

"Hengtee, kau kenapa ?"

Pang Oen cuma bisa menjawab sambil kertak gigi, "Aku kena

serangan senjata rahasia".

Kawannya yang bernama Sie Kok Tiong dan bergelar Kim Cie

Peng itu, seketika itu lantas merasakan seperti disambar petir.

44

karena senjata rahasia apa saja kecuali jarum Bwee Hoa Ciam atau

Too Kut Ting (paku yang menembus ketulang) sudah tentu ada

suara anginnya.

Ia memeriksa seketika lamanya, tapi tidak menemui dimana

tempat yang terluka lalu bertanya pula dengan suara perlahan,

"Kau terluka dibagian apa? Lekas beritahukan padaku!"

"Belakang pundak bagian kanan dan kiri." jawab Pang Oen.

Kim Cie Ping buru-buru memeriksa dibagian yang disebutkan.

benar saja disitu ada tanda darah membeku, tapi tidak kelihatan

lukanya. Mengertilah ia sudah bahwa malam itu ia telah bertemu

dengan orang pandai. Tapi Kim Cie Ping adalah seorang sombong

dan keras kepala, biasanya suka berbuat sewenang-wenang didaerah

Lia'uw-pak dan Liauw-tang. Belum pernah ada orang yang berani

mengganggunya maka itu dengan segera berkatalah ia dengan suara

nyaring.

"Kawanan tikus dari mana yang berani melakukan serangan

menggelap dengan menggunakan senjata jarum Bwee Hoa Ciam

untuk menyerang orang yang sedang tidak bersiaga? Kalau engkau

mempunyai kepandaian lekas unjukan mukamu dan marilah kita

bertanding dengan Sie Toa-ya-mu secara terang-terangan. Tanpa

perdulikan kawannya yang terluka iapun meloncat ke-tengah

ruangan untuk menanti musuhnya.

Tapi sebagai jawabannya, kembali terdengar suara orang

tertawa dingin kemudian disusul dengan kata-kata:

"Penjahat yang tidak tahu diri, kawan sendiri terkena serangan

senjata apa masih belum mengetahui namun masih berani mati

menantang berkelahi, kalau aku mau, sebentar saja bisa mengambil

jiwamu. Kuberitahukan terus terang padamu, kawanmu yang tidak

ada gunanya itu telah terkena senjata rahasia yang dinamakan duri

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

45

ikan terbang, lekas bawa pulang dan keluarkan benda itu, kalau

tidak, senjata rahasia yang terbikin dari baja itu segera menyusup

kedalam anggota badannya lebih mendalam, sehingga lengan

sebelah kanan akan menjadi rusak. Orang masih baik hati tidak mau

ambil jiwanya, kalau kau masih tetap membandel. nanti aku bikin

engkau tidak berdaya juga didalam rumah ini!"

Kim Cie Ping yang mendengar nama duri ikan terbang, benar
benar semangatnya ikut terbang, kegalakannya lantas lenyap

seketika. Meski ia belum pernah datang ke Kang-lam, tapi ia sudah

pernah dengar tentang nama Sun Tay Beng dengan senjata istimewa

duri ikan terbangnya, yang merupakan senjata yang paling disegani

oleh orang-orang dari rimba hijau, ia tidak nyana bahwa malam ini

telah bertemu dengan orang yang ditakuti itu, tidak heran kalau

seketika itu lantas kuncuplah hatinya, tanpa ajal lagi, ia lantas

pondong kawannya dan berlalu dari rumah itu.

Tatkala dua penjahat tadi bikin ribut-ribut didepan pintu kamar,

suami isteri Chie Ciatsu sebetulnya sudah mendusin, tapi mereka

anggap ada nona Sian Jie yang melindungi, maka dengan tenang

mereka mendengarkan saja apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mereka merasa heran, mengapa orang yang berbicara dengan

penjahat itu suaranya seperti orang laki-laki, sedangkan mereka tahu

bahwa orang-orang dalam rumahnya, kecuali Sian Jie, tidak ada

satu yang mengerti ilmu silat, kalau begitu siapa gerangan laki-laki

itu? Dan mengapa tidak kedengaran suara Sian Jie ? Mungkinkah

itu sahahat Sian Jie yang diminta datang untuk memberi bantuan?

Chie' Ciatsu terus memikir, akhirnya ia sengaja batuk-batuk,

dari luar jendela lalu terdengar suara Sian Jie.

"Apa disitu ayah? Mengapa masih belum tidur ?"

46

"Sian Jie, apakah kawanan penjahat sudah kabur?" si ayah balik

bertanya.

"Dua orang penjahat itu sudah kabur semuanya, harap ayah dan

ibu tidur dengan tenang,"

Chie Ciatsu cuma rnenghela napas, tidak berkata apa-apa.

Esok harinya, suami isteri Chie Ciatsu telah datang sendiri ke
kamar Sian Jie, hingga membuat sinona keripuhan menyambut.

Nyonya Chie lain menarik tangan Sian Jie sembari berkata,

"Anakku yang baik, kau ada bintang penolong dari keluarga

Chie, barusan ayahmu ada berkata kepadaku, biar bagaimana tinggi

kepandaian ilmu silatmu, tapi toch cuma seorang diri, perlukah

kiranya memberitahukan kepada pembesar negeri setempat, supaya

kirim orang untuk memberi bantuan. Semua pembesar negeri di

tempat ini, sebagian benar pernah menjadi murid ayahmu, meski

sekarang ayahmu sudah tidak memangku jabatan, tapi sedikit

banyak masih mempunyai pengaruh terhadap mereka. Anakku yang

baik. bagaimana pikiranmu dalam menghadapi soal ini?"

"Ibu dan ayah tadi malam sudah mendengar sendiri, tidak usah

anak membohongi lagi, memang benar ada banyak kawanan pen
jahat dari rimba hijau yang datang kemari hendak turun tangan

terhadap ayah untuk menuntut balas sakit hati mereka. Tapi

pendekar aneh yang pernah menerima budi ayah dan yang anakmu

pernah sebut beberapa hari berselang, juga sudah minta bantuan

banyak kawannya yang berkepandaian tinggi, dengan diam-diam

mereka telah melindungi ayah, kalau sudah tiba waktunya, ia

bersama kawan-kawannya akan keluar terang-terangan membasmi

kawanan penjahat itu. Suara orang laki-laki yang semalam ayah

telah dengar itu adalah salah seorang diantara orang-orang pandai

yang diminta bantuan oleh pendekar aneh itu. Sebetulnya memang

tidak halangan untuk minta bantuan orang-orang dari kalangan

47

pemerintah, tapi orang-orang yang kali ini datang menuntut balas

dendam terhadap ayah, semuanya adalah kawanan penjahat besar

yang namanya sudah terkenal dikalangan Kang-ouw. Kepandaian

ilmu silat tidak boleh dipandang ringan, kalau hanya lima puluh

orang tentara negeri saja tidak berdaya menghadapi mereka.

Lagipula apabila terjadi kematian dikalangan tentara negeri itu,

mungkin akan berbuntut panjang. Menurut pendapat anakmu, kita

tidak perlu membawa-bawa pembesar negeri, entah bagaimana

pikiran ibu dan ayah?" jawab Sian Jie.

"Perkataanmu ini memang ada benarnya. Pengawalku dulu

ketika aku masih memangku jabatan pembesar negeri, juga tidak

berdaya menghadapi kawanan dari rimba hijau itu. Hanya itu orang
orang pandai yang kau katakan hendak mernberi bantuan, bolehkah

undang mereka berdiam dirumah ini, agar kita bisa melakukan

kewajiban sebagai tuan rumah?" tanya Chie Ciatsu.

"Hal ini ayah dan ibu boleh legakan hati, mereka pada dewasa

ini sedang melakukan tugasnya yaitu mengintai gerak-gerik

kawanan penjahat itu kalau sudah tiba waktunya, mereka akan

berkunjung sendiri tanpa diundang", jawab Sian Jie.

Mendengar keterangan Sian Jie itu suami isteri Chie Ciatsu

mulai lega hatinya, setelah berbicara lagi sebentar, kedua suami

isteri itu lantas kembali ke kamarnya sendiri. Bagi Sian Jie sendiri,

diam-diam juga merasa gelisah. Menurut keterangan Ong

suhengnya tadi malam, kawanan penjahat rupa-rupa nya sudah

banyak yang datang tapi Ya-yanya belum ada kabar berita dari Ya
ya-nya.

Difihaknya sendiri itu waktu cuma ada tiga orang, jika kawanan

penjahat bertindak dengan serentak, untuk melayani bertempur

masih bisa. Tapi sembari melindungi keluarga Chie yang berjumlah

tiga orang, rasanya agak sukar.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

48

? ooOoo ?

Baik kita tinggalkan dulu Sian Jie yang sedang berada dalam

kegelisahan, sekarang kita tuturkan tentang diri Kim Cie Ping Sie

Kok Tiong yang menggendong tubuh Pang Oen sembari lari

mengiprit. Beruntung diperjalanan mereka tidak dapat rintangan

apa-apa.

Mereka berdiam dalam salah sebuah kampung nelayan yang

terletak kira-kira sepuluh paal dari Siang Khe Chun. Tempat itu

disebut Ie Chiu Wan, satu kampung kecil yang letaknya dipantai

danau Siao-ouw, penduduknya cuma beberapa puluh jiwa, tapi

disitu ada berdiam seorang yang kaya raya.

Dahulu orang itu juga adalah satu penjahat besar. Namanya Oh

Cu Kui, karena telah berhasil dapat merampok sejumlah harta besar,

lalu menetap ditempat yang sunyi itu untuk mencuci tangan. Ia

mendirikan sebuah gedung besar, membeli beberapa buah perahu

serta menggunakan tenaga beberapa orang nelayan miskin hingga

hanyak juga penghasilannya setiap bulan.

Ia pernah angkat Oey Cing Tan sehagai saudara maka kali ini

kawanan penjahat dari Utara yang mengejar Chie Ciatsu ketika

mengetahui bahwa bekas pembesar negeri itu berdiam di Siang Khe

Chun, Oey Cing Tan pun mencari Oh Cu Kui untuk meminjam

gedungnya untuk tinggal sementara waktu, hingga perkampungan

nelayan yang kecil itu, kini telah merupakan markas besar kawanan

penjahat dari lima propinsi di Utara.

Sin Chiu Tui Hun Tong Cin Wie yang sudah bertekad bulat

hendak mewujudkan maksudnya untuk menantut balas hingga

kecuali mengerahkan seluruh anak buahnya juga ia telah pergi

49

sendiri ke Ie-pak mengundang beberapa bekas kawanan berandal

yang sudah mengasingkan diri. Ia hendak menggunakan

kesempatan ini untuk tancap pengaruhnya di daerah Tionggoan dan

Kang-lam, maka itu ia datang agak terlambat, dan menyerahkan

tugas pengin-taian kepada Hoan Kong Hong dan Oey Cing Tan.

Hoan Kong Hong yang hendak mencegat ditengah perjalanan,

tidak tahunya malah kena dihajar kucar-kacir oleh Kong Tong

Liehiap Kang Sian Cian, sehingga dua kawannya binasa dan empat

lagi terluka. sedang mata Pang Jie Hoan telah diserang oleh senjata

rahasia ketika berada dirumah penginapan Ceng Yang Koan.

Kekalahan ini telah membikin kuncup nyali kawanan penjahat
penjahat itu hingga mereka tidak berani bergerak sembarangan lagi.

Tatkala rombongan kedua yang dipimpin oleh Oey Cing Tan
tiba bersatulah mereka lalu meneduh digedung Oh Cu Kui.

Hoan Kong Hong membicarakan tentang budak perempuan

Chie Ciatsu yang cantik luar biasa, tapi juga tinggi sekali ilmu

silatnya. hingga fihaknya sendiri yang mengerahkan tenaga

beberapa orang hampir saja semuanya rubuh ditangannya.

Siapa nyana bahwa penuturan itu telah menimbulkan kegusaran

Liauw-tang Siang Tiauw dan Yan-san Jie Kui (Sepasang burung

dari Liauw-tang dan dua setan dari Yan San), masing-masing

julukannya empat penjahat yang datang bersama Oey Cing Tan.

Mereka telah menertawai Hoan Kong Hong dan kawan
kawannya sebagai manusia yang tidak berguna, sehingga

menghadapi satu budak perempuan saja sudah tidak mampu. Hoan

Kong Hong sebetulnya hendak memberi tahukan dua rupa senjata

istimewa yang digunakan oleh Sian Jie, supaya dipelajari bersama
sama, tapi dengan adanya perbuatan empat orang tadi, ia lantas

urungkan maksudnya.

50

Oey Cing Tan kuatir akan timbul percidraan, maka lantas buru
buru nasehati Liauw-tang Siang Tiauw dan Yan-san Jie Kui, namun

ia sendiri juga merasa kurang puas. Ia masih bersangsi, bagaimana

seorang budak cilik yang namanya belum dikenal mempunyai

kepandaian begitu tinggi?

Diam-diam ia juga berunding dengan empat penjahat tadi.

kemudian ambil keputusan bahwa esok malam sama-sama

mengunjungi Siang Khee Chun untuk menemui itu budak cilik yang

katanya berpa.ras amat cantik.

Yan-san Jie Kui yang gemar paras cantik ketika mendengar

keluarga Chie mempunyai budak yang berparas cantik, tergeraklah

hatinya. Ia ingin menangkap hidup-hidup budak tersebut.

Esok malamnya, setelah kentongan berbunyi dua kali, Oey

Cing Tan bersama Liauw-Sang Siang Tiauw Sie Kok Tiong dan

Pang Oen. Yan-san Jie Kui Thio Kiu dan Co Pat rnengenakan

pakaian ringkas peranti berjalan molom lalu berangkat menuju ke

Siang Khee Chun.

Belum sampai mereka memasuki kampung, sudah dipergoki

oleh Pat Kwa-ciang Cin Tiong Liong dan Hwie Thian Giok Houw

Ong Bun Ping yang mengintai di luar kampung. Cin Tiong Liong

menyuruh Ong Bun Ping kabarkan kepada Sian Jie, dan ia sendiri

hendak menghadapi lima orang tersebut.

Siapa kira bahwa lima penjahat itu setiba didepan kampung,

lantas memencarkan diri menjadi dua rombongan. Liauw-tang

Siang Tiauw masuk dari sebelah kiri, Oey Cing Tan bersama Yin
san Jie Kui masuk dari sebelah kanan.

Dengan demikian, hingga Cin. Tiong Liong terpaksa merobah

rencananya, setelah bersangsi sejenak, ia lalu mengambil putusan

hendak mencegat rombongannya Oey Cing Tan. karena dua

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

51

penjahat itu meski bisa masuk kedalam karnpung, disana toch sudah

ada Sian Jie dan Ong Bun Ping, sudah cukup buat melayani mereka.

Cin Tiong Liong segera sembunyikan dirinya diatas pohon di

pinggir jalan dan tak lama kemudian kelihatan tiga orang tersebut.

Oey Cing Tan meski seorang penjahat besar yang sangat di
segani di daerah Utara, namun ia tidak gemar paras elok. Ia tahu

bahwa Yan-san Jie Kui juga merupakan setan penggemar paras

elok, karena kuatir kedua setan ini nanti merusak kehormatan

wanita baik-baik, maka ia sendiri tidak pergi bersama Liauw-tang

Siang Tiauw, sebaliknya ia hendak mengawani sambil mengawasi

dua orang tersebut.

Tatkala mereka tiba dibawah pohon besar, tiba-tiba mereka

diserang dengan batu yang dinamakan Hwie Hong Ciok dengan

kekuatan yang luar biasa dahsyatnya, tiga orang itu buru-buru

mendekam, meski terlolos dari serangan, tapi tidak urung sudah

dibikin kaget setengah mati. Diam-diam merasa heran. bagaimana

seorang bekas pembesar negeri yang tidak bertenaga bisa mendapat

bantuan dari orang Kang-ouw yang mempunyai kepandaian ilmu

silat demikian tinggi? Nampaknya penuturan Hoan Kong Hong

memang benar.

Selagi berpikir, tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring dan

panjang, kemudian disusul dengan suara bentakan "Hai bangsa

kurcaci segala berani juga beriaku kurang ajar di Kampung Siao
ouw? Kalau kalian tahu selatan baiklah lekas-lekas enyah dari sini!

Tunggu sampai pemimpin kalian datang barulah kita boleh adu

tenaga dengan secara terang-terangan. Kalau kalian mengira diri

sendiri ada gagah dan memikirkan hendak berbuat sesuka hatimu

tentu malam ini "

Belum habis perkataan orang yang sembunyi itu, Yan-san Jie

Kui sudah tidak bisa menahan amarahnya, maka lantas keluarkan

52

bentakan berbareng, kemudian lompat menerjang keatas pohon

besar tersebut.


Sapta Siaga 15 Menerima Tanda Jasa Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini