Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A Bagian 5
"Menurut pemandanganku," kata Kang It Peng, "Soal ini
agaknya tidak begitu hebat seperti apa yang kau pikirkan. Ong Bun
Ping dengan Koo Jie Lan ada merupakan perjodoan yang setimpal,
anak-anak muda yang agak sedikit lama bergaul dengan sendirinya
pasti timbul rasa sukanya."
"Kita tidak usah bicarakan ini lagi," sahut Sun Tay Beng seraja
gelengkan kepalanya. "Kita harus mempelajari soal perjanjian kita
212
dengan Tong Cin Wie yang dalam tempo tiga hari lagi akan
mengadakan pertempuran di Ho-lo-wan. Benar-benar aku tidak
mengerti, mengapa kau harus ulur tempo sampai tiga hari, apa
maksud kau yang sebenarnya?"
"Tahukah kau?" tanya Kang It Peng, "bahwa Cian-pi-sin-mo Thio
Pak Tao ada mempunyai seorang sahabat karib yang bernama Goei
Liong dan julukannya, Sam-ciu-kim-kong atau 'malaikat tiga
tangan', orang ini kalau mau dibandingkan dengan Cian-pi-sin-mo
masih jauh sekali lebih lihay, Ci Yang To-tiang dengan
kedudukannya yang tinggi sebagai satu pemimpin partay besar,
telah sudi meninggalkan Bu-tong-san untuk beri bantuan tenaga
pada kita dengan maksud ialah It Hok To-tiang pada empatpuluh
tahun berselang pernah bertanding dengan Goei Liong, yang
akhirnya It Hok To-tiang telah kalah karena serangan Goei Liong
yang dinamai 'Ngo-tok-sin-koan' dan belum sampai tiga bulan It
Hok kembali diatas gunung ia telah binasa.
Sebelum ia mangkat ia telah menurunkan kepandaian ilmu silat dari
partai Bu-tong-pay yang paling tinggi yang dinamakan Bu-kek,khi
kang kepada Ci Yang To-tiang, serta meninggalkan pesan, bahwa
Ci Yang To-bang harus melaksanakan dua persoalan besar.
Kesatu ialah mencari dan membinasakan murid yang murtad
dari partay Bu-tong yaitu Teng Tay Kouw, kedua jalah membunuh
Sam-ciu-kim-kong Goei Liong. Tatkala Goei Liong bertempur
dengan It Hok To-tiang, meski ia bisa melukai It Hok To-bang
dengan 'Ngo-tok-sin-koan'nya, tapi ia sendiri, juga terkena
serangannya sang lawan yang bernama ?Bian-ciang?.
Serangan itu meski tidak membahayakan jiwanya tapi sebenarnya
hebat, tunggu setelah lukanya sembuh sudah tentu ia akan
menggunakan 'Ngo-tok-sin-koan'nya untuk membasmi habis murid'
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
213
Bu-tong-pay. It Hok To-tiang setelah meninggalkan pesannya telah
menarik napasnya yang penghabisan.
Ci Yang To-bang setelah memanaku jabatan sebagai Ciang-bun-jin
(pemimpin) dari golongan Bu-tong-pay, lantas mulai melatih
dirinya dengan rajin dalam ilmu silat Bu-kek-khi-kang. Goei Liong
sendiri pada saat itu juga lenyap dari kalangan Kang-ouw, ia telah
bersemadi untuk merawat lukanya dan melatih lagi ilmu 'Ngo-tok
sin-koan'nya, duapuluh tahun lamanya ia berbuat demikian akhirnya
lukanya sembuh. Benar saja ia lantas mencari It Hok To-tiang ke
Bu-tong-san, dengan ilmunya ia telah melukai Suheng Ci Yang To
tiang dan empat murid Bu-tong-pay. Pada kala itu, Ci Yang To
tiang masih belum selesai melatih ilmunya Bu-kek-Ichi-kang,
karena menganggap tidak ada gunanya untuk melawan dengan ilmu
silat yang baru dilatih itu, maka terpaksa bersama-sama empat
murid Bu-tong-pay dari golongan tua untuk menghadapi Goei
Liong.
Selagi kedua pihak bertempur dengan hebat, kebetulan itu waktu
aku sedang berkunjung ke Bu-tong-san, dan kemudian aku memberi
hantuan sedikit tenaga kepada pihaknya Ci Yang To-tiang, hingga
Goei Liong terluka lagi dan lantas kabur.
Selanjutnya Ci Yang To-tiang lebih rajin melatih ilmu silat Bu-kek
khi-kangnya tiga puluh tahun lamanya belum pernah alpa-kan
barang satu hari, hingga ilmu itu akhirnya dapat dikuasai olehnya
sampai mahir benar.
Selama itu telah terjadi rupa-rupa hal, cuma saja tidak menerbitkan
bencana apa-apa. Aku memang sengaja menyanjikan waktu tiga
hari dengan mereka, karena aku menduga tentu akan menggunakan
waktu tiga hari itu untuk pergi mengundang Goei Liong, supaya
segala permusuhan selama berpuluh-puluh tahun itu dapat
dibereskan sekaligus dalam pertempuran di Ho-lo-wan itu. Kalau
214
tidak, sekalipun kita bisa menyingkirkan Cian-pi-sin-mo dan Tong
Cin Wie serta kambrat-kambratnya, tapi dengan meninggalkan Goei
Liong, juga merupakan bencana dikemudian hari."
Sun Tay Beng mengangguk-anggukkan kepala, kemudian
berkata:
"Tentang diri Sam-ciu-kim-kong itu, aku juga pernah
mendengar orang katakan bahwa ia agaknya jarang muncul didunia
Kang-ouw."
"Si Iblis tua itu," kata Kang It Peng, "Terlalu pandang tinggi
dirinya sendiri, ia jarang sekali bergerak dikalangan Kang-ouw,
sudah tentu tidak banyak orang yang mengetahui tentang dirinya.
Selama beberapa puluh tahun itu untuk merawat lukanya tambah
jarang ia keluar pintu. sebetulnya tempat tinggalnya diatas gunung
Pak-sia-san yang tidak jauh letaknya dari sini."
"Kalau begitu," sahut Sun Tay Beng, "Pertempuran di Ho-lo
wan itu nanti akan merupakan pertempuran yang ramai."
"Itu adalah satu pertempuran yang maha hebat," menetapkan
Kang It Peng, yang mungkin akan diakhiri dengan keadaan yang
mengerikan, Ngo-tok-sin-koan Goei Liong, boleh dikata ada
merupakan satu kepandaian istimewa dalam rimha persilatan dan
Bu-kek-khi-kang Ci Jung To-tiang juga ada satu kepandaian ilmu
tenaga dalam yang sangat tinggi, tapi ia akan mampu atau tidak
untuk menahan serangan Ngo-tok-sin-koan hal itu masih sukar
untuk diramalkan."
"Pek-po-sian-koan dan Pek-kong-ciang," kata Sun Tay Beng,
"Dua rupa ilmu serangan itu sama-sama merupakan ilmu silat
tenaga dalam, ini aku mengerti, tapi mengapa diatas istilah dengan
tangan harus ditambah dengan lima racun (ngotok), apakah Goei
215
Liong itu telah mengumpulkan hewan lima jenis racun itu kedalam
dirinia sendiri?"
Kang It Peng berkata: "Apa yang dinamakan Ngo-tok-sin-koan
itu bila kita tinjau dari namanya saja sudah bisa mengerti bahwa
serangannya itu diharengi dengan lima jenis racun yang sangat
berbahaya untuk jiwa sang lawan. Tapi bagaimana caranya melatih
dan lima jenis racun itu terdiri dari racun apa, aku sendiri juga tidak
mengetahui dengan jelas ..!"
Bicara sampai disini, dari luar kamar telah terdengar suara Ci
Yang To-tiang tertawa, kemudian berkata:
"Ngo-tok-sin-koan kepunyaan Goei Liong, kalau kena diri
orang sudah tidak ada obatnya lagi, obat pil Kang-heng yang
dinamai Siau-hoan-tan meski-pun dapat memusnahkan segala
racun, tapi barangkali tidak berdaya untuk memusnahkan lima jenis
racun Goei Liong itu. Jie-wie kalau ada kegembiraan mari kita
bicarakan Ngo-tok-sin-koan kepunyaan Goei Liong itu."
Meski Sun Tay Beng biasanya suka bersenda-gurau dengan
orang-orang didunia Kang-ouw, tapi terhadap pemimpin besar dari
partai Bu-tong yang namanya sudah terkenal itu ia hormati sekali,
beda dari biasanya maka setelah menampak Ci Yang To-tiang
masuk dikamar-nya, ia lantas bangkit untuk menyilahkan Ci Yang
To-tiang duduk, kemudian berkata sambil menyura,
"Kalau To-heng sudi, Sun Tay Beng akan mendengar dengan
hormat."
Ci Yang To-tiang membalas hormat dan setelah ambil tempat
duduk iapun herkata:
"Kang-heng adalah satu Kiam-hiap yang kenamaan di jaman
ini, hingga orang-orang digolongan rimba persilatan pada
menjunjung tinggi, maka menurut pendengaran yang sangat luas
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
216
terhadap segala ilmu silat dan racun atau senjata rahasia beserta
caranya untuk memusnahkan tentunya sangat paham, ilmu pedang
Tui-hong-kiam yang diciptakan oleh Kang-heng, lebih-lebih telah
merupakan satu ilmu pedang yang istimewa .."
Kang It Peng goyang-goyang tangannya sambil tersenyum ia
memotong pembicaraan Ci Yang To-bang:
"Sudah .., sudah .. kalian orang dari golongan Bu
tong-pay siapa yang tidak kenal kalau bukan orang yang mahir ilmu
pedang, ilmu ciptaanku yang tidak berarti ini, bagaimana bisa
dibandingkan dengan ilmu pedang kalian? Apalagi tentang Ngo
tok-sin-koan kepunyaan Goei Liong aku sendiripun tidak
mengetahui dengan jelas."
"Suhu telah terluka dibawah serangan Ngo-tok-sin-koan," kata
Ci Yang To-bang itu, "Aku telah menggunakan rupa-rupa daya
untuk mencari keterangan, dan ternyata usahaku itu tidak tersia2,
akhirnya aku telah dapat dengar bagaimana caranya ia telah melatih
ilmu silatnya."
Sun Tay Beng lantas bertanya: "Apa bedanya Ngo-tok-sin-koan
dan Pek-po-sin-koan?"
"Pek-po-sin-koan," menerangkan Ci Yang To-tiang. "Telah
menggunakan ilmu tenaga dalam, dengan kekuatan angin untuk
merubuhkan musuhnya, dengan Pek-kong-ciang sama-sama
merupakan ilmu silat tenaga dalam yang sangat tinggi, Ngo-tok-sin
koan mirip dengan lawannya, bedanya jalah Pek-po-sin-koan dapat
melukai lawannya dengan mengandal kekuatan tenaga dalam yang
asli, tapi Ngo-tok-sin-koan disamping tenaga dalam pun ditambah
dengan hawa racun."
"Kalau begitu." kata Sun Tay Beng, "No-tok-sin-koannya Goei
Liong juga termasuk ilmu silat tenaga dalam. Tapi dengan cara
217
bagaimana lima jenis jarum itu bisa dilatih dan dimasukkan
kedalam tenaga?"
"Ia cuma menggunakan sebelah tangan kanan," menerangkan
Ci Yang To-tiang, "Setelah direndam dalam air yang dicampuri
lima jenis racun dan kemudian dilatih dengan caranya yang tertentu,
hawa racun itu bisa keluar menurut anginnya serangan."
"Ngo-tok-sin-koannya Goei Liong," menyelak Kang It Peng,
yang sedari tadi tinggal diam saja, "Sebenarnya terdiri dari lima
jenis racun binatang apa?"
"Lima racun itu," kata Ci Yang To-tiang, jalah: solar, kelabang,
kawa-kawa (laba-laba) kalajengking dan kadal, cuma saja solar
harus solar yang sangat beracun, dan keempat binatang lainnya
harus kudu dicari yang sudah berumur 100 tahun lebih. Lima racun
itu dikumpulkan dan dimasukkan kedalam guci, lalu ditanam
dibawah tanah dan biarkan mereka saling bunuh sendiri. Setelah
kira-kira satu tahun kemudian, guci itu lantas diangkat dan
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimasukkan air di-ngin, lalu dimasak supaya air racun itu mendidih.
Orang yang melatih harus merendam tangan kanan atau tangan kiri
kedalam air racun itu setiap hari, supaya hawa racun itu masuk
kedalam tangan, lalu menggunakan tenaga dalam untuk
menyampurkan racun itu hingga terciptalah itu ilmu silat yang
dinamai 'Ngo-tok-sin-koan'. Cuma saja diwaktu melatih ilmu ini,
ilmu tenaga dalamnya orang itu sendiri harus sudah sempurna betul
betul supaya racun itu tidak dapat menyerang dirinya, karena kalau
tidak racun itu akan merupakan bencana bagi dirinya sendiri."
Sun Tay Beng goyang-goyang kepala dan menghela napas.
"Melatih silat dengan cara demikian," katanya, "tidak perduli
bagaimana kesudahannya, walau bagaimana merupakan satu
siksaan bagi dirinya sendiri."
218
"Ilmu silat semacam itu," kata Kang It Peng, "Kecuali orang
orang yang sifatnya ganas dan sangat kejam tapi bagi orang yang
mempunyai sedikit perikemanusiaan saja, sudah tentu tidak sudi
melatih itu. Dalam pertempuran kita di Ho-lo-wan nanti, kita harus
perhatikan betul-betul ilmu Ngo-tok-sin-koan ini."
"Ngo-tok-sin-koan kepunyaan Goei Liong," kata Ci Yang To
tiang bersenyum, meskipun sangat ganas, tapi asal kita bisa
menjaga dan terus waspada jangan sampai terkena serangan
anginnya, tidak akan menjadikan bahaya apa-apa. Dalam
pertempuran di Ho-lo-wan nanti, sebaiknya kita bertempur satu
lawan satu, aku sendiri yang nanti akan menghadapi Cian-pi-sin
mo, kalau kita bisa menyingkirkan kedua iblis tua itu maka yang
lainnya kita tidak perlu takuti lagi. Apa yang kita harus takuti jalah
Goei Liong nanti kalau sudah marah benar-benar mungkin menjadi
kalap dan melukai orang sebanyak-banyaknya, angin dari serangan
tangannya bisa mencapai jarak seratus langkah, siapa yang terkena
tidak ada obat-nya. Dalam hal ini harap Jie-wie berpesan kepada
semua kawan kita. Paling baik kita harus menyingkir sejarak seratus
langkah lebih daripadanya."
Tiga orang itu setelah memperbincangkan soal Goei Liong
lantas pada bubaran.
? ooOoo ?
X.
Mari kita sekarang kembali kepada diri Ong Bun Ping, yang
telah menerima baik perjodoannya dengan Koo Jie Lan. karena
terdesak oleh perintah Suhunya, perjodoannya itu sudah diterima
baik namun dalam hatinya merasa sangat cemas. Ia sedih karena
mendengar kabar tentang diri orang yang ia cintai sudah menjadi
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
219
kepunyaan orang lain dan rasa cinta yang telah berakar dalam,
akhirnya telah merupakan impian kosong. Walaupun Ong Bun Ping
adalah seorang yang tinggi hati dan keras kepala tidak urung ia
tidak tahan menekan penderitaan dalam hatinya, saat itu air matanya
telah mengembeng, setelah menyingkir dari kamar Suhu-nya, lantas
menyembunyikan din dikamarnya sendiri.
Dengan tiba-tiba satu suara yang merdu telah memanggil
padanya:
"Ong Suko kau lagi memikirkan apa?"
Si pemuda menoleh dan ia nampak orang yang memanggilnya
itu adalah Kong-tong Lie-hiap Kang Sian Cian. Karena rasa pilu
didalam hatinya, maka air matanya mengalir tanpa dapat ditahan,
namun ia masih pura-pura seperti tidak ada kejadian apa-apa dan
menjawab:
"Aku sedang memikiri pertempuran kita dengan musuh yang
terjadi tadi malam "
Jawaban itu diucapkan dengan secara terpaksa, karena kalau
benar ia memikirkan soal pertempuran tidak mungkin mengucur
ban air mata.
Si nona yang sudah berusia dua puluh tahun, sudah bukan
merupakan gadis cilik lagi yang tidak mengerti soal cinta seperti
keadaannya pada empat atan lima tahun berselang. Sejak malam itu
tatkala ia pulang sehabisnya menyerepi keadaan Ie Ciu Wan ia telah
dapatkan gelagat yang lain dari Ong Bun Ping, ia mengerti bahwa
Ong Suhengnya ini ternyata diam-diam telah menaruh cinta kepada
diri-nya, kini menampak sikap sang Suheng yang demikian rupa,
dalam hati lantas mengerti. Dengan sejujurnya saja Kang Sian Cian
terhadap dirinya Ong Bun Ping juga menaruh simpathi, cuma saja
Ong Bun Ping saat itu tidak berani mengutarakan isi hatinya
220
terhadap sinona, sehingga kesempatan yang baik bagi si pemuda
mendapatkan diri si nona telah diberi lewat dengan begitu saja.
Sekarang keadaannya sudah lain, dalam hati Kang Sian Cian sudah
bersarang didiri Chie Sie Kiat, malahan sudah menerima baik
permintaan Yayanya sendiri untuk kawin dengan pemuda itu,
kesempatan telah lewat, maka soal yang sudah lalu kini seperti
awan buyar tertiup angin.
Kang Sian Cian kesima sekian lamanya, dalam hati juga merasa
pilu ia merasakan Ong Suhengnya ini agak berlainan dengan dulu,
kalau dulu ia merupakan satu anak muda yang beradat tinggi dan
berhati dingin, tapi sekarang telah demikian lemah dan keadaannya
sangat mengenaskan. Ia maju menghampiri lalu kembali memanggil
"Ong Suko .."
Sebenarnya ia ingin menghibur dengan beberapa patah kata,
tapi baru saja ia mengucapkan 'Ong Suko', kata-katanya yang mau
dikeluarkan itu telah kandas ditenggorokannya. Perlahan. Ong Bun
Ping pun bangkit lalu berkata sambil bersenyum "Kau sudah
ditetapkan perjodohanmu dengan Chie Kong-cu .."
Si nona mengangguk.
"Itu bagus," kata Ong Bun Ping, "Chie Kong-cu tinggi ilmu
suratnya, orangnya juga sopan-santun dan tampan, aku barus
memberi selamat kepada Sumoy."
Kang Sian Cian cuma menyahut : "Dia sangat menyintai
diriku."
Ong Bun Ping melompat dari tempat tidurnya lalu dengan
wajah agak berubah ia berkata: "Ia dan Kang Sumoy merupakan
pasangan yang setimpal. Semoga kalian bisa hidup rukun sampai
hari tua."
221
Hati Kang Sian Cian bercekat, lama baru ia menjawab sambil
tertawa: "Enci Koo toch masih baik terhadapmu."
Ong Bun Ping mengangguk dan berkata: "Aku tahu."
"Tapi kau masih begitu dingin terhadap dia," kata si nona lagi
sambil menghela napas.
Ong Bun Ping bersenyum getir lalu dengan perlahan ia keluar
dari kamarnya. Kang Sian Cian tahu betul apa yang dipikiri oleh
anak muda itu pada saat itu, karena ia anggap tidak ada gunanya
untuk memberi nasehat dengan mengingat hubungannya dengan
anak muda itu pada masa yang lalu juga ia mearsa sedih lalu dengan
suara terharu ia menanya:
"Setelah pertempuran di Ho-lo-wan nanti selesai, apa kau
hendak turut pulang dengan Suhu?"
"Jika dalam pertempuran yang hebat ini," kata Ong Bun Ping
sambil gelengkan kepala, "Aku masih belum binasa ditangan
musuh, apa akan berdiam disini sementara waktu sampai upacara
pernikahanmu dengan Chie Kong-cu dan setelah selesai barulah aku
akan pergi, dan untuk selanjutnya apa yang akan terjadi didalam
dunia ini, semuanya tidak akan ada hubungannya dengan aku."
Mendengar jawaban itu Kang Sian Cian ferkejut lalu bertanya:
"Kalau begitu kau hendak berbuat apa?"
"Didalam dunia masih ada banyak tempat yang indah-indah!"
jawab Ong Bun Ping, "Aku bermaksud hendak merantau dan
menyelajah diseluruh dunia."
Si nona terharu dan melelehkan air mata. Maka berkatalah ia:
"Apa maksud kau berbuat begitu?"
Ong Bun Ping mengawasi si nona dengan tajam lalu tiba-tiba ia
pejamkan matanya, sudah itu berkatalah ia:
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
222
"Karena sebetulnya aku sudah lama menaruh hati padamu, tapi
selama itu aku tidak berani mengutarakan isi hatiku, dalam segala
hal aku merasa tidak sepadan dengan kau, maka aku merasa diriku
sendiri bukan merupakan pasanganmu, sekarang kau sudah
mendapat jodo yang setimpal, sudah seharusnya aku mencari
jalanku sendiri. Suhu telah memaksakan menerima baik pernikahan
dengan nona Koo, yah karena perintah Suhu tidak dapat dibantah,
maka aku terpaksa menerima. Tapi jika benar-benar akan terjadi
demikian, itu beranti mencelakakan diri nona Koo, karena itu
setelah aku berpikir bulak-balik, hanya ada satu jalan yang aka rasa
baik dijalankan, tapi jalan ini ternyata akhirnya buntu, terpaksa aku
harus membunuh diri untuk membalas budi Suhu. Sian Cian
Sumoy, semua ini kau jangan beritahukan kepada orang lain dulu.
Kalau kau tidak menurut, itu berarti kau telah mendesak aku untuk
membunuh diri."
Kang Sian Cian ketika mendengar omongan pemuda itu merasa
seluruh badannya menggigil dan hatinya cemas, hingga air matanya
mengucur deras. Sambil menggenggam tangannya Ong Bun Ping ia
pun berkata:
"Mengapa siang-siang kau tidak mengutarakan padaku semua
ini? Sekarang kau bicarakan semuanya tapi sudah terlambat."
"Diwaktu yang lalu aku tidak berani mengutarakan itu," kata
Bun Ping sambil gojang kepala. "Kalau kau tidak mengutarakan isi
hatirnu, bagaimana aku bisa tahu?" kata si nona, "Tapi sekarang
sudah terlambat, kalau kau benar-benar menyintai aku, seharusnya
kau terima baik permintaanku, aku mu kau menurut perintah
Suhurnu yaitu menerima baik pernikahan dengan nona Koo. Ia
begitu dalarn menyintai engkau jadi kau tidak boleh sia-siakan dia.
Dalam dua hari ini aku berkumpul dengan dia dan dia telah
menceritakan segala rahasia hatinya."
223
Ong Bun Ping berpikir agak lama, baru ia menjawab: "Aku
akan menerima baik permintaanmu."
"Tapi kau tidak boleh membohongi aku," kata si nona sambil
bersenyum. Kemudian si nona lepaskan genggaman Ong Bun Ping
lalu ting-galkan si pemuda itu.
Tiga hari telah berlalu dengan cepat, kini sudah tiba saatnya
untuk menepati janji untuk mengadakan pertempuran di Ho-lo-wan,
Kang It Peng, Ci Yang To-tiang, Sun Tay Beng, Kang Sian Cian
dan lain-lainnya, pagi-pagi sudah berada di Ho-lo-wan. Ho-lo-wan
ada merupakan satu teluk didaerah didekat telaga Siau-ouw, oleh
karena bentuknya mirip dengan Ho-louw, pintu ma-suk sempit,
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalamnya ada luas, maka disebut Ho-lo-wan.
Belum lama mereka disana telah muncul rombongan Tong Cin
Wie. Kawanan berandal dari Utara ini berjumlah banyak orang, jauh
lebih banyak dari rombongan Kang It Peng.
Orang-orang dari dua pihak lantas pada berdiri berbaris saling
berhadapan, Kang It Peng menampak disisi Cian-pi-sin-mo berdiri
seorang tua yang wajah-nya sangat jelek dan kepalanya botak,
badannya kurus kering seolahg cuma tinggal tulang dibungkus kulit.
Ci Yang To-bang berkata kepada Sun Tay Beng dengan suara
perlahan sekali: "Orang tua itu adalah Sam-ciu-kim-kong Goei
Liong."
Chio-bin-giam-lo sekali lagi memperhatikan orang tua itu,
sekarang ia menampak jelas bahwa lengan baju tangan kanan si
kakek itu jauh lebih panjang, sehingga seluruh tangan kanan-nya
tertutup oleh lengan bayunya. Tangan kirinya memegang sebatang
tongkat besi yang diujrmg atasnya merupakan kepalan orang, lima
jari tangannya seolah-olah hendak mencengkeram orang.
224
Koo Hong dan Sun Tay Bang merupakan orang-orang Kang
ouw yang ulung, segala jenis senjata tajam kebanyakannya pernah
mereka melihat. Tapi senjata Sam-ciu-kim-kong ini, terutama yang
merupakan jari tangan entah apa gunanya.
Koo Hong berkata dengan suara perlahan kepada kawannya:
"Senjata orang Loa itu sangat aneh, itu ujung tongkat yang
merupakan lima jari, tidak tahu bagaimana caranya ia
menggunakannya?"
Kang It Peng berkata: "Senjata yang aneh itu bernama Kui-ciu
thi-koay atau tongkat besi bertangan setan dan itu benda yang
merupakan lima jari diujung tongkat semuanya sudah direndam
racun. kalau orang menyebutnya Sam-ciu-kim-kong maka
maksudnya ialah senjata yang aneh itu."
Pada saat itu Tong Cin Wie telah menghampiri Kang It Peng
lalu berkata sambil menyura:
"Sekarang kita tidak perlu banyak bicara lagi, kita cuma bisa
menggunakan kaki tangan, tenaga dan ilmu silat untuk
mendapatkan keputusannya. Sekarang aku hendak tanya kepada
Kong Tay-hiap, dengan cara bagaimana kita melaku-kan
pertandingan ini?"
Kang It Peng menghitung orang pihaknya sendiri, ternyata
cuma berjumlah 'tujuh' orang, maka lantas menjawab sambil
membalas hormat si orang she Tons:
"Kita tidak perlu terges-gesa, sebaiknya kita melakukan tiga
kali pertdingan untuk menetapkan siapa yang lebih unggul, bagai
mana pikiranmu?"
"Bagus," jawab Tong Cin Wie. "Baiklah kita lakukan seperti
apa yang Kang Tay-hiap kehendaki."
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
225
Sehabis berkata iapun balik kebarisannya sendiri, nampaknya ia
sedang berunding dengan Cian-pi-sin-mo dengan suara perlahan.
Sebentar kemudian Thay-si Sian-su melompat keluar dari
barisannya sambil menenteng senjata tongkatnya. Sun Tay Beng
berkata kepada Kang It Peng:
"Si Hweeshio kepada gundul ini dengan aku ada merupakan
musuh bujutan, biarlah aku yang menghadapinya."
"Baiklah," jawab Kang It Peng sambil mengangguk, "Tapi kau
hams hati" terhadap Ngo-tok Goei Liong. Jangan berada didalam
jarak seratus langkah."
Sun Tay Bang tertawa lalu dengan dua kali lompatan ia sudah
memapaki Thay-si Sian-su. Sambil melintangkan senjatanya ia
berkata kepada Thay-si Sian-su dengan tertawa dingin:
"Hari ini sebelum belum mendapat keputusan kita jangan
berhenti bertempur, kalau bukan kau si Hweeshio yang naik
keakherat, tentu aku si Giam-lo yang akan menjabat pangkatku
disana."
Thay-si Sian-su tidak menjawab apa-apa tapi ia membabat
dengan tongkatnya. Sun Tay Bang membentak keras lalu
mengangkat senjatanya untuk menangkis serangan si Hweeshio itu.
Dalam pertempuran itu masing-masing telah mengeluarkan tenaga
dan kepandaian sepenuhnya, maka tatkala kedua senjata itu beradu
dan mengeluarkan suara dahsjat, masing-masing lantas terpental
mundur tiga tindak.
Pertempuran secara dernikian didalam rimba persilatan, boleh
dikata jarang tertampak. Karena pertempuran semacam itu
sedikitpun tidak boleh menggunakan kelincahan badan, maka
pertempuran secara mengadu tenaga itu kecuali menimbulkan suara
hebat dari beradunya kedua senjata bagi orang kedua pihak yang
226
menyaksikan itu juga pada kuatir, terutama dipihak Sun Tay Beng.
Empat jurus telah berlalu wajah Sun Tay Beng dan lawan-nya pada
berubah karena pertempuran itu. Masing-masing telah
menggunakan tenaga sepenuhnya. Sun Tay Beng Sambil atur
pernapasannya telah berpikir:
"Tidak disangka tenaga dalam si kepala gundul ini demikian
tinggi."
Tapi ia tidak tahu bahwa ketika Thay-si Sian-su menyambuti
tiga kali serangannya telah tergoncang hebat dalam dada kalau ia
berani menyambuti sekali lagi serangan si orang she Sun seketika
itu tentu ia akan binasa. Sayjang. Sun Tay Beng setelah menyerang
hebat tiga kali, ia juga sudah kehabisan tenaga, ini berarti bahwa
kekuatan kedua pihak selisih tidak banyak. Sejenak telah berlalu
dalam keadaan sunyi, kedua orang itu berdiri berhadapan soling
memandang tapi satupun tidak turun tangan lagi. Tapi orang-orang
yang menonton dari kedua pihak, semua tahu bahwa ini ada
merupakan satu kesunyian yang akan menghadapi suatu keputusan,
karena kedua musuh itu masing-masing sedang mengatur jalan
pernapasan untuk memulihkan tenaga supaya bisa melanjutkan
pertempuran yang hebat ini.
Benar saja tidak lama kemudian, senjata Sun Tay Beng sudah
kelihatgn bergerak lagi untuk menyerang Thay-si Sian-su. Kali ini
si Hweeshio tidak berani menyambuti serangan sang lawan, ia
hanya berkelit untuk mengelakan serangan kemudian membabat
bagian hawah lawannya.
Kali ini keduanya telah merubah cara berkelahi, masinga telah
melakukan serangan serba cepat dan gesit, hingga kedua senjata itu
seolah-olah dua naga yang sedang berebutan mustika di udara.
Bagi Ong Bun Ping, Koo Hong, Kang Sian Cian dan Koo Jie
Lan sendiri, juga baru kali ini menyaksikan pertempuran yang
227
demikian hebat, hingga musing-masing pada menyaksikan jalan
pertem-puran yang penuh perhatian. Sebentar kemudian, tiba-tiba
terdengar suara bentakan hebat dari Sun Tay. Beng dan badannya
melompat keatas, lalu dengan menggunakan tipu serangan
'membelah gunung Hoa-san' yang dibarengi dengan tenaga
sepenuhnya senjatanyapun menyerang lawannya.
Thay-si Sian-su mengetahui bahwa serangan itu hebat sekali
maka tidak berani menyambuti senjatanya, ia lompat untuk
mengelakkan serangan tersebut dan senjatanya berbalik menyerang
lawannya. Tidak disangka serangan membelah gunung Hoa-san dari
Chio-bin-giam-lo itu nampaknya hebat sekali, tapi sebenarnya ada
suatu serangan pura-pura, maka berbareng dengan berkelitnya
Thay-si Sian-su maka Sun Tay Beng telah merubah serangannya.
Senjata ditangan kanannya dipakai untuk menjaga dirinya, dan
badannya yang terapung diudara lantas meluncur turun dengan
cepat disamping Thay-si Sian-su. Dengan kecepatan laksana kilat ia
melakukan serangan dengan tangan kirinya. Sebentar kemudian
cuma terdengar suara menggeramnya Thays-i Sian-su, karena kena
serangan hebat dibelakang gegernya. Badannya yang gemuk itu
lantas tampak sempoyongan kedepan kira-kira delapan langkah,
meskipun orangnya tidak rubuh, tapi mulutnya sudah
menyemburkan darah segar.
Ketika Sun Tay Beng hendak kembali kebarisannya tiba-tiba
terdengar Kang It Peng berseru: "Lekas menyingkir!"
Chio-bin-giam-lo buru-buru menengok dan terlihat olehnya
satu bayangan orang yang berkelebat menyamber laksana burung.
Sun Tay Beng lalu memapaki dengan senjatanya. Siapa tahu,
senjata itu seolah-olah disedot oleh tenaga gaib yang sangat kuat,
kemudian disusul dengan suara tertawa yang aneh. Ia waktu itu
merasa kekuatan hebat telah menindih dirinya. Sun Tay Beng kalau
mau menghindarkan serangan tersebut, mau tidak mau tentu akan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
228
lepaskan senjatanya, karena kalau dia tidak berbuat demikian, sudah
tentu ia akan terkena serangan musuhnya. Dalam saat yang keritis
ini, Chio-bin-giam-lo terpaksa lepaskan senjata dan buru-buru
melompat mundur kira-kira satu tumbak jauhnya barulah ia bisa
berdiri dengan tegak. Tapi musuh itu terus membuntuti, dalam
murkanya Sub Tay Beng lantas membalik menyerang dengan
menggunakan tenaga sepenuhnya.
Tapi baru saja serangan itu dikeluarkan, tiba-tiba pergelangan
tangannya dirasakan kesemutan dan tangannya sudah dicekal oleh
musuhnya, sehingga tenaganya sesaat itu rasanya sebagai telah
lenyap samasekali. Asal orang itu menekan lebih kuat lagi jiwanya
si orang she Sun tentu terancam. Sun Tay Beng tidak mengira telah
terhina demikian rupa, selagi ia hendak ambil tindakan hebat untuk
balas menyerang atau adu jiwa tiba-tiba didepan matanya ada
berkelebat sinar pedang, kemudian tangannya terlepas dari cekalan
musuhnya dan tenaganya itu dirasakannya pulih kembali. Tatkala ia
melihat dengan tegas, ia telah menyaksikan Kang It Peng telah
berdiri berhadapan de-ngan Cian-pi-sin-mo.
Ternyata Sun Tay Beng tadi ketika berhasil merubuhkan Thay
si Sian-su, telah menimbulkan amarah Cian-pi-sin-mo. Orang tua
itu tanpa berkata apa-apa lalu melayang cepat untuk menyamber
tangan Sun Tay Beng, tapi selagi si iblis tua itu hendak mematahkan
pergelangan tangan Chio-bin-giam-lo, Kang It Peng sudah tiba
untuk memberikan pertolongannya, dengan demikian Sun Tay Beng
terhmdar dari bencana yang hebat.
Setelah Cian-pi-sin-ino mundur barulah cliketahuinya bahwa
orang yang menyerang dirinya itu adalah Kang It Peng, maka ia lan
tas berkata sambil tertawa dingin:
"Bagus, marilah kita berdua melanjutkan pertempuran ini! Hari
ini kalau tidak ada keputusan siapa yang menang dan siapa yang
229
kalah kita tidak boleh berhenti." Orang tua itu berkata sambil
mengerahkan tenaganya. Kang It Peng sebagai orang Kang-ouw
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ulung sudah tentu mengerti, kalau lawannya itu sedang
mengumpulkan tenaga jadi kalau ia menyerang dengan mendadak
maka serangan itu akan hebat sekali.
Oleh karena itu secara diam-diam pula iapun mengerahkan
tenaganya. Walaupun begitu ia masih bisa berkata seraja tertawa:
"Bukankah kau sudah lama hendak bertanding dengan aku? Untuk
hal ini sudah tentu aku mau memberikan kesempatan kepadamu
agar kau memuaskan keinginanmu."
Cian-pi-sin-mo perdengarkan suara tertawanya yang aneh.
Dengan tindakan perlahan iapun menghampiri Kang It Peng. Kedua
tangannya diputar tak henti-henti dan kemudian membentak hebat
lalu terus menyerang Kang It Peng.
Kang It Peng juga herseru hebat sambil memutar pedang di
tangannya, pedang itu diputar untuk melindungi dirinya, hingga
serangan tenaga yang dilancarkan oleh Cian-pi-sin-rno tadi dibikin
punah dengan pedangnya.
Cian-pi-sin-mo segera merasakan gelagat kurang baik, karena
temiga dalamnya yang dilatih beberapa puluh tahun lamanya
ternyata telah dipunahkan dengan mudah sekali oleh kekuatan
tenaga Kang It Peng yang disalurkan melalui pedang. Diarn-diam
iapun merasa terkejut dalam hati.
Belum lagi hilang rasa terkejutnya itu tiba-tiba ia mendengar
seruan Kang It Peng, seruan itu berbareng dengan ujung pedang
yang meluncur keatas kepalanya.
Orang tua aneh itu sekarang baru mengetahui bahwa jago
pedang yang namanya menggetarkan daerah Kang-lam dan Kang
230
pak ini benar-benar adalah satu jago yang bukan sembarangan
karena itu ia tidak berani lagi memandang ring. kepadanya.
Menghadapi serangan Kang It Peng tadi, ia cuma bisa melorn
pat kesamping untuk mengelakan serangan orang she Kang itu.
Kang It Peng tersenyum lalu pedangnya diputar laksana titiran
untuk memainkan ilmu pedang Tui-hong-kiam-hoat ini adalah cip
taannya sendiri. Keistimewaan ilmu pedang ini adalah karena
seluruhnya merupakan serangan terus-menerus, hingga tidak
memberi-kan ketika kepada lawannya untuk membalas menyerang.
Sejak Kang It Peng mendapatkan ilmu pedang ini tenaga dalamnya
yang sempurna. Tidak heran kalau sukar baginya untuk mendapat
tandingan.
Cian-pi-sin-mo yang didesak oleh serangan Kang It Peng, saat
itu telah merasa ripuh benar-benar, ia terus terdesak, sedikitpun
tidak mempunyai kesempatan untuk membalas. Ilmu pedang yang
luar biasa ini sampai-sampai Ci Yang To-tiang sendiri yang menjadi
ketua dari satu partay besar yaitu parlay Bu-tong-pay yang sudah
terkenal dengan ilmu pedangnya. Maka secara diam-diam
dikaguminya terutama Kang Sian Cian yang juga sudah
mempelajari ilmu pedang itu dari Yayanya, tapi belum pernah ia
menyaksikan Yayanya melawan musuhnya dengan ilmu pedang
tersebut. Kali ini ia telah mendapat kesempatan untuk
menyempurnakan ilmu pedang tersebut sebab itu memperhatikan
dengan penuh perhatian.
Cian-pi-sin-mo dan Kang It Peng setelah melakukan
pertempuran lebih dari seratus jurus barulah si Iblis Tua itu didesak.
Walaupun begitu ia belum man mengaku kalah karma selama ini ia
menganggap dirinya lebih ulung dari semua orang.
Waktu ia terdesak terus-menerus itu barulah timbul
kecemasannya. Dalam kecemasan itu maulah ia mengadu jiwa
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
231
hingga ia segera menge. luarkan seluruh kepandaiannya dengan
pengharapan sekalipun tidak berhasil merubuhkan musuhnya tapi
sedikitnya bisa mati bersama.
Ia melakukan serangan setelah dengan nekat mengelakan
serangan pedang Kang It Peng. Badannya mumbul keatas lalu
kelima jari-nya dipentang laksana gaetan menyambret kepada Kang
It Peng, tapi ia telah menangkis dengan senjatanya. Waktu itu Cian
pi-sin-mo lantas jumpalitan ditengah udara lalu tangan kanannya
menyampok serangan pedang Kang It Peng, sedang tangan kirinya
dipakai menyambret kepala sang lawan. Serangan semacam ini
benar-benar diluar dugaan Kang It Peng, hingga diam-diam jago tua
ini merata terkejut. Buru-buru ia berkelit, tapi gerakannya itu sedikit
terlambat, sehingga bungkusan kepalanya kena kejambret.
Perbuatan ini telah membikin murka Kang It Peng, maka dia
angkat pedangnya itu lalu melakukan serangan membabat. Cian-pi
sin-mo yang sudah berhasil dalam serangannya segera
memperdengarkan suara tawa yang aneh lalu kemudian dengan ikat
kepala Kang It Peng yang berada ditangan kirinya ia putar hendak
menyambuti serangan si orang she Kang. tapi ikat kepala itu
kemudian telah terpapas menjadi dua potong.
Menggunalcan kesempatan beradunya dua bends tersebut,
Cian-pi-sin-mo telah melayang turun dihelakang Kang It Peng lalu
ke-mudian mengulur tangan kanannya dan diletakkannya dipundak,
"Kang It Peng. Maka mulutnyapun berseru: "Kang It Peng, lekas
lepaskan pedangmu!"
Si jago tua menjawab dengan tenang: "Tidak mungkin."
Badannya tidak mengelakan tangan Cian-pi-sin-mo yang
diulurkan tadi, tapi, ia hanya sambil miringkan pedang lalu
membabat dengan keras dan hati-hati.
232
Si Iblis Tua itu sangat gusar ketika dibabat demikian. Iapun
mengumpulkan tenaga ditangan kanannya untuk memukul, sebenar
nya waktu itu ia ingin menghancurkan tulang pundak Kang It Peng,
tapi ketika begitu ia keluarkan tenaga, ia lantas merasa pundak
Kang It Peng sangat licin, hingga tangannya itu tak mampu
menyekal. Ia segera ketahui gelagat kurang baik lalu merubalt
serangannya yaitu kali ini ia mendorong dengan dibarengi tenaga
dalamnya. Usahanya ini berhasil sebab badan Kang It Peng telah
terpental melesat tiga kaki jauhnya.
Walaupun demikian pedang Kang It Peng pada saat itu sudah
menyamber. Cian-pi-sin-mo hendak mundur dengan cara jumpalitan
tapi baru saja bergerak ujung pedang Kang It Peng sudah berada
didepan matanya.
Dalam terkejutnya ia menyarnpok pedang itu dengan
tangannya, tapi bukan pedang yang tersampok sebaliknya
tangannya sendiri yang terhabat kutung hingga darah segar
mengucur deras ketanah.
Saat itu Kang It Peng segera memperdengarkan seruannya yang
hebat sambil membabat. Begitu pedangnya berkelebat begitu pula
kepala si Cian-pi-sin-mo terlepas dari badan lalu bergulinga sebagai
bola sejauh sembilan kaki.
Hebat dan menakjuhkan sekali kejadian itu. Kasihan benar
Cian-pi-sin-mo Thio Pak Tao itu, beberapa puluh tahun sudah ia
malang melintang dirimba persilatan dan belum mendapat
tandingan tapi dalam usia yang hampir satu abad telah binasa
diujung pedang Kang It Peng secara mengenaskan sekali.
Setelah Kang It Peng membinasakan Cian-pi-sin-mo, terdengar
suara ribut dalam rombongan kawanan berandal, tapi waktu itu
Sam-ciu-kim-kong Goei Liong sambil menenteng senjatanya yang
istimewa bertindak keluar dengan perlahan.
233
Pada wajahnya yang dingin itu terlukis hati yang gusar. Ia
mengawasi majat kawannya yang hinasa sejenak lantas herkata
dengan tertawa dingin:
"Ilmu pedang Kang Tay-hiap benar. hebat. Kematian Thio Pak
Tao tidak mengecewakan. Bagaimana kalau sekarang aku menerima
pelajaran beberapa jurus dari engkau?"
Kang It Peng melintangkan pedangnya lalu menjawab: "Nama
Sam-ciu-kim-kong Goei Liong sudah menggetarkan rimba
persilatan tapi Kang It Peng dalam usia yang begini tua masa masih
sayang kepada jiwanya? Juga aku ini ingin menerima pelajaranmu
wahai Ngo-tok-sin-koan."
Goei Liong kembali memperdengarkan suara dingin sambil
menyerang dengan senjata tongkatnya yang aneh.
Kang It Peng dengan pedangnya hendak memapas lengan kiri
Goei Liong, tapi Goei Liong yang turun tangan dengan cepat masih
dapat merubah serangannya itu dengan cepat pula. Sekarang
tongkatnya itu telah membabat kaki Kang It Peng hingga ia terpaksa
harus melompat keatas untuk mengelakan serangan tersebut tapi
waktu itu diputarnya pedangnya untuk balas menyerang. Dengan
demikian kedua orang itu telah melakukan pertempuran yang hebat
sekali. Pertempuran ini lebih hebat dari yang sudah-sudah, Kang It
Peng agak dirugikan karena harus waspada menjaga Ngo-tok-sin
koan kepunyaan Goei Liong, hingga perhatiannya pecah tidak
sedikit. Ia tidak mampu memusatkan pikirannya kearah serangan
pedangnya, sekalipun demikian pertempuran itu diama telah melalui
lebih dari seratus jurus.
Seragi pertempuran berjalan dengan sengitnya, tiba-tiba Goei
Liong melompat mundur satu tumbak lehih, kemudian
mengerahkan tenaga dalamnya dan mengulur tangannya yang hitam
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
234
jengat lalu melan-carkan serangannya keudara, tapi sebenarnya
serangan itu ditujukan kearah sang lawan.
Kang It Peng yang selalu waspada, lantas lompat mundur,
dengan demikian terhindarlah ia dari hahaja maut. Goei Liong yang
tidak berhasil dalam serangannya yang pertama, kembali ia
melancarkan serangan yang kedua kali, tapi Ci Yang To-tiang yang
sejak tadi mengawasi jalan pertempuran telah dengan cepat
melompat keluar dan menyambuti serangan Goei Liong. Tatkala itu
Kang It Peng cepat-cepat menyingkirkan dirinya, orang tua itu
kebutkan kedua lengan bayunya untuk mengeluarkan ilmu Bu-kek
khi-kang yang telah dilatihnya selama tiga puluh tahun.
Angin dari Ngo-tok-sin-koan yang dilepaskan Goei Liong
ketika ditabrak angin Bu-kek-khi-kang yang dilepaskan Ci Yang
To-tiang segera kembali dan terdampar dengan tiba.. Kini senjata
Goei Liong yang ampuh itu telah menjadi bomerang hingga
mencelakakan dirinya sendiri.
Tadinya Goei Liong merasa geli tatkala ia melihat tindakan Ci
Yang To-tiang yaitu memapaki Ngo-tok-sin-koannya. Ia merasa
geli karena ia menyangka Ci Yang To-tiang hendak mencari
mampus, namun ia belum merasa puas hingga ia gerakkan tongue
kanannya lagi untuk melancarkan serangan yang kedua kalinya.
Tapi apa jadi serangannya yang kedua kali itu baru saja dilancarkan
maka racunnya dari serangan yang pertama telah terdampar balik
menyerang dirinya sendiri. Ia lantas mengerti gelagat tidak baik tapi
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hawa panas sudah masuk kedalam dirinya. Ia sudah tak sempat lagi
mencegah hingga racun itu masuk terus kedalam paru-parunya.
Ci Yang To-tiang saat itu sudah melompat kesamping Goei
Liong sambil mencabut pedangnya untuk membabat badan Goei
Liong. Sam-ciu-kim-kong ketika mengetahui dirinya sudah tidak
ada harapan hidup lagi sebab ilmu silatnya yang ampuh yang ia
235
telah latih seumur hidup telah raencelakakan dirinya sendiri. Tatkala
ia melihat Ci Yang To-tiang mencabut pedangnya timbullah
maksud untuk berbuat kejahatan yang terakhir.
Pada seat itu beberapa kawanan penjahat memburu hendak
membantunya sebab ia sudah berguling (ia berguling dengan
sengaja) tapi tiba-tiba ia tertawa lalu berkata: "Baiklah kuajak
beberapa kawan agar bersama .. " Sebelum omongannya habis
tangannya telah diayunkan melepaskan racun Ngo-tok-sin-koannya
menuju kawan-kawannya yang hendak membantunya itu. Perbuatan
Sam-ciu-kirn-kong yang diluar dugaan semua orang, sedang Ci
Yang To-tiang sendiri merasa heran maka terpaksa ia harus
menolong dirinya sendiri sambil melompat menyingkir. Akan tetapi
saat itu ia mendengar beberapa jeritan ngeri sebab empat atau lima
orang yang memburu kearah Goei Liong telah rubuh dengan
beruntun. Ci Yang To-tiang gusar hingga membentak: "Iblis Tua,
kau begitu ganas, benar-benar kau tidak mempunyai sifat manusia."
Ia mem-bentak sambil memutar bajunya untuk melindungi dirinya
dan menusuk Sam-ciu-kim-kong Goei Liong dengan pedangnya.
Goei Liong masih ingin menggunakan tenaganya yang terakhir
lalu iapun melemparkan senjata yang berada ditangan kirinya, sudah
itu ia melompat keatas dan kemudian menepuk kepalanya sendiri.
Selagi Ci Yang To-tiang mengelakan senjata yang
dilancarkannya itu ia sudah rubuh ditanah dengan yang telah pecah
hancur dan remuk. Goei Liong mati dimedan pertempuran secara
mengenaskan.
Ci Yang To-tiang lantas menghampiri Kang It Peng lalu ben
kata: "Sam-ciu-kim-kong sudah membunuh diri, Pinto sudah tidak
perlu lagi berada disini jadi Pinto ingin pulang lebih dulu."
Sehabis berkata tertampak bayangannya berkelebat dan
sebentar saja telah hilang dari pandangan.
236
Kawanan penjahat dari utara semuanya pada merasa heran atas
tindakan Goei Liong tadi hingga mereka pada berdiri dengan
kesima. Tatkala Ci Jang To-tiang sudah berlalu mereka baru sadar
kembali. Lebih hebat yang keadaan Tong Cin Wie. Saat itu ia
berdiri sebagai patung lalu mengeluarkan air mata sambil
mengawasi mayat Cian-pi-sin-mo dan Sam-ciu-kim-kong. Tiga
orang yang diandaikan tenaganya, kini dua telah binasa dan satu
telah terluka berat, sekalipun dia adalah seorang kejam dan ganas
tapi saat itu ia merasa murung juga. Tatkala itu iapun berseru
dengan tiba. katanya:
"Marilah kita menerjang keluar!" sesudah berkata begitu iapun
memutar senjata tombaknya lebih dulu untuk meinbuka jalan.
Kang It Peng tabu bahwa bila membiarkan Tong Cin Wie lolos
maka sudah tentu akan meninggalkan bencana hebat bagi keluarga
Chie. Karena itu pada saat ia melihat Tong Cin Wie hendak kabur
iapun segera berseru kepada Sun Tay Beng dan Koo Hong: "Pegat
mereka! Pegat saja, jangan terlalu melukai orang tangkap saja Tong
Cin Wie!" Mendengar ucapan itu, maka Kang Sian Cian, Ong Bun
Peng, Cin Tiong Li-Ong dan Koo Jie Lan berempat segera
mengejar.
Kang Sian Cian yang paling cepat, sekejap saja ia sudah dapat
menyandak mereka, sambil nienghunus pedangnya iapun
membentak: "Orang she Tong, apakah kau masih mengimpi buat
lari?"
Tong Cin Wie yang memikirkan supaya bisa lekas meloloskan
diri tidak menjawab apa-apa hanya menyerang Kang Sian Cian
dengan tumbaknya tapi nona Kang Sian Cian ini menyambuti
dengan pedangnya. Tong Cin Wie tidak ingin bertempur mati
matian, ia cuma ingin mendesak mundur Kang Sian Cian supaya ia
bisa kabur. Benar saja baru ia berhasil mendesak mundur nona itu
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
237
telah menampak Kang It Peng, Sun Tay Beng dan lain-lain sudah
pada mencegat dijalanan yang penting hingga ia tak dapat keluar
dari teluk itu. Melihat keadaan demikian, si orang she Tong itu
segera mengerti bahwa ia tidak mungkin lobos dari Ho-lo-wan.
Karena sudah tidak ada jalan keluar, sekarang dalam hatinya
timbul sifat kejamnya, ia ingin menggunakan senjatanya yang
paling ampuh, ialah jarum Tui-hun-ciamnya untuk menghadapi
lawannya, tatkala menampak Kang Sian Cian sedang berkelit mun
dur ia sudah keluarkan tiga jarum beracunnya lalu dengan cepat
menyerang kearah nona itu.
Meski Ong Bun Ping tahu bahwa Kang Sumoynya ini sudah
ada yang punya, tapi cintanya terhadap nona itu masih melengket
hingga tatkala menampak Tong Cin Wie menyerang dengan jarum
nya yang berhahaja itu maka dalam gugupnya telah melupakan
Supe dan Suhunya lantas berseru: "Kong Sumoy lekas menyingkir,
ada jarum Tui-hun-ciam!"
Siapan nyana bahwa seruan Ong Bun Ping tadi telah membikin
pilu hatinya Koo Jie Lan.
Kang Sian Cian sendiri tatkala mendengar seruan itu lantas
buru-buru rebahkan dirinya. Ia berbuat begitu sebab dari tadi ia
sudah siap sedia.
Setelah si nona mengelakan serangan Tong Cin Wie iapun
segera balas menyerang dengan tiga senjata 'duri ikan terbang'nya.
Tapi Tong Cin Wie yang mengetahui betul betapa lihaynya sen
jata duri ikan terbang si nona itu hingga sejak tadi ia
diperhatikannya saja gerakan Kong Sian Cian. Tatkala ia
mengetahui hahwa serangannya sendiri tidak berhasil ia segera
tumpahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga serangan balasan
dari nona itu. Dan benar saja sehabis Kang Sian Cian elakan
238
serangannya lantas balik menyerang. Tong Cin Wie segera putar
tumbaknya untuk menjaga diri. Dua senjata rahasia nona itu
tersampok dan satu lagi lewat tanpa mendapat sasaran.
Si orang she Tong setelah mengelakan serangan Kang Sian
Cian in mulai timbang. kekuatannya sendiri, ia tahu meski dipihak .
lawannya sudah tidak ada Ci Yang To-tiang, tapi Sun Tay Beng dan
Koo Hong semua, merupakan lawan berat, terutama Kang It Peng
sedang dipihaknya meski berjumlah lebih banyak tapi tidak ada satu
yang mampu menandingi si orang tua itu. Maka setelah ia berpikir
sejenak lantas timbul pikirannya yang jahat, iapun serukan kawan
kawannya supaya jangan bergerak dan kemudian ia bee-kata kepada
Kang Sian Cian katanya:
"Nama Kang-tang Lie-hiap sudah terkenal diseluruh dunia,
orang-orang rimba hijau didaerah Kang-lam siapa yang tidak
kuncup hatinya kalau mendengar nama itu, apakah kau berani
bertempur sendirian dengan aku? Senjata tumbakku ini akan
menandingi pedangmu yang lemas, dan senjata duri ikan terbangmu
akan berhadapan dengan jarum Tui-hun-ciamku, senjata-senjata kita
ini boleh digunakan sesukanya, kalau aku terluka dipedangmu titau
duri ikan terbangmu maka aku, Tong Cin Wie segera bunuh diri di
hadapanmu, tapi kalau kau yang rubuh atau terluka oleh senjataku,
bagaimana?"
Kang Sian Cian bukan tidak mengerti maksud orang she Tong
itu tapi oleh karena ia beradat tinggi dan sejak mengembara belam
pernah menerniti tandingan, maka tanpa pikir' lagi ia lantas
menjawab:
"Kalau aku kalah ditanganmu, aku segera lepaskan kalian dari
Ho-lo-wan ini dan membiarkan kalian pulang he Utara."
"Kau ada satu bocah," kata Tong Cin Wie samba tertawa
dingin, "apa ucapanmu ini boleh dipercayai?"
239
Kang Sian Cian gusar, lalu ia menoleh kepada Yayanya dan
berkata: "Yaya aku telah berjanji dengan Tong Cin Wie untuk
bertempur sendirian dengan menggunakan segala rupa senjata yang
ada, kalau aku yang kalah, bolehlah menepapti perjanjianku itu
ialah melepaskan mereka pulang ke Utara?"
Ia ucapkan itu perkataan sambil memandang kepada Yayanya
agaknya ia memohon supaya Yayanya tidak berkeberatan.
Kang It Peng adalah seorang jago kenamaan yang namanya
terkenal dirimba persilatan, meski ia mengerti bahwa cucunya ini
telah terjebak oleh akal muslihat Tong Cin Wie, tapi dihadapan Koo
Hong,. Sun Tay Beng dan semua penjahat dari Utara itu tak maulah
ia menolak permintaan cucunya. Tapi kalau ia terima baik, ia masih
bersangsi apakah Sian-jie mampu menandingi Tong Cin Wie, maka
seat itu in belum dapat menjawab. Pada ketika itu tiba-tiba Ong Bun
Ping maju kemuka dais berkata: "Sumoy, kali ini biarlah Suhengmu
yang melawan dia."
Kang Sian cian menjawab dengan cemas: "Mana bo1eh, orang
itu toch sudah menantang dan menunjuk diriku."
Koo Hong juga tampak maju, dan berkata: "Malam itu aku dan
dia belum dapat keputusan, sebab itu hari ini kebetulan aku
mendapat kesempatan maka sebaliknya aku saja yang melanjutkan
pertempuran, kalian berdua jangan berebut, biarlah aku si orang tua
ini yang' menyambuti ia."
Sun Tay Beng tahu kekuatan Koo Hong ada berimbang dengan
Tong Cin Wie, tapi tentu tidak berdaya menghadapi jarum orang
she Tong yang sangat ampuh itu. Apalagi Ong Bun Ping itu berarti
ia mau mengantarkan jiwanya sendiri, dan Kang Sian Cian yang
ilmu pedangnya meski dididik sendiri oleh Kang It Peng tapi tenaga
dalamnya masih kalah jauh dari lawannya, maka paling baik ia
sendiri yang turun tangan sebab senjata duri ikan terbang dapat
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
240
menandingi senjata jarum orang she Tong itu. Selagi ia hendak
membuka mulue tiba-tiba ia melihat Kang It Peng goyang' kepala
dan berkata: "Kalian tak usah berebut kalau benar Tong Cin Wie
menunjuk diri Sian-jie biarlah ia sendiri yang menghadapinya.
Dengan cara demikian maka kalau Tong Cin Wie kalah ia juga akan
mati dengan mata meram."
Sun Tay Beng masih hendak mencegah, tapi Kang It Peng tidak
memberikan kesempatannya untuk bicara. Kang It Peng
memberikan jawabannya itu sesudah ia berpikir semasak-masaknya.
Ia percaya benar meskipun tenaga dalam Sian-jie masih kalah jauh
daripada Tong Cin Wie tapi ilmu pedang Fui-hong-kiam-hoatnya
tidak mampu ditandingi oleh Cin Wie dan juga jarum Tong Cin
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Win juga masih belum tentu dapat membinasakan jiwa Sian Cian.
Kang Sian Cian ketika mendengar keputusan Yayanya iapun
segera berkata kepada Tong Cin Wie: "Bagus, bagus, Yaya dan
Suhuku semua sudah terima baik, kalau kau bisa menangkan aku
kau boleh segera pulang ke Utara."
Tong Cin Wie tatkala mendengar ucapan nona itu lantas
gerakkan tumbaknya untuk membuka serangan, tapi nona itu kali
ini sudah siap sedia. Sudah tentu ia tidak mau memberi Tong Cin
Wie merebut kesempatan untuk menyerang terus-menerus maka
dengan pedangnya ia mulai balas menyerang.
Kang Sian Cian sekalipun sudah mempunyai pengalaman
heberapa tahun tapi kalau mau dibanding dengan Tong Cin Wie
sudah tentu masik ada bedanya, meski ia bertekad hendak merebut
kedudukan menyerang tapi ia masih terlambat setindak oleh
gerakan lawannya itu. Maka dalam pertempuran yang berjalan
selama tiga puluh jurus itu si nona terus terkurung dalam lingkaran
tumbak Tong Cin Wie.
241
Tapi ketika telah lewat enam puluh jurus, Tong Cin Wie telah
menunjukan satu kesalahan yang akhirnya digunakan oleh Kang
Sian Cian dengan sebaik-baiknya hingga ia dapat melakukan
serangan balasan dengan hebat. Pedangnya telah mendesak Tong
Cin Wie yang berada dibawah angin. Kawanan penjahat dari Utara
bermula ketika menampak pemimpinnya berada diatas angin, dalam
hati sudah mulai girang. tapi kemudian ketika keadaan berubah dan
Tong Cin Wie terbalik dikurung oleh senjata lawannya, hati mereka
mulai kuatir. Hal ini bisa jadi karena tadi Kang Sian Cian telah
menyaksikan bagaimana cara Yayanya menggunakan Tui-hong
kiam-hoatnya untuk membinasakan lawannya, hingga beberapa
bagiannya yang penting sekarang telah dipahami seluruhnya.
Serangannya yang telah dilakukan itu semakin lama semakin
lancar dan setiap serangannya merupakan serangan yang
mematikan, hingga akhirnya Tong Cin Wie telah terdesak dan ia
cuma biasa berputaran seperti gangsing. Apa mau dikata kiranya
serangan nona itu telah ditujukan kesetiap jalan darahnya yang
penting, maka sekalipun ia hendak mengeluarkan senjata rahasianya
juga sudah tidak mendapat kesempatan lagi.
Gerakan nona itu telah mengagumkan Sun Tay Beng, Koo
Hong, Yayanya sendiri dan musuh-musuh yang lain.
Sebentar kemudian tiba-tiba terdengar teriak Kang Sian Cian:
"Lepaskan senjatamu!"
Teriaknya ini disusul oleh jawaban Tong Cin Wie:
"Belum tentu."
Ke-dua-duanya pada saat itu lantas berpencar, tatkala semua
mata pada mengawasi telah dapat kenyataan bahwa lengan
kanannya Tong Cin Wie telah terluka dan mengeluarkan darah dan
Kang Sian Cian sendiri wajahnya pucat dan keringatnya mengucur.
242
Tong Cin Wie robek bayunya untuk membungkus lukanya,
sedang Kang Sian Cian berdiri mengatur pernapasannya.
Kang It Peng melirik Kang Sian Cian dan setelah mendapat
kenyataan bahwa cucunya itu setelah mengatur pernapasan sejenak
wajahnya merah kembali. Hal itu menyebabkan ia mengetahui
bahwa luka cucunya tidak berat, hingga hatinya merasa lega. Tong
Cin Wie setelah membungkus lukanya lantas berkata sambil tertawa
dingin:
"Satu pedang ditukar dengan satu tangan blum bisa dapat
keputusan, bagaimana kalau kita bertempur 300 jurus lagi?"
"Apa herannya 300 jurus," jawab si nona seraja melintang-kan
pedangnya, "Kita akan bertempur terus sampai salah satu dari kita
mati."
"Begitu yang paling baik," sahut Tong Cin Wie.
Kedua orang itu lantas bertempur lagi. Tong Cin Wie yang
terdesak mundur lagi tiba-tiba mendapat kesempatan segera
melompat mundur dua tumbak.
Si nona segera mengetahui bahwa lawannya itu akan
menggunakan senjata jarumnya yang ampuh, maka iapun tidak
mengejar dengan pedangnya tapi sebaliknya ia merogoh tiga senjata
duri ikan terbangnya untuk menyerang Tong Cin Wie. Serangan itu
dilakukan berbareng dengan serangan Tong Cin Wie. Karena dua
rupa senjata rahasia itu merupakan senjata yang halus maka sedikit
pun tidak mengeluarkan Kum. tapi bagi siapa yang lengah sedikit
saja akan terluka oleh senjata-senjata itu.
Kang Sian Cian setelah melakukan serangannya lantas
melompat kekanan, berbareng dengan itu ia mengeluarkan lagi lima
batang dari kantongnya, maka tatkala jarum Tong Cin Wie
menyamber ia sudah menyingkir ditempat yang aman.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
243
Tong Cin Wie lalu menyampok serangan si nona yang pertama
tapi mendadak disambar lagi oleh serangan yang kedua. Sudah tentu
tidak mudah baginya untuk mengelakan serangan tersebut maka
buru-burulah ia merebahkan diri ketanah. Kernudian ia melompat
bangun lagi dan mengeluarkan serangan yang paling lihay.
Kang Sian Cian yang sendirinya juga ada satu ahli dalam
senjata rahasia, ia mengerti walau bagaimana tidak bisa mangelakan
serangan orang she Tong tersebut, karena kalau ia berkelit, Tong
Cin Wie segera menyusul dengan serangannya yang lebih hebat dan
dengan cara yang beruntun-runtun. Kalau hal itu terjadi maka
berarti ia sudah tidak akan mendapat kesempatan lagi untuk
membalas menyerang. Cara yang paling baik baginya jalah merebut
kedudukan menyerang, oleh karena itu maka iapun tidak
menyelakakan dirinya sebaliknya malah maju sambil mernutar
pedangnya untuk menyampok senjata rahasia musuhnya. Setelah
menyampok jatuh beberapa batang jarum orang she Tong itu ia
lantas maju lagi, hal mana itu sangat berbahaya karena jika
terlambat sedikit gerakannya maka senjata Tong Cin Wie akan
bersarang dibadannya.
Tong Cin Wie yang menyaksikan cara nona itu diam-diam juga
merasa terkejut, ia segera melesat keatas dan dari atas ia melon
carkan serangan dengan tiga bilah jarum, tapi saranan itu dapat
dielakkan oleh Kang Sian Cian hingga mengenakan tempat kosong.
Dalam sengitnya Tong Cin Wie lantas lemparkan senjata
tumbaknya, dengan kedua tangannya ia melakukan serangan
bergantian, hingga jarum itu menyamber seperti air hujan. Si nona
terpaksa putar terus pedangnya untuk memusnakan sernua
seorangan Tong Cin Wie.
Menampak itu Tong Cin Wie merasa gentar sendiri. Selagi ia
dalam keadaan bingung si nona telah melakukan serangan
244
pembalasan. Nona itu telah menggunakan serangan yang paling
lihay seperti hujan turun dari langit. Tong Cin Wie yang agak
kesima, telah terkena dua batang senjata duri ikan terbang' hingga ia
merasakan kesemutan dibagian badan yang kena tadi. Karena ia
tahu bahwa senjata nona itu juga beracun, maka diam hatinya
mengeluh. Pada waktu itu iapun rubuhlah.
Kang Sian Cian ketika menampak Tong Cin Wie jatuli iapun
segera memburu sambil tenteng pedangnya tapi siapa nyana Tong
Cin Wie masih mengganggam dua batang jarum beracun. Ketika ia
menampak si nona memburu datang kedua tangannya lantas
melakukan serangan berbareng.
Kang Sian Cian terpaksa rebahkan dirinya. Beruntung pada
waktu Tong Cin Wie menyerang itu badannya telah luka hingga
serangannya tidak dapat mengenakan dengan jitu. Ong Bun Ping
yang menonton disamping, telah mengira si nona itu terkena
serangan jarum hingga ia lompat dan mendekati lalu dengan suara
perlahan ia bertanya: "Kau bagaimana?"
Si pemuda ketika menampak Kang Sian Cian tidak terluka.
baru-lah hatinya merasa lega tapi tiba-tiba mendengar suara Kang It
Peng:
"Ping-Cljie lekas menyingkir!"
Ternyata Tong Cin Wie tatkala menampak Ong Bun Ping
berjongkok dekat Sian Cian ia telah mengunakan sisa tenaganya
untuk mengeluarkan senjata rahasianya, ia hendak menyerang diri
Ong Bun Ping tapi dalam keadaan yang sangat kritis itu tiba-tiba
dari rombongan kalangan penjahat melesat seorang wanita muda
yang berpakaian hitam sambil mementang pedang. Dengan cepat
wanita itu menyamber kesamping ' Tong Cin Wie. Pada saat itu
Tong Cin Wie baru saja hendak angkat tangan untuk melempar
jarumnya tapi sebelum jarum itu melesat dari tangannya wanita
245
berbaju hitam itu telah mengayun pedangnya, hingga tangan Tong
Cin Wie tertabas kutung.
Tong Cin Wie bergulingan ditanah dan tatkala ia menampak
orang yang menabas tangannya itu adalah Pek-hoa Nio-cu sendiri
maka iapun berkata sambil tertawa getir: Budak hina, bagus betul
perbuatanmu ..!"
Dengan senjata yang ada ditangan kirinya itu segera diserang
nya Pek-hoa Nio-cu. Oleh karena Pek-hoa Nio-cu sangat dekat
sudah tentu tidak dapat mengelakkan, ia cuma merasa sakit dan
kesemutan dibagian mukanya. Lima batang jarum Tong Cin Wie
telah bersarang dihagian mukanya. Wanita itu ternyata juga keras
kepala, meskipun sudah terkena serangan ia masih dapat
pertahankan dirinya. Dengan tidak mengeluarkan kata apa-apa
lantas ayun pula tangan kanannya dan sebentar kemudian badan
Tong Cin Wie telah terkutung menjadi dua potong.
Pek-hoa Nio-cu sendiri telah bunuh Tong Cin Wie. Kawanan
berandal menyaksikan perbuatan Pek-hoa Nio-cu lantas pada maju
hendak menyerang, tapi Kang Sian Cian dan Ong Bun Ping sudah
memburu, hingga kawanan penjahat itu urungkan maksudnya.
Pada saat itu Kang It Peng, Sun Tay Beng. Koo Hong, Koo Jie
Lan dan Cin Tiong Liong juga sudah pada memburu lalu pada
mengitari diri Pek-hoa Nio-cu, mereka telah dapat kenyataan bahwa
luka Pek-hoa Nio-cu sudah mulai matang biru. Kang It Peng lamas
keluarkan obat pilnya, ia suruh Ong Bun Ping berikan. Pek-hon
Nio-cu makan pil ajaib itu, perlahan-lahan ia membuka matanya,
sambil mengawasi wajahnya Ong Bun Ping dengan paras berse
nyum iapun berkata:
"Apa kau masih membenci aku?"
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
246
Ong Bun Ping yang sedang berjongkok telah mengangkat
badan bagian atasnya Pek-hoa Nio-cu diletakkannya diatas pahanya
lalu rnenyawab:
"Aku selamanya tidak membenci kau !"
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pek-hoa Nio-cu kembali bersenyum tangan kanannya per
lahana menggenggam tangan Ong Bun Ping dan dengan suara
lemah ia berkata:
"Aku hendak pergi, racun jarum Tong Cin Wie sekarang sudah
mulai bekerja. dalam tempo duabelas jam aku akan binasa dan
hancur seluruh badanku, aku tidak tahan siksaan itu."
Ong Bun Ping memegang erat-erat tangannya lalu berkata
dengan suara terharu: "Kau sudah makan obat Kang Lo-cian-pwee,
mungkin masih bisa tertolong."
Pek-hoa Nio-tau gelengkan kepala, katanya: "Tidak ada
gunanya, lukaku terlalu parah, sekalipun ada obat ajaib, juga tidak
mam-pu menahan serangan racun jarum itu."
la berbicara sambil kertak gigi, agaknya ia sedang menahan
rasa sakitnya yang hebat itu Ong Bun Ping sangat pilu menyaksikan
keadaan serupa itu, dua tetes air mata telah mengetel jatuh dibadan
Pek-hoa Nio-cu.
Pek-hoa Nio-cu kembali rnembuka matanya dan kemudian
berkata seraja bersenyum:
"Ka,, jangan menangis sebab aku girang sekali bila aku bisa
binasa didalam pelukanmu."
Sehabis berkata dengan cepat iapun lepaskan tangannya Bun
Ping, lalu mengeluarkan satu pisau belati yang tajam, terus
ditusukkan kepada dadanya sendiri, Bun Ping hendak mencegah
247
tapi sudah terlainbat, ujung belati sudah menancap pada dada
wanita yang bernasib malang itu.
Koo Jie Lan dan Kang Sian Cian yang menampak keadaan
demikian, mungkin karena mereka ada sama-sama wanita, saat itu
tidak rnampu menahan rasa sedih, hingga pada mengucurkan air
mata. Kang It Peng sendiri juga turut menghela napas sambil ge
lengkan kepala. Bun Ping pondong tubuhnya Pek-hoa Nio-cu dan
mencarikan tempat yang baik untuk tempat mengaso wanita yang
bernasib celaka itu.
Tatkala itu semua kawanan berandal disuruh oleh Kang It Peng
kembali kedaerah mereka masing-masing.
Bun Ping setelah menguburkan Pek-hoa Nio-cu, saat itu ia telah
melihat cuaca baru lewat tengah hari, keinatian Pek-hoa Nio-cu ini,
telah menimbulkan rupa-rupa pikiran di otaknya, terhadap dunia
yang banyak penggodaan ini telah menambahkan ruwet pikirannya.
Ia telah berpikir begitu asyiknya, sambil menggendong tangan ia
memandang kearah yang jauh sekali, melihat pemandangan alam
didepan matanya itu agaknya ada apa-apa dalam pikirannya, maka
dengan tidak terasa ia telah berkata seorang diri:
"Benar, aku barns meninggalkan tempat yang banyak
penggodanya ini ..!"
Tiba-tiba terdengar dibelakangnya suara Kang Sian Cian yang
lemah-lembut, katanya: "Ong Suko, kau sedang memikirkan apa?
Mari kita pulang."
Bun Ping menoleh dan melihat Ken Jie Lan dan Kang Sian
Cian berdiri berendeng, maka iapun menjawab sambil tertawa
hambar:
"Ya, kita harus pulang !"
248
Pada malamnya, Chie Kong Hiap telah mengadakan pesta
untuk menjamu beberapa pendekar yang menolong jiwanya. Setelah
pesta itu bubaran, Bun Ping pulang kekamarnya dengan hati ruwet.
Ia memandang senjata Poan-koan-pit dan senjata pisaunya dengan
mata guram. Ia telah ingat kembali, bagaimana ia telah berguru dan
bagaimana ia telah bersama-sama belajar silat dengan Kang Sian
Cian, tapi sekarang, ya, sang Sumoy itu sudah ada yang punya, apa
yang sudah lalu kini hanya merupakan suatu kenang-kenangan yang
sangat menyedihkan.
Selagi ia melamun itu dari luar tiba-tiba terdengar suara yang
nyaring: "Ong Suko, apakah kau masih belum tidur?"
Bun Ping tersadar dari lamunannya. ia nampak Kang Sian Cian
berdiri didepan pintu, sekarang ia nampak si nona itu sudah tukar
pakaian sebagai wanita yang asli, hingga bertambah kecantikannya,
Bun Ping rnenghampirinya dengan tindakan perlahan lalu berkata:
"Hari sudah malam, kau ..!"
Tapi sebelum si pemuda habiskan bicaranya telah dipotong
oleh Kang Sian Cian katanya:
"Aku sedang memikirkan satu soal hing-ga tidak bisa tidur,
maka aku sekarang datang kepadamu hendak berunding."
"Soal apa?" tanya Bun Ping, "Kau jelaskan saja."
"Yaya sudah bicarakan dengan resmi tentang urusan
pernikahanku, mungkin dalam tempo setengah bulan ini aku sudah
.. "
Si nona tak dapat melanjutkan pembicaraannya, kedua pipinya
lantas berubah merah.
"Dalam setengah bulan ini," sahut Bun Ping, "Kau sudah akan
menikah dengan Chie Kong-cu, bukan?"
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
249
Sian Cian mengangguk. "Oleh sebab itu," kata Sian Cian, "Aku
sedang memikirkan urusanmu dengan Enci Lan."
"Tentang urusan kita," sahut Bun Ping, "kau tidak usah pikir
kan."
"Tentang urusan yang sudah lalu," kata Sian Cian, "Aku harap
kau jangan memikirkan lagi. Dalam urusan ini kau tidak bisa
salahkan aku, karena pada masa itu aku masih terlalu muda, aku
cuma tahu bahwa kau seorang baik terhadap aku. Hal yang lain-nya
aku tidak mengerti."
"Sudah tentu tidak bisa kusalahkan kau," sahut si pemuda, ,aku
sudah memilih jalankn sendiri. Hari sudah malam, kau harus
mengaso."
Sehabis berkata lalu memutar badan dan masuk kekamarnya.
Sian Cian terperanjat, ia menyambret tangannya Ong Bun Ping dan
bertanya dengan suara cemas: "Ong Suko, kau memben-ci aku?"
Bun Ping menoleh, ia lepaskan tangannaj dan menjawab: "Aku
tidak benci kau, malahan aku hendak menanti kau orang selesai
dengan upacara pernikahan barulah aku berlalu."
"Dan, bagaimana dengan Enci Lan?" tanya Sian Cian.
Bun Ping memandang sejenak si nona, baru menjawab: "Aku
melepaskan kulitku yang busuk, kembalikan wajahku yang agung,
dua benda sebenarnya merupakan satu, mengapa harus dibagi antara
Im dan Yang? Ia sudah tentu ada punya jalannya sendiri-sendiri!"
Setelah berkata demikian ia terus lari ke kamarnya.
Sian Cian berdiri seperti terpaku, selagi hendak memburu, tiba
tiba dengar suara orang menghela napas dibelakangnya. Tatkala ia
menoleh, orang itu ternyata ada Yayanya sendiri.
Sian Cian berkata dengan suara perlahan: "Yaya .."
250
Kang It Peng menghela napas, lalu menyahut: "Pulanglah, ke
kamarmu untuk mengaso."
Kang It Peng, Sun Tay Beng dan Koo Hong untuk sementara
berdiam dirumah keluarga Chie, sambil menantikan upacara
perkawinan Kang Sian Cian. Bun Ping juga tapi ia selalu bersedih
walaupun repot mengatur ini dan itu. Oleh karena Kang It Peng
sendiri tidak mempunyai tempat yang tetap dan Kang Sian Cian
sendiri sudah tidak berajah ibu, maka semua urusannya diserahkan
kepada keluarga Chie.
Tatkala hari pernikahan Sian Cian dan Sie Kiat tiba, gedung
keluarga Chie tampqk ramai dengan tamu-tamunya, tapi Kang It
Peng, Sun Tay Beng dan Koo Hong tidak tampakkan diri diantara
para tamu lainnya, mereka hanya berunding didalam suatu kamar
tentang Ong Bun Ping dan Koo Jie Lan.
Esok harinya pagi-pagi sekali Tiong Liong sudah berlari-lari
kekamar-nya Kang It Peng. Kala itu Sun Tay Beng dan Koo Hong
sedang berbicara dengan Kang It Peng, menampak sikap Tiong
Liong yang aneh itu, telah menduga ada apa-apa yang penting,
maka segera menanya: "Ada urusan apa?"
Tiong Liong bersangsi sejenak lalu menjawab: "Ong Sutee
telah pergi !"
Wajah Tay Beng pucat seketika lantas berkata: "Ia berani
menipu aku!" segera memburu keluar.
Koo Hong, Tiong Liong dan Kang It Peng juga turut keluar,
mereka telah tiba ditepi telaga, dan menampak diatas sebuah perahu
kecil ada duduk satu pendeta dengan jubah abu-abu, disamping
pendita itu ada sepasang senjata Poan-koan-pit dan sekantong
senjata rahasia. Pendita itu ternyata adalah Ong Bun Ping sendiri.
251
Sun Tay Beng menampak keadaan muridnya yang berubah
demikian rupa, seketika itu juga ia berdiri melongo tapi kemudian ia
bertanya: "Apa artinya ini?"
Bun Ping membuka matanya, dari atas perahunya ia menyura
kepada Sun Tay Beng dan berkata: Teecu telah sepuluh tahun
lamanya berguru kepada Suhu, menyesal sekali tidak bisa
membalas, tentang perjodoan tidak bisa dipaksa, kalan Suhu tidak
mau memaafkan muridmu ini silahkan Suhu ambil tindakan."
Sehabis berkata lalu melompat ketepi telaga dan berlutut
dihadapannya Sun Tay Beng.
Sang Suhu ayun tangan kanannya, selagi hendak memukul
telah dicegah oleh Koo Hong. Sambil menghela napas orang tua itu
berkata: "Urusan ini kau tidak bisa sesalkan dia ..!"
Ucapan Koo Hong belum habis, Koo Jie Lan sudah memburu
bersama Kang Sian Cian. Ternyata Kang Sian Cian sehabis bangun
tidur, selagi hendak memberi selamat pagi kepada Yayanya, telah
mendengar kabar dari bujang bahwa Kang It Peng, Sun Tay Beng
dan lain.nya telah meninggalkan kamar, Sian Cian bercekat, ia tidak
perdulikan kedudukannya waktu itu sebagai penganten baru, ia
lantas menghampiri Jie Lan dan mengajaknya menyusul ketepi
telaga. Koo Jie Lan ketika menampak dandanannya Ong Bun Ping,
hatinya merasa hancur luluh, dalam keadaan cemas, ia juga tidak
perdulikan ayah dan Sian Cian yang berada disitu, ia menghampiri
Bun Ping dengan suara terharu lain berkata: "Ong Suheng, apa
maksudmu ini?"
Sehabis berkata make dengan as' ia menghunus pedangnya dan
sebentar saja rambutnya yang panjang telah dipotong, kemudian ia
lemparkan pedangnya kedalam telaga, lalu berlutut dihadapan Sun
Tay Beng dan berkata: "Sun Pepe, ampunilah dia!"
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
252
Tay Beng menghela napas lalu menarik kembali tangannya dan
berkata: "Pergilah kau, hitung-hitung aku tidak pernah menerima
kau sebagai murid."
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bun Ping berbangkit lain memberi hormat kepada Koo Jie Lan
dan berkata: "Dalam lautan kesedihan tidak ada tepinya, kalau kau
menoleh disanalah kau akan melihat tepinya. Harap Sumoy baik'
membawa diri."
Koo Jie Lan membalas hormat, sambil tertawa ia menjawab:
"Mudah-mudahan kau lekas menemui kesempurnaanmu."
Bun Ping cuma tertawa getir, lalu melompat naik keperahunya
dan berlalu. Koo Jie Lan menoleh dan berkata kepada ayahnya:
"Ayah, kita juga barus pulang." Koo Hong cuma menjawab 'baik,
nak'.
Tay Beng menggerendeng sendiri, ia menoleh dan melirik
kepada Kang Sian Cian, ia telah nampak nona itu mernandang
perahu kecil itu berlalu sambil mengucurkan air mata
TAMAT
Goosebumps Kamar Hantu Goosebumps Kamar Hantu Pendekar Slebor 19 Perompak Perompak
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama